193
PENDIDIKAN PANCASILA EDISI REVISI BAHAN AJAR Ikhtisar/Butir-butir Bahan Diskusi untuk Mahasiswa Strata Satu di Lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Suryakancana Cianjur Disusun Oleh : Drs. DJUNAEDI SAJIDIMAN, MM, M.Pd. FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR - 2013-

PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

PENDIDIKAN PANCASILA

EDISI REVISI

BAHAN AJAR

Ikhtisar/Butir-butir Bahan Diskusi untuk Mahasiswa Strata Satu

di Lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Suryakancana Cianjur

Disusun Oleh :

Drs. DJUNAEDI SAJIDIMAN, MM, M.Pd.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR

- 2013-

Page 2: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan tugas untuk memberikan materi kuliah “Pendidikan Pancasila” di

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Pendidikan (FKIP) dalam lingkungan

Universitas Suryakancana Cianjur, penulis mencoba membuat ikhtisar berupa butir-

butir bahan diskusi untuk memudahkan para mahasiswa strata satu berdiskusi pada

waktu perkuliahan.

Bahan ajar atau diktat ini adalah revisi yang kedua kali, disesuaikan dengan

perkembangan keadaan kenegaraan dewasa ini, di samping perubahan teknis

penyajiannya, dan juga koreksi terhadap kesalahan-kesalahan ketik.

Bahannya diambil dari berbagai buku sumber dan bahan pendukung lainnya,

mengacu kepada Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan

Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, dan Surat

Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 2393/D/T/2009 tentang Penyeleng-

garaan Perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.

Untuk pengayaan dan pendalaman materi, para mahasiswa dianjurkan untuk

mempelajari lebih lanjut buku-buku yang penulis pergunakan, yang dicantumkan juga

dalam daftar kepustakaan.

Semoga kiranya bermanfaat.

Cianjur, Agustus 2013.

Penyusun

i

Page 3: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR …………………………………………………………................................................... i DAFTAR ISI ………………………………………………………………….............................................................. ii BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………….................................................. 1

A. VISI, MISI, TUJUAN, DAN KOMPETENSI ............................................................ 2 B. METODOLOGI PEMBELAJARAN .......................................................................... 3 C. DASAR SUBSTANSI KAJIAN (POKOK BAHASAN) ............................................... 4

BAB II. LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA ……............................. 5

A. LANDASAN .............................................................................................................. 5 B. TUJUAN ................................................................................................................... 7

BAB III. PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA ............ 10

A. MASA KEJAYAAN NASIONAL ................................................................................ 10 B. MASA PERJUANGAN MELAWAN SISTEM PENJAJAHAN ................................... 15 C. MASA PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN DAN MENGISI KEMERDEKAAN . 32

BAB IV. PENGERTIAN DAN HAKIKAT PANCASILA ........................................................ 47

A. PENGERTIAN PANCASILA ...................................................................................... 47 B. HAKIKAT PANCASILA .............................................................................................. 54

BAB V. PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT ............................................................................. 70

A. PENGERTIAN FILSAFAT ……………………………………………………………………………………. 70 B. ALIRAN, OBYEK, CABANG, TUJUAN, DAN KEGUNAAN FILSAFAT ………………… 74 C. PEMBAHASAN PANCASILA SECARA ILMIAH …………………………………………………. 75 D. PANCASILA DITINJAU DARI TINGKATAN ILMIAH ………………………………………….. 77 E. NILAI-NILAI PANCASILA BERWUJUD DAN BERSIFAT FILSAFAT ……………………. 78 F. PENGERTIAN PANCASILA SECARA FILSAFAT …………………………………………………. 79 G. PANCASILA SEBAGAI DASAR DAN ARAH KESEIMBANGAN ANTARA HAK

DAN KEWAJIBAN ASASI MANUSIA …………………………………………………………………. 80 H. ALASAN PRINSIP PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP DAN IDEOLOGI. 81

BAB VI. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL ..................................................... 82

A. PENGERTIAN IDEOLOGI …………………………………………………………………………………… 83 B. UNSUR-UNSUR IDEOLOGI ……………………………………………………………………………….. 86 C. MAKNA IDEOLOGI BAGI NEGARA …………………………………………………………………… 87 D. PERBANDINGAN IDEOLOGI PANCASILA DENGAN IDEOLOGI LAIN ……………… 90 E. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA …………………………………………………….. 94 F. PENERAPAN IDEOLOGI PANCASILA ………………………………………………………………… 99

ii

Page 4: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

BAB VI. PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK ................................................................... 101

A. PENGERTIAN NILAI, MORAL, ETIKA, NORMA, DAN POLITIK ........................... 101 B. NILAI DASAR PANCASILA ....................................................................................... 118 C. KONSEP NEGARA PANCASILA ............................................................................... 120 D. IDE POKOK KEBANGSAAN INDONESIA ................................................................ 120 E. ETIKA POLITIK PANCASILA ..................................................................................... 121

BAB VIII. PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDO- NESIA ............................................................................................................................. 126

A. PENGERTIAN, KEDUDUKAN, SIFAT, DAN FUNGSI UNDANG-UNDANG DASAR 1945 …………………………………………………………………………………………………….. 126

B. PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 ................................................. 137 C. STRUKTUR PEMERINTAHAN NEGARA RI BERDASARKAN UUD 1945 .............. 144

BAB IX. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN BERMASYARAKAT,

BERBANGSA, DAN BERNEGARA .......................................................................... 182 A. PENGERTIAN PARADIGMA ..................................................................................... 182 B. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN ........................................ 182 C. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PENGEMBANGAN IPOLEKSOSBUDHAN-

KAMAG ..................................................................................................................... 185 D. AKTUALISASI NILAI-NILAI PANCASILA .................................................................. 188 E. TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI ....................................................................... 189 F. BUDAYA AKADEMIK ............................................................................................... 191 G. KAMPUS SEBAGAI ”MORAL FORCE” PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAK

ASASI MANUSIA ...................................................................................................... 193 H. HAK ASASI MANUSIA .............................................................................................. 194

PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P-4) ............................ 202 DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................................................................. 206

-djuns-

iii

Page 5: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi berpedoman kepada Keputusan Direktur

Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah

Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Dalam keputusan ini Pendidikan

Pancasila termasuk materi kuliah yang disatukan dalam Pendidikan Kewarganegaraan,

sehingga karenanya banyak mendapat kritik dari berbagai kalangan akademisi.

Sebenarnya secara normatif Pendidikan Pancasila memperoleh dasar legalitasnya

dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Karena itu Dirjen Dikti kemudian mengeluarkan Surat Edaran No. 2393/D/T/2009

tentang Penyelenggaraan Perkuliahan Pancasila di Perguruan Tinggi, sebagai hasil

Simposiun Nasional III Pendidikan Pengembangan Kepribadian tahun 2006 di Sema-

rang, dan ditindaklanjuti dengan diadakannya beberapa kali simposium berikutnya,

yang menghasilkan keputusan tentang penerapan Matakuliah Pendidikan Pancasila di

Perguruan Tinggi, di antaranya :

1. Hasil Simposium Nasional IV Pendidikan Pengembangan Kepribadian Tahun 2009 di

Semarang.

2. Hasil Simposium Nasional Pendidikan Pancasila sebagai Pendidikan Kebangsaan

Tahun 2009 di UPI Bandung.

3. Hasil Kongres Pancasila Tahun 2009 di UGM Yogyakarta.

4. Hasil Tim Pengkajian Penerapan Matakuliah Pendidikan Pancasila di Perguruan

Tinggi Tahun 2009.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, harus difahami bahwa Pendidikan

Pancasila sebagai pendidikan yang akan mengembangkan kemampuan dan memben-

tuk watak bangsa yang didasarkan pada nilai-nilai yang tumbuh, hidup, dan berkem-

bang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini selaras dengan tujuan

pendidikan nasional, yaitu “...berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

Page 6: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

2

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

dan bertanggung jawab”.

A. VISI, MISI, TUJUAN, DAN KOMPETENSI

Visi, misi, tujuan, dan kompetensi Pendidikan Pancasila mengacu pada visi, misi,

tujuan, dan kompetensi Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), yaitu :

1. Visi :

Kelompok MPK di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman

dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan

mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuh-

nya.

2. Misi :

Membantu mahasiswa agar mampu memantapkan kepribadiannya untuk

secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebuda-

yaan, rasa kebangsaan, dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasasi,

menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang

dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.

3. Tujuan :

Mempersiapkan mahasiswa agar dalam memasuki kehidupan bermasyarakat

dapat mengembangkan kehidupan pribadi yang memuaskan, menjadi anggota

keluarga yang bahagia, serta menjadi warga negara yang berkesadaran kebang-

saan yang tinggi dan bertanggung kawab kepada Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila.

4. Kompetensi :

a. Standar Kompetensi yang wajib dikuasai mahasiswa :

1) Pengetahuan tentang nilai-nilai agama, budaya, dan kewarganegaraan,

dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-

hari;

Page 7: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

3

2) Memiliki kepribadian yang mantap;

3) Berpikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis;

4) Berpandangan luas;

5) Bersikap demokratis yang berkeadaban.

b. Kompetensi Dasar :

Setelah mengikuti pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu menjadi

ilmuwan yang profesional yang memiliki rasa kebangsaan (nasionalisme)

dan cinta tanah air (patriotisme), demokratis yang berkeadaban, menjadi

warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, dan berpartisipasi aktif

dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai

Pancasila.

B. METODOLOGI PEMBELAJARAN 1. Pendekatan :

Menempatkan mahasiswa sebagai subyek pendidikan, mitra dalam proses

pembelajaran, dan sebagai umat/pribadi, anggota keluarga, masyarakat, dan

warga negara yang baik.

2. Metode Proses Pembelajaran :

Pembahasan secara kritis, analitis, induktif, deduktif, dan reflektif melalui

dialog yang bersifat partisipatoris untuk meyakini kebenaran substansi dasar

kajian Pancasila.

3. Bentuk Aktivitas Proses Pembelajaran :

Kuliah tatap muka, ceramah, diskusi interaktif, studi kasus, penugasan mandiri,

seminar kecil, dan evaluasi proses belajar.

4. Motivasi :

Menumbuhkan kesadaran bahwa proses belajar mengembangkan kepribadian

merupakan kebutuhan hidup.

Page 8: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

4

C. DASAR SUBSTANSI KAJIAN (POKOK BAHASAN) Dasar substansi kajian atau pokok bahasan Pendidikan Pancasila disusun sebagai

berikut :

1. Pendahuluan.

2. Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila.

3. Pancasila dalam Konteks Sejarah Perjuangan bangsa.

4. Pengertian dan Hakikat Pancasila.

5. Pancasila sebagai Filsafat.

6. Pancasila sebagai Ideologi Nasional.

7. Pancasila sebagai Etika Politik.

8. Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia.

9. Pancasila sebagai Paradigma dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan

Bernegara.

Page 9: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

5

BAB II LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

A. LANDASAN Landasan pendidikan Pancasila dapat ditinjau dari aspek historis (sejarah), kultural

(budaya), yuridis (hukum), dan filosofis (filsafat).

1. Historis.

a. Pada masa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, telah ada nilai-nilai Ketuhanan

(kepercayaan kepada Tuhan dan sikap toleransi), kemanusiaan, persatuan,

musyawarah, dan keadilan sosial;

b. Diambil dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam bangsa itu sendiri.

Di Indonesia Pancasila.

c. Istilah Pancasila telah dikenal sejak abad XIV di zaman Majapahit dalam buku

”Negarakertagama” karangan Mpu Prapanca, dan ”Sutasoma” karangan

Mpu Tantular, yaitu ”Pancasila Krama,” yang berisi :

1) Tidak boleh melakukan kekerasan (ahimsa).

2) Tidak boleh mencuri (asteya).

3) Tidak boleh berjiwa dengki (indriya nigraha).

4) Tidak boleh berbohong (amrsawada).

5) Tidak boleh mabuk minum minuman keras (dama).

d. Sejak Indonesia merdeka dan beberapa kali pergantian Undang-Undang Dasar

(UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS, dan kembali ke UUD 1945 sampai sekarang)

dalam Pembukaannya (Preambule) tetap tercantum nilai-nilai Pancasila.

2. Kultural.

a. Setiap bangsa mempunyai pandangan hidup, kepribadian dan jatidirinya. Jika

tidak, akan mudah terombang-ambing karena pengaruh yang berkembang da-

ri luar negeri, lebih-lebih sekarang sudah memasuki era globalisasi.

Page 10: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

6

b. Pancasila sebagai kepribadian dan jatidiri bangsa Indonesia merupakan pen-

cerminan nilai-nilai yang tumbuh dalam kehidupan bangsa Indonesia.

c. Nilai-nilai yang dirumuskan dalam Pancasila bukan pemikiran satu orang,

melainkan pemikiran konseptual dari tokoh-tokoh bangsa seperti Mr.

Muhammad Yamin, Mr. R. Supomo, Ir. Sukarno, dll.

3. Yuridis.

Secara yuridis, Pancasila :

a. Tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;

b. Tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 maupun peng-

gantinya, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional;

c. Tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi;

d. Tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 (yang isi-

nya a.l. Pendidikan Pancasila adalah wajib);

e. Tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30

Tahun 1990.

f. Tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/

2000 (Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi);

g. Tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 (Rambu-rambu Pelaksanaan

Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi).

h. Hasil beberapa kali Simposium Nasional Pendidikan Pengembangan Kepri-

badian dan Tim Pengkajian Penerapan Matakuliah Pendidikan Pancasila

berdasarkan Surat Edaran Dirjen Dikti No. 2393/D/T/2009 yang menetapkan

penerapan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.

Page 11: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

7

4. Filosofis.

a. Secara filosofis dan obyektif, nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pan-

casila merupakan filosofi bangsa Indonesia;

b. Merupakan kewajiban moral untuk merealisasikan nilai-nilai dimaksud dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

c. Sebagai dasar filsafat, Pancasila harus menjadi sumber bagi segala tindakan

penyelenggara negara, serta menjadi jiwa dari peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

d. Sebagai sumber nilai yang menjiwai pembangunan nasional dalam berbagai

bidang (ipoleksosbudhankamag).

B. TUJUAN

1. Tujuan Nasional sekaligus visi Indonesia merdeka sebagaimana tersurat dan

tersirat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat adalah

Masyarakat Adil dan Makmur Berdasarkan Pancasila (Mas Adam Berdasi).

Wujud konkritnya tidak lain adalah ”sejahtera” lahir batin dalam suasana negara

yang nyaman, aman tenteram, atau ”subur makmur,” ”gemah ripah repeh

rapih”, ”gemah ripah loh jinawi”, ”sugih mukti”, ”toto trentrem kerto raharjo”,

atau istilah Ir. Sukarno, ”subur kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku”.

Adapun indikator sejahtera adalah :

a. Terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, yaitu ekonomi, khususnya daya

beli;

b. Terpenuhinya derajat kesehatan (masyarakat sehat sentosa);

c. Terpenuhinya pendidikan (masyarakat yang cerdas).

Inilah yang kemudian dijadikan ukuran kemajuan atau kesejahteraan suatu

negara, daerah, ataupun rumah tangga, yang disebut Indeks Pembangunan

Manusia (IPM).

2. Tugas atau misi yang harus dilaksanakan dalam rangka mewujudkan cita-cita/

Page 12: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

8

tujuan/visi di atas adalah :

a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;

b. Memajukan kesejahteraan umum;

c. Mencerdaskan kehidupan bangsa;

d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perda-

maian abadi, dan keadilan sosial.

3. Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB II Pasal 3 jo.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 6 adalah

”berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

4. Arah dan Tujuan Pendidikan Pancasila :

a. Arah : Ditekankan pada moral yang diharapkan dapat diwujudkan dalam

kehidupan sehari-hari, berupa perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila

yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan YME dalam setiap

kegiatan pribadi, kelompok, masyarakat, bangsa dan negara, dan dijadikan

landasan dalam masyarakat yang terdiri dari :

1) Berbagai golongan agama;

2) Kebudayaan dalam beragam kepentingan;

3) Mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan

golongan;

4) Beragam pemikiran untuk mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

a. Tujuan : Menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan YME dengan sikap dan perilaku serta kompetensi :

1) Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab

sesuai dengan hati nuraninya;

2) Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan

serta cara-cara pemecahannya;

Page 13: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

9

3) Mengenali perubahan-perubahan serta perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi dan seni;

4) Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai

budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.

b. Tujuan Perkuliahan Pancasila : Agar mahasiswa dapat :

1) Memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi

oleh masyarakat dan bangsanya secara berkesinambungan, konsisten

dengan cita-cita yang digariskan dalam Undang-Undang Dasar 1945;

2) Menghayati filsafat dan tata nilai Pancasila sehingga menjiwai tingkah

lakunya sebagai warga negara Republik Indonesia.

Pendidikan Pancasila yang berhasil akan membuahkan sikap mental

bersifat cerdas dan penuh tanggung jawab dari peserta didik, dengan perilaku

yang :

a. Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

b. Berperikemanusiaan yang adil dan beradab;

c. Mendukung dan melaksanakan persatuan bangsa;

d. Mendukung dan melaksanakan kerakyatan yang mengutamakan musyawarah

mufakat demi kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan atau

golongan;

e. Mendukung dan melaksanakan upaya mewujudkan keadilan sosial.

Page 14: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

10

BAB III PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH

PERJUANGAN BANGSA

A. MASA KEJAYAAN NASIONAL

Menurut Mr. Muhammad Yamin, berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak

dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek

moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan justru terbentuk melalui tiga tahap,

yaitu :

1. Masa Kerajaan Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600-1400M) yang berciri-

kan kedatuan.

2. Masa Kerajaaan Majapahit (1293-1525M) yang bercirikan keprabuan.

3. Masa Negara Kebangsaan Modern (setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia

17 Agustus 1945).

1. Masa Kerajaan Sriwijaya (1400-1600M).

Sriwijaya di bawah Syailendara adalah kerajaan maritim yang menguasai Selat

Malaka, Selat Karimata, dan Selat Sunda, sampai pantai Siam. Kerajaan Melayu

di Jambi ditaklukkan pada tahun 686, Bangka tahun 688, demikian juga

Tulangbawang di Lampung, Brunai di Kalimantan utara, dan Tarumanagara di

Sunda, semuanya di bawah kekuasaan Sriwijaya. Bahkan pada tahun 775 seluruh

semenanjung Malaya dikuasai, kemudian Sriwijaya mendirikan ibukota di Ligor

sebagai pangkalan armadanya. Di bawah Raja Balaputradewa, cucu keluarga

Syailendra dari Jawa Tengah, pada tahun 850 Sriwijaya mengalami kejayaan baik

di daratan lebih-lebih di lautan. Pada saat itu bahkan Sriwijaya merupakan pusat

pengembangan agama Budha di Asia Tenggara.

Dalam pengembangan agama Budha, telah terjalin hubungan yang erat

dengan dinasti Tang (618-907) di Cina dan dinasti Harsha di India. Sriwijaya

banyak mengirim para pemudanya untuk belajar agama Budha di perguruan

tinggi Nalanda di daerah Benggala, India utara, dan di Nagapatnam di pantai

Page 15: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

11

Malabar, India selatan. Bahkan kemudian di Sriwijaya sendiri didirikan perguru-

an tinggi agama Budha. Kesaksian pendeta I Tsing dari cina yang menetap

selama 10 tahun di Sriwijaya menceritakan lk. 1.000 orang padri yang menetap di

Sriwijaya, di antaranya Dharmapala dari India, dan Sakyakitri dari Sriwijaya

sendiri. Karena kebesaran kerajaan Sriwijaya di bidang pelayaran, perniagaan,

pusat agama Budha dan kebudayaan di Asia Tenggara, maka mengalirlah kekaya-

an berupa emas dan perak, sehingga Sriwijaya terkenal dengan sebutan ”Swarna

Dwipa” (pulau emas dan perak).

Ditinjau dari luasnya kekuasaan, maka sebenarnya Sriwijaya telah

merupakan negara nasional besar yang mampu mempersatukan nusantara

bagian barat. Pada saat itu telah tumbuh nilai persatuan dan kesatuan bangsa

atau nasionalisme. Hubungan persahabatan atas dasar persamaan derajat,

saling hormat-menghormati, serta kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian

dengan negara-negara tetangga seperti Cina, India, Siam, Laos, dll. membuktikan

telah tumbuhnya nilai ”politik luar negeri yang bebas aktif.”

Sistem perdagangan sudah diatur dengan baik, antara lain dibentuk badan

yang bertugas mengumpulkan hasil kerajinan rakyat dan memudahkan pema-

sarannya. Sistem ketatanegaraan dan administrasi pemerintahan telah teratur

dan disiplin. Terdapat pegawai pengelola pajak, harta benda kerajaan, dan

pengawas teknis pembangunan gedung-gedung.

Kehidupan keagamaan, kebudayaan, dan kesenian telah mengalami

kebesaran. Hal ini membuktikan pada masa kerajaan Sriwijaya telah tumbuh

nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keadilan Sosial, yang mampu

memberikan landasan batin pada jiwa masyarakatnya. Cita-cita kenegaraan

Sriwijaya tercermin dalam perkataan ”marvuat vannua crivijaya siddhayatra

subhiksa” (suatu cita-cita yang adil dan makmur). Dokumen tertulis dalam

prasasti di Talagabatu, Kedukanbukit, Karangbrahi, Talangtuo, dan Kotakapur,

membuktikan nilai-nilai Pancasila telah dihayati dan dilaksanakan, antara lain :

a. Nilai Sila Pertama : Umat agama Budha dan Hindu hidup berdampingan

secara damai. Terdapat kegiatan pembinaan agama Budha;

b. Nilai Sila Kedua : Terjadinya hubungan baik antara Sriwijaya dengan India, Ci-

Page 16: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

12

na, dll. melalui misalnya pengiriman pelajar/mahasiswa. Juga telah dilaku-kan

politik luar negeri yang bebas aktif;

c. Nilai Sila Ketiga : Menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan

konsep wawasan nusantara;

d. Nilai Sila Keempat : Memiliki kedaulatan sangat luas meliputi Semenanjung

Melayu (wilayah RI sekarang), dan Siam;

e. Nilai Sila Kelima : Menjadi pusat pelayaran dan perdagangan sehingga

kehidupan rakyat makmur.

2. Masa Kerajaan Majapahit (1293-1478M).

Sebelum Majapahit, terdapat kerajaan-kerajaan : Kalingga (abad VII), Sanjaya

(abad VIII), Isyana (abad IX), dan Singosari (abad XIII) yang ada sangkut-pautnya

dengan munculnya Majapahit. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya

(Brawijaya) pada tahun 1293, dan mencapai puncak kebesarannya pada masa

kekuasaan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang dibantu oleh Mahapatih Gajah

Mada. Majapahit adalah kerajaan Hindu dengan pusat kerajaan terletak di dae-

rah sungai Brantas. Sungai dan lembah Brantas yang sangat subur yang

bermuara di Ujung Galuh, merupakan faktor penunjang perkembangan kerajaan

ini, baik sebagai negara agraris, maupun sebagai negara maritim, bahkan menjadi

pusat pelayaran dan perdagangan serta pangkalan armada laut.

Pada masa Hayam Wuruk yang dibantu Gajah Mada, Majapahit berhasil

mempersatukan hampir seluruh wilayah nusantara. Pribadi Gajah Mada sebagai

pemimpin besar yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk keagungan Maja-

pahit mempunyai ciri-ciri :

a. Satya bhakti aprabu (setia bakti kepada negara dan kerajaan);

b. Tan satresna (tak pernah memikirkan kepentingan pribadi dan balas jasa);

c. Hanyaken musuh (keberanian dan kemampuan menghalau segenap musuh

negara);

d. Prabu ginung pratina (selalu mengagungkan kebesaran raja dan negara).

Tahun 1331 pada saat dilantik menjadi Panglima Mandala dengan tugas

menumpas pemberontakan Sadeng, Gajah Mada mengucapkan ”Sumpah

Page 17: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

13

Palapa” yang isinya merupakan prasetya kebulatan tekad untuk mempersatukan

seluruh nusantara, yang bunyinya, ”Tidak akan hamukti (menikmati) palapa

sebelum berhasil menguasai dan mempersatukan Gurun, Sarah, Tanjungpura,

Haru, Pahan, Dompo, Bali, Palembang, dan Tumasik.”

Selain berhasil mempersatukan hampir seluruh nusantara, Majapahit pun

mengadakan persahabatan dengan negara-negara tetangga atas dasar ”Mitreka

Satata,” yaitu persahabatan atas dasar persamaan derajat dan saling hormat-

menghormati.

Mpu Prapanca seorang pujangga besar Majapahit, menulis buku ”Negara-

kertagama” pada tahun 1365 yang isinya menceritakan ketatanegaraan

Majapahit sebagai berikut :

a. Bidang Ketatanegaraan :

1) Negara Pusat/Negara Agung, meliputi ibukota Majapahit yaitu Wilwaltikta,

dan daerah sekitarnya antara lain Kediri, Janggala, Singasari, Tuban, dan

Madura;

2) Daerah bawahan, meliputi daerah pantai utara Jawa dan daerah seberang.

Daerah seberang meliputi ”Delapan Daerah Mandala” yaitu seluruh Jawa,

Andalas, Kalimantan (Tanjungnegara), semenanjung Malaya, kepulauan

Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku, dan Irian (Papua).

b. Susunan Pemerintahan :

1) Raja sebagai Kepala Negara/Pemerintahan;

2) Raja didampingi oleh Dewan Mahkota atau Dewan Sapta Prabu, yang

terdiri atas tujuh orang keluarga raja, bertugas menangani masalah-

masalah istana, pengangkatan pejabat utama, penggantian mahkota, dan

masalah-masalah penting lainnya;

3) Dewan Menteri yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada dengan tugas

menyelenggarakan pemerintahan dan keamanan;

4) Majelis Pendeta atau Dharmadyaksa yang dipimpin oleh Mpu Prapanca

dengan anggota pendeta agama Hindu, agama Budha, dan Resi.

Selain itu terdapat peninggalan-peninggalan sejarah berupa : Bangunan-

bangunan candi, seperti : Candi Penataran di Blitar, Candi Kedaton di Besuki, dan

Page 18: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

14

candi Sukuh di lereng Gunung Lawu. Bangunan-bangunan istana, pintu gerbang,

tempat pemandian (Pandaan, Trowulan) dan kanal-kanal. Buku-buku kropak

yang ditulis pada daun lontar selain Negarakertagama, antara lain : Buku

Pararaton, Kitab Kidung Ranggalawe, Kidung Sorandaka, dan Kidung Sundayana,

serta Kitab Syair ”Sutasoma” karangan Mpu Tantular yang di dalamnya ada

motto ”Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua.” (Berbeda-beda

tetapi satu jua adanya, dan pada hakikatnya tak ada perbedaan tujuan pada tiap-

tiap agama). Terdapat juga cap kerajaan Majapahit berupa ”Garuda Mukha.”

Dalam kehidupan keagamaan, raja memeluk agama campuran Hindu,

Budha, dan unsur agama asli, yaitu syncretisme. Unsur-unsur kebudayaan sangat

tinggi, yaitu kepercayaan kepada zat mutlak/ruh, Hyang Tunggal/Esa, gotong

royong, kekeluargaan, musyawarah, toleransi hidup beragama, bercocok tanam

di sawah dan ladang, batik, wayang, rithme, tata masyarakat yang teratur di

bawah hukum adat, ilmu falak, perahu bercadik, alat lalu lintas, persenjataan,

dan alat-alat pertanian.

Dari hal-hal yang dikemukakan di atas, jelaslah di Majapahit telah ada

pengamalan Pancasila yang mapan, yaitu :

a. Nilai Sila Pertama : Agama Budha dan Hindu hidup berdampingan secara

damai;

b. Nilai Sila Kedua : Terdapat hubungan baik antara Raja Hayam Wuruk dengan

kerajaan Cina, Ayodya, Champa, India, Kamboja, dan negara-negara tetangga

lainnya atas dasar mitreka satata;

c. Nilai Sila Ketiga : Terwujud keutuhan kerajaan sesuai dengan ”Sumpah

Palapa” Mahapatih Gajah Mada yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh

wilayah nusantara;

d. Nilai Sila Keempat : Kerukunan dan gotong royong dalam kehidupan masyara-

kat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat. Terdapat

lembaga penasihat raja seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, dan I Halu;

e. Nilai Sila Kelima : Ditopang dengan kemakmuran rakyat.

Page 19: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

15

B. MASA PERJUANGAN MELAWAN SISTEM PENJAJAHAN

1. Perjuangan Sebelum Abad XX.

Kesuburan wilayah Indonesia yang melimpah ruah terutama rempah-rempah

yang sangat dibutuhkan, menarik bangsa-bangsa Eropa (Portugis, Spanyol,

Inggris, dan Belanda) masuk ke Indonesia yang mulanya berdagang, tetapi

kemudian menjajah. Perlawanan terhadap penjajah pada abad VII dan VIII

digerakkan antara lain oleh Sultan Agung Mataram (1645), Sultan Agung

Tirtayasa Banten dan Sultan Hasanuddin di Makassar (1660), Iskandar Muda di

Aceh (1635), Untung Surapati dan Trunojoyo di Jatim (1670), Ibnu Iskandar di

Minangkabau (1680), dll. Demikian juga Pattimura di Maluku (1817), Imam

Bonjol di Minangkabau (1822-1837), Pr. Diponegoro di Jawa Tengah, (1825-

1830), Badaruddin di Palembang (1817), Pr. Antasari di Kalimantan (1860),

Jelantik di Bali (1850), Anak Agung Made di Lombok (1895), Teuku Umar, Teuku

Cik Di Tiro dan Cut Nyak Din di Aceh (1873-1904), Sisingamangaraja XII di Suma-

tera Utara (1900), dll.

2. Kebangkitan Nasional 1908 dan Sumpah Pemuda 1928.

Salah satu kegagalan perjuangan mengusir penjajah sebelum abad XX tersebut

di atas, adalah karena tidak adanya persatuan dan kesatuan serta belum ter-

organisasi dengan baik. Sadar akan kegagalan tersebut, tanpa melihat ras,

agama, suku bangsa, budaya, bahasa, dll., maka dengan perasaan senasib dan

sepenanggungan, akhirnya ”bangsa Indonesia” bersatu mendirikan organisasi-

organisasi perjuangan yang dimulai dengan berdirinya Boedi Oetomo pada 20

Mei 1908 oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dan Sutomo. Pendirian BO diilhami

cita-cita untuk meningkatkan kedudukan dan martabat rakyat yang dikampanye-

kan oleh dr. Wahidin Sudirohusodo kemudian disambut dengan baik oleh para

pelajar STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen) atau sekolah dokter

Jawa, dan Sutomo diangkat sebagai ketua. (Marwati, V,1993:177).

Setelah BO kemudian bermunculan organisasi-organisasi perjuangan dan

keagamaan seperti Sarekat Dagang Islam oleh K.H. Samanhudi (1909) yang

Page 20: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

16

kemudian berubah menjadi Sarekat Islam oleh H.O.S. Cokroaminoto, (1911),

Muhammadyah oleh K.H. Ahmad Dahlan, Insische Partij oleh Douwes Dekker,

Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara), dan dr. Cipto Mangunkusumo

(1913), Partai Nasional Indonesia oleh Ir. Sukarno (1927), dll. Dengan organisasi-

organisasi tersebut maka perjuangan rakyat Indonesia disebut pergerakan

nasional Indonesia.

Kebulatan tekad untuk makin mengokohkan perjuangan kemerdekaan

tercapai dengan adanya Kongres Pemuda kedua yang diselenggarakan di Jakarta

dari tanggal 26 s/d 28 Oktober 1928 yang pada acara penutupannya pada tanggal

28 diucapkan ”Sumpah Pemuda”. Para peserta kongres pemuda itu adalah para

pemuda dari berbagai wilayah (Jong Java, Jong Islamieten Bond, Jong Suma-

teranen Bond, Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Celebes, Timorees

Verbond, Pemuda Pasundan, dll.), dengan tokoh di antaranya Mr. Muhammad

Yamin, Kuncoro Purbopranoto, dan Wongsonegoro.

Isi sumpah pemuda adalah :

a. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah

air Indonesia.

b. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.

c. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa

Indonesia.

3. Perjuangan pada Masa Penjajahan Jepang.

Tanggal 7 Desember 1941 meletus Perang Fasifik dengan pengeboman Pearl

Harbour oleh Jepang. Dengan cepat Jepang merebut daerah-daerah penjajahan

Sekutu termasuk Indonesia. Tanggal 8 Maret 1942 Jepang masuk ke Indonesia

dengan mendarat di Kalijati Subang dan menerima penyerahan kekuasaan dari

Belanda. Jepang mempropagandakan kehadirannya di Indonesia untuk membe-

baskan bangsa Indonesia dari cengkeraman penjajah Belanda dengan ”Gerakan

Tiga A” (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin

Asia). Jepang juga mengaku bahwa bangsa Indonsesia adalah ”saudara tua” bagi

Jepang.

Page 21: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

17

Jepang membolehkan pengibaran bendera Merah Putih dan menyanyikan

lagu Indonesia Raya, bahkan sekaligus menjanjikan kemerdekaan Indonesia di

kelak kemudian hari. Tetapi sebenarnya ini semua hanyalah tipu muslihat

semata. Untuk merealisasikan janjinya, pada tanggal 1 Maret 1945 pemerintah

pendudukan Jepang di bawah pimpinan Letjen Kumakici Harada mengumumkan

pembentukan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Inipun dilakukan karena Jepang

menghadapi situasi yang kritis mengingat seluruh garis pertahanannya di Fasifik

mulai bobol oleh Sekutu sehingga perlu adanya dukungan dari rakyat Indonesia.

Peresmian BPUPKI diumumkan pada tanggal 29 April 1945 dengan Ketua

diangkat dr. K.R.T. Rajiman Wedyodiningrat.

Di BPUPKI inilah dirumuskan dasar negara apabila kelak Indonesia

merdeka. Rumusan-rumusan dimaksud antara lain dikemukakan oleh Mr. R.

Supomo, Mr. Muhammad Yamin, dan Ir. Sukarno, pada tanggal 29 Mei, 1 Juni,

dan 22 Juni 1945 yang kemudian menghasilkan ”Piagam Jakarta” (Jakarta

Charter).

4. Proses Perumusan Dasar/Falsafah Negara Pancasila.

Sebagaimana telah dikemukakan di muka, pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang

mendarat di Indonesia. Dengan penyerahan tanpa syarat oleh Letjen H. Ter

Poorten, Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda atas nama Angkatan Perang

Serikat (Sekutu) di Indonesia kepada tentara ekspedisi Jepang di bawah pimpinan

Letjen Hitoshi Imamura, maka berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda di

Indonesia (Marwati,VI, 1993:5).

Pada tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa ke 85 Teikoku

Ginkei (Parlemen Jepang) di Tokyo, Perdana Menteri Koiso (pengganti PM Tojo)

mengumumkan tentang pendirian pemerintah kemaharajaan Jepang, bahwa

daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka ”kelak di kemudian

hari”. Janji kemerdekaan ini sebenarnya bukan karena Jepang mempunyai niat

baik, akan tetapi karena semakin terjepitnya angkatan perang Jepang. Bahkan

kepulauan Saipan jatuh ke tangan Amerika Serikat, yang menimbulkan kegon-

Page 22: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

18

cangan dalam masyarakat Jepang. Hal ini diperparah karena produksi perang

merosot, yang mengakibatkan kurangnya persediaan senjata dan amunisi,

ditambah soal-soal logistik karena hilangnya sejumlah kapal angkut dan kapal

perang. Dengan demikian janji kemerdekaan itu hanyalah taktik belaka dari

Jepang supaya rakyat di daerah pendudukan (Indonesia) menyambut baik dan

membantu Jepang.

Langkah nyata pertama bagi pelaksanaan janji PM Koiso tentang ”kemerde-

kaan Indonesia kelak di kemudian hari” itu pada tanggal 1 Maret 1945 diumum-

kan oleh pemerintah pendudukan Jepang di Jawa di bawah pimpinan Letjen

Kumakici Harada, dengan pembentukan BPUPKI, yang peresmiannya dilaksana-

kan pada tanggal 29 April 1945. Adapun susunan pimpinan dan anggota BPUPKI

dimaksud (Ismaun, 1977:112-113) secara lengkap adalah :

Ketua (Kaityoo) : dr. K.R.T. Rajiman Wedyodiningrat.

Ketua Muda (Fuku Kaityoo) : R. Panji Soeroso.

Ketua Muda (Fuku Kaityoo) : Itibangse Yosio.

Anggota-anggota adalah orang Indonesia atau yang merasa dirinya senasib

dengan bangsa Indonesia, yaitu :

1. Ir. Sukarno

2. Mr. Muhammad Yamin

3. Dr. R. Kusumah Atmaja

4. R. Abdurrahim Pratalykrama

5. R. Aris

6. Ki Hajar Dewantara

7. Ki Bagus Hadikusumo

8. B.P.H. Bintoro

9. K.H. Abdul Kahar Muzakkir

10. B.P.H. Purboyo

11. R.A.A. Wiranatakusumah

12. R. Ashar Sutejo Munandar

13. Oei Tjiang Tjoei

14. Drs. Mohamad Hatta

Page 23: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

19

15. Oei Tiong Hauw

16. H. Agus Salim

17. M. Sutarjo Kartohadikusumo

18. R.M. Margono Joyohadikusumo

19. K.H. Abdul Halim

20. K.H. Masykur

21. R. Sudirman

22. Prof. Dr. P.A. Husein Jayadiningrat

23. Prof. Dr. Mr. R. Supomo

24. Prof. Ir. R. Rooseno

25. Mr. R.P. Singgih

26. Mr. Ny. Maria Ulfah Santoso

27. R.M.T.A. Suryo

28. Ruslan Wongsokusumo

29. Mr. R. Susanto Tirtoprojo

30. Ny. R.S.S. Sunaryo Mangunpuspito

31. Dr. R. Buntaran Martoatmojo

32. Liem Koen Hian

33. Mr. J. Latuharhary

34. Mr. R. Hendromartono

35. Sukarjo Wiryopranoto

36. H. Ahmad Sanusi

37. A.M. Dasaad

38. Mr. Tan Eng Hoa

39. Ir. R.M.P. Surachman Cokroadisuryo

40. R.T.A. Sumitro Kolopaking Purbonegoro

41. K.R.M. Wuryaningrat

42. Mr. Ahmad Subarjo

43. Prof. Dr. R. Jenal Asikin Wijayakusumah

44. Abikusno Cokrosuyoso

45. Parada Harahap

Page 24: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

20

46. Mr. R. Sartono

47. K.H. Mas Mansur

48. Dr. K.R.T.A. Sastrodiningrat

49. Mr. R. Suwandi

50. K.H. Wahid Hasyim

51. R.F. Dahler

52. Dr. Sukiman Wiryosanjoyo

53. Mr. K.R.T.M. Wongsonegoro

54. R. Oto Iskandar Dinata

55. A.R. Baswedan

56. Abdul Kadir

57. Ir. Samsi

58. Mr. A.A. Maramis

59. Mr. R. Samsudin

60. Mr. R. Sastromulyono

Persidangan BPUPKI dibagi dua masa sidang, yaitu masa sidang pertama

yang disebut Babak Perancangan, dilaksanakan dari tanggal 29 Mei s/d 1 Juni

1945 yang menghasilkan usulan-usulan rumusan dasar negara, serta masa sidang

kedua yang disebut Babak Perumusan, dilaksanakan dari tanggal 10 s/d 17 Juli

yang menghasilkan rumusan hukum dasar negara. Yang diuraikan di bawah ini

hanya masa persidangan pertama dari tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945 karena

hanya akan membicarakan proses perumusan Pancasila sebagai dasar filsafat

negara.

a. Pada tanggal 29 Mei 1945 sidang pertama dibuka oleh Ketua, dr. K.R.T.

Rajiman Wedyodiningrat. Sidang ini dimaksudkan untuk mencari dan meran-

cang dasar negara Indonesia yang akan merdeka. Pada kesempatan ini Mr.

Muhammad Yamin berpidato menyampaikan prasaran (usul) berjudul ”Asas

dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”. Usul yang beliau sampai-

kan tentang dasar negara Indonesia yang akan merdeka itu terdiri atas lima

asas dan dasar :

1) Peri Kebangsaan.

Page 25: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

21

2) Peri Kemanusiaan.

3) Peri Ke-Tuhanan.

4) Peri Kerakyatan.

5) Kesejahteraan Rakyat.

Ke lima asas ini tidak diberi nama dan beliau pun tidak mengemukakan

ringkasan atau perasan asas-asas dimaksud, tetapi malah secara panjang lebar

menguraikan asas-asas tersebut dengan segala persyaratan rancangan dasar

negara serta perbandingan-perbandingannya. Setelah berpidato, beliau pun

saat menyampaikan usul tertulis mengenai rancangan Undang-Undang Dasar

(UUD) RI, di dalam Pembukaannya tercantum rumusan lima asas negara yang

berbunyi :

1) Ketuhanan Yang Maha Esa;

2) Kebangsaan Persatuan Indonesia;

3) Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab;

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa-

ratan perwakilan;

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonbesia.

b. Pada tanggal 31 Mei 1945, bertempat di gedung Chuuo Sangiin Jakarta, sidang

BPUPKI mendengarkan pidato Mr. R. Supomo dan Mr. Muhammad Yamin.

Mr. R. Supomo menguraikan tentang teori negara secara yuridis, politis, dan

sosiologis, syarat-syarat berdirinya negara, bentuk negara dan bentuk

pemerintahan, serta hubungan antara negara dengan agama. Mr. Muham-

mad Yamin menguraikan panjang lebar tentang daerah negara, kebangsaan

Indonesia atas dasar tinjauan yuridis, historis, politis, sosiologis, geografis, dan

konstitusional yang meliputi seluruh nusantara raya.

c. Pada tanggal 1 Juni 1945, giliran Ir. Sukarno berpidato mengemukakan

pendapatnya. Pidato beliau disampaikan secara lisan sebagai cetusan hatinya

tanpa disiapkan lebih dulu dalam bentuk teks tertulis, tetapi dicatat secara

stenografis oleh notulis. Usul dasar negara yang beliau kemukakan terdiri atas

lima asas atau prinsip yang diberinya nama Pancasila, yang berisi lima asas

Page 26: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

22

pokok fundamental yang merupakan satu rangkaian kesatuan yang bulat,

yaitu :

1) Kebangsaan Indonesia.

2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan.

3) Mufakat atau Demokrasi.

4) Kesejahteraan Sosial.

5) Ke-Tuhanan.

Kendati Pancasila itu sudah menjadi keyakinan beliau untuk dijadikan

dasar filsafat negara Indonesia merdeka, namun beliau terlebih dulu mena-

warkan kepada sidang untuk mempersilakan memilih bilangan asas/dasar

negara yang disepakati bersama, dengan alternatif Pancasila boleh diperas

menjadi tiga (Trisila), yaitu :

1) Socio-Nationalism (Kebangsaan dan Perikemanusiaan).

2) Socio-Democratie (Demokrasi dan Kesejahteraan).

3) Ke-Tuhanan.

Selanjutnya beliau menjelaskan lagi bahwa kita mendirikan negara

Indonesia yang kita harus mendukungnya, bukan dari satu orang maupun satu

golongan, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua. Jadi yang lima

dapat diperas menjadi tiga, dan yang tiga dapat diperas lagi menjadi satu,

maka dapatlah diberi nama satu perkataan Indonesia, yaitu ”Gotong-Royong”

(Ekasila).

d. Setelah pidato Ir. Sukarno, pada tanggal 1 Juni 1945 itu sidang BPUPKI belum

mencapai kata sepakat mengenai dasar/filsafat negara Indonesia yang akan

merdeka. Maka dibentuklah satu panitia kecil yang bertugas memeriksa usul-

usul yang masuk untuk ditampung dan dilaporkan pada sidang pleno BPUPKI

kelak pada masa sidang kedua. Panitia itu dinamakan ”Panitia Delapan”

karena terdiri dari delapan orang, yaitu :

1) Ir. Sukarno sebagai Ketua (Syuusa) merangkap anggota;

2) Ki Bagus Hadikusumo, anggota;

3) K.H. Wahid Hasyim, anggota;

4) Mr. Muhammad Yamin, anggota;

Page 27: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

23

5) M. Sutarjo Kartohadikusumo, anggota;

6) Mr. A.A. Maramis, anggota;

7) R. Oto Iskandar Dinata, anggota;

8) Drs. Mohamad Hatta, anggota.

Rapat gabungan antara Panitia Delapan dengan sejumlah anggota Tyuuo

Sangi-In (badan penasihat pemerintah balatentara Jepang) yang merangkap

sebagai anggota BPUPKI dan sejumlah orang anggota BPUPKI yang bukan

anggota Tyuuo Sangi-In, menghasilkan putusan :

1) Supaya selekas-lekasnya Indonesia merdeka;

2) Supaya hukum dasar yang akan dirancang diberi semacam preambule (kata

pembukaan atau mukaddimah);

3) Menerima anjuran Ir. Sukarno supaya BPUPKI terus bekerja sampai

terwujudnya suatu hukum dasar;

4) Membentuk satu panitia kecil penyelidik usul-usul/perumus dasar negara

yang dituangkan dalam mukaddimah hukum dasar.

Panitia kecil dimaksud terbentuk yang terdiri dari sembilan orang

sehingga disebut ”Panitia Sembilan” yang terdiri dari :

1) Ir. Sukarno sebagai Syuusa/Ketua merangkap anggota;

2) Drs. Mohamad Hatta, anggota;

3) Mr. A.A. Maramis, anggota;

4) K.H. Wahid Hasyim, anggota;

5) Abdul Kahar Muzakkir, anggota;

6) Abikusno Cokrosuyoso, anggota;

7) H. Agus Salim, anggota;

8) Mr. Ahmad Subarjo, anggota;

9) Mr. Muhammad Yamin, anggota.

Panitia Sembilan terus bekerja keras, dan pada sidang tanggal 22 Juni

1945 pk. 20.00 waktu Jawa, bertempat di rumah kediaman Ir. Sukarno, Jl.

Pengangsaan Timur No. 56 Jakarta, mencapai satu modus, satu persetujuan

antara pihak golongan Islam dengan pihak golongan kebangsaan (nasionalis),

yang termaktub dalam rancangan mukaddimah hukum dasar atau rancangan

Page 28: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

24

preambule hukum dasar yang akan dipersembahkan pada sidang pleno

BPUPKI. Naskah rancangan hukum dasar itu disetujui secara bulat, kemudian

dikenal dengan Piagam Jakarta. Adapun bunyi naskah Piagam Jakarta

dimaksud adalah :

MUKADDIMAH

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh

sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak

sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah

kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat

Indonesia ke dapan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka,

berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan

oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka

rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah

kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara

Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada ke-Tuhanan

dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,

menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat-

an perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia.

Jakarta, 22-6-2605*)

*) 22 Juni 2605 adalah tahun Sumera/Nippon = 22 Juni 1945.

Page 29: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

25

Rancangan Preambule (Mukaddimah) itu kemudian oleh Mr. Muham-

mad Yamin dinamakan ”Jakarta Charter” atau ”Piagam Jakarta” yang

merupakan kesepakatan yang luhur atau ”gentlemen’s agreement” antara

golongan Islam dan golongan kebangsaan (nasionalis).

Dengan mencermati naskah Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945

tersebut di atas, khususnya pada alinea IV bagian terakhir, ternyata berisi

rumusan atau prinsip-prinsip dan sistematika urutan Pancasila yang pertama,

yang jika diberi angka (Ismaun, 1978:166) akan berbunyi :

1) Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya.

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3) Persatuan Indonesia, dan

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya-

waratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lain daripada itu dalam alinea III memuat rumusan teks Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia yang pertama, yang berbunyi, ”Atas Rahmat Allah

Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya

berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan

dengan ini kemerdekaannya”.

Jadi, dapatlah dikatakan rumusan kalimat teks proklamasi kemerdekaan

tersebut di atas, sebagai ”Declaration of Indonesian Independence” yang tidak

kalah nilainya jika dibandingkan dengan isi ”Declaration of Independence”

Amerika Serikat. (Thomas Jefferson, cs.).

Sebenarnya pada masa sidang kedua BPUPKI dari tanggal 10 s/d 16 Juli

1945 ketika merumuskan hukum dasar, sempat dirumuskan pula naskah

proklamasi kemerdekaan Indonesia, akan tetapi ternyata yang jadi dibacakan

pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah yang dikonsep oleh Ir. Sukarno, bersama

Drs. Mohamad Hatta, dan Mr. Ahmad Subarjo di rumah Laksamana Maeda,

yang disaksikan oleh Miyoshi, Sukarni, Mbah Diro, dan B.M. Diah. (Marwati,

VI, 1993:84).

Page 30: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

26

e. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, dengan diproklamasikan-

nya kemerdekaan Indonesia oleh Sukarno – Hatta di Pegangsaan Timur No. 56

Jakarta. Keesokan harinya setelah proklamasi kemerdekaan, yaitu tanggal 18

Agustus 1945, sidang pleno Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

atau Dokuritsu Zyunbi Iinkai, mengambil tiga buah keputusan, yaitu :

1) Mengesahkan Undang-Undang Dasar RI dengan jalan :

a) Menetapkan Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan sebagai Pem-

bukaan Undang-Undang Dasar RI;

b) Menetapkan Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima BPUPKI pada

tanggal 17 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan sebagai

Undang-Undang Dasar Negara RI (tahun 1945).

2) Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Ir. Sukarno dan Drs.

Mohamad Hatta).

3) Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah Daru-

rat. (Ismaun, loc.cit. 183).

PPKI ini sendiri dibentuk pada tanggal 9 Agustus 1945 sebagai pening-

katan dari BPUPKI, sehingga kesan badan bentukan Jepang untuk menerima

”hadiah kemerdekaan” hilang, karena PPKI benar-benar merupakan ”Badan

Nasional Indonesia” yang dibentuk oleh bangsa Indonesia sendiri. (Darji

Darmodiharjo, 1991:30). PPKI ini mempunyai kedudukan dan fungsi yang

sangat penting, karena :

1) Mewakili seluruh bangsa Indonesia;

2) Sebagai pembentuk negara (yang menyusun negara RI setelah proklamasi

17 Agustus 1945);

3) Menurut teori hukum, badan seperti ini mempunyai wewenang untuk

meletakkan dasar negara/pokok kaidah negara yang fundamental. (Dardji,

ibid:30).).

Demikianlah, dengan telah resminya Indonesia menjadi negara yang

merdeka dan berdaulat, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka

resmi pulalah keberadaan Pancasila sebagai dasar falsafah negara karena

tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (1945).

Page 31: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

27

Berkenaan dengan sejarah singkat proses perumusan Pancasila seperti

yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep rumusan dasar

negara itu, ada empat versi :

a. Rumusan Usulan Mr. Muhammad Yamin :

1) Peri Kebangsaan.

2) Peri Kemanusiaan.

3) Peri Ke-Tuhanan.

4) Peri Kerakyatan.

5) Kesejahteraan Rakyat.

yang kemudian disusul dengan usulan tertulis dalam rancangan Pembukaan

UUD RI :

1) Ketuhanan Yang Maha Esa;

2) Kebangsaan Persatuan Indonesia;

3) Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab;

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa-

ratan perwakilan;

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonbesia.

b. Rumusan Usulan Ir. Sukarno :

1) Kebangsaan Indonesia.

2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan.

3) Mufakat atau Demokrasi.

4) Kesejahteraan Sosial.

5) Ke-Tuhanan.

Kelima asas itu diberi nama Pancasila (lima asas atau dasar) yang meru-

pakan satu rangkaian kesatuan yang bulat. Pancasila dapat diperas menjadi

tiga (Trisila), yaitu :

1) Socio Nationalism (Kebangsaan dan Perikemanusiaan).

2) Socio Democratie (Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial).

3) Ke-Tuhanan yang berkeadaban.

Trisila pun dapat diperas lagi menjadi satu (Ekasila), yaitu ”Gotong

Royong”.

Page 32: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

28

c. Rumusan dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945 :

1) Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya.

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3) Persatuan Indonesia, dan

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya-

waratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

d. Rumusan dalam Pembukaan UUD 1945 :

1) Ketuhanan Yang Maha Esa.

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3) Persatuan Indonesia.

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa-

ratan/perwakilan.

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bangsa Indonesia telah sepakat bahwa dasar/falsafah negara sekaligus

pandangan hidup bangsa Indonesia dinamakan Pancasila. Dan dari rumusan-

rumusan dasar/falsafah Pancasila sebagaimana dikemukakan di atas, yang

sekarang berlaku mengikat bagi negara, pemerintah, dan seluruh rakyat

Indonesia, tentu saja yang secara resmi tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,

walaupun istilah Pancasilanya sendiri tidak disebutkan. Hal ini mengingat UUD

1945 adalah hukum dasar tertulis negara Republik Indonesia yang memuat dasar

dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara, dan berkedudukan

sebagai landasan struktural dalam penyelenggaraan pemerintahan negara RI. Hal

ini sesuai pula dengan pendapat Notonagoro (1971:17) bahwa tempat terdapat-

nya Pancasila ialah dalam Pembukaan UUD 1945.

Jika sekarang kembali muncul suara dan pendapat bahwa Pancasila lahir

pada tanggal 1 Juni 1945, berarti adalah Pancasilanya rumusan Ir. Sukarno, salah

seorang pengusul atau perumus dasar negara. Padahal pada waktu itu belum ada

kesepakatan secara ”nasional” di BPUPKI atas usulan-usulan dasar negara

dimaksud, termasuk usulan dari Mr. Muhammad Yamin. Justru kesepakatan

Page 33: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

29

dicapai pada tanggal 22 Juni 1945 dengan lahirnya Piagam Jakarta. Akan tetapi

kemudian ada masalah pada Piagam Jakarta dengan tercantumnya tujuh kata

yang menyertai Ketuhanan, yaitu ”dengan kewajiban menjalankan syariat Islam

bagi pemeluk-pemeluknya”, sehingga orang-orang Indonesia bagian timur

berkeberatan, karena negara Indonesia yang akan dibentuk bukanlah negara

agama. Maka setelah diadakan pembicaraan mendalam antara golongan Islam

dan nasionalis/non Islam dicapai konsensus atau kesepakatan, yaitu menghilang-

kan tujuh kata dimaksud tetapi dengan mencantumkan Yang Maha Esa setelah

Ketuhanan, sehingga menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Golongan Islam

berpendapat bahwa dengan pencantuman Yang Maha Esa, berarti syariat Islam

tetap masuk, karena berarti negara berdasarkan agama tauhid, sebagai landasan

utama agama Islam, kendati tidak benar-benar ”memuaskan”.

Jadi, 1 Juni 1945 itu, yang benar adalah tanggal atau hari lahirnya istilah

Pancasila untuk nama dasar/falsafah negara Indonesia.

5. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Maknanya.

Perjuangan pergerakan bangsa Indonesia mencapai puncaknya berupa pelepas-

an diri dari kekuasaan penjajah dengan diproklamasikannya kemerdekaan

Indonesia oleh Ir. Sukarno dan Drs. Mohamad Hatta pada hari Jumat tanggal 17

Agustus 1945 pukul 10.00 pagi di Pagangsaan Timur Jakarta. Hal ini diawali

dengan kekalahan Jepang oleh Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 setelah

pengeboman Hiroshima dan Nagasaki. Inggris oleh Sekutu diserahi tugas untuk

menerima penyerahan Indonesia dari Jepang. Situasi kekosongan kekuasaan di

Indonesia ini dimanfaatkan dengan baik oleh bangsa Indonesia untuk

memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Teks Proklamasi : PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05 Atas nama bangsa Indonesia Soekarno/Hatta

Tahun ’05 maksudnya 2605, yaitu tahun Sumera Jepang, bertepatan dengan tahun masehi 1945.

Page 34: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

30

Naskah proklamasi tulisan tangan Ir. Sukarno kemudian diketik oleh Sayuti

Melik. Tanggal, bulan, dan tahun 05 Sumera Jepang (2605) diganti menjadi 17

Agustus 1945.

Makna proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah :

a. Sebagai titik puncak (kulminasi) perjuangan bangsa Indonesia;

b. Sebagai sumber lahirnya negara Republik Indonesia;

c. Merupakan norma pertama dari tata hukum negara Indonesia.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia ini mempunyai akibat :

a. Secara yuridis, berarti telah bebas dari ikatan tata hukum pemerintahan

kolonial;

b. Secara politis, berarti telah bebas dari lembaga politik rumah tangga kolonial

dan akan mengatur rumah tangga sendiri;

d. Secara ideologis, berarti telah bebas dari penindasan dan pemerasan ideologi

kolonialisme dan imperialisme, dan mampu menerapkan ideologi sendiri,

yaitu Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara;

e. Secara moral dan kulktural, berarti telah bebas dari tindakan-tindakan yang

bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan serta nilai-nilai

budaya barat yang individualistis, liberalistis, dan kapitalistis, menjadi bangsa

yang berperikemanusiaan dan berkeadilan, serta mampu membina dan

mengembangkan nilai-nilai kebudayaan nasional yang sesuai dengan

kepribadian bangsa sendiri, yaitu Pancasila;

f. Secara ekonomis, berarti telah bebas dan dapat mengatur kehidupan ekonomi

nasional dalam rangka mengisi kemerdekaan menuju masyarakat adil dan

makmur berdasarakan Pancasila.

Piagam Jakarta kemudian dijadikan Pembukaan UUD (1945) dengan bebe-

rapa perubahan di sana-sini, sehingga karenanya menurut Ir. Sukarno Piagam

Jakarta menjiwai Pembukaan UUD 1945. Adapun perubahan-perubahan dimak-

sud dapat dilihat pada matrik di bawah ini.

PIAGAM JAKARTA PEMBUKAAN UUD (1945)

- Mukaddimah - Pembukaan

- ”...dalam suatu hukum dasar negara”. - ”...dalam suatu Undang-Undang Dasar Nega-

Page 35: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

31

ra...”

- ”...dengan berdasar kepada : Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

- ”...dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa”.

- ”...menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.”

- ”...Kamanusiaan yang adil dan beradab”.

Perubahan pun terjadi menyangkut Pasal-pasal dalam Rancangan Hukum

Dasar menjadi UUD (1945), yaitu :

RANCANGAN HUKUM DASAR UUD (1945)

- - Istilah ”Hukum Dasar” - - Undang-Undang Dasar

- - dua orang Wakil Presiden - - seorang Wakil Presiden

- - Presiden harus orang Indonesia asli yang bera beragama Islam.

- - Presiden harus orang Indonesia asli.

- - selama perang, pimpinan perang dipegang oleh oleh Jepang dengan persetujuan Peme-rinta rintah Indonesia.

- - dihapus.

Tanggal 19 Agustus 1945, pada sidang PPKI berhasil ditetapkan :

a. Daerah-daerah provinsi, dengan pembagian :

1) Jawa Barat;

2) Jawa Tengah;

3) Jawa Timur;

4) Sumatera;

5) Borneo (Kalimantan);

6) Sulawesi;

7) Maluku;

8) Sunda Kecil.

b. Departemen atau Kementerian, yang terdiri dari :

1) Dalam Negeri;

2) Luar Negeri;

3) Kehakiman;

4) Keuangan;

5) Kemakmuran;

6) Kesehatan;

Page 36: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

32

7) Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan;

8) Sosial;

9) Pertahanan;

10) Penerangan;

11) Perhubungan;

12) Pekerjaan Umum.

C. MASA PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN DAN MENGISI KEMERDEKAAN 1. Masa Revolusi Fisik.

a. UUD (1945) dirumuskan dalam waktu singkat oleh BPUPKI. BPUPKI kemudian

berubah (ditingkatkan) menjadi PPKI;

b. Disadari untuk membentuk peraturan perundang-undangan sebagaimana

dikehendaki membutuhkan waktu lama, padahal tenaga dan pikiran para

pemimpin waktu itu dipusatkan dan ditujukan untuk mempertahankan

kemerdekaan yang mendapat penentangan dari Belanda yang ingin menjajah

kembali;

c. Karena itu segala sesuatunya diatur dalam aturan peralihan UUD sebagai

berikut :

Pasal I :

Patitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan

kepindahan pemerintahan kepada pemerintah Indonesia.

Pasal II :

Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama

belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Pasal III :

Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia.

Pasal IV :

Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan De-

Page 37: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

33

wan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala

kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional

Indonesia Pusat (KNIP).

Berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No. X (baca : nomor eks) tanggal

16 Oktober 1945 tentang Pemberian Kekuasaan Legislatif kepada KNIP, maka

KNIP dianggap sebagai DPR dan bahkan MPR.

2. Masa Demokrasi Liberal.

Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia kedua (PD-II), Belanda dengan

membonceng tentara Sekutu yang bertugas melucuti Jepang, datang lagi di

Indonesia dengan maksud menjajah kembali. Sisa-sisa penguasa Belanda yang

lari ke Australia pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 mendirikan

Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der Plas

dan Van Mook yang tujuannya ingin mengembalikan kekuasaan kolonialnya di

Indonesia. Dalam rangka memecah belah dan menguasai (devide et impera),

Belanda berhasil membentuk negara-negara kecil yang bersifat kedaerahan.

Jadi, pada waktu itu terdapat :

a. Pemerintah Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 yang

berkedudukan di Yogyakarta;

b. Pemerintah negara-negara kecil di sebagian wilayah Indonesia bentukan

Belanda : Negara Indonesia Timur (1946), Negara Sumatera Timur (1947),

Negara Pasundan (1948), Negara Sumatera Selatan (1948), Negara Jawa Timur

(1948), dan Negara Madura (1948).

Negara-negara bentukan Belanda ini bergabung dalam ”Bijjenkomst voor

Federal Overleg” (BFO) atau Pertemuan untuk Permusyawaratan Federal.

Karena kemudian banyak pertentangan dan perlawanan di mana-mana yang

dilakukan bangsa Indonesia, Belanda mengupayakan pembentukan Republik

Indonesia Serikat (RIS). Upaya ini didahului tekanan-tekanan secara diplomatis

antara lain melalui Persetujuan Linggarjati (25 Maret 1947) dan Persetujuan

Renville (17 Januari 1945). Isi persetujuan-persetujuan tersebut pada hakikatnya

Page 38: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

34

merugikan dan mempersempit wilayah serta kekuasaan Republik Indonesia.

Coba saja kita lihat :

a. Isi persetujuan Linggarjati 15 November 1966 :

1) Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa, Madura,

dan Sumatra;

2) Pemerintah Indonesia dan Belanda akan mendirikan Negara Indonesia

Serikat pada tanggal 1 Januari 1949;

3) Negara Indonesia Serikat bergabung dengan negeri Belanda dalam suatu

Uni Indonesia-Belanda.

(Catatan : Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM Sutan Syahrir dan delegasi

Belanda dipimpin oleh Schermerhorn).

b. Isi persetujuan Renville 17 Januari 1948 :

1) Pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda

sampai pada waktu yang ditetapkan oleh kerajaan Belanda untuk mengakui

negara Indonesia Serikat.

2) Di daerah Jawa, Madura, dan Sumatra diadakan pemungutan suara untuk

menentukan, apakah daerah-daerah tersebut ingin masuk RI atau masuk

RIS.

Akibat persetujuan Renville, adalah :

a. Wilayah RI menjadi lebih kecil, yaitu Yogyakarta saja, padahal pada waktu

persetujuan Linggajati meliputi Jawa, Madura, dan Sumatra;

b. TNI yang berada di wilayah Jawa Barat harus dipindahkan (hijrah) ke Jawa

Tengah. Anggota TNI yang ingkar bergabung menjadi gerombolan DI-TII di

Jawa Barat pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.

Dipandang upayanya akan mengalami kegagalan, maka Belanda melakukan

agresi militer sampai dua kali. Yang pertama terjadi pada 21 Juli 1947 dan kedua

19 Desember 1948. Pihak Belanda menamakan Aksi Polisionil untuk menen-

tramkan keadaan, padahal kenyataannya yang dikerahkan seluruh kekuatan

tentaranya. Pada aksi militer kedua ini kota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda,

bahkan Presiden dan Wakil Presiden serta beberapa Menteri ditangkap dan

diasingkan ke Bangka dan Prapat di Sumatera Utara. Dengan jatuhnya Yogya-

Page 39: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

35

karta, Belanda mengira riwayat RI sudah tamat. Tetapi ternyata tidak, karena

para pemimpin sebelumnya telah memperhitungkan kelangsungan hidup RI,

yaitu dengan berdirinya ”Pemerintahan Darurat Republik Indonesia” (PDRI) pada

tanggal 19 Desember 1948 oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, dkk. di Bukit-

tinggi, Sumatra Barat. Pemerintah sekaligus menunjuk Mr. Syafruddin Pra-

wiranegara sebagai Kepala Pemerintahan yang meneruskan tugas pemerintahan

RI. Pada tahun 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan tanggal

19 Desember sebagai Hari Bela Negara.

Perlawanan pihak Indonesia bukan mengendur, malah semakin meng-

gelora, sehingga situasi menjadi gawat, dan akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) campur tangan menyelesaikan pertikaian RI dengan Belanda ini. Maka

dengan difasilitasi PBB, pada tanggal 23 Agustus s/d 2 November 1949 di Den

Haag negeri Balanda, diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang

isinya :

a. Didirikan Republik Indonesia Serikat (RIS);

b. Pengakuan kedaulatan oleh Kerajaan Belanda atas Pemerintah RIS;

c. Didirikan Uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.

(Catatan : Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Mohamad Hatta, delegasi Belanda

dipimpin oleh Van Maarseveen, delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II,

dan Komisi PBB diwakili oleh Harremans, Merle Cochran, Critchley, dan

Romanos).

Pengakuan kedaulatan Pemerintah RIS dilakukan tanggal 27 Desember

1949. Indonesia terpaksa menerima kesepakatan KMB sebagai taktik untuk

pengakuan dunia internasional terlebih dulu, yang pada perjuangan berikutnya

berupaya kembali ke Negara Kesatuan. Hal ini terbukti yang asalnya banyak

Negara-negara Bagian di dalam RIS, kemudian bergabung ke Negara Bagian

RI/Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (Yogyakarta), sehingga akhirnya hanya

tinggal tiga Negara Bagian saja, yaitu RI, Negara Indonesia Timur, dan Negara

Sumatera Timur.

Semangat untuk kembali ke Negara Kesatuan terwujud setelah musya-

warah antara Pemerintah RIS dengan Negara Bagian RI yang pada tanggal 5 Mei

Page 40: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

36

1950 bersepakat untuk bersama-sama melaksanakan Negara Kesatuan sebagai

penjelmaan RI yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. UUD (1945)

pun diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan

mengubah bagian-bagian dari Konstitusi RIS yang tidak sesuai dengan jiwa

negara kesatuan.

Pada periode 1949-1950 pada kenyataanya Indonesia berorientasi pada

pemerintahan yang berasaskan demokrasi liberal, antara lain dengan penerapan

Kabinet Parlementer (dewan menteri/penyelenggara pemerintahan yang dipim-

pin oleh Perdana Menteri, dibentuk/diangkat oleh dan bertanggung jawab

kepada Parlemen). Demikian juga saat berlakunya UUDS 1950 s/d 1959 yang

ditandai dengan kuatnya kedudukan parlemen, sehingga kabinet sering jatuh

bangun. Benar pada saat itu sejarah Indonesia menunjukkan sistem politik yang

sangat demokratis, tetapi ternyata menyebabkan kehancuran politik dan

perekonomian nasional. Konflik politik yang berkepanjangan tidak memberi

kesempatan dan waktu bagi pemerintah memikirkan masalah-masalah sosial

ekonomi serta menyusun dan melaksanakan program-program pembangunan.

3. Masa Orde Lama (Orla).

Pemilihan Umum (Pemilu) pertama tahun 1955 adalah Pemilu yang sangat

demokratis tetapi pada kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan rakyat.

Tidak ada kestabilan politik, ekonomi, sosial, maupun pertahanan keamanan.

Hal ini disebabkan oleh :

a. Makin berkuasanya modal-modal raksasa (kapitalisme) terhadap pereko-

nomian Indonesia;

b. Akibat silih bergantinya kabinet, maka pemerintah tidak mampu menyalurkan

dinamika masyarakat ke arah pembangunan terutama bidang ekonomi;

c. Sistem demokrasi liberal berdasarkan UUDS 1950 mengakibatkan kabinet

sering jatuh bangun, sehingga pemerintahan tidak stabil.

Pada saat itu sampai tujuh kali pergantian kabinet :

a. Kabinet Natsir (6 September 1950 s/d 27 April 1951);

b. Kabinet Sukirman (27 April 1951 s/d 3 April 1952);

Page 41: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

37

c. Kabinet Wilopo (3 April 1952 s/d 31 Juli 1953);

d. Kabinet Ali Sastroamidjojo (1 Agustus 1953 s/d 12 Agustus 1955);

e. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 s/d 24 Maret 1956);

f. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956 s/d 9 April 1957);

g. Kabinet Djuanda (9 April 1957 s/d 10 Juli 1959).

Hasil Pemilu 1955 yang demokratris ternyata di dalam DPR tidak

mencerminkan perimbangan kekuatan politik yang sebenarnya hidup di

masyarakat, sebab banyak golongan-golongan di daerah-daerah belum terwakili.

Konstituante yang bertugas membentuk UUD baru, ternyata gagal. Karena

alasan-alasan ini, Presiden Soekarno menyatakan ketatalaksanaan Indonesia

dalam keadaan membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa serta keselamat-

an negara. Maka dengan landasan ”Hukum Tatanegara Darurat” atau negara

dalam keadaan bahaya (noodstaats-recht), pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden

mengeluarakan Dekrit Presiden, yang isinya :

a. Pembubaran Konstituante;

b. Penetapan berlakunya kembali UUD tahun 1945;

c. Dalam waktu yang sesingkat-singkatnya akan dibentuk Majelis Permusyawa-

ratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara

(DPAS).

Catatan :

a. Sejak peristiwa Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itulah UUD ditambah dengan

pencantuman angka tahun ”1945” (menunjuk pada UUD yang asal, yang

dirumuskan oleh BPUPKI dan diresmikan oleh PPKI);

b. Dekrit adalah suatu putusan dari Kepala Negara (hak prerogatif) yang merupa-

kan penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak. Landasan hukum darurat

dibedakan atas dua macam, yaitu :

1) Hukum Tatanegara Darurat Subyektif, yaitu suatu putusan yang memberi

wewenang kepada Kepala Negara untuk apabila perlu mengambil tindakan-

tindakan hukum demi penyelamatan negara yang dalam keadaan bahaya

walaupun melanggar UUD dan hak asasi manusia. Contohnya Dekrit

Presiden 5 Juli 1959.

Page 42: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

38

2) Hukum Tatanegara Darurat Obyektif, yaitu suatu putusan yang memberi

wewenang kepada Kepala Negara untuk mengambil tindakan-tindakan

hukum demi penyelamatan negara namun tetap berlandaskan pada UUD

atau konstitusi yang berlaku. Contohnya ”Supersemar” (Surat Perintah 11

Maret 1966) dari Presiden Sukarno kepada Jenderal Suharto pasca peris-

tiwa G-30-S/PKI.

Namun saat Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) pada tahun 2001

mengeluarkan Dekrit Pembekuan/Pembubaran DPR dan MPR tidaklah tepat,

karena negara tidak dalam keadaan bahaya (hanya perseteruan antara Presiden

dengan DPR/MPR). Atas tindakan ini justru Presiden dianggap melanggar haluan

negara yang mengakibatkan Presiden (setelah dikeluarkan memorandum I dan II)

dilengserkan atau dimakzulkan (impeachment) oleh MPR di bawah pimpinan

Amien Rais pada Sidang Istimewa, dan kedudukannya digantikan oleh Wakil

Presiden Megawati Sukarnoputri.

Sejak Dekrit Preside 5 Juli 1959 itu Presiden Sukarno sebagai Kepala

Pemerintahan (ekskutif) menetapkan demokrasi terpimpin. Kendati maksudnya

ingin menuju kepada masyarakat adil dan makmur yang penuh dengan

kebahagiaan material dan spiritual sesuai dengan cita-cita proklamasi

kemerdekaan 17 Agustus 1945, tetapi dalam kenyataannya justru bertentangan

dengan atau menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Penyimpangan-

penyimpangan dimaksud antara lain :

a. Dengan Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 4 Tahun 1960, DPR hasil Pemilu

1955 dibubarkan, kemudian dibentuk DPR Gotong Royong yang anggota-

anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden;

b. Pembentukan MPRS dan DPAS yang anggota-anggotanya juga diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden;

c. Lembaga-lembaga negara tersebut dipimpin oleh Presiden sendiri;

d. Pengangkatan Presiden seumur hidup dengan Ketetapan MPRS Nomor II dan

III/MPRS/1963;

e. Melalui Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1963, Manifesto Politik Presiden

dijadikan Garis-garis Besar Haluan Negara;

Page 43: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

39

f. Hak budget tidak berjalan karena Presiden tidak mengajukan Rancangan

Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU-APBN) untuk

mendapatkan persetujuan DPR. Saat RAPBN diajukan pun karena DPR tidak

menyetujui, maka DPR dibubarkan oleh Presiden;

g. Menteri-menteri Kabinet diperbolehkan menjabat sebagai Ketua MPRS, DPR-

GR, DPA, dan MA;

h. Atas rancangan Partai Komunis Indonesia (PKI), ideologi Pancasila diganti

dengan Manipol-USDEK (Manifesto Politik - Undang-Undang Dasar 1945,

Sosialisme ala Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, Kepriba-

dian Indonesia) dan ditetapkan konsep Nasakom (Nasional-Agama-Komunis).

4. Masa Orde Baru (Orba).

Pasca pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G-30-

S/PKI) tahun 1965, pemerintahan Presiden Sukarno atau disebut Orde Lama

(Orla) jatuh dan dimulailah pemerintahan baru yang dikenal dengan sebutan

Orde Baru (Orba) dengan maksud sebagai tatanan kehidupan masyarakat dan

pemerintahan baru yang menuntut dilaksanakannya Pancasila dan UUD 1945

secara murni dan konsekuen. Munculnya Orba ini diawali tuntutan ”Ampera”

(Amanat Penderitaan Rakyat) yang dipelopori oleh aksi-aksi pelajar dan

mahasiswa antara lain : KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), KAPI

(Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia), KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia),

KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia), organisasi masa pelajar dan mahasiswa

seperti PII (Pelajar Islam Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), dan

unsur-unsur masyarakat lainnya yang juga didukung oleh tentara dan polisi yang

waktu itu bergabung dalam ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).

Tuntutannya dikenal dengan ”Tritura” (Tiga Tuntutan Rakyat), yaitu :

a. Bubarkan PKI beserta Ormas-ormas onderbownya;

b. Turunkan harga-harga;

c. Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI.

Dalam rangka kestabilan keamanan dan ketertiban dibentuk lembaga

Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Untuk menjaga

Page 44: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

40

terpeliharanya kekuasaan dan kelanjutan pembangunan, ditetapkan Garis-garis

Besar Haluan Negara (GBHN) melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973, dan

tahun 1983 dikeluarkan lima paket Undang-Undang bidang politik, yaitu ten-

tang :

a. Susunan dan Kedudukan MPR/DPR;

b. Pemilihan Umum;

c. Partai Politik dan Golongan Karya;

d. Organisasi Kemasyarakatan;

e. Referendum.

Untuk memantapkan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, melalui

Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 ditetapkan Pedoman Penghayan dan Peng-

amalan Pancasila (P-4) atau disebut juga ”Eka Prasetya Pancakarsa,” dan untuk

mensosialisasikan/melaksanakannya dibentuk lembaganya, yaitu Badan Pembi-

naan Pendidikan Palaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila,

disingkat BP-7.

Berawal dari Pidato Presiden Suharto tanggal 16 Agustus 1982, maka

dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 sebagai perubahan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1973 tentang Parpol dan Golkar, Pancasila dijadikan ”asas

tunggal” bagi seluruh organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan. Kesera-

gaman asas ini tujuannya antara lain untuk mengurangi seminimal mungkin

potensi konflik ideologi. Termasuk tidak dibenarkan adanya oposisi. Tetapi ini

berarti mengingkari ”kebhinnekaan” masyarakat yang berkembang menurut

keyakinan masing-masing.

Dalam kenyataannya Orba pun menyimpang dari perjuangannya semula.

Hal ini dapat dilihat antara lain :

a. Tidak mengakui tanggal 1 Juni sebagai hari kelahiran Pancasila;

b. Butir-butir P-4 secara halus mendidik ketaatan individu kepada kekuasaan,

sementara itu tidak ada satu butir pun yang mencantumkan kewajiban negara

kepada rakyatnya;

c. Pengamalan Pancasila dengan membentuk citra pembangunan sebagai ideo-

ologi, sehingga ada rekayasa mendukung Presiden Suharto sebagai ”Bapak

Page 45: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

41

Pembangunan” melalui kebulatan-kebulatan tekad;

d. Pimpinan MPR dan DPR dirangkap;

e. Di sana-sini terjadi KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Keadaan masa itu memang lebih baik jika dibandingkan dengan masa Orla,

antara lain :

a. Stabilitas ekonomi dan politik baik;

b. Sumber daya manusia lebih baik;

c. Sistem ekonomi dan politik terbuka (western oriented);

d. Kondisi ekonomi politik lebih baik;

e. Keamanan dan ketertiban terkendali;

f. Kemauan (political will) pemerintah untuk pembangunan kuat.

Akan tetapi kelemahan-kelemahan Orba pun banyak, antara lain :

a. Fungsi ”check and balances” tidak jalan, dan parlemen (DPR) hanya sebagai

”stempel karet” (yes man) bagi penguasa;

b. Pemerintahan mengacu kepada karakter individu sang pemimpin (kultus

individu);

c. Institusi kontrol/pengawasan (DPR) lemah;

d. Praktek monopoli ekonomi (konglomeratisme);

e. Lembaga kepresidenan adalah ”the ruler” yang mengatur segalanya;

f. Korporatisme diartikan sebagai sistem kenegaraan, di mana pemerintah dan

swasta (dunia usaha) saling berhubungan secara tertutup, yang ciri-cirinya :

1) Kekuasaan menjadi lahan subur bagi ”redistributive combine” di antara

segelintir orang;

2) Kepentingan ekonomi dan politik menyatu dalam format ekonomi;

3) Sumber-sumber ekonomi hanya dinikmati segelintir pelaku ekonomi yang

dekat dengan kekuasaan;

4) Perburuan rente sangat subur dalam situasi ekonomi politik tertutup.

5) Nilai-nilai agama dan budaya tidak dijadikan etika berbangsa dan ber-

negara;

6) Pancasila sebagai ideologi negara ditafsirkan sepihak oleh penguasa yang

ingin mempertahankan kekuasaannya;

Page 46: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

42

7) Terjadi konflik sosial budaya dan diperburuk oleh penguasa yang menghi-

dupkan kembali feodalisme dan paternalisme;

8) Hukum menjadi alat kekuasaan yang dalam pelaksanaannya diseleweng-

kan;

9) Perilaku ekonomi berlangsung dengan praktek KKN dan berpihak kepada

sekelompok pengusaha besar (lihat kasus BLBI = Bantuan Likuiditas Bank

Indonesia);

10) Sistem politik otoriter;

11) Pemerintahan mengabaikan proses demokrasi (misalnya terdapat ang-

gota MPR/DPR termasuk DPRD yang diangkat atau tidak melalui proses

Pemilu);

12) Pemerintahan sentralistik yang menimbulkan kesenjangan antara Pusat

dengan Daerah sehingga menimbulkan sparatisme;

13) Penggunaan tangan besi (contoh Daerah Operasi Militer) untuk menyele-

saikan konflik di daerah sehingga melanggar HAM;

14) Penyalahgunaan kekuasaan karena lemahnya pengawasan;

15) Peran ”dwi fungsi” ABRI sehingga ABRI dijadikan alat kekuasaan yang

mengakibatkan tidak berkembangnya demokrasi;

16) Peralihan kekuasaan akhirnya berdarah-darah.

5. Masa Globalisasi.

Penyimpangan-penyimpangan parah yang dilakukan Orba mencapai puncaknya

berupa krisis moneter tahun 1997 yang mengakibatkan lengsernya Presiden

Suharto tahun berikutnya. Dimulailah pemerintahan di era globalisasi ini

dengan reformasi, sehingga disebut pemerintahan reformasi. Pada masa ini

sampai tiga kali pergantian Presiden, yaitu Presiden B.J. Habibie dengan Kabinet

Reformasi Pembangunan, Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) dengan

Kabinet Persatuan Nasional, dan Presiden Megawati Sukarnoputri dengan

Kabinet Gotong Royong.

Yang perlu dicatat pada era ini adalah pembangunan nasional tidak lagi

dilaksanakan seperti pada masa Orba dengan ”Repelita” (Rencana Pembangun-

Page 47: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

43

an Lima Tahun), tetapi dengan ”Propenas” (Program Pembangunan Nasional)

yang disusun oleh BAPPENAS (Badan Perencana Pembangunan Nasional) yang

berlaku untuk tahun 2000-2004. Akan tetapi di masa pemerintahan Presiden

Megawati telah berhasil ditetapkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, sehingga memudahkan

pemerintahan berikutnya (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berpasang-

an dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla) menyusun program berdasarkan SPPN ini,

yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-

2009. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah Presiden pertama yang

dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2004

berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang telah dirubah (amandemen). Dan

untuk kedua kalinya SBY yang berpasangan dengan Prof. Dr. Budiono pada

Pilpres tahun 2009 terpilih kembali menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Beberapa hal mengenai program pembangunan nasional tersebut antara

lain :

a. Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2001, ditetapkan visi Indonesia

Masa depan, yaitu :

1) Visi Indonesia masa depan ialah cita-cita luhur sebagaimana tercantum

dalam Pembukaan UUD 1945;

2) Visi lima tahunan dirumuskan dalam GBHN;

3) Visi antara masa depan dan lima tahunan disebut visi Indonesia 2020.

b. Visi Indonesia 2020 adalah ”Terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius,

manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan

bersih dalam penyelenggaraan negara”;

c. Pembangunan politik, meliputi :

1) Politik Dalam Negeri :

a) Pengembangan konstitusi;

b) Penataan sutruktur politik;

c) Pemilu;

d) Kepemimpinan nasional;

e) Partisipasi politik;

Page 48: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

44

f) Kesadaran berbangsa;

g) Pendidikan dan budaya politik;

h) Kemandirian TNI, dsb.

2) Politik Luar Negeri :

a) Penguatan politik luar negeri dan diplomasi;

b) Peningkatan kerjasama luar negeri;

c) Perluasan perjanjian ekstradisi dengan negara tetangga, dll.

d. Penyelenggara Negara :

Mewujudkan penyelenggara negara yang baik dan profesional.

e. Otonomi Daerah :

1) Pemantapan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah;

2) Penguatan kemampuan sumber daya manusia;

3) Penataan kelembagaan daerah;

4) Pembinaan dan pengawasan.

f. Pembangunan Ekonomi, meliputi :

1) Sistem ekonomi kerakyatan;

a) Pengembangan sistem ekonomi kerakyatan;

b) Pengentasan kemiskinan;

c) Peningkatan pemerataan serta pemberdayaan Usaha Kecil Me-nengah

(UKM) dan koperasi.

2) Percepatan proses pemulihan ekonomi :

a) Program pengelolaan ekonomi makro dan mikro;

b) Peningkatan efektivitas pengelolaan keuangan negara;

c) Peningkatan efektivitas pengelolaan utang luar negeri;

d) Penuntasan restrukturisasi perbankan dan lembaga keuangan;

e) Pengembangan ketenagakerjaan.

g. Pembangunan Hukum :

1) Penataan sistem dan kelembagaan hukum;

a) Perencanaan dan pengembangan sistem hukum nasional;

b) Pembentukan dan penyusunan hukum;

c) Pembinaan kelembagaan hukum.

Page 49: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

45

2) Penegakkan hukum :

a) Penegakkan dan pelayanan hukum;

b) Pembinaan peradilan, dsb.

3) Peningkatan kualitas aparat penegak hukum dan sarpras hukum, dll.

Tantangan yang harus dijawab adalah :

a. Pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa;

b. Sistem hukum yang adil;

c. Sistem politik yang demokratis;

d. Sistem ekonomi yang adil dan produktif;

e. Sistem sosial budaya yang beradab;

f. Sumber daya manusia yang berkualitas;

g. Globalisasi.

Sebagai acuan dalam rangka perencanaan pembangunan nasional berdasar-

kan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pemba-

ngunan Nasional (SPPN) yang perlu dicatat adalah :

a. Tidak ada lagi GBHN yang ditetapkan oleh MPR untuk dijalankan Presiden, dan

karenanya Presiden bukan lagi mandataris MPR;

b. Program-program yang akan dijalankan Presiden/Wakil Presiden dalam jang-

ka waktu lima tahun (masa jabatannya) adalah RPJMN (Rencana Pembangun-

an Jangka Menengah Nasional) yang berasal dari visi dan misi, serta program

kerja pasangan calon Presiden/Wakil Presiden yang disampaikan pada waktu

pencalonan dan kampanye pemilihan Presiden.

Setelah empat kali amandemen UUD 1945, tahun 2004 diselenggarakan

pemilihan Presiden/Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Hasilnya terpilih

pasangan Presiden Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Drs.

Muhammad Jusuf Kalla dengan masa jabatan dari tahun 2004 s/d 2009. Lima

tahun kemudian, yaitu tahun 2009, diselenggarakan lagi Pilpres oleh rakyat, dan

hasilnya terpilih pasangan Presiden SBY dan Wakil Presiden Prof. Dr. Budiono

untuk masa jabatan dari tahun 2009 s/d 2014.

RPJMN ditetapkan oleh Presiden dalam bentuk Peraturan Presiden, (Per-

pres) karena merupakan rencana untuk mewujudkan janji-janjinya pada saat

Page 50: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

46

kampanye. Untuk tahun 2004-2009 RPJMN ditetapkan dengan Perpres Nomor 7

Tahun 2005. RPJMN ditempuh melalui strategi pokok yang dijabarkan dalam

agenda pembangunan nasional, memuat sasaran-sasaran pokok yang harus

dicapai, arah kebijakan, dan program-program pembangunan. Adapun untuk

RPJMN tahun 2009-2014 ditetapkan dengan Perpres No. 5 Tahun 2010.

Untuk lebih jelasnya proses pelaksanaan pembangunan di masa reformasi

didasarkan pada :

a. UUD 1945;

b. UU No. 7 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

c. UU No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN;

d. Perpres tentang RPJMN;

e. UU-APBN.

Page 51: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

47

BAB IV PENGERTIAN DAN HAKIKAT PANCASILA

A. PENGERTIAN PANCASILA

Untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusan maupun

peristilahannya, pengertian Pancasila dapat dibahas secara etimologis, historis, dan

terminologis.

1. Pengertian Pancasila secara Etimologis.

a. Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta (kasta Brahmana). Menurut Muham-

mad Yamin (1960:437) :

Panca = Lima

Syila (vokal i pendek) = Batu sendi, alas, dasar.

Syiila (vokal i panjang) = Peraturan tingkah laku yang baik, yang penting,

yang senonoh.

Pancasyila = Berbatu sendi/alas/dasar yang lima.

Pancasyiila = Lima aturan tingkah laku yang penting/baik.

b. Istilah Pancasila mula-mula dipergunakan di lingkungan masyarakat Budha di

India. Ketika pengikut ajaran Budha semakin banyak, mereka membentuk

sangha (umat Budhis) dan terdiri atas dua golongan, yaitu :

1) Pengikut biasa atau awam, yang laki-laki disebut upasaka, dan yang

perempuan upasika;

2) Pendeta, yaitu bhiksu (laki-laki), dan bhiksuni (perempuan).

Golongan pendeta harus diam dalam vihara-vihara. Mereka harus

menjalankan dan menepati ”sepuluh larangan” yang disebut dasasyila atau

Page 52: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

48

dasasykkha padani, yang berisi sepuluh peraturan moral, yaitu :

1) Dilarang membunuh;

2) Dilarang mencuri;

3) Dilarang berzina;

4) Dilarang berdusta;

5) Dilarang minum minuman keras;

6) Dilarang makan berlebihan;

7) Dilarang hidup bermewah-mewah dan pelesir;

8) Dilarang memakai pakaian yang bagus-bagus, perhiasan-perhiasan, dan

wangi-wangian;

9) Dilarang tidur di tempat tidur yang enak atau mewah;

10) Dilarang menerima pemberian uang atau memiliki emas dan perak.

(Ismaun, 1978:89).

Mereka pun harus mencukur rambut sampai gundul, memakai baju

jubah yang berwarna kuning-merah. Pada waktu-waktu tertentu mereka

harus menjalankan upawasa (puasa).

Sementara itu, Pancasyiila menurut ajaran Budha yang bersumber dari

kitab suci ”Tripitaka” yang terdiri dari tiga buku besar (Suttha Pitaka, Abhi-

dama Pitaka, Vinaya Pitaka) berupa lima larangan (Five Moral Principles),

yang diterapkan untuk orang awam, yaitu :

1) Panatipada veramani sikhapadam samadiyani. (Jangan mencabut nyawa

mahluk hidup = dilarang membunuh).

2) Dinna dana veramani sikhapadam samadiyani. (Jangan mengambil barang

yang tidak diberikan = dilarang mencuri).

3) Kameshu miccharaca veramani sikhapadam samadiyani. (Jangan berhu-

bungan kelamin = dilarang berzina).

4) Musawada veramani sikhapadam samadiyani. (Jangan berkata palsu =

dilarang berbohong).

5) Sura meraya masjja pamada tikana veramani. (Jangan minum minumam

yang menghilangkan pikiran = dilarang minum minuman keras atau

mabuk-mabukan).

Page 53: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

49

Dengan masuknya ajaran Budha di Indonesia, pada zaman Majapahit di

bawah Raja Hayam Wuruk dibantu Mahapatih Gajah Mada, ditemukan dalam

keropak ”Negarakertagama” berupa kekawin (syair pujian) oleh Mpu Prapanca,

pada sarga 53 bait 2, yang isinya : ”Yatnaggegwani pancasyiila kertasangskar-

bhisekaka krama” (Raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan, yaitu

mateni, maling, madon, madat, main). Dalam bahasa Jawa disebut Mo Limo

(maksudnya lima m).

2. Pengertian Pancasila secara Historis.

Sebagaimana telah diungkapkan terdahulu, pengertian Pancasila secara historis

dapat dilihat sejak proses perumusan dasar/falsafah negara dalam sidang Badan

Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Setelah

Ketua dr. K.R.T. Rajiman Wedyodiningrat mengajukan pertanyaan di depan

sidang tanggal 29 Mei 1945 tentang rencana dasar negara Indonesia yang akan

dibentuk, maka tampil sebagai pengusul adalah Mr. Muhammad Yamin, Mr. R.

Supomo, dan Ir. Sukarno.

Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin mengusulkan rumusan

dasar negara dengan lima asas, yaitu :

a. Peri Kebangsaan;

b. Peri Kemanusiaan;

c. Peri Ke-Tuhanan;

d. Peri Kerakyatan;

e. Kesejahteraan Rakyat.

Dalam usul tertulis menyangkut rancangan UUD RI, beliau mengusulkan

rumusan yang berbeda, yaitu :

a. Ketuhanan Yang Maha Esa;

b. Kebangsaan Persatuan Indonesia;

c. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab;

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat-

an perwakilan;

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Page 54: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

50

Pada tanggal 31 Mei 1945 Mr. R. Supomo menjelaskan tentang teori negara

secara yuridis, politis, dan sosiologis, syarat-syarat berdirinya negara, bentuk

negara dan bentuk pemerintahan, serta hubungan antara negara dengan agama.

Pada tanggal ini pun Mr. Muhammad Yamin kembali berpidato dan menguraikan

tentang daerah negara, kebangsaan Indonesia atas dasar tinjauan yuridis,

historis, politis, sosiologis, geografis, dan konstitusional yang meliputi seluruh

wilayah nusantara.

Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Sukarno dalam pidatonya mengajukan lima

asas sebagai dasar negara Indonesia yang akan dibentuk, yang berdasarkan

bisikan salah seorang teman ahli bahasa (mungkin Prof. Dr. P.A. Husein Jayadi-

ningrat), diberinya nama Pancasila, yaitu :

a. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia;

b. Internasionalisme atau Perikamanusiaan;

c. Mufakat atau Demokrasi;

d. Kesejahteraan Sosial;

e. Ke-Tuhanan.

Menurut beliau, nasionalisme dan internasionalisme dapat digabung

menjadi sosio nasionalisme, demokrasi dan kesejahteraan sosial dapat digabung

menjadi sosio demokrasi, dan ditambah dengan Ketuhanan yang berkebudayaan,

menjadi Trisila (tiga sila). Dan Trisila ini pun dapat digabung menjadi Ekasila,

yaitu gotong royong.

Pada tanggal 22 Juni9 1945, Panitia Sembilan dalam BPUPKI yang diberi

tugas merumuskan lebih lanjut rancangan dasar negara yang akan dibentuk,

berhasil menyusun naskah yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter)

yang pertama kali disepakati oleh sidang. Dalam alinea empat Piagam ini

tercantum rumusan dasar negara, yaitu :

a. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya;

b. Kemanusiaan yang adil dan beradab;

c. Persatuan Indonesia;

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat-

Page 55: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

51

an perwakilan;

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Piagam Jakarta ini kemudian setelah diadakan perubahan di sana-sini pada

tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI dijadikan Pembukaan Undang-Undang Dasar

(1945). Berikut adalah naskah Pembukaan UUD 1945 (coba bandingkan dengan

Piagam Jakarta).

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA PEPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PEMBUKAAN (Preambule)

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh

sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai

dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah

kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat

Indonesia ke dapan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat,

adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh

keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat

Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidup-

an bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah

Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar

Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada Ke-

tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

Page 56: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

52

Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kalimat dalam alinea terakhir dalam Pembukaan UUD (1945) itu jika diberi

angka, adalah :

a. Ketuhanan Yang Maha Esa;

b. Kemanusiaan yang adil dan beradab;

c. Persatuan Indonesia;

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat-

an/perwakilan;

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ke lima asas atau sila-sila ini merupakan kesatuan yang bulat terpadu dan

tidak boleh terpisahkan sehingga karenanya disebut majemuk tunggal dan

hierarki piramidal. Asas-asas ini disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia

sebagai dasar/falsafah negara diberi nama Pancasila.

3. Pengertian Pancasila secara Terminologis.

Sehari setelah Indonesia merdeka, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, untuk

melengkapi alat-alat kelengkapan negara, sidang PPKI berhasil menetapkan/

mengesahkan UUD (1945) yang terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh yang

terdiri dari XVI BAB, 37 Pasal, 1 Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 Pasal, dan 1

Aturan Tambahan yang terdiri atas 2 Ayat, serta Penjelasannya. Pembukaan

UUD terdiri dari empat alinea, dan pada alinea keempat tercantum rumusan

Pancasila seperti telah disebutkan di atas.

Ketika bentuk negara dan pemerintahan berubah akibat campur tangan

Belanda yang hendak menjajah kembali, yaitu dari NKRI menjadi RIS (Republik

Indonesia Serikat), ternyata dalam Konstitusi RIS (29 Desember 1949 - 17 Agus-

tus 1950) pun tercantum rumusan Pancasila, yaitu :

a. Ketuhanan Yang Maha Esa;

b. Peri Kemanusiaan;

c. Kebangsaan;

d. Kerakyatan

Page 57: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

53

e. Keadilan Sosial.

Tatkala Indonesia kembali menjadi NKRI (17 Agusutus 1950 – 5 Juli 1959),

dalam Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS), tercantum pula rumusan

Pancasila, yaitu :

a. Ketuhanan Yang Maha Esa;

b. Peri Kemanusiaan;

c. Kebangsaan;

d. Kerakyatan;

e. Keadilan Sosial.

Sementara itu, dalam masyarakat berkembang beraneka ragam rumusan

Pancasila, di antaranya yang paling populer adalah :

a. Ketuhanan Yang Maha Esa;

b. Peri Kemanusiaan;

c. Kebangsaan;

d. Kedaulatan Rakyat;

e. Keadilan Sosial.

Mulai tanggal 5 Juli 1959 setelah Dekrit Presiden menyatakan Indonesia

kembali ke UUD tahun 1945, maka rumusan Pancasila yang benar dan sah, serta

mengikat negara dan seluruh warga negara sampai saat ini adalah rumusan

Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD tahun 1945. Mulai Dekrit

Presiden itulah dalam menyebut UUD selalu disebutkan pula atau muncul angka

tahun 1945, menjadi ”UUD 1945”.

Pada saat ini (era reformasi), UUD 1945 telah mengalami empat kali per-

ubahan (amandemen), yaitu :

a. Perubahan pertama ditetapkan oleh MPR pada tanggal 19 Oktober 1999;

b. Perubahan kedua ditetapkan oleh MPR pada tanggal 18 Agustus 2000;

c. Perubahan ketiga ditetapkan oleh MPR pada tanggal 9 November 2001;

d. Perubahan keempat ditetapkan oleh MPR pada tanggal 10 Agustus 2002.

Perubahan dimaksud hanya pada BAB, Pasal, dan Ayat tertentu yang

dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan. Akan tetapi

Page 58: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

54

Pembukaannya sesuai dengan komitmen bangsa Indonesia, tetap, tidak akan,

dan tidak dapat diubah oleh siapa pun termasuk MPR.

B. HAKIKAT PANCASILA

Pancasila merupakan satu kesatuan organis atau satu kesatuan keseluruhan yang

bulat utuh. Sila yang satu tidak dapat dilepas-lepaskan dari sila yang lainnya. Hal ini

dapat diilustrasikan sebagai berikut (Darji, 1991:37) :

Sila 1 : Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai Sila 2, 3, 4, dan 5.

Sila 2 : Kemanusiaan yang adil dan beradab, diliputi dan dijiwai Sila 1, meliputi

dan menjiwai Sila 3, 4, dan 5.

Sila 3 : Persatuan Indonesia, diliputi dan dijiwai Sila 1 dan 2, meliputi dan dijiwai

Sila 4 dan 5.

Sila 4 : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya-

waratan/perwakilan, diliputi dan dijiwai Sila 1, 2, 3, meliputi dan dijiwai

Sila 5.

Sila 5 : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, diliputi dan dijiwai Sila 1, 2,

3, dan 4.

Untuk lebih jelasnya dapat diberikan contoh sebagai berikut. Paham kemanu-

siaan kiranya dimiliki pula oleh bangsa-bangsa lain di dunia, tetapi bagi bangsa

Indonesia, kemanusiaan yang adil dan beradab yang dirumuskan dalam sila 2 adalah

paham kemanusiaan yang dibimbing oleh Ketuhanan Yang Mahas Esa, yaitu

kemanusiaan sebagaimana diajarkan oleh oleh Tuhan YME. Inilah yang dimaksud

dengan sila 2 diliputi dan dijiwai oleh sila 1. Demikian halnya dengan sila-sila yang

lain. Maka dapat dikatakan bahwa sila-sila 2, 3, 4, dan 5 pada hakikatnya merupa-

kan penjabaran dan penghayatan sila 1. Inilah yang disebut majemuk tunggal dan

hierakis piramidal”.

Jika digambarkan sebagai berikut :

Page 59: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

55

1

2

3

4

5

Sekalipun sila-sila di dalam Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang tidak

terlepas satu sama lainnya, tetapi dalam hal memahami hakikat pengertiannya

sangatlah diperlukan uraian sila demi silanya. Akan tetapi uraian atau penafsiran-

nya harus tetap bersumber, berpedoman, dan berdasar pada Pembukaan, Batang

Tubuh, dan Penjelasan UUD 1945. Hakikat pengertian Pancasila dimaksud adalah :

1. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah Alloh Swt., pencipta alam semesta dan

segala isinya, termasuk makhluk hidup seperti manusia, binatang, dan tumbuh-

tumbuhan. Yang dimaksud dengan Tuhan Yang Maha Esa ini, memang menurut

Prof. Hazairin (1990:31) dalam bukunya “Demokrasi Pancasila” yang dikutip

Adian Husaini (2013:6) dalam artikelnya di Harian Republika tanggal 3 Juni 2013,

tentang Pancasila dan Agama, adalah Alloh Swt., dengan konsekuensi (akibat

mutlak) berarti pengakuan kekuasaan Alloh atau kedaulatan Alloh. Dengan

demikian, negara RI wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat

Nasrani bagi orang Nasrani, syariat Budha bagi orang Budha, dan syariat Hindu

bagi orang Bali, dsb. sesuai dengan agama yang ada di Indonesia.

Yang Maha Esa artinya Yang Maha Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya. Esa

dalam zatnya, artinya tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu. Esa

dalam sifatnya, artinya sifat Tuhan adalah Maha Sempurna. Esa dalam perbuat-

Page 60: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

56

annya, artinya perbuatan Tuhan tidak dapat disamai oleh apa dan siapa pun.

Keyakinan akan adanya Tuhan YME itu bukanlah suatu dogma atau keper-

cayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melain-

kan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat

diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika atau filsafat. Atas keyakinan

yang demikian itulah, maka negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan YME

memberikan jaminan kebebasan kepada setiap rakyat untuk memeluk agama

sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut ajaran agama dan keper-

cayaannya itu.

Di negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan

YME, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan YME dan anti

agama, serta tidak boleh ada paksaan dalam agama. Dengan perkataan lain di

dalam negara Indonesia tidak ada dan tidak boleh ada paham yang meniadakan

atau tidak percaya akan adanya Tuhan YME (atheisme). Dalam pada itu setiap

orang harus mengembangkan sikap toleransi terhadap kebebasan untuk meme-

luk agama sesuai dengan keyakinannya, dan beribadah menurut agama dan

kepercayaannya itu. Juga tidak boleh ada sempalan-sempalan dalam suatu

agama yang mengingkari atau bertentangan dengan ajaran agama bersangkutan.

Sila pertama Ketuhanan YME dalam Pancasila menjadi sumber pokok nilai-

nilai kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan mendasari serta membimbing

perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan

Indonesia yang telah membentuk NKRI yang berdaulat penuh, yang bersifat

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/

perwakilan, guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hakikat pengertian ini sesuai dengan :

a. Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Atas berkat Rahmat Alloh Yang Maha

Kuasa ….”.

b. Pasal 29 UUD 1945 :

1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa;

2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

Page 61: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

57

kepercayaannya itu.

2. Sila Kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang memiliki

potensi cipta, rasa, dan karsa. Karena potensi ini manusia menduduki dan

memiliki derajat/martabat yang tinggi. Dengan akal budinya manusia berkebu-

dayaan, dengan budi nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma.

Kemanusiaan berarti sifat manusia yang esensinya memiliki identitas dan

martabat kemanusiaannya (human dignity).

Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas

norma-norma yang obyektif, tidak subyektif dan sewenang-wenang. Beradab

berasal dari kata adab yang berarti budaya. Jadi, beradab berarti berbudaya,

yang mengandung arti bahwa sikap hidup, keputusan, dan tindakan selalu

didasarkan atas nilai-nilai budaya, terutama norma-norma sosial dan kesopanan

(moral). Adab juga mengandung pengertian tata kesopanan, kesusilaan, atau

moralitas. Demikianlah, maka beradab dapat ditafsirkan sebagai berdasarkan

nilai-nilai kesusilaan atau moralitas khususnya, dan kebudayaan pada umumnya.

Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan

manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan

dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri sendiri,

sesama manusia, maupun terhadap alam sekitar. Pada prinsipnya kemanusiaan

yang adil dan beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan

kodrat hakikat manusia yang berbudi, sadar nilai, dan budaya. Potensi kema-

nusiaan dimiliki oleh semua manusia di dunia, tidak pandang ras, etnis, atau

warna kulitnya. Mereka sama-sama memiliki martabat kemanusiaan yang tinggi.

Mereka pun harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai

dengan fitrahnya sebagai makhluk Tuhan yang mulia.

Sila Kedua diliputi dan dijiwai sila Pertama. Hal ini berarti bahwa kemanusia-

an yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber dari ajaran Tuhan

YME (agama) sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaan-Nya. Hakikat

pengertian ini sesuai dengan :

Page 62: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

58

a. Pembukaan UUD 1945 alinea pertama, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan

itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia

harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-

keadilan”.

b. Pasal-pasal 27, 28, 29, 30, dan 31 UUD 1945 :

1) Pasal 27 :

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya;

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan;

(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikutserta dalam upaya pembela-

an negara.

2) Pasal 28 :

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagaimnya ditetapkan dengan undang-undang.

3) Pasal 28A :

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya.

4) Pasal 28B :

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan

melalui perkawinan yang sah.

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkem-

bang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

5) Pasal 28C :

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebu-

tuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manu-

sia.

Page 63: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

59

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan

haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan

negaranya.

6) Pasal 28D :

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan

hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama

dalam pemerintahan.

(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

7) Pasal 28E :

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agama-

nya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyata-

kan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat.

8) Pasal 28F :

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak

untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia.

9) Pasal 28G :

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehor-

matan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta

berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan un-

Page 64: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

60

tuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang

merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh

suaka politik dari negara lain.

10) Pasal 28H :

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk

memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai

persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengem-

bangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut

tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

11) Pasal 28I :

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui

sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas

dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak

dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif

atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap

perlakuan yang bersifat diskriminatif.

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras

dengan perkembangan zaman dan peradaban.

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi

manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

(5) Untuk menegakkan dan melindung hak asasi manusia sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi

manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-

Page 65: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

61

undangan.

12) Pasal 28J :

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam

(2) tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegra.

(3) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk

kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan

maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormat-an

atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang

adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, kea-manan,

dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

13) Pasal 29 :

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa;

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.

14) Pasal 30 :

(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikutserta dalam usaha perta-

hanan dan keamanan negara;

(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem

pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional

Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan

utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung;

(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,

dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,

melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara;

(4) Kepolisian negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga

keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, menga-

yomi, malayani masyarakat, serta menegakkan hukum;

(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara

Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia

dan Kepolisian Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya,

Page 66: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

62

syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan

keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan

keamanan negara diatur dengan undang-undang.

15) Pasal 31 :

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah

wajib membiayainya;

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan atu sistem pendi-

dikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta

akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang

diatur dengan undang-undang;

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua

puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari

anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan

penyelenggaraan pendidikan nasional;

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan men-

junjung tinggi niali-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan

peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

3. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia.

Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh tidak terpecah-belah.

Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam corak yang beraneka

ragam menjadi satu kebulatan. Berkenaan dengan Indonesia, mengandung dua

makna. Pertama, makna geografis, yang berarti sebagian bumi yang memben-

tang dari 95 - 141 derajat Bujur Timur, dan dari 6 - 11 derajat Lintang Selatan.

Kedua, makna bangsa dalam arti politis, yaitu bangsa yang hidup di dalam

wilayah itu. Yang dimaksud sila ketiga Pancasila ini adalah Indonesia dalam

pengertian bangsa secara politis. Dengan demikian, persatuan Indonesia adalah

persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia dengan batas geografis

tersebut di atas, yaitu wilayah bekas Hindia Belanda, dari Sabang sampai

Merauke, dari Talaud sampai Pulau Rote.

Page 67: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

63

Bangsa Indonesia bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan

kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat, yaitu

NKRI. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan

bangsa Indonesia, bertujuan untuk terwujudnya masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila (Mas Adam Berdasi), melalui upaya melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahtera-

an umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Persatuan Indonesia adalah perwujudan paham kebangsaan Indonesia

yang dijiwai oleh Ketuhanan YME serta Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Karena itu paham kebangsaan atau nasionalisme Indonesia tidaklah sempit

(chauvinistis), tetapi dalam arti menghargai pula bangsa lain sesuai dengan sifat

kehidupan bangsa itu sendiri. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golong-

an, suku bangsa, etnis, ras, tetapi sebaliknya membina tumbuhnya persatuan

dan kesatuan sebagai satu bangsa yang padu, tidak terpecah-pecah oleh sebab

apa pun. (Darji, ibid:43). Hakikat pengertian ini sesuai dengan :

a. Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ”Kemudian daripada

itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu

dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia...”.

b. Pasal-pasal 1, 32, 35, 36 UUD 1945 :

1) Pasal 1 :

(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik;

(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-

Undang Dasar;

(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

2) Pasal 32 :

(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradab-

Page 68: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

64

an dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara

dan mengembangkan nilai-nilai budayanya;

(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan

budaya nasional.

3) Pasal 35 :

Bendera negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

4) Pasal 36 :

Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia.

5) Pasal 36A :

Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tung-

gal Ika.

6) Pasal 36B :

Lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya.

4. Sila Keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan.

Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang berarti sekelompok manusia yang

berdiam dalam satu wilayah tertentu. Kerakyatan dalam hubungan sila keempat

ini berarti bahwa kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat atau disebut

kedaulatan rakyat, atau juga demokrasi (kekuasaan/pemerintahan rakyat).

Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat

dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan

rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur, dan bertanggung jawab, serta

didorong oleh itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah

suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutus-

kan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga dicapai kesepakatan secara

mufakat bulat. Akan tetapi jika kesepakatan tidak tercapai, dapat saja dilakukan

voting (pemungutan suara), yang rumusnya 50+1 (setengah atau 50% ditambah

satu). Perwakilan adalah suatu sistem atau tata cara, prosedur, dalam mengusa-

hakan turutsertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara, anta-

ra lain dilakukan dengan melalui badan-badan perwakilan.

Page 69: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

65

Demikianlah, maka kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/perwakilan, berarti rakyat dalam menjalankan kekuasa-

annya melalui mekanisme perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil

dengan jalan musyawarah yang dipimpin oleh pikiran yang sehat serta penuh

rasa tanggung jawab, baik kepada Tuhan YME maupun kepada rakyat yang

diwakilinya.

Sila keempat ini merupakan sendi penting asas kekeluargaan masyarakat

Indonesia. Juga merupakan suatu asas bahwa tata pemerintahan RI didasarkan

atas kedaulatan rakyat. Hakikat pengertian ini sesuai dengan :

a. Alinea keempat Pembukaan UUD 1945, ”...maka disusunlah kemerdekaan

kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indone-

sia, yang berkedaulatan rakyat...”.

b. Pasal-pasal 1, 2, 3, 28, dan 37 UUD 1945 :

1) Pasal 1 :

(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik;

(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar;

(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

2) Pasal 2 :

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakil-

an Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui

pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang;

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam

lima tahun di ibukota negara;

(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan

suara terbanyak.

3) Pasal 3 :

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetap-

kan Undang-Undang Dasar;

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil

Presiden;

Page 70: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

66

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presi-

den dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-

Undang Dasar.

4) Pasal 28 :

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

5) Pasal 37 :

(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan

dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh

sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan

Rakyat;

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan

secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan

untuk diubah beserta alasannya;

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis

Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari

jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan

dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah

satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;

(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak

dapat dilakukan perubahan.

5. Sila Kelima : Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang

kehidupan, baik material maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti

setiap orang yang menjadi rakyat atau warga negara Indonesia, baik yang

berdiam di wilayah kekuasaan RI maupun yang berada di luar negeri. Jadi,

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang

Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi,

dan kebudayaan. Makna keadilan sosial mencakup pula pengertian adil dan

Page 71: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

67

makmur, sehingga adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam keadilan.

Kehidupan manusia itu meliputi kehidupan jasmani dan rohani. Maka

keadilan itu pun meliputi keadilan di dalam pemenuhan tuntutan-tuntutan hakiki

bagi kehidupan jasmani, serta keadilan di dalam pemenuhan tuntutan-tuntutan

hakiki bagi kehidupan rohani. Atau dengan perkataan lain, keadilan itu meliputi

keadilan di bidang fisik-material, dan mental-spiritual.

Sila keempat atau keadilan sosial ini adalah tujuan dari empat sila sebelum-

nya, dan merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwu-

judannya ialah tata masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila (Mas Adam

Berdasi). Hakikat pengertian ini sesuai dengan :

a. Alinea kedua Pembukaan UUD 1945, ”Dan perjuangan pergerakan kemerde-

kaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan

selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke dapan pintu gerbang

kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan

makmur”.

b. Pasal-psal 23, 27, 28, 29, 31, 33, dan 34 UUD 1945 :

1) Pasal 23 :

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelo-

laan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang

dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapat dan belanja negara

diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan

Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan

Daerah;

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggar-

an pendapatan dan belanja negara yang disulkan oleh Presiden, Peme-

rintah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun

yang lalu.

2) Pasal 23A :

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara

Page 72: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

68

diatur dengan undang-undang.

3) Pasal 23B :

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

4) Pasal 23C :

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.

5) Pasal 23D :

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenang-

an, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

6) Pasal 27 :

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya;

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan;

(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikutserta dalam upaya pembela-

an negara.

7) Pasal 28 :

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagaimnya ditetapkan dengan undang-undang.

8) Pasal 29 :

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa;

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.

9) Pasal 31 :

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah

wajib membiayainya;

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan atu sistem pendi-

dikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta

akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang di-

Page 73: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

69

datur dengan undang-undang;

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya

dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta

dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi

kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan men-

junjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan

peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

10) Pasal 33 :

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan;

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang mengua-

sai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemak-

muran rakyat;

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berwa-

wasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam

undang-undang.

11) Pasal 34 :

(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara;

(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai

dengan martabat kemanusiaan;

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak;

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam

undang-undang.

Page 74: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

70

BAB V PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

A. PENGERTIAN FILSAFAT

1. Filsafat berasal dari bahasa Latin, philos + sophia. Philos berarti gemar, senang,

menekuni, menghayati, mengamalkan. Sedangkan sophia berarti bijak (wise),

peduli (care), berbagi (share), adil, jujur, berbudi luhur (fair). Dengan demikian

filsafat berarti gemar, senang menekuni, menghayati, dan mengamalkan perilaku

bijak. Atau berusaha mengetahui terhadap sesuatu secara mendalam (hakikat,

fungsi, ciri-ciri, kegunaan, masalah, dan memecahkan masalah-masalah itu). Dari

filsafat kemudian muncul pengetahuan, ilmu, dan ilmu pengetahuan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Kaelan (2004:56), bahwa keseluruhan arti filsafat meli-

puti berbagai masalah yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :

a. Sebagai produk, yang mencakup pengertian :

1) Jenis pengetahuan, ilmu, konsep, dan pemikiran-pemikiran dari para filsuf

(ahli filsafat) zaman dahulu yang lazimnya merupakan aliran atau sistem

filsafat tertentu, misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme, dll.

2) Jenis problem yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas

berfilsafat, yaitu dalam mencari kebenaran yang timbul dari persoalan yang

bersumber pada akal.

b. Sebagai suatu proses, yaitu suatu bentuk aktivitas pemecahan suatu permasa-

lahan dengan menggunakan cara atau metode tertentu sesuai dengan

obyeknya. Dalam pengertian ini filsafat adalah suatu sistem pengetahuan

yang dinamis.

2. Ilmu pengetahuan diperoleh bermula dari rasa ingin tahu yang merupakan suatu

ciri manusia yang membedakannya dengan mahluk hidup lain. Rasa ingin tahu

manusia ini asalnya mengenai benda-benda di sekelilingnya, alam sekitarnya,

seperti matahari, bulan, bintang-bintang, dll. yang dilihatnya, bahkan kemudian

ingin tahu tentang dirinya sendiri. Proses ingin tahu ini dilakukan melalui nalar

(pikirannya) dengan kontemplasi (merenung) untuk mencari jawaban terhadap

Page 75: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

71

apa yang dilihatnya itu. Inilah yang disebut ”berfilsafat.” Namun ada kalanya

jawaban yang diharapkannya tidak juga didapat sehingga timbul mitos, yaitu ber-

baurnya nalar dengan kepercayaan karena ingin segera mendapat jawaban atas

sesuatu tetapi tidak sampai. Contoh, mengapa gunung meletus? Karena nalar

belum jalan, tetapi harus segera dijawab, akhirnya jawabannya, katanya, karena

sang penunggunya (Sunda : nu ngageugeuh) sedang marah. Demikian juga

tentang pelangi, katanya pelangi itu adalah selendang bidadari, dsb.

Sementara itu menurut Noor Ms Bakry (2009: 25), secara terminologis, atau

berdasarkan apa yang terkandung dalam istilahnya, filsafat didefinisikan sebagai

pemikiran secara kritik dan sistematik untuk mencari hakikat atau kebenaran

sesuatu. Definisi ini tinjauan secara ontologis adalah untuk mencari hakikat

sesuatu, dan secara epistemologis adalah untuk mencari kebenaran sesuatu.

3. Pendekatan dalam menemukan kebenaran itu didapat melalui antara lain :

a. Akal sehat (common sense);

b. Prasangka (praejudice);

c. Naluri (instinct);

d. Secara coba-coba (trial and error);

e. Secara kebetulan (by chance, coincidentally);

f. Wahyu/ilham (revelation/inspiration).

Dari pendekatan-pendekatan itu kemudian menjadi pengetahuan, yaitu

hasil pemikiran asosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah pikiran

dengan pikiran lain berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang tanpa

pemahaman kausalitas. Apabila disertai pemahaman kausalitas (sebab-akibat)

dari suatu obyek tertentu menurut metode dan sistematis, maka jadilan ilmu.

Dikatakan ilmu apabila mempunyai ciri-ciri :

a. Bersifat empirik dapat dibuktikan dengan panca indera;

b. Rasional hubungan kausalitasnya (sebab-akibat) jelas;

c. Bersifat umum universal;

d. Akumulatif tumbuh dan berkembang dari masa ke masa dan saling

mengoreksi.

Page 76: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

72

Pengertian Ilmu Pengetahuan adalah :

a. Sekelompok pengetahuan yang terorganisasi dan sistematis yang mempelajari

gejala-gejala alam dan sosial melalui eksperimen dan pengamatan;

b. Suatu obyek ilmiah yang memiliki sekelompok prinsip, dalil, dan rumus yang

melalui percobaan-percobaan yang sistematis dilakukan berulangkali dan

teruji kebenarannya, dapat diajarkan dan dipelajari. (S.P. Siagian, 1996:20).

Adapun pembagian ilmu dapat digambarkan di bawah ini.

BAGAN PEMBAGIAN ILMU

Matematika Fisika llmu-ilmu Eksakta Kimia Statistika Teknik Kalkulus, dsb. Sejarah Hukum Psikologi FILSAFAT Ilmu-lmu Sosial Ekonomi Politik Sosiologi Antropologi Administrasi, dsb. Seni Sastra Seni Tari Humaniora Seni Suara Seni Musik Seni Lukis Seni Patung, dsb. Sumber : S.P. Siagian, 1996:22.

Hubungan ilmu, seni, dan teori :

a. Ilmu mengajarkan tentang sesuatu;

b. Seni mengajarkan bagaimana sesuatu itu dilakukan, atau penerapan penge-

tahuan dalam pelaksanaan pekerjaan;

Page 77: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

73

c. Teori :

1) Prinsip umum yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala

yang saling berkaitan;

2) Penjelasan tentang bagaimana peristiwa tertentu terjadi sehingga mem-

bentuk batang tubuh pengetahuan.

4. Beberapa pengertian filsafat menurut para ahli :

a. Para filsuf Yunani dan Romawi :

1) Plato (427-348 sM) :

Filsafat ialah ilmu pengetahuan untuk mencapai kebenaran yang asli.

2) Aristoteles (382-322 sM) :

Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkan-

dung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,

politik, sostetika.

3) Cicero (106-043 sM) :

Filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu

pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.

b. Para Filsuf Abad Pertengahan :

1) Descrates (1596-1650) :

Filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan

manusia menjadi pokok penyelidikannya.

2) Immanuel Kant (1724-1804) :

Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala

pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan, yaitu :

a) Apakah yang dapat kita ketahui? Jawabannya termasuk bidang meta-

fisika.

b) Apakah yang seharusnya kita kerjakan? Jawabannya termasuk bidang

etika.

c) Sampai di manakah harapan kita? Jawabannya termasuk bidang agama.

d) Apakah yang dinamakan manusia itu? Jawabannya termasuk bidang an-

tropologi.

Page 78: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

74

c. Para Pakar Indonesia :

1) I.R. Pudjawijatna :

Filsafat ialah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya

bagi segala sesuatu berdasarkan atas pikiran belaka.

3) Dardji Darmodihardjo :

Filsafat ialah pemikiran manusia dalam usahanya mencari kebijak-sanaan

dan kebenaran yang sedalam-dalamnya sampai ke akar-akarnya (radikal;

radik = akar), teratur (sistematik), dan menyeluruh (universal).

B. ALIRAN, OBYEK, CABANG, TUJUAN, DAN KEGUNAAN FILSAFAT

1. Aliran-aliran Filsafat.

a. Materialisme :

Mengajarkan bahwa hakikat realitas adalah kesemestaan, termasuk mahluk

hidup, manusia, ialah materi (kebendaan). Semua realitas ditentukan oleh

materi serta terikat pada hukum alam dan hukum sebab-akibat (kausalitas)

yang bersifat obyektif;

b. Idealisme/Spiritualisme :

Mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan

pengertian manusia. Kesadaran atas realitas dirinya dan kesemestaan karena

ada akal budi dan kesadaran rohani. Manusia yang tidak sadar atau mati,

sama sekali tidak menyadari dirinya. Jadi hakikat diri dan kenyataan ialah akal

budi (ide dan spirit);

b. Realisme :

Merupakan sintesis dari ke dua aliran di atas. Jadi, realisme adalah perpadu-

an antara jasmaniah-rohaniah, materi dan non materi.

2. Obyek Filsafat.

a. Forma untuk mengerti segala sesuatu yang ada sedalam-dalamnya,

hakikatnya metafisis;

b. Materia mengenai segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.

Page 79: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

75

3. Cabang-cabang Filsafat.

a. Metafisika yang membahas tentang hal-hal bereksistensi di balik fisis,

yang meliputi bidang ontologi, kosmologi, dan antropologi;

b. Epistemologi yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan;

c. Ontologi yang menyelidiki hakikat dari realita yang ada, atau hakikat apa

yang dikaji;

d. Aksiologi bidang yang menyelidiki nilai. Atau nilai kegunaan ilmu.

e. Metodologi yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu

pengetahuan;

f. Logika yang berkaitan dengan filsafat berpikir, yaitu rumus-rumus dan

dalil-dalil berpikir yang benar;

g. Etika yang berkaitan dengan mora;litas dan tingkah laku manusia;

h. Estetika yang berkaitan dengan hakikat keindahan. 4. Tujuan Filsafat.

a. Teoritis berusaha mencapai kenyataan/mencapai hal yang nyata;

b. Praktis untuk memperoleh pedoman hidup.

5. Kegunaan Filsafat.

Untuk memberikan dinamika dan ketekunan dalam mencari kebenaran, arti, dan

makna hidup.

C. PEMBAHASAN PANCASILA SECARA ILMIAH Menurut Pujawiyatna, syarat-syarat ilmiah harus berobyek, bermetode, bersistem,

dan bersifat universal. Berkenaan dengan Pancasila, maka :

1. Obyek.

a. Obyek Formal :

Pancasila sebagai suatu sudut pandang tertentu :

Page 80: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

76

1) Moral moral Pancasila;

2) Ekonomi ekonomi Pancasila.

b. Obyek Material :

Pancasila merupakan sarana pembahasan dan pengkajian baik yang

bersifat empiris maupun non empiris.

1) Empiris hasil budaya bangsa;

2) Non Empiris nilai-nilai budaya, moral, yang tercermin dalam kepribadi-

an, sifat, karakter, dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara.

2. Metode.

Menggunakan hukum-hukum logika dalam menarik kesimpulan :

a. Hermeneutika untuk menemukan makna di balik obyek;

b. Analitico Synthetic perpaduan analisis dan sintesis;

c. Koherensi Historis keterkaitan obyek yang runtut dalam sejarah;

d. Pemahaman, penafsiran, dan interpretasi.

Kesemuanya dipakai karena Pancasila dapat ditinjau dari berbagai aspek, misal-

nya berkaitan dengan nilai-nilai hasil budaya dan obyek sejarah.

3. Sistem.

Sistem adalah keseluruhan (totalitas) daripada komponen yang terdiri dari sub

komponen - sub komponen yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri-

sendiri, tetapi satu sama lain saling berkaitan (interrelasi) dan bergantungan

(interdependensi) sehingga membentuk keterpaduan. Pengetahuan ilmiah harus

merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagiannya harus saling berhu-

bungan (interrelasi dan interdependensi) menjadi satu kesatuan. Berkaitan

dengan Pancasila, maka sila-silanya merupakan kesatuan yang terpadu, saling

kait-mengkait, bergantungan (interdepedensi), tidak terpisahkan, sehingga dise-

but majemuk tunggal dan hierarkis piramidal.

4. Universal.

Umum, tidak terbatas oleh waktu, ruang, keadaan, situasi, kondisi, maupun jum-

Page 81: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

77

lah tertentu. Dalam hal ini intisari, esensi, dan makna dari sila-sila Pancasila

adalah universal, dalam arti, dapat diterapkan kapan saja, di mana saja, dan

dalam situasi apa saja.

D. PANCASILA DITINJAU DARI TINGKATAN PENGETAHUAN ILMIAH

Tingkatan pengetahuan ilmiah adalah : Deskriptif, kausal, normatif, dan esensial.

1. Deskriptif menjawab pertanyaan ”bagaimana?”

Pancasila dikaji secara obyektif dengan menerangkan, menjelaskan, dan meng-

uraikan sesuai dengan kenyataan sebagai hasil budaya bangsa. Hal ini akan

berkaitan dengan sejarah perumusan, nilai-nilai, kedudukan dan fungsi Pancasila.

Dalam hal ini Pancasila adalah sebagai dasar filsafat dan ideologi negara,

pandangan hidup bangsa, moral pembangunan, dsb.

2. Kausal menjawab pertanyaan ”mengapa?”

Memberikan jawaban sebab-akibat. Proses kausalitas terjadinya Pancasila meli-

puti empat kausa, yaitu materialis, formalis, efisien, dan finalis. Pancasila

sebagai sumber nilai dalam segala realisasi dan penjabarannya berkaitan dengan

hukum kausal.

3. Normatif menjawab pertanyaan ”ke mana?”

Berkaitan dengan suatu ukuran, parameter, dan norma-norma. Karena Pancasila

untuk diamalkan, direalisasikan, dan dikonkritisasikan, maka harus memiliki

norma yang jelas, yaitu norma hukum, moral, etika, dan norma kenegaraan.

4. Esensial menjawab pertanyaan ”apa?”

Memberikan jawaban mendalam tentang hakikat sesuatu. Kajian Pancasila

secara esensial adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang intisari atau

makna yang dalam dari sila-sila Pancasila. Menurut Lili Rajidi dalam ”Filsafat

Hukum Pancasila” (1967:10), hakekat sesuatu adalah tempat sesuatu di dalam

semesta dan hubungan sesuatu tadi dengan isi alam semesta yang lain. Jadi yang

Page 82: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

78

berfilsafat itu adalah manusia, dan dirinyalah pertama-tama yang memperoleh

perhatiannya.

E. NILAI-NILAI PANCASILA BERWUJUD DAN BERSIFAT FILSAFAT

Filsafat (falsafah) Pancasila = Pengetahuan yang mendalam tentang Pancasila.

Pengertian yang mendalam didapat dari sila-sila Pancasila. Hakikat dan pokok-

pokok dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dimaksud adalah :

1. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dijadikan dasar dan pedoman

dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya

dengan Tuhan, masyarakat, dan alam semesta.

2. Pancasila sebagai dasar negara dijadikan dasar dan pedoman dalam meng-

atur kehidupan bernegara. Dalam kegiatan praktis operasional dijabarkan dalam

peraturan perundang-undangan.

3. Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 me-

rupakan kebulatan yang utuh.

4. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan uraian rinci dari Proklama-

si Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang dijiwai oleh Pancasila.

5. Pokok-pokok Pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 dan dijabarkan dalam Batang Tubuh (Bab dan Pasal-pasalnya) adalah

perwujudan dari jiwa Pancasila.

6. Kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan berdasarkan Pembuka-

an dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.

7. Nilai-nilai yang hidup berkembang dalam masyarakat yang belum tertampung

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 perlu diselidiki untuk memper-

kuat dan memperkaya nilai-nilai Pancasila :

a. Nilai-nilai yang memperkuat dan menunjang kehidupan bermasya-rakat,

berbangsa, dan bernegara diterima, asal tidak bertentangan dengan

kepribadian bangsa dan nilai-nilai Pancasila;

b. Nilai-nilai yang bertentangan dan melemahkan, jangan dimasukkan sebagai

nilai-nilai Pancasila, bahkan jangan sampai hidup apalagi berkembang;

Page 83: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

79

c. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

dan Batang Tubuhnya dipergunakan sebagai batu ujian dari nilai-nilai yang

lain agar dapat diterima sebagai nilai-nilai Pancasila.

F. PENGERTIAN PANCASILA SECARA FILSAFAT

Terdapat dua hal tentang filsafat, yaitu sebagai metode dan sebagai suatu pan-

dangan. Berkaitan dengan Pancasila, maka :

1. Yang dapat menjadi substansi pembentukan ideologi Pancasila sebagai metode,

menunjukkan cara berpikir dan analisis untuk menjalankan ideologi Pancasila.

2. Sebagai suatu pandangan, berupa nilai dan hasil pemikiran.

Jadi, filsafat Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila

sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa. Dengan mengikuti definisi

filsafat menurut Noor Ms Bakry (2009:25), maka filsafat Pancasila adalah pemikiran

secara kritik dan sistematik untuk mencari hakikat atau kebenaran lima prinsip

kehidupan manusia. Pemikiran secara kritik yang dimaksudkan di sini selalu mena-

nyakan tentang hakikat atau kebenaran, misalnya :

1. Apa Pancasila itu sehingga dinyatakan sebagai jiwa bangsa Indonesia?

2. Apa benar kepribadian bangsa Indonesia adalah Pancasila?

Dua pertanyaan tersebut di atas membutuhkan pembuktian dan penelitian

yang mendalam untuk menjawabnya. Dan jawabannya berhubungan satu sama lain

sebagai satu kesatuan dan tidak ada kontradiski di dalamnya, sehingga merupakan

suatu uraian yang sistematik.

Lebih lanjut Noor Ms Bakry (2009:46-53), mengemukakan penetapan Panca-

sila menjadi dasar filsafat negara, memiliki tiga keseimbangan, yaitu :

1. Kesimbangan Konsensus Nasional.

Hal ini terjadi karena pada saat perumusan dasar negara dan hukum dasar nega-

ra di BPUPKI terdapat perbedaan pendapat dan cita-cita mendirikan negara

merdeka, khususnya antara golongan agama Islam yang memperjuangkan

pembentukan negara Islam, yaitu negara yang berdasarkan syariat Islam, dengan

Page 84: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

80

golongan kebangsaan atau nesionalis yang menginginkan negara sekuler, yaitu

negara yang tidak berurusan dengan agama. Maka Pancasila adalah jalan tengah

yang mempertemukan dua gagasan dari perbedaan dimaksud, di antaranya

pencantuman tambahan kalimat Yang Maha Esa mengikuti sila pertama

Ketuhanan, yang mencerminkan ketauhidan, atau masuknya ajaran agama dalam

dasar falsafah Pancasila, sehingga dapat diterima oleh golongan agama (Islam).

Sementara itu keinginan golongan nasionalis pun diterima karena memuat

unsur-unsur yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat

Indonesia yang merupakan kesatuan nilai-nmilai luhur yang menjadi kepribadian

bangsa. Karenanya negara Indonesia disebut juga Negara Theis Demokrasi.

2. Keseimbangan Sistem Kemasyarakatan.

Hal ini adalah bentuk keseimbangan antara sifat individu dan sifat sosial, yang

keduanya merupakan kodrat manusia. Masyarakat tidak mungkin ada jika tidak

ada individu-individu manusia, sebaliknya individu tidak berati apa-apa tanpa

kehidupan bermasyarakat. Jadi, Pancasila menyeimbangkan sifat individu dan

sifat sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga

merupakan titik perimbangan yang mempertemukan aliran individualisme dan

kolektivisme, sehingga disebut Negara Monodualisme.

3. Keseimbangan Sistem Kenegaraan.

Dalam hal ini Pancasila merupakan sintesis antara dasar-dasar kenegaraan

modern tentang sistem demokrasi dengan tradisi lama kehidupan bangsa

Indonesia, yaitu sistem musyawarah mufakat untuk menegakkan negara modern.

Dengan perkataan lain, sintesis antara ide-ide besar dunia dengan ide-ide asli

Indonesia, menjadi paham dialektik kenegaraan, yang bertitik tolak dari paham

bangsa yang hidup bersama dalam kekeluargaan bangsa-bangsa, sehingga

terbuka untuk pemikiran baru dan dinamis, dan negaranya disebut Negara

Dialektik.

G. PANCASILA SEBAGAI DASAR DAN ARAH KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN ASASI MANUSIA

Nilai-nilai Pancasila mengandung beberapa hubungan manusia yang melahirkan ke-

Page 85: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

81

seimbangan antara hak dengan kewajiban.

1. Hubungan Vertikal antara manusia dengan sang Khalik sebagai penjelmaan

nilai-nilai Ketuhanan YME :

a. Manusia memanfaatkan alam ciptaan Tuhan YME;

b. Manusia harus bertaqwa kepada Tuhan YME;

c. Akan ada pembalasan atas amal manusia Surga dan Neraka.

2. Hubungan Horizontal antara manusia dengan sesamanya, baik dalam fungsi-

nya sebagai warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara. Dari sini

melahirkan hak dan kewajiban yang harus seimbang.

3. Hubungan Alamiah antara manusia dengan alam sekitarnya, yaitu dengan

hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam beserta kekayaan yang terkandung di

dalamnya. Alam dimanfaatkan oleh manusia, tetapi manusia wajib melestarikan

alam.

H. ALASAN PRINSIP PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP DAN IDEOLOGI 1. Mengakui adanya kekuatan gaib yang ada di luar diri manusia Tuhan YME.

2. Keseimbangan dalam hubungan, keserasian, dan keselarasan perlu pengen-

dalian diri.

3. Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan manusia sebagai anggota

masyarakat dan bangsa sangat penting persatuan dan kesatuan bangsa

merupakan nilai sentral.

4. Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, dan musyawarah untuk mufakat

sendi kehidupan bersama.

5. Kesejahteraan tujuan hidup bersama.

Sebagai suatu pemikiran filsafat tentang negara, Pancasila memberikan

jawaban mendasar dan menyeluruh terhadap lima masalah :

Page 86: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

82

1. Apa negara itu?

Jawabannya dengan prinsip kebangsaan (Persatuan Indonesia).

2. Bagaimana hubungan antarbangsa/antarnegara?

Jawabannya dengan prinsip perikemanusiaan (Kemanusiaan yang adil dan

beradab).

3. Siapakah sumber dan pemegang kekuasaan negara?

Jawabannya dengan prinsip demokrasi (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan).

4. Apa tujuan negara?

Jawabannya dengan prinsip kesejahteraan (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia).

5. Bagaimana hubungan antara agama dengan negara?

Jawabannya dengan prinsip Ketuhanan (Ketuhanan Yang Maha Esa).

Page 87: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

83

BAB V PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

A. PENGERTIAN IDEOLOGI

Ideologi berasal dari bahasa Yunani, idea (eidos) + logos = gagasan berdasarkan

pemikiran yang dalam dan merupakan pemikiran filsafat. Dalam arti luas

(terbuka), ideologi berarti segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan

keyakinan-keyakinan yang hendak dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif.

Sedangkan dalam arti sempit (tertutup), ideologi berarti gagasan atau teori yang

menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang hendak menentukan dengan

mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak.

Beberapa definisi ideologi dikemukakan juga oleh para ahli :

1. Menurut Gunawan Setiardja (1993), ideologi dapat dirumuskan sebagai sepe-

rangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman

dan cita-cita hidup.

2. Menurut Padmo Wahyono, ideologi adalah kesatuan yang bulat dan utuh dari

ide-ide dasar yang merupakan kelanjutan atau konsekuensi daripada pandang-

an atau falsafah hidup bangsa, berupa seperangkat tata nilai yang diutamakan

akan terealisasi dalam kehidupan berkelompok.

3. Menurut Alfian, ideologi adalah suatu pandangan hidup atau sistem nilai yang

menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat

tentang bagaimana cara sebaiknya yaitu yang secara moral dianggap benar dan

adil, mengatur tingkah laku bersama dalam kehi-dupan duniawi.

4. Menurut Noor Ms Bakry (2009:64), definisi ideologi secara umum adalah

kesatuan gagasan-gagasan dasar yang sistematik dan menyeluruh tentang

manusia dan kehidupannya baik individual maupun sosial dalam kehidupan

kenegaraan.

5. Menurut BP-7 Pusat (1993), ideologi juga diartikan sebagai ajaran, doktrin,

teori, atau ilmu yang diyakini kebenarannya, yang disusun secara sistematis dan

Page 88: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

84

diberi petunjuk pelaksanaanya dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah

yang dihadapi (dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara).

Ideologi berada setingkat di bawah filsafat. Bedanya, filsafat digerakkan

oleh kecintaan kepada kebenaran dan tanpa pamrih, sementara ideologi

digerakkan oleh tekad untuk mengubah keadaan yang tidak diinginkan menuju ke

arah keadaan yang diinginkan. Dengan demikian, dalam ideologi sudah ada

komitmen dan wawasan masa depan yang dikehendaki atau untuk diwujudkan

dalam kenyataan. Bagi suatu bangsa dan negara, ideologi itu adalah wawasan,

pandangan hidup atau falsafah kebangsaan dan kenegaraan. Oleh karenanya

dengan ideologi, akan menjawab secara meyakinkan pertanyaan mengapa dan

untuk apa menjadi satu bangsa dan mendirikan negara. Jadi, ideologi adalah

landasan sekaligus tujuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

Ideologi berintikan serangkaian nilai, norma, atau sistem nilai dasar yang

bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu

masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau pandangan hidup mereka. Melalui

rangkaian atau sistem dasar itu mereka mengetahui bagaimana cara yang paling

baik, yang secara moral dan normatif dianggap benar dan adil dalam bersikap dan

bertingkah laku untuk memelihara, mempertahankan, dan membangun kehidupan

duniawi bersama dengan berbagai dimensinya. (Oetojo Oesman, ibid:6).

Dalam perkembangannya kemudian, ideologi mempunyai pengertian yang

berbeda :

1. Sebagai Weltanschuung (Jrmn), yaitu pengetahuan yang mengandung

pemikiran-pemikiran dan cita-cita besar mengenai sejarah, manusia, masyara-

kat, dan negara (science of ideas).

2. Sebagai pemikiran yang tidak memperhatikan kebenaran internal dan

kenyataan empiris, tumbuh berdasarkan pertimbangan kepentingan tertentu.

Kecenderungannya bersifat tertutup.

3. Sebagai suatu belief system, dan karenanya berbeda dengan ilmu, filsafat,

ataupun teologi yang secara formal merupakan suatu knowledge system (ber-

Page 89: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

85

sifat reflektif, sistematis, dan kritis).

Terdapat empat tipe ideologi :

1. Ideologi Konservatif, yang memelihara keadaan yang ada (statusquo).

2. Kontra Ideologi, yang melegitimasi penyimpangan yang ada dalam masyarakat

sebagai yang sesuai, dan malah dianggap baik.

3. Ideologi Reformis, yang berkehendak mengubah keadaan.

4. Ideologi Revolusioner, yang bertujuan mengubah seluruh sistem nilai masyara-

kat yang ada.

Dikenal juga ideologi negara, ideologi bangsa, dan ideologi nasional. Ideologi

negara dikaitkan dengan pengaturan penyelenggaraan pemerintahan negara.

Ideologi bangsa dikaitkan dengan pandangan hidup bangsa. Sedangkan ideologi

nasional mencakup kedua-duanya, yaitu ideologi negara dan bangsa.

Ideologi nasional bangsa Indonesia yang tercermin dan terkandung dalam

Pembukaan UUD 1945 adalah ideologi perjuangan yang sarat dengan jiwa dan

semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan negara merdeka,

bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945 terkandung motivasi, dasar,

dan pembenaran perjuangan (kemerdekaan adalah hak segala bangsa; penjajahan

bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan). Dalam alinea kedua

terkandung cita-cita bangsa (negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan

makmur). Dalam alinea ketiga termuat petunjuk atau tekad pelaksanaannya

(menyatakan kemerdekaan atas berkat Rahmat Alloh Yang Maha Kuasa). Dan

dalam alinea keempat termuat tujuan nasional/tugas negara, penyusunan undang-

undang dasar, bentuk susunan negara yang berkedaulatan rakyat dan dasar negara

Pancasila.

Pembukaan UUD 1945 yang mengandung pokok-pokok pikiran yang dijiwai

Pancasila, dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945.

Karenanya Pembukaan UUD 1945 memenuhi persyaratan sebagai ideologi yang

memuat ajaran, doktrin, teori, dan/atau ilmu tentang cita-cita/ide bangsa

Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun secara sistematis serta diberi

Page 90: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

86

petunjuk pelaksanaannya.

Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran

yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masya-

rakat, hukum, dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan Indonesia.

B. UNSUR-UNSUR IDEOLOGI Ideologi selalu berkaitan dengan pandangan hidup suatu bangsa sebagai dasar

filsafatnya yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang diyakini kebenarannya.

Menurut Kunto Wibisono dalam Noor Ms Bakry (2009:64-65), setiap ideologi selalu

bertolak dari suatu keyakinan filsafati tertentu, yaitu pandangan tentang apa, siapa,

dan bagaimana manusia itu sebagai pendukungnya, terutama dalam kaitannya

dengan kebebasan pribadi dalam konteks hak dan kewajibannya terhadap masya-

rakat dan negara, baik dalam dimensi material maupun dimensi spiritualnya.

Penjabarannya tercermin dalam kehidupan praktis, baik di bidang politik, ekonomi,

sosial-budaya, maupun pertahanan keamanan.

Kunto Wibisono mengemukakan bahwa dalam setiap ideologi selalu tersimpul

adanya tiga unsur pokok, yaitu keyakinan, mitos, dan loyalitas.

1. Unsur Keyakinan.

Setiap ideologi selalu memuat konsep-konsep dasar yang menggambarkan sepe-

rangkat keyakinan yang diorientasikan kepada tingkah laku para pendukungnya

untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan. Contohnya, liberalisme meya-

kini kebebasan mengejar hidup di tengah-tengah kekayaan material yang melim-

pah dan didapat dengan bebas, akan tercapai kesejahteraan hidup. Komunisme

meyakini bahwa kesetaraan sosial (tanpa kelas), kerjasama sosial, dan solidaritas

sosial akan mendatangkan kebahagiaan bersama. Demikianlah Pancasila bagi

bangsa Indonesia merupakan seperangkat nilai luhur yang diyakini kebenaran-

nya, akan mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman sejahtera, selaras,

serasi, dan seimbang antara kehidupan individu dengan kehidupan masyarakat,

fisik-material dan mental-spiritual, bahkan dunia dan akhirat karena didasari juga

Page 91: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

87

ajaran agama, sebagai bentuk konkrit dari Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Unsur Mitos.

Setiap ideologi selalu memitoskan suatu ajaran dari seseorang atau beberapa

orang sebagai kesatuan, yang secara fundamental mengajarkan cara bagaimana

sesuatu hal ideal itu pasti akan dapat dicapai. Contohnya, liberalisme memitos-

kan Herbert Spencer, Harold J. Laski, Thomas Hobbes, Jean Jacques Rousseau,

dll. yang mengajarkan kebebasan. Komunisme memitoskan ajaran Karl Marx

tentang sosial, ekonomi, politik, yang kemudian disistematisasikan oleh Frederick

Engel, dan diikuti oleh Lenin, Stalin, Mao Zedong. Demikianlah Pancasila yang

diagungkan dari PPKI bukanlah konsep orang-perorang, tetapi konsensus

nasional, karena kemudian disepakati bersama dan diyakini akan membawa

kemaslahatan hidup bagi bangsa Indonesia.

3. Unsur Loyalitas.

Setiap ideologi selalu menuntut adanya kesetiaan serta keterlibatan optimal para

pendukungnya. Untuk mendapatkan derajat penerimaan optimal ini terkandung

juga tiga sub unsur, yaitu rasional, penghayatan, dan kesusilaan. Contohnya,

pendukung liberalisme setia, karena membela hak asasi manusia, dapat dinalar,

dan dapat diwujudkan dalam kehidupan. Komunisme setia, karena dapat

memberikan suasana hidup aman tanpa pertentangan kelas, dapat dinalar, dan

dapat dilaksanakan dalam kehidupan. Demikianlah pendukung Pancasila setia,

karena dapat menyatukan bangsa yang majemuk, dapat dipikirkan, diwujudkan

dalam kehidupan, serta sesuai dengan keadaban.

C. MAKNA IDEOLOGI BAGI NEGARA

Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indone-

sia, yaitu cara berpikir dan cara kerja perjuangan. Karena itu perlu dipahami

dengan latar belakang sejarah perjuangan bangsa. Pancasila sebagai dasar negara

perlu difahami dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum dasar

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yaitu dari komponen UUD

Page 92: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

88

1945 yang terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya.

Menurut Suryanto Puspowardoyo dalam Oetojo Oesman (1991:48), ideologi

mempunyai beberapa fungsi, yaitu memberikan :

1. Struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan

landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam

alam sekitarnya.

2. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta

menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.

3. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk

melangkah dan bertindak.

4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.

5. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menja-

lankan kegiatan dan mencapai tujuan.

6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, serta

memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang

terkandung di dalamnya.

Pancasila bersifat integralistik, yaitu faham tentang hakikat negara yang

dilandasi konsep kehidupan bernegara, ialah persatuan dan kebersamaan.

Pancasila bersifat integralistik karena :

1. Mengandung semangat kekeluargaan dalam kebersamaan.

2. Adanya semangat kerjasama.

3. Memelihara persatuan dan kesatuan.

4. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.

Untuk memahami konsep integralistik Pancasila, ada baiknya jika dikemu-

kakan beberapa teori (faham) mengenai dasar negara sebagai perbandingan.

1. Teori Perseorangan (Individualistik).

Tokohnya Herbert Spencer (1820-1903) dan Harold J. Laski (1893-1950).

Menurut teori ini negara adalah masyarakat hukum legal (legal society) yang

disusun atas kontrak antar seluruh orang yang ada dalam masyarakat itu (social

contract). Negara dipandang sebagai organisasi kesatuan pergaulan hidup yang

Page 93: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

89

tertinggi. Hak orang-orang (HAM) lebih tinggi kedudukannya daripada negara

yang merupakan hasil bentukan individu-individu. Lebih-lebih dengan semangat

renaissance seolah menemukan kembali kepribadiannya sebagai orang bebas,

dalam kedudukan dan taraf yang sama.

2. Teori Golongan (Class Theory).

Tokohnya Marl Marx (1818-1883). Menurut teori ini negara merupakan

penjelmaan dari pertentangan-pertentangan kekuatan ekonomi. Negara

dipergunakan sebagai alat oleh mereka yang kuat untuk menindas golongan

lemah. Yang kuat adalah yang memiliki alat-alat produksi, sedangkan yang tidak

punya apa-apa (umumnya kaum buruh) disebut ”proletar.” Jika dalam masyara-

kat sudah tidak ada lagi perbedaan kelas dan pertentangan ekonomi, negara

akan lenyap dengan sendirinya. Negara terjadi dalam sejarah perkembangan

masyarakat melalui tiga fase : Fase Borjuis, fase Kapitalis, dan fase Sosialis-

Komunis.

3. Teori Kebersamaan (Integralistik).

Tokohnya Spinoza dan Adam Muhler. Menurut teori ini negara adalah susunan

masyarakat yang integral di antara semua golongan dan semua bagian.

Persatuan masyarakat sifatnya organis. Negara menyatu dengan rakyat dan

tidak memihak ke salah satu golongan. Kepentingan pribadi perlu, tetapi tidak

lebih diutamakan. Kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai

satu kesatuan tidak dapat dipisah-pisahkan.

Mr. R. Supomo menganggap teori ini yang paling pas untuk bangsa

Indonesia, lebih-lebih jika diingat masyarakatnya yang beraneka ragam.

Menurut beliau, negara dalam cara pandang integralistik, pemerintah tidak akan

memiliki kepentingan sendiri yang terlepas atau bertentangan dengan

kepentingan rakyat. Semua pihak mempunyai fungsi masing-masing dalam suatu

kesatuan yang utuh sebagai suatu totalitas.

Faham integralistik menurut Syahrial Syarbaini (2011:44) adalah faham

negara persatuan, yang tercermin dalam nilai-nilai dasar kekeluargaan, antara

Page 94: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

90

lain :

a. Persatuan dan kesatuan serta saling ketergantungan satu sama lain dalam

masyarakat;

b. Bertekad dan berkehendak sama untuk kehidupan kebangsaan yang bebas,

merdeka, dan bersatu;

c. Cinta tanah air dan bangsa serta kebersamaan;

d. Kedaulatan rakyat dengan sikap demokratis dan toleran;

e. Kesetiakawanan sosial dan nondiskriminatif;

f. Berkeadilan sosial dan kemakmuran rakyat;

g. Menyadari bahwa bangsa Indonesia berada dalam tata pergaulan dunia dan

universal;

h. Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Yang Maha Esa.

Dalam kaitan itu Notonagoro (1971:25), mengemukakan bahwa negara

kita sifatnya mutlak monodualis kemanusiaan, bukan negara liberal, bukan

negara kekuasaan belaka atau diktator, bukan negara materialis. Negara kita

adalah negara terdiri atas perseorangan yang bersama-sama hidup baik dalam

kelahiran maupun dalam kebatinan, yang mempunyai kedua-duanya kebutuh-

an dan kepentingan perseorangan serta kebutuhan dan kepentingan bersama.

D. PERBANDINGAN IDEOLOGI PANCASILA DENGAN IDEOLOGI LAIN

1. Ideologi Liberalisme.

Ideologi ini mulai tumbuh di Inggris sebagai akibat alam pemikiran yang disebut

zaman pencerahan (aufklaruung) yang menyatakan bahwa manusia memberi-

kan penghargaan dan kepercayaan yang besar pada rasio. Rasio dianggap

sebagai kekuatan yang menerangi segala sesuatu di dunia.

Ajaran liberalisme bertitik tolak dari hak asasi yang melekat pada manusia

sejak lahir yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun termasuk penguasa,

kecuali dengan persetujuan yang bersangkutan. Hak asasi memiliki nilai-nilai

Page 95: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

91

dasar (intrinsic) berupa kebebasan dan kepentingan pribadi yang menuntut

kebebasan individu secara mutlak untuk mengejar kebahagiaan hidup di tengah-

tengah kekayaan material yang melimpah dan diperoleh dengan bebas. Faham

liberalisme selalu mengaitkan pikirannya dengan hak asasi manusia.

Ideologi liberalisme jelas tidak sesuai dengan Pancasila yang memandang

manusia sebagai mahluk Tuhan, yang mengemban tugas sebagai pribadi

(individu) sekaligus masyarakat (sosial), sehingga dalam kehidupannya wajib

menyelaraskan kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, dan

haknya selalu dikaitkan dengan kewajibannya terhadap masyarakat.

2. Ideologi Komunisme.

Ideologi ini disebut juga sosialisme, didasarkan atas kebendaan, dan tidak perca-

ya kepada Tuhan (atheisme). Agama dikatakannya sebagai racun masyarakat.

Ajaran ini dikemukakan oleh Karl Marx kemudian diikuti dan ditambah oleh

Hegel, F. Engels, dan Lenin, sehingga kemudian sering disebut Marxisme-

Leninisme. Sementara di China dikembangkan oleh Mao Tse Tung (Mao Ze-

dong). Di Indonesia oleh H.J.F.M. Sneevliet, seorang anggota Social Demo-

cratische Arbeiderspartij (SDAP) atau partai buruh sosial demokrat Belanda yang

diikuti Semaun, Darsono, Alimin, Muso, dll. sampai D.N. Aidit. Masyarakat

komunis tidak bercorak nasional. Masyarakat yang hendak dibangun adalah

masyarakat komunis dunia (Komintern = Komunis Internasional). Seruannya

adalah, ”Kaum buruh di seluruh dunia bersatulah!”

Masyarakat komunis masa depan adalah masyarakat tanpa kelas yang

dianggap akan memberikan suasana hidup aman tenteram, dengan tidak adanya

hak milik pribadi atas alat produksi dan hapusnya pembagian kerja. Perombakan

masyarakat hanya mungkin dapat dilakukan oleh kaum ”proletar” dengan jalan

revolusi. Setelah revolusi sukses maka kaum proletar saja yang akan memegang

pimpinan pemerintahan, tetapi kenyataannya pemerintahan di negara-negara

komunis dijalankan secara mutlak (diktator proletariat).

Jelas ajaran atau ideologi komunis ini tidak sesuai dengan Pancasila yang

mengajarkan Ketuhanan YME, dan nasionalisme yang dijiwai oleh kemanusiaan

Page 96: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

92

yang adil dan beradab, persatuan, musyawaah, dan keadilan sosial.

Ternyata ada juga sosialisme yang bukan komunis, seperti di negara-negara

Barat, termasuk juga di Australia. Di sini demokrasi adalah untuk kolektifitas,

masyarakat sama dengan negara, dan peran negara untuk pemerataan, yang

diutamakan adalah keadilan distributif.

Untuk lebih jelasnya perbandingan ideologi-ideologi dimaksud dapat dilihat

pada matrik di bawah ini.

IDEOLOGI ASPEK

LIBERALISME KOMUNISME SOSISLISME PANCASILA

1 2 3 4 5

POLITIK HUKUM

- - Demokrasi liberal. - - Hukum untuk me- - lindungi individu. - - Politik memen- - tingkan individu.

- - Demokrasi rak- rakyat. - - Yang berkuasa mut mutlak satu - parpol. - - Hukum untuk - melanggengkan - Komunis.

- - Demokrasi ko- - lektivitas. - - Diutamakan - Kebersamaan. - - Masyarakat - sama dengan - negara.

- - - - Demokrasi Pan casila casila. - - Hukum untuk - menjunjung - tinggi keadilan - dan keberada- - an individu &

- M masyarakat.

EKONOMI

- - Peran negara ke- - cil. - - Swasta menomi- - nasi. - - Monopolisme. - - Persaingan bebas.

- - Peran negara dom dominan. - - Kolektivitas - untuk negara. - - Monopoli ne- - gara.

- - Peran negara - untuk pemera - taan. - - Yang diutama - kan keadilan - distributif.

- - Peran negara - agar tidak terja - di monopoli, - dll. Yang meru- - gikan rakyat.

AGAMA

- - Urusan pribadi. - - Bebas memilih - agama, atau tidak - beragama.

- - Racun masya- - Rakat. - - Harus dijauh- - kan dari ma- - syarakat.

- - Harus mendo- - rong berkem- - bangnya keber - samaan.

- - Bebas memilih - satu agama. - - Harus menji- - wai kehidup- - an bermasya- - rakat, berbang - sa, dan berne- - gara. -

PANDANGAN TERHADAP

INDIVIDU DAN MASYARAKAT

- - Individu lebih pen - ting daripada ma- - syarakat. - - Masyarakat diab- - dikan bagi indivi- - du.

- - Individu tidak - penting. - - Masyarakat ti- - dak penting. - - Kolektivitas yg - dibentuk ne- - gara lebih pen - ting.

- - Masyarakat le - bih penting da - ripada indivi- - du.

- - Individu diakui - keberadaan- - nya. - - Masyarakat di- - akui keberada- - nya. - - Masyarakat a- - da karena ada - Individu, dan - Individu hanya - punya arti jika - hidup di te- - ngah-tengah - masyarakat.

Page 97: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

93

- - Hubungan indi - vidu dan ma- - syarakat sela- - Ras, serasi, se- - Imbang.

CIRI KHAS

- - Penghargaan ber- - lebih atas HAM. - - Demokrasi. - - Negara hukum - - Menolak dogma- - tisme. - - Reaktif terhadap - absoluitisme.

- - Atheisme. - - Dogmatisme. - - Otoriter. - - Ingkari HAM. - - Reaktif terha- - dap liberalis- - me dan kapita - lisme.

- - Kebersamaan. - - Akomodatif. - - Jalan tengah.

- - Keselarasan, - keserasian, ke- - seimbangan da- dalam setiap - aspek kehidup - an.

Setelah mengetahui dan meyakini mengenai keunggulan ideologi Pancasila

dibanding dengan ideologi-ideologi lain di dunia, maka hendaknya Pancasila

dapat diinternalisasikan pada jiwa dan semangat dalam kehidupan setiap warga

negara Indonesia, dan menjadi landasan nasionalisme atau faham kebangsaan

atau karakter bangsa. Karakter dapat diartikan sebagai sistem daya juang (daya

dorong, daya gerak, dan daya hidup) yang berisikan tata nilai kebajikan akhlak

dan moral yang terpatri dalam diri manusia. (Syahrial Syarbaini, 2011:211).

Dewasa ini MPR gencar mencanangkan dan mensosialisasikan “Empat Pilar

Kebangsaan”, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Hal ini

perlu dimulai dengan tertanamnya rasa kebangsaan atau nasionalisme berlan-

daskan Pancasila. Nilai-nilai pembentukan karakter bangsa dapat disebutkan

antara lain :

a. Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. Kejujuran;

c. Kedisiplinan;

d. Keikhlasan;

e. Tanggung jawab;

f. Persatuan dan kesatuan;

g. Saling hormat-menghormati;

h. Toleransi;

i. Kerjasama;

j. Gotong royong;

Page 98: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

94

k. Musyawarah;

l. Ramah tamah;

m. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;

n. Patriotisme;

o. Kesederhanaan;

p. Martabat dan harga diri;

q. Kerja keras dan cerdas;

r. Pantang menyerah.

Pembangunan karakter bangsa dapat dilakukan dengan membentuk

kebiasaan (habits forming) yang baik. Hal ini harus dimulai dari diri sendiri,

keluarga, sekolah, masyarakat, yang kemudian meluas dalam kebidupan

berbangsa dan bernegara. Pembangunan karakter bangsa harus mendapat

prioritas utama dalam pembangunan nasional, agar bangsa Indonesia terhindar

dari berbagai krisis. Pembangunan karakter dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara bangsa dapat dilakukan dalam berbagai aktivitas, di antaranya :

a. Kepedulian sosial (social sensitivity);

b. Melindungi dan menjaga hubungan baik (naturance and care);

c. Mengembangkan sifat berbagi, kerjasama, dan adil (share, cooperation, and

fairness);

d. Mengedepankan sifat jujur (honesty);

e. Mengedapankan moraql dan etika (moral and ethics);

f. Mampu mengontrol dan introspeksi diri (self control and self monitoring);

g. Pribadi yang suka menolong/membantu orang lain (helping others);

h. Mampu menyelesaikan masalah dan konflik sosial (problem solving and social

conflict solution).

E. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

1. Arti dan Ciri Ideologi Terbuka.

Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan

zaman dan adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka

Page 99: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

95

dapat dilihat dalam Penjelasan UUD 1945 yang menyatakan : ”Terutama bagi

negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya

memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggara-

kan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara

membuatnya, mengubahnya, dan mencabutnya.” Selanjut-nya : ” ... Yang

sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya bernegara ialah

semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin

pemerintahan. Meskipun dibuat Undang-Undang Dasar yang menurut kata-

katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara,

para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar

itu tentu tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya, meskipun Undang-Undang

Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara

pemerintahan baik, Undang-Undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi

jalannya negara. Jadi yang paling penting ialah semangat. Maka semangat itu

hidup, atau dengan lain perkataan dinamis. Berhubung dengan itu, hanya

aturan-aturan pokok saja yang harus ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar,

sedangkan hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu

harus diserahkan kepada undang-undang”.

Noor Ms Bakry (2009:67) mengemukakan bahwa yang dimaksud ideologi

terbuka adalah kesatuan prinsip pengarahan yang berkembang dialektis serta

terbuka penafsiran baru untuk melihat perspektif ke masa depan dan aktual

antisipatif dalam menghadapi perkembangan dengan memberikan arah dan

tujuan yang ingin dicapai dalam melangsungkan hidup dan kehidupan nasional.

UUD 1945 memberi kepercayaan yang amat besar pada semangat

kekeluargaan. Hal ini mencerminkan hakikat nilai kultural yang terdapat dalam

seluruh kebudayaan rakyat Indonesia di daerah-daerah, dan merupakan salah

satu ”rahasia” kekuatan UUD 1945, serta Pancasila yang menjiwainya. Sejarah

politik di mana pun membuktikan bahwa setiap struktur dan budaya politik yang

mempunyai akar kultural yang kuat, akan mempunyai daya tahan yang amat

kokoh. Dan dengan konsep itulah bangsa Indonesia membangun negara kekelu-

Page 100: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

96

argaan.

Ciri khas ideologi terbuka adalah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak

dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral,

dan budaya masyarakatnya sendiri. Dasarnya adalah konsensus masyarakat

sendiri, tidak diciptakan oleh negara.

Dengan demikian ideologi terbuka adalah milik seluruh rakyat. Masya-

rakat dapat menemukan dirinya di dalamnya. Itulah sebabnya ideologi terbuka

bukan hanya dapat dibenarkan tetapi juga dibutuhkan. Keterbukaan ideologi

Pancasila tidak berarti memusnahkan atau meniadakan ideologinya itu sendiri.

Nilai-nilai dasarnya tetap harus dipertahankan.

Suatu ideologi terbuka mengandung semacam dinamika internal yang

memungkinkannya untuk memperbaharui diri atau maknanya dari waktu ke

waktu, sehingga isinya tetap relevan dan komunikatif sepanjang zaman, tanpa

menyimpang dari, apalagi mengingkari hakikat atau jatidirinya. Pembaharuan

diri (self renewal) atau pengembangan maknanya itu bukan berarti merevisi

apalagi mengganti nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya. Jika nilai-nilai

dasar itu direvisi apalagi sama sekali diganti, maka ideologi tersebut sudah

kehilangan hakikat atau jatidirinya, dan oleh karena itu meskipun secara formal

mungkin ia masih ada, tetapi secara substansi tidal lagi hadir karena sudah

berubah sama sekali. (Oetojo Oesman, 1991:5).

Dinamika internal yang terkandung dalam ideologi terbuka biasanya

mempermantap, mempermapan, dan memperkuat relevansi ideologi itu dalam

masyarakatnya. Hal ini bergantung pula pada kehadiran beberapa faktor.

Faktor-faktor dimaksud, antara lain :

a. Kualitas nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi itu;

b. Persepsi, sikap, dan tingkah laku masyarakat terhadapnya;

c. Kemampuan masyarakat mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang

relevan tentang ideologinya itu;

d. Seberapa jauh nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi itu membudaya, dan

diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara de-

Page 101: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

97

ngan berbagai dimensinya.

2. Faktor-faktor Pendorong Ideologi Terbuka.

Faktor-faktor yang mendorong pemikiran tentang keterbukaan ideologi Panca-

sila adalah :

a. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat,

berkembang secara cepat;

b. Kenyataan juga menunjukkan bahwa bangkrutnya ideologi tertutup dan beku

cenderung meredupkan perkembangan dirinya;

c. Pengalaman sejarah politik Indonesia di masa lalu;

d. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai Pancasila yang bersifat

abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dina-mis dalam rangka

mencapai tujuan nasional.

Terdapat tiga tingkat nilai tentang Pancasila :

a. Nilai Dasar, yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang banyak

sedikitnya bersifat mutlak. Kita menerima nilai dasar sebagai suatu hal yang

tidak dipertanyakan lagi. Nilai dasar bersifat abstrak tidak dapat diamati

melalui panca indera manusia, tetapi berhubungan dengan tingkah laku atau

berbagai aspek kehidupan manusia. Setiap nilai memiliki nilai dasar, berupa

hakikat, esensi, intisari, atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai

dasar juga bersifat universal karena menyangkut kenyataan obyektif dari

segala sesuatu. Misalnya hakikat Tuhan, manusia, atau makhluk lainnya.

Demikian juga semangat kekeluargaan bisa disebut sebagai nilai dasar,

sifatnya mutlak, dan tidak akan diubah lagi;

b. Nilai Instrumental, yaitu pelaksanaan umum dari nilai dasar, atau sifatnya

operasional, biasanya dalam wujud norma sosial ataupun norma hukum, yang

selanjutnya akan terkristalisasi dalam lembaga-lembaga. Nilai instrumental

adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai

instrumental merupakan formula serta parameter yang jelas dan konkrit yang

menjabarkan nilai dasar. Nilai kendati lebih rendah dari nilai dasar, namun

tidak kalah penting karena menguraikan nilai dasar yang umum dalam wujud

Page 102: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

98

yang nyata, serta sesuai dengan keadaan dan perkembangan zaman. Sifatnya

dinamis dan kontekstual, yaitu sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu.

Nilai instrumental adalah semacam tafsir positif terhadap nilai dasar yang

umum.

c. Nilai Praksis, yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam realitas,

atau merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam

kehidupan yang lebih nyata. ini seyogianya sama semangatnya dengan nilai

dasar dan nilai instrumental di atasnya. Lebih dari itu, nilai praksis inilah yang

sesungguhnya akan merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai

instrumental itu sungguh-sungguh hidup dalam masyarakat atau tidak. Nilai

praksis dalam kehidupan ketatanegaraan misalnya, dapat ditemukan dalam

undang-undang organik, yaitu semua peraturan perundang-undangan di

bawah UUD 1945 sampai kepada yang sifatnya teknis yang dibuat oleh

pemerintah yang paling bawah, sesuai dengan tata urut peraturan perundang-

undangan itu.

Jadi, yang tidak boleh berubah itu adalah nilai atau norma dasar yang

terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, karena merupakan pilihan dan hasil

konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental

(staatsfundamentalnorm). Artinya, perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai

instrumental dan praksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama

dengan nilai dasarnya.

Adapun ciri atau sifat ideologi terbuka memiliki tiga dimensi penting, yaitu

sebagai berikut :

a. Dimensi Realitas, yaitu nilai-nilai yang terkandung di dalam dirinya bersumber

dari nilai-nilai riil (nyata) yang hidup dalam masyarakat dan tertanam sejak

ideologi itu lahir, sehingga masyarakat betul-betul merasakan dan menghayati

bahwa nilai-nilai dasar itu milik bersama;

b. Dimensi Idealisme, yang mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam

berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Cita-

cita dimaksud berisi harapan yang masuk akal, rasional, dan sangat mungkin

Page 103: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

99

dapat dicapai;

c. Dimensi Fleksibilitas, yaitu yang dapat memperbesar dirinya, memelihara, dan

memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu. Dapat juga disebut dimensi

pengembangan, yaitu dengan pemikiran-pemikiran baru tanpa khawatir akan

kehilangan hakikat dirinya.

3. Batas-batas Keterbukaan Ideologi Pancasila.

Keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar,

yaitu :

a. Harus dapat menjaga stabilitas nasional yang dinamis;

b. Larangan terhadap ideologi Marxisme, Leninisme, dan komunisme;

c. Mencegah berkembangnya faham liberalisme, dan kapitalisme;

d. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan

masyarakat (baik ekstrim kanan maupun kiri);

e. Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.

F. PENERAPAN IDEOLOGI PANCASILA

Sebagai ideologi, Pancasila dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, misalnya :

1. Pancasila sebagai ideologi ditinjau dari aspek pandangan hidup bersama.

2. Pancasila sebagai cita hukum dalam kehidupan hukum bangsa Indonesia.

3. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan ketatanegaraan/pemerintahan.

4. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan budaya.

5. Pancasila sebagai ideologi dalam kaitannya dengan kehidupan beragama dan

berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahas Esa.

6. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan sosial.

7. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan politik.

8. Pancasila sebagai ideologi dalam pergaulan Indonesia dengan dunia interna-

sional.

Page 104: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

100

9. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan ekonomi.

10. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan demokrasi.

11. Pancasila sebagai ideologi birokrasi/aparatur pemerintah.

12. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan pertahanan keamanan.

13. Pancasila sebagai ideologi dan moral pembangunan, dll.

Page 105: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

101

BAB VII PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

A. PENGERTIAN NILAI, MORAL, ETIKA, NORMA, DAN POLITIK

Sebelum membahas Pancasila sebagai etika politik, di bawah ini perlu dijelaskan

terlebih dulu pengertian tentang nilai, moral, etika, norma, dan politik.

1. Nilai.

a. Sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin, serta menyadar-

kan manusia akan harkat dan martabatnya;

b. Keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness);

c. Kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan

manusia;

d. Sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, tetapi bukan obyeknya itu

sendiri;

e. Merupakan prinsip-prinsip yang disepakati bersama dan dijadikan tolok ukur

menentukan baik atau buruk, benar atau salah, indah atau jelek.

Tingkatan (Hierarki) Nilai :

a. Nilai Kenikmatan : Mengenakkan dan tidak mengenakkan;

b. Nilai Kehidupan : Kesehatan, kesejahteraan;

c. Nilai Kejiwaan : Keindahan, kebenaran, keadilan, pengetahuan;

d. Nilai Kerohanian : Kebenaran, keadilan, kebaikan, keindahan, religiusitas.

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam :

a. Nilai Material : Segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani/ragawi

manusia;

b. Nilai Vital : Segala sesuatu yang berguna bagi aktivitas manusia;

c. Nilai Rohani : Segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, yang meli-

puti nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan, dan nilai religius.

Sementara Walter G. Everett menggolongkan nilai menjadi delapan

macam :

Page 106: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

102

a. Nilai Ekonomis, menunjukkan terhadap semua benda yang dapat diuangkan,

dibeli, harga pasar;

b. Nilai Jasmani, membantu kesehatan, efisiensi, dan keindahan badan;

c. Nilai Hiburan, permainan dan waktu senggang yang berkontribusai pada

pengayaan kehidupan;

d. Nilai Sosial, keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan;

e. Nilai Watak, keseluruhan dari keutuhan kepribadian/perangai yang

diinginkan;

f. Nilai Etika, keindahan alam dan karya seni;

g. Nilai Intelektual, pengetahuan dan pengajaran kebenaran;

h. Nilai Agama, menuntun kehidupan dunia dan akhirat.

Yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud material

saja, akan tetapi juga yang non material. Nilai-nilai material lebih mudah diukur

dengan menggunakan alat indera maupun alat ukur lain (contoh : kuat, panjang,

lebar, tinggi, berat, dsb.). Nilai-nilai kerohanian/spiritual alat ukurnya hati nurani

manusia dibantu alat indera : Cipta, rasa, karsa, dan keyakinan.

2. Moral.

a. Mos (mores) = Kesusilaan, tabiat, kelakuan, budi pekerti;

b. Keseluruhan norma yang menentukan baik buruknya sikap dan perbuatan

manusia;

c. Dalam wujudnya dapat berupa aturan-aturan.

3. Etika.

Etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas masalah baik dan buruk.

Ranah pembahasannya meliputi kajian praksis dan reflektif filsafati atas

moralitas secara normatif. Kajian praksis menyentuh moralitas sebagai per-

buatan sadar yang dilakukan dan didasarkan pada norma-norma masyarakat

yang mengatur perbuatan baik (susila) atau buruk (a susila). Sedangkan refleksi

filsafat adalah ajaran moral filsafat yang mengajarkan bagaimana moral

dimaksud dapat dijawab secara rasional dan bertanggung jawab.

Page 107: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

103

Adapun pengertian etika sendiri dapat dijelaskan :

a. Suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-

pandangan moral;

b. lmu yang membahas bagaimana dan mengapa kita harus mengambil sikap

yang bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral;

c. Membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat ”susila” dan

”tidak susila” atau ”baik” dan ”buruk.”

4. Norma.

a. Petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari

berdasarkan motivasi tertentu;

b. Suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk di-

patuhi;

c. Aturan-aturan yang harus dipatuhi;

d. Wujudnya : Norma kesopanan, norma kesusilaan, norma agama, norma

hukum, dsb.

5. Politik.

Secara etimologis, kata “politik” berasal dari bahasa Yunani ”politeia,” dengan

akar kata :

Polis : kota, kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri negara.

Teia : urusan.

Politik (politics) dalam bahasa Indonesia berarti kepentingan umum warga

negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan,

jalan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang

dikehendaki. Politik memberikan cara, jalan, arah, dan medannya. Sementara

policy (kebijakan) memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, jalan, dan

arah dimaksud sebaik-baiknya.

Secara umum, politik menyangkut proses penentuan tujuan negara dan

cara melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan tersebut memerlukan kebijakan-

kebijakan (public policies) yang menyangkut pengaturan (regulation), pembagian,

(distribution) atau alokasi (allocation) sumber-sumber yang ada. Penentuan,

Page 108: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

104

pengaturan, pembagian, maupun alokasi sumber-sumber yang ada dimaksud

memerlukan kekuasaan (power) dan wewenang (authority). Kekuasaan dan

wewenang ini memainkan peran yang sangat penting dalam pembinaan

kerjasama dan penyelesaian konflik yang mungkin timbul dalam proses

pencapaian tujuan.

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini definisi politik yang diberikan oleh para

ahli :

a. Roger F. Soltau :

”Political science is the study of the state, its aims and purposes the

institutions relized, its relations with its individual members and other states.”

(Ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga

yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antar negara dengan

warga negaranya, serta dengan negara lain).

b. J. Barents :

“De wetenschap der politiek is de wetenschap die het leven de staat

bestudeert…een maatschappelijk leven…waarvan de staat een onderdeel

vormt. Aan het onderzook van die staten, zoals ze werken, is de wetenschap

der politiek gewijd.” (Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan

negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik

mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya).

c. W.A. Robson :

”Ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki,

dasar-dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian

pada perjuangan dan mempertahankan kakuasaan, atau pengaruh atas

orang/kelompok lain, atau menentang pelak-sanaan kekuasaan.”

d. Harold Laswell dan A. Kaplan :

1) Ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan;

2) Politik adalah siapa mendapat apa, kapan, dan di mana?

e. Miriam Budiardjo :

“Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau

negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu

Page 109: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

105

dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.”

Konsep-konsep pokok politik meliputi :

a. Negara (State);

b. Kekuasaan (Power);

c. Pengambilan Keputusan (Decision Making);

d. Kebijakan (Policy, beleid);

e. Pembagian (Distribution) atau Alokasi (Allocation).

Uraian daripada konsep-konsep pokok politik yang berkaitan dengan imple-

mentasi Pancasila sebagai etika politik tersebut di atas dapat dijelaskan di bawah

ini.

a. Negara.

Pengertian Umum Negara :

1) Organisasi kekuasaan suatu bangsa;

2) Suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi

yang sah dan ditaati oleh rakyatnya;

3) Suatu organisasi kekuasaan dari manusia (masyarakat) dan merupakan alat

yang akan dipergunakan untuk mencapai tujuan bersama;

4) Merupakan kesatuan sosial (masyarakat) yang diatur secara konstitusional

untuk mewujudkan kepentingan bersama.

Pendapat para Ahli :

1) J.H.A. Logemann :

”Keberadaan negara bertujuan untuk mengatur dan menyelenggarakan

masyarakat yang dilengkapi dengan kekuasaan tertinggi.”

2) George Jellinek :

”Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah

berkediaman di wilayah tertentu.”

3) G.W.F. Hegel :

”Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis

dari kemerdekaan universal.”

Page 110: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

106

4) Krannenburg :

”Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu

golongan atau bangsanya sendiri.”

5) Roger F. Soltau :

”Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur

atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.”

6) R. Djokosoetono :

”Negara ialah suatu organisasi atau kumpulan manusia yang berada di

bawah suatu pemerintahan yang sama.”

7) R. Soenarko :

”Negara ialah suatu organisasi masyarakat yang mempunyai daerah

tertentu, di mana kekuasaan negara berlaku ”souvereign” (kedaulatan).”

Membicarakan politik, tidak dapat dipisahkan dengan membicarakan

masalah negara dan bangsa. Di bawah ini dikemukakan sedikit teori tentang

negara dan bangsa. Secara etimologis, negara berasal dari bahasa Latin

”status” atau ”statum” yang berarti menempatkan dalam keadaan berdiri,

atau membuat berdiri. Dalam bahasa Belanda dan Jerman berubah menjadi

”staats” dan dalam bahasa Inggris ”state.” Sedangkan dalam bahasa Indone-

sia untuk pengertian yang sama berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu ”negara.”

Teori Terjadinya Negara :

1) Teori Kenyataan;

2) Teori Ketuhanan;

3) Teori Perjanjian;

4) Teori Penaklukan.

Unsur Negara menurut konvensi Montevideo :

1) Unsur Konstitutif :

a) Rakyat bersatu;

b) Wilayah/daerah;

c) Pemerintah yang berdaulat.

2) Unsur Deklaratif :

Adanya pengakuan dari negara lain.

Page 111: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

107

Bentuk Negara :

1) Negara Kesatuan :

a) Sentralisasi;

b) Desentralisasi (Otonomi Daerah).

Di Indonesia otonomi daerah berarti hak, wewenang, dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan,

dan diselenggarakan dengan :

1) Asas Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada

instansi vertikal di wilayah tertentu;

2) Asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);

3) Asas Tugas Pembantuan (Medebewind), yaitu penugasan dari pemerin-

tah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada

kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota

kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Sifat-sifat dari negara kesatuan sistem desentralisasi/otda :

a) Kedaulatan negara (ke dalam dan ke luar) di tangan Pemerintah Pusat;

b) Negara hanya mempunyai 1 UUD, 1 Kepala Negara, 1 Dewan Men-

teri, dan 1 DPR;

c) Hanya ada 1 kebijakan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi,

sosial-budaya, dan pertahanan keamanan.

2) Negara Serikat (Federasi) :

a) Merupakan gabungan beberapa negara yang menjadi Negara-negara

Bagian dari Negara Serikat;

b) Negara-negara Bagian tersebut semula merupakan negara yang mer-

deka dan berdaulat serta berdiri sendiri;

c) Negara-negara Bagian tersebut melepaskan sebagian dari kekuasa-

annya dan menyerahkannya kepada Negara Serikat (Pusat). Yang

Page 112: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

108

diserahkan itu antara lain yang berkaitan dengan urusan hubungan

luar negeri, pertahanan negara, keuangan (moneter), serta pos dan

telekomunikasi.

Terdapat bentuk kenegaraan lain :

1) Dominion;

2) Protektorat :

a) Kolonial;

b) Internasional.

3) Uni :

a) Riil;

b) Personil;

c) Uni Sui Generis.

b. Bentuk Pemerintahan.

Bentuk pemerintahan menurut Plato (429-347 sM) :

1) Monarki, yaitu pemerintahan yang dipegang oleh seseorang (=Raja) dan

dijalankan untuk kepentingan rakyat.

2) Tirani, yaitu pemerintahan yang dipegang oleh seseorang dan dijalan-kan

untuk kepentingan pribadi sang pemimpin (tiran).

3) Aristokrasi, yaitu pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang

(ningrat) dan dijalankan untuk kepentingan rakyat.

4) Oligarki, yaitu pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang dan

dijalankan untuk kepentingan kelompoknya.

5) Mobokrasi (Okhlokrasi), yaitu pemerintahan yang dipegang oleh rakyat

tetapi tidak tahu apa-apa (bodoh, tidak berpendidikan, tidak paham, tidak

berpengalaman) sehingga tidak berhasil untuk kepentingan rakyat.

6) Demokrasi, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.

Menurut Nicollo Machiavelli, bentuk pemerintahan ada dua :

1) Monarki, yaitu bentuk pemerintahan kerajaan. Pemimpin negara umum-

nya raja, ratu, sultan, atau kaisar. Pengangkatan atau penunjukannya ber-

dasarkan warisan/keturunan.

Page 113: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

109

2) Republik, yaitu bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Presiden

yang pengangkatannya berdasarkan hasil pemilihan rakyat.

Macam-macam pemerintahan menurut Aristoteles (384-322 sM) :

1) Monarki (Kerajaan) bentuk merosotnya, tirani;

2) Aristokrasi bentuk merosotnya, oligarki;

3) Republik bentuk merosotnya, demokrasi.

Pendapat lain : Demokrasi bentuk merosotnya, okhlokrasi.

c. Sistem pemerintahan.

1) Monarki :

a) Absolut;

b) Konstitusional;

c) Parlementer.

2) Republik :

a) Absolut;

b) Konstitusional;

c) Parlementer.

3) Sistem Pemerintahan Dewan Menteri :

a) Kabinet Presidensial;

b) Kabinet Parlementer;

c) Kabinet Campuran;

d) Kabinet Komunis.

d. Bangsa.

1) Pengertian Umum :

Bangsa adalah kumpulan masyarakat yang membentuk negara.

2) Arti Sosiologis :

Bangsa termasuk kelompok paguyuban (gemeinschaft) yang secara

kodrati ditakdirkan hidup bersama, dan senasib sepenanggungan di dalam

suatu negara.

3) Pendapat para Ahli :

a) Ernest Renan :

Page 114: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

110

”Bangsa terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup bersama

(hasrat bersatu) dengan perasaan setiakawan.”

b) Otto von Bauer :

”Bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai persamaan dan

karakteristik, tumbuh karena adanya persamaan nasib.”

c) B.F. Ratzel :

”Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itu timbul

karena adanya rasa kesatuan di antara manusia dan tempat tinggalnya

(faham geopolitik).”

d) Hans Kohn :

”Bangsa adalah buah hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah.

Suatu bangsa merupakan golongan yang dirumuskan secara eksak.

Kebanyakan bangsa memiliki faktor-faktor obyektif tertentu yang

membedakannya dengan bangsa lain. Faktor-faktor itu berupa :

(1) Persamaan keturunan;

(2) Wilayah;

(3) Bahasa;

(4) Adat-istiadat;

(5) Kesamaan politik;

(6) Perasaan dan agama.”

e) Moerdiono :

(1) Negara kebangsaan bukanlah suatu komunitas sosio-antropologis

yang tumbuh secara alamiah. Negara kebangsaan adalah suatu

komunitas politik yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan ber-

dasarkan wawasan kebangsaan;

(2) Wawasan kebangsaan itu sendiri timbul, berkembang, dan ber-

operasi berdasarkan persetujuan terus-menerus dari unsur-unsur

komunitas politik itu.

Jadi kesimpulannya : Bangsa adalah rakyat yang telah mempunyai

kesatuan tekad untuk membangun masa depan bersama. Caranya ialah

Page 115: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

111

dengan mendirikan negara yang akan mengurus terwujudnya aspirasi dan

kepentingan bersama secara adil.

Setiap bangsa mempunyai empat unsur aspirasi, yaitu :

1) Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional sosial, ekonomi, politik,

agama, kebudayaan, komunikasi, dan solidaritas.

2) Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional sepenuh-

nya, yaitu bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa asing terhadap

urusan dalam negerinya.

3) Keinginan dalam kemandirian dan keunggulan, misalnya menjunjung ting-

gi bahasa nasional yang mandiri.

4) Keinginan untuk menonjol (unggul) di antara bangsa-bangsa dalam

mengejar kehormatan, pengaruh, dan prestise.

e. Kekuasaan.

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mem-

pengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain untuk mengikuti keinginan-

nya. Hal ini berlaku juga dalam hal kekuasaan negara atau pemerintahan,

yaitu keinginan dari pelaku yang menyangkut kenegaraan. Padanan kata

kekuasaan adalah kedaulatan, namun biasanya diterapkan dalam kekuasaan

tertinggi negara (ke dalam dan keluar).

Berdaulat asal katanya daulat, dari bahasa Arab, yang artinya kekuasaan.

Jadi berdaulat berarti mempunyai kekuasaan. Daulat juga berasal dari bahasa

Latin supremus, yang artinya supremasi atau yang tertinggi. Jadi, kedaulatan

adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara.

Berkaitan dengan kedaulatan, di bawah ini beberapa teori :

1) Bentuk Kedaulatan :

Menurut Jean Bodin (1530-1596), kedaulatan suatu negara meliputi :

a) Kedaulatan Ke Dalam (Interne Souvereinteit), yaitu kekuasaan atau

kewenangan tertinggi dalam mengatur dan menjalankan organisasi

negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal ini pemerintah memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidup-

Page 116: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

112

an negara melalui lembaga-lembaga negara atau alat perlengkapan

negara yang dibentuk untuk itu. Contoh kedaulatan negara Indonesia ke

dalam menurut Pembukaan UUD 1945, tampak dari tugas negara, yaitu :

(1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia.

(2) Memajukan kesejahteraan umum.

(3) Mencerdaskan kehidupan bangsa.

b) Kedaulatan Ke Luar (Externe Souvereinteit), yaitu suatu pemerintahan

suatu negara yang bebas tidak terikat dan tidak tunduk kepada kekuatan

atau kekuasaan negara lain, selain ketentuan-ketentuan yang ditetapkan

oleh negara bersangkutan. Di antara negara-negara di dunia harus

saling menghormati kedaulatan negara masing-masing, lebih-lebih yang

bertetangga dekat. Demikianlah, maka di antara negara-negara ter-

sebut mengadakan kerjasama di berbagai bidang, selain mengadakan

hubungan diplomatik. Contoh kedaulatan ke dalam negara Indonesia :

(1) Menurut Pembukaan UUD 1945 : Ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan sosial.

(2) Menurut Pasal 11 UUD 1945 : Presiden dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan

perjanjian dengan negara lain.

(3) Pasal 13 Ayat (1) : Presiden mengangkat duta dan konsul. Ayat (2) :

Presiden menerima duta dan konsul.

2) Sifat Kedaulatan :

a) Asli, artinya, kedaulatan itu tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih

tinggi dan tidak berasal dari kedaulatan lain;

b) Bulat, artinya, merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam

negara dan tidak dapat diserahkan atu dibagi-bagikan kepada badan-

badan lain;

c) Permanen, artinya, kedaulatan negara akan tetap ada walaupun peme-

Rintahannya berganti-ganti, dan baru akan lenyap jika negara itu juga

Page 117: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

113

bubar/musnah;

d) Tidak terbatas, artinya, kedaulatan itu tidak dibatasi oleh siapa pun atau

kekuatan/kekuasaan apa pun. Jika ada kekuasaan lain yang membatasi-

nya, maka berarti negara bersangkutan tidak berdaulat lagi atau kekua-

saan tertingginya lenyap.

3) Teori Kedaulatan :

a) Teori Kedaulatan Tuhan (Theokrasi), yang mengajarkan bahwa negara

atau pemerintah memperoleh kekuasaan tertinggi dari Tuhan. Prinsip-

nya, apa pun yang ada di dunia ini adalah berasal atau ciptaan Tuhan,

sehingga pemerintahan negara atau raja-raja juga berasal dari Tuhan

dan harus mempergunakan kekuasaannya sesuai dengan kehendak

Tuhan. Contohnya, bangsa Jepang sebelum PD-II menganggap Tenno

Heika adalah keturunan dewa matahari, demikian juga raja-raja Mesir

dahulu. Tokoh teori ini a.l. Agustinus, Thomas Aquino, John F. Hegel,

dll.

b) Teori Kedaulatan Raja, yang mengajarkan bahwa kedaulatan negara

berada di tangan raja sebagai penjelmaan kehendak Tuhan. Raja

dianggap keturunan dewa atau wakil Tuhan di bumi yang mendapatkan

kekuasaan langsung dari Tuhan. Agar negara kuat, maka raja harus

berkuasa mutlak dan tidak terbatas (absolut). Raja harus ada di atas

undang-undang, dan rakyat harus rela menyerahkan hak-hak asasi dan

kekuasaannya secara mutlak kepada raja. Contohnya, Perancis pada

masa Raja Louis XIV (1638-1715) dengan semboyannya L’etat c’est moi,

negara adalah saya. Tokoh teori ini a.l. Nicollo Machiavelli, Jean Bodin,

Thomas Hobbes, dll.

c) Teori Kedaulatan Negara, yang mengajarkan bahwa negara adalah

kodrat alam, termasuk kekuasaan tertinggi yang ada pada pemimpin

negara. Kedaulatan sudah ada sejak lahirnya negara, jadi negara ada-

lah sumber daripada kedaulatan. Hukum itu mengikat karena dikehen-

daki negara yang menurut kodratnya mempunyai kekuasaan mutlak.

Contohnta, di Rusia pada masa Tsar yang sangat totaliter menjelang

Page 118: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

114

revolusi Bolshevik (1917), di Jerman pada masa Adolf Hitler dan di Italia

pada masa Benito Mussolini. Mereka menganggap dirinya sebagai

pusat kekuasaan negara dan pemerintah. Tokoh teori ini a.l. Paul

Laband dan George Jellinek.

d) Teori Kedaulatan Hukum, yang mengajarkan kekuasaan hukum meru-

pakan kekuasaan tertinggi dalam negara. Pemerintah dan rakyat

memperoleh kakuasaan itu dari hukum. Hukum dimaksud meliputi

hukum tertulis dan tidak tertulis. Pemerintah melaksanakan kekuasa-

annya dibatasi oleh norma, aturan, atau undang-undang, sehingga tidak

bersifat absolut. Contohnya di negara-negara Eropa dan Amerika,

termasuk Indonesia. Terdapat tiga asas atau prinsip umum negara

hukum, yaitu :

(1) Supremasi hukum (kekuasaan tertinggi pada hukum);

(2) Equality before the law (kesamaan/kesetaraan dalam hukum);

(3) Legalitas hukum (hukum tertulis yang ditetapkan secara kelembaga-

an yang berwenang).

Tokoh teori ini adalah Hugo De Groot, Krabe, Immanuel Kant, dan

Leon Duguit.

e) Teori Kedaulatan Rakyat, yang mengajarkan bahwa rakyatlah yang

memegang kuasaan tertinggi negara. Rakyat memberikan sebagian

haknya kepada penguasa untuk kepentingan bersama. Artinya, rakyat-

lah yang memilih dan menentukan penguasa melalui lembaga perwakil-

an. Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja yang

absolut. Kekuasaan negara ini perlu dibatasi dengan pembagian kekua-

saan seperti dalam ajaran ”Trias Politika” Montesquieu, yaitu legislatif,

eksekutif, dan yudikatif.

Teori kedaulatan rakyat dipakai hampir di seluruh negara

merdeka. Akan tetapi Indonesia tidak sepenuhnya melaksanakan teori

Trias Politika, karena antar lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif

masih ada kaitan tugas kewajiban sehubungan dengan hak prerogatif

Presiden selaku Kepala Negara. Contohnya, Presiden yang turut ambil

Page 119: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

115

bagian dalam kekuasaan legislatif (UU dibuat oleh DPR bersama

Presiden), dan dalam kekuasaan yudikatif (Presiden memberi grasi,

amnesti, abolisi, rehabilitasi). Dengan demikian di Indonesia bukan

pemisahan kekuasaan, tetapi distribusi (pembagian) kekuasaan.

Ciri-ciri umum negara yang menganut kedaulatan rakyat adalah :

(1) Adanya jaminan atas hak-hak warga negara;

(2) Adanya partisipasi rakyat terhadap pemerintahan;

(3) Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil;

(4) Adanya lembaga perwakilan rakyat;

(5) Adanya pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, baik oleh

lembaga legislatif, maupun pengawasan langsung rakyat.

Tokoh teori ini a.l. John Lock, Montesquieu, Jean Jacques Rousseau,

dll.

Konsep kedaulatan rakyat tak terlepas dari sejarah teori perjanjian

masyarakat dalam memahami pembentukan negara. Kedaulatan rakyat

hanya mungkin dilaksanakan jika negara dibangun atas dasar teori

perjanjian masyarakat atau teori kontrak sosial (du contract sociale).

Tokoh teori ini adalah Thomas Hobbes, John Lock, dan J.J. Rousseau.

(1) Menurut Thomas Hobbes, terdapat perjanjian yang disebut pactum

subjections, yaitu perjanjian pemerintahan dengan jalan segenap

individu yang berjanji menyerahkan semua hak-hak kodrat yang

mereka miliki ketika hidup dalam keadaan alamiah kepada sese-

orang atau kelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur kehidup-

an mereka. Orang atau kelompok orang yang ditunjuk itu harus

diberi kekuasaan mutlak, sehingga kekuasaan negara tidak dapat

disaingi oleh kekuatan apa pun.

(2) Menurut John Lock, kekuasaan penguasa (pemerintah) tidak pernah

mutlak, selalu ada batasnya. Dalam perjanjian yang dilakukan, tidak

seluruh orang atau kelompok menyerahkan keseluruhan dari hak-

hak alamiah mereka. Ada hak-hak individu yang dalam ikatan

kenegaraan tidak dapat dilepaskan dan harus dihormati, yaitu life,

Page 120: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

116

liberty, dan estate. Hak-hak itu merupakan hak kodrat yang dimiliki

individu sebagai manusia yang melekat sejak dia dilahirkan dalam

keadaan alami. Hak-hak ini mendahului adanya perjanjian masyara-

kat, sehingga tidak bergantung pada kontrak sosial dimaksud.

Justru fungsi utama kontrak sosial itu untuk menjamin dan melin-

dungi hak-hak kodrat tersebut. Ajaran John Lock kemudian meng-

hasilkan negara konstitusional, bukan negara absolut. Dengan

teorinya ini John Lock disebut Bapak Hak Asasi Manusia.

(3) Menurut J.J. Rousseau, setiap manusia dilahirkan merdeka (tuot

homme ne libre). Untuk menjamin kepentingannya, tiap individu

dengan sukarela menyerahkan hak dan kekuasaannya kepada suatu

organisasi yang didirikan bersama yang diberi nama ”negara”.

Dalam negara itu tiap individu menyerahkan kemerdekaan alamiah-

nya, tetapi dari negara itu individu mendapatkan kemerdekaan sipil,

yaitu kebebasan berbuat segala sesuatu asal dalam batas undang-

undang (status civils). Pemerintah merupakan wakil dari rakyat,

sebab yang memiliki kekuasaan adalah rakyat. Karena itu pemerin-

tah bisa diganti jika dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai

dengan kehendak umum (rakyat) atau volonte generale. Dengan

perjanjian masyarakat ini, J.J. Rousseau menghasilkan bentuk

negara demokrasi.

Berkaitan dengan Indonesia, maka prinsip-prinsip sebagai negara

yang menganut kedaulatan rakyat, sesuai dengan UUD 1945 dapat

dikemukakan :

(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik.

{Pasal 1 Ayat (1)};

(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

undang-undang dasar. {Pasal 1 Ayat (2)};

(3) Negara Indonesia adalah negara hukum. {Pasal 1 Ayat (3)};

(4) Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan

Perwakilan Rakyat. (Pasal 7C);

Page 121: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

117

(5) Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden {Pasal

17 Ayat (2)};

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan

Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut

Undang-Undang Dasar. {Pasal 3 Ayat (3)}.

f. Pengambilan Keputusan.

1) Keputusan : Membuat pilihan di antara beberapa kemungkinan (alter-

natif);

2) Pengambilan keputusan : Menunjuk pada proses yang terjadi sampai

keputusan itu tercapai.

3) Pengambilan keputusan dalam konsep politik menyangkut keputusan-

keputusan yang diambil secara kolektif yang mengikat seluruh masyarakat.

g. Kebijakan Umum (Policy, Beleid).

Suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok

politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai

tujuan-tujuan itu.

h. Pembagian (Distribution) dan Alokasi (Allocation).

Pembagian dan alokasi (penjatahan) dari nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-

nilai ini bisa bersifat abstrak seperti penilaian (judgement) atau suatu asas

misalnya kejujuran, keadilan, kebebasan berpendapat, kebebasan mimbar,

dsb. Bisa juga bersifat konkrit (material) seperti rumah, kekayaan, dsb.

6. Bidang-bidang Ilmu Politik.

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) suatu

badan PBB, membagi ilmu politik menjadi empat bidang, yaitu :

a. Teori Politik :

1) Teori politik;

2) Sejarah perkembangan ide-ide politik.

b. Lembaga-lembaga Politik :

Page 122: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

118

1) Undang-undang Dasar;

2) Pemerintah nasional;

3) Pemerintah daerah dan lokal;

4) Fungsi ekonomi dan sosial dari Pemerintah;

5) Perbandingan lembaga-lembaga politik.

c. Partai-partai Politik, Golongan-golongan, dan Pendapat Umum :

1) Partai-partai politik;

2) Golongan-golongan, ormas, LSM, dan asosiasi;

3) Partisipasi warga negara dalam pemerintahan dan administrasi;

4) Pendapat umum.

d. Hubungan Internasional :

1) Politik internasional;

2) Organisasi-organisasi dan administrasi internasional;

3) Hukum internasional.

B. NILAI DASAR PANCASILA

Sebagai etika, moral, norma, dan etika pilitik, Pancasila mempunyai nilai dasar

fundamental bagi bangsa dan negara Indonesia. Pancasila sebagai nilai dasar

dimaksud :

1. Bersifat universal.

2. Mempunyai nafas humanisme, karena dapat diterima dengan mudah oleh siapa

saja.

3. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah, karena nilai-nilai Pancasila dirangkai

dan secara resmi disahkan menjadi kesatuan yang berfungsi sebagai basis

perilaku politik dan sikap moral bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai nilai dasar adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan

dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai dasar Pan-

casila dimaksud adalah :

Page 123: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

119

1. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa.

a. Memuat pengakuan eksplisit akan eksistensi Tuhan sebagai sumber dan pen-

cipta universum;

b. Memperlihatkan relasi esensial antara pencipta dan yang diciptakan, menun-

jukkan ketergantungan yang diciptakan kepada yang mencipta.

2. Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

a. Refleksi lebih lanjut dari sila pertama;

b. Memperlihatkan secara mendasar dari negara atas harkat dan martabat

manusia sekaligus komitmen untuk melindunginya;

c. Manusia karena kedudukannya yang khusus di antara ciptaan Tuhan mem-

punyai hak dan kewajiban untuk mengembangkan kesempatan dirinya menja-

di orang yang bernilai.

3. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia.

Meminta perhatian setiap manusia Indonesia sebagai warga negara akan hak,

kewajiban, dan tanggung jawabnya kepada negara, khususnya dalam menjaga

eksistensi bangsa dan negara.

4. Sila Keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan.

a. Pengakuan negara serta perlindungan atas kedaulatan rakyat yang dilaksana-

kan dalam suasana musyawarah dan mufakat;

b. Keterbukaan untuk saling mendengar, mempertimbangkan satu sama lain,

menerima dan memberi;

c. Setiap orang diakui dan dilindungi haknya untuk berpartisipasi dalam kehidup-

an politik.

5. Sila Kelima : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

a. Menekankan keseimbangan antara hak dengan kewajiban;

b. Setiap warga negara harus dapat menikmati keadilan secara nyata;

c. Keadilan sosil menuntut formasi struktur-struktur soaial, ekonomi, politik,

budaya, dan ideologi ke arah yang lebih akomodatif terhadap kepentingan

masyarakat.

Page 124: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

120

C. KONSEP NEGARA PANCASILA

Konsep ini adalah faham negara persatuan yang meliputi kehidupan masyarakat

yang :

1. Bersifat sosialistis-religius;

2. Semangat kekeluargaan dan kebersamaan;

3. Semangat persatuan;

4. Musyawarah untuk mufakat;

5. Menghendaki keadilan sosial (masyarakat adil dan makmur berdasarkan Panca-

sila).

D. IDE POKOK KEBANGSAAN INDONESIA

Dapat dilihat dari sifat keseimbangan Pancasila :

1. Keseimbangan antara golongan agama (khususnya Islam) dengan golongan

nasionalis (negara theis demokrasi);

2. Keseimbangan antara sifat individual dengan sifat sosial (aliran monodualisme);

3. Keseimbangan antar ide-ide asli Indonesia (faham dialektis).

Ide pokok kebangsaan Indonesia adalah faham integralistik (faham negara

persatuan). Hal ini tercermin dalam nilai-nilai dasar faham kekeluargaan, yaitu :

1. Persatuan dan kesatuan serta saling ketergantungan satu sama lain dalam

masyarakat;

2. Bertekad dan berkehendak sama untuk kehidupan kebangsaan yang bebas,

merdeka, dan bersatu;

3. Cinta tanah air dan bangsa serta kebersamaan;

4. Kedaulatan rakyat dengan sikap dan kemakmuran rakyat;

5. Menyadari bahwa bangsa Indonesia berada dalam tata pergaulan dunia dan

universal;

6. Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang

Maha Esa.

Page 125: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

121

E. ETIKA POLITIK PANCASILA

Etika adalah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma yang menyangkut

bagaimana manusia harus hidup sebagai manusia, serta masalah-masalah kehi-

dupan manusia yang mendasar pada nilai dan norma-norma moral yang diterima

(Sonny Keraf, 2005:13). Secara umum, etika merupakan prinsip-prinsip bagi

segenap tindakan manusia, sedangkan secara khusus adalah :

1. Etika Individual, membahas kewajiban manusia sebagai individu terhadap dirinya

sendiri dan melalui suara hati terhadap Tuhannya;

2. Etika Sosial, membahas kewajiban serta norma-norma moral yang harus dipatuhi

tentang hubungannya dengan sesama manusia, masyarakat, bangsa, dan negara.

Adapun etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai

dengan :

1. Asas legalitas (legitimasi hukum);

2. Disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi);

3. Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengan

moral (legitimasi moral), yaitu moral agama (religiusitas) dan moral kemanu-

siaan (humanity).

Menurut Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001, etika politik dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal,

dan nilai-nilai budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dalam

berpikir, bersikap, dan bertingkah laku.

Pembangunan moral politik yang berbudaya adalah untuk melahirkan kultur

politik yang berdasarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan YME, menggalang

suasana kasih sayang sesama manusia Indonesia yang berbudi luhur, yang meng-

indahkan kaidah-kaidah musyawarah secara kekeluargaan yang bersih dan jujur,

dan menjamin asas pemerataan keadilan di dalam menikmati dan menggunakan

kekayaan negara.

Etika politik karenanya lebih banyak bergerak dalam wilayah di mana sese-

orang secara ikhlas dan jujur melaksanakan hukum yang berlaku tanpa adanya rasa

Page 126: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

122

takut pada sanksi. Etika politik tidak diatur dalam hukum tertulis secara lengkap,

tetapi melalui moralitas yang bersumber dari hati nurani dan rasa malu kepada

masyarakat, serta rasa takut (= taqwa) kepada Tuhan YME. Pokok-pokok etika

dalam kehidupan berbangsa mengedepankan amanah, keteladanan, sportifitas,

disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab,

menjaga kehormatan, serta harkat/martabat diri sebagai warga negara.

Etika kehidupan berbangsa dalam Tap MPR seperti disebutkan di atas meli-

puti :

1. Etika sosial dan budaya;

2. Etika politik dan pemerintahan;

3. Etika ekonomi dan bisnis;

4. Etika penegakkan hukum yang berkeadilan;

5. Etika keilmuan;

6. Etika lingkungan.

Kesemuanya harus berlandaskan pada Pancasila sebagai sumber etika, yang

tercermin dalam sila-silanya, yang menurut Syahrial Syarbaini (2011:11) adalah :

1. Sila Pertama : Menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagai

kebebasannya dalam menganut agama dan beribadah menurut agama dan

kepercayaannya masing-masing, serta menjadikan ajaran-ajarannya sebagai

panutan untuk menuntun maupun mengarahkan jalan hidupnya.

2. Sila Kedua : Menghormati setiap orang dan warga negara sebagai pribadi

(persona) yang “utuh sebagai manusia”, manusia sebagai subyek pendukung,

penyangga, pengemban, serta pengelola hak-hak dasar kodrati, yang merupakan

suatu keutuhan dengan eksistensi dirinya secara bermartabat.

3. Sila Ketiga : Bersikap dan bertindak adil dalam mengatasi segmentasi-

segmentasi atau primordialisme sempit dengan jiwa dan semangat “Bhinneka

Tunggal Ika” yaitu bersatu dalam perbedaan, dan berbeda dalam persatuan.

4. Sila Keempat : Kebebasan, kemerdekaan, kebersamaan, dimiliki dan dikembang-

kan dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan secara jujur dan

terbuka dalam menata berbagai aspek kehidupan.

Page 127: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

123

5. Sila Kelima : Membina dan mengembangkan masyarakat yang berkeadilan sosial

yang mencakup kesamaan deraqjat (equality) dan pemerataan (equity) bagi

setiap orang atau setiap warga negara.

Pembinaan etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah

urgent (penting). Langkah awal dimulai dengan membangun konstruksi berpikir

untuk menata kembali kultur politik bangsa. Sebagai warga negara setiap individu

memiliki hak-hak politik. Pelaksanaan hak-hak politik dalam kehidupan bernegara

akan saling bersosialisasi, berkomunikasi, dan berinteraksi antarsesama warga

negara dalam berbagai wadah, yaitu infra dan supra struktur politik. Sosialisasi,

komunikasi, dan interaksi dalam infra struktur politik, misalnya tatkala unjuk

rasa/demonstrasi, mimbar bebas, bicara melalui lisan dan tulisan, kampanye pemilu

penghitungan suara di TPS saat pemilu/pilpres/pilkada/pilkades, dll. baik yang

dilakukan secara perorangan atau pun melalui orpol dan ormas. Sedangkan dalam

wadah supra struktur politik misalnya tatkala aktivitas berlangsung dalam lembaga-

lembaga negara dan pemerintahan sampai ke tingkat paling rendah misalnya

Desa/Kelurahan. Kesemuanya telah diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Persoalannya, sudahkah setiap warga negara dalam melakukan segala akti-

vitasnya yang berkaitan dengan hak-hak politik itu berpedoman kepada peraturan

perundang-undangan yang berlaku? Jawaban yang sesuai pastilah hati nurani dan

kejujuran batin, karena hukum positif yang berlaku tidak menjamin bahwa hak-hak

politik warga negara telah dilaksanakan dengan baik. Beberapa kasus yang dapat

dilihat seperti KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme), pelanggaran pemilu, money

politic (politik uang) dalam memperebutkan jabatan, dll., adalah contoh yang dapat

dirasakan, tetapi sangat sulit dibuktikan secara hukum, sehingga terjadi bermacam

ketidakadilan. Itulah sebabnya semua pelanggaran dan kejahatan sulit diberantas

melalui jalur hukum, kecuali hanya dengan etika berpolitik yang berasaskan nilai-

nilai Pancasila. Jadi, etika politik banyak bergerak dalam wilayah di mana seseorang

secara ikhlas dan jujur melaksanakan hukum yang berlaku tanpa adanya rasa takut

pada sanksi hukum yang berlaku.

Etika politik di Indonesia belum benar-benar membudaya, karena selalu

berangkat dari aturan normatif, bukan dari hati nurani. Seorang pejabat yang tidak

Page 128: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

124

mampu atau gagal menjalankan tugasnya, diduga atau dituduh korupsi, dll., dia

akan berusaha mempertahankan kedudukannya, bahkan sampai pengadilan sekali

pun. Sementara di luar negeri pejabat demikian dengan kesadaran sendiri, berang-

kat dari hati nurani dan kejujuran, sudah mengundurkan diri. Di sini terjadi

perbedaan persepsi. Bagi pejabat di luar negeri, contohnya di Jepang, Korea, AS,

dll., pengunduran diri dari suatu kedudukan publik itu adalah suatu tanggung jawab

karena merasa ada yang salah, sementara di Indonesia, mengundurkan diri itu

berarti tidak mempunyai rasa tanggung jawab, atau melepaskan diri dari tanggung

jawab.

Bicara mengenai etika politik dalam kehidupan bernegara, tampaknya di

Indonesia lebih banyak pengaruh subyektifnya. Banyak politisi yang melihat dan

mencari kesalahan pada orang dan kelompok lain. Mereka lupa, apakah etika

tersebut telah dilaksanakan dengan baik pada diri sendiri dan kelmpoknya. Oleh

karena itu, terwujudnya etika politik dengan baik dalam kehidupan bernegara

sangat ditentukan oleh kejujuran dan keihkhlasan hati nurani dari masing-masing

warga negara yang telah memiliki hak-hak politiknya.

Salah satu upaya agar etika politik terwujud, maka di berbagai institusi

(lembaga) perlu dibentuk Dewan Kehormatan. Hal ini merupakan ketetapan MPR

yang merespon suara rakyat, yaitu Tap MPR No. VI/MPR/2002 tentang Rekomen-

dasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR oleh Presiden, DPR, DPA, MA, dan BPK.

DPR misalnya telah menindaklanjuti dengan membentuk Dewan Kehormatan untuk

memeriksa anggota yang kurang/tidak disiplin, dan meningkatkan kinerja anggota-

nya dengan landasan moral, etika, dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Dalam

Pasal 6 Tata Tertib tentang Kode Etik DPR misalnya disebutkan : Ayat (1) Anggota

DPR harus mengutamakan tugasnya dengan cara menghadiri secara fisik setiap

rapat yang menjadi kewajibannya; Ayat (2) Ketidakhadiran secara fisik sebanyak

tiga kali berturut-turut dalam rapat sejenis tanpa izin pimpinan fraksi merupakan

suatu pelanggaran kode etik.

Faktor-faktor yang merupakan ancaman serius terhadap persatuan bangsa

dan kemunduran dalam pelaksanaan etika politik, ada yang berasal dari dalam dan

ada yang dari luar negeri.

Page 129: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

125

1. Dari dalam negeri :

a. Masih lemahnya pengamalan ajaran agama dan munculnya pemahaman

agama yang keliru dan sempit;

b. Sistem sentralisasi pemerintahan di masa lampau sehingga timbul fanatisme

daerah (primordialisme);

c. Tidak berkembangnya pemahaman kemajemukan dalam kehidupan ber-

bangsa;

d. Terjadinya ketidakadilan ekonomi dalam kurun waktu yang panjang sehing-

ga muncul perilaku ekonomi yang bertentangan dengan moralitas dan etika;

e. Kurangnya keteladanan bersikap dan berperilaku para pemimpin bangsa.

1. Dari luar negeri :

a. Pengaruh globalisasi yang luas dengan persaingan bangsa-bangsa yang

semakin tajam;

b. Makin tingginya intensitas intervensi kekuatan global dalam perumusan

kebijakan nasional.

Page 130: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

126

BAB VIII PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN

REPUBLIK INDONESIA

A. PENGERTIAN, KEDUDUKAN, SIFAT, DAN FUNGSI UUD 1945 1. Pengertian Hukum Dasar.

Hukum dasar adalah aturan-aturan dasar (pokok) yang timbul dan terpelihara

dalam praktek penyelenggaraan negara. Hukum dasar ada yang tertulis disebut

Konstitusi, atau Undang-Undang Dasar (UUD), dan ada yang tidak tertulis disebut

Konvensi. Konvensi mempunyai sifat-sifat :

a. Kebiasaan yang berulangkali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan

negara;

b. Tidak bertentangan dengan UUD;

c. Diterima oleh seluruh rakyat;

d. Bersifat sebagai pelengkap jika tidak terdapat dalam UUD.

Contoh konvensi di negara kita :

a. Upacara Bendera pada Peringatan HUT Kemerdekaan RI tiap tanggal 17

Agustus;

b. Pidato kenegaraan Presiden RI setiap tanggal 16 Agustus di dalam sidang DPR

dalam rangka memperingati Kemerdekaan RI yang berisi laporan kemajuan

(progress rapport) dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pem-

bangunan, dan pembinaan kemasyarakatan dalam tahun anggaran berjalan;

c. Pidato Presiden RI yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang

nota keuangan atau Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(RAPBN) pada minggu pertama pada bulan Januari setiap tahun;

d. Pemberian grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi pada hari kemerdekaan RI

atau pada hari raya keagamaan;

e. Setiap terbentuk DPR baru hasil Pemilu legislatif, sebelum ada pimpinan resmi

hasil pemilihan, maka dipilih pimpinan sementara dengan memperhatikan

usia (yang tertua sebagai Ketua, dan yang termuda sebagai Wakil Ketua);

Page 131: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

127

f. Tata cara pemilihan anggota Kabinet oleh Presiden;

g. Menyambut tamu negara dengan :

1) Pagelaran kesenian;

2) Tukar-menukar cendera mata.

h. Setiap periode kepemimpinan nasional, sebelum mengakhiri masa tugasnya,

ada jeda waktu yang disebut demisioner. Pada masa ini tidak boleh melaku-

kan kegiatan-kegiatan kenegaraan yang bersifat prinsipil, kecuali seremonial.

i. Dsb.

2. Pengertian Konstitusi dan UUD.

Dalam bahasa Latin istilah konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu

”cume” yang berarti ”bersama dengan” dan ”statuere” yang berarti ”membuat

sesuatu agar berdiri” sehingga semuanya berarti ”bersama mendirikan, mene-

tapkan sesuatu”. Dalam bahasa Perancis istilah konstitusi berasal dari kata

”constituer” yang berarti ”membentuk,” maksudnya adalah pembentukan,

penyusunan, atau pernyataan suatu negara. Dalam bahasa Inggris disebut

constitution dan Belanda constitutie yang memiliki makna yang sama dengan

grondwet dalam bahasa Jerman (grond = tanah, dasar; wet = undang-undang)

yang menunjukkan naskah tertulis.

Dalam praktek ketatanegaraan, umumnya konstitusi dapat memiliki makna

yang lebih luas daripada UUD atau sama dengan pengertian UUD. (Kaelan,

2004:180). Sementara itu menurut A. Ubaedillah (2010:60), konstitusi adalah

keseluruhan peraturan yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana

suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Pengertian

konstitusi dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan kekuasaan kepada

penguasa;

b. Dokumen tentang pembagian tugas dan wewenang dari sistem politik yang

diterapkan;

c. Deskripsi yang menyangkut masalah hak asasi manusia.

Secara garis besar tujuan dan fungsi konstitusi adalah membatasi tindakan

sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan

Page 132: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

128

menetapkan pelaksanaan kekuasaan berdaulat. Sedangkan menurut Sri Soeman-

tri, yang mengutip pendapat Steenbeck, terdapat tiga muatan pokok dalam

konstitusi, yaitu :

a. Jaminan hak-hak asasi manusia;

b. Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar;

c. Pembagian dan pembatasan kekuasaan.

Adapun istilah konstitusi atau UUD di Indonesia adalah terjemahan dari

bahasa Jerman ”grondwet,” atau bahasa Belanda ”constitutie”, sehingga pada

saat NKRI berubah menjadi Republik Indonesia Serikat atau negara federal pada

tahun 1949-1950, kita mengenal atau menggunakan istilah konstitusi, yaitu

Konstitusi RIS.

3. Pengertian UUD 1945.

UUD 1945 adalah adalah hukum dasar tertulis negara Republik Indonesia yang

memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.

4. Kedudukan UUD 1945.

Kedudukan UUD 1945 adalah sebagai landasan struktural dalam penyeleng-

garaan pemerintahan negara RI.

5. Sifat UUD 1945.

Sifat UUD 1945 singkat dan supel, karena hanya memuat aturan-aturan pokok

yang setiap saat dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.

Lebih lanjut dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya

(yang lebih rendah derajat/tingkatannya). Contohnya :

1) Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 : ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksa-

nakan menurut Undang-Undang Dasar”. Maka saat ini dijabarkan lebih lanjut

dalam Undang-Undang :

a. No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;

b. No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;

c. No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang No. 2 Tahun 2008

tentang Partai Politik;

Page 133: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

129

d. No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum;

e. No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD;

2) Pasal 30 Ayat (5) UUD 1945 : ”Susunan dan kedudukan Tentara Nasional

Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenang Tenta-

ra Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia di dalam menjalan-

kan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha per-

tahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan

dan keamanan diatur dengan undang-undang”. Maka saat ini dijabarkan

dalam Undang-Undang :

a. No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;

c. No. 34 Tahun 2003 tentang Tentara Nasional Indonesia.

3) Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945 : ”Pemerintah mengusahakan dan menyeleng-

garakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan

ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, yang diatur dengan undang-undang”. Maka saat ini dijabarkan lebih

lanjut dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentan Sistem Pendidikan

Nasional.

Demikian juga Pasal-pasal UUD 1945 yang lainnya. Selanjutnya UU

dalam pelaksanaannya dapat dijabarkan lebih lanjut dalam PP, Perpres,

Inpres, Permen, Perda, dan seterusnya sesuai dengan pembidangannya

masing-masing.

6. Fungsi UUD 1945.

Fungsi UUD 1945 adalah sebagai alat kontrol norma-norma hukum positif yang

lebih rendah dalam tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tata urutan (hierarki) peraturan perundang-undangan RI pernah empat kali ber-

ubah, yaitu :

a. Menurut Kepetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 :

1) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 (UUD 1945);

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR);

Page 134: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

130

3) Undang-Undang (UU);

4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU);

5) Peraturan Pemerintah (PP);

6) Keputusan Presiden (Keppres);

7) Instruksi Presiden (Inpres);

8) Keputusan Menteri (Kepmen);

9) Instruksi Menteri (Inmen);

10) Peraturan Daerah (Perda):

11) Keputusan Gubernur (Kepgub);

12) Keputusan Bupati/Walikota Madya);

13) Dst.

b. Menurut Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 adalah :

1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (UUD 1945);

2) Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR);

3) Undang-undang (UU);

4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU);

5) Peraturan Pemerintah (PP);

6) Keputusan Presiden (Keppres);

7) Peraturan Daerah (Perda).

c. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan adalah :

1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (UUD 1945);

2) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU/

PERPPU);

3) Peraturan Pemerintah (PP);

4) Peraturan Presiden (Perpres);

5) Peraturan Daerah (Perda).

d. Terakhir, menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan sebagai pengganti Undang-Undang No. 10

Tahun 2004, dan yang sekarang berlaku, adalah :

1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (UUD 1945);

Page 135: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

131

2) Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR);

3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU/

PERPPU);

4) Peraturan Pemerintah (PP);

5) Peraturan Presiden (Perpres);

6) Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi);

7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota).

Terhadap konstitusi atau UUD menurut Karl Loewentein dalam Kusnardi,

1983:72-75) terdapat tiga jenis penilaian :

a. Nilai Normatif berlaku efektif sebagai sumber hukum yang dilaksanakan

secara murni dan konsekuen;

b. Nilai Nominal berlaku tidak sempurna karena ada pasal-pasal tertentu yang

oleh penguasa tidak diberlakukan. Contoh pasal 28 UUD 1945 mengenai

kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan

dan tulisan, pada masa Orba dalam praktek pelaksanaannya banyak bergan-

tung pada kemauan penguasa;

c. Nilai Semantik berlaku hanya simbolik yang dalam pelaksanaannya digan-

tikan dengan kepentingan penguasa. Artinya, kebijakan dan keputusan

negara/pemerintah tidak konsekuen berdasarkan UUD. Contoh pelaksanaan

UUD 1945 pada masa Orla dan Orba.

7. Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar.

Perubahan atau amandemen UUD suatu negara adalah hal yang wajar karena

untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman/keadaan.

Terdapat dua sistem yang dianut oleh negara-negara dalam mengamandemen

UUD, yaitu :

a. Sistem Eropa Kontinental, yaitu amandemen dengan membuat UUD baru

secara keseluruhan untuk menggantikan UUD yang ada. Ini dianut misalnya

oleh Belanda, Jerman, dan Perancis.

Page 136: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

132

b. Sistem Anglo-Saxon (Amerika), yaitu jika konstitusi berubah, maka yang asli

tetap berlaku, dalam hal ini adanya bab, pasal, dan ayat perubahan adalah

sebagai lampiran dari konstitusinya.

Negara Indonesia menganut sistem yang berkembang di negara Anglo-

Saxon, dengan alasan :

a. Perubahan UUD itu tidak perlu dilakukan secara keseluruhan, melainkan

beberapa bab, pasal, atau ayat yang nyata-nyata dipandang sudah tidak

sesuai lagi dengan keadaan atau bersebrangan dengan tuntutan reformasi;

b. Bab, pasal, atau ayat hasil perubahan merupakan bagian dari UUD aslinya,

sehingga tidak ada distorsi sejarah antara konstitusi asli dengan hasil

perubahannya.

Adapun terhadap prosedur perubahan UUD terdapat pendapat para ahli

sebagai berikut (Syahrial Syarbaini, 2011:223) :

a. George Jellinek, membedakan cara perubahan UUD itu :

1) Dengan sengaja sesuai dengan ketentuan dalam UUD-nya sendiri;

2) Tidak sesuai dengan cara yang ditentukan dalam UUD-nya, melainkan

dengan prosedur istimewa, misalnya karena revolusi, coup d’etat (baca :

kudeta), konvensi, dsb.

b. C.F. Strong, menyebut empat cara mengubah UUD, yaitu :

1) Diubah oleh legislatif dengan persyaratan khusus;

2) Dilakukan oleh rakyat melalui referendum;

3) Dalam negara serikat (federal) diajukan/disetujui oleh negara-negara

bagian;

4) Melalui konvensi khusus oleh suatu lembaga negara yang dibentuk untuk

itu.

c. K.C. Wheare, menyebut empat cara mengubah UUD, yaitu :

1) Beberapa ketentuan bersifat primer yang disebabkan oleh faktor ekonomi,

politik, hukum, sosial, dll.

2) Perubahan yang diatur oleh konstitusi, yaitu perubahan melalui legislatif

biasa sebagaimana diatur dalam UUD-nya;

3) Penafsiran secara hukum yang dilakukan oleh badan peradilan tanpa peru-

Page 137: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

133

bahan kata-kata UUD;

4) Praktik biasa dan konvensi yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan,

yaitu memberlakukan kebiasaan dalam praktek penyelenggaraan negara.

Di Indonesia pada masa Orba hampir tidak mungkin melakukan perubahan

terhadap UUD 1945 karena faktor politis, dengan keluarnya Ketetapan MPR dan

UU tentang Referendum. Jadi, kendati mengubah UUD itu adalah wewenang

MPR, tetapi lebih dulu harus ditanyakan kepada rakyat melalui referendum.

UUD 1945 bahkan disakralkan seolah-olah sudah sempurna, tidak boleh diutak-

atik lagi. Padahal intinya adalah faktor politis karena memang Orba ingin

melanggengkan kekuasaannya.

Berkaitan dengan perubahan atau amandemen UUD 1945 sampai empat

kali, atau malah kemudian diusulkan lagi untuk perubahan yang kelima kalinya,

karena memang dimungkinkan setelah ketentuan tentang referendum dicabut,

dan bergulirnya reformasi.

a. Dalam Pasal 37 UUD 1945 sendiri ada norma, yaitu :

1) Wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR;

2) Harus memenuhi quorum, yaitu sidang MPR harus dihadiri sekurang-

kurangnya 2/3 dari jumlah anggota, hadir;

3) Putusan perubahan harus disetujui oleh 2/3 dari jumlah anggota yang

hadir.

b. Untuk menuju Indonesia baru yang demokratis, dipandang perlu mengaman-

demen UUD 1945 dengan pertimbangan-pertimbangan seperti dikemukakan

oleh Laica Marzuki (1999) dalam Syahrial Syarbaini (2011:224) antara lain :

1) Menurut Ir. Sukarno selaku Ketua PPKI dalam rapat tanggal 18 Agustus

1945 di Pejambon, Jakarta, bahwa UUD yang disahkan rapat PPKI bersifat

sementara, dan kelak akan dibuat UUD yang lebih lengkap dan sempurna;

2) UUD 1945 ternyata menumbuhkan figur Presiden yang diktatorial, karena

dalam Pasl 7 masa jabatannya tidak ada batasan, yang bunyinya, “Presiden

dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan

sesudahnya dapat dipilih kembali”. Hal ini terbukti Presiden Suharto

memegang jabatannya selama 32 tahun (tujuh kali masa jabatan dipilih

Page 138: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

134

terus oleh MPR), yang berakibat terjadinya kemunduran di bidang ketata-

negaraan. Hal ini belajar juga dari sejarah AS yang semula dalam

konstitusinya (1787) tidak membatasi masa jabatan Presiden, tetapi pada

akhirnya diubah oleh Kongres pada tanggal 12 Maret 1947 yang membatasi

masa jabatan Presiden selama dua kali empat tahun;

3) Mahkamah Agung (MA) perlu dibekali dengan hak uji materil UU (judicial

review), karena dengan kedudukan Presiden yang kuat dalam sistem

pemerintahan, dibutuhkan perimbangan kekuasaan yang cukup kuat pula

di pihak MA dengan kewenangan pengujian (toetsing). Akan tetapi kemu-

dian ternyata hak menguji UU terhadap UUD 1945 itu menjadi kewenangan

Mahkamah Konstitusi (MK), sementara MA mempunyai hak menguji

aturan-aturan di bawah UU.

Bukti kemunduran di bidang ketatanegaraan ketika Presiden Suharto

berkuasa selama 32 tahun itu, menurut Muchsan (1999:3-7) antara lain :

1) Dengan adanya fusi antar partai politik sehingga hanya terdapat dua parpol

(PPP dan PDI) serta satu Golkar, memberangus sistem demokrasi;

2) Adanya single-mayority, sama dengan one party system;

3) Secara material Presiden memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, meliputi

kekuasan eksekutif, legislatif, dan yudikatif;

4) Semua lembaga pengawasan terhadap pemerintah dibuat sedemikian

rupa, sehingga tidak berdaya;

5) MPR merupakan corong Presiden, menyatakan tidak akan mengubah UUD

1945;

6) Secara material jabatan Presiden tidak terbatas;

7) Lembaga-lembaga tinggi negara yang lain melakukan politik “yes men”,

“sumuhun dawuh”, “opo karepe sampeyan ae” kepada Presiden.

Sedangkan menurut Mahfud MD (1999) dalam Syahrial Syarbaini (2011:

235) UUD 1945 dari berbagai studi yang dilakukan mempunyai kelemahan-

kelemahan muatan yang menyebabkan tidak mampu menjamin lahirnya

pemerintahan yang demokratis-konstitusional, yaitu :

1) Tidak ada mekanisme check and balances;

Page 139: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

135

2) Terlalu banyaknya atribut kewenangan;

3) Adanya pasal-pasal yang multitafsir;

4) Terlalu percaya pada semangat orang (penyelenggara negara).

Di era reformasi, melihat kelemahan-kelemahan UUD 1945 itu, maka

kemudian MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945, sampai empat

kali, yaitu :

1) Perubahan pertama pada tanggal 19 Oktober 1999;

2) Perubahan kedua pada tanggal 18 Agustus 2000;

3) Perubahan ketiga pada tanggal 1-10 November 2001;

4) Perubahan keempat pada tanggal 1-11 Agustus 2002.

Dengan telah disahkannya perubahan pertama, kedua, ketiga, dan

keempat UUD 1945 dalam sidang tahunan MPR, hal tersebut merupakan

lompatan besar ke depan bagi bangsa Indonesia, karena telah memiliki

sebuah UUD yang lebih baik dibandingkan dengan UUD 1945 sebelumnya

(yang asli). Kalaupun nantinya ditemukan adanya kekurangsempurnaan

dalam rumusan perubahan tersebut, harus diakui memang tidak ada pekerja-

an manusia yang sempurna di mana pun. Tetapi paling tidak, MPR telah

menuntaskan sebagian tugas reformasi konstitusi sebagai suatu langkah

demokrasi dalam upaya menyempurnakan UUD 1945 menjadi konstitusi yang

demokratis, sesuai dengan semangat zaman untuk mewadahi dinamika

kehendak rakyat. Perubahan itu suatu lembaran sejarah lanjutan setelah

BPUPKI dan PPKI pada tahun 1945 berhasil merumuskan dan mengesahkan

UUD 1945.

Memang sekarang ini masih dirasakan adanya kelemahan-kelemahan

UUD 1945 kendati sudah diamandemen empat kali. Salah satunya adalah

yang diwacanakan oleh DPD mengingat peran dan fungsinya dirasa masih

timpang dalam pembahasan UU bersama DPR, karena hanya ikut aktif tatkala

membahas hal-hal yang berkaitan dengan otonomi daerah, sementara di

bidang lain hanya memberi masukan tanpa mempunyai hak untuk ambil

bagian membahasnya bersama DPR, padahal DPD sama-sama sebagai anggota

MPR dengan sistem bikameral. Demikian pula keberadaan lembaga-lembaga

Page 140: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

136

negara yang bersifat ektra struktural seperti contohnya KPK, semestinya ada

payung hukum, rujukan, atau cantolannya dalam UUD 1945.

Khusus mengenai keberadaan KPK, sebenarnya dengan melihat sistem

ketatanegaraan Indonesia berdasarkan UUD 1945 itu tidak perlu, mengingat

sudah lengkapnya lembaga negara dan pemerintahan yang tugas pokok dan

fungsinya menegakkan hukum, yang berarti juga dapat mencegah dan

memberantas KKN khususnya korupsi. Lembaga-lembaga dimaksud adalah :

1) BPK, sebagai lembaga negara yang mempunyai tugas pokok dan fungsi

memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara

{UUD 1945 Pasal 23E Ayat (1)};

2) MA, MK, dan KY sebagai lembaga negara yang mempunyai tugas pokok

dan fungsi yudikatif (peradilan) adalah pilar penegak hukum dan keadilan

termasuk terhadap perbuatan korupsi;

3) DPR sebagai lembaga negara yang juga mempunyai fungsi pengawasan

secara politis atas jalannya pemerintahan;

4) POLRI, Kejaksaan Agung, dan BPKP adalah lembaga pemerintahan yang

juga mempunyai tugas pokok dan fungsi pemeriksaan dan penegakkan

hukum termasuk terhadap tindak pidana korupsi;

5) Di lingkungan Kementerian (Departemen dan Non Departemen) juga ada

Inspektur Jenderal yang secara fungsional mempunyai tugas pokok dan

fungsi pengawasan dan pemeriksaan atas jalannya pemerintahan dan

pembangunan di lingkungan instansinya masing-masing sampai ke daerah;

6) Di lingkungan Pemda (Provinsi dan Kabupaten/Kota) juga ada aparat

pengawasan fungsional, yaitu Inspektur Daerah (dh. Bawasda);

7) Adanya program waskat (pengawasan melekat), yaitu pengawasan lang-

sung oleh atasan setiap aparatur negara/pemerintahan, dll.

Namun demikian, semua lembaga dimaksud ternyata tidak optimal

dalam menjalankan tugas dan fungsinya, bahkan banyak terjadi penyalah-

gunaan wewenang, penyelewengan, dan kolusi (kongkalingkong) dengan

pihak berperkara, sehingga perbuatan KKN khususnya korupsi tetap

merajalela. Maka rakyat menganggap perlu ada terobosan lain dengan

Page 141: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

137

membentuk lembaga anti rasuah, yang khusus menangani pemberantasan

korupsi. Atas dasar tuntutan rakyat ini, dengan suatu Undang-Undang (No. 30

Tahun 2002) dibentuklah Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Harapan akan

bebasnya Indonesia dari kejahatan korupsi kini diemban oleh KPK, selain tentu

saja lembaga-lembaga yang disebutkan di atas pun dituntut membenahi diri

dan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.

B. PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

1. Makna Pembukaan UUD 1945.

a. Merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad

bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan nasional;

b. Merupakan sumber dan cita-cita hukum/moral yang ingin ditegakkan baik

dalam lingkungan nasional maupun dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia

(internasional);

c. Mempunyai nilai-nilai universal dan lestari yang dijunjung tinggi bangsa-

bangsa beradab di muka bumi;

d. Merupakan satu rangkaian dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17

Agustus 1945 (Proklamasi = Proclamation of Independence, sedangkan Pem-

bukaan UUD 1945 = Declaration of Independence), yaitu pernyataan kemer-

dekaan terperinci yang mengandung cita-cita luhur bangsa dan memuat

Pancasila sebagai dasar negara;

e. Merupakan pokok-pokok kaidah negara yang fundamental yang menjadi

landasan dan peraturan hukum tertinggi bagi hukum-hukum lainnya.

2. Pokok-pokok Kaidah Negara.

a. Dasar-dasar Pembentukan Negara :

1) Tugas Negara : Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tum-

pah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

Page 142: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

138

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar-

kan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

2) Politik Negara : Pemerintahan negara Indonesia berbentuk republik dan

berkedaulatan rakyat.

3) Asas Kerohanian Negara : Dasar falsafah Pancasila yang meliputi hidup

kenegaraan dan tertib hukum.

b. Ketentuan diadakannya UUD :

1) Menunjukkan sebab keberadaan sumber hukum undang-undang dasar

negara.

2) Kaidah negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm) yang mempu-

nyai hakikat dan kedudukan sangat kuat serta tidak berubah. Maksudnya

Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah secara hukum, karena merubah

Pembukaan UUD 1945 berarti pembubaran negara proklamasi kemerdeka-

an 17 Agustus 1945.

3. Makna Alinea-alinea dalam Pembukaan UUD 1945.

Alinea Pertama :

”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab

itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan

perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Makna yang terkandung dalam alinea ini :

a. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi

kemerdekaan melawan penjajah;

b. Tekad bangsa Indonesia untuk tetap berdiri di barisan terdepan menentang

dan menghapuskan penjajahan di atas dunia;

c. Mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai

dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, karenanya harus ditentang dan

dihapuskan agar semua bangsa di dunia dapat menjalankan kemerdekaannya

sebagai hak asasi;

d. Pengungkapan suatu dalil subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri

untuk membebaskan diri dari penjajahan. Dalil ini meletakkan tugas kewajib-

Page 143: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

139

an kepada bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa melawan setiap

bentuk penjajahan dan mendukung setiap kemerdekaan sesuatu bangsa.

Pendirian bangsa Indonesaia ini menjadi landasan pokok dalam menja-

lankan politik luar negeri yang bebas aktif. Bebas aktif tidak berarti netral, sebab

kalau netral berarti tidak memihak ke mana-mana atau kepada siapa pun

(misalnya blok Barat dan blok Timur) tanpa ada upaya apa-apa, sedangkan bebas

aktif, juga tidak memihak, akan tetapi turut aktif ambil bagian atau berkontribusi

dengan segala upaya misalnya dengan diplomasi, atau turut mengirimkan

tentara atas nama Tim Perdamaian PBB untuk menyelesaikan sengketa di lokasi

konflik antara negara-negara yang sedang berselisih, untuk menghindari perang.

Alinea Kedua :

”Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada

saat yang berbahagia dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat Indonesia

ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu,

berdaulat, adil, dan makmur.”

Makna yang terkandung dalam alinea ini :

a. Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai pada saat yang

menentukan;

b. Momentum yang telah sampai itu harus dimanfaatkan untuk menyatakan

kemerdekaan;

c. Kemerdekaan bukan tujuan akhir, tetapi masih harus diisi dengan usaha

mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan

makmur.

Istilah Bung Karno (Ir. Sukarno), kemerdekaan adalah ”Jembatan Emas”

untuk menuju Indonesia yang adil makmur, gemah ripah loh jinawi, toto tentrem

kerto raharjo, atau ”subur kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku.”

Page 144: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

140

Alinea Ketiga :

”Atas berkat rahmat Alloh Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh

keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat

Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Makna yang terkandung dalam alinea ini :

a. Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia adalah

berkat rahmat Tuhan YME;

b. Keinginan yang didambakan untuk hidup berkeseimbangan antara kehidupan

material dan spiritual, dunia dan akhirat;

c. Pengukuhan proklamasi kemerdekaan sebagai suatu negara kebangsaan.

Karena itu Pembukaan UUD 1945 disebut sebagai proklamasi yang rinci,

atau sebagai tindak lanjut dan pengukuhan atas proklamasi kemerdekaan

Indonesia 17 Agustus 1945.

Alinea Keempat :

”Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamai-

an abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indone-

sia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk

dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat

dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil

dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan

suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Makna yang terkandung dalam alinea ini :

a. Tujuan sekaligus tugas negara adalah :

1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indo-

nesia;

2) Memajukan kesejahteraan umum;

Page 145: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

141

3) Mencerdaskan kehidupan bangsa;

4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, per-

damaian abadi, dan keadilan sosial.

b. Negara Indonesia berbentuk Republik dan berkedaulatan rakyat;

c. Dasar falsafah negara Indonesia adalah Pancasila.

Dari makna Pembukaan UUD 1945 tersebut di atas, terkandung nilai hu-

kum Tuhan, hukum kodrat, hukum etis, dan hukum filosofis. Hal ini dapat digam-

barkan pada bagan di bawah ini.

Alinea 1 Hukum Kodrat Hukum Etis Sumber Bahan Alinea 2 Cita-cita dan Kemerdekaan Sumber Nilai Alinea 3 Hukum Tuhan Hukum Etis Alinea 4 Hukum Filosofis Sumber, Bentuk (Pancasila) dan Sifat Pelaksanaan Hukum Positif Pelaksanaan Negara Indonesia dan Pelaksanaannya Negara Indonesia

Sumber : Kaelan, 2004.

4. Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945.

Pokok Pikiran Pertama :

”Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran Persatuan :

a. Negara melindungi segenap bangsa seluruhnya;

b. Negara mengatasi segala faham golongan dan perseorangan;

c. Negara, penyelenggara negara, dan warga negara, wajib mengutamakan

kepentingan negara/umum.

Page 146: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

142

Pokok Pikiran Kedua :

”Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.”

Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran Keadilan Sosial :

a. Manusia Indonesia (warga negara) mempunyai kewajiban dan hak yang sa-

ma;

b. Negara harus mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Pokok Pikiran Ketiga :

”Negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan

permusyawaratan/perwakilan.”

Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran Kedaulatan Rakyat :

a. Sistem negara harus berdasarkan kedaulatan rakyat dan permusyawaratan/

perwakilan;

b. Kedaulatan di tangan rakyat.

Pokok Pikiran Keempat :

”Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar

kemanusia-an yang adil dan beradab.”

Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dan

Kemanusiaan yang adil dan beradab :

a. Negara dan penyelenggara negara wajib memelihara budi pekerti kemanusia-

an yang luhur;

b. Memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

Keempat pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 ini disebut

sebagai pancaran dari Pancasila, dan lebih lanjut dijabarkan dalam Pasal-pasal

UUD 1945.

Jika digambarkan dalam diagram, hubungan empat pokok pikiran dimaksud

adalah sebagai berikut :

Page 147: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

143

FUNDAMEN MORAL NEGARA

P4 Ketuhanan Yang Maha Esa

Menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab

S1 & S2 menjiwai

FUNDAMEN POLITIK NEGARA

DASAR NEGARA TUJUAN NEGARA SISTEM NEGARA Negara Persatuan P3 Keadilan Sosial P1 melindungi Kerakyatan bagi P2 Segenap Permusyawaratan Seluruh Rakyat Bangsa Indonesia Perwakilan Indonesia S3 S4 S5

Sumber : Noor Ms Bakry, 2009:34.

5. Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945.

Secara umum, antara Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, dan

Penjelasan UUD 1945 (dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II Nomor

7) merupakan satu kesatuan (komponen) yang disebut UUD 1945. Tetapi ada

yang perlu dijelaskan sebagai berikut :

a. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 meliputi

suasana kebatinan dari UUD 1945 negara Indonesia dalam mewujudkan cita-

cita hukum yang menguasai hukum dasar tertulis dan tidak tertulis, yang

selanjutnya dijelmakan dalam pasal-pasal (Batang Tubuh), tidak lain dijiwai

atau bersumber pada dasar falsafah negara Pancasila;

b. Atas dasar hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Pembukaan UUD

1945 mempunyai fungsi hubungan langsung dengan Batang Tubuh UUD 1945

yang bersifat kausal organik, dan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan

norma yang terpadu;

c. Alinea 1, 2 dan 3 Pembukaan UUD 1945 merupakan rangkaian peristiwa dan

keadaan yang mendahului terbentuknya negara, adalah pernyataan yang

tidak mempunyai hubungan kausal organik dengan Batang Tubuh, sedangkan

Page 148: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

144

alinea 4 merupakan ekspresi dari peristiwa dan keadaan setelah negara

Indonesia terwujud, sehingga mempunyai hubungan yang bersifat kausal

organik dengan Batang Bubuh, yang mencakup beberapa segi, yaitu :

1) UUD ditetapkan akan ada;

2) Yang diatur dalam UUD adalah tentang pembentukan pemerintahan nega-

ra yang memenuhi berbagai persyaratan dan meliputi segala aspek penye-

lenggaraan negara;

3) Negara Indonesia berbentuk republik yang berkedaulatan rakyat;

4) Ditetapkannya dasar kerohanian negara/dasar filsafat negara Pancasila.

6. Dalam Kaitannya dengan Sistem Tertib Hukum Indonesia :

a. Kaitannya dengan tertib hukum, maka Pembukaan UUD 1945 mempunyai

hakikat kedudukan yang terpisah dengan Batang Tubuh, dan dalam kaitannya

sebagai kaidah pokok negara yang fundamental, Pembukaan UUD 1945

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada Batang Tubuh;

b. Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu tertib hukum tertinggi, karena itu

mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada Batang Tubuh;

c. Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental

yang menentukan adanya UUD 1945, yang menguasai hukum dasar negara

baik yang tertulis (UUD) maupun yang tidak tertulis (konvensi), jadi merupa-

kan sumber hukum dasar negara;

d. Pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang

fundamental mengandung pokok-pokok pikiran yang harus dijabarkan ke

dalam Pasal-pasal UUD 1945.

C. STRUKTUR PEMERINTAHAN NEGARA RI BERDASARKAN UUD 1945

1. Demokrasi Indonesia.

a. Selain mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak, sekaligus juga

mengakui perbedaan dan keanekaragaman sesuai dengan semboyan

Page 149: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

145

”Bhinneka Tunggal Ika” berdasarkan moral persatuan, Ketuhanan YME, serta

kemanusiaan yang adil dan beradab;

b. Kebebasan individu harus diletakkan dalam kerangka tujuan bersama sebagai

asas kebersamaan dan kekeluargaan, tetapi bukan nepotisme (familiisme);

c. Sistem pemerintahan demokratis senantiasa mengandung unsur-unsur :

1) Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan-keputusan poli-

tik;

2) Tingkat persamaan tertentu di antara warga negara;

3) Tingkat kebebasan/kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh

warga negara;

4) Suatu sistem perwakilan;

5) Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.

d. Sebagai komponen tegaknya demokrasi, dikenal adanya infra struktur politik

dan supra struktur politik.

1) Infra Struktur Politik :

a) Partai Politik;

b) Golongan-golongan (yang tidak berdasarkan Pemilu);

c) Golongan-golongan penekan (pressure group);

d) Alat komunikasi politik;

e) Tokoh-tokoh politik.

2) Supra Struktur Politik :

Meliputi lembaga-lembaga/alat-alat kelengkapan negara (legislatif, ekse-

kutif, yudikatif), Lembaga-lembaga dimaksud adalah : Majelis Permusya-

waratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan

Daerah (DPD), Presiden/Wakil Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),

Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial

(KY). Di negara-negara tertentu termasuk Indonesia masih ditemukan

adanya lembaga-lembaga lain seperti Dewan Pertimbangan Presiden

(Wantimpres), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan

Page 150: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

146

Umum (KPU), Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Kepolisian

Negara, Komisi Kejaksaan, Komisi Perlindungan Anak, dll.

e. Rincian struktural ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan demokrasi

menurut UUD 1945 adalah :

1) Konsep Kekuasaan :

a) Kekuasaan/kedaulatan di tangan rakyat;

b) Pembagian kekuasaan (distribution of power) :

(1) Legislatif (MPR, DPR, DPD);

(2) Eksekutif (Presiden/Wakil Presiden);

(3) Yudikatif (MA, MK, KY);

(4) Inspektif (BPK);

(5) Konstitutif (MPR);

(6) Konsultatif (DPA), sudah tidak ada lagi.

(7) Pembatasan kekuasaan melalui mekanisme lima tahunan (Pemilu).

2) Konsep Pengambilan Keputusan :

Pengambilan keputusan yang dianut dalam ketatanegaraan RI berdasar-

kan UUD 1945 :

a) Musyawarah untuk mufakat;

b) Jika tidak tercapai, dimungkinkan melalui suara terbanyak dengan cara

pemungutan suara (voting).

3) Konsep Pengawasan :

Pengawasan terhadap kebijakan dan jalannya pemerintahan dan pemba-

ngunan dilakukan :

a. Oleh seluruh warga negara, yaitu pengawasan masyarakat (wasmas)

karena kekuasaan berada di tangan rakyat;

b. Secara formal ketatanegaraan dilakukan oleh DPR (pengawasan rakyat

yang bersifat politis);

c. Secara fungsional dilakukan oleh lembaga-lembaga pengawasan

fungsional (wasnal) seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pem-

Page 151: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

147

bangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian/LPNK,

Inspektorat Daerah/Irwilda, dll.);

d. Secara budaya kerja organisasi dilakukan oleh atasan langsung, yaitu

pengawasan melekat (Waskat).

4) Konsep Partisipasi :

Konsep ini menyangkut kewajiban dan hak warga negara dalam seluruh

aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan :

a) Segala warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum

dan pemerintahan;

b) Mempunyai kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan

pikiran dengan lisan dan tulisan;

c) Berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan dan pertahanan

negara.

5) Indonesia adalah Negara Hukum :

Indonesia adalah negara hukum (rechtstaats) yang berdasarkan Pancasila

dan bukan berdasarkan atas kekuasaan (machstaats). Sifat negara hukum

ditunjukkan jika alat-alat kelengkapan negara bertindak menurut dan

terikat pada aturan-aturan yang ditentukan. Ciri-ciri negara hukum ada-

lah :

a) Pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia yang mengandung

persamaan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya;

b) Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan

tidak memihak;

c) Adanya jaminan kepastian hukum, yaitu dapat difahami, dapat dilak-

sanakan, dan aman dalam pelaksanaannya.

Berkaitan dengan demokrasi, maka demokrasi di Indonesia semesti-

nya mengembangkan demokrasi Pancasila. Beberapa kriteria yang harus

dimiliki dalam suatu negara demokrasi yang benar-benar menggunakan

demokrasi dalam sistem pemerintahan dan sistem politiknya adalah :

a) Partisipasi rakyat;

b) Persamaan di depan hkum;

Page 152: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

148

c) Distribusi pendapatan secara adil;

d) Kesempatan pendidikan yang sama;

e) Ketersediaan dan keterbukaan informasi;

f) Mengindahkan tata krama politik;

g) Dsb.

Dalam pada itu harus pula dikembangkan pendidikan demokrasi.

Pendidikan demokrasi ini dibagi atas tiga bagian, yaitu :

a) Pendidikan demokrasi secara formal, adalah pendidikan yang melewati

tatap muka, diskusi, presentasi, studi kasus, dll., untuk memberikan

gambaran kepada peserta didik (murid, siswa, mahasiswa) agar memiliki

kemampuan untuk cinta bangsa dan negara. Hal ini biasanya dilakukan

di sekolah-sekolah, PT, atau lembaga-lembaga pendidikan lain semacam

diklat PNS, dll.

b) Pendidikan demokrasi secara informal, adalah pendidikan yang mele-

wati tahap pergaulan di rumah/lingkungan keluarga, masyarakat, dll.,

sebagai bentuk aplikasi nilai berdemokrasi dari hasil interaksi terhadap

lingkungan sekitarnya, yang langsung dapat dirasakan hasilnya;

c) Pendidikan demokrasi nonformal, adalah pendidikan melewati tahap di

luar atau lingkungan masyarakat lebih luas (makro) dalam berinteraksi,

karena pendidikan di luar sekolah mampunyai variabel maupun

parameter yang signifikan terhadap pembentukan jiwa seseorang.

Syahrial Syarbaini (2011:238-239) mengemukakan visi dan misi pendi-

dikan demokrasi sebagai berikut :

a) Visi Pendidikan Demokrasi adalah : “Sebagai wahana substantis, paeda-

gogis, dan sosial kultural untuk membangun cita-cita, nilai, konsep,

prinsip, sikap dan keterampilan demokrasi dalam diri warga negara

melalu pengalaman hidup dan berkehidupan demokraqsi dalam ber-

bagai konteks”.

b) Misi Pendidikan Demokrasi :

(1) Memfasilitasi warga negara untuk mendapatkan berbagai akses

kepada dan menggunakan secara cerdas berbagai sumber informasi

Page 153: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

149

tentang demokrasi dalam teori dan praktik untuk berbagai konteks

kehidupan, sehingga memiliki wawasan yang luas dan memadai;

(2) Memfasilitasi warga negara untuk dapat melakukan kajian konsep-

tual dan operasional secara cermat, dan bertanggung jawab

terhadap berbagai cita-cita, instrumentasi praksis demokrasi guna

mendapatkan keyakinan dalam melakukan pengambilan keputusan

individual dan/atau kelompok dalam kehidupannya sehari-hari

serta berargumentasi atas keputusannya itu;

(3) Memfasilitasi warga negara untuk memperoleh dan memanfaatkan

kesempatan berpartisipasi serta cerdas dan bertanggung jawab

dalam praktik kehidupan demokrasi di lingkungannya, seperti

mengeluarkan pendapat, berkumpul, berserikat, memilih, serta

memonitor dan mempangaruhi kebijakan publik.

2. Bentuk dan Kedaulatan Negara.

a. Bentuk negara adalah Negara Kesatuan (NKRI);

b. Bentuk pemerintahan adalah Republik;

c. Kepala Negara adalah Presiden.

3. Sistem Pemerintahan Negara.

Sistem pemerintahan negara RI berdasarkan UUD 1945 dikenal dengan “Tujuh

Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara”, yaitu :

a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaats), tidak ber-

dasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaats).

b. Sistem konstitusional, artinya pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi

(hukum dasar), tidak bersifat absolut.

c. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan rakyat (tetapi tidak lagi

dijelmakan/dipegang oleh MPR).

Page 154: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

150

d. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di samping

MPR dan DPR. Karena langsung dipilih oleh rakyat, maka Presiden tidak lagi

merupakan mandataris MPR.

e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Dalam membentuk Undang-

Undang (gezetzgebung) dan menetapkan APBN (Staatsbegrooting), Presiden

harus bekerjasama dengan DPR, akan tetapi tidak bertanggung jawab kepada

DPR.

f. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung

jawab kepada DPR. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan Presiden

dibantu oleh Menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden (Kabinet Presidensial).

g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Meskipun Kepala Negara tidak

bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan ”Diktator.”

4. Kelembagaan Negara.

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR)

Berdasarkan UUD 1945 yang telah empat kali diamandemen, MPR sekarang

bukan lagi lembaga tertinggi negara, tetapi sejajar dengan lembaga-lembaga

kenegaraan lainnya atas dasar pembagian (distribusi) kekuasaan. Tugas MPR

sekarang hanya tiga macam :

a. Mengubah UUD;

b. Melantik Presiden dan Wakil Presiden;

c. Impeachment (pemakzulan atau pelengseran Presiden dan Wakil Presiden).

MPR menjalankan sistem majelis perundang-undangan kembar (bikameral)

yang keanggotaannya terdiri dari seluruh anggota DPR dan DPD hasil Pemilu.

Adapun alasan menjadi lembaga bikameral adalah :

a. Utusan daerah dan golongan pada masa MPR sebelumnya tidak jelas orientasi

keterwakilannya;

b. Kebutuhan mengakomodasi kepentingan masyarakat daerah secara struktural

melalui lembaga formal di tingkat nasional;

Page 155: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

151

c. Kebutuhan menerapkan sistem ”check and balances” untuk mendorong

demokratisasi ketatanegaraan Indonesia.

Anggota MPR sekarang berjumlah 692 orang, terdiri dari 560 anggota DPR

dan 132 anggota DPD. Komposisi MPR sebagai lembaga bikameral dapat

digambarkan pada bagan sebagai berikut.

MPR

DPR DPD

Perbedaan MPR sebelum dan sesudah perubahan (amandemen) UUD 1945.

PERBEDAAN SEBELUM PERUBAHAN SETELAH PERUBAHAN

Komposisi Anggota DPR, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan

Anggota DPR dan DPD.

Rekrutmen Anggota DPR (lewat Pemilu dan diangkat). Utusan Daerah dan Golongan diangkat.

Seluruh anggota DPR dan DPD dipilih lewat Pemilu.

Legalisasi Oleh DPR. Kekuasaan legislatif ada di DPR, tetapi DPD juga dapat mengajukan dan mambahas RUU yang berkaitan dengan Otda.

Kewenangan Tidak terbatas. Terbatas hanya tiga, yaitu mengubah UUD, melantik Presiden/Wakil Presiden, serta impeachment (pemak-zulan) Presiden/Wakil Presiden.

PRESIDEN

Presiden mempunyai dua kedudukan, yaitu sebagai Kepala Negara dan sebagai

Kepala Pemerintahan.

a. Kekuasaan sebagai Kepala Negara :

1) Dengan persetujuan DPR mengangkat dan memberhentikan pimpinan

(Panglima) TNI, pimpinan (Kepala) POLRI, dan Gubernur Bank Indonesia;

Page 156: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

152

2) Dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian

dan perjanjian dengan negara lain;

3) Menyatakan negara dalam keadaan bahaya;

4) Dengan persetujuan DPR mengangkat duta dan menerima duta negara

lain;

5) Dengan persetujuan DPR membuat perjanjian internasional;

6) Dengan memperhatikan pertimbangan MA memberi grasi dan rehabilitasi

dan dengan memperhatikan pertimbangan DPR memberi amnesti dan

abolisi;

7) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.

b. Kekuasaan sebagai Kepala Pemerintahan :

1) Dalam menjalankan kewajibannya Presiden dibantu oleh seorang Wakil

Presiden. Hubungan kerja antara Presiden dengan Wakil Presiden ditentu-

kan oleh Presiden setelah mereka mengadakan pembicaraan;

2) Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR dan dalam keadaan kegen-

tingan yang memaksa (noodverordeningsrecht) berhak menetapkan Pera-

turan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU);

3) Untuk menjalankan pemerintahan, berhak menetapkan Peraturan Peme-

rintah (PP) untuk menjalankan Undang-Undang (pouvoir reglementair);

4) Presiden dan Wakil Presiden (merupakan satu pasangan) dipilih langsung

oleh rakyat melalui Pemilihan Umum Presiden (Pemilupres).

Pada saat ini untuk pemilu Presiden/Wakil Presiden diatur dalam

Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden.

Karena tugas Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan

demikian padat dan kompleks, di luar struktur lembaga pemerintahan,

dipandang perlu ada dewan penasihat/pertimbangan, selain staf ahli dan juru

bicara keperesidenan. Sementara itu DPA sudah tidak ada lagi. Maka

berdasarkan UU No. 19 Tahun 2006 jo. Perpres No. 10 Tahun 2006, Presiden

dapat membentuk Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang

anggota-anggotanya independen (steril dari kepentingan Parpol).

Page 157: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

153

c. Prosedur Pemilihan Presiden secara Langsung :

1) Pasangan Capres/Cawapres diusulkan oleh Parpol atau gabungan Parpol

peserta Pemilu;

2) Pasangan yang mendapat suara 50% dan sedikitnya 20% di setiap provinsi

yang tersebar di lebih setengah provinsi seluruh Indonesia, jadi;

3) Apabila ketentuan di atas tidak terpenuhi, dua pasang calon suara terba-

nyak dipilih kembali secara langsung oleh rakyat (dua putaran), dan yang

mendapat suara terbanyak dilantik oleh MPR menjadi pasangan Presiden/

Wakil Presiden.

d. Jika Terjadi Kekosongan Presiden/Wakil Presiden :

1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat

melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil

Presiden;

2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya 60 hari,

MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua

orang calon yang diusulkan Presiden;

3) Jika Presiden dan Wakil Presiden kosong, maka pelaksana tugas kepresi-

denan adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri

Pertahanan secara bersama. Selambat-lambatnya 30 hari setelah itu, MPR

menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan wakil Presiden dari

dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan Parpol/

gabungan Parpol yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya

meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pemilupres sebelum-

nya.

e. Impeachment (Pemakzulan) Presiden/Wakil Presiden :

1) Apabila Presiden/Wakil melanggar hukum (berhianat kepada Pancasila,

UUD 1945, bangsa dan negara, berbuat kriminal, KKN, dll.);

2) Pemakzulan atau pelengseran terlebih dulu diusulkan oleh DPR melalui

penggunaan Hak Mengeluarkan Pendapat. Syarat HMP di DPR berdasarkan

UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, pasal 184 Ayat

(4), harus diusulkan oleh ¾ dari seluruh anggota DPR. Tetapi hal ini

Page 158: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

154

kemudian oleh MK dengan putusan No. 23-26/PUU-VIII/2011 tanggal 12

Januari 2011 (pada proses uji materil UU tersebut di atas), dinyatakan

bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat. Oleh sebab itu kembali pada ketentuan semula,

yaitu cukup diusulkan oleh sedikitnya 2/3 dari seluruh anggota DPR.

3) Usulan pemakzulan oleh DPR disampaikan dulu kepada MK untuk proses

pengadilan Presiden. Putusan (vonis) MK disampaikan ke DPR dan oleh

DPR diusulkan kepada MPR;

4) Pemberhentian Presiden/Wakil Presiden diambil dalam sidang paripurna

MPR yang dihadiri minimal ¾ dan disetujui 2/3 dari anggota MPR yang

hadir.

KEMENTERIAN NEGARA

Sesuai dengan UUD 1945, dalam menyelenggarakan pemerintahan, Presiden

dibantu oleh Menteri-menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

a. Menteri-menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan;

b. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada Presiden, tidak bergantung

kepada DPR. Dalam pergantian ini yang dianut adalah sistem Presidensial;

c. Pembentukan, perubahan, dan pembubaran kementerian diatur dalam

Undang-Undang. Saat ini UU dimaksud adalah UU No. 39 Taun 2008 tentang

Kementerian Negara.

PEMERINTAH DAERAH

Pemerintah RI adalah negara kesatuan yang menganut sistem desentralisasi.

a. Negara RI dibagi atas daerah-daerah besar dan kecil, yaitu provinsi, dan

provinsi dibagi atas kabupaten dan kota;

b. Penyelenggaraan pemerintahan daerah didasarkan atas asas otonomi daerah

dan tugas pembantuan;

c. Kepala daerah provinsi adalah gubernur, kabupaten adalah bupati, dan kota

adalah walikota, yang diproses melalui pemilihan langsung oleh rakyat

(Pemilukada);

Page 159: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

155

d. Terdapat juga Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta,

dan daerah-daerah lain dengan otonomi khusus, seperti Nangro Aceh Darus-

salam dan Papua (dh. Irian Jaya);

e. Untuk mendukung keberhasilan otonomi daerah, terdapat dana sebagai

sumber penerimaan pelaksanaan desentralisasi berupa perimbangan keuang-

an antara pemerintah pusat dan daerah.

Pengaturan tentang Pemerintah Daerah ini telah beberapa kali dilakukan

semenjak berdirinya NKRI, yaitu :

a. UU No. 1 Tahun 1945 tentang Pemerintahan Daerah;

b. UU No. 22 Tahun 1948 tentang Susunan Pemerintah Daerah yang Demokratis;

c. UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pemerintah Daerah;

d. UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pemerintah Daerah;

e. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;

f. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, disertai UU No. 25 Tahun

1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;

g. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (yang sekarang berlaku).

Untuk mencukupi sumber penerimaan dalam rangka pelaksanaan otonomi

Daerah, terdapat alokasi dana perimbangan sebagai berikut.

No. PENERIMAAN DARI BAGIAN DANA

PUSAT DAERAH

1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 10 % 90 %

2. Biaya Pendaftaran Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

20 % 80 %

3. Sumber Daya Alam (Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan)

20 % 80 %

4. Minyak Bumi (setelah dikurangi pajak) 85 % 15 %

5. Gas Alam (setelah dikurangi pajak) 75 % 25 %

Sementara itu daerah sendiri harus mengupayakan Pendapatan Asli Daerah

(pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan lain-lain).

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)

Keanggotaan DPR merangkap keanggotaan MPR sehingga kedudukannya kuat,

karena itu tidak dapat dibubarkan oleh Presiden.

Page 160: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

156

a. DPR mempunyai kekuasaan atau fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan;

b. Tugas dan wewenang DPR meliputi :

1) Bersama-sama Presiden membentuk UU;

2) Bersama-sama Presiden menetapkan UU-APBN;

3) Melakukan pengawasan terhadap jalannya pelaksanaan UU-APBN dan

kebijakan pemerintah;

4) Meratifikasi dan/atau memberikan persetujuan pernyataan perang,

pembuatan perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan

oleh Presiden;

5) Membahas hasil pemeriksaan keuangan negara yang disampaikan oleh

BPK;

6) Melakukan hal-hal yang ditugaskan oleh Tap MPR kepada DPR.

Untuk melaksanakan tugas dan wewenang tersebut di atas, DPR dan

anggota-anggotanya mempunyai hak :

a. Meminta keterangan pemerintah (interpelasi);

b. Mengadakan penyelidikan (angket);

c. Mengadakan perubahan (amandemen);

d. Mengajukan pernyataan pendapat;

e. Mengajukan rancangan UU (inisiatif);

f. Mengajukan pertanyaan, protokoler, dan keuangan/administratif;

g. Mengajukanh/menganjurkan seseorang, jika ditentukan oleh suatu oleh suatu

peraturan perundang-undangan.

Dengan amandemen UUD 1945, terjadi pengurangan kekuasaan Presiden,

sementara kekuasaan DPR bertambah, yaitu :

a. Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR dalam mengangkat dan

menerima duta, serta dalam pemberian amnesti dan abolisi;

b. Presiden harus mendapat persetujuan DPR dalam mengangkat Panglima TNI,

Kapolri, dan Gubernur BI;

c. DPR memilih anggota-anggota lembaga negara (MA berikut Hakim Agung,

dan BPK) untuk diangkat oleh Presiden. Demikian juga untuk anggota KPU,

Page 161: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

157

BPK, dan KY, termasuk KPK. Biasanya dilakukan melalui uji kelayakan dan

kepatutan (fit and proper test).

DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)

DPD adalah lembaga negara yang seluruh anggotanya juga anggota MPR.

Mereka merupakan wakil-wakil dari provinsi.

a. Keanggotaannya dipilih melalui Pemilu (perseorangan) yang pelaksanaannya

bersamaan dengan pemilihan anggota DPR dan DPRD;

b. Persidangan sedikitnya sekali dalam satu tahun;

c. Kewenangannya mengajukan rencangan UU kepada DPR yang berkaitan

dengan otonomi daerah (ikut membahas), serta memberikan pertimbangan

kepada DPR atas rancangan UU-APBN, rancangan UU yang berkaitan dengan

pajak, pendidikan, dan agama (tidak ikut membahas);

d. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU yang berkaitan dengan otonomi

daerah, yang hasilnya disampaikan kepada DPR.

Yang berkaitan dengan otonomi daerah dimaksud antara lain :

a. Hubungan pusat dan daerah;

b. Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;

c. Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;

d. Masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Untuk lebih jelasnya, kewenangan DPD yang berkaitan dengan pemba-

hasan peraturan perundang-undangan, dll. tersebut di atas dapat dilihat dalam

matrik di bawah ini.

1. RUU yang berkait-an dengan :

Dapat mengajukan

Ikut membahas

Memberi pertimbangan

Dapat melakukan

pengawasan

1. Otonomi Daerah ya ya - ya

2. Hubungan Pusat dan Daerah

ya ya - ya

3. Pembangunan, pe-mek aran, dan peng-gabungan Daerah

ya ya - ya

4. Pengelolaan SDA dan SD ekonomi lainnya

ya ya - ya

5. Perimbangan keu-angan Pusat dan Da-erah

ya ya - ya

Page 162: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

158

6. RAPBN - - ya ya

7. Pajak - - ya ya

8. Pendidikan - - ya ya

9. Agama - - ya ya

2. Pemilihan anggota BPK :

- - ya -

Melihat kewenangan tersebut di atas jelas terbatas, sehingga DPD gencar

memperjuangkan menambah fungsi dan peranannya dalam pembahasan per-

aturan perundangan-undangan mengingat kedudukannya sama dengan DPR

sebagai anggota MPR (bikameral), dengan mengusulkan perubahan (amande-

men) UUD 1945 yang kelima kalinya.

Keanggotaan DPD mirip Senat di Amerika Serikat (wakil Negara Bagian),

karena mewakili daerah provinsi dengan jumlah tiap provinsi empat orang, dan

jumlah seluruhnya tidak dari 1/3 anggota DPR, atau sekarang 132 orang.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)

BPK adalah lembaga negara yang mempunyai tugas memeriksa tanggung jawab

keuangan negara (inspektif). Badan ini bebas dari pengaruh dan kekuasaan

pemerintah.

a. Hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPR, DPRD, dan DPD. Lembaga

perwakilan rakyat ini dan instansi pemerintah harus menindaklanjutinya;

b. BPK terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua

merangkap anggota, dan lima orang anggota;

c. Keanggotaan BPK dipilih melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and profer

test) oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, kemudian

diresmikan oleh Presiden;

d. Ketua BPK dipilih dari dan oleh para anggota;

e. BPK berkedudukan di ibukota negara, dan memiliki perwakilan di tingkat

provinsi.

Page 163: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

159

MAHKAMAH AGUNG (MA)

MA adalah lembaga negara yang mempunyai tugas yudikatif, dan mempunyai

kewenangan mengadili pada tingkat kasasi serta menguji peraturan perundang-

undangan di bawah UU.

a. Ketua dan Wakil Ketua MA dipilih dari dan oleh para Hakim Agung;

b. Calon Hakim Agung diusulkan oleh KY kepada DPR untuk mendapat

persetujuan melalui uji kelayakan dan kepatutan, kemudian ditetapkan oleh

Presiden;

c. Badan-badan peradilan yang berada di bawah MA adalah peradilan umum,

peradilan militer, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara, serta

termasuk juga peradilan tindak pidana korupsi (tipikor).

MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)

Kewenangan MK adalah menguji UU terhadap UUD, memutuskan sengketa

kelembagaan negara, memutuskan pembubaran Parpol, dan perselisihan hasil

Pemilu. Kewajibannya memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai

dugaan pelanggaran Presiden menurut UUD 1945.

Keanggotaan MK sembilan orang. Proses rekrutmennya dilakukan melalui

uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR, yang calonnya masing-masing diajukan

tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden. Setelah

pengangkatan oleh Presiden, selanjutnya pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK

dilakukan oleh dan di antara para anggota MK. Keberadaan MK dibentuk dengan

UU No. 24 Tahun 2003 dan diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011.

KOMISI YUDISIAL (KY)

Kewenangan KY adalah mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR,

serta menjaga kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim. Keanggo-

taannya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR. Perse-

tujuan DPR dilakukan melalui uji kelayakan dan kepatutan terlebih dulu.

Page 164: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

160

Untuk lebih menjelaskan susunan kelembagaan negara berdasarkan UUD

1945, di bawah ini digambarkan bagan struktur ketatanegaraan sebelum dan

sesudah amandemen UUD 1945.

BAGAN STRUKTUR KETATANEGARAAN RI SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945

UUD 1945

MPR

BPK DPR PRESIDEN DPA MA

INSPEKTIF LEGISLATIF EKSEKUTIF KONSULTATIF YUDIKATIF KONSTITUTIF

BAGAN STRUKTUR KETATANEGARAAN RI SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945

UUD 1945

MPR PRESIDEN KEKUASAAN KEHAKIMAN BPK DPR DPD WAPRES MK MA KY

INSPEKTIF LEGISLATIF EKSEKUTIF YUDIKATIF

Page 165: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

161

BAGAN STRUKTUR LENGKAP DENGAN BADAN-BADAN LAINNYA

UUD 1945

PUSAT

BPK PRESIDEN DPR MPR DPD MA MK KY

KPU Kementerian

Negara Bank

Sentral Wantimpres TNI/POLRI

Lingkungan Perw. Pemda Provinsi Peradl. Umum KPUD BPK Lingkungan Gub. DPRD Peradl. Agama Lingkungan Peradl. Militer Lingkungan Peradl. TUN Peradl.Tipikor

Pemda Kab/Kota Bup/WK DPRD DAERAH

Untuk lebih jelasnya, secara keseluruhan, perubahan (amandemen) UUD

1945 dapat dilihat pada matrik di bawah ini.

SEBELUM PERUBAHAN SETELAH PERUBAHAN

- Kekuasaan Presiden seolah-olah tidak terbatas.

- Dibatasi hanya dua kali masa jabatan.

- Peran DPR dalam membentuk UU tidak tegas.

- DPR tegas memegang kekuasaan mem-bentuk UU.

- Presiden mengangkat/menerima duta tanpa pertimbangan DPR.

- Presiden mengangkat/menerima duta dengan pertimbangan DPR.

- Presiden memberi grasi, amnesti, abo-lisi, dan rehabilitasi tanpa pertimbang-an MA dan DPR.

- Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan MA, amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR.

- Pemerintahan bersifat sentralistik wa-laupun secara resmi desentralisasi.

- Desentralisasi pemerintahan dengan otonomi yang nyata.

- HAM tidak diatur secara lengkap. - HAM diatur secara lengkap.

- MPR memegang kedaulatan rakyat. - MPR tidak lagi memegang kedaulatan

Page 166: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

162

rakyat.

- Presiden /Wakil Presiden dipilih oleh MPR.

- Presiden/Wakil Presiden dipilih lang-sung oleh rakyat.

- Tidak diatur apakah Presiden dapat membekukan/membubarkan DPR.

- Presiden tidak lagi dapat membekukan/ membubarkan DPR.

- Ada DPA. - Tidak ada DPA.

- Tidak ada DPD, MK, dan KY. - Ada DPD, MK, dan KY.

- Komposisi MPR terdiri dari DPR, Utusan Daerah, dan utusan Golongan.

- Komposisi MPR terdiri dari DPR dan DPD.

Selain lembaga-lembaga negara tersebut di atas, terdapat juga lembaga-

lembaga penyelenggara pemerintahan, yaitu :

a. Tingkat Pusat :

1) Menteri Koordinator (Menko) : Ada tiga (membidangi Polhukam, Pereko-

nomian, dan Kesra;

2) Menteri Negara (Meneg) : Ada yang memimpin kementerian/departe-

men, ada yang tidak;

3) Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Depertemen (LPNK/D) :

a) LAN (Lembaga Administrasi Negara);

b) ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia);

c) BKN (Badan Kepegawaian Negara);

d) PERPUSNAS (Perpustakaan Nasional);BAPPENAS (Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional);

e) BSN ();

f) BAPETEN ();

g) BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional);

h) BIN (Badan Intelijen Negara);

i) LEMSANEG (Lembaga Sandi Negara);

j) PERUM BULOG (Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik);

k) BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional);

l) LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional);

m) BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan);

n) BAKORSURTANAL (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional);

o) LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia);

p) BPPT (Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi);

Page 167: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

163

q) BPN (Badan Pertanahan Nasional);

r) BPOM (Badan Pemeriksa Obat dan Makanan);

s) LIN ();

t) BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika);

u) LEMHANAS (Lembaga Pertahanan Nasional).

4) Kesekretariatan yang membantu Presiden :

a) Sekretariat Negara;

b) Sekretariat Kabinet.

5) Kejaksaan Agung (Kejagung);

6) TNI;

7) POLRI;

8) Badan Ekstra Struktural :

a) WANTIMPRES (Dewan Pertimbangan Presiden);

b) DEN (Dewan Ekonomi Nasional);

c) DPUN (Dewan Pemulihan Usaha Nasional);

d) DPOD (Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah);

e) BAPEK (Badan Pertimbangan Kepegawaian);

f) Badan Pelaksana APEC;

g) BAPERJANAS (Badan Pertimbangan Jabatan Nasional);

h) BSF (Badan Sensor Film);

i) Tim Bakolak Inpres 6 (Badan Koordinasi Pelaksana Inpres 6);

j) TPI (Tim Pengembangan Industri);

k) KONI (Komite Orahraga Nasional);

l) KOMNAS HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia);

m) Ombudsman RI (Lembaga Pengawas Pelayanan Publik);

n) KPU (Komisi Pemilihan Umum);

o) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

p) BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia).

9) Perwakilan RI di Luar Negeri :

a) Kedutaan Besar;

Page 168: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

164

b) Konsulat Jenderal;

c) Konsulat RI;

d) Perutusan Tetap RI di PBB;

e) Perwakilan RI tertentu yang bersifat sementara.

10) Aparatur Perekonomian Negara :

a) Perusahaan Negara (PN);

b) Badan Usaha Milik Negara (BUMN);

c) PT Persero.

b. Tingkat Daerah :

1) Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota);

2) Pemerintah Daerah didasarkan pada tiga asas : Dekonsentrasi, Desentra-

lisasi, dan Tugas Pembantuan.

3) Pemerintah Daerah terdiri dari unsur-unsur :

a) DPRD sebagai badan legislatif daerah;

b) Kepala Daerah dan Perangkat Daerah sebagai badan eksekutif daerah;

c) Pemerintah Desa.

4) Perangkat Daerah teridiri dari :

a) Sekretariat Daerah (Setda);

b) Dinas Daerah;

c) Lembaga Teknis Daerah (Lemtekda);

d) Kecamatan;

e) Kelurahan.

Catatan :

1) Sekretariat Daerah (Setda) adalah unsur staf Pemerintah Daerah yang

dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda), mempunyai tugas dan kewajiban

membantu Gubernur/Bupati/Walikota dalam menyusun kebijakan dan

mengkoordinasikan Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. Sekda

Provinsi membawahkan Asisten dan Biro-biro, Sekda Kabupaten/Kota

membawahkan Asisten dan Bagian-bagian.

2) Sekretariat DPRD (Setwan) adalah unsur pelayanan terhadap DPRD,

dipimpin oleh Sekretaris DPRD (Sekwan), mempunyai tugas menyelengga-

Page 169: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

165

rakan administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung

pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta mengkoordi-

nasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan

keuangan daerah.

3) Dinas Daerah adalah unsur pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh

Kepala Dinas, mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan

daerah berdasarkan asas desentralisasi dan tugas pembantuan.

4) Lembaga Teknis Daerah (Lemtekda) adalah unsur pendukung tugas Kepala

Daerah, dipimpin oleh Kepala Badan/Kantor/Direktur, mempunyai tugas

melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang

bersifat spesifik. Lemtekda dapat berbentuk Badan, Kantor, dan Rumah

Sakit.

5) Kecamatan merupakan wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah

kabupaten/kota. Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan

pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota untuk menangani

sebagian urusan otonomi daerah.

6) Kelurahan merupakan wilayah kerja Kepala Kelurahan (Lurah) sebagai

perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kecamatan. Lurah

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota

melalui Camat.

7) Desa atau disebut dengan nama lain (nagari, dll.) adalah kesatuan masya-

rakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat

setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di

daerah kabupaten.

8) Wilayah administrasi adalah wilayah kerja gubernur selaku wakil

pemerintah pusat. Daerah provinsi karenanya berkedudukan pula sebagai

wilayah administrasi. Jadi, pada satu sisi gubernur adalah Kepala Daerah

Provinsi (dalam rangka asas desentralisasi), dan pada sisi lain adalah wakil

pemerintah pusat (dalam rangka asas dekonsentrasi).

Page 170: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

166

9) Instansi vertikal adalah perangkat kementerian/departemen atau LPNK di

daerah.

c. Aparatur Perekonomian Negara/Daerah :

Aparatur pemerintah juga mencakup perusahaan milik negara dan milik

daerah selaku aparatur perekonomian negara/daerah. Fungsinya di satu sisi

sebagai institusi yang mampu menyediakan pelayanan masyarakat, dan pada

sisi lain sebagai perusahaan yang memiliki kewajiban memaksimalkan

keuntungan (bisnis). Aparatur perekonomian negara mencakup :

1) Perusahaan Negara (PN) atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN

disebut juga Badan Usaha Negara (BUN);

2) Perusahaan Daerah (PD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

5. Pemilihan Umum.

Dalam negara demokrasi modern atau demokrasi tidak langsung, yang menjalan-

kan kedaulatan negara itu adalah wakil-wakil rakyat yang ditentukan oleh rakyat

sendiri. Untuk menetapkan siapakah yang akan mewakili rakyat dilaksanakanlah

pemilihan umum (pemilu). Pemilu adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil

rakyat yang akan duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta sebagai

ajang pelayanan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik. Dengan

pemilu diharapkan wakil-wakil rakyat yang terpilih benar-benar mewakili

aspirasi, keragaman, kondisi, serta keinginan dari rakyat (konstituent) yang

memilihnya.

Dalam ilmu politik, secara teoritis dikenal dua cara atau sistem memilih

wakil-wakil rakyat, yaitu :

1. Single-Member Constituenty, ialah satu daerah pemilihan memilih seorang

wakil, yang biasa disebut sistem distrik. Sistem ini didasarkan pada kesatuan

geografis, di mana satu kesatuan geografis mempunyai seorang wakil di

lembaga perwakilan (parlemen). Sistem distrik dipakai di negara-negara yang

mempunyai sistem dwipartai seperti Inggris dan Amerika Serikat. Tetapi juga

dapat dipakai di negara-negara yang menganut multipartai seperti di Indo-

Page 171: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

167

nesia. Secara alamiah sistem distrik mendorong partai-partai untuk berkoalisi

dalam menghadapi pemilu.

Terdapat keuntungan/positif dan kelemahan/negatif dalam pemilu sistem

distrik ini. Keuntungannya antara lain :

a. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dikenal oleh penduduk

distrik itu, sehingga hubungannya dengan penduduk pemilih lebih erat.

Wakil tersebut kentara akan serius memperjuangkan kepentingan distrik,

lebih independen terhadap partainya, karena penduduk akan lebih

mempertimbangkan faktor integritas pribadi sang wakil. Akan tetapi tentu

saja wakil tersebut akan terikat pada partainya karena memanfaatkan

kesempatan dan fasilitas yang diberikan oleh partai;

b. Lebih cenderung ke arah koalisi partai-partai, karena kursi yang diperebut-

kan dalam satu daerah (distrik) hanya satu. Hal ini akan mendorong partai

menonjolkan kerjasama dari perbedaan, setidaknya menjelang pemilu

melalui stembus accord;

c. Fragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai beru

dapat terbendung, malah dapat dilakukan penyederhanaan partai secara

alamiah tanpa paksaan. Di Inggris dan AS malah sistem ini menunjang

bertahannya sistem dwipartai;

d. Lebih mudah bagi satu partai untuk mencapai mayoritas dalam parlemen,

sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain untuk mendukung

suatu kebijakan, misalnya stabilitas nasional;

e. Sistem ini sederhana, mudah, dan murah untuk dilaksanakan.

Adapun kelemahannya, antara lain :

a. Kurang memperhatikan partai-partai kecil dan golongan minoritas, lebih-

lebih jika golongan dimaksud terpencar dalam beberapa distrik;

b. Kurang representatif karena partai yang kalah dalam suatu distrik akan

kehilangan suara yang telah mendukungnya. Suara dimaksud tidak diperhi-

tungkan lagi, sehingga dianggap kurang/tidak adil oleh golongan yang

dirugikan;

Page 172: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

168

c. Ada kecenderungan si wakil lebih mementingkan kepentingan daerah

pemilihnya tinimbang kepentingan nasional;

d. Umumnya kurang efektif bagi suatu masyarakat heterogen.

2. Multy-Member Constituenty, ialah satu daerah pemilihan memilih beberapa

wakil, yang biasa disebut sistem proporsional. Sistem ini adalah prosentase

kursi di parlemen yang dibagi kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan

jumlah suara yang diperolehnya dalam pemilu, khusus di daerah pemilihan.

Jadi, jumlah kursi yang diperoleh suatu partai sesuai dengan jumlah suara

yang diperolehnya dalam masyarakat. Untuk keperluan ini ditentukan suatu

perimbangan, misalnya 1 (seorang) wakil : 400.000 penduduk.

Sistem proporsional ini sering dikombinasikan dengan beberapa prose-

dur lain, seperti sistem daftar (list system), di mana setiap partai mengajukan

daftar calon (calon legislatif/caleg), dan si pemilih memilih partai dengan

semua calon yang diajukan oleh partai dimaksud untuk bermacam-macam

kursi yang sedang diperebutkan. Keuntungan sistem ini antara lain :

a. Sistem proporsional dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian,

karena asas “one man one vote” dilaksanakan secara penuh tanpa ada

suara yang hilang;

b. Dianggap representatif, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai

dengan jumlah suara yang diperoleh dari masyarakat pemilihnya.

Adapun kelemahannya, antara lain :

a. Mempermudah fragmentasi partai (pembentukan partai baru) jika terjadi

konflik internal partai. Anggota yang kecewa cenderung membentuk partai

baru, sehingga peluang untuk bersatu kurang. Bahkan perjuangannya

bukan lagi ideologis, akan tetapi pragmatisme transaksional, memperebut-

kan jabatan atau kursi saja di parlemen;

b. Sistem ini lebih memperbesar perbedaan yang ada dibanding dengan

kerjasama, sehingga ada kecenderungan memperbanyak jumlah partai.

Jika alam keterbukaan berpolitik makin bebas, maka jumlah partai sulit

dibendung, seperti halnya di Indonesia fasca reformasi 1998;

Page 173: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

169

c. Sistem ini memberikan peran atau kekuasaan yang sangat kuat kepada

pimpinan partai, karena pimpinan sangat menentukan orang-orang yang

akan dicalonkan menjadi waki, rakyat. Bahkan ada kecenderungan wakil

rakyat lebih menjaga kepentingan dewan pimpinan atau partainya

tinimbang kepentingan rakyat. Di zaman Orba, sistem ini digunakan oleh

pimpinan partai untuk merecall anggotanya yang vokal atau tidak sejalan

dengan haluan partai di parlemen;

d. Wakil yang terpilih ikatannya renggang dengan penduduk yang memilih-

nya, karena saat pemilihan yang lebih menonjol adalah partainya daripada

“kepribadian” sang wakil, lebih-lebih wilayah pemilihannya yang besar.

Timbullah istilah “memilih kucing dalam karung” karena rakyat pemilih

hanya memilih tanda gambar partai peserta pemilu, tanpa mengetahui

dengan pasti “siapa” sang wakil yang akan dipilihnya;

e. Karena banyaknya partai yang bersaing, maka sulit bagi suatu partai meraih

mayoritas dalam parlemen.

Untuk lebih menjelaskan perbandingan antara pemilu sistem propor-

sional dengan distrik murni, di bawah ini digambarkan secara matrik.

Sistem Unsur Proporsional Murni Distrik Murni

1. Daerah Pemilihan

a. Basis Wilayah b. Ukuran besar c. Jumlah daerah pemilihan

sedikit

a. Basis Penduduk b. Ukuran kecil c. Jumkah daerah pemilih-

an banyak

2. Wakil

a. Lebih dari satu daerah pe-milihan

b. Asal wakil bebas c. Hubungan dengan pemilih

melalui oartai d. Kurang/tidak dikenal e. Dicalonkan oleh partai f. Pengaswasanh pemilih ku-

rang g. Bertanggung jawab kepa-

da partai

a. Hanya satu daerah pe-milihan

b. Ada ketentuan domisili c. Hubungan dengan pemi-

lih langsung atau melalui partai

d. Diawasi oleh pemilih e. Dicalonkan oleh pemilih

atau partai f. Pengawasan pemilih

kuat g. Bertanggung jawab ke-

pada pemilih

3. Suara a. Tidak ada yang hilang b. Mayoritas mutlak

a. Ada yang hilangt b. Mayoritas sederhana

4. Partai

a. Menguntungkan partai ke-cil

b. Cenderung multi partai c. Kekuasaan besar terhadap

a. Merugikan partai kecil b. Cenderung bipartai c. Kekuasaan kecil terha-

dap wakil

Page 174: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

170

wakil d. Organisasi partai sampai

setingkat desa

d. Organisasi partai seting-kat desa

5. Organisasi Pelaksana Bersifat otonom Bersifat otonom

6. Sistem Pemerintahan

a. Mengarah pada pemerin-tahan koalisi

b. Sentralisasi

a. Tidak mengarah pada pemerintahan koalisi

b. Desentralisasi

Sumber : LIPI dalam Syahrial Syarbaini, 2011:242.

Pemilu di Indonesia untuk memilih anggota DPR dan DPRD (provinsi dan

kabupaten/kota) dicalonkan oleh Parpol dan dilaksanakan dengan sistem

proporsional dengan daftar calon terbuka, agar rakyat mengetahui benar

kredibilitas, kapabilitas, serta integritas moral calon yang akan dipilih. Mulai

Pemilu tahun 2009 calon terpilih tidak didasarkan pada nomor urut, tetapi

perolehan suara terbanyak.

Penentuan jumlah kursi dan daerah pemilihan berdasarkan Bab V Pasal

21 s/d 31 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah adalah sebagai berikut.

a. Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPR (Pusat) :

1) Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan 560 orang;

2) Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau

gabungan kabupaten/kota;

3) Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 kursi

dan paling banyak 10 kursi;

4) Dalam hal penentuan daerah pemilihan pada butir 2) tidak dapat

diberlakukan, penentuan daerah pemilihan menggunakan bagian

kabupaten/kota;

5) Penentuan daerah pemilihan anggota DPR dilakukan dengan mengubah

ketentuasn daerah pemilihan pada pemilu terakhir berdasarkan

ketentuan pada butir 3);

6) Daerah pemilihan tersebut pada butir b tercantum dalam lampiran yang

tidak terpisahkan dari UU No. 8/2012.

b. Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPRD Provinsi :

Page 175: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

171

1) Jumlah kursi DPRD Provinsi ditetapkan paling sedikit 35 dan paling

banyak 100 orang;

2) Jumlah kursi dimaksud didasarkan pada jumlah penduduk provinsi

bersangkutan yang ketentuannya :

a) Jumlah penduduk s/d 1 juta orang memperoleh alokasi 35 kursi;

b) Jumlah penduduk lebih dari 1 juta s/d 3 juta memperoleh alokasi 45

kursi;

c) Jumlah penduduk lebih dari 3 juta s/d 5 juta memperoleh 55 kursi;

d) Jumlah penduduk lebih dari 5 juta s/d 7 juta memperoleh alokasi 65

kursi;

e) Jumlah penduduk lebih dari 7 juta s/d 9 juta memperoleh alokasi 75

kursi;

f) Jumlah penduduk lebih dari 9 juta s/d 11 juta memperoleh alokasi 85

kursi;

g) Jumlah penduduk lebih dari 11 juta memperoleh alokasi 100 kursi.

3) Daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah kabupaten/kota atau

gabungan kabupaten/kota;

4) Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi oaling

sedikit 3 dan paling banyak 12 kursi;

5) Dalam hal penentuan daerah pemilihan pada butir 3) tidak dapat

diberlakukan, penentuan daerah pemilihan menggunakan bagian

kabupaten/kota;

6) Ketentuan lebih lanjut tentang daerah pemilihan dan alokasi kursi

ditetapkan oleh Peraturan KPU.

c. Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota :

1) Jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan paling sedikit 20 dan

paling banyak 50 orang;

2) Jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota pada butir 1) tersebut didasarkan

pada julah penduduk kabupaten/kota bersangkutan, yang ketentuan-

nya :

a) Jumlah penduduk s/d 100 ribu orang memperoleh alokasi 20 kursi;

Page 176: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

172

b) Jumlah penduduk lebih dari 100 ribu s/d 200 ribu memperoleh

alokasi 25 kursi;

c) Jumlah penduduk lebih dari 200 ribu s/d 300 ribu memperoleh

alokasi 30 kursi;

d) Jumlah penduduk lebih dari 300 s/d 400 ribu memperoleh alokasi 35

kursi;

e) Jumlah penduduk lebih dari 400 ribu s/d 500 ribu memperoleh

alokasi 40 kursi;

f) Jumlah penduduk lebih dari 500 s/d 1 juta memperoleh alokasi 45

kursi;

g) Jumlah penduduk lebih dari 1 juta memperoleh alokasi 50 kursi.

3) Daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota adalah kecamatan,

atau gabungan kecamatan;

4) Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota

paling sedikit 3 dan paling banyak 12 kursi;

5) Dalam hal penentuan dalam butir 3) tidak dapat diberlakukan, penen-

tuan daerah pemilihan menggunakan bagian kecamatan atau nama

lain;

6) Ketentuan lebih lanjut tentang daerah pemilihan dan alokasi kursi ang-

gota DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan dalam Peraturan KPU;

7) Dalam hal terjadi bencana yang mengakibatkan hilangnya daerah pemi-

lihan, daerah pemilihan tersebut dihapuskan;

8) Alokasi kursi akibat hilangnya daerah pemilihan tersebut pada butir 7)

dihitung kembali sesai dengan jumlah penduduk;

9) Jumlah kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota yang dibentuk setelah

pemilu ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam UU No. 8/2012;

10) Alokasi kursi pada daerah peilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota

dimaksud pada butir 9) ditentukan paling sedikit 3 dan paling banyak

12 kursi;

d. Jumlah Kursi DPD untuk Tiap Provinsi :

1) Ditetapkan 4 (empat) orang;

Page 177: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

173

2) Daerah pemilihannya adalah provinsi.

Persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota, adalah sebagai berikut :

a. Telah berusia 21 tahun atau lebih;

b. Bertakwa kepada Tuhan YME;

c. Bertempat tinggal di wilayah NKRI;

d. Cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia;

e. Berpendidikan paling rendah tamat SMA/MA/SMK/MAK atau pendidikan

lain yang sederajat;

f. Setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita proklamasi 17 Agustus

1945;

g. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hokum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih;

h. Sehat jasmani dan rohani;

i. Terdaftar sebagai pemilih;

j. Bersedia bekerja penuh waktu;

k. Mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, PNS,

anggota TNI, anggota POLRI, direksi, komisaris, dewan pengawas dan kar-

yawan pada BUMN dan/atau BUMD atau badan lain yang anggarannya

bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengun-

duran diri yang tidak dapat ditarik kembali;

l. Bersedia untuk tidak berpraktek sebagai akuntan publik, advokat/

pengacara, notaris, PPAT, atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang

dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain

yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang,

dan hak sebagai anggotaq DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

m. Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya,

direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada BUMN dan/atau

Page 178: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

174

BUMD serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan

negara;

n. Menjadi anggota Parpol peserta Pemilu;

o. Dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan;

p. Dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.

Kesemuanya itu harus disertai bukti kelengkapan administratif seperti

KTP, Ijazah/STTB, surat pernyataan di atas kertas bermeterai mengenai tidak

pernah dipidana dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih, atau surat

keterangan dari LP bagi yang pernah dijatuhi pidana, surat keterangan sehat

jasmani rohani, surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih, surat

pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu, surat pernyataan

kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara,

notaris, PPAT, dan/atau melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang

berhubungan dengan keungan negara, dll., yang ditanda tangani di atas kertas

bermeterai cukup. Kemudian surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik

kembali sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, PNS, anggota TNI,

anggota POLRI, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada

BUMN dan/atau BUMD serta pengurus badan lain yang anggarannya

bersumber dari keuangan negara, kartu tanda anggota Parpol peserta pemilu,

surat keterangan kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu) parpol untuk 1

(satu) lembaga perwakilan yang ditanda tangani di atas kerja bermeterai

cukup, serta surat keterangan pernyataan tentang kesediaan hanya dicalon-

kan pada 1 (satu) daerah pemilihan, yang ditanda tangani di atas kertas

bermeterai cukup.

Jika peserta pemilu untuk anggota DPR dan DPRD pencalonannya diajukan

oleh Partai Politik, maka untuk anggota DPD adalah perseorangan. Persyarat-

an dukungan minimal dari penduduk provinsi adalah sebagai berikut :

a. Provinsi yang berpenduduk s/d 1 juta orang, harus mendapat dukungan

dari paling sedikit 1 ribu pemilih;

b. Provinsi yang berpenduduk lebih dari 1 juta s/d 5 juta orang, harus

mendapat dukungan dari paling sedikit 2 ribu pemilih;

Page 179: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

175

c. Provinsi yang berpenduduk lebih dari 5 juta s/d 10 juta orang, harus

mendapat dukungan dari paling sedikit 3 ribu pemilih;

d. Provinsi yang berpenduduk lebih dari 10 juta s/d 15 juta orang, harus

mendapat dukungan dari paling sedikit 4 ribu pemilih;

e. Provinsi yang berpenduduk lebih dari 15 juta orang, harus mendapat

dukungan dari paling sedikit 5 ribu pemilih;

f. Dukungan tersebut di atas terwebar di paling sedikit 50% dari juumlah

kabupaten/kota provinsi bersangkutan;

g. Dukungan dimaksud dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi

tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi KTP tiap

pendukung;

h. Seorang pendukung tidak boleh memberi dukungan kepada lebih dari

seorang calon anggota DPD serta melakukan perbuatan curang untuk

menyesatkan seseorang, dengan memaksa dengan menjanjikan atau

dengan memberian uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan

bagi pencalonan anggota DPDD dalam pemilu. Jika terjadi hal tersebut di

atas, maka pencalonnya batal/tidak sah;

i. Jadwal waktu pendaftaran peserta pemilu anggota DPD ditetapkan oleh

KPU.

Proses Pemilu sebagai mekanisme kenegaraan lima tahunan dapat digam-

barkan sebagai berikut :

PARPOL/GAB. PARPOL PERSE- PARPOL ORANGAN

PEMILIHAN UMUM KPU ”Luber Jurdil” setiap lima tahun. PRESIDEN/ ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA WAPRES DPR DPRD DPD

Page 180: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

176

Penjelasan :

a. Pemilihan dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil;

b. Calon legislatif untuk DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota

dicalonkan melalui Parpol;

c. Calon untuk DPD adalah perseorangan;

d. Calon untuk pasangan Presiden/Wakil Presiden diajukan oleh Parpol atau

gabungan Parpol. (Jika perolehan suara Parpol dalam Pemilu legislatif men-

capai 25 % dapat mengajukan sendiri Capres/Cawapresnya, sedangkan jika

kurang harus bergabung/koalisi dengan Parpol lain);

e. Penyelenggara Pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU);

f. Jumlah anggota DPR yang dipilih pada Pemilu tahun 2009 sebanyak 560

orang (sebelumnya 550 orang), dan DPD 132 orang;

Untuk Pemilu tahun 2014 yang akan datang dari beberapa puluh parpol

yang mendaftar, setelah diseleksi oleh KPU hanya akan diikuti oleh 12

Parpol, (belum termasuk Parpol lokal di Aceh), yaitu :

1) Partai Demokrat (PD);

2) Partai Golkar (PG);

3) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP);

4) Partai Keadilan Sejahtera (PKS);

5) Partai Amanat Nasional (PAN);

6) Partai Persatuan Pembangunan (PPP);

7) Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA);

8) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB);

9) Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA);

10) Partai Nasional Demokrat (NASDEM);

11) Partai Bulan Bintang (PBB);

12) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

(Sengaja tidak diurutkan berdasarkan nomor kepesertaan dalam Pemilu

hasil undian oleh KPU).

g. Pemilu yang sudah dilaksanakan sebelumnya, yaitu :

1) Tahun 1955 :

Page 181: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

177

Pemilu pertama sejak Indonesia merdeka, dilaksanakan pada masa

pemerintahan sistem parlementer untuk memilih anggota DPR dan

Badan Konstituante (pembentuk UUD). Terdapat 28 Parpol peserta

pemilu, yaitu :

a) Partai Nasional Indonesia (PNI);

b) Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi);

c) Nahdlatul Ulama (NU);

d) Partai Komunis Indonesia (PKI);

e) Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII);

f) Partai Kristen Indonesia (Parkindo);

g) Partai Katholik;

h) AKUI;

i) PPTI;

j) Partai Sosialis Indonesia (PSI);

k) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI);

l) Partai Islam Perti;

m) PRN;

n) Partai Buruh;

o) PRI;

p) PPPRI;

q) PRD;

r) PRIM;

s) Partai Murba;

t) Baperki;

u) PIR Wongsonegoro;

v) Permai;

w) Garindra;

x) Persatuan Daya;

y) Partai Hazairin;

z) Acoma;

aa) Partai R. Soedjono Prawiro Soedarmo;

Page 182: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

178

bb) GPPS.

2) Tahun 1971 :

Pemilu pertama pada zaman Orba untuk memilih anggota DPR, MPR,

dan DPRD. Terdapat anggota yang diangkat (tidak melalui proses pe-

milu). Terdapat 10 Partai peserta pemilu, yaitu :

a) Golongan Karya (Golkar), yang tidak mau disebut sebagai parpol,

karena dalam UU-nya pun disebut UU Parpol dan Golkar;

b) Partai Nasional Indonesia (PNI);

c) Nahdlatul Ulama (NU);

d) Partai Katholik;

e) Partai Murba;

f) Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII);

g) Ikatan Pendukung Kemertdekaan Indonesia (IPKI);

h) Partai Kristen Indonesia (Parkindo);

i) Partai Muslimin Indonesia (Parmusi);

j) Partai Islam Perti.

3) Tahun 1977 – 1997 :

Masih Pemilu pada zaman Orba yang berhasil menyederhanakan jumlah

partai dari 10 menjadi 3 karena harus berasas tunggal Pancasila kecuali

ciri. Masih ada anggota DPR, MPR, dan DPRD yang diangkat, misalnya

dari ABRI diberi jatah 10 anggota untuk DPRD Kabupaten/Kota, 25

anggota untuk DPRD Provinsi, dan 100 anggota untuk DPR. Partai pe-

serta pemilu yang tiga itu adalah :

a) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan penyatuan

atau fusi partai-partai Islam, bercirikan Islam;

b) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan penyatuan partai-

partai nasional, bercirikan kebangsaan;

c) Golongan Karya (Golkar) bercirikan kekaryaan, dan tetap tidak mau

disebut partai.

4) Tahun 1999 :

Page 183: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

179

Pemilu era reformasi pertama setelah kejatuhan Orba tahun 1998,

dengan multi partai karena keran demokrasi dibuka lebar oleh Presiden

B.J. Habibi. Semua anggota DPR dan MPR tidak ada lagi yang diangkat,

semuanya melalui proses pemilu. Dalam UU-nya pun disebut UU

tentang Parpol. Partai peserta pemilu ada 48, akan tetapi yang

memperoleh suara terbanyak adalah :

a) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di bawah Megawati

Sukarnoputri yang merupakan pecahan/sempalan dari PDI, semen-

tara PDI-nya Suryadi tidak lagi berkibar;

b) Partai Golkar;

c) Partai Persatuan Pembangunan (PPP);

d) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB);

e) Partai Amanan Nasional (PAN);

f) Partai Bulan Bintang (PBB).

5) Tahun 2004 :

Pemilu kedua era reformasi, diikuti oleh 28 partai peserta pemilu, akan

tetapi yang memiliki suara terbanyak adalah :

a) Partai Golkar;

b) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P);

c) Partai Persatuan Pembangunan (PPP);

d) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB);

e) Partai Demokrat (PD);

f) Partai Amanat Nasional (PAN);

g) Partai Keadilan Sejahtera (PKS);

h) Partai Bintang Reformasi (PBR), pecahan/sempalan dari PPP;

i) Partai Damai Sejahtera (PDS);

j) Partai Bulan Bintang (PBB).

6) Tahun 2009 :

Pemilu ketiga era reformasi, diikuti oleh 38 partai ditambah enam partai

lokal Aceh. Partai peserta pemilu dimaksud adalah :

a) Demokrat;

Page 184: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

180

b) Golkar;

c) PDI-P;

d) PKS;

e) PAN;

f) PPP;

g) PKB;

h) Gerindra;

i) Hanura;

j) PBB;

k) PDS;

l) PKNU;

m) PKPB;

n) PBR;

o) PPRN;

p) PKPI;

q) PDP;

r) Barnas;

s) PPPI;

t) PDK;

u) RepublikaN;

v) PPD;

w) Patriot;

x) PNBK;

y) Kedaulatan;

z) PMB;

aa) PPI;

bb) Pakar Pangan;

cc) Pelopor;

dd) PKDI;

ee) PIS;

ff) PNI Marhaen;

Page 185: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

181

gg) Partai Buruh;

hh) PPIB;

ii) PPNUI;

jj) PSI;

kk) PPDI;

ll) Merdeka.

Dari 38 parpol ini yang memperoleh kursi atau wakilnya di parlemen

hanya ada sembilan yang didasarkan pada ketentuan ambang batas

parlemen (Parliamentary Threshold) 2,5 %, yaitu :

a) Demokrat ..... 148 kursi;

b) Golkar ..... 108 kursi;

c) PDI-P ..... 93 kursi;

d) PKS ..... 59;

e) PAN ..... 42 kursi;

f) PPP ..... 39 kusi;

g) Gerindra ..... 30 kursi;

h) PKB ..... 26 kursi;

i) Hanura ..... 15 kursi.

Page 186: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

206

DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. BUKU-BUKU :

Bahar, Saafroedin (Tim Penyunting), dkk. 1995. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Cetakan kedua : Edisi III. Jakarta : Sekretariat Negara RI.

Bakry, Noor Ms. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

BP-7 Pusat. 1994. Bahan Penataran P-4, Undang-Undang Dasar 1945, dan GBHN. Jakarta.

Budiardjo, Miriam. 1977. Dasar-dasar Ilmu Politik. Cetakan IV. Jakarta : PT. Gramedia.

Darmodihardjo, Dardji. 1974. Orientasi Singkat Pancasila. Jakarta : Gita Karya.

--------------------------------, et.al. 1991. Santiaji Pancasila. Cetakan ke 10 Surabaya : Usaha Nasional.

Ismaun. 1981. Tinjauan Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia. Bandung : Carya Remaja.

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Edisi Kedelapan. Yogyakarta : Paradigma.

Kansil, C.S.T. dan Christine Kansil. 2003. Pancasila dan UUD 1945 (Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi). Cetakan ke 21. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Krissantono (ed). 1976. Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila. Jakarta : CSIS.

Kusnardi dan Ibrahim, Harmaily. 1983. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : FH-UI.

Laboratorium Pancasila IKIP Malang. 1979. Pokok-pokok Pembahasan Pancasila

Dasar Filsafat Negara. Surabaya : Usaha Nasional.

Marsudi, Subandi Al. 2004. Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Refor-masi. Cetakan keempat. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Page 187: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

207

Notonagoro. 1971. Pantjasila Setjara Ilmiah Populer. Djakarta : Pantjuran Tudjuh.

-----------------. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila. Jakarta : Pancuran Tujuh.

Oesman, Oetojo, dan Alfian. 1991. Pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. Jakarta : BP-7 Pusat.

Pangeran Alhaj, S.Z.S. 1985. Buku Materi Pokok Pendidikan Pancasila. Modul 1-

3. Jakarta : Universitas Terbuka Depdikbud. Patria, Usmani Surya. 1985. Buku Materi Pokok Pendidikan Pancasila. Modul 4-

6. Jakarta : Universitas Terbuka Depdikbud. Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah

Nasional Indonesia. Jilid V dan VI. Jakarta : Balai Pustaka. Pranarka, A.M.W. 1985. Implementasi Pancasila. Jakarta : Analisis CSIS No. 1. Rahardjo, Satjipto. 1991. Pembangunan Kualitas Manusia dan Masyarakat

dalam Ilmu Hukum. Jakarta : Analisis CSIS No. 1. Setiadi, Elly M. 2005. Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila untuk Perguruan

Tinggi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Syarbaini, Syahrial. 2004. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Cetakan

Kedua. Jakarta : Ghalia Indonesia. --------------------------. 2011. Pendidikan Pancasila : Implementasi Nilai-nilai

Karakter Bangsa di Perguruan Tinggi). Cetakan Keempat (Revisi). Jakarta : Ghalia Indonesia.

Wahyono, Padmo. 1983. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum. Jakarta :

Ghalia Indonesia.

Widjaja, H.A.W. 2002. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila pada Perguruan Tinggi. Cetakan Kedua. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Yamin, Muhammad. 1982. Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia.

Jakarta : Ghalia Indonesia.

Page 188: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

208

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN : Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indo-

nesia. Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indo-

nesia. Undang-Undang No. 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden. Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden. Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang

Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Page 189: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

209

Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.

24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang No. 12 Tahun 1011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan. Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional 2009-2014.

Page 190: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

202

PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (EKA PRASETYA PANCAKARSA) *)

Sila Kesatu : KETUHANAN YANG MAHA ESA

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya terhadap Tuhan

Yang Maha Esa.

2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai

dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusia-

an yang adil dan beradab.

3. Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama antara peme-

luk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang

Mahas Esa.

4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan berkeper-

cayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang

menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang

dipercaya dan diyakininya.

6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah

sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa kepada orang lain.

Sila Kedua : KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

1. Mengakui memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya

sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa.

2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap

manusia, tanpa membeda-bedakan suku, agama, kepercayaan, jenis kelamin,

kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.

Page 191: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

203

3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.

4. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.

5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.

6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

8. Berani membela kebenaran dan keadilan.

9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.

10. Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa

lain.

Sila Ketiga : PERSATUAN INDONESIA

1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan kesela-

matan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan

pribadi atau golongan.

2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila

diperlukan.

3. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa.

4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi, dan keadilan sosial.

6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.

7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila Keempat : KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN

DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN

1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia

mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.

2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.

Page 192: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

204

3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan

bersama.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai

hasil musyawarah.

6. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil

keputusan musyawarah.

7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan

pribadi atau golongan.

8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang

luhur.

9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral

kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan

kesatuan demi kepentingan bersama.

10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melak-

sanakan permusyawaratan.

Sila Kelima : KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana

kekeluargaan dan kegotongroyongan.

2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak orang lain.

5. Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.

6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan

terhadap orang lain.

7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya

hidup mewah.

Page 193: PENDIDIKAN PANCASILA (Naskah)

205

8. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau

merugikan kepentingan umum.

9. Suka bekerja keras.

10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan

kesejahteraan bersama.

11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata

dan keadilan sosial.

*) 45 butir nilai P-4 ini ditetapkan pada zaman Orba ketika Pancasila dijadikan satu-satunya asas untuk Orpol/Ormas, berdasarkan Tap MPR No. II/MPR/1978. Tap MPR dimaksud kini telah dicabut. Penulis menganggap perlu mencantumkan butir-butir P-4 ini untuk pengetahuan di samping sebagai gambaran jabaran dari sila-sila Pancasila, kendati bukan merupakan tafsir daripada Pancasila.