24
PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH Disusun oleh : Nurul Azizah (K2319066) Rijal Fadil S (K2319070) Tiara Tasya Royani (K2319083) Yolanda Farra Alista (K2319087) Hani Nur’aini Rahmawati (K2320104) PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2021

PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

PENDIDIKAN INKLUSI

LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN IMPLEMENTASI

PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH

Disusun oleh :

Nurul Azizah (K2319066)

Rijal Fadil S (K2319070)

Tiara Tasya Royani (K2319083)

Yolanda Farra Alista (K2319087)

Hani Nur’aini Rahmawati (K2320104)

PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2021

Page 2: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

BAB I

LATAR BELAKANG

A. Dasar Teori

Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi merupakan kata atau istilah

yang dikumandangkan oleh UNESCO. Istilah pendidikan inklusi berasal dari istilah

Education for All yang artinya pendidikan yang ramah untuk semua, dengan

pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang tanpa terkecuali.

Dengan demikian, maka dapat disumpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah sistem

layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-

sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon Shevin dalam

O’Neil, 1994). Pendidikan inklusif merupakan konsep ideal yang memberikan

kesempatan dan peluang sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk

mendapatkan haknya sebagai warga negara (Ilahi, 2013).

1. Tunagrahita (Mental Retardation)

Anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru

antara lain 4 anak tunagrahita (mental retardation). Ada beberapa definisi dari

tunagrahita, antara lain:

a) American Association on Mental Deficiency (AAMD) dalam B3PTKSM,

mendefinisikan retardasi mental/ tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi

intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan

tes individual; yang muncul sebelum usia 16 tahun; dan menunjukkan hambatan

dalam perilaku adaptif.

b) Japan League for Mentally Retarded dalam B3PTKSM, mendefinisikan retardasi

mental/ tunagrahita ialah fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 ke bawah

berdasarkan tes intelegensi baku; kekurangan dalam perilaku adaptif; dan terjadi pada

masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.

c) The New Zealand Society for the Intellectually Handicapped menyatakan tentang

tunagrahita adalah bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya

jelas- jelas di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta

terhambat dalam adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya.

2. Tunalaras (Emotional or behavioral disorder)

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengen- dalikan

emosi dan kontrol sosial. Idividu tunalaras biasanya menunjukan perilaku

Page 3: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya.

Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh

dari lingkungan sekitar. Menurut Eli M. Bower, anak dengan hambatan emosional

atau kelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima

komponen berikut:

a) Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau

kesehatan.

b) Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan

guru-guru.

c) Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya.

d) Secara umum mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak

menggembirakan atau depresi.

e) Bertendensi ke rah symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan

dengan orang atau permasalahan di sekolah.

Anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku juga bisa

diidentifikasi melalui indikasi berikut:

Bersikap membangkang,

Mudah terangsang emosinya,

Sering melakukan tindakan aggresif,

Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.

3. Tunarungu Wicara (Communication disorder and deafness)

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik

permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat

gangguan pendengaran adalah:

Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),

Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),

Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),

Gangguan pendengaran berat(71-90dB),

Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).

4. Tunanetra (Partially seing and legally blind)

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.

tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan

low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang

Page 4: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah

dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan

dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang

lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus

diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media

yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan

tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang

bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS.

5. Tunadaksa (physical disability)

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan

oleh kelainan neuromuskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau

akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat

gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam

melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu

memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat

yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol

gerakan fisik.

6. Tunaganda (Multiple handicapped)

Menurut Johnston & Magrab, tunaganda adalah mereka yang mempunyai

kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan

perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan

dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di

masyarakat. Walker berpendapat mengenai tunaganda sebagai berikut:

a. Seseorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layanan-layanan

pendidikan khusus.

b. Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan teknologi.

c. Seseorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi khusus.

7. Kesulitan Belajar (Learning disabilities)

Anak dengan kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada

satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan

penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan

berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi,

brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. individu

kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan

Page 5: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

motoric persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan

ruang dan keterlambatan perkembangan konsep. Berikut adalah karakteristik anak

yang mengalami kesulitan belajar dalam membaca, menulis dan berhitung :

Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

Perkembangan kemampuan membaca terlambat,

Kemampuan memahami isi bacaan rendah,

Kalau membaca sering banyak kesalahan

Nilai standarnya 3.

Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)

Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,

Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6

dengan 9, dan sebagainya,

Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,

Tulisannya banyak salah atau terbalik atau huruf hilang,

Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

Nilai standarnya 4.

Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkula)

Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =

Sulit mengoperasikan hitungan atau bilangan,

Sering salah membilang dengan urut,

Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5,

dengan 8, dan sebagainya,

Sulit membedakan bangun-bangun geometri. Nilai standarnya 4.

8. Anak Berbakat (Giftedness and special talents)

Menurut Milgram, R.M(1991:10), anak berbakat adalah mereka yang

mempunyai skor IQ 140 atau lebih diukur dengan instrument Stanford Binet

(Terman), mempunyai kreativitas tinggi (Guilford), kemampuan memimpin dan

kemampuan dalam seni drama, seni tari dan seni rupa (Marlan). Anak berbakat

mempunyai empat kategori, sebagai berikut:

Mempunyai kemampuan intelektual atau intelegensi yang menyeluruh,

mengacu pada kemampuan berpikir secara abstrak dan mampu memecahkan

masalah secara sistematis dan masuk akal.

Page 6: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

Kemampuan intelektual khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda

dalam matematika, bahasa asing, musik, atau ilmu pengetahuan alam.

Berpikir kreatif atau berpikir murni menyeluruh. Pada umumnya mampu

berpikir untuk menyelesaikan masalah yang tidak umum dan memerlukan

pemikiran tinggi.

Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat orisinil dan berbeda dengan yang

lain.

9. Anak Autistik

Autism Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada

ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejala

autism menurut Delay & Deinaker dan Marholin & Philips antara lain:

Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh,

muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.

Selalu diam sepanjang waktu.

Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada

monoton, kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya

dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi.

Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi

sekelilingnya.

Tidak tampak ceria.

Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang

disukainya.

Secara umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi

saraf dan intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan

perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

10. Hyperactive (Attention Deficit Disorder with Hyperactive)

Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau symptoms. (Batshaw

& Perret, 1986:261).symptoms terjadi disebabkan oleh faktor-faktor brain damage, an

emotional disturbance, a hearing deficit or mental retardaction. Dewasa ini banyak

kalangan medis masih menyebut anak hiperaktif dengan istilah attention deficit

disorder (ADHD).

B. Landasan Pendidikan Inklusi

Page 7: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

Pelaksanaan pendidikan inklusif didasari oleh beberapa landasan. Landasan tersebut,

antara lain sebagai berikut. Menurut Herawati (2016), landasan pendidikan inklusif

adalah sebagai berikut.

1. Landasan Filosofis

Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan sebagai

berikut.

a. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambing negara Burung

Garuda yang berartui “Bhinneka Tunggal Ika”. Keragaman dalam etnik, adat

istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap

menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI).

b. Pandangan agama, khususnya Islam yang menegaskan bahwa:

(1) Manusia dilahirkan dalam keadaan suci,

(2) Kemuliaan seseorang di hadapan Tuhan bukan karena fisik, tetapi taqwanya,

(3) Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri,

(4) Manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi (inklusif).

c. Pandangan universal hak asasi manusia yang menyatakan bahwa setiap manusia

mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, hak pekerjaan.

2. Landasan Yuridis

Secara yuridis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. UUD 1945 (Amandemen) Pasal 31 Ayat (1) dan Ayat (2)

Ayat (1) berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.

Ayat (2), berbunyi, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar

dan pemerintah wajib membiayainya”.

b. UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 48 dan Pasal 49

Pasal 48 : “Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9

tahun untuk semua anak”.

Pasal 49 : “Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan

kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan”.

c. UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 5

– Ayat (1) : “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk

memperoleh pendidikan bermutu”.

Page 8: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

– Ayat (2) : “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual dan /atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.

– Ayat (3) : “Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta

masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan

khusus”.

– Ayat (4) : “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat

istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”.

Pasal 11

– Ayat (1) : “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan

dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang

bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.

– Ayat (2) : “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya

dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang

berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”.

Pasal 12 ayat (1)

– (1b) : “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak

mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dngan bakat, minat dan

kemampuannya”.

– (1e) : “Setiap peserta didik berhak pindah ke program pendidikan pada

jalur dan satuan pendidikan lain yang setara”.

Pasal 32

– Ayat (1) : “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik

yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran

karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan /atau memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa”.

– Ayat (2) : “Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta

didik di daerah teerpencil atau terbelakang, masyarakat adat terpencil, dan

/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi

ekonomi”.

Pasal 15 alinea terakhir : “Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan

pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang

memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau

Page 9: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan

menengah”.

Pasal 45 ayat (1) : “Setiap satuan pendidikan formal dan non formal

menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan

sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan

intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik”.

d. Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional

Pendidikan

Pasal 2 ayat (1) : “Lingkungan Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi,

standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan kependidikan,

standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar

penilaian pendidikan”.

Dalam PP No 19/2005 tersebut juga dijelaskan bahwa satuan pendidikan khusus

terdiri atas SDLB, SMPLB, SMA LB.

e. Surat Edaran (SE) Dirjen Dikdasmen Depdiknas No 380/C.C6/MNB/2003

Tanggal 20 Januari 2003 Perihal Pendidikan Inklusif : Menyelenggarakan dan

mengembangkan di setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya 4 sekolah yang

terdiri dari : SD, SMP, SMA, dan SMK.

3. Landasan Empiris

Secara empiris, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Deklarasi Hak Asasi Manusia, 1948.

b. Konvensi Hak Anak, 1989.

c. Konferensi Dunia Tentang Pendidikan Untuk Semua, 1990.

d. Resolusi PBB Nomor 48/49 Tahun 1993 Tentang Persamaan Kesempatan Bagi

Orang Berkelainan.

e. Pernyataan Salamanca Tentang Pendidikan Inklusi, 1994.

f. Komitment Dakar Mengenai Pendidikan Untuk Semua, 2000.

g. Deklarasi Bandung (2004) Dengan Komitmen “Indonesia Menuju Pendidikan

Inklusif”.

h. Rekomendasi Bukittinggi (2005), bahwa pendidikan yang inklusif dan ramah

terhadap anak seyogyanya dipandang sebagai:

(1) Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh

yang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk semua adalah benar-benar

untuk semua.

Page 10: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

(2) Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan dan

pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai

bagian dari program- program untuk perkembanganusia dini anak, pra sekolah

dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi

kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih

rentan terhadap marginalisasi dan eksklusi.

(3) Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan

menghormati perbedaan individu semua warga negara.

Menurut Wathoni (2013), landasan pendidikan inklusif adalah sebagai berikut.

1. Landasan Yuridis

Secara yuridis, penyelenggaraan pendidikan inklusif berdasarkan atas:

a. UUD 1945.

b. UU No.4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.

c. UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

d. UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

e. UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

f. Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional

Pendidikan.

g. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No.380/C.C6/MN/2003 Tanggal 20 Januari 2003

Perihal Pendidikan Inklusif : Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap

kabupaten/kota sekurang-kurangnya 4 sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA,

dan SMK.

2. Landasan Empiris

Secara empiris, penyelenggaraan pendidikan inklusif berdasarkan atas:

a. Deklarasi Hak Asasi Manusia, 1948 (Declaration of Human Rights).

b. Konvensi Hak Anak, 1989 (Convention of Thr Rights of Children).

c. Konferensi Dunia Tentang Pendidikan Untuk Semua, 1990 (World Conference on

Education for All).

d. Resolusi PBB No.48/96 Tahun 1993 Tentang Persamaan Kesempatan Bagi Orang

Berkelainan (The Standard Rules on The Equalization of Opportunitites for

Person With Dissabilities).

e. Pernyataan Salamanca Tentang Pendidikan Inklusi, 1994 (Salamanca Statement

on Inclusive Education)

Page 11: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

f. Komitmen Dakar Mengenai Pendidikan Untuk Semua, 2000 (The Dakar

Commitment on Education for All).

g. Deklarasi Bandung, 2004 dengan komitmen “Indonesia Menuju Pendidikan

Inklusif”.

C. Tujuan Pendidikan Inklusi

1. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak mendapatkan

pendidikan layak sesuai kebutuhannya,

2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar,

3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan

angka tinggal kelas dan putus sekolah, dan

4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak

diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.

Page 12: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

BAB II

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA

Implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang

mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya

implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang sangat penting. Dimana para

pelaksana kebijakan dapat mengetahui apakah program yang dibuat berhasil/tidak

dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Keberadaan Permendiknas tentang Pendidikan Inklusif tidak hanya

memperkaya wacana baru, tapi sekaligus menjadi petunjuk teknis operasional bagi

pengelola sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif. Hal itu

menunjukkan adanya peran pemerintah dalam penyelenggaraannya sehingga

tanggung jawab tidak semata-mata dibebankan pada sekolah penyelenggara, karena

peraturan menteri tersebut mewajibkan pemerintah kabupaten/kota menunjuk minimal

satu SD dan SMP di tingkat kecamatan dan satu SMA di tingkat kabupaten/kota.

Page 13: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

Pemerintah kabupaten/kota juga wajib menjamin terselenggaranya pendidikan

inklusif serta tersedia sumber daya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang

ditunjuk, melalui peningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi

pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan

inklusif. Meskipun demikian, secara makro implementasi pendidikan inklusif di

Indonesia dapat dikatakan belum optimal. Hal itu berkaitan dengan berbagai

permasalahan seperti banyaknya anak berkebutuhan khusus yang belum mendapat

hak pendidikan, sumber daya guru dan persoalan kurikulum serta persepsi

masyarakat.

Masih Banyak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang Belum

Memperoleh Hak Pendidikan.

Permasalahan Sumber Daya Manusia (SDM) Guru.

Permasalahan Kurikulum

Persepsi Masyarakat yang Kurang Mendukung Pendidikan Inklusif.

Pendidikan inklusif merupakan paradikma baru yang bertujuan untuk

pemenuhan hak azasi manusia atas pendidikan tanpa adanya diskriminasi, dengan

memberi kesempatan pendidikan yang berkualitas kepada semua anak tanpa

perkecualian, sehingga semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk secara

aktif mengembangkan potensi pribadinya dalam lingkungan yang sama. Pada

umumnya sistem Pembelajaran pendidikan inklusif di jenjang Sekolah Dasar dan

Sekolah menengah menerapkan pendekatan model inklusif (full inclusive), dimana

peserta didik berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan peserta didik pada

umumnya dalam kelas yang sama. Kurikulum yang digunakan yaitu Kurikulum

modifikasi, yang merupakan hasil dari penyesuaian kurikulum standar satuan

pendidikan dengan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik

berkebutuhan khusus membutuhkan modifikasi kurikulum yang disesuaikan dengan

kebutuhan berdasarkan kondisi khusus yang dimilikinya.

Ada 3 jenis kurikulum yang diterapkan di system Pendidikan inklusi di

Indonesia yaitu kurikulum standar nasional, kurilulum akomodasi di atas standar

nasional dan kurikulum akomodatif dibawah standar nasional. Kurikulum standar

nasional adalah kurikulum yang diterapkan di sluruh sekolah inklusif di Indonesia.

Sedangkan kurikulum akomodasi adalah kurikulum yang sudah disesuaikan dengan

Page 14: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

bakat dan minat dari peserta didik. Kurikulum akomodatif dapat memiliki bobo diatas

atau dibawah dari kurikulum standar nasional. Penerapan kurikulum akomodatif

menggunakan penyelarasan berbentuk ekskalasi yang nantinya membuat peserta didik

dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang selaras dengan peserta regular. Pada

pengelolaan kelasnya terdapat 3 kelas regular umu yang menerapkan kurikulum

standar nasional, sehingga peserta didik berkebutuhan khusus dirasa dapat mengikuti

peserta didik regular. Ruang kelas regular dengan GPK yang menerapkan standar

kurikulum nasional namun siswa berkebutuhan khusus mendapatkan bantuan bagi

GPK. Serta, kelas khusus bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang dipisah

dengan siswa regular sehingga peserta didik berkebutuhan khusus mendapatkan

bimbingan secara maksimal.

Dalam sekolah inklusi jug ahrus memenuhi fasilitas yang memadai bagi ABK.

setiap bagunan fasilitas umum harus memenuhi standar aksesibilitas untuk anak

berkebutuhan khusus. Seperti halnya fasilitas umum lain, sekolah inklusi juga

memiliki kewajiban menciptakan layanan di setiap gedung agar ramah terhadap

peserta didik berkebutuhan khusus. Adapun aksesibilitas gedung harus meliputi empat

unsur fasilitas dan aksesibilitas yaitu keselamatan, kemudahan, kegunaan, dan

kemandirian.

Page 15: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

BAB III

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSI DI SMA

A. SMAN 1 WANADADI (RIJAL FADIL)

SMAN 1 Wanadadi merupakan sekolah yang mendapatkan SK dari

kementrian Pendidikan sebagai sekolah inklusi. Dari wawancara saya dengan salah

satu guru mata pelajaran yang ada di SMAN 1 Wanadadi mereka sudah menerima

siswa inklusi sejak lama. Fasilitas yang diberikan sudah memenuhi untuk ABK.

Namun, mereka belum menerima ABK dengan gejala autis karena belum ada tenaga

pendidik yang mumpuni.

Siswa yang inklusi yang di terima di SMA N 1 Wanadadi adalah siswa yang

memiliki keterbatasan fisika seperti tunanetra, cacat dll. Kurikulum yang digunakan di

SMA N 1 Wanadadi menggunakan kurikulum standar nasional jadi perlakuan yang

diberikan antara ABK dengan regular sama. Namun, guru-guru di SMA N 1

Wanadadi memberikan keringanan kepada ABK untuk bertanya diluar jam pelajaran

agar mendapatkan penjelasan yang lebih. Kebanyakan siswa yang masuk SMA N 1

Wanadadi adalah siswa yang tidak mau masuk ke SLB dan lebih memilih sekolah

regular.

Siswa ABK yang ada di SMA N 1 Wanadadi juga sarat akan prestasi.

Contohnya siswa bernama Novi yang berhasil menjuarai kompetisi OSN Matematika

khusus siiswa berkebutuhan khusus tingkat Nasional. Tidak tanggung-tanggung dia

menyabet juara satu. Dan dia berkuliah sebagai kakak tingkat kita di UNS Jurusan

PLB atas rekomendasi gubernur dan sudah lulus tahun 2020.

B. SMAN 1 GROBOGAN (YOLANDA FARRA)

Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap salah satu guru yang

mengajar di SMA Negeri 1 Grobogan melalui telfon whatsapp, saya mendapat

informasi bahwa SMA Negeri 1 Grobogan memiliki kemungkinan untuk menerima

anak berkebutuhan khusus sebagai peserta didiknya. Sejauh ini, belum ada ABK yang

mendaftarkan dirinya sebagai peserta didik di SMA Negeri 1 Grobogan. Menurut

penjelasan guru, pihak sekolah akan memberikan perlakuan khusus jika terdapat ABK

yang menjadi peserta didik. Pihak sekolah akan memperlakukan peserta didik

Page 16: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

sebagaimana mestinya sesuai dengan kelainan yang dimilikinya. Jika kelainannya

ringan, maka perlakuan khusus pun tidak terlalu ketara. Berbeda halnya jika

kelainannya berat, maka perlakuan khusus yang diberikan oleh pihak sekolah akan

semakin ketara atau terlihat. Selain perlakuan khusus, pihak sekolah juga akan

mengupayakan kepada peserta didik lain agar memandang ABK seperti teman yang

lainnya. Dalam hal ini, pihak sekolah berharap agar ABK tidak dianggap remeh atau

aneh di mata peserta didik lain dan sebisa mungkin ABK ini dijadikan teman baik

oleh peserta didik yang lainnya.

Kegiatan pembelajaran yang diterapkan untuk ABK akan menyesuaikan

kondisi ABK tersebut. Terkait sarana dan prasarana sendiri, SMA Negeri 1 Grobogan

belum memiliki sarana prasarana apapun untuk peserta didik ABK. Hal ini

dikarenakan belum adanya ABK yang mendaftarkan diri sebagai peserta didik di

SMA Negeri 1 Grobogan. Apabila ada ABK yang mendaftarkan dirinya, maka pihak

sekolah akan mengupayakan pemenuhan sarana dan prasarana bagi ABK tersebut.

Terkait guru khusus untuk mendampingi ABK, SMA Negeri 1 Grobogan

belum menyediakan guru pendamping khusus dan belum bekerja sama dengan pihak

lain, baik dengan guru mata pelajaran maupun pihak di luar sekolahan yang ahli

dalam menangani ABK. Hal ini dikarenakan belum adanya ABK yang mendaftarkan

diri sebagai peserta didik di SMA Negeri 1 Grobogan. Apabila ada ABK yang

mendaftarkan dirinya, maka pihak sekolah akan mengupayakan kerja sama dengan

pihak-pihak yang diperlukan dalam mendampingi ABK tersebut.

C. SMAN 1 AJIBARANG (TIARA TASYA)

SMA Negeri 1 Ajibarang merupakan salah satu SMA negeri diKkabupaten

Banyumas yang terletak di bagian barat Kabupaten Banyumas. Menurut hasil

wawancara saya melalui chat whatsapp, saya mendapat informasi bahwa SMA

menerima anak berkebutuhan khusus, terakhir anak berkebutuhan khusus di fisik yang

mendaftar adalah angkatan 2021 namun tidak terlalu berpengaruh besar pada kegiatan

belalajar mengajar sehingga dari pihak sekolah tidak ada perlakuan khusus untuk anak

tersebut saat kegiatan belajar berlangsung. Perlakuan khusus yang diberikan sekolah

yaitu dalam bentuk anak meminta izin untuk melakukan checkup secara rutin ke

rumah sakit, perlakuan lain yang dilakukan guru mata pelajaran dan guru bk yaitu

dengan memberikan pengertian kepada teman angkatannya dan teman sekelasnya

Page 17: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

agar tidak memandang aneh siswa tersebut karena secara IQ atau kecerdasan anak

tersebut dikategorikan bagus.

Anak berkebutuhan khusus seperti tunarungu dan tunanetra sejauh ini belum

ada yang mendaftarkan diri di SMA ini. Kurikulum yang digunakan untuk anak

berkebutuhan khusus akan menyesuaikan dengan abk tersebut, dari segi fasilitas SMA

bisa dikatakan kurang untuk penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan

sehingga SMA akan menyesuaikan dengan abk yang mendaftarkan dirinya di SMA

ini karena selama ini SMA belum menyediakan fasilitas khusus anak tunanetra

maupun tunarungu.

Terkait guru pendamping yang dikhususkan untuk abk di SMA ini belum

menyediakan guru pendamping khusus dan belum bekerjasama baik dengan guru

mata pelajaran maupun orang luar SMA yang ahli menangani abk. Jenis anak

berkebutuhan khusus yang diterima di SMA ini belum pasti karena yang dapat

memutuskan adalah pihak sekolah.

Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan informasi-informasi terkait

kelas inklusif untuk anak berkebutuhan khusus di SMA Negeri Ajibarang yaitu

dengan teknik wawancara melalui media online chat whatsapp sebagai

narasumbernya adalah guru bimbingan dan konseling.

D. SMAN 113 JAKARTA TIMUR (HANI NUR’AINI)

SMA Negeri 113 merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas di DKI

Jakarta, atau lebih tepatnya di Jakarta Timur. Menurut hasil wawancara saya melalui

aplikasi Whatsapp, saya mendapatkan informasi bahwa di SMAN 113 ini menerima

anak berkebutuhan khusus sesuai juknis PPDB DKI Jakarta. Sekitar 4 tahun lalu

SMAN 113 pertama kali menerima siswa berkebutuhan khusus yang berjumlah tiga

orang siswa yang saat ini siswa tersebut sudah lulus. Selanjutnya pada tahun ajaran

2020-2021 terdapat satu orang yang saat ini kelas X IPS. Untuk jenis siswa yang

diterima di SMAN 113 hingga saat ini hanya anak dengan kemampuan IQ nya rendah

dengan psikis yang sehat. Sehingga tidak adanya fasilitas khusus yang digunakan,

karena siswa tersebut secara fisik tidak ada masalah. Namun, tidak menutup

kemungkinan bahwa siswa dengan jenis berkebutuhan yang lain dapat diterima di

SMAN 113 ini.

Page 18: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

Kurikulum yang berlaku untuk anak berkebutuhan khusus sama dengan

kurikulum yang digunakan saat ini yaitu kurikulum 2013 (K-13). Di SMAN 113

untuk pelatihan anak berkebutuhan khusus hanya ada pada guru BK yang pernah

menerima pelatihan dalam menangani siswa berkebutuhan khusus. Dalam proses

belajar mengajar semua siswa diperlakukan sama namun untuk penilaian berbeda.

Hasil kerja untuk anak berkebutuhan khusus di SMAN 113 dianggap tuntas dalam

proses belajar mereka. Keluhan untuk anak berkebutuhan khusus pasti ada saja,

namun tetap pada profesinya dimana seorang guru tetap harus mendidik seluruh

siswanya.

Dan terkait guru pendamping yang dikhususkan untuk anak berkebutuhan

khusus di SMA ini juga sama seperti teman-teman yang lain, di SMAN 113 ini masih

belum menyediakan guru pendamping khusus dan belum bekerjasama baik dengan

guru mata pelajaran maupun orang luar SMA yang ahli menangani anak berkebutuhan

khusus.

E. SMA IT Al Huda Wonogiri (NURUL A)

Menurut hasil wawancara saya melalui aplikasi Whatsapp, saya mendapatkan

informasi bahwa di sekolah ini belum pernah menerima siswa berkebutuhan khusus.

Karena sekolah ini juga baru didirikan pada tahun 2015, sehingga pada perencanaan

pendidikan inklusif di sekolah tersebut masih belum bisa dipastikan. Tetapi

penerimaan siswa berkebutuhan khusus kemungkinan bisa terjadi pada sekolah ini,

hanya saja memang untuk kurikulum yang diterapkan sama dengan siswa yang lain

(pada normalnya). Hanya saja besar peran guru BK dalam pelatihan dalam menangani

siswa berkebutuhan khusus. Dalam proses belajar mengajar semua siswa diperlakukan

sama namun untuk penilaian berbeda.

Page 19: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

LAMPIRAN

Nama : Hani Nuraini R

Asal : Jakarta

Asal Sekolah: SMA 113 Jakarta

Identitas Sekolah

Nama Sekolah : SMA N 113 Jakarta

Page 20: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

NPSN : 20103286

Alamat : Jl. Al Baidho 1 Monumen Pancasila Sakti, Cipayung, Jakarta Timur, 13810

Status Sekolah : Negeri

Waktu Penyelenggaraan : Sehari Penuh/5hari

Jenjang Pendidikan : SMA

Kurikulum : 2013

Bukti wawancara, guru Mapelnya ibu saya.

Nama : Rijal Fadil Sumartoyo

Asal : Banjarnegara

Sekolah: SMA N 1 Wanadadi Banjarnegara

Identitas Sekolah

Nama Sekolah : SMA N 1 Wanadadi

NPSN : 20303946

Alamat : Jl. Raya Tapen-Wanadadi, Rakit, Banjarnegara, 53462

Status Sekolah : Negeri

Waktu penyelenggaraan : Sehari Penuh/ 5 hari kerja

Jenjang Pendidikan : SMA

Kurikulum : 2013

Page 21: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

Nama : Yolanda Farra Alista

Asal : Grobogan

Asal Sekolah: SMAN 1 Grobogan

Identitas Sekolah SMA Negeri 1 Grobogan

Nama : SMA Negeri 1 Grobogan

Tahun Berdiri : 1976

NPSN : 20313850

Akreditasi : A

Alamat : Jl. Pangeran Puger No.23 Grobogan

Kode Pos : 58152

Desa/Kelurahan : Grobogan

Kecamatan : Kec. Grobogan

Kabupaten : Kab. Grobogan

Provinsi : Jawa Tengah

Page 22: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

Status Sekolah : Negeri

Waktu Penyelenggaraan : Sehari penuh/5 hari

Kurikulum : Kurikulum 2013

Jenjang Pendidikan : SMA

Nama : Nurul Azizah

Asal : Wonogiri

Asal Sekolah: SMA IT Al Huda Wonogiri

Page 23: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

Nama : Tiara Tasya Royani

Asal : Banyumas

Asal Sekolah : SMA Negeri 1 Ajibarang

Identitas Sekolah

Nama :SMA Negeri 1 Ajibarang

NPSN : 20302170

Alamat : Jln Raya Pancurendang, Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah

Kode Pos : 53163

Status Sekolah : Negeri

Waktu Penyelenggaraan : Sehari Penuh/5 hari

Jenjang Pendidikan : SMA

Kurikulum : 2013

Page 24: PENDIDIKAN INKLUSI LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DAN

DAFTAR PUSTAKA

O’Neil, J. (1994). Can inclusion work: A Conversation With James Kauffman and Mara

Sapon-Shevin. Educational Leadership. 52(4), 7-11.

Ilahi, M.T. (2013). Pendidikan Inklusif, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Herawati, N.I. (2016). Pendidikan Inklusif. Jurnal Pendidikan Kampus Cibiru. 2(1).

Diperoleh pada 06 Mei 2021 dari

https://ejournal.upi.edu/index.php/eduhumaniora/article/view/2755

Wathoni, K. (2013). Implementasi Pendidikan Inklusi dalam Pendidikan Islam. Ta’allum :

Jurnal Pendidikan Islam. 1(1), 99-109. Diperoleh pada 06 Mei 2021 dari

http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/taalum/article/view/548

Dermawan, Oki.(2013).Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus di

SLB.Jurnal Ilmiah Pxikolog;Lampung. (Vol 6 No.2 Hal 886-897)

Handayani, Titik & Rahadian, Angga Sisca. (2013). Peraturan Perundangan Dan

Implementasi Pendidikan Inklusif. Masyarakat Indonesia, 39(1): 27-48.

Sudarto, Zaini. (2016). Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jurnal

Pendidikan, 1 (1): 89-97.

Firdaus, Endis. (2010). Pendidikan Inklusif Dan Implementasinya Di Indonesia. Diperoleh 7

Mei 2021 pada http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195703031988031-

ENDIS_FIRDAUS/Makalah_pro_internet/1nkls_Seminar.pdf

Irvan, Muchamad & Jauhari, Muhammad Nurrochman. 2018. Implementasi Pendidikan

Inklusif Sebagai Perubahan Paradigma Pendidikan Di Indonesia Diperoleh pada 7 Mei

2021

https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awr9BNdPqZZg71AANAJXNyoA;_ylu=Y29sbwNnc

TEEcG9zAzEEdnRpZANBMDYxNV8xBHNlYwNzcg--

/RV=2/RE=1620515279/RO=10/RU=https%3a%2f%2fwww.researchgate.net%2fpubli

cation%2f336845472_IMPLEMENTASI_PENDIDIKAN_INKLUSIF_SEBAGAI_PE

RUBAHAN_PARADIGMA_PENDIDIKAN_DI_INDONESIA/RK=2/RS=8zK54XD

DkXMFMS96XNOUHDxszNg-