130
PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF MENURUT SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI (TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh MUHAMMAD IMAM HANIF NIM 11111150 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015 i

PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF MENURUT SYAIKH …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/126/1/Muhammad Imam Hanif... · Sahabat-sahabatku alumni SMA N 1 ... setiap individu Umat Islam

  • Upload
    haphuc

  • View
    239

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF MENURUT

SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI

(TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

MUHAMMAD IMAM HANIF

NIM 11111150

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2015

i

ii

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

Jl. Tentara Pelajar 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721

Wibsite : www.iainsalatiga.ac.id Email : [email protected]

Drs. H. Ahmad Sulthoni, M.Pd.

Dosen IAIN Salatiga

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 eksemplar

Hal : Naskah skripsi

: Saudara Muhammad Imam Hanif

Kepada

Yth. Rektor IAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka

bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : Muhammad Imam Hanif

Nim : 111 11 150

Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)

Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Judul : Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh

Abdullah Bin Husain Ba‟alawi (Telaah Kitab

Sullam Taufiq)

Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera

dimunaqosahkan.

Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Salatiga, 9 Agustus 2015

Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd.

NIP. 19681104 200003 1001

iii

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

Jl. Tentara Pelajar 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721

Wibsite : www.iainsalatiga.ac.id Email : [email protected]

SKRIPSI

PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF MENURUT SYAIKH ABDULLAH

BIN HUSAIN (TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ)

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD IMAM HANIF

NIM : 111 11 150

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan

Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 29 Agustus 2015 dan telah dinyatakan

memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Mufiq, S.Ag., M.Phil. __________________

Sekretaris Penguji : Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd. __________________

Penguji I : Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag. __________________

Penguji II : Drs. A. Bahrudin, MA. __________________

Salatiga, 29 Agustus 2015

Dekan FTIK IAIN Salatiga

Suwardi, M.Pd.

NIP: 19670121 199903 1 002

iv

DEKLARASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : MUHAMMAD IMAM HANIF

NIM : 111 11 150

Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)

Jurusan : Tarbiyah

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa

skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau

karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam

skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 9 Agustus 2015

Penulis

Muhammad Imam Hanif

NIM: 111 11 150

v

MOTTO

BBM

(Belajar, Berjuang dan Manfaat)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan penuh ketulusan hati, saya persembahkan skripsi ini untuk:

1. Allah SWT, semoga menjadi amal jariyah di sisi-Nya.

2. Nabi Muhammad SAW, semoga menjadi bukti kecil tanda kecintaanku

kepada Baginda Nabi SAW.

3. Keluarga yang aku cintai. Bapak K.H. Abdul Choliq (Alm) telah banyak

menunjukkan jalan rahasia ma‟rifat. Ibu Nyai Hj. Siddiqoh (Almh) yang telah

menunjukkan jalan perjuangan. Kakak tercinta Fauzi Al Hidayat yang selalu

menjaga penuh kasih sayang. Ibu Hj. Ninik Lestari yang berkenan

mendampingi.

4. Simbah K.H. Munawir Munajat Al Hafidz dan simbah K.H. Maslikhudin

Yazid, beliau-beliau mursyid Thoriqoh Qadariyyah wa Naqsyabandiyah yang

telah membimbing ruhaniyahku dalam pengajian lapanan Su‟biyah Jam‟iyyah

Ahlith Thoriqoh Al Mu‟tabaroh An Nahdliyyah Kota Salatiga. Beserta

seluruh jama‟ahnya.

5. Sahabat-sahabatku alumni SMA N 1 Salatiga yang menjadi motivatorku

untuk selalu maju saat kemalasan datang melanda.

6. Sahabat-sahabatku IAIN Salatiga dari berbagai angkatan.

7. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di kampus yaitu kelas PAI

D angkatan tahun 2011, kelompok PPL, kelompok KKN.

8. Seluruh orang Islam yang senantiasa mendo‟akanku.

vii

KATA PENGANTAR

Asslamu‟alaikum Wr. Wb

Bismillahir rohmanir rohim.

Alhamdulillah, Allahumma sholli „ala sayyidina Muhammad.

Segala puji syukur harus penulis panjatkan kepada Allah SWT yang

senantiasa membanjiri penulis dengan kasih sayang, melimpahkan rahmat,

memberikan petunjuk, dan memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi ini.

Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Semoga penulis dan pembaca diridloi Allah mendapatkan syafa‟at beliau terutama

di hari kiamat nanti.

Penulisan skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan memperoleh

gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Salatiga. Disamping tujuan mulia tersebut, penulisan ini dimaksudkan untuk amal

jariyah kepada pendidikan Islam di Indonesia dengan harapan dapat membantu

mencetak generasi bangsa yang selalu dekat dengan Sang Pencipta. Skripsi ini

dapat selesai berkat limpahan hidayah Allah melalui dukungan, bantuan dan

bimbingan hamba-hamba yang dekat dengan Allah oleh karena itu perkenankan

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga

3. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI).

viii

4. Bapak Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd. sebagai dosen pembimbing

skripsi yang telah ikhlas memberikan bimbingan spritual sehingga

penulisan skripsi ini semakin memiliki ruh dalam setiap kata yang

dicantumkan.

5. Dra. Ulfah Susilawati, M.Si. selaku pembimbing akademik.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak, ibu dan kakakku tercinta. Tak lupa kepada saudara-saudara

yang senantiasa memberikan dukungan dalam berbagai hal.

8. Semua pihak yang selalu mendo‟akan penulis agar dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Dengan segala kekurangan diri, penulis mendo‟akan beliau-beliau supaya

Allah SWT senantiasa memberikan keridloan di dunia hingga akhirat

kelak.

Semoga tulisan sederhana ini diterima Allah sebagai amal jariyah.

Akhirnya dengan tulisan ini semoga dapat memberi manfaat bagi penulis dan para

pembaca sekalian.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Salatiga, 9 Agustus 2015

Penulis

Muhammad Imam Hanif

NIM: 111 11 150

ix

ABSTRAK

Hanif, Muhammad Imam. 2015. Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh

Abdullah Bin Husain Ba‟alawi (Telaah Kitab Sullam Taufiq). Skripsi.

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan

Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Dosen Pembimbing: Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd.

Kata kunci: Pendidikan Akhlak Tasawuf dan Kitab Sullam Taufiq

Akhlak yang ditunjukkan oleh para pelajar semakin lama semakin

merosot. Hal tersebut menjadi perhatian khusus bagi pemerhati pendidikan di

Indonesia. Demi terwujudnya pelajar yang berakhlakul karimah maka diadakan

penelitian terhadap kitab Sullam Taufiq karya Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi. Disusun tiga rumusan masalah untuk mengetahui lebih dalam lagi

tentang pendidikan akhlak tasawuf buah pikiran Syaikh Abdullah bin Husain,

yaitu: (1) Bagaimana konsep pendidikan akhlak tasawuf menurut Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi? (2) Bagaimana implikasi pendidikan akhlak

tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia?

Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini

menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Metode yang digunakan

dalam penelitian ini ada dua, yakni metode deduktif untuk menemukan ilmu baru

dengan cara mengulas ilmu pengetahuan secara umum ke arah yang lebih spesifik

lagi. Metode kedua menggunakan metode induktif. Metode yang menjelaskan

berbagai permasalahan khusus dengan diakhiri dengan kesimpulan yang umum.

Berdasarkan hasil penelitan ini, maka dapat kami simpulkan bahwa: (1)

Konsep pendidikan akhlak tasawuf tersebut adalah adanya hubungan antara ilmu

tauhid, fiqh, dan tasawuf. (2) Pendidikan akhlak tasawuf yang diajarkan oleh

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi relevan diterapkan di Indonesia. Dengan

penerapan pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan

akhlak tasawuf diharapkan terwujudnya manusia Indonesia yang berakhlak mulia.

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................ i

LEMBAR BERLOGO ..................................................................... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING .............................................. iii

PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................... Iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................... V

MOTTO ............................................................................................ Vi

PERSEMBAHAN.............................................................................. Vii

KATA PENGANTAR ...................................................................... Viii

ABSTRAK ........................................................................................ X

DAFTAR ISI ..................................................................................... Xi

DAFTAR BAGAN DAN TABEL.................................................... Xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... Xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian.................................................................... 10

D. Kegunaan Penelitian ............................................................... 10

E. Penegasan Istilah .................................................................... 10

F. Metode Penelitian.................................................................... 13

G. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................... 15

xi

BAB II BIOGRAFI

A. Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi...................... 17

B. Biografi Pendidikan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi... 19

C. Latar Belakang Penulisan Kitab Sullam Taufiq ..................... 20

D. Karya-Karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.............. 22

BAB III SISTEMATIKA KITAB DAN DISKRIPSI

PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN

BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF

A. Sistematika Penulisan Kitab Sullam Taufiq............................ 23

B. Konsep Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi................................................ 27

C. Penerapan Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syeikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi................................................ 29

BAB IV ANALISIS DAN RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH

ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG

PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF DALAM KITAB

SULLAM TAUFIQ

A. Analisis Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

Tentang Pendidikan Akhlak Tasawuf..................................... 45

xii

B. Relevansi Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi................................................

78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................

100

B. Saran........................................................................................ 102

C. Penutup.................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 104

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiii

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

BAGAN 3.1 Hubungan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu

tasawuf..................................................................... 29

TABEL 4.1 Unsur-unsur dalam akhlak tasawuf......................... 60

DAFTAR LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TRANSLITERASI

LAMPIRAN 2 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN 3 LEMBAR KONSULTASI

LAMPIRAN 4 SKK

xiv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara yang besar

dan dikaruniai dengan berbagai kenikmatan oleh Allah SWT. Kesadaran

tersebut telah mengantarkan para leluhur Bangsa untuk membangun

Indonesia dengan fondasi yang kokoh. Fondasi atau dasar Negara tersebut

tertuang dalam lima sila yang disebut Pancasila. Pancasila sebagai dasar

Negara Indonesia bersifat final dan mengikat bagi seluruh penyelenggara

Negara dan seluruh warga Negara Indonesia (MPR, 2013: 88).

Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan sila pertama dan utama

yang menerangi keempat sila lainnya (MPR, 2013:91). Sila pertama tersebut

sebagai tanda yang jelas bahwa Indonesia merupakan Negara yang berasas

Ketuhanan. Indonesia dibangun dengan nilai-nilai Agama. Sila “Ketuhanan

Yang Maha Esa” mencakup suasana batiniah dari Negara Indonesia. Dengan

demikian, setiap warga Negara Indonesia harus menanamkan, menghayati,

dan melaksanakan Pancasila terutama sila pertama.

Nilai sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” ditanamkan dalam hati setiap

warga Negara Indonesia secara mendalam. Di dalam Islam nilai tersebut

terdapat dalam ketauhidan. Tertuang dengan jelas dalam kalimat syahadat

tauhid, bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Kalimat

1

syahadat tauhid bukan hanya terucap di lisan namun juga tertanam dalam hati

setiap muslim.

Sebuah keyakinan mendasar yang harus tertanam dengan kuat dalam

hati setiap muslim. Allah SWT telah menerangkan dengan sangat jelas di

dalam Al-Qur‟an:

Artinya: “dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada

Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

(QS. Al-Baqarah [2]: 163).

Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan

Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.”

(QS. Ali-Imran [3]: 2).

Penanaman Tauhid sangat mempengaruhi keimanan seseorang. Menjadi tugas

setiap individu Umat Islam untuk menjaga dan meningkatkan kualitas iman.

Peningkatan kualitas iman sangat berpengaruh terhadap bertambahnya

ilmu pengetahuan yang dimiliki. Ilmu dan iman memiliki hubungan yang

erat. Ilmu yang diamalkan akan semakin mendekatkan diri kepada Allah

SWT. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan, “Ilmu yang diamalkan akan

mendekatkan dirimu kepada Allah, Dzat Yang Menurunkan ilmu.” (Al-

Jailani, 2013:27). Tanpa iman manusia tak punya arah tujuan, dan tanpa ilmu

manusia tak punya alat meraih tujuan.

2

Rasulullah SAW menuntun setiap umatnya untuk bersemangat

menuntun ilmu. Sebagai pembakar semangat jiwa, Rasulullah SAW

mewajibkan setiap muslimin dan muslimat untuk mencari ilmu. Pencarian

tersebut tidak hanya terbatas dalam satu kurun waktu, namun selama hidup di

dunia. Maka menjadi sebuah kewajaran bila ilmu sangat mempengaruhi

kualitas iman seseorang hingga Rasulullah SAW mewajibkannya. Sebagai

sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana yang telah

dikatakan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tersebut.

Penguasaan ilmu menjadi sasaran utama bagi Bangsa Indonesia.

Sasaran utama sebagai pembangkit SDM (Sumber Daya Manusia) demi

mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan; sosial, politik,

ekonomi, teknologi, dan lain-lain. Para pejabat Negara Indonesia memahami

bahwa ujung tombak untuk mencapai kemajuan adalah dengan ilmu melalui

dunia pendidikan. Dunia pendidikan sebagai wadah yang strategis untuk

mewujudkan SDM yang berkualitas. Negara menempuh berbagai upaya

untuk meningkatkan kualitas pendidikan salah satunya adalah pendidikan

berkarakter. Sebagai wujud pelaksanaan Pembukaan UUD 1945 untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan berkarakter telah menjadi kajian utama diberbagai forum

pendidikan Indonesia. Mencapai kualitas SDM meliputi kualitas badaniah

dan kualitas rohaniah. Kemajuan dalam ranah akal dan spiritual. Pendidikan

di Indonesia dengan berbagai bentuk kurikulum tidak akan bisa lepas dari

3

nilai-nilai luhur spiritual. Mengingat bahwa ideologi Bangsa adalah

Pancasila. Pendidikan karakter ditempuh dalam rangka mewujudkan

Indonesia yang maju serta bermoral tinggi.

Pendidikan karakter berpengaruh secara langsung bagi Pendidikan

Agama Islam (PAI). PAI menjadi jalan strategis untuk menanamkan karakter

kepada setiap individu warga Indonesia. Pelajaran akhlak menjadi bahan

pembelajaran yang diutamakan. Akhlak ditanamkan agar setiap warga

memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Mewujudkan SDM Indonesia yang

berakhlak karimah bukanlah hal yang mudah. Terdapat delapan belas (18)

nilai karakter yang ingin ditanamkan dari pendidikan karakter, yakni religius,

jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin

tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat,

cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan

tanggungjawab.

Pendidikan karakter diharapkan dapat menjawab tantangan zaman.

Indonesia sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih

telah kehilangan berbagai nilai-nilai luhur Bangsa. Pendidikan karakter

diharapkan dapat mengembalikan nilai-nilai luhur tersebut. Namun terdapat

satu fokus yang kemudian hilang dari pendidikan. Fokus tersebut adalah ruh

pendidikan. Dengan berbagai tuntutan pencapaian dalam pendidikan karakter

menyebabkan pendidikan Indonesia secara tidak sadar pelan tapi pasti

semakin kehilangan ruh pendidikan. Delapan belas (18) nilai karakter yang

4

menjadi tujuan pencapaian pendidikan karakter merupakan akhlak karimah.

Namun akhlak yang tampak seakan hanya wujud dari formalitas pelaksanaan

pendidikan brebasis karakter.

Islam menjunjung tinggi akhlak. Bukan hanya sekedar akhlak secara

perbuatan (lahiriah) namun akhlak yang bertauhid. Akhlak yang bertauhid

merupakan suatu hal yang lebih menukik daripada akhlak. Semua ini tertuang

dalam ilmu Tasawuf. Sebagaimana telah diutarakan oleh K.H. Said Aqil Siroj

(2012: 65), “Bertasawuf merupakan upaya penyempurnaan wujud keruhanian

manusia. Dalam bahasa Agama disebut itmamul akhlaq (penyempurnaan

akhlak).”

Indonesia telah mengalami degradasi moral yang sangat

mengkhawatirkan. Korupsi, perzinahan, perjudian, pembunuhan, dan tindak

kriminal lainnya telah meraja lela diberbagai pelosok Indonesia. Kenyataan

yang terjadi tersebut, menyadarkan untuk kembali menanamkan moralitas

kepada setiap warga Indonesia. Penanaman mulai dini diharapkan dapat

efektif memperbaiki moral anak Bangsa. Peran pendidikan menjadi sangat

penting. Pendidikan menjadi fokus utama bagi kesuksesan penanam moralitas

Bangsa. Tasawuf memiliki peran yang sangat penting untuk mendukung

kesuksesan tersebut. Hati yang bersih akan mewujudkan manusia berperilaku

mulia, begitu pula sebaliknya. Tasawuf ialah ilmu qulub, ilmu mengolah hati

(Siroj, 2012: 69). Dengan demikian, tasawuf sangat tepat untuk mewujudkan

Indonesia yang berakhlak mulia.

5

Dalam perkembangannya ilmu tasawuf dispesifikkan dalam akhlak-

tasawuf. Akhlak-tasawuf dimaksudkan agar ilmu tasawuf dikerucutkan pada

persoalan akhlak secara lebih mendalam. Akhlak yang timbul dari pancaran

hati yang bersih. Akhlak bukan hanya sebagai penghias perilaku lahiriah,

namun akhlak yang benar-benar timbul sebagai pancaran hati yang bersih

(akhlak-tasawuf). Akhlak-tasawuf sangat diperlukan oleh Indonesia, terutama

bagi dunia pendidikan.

Pendidik dan peserta didik memiliki peran yang penting dalam

pendidikan. Peserta didik sebagai obyek dan pendidik sebagai subyek

pendidikan. Keduanya haruslah memiliki akhlak yang bersumber dari hati

nurani. Akhlak-tasawuf membantu pendidik dan peserta didik untuk

memunculkan akhlak yang bersumber dari hati. Pendidik menjadi pentransfer

ilmu yang ikhlas dari hati yang jernih. Peserta didik sebagai penerima ilmu

dengan hati yang jernih pula. Hati yang jernih menimbulkan akhlak yang

murni, di sinilah akhlak-tasawuf berperan.

Hati manusia memiliki dua pintu. Pintu yang pertama terbuka untuk

makhluk dan pintu yang kedua terbuka untuk Allah. Dalam hal ini, manusia

terbagi ke dalam empat kondisi, yaitu:

1. Manusia yang kedua pintu hatinya ditutup oleh Allah. Ia adalah orang gila.

2. Manusia yang pintu hatinya menuju Allah tertutup, namun pintu untuk

makhluk terbuka lebar. Ia akan tenggelam di dalam dunianya dan

6

melupakan Tuhannya. Jika ia ingat Tuhannya, ia hanya ingat dengan

lidahnya saja.

3. Manusia yang pintu hatinya tertutup ke arah makhluk, namun terbuka

untuk Allah. Hatinya akan dipenuhi dengan cahaya-cahaya. Ia akan

menjadi hamba yang tertarik menuju Allah. Namun ia belum mencapai

sempurna.

4. Manusia yang pintu hatinya untuk Allah dan untuk makhluk terbuka lebar.

Inilah hati orang-orang arif. (Jum‟ah, 2013:105)

Akhlak-tasawuf mewujudkan manusia berkategori nomer empat. Membuka

pintu hati untuk Allah dan pintu hati untuk makhluk. Terpancar akhlak dari

hati yang jernih, bukan sekedar formalitas. Pendidik dan peserta didik

diharapkan menjadi manusia berkategori nomer empat, dan menuju Indonesia

yang bermartabat tinggi di sisi dunia terlebih di sisi Allah SWT.

Pendidikan menjadi ujung tombak kesuksesan pembentukan karakter

Bangsa. Akhlak-tasawuf mewujudkan akhlak yang murni sebagai cerminan

karakter Bangsa. Apabila setiap pendidik dan peserta didik mengamalkan

akhlak-tasawuf, pendidikan akan mewujudkan Indonesia yang berakhlak

mulia dan bermartabat tinggi di sisi dunia terlebih di sisi Allah SWT.

Indonesia akan dipenuhi berkah dari Allah SWT, karena Indonesia penuh

dengan orang-orang yang berakhlak murni sebagai ciri dari taqwa. Allah

SWT telah menegaskan di dalam Al-Qur‟an:

7

Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan

bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah

dari langit dan bumi.” (QS. Al-A‟raaf [7]: 96).

Pembentukan karakter menjadi problematika bagi dunia pendidikan secara

lebih khusus dan bagi Indonesia secara luas. Akhlak-tasawuf membentuk

karakter yang tumbuh dan mengakar di pusat ruhani (hati) bukan hanya

sekedar formalitas.

Orang yang bahagia adalah yang hatinya bersinar dan larut dalam

ketaatan kepada Tuhannya (Al-Sakandari, 2013:71). Hati yang bersinar akan

memancarkan akhlak yang ikhlas. Imam Al-Hakim al-Tirmidzi (2011: 228)

telah mengatakan, “Ketika anda menjalani pekerjaan sehari-hari,

bayangkanlah bahwa hati anda adalah bunga matahari yang memancarkan

cahaya kepada setiap orang dan kepada apapun yang anda temui.”

Salah satu karya yang sangat bermanfaat demi memperbaiki moralitas

Bangsa terutama dunia pendidikan Indonesia adalah kitab Sullam Taufiq ila

Mahabbatillahi „alat Tahqiq. Kitab ini merupakan karya dari Syaikh

Abdullah bin Husein Ba‟alawi. Kitab yang sangat familiar di kalangan

pesantren ini lebih akrab disebut kitab Sullam Taufiq. Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi menulis kitab ini dengan susunan yang indah dan

terstruktur. Kitab ini terdiri dari tiga (3) struktur disiplin ilmu Islam, secara

8

berurutan diawali dengan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan diakhiri dengan ilmu

akhlak-tasawuf.

Secara khusus pembahasan akan dikerucutkan pada akhlak-tasawuf.

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi membahas akhlak-tasawuf dalam

sebelas (11) bab terakhir. Pembasahan dimulai dari bab “Kewajiban Hati” dan

ditutup dengan bab “Cara Bertaubat”. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

secara detail memperhatikan penanaman akhlak-tasawuf bagi setiap orang.

Beliau menjelaskan dengan bahasa yang sederhana dan singkat sehingga

mudah untuk dipelajari para pelaku dunia pendidikan. Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi memfokuskan penanam akhlak-tasawuf pada hati, dimana

hati sebagai pusat dari ruhani manusia. Hati sebagai pusat menjadi garapan

yang pertama kali. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, akhlak yang murni

bersumber dari hati yang bersih. Bukan hanya sekedar akhlak sebagai

formalitas, namun akhlak yang benar-benar berlandaskan ketauhidan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis akan menyusun sebuah

karya skripsi yang berjudul: PENDIDIKAN AKHLAK-TASAWUF

MENURUT SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA‟ALAWI (TELAAH

KITAB SULLAM TAUFIQ). Penulis akan mengulas tentang pendidikan

akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq

hasil pemikiran dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Semoga

bermanfaat dan barokah bagi penulis, dunia pendidikan secara khusus dan

Bangsa Indonesia secara umum.

9

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah

bin Husain Ba‟alawi?

2. Bagaimana implikasi pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah

bin Husain Ba‟alawi.

2. Mengetahui implikasi pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai kontribusi bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan mencapai

keseimbangan antara dunia dan akhirat.

2. Sebagai kontribusi agar menimbulkan kesadaran masyarakat betapa

pentingnya mendekatkan diri kepada Allah SWT.

3. Sebagai kontribusi bagi masyarakat Indonesia agar menjunjung tinggi dan

mengahayati akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis

kemukakan pengertian dan penegasan judul proposal ini sebagai berikut:

10

1. Pendidikan akhlak-tasawuf

Pendidikan adalah upaya yang dilakukan dengan sadar untuk

mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui pengajaran

dan latihan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2004: 365). Pendidikan

dalam arti luas adalah meliputi perbuatan atau usaha generasi tua untuk

mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan

serta ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk

menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik

jasmaniah maupun rohaniah (Mansur, 2011:84). Pendidikan dipandang

sebagai suatu keseluruhan daya budaya yang dapat mempengaruhi

kehidupan perseorangan aupun kelompok dalam masyarakat (As Said,

2011: 11).

Akhlak adalah sesuatu dalam jiwa yang mendorong seseorang

mempunyai potensi-potensi yang sudah ada sejak lahir (Mansur,

2011:222). Akhlak menyangkut sikap dan tingkah laku seorang muslim

terhadap Tuhan, sesama manusia, dan alam (Ensiklopedi Nasional

Indonesia, 2004: 207). Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan

yang menjelaskan makna baik dan buruk, serta menjelaskan bagaimana

seharusnya berinteraksi antar sesama manusia dan menjelaskan tentang

tujuan yang akan didapatkan dalam segala aktivitas (Amin, 2012: 2)

Tasawuf adalah merupakan pengetahuan yang membahas keadaan

hati nurani ketika manusia ingin membersihkannya dari segala keterpautan

11

dengan sesuatu selain Allah dan meningkatkan jiwa ke alam kesucian

dengan beribadah kepada Allah semata (Ensiklopedi Nasional Indonesia,

2004: 122). Ada pula yang mendefinisikan tasawuf sebagai upaya agar

ruhani kita mendapatkan status di hadapan Allah (Siroj, 2012:48).

Berdasarkan dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan akhlak-tasawuf adalah upaya yang dilakukan secara sadar

melalui pengajaran dan latihan untuk mendatangkan perubahan perilaku

dan sikap sebagai upaya mendorong potensi-potensi diri secara optimal

agar ruhani mendapatkan status kesucian di hadapan Allah semata.

2. Sullam Taufiq

Kitab Sullam Taufiq merupakan karya dari Syaikh Abdullah bin

Husain bin Thohir bin Muhammad bin Hasyim Ba‟alawi. Kitab ini judul

aslinya ialah Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq, namun lebih

familiar disebut Sullam Taufiq. Berdasarkan judul yang asli, kitab ini

membahas tentang tangga pertolongan menuju mencintai Allah secara

nyata. Terdiri dari tiga puluh tujuh (37) bab (fashlun) yang diawali dengan

mukadimah dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Tiga puluh tujuh

bab tersebut dibagi dalam tiga tema besar. Tiga bab awal bertemakan

tauhid, bab keempat hingga kedua puluh enam bertemakan fiqh, diakhiri

dengan tema akhlak-tasawuf dalam sebelas bab terakhir. Pada bagian akhir

terdapat daftar isi kitab (farasul kitab). Selanjutnya tema akhlak-tasawuf

akan menjadi fokus dari skripsi ini.

12

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian

kepustakaan (library research) dengan obyek kitab klasik. Penelitian

didukung dengan literatur dari beberapa kitab klasik serta berbagai sumber

tertulis lainnya yang relevan.

2. Sumber Data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library

research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun

referensi yang menjadi data primer adalah kitab Sullam Taufiq ila

Mahabbatillahi „alat Tahqiq karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.

Literatur yang lain sebagai sumber data sekunder adalah buku-buku

tentang pendidikan, akhlak-tasawuf serta informasi dari media internet

yang relevan dengan obyek pembahasan penulis.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian

ini adalah dengan mencari, menghimpun, dan memahami kitab yang

menjadi sumber data primer yakni kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi

„alat Tahqiq, kitab-kitab, buku-buku pendidikan, akhlak-tasawuf, serta

informasi dari media internet yang relevan lainnya.

Selanjutnya dilakukan penelaahan terhadap berbagai kitab dan

buku yang bersangkutan untuk disusun secara sistematis. Data-data yang

13

diperoleh kemudian dihubungkan dengan masalah yang diteliti, sehingga

diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan

jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain

untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.

Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis

masalah adalah sebagai berikut:

a. Metode Deduktif

Yaitu cara berpikir untuk mencari dan menguasai ilmu

pengetahuan yang berawal dari alasan umum menuju ke arah yang

lebih spesifik (Sukardi, 2009:12). Metode deduktif adalah metode

berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk

seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus

(http://ainasitianingsih.blogspot.com). Merupakan proses berpikir

(penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang sudah ada,

menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk kesimpulan

(http://arhamulwildan.blogspot.com). Metode ini bertujuan untuk

mengetahui perpindahan pola pemikiran yang bersifat umum kepada

pemikiran yang bersifat khusus. Metode ini digunakan untuk

menganalisis data tentang Pendidikan Agama Islam di Indonesia

sehubungan dengan akhlak-tasawuf.

14

b. Metode Induktif

Yaitu proses berpikir yang diawali dari fakta-fakta pendukung

yang spesifik menuju arah yang lebih umum guna mencapai suatu

kesimpulan (Sukardi, 2009:12). Metode induktif adalah metode yang

diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus

(mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri

dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum

(http://ainasitiningsih.blogspot.com). Metode ini merupakan proses

berpikir yang bertolak dari sejumlah fenomena individual yang

menurunkan suatu kesimpulan dari khusus menjadi umum.

(http://arhamulwildan.blogspot.com). Metode bertujuan untuk

mengetahui fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus

kemudian disimpulkan menjadi umum. Metode ini digunakan untuk

menganalisis data tentang konsep pendidikan akhlak-tasawuf

menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi yang terdapat dalam

kitab Sullam Taufiq.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika

penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu

kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar

tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.

15

Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,

Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan

sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.

Bab II : Biografi, menguraikan tentang : Biografi Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan

intelektual, dan perjalanan karir beliau. Dalam bab ini juga

memaparkan guru-guru beserta murid-murid, dan karya-karya

beliau.

Bab III : Sistematika Kitab dan Deskripsi Pemikiran, meliputi :

Sistematika Penulisan kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi

„alat Tahqiq, pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

tentang Pendidikan Akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq

ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq.

Bab IV : Pembahasan meliputi uraian pemikiran dan implikasinya.

Bab V : Penutup, berisi kesimpulan, saran, dan penutup.

16

BAB II

BIOGRAFI

A. Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi

Sayyid Abdullah bin Al-Husain bin Thohir Al-„Alawi Al-Hadhromi

atau lebih dikenal Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi adalah seorang

ulama‟ yang dikenal sebagai ahli ilmu fiqih yang bermadzhab Syafi‟i dan

sekaligus ahli ilmu nahwu. Beliau dilahirkan di Tarim, Hadhromaut, Yaman

pada tahun 1191 H atau bertepatan pada tahun 1778 M tepatnya pada bulan

Dzulhijjah (http://id.wikipedia.org). Beliau pernah mukim beberapa tahun di

Mekah dan Madinah untuk belajar kepada beberapa ulama yang masyhur

(http://www.fikihkontemporer.com).

Setelah beberapa tahun di Mekah dan Madinah beliau kembali ke

negaranya dan bermukim di Masilah, satu daerah yang terletak disebelah

selatan kota Tarim. Setelah kembali ke negaranya, beliau mengabdikan

dirinya untuk memberikan ceramah, mengajarkan ilmu-ilmu agama dan

mengisi waktunya untuk beribadah (http://www.fikihkontemporer.com).

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menguasai beberapa cabang ilmu yakni

fiqih, ilmu hadits, lebih-lebih dalam bidang tasawuf

(http://pbkaligung.blogspot.com). Beliau wafat pada malam Kamis, 17 Rabiul

akhir 1272 H/ 1855 M (http://id.wikipedia.org).

Di samping sebagai seorang intelektual yang pakar dan pandai dalam

bidang keilmuan, ternyata beliau juga seorang organisatoris yang mampu

17

menggerakkan masa. Hal itu bisa di lihat saat beliau mampu menjadi salah

satu pemimpin dari Tsaurah atau pemberontakan di Yaman dalam rangka

melawan kekuasaan Yafi‟iyyin pada tahun 1265 H. Sehingga beliau dan

beberapa pemimpin pemberontakan itu diasingkan dari Tarim, Sewun dan

Taris. Beliau juga ikut andil dalam upaya mendirikan kekuasaan Al-Katsiri

yang di pimpin oleh sultan Ghalib bin Muhsin di Tarim

(http://anjangsanasantri.blogspot.com).

Dalam sebuah buku, Habib Luthfi bin Yahya telah memberikan

keterangan sebagai berikut: Al-Qutbil Ghauts Al-Habib Abdullah bin Husain

bin Thahir ini maqamnya, kedudukan ruhaninya kalau tidak karena haya‟,

adab yang tinggi kepada kakek moyangnya Faqih Al-Muqadam, Al-Habib

Abdullah bin Husain bin Thahir melebihi maqamnya Al-Faqih Al-Muqadam.

Maka Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir berkata diantaranya, “Saya

tidak rela kalau ada orang yang mempunyai maqam (kedudukan) melebihi

maqamnya Al-Faqih Al-Muqadam.” Itu merupakan adab para wali terhadap

sesamanya sebagai tarbiyyah (pendidikan) untuk murid-muridnya. Itu

tawadhu‟nya Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir. Sehingga fatwa-

fatwanya sangat masyhur dalam bidang fiqh, dalam ilmu hadits, dalam bidang

tasawuf lebih-lebih (bin Yahya, 2012: 119).

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi memiliki nasab hingga Nabi

Muhammad SAW. Berikut nasab dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi:

18

Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim bin

Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman bin Muhammad bin

Maghfun bin Abdurrahman bin Ahmad bin 'Alawi bin Ahmad bin

Abdurrahman bin 'Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa

ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-

Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali

bin Abi Thalib dan Siti Fatimah binti Nabi Muhammad SAW.

(http://id.wikipedia.org).

B. Biografi Pendidikan Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi

Adapun beberapa guru yang menjadi tempat menuntut ilmu bagi

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi diantaranya:

1. As-Sayyid Hamid bin Umar al-Munfir Ba'alawi.

2. Al-'Allamah as-Sayyid Umar bin as-Sayyid Ahmad bin Hasan bin

Abdullah al-Haddad.

3. Al-'Allamah as-Sayyid 'Alawi bin as-Sayyid Ahmad bin Hasan bin

Abdullah al-Haddad.

4. Al-'Allamah Abdurrahman bin 'Alawi bin Syaikh Maula al-Bathaiha.

5. Al-'Allamah as-Sayyid 'Aqil bin 'Umar bin 'Aqil bin Yahya.

(http://id.wikipedia.org)

Sedangkan para murid yang belajar dari Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi adalah sebagai berikut:

1. Al-'Allamah Sayyid Abdullah bin 'Umar bin Yahya.

19

2. Al-'Allamah Sayyid Abdurrahman bin 'Ali bin 'Umar as-Saqqaf.

3. Al-'Allamah Muhammad bin Husain al-Habsyi, Mufti Mekkah.

4. Al-Imam 'Ali bin Muhammad al-Habsyi.

Ketika usia beliau menginjak 68 tahun, beliau mengarang sebuah kitab

maulid yang diberi nama Simtud Durar. Sebuah kitab maulid yang

masyhur dan penuh barokah, yang sehingga kini dibaca di Hadramaut,

Nusantara dan Afrika. Beliau mula mengarang pada Khamis, 26 Shafar

1327 H dan menyempurnakannya pada 10 Rabiul Awwal 1327 H (

http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com).

5. Al-'Allamah Sayyid Muhsin bin 'Alawi bin Saqqaf as-Saqqaf.

6. Al-'Allamah Syaikh Abdullah bin Ahmad. (http://id.wikipedia.org)

7. Al-Habib Idrus bin Umar bin Idrus al-Habsyi

(http://www.fikihkontemporer.com).

8. Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah bin Tholib bin Abdullah bin Tholib al-

Atthas (http://pbkaligung.blogspot.com).

C. Latar Belakang Penulisan Kitab Sullam Taufiq

Umat Islam adalah umat yang kelak akan menjadi saksi di hari kiamat.

Umat Islam adalah orang-orang yang memikul tanggung jawab penuh atas

kedamaian, ketentraman, serta memikul beban berat untuk mengajak manusia

kepada kebaikan dan mencegah mereka dari keburukan (Jum‟ah, 2014: 48).

Tanggung jawab yang besar ini mendorong agar Pendidikan Agama Islam

memberikan kontribusi yang sangat besar. Melalui pendidikan penanaman

20

Aqidah, ilmu syariat dan akhlak menjadi begitu penting. Membentuk

kebribadian yang berkarakter baik terlihat dari tampilan fisik maupun dari

batin seseorang.

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi kemudian menulis sebauh kitab

kecil yang berisi tentang hal-hal pokok dari Agama Islam. Beliau dalam

mukadimah telah menuliskan, “Selanjutnya, ini adalah sebuah karya kecil

yang telah diberi kemudahan oleh Allah SWT. untuk menghimpunnya

mengenai hal-hal yang wajib dipelajari, diajarkan dan dipraktekkan, baik

untuk kalangan awam maupun kalangan khusus. Wajib adalah sesuatu yang

Allah menjadikan pelakunya dengan pahala dan mengancam orang yang

tidak mengajarkannya dengan siksaan.” (Sunarto, 2012: 8). Besar harapan

beliau kitab ini dapat menjadi pegangan setiap muslim untuk dipelajari,

diajarkan bahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mampu

untuk memahami dan melakukan hal-hal yang wajib, dengan senang hati akan

melakukan hal-hal yang bersifat sunnah, akhirnya mampu benar-benar

menggapai cinta Allah dan mendapatkan pertolongan-Nya.

Sesuai dengan maksud Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

menyusun kitab yang berisi hal-hal pokok dari Islam, maka beliau menyusun

kitab Sullam Taufiq dengan tiga cabang ilmu Islam yang wajib diketahui oleh

setiap orang Islam. Tiga cabang ilmu tersebut terdiri dari ilmu tauhid, fiqh,

tasawuf. Syaikh Abdullah bin Husian Ba‟alawi menyadari bahwa ketiga

cabang ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, maka disiplin

21

ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf ditulis dalam satu kitab yang ringkas yakni

Sullam Taufiq. Dalam hadits yang menceritakan tentang kedatangan Malaikat

Jibril saat para sahabat sedang berkumpul bersama Nabi Muhammad SAW.

mencakup seluruh aspek amal zhahir dan yang batin („Ied, tt: 35). Poin paling

penting yang harus diingat dalam hadits ini adalah penjelasan tentang Islam,

iman, dan ihsan serta wajibnya mengimani kekuasaan Allah Ta‟ala („Ied, tt:

40). Jika ilmu fiqh menjaga Islam, ilmu aqidah menjaga iman, maka ilmu

tazkiyyah dan suluk menjaga ihsan. Maka, muncullah sebuah ilmu yang

dinamakan tasawuf (Jum‟ah, 2013: 1).

D. Karya-Karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi

Adapun beberapa buku karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

diantaranya:

1. Al-Majmu

2. Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq

3. Miftahu al-I'rab fi an-Nahwi (http://id.wikipedia.org)

4. Diwan al-Asy'ari (bin Yahya, 2012: 119)

22

BAB III

SISTEMATIKA KITAB DAN DISKRIPSI PEMIKIRAN SYAIKH

ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN

AKHLAK-TASAWUF

A. Sistematika Penulisan Kitab Sullam Taufiq

Sistematika penulisan kitab Sullam Taufiq terdiri dari tiga puluh tujuh

bab yang didahului dengan sebuah mukadimah. Tiga puluh tujuh bab tersebut

terbagi menjadi tiga tema besar yaitu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Dalam tema

tasawuf, penulis lebih mengerucut pembahasan pada konsep akhlak-tasawuf.

Dalam buku terjemah Sullam Taufiq oleh Achmad Sunarto (Al-Jawi, 2012:5-

6) tiga puluh tujuh bab tersebut sebagai berikut:

1. Sifat Allah, dan Rasul

2. Hal-hal yang menyebabkan murtad

3. Hukum-hukum orang yang murtad

4. Kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman

5. Waktu-waktu shalat

6. Kewajiban wali anak kecil dan penguasa

7. Fardhu-fardhu wudhu

8. Yang membatalkan wudhu

9. Yang mewajibkan bersuci

10. Hal-hal yang mewajibkan mandi

11. Syarat-syarat bersuci

23

12. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats

13. Bersuci dari najis

14. Syarat-syarat shalat

15. Hal-hal yang membatalkan shalat

16. Syarat-syarat shalat diterima (sah)

17. Rukun-rukun shalat

18. Shalat jama‟ah dan Jum‟at

19. Syarat-syarat mengikuti imam

20. Mengurus jenazah

21. Zakat

22. Puasa dan permasalahannya

23. Haji dan umrah

24. Mu‟amalah (hubungan antar manusia)

25. Riba dan jual beli yang diharamkan

26. Kewajiban menafkahi

27. Kewajiban hati

28. Sebagian dari maksiat hati

29. Sebagian dari maksiat perut dan hukuman bagi peminum khamr

30. Diantara maksiat-maksiat mata

31. Diantara maksiat-maksiat lisan

32. Sebagian maksiat-maksiat telinga

33. Sebagian maksiat-maksiat tangan

24

34. Diantara maksiat-maksiat kemaluan

35. Diantara maksiat-maksiat kaki

36. Diantara maksiat-maksiat badan

37. Cara bertaubat

Tiga puluh tujuh bab tersebut apabila dicermati dapat dibagi dalam

ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Berikut pembagian ketiga puluh tujuh bab

tersebut dalam tiga tema besar (tauhid, fiqh, dan tasawuf):

1. Tauhid

a. Sifat Allah, dan Rasul

b. Hal-hal yang menyebabkan murtad

c. Hukum-hukum orang yang murtad

2. Fiqh

a. Kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman

b. Waktu-waktu shalat

c. Kewajiban wali anak kecil dan penguasa

d. Fardhu-fardhu wudhu

e. Yang membatalkan wudhu

f. Yang mewajibkan bersuci

g. Hal-hal yang mewajibkan mandi

h. Syarat-syarat bersuci

i. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats

j. Bersuci dari najis

25

k. Syarat-syarat shalat

l. Hal-hal yang membatalkan shalat

m. Syarat-syarat shalat diterima (sah)

n. Rukun-rukun shalat

o. Shalat jama‟ah dan Jum‟at

p. Syarat-syarat mengikuti imam

q. Mengurus jenazah

r. Zakat

s. Puasa dan permasalahannya

t. Haji dan umrah

u. Mu‟amalah (hubungan antar manusia)

v. Riba dan jual beli yang diharamkan

w. Kewajiban menafkahi

3. Tasawuf

a. Kewajiban hati

b. Sebagian dari maksiat hati

c. Sebagian dari maksiat perut dan hukuman bagi peminum khamr

d. Diantara maksiat-maksiat mata

e. Diantara maksiat-maksiat lisan

f. Sebagian maksiat-maksiat telinga

g. Sebagian maksiat-maksiat tangan

h. Diantara maksiat-maksiat kemaluan

26

i. Diantara maksiat-maksiat kaki

j. Diantara maksiat-maksiat badan

k. Cara bertaubat

B. Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syaikh Abdullah bin

Husain Ba’alawi

Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang ditulis oleh Syaikh Abdullah

bin Husain Ba‟alawi merupakan sebuah konsep yang mudah dipelajari dan

dimengerti oleh banyak orang. Konsep yaitu definisi secara singkat dari

sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu

diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ada hubungan

secara empiris (Arifin, 2012:96). Konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut

terdiri dari tiga disiplin ilmu Islam yang pokok yaitu ilmu tauhid, ilmu fiqh,

dan ilmu tasawuf yang dikerucutkan ke dalam ilmu akhlak-tasawuf. Maksud

dari konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut adalah adanya hubungan

antara ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Tiga disiplin ilmu tersebut juga

sekaligus sebagai tahapan yang harus dilalui dalam pendidikan akhlak-

tasawuf. Bukan terkhusus bagi orang yang bergelut dalam dunia thariqah saja.

Hal ini termasuk dalam kekhasan Thariqah Alawiyah yang diikuti oleh

Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Dalam pengamalan wirid dan dzikir

bagi para pengikutnya tidak ada keharusan bagi para murid untuk terlebih

dahulu diba‟iat atau ditalqin atau mendapatkan khirqah jika ingin

mengamalkan thoriqot ini (Masyhuri, 2014: 55).

27

Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dengan kitab Sullam Taufiq

ingin menanamkan nilai tasawuf kepada setiap orang dengan cara yang

mudah. Melalui tiga disiplin ilmu Islam yang harus dipelajari oleh setiap

orang Islam. Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak. Ilmu tauhid sebagai fondasi bagi

setiap orang Islam. Ilmu fiqh yang merupakan ilmu yang harus dipelajari

setiap orang Islam agar dapat melaksanakan nilai-nilai ilmu tauhid dalam

bentuk perbuatan, yaitu ibadah. Sedangkan ilmu akhlak sebagai buah dari

ibadah diisi oleh Syeikh Abdullah bin Husain dengan akhlak-tasawuf.

Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyadari bahwa pendidikan

akhlak-tasawuf harus dimulai dengan penanaman ilmu syariat yang mapan

terlebih dahulu. K.H. Muslih (1994:20) dalam kitab Al-Futuhatir

Rabbaniyyah fil Qadiriyyah wan Naqsabandiyah menukil perkataan ulama

ahli tahqiq, berikut:

“Sopo wonge kang nggulawentah ilmu fiqih utawa ilmu syariat

nanging ora kersa ngagem ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah mangka

temen dadi fasik sopo iku wong. Lan sopo wong kang nggulawentah

ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah ing kono ora kersa ngagem ilmu

fiqih utawa ilmu syariat mangka temen dadi kafir zindik sopo iku

wong. Lan sopo wong kang nggulawentah ilmu tasawuf utawa ilmu

thariqah sarta barengi ngagem ilmu fiqih utawa ilmu syariat mangka

dadi ahlil haq utawa ahli haqiqah sopo iku wong.”

Dalam Bahasa Indonesia artinya, “ Barang siapa yang menggeluti ilmu fiqih

atau ilmu syariat tetapi tidak mau menggunakan ilmu tasawuf atau ilmu

thariqah maka orang tersebut akan menjadi fasik. Dan barang siapa yang

menggeluti ilmu tasawuf atau ilmu thariqah tetapi tidak mau menggunakan

ilmu fiqih atau ilmu syariat maka orang tersebut akan menjadi kafir zindik.

28

Dan barang siapa yang menggeluti ilmu tasawuf atau ilmu thariqah disertai

ilmu fiqih atau syariat maka orang tersebut akan menjadi ahlil haq atau ahli

hakikat.” Dengan demikian tepat Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

mengajarkan akhlak-tasawuf diawali dengan ilmu tauhid dan ilmu fiqh.

Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq

dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi secara berurutan

dengan pembahasan yang terpisah. Terpisah dalam arti Syaikh Abdullah bin

Husain menjelaskan setiap pembahasan sesuai disiplin ilmu tanpa mencampur

adukkannya (dalam pembahasan), namun tetap memiliki hubungan antar

disiplin ilmu. Pemikiran konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah

bin Husain Ba‟alawi dapat lebih dipahami melalui bagan berikut:

Bagan 3.1 Hubungan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf

C. Penerapan Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syeikh Abdullah bin

Husain Ba’alawi

Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menuturkan pendidikan akhlak-

tasawuf tanpa didahului dengan teori tentang akhlak-tasawuf. Beliau secara

Ilmu

Fiqh

Ilmu

Tasawuf

Ilmu

Tauhid

29

langsung menyebutkan berbagai contoh perilaku akhlak-tasawuf. Pendidikan

akhlak-tasawuf dalam Sullam Taufiq dibagi menjadi sebelas bab oleh Syeikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Dari ketiga belas bab Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi menyebutkan 193 (seratus sembilan puluh tiga) contoh

akhlak-tasawuf yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Berikut akhlak-

tasawuf yang diajarkan oleh Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.

1. Kewajiban hati

a. Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah.

b. Beriman kepada utusan Allah dan apa-apa yang datang dari utusan

Allah.

Iman seseorang sering diartikan sebagai kepercayaan atau

keyakinan yang mantap akan adanya Allah SWT, para malaikat,

kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat dan takdir yang baik

ataupun takdir buruk (Abdusshomad, 2008:31). Iman menurut Abu

Abdullah bin Khafif adalah pembenaran hati terhadap sesuatu yang

telah dijelaskan oleh Al-Haqq tentang masalah-masalah gaib (An-

naisaburi, 2007:43).

c. Membenarkan ajaran Nabi.

Kebenaran adalah ucapan yang benar ditempat-tempat yang rusak.

Kebenaran adalah kesesuaian antara rahasia dan ucapan (An-

naisaburi, 2007: 302). Dengan demikian membenarkan adalah

mengucapkan uacapan yang benar ditempat-tempat yang rusak.

30

Membenarkan dapat juga diartikan menyesuaikan antara rahasia dan

ucapan.

d. Meyakininya (ajaran Nabi).

Manurut Abu Utsman Al-Hiri, yang dimaksud yakin adalah

sedikitnya cita-cita di masa yang akan datang. Menurut Sahal bin

Abdullah, yakin merupakan tambahan iman dan realitas kebenaran.

Yakin merupakan cabang dari iman, bukan pembenaran (An-

naisaburi, 2007:252).

e. Ikhlas.

f. Menyesali atas kemaksiatan.

g. Menyerahkan diri kepada Allah (tawakal).

h. Merasa selalu dalam pengawasan Allah.

i. Ridlo atas takdir Allah

j. Berbaik sangka kepada Allah dan makhluk Allah.

k. Mengagungkan syiar-syiar Allah.

l. Mensyukuri nikmat-nikmat Allah.

m. Bersabar dalam melaksanakan apa-apa yang diwajibkan Allah.

n. Bersabar dalam menjauhi apa-apa yang di haramkan Allah.

o. Bersabar atas cobaan-cobaan Allah.

p. Yakin dengan rezeki.

q. Berburuk sangka terhadap nafsu.

r. Tidak ridlo terhadap nafsu.

31

s. Membenci syaitan.

t. Membenci perkara duniawi.

u. Membenci para pelaku kemaksiatan.

v. Mencintai Allah.

Menurut Imam Qusyairi cinta adalah suatu hal yang mulia. Rahmat

adalah keinginan spesial, dan cinta lebih khusus daripada rahmat.

Karena itu, keinginan Allah untuk menyampaikan pahala dan

nikmat kepada hamba-Nya disebut rahmat, sedangkan keinginan-

Nya untuk mengkhususkan hamba-Nya dengan kedekatan dan

kedudukan yang tinggi dinamakan cinta (mahabbah) (An-Naisaburi,

2007:475).

w. Mencintai Kalamullah.

x. Mencintai Rasul-Nya.

y. Mencintai para sahabat Nabi SAW.

z. Mencintai keluarga Nabi.

aa. Mencintai para sahabat Anshor.

bb. Mencintai para sholihin.

2. Sebagian dari maksiat hati

a. Riya‟ dengan amal.

b. Meragukan wujudnya Allah.

c. Merasa aman dari azabnya Allah.

d. Merasa putus asa dari rahmat Allah.

32

e. Sombong atas hamba-hamba Allah.

f. Dendam.

g. Hasut.

h. Mengungkit-ungkit sedekah.

i. Terus-menerus melakukan dosa.

j. Berprasangka buruk kepada Allah dan hamba-hamba-Nya.

k. Membohongkan takdir Allah.

l. Bergembira dengan kemaksiatan yang dilakukannya atau dilakukan

orang lain.

m. Menghianati janji, meskipun dengan orang kafir.

n. Melakukan tipu daya

o. Membenci sahabat Nabi, keluarga Nabi atau kaum sholihin.

p. Kikir atas sesuatu yang diwajibkan Allah.

q. Rakus

r. Menghina sesuatu yang diagungkan Allah.

s. Meremehkan sesuatu yang diagungkan Allah, yakni ketaatan,

kemaksiatan, Al-Qur‟an, ilmu, surga atau neraka.

3. Sebagian dari maksiat perut

a. Memakan riba.

b. Memakan pungutan liar.

c. Memakan harta ghosob.

d. Memakan harta curian.

33

e. Memakan harta yang dihasilkan dari muamalah yang diharamkan

syara‟.

f. Meminum arak.

g. Memakan sesuatu yang memabukkan.

h. Memakan segala sesuatu yang najis.

i. Memakan sesuatu yang menjijikkan.

j. Memakan harta anak yatim.

k. Memakan harta wakaf yang menyalahi ketentuan yang disyaratkan

oleh orang yang wakaf.

l. Memakan harta yang diberikan pemiliknya karena merasa malu.

4. Di antara maksiat-maksiat mata

a. Memandang kepada wanita-wanita lain.

b. Melihat aurat.

c. Diharamkan bagi wanita membuka bagian tubuhnya.

d. Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka bagian tubuh antara

pusar dan lutut di hadapan orang yang melihat aurat tersebut,

meskipun sejenisnya dan ada hubungan mahrom, selain dengan

orang yang halal.

e. Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka qubul dan duburnya

manakala sendirian dengan tanpa ada hajat, kecuali di hadapan

orang yang halal baginya.

34

f. Diharamkan memandang orang Islam dengan pandangan

meremehkan.

g. Diharamkan melihat ke dalam rumah orang lain dengan tanpa seizin

pemiliknya atau melihat sesuatu yang disembunyikan dengan tanpa

seizin pemiliknya.

h. Menyaksikan kemungkaran sementara itu ia tidak mengingkari.

5. Di antara maksiat-maksiat lisan

a. Ghibah (Menggunjing).

b. Menghasut

c. Mengadu tanpa perantara ucapan

d. Dusta, yaitu berbicara dengan menyalahi kenyataan.

e. Mengadu domba.

f. Sumpah palsu.

g. Ucapan-ucapan qadzaf (tuduhan).

h. Mencela para sahabat Nabi SAW.

i. Saksi palsu.

j. Tidak memenuhi janji, ketika seseorang berjanji kepada orang lain,

ia berniat menyembunyikan untuk tidak memenuhinya.

k. Penundaan pembayaran hutang oleh orang yang sudah mampu.

l. Mencela, mencacat dan melaknat.

m. Menghina orang Islam.

n. Berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.

35

o. Tuduhan bohong.

p. Menjatuhkan talak bid‟iy (menceraikan istrinya yang sudah

disetubuhi ketika sedang haid atau nifas).

q. Zhihar (suami menyerupakan istrinya seperti ibunya atau saudara

perempuan suaminya).

r. Keliru di dalam membaca Al-Qur‟an, meskipun tidak sampai

merubah arti.

s. Orang kaya yang meminta harta atau pekerjaan.

t. Nadzar dengan tujuan mencegah ahli waris dan meninggalkan

wasiat utang atau suatu benda yang tidak diketahui oleh orang lain.

u. Membuat nasab (keturunan) bukan pada ayah atau orang yang

memerdekakannya.

v. Melamar gadis yang sedang dilamar saudaranya yang muslim.

w. Berfatwa tanpa ilmu.

x. Meratapi dan menangisi dengan menjerit-jerit yang berlebihan pada

seorang mayit.

y. Setiap ucapan yang mendorong pada keharaman atau memutuskan

dari kewajiban.

z. Setiap pembicaraan yang mencela agama atau salah seorang dari

para Nabi, ulama, ilmu, syariat, Al-Qur‟an atau sesuatu dari

beberapa syiar Allah.

aa. Meniup seruling.

36

bb. Diam dari memerintahkan melakukan kebaikan dan mencegah

kemungkaran tanpa adanya udzur.

cc. Menyembunyikan ilmu yang wajib padahal ada yang belajar.

dd. Tertawa karena keluar kentut atau terhadap seorang muslim karena

meremehkannya.

ee. Menyembunyikan kesaksian dan melupakan Al-Qur‟an.

ff. Tidak menjawab salam yang wajib.

gg. Melakukan ciuman yang menggerakkan syahwat bagi orang yang

sedang ihram haji atau umrah, orang yang berpuasa fardhu, atau

bagi orang yang haram melakukan ciuman tersebut.

6. Sebagian maksiat-maksiat telinga

a. Mendengarkan pembicaraan suatu kaum yang dirahasiakan dari

pendengarannya.

b. Mendengarkan seruling dan suara-suara yang diharamkan.

c. Mendengarkan gunjingan, adu domba, dan semua perkataan yang

haram. Lain halnya jika mendengarkannya secara tidak sengaja, lalu

membencinya dan wajib mengingkari apabila mampu.

7. Sebagian maksiat-maksiat tangan

a. Mengurangi takaran, timbangan dan ukuran panjang.

b. Mencuri.

c. Merampok.

d. Ghasab.

37

e. Mengambil pungutan liar dana mengambil dengan cara haram.

f. Membunuh.

g. Memukul tanpa hak.

h. Mengambil atau menerima suap.

i. Membakar hewan, kecuali jika hewan tersebut mengganggu dan

hanya dengan cara itu (membakar) untuk menolaknya.

j. Menyiksa hewan.

k. Bermain dadu (tarad) dan thob (sejenis alat pemukul untuk berjudi),

dan setiap sesuatu yang mengandung perjudian.

l. Memainkan alat-alat musik yang diharamkan, seperti thanbur,

rebab, seruling, dan senar yang digunakan sebagai alat musik.

m. Menyentuh wanita yang bukan mahramnya dengan sengaja tanpa

penghalang atau dengan adanya penghalang namun dengan syahwat

walaupun sejenis atau ada hubungan mahram.

n. Menggambar hewan.

o. Mencegah (tidak menunaikan) zakat.

p. Menghalangi pekerjaan untuk memperoleh upah.

q. Menahan harta yang sangat dibutuhkan orang lain untuk menutupi

kebutuhannya atau tidak menyelamatkan orang yang tenggelam,

padahal tidak ada udzur untuk melaksanakan dua hal tersebut.

r. Menulis sesuatu yang haram diucapkan.

s. Berkhianat

38

8. Di antara maksiat-maksiat kemaluan

a. Zina dan liwath (homoseks).

b. Menyetubuhi hewan meskipun miliknya.

c. Onani dengan tidak menggunakan tangan istrinya.

d. Bersetubuh pada masa haid atau nifas atau setelah berhenti haid dan

nifas tetapi sebelum mandi (bersuci).

e. Membuka aurat di hadapan orang yang haram melihatnya atau

tatkala sendirian tanpa adanya tujuan.

f. Menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang air kecil atau

buang air besar tanpa adanya penghalang (tutup).

g. Buang air besar di pemakaman (kuburan), buang air kecil di dalam

masjid walaupun pada wadah dan haram buang air kecil pada

tempat yang diagungkan.

h. Meninggalkan khitan sampai pada masa baligh.

9. Di antara maksiat-maksiat kaki

a. Berjalan pada kemaksiatan.

b. Pelarian diri seorang budak (dari tuannya), istri (dari suaminya) dan

orang yang mempunyai kewajiban hak berupa qishash, utang,

nafkah, berbakti kepada kedua orang tua dan mengasuh anak-anak

kecil.

c. Congkak ketika berjalan.

d. Melewati pundak (leher) seseorang, kecuali karena tempat kosong.

39

e. Lewat di depan orang yang sedang shalat, jika syarat-syarat batas

tempat shalat telah terpenuhi.

f. Memanjangkan (menyelonjorkan) kaki ke arah mushhaf (Al-

Qur‟an), ketika tidak berada pada tempat yang tinggi.

g. Setiap berjalan pada sesuatu yang diharamkan atau meninggalkan

suatu kewajiban.

10. Di antara maksiat-maksiat badan

a. Mendurhakai kedua orang tua.

b. Melarikan diri dari peperangan.

c. Memutus tali silaturrahmi (persaudaraan)

d. Menyakiti tetangga.

e. Mewarnai rambut dengan warna hitam.

f. Laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya.

g. Merendahkan pakaian bagian bawah sampai menyentuh tanah

karena sombong. Memakai pacar pada kedua tangan dan kaki oleh

laki-laki tanpa adanya keperluan.

h. Memutus mengerjakan ibadah fardhu tanpa udzur, dan memutus

mengerjakan kesunnahan ibadah haji dan umrah.

i. Menceritakan seorang mukmin untuk tujuan menghina dan meneliti

beberapa kejelekan (cacat) manusia.

j. Membuat tahi lalat (tiruan pada tubuh atau bertato).

40

k. Mendiamkan (tidak menghiraukan) pada seorang muslim lebih dari

tiga hari kecuali karena ada udzur syar‟i.

l. Menemani duduk bersama orang yang melakukan bid‟ah atau orang

fasik, karena menyenangkan mereka.

m. Memakai emas, perak, sutra atau pakaian yang timbangan berat

sutranya lebih banyak daripada yang lainnya bagi seorang laki-laki

yang sudah baligh, kecuali cincin dari perak.

n. Menyepi dengan wanita lain (yang bukan mahramnya), dan seorang

wanita yang bepergian tanpa disertai mahramnya.

o. Mempekerjakan seorang yang merdeka secara paksa.

p. Menghina para ulama, imam (kepala pemerintahan) yang adil dan

orang muslim yang lanjut usia.

q. Memusuhi kekasih Allah (wali Allah).

r. Menolong untuk melakukan kemaksiatan dan melariskan barang

palsu.

s. Memakai dan membawa wadah dari emas dan perak.

t. Meninggalkan ibadah fardhu atau mengerjakan fardhu, namun

meninggalkan rukunnya atau syaratnya atau dengan perkara yang

membatalkan fardhu.

u. Tidak mengerjakan shalat Jum‟at, padahal shalat tersebut wajib bagi

seseorang, walaupun telah mengerjakan shalat dzuhur.

41

v. Ahli suatu daerah (desa) meninggalkan jama‟ah pada shalat-shalat

fardhu.

w. Mengakhirkan (terlambat) mengerjakan fadhu dari waktunya

dengan tanpa adanya udzur.

x. Melempar binatang buruan dengan sesuatu yang berat, yang bisa

mempercepat keluar nyawanya, dan membuat hewan sebagai

sasaran.

y. Tidak berdiam di rumah bagi wanita yang beriddah tanpa adanya

udzur, dan tidak adanya ihdad (menunjukkan duka dengan tidak

bersolek) atas kematian suaminya.

z. Menajisi masjid dan mengokotorinya walaupun dengan sesuatu

yang suci.

aa. Menganggap mudah pada pelaksanaan haji setelah mampu sampai

datang kematiannya.

bb. Berhutang bagi orang yang tidak bisa diharapkan melunasinya

secara zhahir, sedangkan orang yang memberikan hutang tidak

mengetahui hal tersebut.

cc. Tidak memberi kesempatan kepada orang yang belum mampu

membayar hutang.

dd. Menyerahkan harta untuk kemaksiatan.

ee. Menghina mushhaf (Al-Qur‟an) dan setiap ilmu syariat.

ff. Membolehkan anak kecil yang belum tamyiz memegang Al-Qur‟an.

42

gg. Mengubah batas-batas tanah.

hh. Mempergunakan jalan raya untuk keperluan yang tidak

diperbolehkan oleh syara‟.

ii. Mempergunakan barang pinjaman tidak sesuai dengan izin yang

diberikan atau melebihi waktu yang diizinkan atau dipinjamkan lagi

kepada orang lain.

jj. Menghalangi dari mempergunakan fasilitas umum.

kk. Menggunakan barang temuan sebelum diumumkan sesuai dengan

syarat-syarat.

ll. Duduk dengan menyaksikan kemungkaran ketika seseorang tidak

ada udzur.

mm. Menyerobot masuk dalam pesta-pesta, yaitu masuk tanpa adanya

izin atau orang-orang memasukkannya karena sungkan.

nn. Seseorang dimuliakan karena ditakuti kejahatannya.

oo. Tidak sama (tidak adil) di antara beberapa istri.

pp. Wanita yang keluar dengan memakai wangi-wangian atau berhias,

walaupun menutupi aurat dan dengan seizin suaminya, jika wanita

tersebut melewati orang-orang laki-laki lain (bukan mahramnya).

qq. Mengerjakan sihir.

rr. Tidak mentaati imam (kepala negara).

43

ss. Mengurusi (harta) anak yatim, masjid, atau menerima jabatan

sebagai hakim atau jabatan-jabatan lainnya, padahal mengetahui

tidak akan mampu melaksanakan tugas tersebut.

tt. Melindungi orang zalim dan menghalangi orang yang hendak

mengambil haknya dari orang zalim tersebut.

uu. Membuat takut pada orang-orang muslim.

vv. Merampok.

ww. Tidak menepati nadzar.

xx. Berpuasa tanpa berbuka (wishol).

yy. Mengambil tempat duduk orang lain, atau berdesakan dengan orang

lain yang menyekitkan atau mengambil giliran orang lain (tidak

disiplin antri).

11. Cara bertaubat

a. Menyesali perbuatannya.

b. Melepaskan diri.

c. Berniat tidak kembali lagi pada perbuatan seperti itu.

d. Memohon ampunan (istighfar).

e. Jika melakukan dosa berupa meninggalkan kewajiban, maka harus

mengqadhanya. Jika bertanggung jawab pada seseorang, maka

harus memenuhi dan memohon ridhonya.

44

BAB IV

ANALISIS DAN RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN

HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK-TASAWUF

DALAM KITAB SULLAM TAUFIQ

C. Analisis Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi Tentang

Pendidikan Akhlak-tasawuf

Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan

akhlak-tasawuf menjadi sangat penting bagi kehidupan setiap orang Islam

untuk mencapai kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat kelak. Bila mampu

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan membuahkan kehidupan yang

teratur dan indah. Baik diterapkan oleh generasi saat ini pengerak Bangsa,

lebih-lebih diterapkan oleh generasi-generasi muda penerus Bangsa. Dalam

buku Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf, Prof. Dr. K.H. Said Aqil

Sirodj (Masyhuri, 2014:xiv) telah memberikan kata pengantar sebagai

berikut. Para sufi sesungguhnya adalah tokoh-tokoh pembangun peradaban

(tsaqafah wa tamaddun) yang sangat impresif dan konkrit. Tasawuf yang

diembannya telah menjadi „tsaurah ar-ruhiyah‟, yakni revolusi spiritual yang

hasilnya bisa dinikmati secara nyata oleh generasi berikutnya.

Dengan lebih gamblang Prof. Dr. K.H. Said Aqil Sirodj (2012:vii)

dalam buku beliau yang berjudul Dialog Tasawuf Kiai Said Akidah, Tasawuf

dan Relasi Antarumat Beragama mengatakan, “Dalam konteks

keindonesiaan yang majemuk, tasawuf akan mengantarkan bangsa ini

45

menjadi bangsa yang ramah, menghormati perbedaan, dan mampu

mengelola keragaman, sesuai salah satu pilar bangsa: Bhinneka Tunggal

Ika.”. Dengan demikian, tasawuf dapat menjadi kunci pembuka pintu

kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa Indonesia.

Dunia pendidikan sebuah ladang subur untuk membentuk generasi

penerus bangsa yang ramah, menghormati perbedaan, dan mampu mengelola

keragaman, sesuai salah satu pilar bangsa: Bhinneka Tunggal Ika. Tasawuf

menjadi salah satu yang dipelajari dalam dunia pendidikan Islam. Pendidikan

tasawuf difokuskan pada akhlak-tasawuf. Tepat apabila pemikiran Syeikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan akhlak-tasawuf ini

diangkat kepermukaan dan menjadi kontribusi penting demi terwujudnya

generasi penerus bangsa.

Pada zaman sekarang, tantangan pendidikan Islam sangat dipengaruhi

oleh globalisasi. Saat ini globalisasi dunia ditandai oleh lima kecenderungan

(Nata, 2013:14) berikut:

Pertama, kecenderungan integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya

persaingan bebas dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan termasuk yang

diperdagangkan, maka dunia pendidikan saat ini dihadapkan pada logika

bisnis.

Kedua, kecenderungan fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya

peningkatan tuntunan dan harapan dari masyarakat. Kecenderungan ini

terlihat dari adanya pengelolaan manajemen pendidikan yang berbasis

46

sekolah, pemberian peluang kepada komite untuk ikut dalam perumusan

kebijakan dan program pendidikan, pelayanan proses belajar mengajar yang

lebih memberikan peluang dan kebebasan kepada peserta didik, yaitu model

belajar mengajar yang partisipasif, aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan (Paikem).

Ketiga, kecenderungan penggunaan teknologi canggih. Teknologi canggih

telah masuk ke dalam dunia pendidikan sehingga peran dan fungsi tenaga

pendidik juga bergeser menjadi semacam fasilitator, katalisator, motivator,

dan dinamisator. Peran pendidikan saat ini tidak lagi sebagai satu-satunya

sumber pengetahuan.

Keempat, kecenderungan interdependency (kesaling tergantungan) yaitu suatu

keadaan seseorang baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh

orang lain. Ketergantungan ini juga terjadi di dunia pendidikan. Adanya

badan akreditasi pendidikan, selain dimaksudkan untuk meningkatkan mutu

pendidikan, juga menunjukkan ketergantungan lembaga pendidikan terhadap

pengakuan dari pihak eksternal. Munculnya tuntutan masyarakat agar peserta

didik memiliki keterampilan dan pengalaman praktis, menyebabkan dunia

pendidikan membutuhkan atau tergantung pada peralatan praktikum dan

magang.

Kelima, kecenderungan munculnya penjajahan baru dalam bidang

kebudayaan yang mengekibatkan terjadinya pola pikir masyarakat pengguna

pendidikan, yaitu dari yang semula mereka belajar dalam rangka

47

meningkatkan kemampuan intelektual, moral, fisik, dan psikisnya berubah

menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar.

Kecenderungan budaya yang demikian menyebabkan ajaran agama yang

bersifat normatif dan menjanjikan masa depan yang baik di akhirat kurang

diminati.

Kecenderungan tersebut mempengaruhi sikap hidup masyarakat.

Sikap hidup yang mengutamakan materi (materialistik), memperturutkan

kesenangan dan kelezatan syahwat (hedonistik), ingin menguasai semua

aspek kehidupan (totaliteristik), hanya percaya pada rumus-rumus

pengetahuan empiris saja, serta paham hidup positivistis yang bertumpu pada

kemampuan akal pikiran manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern

sangat mengkhawatirkan bila berada di tangan orang-orang yang berjiwa dan

bermental demikian. (Nata, 2002: 288)

Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah

tersebut, dan salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan

cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf (Nata, 2002:

293). Tasawuf sebagai perwujudan ihsan dalam risalah yang dibawa

Rasulullah SAW., memainkan perannya menjadi problem solving untuk

menghadapi berbagai problematika di segala lini kehidupan (Siroj, 2012: vi).

Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani (2013: 140) mengatakan, “Meskipun

Nabi SAW sangat zuhud, beliau SAW mencintai tiga hal tersebut (wewangian,

wanita, dan dijadikan kesejukan mata dalam sholat) karena perkara-perkara

48

tersebut telah ditentukan menjadi bagian beliau dalam ilmu Tuhan. Dengan

demikian, beliau SAW mengambilnya dalam rangka mengikuti perintah, dan

mengikuti perintah-Nya berarti menaati-Nya. Walaupun hidupnya penuh

dengan dunia, setiap orang yang mengambil bagiannya dengan cara seperti

ini, ia berada dalam ketaatan.”

K.H. Mustofa Bisri (2007: 60) dalam catatan kakinya terhadap Kitab

Kimiyaus Sa‟adah menuliskan sebagai berikut

Yang dimaksud Imam Ghazaly “Tinggalkan kesibukan-kesibukan

duniawi secara keseluruhan”, adalah meninggalkannya di dalam hati.

Bukan berarti beliau menyuruh meninggalkan amal dan menghentikan

kegiatan-kegiatan kehidupan ini. Tasawuf bukannya lari dari dunia ini

dan pergi duduk di puncak gunung. Tasawuf dapat dilakukan di

tengah-tengah kehidupan. Jadilah guru yang sufi, pegawai yang sufi,

buruh yang sufi, pedagang yang sufi, dan seterusnya. Karena tasawuf

adalah membersihkan hati, untuk Allah semata. Dapat dilakukan di

mana saja.

Timbul keikhlasan dalam hati setiap manusia dengan berbagai profesi.

Dengan tidak adanya unsur dunia yang masuk dalam hati, setiap pribadi akan

memancarkan akhlak-tasawuf pada setiap perilakunya. Kehidupan akan

berlangsung dengan teratur karena setiap orang menjunjung akhlak yang

berdasarkan kebersihan hati dari unsur duniawi. Persaingan dalam berbagai

macam bidang tidak didasari ketamakan namun didasari berlomba-lomba

dalam kebaikan untuk memperoleh kemaslahan bersama.

49

1. Analisis Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi

Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang diusung oleh Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi berasal dari ikatan tauhid, fiqh, dan

tasawuf. Tauhid, fiqh dan tasawuf merupakan variabel-variabel yang

saling berkaitan. Analisis dimaksudkan untuk mengetahui keistimewaan

(hubungan spesial) antara tauhid, fiqh, dan tasawuf dalam mewujudkan

akhlak-tasawuf dalam diri setiap individu Islam.

Tauhid atau akidah, fiqh, dan tasawuf merupakan tiga bagian

dalam satu bangunan yang tentu tidak dapat dipisahkan antara satu

dengan yang lain. Jika ilmu fiqh menjaga Islam, ilmu akidah menjaga

iman, maka ilmu tazkiyyah dan suluk menjaga ihsan (Jum‟ah, 2013:1).

Ilmu tazkiyyah dan suluk itulah ilmu tasawuf. Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi mengajarkan ilmu akidah, fiqh, dan tasawuf dalam satu

kitab agar setiap orang yang mempelajari Sullam taufiq dapat

mengamalkan akhlak-tasawuf dengan tahapan dan dasar yang benar.

Kaum sufi menganggap ilmu syariat sebagai ilmu pertama yang

harus diketahui, namun bukan utama apalagi yang terakhir karena

fungsinya sebagai titian pertama manusia menuju ilmu thariqah. Ilmu

thariqah artinya pengetahuan tentang jalan (titian) yang ada petunjuk

untuk melakukan ibadah sesuai yang ditentukan dan dicontohkan Nabi

Muhammad SAW. dan dikerjakan oleh sahabat, tabi‟in, turun-temurun

50

hingga guru-guru secara berantai (Jum‟ah, 2013:vi). Menurut Muhammad

Ali At Tahanuwi, syariat ialah hukum-hukum Allah yang ditetapkan

untuk hamba-Nya yang disampaikan melalui para Nabi atau Rasul-Nya.

Baik hukum yang berhubungan dengan amaliyah-hukum ini dimasukkan

ke dalam ilmu fiqh maupun hukum yang berhubungan dengan akidah (Al

Aziz, tt:31). Ilmu syariat sebagai ilmu pertama terdiri dari ilmu akidah

dan fiqh untuk menuju ilmu thariqah. Sikap dan perilaku batiniah atau

tasawuf kemudian dikembangkan dengan tatacara thariqah untuk pada

gilirannya seseorang dapat mencapai makrifat (Bisri, 2007:10).

Pendidikan akhlak-tasawuf ditempuh secara runtut mulai dari ilmu syariat

kemudian ilmu tasawuf. Ilmu syariat sebagai dasar untuk mengarungi luas

dan indahnya ilmu tasawuf. Dengan demikian akhlak-tasawuf akan

muncul dalam setiap sikap dan perilaku manusia.

Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang disusun oleh Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi menjadi salah satu solusi pengembangan

kurikulum yang tepat bagi pendidikan Islam. Ada beberapa faktor yang

perlu diperhatikan dalam pengembangan isi kurikulum (Arifin, 2012:90)

di antaranya ruang lingkup (scope). Ruang lingkup kurikulum

menunjukkan keseluruhan, keluasan, atau kedalaman, dan batas-batas

bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Bahan

pelajaran tersebut merupakan bahan yang terseleksi karena dianggap

51

penting dan sesuai dengan tugas-tugas perkembangan peserta didik

(Arifin, 2012:104).

Konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi telah tersusun dan sesuai untuk menjadi terobosan baru dalam

pengembangan kurikulum. Tersusun rapi yang diawali dengan disiplin

ilmu tauhid langsung disambung dengan ilmu fiqh kemudian dilanjutkan

dengan ilmu akhlak-tasawuf. Susunan tersebut menunjukkan keseluruhan,

keluasan atau kedalaman disiplin ilmu yang akan diajarkan serta telah

jelas batas-batas bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta

didik yaitu tauhid, fiqh dan akhlak-tasawuf. Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak-

tasawuf yang disampaikan secara utuh (tanpa ada pemisahan dalam

penerapannya) bagi peserta didik merupakan bahan terseleksi yang sangat

penting dan sesuai dengan perkembangan peserta didik dalam

menghadapi era globalisasi yang terjadi. Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi mengembangkan kurikulum pendidikan Islam yang sederhana

namun menjadi bahan pokok bagi peserta didik untuk menghadapi

perkembangan zaman.

Ilmu syariat dan ilmu tasawuf mempunyai interaksi dan simbiosis

yang saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan, meskipun

fungsinya berbeda. Bila dipisahkan dalam arti hanya dipilih salah satunya,

maka akan mengakibatkan keimanan seseorang menjadi tidak seimbang

dan tidak stabil. Kadang cenderung melemah dan bahkan bisa juga hilang

52

sama sekali. Keduanya secara seimbang harus tumbuh sebagai manifestasi

iman yang makin kuat. Sikap dan perilaku syariat saja dan tanpa tasawuf

menunjukkan kekosongan batin dan pada gilirannya kalbu itu mudah

terpengaruh oleh unsur-unsur kefasikan. Akan tetapi perilaku tasawuf

tanpa didukung oleh sikap dan perilaku syariat berarti hilangnya unsur

ketakwaan yang sangat mendasar dan tidak mustahil akan menumbuhkan

perilaku kebatinan (Jawa) yang sama sekali di luar garis Islam (Bisri,

2007:11).

Iman menjadi aspek pertama yang harus tertanam dalam diri setiap

orang Islam. Seorang muslim yang mengesakan Allah adalah yang

mendapatkan hidayah dan petunjuk. Meniadakan hak disembah kepada

semua makhluk. Meyakini bahwa segala sesuatu selain Allah itu

diciptakan, dan Allah adalah satu-satunya pencipta. Dia-lah Allah yang

berhak disembah, yang berhak mendapatkan hak atas segala macam dan

bentuk-bentuk ibadah dhahir dan batin (Jum‟ah, 2014: 150). Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi sangat menekankan pada aspek keimanan

dalam hati. Menanamkan makna syahadat tauhid dan syahadat rasul

dengan kaut. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi juga menekankan

untuk senantiasa menjaga iman agar tidak lepas dari diri setiap orang

Islam. Iman menjadi modal utama dalam menghadapi segala tipu daya

dunia yang mengahadang setiap muslim untk menuju kepada Allah.

53

Kesadaran bahwa kedamaian, kabahagiaan, dan keberhasilan

manusia itu bergantung pada ketaatannya kepada Allah merupakan buah

dari keimanan kepada-Nya (Birgawi, 2014:129). Ketaatan kepada Allah

terwujud dalam bentuk ibadah yang diatur oleh ilmu fiqh. Seorang hamba

haruslah membuktikan keimanannya kepada Allah. Bukti tersebut adalah

ibadah dhohiriyah sebagai wujud penyembahan kepada Sang Pencipta,

Allah. Ibadah tersebut diatur sedemikian rupa oleh fiqh. Ibadah

dhohiriyah sebagai indikator keimanan adalah berupa ketakwaan yakni

melaksanakan semua perintah Allah dan menghindari dari semua

larangan Allah (Bisri, 2007:10). Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

mengajarkan fiqh dengan beberapa bab utama yang wajib dilaksanakan

oleh orang Islam. Ilmu fiqh dalam Sullam Taufiq diawali dengan

kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman. Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi memberi modal awal dalam melaksanakan

berbagai bentuk ibadah dengan menjelaskan tentang pentingnya

melaksanakan berbagai kewajiban yang perlu untuk dipenuhi. Begitu

juga mengingatkan pentingnya meninggalkan keharaman dalam

melaksanakan ibadah. Ibadah sebagai sarana mendekatkan diri kepada

Allah, maka perlu memperhatikan berbagai syarat, dan rukun yang

bersangkutan. Dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut

(ibadah), harus menetapi syarat dan rukunnya. Demikian juga wajib

54

menjauhi hal-hal yang bisa membatalkan ibadah dan wajib meninggalkan

semua perkara yang diharamkan oleh Allah (Sa‟id, tt:25).

Tasawuf itu sendiri menurut banyak ulama adalah menjernihkan

kalbu dari sifa-sifat rendah, tercela yang gilirannya tidak mustahil

muncul sikap kejiwaan yang disebut superego yang terejawantah dalam

sikap dan perilaku lahiriah (Bisri, 2007:8). Menurut Muhammad bin Al-

Qashshab seperti yang dikutip Imam Qusyairi, tasawuf adalah akhlak

yang terpuji, yang tampak di masa yang mulia, dari seorang yang mulia,

bersama dengan orang-orang yang mulia (An-naisaburi, 2007:416).

Tasawuf sebagaimana uraian tersebut akan menimbulkan akhlak-tasawuf.

Akhlak yang muncul akibat kedekatan dengan Allah. Makna akhlak yang

mulia menurut Husin bin Manshur adalah ketiadaan buih (kesia-siaan)

bekas makhluk dalam diri seseorang setelah pencapaian penglihatnnya

pada Al-Haqq. Sedangkan menurut Ahmad bin Isa Al-Kharraz adalah

ketiadaan keinginan atau cita-cita selain yang ditujukan kepada Allah.

menurut Muhammad Al-Kattani akhlak tercermin dalam sikap sufi.

Artinya, tasawuf adalah akhlak yang menjadi bekal dalam

kebersamaannya dengan Allah (An-Naisaburi, 2007:352). Kedekatan

dengan Allah, kebersamaan dengan Allah diraih dengan jalan ibadah

yang telah diatur oleh fiqh. Ibadah sebagai wujud ketakwaan kepada

Allah mempengaruhi keadaan hati. Semakin tekun ibadah maka hati akan

semakin mengkilat dan semakin banyak memantulkan cahaya Allah.

55

cahaya Allah yang memantul dari hati seseorang akan menyebabkan

anggota badan manusia menampilkan akhlak yang mulia. Akhlak sebagai

buah kedekatan bersama Allah.

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyusun kitab Sullam

Taufiq mengajak orang-orang Islam untuk menjadi manusia berkualitas

spiritual yang tinggi yaitu menjunjung tinggi akhlak-tasawuf buah dari

pendekatan diri kepada Allah. Sebagaimana tertulis dalam

mukadimahnya, “...kemudian di angkat derajatnya dan ditempatkan

pada maqom mahabbah...” (Said, tt:1). Menurut Imam Qusyairi cinta

adalah suatu hal yang mulia. Rahmat adalah keinginan spesial, dan cinta

lebih khusus daripada rahmat. Karena itu, keinginan Allah untuk

menyampaikan pahala dan nikmat kepada hamba-Nya disebut rahmat,

sedangkan keinginan-Nya untuk mengkhususkan hamba-Nya dengan

kedekatan dan kedudukan yang tinggi dinamakan cinta (mahabbah) (An-

Naisaburi, 2007:475).

2. Analisis Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi

Analisis pendidikan akhlak-tasawuf berbeda dengan analisis

konsep pendidikan akhlak-tasawuf. Apabila analisis konsep pendidikan

akhlak-tasawuf dimaksudkan untuk menemukan keistimewaan hubungan

antara akidah, fiqh, dan tasawuf hingga dapat memunculkan perilaku

akhlak-tasawuf. Maka analisis pendidikan akhlak-tasawuf dimaksudkan

56

untuk mengetahui keistimewaan dan penerapan dari pembahasan akhlak-

tasawuf yang telah disusun oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.

Akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi dapat dikatakan seperti perilaku akhlak pada umumnya. Akhlak

yang sudah biasa dipelajari pada dunia pendidikan Islam, begitu juga di

Indonesia. Bila dilihat dari isi kitab, Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi ingin mengajak setiap orang agar mulia di sisi Allah dengan cara

ibadah yang sudah lazim di masyarakat luas. Awal pembahasan akhlak-

tasawuf, Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan tentang

berbagai kewajiban dan kemaksiatan hati. Pembahasan berikutnya

berkaitan dengan tubuh manusia dimulai dari perut, mata, lisan, telinga,

tangan, kemaluan, kaki, dan badan. Pada akhir pembahasan akhlak-

tasawuf, Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan tentang cara

bertaubat.

Apabila ditinjau dari susunan, pembahasan pendidikan akhlak-

tasawuf tersebut dapat dimasukkan dalam pengembangan kurikulum pada

bagian urutan atau sequence. Urutan bahan pelajaran menunjukkan

keteraturan bahan yang akan disampaikan kepada peserta didik. Urutan

tersebut dilakukan dengan cara antara lain mulai dari yang kecil hingga

yang terbesar, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks, dapat

juga mulai dari keseluruhan sampai dengan bagian-bagian (Arifin,

2012:105). Pendidikan Akhlak-tasawuf yang diawali dari hati, kemudian

57

menuju ke berbagai anggota tubuh manusia dan diakhiri dengan taubat

menjadi keteraturan bahan pembelajaran yang akan disampaikan kepada

peserta didik.

Peserta didik dapat mempelajari akhlak-tasawuf berawal dari

tempat sumber akhlak yaitu hati, meliputi kewajiban dan perbuatan-

perbuatan yang dinilai maksiat bagi hati. Kemudian mulai menyebar ke

masing-masing bagian anggota tubuh sebagai wilayah pancaran cahaya

hati. Dimulai dari perut, mata, lisan, telinga, tangan, kemaluan, kaki, dan

badan. Urutan yang sistematis ini akan memudahkan peserta didik

memahami berbagai perilaku akhlak-tasawuf, sehingga memudahkan

peserta didik menerapkannya. Uniknya dari pendidikan akhlak-tasawuf

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi adalah hanya disebutkan tentang

berbagai maksiat dari setiap anggota tubuh manusia tersebut. Keunikan

ini memicu peserta didik dan pendidik (sendiri) untuk berpikir

menganalisis hal-hal yang dikategorikan akhlak-tasawuf keterbalikan dari

berbagai maksiat yang disebutkan oleh Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi. Pengembangan kurikukulum dengan urutan tersebut

memotivasi setiap peserta didik untuk kembali kepada Allah melalui jalan

taubat. Sequence yang istimewa bagi dunia pendidikan untuk

mewujudkan moral spiritual berbasis akhlak-tasawuf bagi setiap warga

Negara Indonesia.

58

Akidah dan keyakinan yang lazim disebut iman tumbuh dari kalbu.

Kuat lemahnya keimanan seseorang akan banyak dipengaruhi oleh

kejernihan kalbu (Bisri, 2007:9). Ada pepatah terkenal mengatakan,

“Sesungguhnya jiwa itu bagaikan kota. Kedua tangan, kedua kaki dan

seluruh anggota badan adalah daerah wilayahnya. Kekuatan nafsu

walikotanya, kekuatan angkara murka polisinya. Sedang hati

meruapakan rajanya dan akal sebagai perdana menterinya.” (Bisri,

2007:32). Hati atau kalbu sebagai raja sumber dari ruhaniah manusia.

Wilayah pemerintahan hati adalah semua anggota badan, sehingga

anggota badan perlu untuk diperhatikan pula. Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi memperhatikan perilaku setiap anggota badan. Mulai dari perut,

mata, lisan, telinga, tangan, kemaluan, kaki, dan badan itu sendiri. Setiap

anggota badan agar terjaga dari berbagai maksiat yang dapat membuat

hati tertutupi noda dosa sehingga sulit memantulkan cahaya Allah.

Apabila anggota badan telah tercemar dengan maksiat maka harus

bertaubat. Maka pembahasan akhlak-tasawuf oleh Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi ditutup dengan tatacara bertaubat. Seseorang yang

bertaubat dari segala sesuatu selain Allah, maka Allah akan

menampakkan sifat-sifat-Nya kepada orang tersebut (Jum‟ah, 2013:28).

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi juga menunjukkan bahwa

akhlak-tasawuf tidak lepas dari unsur tauhid, fiqh, dan tasawuf itu sendiri.

59

Penggolongan akhlak-tasawuf yang diajarkan Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi dalam kitab Sullam Taufiq, sebagai berikut:

Tabel 4.1 Unsur-Unsur Dalam Akhlak-tasawuf

a. Kewajiban Hati

No. Perilaku Unsur

1) Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang

dari Allah.

Tauhid

2) Beriman kepada utusan Allah dan apa-apa yang

datang dari utusan Allah.

Tauhid

3) Membenarkan ajaran Nabi. Tauhid

4) Meyakininya (ajaran Nabi). Tauhid

5) Ikhlas. Tasawuf

6) Menyesali atas kemaksiatan. Tasawuf

7) Menyerahkan diri kepada Allah (tawakal). Tasawuf

8) Merasa selalu dalam pengawasan Allah. Tauhid

9) Ridlo atas takdir Allah Tauhid

10) Berbaik sangka kepada Allah dan makhluk

Allah.

Tasawuf

11) Mengagungkan syiar-syiar Allah. Tauhid

12) Mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Tasawuf

13) Bersabar dalam melaksanakan apa-apa yang

diwajibkan Allah.

Tasawuf

60

14) Bersabar dalam menjauhi apa-apa yang di

haramkan Allah.

Tasawuf

15) Bersabar atas cobaan-cobaan Allah. Tasawuf

16) Yakin dengan rezeki. Tauhid

17) Berburuk sangka terhadap nafsu. Tasawuf

18) Tidak ridlo terhadap nafsu. Tasawuf

19) Membenci syaitan. Tasawuf

20) Membenci perkara duniawi. Tasawuf

21) Membenci para pelaku kemaksiatan. Tasawuf

22) Mencintai Allah. Tauhid

23) Mencintai Kalamullah. Tauhid

24) Mencintai Rasul-Nya. Tauhid

25) Mencintai para sahabat Nabi SAW. Tauhid

26) Mencintai keluarga Nabi. Tauhid

27) Mencintai para sahabat Anshor. Tauhid

28) Mencintai para sholihin. Tasawuf

b. Sebagian dari Maksiat Hati

No. Perilaku Unsur

1) Riya‟ dengan amal. Tasawuf

2) Meragukan wujudnya Allah. Tauhid

61

3) Merasa aman dari azabnya Allah. Tauhid

4) Merasa putus asa dari rahmat Allah. Tasawuf

5) Sombong atas hamba-hamba Allah. Tasawuf

6) Dendam. Tasawuf

7) Hasud. Tasawuf

8) Mengungkit-ungkit sedekah. Tasawuf

9) Terus-menerus melakukan dosa. Tasawuf

10) Berprasangka buruk kepada Allah dan hamba-

hamba-Nya.

Tasawuf

11) Membohongkan takdir Allah. Tauhid

12) Bergembira dengan kemaksiatan yang

dilakukannya atau dilakukan orang lain.

Tasawuf

13) Menghianati janji, meskipun dengan orang kafir. Tasawuf

14) Melakukan tipu daya Fiqh

15) Membenci sahabat Nabi, keluarga Nabi atau

kaum sholihin.

Tauhid

16) Kikir atas sesuatu yang diwajibkan Allah. Fiqh

17) Rakus Tasawuf

18) Menghina sesuatu yang diagungkan Allah. Tauhid

19) Meremehkan sesuatu yang diagungkan Allah,

yakni ketaatan, kemaksiatan, Al-Qur‟an, ilmu,

surga atau neraka.

Tauhid

62

c. Sebagian dari Maksiat Perut

No. Perilaku Unsur

1) Memakan riba. Fiqh

2) Memakan pungutan liar. Fiqh

3) Memakan harta ghosob. Fiqh

4) Memakan harta curian. Fiqh

5) Memakan harta yang dihasilkan dari muamalah

yang diharamkan syara‟.

Fiqh

6) Meminum arak. Fiqh

7) Memakan sesuatu yang memabukkan. Fiqh

8) Memakan segala sesuatu yang najis. Fiqh

9) Memakan sesuatu yang menjijikkan. Fiqh

10) Memakan harta anak yatim. Fiqh

11) Memakan harta wakaf yang menyalahi ketentuan

yang disyaratkan oleh orang yang wakaf.

Fiqh

12) Memakan harta yang diberikan pemiliknya

karena merasa malu.

Fiqh

d. Di antara Maksiat-Maksiat Mata

No. Perilaku Unsur

1) Memandang kepada wanita-wanita lain. Fiqh

63

2) Melihat aurat. Fiqh

3) Diharamkan bagi wanita membuka bagian

tubuhnya.

Fiqh

4) Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka

bagian tubuh antara pusar dan lutut di hadapan

orang yang melihat aurat tersebut, meskipun

sejenisnya dan ada hubungan mahrom, selain

dengan orang yang halal.

Fiqh

5) Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka

qubul dan duburnya manakala sendirian dengan

tanpa ada hajat, kecuali di hadapan orang yang

halal baginya.

Fiqh

6) Diharamkan memandang orang Islam dengan

pandangan meremehkan.

Tasawuf

7) Diharamkan melihat ke dalam rumah orang lain

dengan tanpa seizin pemiliknya atau melihat

sesuatu yang disembunyikan dengan tanpa seizin

pemiliknya.

Tasawuf

8) Menyaksikan kemungkaran sementara itu ia

tidak mengingkari.

Tasawuf

64

e. Di antara Maksiat-Maksiat Lisan

No. Perilaku Unsur

1) Ghibah (Menggunjing). Tasawuf

2) Menghasut. Tasawuf

3) Mengadu tanpa perantara ucapan Tasawuf

4) Dusta Tasawuf

5) Mengadu domba. Tasawuf

6) Sumpah palsu. Fiqh

7) Ucapan-ucapan qadzaf (tuduhan). Fiqh

8) Mencela para sahabat Nabi SAW. Tauhid

9) Saksi palsu. Fiqh

10) Tidak memenuhi janji Tasawuf

11) Penundaan pembayaran hutang Fiqh

12) Mencela, mencacat dan melaknat. Tasawuf

13) Menghina orang Islam. Tauhid

14) Berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya. Tauhid

15) Tuduhan bohong. Tasawuf

16) Menjatuhkan talak bid‟iy (menceraikan istrinya

yang sudah disetubuhi ketika sedang haid atau

nifas).

Fiqh

17) Zhihar (suami menyerupakan istrinya seperti

Fiqh

65

ibunya atau saudara perempuan suaminya).

18) Keliru di dalam membaca Al-Qur‟an, meskipun

tidak sampai merubah arti.

Tasawuf

19) Orang kaya yang meminta harta atau pekerjaan. Tasawuf

20) Nadzar dengan tujuan mencegah ahli waris dan

meninggalkan wasiat utang atau suatu benda

yang tidak diketahui oleh orang lain.

Fiqh

21) Membuat nasab (keturunan) bukan pada ayah

atau orang yang memerdekakannya.

Fiqh

22) Melamar gadis yang sedang dilamar saudaranya

yang muslim.

Fiqh

23) Berfatwa tanpa ilmu. Fiqh

24) Meratapi dan menangisi dengan menjerit-jerit

yang berlebihan pada seorang mayit.

Fiqh

25) Setiap ucapan yang mendorong pada keharaman

atau memutuskan dari kewajiban.

Fiqh

26) Setiap pembicaraan yang mencela agama atau

salah seorang dari para Nabi, ulama, ilmu,

syariat, Al Qur‟an atau sesuatu dari beberapa

syiar Allah.

Tauhid

27) Meniup seruling. Fiqh

28) Diam dari memerintahkan melakukan kebaikan Fiqh

66

dan mencegah kemungkaran tanpa adanya udzur.

29) Menyembunyikan ilmu yang wajib padahal ada

yang belajar.

Fiqh

30) Tertawa karena keluar kentut atau terhadap

seorang muslim karena meremehkannya.

Tasawuf

31) Menyembunyikan kesaksian dan melupakan Al-

Qur‟an.

Fiqh

32) Tidak menjawab salam yang wajib. Fiqh

33) Melakukan ciuman yang menggerakkan syahwat

bagi orang yang sedang ihram haji atau umrah,

orang yang berpuasa fardhu, atau bagi orang

yang haram melakukan ciuman tersebut.

Fiqh

f. Sebagian Maksiat-Maksiat Telinga

No. Perilaku Unsur

1) Mendengarkan pembicaraan suatu kaum yang

dirahasiakan dari pendengarannya.

Tasawuf

2) Mendengarkan seruling dan suara-suara yang

diharamkan.

Fiqh

3) Mendengarkan gunjingan, adu domba, dan

semua perkataan yang haram. Lain halnya jika

mendengarkannya secara tidak sengaja, lalu

Tasawuf

67

membencinya dan wajib mengingkari apabila

mampu.

g. Sebagian Maksiat-Maksiat Tangan

No. Perilaku Unsur

1) Mengurangi takaran, timbangan dan ukuran

panjang.

Fiqh

2) Mencuri. Fiqh

3) Merampok. Fiqh

4) Ghasab. Fiqh

5) Mengambil pungutan liar dana mengambil

dengan cara haram.

Fiqh

6) Membunuh. Fiqh

7) Memukul tanpa hak. Tasawuf

8) Mengambil atau menerima suap. Fiqh

9) Membakar hewan, kecuali jika hewan tersebut

mengganggu dan hanya dengan cara itu

(membakar) untuk menolaknya.

Fiqh

10) Menyiksa hewan. Fiqh

11) Bermain dadu (tarad) dan thob (sejenis alat

pemukul untuk berjudi), dan setiap sesuatu yang

mengandung perjudian.

Fiqh

68

12) Memainkan alat-alat musik yang diharamkan,

seperti thanbur, rebab, seruling, dan senar yang

digunakan sebagai alat musik.

Fiqh

13) Menyentuh wanita yang bukan mahramnya

dengan sengaja tanpa penghalang atau dengan

adanya penghalang namun dengan syahwat

walaupun sejenis atau ada hubungan mahram.

Fiqh

14) Menggambar hewan. Fiqh

15) Mencegah (tidak menunaikan) zakat. Fiqh

16) Menghalangi pekerjaan untuk memperoleh upah. Fiqh

17) Menahan harta yang sangat dibutuhkan orang

lain untuk menutupi kebutuhannya atau tidak

menyelamatkan orang yang tenggelam, padahal

tidak ada udzur untuk melaksanakan dua hal

tersebut.

Fiqh

18) Menulis sesuatu yang haram diucapkan. Tasawuf

19) Berkhianat Tasawuf

h. Di Antara Maksiat-Maksiat Kemaluan

No. Perilaku Unsur

1) Zina dan liwath (homoseks). Fiqh

2) Menyetubuhi hewan meskipun miliknya. Fiqh

69

3) Onani dengan tidak menggunakan tangan

istrinya.

Fiqh

4) Bersetubuh pada masa haid atau nifas atau

setelah berhenti haid dan nifas tetapi sebelum

mandi (bersuci).

Fiqh

5) Membuka aurat di hadapan orang yang haram

melihatnya atau tatkala sendirian tanpa adanya

tujuan.

Fiqh

6) Menghadap atau membelakangi kiblat ketika

buang air kecil atau buang air besar tanpa adanya

penghalang (tutup).

Fiqh

7) Buang air besar di pemakaman (kuburan), buang

air kecil di dalam masjid walaupun pada wadah

dan haram buang air kecil pada tempat yang

diagungkan.

Fiqh

8) Meninggalkan khitan sempai pada masa baligh. Fiqh

i. Di Antara Maksiat-Maksiat Kaki

No. Perilaku Unsur

1) Berjalan pada kemaksiatan. Tasawuf

2) Pelarian diri seorang budak (dari tuannya), istri

(dari suaminya) dan orang yang mempunyai

Fiqh

70

kewajiban hak berupa qishash, utang, nafkah,

berbakti kepada kedua orang tua dan mengasuh

anak-anak kecil.

3) Congkak ketika berjalan. Tasawuf

4) Melewati pundak (leher) seseorang, kecuali

karena tempat kosong.

Fiqh

5) Lewat di depan orang yang sedang shalat, jika

syarat-syarat batas tempat shalat telah terpenuhi.

Fiqh

6) Memanjangkan (menyelonjorkan) kaki ke arah

mushhaf (Al-Qur‟an), ketika tidak berada pada

tempat yang tinggi.

Tasawuf

7) Setiap berjalan pada sesuatu yang diharamkan

atau meninggalkan suatu kewajiban.

Fiqh

j. Di Antara Maksiat-Maksiat Badan

No. Perilaku Unsur

1) Mendurhakai kedua orang tua. Tasawuf

2) Melarikan diri dari peperangan. Fiqh

3) Memutus tali silaturrahmi (persaudaraan) Fiqh

4) Menyakiti tetangga. Fiqh

5) Mewarnai rambut dengan warna hitam. Fiqh

6) Laki-laki menyerupai perempuan dan Fiqh

71

sebaliknya.

7) Merendahkan pakaian bagian bawah sampai

menyentuh tanah karena sombong. Memakai

pacar pada kedua tangan dan kaki oleh laki-laki

tanpa adanya keperluan.

Fiqh

8) Memutus mengerjakan ibadah fardhu tanpa

udzur, dan memutus mengerjakan kesunnahan

ibadah haji dan umrah.

Fiqh

9) Menceritakan seorang mukmin untuk tujuan

menghina dan meneliti beberapa kejelekan

(cacat) manusia.

Tasawuf

10) Membuat tahi lalat (tiruan pada tubuh atau

bertato).

Fiqh

11) Mendiamkan (tidak menghiraukan) pada seorang

muslim lebih dari tiga hari kecuali karena ada

udzur syar‟i.

Fiqh

12) Menemani duduk bersama orang yang

melakukan bid‟ah atau orang fasik, karena

menyenangkan mereka.

Fiqh

13) Memakai emas, perak, sutra atau pakaian yang

timbangan berat sutranya lebih banyak daripada

yang lainnya bagi seorang laki-laki yang sudah

Fiqh

72

baligh, kecuali cincin dari perak.

14) Menyepi dengan wanita lain (yang bukan

mahramnya), dan seorang wanita yang bepergian

tanpa disertai mahramnya.

Fiqh

15) Mempekerjakan seorang yang merdeka secara

paksa.

Fiqh

16) Menghina para ulama, imam (kepala

pemerintahan) yang adil dan orang muslim yang

lanjut usia.

Tasawuf

17) Memusuhi kekasih Allah (wali Allah). Tasawuf

18) Menolong untuk melakukan kemaksiatan dan

melariskan barang palsu.

Fiqh

19) Memakai dan membawa wadah dari emas dan

perak.

Fiqh

20) Meninggalkan ibadah fardhu atau mengerjakan

fardhu, namun meninggalkan rukunnya atau

syaratnya atau dengan perkara yang

membatalkan fardhu.

Fiqh

21) Tidak mengerjakan shalat Jum‟at, padahal shalat

tersebut wajib bagi seseorang, walaupun telah

mengerjakan shalat dzuhur.

Fiqh

22) Ahli suatu daerah (desa) meninggalkan jama‟ah Fiqh

73

pada shalat-shalat fardhu.

23) Mengakhirkan (terlambat) mengerjakan fadhu

dari waktunya dengan tanpa adanya udzur.

Fiqh

24) Melempar binatang buruan dengan sesuatu yang

berat, yang bisa mempercepat keluar nyawanya,

dan membuat hewan sebagai sasaran.

Fiqh

25) Tidak berdiam di rumah bagi wanita yang

beriddah tanpa adanya udzur, dan tidak adanya

ihdad (menunjukkan duka dengan tidak

bersolek) atas kematian suaminya.

Fiqh

26) Menajisi masjid dan mengokotorinya walaupun

dengan sesuatu yang suci.

Fiqh

27) Menganggap mudah pada pelaksanaan haji

setelah mampu sampai datang kematiannya.

Fiqh

28) Berhutang bagi orang yang tidak bisa diharapkan

melunasinya secara zhahir, sedangkan orang

yang memberikan hutang tidak mengetahui hal

tersebut.

Fiqh

29) Tidak memberi kesempatan kepada orang yang

belum mampu membayar hutang.

Fiqh

30) Menyerahkan harta untuk kemaksiatan. Tasawuf

31) Menghina mushhaf (Al-Qur‟an) dan setiap ilmu Tauhid

74

syariat.

32) Membolehkan anak kecil yang belum tamyiz

memegang Al-Qur‟an.

Tasawuf

33) Mengubah batas-batas tanah. Fiqh

34) Mempergunakan jalan raya untuk keperluan

yang tidak diperbolehkan oleh syara‟.

Fiqh

35) Mempergunakan barang pinjaman tidak sesuai

dengan izin yang diberikan atau melebihi waktu

yang diizinkan atau dipinjamkan lagi kepada

orang lain.

Fiqh

36) Menghalangi dari mempergunakan fasilitas

umum.

Fiqh

37) Menggunakan barang temuan sebelum

diumumkan sesuai dengan syarat-syarat.

Fiqh

38) Duduk dengan menyaksikan kemungkaran

ketika seseorang tidak ada udzur.

Tasawuf

39) Menyerobot masuk dalam pesta-pesta, yaitu

masuk tanpa adanya izin atau orang-orang

memasukkannya karena sungkan.

Fiqh

40) Seseorang dimuliakan karena ditakuti

kejahatannya.

Tasawuf

41) Tidak sama (tidak adil) di antara beberapa istri. Fiqh

75

42) Wanita yang keluar dengan memakai wangi-

wangian atau berhias, walaupun menutupi aurat

dan dengan seizin suaminya, jika wanita tersebut

melewati orang-orang laki-laki lain (bukan

mahramnya).

Fiqh

43) Mengerjakan sihir. Tauhid

44) Tidak mentaati imam (kepala negara). Fiqh

45) Mengurusi (harta) anak yatim, masjid, atau

menerima jabatan sebagai hakim atau jabatan-

jabatan lainnya, padahal mengetahui tidak akan

mampu melaksanakan tugas tersebut.

Fiqh

46) Melindungi orang zalim dan menghalangi orang

yang hendak mengambil haknya dari orang

zalim tersebut.

Fiqh

47) Membuat takut pada orang-orang muslim. Tasawuf

48) Merampok. Fiqh

49) Tidak menepati nadzar. Fiqh

50) Berpuasa tanpa berbuka (wishol). Fiqh

51) Mengambil tempat duduk orang lain, atau

berdesakan dengan orang lain yang menyakitkan

atau mengambil giliran orang lain (tidak disiplin

antri).

Fiqh

76

k. Cara Bertaubat

No. Perilaku Unsur

1) Menyesali perbuatannya. Tasawuf

2) Melepaskan diri. Fiqh

3) Berniat tidak kembali lagi pada perbuatan seperti

itu.

tasawuf

4) Memohon ampunan (istighfar). Tauhid

5) Jika melakukan dosa berupa meninggalkan

kewajiban, maka harus mengqadhanya. Jika

bertanggung jawab pada seseorang, maka harus

memenuhi dan memohon ridhonya.

Fiqh

Tabel tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa akhlak-

tasawuf tidak dapat dipisahkan dari unsur tauhid, fiqh, dan tasawuf. Akhlak-

tasawuf merupakan perpaduan antara tauhid, fiqh, dan tasawuf. Apabila

dalam membaca tabel tersebut seakan ada keganjalan yang terasa dalam hati

dalam hal pengelompokan jenis dari masing-masing perbuatan maka hal

tersebut membuktikan bahwa tauhid, fiqh, dan tasawuf tidak dapat

terpisahkan satu sama lainnya. Dapat dicontohkan dalam kewajiban hati

terdapat ridlo atas takdir Allah yang dikategorikan dalam tauhid. Ridlo

merupakan perilaku tasawuf namun tidak dapat dilepas dari nilai ketauhidan.

Apabila di dalam tabel, ridlo dikategorikan tauhid hanya untuk menegaskan

77

bahwa ada unsur tauhid dalam keridloan. Dengan demikian tauhid, fiqh, dan

tasawuf tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Bertauhid memerlukan fiqh sebagai perwujudan dan berwadah

tasawuf agar berbuah akhlak mulia, yakni akhlak-tasawuf. Berfiqh tidak dapat

lepas dari tauhid sebagai alasan beribadah dan tidak dapat meninggalkan

tasawuf agar senantiasa merasa hadir di hadapan Allah saat beribadah,

sehingga ibadah bukan hanya formalitas. Bertasawuf pun tidak dapat

meninggalkan tauhid sebagai dasar iman dan tidak dapat meninggalkan fiqh

karena akan bernilai kufur sebab meremehkan serta meninggalkan ibadah.

Setiap syariat yang kehadirannya tidak diikat dengan hakikat tidak dapat

diterima, dan setiap hakikat yang perwujudannya tidak dilandasi syariat tidak

akan berhasil (An-naisaburi, 2007:104). Syariat adalah hakikat dari sisi mana

yang kewajiban diperintahkan dan hakikat sebenarnya juga syariat dari sisi

mana kewajiban diperintahkan bagi ahli ma‟rifat (2007:105).

D. Relevansi Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syaikh Abdullah bin

Husain Ba’alawi

Pendidikan akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi relevan diterapkan di Indonesia. Relevansi tersebut dapat

digolongkan dalam dua kategori besar, sebagai berikut:

1. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin

Ba‟alawi

78

Pendidikan tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi dalam kitab Sullam Taufiq bertujuan agar siapa saja

yang mempelajari kitab tersebut akan memperoleh cinta Allah. Awal

mukadimah kitab telah dituliskan harapan beliau agar orang-orang yang

menelaah kitab Sullam Taufiq diberi pertolongan sehingga dapat

mengamalkan isinya kemudian diangkat derajatnya dan di tempatkan

pada maqam mahabbah. Dengan sebab melakukan amalan-amalan sunnah

sehingga memperoleh cinta dan pertolongan Allah.

Indonesia didirikan oleh para pendahulu dengan nilai spiritual yang

tinggi. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia bersifat final dan

mengikat bagi seluruh penyelenggara negara dan seluruh warga negara

Indonesia (MPR, 2013:88). Dengan demikian Pancasila juga menjadi

sumber nilai spiritual Indonesia yang digali dari nilai-nilai Bangsa

Indonesia. Sila pertama tentang ketuhanan menjadi ruh bagi empat sila

selanjutnya. Paham Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pandangan

dasar dan bersifat primer yang secara substansial menjiwai keseluruhan

wawasan kenegaraan bangsa Indonesia (MPR, 2013:92).

Masyarakat Indonesia yang beragama Islam tidak dapat

meninggalkan dua hal pokok, dasar negara Indonesia dan ajaran Islam.

Dasar negara Indonesia tidak bertentangan dengan ajaran Islam, keduanya

sama-sama berdasarkan pada nilai ketuhanan. Dengan demikian

79

penggunaan kitab Sullam Taufiq pada dunia pendidikan Indonesia sangat

relevan.

Dalam membangun pribadi yang dihiasi nilai-nilai Islam, Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan tentang akhlak-tasawuf.

Akhlak-tasawuf ditanamkan melalui pendidikan tauhid dan fiqh. Bukan

hanya indah dalam budi pekerti namun juga memiliki tata dhohir yang

rapi. Golongan inilah yang dinamakan dengan para sufi sejati (Jum‟ah,

2013:120).

Tiga disiplin ilmu dalam kitab Sullam Taufiq buah pikiran Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi dapat diterapkan di Indonesia. Ilmu tauhid,

ilmu fiqh dan ilmu akhlak-tasawuf sangat cocok dengan iklim pendidikan

di Indonesia. Iklim pendidikan Indonesia tergambarkan pada UU

Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1

(http://referensi.elsam.or.id) menerangkan:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Konsep pendidikan akhlak-tasawuf dari Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi dapat mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan

80

akhlak mulia. Konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut relevan

dengan ketentuan umum pendidikan sesuai Undang-Undang Sisdiknas.

Relevansi konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi pada pendidikan Indonesia dapat diuraikan menjadi tiga

kategori disiplin ilmu, yaitu:

a. Ilmu Tauhid

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menjelaskan ilmu tauhid

dalam tiga pembahasan. Pertama, Sifat Allah dan Rasul. Menjelaskan

makna syahadat tauhid dan syahadat rasul. Mengindikasikan seorang

yang beragama Islam harus mengetahui sifat-sifat Allah Tuhan yang

telah menciptakannya dan mengetahui pula tentang Nabi Muhammad

SAW sebagai suri tauladan bagi umat Islam.

Menanamkan iman menjadi pilihan pertama dalam konsep

pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.

Sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebersih-bersih tauhid

merupakan suatu pondasi untuk mendorong dan menciptakan

pendidikan anak pada saat lahir ke dunia (Mansur, 2011:311). Setiap

penduduk Indonesia harus memiliki iman dalam hatinya. Dengan

tegas Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menulis, “Di wajibkan

atas setiap orang mukallaf untuk masuk ke dalam agama Islam”

(Said, tt:3). Beliau mengajak pada jalan keselamatan yaitu Islam

untuk mendapatkan cinta Allah.

81

Pendidik, peserta didik serta semua pihak yang berperan dalam

dunia pendidikan di Indonesia khususnya harus memegang teguh

keimanan. Dasar-dasar akidah harus terus-menerus ditanamkan pada

diri anak agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa

dilandasi oleh akidah yang benar (Mansur, 2011:116). Syahadat harus

mewujud dalam ucapan lisan, gerak hati, dan tindakan. Dengan

demikian syahadat bukan semata soal “kesalehan ritual” atau

“kesolehan sosial”, melainkan menjadi “kesalehan total” (Siroj,

2012:5).

Kedua, hal-hal yang menyebabkan murtad. Syaikh Abdullah

bin Husain Ba‟alawi mengawali pembahasan ini dengan kalimat,

“Wajib bagi setiap orang Islam menjaga dan memelihara keislaman

dari sesuatu yang merusak, membatalkan, dan memutuskan, yakni

kemurtadan” (Said, tth:12). Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

mengajarkan keteguhan dalam menjaga iman. Tidak mudah untuk

berpindah-pindah agama, sehingga tidak seperti mempermainkan

agama. Pendidikan tauhid Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

mendidik setiap orang Islam untuk senantiasa menjaga iman.

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menanamkan keteguhan

hati dalam memegang keimanan. Setiap orang yang berperan dalam

dunia pendidikan di Indonesia diharapkan memiliki keteguhan iman,

sehingga tidak mudah tergoyahkan oleh kemewahan dunia. Iman yang

82

kuat akan mengantar mencapai tujuan pendidikan nasional. UU No.

20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3

(http://referensi.elsam.or.id) menyebutkan:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab.”

Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab harus dilandasi

dengan iman yang kuat.

Ketiga, hukum-hukum orang yang murtad. Pada pembahasan

ini Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menjelaskan tentang

berbagai kewajiban orang-orang murtad untuk kembali kepada Islam

(Said, tt:23). Pembahasan ini mencerminkan kecintaan Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi kepada semua orang termasuk yang

telah murtad. Selain mencerminkan kecintaan seorang guru, Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi menunjukkan cahaya kepada orang

yang telah murtad bahwa ada kesempatan untuk kembali ke jalan yang

benar. Melalui taubat yang sungguh-sungguh dapat kembali kepada

jalan Islam.

83

Dunia pendidikan di Indonesia telah terjadi dikotomi

pendidikan. Pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan

agama Islam. Pendidikan Islam diposisikan hanya pada aspek

keakhiratan. Pandangan dikotomis dalam pendidikan Islam diperparah

oleh adanya pengaruh budaya dan kebijakan pendidikan bangsa-

bangsa Barat yang menjajah negeri Islam. Di Indonesia, dikotomi

pendidikan yang memisahkan pendidikan “umum” dengan pendidikan

“agama”, merupakan warisan dari zaman kolonial Belanda (As Said,

2011:125).

Kondisi dikotomi tersebut dapat menyebabkan pemurtadan

secara tidak sadar. Sebagai contoh, apabila pendidikan “umum”

membuat ragu pada kekuasaan Allah ataupun takdir Allah maka bisa

dikategorikan dalam murtad i‟tiqod. Sebagaimana keterangan Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi, “Termasuk bagian dari kemurtadan

yang pertama (i‟tiqod) adalah meragukan Allah, Rasul-Nya, Al-

Qur‟an,...” (Said, tt:12). Mengantisipasi hal tersebut diperlukan

pertaubatan dengan menghilangkan dikotomi pendidikan Islam.

Muhammad As Said mengutip keterangan Muhammad Munir Mursi

bahwa seluruh ilmu bersifat Islami sepanjang berada dalam batas-

batas yang digariskan Allah SWT (As Said, 2011:124).

84

b. Ilmu Fiqh

Kehidupan di Indonesia tentu beragam. Berbagai kebudayaan,

adat, tradisi, suku, ras, dan agama terkumpul di dalam tubuh Bangsa

Indonesia. Masyarakat Islam di Indonesia memerlukan pedoman ilmu

fiqh untuk bermasyarakat. Tetap memegang teguh ajaran Islam namun

tetap melestarikan budaya lokal.

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menuliskan dalam

Sullam Taufiq tentang ilmu fiqh yang harus diketahui dan dipegang

kuat oleh setiap orang Islam. Terdapat 23 (dua puluh tiga)

pembahasan berkaitan dengan ilmu fiqh yang relevan dengan

kehidupan di Indonesia. Kedua puluh tiga pembahasan tersebut yakni:

kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman, waktu-

waktu shalat, kewajiban wali anak kecil dan penguasa, fardhu-fardhu

wudhu, yang membatalkan wudhu, yang mewajibkan bersuci, hal-hal

yang mewajibkan mandi, syarat-syarat bersuci, hal-hal yang

diharamkan bagi orang yang berhadats, bersuci dari najis, syarat-

syarat shalat, hal-hal yang membatalkan shalat, syarat-syarat shalat

diterima (sah), rukun-rukun shalat, shalat jama‟ah dan Jum‟at, syarat-

syarat mengikuti imam, mengurus jenazah, zakat, puasa dan

permasalahannya, Haji dan umrah, mu‟amalah (hubungan antar

manusia), riba dan jual beli yang diharamkan, kewajiban menafkahi.

85

Dua puluh tiga pembahasaan tersebut menjadi dasar pelaksaan

ibadah bagi peserta didik Islam. Tata peribadatan menyeluruh

sebagaimana termaktub dalam fiqh Islam hendaknya diperkenalkan

sedini mungkin dan sedikit dibiasakan dalam diri anak. Hal ini

dilakukan agar kelak mereka tumbuh menjadi insan yang benar-benar

takwa, yaitu insan yang taat melaksanakan segala perintah agama dan

taat pula dalam menjauhi segala larangannya (Mansur, 2011:116).

Ilmu fiqh yang ditulis Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

relevan dipelajari oleh semua orang Islam di Indonesia, terutama

pendidik dan peserta didik. Ilmu fiqh dalam Sullam Taufiq dapat

menjadi dasar pengetahuan fiqh bagi dunia pendidikan Islam di

Indonesia.

c. Ilmu Akhlak-tasawuf

Puncak pencapaian dari pendidikan adalah akhlak. Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi menempatkan akhlak pada bagian akhir

kitab. Sebagai puncak dari pendidikan akidah dan fiqh. Ilmu tauhid,

fiah, dan akhlak harus diajarkan secara berurutan dan tidak dapat

saling dipisahkan satu sama lainnya. Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi mengajarkan tentang akhlak-tasawuf, bukan hanya potret

akhlak dari wujud perilaku manusia secara fisik (Siroj, 2012:72).

Akhlak-tasawuf meninjau perilaku akhlak bukan hanya secara fisik

namun juga ruhaniahnya.

86

Akhlak-tasawuf mendorong para peserta didik untuk

meningkatkan kualitas perilaku sehari-hari. Bukan hanya secara lahir

namun juga secara batin, sehingga akan muncul perilaku yang

menjunjung tinggi akhlak mulia dengan tulus ikhlas. Menciptakan

generasi masa depan Indonesia yang berakhlak mulia serta ikhlas

untuk memajukan Indonesia. Tidak hanya sekedar mencari popularitas

untuk mendapatkan sebuah jabatan. Praktek hidup yang menyimpang

dan penyalahgunaan kesempatan dengan mengambil bentuk perbuatan

merugikan orang semakin tumbuh subur di wilayah yang tidak

berakhlak dan tidak bertasawuf. Korupsi, kolusi, perampokan,

pembunuhan, pemerkosaan, dan perampasan hak-hak asasi manusia

sudah terlalu banyak (Nata, 2002:XIV). Cara mengatasi hal tersebut

bukan hanya dengan uang, ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi

harus disertai dengan penanganan di bidang mental spiritual dan

akhlak yang mulia yakni akhlak-tasawuf.

Maju mundurnya atau baik buruknya peradaban masyarakat

suatu bangsa akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang

dijalani atau ditempuh oleh masyarakat bangsa tersebut (Mansur,

2011:86). Dengan demikian dunia pendidikan menjadi lahan utama

untuk mewujudkan peradaban Indonesia yang baik dikemudian hari.

Demi terwujudnya hal tersebut penanam akhlak-tasawuf sejak dini

sangat diperlukan bagi generasi penerus bangsa. Akhlak-tasawuf harus

87

diajarkan kepada segenap kaum muslimin, baik pada lembaga-

lembaga pendidikan formal seperti sekolah-sekolah, madrasah-

madrasah dan pesantren-pesantren maupun pada pendidikan non-

formal (MZ, 2000:203).

2. Relevansi Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Ba‟alawi

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyajikan pembahasan

akhlak-tasawuf dalam bentuk contoh perilaku keseharian. Dalam hal ini

relevan digunakan oleh para peserta didik. Peserta didik langsung

mengetahui berbagai bentuk perilaku yang sesuai dengan akhlak-tasawuf.

Lebih mudah lagi untuk dipelajari oleh peserta didik karena contoh-contoh

akhlak-tasawuf tersebut telah di golongkan pada beberapa kategori.

Terdapat 11 (sebelas) kategori yakni kewajiban hati, sebagian dari maksiat

hati, sebagian dari maksiat perut, diantara maksiat-maksiat mata, diantara

maksiat-maksiat lisan, sebagian maksiat-maksiat telinga, sebagian

maksiat-maksiat tangan, diantara maksiat-maksiat kemaluan, diantara

maksiat-maksiat kaki, diantara maksiat-maksiat badan, dan cara bertaubat.

Melalui sebelas kategori tersebut, peserta didik dapat lebih detail

mengetahui berbagai contoh perbuatan akhlak-tasawuf.

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan seratus

sembilan puluh tiga (193) contoh akhlak-tasawuf dari sebelas kategori

tersebut. Semua akhlak-tasawuf yang dipaparkan Syaikh Abdullah bin

Husain Ba‟alawi dapat diamalkan oleh setiap muslim di Indonesia. Di

88

antara akhlak-tasawuf yang harus diperhatikan agar bermanfaat bagi

kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

a. Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah.

Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah

merupakan bagian dari akhlak-tasawuf sebagai kewajiban hati.

Kewajiban hati yang pertama kali bagi setiap orang Islam. Yakini,

ucapkan, dan tekadkan sepenuh hati bahwa tidak ada tuhan selain

Allah yang patut dan layak disembah, ditaati, serta dicintai (Birgawi,

2014:9). Iman diharapkan menjadi dasar setiap tindakan manusia. Iman

diawali dengan syahadat. Dalam ilmu tasawuf syahadat bukan hanya

sebatas ucapan lisan semata, melainkan juga mewujud dalam tindakan

kesadaran (Siroj, 2012:3).

Iman yang terwujud dalam tindakan kesadaran akan

menimbulkan akhlak dalam setiap perbuatannya. Inilah dasar dari

akhlak-tasawuf. Akhlak-tasawuf akan menimbulkan perilaku yang

sangat indah pada diri pribadi manusia. Orang yang sudah mengetahui

Tuhannya akan selalu sibuk dengan Allah. Apabila bersama dengan

selain Allah tidak merasakan kenyamanan. Sehingga setelah bersama

dengan selain Allah, akan cepat-cepat kembali kepada Allah. Hanya

menemukan kenikmatan ketika bersama dengan Allah (Jum‟ah,

2014:153). Selalu merasa bersama Allah menimbulkan akhlak mulia.

Selalu terinspirasi untuk melakukan hal-hal yang baik dan merasa

89

resah bila melakukan hal-hal yang buruk. Menjalani kehidupan pada

zaman sekarang tidak akan mudah terjerumus pada kehidupan yang

materialis. Melakukan berbagai pekerjaan tidak ditimbang dengan

uang saja.

Indonesia akan menjadi negara yang maju dan makmur apabila

digerakkan oleh orang-orang yang memiliki iman yang kuat. Selalu

hanya bergantung dan berorientasi kepada Allah. Angka korupsi

semakin sedikit, dan berbagai bentuk kriminalitas semakin menurun.

Tertanam dengan kuat pada diri setiap pribadi nilai keimanan yang

selaras dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan hanya sila

pertama namun lima sila Pancasila dapat terwujud dan Indonesia

menjadi negara yang maju dan berakhlak.

b. Riya‟ dengan amal.

Riya‟ dalam amal kebaikan merupakan salah satu kemaksiatan-

kemaksiatan hati yang harus dihindari. Riya‟ adalah melakukan amal

karena manusia dan riya‟ menghapus pahala amal (Sa‟id, tth:115).

Sifat riya‟ yang dibawa oleh syaitan untuk memasuki kalbu bisa dalam

berbagai bentuk. Kadang riya‟ datang dengan jelas dan kadang

tersembunyi (Fadlun, 2012:138). Riya‟ merupakan sesuatu yang harus

dijauhi, digantikan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari.

Imam Al-Qusyairi berkata, “Ikhlas adalah penunggalan Al-

Haqq dalam mengarahkan semua orientasi ketaatan. Dia dengan

90

ketaatannya dimaksudkan untuk mendekatkan diri pada Allah semata,

tanpa yang lain, tanpa dibuat-buat, tanpa ditujukan untuk makhluk,

tidak mencari pujian manusia atau makna-makna lain selain

mendekatkan diri kepada Allah.” (An-Naisaburi, 2007:297). Ikhlas

yang telah tertanam dalam hati seseorang akan menimbulkan akhlak

mulia.

Tidak ada iri, dengki, bahkan riya‟ dalam kehidupan keseharian.

Setiap perbuatan dihiasi dengan keikhlasan, setiap tindakan hanya

untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak ada keresahan saat dihina,

bahkan diancam oleh orang lain. Tidak ada sifat cemburu saat jasa

(amal sholeh) orang lain dihargai dan jasa (amal sholeh) diri sendiri

tidak diakui. Tidak bertindak karena bujukan imbalan dan tidak

berhenti karena kabar resiko. Riya‟ menimbulkan ketakutan akan

kesalahan. Riya‟ menimbulkan sifat keputusasaan setelah gagal. Ikhlas

memunculkan keteguhan hati karena selalu bergantung kepada Allah.

Tak ada yang dapat mempengaruhi, mengatur, dan mamaksa-Nya.

Dialah yang mengatur segala sesuatu. Dia tidak membutuhkan siapa-

siapa. Segala apa dan semua siapa membutuhkan-Nya. Dia tidak

mendapat kebaikan maupun keburukan dari mana saja dan dari siapa

saja. Tak ada yang dapat mempengaruhi-Nya (Birgawi, 2014:10).

„Sepi ing pamrih rame ing gawe‟ sebuah pepatah Jawa yang

tentu menunjukkan suatu sikap yang jauh dari riya‟ dalam beramal.

91

Indonesia akan menjadi negara yang produktif. Indahnya pengamalan

akhlak-tasawuf adalah bekerja dalam urusan dunia namun dunia tidak

masuk ke dalam hati. Tidak ada pamrih atas imbalan duniawi. Gaji

atau upah diniatkan untuk mencari nafkah dalam rangka menjalankan

ajaran Islam. Dalam hati hanya tertuju kepada Allah. Indonesia akan

menjadi negara produktif yang penuh dengan keberkahan. „Sepi ing

pamrih rame ing gawe‟, artinya sepi dalam pamrih ramai dalam

pekerjaan. Menghilangkan sifat riya‟ dalam setiap pekerjaan.

Pekerjaan yang dikerjakan dengan ikhlas akan terasa ringan,

menyenangkan dan barokah. Indonesia yang produktif akan dapat

terwujud, apabila setiap manusia berkerja dengan ikhlas meninggalkan

sifat riya‟.

c. Zina dan liwath (homoseks).

Zina dan liwath merupakan salah satu maksiat kemaluan. Zina

dan liwath dalam ilmu fiqh dihukumi sebagai dosa besar. Allah

mengharamkan zina, juga dalam Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur‟an

karena zina merupakan dosa besar yang menjadi sarang pelanggaran

kehormatan sesama muslim dan mencampur adukkan darah atau

keturunan (Samarqandi, 1986:352). Pelaku zina dan liwath akan

mendapatkan kemurkaan Allah, dan tidak mendapatkan cinta Allah.

Perzinahan dapat mengakibatkan tertimpa enam bahaya, tiga

penderitaan dirasakan di dunia dan tiga lainnya di akhirat, yaitu:

92

1) Penderitaan di dunia:

a) Kurangnya rizki (tidak pernah cukup).

b) Jauh dari perbuatan baik (kebajikan).

c) Dibenci dan dijauhi banyak orang (masyarakat).

2) Penderitaan di akhirat:

a) Mendapat murka Allah.

b) Sangat berat dalam hisab (perhitungan amalnya).

c) Dimasukkan ke dalam neraka, yakni api yang besar.

Disebutkan dalam hadits sebagai berikut, “Bahwasanya apimu

ini sepertujuh puluh bagian dari api jahanam”. Demikian

seorang sahabat menjelaskan. (Samarqandi, 1986:352)

Homoseksual (liwath) lebih parah dari zina. Qadhi al-Imam

rahimahullah berkata, “Aku mendengar seorang syaikh berkata, „Di

setiap wanita ada satu syaitan, tetapi di setiap lelaki tampan ada

delapan belas (18) syaitan.‟” (Al Ghazali, 2014:55). Kedua perbuatan

ini tentu akan menjadi noda yang sangat pekat dan lebar bekasnya.

Pelaku zina dan liwath akan terhina di lingkungan masyarakat juga

hina di hadapan Allah. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

memasukkan zina dan liwath dalam pembahasan akhlak-tasawuf

karena berkaitan dengan hubungan seorang hamba kepada Allah dan

hubungan manusia dengan manusia lainnya. Kedua hal tersebut harus

93

ditinggalkan oleh semua orang agar terhindar dari kerusakan dunia

dan akhirat.

Dunia pendidikan di Indonesia diguncang dengan berbagai

persoalan terutama dalam masalah akhlak. Perzinahan telah menimpa

banyak pelajar di Indonesia. Keberkahan akan hilang dari pelajar-

pelajar yang melakukan perzinahan. Putus sekolah salah satu dampak

negatif dari perzinahan di kalangan pelajar. Pendidikan Indonesia

akan semakin maju dan berkah, saat pendidikan Indonesia terhindar

dari perilaku zina. Kerusakan dalam urusan dunia dan kerugian di

akhirat merupakan akibat perbuatan zina. Pendidikan akan semakin

terpuruk bila perzinahan di kalangan pelajar dibiarkan lestari.

d. Berjalan pada kemaksiatan.

Salah satu kemaksiatan kaki adalah berjalan pada kemaksiatan.

Berjalan pada kemaksiatan seperti berjalan untuk memasyurkan

kejelekan seorang muslim, membunuhnya atau untuk sesuatu yang

membahayakannya tanpa hak (Al-jawi, 2012:239). Berjalan pada

kemaksiatan memberikan kesempatan kepada syaitan untuk dapat

masuk ke dalam diri seseorang. Saat syaitan berleluasa untuk masuk

dalam diri manusia, maka syaitan akan leluasa pula untuk

mempengaruhi hawa nafsu. Nafsu dan angkara murka merupakan dua

pelayan jiwa yang menarik dan menjaga urusan makanan, minuman,

dan perkawinan untuk mendukung indra (Bisri, 2007:33).

94

Saat indra bermaksiat, maka pendukung indra (nafsu dan

angkara murka) akan lepas dari kendali iman. Tidak adanya

keseimbangan antara nafsu dan angkara murka. Diperlukan

keseimbangan antara kekuatan-kekuatan tersebut, agar tidak terjadi

kekuatan nafsu lebih besar sehingga berakibat menjerumuskan orang

mencari keringanan-keringanan dan rusaklah diri. Mungkin juga

kekuatan angkara murka lebih besar sehingga membawa orang menjadi

hilang kendali dan gelap, akibatnya kehancuran pula. Kalau dua

kekuatan tersebut tidak berlebihan, dengan tuntunan kekuatan keadilan

maka diperoleh petunjuk ke jalan hidayah (Bisri, 2007:37).

e. Mendurhakai kedua orang tua.

Termasuk dalam maksiat badan yakni mendurhakai kedua orang

tua. Kesuksesan seorang anak selalu dipengaruhi oleh kedua orang tua.

Baik sukses dunia maupun sukses akhirat. Al-Faqih menegaskan,

“Sekalipun perintah berbakti kepada kedua orang tua itu tidak dimuat

Al-Qur‟an dan seandainya tidak keras tekanannya, pasti akal sehat

akan mewajibkannya. Oleh karena itu bagi yang berakal sehat harus

mengerti kewajibannya terhadap keduanya. Apalagi hal tersebut telah

ditekankan oleh Allah dalam semua kitab-Nya, yakni Taurat, Injil,

Zabur, dan Al-Furqon juga telah disampaikan kepada para Nabi

bahwa Ridha Allah tergantung ridha kedua orang tua, demikian pula

95

maran-Nya tergantung kemarahan kedua orang tua.” (Samarqandi,

1986:119).

Sikap menghormati dan memuliakan orang tua merupakan salah

satu unsur perekat rasa cinta yang tentunya akan memperkuat

persatuan dan kesatuan. Pada gilirannya, hal tersebut akan

mendatangkan kemanfaatan dan kebaikan bagi masyarakat. Oleh

karena itu peringatan untuk tidak durhaka pun sangat tegas, ancaman

bagi orang yang melakukannya sangat menakutkan, dan perbuatan itu

dapat menghancurkan kebahagiaan di dunia dan akhirat (Al-Fahham,

2006:386). Menghancurkan kebahagiaan dunia dan akhirat dapat

dikatakan menghilangkan segala keberkahan dalam hidup. Tidak

adanya nilai keberkahan akan membuat hidup tersa berat dan penuh

dengan kerugian.

Ketaatan mengandung cahaya yang tersimpan di dalam hati.

Sementara kedurhakaan mengandung kegelapan yang akan senantiasa

menghalangi seseorang untuk dapat memahami rahasia kebenaran.

Sebagaimana telah diketahui, hati adalah tempat bagi berbagai rahasia

Allah (Al-Fahham, 2006:388). Hati bagaikan kaca. Sedang perangai

buruk ibarat asap dan kepekatan. Bila perangai itu singgah di hati,

maka ia akan menggelapi jalan kebahagiaan (Bisri, 2007:41). Hati

yang gelap tidak akan memancarkan akhlak yang mulia pada setiap

anggota badan manusia. Durhaka kepada orang tua membuat hati

96

terselubungi oleh asap kegelapan yang pekat, sehingga mempengaruhi

perilaku menunjukkan akhlak yang buruk.

Berbakti kepada orang tua dalam Al-Qur‟an diistilahkan dengan

kata al-ihsan yang merupakan sebuah kewajiban atau tuntutan. Dalam

agama Islam, al-ihsan dikenal sebagai salah satu maqam (tingkatan)

hati, bahkan al-ihsan termasuk salah satu maqam tertinggi bagi

seorang hamba, jika berhasil mencapai maqam tersebut maka akan

mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Sebab al-ihsan merupakan

suatu maqam yang secara terus-menerus dapat mendatangkan dalam

hati seoranga hamba cahaya “muroqobatullah” (perasaan selalu

berada dalam pengawasan Allah) (Al-Fahham, 2006:251).

f. Taubat.

Taubat adalah awal tempat pendakian orang-orang yang

mendaki dan maqam pertama bagi sufi pemula. Kembali dari sesuatu

yang dicela oleh syariat menuju sesuatu yang dipuji dalam syariat(Al-

Qusyairi, 2007:116). Orang yang bertaubat akan meninggalkan segala

sesuatu yang buruk pada masa yang telah lalu. Menatap masa depan

dengan harapan yang lebih baik lagi untuk menuju kepada Allah.

Taubat tahapan yang harus dilakukan untuk menuju Allah.

Taubat ditempuh dengan tiga tahapan utama. Takhalli, tahalli, dan

tajalli. Tahapan pertama takhalli adalah mengosongkan hati dari segala

urusan duniawi yang membuat seorang murid melupakan Allah

97

(Jum‟ah, 2013:25). Takhalli membuat hati seorang tidak terisi dengan

urusan duniawi, sehingga hati dapat memancarkan akhlak yang mulia.

Pada tahap takhalli nafsu dan angkara murka telah terkendali.

Keinginan untuk berbuat kerusakan tidak lagi menguasai hati.

Tahap selanjutnya tahalli. Tahalli adalah mengisi hati dengan

sifat-sifat yang mulia, seperti tawakal, cinta karena Allah, bersandar

dan bergantung hanya kepada Allah, percaya dan yakin hanya kepada

Allah, dan ridla atas takdir dan kehendak Allah (Jum‟ah, 2013:25).

Tahalli menguatkan hati untuk semakin berpegang teguh pada syariat.

Seseorang dalam tahalli akan mulai muncul bibit akhlak mulia. Hati

bercahaya memantulkan cahaya Allah. Pada tahapan tahalli hati

kembali bersih dan dapat memancarkan cahaya Illahi. Ketika hati dan

anggota badan sudah terhindar dari sifat-sifat yang tidak baik dan

sudah dihiasi dengan sifat-sifat mulia, mereka akan mencapai maqam

tertinggi yang dinamakan tajalli (penampakan sifat-sifat Allah). Tajalli

dikatakan oleh para guru sufi adalah berakhlak dengan akhlak Allah.

Allah bersifat penyayang, maka juga harus menjadi penyayang. Allah

bersifat lembut, mka harus bersifat seperti itu. Dengan begitu akan

menjadi manusia yang diridhai Allah. Manusia yang diridhai Allah

adalah manusa yang mampu menerima dengan lapang dada segala

bentuk takdir dan keputusan Allah (Jum‟ah, 2013:26).

98

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan cara

bertaubat melalui menyesali perbuatan, melepaskan diri dari perbuatan

dosa, berniat tidak kembali lagi pada perbuatan dosa, memohon

ampunan (istighfar), jika melakukan dosa berupa meninggalkan

kewajiban, maka harus mengqadhanya, dan jika bertanggung jawab

pada seseorang, maka harus memenuhi dan memohon ridhanya.

Menyesali, melepaskan diri, dan berniat tidak kembali pada perbuatan

dosa merupakan bagian dari takhalli. Mengqadha kewajiban dan

memohon ridha kepada orang yang disalahi merupakan bagian tahapan

tahalli. Buah dari taubat ajaran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

adalah tajalli, memiliki akhlak Allah.

99

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah

bin Husain?

Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang ditulis oleh Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi merupakan sebuah konsep yang mudah

dipelajari dan dimengerti oleh banyak orang. Terdiri dari tiga disiplin

ilmu Islam yang pokok yaitu ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf

sendiri yang dikerucutkan ke dalam ilmu akhlak-tasawuf. Tiga disiplin

ilmu tersebut juga sekaligus sebagai tahapan yang harus dilalui dalam

pendidikan akhlak-tasawuf. Bukan terkhusus bagi orang yang bergelut

dalam dunia thariqah saja.

2. Bagaimana implikasi pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah

bin Husain di masyarakat Indonesia?

Pendidikan akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah

bin Husain Ba‟alawi relevan diterapkan di Indonesia. Menanamkan iman

menjadi pilihan pertama dalam konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Maha

Esa. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menanamkan keteguhan hati

100

dalam memegang keimanan. Setiap orang yang berperan dalam dunia

pendidikan di Indonesia diharapkan memiliki keteguhan iman, sehingga

tidak mudah tergoyahkan oleh kemewahan dunia.

Ilmu fiqh yang ditulis Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

relevan dipelajari oleh semua orang Islam di Indonesia, terutama pendidik

dan peserta didik. Terdapat dua puluh tiga pembahasan berkaitan dengan

ilmu fiqh yang relevan dengan kehidupan di Indonesia. Kedua puluh tiga

pembahasan tersebut yakni: kewajiban menunaikan kefardhuan dan

menjauhi keharaman, waktu-waktu shalat, kewajiban wali anak kecil dan

penguasa, fardhu-fardhu wudhu, yang membatalkan wudhu, yang

mewajibkan bersuci, hal-hal yang mewajibkan mandi, syarat-syarat

bersuci, hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats, bersuci dari

najis, syarat-syarat shalat, hal-hal yang membatalkan shalat, syarat-syarat

shalat diterima (sah), rukun-rukun shalat, shalat jama‟ah dan Jum‟at,

syarat-syarat mengikuti imam, mengurus jenazah, zakat, puasa dan

permasalahannya, Haji dan umrah, mu‟amalah (hubungan antar manusia),

riba dan jual beli yang diharamkan, kewajiban menafkahi.

Maju mundurnya atau baik buruknya peradaban masyarakat suatu

bangsa akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani atau

ditempuh oleh masyarakat bangsa tersebut. Dengan demikian dunia

pendidikan menjadi lahan utama untuk mewujudkan peradaban Indonesia

yang baik dikemudian hari. Demi terwujudnya hal tersebut penanam

101

akhlak-tasawuf sejak dini sangat diperlukan bagi generasi penerus bangsa.

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan seratus sembilan

puluh tiga contoh akhlak-tasawuf dari sebelas kategori tersebut. Semua

akhlak-tasawuf yang dipaparkan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

dapat diamalkan oleh setiap muslim di Indonesia.

B. Saran

1. Kitab Sullam Taufiq sebaiknya selalu diajarkan kepada peserta didik

karena kemanfaatannya yang besar. Kitab yang tidak terlalu tebal dan

mudah untuk dipelajari, walaupun demikian kitab Sullam Taufiq memiliki

pembahasan yang lengkap yakni ilmu tauhid, fiqh, dan akhlak-tasawuf.

Dengan harapan setiap peserta didik akan tertanam akhlak mulia dari

pembelajaran akhlak-tasawuf di kitab Sullam Taufiq.

2. Ilmu tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq masih sangat luas

pembahasannya. Pembahasan tasawuf sangatlah luas dan penuh dengan

rahasia-rahasia yang tidak akan habis walaupun selalu dipelajari. Maka

kitab Sullam Taufiq perlu dibahas lebih mendalam agar nilai-nilai tasawuf

bukan hanya menjadi ilmu pengetahuan, namun terpicu untuk

mengamalkan nilai-nilai tasawuf tersebut.

3. Pendidikan akhlak-tasawuf perlu diberikan kepada pendidik maupun

peserta didik agar bukan hanya berkualitas dalam intelektualitas namun

juga berkualitas ruhaniahnya. Menjadi pribadi yang selalu mendekat

kepada Allah. Menjadi manusia yang berprofesi namun sufi.

102

C. Penutup

Syukur kepada Allah Ta‟ala yang telah memberi kesempatan penulis

untuk menyelesaikan penyusunan skripsi. Syukur kepada Allah Ta‟ala yang

telah mengizinkan penulis untuk membahas sebuah kitab yang penuh dengan

barokah, yaitu Sullam Taufiq. Syukur kepada Allah Ta‟ala harus penulis

panjatkan karena telah diberi kesempatan untuk membahas setetes hikmah

dari ilmu tasawuf. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat dan menjadi

amal jariyah dari penulis. Karya sederhana ini pasti banyak kekurangan,

sehingga dengan penuh hormat penulis meminta kritik dan saran agar karya

ini semakin bernilai barokah.

103

DAFTAR PUSTAKA

Al Aziz, Moh. Saifulloh. Tt. Fiqh Islam Lengkap. Surabaya: Terbit Terang.

Al-Fahham, Muhammad. Sa‟adah al-Abna fii Birr Al-Ummahat wa Al-Aba

Berbakti Kepada Orang Tua Kunci Kesuksesan dan Kebahagiaan Anak.

Terjemah oleh Ahmad Hotib. 2006. Bandung: Irsyad Baitus Salam.

Al-Ghazali, Imam. Menyelami Isi Hati Diterjemahkan dari Tahdzib Mukasyafah

al-Qulub. Terjemah oleh Akhmad Siddiq dan A. Rofi‟i Dimyati. 2014.

Depok: Keira Publishing.

Al-Jailani, Abdul Qodir. Menjadi Kekasih Allah. Terjemah oleh Masrohan

Ahmad. 2013. Yogyakarta: Citra Media.

Al-Jawi, Muhammad Nawawi. Tangga Menggapai Kebenaran dan Kebahagiaan

Terjemah Sullamut Taufiq Makna Gandul dan Terjemah Indonesia.

Terjemah oleh Achmad Sunarto. 2012. Surabaya: Al-Miftah.

Al-Sakandari, Ibnu „Athaillah. Tutur Penerang Hati. Terjemah oleh Fauzi Faishal

Bahreisy. 2013. Jakarta: Zaman.

Al-Tirmidzi, Muhammad ibn Ali al-Hakim. 1992. Biarkan Hatimu Bicara

Panduan Mencerdaskan Dada, Hati, Fu‟ad, dan Lubb diterjemahkan

dari Al-Farq Bayna al-Shadr wa al-Qalb wa al-Fu‟ad, wa al-Lubb.

Terjemah oleh Fauzi Faisal Bahreisy. 2011. Jakarta: Zaman.

Amin, Ahmad. Kitab Akhlak Wasiat Terakhir Gus Dur. Terjemah oleh H. Hasan

Aminuddin. 2012. Surabaya: Quntum Media.

An-Naisaburi, Abdul Qosim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi. Risalah

Qusyairiyah; Sumber Kajian Ilmu Tasawuf. Terjemah oleh Umar Faruq.

2007. Jakarta: Pustaka Amani.

Arifin, Zainal. 2012. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya Offset.

As Said, Muhammad. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Mitra

Pustaka.

Bin Yahya, Al Habib Muhammad Luthfi bin Ali. 2012.Secercah Tinta Jalinan

Cinta Seorang Hamba dengan Sang Pencipta. Pekalongan: Menara

Publisher.

104

Birgawi, Imam. Buku Saku Iman & Islam Mengerti Dasar-Dasar Agama yang

Mencerahkan Pikiran dan Menyejukkan Hati. Terjemah oleh A. Syamsul

Rizal. 2014. Jakarta: Zaman.

Bisri, Mustofa. 2007. Metode Tasawuf Al-Ghazaly Merambah Jalan

Kebahagiaan. Surabaya: PELITA DUNIA.

Ensiklopedi Nasional Indonesia. 2004. Jakarta: PT Delta Pamungkas.

Fadlun, Muhammad. 2012. Meraih Bening Hati dengan Mengasah Qolbu.

Surabaya: Pustaka Media.

„Ied, Ibnu Daqiiqil. Syarah Hadits Arba‟in. Terjemah oleh Abu Umar Abdillah

Asy-Syarif. Tt. Solo: At-Tibyan.

Jum‟ah, Ali. Meniti Jalan Tuhan. Alih Bahasa Muhammad Farid Wajdi. 2013.

Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group.

................... Fiqih Rahmatan Lil Alamin Menjawab Problematika Umat. Terjemah

oleh Muhammad Farid Wajdi. Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group.

Mansur. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Masyhuri, A. Aziz. 2014. Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf.

Surabaya: IMTIYAZ.

Muslih. 1994. Al-Futuhat al-Rabbaniyyah fi al-Thoriqoti al-Qadariyyah wa al-

Naqsyabandiyah. Semarang: Karya Toha Putra.

MZ, Labib. 2000. Memahami Ajaran Tashowuf. Surabaya: CV Cahaya Agency.

Nata, Abuddin. 2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer

tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

........................... 2002. Akhlak-tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. 2013. Empat

Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal

MPR RI.

Sa‟id, Ridlwan Qoyyum. Tt. Terjemah & Syarh Sullam at-Taufiq. Kediri: Mitra

Gayatri.

105

Samarqandi, Al Faqih Abu Laits. Tanbihul Ghafilin Pembangun Jiwa dan Moral

Umat. Terjemah oleh Abu Imam Taqyuddin. 1986. Surabaya: Mutiara

Ilmu.

Siroj, Said Aqil. 2012. Dialog Tasawuf Kiai Said: Aqidah, Tasawuf, dan Relasi

Antarumat Beragama. Surabaya: Khalista.

Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com

http://ainasitianingsih.blogspot.com

http://anjangsanasantri.blogspot.com

http://arhamulwildan.blogspot.com

http://id.wikipedia.org

http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Alawiyyah,

http://pbkaligung.blogspot.com

http://referensi.elsam.or.id/2014/11/uu-nomor-20-tahun-2003-tentang-sistem-

pendidikan-nasional/

http://www.fikihkontemporer.com

106

DAFTAR PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab Latin Arab Latin

‟ th

B zh

T „

Ts gh

J f

ẖ q

Kh k

D L

Dz m

R n

Z W

S h

Sy y

Sh ṯ

Dl

Mad

a panjang Â

i panjang Î

u panjang Ȗ

Diftong

Aw اَوْ

Uw اٌوْ

Ay اَيْ

Iy اِيْ

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Muhammad Imam Hanif

2. Tempat dan Tanggal lahir : Kab. Semarang, 18 Mei 1992

3. Alamat : Gedongan RT 02/ RW 02 Kel. Kecandran,

Kec. Sidomukti, Kota Salatiga

4. Telpon : 085641499171

5. Riwayat Pendidikan :

a. RA Ma‟arif Kecandran Tahun 1997 - 1998

b. SD N Kutowinangun 2 Salatiga Tahun 1998 - 1999

c. SD N Kutowinangun 4 Salatiga Tahun 1999 - 2002

d. SD N Sidorejo Lor 7 Salatiga Tahun 2002 - 2004

e. SMP N 1 Salatiga Tahun 2004 - 2007

f. SMA N 1 Salatiga Tahun 2007 - 2010

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benamya.

Salatiga, Agustus 2015

Penulis

Muhammad Imam Hanif

Nim: 111 11 150

DAFTAR NILAI SKK

NAMA : Muhammad Imam Hanif JURUSAN : Tarbiyah PAI

NIM : 111 11 150

No. Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai

1. OPAK 2014 Dewan

Mahasiswa (DEMA) Salatiga

dengan tema “Revitalisasi

Gerakan Mahasiswa di Era

Modern Untuk Kejayaan

Indonesia”

20 – 22 Agustus

2011

Pesera 3

2. Achievement Motivation

Training (AMT)

23 Agustus 2011 Peserta 2

3. Orientasi Dasar Keislaman

STAIN Salatiga

24 Agustus 2011 Peserta 2

4. Seminar Entrepreneurship

dan Koperasi

25 Agustus 2011 Peserta 2

5. User Education (Pendidikan

Pemakai) oleh UPT

Perpustakaan STAIN Salatiga

19 September 2011 Peserta 2

6. Syahadah Muktamar XI

Jam‟iyyah Ahlith Thariqah Al

Mu‟tabarah An Nahdliyyah

10 – 14 Januari

2012

Peserta 2

7. Grebeg Pelajar “SALATIGA 3 Maret 2012 Panitia 3

BERSHOLAWAT”

8. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al

Jilani di PP. Al-Ihsan,

Kecandran, Salatiga

17 Maret 2012 Panitia 3

9. Tahlil Kubro di PP. Al-Ihsan,

Kecandran, Salatiga

17 Maret 2012 Panitia 3

10. Workshop Pembinaan

Syari‟ah bagi Pemuda dan

Pelajar se-Kota Salatiga

PCNU Kota Salatiga

bekerjasama dengan

Kementrian Agama RI

27 – 28 Desember

2012

Panitia 3

11. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al

Jilani di PP. Al Ihsan,

Kecandran, Salatiga

3 Maret 2013 Panitia 3

12. Tahlil Kubro di PP. Al Ihsan,

Kecandran, Salatiga

3 Maret 2013 Panitia 3

13. Seminar Nasional dengan

tema “Ahlussunnah

Waljamaah dalam Perspektif

Islam Indonesia”

26 Maret 2013 Peserta 8

14. Buka bersama dengan anak

yatim di gedung NU Kota

21 Juli 2013 Panitia 3

Salatiga

15. Buka bersama dengan anak

yatim di gedung NU Kota

Salatiga

21 Juli 2013 Pemateri 4

16. Seminar motivasi dengan

tema “Bekal Sukses Barokah

Pra dan Pasca UN”

29 September 2013 Panitia 3

17. Sosialisasi 4 Pilar

Kebangsaan dan Seminar

Nasional dengan tema “4

Pilar Kebangsaan Untuk

Mempertegas Karakter Ke-

Indonesiaan”

diselenggarakan oleh MPR RI

bekerjasama dengan IPNU

Jateng

24 Oktober 2013 Peserta 2

18. Kegiatan Sosialisasi

Pancasila, Undang-Undang

Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945,

Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan Bhinneka

Tunggal Ika oleh MPR RI

24 Oktober 2013 Peserta 2

19. Seminar Nasional Bahasa 9 Oktober 2013 Peserta 8

Arab oleh Ittaqo

20. Peringatan Tahun Baru

Hijriyah dan Yatiman 1435 H

14 November 2013 Panitia 3

21. AKSI ALIM II (Ajang

Kompetisi Anak Muslim II)

oleh PC IPNU-IPPNU Kota

Salatiga

24 November 2013 Panitia 3

22. Seminar Regional

Pengembangan Program

Studi Ilmu Al-Qur‟an dan

Tafsir “Tafsir Al Qur‟an

Bekerangka Budaya”

5 Desember 2013 Peserta 4

23. Peringatan Maulid Nabi

Muhammad SAW 1435 H

25 Januari 2014 Panitia 3

24. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al

Jilani di PP. Al Ihsan,

Kecandran, Salatiga

23 Februari 2014 Panitia 3

25. Tahlil Kubro di PP. Al Ihsan,

Kecandran, Salatiga

23 Februari 2014 Panitia 3

26. Sosialisasi Penanggulangan

HIV/AIDS Kota Salatiga

6 April 2014 Panitia 3

27. Tafsir Tematik dengan Tema 17 Mei 2014 Peserta 2

“Konsep Pemimpin Ideal

Menurut Al-Qur‟an” telaah

Al-Qur‟an surat Al-An‟am

ayat 165.

28. Workshop Peningkatan

Kualitas Khatib

diselenggarakan oleh MUI

Kota Salatiga

24 – 25 Mei 2014 Peserta 2

29. Lomba Workshop Khotib

Tingkat Kota Salatiga oleh

MUI Kota Salatiga

24 – 25 Mei 2014 Juara I 4

30. Akhirussanah Dirosah Madin

TPQ Al Ghufron 1435 H

Kecandran, Salatiga

14 Juni 2014 Panitia 3

31. Kegiatan Ramadhan 1435 H

Masjid Hasan Ma‟arif

Kecandran, Salatiga

29 Juni – 27 Juli

2014

Panitia 3

32. Peringatan Nuzulul Qur‟an

1435 H

20 Juli 2014 Panitia 3

33. Praktikum Mata Kuliah Baca

Tulis Al Qur‟an (BTQ)

22 Juli 2014 Peserta 2

34. Pesantren Kilat 1435 H di 14 -18 Juli 2014 Pemateri 4

SMP N 1 Salatiga

35. Penyembelihan Hewan

Kurban 1435 H Masjid Hasan

Ma‟arif Kecandran, Salatiga

5 Oktober 2014 Panitia 3

36. Peringatan Tahun Baru

Hijriyah dan Yatiman 1436 H

3 November 2014 Panitia 3

37. Latihan Dasar Kepemimpinan

(LDK), Membangun Jiwa

Kepemimpinan oleh SKI

SMA N 1 Salatiga

21 Desember 2014 Pemateri 4

38. Seminar HIV AIDS dalam

acara Latihan Dasar

Kepemimpinan (LDK),

Membangun Jiwa

Kepemimpinan oleh SKI

SMA N 1 Salatiga

21 Desember 2014 Pemateri

Seminar

4

39. Peringatan Maulid Nabi

Muhammad SAW 1436 H

17 Januari 2015 Panitia 3

40. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al

Jilani di PP. Al Ihsan

Kecandran, Salatiga

1 Februari 2015 Panitia 3

41. Tahlil Kubro di PP. Al Ihsan

Kecandran, Salatiga

1 Februari 2015 Panitia 3

42. Seminar Bedah Buku dalam 5 Mei 2015 Peserta 2

Rangkaian Kegiatan Milad

XIII LDK Fathir Ar Rasyid

IAIN Salatiga

43. Akhirussanah Dirosah Madin

TPQ Al-Ghufron 1436 H di

Masjid Hasan Ma‟arif

Kecandran, Salatiga

6 Juni 2015 Panitia 3

44. Kegiatan Ramadhan 1436 H

Masjid Hasan Ma‟arif

18 Juni – 16 Juli

2015

Panitia 3

45. Pesantren Kilat 1436 H di

SMP N 1 Salatiga

7 – 8 Juli 2015 Pemateri 4

46. Peringatan Nuzulul Qur‟an

1436 H

11 Juli 2015 Panitia 4

JUMLAH SKOR 145

Salatiga, September 2015

Mengetahui,

Wakil Dekan

Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama

Achmad Maimun, M.Ag

NIP. 19700510 199803 1 003