127
ANALISIS NILA UPAYA PENINGK DEPARTEMEN FAK AI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFOR KATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LI (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL N EKONOMI SUMBER DAYA DAN LING KULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i RMASI BAGI INGKUNGAN GKUNGAN N

Pendataan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pendataan

Citation preview

Page 1: Pendataan

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI

UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI

UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN

(Kasus Desa Citaman DAS Cidanau)

ADE FAHRIZAL

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

i

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI

UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Page 2: Pendataan

ii

RINGKASAN

ADE FAHRIZAL. Analisis Nilai Ekonomi Lahan Sebagai Informasi Bagi Upaya Peningkatan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) AKHMAD FAUZI dan MEILANIE BUITENZORGY.

Tingginya tingkat degradasi di DAS Cidanau menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan, hal itu ditunjukkan dengan penurunan ketersediaan air baku dari di DAS Cidanau. Berbagai untuk mencegah memburuknya dampak dari degradasi lingkungan tersebut telah dilaksanakan, salah satunya adalah hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Pengelolaan tersebut merupakan strategi pengelolaan secara lestari dan terintegrasi dengan konsep one river, one plan, one management. Implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan telah berlangsung sejak 2005-2009 dengan total nilai pembayaran sebesar Rp. 950.00.000,00. Usia implementasi yang masih muda menyebabkan implementasi tersebut tidak luput dari berbagai kelemahan yang dapat menggangu keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang telah berjalan. Kelemahan paling utama adalah masih rendahnya nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima oleh penyedia jasa lingkungan yaitu sebesar Rp. 1.200.000,00/ha/tahun.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai nilai ekonomi dari lahan yang dijadikan model pembayaran jasa lingkungan agar menjadi bahan evaluasi bagi lembaga pengelola dan pemanfaat jasa lingkungan untuk melakukan upaya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini yang dirasa masih terlalu rendah. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu: (1) menganalisis dan memaparkan model hubungan hulu-hilur dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungn di DAS Cidanau dan (2) menentukan besarnya potensi nilai guna (use value) dari lahan model pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman. Penelitian ini dilakukan di lahan model pembayaran jasa lingkungan Desa Citaman, Kabupaten Serang Provinsi Banten. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), PT. Krakatau Tirta Industri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rekonvasi Bhumi, BAPPEDA Kabupaten Serang serta Kantor Desa Citaman. Analisis menggunakan Metode pendekatan nilai pasar atau produktivitas diolah dengan Microsoft Excel 2007.

Mekanisme pembayaran jasa lingkungan diimplementasikan oleh tiga pihak utama yaitu lembaga pengelola transaksi pembayaran jasa lingkungan (Forum Komunikasi DAS Cidanau), pemanfaat jasa lingkungan (PT. Krakatau Tirta Industri) dan penyedia jasa lingkungan (Desa Citaman, Cikumbueun dan Kadu Agung). Transaksi pembayaran jasa lingkungan bersifat tidak langsung (indirect payment). Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau memiliki kelemahan dan kekuatan, kelemahan tersebut, antara lain: (1) Penetapan nilai pembayaran jasa lingkungan belum didasarkan pada nilai ekonomi jasa lingkungan, (2) nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia jasa lingkungan (masih terlalu rendah dan (3) ketidaksesuaian nilai pembayaran yang dibayarkan pemanfaat jasa lingkungan dengan yang diterima penyedia jasa lingkungan. sementara kekuatan atau kelebihannya, antara lain: (1) dikelola oleh suatu lembaga pengelola yang berpengalaman dan cocern terhadap lingkungan,

Page 3: Pendataan

iii

(2) pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan terdefinisi dengan jelas dan (3) pembayaran jasa lingkungan merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi. Nilai ekonomi pada lahan di Desa Citaman adalah sebesar Rp. 8.700.513,070.00/tahun atau Rp. 324.020.522,80/ha/tahun, terdiri dari nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung. Berdasarkan hasil pengolahan data primer, nilai guna langsung menghasilkan nilai sebesar Rp. 8.692.773.070,00 atau sebasar 99,91% dari keseluruhan nilai guna (use value), sedangkan nilai guna tidak langsung menghasilkan nilai sebesar Rp. 7.740.000,00 atau sebesar 0,9% dari keseluruhan nilai guna (use value). Nilai ekonomi yang dihasilkan dari penelitian ini tidak secara langsung menjadi nominal yang ditetapkan sebagai nilai pembayaran jasa lingkungan. nilai ekonomi tersebut merupakan suatu informasi terhadap peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini agar hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat berkelanjutan.

Page 4: Pendataan

iv

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI DASAR BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN

(Kasus Desa Citaman DAS Cidanau)

ADE FAHRIZAL

H44052902

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan ManajemenInstitut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 5: Pendataan

v

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAWHA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI DASAR BAGI UPAYA

PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa

Citaman DAS Cidanau) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN

TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK

MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA

MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA

SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN ILMIAH

PADA SUATU PEERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Ade Fahrizal

H44052902

Page 6: Pendataan

vi

Judul penelitian : Analisis Nilai Ekonomi Lahan Sebagai Informasi Bagi Upaya

Peningkatan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan

(Kasus Desa Citaman DAS Cidanau)

Nama : Ade Fahrizal

NRP : H44052902

Disetujui,

Pembimbing

Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc Meilanie Buitenzorgy, S.Si. M.ScNIP: 19620421 198603 1 003 NIP: 19760511 200812 2 002

Diketahui,

Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.ScNIP: 19620421 198603 1 003

Page 7: Pendataan

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Nopember 1986. Penulis

merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara pasangan Endang dan Lilis

Syamsiah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Purnama Bogor pada tahun1993,

lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Sirnagalih 5. Pada Tahun 1999, penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Bogor dan

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 bogor dan masuk

dalam program IPA pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur SPMB di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan

kemahasiswaan sebagai Manajer Event Organizer Unit Kegiatan Mahasiswa

Music Agriculture Expression (MAX!!) periode 2007 - 2008, Anggota MISETA

(Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu sosial Ekonomi Pertanian) periode

2007 – 2008 dan anggota Paduan Suara Agriaswara periode 2005 – 2006.

Page 8: Pendataan

viii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Terhadap

Nilai Ekonomi Sebagai Dasar Bagi Upaya Peningkatan Nilai Pembayaran Jasa

Lingkungan (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau)”. Skripsi ini disusun untuk

menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas

Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih pertama saya sampaikan kepada Lembaga Swadaya

Masyarakat Rekonvasi Bhumi atas ilmu pengetahuan dan pengalaman yang

diberikan mengenai mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau

sehingga penulis dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap

perkembangan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.

Dukungan dari PT. Krakatau tirta industri tidak bisa dilepaskan dari terlaksananya

studi ini, juga tentu saja lembaga dan personal-personal di wilayah Serang atas

informasi mengenai DAS Cidanau dan perhatian bagi studi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan

kelemahan dalam penelitian ini dikarenakan adanya keterbatasan serta kendala

yang dihadapi. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat

diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan

umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Amien.

Bogor, Agustus 2009

Penulis

Page 9: Pendataan

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara

moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara

moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW atas terselesaikannya skripsi

ini.

2. Ibunda, ayahanda, kakakku dan keluarga besarku yang telah memberikan

curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan do’a yang tulus.

3. Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Meilanie Buitenzorgy S, Si, M.Sc

sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya

untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada

penulis.

4. Ir. Nindyantoro, MSP sebagai dosen penguji utama

5. Adi Hadianto, SP sebagai dosen penguji wakil departemen.

6. Bapak N. P Rahadian dan Lembaga Swadaya Masyarakat Rekonvasi

Bhumi atas seluruh motivasi, bantuan dan ilmu pengetahuanya tentang

DAS Cidanau.

7. Ketua Kelompok Tani Karyamuda II, Bapak Bachrani dan seluruh

masyarakat Desa Citaman atas bantuan, kerja sama dan informasiny.

8. Bapak Kusmayadi dan PT. Krakatau Tirta Industri atas izin dan bantuanya

dalam mendukung terlaksananya penelitian ini.

Page 10: Pendataan

x

9. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

10. Trifty Qurrota Aini atas dukungannya yang dan kasih sayangnya tulus.

11. Sahabat-sahabatku, Gian, Hans H, Rendy D.S, Aditya P, Andita H, Sahata,

Meita, Ani, Rani, Danti, Asri, Gita, Tri F, Nurmaya Sari, serta teman-

teman seperjuangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan 42 untuk kebersamaan selama ini.

12. Sahabat-sahabatku di abs3fussion (R. Pratama P. Putra, M. Maulana, Irvan

Fajar, Gian Yuniarto, Lingga Prabu, Ratu Lada, Intan Farahdilla) atas

segala dukungan yang diberikan.

13. Sahabat-sahabat di UKM Music Agriculture X-Pression!!.

14. Sahabat yang telah rela meluangkan waktu untuk menemani penelitian ini,

Bpk. Bachrani, Sukar, Eli, Iwan, Irvan, Darman, Tati, OB RB.

Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT

memberikan pahala atas kebaikannya

Page 11: Pendataan

xi

DAFTAR ISI

HalamanRINGKASAN .............................................................................................. I

RIWAYAT HIDUP..................................................................................... V

KATA PENGANTAR................................................................................. VI

DAFTAR ISI................................................................................................ X

DAFTAR TABEL ....................................................................................... XIII

DAFTAR GAMBAR................................................................................... XIV

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... XV

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 6 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 8 1.5 Ruang Lingkup Penelitian....................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai............................................ 10 2.2 Pengertian Jasa Lingkungan.................................................... 11 2.3 Pengertian Pembayaran Jasa Lingkungan............................... 12 2.4 penilaian Jasa Lingkungan...................................................... 13 2.5 Instrumen Ekonomi................................................................. 15 2.6 Fungsi Isntrumen Ekonomi..................................................... 16 2.7 Konsep Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam........................... 17

2.8 Tipologi Nilai Ekonomi .......................................................... 17

2.9 Valuasi Ekonomi ..................................................................... 20

2.10 Metode Valuasi terhadap Sumber Daya Alam dan

Lingkungan.............................................................................. 20

2.10.1 Teknik Penilaian dari Segi Manfaat ........................... 20

2.10.2 Teknik Penilaian dari Segi Biaya ............................... 21

III.KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis.................................................................... 22 3.1.1 Valuasi Ekonomi.......................................................... 22 3.1.2 Tahapan Valuasi Ekonomi........................................... 22 3.2 Kerangka Operasional............................................................. 24

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 28 4.2 Jenis dan Sumber Data............................................................ 28

Page 12: Pendataan

xii

4.3 Metode Penelitian................................................................... 28 4.4 Metode Pengambilan Contoh ................................................. 29 4.5 Metode Analisis Data ............................................................. 29

4.6 Analisis SWOT....................................................................... 30 4.7 Pendugaan Nilai Ekonomi...................................................... 30

4.7.1 Nilai Ekonomi Kayu...................................................... 30 4.7.2 Nilai Ekonomi Kayu Bakar ........................................... 31 4.7.3 Nilai Ekonomi Produk................................................... 31

4.7.4 Nilai Air Rumah Tangga ............................................... 324.7.5 Nilai Ekonomi Huma..................................................... 32

4.8 Batasan Penelitian ................................................................... 334.9 Definisi Opersional ................................................................... 33

V. GAMBARAN UMUM LOKASI

5.1 Keadaan Umum Wilayah......................................................... 375.1.1 Letak dan Luas .............................................................. 375.1.2 Iklim.............................................................................. 395.1.3 Topografi....................................................................... 395.1.4 Keanekaragaman hayati ................................................ 405.4.5 Hidrologi....................................................................... 415.1.6 Penggunaan Lahan ........................................................ 42

5.2 Keadaan Sosial Ekonomi ......................................................... 435.1.1 Kependudukan .............................................................. 435.1.2 Mata Pencaharian.......................................................... 445.1.3 Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian .............. 44

5.2.3.1 Usai................................................................... 455.2.3.2 Pendidikan ........................................................ 455.2.3.3 Tingkat Pendapatan .......................................... 465.2.3.4 Luas Lahan ....................................................... 475.2.3.5 Jumlah Tanggungan.......................................... 48

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Peran Penting dan Permasalahan yang Terjadi di Das Cidana........................................................................... 49

6.2 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di Das Cidanau .... 516.1.1 Para Pihak yang Terlibat dalam Mekanisme

Pembayaran Jasa Lingkungan ....................................... 536.2.2 Penentuan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan

di Das Cidanau .............................................................. 58 6.2.3 Skema Mekanisme Pambayaran Jasa Lingkungan di

Das Cidanau................................................................... 646.2.3.1 Kelemahan Mekanisme Pembayaran Jasa

Lingkungan di DAS Cidanau........................... 666.2.3.2 Kekuatan Mekanisme Pembayaran Jasa

Lingkungan di DAS Cidanau........................... ` 676.2.3.2 Ancaman dalam Mekanisme Pembayaran Jasa

Lingkungan di DAS Cidanau........................... 686.2.3.2 Peluang yang Muncul dari adanya Mekanisme

Page 13: Pendataan

xiii

Pembayaran Jasa Lingkungan di DASCidanau ............................................................ 69

6.3 Analisis Nilai Ekonomi Kawasan Model Pembayaran Jasa Lingkungan .................................................. 70 6.3.1 Nilai Kayu ..................................................................... 736.3.2 Nilai Kayu Bakar........................................................... 766.3.3 Nilai Produk................................................................... 786.3.4 Nilai Padi Gogo ............................................................. 806.3.5 Nilai Air Rumah Tangga ............................................... 88

6.4 Nilai Kompensasi Untuk Jasa Lingkungan di DAS Cidanau .. 84

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan .............................................................................. 887.2 Saran ........................................................................................ 91

VII DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 93

LAMPIRAN........................................................................................ 97

Page 14: Pendataan

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data ................................................... 36

2. Batas-Batas Wilayah DAS Cidanau........................................................... 383. Kelas Kelerengan di Wllayah DAS Cidanau ............................................. 41

4. Debit Air Sungai Cidanau.......................................................................... 42

5. Pembayaran Jasa Lingkungan Air (Water services) di Costa Rica............ 53

6. Nilai Ekonomi Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan di Desa Citaman ............................................................................................. 72

7. Daftar Harga Kayu di Sekitar Lokasi Model Pembayaran jasa

Lingkungan ................................................................................................ 74

8. Perhitungan Nilai Kayu pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan ................................................................................................ 75

9. Perhitungan Nilai Kayu Bakar pada Lahan Model Pembayaran

Jasa Lingkungan......................................................................................... 78

10. Perhitungan Nilai Produksi pada Lahan Model Pembayaran Jasa

Lingkungan ................................................................................................ 79

11. Perhitungan Nilai Huma pada Lahan Pembayaran Jasa Lingkungan ........ 79

12. Konsumsi Rata-Rata Air per hari Masyarakat Penerima pembayaran

Jasa Lingkungan......................................................................................... 82

13. Harga Air per 10 m3 ................................................................................... 82

Page 15: Pendataan

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Instrumen Kebijakan Terhadap Lingkungan.............................................. 16

2. Kategori Valuasi Ekonomi dari Barang dan Jasa Lingkungan .................. 20

3. Diagram Teknik Valuasi Ekonomi Berdasarkan Pengelompokan Nilai di Lahan Model pembayaran jasa lingkungan Desa Citaman........... 22

4. Diagram Alir Kerangka Berpikir Operasional ........................................... 27

5. Landsat DAS Cidanau................................................................................ 38

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia.............................. 45

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan....................... 46

8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ...................... 479. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan ................................... 48

10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ..................... 48

11. Struktur Organisasi Forum Komunikasi DAS Cidanau............................. 54

12. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Tidak Langsung ..................... 66

Page 16: Pendataan

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Tanaman Jenis Kayu-Kayuan............................................................ 96

2. Data Jenis Tanaman Buah-Buhan.............................................................. 97

3. Data dan Hasil Perhungan Nilai Kayu ....................................................... 98

4. Data dan Hasil Perhungan Nilai Produk (Buah-buahan dan Dedaunan) .................................................................................................. 99

5. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Air ........................................................ 100

6. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Huma.................................................... 101

7. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Kayu Bakar .......................................... 102

8. Sketsa Lokasi Penelitian (Desa Citaman) .................................................. 103

9. Peta Kontur DAS Cidanau ......................................................................... 104

10. Naskah Kesepahaman (MoU) Pembayaran Jasa Lingkungan ................... 105

Page 17: Pendataan

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan manusia telah mengalami penyusutan, baik dari segi kualitas maupun

kuantitas. Penyusutan kekayaan sumber daya alam saat ini disebabkan oleh

adanya faktor laju pertambahan populasi penduduk yang tidak terkontrol dan

semakin besarnya aktifitas eksploitasi sumber daya alam yang sarat kepentingan

ekonomi, yang ditandai dengan semakin tingginya konsumsi terhadap bahan baku

yang berasal alam. Salah satunya adalah konsumsi dalam bentuk sumberdaya

hutan dengan segala isi dan fungsinya.

Pemanfaatan Sumber Daya Hutan (SDH) hingga saat ini lebih didominasi

oleh produk kayu dan turunannya yang telah memiliki nilai pasar, sementara

produk hasil hutan ikutan lainnya seperti jasa lingkungan hutan belum

dimanfaatkan secara optimal karena nilai pasarnya belum diketahui secara umum.

Laju kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 1,6 juta hektar per tahun pada

tahun 1985-1997 dan diperkirakan sebesar 3,8 juta hektar setiap tahunnya pada

kurun waktu 1997-2000 (Suryawan, 2005). Hal ini tidak dipungkiri akan

mengakibatkan kelangkaan sumber daya hutan. Kelangkaan tersebut tentu saja

disebabkan oleh kerusakannya yang sudah dalam taraf mengkhawatirkan. Sumber

daya hutan yang menyimpan banyak sumber kehidupan, dewasa ini mengalami

penurunan kualitas dan kuantitas secara drastis, Akibatnya siklus air yang

dikontrol oleh vegetasi hutan juga ikut terkena dampak dari adanya penyusutan

hutan karena degradasi hutan tersebut, yaitu terjadi penurunan kualitas dan

kuantitas sumber daya air.

Page 18: Pendataan

2

Salah satu wilayah yang mengalami penurunan kuantitas sumberdaya air

karena adanya perambahan hutan adalah wilayah Provinsi Banten, yaitu di Daerah

Aliran Sungai (DAS) Cidanau. DAS Cidanau merupakan salah satu DAS penting

bagi penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah Serang

Barat (Cilegon dan sekitarnya). Secara geografis DAS Cidanau terletak di antara

06º 07’ 30’’ – 06º 18’ 00’’ LS dan 105º 49’ 00’’ – 106º 04’ 00’’ BT. DAS

Cidanau mencakup kawasan seluas 22.620 ha, yang mencakup wilayah Kabupaten

Pandeglang seluas 999,29 ha dan Kabupaten Serang seluas 21.620,71 ha

(Bapedalda Banten, 2001).

Sungai Cidanau yang berhulu di kawasan Cagar Alam Rawa Danau

merupakan sungai utama di DAS Cidanau dan menjadi sumber air baku serta

reservoir bagi sungai – sungai di tujuh belas sub DAS Cidanau. Sungai Cidanau

memiliki limpasan atau debit rata-rata tahunan sebesar 13 m3/detik, dengan

fluktuasi debit kurang dari 5 m3/detik pada musim kering, hingga lebih dari 20

m3/detik pada musim hujan. Adanya berbagai kegiatan yang berorientasi negatif,

seperti penebangan kayu secara liar dan konversi lahan, mengakibatkan debit air

di DAS Cidanau menunjukkan kecenderungan yang terus menurun hingga

dibawah kebutuhan air baku PT. KTI (perusahaan pemanfaat air baku dari Sungai

Cidanau) yaitu sebesar 1.130 liter/detik (FKDC, 2007).

Hasil penelitian tentang perubahan penggunaan lahan yang dilakukan

Baba et al. (2001) diketahui bahwa selama periode 1972-1998 tidak ada kegiatan

perubahan lahan yang nyata akibat dari penebangan kayu (logging) atau

pembangunan areal pertanian. Seiring dengan meningkatnya populasi jumlah

penduduk di Cidanau, terdapat kecenderungan terjadinya degradasi lingkungan

Page 19: Pendataan

3

yang berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas air, kecenderungan

degradasi lingkungan yang terjadi seperti dilaporkan KTI (2004) antara lain

disebabkan oleh perambahan di kawasan Cagar Alam Rawa Danau yang memiliki

luasan sebesar ± 849 ha oleh ±1.140 kepala keluarga, dengan mengkonversi

kawasan cagar alam menjadi kawasan budidaya.

Tingginya tingkat degradasi lingkungan di wilayah Rawa Danau dan hulu

DAS Cidanau yang berdampak pada kelangkaan sumber daya air telah menyita

perhatian masyarakat maupun industri yang memanfaatkan air dari DAS Cidanau.

Degradasi lingkungan ini berdampak pada penurunan ketersediaan air baku dari

Sungai Cidanau, juga mengancam eksistensi Cagar Alam Rawa Danau yang

merupakan suatu kawasan endemis terutama untuk ekosistem rawa. Rawa Danau

merupakan satu-satunya kawasan pegunungan rawa yang masih tersisa di Pulau

Jawa.

Kondisi tersebut mendorong para pihak-pihak yang terlibat dalam

pemanfaatan dan pengelolaan DAS Cidanau untuk membangun kesamaan visi dan

misi dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan di DAS Cidanau secara

terintegrasi dalam kerangka pembangunan bekelanjutan yang didasarkan pada

konsep one river, one plan and one management. Upaya pelestarian lingkungan

dengan konsep ini dapat menjadi terobosan baru dalam teknik konservasi

lingkungan yang berkelanjutan berdasarkan prinsip hubungan hulu-hilir yang

saling menguntungkan antara penyedia di hulu dan pengguna jasa lingkungan di

hilir. Sebagai solusi untuk melestarikan lingkungan di DAS Cidanau, khususnya

sumber daya air, maka digagaslah model hubungan hulu-hilir dengan transaksi

Page 20: Pendataan

4

Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) atau Payment for Environmental Service

(PES) (KTI, 2004).

Pendekatan konsep ini merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa

pembayaran insentif yang bertujuan untuk mengendalikan dampak negatif

lingkungan melalui mekanisme pasar. Mekanisme pasar pasar tercermin pada

proses transaksi (tukar menukar jasa) antara penyedia jasa dan pengguna jasa

lingkungan dengan posisi setara dan sukarela. Konsep pembayaran jasa

lingkungan ini diharapkan dapat menjadi program alternatif dan strategis dalam

rangka mengurangi tingkat kerusakan lingkungan dan tingkat kemiskinan

masyarakat. Dengan adanya konsep dan mekanisme yang disepakati serta

didukung berbagai pihak, maka PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI) sebagai

pemanfaat utama sumberdaya alam dalam bentuk air baku dari Sungai Cidanau,

bersedia membayar sejumlah uang sebagai bentuk implementasi dari konsep

pembayaran jasa lingkungan dalam bentuk kompensasi atau insentif dan kepada

mesyarakat hulu di wilayah DAS Cidanau. PT. KTI bersedia untuk melakukan

pembayaran selama 5 (lima) tahun dengan nilai Rp. 175.000.000,00/tahun untuk

dua tahun pertama dan Rp. 200.000.000,00/tahun untuk tahun-tahun berikutnya

dengan luas lahan seluas 50 ha. Nilai tersebut setara dengan Rp.

2.765.000,00/ha/tahun hingga Rp. 3.160.000,00/ha/tahun.

Penerima transaksi pembayaran jasa lingkungan adalah masyarakat hulu

yang dipilih berdasarkan kondisi lahan yang kritis dan berpengaruh terhadap

fungsi hutan dan tata air di DAS Cidanau serta kondisi sosio-kapital masyarakat

yang tepat. Berdasarkan kriteria teresebut, dipilihlah Desa Citaman dan Cibojong

kemudian menyusul Desa Kadu Agung dan Cikumbueun. Desa-desa tersebut akan

Page 21: Pendataan

5

menerima pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp. 1.200.000,00 /ha/tahun.

Ketentuannya, lahan masyarakat yang berhak menerima pembayaran jasa

lingkungan harus memiliki jumlah tanaman tidak kuang dari 500 batang pohon

tiap hektar lahannya pada tahun pertama dan tidak kurang dari 200 pohon pada

akhir tahun ke-lima.

Akan tetapi besarnya nilai insentif ini sesungguhnya masih harus dicermati

dari jumlah atau nilai transaksi yang diterima oleh masyarakat penerima jasa

lingkungan, apakah nilai tersebut sudah sesuai dengan nilai yang seharusnya

diterima oleh masyarakat atas kesediaanya mengkonservasi lahannya. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Sand (2004) mengenai kesediaan membayar atas

jasa lingkungan (dalam hai ini air) oleh industri sangatlah rendah. Kesediaan

membayar itu berkisar antara Rp. 10,00/m3 – Rp. 3.500,00/m3 dari 56 industri atau

40% industri yang bersedia membayar atas jasa lingkungan ini, sementara 60%

lainnya menyatakan tidak dapat menjawab.

Permasalahan yang kemudian dicoba untuk dikaji adalah nilai pembayaran

jasa lingkungan yang diterima masyarakat atau dibayarkan oleh industri masih

terlalu rendah sehingga masyarakat masih berpotensi melakukan penebangan

maupun konversi lahannya. Seharusnya dengan semakin meningkatnya kualitas

jasa lingkungan khususnya air baku, insentif yang diterima masyarakat juga

meningkat, sehingga masyarakat bersedia mengubah pola penggunaan lahan yang

dilakukannya ke dalam pola penggunaan yang mendukung pada pelestarian

kawasan hutan DAS Cidanau. Berdasarkan permasalahan tersebut, dibutuhkan

informasi yang dapat menjadi referensi bagi upaya peningkatan nilai pembayaran

jasa lingkungan yang seharusnya diterima masyarakat penyedia jasa lingkungan di

Page 22: Pendataan

6

wilayah model pembayaran jasa lingkungan. Salah satu cara yang dapat

digunakan untuk menentukan nilai kompensasi tersebut adalah dengan cara

menghitung nilai ekonomi dari lahan yang dijadikan model pembayaran jasa

lingkungan tersebut. Informasi mengenai besarnya nilai ekonomi tersebut

diharapkan akan bemanfaat sebagai acuan untuk meningkatkan besarnya nilai

pembayaran jasa lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan mencegah laju

degradasi lingkungan di wilayah DAS Cidanau.

1.2 Perumusan Masalah

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau seperti diuraikan di atas telah

mengalami degradasi akibat perambahan hutan dan konversi lahan di kawasan

DAS Cidanau oleh masayarakat untuk kepentingan budidaya, sehingga apabila

tidak ditangani secara intensif, dikhawatirkan akan mengkibatkan gangguan pada

pasokan air untuk kebutuhan masyarakat hulu serta masyarakat hilir di wilayah

DAS Cidanau dan sekitarnya. Para pihak yang terkait dengan DAS Cidanau

berinisiatif untuk melakukan pelestarian lingkungan sebagai upaya pencegahan

terhadap dampak yang telah terjadi, salah satu upaya yang telah dilakukan adalah

melalui implementasi model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran

jasa lingkungan bagi perbaikan kawasan yang dianggap kritis di hulu DAS

Cidanau. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan berupa

pembayaran sejumlah uang oleh PT. KTI sebagai pemanfaat jasa lingkungan

kepada masyarakat hulu sebagai penyedia jasa lingkungan yang telah ditetapkan

sebagai lokasi model pembayaran jasa lingkungan. PT. KTI sebagai buyer

membayar sebesar Rp. 175.000.000,00/tahun pada 2005-2005 dan Rp.

200.000.000,00/tahun pada 2007-2009 atau etara dengan Rp.

Page 23: Pendataan

7

2.765.000,00/ha/tahun pada dua tahun pertama dan Rp. 3.160.000,00/ha/tahun

pada tiga tahun berikutnya, sementara penyedia jasa lingkungan sebagai seller

hanya menerima Rp. 1.200.000,00 /ha/tahun.

Permasalahan yang kemudian muncul adalah nilai dari pembayaran jasa

lingkungn yang dilakukan dirasa masih terlalu rendah dan tidak sesuai dengan

konsekuensi yang harus diterima masyarakat model PJL atas kesediaannya untuk

mengkonservasi lahan milik mereka selama 5 tahun waktu kontrak periode

pertama. Rendahnya nilai pembayaran jasa lingkungan tersebut disebabkan oleh

belum tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi dari lahan yang dijadikan

model pembayaran jasa lingkungan itu sendiri.

Berdaasrkan permasalahan di atas, penelitian ini akan mencoba mengetahui,

mempelajari dan memahami permasalahan berikut ini:

1. Bagaimana skema model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran

jasa lingkungan yang telah diimplementasikan di DAS Cidanau?

2. Berapakah nilai ekonomi dari lahan model pembayaran jasa lingkungan di

Desa Citaman?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah memberikan informasi yang

bermanfaat bagi peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau,

dimana secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Menganalisis dan memaparkan mekanisme model hubungan hulu-hilir dengan

mekanisme pembayaran jasa lingkungn di DAS Cidanau.

2. Menghitung nilai ekonomi dari lahan model pembayaran jasa lingkungan di

Desa Citaman.

Page 24: Pendataan

8

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi bagi PT. KTI serta para stakeholder lain dalam

menentukan evaluasi kebijakan mengenai besarnya nilai pembayaran jasa

lingkungan di DAS Cidanau.

2. Memperkaya literatur aplikasi model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme

Pembayaran Jasa Lingkungn.

3. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh

dari Departemen Ekonomi Sumber daya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi

dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

1.5 Ruang Lingkup Studi

Penelitian yang dilakukan merupakan suatu bentuk penilaian terhadap nilai

ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan konservasi pada lahan milik masyarakat

penerima pembayaran jasa lingkungan. Kajian aspek ekonomi ditekankan pada

masyarakat DAS Cidanau hulu penerima pembayaran jasa lingkungan yang hanya

dibatasi pada wilayah Desa Citaman dengan luasan lahan yang dikompensasi

seluas 25 ha. Batasan penelitian dilakukan dengan asumsi kondisi lahan di

wilayah-wilayah model transaksi pembayaran jasa lingkunngan lainnya secara

umum serupa atau homogen dengan kondisi lahan di Desa Citaman.

Kajian penelitian ditekankan pada seberapa besar nilai ekonomi pada lahan

yang dikonservasi oleh masyarakat di lokasi model pembayaran jasa lingkungan.

Lahan yang dikonservasi berupa kebun campuran yang di dalamnya terdiri dari

berbagai jenis tanaman kayu dan non kayu denganjumlah rata-rata per hektar 500

tanaman, baik besar maupun kecil. Nilai ekonomi yang dihitung dibatasi pada

Page 25: Pendataan

9

nilai guna (use value) berupa manfaat langsung dan manfaat tidak langsung dari

lahan model pembayaran jasa lingkungan, sementara nilai bukan guna (non use

value), yaitu nilai keberadaan dan nilai warisan tidak dihitung karena bersifat

tangible. Informasi mengenai nilai ekonomi yang dihasilkan dalam penelitian ini

diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi upaya peningkatan nilai

pembayaran jasa lingkungan yang seharusnya diterima oleh masyarakat penyedia

jasa lingkungan. Masyarakat di wilayah hulu merupakan pihak yang menjual jasa

lingkungan (seller) atau sebagai penyedia jasa lingkungan, sedangkan PT. KTI

sebagai pihak yang membeli jasa lingkungan (buyer) atau penerima jasa

lingkungan berupa air baku dari Sungai Cidanau.

Page 26: Pendataan

10

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai merupakan satuan wilayah tangkapan air (catchman

area) yang di batasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung

dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau dan laut serta mengisi air

bawah tanah. Pengertian DAS seperti dikemukakan oleh Asdak (1995, 2002)

adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-

punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Karena DAS sebagai sebuah

ekosistem, maka terjadilah interaksi antara berbagai faktor penyusunnya seperti

faktor abiotik, biotik dan manusia. Sebagai ekosistem, pasti dijumpai adanya input

dan segala proses yang berkaitan dengan masukan tersebut yang dapat dievaluasi

berdasarkan output yang dihasilkan. Bila curah hujan dipandang sebagai unsur

input dalam ekosistem DAS, maka output yang dihasilkan adalah debit air sungai,

penambahan air tanah dan limpasan sedimentasi sedangkan komponen lain seperti

tanah, vegetasi, sungai dalam hal ini bertindak sebagai prosessor.

Pengelolaan DAS haruslah diorientasikan pada segi-segi konservasi tanah

dan air dengan menitikberatkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

dapat dirasakan oleh segenap kalangan masyarakat, baik kalangan masyarakat

hulu maupun masyarakat hilir. Hasil akhir yang menjadi titik sentral perhatian

dalam pengelolan DAS adalah kondisi tata air yang stabil dari wilayah DAS

tersebut.

Page 27: Pendataan

11

2.2 Pengertian Jasa Lingkungan

Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

yang berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible),

yang meliputi jasa wisata alam atau rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi,

kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan,

keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon (Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Pemerintah provinsi Banten, 2006).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan

dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan

Penggunaan Kawasan Hutan disebutkan bahwa pemanfaatan jasa lingkungan

adalah bentuk usaha untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak

merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan. Lebih lanjut

disebutkan pula dalam peraturan pemerintah tersebut bahwa jasa lingkungan

adalah jasa ekosistem alamiah dan sistem budidaya yang manfaatnya dapat

dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka

membantu memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan

manusia.

Jasa lingkungan hutan merupakan fungsi jasa ekosistem hutan baik yang

masih bersifat alami maupun buatan, yang memberikan manfaat langsung dan

tidak langsung dalam peningkatan kualitas lingkungan untuk kesejahteraan

masyarakat. Hutan menyediakan berbagai bentuk jasa lingkungan (Schmidt et al)

dalam (Suryawan, 2005), yang dikategorikan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:

1. Proteksi daerah aliran sungai, hutan memiliki peran penting dalam meregulasi

fungsi hidrologi dan mengurangi sedimentasi.

Page 28: Pendataan

12

2. Konservasi keanekaragaman hayati, hutan mengandung proporsi

keanekaragaman hayati dunia yang signifikan. Kehilangan habitat, seperti

hutan menjadi penyebab utama hilangnya spesies di dalamnya.

3. Sekuestrasi (penyimpanan) karbon.

2.3 Definisi Pembayaran Jasa Lingkungan

Rosa et al., (2005) seorang pakar pembayaran jasa lingkungan dari

Amerika Tengah mendefinisikannya sebagai kompensasi jasa ekosistem.

Menurutnya, ada 4 (empat) klasifikasi jasa ekosistem, yaitu: (1) Jasa Penyediaan

(provisioning services): sumber bahan makanan, obat-obatan alamiah,

sumberdaya genetik (genetic resources), kayu bakar, serat, air, mineral dan lain-

lain; (2) Jasa Pengaturan (regulating services): fungsi menjaga kualitas udara,

pengaturan iklim, pengaturan air, kontrol erosi, penjernihan air, pengelolaan

sampah, kontrol penyakit manusia, kontrol biologi, pengurangan resiko dan lain-

lain; (3) Jasa Kultural (cultural services): identitas dan keragaman budaya, nilai-

nilai religius dan spiritual, pengetahuan (tradisional dan formal), inspirasi, nilai

estetika, hubungan sosial, nilai peninggalam pusaka, rekreasi, dan lain-lain; (4)

Jasa Pendukung (Supporting Services): produksi utama, formasi tanah, produksi

oksigen, ketahanan tanah, penyerbukan, ketersediaan habitat, siklus gizi dan lain-

lain. Dengan demikian masyarakat hendaknya dapat memaknai suatu kondisi atau

keadaan yang disediakan oleh ekosistem tergantung pada kemampuan ekosistem

tersebut dalam menyediakan jasa yang diinginkan atau diharapkan oleh

masyarakat.

Hingga saat ini pembayaran jasa lingkungan sudah dapat

diimplementasikan namum perspektifnya masih beragam. Keberagaman terkait

Page 29: Pendataan

13

dengan elemen yang terlibat dalam skema pembayaran jasa lingkungan, yaitu jasa

air daerah aliran sungai, keanekaragaman hayati, landscape beauty atau keindahan

lanskap dan karbon sequestration. Keberagaman tersebut juga berlaku dalam hal

level/tingkatan implementasi dan bahkan pengertian mengenai konsepnya itu

sendiri. Negosiasi adalah entry point yang penting dalam pelaksanaan pembayaran

jasa lingkungan. Acuan dari sisi teknis diperlukan untuk membentuk opini dan

sebagai bahan masukan untuk negosiasi, artinya penelitian dengan analisis

mendalam sesuai dengan kebutuhan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum

diimplementasikan.

2.4 Penilaian Jasa Lingkungan

Barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya secara garis besar

dapat digolongkan ke dalam barang dan jasa yang ada pasarnya (market goods

and services - MGS) dan umumnya memiliki nilai/harga pasar (priced goods and

services - PGS) dan yang tidak tersedia pasarnya (non-market goods and services

- NMGS) dan umumnya tidak memiliki harga pasar (un-priced goods and services

- UPGS). MGS dicirikan oleh karakteristik barang dan jasa yang memiliki

informasi lengkap (perfect information), sehingga harga dapat digunakan sebagai

pengarah/pemimpin untuk pengambilan keputusan konsumsinya. Sementara

NMGS, karakteristiknya bisa jelas tetapi tidak memiliki harga, sehingga

keputusan pengkonsumsiannya tidak didasarkan pada harga, tetapi oleh preferensi

(willingnes to pay - WTP) seseorang. Umumnya barang dan jasa lingkungan

merupakan NMGS (RMI, 2007).

Contoh yang baik untuk menggambarkan penjelasan tersebut di atas adalah

sumberdaya hutan (SDH), selain memang sebagaimana dinyatakan oleh Wunder

Page 30: Pendataan

14

(2005) bahwa dewasa ini perhatian yang meningkat terhadap PES umumnya

difokuskan pada SDH. Dengan dasar pemikiran seperti diuraikan di atas, maka

manfaat barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh SDH dapat dijabarkan sebagai

berikuti (RMI, 2007):

• Kelompok manfaat dari MGS : (1) hasil hutan berupa kayu dan (2) hasil hutan

non-kayu, (3) penyedia pakan ternak, (4) penyedia pangan bagi masyarakat sekitar

hutan, dan (5) rekreasi/pariwisata.

• Kelompok manfaat dari NMGS : (1) kemampuan pohon untuk absorbsi CO2 dan

menghasilkan O2, (2) tempat berlindung dan berkembang biak (habitat) satwa liar,

(3) perlindungan tanah dan air, (4) pemandangan, (5) perlindungan keaneka

ragaman hayati, (6) sumber plasma nutfah, (7) sekat bakar, (8) wind brake, (9)

budaya/sejarah, (10) pendidikan/penelitian, (11) nilai keberadaan hutan, dan (12)

areal ritual keagamaan atau spiritual.

Pengelompokan jasa lingkungan SDH seperti diuraikan di atas selanjutnya

mempengaruhi bagaimana menghitung nilai ekonomi SDH. Menurut Nugroho

(2004) dalam RMI (2007) Nilai ekonomi SDH dapat diartikan sebagai

karakteristik (kualitas) dari SDH yang membuat sumberdaya tersebut dapat

dipertukarkan dengan sumberdaya lain, dengan tujuan utama menentukan nilai

secara komprehensif dari SDH tersebut. Informasi tersebut dapat dimanfaatkan

untuk penghitungan (1) kerugian dari dampak suatu kegiatan, (2) biaya

pencegahan dampak, (3) tarif retribusi, (4) tarif/tiket masuk taman nasional, (5)

tarif pajak sumberdaya, (6) kompensasi yang harus dibayar oleh pembuat

kerusakan lingkungan (dalam kasus eksternalitas negatif) dan penyedia jasa

Page 31: Pendataan

15

lingkungan (dalam kasus eksternalitas positif), (7) alokasi investasi (asset) untuk

tujuan pengelolaan dan (8) analisis biaya manfaat suatu proyek (RMI, 2007) .

2.5 Definisi Instrumen Ekonomi

Ancaman terhadap kelangsungan sumber daya alam dan penurunan

kualitas lingkungan sudah menjadi fenomena global saat ini. Ancaman ini bukan

saja menyangkut kesehatan terhadap umat manusia namun juga melibatkan

pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumber daya alam (overuse) serta

peningkatan pencemaran. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pengelolaan

lingkungan sangat diperlukan agar hasil-hasil yang dicapai dari pembangunan

ekonomi tersebut tidak menguap (dissipated) oleh karena rusaknya sumber daya

alam dan lingkungan. Instrumen pengendalian lingkungan bisa terdiri dari

instrumen command and control, moral suasion dan insentif berbasis finansial

maupun pasar atau sering disebut sebagai instrumen ekonomi. Instrumen ekonomi

bergerak dalam ranah (domain) yang lebih luas dari mulai pajak, property right

sampai deposit refund system (Fauzi, 2007).

Instrumen ekonomi adalah sebagian dari kebijakan lingkungan dalam

mengendalikan dampak negatif yang terjadi pada lingkungan melalui mekanisme

pasar. Berbeda dengan instrumen command and control, instrumen ekonomi

didasarkan pada pembarian insentif dan mekanisme pasar untuk mengurangi

dampak lingkungan (Fauzi, 2007). Secara diagramatis kebijakan lingkungan

antara command and control dan instrumen ekonomi tersebut dapat dilihat pada

Gambar 3.

Page 32: Pendataan

16

Sumber: Fauzi, 2007

Gambar 1. Instrumen Kebijakan Terhadap Lingkungan

2.6 Fungsi Instrumen Ekonomi

Panayotou (1994) menyebutkan paling tidak ada empat hal utama

menyangkut fungsi instrumen ekonomi dalam pengelolaan lingkungan yakni

1. Menginternalisasikan eksternalitas dengan cara mengoreksi kegagalan pasar

melalui mekanisme ”full cost pricing” dimana biaya subsidi, biaya lingkungan

dan biaya eksternalitas diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.

2. Mampu mengurangi konflik pembangunan versus lingkungan, bahkan jika

dilakukan secara tepat dapat menjadikan pembangunan ekonomi sebagai

wahana (vehicle) untuk perlindungan lingkungan dan sebaliknya.

3. Instrumen ekonomi berfungsi untuk meng-encourage efisiensi dalam

penggunaan barang dan jasa dari sumber daya alam sehingga tidak

menimbulkan overconsumption karena pasar, melalui isntrumen ekonomi akan

memberikan sinyal yang tepat terhadap penggunaan yang tidak efisien.

ENVIRONMENT POLICY

NON-MARKET BASEDINSTRUMENT

ECONOMIC INSTRUMENT

Output/ Performance based standard

Input / Processbased standard

Education / Moral suasion

Price based instrument

Environmental charge

Incentive payment

Auctionn

Quantity basedinstrument

Tradeable permit

Environmental off sets

Market barrier

1

2

3

1

2

3

1

2

3

Page 33: Pendataan

17

4. Instrumen ekonomi dapat digunakan sebagai sumber penerimaan (revenue

generating).

2.7 Konsep Nilai untuk Sumber Daya

Pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang dan jasa

uang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, memeng bisa berbeda jika

dipandang dari berbagai disiplin ilmu. Dari sisi ekologi, misalnya, nilai dari hutan

mangrove bisa berarti pentingnya hutan mangrove sebagai tempat reproduksi

spesies ikan tertentu atau fungsi ekologis lainnya. Dari sisi teknik, nilai hutan

mangrove bisa sebagai pencegah abrasi atau banjir dan sebagainya. Perbedaan

mengenai konsepsi nilai tersebut tentu saja akan menyulitkan pemahaman

mengenai pentingnya suatu ekosistem. Karena itu, diperlukan suatu persepsi yang

sama untuk penilaian ekosistem tersebut. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah

dan bisa dijadikan sebagai persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersebut adalah

pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber

daya alam dan lingkungan. Dengan demikian, kita menggunakan apa yang disebut

nilai ekonomi sumber daya alam (Fauzi, 2006).

2.8 Tipologi Nilai Ekonomi

Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah

maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperileh

barang dan jasa lin. Secara formal konsep ini disebut keinginan membayar

(willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh

sumber daya alam dan lingkungan (Fauzi, 2006). Banyak literatur dalam bidang

valuasi ekonomi seperti Barton (1994), Barbier (1993), Freeman III (2002)

menggunakan tipologi nilai ekonomi dalam terminologi Total Economic Value

Page 34: Pendataan

18

(TEV). TEV merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfaatan

atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfaatan atau

penggunaan (non use value). Use Value (UV) terdiri dari nilai-nilai penggunaan

langsung (Direct use Value ; DUV), nilai-nilai penggunaan tidak langsung

(Indirect Use Value ; IUV), dan nilai pilihan (Option Value ; OV). Sementara itu

nilai ekonomi berbasis bukan pemnfaatan (NUV) terdiri dari 2 komponen nilai

yaitu nilai warisan (Bequest Value ; BV) dan nilai keberadaan (Existence Value ;

EV). Gambar 2 berikut ini akan menjelaskan komponen-komponen dari nilai total

ekonomi, diantaranya adalah :

1. Nilai Kegunaan Konsumtif (use value)

Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumber daya alam. Use

value, seperti terlihat dalam gambar 1. terdiri dari :

a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu

dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut

berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan.

b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau

dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh

sumberdaya alam dan lingkungan.

2. Nilai Kegunaan Non Konsumtif ( non-use value)

Merupakan nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena

keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih sulit

untuk diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap sumberdaya

alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Non-use value, seperti

terlihat dalam gambar terdiri dari:

Page 35: Pendataan

19

a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang didasarkan pada

terpeliharanya SDA tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan SDAL

tersebut.

b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh

generasi saat ini terhadap SDAL agar dapat diwariskan pada generasi

mendatang.

Selain kedua manfaat tersebut ada juga nilai lain yaitu nilai pilihan (option value),

yaitu nilai pemeliharaan SDAL untuk kemungkinan dimanfaatkan pada masa yang

akan datang.

Pearce dan Moran (1994) menyatakan bahwa nilai total tersebut tidak

benar-benar total karena tidak mencakup keseluruhan nilai kecuali nilai ekonomi,

dan banyak ahli ekologi menyatakan nilai ekonomi total belum mencakup semua

nilai ekonomi karena ada beberapa fungsi ekologis dasar yang bersifat sinergis

sehingga nilainya lebih besar dari nilai fungsi secara tunggal. Sedangkan menurut

Manan (1985) dari sudut pandang rimbawan bahwa hutan mempunyai fungsi

serbaguna, paling tidak sebagai penghasil kayu, pengaturan tata air, tempat

berlindung dan tumbuh kehidupan liar, dan tempat rekreasi. Namun masih sangat

sulit menetapkan batas-batas fungsi tersebut secara tegas krena adanya interaksi

antara fingsi-fungsi tersebut.

Page 36: Pendataan

20

Gambar 2. Kategori Valuasi Ekonomi Barang dan Jasa Lingkungan

2.9 Valuasi Ekonomi

Valuasi Ekonomi adalah sebuah upaya untuk memberikan nilai kuantitatif

terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan

terlepas dari atersedia atau tidaknya nilai pasar bagi barang dan jasa tersebut

(Hidayat, 2008).

2.10 Metode Valuasi Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Munurut Hufshcmidt et al (1987) penilaian ekonomi tehadap sumberdaya

dan lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan diantaranya:

2.10.1 Teknik Penilaian dari Segi Manfaat

Teknik ini menilai manfaat dari penggunaan barang lingkungan yang

menjadi biaya bila penggunaan tersebut tidak dilakukan. Sifat utama teknik ini

Nilai Guna Langsung

(Direct Use Value)

Makanan

Biomasa

Rekreasi

Nilai Guna Tak

Langsung(Indirect Use

Value)

Fungsi ekologis

Pengendalian banjir

Nilai Guna Pilihan

(Option Value)

Keanekaragaman hayati

Konservasi habitat

Nilai Warisan(Bequest Value)

Habitat

Perubahan tak terbalikkan

.

Nilai Keberadaan(Existence

Value)

Habitat

Spesies yang hampir punah

Total Economic Value

Use Vaule Non Use Value

Page 37: Pendataan

21

adalah penggunaan harga pasar senyatanya, bilamana mungkin. Teknik ini dibagi

ke dalam empat kelompok besar yaitu:

1. Teknik yang Langsung Berdasar pada Nilai Pasar atau Produktifitas

a. Pendekatan Nilai Pasar atau Produkitvitas

b. Pendekatan Modal Manusia atau Penghasilan yang Hilang

c. Pendekatan Biaya Kesempatan

2. Teknik Pemanfaatan Nilai Pasar Barang Pengganti (Surrogate)

a. Pendekatan Biaya Perjalanan

b. Pendekatan Selisih Upah

c. Pendekatan Barang dan Jasa yang Dipasarkan Sebagai Pengganti

Lingkungan.

d. Pendekatan Nilai Milik

3. Pendekatan Pemanfaatan Teknik Survey

a. Pendekatan Tawar-Menawar

b. Teknik Delphi

4. Pendekatan Peradilan Dan Kompensasi

2.10.2 Teknik Penilaian dari Segi Biaya

Dari segi biaya, pendekatan penilaian lingkungan dibagi ke dalam:

1. Teknik analisi biaya, terdiri dari:

a. Teknik Pengeluaran Preventif

b. Pendekatan Biaya Ganti

c. Pendekatan Proyek Bayangan

2. Teknik Analisis Keefektifan Biay

Page 38: Pendataan

22

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Valuasi Ekonomi

Untuk melakukan valuasi ekonomi pada lahan model pembayaran jasa

lingkungan di Desa Citaman, terlebih dahulu harus melakukan pengelompokan

sumberdaya yang dimiliki di lahan tersebut berdasarkan nilai ekonomi total yang

dibedakan atas nilai guna dan nilai bukan guna. Diagram teknik valuasi ekonomi

berdasarkan pengelompokan nilainya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Teknik Valuasi Ekonomi Berdasarkan Pengelompokan

Nilai di Lahan Model PJL di Desa Citaman

3.1.2 Tahapan Valuasi Ekonomi

Penentuan nilai ekonomi total melalui teknik valuasi ekonomi dilakukan

melalui beberapa tahapan (Hidayat, 2008), yang terdiri dari:

Nilai Guna Langsung

1. Nilai kayu2. Nilai kayu

bakar3. Nilai

produksi buah

4. Nilai huma

Nilai Guna Tak

Langsung

1. Nilai sumber air untuk rumah tangga

Nilai Guna Pilihan

Tidak di valuasi

Nilai Warisan

Tidak di valuasi

.

Nilai Keberadaan

Tidak di valuasi

Nilai Guna Nilai bukan guna

Nilai Ekonomi Total

Page 39: Pendataan

23

1. Penentuan Daerah atau Wilayah yang akan divaluasi.

Tujuannya adalah untuk mengetahui cakupan wilayah yang dapat dinilai,

potensi sumberdaya alam dan lingkungan, pola pemanafaatan lahan, kondisi

sosial ekonomi terkait dengan pemanfaatan, identifikasi narasumber yang akan

menjadi instrumen penilaian.

2. Penentuan Tujuan Penilaian

Untuk mengetahui tujuan atau sasaran penilaian, apakah untuk menghitung

nilai ekonomi total, menghitung biaya ganti rugi, AMDAL atau lainnya. Jika

tujuan valuasi tersebut untuk menghitung nilai ekonomi total, maka

dilanjutkan dengan tahapan berikutnya.

3. Identifikaasi Permasalahan

Tidak semua komponen sumeberdaya alam dan lingkungan atau kerusakan

lingkungan dapat divaluasi karena berbagai keterbatasan, untuk itu perlu

dibuat skala prioritas berdasarkan hasil identifikasi.

4. Identifikasi Jenis dan Sebaran Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL).

Sumber daya alam dan lingkungan bisa berada dalam berbagai bentuk

ekosistem. Setiap ekosistem memiliki fungsi yang berbeda sehingga akan

memiliki nilai yang berbeda pula. Untuk itu, diperlukan identifikasi jenis dan

sebaran SDAL dalam berbagai ekosistem tersebut.

5. Identifikasi Fungsi dan Manfaat Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Setelah jenis dan sebaran SDAL diketahui, tahapan berikutnya adalah

mengidentifikasi fungsi dan manfaat dari masing-masing SDAL.

6. Penentuan Metode Valuasi

Page 40: Pendataan

24

Setalah fungsi dan manfaat teridentifikasi, kemudian ditentukan teknik yang

paling sesuai untuk digunakan dalam menilai fungsi dan manfaat tersebut.

7. Kuantifikasi Data

Kuantifikasi data dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, salah satu cara

paling mudah adalah dengan pendekatan nilai pasar. Jenis data kuntitatif yang

dibutuhkan meliputi luasan, panambahan atau pengurangan produktivitas dan

lain-lain.

8. Valuasi Fungsi dan Manfaat Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Valuasi ekonomi ditentukan dengan cara mengalikan data kuantitatif dengan

nilai moneter.

3.2 Kerangka Operasional

DAS Cidanau dengan fungsi utamanya sebagai penyedia jasa air, saat ini

kondisinya telah mengalami degradasi yang cukup nyata karena tingginya tingkat

deforestasi, konversi lahan serta penggunaan bahan kimia dalam pertanian.

tingginya tingkat degradasi disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan dan

pemahaman masyarakat, terutama masyarakat di wilayah hulu DAS Cidanau,

tentang arti penting dan manfaat DAS Cidanau untuk keberlanjutan semua pihak.

Tingginya tingkat degradasi juga tidak terlepas dari taraf hidup masyarakatnya

yang masih belum sejahtera sehingga alasan ekonomi menjadi faktor utama

penyebab degradasi lingkugan di wilayah hulu DAS Cidanau.

Berbagai laporan menyebutkan tingginya tingkat degradasi yang meliputi

perambahan hutan dan perubahan penggunaan lahan yang disertai dengan jumlah

penduduk yang terus bertambah telah menyebabkan terganggunya ketersediaan air

di DAS Cidanau yang ditandai dengan penurunan kualitas dan kuantitas air di

Page 41: Pendataan

25

DAS Cidanau (FKDC, 2007). Berdasarkan permasalahan tersebut, para pihak

yang terkait dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau berupaya untuk

melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya degradasi yang lebih

besar. Upaya pelestarian tersebut berupa mekanisme hubungan hulu-hilir antara

masyarakat hulu (Desa Citaman) sebagai penyedia jasa lingkungan dengan

pemanfaat jasa lingkungan (PT. KTI) di hilir. Mekanisme tersebut berupa

pemberian insentif dari PT. KTI kepada masyarakat Desa Citaman, tujuannya agar

masyarakat penyedia jasa lingkungan bersedia mengkonservasi lahannya dengan

cara melakukan penanaman kembali kawasan yang telah mengalami kerusakan

(kritis) dan menjaga keberadaan hutan serta tutupan lahan milik mereka agar

ketersediaan air tetap terjaga, baik untuk masyarakat di hilir maupun masyarakat

di hulu. Kendala yang kemudian muncul adalah nilai dari pembayaran jasa

lingkungan saat ini dirasa masih terlalu rendah, sehingga permasalahan tersebut

menjadi dasar perlunya dilakukan penelitian ini.

Masih rendahnya nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima

masyarakat saat ini dapat berakibat pada terganggunya mekanisme pembayaran

jasa lingkungan yang saat ini telah berlangsung. Untuk itu, dibutuhkan informasi

yang dapat dijadikan referensi bagi upaya peningkatan nilai pembayaran jasa

lingkungan agar mekanisme hubungan hulu hilir yang telah berlangsung dapat

tetap terjaga keberlanjutannya. Informasi terhadap nilai tersebut dapat ditentukan

dengan cara melakukan valuasi ekonomi terhadap nilai ekonomi pada lahan model

pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman seluas 25 ha dengan metode

pendekatan nilai pasar atau produktivitas. Perlu ditekankan bahwa nilai ekonomi

yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak secara langsung menjadi nilai yang

Page 42: Pendataan

26

seharusnya dibayar atau diterima oleh pihak-pihak yang terkait dalam

implementasi transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.

Tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi pada lahan model pembayaran

jasa lingkungan diharapkan dapat menjadi landasan bagi para stakeholder di DAS

Cidanau untuk menentukan kebijakan ke arah peningkatan nilai pembayaran jasa

lingkungan, sehingga mekanisme pembayaran jasa lingkungan tetap terjaga

keberlanjutannya. Konsep hubungan hulu hilir tersebut akan memberikan

keuntungan bagi semua pihak yang terlibat sehingga DAS Cidanau akan tetap

terjaga kelestariannya seiring dengan adanya transaksi yang saling

menguntungkan semua pihak. Secara lebih jelas, uraian tersebut dapat dilihat

dalam gambar 4.

Page 43: Pendataan

27

Gambar 4. Diagram Alir Kerangka Berpikir Operasional

(PT KTI)(pemanfaat jasa

lingkungan)

(masyarakat hulu)(penyedia jasa lingkungan)

FKDC(intermediary)

Nilai pembayaran jasa lingkungansaat ini terlalu rendah

Keterangan :

Lingkup penelitian

DAS Cidanau

Degradasi lingkungan di DAS Cidanau(Deforestasi, konversi lahan dan penggunaan

bahan kimia pada kegiatn pertanian)

Penurunan kualitas dan kuantitas air baku di DAS Cidanau

Ketersediaan air di hulu maupun hilir

DAS Cidanau tetap terjaga

Upaya pencegahan degradasi di DAS Cidanau

Nilai ekonomi lahan model pembayaran

jasa lingkungan

Mekanisme pembayaran jasa lingkungan (PJL)

di DAS Cidanau

1. Membentuk Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC)

2. Membangun dan mengembangkan hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan

Mekanisme PJL terganggu

Page 44: Pendataan

28

IV METODOLOGI

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS)

Cidanau, tepatnya di Desa Citaman, Kabupaten Serang. Sedangkan waktu

pengambilan data dilaksanakan pada Maret hingga April 2009.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari responden

dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah disiapkan dan observasi

yang dilakukan di lingkungan sekitarnya. Data sekunder diperoleh dari catatan

berupa laporan atau arsip dari lembaga-lembaga atau instansi yang terkait yang

meliputi keadaan umum penelitian, dan data lain yang berhubungan dengan

penelitian ini antara lain diperoleh dari: Forum Komunikasi DAS Cidanau

(FKDC), PT. Krakatau Tirta Industri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Rekonvasi Bhumi, BAPPEDA Kabupaten Serang, Badan Lingkungan Hidup

Daerah Provinsi Banten, serta Kantor Desa Citaman.

4.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey.

Menurut Singarimbun (1989) dalam Putra (2009), survey adalah metode

pengambilan sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai

alat pengumpulan data yang pokok. Seorang peneliti dapat mengumpulkan data

tertentu dengan memilih sampel dari suatu populsi dengan menggunakan

kuesioner yang telah disiapkan dengan mealkukan teknik survey.

Page 45: Pendataan

29

4.4 Metode Pengambilan Contoh

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode random sampling. Responden dipilih

secara acak dari suatu daftar individual di dalam suatu populasi. Responden dalam

penelitian ini adalah masyarakat Desa Citaman yang menjadi anggota kelompok

Tani Karyamuda II, yaitu sebagai masyarakat kelompok tani yang lahannya

dijadikan sebagai model pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dengan

jumlah populasi sebanyak 43 orang (Lampiran 1). Jumlah sampel dalam penelitian

ini sebanyak 30 responden.

4.5 Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses ini seringkali digunakan

statistik, baik dalam bentuk model maupun tidak. Salah satu fungsi pokok statistik

adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi

informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami (Singarimbun

dan Effendi 1989) dalam putra (2009). Data yang telah terkumpul kemudian

diolah dengan program Microsoft excel 2007. Mekanisme pembayaran jasa

lingkungan dianalisis secara kualitatif dengan alat analisis SWOT, sementara

pendugaan nilai ekonomi dianalisis dengan pendekatan nilai pasar atau

produktivitas. Hasil pengolahan data dianalisis secara deskriptif dengan metode

pendekatan nilai pasar dan disajikan dalam bentuk gambar, tabel dan perhitungan

matematik.

Page 46: Pendataan

30

4.6 Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi bebbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi perusahaan. SWOT adalah singkatan dari lingkungan

Internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan Eksternal Opportunities dan

Threaths Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang

(Opportunities) dan Ancaman (Threaths) dengan faktor internal Kekuatan

(Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses) (Rangkuti, 1997).

4.7 Pendugaan Nilai Ekonomi

Perhitungan nilai guna (use value) di lokasi model pembayaran jasa

lingkungan (PJL) dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

NE = NGL + NGTL

= (NK+NKB+NP+NH) + (NA)

NE = Nilai Ekonomi

NGL = Nilai Guna Langsung

NGTL = Nilai Guna Tidak Langsung

NK = Nilai Kayu

NKB = Nilai Kayu Bakar

NP = Nilai Produk

NH = Nilai Huma

NA = Nilai Air

4.7.1 Nilai Kayu

Nilai kayu ditentukan dari potensi kayu yang ada di lokasi model PJL

seluas 25 hektar dikalikan dengan harga kayu yang ada di pasaran di dekat lokasi

penelitian, dimana formula yang digunakan adalah sebagai berikut :

Page 47: Pendataan

31

NK = ∑ (VKi x HKi)

Dimana : NK = nilai kayu (Rp)

VKi = rata-rata volume kayu untuk jenis ke-i (m3)

HKi = Harga kayu di pasaran untuk jenis ke-i (Rp/m3)

4.7.2 Nilai Kayu Bakar

Nilai kayu bakar ditentukan dengan metode pendekatan nilai pasar karena

di lokasi penelitian telah terdapat pasar untuk kayu bakar dengan formula sebagai

berikut :

NKB = (VKBi X HKB) x P

Dimana : NKB = nilai kayu bakar (Rp/tahun)

VKBi = rata-rata konsumsi kayu bakar yang dikonsumsi per

rumah tangga anggota penerima pembayaran jasa lingkungan

(m3/tahun)

HKB = harga kayu bakar (Rp/m3)

P = jumlah kepala keluarga yang menerima pembayaran jasa

lingkungan (jiwa)

Penentuan nilai kayu bakar ditentukan berdasarkan pada jumlah rata-rata

kayu bakar yang dikonsumsi masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan

per tahun di lokasi model pembayaran jasa lingkungan. Diasumsikan masyarakat

hanya mengambil kayu bakar dari lokasi model pembayaaran jasa lingkungan.

4.7.3 Nilai Produk

Nilai produk adalah nilai yang diperoleh dari produk hasil buah-buahan

dan dedaunan dari berbagai jenis tanaman yang terdapat di lokasi penelitian.

Perhitungan nilai produk ditentukan dengan metode pendekatan nilai pasar

Page 48: Pendataan

32

dimana harga yang digunakan adalah harga yang berlaku di pasar sekitar lokasi

penelitian. Nilai produk ditentukan dengan formula perhitungan sebagai berikut.

NP = ∑ (VPi x JPi x Ji x HPi)

Dimana : NP = nilai ekonomi produk total (Rp/tahun)

VPi = produktivitas rata-rata produk ke-i dari jenis

tanaman ke-i (satuan berat)

JPi = hasil panen rata-rata per tanaman dari tanama ke-i

(satuan berat)

Ji = jumlah tanaman ke-i (buah)

HPi = harga jual produk ke-i (Rp/satuan berat)

4.7.4 Nilai Air Rumah Tangga

Konsumsi air untuk rumah tangga meliputi air untuk kebutuhan mandi,

minum dan memasak, mencuci, wudhu serta untuk kakus. Nilai air dihitung

dengan metode pendekatan nilai pasar dengan formula sebagai berikut :

NA = VKA x JP x HA x 12 bulan

Dimana : HA = nilai air (Rp/tahun)

VKA = konsumsi air rata-rata (m3/bulan)

JP = jumlah masyarakat penerima PJL (orang)

HA = harga air (Rp/m3)

4.7.5 Nilai Huma

Penentuan nilai ekonomi dari huma diperoleh dengan melakukan

perhitungan biaya manfaat dari kegiatan pertanian huma itu sendiri dengan

pendekatan nilai pasar. Komponen yang termasuk dalam biaya pada pertanian

Page 49: Pendataan

33

huma adalah biaya pengadan pupuk, biaya pengadaan benih dan biaya pemanenan

(upah). Sedangkan komponen yang termasuk ke dalam manfaat adalah hasil panen

yang dikalikan denga harga jualnya. Nilai huma dihtung dengan formula sebagai

berikut.

NH = ∑ (Bi – Ci)

Dimana : NH = nilai huma

Bi = komponen biaya pemanenan huma

Ci = komponen biaya pemanenan huma

4.8 Batasan Penelitian

Lingkup ekonomi yang dihitung merupakan nilai guna (use value) dari

lahan model pembayaran jasa lingkungan seluas 25 ha yang terletak di Desa

Citaman. Nilai guna (use value) yang dihitung terdiri dari nilai guna langsung

(direct use) berupa nilai kayu, kayu bakar, produk, serta pagi gogo, dan nilai guna

tidak langsung (indirect use) berupa nilai ketersediaan air bersih. Perhitungan

terhadap nilai guna lainnya seperti nilai bukan guna tidak dilakukan karena karena

bersifat tangible. Penelitian kali ini juga akan memaparkan peran dan fungsi serta

permasalahan DAS Cidanau dan analisis mengenai bagaimana mekanisme

transaksi pembayaran jasa lingkungan yang telah disepakati dan

diimplementasikan di DAS Cidanau.

4.9 Definisi Operasional

1. Nilai Ekonomi Total

Nilai ekonomi total didefinisikan sebagai nilai eoknomi sumber daya alam

dan lingkungan (SDAL) dalam suatu ekositem tertentu yang merupakan

penjumlahan dari nilai guna (use value) dan nilai bukan guna (non use value).

Page 50: Pendataan

34

berikut ini akan dijelaskan komponen-komponen dari nilai total ekonomi,

diantaranya adalah :

1. Nilai Guna (Use Value) merupakan nilai yang diperoleh atas

pemanfaatan dari sumber daya alam. Nilai guna (use value), terdiri

dari:

a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh

individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana

individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam

dan lingkungan.

b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai ekologis

yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan

jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan.

c. Nilai pilihan (option value), yaitu nilai pemeliharaan SDAL untuk

kemungkinan dimanfaatkan pada masa yang akan datang.

2. Nilai Kegunaan Non Konsumtif (Non-Use Value), merupakan nilai

sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya,

meskipun tidak dikonsumsi secara langsung, terdiri dari:

a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang

didasarkan pada terpeliharanya SDA tanpa menghiraukan manfaat

dari keberadaan SDAL tersebut.

b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh

generasi saat ini terhadap SDAL agar dapat diwariskan pada

generasi mendatang.

Page 51: Pendataan

35

2. Variabel Karakteristik responden

a. Tingkat Pendidikan : Jenjang pendidikan formal atau sederajat yang

pernah ditempuh oleh responden hingga penelitian ini dilaksanakan.

b. Tingkat Pendapatan : Jumlah rupiah yang diperoleh responden per

rumah tangga per bulan. Rumah tangga diartikan sebagai seseorang

atau sekelompok orang yang mendiami suatu rumah dan mengurusi

kebutuhan rumah tangganya bersama.

c. Jumlah Tanggungan Keluarga : Jumlah anggota keluarga reponden

yang menjadi tanggungan reponden.

3. Komponen- komponen analisis SWOT (Rangkuti, 1997) :

a. Kekuatan (strengths) merupakan suatu kelebihan khusus yang

memberikan kaunggulan komparatif dalam suatu industri yang berasal

dari organisasi.

b. Kelemahan (weaknesses) kataerbatasan dan kekurangan dalam hal

sumber daya yang secara nyata menghambat aktivitas keragaan

organisasi.

c. Peluang (opportunities) sesuatu yang diinginkan atau disukai dalam

lingkungan organisasi.

d. Ancaman (threaths) merupakan situasi yang tidak disukai dalam

lingkungan organisasi dan merupakan penghalang bagi posisi yang

diharapkan dalam organisasi.

Page 52: Pendataan

36

Tabel 1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

UraianJenis Sumber Analisis

Data

Mekanisme transaksi pembayaran jasa langkungan

Primer Informasi tentang

transaksi pembayaran jasa lingkungan

Sekunder Peta DAS cidanau Skema transaksi

pembayaran jasa lingkungan

Primer Wawancara

Sekunder LSM Rekonvasi

Bhumi FKDC

SWOT kualitatif

Menentukan Nilai Ekonomi

Nilai guna (Use Value)Nilai kayu

Primer: Ukuran kayu

Sekunder: Luas lahan masyarakat

model PJL Data jumlah tanaman di

lahan model PJL Harga kayu

Primer: Wawancara dengan

menggunakan kuiseoner

Sekunder: Kelompok Tani

Karyamuda II Perusahaan kayu di

Kab. Serang

Pendekatan nilai pasar atau produktivitas

kuantitatif

Nilai kayu bakar Primer: Volume kayu bakr Durasi penggunan

kayu bakar Harga

Primer: Wawancara dengan

menggunakan kuiseoner

Pendekatan nilai pasar atau produktivitas

kuantitatifNilai produk Primer:

Waktu panen Hasil panen Harga

Sekunder: Luas lahan masyarakat

model PJL Data jumlah tanaman di

lahan model PJL Harga pasar

Primer: Wawancara dengan

menggunakan kuiseoner

Sekunder: Kelompok Tani

Karyamuda II Dinas Kehutanan dan

Perkabunan Kabupaten Serang

Pendekatan nilai pasar atau produktivitas

kuantitatif

Nilai ekonomi huma Primer: biaya pengadan pupuk biaya pengadaan benih biaya pemanenan Harga padi gogo

Primer: Wawancara dengan

menggunakan kuiseoner

Pendekatan nilai pasar atau produktivitas

Analisis Biaya manfaat

kuantitatif

Nilai bukan guna(non use value)Nilai sumber air untuk rumah tangga

Primer; Jumlah konsumsi air

per RT per hariSekunder: Harga air

Primer: Wawancara dengan

menggunakan kuiseoner

Sekunder: PDAM Kab Serang

Pendekatan nilai pasar atau produktivitas

kuantitatif

Page 53: Pendataan

37

V GAMBARAN UMUM LOKASI

5.1 Keadan umum wilayah

5.1.1 Letak dan Luas

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan salah satu DAS penting

di wilayah Propinsi Banten, secara geografis DAS Cidanau terletak di antara 06º

07’ 30’’ - 06º 18’ 00’’ LS dan 105º 49’ 00’’ – 106º 04’ 00’’ BT. DAS Cidanau

mencakup kawasan seluas 22.620 ha (Bapedalda Provinsi Banten, 2001), yang

mencakup wilayah Kabupaten Pandeglang seluas 999,29 ha dan Kabupaten

Serang seluas 21.620,71 ha. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau memiliki luas

22.620 ha dan merupakan salah satu sumberdaya yang mendukung pembangunan

di wilayah barat Provinsi Banten yang merupakan salah satu lokasi industri yang

sangat penting dan strategis bagi Indonesia.

Didalam kawasan DAS Cidanau, dijumpai pula Cagar Alam Rawa Danau

dengan luas 2.500 ha yang merupakan salah satu kawasan endemis berupa rawa

pegunungan dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Cagar Alam Rawa

Danau ditetapkan berdasarkan Government Besluit (GB) 1960 Staatblad Nomor

683 tanggal 16 November 1921, dan berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun

1990 Cagar Alam Rawa Danau termasuk kawasan suaka alam, sehingga daerah

hulu dimana Cagar Alam Rawa Danau berada dikelola oleh seksi konservasi

wilayah III yang berkedudukan di Serang, Balai KSDA Jawa Barat I (FKDC,

2007). Cagar Alam Rawa Danau berbatasan langsung dengan cagar alam Tukung

Gede di sebelah utara dan timur sedangkan sebelah selatan berbatasan langsung

dengan Desa Kalumpang, di sebelah barat berbatasan dengan Desa Cirahab.

Page 54: Pendataan

38

Gambar 5. Landsat DAS Cidanau

Wilayah DAS Cidanau secara administratif terdiri dari 33 Desa pada 5 wilayah

kecamatan di Kabupaten Serang dan 4 desa di kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang. Wilayah DAS Cidanau seluas 22.620 ha berada di

Kabupaten Serang dan Pandeglang dan dibatasi oleh batas-batas berikut (tabel 2).

Tabel 2. Batas-Batas Wilayah DAS CidanauSebalah Utara Gunung Tukung Gede dan Gunung SarageanSebelah Selatan Gunung Pule dan Gunung KarangSebelah Timur Gunung Sangkur, Gunung Aseupan dan

Gunung CondongSebelah Barat Selat Sunda

Sumber : FKDC Proivnsi Banter, 2007

Sedangkan wilayah Desa Citaman, yang merupakan salah satu desa

percontohan atau model pembayaran jasa lingkungan (PJL) dan merupakan desa

yang menjadi lokasi penelitian penulis, terletak di wilayah Kecamatan Ciomas

dengan luas wilayah administrasi sebesar 543 ha, dengan luasan lahan yang

menjadi model pembayaran jasa lingkungan seluas 25 ha. Desa Citaman

berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang di sebelah selatan, dengan Desa

Sukabares dan Sungai Cidanghian di sebelah barat, dengan Desa Cisitu, Lebak

Page 55: Pendataan

39

dan Sungai Cikempong di sebelah timur serta dengan Desa Pondok Kahuru dan

Sungai Cibarugbug di sebelah selatan (Lampiran 8).

5.1.2 Iklim

Indonesia pada umumnya beriklim tropis, termasuk di kawasan DAS

Cidanau, yang hanya memiiki 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Akibat dari keadaan tersebut terjadi variasi keadaan suhu, kelembapan nisbi,

keadaan air permukaan dan besarnya curah hujan.

Variasi keragaman suhu, keadaan air permukaan dan besaran curah hujan

di DAS Cidanau termasuk tipe iklim B1 (FKDC, 2007). Curah hujan rata-rata

berkisar antara 230 – 25.90 C. Wilayah ini mendapat curah hujan dua musim yaitu

musim Timur antara bulan Nopember – Maret dan bulan Mei-Oktober, sedangkan

bulan-bulan kering terjadi antara bulan Agustus-September. Kelembaban nisbi

DAS Cidanau antara 77,60 % - 85,00 % dimana kelembaban terendah terjadi pada

bulan Oktober, sedangkan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Maret.

5.1.3 Topografi

Derajat kemiringan dan panjang lereng 2 sifat utama dari topografi yang

dapat mempengaruhi erosi. Semakin curm dan semakin panjang lereng tersebut,

mka semakin besar keceparan run-off dan bahaya erosi. Secara umum keadaan

topografi DAS Cidanau berbentuk seperti cawan terbuka, dimana bagian

tengahnya terhampar dataran yang dikelilingi oleh bukit-bukit curam di bagian

timur dan utara, sedangkan untuk bagian barat dan selatan relatif datar. DAS

Cidanau terbentang pada ketinggian antara 100-500 mdpl dengan ketinggian

lereng antara 40-100 %. Data dari kelerengan di wilayah DAS Cidanau terbagi

menjadi 5 kelas kelerengan yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 56: Pendataan

40

5.1.4 Keanekaragaman Hayati

Wilayah DAS Cidanau memiliki keanekaragaman hayati yang cukup

tinggi dan perlu untuk dileastarikan, terutama dengan adanya kawasan-kawasan

yang dilindungi seperti Cagar alam Rawa Danau. Keberadaan flora dan fauna

alami berfungsi sebagai salah satu penyeimbang dan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari keberadaan DAS tersebut, karena saling tergantung dan saling

mempengaruhi.

Tingginya erosi, sedimentasi dan turunnya permukan air adalah indikator

menurunnya flora alami, tumbuh suburnya gulma seperti eceng gondok, rumput

lameta, kayambang dan lainnya merupakan akibat percepatan proses penyuburan

(eutrofikasi). Sedangkan penggunaan pupuk organik merupakan penyebab dari

matinya fauna mikroskopis penetralisir air sungai, sehingga menyebabkan

munculnya habitat baru yang dibarengi dengan biota baru (FKDC, 2007). Adapun

keanekaragaman floraa di DAS Cidanau, antara lain : Gempol (Antocephalus

cadamba), Gagabusan (Alstonia apiculata), Jajawai (Ficus rutsa), Kadeper

(Mangifera odorata), rengas (Gluta rengas), babakoan (Calotropis gigantean),

eceng gondok (Eichrnia crassipes), puspa (Schima walichii), salam (Eugenia

fastigiata) dan melinjo (Gnetum gnemon). Pada daerah hulu DAS Cidanau

terdapat beberapa satwa liar yang beranekaragam, dari kelompok mamalia,

reptilia, aves dan pisces meliputi :

Mamalia : Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Babi Hutan (Sus Vitatus),

Lutung (Presbytes pirrus) dan kucing hutan (Felis bengalensis), dll.

Page 57: Pendataan

41

Reptilia : Biawak (Varanus salvator), kura-kura (Tronik cortilangineus), buaya

(Crocodylus porosus), ular sanca (Pyton reticularis), kodok (Bufo melanosticus),

dll

Tabel 3. Kelas Kelerengan di Wllayah DAS CidanauKelas Kelerengan Kemiringan Lereng Luas Kemiringan lereng (%)

1 Datar 0 – 8 % 39.362 Landai 8 – 15 % 15.163 Agak Curam 15 – 25 % 19.194 Curam 25 – 40 % 14.635 Sangat Curam > 40 % 11.66

Sumber: RTL DAS Cidanau – Bappeda Kabupaten Serang dan BRLKT DAS Citarum-Ciliwung.

5.1.5 Hidrologi

Siklus hidrologi secara umum diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu air

hujan, air permikaan dan air tanah.

1. Sumber Daya Air Hujan

Kuantitas air hujan ini dapat dilihat dari jumlah curah hujan yang jatuh yang

kemudian dikaitkan dengan luas daerah tangkapannya. Dari hasi data sekunder

yang ada dapat dilihat bahwa hujan rata-rata tahunan berjumlah 2.650 mm. Luas

daerah tangkapan adalah 2.620 ha, dengan demikian kuantitas sumber daya hujan

tahunan di DAS Cidanau sebesar 59.943.106 m2 (KTI, 2004).

2. Sumber daya air tanah

Air Tanah adalah semua sumber daya air yang dijumpai di bawah permukaan

tanah (FKDC, 2007):

3. Sumber daya air permukaan

Di DAS Cidanau, sumber daya air permukaan berupa air sungai dan air danau.

Di dalam kawasan DAS Cidanau terdapat 17 sub DAS yang bermuara di sungai

Cidanau yang umumnya membentuk pola aliran mendaun (sub dendritik), hampir

Page 58: Pendataan

42

sebagian besar dari 17 sub DAS tersebut menglir dan bermuara ke Rawa Danau

(hulu Sungai Cidanau) yang terus-menerus mengalir sepanjang tahun dengan debit

yang bervariasi. Satu-satunya sungai yang mengalir dari Rawa Danau ke laut

adalah Sungai Cidanau. Sungai tersebut yang menjadi sumber air utama untuk

memenuhi kabutuhan air bersih industri dan masyarakat di wilayah Kota Cilegon.

Debit air rata-rata Sungai Cidanau dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Debit Air Rata-Rata Sungai Cidanau

TahunDebit air (liter/detik)

Rata-rata Minimal Maksimal2000 8078,71 2295,63 21986,142001 10980,54 2891,86 36275,982002 6702,14 1460,07 19529,982003 6112,95 1625,84 16939,102004 6630,09 1166,16 16920,262005 7389,44 3667,60 14627,672006 10135,60 4991.46 17113,41

Sumber: PT. Krakatau Tirta Industri 2009

5.1.6 Penggunaan Lahan

Sebaran penggunaan lahan yang berada di kawasan DAS Cidanau yang

diolah dari hasil interpretasi dan informasi sumber data peta penggunaan lahan

BPT, peta topografi dan data foto udara serta hasil uji pemeriksaan di lapangan

terhadap hasil interpretasi dengan pengelolaan transformasi database, luas

penggunaan lahan adalah 24.122,43 ha dengan sebaran hutan belukar seluas

2.814,41 ha atau (11.7% dari luas lahan), hutan rawa seluas 1.433,47 ha (5.9%

dari luas lahan), danau rawa seluas 306,80 ha (1.3% dari luas lahan), kebun

campuran seluas 8.174,88 ha (33.9% dari luas lahan), sawah seluas 6.708,95 ha

(27.8% dari luas lahan), pemukiman seluas 386,95 ha (1.6% dari luas lahan).

Sedangkan lahan kritis yang ada di DAS Cidanau adalah seluas 4.315,97 ha

(17.9% dari luas lahan).

Page 59: Pendataan

43

5.2 Keadaan Sosial Ekonomi

5.2.1 Kependudukan

Perkembangan fisik, perekonomian serta sosial budaya daerah sangat

ditentukan oleh perubahan keadaan dan kondisi penduduk setempat. Informasi

mengenai perkembangan wilayah lokasi penelitian yaitu DAS Cidanau secara

umum dan desa model pembayaran jasa lingkungan (Desa Citaman) secara khusus

dipaparkan pada bagian berikut.

1. Jumlah Penduduk

Masalah kependudukan sangat berpengaruh terhadap segala kegiatan yang

dilakukan di DAS Cidanau, terutama kegiatan yang berkaitan dengan

perekonomian, karena semakin besar jumlah penduduk semakin besar pula

kebutuhan terhadap sumber daya alamnya, baik terhadap mata pencaharian,

pangan dan gizi maupun kesehatan dan lingkungan. Jumlah penduduk di wilayah

DAS Cidanau berdasarkan jenis kelamin adalah sebanyak 133.213 jiwa dengan

proporsi 66.872 jiwa laki-laki dan 66.341 jiwa perempuan dengan laju

pertumbuhan penduduk sebesar 3%. Untuk Desa Citaman, yang merupakan desa

model pembayaran jasa lingkungan, jumlah penduduk total sebanyak 2.522 jiwa

dengan proporsi 1.310 jiwa laki-laki dan 1.212 jiwa perempuan.

2. Umur Penduduk

Berdasarkan strukturnya, jumlah penduduk dibagi menjadi 3 golongan, yaitu

usia anak-anak (0 – 15 tahun) berjumlah 1.351 jiwa, sedangkan yang berusia

produktif (16 – 60 tahun) berjumlah 1.585 jiwa sisanya yang berusia lanjut

sebanyak 29 jiwa. Untuk wilayah DAS Cidanau secara umum prosentase struktur

Page 60: Pendataan

44

umur penduduk adalah anak-anak 39,61 %, umur produktif 55,74% dan usia

lanjut 4,6%.

5.2.2 Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk adalah kegiatan usaha utama yang sangat

berkaitan erat dengan tingkat pendapatan dan pengelolaan terhadap sumber daya

alam yang ada. Pola kegiatan penduduk wilayah DAS Cidanau didominasi oleh

sektor pertanian, selain itu bermata pencaharian sebagai pedagang, pegawai

negeri, pertukangan dan lain-lain. Jumlah penduduk yang memilliki mata

pencaharian sebanyak 68% dari usia produktif dan lansia, dengan 33% dari

jumlah keseluruhan penduduk bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan

sisanya tersebar dalam berbagai bentuk usaha seperti peternakan yang menjadi

usaha sampingan terbesar kedua setelah pertanian. Untuk penduduk Desa

Citaman, bentuk mata pencaharian utama mereka adalah petani, pedagang dan

pegawai negeri dengan prosentase terbesar adalah petani yaitu 29,45% dari usia

produktif dan lansia.

5.2.3 Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian

Karakteristik umum responden penerima pembayaran jasa lingkungan di

Desa Citaman diperoleh berdasarkan survey yang yang dilakukan terhadap 30

responden penerima pembayaran jasa lingkungan. Karakteristik umum responden

ini dinilai dari beberapa jenis variable yang meliputi usia, jenis kelamin,

pendidikan formal yang pernah ditempuh, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan per

bulan, dan jumlah tanggungan.

Page 61: Pendataan

5.2.3.1 Usia

Pada umumnya seluruh penerima pembayaran jasa lingkungan adalah laki

laki, jika ada penerima pembayaran jasa lingkungan berjenis kelamin perempuan,

hal itu untuk menggantikan posisi suaminya yang telah meninggal. Tingkat usai

responden tergolong cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 30 tahun

sampai 70 tahun. Jumlah responden terbanyak terdapat pada sebaran usia 40

tahun, berjumlah 14 orang (47% dari keseluruhan responden). Responden yang

berusia 30 – 39 tahun dan berusia 5

(17% dari keseluruhan responden), dan responden berusia 50

berjumlah 6 orang (20% dari keseluruhan responden). Prosentase distribusi usia

responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada

2009 dapat dilihat pada Gambar

Gambar 6. Karakteristik Responden B

5.2.3.2 Pendidikan

Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden tidak begitu

bervariasi, yaitu hanya pada jenjang Sekolah dasar (SD) dan Sekol

Pertama (SMP), bahkan ada sebagian responden yang sama sekali tidak pernah

mengenyam pendidikan formal. Berdasarkan hasil analisis data primer, sebanyak

27 orang (90% dari keseluruhan responden) hanya mencapai jenjang SD, 1 orang

(7% dari keseluruhan responden) mencapai jenjang SMP, dan 2 orang (3% dari

keseluruhan responden) tidak pernah bersekolah. Berdasarkan hasil wawancara

Pada umumnya seluruh penerima pembayaran jasa lingkungan adalah laki

laki, jika ada penerima pembayaran jasa lingkungan berjenis kelamin perempuan,

hal itu untuk menggantikan posisi suaminya yang telah meninggal. Tingkat usai

tergolong cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 30 tahun

sampai 70 tahun. Jumlah responden terbanyak terdapat pada sebaran usia 40

tahun, berjumlah 14 orang (47% dari keseluruhan responden). Responden yang

39 tahun dan berusia 59 tahun masing- masing berjumlah 5 orang

(17% dari keseluruhan responden), dan responden berusia 50

berjumlah 6 orang (20% dari keseluruhan responden). Prosentase distribusi usia

responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada

2009 dapat dilihat pada Gambar 6.

. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia

Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden tidak begitu

bervariasi, yaitu hanya pada jenjang Sekolah dasar (SD) dan Sekol

Pertama (SMP), bahkan ada sebagian responden yang sama sekali tidak pernah

mengenyam pendidikan formal. Berdasarkan hasil analisis data primer, sebanyak

27 orang (90% dari keseluruhan responden) hanya mencapai jenjang SD, 1 orang

uruhan responden) mencapai jenjang SMP, dan 2 orang (3% dari

keseluruhan responden) tidak pernah bersekolah. Berdasarkan hasil wawancara

16.5%

47%20%

16.5% 30 - 39

40 - 49

50 - 59

>59

45

Pada umumnya seluruh penerima pembayaran jasa lingkungan adalah laki-

laki, jika ada penerima pembayaran jasa lingkungan berjenis kelamin perempuan,

hal itu untuk menggantikan posisi suaminya yang telah meninggal. Tingkat usai

tergolong cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 30 tahun

sampai 70 tahun. Jumlah responden terbanyak terdapat pada sebaran usia 40 – 49

tahun, berjumlah 14 orang (47% dari keseluruhan responden). Responden yang

masing berjumlah 5 orang

(17% dari keseluruhan responden), dan responden berusia 50 – 59 tahun

berjumlah 6 orang (20% dari keseluruhan responden). Prosentase distribusi usia

responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun

erdasarkan Distribusi Usia

Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden tidak begitu

bervariasi, yaitu hanya pada jenjang Sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah

Pertama (SMP), bahkan ada sebagian responden yang sama sekali tidak pernah

mengenyam pendidikan formal. Berdasarkan hasil analisis data primer, sebanyak

27 orang (90% dari keseluruhan responden) hanya mencapai jenjang SD, 1 orang

uruhan responden) mencapai jenjang SMP, dan 2 orang (3% dari

keseluruhan responden) tidak pernah bersekolah. Berdasarkan hasil wawancara

Page 62: Pendataan

dengan para responden, rendahnya jenjang pendidikan yang dicapai disebabkan

oleh jauhnya jarak tempuh ke sekolah dan te

itu, yaitu hanya terdapat 1 SD di luar Desa Citaman. Prosentase tingkat

pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman

pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar

Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

5.2.3.3 Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di

Desa Citaman berada pada kisaran Rp. 100.000,00

Rendahnya tingkat pendapatan responden ini terkait dengan mata pencaharian

responden yang seluruhnya adalah petani kebun, dengan demikian tingkat

pendapatan sangat dipengaruhi oleh hasil panen dari komoditi yang terdapat pada

kebun yang mereka miliki. Sebanyak 50% dari keseluruhan responden atau 15

orang memiliki pendapatan antara Rp. 250.000,00

pendapatan pada kisaran Rp. 250.000,00

dari keseluruhan responden atau 11 orang,

di atas Rp. 500.000,00/bulan hanya 13% atau 4 orang dari keseluruhan responden.

Prosentase tingkat pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di

Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar

dengan para responden, rendahnya jenjang pendidikan yang dicapai disebabkan

oleh jauhnya jarak tempuh ke sekolah dan terbatasnya jumlah sekolah pada saat

itu, yaitu hanya terdapat 1 SD di luar Desa Citaman. Prosentase tingkat

pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman

pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 7.

. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

endapatan

Tingkat pendapatan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di

Desa Citaman berada pada kisaran Rp. 100.000,00 – Rp. 800.000,00/bulan.

Rendahnya tingkat pendapatan responden ini terkait dengan mata pencaharian

responden yang seluruhnya adalah petani kebun, dengan demikian tingkat

pendapatan sangat dipengaruhi oleh hasil panen dari komoditi yang terdapat pada

yang mereka miliki. Sebanyak 50% dari keseluruhan responden atau 15

orang memiliki pendapatan antara Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00/bulan,

pendapatan pada kisaran Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00/bulan sebanyak 37%

dari keseluruhan responden atau 11 orang, sedangkan yang memiliki pendapatan

di atas Rp. 500.000,00/bulan hanya 13% atau 4 orang dari keseluruhan responden.

Prosentase tingkat pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di

Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 8.

6,7%

90%

3,3%tidak sekolah

SD

SMP

46

dengan para responden, rendahnya jenjang pendidikan yang dicapai disebabkan

rbatasnya jumlah sekolah pada saat

itu, yaitu hanya terdapat 1 SD di luar Desa Citaman. Prosentase tingkat

pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman

. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendapatan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di

Rp. 800.000,00/bulan.

Rendahnya tingkat pendapatan responden ini terkait dengan mata pencaharian

responden yang seluruhnya adalah petani kebun, dengan demikian tingkat

pendapatan sangat dipengaruhi oleh hasil panen dari komoditi yang terdapat pada

yang mereka miliki. Sebanyak 50% dari keseluruhan responden atau 15

Rp. 500.000,00/bulan,

Rp. 500.000,00/bulan sebanyak 37%

sedangkan yang memiliki pendapatan

di atas Rp. 500.000,00/bulan hanya 13% atau 4 orang dari keseluruhan responden.

Prosentase tingkat pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di

Page 63: Pendataan

Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

5.2.3.4 Luas lahan

Luas lahan yang dimiliki oleh penerima jasa lingkungan sangat bervariasi

mulai 0.1 ha hingga lebi

terhadap penerimaan dari pembayaran jasa lingkungan, yaitu sebesar Rp.

1.200.000,00/ha/tahun. Jadi, semakin luas lahan yang dimiliki oleh responden

semakin besar pula uang yang diterima dari pembayaran

demikian luasan lahan berpengaruh terhadap pendapatan responden. Luasan lahan

yang dimiliki responden mayoritas berada pada kisaran 3001 m

sebanyak 14 orang (47% dari keseluruhan responden), sementara yang memiliki

luasan antara 6001 m

responden), sedangkan responden yang memiliki luas lahan antara 1000 m

3000 m2 dan 9001 m

responden). Dengan demikian rata

adalah 5977,33 m2 artinya rata

sebeasr Rp. 717.279,60. Prosentase luas lahan responden penerima pembayaran

jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilih

. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Luas lahan yang dimiliki oleh penerima jasa lingkungan sangat bervariasi

mulai 0.1 ha hingga lebih dari 1 ha. Luasan lahan tersebut sangat berpengaruh

terhadap penerimaan dari pembayaran jasa lingkungan, yaitu sebesar Rp.

1.200.000,00/ha/tahun. Jadi, semakin luas lahan yang dimiliki oleh responden

semakin besar pula uang yang diterima dari pembayaran jasa lingkungan, dengan

demikian luasan lahan berpengaruh terhadap pendapatan responden. Luasan lahan

yang dimiliki responden mayoritas berada pada kisaran 3001 m2

sebanyak 14 orang (47% dari keseluruhan responden), sementara yang memiliki

luasan antara 6001 m2 – 9000 m2 sebanyak 11 orang (33% dari keseluruhan

responden), sedangkan responden yang memiliki luas lahan antara 1000 m

dan 9001 m2 masing-masing berjumlah 3 orang (10% dari keseluruhan

responden). Dengan demikian rata-rata pemilikan lahan dari responden tersebut

artinya rata-rata penerimaan dari pembayaran jasa lingkunagn

sebeasr Rp. 717.279,60. Prosentase luas lahan responden penerima pembayaran

jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar

37%

50%

13% 100.000 250.000

250.001 500.000

>500001

47

. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Luas lahan yang dimiliki oleh penerima jasa lingkungan sangat bervariasi

h dari 1 ha. Luasan lahan tersebut sangat berpengaruh

terhadap penerimaan dari pembayaran jasa lingkungan, yaitu sebesar Rp.

1.200.000,00/ha/tahun. Jadi, semakin luas lahan yang dimiliki oleh responden

jasa lingkungan, dengan

demikian luasan lahan berpengaruh terhadap pendapatan responden. Luasan lahan

– 6000 m2 yaitu

sebanyak 14 orang (47% dari keseluruhan responden), sementara yang memiliki

sebanyak 11 orang (33% dari keseluruhan

responden), sedangkan responden yang memiliki luas lahan antara 1000 m2 –

masing berjumlah 3 orang (10% dari keseluruhan

a pemilikan lahan dari responden tersebut

rata penerimaan dari pembayaran jasa lingkunagn

sebeasr Rp. 717.279,60. Prosentase luas lahan responden penerima pembayaran

at pada Gambar 9.

100.000 -250.000

250.001 -500.000

>500001

Page 64: Pendataan

Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan

5.2.3.5 Jumlah tanggungan

Jumlah tanggungan responden mayoritas berada pada selang 6

per keluarga, yaitu berjumlah 15 responden (50% dari keseluruhan responden),

sedangkan 14 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 1

(47% dari keseluruhan responden), dan sisanya yaitu 1 orang memiliki jumlah

tanggungan lebih da

responden). Prosentase jumlah tanggungan responden penerima pembayaran jasa

lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar

Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan

33%

10%

. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan

Jumlah tanggungan

Jumlah tanggungan responden mayoritas berada pada selang 6

per keluarga, yaitu berjumlah 15 responden (50% dari keseluruhan responden),

sedangkan 14 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 1

(47% dari keseluruhan responden), dan sisanya yaitu 1 orang memiliki jumlah

tanggungan lebih dari 9 orang, tepatnya 10 orang (3% dari keseluruhan

responden). Prosentase jumlah tanggungan responden penerima pembayaran jasa

lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar

. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

10%

47%33%

10%1000 - 3000 m2

3001 - 6000 m2

6001 - 9000 m2

> 9001 m2

46,7%50%

3,3%

1 - 5 orang

6 - 9 orang

> 9 orang

48

. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan

Jumlah tanggungan responden mayoritas berada pada selang 6 – 9 orang

per keluarga, yaitu berjumlah 15 responden (50% dari keseluruhan responden),

sedangkan 14 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 1 – 5 orang

(47% dari keseluruhan responden), dan sisanya yaitu 1 orang memiliki jumlah

ri 9 orang, tepatnya 10 orang (3% dari keseluruhan

responden). Prosentase jumlah tanggungan responden penerima pembayaran jasa

lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 10.

Jumlah Tanggungan

3000 m2

6000 m2

9000 m2

Page 65: Pendataan

49

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Peran Penting dan Permasalahan yang Terjadi di DAS Cidanau

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan salah satu DAS penting

di wilayah barat Provinsi Banten, khususnya Kota Cilegon. Terdapat dua hal

utama yang menjadikan DAS Cidanau memegang peranan penting bagi

pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Pertama, karena peran dan fungsinya

dalam mendukung proses pembangunan ekonomi dalam bentuk penyediaan air

baku bagi masyarakat maupun industri dan merupakan satu-satunya reservoir air

dengan debit yang cukup di wilayah tersebut. Kedua, di dalam DAS Cidanau

terdapat Cagar Alam Rawa Danau yang merupakan kawasan endemik dan

merupakan situs konservasi rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di

wilayah Pulau Jawa. Berkaitan dengan peran penting DAS Cidanau dalam

mendukung pembangunan ekonomi, maka Sungai Cidanau yang berhulu di

kawasan Cagar Alam Rawa Danau, merupakan sungai utama DAS Cidanau serta

menjadi aliran air serta reservoir dari tujuh belas sungai yang merupakan sub

DAS Cidanau. Sungai Cidanau memiliki debit rata-rata untuk tahun 2000 – 2005

antara 6.000 – 10.000 liter/detik (Tabel 4).

Dewasa ini, peran penting DAS Cidanau semakin berkurang karena

kualitas lingkungan sekitar DAS Cidanau yang terus menurun, hal tersebut

ditandai dengan menurunnya kualitas dan kuantitas air DAS Cidanau. Penurunan

kualitas lingkungan tersebut selain disebabkan oleh faktor-faktor alam di wilayah

catchment area juga disebabkan oleh faktor pemicu lain yang dilakukan oleh

masyarakat. Faktor pemicu tersebut diantaranya alih fungsi lahan hutan menjadi

Page 66: Pendataan

50

lahan pertanian, penggunaan pupk kimia pada kagiatan pertanian dan perambahan

hutan.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Darmawan (2002) dalam Suryawan

(2005) perluasan areal pertanian dalam kurun waktu 1994 – 2000 meningkat dari

189,9 hektar menjadi 746,4 hektar, khususnya di wilayah Cagar Alam Rawa

Danau. Hal tersebut merupakan bukti adanya konversi lahan yang berdampak

pada semakin berkurangnya areal hutan atau kebun campuran yang ada.

Peningkatan produksi pertanian dengan penggunaan berbagai pupuk kimia

mengakibatkan tingginya tingkat pencemaran air di Sungai Cidanau, sehingga

bartakibat pada penurunan kualitas air. Selain kedua hal di atas, tingginya tingkat

perambahan hutan yang dilakukan masyarakat hulu DAS Cidanau menjadi isu

paling utama penyebab terjadinya degradasi lingkungan di DAS Cidanau larena

perambahan hutan mengakibatkan meluasnya lahan kritis menjadi lebih dari 4000

hektar.

Adanya faktor-faktor pemicu terbebut berakibat pada timbulnya

permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau. Permasalahan utama di DAS Cidanau

antara lain:

1) Tingkat erosi yang mencapai 71.034,40 ton/tahun dan sedimentasi yang

mencapai 75,68 cm/tahun;

2) Penebangan pohon di kawasan Perhutani (illegal loging) dan di kawasan hutan

rakyat di hulu DAS Cidanau mempengaruhi eksistensi Cagar Alam Rawa

Danau yang juga berfungsi sebagai reservoir Sungai Cidanau;

3) Ketersediaan air menunjukkan kecenderungan terus menurun,

Page 67: Pendataan

51

4) Tumbuh suburnya gulma akibat penggunaan pupuk kimia oleh masyarakat di

sekitar kawasan Cagar Alam Rawa Danau;

5) Perambahan kawasan Cagar alam Rawa Danau, seluas ± 849 Ha oleh 1.140

kepala keluarga untuk lahan budidaya.

Kompleksnya permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau menimbulkan

kekhawatiran yang tinggi bagi para pihak yang terlibat dalam pemanfaatan dan

pengelolaan DAS Cidanau itu sendiri. Kekhawatiran tersebut sangat beralasan,

sebab jika permasalahan-permasalahan tersebut terus berlanjut, fungsi dan peran

DAS Cidanau akan semakin menurun dan pada akhirnya akan hilang, akibatnya

tidak hanya bagi masyarakat hilir (industri dan masyarakat kota Cilegon), tetapi

masyarakat hulu juga akan menerima dampak dari hilangnya fungsi dan peran

DAS Cidanau tersebut. Untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan

tersebut, dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait dengan DAS

Cidanau untuk melakukan pengelolaan yang konkrit dan terintegrasi dari mulai

pihak hulu hingga pihak hilir serta sistem pemanfaatan yang berkelanjutan agar

fungsi dan peran dari DAS Cidanau tetap terjaga. Setelah melalui berbagai

tahapan yang panjang diantara pihak-pihak yang terkait, baik pihak hulu maupun

hilir, akhirnya konsep pengelolaan dan pemanfaatan yang terintegrasi dan

berkelanjutan terealisasi dalam suatu model hubungan hulu hilir dengan

mekanisme pambayaran jasa lingkungan.

6.2 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa

lingkungan di DAS Cidanau merupakan konsep pembayaran jasa lingkungan yang

diadopsi dari Costa Rica, yang disebut Pago por Servicios Ambientales (PSA).

Page 68: Pendataan

52

Program PSA atau pembayaran jasa lingkungan dimulai pada tahun 1997. Sistem

pembayaran jasa lingkungan di Costa Rica bergantung pada tiga basis fungsi

institusional (Pagiola, dan Platais, forthcoming). Pertama, Institusi yang

bertanggung jawab dalam pengelolaan hasil pembayaran dari pemanfaat jasa

lingkungan, diwakili oleh FONAFIFO yang dibantu oleh lembaga-lembaga

lainnya seperti Costa Rican of joint Implementation (OGIC). Kedua, Institusi yang

bertangung jawab dalam bidang, pembayaran, pengawasan dan kontrak dengan

penyedia jasa lingkungan, diwakili oleh System Of Conservation Areas (SINAC).

Ketiga, lembaga pemerintah.

Mekaisme pembayaran jasa lingkungan air (water service payment) di

Costa Rica pertama kali disepakati pada akhir tahun 1997 dengan perusahaan

Energia Global, ketentuannya masyarakat hulu daerah aliran sungai (DAS)

bersedia melakukan reforestasi dan pengelolaan hutan agar debit air tetap terjaga.

Kesepakatan yang serupa dengan perusahaan Platnar S A dan CNFL satu tahun

kemudian (Pagiola, 2002). Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan

perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Air swasta (Hydro Electric Power),

mereka sebagai pemanfaat jasa lingkungan yang memberi insenti (buyer),

sedangkan masyarakat pengguna lahan di hulu DAS sebagai penyedia jasa

lingkungan (seller) atau penerima insentif dari buyer. Keterangan mengenai nilai

dan kesepakatan pembayaran jasa lingkungan air di Costa Rica ditunjukkan pada

Tabel 5.

Page 69: Pendataan

53

Tabel 5. Pembayaran Jasa Lingkungan Air (Water services) di Costa Rica

Perusahaan(buyer)

DASLuas

DAS (ha)Area kontrak

(ha)

Nilai pembayaran($/ha/tahun)

Enargia Global Rio VolcanRio San Fernando

3.4662.404

2.4391.818

1010

Platanar S A Rio Platanar 3.129 1.400 10/30CNFL Rio Aranjuez

Rio BalsaLago cote

9.51518.9261.259

5.0006.000

900

424242

Sumber: S. Pagiola, 2002.

6.2.1 Para Pihak yang terlibat dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa

lingkungan di DAS Cidanau diimplementasikan oleh tiga pihak utama. Pihak-

pihak tersebut adalah lembaga pengelola transaksi pembayaran jasa lingkungan,

pemanfaat jasa lingkungan dan penyedia jasa lingkungan.

1. Lembaga Pengelola Transakai Pembayaran Jasa Lingkungan

Pengelolaan DAS Cidanau sebelum adanya model hubungan hulu hilir

dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan ditangani oleh berbagai

lembaga pemerintah, swasta maupun masyarakat secara masing-masing

dengan berbagai bentuk kepentingan terhadap DAS Cidanau. Tidak adanya

koordinasi dan kerjasama yang saling mendukung antara lembaga-lembaga

tersebut pada akhirnya tidak berhasi menuntaskan kompleksitas permasalahan

yang terjadi di DAS Cidanau. Berdasarkan kondisi tersebut, dibutuhkan

terobosan baru yang memungkinkan pelestarian DAS Cidanau dapat

terwujud. Atas alasan tersebut dibentuklah Forum Komunikasi DAS Cidanau

(FKDC) sebagai lembaga pengelola mekanisme pembayaran jasa lingkunga

DAS Cidanau.

Page 70: Pendataan

54

Organisasi ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten

Nomor 124.3/Kep.64-Huk/2002. Struktur kepengurusan terdiri dari berbagai

instansi, baik instansi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat

(LSM) maupun masyarakat. Struktur organisasi forum komunikasi DAS

Cidanau titunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Struktur Organisasi Forum Komunikasi DAS Cidanau

FKDC memiliki visi dan misi sebagai berikut (FKDC, 2007):

1. Visi FKDC yaitu membangun keseimbangan ekologi, sosial dan ekonomi

dalam pemanfaatan sumber daya alam DAS Cidanau guna mendukung

keberlanjutan pembangunan dengan didasarkan pada konsep satu sungai,

satu perencanaan dan satu pengelolaan (one river, one plan and one

management).

2. Misi FKDC:

1) Melestarikan sumber daya alam DAS Cidanau

2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan DAS Cidanau

Page 71: Pendataan

55

3) Menjaga keberlanjutan tata air untuk mendukung keberlanjutan

pembangunan

4) Menumbuhkan iklim investasi yang maju dan memiliki kemampuan

bersaing.

Terbentuknya FKDC menjadi sebuah terobosan baru dalam upaya

mewujudkan pelestarian DAS Cidanau. Peran FKDC dalam implementasi

mekenisme pembayaran jasa lingkungan sangat penting, antara lain:

1) Mengelola dana hasil pembayaran jasa lingkungan dari pemanfaat (buyer)

jasa lingkungan DAS Cidanau untuk rehabilitasi dan konservasi lahan di

DAS Cidanau melalui lembaga pengelola jasa lingkungan DAS Cidanau.

2) Mendorong pembangunan hutan di lahan milik oleh masyarakat dengan

mekanisme pembayaran jasa lingkungan.

3) Menggalang dana dari potensial pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau.

4) Mendorong pemerintah untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan di

DAS Cidanau.

5) Membangun kesepakatan kewenangan pengelolaan DAS Cidanau diantara

stakeholder DAS Cidanau.

6) Melakukan negosiasi dengan PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) untuk

pembayaran jasa lingkungan, hasil negosiasi dituangkan dalam naskah

kesepahaman antara FKDC dan KTI.

7) Membentuk Focus Group Discussion (tim ad hoc) yang menangani

pengelolaan pembayaran jasa sampai dengan lembaga Pengelola Jasa

Lingkungan Cidanau terbentuk.

Page 72: Pendataan

56

8) Mendiskusikan mekanisme pembayaran jasa lingkungan antara Focus

Group Discussion dengan masyarakat pemilik hutan di hulu DAS

Cidanau.

2. Pemanfaat Jasa Lingkungan

Pemanfaat jasa lingkungan dalam mekanisme pembayara jasa lingkungan di

DAS Cidanau (buyer) adalah pihak hilir DAS Cidanau yang telah

diidentifikasi oleh FKDC. Identifikasi pemanfaat jasa lingkungan didasarkan

atas pertimbangan sebagai pemanfaat air dari DAS Cidanau. Berdasarkan

pertimbangan tersebut, ditetapkanlah PT Krakatau Tirta Industri (PT. KTI)

sebagai buyer dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan, sebab PT. KTI

adalah satu-satunya pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau untuk

kebutuhan komersial.

PT. Krakatau Tirta Industri merupakan anak perusahaan dari PT. Krakatau

Steel (KS) yang bergerak di bidang pengolahan dan penyediaan air bersih

untuk kebutuhan industri dan masyarakat Kota Cilegon dan sekitarnya. Debit

Sungai Cidanau yang sudah dimanfaatkan oleh PT. KTI adalah sebesar 1.130

liter/detik (KTI, 2004). Pemanfaatan air baku untuk penyediaan air bersih

tersebut dipompa dan dialirkan oleh PT. KTI melalui pipa bediameter 1,4 m

sepanjang 28 km, mulai dari rumah pompa di wilayah hilir Sungai Cidanau

hingga Water Treatment Plan (WTP) di lokasi PT. Krakatau Tirta Industri di

wilayah Krenceng Kota Cilegon.

3. Penyedia Jasa Lingkungan

Penyedia jasa lingkungan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan di

DAS Cidanau (seller) adalah pihak hulu DAS Cidanau yang telah

Page 73: Pendataan

57

diidentifikasi oleh FKDC. Identifikasi penyedia jasa lingkungan dilakukan

agar implementasi pembayaran jasa lingkungan berada pada lokasi yang tepat.

Penentuan lokasi model didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai

berikut:

a) Pemilihan lokasi model didasarkan pada pengaruh lokasi dengan

semua aktivitas yang berada di atasnya pada kondisi lingkungan DAS

Cidanau, terutama dengan fungsi hutan dan tata air.

b) Pemilihan lokasi model didasarkan pada kondisi sosio-kapital

masyarakat yang tepat, disamping dapat menjadi bahan dalam proses

belajar, juga menjadi faktor penentu agar kegiatan dapat berjalan

dengan baik.

Dari proses identifikasi dan pemilihan lokasi model, ditetapkan dua desa yang

menjadi model pembayaran jasa lingkungan yaitu Desa Citaman kecamata

Ciomas dan Desa Cibojong Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang

dengan lahan yang diproyeksikan mendapat transaksi pembayaran jasa

lingkungan masing-masing seluas 25 ha dengan periode kontrak selama 5

tahun terhitung sejak tahun 2005. Penetapan Desa Cibojong sebagai lokasi

model pembayaran jasa lingkungan hanya berlangsung selama 1 tahun. Hal

tersebut disebabkan oleh adanya tindakan dari masyarakat Desa Cibojong

yang melanggar kesepakatan yaitu melakukan penebangan secara illegal.

Pemutusan kontrak terhadap Desa Cibojong menyebabkan diperlukannya

lokasi model penyedia jasa lingkungan yang baru. Berdasarkan kondisi

tersebut, FKDC menunjuk dua desa lain yaitu Desa Cikumbueun, Kecamatan

Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang dan Desa Kadu Agung, Kecamatan

Page 74: Pendataan

58

Gunung Sari, Kabupaten Serang sebagai pengganti Desa Cibojong. Penentuan

dua desa baru tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang

sama seperti dua desa terdahulu.

6.2.2 Penentuan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Proses penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau

dilaksanakan setelah Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) menetapkan

potensial buyer dan seller atau pamanfaat (PT. Krakatau Tirta Industri) dan

penyedia jasa lingkungan (Desa model pembayaran jasa lingkungan) sebagai

partisipan atau pihak utama dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan di

DAS Cidanau. Penetuan nilai pembayaran jasa lingkungan dilakukan melalui

proses negosiasi antara pihak FKDC dengan pihak pemanfaat maupun penyedia

jasa lingkungan. pelaksana negosiasi di tingkat FKDC diwakili oleh suatu tim

teknis yang dibentuk oleh FKDC yaitu Focus Group Discussion (FGD), FGD

bertugas untuk malakukan proses negosiasi dengan pihak pemanfaat maupun

penyedia jasa lingkungan.

1. Negosiasi antara FKDC dengan Pemanfaat Jasa Lingkungan

Proses negosisasi antara pihak FGD FKDC dengan PT. KTI diawali dengan

pembahasan mengenai hal yang dapat dijadikan dasar atau referensi untuk

menentukan nilai pembayaran jasa lingkungan oleh pihak PT. KTI sebagai

pemberi insentif (buyer). Pada proses negosiasi tersebut, berdasarkan hasil

wawancara dengan Sekertari Jenderal FKDC yaitu N.P Rahadian,

dikemukakan beberapa contoh program-program pemerintah yang berkaitan

dengan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, antara lain kegiatan

Pembangunan dan Pengembangan Hutan Rakyat (P2HR) dan Gerakan

Page 75: Pendataan

59

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Negosiasi antara pihak FGD

FKDC dengan pihak PT. KTI menghasilkan beberapa kesepakatan (FKDC,

2007), antara lain :

1) PT. KTI tidak bersedia untuk membayar jasa lingkungan secara langsung

kepada penyedia jasa lingkungan dan meminta FKDC bertindak sebagai

perantara yang menghubungkan kepentingan PT. KTI dengan pihak

penyedia jasa lingkungan di hulu.

2) PT. KTI setuju untuk membayar jasa lingkungan selama lima tahun (satu

periode kontrak), dengan ketentuan :

a. Dana yang dibayarkan sebesar Rp. 175.000.000,00/tahun untuk dua

tahun berturut-turut

b. Nilai transaksi tahun ke-3 sampai tahun ke-5 akan dinegosiasikan

ulang

c. Realisasi transaksi dilakukan dalam 3 tahapan transaksi

d. Nilai transaksi jasa lingkungan yang diterima dan dikelola oleh FKDC

dibebankan pajak 6%.

Seluruh hasil kesepakataan antara FKDC dengan PT. KTI dituangkan dalam

naskah kesepahaman yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT. KTI

dengan Gubernur Banten, sedangkan perjanjian transaksi pemayaran jasa

lingkungan ditandatangani oleh Direktur Utama PT. KTI dengan ketua

pelaksana harian FKDC.

2. Negosiasi antara FKDC dengan Penyedia Jasa Lingkungan

Penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di tingkat penerima pembayaran

jasa lingkungan dilakukan dengan proses negosiasi melalui musyawarah.

Page 76: Pendataan

60

Proses musyawarah dilakukan antara masyarakat sendiri, dengan

melaksanakan pertemuan rutin kelompok maupun antara pihak FGD FKDC

dengan masyarakat. Kegiatan pertemuan rutin kelompok diantara masyarakat

bertujuan untuk membuka pemahaman baru mengenai manfaat ekologis yang

dirasakan dengan menjaga keberadaan hutan, pemahaman menganai

mekanisme pembayaran jasa lingkungan dan pembentukan kelompok

penerima pembayaran jasa lingkungan. Adanya pertemuan rutin kelompok

tersebut sangat membantu keberhasilan proses negosiasi dengan pihak FGD

FKDC. Proses negosiasi antara pihak FGD FKDC dengan masyarakat

bertujuan untuk membahas jumlah nilai transaksi yang akan diterima, jadwal

penerimaan transaksi dan persayaratan lain yang harus dipenuhi berkaitan

dengan tansaksi pembayaran jasa lingkungan (Lampiran 10). Hasil negosiasi

antara FKDC dengan pihak penyedia jasa lingkungan adalah sebagai berikut

(FKDC, 2007):

1. Penyedia jasa lingkungan menerima pembayaran Rp.

1.200.000,00/ha/tahun.

2. Jangka waktu perjanian transaksi jasa lingkungan antara FKDC dengan

penyedia jasa lingkungan selama 5 tahun.

3. Realisasi transaksi jasa lingkungan akan diterima oleh penyedia dalam 3

tahapan pembayaran dengan prosentase pembayaran, sebagai berikut:

a. 30% (tiga puluh persen)akan diterima pihak penyedia pada saat

penandatangan perjanjian pembayaran jasa lingkungan.

Page 77: Pendataan

61

b. 30% (tiga puluh persen)akan diterima pihak penyedia setelah 6 (enam)

bulan terhitung tanggal penandatangan perjanjian pembayaran jasa

lingkungan.

c. 40% (empat puluh persen)akan diterima pihak penyedia setelah 12

(dua belas) bulan erhitung tanggal penandatangan perjanjian

pembayaran jasa lingkungan.

Disamping terlibat dalam proses negosiasi dengan pihak pemanfaat maupun

penyedia jasalingkungan, FGD FKDC bertugas membahas dan merumuskan

konsep dan mekanisme pengelolaan pembayaran jasa lingkungan di DAS

Cidanau. Hal tersebut merupakan upaya untuk dapat mewujudkan prinsip-

prinsip akuntabilitas, transparansi dan good gevernance dalam pengelolaan

(FKDC, 2007). Pembentukan FGD oleh Ketua Pelaksana Harian FKDC

memberikan konsekuensi bahwa dalam pelaksanaanya FGD mendapat alokasi

dana sebesar 15% dari nilai pembayaran jasa lingkungan yang disepakati

antara FKDC dengan PT. KTI setiap tahun. Pengalokasian dana FGD adalah

sebagai berikut:

1. Biaya perjalanan dinas

2. Biaya insebtif Tim Ad Hoc (FGD) sebesar 30 %

3. Biaya evaluasi, dokumentasi dan report sebesar 10 %

4. Biaya rapat-rapat sebesar 5 %

5. Biaya alat tulis kantor sebesar 5 %

Seluruh hasil rumusan dan kesepakatan FGD untuk meknisme pengelolaan

jasa lingkungan di DAS Cidanau dituangkan menjadi Surat Keputusan Ketua

Page 78: Pendataan

62

Pelaksana Harian tentang mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS

Cidanau.

Hal yang harus dicermati dari hasil negosiasi baik antara FKDC dengan

pemanfaat (PT. KTI) maupun dengan penyedia jasa lingkungan (Desa model

pembayaran jasa lingkungan) adalah perbedaan nilai pembayaran yang dibayarkan

pemanfaat jasa lingkungan kepada FKDC dengan nilai yang diterima penyedia

jasa lingkungan. Kesepakan nilai pembayaran antara FKDC dengan PT. KTI yaitu

sebesar Rp. 175.000.000,00/tahun dengan luasan lahan 50 ha untuk tahun 2005-

2007, atau sebesar Rp. 2.765.000,00/ha/tahun yang seharusnya diterima msyarakat

penyedia jasa lingkungan setelah adanya potongan pajak sebasar 6% dan biaya

administrasi FKDC sebesar 15% dari nilai pembayaran total setiap tahun.

Sementara kesepakatan FKDC dengan pihak penyedia jasa lingkungan sebesar

Rp. 1.200.000,00/ha/tahun.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak FKDC, nilai Rp.

1.200.000,00/ha/tahun disepakati dengan alasan adanya ketidakpercayaan PT. KTI

terhadap keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Berdasarkan

ketidakpercayaan tersebut, PT. KTI hanya berani membayar kepada FKDC

sebesar Rp. 350.000.000,00 untuk masa kontrak selama dua tahun, sementara

kesepakatan kontrak pembayaran jasa lingkungan yang telah dicapai antara FKDC

dengan penyedia jasa lingkungan adalah lima tahun. Adanya ketidakpercayaan

tersebut memaksa FKDC berfikir untuk merancang besarnya nilai pembayaran

yang harus diterima pihak penyedia jasa lingkungan berdasarkan periode kontrak

yang telah disepakati dengan asumsi PT. KTI tidak akan melanjutkan pembayaran

pada tiga tahun berikutnya.

Page 79: Pendataan

63

Rancangan perhitungan nilai pembayaran jasa lingkungan berdasarkan

asumsi tersebut adalah dengan membagi rata uang yang diterima pada tahun

pertama untuk 50 ha lahan selama lima tahun. Uang yang diterima di tahun

pertama sebesar Rp. 300.000.000,00. Setelah adanya penyusutan untuk pajak dan

administrasi FGD sekitar Rp. 50.000.000,00, nilai pembayaran jasa lingkungan

yang diterima pihak penyedia jasa lingkungan hanya sebesar Rp.

1.200.000,00/ha/tahun. setelah mekanisme pembayaran jasa lingkungan

berlasngsung selama du tahun, kekhawatiran FKDC terhadap PT. KTI tidak

terbukti, PT. KTI kembali melakukan pembayaran dengan nilai yang lebih tinggi

dari sebelumnya yaitu sebesar Rp. 200.000.000/tahun. Kelebihan uang tersebut

menjadi dasar perluasan lokasi pembayaran jasa lingkungan menjadi 75 ha dari

sebalumnya yang hanya 50 ha selain adanya pelanggaran yang dilakukan oleh

Desa Cibojong. Selisih nilai pembayaran dari PT. KTI ke FKDC dan pembayaran

dari FKDC kepada desa model disimpan oleh Bendahara Koordinator Jasa

Lingkungan. Uang tersebut akan dipakai untuk pembayaran kepada Desa Citaman

hingga tahun 2009, Desa Cikumbueun dan Kadu Agung hingga tahun 2012

dengan nilai pembayaran tetap.

Alasan tetapnya nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia

jasa ligkungan (seller) meskipun telah mendapatkan tambahan pembayaran dari

pemanfaat jasa lingkungan (buyer) adalah belum tersedia informasi yang relevan

mengenai nilai yang seharusnya dibayarkan oleh pemanfaat jasa lingkungan

maupun yang seharusnya diterima oleh penyedia jasa lingkungan. Alasan tersebut

melatarbelakangi penulis untuk malakukan penelitian ini guna menambah

informasi bagi pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa

Page 80: Pendataan

64

lingkungan dalam penentuan peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan

melalui pendekatan nilai ekonomi dengan metode nilai pasar atau produktivitas.

Dengan menghitung nilai ekonomi pada lahan yang dijadikan model pembayaran

jasa lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi tambahan informasi serta

menjadai dasar pendekatan bagi penetuan peningkatan nilai pembayaran jasa

lingkungan selanjutnya. Pembahasan mengenai nilai ekonomi akan disajikan pada

subbab Hasil dan Pembahasan selanjutnya.

6.2.3 Skema Mekanisme Pambayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Proses pembangunan dan pengembangan model hubungan hulu – hilir

dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, dimulai sejak

sosialisasi tentang Pembayaran Jasa Lingkungan (environment services payment)

oleh GTZ – smcp pada pertengahan tahun 2002. Sosialisasi implementasi konsep

dalam model di DAS Cidanau juga dilakukan oleh lembaga – lembaga lain

seperti; World Agroforesty Centre dengan program RUPES, BTL – BPPT dan

terakhir LP3ES – IIED yang kemudian mendukung implementasi konsep tersebut

di lokasi model pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau (FKDC, 2007).

Dibutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk memulai implementasi pembayaran

jasa lingkungan yang telah dirumuskan sejak tahun 2002. Implementasi

pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dimulai terhitung sejak tahun 2005.

Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa

lingkungan merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa pembayaran

insentif yang bertujuan untuk mengendalikan dampak negatif lingkungan melalui

mekanisme pasar. Mekanisme pasar pasar tercermin pada proses transaksi (tukar

menukar jasa) antara penyedia jasa dan pengguna jasa lingkungan dengan posisi

Page 81: Pendataan

65

setara dan sukarela. Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran

jasa lingkungan di yang dikembangkan dan diimplementasikan di DAS Cidanau

merupakan hasil kesepakatan antara FKDC dengan pihak penyedia maupun

pemanfaat jasa lingkungan. Menurut N.P Rahadian yang merupakan Sekjen

FKDC, FKDC menawarkan dua opsi tipologi mekanisme pembayaran jasa

lingkungan kepada pihak penyedia maupun pemanfaat jasa lingkungan. Pertama,

mekanisme pembayaran secara langsung (indirect payment) yaitu pembayaran

dilakukan secara langsung oleh pemanfaat jasa lingkungan (buyer) kepada

penyedia jasa lingkungan (seller), kedua, mekanisme pembayaran secara tidak

langsung (indirect payment) yaitu transaksi pembayaran yang diserahkan dan

dikelola oleh pihak perantara (Lembaga pemerintah, swasta atau masyarakat)

yang telah disepakati oleh pihak pemanfaat (buyer) maupun penyedia jasa

lingkungan (seller).

Kesepakatan mengenai skema mekanisme pembayaran jasa lingkungan di

DAS Cidanau adalah mekanisme pembayaran jasa lingkungan secara tidak

langsung (indirect payment) dengan FKDC sebagai pihak perantara

(intermediary). Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau

ditunjukkan pada Gambar 12.

Page 82: Pendataan

66

Gambar 10. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Tidak Langsung di DAS Cidanau

Berdasarkan mekanisme pembayaran tidak langsung yang disepakati,

skema transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau berawal dari

transaksi pembelian berupa pembayaran sejumlah uang oleh PT KTI (buyer)

sebesar Rp. 175.000.000,00 pada dua tahun pertama dan Rp. 200.000.000,00 pada

tiga tahun berikutnya kepada pihak perantara yaitu FKDC. Pembayaran tersebut

dikelola sepenuhnya oleh FKDC sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam

Naskah Kesepahaman. Hasil pembayaran dari PT. KTI yang dikelola oleh FKDC

selanjutnya dibayarkan kepada desa model pambayaran jasa lingkungan (seller),

salah satunya adalah Kelompok Tani Karyamuda II di Desa Citaman.

6.2.3.1 Kelemahan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Hubungan hulu hilir dengan Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di

DAS Cidanau yang telah berjalan sejak tahun 2005 sesungguhnya belum dapat

dikatakan sempurna karena masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam

Jasa LingkunganTransaksi PembelianTransaksi Pembayaran

Pemanfaat Jasa Lingkungan (buyer)PT. Krakatau Tirta

Industri

Penyedia Jasa Lingkungan (seller)

Kelompok Tani Karyamuda II

Forum Komunikasi DAS Cidanau

(FKDC)

Page 83: Pendataan

67

mekanisme tersebut. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam mekanisme

pembayaran jasa lingkungan antara lain:

1. Penetapan nilai pembayaran jasa lingkungan meskipun ditetapkan berdasarkan

kesepakatan bersama, tetapi belum didasarkan pada nilai ekonomi jasa

lingkungan yang dihasilkan oleh lahan yang menjadi model pembayaran jasa

lingkungan.

2. Nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia jasa lingkungan

(desa model) masih terlalu rendah yaitu hanya Rp. 1.200.000,00/ha/tahun.

Nilai tersebut masih lebih kecil dari nilai pembayaran yang seharusnya

diterima penyedia jasa lingkungan dari yang dibayarkan oleh pemanfaat jasa

lingkungan (PT. Krakatau Tirta Industri) yaitu Rp. 2.765.000,00 hingga Rp.

3.160.000,00/ha/tahun.

3. Ketidaksesuaian nilai pembayaran yang dibayarkan pemanfaat jasa lingkungan

dengan yang diterima penyedia jasa lingkungan dapat menyebabkan

ketidakpercayaan terhadap pihak lembaga pengelola (FKDC).

6.2.3.2 Kekuatan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa

lingkungan di DAS Cidanau yang telah berlangsung sejak tahun 2005 hingga saat

ini masih tetap berjalan. Keberlanjutan tersebut menunjukkan adanya suatu

kekuatan atau kelebihan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan.

Beberapa kekuatan atau kelebihan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan

antara lain:

1. Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pambayaran jasa lingkungan di DAS

Cidanau dikelola oleh suatu lembaga pengelola yang memiliki kapabilitas,

Page 84: Pendataan

68

pengalaman yang cukup serta tim kerja yang bertanggung jawab dan perhatian

yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan. Lembaga pengelola yang

diwakili oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) merupakan lembaga

yang independen dan diwakili oleh berbagai pihak yang terlibat dalam

pengelolan dan pemanfaatan DAS Cidanau, baik dari pihak pemerintah,

swasta maupun masyarakat.

2. Para pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan

terdefinisi dengan jelas, yaitu sebagai pemanfaat jasa lingkungan diwakili oleh

PT. Krakatau Tirta Industri, penyedia jasa lingkungan oleh desa model

pembayaran jasa lingkungan, salah satunya Desa Citaman (Kelompok tani

Kartamuda II), dan lembaga pengelola jasa lingkungan diwakili FKDC.

Adanya pihak yang terdefinisi dengan jelas menyebabkan proses transaksi

pembayaran jasa lingkungan dapat terlaksana dengan baik.

3. Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan

merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif

(incentive payment). Pembeian insentif dalam bentuk pembayaran uang sangat

mudah diterima oleh masyarakat karena dapat menjadi alternatif pandapatan.

Instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif bertujuan untuk

mengendalikan dampak negatif lingkungan melalui mekanisme pasar.

6.2.3.3 Ancaman dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di

DAS Cidanau dapat terganggu bahkan terhenti keberlangsungan dan

kebarlanjutannya apabila para pihak terkait tidak waspada terhadap ancaman-

ancaman yang muncul dari berbagai pihak. Beberapa ancaman yang dapat

Page 85: Pendataan

69

menggangu keberlanjutan dan keberlangsungan mekanisme pembayaran jasa

lingkungan di DAS Cidanau antara lain:

1. Adanya kecenderungan atau tren penjualan kayu yang berasal dari lahan

masyarakat, Hal tersebut dipicu oleh tingginya permintaan terhadap kayu

untuk bahan dasar berbagai kebutuhan industri, tingginya harga jual kayu, dan

desakan kebutuhan ekonomi masyarakat.

2. Masih adanya ketidakpastian hubungan sebab-akibat yang signifikan antara

penggunaan lahan terhadap jasa-jasa lingkungan yang dihasilkan sehingga

pembayaran jasa lingkungan dari PT. Krakatau Tirta Industri sempat tertunda

bahkan dapat berdampak pada terganggunya keberlangsungan dan

keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan.

3. Munculnya persaingan antara masyarakat penerima dengan masyarakat bukan

bukan penerima pambayaran jasa lingkungan dimana masyarakat yang tidak

menerima pembayaran dapat menebang dan menjual kayunya sehingga dapat

memperoleh penghasilan yang lebih besar dan pada saat yang dibutuhkan.

6.2.3.4 Peluang yang Muncul dari adanya Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa

lingkungan di DAS Cidanau merupakan suatu perspektif baru dalam sistem

pengelolaan lingkungan yang lestari. Konsep tersebut diharapkan dapat

memberikan peluang-peluang yang menguntungkan bagi para stakeholder di DAS

Cidanau baik secara ekonomi, sosial maupun ekologi pada masa yang akan

datang. Peluang-peluang yang muncul dari adanya mekanisme pembayaran jasa

lingkungan tersebut diharapkan dapat menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan

implementasi pembayaran jasa lingkungan juga menjadi pelopor terbentuknya

Page 86: Pendataan

70

konsep yang sama di wilayah lain. Beberapa peluang yang muncul dari adanya

mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau antara lain:

1. Perubahan paradigma dalam upaya pemanfaatan dan pengelolan hutan secara

lestari. Kelestarian hutan, khususnya di wilayah hulu DAS Cidanau akan

sangat berpengaruh terhadap terjaminnya ketersediaan air di DAS Cidanau

bagi pemenuhan kabuuhan akan air bagi masyarakat sekitarnya.

2. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan dengan pemberian insentif berupa

uang dapat menjadi alternatif pendapatan bagi masyarakat dengan catatan nilai

dalam transaksi pembayaran jasa lingkungan telah sesuai dengan yang

seharisnya diterima.

3. Terbentuknya pasar jasa lingkungan yang semakin luas, baik dari pihak

pemanfaat maupun penyeia jasa lingkungan. Hal tersebut dapat mendorong

terbentuknya kesediaan membayar dari pemanfaat jasa lingkungan lain

disamping PT. Krakatau tirta Industri yang hingga saat ini masih menjadi

partisipan utama dalam implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan

di DAS Cidanau.

6.3 Analisis Nilai Ekonomi pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan

Nilai ekonomi yang dihitung merupakan nilai guna (use value). Nilai guna

(use value) dari lahan model pembayaran jasa lingkungan adalah penjumlahan

nilai guna langsung (direct use value) dan nilai guna tidak langsung (indirect use

value). Nilai guna langsung (direct use value) terdiri dari nilai kayu, nilai produk,

nilai kayu bakar dan nilai padi gogo, sedangkan nilai guna tidak langsung

(indirect use value) yang terdiri dari nilai air bagi rumah tangga penerima

pembayaran jasa lingkungan. Nilai guna tersebut merupakan nilai yang dihasilkan

Page 87: Pendataan

71

dari kegiatan konservasi yang dilakukan oleh Kelompok Tani Karyamuda II pada

lahan seluas 25 ha.

Nilai guna langsung (direct use value) merupakan manfaat langsung yang

dapat diambil dari sumberdaya lahan yang terdapat pada kawasan lahan model

pembayaran jasa lingkungan yaitu sebagai input bagi proses produksi dan barang

konsumsi meliputi nilai kayu untuk pertukangan, nilai kayu bakar, nilai produk

hasil tanaman (buah-buahan dan dedaunan) serta nilai persawahan huma (padi

gogo). Sedangkan nilai guna tidak langsung (indirect use value) merupakan

manfaat ekologis yang dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang

dihasilkan oleh sumberdaya yang terdapat di kawasan model pembayaran jasa

lingkungan yaitu berupa manfaat ketersedian air bersih untuk kebutuhan rumah

tangga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai guna langsung dan nilai

guna tidak langsung tersebut marupakan nilai real yang sudah dinikmati

masyarakat. Berdasarkan hasil pengolahan data primer, nilai guna langsung

menghasilkan nilai sebesar Rp. 8.692.773.070,00 atau sebasar 99,91% dari

keseluruhan nilai guna (use value), sedangkan nilai guna tidak langsung

menghasilkan nilai sebesar Rp. 7.740.000,00 atau sebesar 0,9% dari keseluruhan

nilai guna (use value). Dengan demikian, total nilai guna (use value) pada lahan

model pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman adalah sebesar Rp.

8.700.513,070.00/tahun atau Rp. 324.020.522,80/ha/tahun. Secara ringkas,

perhitungan nilai ekonomi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 88: Pendataan

72

Table 6. Nilai ekonomi Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Desa Citaman

No Jenis Manfaat Nilai Ekonomi (Rp/Tahun)

Prosentase Terhadap Nilai Ekonomi Total

I Nilai guna langsung1 Nilai kayu 8.604.187.619,60 98,89%2 Nilai kayu bakar 27.867.900,00 0,32%3 Nilai produksi 58.785.091,33 0,68%4 Nilai huma 1.932.460,00 0,02%Jumlah I 8.692.773.070,00 99,91%II Nilai guna tidak langsung1 Nilai air rumah tangga 7.740.000,00 0,90%Julmah II 7.740.000,00 0,09%Jumlah I + II 8.700.513.070.00 100%

Sumber: Analisis data primer, 2009

Dengan kondisi perbedaan proporsi yang cukup jauh antara nilai guna

langsung dan nilai guna tidak langsung yang dihasilkan, menunjukkan bahwa

manfaat ekonomi nyata dari sumberdaya lahan yang dirasakan masyarakat

penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman masih didominasi oleh

nilai guna langsung. Nilai guna guna langsung tersebut berupa produk dari

sumberdaya lahan sebagai barang konsumsi dan input bagi proses produksi,

sedangkan nilai manfaat ekologis yang secara tidak langsung dapat dirasakan

masih relatif lebih rendah. Disamping itu, kondisi sosial ekonomi masyarakat

yang masih mengandalkan pada hasil pertanian sepenuhnya, keterbatasan keahlian

kerja dan tingkat pendidikan yang masih rendah, yaitu hanya mengenyam

pendidikan sampai tingkat SD, maka prioritas utama masyarakat dalam

pengelolaan serta penggunaan lahannya adalah untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari sehingga menyebabkan tingginya tingkat kegiatan pertanian.

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa manfaat tangible yang

dieksploitasi oleh masyarakat jauh lebih besar. Untuk itu, program pembayaran

jasa lingkungan pada masa yang akan datang memiliki tantangan untuk dapat

lebih menyeimbangkan fungsi ekologis dari kawasan lahan model pembayaran

Page 89: Pendataan

73

jasa lingkungan, disamping memenuhi kebutuhan ekonomis masyarakat.

Meskipun demikian, nilai ekonomi dari fungsi ekologis kawasan lahan model

pembayaran jasa lingkungan ini yaitu berupa nilai air untuk kebutuhan rumah

tangga masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan, tetap memberikan

gambaran bahwa masyarakat memperoleh kepuasan dari manfaat yang diperoleh

dari jasa lingkungan sebesar Rp. 7.740.000,00/tahun.

Nilai ekonomi yang dihasilkan belum sepenuhnya menggambarkan nilai

ekonomi dari kawasan lokasi model pembayaran jasa lingkungan. Hal tersebut

disebabkan oleh masih adanya nilai-nilai guna lain yang belum diperhitungkan

dalam penelitian ini. Nilai guna lain seperti nilai pakan ternak, nilai serapan

karbon, nilai kontribusi spesies sebagai komponen ekosistem dan sebagai

penyangga kehidupan secara agregat belum dapat dihitung dalam penelitian ini.

Nilai bukan guna (non use value) pada penelitian kali ini tidak diperhitungkan.

Meski demikian, nilai ekonomi yang dihitung dalam penelitian ini telah mencakup

manfaat-manfaat yang telah dirasakan masyarakat baik berupa barang maupun

jasa lingkungan dari kawasan lahan model pembayaran jasa lingkungan. Uraian

selengkapnya mengenai berbagai nilai guna (use value) yang dihitung dijelaskan

pada bagian berikut.

6.3.1 Nilai Kayu

Untuk menghitung nilai kayu dari tegakan di kawasan model pembayaran

jasa lingkungnan digunakan metode pendekatan nilai pasar. Harga yang

digunakan adalah harga yang berlaku di sekiitar wilayah lokasi penelitian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Desa Citaman, baik yang

menjadi responden maupun tidak, diketahui bahwa saat ini hampir semua jenis

Page 90: Pendataan

74

kayu yang terdapat di lokasi model pembayaran jasa lingkungan dapar

diperjualbelikan, dengan demikian nilai kayu di wilayah ini ber nilai cukup besar.

Berikut daftar harga kayu yang disajikan pada Tabel 7.

Nilai kayu diperoleh dengan menghitung rata-rata volume kayu

(mengunakan rumus volume tabung yaitu luas alas (lingkaran) dikalikan tinggi),

hasilnya kemudian dikalikan dengan harga jual di pasaran (Tabel 7). Dalam

perhitungan ini, jenis kayu yang dinilai dan harga yang digunakan adalah harga

yang berlaku di pasaran umum di wilayah Kabupaten Serang (Tabel 7).

Table 7. Daftar Harga Kayu di Sekitar Kawasan Model Pembayaran Jasa Lingkungan

No Jenis Kayu Harga kayu / m3 (Rp)

I Buah buahan1 Durian 2.000.000,002 Melinjo 200.000,003 Pete 500.000,004 Jengkol 500.000,005 Cengkeh 500.000,006 Mangga 200.000,007 Nangka 2.000.000,008 Kecapi 300.000,009 Kapuk 150.000,00II Kayu kayuan1 Mahoni 2.000.000,002 Tesuk 300.000,003 Sobsi 300.000,004 Bayur 600.000,005 Waru 1.500.000,006 Kihiang 1.500.000,007 Mindi 1.800.000,008 Suren 1.800.000,009 Dadap 150.000,00

10 Kanyere 600.000,0011 Cempaka 2.000.000,0012 Albazia 400.000,00

Sumber : Perusahaan penerima kayu PT. Sumber Graha Sejahtera (2009)

Berdasarakan keterangan yang diperoleh dari masyarakat, bahwa tanaman-

tanaman yang terdapat di lokasi pembayaran jasa lingkungan ditanam pada waktu

yang relatif bersamaan yaitu pada saat sosialisasi program bantuan bibit berbagai

Page 91: Pendataan

75

tanaman dari pemerintah sekitar tahun 1980, namun, terdapat sebagian tanaman

yang baru di tanam pada sekitar tahun 2000. Berdasarkan kondisi tersebut,

diasumsikan bahwa rata-rata volume tanaman-tanaman yang terdapat di lokasi

medel pembayaran jasa lingkungan seragam, dengan rata-rata volume kayu

disajikan pada Tabel 8. Jumlah pohon di lokasi peneliian lebih dari 12.500 batang

pohon. Sehingga berdasarkan hasil pengolahan data primer nilai kayu yang

dihasilkan adalah sebesar Rp. 8.604.187.619,60 atau sebesar Rp.

344.167.504,80/ha/tahun (Lampiran 3).

Tabel 8. Perhitungan Nilai Kayu pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan

No Jenis KayuVolume Kayu

Rata-RataNilai / m3 Jumlah

PohonNilai Total

(m3) (Rp) (Rp)I Buah buahan1 Durian 0.923 1,846,320 1238 2,285,744,1602 Melinjo 0.777 155,430 4570 710,315,1003 Pete 1.089 544,476 293 159,531,4684 Jengkol 1.180 589,849 372 219,423,8285 Cengkeh 0.739 369,264 2658 981,503,7126 Mangga 0.584 116,745 26 3,035,3757 Nangka 0.989 1,978,200 272 538,070,4008 Kecapi 0.362 108,518 16 1,736,2949 Kapuk 0.848 127,170 36 4,578,120Nilai Total Kayu Jenis Buah-Buahan

4,903,938,458

II Kayu-kayuan - -1 Mahoni 0.796 1,591,980 1848 2,941,979,0402 Tesuk 0.532 159,575 225 35,904,3303 Sobsi 0.862 258,485 1498 387,210,2304 Bayur 0.743 445,754 19 8,469,3345 Waru 0.345 518,100 80 41,448,0006 Kihiang 0.377 565,200 50 28,260,0007 Mindi 0.690 1,241,744 30 37,252,3328 Suren 0.345 621,720 164 101,962,0809 Dadap 2.135 320,280 49 15,693,720

10 Kanyere 0.063 37,680 712 26,828,16011 Cempaka 0.345 690,800 56 38,684,80012 Albazia 2.077 830,844 44 36,557,136Nilai Total Kayu Jenis Kayu-Kayuan

3,700,249,162

Total Nilai Kayu 8,604,187,619.60

Page 92: Pendataan

76

Sumber : analisis data primer, 2009

Nilai kayu yang dihasilkan di lokasi model pembayaran jasa lingkungan

ini lebih besar dibandingkan hasil penelitian sebelumnya di Taman Pendidikan

Gunung Walat yaitu sebesar Rp. 1.294.605.000,00/ha/tahun (Roslinda, 2002).

Perbedaan nilai tersebut karena harga kayu saat ini lebih tinggi, selain itu jenis

kayu yang dimasukkan dalam perhitungan nilai kayu di lokasi model pembayaran

jasa lingkungan lebih banyak dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu hanya 3

jenis kayu.

6.3.2 Nilai Kayu Bakar

Kayu bakar merupakan sumber energi utama untuk kebutuhan memasak di

lokasi penelitian. Kebiasaan menggunakan kayu bakar telah berlangsung sejak

lama, meskipun saat ini sudah ada sumber energi lain seperti minyak tanah dan

gas, namun masyarakat di lokasi penelitian tetap menggunakan kayu bakar untuk

kebutuhan memasak sehari-hari. Menurut mereka, selain murah dan mudah untuk

didapatkan, penggunaan kayu bakar juga tidak memiliki risiko kecelakaan sebesar

risiko yang ditimbulkan oleh energi lainnya seperti minyak tanah atau gas, selain

itu penggunaan kayu bakar yang mudah juga menjadi alasan mengapa mereka

tetap memilih kayu bakar meskipun program kompor gas dari pemerintah juga

sudah masuk ke wilayah tersebut.

Kayu bakar di lokasi penelitian dikumpulkan dalam bentuk ikatan, dengan

konversi 1 m3 kayu bakar setara dengan 10 ikat kayu bakar dengan harga per ikat

kayu bakar Rp. 2.500,00/ikat atau Rp 25.000,00/m3. Pengumpulan kayu bakar

dilakukan dengan cara mengumpulkan ranting-ranting yang telah berjatuhan dan

dengan cara menebang ranting-ranting pohon yang kecil atau memanfaatkan

pohon-pohon yang sudah tumbang. Pengambilan kayu bakar dilakukan sambil

Page 93: Pendataan

77

pulang dari kegiatan berkebun dan biasanya diambil antara 3 hingga 5 hari sekali,

kemudian dikumpulkan di tempat pengumpulan kayu bakar di masing-masing

rumah penduduk.

Nilai kayu bakar ditentukan dengan metode pendekatan nilai pasar karena

di sekitar wilayah penelitian sudah ada pasar untuk kayu bakar. Berdasarkan hasil

wawancara dengan responden, diketahui bahwa lebih dari 90% masyarakat

penerima jasa lingkungan mengunakan kayu bakar sebagai sumber energi utama

untuk memasak. Frekuensi memasak untuk semua responden sebanyak dua kali

dalam sehari dengan volume rata-rata penggunaan kayu bakar 25,93 m3/tahun

(Lampiran 7). Masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan memiliki lahan

milik maupun garapan masing-masing, maka diasumsikan kayu bakar yang

dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari lahan mereka, karena

biasanya pengambilan kayu bakar dilakukan pada saat bertani. Dari hasil

pengolahan data diperoleh nilai kayu bakar yang ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Perhitungan Nilai Kayu Bakar pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan

Rata-rata konsumsi kayu bakar per RT

(m3/tahun)

Jumlah pengguna

(jiwa)

Total konsumsi (m3/tahun)

Harga kayu bakar (Rp/m3)

Nilai total (Rp/tahun)

25,93 43 1.115,08 25.000,00 27.876.900,00Sumber : Analisis data primer, 2009

Dengan jumlah konsumsi kayu bakar rata-rata sebesar 25,93 m3/ tahun

untuk masing-masing rumah tangga, dimana rata-rata jumlah anggota

keluarga/rumah tangga adalah 5,7 jiwa, maka nilai kayu bakar yang dihasilkan

oleh masyarakat di lokasi model pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp.

1.115.076,00/ha/tahun, selengkapnya disajikan pada (lampiran 7). Hasil ini lebih

kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian Roslinda (2002) yang menghitung

Page 94: Pendataan

78

nilai kayu bakar di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan pendekatan

biaya pengadaan yaitu Rp. 1.903.450,90/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa

nilai kayu bakar di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki tingkat

konsumsi kayu bakar dan yang lebih tinggi dibandingkan di lahan model PJL di

Desa Citaman.

6.3.3 Nilai Produk

Nilai produk adalah manfaat yang didapatkan dari hasil tanaman yang

terdapat di lokasi model PJL meliputi nilai buah dan nilai daun dari sumberdaya

tersebut. Lahan model pembayaran jasa lingkungan berupa kebun campuran yang

terdiri dari berbagai tanaman buah dan pepohonan kayu dengan luas lahan sebesar

25 ha, dengan demikiaan produktivitas dari tanaman-tanaman yang dihasilkan

sangat beragam. Lahan model PJL ini pada awalnya merupakan semak belukar

pada sekitar tahun 1970, sehingga jenis-jenis tanaman yang terdapat di lokasi

tersebut ditanam pada waktu yang relatif bersaman setelah adanya berbagai

program pemerintah seperti gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (GERHAN) serta

program-program lainnya. Berdasarkan informasi tersebut, volume produktivitas

untuk tanaman-tanaman yang serupa diasumsikan memiliki besaran yang sama.

Nilai produk ditentukan berdasarkan pendekatan nilai pasar, yaitu dengan

menghitung produktivitas rata-rata per tanaman dari produk (buah-buahan dan

dedaunan) yang dihasilkan oleh masing-masing tanaman tersebut. Besaran

produktivitas rata-rata per tanaman kemudian dikalikan dengan harga pasar yang

berlaku di wilayah sekitar lokasi penelitian. Akhirnya, didapatkan nilai produksi

per pohon untuk masing-masing produk yang kemudian kalikan dengan jumlah

pohon yang terdapat di lokasi tersebut.

Page 95: Pendataan

79

Berdasarkan hasil pengolahan data (Lampiran 4) yaitu perkalian antara

produktivitas rata-rata per tanaman, jumlah panen per tahun, jumlah pohon dan

harga masing-masing produk, diperoleh nilai ekonomi produk adalah sebesar Rp.

58.785.091,33/tahun atau Rp. 2.351.403,65/ha/tahun dengan rician yang disajikan

dalam Tabel 10.

Tabel 10. Perhitungan Nilai Produk pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan

Jenis Produk

SatuanProduktivitas rata2/pohon

Panen/tahun

Jumlah pohon

Harga (Rp)

Nilai ekonomi produksi

Melinjo kg 0.56 3 4570 3.500,00 27.018.071,60Daun Melinjo

kg 0.15 6 4570 1.250,00 5.099.845,32

Kopi kg 0.19 1 3512 11.000,00 7.168.170,77Durian butir 0.04 1 1238 4.000,00 222.099,67Pete empong 0.06 1 293 45.000,00 763.342,11Jengkol kg 1.32 1 372 1.500,00 735.330,51Cengkeh kg 0.05 1 2658 32.500,00 4.047.951,15Mangga butir 1.27 1 26 1.250,00 41.363,64Nangka butir 0.71 1 272 1.250,00 242.212,39Kapuk kg 1.53 1 26 500,00 19.943,18Pisang tandan 0.07 6 7988 4.000,00 13.426.761,01

Total Rp. 58.785.091,30Sumber : analisis data primer, 2009

Tabel di atas menjelaskan beragam produktivitas, jumlah panen per tahun serta

harga produk masing-masing. Perbedaan satuan yang terdapat pada produk jenis

durian, pete, mangga, nangka dan pisang karena pada saat pengambilan data

masyarakat sulit mengukur produk-produk tersebut dalam satuan kilogram juga

karena kebiasaan mereka dalam menjual produk tersebut dengan satuan yang

tertulis seperti dalam tabel. Dengan demikian jenis satuan tersebut tidak diubah

agar perhitungan yang dihasilkan sesuai dengan apa yang terjadi di lokasi

penelitian.

Adanya program pembayaran jasa lingkungan mengandung konsekuensi

bahwa masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan berkewajiban untuk

Page 96: Pendataan

80

tidak menebang pohon atau menjaga sejumlah pohon pada setiap lahan mereka

sebanyak minimal 500 pohon/ha/tahun selama periode kontrak yaitu 5 tahun.

Menurut FKDC (2009) Jenis tanaman yang masuk dalam skema pembayaran jasa

lingkungan adalah tanaman yang memiliki daya serap air yang tinggi. Data jenis

pohon yang termasuk dalam skema model pembayaran jasa lingkungan disajikan

pada (Lampiran 1 dan 2). Berdasarkan kesepakatan kontrak tersebut, masyarakat

penerima pembayaran jasa lingkungan memiliki keterbatasan akses terhadap

pemanfaatan hasil kayu di lokasi model pembayaran jasa lingkungan selama

periode kontrak tersebut. Dengan adanya keterbatasan akses pemanfaatan

terhadap hasil kayu, maka hasil produksi dari tanaman-tanaman seperti buah-

buahan dan dedaunan menjadi tumpuan untuk menghasilkn alternatif penghasilan

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena mereka tidak memiliki mata

pencaharian tetap lain selain bertani.

6.3.4 Nilai Padi Gogo

Manfaat langsung pada lahan model pembayaran jasa lingkungan,

disamping berasal dari hasil kayu dan produk komoditinya, juga berasal dari padi,

namun padi yang dihasilkan di lokasi model pembayaran jasa lingkungan ini

berbeda dengan padi yang dihasilkan oleh persawahan pada umumnya yang

menggunakan sistem pengairan irigasi. Persawahan di lokasi ini disebut huma,

sedangkan hasil padinya disebut padi gogo. Padi gogo merupakan tanaman padi

yang dapat ditanam dengan baik pada lahan kering yang datar maupun lahan

kering berlereng tanpa galengan. Dengan demikian jenis padi ini cocok untuk

lahan di lokasi model pembayaran jasa lingkungan yang memiliki karakteristik

seperti yang telah dijelaskan.

Page 97: Pendataan

81

Menurut Laporan BPS (2005) rata-rata produktivitas padi gogo adalah

2,56 ton/ha, hasil ini jauh di bawah rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia

yang mencapai 4,78 ton/ha. Meskipun demikian hasil padi gogo di lokasi model

pembayaran jasa lingkungan tidak sebaik dhasil padi gogo di tempat-tempat lain

yaitu hanya sekitar 0,98 ton/ha, hal ini disebabkan oleh rimbunnya tegakan di

sekitar huma tersebut, penyebab lainnya adalah banyaknya tanaman lain di sekitar

huma sehingga terjadi kompetisi dalam mendapatkan air diantara tanaman-

tanaman tersebut untuk mununjang pertumbuhan mereka masing-masing sehingga

pertumbuhan maupun hasil dari huma tidak memuaskan.

Penentuan nilai huma diperoleh dengan melakukan perhitungan biaya

manfaat dari kegiatan pertanian huma itu sendiri. Komponen yang termasuk

dalam biaya pada pertanian huma adalah biaya pengadan pupuk, biaya pengadaan

benih dan biaya pemanenan (upah). Jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk tiap

petak huma adalah 2 kg pupuk urea dengan luasan per petak huma adalah 400 m2

atau 50 kg pupuk/ha huma, sedangkan untuk benih padi gogo dibutuhkan sekitar

40 kg/ha dan untuk upah pekerja (biaya panen) dibutuhkan biaya sebesar Rp.

25.000,00/ha/orang dengan jumlah pekerja sebanyak 5 orang/ha. Sedangkan

komponen yang termasuk dalam manfaat adalah hasil panen dikalikan denga

harga jualnya. Hasil panen/ha rata-rata adalah sebesar 1,125 ton/ha dengan harga

jual gabah di sekitar lokasi penelitian sebesar Rp. 1.800,00/kg. Dengan demikian

nilai huma adalah selisih dari manfaat dan biaya total (surplus total) dari kegiatan

bertani huma. Dari hasil pengolahan data primer, diperoleh nilai surplus total

sebesar Rp. 1.707.800,00/tahun dari luasan lahan seluas 1,65 ha (Tabel 11).

Perhitungan secara rinci disajikan pada Lampiran 6.

Page 98: Pendataan

82

Tabel 11. Perhitungan Nilai Huma pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan

Luas lahan total (Ha)

Hasil panen total

(kg/ha)

Harga jual gabah

(Rp/kg)

Pendapatan total (Rp)

Biaya total (Rp)

Surplus total

1,65 1.622,5 1.800,00 2.950.200,00 1.212.700,00 1.707.800,00Sumber : analisis data primer, 2009

Saat ini para petani yang masih mengusahakan huma jumlahnya tingal

sedikit yaitu hanya sebesar 6,6% dari total luas lahan model pembayaran jasa

lingkungan. Hal ini, menurut masyarakat disebabkan oleh hasil dari komoditi lain

(komoditi produk) yang lebih besar yaitu sebesar Rp. 2.351.403,65/ha/tahun

dibandingkan dengan hasil dari huma yaitu sebesar Rp. 1.035.030,30/ha/tahun.

Selain itu konsekuensi dari adanya program pembayaran jasa lingkungan yang

mewajibkan masing-masing pemilik lahan untuk mananami 500 batang pohon/ha

pada lahan mereka berakibat pada pengurangan pemanfaatan lahan untuk huma.

6.3.5 Nilai Air Rumah Tangga

Penggunan air untuk konsumsi rumah tangga terdiri dari kebutuhan untuk

memasak dan minum, mandi dan mencuci, kakus serta untuk berwudhu karena

hampir seluruh masyarakat di lokasi penelitian memeluk agama Islam. Sumber air

yang digunakaan adalah bak air untuk pemandian umum yang terpisah antra bak

mandi laki-laki dengan perempuan dengan volume masing-masing sebesar 6,76

m3. air yang ditampung di bak pemandian umum tersebut diasumsikan berasal

dari lahan Lokasi model pembayaran jasa lingkungan. Nilai air rumah tangga

ditentukan dengan pendekatan harga pasar yaitu harga air yang dikeluarkan oleh

PDAM Kabupaten Serang. Secara rinci disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Harga Air Per 10 m3

Volume Air Biaya Air /Bulan

0 - 10 m3 Rp13.000,00

Page 99: Pendataan

83

11 - 20 m3 Rp15.000,0021 - 30 m3 Rp17.000,00

Sumber : PDAM Kabupaten Serang, 2009

Penentuan nilai air dilakukan dengan cara menghitung rata-rata konsumsi

air rumah tangga per bulan kemudian dikalikan dengan biaya panggunaan air per

bulan yang diadopsi dari harga air yang berlaku di PDAM Kabupaten Serang.

Rata-rata konsumsi air untuk kebutuhan rumah tangga di lokasi penelitian sebesar

14.532 m3/bulan (Lampiran 5), artinya rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk

pengadaan air adalah Rp. 15.000,00/bulan yang kemudian digandakan terhadap

jumlah rumah tangga penerima pembayaran jasa lingkungan sebanyak 43 keluarga

dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 172 orang. Sedangkan jumlah

konsumsi air rata-rata per hari disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Konsumsi Air Rata-Rata per hari Masyarakat Penerima Pembayaran Jasa Lingkungan

Jenis KebutuhanKonsumsi air rata-

rata/orang/hari(liter)

mandi 50cuci 20

minum dan memasak 2kakus 10wudhu 2.5

Sumber : Analisis data primer, 2009

Berdasarkan analisis data primer, nilai air yang dikonsumsi adalah sebesar

Rp 7.740.000,00/tahun atau sebesar Rp. 309.600,00/ha/tahun. Nilai ini lebih

rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya dari Parera (2005)

sebesar Rp. 1.038.485,00/ha/tahun. Rendahnya nilai air ini karena biaya rata-rata

yang dikeluarkan lebih rendah dari hasil penelitian Parera (2005). Namun nilai air

di lokasi model pembayaran jasa lingkungan masih lebih tinggi jika dibandingkan

dengan hasil penelitian di Taman Nasional Menu Betiri sebesar Rp.

Page 100: Pendataan

84

125.000,00/ha/tahun (Handayani, 2002) dan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

sebesar Rp. 43.452,00/ha/tahun (Roslinda, 2002). Tingginya nilai air di lokasi

model pembayaran jasa lingkungan karena jumlah air yang dikonsumsi lebih

banyak dan biaya air yang lebih tinggi.

6.4 Nilai Kompensasi untuk Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Penilaian dan pengukuran jasa lingkungan yang merupakan produk

sumberdaya alam hayati dan ekosistem berupa manfaat langsung (tangible) dan

manfaat tidak langsung (intangible) bukanlah suatu hal yang mudah untuk

dilakukan, karena tidak semua jasa lingkungan yang dihasilkan memiliki nilai

pasar dan dapat dikonsumsi secara langsung. Penentuan nilai pembayaran jasa

lingkungan di DAS Cidanau didasarkan pada contoh – contoh program

pemerintah yang berkaitan dengan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan seperti

kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Hutan Rakyat (P2HR) dan Gerakan

Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (FKDC, 2007). Referensi tersebut

disepakati oleh pihak penerima jasa lingkungan (PT. KTI) bersama dengan

FKDC, penggunaan referensi untuk penentuan nilai tersebut menurut berdasarkan

hasil wawancara Rahadian dan Hardono selaku Sekertaris Jendral FKDC

disebabkan oleh belum tersedianya informasi – informasi yang berkaitan dengan

nilai yang seharusnya dibayarkan dalam transaksi pembayaran jasa lingkungan

karena belum banyak hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan transaksi

pembayaran jasa lingkungan baik di Indonesia maupun di DAS Cidanau.

Nilai kompensasi pada transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS

Cidanau saat ini sebesar Rp 175.000.000,00/tahun pada dua tauhn pertama,

sedangkan pada tiga tahun berikutnya nilai insentif tersebut meningkat menjadi

Page 101: Pendataan

85

Rp. 200.000.000,00/tahun dengan luas lahan yang disepakati seluas 50 ha. Nilai

ini setara dengan Rp. 2.765.000,00 – Rp. 3.160.000,00/ha/tahun. Sementara nilai

yang diterima masyarakat berdasarkan hasil negosiasi antara pihak FKDC dengan

pihak masyarakat penyedia jasa lingkungan hanya sebesar Rp.

1.200.000,00/ha/tahun sehingga masih terdapat selisih sebesar Rp.

1.565.000,00/ha/tahun hingga Rp. 1.960.000,00/ha/tahun yang seharusnya

diterima panyedia jasa lingkungan sesuai dengan kesepakatan antara FKDC

dengan PT. Krakatau Tirta Industri.

Nilai kompensasi yang saat ini disepakati, seperti yang tercantum di atas

sesungguhnya masih belum sesuai dengan nilai yang seharusnya diterima yaitu

sebesar Rp. 2.765.000,00 – Rp. 3.160.000,00/ha/tahun. Terlebih lagi bila nilai

yang saat ini disepakati dibandingkan dengan nilai ekonomi pada lahan model

pembayaran jasa lingkungan yang dihasilkan dalam penelitian ini, yaitu sebesar

Rp. 8.700.513.070,00/tahun atau setara dengan Rp. 348.020.522,00/ha/tahun, nilai

pembayaran jasa lingkungan saat ini masih jauh lebih kecil. Meskipun demikian,

perlu ditekankan bahwa nilai ekonomi yang dihasilkan di lahan model

pembayaran jasa lingkungan tersebut tidak secara langsung dijadikan sebagai nilai

yang seharusnya diterima oleh penerima pembayaran jasa lingkungan. nilai

ekonomi yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat suatu sumber

informasi bagi pihak-pihak terkait, khususnya FKDC, agar berupaya untuk

mengevaluasi serta meningkatkan nilai pembayaran jasa lingkungan dari nilai

yang saat ini telah disepakati.

Masih rendahnya nilai kompensasi yang diterima oleh pihak penyedia jasa

lingkungan saat ini dikhawatirkan akan berdampak pada terganggunya

Page 102: Pendataan

86

keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang saat ini sudah

berjalan. Sebagai contoh kasus, salah satu penyebab gagalnya keberlanjutan

transaksi pembayaran jasa lingkungan di Desa Cibojong karena masih terjadinya

penebangan yang dilakukan oleh pihak penerima jasa lingkungan yang pada saat

itu membutuhkan sejumlah uang untuk kebutuhan tertentu, karena hanya memiliki

kayu untuk dijual dan tidak memiliki pekerjaan lain, maka penebangan pun

akhirnya dilakukan. Contoh tersebut dapat menjadi suatu sinyal agar ada upaya-

upaya progresif diantara kedua pihak khususnya dari pemanfaat jasa lingkungan

dan FKDC untuk meningkatkan jumlah pembayaran pada masyarakat yang telah

mengkonservasi lahan milik mereka untuk kepentingan bersama.

Tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi pada lahan model

pembayaran jasa lingkungan (Desa Citaman) dan hasil-hasil penelitian lainnya

mengenai nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, sebaiknya

penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan saat ini dapat dievaluasi dan

ditingkatkan pada periode 5 tahun berikutnya. Peningkatan nilai pembayaran jasa

lingkungan ini penting untuk dilakukan agar konsep hubungan hulu-hilir yang

digagas oleh FKDC dan pihak-pihak terkait lainnya dapat terjaga

keberlanjutannya, baik untuk pihak penyedia jasa lingkungan, agar mereka dapat

tetap sejahtera meskipun terdapat batasan akses pada lahan mereka maupun bagi

pihak penerima jasa lingkungan. Adanya peningkatan nilai pembayaran jasa

lingkungan, diharapkan tingkat degradasi yang terjadi di hulu DAS Cidanau

sedikit demi sedikit akan menurun, meskipun masih jauh dari target, namun hal

ini dapat menjadi suatu pelopor bagi perluasan hubungn hulu-hilir lainnya atau

upaya penyelamatan lingkungan di DAS Cidanau.

Page 103: Pendataan

87

Page 104: Pendataan

88

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya mengenai

kajian terhadap nilai ekonomi total sebagai dasar penentuan nilai transaksi

pembayaran jasa lingkungan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

1. Kawasan DAS Cidanau memiliki dua peranan penting dalam mendukung

pembangunan di wilayah barat Propinsi Banten. Pertama, peran dan fungsinya

dalam mendukung proses pembangunan ekonomi dalam bentuk penyediaan

air baku bagi masyarakat maupun industri dan merupakan satu-satunya

reservoir air dengan debit yang cukup di wilayah tersebut. Kedua, Cagar Alam

Rawa Danau merupakan kawasan endemik dan merupakan situs konservasi

rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di Pulau Jawa.

2. Mekanisme hubungan hulu-hilir dengan pembayaran jasa lingkungan di DAS

Cidanau merupakan suatu bentuk instrument ekonomi berupa pemberian

insentif oleh pemanfaat jasa lingkungan (buyer) yaitu PT. Krakatau Tirta

Industri sebagai pemanfaat utama air baku dari Sungai Cidanau kepada pihak

penyedia jasa lingkugan (seller) yaitu desa model atas kesediaanya melakukan

upaya konservasi terhadap lahan miliknya agar keseimbangan lingkungan di

kawasan DAS Cidanau tetap terjaga.

3. Berdasarkan kesepaktan antara pemanfaat jasa lingkungan (buyer) dengan

penyedia jasa lingkugan (seller), mekanisme transaksi pembayaran jasa

lingkungan di DAS Cidanau dilakukan secara tidak langsung (indirect

payment), yaitu pembayaran yang diatur melalui skema tertentu dengan

Page 105: Pendataan

89

melibatkan lembaga pengelola jasa lingkungan, lembaga pengelola jasa

lingkungan ini diwakili oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC)

sebagai pihak perantara yang memfasitasi berbagai kepentingan dalam

mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.

4. Nilai pembayaran jasa lingkungan dari PT. KTI kepada FKDC sebesar Rp.

175.000.000,00 untuk tahun 2005-2006 dan Rp. 200.000.000,00 untuk tahun

2007-2009. Nilai tersebut setara dengan Rp. 2.765.000,00 – Rp.

3.160.000,00/ha/tahun, sementara nilai yang diterima pihak penyedia jasa

lingkungan berdasarkan negosiasi dengan FKDC sebesar Rp.

1.200.000,00/ha/tahun sehingga masih terdapat uang yang belum terbayarkan

sebesar Rp. 1.565.000,00 – Rp. 1.960.000,00/ha/tahun

5. Berdasarkan hasil kesepakatan dengan PT. KTI, total luas lahan yang

termasuk dalam skema transaksi pembayaran jasa lingkungan hanya seluas 50

ha, akan tetapi dengan adanya dana yang masih tersisa, FKDC berencana

melakukan perluasan lahan menjadi 100 ham dengan nilai pembayaran yang

sama.

6. Nilai kompensasi yang saat ini disepakati belum didasarkan pada nilai

ekonomi jasa lingkungan yang dihasilkan, sehingga belum mencerminkan

nilai yang sebenarnya. Salah satu cara penentuan nilai pembayaran jasa

lingkungan dapat dilakukan dengan cara menghitung nilai ekonomi dengan

metode nilai pasar atau produktivitas pada lahan yang dijadikan model

pembayaran jasa lingkungan.

7. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai ekonomi yang dihasilkan pada lahan

model Pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman sebesar Rp.

Page 106: Pendataan

90

8.700.513.070,00 yang terdiri dari nilai guna langsung Rp. 8.692.773.070,00

dan nilai guna tidak langsung sebesar Rp. 7.740.000,00.

8. Nilai guna langsung terdiri dari nilai ekonomi kayu Rp. 8.604.187.619,60,

nilai ekonomi kayu bakar Rp. 27.867.900,00 nilai ekonomi produk Rp.

58.785.091,33 dan nilai ekonomi padi gogo Rp. 1.932.460,00 Sedangkan nilai

ekonomi tidak langsung terdiri dari nilai air bersih untuk rumah tangga sebesar

Rp. 7.740.000,00.

9. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari penelitian ini tidak secara langsung

menjadi nominal yang ditetapkan sebagai nilai pembayaran jasa lingkungan.

nilai ekonomi tersebut merupakan suatu informasi terhadap peningkatan nilai

pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini agar hubungan

hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat

berkelanjutan.

Page 107: Pendataan

91

7.2 Saran

1. Perluasan konservasi lahan kritis sangat penting untuk dilaksanakan,

mengingat masih banyaknya lahan kritis di kawasan DAS Cidanau yang

berpotensi menggangu keseimbangan lingkungan DAS Cidanau itu sendiri.

Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan

pada lahan-lahan kritis lainya dapat dilakukan sebagai solusi untuk

menyelamatkan DAS Cidanau dengan segala fungsinya dari ancaman

degradasi.

2. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan dengan strategi negoisiasi oleh FGD

sudah cukup efektif, namun disarankian nilai alokasi biaya sebesar 15% per

tahun untuk FGD dapat lebih ditekan (menjadi 10%) sehingga alokasikan

pembayaran bagi penyedia jasa lingkungan dapat bertambah.

3. Pajak terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan sebesar 6% per tahun

hendaknya diusahakan untuk dihilangkan, karena dapat menguragi nilai yang

seharusny diterima penyedia jasa lingkungan. alasan lain karena pembayaran

jasa lingkungan tidak diperuntukkan bagi kepentingan komersial

4. Pembayaran kompensasi jasa lingkungan bagi masyarakat hulu DAS Cidanau

hendaknya tidak hanya dibebankan pada satu perusahaan saja, karena masih

banyak pemanfaat jasa lingkungan lain yang juga mendapat manfaat dan

memanfaatkan jasa lingkungan dari DAS Cidanau. Penentuan siapa yang

harus membayar dapat dilaukan dengan cara mengidentifikasi pemanfaat jasa

lingkungan lain dengan proporsi pemanfaatan jasa lingkungan yang paling

besar.

Page 108: Pendataan

92

5. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai insentif yang dibayarkan

saat ini masih terlalu rendah, dengan demikian, hendaknya ada peningkatan

nilai insentif dari yang telah disepakati saat ini. Informasi mengenai nilai

ekonomi lahan model pembayaran jasa lingkungan diharapkan dapat menjadi

referensi bagi terwujudnya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan di

DAS Cidanau. Dengan demikian, implementasi hubungan hulu hilir dengan

mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat sustainable sehingga

kelestarian DAS Cidanau dapat terwujud dan produk jasa lingkungan

khususnya air baku dapat tetap terjaga.

Page 109: Pendataan

93

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Baba, A., S. Tsuyuki, L. B. Prasetyo. 2001 Land Use/Cover Change Detection Caused By Development Using Satellite RS Data (The Case Study of Cidanau River Watershed, West Java, Indonesia). Prociding of The 1st Toward Harmonization between Development and Environmental Conservavtion In Biological Production. Japan 212 – 23 february 2001.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Serang dan Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) DAS Citarum- Ciliwung, “Rencana teknik Lpangan (RTL) rerhabilitasi Lahan dan Konservasi tanah DAS Cudanau”, Maret 2000

Bapedalda Provinsi Banten. 2001. Pembahasan Agenda Kerja Pengelolaan DAS Cidanau.

Basyir, A. P. Slamet, Suyanto dan Suprihatin. 1995. Padi Gogo. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. 48 hal. BPS. 2005. Produksi Tanaman Pangan di Indonesia.

Darmawan, A . 2002. Perubahan Penutupan Lahan di Cagar Alam Rawa Danau. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Darusman, D. 2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia. Dokumentasi Kronologis Tulisan 1986- 2002. Lab Politik Ekonomi dan Sosial Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Davies. 1987. Forest Management. Mc-Grawhill. New York.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah Provinsi banten. 2006. Kajian Pembayaran Jasa Lingkungan di Provinsi Banten.

Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan teori dan Aplikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fauzi, A. 2007. Istrumen Ekonomi untuk Pengelolaan Lingkungan. Laporan disampaikan kepada DANIDA Denmark dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) RI.

Forum Komunikasi DAS Cidanau Provinsi Banten. 2007. Menuju Pengelolaan Terpadu DAS Cidanau.

Hidayat, et al. 2008. Modul Kuliah Ekonomi Lingkungan. DepartemenEkonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hufscmidt, M. M et al. 1987. Lingkungan, Sistem Alami, dan Pembangunan Pedoman Penilaian Ekonomis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

KTI (Krakatau Tirta Industri). 1999. Realibility Analisys of water Quantity and Quality of Cidanau River and Their relation with Purified Water Supply

Page 110: Pendataan

94

for Cilegon Industrial Estate Proceding of International Workshop on Sustainanle Recource Management of Cidanau Watershed. Bogor.

KTI (Krakatau Tirta Industri). 2007. PT. Krakatau Tirta Industry as spporting Environmental Services Peyment Development Model on Cidanau Watershed.

Lee, R. 1989. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada. Yogyakarta.

LP3ES. 2006. Study on Sosioeconomics and Environmental transpormation of Upstream Community After Testing of Transction Mechanism of the Cidanau.

Manan, S. 1992. Perkembangan Hidrologi Hutan dan Pembangunan Hutan Berwawasan Lingkungan di Indonesia. Makalah Simposium 25 Tahun Perkembangan Hidrologi di Indonesia. LIPI-Puslitbang Pengairan Dep. PU. Jakarta.

Nurfatriani, F. 2005. Nilai Ekonomi Hutan Yang Direhabilitasi (Hutan Dan Lahan) : Studi Kasus Proyek RHL Kecamata Nglipar, Kabpaten Gunung Kidul, Provinsi D. I Yogyakarta. Program Pasca Sarjana. I nstitu Pertanian Bogor.

Pagiola, S, 2002. “Paying for Water Services in Central America: Learning from Costa Rica.” In S.Pagiola, J. Bishop, and N. Landell-Mills, eds, Selling Forest Environmental Services. London: Earthscan.

Pagiola, S., and G. Platai. Forthcoming. Payment for environmental services. Washington: World bank.

Pearce, D., and D. Moran. 1994. The Economics value of Biodiversity. IUCN. The World Conservation Union Earthscan Publication Ltd. London.

Perera, E. 2005. Nilai Ekonomi Total Hutan Kayu Putih: Kasus Desa Piru, Kabupaten Seram Barat, Provinsi Maluku. Program Pasca Sarjana. Institu Pertanian Bogor.

Putra, R. P. P. 2009. Tingkat Partisipasi Masyarakat Bantaran Sungai Ciliwung terhadap Kegiatan “Pengadaan Sarana dan Prasarana Pencegahan Pencemaran Lingkungan” di Kelurahan Babakan Pasar. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Rosa, Herman, K Susan , and D Leopoldo. 2004. Compensation for Ecosystem Services and Rural Communities: Lessons from the Americas. El Savador: PRISMA.

Roslinda, E. 2002. Nilai Ekonomi Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Kontribusinya Terhadap Masyarakat Sekitar (Tesis). Program Pasca Sarjana. Institu Pertanian Bogor.

RMI, 2007. Laporan Studi PES untuk Mengembangkan Skema PES di DAS Deli, Sumatra Utara dan DAS Progo, Jawa Tengah.

Sand, I. V. D. 2004. Assesing the Use of Environmental Services Payment and a Potential Strategy for Adaptation to Climate change in Cidanau

Page 111: Pendataan

95

Watershed, Banten Indonesia. M. Sc. Dissertation, Department of Environmental Science nd Technology, Imperial College London, U. K.

Setiawan, A. 2000. Nilai Ekonomi Tanaman Hutan Raya Wan Abdul Rahman Provinsi Lampung (Tesis). Program Pasca Sarjana. Institu Pertanian Bogor.

Sulandari, U. 2005. Penilaian Jasa Lingkungan Air Minum dan Penentuan Prioritas Batuan Perbaikan Lingkungan (studi kasus DAS Citarum). Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak

Dipublikasikan.

Suryawan, A. 2005. Penentuan Dasar Biaya Kompensasi untuk Pembayaran Jasa Lingkungan dengan Memanfaatkan Teknologi Inderaja (Studi Kasus DAS Cidnau). Tesis Sekolah Pasca Sarjan Institut pertanioan Bogor.Tidak dipublikasikan.

Page 112: Pendataan

97

LAMPIRAN

Page 113: Pendataan

97

DATA JENIS TANAMAN KAYU-KAYUAN

no NamaLuas lahan(m2)

jenis tanamanJumlahmah

oni tesuk

sobsi lame

Bayur

Waru

Kihiang

Mindi

Suren

Dadap

Kanyere

Cempaka

Kondang

Angsana

Kigentel

Gompong

Bungur

Albazi

1 Markawi 6190 30 0 50 0 5 0 0 0 2 100 7 0 10 0 0 0 0 20 2242 Sapturi 6020 8 5 7 1 0 2 0 2 0 12 11 1 0 0 0 0 0 10 593 Alimi 4630 100 0 30 0 0 2 0 1 10 11 0 1 0 0 0 0 0 3 1584 Adul 3920 50 0 32 0 2 0 0 5 0 21 0 2 1 0 0 0 0 15 1285 Samsuri 5260 30 5 21 0 2 7 0 1 0 20 5 2 2 0 0 1 0 17 1136 Asria 4070 21 8 30 1 7 4 2 3 2 12 1 1 0 0 0 0 0 10 1027 Jamin 3090 8 20 10 1 0 0 0 1 0 23 3 1 0 0 0 0 0 20 878 Madtamin 6540 72 20 50 1 10 0 1 7 0 12 3 2 1 0 0 0 0 8 1879 Arnasa 3510 25 7 30 0 0 0 1 1 0 3 0 0 0 0 0 0 0 7 74

10 Sadani 5510 40 0 20 0 2 0 1 2 0 17 1 2 1 0 0 0 0 15 10111 Sayuni 6000 20 7 11 0 3 1 2 10 0 17 3 2 0 1 0 0 0 10 8712 Sarkim 5130 19 8 26 1 3 0 0 8 0 15 2 0 1 0 0 0 0 20 10313 Sapiah 7310 75 35 20 2 0 15 0 2 8 10 1 0 0 3 0 1 0 8 18014 Mamik 5170 200 0 22 1 1 0 2 2 1 10 2 2 4 0 0 1 0 6 25415 Saiah 6670 30 0 50 1 0 0 2 1 0 12 1 1 0 0 0 1 0 3 10216 Suarmat 5800 70 0 23 1 1 0 1 8 0 10 2 0 2 0 0 0 0 8 12617 Arjawi 3420 20 0 8 1 2 0 1 2 0 12 2 2 1 0 0 0 2 11 6418 Bachrani 9040 70 0 27 0 2 0 1 1 2 7 2 1 3 0 0 0 0 3 11919 Pardi 3970 30 0 35 1 7 0 1 2 2 8 0 2 0 0 0 0 0 7 9520 Rain 4210 28 3 11 1 2 0 1 1 0 18 3 2 1 0 0 0 0 12 8321 Samkari 8510 50 11 20 0 2 0 0 0 0 7 2 0 0 0 0 0 0 15 10722 Asra 7340 21 2 30 0 1 0 2 7 0 12 0 3 0 0 0 0 0 8 8623 Mukriji 4010 22 17 38 0 2 4 0 2 1 11 0 2 0 0 0 0 0 6 10524 Makmun 4800 10 3 32 0 0 0 3 8 2 17 0 1 0 0 0 0 0 11 8725 Hendra 3900 13 0 16 0 0 0 0 10 1 20 0 1 0 0 0 0 0 7 6826 Muhayat 6020 17 3 21 0 0 2 0 3 1 18 1 0 0 0 2 0 0 8 7627 Rohani 12020 21 0 38 0 0 0 0 2 1 17 0 0 0 0 0 0 0 8 8728 Entis 7950 20 7 22 0 0 2 1 1 0 18 1 0 0 0 2 0 0 7 8129 Ias 7320 32 3 40 1 1 2 0 3 1 20 1 1 0 0 0 0 0 18 12330 Jumrani 7360 20 4 36 0 0 0 2 7 0 18 0 0 1 0 0 0 0 21 10931 Sukaemi 6050 40 3 22 0 0 0 0 0 4 13 0 3 0 0 0 0 0 10 9532 Sarbawi 1580 72 7 53 0 2 2 0 9 0 17 0 1 0 0 0 0 0 10 17333 Uncung 4380 100 11 50 1 2 0 1 7 0 17 0 1 0 0 0 0 0 8 19834 Miskal 3240 11 7 13 0 1 0 0 5 1 10 0 0 0 0 0 0 0 8 5635 Suheri 7350 102 20 100 0 2 4 1 3 3 11 1 2 0 0 0 0 0 8 25736 Dulsalim 2390 70 3 75 1 7 3 0 7 0 15 0 0 0 0 0 0 0 16 19737 Subari 5930 60 3 52 0 0 0 0 1 0 13 0 0 0 0 0 0 0 10 13938 Jamsari 7100 40 0 45 0 2 0 2 8 1 11 1 2 0 0 0 0 0 6 11839 Karnata 5960 22 1 50 1 2 0 0 5 2 17 0 1 0 0 0 0 0 21 12240 Rasman 4080 10 0 30 0 1 0 0 3 2 15 0 0 0 0 0 0 0 12 7341 Sakmad 7120 39 0 42 0 2 0 2 2 0 24 0 0 0 0 0 0 0 30 14142 Sarman 4320 80 0 112 2 4 0 0 7 0 18 0 0 0 0 0 0 0 15 23843 Jahra 17110 30 2 48 0 0 0 0 4 2 23 0 2 0 0 0 0 0 17 128

1848 225 1498 19 80 50 30 164 49 712 56 44 28 4 4 4 2 493 5310

Lampiran 1. Data Tanaman Jenis Kayu-Kayuan

Page 114: Pendataan

98

DATA JENIS TANAMAN BUAH-BUHANno

NamaLuas lahan

(m2)jenis tanaman

Melinjo Durian Nangka Jengkol Cengkeh Pete Rambutan Kacapi kapuk Kemiri Huni Menteng Sukun Mangga jumlah

1 Markawi 6190 300 100 20 25 200 10 2 5 0 0 0 0 0 0 6622 Sapturi 6020 100 26 8 6 70 4 0 1 0 0 0 0 0 0 215

3 Alimi 4630 170 30 3 4 200 5 0 0 0 0 0 0 0 412

4 Adul 3920 40 20 4 3 45 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1155 Samsuri 5260 172 21 5 7 101 8 0 0 0 0 0 0 0 0 314

6 Asria 4070 200 50 11 10 71 2 1 2 0 0 0 1 0 0 348

7 Jamin 3090 30 17 0 0 20 2 0 0 0 0 0 0 0 0 698 Madtamin 6540 100 52 7 10 70 9 1 1 0 0 0 0 0 2 252

9 Arnasa 3510 20 7 2 1 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50

10 Sadani 5510 35 15 7 2 23 7 0 0 0 0 0 0 0 1 9011 Sayuni 6000 50 11 3 10 11 8 2 0 0 0 0 0 0 1 96

12 Sarkim 5130 100 20 5 3 10 15 0 0 0 0 0 0 0 0 153

13 Sapiah 7310 142 100 7 20 21 0 2 0 23 2 1 0 0 1 319

14 Mamik 5170 �5 10 10 4 50 8 3 0 0 1 0 0 0 0 16115 Saiah 6670 60 7 2 8 10 1 0 0 0 0 0 0 0 0 8816 Suarmat 5800 150 20 4 2 25 2 0 2 1 0 0 0 0 4 210

17 Arjawi 3420 30 10 3 2 30 3 0 0 0 0 0 0 0 1 79

18 Bachrani 9040 250 71 16 3 23 7 18 10 0 0 0 0 0 7 405

19 Pardi 3970 50 20 3 2 22 8 0 0 0 0 0 0 4 1 110

20 Rain 4210 70 27 11 17 23 7 1 1 0 0 0 0 0 0 15721 Samkari 8510 22 15 20 5 35 2 1 0 0 0 0 0 0 0 10022 Asra 7340 150 30 7 8 37 15 0 0 0 0 0 0 0 0 247

23 Mukriji 4010 100 22 12 10 20 8 0 0 2 0 0 0 0 1 175

24 Makmun 4800 50 17 3 7 21 6 0 1 0 0 0 0 0 0 105

25 Hendra 3900 61 21 3 5 50 17 0 0 0 0 0 0 0 0 157

26 Muhayat 6020 72 10 4 9 60 3 0 0 0 0 0 0 0 0 158

27 Rohani 12020 37 10 3 3 40 7 0 0 0 0 0 0 0 0 10028 Entis 7950 62 27 7 4 50 2 0 0 0 0 0 0 0 1 153

29 Ias 7320 100 26 8 15 60 9 0 0 0 0 0 0 0 0 218

30 Jumrani 7360 112 8 7 12 70 3 0 0 0 0 0 0 0 0 212

31 Sukaemi 6050 200 50 8 9 361 8 0 0 0 0 0 0 0 1 637

32 Sarbawi 1580 158 100 9 10 150 10 0 0 0 0 0 0 0 0 437

33 Uncung 4380 200 22 7 8 100 3 0 1 0 0 0 0 0 0 34134 Miskal 3240 41 13 2 11 32 7 0 0 0 0 0 0 0 0 106

35 Suheri 7350 210 70 8 11 75 17 2 0 0 0 0 0 0 0 393

36 Dulsalim 2390 161 38 4 13 49 10 0 0 0 0 0 0 0 0 275

37 Subari 5930 30 20 0 8 20 2 0 0 0 0 0 0 0 0 80

38 Jamsri 7100 72 10 2 14 70 8 0 0 0 0 0 0 0 1 17739 Karnata 5960 86 12 7 10 63 10 1 0 0 0 0 0 0 0 189

40 Rasman 4080 30 15 0 12 40 3 0 0 0 0 0 0 0 0 10041 Sakmad 7120 62 12 3 17 50 9 0 0 0 0 0 0 0 2 155

42 Sarman 4320 210 20 8 12 60 12 0 2 0 0 0 0 0 2 326

43 Jahra 17110 200 36 9 20 100 13 1 0 0 0 0 0 0 0 3794570 1238 272 372 2658 293 35 26 26 3 1 1 4 26 9525

Lampiran 2. Data Jenis Tanaman Buah-Buahan

Page 115: Pendataan

99

DATA PERHUNGAN NILAI KAYU

No Jenis KayuHarga / m3 Ukuran Volume kayu Nilai / m3 jumlah

pohonnilai total

(Rp) Diameter

(cm) Diameter

(m) Panjang

(m)

m3 (Rp) (Rp)

I Buah buahan1 Durian 2,000,000 14 0.28 15 0.923 1,846,320 1238 2,285,744,1602 Melinjo 200,000 15 0.30 11 0.777 155,430 4570 710,315,1003 Pete 500,000 17 0.34 12 1.089 544,476 293 159,531,4684 Jengkol 500,000 17 0.34 13 1.180 589,849 372 219,423,8285 Cengkeh 500,000 14 0.28 12 0.739 369,264 2658 981,503,7126 Mangga 200,000 13 0.26 11 0.584 116,745 26 3,035,3757 Nangka 2,000,000 15 0.30 14 0.989 1,978,200 272 538,070,4008 Kecapi 300,000 12 0.24 8 0.362 108,518 16 1,736,2949 Kapuk 150,000 15 0.30 12 0.848 127,170 36 4,578,120

Nilai total Kayu jenis buah-buahan

- 4,903,938,458

II Kayu kayuan - -1 Mahoni 2,000,000 13 0.26 15 0.796 1,591,980 1848 2,941,979,0402 Tesuk 300,000 11 0.22 14 0.532 159,575 225 35,904,3303 Sobsi 300,000 14 0.28 14 0.862 258,485 1498 387,210,2304 Bayur 600,000 13 0.26 14 0.743 445,754 19 8,469,3345 Waru 1,500,000 10 0.20 11 0.345 518,100 80 41,448,0006 Kihiang 1,500,000 10 0.20 12 0.377 565,200 50 28,260,0007 Mindi 1,800,000 13 0.26 13 0.690 1,241,744 30 37,252,3328 Suren 1,800,000 10 0.20 11 0.345 621,720 164 101,962,0809 Dadap 150,000 20 0.40 17 2.135 320,280 49 15,693,72010 Kanyere 600,000 5 0.10 8 0.063 37,680 712 26,828,16011 Cempaka 2,000,000 10 0.20 11 0.345 690,800 56 38,684,80012 Albazia 400,000 21 0.42 15 2.077 830,844 44 36,557,136

Nilai total Kayu jenis kayu-kayuan

3,700,249,162

Nilai Kayu Total 8,604,187,619.60

Lampiran 3. Data dan Hasil Perhungan Nilai Kayu

Page 116: Pendataan

100

DATA PERHUNGAN NILAI PRODUK

nama nama buah

satuan

hasil panen rata-

rata/tanaman

jumlah pohon sampel

produktivitas rata-rata/tanaman

jumlah panen/tahun

jumlah tanaman

harga (Rp)

nilai produk

melinjo Kg 956 1697 0.563347083 3 4570 3500.00 27,032,209.78daun

melinjo Kg 253 1697 0.149086623 6 4570 1250.00 5,109,944.02

kopi Kg 226 1218 0.185550082 1 3512 11000.00 7,168,170.77

durian butir 27 602 0.044850498 1 1238 4000.00 222,099.67

pete empong 6 95 0.063157895 1 293 45000.00 832,736.84

jengkol Kg 156 118 1.322033898 1 372 1500.00 737,694.92

cengkeh Kg 47 1003 0.046859422 1 2658 32500.00 4,047,951.15

mangga butir 14 11 1.272727273 1 26 1250.00 41,363.64

nangka butir 81 113 0.716814159 1 272 1250.00 243,716.81

kapuk Kg 135 88 1.534090909 1 26 500.00 19,943.18

pisang tandan 194 2770 0.070036101 6 7988 4000.00 13,426,761.01

TOTAL Rp58,882,591.79

Lampiran 3. Data dan Hasil Perhungan Nilai Produk

Page 117: Pendataan

101

DATA PERHITUNGAN NILAI AIR

no namajml

keluarga

kebutuhan air per hari (liter) total kebutuhan

(bulan/liter)

biaya air (Rp/bulan)

NILAI AIR

RATA-RATA PER

TAHUN

mandi cuci minum kakus wudhu total1 Jamsari 4 200 80 8 40 10 338 10,140.0 130002 Dulsalim 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 150003 Samkari 4 200 80 8 40 10 338 10,140.0 130004 Markawi 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 150005 Asra 7 350 140 14 70 17.5 591.5 17,745.0 150006 Sapiah 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 150007 Bachrani 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 150008 sapturi 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 150009 Arjawi 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 15000

10 Adul 3 150 60 6 30 7.5 253.5 7,605.0 1300011 Alimi 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 1500012 Rohani 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500013 Jamin 7 350 140 14 70 17.5 591.5 17,745.0 1500014 Saadah 3 150 60 6 30 7.5 253.5 7,605.0 1300015 Sarbawi 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 1500016 Sukaemi 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500017 Sasmsuri ��250 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500018 Iyas 10 500 200 20 100 25 845 25,350.0 1700019 Miskal 9 450 180 18 90 22.5 760.5 22,815.0 1700020 Suheri 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500021 Rain 3 150 60 6 30 7.5 253.5 7,605.0 1300022 Arnasa 8 400 160 16 80 20 676 20,280.0 1700023 Pardi 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 1500024 Mamik 8 400 160 16 80 20 676 20,280.0 1700025 Sarkim 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500026 Karnata 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500027 Madtamin 8 400 160 16 80 20 676 20,280.0 1700028 Jahra 4 200 80 8 40 10 338 10,140.0 1300029 Subari 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 1500030 Suarmat 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 15000

rata-rata 5.73 14,534.0 Rp7,740,000

Lampiran 5. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Air

Page 118: Pendataan

102

DATA PERHITUNGAN NILAI HUMA

no nama luas huma (m2)jml

petak huma

hasil panen (kg)

harga jual gabah (Rp)

pendapatan (Rp)

komponen biaya per Ha

pupuk (kg)

biaya pupuk

benih(kg)benih (Rp)

upah panen (Rp)

1 Rain 2000 5 225 2000 450,000 10 20000 7 14700 1250002 Asra 2000 5 225 2000 450,000 10 20000 7 14700 1250003 Mukriji 2000 5 225 2000 450,000 10 20000 7 14700 1250004 Sadani 2500 6.25 281.25 2000 562,500 13 26000 8.75 18375 1562505 Saiah 100 0.25 11.25 2000 22,500 0.5 1000 0.35 735 62506 Sayuni 1500 3.75 146.25 2000 292,500 7.5 15000 5.25 11025 937507 Mamik 2500 6.25 281.25 2000 562,500 13 26000 8.75 18375 1562508 Miskal 1000 2.25 101.25 2000 202,500 4.5 9000 3.15 6615 562509 Sapturi 2500 6.25 81.25 2000 162,500 13 26000 8.75 18375 156250

10 Ma'mun 200 0.5 22.5 2000 45,000 1 2000 0.7 1470 1250011 Asria 200 0.5 22.5 2000 45,000 1 2000 0.7 1470 12500

Total 16500 41 1622.5 3,245,000 167,000 120,540 1,025,000

Surplus Total Rp1,932,460

Keterangan jenis satuan jumlah Keterangan

panen/ha kg 1125pupuk/ha kg 50benih/ha kg 35harga benih/kg kg 2100harga gabah/kg kg Rp1,800harga pupuk urea/kg kg Rp2,000

upah panen/ha orang Rp25,00025 orang/ha

Lampiran 6. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Huma

Page 119: Pendataan

103Lampiran 7. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Kayu Bakar

DATA PERHITUNGAN KAYU BAKARKONSUMSI KAYU BAKAR /HARI diameter 25 cmuntuk jml keluarga 1 - 5 orang panjang 100 cm

berat 12 kgvolume 0.049 m3

KONSUMSI KAYU BAKAR/HARI diameter 35 cmuntuk jml keluarga 6 - 10 orang panjang 100 cm

berat 15 kgvolume 0.096 m3

no namaanggota keluarga

konsumsi (m3/hari)

konsumsi (m3/tahun)

luas lahan (m3)

1 Jamsari 5 0.049 17.91 71002 Dulsalim 4 0.049 17.91 23903 Samkari 4 0.049 17.91 85104 Markawi 6 0.096 35.1 61905 Asra 7 0.096 35.1 73406 Sapiah 6 0.096 35.1 71307 Bachrani 5 0.049 17.91 90408 sapturi 4 0.049 17.91 60209 Arjawi 6 0.096 35.1 3420

10 Adul 3 0.049 17.91 392011 Alimi 9 0.096 35.1 463012 Rohani 7 0.096 35.1 1202013 Jamin 4 0.049 17.91 209014 Saadah 3 0.049 17.91 531015 Sarbawi 4 0.049 17.91 158016 Sukaemi 5 0.049 17.91 603017 Sasmsuri 5 0.049 17.91 526018 Iyas 10 0.096 35.1 732019 Miskal 9 0.096 35.1 324020 Suheri 5 0.049 17.91 735021 Rain 3 0.049 17.91 431022 Arnasa 8 0.096 35.1 351023 Pardi 6 0.096 35.1 397024 Mamik 8 0.096 35.1 517025 Sarkim 5 0.049 17.91 513026 Karnata 5 0.049 17.91 596027 Madtamin 8 0.096 35.1 654028 Jahra 4 0.049 17.91 1711029 Subari 6 0.096 35.1 593030 Suarmat 6 0.096 35.1 5800

rata-rata total sampel lahanrata-rata 5.67 0.07 25.93 179,320.00

Jumlah hari/tahun 365Rata-rata konsumsi kayu bakar per keluarga/hari (m3) 25.93Total keluarga pengguna (keluarga) 43Nilai total seluruh konsumsi /tahun(m3) 1,115.08Harga kayu bakar per m3 25000Nilai total kayu bakar per tahun(Rp) 27876900.00

Page 120: Pendataan

104

SKETSA LOKASI PENELITIAN (DESA CITAMAN)

Lampiran 8. Sketsa Lokasi Penelitian (Desa Citaman)

KEHUTANAN

RT. 03/02

RT. 04/02

RT. 06/03

DESALEBAK

RT.09/04

RT.07/04

RT.08/04

SD

SD

SD

U

Page 121: Pendataan

105

Lampiran 9. Peta Kontur DAS Cidanau

Lokasi penelitian

Page 122: Pendataan

106

PERJANJIAN PEMBAYARAN JASA LINGKUNGANNomor : 004/KJL – FKDC/I/2008

Pada hari ini Senin, Tanggal tujuh, Bulan Januari Tahun Duaribudelapan, kami yang bertandatangan di bawah ini :

1. Nama : Ir. MA. HARDONO

Jabatan : Koordinator Jasa Lingkungan Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC)

Alamat : Jl. RH. Joenoes Somantri No. 4/20 Tembong – Serang 42126

Bertindak untuk dan atas nama dirinya dan Koordinator Jasa Lingkungan Forum Komunikasi DAS Cidanau Forum Komunikasi DAS Cidanau, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Pelaksana Harian Forum Komunikasi DAS Cidanau Nomor: 990/Kep.03 – FKDC/2004, untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KESATU.

2. Nama : J U H D I

Jabatan : Ketua Kelompok Tani Alam Lestari Desa Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Alamat : Kampung Gunung Jalu RT 1 RW 3 Desa Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang.

Bertindak untuk dan atas dirinya dan nama Kelompok Tani Alam Lestari Desa Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang, untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.

Kedua belah pihak sepakat mengadakan perikatan yang dituangkan dalam Perjanjian Pembayaran Jasa Lingkungan dengan ketentuan yang telah ditetapkan, sebagai berikut :

1. Ruang Lingkup Kontrak :

1.1 PIHAK KESATU membayar jasa lingkungan atas upaya PIHAK KEDUA dalam menghasilkan jasa lingkungan di DAS Cidanau, sebesar Rp. 1.200.000,- (satujuta duaratusribu rupiah) per hektar per tahun selama masa kontrak diluar pajak yang berlaku;

1.2 PIHAK KEDUA bersedia membangun, memelihara dan mempertahan hutan dengan tanaman jenis kayu – kayuan dan buah – buahan;

1.3 Jenis tanaman yang berhak atas pembayaran jasa lingkungan adalah, semua jenis tanaman kehutanan termasuk didalamnya tanaman multy purpose trees species (MPTS) berdasarkan ketentuan Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia, kecuali jenis kayu – kayuan polong – polongan (familylegum);

2. Syarat Penyedia (sellers) Jasa Lingkungan

Page 123: Pendataan

107

Syarat Penerima Pembayaran Jasa Lingkungan (penyedia jasa lingkungan), adalah sebagai berikut;

2.1 Memiliki keinginan dan bersedia untuk menjalankan konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme transaksi jasa lingkungan (willingness to accept);

2.2 Lahan yang diproyeksikan mendapatkan pembayaran jasa lingkungan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Merupakan milik masyarakat;

2. Berada di dalam wilayah daerah aliran singai (DAS) Cidanau;

3. Memiliki jenis dan kriteria tanaman, sebagai berikut:

1) Bukan jenis tanaman polong – polongan (Leguminaseae) kecuali tanaman petai;

2) Bukan jenis tanaman yang mempunyai akar serabut kecuali bambu yang dihitung berdasarkan rumpun (dapur);

3) Semua jenis tanaman buah – buahan kecuali kopi, jeruk, dan jambu batu;

4) Mempunyai diameter batang minimal 15 cm bagi tanaman yang sudah ada dan minimal 5 cm bagi tanaman baru;

5) Tanaman telah diberi notasi atau diberi nomorpohon per lahan pemilikan;

6) Batang tanaman sehat dan terawat.

2.3 Memenuhi persyaratan konservasi, adalah:

1. Penanaman pohon mempertimbangkan pembentukan strata kanopi;

2. Sebaran jenis tanaman harus merata;

3. Jenis yang ditanam tidak memiliki kecenderungan monokultur;

2.4 Memiliki pemahaman yang cukup tentang konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme transaksi jasa lingkungan dan bersedia mematuhi perjanjian pemabayaran jasa lingkungan ini;

2.5 Mempertahankan tegakan tanaman yang masuk dalam skema pembayaran jasa lingkungan, tanpa menghilangkan hak pemilik lahan atas hasil dari dari tegakan tanaman kecuali kayu selama masa perjanjian pembayaran jasa lingkungan ini;

2.6 Berbentuk kelompok atau organisasi masyarakat lain, dengan penguasaan lahan tidak kurang dari 25 (dua puluh lima) hektar dan

Page 124: Pendataan

108

telah melakukan upaya – upaya yang secara langsung yang menghasilkan dan/atau mempertahankan produk jasa lingkungan;

2.7 Memiliki jadwal rutin pertemuan kelompok dan tata administrasi yang baik;

2.8 Memiliki rekening bank yang ditanda – tangani sekurang –kurangnya oleh 2 (dua) orang pengurus kelompok;

2.9 Bersedia membuat batas kepemilikan lahan dengan menggunakan patok bercat merah dan/atau batas alam yang dituangkan ke dalam peta lay out (rincik) kepemilikan lahan berikut dengan jenis dan jumlah tanaman.

3. Masa Berlaku Perjanjian :Masa berlaku Perjanjian Pembayaran Jasa Lingkungan ini selama 5 (lima)tahun, terhitung mulai tanggal 7 Januari 2008 sampai dengan 6 Januari 2012.

4. Tata Cara Pembayaran :Pembayaran oleh PIHAK KESATU kepada PIHAK KEDUA dilakukan dengan tahapan, sebagai berikut:

4.1 Untuk tahun pertama dilaksanakan dalam 3 (tiga) kali pembayaran, sebagai berikut:

1. Pembayaran pertama sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah pembayaran yang akan diterima PIHAK KEDUA untuk satu tahun, pada saat penanda-tanganan perjanjian pembayaran jasa lingkungan ini;

2. Pembayaran kedua sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah pembayaran yang akan diterima PIHAK KEDUA untuk satu tahun pada akhir bulan ke 6 (enam) setelah 14 (empat belas) hari Tim yang ditunjuk oleh PIHAK KESATU selesai melaksanakan verifikasi dan menerima kondisi pohon atas lahan yang masuk dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan berdasarkan tagihan pembayaran dari PIHAK KEDUA;

3. Pembayaran ketiga sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah pembayaran yang akan diterima PIHAK KEDUA untuk satu tahun, pada akhir bulan ke 12 (dua belas) setelah 14 (empat belas) hari Tim yang ditunjuk oleh PIHAK KESATU selesai melaksanakan verifikasi dan menerima kondisi pohon atas lahan yang masuk dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan berdasarkan tagihan pembayaran dari PIHAK KEDUA;

4.2 Untuk tahun kedua dan seterusnya pembayaran akan dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali pembayaran per tahun, yaitu :

Page 125: Pendataan

109

1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah pembayaran yang akan diterima PIHAK KEDUA untuk satu tahun, pada akhir bulan ke ke 5 (lima) atau paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Tim yang ditunjuk oleh PIHAK KESATU selesai melaksanakan verifikasi dan menerima kondisi pohon atas lahan yang masuk dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan berdasarkan tagihan pembayaran dari PIHAK KEDUA;

2. Sebesar 60% (enam puluh persen) dari jumlah pembayaran yang akan diterima PIHAK KEDUA untuk satu tahun, pada akhir bulan ke ke 11 (sebelas) atau paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Tim yang ditunjuk oleh PIHAK KESATU selesai melaksanakan verifikasi dan menerima kondisi pohon atas lahan yang masuk dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan berdasarkan tagihan pembayaran dari PIHAK KEDUA;

4.3 Pada setiap tahapan pembayaran yang sudah jatuh tempo, PIHAK KEDUA wajib untuk membuat tagihan pembayaran yang dilengkapi dengan peta situasi lahan dan tanaman masing – masing anggota kelompok;

4.4 Seluruh realisasi pembayaran dilaksanakan dengan mekanisme transfer dari rekening PIHAK KESATU ke rekening PIHAK KEDUA.

5. Persyaratan Pembayaran Jasa LingkunganPersyaratan jumlah dan kondisi tanaman yang harus dipenuhi PIHAK KEDUA dan menjadi persyaratan penerimaan pembayaran jasa lingkungan, selama masa perjanjian jasa lingkungan, adalah sebagai berikut:

5.1 Pada setiap tahapan pembayaran selama masa kontrak jumlah tanaman yang ada dan tumbuh dengan baik per hektar tidak kurang dari 500 (lima ratus) batang per hektar;

5.2 Batasan tanaman yang tumbuh dengan baik ditentukan oleh tinggi dan diameter yang disesuaikan dengan umur tanaman;

5.3 Untuk tanaman yang mati akibat unsur alam, hama dan penyakit harus diganti dan dibuatkan berita acara di kelompok dengan diketahui oleh Ketua Koordinator Jasa Lingkungan FKDC, sementara untuk pencurian PIHAK KEDUA wajib melaporkannya kepada pihak yang berwajib dan memberikan bukti laporan tersebut kepada PIHAK KESATU;

5.4 Peta situasi lahan dan tanaman masing – masing anggota kelompok harus menginformasikan tata letak pohon yang diberi notasi nomor dan informasi jenis tanaman;

5.5 Tata letak tanaman yang masuk dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan harus tersebar secara merata;

Page 126: Pendataan

110

5.6 Tim verifikasi akan mengamati contoh areal yang diverifikasi minimal 10% (sepuluh persen) dari luas areal yang dikelola oleh PIHAK KEDUA dan memilih secara acak (random).

6. Konsekuensi6.1 Apabila jumlah pohon yang terdapat dalam areal mekanisme

pembayaran jasa lingkungan yang dikelola PIHAK KEDUA, dinyatakan kurang oleh Tim Verifikasi, maka secara tanggung renteng PIHAK KEDUA tidak akan menerima pembayaran jasa lingkungan dari PIHAK KESATU untuk periode yang sudah jatuh tempo;

6.2 Apabila PIHAK KEDUA tetap melanggar kesepakatan dalam surat perjanjian pembayaran jasa lingkungan ini dan terus mengabaikan peringatan-peringatan dari PIHAK KESATU, maka PIHAK KESATU dapat memutuskan surat perjanjian permbayaran jasa lingkungan ini secara sepihak;

6.3 Apabila terjadi pemutusan perjanjian pembayaran jasa lingkungan ini, maka PIHAK KEDUA harus mengembalikan seluruh dana yang telah diterima kepada PIHAK KESATU.

7. PenutupKontrak ini mengikat kedua belah pihak dan apabila di kemudian hari terdapat perselisihan, maka pertama – tama kedua belah pihak akan menyelesaikan perselisihan secara musyawarah, dan apabila cara musyawarah tidak dicapai kesepakatan akan diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku di Pengadilan Negeri Serang.

Demikian Perjanjian Pembayaran Jasa Lingkungan ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan ditandatangani di atas materai cukup yang mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Serang, 07 Januari 2008PIHAK KEDUA

J U H D I

PIHAK KESATU

Ir. HARDONO

Page 127: Pendataan

111

Mengetahui/MenyetujuiFORUM KOMUNIKASI DAS CIDANAU

Ir. H. HUSNI HASAN. CESKetua

Lampiran 10. Naskah Kesepahaman (Mou) Pembayaran Jasa Lingkungan