Upload
frisko-ramadhan
View
62
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pendataan
Citation preview
ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI
UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI
UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN
(Kasus Desa Citaman DAS Cidanau)
ADE FAHRIZAL
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
i
ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI
UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
ii
RINGKASAN
ADE FAHRIZAL. Analisis Nilai Ekonomi Lahan Sebagai Informasi Bagi Upaya Peningkatan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) AKHMAD FAUZI dan MEILANIE BUITENZORGY.
Tingginya tingkat degradasi di DAS Cidanau menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan, hal itu ditunjukkan dengan penurunan ketersediaan air baku dari di DAS Cidanau. Berbagai untuk mencegah memburuknya dampak dari degradasi lingkungan tersebut telah dilaksanakan, salah satunya adalah hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Pengelolaan tersebut merupakan strategi pengelolaan secara lestari dan terintegrasi dengan konsep one river, one plan, one management. Implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan telah berlangsung sejak 2005-2009 dengan total nilai pembayaran sebesar Rp. 950.00.000,00. Usia implementasi yang masih muda menyebabkan implementasi tersebut tidak luput dari berbagai kelemahan yang dapat menggangu keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang telah berjalan. Kelemahan paling utama adalah masih rendahnya nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima oleh penyedia jasa lingkungan yaitu sebesar Rp. 1.200.000,00/ha/tahun.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai nilai ekonomi dari lahan yang dijadikan model pembayaran jasa lingkungan agar menjadi bahan evaluasi bagi lembaga pengelola dan pemanfaat jasa lingkungan untuk melakukan upaya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini yang dirasa masih terlalu rendah. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu: (1) menganalisis dan memaparkan model hubungan hulu-hilur dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungn di DAS Cidanau dan (2) menentukan besarnya potensi nilai guna (use value) dari lahan model pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman. Penelitian ini dilakukan di lahan model pembayaran jasa lingkungan Desa Citaman, Kabupaten Serang Provinsi Banten. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), PT. Krakatau Tirta Industri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rekonvasi Bhumi, BAPPEDA Kabupaten Serang serta Kantor Desa Citaman. Analisis menggunakan Metode pendekatan nilai pasar atau produktivitas diolah dengan Microsoft Excel 2007.
Mekanisme pembayaran jasa lingkungan diimplementasikan oleh tiga pihak utama yaitu lembaga pengelola transaksi pembayaran jasa lingkungan (Forum Komunikasi DAS Cidanau), pemanfaat jasa lingkungan (PT. Krakatau Tirta Industri) dan penyedia jasa lingkungan (Desa Citaman, Cikumbueun dan Kadu Agung). Transaksi pembayaran jasa lingkungan bersifat tidak langsung (indirect payment). Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau memiliki kelemahan dan kekuatan, kelemahan tersebut, antara lain: (1) Penetapan nilai pembayaran jasa lingkungan belum didasarkan pada nilai ekonomi jasa lingkungan, (2) nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia jasa lingkungan (masih terlalu rendah dan (3) ketidaksesuaian nilai pembayaran yang dibayarkan pemanfaat jasa lingkungan dengan yang diterima penyedia jasa lingkungan. sementara kekuatan atau kelebihannya, antara lain: (1) dikelola oleh suatu lembaga pengelola yang berpengalaman dan cocern terhadap lingkungan,
iii
(2) pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan terdefinisi dengan jelas dan (3) pembayaran jasa lingkungan merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi. Nilai ekonomi pada lahan di Desa Citaman adalah sebesar Rp. 8.700.513,070.00/tahun atau Rp. 324.020.522,80/ha/tahun, terdiri dari nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung. Berdasarkan hasil pengolahan data primer, nilai guna langsung menghasilkan nilai sebesar Rp. 8.692.773.070,00 atau sebasar 99,91% dari keseluruhan nilai guna (use value), sedangkan nilai guna tidak langsung menghasilkan nilai sebesar Rp. 7.740.000,00 atau sebesar 0,9% dari keseluruhan nilai guna (use value). Nilai ekonomi yang dihasilkan dari penelitian ini tidak secara langsung menjadi nominal yang ditetapkan sebagai nilai pembayaran jasa lingkungan. nilai ekonomi tersebut merupakan suatu informasi terhadap peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini agar hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat berkelanjutan.
iv
ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI DASAR BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN
(Kasus Desa Citaman DAS Cidanau)
ADE FAHRIZAL
H44052902
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Fakultas Ekonomi dan ManajemenInstitut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
v
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAWHA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI DASAR BAGI UPAYA
PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa
Citaman DAS Cidanau) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN
TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK
MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA
SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN ILMIAH
PADA SUATU PEERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Ade Fahrizal
H44052902
vi
Judul penelitian : Analisis Nilai Ekonomi Lahan Sebagai Informasi Bagi Upaya
Peningkatan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan
(Kasus Desa Citaman DAS Cidanau)
Nama : Ade Fahrizal
NRP : H44052902
Disetujui,
Pembimbing
Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc Meilanie Buitenzorgy, S.Si. M.ScNIP: 19620421 198603 1 003 NIP: 19760511 200812 2 002
Diketahui,
Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.ScNIP: 19620421 198603 1 003
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Nopember 1986. Penulis
merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara pasangan Endang dan Lilis
Syamsiah.
Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Purnama Bogor pada tahun1993,
lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Sirnagalih 5. Pada Tahun 1999, penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Bogor dan
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 bogor dan masuk
dalam program IPA pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SPMB di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan
kemahasiswaan sebagai Manajer Event Organizer Unit Kegiatan Mahasiswa
Music Agriculture Expression (MAX!!) periode 2007 - 2008, Anggota MISETA
(Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu sosial Ekonomi Pertanian) periode
2007 – 2008 dan anggota Paduan Suara Agriaswara periode 2005 – 2006.
viii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Terhadap
Nilai Ekonomi Sebagai Dasar Bagi Upaya Peningkatan Nilai Pembayaran Jasa
Lingkungan (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau)”. Skripsi ini disusun untuk
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas
Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih pertama saya sampaikan kepada Lembaga Swadaya
Masyarakat Rekonvasi Bhumi atas ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
diberikan mengenai mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau
sehingga penulis dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap
perkembangan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.
Dukungan dari PT. Krakatau tirta industri tidak bisa dilepaskan dari terlaksananya
studi ini, juga tentu saja lembaga dan personal-personal di wilayah Serang atas
informasi mengenai DAS Cidanau dan perhatian bagi studi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan
kelemahan dalam penelitian ini dikarenakan adanya keterbatasan serta kendala
yang dihadapi. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat
diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan
umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Amien.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara
moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara
moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW atas terselesaikannya skripsi
ini.
2. Ibunda, ayahanda, kakakku dan keluarga besarku yang telah memberikan
curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan do’a yang tulus.
3. Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Meilanie Buitenzorgy S, Si, M.Sc
sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada
penulis.
4. Ir. Nindyantoro, MSP sebagai dosen penguji utama
5. Adi Hadianto, SP sebagai dosen penguji wakil departemen.
6. Bapak N. P Rahadian dan Lembaga Swadaya Masyarakat Rekonvasi
Bhumi atas seluruh motivasi, bantuan dan ilmu pengetahuanya tentang
DAS Cidanau.
7. Ketua Kelompok Tani Karyamuda II, Bapak Bachrani dan seluruh
masyarakat Desa Citaman atas bantuan, kerja sama dan informasiny.
8. Bapak Kusmayadi dan PT. Krakatau Tirta Industri atas izin dan bantuanya
dalam mendukung terlaksananya penelitian ini.
x
9. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.
10. Trifty Qurrota Aini atas dukungannya yang dan kasih sayangnya tulus.
11. Sahabat-sahabatku, Gian, Hans H, Rendy D.S, Aditya P, Andita H, Sahata,
Meita, Ani, Rani, Danti, Asri, Gita, Tri F, Nurmaya Sari, serta teman-
teman seperjuangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan 42 untuk kebersamaan selama ini.
12. Sahabat-sahabatku di abs3fussion (R. Pratama P. Putra, M. Maulana, Irvan
Fajar, Gian Yuniarto, Lingga Prabu, Ratu Lada, Intan Farahdilla) atas
segala dukungan yang diberikan.
13. Sahabat-sahabat di UKM Music Agriculture X-Pression!!.
14. Sahabat yang telah rela meluangkan waktu untuk menemani penelitian ini,
Bpk. Bachrani, Sukar, Eli, Iwan, Irvan, Darman, Tati, OB RB.
Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT
memberikan pahala atas kebaikannya
xi
DAFTAR ISI
HalamanRINGKASAN .............................................................................................. I
RIWAYAT HIDUP..................................................................................... V
KATA PENGANTAR................................................................................. VI
DAFTAR ISI................................................................................................ X
DAFTAR TABEL ....................................................................................... XIII
DAFTAR GAMBAR................................................................................... XIV
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... XV
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 6 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 8 1.5 Ruang Lingkup Penelitian....................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai............................................ 10 2.2 Pengertian Jasa Lingkungan.................................................... 11 2.3 Pengertian Pembayaran Jasa Lingkungan............................... 12 2.4 penilaian Jasa Lingkungan...................................................... 13 2.5 Instrumen Ekonomi................................................................. 15 2.6 Fungsi Isntrumen Ekonomi..................................................... 16 2.7 Konsep Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam........................... 17
2.8 Tipologi Nilai Ekonomi .......................................................... 17
2.9 Valuasi Ekonomi ..................................................................... 20
2.10 Metode Valuasi terhadap Sumber Daya Alam dan
Lingkungan.............................................................................. 20
2.10.1 Teknik Penilaian dari Segi Manfaat ........................... 20
2.10.2 Teknik Penilaian dari Segi Biaya ............................... 21
III.KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis.................................................................... 22 3.1.1 Valuasi Ekonomi.......................................................... 22 3.1.2 Tahapan Valuasi Ekonomi........................................... 22 3.2 Kerangka Operasional............................................................. 24
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 28 4.2 Jenis dan Sumber Data............................................................ 28
xii
4.3 Metode Penelitian................................................................... 28 4.4 Metode Pengambilan Contoh ................................................. 29 4.5 Metode Analisis Data ............................................................. 29
4.6 Analisis SWOT....................................................................... 30 4.7 Pendugaan Nilai Ekonomi...................................................... 30
4.7.1 Nilai Ekonomi Kayu...................................................... 30 4.7.2 Nilai Ekonomi Kayu Bakar ........................................... 31 4.7.3 Nilai Ekonomi Produk................................................... 31
4.7.4 Nilai Air Rumah Tangga ............................................... 324.7.5 Nilai Ekonomi Huma..................................................... 32
4.8 Batasan Penelitian ................................................................... 334.9 Definisi Opersional ................................................................... 33
V. GAMBARAN UMUM LOKASI
5.1 Keadaan Umum Wilayah......................................................... 375.1.1 Letak dan Luas .............................................................. 375.1.2 Iklim.............................................................................. 395.1.3 Topografi....................................................................... 395.1.4 Keanekaragaman hayati ................................................ 405.4.5 Hidrologi....................................................................... 415.1.6 Penggunaan Lahan ........................................................ 42
5.2 Keadaan Sosial Ekonomi ......................................................... 435.1.1 Kependudukan .............................................................. 435.1.2 Mata Pencaharian.......................................................... 445.1.3 Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian .............. 44
5.2.3.1 Usai................................................................... 455.2.3.2 Pendidikan ........................................................ 455.2.3.3 Tingkat Pendapatan .......................................... 465.2.3.4 Luas Lahan ....................................................... 475.2.3.5 Jumlah Tanggungan.......................................... 48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Peran Penting dan Permasalahan yang Terjadi di Das Cidana........................................................................... 49
6.2 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di Das Cidanau .... 516.1.1 Para Pihak yang Terlibat dalam Mekanisme
Pembayaran Jasa Lingkungan ....................................... 536.2.2 Penentuan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan
di Das Cidanau .............................................................. 58 6.2.3 Skema Mekanisme Pambayaran Jasa Lingkungan di
Das Cidanau................................................................... 646.2.3.1 Kelemahan Mekanisme Pembayaran Jasa
Lingkungan di DAS Cidanau........................... 666.2.3.2 Kekuatan Mekanisme Pembayaran Jasa
Lingkungan di DAS Cidanau........................... ` 676.2.3.2 Ancaman dalam Mekanisme Pembayaran Jasa
Lingkungan di DAS Cidanau........................... 686.2.3.2 Peluang yang Muncul dari adanya Mekanisme
xiii
Pembayaran Jasa Lingkungan di DASCidanau ............................................................ 69
6.3 Analisis Nilai Ekonomi Kawasan Model Pembayaran Jasa Lingkungan .................................................. 70 6.3.1 Nilai Kayu ..................................................................... 736.3.2 Nilai Kayu Bakar........................................................... 766.3.3 Nilai Produk................................................................... 786.3.4 Nilai Padi Gogo ............................................................. 806.3.5 Nilai Air Rumah Tangga ............................................... 88
6.4 Nilai Kompensasi Untuk Jasa Lingkungan di DAS Cidanau .. 84
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan .............................................................................. 887.2 Saran ........................................................................................ 91
VII DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 93
LAMPIRAN........................................................................................ 97
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data ................................................... 36
2. Batas-Batas Wilayah DAS Cidanau........................................................... 383. Kelas Kelerengan di Wllayah DAS Cidanau ............................................. 41
4. Debit Air Sungai Cidanau.......................................................................... 42
5. Pembayaran Jasa Lingkungan Air (Water services) di Costa Rica............ 53
6. Nilai Ekonomi Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan di Desa Citaman ............................................................................................. 72
7. Daftar Harga Kayu di Sekitar Lokasi Model Pembayaran jasa
Lingkungan ................................................................................................ 74
8. Perhitungan Nilai Kayu pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan ................................................................................................ 75
9. Perhitungan Nilai Kayu Bakar pada Lahan Model Pembayaran
Jasa Lingkungan......................................................................................... 78
10. Perhitungan Nilai Produksi pada Lahan Model Pembayaran Jasa
Lingkungan ................................................................................................ 79
11. Perhitungan Nilai Huma pada Lahan Pembayaran Jasa Lingkungan ........ 79
12. Konsumsi Rata-Rata Air per hari Masyarakat Penerima pembayaran
Jasa Lingkungan......................................................................................... 82
13. Harga Air per 10 m3 ................................................................................... 82
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Instrumen Kebijakan Terhadap Lingkungan.............................................. 16
2. Kategori Valuasi Ekonomi dari Barang dan Jasa Lingkungan .................. 20
3. Diagram Teknik Valuasi Ekonomi Berdasarkan Pengelompokan Nilai di Lahan Model pembayaran jasa lingkungan Desa Citaman........... 22
4. Diagram Alir Kerangka Berpikir Operasional ........................................... 27
5. Landsat DAS Cidanau................................................................................ 38
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia.............................. 45
7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan....................... 46
8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ...................... 479. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan ................................... 48
10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ..................... 48
11. Struktur Organisasi Forum Komunikasi DAS Cidanau............................. 54
12. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Tidak Langsung ..................... 66
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Tanaman Jenis Kayu-Kayuan............................................................ 96
2. Data Jenis Tanaman Buah-Buhan.............................................................. 97
3. Data dan Hasil Perhungan Nilai Kayu ....................................................... 98
4. Data dan Hasil Perhungan Nilai Produk (Buah-buahan dan Dedaunan) .................................................................................................. 99
5. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Air ........................................................ 100
6. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Huma.................................................... 101
7. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Kayu Bakar .......................................... 102
8. Sketsa Lokasi Penelitian (Desa Citaman) .................................................. 103
9. Peta Kontur DAS Cidanau ......................................................................... 104
10. Naskah Kesepahaman (MoU) Pembayaran Jasa Lingkungan ................... 105
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia telah mengalami penyusutan, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Penyusutan kekayaan sumber daya alam saat ini disebabkan oleh
adanya faktor laju pertambahan populasi penduduk yang tidak terkontrol dan
semakin besarnya aktifitas eksploitasi sumber daya alam yang sarat kepentingan
ekonomi, yang ditandai dengan semakin tingginya konsumsi terhadap bahan baku
yang berasal alam. Salah satunya adalah konsumsi dalam bentuk sumberdaya
hutan dengan segala isi dan fungsinya.
Pemanfaatan Sumber Daya Hutan (SDH) hingga saat ini lebih didominasi
oleh produk kayu dan turunannya yang telah memiliki nilai pasar, sementara
produk hasil hutan ikutan lainnya seperti jasa lingkungan hutan belum
dimanfaatkan secara optimal karena nilai pasarnya belum diketahui secara umum.
Laju kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 1,6 juta hektar per tahun pada
tahun 1985-1997 dan diperkirakan sebesar 3,8 juta hektar setiap tahunnya pada
kurun waktu 1997-2000 (Suryawan, 2005). Hal ini tidak dipungkiri akan
mengakibatkan kelangkaan sumber daya hutan. Kelangkaan tersebut tentu saja
disebabkan oleh kerusakannya yang sudah dalam taraf mengkhawatirkan. Sumber
daya hutan yang menyimpan banyak sumber kehidupan, dewasa ini mengalami
penurunan kualitas dan kuantitas secara drastis, Akibatnya siklus air yang
dikontrol oleh vegetasi hutan juga ikut terkena dampak dari adanya penyusutan
hutan karena degradasi hutan tersebut, yaitu terjadi penurunan kualitas dan
kuantitas sumber daya air.
2
Salah satu wilayah yang mengalami penurunan kuantitas sumberdaya air
karena adanya perambahan hutan adalah wilayah Provinsi Banten, yaitu di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Cidanau. DAS Cidanau merupakan salah satu DAS penting
bagi penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah Serang
Barat (Cilegon dan sekitarnya). Secara geografis DAS Cidanau terletak di antara
06º 07’ 30’’ – 06º 18’ 00’’ LS dan 105º 49’ 00’’ – 106º 04’ 00’’ BT. DAS
Cidanau mencakup kawasan seluas 22.620 ha, yang mencakup wilayah Kabupaten
Pandeglang seluas 999,29 ha dan Kabupaten Serang seluas 21.620,71 ha
(Bapedalda Banten, 2001).
Sungai Cidanau yang berhulu di kawasan Cagar Alam Rawa Danau
merupakan sungai utama di DAS Cidanau dan menjadi sumber air baku serta
reservoir bagi sungai – sungai di tujuh belas sub DAS Cidanau. Sungai Cidanau
memiliki limpasan atau debit rata-rata tahunan sebesar 13 m3/detik, dengan
fluktuasi debit kurang dari 5 m3/detik pada musim kering, hingga lebih dari 20
m3/detik pada musim hujan. Adanya berbagai kegiatan yang berorientasi negatif,
seperti penebangan kayu secara liar dan konversi lahan, mengakibatkan debit air
di DAS Cidanau menunjukkan kecenderungan yang terus menurun hingga
dibawah kebutuhan air baku PT. KTI (perusahaan pemanfaat air baku dari Sungai
Cidanau) yaitu sebesar 1.130 liter/detik (FKDC, 2007).
Hasil penelitian tentang perubahan penggunaan lahan yang dilakukan
Baba et al. (2001) diketahui bahwa selama periode 1972-1998 tidak ada kegiatan
perubahan lahan yang nyata akibat dari penebangan kayu (logging) atau
pembangunan areal pertanian. Seiring dengan meningkatnya populasi jumlah
penduduk di Cidanau, terdapat kecenderungan terjadinya degradasi lingkungan
3
yang berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas air, kecenderungan
degradasi lingkungan yang terjadi seperti dilaporkan KTI (2004) antara lain
disebabkan oleh perambahan di kawasan Cagar Alam Rawa Danau yang memiliki
luasan sebesar ± 849 ha oleh ±1.140 kepala keluarga, dengan mengkonversi
kawasan cagar alam menjadi kawasan budidaya.
Tingginya tingkat degradasi lingkungan di wilayah Rawa Danau dan hulu
DAS Cidanau yang berdampak pada kelangkaan sumber daya air telah menyita
perhatian masyarakat maupun industri yang memanfaatkan air dari DAS Cidanau.
Degradasi lingkungan ini berdampak pada penurunan ketersediaan air baku dari
Sungai Cidanau, juga mengancam eksistensi Cagar Alam Rawa Danau yang
merupakan suatu kawasan endemis terutama untuk ekosistem rawa. Rawa Danau
merupakan satu-satunya kawasan pegunungan rawa yang masih tersisa di Pulau
Jawa.
Kondisi tersebut mendorong para pihak-pihak yang terlibat dalam
pemanfaatan dan pengelolaan DAS Cidanau untuk membangun kesamaan visi dan
misi dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan di DAS Cidanau secara
terintegrasi dalam kerangka pembangunan bekelanjutan yang didasarkan pada
konsep one river, one plan and one management. Upaya pelestarian lingkungan
dengan konsep ini dapat menjadi terobosan baru dalam teknik konservasi
lingkungan yang berkelanjutan berdasarkan prinsip hubungan hulu-hilir yang
saling menguntungkan antara penyedia di hulu dan pengguna jasa lingkungan di
hilir. Sebagai solusi untuk melestarikan lingkungan di DAS Cidanau, khususnya
sumber daya air, maka digagaslah model hubungan hulu-hilir dengan transaksi
4
Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) atau Payment for Environmental Service
(PES) (KTI, 2004).
Pendekatan konsep ini merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa
pembayaran insentif yang bertujuan untuk mengendalikan dampak negatif
lingkungan melalui mekanisme pasar. Mekanisme pasar pasar tercermin pada
proses transaksi (tukar menukar jasa) antara penyedia jasa dan pengguna jasa
lingkungan dengan posisi setara dan sukarela. Konsep pembayaran jasa
lingkungan ini diharapkan dapat menjadi program alternatif dan strategis dalam
rangka mengurangi tingkat kerusakan lingkungan dan tingkat kemiskinan
masyarakat. Dengan adanya konsep dan mekanisme yang disepakati serta
didukung berbagai pihak, maka PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI) sebagai
pemanfaat utama sumberdaya alam dalam bentuk air baku dari Sungai Cidanau,
bersedia membayar sejumlah uang sebagai bentuk implementasi dari konsep
pembayaran jasa lingkungan dalam bentuk kompensasi atau insentif dan kepada
mesyarakat hulu di wilayah DAS Cidanau. PT. KTI bersedia untuk melakukan
pembayaran selama 5 (lima) tahun dengan nilai Rp. 175.000.000,00/tahun untuk
dua tahun pertama dan Rp. 200.000.000,00/tahun untuk tahun-tahun berikutnya
dengan luas lahan seluas 50 ha. Nilai tersebut setara dengan Rp.
2.765.000,00/ha/tahun hingga Rp. 3.160.000,00/ha/tahun.
Penerima transaksi pembayaran jasa lingkungan adalah masyarakat hulu
yang dipilih berdasarkan kondisi lahan yang kritis dan berpengaruh terhadap
fungsi hutan dan tata air di DAS Cidanau serta kondisi sosio-kapital masyarakat
yang tepat. Berdasarkan kriteria teresebut, dipilihlah Desa Citaman dan Cibojong
kemudian menyusul Desa Kadu Agung dan Cikumbueun. Desa-desa tersebut akan
5
menerima pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp. 1.200.000,00 /ha/tahun.
Ketentuannya, lahan masyarakat yang berhak menerima pembayaran jasa
lingkungan harus memiliki jumlah tanaman tidak kuang dari 500 batang pohon
tiap hektar lahannya pada tahun pertama dan tidak kurang dari 200 pohon pada
akhir tahun ke-lima.
Akan tetapi besarnya nilai insentif ini sesungguhnya masih harus dicermati
dari jumlah atau nilai transaksi yang diterima oleh masyarakat penerima jasa
lingkungan, apakah nilai tersebut sudah sesuai dengan nilai yang seharusnya
diterima oleh masyarakat atas kesediaanya mengkonservasi lahannya. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sand (2004) mengenai kesediaan membayar atas
jasa lingkungan (dalam hai ini air) oleh industri sangatlah rendah. Kesediaan
membayar itu berkisar antara Rp. 10,00/m3 – Rp. 3.500,00/m3 dari 56 industri atau
40% industri yang bersedia membayar atas jasa lingkungan ini, sementara 60%
lainnya menyatakan tidak dapat menjawab.
Permasalahan yang kemudian dicoba untuk dikaji adalah nilai pembayaran
jasa lingkungan yang diterima masyarakat atau dibayarkan oleh industri masih
terlalu rendah sehingga masyarakat masih berpotensi melakukan penebangan
maupun konversi lahannya. Seharusnya dengan semakin meningkatnya kualitas
jasa lingkungan khususnya air baku, insentif yang diterima masyarakat juga
meningkat, sehingga masyarakat bersedia mengubah pola penggunaan lahan yang
dilakukannya ke dalam pola penggunaan yang mendukung pada pelestarian
kawasan hutan DAS Cidanau. Berdasarkan permasalahan tersebut, dibutuhkan
informasi yang dapat menjadi referensi bagi upaya peningkatan nilai pembayaran
jasa lingkungan yang seharusnya diterima masyarakat penyedia jasa lingkungan di
6
wilayah model pembayaran jasa lingkungan. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menentukan nilai kompensasi tersebut adalah dengan cara
menghitung nilai ekonomi dari lahan yang dijadikan model pembayaran jasa
lingkungan tersebut. Informasi mengenai besarnya nilai ekonomi tersebut
diharapkan akan bemanfaat sebagai acuan untuk meningkatkan besarnya nilai
pembayaran jasa lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan mencegah laju
degradasi lingkungan di wilayah DAS Cidanau.
1.2 Perumusan Masalah
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau seperti diuraikan di atas telah
mengalami degradasi akibat perambahan hutan dan konversi lahan di kawasan
DAS Cidanau oleh masayarakat untuk kepentingan budidaya, sehingga apabila
tidak ditangani secara intensif, dikhawatirkan akan mengkibatkan gangguan pada
pasokan air untuk kebutuhan masyarakat hulu serta masyarakat hilir di wilayah
DAS Cidanau dan sekitarnya. Para pihak yang terkait dengan DAS Cidanau
berinisiatif untuk melakukan pelestarian lingkungan sebagai upaya pencegahan
terhadap dampak yang telah terjadi, salah satu upaya yang telah dilakukan adalah
melalui implementasi model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran
jasa lingkungan bagi perbaikan kawasan yang dianggap kritis di hulu DAS
Cidanau. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan berupa
pembayaran sejumlah uang oleh PT. KTI sebagai pemanfaat jasa lingkungan
kepada masyarakat hulu sebagai penyedia jasa lingkungan yang telah ditetapkan
sebagai lokasi model pembayaran jasa lingkungan. PT. KTI sebagai buyer
membayar sebesar Rp. 175.000.000,00/tahun pada 2005-2005 dan Rp.
200.000.000,00/tahun pada 2007-2009 atau etara dengan Rp.
7
2.765.000,00/ha/tahun pada dua tahun pertama dan Rp. 3.160.000,00/ha/tahun
pada tiga tahun berikutnya, sementara penyedia jasa lingkungan sebagai seller
hanya menerima Rp. 1.200.000,00 /ha/tahun.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah nilai dari pembayaran jasa
lingkungn yang dilakukan dirasa masih terlalu rendah dan tidak sesuai dengan
konsekuensi yang harus diterima masyarakat model PJL atas kesediaannya untuk
mengkonservasi lahan milik mereka selama 5 tahun waktu kontrak periode
pertama. Rendahnya nilai pembayaran jasa lingkungan tersebut disebabkan oleh
belum tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi dari lahan yang dijadikan
model pembayaran jasa lingkungan itu sendiri.
Berdaasrkan permasalahan di atas, penelitian ini akan mencoba mengetahui,
mempelajari dan memahami permasalahan berikut ini:
1. Bagaimana skema model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran
jasa lingkungan yang telah diimplementasikan di DAS Cidanau?
2. Berapakah nilai ekonomi dari lahan model pembayaran jasa lingkungan di
Desa Citaman?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah memberikan informasi yang
bermanfaat bagi peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau,
dimana secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Menganalisis dan memaparkan mekanisme model hubungan hulu-hilir dengan
mekanisme pembayaran jasa lingkungn di DAS Cidanau.
2. Menghitung nilai ekonomi dari lahan model pembayaran jasa lingkungan di
Desa Citaman.
8
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi bagi PT. KTI serta para stakeholder lain dalam
menentukan evaluasi kebijakan mengenai besarnya nilai pembayaran jasa
lingkungan di DAS Cidanau.
2. Memperkaya literatur aplikasi model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme
Pembayaran Jasa Lingkungn.
3. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh
dari Departemen Ekonomi Sumber daya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
1.5 Ruang Lingkup Studi
Penelitian yang dilakukan merupakan suatu bentuk penilaian terhadap nilai
ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan konservasi pada lahan milik masyarakat
penerima pembayaran jasa lingkungan. Kajian aspek ekonomi ditekankan pada
masyarakat DAS Cidanau hulu penerima pembayaran jasa lingkungan yang hanya
dibatasi pada wilayah Desa Citaman dengan luasan lahan yang dikompensasi
seluas 25 ha. Batasan penelitian dilakukan dengan asumsi kondisi lahan di
wilayah-wilayah model transaksi pembayaran jasa lingkunngan lainnya secara
umum serupa atau homogen dengan kondisi lahan di Desa Citaman.
Kajian penelitian ditekankan pada seberapa besar nilai ekonomi pada lahan
yang dikonservasi oleh masyarakat di lokasi model pembayaran jasa lingkungan.
Lahan yang dikonservasi berupa kebun campuran yang di dalamnya terdiri dari
berbagai jenis tanaman kayu dan non kayu denganjumlah rata-rata per hektar 500
tanaman, baik besar maupun kecil. Nilai ekonomi yang dihitung dibatasi pada
9
nilai guna (use value) berupa manfaat langsung dan manfaat tidak langsung dari
lahan model pembayaran jasa lingkungan, sementara nilai bukan guna (non use
value), yaitu nilai keberadaan dan nilai warisan tidak dihitung karena bersifat
tangible. Informasi mengenai nilai ekonomi yang dihasilkan dalam penelitian ini
diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi upaya peningkatan nilai
pembayaran jasa lingkungan yang seharusnya diterima oleh masyarakat penyedia
jasa lingkungan. Masyarakat di wilayah hulu merupakan pihak yang menjual jasa
lingkungan (seller) atau sebagai penyedia jasa lingkungan, sedangkan PT. KTI
sebagai pihak yang membeli jasa lingkungan (buyer) atau penerima jasa
lingkungan berupa air baku dari Sungai Cidanau.
10
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran sungai merupakan satuan wilayah tangkapan air (catchman
area) yang di batasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung
dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau dan laut serta mengisi air
bawah tanah. Pengertian DAS seperti dikemukakan oleh Asdak (1995, 2002)
adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-
punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian
menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Karena DAS sebagai sebuah
ekosistem, maka terjadilah interaksi antara berbagai faktor penyusunnya seperti
faktor abiotik, biotik dan manusia. Sebagai ekosistem, pasti dijumpai adanya input
dan segala proses yang berkaitan dengan masukan tersebut yang dapat dievaluasi
berdasarkan output yang dihasilkan. Bila curah hujan dipandang sebagai unsur
input dalam ekosistem DAS, maka output yang dihasilkan adalah debit air sungai,
penambahan air tanah dan limpasan sedimentasi sedangkan komponen lain seperti
tanah, vegetasi, sungai dalam hal ini bertindak sebagai prosessor.
Pengelolaan DAS haruslah diorientasikan pada segi-segi konservasi tanah
dan air dengan menitikberatkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
dapat dirasakan oleh segenap kalangan masyarakat, baik kalangan masyarakat
hulu maupun masyarakat hilir. Hasil akhir yang menjadi titik sentral perhatian
dalam pengelolan DAS adalah kondisi tata air yang stabil dari wilayah DAS
tersebut.
11
2.2 Pengertian Jasa Lingkungan
Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
yang berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible),
yang meliputi jasa wisata alam atau rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi,
kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan,
keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon (Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Pemerintah provinsi Banten, 2006).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan disebutkan bahwa pemanfaatan jasa lingkungan
adalah bentuk usaha untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak
merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan. Lebih lanjut
disebutkan pula dalam peraturan pemerintah tersebut bahwa jasa lingkungan
adalah jasa ekosistem alamiah dan sistem budidaya yang manfaatnya dapat
dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka
membantu memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan
manusia.
Jasa lingkungan hutan merupakan fungsi jasa ekosistem hutan baik yang
masih bersifat alami maupun buatan, yang memberikan manfaat langsung dan
tidak langsung dalam peningkatan kualitas lingkungan untuk kesejahteraan
masyarakat. Hutan menyediakan berbagai bentuk jasa lingkungan (Schmidt et al)
dalam (Suryawan, 2005), yang dikategorikan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1. Proteksi daerah aliran sungai, hutan memiliki peran penting dalam meregulasi
fungsi hidrologi dan mengurangi sedimentasi.
12
2. Konservasi keanekaragaman hayati, hutan mengandung proporsi
keanekaragaman hayati dunia yang signifikan. Kehilangan habitat, seperti
hutan menjadi penyebab utama hilangnya spesies di dalamnya.
3. Sekuestrasi (penyimpanan) karbon.
2.3 Definisi Pembayaran Jasa Lingkungan
Rosa et al., (2005) seorang pakar pembayaran jasa lingkungan dari
Amerika Tengah mendefinisikannya sebagai kompensasi jasa ekosistem.
Menurutnya, ada 4 (empat) klasifikasi jasa ekosistem, yaitu: (1) Jasa Penyediaan
(provisioning services): sumber bahan makanan, obat-obatan alamiah,
sumberdaya genetik (genetic resources), kayu bakar, serat, air, mineral dan lain-
lain; (2) Jasa Pengaturan (regulating services): fungsi menjaga kualitas udara,
pengaturan iklim, pengaturan air, kontrol erosi, penjernihan air, pengelolaan
sampah, kontrol penyakit manusia, kontrol biologi, pengurangan resiko dan lain-
lain; (3) Jasa Kultural (cultural services): identitas dan keragaman budaya, nilai-
nilai religius dan spiritual, pengetahuan (tradisional dan formal), inspirasi, nilai
estetika, hubungan sosial, nilai peninggalam pusaka, rekreasi, dan lain-lain; (4)
Jasa Pendukung (Supporting Services): produksi utama, formasi tanah, produksi
oksigen, ketahanan tanah, penyerbukan, ketersediaan habitat, siklus gizi dan lain-
lain. Dengan demikian masyarakat hendaknya dapat memaknai suatu kondisi atau
keadaan yang disediakan oleh ekosistem tergantung pada kemampuan ekosistem
tersebut dalam menyediakan jasa yang diinginkan atau diharapkan oleh
masyarakat.
Hingga saat ini pembayaran jasa lingkungan sudah dapat
diimplementasikan namum perspektifnya masih beragam. Keberagaman terkait
13
dengan elemen yang terlibat dalam skema pembayaran jasa lingkungan, yaitu jasa
air daerah aliran sungai, keanekaragaman hayati, landscape beauty atau keindahan
lanskap dan karbon sequestration. Keberagaman tersebut juga berlaku dalam hal
level/tingkatan implementasi dan bahkan pengertian mengenai konsepnya itu
sendiri. Negosiasi adalah entry point yang penting dalam pelaksanaan pembayaran
jasa lingkungan. Acuan dari sisi teknis diperlukan untuk membentuk opini dan
sebagai bahan masukan untuk negosiasi, artinya penelitian dengan analisis
mendalam sesuai dengan kebutuhan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum
diimplementasikan.
2.4 Penilaian Jasa Lingkungan
Barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya secara garis besar
dapat digolongkan ke dalam barang dan jasa yang ada pasarnya (market goods
and services - MGS) dan umumnya memiliki nilai/harga pasar (priced goods and
services - PGS) dan yang tidak tersedia pasarnya (non-market goods and services
- NMGS) dan umumnya tidak memiliki harga pasar (un-priced goods and services
- UPGS). MGS dicirikan oleh karakteristik barang dan jasa yang memiliki
informasi lengkap (perfect information), sehingga harga dapat digunakan sebagai
pengarah/pemimpin untuk pengambilan keputusan konsumsinya. Sementara
NMGS, karakteristiknya bisa jelas tetapi tidak memiliki harga, sehingga
keputusan pengkonsumsiannya tidak didasarkan pada harga, tetapi oleh preferensi
(willingnes to pay - WTP) seseorang. Umumnya barang dan jasa lingkungan
merupakan NMGS (RMI, 2007).
Contoh yang baik untuk menggambarkan penjelasan tersebut di atas adalah
sumberdaya hutan (SDH), selain memang sebagaimana dinyatakan oleh Wunder
14
(2005) bahwa dewasa ini perhatian yang meningkat terhadap PES umumnya
difokuskan pada SDH. Dengan dasar pemikiran seperti diuraikan di atas, maka
manfaat barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh SDH dapat dijabarkan sebagai
berikuti (RMI, 2007):
• Kelompok manfaat dari MGS : (1) hasil hutan berupa kayu dan (2) hasil hutan
non-kayu, (3) penyedia pakan ternak, (4) penyedia pangan bagi masyarakat sekitar
hutan, dan (5) rekreasi/pariwisata.
• Kelompok manfaat dari NMGS : (1) kemampuan pohon untuk absorbsi CO2 dan
menghasilkan O2, (2) tempat berlindung dan berkembang biak (habitat) satwa liar,
(3) perlindungan tanah dan air, (4) pemandangan, (5) perlindungan keaneka
ragaman hayati, (6) sumber plasma nutfah, (7) sekat bakar, (8) wind brake, (9)
budaya/sejarah, (10) pendidikan/penelitian, (11) nilai keberadaan hutan, dan (12)
areal ritual keagamaan atau spiritual.
Pengelompokan jasa lingkungan SDH seperti diuraikan di atas selanjutnya
mempengaruhi bagaimana menghitung nilai ekonomi SDH. Menurut Nugroho
(2004) dalam RMI (2007) Nilai ekonomi SDH dapat diartikan sebagai
karakteristik (kualitas) dari SDH yang membuat sumberdaya tersebut dapat
dipertukarkan dengan sumberdaya lain, dengan tujuan utama menentukan nilai
secara komprehensif dari SDH tersebut. Informasi tersebut dapat dimanfaatkan
untuk penghitungan (1) kerugian dari dampak suatu kegiatan, (2) biaya
pencegahan dampak, (3) tarif retribusi, (4) tarif/tiket masuk taman nasional, (5)
tarif pajak sumberdaya, (6) kompensasi yang harus dibayar oleh pembuat
kerusakan lingkungan (dalam kasus eksternalitas negatif) dan penyedia jasa
15
lingkungan (dalam kasus eksternalitas positif), (7) alokasi investasi (asset) untuk
tujuan pengelolaan dan (8) analisis biaya manfaat suatu proyek (RMI, 2007) .
2.5 Definisi Instrumen Ekonomi
Ancaman terhadap kelangsungan sumber daya alam dan penurunan
kualitas lingkungan sudah menjadi fenomena global saat ini. Ancaman ini bukan
saja menyangkut kesehatan terhadap umat manusia namun juga melibatkan
pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumber daya alam (overuse) serta
peningkatan pencemaran. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pengelolaan
lingkungan sangat diperlukan agar hasil-hasil yang dicapai dari pembangunan
ekonomi tersebut tidak menguap (dissipated) oleh karena rusaknya sumber daya
alam dan lingkungan. Instrumen pengendalian lingkungan bisa terdiri dari
instrumen command and control, moral suasion dan insentif berbasis finansial
maupun pasar atau sering disebut sebagai instrumen ekonomi. Instrumen ekonomi
bergerak dalam ranah (domain) yang lebih luas dari mulai pajak, property right
sampai deposit refund system (Fauzi, 2007).
Instrumen ekonomi adalah sebagian dari kebijakan lingkungan dalam
mengendalikan dampak negatif yang terjadi pada lingkungan melalui mekanisme
pasar. Berbeda dengan instrumen command and control, instrumen ekonomi
didasarkan pada pembarian insentif dan mekanisme pasar untuk mengurangi
dampak lingkungan (Fauzi, 2007). Secara diagramatis kebijakan lingkungan
antara command and control dan instrumen ekonomi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.
16
Sumber: Fauzi, 2007
Gambar 1. Instrumen Kebijakan Terhadap Lingkungan
2.6 Fungsi Instrumen Ekonomi
Panayotou (1994) menyebutkan paling tidak ada empat hal utama
menyangkut fungsi instrumen ekonomi dalam pengelolaan lingkungan yakni
1. Menginternalisasikan eksternalitas dengan cara mengoreksi kegagalan pasar
melalui mekanisme ”full cost pricing” dimana biaya subsidi, biaya lingkungan
dan biaya eksternalitas diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
2. Mampu mengurangi konflik pembangunan versus lingkungan, bahkan jika
dilakukan secara tepat dapat menjadikan pembangunan ekonomi sebagai
wahana (vehicle) untuk perlindungan lingkungan dan sebaliknya.
3. Instrumen ekonomi berfungsi untuk meng-encourage efisiensi dalam
penggunaan barang dan jasa dari sumber daya alam sehingga tidak
menimbulkan overconsumption karena pasar, melalui isntrumen ekonomi akan
memberikan sinyal yang tepat terhadap penggunaan yang tidak efisien.
ENVIRONMENT POLICY
NON-MARKET BASEDINSTRUMENT
ECONOMIC INSTRUMENT
Output/ Performance based standard
Input / Processbased standard
Education / Moral suasion
Price based instrument
Environmental charge
Incentive payment
Auctionn
Quantity basedinstrument
Tradeable permit
Environmental off sets
Market barrier
1
2
3
1
2
3
1
2
3
17
4. Instrumen ekonomi dapat digunakan sebagai sumber penerimaan (revenue
generating).
2.7 Konsep Nilai untuk Sumber Daya
Pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang dan jasa
uang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, memeng bisa berbeda jika
dipandang dari berbagai disiplin ilmu. Dari sisi ekologi, misalnya, nilai dari hutan
mangrove bisa berarti pentingnya hutan mangrove sebagai tempat reproduksi
spesies ikan tertentu atau fungsi ekologis lainnya. Dari sisi teknik, nilai hutan
mangrove bisa sebagai pencegah abrasi atau banjir dan sebagainya. Perbedaan
mengenai konsepsi nilai tersebut tentu saja akan menyulitkan pemahaman
mengenai pentingnya suatu ekosistem. Karena itu, diperlukan suatu persepsi yang
sama untuk penilaian ekosistem tersebut. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah
dan bisa dijadikan sebagai persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersebut adalah
pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber
daya alam dan lingkungan. Dengan demikian, kita menggunakan apa yang disebut
nilai ekonomi sumber daya alam (Fauzi, 2006).
2.8 Tipologi Nilai Ekonomi
Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah
maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperileh
barang dan jasa lin. Secara formal konsep ini disebut keinginan membayar
(willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh
sumber daya alam dan lingkungan (Fauzi, 2006). Banyak literatur dalam bidang
valuasi ekonomi seperti Barton (1994), Barbier (1993), Freeman III (2002)
menggunakan tipologi nilai ekonomi dalam terminologi Total Economic Value
18
(TEV). TEV merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfaatan
atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfaatan atau
penggunaan (non use value). Use Value (UV) terdiri dari nilai-nilai penggunaan
langsung (Direct use Value ; DUV), nilai-nilai penggunaan tidak langsung
(Indirect Use Value ; IUV), dan nilai pilihan (Option Value ; OV). Sementara itu
nilai ekonomi berbasis bukan pemnfaatan (NUV) terdiri dari 2 komponen nilai
yaitu nilai warisan (Bequest Value ; BV) dan nilai keberadaan (Existence Value ;
EV). Gambar 2 berikut ini akan menjelaskan komponen-komponen dari nilai total
ekonomi, diantaranya adalah :
1. Nilai Kegunaan Konsumtif (use value)
Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumber daya alam. Use
value, seperti terlihat dalam gambar 1. terdiri dari :
a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu
dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut
berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan.
b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau
dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh
sumberdaya alam dan lingkungan.
2. Nilai Kegunaan Non Konsumtif ( non-use value)
Merupakan nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena
keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih sulit
untuk diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap sumberdaya
alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Non-use value, seperti
terlihat dalam gambar terdiri dari:
19
a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang didasarkan pada
terpeliharanya SDA tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan SDAL
tersebut.
b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh
generasi saat ini terhadap SDAL agar dapat diwariskan pada generasi
mendatang.
Selain kedua manfaat tersebut ada juga nilai lain yaitu nilai pilihan (option value),
yaitu nilai pemeliharaan SDAL untuk kemungkinan dimanfaatkan pada masa yang
akan datang.
Pearce dan Moran (1994) menyatakan bahwa nilai total tersebut tidak
benar-benar total karena tidak mencakup keseluruhan nilai kecuali nilai ekonomi,
dan banyak ahli ekologi menyatakan nilai ekonomi total belum mencakup semua
nilai ekonomi karena ada beberapa fungsi ekologis dasar yang bersifat sinergis
sehingga nilainya lebih besar dari nilai fungsi secara tunggal. Sedangkan menurut
Manan (1985) dari sudut pandang rimbawan bahwa hutan mempunyai fungsi
serbaguna, paling tidak sebagai penghasil kayu, pengaturan tata air, tempat
berlindung dan tumbuh kehidupan liar, dan tempat rekreasi. Namun masih sangat
sulit menetapkan batas-batas fungsi tersebut secara tegas krena adanya interaksi
antara fingsi-fungsi tersebut.
20
Gambar 2. Kategori Valuasi Ekonomi Barang dan Jasa Lingkungan
2.9 Valuasi Ekonomi
Valuasi Ekonomi adalah sebuah upaya untuk memberikan nilai kuantitatif
terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan
terlepas dari atersedia atau tidaknya nilai pasar bagi barang dan jasa tersebut
(Hidayat, 2008).
2.10 Metode Valuasi Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Munurut Hufshcmidt et al (1987) penilaian ekonomi tehadap sumberdaya
dan lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan diantaranya:
2.10.1 Teknik Penilaian dari Segi Manfaat
Teknik ini menilai manfaat dari penggunaan barang lingkungan yang
menjadi biaya bila penggunaan tersebut tidak dilakukan. Sifat utama teknik ini
Nilai Guna Langsung
(Direct Use Value)
Makanan
Biomasa
Rekreasi
Nilai Guna Tak
Langsung(Indirect Use
Value)
Fungsi ekologis
Pengendalian banjir
Nilai Guna Pilihan
(Option Value)
Keanekaragaman hayati
Konservasi habitat
Nilai Warisan(Bequest Value)
Habitat
Perubahan tak terbalikkan
.
Nilai Keberadaan(Existence
Value)
Habitat
Spesies yang hampir punah
Total Economic Value
Use Vaule Non Use Value
21
adalah penggunaan harga pasar senyatanya, bilamana mungkin. Teknik ini dibagi
ke dalam empat kelompok besar yaitu:
1. Teknik yang Langsung Berdasar pada Nilai Pasar atau Produktifitas
a. Pendekatan Nilai Pasar atau Produkitvitas
b. Pendekatan Modal Manusia atau Penghasilan yang Hilang
c. Pendekatan Biaya Kesempatan
2. Teknik Pemanfaatan Nilai Pasar Barang Pengganti (Surrogate)
a. Pendekatan Biaya Perjalanan
b. Pendekatan Selisih Upah
c. Pendekatan Barang dan Jasa yang Dipasarkan Sebagai Pengganti
Lingkungan.
d. Pendekatan Nilai Milik
3. Pendekatan Pemanfaatan Teknik Survey
a. Pendekatan Tawar-Menawar
b. Teknik Delphi
4. Pendekatan Peradilan Dan Kompensasi
2.10.2 Teknik Penilaian dari Segi Biaya
Dari segi biaya, pendekatan penilaian lingkungan dibagi ke dalam:
1. Teknik analisi biaya, terdiri dari:
a. Teknik Pengeluaran Preventif
b. Pendekatan Biaya Ganti
c. Pendekatan Proyek Bayangan
2. Teknik Analisis Keefektifan Biay
22
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis
3.1.1 Valuasi Ekonomi
Untuk melakukan valuasi ekonomi pada lahan model pembayaran jasa
lingkungan di Desa Citaman, terlebih dahulu harus melakukan pengelompokan
sumberdaya yang dimiliki di lahan tersebut berdasarkan nilai ekonomi total yang
dibedakan atas nilai guna dan nilai bukan guna. Diagram teknik valuasi ekonomi
berdasarkan pengelompokan nilainya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Teknik Valuasi Ekonomi Berdasarkan Pengelompokan
Nilai di Lahan Model PJL di Desa Citaman
3.1.2 Tahapan Valuasi Ekonomi
Penentuan nilai ekonomi total melalui teknik valuasi ekonomi dilakukan
melalui beberapa tahapan (Hidayat, 2008), yang terdiri dari:
Nilai Guna Langsung
1. Nilai kayu2. Nilai kayu
bakar3. Nilai
produksi buah
4. Nilai huma
Nilai Guna Tak
Langsung
1. Nilai sumber air untuk rumah tangga
Nilai Guna Pilihan
Tidak di valuasi
Nilai Warisan
Tidak di valuasi
.
Nilai Keberadaan
Tidak di valuasi
Nilai Guna Nilai bukan guna
Nilai Ekonomi Total
23
1. Penentuan Daerah atau Wilayah yang akan divaluasi.
Tujuannya adalah untuk mengetahui cakupan wilayah yang dapat dinilai,
potensi sumberdaya alam dan lingkungan, pola pemanafaatan lahan, kondisi
sosial ekonomi terkait dengan pemanfaatan, identifikasi narasumber yang akan
menjadi instrumen penilaian.
2. Penentuan Tujuan Penilaian
Untuk mengetahui tujuan atau sasaran penilaian, apakah untuk menghitung
nilai ekonomi total, menghitung biaya ganti rugi, AMDAL atau lainnya. Jika
tujuan valuasi tersebut untuk menghitung nilai ekonomi total, maka
dilanjutkan dengan tahapan berikutnya.
3. Identifikaasi Permasalahan
Tidak semua komponen sumeberdaya alam dan lingkungan atau kerusakan
lingkungan dapat divaluasi karena berbagai keterbatasan, untuk itu perlu
dibuat skala prioritas berdasarkan hasil identifikasi.
4. Identifikasi Jenis dan Sebaran Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL).
Sumber daya alam dan lingkungan bisa berada dalam berbagai bentuk
ekosistem. Setiap ekosistem memiliki fungsi yang berbeda sehingga akan
memiliki nilai yang berbeda pula. Untuk itu, diperlukan identifikasi jenis dan
sebaran SDAL dalam berbagai ekosistem tersebut.
5. Identifikasi Fungsi dan Manfaat Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Setelah jenis dan sebaran SDAL diketahui, tahapan berikutnya adalah
mengidentifikasi fungsi dan manfaat dari masing-masing SDAL.
6. Penentuan Metode Valuasi
24
Setalah fungsi dan manfaat teridentifikasi, kemudian ditentukan teknik yang
paling sesuai untuk digunakan dalam menilai fungsi dan manfaat tersebut.
7. Kuantifikasi Data
Kuantifikasi data dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, salah satu cara
paling mudah adalah dengan pendekatan nilai pasar. Jenis data kuntitatif yang
dibutuhkan meliputi luasan, panambahan atau pengurangan produktivitas dan
lain-lain.
8. Valuasi Fungsi dan Manfaat Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Valuasi ekonomi ditentukan dengan cara mengalikan data kuantitatif dengan
nilai moneter.
3.2 Kerangka Operasional
DAS Cidanau dengan fungsi utamanya sebagai penyedia jasa air, saat ini
kondisinya telah mengalami degradasi yang cukup nyata karena tingginya tingkat
deforestasi, konversi lahan serta penggunaan bahan kimia dalam pertanian.
tingginya tingkat degradasi disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat, terutama masyarakat di wilayah hulu DAS Cidanau,
tentang arti penting dan manfaat DAS Cidanau untuk keberlanjutan semua pihak.
Tingginya tingkat degradasi juga tidak terlepas dari taraf hidup masyarakatnya
yang masih belum sejahtera sehingga alasan ekonomi menjadi faktor utama
penyebab degradasi lingkugan di wilayah hulu DAS Cidanau.
Berbagai laporan menyebutkan tingginya tingkat degradasi yang meliputi
perambahan hutan dan perubahan penggunaan lahan yang disertai dengan jumlah
penduduk yang terus bertambah telah menyebabkan terganggunya ketersediaan air
di DAS Cidanau yang ditandai dengan penurunan kualitas dan kuantitas air di
25
DAS Cidanau (FKDC, 2007). Berdasarkan permasalahan tersebut, para pihak
yang terkait dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau berupaya untuk
melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya degradasi yang lebih
besar. Upaya pelestarian tersebut berupa mekanisme hubungan hulu-hilir antara
masyarakat hulu (Desa Citaman) sebagai penyedia jasa lingkungan dengan
pemanfaat jasa lingkungan (PT. KTI) di hilir. Mekanisme tersebut berupa
pemberian insentif dari PT. KTI kepada masyarakat Desa Citaman, tujuannya agar
masyarakat penyedia jasa lingkungan bersedia mengkonservasi lahannya dengan
cara melakukan penanaman kembali kawasan yang telah mengalami kerusakan
(kritis) dan menjaga keberadaan hutan serta tutupan lahan milik mereka agar
ketersediaan air tetap terjaga, baik untuk masyarakat di hilir maupun masyarakat
di hulu. Kendala yang kemudian muncul adalah nilai dari pembayaran jasa
lingkungan saat ini dirasa masih terlalu rendah, sehingga permasalahan tersebut
menjadi dasar perlunya dilakukan penelitian ini.
Masih rendahnya nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima
masyarakat saat ini dapat berakibat pada terganggunya mekanisme pembayaran
jasa lingkungan yang saat ini telah berlangsung. Untuk itu, dibutuhkan informasi
yang dapat dijadikan referensi bagi upaya peningkatan nilai pembayaran jasa
lingkungan agar mekanisme hubungan hulu hilir yang telah berlangsung dapat
tetap terjaga keberlanjutannya. Informasi terhadap nilai tersebut dapat ditentukan
dengan cara melakukan valuasi ekonomi terhadap nilai ekonomi pada lahan model
pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman seluas 25 ha dengan metode
pendekatan nilai pasar atau produktivitas. Perlu ditekankan bahwa nilai ekonomi
yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak secara langsung menjadi nilai yang
26
seharusnya dibayar atau diterima oleh pihak-pihak yang terkait dalam
implementasi transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.
Tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi pada lahan model pembayaran
jasa lingkungan diharapkan dapat menjadi landasan bagi para stakeholder di DAS
Cidanau untuk menentukan kebijakan ke arah peningkatan nilai pembayaran jasa
lingkungan, sehingga mekanisme pembayaran jasa lingkungan tetap terjaga
keberlanjutannya. Konsep hubungan hulu hilir tersebut akan memberikan
keuntungan bagi semua pihak yang terlibat sehingga DAS Cidanau akan tetap
terjaga kelestariannya seiring dengan adanya transaksi yang saling
menguntungkan semua pihak. Secara lebih jelas, uraian tersebut dapat dilihat
dalam gambar 4.
27
Gambar 4. Diagram Alir Kerangka Berpikir Operasional
(PT KTI)(pemanfaat jasa
lingkungan)
(masyarakat hulu)(penyedia jasa lingkungan)
FKDC(intermediary)
Nilai pembayaran jasa lingkungansaat ini terlalu rendah
Keterangan :
Lingkup penelitian
DAS Cidanau
Degradasi lingkungan di DAS Cidanau(Deforestasi, konversi lahan dan penggunaan
bahan kimia pada kegiatn pertanian)
Penurunan kualitas dan kuantitas air baku di DAS Cidanau
Ketersediaan air di hulu maupun hilir
DAS Cidanau tetap terjaga
Upaya pencegahan degradasi di DAS Cidanau
Nilai ekonomi lahan model pembayaran
jasa lingkungan
Mekanisme pembayaran jasa lingkungan (PJL)
di DAS Cidanau
1. Membentuk Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC)
2. Membangun dan mengembangkan hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan
Mekanisme PJL terganggu
28
IV METODOLOGI
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS)
Cidanau, tepatnya di Desa Citaman, Kabupaten Serang. Sedangkan waktu
pengambilan data dilaksanakan pada Maret hingga April 2009.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari responden
dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah disiapkan dan observasi
yang dilakukan di lingkungan sekitarnya. Data sekunder diperoleh dari catatan
berupa laporan atau arsip dari lembaga-lembaga atau instansi yang terkait yang
meliputi keadaan umum penelitian, dan data lain yang berhubungan dengan
penelitian ini antara lain diperoleh dari: Forum Komunikasi DAS Cidanau
(FKDC), PT. Krakatau Tirta Industri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Rekonvasi Bhumi, BAPPEDA Kabupaten Serang, Badan Lingkungan Hidup
Daerah Provinsi Banten, serta Kantor Desa Citaman.
4.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey.
Menurut Singarimbun (1989) dalam Putra (2009), survey adalah metode
pengambilan sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpulan data yang pokok. Seorang peneliti dapat mengumpulkan data
tertentu dengan memilih sampel dari suatu populsi dengan menggunakan
kuesioner yang telah disiapkan dengan mealkukan teknik survey.
29
4.4 Metode Pengambilan Contoh
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode random sampling. Responden dipilih
secara acak dari suatu daftar individual di dalam suatu populasi. Responden dalam
penelitian ini adalah masyarakat Desa Citaman yang menjadi anggota kelompok
Tani Karyamuda II, yaitu sebagai masyarakat kelompok tani yang lahannya
dijadikan sebagai model pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dengan
jumlah populasi sebanyak 43 orang (Lampiran 1). Jumlah sampel dalam penelitian
ini sebanyak 30 responden.
4.5 Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses ini seringkali digunakan
statistik, baik dalam bentuk model maupun tidak. Salah satu fungsi pokok statistik
adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi
informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami (Singarimbun
dan Effendi 1989) dalam putra (2009). Data yang telah terkumpul kemudian
diolah dengan program Microsoft excel 2007. Mekanisme pembayaran jasa
lingkungan dianalisis secara kualitatif dengan alat analisis SWOT, sementara
pendugaan nilai ekonomi dianalisis dengan pendekatan nilai pasar atau
produktivitas. Hasil pengolahan data dianalisis secara deskriptif dengan metode
pendekatan nilai pasar dan disajikan dalam bentuk gambar, tabel dan perhitungan
matematik.
30
4.6 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi bebbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. SWOT adalah singkatan dari lingkungan
Internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan Eksternal Opportunities dan
Threaths Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang
(Opportunities) dan Ancaman (Threaths) dengan faktor internal Kekuatan
(Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses) (Rangkuti, 1997).
4.7 Pendugaan Nilai Ekonomi
Perhitungan nilai guna (use value) di lokasi model pembayaran jasa
lingkungan (PJL) dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
NE = NGL + NGTL
= (NK+NKB+NP+NH) + (NA)
NE = Nilai Ekonomi
NGL = Nilai Guna Langsung
NGTL = Nilai Guna Tidak Langsung
NK = Nilai Kayu
NKB = Nilai Kayu Bakar
NP = Nilai Produk
NH = Nilai Huma
NA = Nilai Air
4.7.1 Nilai Kayu
Nilai kayu ditentukan dari potensi kayu yang ada di lokasi model PJL
seluas 25 hektar dikalikan dengan harga kayu yang ada di pasaran di dekat lokasi
penelitian, dimana formula yang digunakan adalah sebagai berikut :
31
NK = ∑ (VKi x HKi)
Dimana : NK = nilai kayu (Rp)
VKi = rata-rata volume kayu untuk jenis ke-i (m3)
HKi = Harga kayu di pasaran untuk jenis ke-i (Rp/m3)
4.7.2 Nilai Kayu Bakar
Nilai kayu bakar ditentukan dengan metode pendekatan nilai pasar karena
di lokasi penelitian telah terdapat pasar untuk kayu bakar dengan formula sebagai
berikut :
NKB = (VKBi X HKB) x P
Dimana : NKB = nilai kayu bakar (Rp/tahun)
VKBi = rata-rata konsumsi kayu bakar yang dikonsumsi per
rumah tangga anggota penerima pembayaran jasa lingkungan
(m3/tahun)
HKB = harga kayu bakar (Rp/m3)
P = jumlah kepala keluarga yang menerima pembayaran jasa
lingkungan (jiwa)
Penentuan nilai kayu bakar ditentukan berdasarkan pada jumlah rata-rata
kayu bakar yang dikonsumsi masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan
per tahun di lokasi model pembayaran jasa lingkungan. Diasumsikan masyarakat
hanya mengambil kayu bakar dari lokasi model pembayaaran jasa lingkungan.
4.7.3 Nilai Produk
Nilai produk adalah nilai yang diperoleh dari produk hasil buah-buahan
dan dedaunan dari berbagai jenis tanaman yang terdapat di lokasi penelitian.
Perhitungan nilai produk ditentukan dengan metode pendekatan nilai pasar
32
dimana harga yang digunakan adalah harga yang berlaku di pasar sekitar lokasi
penelitian. Nilai produk ditentukan dengan formula perhitungan sebagai berikut.
NP = ∑ (VPi x JPi x Ji x HPi)
Dimana : NP = nilai ekonomi produk total (Rp/tahun)
VPi = produktivitas rata-rata produk ke-i dari jenis
tanaman ke-i (satuan berat)
JPi = hasil panen rata-rata per tanaman dari tanama ke-i
(satuan berat)
Ji = jumlah tanaman ke-i (buah)
HPi = harga jual produk ke-i (Rp/satuan berat)
4.7.4 Nilai Air Rumah Tangga
Konsumsi air untuk rumah tangga meliputi air untuk kebutuhan mandi,
minum dan memasak, mencuci, wudhu serta untuk kakus. Nilai air dihitung
dengan metode pendekatan nilai pasar dengan formula sebagai berikut :
NA = VKA x JP x HA x 12 bulan
Dimana : HA = nilai air (Rp/tahun)
VKA = konsumsi air rata-rata (m3/bulan)
JP = jumlah masyarakat penerima PJL (orang)
HA = harga air (Rp/m3)
4.7.5 Nilai Huma
Penentuan nilai ekonomi dari huma diperoleh dengan melakukan
perhitungan biaya manfaat dari kegiatan pertanian huma itu sendiri dengan
pendekatan nilai pasar. Komponen yang termasuk dalam biaya pada pertanian
33
huma adalah biaya pengadan pupuk, biaya pengadaan benih dan biaya pemanenan
(upah). Sedangkan komponen yang termasuk ke dalam manfaat adalah hasil panen
yang dikalikan denga harga jualnya. Nilai huma dihtung dengan formula sebagai
berikut.
NH = ∑ (Bi – Ci)
Dimana : NH = nilai huma
Bi = komponen biaya pemanenan huma
Ci = komponen biaya pemanenan huma
4.8 Batasan Penelitian
Lingkup ekonomi yang dihitung merupakan nilai guna (use value) dari
lahan model pembayaran jasa lingkungan seluas 25 ha yang terletak di Desa
Citaman. Nilai guna (use value) yang dihitung terdiri dari nilai guna langsung
(direct use) berupa nilai kayu, kayu bakar, produk, serta pagi gogo, dan nilai guna
tidak langsung (indirect use) berupa nilai ketersediaan air bersih. Perhitungan
terhadap nilai guna lainnya seperti nilai bukan guna tidak dilakukan karena karena
bersifat tangible. Penelitian kali ini juga akan memaparkan peran dan fungsi serta
permasalahan DAS Cidanau dan analisis mengenai bagaimana mekanisme
transaksi pembayaran jasa lingkungan yang telah disepakati dan
diimplementasikan di DAS Cidanau.
4.9 Definisi Operasional
1. Nilai Ekonomi Total
Nilai ekonomi total didefinisikan sebagai nilai eoknomi sumber daya alam
dan lingkungan (SDAL) dalam suatu ekositem tertentu yang merupakan
penjumlahan dari nilai guna (use value) dan nilai bukan guna (non use value).
34
berikut ini akan dijelaskan komponen-komponen dari nilai total ekonomi,
diantaranya adalah :
1. Nilai Guna (Use Value) merupakan nilai yang diperoleh atas
pemanfaatan dari sumber daya alam. Nilai guna (use value), terdiri
dari:
a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh
individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana
individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam
dan lingkungan.
b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai ekologis
yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan
jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan.
c. Nilai pilihan (option value), yaitu nilai pemeliharaan SDAL untuk
kemungkinan dimanfaatkan pada masa yang akan datang.
2. Nilai Kegunaan Non Konsumtif (Non-Use Value), merupakan nilai
sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya,
meskipun tidak dikonsumsi secara langsung, terdiri dari:
a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang
didasarkan pada terpeliharanya SDA tanpa menghiraukan manfaat
dari keberadaan SDAL tersebut.
b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh
generasi saat ini terhadap SDAL agar dapat diwariskan pada
generasi mendatang.
35
2. Variabel Karakteristik responden
a. Tingkat Pendidikan : Jenjang pendidikan formal atau sederajat yang
pernah ditempuh oleh responden hingga penelitian ini dilaksanakan.
b. Tingkat Pendapatan : Jumlah rupiah yang diperoleh responden per
rumah tangga per bulan. Rumah tangga diartikan sebagai seseorang
atau sekelompok orang yang mendiami suatu rumah dan mengurusi
kebutuhan rumah tangganya bersama.
c. Jumlah Tanggungan Keluarga : Jumlah anggota keluarga reponden
yang menjadi tanggungan reponden.
3. Komponen- komponen analisis SWOT (Rangkuti, 1997) :
a. Kekuatan (strengths) merupakan suatu kelebihan khusus yang
memberikan kaunggulan komparatif dalam suatu industri yang berasal
dari organisasi.
b. Kelemahan (weaknesses) kataerbatasan dan kekurangan dalam hal
sumber daya yang secara nyata menghambat aktivitas keragaan
organisasi.
c. Peluang (opportunities) sesuatu yang diinginkan atau disukai dalam
lingkungan organisasi.
d. Ancaman (threaths) merupakan situasi yang tidak disukai dalam
lingkungan organisasi dan merupakan penghalang bagi posisi yang
diharapkan dalam organisasi.
36
Tabel 1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
UraianJenis Sumber Analisis
Data
Mekanisme transaksi pembayaran jasa langkungan
Primer Informasi tentang
transaksi pembayaran jasa lingkungan
Sekunder Peta DAS cidanau Skema transaksi
pembayaran jasa lingkungan
Primer Wawancara
Sekunder LSM Rekonvasi
Bhumi FKDC
SWOT kualitatif
Menentukan Nilai Ekonomi
Nilai guna (Use Value)Nilai kayu
Primer: Ukuran kayu
Sekunder: Luas lahan masyarakat
model PJL Data jumlah tanaman di
lahan model PJL Harga kayu
Primer: Wawancara dengan
menggunakan kuiseoner
Sekunder: Kelompok Tani
Karyamuda II Perusahaan kayu di
Kab. Serang
Pendekatan nilai pasar atau produktivitas
kuantitatif
Nilai kayu bakar Primer: Volume kayu bakr Durasi penggunan
kayu bakar Harga
Primer: Wawancara dengan
menggunakan kuiseoner
Pendekatan nilai pasar atau produktivitas
kuantitatifNilai produk Primer:
Waktu panen Hasil panen Harga
Sekunder: Luas lahan masyarakat
model PJL Data jumlah tanaman di
lahan model PJL Harga pasar
Primer: Wawancara dengan
menggunakan kuiseoner
Sekunder: Kelompok Tani
Karyamuda II Dinas Kehutanan dan
Perkabunan Kabupaten Serang
Pendekatan nilai pasar atau produktivitas
kuantitatif
Nilai ekonomi huma Primer: biaya pengadan pupuk biaya pengadaan benih biaya pemanenan Harga padi gogo
Primer: Wawancara dengan
menggunakan kuiseoner
Pendekatan nilai pasar atau produktivitas
Analisis Biaya manfaat
kuantitatif
Nilai bukan guna(non use value)Nilai sumber air untuk rumah tangga
Primer; Jumlah konsumsi air
per RT per hariSekunder: Harga air
Primer: Wawancara dengan
menggunakan kuiseoner
Sekunder: PDAM Kab Serang
Pendekatan nilai pasar atau produktivitas
kuantitatif
37
V GAMBARAN UMUM LOKASI
5.1 Keadan umum wilayah
5.1.1 Letak dan Luas
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan salah satu DAS penting
di wilayah Propinsi Banten, secara geografis DAS Cidanau terletak di antara 06º
07’ 30’’ - 06º 18’ 00’’ LS dan 105º 49’ 00’’ – 106º 04’ 00’’ BT. DAS Cidanau
mencakup kawasan seluas 22.620 ha (Bapedalda Provinsi Banten, 2001), yang
mencakup wilayah Kabupaten Pandeglang seluas 999,29 ha dan Kabupaten
Serang seluas 21.620,71 ha. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau memiliki luas
22.620 ha dan merupakan salah satu sumberdaya yang mendukung pembangunan
di wilayah barat Provinsi Banten yang merupakan salah satu lokasi industri yang
sangat penting dan strategis bagi Indonesia.
Didalam kawasan DAS Cidanau, dijumpai pula Cagar Alam Rawa Danau
dengan luas 2.500 ha yang merupakan salah satu kawasan endemis berupa rawa
pegunungan dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Cagar Alam Rawa
Danau ditetapkan berdasarkan Government Besluit (GB) 1960 Staatblad Nomor
683 tanggal 16 November 1921, dan berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun
1990 Cagar Alam Rawa Danau termasuk kawasan suaka alam, sehingga daerah
hulu dimana Cagar Alam Rawa Danau berada dikelola oleh seksi konservasi
wilayah III yang berkedudukan di Serang, Balai KSDA Jawa Barat I (FKDC,
2007). Cagar Alam Rawa Danau berbatasan langsung dengan cagar alam Tukung
Gede di sebelah utara dan timur sedangkan sebelah selatan berbatasan langsung
dengan Desa Kalumpang, di sebelah barat berbatasan dengan Desa Cirahab.
38
Gambar 5. Landsat DAS Cidanau
Wilayah DAS Cidanau secara administratif terdiri dari 33 Desa pada 5 wilayah
kecamatan di Kabupaten Serang dan 4 desa di kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang. Wilayah DAS Cidanau seluas 22.620 ha berada di
Kabupaten Serang dan Pandeglang dan dibatasi oleh batas-batas berikut (tabel 2).
Tabel 2. Batas-Batas Wilayah DAS CidanauSebalah Utara Gunung Tukung Gede dan Gunung SarageanSebelah Selatan Gunung Pule dan Gunung KarangSebelah Timur Gunung Sangkur, Gunung Aseupan dan
Gunung CondongSebelah Barat Selat Sunda
Sumber : FKDC Proivnsi Banter, 2007
Sedangkan wilayah Desa Citaman, yang merupakan salah satu desa
percontohan atau model pembayaran jasa lingkungan (PJL) dan merupakan desa
yang menjadi lokasi penelitian penulis, terletak di wilayah Kecamatan Ciomas
dengan luas wilayah administrasi sebesar 543 ha, dengan luasan lahan yang
menjadi model pembayaran jasa lingkungan seluas 25 ha. Desa Citaman
berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang di sebelah selatan, dengan Desa
Sukabares dan Sungai Cidanghian di sebelah barat, dengan Desa Cisitu, Lebak
39
dan Sungai Cikempong di sebelah timur serta dengan Desa Pondok Kahuru dan
Sungai Cibarugbug di sebelah selatan (Lampiran 8).
5.1.2 Iklim
Indonesia pada umumnya beriklim tropis, termasuk di kawasan DAS
Cidanau, yang hanya memiiki 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Akibat dari keadaan tersebut terjadi variasi keadaan suhu, kelembapan nisbi,
keadaan air permukaan dan besarnya curah hujan.
Variasi keragaman suhu, keadaan air permukaan dan besaran curah hujan
di DAS Cidanau termasuk tipe iklim B1 (FKDC, 2007). Curah hujan rata-rata
berkisar antara 230 – 25.90 C. Wilayah ini mendapat curah hujan dua musim yaitu
musim Timur antara bulan Nopember – Maret dan bulan Mei-Oktober, sedangkan
bulan-bulan kering terjadi antara bulan Agustus-September. Kelembaban nisbi
DAS Cidanau antara 77,60 % - 85,00 % dimana kelembaban terendah terjadi pada
bulan Oktober, sedangkan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Maret.
5.1.3 Topografi
Derajat kemiringan dan panjang lereng 2 sifat utama dari topografi yang
dapat mempengaruhi erosi. Semakin curm dan semakin panjang lereng tersebut,
mka semakin besar keceparan run-off dan bahaya erosi. Secara umum keadaan
topografi DAS Cidanau berbentuk seperti cawan terbuka, dimana bagian
tengahnya terhampar dataran yang dikelilingi oleh bukit-bukit curam di bagian
timur dan utara, sedangkan untuk bagian barat dan selatan relatif datar. DAS
Cidanau terbentang pada ketinggian antara 100-500 mdpl dengan ketinggian
lereng antara 40-100 %. Data dari kelerengan di wilayah DAS Cidanau terbagi
menjadi 5 kelas kelerengan yang dapat dilihat pada Tabel 3.
40
5.1.4 Keanekaragaman Hayati
Wilayah DAS Cidanau memiliki keanekaragaman hayati yang cukup
tinggi dan perlu untuk dileastarikan, terutama dengan adanya kawasan-kawasan
yang dilindungi seperti Cagar alam Rawa Danau. Keberadaan flora dan fauna
alami berfungsi sebagai salah satu penyeimbang dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari keberadaan DAS tersebut, karena saling tergantung dan saling
mempengaruhi.
Tingginya erosi, sedimentasi dan turunnya permukan air adalah indikator
menurunnya flora alami, tumbuh suburnya gulma seperti eceng gondok, rumput
lameta, kayambang dan lainnya merupakan akibat percepatan proses penyuburan
(eutrofikasi). Sedangkan penggunaan pupuk organik merupakan penyebab dari
matinya fauna mikroskopis penetralisir air sungai, sehingga menyebabkan
munculnya habitat baru yang dibarengi dengan biota baru (FKDC, 2007). Adapun
keanekaragaman floraa di DAS Cidanau, antara lain : Gempol (Antocephalus
cadamba), Gagabusan (Alstonia apiculata), Jajawai (Ficus rutsa), Kadeper
(Mangifera odorata), rengas (Gluta rengas), babakoan (Calotropis gigantean),
eceng gondok (Eichrnia crassipes), puspa (Schima walichii), salam (Eugenia
fastigiata) dan melinjo (Gnetum gnemon). Pada daerah hulu DAS Cidanau
terdapat beberapa satwa liar yang beranekaragam, dari kelompok mamalia,
reptilia, aves dan pisces meliputi :
Mamalia : Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Babi Hutan (Sus Vitatus),
Lutung (Presbytes pirrus) dan kucing hutan (Felis bengalensis), dll.
41
Reptilia : Biawak (Varanus salvator), kura-kura (Tronik cortilangineus), buaya
(Crocodylus porosus), ular sanca (Pyton reticularis), kodok (Bufo melanosticus),
dll
Tabel 3. Kelas Kelerengan di Wllayah DAS CidanauKelas Kelerengan Kemiringan Lereng Luas Kemiringan lereng (%)
1 Datar 0 – 8 % 39.362 Landai 8 – 15 % 15.163 Agak Curam 15 – 25 % 19.194 Curam 25 – 40 % 14.635 Sangat Curam > 40 % 11.66
Sumber: RTL DAS Cidanau – Bappeda Kabupaten Serang dan BRLKT DAS Citarum-Ciliwung.
5.1.5 Hidrologi
Siklus hidrologi secara umum diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu air
hujan, air permikaan dan air tanah.
1. Sumber Daya Air Hujan
Kuantitas air hujan ini dapat dilihat dari jumlah curah hujan yang jatuh yang
kemudian dikaitkan dengan luas daerah tangkapannya. Dari hasi data sekunder
yang ada dapat dilihat bahwa hujan rata-rata tahunan berjumlah 2.650 mm. Luas
daerah tangkapan adalah 2.620 ha, dengan demikian kuantitas sumber daya hujan
tahunan di DAS Cidanau sebesar 59.943.106 m2 (KTI, 2004).
2. Sumber daya air tanah
Air Tanah adalah semua sumber daya air yang dijumpai di bawah permukaan
tanah (FKDC, 2007):
3. Sumber daya air permukaan
Di DAS Cidanau, sumber daya air permukaan berupa air sungai dan air danau.
Di dalam kawasan DAS Cidanau terdapat 17 sub DAS yang bermuara di sungai
Cidanau yang umumnya membentuk pola aliran mendaun (sub dendritik), hampir
42
sebagian besar dari 17 sub DAS tersebut menglir dan bermuara ke Rawa Danau
(hulu Sungai Cidanau) yang terus-menerus mengalir sepanjang tahun dengan debit
yang bervariasi. Satu-satunya sungai yang mengalir dari Rawa Danau ke laut
adalah Sungai Cidanau. Sungai tersebut yang menjadi sumber air utama untuk
memenuhi kabutuhan air bersih industri dan masyarakat di wilayah Kota Cilegon.
Debit air rata-rata Sungai Cidanau dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Debit Air Rata-Rata Sungai Cidanau
TahunDebit air (liter/detik)
Rata-rata Minimal Maksimal2000 8078,71 2295,63 21986,142001 10980,54 2891,86 36275,982002 6702,14 1460,07 19529,982003 6112,95 1625,84 16939,102004 6630,09 1166,16 16920,262005 7389,44 3667,60 14627,672006 10135,60 4991.46 17113,41
Sumber: PT. Krakatau Tirta Industri 2009
5.1.6 Penggunaan Lahan
Sebaran penggunaan lahan yang berada di kawasan DAS Cidanau yang
diolah dari hasil interpretasi dan informasi sumber data peta penggunaan lahan
BPT, peta topografi dan data foto udara serta hasil uji pemeriksaan di lapangan
terhadap hasil interpretasi dengan pengelolaan transformasi database, luas
penggunaan lahan adalah 24.122,43 ha dengan sebaran hutan belukar seluas
2.814,41 ha atau (11.7% dari luas lahan), hutan rawa seluas 1.433,47 ha (5.9%
dari luas lahan), danau rawa seluas 306,80 ha (1.3% dari luas lahan), kebun
campuran seluas 8.174,88 ha (33.9% dari luas lahan), sawah seluas 6.708,95 ha
(27.8% dari luas lahan), pemukiman seluas 386,95 ha (1.6% dari luas lahan).
Sedangkan lahan kritis yang ada di DAS Cidanau adalah seluas 4.315,97 ha
(17.9% dari luas lahan).
43
5.2 Keadaan Sosial Ekonomi
5.2.1 Kependudukan
Perkembangan fisik, perekonomian serta sosial budaya daerah sangat
ditentukan oleh perubahan keadaan dan kondisi penduduk setempat. Informasi
mengenai perkembangan wilayah lokasi penelitian yaitu DAS Cidanau secara
umum dan desa model pembayaran jasa lingkungan (Desa Citaman) secara khusus
dipaparkan pada bagian berikut.
1. Jumlah Penduduk
Masalah kependudukan sangat berpengaruh terhadap segala kegiatan yang
dilakukan di DAS Cidanau, terutama kegiatan yang berkaitan dengan
perekonomian, karena semakin besar jumlah penduduk semakin besar pula
kebutuhan terhadap sumber daya alamnya, baik terhadap mata pencaharian,
pangan dan gizi maupun kesehatan dan lingkungan. Jumlah penduduk di wilayah
DAS Cidanau berdasarkan jenis kelamin adalah sebanyak 133.213 jiwa dengan
proporsi 66.872 jiwa laki-laki dan 66.341 jiwa perempuan dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 3%. Untuk Desa Citaman, yang merupakan desa
model pembayaran jasa lingkungan, jumlah penduduk total sebanyak 2.522 jiwa
dengan proporsi 1.310 jiwa laki-laki dan 1.212 jiwa perempuan.
2. Umur Penduduk
Berdasarkan strukturnya, jumlah penduduk dibagi menjadi 3 golongan, yaitu
usia anak-anak (0 – 15 tahun) berjumlah 1.351 jiwa, sedangkan yang berusia
produktif (16 – 60 tahun) berjumlah 1.585 jiwa sisanya yang berusia lanjut
sebanyak 29 jiwa. Untuk wilayah DAS Cidanau secara umum prosentase struktur
44
umur penduduk adalah anak-anak 39,61 %, umur produktif 55,74% dan usia
lanjut 4,6%.
5.2.2 Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk adalah kegiatan usaha utama yang sangat
berkaitan erat dengan tingkat pendapatan dan pengelolaan terhadap sumber daya
alam yang ada. Pola kegiatan penduduk wilayah DAS Cidanau didominasi oleh
sektor pertanian, selain itu bermata pencaharian sebagai pedagang, pegawai
negeri, pertukangan dan lain-lain. Jumlah penduduk yang memilliki mata
pencaharian sebanyak 68% dari usia produktif dan lansia, dengan 33% dari
jumlah keseluruhan penduduk bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan
sisanya tersebar dalam berbagai bentuk usaha seperti peternakan yang menjadi
usaha sampingan terbesar kedua setelah pertanian. Untuk penduduk Desa
Citaman, bentuk mata pencaharian utama mereka adalah petani, pedagang dan
pegawai negeri dengan prosentase terbesar adalah petani yaitu 29,45% dari usia
produktif dan lansia.
5.2.3 Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian
Karakteristik umum responden penerima pembayaran jasa lingkungan di
Desa Citaman diperoleh berdasarkan survey yang yang dilakukan terhadap 30
responden penerima pembayaran jasa lingkungan. Karakteristik umum responden
ini dinilai dari beberapa jenis variable yang meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan formal yang pernah ditempuh, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan per
bulan, dan jumlah tanggungan.
5.2.3.1 Usia
Pada umumnya seluruh penerima pembayaran jasa lingkungan adalah laki
laki, jika ada penerima pembayaran jasa lingkungan berjenis kelamin perempuan,
hal itu untuk menggantikan posisi suaminya yang telah meninggal. Tingkat usai
responden tergolong cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 30 tahun
sampai 70 tahun. Jumlah responden terbanyak terdapat pada sebaran usia 40
tahun, berjumlah 14 orang (47% dari keseluruhan responden). Responden yang
berusia 30 – 39 tahun dan berusia 5
(17% dari keseluruhan responden), dan responden berusia 50
berjumlah 6 orang (20% dari keseluruhan responden). Prosentase distribusi usia
responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada
2009 dapat dilihat pada Gambar
Gambar 6. Karakteristik Responden B
5.2.3.2 Pendidikan
Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden tidak begitu
bervariasi, yaitu hanya pada jenjang Sekolah dasar (SD) dan Sekol
Pertama (SMP), bahkan ada sebagian responden yang sama sekali tidak pernah
mengenyam pendidikan formal. Berdasarkan hasil analisis data primer, sebanyak
27 orang (90% dari keseluruhan responden) hanya mencapai jenjang SD, 1 orang
(7% dari keseluruhan responden) mencapai jenjang SMP, dan 2 orang (3% dari
keseluruhan responden) tidak pernah bersekolah. Berdasarkan hasil wawancara
Pada umumnya seluruh penerima pembayaran jasa lingkungan adalah laki
laki, jika ada penerima pembayaran jasa lingkungan berjenis kelamin perempuan,
hal itu untuk menggantikan posisi suaminya yang telah meninggal. Tingkat usai
tergolong cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 30 tahun
sampai 70 tahun. Jumlah responden terbanyak terdapat pada sebaran usia 40
tahun, berjumlah 14 orang (47% dari keseluruhan responden). Responden yang
39 tahun dan berusia 59 tahun masing- masing berjumlah 5 orang
(17% dari keseluruhan responden), dan responden berusia 50
berjumlah 6 orang (20% dari keseluruhan responden). Prosentase distribusi usia
responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada
2009 dapat dilihat pada Gambar 6.
. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia
Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden tidak begitu
bervariasi, yaitu hanya pada jenjang Sekolah dasar (SD) dan Sekol
Pertama (SMP), bahkan ada sebagian responden yang sama sekali tidak pernah
mengenyam pendidikan formal. Berdasarkan hasil analisis data primer, sebanyak
27 orang (90% dari keseluruhan responden) hanya mencapai jenjang SD, 1 orang
uruhan responden) mencapai jenjang SMP, dan 2 orang (3% dari
keseluruhan responden) tidak pernah bersekolah. Berdasarkan hasil wawancara
16.5%
47%20%
16.5% 30 - 39
40 - 49
50 - 59
>59
45
Pada umumnya seluruh penerima pembayaran jasa lingkungan adalah laki-
laki, jika ada penerima pembayaran jasa lingkungan berjenis kelamin perempuan,
hal itu untuk menggantikan posisi suaminya yang telah meninggal. Tingkat usai
tergolong cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 30 tahun
sampai 70 tahun. Jumlah responden terbanyak terdapat pada sebaran usia 40 – 49
tahun, berjumlah 14 orang (47% dari keseluruhan responden). Responden yang
masing berjumlah 5 orang
(17% dari keseluruhan responden), dan responden berusia 50 – 59 tahun
berjumlah 6 orang (20% dari keseluruhan responden). Prosentase distribusi usia
responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun
erdasarkan Distribusi Usia
Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden tidak begitu
bervariasi, yaitu hanya pada jenjang Sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP), bahkan ada sebagian responden yang sama sekali tidak pernah
mengenyam pendidikan formal. Berdasarkan hasil analisis data primer, sebanyak
27 orang (90% dari keseluruhan responden) hanya mencapai jenjang SD, 1 orang
uruhan responden) mencapai jenjang SMP, dan 2 orang (3% dari
keseluruhan responden) tidak pernah bersekolah. Berdasarkan hasil wawancara
dengan para responden, rendahnya jenjang pendidikan yang dicapai disebabkan
oleh jauhnya jarak tempuh ke sekolah dan te
itu, yaitu hanya terdapat 1 SD di luar Desa Citaman. Prosentase tingkat
pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman
pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar
Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
5.2.3.3 Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di
Desa Citaman berada pada kisaran Rp. 100.000,00
Rendahnya tingkat pendapatan responden ini terkait dengan mata pencaharian
responden yang seluruhnya adalah petani kebun, dengan demikian tingkat
pendapatan sangat dipengaruhi oleh hasil panen dari komoditi yang terdapat pada
kebun yang mereka miliki. Sebanyak 50% dari keseluruhan responden atau 15
orang memiliki pendapatan antara Rp. 250.000,00
pendapatan pada kisaran Rp. 250.000,00
dari keseluruhan responden atau 11 orang,
di atas Rp. 500.000,00/bulan hanya 13% atau 4 orang dari keseluruhan responden.
Prosentase tingkat pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di
Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar
dengan para responden, rendahnya jenjang pendidikan yang dicapai disebabkan
oleh jauhnya jarak tempuh ke sekolah dan terbatasnya jumlah sekolah pada saat
itu, yaitu hanya terdapat 1 SD di luar Desa Citaman. Prosentase tingkat
pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman
pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 7.
. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
endapatan
Tingkat pendapatan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di
Desa Citaman berada pada kisaran Rp. 100.000,00 – Rp. 800.000,00/bulan.
Rendahnya tingkat pendapatan responden ini terkait dengan mata pencaharian
responden yang seluruhnya adalah petani kebun, dengan demikian tingkat
pendapatan sangat dipengaruhi oleh hasil panen dari komoditi yang terdapat pada
yang mereka miliki. Sebanyak 50% dari keseluruhan responden atau 15
orang memiliki pendapatan antara Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00/bulan,
pendapatan pada kisaran Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00/bulan sebanyak 37%
dari keseluruhan responden atau 11 orang, sedangkan yang memiliki pendapatan
di atas Rp. 500.000,00/bulan hanya 13% atau 4 orang dari keseluruhan responden.
Prosentase tingkat pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di
Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 8.
6,7%
90%
3,3%tidak sekolah
SD
SMP
46
dengan para responden, rendahnya jenjang pendidikan yang dicapai disebabkan
rbatasnya jumlah sekolah pada saat
itu, yaitu hanya terdapat 1 SD di luar Desa Citaman. Prosentase tingkat
pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman
. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendapatan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di
Rp. 800.000,00/bulan.
Rendahnya tingkat pendapatan responden ini terkait dengan mata pencaharian
responden yang seluruhnya adalah petani kebun, dengan demikian tingkat
pendapatan sangat dipengaruhi oleh hasil panen dari komoditi yang terdapat pada
yang mereka miliki. Sebanyak 50% dari keseluruhan responden atau 15
Rp. 500.000,00/bulan,
Rp. 500.000,00/bulan sebanyak 37%
sedangkan yang memiliki pendapatan
di atas Rp. 500.000,00/bulan hanya 13% atau 4 orang dari keseluruhan responden.
Prosentase tingkat pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di
Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan
5.2.3.4 Luas lahan
Luas lahan yang dimiliki oleh penerima jasa lingkungan sangat bervariasi
mulai 0.1 ha hingga lebi
terhadap penerimaan dari pembayaran jasa lingkungan, yaitu sebesar Rp.
1.200.000,00/ha/tahun. Jadi, semakin luas lahan yang dimiliki oleh responden
semakin besar pula uang yang diterima dari pembayaran
demikian luasan lahan berpengaruh terhadap pendapatan responden. Luasan lahan
yang dimiliki responden mayoritas berada pada kisaran 3001 m
sebanyak 14 orang (47% dari keseluruhan responden), sementara yang memiliki
luasan antara 6001 m
responden), sedangkan responden yang memiliki luas lahan antara 1000 m
3000 m2 dan 9001 m
responden). Dengan demikian rata
adalah 5977,33 m2 artinya rata
sebeasr Rp. 717.279,60. Prosentase luas lahan responden penerima pembayaran
jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilih
. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan
Luas lahan yang dimiliki oleh penerima jasa lingkungan sangat bervariasi
mulai 0.1 ha hingga lebih dari 1 ha. Luasan lahan tersebut sangat berpengaruh
terhadap penerimaan dari pembayaran jasa lingkungan, yaitu sebesar Rp.
1.200.000,00/ha/tahun. Jadi, semakin luas lahan yang dimiliki oleh responden
semakin besar pula uang yang diterima dari pembayaran jasa lingkungan, dengan
demikian luasan lahan berpengaruh terhadap pendapatan responden. Luasan lahan
yang dimiliki responden mayoritas berada pada kisaran 3001 m2
sebanyak 14 orang (47% dari keseluruhan responden), sementara yang memiliki
luasan antara 6001 m2 – 9000 m2 sebanyak 11 orang (33% dari keseluruhan
responden), sedangkan responden yang memiliki luas lahan antara 1000 m
dan 9001 m2 masing-masing berjumlah 3 orang (10% dari keseluruhan
responden). Dengan demikian rata-rata pemilikan lahan dari responden tersebut
artinya rata-rata penerimaan dari pembayaran jasa lingkunagn
sebeasr Rp. 717.279,60. Prosentase luas lahan responden penerima pembayaran
jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar
37%
50%
13% 100.000 250.000
250.001 500.000
>500001
47
. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan
Luas lahan yang dimiliki oleh penerima jasa lingkungan sangat bervariasi
h dari 1 ha. Luasan lahan tersebut sangat berpengaruh
terhadap penerimaan dari pembayaran jasa lingkungan, yaitu sebesar Rp.
1.200.000,00/ha/tahun. Jadi, semakin luas lahan yang dimiliki oleh responden
jasa lingkungan, dengan
demikian luasan lahan berpengaruh terhadap pendapatan responden. Luasan lahan
– 6000 m2 yaitu
sebanyak 14 orang (47% dari keseluruhan responden), sementara yang memiliki
sebanyak 11 orang (33% dari keseluruhan
responden), sedangkan responden yang memiliki luas lahan antara 1000 m2 –
masing berjumlah 3 orang (10% dari keseluruhan
a pemilikan lahan dari responden tersebut
rata penerimaan dari pembayaran jasa lingkunagn
sebeasr Rp. 717.279,60. Prosentase luas lahan responden penerima pembayaran
at pada Gambar 9.
100.000 -250.000
250.001 -500.000
>500001
Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan
5.2.3.5 Jumlah tanggungan
Jumlah tanggungan responden mayoritas berada pada selang 6
per keluarga, yaitu berjumlah 15 responden (50% dari keseluruhan responden),
sedangkan 14 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 1
(47% dari keseluruhan responden), dan sisanya yaitu 1 orang memiliki jumlah
tanggungan lebih da
responden). Prosentase jumlah tanggungan responden penerima pembayaran jasa
lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar
Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan
33%
10%
. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan
Jumlah tanggungan
Jumlah tanggungan responden mayoritas berada pada selang 6
per keluarga, yaitu berjumlah 15 responden (50% dari keseluruhan responden),
sedangkan 14 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 1
(47% dari keseluruhan responden), dan sisanya yaitu 1 orang memiliki jumlah
tanggungan lebih dari 9 orang, tepatnya 10 orang (3% dari keseluruhan
responden). Prosentase jumlah tanggungan responden penerima pembayaran jasa
lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar
. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
10%
47%33%
10%1000 - 3000 m2
3001 - 6000 m2
6001 - 9000 m2
> 9001 m2
46,7%50%
3,3%
1 - 5 orang
6 - 9 orang
> 9 orang
48
. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan
Jumlah tanggungan responden mayoritas berada pada selang 6 – 9 orang
per keluarga, yaitu berjumlah 15 responden (50% dari keseluruhan responden),
sedangkan 14 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 1 – 5 orang
(47% dari keseluruhan responden), dan sisanya yaitu 1 orang memiliki jumlah
ri 9 orang, tepatnya 10 orang (3% dari keseluruhan
responden). Prosentase jumlah tanggungan responden penerima pembayaran jasa
lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 10.
Jumlah Tanggungan
3000 m2
6000 m2
9000 m2
49
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Peran Penting dan Permasalahan yang Terjadi di DAS Cidanau
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan salah satu DAS penting
di wilayah barat Provinsi Banten, khususnya Kota Cilegon. Terdapat dua hal
utama yang menjadikan DAS Cidanau memegang peranan penting bagi
pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Pertama, karena peran dan fungsinya
dalam mendukung proses pembangunan ekonomi dalam bentuk penyediaan air
baku bagi masyarakat maupun industri dan merupakan satu-satunya reservoir air
dengan debit yang cukup di wilayah tersebut. Kedua, di dalam DAS Cidanau
terdapat Cagar Alam Rawa Danau yang merupakan kawasan endemik dan
merupakan situs konservasi rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di
wilayah Pulau Jawa. Berkaitan dengan peran penting DAS Cidanau dalam
mendukung pembangunan ekonomi, maka Sungai Cidanau yang berhulu di
kawasan Cagar Alam Rawa Danau, merupakan sungai utama DAS Cidanau serta
menjadi aliran air serta reservoir dari tujuh belas sungai yang merupakan sub
DAS Cidanau. Sungai Cidanau memiliki debit rata-rata untuk tahun 2000 – 2005
antara 6.000 – 10.000 liter/detik (Tabel 4).
Dewasa ini, peran penting DAS Cidanau semakin berkurang karena
kualitas lingkungan sekitar DAS Cidanau yang terus menurun, hal tersebut
ditandai dengan menurunnya kualitas dan kuantitas air DAS Cidanau. Penurunan
kualitas lingkungan tersebut selain disebabkan oleh faktor-faktor alam di wilayah
catchment area juga disebabkan oleh faktor pemicu lain yang dilakukan oleh
masyarakat. Faktor pemicu tersebut diantaranya alih fungsi lahan hutan menjadi
50
lahan pertanian, penggunaan pupk kimia pada kagiatan pertanian dan perambahan
hutan.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Darmawan (2002) dalam Suryawan
(2005) perluasan areal pertanian dalam kurun waktu 1994 – 2000 meningkat dari
189,9 hektar menjadi 746,4 hektar, khususnya di wilayah Cagar Alam Rawa
Danau. Hal tersebut merupakan bukti adanya konversi lahan yang berdampak
pada semakin berkurangnya areal hutan atau kebun campuran yang ada.
Peningkatan produksi pertanian dengan penggunaan berbagai pupuk kimia
mengakibatkan tingginya tingkat pencemaran air di Sungai Cidanau, sehingga
bartakibat pada penurunan kualitas air. Selain kedua hal di atas, tingginya tingkat
perambahan hutan yang dilakukan masyarakat hulu DAS Cidanau menjadi isu
paling utama penyebab terjadinya degradasi lingkungan di DAS Cidanau larena
perambahan hutan mengakibatkan meluasnya lahan kritis menjadi lebih dari 4000
hektar.
Adanya faktor-faktor pemicu terbebut berakibat pada timbulnya
permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau. Permasalahan utama di DAS Cidanau
antara lain:
1) Tingkat erosi yang mencapai 71.034,40 ton/tahun dan sedimentasi yang
mencapai 75,68 cm/tahun;
2) Penebangan pohon di kawasan Perhutani (illegal loging) dan di kawasan hutan
rakyat di hulu DAS Cidanau mempengaruhi eksistensi Cagar Alam Rawa
Danau yang juga berfungsi sebagai reservoir Sungai Cidanau;
3) Ketersediaan air menunjukkan kecenderungan terus menurun,
51
4) Tumbuh suburnya gulma akibat penggunaan pupuk kimia oleh masyarakat di
sekitar kawasan Cagar Alam Rawa Danau;
5) Perambahan kawasan Cagar alam Rawa Danau, seluas ± 849 Ha oleh 1.140
kepala keluarga untuk lahan budidaya.
Kompleksnya permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau menimbulkan
kekhawatiran yang tinggi bagi para pihak yang terlibat dalam pemanfaatan dan
pengelolaan DAS Cidanau itu sendiri. Kekhawatiran tersebut sangat beralasan,
sebab jika permasalahan-permasalahan tersebut terus berlanjut, fungsi dan peran
DAS Cidanau akan semakin menurun dan pada akhirnya akan hilang, akibatnya
tidak hanya bagi masyarakat hilir (industri dan masyarakat kota Cilegon), tetapi
masyarakat hulu juga akan menerima dampak dari hilangnya fungsi dan peran
DAS Cidanau tersebut. Untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan
tersebut, dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait dengan DAS
Cidanau untuk melakukan pengelolaan yang konkrit dan terintegrasi dari mulai
pihak hulu hingga pihak hilir serta sistem pemanfaatan yang berkelanjutan agar
fungsi dan peran dari DAS Cidanau tetap terjaga. Setelah melalui berbagai
tahapan yang panjang diantara pihak-pihak yang terkait, baik pihak hulu maupun
hilir, akhirnya konsep pengelolaan dan pemanfaatan yang terintegrasi dan
berkelanjutan terealisasi dalam suatu model hubungan hulu hilir dengan
mekanisme pambayaran jasa lingkungan.
6.2 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa
lingkungan di DAS Cidanau merupakan konsep pembayaran jasa lingkungan yang
diadopsi dari Costa Rica, yang disebut Pago por Servicios Ambientales (PSA).
52
Program PSA atau pembayaran jasa lingkungan dimulai pada tahun 1997. Sistem
pembayaran jasa lingkungan di Costa Rica bergantung pada tiga basis fungsi
institusional (Pagiola, dan Platais, forthcoming). Pertama, Institusi yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan hasil pembayaran dari pemanfaat jasa
lingkungan, diwakili oleh FONAFIFO yang dibantu oleh lembaga-lembaga
lainnya seperti Costa Rican of joint Implementation (OGIC). Kedua, Institusi yang
bertangung jawab dalam bidang, pembayaran, pengawasan dan kontrak dengan
penyedia jasa lingkungan, diwakili oleh System Of Conservation Areas (SINAC).
Ketiga, lembaga pemerintah.
Mekaisme pembayaran jasa lingkungan air (water service payment) di
Costa Rica pertama kali disepakati pada akhir tahun 1997 dengan perusahaan
Energia Global, ketentuannya masyarakat hulu daerah aliran sungai (DAS)
bersedia melakukan reforestasi dan pengelolaan hutan agar debit air tetap terjaga.
Kesepakatan yang serupa dengan perusahaan Platnar S A dan CNFL satu tahun
kemudian (Pagiola, 2002). Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan
perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Air swasta (Hydro Electric Power),
mereka sebagai pemanfaat jasa lingkungan yang memberi insenti (buyer),
sedangkan masyarakat pengguna lahan di hulu DAS sebagai penyedia jasa
lingkungan (seller) atau penerima insentif dari buyer. Keterangan mengenai nilai
dan kesepakatan pembayaran jasa lingkungan air di Costa Rica ditunjukkan pada
Tabel 5.
53
Tabel 5. Pembayaran Jasa Lingkungan Air (Water services) di Costa Rica
Perusahaan(buyer)
DASLuas
DAS (ha)Area kontrak
(ha)
Nilai pembayaran($/ha/tahun)
Enargia Global Rio VolcanRio San Fernando
3.4662.404
2.4391.818
1010
Platanar S A Rio Platanar 3.129 1.400 10/30CNFL Rio Aranjuez
Rio BalsaLago cote
9.51518.9261.259
5.0006.000
900
424242
Sumber: S. Pagiola, 2002.
6.2.1 Para Pihak yang terlibat dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa
lingkungan di DAS Cidanau diimplementasikan oleh tiga pihak utama. Pihak-
pihak tersebut adalah lembaga pengelola transaksi pembayaran jasa lingkungan,
pemanfaat jasa lingkungan dan penyedia jasa lingkungan.
1. Lembaga Pengelola Transakai Pembayaran Jasa Lingkungan
Pengelolaan DAS Cidanau sebelum adanya model hubungan hulu hilir
dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan ditangani oleh berbagai
lembaga pemerintah, swasta maupun masyarakat secara masing-masing
dengan berbagai bentuk kepentingan terhadap DAS Cidanau. Tidak adanya
koordinasi dan kerjasama yang saling mendukung antara lembaga-lembaga
tersebut pada akhirnya tidak berhasi menuntaskan kompleksitas permasalahan
yang terjadi di DAS Cidanau. Berdasarkan kondisi tersebut, dibutuhkan
terobosan baru yang memungkinkan pelestarian DAS Cidanau dapat
terwujud. Atas alasan tersebut dibentuklah Forum Komunikasi DAS Cidanau
(FKDC) sebagai lembaga pengelola mekanisme pembayaran jasa lingkunga
DAS Cidanau.
54
Organisasi ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten
Nomor 124.3/Kep.64-Huk/2002. Struktur kepengurusan terdiri dari berbagai
instansi, baik instansi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat
(LSM) maupun masyarakat. Struktur organisasi forum komunikasi DAS
Cidanau titunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11. Struktur Organisasi Forum Komunikasi DAS Cidanau
FKDC memiliki visi dan misi sebagai berikut (FKDC, 2007):
1. Visi FKDC yaitu membangun keseimbangan ekologi, sosial dan ekonomi
dalam pemanfaatan sumber daya alam DAS Cidanau guna mendukung
keberlanjutan pembangunan dengan didasarkan pada konsep satu sungai,
satu perencanaan dan satu pengelolaan (one river, one plan and one
management).
2. Misi FKDC:
1) Melestarikan sumber daya alam DAS Cidanau
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan DAS Cidanau
55
3) Menjaga keberlanjutan tata air untuk mendukung keberlanjutan
pembangunan
4) Menumbuhkan iklim investasi yang maju dan memiliki kemampuan
bersaing.
Terbentuknya FKDC menjadi sebuah terobosan baru dalam upaya
mewujudkan pelestarian DAS Cidanau. Peran FKDC dalam implementasi
mekenisme pembayaran jasa lingkungan sangat penting, antara lain:
1) Mengelola dana hasil pembayaran jasa lingkungan dari pemanfaat (buyer)
jasa lingkungan DAS Cidanau untuk rehabilitasi dan konservasi lahan di
DAS Cidanau melalui lembaga pengelola jasa lingkungan DAS Cidanau.
2) Mendorong pembangunan hutan di lahan milik oleh masyarakat dengan
mekanisme pembayaran jasa lingkungan.
3) Menggalang dana dari potensial pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau.
4) Mendorong pemerintah untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan di
DAS Cidanau.
5) Membangun kesepakatan kewenangan pengelolaan DAS Cidanau diantara
stakeholder DAS Cidanau.
6) Melakukan negosiasi dengan PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) untuk
pembayaran jasa lingkungan, hasil negosiasi dituangkan dalam naskah
kesepahaman antara FKDC dan KTI.
7) Membentuk Focus Group Discussion (tim ad hoc) yang menangani
pengelolaan pembayaran jasa sampai dengan lembaga Pengelola Jasa
Lingkungan Cidanau terbentuk.
56
8) Mendiskusikan mekanisme pembayaran jasa lingkungan antara Focus
Group Discussion dengan masyarakat pemilik hutan di hulu DAS
Cidanau.
2. Pemanfaat Jasa Lingkungan
Pemanfaat jasa lingkungan dalam mekanisme pembayara jasa lingkungan di
DAS Cidanau (buyer) adalah pihak hilir DAS Cidanau yang telah
diidentifikasi oleh FKDC. Identifikasi pemanfaat jasa lingkungan didasarkan
atas pertimbangan sebagai pemanfaat air dari DAS Cidanau. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, ditetapkanlah PT Krakatau Tirta Industri (PT. KTI)
sebagai buyer dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan, sebab PT. KTI
adalah satu-satunya pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau untuk
kebutuhan komersial.
PT. Krakatau Tirta Industri merupakan anak perusahaan dari PT. Krakatau
Steel (KS) yang bergerak di bidang pengolahan dan penyediaan air bersih
untuk kebutuhan industri dan masyarakat Kota Cilegon dan sekitarnya. Debit
Sungai Cidanau yang sudah dimanfaatkan oleh PT. KTI adalah sebesar 1.130
liter/detik (KTI, 2004). Pemanfaatan air baku untuk penyediaan air bersih
tersebut dipompa dan dialirkan oleh PT. KTI melalui pipa bediameter 1,4 m
sepanjang 28 km, mulai dari rumah pompa di wilayah hilir Sungai Cidanau
hingga Water Treatment Plan (WTP) di lokasi PT. Krakatau Tirta Industri di
wilayah Krenceng Kota Cilegon.
3. Penyedia Jasa Lingkungan
Penyedia jasa lingkungan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan di
DAS Cidanau (seller) adalah pihak hulu DAS Cidanau yang telah
57
diidentifikasi oleh FKDC. Identifikasi penyedia jasa lingkungan dilakukan
agar implementasi pembayaran jasa lingkungan berada pada lokasi yang tepat.
Penentuan lokasi model didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut:
a) Pemilihan lokasi model didasarkan pada pengaruh lokasi dengan
semua aktivitas yang berada di atasnya pada kondisi lingkungan DAS
Cidanau, terutama dengan fungsi hutan dan tata air.
b) Pemilihan lokasi model didasarkan pada kondisi sosio-kapital
masyarakat yang tepat, disamping dapat menjadi bahan dalam proses
belajar, juga menjadi faktor penentu agar kegiatan dapat berjalan
dengan baik.
Dari proses identifikasi dan pemilihan lokasi model, ditetapkan dua desa yang
menjadi model pembayaran jasa lingkungan yaitu Desa Citaman kecamata
Ciomas dan Desa Cibojong Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang
dengan lahan yang diproyeksikan mendapat transaksi pembayaran jasa
lingkungan masing-masing seluas 25 ha dengan periode kontrak selama 5
tahun terhitung sejak tahun 2005. Penetapan Desa Cibojong sebagai lokasi
model pembayaran jasa lingkungan hanya berlangsung selama 1 tahun. Hal
tersebut disebabkan oleh adanya tindakan dari masyarakat Desa Cibojong
yang melanggar kesepakatan yaitu melakukan penebangan secara illegal.
Pemutusan kontrak terhadap Desa Cibojong menyebabkan diperlukannya
lokasi model penyedia jasa lingkungan yang baru. Berdasarkan kondisi
tersebut, FKDC menunjuk dua desa lain yaitu Desa Cikumbueun, Kecamatan
Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang dan Desa Kadu Agung, Kecamatan
58
Gunung Sari, Kabupaten Serang sebagai pengganti Desa Cibojong. Penentuan
dua desa baru tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang
sama seperti dua desa terdahulu.
6.2.2 Penentuan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Proses penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau
dilaksanakan setelah Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) menetapkan
potensial buyer dan seller atau pamanfaat (PT. Krakatau Tirta Industri) dan
penyedia jasa lingkungan (Desa model pembayaran jasa lingkungan) sebagai
partisipan atau pihak utama dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan di
DAS Cidanau. Penetuan nilai pembayaran jasa lingkungan dilakukan melalui
proses negosiasi antara pihak FKDC dengan pihak pemanfaat maupun penyedia
jasa lingkungan. pelaksana negosiasi di tingkat FKDC diwakili oleh suatu tim
teknis yang dibentuk oleh FKDC yaitu Focus Group Discussion (FGD), FGD
bertugas untuk malakukan proses negosiasi dengan pihak pemanfaat maupun
penyedia jasa lingkungan.
1. Negosiasi antara FKDC dengan Pemanfaat Jasa Lingkungan
Proses negosisasi antara pihak FGD FKDC dengan PT. KTI diawali dengan
pembahasan mengenai hal yang dapat dijadikan dasar atau referensi untuk
menentukan nilai pembayaran jasa lingkungan oleh pihak PT. KTI sebagai
pemberi insentif (buyer). Pada proses negosiasi tersebut, berdasarkan hasil
wawancara dengan Sekertari Jenderal FKDC yaitu N.P Rahadian,
dikemukakan beberapa contoh program-program pemerintah yang berkaitan
dengan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, antara lain kegiatan
Pembangunan dan Pengembangan Hutan Rakyat (P2HR) dan Gerakan
59
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Negosiasi antara pihak FGD
FKDC dengan pihak PT. KTI menghasilkan beberapa kesepakatan (FKDC,
2007), antara lain :
1) PT. KTI tidak bersedia untuk membayar jasa lingkungan secara langsung
kepada penyedia jasa lingkungan dan meminta FKDC bertindak sebagai
perantara yang menghubungkan kepentingan PT. KTI dengan pihak
penyedia jasa lingkungan di hulu.
2) PT. KTI setuju untuk membayar jasa lingkungan selama lima tahun (satu
periode kontrak), dengan ketentuan :
a. Dana yang dibayarkan sebesar Rp. 175.000.000,00/tahun untuk dua
tahun berturut-turut
b. Nilai transaksi tahun ke-3 sampai tahun ke-5 akan dinegosiasikan
ulang
c. Realisasi transaksi dilakukan dalam 3 tahapan transaksi
d. Nilai transaksi jasa lingkungan yang diterima dan dikelola oleh FKDC
dibebankan pajak 6%.
Seluruh hasil kesepakataan antara FKDC dengan PT. KTI dituangkan dalam
naskah kesepahaman yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT. KTI
dengan Gubernur Banten, sedangkan perjanjian transaksi pemayaran jasa
lingkungan ditandatangani oleh Direktur Utama PT. KTI dengan ketua
pelaksana harian FKDC.
2. Negosiasi antara FKDC dengan Penyedia Jasa Lingkungan
Penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di tingkat penerima pembayaran
jasa lingkungan dilakukan dengan proses negosiasi melalui musyawarah.
60
Proses musyawarah dilakukan antara masyarakat sendiri, dengan
melaksanakan pertemuan rutin kelompok maupun antara pihak FGD FKDC
dengan masyarakat. Kegiatan pertemuan rutin kelompok diantara masyarakat
bertujuan untuk membuka pemahaman baru mengenai manfaat ekologis yang
dirasakan dengan menjaga keberadaan hutan, pemahaman menganai
mekanisme pembayaran jasa lingkungan dan pembentukan kelompok
penerima pembayaran jasa lingkungan. Adanya pertemuan rutin kelompok
tersebut sangat membantu keberhasilan proses negosiasi dengan pihak FGD
FKDC. Proses negosiasi antara pihak FGD FKDC dengan masyarakat
bertujuan untuk membahas jumlah nilai transaksi yang akan diterima, jadwal
penerimaan transaksi dan persayaratan lain yang harus dipenuhi berkaitan
dengan tansaksi pembayaran jasa lingkungan (Lampiran 10). Hasil negosiasi
antara FKDC dengan pihak penyedia jasa lingkungan adalah sebagai berikut
(FKDC, 2007):
1. Penyedia jasa lingkungan menerima pembayaran Rp.
1.200.000,00/ha/tahun.
2. Jangka waktu perjanian transaksi jasa lingkungan antara FKDC dengan
penyedia jasa lingkungan selama 5 tahun.
3. Realisasi transaksi jasa lingkungan akan diterima oleh penyedia dalam 3
tahapan pembayaran dengan prosentase pembayaran, sebagai berikut:
a. 30% (tiga puluh persen)akan diterima pihak penyedia pada saat
penandatangan perjanjian pembayaran jasa lingkungan.
61
b. 30% (tiga puluh persen)akan diterima pihak penyedia setelah 6 (enam)
bulan terhitung tanggal penandatangan perjanjian pembayaran jasa
lingkungan.
c. 40% (empat puluh persen)akan diterima pihak penyedia setelah 12
(dua belas) bulan erhitung tanggal penandatangan perjanjian
pembayaran jasa lingkungan.
Disamping terlibat dalam proses negosiasi dengan pihak pemanfaat maupun
penyedia jasalingkungan, FGD FKDC bertugas membahas dan merumuskan
konsep dan mekanisme pengelolaan pembayaran jasa lingkungan di DAS
Cidanau. Hal tersebut merupakan upaya untuk dapat mewujudkan prinsip-
prinsip akuntabilitas, transparansi dan good gevernance dalam pengelolaan
(FKDC, 2007). Pembentukan FGD oleh Ketua Pelaksana Harian FKDC
memberikan konsekuensi bahwa dalam pelaksanaanya FGD mendapat alokasi
dana sebesar 15% dari nilai pembayaran jasa lingkungan yang disepakati
antara FKDC dengan PT. KTI setiap tahun. Pengalokasian dana FGD adalah
sebagai berikut:
1. Biaya perjalanan dinas
2. Biaya insebtif Tim Ad Hoc (FGD) sebesar 30 %
3. Biaya evaluasi, dokumentasi dan report sebesar 10 %
4. Biaya rapat-rapat sebesar 5 %
5. Biaya alat tulis kantor sebesar 5 %
Seluruh hasil rumusan dan kesepakatan FGD untuk meknisme pengelolaan
jasa lingkungan di DAS Cidanau dituangkan menjadi Surat Keputusan Ketua
62
Pelaksana Harian tentang mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS
Cidanau.
Hal yang harus dicermati dari hasil negosiasi baik antara FKDC dengan
pemanfaat (PT. KTI) maupun dengan penyedia jasa lingkungan (Desa model
pembayaran jasa lingkungan) adalah perbedaan nilai pembayaran yang dibayarkan
pemanfaat jasa lingkungan kepada FKDC dengan nilai yang diterima penyedia
jasa lingkungan. Kesepakan nilai pembayaran antara FKDC dengan PT. KTI yaitu
sebesar Rp. 175.000.000,00/tahun dengan luasan lahan 50 ha untuk tahun 2005-
2007, atau sebesar Rp. 2.765.000,00/ha/tahun yang seharusnya diterima msyarakat
penyedia jasa lingkungan setelah adanya potongan pajak sebasar 6% dan biaya
administrasi FKDC sebesar 15% dari nilai pembayaran total setiap tahun.
Sementara kesepakatan FKDC dengan pihak penyedia jasa lingkungan sebesar
Rp. 1.200.000,00/ha/tahun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak FKDC, nilai Rp.
1.200.000,00/ha/tahun disepakati dengan alasan adanya ketidakpercayaan PT. KTI
terhadap keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Berdasarkan
ketidakpercayaan tersebut, PT. KTI hanya berani membayar kepada FKDC
sebesar Rp. 350.000.000,00 untuk masa kontrak selama dua tahun, sementara
kesepakatan kontrak pembayaran jasa lingkungan yang telah dicapai antara FKDC
dengan penyedia jasa lingkungan adalah lima tahun. Adanya ketidakpercayaan
tersebut memaksa FKDC berfikir untuk merancang besarnya nilai pembayaran
yang harus diterima pihak penyedia jasa lingkungan berdasarkan periode kontrak
yang telah disepakati dengan asumsi PT. KTI tidak akan melanjutkan pembayaran
pada tiga tahun berikutnya.
63
Rancangan perhitungan nilai pembayaran jasa lingkungan berdasarkan
asumsi tersebut adalah dengan membagi rata uang yang diterima pada tahun
pertama untuk 50 ha lahan selama lima tahun. Uang yang diterima di tahun
pertama sebesar Rp. 300.000.000,00. Setelah adanya penyusutan untuk pajak dan
administrasi FGD sekitar Rp. 50.000.000,00, nilai pembayaran jasa lingkungan
yang diterima pihak penyedia jasa lingkungan hanya sebesar Rp.
1.200.000,00/ha/tahun. setelah mekanisme pembayaran jasa lingkungan
berlasngsung selama du tahun, kekhawatiran FKDC terhadap PT. KTI tidak
terbukti, PT. KTI kembali melakukan pembayaran dengan nilai yang lebih tinggi
dari sebelumnya yaitu sebesar Rp. 200.000.000/tahun. Kelebihan uang tersebut
menjadi dasar perluasan lokasi pembayaran jasa lingkungan menjadi 75 ha dari
sebalumnya yang hanya 50 ha selain adanya pelanggaran yang dilakukan oleh
Desa Cibojong. Selisih nilai pembayaran dari PT. KTI ke FKDC dan pembayaran
dari FKDC kepada desa model disimpan oleh Bendahara Koordinator Jasa
Lingkungan. Uang tersebut akan dipakai untuk pembayaran kepada Desa Citaman
hingga tahun 2009, Desa Cikumbueun dan Kadu Agung hingga tahun 2012
dengan nilai pembayaran tetap.
Alasan tetapnya nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia
jasa ligkungan (seller) meskipun telah mendapatkan tambahan pembayaran dari
pemanfaat jasa lingkungan (buyer) adalah belum tersedia informasi yang relevan
mengenai nilai yang seharusnya dibayarkan oleh pemanfaat jasa lingkungan
maupun yang seharusnya diterima oleh penyedia jasa lingkungan. Alasan tersebut
melatarbelakangi penulis untuk malakukan penelitian ini guna menambah
informasi bagi pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa
64
lingkungan dalam penentuan peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan
melalui pendekatan nilai ekonomi dengan metode nilai pasar atau produktivitas.
Dengan menghitung nilai ekonomi pada lahan yang dijadikan model pembayaran
jasa lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi tambahan informasi serta
menjadai dasar pendekatan bagi penetuan peningkatan nilai pembayaran jasa
lingkungan selanjutnya. Pembahasan mengenai nilai ekonomi akan disajikan pada
subbab Hasil dan Pembahasan selanjutnya.
6.2.3 Skema Mekanisme Pambayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Proses pembangunan dan pengembangan model hubungan hulu – hilir
dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, dimulai sejak
sosialisasi tentang Pembayaran Jasa Lingkungan (environment services payment)
oleh GTZ – smcp pada pertengahan tahun 2002. Sosialisasi implementasi konsep
dalam model di DAS Cidanau juga dilakukan oleh lembaga – lembaga lain
seperti; World Agroforesty Centre dengan program RUPES, BTL – BPPT dan
terakhir LP3ES – IIED yang kemudian mendukung implementasi konsep tersebut
di lokasi model pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau (FKDC, 2007).
Dibutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk memulai implementasi pembayaran
jasa lingkungan yang telah dirumuskan sejak tahun 2002. Implementasi
pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dimulai terhitung sejak tahun 2005.
Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa
lingkungan merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa pembayaran
insentif yang bertujuan untuk mengendalikan dampak negatif lingkungan melalui
mekanisme pasar. Mekanisme pasar pasar tercermin pada proses transaksi (tukar
menukar jasa) antara penyedia jasa dan pengguna jasa lingkungan dengan posisi
65
setara dan sukarela. Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran
jasa lingkungan di yang dikembangkan dan diimplementasikan di DAS Cidanau
merupakan hasil kesepakatan antara FKDC dengan pihak penyedia maupun
pemanfaat jasa lingkungan. Menurut N.P Rahadian yang merupakan Sekjen
FKDC, FKDC menawarkan dua opsi tipologi mekanisme pembayaran jasa
lingkungan kepada pihak penyedia maupun pemanfaat jasa lingkungan. Pertama,
mekanisme pembayaran secara langsung (indirect payment) yaitu pembayaran
dilakukan secara langsung oleh pemanfaat jasa lingkungan (buyer) kepada
penyedia jasa lingkungan (seller), kedua, mekanisme pembayaran secara tidak
langsung (indirect payment) yaitu transaksi pembayaran yang diserahkan dan
dikelola oleh pihak perantara (Lembaga pemerintah, swasta atau masyarakat)
yang telah disepakati oleh pihak pemanfaat (buyer) maupun penyedia jasa
lingkungan (seller).
Kesepakatan mengenai skema mekanisme pembayaran jasa lingkungan di
DAS Cidanau adalah mekanisme pembayaran jasa lingkungan secara tidak
langsung (indirect payment) dengan FKDC sebagai pihak perantara
(intermediary). Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau
ditunjukkan pada Gambar 12.
66
Gambar 10. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Tidak Langsung di DAS Cidanau
Berdasarkan mekanisme pembayaran tidak langsung yang disepakati,
skema transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau berawal dari
transaksi pembelian berupa pembayaran sejumlah uang oleh PT KTI (buyer)
sebesar Rp. 175.000.000,00 pada dua tahun pertama dan Rp. 200.000.000,00 pada
tiga tahun berikutnya kepada pihak perantara yaitu FKDC. Pembayaran tersebut
dikelola sepenuhnya oleh FKDC sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam
Naskah Kesepahaman. Hasil pembayaran dari PT. KTI yang dikelola oleh FKDC
selanjutnya dibayarkan kepada desa model pambayaran jasa lingkungan (seller),
salah satunya adalah Kelompok Tani Karyamuda II di Desa Citaman.
6.2.3.1 Kelemahan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Hubungan hulu hilir dengan Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di
DAS Cidanau yang telah berjalan sejak tahun 2005 sesungguhnya belum dapat
dikatakan sempurna karena masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam
Jasa LingkunganTransaksi PembelianTransaksi Pembayaran
Pemanfaat Jasa Lingkungan (buyer)PT. Krakatau Tirta
Industri
Penyedia Jasa Lingkungan (seller)
Kelompok Tani Karyamuda II
Forum Komunikasi DAS Cidanau
(FKDC)
67
mekanisme tersebut. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam mekanisme
pembayaran jasa lingkungan antara lain:
1. Penetapan nilai pembayaran jasa lingkungan meskipun ditetapkan berdasarkan
kesepakatan bersama, tetapi belum didasarkan pada nilai ekonomi jasa
lingkungan yang dihasilkan oleh lahan yang menjadi model pembayaran jasa
lingkungan.
2. Nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia jasa lingkungan
(desa model) masih terlalu rendah yaitu hanya Rp. 1.200.000,00/ha/tahun.
Nilai tersebut masih lebih kecil dari nilai pembayaran yang seharusnya
diterima penyedia jasa lingkungan dari yang dibayarkan oleh pemanfaat jasa
lingkungan (PT. Krakatau Tirta Industri) yaitu Rp. 2.765.000,00 hingga Rp.
3.160.000,00/ha/tahun.
3. Ketidaksesuaian nilai pembayaran yang dibayarkan pemanfaat jasa lingkungan
dengan yang diterima penyedia jasa lingkungan dapat menyebabkan
ketidakpercayaan terhadap pihak lembaga pengelola (FKDC).
6.2.3.2 Kekuatan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa
lingkungan di DAS Cidanau yang telah berlangsung sejak tahun 2005 hingga saat
ini masih tetap berjalan. Keberlanjutan tersebut menunjukkan adanya suatu
kekuatan atau kelebihan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan.
Beberapa kekuatan atau kelebihan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan
antara lain:
1. Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pambayaran jasa lingkungan di DAS
Cidanau dikelola oleh suatu lembaga pengelola yang memiliki kapabilitas,
68
pengalaman yang cukup serta tim kerja yang bertanggung jawab dan perhatian
yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan. Lembaga pengelola yang
diwakili oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) merupakan lembaga
yang independen dan diwakili oleh berbagai pihak yang terlibat dalam
pengelolan dan pemanfaatan DAS Cidanau, baik dari pihak pemerintah,
swasta maupun masyarakat.
2. Para pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan
terdefinisi dengan jelas, yaitu sebagai pemanfaat jasa lingkungan diwakili oleh
PT. Krakatau Tirta Industri, penyedia jasa lingkungan oleh desa model
pembayaran jasa lingkungan, salah satunya Desa Citaman (Kelompok tani
Kartamuda II), dan lembaga pengelola jasa lingkungan diwakili FKDC.
Adanya pihak yang terdefinisi dengan jelas menyebabkan proses transaksi
pembayaran jasa lingkungan dapat terlaksana dengan baik.
3. Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan
merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif
(incentive payment). Pembeian insentif dalam bentuk pembayaran uang sangat
mudah diterima oleh masyarakat karena dapat menjadi alternatif pandapatan.
Instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif bertujuan untuk
mengendalikan dampak negatif lingkungan melalui mekanisme pasar.
6.2.3.3 Ancaman dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di
DAS Cidanau dapat terganggu bahkan terhenti keberlangsungan dan
kebarlanjutannya apabila para pihak terkait tidak waspada terhadap ancaman-
ancaman yang muncul dari berbagai pihak. Beberapa ancaman yang dapat
69
menggangu keberlanjutan dan keberlangsungan mekanisme pembayaran jasa
lingkungan di DAS Cidanau antara lain:
1. Adanya kecenderungan atau tren penjualan kayu yang berasal dari lahan
masyarakat, Hal tersebut dipicu oleh tingginya permintaan terhadap kayu
untuk bahan dasar berbagai kebutuhan industri, tingginya harga jual kayu, dan
desakan kebutuhan ekonomi masyarakat.
2. Masih adanya ketidakpastian hubungan sebab-akibat yang signifikan antara
penggunaan lahan terhadap jasa-jasa lingkungan yang dihasilkan sehingga
pembayaran jasa lingkungan dari PT. Krakatau Tirta Industri sempat tertunda
bahkan dapat berdampak pada terganggunya keberlangsungan dan
keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan.
3. Munculnya persaingan antara masyarakat penerima dengan masyarakat bukan
bukan penerima pambayaran jasa lingkungan dimana masyarakat yang tidak
menerima pembayaran dapat menebang dan menjual kayunya sehingga dapat
memperoleh penghasilan yang lebih besar dan pada saat yang dibutuhkan.
6.2.3.4 Peluang yang Muncul dari adanya Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa
lingkungan di DAS Cidanau merupakan suatu perspektif baru dalam sistem
pengelolaan lingkungan yang lestari. Konsep tersebut diharapkan dapat
memberikan peluang-peluang yang menguntungkan bagi para stakeholder di DAS
Cidanau baik secara ekonomi, sosial maupun ekologi pada masa yang akan
datang. Peluang-peluang yang muncul dari adanya mekanisme pembayaran jasa
lingkungan tersebut diharapkan dapat menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan
implementasi pembayaran jasa lingkungan juga menjadi pelopor terbentuknya
70
konsep yang sama di wilayah lain. Beberapa peluang yang muncul dari adanya
mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau antara lain:
1. Perubahan paradigma dalam upaya pemanfaatan dan pengelolan hutan secara
lestari. Kelestarian hutan, khususnya di wilayah hulu DAS Cidanau akan
sangat berpengaruh terhadap terjaminnya ketersediaan air di DAS Cidanau
bagi pemenuhan kabuuhan akan air bagi masyarakat sekitarnya.
2. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan dengan pemberian insentif berupa
uang dapat menjadi alternatif pendapatan bagi masyarakat dengan catatan nilai
dalam transaksi pembayaran jasa lingkungan telah sesuai dengan yang
seharisnya diterima.
3. Terbentuknya pasar jasa lingkungan yang semakin luas, baik dari pihak
pemanfaat maupun penyeia jasa lingkungan. Hal tersebut dapat mendorong
terbentuknya kesediaan membayar dari pemanfaat jasa lingkungan lain
disamping PT. Krakatau tirta Industri yang hingga saat ini masih menjadi
partisipan utama dalam implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan
di DAS Cidanau.
6.3 Analisis Nilai Ekonomi pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan
Nilai ekonomi yang dihitung merupakan nilai guna (use value). Nilai guna
(use value) dari lahan model pembayaran jasa lingkungan adalah penjumlahan
nilai guna langsung (direct use value) dan nilai guna tidak langsung (indirect use
value). Nilai guna langsung (direct use value) terdiri dari nilai kayu, nilai produk,
nilai kayu bakar dan nilai padi gogo, sedangkan nilai guna tidak langsung
(indirect use value) yang terdiri dari nilai air bagi rumah tangga penerima
pembayaran jasa lingkungan. Nilai guna tersebut merupakan nilai yang dihasilkan
71
dari kegiatan konservasi yang dilakukan oleh Kelompok Tani Karyamuda II pada
lahan seluas 25 ha.
Nilai guna langsung (direct use value) merupakan manfaat langsung yang
dapat diambil dari sumberdaya lahan yang terdapat pada kawasan lahan model
pembayaran jasa lingkungan yaitu sebagai input bagi proses produksi dan barang
konsumsi meliputi nilai kayu untuk pertukangan, nilai kayu bakar, nilai produk
hasil tanaman (buah-buahan dan dedaunan) serta nilai persawahan huma (padi
gogo). Sedangkan nilai guna tidak langsung (indirect use value) merupakan
manfaat ekologis yang dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sumberdaya yang terdapat di kawasan model pembayaran jasa
lingkungan yaitu berupa manfaat ketersedian air bersih untuk kebutuhan rumah
tangga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai guna langsung dan nilai
guna tidak langsung tersebut marupakan nilai real yang sudah dinikmati
masyarakat. Berdasarkan hasil pengolahan data primer, nilai guna langsung
menghasilkan nilai sebesar Rp. 8.692.773.070,00 atau sebasar 99,91% dari
keseluruhan nilai guna (use value), sedangkan nilai guna tidak langsung
menghasilkan nilai sebesar Rp. 7.740.000,00 atau sebesar 0,9% dari keseluruhan
nilai guna (use value). Dengan demikian, total nilai guna (use value) pada lahan
model pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman adalah sebesar Rp.
8.700.513,070.00/tahun atau Rp. 324.020.522,80/ha/tahun. Secara ringkas,
perhitungan nilai ekonomi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
72
Table 6. Nilai ekonomi Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Desa Citaman
No Jenis Manfaat Nilai Ekonomi (Rp/Tahun)
Prosentase Terhadap Nilai Ekonomi Total
I Nilai guna langsung1 Nilai kayu 8.604.187.619,60 98,89%2 Nilai kayu bakar 27.867.900,00 0,32%3 Nilai produksi 58.785.091,33 0,68%4 Nilai huma 1.932.460,00 0,02%Jumlah I 8.692.773.070,00 99,91%II Nilai guna tidak langsung1 Nilai air rumah tangga 7.740.000,00 0,90%Julmah II 7.740.000,00 0,09%Jumlah I + II 8.700.513.070.00 100%
Sumber: Analisis data primer, 2009
Dengan kondisi perbedaan proporsi yang cukup jauh antara nilai guna
langsung dan nilai guna tidak langsung yang dihasilkan, menunjukkan bahwa
manfaat ekonomi nyata dari sumberdaya lahan yang dirasakan masyarakat
penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman masih didominasi oleh
nilai guna langsung. Nilai guna guna langsung tersebut berupa produk dari
sumberdaya lahan sebagai barang konsumsi dan input bagi proses produksi,
sedangkan nilai manfaat ekologis yang secara tidak langsung dapat dirasakan
masih relatif lebih rendah. Disamping itu, kondisi sosial ekonomi masyarakat
yang masih mengandalkan pada hasil pertanian sepenuhnya, keterbatasan keahlian
kerja dan tingkat pendidikan yang masih rendah, yaitu hanya mengenyam
pendidikan sampai tingkat SD, maka prioritas utama masyarakat dalam
pengelolaan serta penggunaan lahannya adalah untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari sehingga menyebabkan tingginya tingkat kegiatan pertanian.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa manfaat tangible yang
dieksploitasi oleh masyarakat jauh lebih besar. Untuk itu, program pembayaran
jasa lingkungan pada masa yang akan datang memiliki tantangan untuk dapat
lebih menyeimbangkan fungsi ekologis dari kawasan lahan model pembayaran
73
jasa lingkungan, disamping memenuhi kebutuhan ekonomis masyarakat.
Meskipun demikian, nilai ekonomi dari fungsi ekologis kawasan lahan model
pembayaran jasa lingkungan ini yaitu berupa nilai air untuk kebutuhan rumah
tangga masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan, tetap memberikan
gambaran bahwa masyarakat memperoleh kepuasan dari manfaat yang diperoleh
dari jasa lingkungan sebesar Rp. 7.740.000,00/tahun.
Nilai ekonomi yang dihasilkan belum sepenuhnya menggambarkan nilai
ekonomi dari kawasan lokasi model pembayaran jasa lingkungan. Hal tersebut
disebabkan oleh masih adanya nilai-nilai guna lain yang belum diperhitungkan
dalam penelitian ini. Nilai guna lain seperti nilai pakan ternak, nilai serapan
karbon, nilai kontribusi spesies sebagai komponen ekosistem dan sebagai
penyangga kehidupan secara agregat belum dapat dihitung dalam penelitian ini.
Nilai bukan guna (non use value) pada penelitian kali ini tidak diperhitungkan.
Meski demikian, nilai ekonomi yang dihitung dalam penelitian ini telah mencakup
manfaat-manfaat yang telah dirasakan masyarakat baik berupa barang maupun
jasa lingkungan dari kawasan lahan model pembayaran jasa lingkungan. Uraian
selengkapnya mengenai berbagai nilai guna (use value) yang dihitung dijelaskan
pada bagian berikut.
6.3.1 Nilai Kayu
Untuk menghitung nilai kayu dari tegakan di kawasan model pembayaran
jasa lingkungnan digunakan metode pendekatan nilai pasar. Harga yang
digunakan adalah harga yang berlaku di sekiitar wilayah lokasi penelitian.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Desa Citaman, baik yang
menjadi responden maupun tidak, diketahui bahwa saat ini hampir semua jenis
74
kayu yang terdapat di lokasi model pembayaran jasa lingkungan dapar
diperjualbelikan, dengan demikian nilai kayu di wilayah ini ber nilai cukup besar.
Berikut daftar harga kayu yang disajikan pada Tabel 7.
Nilai kayu diperoleh dengan menghitung rata-rata volume kayu
(mengunakan rumus volume tabung yaitu luas alas (lingkaran) dikalikan tinggi),
hasilnya kemudian dikalikan dengan harga jual di pasaran (Tabel 7). Dalam
perhitungan ini, jenis kayu yang dinilai dan harga yang digunakan adalah harga
yang berlaku di pasaran umum di wilayah Kabupaten Serang (Tabel 7).
Table 7. Daftar Harga Kayu di Sekitar Kawasan Model Pembayaran Jasa Lingkungan
No Jenis Kayu Harga kayu / m3 (Rp)
I Buah buahan1 Durian 2.000.000,002 Melinjo 200.000,003 Pete 500.000,004 Jengkol 500.000,005 Cengkeh 500.000,006 Mangga 200.000,007 Nangka 2.000.000,008 Kecapi 300.000,009 Kapuk 150.000,00II Kayu kayuan1 Mahoni 2.000.000,002 Tesuk 300.000,003 Sobsi 300.000,004 Bayur 600.000,005 Waru 1.500.000,006 Kihiang 1.500.000,007 Mindi 1.800.000,008 Suren 1.800.000,009 Dadap 150.000,00
10 Kanyere 600.000,0011 Cempaka 2.000.000,0012 Albazia 400.000,00
Sumber : Perusahaan penerima kayu PT. Sumber Graha Sejahtera (2009)
Berdasarakan keterangan yang diperoleh dari masyarakat, bahwa tanaman-
tanaman yang terdapat di lokasi pembayaran jasa lingkungan ditanam pada waktu
yang relatif bersamaan yaitu pada saat sosialisasi program bantuan bibit berbagai
75
tanaman dari pemerintah sekitar tahun 1980, namun, terdapat sebagian tanaman
yang baru di tanam pada sekitar tahun 2000. Berdasarkan kondisi tersebut,
diasumsikan bahwa rata-rata volume tanaman-tanaman yang terdapat di lokasi
medel pembayaran jasa lingkungan seragam, dengan rata-rata volume kayu
disajikan pada Tabel 8. Jumlah pohon di lokasi peneliian lebih dari 12.500 batang
pohon. Sehingga berdasarkan hasil pengolahan data primer nilai kayu yang
dihasilkan adalah sebesar Rp. 8.604.187.619,60 atau sebesar Rp.
344.167.504,80/ha/tahun (Lampiran 3).
Tabel 8. Perhitungan Nilai Kayu pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan
No Jenis KayuVolume Kayu
Rata-RataNilai / m3 Jumlah
PohonNilai Total
(m3) (Rp) (Rp)I Buah buahan1 Durian 0.923 1,846,320 1238 2,285,744,1602 Melinjo 0.777 155,430 4570 710,315,1003 Pete 1.089 544,476 293 159,531,4684 Jengkol 1.180 589,849 372 219,423,8285 Cengkeh 0.739 369,264 2658 981,503,7126 Mangga 0.584 116,745 26 3,035,3757 Nangka 0.989 1,978,200 272 538,070,4008 Kecapi 0.362 108,518 16 1,736,2949 Kapuk 0.848 127,170 36 4,578,120Nilai Total Kayu Jenis Buah-Buahan
4,903,938,458
II Kayu-kayuan - -1 Mahoni 0.796 1,591,980 1848 2,941,979,0402 Tesuk 0.532 159,575 225 35,904,3303 Sobsi 0.862 258,485 1498 387,210,2304 Bayur 0.743 445,754 19 8,469,3345 Waru 0.345 518,100 80 41,448,0006 Kihiang 0.377 565,200 50 28,260,0007 Mindi 0.690 1,241,744 30 37,252,3328 Suren 0.345 621,720 164 101,962,0809 Dadap 2.135 320,280 49 15,693,720
10 Kanyere 0.063 37,680 712 26,828,16011 Cempaka 0.345 690,800 56 38,684,80012 Albazia 2.077 830,844 44 36,557,136Nilai Total Kayu Jenis Kayu-Kayuan
3,700,249,162
Total Nilai Kayu 8,604,187,619.60
76
Sumber : analisis data primer, 2009
Nilai kayu yang dihasilkan di lokasi model pembayaran jasa lingkungan
ini lebih besar dibandingkan hasil penelitian sebelumnya di Taman Pendidikan
Gunung Walat yaitu sebesar Rp. 1.294.605.000,00/ha/tahun (Roslinda, 2002).
Perbedaan nilai tersebut karena harga kayu saat ini lebih tinggi, selain itu jenis
kayu yang dimasukkan dalam perhitungan nilai kayu di lokasi model pembayaran
jasa lingkungan lebih banyak dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu hanya 3
jenis kayu.
6.3.2 Nilai Kayu Bakar
Kayu bakar merupakan sumber energi utama untuk kebutuhan memasak di
lokasi penelitian. Kebiasaan menggunakan kayu bakar telah berlangsung sejak
lama, meskipun saat ini sudah ada sumber energi lain seperti minyak tanah dan
gas, namun masyarakat di lokasi penelitian tetap menggunakan kayu bakar untuk
kebutuhan memasak sehari-hari. Menurut mereka, selain murah dan mudah untuk
didapatkan, penggunaan kayu bakar juga tidak memiliki risiko kecelakaan sebesar
risiko yang ditimbulkan oleh energi lainnya seperti minyak tanah atau gas, selain
itu penggunaan kayu bakar yang mudah juga menjadi alasan mengapa mereka
tetap memilih kayu bakar meskipun program kompor gas dari pemerintah juga
sudah masuk ke wilayah tersebut.
Kayu bakar di lokasi penelitian dikumpulkan dalam bentuk ikatan, dengan
konversi 1 m3 kayu bakar setara dengan 10 ikat kayu bakar dengan harga per ikat
kayu bakar Rp. 2.500,00/ikat atau Rp 25.000,00/m3. Pengumpulan kayu bakar
dilakukan dengan cara mengumpulkan ranting-ranting yang telah berjatuhan dan
dengan cara menebang ranting-ranting pohon yang kecil atau memanfaatkan
pohon-pohon yang sudah tumbang. Pengambilan kayu bakar dilakukan sambil
77
pulang dari kegiatan berkebun dan biasanya diambil antara 3 hingga 5 hari sekali,
kemudian dikumpulkan di tempat pengumpulan kayu bakar di masing-masing
rumah penduduk.
Nilai kayu bakar ditentukan dengan metode pendekatan nilai pasar karena
di sekitar wilayah penelitian sudah ada pasar untuk kayu bakar. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden, diketahui bahwa lebih dari 90% masyarakat
penerima jasa lingkungan mengunakan kayu bakar sebagai sumber energi utama
untuk memasak. Frekuensi memasak untuk semua responden sebanyak dua kali
dalam sehari dengan volume rata-rata penggunaan kayu bakar 25,93 m3/tahun
(Lampiran 7). Masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan memiliki lahan
milik maupun garapan masing-masing, maka diasumsikan kayu bakar yang
dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari lahan mereka, karena
biasanya pengambilan kayu bakar dilakukan pada saat bertani. Dari hasil
pengolahan data diperoleh nilai kayu bakar yang ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Perhitungan Nilai Kayu Bakar pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan
Rata-rata konsumsi kayu bakar per RT
(m3/tahun)
Jumlah pengguna
(jiwa)
Total konsumsi (m3/tahun)
Harga kayu bakar (Rp/m3)
Nilai total (Rp/tahun)
25,93 43 1.115,08 25.000,00 27.876.900,00Sumber : Analisis data primer, 2009
Dengan jumlah konsumsi kayu bakar rata-rata sebesar 25,93 m3/ tahun
untuk masing-masing rumah tangga, dimana rata-rata jumlah anggota
keluarga/rumah tangga adalah 5,7 jiwa, maka nilai kayu bakar yang dihasilkan
oleh masyarakat di lokasi model pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp.
1.115.076,00/ha/tahun, selengkapnya disajikan pada (lampiran 7). Hasil ini lebih
kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian Roslinda (2002) yang menghitung
78
nilai kayu bakar di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan pendekatan
biaya pengadaan yaitu Rp. 1.903.450,90/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai kayu bakar di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki tingkat
konsumsi kayu bakar dan yang lebih tinggi dibandingkan di lahan model PJL di
Desa Citaman.
6.3.3 Nilai Produk
Nilai produk adalah manfaat yang didapatkan dari hasil tanaman yang
terdapat di lokasi model PJL meliputi nilai buah dan nilai daun dari sumberdaya
tersebut. Lahan model pembayaran jasa lingkungan berupa kebun campuran yang
terdiri dari berbagai tanaman buah dan pepohonan kayu dengan luas lahan sebesar
25 ha, dengan demikiaan produktivitas dari tanaman-tanaman yang dihasilkan
sangat beragam. Lahan model PJL ini pada awalnya merupakan semak belukar
pada sekitar tahun 1970, sehingga jenis-jenis tanaman yang terdapat di lokasi
tersebut ditanam pada waktu yang relatif bersaman setelah adanya berbagai
program pemerintah seperti gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (GERHAN) serta
program-program lainnya. Berdasarkan informasi tersebut, volume produktivitas
untuk tanaman-tanaman yang serupa diasumsikan memiliki besaran yang sama.
Nilai produk ditentukan berdasarkan pendekatan nilai pasar, yaitu dengan
menghitung produktivitas rata-rata per tanaman dari produk (buah-buahan dan
dedaunan) yang dihasilkan oleh masing-masing tanaman tersebut. Besaran
produktivitas rata-rata per tanaman kemudian dikalikan dengan harga pasar yang
berlaku di wilayah sekitar lokasi penelitian. Akhirnya, didapatkan nilai produksi
per pohon untuk masing-masing produk yang kemudian kalikan dengan jumlah
pohon yang terdapat di lokasi tersebut.
79
Berdasarkan hasil pengolahan data (Lampiran 4) yaitu perkalian antara
produktivitas rata-rata per tanaman, jumlah panen per tahun, jumlah pohon dan
harga masing-masing produk, diperoleh nilai ekonomi produk adalah sebesar Rp.
58.785.091,33/tahun atau Rp. 2.351.403,65/ha/tahun dengan rician yang disajikan
dalam Tabel 10.
Tabel 10. Perhitungan Nilai Produk pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan
Jenis Produk
SatuanProduktivitas rata2/pohon
Panen/tahun
Jumlah pohon
Harga (Rp)
Nilai ekonomi produksi
Melinjo kg 0.56 3 4570 3.500,00 27.018.071,60Daun Melinjo
kg 0.15 6 4570 1.250,00 5.099.845,32
Kopi kg 0.19 1 3512 11.000,00 7.168.170,77Durian butir 0.04 1 1238 4.000,00 222.099,67Pete empong 0.06 1 293 45.000,00 763.342,11Jengkol kg 1.32 1 372 1.500,00 735.330,51Cengkeh kg 0.05 1 2658 32.500,00 4.047.951,15Mangga butir 1.27 1 26 1.250,00 41.363,64Nangka butir 0.71 1 272 1.250,00 242.212,39Kapuk kg 1.53 1 26 500,00 19.943,18Pisang tandan 0.07 6 7988 4.000,00 13.426.761,01
Total Rp. 58.785.091,30Sumber : analisis data primer, 2009
Tabel di atas menjelaskan beragam produktivitas, jumlah panen per tahun serta
harga produk masing-masing. Perbedaan satuan yang terdapat pada produk jenis
durian, pete, mangga, nangka dan pisang karena pada saat pengambilan data
masyarakat sulit mengukur produk-produk tersebut dalam satuan kilogram juga
karena kebiasaan mereka dalam menjual produk tersebut dengan satuan yang
tertulis seperti dalam tabel. Dengan demikian jenis satuan tersebut tidak diubah
agar perhitungan yang dihasilkan sesuai dengan apa yang terjadi di lokasi
penelitian.
Adanya program pembayaran jasa lingkungan mengandung konsekuensi
bahwa masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan berkewajiban untuk
80
tidak menebang pohon atau menjaga sejumlah pohon pada setiap lahan mereka
sebanyak minimal 500 pohon/ha/tahun selama periode kontrak yaitu 5 tahun.
Menurut FKDC (2009) Jenis tanaman yang masuk dalam skema pembayaran jasa
lingkungan adalah tanaman yang memiliki daya serap air yang tinggi. Data jenis
pohon yang termasuk dalam skema model pembayaran jasa lingkungan disajikan
pada (Lampiran 1 dan 2). Berdasarkan kesepakatan kontrak tersebut, masyarakat
penerima pembayaran jasa lingkungan memiliki keterbatasan akses terhadap
pemanfaatan hasil kayu di lokasi model pembayaran jasa lingkungan selama
periode kontrak tersebut. Dengan adanya keterbatasan akses pemanfaatan
terhadap hasil kayu, maka hasil produksi dari tanaman-tanaman seperti buah-
buahan dan dedaunan menjadi tumpuan untuk menghasilkn alternatif penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena mereka tidak memiliki mata
pencaharian tetap lain selain bertani.
6.3.4 Nilai Padi Gogo
Manfaat langsung pada lahan model pembayaran jasa lingkungan,
disamping berasal dari hasil kayu dan produk komoditinya, juga berasal dari padi,
namun padi yang dihasilkan di lokasi model pembayaran jasa lingkungan ini
berbeda dengan padi yang dihasilkan oleh persawahan pada umumnya yang
menggunakan sistem pengairan irigasi. Persawahan di lokasi ini disebut huma,
sedangkan hasil padinya disebut padi gogo. Padi gogo merupakan tanaman padi
yang dapat ditanam dengan baik pada lahan kering yang datar maupun lahan
kering berlereng tanpa galengan. Dengan demikian jenis padi ini cocok untuk
lahan di lokasi model pembayaran jasa lingkungan yang memiliki karakteristik
seperti yang telah dijelaskan.
81
Menurut Laporan BPS (2005) rata-rata produktivitas padi gogo adalah
2,56 ton/ha, hasil ini jauh di bawah rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia
yang mencapai 4,78 ton/ha. Meskipun demikian hasil padi gogo di lokasi model
pembayaran jasa lingkungan tidak sebaik dhasil padi gogo di tempat-tempat lain
yaitu hanya sekitar 0,98 ton/ha, hal ini disebabkan oleh rimbunnya tegakan di
sekitar huma tersebut, penyebab lainnya adalah banyaknya tanaman lain di sekitar
huma sehingga terjadi kompetisi dalam mendapatkan air diantara tanaman-
tanaman tersebut untuk mununjang pertumbuhan mereka masing-masing sehingga
pertumbuhan maupun hasil dari huma tidak memuaskan.
Penentuan nilai huma diperoleh dengan melakukan perhitungan biaya
manfaat dari kegiatan pertanian huma itu sendiri. Komponen yang termasuk
dalam biaya pada pertanian huma adalah biaya pengadan pupuk, biaya pengadaan
benih dan biaya pemanenan (upah). Jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk tiap
petak huma adalah 2 kg pupuk urea dengan luasan per petak huma adalah 400 m2
atau 50 kg pupuk/ha huma, sedangkan untuk benih padi gogo dibutuhkan sekitar
40 kg/ha dan untuk upah pekerja (biaya panen) dibutuhkan biaya sebesar Rp.
25.000,00/ha/orang dengan jumlah pekerja sebanyak 5 orang/ha. Sedangkan
komponen yang termasuk dalam manfaat adalah hasil panen dikalikan denga
harga jualnya. Hasil panen/ha rata-rata adalah sebesar 1,125 ton/ha dengan harga
jual gabah di sekitar lokasi penelitian sebesar Rp. 1.800,00/kg. Dengan demikian
nilai huma adalah selisih dari manfaat dan biaya total (surplus total) dari kegiatan
bertani huma. Dari hasil pengolahan data primer, diperoleh nilai surplus total
sebesar Rp. 1.707.800,00/tahun dari luasan lahan seluas 1,65 ha (Tabel 11).
Perhitungan secara rinci disajikan pada Lampiran 6.
82
Tabel 11. Perhitungan Nilai Huma pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan
Luas lahan total (Ha)
Hasil panen total
(kg/ha)
Harga jual gabah
(Rp/kg)
Pendapatan total (Rp)
Biaya total (Rp)
Surplus total
1,65 1.622,5 1.800,00 2.950.200,00 1.212.700,00 1.707.800,00Sumber : analisis data primer, 2009
Saat ini para petani yang masih mengusahakan huma jumlahnya tingal
sedikit yaitu hanya sebesar 6,6% dari total luas lahan model pembayaran jasa
lingkungan. Hal ini, menurut masyarakat disebabkan oleh hasil dari komoditi lain
(komoditi produk) yang lebih besar yaitu sebesar Rp. 2.351.403,65/ha/tahun
dibandingkan dengan hasil dari huma yaitu sebesar Rp. 1.035.030,30/ha/tahun.
Selain itu konsekuensi dari adanya program pembayaran jasa lingkungan yang
mewajibkan masing-masing pemilik lahan untuk mananami 500 batang pohon/ha
pada lahan mereka berakibat pada pengurangan pemanfaatan lahan untuk huma.
6.3.5 Nilai Air Rumah Tangga
Penggunan air untuk konsumsi rumah tangga terdiri dari kebutuhan untuk
memasak dan minum, mandi dan mencuci, kakus serta untuk berwudhu karena
hampir seluruh masyarakat di lokasi penelitian memeluk agama Islam. Sumber air
yang digunakaan adalah bak air untuk pemandian umum yang terpisah antra bak
mandi laki-laki dengan perempuan dengan volume masing-masing sebesar 6,76
m3. air yang ditampung di bak pemandian umum tersebut diasumsikan berasal
dari lahan Lokasi model pembayaran jasa lingkungan. Nilai air rumah tangga
ditentukan dengan pendekatan harga pasar yaitu harga air yang dikeluarkan oleh
PDAM Kabupaten Serang. Secara rinci disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Harga Air Per 10 m3
Volume Air Biaya Air /Bulan
0 - 10 m3 Rp13.000,00
83
11 - 20 m3 Rp15.000,0021 - 30 m3 Rp17.000,00
Sumber : PDAM Kabupaten Serang, 2009
Penentuan nilai air dilakukan dengan cara menghitung rata-rata konsumsi
air rumah tangga per bulan kemudian dikalikan dengan biaya panggunaan air per
bulan yang diadopsi dari harga air yang berlaku di PDAM Kabupaten Serang.
Rata-rata konsumsi air untuk kebutuhan rumah tangga di lokasi penelitian sebesar
14.532 m3/bulan (Lampiran 5), artinya rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk
pengadaan air adalah Rp. 15.000,00/bulan yang kemudian digandakan terhadap
jumlah rumah tangga penerima pembayaran jasa lingkungan sebanyak 43 keluarga
dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 172 orang. Sedangkan jumlah
konsumsi air rata-rata per hari disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Konsumsi Air Rata-Rata per hari Masyarakat Penerima Pembayaran Jasa Lingkungan
Jenis KebutuhanKonsumsi air rata-
rata/orang/hari(liter)
mandi 50cuci 20
minum dan memasak 2kakus 10wudhu 2.5
Sumber : Analisis data primer, 2009
Berdasarkan analisis data primer, nilai air yang dikonsumsi adalah sebesar
Rp 7.740.000,00/tahun atau sebesar Rp. 309.600,00/ha/tahun. Nilai ini lebih
rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya dari Parera (2005)
sebesar Rp. 1.038.485,00/ha/tahun. Rendahnya nilai air ini karena biaya rata-rata
yang dikeluarkan lebih rendah dari hasil penelitian Parera (2005). Namun nilai air
di lokasi model pembayaran jasa lingkungan masih lebih tinggi jika dibandingkan
dengan hasil penelitian di Taman Nasional Menu Betiri sebesar Rp.
84
125.000,00/ha/tahun (Handayani, 2002) dan di Hutan Pendidikan Gunung Walat
sebesar Rp. 43.452,00/ha/tahun (Roslinda, 2002). Tingginya nilai air di lokasi
model pembayaran jasa lingkungan karena jumlah air yang dikonsumsi lebih
banyak dan biaya air yang lebih tinggi.
6.4 Nilai Kompensasi untuk Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Penilaian dan pengukuran jasa lingkungan yang merupakan produk
sumberdaya alam hayati dan ekosistem berupa manfaat langsung (tangible) dan
manfaat tidak langsung (intangible) bukanlah suatu hal yang mudah untuk
dilakukan, karena tidak semua jasa lingkungan yang dihasilkan memiliki nilai
pasar dan dapat dikonsumsi secara langsung. Penentuan nilai pembayaran jasa
lingkungan di DAS Cidanau didasarkan pada contoh – contoh program
pemerintah yang berkaitan dengan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan seperti
kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Hutan Rakyat (P2HR) dan Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (FKDC, 2007). Referensi tersebut
disepakati oleh pihak penerima jasa lingkungan (PT. KTI) bersama dengan
FKDC, penggunaan referensi untuk penentuan nilai tersebut menurut berdasarkan
hasil wawancara Rahadian dan Hardono selaku Sekertaris Jendral FKDC
disebabkan oleh belum tersedianya informasi – informasi yang berkaitan dengan
nilai yang seharusnya dibayarkan dalam transaksi pembayaran jasa lingkungan
karena belum banyak hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan transaksi
pembayaran jasa lingkungan baik di Indonesia maupun di DAS Cidanau.
Nilai kompensasi pada transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS
Cidanau saat ini sebesar Rp 175.000.000,00/tahun pada dua tauhn pertama,
sedangkan pada tiga tahun berikutnya nilai insentif tersebut meningkat menjadi
85
Rp. 200.000.000,00/tahun dengan luas lahan yang disepakati seluas 50 ha. Nilai
ini setara dengan Rp. 2.765.000,00 – Rp. 3.160.000,00/ha/tahun. Sementara nilai
yang diterima masyarakat berdasarkan hasil negosiasi antara pihak FKDC dengan
pihak masyarakat penyedia jasa lingkungan hanya sebesar Rp.
1.200.000,00/ha/tahun sehingga masih terdapat selisih sebesar Rp.
1.565.000,00/ha/tahun hingga Rp. 1.960.000,00/ha/tahun yang seharusnya
diterima panyedia jasa lingkungan sesuai dengan kesepakatan antara FKDC
dengan PT. Krakatau Tirta Industri.
Nilai kompensasi yang saat ini disepakati, seperti yang tercantum di atas
sesungguhnya masih belum sesuai dengan nilai yang seharusnya diterima yaitu
sebesar Rp. 2.765.000,00 – Rp. 3.160.000,00/ha/tahun. Terlebih lagi bila nilai
yang saat ini disepakati dibandingkan dengan nilai ekonomi pada lahan model
pembayaran jasa lingkungan yang dihasilkan dalam penelitian ini, yaitu sebesar
Rp. 8.700.513.070,00/tahun atau setara dengan Rp. 348.020.522,00/ha/tahun, nilai
pembayaran jasa lingkungan saat ini masih jauh lebih kecil. Meskipun demikian,
perlu ditekankan bahwa nilai ekonomi yang dihasilkan di lahan model
pembayaran jasa lingkungan tersebut tidak secara langsung dijadikan sebagai nilai
yang seharusnya diterima oleh penerima pembayaran jasa lingkungan. nilai
ekonomi yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat suatu sumber
informasi bagi pihak-pihak terkait, khususnya FKDC, agar berupaya untuk
mengevaluasi serta meningkatkan nilai pembayaran jasa lingkungan dari nilai
yang saat ini telah disepakati.
Masih rendahnya nilai kompensasi yang diterima oleh pihak penyedia jasa
lingkungan saat ini dikhawatirkan akan berdampak pada terganggunya
86
keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang saat ini sudah
berjalan. Sebagai contoh kasus, salah satu penyebab gagalnya keberlanjutan
transaksi pembayaran jasa lingkungan di Desa Cibojong karena masih terjadinya
penebangan yang dilakukan oleh pihak penerima jasa lingkungan yang pada saat
itu membutuhkan sejumlah uang untuk kebutuhan tertentu, karena hanya memiliki
kayu untuk dijual dan tidak memiliki pekerjaan lain, maka penebangan pun
akhirnya dilakukan. Contoh tersebut dapat menjadi suatu sinyal agar ada upaya-
upaya progresif diantara kedua pihak khususnya dari pemanfaat jasa lingkungan
dan FKDC untuk meningkatkan jumlah pembayaran pada masyarakat yang telah
mengkonservasi lahan milik mereka untuk kepentingan bersama.
Tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi pada lahan model
pembayaran jasa lingkungan (Desa Citaman) dan hasil-hasil penelitian lainnya
mengenai nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, sebaiknya
penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan saat ini dapat dievaluasi dan
ditingkatkan pada periode 5 tahun berikutnya. Peningkatan nilai pembayaran jasa
lingkungan ini penting untuk dilakukan agar konsep hubungan hulu-hilir yang
digagas oleh FKDC dan pihak-pihak terkait lainnya dapat terjaga
keberlanjutannya, baik untuk pihak penyedia jasa lingkungan, agar mereka dapat
tetap sejahtera meskipun terdapat batasan akses pada lahan mereka maupun bagi
pihak penerima jasa lingkungan. Adanya peningkatan nilai pembayaran jasa
lingkungan, diharapkan tingkat degradasi yang terjadi di hulu DAS Cidanau
sedikit demi sedikit akan menurun, meskipun masih jauh dari target, namun hal
ini dapat menjadi suatu pelopor bagi perluasan hubungn hulu-hilir lainnya atau
upaya penyelamatan lingkungan di DAS Cidanau.
87
88
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya mengenai
kajian terhadap nilai ekonomi total sebagai dasar penentuan nilai transaksi
pembayaran jasa lingkungan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kawasan DAS Cidanau memiliki dua peranan penting dalam mendukung
pembangunan di wilayah barat Propinsi Banten. Pertama, peran dan fungsinya
dalam mendukung proses pembangunan ekonomi dalam bentuk penyediaan
air baku bagi masyarakat maupun industri dan merupakan satu-satunya
reservoir air dengan debit yang cukup di wilayah tersebut. Kedua, Cagar Alam
Rawa Danau merupakan kawasan endemik dan merupakan situs konservasi
rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di Pulau Jawa.
2. Mekanisme hubungan hulu-hilir dengan pembayaran jasa lingkungan di DAS
Cidanau merupakan suatu bentuk instrument ekonomi berupa pemberian
insentif oleh pemanfaat jasa lingkungan (buyer) yaitu PT. Krakatau Tirta
Industri sebagai pemanfaat utama air baku dari Sungai Cidanau kepada pihak
penyedia jasa lingkugan (seller) yaitu desa model atas kesediaanya melakukan
upaya konservasi terhadap lahan miliknya agar keseimbangan lingkungan di
kawasan DAS Cidanau tetap terjaga.
3. Berdasarkan kesepaktan antara pemanfaat jasa lingkungan (buyer) dengan
penyedia jasa lingkugan (seller), mekanisme transaksi pembayaran jasa
lingkungan di DAS Cidanau dilakukan secara tidak langsung (indirect
payment), yaitu pembayaran yang diatur melalui skema tertentu dengan
89
melibatkan lembaga pengelola jasa lingkungan, lembaga pengelola jasa
lingkungan ini diwakili oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC)
sebagai pihak perantara yang memfasitasi berbagai kepentingan dalam
mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.
4. Nilai pembayaran jasa lingkungan dari PT. KTI kepada FKDC sebesar Rp.
175.000.000,00 untuk tahun 2005-2006 dan Rp. 200.000.000,00 untuk tahun
2007-2009. Nilai tersebut setara dengan Rp. 2.765.000,00 – Rp.
3.160.000,00/ha/tahun, sementara nilai yang diterima pihak penyedia jasa
lingkungan berdasarkan negosiasi dengan FKDC sebesar Rp.
1.200.000,00/ha/tahun sehingga masih terdapat uang yang belum terbayarkan
sebesar Rp. 1.565.000,00 – Rp. 1.960.000,00/ha/tahun
5. Berdasarkan hasil kesepakatan dengan PT. KTI, total luas lahan yang
termasuk dalam skema transaksi pembayaran jasa lingkungan hanya seluas 50
ha, akan tetapi dengan adanya dana yang masih tersisa, FKDC berencana
melakukan perluasan lahan menjadi 100 ham dengan nilai pembayaran yang
sama.
6. Nilai kompensasi yang saat ini disepakati belum didasarkan pada nilai
ekonomi jasa lingkungan yang dihasilkan, sehingga belum mencerminkan
nilai yang sebenarnya. Salah satu cara penentuan nilai pembayaran jasa
lingkungan dapat dilakukan dengan cara menghitung nilai ekonomi dengan
metode nilai pasar atau produktivitas pada lahan yang dijadikan model
pembayaran jasa lingkungan.
7. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai ekonomi yang dihasilkan pada lahan
model Pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman sebesar Rp.
90
8.700.513.070,00 yang terdiri dari nilai guna langsung Rp. 8.692.773.070,00
dan nilai guna tidak langsung sebesar Rp. 7.740.000,00.
8. Nilai guna langsung terdiri dari nilai ekonomi kayu Rp. 8.604.187.619,60,
nilai ekonomi kayu bakar Rp. 27.867.900,00 nilai ekonomi produk Rp.
58.785.091,33 dan nilai ekonomi padi gogo Rp. 1.932.460,00 Sedangkan nilai
ekonomi tidak langsung terdiri dari nilai air bersih untuk rumah tangga sebesar
Rp. 7.740.000,00.
9. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari penelitian ini tidak secara langsung
menjadi nominal yang ditetapkan sebagai nilai pembayaran jasa lingkungan.
nilai ekonomi tersebut merupakan suatu informasi terhadap peningkatan nilai
pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini agar hubungan
hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat
berkelanjutan.
91
7.2 Saran
1. Perluasan konservasi lahan kritis sangat penting untuk dilaksanakan,
mengingat masih banyaknya lahan kritis di kawasan DAS Cidanau yang
berpotensi menggangu keseimbangan lingkungan DAS Cidanau itu sendiri.
Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan
pada lahan-lahan kritis lainya dapat dilakukan sebagai solusi untuk
menyelamatkan DAS Cidanau dengan segala fungsinya dari ancaman
degradasi.
2. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan dengan strategi negoisiasi oleh FGD
sudah cukup efektif, namun disarankian nilai alokasi biaya sebesar 15% per
tahun untuk FGD dapat lebih ditekan (menjadi 10%) sehingga alokasikan
pembayaran bagi penyedia jasa lingkungan dapat bertambah.
3. Pajak terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan sebesar 6% per tahun
hendaknya diusahakan untuk dihilangkan, karena dapat menguragi nilai yang
seharusny diterima penyedia jasa lingkungan. alasan lain karena pembayaran
jasa lingkungan tidak diperuntukkan bagi kepentingan komersial
4. Pembayaran kompensasi jasa lingkungan bagi masyarakat hulu DAS Cidanau
hendaknya tidak hanya dibebankan pada satu perusahaan saja, karena masih
banyak pemanfaat jasa lingkungan lain yang juga mendapat manfaat dan
memanfaatkan jasa lingkungan dari DAS Cidanau. Penentuan siapa yang
harus membayar dapat dilaukan dengan cara mengidentifikasi pemanfaat jasa
lingkungan lain dengan proporsi pemanfaatan jasa lingkungan yang paling
besar.
92
5. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai insentif yang dibayarkan
saat ini masih terlalu rendah, dengan demikian, hendaknya ada peningkatan
nilai insentif dari yang telah disepakati saat ini. Informasi mengenai nilai
ekonomi lahan model pembayaran jasa lingkungan diharapkan dapat menjadi
referensi bagi terwujudnya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan di
DAS Cidanau. Dengan demikian, implementasi hubungan hulu hilir dengan
mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat sustainable sehingga
kelestarian DAS Cidanau dapat terwujud dan produk jasa lingkungan
khususnya air baku dapat tetap terjaga.
93
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Baba, A., S. Tsuyuki, L. B. Prasetyo. 2001 Land Use/Cover Change Detection Caused By Development Using Satellite RS Data (The Case Study of Cidanau River Watershed, West Java, Indonesia). Prociding of The 1st Toward Harmonization between Development and Environmental Conservavtion In Biological Production. Japan 212 – 23 february 2001.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Serang dan Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) DAS Citarum- Ciliwung, “Rencana teknik Lpangan (RTL) rerhabilitasi Lahan dan Konservasi tanah DAS Cudanau”, Maret 2000
Bapedalda Provinsi Banten. 2001. Pembahasan Agenda Kerja Pengelolaan DAS Cidanau.
Basyir, A. P. Slamet, Suyanto dan Suprihatin. 1995. Padi Gogo. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. 48 hal. BPS. 2005. Produksi Tanaman Pangan di Indonesia.
Darmawan, A . 2002. Perubahan Penutupan Lahan di Cagar Alam Rawa Danau. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
Darusman, D. 2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia. Dokumentasi Kronologis Tulisan 1986- 2002. Lab Politik Ekonomi dan Sosial Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Davies. 1987. Forest Management. Mc-Grawhill. New York.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah Provinsi banten. 2006. Kajian Pembayaran Jasa Lingkungan di Provinsi Banten.
Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan teori dan Aplikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fauzi, A. 2007. Istrumen Ekonomi untuk Pengelolaan Lingkungan. Laporan disampaikan kepada DANIDA Denmark dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) RI.
Forum Komunikasi DAS Cidanau Provinsi Banten. 2007. Menuju Pengelolaan Terpadu DAS Cidanau.
Hidayat, et al. 2008. Modul Kuliah Ekonomi Lingkungan. DepartemenEkonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hufscmidt, M. M et al. 1987. Lingkungan, Sistem Alami, dan Pembangunan Pedoman Penilaian Ekonomis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
KTI (Krakatau Tirta Industri). 1999. Realibility Analisys of water Quantity and Quality of Cidanau River and Their relation with Purified Water Supply
94
for Cilegon Industrial Estate Proceding of International Workshop on Sustainanle Recource Management of Cidanau Watershed. Bogor.
KTI (Krakatau Tirta Industri). 2007. PT. Krakatau Tirta Industry as spporting Environmental Services Peyment Development Model on Cidanau Watershed.
Lee, R. 1989. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada. Yogyakarta.
LP3ES. 2006. Study on Sosioeconomics and Environmental transpormation of Upstream Community After Testing of Transction Mechanism of the Cidanau.
Manan, S. 1992. Perkembangan Hidrologi Hutan dan Pembangunan Hutan Berwawasan Lingkungan di Indonesia. Makalah Simposium 25 Tahun Perkembangan Hidrologi di Indonesia. LIPI-Puslitbang Pengairan Dep. PU. Jakarta.
Nurfatriani, F. 2005. Nilai Ekonomi Hutan Yang Direhabilitasi (Hutan Dan Lahan) : Studi Kasus Proyek RHL Kecamata Nglipar, Kabpaten Gunung Kidul, Provinsi D. I Yogyakarta. Program Pasca Sarjana. I nstitu Pertanian Bogor.
Pagiola, S, 2002. “Paying for Water Services in Central America: Learning from Costa Rica.” In S.Pagiola, J. Bishop, and N. Landell-Mills, eds, Selling Forest Environmental Services. London: Earthscan.
Pagiola, S., and G. Platai. Forthcoming. Payment for environmental services. Washington: World bank.
Pearce, D., and D. Moran. 1994. The Economics value of Biodiversity. IUCN. The World Conservation Union Earthscan Publication Ltd. London.
Perera, E. 2005. Nilai Ekonomi Total Hutan Kayu Putih: Kasus Desa Piru, Kabupaten Seram Barat, Provinsi Maluku. Program Pasca Sarjana. Institu Pertanian Bogor.
Putra, R. P. P. 2009. Tingkat Partisipasi Masyarakat Bantaran Sungai Ciliwung terhadap Kegiatan “Pengadaan Sarana dan Prasarana Pencegahan Pencemaran Lingkungan” di Kelurahan Babakan Pasar. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan.
Rosa, Herman, K Susan , and D Leopoldo. 2004. Compensation for Ecosystem Services and Rural Communities: Lessons from the Americas. El Savador: PRISMA.
Roslinda, E. 2002. Nilai Ekonomi Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Kontribusinya Terhadap Masyarakat Sekitar (Tesis). Program Pasca Sarjana. Institu Pertanian Bogor.
RMI, 2007. Laporan Studi PES untuk Mengembangkan Skema PES di DAS Deli, Sumatra Utara dan DAS Progo, Jawa Tengah.
Sand, I. V. D. 2004. Assesing the Use of Environmental Services Payment and a Potential Strategy for Adaptation to Climate change in Cidanau
95
Watershed, Banten Indonesia. M. Sc. Dissertation, Department of Environmental Science nd Technology, Imperial College London, U. K.
Setiawan, A. 2000. Nilai Ekonomi Tanaman Hutan Raya Wan Abdul Rahman Provinsi Lampung (Tesis). Program Pasca Sarjana. Institu Pertanian Bogor.
Sulandari, U. 2005. Penilaian Jasa Lingkungan Air Minum dan Penentuan Prioritas Batuan Perbaikan Lingkungan (studi kasus DAS Citarum). Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak
Dipublikasikan.
Suryawan, A. 2005. Penentuan Dasar Biaya Kompensasi untuk Pembayaran Jasa Lingkungan dengan Memanfaatkan Teknologi Inderaja (Studi Kasus DAS Cidnau). Tesis Sekolah Pasca Sarjan Institut pertanioan Bogor.Tidak dipublikasikan.
97
LAMPIRAN
97
DATA JENIS TANAMAN KAYU-KAYUAN
no NamaLuas lahan(m2)
jenis tanamanJumlahmah
oni tesuk
sobsi lame
Bayur
Waru
Kihiang
Mindi
Suren
Dadap
Kanyere
Cempaka
Kondang
Angsana
Kigentel
Gompong
Bungur
Albazi
1 Markawi 6190 30 0 50 0 5 0 0 0 2 100 7 0 10 0 0 0 0 20 2242 Sapturi 6020 8 5 7 1 0 2 0 2 0 12 11 1 0 0 0 0 0 10 593 Alimi 4630 100 0 30 0 0 2 0 1 10 11 0 1 0 0 0 0 0 3 1584 Adul 3920 50 0 32 0 2 0 0 5 0 21 0 2 1 0 0 0 0 15 1285 Samsuri 5260 30 5 21 0 2 7 0 1 0 20 5 2 2 0 0 1 0 17 1136 Asria 4070 21 8 30 1 7 4 2 3 2 12 1 1 0 0 0 0 0 10 1027 Jamin 3090 8 20 10 1 0 0 0 1 0 23 3 1 0 0 0 0 0 20 878 Madtamin 6540 72 20 50 1 10 0 1 7 0 12 3 2 1 0 0 0 0 8 1879 Arnasa 3510 25 7 30 0 0 0 1 1 0 3 0 0 0 0 0 0 0 7 74
10 Sadani 5510 40 0 20 0 2 0 1 2 0 17 1 2 1 0 0 0 0 15 10111 Sayuni 6000 20 7 11 0 3 1 2 10 0 17 3 2 0 1 0 0 0 10 8712 Sarkim 5130 19 8 26 1 3 0 0 8 0 15 2 0 1 0 0 0 0 20 10313 Sapiah 7310 75 35 20 2 0 15 0 2 8 10 1 0 0 3 0 1 0 8 18014 Mamik 5170 200 0 22 1 1 0 2 2 1 10 2 2 4 0 0 1 0 6 25415 Saiah 6670 30 0 50 1 0 0 2 1 0 12 1 1 0 0 0 1 0 3 10216 Suarmat 5800 70 0 23 1 1 0 1 8 0 10 2 0 2 0 0 0 0 8 12617 Arjawi 3420 20 0 8 1 2 0 1 2 0 12 2 2 1 0 0 0 2 11 6418 Bachrani 9040 70 0 27 0 2 0 1 1 2 7 2 1 3 0 0 0 0 3 11919 Pardi 3970 30 0 35 1 7 0 1 2 2 8 0 2 0 0 0 0 0 7 9520 Rain 4210 28 3 11 1 2 0 1 1 0 18 3 2 1 0 0 0 0 12 8321 Samkari 8510 50 11 20 0 2 0 0 0 0 7 2 0 0 0 0 0 0 15 10722 Asra 7340 21 2 30 0 1 0 2 7 0 12 0 3 0 0 0 0 0 8 8623 Mukriji 4010 22 17 38 0 2 4 0 2 1 11 0 2 0 0 0 0 0 6 10524 Makmun 4800 10 3 32 0 0 0 3 8 2 17 0 1 0 0 0 0 0 11 8725 Hendra 3900 13 0 16 0 0 0 0 10 1 20 0 1 0 0 0 0 0 7 6826 Muhayat 6020 17 3 21 0 0 2 0 3 1 18 1 0 0 0 2 0 0 8 7627 Rohani 12020 21 0 38 0 0 0 0 2 1 17 0 0 0 0 0 0 0 8 8728 Entis 7950 20 7 22 0 0 2 1 1 0 18 1 0 0 0 2 0 0 7 8129 Ias 7320 32 3 40 1 1 2 0 3 1 20 1 1 0 0 0 0 0 18 12330 Jumrani 7360 20 4 36 0 0 0 2 7 0 18 0 0 1 0 0 0 0 21 10931 Sukaemi 6050 40 3 22 0 0 0 0 0 4 13 0 3 0 0 0 0 0 10 9532 Sarbawi 1580 72 7 53 0 2 2 0 9 0 17 0 1 0 0 0 0 0 10 17333 Uncung 4380 100 11 50 1 2 0 1 7 0 17 0 1 0 0 0 0 0 8 19834 Miskal 3240 11 7 13 0 1 0 0 5 1 10 0 0 0 0 0 0 0 8 5635 Suheri 7350 102 20 100 0 2 4 1 3 3 11 1 2 0 0 0 0 0 8 25736 Dulsalim 2390 70 3 75 1 7 3 0 7 0 15 0 0 0 0 0 0 0 16 19737 Subari 5930 60 3 52 0 0 0 0 1 0 13 0 0 0 0 0 0 0 10 13938 Jamsari 7100 40 0 45 0 2 0 2 8 1 11 1 2 0 0 0 0 0 6 11839 Karnata 5960 22 1 50 1 2 0 0 5 2 17 0 1 0 0 0 0 0 21 12240 Rasman 4080 10 0 30 0 1 0 0 3 2 15 0 0 0 0 0 0 0 12 7341 Sakmad 7120 39 0 42 0 2 0 2 2 0 24 0 0 0 0 0 0 0 30 14142 Sarman 4320 80 0 112 2 4 0 0 7 0 18 0 0 0 0 0 0 0 15 23843 Jahra 17110 30 2 48 0 0 0 0 4 2 23 0 2 0 0 0 0 0 17 128
1848 225 1498 19 80 50 30 164 49 712 56 44 28 4 4 4 2 493 5310
Lampiran 1. Data Tanaman Jenis Kayu-Kayuan
98
DATA JENIS TANAMAN BUAH-BUHANno
NamaLuas lahan
(m2)jenis tanaman
Melinjo Durian Nangka Jengkol Cengkeh Pete Rambutan Kacapi kapuk Kemiri Huni Menteng Sukun Mangga jumlah
1 Markawi 6190 300 100 20 25 200 10 2 5 0 0 0 0 0 0 6622 Sapturi 6020 100 26 8 6 70 4 0 1 0 0 0 0 0 0 215
3 Alimi 4630 170 30 3 4 200 5 0 0 0 0 0 0 0 412
4 Adul 3920 40 20 4 3 45 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1155 Samsuri 5260 172 21 5 7 101 8 0 0 0 0 0 0 0 0 314
6 Asria 4070 200 50 11 10 71 2 1 2 0 0 0 1 0 0 348
7 Jamin 3090 30 17 0 0 20 2 0 0 0 0 0 0 0 0 698 Madtamin 6540 100 52 7 10 70 9 1 1 0 0 0 0 0 2 252
9 Arnasa 3510 20 7 2 1 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50
10 Sadani 5510 35 15 7 2 23 7 0 0 0 0 0 0 0 1 9011 Sayuni 6000 50 11 3 10 11 8 2 0 0 0 0 0 0 1 96
12 Sarkim 5130 100 20 5 3 10 15 0 0 0 0 0 0 0 0 153
13 Sapiah 7310 142 100 7 20 21 0 2 0 23 2 1 0 0 1 319
14 Mamik 5170 �5 10 10 4 50 8 3 0 0 1 0 0 0 0 16115 Saiah 6670 60 7 2 8 10 1 0 0 0 0 0 0 0 0 8816 Suarmat 5800 150 20 4 2 25 2 0 2 1 0 0 0 0 4 210
17 Arjawi 3420 30 10 3 2 30 3 0 0 0 0 0 0 0 1 79
18 Bachrani 9040 250 71 16 3 23 7 18 10 0 0 0 0 0 7 405
19 Pardi 3970 50 20 3 2 22 8 0 0 0 0 0 0 4 1 110
20 Rain 4210 70 27 11 17 23 7 1 1 0 0 0 0 0 0 15721 Samkari 8510 22 15 20 5 35 2 1 0 0 0 0 0 0 0 10022 Asra 7340 150 30 7 8 37 15 0 0 0 0 0 0 0 0 247
23 Mukriji 4010 100 22 12 10 20 8 0 0 2 0 0 0 0 1 175
24 Makmun 4800 50 17 3 7 21 6 0 1 0 0 0 0 0 0 105
25 Hendra 3900 61 21 3 5 50 17 0 0 0 0 0 0 0 0 157
26 Muhayat 6020 72 10 4 9 60 3 0 0 0 0 0 0 0 0 158
27 Rohani 12020 37 10 3 3 40 7 0 0 0 0 0 0 0 0 10028 Entis 7950 62 27 7 4 50 2 0 0 0 0 0 0 0 1 153
29 Ias 7320 100 26 8 15 60 9 0 0 0 0 0 0 0 0 218
30 Jumrani 7360 112 8 7 12 70 3 0 0 0 0 0 0 0 0 212
31 Sukaemi 6050 200 50 8 9 361 8 0 0 0 0 0 0 0 1 637
32 Sarbawi 1580 158 100 9 10 150 10 0 0 0 0 0 0 0 0 437
33 Uncung 4380 200 22 7 8 100 3 0 1 0 0 0 0 0 0 34134 Miskal 3240 41 13 2 11 32 7 0 0 0 0 0 0 0 0 106
35 Suheri 7350 210 70 8 11 75 17 2 0 0 0 0 0 0 0 393
36 Dulsalim 2390 161 38 4 13 49 10 0 0 0 0 0 0 0 0 275
37 Subari 5930 30 20 0 8 20 2 0 0 0 0 0 0 0 0 80
38 Jamsri 7100 72 10 2 14 70 8 0 0 0 0 0 0 0 1 17739 Karnata 5960 86 12 7 10 63 10 1 0 0 0 0 0 0 0 189
40 Rasman 4080 30 15 0 12 40 3 0 0 0 0 0 0 0 0 10041 Sakmad 7120 62 12 3 17 50 9 0 0 0 0 0 0 0 2 155
42 Sarman 4320 210 20 8 12 60 12 0 2 0 0 0 0 0 2 326
43 Jahra 17110 200 36 9 20 100 13 1 0 0 0 0 0 0 0 3794570 1238 272 372 2658 293 35 26 26 3 1 1 4 26 9525
Lampiran 2. Data Jenis Tanaman Buah-Buahan
99
DATA PERHUNGAN NILAI KAYU
No Jenis KayuHarga / m3 Ukuran Volume kayu Nilai / m3 jumlah
pohonnilai total
(Rp) Diameter
(cm) Diameter
(m) Panjang
(m)
m3 (Rp) (Rp)
I Buah buahan1 Durian 2,000,000 14 0.28 15 0.923 1,846,320 1238 2,285,744,1602 Melinjo 200,000 15 0.30 11 0.777 155,430 4570 710,315,1003 Pete 500,000 17 0.34 12 1.089 544,476 293 159,531,4684 Jengkol 500,000 17 0.34 13 1.180 589,849 372 219,423,8285 Cengkeh 500,000 14 0.28 12 0.739 369,264 2658 981,503,7126 Mangga 200,000 13 0.26 11 0.584 116,745 26 3,035,3757 Nangka 2,000,000 15 0.30 14 0.989 1,978,200 272 538,070,4008 Kecapi 300,000 12 0.24 8 0.362 108,518 16 1,736,2949 Kapuk 150,000 15 0.30 12 0.848 127,170 36 4,578,120
Nilai total Kayu jenis buah-buahan
- 4,903,938,458
II Kayu kayuan - -1 Mahoni 2,000,000 13 0.26 15 0.796 1,591,980 1848 2,941,979,0402 Tesuk 300,000 11 0.22 14 0.532 159,575 225 35,904,3303 Sobsi 300,000 14 0.28 14 0.862 258,485 1498 387,210,2304 Bayur 600,000 13 0.26 14 0.743 445,754 19 8,469,3345 Waru 1,500,000 10 0.20 11 0.345 518,100 80 41,448,0006 Kihiang 1,500,000 10 0.20 12 0.377 565,200 50 28,260,0007 Mindi 1,800,000 13 0.26 13 0.690 1,241,744 30 37,252,3328 Suren 1,800,000 10 0.20 11 0.345 621,720 164 101,962,0809 Dadap 150,000 20 0.40 17 2.135 320,280 49 15,693,72010 Kanyere 600,000 5 0.10 8 0.063 37,680 712 26,828,16011 Cempaka 2,000,000 10 0.20 11 0.345 690,800 56 38,684,80012 Albazia 400,000 21 0.42 15 2.077 830,844 44 36,557,136
Nilai total Kayu jenis kayu-kayuan
3,700,249,162
Nilai Kayu Total 8,604,187,619.60
Lampiran 3. Data dan Hasil Perhungan Nilai Kayu
100
DATA PERHUNGAN NILAI PRODUK
nama nama buah
satuan
hasil panen rata-
rata/tanaman
jumlah pohon sampel
produktivitas rata-rata/tanaman
jumlah panen/tahun
jumlah tanaman
harga (Rp)
nilai produk
melinjo Kg 956 1697 0.563347083 3 4570 3500.00 27,032,209.78daun
melinjo Kg 253 1697 0.149086623 6 4570 1250.00 5,109,944.02
kopi Kg 226 1218 0.185550082 1 3512 11000.00 7,168,170.77
durian butir 27 602 0.044850498 1 1238 4000.00 222,099.67
pete empong 6 95 0.063157895 1 293 45000.00 832,736.84
jengkol Kg 156 118 1.322033898 1 372 1500.00 737,694.92
cengkeh Kg 47 1003 0.046859422 1 2658 32500.00 4,047,951.15
mangga butir 14 11 1.272727273 1 26 1250.00 41,363.64
nangka butir 81 113 0.716814159 1 272 1250.00 243,716.81
kapuk Kg 135 88 1.534090909 1 26 500.00 19,943.18
pisang tandan 194 2770 0.070036101 6 7988 4000.00 13,426,761.01
TOTAL Rp58,882,591.79
Lampiran 3. Data dan Hasil Perhungan Nilai Produk
101
DATA PERHITUNGAN NILAI AIR
no namajml
keluarga
kebutuhan air per hari (liter) total kebutuhan
(bulan/liter)
biaya air (Rp/bulan)
NILAI AIR
RATA-RATA PER
TAHUN
mandi cuci minum kakus wudhu total1 Jamsari 4 200 80 8 40 10 338 10,140.0 130002 Dulsalim 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 150003 Samkari 4 200 80 8 40 10 338 10,140.0 130004 Markawi 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 150005 Asra 7 350 140 14 70 17.5 591.5 17,745.0 150006 Sapiah 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 150007 Bachrani 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 150008 sapturi 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 150009 Arjawi 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 15000
10 Adul 3 150 60 6 30 7.5 253.5 7,605.0 1300011 Alimi 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 1500012 Rohani 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500013 Jamin 7 350 140 14 70 17.5 591.5 17,745.0 1500014 Saadah 3 150 60 6 30 7.5 253.5 7,605.0 1300015 Sarbawi 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 1500016 Sukaemi 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500017 Sasmsuri ��250 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500018 Iyas 10 500 200 20 100 25 845 25,350.0 1700019 Miskal 9 450 180 18 90 22.5 760.5 22,815.0 1700020 Suheri 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500021 Rain 3 150 60 6 30 7.5 253.5 7,605.0 1300022 Arnasa 8 400 160 16 80 20 676 20,280.0 1700023 Pardi 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 1500024 Mamik 8 400 160 16 80 20 676 20,280.0 1700025 Sarkim 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500026 Karnata 5 250 100 10 50 12.5 422.5 12,675.0 1500027 Madtamin 8 400 160 16 80 20 676 20,280.0 1700028 Jahra 4 200 80 8 40 10 338 10,140.0 1300029 Subari 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 1500030 Suarmat 6 300 120 12 60 15 507 15,210.0 15000
rata-rata 5.73 14,534.0 Rp7,740,000
Lampiran 5. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Air
102
DATA PERHITUNGAN NILAI HUMA
no nama luas huma (m2)jml
petak huma
hasil panen (kg)
harga jual gabah (Rp)
pendapatan (Rp)
komponen biaya per Ha
pupuk (kg)
biaya pupuk
benih(kg)benih (Rp)
upah panen (Rp)
1 Rain 2000 5 225 2000 450,000 10 20000 7 14700 1250002 Asra 2000 5 225 2000 450,000 10 20000 7 14700 1250003 Mukriji 2000 5 225 2000 450,000 10 20000 7 14700 1250004 Sadani 2500 6.25 281.25 2000 562,500 13 26000 8.75 18375 1562505 Saiah 100 0.25 11.25 2000 22,500 0.5 1000 0.35 735 62506 Sayuni 1500 3.75 146.25 2000 292,500 7.5 15000 5.25 11025 937507 Mamik 2500 6.25 281.25 2000 562,500 13 26000 8.75 18375 1562508 Miskal 1000 2.25 101.25 2000 202,500 4.5 9000 3.15 6615 562509 Sapturi 2500 6.25 81.25 2000 162,500 13 26000 8.75 18375 156250
10 Ma'mun 200 0.5 22.5 2000 45,000 1 2000 0.7 1470 1250011 Asria 200 0.5 22.5 2000 45,000 1 2000 0.7 1470 12500
Total 16500 41 1622.5 3,245,000 167,000 120,540 1,025,000
Surplus Total Rp1,932,460
Keterangan jenis satuan jumlah Keterangan
panen/ha kg 1125pupuk/ha kg 50benih/ha kg 35harga benih/kg kg 2100harga gabah/kg kg Rp1,800harga pupuk urea/kg kg Rp2,000
upah panen/ha orang Rp25,00025 orang/ha
Lampiran 6. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Huma
103Lampiran 7. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Kayu Bakar
DATA PERHITUNGAN KAYU BAKARKONSUMSI KAYU BAKAR /HARI diameter 25 cmuntuk jml keluarga 1 - 5 orang panjang 100 cm
berat 12 kgvolume 0.049 m3
KONSUMSI KAYU BAKAR/HARI diameter 35 cmuntuk jml keluarga 6 - 10 orang panjang 100 cm
berat 15 kgvolume 0.096 m3
no namaanggota keluarga
konsumsi (m3/hari)
konsumsi (m3/tahun)
luas lahan (m3)
1 Jamsari 5 0.049 17.91 71002 Dulsalim 4 0.049 17.91 23903 Samkari 4 0.049 17.91 85104 Markawi 6 0.096 35.1 61905 Asra 7 0.096 35.1 73406 Sapiah 6 0.096 35.1 71307 Bachrani 5 0.049 17.91 90408 sapturi 4 0.049 17.91 60209 Arjawi 6 0.096 35.1 3420
10 Adul 3 0.049 17.91 392011 Alimi 9 0.096 35.1 463012 Rohani 7 0.096 35.1 1202013 Jamin 4 0.049 17.91 209014 Saadah 3 0.049 17.91 531015 Sarbawi 4 0.049 17.91 158016 Sukaemi 5 0.049 17.91 603017 Sasmsuri 5 0.049 17.91 526018 Iyas 10 0.096 35.1 732019 Miskal 9 0.096 35.1 324020 Suheri 5 0.049 17.91 735021 Rain 3 0.049 17.91 431022 Arnasa 8 0.096 35.1 351023 Pardi 6 0.096 35.1 397024 Mamik 8 0.096 35.1 517025 Sarkim 5 0.049 17.91 513026 Karnata 5 0.049 17.91 596027 Madtamin 8 0.096 35.1 654028 Jahra 4 0.049 17.91 1711029 Subari 6 0.096 35.1 593030 Suarmat 6 0.096 35.1 5800
rata-rata total sampel lahanrata-rata 5.67 0.07 25.93 179,320.00
Jumlah hari/tahun 365Rata-rata konsumsi kayu bakar per keluarga/hari (m3) 25.93Total keluarga pengguna (keluarga) 43Nilai total seluruh konsumsi /tahun(m3) 1,115.08Harga kayu bakar per m3 25000Nilai total kayu bakar per tahun(Rp) 27876900.00
104
SKETSA LOKASI PENELITIAN (DESA CITAMAN)
Lampiran 8. Sketsa Lokasi Penelitian (Desa Citaman)
KEHUTANAN
RT. 03/02
RT. 04/02
RT. 06/03
DESALEBAK
RT.09/04
RT.07/04
RT.08/04
SD
SD
SD
U
105
Lampiran 9. Peta Kontur DAS Cidanau
Lokasi penelitian
106
PERJANJIAN PEMBAYARAN JASA LINGKUNGANNomor : 004/KJL – FKDC/I/2008
Pada hari ini Senin, Tanggal tujuh, Bulan Januari Tahun Duaribudelapan, kami yang bertandatangan di bawah ini :
1. Nama : Ir. MA. HARDONO
Jabatan : Koordinator Jasa Lingkungan Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC)
Alamat : Jl. RH. Joenoes Somantri No. 4/20 Tembong – Serang 42126
Bertindak untuk dan atas nama dirinya dan Koordinator Jasa Lingkungan Forum Komunikasi DAS Cidanau Forum Komunikasi DAS Cidanau, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Pelaksana Harian Forum Komunikasi DAS Cidanau Nomor: 990/Kep.03 – FKDC/2004, untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KESATU.
2. Nama : J U H D I
Jabatan : Ketua Kelompok Tani Alam Lestari Desa Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Alamat : Kampung Gunung Jalu RT 1 RW 3 Desa Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang.
Bertindak untuk dan atas dirinya dan nama Kelompok Tani Alam Lestari Desa Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang, untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
Kedua belah pihak sepakat mengadakan perikatan yang dituangkan dalam Perjanjian Pembayaran Jasa Lingkungan dengan ketentuan yang telah ditetapkan, sebagai berikut :
1. Ruang Lingkup Kontrak :
1.1 PIHAK KESATU membayar jasa lingkungan atas upaya PIHAK KEDUA dalam menghasilkan jasa lingkungan di DAS Cidanau, sebesar Rp. 1.200.000,- (satujuta duaratusribu rupiah) per hektar per tahun selama masa kontrak diluar pajak yang berlaku;
1.2 PIHAK KEDUA bersedia membangun, memelihara dan mempertahan hutan dengan tanaman jenis kayu – kayuan dan buah – buahan;
1.3 Jenis tanaman yang berhak atas pembayaran jasa lingkungan adalah, semua jenis tanaman kehutanan termasuk didalamnya tanaman multy purpose trees species (MPTS) berdasarkan ketentuan Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia, kecuali jenis kayu – kayuan polong – polongan (familylegum);
2. Syarat Penyedia (sellers) Jasa Lingkungan
107
Syarat Penerima Pembayaran Jasa Lingkungan (penyedia jasa lingkungan), adalah sebagai berikut;
2.1 Memiliki keinginan dan bersedia untuk menjalankan konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme transaksi jasa lingkungan (willingness to accept);
2.2 Lahan yang diproyeksikan mendapatkan pembayaran jasa lingkungan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Merupakan milik masyarakat;
2. Berada di dalam wilayah daerah aliran singai (DAS) Cidanau;
3. Memiliki jenis dan kriteria tanaman, sebagai berikut:
1) Bukan jenis tanaman polong – polongan (Leguminaseae) kecuali tanaman petai;
2) Bukan jenis tanaman yang mempunyai akar serabut kecuali bambu yang dihitung berdasarkan rumpun (dapur);
3) Semua jenis tanaman buah – buahan kecuali kopi, jeruk, dan jambu batu;
4) Mempunyai diameter batang minimal 15 cm bagi tanaman yang sudah ada dan minimal 5 cm bagi tanaman baru;
5) Tanaman telah diberi notasi atau diberi nomorpohon per lahan pemilikan;
6) Batang tanaman sehat dan terawat.
2.3 Memenuhi persyaratan konservasi, adalah:
1. Penanaman pohon mempertimbangkan pembentukan strata kanopi;
2. Sebaran jenis tanaman harus merata;
3. Jenis yang ditanam tidak memiliki kecenderungan monokultur;
2.4 Memiliki pemahaman yang cukup tentang konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme transaksi jasa lingkungan dan bersedia mematuhi perjanjian pemabayaran jasa lingkungan ini;
2.5 Mempertahankan tegakan tanaman yang masuk dalam skema pembayaran jasa lingkungan, tanpa menghilangkan hak pemilik lahan atas hasil dari dari tegakan tanaman kecuali kayu selama masa perjanjian pembayaran jasa lingkungan ini;
2.6 Berbentuk kelompok atau organisasi masyarakat lain, dengan penguasaan lahan tidak kurang dari 25 (dua puluh lima) hektar dan
108
telah melakukan upaya – upaya yang secara langsung yang menghasilkan dan/atau mempertahankan produk jasa lingkungan;
2.7 Memiliki jadwal rutin pertemuan kelompok dan tata administrasi yang baik;
2.8 Memiliki rekening bank yang ditanda – tangani sekurang –kurangnya oleh 2 (dua) orang pengurus kelompok;
2.9 Bersedia membuat batas kepemilikan lahan dengan menggunakan patok bercat merah dan/atau batas alam yang dituangkan ke dalam peta lay out (rincik) kepemilikan lahan berikut dengan jenis dan jumlah tanaman.
3. Masa Berlaku Perjanjian :Masa berlaku Perjanjian Pembayaran Jasa Lingkungan ini selama 5 (lima)tahun, terhitung mulai tanggal 7 Januari 2008 sampai dengan 6 Januari 2012.
4. Tata Cara Pembayaran :Pembayaran oleh PIHAK KESATU kepada PIHAK KEDUA dilakukan dengan tahapan, sebagai berikut:
4.1 Untuk tahun pertama dilaksanakan dalam 3 (tiga) kali pembayaran, sebagai berikut:
1. Pembayaran pertama sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah pembayaran yang akan diterima PIHAK KEDUA untuk satu tahun, pada saat penanda-tanganan perjanjian pembayaran jasa lingkungan ini;
2. Pembayaran kedua sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah pembayaran yang akan diterima PIHAK KEDUA untuk satu tahun pada akhir bulan ke 6 (enam) setelah 14 (empat belas) hari Tim yang ditunjuk oleh PIHAK KESATU selesai melaksanakan verifikasi dan menerima kondisi pohon atas lahan yang masuk dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan berdasarkan tagihan pembayaran dari PIHAK KEDUA;
3. Pembayaran ketiga sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah pembayaran yang akan diterima PIHAK KEDUA untuk satu tahun, pada akhir bulan ke 12 (dua belas) setelah 14 (empat belas) hari Tim yang ditunjuk oleh PIHAK KESATU selesai melaksanakan verifikasi dan menerima kondisi pohon atas lahan yang masuk dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan berdasarkan tagihan pembayaran dari PIHAK KEDUA;
4.2 Untuk tahun kedua dan seterusnya pembayaran akan dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali pembayaran per tahun, yaitu :
109
1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah pembayaran yang akan diterima PIHAK KEDUA untuk satu tahun, pada akhir bulan ke ke 5 (lima) atau paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Tim yang ditunjuk oleh PIHAK KESATU selesai melaksanakan verifikasi dan menerima kondisi pohon atas lahan yang masuk dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan berdasarkan tagihan pembayaran dari PIHAK KEDUA;
2. Sebesar 60% (enam puluh persen) dari jumlah pembayaran yang akan diterima PIHAK KEDUA untuk satu tahun, pada akhir bulan ke ke 11 (sebelas) atau paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Tim yang ditunjuk oleh PIHAK KESATU selesai melaksanakan verifikasi dan menerima kondisi pohon atas lahan yang masuk dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan berdasarkan tagihan pembayaran dari PIHAK KEDUA;
4.3 Pada setiap tahapan pembayaran yang sudah jatuh tempo, PIHAK KEDUA wajib untuk membuat tagihan pembayaran yang dilengkapi dengan peta situasi lahan dan tanaman masing – masing anggota kelompok;
4.4 Seluruh realisasi pembayaran dilaksanakan dengan mekanisme transfer dari rekening PIHAK KESATU ke rekening PIHAK KEDUA.
5. Persyaratan Pembayaran Jasa LingkunganPersyaratan jumlah dan kondisi tanaman yang harus dipenuhi PIHAK KEDUA dan menjadi persyaratan penerimaan pembayaran jasa lingkungan, selama masa perjanjian jasa lingkungan, adalah sebagai berikut:
5.1 Pada setiap tahapan pembayaran selama masa kontrak jumlah tanaman yang ada dan tumbuh dengan baik per hektar tidak kurang dari 500 (lima ratus) batang per hektar;
5.2 Batasan tanaman yang tumbuh dengan baik ditentukan oleh tinggi dan diameter yang disesuaikan dengan umur tanaman;
5.3 Untuk tanaman yang mati akibat unsur alam, hama dan penyakit harus diganti dan dibuatkan berita acara di kelompok dengan diketahui oleh Ketua Koordinator Jasa Lingkungan FKDC, sementara untuk pencurian PIHAK KEDUA wajib melaporkannya kepada pihak yang berwajib dan memberikan bukti laporan tersebut kepada PIHAK KESATU;
5.4 Peta situasi lahan dan tanaman masing – masing anggota kelompok harus menginformasikan tata letak pohon yang diberi notasi nomor dan informasi jenis tanaman;
5.5 Tata letak tanaman yang masuk dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan harus tersebar secara merata;
110
5.6 Tim verifikasi akan mengamati contoh areal yang diverifikasi minimal 10% (sepuluh persen) dari luas areal yang dikelola oleh PIHAK KEDUA dan memilih secara acak (random).
6. Konsekuensi6.1 Apabila jumlah pohon yang terdapat dalam areal mekanisme
pembayaran jasa lingkungan yang dikelola PIHAK KEDUA, dinyatakan kurang oleh Tim Verifikasi, maka secara tanggung renteng PIHAK KEDUA tidak akan menerima pembayaran jasa lingkungan dari PIHAK KESATU untuk periode yang sudah jatuh tempo;
6.2 Apabila PIHAK KEDUA tetap melanggar kesepakatan dalam surat perjanjian pembayaran jasa lingkungan ini dan terus mengabaikan peringatan-peringatan dari PIHAK KESATU, maka PIHAK KESATU dapat memutuskan surat perjanjian permbayaran jasa lingkungan ini secara sepihak;
6.3 Apabila terjadi pemutusan perjanjian pembayaran jasa lingkungan ini, maka PIHAK KEDUA harus mengembalikan seluruh dana yang telah diterima kepada PIHAK KESATU.
7. PenutupKontrak ini mengikat kedua belah pihak dan apabila di kemudian hari terdapat perselisihan, maka pertama – tama kedua belah pihak akan menyelesaikan perselisihan secara musyawarah, dan apabila cara musyawarah tidak dicapai kesepakatan akan diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku di Pengadilan Negeri Serang.
Demikian Perjanjian Pembayaran Jasa Lingkungan ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan ditandatangani di atas materai cukup yang mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Serang, 07 Januari 2008PIHAK KEDUA
J U H D I
PIHAK KESATU
Ir. HARDONO
111
Mengetahui/MenyetujuiFORUM KOMUNIKASI DAS CIDANAU
Ir. H. HUSNI HASAN. CESKetua
Lampiran 10. Naskah Kesepahaman (Mou) Pembayaran Jasa Lingkungan