6
PENDAPATAN KEUANGAN DAERAH KOTA SEMARANG EXISTING CONDITION Desentralisasi fiskal, dalam arti luas, akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap pemerintah daerah, khususnya kemampuan keuangan daerah di dalam melaksanakan otonomi, karena otonomi daerah tanpa desentralisasi fiskal tidak akan berjalan mulus bahkan cenderung akan stagnan atau berjalan di tempat. Sebagai sebuah negara kesatuan, tentunya urusan fiskal merupakan masalah yang sangat penting dan mendasar dalam urusan penyelenggaraan negara. Masalah kebijakan fiskal sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan urusan atau kewenangan pemerintah pusat. Akan tetapi sebagai konsekuensi dari diterapkannya otonomi daerah, maka daerah diberikan kewenangan dalam mengelola keuangannya secara mandiri. Hal ini ditujukan agar daerah mampu mengembangkan dan meningkatkan pendapatan daerah tersebut serta mandiri secara politik maupun secara fiskal. Pola desentralisasi fiskal yang hingga sekarang diterapkan masih terfokus pada otonomi pembiayaan bukan pada otonomi pendapatan. Sekalipun daerah memiliki kewenangan untuk menggali sumber-sumber pendapatan sendiri tetapi ada pengecualian terhadap ekplorasi SDA. Oleh karena itu, pola transfer keuangan dari pusat ke daerah masih menjadi elemen penting untuk menunjang kapasitas keuangan daerah. Hal ini menimbulkan permasalahan-permasalahan pokok desentralisasi fiskal pada saat ini yaitu :

PENDAPATAN KEUANGAN DAERAH KOTA SEMARANG.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDAPATAN KEUANGAN DAERAH KOTA SEMARANG.docx

PENDAPATAN KEUANGAN DAERAH KOTA SEMARANG

EXISTING CONDITION

Desentralisasi fiskal, dalam arti luas, akan memberikan dampak yang sangat besar

terhadap pemerintah daerah, khususnya kemampuan keuangan daerah di dalam melaksanakan

otonomi, karena otonomi daerah tanpa desentralisasi fiskal tidak akan berjalan mulus bahkan

cenderung akan stagnan atau berjalan di tempat. Sebagai sebuah negara kesatuan, tentunya

urusan fiskal merupakan masalah yang sangat penting dan mendasar dalam urusan

penyelenggaraan negara. Masalah kebijakan fiskal sebagaimana yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan urusan atau kewenangan pemerintah pusat. Akan

tetapi sebagai konsekuensi dari diterapkannya otonomi daerah, maka daerah diberikan

kewenangan dalam mengelola keuangannya secara mandiri. Hal ini ditujukan agar daerah

mampu mengembangkan dan meningkatkan pendapatan daerah tersebut serta mandiri secara

politik maupun secara fiskal.

Pola desentralisasi fiskal yang hingga sekarang diterapkan masih terfokus pada otonomi

pembiayaan bukan pada otonomi pendapatan. Sekalipun daerah memiliki kewenangan untuk

menggali sumber-sumber pendapatan sendiri tetapi ada pengecualian terhadap ekplorasi SDA.

Oleh karena itu, pola transfer keuangan dari pusat ke daerah masih menjadi elemen penting

untuk menunjang kapasitas keuangan daerah. Hal ini menimbulkan permasalahan-permasalahan

pokok desentralisasi fiskal pada saat ini yaitu :

1. Tantangan utama bagi pembangunan Indonesia bukan lagi untuk memberikan dana kepada

daerah-daerah yang lebih miskin tetapi bagaimana memastikan agar daerah-daerah tersebut

menggunakan dana alokasi umum (DAU) yang disalurkan dengan sebaik-baiknya.

2. Lebih dari setengah kenaikan alokasi DAU yang seharusnya digunakan untuk peningkatan

penyediaan layanan kepada masyarakat digunakan untuk membiayai belanja pegawai

pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Kebijakan pembayaran gaji pegawai daerah secara

penuh melalui DAU ini tidak mendorong pemda mengarahkan dana itu untuk peningkatan

pelayanan masyarakat.

3. Pos pengeluaran paling besar untuk Pemda adalah untuk penyelenggaraan administrasi

pemerintahan, yang menyerap rata-rata 32 persen dari seluruh pengeluaran pemerintah

daerah. Pengeluaran administrasi yang sangat besar ini mengakibatkan berkurangnya

Page 2: PENDAPATAN KEUANGAN DAERAH KOTA SEMARANG.docx

pengeluaran untuk sektor-sektor penting lainnya, terutama sektor kesehatan, pendidikan,

pertanian, dan infrastruktur. (prandiki.blogspot.com, 2011)

Dari permasalahan diatas saat ini telah dialami oleh beberapa kota di Indonesia salah

satunya kota Semarang, pengelolaan keuangan daerah secara mandiri belum dapat

menumbuhkan inovasi daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, akibatnya kota

Semarang masih tergantung terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat. Kapasitas

keuangan daerah akan menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi

pelayanan masyarakat. Kemampuan pemerintah dapat diukur dari penerimaan pendapatan daerah

selama 5 tahun terakhir. Pencapaian Kota Semarang selama kurun waktu 5 tahun terakhir dalam

pengelolaan keuangan daerah belum mampu menurunkan ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat. Hal ini ditandai dengan pengelolaan keuangan daerah Kota Semarang selama

lima tahun terakhir (2005-2009) yang terus menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun.

Namun disisi lain, hal tersebut tidak diimbangi dengan menurunnya tingkat ketergantungan dana

perimbangan Kota Semarang terhadap pemerintah pusat.

Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan kota

Semarang masih bergantung terhadap dana perimbangan :

Dari data diatas dapat dilihat bahwa 68,30% sekitar total pendapatan daerah berasal dari

dana perimbangan, hal ini mengidentifikasikan bahwa ketergantungan pemerintah daerah masih

Page 3: PENDAPATAN KEUANGAN DAERAH KOTA SEMARANG.docx

cukup tinggi, ditunjukkan dengan kenaikan jumlah DAU yang di terima oleh kota Semarang dari

tahun ketahun, Hal ini dipertimbangkan dari:

Realisasi penerimaan dana perimbangan selama kurun waktu lima tahun terakhir yang

mengalami kenaikan rata-rata sebesar 16,47%, dengan kontribusi terbesar pada pos Dana

Alokasi Umum (DAU) yang mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 22,12% per tahun.

Jika dilihat dari kontribusi PAD terhadap penerimaan pendapatan daerah masih relatif

kecil, ketergantungan Pemerintah Kota Semarang terhadap Pemerintah Pusat dan

Provinsi masih cukup tinggi. Kontribusi penerimaan yang berasal dari dana perimbangan

sebesar 68,30%, PAD sebesar 20,92%, dan lain-lain penerimaan pendapatan daerah yang

sah sebesar 10,78%, hal tersebut dapat diartikan bahwa kemandirian Keuangan Daerah

Kota Semarang dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan

dan pembangunan masih bergantung pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah

Provinsi.

PROBLEM IDENTIFICATION

Dari kondisi diatas dapat diidentifikasi permasalahan pendapatan keuangan Kota Semarang

sebagai berikut:

Total pendapatan daerah masih didominasi oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat

serta diimbangi dengan kontribusi pendapatan asli daerah yang relatif kecil, hal ini

mengidentifikasikan bahwa ketergantungan pemerintah daerah masih cukup tinggi,

ditunjukkan dengan kenaikan jumlah DAU yang di terima oleh kota Semarang dari tahun

ketahun.

THEORITICAL APPROACH

Dari identifikasi permasalahan pendapatan keuangan daerah Kota Semarang, maka teori

yang digunakan untuk menganalisis permasalah tersebut adalah teori kemandirian keuangan

daerah menurut Abdul Halim (2008).

1. Teori Kemandirian Keuangan Daerah

Pengertian kemandirian keuangan daerah dikemukakan oleh Abdul Halim (2008:232)

sebagai berikut:

“Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai

sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah

membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan derah.”

Page 4: PENDAPATAN KEUANGAN DAERAH KOTA SEMARANG.docx

Abdul Halim (2008:232) menyatakan bahwa, “kemandirian keuangan daerah sendiri

ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah

yang berasal dari sumber lain misalnya bantuan pemerintahan pusat ataupun pinjaman.”

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian

keungan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam menggali dan mengelola sumber

daya atau potensi daerah yang dimilikinya secara efektif dan efisien sebagai sumber utama

keuangan daerah yang berguna untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah.

ANALISIS

Menurut teori kemandirian keuangan daerah dikemukakan oleh Abdul Halim (2008:232)

yaitu Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai

sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah

membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan derah.