Upload
agungkurniawan
View
1.477
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Agung kurniawan
2010730120
Dr. Busjra
Modul fraktur
7 April 2011
PENATALAKSANAAN FRAKTUR DAN DISLOKA
1. FRAKTUR
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition berupa diagnosis
dan penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan rehabilitation yaitu
mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Tujuan pertolongan pertama pada fraktur yaitu untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri, serta mencegah gerakan fragmen2 yang dapat meyebabkan kerusakan
jaringan sekitarnya.
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah
reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi
awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan
definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF
maupun OREF.
Tujuan Pengobatan fraktur :
1. Reposisi
dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Tehnik reposisi terdiri dari
reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan padapasien
yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur
multiple, dan fraktur patologis.
Indikasi :
1. Reposisi tertutup gagal
2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis
2. Mobilisasi / Fiksasi
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union (pembaharuan
konyinuitas pada tulang yang patah). Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan
dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam penyembuhan fraktur. Bila
imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, maka
kemungkinan untuk terjadinya non-union sangat besar.
Jenis Fiksasi :
a. Ekternal / OREF
- Gips ( plester cast)
- Traksi
Indikasi :
Pemendekan (shortening)
Fraktur unstabel : oblique, spiral
Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
Jenis traksi :
1. Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur hunerus
2. Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke
posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas.
3. Sekeletal traksi
Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia
atau kalkaneus ( fraktur kruris)
Komplikasi Traksi :
1. Gangguan sirkulasi darah beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi pada tempat masuknya pin
Indikasi OREF :
Fraktur terbuka derajat III
Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
fraktur dengan gangguan neurovaskuler
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
Non Union
Trauma multiple
b. Internal / ORIF
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini
adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya
fraktur talus dan fraktur collum femur.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur
dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur
Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya : fraktur femur.
PEMBIDAIAN
Tujuan utama pembidaian adalah untuk mencegah terjadinya pergerakan anggota
tubuh yang cedera. Bidai harus mencakup sendi dan tulang agar efektif.
Tujuan pembidaian:
1. Mencegah pergerakan / pergeseran dari ujung tulang yang patah.
2. Mengurangi terjadinya cedera baru di sekitar bagian tulang yang patah
3. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah
4. Mengurangi rasa nyeri
5. Mengurangi risiko kejadian fat embolism syndrome dan syok
6. Mengurangi perdarahan
7. Membantu mempercepat proses penyembuhan
Jenisjenis bidai
1.Bidai Keras
bidai kayu, bidai vakum, bidai tiup
2.Bidai Yang dapat Dibentuk
bidai vakum, bantal, selimut, karton, kawat
3.Bidai Traksi
Sudah bentuk jadi, umumnya pada femur
4.Gendongan / belat & bebat
gendongan lengan (mitela)
5.Bidai improvisasi
menggunakan bahan apa adanya.
2. DISLOKASI
Sendi yang terkena harus diimobilisasi saat pasien dipindahkan. Tindakan reposisi :
1. Reposisi segera.
2. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anasthesi, misalnya dislokasi
siku, dislokasi bahu dan dislokasi jari.
3. Dislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anasthesi lokal dan obat – obat
penenang misalnya Valium. Jangan dipilih cara reposisi yang traumatis yang bila dilakukan
tanpa relaksasi maksimal dapat menimbulkan fraktur.
4. Dislokasi sendi dasar misalnya dislokasi sendi panggul memerlukan anasthesi umum.
Dislokasi setelah reposisi, sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips ata traksi dan
dijaga agar tetap dalamposisi stabil, beberapa hari beberapa minggu setelah reduksi gerakan
aktif lembut tiga sampai empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran sendi, sendi tetap
disangga saat latihan.
5. Perhatian perawatan.
Tanda-tanda Dislokasi beserta penatalaksanaannya:
a) Dislokasi sendi rahang
Terjadi karena menguap atau tertawa terlalu lebar, terkena pukulan keras ketika rahang
sedang terbuka
Penatalakasanaan :
• Rahang ditekan kebawah dengan mempergunakan ibu jari yang sudah dilindungi balutan
• Ibu jari tersebut diletakkan pada geraham paling belakang
• Tekanan tersebut harus mantap tetapi pelan-pelan bersamaan dengan penekanan jari-jari
yang lain mengangkat dagu penderita keatas
• Tindakan dikatakan berhasil bila rahang tersebut menutup dengan cepat dan keras
• Untuk beberapa saat penderita tidak boleh membuka mulut lebar
b) Dislokasi sendi bahu
Tanda-tanda korban yang mengalami Dislokasi sendi bahu yaitu:
• Sendi bahu tidak dapat digerakakkan
• Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain
• Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan
• Kontur bahu hilang, bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya
Penatalaksanaan:
a. Teknik Hennipen
Secara perlahan dielevasikan sehingga bongkol sendi masuk kedalam mangkok sendi. Pasien
duduk atau tidur dengan posisi 45 derajat , siku pasien ditahan oleh tangan kanan penolong
dan tangan kiri penolong melakukan rotasi arah keluar (eksterna) sampai 90 derajat dengan
lembut dan perlahan, jika korban merasa nyeri, rotasi eksterna sementara dihentikan sampai
terjadi relaksasi otot, kemudian dilanjutkan. Sesudah relaksasi eksterna mencapai 90 derajat
maka reposisi akan terjadi.
b. Teknik Stimson
Pasien tidur tengkurap, kemudian tangan yang dislokasi digantung tempat tidur diberi beban
10-15 pound selama 30 menit biasanya akan terjadi reposisi jika tidak berhasil dapat ditolong
dengan pergerakan rotasi.
c) Dislokasi sendi panggul
Tanda-tanda klinis terjadinya dislokasi panggul:
• Kaki pendek dibandingkan dengan kaki yang tidak mengalami dislokasi
• Kaput femur dapat diraba pada tanggul
• Setiap usaha menggerakkan pinggul akan mendatangkan rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7. Jakarta :
Widya Medika.1995
2. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.
3. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone.
2007
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2004.
5. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :
EGC.2000.
6. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.
7. http://orthoinfo.aaos.org
8. www.bedahugm.com
9. www.emedicine.com
10. www.wikipedia.com