Upload
lyliem
View
253
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI DAN RENCANA AKSI NASIONAL
PENANGANAN FLU BURUNG
PADA BURUNG LIAR DI INDONESIA
Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan
Kesiapsiagaan menghadapi Pandemi Influenza
STRATEGI DAN RENCANA AKSI NASIONAL
PENANGANAN FLU BURUNG
PADA BURUNG LIAR DI INDONESIA
Komite Nasional Pengendalian Flu Burungdan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza
Jakarta, Desember 2008
LEMBAGA DAN ORGANISASI PENDUKUNG:Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Pusat Penelitian Biologi – LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), CIVAS (Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies), IdOU (Perhimpunan Ornitolog Indonesia), WCS-IP (Wildife Conservation Society-Indonesia Program), WI-IP (Wetlands International-Indonesia Programme), dan Yayasan Kutilang Indonesia. Pendanaan bagi proses-proses lokakarya dan perumusan didukung oleh APHIS - United States Department of Agriculture, dan Komnas FBPI
TIM PERUMUS (BERDASARKAN ABJAD): Albert T. Mulyono, Ani Mardiastuti, Dewi M. Prawiradilaga, Dwi Astuti, Heru Setijanto, Ige Kristanto, Indra Exploitasia Semiawan, Mira Fatmawati, Mochamad Indrawan, Pudjo Setio, Umi Purwanti, Wilson Novarino, Wishnu Sukmantoro, Winda Widyastuti, Yeni A. Mulyani, Yus Rusila Noor, dan Zulfi Arsan.
EDITOR:Heru Setijanto (Editor Utama), Mochamad Indrawan, Ani Mardiastuti, Dewi M. Prawiradilaga, Yeni A. Mulyani, Yus Rusila Noor, dan Mira Fatmawati
Desain sampul : Djatmiko Widhi W.Tata Letak : Arif FaisalFoto Sampul :Fotografer :
DAFTAR SINGKATAN
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahAPBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja NegaraAPHIS-USDA : Animal and Plant Health Inspection Service United States De partment of AgricultureBAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan NasionalBalitbangkes : Balai Penelitian dan Pengembangan KesehatanBBLITVET : Balai Besar Penelitian VeterinerBBVet : Balai Besar VeterinerBKN : Badan Koordinasi NasionalBKSDA : Balai Konservasi Sumber Daya AlamBPPV : Balai Penyidikan dan Pengujian VeterinerBTN : Balai Taman NasionalFB : Flu BurungFKH : Fakultas Kedokteran HewanCITES : Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and FloraCIVAS : Center for Indonesian Veterinary Analytical StudiesDEPHUT : Departemen KehutananDEPKES : Departemen KesehatanDEPTAN : Departemen PertanianDirjen : Direktur JenderalDNA : Deoxyribonucleic Acid (Asam Deoksiribonukleat)DSO : District Surveillance Officer EFSA : European Food Safety AuthorityFAO : Food and Agricultural Organization of the United NationsHPAI : Highly Pathogenic Avian InfluenzaIBA : Important Bird AreaIBBS : Indonesian Bird Banding SchemeIdOU : Indonesian Ornithologists’ Union (Perhimpunan Ornitolog Indo nesia)IPB : Institut Pertanian Bogor KAN : Komite Akreditasi NasionalKeppres : Keputusan PresidenKesling : Kesehatan LingkunganKesra : Kesejahteraan RakyatKNEPK : Komite Nasional Etika Penelitian KesehatanKomnas FBPI : Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza
iii
Kpts : KeputusanLIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan IndonesiaLPAI : Low Pathogenic Avian InfluenzaLSM : Lembaga Swadaya MasyarakatMentan : Menteri PertanianMenko : Menteri KoordinatorOIE : Office International des Epizooties (World Organization for Ani mal Health)PBB : Perhimpunan Bangsa-BangsaPCR : Polymerase Chain ReactionPEMDA : Pemerintah DaerahPDSR : Participatory Disease Surveillance and ResponsePHKA : Perlindungan Hutan dan Konservasi AlamPolhut : Polisi HutanPP : Peraturan PemerintahPPS : Pusat Penyelamatan SatwaPOSKESBURLI : Pos Kesehatan Burung Liar Ristek : Riset dan TeknologiRPJP : Rencana Pembangunan Jangka PendekRPJM : Rencana Pembangunan Jangka PanjangSatker : Satuan KerjaSatgas : Satuan TugasSDM : Sumber Daya ManusiaSDT : Sistem Database TerpaduSK : Surat KeputusanSKB : Surat Keputusan BersamaSOP : Standard Operating ProcedureTN : Taman NasionalTNPFBBL : Tim Nasional Penanggulangan Flu Burung pada Burung LiarTTC : Tim Tanggap CepatUGM : Universitas Gadjah MadaUNAIR : Universitas AirlanggaUN-CBD : United Nation Convention on Biological DiversityUNUD : Universitas UdayanaUSGS NHWC : United States Geological Survey National Hydrologic Warning CouncilUU : Undang-undangWCS-IP : Wildlife Conservation Society – Indonesia ProgramWI-IP : Wetlands International – Indonesia ProgramYKI : Yayasan Kutilang Indonesia
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Melalui serangkaian proses konsultasi dan perumusan oleh para peman-gku kepentingan, telah dirumuskan Strategi dan Rencana Aksi Nasional Pe-nangananan Flu Burung pada Burung Liar di Indonesia. Dokumen ini dimak-sudkan sebagai pedoman dalam mencegah dan menangani kasus flu burung pada burung liar yang ada di Indonesia. Tujuan pembuatan dokumen ini adalah agar kegiatan surveilans flu burung di Indonesia berjalan dengan selaras dan saling menunjang. Untuk merumuskan dan melaksanakan strategi nasional secara efektif, diperlukan landasan kebijakan dan kelembagaan yang jelas. Dari segi kebija-kan, telah dihasilkan sejumlah produk hukum terkait untuk pengelolaan burung liar. Dari segi kelembagaan, telah diidentifikasi pemangku kepentingan terkait, dengan berbagai kepentingan yang perlu diperhatikan satu persatu, dan sinergi pun perlu dibangun. Secara keseluruhan, aspek kebijakan dan kelembagaan masih dapat ditingkatkan. Dalam perumusan strategi ini perlu diperhatikan berbagai prinsip terkait, termasuk pentingnya kesehatan manusia, pentingnya kesejahteraan sat-wa, pentingnya mengindahkan standar dan kesepakatan/perjanjian, serta kesa-daran bahwa dokumen ini perlu mengantisipasi perubahan-perubahan. Kerangka kerja dokumen ini bertumpu pada tiga pilar, yaitu strategi, renca-na aksi nasional, dan penerapan standar surveilans burung liar. Strategi nasional dan rencana aksi sebagai turunannya meliputi tujuh aspek sebagai berikut: 1. Pembangunan dan penguatan sistem deteksi dini;2. Pengembangan dan koordinasi riset; 3. Kajian epidemiologi; 4. Prosedur berbagi data (data sharing), pengembangan sistem informasi, dan proses pengambilan keputusan;5. Pengembangan kemampuan dan pemberdayaan pemangku kepentingan;6. Penyempurnaan kebijakan sektoral;7. Pendanaan. Jangka waktu untuk Strategi dan Rencana Aksi Nasional ini ditetapkan selama lima tahun (2009 – 2014). Sistem deteksi dini terhadap flu burung pada burung liar perlu dikem-bangkan dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Sistem deteksi dini ini juga harus dibangun dengan melibatkan departemen teknis terkait, yaitu Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian dan Departemen Kesehatan. Pengembangan dan koordinasi riset bertujuan untuk meningkatkan deteksi dini dan karakterisasi infeksi FB serta pelaporannya pada burung liar di tingkat na-sional melalui sebuah jejaring surveilans yang terkoordinasi.
v
Epidemiologi dalam kajian burung liar bertujuan untuk menghasilkan in-formasi mengenai epidemiologi, yang terkait dengan berbagai aspek, terutama: burung liar sebagai jenis reservoir dan target (host) untuk flu burung, sistem tanggap dini berhubungan dengan epidemiologi, dan pengelolaan kesehatan lingkungan untuk mencegah penularan FB pada satwa liar. Koordinasi dilakukan dibawah suatu badan koordinasi nasional, untuk memfasilitasi serta memobi-lisasi para pihak yang bertanggung jawab atas proses pengambilan keputusan dan pembagian data (data sharing). Untuk meningkatkan terjalinnya alur infor-masi serta peranserta yang efektif bagi pencegahan dan penanganan flu burung pada burung liar, maka diperlukan pengembangan kemampuan/pemberdayaan pemangku kepentingan secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Dalam kaitannya dengan flu burung, kebijakan penanganan burung liar secara umum dapat diperkuat, baik untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan, maupun untuk memobilisasi dana secara efektif. Sementara itu, untuk mendukung pelaksanaan surveilans pada burung liar dibutuhkan perangkat hukum yang dapat mengkoordinasikan serta mengintegrasikan program selan-jutnya dari aksi surveilans terkait. Lebih lanjut, dengan memperhatikan masa kerja badan koordinasi nasional, serta memperhatikan bahwa pengendalian penyakit flu burung di Indonesia telah menjadi contoh kasus yang sangat penting (kesehatan, pertanian, kehutanan) dan telah terdokumentasi dengan baik, maka kegiatan surveilans flu burung di Indonesia perlu dilanjutkan sebagai upaya jangka panjang, dengan menyiapkan kebijakan yang sesuai pula. Lingkup rencana strategi pendanaan adalah untuk mewujudkan mobi-lisasi sumberdaya keuangan baik dari APBN, APBD, swasta, maupun kerjasama internasional bagi pengelolaan burung liar dan habitatnya terkait pengendalian flu burung. Penggalangan dana perlu memperhatikan kapasitas perencanaan dan pengganggaran termasuk yang berbasis kinerja Sebagai acuan untuk melaksanakan penerapan standar surveilans bu-rung liar, digunakan dua referensi yang bersifat saling melengkapi, yaitu: (a) “Pan-duan Burung Liar dan Flu Burung: Pengantar riset lapangan terapan dan teknik pengambilan contoh penyakit” oleh FAO dan Wetlands International (didukung oleh Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, dan Lembaga Ilmu Peng-etahuan Indonesia); (b) “Pedoman Pemantauan Flu Burung (Avian Influenza) pada Burung Air dan Unggas: Disertai Bahan Informasi Kesehatan Masyarakat” oleh Yayasan Kutilang Indonesia dan IdOU (Perhimpunan Ornitolog Indonesia). Untuk masa yang akan datang diperlukan pedoman lain yang lebih terpadu dan menyeluruh.
vi
Daftar Isi
Daftar Singkatan RingkasanDaftar IsiDaftar LampiranKata Pengantar
BAB I. Pendahuluan Latar belakangMaksud dan tujuanRuang lingkupBurung liar di IndonesiaBurung liar yang menjadi sasaran surveilans Lingkup praktik pengelolaan Kebijakan dan kelembagaan pengelolaan burung liar dan habitatnya Kebijakan KelembagaanTantangan bagi kebijakan dan kelembagaan pengelolaan burung liar dan habitatnyaPrinsip-prinsip dasar Kerangka kerja rencana strategi dan rencana aksi nasional
BAB II. Strategi dan rencana aksi Pembangunan dan penguatan sistem deteksi dini Pengembangan dan koordinasi riset Kajian epidemiologiProsedur berbagi bata (data sharing), pengembangan sistem informasi, dan proses pengambilan keputusan Pengembangan kemampuan dan pemberdayaan pemangku kepentinganPenyempurnaan kebijakan sektoral Pendanaan
BAB III. Rincian strategi dan rencana aksi
BAB IV. Penerapan standar surveilans burung liar dan jenis terkait
BAB V. Penutup
ReferensiLampiran
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Istilah dan definisiLampiran 2. Daftar jenis burung di mana virus flu burung patogenik tinggi H5N1 ditemukan pada populasi burung liar dan/atau burung tangkapanLampiran 3. Jenis-jenis burung sasaran program surveilansLampiran 4. Jenis-jenis burung lahan basah dan burung pemangsa di IndonesiaLampiran 5. Beberapa lokasi penting untuk surveilans burung lahan basah di IndonesiaLampiran 6. Beberapa lokasi penting untuk surveilans burung pemangsa di IndonesiaLampiran 7. Sebaran lahan basah penting untuk burung airLampiran 8. Lokasi sebaran burung pemangsa migran di indonesia
viii
KATA PENGANTAR
Saat ini flu burung (FB) merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian serius di seluruh dunia. Penyakit yang disebabkan oleh virus FB tipe A subtipe H5N1 ini mampu menginfeksi hewan (terutama unggas) dan manusia. Ancaman penularan ke manusia membuat dunia khawatir akan perkembangan FB yang berpotensi menyebabkan pandemik influenza. Kerugian akibat FB sa-ngat besar, baik material maupun non material. Jutaan ekor unggas mati akibat infeksi virus FB. Selain kematian unggas, FB juga telah memakan korban manu-sia. Kematian manusia di dunia telah mencapai lebih dari 250 orang. Di Asia, FB pertama kali dideteksi pada tahun 1997 di Hongkong, yang kemudian menyebar ke beberapa negara Asia lainnya. Kasus FB pada unggas pertama kali terjadi di Indonesia pada bulan Agustus 2003. Pada saat itu serangan terjadi pada peternakan ayam komer-sial dan menyebabkan kematian ratusan ribu ekor ayam. Hingga saat ini jutaan ekor unggas telah mati akibat penyakit ini. Pada bulan Juli 2005 tercatat kasus FB pertama pada manusia. Data dari Komnas FBPI menunjukkan bahwa kasus FB pada manusia di Indonesia sampai Desember 2008 tercatat sebanyak 141 kasus dengan kematian manusia mencapai 115 orang (case fatality rate, atau tingkat kematian sekitar 82%). Upaya pengendalian virus pada unggas belum dapat dijalankan dengan optimal. Bertambahnya korban manusia dari waktu ke waktu menjadi salah satu indikator belum berhasilnya pengendalian tersebut. Jika upaya pengendalian pada unggas tidak dilakukan secara optimal maka ke-mungkinan bertambahnya korban manusia semakin besar. Hal ini didasarkan pada fakta, bahwa jalur penularan virus FB yang terjadi masih dari hewan (ung-gas) ke manusia. Virus FB tipe A secara alami ditemukan pada beberapa jenis burung air, termasuk burung pantai. Terdapat peningkatan jumlah laporan mengenai virus H5N1 yang menginfeksi dan menyebabkan kematian di burung-burung liar, termasuk beberapa jenis burung-burung bermigrasi. Namun demikian, peran bu-rung liar (terutama yang bermigrasi) dalam penyebaran jarak jauh H5N1 sejauh ini belum terbukti secara ilmiah. Sebaliknya, terdapat kemungkinan bahwa bu-rung liar telah menjadi korban dari persebaran H5N1 pada unggas ternak dan peliharaan (termasuk burung dalam sangkar). Di Asia, kematian pada burung liar akibat virus H5N1 berhasil didoku-mentasikan pada lebih dari 40 jenis burung liar, diantaranya burung bangau, angsa, camar, dan alap-alap. Untuk meningkatkan keamanan hayati (biosecuri-ty) secara nasional, perlu dikembangkan suatu sistem yang mampu mendeteksi masuknya virus-virus flu burung ganas melalui burung-burung liar. Beberapa institusi di Indonesia diketahui telah melakukan berbagai inisia-tif kegiatan untuk mengindentifikasi keberadaan virus flu burung pada burung-
ix
burung bermigrasi yang singgah di Indonesia. Namun, hingga saat ini berbagai informasi mengenai inisiatif tersebut masih tersimpan di setiap institusi yang melaksanakan studi-studi tersebut. Selain itu, setiap institusi memiliki berbagai metode surveilansnya masing-masing. Dengan demikian terjadi resiko tumpang tindih dan pengulangan di lokasi yang sama, serta belum adanya prioritas jenis ataupun standarisasi metodologi pengambilan dan pengujian sampel. Dari berbagai permasalahan yang tergambar di atas maka terbangunnya komunikasi dan jaringan kerja diantara berbagai institusi yang sudah, sedang dan akan melaksanakan surveilans pada burung liar di lapangan sangat mende-sak, baik itu dari pihak pemerintah, akademisi, organisasi non-pemerintah, mau-pun sektor swasta. Selain itu, untuk membawa para pihak yang terkait agar da-pat mengkontribusikan sumberdaya dan komitmennya dalam pengendalian dan pencegahan flu burung, sangat penting untuk segera mengembangkan strategi nasional yang disepakati oleh semua pihak dan disetujui oleh pemerintah Indo-nesia. Strategi nasional tersebut diharapkan akan menjadi pedoman bagi peme-rintah dan pihak-pihak lain dalam menyelenggarakan monitoring dan surveilans flu burung ganas pada burung-burung liar, baik di tingkat daerah maupun na-sional. Penyusunan Rencana Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung pada Burung Liar di Indonesia dilakukan melalui tiga langkah. Pada langkah pertama, dilakukan lokakarya nasional yang melibatkan para pihak (14 – 16 April 2008 di Bogor, Jawa Barat). Pada tahap kedua, tim kecil (perumus) bekerja mensintesiskan hasil lokakarya (30 - 31 Juli 2008 di Bogor, Jawa Barat) sehingga dihasilkan dokumen ini. Dalam tahap selanjutnya maka hasil sintesis dan dokumen hasil ini disosialisasikan tanggal 3 Desember 2008 kepada peserta yang telah berkontribusi pada lokakarya nasional. Berbagai lembaga telah mendukung penyusunan rencana strategi dan rencana aksi nasional ini, antara lain Departemen Kehutanan, Departemen Per-tanian, Departemen Kesehatan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, CIVAS (Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies), IdOU (Perhimpunan Orni-tolog Indonesia), WI –IP (Wetlands International-Indonesia Programme), Wild-life Conservation Society-Indonesia Program) dan Yayasan Kutilang Indonesia. Dukungan dana telah diberikan oleh APHIS - United States Department of Agri-culture Ucapan terima kasih disampaikan kepada 98 peserta lokakarya nasional (14 – 16 April 2008) yang telah berkontribusi secara aktif. Naskah ini dirumuskan oleh perwakilan para pihak: Albert T. Mulyono, Ani Mardiastuti (Editor), Dewi Ma-lia Prawiradilaga (Editor), Dwi Astuti, Ige Kristanto, Indra Exploitasia Semiawan, Mira Fatmawati (Editor), Mochamad Indrawan (Editor; Ketua Tim Perumus), Pud-jo Setio, Umi Purwanti, Wilson Novarino, Wishnu Sukmantoro, Winda Widyastuti,
x
Yeni A. Mulyani (Editor), Yus Rusila Noor (Editor; Wakil Ketua Tim Perumus), dan Zulfi Arsan, dengan koordinasi Heru Setijanto (Editor Utama; Koordinator Surveilans dan Monitoring Terpadu Komnas FPBI) Suatu hal yang positif dari persiapan dokumen ini adalah keterlibatan para pihak dari berbagai sektor dan bidang. Melalui partisipasi yang efektif maka keberlanjutan akan terbangun. Keberlanjutan adalah hal yang sangat penting, khususnya untuk mengantisipasi emerging dan re-emerging diseases, sehingga dalam jangka menengah dan jangka panjang, penanganan tidak bersifat terburu-buru, namun dilakukan secara pro-aktif, sistematik, dan terukur. Dengan terwujudnya dokumen rencana strategis dan rencana aksi na-sional untuk penanganan flu burung pada unggas liar ini maka pihak Komnas FPBI berbesar hati telah menjalankan peran fasilitasi, karena penanganan flu burung terbukti membutuhkan pendekatan lintas sektor dan lintas komponen. Tak ada gading yang tak retak. Pada akhirnya, dokumen ini akan selalu dapat diperbaiki, dan sebagai living document maka berbagai perkembangan terbaru dari mutasi virus maupun penanganan yang lebih komprehensif akan selalu terakomodir.
Jakarta, Desember 2008
Ketua Pelaksana Harian Komnas FPBI
xi
BAB IPENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Flu burung (FB) adalah penyakit unggas yang disebabkan oleh virus influ-enza tipe A dari keluarga atau suku (famili) Orthomyxoviridae. Virus FB memiliki beberapa sub-tipe yang dibedakan menurut antigen haemaglutinin dan neurami-nidase (glycoproteins) yang menyelubungi permukaan virus. Sampai sekarang sebanyak 16 antigen haemaglutinin yang berbeda (H1-H16) dan sembilan neu-raminidase telah dikenali, dan masing-masing sub-tipe virus diidentifikasi ber-dasarkan kombinasi antigen yang dimilikinya (seperti H5N1 dan H3N2; lihat Lampiran 1 untuk penjelasan tentang istilah dan definisi). Virus FB dapat diklasifikasikan sebagai patogenik jinak (Low Pathogenic Avian Influenza – LPAI) dan patogenik ganas (High Pathogenic Avian Influenza – HPAI). Pengklasifikasian virus FB sebagai LPAI atau HPAI tergantung tingkat keganasan virus tersebut pada unggas. Sejak lama burung liar telah diketahui sebagai inang dari virus LPAI. LPAI telah diisolasi dari 105 jenis burung liar, dengan reservoir alami terbesar ditemui pada bangsa (ordo) Anseriformes dan Charadriiformes. Kedua bangsa ini juga beranggotakan berbagai jenis yang bermigrasi, yang berdasarkan penelitian ter-dahulu juga menunjukkan potensinya dalam menyebarkan virus HPAI. Sebanyak 75 jenis dari 10 ordo burung tercatat dapat menyebarkan virus HPAI, hampir 60% diantaranya adalah burung air. Pada burung liar, LPAI bisa mempengaruhi aktivitas mencari makan dan migrasi. Burung yang tertular tidak menunjukkan tanda-tanda klinis penyakit yang jelas. Penyusunan ulang dan penggabungan (replikasi) virus LPAI pada inang bisa menyebabkan munculnya virus yang bersifat lebih ganas. Selain itu pada saat bersirkulasi pada unggas peliharaan virus tersebut bisa bermutasi menjadi HPAI, dimana salah satu HPAI yang mewabah akhir-akhir ini disebabkan oleh H5N1. Namun, data dan informasi yang tersedia sejauh ini belum memadai un-tuk memberikan kejelasan mengenai peran burung liar dalam penyebaran flu burung, baik yang berkaitan dengan peternakan (unggas) maupun manusia. Kasus FB yang disebabkan oleh H5N1 dilaporkan pertama kali di Indo-nesia pada bulan Agustus 2003 di Pulau Jawa dan kemungkinan menyebar ke seluruh Indonesia melalui proses transportasi dan perdagangan unggas. Sejak pertengahan tahun 2003 hingga tahun 2004 kematian unggas akibat kasus ini tercatat telah mencapai jumlah lebih dari 10 juta ekor. Kasus ini tercatat pada ternak unggas (ayam ras petelur, ayam bukan ras, ayam kampung, itik, puyuh, merpati dan perkutut serta jenis lainnya). Sampai dokumen ini dibuat, kasus FB
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia1
telah dilaporkan di 31 dari 33 provinsi di Indonesia. Kasus FB pada manusia dilaporkan pertama kali pada bulan Juni 2005 di Tangerang. Sampai Desem-ber 2008 tercatat sebanyak 141 kasus dengan kematian manusia mencapai 115 orang (case fatality rate atau tingkat kematian sekitar 82%). Walaupun hasil penelitian tidak selalu menunjukkan secara nyata, namun kontak dengan unggas diperkirakan sebagai salah satu cara penularan yang paling sering terjadi. Secara garis besar, bahaya yang ditimbulkan FB bagi Indonesia bisa berupa:
• Keselamatan jiwa manusia, baik korban penularan dari unggas ke manusia maupun risiko terjadinya pandemi yang dapat menyebabkan kematian jutaan manusia;• Hancurnya sektor peternakan unggas, yang berakibat pada hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi jutaan peternak;• Menurunnya konsumsi protein hewani, yang dapat menurunkan kualitas SDM dalam jangka panjang;• Potensi risiko ancaman terhadap kelestarian populasi burung liar sebagai salah satu unsur keanekaragaman hayati Indonesia;• Citra buruk (baik karena penyakitnya maupun karena penanganan yang tidak benar) yang dapat menimbulkan kehancuran ekonomi karena travel warning, terancamnya usaha pariwisata, turunnya investasi, anjloknya nilai tukar, dsb.;• Bahaya pandemi, yang dapat menyebabkan kematian jutaan manusia.
Flu burung merupakan suatu permasalahan yang bersifat multi-dimensi dan memerlukan pendekatan lintas sektor, termasuk; pertanian, kesehatan, ke-dokteran, kehutanan, ekologi dan lingkungan, serta perencanaan pembangunan nasional. Berbagai kegiatan yang terkait dengan surveilans FB pada burung liar di Indonesia telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, seperti lembaga penelitian, universitas, lembaga konservasi, dan LSM. Tantangan untuk penanganan flu burung secara efektif seringkali ditim-bulkan oleh kekurangan dalam landasan kebijakan dan kelembagaan. Dengan demikian, untuk mengharmonisasikan penanganan flu burung diperlukan suatu Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penangananan Flu Burung pada Burung Liar di Indonesia, yang akan dapat memayungi berbagai kegiatan pengelolaan burung liar di habitatnya terkait dengan penanganan flu burung, baik di tingkat nasional maupun daerah.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
“Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung pada Bu-rung Liar di Indonesia” disusun mengingat adanya ancaman penyebaran virus FB pada burung liar dan kemungkinan penularannya dari burung liar kepada unggas dan sebaliknya, serta belum adanya strategi nasional yang menyeluruh
Pendahuluan 2
untuk menanggulanginya. Dokumen ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam mencegah dan me-nangani kasus FB pada burung liar yang ada di Indonesia. Dokumen ini juga dimaksudkan sebagai salah satu alat untuk membangun komunikasi dan jarin-gan kerja di antara berbagai sektor serta dijadikan pedoman bagi pemerintah maupun pihak-pihak terkait untuk melaksanakan pengelolaan burung liar dan pengendalian serta penanganan flu burung pada burung liar. Dengan adanya dokumen ini, diharapkan juga agar kegiatan surveilans FB di Indonesia berjalan dengan sinergis.
1.3. RUANG LINGKUP Jenis burung yang termasuk dalam “Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung pada Burung Liar di Indonesia” mencakup seluruh jenis burung liar yang ada di Indonesia, baik yang berada di habitat alaminya (termas-uk burung liar bermigrasi maupun penetap), maupun burung-burung liar yang berada di habitat non-alami (kebun binatang dan penangkaran). Selanjutnya, berdasarkan tipe pengelolaan utama maka dikenal pembagian secara in-situ, dan ex-situ, sebagaimana di jelaskan pada uraian berikutnya.
1.3.1. Burung Liar di Indonesia Indonesia merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dan sangat penting dalam upaya konservasi di dunia. Khusus untuk burung, saat ini tercatat sebanyak 1598 jenis burung tersebar di Indonesia (Sukmantoro dkk. 2007). Jumlah ini mencakup hampir 17% dari kekayaan jenis burung di dun-ia. Sebanyak 372 jenis diantaranya merupakan jenis yang endemik dan 149 jenis lainnya merupakan burung bermigrasi (migrant). Kelompok burung bermigrasi ini bisa berupa kelompok burung air (waterbird), burung pemangsa (raptor), burung pantai (wader) atau dari kelompok burung bangsa penyanyi (Passeriformes). Burung liar di Indonesia mendiami berbagai tipe habitat, baik habitat alami (dari pantai sampai pegunungan tinggi) maupun habitat buatan (seperti tambak, sawah dan permukiman). Selain itu, burung liar juga bisa dipelihara, baik di lem-baga konservasi (misalnya kebun binatang, pusat penangkaran satwa) maupun peliharaan pribadi. Luasnya daerah sebaran burung liar tersebut memungkinkan tingginya interaksi antara burung liar dengan kehidupan manusia, yang selanjut-nya memberikan peluang bagi penyebaran virus dari burung kepada manusia.
1.3.2. Burung Liar yang Menjadi Sasaran Surveilans Secara umum, telah dilakukan inventarisasi keberadaan H5N1 pada ber-bagai jenis burung liar dan burung tangkapan di dunia (Lampiran 2). Berdasar-kan pola dan habitat mencari pakannya jenis-jenis burung sasaran program sur-
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia3
veilans dapat dibedakan atas kelompok-kelompok berikut (lihat Lampiran 3 dan 4): a) jenis-jenis burung lahan basah; b) jenis-jenis burung pemangsa; c) jenis-jenis “perantara” (bridge species).Sementara itu, berdasarkan status kehadiran dan perkembang-biakannya di In-donesia, surveilans dapat ditujukan pada: a) jenis-jenis burung bermigrasi; b) jenis-jenis burung yang berkembang biak secara berkoloni. Jenis-jenis burung lahan basah dapat didefinisikan sebagai jenis-jenis burung yang secara ekologi sangat bergantung pada kehadiran lahan basah. Burung lahan basah sering disebut juga sebagai kelompok burung air. Sampai saat ini di Indonesia telah tercatat setidaknya 184 jenis burung lahan basah yang berasal dari 20 suku. Ke-184 jenis burung tersebut dapat digolongkan kedalam beberapa bangsa, dan setidaknya enam bangsa yang sering dikaitkan dengan FB, yaitu: unggas air (bangsa Anseriformes), burung pantai, camar dan dara laut (bangsa Charadriformes), kuntul, cangak dan bangau (bangsa Ciconiiformes), titihan (bangsa Podicipedidae), mandar dan tikusan (bangsa Gruiformes), dan pecuk (bangsa Pelecaniformes). Jenis-jenis burung yang termasuk bangsa tersebut dapat ditemukan pada hampir seluruh tipe habitat lahan basah, ter-masuk berbagai jenis lahan basah buatan, seperti tambak dan sawah. Terkait dengan FB, jenis-jenis burung lahan basah dapat dikatakan se-bagai kelompok terpenting yang perlu mendapatkan perhatian dalam kegiatan surveilans. Alasannya, H5N1 pada burung liar pertama kali ditemukan pada kel-ompok burung lahan basah di Cina pada tahun 2003, dan dalam perkembangan selanjutnya diketahui bahwa hampir 60% jenis burung liar yang tertular virus H5N1 (dan tingkat kematiannya tertinggi) adalah kelompok burung lahan ba-sah. Kelompok ini perlu mendapat perhatian karena, sebagai kelompok burung liar, tingkat interaksinya sangat tinggi dengan jenis-jenis burung peliharaan yang mencari makan pada habitat yang sama. Dengan demikian, resiko terjadinya penularan dari burung liar kepada burung peliharaan ataupun sebaliknya adalah sangat tinggi. Jenis-jenis burung pemangsa mudah dikenali karena penampakannya yang cukup mencolok, dengan paruh runcing serta kuku tajam. Ukuran tubuhnya beragam, mulai dari burung-burung yang memiliki rentang sayap hanya sekitar 25 - 30 cm hingga burung bangkai yang rentang sayapnya bisa mencapai 3 me-ter. Burung pemangsa ini, yang tergolong dalam bangsa Falconiformes, terdiri atas berbagai suku: Elang, Alap-alap, Rajawali, dan burung Pemakan-bangkai. Penyebaran atau migrasi burung pemangsa melingkupi seluruh kepulauan yang ada di Indonesia. Di Indonesia diketahui terdapat 71 jenis burung pemangsa, di-
Pendahuluan 4
antaranya 25 jenis yang melakukan migrasi jarak jauh. Beberapa kriteria burung pemangsa yang perlu diperhatikan sebagai sasaran potensial bagi surveilans flu burung di Indonesia adalah: a) jenis yang individunya secara umum pernah tercatat1 terinfeksi flu burung, baik secara in-situ maupun ex- situ; b) jenis yang individunya secara umum pernah tercatat terinfeksi flu burung, dan jenis atau sub-jenis terkait juga terdapat di dalam wilayah Indonesia, baik sebagai penetap atau burung bermigrasi; c) jenis yang individunya ternyata terinfeksi di dalam wilayah Indonesia, baik sebagai penetap atau migran: i. jenis yang individunya terjaring atau tertangkap, dan dari tubuhnya diperoleh isolasi H5N1; ii. jenis yang individunya didapatkan mati, dan dari tubuhnya diper- oleh isolasi H5N1.
Jenis-jenis “perantara” (bridge species) adalah jenis-jenis burung yang telah beradaptasi dan memiliki toleransi tinggi terhadap habitat yang telah dimodifikasi dan dihuni manusia. Secara kedekatannya dengan manusia, dis-amping hewan domestik/ peliharaan, jenis-jenis perantara ini adalah yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari manusia. Beberapa jenis yang sejauh ini telah diketahui tertular H5N1, baik di Indonesia maupun di negara lain, dan ban-yak dikenal adalah merpati peliharaan Columba livia, bondol dan gereja (suku Estrildidae dan Ploceidae), Gagak (suku Corvidae), dan Jalak (suku Sturnidae). Peristiwa burung bermigrasi merupakan salah satu aspek yang penting bagi surveilans, karena selama ini sering timbul asumsi bahwa burung bermi-grasi mampu bertindak sebagai carrier yang efektif, walaupun selama lima tahun terakhir ini penelitian di berbagai belahan bumi tidak berhasil membuktikan as-umsi tersebut. Banyak jenis burung mengarungi jarak jauh antara tempat mereka ber-biak dan daerah yang bukan daerah ”kelahirannya” selama musim migrasi. Ban-yak jenis burung yang berbiak di belahan bumi utara - termasuk burung-burung pantai, penyanyi, pemangsa, dll., sebagian, atau bahkan seluruh populasinya bermigrasi pada musim tertentu. Burung air adalah salah satu yang paling dike-nal diantara burung bermigrasi musiman tersebut. Sebagai penampung (reser-voir) alami, atau yang dikenal sebagai “tempat” terdapatnya virus flu burung, pergerakan jenis ini dapat berperan penting dalam memelihara dan menyebar-kan virus-virus jinak dan dapat juga menyebarkan virus H5N1 (walaupun sejauh ini bukti ilmiah tidak, atau belum, ditemukan).
1‘Secara umum pernah tercatat’ disini berarti kasusnya pernah didokumentasikan di suatu tempat di dunia, baik dalam jalur migrasi yang mencakup Indonesia, maupun yang tidak mencakup Indonesia (lihat Lampiran 1)
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia5
Pada beberapa jenis burung, individu-individu yang berbiak berkumpul di suatu lokasi dan membuat sarang yang saling berdekatan satu sama lainnya, sehingga membentuk kumpulan atau koloni sarang. Jenis-jenis burung yang berbiak dalam koloni umumnya adalah jenis-jenis burung laut dan burung air yang biasa mencari makan di lahan basah, seperti cangak dan kuntul (suku Ar-deidae). Pada burung air tidak jarang koloni terdiri atas beberapa jenis burung, misalnya seperti yang ada di Pulau Rambut, Provinsi DKI Jakarta. Jenis bu-rung darat juga ada yang berbiak dalam koloni, misalnya walet (suku Apodidae) dan layang-layang (suku Hirundinidae). Dalam kaitannya dengan surveilans flu burung maka burung yang berbiak dalam koloni, terutama jenis burung lahan basah, sangat penting untuk diperhatikan. Jika ada individu dalam koloni yang terpapar flu burung maka peluang penularan antar individu sangat besar. Hal ini mengingat bahwa jarak antar sarang dalam koloni bisa sangat berdekatan.
1.3.3. Lingkup Praktik Pengelolaan Secara umum, pengelolaan burung liar dibagi atas pengelolaan in-situ dan ex-situ. Untuk pengelolaan in-situ, sampai pada tahun 2004 tercatat seluas 4,7 juta ha kawasan lahan basah penting sebagai habitat burung air liar telah dilindungi oleh negara. Di luar kawasan konservasi yang ditetapkan Pemerintah, Indonesia mempunyai 227 area penting (habitat) burung/Important Bird Areas (IBA); 195 diantaranya adalah habitat dari jenis burung yang secara global ter-ancam. Dari 227 IBA, 58 (25%) merupakan kawasan lindung, 42 (19%) sebagian wilayahnya berupa kawasan lindung, sementara 127 (56%) merupakan kawas-an yang tidak terlindungi (BirdLife 2004). Untuk pengelolaan ex-situ, tercatat 26 Lembaga Konservasi, 14 penangkar dan 7 Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) yang menangani pengelolaan burung liar dilindungi di luar habitat alaminya. Pengelolaan in-situ menjadi sangat penting, karena banyak studi menye-butkan bahwa burung-burung liar, terutama yang bermigrasi, dapat berpotensi menjadi sumber penyebar virus H5N1 penyebab FB. Sementara burung liar yang ditangkap dan dipelihara (captive) dapat berperan sebagai sumber penyakit ke-tika burung liar menjadi komoditas perdagangan, dan penularan penyakit terjadi pada saat pemindahan satwa , yang dikenal dengan istilah translokasi.
1.4. KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN BURUNG LIAR DAN HABITATNYA Sebagai pedoman untuk merumuskan dan melaksanakan program rin-ci dan lintas-sektoral bagi pengelolaan burung liar dan habitatnya di lapangan, termasuk mengantisipasi serta menangani flu burung yang mungkin melibatkan keberadaan burung liar di Indonesia, diperlukan strategi nasional yang efektif. Untuk merumuskan dan melaksanakan strategi nasional secara efektif, diperlu-
Pendahuluan 6
kan landasan kebijakan dan kelembagaan yang jelas.
1.4.1. Kebijakan Pengembangan kebijakan pengelolaan burung liar dan habitatnya, ter-masuk penanganan flu burung yang melibatkan burung liar, tengah dilaksanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia, antara lain dengan menetapkan berbagai landasan hukum dan kebijakan, baik dalam bentuk Undang-undang, peraturan pemerintah dan/atau produk hukum lain yang menunjang upaya terkait. Sejauh ini, Pemerintah telah membuat beberapa produk hukum terkait burung liar dan habitatnya serta penanganan flu burung (Tabel 1). Landasan hukum dan kebijakan tersebut merupakan kumpulan kaidah dan pedoman, yang bertujuan agar strategi terkait dapat mencakup lintas sektor dan terfokus pada lingkup permasalahan di tingkat nasional serta internasional, sebagaimana dirumuskan oleh tingkat pusat, dengan partisipasi penuh dari ting-kat daerah.
Tabel 1. Beberapa produk hukum terkait dengan burung liar dan habitatnya serta penanganan flu burung di Indonesia.
Produk Hukum KeteranganUU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosis-temnya
Mengatur hal-hal yang berke-naan dengan konservasi keanekaragaman hayati termasuk konservasi jenis-jenis burung dan habitatnya.
UU No. 5 tahun 1994 tentang Pengesa-han Konvensi PBB mengenai Keaneka-ragaman Hayati (UN CBD)
Mengesahkan konvensi PBB mengenai keanekaragaman hayati yang antara lain ber-isi tentang tindakan umum bagi konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan; iden-tifikasi pemantauan keanekaragaman hayati; serta pengkajian dampak dan pengurangan dampak yang merugikan
UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelo-laan Lingkungan Hidup
Antara lain berisi tentang asas, tujuan, dan sasaran, hak, kewajiban, dan peran masyar-akat, upaya pelestarian fungsi serta tata cara mengenai pengelolaan lingkungan hidup
UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehu-tanan
Mengatur hal-hal yang berkenaan dengan pengelolaan hutan, termasuk wilayah perlind-ungan dan konservasi hutan yang merupakan habitat satwa
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia7
PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Mengatur, pengelolaan dan perlindungan jenis-jenis tumbuhan dan satwa baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi
PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaa-tan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
Mengatur pemanfaatan sumber daya alam dan atau bagian-bagiannya, seperti dalam bentuk pengkajian, penelitian, penangkaran dan perdagangan
PP No. 68 tahun 1999 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
Mengatur dan mengelola kawasan konservasi yang merupakan habitat penting dan terlind-ungi bagi kehidupan tumbuhan dan satwa liar
Keppres No. 43 tahun 1978 tantang Pengesahan Konvensi International men-genai perdagangan species flora dan fau-na yang terancam punah (Convention on International Trade in Endangered Spe-cies of Wild Fauna and Flora (CITES)
Mengatur tentang pembatasan, pelarangan dan pemantauan terhadap jenis flora dan fau-na yang terancam punah, atau dapat menjadi terancam punah, akibat diperdagangkan se-cara internasional
Keppres No. 48 tahun 1991 mengenai Pengesahan Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat
Konvensi ini berisi tentang konservasi dan pemanfaatan yang bijaksana terhadap lahan basah yang mempunyai nilai penting secara internasional terutama lahan basah yang men-jadi habitat burung air bermigrasi
Instruksi Presiden No. 1/2007 tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung
Mengatur koordinasi antar sektor dalam pen-anganan dan pengendalian flu burung di In-donesia
Keputusan Menteri Kehutanan 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tum-buhan dan Satwa Liar
Mengatur tentang pengelolaan tumbuhan dan satwa yang terkait dengan pemanfaatan-nya, termasuk didalamnya adalah pengaturan mengenai transportasi satwa
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 203/Menhut-II/2006 tanggal 8 Juni 2006 tentang “Satuan Tugas Pengendalian Flu Burung pada Burung Liar dan Satwa Liar Lainnya”
Mengatur tentang tugas satgas pengendalian flu burung pada burung liar dan satwa liar lainnya
Disamping beberapa peraturan perundangan di atas yang langsung terkait dengan burung liar dan flu burung, juga terdapat beberapa peraturan perundangan lainnya yang lebih terkait dengan penanganan penyakit menular, antara lain:
Pendahuluan 8
a. UU No. 6 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan; b. UU No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan; c. PP No. 15/1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan Penyakit Hewan (memuat pengaturan penolakan masuk- nya jenis penyakit hewan ke dalam wilayah negara RI, antar wilayah Indonesia, pencegahan timbulnya penyakit hewan, pemberantasan, dan pengobatan penyakit hewan); d. PP 82/2000 tentang Karantina Hewan; e. SK Mentan No. 393/Kpts/PD.620/7/2007 tentang Pernyataan Berjangkit nya Wabah Penyakit Hewan Menular Influenza pada Unggas (Flu burung) di Wilayah Indonesia (memuat pengumuman pernyataan 31 provinsi di Indonesia telah tertular penyakit FB pada unggas); f. SK Dirjen Bina Produksi Peternakan No. 17/Kpts/PD.640/F/02/2004 tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influenza Pada Unggas (flu burung; memuat pedoman dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan peny akit menular flu burung pada unggas dan produknya).
1.4.2. Kelembagaan Pengelolaan burung liar dan habitatnya di Indonesia dilaksanakan oleh berbagai pemangku kepentingan. Untuk jenis burung liar yang dilindungi dan atau terancam punah maupun yang tidak terancam punah, baik yang berada di dalam habitat alami maupun di luar habitat alaminya, tanggung jawab dan kewenangan pengelolaannya berada di Departemen Kehutanan, sedangkan un-tuk kegiatan penelitian, apabila melibatkan pihak asing (internasional), tanggung jawab serta kewenangan pelaksanaan dan perijinan berada di Kementerian Ne-gara Riset dan Teknologi (Ristek)2. Tanggung jawab dan kewenangan pengelolaan oleh Departemen Kehu-tanan berlaku pula untuk burung-burung liar yang tidak dilindungi tetapi berada di dalam kawasan konservasi. Namun, ketika burung-burung tersebut berada di luar kawasan konservasi, walaupun kebijakan konservasi tetap berada pada Departemen Kehutanan, pengelolaan dan penanganannya menjadi kewenan-gan dan tanggungjawab berbagai pihak di daerah, terutama pemerintah daerah. Risiko terjadinya tumpang-tindih dan benturan antara para pemangku kepentin-gan masih perlu diselesaikan.
2Mengacu pada PP 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia9
Perencanaan, pengelolaan, implementasi, pengawasan dan monitor-ing serta evaluasi penanganan pengendalian flu burung seringkali dilakukan secara terpisah tanpa mengindahkan atau berkonsultasi dengan institusi yang berwenang menangani konservasi. Keadaan ini menjadikan pengendalian flu burung tidak efektif, dan menyebabkan munculnya kegiatan pengendalian yang berlebihan dan bertentangan dengan prinsip pelestarian terhadap jenis yang se-harusnya dilindungi. Pengelolaan burung liar dan habitatnya serta pengendalian flu burung pada burung liar secara tepat dan menyeluruh perlu melibatkan semua pihak yang memiliki tugas dan tanggungjawab yang terkait langsung dengan burung liar. Para pemangku kepentingan yang diharapkan dapat berperan aktif dalam penanganan flu burung yang terkait dengan burung liar adalah: a) Departemen Kehutanan: bertanggungjawab terhadap upaya pelestarian, perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekositem nya, termasuk kewenangan pengelolaan kawasan konservasi dan sat- wa liar (dalam hal ini burung liar) baik yang dilindungi maupun yang tid- ak dilindungi. Pada tingkat daerah tugas tersebut dilaksanakan oleh Balai (atau Balai Besar) Konservasi Sumber Daya Alam dan Balai Tam- man Nasional yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan; b) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: bertanggungjawab dalam mela- kukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan satwa (dalam hal ini burung liar) baik dilindungi maupun tidak dilindungi dan yang terkait de- ngan upaya pengendalian flu burung; c) Departemen Pertanian: dengan Rencana Strategi Nasional Pengendal- ian Flu Burung3 bertanggungjawab terhadap penetapan kebijakan, pedoman, langkah-langkah strategis, koordinasi dalam rangka pencega- han, pengendalian, dan penanganan FB terutama pada unggas peter- nakan; d) Departemen Kesehatan: bertanggung jawab terhadap penetapan kebi- jakan, pedoman, langkah-langkah strategis, koordinasi dalam rangka pence gahan, pengendalian, dan penanganan FB serta kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza terutama pada manusia; e) Pemerintah Daerah: bertanggung-jawab pada koordinasi pengelolaan wilayah habitat burung liar, dan mempunyai kewenangan pengelolaan habitat burung liar di luar kawasan konservasi mulai dari tahap perenca naan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi;
3Untuk periode 2005 – 2008 sudah dirumuskan dan dijalankan; untuk 2009 - 2012 sedang dikembangkan.
Pendahuluan 10
f) Institusi Pendidikan dan Institusi Penelitian: bertanggung jawab untuk melakukan riset terkait dengan kompleksitas penyebaran dan penanga- nan flu burung terkait dengan burung liar; g) Organisasi non-pemerintah (termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat dan perhimpunan profesi serta media masa): bertanggungjawab untuk melaksanakan visi dan misi organisasi masing-masing sebagai agen perubahan serta berperan mendukung Pemerintah melakukan imple- mentasi pedoman, langkah-langkah strategis, maupun mendukung koor- dinasi dalam rangka pencegahan, pengendalian, dan penanganan FB serta kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza pada hewan dan manusia; h) Masyarakat umum: berperan penting untuk bertindak sebagai penjaga/ pengawas lingkungan setempat dan sumber daya alam hayati yang ter kandung didalamnya, serta membantu pemantauan lingkungan setem- pat dan sebagainya.
Berkaitan dengan peran pemerintah daerah, perlu diperhatikan bahwa berdasarkan UU No. 4/1984 mengenai wabah penyakit serta berdasarkan UU No. 40/1991 mengenai pengendalian penyakit menular4 maka telah dirancang sistem komunikasi dan komando yang mencakup provinsi dan kabupaten/kota. Sistem komunikasi dan komando ini perlu diberdayakan, khususnya untuk men-gantisipasi timbulnya keadaan darurat, sehingga tanggap darurat tidak sepenuh-nya ditentukan oleh pemerintah pusat yang berada jauh dari lokasi kejadian.
1.4.3. Tantangan bagi Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan Burung Liar dan Habitatnya Secara umum masih terdapat beberapa tantangan dan kesenjangan dalam sistem regulasi dan kelembagaan pada pengelolaan burung liar dan habi-tatnya yang terkait dengan pengendalian flu burung, antara lain: a) Belum adanya kejelasan peran dan tanggungjawab para pemangku kepentingan lain dalam perlindungan dan pelestarian burung liar secara in- situ terutama di luar kawasan konservasi; b) Kewenangan pengendalian flu burung berada di berbagai sektor sehing ga perencanaan program pengendalian flu burung menjadi kurang ter- integrasi; c) Terbatasnya kapasitas kelembagaan dalam penanganan kasus flu bu- rung pada burung liar di beberapa daerah yang menjadi habitat penting bagi burung;
4Walaupun mekanisme respon dirancang untuk kasus wabah penyakit pada manusia, namun organisasi dan mekanisme komunikasi dapat diperluas untuk keperluan respons terhadap wabah FB pada burung liar, sehingga penanganan lebih efisien dan terpadu.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia11
d) Belum adanya sistem pengelolaan informasi dalam pelaksanaan pengen- dalian flu burung secara in-situ dan ex-situ,sementara pengetahuan masyarakat terhadap flu burung masih sangat kurang; e) Belum tersedianya peraturan dan ketentuan tentang biosecurity dan tracking system (untuk mengetahui daerah asal atau asal usul) pada bu- rung liar yang tidak dilindungi terutama pada burung-burung liar yang diperdagangkan, sehingga besarnya potensi sebagai sumber penye- baran penyakit flu burung tidak diketahui pasti.
1.5. PRINSIP-PRINSIP DASAR Dengan memperhatikan berbagai kaidah, kebijakan teknis, serta hal-hal yang telah dirumuskan dalam Strategi Nasional untuk Pengendalian Flu Burung dan Kesiapan Pandemi Influenza (BAPPENAS 2005), maka strategi penanga-nan flu burung pada burung liar ini dikembangkan dengan mengacu pada lima prinsip dasar: a) Utamakan kesehatan manusia. Prinsip untuk memprioritaskan keselamatan manusia adalah yang paling penting; b) Perhatikan keselamatan dan kenyamanan satwa burung. Keselamatan dan kenyamanan burung ini termasuk aspek konservasi dan kesejahteraan. Sedapat mungkin burung liar, termasuk yang bermi- grasi, perlu secara pro-aktif dihindarkan dari kegiatan yang mengancam keselamatan dan kenyamanan mereka. Termasuk di dalamnya adalah asumsi bahwa satwa burung bermigrasi merupakan penyebar efektif bagi penyebaran H5N1, yang sejauh ini belum pernah terbukti secara il- miah; c) Integrasikan upaya lintas komponen. Komponen tersebut termasuk pemerintah, swasta, masyarakat, organisa- si profesi, organisasi internasional dan pemangku kepentingan lainnya; d) Sepakati standar yang telah dirumuskan. Standar mengenai kesepakatan dan perjanjian yang selama ini telah dirumuskan, baik di tingkat nasional serta internasional perlu diperha- tikan dan digunakan; e) Laksanakan manajemen yang terus menerus. Mengingat epidemiologi FB yang bersifat sangat dinamis dan terus berkembang, maka perlu dilakukan manajemen perubahan secara terus menerus. Dengan demikian, dokumen ini perlu diberlakukan se- bagai living document yang sewaktu-waktu dapat diperbaiki dan/atau dilengkapi sesuai dengan perkembangan informasi dan pengetahuan terkait.
Pendahuluan 12
1.6. KERANGKA KERJA STRATEGI DAN RENCANA AKSI NASIONAL Surveilans yang efektif terhadap burung liar pada habitat alami serta yang berdekatan dengan hunian manusia merupakan kunci strategi penan-ganan flu burung pada burung liar. Dalam hal ini kerangka kerja terkait diru-muskan berdasarkan Strategi dan Rencana Aksi Nasional, didalamnya tercakup tujuh aspek, yaitu: 1. Pembangunan dan penguatan sistem deteksi dini; 2. Pengembangan dan koordinasi riset; 3. Kajian epidemiologi 4. Prosedur berbagi data (data sharing), pengembangan sistem informasi, dan proses pengambilan keputusan; 5. Pengembangan kemampuan dan pemberdayaan pemangku kepenti- ngan; 6. Penyempurnaan kebijakan sektoral; 7. Pendanaan. Jangka waktu untuk Rencana Strategi dan Rencana Aksi Nasional ini ditetapkan selama lima tahun (2009 – 2014). Prosedur pengumpulan data yang terstandarisasi merupakan bagian penting dari strategi dan rencana aksi yang efektif. Mengingat keterbatasan pengetahuan akan metoda-metoda terkait, khususnya pengambilan sampel dari burung liar, maka perlu dirumuskan acuan dan pedoman terkait (Bab IV).
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia13
BAB IISTRATEGI DAN RENCANA AKSI
2.1. PEMBANGUNAN DAN PENGUATAN SISTEM DETEKSI DINI Sistem deteksi dini terhadap flu burung pada burung liar perlu dikem-bangkan dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Sistem deteksi dini ini juga harus dibangun dengan melibatkan departemen teknis terkait, yaitu De-partemen Kehutanan, Departemen Pertanian dan Departemen Kesehatan. Alur pembangunan sistem deteksi dini adalah seperti dalam Gambar 1. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pembangunan dan penguatan sistem deteksi dini, adalah kerjasama antar lembaga, serta tipologi laboratorium (rujukan dan pendukung).
a) Kerjasama Antar Lembaga Peranan masing-masing departemen teknis dan kelembagaan non-pemerintah (lembaga swadaya masyarakat, lembaga penelitian, perhim-punan profesi) ditetapkan berdasarkan kewenangan teknis, tupoksi dan visi-misi organisasi. Komnas FBPI ditetapkan sebagai lead agency, untuk menjalankan fungsi koordinasi lintas departemen. Departemen Kehutanan sebagai pemegang otoritas dan penanggung jawab pengelolaan (Manage-ment Authority) untuk hidupan liar di Indonesia, termasuk di dalamnya bu-rung liar. Departemen Pertanian sebagai pemegang otoritas dan penang-gung jawab pengelolaan di bidang kesehatan hewan. Yang tak kalah penting, di masa mendatang kerja sama antar lembaga perlu didukung oleh suatu komite nasional yang perlu dibentuk, agar dapat mengakomodasi rencana surveilans nasional pada hidupan liar yang tidak hanya dapat mengakomodasi penyakit flu burung saja, melainkan berbagai penyakit lain yang bersifat zoonosis (termasuk emerging dan re-emerg-ing diseases) yang berasal dari satwa liar. Komite nasional yang diusulkan adalah suatu badan yang dapat diperkuat dengan legalitas hukum, terdiri atas komponen-komponen departemen teknis terkait dan lembaga-lemba-ga non pemerintah yang mempunyai komitmen dan kepedulian terhadap konservasi, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat.
b) Laboratorium Rujukan dan Pendukung Laboratorium di tingkat nasional yang dipakai sebagai rujukan dalam pelaksanaan surveilans flu burung pada burung liar adalah (a) Balai-Balai Penyidikan Penyakit Veteriner di bawah Direktorat Kesehatan Hewan, De-partemen Pertanian dan Balai Besar Penelitian Veteriner di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, serta (b) laboratorium pendukung FKH5 dan institusi yang kompeten lainnya.
5Dengan perhatian pada berbagai laboratorium yang telah aktif pada saat ini yaitu FKH IPB, FKH UGM, FKH UNAIR, FKH UNUD, serta tidak menutup kemungkinan ditingkatkannya pelibatan FKH lain di masa mendatang.
Strategi dan Rencana Aksi 16
Gambar 1. Alur pembangunan sistem deteksi dini nasional.
Kematian masal/penemuan kasus penyakit pada burung
Di Luar Kawasan Konservasi (kewenangan dan tanggung jawab
PEMDA)
Di Dalam Kawasan Konservasi (kewenangan dan tanggung jawab
Dephut)
Surveilans burung liar berbasis peran
masyarakat
Petugas Departemen Teknis
Organisasi non pemerintah
pemerhati satwa liar
Dephut (Polhut/Satker)
Deptan (PDSR)
Laboratorium Rujukan
Petugas Kawasan
Konservasi
Masyarakat Umum
Organisasi non pemerintah
pemerhati satwa liar
LIPI
DEPTAN DEPHUT DEPKES
TNPFBBL
Depkes (DSO)
OIE/WHO
KOMNAS FBPI / KOMNAS ZOONOSIS
DESA (Desa Siaga,
Desa Tanggap Flu Burung)
Kecamatan
Kabupaten
Provinsi
Nasional
Internasional
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia17
2.2. PENGEMBANGAN DAN KOORDINASI RISET
Pengembangan dan koordinasi riset bertujuan untuk meningkatkan de-teksi dini dan karakterisasi infeksi FB serta pelaporannya pada burung liar di tingkat nasional melalui sebuah jejaring surveilans yang terkoordinasi. Secara khusus, tujuan pengembangan dan koordinasi riset adalah: a) Mengkonfirmasi dan mengidentifikasi jenis/spesies sasaran, yaitu bu- rung liar yang diduga berpotensi mempunyai peran dalam penyeba- ran virus. Upaya lebih lanjut terhadap konfirmasi dan identifikasi terse- but meliputi upaya membangun kerjasama antar negara (terutama dalam jalur migrasi yang dilalui jenis burung liar bermigrasi), untuk tu- kar menukar informasi; b) Mengidentifikasi jenis sasaran (burung liar bermigrasi yang berpoten- si membawa H5N1), meliputi berbagai kriteria yaitu jenis/spesies yang diketahui:
i. mempunyai sejarah kematian serentak dalam populasi yang dise- babkan oleh infeksi virus FB;ii. mempunyai sejarah adanya isolasi virus FB dari burung-burung yang sehat; iii. memiliki ketergantungan terhadap habitat lahan basah;iv. berbagi habitat dengan hewan domestik; v. dapat menerima adanya aktivitas manusia dan dapat mencapai fasilitas manusia, terutama hewan yang telah didomestikasi;vi. bermigrasi melalui IBA (Important Bird Area /Daerah Burung Penting); vii. bermigrasi/ bersirkulasi antara negara-negara tertentu dalam suatu wilayah, sesuai dengan jalur terbang utama/major flyway:viii. telah terbukti dapat menyebabkan dampak ekonomi yang nyata;
c) Mempelajari keanekaragaman strain virus FB pada jenis sasaran, khususnya burung bermigrasi tertentu; d) Mempelajari pola distribusi dan migrasi (geospatial dan temporal) dari jenis penting burung liar tertentu di Indonesia. Pola distribusi dipetakan berdasarkan hasil kajian burung liar terutama burung liar bermigrasi; e) Melaksanakan surveilans dan pemantauan flu burung pada burung migran melalui pembentukan jejaring regional (lihat Lampiran 5- 8 untuk daftar lokasi surveilans burung lahan basah dan burung pemangsa); f) Memperbaiki pemahaman dan menyebarkan informasi ilmiah kepada pemerintah dan berbagai lapisan masyarakat mengenai peran burung bermigrasi dalam kaitannya dengan pergerakan H5N1.
Strategi dan Rencana Aksi 18
Dalam strategi pengembangan dan koordinasi riset, terdapat berbagai aktivitas yang perlu diprioritaskan, termasuk diantaranya: a) Pengembangan Sistem Database Terpadu (SDT) meliputi pangkalan data jenis/spesies burung liar, termasuk: i. pangkalan data burung liar bermigrasi dan pola penyebarannya; ii. pangkalan data jenis/spesies burung liar bermigrasi dan burung liar penetap yang teridentifikasi terkena FB; iii. pangkalan data burung liar di karantina, PPS, lokasi penangkaran lainnya dan kebun binatang; iv. pangkalan data variasi galur per lokasi maupun per jenis, dan pang- kalan data hasil analisa laboratorium berhubungan dengan FB. b) Pengembangan metodologi riset misalnya dengan metode penangka- pan jenis/spesies terkait (pencincinan dan penandaan burung), metode uji serolgi – PCR, dan metode kajian epidemiologi serta kesehatan masyarakat; c) Teknik dan tahapan pengujian laboratorium secara lengkap didasarkan pada standar prosedur pemeriksaan yang berlaku pada laboratorium rujukan, yaitu: i. tes serologis (serological test) untuk semua burung, terutama reser- voir (HPAI maupun LPAI) dan dalam sejarahnya terdapat keterpapa- ran LPAI untuk jenis tertentu yang menjadi indikator; ii. melakukan PCR pada semua burung dan habitatnya (tanah, air); iii. mengisolasi semua burung yang terbukti positif melalui pengujian PCR; iv. melakukan pengurutan kode genetik (sequencing) semua burung positif PCR sesuai protokol yang berlaku.
Teknik dan tahapan tersebut diatas dilaksanakan berdasarkan pertimbangan jenis sasaran yang menjadi prioritas dan ketersediaan data populasi yang diperlukan untuk menentukan besaran sampel-nya, sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya secara statisti-ka. Data tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk rekomendasi penentuan status suatu wilayah, sehingga berkontribusi pula pada pembangunan dan penguatan sistem deteksi dini.
d) Sistem surveilans Sistem surveilans flu burung pada burung liar dapat dilaksanakan ber dasarkan pada tujuan surveilans yang dilakukan. Berdasarkan tujuan- nya, kegiatan surveilans dapat dikategorikan menjadi: i. surveilans lingkungan (environment surveillance), bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus flu burung pada habitat burung liar; ii. surveilans jenis (species surveillance), bertujuan untuk mendeteksi
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia19
keberadaan virus flu burung pada pada semua jenis burung liar di habitatnya; iii. surveilans viral (viral surveillance), bertujuan untuk mendeteksi strain virus flu burung pada burung liar.
Berkaitan dengan pembangunan sistem surveilans, maka perlu diperha tikan sistem, kajian hasil, serta respons (tanggapan) terhadap surveilans yang telah dilakukan
a) Prosedur sistem surveilans: i. In-situ : 1. Periode waktu: Dilakukan dua kali setahun dalam periode migrasi dan/atau sewaktu-waktu setelah ada kasus wabah untuk daerah yang beresiko tinggi 2. Jenis: Jenis perantara (bridge species) dan jenis reservoir 3. Sasaran wilayah: Habitat burung yang menjadi jenis sasa- ran, termasuk wilayah konservasi ii. Ex-situ: 1. Periode waktu: Berkala disesuaikan dengan manajemen pe- ngelola/penanggung jawab dan sewaktu-waktu jika terjadi ancaman wabah (misalnya terjadi wabah di peternakan di lingkaran/ring I dan II) 2. Jenis sasaran: Aves6 3. Wilayah sasaran: kebun binatang, penangkaran, pusat pe- nyelamatan satwa (PPS), pedagang/penampung burung liar, Pasar Burung dan lembaga ex-situ lainnya.b) Kajian Hasil Surveilans:
Dilakukan oleh para ahli/peneliti (termasuk panel ahli Kom-nas) lintas sektoral (dokter hewan, ornithologist, epidemiolo-gists, dll.) terhadap hasil surveilans yang dilakukan, terma-suk juga resiko bahaya. Berdasarkan hasil kajian tersebut, selayaknya komite ahli ini menerbitkan suatu rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan (respons). Hal ini juga meliputi dan berlaku untuk sistem kajian resiko wabah.
c) Respons:Dilakukan oleh Lembaga yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab terkait, dalam hal ini Departemen Kehuta-nan dengan dibantu oleh instansi terkait di daerah tersebut (Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan dan dinas-dinas ter-
6 Mamalia (tikus, kucing, karnivora) dapat dipertimbangkan, mengingat infeksi pada grup-grup ini telah terjadi di Indonesia
Strategi dan Rencana Aksi 20
kait lainnya) untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu guna menanggapi hasil surveilans dan melakukan tindakan yang direkomendasikan oleh komite (panel) ahli. Respon atau tanggapan juga dilakukan untuk menindak-lanjuti lapo-ran kejadian wabah pada burung liar baik ex situ maupun in situ
d) Pengembangan mekanisme pemantauan, evaluasi dan pelaporan:Mekanisme koordinasi serta pertukaran informasi data dalam bentuk mailing lists, diskusi atau kegiatan pertemuan. Pengembangan teknik lokakarya – pembagian pembelaja-ran sebagai salah satu metode berbagi informasi dan pen-galaman serta sebagai ajang koordinasi berbagai pemang-ku kepentingan. Selain itu dilakukan pula kegiatan seminar paparan dalam kaitannya dengan diseminasi informasi dan pengetahuan FB terkait dengan satwa liar.
2.3. KAJIAN EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi dalam kajian burung liar bertujuan untuk menghasilkan informasi mengenai epidemiologi yang berhubungan dengan berbagai aspek, terutama: burung liar sebagai jenis reservoir dan target (host) untuk flu burung, sistem tanggap dini berhubungan dengan epidemiologi, dan pengelolaan kes-ehatan lingkungan untuk mencegah penularan FB yang terkait satwa liar.Strategi epidemiologi bertumpu pada tiga pilar yaitu: a) Penyebarluasan informasi epidemiologi yang berhubungan dengan bu- rung liar; b) Penyertaan sistem tanggap dini berhubungan dengan epidemiologi; c) Pengelolaan Kesehatan Lingkungan (Kesling) untuk mencegah penu- laran FB. Kajian secara menyeluruh meliputi distribusi, dinamika dan determinan penyakit flu burung pada burung liar diselenggarakan melalui suatu tahapan ke-giatan yang terstruktur dengan memperhatikan kewenangan instansi terkait. Pelaksanaan strategi epidemiologi diatas dijabarkan dalam tahapan keg-iatan aksi yang merupakan suatu kesatuan tindakan yang tak terpisahkan den-gan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (instansi pemerintah, pergu-ruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat). Keberhasilan dari strategi epidemiologi sangat erat kaitannya dengan tin-dakan pelacakan dan pemantauan (surveillance and monitoring) sebagaimana telah diuraikan pada strategi 2.2. di atas.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia21
2.4. PROSEDUR BERBAGI DATA (DATA SHARING), PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI, DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Koordinasi dilakukan dibawah suatu badan koordinasi nasional7, untuk memfasilitasi serta memobilisasi para pihak yang bertanggung jawab atas pros-es pengambilan keputusan8 dan pembagian data. Mekanisme dan fungsi yang diusulkan adalah sebagai berikut. a) Fungsi pembagian data sebaiknya dilakukan berkoordinasi dengan pro- ses pengambilan keputusan sebagai bagian fungsional badan koordina- si nasional; b) Untuk proses pengambilan keputusan ditetapkan strategi berikut: i. Proses pengambilan keputusan diberlakukan sebagai suatu proses fasilitasi; dengan demikian untuk tataran operasional diselenggarakan melalui suatu kolektivitas, serta personalianya diberi mandat untuk melaksanakan hal-hal terkait; ii. Dengan dibekali sumber-sumber daya yang memadai, maka dalam keadaan darurat (misalnya, burung liar terbukti menginfeksi manusia) tim ini dapat diberi mandat dan mengambil peran sebagai Tim Tang- gap Darurat; c) Untuk pembagian data, perlu ditunjuk tim yang terdiri atas perwakilan para pihak; d) Koordinasi dengan daerah perlu diperhatikan.
Dalam kaitannya dengan perencanaan dan pelaporan kasus di daerah, maka perlu dipertimbangkan: i. Penyaluran informasi kasus di daerah kepada pusat, dan penyebarlua- san informasi yang terangkum kepada daerah; ii. Pembuatan daftar pihak yang dapat dihubungi di daerah, setidaknya pada tingkat provinsi;
7Dalam pertemuan Avimore, Skotlandia, (Avian Influenza and Wildlife Workshop ‘Practical Lessons Learned’ Aviemore, Scotland, UK 26-28 June 2007), disampaikan pentingnya koordi-nasi lintas sektoral, dengan dukungan politis dari eselon tinggi pemerintahan. Koordinasi perlu setidaknya mencakup sektor-sektor Pertanian, Lingkungan, Kehutanan, dan Kesehatan, serta dibantu berbagai organisasi teknis. Dalam kaitannya dengan penanganan AI pada burung liar, maka fungsi koordinasi di tingkat nasional sebaiknya tetap berada pada suatu badan koordinasi nasional.8Salah satu alternatif untuk proses pengambilan keputusan adalah mendelegasikan tugas ini pada Satgas Dephut. Namun bila tugas ini diserahkan pada badan koordinasi nasional, maka pandangan lintas sektoral akan terwujud, sementara Satgas Dephut masih dapat memberikan masukan efektif karena telah terwakili dalam tim perumus.
Strategi dan Rencana Aksi 22
iii. Pengembangan sistem peringatan dini berbasis masyarakat untuk bu- rung liar, seperti yang telah dikembangkan oleh FAO untuk unggas ternak; iv. Pembuatan mekanisme pemberitahuan melalui surat elektronik (atau mekanisme cepat lainnya) pada tingkat provinsi dan mungkin ditambah beberapa lembaga kabupaten yang berminat. untuk kepentingan koordi- nasi dan sinergi, baik pada tingkat nasional maupun daerah.
Seandainya burung liar diidentifikasi telah terinfeksi, maka perlu diper-timbangkan langkah yang secara pro-aktif akan di tempuh dengan memperhati-kan prinsip-prinsip terkait (Sub-bab 1.5.). Untuk proses pengambilan keputusan badan koordinasi nasional perlu melibatkan para pemangku kepentingan ter-kait, termasuk perwakilan media massa, dan proses ini diselenggarakan secara kolektif, serta terfasilitasi secara sistematik
Koordinasi dengan daerah perlu memperhatikan hal-hal di bawah ini: a) Tim proses pengambilan keputusan perlu mengarahkan agar kegiatan berbagi data kepada daerah dapat dilakukan secara otomatis dan berkala, misalnya setiap satu atau dua bulan sekali; b) Di daerah, data dikirim melalui institusi terkait, misalnya berbagai labo- ratorium kesehatan hewan yang ditunjuk; c) Setidaknya pada tingkat provinsi (31 terinfeksi dari 33); tidak menutup kemungkinan pada tingkat kabupaten, bila yang bersangkutan menya- takan keinginan dan kesiapannya; d) Untuk setiap provinsi perlu ditunjuk perwakilan/ penanggung jawab yang memiliki akses email yang memadai.
Berkaitan dengan kegiatan berbagi data, untuk kejelasan pelaksanaan tugas perlu ditunjuk suatu institusi penanggung jawab. Diharapkan LIPI dapat mengkoordinasi pangkalan data dan pembagian data. Untuk keefektifan keg-iatan berbagi data, maka perlu dibuat mailing list, dan warta berkala. Mailing list diperlukan untuk: a) Kerja sama i. antar instansi di tingkat pusat (termasuk penyampaian data dari satu instansi teknis kepada instansi lainnya, misalnya dari Dephut ke Deptan); ii. instansi pusat ke daerah, serta iii. antar instansi di daerah b) Berbagi pengalaman, dan praktik terbaik; c) Menyalurkan informasi pengetahuan terbaru mengenai FB (sebulan sekali); d) Menampung informasi dari daerah, sebagai bagian dari sistem peri- ngatan dini;
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia23
e) Mengembangkan pendekatan bersama (terstandarisasi) untuk memban gun pengamanan biologis bagi burung liar, unggas ternak, dan lingkung- an terkait: i. Menentukan jenis burung prioritas untuk dipantau, serta berbagai saran mengenai tipe surveilans, kriteria untuk surveilans, identifika- si lokasi prioritas untuk surveilans (termasuk pada skala rute migra- si), serta penen tuan kelimpahan relatif populasi burung air di ber- bagai daerah; ii. Membangun standarisasi penanganan burung liar (misalnya melalui Indonesian Bird Banding Scheme); iii. Mekanisme perjinan, mekanisme pelaksanaan, mekanisme pelapo ran, mekanisme penanganan sampel; f) Membangun strategi komunikasi; g) Membangun protokol informasi, termasuk pencegahan dan tanggapan.
Berkaitan dengan pelibatan dan penguatan media masa, agar terbangun visi dan misi yang sama antara para praktisi, perwakilan media perlu dilibatkan dalam struktur proses pengambilan keputusan semenjak tahap perencanaan. Seandainya burung liar terinfeksi H5N1, maka: a) perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemisahan antara ternak ung gas dan burung liar (terutama jenis perantara), dimana ternak unggas mungkin merupakan mata rantai yang lebih taktis untuk diputus dan ti- dak akan mengganggu ekosistem alami secara drastis; b) yang bertugas untuk menyampaikan situasi darurat tersebut (bila satwa liar terkena infeksi dan turut berperan sebagai penyebar efektif H5N1) adalah pihak Departemen Kehutanan berkoodinasi dengan Departemen Pertanian9; c) perlu diputuskan bagaimana menangani hubungan dengan media, dan menjaga agar media melaporkan dengan benar sehingga masyarakat paham penanganan terbaik untuk satwa dan terbaik untuk manusia.
Untuk memobilisasi proses-proses diatas perlu disiapkan penyempur-naan kebijakan sektoral (Sub-bab 2.6 dan 3.6) serta penganggaran10 yang me-madai (Sub-bab 2.7 dan 3.7)
9Termasuk merumuskan dan menyampaikan pernyataan resmi
10dengan memperhatikan berbagai acuan kebijakan termasuk: UU 17/ 2003 mengenai keuangan negara, PP 105, dan PP 108/ 2000 terkait peningkatan manajemen finansial pada sektor publik, serta PP 58/ 2005 mengenai pelaporan kinerja
Strategi dan Rencana Aksi 24
2.5. PENGEMBANGAN KEMAMPUAN DAN PEMBERDAYAAN PEMANGKU KEPENTINGAN
Untuk meningkatkan peranserta serta sampainya alur informasi menge-nai kegiatan pencegahan dan penanganan flu burung pada burung liar, maka diperlukan kegiatan pengembangan kemampuan/pemberdayaan pemangku ke-pentingan yang terencana, terpadu dan menyeluruh. Para pemangku kepentingan utama yang dituju dalam kegiatan tersebut adalah termasuk: a) Masyarakat umum yang hidup di sekitar burung liar; b) Pelaku penangkapan burung liar; c) Petugas pelaksana sistem surveilans burung liar; d) Pengambil keputusan dan kebijakan pada berbagai tingkat; e) Media (wartawan) sebagai penyebar informasi. Sementara itu, mengingat keterbatasan yang ada serta prioritas yang di-tuju, maka kegiatan pembangunan kemampuan tersebut selayaknya diprioritas-kan pada hal sebagai berikut: a) Kemampuan secara formal /peningkatan pendidikan formal; b) Kemampuan teknis dan pengetahuan praktis, terutama terkait dengan kegiatan surveilans; c) Kemampuan komunikasi; d) Kemampuan koordinasi dan penyaluran informasi; e) Teknik pelaporan; f) Perubahan perilaku, baik dalam hal sikap terhadap burung liar di alam maupun terhadap peran burung liar terkait dengan penyebaran flu burung.
2.6. PENYEMPURNAAN KEBIJAKAN SEKTORAL
Dalam kaitannya dengan flu burung, kebijakan penanganan burung liar secara umum dapat diperkuat, baik untuk meningkatkan efisiensi maupun untuk memobilisasi dana secara efektif. Sementara itu, secara khusus, dalam opera-sional pelaksanaan surveilans pada burung liar dibutuhkan perangkat hukum yang dapat mengkoordinasikan serta mengintegrasikan program selanjutnya dari aksi surveilans terkait. Perangkat hukum tersebut dikembangkan dengan mengacu pada peraturan perundangan terkait, dan setidaknya mencakup unsur-unsur berikut: a) yang terkait dengan penyelenggaraan tugas pokok organisasi di kemen terian/departemen dan lembaga non-departemen; b) yang menjadi landasan bagi badan koordinasi nasional,dan selanjutnya dapat dilaksanakan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia25
Dalam kaitannya dengan tatanan pemerintahan yang efektif, maka de-sentralisasi perlu diterapkan bagi pengelolaan burung liar di habitatnya (khu-susnya di luar kawasan konservasi dan berlaku bagi jenis yang tidak dilindungi). Pemerintah Daerah perlu diberi kewenangan dan tanggung jawab luas dalam membangun wilayahnya terutama terkait dengan habitat alami dari burung liar (di luar kawasan konservasi) serta pengembangan pemanfaatan burung liar. Na-mun demikian, penyerahan kewenangan tersebut juga harus disertai dengan pe-nyerahan tanggung jawab terhadap konservasi jenis-jenis burung liar secara in situ maupun ex situ. Pengendalian dan penanganan flu burung, dengan demiki-an, perlu dirancang memenuhi azas dan prinsip desentralisasi yang disertai den-gan program peningkatan kapasitas bagi daerah dalam pelaksanaan konservasi burung liar dan pengendalian flu burung. Lebih lanjut, dengan memperhatikan masa kerja badan koordinasi na-sional, serta memperhatikan bahwa pengendalian penyakit flu burung di Indo-nesia telah menjadi contoh kasus yang sangat penting (kesehatan, pertanian, kehutanan) dan telah terdokumentasi dengan baik, maka kegiatan surveilans flu burung di Indonesia perlu dilanjutkan sebagai upaya jangka panjang, dengan menyiapkan kebijakan yang sesuai pula. Untuk menjamin terselenggaranya penyempurnaan kebijakan sektor, maka payung hukum perlu segera dibuat untuk setidaknya dua prioritas: a) Melegalisir dokumen Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung pada Burung Liar di Indonesia. Berkenaan dengan hal terse- but, program dan kegiatan juga harus sejalan dengan Rencana Strategi Nasional Penanganan Flu Burung di Indonesia dan Renstra sektor ter- kait.b) Melegalisir penyelenggaraan surveilans pada burung liar termasuk ke- giatan berbagi data dan proses pembuatan keputusan dengan memper- hatikan fokus aksi (jenis sasaran, lokasi sasaran, lembaga sasaran, dan prioritas aksi), mekanisme aksi, pendanaan dan sumber dananya.
Perangkat hukum tersebut dapat dibuat dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menko Kesra dan Departemen/ Lembaga Non-Departe-men terkait atau Peraturan/ Instruksi Presiden terkait dengan pengendalian Flu Burung di Indonesia. Dalam rangka memberdayakan program surveilans dalam kerangka kerja yang desentralistis, maka diperlukan pembuatan dan penyebar luasan pedoman sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah disepakati. Selanjutnya, mekanisme hubungan kerja dan prioritas pekerjaan perlu dirumuskan, ditetapkan, dan di-laksanakan bagi badan koordinasi nasional (Komnas FBPI) dan Satgas Dephut pada khususnya. Prioritas yang perlu dikerjakan oleh badan koordinasi nasional tersebut adalah mempersiapkan materi untuk pertemuan, dan mengkoordinasi-
Strategi dan Rencana Aksi 26
kan seluruh sektor untuk menyusun rencana aksi tingkat lapangan, yang akan didukung oleh Satgas Dephut. Pada akhirnya, untuk menjaga keberlanjutan upaya surveilans, maka ke-giatan surveilans perlu dimasukkan kedalam dokumen-dokumen perencanaan terkait baik di pusat maupun daerah . Dengan demikian perlu dipersiapkan pe-nyusunan perangkat hukum yang lebih tinggi, seperti Peraturan Pemerintah ten-tang Pengendalian Zoonosis Berpotensi Pandemi di Indonesia, yang salah satu isinya melanjutkan dan menguatkan peran pengendalian penyakit flu burung di Indonesia.
2.7. PENDANAAN
Lingkup rencana strategi pendanaan adalah untuk mewujudkan mobil-isasi sumberdaya keuangan baik dari APBN, APBD, swasta, maupun kerjasama internasional bagi pengelolaan burung liar dan habitatnya terkait pengendalian flu burung. Penggalangan dana perlu memperhatikan kapasitas perencanaan dan pengganggaran termasuk yang berbasis kinerja . Dalam rencana aksi untuk memobilisasi pendanaan, terdapat berbagai kemungkinan dan hal penting yang perlu diperhatikan:a) Berkaitan dengan potensi mobilisasi penganggaran dari dana pemerin- tah (APBN, APBD), maka pendanaan perlu dimasukkan dalam perenca- naan dan penganggaran resmi. Pengajuan proposal pun harus disiap- kan agar dapat diterima melalui proses legislatif. b) Berkaitan dengan potensi mobilisasi dana kerja sama internasional (bi- lateral ataupun multilateral), maka perlu diperhatikan bahwa dana pen- damping sering kali dibutuhkan, dan bahwa dokumen proyek terkait se- suai dengan PP 2/2006 perlu didaftarkan terlebih dahulu ke BAPPNAS agar dimasukkan ke dalam Blue Book (List of Technical Assistance), baik melalui mekanisme pendanaan on-lending, maupun on-granting;c) Berkaitan dengan pendanaan yang tersedia dari ratifikasi perjanjian in ternasional, maka terdapat berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan. Beberapa perjanjian telah diikuti oleh Indonesia diantaranya adalah Konvensi Keanekaragaman Hayati, Konvensi Internasional untuk Pe- ngelolaan Lahan Basah (Ramsar Convention), Konvensi Perdagangan Species Satwa dan Tumbuhan Liar yang Terancam Kepunahan (CITES) serta Kemitraan Jalur Terbang Asia Timur – Australasia (“Kemitraan Jalur Terbang”). Dalam berbagai kerjasama internasional tersebut terda- pat kewajiban negara peserta untuk secara aktif terlibat dalam kegiatan pengelolaan dan pelestarian satwa liar. Kerjasama “Kemitraan Jalur Terbang” dimana Indonesia merupakan salah satu negara perintis, se
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia27
cara khusus menyebutkan adanya himbauan bagi negara-negara peser- ta untuk secara aktif mempromosikan kegiatan surveilans terkait dengan isu flu burungd) Berkaitan dengan potensi mobilisasi dana swasta, maka kecenderungan pihak swasta membangun corporate social responsibility dan corporate environmental responsibility akan membuka kesempatan pendanaan. Yang perlu dijaga adalah agar kesempatan pendanaan tersebut tidak menjadi ajang terjadinya green-washing.
Strategi dan Rencana Aksi 28
BA
B II
IR
INC
IAN
STR
ATEG
I DA
N R
ENC
AN
A A
KSI
D
ari t
ujuh
stra
tegi
yan
g te
lah
disa
mpa
ikan
pad
a B
ab II
, sel
anju
tnya
dib
uat p
enja
bara
n re
ncan
a ak
si s
eper
ti te
rtera
pa
da m
atrik
s-m
atrik
s di
baw
ah in
i. P
ada
mas
ing-
mas
ing
mat
riks
dile
ngka
pi p
ula
deng
an in
stan
si p
enan
ggun
gjaw
ab, i
n-di
kato
r keb
erha
sila
n ke
giat
an, s
erta
targ
et w
aktu
yan
g di
perlu
kan
untu
k m
elak
sana
kan
kegi
atan
ters
ebut
. Unt
uk b
eber
apa
stra
tegi
dira
saka
n pe
rlu d
ibua
t sub
-stra
tegi
, gun
a m
emud
ahka
n pe
ngel
ompo
kan
aksi
.
STR
ATEG
I 1: P
emba
ngun
an d
an p
engu
atan
sis
tem
det
eksi
din
i
Aks
iPe
nang
gung
jaw
abIn
dika
tor
Targ
et
Wak
tuK
oord
inas
i ant
ar s
ekto
r Per
tem
uan
ke
- sep
akat
an K
omna
s, d
epar
tem
en
terk
ait d
an p
erw
akila
n m
asya
raka
t sip
il (te
rmas
uk L
SM
dan
med
ia)
Kom
nas
Terla
ksan
anya
dan
terb
entu
knya
mek
anis
me
koor
dina
si3
bula
n
Pem
bent
ukan
SO
P si
stem
det
eksi
din
iK
omna
s, D
epta
n,
Dep
hut,
Dep
kes
Terd
apat
SO
P si
stem
det
eksi
din
i3
bula
n
Sos
ialis
asi s
iste
m d
etek
si d
ini
Kom
nas,
Dep
tan,
D
ephu
t, D
epke
sD
iterim
anya
info
rmas
i men
gena
i alu
r dan
S
OP
dete
ksi d
ini k
ejad
ian
FB p
ada
buru
ng
liar o
leh
berb
agai
ele
men
mas
yara
kat t
er-
mas
uk P
EM
DA
3 bu
lan
Mem
bent
uk k
ader
ata
u ke
lom
pok
mas
yara
kat y
ang
pedu
li te
rhad
ap k
e-be
rada
an d
an k
eseh
atan
bur
ung
liar
LSM
, Dep
hut,
Dep
tan
Terd
apat
1 k
ader
di s
atu
desa
den
gan
1 st
rukt
ur b
erba
sis-
kom
unita
s 6
bula
n
Pen
guat
an fu
ngsi
Sat
gas
Dep
hut d
an
PD
RS
, DS
O (s
ehin
gga
tim-ti
m y
ang
su-
dah
terb
entu
k da
pat b
erfu
ngsi
opt
imal
)
Dep
hut,
Dep
tan,
D
epke
sA
da a
tau
tidak
nya
(pen
ingk
atan
) dat
a pe
lapo
ran
mas
yara
kat y
ang
dite
rima
oleh
S
atga
s, P
DR
S, D
SO
6 bu
lan
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia29
Pem
bent
ukan
Pos
Kes
ehat
an B
u-ru
ng L
iar d
an T
im T
angg
ap C
epat
Kom
nas,
Dep
tan,
D
ephu
t, D
epke
sTe
rben
tukn
ya P
OS
KE
SB
UR
LI d
an T
TC p
ada
tingk
at k
abup
aten
6 bu
lan
Per
tem
uan
anta
ra s
elur
uh L
abo-
rato
rium
ruju
kan
unt
uk m
embi
- ca
raka
n pr
osed
ur s
tand
ar y
ang
sam
a da
lam
pem
erik
saan
bur
ung
liar (
term
asuk
den
gan
labo
rato
-riu
m B
KS
DA
/PP
S, l
abor
ator
ium
tin
gkat
pro
vins
i, la
bora
toriu
m d
i pu
sat p
enan
gkar
an a
tau
kebu
n bi
nata
ng)
Dep
tan,
Dep
hut,
Uni
vers
itas
SO
P pa
da s
etia
p ta
hap
pem
erik
saan
, SO
P
ruju
kan
yang
har
us d
ilaku
kan
oleh
labo
rato
-riu
m p
endu
kung
kep
ada
labo
rato
rium
ruju
kan
6 bu
lan
Pem
bent
ukan
dan
pen
ugas
an
tim a
hli p
ada
tingk
at n
asio
nal
untu
k m
embe
rikan
tang
gapa
n ke
la
pang
an te
rhad
ap h
asil
lapo
ran
kasu
s da
n m
embe
rikan
kaj
ian
terh
adap
has
il su
rvei
lans
bur
ung
liar y
ang
suda
h di
laku
kan
Kom
nas
Terb
entu
knya
Tim
Nas
iona
l Pen
angg
ulan
gan
Flu
Bur
ung
pada
Bur
ung
Liar
(TN
PFB
BL)
6 bu
lan
Pem
anta
uan
Kom
nas
Dite
riman
ya la
pora
n se
cara
ber
kala
di t
ingk
at
nasi
onal
ole
h K
omna
s da
n TN
PFB
BL
Set
iap
bula
n
Eva
luas
i dan
reko
men
dasi
Kom
nas
Ada
nya
hasi
l eva
luas
i dar
i has
il la
pora
n da
n tin
daka
n ta
ngga
pan
(sur
veila
ns) d
am a
dany
a re
kom
enda
si u
ntuk
renc
ana
surv
eila
ns
berik
utny
a.
Set
iap
3 bu
lan
Pem
bent
ukan
SO
P un
tuk
kond
isi h
asil
posi
tif d
an k
ondi
si
wab
ah
TNP
FBB
LA
dany
a S
OP
untu
k pe
nem
uan
kasu
s po
sitif
dan
kej
adia
n w
abah
5 bu
lan
1.6.
1.7.
1.8.
1.9.
1.10
.
1.11
.
Rincian strategi dan Rencana Aksi 30
STR
ATEG
I 2: P
enge
mba
ngan
dan
koo
rdin
asi r
iset
Aks
iPe
nang
gung
ja
wab
Indi
kato
rTa
rget
W
aktu
Sub
-Stra
tegi
2A
. Mem
pela
jari
pola
dis
tribu
si d
an m
igra
si (g
eosp
asia
l dan
tem
pora
l) pa
da je
nis
kunc
i S
tudi
pol
a m
igra
si b
urun
g lia
r di I
ndon
e-si
a te
rmas
uk k
ajia
n m
igra
si b
aik
yang
be
rjara
k de
kat m
aupu
n lin
tas-
benu
a se
cara
ber
kala
tiap
tahu
n da
lam
2 ti
pe
mus
im (m
igra
si d
atan
g da
n m
igra
si b
alik
)
LIP
I dan
LS
MS
tudi
pol
a m
igra
si d
ilaku
kan
seta
hun
2 ka
li di
be
bera
pa ta
ksa,
teru
tam
a bu
rung
air
dan
rap-
tor (
buru
ng p
eman
gsa)
2 ka
li se
tahu
n
Stu
di p
ola
dist
ribus
i bur
ung
liar l
okal
yan
g te
riden
tifika
si te
rken
a flu
bur
ung
di In
do-
nesi
a
LIP
I , D
epta
n da
n LS
MS
tudi
pol
a di
strib
usi b
urun
g lo
kal t
erid
enti-
fikas
i ter
utam
a ya
ng te
rindi
kasi
terk
ena
flu
buru
ng s
ecar
a in
situ
mau
pun
ex s
itu
2 ka
li se
tahu
n
Sub
-Stra
tegi
2B
. Mem
pela
jari
kean
ekar
agam
an s
train
viru
s flu
bur
ung
di je
nis-
jeni
s ku
nci t
erte
ntu
Kaj
ian
stra
in v
irus
AI h
asil
dari
isol
asi
buru
ng li
ar ta
rget
. Kaj
ian
mel
iput
i iso
lasi
D
NA
serta
kaj
ian
kara
kter
DN
A da
n m
eli-
batk
an s
tudi
per
band
inga
n de
ngan
tipe
D
NA
kont
rol
LIP
I, LS
M,
Dep
hut,
Dep
tan
Terd
apat
kar
akte
ristik
isol
at v
irus
yang
ber
-ha
sil d
iiden
tifika
si d
ari b
urun
g lia
r1
– 3
tahu
n
Kaj
ian
men
gena
i dis
tribu
si s
train
viru
s flu
bu
rung
di b
erba
gai t
empa
t di I
ndon
esia
da
ri bu
rung
liar
in s
itu d
an e
x si
tu
LIP
I, LS
M,
Dep
hut,
Dep
tan
Terd
apat
kar
akte
ristik
isol
at v
irus
yang
ber
-ha
sil d
iiden
tifika
si d
ari b
urun
g lia
r dan
dis
tri-
busi
nya
6 bu
lan
Stu
di e
kolo
gi b
urun
g lia
r yan
g be
rpot
ensi
t e
rinfe
ksi fl
u bu
rung
LIP
I, LS
M d
an
univ
ersi
tas
Terd
apat
stu
di e
kolo
gi je
nis
buru
ng li
ar y
ang
terin
feks
i flu
buru
ng.
4 bu
lan
Pen
gem
bang
an m
etod
e sp
asia
l dal
am
mem
etak
an d
istri
busi
dan
mig
rasi
ber
-ba
gai j
enis
bur
ung
liar y
ang
berp
oten
si
terin
feks
i flu
buru
ng.
LIP
I dan
LS
MTe
rdap
at p
eta
inte
gras
i dis
tribu
si d
an m
igra
si
burn
g lia
r yan
g te
rinfe
ksi fl
u bu
rung
2 bu
lan
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia31
Sub
-Stra
tegi
2C
. Men
gkon
firm
asi d
an m
engi
dent
ifika
si je
nis
kunc
i bur
ung
liar y
ang
didu
ga b
erpo
tens
i mem
puny
ai p
eran
dal
am
peny
ebar
an v
irus
Mem
bang
un s
istim
dat
abas
e te
rpad
u (S
DT)
unt
uk
buru
ng li
ar d
an d
atab
ase
dipe
rbah
arui
sec
ara
berk
ala.
D
atab
ase
diba
ngun
dar
i has
il pe
lapo
ran,
kaj
ian
ilmia
h da
n in
form
asi t
ertu
lis m
aupu
n lis
an y
ang
tela
h di
verifi
-ka
si/ t
erse
leks
i
LIP
I D
atab
ase
terb
angu
n1
tahu
n
Mem
fasi
litas
i kaj
ian
atau
ana
lisa
seca
ra te
rpad
u m
enge
nai fl
u bu
rung
pad
a bu
rung
liar
ber
sam
a-sa
ma
de- n
gan
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n
LIP
I , D
ephu
t, D
epta
n, D
epke
s da
n LS
M
Dis
kusi
kaj
ian
dan
anal
isis
4 bu
lan
dala
m
setia
p ta
hun
Pen
gem
bang
an k
ajia
n da
n pe
rtuka
ran
info
rmas
i ant
ar
nega
ra-n
egar
a te
rkai
t flu
buru
ngLI
PI
Per
tuka
ran
info
rmas
i ter
jadi
se
cara
ber
kela
njut
an
1 ka
li se
tahu
nS
ub-S
trate
gi 2
D.
Mel
aksa
naka
n su
rvei
lans
dan
mon
itorin
g flu
bur
ung
di b
urun
g lia
r mel
alui
pem
bent
ukan
jeja
ring
nasi
onal
M
elak
ukan
pem
etaa
n pe
man
gku-
kepe
ntin
gan
yang
te
rkai
t isu
flu
buru
ng d
i Ind
ones
ia d
an k
onte
ks ja
ringa
n re
gion
al
LIP
I, LS
M, D
ephu
t, D
epta
n, U
nive
rsita
spe
man
gku-
kepe
ntin
gan
kunc
i be
rhas
il di
peta
kan
1 ka
li se
tahu
n
Mem
bang
un je
jarin
g na
sion
al d
alam
kon
teks
mel
aku-
kan
surv
eila
ns (r
iset
) dan
mon
itorin
g flu
bur
ung
LIP
I, LS
M, D
ephu
t, D
epta
n, U
nive
rsita
s &
Org
anis
asi t
erka
it
Jeja
ring
terb
entu
k 1
bula
n
Mem
bang
un re
ncan
a ak
si b
ersa
ma
dala
m k
onte
ks
surv
eila
ns (r
iset
) dan
mon
itorin
g flu
bur
ung
LIP
I, LS
M, D
epta
n,
Dep
hut,
Uni
vers
itas
& o
rgan
isas
i ter
kait
Kon
sep
Ren
cana
aks
i ter
wu-
jud
1 bu
lan
Men
gem
bang
kan
koor
dina
si /
kola
bora
si te
knis
rise
t/m
onito
ring
dan
mek
amis
me
pela
pora
n da
n di
sem
inas
i in
form
asi
LIP
I, LS
M, D
epta
n,
Dep
hut,
Uni
vers
itas
& o
rgan
isas
i ter
kait
Koo
rdin
asi/k
olab
oras
i ter
wuj
ud
dala
m ri
set fl
u bu
rung
5 bu
lan
Pen
gem
bang
an m
ekan
ism
e pe
rtuka
ran
info
rmas
i ant
ar
pem
angk
u-ke
pent
inga
n je
jarin
gTN
PFB
BL
Min
imal
sat
u m
ailin
g lis
t ata
u si
stem
sm
s te
rwuj
ud1
tahu
n
2.7.
2.8.
2.9.
2.10
.
2.11
.
2.12
.
2.13
.
2.14
.
Rincian strategi dan Rencana Aksi 32
Sub
-Stra
tegi
2E
. M
empe
rbai
ki p
emah
aman
dan
men
yeba
rkan
info
rmas
i ilm
iah
men
gena
i per
an b
urun
g lia
r dal
am p
enye
bara
n flu
bur
ung
kepa
da k
elom
pok-
kelo
mpo
k sa
sara
n ya
ng b
erbe
da (p
emer
inta
h da
n ko
mun
itas
ilmia
h).
Pem
bela
jara
n be
rsam
a ba
gi p
ara
piha
k te
rkai
t ter
u-ta
ma
berk
enaa
n da
lam
keg
iata
n ris
et d
an m
onito
ring
AI
seta
hun
dua
kali
LSM
, Dep
hut &
D
epta
nP
embe
laja
ran
bers
ama
dila
kuka
n du
a ka
li se
tahu
n1
kali
seta
hun
Men
gem
bang
kan
seria
l dis
kusi
mel
alui
sem
inar
pa-
para
n se
tahu
n se
kali
untu
k m
elih
at p
erke
mba
ngan
ke
giat
an ri
set d
an m
onito
ring
flu b
urun
g
LSM
, Dep
hut &
D
epta
nM
inim
al 1
kal
i sem
inar
flu
buru
ng y
ang
diko
ordi
nasi
da
lam
jeja
ring
flu b
urun
g
1 ka
li se
tahu
n
2.15
.
2.16
.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia33
STR
ATEG
I 3: K
ajia
n ep
idem
iolo
gi
Aks
iPe
nang
gung
jaw
abIn
dika
tor
Targ
et
Wak
tuS
ub-S
trate
gi 3
A: P
enye
barlu
asan
info
rmas
i epi
dem
olog
i yan
g be
rhub
unga
n de
ngan
bur
ung
liar
Kaj
ian
epid
emol
ogi t
erha
dap
AI p
ada
bu-
rung
liar
di I
ndon
esia
LIP
I, LS
M d
an U
nive
r-si
tas
Ris
et d
an k
ajia
n te
lah
dila
kuka
n di
dua
lo
kasi
sus
pect
dan
dih
ubun
ghka
n de
ngan
bu
rung
liar
1 ta
hun
Kaj
ian
spas
ial p
enye
bara
n A
I, ru
ang
lingk
up
tang
gap
dini
AI s
pasi
alLI
PI,
Dep
hut,
Dep
tan,
D
epke
s, L
SM
dan
U
nive
rsita
s
Dih
asilk
an s
etid
akny
a sa
tu p
eta
seba
ran
AI
pada
bur
ung
liar d
i Ind
ones
ia1
tahu
n
Kaj
ian
kesm
as m
enge
nai A
I dan
bur
ung
liar
term
asuk
bur
ung
liar d
ikan
dang
kan
atau
di
tang
kark
an d
i Ind
ones
ia
LSM
dan
Uni
vers
itas
Ris
et d
an k
ajia
n pe
ntin
g se
tidak
nya
di 4
lo
kasi
pen
ting
dala
m p
enye
bara
n A
I6
bula
n
Kaj
ian
tinda
k (k
aji t
inda
k pa
rtisi
patif
) epi
-de
mol
ogi A
I unt
uk m
elih
at k
ondi
si p
erub
a-ha
n at
au k
emaj
uan
prot
eksi
dar
i mas
ya-
raka
t teh
adap
AI
LSM
dan
Uni
vers
itas
Dila
kuka
n se
tidak
nya
2 ka
li lo
kaka
rya
(loka
kary
a aw
al d
an lo
kaka
rya
akhi
r)1
bula
n
Sub
-Stra
tegi
3B
: Pen
yerta
an s
iste
m ta
ngga
p di
ni b
erhu
bung
an d
enga
n ep
idem
olog
iD
okum
en s
trate
gi ta
ngga
p di
ni A
I pad
a bu
rung
liar
LIP
I, LS
M, D
ephu
t, D
epta
n da
n un
iver
si-
tas
Sat
u do
kum
en ta
ngga
p di
ni A
I di p
rodu
ksi
6 bu
lan
SO
P ta
ngga
p di
ni A
ILI
PI,
LSM
, Dep
hut,
Dep
tan
dan
univ
ersi
-ta
s
SO
P ta
ngga
p di
ni A
I dip
rodu
ksi d
an d
isa-
hkan
6 bu
lan
Sub
-Stra
tegi
3C
: Pen
gelo
laan
Kes
ehat
an L
ingk
unga
n (K
eslin
g) u
ntuk
men
cega
h pe
nula
ran
AI
Pen
gem
bang
an lo
kaka
rya
parti
sipa
tif k
e-pa
da m
asya
raka
t men
gena
i pen
cega
han
AI
berk
aita
n de
ngan
kes
ling
LIP
I dan
LS
MLo
kaka
rya
ters
elen
ggar
a de
ngan
mel
i-ba
tkan
mas
yara
kat
2 ka
li se
ta-
hun
Pen
gelo
laan
dan
pen
ingk
atan
kes
adar
an
mas
yara
kat t
enta
ng A
I di l
okas
i-lok
asi
utam
a pe
nyeb
aran
AI p
ada
satw
a lia
r, te
r-
utam
a ya
ng b
erm
igra
si
LSM
dan
Uni
vers
itas
Impl
emen
tasi
pen
gelo
laan
ling
kung
an d
an
kead
aan
mas
yara
kat d
i 4 k
abup
aten
pen
t-in
g ba
gi p
enye
bara
n flu
AI
2 ta
hun
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
3.6.
3.7.
3.8.
Rincian strategi dan Rencana Aksi 34
STR
ATEG
I 4: P
rose
dur b
erba
gi d
ata
(dat
a sh
arin
g), P
enge
mba
ngan
sis
tem
info
rmas
i, da
n pr
oses
pen
gam
bila
n
k
eput
usan Aks
iPe
nang
gung
jaw
abIn
dika
tor
Targ
et
Wak
tu
Sub
-Stra
tegi
4A
: koo
rdin
asi d
enga
n da
erah
Rap
at k
oord
inas
i Nas
iona
lLI
PI
Terb
entu
knya
mek
anis
me
koor
dina
si
pusa
t sam
pai k
e da
erah
1 ta
hun
Rap
at k
oord
inas
i dal
am ra
ngka
pem
buat
an
pang
kala
n da
ta d
an p
emba
ngun
an d
ata
Kom
nas
FBP
I dan
LIP
ITe
rlaks
anan
ya ra
pat k
oord
inas
i dan
ter-
bent
ukny
a pu
sat p
angk
alan
dat
a6
bula
n
Adv
okas
i dan
sosi
alis
asi d
i dae
rah
Kom
nas
FBP
I dan
LIP
ITe
rlaks
anan
ya re
ncan
a ak
si1
tahu
nS
ub-S
trate
gi 4
B: M
embe
ntuk
jeja
ring
info
rmas
iP
embu
atan
mai
ling
list m
ulai
dar
i pus
at
sam
pai k
e da
erah
Kom
nas
FBP
I dan
LIP
ITe
rdap
at li
st d
ari s
etia
p in
stan
si y
ang
mel
akuk
an k
egia
tan
dari
pusa
t sam
pai
daer
ah
6 bu
lan
Pen
yeba
ran
info
rmas
i pen
geta
huan
terb
aru
men
gena
i FB
TNP
FBB
LTe
rben
tukn
ya s
iste
m in
form
asi
rutin
Men
ampu
ng in
form
asi d
ari d
aera
hTN
PFB
BL
Terd
apat
pan
gkal
an s
emua
dat
a da
n in
form
asi
rutin
Mem
buat
stra
tegi
kom
unik
asi
TNP
FBB
LTe
rdap
at s
trate
gi k
omun
ikas
i1
tahu
nS
ub-S
trate
gi 4
C: P
elib
atan
dan
pen
guat
an m
edia
mas
saS
osia
lisas
i kep
ada
mdi
a m
assa
dal
am
rang
ka p
enge
ndal
ian
fb p
ada
buru
ng li
arM
enko
Kes
ra, D
ephu
t, D
epta
n, D
epke
s,
Pem
da, L
SM
, Per
gu-
ruan
Tin
ggi
adan
ya m
edia
mas
sa y
ang
terli
bat d
alam
pe
ngen
dalia
n FB
pad
a bu
rung
liar
5 ta
hun
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
4.8.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia35
STR
ATEG
I 5: P
enge
mba
ngan
kem
ampu
an d
an p
embe
rday
aan
pem
angk
u ke
pent
inga
n
Aks
iPe
nang
gung
jaw
abIn
dika
tor
Targ
et
Wak
tu P
enin
gkat
an p
endi
dika
n fo
rmal
mel
alui
pr
ogra
m b
easi
swa
LIP
ITe
rben
tukn
ya m
ekan
ism
e ko
ordi
nasi
pu-
sat s
ampa
i ke
daer
ah1
tahu
n
Pen
ugas
an D
okte
r Hew
an p
ada
setia
p B
KS
DA
dan
setia
p ka
bupa
ten
pada
Dep
ar-
tem
en P
erta
nian
Kom
nas
FBP
I dan
LIP
ITe
rlaks
anan
ya ra
pat k
oord
inas
i dan
ter-
bent
ukny
a pu
sat p
angk
alan
dat
a6
bul
an
Pel
atih
an d
an p
enda
mpi
ngan
bag
i pel
ak-
sana
tekn
is la
pang
an s
urve
ilans
bur
ung
liar
Kom
nas
FBP
I dan
LIP
ITe
rlaks
anan
ya re
ncan
a ak
si1
tahu
n
Pel
atih
an b
agi p
etug
as la
brat
oriu
m y
ang
terli
bat d
alam
pro
sedu
r bak
i dan
waj
ib
dala
m p
enan
gana
n sa
mpe
l
Kom
nas
FBP
I dan
LIP
ITe
rdap
at li
st d
ari s
etia
p in
stan
si y
ang
mel
akuk
an k
egia
tan
dari
pusa
t sam
pai
daer
ah
6 bu
lan
Eva
luas
i, ve
rifika
si d
an s
ertifi
kasi
kap
asita
s la
bora
toriu
mTN
PFB
BL
Terb
entu
knya
sis
tem
info
rmas
iru
tin
Pen
ingk
ayan
kap
asita
s la
bora
toriu
m u
ntuk
pe
mer
iksa
an s
ampe
l pad
a bu
rung
liar
TNP
FBB
LTe
rdap
at p
angk
alan
sem
ua d
ata
dan
info
rmas
iru
tin
Pel
atih
an k
omun
ikas
i res
iko
bagi
pet
ugas
ya
ng te
rliba
t bai
k di
lapa
ngan
, lab
orat
oriu
m,
mau
pun
di ti
ngka
t pem
buat
kep
utus
an y
ang
akan
men
jadi
ting
kata
n te
rting
gi d
alam
m
enya
mpa
ikan
info
rmas
i sec
ara
resm
i
TNP
FBB
LTe
rdap
at s
trate
gi k
omun
ikas
i1
tahu
n
Koo
rdin
asi d
enga
n m
edia
mas
sa d
alam
pe
rluas
an in
form
asi m
enge
nai F
B p
ada
buru
ng li
ar
Men
ko K
esra
, Dep
hut,
Dep
tan,
Dep
kes,
P
emda
, LS
M, P
ergu
-ru
an T
ingg
i
adan
ya m
edia
mas
sa y
ang
terli
bat d
alam
pe
ngen
dalia
n FB
pad
a bu
rung
liar
5 ta
hun
Rap
at k
oord
inas
i sec
ara
berk
ala
men
gena
i ke
giat
an s
urve
ilans
bur
ung
liar
Kom
nas
Ters
elen
ggar
akan
nya
rapa
t koo
rdin
asi
yang
terd
okum
enta
si d
an d
apat
die
valu
asi
Set
iap
4 bu
lan
5.1.
5.2.
5.3.
5.4.
5.5.
5.6.
5.7.
5.8.
5.9.
Rincian strategi dan Rencana Aksi 36
Rap
at k
oord
inas
i tek
nis
anta
r lab
orat
o-riu
m, a
ntar
pet
ugas
tekn
is la
pang
anM
asin
g-m
asin
g bi
dang
/in
stan
siH
asil
rapa
t dan
has
il ev
alua
siS
etia
p 3
bula
n
Kam
pany
e m
elal
ui m
edia
mas
sa (c
e-ta
k da
n el
ektro
nik)
men
gena
i sur
vei-
lans
bur
ung
liar
Kom
nas,
Dep
hut,
Dep
tan,
Dep
kes,
LS
M,
med
ia m
assa
Terd
apat
cet
ak le
pas,
pos
ter,
ikla
n la
yana
n m
asya
raka
t, br
osur
, gam
bar
tem
pel,
dll
Sep
anja
ng ta
-hu
n (m
inm
al 3
bu
lan
seka
li)P
enyu
luha
n da
lam
men
ingk
atka
n pe
nget
ahua
n ko
nser
vasi
dan
ke
pedu
lian
terh
adap
bur
ung
liar
Kom
nas,
Dep
hut,
Dep
tan,
Dep
kes,
LS
MTe
rdap
at p
rogr
am p
enda
mpi
ngan
m
asya
raka
t,ada
nya
peny
uylu
han
dan
berb
agai
dia
log
Sep
anja
ng
tahu
n, s
etia
p sa
at (m
inim
al 6
bu
lan
seka
li) M
enge
tahu
i per
seps
i dan
per
ubah
an
peril
aku
mas
yara
kat t
erha
dap
usah
a-us
aha
surv
eila
ns d
an k
onse
rvas
i bu
rung
liar
Kom
nas,
LS
M, L
em-
baga
Don
orM
embu
at s
urve
y in
form
asi d
asar
mel
a-lu
i lem
bar p
erta
nyaa
n, s
erta
eva
lu-
asi/p
enin
gkat
an p
erub
ahan
per
ilaku
(d
alam
taha
pan
wak
tu s
ebel
um d
an
sete
lah
dila
ksan
akan
sos
ialis
asi d
an
surv
ey te
rseb
ut
Sec
ara
berje
n-ja
ng s
etia
p 3
bula
n
5.10
.
5.11
.
5.12
.
5.13
.
* Asu
msi
ters
edia
sum
ber d
aya
man
usia
yan
g m
emad
ai
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia37
STR
ATEG
I 6: P
enye
mpu
rnaa
n ke
bija
kan
sekt
oral
Aks
iPe
nang
gung
jaw
abIn
dika
tor
Targ
et
Wak
tu
Sub
-Stra
tegi
6A
. Mel
egal
isir
doku
men
Ren
cana
Stra
tegi
s da
m R
enca
na A
ksi N
asio
nal P
enan
gana
n flu
Bur
ung
pada
Bur
ung
Liar
di
Indo
nesi
aR
apat
koo
rdin
asi p
enet
apan
inst
ansi
pem
-ra
kars
a S
KB
ata
u P
erpr
es
Kom
nas
Kes
epak
atan
inst
ansi
pem
raka
rsa
per-
angk
at h
ukum
3 bu
lan
Rap
at k
oord
inas
i den
gan
Biro
Huk
um
Dep
arte
men
/Non
-Dep
arte
men
ata
u S
ekre
-ta
riat N
egar
a
Inst
ansi
Pem
raka
rsa
Dra
ft S
KB
ata
u P
erpr
es d
an D
raft
PP
tent
ang
Pen
gend
alia
n Zo
onos
is B
erpo
-te
nsi P
ande
mi d
i Ind
ones
ia
1 ta
hun
Men
ingk
atka
n ko
mitm
en p
ada
piha
k un
tuk
men
yela
rask
an p
rogr
am d
an k
egia
tan
yang
se
jala
n de
ngan
Ren
cana
Stra
tegi
s N
asio
- na
l Pen
anga
nan
Flu
Bur
ung
dala
m R
enst
ra
sekt
or te
rkai
t mel
alui
pem
bent
ukan
foru
m
kons
ulta
si d
an k
omun
ikas
i.
Men
ko K
esra
, Dep
hut,
Dep
tan,
Dep
kes,
LIP
I, P
emda
, LS
M, P
ergu
ruan
Ti
nngg
i
Ren
cana
pro
gram
terc
antu
m d
alam
re
ncan
a st
rate
gis
sekt
or
Te
rben
-tu
knya
mek
anis
me
hubu
ngan
ker
ja
anta
r sek
tor
Set
iap
bula
n
Sub
-Stra
tegi
6B
. Mel
egal
isir
peny
elen
ggar
aan
surv
eila
ns p
ada
buru
ng li
ar M
embu
at d
asar
huk
um u
ntuk
sem
ua
pedo
man
yan
g te
rkai
t den
gan
surv
eila
ns
pada
bur
ung
liar a
.l.: p
edom
an b
erba
gi
data
, ped
oman
foku
s ak
si (j
enis
sas
aran
, lo
kasi
sas
aran
, lem
aga
sasa
ran,
dan
prio
ri-ta
s ak
si),
pedo
man
mek
anis
me
pend
anaa
n
Men
ko K
esra
, Dep
hut,
Dep
tan,
Dep
kes,
LIP
I, P
emda
, LS
M, P
ergu
ruan
Ti
nngg
i
Ters
edia
nya
pedo
man
-ped
oman
resm
i1
tahu
n
Sos
ialis
asi p
edom
anM
enko
Kes
ra, D
ephu
t, D
epta
n, D
epke
s, P
emda
, LS
M, P
ergu
ruan
Tin
nggi
Men
ingk
atny
a pe
nget
ahua
n da
n ke
s-da
ran
para
pih
ak te
rdap
at p
enge
ndal
-ia
n flu
bur
ung
pada
bur
ung
liar
Set
iap
tahu
n
6.1.
6.2.
6.3.
6.4.
6.5.
Rincian strategi dan Rencana Aksi 38
STR
ATEG
I 7: P
enda
naan
Aks
iPe
nang
gung
jaw
abIn
dika
tor
Targ
et
Wak
tu
Sub
-Stra
tegi
7A
. Pen
dana
an d
imas
ukka
n da
lam
per
enca
naan
dan
pen
gang
gara
n re
smi p
emer
inta
hM
enge
mba
ngka
n re
ncan
a an
ggar
an b
aik
pada
ting
kat n
asio
nal m
aupu
n w
ilaya
h/da
erah
Men
ko K
esra
, Dep
hut,
Dep
tan,
Dep
kes,
Pem
daTe
rsus
unny
a re
ncan
a an
ggar
an s
ekto
ral
mau
pun
terp
adu
Set
iap
tahu
n
Mem
asuk
kan
renc
ana
pend
anaa
n pa
da
angg
aran
resm
i pem
erin
tah,
mis
alny
a m
elal
ui A
PB
N, A
PB
D, a
tau
blue
boo
k B
AP
PE
NA
S
Men
ko K
esra
, Dep
hut,
Dep
tan,
Dep
kes,
Pem
daR
enca
na a
ngga
ran
terc
antu
m d
alam
re
ncan
a an
ggar
an p
emba
yaan
neg
ara
Set
iap
tahu
n
Sub
-Stra
tegi
7B
. Mob
ilisa
si d
ana
kerja
sam
a in
tern
asio
nal d
an d
ana
pend
ampi
ngA
ktif
mel
akuk
an d
isem
inas
i dan
eks
pose
re
ncan
a ak
si k
epad
a m
asya
raka
t int
er-
nasi
onal
, ter
mas
uk k
emun
gkin
an u
ntuk
be
kerja
sam
a se
cara
sej
ajar
dan
sal
ing
men
gunt
ungk
an
Men
ko K
esra
, Dep
hut,
Dep
tan,
Dep
kes,
LIP
I, P
emda
, LS
M, P
ergu
ruan
Ti
nngg
i
Terja
lin k
erja
sam
a de
ngan
pih
ak in
ter-
nasi
onal
unt
uk m
elak
sana
kan
butir
-but
ir re
ncan
a ak
si
Set
iap
tahu
n
Mem
asuk
kan
dana
pen
dam
ping
dal
am
angg
aran
resm
i pem
erin
tah
Men
ko K
esra
, Dep
hut,
Dep
tan,
Dep
kes,
LIP
I, P
emda
Ren
cana
ang
gara
n pe
ndam
ping
ter-
cant
un d
alam
renc
ana
angg
aran
pem
-bi
ayaa
n ne
gara
Set
iap
tahu
n
Sub
-Stra
tegi
7C
. Mob
ilisa
si d
ana
swas
taD
isem
inas
i dan
eks
pose
renc
ana
aksi
ke
pada
pih
ak s
was
ta d
an m
endo
rong
ket
-er
libat
an p
ihak
sw
asta
unt
uk b
eker
jasa
ma
Men
ko K
esra
, Dep
hut,
Dep
tan,
Dep
kes,
Pem
da,
LSM
, Per
guru
an T
inng
gi
Terja
linny
a ke
rjasa
ma
deng
an p
ihak
in
tern
asio
nall
untu
k m
elak
sana
kan
butir
-bu
tir re
ncan
a ak
si
Set
iap
tahu
n
7.1.
7.2.
7.3.
7.4.
6.5.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia39
BAB IVPENERAPAN STANDAR SURVEILANS BURUNG LIAR DAN JENIS
TERKAIT
Sebagai acuan untuk melaksanakan surveilans, maka digunakan dua re- ferensi yang bersifat saling melengkapi, yaitu: a) ”Panduan Burung Liar dan Flu Burung: Pengantar riset lapangan tera- pan dan teknik pengambilan contoh penyakit” oleh FAO dan Wetlands International (dengan dukungan dari Departemen Kehutanan, Depar- temen Pertanian dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia); b) ’Pedoman Pemantauan Flu Burung pada Burung Air dan Unggas: diser tai bahan informasi kesehatan masyarakat’ oleh Yayasan Kutilang Indo nesia dan IdOU (Perhimpunan Ornitolog Indonesia). Untuk keperluan praktis, maka panduan bagi surveilans perlu ditentukan secara optimal. Keadaan ideal yang diharapkan adalah tersedianya dan digu-nakannya satu acuan bersifat terpadu dan menyeluruh serta praktis. Namun, karena panduan demikian tidak tersedia maka diperlukan beberapa panduan sekaligus. Agar optimal, maka sementara ini sebaiknya panduan dibatasi pada dua judul saja,dengan pertimbangan sebagai berikut: a) Panduan lapangan dari FAO dan Wetlands International bersifat ter padu dan menyeluruh terutama dari aspek teknik penangkapan, serta cakupan jenis yang dituju (karena tidak terbatas pada burung air bermi- grasi); b) Panduan YKI-IdOU ditulis berdasarkan pengalaman lapangan yang ses uai dengan kondisi dan fasilitas lapangan di Indonesia, dan lebih lanjut panduan ini telah diselia oleh para ahli termasuk Balitbangkes, Komisi Nasional Etika Penelitian Kesehatan, PHKA, dan IdOU. Untuk jangka menengah masih diperlukan suatu panduan yang men-cakup seluruh aspek surveilans flu burung yang dapat diterapkan di Indonesia. Dengan demikian, tindakan yang perlu dilakukan untuk mempromosikan standar surveilans yang baik adalah sebagai berikut: a) memproduksi, mencetak dan menyebarkan pedoman terkait; b) menyusun dan memproduksi pedoman yang lebih terpadu dan menyelu- ruh dengan memperhatikan panduan yang telah tersedia.
Penerapan Standar Surveilans Burung Liar dan Jenis Terkait 42
BAB VPENUTUP
Burung liar mempunyai peran yang sangat vital pada ekosistem dan ling-kungan hidup manusia sehingga keberadaannya harus dilestarikan. Menanggapi penyebaran virus H5N1 ganas di Indonesia memerlukan aksi dari sejumlah insti-tusi untuk bekerjasama dan menelaah segala cara penyebaran virus tersebut di negara ini, termasuk tentang kemungkinan burung liar berfungsi sebagai vektor penyebar virus berbagai penyakit pada manusia dan hewan domestik. Kontro-versi mulai muncul tentang tindakan eradikasi pada burung liar karena tidak se-jalan dengan prinsip konservasi. Keterkaitan burung liar dengan penyebaran penyakit Avian Influenza atau flu burung perlu menjadi perhatian Indonesia karena merupakan salah satu ne-gara terpenting yang disinggahi burung migran, hal ini didukung oleh banyak studi yang menyebutkan burung-burung migran dapat berpotensi menjadi sum-ber penyebar virus H5N1 penyebab flu burung. Namun demikian masih diperlu-kan banyak data dan informasi untuk membuktikan bahwa terjadi penularan dari burung migran ke unggas lokal. Penanganan flu burung pada burung liar perlu penggalangan aksi ber-sama multisektoral bekerjasama menelaah dan merumuskan program bersama berkaitan dengan pengendalian penyebaran virus tersebut. Oleh karenanya pen-guatan kelembagaan perlu ditingkatkan, dan adanya badan koordinasi nasional seperti Komnas FBPI merupakan kebutuhan yang perlu dipertahankan. Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung pada Burung Liar di Indonesia ini disusun sebagai pedoman dalam mencegah dan menangani kasus flu burung pada burung liar yang ada di Indonesia serta bertujuan agar kegiatan surveilans flu burung di Indonesia berjalan dengan se-laras dan saling menunjang antar berbagai pemangku kepentingan. Dokumen ini yang merupakan living document akan menjadi pedoman bagi pemerintah dan pihak-pihak lain dalam menyelenggarakan monitoring dan surveilans flu burung ganas pada burung-burung liar, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia43
REFERENSI
BAPPENAS. 2005. Rencana Strategis Nasional Pengenadilian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza 2006 – 2008. Chen H, Li Y, Li Z, Shi J, Shinya K, Deng G, et al. 2006. Properties and disse- mination of H5N1 viruses isolated during an influenza outbreak in mi gratory waterfowl in western China. J Virol 80 (12):5976-83.Ducatez MF, Olinger CM, Owoade AA, De Landtsheer S, Ammerlaan W, Nies- ters HG, et al. 2006. Avian flu: multiple introductions of H5N1 in Nigeria. Nature 442(7098):37 Lei FM, Qu YH,; Tang QQ, An SC.2003. Priorities for the conservation of avian biodiversity in China based on the distribution patterns of endemic bird genera. Biodiversity and Conservation 12(12):2487-2501Fouchier, RAM, Bestebroer TM, Herfst S,Van der Kemp L, Rimmelzwaan GF & Ostehaus ADME. 2000. Detection of Influenza A virus from different spe- cies by PCR amplification of conserved sequences in the Matrix gene. J. Clin.Microbiol. 38(11): 4096-4101.Kou Z, Lei FM, Yu J, Fan ZJ, Yin ZH, Jia CX, et al. 2005. New genotype of avian influenza H5N1 viruses isolated from tree sparrows in China. J Virol. 79(24):15460-6.Lee MS, Chang PC, Shien JH, Cheng MC, Shieh HP. 2001. Identification and subtyping of avian influenza viruses by reverse transcription PCR. J. Virol.Methods 97: 13-22.Normile D. 2006. Avian influenza. Evidence points to migratory birds in H5N1 spread. Science 311(5765):1225.Office International des Epizooties. 2005. Manual Standards for Diagnostic Tests & Vaccines. pp. 212-219.Sukmantoro W., M. Irham, W. Novarino, F. Hasudungan, M. Muchtar & N. Kemp. 2007. Daftar Burung – Burung di Indonesia no. 2. Bogor: Indone- sian Ornithologists’ Union. Susanti R, Soejoedono RD, Mahardika IGNK, Wibawan IWT, Suhartono MT. 2007. Waterfowl Potential as Reservoirs of HPAI H5N1 viruses. JITV vol. 12 (2): 160-166WHO. 2006. Avian influenza (“ bird flu”) - Fact sheet. World Health Organiza- tion. February, 2006
Referensi 44
Istilah dan Definisi
• Antigen: adalah substansi asing yang dapat terikat pada suatu reseptor sel-sel darah putih yang bersifat spesifik, dan dapat menyebabkan reaksi kekebalan terutama berperan dalam pembentukan antibodi.
• ‘Bottleneck site’: adalah lokasi migrasi burung dimana terjadi penyempitan jalur sehingga burung terkonsentrasi dalam lajur yang sempit. ‘Bottle neck site’ umum ditemukan pada jalur migrasi burung pemangsa, dan disebabkan karena topografi maupun cuaca menyebabkan hanya jalur tersebut yang mudah dilalui oleh burung bermigrasi tersebut
• Burung air (waterbird): adalah jenis-jenis burung yang secara ekologis hidupnya tergantung pada lahan basah, baik dalam mencari makan, beris- tirahat maupun berlindung dan berbiak
• Burung bermigrasi (migrant): adalah populasi burung yang melakukan pergerakan terbang ulang alik pada arah tujuan tertentu, pada waktu ter- tentu setiap tahun, antara tempat berbiak dengan satu atau lebih lokasi tidak berbiak
• Burung liar (wild bird): adalah burung yang hidup di berbagai tempat yang masih memiliki sifat-sifat liar baik hidup bebas maupun dipelihara
• Burung pemangsa (Raptor): adalah jenis-jenis burung pemakan daging yang tergolong ke dalam ordo Falconiformes
• Corporate environmental responsibility: adalah tanggung jawab perusa- haan untuk memelihara lingkungan sekitar yang telah dipengaruhi oleh dampak kegiatan perusahaan tersebut
• Corporate social responsibility: adalah tanggung jawab perusahaan pada pembangunan sumber daya setempat. Tanggung jawab sosial ini dapat di laksanakan bukan saja dengan membantu pembangunan setempat dalam bidang ketenaga-kerjaan, namun bahkan perlu menjangkau pendidikan dan kesehatan serta kesetaraan jender. Dalam hal ini berlaku logika bahwa ke- sehatan lingkungan tidak dapat dipisahkan
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia45
dengan penghidupan, pendidikan dan kesehatan serta kesetaraan jender bagi masyarakat setempat.
• Emerging disease or re-emerging disease: adalah infeksi baru yang ter- jadi dari evolusi atau perubahan dari agen penyakit bersifat pathogen yang sudah ada sebelumnya, yang kemudian menyebar ke daerah geografik atau populasi baru; atau agen bersifat patogenik tersebut atau penyakit tersebut tidak terdeteksi atau tidak dikenali pada waktu sebelumnya, yang kemudian muncul sebagai penyakit yang memberikan implikasi (dampak) berarti bagi kesehatan hewan atau kesehatan masyarakat
• Ex-situ: adalah di luar habitat aslinya
• Flu burung (Avian influenza): adalah penyakit hewan menular pada ung- gas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dari keluarga Orthomyxoviri dae
• Green-washing: adalah upaya yang bertujuan membersihkan citra suatu perusahaan yang dalam kegiatan komersialnya telah merusak lingkungan
• Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI): adalah Flu Burung dengan pa- togenisitas tinggi (ganas)
• In-situ: adalah pada/di habitat aslinya
• Jenis/ spesies endemik: adalah jenis yang hanya terdapat di suatu lokasi atau kisaran geografi tertentu dan tidak terdapat di tempat lain manapun di dunia
• Jenis perantara (=‘bridge species’): adalah (jenis) satwa liar yang berper- an sebagai perantara ekologi yang menularkan virus influenza dari satwa liar ke hewan domestik, atau sebaliknya
Pada umumnya jenis perantara hidup sebagai penetap di sekitar pemukiman manusia atau lahan pertaniannya. Penularan berpotensi terjadi melalui kon-tak langsung (satwa dengan unggas) atau melalui air dan tanah yang digu-nakan bersama. Untuk jenis burung, yang sering di duga sebagai jenis per-antara antara lain: bebek dan angsa liar (Anatidae), pergam (Columbidae), jalak (Sturnidae), gereja (Passeridae), layang-layang (Hirundinidae).
Menurut EFSA (2006) bukti mengenai peran jenis perantara baru merupakan
Lampiran 46
bukti tidak langsung, misalnya ketika dalam beberapa kejadian wabah HPAI H5N1 pada unggas ternyata satwa liar di sekelilingnya turut ada yang mati (Sumber: EFSA. 2006. European Food Safety Authority- EFSA-Q-2005-243 Scientific Statement on Migratory birds and their possible role in the spread of highly pathogenic avian influenza: Adopted by written procedure on the 4th of April 2006. EFSA-Q-2005-243)
• Jenis/ spesies reservoir: adalah jenis (burung/unggas) dimana virus telah melakukan adaptasi secara efektif, dan khususnya pada jenis yang berpe- ran menjadi reservoir alami, maka mutasi gen pada virus tidak terjadi lebih lanjut
• Lead Agency: adalah lembaga yang bertanggungjawab melaksanakan tu- gas dan/atau fungsi tertentu
• Living document: adalah dokumen acuan yang dapat diperbaiki dan atau diperbaharui dari waktu ke waktu
• Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI): adalah Flu Burung dengan pa- togenisitas rendah
• Management authority: adalah lembaga yang berwenang dan bertang- gungjawab melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengelolaan
• Monitoring: adalah kegiatan surveilans yang dilakukan hanya pada waktu tertentu, dan tidak diikuti dengan tindakan pengendalian lebih lanjut
• On-granting: adalah mekanisme penerusan hibah kepada pihak penerima (Pemerintah Daerah atau Badan Usaha Milik Negara) yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku
• On-lending: adalah mekanisme penerusan pinjaman terhadap pihak peneri- ma (Pemerintah Daerah atau Badan Usaha Milik Negara) yang dilaksana- kan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sesuai dengan keten- tuan yang berlaku
• Paserin (Passerine): adalah jenis-jenis burung petengger yang tergolong ke dalam bangsa atau ordo Passeriformes
• Reservoir: lihat ’jenis/spesies reservoir’
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia47
• Sequencing: adalah proses pengurutan secara seri suatu materi tertentu
• Strain: adalah sekelompok individu dari suatu jenis (atau anak jenis) yang memiliki sifat khas dan/atau ciri fisiologis yang sama
• Surveilans: adalah suatu sistem yang terus menerus dilakukan dalam pe- ngumpulan, analisa dan interpretasi data tentang frekwensi dan distribusi penyakit dalam suatu populasi dengan tujuan untuk mengambil langkah- langkah pengendalian atau tindakan investigatif lebih lanjut. Data surveilens digunakan baik untuk menentukan kebutuhan akan langkah-langkah menen tukan program pengendalian dan untuk mengkaji efektifitas program peng- endalian. Surveilans dapat dilakukan secara aktif atau pasif, sesuai dengan tujuan pengumpulan data. Surveilans aktif diterapkan dalam sistem dimana kegiatan dilakukan dengan mengunjungi lokasi yang sesuai untuk mengiden- tifikasi kasus-kasus penyakit baru atau kasus-kasus kematian akibat penyakit tertentu, atau mendapakan data-data yang diperlukan. Surveilans aktif dapat diartikan sebagai pencarian kasus secara aktif. Surveilans pasif diterapkan dalam sistem di mana pengumpulan dan pengunaan data tertentu didasar- kan pada pelaporan.
• Taksa: adalah kelompok organisme berdasarkan bentuk, ukuran, dan sifat genetiknya. Pengelompokkan ini dilakukan untuk mencapai sistem klasifi- kasi yang menggambarkan hubungan evolusi dari mahluk hidup. Dengan demikian, maka dilakukan secara bertingkat (misalnya marga, jenis, anak jenis dan seterusnya)
• Travel-warning: adalah larangan yang dikeluarkan suatu negara bagi war- ganya untuk melakukan perjalanan di suatu negara lain
Lampiran 48
Daftar jenis burung di mana virus flu burung patogenik tinggi H5N1 ditemu-kan pada populasi burung liar dan/atau burung tangkapan* (per September 2007**)
Takson Kelompok jenis Habitat
Jumlah jenis dimana H5N1 ditemukan
Total Liar Tangka-pan
AnseriformesAnatidae
CharadriiformesLaridaeScolopacidae
GruiformesRaliidae
PelecaniformesPhalacrocoracidae
PodicipediformesPodicipedidae
FalconiformesAccipitridaeFalconidae
PasseriformesCorvidaeLain-lain
GalliformesPhasianidae
ColumbiformesColumbidae
Bebek, Mentok, Angsa
CamarBurung pantai
Tikusan, Mandar
Pecuk padi
Titihan
Elang, RajawaliAlap-alap
GagakBurung penyanyi
Sempidan, Puyuh bukit
Pergam, Walik
Lahan basah, pesisir
Pesisir, Lahan basahLahan basah
Lahan basah
Pesisir, Lahan basah
Pesisir, Lahan basah
UmumUmum
UmumUmum
Umum
Umum
30
31
4
2
2
72
312
4
2
11
31
4
2
2
51
38
2
2
19
20
0
0
0
22
04
2
0
* Burung tangkapan termasuk yang disimpan di Kebun binatang. Beberapa jenis ter masuk liar maupun tangkapan.** Sumber data: USGS NHWC website
LAMPIRAN 2
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia49
Jenis Burung Sasaran Program Surveilans
Secara umum, berdasarkan pola dan habitat mencari makannya jenis-jenis bu-rung sasaran program surveilans dapat dikelompokan menjadi: a) Jenis-jenis burung lahan basah b) Jenis-jenis burung pemangsa c) Jenis-jenis “perantara”
Sementara itu, berdasarkan status kehadiran dan perkembangbiakannya di In-donesia, surveilans dapat ditujukan pada sasaran berikut: a) Jenis-jenis burung bermigrasi b) Jenis-jenis burung yang berkembang biak secara berkoloni
a. Jenis-jenis burung lahan basah
FAO & Wetlands International (2008) mengklasifikasikan jenis-jenis burung la-han basah beserta karakteristiknya ke dalam kelompok berikut:
i) Unggas Air (Anseriformes)Kelompok burung ini beranggotakan jenis-jenis Itik, Mentok dan Angsa yang umumnya berukuran sedang hingga besar. Sebagian dari kelompok ini sangat dekat dengan kebudayaan manusia karena telah dipelihara se-lama beribu tahun yang lalu.
Di seluruh dunia, kelompok ini jumlahnya sekitar 150 jenis, sementara di Indonesia jumlahnya hanya sekitar 19 jenis saja. Sebagian diantara mereka tersebar dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia, sementara yang lainnya penyebarannya hanya terbatas di Indonesia Timur (misalnya Anseranas semipalmata, Dendrocygna eytoni, Cygnus atratus dan Anas waigiuensis di Papua; Anas fuligula di Sulawesi) atau di Indonesia Barat saja (misalnya Cairina scutulata di Sumatra dan Jawa). Jenis Mentok rimba Cairina scutulata telah dikategorikan sebagai salah satu jenis yang pal-ing terancam punah secara global dan populasinya diperkirakan tidak leb-ih dari 200 ekor dengan sebaran populasi utama di wilayah pantai timur Sumatra. Jenis lain, seperti Itik kapas Nettapus coromandelianus masih ditemukan di beberapa lokasi di Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi, tetapi keseluruhan populasinya dikategorikan sebagai cukup mengkhawat-irkan karena semakin menyusutnya habitat lahan basah mereka.
Di alam liar, mereka umumnya ditemukan secara berkelompok, baik ketika sedang mencari makan maupun terbang dan beristirahat. Meskipun demi-kian, pada saat berbiak, sebagian besar dari mereka justru melakukan-nya secara terpisah. Beberapa melakukannya di wilayah perairan dengan
LAMPIRAN 3
Lampiran 50
memanfaatkan vegetasi di sekitarnya, sementara beberapa jenis lainnya memanfaatkan lubang di pohon besar sebagai tempat yang aman untuk bersarang. Anak-anak mereka umumnya bersifat precocial (artinya segera setelah menetas mampu mengikuti induknya dan dapat mencari makan sendiri)Terkait dengan flu burung, kelompok ini patut memperoleh perhatian tert-inggi karena dari daftar jenis dan jumlah burung yang liar yang mati karena virus H5N1, kelompok unggas air tercatat memiliki pathotype virus H5N1 ganas maupun jinak yang paling umum ditemukan kembali. Dalam seja-rah penyebarannyapun, jenis ini diketahui sebagai kelompok yang paling umum tertular pada saat kejadian serangan H5N1 diketahui di lahan basah Cina pada tahun 2005/2006.
Meskipun demikian, penelitian yang lebih mendalam sangat perlu dilaku-kan mengenai peran kelompok ini dalam penyebaran virus H5N1 di Indone-sia. Hal ini terutama disebabkan adanya ketidakcocokan antara jenis-jenis yang telah tertular secara global dengan jenis-jenis yang hidup di habitat lahan basah Indonesia. Penelitian selayaknya ditujukan untuk memperoleh informasi lebih mendalam mengenai pola sebaran, pergerakan, ekologi makan serta interaksinya dengan unggas domestik. Perlu pula diketahui daerah-daerah penting yang mendukung kehidupan kelompok tersebut dalam jumlah yang banyak.
ii) Burung Pantai (Charadriiformes)Sesuai dengan namanya, kelompok burung pantai sangat bergantung ke-pada ekosistem pantai, terutama pada saat mencari makan dan beristi-rahat. Meskipun banyak diantara mereka yang berbiak maupun mencari makan jauh dari wilayah pantai, tetapi mereka masih tetap bergantung kepada wilayah pantai sebagai kawasan perantara dalam melakukan mi-grasi. Kelompok ini sebagian besar memang dikenal sebagai jenis-jenis yang bermigrasi, dimana pada musim hangat secara umum mereka ber-biak di belahan bumi utara dan kemudian melakukan migrasi ke belahan bumi selatan pada saat musim dingin. Indonesia telah diketahui merupa-kan wilayah yang sangat penting sebagai tempat mereka singgah untuk mencari makan dan menambah enerji untuk perjalanan berikutnya.
Secara taksonomis, sebagian besar burung pantai merupakan bagian dari keluarga Charadriidae dan Scolopacidae. Sebagian lainnya merupakan anggota dari keluarga yang jumlah jenisnya lebih sedikit, seperti Jacanidae, Rostratulidae, Haematopodidae, Recurvirostridae, Burhinidae, Glareolidae dan Phalaropidae. Dengan penekanan pada kegiatan migrasi mereka, be-berapa jenis lain yang juga hidup di habitat pantai (seperti Kuntul dan Ban-gau) tidak dimasukkan ke dalam kelompok ini.
Sejauh ini, diseluruh dunia telah teridentifikasi paling tidak sebanyak 214 jenis burung pantai, dimana sekitar 65 jenis diantaranya telah terctat di
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia51
Indonesia. Sebagian besar melakukan migrasi, sementara beberapa jenis tercatat berbiak di Indonesia, seperti Cerek Jawa Charadrius javanicus.
Menurut FAO & Wetlands International (2008) meskipun frekuensi keselu-ruhan virus jinak pada burung pantai termasuk tinggi, virus ganas H5N1 sejauh ini hanya ditemukan pada satu jenis, yaitu burung Trinil Hijau Tringa ochropus pada keluarga Scolopacidae. Demikian pula, burung pantai nam-paknya tidak menularkan atau menyebarkan H5N1. Meskipun burung-bu-rung pantai menempati wilayah luas dan waktu yang sama dengan unggas air pada rute migrasi Asia, namun burung-burung tersebut tidak membawa virus ke Australia dimana mereka menghabiskan musim panas di selatan dalam jumlah besar (dan ke tempat dimana berbagai jenis Anatidae yang berkembang biak di belahan bumi utara biasanya tidak bermigrasi).
Sejauh ini informasi dasar telah diperoleh mengenai penyebaran jenis-jenis burung dari kelompok ini di Indonesia. Meskipun demikian, informasi yang lebih tersebar dan terinci masih sangat diperlukan. Selain itu, data mengenai peranan kelompok jenis ini dalam penyebaran virus H5N1 san-gat diperlukan melalui peningkatan jumlah surveilans di lokasi yang lebih tersebar.
iii) Burung Camar dan Dara Laut (Charadriiformes)Kelompok burung Camar dan Dara Laut umum ditemukan terutama di pe-rairan pesisir dimana para nelayan sedang mencari ikan. Kelompok ini se-cara alami mencari makan berupa ikan yang hidup di perairan dangkal. Meskipun demikian, kerap kali juga teramati bahwa kelompok ini mencari makan berdekatan dengan lingkungan manusia, seperti pada tumpukan sampah, wilayah peternakan unggas dan pertanian serta memakan bang-kai. Pola makan seperti ini yang kemudian menjadikan mereka potensial untuk tertular virus flu burung dan dapat dijadikan sebagai sasaran pro-gram surveilans.
Virus flu burung jinak secara musiman umum terdapat pada ordo ini, ter-masuk burung Camar dan Dara Laut, dan virus H5N1 telah terisolasi di tiga jenis burung Camar, termasuk dua diantaranya yang terkena selama merebaknya wabah di Cina pada tahun 2005. Jenis burung Dara Laut lain yang sekerabat (Sternidae) mungkin juga bisa menjadi sasaran surveilans kasus penyakit, karena Dara Laut biasa merupakan jenis yang pertama kali diketahui mengalami kematian tinggi akibat penularan ganas pada tahun 1961. Akan tetapi, kebanyakan Dara Laut mempunyai pola makan khusus yang mungkin bisa menurunkan risiko terkena virus H5N1 karena mereka secara eksklusif hanya memakan ikan-ikan kecil dibawah permukaan air dengan penyelaman dangkal (FAO & Wetlands International, 2008)
iv) Kuntul, Cangak dan Bangau (Ciconiiformes)Sebagian besar anggota kelompok ini umum ditemukan pada habitat yang
Lampiran 52
berdekatan dengan lingkungan manusia, seperti sawah, tambak padang rumput, meskipun beberapa diantaranya (khususnya kelompok Bangau) mencari makan di lokasi yang jauh dari pemukiman. Mereka mencari makan berupa organisme yang umum terdapat di lahan basah, baik ikan, reptilia, amfibia maupun serangga. Beberapa jenis, terutama pemakan ikan, ser-ing dianggap sebagai hama budidaya perikanan, sementara yang lainnya, terutama pemakan serangga, dianggap banyak membantu petani karena memangsa hama pertanian. Dalam mencari makan, beberapa diantaran-ya; misalnya Kuntul Egretta spp, Roko-roko Plegadis falcinellus, Bangau kepala besi Threskiornis melanocephalus berbagi tempat dengan hewan peliharaan, misalnya dengan Bebek di persawahan yang sedang diolah.Kelompok ini pada umumnya berbiak secara bersama-sama beberapa jenis dalam kelompokan yang jumlahnya cukup besar (hingga mencapai puluhan ribu). Sarang umumnya ditempatkan pada ranting dan cabang po-hon dengan stratifikasi dan pola peruangan yang terstruktur dan cenderung memiliki komposisi dan hirarki tertentu.
Walaupun kelompok ini secara umum tidak diketahui sebagai inang yang umum bagi flu burung, namun virus H5N1 telah ditemukan setidaknya pada empat jenis Cangak atau Kuntul dan dua jenis Bangau (FAO & Wetlands International 2008). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Universitas Al Azhar Indonesia, IPB dan Wetlands International juga menunjukkan adanya kepentingan untuk memasukkan kelompok ini dalam program sur-veilans flu burung di Indonesia, khususnya untuk kelompok burung yang berbiak secara berkoloni.
v) Titihan (Podicipedidae)Kelompok berukuran kecil ini lebih sering ditemukan menghabiskan wak-tunya di perairan yang ditumbuhi oleh rerumputan dan tumbuhan air lain-nya. Telur mereka ditempatkan pada sarang terapung di perairan, dimana mereka juga mencari makanan berupa ikan dan invertebrata air di lingkun-gan yang sama.
Kelompok ini tidak biasa dikenal sebagai tempat yang umum bagi virus-virus flu burung, walaupun virus H5N1 telah ditemukan paling kurang pada dua jenis, Titihan Kecil Tachybaptus ruficollis dan Titihan Jambul Podiceps cristatus (FAO & Wetlands International).
vi) Mandar dan Tikusan (Gruiformes)Kelompok ini agak kurang dikenal terutama karena ukuran yang kecil dan sifatnya yang sangat pemalu. Waktu mencari makan, mereka lebih suka menyendiri berjalan mengendap-endap dan kemudian melarikan diri begitu ada gangguan yang dianggap bahaya. Jenis-jenis dari kelompok ini lebih sering didengar suaranya daripada terlihat.
Keluarga burung ini dibagi dua “kelompok alami”, yaitu kelompok Mandar
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia53
Air dan kelompok Tikusan yang lebih banyak tinggal di rawa-rawa. Jenis seperti Mandar Hitam (Fulica atra) yang dikenal luas dan Mandar Batu (Gallinula chloropus) nampaknya lebih rentan terhadap virus H5N1, walau-pun setidaknya satu jenis Tikusan (FAO & Wetlands International 2008) dan Mandarpadi sintar (Gallirallus striatus) (LIPI data tidak dipublikasikan) juga telah tertular.
vii) Pecuk Padi (Pelecaniformes)Jenis-jenis Pecuk Padi lebih sering ditemukan bertengger pada tiang-tiang pinggir laut atau menyelam di perairan pantai, meskipun adapula yang ber-biak dan mencari makan di wilayah yang lebih ke pedalaman. Di Indone-sia, mereka pada umumnya berbiak secara berkoloni pada ranting pohon di wilayah pesisir. Salah satu karakteristik yang dimiliki oleh kelompok ini adalah sifat bulunya yang tidak tahan air, sehingga sering terlihat berteng-ger pada tiang-tiang sambil merentangkan sayapnya untuk dijemur.
Pecuk Padi diduga kadang-kadang menjadi ‘tempat’ virus-virus flu burung, dan sub-tipe virus H5N1 telah diisolasi paling kurang pada dua jenis, ter-masuk Pecuk-padi besar (Phalacrocorax carbo) yang tersebar luas dan dapat ditemukan di wilayah pantai dan daerah pedalaman di kebanyakan wilayah Erasia, Afrika dan Australia. Yang menarik adalah bahwa Pecuk Padi sering tertular virus Newcastle Disease (Paramyxoviridae), yang menyebabkan adanya penyakit unggas yang tersebar luas, sekalipun in-teraksi antara kelompok-kelompok ini hanya sedikit atau tidak diketahui sama sekali.
b) Burung Pemangsa (Falconiformes)
Menurut FAO & Wetlands International (2008) banyak jenis burung pemangsa te-lah tertular virus H5N1 yang mematikan. Walaupun secara umum tidak dianggap sebagai burung-burung “lahan basah”, peran mereka sebagai pemangsa dan pemakan bangkai jenis burung lainnya membuat mereka rentan terhadap virus-virus flu burung melalui konsumsi dan keterpaparan. Burung pemangsa diyakini melakukan kontak dengan penyakit tersebut melalui kontak langsung dengan jaringan-jaringan yang tertular pada saat mereka memakan bangkai unggas dan burung- burung liar yang mati akibat H5N1, atau memangsa burung-burung ter-tular yang menjadi lemah akibat virus tersebut. c) Jenis-jenis “Perantara” (Bridging Species)
Kepentingan surveilans pada kelompok “perantara” terutama terletak pada kebi-asaan mereka untuk mencari makan di lokasi sekitar peternakan unggas terbuka dan kemudian bergerak ke lokasi lain dimana manusia juga berkatifitas atau tem-pat dimana burung liar juga mencari makan. Dengan demikian terdapat potensi besar untuk terjadinya (saling) penularan.
Lampiran 54
d) Burung-burung Migran dan Penularan Virus H5N1 (sumber: FAO & Wetlands International, 2008)
Migrasi antara daerah berbiak dan tidak berbiak adalah sebuah fenomena yang telah terdokumentasi dengan baik. Migrasi memungkinkan jenis migran mengek-sploitasi pasokan makanan yang berlimpah pada musim tertentu di habitat yang sangat produkif selama musim berbiak, tetapi kurang produktif, beku atau tan-dus selama musim tertentu dalam setahun. Jangkauan migrasi sangat berbeda, tergantung masing-masing jenis. Sebenarnya segmen-segmen populasi tertentu dapat tinggal dalam suatu daerah yang dianggap ramah sepanjang tahun se-bagai “penduduk penetap” jika kondisi memungkinkan.
Beberapa jenis, seperti burung pantai, melakukan migrasi tahunan lintas-kat-ulistiwa yang sangat jauh. Mereka berkembang biak selama musim panas di utara kemudian terbang ke lintang tengah atau selatan yang lebih ramah sejauh Amerika Selatan, ke bagian selatan, dan Afrika Selatan serta Australasia pada saat musim dingin menerjang belahan bumi utara.
Rute-rute migrasi burung dikelompokkan menjadi “jalur terbang” untuk memban-tu usaha pengelolaan dan konservasi internasional. Sebuah jalur terbang da-pat didefinisikan sebagai “keseluruhan jarak jenis burung yang bermigrasi (atau kelompok-kelompok atau jenis-jenis terkait atau populasi-populasi yang nyata dari satu jenis tunggal) yang dengannya ia berpindah setiap tahun dari tempat berbiak ke lokasi tidak berbiak, termasuk tempat-tempat beristirahat dan mencari makan sementara serta daerah yang menjadi tujuan migrasi burung tersebut” (lihat Boere dan Stroud 2006 untuk penjelasan lanjutan).
Kelompok-kelompok lain seperti Itik yang berkembang biak pada garis-garis lin-tang yang lebih tinggi mungkin hanya dapat bermigrasi paling jauh ke katulistiwa di selatan. Sebagai contoh, Itik Utara (Anas acuta) - Itik yang umum, tersebar luas dan berkembang biak di wilayah utara Eropa dan Asia, melintasi keban-yakan wilayah Kanada, Alaska dan Amerika bagian barat-tengah - bermigrasi dari selatan menuju timur, selatan dan tenggara Asia, Afrika barat dan timur serta dari Amerika Utara kearah selatan menuju bagian utara Amerika Selatan.
Beberapa jenis mungkin menggunakan jalur terbang yang berbeda untuk pener-bangan ke arah selatan (musim gugur di bagian utara) dan migrasi ke arah utara (musim semi di utara), dan populasi yang berbeda dari jenis yang sama mungkin menggunakan jalur-jalur terbang yang berbeda untuk mencapai daerah-daerah tidak berbiak yang terpisah.
Berbagai karakteristik migrasi burung air dan kelompok lainnya di belahan bumi utara tidak selalu berlaku bagi jenis yang ada di belahan bumi bagian selatan. Burung air Afrika Selatan dan Australia cenderung bersifat nomaden (berpin-dah-pindah) di mana perpindahan mereka ditentukan oleh ketersediaan pasokan makanan dan turunnya hujan, dan bukan bersifat migrasi. Akan tetapi, ada be-berapa jenis dari lokasi berbiak belahan bumi bagian selatan (Australia) yang
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia55
bermigrasi menuju arah utara (Asia Tenggara).
Sekalipun peran beberapa jenis yang bermigrasi dalam perkembangbiakan dan penyebaran galur-galur jinak telah lama dikenal, peran mereka dalam penye-baran virus H5N1 ganas masih kurang jelas. Selama wabah awal ganas H5N1 yang terjadi pada unggas peliharaan di Asia Tenggara tahun 2003/04, tidak ada bukti yang kuat bahwa burung-burung liar dapat juga tertular, yang kemudian berpindah jauh dan menyebarkan virus itu pada saat mereka berpindah. Se-lama periode ini, penyebaran virus melalui unggas peliharaan, termasuk Itik pe-liharaan (Anas platyrhynchos), kebanyakan dihubungkan dengan perpindahan hewan melalui perdagangan, dan kebanyakan kasus H5N1 pada unggas liar terjadi pada saat yang sama dengan wabah unggas di daerah sekitar. Pasar basah/perdagangan daging segar yang melibatkan burung-burung liar dalam ku-rungan merupakan mekanisme bagi penyebaran penyakit pada jarak pendek, menengah atau panjang. Burung pemangsa dan paserin merupakan jenis pop-uler yang umumnya diperdagangkan di pasar unggas internasional, baik secara legal ataupun gelap. Burung pemangsa yang diselundupkan ke Belgia pada ta-hun 2004, adalah burung pertama yang tertular virus ganas H5N1 yang terde-teksi di Eropa.
Namun demikian, keadaan berubah ketika virus flu burung H5N1 menyebar ke Asia barat dan Eropa pada tahun 2005/06. Kasus dan wabah terlokalisir yang terjadi pada hidupan liar tercatat di beberapa negara dimana berbagai upaya ke-tahanan hayati yang keras dilakukan. Nampaknya tingkat ketahanan hayati dan higienis akan berpengaruh terhadap kejadian tumpahnya virus ke usaha unggas komersial. Penemuan burung-burung migran yang sakit, hampir mati atau mati yang tertular virus H5N1 di lokasi yang tersebar di Eropa Barat menunjukan ke-mungkinan serangan penyakit itu melalui perpindahan hewan liar.
Lampiran 56
Jeni
s-je
nis b
urun
g la
han
basa
h da
n bu
runb
g pe
man
gsa
di In
done
sia
(sum
ber:
Suk
man
toro
dkk
. 200
7)
Kete
rang
an:
Stat
us K
ehad
iran
N
: P
enda
tang
(Non
-bre
eder
)
Seba
ran
S : S
umat
era
; K :
Kal
iman
tan
; J :
Jaw
a ; C
: Su
law
esi ;
M :
Mal
uku
; T :
Nus
a Te
ngga
ra ;
P :
Papu
a
Perl
indu
ngan
IUC
N
: E
N (E
ndan
gere
d), C
R (C
ritic
al),
VU
(Vul
nera
ble)
, NT
(Nea
r Thre
aten
ed),
DD
(Dat
a D
efici
ent)
CIT
ES
: I (
Appe
ndix
I), I
I (Ap
pend
ix II
)Li
ndun
g : S
tatu
s per
lindu
ngan
di I
ndon
esia
(A: U
U N
o. 5
tahu
n 19
90, B
: PP
No.
7 ta
hun
1999
)
Nam
a Je
nis
Nam
a In
done
sia
Seba
ran
Stat
us
Keh
ad-
iram
Stat
us P
erlin
dung
an
SK
JC
MT
PIU
CN
CIT
ESLi
ndun
g
1. P
odic
iped
iform
es1.
1 Po
dici
pedi
dae
Tach
ybap
tus n
ovae
holla
n-di
ae
Tach
ybap
tus r
ufico
llis
Podi
ceps
crist
atus
2. P
elec
anifo
rmes
2.1
Phae
thon
tidae
Phae
thon
rubr
icau
da
Phae
thon
lept
urus
Titih
an A
ustr
alia
Titih
an Je
laga
Titih
an Ja
mbu
l
Bunt
utsa
te M
erah
Bunt
utsa
te P
utih
S S SK
J J J J
C C C
M M M M M
T T T
P P P
<> <> N<>
N<>
N<>
LAM
PIR
AN
4
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia57
Jeni
s-je
nis b
urun
g la
han
basa
h da
n bu
runb
g pe
man
gsa
di In
done
sia
(sum
ber:
Suk
man
toro
dkk
. 200
7)
Kete
rang
an:
Stat
us K
ehad
iran
N
: P
enda
tang
(Non
-bre
eder
)
Seba
ran
S : S
umat
era
; K :
Kal
iman
tan
; J :
Jaw
a ; C
: Su
law
esi ;
M :
Mal
uku
; T :
Nus
a Te
ngga
ra ;
P :
Papu
a
Perl
indu
ngan
IUC
N
: E
N (E
ndan
gere
d), C
R (C
ritic
al),
VU
(Vul
nera
ble)
, NT
(Nea
r Thre
aten
ed),
DD
(Dat
a D
efici
ent)
CIT
ES
: I (
Appe
ndix
I), I
I (Ap
pend
ix II
)Li
ndun
g : S
tatu
s per
lindu
ngan
di I
ndon
esia
(A: U
U N
o. 5
tahu
n 19
90, B
: PP
No.
7 ta
hun
1999
)
Nam
a Je
nis
Nam
a In
done
sia
Seba
ran
Stat
us
Keh
ad-
iram
Stat
us P
erlin
dung
an
SK
JC
MT
PIU
CN
CIT
ESLi
ndun
g
1. P
odic
iped
iform
es1.
1 Po
dici
pedi
dae
Tach
ybap
tus n
ovae
holla
n-di
ae
Tach
ybap
tus r
ufico
llis
Podi
ceps
crist
atus
2. P
elec
anifo
rmes
2.1
Phae
thon
tidae
Phae
thon
rubr
icau
da
Phae
thon
lept
urus
Titih
an A
ustr
alia
Titih
an Je
laga
Titih
an Ja
mbu
l
Bunt
utsa
te M
erah
Bunt
utsa
te P
utih
S S SK
J J J J
C C C
M M M M M
T T T
P P P
<> <> N<>
N<>
N<>
2.2
Fre
gatid
aeFr
egat
a m
inor
Fr
egat
a ar
iel
Freg
ata
andr
ewsi
2.3
Pha
lacr
ocor
acid
aePh
alac
roco
rax
carb
o Ph
alac
roco
rax
sulc
irost
ris
Phal
acro
cora
x m
elan
oleu
cos
Phal
acro
cora
x ni
ger
Anh
inga
mel
anog
aste
r
2.4
Sul
idae
Sula
dac
tyla
tra
Sula
sula
Su
la le
ucog
aste
r Pa
pasu
la a
bbot
ti
2.5
Pel
ecan
idae
Pele
canu
s ono
crot
alus
Pe
leca
nus p
hilip
pens
is Pe
leca
nus c
onsp
icill
atus
3. C
icon
iifor
mes
3.1
Ard
eida
eA
rdea
cine
rea
Cik
alan
g Be
sar
Cik
alan
g Ke
cil
Cik
alan
g C
hrist
mas
Pecu
kpad
i Bes
arPe
cukp
adi H
itam
Pecu
kpad
i Bel
ang
Pecu
kpad
i Kec
ilPe
cuku
lar A
sia
Ang
saba
tu T
open
gA
ngsa
batu
Kak
imer
ahA
ngsa
batu
Cok
lat
Ang
saba
tu C
hrist
mas
Und
an P
utih
Und
an P
aruh
-tot
olU
ndan
Kac
amat
a
Can
gak
Abu
S S S S S S S S S S S S S
K K K K K K
J J J J J J J J J J J J J J J
C C C C C C C C C C
M M M M M M M M M M M M
T T T T T T T T T T T
P P P P P P P P P P P P
N<>
N<> <> N<> > > N< <> N
<>N
<>N
<> < N<
N<
N>
N<
CR
NT
EN NT
I I
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
Lampiran 58
Ard
ea p
acifi
ca
Ard
ea su
mat
rana
A
rdea
pur
pure
a A
rdea
alb
a Eg
retta
pic
ata
Egre
tta in
term
edia
Eg
retta
nov
aeho
lland
iae
Egre
tta g
arze
ttaEg
retta
eul
opho
tes
Egre
tta sa
cra
Bubu
lcus
ibis
Ard
eola
bac
chus
A
rdeo
la sp
ecio
sa
Buto
rides
stria
taN
yctic
orax
nyc
ticor
ax
Nyc
ticor
ax c
aled
onic
us
Gor
sach
ius g
oisa
gi
Gor
sach
ius m
elan
olop
hus
Zone
rodi
us h
elio
sylu
s Ix
obry
chus
sine
nsis
Ixob
rych
us e
urhy
thm
usIx
obry
chus
cinn
amom
eus
Ixob
rych
us fl
avic
ollis
3.2
Cic
oniid
aeM
ycte
ria ci
nere
a
Can
gak
Pasifi
kC
anga
k La
utC
anga
k M
erah
Can
gak
Besa
rKu
ntul
Bel
ang
Kunt
ul P
erak
Kunt
ul A
ustr
alia
Kunt
ul K
ecil
Kunt
ul C
ina
Kunt
ul K
aran
gKu
ntul
Ker
bau
Blek
ok C
ina
Blek
ok S
awah
Koko
kan
Laut
Kow
akm
alam
Abu
Kow
akm
alam
Mer
ahKo
wak
Jepa
ngKo
wak
Mel
ayu
Bam
bang
an R
imba
Bam
bang
an K
unin
gBa
mba
ngan
Cok
lat
Bam
bang
an M
erah
Bam
bang
an H
itam
Bang
au B
luw
ok
S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
K K K K K K K K K K K K K K K K
J J J J J J J J J J J J J J J J J J J
C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C
M M M M M M M M M M M M M M
T T T T T T T T T T T T T T T T
P P P P P P P P P P P P P P
N> <> N<
N<> > N<> > <> N<
N<>
N<> N< < <> N< <> N<
N< G N
<> N<
N< <> <
VU EN NT
VU
I
AB
AB
AB
AB
AB
AB B B AB
AB
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia59
Cic
onia
epi
scop
usC
icon
ia st
orm
iEp
hipp
iorh
ynch
us a
siatic
usLe
ptop
tilos
java
nicu
s
3.3
Thre
skio
rnith
idae
Pleg
adis
falc
inel
lus
Thre
skio
rnis
mel
anoc
epha
-lu
sTh
resk
iorn
is m
oluc
ca
Thre
skio
rnis
spin
icol
lisPs
eudi
bis d
aviso
niPl
atal
ea re
gia
4. F
alco
nifo
rmes
4.1
Acc
ipitr
idae
Pand
ion
halia
etus
Av
iced
a je
rdon
i Av
iced
a su
bcris
tata
Avic
eda
leup
hote
s H
enic
oper
nis l
ongi
caud
aPe
rnis
ptilo
rhyn
chus
Pe
rnis
cele
bens
is M
ache
iram
phus
alc
inus
El
anus
cae
rule
usM
ilvus
mig
rans
Bang
au S
anda
ngla
we
Bang
au S
torm
Bang
au L
eher
hita
mBa
ngau
Ton
gton
g
Ibis
Roko
roko
Ibis
Cucu
kbes
i
Ibis
Aust
ralia
Ibis
Papu
aIb
is K
arau
Ibiss
endo
k Ra
ja
Elan
g Ti
ram
Baza
Jerd
onBa
za P
asifi
kBa
za H
itam
Elan
g Ek
orpa
njan
g Si
kepm
adu
Asia
Sike
pmad
u Su
law
esi
Elan
g Ke
lela
war
Elan
g Ti
kus
Elan
g Pa
ria
S S S S S S S S S S S S
K K K K K K K K K K K
J J J J J J J J J J J
C C C C C C C C C C C
M M M M M M
T T T T T T T T T T
P P P P P P P P P P P
< < <> < N<> < > > < > N<> < > N< G < < <G <G <>
EN NT
VU
NT
CR
II II II II II II II II II II
AB
AB
AB
AB
AB B AB
AB
AB
AB B AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
Lampiran 60
Hal
iast
ur sp
henu
rus
Hal
iast
ur in
dus
Hal
iaee
tus l
euco
gast
er
Icht
hyop
haga
hum
ilis
Icht
hyop
haga
icht
hyae
tus
Circ
aetu
s gal
licus
Sp
ilorn
is ch
eela
Spilo
rnis
kina
balu
ensis
Sp
ilorn
is ru
fipec
tus
Circ
us a
ssim
ilis
Circ
us m
elan
oleu
cos
Circ
us a
erug
inos
usC
ircus
spilo
notu
s C
ircus
appr
oxim
ans
Acc
ipite
r triv
irgat
usA
ccip
iter g
risei
ceps
A
ccip
iter b
adiu
sA
ccip
iter s
oloe
nsis
Acc
ipite
r trin
otat
usA
ccip
iter f
asci
atus
Acc
ipite
r nov
aeho
lland
iae
Acc
ipite
r mel
anoc
hlam
ys
Acc
ipite
r hen
icog
ram
mus
Acc
ipite
r pol
ioce
phal
usA
ccip
iter g
ular
is A
ccip
iter v
irgat
us
Elan
g Si
ulEl
ang
Bond
olEl
angl
aut P
erut
putih
Elan
gika
n Ke
cil
Elan
gika
n Ke
pala
kela
buEl
angu
lar J
arip
ende
kEl
angu
lar B
ido
Elan
gula
r Kin
abal
uEl
angu
lar S
ulaw
esi
Elan
graw
a Tu
tul
Elan
graw
a Ta
nglin
gEl
angr
awa
Kat
akEl
angr
awa
Tim
urEl
angr
awa
Cok
lat
Elan
gala
p Ja
mbu
lEl
anga
lap
Kepa
lake
labu
El
anga
lap
Shik
raEl
anga
lap
Cin
aEl
anga
lap
Ekor
toto
lEl
anga
lap
Cok
lat
Elan
gala
p Ke
labu
El
anga
lap
Man
tel-h
itam
Elan
gala
p H
alm
aher
aEl
anga
lap
Puca
t-so
sono
kan
Elan
gala
p N
ipon
Elan
gala
p Be
sra
S S S S S S S S S S S S S
K K K K K K K K K K K K
J J J J J J J J J
C C C C C C C C C C C C
M M M M M M
T T T T T T T T T
P P P P P P P P P P
> <> <> < < N< < B E > N<
N<
<G N> < E N<
N< E > > G E G N< <
NT
NT
VU
II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II
AB
AB
AB
AB
AB B AB B AB
AB
AB
AB B B AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB B AB
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia61
Acc
ipite
r nan
usA
ccip
iter c
irrho
ceph
alus
A
ccip
iter e
ryth
rauc
hen
Acc
ipite
r rho
doga
ster
Acc
ipite
r mey
eria
nus
Acc
ipite
r bue
rger
siA
ccip
iter d
oria
e Bu
tast
ur li
vent
er
Buta
stur
indi
cus
Bute
o bu
teo
Har
pyop
sis n
ovae
guin
eae
Ictin
aetu
s mal
ayen
sis
Aqu
ila g
urne
yi
Aqu
ila au
dax
Aqu
ila cl
anga
H
iera
aetu
s fas
ciat
us
Hie
raae
tus p
enna
tus
Hie
raae
tus m
orph
noid
es
Hie
raae
tus k
iene
rii
Spiz
aetu
s cirr
hatu
sSp
izae
tus fl
oris
Spiz
aetu
s bar
telsi
Sp
izae
tus l
ance
olat
us
Spiz
aetu
s alb
onig
erSp
izae
tus n
anus
Elan
gala
p Ke
cil
Elan
gala
p K
alun
gEl
anga
lap
Mal
uku
Elan
gala
p D
adam
erah
Elan
gala
p M
eyer
Elan
gala
p Ba
huco
klat
Elan
gala
p D
oria
Elan
g Sa
yapc
okla
tEl
ang
Kela
buEl
ang
Bute
oRa
jaw
ali P
apua
Elan
g H
itam
Raja
wal
i Kus
kus
Raja
wal
i Eko
rbaj
iRa
jaw
ali T
otol
Elan
g Bo
nelli
Elan
g Se
tiwel
Elan
g Ke
cil
Elan
g Pe
rutk
arat
Elan
g Br
onto
kEl
ang
Flor
esEl
ang
Jaw
aEl
ang
Sula
wes
iEl
ang
Gun
ung
Elan
g W
alla
ce
S S S S S S S S
K K K K K
J J J J J J J J
C C C C C C C
M M M M M M M
T T T
P P P P P P P P P
E > E E > G G N<
N<
N< G < G > N< < N< > N< < E E E < <
NT
DD
NT
VU
NT
VU EN EN VU
II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II
AB B AB
AB
AB B AB
AB
AB B AB
AB
AB
AB B B B AB
AB
AB B AB
AB
AB
AB
Lampiran 62
4.2
Fal
coni
dae
Mic
rohi
erax
frin
gilla
rius
Falc
o be
rigor
a Fa
lco
tinnu
ncul
usFa
lco
mol
ucce
nsis
Falc
o ce
nchr
oide
s Fa
lco
subb
uteo
Fa
lco
seve
rus
Falc
o lo
ngip
enni
s Fa
lco
pere
grin
us
5. A
nser
iform
es5.
1 A
natid
aeA
nser
anas
sem
ipal
mat
a D
endr
ocyg
na g
utta
ta
Den
droc
ygna
eyt
oni
Den
droc
ygna
arc
uata
D
endr
ocyg
na ja
vani
ca
Cyg
nus a
trat
usTa
dorn
a ra
djah
Cai
rina
scut
ulat
a N
etta
pus p
ulch
ellu
s N
etta
pus c
orom
ande
lianu
sSa
lvad
orin
a w
aigi
uens
isA
nas p
enel
ope
Ana
s gib
berif
rons
Ala
pala
p C
apun
gA
lapa
lap
Cok
lat
Ala
pala
p Er
asia
Ala
pala
p Sa
piA
lapa
lap
Laya
ngA
lapa
lap
Wal
etA
lapa
lap
Mac
anA
lapa
lap
Aust
ralia
Ala
pala
p K
awah
Boha
Was
urBe
libis
Toto
lBe
libis
Rum
bai
Belib
is Ke
mba
ngBe
libis
Polo
sSo
ang
Hita
mU
muk
ia R
aja
Men
tok
Rim
baTr
utu
Cok
lat
Trut
u H
ijau
Itik
Gun
ung
Itik
Bung
alan
Itik
Benj
ut
S S S S S S S S S
K K K K K K K K
J J J J J J J J J J J
C C C C C C C C C C C
M M M M M M M M
T T T T T T T T T T T
P P P P P P P P P P P P P P P
< > N< T N>
N< <> > <> > <> > <> < > > < > <> G N< <
EN EN VU
II II II II II II II II I I
AB B AB
AB
AB B AB
AB
AB
AB
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia63
Ana
s gra
cilis
Ana
s sup
erci
liosa
A
nas a
cuta
A
nas q
uerq
uedu
laAy
thya
aust
ralis
Ayth
ya fu
ligul
a
5.2
Gru
idae
Gru
s rub
icun
da
5.3
Ralli
dae
Rallu
s pec
tora
lis
Gal
liral
lus s
tria
tus
Gal
liral
lus p
hilip
pens
isG
allir
allu
s tor
quat
us
Ralli
na fa
scia
ta
Ralli
na e
uriz
onoi
des
Ralli
na tr
icol
or
Ralli
cula
rubr
a Ra
llicu
la le
ucos
pila
Ra
llicu
la m
ayri
Ralli
cula
forb
esi
Ara
mid
opsis
pla
teni
Gym
nocr
ex ta
laud
ensis
G
ymno
crex
rose
nber
gii
Gym
nocr
ex p
lum
beiv
entr
is
Itik
Kela
buIti
k A
lis
Itik
Uta
raIti
k Ju
rai
Kam
bang
an A
ustr
ali
Kam
bang
an H
itam
Jenj
ang
Brol
ga
Man
darp
adi D
adak
elab
uM
anda
rpad
i Sin
tar
Man
darp
adi K
alun
gkun
ing
Man
darp
adi Z
ebra
Tiku
san
Cer
ulin
gTi
kusa
n K
akik
elab
uTi
kusa
n Tu
kar
Man
darg
unun
g M
erah
Man
darg
unun
g G
arisp
utih
Man
darg
unun
g M
ayr
Man
darg
unun
g Ko
ma
Man
dar D
engk
urM
anda
r Tal
aud
Man
dar M
ukab
iruM
anda
r Mal
uku
S S S S S S S
K K K K
J J J J J J J
C C C C C C C C C C C
M M M M M M M
T T T T T T T
P P P P P P P P P P P P P P
> > N<> <> N>
N< > > < <> < <> < > G E G G E E E >
NT
DD
VU EN VU EN
IIB AB
Lampiran 64
Hab
ropt
ila w
alla
cii
Meg
acre
x in
epta
Eu
labe
orni
s cas
tane
oven
tris
Porz
ana
pusil
la
Porz
ana
fusc
a Po
rzan
a pa
ykul
lii
Porz
ana
tabu
ensis
Po
liolim
nas c
iner
eaA
mau
rorn
is ol
ivac
ea
Am
auro
rnis
isabe
llina
A
mau
rorn
is m
agni
rost
ris
Am
auro
rnis
phoe
nicu
rus
Gal
licre
x ci
nere
a G
allin
ula
tene
bros
a G
allin
ula
chlo
ropu
sPo
rphy
rio p
orph
yrio
Fu
lica
atra
5.4
Hel
iorn
ithid
aeH
elio
pais
pers
onat
a
6. C
hara
driif
orm
es6.
1 Ja
cani
dae
Ired
ipar
ra g
allin
acea
H
ydro
phas
ianu
s chi
rurg
us
Met
opid
ius i
ndic
us
Man
dar G
enda
ngM
anda
r Kas
uari
Man
dar B
akau
Tiku
san
Kerd
ilTi
kusa
n M
erah
Tiku
san
Sibe
riaTi
kusa
n Po
los
Tiku
san
Alis
putih
K
areo
Zai
tun
Kar
eo S
ulaw
esi
Kar
eo T
alau
dK
areo
Pad
iM
anda
r Bon
tod
Man
dar K
elam
Man
dar B
atu
Man
dar B
esar
Man
dar H
itam
Pede
ndan
g To
peng
Buru
ngse
patu
Jeng
ger
Buru
ngse
patu
Ter
atai
Buru
ngse
patu
Pic
isan
S S S S S S S S S S S
K K K K K K K K K K K
J J J J J J J J J J J J
C C C C C C C C C C C C C
M M M M M M M M M M
T T T T T T T T T
P P P P P P P P P P
E G > <> < < <> <> <> E E < < > < <> <> N< > < <
VU
NT
NT
VU
VU
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia65
6.2
Ros
trat
ulid
aeRo
stra
tula
ben
ghal
ensis
6.3
Hae
mat
opid
aeH
aem
atop
us lo
ngiro
stris
H
aem
atop
us fu
ligin
osus
6.4
Cha
radr
iidae
Vane
llus c
iner
eus
Vane
llus
indi
cus
Vane
llus m
acro
pter
us†
Vane
llus m
iles
Pluv
ialis
squa
taro
laPl
uvia
lis fu
lva
Cha
radr
ius d
ubiu
s C
hara
driu
s ale
xand
rinus
C
hara
driu
s jav
anic
us
Cha
radr
ius r
ufica
pillu
s C
hara
driu
s per
onii
Cha
radr
ius p
laci
dus
Cha
radr
ius m
ongo
lus
Cha
radr
ius l
esch
enau
ltii
Cha
radr
ius v
ered
us
Eryt
hrog
onys
cinc
tus
Berk
ikke
mba
ng B
esar
Kedi
dir B
elan
gKe
didi
r Kel
am
Trul
ek K
elab
uTr
ulek
Gel
ambi
rmer
ahTr
ulek
Jaw
aTr
ulek
Top
eng
Cer
ek B
esar
Cer
ek K
erny
utC
erek
Kal
ungk
ecil
Cer
ek T
ilil
Cer
ek Ja
wa
Cer
ek T
opim
erah
C
erek
Mel
ayu
Cer
ek P
aruh
panj
ang
Cer
ekpa
sir M
ongo
liaC
erek
pasir
Bes
arC
erek
Asia
Cer
ek L
utut
mer
ah
S S S S S S S S S S S
K K K K K K K K K
J J J J J J J J J J J J J J
C C C C C C C C C C
M M M M M M M M M
T T T T T T T T T T T T
P P P P P P P P P P
<> > > < < E > N<>
N<>
N<> N< E > < < N
<>N
<>N
<> >
CR
NT
NT
AB
Lampiran 66
6.5
Scol
opac
idae
Num
eniu
s min
utus
N
umen
ius p
haeo
pus
Num
eniu
s tah
itien
sis
Num
eniu
s arq
uata
N
umen
ius m
adag
asca
riens
is Li
mos
a lim
osa
Lim
osa
lapp
onic
aTr
inga
ery
thro
pus
Trin
ga to
tanu
s Tr
inga
stag
natil
is Tr
inga
neb
ular
ia
Trin
ga g
uttif
er
Trin
ga fl
avip
esTr
inga
och
ropu
sTr
inga
gla
reol
a Xe
nus c
iner
eus
Act
itis h
ypol
euco
s H
eter
osce
lus b
revi
pes
Het
eros
celu
s inc
anus
Are
naria
inte
rpre
sLi
mno
drom
us sc
olop
aceu
sLi
mno
drom
us se
mip
alm
atus
Re
curv
irost
ra n
ovae
holla
n-di
ae
Gal
linag
o ha
rdw
icki
i
Gaj
ahan
Kec
ilG
ajah
an P
engg
ala
Gaj
ahan
Tah
itiG
ajah
an E
rasia
Gaj
ahan
Tim
urBi
rula
ut E
korh
itam
Biru
laut
Eko
rblo
rok
Trin
il Tu
tul
Trin
il K
akim
erah
Trin
il Ra
wa
Trin
il K
akih
ijau
Trin
il N
ordm
ann
Trin
il K
akik
unin
gTr
inil
Hija
uTr
inil
Sem
akTr
inil
Beda
ran
Trin
il Pa
ntai
Trin
il Ek
orke
labu
Trin
il Pe
njel
ajah
Trin
il Pe
mba
likba
tuTr
inill
umpu
r Par
uhpa
njan
gTr
inill
umpu
r Asia
Trin
illum
pur L
eher
mer
ahBe
rkik
Jepa
ng
S S S S S S S S S S S S S S S S S S
K K K K K K K K K K K K K K K
J J J J J J J J J J J J J J J J J
C C C C C C C C C C C C C C C C
M M M M M M M M M M M M M M
T T T T T T T T T T T T T T T T
P P P P P P P P P P P P P P P P P P
N<>
N<> < N<>
N<>
N<>
N<>
N<>
N<>
N<>
N<> N< < N<
N<>
N<>
N<>
N<> N>
N<> BG N<> > >
VU EN NT
II I
AB
AB B AB
AB
AB
AB
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia67
Gal
linag
o st
enur
aG
allin
ago
meg
ala
Gal
linag
o ga
llina
go
Scol
opax
satu
rata
Sc
olop
ax ro
senb
ergi
iSc
olop
ax ce
lebe
nsis
Scol
opax
roch
usse
nii
Cal
idris
tenu
irost
ris
Cal
idris
can
utus
C
alid
ris a
lba
Cal
idris
rufic
ollis
C
alid
ris te
mm
inck
ii C
alid
ris su
bmin
uta
Cal
idris
acu
min
ata
Cal
idris
ferr
ugin
ea
Lim
icol
a fa
lcin
ellu
s Ph
ilom
achu
s pug
nax
6.6
Rec
urvi
rost
rida
eH
iman
topu
s leu
coce
phal
us
6.7
Phal
arop
odid
aePh
alar
opus
loba
tus
6.8
Burh
inid
aeBu
rhin
us g
ralla
rius
Berk
ik E
korli
diBe
rkik
Raw
aBe
rkik
Eko
rkip
asBe
rkik
gunu
ng M
erah
Berk
ikgu
nung
Pap
uaBe
rkik
gunu
ng S
ulaw
esi
Berk
ikgu
nung
Mal
uku
Kedi
di B
esar
Kedi
di M
erah
Kedi
di P
utih
Kedi
di L
eher
mer
ahKe
didi
Tem
min
ckKe
didi
Jarip
anja
ngKe
didi
Eko
r-pa
njan
gKe
didi
Gol
gol
Kedi
di P
aruh
leba
rTr
inil
Rum
bai
Gag
angb
ayan
g Be
lang
Kak
irum
bai K
ecil
Wili
wili
Sem
ak
S S S S S S S S S S S S S
K K K K K K K K K K K K K
J J J J J J J J J J J J J J J
C C C C C C C C C C C C C C
M M M M M M M M M M M M M M
T T T T T T T T T T T T
P P P P P P P P P P P P P
N<> <> < G G E E N<>
N<>
N<>
N<> N<
N<>
N<>
N<>
N<>
N<> <> <> >
NT
NT
EN NT
AB
Lampiran 68
Esac
us n
egle
ctus
6.9
Gla
reol
idae
Stilt
ia is
abel
la
Gla
reol
a m
aldi
varu
m
6.10
Ste
rcor
ariid
aeC
atha
ract
a m
acco
rmic
ki
Ster
cora
rius p
omar
inus
St
erco
rariu
s par
asiti
cus
Ster
cora
rius l
ongi
caud
us
6.11
Lar
idae
Laru
s bru
nnic
epha
lus
Laru
s nov
aeho
lland
iae
Laru
s rid
ibun
dus
Xem
a sa
bini
C
hlid
onia
s hyb
ridus
C
hlid
onia
s leu
copt
erus
G
eloc
helid
on n
ilotic
a H
ydro
prog
ne c
aspi
a St
erna
hiru
ndo
Ster
na d
ouga
llii
Ster
na su
mat
rana
St
erna
luna
ta
Ster
na a
naet
hetu
s
Wili
wili
Bes
ar
Terik
Aus
tral
iaTe
rik A
sia
Skua
Kut
ubC
amar
keja
r Pom
arin
Cam
arke
jar A
rktik
aC
amar
keja
r Kec
il
Cam
ar K
epal
acok
lat
Cam
ar P
erak
Cam
ar K
epal
ahita
mC
amar
Sab
ine
Dar
alau
t Kum
isD
aral
aut S
ayap
putih
Dar
alau
t Tira
mD
aral
aut C
aspi
aD
aral
aut B
iasa
Dar
alau
t Jam
bon
Dar
alau
t Ten
gkuk
hita
mD
aral
aut F
ijiD
aral
aut B
atu
S S S S S S S S S S S S S S S S
K K K K K K K K K K K
J J J J J J J J J J J J J J
C C C C C C C C C C C C C
M M M M M M M M M M M M M M
T T T T T T T T T T T T T T
P P P P P P P P P P P P P P P
<> > N<> <> N<> > > N< > N
<>N
<>N
<>N
<>N
<> <> N<>
N<> <> > <>
NT
II
AB B B B B AB
AB
AB B AB
AB
AB B AB
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia69
Ster
na fu
scat
a St
erna
alb
ifron
s St
erna
ber
gii
Ster
na b
enga
lens
is St
erna
ber
nste
ini
Ster
na p
arad
isea
Ster
na a
leut
ica
Ano
us st
olid
usA
nous
min
utus
G
ygis
alba
Dar
alau
t Say
aphi
tam
Dar
alau
t Kec
ilD
aral
aut J
ambu
lD
aral
aut B
engg
ala
Dar
alau
t Cin
aD
aral
aut A
rktik
Dar
alau
t Ale
utia
nC
amar
angg
uk C
okla
tC
amar
angg
uk H
itam
Dar
alau
t Put
ih
S S S S S S S S
K K K K K K
J J J J J J J J
C C C C C C
M M M M M M M
T T T T T T T
P P P P P P P
<> N<> <> <> < N<> < N<>
N<>
N<>
CR
AB
AB
AB
AB
AB B B AB
AB
AB
Lampiran 70
LAMPIRAN 5
Beberapa lokasi penting untuk surveilans burung lahan basah
Nama Lokasi Periode Penting Alasan untuk pemilihan kawasan/kepentingan bagi jenis bermigrasi
Tanjung Bakung, Sumatera
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 5.000 individu
Tanjung Datuk,Sumatera
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 5.000 individu
Delta Sungai Musi Banyuasin, Sumatera
Tidak berbiak Salah satu lokasi terpenting persing-gahan burung migran di Indonesia, dengan catatan pengamatan 115.000 ekor. Tempat penting bagi Limnodramus semipalmatus (>2.200 ekor), Limosa limosa (>30.000 ekor), dan Limosa lap-ponica (7.000 ekor)
Rawa Tulang Bawang, Lampung
Tidak berbiak Lokasi koloni berbiak terpenting burung air di Sumatera, termasuk jenis Kuntul kecil, Kuntul besar, dan Pecuk ular
Cagar Alam Pulau Dua, Jawa
Berbiak Salah satu lokasi terpenting koloni ber-biak sekitar 40.000 ekor burung air dari sekitar 10 jenis
Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jawa
Berbiak Lokasi penting tempat koloni berbiak burung air, termasuk jenis Wilwo Myc-teria cinerea
Muara Gembong, Muara Angke, Kamal Muara, dan Karang Mulya, Jawa
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 29.000 individu
Indramayu - Cirebon, Jawa
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 10.000 individu
TN Karimunjawa, Jawa Berbiak Lokasi penting untuk tempat berbiak jenis-jenis camar
Delta Bengawan Solo, Delta Brantas, Perengan Semangkan, Jawa
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 19.000 individu
Suwung, Bali Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 2.100 individu
Sumba, NTT Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 2.000 individu
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia71
Pantai Kupang, NTT Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 5.100 individu. Empat ekor Limnodramus semipalma-tus serta 250 ekor Numenius madagas-cariensis pernah tercatat.
Pulau Jawa, Muara Ulu, Pulau Berau, Senipah, Pulau Bukuan, Tanjung Sembilang, Pulau Layan-gan, Kalimantan
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 2.000 individu
Lampuko-Mampie, Sulawesi
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 2.100 individu
Lanteboeng, Makasar, Maros, Sulawesi
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 4.100 individu
Muara Sungai Salowatu (Banjare-Patiro, Ujong Patiro, Palima Bajuwa - Tipulwe, Banawatu), Sulawesi
Tidak berbiak Sekitar 750 ekor tercatat di kawasan ini
Pantai Utara Teluk bone (Palopo, Baliase, Maleng-ke, Montalinga, Baliase - Wotu, Watulengkua, Teluk Usu), Sulawesi
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 4.100 individu
Pulau Kimaam (Rawa Dembuwuan, Rawa Cu-moon), Papua
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 2.200 individu dari 21 jenis
Tn. Wasur dan Rawa Biru, Papua
Tidak berbiak Lokasi penting dengan catatan jumlah pengamatan sampai 6.900 individu dari 25 jenis. Lokasi penting bagi Numenius minutus
Lampiran 72
Beberapa Lokasi Penting Untuk Surveilans Burung Pemangsa
Kriteria lokasi target untuk tanggap dini adalah sebagai berikut;
Berdasarkan kekerapan dilalui dalam jalur bermigrasi, maka dapat dibedakan tiga urutan 1. Lokasi-lokasi yang penting sebagai bagian penyebaran dan/atau jalur migrasi burung pemangsa (LT1) 2. Lokasi-lokasi yang penting sebagai tempat istirahat atau kegiatan lain (di luar musim berbiak) pada burung pemangsa bermigrasi (LT2) 3. Lokasi-lokasi yang diperkirakan sebagai bagian dari distribusi atau jalur migrasi burung pemangsa (LT3)
Berdasarkan skala prioritas maka dapat dibedakan tiga urutan 1. Lokasi yang dipastikan atau diperkirakan merupakan jalur migrasi atau distribusi utama, dengan populasi manusia yang padat, sebagai sentra unggas yang padat, serta secara ilmiah dipastikan memiliki individu bu rung pemangsa terinfeksi H5N1 (HP1) 2. Lokasi yang dipastikan atau diperkirakan jalur migrasi atau distribusi utama atau diperkirakan jalur distribusi atau migrasi utama, populasi penduduk yang padat, sebagai sentra unggas yang padat, serta dilewati oleh burung pemangsa yang secara umum pernah tercatat sebagai terin- feksi H5N1 (setidaknya di belahan lain di dunia) (HP2) 3. Lokasi yang dipastikan atau diperkirakan jalur migrasi atau distribusi utama atau diperkirakan jalur distribusi atau migrasi utama, populasi penduduk yang padat, sebagai sentra unggas yang padat, namun tidak dilewati oleh burung pemangsa yang secara umum pernah tercatat se bagai terinfeksi H5N1 (di belahan lain di dunia)(HP3).
Catatan: - Periode penting bagi burung pemangsa bermigrasi adalah Oktober- Sep- tember/Februari-April - Beberapa lokasi dipastikan penting bagi burung pemangsa bermigrasi namun sebagian lokasi lain belum di teliti
Nama Lokasi Periode Penting Alasan PenggolonganPulau Rupat Oktober - September/Februari
- AprilLokasi penting jalur migrasi dan tenggeran (HP2, LT1 & 2) (‘bottleneck site’)
LAMPIRAN 6
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia73
Bengkalis dan Bin-tan
Oktober - September/Februari - April
Lokasi penting jalur migrasi (HP2, LT1) (‘bottleneck site’)
TN Berbak Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
TN Way Kambas Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
Merak Oktober - September/Februari - April
Lokasi penting jalur migrasi (HP2, LT1) (‘bottleneck site’)
Serpong Februari - April Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
Jakarta Februari - April Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
Cibinong Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
Bogor Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
Puncak Oktober - September Lokasi penting jalur migrasi dan tenggeran (HP2, LT1 & 2) (‘bottleneck site’)
Bandung Utara Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
Tasikmalaya Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi dan tenggeran (HP3, LT2 & 3)
Dieng Oktober - September Lokasi penting jalur migrasi (HP2, LT1) (‘bottleneck site’)
Semarang Utara Februari - April Lokasi penting jalur migrasi (HP2, LT1) (‘bottleneck site’)
Jogjakarta (Merapi) Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
TN Bromo - Tengger Oktober - September Lokasi penting jalur migrasi (HP2, LT1) (‘bottleneck site’)
Argopuro Oktober - September Lokasi penting jalur migrasi (HP2, LT1) (‘bottleneck site’)
Jember Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
TN Alas Purwo Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
Madura Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
TN Bali Barat Oktober - September/Februari - April
Lokasi penting jalur migrasi (HP2, LT1) (‘bottleneck site’)
Lampiran 74
Tamblingan Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi dan tenggeran (HP2, LT2 & 3)
Gunung Agung Oktober - September/Februari - April
Lokasi penting jalur migrasi dan tenggeran (HP2, LT1 & 2) (‘bottleneck site’)
Danau Batur Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
Gunung Seraya Oktober - September/Februari - April
Lokasi penting jalur migrasi dan tenggeran (HP2, LT1 & 2) (‘bottleneck site’)
Lombok Oktober - September/Februari - April
Lokasi penting jalur migrasi dan tenggeran (HP2, LT1 & 2) (‘bottleneck site’)
Flores Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi (HP2, LT3)
TN Komodo Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Golo Lusang Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Sangihe Talaud Oktober - September/Februari - April
Lokasi penting jalur migrasi (HP2, LT1) (‘bottleneck site’)
Manado/Minahasa Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Teluk Tomini Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Makasar Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Pulau Laut Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Delta Mahakam Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Balikpapan Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Kotawaringin Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
TN Tanjung Puting Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Teluk Kumai Oktober - September Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Pulau Nias Februari - April Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia75
Banda Aceh Oktober - September/Februari - April
Lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Sungai Siak Riau Oktober - September/Februari - April
Diperkirakan lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Sembilang, Sumsel Oktober - September Diperkirakan lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Sukabumi Oktober - September Diperkirakan lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Sumedang Oktober - September Diperkirakan lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Pulau Ternate Oktober - September Diperkirakan lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Pulau Tanimbar Oktober - September/Februari - April
Diperkirakan lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT2 & 3)
Ketapang, Kalbar Oktober - September Diperkirakan lokasi bagian jalur migrasi (HP3, LT3)
Lampiran 76
LAM
PIR
AN
7Se
bara
n la
han
basa
h pe
ntin
g un
tuk
buru
ng a
ir
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung Pada Burung Liar di Indonesia77
LAM
PIR
AN
8Lo
kasi
seb
aran
bur
ung
pem
angs
a m
igra
n di
Indo
nesi
a
Lampiran 78