82
PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ TERHADAP AL-QUR’ÂN TENTANG WANITA KARIR Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) Oleh Riesti Yuni Mentari NIM: 107034001469 PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ

TERHADAP AL-QUR’ÂN TENTANG

WANITA KARIR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh

Riesti Yuni Mentari NIM: 107034001469

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

Page 2: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang
Page 3: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang
Page 4: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

Persembahan

Skripsi ini kupersembahkan Kepada: Nenek, Mama, Papa, Adik, Sahabat dan Keluarga Besar Ibu Supriyati

Hati Tercinta

Semoga segala motivasi dan bantuannya senantiasa di balas oleh Allah SWT serta selalu mendapat maghfiroh-Nya. Amiin..

Page 5: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang
Page 6: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

i

ABSTRAK

Riesti Yuni Mentari (107034001469)

“Penafsiran al-Sya’râwî Terhadap al-Qur’ân tentang Wanita Karir”

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan

tanggapan dan sikap ulama (kaum intelektual) terhadap peran wanita karir.

Mengetahui syarat dan dampak wanita berkarir, serta penafsiran al-Sya’râwî

terhadap ayat-ayat al-Qur’ân yang menunjukkan bahwa dalam Islam tidak ada

larangan bagi laki-laki atau perempuan untuk bekerja, baik di dalam ataupun di

luar rumah.

Dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan penelitian kepustakaan

(library research). Sementara itu, pembahasannya sendiri menggunakan

pendekatan atau metode tafsir maudhu’i.

Penulis mengambil penafsir kontemporer seperti Muhammad Mutawallî

Al-Sya’râwi karena salah satu ahli tafsir al-Qur’ân yang terkenal pada masa

modern dan merupakan Imam pada masa kini, beliau memiliki kemampuan untuk

menginterpretasikan masalah agama dengan sangat mudah dan sederhana, beliau

juga memiliki usaha yang luar biasa besar dan mulia dalam bidang dakwah Islam.

Beliau dikenal dengan metodenya yang bagus dan mudah dalam menafsirkan al-

Qur’ân, dan memfokuskannya atas titik-titik keimanan dalam menafsirkannya, hal

tersebutlah yang menjadikan penulis merasa metodenya sangat sesuai bagi seluruh

kalangan dan kebudayaan.

Penulis juga mengambil tema wanita karir karena diskusi tentang

wanita dalam Islam selalu menarik. Islam memberikan perhatian yang besar

terhadap kaum wanita dan segi-segi kehidupan mereka. Dari ayat-ayat al-Qur’ân

dan hadis-hadis Nabi. Tidak sulit kita membuktikan betapa Islam sungguh-

sungguh memperhatikan persoalan wanita dan menempatkan mereka pada tempat

yang terhormat.

Page 7: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

ii

PEDOMAN TANSLITERASI (ARAB-LATIN)

A. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak Dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts Te dan Es ث

J Je ج

H Ha dengan garis bawah ح

Kh Ka dan Ha خ

D De د

Dz De dan Zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan Ye ش

S Es dengan garis di bawah ص

D De dengan garis di bawah ض

T Te dengan garis di bawah ط

Z Zet dengan garis di bawah ظ

Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

Gh Ge dan Ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

H Ha ه

W We و

Apostrof ‘ ء

Tidak dilambangkan ى

Y Ye ي

Page 8: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

iii

B. Vokal Tunggal

Simbol Arab Nama Latin Keterangan

--- Fathah a a

--- Kasrah i i

Dhammah u u

C. Vokal Rangkap (Madd)/Diftong

Simbol Arab Nama Latin Keterangan

ي--- Fathah dan Ya ai A dan I

و--- Fathah dan Waw au A dan U

D. Vokal Panjang (Madd)

Simbol Arab Nama Latin Keterangan

ى---ا--- Fathah diikuti

oleh Alif atau Ya â a dengan tanda di atas

---وDhammah diikuti

oleh Wawu û u dengan tanda di atas

ي--- Kasrah diikuti

Ya î i dengan tanda di atas

E. Partikel (ال)

Transliterasi partikel (ال) adalah dengan huruf /l/, baik diikuti oleh huruf-

huruf Syamsiyyah maupun huruf-huruf Qomariyah. Contoh: al-Sama’, bukan as-

Sama’, al-Ridha, bukan ar-Ridha.

F. Ta Marbûţah (ۃ)

Ada 2 trasliterasi atau alih aksara bagi ‘Ta Marbûţah (ۃ)’, yaitu:

1. Jika ta terdapat pada kata yang berdiri sendiri, atau diikuti oleh

kata sifat (Na’at), atau harakatnya disukunkan, atau berada pada

akhir kalimat, maka transliterasinya adalah dengan huruf /h/.

contoh: al-Madrasah, al-Jami’ah al-Islamiyyah, atau hujjah, dan

lain sebagainya

2. Jika ta diikuti oleh kata benda (Mudlof Ilaih), maka

transliterasinya adalah dengan huruf /t/.

Page 9: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

iv

G. Tasydîd

Transliterasi tasydid adalah dengan menggandakan hurufnya (konsonan),

contoh: Allafa, Saqqaf, dan lain sebagainya.

H. Kata-kata yang telah populer

Ditulis mengikuti kaedah ejaan Bahasa Indonesia, seperti; Rasulullah,

Ulama, Kitab, al-Qur’ân , Mufassir dan lain-lain.

Page 10: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT,

yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam selalu dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarganya, sahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang setia mentaati, mengikuti

dan memegang teguh ajarannya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini,

penulis menyadari dengan sepenuh hati, banyak sekali kekurangan dan mengalami

berbagai kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan, dorongan dan

pengarahan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna

memenuhi persyaratan akademik yang harus ditempuh dalam mencapai gelar

sarjana Theologi Islam Program Strata Satu (S1) Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan

terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

telah banyak membantu dan mendukung penulis, secara khusus penulis

menghanturkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Bustamin, M.Si, dan Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku

ketua jurusan dan Sekretaris jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, yang telah banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan

dan administrasi.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA dan Bapak Drs. Ahmad Rifqi Mukhtar,MA

yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,

pengarahan dan petunjuk-petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

3. Segenap Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan ilmunya kepada

penulis.

Page 11: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

vi

4. Pimpinan perpustakaan UIN Jakarta Fakultas Ushuluddin, perpustakaan

Lentera milik Bapak Quraish Shihab serta seluruh stafnya, dan

perpustakaan Iman Jama serta seluruh stafnya, yang telah memberikan

bantuan kepada penulis untuk mengumpulkan dan melengkapi bahan

skripsi ini.

5. Kedua orang tua penulis Ibunda tercinta Suryatiningsih dan Bapak Rizal,

serta nenek tercinta, Keluarga Besar Hj.Sudharsono, SH, serta adik-adikku

tersayang (Riva, Rio, Shinta) yang telah banyak berjasa baik moril

maupun materil, yang tidak terbatas, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman penulis di manapun berada dan sahabat-sahabat Tafsir Hadis

B angkatan 2007/2008, khususnya teman seperjuangan Zahrul Athriyah

yang selalu memberikan masukan dan ilmunya, Ni’ma Diana, Nur Faiza,

Zieh, dan Imam Zaki Fuad yang selalu bisa memberikan masukan dan

rekan kerja SOLUSI BINTARO, khususnya; Bapak Tarnoto, Izzah Nasir,

Mas Roby dan Sholihin yang memberikan kemudahan penulis sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Sahabat-sahabat yang setia, teman-teman KKN yang selalu kompak,

Lukman Al-dillah yang selalu setia, dan seluruh sahabat penulis yang tidak

dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan serta doa.

Jazakumullah khairun katsiron.

Atas semua itu, penulis hanya dapat memanjatkan doa kepada Allah SWT,

semoga amal baiknya di terima oleh Allah SWT dan mendapat balasan yang lebih

banyak serta menjadi amal saleh.

Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi segenap pencari ilmu pada umumnya.

Jakarta, Maret 2011

Penulis

Page 12: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

ABSTRAK ......................................................................................................... i

PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 6

C. Kajian Pustaka .......................................................................... 6

D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8

E. Signifikansi Penelitian ............................................................ 8

F. Metodelogi Penelitian .............................................................. 9

G. Sistematika Penulisan .............................................................. 10

BAB II SEKILAS TENTANG WANITA KARIR ................................. 12

A. Pengertian Wanita Karir .......................................................... 13

B. Alasan Wanita Berkarir ............................................................ 15

C. Dampak Wanita Berkarir Dalam Rumah Tangga .................... 17

1. Dampak Positif ................................................................... 18

2. Dampak Negatif ................................................................. 19

D. Etika Diperbolehkannya Wanita Berkarir ................................ 21

BAB III MUHAMMAD MUTAWALLÎ AL-SYA’RÂWÎ DAN

TAFSIRNYA ................................................................................ 27

A. Riwayat Hidup Muhammad Mutawallî al-Sya’râwî ............... 27

B. Karya-Karya Muhammad Mutawallî al-Sya’râwî ................... 30

Page 13: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

viii

C. Pandangan Ulama Tentang Muhammad Mutawallî

al-Sya’râwî ............................................................................... 33

D. Pengenalan Tafsir al-Sya’râwî ................................................. 36

BAB IV PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ TENTANG WANITA

KARIR DALAM AYAT-AYAT AL-QUR’ÂN ........................ 43

A. Wanita Karir Dalam Dunia Politik ........................................... 43

B. Hak Wanita untuk Berprestasi ............................................... 48

C. Hak Wanita untuk Berkarir ...................................................... 55

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 61

A. Kesimpulan .............................................................................. 61

B. Kritik dan saran ........................................................................ 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai status dan

peran perempuan masih terbagi dalam dua kutub yang berseberangan. Di satu

sisi, umumnya berpendapat bahwa perempuan harus di dalam rumah,

mengabdi kepada suami, dan hanya mempunyai peran domestik. Di sisi lain,

berkembang pula anggapan bahwa perempuan harus bebas sesuai dengan

haknya tentang kebebasan.

Bagi umat Islam sendiri, perbedaan pandangan tersebut sangat

berkaitan erat dengan adanya perbedaan dalam memahami teks-teks al-Qur‟ân

yang berbicara tentang perempuan.

Perempuan pada era sekarang banyak mengambil peran publik dan

sosial. Fenomena ini diklaim sebagi simbol equality (keadilan) antara laki-laki

dan perempuan, bahkan tidak sedikit dari pihak perempuan menuntut keadilan

dan persamaan hak di segala bidang. Tetapi agama masih sering dijadikan

dalih untuk menekan laju konsep kesetaraan jender (gender equity) dan

memarjinalkan peran perempuan dalam bidang-bidang yang bersinggungan

dengan publik. 1

1 Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya’râwî, (Jakarta:

TERAJU (PT.Mizan Publika), 2004), h.161.

Page 15: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

2

Kaitannya dengan peran ganda yang diambil oleh perempuan, para

ulama banyak mempertanyakan apakah formasi kesetaraan bagi perempuan

seperti bekerja di luar rumah tidak bertentangan dengan firman Allah:

“...Dan bagi laki-laki (suami) mempunyai satu kelebihan derajat dari

perempuan (istrinya)...”2

…..

“ Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh

karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas

sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah

menafkahkan sebagian dari harta mereka...”3

Al-Sya‟râwî menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut :

"Laki-laki bertanggung jawab kepada perempuan" pada awalnya

sebagian mufassir tidak menafsirkan ayat ini kecuali tentang seorang

laki-laki terhadap istrinya. Padahal sesungguhnya ayat ini berbicara

tentang laki-laki dan perempuan secara mutlak (umum) bukan hanya

laki-laki (suami) kepada istri, juga bapak bertanggung jawab kepada

anak perempuan, saudara laki-laki kepada saudara perempuan.

Menurut Al-Sya‟râwî :

"Qawwâm adalah mubalaghah dari qiyâm itu capai atau payah.

Sehingga laki-laki yang bertanggung jawab kepada perempuan, berarti

berusaha untuk memperbaiki kehidupan perempuan dengan susah

payah. Laki-laki sebenarnya hanya berkepentingan memperbaiki

masalah andaikata laki-laki itu baik.

Kata al-rijâl itu umum, al-nisâ' juga kalimat umum, sesuatu yang

khusus adalah Allah memeberikan keutamaan kepada sebagian

2 Lihat Q.S Al-Baqarah [2]: 228

3 Lihat Q.S An-Nisa‟[4]: 34

Page 16: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

3

mereka. Keutamaan atau tafdhîl disini yang dimaksud adalah laki-laki

yang kerja dan berusaha di atas bumi untuk mencari penghidupan.4

Dari Q.S An-Nisa‟[4]: 34 di atas, artinya laki-laki bertanggung jawab pada

keluarga karena memberi nafkah. Bagaimana jika yang kerja dan memberi

nafkah adalah istri atau wanita, tentu lain masalahnya.

Sebenarnya Islam membolehkan perempuan melakukan peran-peran

yang tidak bertentangan dengan kodratnya untuk ditanganinya karena Islam

tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam hal apa pun, termasuk hal

pekerjaan.

Dalam banyak hal, wanita diberikan hak-hak dan kewajiban serta

kesempatan yang sama dengan pria. Namun dalam masalah-masalah yang

berkaitan dengan kodrat dan martabat wanita, Islam menempatkan sesuai

dengan kedudukannya.5

Islam menghormati wanita dengan penghormatan yang sangat luhur

serta mengangkat martabatnya dari sumber keburukan dan kehinaan, dari

penguburan hidup-hidup dan perlakuan buruk ke kedudukan yang terhormat

dan mulia, sebab wanita menjadi ibu dan sebagai istri yang harus diperlakukan

dengan lemah lembut dan kehalusan.6

Seorang wanita mukminah yang teguh dalam ketaatannya, maka Allah

telah menyediakan baginya seperti apa yang telah disediakan-Nya bagi kaum

4 M.Mutawallî al-Sya‟râwî, Tafsir Sya’rawi, (Kairo: Akhbar al-Yaum, 1991), Jilid IV,

h.2202. 5 Mohammad Koderi, Bolehkah Wanita Menjadi Imam Negara, (Jakarta: Gema Insani

Press, 1999), h.49-50. 6 Muhammad Albar, Wanita Karir Dalam Timbangan Islam : Kodrat Kewanitaan,

Emansipasi dan Pelecehan Seksual, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1998), h.16.

Page 17: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

4

mukminin, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam hal ini. Dalam

Q.S.Al-Nahl [16] : 97, Allah berfirman :

Artinya : “Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki laki

maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sungguh akan

kami berikan kepadanya kehidupan yang baik..”

Al-„Aqqâd mengatakan dalam bukunya Al-Mar’ah fi Al-Qur’ân,

seperti yang dikutip oleh Muhammad al-Bar adalah :

“ Konsep hak, dasarnya sama, bahwa pria dan wanita sama dalam

segala sesuatu. Wanita mempunyai hak seperti yang dimiliki pria, dan

mempunyai kewajiban seperti kewajiban pria. Kemudian, bahwa laki-

laki dilebihkan dengan satu derajat, yaitu sebagai pemimpin yang telah

ditetapkan dengan fitrahnya. Dalam hal ini bukan berarti keluar dari

konsep persamaan yang telah disamakan dalam hak dan kewajiban,

sebab setiap tambahan hak diimbangi dengan tambahan serupa dalam

kewajiban, demikianlah persamaan yang bijaksana.7

Diskusi tentang wanita dalam Islam selalu menarik. Islam memberikan

perhatian yang besar terhadap kaum wanita dan segi-segi kehidupan mereka.

Dari ayat-ayat al-Qur‟ân dan hadis-hadis Nabi. Tidak sulit membuktikan

betapa Islam sungguh-sungguh memperhatikan persoalan wanita dan

menempatkan mereka pada tempat yang terhormat.8

Di dalam ajaran Islam, wanita juga mempunyai hak dan kesempatan

untuk berkarir dengan tidak melalaikan fungsi dan kedudukannya sebagai

wanita. Islam juga memberikan dorongan yang kuat agar para muslimah dapat

7 Muhammad Albar, Wanita Karir Dalam Timbangan Islam : Kodrat Kewanitaan,

Emansipasi dan Pelecehan Seksual, h.18-19. 8 Lily Zakiyah Munir, Memposisikan Kodrat : Perempuan dan Perubahan Dalam

Perspektif Islam, (Bandung: Mizan, 1999), Cet.1, h.11.

Page 18: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

5

berkarir di segala bidang. Islam membebaskan wanita dari belenggu

kebodohan, ketertinggalan, dan perbudakan.

Islam telah melarang semua itu, bahkan telah menyatakan bagian

tetentu bagi wanita, dalam Q.S.An-Nisa [4] : 7, Allah berfirman :

Artinya : “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harga peninggalan ibu-bapak

dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta

peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak

menurut bagian yang telah ditetapkan.”

Dalam hal ini penulis membatasi pembahasan pada wanita karir dalam

tafsir Al-Sya‟râwî. Penulis mengambil penafsir kontemporer seperti

Muhammad Mutawallî Al-Sya‟râwi karena salah satu ahli tafsir al-Qur‟ân

yang terkenal pada masa modern dan merupakan tokoh pada masa kini, beliau

memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan masalah agama dengan

sangat mudah dan sederhana, beliau juga memiliki usaha yang luar biasa besar

dan mulia dalam bidang dakwah Islam.

Untuk itu penulis merasa tertarik untuk mengkaji, selanjutnya penulis

merumuskan tema penelitian ini dalam sebuah judul skripsi ini yaitu:

“Penafsiran al-Sya’râwî Terhadap Ayat-ayat al-Qur’ân tentang Wanita

Karir (QS. al-Taubah [9] : 71, QS. al-Nisā’ [4] : 32, dan QS.Ali Imrân [3]

: 195)”

Page 19: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

6

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat banyaknya ayat-ayat tentang wanita, maka penulis

melakukan pembatasan yaitu hanya mengambil beberapa ayat al-Qur‟ân

menurut penafsiran Al-Sya‟râwî. Dan penulis membahas ayat-ayat al-Qur‟ân

yang mendukung penelitian ini, yaitu : QS. al-Taubah [9] : 71, QS. al-Nisā‟

[4] : 32, dan QS.Ali Imrân [3] : 195.

Berangkat dari Latar Belakang Masalah tersebut di atas, muncul

permasalahan mendasar yang menjadi rumusan penelitian ini, yaitu :

Bagaimana pandangan al- Sya‟râwî terhadap wanita karir?

Demikianlah, beberapa masalah yang dapat penulis rumuskan dalam

pembahasan skripsi ini.

C. Kajian Pustaka

Sejauh ini, penulis menemukan karya tulis yang berjudul “Wanita

Karir dalam Perspektif Hadis : Sebuah Kajian Tematik.” Karya Munawwarah.

Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, jurusan Tafsir Hadis.9 Di dalam

tulisannya ini Munawwarah hanya mengklasifikasikan wanita karir, peluang

dan tantangan wanita karir serta hukum wanita karir menurut hukum Islam.

Tetapi karena kepentingan Munawwarah hanya untuk ruang lingkup hadis

dalam skripsinya, sehingga tulisannnya tentang peran wanita karir dalam

perspektif al-Qur‟ân tersebut tidak ada dan tidak mendalam; “Pengaruh

Wanita Karir Terhadap Perkembangan Keberagaman Anak Remaja” karya

9 Skripsi UIN tahun 2007.

Page 20: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

7

Lilis.10

Di dalam tulisan ini, Lilis melakukan metode survei lapangan. Namun

Lilis sama sekali tidak membahas ayat-ayat al-Qur‟ân yang menunjukkan

bahwa dalam Islam tidak ada larangan bagi laki-laki atau perempuan untuk

bekerja, baik di dalam ataupun di luar rumah; “Pengaruh Wanita Karir

Terhadap Perceraian” karya Taufiqurrohman.11

Di dalam tulisan ini membahas

tentang sejauh mana problematika wanita karir dapat memicu terjadinya

perceraian. Taufiq menggunakan metode penelitian lapangan, yakni penelitian

yang langsung terjun ke lapangan untuk memperoleh data yang berkaitan

dengan pokok permasalahan.

Penulis juga menemukan buku oleh Istibsyaroh, (penulis disertasi dari

S3 UIN Syarif Hidayatullah) tentang Hak-hak Perempuan Relasi Jender

menurut Tafsir al-Sya’râwî. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

dilakukan Istibsyaroh ialah, Istibsyaroh meneliti tentang relasi jender oleh al-

Sya‟râwî dalam tafsir al-Sya‟râwî. Sedang penulis meneliti tentang ayat-ayat

berkaitan wanita karir yang ditafsirkan oleh al-Sya‟râwî.

Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan

Istibsyaroh ialah sama-sama membahas tokoh al-Sya‟râwî, serta sama-sama

memusatkan perhatian pada penelitian kepustakaan.

Sedangkan tulisan tentang masalah jender sudah banyak buku, artikel,

atau jurnal yang membahasnya, tetapi wanita karir yang dihubungkan dengan

salah satu tafsir tidak penulis temukan.

10

Skripsi UIN tahun 2002. 11

Skripsi UIN tahun 2010.

Page 21: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

8

Dengan demikian, kajian ini berbeda dengan kajian yang telah ada.

Kajian ini merupakan kajian tentang “Penafsiran al-Sya‟râwî Terhadap Ayat-

ayat al-Qur‟ân tentang Wanita Karir (QS. al-Taubah [9] : 71, QS. al-Nisā‟ [4] :

32, dan QS.Ali Imrân [3] : 195).” Penulis mengkaji penafsiran ayat-ayat

dalam al-Qur‟ân bahwa tidak ada larangan bagi laki-laki atau perempuan

untuk bekerja, baik di dalam ataupun di luar rumah.

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan utama penelitian dalam proposal skripsi

ini adalah:

1. Memberikan sumbangsih dalam kajian-kajian keislaman terutama yang

berhubungan dengan Tafsir.

2. Mengetahui dan mendeskripsikan tanggapan dan sikap ulama (kaum

intelektual) terhadap peran wanita karir.

3. Mengetahui syarat dan dampak wanita berkarir, serta ayat-ayat al-Qur‟ân

yang menunjukkan bahwa dalam Islam tidak ada larangan bagi laki-laki

atau perempuan untuk bekerja, baik di dalam ataupun di luar rumah.

4. Mengetahui bagaimana pandangan al-Sya‟râwî mengenai hal-hal yang

terkait dengan wanita karir.

E. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Kiranya hasil penelitian ini akan berguna untuk memberikan informasi

yang memadai kepada para peminat dan pemerhati kajian Tafsir serta kepada

Page 22: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

9

masyarakat umum mengenai “Penafsiran al-Sya‟râwî Terhadap al-Qur‟ân

tentang Wanita Karir”, diharapkan muncul gambaran objektif dan penilaian

yang jujur.

F. Metodologi Penelitian

Sebagaimana karya-karya ilmiah pada sebuah disiplin ilmu, setiap

pembahasan masalah tentunya mesti menggunakan metodologi untuk

menganalisa permasalahan. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan

berpijak dalam mengelaborasinya sehingga dapat dijelaskan secara mendetail

dan dapat dipahami.

Dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan penelitian kepustakaan

(library research). Yang dimaksud library research adalah menghimpun

buku-buku dan bahan-bahan lain dari berbagai sumber yang berkaitan dengan

topik yang dibahas dalam skripsi ini.

Sementara itu, pembahasannya sendiri menggunakan pendekatan atau

metode tafsir maudhu’i. Adapun yang dimaksud dengan metode tafsir

maudhu’i tersebut adalah menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat yang

berkenaan dengan topik pembahasan tertentu untuk mencari benang merah

dari suatu pesoalan. Atau seperti dikemukakan M.Quraish Shihab bahwa tafsir

tematik adalah karya-karya tafsir yang menetapkan suatu topik tertentu,

dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat dari beberapa surat,

yang berbicara tentang topik tersebut,untuk kemudian dikaitkan dengan yang

lainnya, sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang

Page 23: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

10

masalah tersebut menurut pandangan al-Qur‟ân .12

Dalam kaitan ini, maka

topik yang dimaksud adalah ayat-ayat al-Qur‟ân yang berkenaan dengan

masalah wanita karir.

Adapun teknis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2007”.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi bahasan menjadi lima

bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab Pertama, Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,

signifikansi penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua, Pada bagian ini akan membahas perdebatan tentang wanita

karir maka pada pembahasan ini akan dijelaskan peta pemahaman tentang

pengertian wanita karir, alasan wanita berkarir, dampak positif dan negatif

wanita berkarir, dan etika diperbolehkannya wanita berkarir.

Bab Ketiga, Pada bagian ini akan membahas Muhammad Mutawallî

Al-Sya‟râwî Dan Tafsirnya, yang terdiri dari riwayat hidup Muhammad

Mutawallî al-Sya‟râwî, karya-karya Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî,

pandangan ulama tentang Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî, serta

pengenalan tafsir al-Sya‟râwî.

12

M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’ân: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat (Bandung:Penerbit Mizan,1999) Cet.XIII, h.114. Metode tematik ini di

Mesir untuk pertama kalinya dicetuskan oleh al-Farmawy.

Page 24: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

11

Bab Keempat, Pada bagian ini akan membahas ayat-ayat al-Qur‟ân

yang berkaitan tentang wanita karir serta penafsiran al-Sya‟râwî dalam QS. al-

Taubah [9] : 71, QS. al-Nisā‟ [4] : 32, dan QS.Ali Imrân [3] : 195.

Bab Kelima, Penutup. Sebagai penutup pembahasan ini akan ditarik

kesimpulan dan menjawab permasalahan yang telah dibahas di bab-bab

sebelumnya sembari menguraikan saran-saran atas permasalahan tersebut.

Page 25: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

12

BAB II

SEKILAS TENTANG WANITA KARIR

Al-Qur’ân dan hadis sebagai sumber ajaran Islam, memberi perhatian

yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat kepada perempuan baik

sebagai anak, istri, ibu, maupun sebagai anggota keluarga lainnya dan sebagai

anggota masyarakat. Islam yang bersumber dari al-Qur’ân dan sunah Rasul itu

menghapuskan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Tidak ada perbedaan

derajat dan kedudukan perempuan dengan laki-laki. Kalau ada perbedaan, itu

hanya akibat dari fungsi utama masing-masing jenis, sesuai dengan kodratnya.

Perbedaan yang ada, bukan merupakan sesuatu kekurangan, melainkan sebagai

sesuatu yang mengharuskan kerjasama, tolong menolong dan saling melengkapi.

Namun, posisi perempuan seperti ini sering diperdebatkan di masyarakat,

karena adat istiadat yang menetapkan bahwa tidak layak bagi perempuan untuk

bergerak bebas seperti kaum laki-laki, sehingga menurut adat, bahwa perempuan

yang mulia adalah perempuan yang berada dalam rumah (pingitan). Dan

timbulnya anggapan atau ungkapan yang mengatakan, bahwa ajaran Islam itu

menghambat perempuan untuk maju, karena Islam tidak membolehkan

perempuan bekerja di luar rumah dan mengembangkan karirnya, tidak

membolehkan perempuan melakukan kegiatan sosial.1

Berkenaan dengan hal tersebut, maka penulis mencoba untuk mengkaji

tentang pengertian wanita karir, alasan wanita berkarir, dampak positif dan negatif

1 Tim Tafsir Depag RI, Kerja Dan Ketenagakerjaan (Tafsir al-Qur’ân tematik), (Jakarta:

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’ân , 2009), h.443.

Page 26: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

13

wanita berkarir, etika diperbolehkannya wanita berkarir, dan fatwa ulama tentang

wanita karir.

A. Pengertian Wanita Karir

Dilihat dari susunan katanya “wanita karir” terdiri dari dua kata, yaitu

wanita dan karir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “wanita” berarti “

perempuan dewasa, dalam artian anak kecil tidak termasuk dalam istilah ini”.2

Sedangkan kata “karir” dalam bahasa Inggris “Career”, yang berarti

perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan dengan jabatan dan

sebagainya. Dapat juga diartikan sebagai, pekerja yang dapat memberikan harapan

untuk maju.3 Jadi wanita karir itu adalah wanita yang bergerak atau wanita yang

berusaha untuk memperoleh kemajuan dan perkembangan yang dilandasi dengan

pendidikan dan keahlian.

Sedangkan yang dimaksud dengan wanita karir menurut Hafiz Anshory

adalah wanita yang menekuni salah satu atau beberapa pekerjaan dengan keahlian

tertentu yang dimiliki atau untuk mencapai kemajuan hidup, pekerjaan atau

jabatan.4

Wanita Karir adalah wanita yang aktif berkecimpung dalam kegiatan

profesi. Menurut Kamus Ungkapan Bahas Indonesia berkarir berarti :

a. Perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan, dan jabatan.

2 WJS.Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987),

Cet.Ke-10, h.447. 3 Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1989), Cet.Ke-2, h.207. 4 Hafiz Anshory Az, Ihdad Wanita Karir Dalam Problematika Hukum Islam

Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), Cet.Ke-2,h.2.

Page 27: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

14

b. Pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju.5

Jadi, suatu pekerjaan baru dapat dikatakan karir apabila pekerjaan itu

diperoleh berdasarkan pendidikan khusus atau keterampilan dan merupakan suatu

program tetap yang membutuhkan keseriusan dalam pengembangannya. Di sini

yang paling menentukan adalah adanya keahlian tertentu yang dimiliki dan tidak

bersifat sampingan, yakni merupakan pekerjaan tetap dan memiliki ambisi maju

dalam pekerjaannya.

Berdasarkan uraian di atas, wanita karir mempunyai gambaran tersendiri

seperti yang diungkapkan Siti Muri’ah, bahwa wanita karir memiliki ciri-ciri

sebagai berikut :

a. Wanita yang aktif untuk melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.

b. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan professional sesuai

dengan bidang yang ditekuninya, baik di bidang politik, ekonomi, sosial,

ilmu pengetahuan, ketentaraan, pendidikan maupun bidang-bidang

lainnya.

c. Bidang-bidang yang ditekuni wanita karir dapat mendatangkan kemajuan

dalam kehidupan, pekerjaan atau jabatan dan sebagainya.6

5 Maman S.Mahayana, Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia

Widiasarana Indonesia, 1997), h.338. 6 Siti Muri’ah, Wanita Karir Dalam Bingkai Islam, (Bandung: Angkasa,t.th), h.29.

Page 28: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

15

B. Alasan Wanita Berkarir

Ada pun alasan yang mendorong wanita terjun ke dunia karir antara lain:7

1. Pendidikan. Pendidikan dapat melahirkan wanita karir dalam berbagai

lapangan kerja.

2. Keadaan keuangan suami yang tidak menentu dan memadai mendesak

wanita untuk terjun ke dunia karir.

3. Agar lebih mandiri dalam bidang ekonomi.

4. Untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya. Ini biasanya dilakukan

oleh wanita yang menganggap bahwa uang di atas segalanya.

5. Untuk mengisi waktu yang luang. Di antara wanita ada yang merasa bosan

diam di rumah karena tidak mempunyai kesibukan dengan urusan rumah

tangganya.

6. Untuk mencari ketenangan dan hiburan. Seorang wanita mungkin

mempunyai kemelut yang berkepanjangan dalam keluarganya yang susah

diatasi. Oleh sebab itu, ia mencari jalan keluar dengan menyibukkan diri di

luar rumah.

7. Untuk mengembangkan bakat. Bakat dapat melahirkan wanita karir.

Dengan munculnya faktor-faktor tersebut, maka semakin terbuka

kesempatan bagi wanita untuk terjun ke dunia karir.

7 Huzaemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: al-Mawardi Prima,

2001), Cet.I, h.94-95.

Page 29: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

16

Para ulama fikih dalam hal ini membatasi keadaan-keadaan yang

membolehkan wanita bekerja di luar rumah, di antaranya :

1. Rumah tangga memerlukan biaya untuk pengeluaran kebutuhan primer

dan sekunder. Jika suami telah meninggal atau sedang sakit dan rumah

tangga tidak memiliki pendapatan lain selain dari suami, serta pemerintah

tidak dapat membantu rumah tangga yang kondisinya seperti itu, seorang

istri dibolehkan bekerja di luar rumah dengan pekerjaaan-pekerjaan yang

dibolehkan syara’. Kisah Nabi Musa dan putri-putri Nabi Syu’aib

merupakan contoh untuk keadaan seperti ini. Allah berfirman dalam

QS.al-Qashash [28] : 23-25.

Artinya : Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia

menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang

meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang

banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat

(ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan

berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak

dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-

pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami

adalah orang tua yang telah lanjut umurnya. Maka Musa

memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya,

kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: "Ya

Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu

Page 30: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

17

kebaikan8 yang Engkau turunkan kepadaku." Kemudian

datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu

berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku

memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap

(kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami." Maka tatkala

Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan

kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata:

"Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang

yang zalim itu."

2. Masyarakat memerlukan tenaga wanita untuk bidang-bidang yang sesuai

dengan karakter wanita. Tidak diragukan lagi bahwa masyarakat

membutuhkan tenaga wanita untuk menjadi dokter, guru dan dosen, serta

pembimbing sosial. Selain itu, masyarakat Islam pun membutuhkan

wartawati untuk majalah-majalah wanita dan membutuhkan akuntan-

akuntan wanita untuk bank-bank Islam. Oleh karena itu, tokoh-tokoh

agama tidak boleh melarang wanita bekerja di luar rumah, sepanjang

pekerjaannya itu sesuai dengan kodratnya.9

C. Dampak Wanita Berkarir Dalam Rumah Tangga

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Islam tidak melarang wanita berkarir,

dengan catatan tetap mengikuti aturan dan persyaratan yang telah ditetapkan. Jika

wanita karir itu tidak mengikuti aturan-aturan Islam maka akan timbul berbagai

dampak positif dan negatif yang menyangkut harga diri dan kepribadian wanita

yang bersangkutan, hak-hak suami dan anak-anak, serta secara otomatis berakibat

buruk terhadap perekonomian rumah tangga dan masyarakat.

8 Yang dimaksud dengan Khair (kebaikan) dalam ayat ini menurut sebagian besar ahli

Tafsir ialah barang sedikit makanan. 9 Husein Syahatah, Ekonomi Rumah Tangga Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press,1998),

h.141-143.

Page 31: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

18

Adapun dampak positif dengan adanya wanita karir antara lain:10

1. Dengan berkarir, wanita dapat membantu meringankan beban keluarga

yang tadinya hanya dipikul oleh suami yang mungkin kurang memenuhi

kebutuhan.

2. Wanita dapat memberikan pengertian dan penjelasan kepada keluarganya,

utamanya kepada putra-putrinya tentang kegiatan-kegiatan yang

diikutinya, sehingga kalau ia sukses dan berhasil dalam karirnya, putra-

putrinya akan gembira dan bangga, bahkan menjadikan ibunya sebagai

panutan dan suri tauladan bagi masa depannya.

3. Dalam memajukan serta menyejahterakan masyarakat dan bangsa

diperlukan partisipasi serta keikutsertaan kaum wanita, karena dengan

segala potensinya, wanita mampu dalam hal ini, bahkan ada di antara

pekerjaan yang tidak bisa dilaksanakan oleh pria dapat berhasil ditangani

oleh wanita, baik karena keahliannya, maupun karena bakatnya.

4. Wanita dalam mendidik anak-anaknya pada umumnya lebih bijaksana,

demokratis dan tidak otoriter, sebab dengan karirnya itu ia bisa memiliki

pola pikir yang moderat. Kalau ada problem dalam rumah tangga yang

harus diselesaikan, maka ia segera mencari jalan keluar secara tepat dan

benar.

5. Dengan berkarir, wanita yang menghadapi kemelut dalam rumah

tangganya atau sedang mendapat gangguan jiwa, akan terhibur dan

jiwanya akan menjadi sehat. Untuk kepentingan kesehatan jiwanya, wanita

10

Huzaemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, Cet.I, h.96-99.

Page 32: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

19

itu harus gesit bekerja, jika seorang tidak bekerja atau diam saja, maka ia

akan melamun, berhayal memikirkan atau mengenangkan hal-hal yang

dalam kenyataan tidak dialami atau tidak dirasakannya.

Demikian antara lain dampak positif dari wanita karir, tetapi kalau

dipandang dari dimensi lain, sangat memprihatinkan karena membawa dampak

negatif, baik secara sosiologis maupun agamis. Adapun dampak negatif yang

timbul dengan adanya wanita karir antara lain :11

1. Terhadap anak-anak, wanita yang hanya mengutamakan karirnya akan

berpengaruh pada pembinaan dan pendidikan anak-anak, maka tidak aneh

kalau banyak terjadi hal-hal yang tidak kita harapkan, seperti perkelahian

antarremaja antarsekolah, penyalahgunaan obat-obat terlarang, minuman

keras, pencurian, pemerkosaan, dan sebagainya. Apabila hal ini tidak

diatasi dengan segera maka akan merugikan anak-anak dan masyarakat.

Hal ini harus diakui sekalipun tidak bersifat menyeluruh bagi setiap

individu yang berkarir. Akibat dari kurangnya komunikasi antara ibu dan

anak-anaknya bisa menyebabkan keretakan sosial. Anak-anak merasa tidak

diperhatikan oleh orang tuanya. Sopan santun mereka terhadap orang

tuanya akan memudar. Bahkan sama sekali tidak mau mendengar nasihat

orang tuanya. Pada umumnya hal ini disebabkan karena sang anak merasa

tidak ada kesejukan dan kenyamanan dalam hidupnya, sehingga jiwanya

memberontak. Sebagai pelepas kegersangan hatinya, akhirnya mereka

11

Huzaemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, Cet.I, h.99-100.

Page 33: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

20

berbuat dan bertindak seenaknya tanpa memperhatikan norma-norma yang

ada dilingkungan masyarakatnya.

2. Terhadap suami, di balik kebanggaan suami yang mempunyai istri wanita

karir yang maju, aktif dan kreatif, pandai dan dibutuhkan masyarakat tidak

mustahil menemui persoalan-persoalan dengan istrinya. Istri yang bekerja

di luar rumah setelah pulang dari kerjanya tentu ia merasa capek, dengan

demikian kemungkinan ia tidak dapat melayani suaminya dengan baik,

sehingga suami merasa kurang hak-haknya sebagai suami.

3. Terhadap rumah tangga, kadang-kadang rumah tangga berantakan

disebabkan oleh kesibukan ibu rumah tangga sebagai wanita karir yang

waktunya banyak tersisa oleh pekerjaannya di luar rumah. Sehingga ia

tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu rumah tangga.

4. Terhadap kaum laki-laki banyak yang menganggur akibat adanya wanita

karir, kaum laki-laki tidak memperoleh kesempatan untuk bekerja, karena

jatahnya telah direnggut, atau dirampas oleh kaum wanita.

5. Terhadap masyarakat, wanita karir yang kurang memedulikan segi-segi

normatif dalam pergaulan dengan lain jenis dalam lingkungan pekerjaan

atau dalam kehidupan sehari-hari, akan menimbulkan dampak negatif

terhadap kehidupan suatu masyarakat.

6. Wanita lajang yang mementingkan karirnya kadang-kadang bisa

menimbulkan budaya “nyeleneh” nyaris meninggalkan kodratnya sebagai

kaum hawa, yang pada akhirnya mencuat budaya “lesbi dan kumpul

kebo”.12

12

Huzaemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, Cet.I, h.99-100.

Page 34: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

21

D. Etika Diperbolehkannya Wanita Berkarir

Sebenarnya, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para pemikir

kontemporer menyangkut perlunya mendudukkan perempuan pada kedudukannya

yang sebenarnya serta memberi mereka peranan, bukan saja dalam kehidupan

rumah tangga melainkan juga dalam kehidupan bermasyarakat. Kini, semua pihak

mengakui perlunya keadilan, kebebasan, kemajuan, dan pemberdayaan

perempuan. Yang mereka perselisihkan adalah batas-batas dari hal tersebut. Ada

yang sangat sempit dan ketat, tapi ada juga yang sangat luas dan longgar.13

Keterpaksaan atau darurat dilihat dari segi keurgensiannya. Oleh karena

itu, apabila seorang perempuan terpaksa harus bekerja di luar rumahnya, maka dia

haruslah memenuhi etika sebagai berikut :

1. Mendapat izin dari walinya, yaitu Ayah atau suaminya untuk sebuah

pekerjaan yang halal seperti menjadi tenaga pendidik para siswi, atau

menjadi perawat khusus bagi pasien wanita.

2. Tidak bercampur dengan kaum laki-laki, atau melakukan khalwat dengan

lelaki lain.

3. Tidak berlaku tabarruj dan menampakkan perhiasan yang dapat

mengundang fitnah..14

Sedangkan diantara persyaratan yang telah ditetapkan para ulama fiqih

bagi wanita karir adalah :

13

M.Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h.31. 14

Haya Binti Mubarok Al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, (Jakarta: Darul Falah,

t.th), h.161.

Page 35: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

22

1. Persetujuan Suami

Adalah hak suami untuk menerima atau menolak keinginan istri untuk

bekerja di luar rumah, sehingga dapat dikatakan bahwa persetujuan suami

bagi wanita karir merupakan syarat pokok yang harus dipenuhinya karena

laki-laki adalah pengayom dan pemimpin bagi wanita. Dalam QS. An-

Nisa [4] : 34, Allah SWT berfirman :

Artinya : “Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…”

Di antara petunjuk Rasulullah tentang kepergian wanita menuju masjid

adalah sabda berikut ini.

Artinya : “Apabila istri salah seorang kamu minta izin (untuk pergi ke

masjid), maka janganlah di cegah”. (HR.Bukhari)

Berdasarkan hadis itu dapat dikatakan bahwa sekalipun hendak pergi ke

masjid, istri harus meminta izin terlebih dahulu kepada suami, apalagi jika

dia hendak pergi bekerja.

Jadi, penulis berpendapat istri boleh ikut bekerja sama dengan suami, jika

mau, tetapi kewajiban istri untuk menciptakan suasana yang penuh rasa

kasih dan sayang dalam rumah tangga tidak terabaikan serta tidak

memengaruhi ketenangan dan ketentraman rumah tangga.

15

Lihat Hadis al-Bukhari, Bâb Isti’dzân al-Mar’ah Zaujahâ fî al-Khurûj, Juz 3, h.385.

Page 36: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

23

2. Menyeimbangkan Tuntutan Rumah Tangga dan Tuntutan Kerja

Sebagian besar wanita muslimah yang dibolehkan bekerja di luar rumah

karena tuntuntan kebutuhan primer rumah tangganya, tidak mampu

menyamakan dan menyeimbangkan antara tuntutan rumah tangga dan

kerja. Adanya aturan-aturan pekerjaan, baik dari segi waktu maupun dari

segi kesanggupan, menyebabkan seorang istri mengurangi kualitas

pemenuhan kewajiban rumah tangganya atau bahkan memengaruhi

kesehatannya.

Dalam hal ini, istri muslimah harus selalu berkeyakinan bahwa sifat

bekerjanya itu hanyalah sementara, yang pada saatnya nanti akan dilepas

bila telah terpenuhinya kebutuhan. Istri tidak boleh beranggapan bahwa

keluarnya dari rumah itu merupakan hiburan atau pengisi waktu luang,

atau lebih jauh lagi karena motivasi emansipasi atau untuk dapat meraih

kebebasan dalam bidang perekonomian.

3. Pekerjaan Itu Tidak Menimbulkan Khalwat

Yang dimaksud khalwat adalah berduannya laki-laki dan wanita yang

bukan mahram. Pekerjaan yang di dalamnya besar kemungkinan terjadi

khalwat, akan menjerumuskan seorang istri ke dalam kerusakan, misalnya

seorang istri yang menjadi sekretaris pribadi seorang direktur.

4. Menghindari Pekerjaan yang Tidak Sesuai dengan Karekter Psikologis

Wanita

Selain itu, istri harus dapat menjauhi pekerjaan-pekerjaan yang tidak

sesuai dengan fitrah kewanitaannya atau dapat merusak harga dirinya.

Page 37: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

24

Dengan demikian, wanita tidak boleh bekerja di pub atau diskotik yang

melayani kaum laki-laki sambil menyanyi atau menari.

5. Menjauhi Segala Sumber Fitnah

Dalam hal ini, keluarnya wanita untuk bekerja harus memegang aturan-

aturan berikut ini :

a. Wanita yang bekerja harus memakai pakaian yang dibolehkan syara’,

berdasarkan QS.al-Ahzab [33] : 59 Allah berfirman :

Artinya : Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak

perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah

mereka mengulurkan jilbabnya16

ke seluruh tubuh mereka."

Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk

dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah

adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

b. Wanita yang bekerja harus merendahkan suaranya, dan berkata baik.

c. Wanita yang bekerja tidak boleh memakai wewangian sebab di antara

yang dapat menjadi sumber fitnah adalah aroma wewangian.

Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW

bersabda :

16

Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan

dada. 17

Lihat Hadis al-Tirmidzi, Babu mâ jâ’a fî tahdzîr fitnah al-Nisâ’, Juz 9, h. 472.

Page 38: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

25

Artinya : “Wewangian laki-laki adalah yang jelas aromanya, tetapi

samar warnanya. Dan wewangian wanita adalah yang

jelas warnanya, tapi samar aromanya”. (HR. Tirmidzi dan

Abu Hurairah)

d. Wanita karir harus menundukkan pandangan agar terhindar dari

kemaksiatan dan godaan setan. Allah telah memerintahkan kaum laki-

laki dan wanita untuk menundukkan pandangan dalam QS.an-Nûr [24]

: 30-31, yaitu :

Artinya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:

"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan

memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih

suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui

apa yang mereka perbuat." Katakanlah kepada wanita

yang beriman: "Hendaklah mereka menahan

pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka

menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak

dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain

kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan

perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah

mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera

mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-

saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara

Page 39: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

26

lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan

mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang

mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak

mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak

yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah

mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan

yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu

sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman

supaya kamu beruntung.

Rasulullah bersabda :

Artinya : “Tidaklah kutinggalkan fitnah setelah masaku yang

lebih berbahaya bagi lelaki selain fitnah yang

ditimbulkan wanita”. (HR.Muslim)19

6. Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya, Pekerjaan itu

tidak haram atau bisa mendatangkan sesuatu yang haram, seperti wanita

yang bekerja untuk melayani lelaki bujang, atau wanita menjadi sekretaris

khusus bagi seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering

berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang nafsu hanya

demi mengeruk keuntungan duniawi, atau bekerja di bar-bar untuk

menghidangkan minum-minuman keras - padahal Rasulullah Saw. telah

melaknat orang yang menuangkannya, membawanya, dan menjualnya.

Atau menjadi pramugari di kapal terbang dengan menghidangkan minum-

minuman yang memabukkan, bepergian jauh tanpa disertai mahram,

bermalam di negeri asing sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain

yang diharamkan oleh Islam, baik yang khusus untuk wanita maupun

khusus untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.20

18

Lihat Hadis Tirmidzi, Bab ما جا ء في تحذير فتنة النساء , Juz 9, h. 459 19

Husein Syahatah, Ekonomi Rumah Tangga Muslim, h.145-152.

20 Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press,tt).

Page 40: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

27

BAB III

MUHAMMAD MUTAWALLÎ AL-SYA’RÂWÎ DAN TAFSIRNYA

A. Riwayat Hidup Muhammad Mutawallî al-Sya’râwî

Nama Lengkap al-Sya‟râwî adalah Muhammad bin Mutawallî al-Sya‟râwî

al-Husainia. Al-Sya‟râwî lahir pada hari Ahad tanggal 17 Rabi‟ Al Tsani 1329 H

bertepatan dengan 16 April 1911 M di desa Daqadus, Mait Ghamir, ad-

Dakhaliyyah. Tentang nasab (keturunan), al-Sya‟râwî dalam sebuah kitab berjudul

Anâ Min Sulâlat Ahli al-Bait, menyebutkan bahwa dia merupakan keturunan dari

cucu Nabi SAW.,yaitu Husein ra.1

Ketekunan al-Sya‟râwî dalam studi al-Qur‟ân sudah nampak sejak kecil

di mana sejak ia berusia 11 tahun sudah hafal al-Qur‟ân di bawah bimbingan

gurunya „Abd al-Majîd Pasha.2 Karenanya, tidak aneh ketika ia dewasa menjadi

salah satu tokoh dalam bidang tarsir kontemporer abad 21.

Adapun pendidikan resminya diawali dengan menuntut ilmu di sekolah

dasar al-Azhar Zaqaziq pada tahun 1926 M. Setelah memperoleh ijazah sekolah

dasar al-Azhar pada tahun 1932 M, ia melanjutkan ke jenjang sekolah menengah

di Zaqaziq dan meraih ijazah sekolah menengah al-Azhar pada tahun 1936 M.

Kemudian ia melanjutkan pendidikan di Universitas al-Azhar jurusan bahasa Arab

pada tahun 1937 M hingga tahun 1941 M. Ia melanjutkan ke jenjang doctoral

1 Sa‟îd Abû Al-„Ainain, Al-Sya‟râwî Anâ Min Sulâlat Ahli Al-Bait, (Al-Qâhirah: Akhbâr

Al-Yawm,1955),h.6. 2 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, (Jakarta:

TERAJU (PT.Mizan Publika, 2004), h.21.

Page 41: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

28

pada tahun 1940 M dan memperoleh gelar „Âlamiyyat (Lc sekarang) dalam

bidang bahasa dan sastra Arab.3

Sejak duduk di bangku sekolah menengah (setingkat SLTA atau MA di

Indonesia) al-Sya‟râwî menekuni keilmuan bidang syair dan sastra Arab. Hal ini

tampak ketika ia di angkat menjadi Ketua Persatuan Pelajar dan Ketua Persatuan

Kesusastraan di daerah Zaqaziq. Kemudian pada tahun 1930-an merasakan

bangku kuliah pada Fakultas Ushuluddin di Zaqaziq, dan setelah lulus pendidikan

S1, ia melanjutkan studi (setingkat S2) mengambil konsentrasi Bahasa Arab pada

Universitas al-Azhar dan lulus pada tahun 1943 dengan predikat cum laude.

Setelah menyelesaikan studinya tersebut, al-Sya‟râwî menghabiskan

hidupnya dalam dunia pendidikan, yakni sebagai tenaga pengajar pada beberapa

perguruan tinggi di kawasan Timur Tengah, antara lain: al-Azhar Tanta, al-Azhar

Iskandariyyah, Zaqaziq, Universitas Mâlik Ibn Abdul Azîz Makkah, Universitas

al-Anjal Arab Saudi, Universitas Ummul Qura Makkah, dan lain-lain. Selain

mengajar, al-Sya‟râwî juga mengisi kegiatan-kegiatan sosial keagamaan, seperti

menjadi Khatib, mengisi kegiatan ceramah (da‟i), mengisi pengajian tafsir al-

Qur‟ân yang disiarkan secara langsung melalui layar televisi di Mesir dalam

acara Nûr „alâ Nûr. Selanjutnya Mesir mulai mengenal nama al-Sya‟râwî. Semua

masyarakat melihatnya dan mendengarkan ceramah keagamaan dan penafsirannya

terhadap al-Qur‟ân selama kurang lebih 25 tahun.4

Pada tahun 1976 M, al-Sya‟râwî dipilih oleh pimpinan Kabinet Mamdûh

Salim sebagai Menteri Wakaf dan pada tanggal 26 Oktober 1977 M, ia ditunjuk

3 Ahmad Al-Marsi Husein Jauhar, Muhammad Mutawallî Al-Sya‟râwî: Imâm Al-„Asr,

(Al-Qâhirah: Handat Misr,1990), h.74. 4 Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, h.27.

Page 42: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

29

kembali menjadi Menteri Wakaf dan Menteri Negara yang berkaitan erat dengan

al-Azhar dalam kabinet yang dibentuk oleh Mamdûh Sâlim.

Pada tanggal 15 Oktober 1978 M, ia diturunkan dengan hormat dalam

formatur kabinet yang dibentuk oleh Mustofâ Khalîl. Kemudian ia ditunjuk

menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya universitas “Al-Syu‟ûb Al-Islâmiyah

Al-„Ârabiyyah”, namun al-Sya‟râwî menolaknya. Pada tahun 1980 M al-Sya‟râwî

diangkat sebagai anggota MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), akan tetapi ia

menolak jabatan strategis ini.

Atas jasa-jasa tersebut, al-Sya‟râwî mendapat penghargaan dan lencana

dari Presiden Husni Mubarak dalam bidang pengembangan ilmu dan budaya di

tahun 1983 M pada acara peringatan hari lahir al-Azhar yang ke-1000.

Al-Sya‟râwî ditunjuk sebagai anggota litbang (penelitian dan

pengembangan) bahasa Arab oleh lembaga “Mujamma‟ al-Khâlidîn”,

perkumpulan yang menangani perkembangan bahasa Arab di Kairo pada tahun

1987 M. Tahun 1988 M memperoleh Wisâm al-Jumhuriyyah, medali kenegaraan

dari presiden Husni Mubarak di acara peringatan hari da‟i dan mendapatkan

Jâ‟izah al-Daulah al-Taqdîriyyah, penghargaan kehormatan kenegaraan.5

Pada tahun 1990 M, al-Sya‟râwî mendapat gelar “Profesor” dari

Universitas Al-Mansurah dalam bidang adab, dan pada tahun 1419 H/1998 M, ia

memperoleh gelar kehormatan sebagai al-Syakhsiyyah al Islâmiyyah al-Ulâ profil

Islami pertama di dunia Islam di Dubai serta mendapat penghargaan dalam bentuk

uang dari putera mahkota al-Nahyan, namun ia menyerahkan penghargaan ini

5 Mahmûd Rizq Al-Amâl, Tarîkh Al-Imâm Al-Sya‟râwî, dalam Majalah Manâr Al-Islâm,

(September,2001),no 6,vol.27,h.35.

Page 43: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

30

kepada al-Azhar dan pelajar al-Bu‟ûts al-Islâmiyah (pelajar yang berasal dari

negara-negara Islam di seluruh dunia).6

Al-Sya‟râwî dikenal sebagai seorang da‟i yang berwawasan santun, bijak,

dan tegas, sehingga tidak heran jika banyak artis yang mendapatkan hidayah

setelah mendengar dan berdialog dengannya. Di antaranya adalah seorang artis

wanita Mesir yang beragama Yahudi, kemudian meninggalkan dunia glamor,

menunaikan ajaran Islam dengan baik dan turut berdakwah menyampaikan ajaran

Islam.

Di usia 87 tahun, pada hari Rabu 17 Juni 1998 M, Mutawallî al-Sya‟rawi

wafat. Jasadnya dimakamkan di Mesir.7

B. Karya-Karya Muhammad Mutawallî al-Sya’râwî

Al-Sya‟râwî tidak menulis karangannya, karena beliau berpendapat

kalimat yang disampaikan secara langsung dan diperdengarkan akan lebih

mengena dari pada kalimat yang disebarluaskan dengan perantara tulisan, sebab

semua manusia akan mendengar dari narasumber yang asli. Hal ini sangat berbeda

dengan tulisan, karena tidak semua orang mampu membacanya. Namun demikian

dia tidak menafikan kebolehan untuk mengalihbahasakannya menjadi bahasa

tulisan dan tertulis dalam sebuah buku, karena tindakan ini membantu program

sosialisasi pemikirannya dan mencakup asas manfaat yang lebih besar bagi

6 Taha Badri, Qâlû‟an Al-Sya‟râwî ba‟da Râhîlihi, (Al-Qâhirah: Maktabah Al-Turâs Al-

Islâmî,t.t.),h.5-6. 7 Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2006). h.277.

Page 44: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

31

manusia secara keseluruhan.8 Tapi, ceramah-ceramahnya yang dicetak dalam

bentuk buku mendapatkan sambutan luas di kalangan umat Islam. Bahkan buku

Mukjizat al-Qur‟ân telah dicetak sebanyak 5 juta eksemplar. Hasil penjualan

buku-buku beliau ini ia sumbangkan untuk kegiatan-kegiatan sosial.

Di antara kata-kata mutiara al-Sya‟râwî adalah,

“Sesungguhnya Allah SWT menyembunyikan tiga hal di dalam tiga hal.

Dia menyembunyikan ridha-Nya di dalam ketaatan kepada-Nya. Maka

jangan sampai meremehkan ketaatan apapun bentuknya, karena ada

seseorang yang memberi minum kepada anjing lalu Allah berterima kasih

kepadanya dan mengampuninya. Dan Allah SWT menyembunyikan

murka-Nya di dalam kemaksitan terhadap-Nya. Sesungguhnya ada

seorang wanita yang masuk neraka karena kucing yang ia kurung, ia tidak

memberinya makan tidak juga membiarkannya pergi. Dan Allah

menyembunyikan rahasia-rahasia-Nya pada diri hamba-hamba-Nya. Maka

janganlah kalian menghina seorang hamba-Nya, karena banyak orang yang

kusut berdebu, namun jika ia bersumpah atas nama Allah, maka Allah

akan mengabulkan sumpah-Nya itu.” 9

Al-Sya‟râwi mempunyai sejumlah karangan-karangan, beberapa orang

yang mencintainya mengumpulkan dan menyusunnya untuk disebarluaskan,

sedangkan hasil karya yang paling populer dan yang paling fenomenal adalah

Tafsir al-Sya‟râwi terhadap al-Qur‟ân yang Mulia. Dan di antara sebagian hasil

karyanya adalah:

1. Al-Isrâ‟ wa al- Mi'râj (Isra dan Mi'raj)

2. Asrâr Bismillâhirrahmânirrahîm (Rahasia dibalik kalimat

Bismillahirrahmanirrahim)

3. Al-Islâm wa al-Fikr al-Mu'ashir (Islam dan Pemikiran Modern)

8 Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, h.31.

9 Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, h.277.

Page 45: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

32

4. Al-Fatâwâ al-Kubrâ (Fatwa-fatwa Besar). Kitab ini dicetak oleh

Maktabah al-Turâs al-Islâmî dalam dua bagian. Bagian pertama terdiri

atas 441 halaman dan bagian kedua terdiri atas 483 halaman. Kedua

bagian tersebut berisi pemikiran al-Sya‟râwî tentang tafsir dan juga

pertanyaan yang memiliki benang merah dengan tema sekaligus

jawabannya. Bagian pertama membahas iman kepada Allah, makna

amanah dan kapan iman menjadi aqidah dan seterusnya.10

5. 100 al-Suâl wa al-Jawâb fî al-Fiqh al-Islâm (100 Soal Jawab Fiqih

Islam)

6. Mu'jizat al-Qur‟ân (Kemukjizatan Alquran)

7. 'Alâ al-Mâídat al-Fikr al-Islâmî (Di bawah Hamparan Pemikiran

Islam). Kitab ini terdiri atas 203 halaman dan mencakup tema yang

beragam, seperti “Polemik tentang Islam”, “Pembicaraan seputar

pemikiran Islam” dan “Islam dan globalisasi, Islam antara kapitalisme

dan komunisme, Islam kanan dan Islam kiri, jaminan dan Islam”.

Tema-tema ini diformat dalam bentuk tanya jawab yang disampaikan

oleh Majdî al-Khafnawî dan dijawab oleh al-Sya‟râwî.11

8. Al-Qadhâ wa al-Qadar (Qadha dan Qadar)

9. Ĥâdzâ Ĥuwa al-Islâm (Inilah Islam)

10. Al-Muntakhab fi Tafsîr al-Qur‟ân al-Karîm (Pilihan dari Tafsir al-

Qur‟ân al-Karîm).12

10

Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, h.37. 11

Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, h.38. 12

www.egyguys.com. Akses 22 Maret 2010.

Page 46: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

33

C. Pandangan Ulama Tentang Muhammad Mutawallî al-Sya’râwî

Beberapa ulama dan sarjana yang memberi komentar dan pandangan

terhadap al-Sya‟râwî, di antaranya :

„Abdul Fattâh al-Fâwi, dosen Falsafah di Universitas Dâr Al-„Ulûm Kairo

berkata: “Sya‟rawi bukanlah seorang yang tekstual, beku di hadapan nas, tidak

terlalu cenderung ke akal, tidak pula sufi yang hanyut dalam ilmu kebatinan, akan

tetapi beliau menghormati nash, memakai akal, dan terpancar darinya keterbukaan

dan kekharismatikannya”.13

Yûsuf al-Qardawi memandang : “al-Sya‟râwî sebagai penafsir yang

handal. Penafsirannya tidak terbatas pada ruang dan waktu, tetapi juga mencakup

kisi-kisi kehidupan lainnya, bahkan dalam kesehariannya ia terkesan

menggandrungi sufisme, kendati sebagian orang menentang kehidupan sufi. Ia

tetap bersikukuh dengan prinsip hidupnya.”14

Kecenderungan al-Sya‟râwî pada tafsir tidak menjadikan ia lupa dengan

kepiawaiannya dalam mengambil kesimpulan hukum fiqh atas realita kehidupan,

sehingga tidak jarang ia mengeluarkan hukum berdasarkan dalil syar‟i dan logis.

Akhirnya, kontribusi al-Sya‟râwî dalam berbagai bidang ilmu tidak perlu

diragukan lagi, karenanya tidak sedikit pengikut dan pengagumnya merasa

kehilangan ketika al-Sya‟râwî wafat.

Yûsuf al-Qardawi menegaskan dalam pidatonya yang berjudul Al-

Sya‟râwî Ilmun min A‟lâm Al-Hidâyah bahwa :

13

Ahmad Al-Marsi Husein Jauhar, Muhammad Mutawallî Al-Sya‟râwî: Imâm Al-„Asr,

(al-Qâhirah: Handat Misr,1990),h.51. 14

Ahmad, Muhammad Mutawallî Al-Sya‟râwî: Imâm Al-„Asr, h.53.

Page 47: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

34

“Al-Sya‟râwî dalam rutinitas kesaharian cenderung menjalani kehidupan

sufi, walaupun tidak semua manusia menjadikan sufisme sebagai langkah

hidupnya”.

Muhammad Mustafâ Ganîm dalam harian Al-Akhbâr 14 Agustus 1980,

seperti yang dikutip oleh Istibsyaroh adalah :

“Sungguh Allah menganugerahkan kepada al-Sya‟râwî ilmu yang

melimpah, otak cemerlang, akal yang logis, pemikiran sistematis, hati

ikhlas, kemampuan luar biasa dalam menjelaskan dan menafsirkan dengan

gaya bahasa sederhana dan jelas, dengan perumpamaan yang dapat

dipahami oleh kemampuan akal orang awam,…Sungguh hal ini adalah

suatu khazanah yang pantas mendapat penghormatan, penghargaan, dan

pengakuan tersendiri”.15

Sementara Ahmad „Umar Hasyîm, ketika memberi penilaian terhadap al-

Sya‟râwî, menyitir sebuah hadis:

“Allah mengutus di setiap seratus tahun sosok yang membangkitkan

(memperbaharui) nuansa Islam”. (HR.Abû Dâwud).16

Dalam kaitannya dengan hadis di atas, Ahmad „Umar Hasyîm

memprediksikan hanya Allah yang Maha Mengetahui al-Sya‟râwî termasuk

pemimpin umat dan pembaharu nuansa pemikiran Islam sebagaimana kandungan

hadis. Al-Sya‟râwî merupakan profil da‟i yang mampu menyelesaikan

permasalahan umat secara proporsional. Beliau tidak menolak mentah-mentah

inovasi masa kini, bahkan ia sangat antusias dengan penemuan ilmiah terutama

yang berkaitan erat dengan substansi al-Qur‟ân. Namun demikian ia tetap

menganalisanya. Oleh karenanya, tidak salah apabila ia memperoleh gelar

pembaharu Islam, Mujaddid al-Islâm.

15

Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, h.42. 16

Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, (Beirut; Dâr Al-Fikr,t.t.),Juz IV, h.109.

Page 48: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

35

Ahmad „Umar Hasyîm juga mengatakan bahwa karangan-karangan al-

Sya‟râwî merupakan harta kekayaan yang sangat berkualitas, karena ia mencakup

semua segi kehidupan. Karangannya tidak hanya memuat satu permasalahan

fenomenal saja, tetapi juga membahas permasalahan kontemporer yang dihadapi

umat di era globalisasi secara keseluruhan. Akhirnya, merupakan kewajaran

apabila umat Islam mengelu-elukannya.

Ibrâhîm al-Dasûkî, teman karib al-Sya‟râwî berpendapat, al-Sya‟râwî

merupakan pemimpin para da‟i. Dia sangat lihai dalam berdakwah. Al-Sya‟râwî

tidak hanya berdakwah melalui media lisan dan tulisan, tetapi juga

mengaplikasikannya dalam tataran praktis. Karangan-karangan al-Sya‟râwî cukup

menunjukkan tingkat kepandaiannya dalam berdakwah dan berkontemplasi

(perenungan) dengan ajaran-ajaran Islam, bahkan kecerdasannya ini akan terlihat

jelas manakala al-Sya‟râwî mengolah kata-kata yang dirangkum dalam simbol

interprestasinya terhadap al-Qur‟ân yang bukan sekedar ucapan saja, melainkan

juga meresap di hati.17

Dari beberapa pandangan para ulama dan sarjana tentang al-Sya‟râwî di

atas, dapat diketahui betapa besar pengaruh al-Sya‟râwî di masyarakat.

Keikhlasannya, kekharismatikannya, keulamaannya, dan keprofesionalannya

diakui oleh semua lapisan termasuk oleh ulama, sarjana, dan sebagainya. Suatu

hal yang paling penting, dia mempunyai kelebihan, di samping da‟i yang mampu

menjelaskan sesuatu yang rumit dengan bahasa yang mudah dan sederhana

sehingga dapat dipahami oleh kalangan masyarakat, sekalipun yang paling awam.

17

Ahmad, Muhammad Mutawallî Al-Sya‟râwî: Imâm Al-„Asr, h.140.

Page 49: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

36

D. Pengenalan Tafsir al-Sya’râwî

Tafsir ini dinamakan Tafsir al-Sya‟râwî, diambil dari nama penulisnya.

Menurut Muhammad „Alî Iyâzy judul yang terkenal dari karya ini adalah Tafsir

Khawâtir al-Sya‟râwî Haul al-Qur‟ân al-Karim. Pada mulanya, tafsir ini hanya

diberi nama Khawâtir al-Sya‟râwî yang dimaksudkan sebagai sebuah perenungan

(Khawatir) dari diri al-Sya‟râwî terhadap ayat-ayat al-Qur‟ân yang tentunya bisa

saja salah dan benar.18

Al-Sya‟râwî dalam muqaddimah tafsirnya, menyatakan

bahwa :

“Hasil renungan saya terhadap al-Qur‟ân bukan berarti tafsiran al-Qur‟ân ,

melainkan hanya percikan pemikiran yang terlintas dalam hati seorang

mukmin saat membaca al-Qur‟ân . Kalau memang al-Qur‟ân dapat

ditafsirkan, sebenarnya yang lebih berhak menafsirkannya hanya

Rasulullah SAW, karena kepada Rasulullah ia diturunkan. Dia banyak

menjelaskan kepada manusia ajaran al-Qur‟ân dari dimensi ibadah, karena

hal itulah yang diperlukan umatnya saat ini. Adapun rahasia al-Qur‟ân

tentang alam semesta, tidak ia sampaikan, karena kondisi sosio-intelektual

saat itu tidak memungkinkan untuk dapat menerimanya. Jika hal itu

disampaikan akan menimbulkan polemik yang pada gilirannya akan

merusak puing-puing agama, bahkan akan memalingkan umat dari jalan

Allah SWT.”19

Kitab ini merupakan hasil kreasi yang dibuat oleh murid al-Sya‟râwî

yakni Muhammad al-Sinrâwi, „Abd al-Wâris al-Dasuqî dari kumpulan pidato-

pidato atau ceramah-ceramah yang dilakukan al-Sya‟râwî . Sementara itu, hadis-

hadis yang terdapat di dalam kitab Tafsir al-Sya‟râwî di takhrij oleh Ahmad

„Umar Hasyim. Kitab ini diterbitkan oleh Akhbâr al-Yawm Idarah al-Kutub wa

al-Maktabah pada tahun 1991 (tujuh tahun sebelum al-Sya‟râwî meninggal

dunia). Dengan demikian, Tafsir al-Sya‟râwî ini merupakan kumpulan hasil-hasil

18

www.islamiyyat.com. Akses 08 Desember 2010. 19

Lihat al-Sya‟râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî, Jilid I,h.9.

Page 50: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

37

pidato atau ceramah al-Sya‟râwî yang kemudian diedit dalam bentuk tulisan buku

oleh murid-muridnya. 20

Sebelum berbicara tentang suatu tema, al-Sya‟râwî biasa menyendiri

beberapa saat untuk berfikir dan merenung. Setelah itu dia keluar dengan ilmu

yang Allah berikan kepadanya. Dengan menyendiri, seseorang dapat lebih

konsentrasi sehingga menghasilkan hasil yang optimal,21

seperti dalam QS.

Saba‟[34] : 40 :

“Katakanlah, sesungguhnya aku memperingatkan kepada kalian tentang

suatu hal, yaitu supaya kalian menghadap Allah dengan ikhlas berdua-

dua atau sendiri-sendiri, kemudian kalian fikirkan hal itu…”

Al-Sya‟râwî sebelum merenungi suatu ayat, terlebih dahulu merujuk

beberapa pendapat para mufassir, seperti Fakhr al-Râzî, Zamakhsyarî, Sayyid

Quthb, al-Alûsî, dan lain-lain.

Pada saat menerangkan kandungan suatu ayat, al-Sya‟râwî tidak

memegang tafsir yang berjilid, melainkan hanya mushaf al-Qur‟ân . Dengan teliti,

diuraikan kandungan al-Qur‟ân ayat per ayat, bahkan kata per kata dan korelasi

antara satu ayat dengan ayat sebelumnya.

Sistematikanya dimulai dengan muqaddimah, menerangkan makna

ta‟awuz, dan tartib nuzul al-Qur‟ân . Dalam memulai menafsirkan setiap surat,

beliau mulai dengan menjelaskan makna surat, hikmahnya, hubungan surat yang

ditafsirkan dengan surat sebelumnya kemudian menjelaskan maksud ayat dengan

menghubungkan ayat lain sehingga disebut menafsirkan ayat al-Qur‟ân dengan

al-Qur‟ân .

20

www.islamiyyat.com. Akses 08 Desember 2010. 21

Muhammad Rajab al-Bayumi, Muhammad Mutawallî Al-Sya‟râwî Jawlatun fî Fikrihi

al-Mausû‟î al-Fasîh, (Al-Qâhirah: Maktabah Al-Turâs Al-Islâmî,t.t),h.69.

Page 51: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

38

Menurut Mahmud Basuni Faudah bahwa, sebagian ayat al-Qur‟ân

merupakan tafsiran dari sebagian yang lain. Yang dimaksud ialah sesuatu yang

disebutkan secara ringkas di satu tempat diuraikan di tempat yang lain. Ketentuan

yang mujmal dijelaskan dalam topik yang lain. Sesuatu yang bersifat umum dalam

suatu ayat di-takhsis oleh ayat yang lain. Sesuatu yang berbentuk mutlak di suatu

pihak disusul oleh keterangan lain yang muqayyad (terbatas).22

Dalam menafsirkan ayat atau kelompok ayat, al-Sya‟râwî menganalisis

dengan bahasa yang tajam dari lafadz yang dianggap penting dengan berpedoman

pada kaidah-kaidah bahasa dari aspek nahwu, balaghah, dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam menafsirkan ayat aqidah dan iman beliau mengikuti mufasir

terdahulu, seperti Muhammad Abduh, Rasyîd Rîda, dan Sayyid Quthb.23

Dalam

hal ini al-Sya‟râwî membahasnya secara mendalam dan mendetail dengan

argumen yang rasional dan ilmiah agar keyakinan dan ketauhidan mukminin lebih

mantap, dan mengajak selain mereka untuk masuk dalam agama Allah yaitu

Islam.

Menurut „Umar Hasyîm, metodelogi al-Sya‟râwî dalam tafsirnya

bertumpu kepada pembedahan kata dengan mengembalikan asal kata tersebut, dan

mengembangkan ke dalam bentuk lain, kemudian mencari korelasi makna antara

asal kata dengan kata jadiannya.24

22

Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-tafsir Al-Qur‟ân Perkenalan dengan Metodelogi

Tafsir, terj. M.Muhtar Zoeni dan Abdul Qad‟ir Hamid, (Bandung:Pustaka, 1987), h.24-25. 23

Muhammad „Alî Iyâzy, Al-Mufassrûn Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran:

Mu‟assasah Al-Thabâ‟ah wa Al-Nasyr,t.t), h.270. 24

Ahmad Umar Hâsyim, Al-Imâm Al-Sya‟râwî Mufassirân wa Dâ‟iyah, (Al-Qahirah:

Maktabah Al-Turâs Al-Islâmî,t.t.), h.51.

Page 52: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

39

Tafsir al-Sya‟râwî tidak terbatas kepada pengungkapan makna suatu ayat,

baik makna umum maupun makna rinci. Lebih dari itu, al-Sya‟râwî berusaha

mensosialisasikan teks al-Qur‟ân ke dalam realitas bumi. Dalam mengupas satu

ayat, al-Sya‟râwî sering memulainya dengan menerangkan korelasi ayat tersebut

dengan ayat sebelumnya, kemudian melanjutkan dengan tinjauan bahasa, akar

kata, sharaf, dan nahwunya, terlebih lagi, jika kalimat tersebut mempunyai banyak

i‟rab. Terkadang, ia membeberkan aneka qira‟at untuk menerangkan perbedaan

maknanya, menyitir ayat lain dan hadis yang berhubungan dengan ayat yang

ditafsirkan, juga menyitir syair dalam menerangkan makna satu kata, sisi sastra

suatu ayat dijelaskan, ditulis asbâb nuzûl-nya apabila berdasarkan hadis sahih.25

Adapun dilihat dari isi dan sistematikanya, tampak bahwa kitab ini terdiri

dari 18 jilid yang dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:

NO. JILID ISI

1. I Pendahuluan, Qs. al-Fâtihah sampai Qs. al-Baqârah ayat 154.

2. II Qs. al-Baqârah ayat 155 sampai Qs. Ali „Imrân ayat 13.

3. III Qs. Ali „Imrân ayat 14 sampai 189.

4. IV Qs. Ali „Imrân ayat 190 sampai Qs. al-Nisâ‟ ayat 100.

5. V Qs. al-Nisâ‟ ayat 101 sampai Qs. al-Mâidah: 54.

6. VI Qs. al-Mâidah: 55 sampai Qs. al-An‟âm: 109.

7. VII Qs. al-An‟âm: 110 sampai Qs. al-A‟râf: 188.

8. VIII Qs. al-A‟râf: 189 sampai Qs. al-Taubah: 44

9. IX Qs. al-Taubah: 45 sampai Qs. Yunus: 14.

10. X Qs. Yunus: 15 sampai Qs. Hûd: 27.

11. XI Qs. Hûd: 28 sampai Qs. Yûsuf: 96.

12. XII Qs. Yûsuf: 97 sampai Qs. al-Hijr: 47.

13. XIII Qs. al-Hijr: 48 sampai Qs. al-Isrâ‟: 4.

25

Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, h.49.

Page 53: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

40

14. XIV Qs. al-Isrâ‟: 5 sampai Qs. al-Kahfi; 98.

15. XV Qs. al-Kahfi; 99 sampai Qs. al-Anbiyâ‟: 90.

16. XVI Qs. al-Anbiyâ‟: 91 sampai Qs.al-Nûr: 35.

17. XVII Qs. al-Nûr: 36 sampai Qs. al-Qasas: 29.

18. XVIII Qs. al-Qasas: 30 sampai Qs. al-Rum: 58.

Berdasarkan tabel tersebut, maka tafsir ini tidak memuat dari surah

Luqmân hingga surah al-Nas atau dari pertengahan Juz 21 hingga akhir Juz 30

dalam al-Qur‟ân.

Sementara itu, dilihat dari metodenya, Tafsir al-Sya‟râwî ini susah untuk

dipetakan, sebab, tafsir ini merupakan tafsir bi al-lisân atau tafsir sauti (hasil

pidato atau ceramah yang kemudian di bukukan). Dengan demikian tafsir ini tidak

ditulis dalam bentuk tulisan ilmiah. Namun, secara umum tafsir ini menggunakan

metode gabungan antara tahlili dan tematik. Dengan kata lain al-Sya‟râwî

menggunakan metode tahlili, yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟ân dengan

memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu

dan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan

keahlian dan kecenderungan penafsir, kemudian ia menjelaskan dengan

menggunakan metode dan pendekatan tematik, yakni membahas ayat-ayat al-

Qur‟ân dalam sebuah tema yang teratur.

Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî dalam tafsirnya dengan nama kitab

Tafsir al-Sya‟râwî termasuk kedalam kategori tafsir adabî ijtimâ‟î. Corak sastra

budaya kemasyarakatan atau adabî ijtimâ‟î dimulai oleh Muhammad Abduh,

yaitu suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat al-Qur‟ân yang

berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk

Page 54: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

41

menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat, dengan

mengemukakan petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti.

Dalam hal ini „Usmaan Abd al-Rahim al-Qamihi menyimpulkan metode

dan langkah-langkah yang ditempuh al-Sya‟râwî dalam menjelaskan ayat-ayat al-

Qur‟ân , yakni:

1. Dalam tafsir ini memuat perenungan-perenungan dan pandangan-

pandangan yang tajam.

2. Mengandung tafsir maudhu‟i, yakni dalam membahas ayat al-Qur‟ân ia

mencoba mengkajinya pada satu tema.

3. Tafsir ini merupakan Tafsir Sauti (hasil ceramah yang kemudian ditulis).

4. Al-Sya‟râwî adalah orang yang ahli dalam bahasa dan sastra Arab, maka

ia selalu berangkat dari analisa bahasa ketika menafsirkan sebuah ayat.

5. Berusaha menyingkap Fasâhah al- Qur‟ân (kehebatan al-Qur‟ân) dan

rahasia sistematikanya.

6. Tujuan dari tafsir ini adalah untuk perbaikan sosial (al-islah al-ijtimâ‟i),

moral, dan tarbawi (pendidikan).

7. Menyingkap ayat-ayat hukum dan melihat asbâb nuzûl-nya.

8. Menggabungkan antara pendalaman dan kesederhanaan dalam

menafsirkan dan menyampaikannya.

9. Menggunakan metode analisis dan tematik, dan berusaha menghubungkan

antara ayat (munâsabah al-ayât).

10. Terkadang bernuansa sufistik.

11. Menggunakan gaya bahasa (uslub), retoris-dialogis (al-mantiq al-jadalia).

Page 55: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

42

12. Menyingkap penemuan-penemuan ilmiah dalam al-Qur‟ân.

Sampai di sini dapat dikatakan bahwa karakteristik dari kitab Tafsir al-

Sya‟râwî adalah Tafsir Sauti (hasil ceramah yang kemudian ditulis), dengan

pembahasan yang luas, tidak terikat oleh satu metode tertentu dalam

metodologi tafsir al-Qur‟ân. Sementara itu, secara umum corak dari kitab

tafsir ini adalah adabi ijtimâ‟i yakni sosial kemasyarakatan, progresif untuk

melakukan perubahan dan perbaikan kehidupan sosial yang lebih baik.

Dikatakan secara umum, karena tafsir ini tidak menekankan corak, melainkan

menekankan pengungkapan “ruh” al-Qur‟ân sebagai sumber hidayah bagi

umat manusia.

Page 56: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

43

BAB IV

PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ TENTANG WANITA KARIR DALAM

AYAT-AYAT AL-QUR’ÂN

Di dalam al-Qur‟ân terdapat sejumlah ayat yang berbicara tentang wanita.

Saat ini, penulis merasa ayat-ayat yang berkaitan tentang wanita, khususnya

wanita yang diperbolehkan bekerja di luar rumah masih banyak perbedaan dalam

hal penafsiran. Penulis mengambil penafsir kontemporer seperti Muhammad

Mutawallî al-Sya‟râwi karena ia merupakan salah satu ahli tafsir al-Qur‟ân yang

terkenal pada masa modern dan merupakan tokoh pada masa kini.

Karena adanya ayat-ayat al-Qur‟ân yang mengisyaratkan perlunya

kerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam hal-hal yang memberikan

kemaslahatan umum dan ayat-ayat yang berhubungan tentang diperbolehkannya

wanita bekerja, maka secara keseluruhan ayat-ayat yang menyangkut wanita karir

dalam al-Qur‟ân harus ditafsirkan. Di bawah ini, penulis akan menyajikan

tipologi ayat-ayat tersebut, yang dibagi ke dalam tiga tema utama: (a) wanita karir

dalam dunia politik, (b) hak wanita untuk berprestasi, dan (c) hak wanita untuk

berkarir.

A. Wanita Karir dalam Dunia Politik

Wacana kepemimpinan perempuan telah memancing polemik dan debat

antara pro maupun yang kontra. Hal ini terjadi karena satu sisi ditemukan

penafsiran ayat dan hadis yang secara tekstual mengutamakan laki-laki untuk

Page 57: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

44

menjadi pemimpin, meskipun sebagian ada yang membolehkannya. Di sisi lain,

ada kenyataan objektif adanya sejumlah perempuan yang memiliki pengaruh kuat

di masyarakat dan mempunyai kemampuan untuk menjadi pemimpin.1

Wanita berhak untuk menduduki jabatan politik dengan syarat menaati

hukum syari‟at Islam, ini ditopang oleh QS. al-Taubah [9] : 71, Allah berfirman :

Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,

sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian

yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf,

mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan

zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka

itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah

Mahaperkasa lagi Maha bijaksana.

Al-Sya‟râwî dalam menafsirkan kata auliyâ‟ mengatakan bahwa : “Dalam

masyarakat mukmin harus saling tolong menolong dan saling memberi nasihat

agar sempurna imannya.”2

Sedangkan “Menyuruh mengerjakan yang ma‟rûf dan mencegah yang

munkar, menurut al-Sya‟râwi, “Ketika mukmin mengerjakan perkara munkar,

1 Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, (Jakarta:

TERAJU (PT.Mizan Publika), 2004), h.177. 2 M.Mutawallî al-Sya‟râwî, Tafsir Sya‟rawi, (Kairo: Akhbar al-Yaum, 1991), Jilid VI,

h.5287.

Page 58: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

45

maka mukmin yang lain mencegahnya dan ketika mukmin tidak mengerjakan

kebaikan, maka mukmin yang lain mengingatkannya. Akhirnya, setiap mukmin

memerintah dan diperintah untuk mengerjakan kebaikan dan melarang

mengerjakan kemungkaran.”3

Penulis setuju dengan pendapat tersebut, artinya sesama mukmin baik laki-

laki maupun perempuan harus saling mengingatkan, sehingga ada yang menjadi

pemerintah atau yang diperintah.

Seperti Sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis shahih :

Artinya : “Seorang mukmin bagi mukmin yang lain laksana bangunan

yang saling menguatkan satu bagian dengan yang lainnya.”4

Ayat itu mengisyaratkan bahwa laki-laki dan perempuan seyogyanya

melakukan kerja sama dalam amar ma‟rûf dan nahî munkar. Maka sesuai dengan

ayat itu, Islam tidak memisahkan antara kerja publik dengan domestik. Oleh sebab

itu, laki-laki dan perempuan mempunyai hak untuk berkarir dalam dunia politik.

Terbukti keduanya berhak menyuruh mengerjakan yang ma‟rûf dan mencegah

yang munkar.

Dalam ayat ini setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, dituntut

untuk dapat mengarahkan kemampuan terbaiknya dalam bekerja dan melakukan

tugas-tugasnya.

3 Al-Sya‟râwî, Tafsir Sya‟râwî, Jilid IX, h.5293.

4 Shahih al-Bukhari, Babu Kitâb Bad‟I al-Wahyi, Juz I, h.129.

Page 59: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

46

Menurut Istibsyaroh dalam buku Hak-hak Perempuan (Relasi Jender

menurut Tafsir al-Sya‟râwî:

“Hak perempuan kaitannya dengan relasi jender di bidang politik

merupakan hak syar‟î. Jika dalam beberapa masa lalu perempuan tidak

menggunakan hak ini bukan berarti perempuan tidak boleh dan tidak

mampu, tetapi karena tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk

mempraktikkannya, atau laki-laki dalam hal ini mengunggulinya. Ini

bukan berarti hak politik perempuan tidak diakui, justru menjadi suatu hak

yang dituntut dan dianggap sangat urgen, terutama di saat sekarang ini.

Apalagi dalam konteks pemberdayaan peran politik perempuan di

Indonesia, hak tersebut secara legal-formal telah terjamin eksistensinya.

Hal itu terlihat jelas misalnya, pada pasal 65 ayat 1, UU no.12 tahun 2003

tentang pemilu yang menyatakan bahwa : “Setiap partai politik peserta

pemilu dapat mengajukan calon anggota DPRRI, DPRD Provinsi, dan

DPRD Kabupaten atau Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan

memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.” 5

Ulama berbeda pendapat hanya dalam hal wanita menjadi top leader

(presiden dan perdana menteri). Menurut jumhur ulama tidak boleh wanita

menduduki jabatan tersebut. Abū Hanīfah membolehkan hakim wanita dalam

masalah perdata dan tidak membolehkannya dalam masalah jinayat, sementara

Muhammad bin Jarīr at-Tabarī memperbolehkan hakim wanita secara mutlak.6

Senada dalam firman Allah SWT dalam QS.al-Nisâ ayat 34, karena Allah

telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, bukanlah keutamaan

yang diberikan oleh Allah kepada laki-laki atas perempuan sebagaimana diyakini

oleh sebagian orang. Seandainya Allah menginginkan itu, niscaya Dia akan

berfirman: Karena Allah telah melebihkan laki-laki atas perempuan tetapi Allah

berfirman, karena Allah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain.

Allah menggunakan kata “sebagian” yang ambigu di sini. Ini berarti bahwa

5 Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, h.183-184.

6 Tafsir DEPARTEMEN AGAMA RI, Kerja dan Ketenagakerjaan (Tafsir al-Qur‟ân

Tematik), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟ân , 2009), h.449.

Page 60: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

47

kepemimpinan membutuhkan usaha, gerakan, dan perjuangan yang lebih dari

pihak laki-laki. Yang demikian itu karena perempuan memiliki tugas yang tidak

mampu diemban oleh laki-laki. Dalam hal itu perempuan lebih utama dari pada

laki-laki. Laki-laki tidak akan sanggup mengandung, melahirkan, dan haid. Oleh

karena itu, Allah SWT berfirman dalam ayat lain QS. al-Nisâ [4] :32 :

… Artinya : Dan janganlah kalian iri hati terhadap karunia yang telah

dilebihkan Allah kepada sebagian dari kalian atas sebagian

yang lain…

Dan Allah juga menggunakan kata “sebagian” di sini, agar sebagian

memiliki kelebihan di satu sisi dan memiliki kekurangan di sisi lain. Sehingga,

keduanya dapat saling melengkapi. Kelebihan laki-laki adalah sebagai pemimpin,

dengan usaha dan perjuangannya. Sedangkan kasih sayang, perhatian, dan cinta

semua ini adalah sisi yang hilang dari laki-laki karena kesibukannya dalam

melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan. Oleh karena itu, Allah SWT menjaga

perempuan agar dapat melaksanakan tugasnya. Allah tidak membebankan

padanya kepemimpinan dengan segala tugasnya, agar dia dapat menggunakan

waktunya untuk pekerjaan berat lain yang menjadi tujuan penciptaannya.

Syarī‟ah menetapkan bahwa laki-laki wajib membantu perempuan.

Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah SAW masuk ke dalam rumah dan

mendapati keluarga nya sedang sibuk, maka ia membantu mereka.7

7 Haya Binti Mubarok al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, (Jakarta: Darul Falah,

t.th), h.636-640.

Page 61: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

48

Di sini jelas bahwa al-Sya‟râwî tidak melarang untuk wanita dapat

menjadi pemimpin. Hanya saja, Allah tidak membebankan tugas kepemimpinan

tersebut kepada wanita, karena Allah sangat menjaga dan memuliakan wanita.

Bagi Islam wanita dan laki-laki dalam sistem sosialnya dianggap sebagai

dua roda yang semuanya harus bergerak serentak dengan tugas dan posisi mereka

masing-masing. Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi

dan saling menyempurnakan. Mereka adalah partner dan tidak diposisikan bahwa

salah satu dari kedua makhluk itu ada yang superior sementara lainnya berada

dalam posisi inferior.8

B. Hak Wanita untuk Berprestasi

Perintah menuntut ilmu pengetahuan atau belajar tidak hanya kaum laki-

laki, tetapi juga kepada kaum perempuan. Masing-masing berhak memperoleh

berbagai ilmu. Ayat yang secara jelas menunjukkan hal tersebut adalah Surah al-

Nisā‟ [4] : 32 :

Artinya : Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah

dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang

lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka

usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa

yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari

Karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala

sesuatu.

8 Imam Zaki al-Barudi, Tafsir Wanita Edisi Revisi, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, t.th).

Page 62: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

49

Mufasir Abū Hayyān memberikan komentar ayat tersebut dengan

menyatakan bahwa,“Islam tidak menerima orang yang hanya berangan-angan dan

berpangku tangan. Tidak pula memperkenankan sikap pasif dan malas. Islam

menyerukan sikap yang progressif dan kerja keras. Adapun berangan-angan

terhadap hal-hal yang baik di dunia dan berusaha mewujudkan dengan tujuan

mendapat pahala akhirat, maka yang seperti itu sangat terpuji. Seseorang yang

menggantungkan keberuntungannya dengan giat bekerja adalah spirit Islam.”9

Pandangan yang lebih tegas diberikan oleh Rasyīd Ridā yang menyatakan,

“Ayat tersebut tidak melarang seseorang untuk mewujudkan kemampuan

terbaiknya. Sebab tidak ada salahnya apabila ada orang yang tergiur melihat

prestasi orang lain kemudian berusaha meraih hal tersebut dengan bekerja keras.

Dalam diri orang tersebut seakan dia berkata fokuskan perhatianmu pada apa yang

dapat kalian wujudkan, janganlah kalian memfokuskan pandangan kalian pada

sesuatu yang di luar jangkauan kalian. Karena prestasi hanya dapat diraih dengan

kerja keras. Janganlah mengharap sesuatu yang tidak dapat kalian wujudkan dan

lakukan.”

Rasyīd Ridā kemudian menegaskan bahwa bekerja diwajibkan bagi laki-

laki dan perempuan agar mencari keutamaan dengan usaha dan kerja keras

tidak dengan angan-angan.10

Dengan kalimat yang singkat namun padat Ibnu „Asyūr menyatakan

“Setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan

bagiannya dalam menikmati fasilitas duniawi yang diperuntukkan baginya sebagai

balasan atas kerja kerasnya atau sebagian usaha yang telah dia lakukan.11

9 Abū Hayyān, Bahrul-Muhīt, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), Jilid III, h.235.

10 Rasyīd Ridā, al-Manār, (Kairo: Mathba‟ah Hijazi,1959), Jilid V, h. 58.

11 Ibnu „Asyūr, At-Tahrir wa at-Tanwīr, (t.t.: t.p.,t.th.), Jilid V, h.32.

Page 63: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

50

Ayat berikut ini jelas menjadi pendukung tentang kesetaraan bagi laki-laki

maupun perempuan untuk berkarir dan berprestasi, baik di bidang spiritual

maupun karir secara professional.

Surah an-Nisā’ [4] ayat 32 ini sejalan dengan QS.an-Najm [53] : 39

Artinya : “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah

diusahakannya.”

Al-Qur‟ân dan hadis yang berbicara tentang kewajiban belajar ditujukan

kepada laki-laki dan perempuan banyak sekali. Kalimat pertama yang diturunkan

dalam al-Qur‟ân adalah kalimat perintah untuk membaca (iqra‟). Al-Qur‟ân

banyak memberikan pujian kepada laki-laki dan perempuan yang mempunyai

prestasi dalam ilmu pengetahuan,12

diantaranya surat al-Mujâdalah [58] : 11:

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada

kalian: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”,maka

lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk

kalian. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kalian”, maka

berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan derajat orang

yang beriman diantara kalian dan orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa

yang kalian kerjakan.”

12

Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, h.81-82.

Page 64: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

51

Dalam ayat lain surat Ali „Imrân [3] : 18 disebutkan,

Artinya : “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak

disembah) selain Dia. Yang menegakkan keadilan. Para

malaikat dan orang-orang yang berilmu13

(juga menyatakan

yang demikian itu). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)

melainkan Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Al-Sya‟râwî menafsirkan Q.S Ali „Imrân [3] : 18 sebagai berikut :

“Orang-orang yang memiliki ilmu telah mengambil dalil-dalil dan ber-

istinbât tiada Tuhan selain Allah. Sesungguhnya dalil-dalil ini merupakan

kesaksian yang agung untuk sesuatu yang dipersaksikan. Allah berada di

puncak, Muhammad SAW, malaikat, dan orang yang mempunyai ilmu

telah mengambil kedudukan yang besar. Karena Allah telah menyertakan

mereka yang berilmu dengan para malaikat. Dan orang yang duduk

beri‟tikaf, bertadabbur, atau menggunakan kecerdasan dan nalarnya,

mereka akan mendapatkan petunjuk bahwa tiada Tuhan selain Allah”.14

Al-Sya‟râwî mengakui adanya hak untuk menuntut ilmu bagi perempuan,

karena mereka yang yang berilmu atau berpendidikan baik perempuan maupun

laki-laki mendapat penghargaan dari Allah sejajar kedudukannya dengan

malaikat. Akhirnya keduanya berkewajiban untuk mencari ilmu.

Penulis sangat setuju karena wanita juga memperoleh hak untuk menuntut

ilmu sama besarnya dengan kaum laki-laki. Bahkan jika ilmu-ilmu itu berkaitan

dengan keperluan dan kehidupan kewanitaan, maka hal itu menjadi wajib bagi

para wanita. Dengan adanya pendidikan, maka akan melahirkan wanita karir

dalam berbagai lapangan pekerjaan.

13 Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu. 14

Al- Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, Jilid III, h.1344.

Page 65: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

52

Menuntut ilmu bagi perempuan bertujuan agar menghasilkan perempuan

yang alim, pandai, mampu mendidik anak-anak, melaksanakan tugas rumah,

keluarga dan masyarakat.15

Al-Sya‟râwî mengatakan dalam kitabnya Al-Mar‟ah fî al-Qur‟ân,

“Karena ketidakpahaman atas perbedaan yang merupakan ciptaan-Nya, sering

memicu konflik berkepanjangan. Hal ini lebih disebabkan oleh asumsi manusia

bahwa laki-laki dan perempuan merupakan lawan bagi lainnya, bukan sebagai

mitra yang saling memenuhi dan melengkapi satu dengan lainnya”.16

Allah

berfirman:

Artinya : “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang

apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan

perempuan, sesungguhnya usaha kalian memang berbeda-

beda”. (al-Laîl [92] : 1-4)

Ayat di atas mengandung pesan, Allah mengingatkan hamba-Nya untuk

memahami konsep laki-laki dan perempuan sebagai dua komponen yang saling

melengkapi dan komplementer, seperti halnya siang dan malam.

Adapun laki-laki dan perempuan merupakan dua jenis hamba yang

diciptakan untuk saling melengkapi. Laki-laki mengemban tugas mencari rezeki,

menjaga istri dan anaknya, serta memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. Di

lain pihak, perempuan mempunyai tugas untuk menjaga kekayaan suami,

15

Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, h.82. 16

M.Mutawallî al-Sya‟râwî, Al-Mar‟ah fî al-Qur‟ân, (al-Qâhirah: Akhbar al-Yaum,

1991), h.16.

Page 66: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

53

melahirkan anak-anak, seta memberikan ketenangan dan kasih sayang bagi

suaminya.17

Terbukti dengan banyaknya perempuan yang ahli dalam berbagai ilmu,

diantaranya :

1. Khadījah binti Khuwailid (wafat tahun 3 sebelum hijrah, bertepatan

dengan 519 M) adalah wanita yang mula pertama menyatakan iman

kepada Rasulullah, wanita miliuner yang rela mengorbankan hartanya

untuk menyiarkan agama Islam dan istri yang setia dalam suka dan duka

dan tidak pernah absen dalam mendukung Rasulullah SAW selama 25

tahun.

2. Fātimah binti Rasulullah SAW (18 tahun sebelum hijrah sampai dengan 11

tahun setelah hijrah, bertepatan dengan 605-633 M), adalah orator ulung,

dan fasih berbicara, namanya lebih tenar sewaktu ayahnya meninggal

dunia, karena ia terjun ke dunia politik, untuk mencalonkan „Alī bin abū

Tālib (suaminya) sebagai khalifah pertama; walaupun dalam

perjuangannya dalam hal ini belum sukses, dia sebagai politikus yang

konsekuen sampai akhir hayatnya tetap mencalonkan „Alī bin abū tālib

sebagai khalifah. Ia wafat 6 bulan sesudah wafatnya Rasulullah SAW

(ayahnya).

3. „Ā‟isyah binti Abū Bakar al-Siddīq (9 tahun sebelum hijrah sampai dengan

58 hijrah, bertepatan dengan tahun 613-678 M) adalah meriwayatkan 2210

hadis dan terjun ke kancah politik pada masa khalifah „Usmān bin „Affān

17

Al-Sya‟râwî, al-Mar‟ah fî al-Qur‟ân, h.16.

Page 67: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

54

beramar ma‟ruf, mengecam tindakan khalifah yang dinilai sebagai

tindakan yang tidak bijaksana, dan pada masa khalifah Alī bin abū Tālib

masih aktif dalam bidang politik, ia menjadi komandan tertinggi perang

melawan Alī, pada perang Jamāl.

4. Al-Syifā‟, terkenal dengan Ummu sulaimān binti „Abdullāh binti „Abd al-

Syams al-„Adawiyyah al-Quraisyiyyah, nama aslinya Lailā (wafat pada

tahun 20 H bertepatan dengan tahun 640 M) adalah guru wanita pertama

dalam Islam. Sejak sebelum Islam ia memberi pelajaran membaca dan

menulis istri Nabi SAW yang bernama Hafsah binti „Umar, dan pada masa

Rasulullah saw ia diangkat sebagai guru wanita serta diberinya

perumahan. Ia juga pernah menjadi penasihat khalifah ke-2, „Umar bin al-

Khattāb. Ia mendapat tugas mengurus pasar.

5. Rufaidah adalah pendiri rumah sakit yang pertama pada zaman Nabi

Muhammad SAW untuk menampung semua orang-orang yang luka dalam

peperangan, dan pendiri lembaga pertama seperti yang kemudian dikenal

sebagai Palang Merah, yang didirikan oleh Dokter Swiss J.h Dunant dan

yang diakui oleh Konferensi genewa pada tahun 1864.18

6. Syuhda, lebih dikenal dengan nama Fakhr al-Nisa‟. Dia sering

mengadakan ceramah umum di Masjid Jami‟ Baghdad di hadapannya

banyak jamaah baik laki-laki maupun perempuan khususnya dalam bidang

agama, sastra, retorika dan puisi.

18

Tafsir DEPARTEMEN AGAMA RI, Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir al-

Qur‟ân Tematik), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟ân , 2009), h.451-453, Lihat juga

Bustamin, Jurnal SABDA; Kaidah Memahami Hadis (Telaah Hadis Jender), (Ciputat:

Laboraturium Tafsir Hadis UIN, 2008).

Page 68: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

55

Itulah sebagian wanita-wanita Islam yang telah muncul dalam berbagai

keahlian dan profesinya di mana hal ini merupakan sanggahan kepada orang yang

mengatakan bahwa Islam atau Fikih menghambat kaum wanita untuk bekerja dan

maju, asal tugas pokoknya tidak terbengkalai jika ia seorang ibu atau istri, dan ia

tetap memperhatikan batas-batas atau hukum-hukum yang digariskan agamanya.

C. Hak Wanita untuk Berkarir

Islam memberi hak bekerja bagi kaum wanita sebagaimana hak bekerja

bagi kaum pria. Jadi, tidak ada satu pun pekerjaan yang dihalalkan agama

diharamkan atas wanita dan hanya diperbolehkan bagi kaum pria saja. Sebab di

dalam Syarī‟ah Islam tidak ada pekerjaan yang diharamkan atas wanita dan

diperbolehkan bagi pria. Islam tidak membedakan dalam perbuatan Syarī‟ah

(tasyri‟) antara pria dan wanita. Hanya saja berkaitan dengan hak bekerja ini,

wanita yang bersuami tidak boleh bekerja tanpa persetujuan suami. Sebab, aturan

keluarga dan hak-hak perkawinan menghendaki wanita agar memelihara

kehidupan rumah tangga dan mementingkan kewajiban suami istri.19

Hal tersebut dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur‟ân, di antaranya dalam

QS.Ali Imrân [3] : 195, Allah berfirman :

19

Lembaga Darut-Tauhid, Kiprah Muslimah Dalam Keluarga Islam, (Bandung: Mizan,

1995), h.65.

Page 69: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

56

Artinya : Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan

berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal

orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau

perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari

sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang

diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku,

yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan

kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan

mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di

bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya

pahala yang baik”.

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa sebab turun ayat 195 dari surah Āli

„Imrān ini adalah adanya pertanyaan yang berkembang saat itu tentang peran

perempuan dalam aktivitas amal saleh. Akhirnya, Ummu Salamah bertanya

kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah aku tak mendengar sama sekali

Allah menyebut-nyebut tentang perempuan berkenaan dengan hijrah,”20

lalu

turunlah ayat di atas yang memberi jawaban tegas bahwa tidak ada perbedaan

antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh ganjaran pahala dari setiap

aktivitas amal saleh yang dilakukan seseorang dengan ikhlas. Tidak akan disia-

siakan pahalanya oleh Allah SWT sekecil apapun aktivitas amal saleh yang

dilakukannya itu.21

Al-Sya‟râwî menafsirkan ayat tersebut :

“Allah tidak berfirman istajabtu lakum, melainkan menjadikan al-

istijâbah (pengabulan) doa dengan menerima amal sebagaimana firman

innî lâ udhî‟u „amala „âmilin minkum min dzakarin au untsâ. Ayat ini

bukan hanya cerita belaka tetapi Allah akan memasukkan permintaan-

20

Jalaluddin al-Suyûthi, Lubâbu al-Nuqûl fî Asbâbu al-Nuzûl, (Surabaya: Mutiara Ilmu,

t.th.) 21

Tafsir DEPARTEMEN AGAMA RI, Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir al-

Qur‟ân Tematik), h.264.

Page 70: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

57

permintaan dalam kenyataan. Jadi permintaan bukan angan-angan

belaka, karena itu Allah memberikan syarat yang jelas bagi orang-orang

yang ingin mendapatkan pengabulan doa dengan syarat mereka harus

beramal”.22

Hal ini menunjukkan bahwa baik perempuan maupun laki-laki doanya

akan dikabulkan oleh Allah dengan syarat keduanya mau beramal. Salah satu

amal yaitu dengan bekerja. Kerja atau amal dalam bahasa al- Qur‟ân, seringkali

dikemukakan dalam bentuk indefinitif (nakirah). Bentuk ini oleh pakar-

pakar bahasa dipahami sebagai memberi makna keumuman, sehingga amal yang

dimaksudkan mencakup segala macam dan jenis kerja. Dengan berkarir, wanita

dapat membantu meringankan beban keluarga yang tadinya hanya dipikul oleh

suami yang mungkin kurang memenuhi kebutuhan.

Menurut al-Sya‟râwî perhatikanlah keindahan ungkapan Allah dalam

mengabulkan doa :

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan

berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang

yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena)

sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.

Allah tidak mengatakan : “Aku perkenankan permohonanmu.” Akan tetapi

Allah mengabulkannya dengan menerima amal ibadah. Allah SWT berfirman : أني

sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal لا أضيع عمل عامل منكم من ذكر أو أنثى

orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan. Dan

sesungguhnya Allah ingin memunculkan masalah ini ke alam realita. Allah telah

meletakkan syarat yang jelas yaitu amal. Siapa yang ingin diperkenankan doanya,

22

Al-Sya‟râwî, Tafsir Sya‟râwî, Jilid 2, h.1966.

Page 71: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

58

mestilah beramal.23

Begitu juga dalam hal kerja, kerja adalah salah satu bentuk

amal manusia. Dalam bahasa al-Qur‟ân , kata “kerja” sering diidentikkan dengan

kata „amal. Sebenarnya, tidak ada amal yang hanya diperuntukkan khusus untuk

laki-laki dan diharamkan untuk perempuan.

Menurut al-Sya‟râwî :

“Setiap perbuatan yang membantu kelanjutan hidup manusia dinamakan

amal saleh dan pihak-pihak tersebut mendapat balasan dari Allah”.24

Dalam ayat lain surat al-Nahl [16] : 97, Allah berfirman:

Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki

maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka

sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang

baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada

mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah

mereka kerjakan”.

Dalam kaitannya dengan surat al-Nahl [16] ayat 97, Allah menjelaskan

kepada manusia sebuah permasalahan yang kontroversional, yaitu memberikan

hak yang sama antara perempuan dan laki-laki berkaitan dengan relasi jender.25

Al-Sya‟râwî menjelaskan: “Potensi laki-laki dan perempuan dalam

kebajikan adalah sama. Namun demikian, tidak terlepas dari syarat keimanan

sebagaimana yang disinyalir dalam ayat di atas wa huwa mu‟min, sehingga

amalan tersebut diterima oleh-Nya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.”26

23

Al-Sya‟râwî, Tafsir Sya‟râwî, Jilid II, h.1966. 24

Al-Sya‟râwî, Tafsir Sya‟râwî, Jilid V, h.2663. 25

Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya‟râwî, h.92. 26

Al-Sya‟râwî , Tafsir al-Sya‟râwî , Jilid VII,h.8195.

Page 72: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

59

Adapun firman Allah: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat

zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan Barangsiapa yang

mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)

nya pula. (QS.al-Zalzalah [99] : 7-8) hanya berlaku di dunia.

Dari pendapat tesebut dapat dilihat bahwa al-Sya‟râwî mengakui adanya

kesamaan hak antara perempuan dan laki-laki di dalam beramal asal mereka

beriman. Dapat dikatakan kerja termasuk ke dalam amal saleh. Secara leksikal

menurut Ibnu Faris dalam Mu‟jam Maqayisul Lugah, kata „amal mengandung arti

“perbuatan, pekerjaan, aktivitas.”27

Seorang perempuan yang bekerja tentu dengan syarat-syarat yang telah

ditentukan oleh agama, sungguh-sungguh, dan professional. Ini dilakukan untuk

mendapatkan rida Tuhan sekaligus untuk menghalalkan gaji yang diterima.28

Hendaknya ia juga selalu mengingat sabda Rasulullah saw :

“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang melakukan satu pekerjaan

dengan sungguh-sungguh dan professional (al-Itqân).”29

Dari penafsiran al-Sya‟râwî dalam QS. al-Nahl ayat 97 dapat disimpulkan,

bahwa ayat tersebut merupakan salah satu ayat yang menekankan persamaan

antara laki-laki dan perempuan dalam masalah pengabdian dan beramal sālih,

yang membedakannya hanya dalam kualitas ketakwaan mereka masing-masing.

Ayat ini juga menunjukkan betapa kaum perempuan dituntut agar terlibat dalam

kegiatan-kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat dan berkarir untuk

kemaslahatan, baik untuk diri dan keluarganya, maupun untuk masyarakat dan

27

Ibnu Fāris, Mu‟jām al-Maqayis al-Lughah, (Kairo: Maktabah al-Khanji, 1981) h.574. 28

„Abd al-Qâdir Manshûr, Fikih Wanita, terj.M.Zaenal Arifin, (Jakarta: PT Lentera

Basritama, 1995),h.93. 29

Lihat Hadis Riwayat al-Baihaqî, Abû Ya‟lâ, dan Ibnu „Asâkîr.

Page 73: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

60

bangsanya, bahkan untuk kepentingan kemanusiaan seluruhnya. Kalau laki-laki

atau perempuan itu seorang yang beriman, Allah SWT akan memberikannya

kehidupan yang baik di dunia dan balasan pahala yang lebih baik dari apa yang

mereka kerjakan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada teks ayat

maupun hadis Nabi yang secara tegas melarang perempuan untuk bekerja di luar

rumah sekali pun.30

Catatan yang diberikan oleh Muhammad al-Gazālī, seperti yang dikutip

oleh Quraish Shihab adalah :

a. Perempuan tersebut memiliki kemampuan luar biasa yang jarang dimiliki

oleh laki-laki. Memperbolehkannya bekerja akan membuahkan

kemaslahatan untuk masyarakat, sedangkan menghalangi keterlibatannya

bekerja dapat merugikan masyarakat karena tidak dapat memanfaatkan

kelebihannya.

b. Pekerjaan yang dilakukannya hendaklah yang layak bagi perempuan,

apalagi kalau itu memang spesialisasinya perempuan (fardu kifayah bagi

perempuan), seperti menjadi bidan dan lain-lain, maka pelarangan tersebut

adalah sesuatu yang keliru. Yang perlu ditambahkan adalah ketika keluar

rumah untuk bekerja perempuan harus tampil dengan sikap dan pakaian

yang terhormat.

c. Perempuan bekerja untuk membantu tugas pokok suaminya. Kalau di

wilayah pertanian dapat ditemukan contoh dengan mudah,di mana kaum

30

Tim Tafsir Depag RI, Kedudukan Dan Peran Perempuan (Tafsir al-Qur‟ân tematik),

h.137.

Page 74: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

61

perempuan banyak yang terlibat di sawah dan juga perkebunan. Di

perkotaan misalnya, kalau suaminya dosen membantu mempersiapkan

makalah, mencari referensinya membantu pengetikan, dan lain-lain.

d. Bahwa perempuan perlu bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup

keluarganya jika tidak ada yang menjamin kebutuhannya atau kalaupun

ada itu tidak mencukupi.31

Akhirnya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya al-Qur‟ân atau Islam

tidak melarang perempuan untuk bekerja baik di dalam atau diluar rumah, dengan

catatan pekerjaan itu dilakukan dalam suasana yang tetap menjaga kehormatannya

dan memelihara tuntunan agama, serta menghindarkan dari hal-hal yang dapat

mengundang efek negatif bagi dirinya, keluarganya maupun masyarakatnya.

31

M.Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h.262-263.

Page 75: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa al-Sya’râwî membolehkan

perempuan bekerja di luar rumah sepanjang pekerjaan itu tidak menimbulkan

fitnah, dapat memelihara prinsip-prinsip ajaran agama, kesusilaan, kesopanan, dan

dapat menjaga diri. Menurut al-Sya’râwî hak-hak kemanusiaan laki-laki dan

perempuan adalah sama dan keduanya memang saling melengkapi satu sama lain

guna memenuhi kebutuhan hidup yang makin kompleks.

Tidak ditemukan ayat al-Qur’ân yang melarang perempuan memegang

jabatan. Oleh laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam

kepemimpinan publik. Karena itu, al-Sya’râwî memperbolehkan perempuan

menjadi pemimpin.

Menurut al-Sya’râwî, bekerja bagi laki-laki dan perempuan sangat

diperlukan karena keduanya bersama-sama sebagai khalifah di muka bumi ini.

Dan dalam kehidupan rumah tangga tidak ada yang superior dan inferior antara

suami dan istri. Keduanya bermusyawarah termasuk dalam memelihara dan

mendidik anak.

Al-Sya’râwî tidak memberikan posisi yang terlalu superior kepada laki-

laki yang dapat mengakibatkan posisi inferior perempuan. Keberadaan perempuan

dihargai dalam kehidupan ini karena hal itu sangat terkait dengan proses

pembinaan hukum dalam masyarakat secara kontekstual, baik dari sisi sosiologis

maupun historis.

Page 76: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

63

B. Kritik dan Saran

Berdasarkan pembahasan dan temuan dalam penelitian ini, ada beberapa

saran yang dikemukakan: pertama, tafsir al-Sya’râwî termasuk tafsir

kontemporer. Penulis berharap agar banyaknya tulisan tentang penafsir-penafsir

kontemporer yang berbahasa Arab yang perlu diteliti dalam hal pemberdayaan

perempuan. Kedua, penulis merasa kesulitan dalam mencari referensi mengenai

tokoh Muhammad Mutawallî al-Sya’râwî dan minimnya literatur atau rujukan

yang tersedia di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama

literatur yang berkaitan masalah-masalah kontemporer umat manusia. Untuk itu,

penulis menyarankan agar perpustakaan Fakultas atau Utama terus memperkaya

koleksinya.

Page 77: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

DAFTAR PUSTAKA

Abu, Hayyan. Bahrul-Muhīt. Beirut: Dar al-Fikr, 1983.

Anshory, Hafiz. Ihdad Wanita Karir Dalam Problematika Hukum Islam

Kontemporer. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.

Ansrullah. Wanita Karir Dalam Pandangan Islam. Klaten: CV.Mitra Media

Pustaka, 2010.

al-Bajawi, Ali Muhammad. Qashash al-Qur’ân. Beirut: al-Makhtabah al-

Ashriyah, 2004.

al-Baltaji, Muhammad. Kedudukan Wanita Dalam al-Qur’ân Dan As-Sunnah, terj.

Afifuddin Said. Solo: Media Insani, 2007.

al-Bar, M.Ali. Fachrudin, Amir Hamzah. Wanita Karir dalam Timbangan Islam

Kodrat Kewanitaan, Emansipasi, dan Pelecehan Seksual. Jakarta: Pustaka

Azzam, 1998.

al-Barik, Haya Binti Mubarok. Ensiklopedi Wanita Muslimah. Jakarta: Darul

Falah, t.th.

al-Barudi, Imad Zaki. Tafsir al-Qur’ân Wanita 1- 2. Jakarta: Pustaka al-

Kautsar,2003.

Bustamin. Jurnal SABDA; Kaidah Memahami Hadis (Telaah Hadis Jender).

Ciputat: Laboraturium Tafsir Hadis UIN, 2008.

Departemen Agama. Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir al-Qur’ân

Tematik). Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’ân , 2009.

Departemen Agama. Kerja dan Ketenagakerjaan (Tafsir al-Qur’ân Tematik).

Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’ân , 2010.

Djawas, Abdullah. Dilema Wanita Karir (Menuju Keluarga Sakinah).

Yogyakarta: ABABIL, 1996.

Ensiklopedi Muslimah Modern. Jawaban Pakar Islam Atas Ratusan Masalah

Kewanitaan. Depok: Pustaka IIMAN, 2009.

Indra, Hasbi. Potret Wanita Shalihah. Jakarta: Permadani, 2004.

Page 78: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya’râwî ,

Jakarta:TERAJU (PT.Mizan Publika), 2004.

Junaedi, Dedi. Keluarga Sakinah, Pembinaan Dan Pelestariannya. Jakarta:

CV.Akademika Pressindo, 2007.

Koderi, Mohammad. Bolehkah Wanita Menjadi Imam Negara. Jakarta: Gema

Insani, 1999.

Mahali, A.Mujab. Asbâbu al-Nuzûl: Studi Pendalaman al-Qur’ân . Jakarta:

CV.Rajawali,1989.

Manshûr, ‘Abd al-Qâdir. Fikih Wanita, terj.M.Zaenal Arifin. Jakarta: PT Lentera

Basritama, 1995.

Mernisi, Fatima. Wanita di dalam Islam, terj.Yaziar Radianti. Bandung: Pustaka,

1991.

Mohammad, Herry. Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta:

Gema Insani Press, 2006.

al-Mu’thî, Fathî Fawzî ‘Abd. Wanita-wanita al-Qur’ân (Kisah Nyata Perempuan-

perempuan Hebat yang Dicatat Abadi Dalam Kitab Suci). Jakarta: zaman,

2010.

al-Mu’thî, Fathî Fawzî ‘Abd. Asbâbu al-Nuzûl untuk Zaman Kita-Kisah Nyata di

Balik Turunnya Ayat-ayat Suci al- Qur’ân. Jakarta: zaman, 2008.

Mujtaba’, Saifuddin. Istri Menafkahi Keluarga? (Dilema Perempuan Antara

Mencari, Menerima dan Memberi). Surabaya: Pustaka Progressif, 2001.

Mulia, Siti Musdah. Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender. Yogyakarta: Kibar

Press, 2007.

Munir, Lily Zakiyah. Memposisikan Kodrat : Perempuan dan Perubahan Dalam

Perspektif Islam. Bandung: Mizan, 1999.

Muri’ah, Siti. Wanita Karir Dalam Bingkai Islam. Bandung: Angkasa,t.th.

Muthahari, Murtadha. Hak- Hak Wanita Dalam Islam, terj.M.Hashem. Jakarta:

PT Lentera Basritama, 1995.

Nasif, Fatima Umar. Menggugat Sejarah Perempuan, Mewujudkan Idealisme

Gender sesuai Tuntunan Islam. Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim,

2001.

Page 79: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

Qardhawi, Yusuf. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press, t.th.

Ridā, Rasyīd. al-Manār. Kairo: Mathba’ah Hijazi,1959.

Shihab, M.Quraish. 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui. Jakarta:

Lentera Hati, 2008.

Shihab, M.Quraish. M.Quraish Shihab Menjawab ? 101 Soal Perempuan Yang

Patut Anda Ketahui. Tanggerang: Lentera hati, 2010.

Shihab, M.Quraish. Membumikan Al-Qur’ân : Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehdupan Masyarakat. Bandung: Penerbit Mizan, 1999.

Shihab, M.Quraish. Perempuan : Dari Cinta Sampai Seks Dari Nikah Sampai

Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai Bias Baru. Jakarta: Lentera Hati,

2005.

Shihab, M.Quraish. Perempuan. Tanggerang: Lentera hati, 2009.

Shihab, M.Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002.

al-Siba’y, Musthafa. Wanita Di Antara Hukum Islam dan Peundang-Undangan.

Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

al-Suyûthi, Jalaluddin. Lubâbu al-Nuqûl fî Asbâbu al-Nuzûl. Surabaya: Mutiara

Ilmu, t.th.

al-Sya’râwî , M.Mutawallî. al-Fatâwâ. Kairo: Akhbar al-Yaum, 1991.

al-Sya’râwî, M. Mutawallî . Anda Bertanya Islam Menjawab, terj.Abu Abdillah

Almansur. Jakarta: Gema Insani Press, 2007.

al-Sya’râwî, M. Mutawallî . Tafsir al-Sya’râwî. , terj.Tim Safir al-Azhar. Jakarta:

Duta Azhar, 2004.

al-Sya’râwî, M. Mutawallî . Tafsir al-Sya’râwî. Kairo: Akhbar Al-Yaum, 1991.

al-Sya’râwî, M. Mutawallî . Wanita Dalam Perspektif Al-Qur’ân , terj.Usman

Hatim. Jakarta: Yayasan Alumni Timur Tengah, 2010.

Syahatah, Husein. Ekonomi Rumah Tangga Muslim. Jakarta: Gema Insani Press,

1998.

Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’ân . Jakarta:

Paramadina, 1999.

Page 80: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang

Wakil, Abdullah. Wanita Karir Menurut Pandangan Islam. Jakarta: Mulia

Pratama, 1995.

Yanggo, Huzaemah T. Fiqih Perempuan Kontemporer. Jakarta: al-Mawardi

Prima, 2001.

Ziyadah, Asma’ M. Ahmad. Peran Politik Wanita Dalam Sejarah Islam,

terj.Kathur Suhardi.. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001.

Page 81: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang
Page 82: PENAFSIRAN AL-SYA’RÂWÎ - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5071/1/RIESTI... · yang berbicara tentang perempuan. Perempuan pada era sekarang