Upload
vocong
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RINGKASAN PENELITIAN
Pemetaan Struktur Pasar dan Pola Distribusi Komoditas Strategis Penyumbang
Inflasi Kota Palangka Raya dan Kota Sampit
LATAR BELAKANG
Rata-rata inflasi nasional dalam kurun waktu 25 tahun terakhir sebesar 11% (termasuk
periode krisis 1997/1998) atau 8% dengan mengeluarkan periode krisis menunjukkan bahwa
penurunan inflasi di Indonesia berjalan dengan sangat lambat. Beberapa penelitian mengenai
persistensi inflasi di Indonesia, antara lain oleh Alamsyah (2008) dan Yanuarti (2007)
membuktikan bahwa inflasi nasional masih sangat persisten. Bertahannya angka inflasi tersebut
merupakan indikasi permasalahan dalam memahami fenomena inflasi dalam negeri dan
menciptakan tantangan tersendiri dalam upaya pengendalian inflasi di Indonesia.
Upaya memahami inflasi dari sisi supply menjadi relevan karena harga di tingkat
konsumen sangat terkait dengan harga yang ditentukan oleh produsen dan pedagang.
Pembentukan harga oleh produsen dan pedagang dipengaruhi oleh perilaku perusahaan
yang sangat berhubungan dengan struktur pasarnya. Disamping itu, harga di tingkat
konsumen juga dipengaruhi oleh pola distribusi suatu barang. Bagi provinsi Kalimantan Tengah,
faktor distribusi dinilai sangat penting mengingat seringnya terjadi gangguan distribusi yang
menimbulkan kelangkaan pasokan sehingga memicu kenaikan harga. Selain faktor gangguan
distribusi karena infrastruktur dan musim/cuaca, pengaruh faktor rantai distribusi dan kenaikan
biaya distribusi juga berpengaruh terhadap pergerakan harga barang dan memberikan
tekanan terhadap inflasi.
Mengingat jumlah komoditas yang digunakan untuk perhitungan inflasi di Kota Palangka
Raya dan Sampit yang masing-masing terdiri dari 334 dan 323 komoditas (barang dan jasa),
maka penelitian ini difokuskan pada 20 komoditas pangan (makanan dan bahan makanan)
yang memiliki peran besar dalam pembentukan inflasi. Komoditi tersebut antara lain Beras,
Gula pasir, Minyak goreng, Daging ayam ras, Daging sapi, Telor Ayam/Itik, Susu, Ikan Asin,
Garam Beryodium, Jagung pipilan, Cabe rawit, Minyak tanah, Tepung terigu, Singkong,
Kacang tanah, Kacang kedelai, Margarin, Ikan Segar, Mie Instan, dan Bawang merah.
Pemilihan komoditas ini mempertimbangkan bobot dan sumbangannya pada pembentukan
nilai inflasi dengan kriteria komoditas-komoditas yang dipilih jika diakumulasikan memiliki nilai
sumbangan yang besar dalam pembentukan nilai inflasi.
SISTEMATIKA PENELITIAN
Secara garis besar, kerangka berpikir tersebut digambarkan melalui bagan berikut :
BOKS - 1
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan temuan penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Secara umum, komoditas yang diteliti di Kota Palangka Raya dan Sampit memiliki
karakteristik Pasar Oligopoli yang terkonsentrasi baik moderat maupun tinggi dan memiliki
tingkat hambatan masuk yang tinggi. Komoditas yang berstruktur pasar oligopoli-monopoli
adalah daging ayam ras, dan komoditas yang berkaraktristik mendekati pasar persaingan
sempurna adalah komoditas kue kering berminyak (gorengan).
2. Secara umum, pola distribusi komoditas utama penyumbang inflasi adalah produsen-
pengepul/tangkulak-pedagang besar-grosir-pengecer. Sebagian besar pola distribusi
komoditas tersebut dikendalikan oleh pedagang besar baik lokal Kalteng maupun luar
Kalteng. Beberapa komoditas, rantai utama distribusinya diisi oleh produsen, dan
tangkulak/pengepul.
3. Dikaitkan dengan struktur pasarnya, pelaku pasar terutama pedagang besar yang memiliki
kekuatan pasar terbesar yang menjadi penentu kebijakan harga. Dilihat dari sisi Asymetric
Price Transmition juga terjadi di rantai distribusi ini. lebih lanjut, faktor utama yang menjadi
pertimbangan penetapan harga bagi sebagian besar komoditas utama penyumbang
inflasi adalah tingkat margin keuntungan yang akan dicapai, tingkat biaya operasional
perdagangan, kondisi cuaca dan musim, tingkat harga tertinggi dan pesaing di pasar, dan
adanya pandangan aditif terhadap harga yang sudah terlanjur tinggi pada masa-masa
lalu, serta faktor kenaikan harga bahan baku. Adapun respon kenaikan harga berlangsung
selama 1 minggu – 1 bulan dengan tingkat kenaikan 5%-15%. Sedangkan respon penurunan
harga relatif lebih lambat diatas 1 bulan dengan tingkat penurunan sebesar 2%-5%.
4. Implikasi temuan penelitian terhadap upaya pengendalian inflasi adalah mengupayakan
penetapan harga yang wajar yang diterima konsumen melalui peningkatan persaingan,
elastisitas harga, penyediaan barang substitusi dan penyediaan pasokan yang stabil.
Kepekaan masyarakat terhadap penetapan harga harus ditingkatkan, perhatian utama
masyarakat pada ketersediaan seyogyanya dapat disesuaikan dan dikurangi agar terjadi
proses penciptaan harga yang mempertimbangkan permintaan dan penawaran pasar
tidak ditentukan oleh sisi pedagang saja.
5. Perbandingan Kota Palangka Raya dan Sampit, pelaku Pasar di Sampit lebih banyak
dibandingkan Kota Palangka Raya dan disamping itu, Sampit merupakan kota pelabuhan.
Dengan demikian, harga yang terbentuk di Sampit lebih rendah dibandingkan Palangka
Raya. Pembagian keuntungan ditengarai lebih merata dengan persaingan harga yang
lebih ketat sehingga penetapan harga akan lebih wajar. Jalur distribusi barang relatif lebih
baik dibandingkan Kota Palangka Raya yang tercermin dari rendahnya hambatan dan
keterlambatan distribusi barang.
REKOMENDASI
Berdasarkan temuan yang diperoleh dalam penelitian dapat disusun beberapa
rekomendasi kebijakan sebagai berikut:
Rekomendasi Umum
1. Menambah jumlah pelaku pasar yang dilakukan dengan beberapa alternatif rekomendasi
meliputi:
Memberdayakan koperasi tani yang didukung oleh Dinas Koperasi dan UMKM serta
Dinas Pertanian untuk ikut berdagang menyerap hasil produksi pertanian lokal terutama
di sentra pertanian seperti di Kapuas, Kalampangan, Petuk Ketimpun, Mentawa Baru
Ketapang, Kota Besi dan Antang Kalang. Faktor permodalan dapat diperoleh melalui
swadaya petani dan bantuan dari dana dekosentrasi pengembangan perkoperasian
dan pertanian Pemerintah Daerah.
Memanfaatkan Perusahaan Daerah untuk berperan sebagai pedagang besar.
Membuka kesempatan untuk investor dari luar Kalteng untuk membangun pasar
modern dan supermarket besar untuk mengurangi konsentrasi pasar pada pedagang
besar namun dengan mempertimbangkan keberlangsungan usaha pedagang
pengecer di pasar.
Diseminasi entrepreneurship perlu ditingkatkan untuk mendorong usahawan baru.
Menghimbau kepada bank untuk mendukung pedagang baru dari sisi permodalan
dengan mempermudah akses masyarakat memanfaatkan jasa perbankan.
2. Mengumumkan harga ditingkat produsen dan konsumen komoditas-komoditas
penyumbang inflasi melalui media cetak, elektronik, dan papan harga di pasar sebagai
acuan masyarakat untuk menentukan harga wajar komoditas tersebut sehingga transmisi
harga dari produsen ke konsumen dapat lebih simetris dan wajar.
3. Mengupayakan kelancaran distribusi untuk mencegah respon menaikkan harga oleh
pedagang melalui beberapa rekomendasi kebijakan meliputi:
Optimalisasi traffic manajemen pada proyek infrastruktur jalan yang dilaksanakan oleh
DInas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Tengah.
Menuntaskan pembangunan jalan Bagendang Sampit, Sampit Palangka Raya untuk
mengurangi ketergantungan dengan Banjarmasin oleh Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Pemerintah Pusat serta
mengoptimalkan program Public Private Partnership (PPP).
Menuntaskan pengerukan aliran Sungai Mentaya melalui program PPP.
Tetap memprioritaskan bongkar muat sembako di pelabuhan Bagendang dan Sampit,
Mengumumkan perkembangan cuaca dan musim secara bulanan.
Mempercepat pembangunan pelabuhan Sigintung, dan Bagendang untuk
memperbanyak akses masuk bongkar muat barang konsumsi ke Kalimantan Tengah.
4. Bersinergi dengan seluruh pedagang besar di Kalteng, berupaya mencari solusi yang saling
menguntungkan dan menghimbau penetapan harga agar lebih wajar melalui pertemuan
melalui forum Tim Pengendali Inflasi Daerah baik secara lokal Kalimantan Tengah dan antar
provinsi dengan Kalimantan Selatan.
5. Pembangunan Pasar di Sentra pertanian terutama di Palangka Raya (Kalampangan dan
Petuk Ketimpun) dan di Sampit (Mentawa Baru, Ketapang, Kota Besi dan Antang Kalang)
untuk mempersingkat/mengurangi panjangnya rantai distribusi.
Rekomendasi Khusus
Adapun rekomendasi khusus untuk 5 komoditi yang dinilai paling strategis dalam
menyumbang inflasi di Kota palangkaraya dan kota Sampit adalah sebagai berikut:
1. Komoditas Beras.
Mengupayakan penyerapan beras premium petani oleh Perusahaan Daerah.
Penyerapan juga dilakukan untuk komoditas beras medium sebagai cadangan beras
pemerintah melalui koperasi atau lembaga lainnya terkait undang-undang perberasan.
Meningkatkan Harga Pokok Pembelian (HPP) beras agar penyerapan beras oleh
BULOG dapat lebih optimal.
Menginisiasi pembentukan Resi Gudang untuk membantu petani dari sisi permodalan
jangka pendek dan penyimpanan gabah serta mengurangi peran tengkulak/pengepul
dalam kegiatan usaha perberasan.
Mengembangkan varietas padi unggul lokal dengan keunggulan frekuensi tanam 2-3
kali setahun dan tingkat produksi tinggi seperti varietas dadahup dan menerapkan pola
tanam satu kali bibit padi lokal dengan produktivitas sebesar 2-3 ton/Ha pada musim
tanam April September dan satu kali tanan bibit unggul (IR, dan Ciherang) dengan
produktivitas 3-4 ton/Ha pada musim tanam Oktober-Maret.
Mendorong investor untuk membuat pabrik pengolahan gabah di Kabupaten Kapuas
dan mempercepat investasi yang telah diinisiasi seperti Koica yang akan berinvestasi di
lahan gambut Kab. Kapuas untuk penanaman padi, dan investor asal Australia.
2. Komoditas Cabe Rawit.
Penetapan sentra pertanian cabe rawit (Kalampangan dan Mentawa Baru) yang telah
dilakukan dapat ditindaklanjuti dengan terus melakukan pengembangan dan
peningkatan produksi agar mampu memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat.
Mendorong petani untuk lebih tertarik menanam cabe mengingat risiko dan tingkat
kesulitan penanaman cabe yang tinggi. Dinas terkait seyogyanya dapat
mengoptimalkan bantuan saprodi untuk komoditas ini.
Melakukan kerjasama bisnis to bisnis kepada petani di sentra-sentra cabe di Jawa untuk
menjamin keberlangsungan pasokan cabe.
3. Komoditas Daging Ayam Ras.
Mengajak perusahaan besar untuk bekerjasama saling menguntungkan dengan
melakukan fasilitasi antara Asosiasi Peternak Unggas, Dinas terkait, peternak-peternak
lokal dan luar dengan pertimbangan harga yang relatif rendah dengan
mengoptimalkan kesejahteraan peternak lokal Kalteng. Pengaturan tata niaga daging
ayam ras diharapkan dapat lebih optimal untuk menjamin keberlangsungan pasokan
daging ayam ras.
Mendorong masuknya investor di Kalimantan Tengah seperti perusahaan Charoon
Pokphan di Sampit yang khusus men-supply bibit ayam ras kepada peternak lokal.
4. Komoditas Bawang Merah.
Melakukan kerjasama terkait pengadaan komoditas ini kepada dinas terkait/petani
sentra bawang merah di Jawa (Brebes) untuk menjamin keberlangsungan pasokan.
Mengembangankan beberapa daerah/lahan sebagai sentra pertanian bawang
merah (seperti di Kalampangan dan Tangkiling) mengingat kontur lahan didaerah ini
relatif cocok.
5. Komoditas Ikan Baung.
Sesuai dengan Undang-Undang No.31 tahun 2004 yang diubah sesuai Undang-Undang
No. 45 tahun 2009 pasal 25B ayat 1, pemerintah memiliki kewajiban untuk
menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatan pemasaran perikanan, hal ini
memberikan peluang pemerintah daerah berperan sebagai pedagang besar untuk
mendekatkan produsen ke konsumen. Sehingga margin keuntungan dapat disesuaikan
pada tingkat yang wajar yaitu tidak merugikan produsen dan konsumen.
Memberikan kredit kecil/bantuan modal yang sifatnya harian kepada pengecer
dengan skim yang serupa dengan sistem konsinyasi pemasaran pedagang besar
melalui perbankan, credit union, dan koperasi dagang serta lembaga perkreditan
desa.
(Penelitian dilakukan oleh Bank Indonesia Palangka Raya bekerjasama dengan Badan Pusat
Statistik dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Tengah, serta telah
dipublikasikan di Kalteng Pos, Januari 2012)