140
PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara) ALDI BASIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

  • Upload
    voquynh

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF

(Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara)

ALDI BASIR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

Page 2: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

102

Page 3: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul “Pemberdayaan kelembagaan jojobo dengan perannya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi produktif (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara)”, adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.

Bogor, Maret 2012

Aldi Basir I353080121

Page 4: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

102

Page 5: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

ABSTRACT

ALDI BASIR. JOJOBO EMPOWERMENT AND THE IMPLICATION ON ECONOMIC PRODUCTION ACHIEVMENT “Case Study on Land diary Farm on Jailolo District Halmahera Barat Regency Maluku Utara Province”. Jojobo is a social value which is growth in a community to manage of pattern and spirit of social views based on togetherness, humanities, care among to the others, truths, justice and rightness, by kinship and relationship among communities or communal members in Maluku Utara Province, Jailolo District, Halmahera Barat Regency. The result have a conclusion that Jojobo values in dry land farmer community had lower of community participation in Jojobo institutional, make a weakness of relationship on kinship, lower of social insurance, lower of humanity senses on solidarity binding, have low families tolerance and trust on kinship relations. Besides that, the Jojobo institutional also could be exist, whereas that showed by economic institutional of Jojobo have an ability to fulfill of daily life achievement of dry land farmer, because supported by community participate. The socio-economic institutional, need values on community to make an institutional strength. The effectiveness factor of institutional, should have a social justice perspective for morality binding which have an embedded on dry land farmer community in Jailolo Selatan, Halmahera Regency.

Key words: Jojobo, social values, economic institutional, strengthen factor, social justice

Page 6: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

102

Page 7: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

RINGKASAN

Aldi Basir. Pemberdayaan Kelembagaan Jojobo dan Perannya Dalam Memenuhi Kebutuhan Ekonomi Produktif “Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara”. Dengan bimbingan; Titik Sumarti dan Fredian Tonny Nasdian. Kelembagaan Jojobo merupakan konstruksi sosial yang diterima dan disepakati oleh komunitas-komunitas petani perladangan yang tergantung pada nilai dan kekuatan luar desa seperti pasar dan industri perkotaan yang bersifat ekonomi dan individualis. Ukuran yang digunakan tidak lagi hanya menyangkut kelestarian dan kebersamaan saja, namun dipengaruhi pula oleh eksploitasi dan sukses finansial yang menyebabkan masyarakat desanya rapuh terhadap faktor yang berada di luar pengendaliannya. Beberapa wilayah Kecamatan Jailolo Selatan, masyarakatnya masih memiliki sifat dan naluri untuk berpartisipasi dalam membentuk lembaga seperti kelompok tani, paguyuban, dan terutama Jojobo sebagai lembaga tradisional setempat. Keberadaan kelembagaan Jojobo dapat diberdayakan dan dimanfaatkan sebagai asset pembangunan karena memiliki inti budaya lokal yang menjiwainya. Jojobo dikalangan komunitas petani perladangan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tradisi yang telah dilakukan pada jaman dahulu. Jojobo dianggap mampu menciptakan nilai hubungan silahtuhrahmi kekeluargaan antar sesama warga dengan baik. Faktor yang menyebabkan komunitas petani peladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat masih melakukan tradisi Jojobo, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan adanya hubungan emosional yang tinggi dalam hal saling mendukung dan membantu satu sama lain. Implikasi ini menunjukkan bahwa keterjaminan kehidupan sosial masyarakat bagi kaum petani peladangan di Kecamatan Jailolo Selatan yang selama ini masih eksis dan hidup di pedesaan akibat meningkatnya sistem ekonomi moral yang sebenarnya. Hal ini memperlihatkan penerapan nilai-nilai Jojobo dalam aktivitas ekonomi pada komunitas petani perladangan dilakukan untuk saling membantu memenuhi kebutuhan ekonomi produktif dan ekonomi keluarga pada komunitas petani perladangan. Nilai luhur yang terkandung dalam kelembagaan Jojobo berupa terciptanya hubungan kekeluargaan dan kekerabatan di dalam komunitas petani peladangan. Hal ini terefleksikan dalam pemenuhan faktor produksi, distribusi dan konsumsi. Oleh karena itu keberadaan kelembagaan Jojobo diharapkan menjadikan sarana dalam penerapan budaya lokal sebagai suatu upaya terutama pemenuhan kebutuhan ekonomi produksi dan ekonomi keluarga pada komunitas petani perladangan. Penelitian ini beranjak dari sebuah hipotesis bahwa pemberdayaan masyarakat desa melalui keberadaan kelembagaan sosial yaitu kelembagaan Jojobo sebagai basis kelembagaan ekonomi produktif dan ekonomi keluarga pada komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan. Pentingnya peranserta dan pemberdayaan kelembagaan masyarakat di bidang sosial ekonomi, berupa penerapan nilai-nilai Jojobo dalam aktivitas komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan ekonomi produktif dan ekonomi keluarga pada komunitas petani

Page 8: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat. Oleh karena itu kelembagaan Jojobo ini diharapkan mampu berperan dalam mengembangkan solidaritas kerjasama antar warga masyarakat desa di Maluku Utara.

Jojobo merupakan suatu modal sosial yang mengatur pola dan semangat hidup yang didasarkan pada kebersamaan, kemanusiaan, keperdulian, kejujuran, keadilan dan kebenaran atas dasar semangat persaudaraan dan kekerabatan diantara anggota komunitas atau kelompok masyarakat di Provinsi Maluku Utara pada umumnya dan pada khususnya masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan nilai-nilai Jojobo dalam aktivitas komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat sudah mulai memudar yang terlihat dari berkurangnya partisipasi masyarakat dalam membentuk kelembagaan Jojobo, serta berkurangnya nilai silahtuhrahmi kekeluargaan atau kekerabatan yang kuat antar sesama warga, kurangnya jaminan kehidupan sosial bermasyarakat yang hanya mengandalkan kelembagaan Jojobo, kurangnya rasa saling tolong menolong (gotong royong) antar warga dalam membentuk kerjasama dan solidaritas, toleransi kekeluargaan dan nilai kejujuran.

Disamping mengalami pergeseran, berdasar hasil kajian di lapangan bahwa kelembagaan sosial ekonomi Jojobo juga masih eksis, terlihat mampu memenuhi kebutuhan komunitas petani perladangan karena didukung adanya peran serta masyarakat dalam meningkatkan efektivitas pemenuhan setiap kebutuhan komunitas masyarakat petani perladangan. Upaya penguatan kelembagaan sosial ekonomi dalam memenuhi kebutuhan komunitas petani perladangan dilakukan dengan mempertahankan keberadaannya dalam bentuk penguatan nilai-nilai yang terkandung dalam kelembagaan tersebut. Kelembagaan Jojobo dibentuk dengan syarat diberlakukannya suatu keadilan sosial pada aturan ikatan moral yang dapat senantiasa menjunjung tinggi rasa keadilan dengan didukung oleh nilai-nilai yang terkandung dalam kelembagaan Jojobo, sehingga mampu memperkuat peran Jojobo dalam memberdayakan masyarakat komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat.

Kata Kunci: Jojobo, nilai sosial, kelembagaan ekonomi, faktor penguat, keadilan

sosial, Jailolo, Halmahera Barat.

 

Page 9: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

© Hak Cipta milik IPB Tahun 2012.

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

Page 10: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

102

Page 11: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

PERMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN

EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara)

ALDI BASIR

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Mayor Sosiologi Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

Page 12: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

Terima Kasih Kepada Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. Penguji Luar Komisi,

atas masukan, kritikan dan inspirasinya.

Page 13: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

Judul Tesis : Pemberdayaan Kelembagaan Jojobo dan Perannya Dalam Memenuhi Kebutuhan Ekonomi Produktif (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara)

Nama : Aldi Basir

NRP : I353080121

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti, MS. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS.

Ketua Anggota

Diketahui:

Koordinator Program Studi Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Sosiologi Pedesaan

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian: 5 Maret 2012 Tanggal Lulus:

Page 14: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

102

Page 15: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat dan hidayahnya. Shalawat serta Salam terhaturkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW, Saya bersyukur sedalam-dalamnya kepada Allah SWT, karena mendapat kesempatan belajar di Pascasarjana IPB, hingga akhirnya mampu menyesaikan tangung jawab akademik ini.

Dengan segala tulus, dalam kesempatan yang mulia ini, saya ingin mengucapakan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya khususnya kepada dosen pembimbing, para dosen di Sosiologi Pedesaan IPB, teman-teman seangkatan SPD 2008, para sahabat dan keluarga baik langsung maupun tidak yang memberikan spirit penyelesaian tesis ini, mereka adalah;

1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MS, dan Ir. Ferdian Tonny Nasdian, MS, Selaku pembimbing tesis. Keduanya memiliki peran besar bagi penulis dan proses penyesaian tesis ini.

2. Dr. Ir. Arya Hadi Darmawan, Msc, Agr, selaku Ketua Program Studi Sosiologi Pedesaan dan Dr. Rilus Kinseng, selaku wakil Program Srtudi, yang selalu memberi motivasi dan mendukung penyesaian studi para mahasiswa.

3. Dr. Ir. Djuara P Lubis, MS selaku dosen Penguji Luar komisi. Terima kasiha atas masukan, kritikan dan Motivasinya.

4. Dosen-dosen dilingkungan Sosiologi Pedesaan; Prof .Dr. Endriatmo Soetarto, Dr, Arif Satria, Ir. Said Rusli, Dr. Lala Kolopaking MS, Dr. Soeryo Adi Wibowo, Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS.DEA, Dr. Ekawati S., Dr. Ir. Saharudin, M.Si, Dr. Ir Ivanovich Agusta, Dr. Satyawan Sunito, Ir. Melani A. Sunito, M.Sc, Dra Winati Wigna MDS., Moch. Sohibuddin, M.Si, Prof. Dr. Hariadi Kartodiharjo, dan Dr. Andreas Dwi Santoso, Ir. Nuraini W. Prasodjo M.Si. Terima kasih atas dukungan dan doanya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

5. Sahabat seperjuangan Sosiologi Pedesaan ankatan 2008, Eko Cahyono, M.Si, Dian Ekowati, M.Si, Usep Setiawan, M.Si, Nendah Kurnisari, M.Si, Fafor A. Bacin M.Si, Nurul Hayat, Gentini,

6. Staff administrasi yang telah membantu memperlancar kegiatan akademik: Ibu Anggra Irene Bondar, Ibu Hetty, Ibu Susi, beserta staff Departemen Sains dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia.

7. Keluarga Besar Sajogyo Institute (SAINS), Prof. Sajogyo, Dr. Ir. Gunawan Wiradi, Prof. M.P. Tjondronegoro, terima kasih atas keteladanan hidup dan inspirasinya.

8. Tesis ini dipersembahkan untuk orang tuaku; Bapak (Almarhum) Basir Sabana dan Ibu Sarawang Haji Abdul Haji, Semoga Allah SWT

Page 16: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

melimpahkan keberkahan hidup mereka di dunia dan akhirat, Amin. Tak lupa pula terima kasih untuk kakak tercinta, Idrus, Jalia, Alwia, Ridwan dan Almarhum Sunarti. Sahabatku Mas Rinto Andhi Suncoko, No Haji Saleh Idayanti Lethulur, Feny Kiat, Moch Yusri Hamid, Yusran Halik, Masita Salam, Hendra Akhari, Ahmad Nuhuyan, Rian, Dimas, Azar, Ganjar, Putu Idra, Sulistiono, Mas Zaenal Mutaqin, Bang Adi, Andika, Andhika K, Fajar, Pembaruan Siregar, Adiz, Flandrianto, Oci, Rumondang, Abu Bakar Ibrahim, Bang Efan, Oji, Ucup, Mas Bambang, Oni, Zulfadli, Winter Nuhuyan, Erna Talib, Ika Wahyuni Tomagola, Dwi Wahyuni Tomagola, Fadli Guret, serta teman yang tidak disebutkan namanya. Terima kasih atas dukungan dan doa mereka telah memudahkan penyesaian tesis ini.

9. Persembahan khusus untuk masyarakat Kecamatan Jailolo Selatan; Moch Sarif Ali, Mafud, Farid, Terima Kasih untuk pembelajaran dan persaudraanya.

Secara khusus, penyelesaian penulisan tesis ini adalah berkat doa dan dukungan Sahabatku tercinta Herny DS, Djafar dan Ibu Diana E. Cahyono atas bantuannya.

Semoga Allah SWT, selalau melimpahkan Hidayah, Magfirah dan keberkahan (rizki, kesehatan umur, ilmu) kepada kita semua, sehinggs kita mampu menjadi hambanya yang berkualitas. Amin

Bogor, Maret 2012

Aldi Basir

Page 17: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Orimakurunga (Halmahera Selatan) pada tanggal 06 Agustus 1980s dan merupakan anak bungsu dari pasangan Ayahanda Haji Basir Sabana dan ibunda tercinta Sarawan Haji Abdul Haji.

Lulus dari Sekolah Dasar Negeri Orimakurunga pada tahun 1994, Sekolah Menegah Pertama Orimakurunga pada tahun 1997 dan penulis melanjutkan pada asekolah Menegah Umum Negeri 1Soa-sio dan tamat pada tahun 2000

Pendidikan Sarjana penulis tempuh pada tahun 2002 di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dan lulus pada tahun 2007, pada tahun 2007 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemda Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Pada bulan September 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Program Magister Sains Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Sosiologi Pedesaan (SPD).

Page 18: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

102

Page 19: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .……………………………………………………………. i

DAFTAR TABEL .……………………………………………………… iii

DAFTAR GAMBAR .…………………………………………………… iv

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………...……………………………….. 1 1.2 Perumusan Masalah ………………………...……………….. 4 1.3 Tujuan Penelitian....................................................................... 5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Jojobo ...……………………….…………………….. 7 2.2 Konsep Kelembagaan ……………………...……………....... 9 2.3 Konsep Pemberdayaan ………………....…………………..... 14 2.4 Pemberdayaan Kelembagaan …..……………………………. 19 2.5 Ekologi Komunitas Petani Perladangan ..…………...……...... 20 2.6 Kerangka Pemikiran ………………………………………….. 25 2.7 Hipotesis Pengarah …………………………………………... 29

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ..………………….…………………... 31 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..…………………...………...... 31 3.3 Metode Penentuan Subyek dan Informan ..………………….. 32 3.4 Metode Pengumpulan Data …………………………………... 33 3.5 Metode Pengolahan Data ……………………………………. 35

IV PROFIL KOMUNITAS PETANI PERLADANGAN

4.1 Kondisi Geografis ..……………….……………………......... 39 4.2 Kondisi Demografi …………...…………………………….... 42 4.3 Kondisi Ekonomi ...................................................................... 46 4.4 Kondisi Budaya ……………………………………………… 50 4.5 Ikhtisar ………………………………………………………. 53

V PENERAPAN NILAI-NILAI JOJOBO

5.1 Nilai-Nilai Jojobo ..………………………………………….. 55 5.2 Eksistensi Nilai Jojobo …………………………………....…. 59

Page 20: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

ii

5.3 Ikhtisar …………………………………….....…………….... 64

VI PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO

6.1 Upaya Pemberdayaan Kelembagaan Jojobo ..………………. 67 6.2 Dampak Pemberdayaan Kelembagaan Jojobo Pada

Pemenuhan Kebutuhan Sosial Ekonomi Produktif ………….. 71 6.3 Ikhtisar ………………………………………………………. 78

VII DAMPAK PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO

7.1 Kelembagaan Jojobo Sebagai Wadah Pemenuhan Kebutuhan 81 7.2. Solidaritas dalam Kelembagaan Jojobo ...……………………. 83 7.3. Ikhtisar ………………………………....……………………. 90

VIII SINTESIS 93

IX KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan ..………………………………………………… 99 9.2 Saran ……………………...………………………………….. 100 9.2.1 Saran pada Aspek Teoritis …………………......……... 100 9.2.2 Saran pada Aspek Praktis ……………………………... 100

DAFTAR PUSTAKA .…………………………………………………… 103

LAMPIRAN ………………………………………………........................ 107

Page 21: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

iii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Daftar Nara Sumber/ Informan Utama ………………………. 32

Tabel 3.2 Penentuan Responden (Subjek dan Informan) ……………….. 34

Tabel 4.1 Luas Wilayah Daratan Kabupaten Halmahera Barat ............... 40

Tabel 4.2 Jumlah Kecamatan, Desa dan Nama Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat .................................................... 42

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2007 ……………………………...... 43

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Perdesaan di Kecamatan Jailolo Selatan di kabupaten Halmahera Barat Tahun 2007 …………………..... 43

Tabel 4.5 Penduduk yang Berusia 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2007 ………………………………………......... 44

Tabel 4.6 Proyeksi Penduduk Usia 7-12 Tahun Menurut Kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2007 ……………………. 45

Tabel 4.7 Jumlah Guru Menurut Sekolah dan Kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2007 ……………………………...... 46

Tabel 4.8 Usaha Industri di Kabupaten Halmahera Barat Sampai Tahun 2007 .......................................................................................... 50

Tabel 4.9 Usaha Industri di Kabupaten Halmahera Barat Sampai Tahun 2007 ........................................................................................... 50

Tabel 8 Komponen Kelembagaan Jojobo……………………………... 94

Page 22: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

102

Page 23: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Peta Wilayah Kabupaten Halmahera Barat ............................ 39

Gambar 2 Topografi Wilayah Kabupaten Halmahera Barat ................... 40

Page 24: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

102

Page 25: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan masyarakat Provinsi Maluku Utara dipengaruhi oleh kondisi

wilayah yang terdiri dari laut dan kepulauan, perbukitan dan hutan-hutan tropis.

Desa-desa di Maluku Utara umumnya (kurang lebih 85 persen) terletak di pesisir

pantai dan sebagian besar lainnya berada di pulau-pulau kecil. Oleh sebab itu,

pola kehidupan seperti menangkap ikan, berburu, bercocok tanaman dan

berdagang masih sangat mewarnai dinamika kehidupan sosial-ekonomi

masyarakat di Maluku Utara (sekitar 79 persen). Kondisi daerah kepulauan di

Provinsi Maluku Utara yang menyebar ini mendorong masyarakatnya tumbuh dan

berkembang dengan segala keragaman budayanya. Berdasarkan catatan di

Maluku Utara terdapat 28 sub etnis dengan 29 bahasa lokal (Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata Maluku Utara, 2010).

Semboyan masyarakat Maluku Utara yang dijadikan motto pemerintah

Provinsi Maluku Utara, yakni “Marimoi Ngone Futura Masidika Ngone Foruru”

(Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh), merupakan ajakan ke arah solidaritas

dan partisipasi masyarakat yang didukung oleh ikatan kekerabatan, pertalian darah

dan keturunan sesama anggota keluarga. Ikatan yang sangat erat dan familiar ini

telah menumbuhkan harmonisasi dan interaksi sosial yang sangat kuat. Interaksi

sosial antar komunitas didasarkan pada hubungan kekeluargaan dan pertimbangan

kultural. Potensi kultural ini merupakan modal pembangunan yang paling

berharga untuk dikembangkan.

Jojobo merupakan warisan leluhur di Maluku Utara berupa kelembagaan

sosial ekonomi masyarakat lokal yang merupakan sebuah kebiasaan secara turun

temurun dalam kerangka hidup yang saling tolong menolong, dan di sisi lain

jojobo menjadi disementasi sosial atau perekat sosial untuk mencairkan serta

merajut segala bentuk pertentangan dalam komunitas masyarakat agar tercipta

selalu rasa solidaritas dan kerjasama antar warga masyarakat di Maluku Utara.

Page 26: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

2

Jojobo sebagai sebuah kelembagaan merupakan suatu himpunan atau tatanan

norma-norma dan tingkah laku yang biasa berlaku dan menjadi nilai kebersamaan

dalam mencapai tujuan secara kolektif. Pada sisi lain, kelembagaan jojobo juga

mengatur mekanisme dan pertukaran (resiprositas) kegiatan sosial ekonomi

masyarakat. Resiprositas dalam arti harfiah adalah timbal balik, dalam antropologi

ekonomi kegiatan resiprositas berarti pertukaran barang dan jasa yang kira-kira

sama nilainya antara dua pihak. Resiprositas juga menunjuk pada gerakan diantara

kelompok-kelompok simetris yang saling berhubungan (Polanyi, 1957). Artinya

dalam aktivitas jojobo tentu mempunyai kecenderungan saling tukar kebaikan

dalam anggota komunitas dalam masyarakat itu sendiri.

Prakteknya kelembagaan jojobo dilakukan tidak terlalu mengikat dan

memberatkan para anggota jojobo seperti halnya dalam bentuk penerapan jojobo,

diantaranya lebih cenderung tradisonal dalam pengelolaannya, Sebab di dalam

kelembagaan jojobo terdapat nilai dan unsur kultur lokal yang menjadi ruh

dasarnya. Sementara kelembagaan lokal lainya lebih pada orientasi “saving” dana

jangka pendek yang umumnya tidak terkait langsung dengan budaya lokal.

Dengan kata lain dalam jojobo model pengelolaan lebih mengedepankan

nilai-nilai sosial kultural daripada pranata sosial yang formal dan kaku. Orang

yang dipercayakan untuk memegang kendali kelompok jojobo harus orang yang

dituakan. Orang yang memegang kendali ini harus memenuhi kriteria baik secara

sosial ataupun budaya masyarakat setempat. Semua keputusan yang diambil

dalam aktivitas jojobo diputuskan berdasarkan kesepakatan bersama yang pada

akhirnya melahirkan keputusan melalui asas musyawarah.

Pola pembagian atau realisasi akhir dalam aktivitas jojobo dilakukan

berdasarkan prioritas dalam pemenuhan kebutuhan anggota jojobo, sehingga

dalam penerapan jojobo itu sendiri tidak terjadi kesalahpahaman dalam

pelaksanaannya. Kalaupun terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaannya dapat

lebih mudah teratasi, karena jojobo memiliki azas kekerabatan dan persaudaraan.

Perilaku yang terlihat dari keberadaan kelembagaan jojobo dilakukan dalam

memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan produktif bagi anggota komunitas

jojobo.

Page 27: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

3

Perubahan sosial yang disebabkan proses modernisasi dan industrialisasi

yang masuk ke desa-desa dapat mempengaruhi nilai-nilai sosial yang ada dalam

masyarakat termasuk nilai sosial jojobo. Dampak yang ditimbulkan terhadap

kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal mengakibatkan tata nilai dan

kelembagaan tradisional seperti jojobo yang tumbuh dan berkembang di kalangan

masyarakat lokal menjadi hilang. Hilanganya nilai-nilai sosial yang berkembang

dalam masyarakat lokal, berimplikasi buruk terhadap berbagai aspek baik sosial

maupun ekonomi di pedesaan, karena nilai-nilai sosial ini merupakan suatu

kekuatan atau modal sosial dalam mengatur alokasi pemanfaatan alam secara adil

dan langgeng serta dapat menangani kendala sosial maupun ekonomi termasuk

stabilitas keamanan (Mansur, 1999).

Masyarakat lokal senantiasa mengembangkan pola-pola institusi yang

bersifat fungsional sebagai respon terhadap kondisi ketidakpastian dan kerentanan

yang mereka hadapi. Institusi-institusi jaminan sosial yang bersifat lokal dan

tradisional ini memuat berbagai model mekanisme yang mewajibkan individu,

kelompok dan komunitas memberi bantuan kepada orang lain yang

membutuhkan. Di dalamnya juga ada mekanisme pengembangan model-model

saling membantu demi kesejahteraan bersama sebagai kelompok sosial (Von

Benda, 2000). Hal ini memperlihatkan bahwa semua hubungan, lembaga dan

keyakinan yang sudah terbentuk secara sosial dalam jojobo menjalankan fungsi

tertentu sebagai jaminan dari segi sosial, ekonomis dan psikologis bagi seseorang.

Permasalahan di Maluku Utara terlihat dari pergeseran nilai-nilai, norma,

kebiasaan, tata kelakuan, sikap, semangat kerja serta paradigma masyarakat dalam

penerapan jojobo. Perubahan yang terjadi, terlihat dari kecenderungan masyarakat

dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari sebagian besar telah meninggalkan

semangat jojobo dikarenakan adanya peran keberadaan teknologi, nilai uang dan

lain sebagainya.

Modernisasi menganggap bahwa orang-orang yang bekerja di sektor

ekonomi subsisten pedesaan mendapat jaminan sosial memadai dari sistem

dukungan tradisional yang ada (Von Benda, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa

pemberdayaan masyarakat dapat diperoleh dari dukungan sistem tradisional

berupa kelembagaan jojobo yang mampu memenuhi kebutuhan ekonomi

Page 28: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

4

produktif dan ekonomi keluarga khususnya pada komunitas petani peladangan.

Persoalan lain dalam proses pemberdayaan masyarakat tingkat lokal tidak

menempatkan keberadaan kelembagaan jojobo sebagai sarana penting dalam

pemberdayaan masyarakatnya yang terlihat dari tidak adanya legitimasi formal

keberadaan kelembagaan jojobo oleh pemerintah. Bahkan keberadaan

kelembagaan jojobo tidak didukung oleh pemerintah sebagai stakeholders utama

pembangunan, sehingga mengesampingkan keberadaan kelembagaan jojobo.

Di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat, terdapat

kelembagaan jojobo yang masih eksis dan dimanfaatkan oleh komunitas dalam

pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi, tidak hanya sebatas untuk pemenuhan

ekonomi dan sosial saja, akan tetapi kelembagaan jojobo juga menunjukkan

kearah yang meluas, tidak hanya berlaku dalam hubungan kekerabatan, namun

juga berpengaruh dalam antar komunitas lokal lainnya.

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana pemberdayaan kelembagaan jojobo dan perannya dalam

memenuhi kebutuhan ekonomi produktif pada petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat Maluku Utara, dalam kaitannya

dengan nilai sosial ekonomi yang berlaku dalam masyarakat lokal, dapat dipahami

dengan mengkaji:

(1). Bagaimana bentuk penerapan nilai-nilai jojobo dalam aktivitas ekonomi

produktif komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

Halmahera Barat?

(2). Bagaimana upaya pemberdayaan kelembagaan jojobo dan dampaknya

dalam memenuhi kebutuhan ekonomi produktif komunitas petani

perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat?

(3). Bagaimana dampak kelembagaan jojobo terhadap solidaritas kerjasama

antar warga masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan sosial

ekonominya?

Page 29: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

5

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan mengajukan beberapa pokok persoalan penelitian diatas maka studi

ini bertujuan untuk:

(1). Mengkaji bentuk penerapan nilai-nilai jojobo dalam aktivitas ekonomi

produktif komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

Halmahera Barat.

(2). Menganalisis dan menguraikan pemberdayaan kelembagaan jojobo

berserta dampaknya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi produktif

komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

Halmahera Barat.

(3). Menganalisis dampak kelembagaan jojobo terhadap solidaritas dan

kerjasama antar warga masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan

sosial ekonominya.

Page 30: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

6

Page 31: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Jojobo

Jojobo berasal dari bahasa Ternate berarti “usaha yang dilakukan secara

bersama untuk kepentingan bersama dalam suatu komunitas untuk pemenuhan

kebutuhan hidup yang memiliki nilai-nilai solidaritas seperti baku tolong, atau

baku bantu baik secara ekonomi maupun sosial”. Jojobo juga mengandung

pemaknaan filosofis sebagai pegangan dan nilai-nilai sosial yang menerangkan

tentang pola kehidupan dan hubungan antar manusia dengan sesamanya maupun

dengan alam semesta. Dalam hubungannya manusia dengan sesamanya,

mengisyaratkan manusia sebagai hamba Tuhan (Allah), yang harus saling

mencintai dan saling mengasihi, sebagaimana Allah mencintai hambah-Nya.

Dalam praktek kehidupan sosial kemasyarakatan pada komunitas masyarakat di

Maluku Utara umumnya, dan masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan pada

khususnya memiliki nilai-nilai filosofis yang disebut “dorabololo” yang

dimasukan dalam semangat jojobo seperti halnya “Modet Makatono” atau “Mo

Te Futuwae”, yang mempunyai arti “mari kita saling membantu, atau menyatukan

hati” seperti biji pala dan fulinya. Ilustrasi dari “dolabolo” tersebut dapat

memberikan gambaran bahwa jojobo merupakan sebuah nilai-nilai kesepakatan

yang menyatukan setiap komunitas yang ada pada masyarakat di Kecamatan

Jailolo Selatan untuk saling menolong atau membantu dalam bingkai saling

mengasihi dan mencintai. Dengan demikian jojobo dapat dikatakan merupakan

konsep nilai atau perilaku yang berpola dalam masyarakat (Safar, 2008).

Jojobo dalam konteks kelembagaan, merupakan nilai-nilai sosial yang

mengatur pola dan semangat hidup yang didasarkan pada kepercayaan,

keterbukaan, saling peduli, saling menghargai, dan saling menolong diantara

anggota komunitas masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat

pada khususnya dan Maluku Utara pada umumnya. Jojobo juga merupakan

warisan leluhur masyarakat di Maluku Utara yang dilembagakan sehingga telah

menjadi sebuah kebiasaan dalam kerangka hidup saling tolong menolong, dan di

sisi lain sebagai disementasi sosial atau perekat sosial untuk mencairkan serta

Page 32: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

8

merajut segala bentuk pertentangan dalam komunitas masyarakat agar tercipta

selalu rasa solidaritas. Pemaknaan kata jojobo berbeda dengan kelembagaan sosial

lainnya, karena dalam pemaknaan dan prakteknya jojobo memiliki 2 (dua) perekat

nilai yaitu, nilai ekonomi dan nilai sosial.

Jojobo menunjukan pada aktivitas atau implementasi dari nilai-nila sosial

dalam hal ekonomis yang kegunaannya untuk mengatur kebutuhan hidup dalam

suatu komunitas, seperti dalam komunitas keluarga yang memiliki hubungan

darah dan kekerabatan serta dapat berkembang jauh lebih besar pada komunitas

yang memiliki kesamaan budaya atau cultur. Kegiatan jojobo dilakukan sebagai

upaya untuk mengatasi permasalahan dalam anggota komunitas untuk mengatasi

kesulitan ekonomi secara bersama. Jojobo sebagai sebuah nilai-nilai sosial,

merupakan suatu ide yang telah turun-temurun dianggap efektif dan penting oleh

anggota komunitas masyarakat di Maluku Utara. Misalnya nilai harmonisasi,

tolong menolong, kerjasama dan lainnya merupakan contoh nilai kekerabatan

yang sangat umum dikenal dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian jojobo

adalah salah satu dari nilai sosial yang diyakini dan masih dilestarikan masyarakat

Jailolo Selatan hingga kini.

Beragam perspektif sosiologis batasan pengertian nilai sosial dapat

diuraikan sebagai berikut: pandangan C. Kluckhon, menjelaskan nilai sosial

adalah ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengatasi kemauan pada saat dan

situasi tertentu. Menurut Woods, nilai sosial merupakan petunjuk-petunjuk umum

yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dalam kehidupan

sehari-hari. Bagi A.W.Green, nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif

berlangsung disertai emosi terhadap obyek. Sedangkan, menurut menurut Kimball

Young, nilai sosial adalah asumsi abstrak dan sering tidak disadari tentang apa

yang benar dan apa yang penting. Dan masih banyak pengertian lain terkait

dengan nilai sosial, misalnya Alvin L. Bertrand yang memandang bahwa Nilai

adalah suatu kesadaran yang disertai emosi yang relatif lama hilangnya terhadap

suatu objek, gagasan, atau orang. Dan Robin Williams, nilai sosial adalah hal

yang menyangkut kesejahteraan bersama melalui konsensus yang efektif di antara

mereka, sehingga nilai-nilai sosial dijunjung tinggi oleh banyak orang. Sedangkan

Page 33: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

9

menurut Koentjaraningrat (1968) suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi

sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia (Alfin, 2011).

2.2 Konsep Kelembagaan

Secara normatif istilah social-institution (kelembagaan sosial) memiliki

beberapa arti. Merujuk pada Koentjaraningrat (1968) selaras dengan makna

pranata sosial yang berarti “suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang

berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks

kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat”. Menurut Polak (1966)

kelembagaan sosial berarti “suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan

adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang penting”. Dengan makna

makna yang lebih luas, kelembagaan sosial menurut Bertrand (1974) berarti: 1)

“himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan

pokok di dalam kehidupan masyarakat” yang wujud kongkritnya adalah berupa

asosiasi (association). 2) “tata abstraksi yang lebih tinggi dari grup, organisasi,

dan sistem sosial lainnya”.

Dilihat dari fungsinya kelembagaan sosial setidaknya memiliki empat hal;

1) Memberi pedoman berperilaku kepada individu atau masyarakat; 2) Menjaga

keutuhan; 3) Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan kontrol

sosial (social control); 4) Memenuhi kebutuhan pokok manusia atau masyarakat.

Sedangkan ciri-cirinya menurut Soekanto, (1990), memiliki enam ciri; 1)

Merupakan pengorganisasian pola pemikiran yang terwujud melalui aktivitas

masyarakat & hasil-hasilnya; 2) Memiliki kekekalan tertentu, 3) Mempunyai satu

atau lebih tujuan tertentu; 4) Mempunyai lambang-lambang yang secara simbolik

menggambarkan tujuan; 5) Mempunyai alat untuk mencapai tujuan tertentu; 6)

Mempunyai tradisi tertulis atau tidak tertulis.

Sedangkan tipe-tipe kelembagaan sosial menurut Gillin dan Gillin (1954)

sebagimana dikutip oleh Koentjaraningrat, juga oleh Soerjono Soekanto adalah

sebagai berikut: a) Lembaga sosial berdasarkan perkembangannya, b) Lembaga

sosial berdasarkan nilai/kepentingan yang diterima masyarakat, c) Lembaga

sosial berdasarkan penerimaan masyarakat, d). Lembaga sosial berdasarkan

faktor penyebarannya. e) Lembaga sosial berdasarkan fungsinya.

Page 34: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

10

Berdasarkan penerimaan masyarakat, kelembagaan sosial terbagi dua; 1)

Approved Institutions adalah bentuk lembaga sosial yang diterima secara umum

oleh masyarakat. Misalnya, adanya lembaga peradilan yang berfungsi untuk

mengurangi dan mengadili para pelaku penyimpangan sosial. 2) Unsanctioned

institutions adalah bentuk lembaga sosial yang secara umum ditolak oleh

masyarakat. Misalnya berbagai perilaku penyimpangan, seperti adanya pusat

perjudian yang akan memberikan dampak negative terhadap pelaku dan

masyarakat sekitarnya.

Faktor penyebaran dan jangkauannya kelembagan sosial terdiri dari

beberapa hal,yaitu; 1) General Institutions adalah bentuk lembaga sosial yang

diketahui dan dipahami masyarakat secara umum. Misalnya keberadaan agama

sebagai pedoman hidup manusia maka dibentuklah lembaga agama. 2) Restricted

Institutions adalah bentuk lembaga sosial yang hanya dipahami oleh anggota

kelompok tertentu. Misalnya pelaksanaan ajaran agama Islam, Kristen, Katolik,

Hindu, Buddha, Kong Hu Cu, atau berbagai aliran kepercayaan lainnya, yang

pelaksanaan ajaran agama itu hanya dipahami oleh pemeluk ajaran agama yang

bersangkutan.Contohnya Kewajiban sholat lima waktu bagi umat Islam dan

beribadah ke gereja bagi umat Kristen.

Sedangkan proses perkembangan kelembagaan sosial meliputi; 1) lahirnya

peraturan dan norma-norma baru (proses strukturalisasi dan inkulturasi); 2) terjadi

dimana-mana dan terus menerus dalam masyarakat; 3) proses pengaturan dan

pembinaan pola-pola prosedur (tata cara) diserta beragam sanksi dalam

masyarakat. Dari proses mengenal kemudian mengakui, menghargai, mentaati,

menerima dan internalisasi. Sedangkan tingkat internalisasi “dinilai” berdasarkan

kuat atau lemahnya ikatan yang dimiliki oleh norma tersebut.

Dalam pengertian lain, disebutkan bahwa proses pertumbuhan lembaga

sosial terjadi melalui dua cara yaitu: 1) secara tidak terncana, 2) secara terencana.

Secara tidak terencana maksudnya adalah institusi itu lahir secara bertahap dalam

kehidupan masyarakat, biasanya hal ini terjadi ketika masyarakat dihadapkan pada

masalah atau hal-hal yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup

yang sangat penting. Contohnya adalah dalam kehidupan ekonomi, dimasa lalu,

untuk memperoleh suatu barang orang menggunakan sistem barter, namun karena

Page 35: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

11

dianggap sudah tidak efisien dan menyulitkan, maka dibuatlah uang sebagai alat

pembayaran yang diakui masyarakat, hingga muncul lembaga ekonomi seperti

bank dan sebagainya. Dan secara terencana maksudnya adalah institusi muncul

melalui suatu proses perncanaan yang matang yang diatur oleh seseorang atau

kelompok orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang. Contohnya lembaga

transmigrasi yang dibuat oleh pemerintah sebagai cara untuk mengatasi

permasalahan kepadatan penduduk. Singkat kata bahwa proses terbentuknya

lembaga sosial berawal dari individu yang saling membutuhkan. Saling

membutuhkan ini berjalan dengan baik kemudian timbul aturan yang disebut

norma kemasyarakatan. Norma kemasyarakatan dapat berjalan baik apabila

terbentuk lembaga sosial.

Dengan batasan pengertian di atas dapat dijelaskan bagimana muncul

beragam kelembagaan sosial yang pernah ada hingga sekarang, umumnya di desa

telah ada seperangkat lembaga-lembaga yang muncul dan timbul dari inisiatif

masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang harus di penuhinya.

Lembaga-lembaga lokal ini masih sangat bersifat tradisional dengan berbagai

kekurangan-kekurangan yang ada dari segi organisasi atau kelembagaan modern.

Padahal di sisi lain pemerintah sebagai stakeholder dari program pembangunan

sangat memerlukan lembaga yang sangat mampu untuk menjadi wadah atau

saluran pembangunan bahkan sarana paling tepat untuk percepatan pembangunan

pedesaan.

Berpijak dari realita semacam inilah maka pemerintahpun mengeluarkan

kebijakan mengenai perlunya pembentukan lembaga kemasyarakatan modern

dalam rangka pelaksanaan pembangunan di pedesaan dengan pertimbangan

bahwa lembaga masyarakat modern yang dibuat pemerintah yang memang

dirancang secara khusus untuk kegiatan pembangunan akan memberikan peluang

besar guna keberhasilan pembangunan itu sendiri dari pada pemerintah

menggunakan lembaga pemasyarakatan yang sudah ada yang umumnya bercorak

kultural, agamis dan tradisional.

Kelembagaan umumnya banyak dibahas dalam sosiologi, antropologi,

hukum dan politik, organisasi dan manajemen, psikologi maupun ilmu lingkungan

yang kemudian berkembang dalam ilmu ekonomi karena kini mulai banyak ahli

Page 36: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

12

ekonomi yang mulai berkesimpulan bahwa kegagalan pembangunan ekonomi

umumnya karena kegagalan kelembagaan. Dalam bidang sosiologi, kelembagaan

banyak ditekankan pada norma, tingkah laku, dan adat istiadat.

Terdapat beberapa definisi kelembagaan yang disampaikan oleh ahli dari

berbagai bidang mengenai pengertian lembaga yaitu: 1) Aturan di dalam suatu

kelompok masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi koordinasi antar

anggotanya untuk membantu dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerja

sama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama

yang diinginkan (Ruttan dan Hayami, 1984). 2). Suatu himpunan atau tatanan

norma-norma dan tingkah laku yang bisa berlaku dalam suatu periode tertentu

untuk melayani tujuan kolektif yang akan menjadi nilai bersama, institusi

ditekankan pada norma-norma perilaku, nilai budaya dan adat istiadat (Uphoff,

1986). 3) Aturan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota

suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau

saling tergantung satu sama lain (Ostrom, 1985).

Umumnya definisi lembaga mencakup konsep pola perilaku sosial yang

sudah mengakar dan berlangsung terus menerus atau berulang. Dalam hal ini

sangat penting diperhatikan bahwa perilaku sosial tidak membatasi lembaga pada

peraturan yang mengatur perilaku tersebut atau mewajibkan orang atau organisasi

untuk harus berpikir positif ke arah norma-norma yang menjelaskan perilakunya

tetapi juga pemahaman akan lembaga ini memusatkan perhatian pada pengertian

tata cara orang berperilaku atau bertindak sesuai atau bertentangan dengan

peraturan yang berlaku.

Kemampuan dalam mengenali sebuah kelembagaan, membedakan sifat

dasar kelembagaan satu dengan yang lainnya, dan melihat relasi antar

kelembagaan; dibutuhkan suatu alat menganalisisnya untuk melihat sejauhmana

kelembagaan itu masih eksis atau memudar. Alat analisis kelembagaan menurut

Sayuti (2003) mengintroduksikan satu konsep bahwa sisi internal sebuah

kelembagaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) aspek, yaitu aspek kelembagaan (nilai,

norma, aturan, etika dan lainnya), dan aspek keorganisasian (struktur, peran,

wewenang, otoritas, keanggotaan dan lainnya).

Page 37: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

13

Sebagian besar literatur menunjukkan perbedaan antara “kelembagaan”

dengan “organisasi”. Setidaknya ada empat bentuk cara membedakan yang

terlihat sebagai berikut; 1) Kelembagaan cenderung tradisional, sedangkan

organisasi cenderung modern. Pembedaan atas tradisional dan modern ini sejalan

dengan pembedaan yang diajukan oleh Horton dan Hunt (1993): “... institution do

not have members, they have followers”. 2) Kelembagaan terbentuk dari

masyarakat itu sendiri sedangkan organisasi datang dari atas. Cara pembedaan ini

relatif mirip dengan pembedaan di atas, namun ini tidak dalam konteks

tradisional-modern, namun bawah-atas. Pendapat ini digunakan misalnya oleh

Tjondronegoro (1990): “... lembaga semakin mencirikan lapisan bawah dan

lemah, dan organisasi mencirikan lapisan tengah dengan orientasi ke atas dan

kota” 3) Kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinum, artinya,

organisasi adalah kelembagaan yang belum melembaga. Menurut Uphoff (1986),

tujuan akhir adalah organisasi yang melembaga, atau kelembagaan yang memiliki

aspek organisasi. Jadi, mereka hanya berbeda dalam tingkat penerimaan di

masyarakat saja. Organisasi dipandangnya hanyalah sebagai sesuatu yang akan

dilembagakan. Pendapat ini sedikit banyak juga berasal dari Harrison dan

Huntington (2000) yang menyatakan: “Organization and procedures vary in their

degree of institutionalization... Institutionalization is the process by which

organizations and procedures acquire value and stability”. 4) Organisasi

merupakan bagian dan kelembagaan. Dalam konteks ini, organisasi merupakan

organ dalam suatu kelembagaan. Keberadaan organisasi menjadi elemen teknis

penting yang menjamin beroperasinya kelembagaan. Kalangan ahli ekonomi

kelembagaan menggunakan batasan seperti ini pula. Jika ditelusuri perkembangan

dalam khazanah ilmu sosiologi, pada awalnya istilah ‘institution‘ dan

‘organization’ cenderung tidak dibedakan dan bahkan adakalanya digunakan

secara bolak balik’. Lalu, semenjak tahun 1950-an, mulai tampak pembedaan

yang semakin tegas, bahwa “kelembagaan” dan “keorganisasian” berbeda.

Artinya, terjadi perubahan dan pengertian yang “luas dan baur” menjadi “sempit

dan tegas”.

Kelembagaan jojobo merupakan norma-norma dan tingkah laku yang biasa

berlaku dan menjadi nilai kebersamaan dalam mencapai tujuan secara kolektif.

Page 38: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

14

Aktivitas kelembagaan jojobo mempunyai kecenderungan saling tukar kebaikan

dalam anggota komunitas dalam masyarakat itu sendiri. Secara menyeluruh

kelembagaan jojobo ini ditujukan dalam kaitannya dengan nilai sosial ekonomi

yang berlaku dalam masyarakat lokal, yang memerlukan dukungan bagi semua

pihak untuk meletakkan kelembagaan jojobo sebagai suatu proses pemberdayaan

masyarakat desa dalam konteks mengatur pola dan semangat hidup yang

didasarkan pada keperdulian, kebersamaan, kejujuran, kebenaran dan kepercayaan

antara kelompok anggota masyarakat dalam rangka proses keberlangsungan

pembangunan di Maluku Utara.

Masyarakat lokal senantiasa mengembangkan pola-pola institusi yang

bersifat fungsional sebagai respon terhadap kondisi ketidakpastian dan kerentanan

yang mereka hadapi. Institusi-institusi jaminan sosial yang bersifat lokal dan

tradisional ini memuat berbagai model mekanisme yang mewajibkan individu,

kelompok dan komunitas memberi bantuan kepada orang lain yang

membutuhkan. Di dalamnya juga ada mekanisme pengembangan model-model

saling membantu demi kesejahteraan bersama sebagai kelompok sosial (Von

Benda, 2000). Hal ini memperlihatkan bahwa semua hubungan, lembaga dan

keyakinan yang sudah terbentuk secara sosial dalam jojobo menjalankan fungsi

tertentu sebagai jaminan dari segi sosial, ekonomis dan psikologis bagi seseorang.

2.3 Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan

martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata

lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam

konsep pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996), manusia adalah

subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses

memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong

atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk

menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberdayaan harus

ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal.

Page 39: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

15

Menurut Sumodiningrat (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat

merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi

kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa

menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak

yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang

memberdayakan. Mubyarto (1998) menekankan bahwa terkait erat dengan

pemberdayaan rakyat, dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada

pengembangan sumberdaya manusia (di pedesaan), penciptaan peluang berusaha

yang sesuai dengan keinginan masyarakat serta kelembagaan-kelembagaan yang

dimiliki. Masyarakat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang pada

gilirannya dapat menciptakan lembaga dan sistem pelayanan dari, oleh dan untuk

masyarakat setempat. Upaya pemberdayaan masyarakat ini kemudian ditujukan

dalam pemberdayaan rakyat yang dapat diperoleh melalui penguatan

kelembagaan-kelembagaan lokal yang dimiliki.

Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang

bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang

bersangkutan. Suatu masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan

mental, terdidik dan kuat, tentunya memiliki keberdayaan yang tinggi.

Keberdayaan masyarakat merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu

masyarakat bertahan, dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri

dan mencapai kemajuan. Keberdayaan masyarakat itu sendiri menjadi sumber dari

apa yang di dalam wawasan politik disebut sebagai ketahanan nasional. Artinya

bahwa apabila masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, maka hal

tersebut merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional.

Kerangka inilah upaya memberdayakan masyarakat pertama-tama dimulai

dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

berkembang termasuk penguatan kelembagaan-kelembagaan lokal yang dimiliki.

Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat,

memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, bahwa tidak ada masyarakat

yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian akan punah. Pemberdayaan

adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan mendorong memotivasi

dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya

Page 40: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

16

untuk mengembangkannya kelembagaan yang dimiliki. Selanjutnya, upaya

tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh

masyarakat itu sendiri. Dalam konteks ini diperlukan langkah-langkah lebih

positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan

kelembagaan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan

berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang

(opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya

(Kartasasmita, 1996).

Pemberdayaan yang dikemukakan Dwijowijoto (2006) dan Roesmidi (2008)

menempatkannya bukan pada sebuah proses instan, melainkan suatu proses yang

bertahap. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu 1)

penyadaran, 2) pengkapasitasan dan 3) pendayaan. Tahap-tahap terjadinya

pemberdayaan melalui proses-proses tersebut yaitu: Pertama, Penyadaran. Pada

tahap ini target hendak didayakan diberi pencerahan dalam bentuk diberi

penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai sesuatu misalnya

target kelompok masyarakat miskin dan mereka bisa menjadi berada itu didahului

jika mereka mempunyai kapasitas untuk keluar dari kemiskinan. Program tahapan

ini memberi pengetahuan. Diberdayakan dalam proses pemberdayaan itu dimulai

dari dalam diri sendiri dan orang luar. Kedua, pengkapasitasan (capasity

building). Pada tahap ini dilakukan melalui pembangunan kemampuan untuk

membuat mereka cakap melalui suatu training, latihan, workshop, seminar, atau

simulasi. Dilakukan dalam bentuk restrukturisasi organisasi, suatu kelompok

dengan memanajemen yaitu: a) pengkapasitasan pertama menyiapkan medium

buat organisasi. b) pengkapasitasan kedua take it for granted (jadi dengan

sendirinya). Ketiga, Pemberdayaan. Pemberdayaan pada tahapan ini memberikan

daya melalui diberikannya otoritas kekuasaan, peluang sesuai kecakapan yang

dimiliki. Intinya dalam proses pemberian daya atau kekuasaan diberikan sesuai

dengan kecakapan penerimaan.

Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi, sekarang telah banyak

diterima, bahkan telah berkembang dalam berbagai literatur di dunia barat.

Namun, upaya mewujudkannya dalam praktik pembangunan tidak selalu berjalan

mulus. Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak

Page 41: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

17

meyakini bahwa konsep pemberdayaan merupakan alternatif pemecahan terhadap

dilema-dilema pembangunan yang dihadapi. Mereka yang berpegang pada teori-

teori pembangunan model lama juga tidak mudah untuk menyesuaikan diri

dengan pandangan-pandangan dan tuntutan-tuntutan keadilan. Mereka yang tidak

nyaman terhadap konsep partisipasi dan demokrasi dalam pembangunan tidak

akan merasa tentram dengan konsep pemberdayaan ini. Lebih lanjut, disadari pula

adanya berbagai bias terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai suatu paradigma

baru pembangunan.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi

yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru

pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering,

and sustainable” (Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996). Konsep ini lebih

luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau

menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety

net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya

mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan dimasa yang lalu.

Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa

yang antara lain oleh Friedmann (1992) disebut alternative development, yang

menghendaki “inclusive democracy, appropriate economic growth, gender

equality and intergenerational equity”.

Konsep pemberdayaan tidak mempertentangkan pertumbuhan dengan

pemerataan, karena seperti dikatakan oleh Brown (1995), keduanya tidak harus

diasumsikan sebagai “incompatible or anti-thetical”. Konsep ini mencoba

melepaskan diri dari perangkap “zero-sum game” dan “trade off”. Ia bertitik tolak

dari pandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk

pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Oleh

karena itu, seperti dikatakan oleh Kirdar dan Silk (1995), “the pattern of growth is

just as important as the rate of growth”. Yang dicari adalah seperti dikatakan

Ranis, “the right kind of growth”, yakni bukan yang vertikal menghasilkan

“trickle-down”, seperti yang terbukti tidak berhasil, tetapi yang bersifat horizontal

(horizontal flows), yakni “broadly based, employment intensive, and not

compartmentalized” (Ranis, 1995).

Page 42: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

18

Pertumbuhan dihasilkan bukan hanya dengan biaya lebih kecil, tetapi

dengan devisa yang lebih kecil pula (Brown, 1995). Hal terakhir ini besar artinya

bagi negara-negara berkembang yang mengalami kelangkaan devisa dan lemah

posisi neraca pembayarannya. Lahirnya konsep pemberdayaan sebagai antitesa

terhadap model pembangunan yang kurang memihak pada rakyat mayoritas.

Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut : (1) bahwa proses

pemusatan kekuasaan terbangun dari pemusatan kekuasaan faktor produksi; (2)

pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan

masyarakat pengusaha pinggiran; (3) kekuasaan akan membangun bangunan atas

atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan sistem ideologi yang

manipulatif untuk memperkuat legitimasi; dan (4) pelaksanaan sistem

pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara sistematik akan

menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat

tunadaya Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa

dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai,

maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang lemah

(empowerment of the powerless). (Prijono dan Pranarka, 1996).

Proses tahapan pemberdayaan sejalan dengan terminologi pemberdayaan itu

sendiri atau yang dikenal dengan istilah empowerment yang berawal dari kata

daya (power). Daya dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam tetapi dapat

diperkuat dengan unsur-unsur penguatan yang diserap dari luar. Ia merupakan

sebuah konsep untuk memotong lingkaran setan yang menghubungkan power

dengan pembagian kesejahteraan. Keterbelakangan dan kemiskinan yang muncul

dalam proses pembangunan disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pemilikan

atau akses pada sumber-sumber power. Proses historis yang panjang

menyebabkan terjadinya power dispowerment, yakni peniadaan power pada

sebagian besar masyarakat, akibatnya masyarakat tidak memiliki akses yang

memadai terhadap akses produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang

memiliki power. Pada gilirannya keterbelakangan secara ekonomi menyebabkan

mereka makin jauh dari kekuasaan. Begitulah lingkaran setan itu berputar terus.

Oleh karena itu, pemberdayaan bertujuan dua arah. Pertama, melepaskan

Page 43: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

19

belenggu kemiskinan, dan keterbelakangan. Kedua, memperkuat posisi lapisan

masyarakat dalam struktur ekonomi dan kekuasaan. (Prijono dan Pranarka, 1996)

2.4 Pemberdayaan Kelembagaan

Pada dasarnya terdapat beragam makna tentang pemberdayaan

kelembagaan, namun keseluruhan pegertian tersebut mengacu pada makna dasar

dari pemberdayaan itu sendiri yang berarti “Memberikan sumberdaya,

kesempatan, pengetahuan dan keterampilan kepada warga untuk meningkatkan

kemampuan merka dalam menentukan masa depannya sendiri dan berpartisipasi

dalam dan mempengaruhi kehidupan dari masyarakatnya” ( Ife, 1995: 182). Dapat

dikatakan juga bahwa pemberdayaan adalah “Perluasan aset-aset dan

kemampuan-kemampuan masyarakat miskin dalam menegosiasikan dengan

mempengaruhi, mengontrol, serta mengendalikan tanggung jawab lembaga-

lembaga yang mempengaruhi kehidupannya” ( Narayan et al, 2002:11).

Pemberdayaan juga berarti kemampuan individu dan komunitas untuk mengontrol

lingkungannya dengan menciptkan kemampuan menganalisis masalah mereka,

mengidentifikasi sebab-sebabnya, menetapkan prioritas, dan memperoleh

pengetahuan baru secara mandiri (conscientization) ( Freire, 1972: 13).

Menurut Ife (1995:61-64), pemberdayaan termasuk di dalamnya penguatan

kelembagaan masyarakat mesti memuat dua pengertian kunci yakni kekuasaan

dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini diartikan bukan hanya menyangkut

kekuatan politik namun mempunyai arti luas yang merupakan penguasaan

masyarakat atas: 1) Power over personal choices and life chances. Kekuasaan atas

pilihan-pilhan personal dan kesempatan-kesempatan hidup, kemampuan dalam

membuat keputusan-keputusan mengenai pilihan hidup, tempat tinggal dan

pekerjaan dan sebagainya. 2) Power over the definition of need. Kekuasaan atas

pendefinisian kebutuhan, kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan

aspirasi dan keinginan. 3) Power over ideas. Kekuasaan atas ide atau gagasan,

kemampuan mengekspersikan dan menyumbang gagasan dalam interaksi, forum

dan diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. 4) Power over institutions. Kekuasaan

atas lembaga-lembaga, kemampuan menjangkau, menggunakan dan

mempengaruhi lembaga-lembaga masyarakat seperti; lembaga pendidikan,

Page 44: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

20

kesehatan, keuangan serta lembaga-lembaga pemenuh kebutuhan hidup lainnya.

5) Power over resources. Kekuasaan atas sumber daya, kemampuan memobilisasi

sumber daya formal dan informal serta kemasyarakatan dalam memenuhi

kebutuhan hidup. 6) Power over economic activity. Kekuasaan atas aktivitas

ekonomi kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi,

distribusi serta pertukaran barang dan jasa. 7) Power over reproduction.

Kekuasaan atas reproduksi, kemampuan dalam kaitannya dengan proses

reproduksi dalam arti luas seperti pendidikan, sosialisasi, nilai dan prilaku bahkan

kelahiran dan perawatan anak. Dalam pengetian ini maka pemberdayaan dan

penguatan masyarakat beserta kelembagaan yang dimilikinya dapat diartikan

sebagai tujuan dan proses sekaligus. Sebagai tujuan, pemberdayaan adalah suatu

keadaan yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang memiliki kekuatan atau

kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian sesuai dengan tipe-

tipe kekuasaan yang disebutkan sebelumnya.

Dengan demikian maksud dan tujuan Pemberdayaan Kelembagaan Sosial

Masyarakat adalah: 1) Untuk mewujudkan partisipasi sosial masyarakat melalui

perorangan, lembaga-lembaga sosial masyarakat serta dunia usaha dalam

melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan sosial. 2) Mendelegasikan sebagian

tugas kepada institusi sosial di daerah dalam menyusun rencana, melaksanakan

dan mengendalikan pemberdayaan potensi dan sumber kesejahteraan sosial secara

terukur dan akuntabel di daerahnya masing-masing. 3) Meningkatkan kualitas

Sumber Daya Manusia, organisasi dan manajemen mitra-mitra kerja untuk

mewujudkan pelayanan sosial yang profesional.

2.5 Ekologi Komunitas Petani perladangan

Maluku Utara memiliki ekosistem yang agak berbeda dengan pulau-pulau

lain, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan pulau-pulau lain di Indonesia.

Aneka ciri-ciri fisik-geografis dan biologi (curah hujan, kelembaban, kesuburan

tanah, kerapatan vegetasi, topografi, struktur ruang, dan lain-lain) berinteraksi

sedemikian rupa dengan ciri-ciri sosial budaya (penduduk, etnisitas, pola

penempatan, kepercayaan, dan lain-lain) dalam kurun waktu lama sehingga

membentuk suatu sistem ekologi kebudayaan perladangan yang berbeda yaitu

Page 45: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

21

sistem (JICA dan Bappenas, 1998). Perspektif ini menggariskan norma-norma

yang dapat menjawab pertanyaan mengenai ciri-ciri ekologi kebudayaan Maluku

Utara.

Daerah pantai umumnya tanah gambut dan hutan rendah, sementara daerah

hulu berupa hutan hujan tropis. Struktur tanah di Maluku Utara memiliki

pegunungan vulkanik yang secara berkala menyemburkan hara dan mineral ke

dataran rendah. Formasi umum alivium, yakni berupa endapan sungai dan rawa,

bersumber dari kwarsa, kerikil, dan bongkahan batu malihan, granit, dan kwarsa.

Endapan aluvium rawa terutama terdiri dari lumpur hitam sampai keabu-abuan,

tanah liat yang mengandung limonit dan di beberapa tempat lumpur pasir dan

tanah liat mengandung lignit. Aluvium yang lebih tua terdiri dari kerikil dan

bongkah batuan malihan dan granit, agak mengeras, terletak 40-50 meter di atas

permukaan sungai sekarang. Ketebalan aluvium 5-10 meter dan terdapat sisa-sisa

tanaman dan tumbuhan (Miring, dkk. 1989).

Pola perkampungan tertata dalam jarak yang saling berjauhan mengikuti

alur DAS, dengan populasi relatif kecil, adakalanya hanya belasan kepala

keluarga, tidak pernah berkembang melebihi daya dukung tanah (Riwut, 1993).

Jarak fisik dan geografis yang saling berjauhan membatasi interaksi sosial yang

intensif antar kampung dan antar anak kampung. Kampung pada umumnya

berjauhan satu sama lain, terpencar jauh. Letak rumah terpencar-pencar dan

banyak ditemukan rumah betang. Kampung besar mempunyai beberapa anak

kampung yang terpencil lebih jauh lagi ke pedalaman, yaitu di gunung, di lembah,

di tepi sungai, di hutan-hutan dan pesisir laut. Untuk anak kampung yang di

sungai-sungai ada yang jaraknya sampai 20-30 km dengan kampung besarnya,

demikian pula untuk kampung yang terletak di hutan-hutan jaraknya sekitar 5-10

km dari kampung besarnya. Tidak jarang satu kampung terdiri dari tiga sampat

lima kampung yang letaknya berjauhan (Riwut, 1993).

Ciri positif perladangan dari segi ekologi lebih berintegrasi ke dalam

struktur umum ekosistem alami, sebelum perladangan itu direncanakan, dan jika

sungguh-sungguh adaptif lebih baik mempertahankan struktur itu daripada

menciptakan dan melanjutkan ekosistem yang disusun menurut garis-garis baru

dan dinamik-dinamik baru. Setiap bentuk pertanian merupakan usaha mengubah

Page 46: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

22

ekosistem tertentu sehingga manusia dapat menaikkan arus energi ke manusia.

Persawahan mencapai hal itu dengan cara mengolah kembali alam sekitar,

sementara perladangan dengan cara meniru alam sekitar. Perladangan memilik ciri

sistemik dengan meniru hutan tropis sebagai tingkat umum yang dicapainya.

Ekosistem Maluku Utara didiami beragam suku bangsa dimana mayoritas

adalah Suku-suku lokal. Masyarakatnya sebagian besar tinggal di pesisir pantai

dan berkembang kebudayaan, alat-alat, dan bahasa yang berbeda di masing-

masing tempat. Komunitas yang ada di Maluku Utara terdapat 28 sub etnis dan 29

bahasa. Meski terdapat pengelompokan sub etnis dan perbedaan bahasa, namun

masing-masing etnis tetap menghargai satu sama lain. Itu sebab, identitas

masyarakat Maluku Utara dianggap relatif tinggi jika dibandingkan dengan suku-

suku pendatang, misalnya dibanding Bugis, Manado, atau Jawa. Lebih dari itu,

Maluku Utara memiliki kesatuan orientasi sosial, ekonomi, dan budaya antar

daerah dan propinsi lain.

Secara historis, Maluku Utara menerima migran dan beragam suku bangsa,

seperti Melayu, Bugis, Jawa dan luar Maluku Utara. Migrasi yang terus-menerus

baik secara spontan maupun lewat program (transmigrasi) menciptakan sebuah

masyarakat yang kompleks. Perbedaan tingkahlaku, keperibadian, dan orientasi

nilai budaya sering tertumpangi oleh kepentingan ekonomi politik, menimbulkan

ketidakstabilan sosial.

Beragam dimensi kelembagaan sosial, ekonomi, budaya, religi, dan

politiknya semakin kehilangan fungsi koordinasinya terhadap pola dan arah

perkembangan. Day (1996) mencatat perubahan dalam kepemimpinan,

kelembagaan, dan organisasi-organisasi pertanian. Ekonomi uang menggantikan

subsistensi dan ekonomi kelembagaan. Pengaruh paren (pengetua adat)

terdegradasi, dan digantikan oleh bentuk kepemimpinan baru (agama, pemerintah,

ekonomi). Kelembagaan jojobo (gotong-royong) dan organisasi-organisasi bekerja

dengan cara-cara baru. Kelembagaan jojobo yang berhubungan dengan tata guna

agraria kehilangan fungsi. Pola tinggal menetap yang terpencar memberi jalan

yang mudah bagi pengaruh-pengaruh luar menerobos masuk ke dalam komunitas.

Perkembangan zaman memaksa komunitas-komunitas di Maluku Utara

kembali hubungan mereka dengan alam. Pemusatan fasilitas umum seperti

Page 47: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

23

pendidikan dan kesehatan misalnya, mendorong perubahan pola tinggal menetap

berhubungan dengan pendidikan bagi anak-anak mereka. Mereka mendekati tepi

pantai atau kota-kota kecil dimana pembangunan dan modernitas terpusat.

Ekonomi perladangan menciut dengan memutus sebagian mata rantai siklus

perladangan. Intensifikasi relatif atas lahan menurunkan tingkat kesuburan, lebih

jauh menurunkan produktifitas.

Budaya politik nasional (sentralisme, otoritarianisme) menghadang evolusi

sosiobudaya pada masyarakat perladangan di Maluku Utara, oleh perencanaan

pengembangan pertanian yang lebih didasari “politik panglima” (Dove, 1980).

Sekalipun elementer, dan mencakup bagian terluas dari sistem ekologi di

Indonesia, pengetahuan tentang ekologi perladangan sangat kurang, dan jika

tersedia perladangan biasanya diungkapkan secara negatif, antara lain karena

dianggap tidak ada hubungan dengan pertumbuhan usaha pedesaan dan sangat

sedikit produksi yang mempunyai arti bagi perdagangan (Geertz, 1975).”Sistem

pertanian perladangan lebih sering disalahmengerti (Mubyarto. 1989) dengan

kesan-kesan yang bias budaya sawah-sentris (Dove, 1988). Jarang sekali

dipertimbangkan sistem perladangan sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat

peladang (Ukur, 1992). Dalam hal industrialisasi di sektor kehutanan, segi-segi

ekonomi dan kelestarian lingkungan hutan lebih ditonjolkan ketimbang manusia

dan kebudayaannya (Gunawan dkk., 1998). Hak-hak asal usul (ulayat)

dikesampingkan sambil memberi jalan bagi pemodal mengeksploitasi sumber-

sumber alam yang tersedia di lingkungan hutan dan alam. Ketika isu-su

lingkungan hidup mengemuka, para peladang selalu menjadi pihak yang hampir

selalu dipersalahkan (Djuweng, 1998).

Ekonomi perladangan mempunyai ciri-ciri yang khas dengan peluang lebih

terbuka bagi perkembangan tanaman perdagangan seperti kelapa, lada, pala, kopi,

dan cengkeh, yang tidak memerlukan pemeliharaan intensif. Tetapi perkembangan

ekonomi perladangan terjerat dalam jebakan sistem ekonomi dualistik yang sering

tidak dimengerti. Karena itu pemindahan penduduk ke Maluku Utara melalui

program-program kependudukan seperti transmigrasi mendasari berkembangnya

isu-isu pemindahan kemiskinan (Mubyarto, 1992).

Page 48: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

24

Pemerintah nasional berkeinginan mengubah pola perladangan menjadi pola

kehidupan yang sesuai dengan pola pertanian yang dikenal oleh pemerintah pusat;

pemerintah berkepentingan menghalangi penggarapan tanah hutan tropik di dalam

sistem perladangan. Sistem perladangan berhasil baik dan sesuai dengan

pertimbangan mengenai lingkungan, sebaliknya pemerintah salah paham dan

percaya sistem perladangan merupakan pendayagunaan yang membahayakan

lingkungan, yang merupakan alasan utama bagi pelaksanaan program

pengendalian perladangan (Dove, 1988).

Harapan bagi pendayagunaan yang lebih intensif atas hutan tropika juga

dipakai sebagai dasar program pengendalian lingkungan. Intensifikasi tanah

memang diperlukan oleh kepentingan negara yang menghadapi masalah

pertumbuhan dan ketidakmerataan penduduk. Dalam sistem perladangan,

peningkatan per unit area berbeda dengan peningkatan per unit tenaga. Yang

pertama cenderung dinilai sangat tinggi dalam sistem pertanian intensif, di mana

tanah sudah menjadi langka, tenaga semakin langka, dan permodalan sudah

ditingkatkan;yang terakhir selalu lebih penting bagi sifat-sistem yang ekstensif

dimana tanah masih banyak sedangkan tenaga kerja yang sedikit. Karena sistem

yang terakhir ini lebih menghemat tenaga kerja sedangkan yang pertama lebih

menghemat tanah,yang terakhir ini dapat menghasilkan produktifitas yang lebih

tinggi per unit tenaga kerja meskipun menghasilkan produktifitas yang lebih

rendah per unit tanah. Akibatnya rata-rata peladang menggunakan alasan

ekonomis dengan perhitungan-perhitungan yang paling tepat untuk menolak

ajakan pemerintah mengembangkan sistem perladangan ekstensif diubah menjadi

sistem perladangan intensif (Dove, 1988).

Perubahan lingkungan hidup fisik, perubahan dalam jumlah serta komposisi

penduduk, dan perubahan dalam cara-cara berproduksi (teknologi) merupakan

faktor penting yang mendorong perubahan sosial budaya. Perubahan sosial

budaya ini akan semakin tajam apabila perubahan faktor ekologi terjadi karena

tekanan-tekanan luar (external pressure) yang tidak dapat ditolerir oleh

masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ekologi yang diterima dan

kemudian terintegrasi ke dalam suatu sistem sosial budaya akan merupakan suatu

inovasi, apabila unsur-unsur perubahan itu berperan sebagai faktor dinamik dalam

Page 49: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

25

kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Sebaliknya yang terjadi adalah

penolakan apabila perubahan-perubahan bertentangan dengan pola budaya yang

sudah ada atau dianggap akan mengakibatkan perubahan yang mendasar, baik

yang berkenaan dengan pandangan hidup atau nilai-nilai budaya atau struktur

sosial yang ada. Dengan demikian, perubahan itu tidak akan berfungsi sebagai

faktor dinamis, melainkan sebagai faktor yang mendorong terjadinya perusakan

atau peruntuhan diri. Perusakan-diri antara lain ditandai oleh terjadinya kerancuan

dan kekacauan sosial yang pada akhirnya dapat membawa masyarakat itu

kehilangan etos dan identitas diri (Pelly, 1991).

2.6 Kerangka Pemikiran

Pendekatan modernization Theory merupakan kebijakan pemerintah sebagai

upaya mengeluarkan masyarakat pedesaan dari keterbelakangan sosial ekonomi di

perkenalkan sebagai nilai-nilai modern seperti halnya teknologi keahlian dan

modal. Industrialisasi, ekspansi modal yang merupakan bagian dari modernisasi

adalah merupakan salah satu faktor pendorong yang akan mentransformasikan

secara cepat tertinggal, atau ketertinggalan tradisi dalam suatu komunitas

pedesaan. Nilai-nilai modernisasi yang didukung oleh program kebijakan

pemerintah membawa perubahan terhadap memudarnya kelembagaan lokal di

pedesaan sebagai nilai sosial masyarakatnya.

Kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia umumnya memiliki

kelembagaan-kelembagaan lokal yang dibutuhkan dalam menyelesaikan berbagai

masalah sosial ekonomi dan upaya untuk mengatasi beratnya suatu pekerjaan.

Kehidupan masyarakat pedesaan sebelum modernisasi tampak dari menguatnya

kelembagaan-kelembagaan lokal yang mempunyai peran strategis sebagai norma-

norma yang mengatur tentang pola dan semangat hidup yang berlandaskan gotong

royong atau kerja sama, kebersamaan dalam usaha pemenuhan dan menyelesaikan

masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapinya.

Kelembagaan merupakan tatanan norma-norma dan tingkah laku yang

berlaku untuk mencapai tujuan kolektif yang dijadikan nilai bersama. Aturan di

dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi koordinasi

antar anggota untuk membantunya dengan harapan di mana setiap orang dapat

Page 50: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

26

bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan

bersama yang di inginkan (Ruttan dan Hayami, 1984). Kelembagaan lokal ini

memperlihatkan bahwa adanya distribusi dalam bentuk kerjasama dalam suatu

kelompok masyarakat. Polanyi membagi kegiatan distribusi dalam 3 (tiga) bentuk,

yaitu: 1) resiprositas, 2) redistribusi, dan 3) pertukaran pasar.

1. Resiprositas dalam arti harfiah adalah timbal balik, dalam antropologi

ekonomi kegiatan resiprositas berarti pertukaran barang dan jasa yang kira-

kira sama nilainya antara dua pihak. Resiprositas dibagi menjadi 3 (tiga)

bentuk, yaitu: (a). Resiprositas umum: kegiatan tukar menukar barang dan

jasa, dimana pemberi maupun penerima tidak menentukan secara spesifik

nilai barang atau waktu penyerahannya: contoh kegiatan ekonomi yang

bersifat altruis dimana hanya berorientasi pada kesejahteraan orang banyak.

Seperti yang terjadi di kalangan suku-suku pribumi Australia, saat

mendapatkan hewan buruan, daging hewan tersebut dibagi-bagikan kepada

keluarga terdekat, namun bagian yang tidak enak seperti limpa atau darah

ditahan untuk pemburu. (b). Resiprositas berimbang kegiatan tukar menukar

barang dan jasa dimana pemberi maupun penerima menentukan dengan

pasti nilai barang yang terlibat dan waktu penyerahannya. (c). Resiprositas

negatif: Kegiatan tukar menukar barang dan jasa dimana salah satu pihak

ingin mengambil keuntungan dari pihak lain dengan cara apapun. Contoh:

dalam budaya Indian Navajo menipu pada waktu barter dengan orang asing

secara moral dapat diterima.

2. Redistribusi: bentuk kegiatan ekonomi dimana barang-barang masuk dalam

satu tempat pusat kemudian didistribusikan lagi. Contoh: pajak di Indonesia

dan beberapa negara lain. Masyarakat diwajibkan membayar pajak pada

pemerintah, setelah uang hasil pajak terkumpul maka pemerintah akan

membagikan lagi ke rakyat dalam bentuk pembangunan fasilitas-fasilitas

umum yang lebih memadai, atau contoh di Amerika Serikat dimana pajak

yang terkumpul dipakai untuk mendanai perusahaan international asal

Amerika yang hampir bangkrut. Ketiga, Barter: adalah kegiatan tukar-

menukar barang yang digolongkan dalam salah satu bentuk resiprositas

negatif, karena di dalamnya tidak ada bentuk resiprositas umum atau

Page 51: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

27

berimbang murni. Dalam barter terdapat penilaian relatif pada suatu barang

yang akan dipertukarkan, dimana barang langka yang dihasilkan oleh suatu

kelompok dipertukarkan dengan barang yang dihasilkan oleh kelompok lain.

Ketidakpastian dan kerentanan merupakan masalah yang dihadapi oleh

setiap orang sepanjang hidupnya. Setiap orang dan kelompok masyarakat

memiliki persepsi dan cara sendiri tentang bagaimana ketidakpastian dan

kerentanan hidup harus ditangani dan dipecahkan. Setiap orang atau masyarakat

senantiasa sedang menjalankan dan terus menerus mengembangkan mekanisme

atau sistem-sistem sosial untuk mengatasi ketidakpastian dan kerentanan itu

melalui hubungan-hubungan yang dibangun, lembaga-lembaga, dan keyakinan-

keyakinan budaya tertentu.

Semua hubungan, lembaga dan keyakinan yang sudah terbentuk secara

sosial itu menjalankan fungsi tertentu sebagai jaminan dari segi sosial, ekonomis,

dan psikologis bagi seseorang. Itu berarti bahwa setiap orang dan masyarakat

senantiasa memiliki suatu sistem jaminan sosial tertentu. Jika dilihat dengan cara

demikian, jaminan sosial tidak saja menjadi persoalan budaya, sosial, ekonomi,

hukum, dan politik yang sangat penting, tetapi juga merupakan aspek yang tak

terpisahkan dari kompleksitas perubahan masyarakat yang dapat dilakukan

melalui pemberdayaan masyarakatnya (Von Benda, 2000).

Penelitian berkaitan dengan jojobo sebagai suatu lembaga sosial ekonomi

masyarakat petani perladangan di Maluku Utara, berdasarkan kerangka penelitian

dipergunakan konsep perbedayaan ekonomi melalui penguatan kelembagaan

lokal, yaitu sebagai berikut :

1. Kelembagaan sosial berkaitan dengan nilai bersama yang mengatur

perilaku individu dalam suatu masyarakat atau kelompok. Kelembagaan

lokal memiliki norma informal bersifat instan yang mengembangkan

kerjasama dua orang atau lebih. Norma merupakan modal sosial yang dapat

disusun dari norma resiprositas antar manusia. Norma sosial ini

menentukan perilaku bersama dalam suatu kelompok individu sebagai

prinsip keadilan yang mengarahkan perilaku tidak mementingkan diri

sendiri. (Polanyi, 1957).

Page 52: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

28

2. Pemenuhan kebutuhan dalam komunitas merupakan sistem dari saluran

komunikasi (system of communication channel) untuk melindungi dan

mengembangkan hubungan interpersonal. Redistribusi ini merupakan

gerakan appropriasi yang bergerak ke arah pusat kemudian dari pusat

didistribusikan kembali ke bawah (Polanyi, 1957), dalam kaitannya

pemenuhan kebutuhan komunitas diarahkan pada keberadaan kelembagaan

lokal yang mampu meredistrubsi kemampuan yang dimiliki komunitas

masyarakat yang kemudian didistribusikan kembali kepada para anggota

komunitas masyarakat.

3. Solidaritas sosial merupakan penyediaan arahan bagi terbentuknya

kerjasama dan koordinasi sosial dari semua aktivitas sehingga setiap

individu dapat hidup bersama dan berinteraksi dengan lainnya.

Kelembagaan sosial yang bersifat lokal dan tradisional memuat berbagai

model mekanisme yang mewajibkan individu, kelompok dan komunitas

memberi bantuan kepada orang lain yang membutuhkan. Di dalamnya

terdapat mekanisme pengembangan model-model saling membantu demi

kesejahteraan bersama sebagai kelompok sosial (Von Benda, 2000).

Pemberdayaan masyarakat menyangkut kelompok masyarakat sebagai

pemberdayaan kelembagaan jojobo bertumpu pada nilai-nilai jojobo dengan

berbasis nilai akan dapat memenuhi kebutuhan sosial ekonomi. Jojobo sebagai

kelembagaan merupakan wadah dalam kelompok masyarakat yang memfasilitasi

koordinasi kerjasama dalam mencapai kesejahteraan bersama. Jojobo sebagai

kelembagaan sosial ekonomi berkaitan dengan kebersamaan yang ditampilkan

dalam bentuk perilaku dalam menetapkan suatu keputusan berdasarkan

kesepakatan bersama. Jojobo sebagai alat pemenuhan kebutuhan dalam

kelembagaan sosial merupakan alat komunikasi dalam mempertahankan dan

mengembangkan kekuatan komunitas dalam mencapai tujuan bersama yaitu

pemenuhan kebutuhan para anggotanya.

Kelembagaan jojobo dapat menjadi alat untuk mengukur solidaritas sosial

dan juga dapat menjadi instrumen interaksi antar komunitas dalam bekerjasama

untuk memperoleh keuntungan bersama. Dengan kata lain, jojobo juga merupakan

disementasi sosial yang dapat merekatkan kepentingan sosial bersama antar

Page 53: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

29

individu dan kelompok-kelompok yang terdapat di dalam masyarakat di

kecamatan Jailolo Selatan, Halmahera Barat. Artinya, tinggi rendahnya solidaritas

sosial, resiprositas sosial dan ikatan-ikatan sosial lainnya dalam masyarakat dapat

dilihat dalam tebal-tipisnya semanagat jojobo dijalankan oleh masyarakat.

2.7 Hipotesis Pengarah

Berdasarkan yang telah di uraikan dalam latar belakang dan perumusan

masalah, tujuan penelitian maka disusun hipotesis yang merupakan arahan bagi

pengembangan metode pnelitian dan analisis data. Hipotesis penelitian yang di

maksud berkaitan dengan keberadaan kelembagaan sosial Jojobo sebagai modal

sosial komunitas petani perladangan merupakan wadah dalam memfasilitasi

koordinasi kerjasama dalam mencapai kesejahteraan bersama, maka ditetapkan

hipotesis pengarah yaitu:

(1). Pemberdayaan kelembagaan jojobo yang bertumpu pada nilai-nilai jojobo

akan berdampak memenuhi kebutuhan sosial ekonomi komunitas petani

perladangan;

(2). Pemberdayaan kelembagaan jojobo akan dapat memperkuat solidaritas

yang ada. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 54: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

30

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 55: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menerapkan pendekatan studi kualitatif yang dipandang

relevan karena bertujuan memahami fenomena aktivitas keberadaan kelembagaan

sosial ekonomi petani peladang di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat

merupakan studi kasus yang diteliti dalam penelitian ini. Penggunaan metode

kualitatif dilakukan untuk mengungkapkan berbagai fenomena sosial ekonomi

berupa penerapan modal sosial lokal yaitu keberadaannya kelembagaan sosial

ekonomi pada komunitas masyarakat lokal dalam melakukan pemberdayaan

ekonomi masyarakatnya.

Penelitian kualitatif yang dilakukan dalam penelitian ini yakni untuk

menggambarkan, menggali secara mendetail dan menjabarkan realitas aktivitas

petani peladangan dalam suatu komunitas masyarakat lokal, serta bekerjanya

Jojobo sebagai kelembagaan sosial ekonomi di Maluku Utara khususnya pada

studi komunitas petani peladang di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat

dengan menggunakan data deskriptif berupa hasil pengambilan data di lapangan

yang menghasilkan dalam bentuk kata-kata baik tertulis maupun lisan dan

perilaku dari narasumber yang diteliti. Sumber data dalam penelitian ini yakni

masyarakat desa di Maluku Utara, di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat

yang terlibat langsung dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan

menggali data dan informasi sebanyak-banyaknya agar dapat membantu peneliti

dalam melakukan analisis dalam penelitian ini.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian yang difokuskan pada kelembagaan jojobo sebagai kelembagaan

ekonomi dalam aktivitas petani peladang yang berada di lokasi Kecamatan Jailolo

Selatan Kabupaten Halmahera Barat Propinsi Maluku Utara. Keberadaan lembaga

sosial ekonomi Jojobo sebagai nilai sosial lokal dan sebagai kelembagaan

ekonomi masyarakat dimiliki oleh komunitas petani peladang yang merupakan

masyarakat setempat di Kecamatan Jailolo Selatan. Penelitian ini mempergunakan

Page 56: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

32

waktu selama 3 (tiga) bulan mulai dari kegiatan persiapan penelitian, penyusunan

pengajuan penelitian, pengumpulan data dan pelaporan hasil penelitian.

3.3 Metode Penentuan Subjek dan Informan

Penelitian ini menggunakan penentuan responden secara non probability

sampling dengan menerapkan metode snowball sampling. Metode ini merupakan

prosedur penentuan responden berdasarkan informasi yang diperoleh dari

responden sebelumnya (Arikunto, 1995). Teknik Snowball Sampling yang dipilih

dalam menentukan subjek yakni dengan menentukan beberapa responden awal,

yang kemudian akan terus berlangsung hingga memperoleh informasi dari subjek

satu dengan yang lain mempunyai kesamaan sehingga tidak ada data yang baru.

sedangkan, penentuan informan penelitian menggunakan metode purposive

sampling yakni menentukan informan yang memiliki pengetahuan dan

pengalaman yang mendalam terhadap permasalahan yang diteliti, dan dapat

memberikan informasi yang valid.

Subjek dalam penelitian ini dipergunakan unsur masyarakat yang terdiri dari

Ketua Adat, ketua Masyarakat dan Pelaku Jojobo. Adapun informan yang dipilih

yaitu unsur pemerintah daerah berjumlah 2 orang yaitu Kepala BPMD (Badan

Pemberdayaan Masyarakat Desa), dan Kepala Bidang Pemerintahan Desa.

1. Tabel 3.1 Daftar Nara Sumber/ Informan Utama 

No. Nara Sumber/Informan

Posisi Jabatan/Profesi

Data dan Informasi Pokok

1. Bapak MB dan F Kepala Badan dan Kepala Bidang 1. Gambaran umum wilayah penelitian

2. Program-program Pemerintah dan partisipasi Warga

3. Mekanisme aktivitas Kelembagaan

2. Bapak MHA, SKK, B,M J, J, MS, D. Ibu AA

Ketua/Tokoh Masyarakat 1. Sejarah komunitas. 2. Partisipasi masyarakat 3. Bentuk-bentuk Solidaritas

3. BHA, HM, DHY, A S, I, Bu SHR, SM

Ketua Adat 1. Nilai-nilai sosial Jojobo 2. Interaksi Antar Individu dalam

komunitas Jojobo 3. Kekuatan sosial dalam Jojobo

4. Bapak BHA, AA, H S, SH, A, SY, HAHA, W, S, M, NHS, YHH, F, M, Y, IHB, S, I. Ibu Muna M, MY, SY. N, H, N, AHB, M

Peladang/Pelaku Jojobo Usaha dan bekerja berladang, mencari hasil hutan, berdagang dan berasosialisasi pada kegiatan Jojobo

Sumber: Hasil kajian Penulis, 2011

Page 57: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

33

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan penelitian ini untuk memperoleh data penelitian maka

peneliti menggunakan tiga cara dalam pengumpulan data yakni, dengan cara

pengamatan langsung, wawancara mendalam (indepth interview) dan studi

literature/dokumentasi.

1. Pengamatan langsung. Dengan metode ini peneliti hendak melihat fakta-fakta

lapangan secara langsung, terutama dalam mendalami persoalan bagimana

penerapan penghayatan nilai-nilai Jojobo dalam masyarakat. Dengan cara ini

peneliti hendak menangkap perlilaku, sikap dan manifestasi lain dari nilai Jojobo

dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

2. Wawancara Mendalam (indepth interview). Dengan metode ini peneliti hendak

mendalami beberapa tema dan topik khusus dengan orang-orang yang termasuk

sebgai key informan yang telah dipilih berdasarkan prinsip-prinsip trianggulasi

agar di hasilkan data yang spesifik dan menyeluruh dalam satu topik tertentu,

khususnya untuk menjawab rumusan masalah utama penelitian. Dalam

melakukan wawancara mendalam kepada tokoh dan informan kunci di lapangan,

digunakan dan mengacu pada panduan wawancara yangtelah dipersiapkan

menurut tema atau topik kajian.

3. Studi literatur dan dokmentasi. Dengan metode ini peneliti berusaha menelusuri

dan mendalami beragam referensi (buku, jurnal, artikel, dsb), hasli penelitian

sebelumnya, serta dokumen-dokumen tertulis baik melalui dinas-dinas

pemerintah yang terkait maupun dokumen-dokumen yang dimiliki oleh

masyarakat sendiri, yang berhubungan dan mendukung tema kajian. Dengan

demikian, peneliti dapat memiliki data sekunder dan informasi awal yang luas

guna mendalami di lapangan. 

Page 58: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

34

Berikut ditampilkan tabel teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini. Tabel 3.2 Penentuan Responden (Subjek dan Informan)

No Tujuan Penelitian Data Sumber

Data

Teknik Pengumpulan

Data 1 Mengkaji bentuk

penerapan nilai-nilai Jojobo dalam aktivitas ekonomi produktif komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat

1. Gambaran umum wilayah penelitian

2. Karakteristik demografi

3. Mekanisme aktivitas kelembagaan ekonomi Jojobo

4. Ragam bentuk aktivitas kelembagaan ekonomi Jojobo

1. Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat

2. Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat

3. Ketua adat, tokoh masyarakat dan pelaku Jojobo di lokasi penelitian

4. Ketua adat, tokoh masyarakat dan pelaku Jojobo di lokasi penelitian

1. Data Sekunder 2. Data Sekunder 3. Observasi dan

Wawancara mendalam

4. Wawancara mendalam

2 Menganalisis upaya pemberdayaan kelembagaan Jojobo dan dampaknya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi produktif komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat

1. Nilai-nilai sosial ekonomi dalam kelembagaan Jojobo

2. Interaksi antar anggota komunitas dalam kelembagaan Jojobo

3. Kekuatan sosial ekonomi dalam kelembagaan Jojobo

1. Ketua adat, dan tokoh masyarakat di lokasi penelitian

2. Ketua adat, tokoh masyarakat dan pelaku Jojobo di lokasi penelitian

3. Ketua adat, tokoh masyarakat dan pelaku Jojobo di lokasi penelitian

4. Ketua adat, tokoh masyarakat dan pelaku Jojobo di lokasi penelitian

1. Wawancara mendalam

2. Wawancara mendalam

3. Wawancara mendalam

4. Wawancara mendalam

5. Wawancara mendalam

3 Menganalisis

dampak

kelembagaan

Jojobo bagi

solidaritas

kerjasama antar

warga

masyarakat desa

dalam memenuhi

kebutuhan sosial

ekonominya.

1. Penerapan unsur-unsur saling membantu pada aktivitas kelembagaan Jojobo

2 Partisipasi masyarakat dalam kelembagaan Jojobo

3. Bentuk solidaritas dalam penerapan aktivitas ekonomi kelembagaan Jojobo

1. Ketua adat, tokoh masyarakat, pelaku Jojobo, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD),

2. Ketua adat, tokoh masyarakat, pelaku Jojobo, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD),

3. Ketua adat, tokoh masyarakat, pelaku Jojobo, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD),

1. Hasil Analisis dan Wawancara mendalam

2. Hasil Analisis dan Wawancara mendalam

3. Hasil Analisis dan Wawancara mendalam

Page 59: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

35

3.5 Metode Pengolahan Data

Teknik analisis data yang digunakan yakni teknik analisis interpretif atau

penafsiran terhadap hasil pengumpulan data. Dalam suatu penelitian sebelum data

dianalisis perlu dilakukan pengolahan data agar menjadi ringkas dan sistematis,

sehingga memudahkan dalam proses analisis data. Selanjutnya pengolahan data

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menelaah seluruh data, yaitu dimulai dengan kegiatan mencatat, membaca,

mempelajari dan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber, baik

dari wawancara dengan masyarakat, pengamatan, studi dokumentasi dan

lainnya.

2. Mereduksi data, yaitu dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.

Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan

pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di

dalamnya dilandaskan pada catatan-catatan harian dan catatan lapang lain

yang telah dikumpulkan sebelumnya.

3. Mengkategorikan dan mengklasifikasikan data, yaitu mengumpulkan data

dalam satuan-satuan tertentu yang dilakukan sambil membuat koding sesui

kebutuhan kajian;

4. Mengadakan pemeriksaan (cross check) keabsahan data, yaitu memeriksa

kebenaran dari data yang diperoleh melalui teknik pengecekan anggota

(member check);

5. Menyajikan data, yaitu mendeskripsikan data yang diperoleh secara verbal

melalui analisis data yang ditetapkan.

Analisis data menurut Singarimbun (1991) yang menyatakan bahwa analisis

data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah

dibaca dan diinterprestasikan. Moleong (2000) menyatakan bahwa :

“Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan dalam suatu proses, yang berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu sesudah meninggalkan lapangan.”

Page 60: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

36

Sesuai dengan ciri penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sepanjang

penelitian dilaksanakan, bahkan bersamaan dengan proses penulisan laporan.

Untuk memperoleh pemahaman serta pendalaman pengertian atas sebab gejala,

data yang diperoleh sering harus dilakukan wawancara ulang dengan sumber yang

sama, hal itu untuk menghindarkan pengertian ganda dalam bentuk bias.

Mengingat secara mendasar persoalan perilaku tidak sama dalam setiap individu,

pengulangan wawancara dilakukan dengan informan kunci. Hal itu dimaksudkan

sebagai pemeriksaan ulang, selain bertujuan untuk lebih memperdalam

pemahaman atas masalah yang dicari.

Pengertian lain mengenai analisis data yaitu menurut Nasution (1996)

bahwa analisis data adalah proses penyusunan, pengkategorian, mencari pola atau

tema dengan maksud untuk memahami maknanya. Menurut Muhajir (1996)

Analisis data adalah upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil

observasi dan wawancara untuk meningkatkan pemahaman tentang kasus yang

diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data, adalah sebagai berikut;

1. Reduksi data, pada tahap ini, laporan data yang diperoleh dari lapangan

perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada

hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya. Jadi laporan lapangan

sebagai bahan “mentah” disingkatkan; direduksi, disusun lebih

sistematis, ditonjolkan pokok-pokok yang penting, diberi susunan yang

lebih sistematis, sehingga lebih mudah dikendalikan (Nasution, 1996).

2. Display data. Penyajian atau “display” data, dilakukan agar dapat melihat

gambaran keseluruhannya atau bagian-bagian tertentu dari penelitian,

melalui pembuatan berbagai macam matriks, grafik, network dan charts.

(Nasution, 1996).

3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi. Sejak awal penelitian kualitatif

peneliti berusaha untuk mencari makna data yang dikumpulkan. Dari

data yang diperoleh kemudian diambil kesimpulan. Kesimpulan itu mula-

mula masih sangat tentatif, kabur, diragukan, akan tetapi dengan

bertambahnya data, maka kesimpulan itu lebih “grounded”. Jadi

Page 61: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

37

kesimpulan senantiasa harus direvisi selama penelitian berlangsung

(Nasution, 1996).

Pada hakikatnya tujuan utama dan langkah-langkah analisis dalam

penelitian deskriptif yang dilakukan secara kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang

ada.

2. Mengindentifikasi masalah-masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-

praktek yang berlaku, termasuk terhadap konsep-konsep dan pemahaman-

pemahaman serta upaya mendapat pengertian dari pola-pola di dalam data.

3. Membuat perbandingan atau evaluasi, dalam hal ini harus melihat latar

belakang dan orangnya secara holistik (keutuhan).

4. Menentukan apa yang akan dilakukan orang lain dalam menghadapi

masalah-masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk

menetapkan rencana dan keputusan pada saat yang akan datang.

Dalam hal ini orang harus dipahami dari sudut pengalamannya sendiri dan

peneliti berusaha semaksimalnya membatasi pengaruh dari peneliti terhadap apa

yang dipelajari (Rakhmat, 1989; dan Bogdan, 1984). Langkah analisis dalam

penelitian ini terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu:

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Pada tahap

reduksi data, meliputi proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Tahapan penyajian data merupakan

sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Sedangkan pada tahap

kesimpulan/verifikasi merupakan makna-makna yang muncul dari data harus diuji

kebenarannya atau validitasnya.

Dalam penelitian kualitatif, strategi atau pendekatannya adalah induksi

konseptualisasi. Dengan strategi atau pendekatan ini, peneliti bertolak dari fakta

dan informasi empiris (data) untuk membangun konsep, hipotesis, dan teori. Dari

data/informasi ke konsep yang merupakan suatu gerak melintas ke tingkat

abstraksi yang lebih tinggi, bukan suatu perhitungan tabulasi dari data yang

berasosiasi dengan konsep yang ditemukan. Terkait dengan pendekatan kualitatif,

Page 62: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

38

yakni reduksi-konseptualisasi untuk membangun konsep, hipotesis dan teori,

maka untuk menganalisis hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara dan

observasi peneliti menggunakan teknik analisis domain, dengan langkah-langkah

untuk menganalisis data hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Peneliti dapat memilih pola atau tipe hubungan semantis tertentu atas dasar

informasi dan fakta yang tersedia dalam catatan lapangan.

2. Menyiapkan lembaran kerja analisis domain.

3. Memilih pertanyaan atau fakta dalam catatan lapangan yang setidak-

tidaknya memiliki satu kesamaan tertentu (sejenis atau sewarga); d)

Mencari cover term dan include term yang sesuai dengan suatu pola/tipe

hubungan semantis (konsep induk dari sejumlah jenis).

4. Memformulasikan pertanyaan struktural untuk masing-masing domain;

5. Membuat daftar semua domain yang tercakup dari segenap data yang ada.

6. Penulisan laporan atau penyajian data.

Domain tersebut merupakan hasil kegiatan melalui observasi dan

wawancara yang dilakukan, dengan melakukan penelaahan terhadap fokus

penelitian secara menyeluruh. Hasil observasi atau wawancara yang dilakukan

dengan berbagai informan dan key informan dicatat secara tertentu dalam “catatan

lapangan” atau field note.

Page 63: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

39

BAB IV

PROFIL KOMUNITAS PETANI PERLADANGAN

4.1 Kondisi Geografis

Halmahera Barat merupakan sebuah kabupaten baru hasil pemekaran dari

Kabupaten Maluku Utara yang terletak di Pulau Halmahera berdasarkan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara,

Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera

Timur, dan Kota Tidore, Kepulauan di Provinsi Maluku Utara. Kabupaten yang

memiliki luas wilayah 3.669,58 km2 dengan laut seluas 1.311,7 km2 ini terletak

antara 1o48o Lintang Utara sampai 0o 48o Lintang Utara serta 127o16’0” Bujur

Timur sampai 127o16’ Bujur Timur. Kabupaten Halmahera Barat terletak di

Kawasan Timur Indonesia, tepatnya berbatasan dengan: 1) Sebelah Utara dibatasi

oleh Kabupaten Halmahera Utara dan Samudera Pasifik, 2) Sebelah Selatan

dibatasi oleh Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Timur, 3)

Sebelah Timur dibatasi oleh Kabupaten Halmahera Utara, dan 4) Sebelah Barat

dibatasi oleh Laut Maluku.

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2004 Gambar 1 Peta Wilayah Kabupaten Halmahera Barat

Page 64: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

40

kecam

Ibu

Kabu

dari

yang

panta

luas

curam

Kabu

meny

emas

Secara ad

matan dan

Selatan da

upaten Halm

seluruh kec

g harus men

ai adalah se

wilayah dar

Su

Topografi

m (63%). T

upaten Hal

yimpan kek

s dan bahan

G

T

dministratif

146 desa. K

an yang te

mahera Bar

camatan de

nempuh jal

ebanyak 57

ri masing-m

Luas WilayNo. K1 Jailolo2 Jailolo3 Jailolo4 Sahu 5 Sahu 6 Ibu 7 Ibu Se8 Ibu U9 Lolod TOTA

umber: Badan

wilayah K

Terdapatnya

lmahera Ba

kayaan alam

n galian lain

Gambar 2 Top

Tanah Curam63%

Sum

f Kabupaten

Kecamatan

erkecil adal

rat terletak d

engan perjal

lur laut. Da

7 desa seda

masing daeraT

yah Daratan Kecamatan o o Timur o Selatan

Timur

elatan Utara da AL Perencanaan

Kabupaten

a empat gu

arat sebaga

m seperti a

nnya.

pografi Wilay

TaTopog

mber: Halmahe

n Halmahe

yang wilay

lah Kecam

di Kecamat

lanan darat

ari 146 des

angkan sisa

ah adalah seTabel 4.1

Kabupaten HLua

Pembangunan

Halmahera

unung berap

ai daerah y

andesit, kao

yah Kabupat

anah Datar1%

rafi Wilaya

era Barat Dala

era Barat d

yahnya terlu

matan Jailol

tan Jailolo,

kecuali da

a yang ada

anya bukan

ebagai berik

Halmahera Bas Wilayah (K

225,59 282,19 146,25 123,97 270,58 109,61 371,25 219,5 608,94

2.357,88 n Daerah Halm

a Barat di

pi dan emp

yang masih

olin, gips, b

ten Halmaher

Tanah Landai10%

ah

am Angka 200

dibagi atas

uas adalah K

o Selatan.

yang dapat

ari Kecamat

a yang term

desa panta

kut:

Barat Km2)

mahera Barat,

dominasi o

at sungai m

h alami da

batu bara,

ra Barat

Tanah Agak Curam26%

07

s sembilan

Kecamatan

Ibu Kota

t ditempuh

tan Loloda

masuk desa

ai. Adapun

, 2007.

oleh tanah

menjadikan

an banyak

pasir besi,

Page 65: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

41

Kabupaten Halmahera Barat merupakan kabupaten yang dibentuk setelah

adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003, tanggal 28 Februari 2003, di mana

Kabupaten Maluku Utara dimekarkan menjadi Empat Kabupaten, yaitu; 3 (tiga)

kabupaten baru serta Satu kabupaten induk (Maluku Utara) yang berubah nama

menjadi Kabupaten Halmahera Barat dengan ibukota Jailolo.

Pada awal perkembangannya Kabupaten Halmahera Barat meliputi 5 (lima)

kecamatan, yaitu Kecamatan Jailolo, Kecamatan Jailolo Selatan, Kecamatan Sahu,

Kecamatan Ibu dan Kecamatan Loloda. Seiring perjalanan waktu dan

pertumbuhan penduduk, aspirasi masyarakat serta rentang kendali pemerintahan

yang terlalu jauh maka berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2005

tertanggal 21 Desember 2005 maka terjadi pemekaran tiga kecamatan, yaitu;

Kecamatan Sahu Timur, Kecamatan Ibu Utara dan Kecamatan Ibu Selatan. Tidak

lama berselang dikeluarkan pula Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 tentang

Pemekaran Kecamatan Jailolo Timur, sehingga sejak saat itu Kabupaten

Halmahera Barat meliputi Sembilan Kecamatan.

Sembilan kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Halmahera Barat

tersebut memiliki desa sebanyak 146 desa, dengan rincian desa swadaya sebanyak

72 desa, desa swakarya sebanyak 48 desa dan swasembada sebanyak 26 desa.

Kecamatan dengan jumlah desa swadaya paling banyak adalah Kecamatan Loloda

dengan jumlah 22 desa. Kecamatan yang memiliki desa swakarya paling banyak

adalah Kecamatan Jailolo dengan 29 desa dan kecamatan yang memiliki desa

swasembada paling banyak adalah Kecamatan Sahu Timur dan Ibu Selatan

masing-masing dengan 13 desa.

Adapun jumlah kecamatan, desa dan nama ibu kota kecamatan di Kabupaten

Halmahera Barat, sebagai berikut:

Page 66: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

42

Tabel 4.2

Jumlah Kecamatan, Desa dan Nama Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat

No. Kecamatan Jumlah Desa Letak Ibu Kota Kecamatan

1 Jailolo 29 Gufasa 2 Jailolo Timur 6 Akelamo Raya 3 Jailolo Selatan 18 Sidangoli 4 Sahu 16 Susupu 5 Sahu Timur 16 Akelamo 6 Ibu 13 Tongute Sungi 7 Ibu Selatan 13 Talaga 8 Ibu Utara 13 Duono 9 Loloda 22 Kedi TOTAL 146

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Halmahera Barat, 2007.

Kecamatan Jailolo Selatan adalah Kecamatan yang dibentuk setelah

dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 2003 pada Tanggal 25 Februari

2003 tentang Pembentukan 4 (empat) Kabupaten dan Kota merupakan pemekaran

dari Kecamatan Jailolo. Kecamatan Jailolo Selatan memiliki Luas Wilayah

33,372.3 Ha dengan Ibu Kota Kecamatan Sidangoli, yang meliputi 18 desa/anak

desa. Yaitu; 1) Sidangoli Gam, 2) Sidangoli Dehe, 3) Akelaha, 4) Akeara, 5)

Domato, 6) Bangkit Rahmat, 7) Moiso, 8) Dodinga, 9) Gamlenge, 10) Tewe, 11)

Tataleka, 12) Braha, 13) Ake Jailolo, 14) Tabadamai, 15) Biamahi, 16) Toniku,

17) Tuguraci, dan 18) Rioribati.

Geografis Kecamatan Jailolo Selatan berada antara 1000 sampai 30 Lintang

Utara dan 1250 sampai 1280 Bujur Timur. Berbatasan dengan: a) Sebelah Utara

dibatasi Kecamatan Jailolo, b) Sebelah Selatan dibatasi Kota Tidore Kepulauan, c)

Sebelah Timur dibatasi Kecamatan Jailolo Timur, dan sebelah Sebelah Barat

dibatasi dengan Laut Maluku.

4.2 Kondisi Demografi

Kabupaten Halmahera Barat adalah salah satu kabupaten di provinsi Maluku

Utara, Indonesia. Kabupaten ini berpenduduk sebanyak 105.110 jiwa dengan

kepadatan penduduk 44.58 jiwa/km² (2006). Sejumlah tersebut laki-laki 54.071

jiwa dan perempuan 51.039 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten ini 10.34% dari

jumlah penduduk Maluku Utara yang 910.656. (Sumber: Badan Pusat Statistik

Maluku Utara). Adapun perincian jumlah penduduk tersebut ditampilkan pada

tabel berikut:

Page 67: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

43

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten

Halmahera Barat Tahun 2007

No. Kecamatan Laki-Laki

%

Perempuan

%

Jumlah

%

1 Jailolo 12.322

51,16

11.761

48,84

24.083

100

2 Jailolo Timur 2.435

51,72

2.273

48,28

4.708

100

3 Jailolo Selatan 9.415

52,15

8.638

47,85

18.053

100

4 Sahu 4.903 50,41 4.824 49,59 9.727 100 5 Sahu Timur 3.931 50,65 3.830 49,35 7.761 100 6 Ibu 5.156 51,04 4.946 48,95 10.102 100 7 Ibu Selatan 5.578 51,45 5.263 48,55 10.841 100 8 Ibu Utara 4.118 52,15 3.779 47,85 7.897 100 9 Loloda 6.213 52,04 5.725 47,96 11.938 100 TOTAL 54.071 51, 51.039 48,56 105.110 100

Sumber: BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2007.

Aspek kependudukan merupakan faktor penting dalam perkembangan

wilayah karena penduduk dan kegiatannya akan membawa pengaruh yang sangat

besar terhadap perkembangan suatu wilayah karena suatu rencana tata ruang

disusun berdasarkan potensi penduduk tingkat kebutuhan dan kepentingan

penduduk. Jumlah Penduduk Kecamatan Jailolo Selatan sebanyak 18.053 Jiwa

yang terdiri dari wanita 8.638 (47,85%) dan pria 9.415 (5215,%) jiwa. Sedangkan

tingkat kepadatan penduduk untuk Kecamatan Jailolo Selatan adalah sebesar 1 (

satu ) Jiwa /Ha dengan Distribusi penduduk sebesar 21,9 %.

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk Perdesaan di Kecamatan Jailolo selatan Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2007

No Nama Desa Jumlah % 1. Sio Gam 4.100 26,53 2. Sio Dehe 1.098 7,10 3. Domato 289 1,87 4. Moiso 775 5,01 5. Gamlenge 684 4,43 6. Tataleka 646 4,18 7. Ake Jailolo 198 1,28 8. Biamaahi 851 5,5 9. Tuguraci 584 3,78

10. Akeara 1.368 8,85 11. Akelaha 429 2,77 12. Bangkit Rahmat 689 4,46 13. Dodinga 904 5,85 14. Tewe 347 2,24 15. Braha 504 3,26 16. T. Damai 578 3,74 17. Toniku 856 5,54 18. Rioribati 577 3,73

Total 15.449 100 Sumber: BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2007

Page 68: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

44

Kabupaten Halmahera Barat memiliki komposisi penduduk usia produktif

(15-65 Tahun), sebesar 60% dari total penduduk di Kabupaten Halmahera Barat.

Persentase tersebut merupakan potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan bagi

kemajuan Kabupaten Halmahera Barat. Sedangkan perbandingan antara jumlah

penduduk tidak produktif (di bawah 15 Tahun dan di atas 65 Tahun ke atas)

dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 Tahun) di Kabupaten Halmahera

Barat sebesar 66. Hal ini berarti tiap 100 penduduk usia produktif menanggung 66

penduduk usia tidak produktif.

Adapun penduduk yang berusia 10 Tahun ke atas menurut jenis kegiatan

utama dan jenis kelamin pada Tahun 2006, sebagai berikut:

Tabel 4.5

Penduduk yang Berusia 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2007

No. Kegiatan Utama Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Angkatan

Kerja

Bekerja 27.875 15.669 43.544

2 Mencari Pekerjaan 1.774 2.622 4.396

TOTAL 29.649 18.291 47.940 3

Bukan Angkatan Kerja

Sekolah 9.425 7.460 16.885

4 Mengurus

Rumah Tangga

326 11.798 12.124

5 Lainnya 2.321 1.477 3.798 TOTAL 12.072 20.735 32.807

Sumber: BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2007

Jumlah penduduk di Kabupaten Halmahera Barat yang besar belum tentu

menjamin SDM yang dimiliki. Selain jumlah penduduk (kuantitas), diperlukan

juga tingkat pendidikan yang tinggi (kualitas) dari manusianya. Pendidikan adalah

sektor yang memegang peranan sangat penting dalam pembangunan. Pendidikan

yang bermutu merupakan jaminan terbentuknya kualitas generasi mendatang yang

handal, untuk mensukseskan pembangunan nasional pada umumnya dan

pembangunan Kabupaten Halmahera Barat pada khususnya.

Kabupaten Halmahera Barat pada Tahun 2006 diperkirakan memiliki

jumlah penduduk usia Sekolah Dasar (7-12 Tahun) sebanyak 13.691 jiwa, di

mana Kecamatan Jailolo merupakan kecamatan dengan penduduk usia sekolah

dasar paling banyak, yaitu 3.137 jiwa, dan kecamatan dengan jumlah penduduk

usia sekolah dasar paling sedikit adalah Kecamatan Jailolo Timur dengan jumlah

Page 69: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

45

613 jiwa. Angka Partisipasi Kasar SD/MI paling banyak dijumpai di Kecamatan

Loloda, yaitu sebanyak 98.966 dan yang paling sedikit adalah di Kecamatan

Jailolo Timur dengan jumlah 58.678. Tabel 4.6

Proyeksi Penduduk Usia 7-12 Tahun Menurut Kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2007

No. Kecamatan 2005 2006 2007 1 Jailolo 3.093 3.137 3.180 2 Jailolo Timur 605 613 622 3 Jailolo Selatan 2.319 2.351 2.384 4 Sahu 1.249 1.267 1.284 5 Sahu Timur 997 1.011 1.025 6 Ibu 1.298 1.316 1.334 7 Ibu Selatan 1.392 1.412 1.431 8 Ibu Utara 1.014 1.029 1.043 9 Loloda 1.533 1.555 1.576 TOTAL 13.500 13.691 13.879

Sumber: Dinas Pendidikan dan Pariwisata Kabupaten Halmahera, 2007

Jumlah guru sekolah dasar di Kabupaten Halmahera Barat ada sebanyak

1.537 orang, dengan rincian Kecamatan Jailolo memiliki 419 orang, Kecamatan

Jailolo Timur 14 orang, Kecamatan Jailolo Selatan 521 orang, Kecamatan Sahu 98

orang, Kecamatan Sahu Timur 116 orang, Kecamatan Ibu 87 orang, Kecamatan

Ibu Selatan 81 orang, Kecamatan Ibu Utara 77 orang dan Kecamatan Loloda

mempunyai 124 orang guru. Total keseluruhan guru mulai dari sekolah dasar

sampai dengan sekolah menengah umum adalah sebanyak 2.370 orang. Tabel 4.7

Jumlah Guru Menurut Sekolah dan Kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2007

No. Kecamatan SD MI SLTP MTs SMU MA SMK 1 Jailolo 419 9 152 24 60 22 20 2 Jailolo Timur 14 12 0 0 0 0 0 3 Jailolo Selatan 521 17 51 34 14 14 0 4 Sahu 98 0 91 0 42 0 62 5 Sahu Timur 116 0 0 0 0 0 0 6 Ibu 87 0 88 0 45 0 0 7 Ibu Selatan 81 0 0 0 0 0 0 8 Ibu Utara 77 0 0 0 0 0 0 9 Loloda 124 0 38 0 0 0 0 TOTAL 1.537 38 458 58 161 36 82

Sumber: Dinas Pendidikan dan Pariwisata Kabupaten Halmahera, 2007

Program Keluarga Berencana (KB) selama ini gencar dikumandangkan oleh

pemerintah yang bertujuan untuk mengontrol atau mengendalikan laju

pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama

Page 70: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

46

ibu dan balita. Dengan adanya program KB memungkinkan seorang ibu untuk

mengatur jarak kelahiran dan jumlah anak yang diinginkan.

Kecamatan Jailolo merupakan kecamatan dengan jumlah akseptor aktif dan

akseptor baru paling banyak, yaitu 3.127 akseptor dan 175 akseptor. Kecamatan

yang memiliki akseptor aktif paling sedikit adalah Kecamatan Jailolo Selatan

dengan jumlah akseptor aktif sebanyak 847 akseptor. Sedangkan Kecamatan Ibu

Selatan dan Kecamatan Ibu Utara merupakan kecamatan dengan jumlah akseptor

baru paling sedikit, yaitu sebanyak 94 akseptor.

Salah satu program pelayanan masyarakat yang penting adalah pelayanan

kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan

penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayah. Produktivitas

manusia akan maksimal jika tidak mengalami keluhan kesehatan. Di Halmahera

Barat terdapat 8 puskesmas dan 20 puskesmas pembantu. Baik puskesmas

maupun puskesmas pembantu telah disediakan di tiap-tiap kecamatan. Jumlah

puskesmas di tiap-tiap kecamatan berjumlah 1 (satu) unit, kecuali untuk

Kecamatan Ibu Utara tidak memiliki puskesmas maupun puskesmas pembantu.

Untuk puskesmas pembantu jumlahnya berbeda antar kecamatan. Kecamatan

yang memiliki puskesmas pembantu paling banyak adalah Kecamatan Loloda,

yaitu sebanyak 5 unit. Kecamatan Jailolo Timur, Kecamatan Sahu dan Kecamatan

Ibu Selatan hanya memiliki satu puskesmas pembantu.

1.3 Kondisi Ekonomi

Sumber mata pencaharian utama masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan

selaras dengan potensi sumber daya alam yang ada di wilayah tersebut yakni,

mayoritas mengandalakan hasil pertanian-perladangan, pemanfaatan hasil hutan,

pemanfaatan hasil laut (nelayan), dan sebagian yang lain adalah peternak, berburu

serta pemanfaatan dan pengarapan lahan hutan lainnya. Sebagian kecil masyarakat

lainnya adalah berdagang, Pegawai Negeri Sipil (PNS), guru dan militer dan

polisi. Ketergantungan masyarakat pada dunia pertanian dan pemanfaatan hutan

dan laut adalah yang paling tinggi. Hal ini menjadi corak dan karakteristik

tersendiri bagi masyarakat yang ada di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera

Barat.

Page 71: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

47

Potensi sumber daya pertanian yang ada di Kabupaten Halmahera Barat,

terdiri dari: 1) Potensi lahan pertanian, dan 2) Potensi sumber daya manusia

pertanian. Potensi lahan pertanian (lahan basah, lahan kering dan lahan tidur) yang

cukup besar, diperkirakan mencapai 156.663 Ha, sementara yang baru diusahakan

kurang lebih 23.249 Ha atau hanya 18,84%. Potensi sumber daya manusia

pertanian, terdiri dari: 1) Kelompok tani yang berjumlah kurang lebih 199 KT,

dan 2) Petugas teknis, terdiri dari PPL dan petugas kecamatan (PPK).

Di atas lahan tersebut telah diusahakan untuk pengembangan tanaman

pangan, terdiri dari padi sawah (Kec. Jailolo, Sahu Timur dan Ibu Selatan), padi

lading sembilan Kecamatan), jagung (Kec. Jailolo, Jailolo Selatan, Jailolo Timur,

Sahu, Sahu Timur, Ibu Selatan dan Ibu), Kedelai (Kec. Jailolo, Jailolo Selatan dan

Sahu Timur), kacang tanah (Kec. Jailolo, Jailolo Timur, Sahu, Sahu Timur, Ibu

dan Ibu Utara) dan umbi-umbian (Kec. Ibu, Ibu Utara dan Loloda) dengan total

keseluruhan seluas 2.846 Ha.

Pola pertanian bagi petani peladagan di Kecamatan Jailolo Selatan

umumnya dilakukan secara tradisional dan hanya pada musim hujan. Hal ini

disebabkan oleh faktor sumberdaya alam (iklim, tanah, air, topografi, dan lain-

lain, dan sumberdaya manusia yang kurang mendukung, sehingga lahan kering

belum terkelola dengan baik yang mengakibatkan produktivitasnya tetap rendah.

Keterbatasan agroekosistem lahan kering di Kecamatan Jailolo Selatan tercermin

dari topografi dataran rendah, relatif rendahnya kesuburan tanah, struktur lempung

berpasir dengan hanya 3-4 bulan basah dan curah hujan yang termasuk rendah

(1200-1600/tahun).

Untuk mengatasi paceklik beras, petani umumnya mengusahakan tanaman

jagung, kacang tanah, atau singkong. Produksi jagung yang mereka hasilkan

relatif rendah (2 ton/Ha, kacang tanah sekitar 650 kg/Ha karena tanpa pemeliharan

intensif, menggunakan varietas lokal serta marjinalnya lahan kering yang mereka

usahakan). Sementara Farm Record Keeping (FRK) menunjukkan pendapatan

petani masih sangat rendah, sekitar Rp. 2 juta/KK/tahun (BPS Halmahera Barat,

2010).

Pengembangan buah-buahan, terdiri dari jeruk (Kec. Sahu dan Sahu Timur),

rambutan (Kec. Jailolo, Sahu, Sahu Timur), durian (Kec. Jailolo, Sahu, Sahu

Page 72: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

48

Timur), pisang (9 kecamatan), langsat (Kec. Jailolo, Sahu, Sahu Timur, Ibu), salak

(Kec. Ibu) dengan total keseluruhan seluas + 655 Ha. Pengembangan sayur-

sayuran, terdiri dari cabe keriting, bawang, tomat, ketimun, dll. Terkonsentrasi di

Kec. Jailolo, Jailolo Selatan, Sahu, Sahu Timur, Ibu, dengan total keseluruhan

seluas 461 Ha. Pengembangan ternak; populasi ternak sapi telah mencapai 6.709

ekor, serta kambing 7.189 ekor. Jumlah tersebut, khususnya sapi dirasakan masih

kurang seiring 15.000 ekor ternak sapi untuk mengembalikan kejayaan Halmahera

Barat sebagai daerah lumbung ternak di Kabupaten Halmahera Barat.

Potensi kehutanan di Kabupaten Halmahera Barat, dengan luas kawasan hutan +

246.500 Hektar, yang terdiri dari: 1) Hutan Lindung: + 79.500 Hektar, 2) Hutan

Produksi: + 4.250 Hektar, 3) Hutan Produksi Terbatas: + 27.250 Hektar, 4) Areal

Penggunaan Lain: + 39.250 Hektar, dan 5) Hutan Produksi Konsaliran Daservasi:

+ 96.250 Hektar. Daerah Aliran Sungai (DAS) terdiri atas 3 (tiga) aliran DAS

besar, yaitu: Sungai Akelamo, Sungai Ngibut dan Sungai Sidangoli dan sejumlah

sub-sub DAS lainnya. Beberapa kawasan hutan di Kabupaten Halmahera Barat

yang tergolong kritis dan terbuka yang luasnya + 10.000 Hektar.

Perbenihan tanaman hutan dapat dilihat dari terdapat beberapa kelompok

tani dan usahawan golongan menengah yang telah membangun usaha perbenihan

tanaman hutan. Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam di Kabupaten

Halmahera Barat, sebagai berikut: 1) Perlindungan hutan dan pengendalian

kebakaran hutan, 2) Keanekaragaman hayati yang teridir dari; a) Flora (tanaman):

anggrek, kulit kayu dan jenis-jenis tanaman lokal lainnya dan b) Fauna (hewan):

burung bidadari (jailolo selatan dan hutan talaga rano) dan wallet (loloda); 3)

Wisata alam, terdiri atas: a) Wisata pantai: hutan bakau, dan b) Wisata hutan: air

terjun dan telaga.

Pengembangan ternak ayam ras petelur yang pada tahun-tahun sebelumnya

belum diusahakan, maka pada Tahun 2006 telah diusahakan dengan jumlah

populasi 7.504 ekor menjadi 15.500 ekor pada Tahun 2007 yang berlokasi di Kec.

Jailolo. Namun dirasakan saat ini produksi telur di Kabupaten Halmahera Barat

masih kurang dan belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga

masih dipasok dari luar daerah. Untuk itu masih dibutuhkan penambahan

Page 73: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

49

sebanyak kurang lebih 20.000 – 30.000 ekor ternak ayam ras petelur lagi dengan

perhitungan produksi telur sebanyak 35.500 – 45.500 butir/Tahun.

Karakteristik iklim di Kecamatan Jailolo Selatan pada umumnya beriklim

tropis dengan curah hujan rata-rata 1500-3500 mm/tahun dan memiliki 2 musim

yaitu: 1) Musim Utara yaitu pada bulan Oktober dan musim pancaroba pada bulan

April, dan 2) Musim Selatan yaitu pada Bulan April-September yang diselingi

dengan angin timur dan pancaroba pada bulan September. Kondisi tanah yang

terdapat pada wilayah Kecamatan Jailolo Selatan terdiri dari: 1) Jenis Tanah

Andosol: - Ha, 2) Jenis Tanah Latosol: 33170.51 Ha, 3) Jenis Tanah Podsolik

(Merah Kuning): 201,78 Ha, dan 4) Jenis Tanah Regosol: - Ha.

Penggunaan lahan di Kecamatan Jailolo Selatan pada umumnya didominasi

oleh hutan lindung dengan luas areal 14586.21 Ha hutan produksi terbatas adalah

2942.66 Ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi adalah; 1) Hutan produksi

yang dikonversi seluas 1126.48; 2) Hutan lindung seluas 14586.21 Ha sedangkan

hutan produksi terbatas adalah 2942.66 Ha.

Tingkat perekonomian suatu daerah dapat diketahui dari pendapatan

domestik bruto daerah tersebut. Besarnya pendapatan daerah tersebut menandakan

juga besarnya tingkat kesejahteraan penduduk. Untuk melihat jumlah pendapatan

Kabupaten Halmahera Barat dapat dilihat melalui PDRB-nya. Pada Tahun 2006

tercatat PDRB Kabupaten Halmahera Barat sebesar 219.621,06 juta untuk semua

sektor meliputi Pertanian; Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan;

Listrik, gas dan Air Minum; Bangunan; Perdagangan, Hotel & Restoran;

Angkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dan Jasa-

Jasa. Jumlah ini meningkat dari Tahun 2005 yang sebesar 205.954,22 juta.

Upaya meningkatnya jumlah PDRB Kabupaten Halmahera Barat

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Sektor yang

memberikan sumbangan terbesar adalah sektor pertanian. Sektor ini merupakan

sektor yang menyerap tenaga kerja cukup banyak dibanding sektor lainnya.

Keadaan usaha industri di Kabupaten Halmahera Barat sampai Tahun 2007,

sebagai berikut:

Page 74: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

50

Tabel 4.8 Usaha Industri di Kabupaten Halmahera Barat Sampai Tahun 2007

No. Jenis Industri Jumlah Perusahaan

Jumlah TK (Orang)

Jumlah Investasi (Rp)

1 Industri Besar/Sedang 3 2.073 11.300.000.000 2 Industri Kecil 730 3.650 36.500.000.000 3 Industri Rumah Tangga 1.460 7.300 43.800.000.000 JUMLAH 2.193 13.023 91.600.000.000 Sumber: BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2007. Keadaan Usaha perdagangan di Kabupaten Halmahera Barat sampai

Tahun 2007, sebagai berikut: Tabel 4.9

Usaha Industri di Kabupaten Halmahera Barat Sampai Tahun 2007

No Jenis Industri Jumlah Perusahaan

Jumlah TK (Orang)

Jumlah Investasi (Rp)

1 Perdagangan Besar 28 280 280.000.000.000 2 Perdagangan Sedang 90 3.650 45.000.000.000 3 Perdagangan Kecil 1.460 7.300 73.000.000 JUMLAH 1.578 11.230 325.073.000.000

Sumber: BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2007

4.4 Kondisi Budaya

Sejarah Maluku Utara tercatat bahwa pada tahun 1257 telah berdirì sebuah

kerajaan di Ternate. Wílayah kekuasaan raja atau kolano yang pertama (Masyhur

Malamo, 1257-1277) meliputi kesatuan darì empat kelompok masyarakat yang

telah ada sebelumnya ( Putuhena 1980: 264); Andilì 1980: 6). Dari catatan sejarah

tersebut terungkap bahwa sejak sebelum abad ketiga belas tampaknya di Maluku

Utara telah berkembang kelompok-kelompok masyarakat dengan organisasi sosial

yang teratur. Bahkan menurut tradisì lisan setempat, jauh sebelum abad ketiga

balas, yaitu pada abad kedelapan Masehi, masyarakat Maluku Utara telah

mengenal tata kehídupan Islam berdasarkan paham Syiah yang dibawa masuk

oleh empat orang syekh dari Irak ( Putuhena 1980: 264).

Terlepas dari lingkat kebenaran tersebut, hal ini memperkuat anggapan

bahwa suatu kehidupan masyarakat yang taratur dengan kebudayaan tersendirì di

Maluku Utara nampaknya benar telah ada sejak jauh masa lampau, dengan kata

lain antar kebudayaan Maluku Utara telah tertanam dalam kehidupan warga

masyarakat pendukungnya pada kedudukan yang cukup kuat dan dalam. Dari

cikal bakal kerajaan pertama di Ternate pada tahun 1257 tersebut kemudian

Page 75: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

51

berkembang tiga kerajaan lain di Halmahera yaitu kerajaan Tìdore, Jailolo, dan

Bacan, selanjutnya menjadi keempat kerajaan yaitu; (Ternate, Tidore, Jailolo, dan

Bacan) berada dalam satu kesatuan yang dikenal sebagaì Moluku Kie Raha,

sebagai pemegang kekuasaan tradisional atas seluruh masyarakat di Halmahera

dan pulau-pulau di sekitarnya.

Dalam perkembangannya kemudian tampaknya konsep Moluku Kie Raha

tersebut telah tumbuh menjadi suatu pandangan atau suatu idelogi tentang ikatan

sosial spiritual yang bukan hanya berlaku di lingkungan kelembagaan tingkat

pusat kerajaan, tetapi telah menjadi milik seluruh masyarakat Halmahera dan

sekitarnya atau Maluku Utara.

Konsep dasar yang menempatkan kesatuan empat kerajaan tradisional

sebagai suatu ikatan sosial spiritual bagi seluruh masyarakat di Maluku Utara,

dimana keempat kerajaan di Halmahera selalu terjadi hubungan kompetitif satu

dengan yang lain. Dalam konteks ideologi Moloku Kie Raha ke empat kerajaan

tersebut sering terlibat perang untuk ekspansi kekuasaan, Kesultanan Jaìlolo

pernah dihancurkan kemudìan dinyatakan berada di bawah kekuasaan Ternate dan

untuk selanjutnya tidak pernah disebut-sebut eksistensinya dalam tingkatan yang

sama. Tetapi Jailolo tídak dimatikan. Hanya kedudukan Sultannya yang

diturunkan menjadi di bawah tingkatan Sultan-sultan di Ternate, Tidore, maupun

Bacan. Walapun dalam persaingan bidang kekuasaan dan perdagangan, terutama

antara Ternate dan Tidore, seolah-olah tidak pernah ada hentinya, namun

hubungan antara kedua kerajaan tersebut dalam konteks hajatan tradisional tetap

dijaga.

Kompleksitas kebudayaan Maluku Utara diwarnai juga oleh perkembangan

kehidupan ekonomi maupun kehìdupan sosial politik dan kehidupan keagamaan,

yang mengalamì proses dìnamikanya dalam kurun waktu yang panjang sejalan

dengan masuknya pengaruh berbagai kebudayaan dari luar. Masuknya suku-suku

bangsa, agama dan kebudayaan, ditandai dengan kehadiranya orang-orang yang

dari Persia, Gujarat, Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Jepang secara silih

berganti telah mempengaruhî dan bahkan membentuk peta kebudayaan Maluku

Utara yang tìdak pernah tetap.

Page 76: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

52

Unsur-unsur kebudayaan luar yang pernah masuk tersebut kemudian

menyebar dan direrima masyarakat tanpa memperhatìkan atau mengukur

batas-batas kelompok kebahasaan dan kelompok etnis ataupun baras-batas

geopolitik kewilayahan yang ada. Berkembangnya dunia perdagangan, khususnya

perdagangan rempa-rempah, antara lain menimbulkan semakin luasnya lahan dan

meningkatnya pengusahaan tanaman keras (cengkeh, pala, coklat, kelapa) sampai

masuk ke daerah-daerah pedalaman. Pusat-pusat pelabuhan dan pasar tradisional

di sepanjang garis pantai, bidang pelayaran mengalami banyak kemajuan.

Perkembangan lain dalam kehidupan ekonomì bagi masyarakat adalah usaha

bercocok tanam bahan makanan (padi, palawija, sayur mayur), pemelìharaan

binatang ternak, menangkap ikan, berburuh dan berdagang. Keseluruhan

kemajuan yang terjadi tersebut pada dasarnya berlangsung di seluruh Maluku

Utara, terutama di daerah-daerah pantai, dalam kerangka perkembangan ekonomi

masyarakat. Dalam hal ini bukan berarti bahwa perkembangan kehidupan

ekonomi tiap-tiap daerah sama, tetapi adanya kesempatan dan kemungkinan untuk

berkembang tersebut pada dasarnya merata tanpa terikat pada batas-batas

kelompok etnik ataupun geopolitik kewilayahan yang berlaku.

Perjalanan kehidupan ekonomi setiap masyarakat itu sendiri cukup panjang

dan saling bervariasi. Hasilnya menampakkan adanya perbedaan gradual antara

masyarakat satu dengan yang lain, walaupun mungkin terdapat karakteristik dasar

pola kehidupan ekonomî yang paralel, Secara khusus masuknya orang Persia,

Gujarat dan bangsa Eropa di Maluku Utara telah memberi andil yang relatif besar

dan bahkan ikut mendasari perkembangan struktur kebudayaan masyarakat di

kawasan Maluku Utara pada umumnya.

Sekarang ini kelompok suku yang hidup di kecamatan Jailolo Selatan terdiri

dari suku Pagu, Madole dan Tobaru, namun suku-suku yang ada sebagian besar

di dominasi oleh suku pendatang misalnya migrasinya suku lokal antar pulau ke

Jailolo selatan yaitu suku Makian, Ternate, Tidore, Sanana, Weda, Patani, dan

Bacan, adapun suku pendatang yang datang dari luar daerah Kecamatan Jailolo

Selatan, yaitu; suku Bugis, Buton, Gorontalo, Sangir, Manado, Ambon, dan Jawa.

Sedangkan keyakinan agama atau kepercayaan yang dipeluk masyarakat

Page 77: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

53

Kecamatan Jailolo Selatan mayoritas adalah beragama Islam dan sebagian lainya

adalah Nasrani (Kristen dan Katolik).

4.5. Iktisar

Dengan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa secara geografis,

kecamatan Jailolo berada di wilayah administratif Kabupaten Halmahera Barat.

Kabupaten Halmahera Barat merupakan sebuah kabupaten baru hasil pemekaran

dari Kabupaten Maluku Utara yang terletak di Pulau Halmahera. Kabupaten

Halmahera Barat berbatasan dengan: 1) Sebelah Utara dibatasi oleh Kabupaten

Halmahera Utara dan Samudera Pasifik, 2) Sebelah Selatan dibatasi oleh Kota

Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Timur, 3) Sebelah Timur dibatasi

oleh Kabupaten Halmahera Utara, dan 4) Sebelah Barat dibatasi oleh Laut

Maluku. Secara administratif Kabupaten Halmahera Barat dibagi atas 9

(sembilan) kecamatan dan 146 (seratus empat puluh enam) desa.

Kondisi demografi Kabupaten Halmahera Barat menunjukkan bahwa

jumlah penduduk yang hidup di wilayah ini sebanyak 105.110 jiwa dengan

kepadatan penduduk 44.58 jiwa/km² (2006). Sejumlah tersebut laki-laki 54.071

jiwa dan perempuan 51.039 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten ini adalah

10.34% dari jumlah penduduk Maluku Utara yang berjumlah 910.656 jiwa.

Kabupaten Halmahera Barat memiliki komposisi penduduk usia produktif (15-65

Tahun), sebesar 60% dari total penduduk di Kabupaten Halmahera Barat.

Persentase tersebut merupakan potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan bagi

kemajuan Kabupaten Halmahera Barat. Sedangkan perbandingan antara jumlah

penduduk tidak produktif (di bawah 15 Tahun dan di atas 65 Tahun ke atas)

dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 Tahun) di Kabupaten Halmahera

Barat sebesar 66. Hal ini berarti tiap 100 penduduk usia produktif menanggung 66

penduduk usia tidak produktif. Sedangkan jumlah penduduk yang ada di

Kecamatan Jailolo Selatan sebanyak 18.053 Jiwa yang terdiri dari wanita 8.638

(47,85%) dan pria 9.415 (5215,%) jiwa. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk

untuk Kecamatan Jailolo Selatan adalah sebesar 1 ( satu ) Jiwa /Ha dengan

distribusi penduduk sebesar 21,9 %.

Page 78: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

54

Secara ekonomi kondisi masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan bermata-

pencaharian yang selaras dengan potensi sumber daya alam yang ada di wilayah

tersebut yakni, mayoritas mengandalakan hasil pertanian-perladangan,

pemanfaatan hasil hutan, pemanfaatan hasil laut (nelayan), dan sebagian yang lain

adalah peternak, berburu dan serta pemanfaatan dan pengarapan lahan hutan

lainnya. Sebagian kecil masyarakat lainnya adalah berdagang, pegawai

pemerintah (PNS), Guru dan militer dan polisi. Ketergantungan masyarakat pada

dunia pertanian dan pemanfaatan hutan dan laut adalah yang paling tinggi. Hal ini

menjadi corak dan karakteristik tersendiri bagi masyarakat yang ada di Kecamatan

Jailolo Selatan Halmahera Barat.

Secara budaya sejarah masyarakat yang ada di Kecamatan Jailolo Selatan

bersumber pada sejarah lokal Maluku Utara tercatat bahwa pada tahun 1257 telah

berdirì sebuah kerajaan di Ternate. Wílayah kekuasaan raja atau kolano yang

pertama dikatakan meliputi kesatuan darì empat kelompok masyarakat yang telah

ada sebelumnya. Kelompok suku yang hidup di kecamatan Jailolo Selatan terdiri

dari suku Pagu, Madole dan Tobaru, namun suku-suku yang ada sebagian besar

di dominasi oleh suku pendatang misalnya migrasinya suku lokal antar pulau ke

Jailolo selatan yaitu suku Makian, Ternate, Tidore, Sanana, Weda, Patani, dan

Bacan, adapun suku pendatang yang datang dari luar daerah Kecamatan Jailolo

Selatan, yaitu; suku Bugis, Buton, Gorontalo, Sangir, Manado, Ambon, dan Jawa.

Sedangkan keyakinan agama atau kepercayaan yang dipeluk masyarakat

Kecamatan Jailolo Selatan mayoritas adalah beragama Islam dan sebagian lainya

adalah Nasrani (Kristen Protestan dan Katolik).

Page 79: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

55

BAB V

PENERAPAN NILAI-NILAI JOJOBO

5.1 Nilai-Nilai Jojobo

Nilai sosial yang berlaku pada kelembagaan Jojobo merupakan landasan

bagi masyarakat pada komunitas petani perladangan untuk merumuskan apa yang

benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk

mendorong dan mengarahkan anggotanya agar berbuat sesuai norma yang berlaku

pada masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan. Nilai sosial yang berlaku ini

mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk

mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran,

keindahan, dan nilai ketuhanan.

Norma merupakan hasil cipta manusia sebagai makhluk sosial untuk

mengatur hubungan sosial agar dapat berlangsung dengan lancar sehingga

menimbulkan suasana yang harmonis. Penerapan nilai-nilai Jojobo dalam

aktivitas ekonomi pada komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan Halmahera Barat dapat ditunjukkan pula pada penerapan norma di dalam

kehidupan komunitas masyarakat petani perladangan. Penerapan norma yang

berisi tata tertib, aturan, petunjuk standar mengenai perilaku yang pantas atau

wajar pada komunitas antar petani perladangan ditunjukkan dengan harmonisnya

kehidupan diantara para petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan.

Pelanggaran terhadap norma dalam komunias petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan akan mendatangkan sanksi, dari mulai bentuk cibiran atau

cemoohan sampai ke sanksi fisik dan psikis berupa pengasingan atau di usir.

Norma merupakan bentuk nilai yang disertai dengan sanksi tegas bagi

pelanggarnya. Norma merupakan ukuran yang dipergunakan oleh masyarakat

apakah perilaku seseorang benar atau salah, sesuai atau tidak sesuai, wajar atau

tidak, dan diterima atau tidak. Norma dibentuk di atas nilai sosial yang berlaku

antar komunitas petani perladangan, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga

dan mempertahankan nilai sosial yang berlaku. Nilai dan norma merupakan hal

yang berkaitan. Norma merupakan bentuk konkret dari nilai-nilai yang ada di

dalam masyarakat. Misalnya, nilai menghormati dan mematuhi tokoh adat

Page 80: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

56

diperjelas dan dikonkretkan dalam bentuk norma-norma dalam bersikap dan

berbicara kepada orang yang lebih dituakan. Nilai-nilai sopan santun dan

kejujuran dalam pergaulan keseharian antar petani perladangan dikonkretkan

dalam bentuk keharmonisan dalam bertetangga dan berperilaku antar

masyarakatnya. Jadi, pengertian norma dalam komunitas petani perladangan

merupakan patokan-patokan atau pedoman untuk berperilaku di dalam masyarakat

komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan.

Kebudayaan merupakan perwujudan kemampuan manusia sebagai mahluk

individu dan sosial dalam usaha mengolah usaha budi guna menanggapi

lingkungannya. Kemampuan untuk mengolah usaha budi itu tidak dimiliki oleh

mahluk hidup lain, sehingga kebudayaan kristalisasi kemampuan manusia dalam

menata perjalanan kehidupannya. Untuk itu, nilai budaya lokal yang terdapat di

daerah Kecamatan Jailolo Selatan diharapkan bisa menjadi bagian dari

pemberdayaan masyarakat khususnya pada komunitas petani peladangan.

Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kelembagaan Jojobo meskipun

sudah mulai mengalami pergeseran, namun masih ada yang mempertahankannya

terutama pada sebagian komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan. Faktor yang menyebabkan komunitas petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan Halmahera Barat masih ada yang melakukan tradisi Jojobo ini

seperti dikatakan oleh salah satu petani yaitu Bpk Muhdar (Tahun 2011) bahwa:

“Penyebabnya karena Jojobo merupakan salah satu tradisi yang masih dipertahankan karena terciptanya hubungan kekeluargaan yang sangat kuat serta kebutuhan masyarakat yang bisa terpenuhi untuk kebutuhan-kebutuhan yang tidak terduga”

Hasil wawancara ini memperlihatkan bahwa nilai luhur yang terkandung

dalam kelembagaan Jojobo berupa terciptanya hubungan kekeluargaan dan

kekerabatan di dalam komunitas petani perladangan. Nilai luhur kekeluargaan dan

kekerabatan ini terefleksikan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bahkan

kebutuhan-kebutuhan yang tidak terduga. Oleh karena itu keberadaan

kelembagaan Jojobo diharapkan menjadikan sarana dalam penerapan budaya

lokal sebagai suatu upaya terutama pemenuhan kebutuhan ekonomi produktif dan

ekonomi keluarga pada komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan.

Page 81: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

57

Nilai budaya berasal dari value masyarakat tradisional lokal, dan telah

menjadi suatu tatanan budaya yang dianggap mengatur dan mengikat dalam

bentuk moral masyarakat setempat, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman

hidup bagi semua perilaku dan pengambilan keputusan karena nilai itu dianggap

etis, logis, mulia, sakral, mengandung harapan masa depan, dan menjadi identitas

jati diri dan karakter wilayah setempat. Nilai kelembagaan Jojobo dipahami

sebagai konsepsi yang hidup dalam alam pikiran dari sebagian besar masyarakat

tradisional di Kecamatan Jailolo Selatan sebagai sesuatu yang berharga dalam

hidup khususnya bagi komunitas petani perladang. Karena itu nilai kelembagaan

Jojobo menjadi dasar dari kehidupan manusia dan menjadi pedoman ketika

komunitas petani perladangan akan melakukan sesuatu.

Nilai sosial dalam aktivitas komunitas petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan merupakan kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui

perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut.

Nilai sosial Jojobo ini merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara

luas oleh masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan dan merupakan dasar untuk

merumuskan apa yang benar dan apa yang penting dilakukan oleh komunitas

petani perladangan dalam menjalankan aktivitas kesehariannya.

Di beberapa wilayah Kecamatan Jailolo Selatan, dimana sifat dan naluri

partisipasi masyarakat dalam membentuk lembaga seperti kelompok tani,

paguyuban, dan terutama Jojobo sebagai lembaga tradisional, masih ada yang

mempertahankannya. Keberadaan kelembagaan sosial ini dapat diberdayakan dan

dimanfaatkan sebagai asset pembangunan yang perlu ditingkatkan karena

memiliki inti budaya lokal yang menjiwainya. Hasil ini berdasarkan wawancara

dengan Ibu Safa Mahmud (Tahun 2011) sebagai Tokoh Masyarakat berkaitan

dengan Jojobo sebagai lembaga sosial masyarakat desa yang masih dilakukan

sebagian Komunitas Masyarakat Petani Perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

Halmahera Barat, yang menyatakan

“Jojobo dikalangan komunitas petani perladangan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tradisi yang telah dilakukan pada jaman dahulu. Jojobo dianggap masyarakat terutama komunitas petani peladangan adalah satu bentuk organisasi non formal yang mempunyai dampak positif terhadap kebutuhan perekonomian masyarakat dan sangat membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan-kubutuhan yang tak

Page 82: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

58

terduga. Disamping itu juga dapat menciptakan hubungan silahtuhrahmi kekeluargaan antar sesama warga dengan baik”

Di samping itu, sebagian perspektif masyarakat menyebutkan bahwa

kelembagaan Jojobo dapat menjadi salah satu potensi yang bisa dikembangkan

menjadi suatu sarana, baik yang adopsi teknologi maupun berorientasi pasar, serta

bermanfaat wadah untuk menampung dan mengembangkan diri petani

perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan.1 Keberadaan Jojobo juga merupakan

salah satu organisasi sederhana yang dibentuk oleh masyarakat komunitas petani

perladangan atas dasar kesepakatan bersama dengan penunjukan secara langsung

kepada seseorang yang dituakan atau berpengaruh dan dipercaya untuk

mengelolah organisasi tersebut dengan tujuan meningkatkan perkonomian

masyarakat. Selain itu Jojobo juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

masyarakat yang telah dilakukan secara turun temurun, yang mana adanya

hubungan emosional yang sangat kuat antar masyarakat petani perladangan

khususnya hubungan kekeluargaan.2

Di sisi lain, kelembagaan Jojobo merupakan hasil konstruksi sosial yang

diterima dan disepakati oleh komunitas-komunitas petani peladangan sebagai

bentuk penyesuaian masyarakat dengan lingkungan material dan non-material.

Meskipun kelembagaan Jojobo saat ini sudah mulai memudar karena masyarakat

petani peladangan di Kecamatan Jailolo Selatan semakin tergantung pada nilai

dan kekuatan luar desa seperti pasar dan industri perkotaan yang bersifat ekonomi

dan individualis; dimana ukuran yang digunakan tidak lagi menyangkut

kelestarian dan kebersamaan, melainkan eksploitasi dan sukses finansial semata.

Sehingga, masyarakat desa sangat rapuh terhadap faktor yang berada di luar

pengendaliannya3.

1 Hasil wawancara dengan Bpk Din Hi Yusuf, petani di kecamatan Jailolo Selatan, 3 Agustus 2011. 2 Hasil wawancara dengan Bpk Said Jusuf, petani di kecamatan Jailolo Selatan, 5 Agustus 2011. 3 Pengolahan data dari hasil wawancara dengan beberapa warga di desa Sidangoli Dehe, Kecamatan jailolo Selatan, tanggal 10-12 Agustus 2011.

Page 83: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

59

5.2 Eksistensi Nilai-nilai Jojobo

Masyarakat komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

Halmahera Barat yang masih mempertahankan keberadaan kelembagaan Jojobo

disebabkan oleh berbagai faktor terutama berkaitan dengan dukungan dari sesama

masyarakat komunitas petani peladangan. Faktor yang menyebabkan Jojobo

masih dipertahankan oleh sebagian masyarakat Komunitas Petani Perladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat hingga hari ini adalah disebabkan

adanya dukungan sesama masyarakat komunitas petani perladangan dalam bentuk

kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dan dapat menunjang kebutuhan hidup

sehari-hari, serta toleransi antar sesama warga sangat tinggi4. Selain itu, sebab

lainnya adalah karena Jojobo merupakan salah satu tradisi yang masih

dipertahankan karena terciptanya hubungan kekeluargaan yang sangat kuat serta

kebutuhan masyarakat yang bisa terpenuhi utntuk kebutuhan-kebutuhan yang

tidak terduga5.

Komunitas petani peladangan masih ditemukan melakukan tradisi

kelembagaan Jojobo. Faktor yang menyebabkan Komunitas Petani Perladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat masih ada yang melakukan tradisi

Jojobo salah satunya adalah karena ada faktor untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan ekonomi dengan dasar hubungan emosional yang sangat tinggi dalam

hal saling mendukung dan membantu satu sama lain melalui Jojobo. Faktor

lainnya adalah tradisi kelembagaan Jojobo masih dianggap sebagai suatu

hubungan silaturahmi antar masyarakat sehingga tidak terputus hubungan secara

kekeluargaan maupun antar warga6.

Umumnya, kehidupan sosial masyarakat petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan yang selama ini masih eksis dan hidup di pedesaan adalah model

subsistensi, yang berakar dalam kebiasaan ekonomi dan pertukaran sosial untuk

kebutuhan dasar keluarga. Namun sebagian masyarakat sudah mulai berhadapan

dengan model ekonomi komersil yang berorientasi pasar. Dalam konteks 4 Hasil wawancara dengan ketua adat Bpk Amanah Sangaji, ketua adat desa moiso di kecamatan

Jailolo Selatan 2 september 2011. 5 Hasil wawancara dengan Bpk Mundar, petani di desa moiso kecamatan jailolo Selatan, 3 september 2011. 6 Hasil wawancara dengan Bpk Saleh Hasan dan Ibu Salbiyah Hj.Rauf, petani dan ketua adat di akeara kecamatan Jailolo Selatan, 7 dan 8 September 2011.

Page 84: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

60

semacam ini penerapan nilai-nilai Jojobo dalam beragam aktivitas ekonomi di

komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat

sangat mendukung dan membantu antara antar golongan masyarakat terutama

dalam mendukung dan saling membantu memenuhi kebutuhan ekonomi produktif

dan ekonomi keluarga pada komunitas petani peladangan yang masih

mengandalkan hubungan-hubungan ekonomi sosial tradisional.

Menurut, Koentjaraningrat (1986) nilai budaya suatu masyarakat bisa dan

terus akan berubah. Terjadinya perubahan nilai itu menunjukkan bahwa nilai

budaya tidak muncul begitu saja. Ciri-ciri bahwa komunitas petani perladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat masih mempertahankan Jojobo, dapat

terlihat dan ditunjukkan melalui ciri-ciri aktivitas sebagai berikut; 1) Mengundang

warga komunitas petani perladangan dalam rangka hajatan. 2) Melaksanakan

pertemuan keluarga 2 Minggu Sekali, 3) Mengumpulkan dana untuk membantu

warga yang sedang mengalami musibah. Selain itu juga terwujud dalam aktivitas

1) Sifat gotong royong antar warga, 2) Sering melakukan pertemuan keluarga, 3)

Saling berbagi rasa antar warga ketika salah satu warga mendapat musibah atau

mengadakan hajatan.7.

Hal ini memperlihatkan bahwa nilai budaya masyarakat di Kecamatan

Jailolo Selatan berupa keberadaan kelembagaan Jojobo masih ada di komunitas

petani perladangan dicirikan oleh adanya nilai budaya berupa sifat gotong royong

antar warganya, dengan seringnya diadakan pertemuan secara periodik,

mengundang setiap warganya pada saat ada hajatan atau syukuran, melakukan

penggalangan dana pada saat warganya mengalami musibah, serta memberikan

bantuan pada saat ada warganya melakukan hajatan. Kearifan budaya lokal di

Kecamatan Jailolo Selatan ini menunjukkan identitas dan karakter budaya lokal

masih terlihat secara jelas dalam konsep ketahanan budaya lokal berupa

kelembagaan Jojobo dengan mempertahankan nilai kearifan lokal tetap terjaga

dan menjadi nilai yang tetap ada untuk memperkokoh ketahanan budaya lokal di

Kecamatan Jailolo Selatan khususnya, dan umumnya masyarakat desa di Maluku

Utara.

7 Hasil wawancara dengan ibu Hamidah Abdulah dan Ibu Muna Mahdi , tokoh masyarakat Petani di desa Moiso kecamatan Jailolo Selatan, 9 September 2012.

Page 85: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

61

Era globalisasi saat ini, setiap masyarakat tidak akan mampu menolak

keberadaan modernitas kebudayaan sebagai konsekuensi dunia yang mengglobal.

Setiap kebudayaan selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Perubahan itu

tergantung dari dinamika masyarakatnya. Terjadinya perubahan tatanan budaya

bukan hanya disebabkan oleh pengaruh eksternal, tetapi juga akibat pengaruh

internal karena berubahnya cara pandang masyarakat tradisional terhadap

perubahan kehidupan dan penghidupan mereka sebagai faaktor penyebab

bergesernya keberadaan nilai-nilai kelembagaan Jojobo.

Kebudayaan memang bersifat dinamis, berkembang dan mengalami

pengaruh lingkungan strategisnya yang menjadikan kebudayaan berubah dari

waktu ke waktu. Perubahan itu menyebabkan beberapa unsur kebudayaan

universal mencapai puncak orbitasi dalam kulminasinya dan mempunyai nilai

yang semakin tinggi. Kelembagaan Jojobo inipun mengalami perubahan karena

sifat budaya yang dinamis dan kehidupan mayarakat petani perladangan yang

selalu berkembang. Disamping itu banyaknya pengaruh lingkungan ekonomi

dengan banyaknya para pendatang serta mobilisasi penduduk menyebabkan

terjadinya pergeseran nilai-nilai Jojobo. Perbedaan kelembagaan Jojobo dahulu

dengan kelembagaan Jojobo sekarang adalah jika dahulu Jojobo di kalangan

komunitas petani peladangan adalah merupakan salah satu bentuk pertemuan antar

keluarga dekat saja dan juga salah satu tempat pengumpulan dana atau dalam

bentuk barang untuk diberikan kepada warga yang kebutuhan hidupnya harus di

bantu. Sedangkan Jojobo sekarang sudah lebih memperhatikan kebutuhan pokok

setiap warga dengan mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati bersama Selain

itu, dahulu Jojobo dilakukan masih bersifat sangat sederhana yaitu pertemuan

yang dilakukan masih antar keluarga dekat saja. Sedangkan Jojobo sekarang

sudah lebih modern dan meluas antara warga komunitas petani perladangan yang

memiliki kesamaan budaya.8. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pergeseran

nilai keberadaan kelembagaan Jojobo terutama pada aspek sosial ekonomi yang

semula hanya berada di lingkungan keluarga dekat yang memiliki pertalian darah,

namun saat ini sudah berkembang di lingkungan kekerabatan pada keluarga yang

8 Hasil wawancara dengan Hj. Mudasir Ketua Adat di desa Gam dan dan Bpk Ikram Ketua Adat di kecamatan Jailolo Selatan, 15 september 2011.

Page 86: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

62

lebih besar dan luas, bahkan berkembang pula pada komunitas-komunitas yang

memiliki kesamaan pekerjaan seperti komunitas petani peladangan.

Saat ini, nilai sosial ekonomi kelembagaan Jojobo telah menjadi

kebanggaan dan merupakan jati diri komunitas petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan. Nilai-nilai dasar kelembagaan Jojobo yang masih dipertahankan

oleh sebagian komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan dahulu

hingga sekarang ditunjukkan dalam bentuk toleransi kekeluargaan dalam hal

kebutuhan yang mendesak.” “Masih melakukan pertemuan antar warga dengan

suatu kesepakatan dalam bentuk pengumpulan dana kemudian disepakati secara

bersama dalam hal lebih memprioritaskan kebutuhan warga yang dianggap lebih

urgen atau mendesak.9

Nilai-nilai budaya yang masih dipertahankan oleh komunitas petani

perladangan dalam penerapan kelembagaan Jojobo terutama dalam hal nilai

toleransi kekeluargaan dan pertemuan dalam mencapai suatu kesepakatan

bersama. Perkembangan budaya lokal disebabkan oleh banyak faktor baik secara

internal maupun eksternal. Perubahan sosial dalam suatu masyarakat diawali oleh

tahapan perubahan nilai, norma, dan tradisi kehidupan sehari-hari masyarakat

yang bersangkutan, yang juga dapat disebut dengan perubahan nilai sosial.

Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh pertama-

tama adanya inovasi yang diperkenalkan oleh sekelompok warga masyarakat, baik

yang berupa variasi, inovasi, maupun difusi budaya. Untuk masuk menjadi bagian

dalam sistem budaya masyarakat, nilai-nilai baru yang dimaksud harus melalui

proses penerimaan sosial serta proses seleksi sosial. Nilai-nilai budaya baru yang

mampu memberikan kepuasan atau peningkatan hidup bagi masyarakat baik

secara materi ataupun nonmateri, atau bertahan lama, dan lambat laun akan masuk

menjadi bagian integral dari sistem budaya masyarakat yang bersangkutan.

Terjadinya perubahan nilai sosial ekonomi kelembagaan Jojobo dahulu

dengan sekarang salsah satunya disebabkan oleh terjadi perkembangan jaman

yang tingkat kebutuhan hidup semakin meningkat sehingga perlu adanya

perubahan sistem Jojobo yang lebih relevan dengan kondisi keadaan sekarang.

Selain itu juga perubahan bentuk yang dahulu masih bersifat sederhana dan masih 9 Hasil wawancara dengan Hi. Abdullah dan Ibu Salbiah, ketua Adat di desa Braha Tabadamai Kecamatan Jailolo Selatan, 13 September 2011.

Page 87: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

63

antara keluarga dekat saja, kemudian kesepakatan yang dibangun masih atas dasar

toleransi khususnya untuk kebutuhan-kubutuahan masyarakat yang terdesak.

Sedangkan Jojobo sekarang sudah bersifat semi modern tergantung dari

kubutuhan-kebutuhan masyarakat yang sudah merupakan kebutuhan pokok dan

kesepakatan yang dibuat harus mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati

secara bersama.10

Hal ini memperlihatkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam

kelembagaan Jojobo selalu mengalami pergeseran yang dinamis pada aktivitas

komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan. Bentuk penerapan

nilai-nilai Jojobo dalam aktivitas komunitas petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan Halmahera Barat masih ditemukan nilai-nilai gotong royong,

saling tolong menolong, kebersamaan, kekeluargaan, kekerabatan, kepercayaan

dan toleransi, serta nilai kejujuran. Hal itu dilakukan oleh komunitas petani

peladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat.

Meskipun nilai-nilai Jojobo hingga hari ini sebagian besar masih eksis dan

diterapkan oleh komunitas perladangan di masyarakat di Kecamatan Jailolo

Selatan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa di zaman modern sekarang ini,

memiliki dinamika dan memiliki tantangannya sendiri, sebagaimana banyak

terjadi juga pada nilai-nilai lokal dan tradisional lain di masyarakat adat nusantara.

Diantara tantangan-tantangan baru yang ikut mempengaruhi dan menggeser

makna nilai-nilai Jojobo tersebut adalah budaya dari luar baik yang dibawa serta

oleh para pendatang luar daerah, maupun dari media (massa dan elektronik),

masuknya beragam industri dan perusahaan, teknologi pertanian modern, serta

budaya modern lainnya yang pada akhirnya ikut membentuk budaya yang lebih

individualistik daripada kepentingan komunal dan kelompok.

Beragam pengaruh dan intervensi budaya modern beserta asupan teknologi

baru yang telah hadir menjadi keniscayaan sejarah ini menjadi dilema tersendiri

bagi masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan. Sebab, di satu

sisi masyarakat petani perladangan masih ingin mempertahankan nilai-nilai

tradisional Jojobo yang merupakan warisan leluhur yang sudah ratusan tahun

teruji menjadi ciri khas budaya lokal, namun disisi lain kebutuhan akan efisiensi, 10 Pengolahan data dari hasil wawancara dengan Bpk Mukhtar S Dulman dan Muzammir Hi. Adam, tokoh masyarakat di desa Taba damai kecamatan Jailolo Selatan, 14 agustus 2011.

Page 88: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

64

kemajuan teknologi dan budaya modern telah mengepung dan memaksa mereka

untuk beradaptasi agar tetap relevan dengan tuntutan zaman. Karena itulah

diperlukan sebuah upaya-upaya pemberdayaan keembagaan yang serius dan

sistematis agar nilai-nilai Jojobo dapat mampu dikontekstualisasikan dan

direlevansikan dengan tantangan zamannya, tanpa harus mengorbankannya demi

modernisasi.

5.3 Ikhtisar

Kelembagaan Jojobo merupakan konstruksi sosial yang diterima dan

disepakati oleh komunitas-komunitas petani perladangan sebagai bentuk

penyesuaian masyarakat dengan lingkungan material dan non-material.

Masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan selanjutnya jadi

semakin tergantung pada nilai dan kekuatan luar desa seperti pasar dan industri

perkotaan yang bersifat ekonomi dan individualis; dimana ukuran yang digunakan

tidak lagi menyangkut kelestarian dan kebersamaan, melainkan eksploitasi dan

sukses finansial semata. Sehingga, masyarakat desa sangat rapuh terhadap faktor

yang berada di luar pengendaliannya.

Nilai luhur yang terkandung dalam kelembagaan Jojobo berupa terciptanya

hubungan kekeluargaan dan kekerabatan di dalam komunitas petani peladangan.

Nilai luhur kekeluargaan dan kekerabatan ini terefleksikan dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan bahkan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terduga. Oleh

karena itu keberadaan kelembagaan Jojobo diharapkan menjadikan sarana dalam

penerapan budaya lokal sebagai suatu upaya terutama pemenuhan kebutuhan

ekonomi produktif dan ekonomi keluarga pada komunitas petani perladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan.

Nilai budaya masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan berupa keberadaan

kelembagaan Jojobo masih ada di komunitas petani perladangan dicirikan oleh

adanya nilai budaya berupa sifat gotong royong antar warganya, dengan seringnya

diadakan pertemuan secara periodik, mengundang setiap warganya pada saat ada

hajatan atau syukuran, melakukan penggalangan dana pada saat warganya

mengalami musibah, serta memberikan bantuan pada saat ada warganya

melakukan hajatan.

Page 89: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

65

Kelembagaan Jojobo inipun mengalami perubahan karena sifat budaya yang

dinamis dan kehidupan mayarakat petani perladangan yang selalu berkembang.

Disamping itu banyaknya pengaruh lingkungan ekonomi dengan banyaknya para

pendatang serta mobilisasi penduduk menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-

nilai Jojobo.

Pergeseran nilai keberadaan kelembagaan Jojobo terutama pada aspek sosial

ekonomi yang semula hanya berada di lingkungan keluarga dekat yang memiliki

pertalian darah, namun saat ini sudah berkembang di lingkungan kekerabatan pada

keluarga yang lebih besar dan luas, bahkan berkembang pula pada komunitas-

komunitas yang memiliki kesamaan pekerjaan seperti komunitas petani

perladangan.

Nilai-nilai yang terkandung dalam kelembagaan Jojobo selalu mengalami

pergeseran yang dinamis pada aktivitas komunitas petani peladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan. Bentuk penerapan nilai-nilai Jojobo dalam aktivitas

komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat

masih ditemukan nilai-nilai gotong royong, saling tolong menolong, kebersamaan,

kekeluargaan, kekerabatan, dan toleransi, serta nilai kejujuran. Hal itu dilakukan

oleh komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten

Halmahera Barat dengan jalan menerapkan nilai-nilai luhur yang terkandung

dalam kelembagaan Jojobo.

Page 90: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

66

Page 91: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

67

BAB VI

PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO

6.1 Upaya Pemberdayaan Kelembagaan Jojobo

Peran serta masyarakat dalam meningkat efektivitas dalam memenuhi setiap

kebutuhan dalam suatu komunitas masyarakat, maka sebenarnya upaya

pemberdayaan masyarakat telah dijalankan. Upaya pemberdayaan masyarakat

dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dan produktifitas melalui

pengembangan sumberdaya manusia, penguasaan teknologi dan penguatan

kelembagaan serta perbaikan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial. Upaya ini

memerlukan adanya kerjasama yang sinergis dari berbagai kekuatan yang ada.

Upaya penguatan kelembagaan sosial ekonomi yang berada dalam suatu

komunitas masyarakat dapat dilakukan dengan usaha-usaha mempertahankan

keberadaannya dalam bentuk penguatan nilai-nilai yang terkandung dalam

kelembagaan tersebut.

Penguatan kelembagaan sosial ekonomi ini telah dilakukan pula oleh

sebagian kelompok masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

dengan berbagai upaya termasuk penguatan nilai-nilai yang terkandung dalam

kelembagaan Jojobo. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mempertahankan Jojobo

oleh sebagian komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

Halmahera Barat dilakukan dengan cara sering melakukan silatuhrahmi antar

warga dan selalu memberikan dukungan dan bantuan satu sama lain.11

Masih adanya kelembagaan sosial ekonomi pedesaan Jojobo mampu

memberikan kekuatan bagi petani perladangan (posisi tawar yang tinggi).

Kelembagaan Jojobo dalam hal ini memberikan jawaban atas permasalahan

pemenuhan kebutuhan komunitas petani perladangan yang membutuhkan bantuan

satu sama lain. Penguatan posisi tawar petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan melalui kelembagaan Jojobo merupakan suatu kebutuhan yang sangat

mendesak dan mutlak diperlukan terutama bagi komunitas petani perladangan,

agar mereka mampu secara berkelanjutan dalam melaksanakan kegiatan

usahataninya dan juga dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

11 Hasil wawancara dengan Bpk Abu Bakar, petani di kecamatan Jailolo Selatan, 10 Agustus 2011.

Page 92: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

68

Diantara usaha untuk tetap mempertahankan dan penguatan nilai-nilai

kelembagaan Jojobo dilakukan dengan usaha yang dilakukan adalah sifat gotong

royong dan toleransi tetap di pertahankan, saling mendukung antara warga dalam

usahanya dengan melihat kondisi yang ada di Jailolo Selatan sebagian besar mata

pencariannya adalah nelayan dan bertani. Dari hasil nelayan dan petani dibuat satu

kesepakatan sebagian keuntungan harus disisipkan sesuai dengan besaran jumlah

yang telah disepakati dan dimasukan dalam bentuk Jojobo.12

Pengembangan masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

melalui kelembagaan Jojobo merupakan suatu upaya pemberdayaan terencana

yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh melalui usaha bersama petani

untuk memperbaiki keragaman sistem perekonomian pada komunitas masyarakat

petani perladangan. Arah pemberdayaan petani perladangan akan disesuaikan

dengan kesepakatan yang telah dirumuskan bersama. Dengan partisipasi yang

tinggi terhadap kelembagaan Jojobo, diharapkan rasa ikut memiliki dari

masyarakat atas semua kegiatan kelembagaan Jojobo yang dilaksanakan akan juga

tinggi.

Petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan, jika kegiatan usaha

pertaniannya dilakukan secara individu, maka akan terus berada di pihak yang

lemah karena petani perladangan yang dilakukan secara individu akan mengelola

usaha tani dengan luas garapan kecil dan terpencar serta kepemilikan modal yang

rendah. Sehingga, perlu memperhatikan penguatan kelembagaan Jojobo karena

dengan berkelompok maka petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

tersebut akan lebih kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun permodalannya.

Kelembagaan petani di desa umumnya tidak berjalan dengan baik ini

disebabkan (Zuraida dan Rizal, 1993; Agustian, dkk, 2003; Syahyuti, 2003;

Purwanto, dkk, 2007) karena beberapa hal: Pertama, Kelompok tani pada

umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis untuk memudahkan

pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah, sehingga lebih

bersifat orientasi program, dan kurang menjamin kemandirian kelompok dan

keberlanjutan kelompok. Kedua, Partisipasi dan kekompakan anggota kelompok

dalam kegiatan kelompok masih relatif rendah, ini tercermin dari tingkat 12 Hasil wawancara dengan Ibu Maria Yahya, tokoh masyarakat di Jailolo Selatan, 20 september 2011.

Page 93: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

69

kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok rendah (hanya mencapai 50%).

Ketiga, Pengelolaan kegiatan produktif anggota kelompok bersifat individu.

Kelompok sebagai forum kegiatan bersama belum mampu menjadi wadah

pemersatu kegiatan anggota dan pengikat kebutuhan anggota secara bersama,

sehingga kegiatan produktif individu lebih menonjol. Kegiatan atau usaha

produktif anggota kelompok dihadapkan pada masalah kesulitan permodalan,

ketidakstabilan harga dan jalur pemasaran yang terbatas. Keempat, Pembentukan

dan pengembangan kelembagaan tidak menggunakan basis sosial capital setempat

dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan

pemberdayaan. Kelima, Pembentukan dan pengembangan kelembagaan

berdasarkan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam. Introduksi

kelembagaan dari luar kurang memperhatikan struktur dan jaringan kelembagaan

lokal yang telah ada, serta kekhasan ekonomi, sosial, dan politik yang berjalan.

Keenam, Pembentukan dan pengembangan kelembagaan berdasarkan pendekatan

yang top down, menyebabkan tidak tumbuhnya partisipasi masyarakat. Ketujuh,

Kelembagaan-kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat

ikatan horizontal, bukan ikatan vertikal. Anggota suatu kelembagaan terdiri atas

orang-orang dengan jenis aktivitas yang sama. Tujuannya agar terjalin kerjasama

yang pada tahap selanjutnya diharapkan daya tawar mereka meningkat. Untuk

ikatan vertikal diserahkan kepada mekanisme pasar, dimana otoritas pemerintah

sulit menjangkaunya. Kedelapan, Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun

pembinaan yang dijalankan cenderung individual, yaitu hanya kepada pengurus.

Pembinaan kepada kontaktani memang lebih murah, namun pendekatan ini tidak

mengajarkan bagaimana meningkatkan kinerja kelompok misalnya, karena tidak

ada sosial learning approach. Kesebilan, Pengembangan kelembagaan selalu

menggunakan jalur struktural, dan lemah dari pengembangan aspek kulturalnya.

Struktural organisasi dibangun lebih dahulu, namun tidak diikuti oleh

pengembangan aspek kulturalnya. Sikap berorganisasi belum tumbuh pada diri

pengurus dan anggotanya, meskipun wadahnya sudah tersedia.

Kondisi komunitas masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan relatif sama dengan kondisi petani perladangan pada umumnya. Namun

keberadaan kelembagaan Jojobo dapat mengatasi permasalahan-permasalahan

Page 94: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

70

yang dialami oleh petani perladangan yang menerapkan kelembagaan Jojobo.

Permasalahan yang dihadapi petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

pada umumnya adalah lemah dalam hal permodalan.

Akibatnya tingkat penggunaan saprodi rendah, inefisien skala usaha karena

umumnya berlahan sempit, dan karena terdesak masalah keuangan posisi tawar

ketika panen lemah. Selain itu produk yang dihasilkan petani perladangan relatif

berkualitas rendah, karena umumnya budaya petani perladangan di pedesaan

dalam melakukan praktek pertanian masih berorientasi pada pemenuhan

kebutuhan keluarga (subsisten), dan belum berorientasi pasar. Selain masalah

internal petani perladangan tersebut, ketersediaan faktor pendukung seperti

infrastruktur, lembaga ekonomi pedesaan, intensitas penyuluhan, dan kebijakan

pemerintah sangat diperlukan, guna mendorong usahatani dan meningkatkan

akses petani terhadap pasar (Saragih, 2002).

Pemberdayaan masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

Halmahera Barat dapat dilakukan dengan adanya aktivitas kelembagaan Jojobo.

Peran serta masyarakat yang meningkat efektivitasnya, sebenarnya merupakan

upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dijalankan. Upaya pemberdayaan

masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dan produktifitas

melalui pengembangan sumberdaya manusia, penguasaan teknologi dan

penguatan kelembagaan serta perbaikan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial.

Sehingga penguatan keberadaan kelembagaan Jojobo dapat dilakukan dengan

dukungan upaya yang memerlukan adanya kerjasama yang sinergis dari berbagai

kekuatan pembangunan yang ada.

Tipe masyarakat komunal merupakan ciri yang universal ketika

ketergantungan antar penduduk tinggi, dan campur tangan pihak luar rendah

sekali. Salah satu cirinya adalah pemilik sumberdaya secara bersama dan

disdistribusi manfaatnya juga bersama-sama. Pada tatanan masyarakat komunal

yang sehat, setiap pengambilan keputusan yang penting dilakukan melalui

musyawarah dengan menjunjung tinggi kebersamaan (solidaritas). Pada masa

sebelum campur tangan pemerintah secara intensif, yaitu lebih tegasnya lagi kira-

kira masa sebelum “era pembangunan”, maka kelembagaan yang hidup di

masyarakat pedesaan umumnya merupakan kelembagaan yang dibangun sendiri

Page 95: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

71

oleh masyarakat sepeti halnya kelembagaan Jojobo. Mereka sendiri yang

memutuskan untuk membentuk kelembagaan yang dibutuhkan mencakup

didalamnya bentuk atau strukturnya, mekanismenya pemilihan anggotanya, pola

kepemimpinannya, aturan main (rule of the game) serta sangsi-sangsinya.

Kelembagaan Jojobo memiliki kriteria dalam pemilihan anggotanya. Faktor-

faktor yang menentukan calon peserta dalam kelembagaan Jojobo pada komunitas

petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat, diantaranya

adalah 1) Harus mempunyai ikatan hubungan keluarga, 2) Dapat dipercaya dan

mampu mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati bersama. 3) Mempunyai

usaha dan pekerja keras. Selain itu peserta kelembagaan Jojobo diharuskan

memiliki ikatan keluarga atau kekerabatan, memiliki penghasilan, dan harus patuh

pada aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Faktor yang menentukan untuk

menjadi calon anggota Jojobo adalah 1) Harus adanya usaha sendiri, 2) Termasuk

dalam komunitas dalam keluarga, 3) Harus patuh pada aturan-aturan yang telah

disepakati dalam Jojobo.13

Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa hal yang berkaitan dengan aturan-

aturan yang telah disepakati bersama ini merupakan norma yang berlaku dalam

penyelenggaraan kelembagaan Jojobo. Setiap orang yang terlibat di dalam

kelembagaan Jojobo diikat oleh suatu pola nilai dan norma sebagai pedoman

bersikap dan berperilaku, yang dimantapkan kemudian dengan adanya struktur

yang baku. Struktur merupakan visualisasi dari siapa orang yang terlibat dan

posisionalnya

6.2 Dampak Pemberdayaan Kelembagaan Jojobo pada Pemenuhan

Kebutuhan Sosial Ekonomi produktif

Setiap orang yang ikut serta dalam kelembagaan Jojobo pastilah memiliki

motivasi yang berbeda-beda, namun secara umum para peserta kelembagaan

Jojobo pada komunitas petani perladangan memiliki motivasi utama terjalinnya

hubungan kekeluargaan dan kekerabatan yang baik antar sesama warga. Motif

utama masyarakat mengikuti Jojobo adalah keinginan terjalinnya hubungan

kekeluargaan dengan baik antar sesama warga, dan kebutuhan hidup dapat 13 Pengolahan data hasil wawancara dengan Hi. Abdullah ketua adat di kecamatan jailolo selatan dengan Ibu Maria Yahya petani di kecamatan Jailolo Selatan, tanggal 21 dan 23 september 2011.

Page 96: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

72

terpenuhi dengan baik. Selain motivasi utama terjalin hubungan yang baik antar

anggota keluarga atau kekerabatan, pemenuhan keamanan terutama berkaitan

dengan pemenuhan kebutuhan yang tidak terduga atau terdesak juga merupakan

motivasi peserta anggota kelembagaan Jojobo. Sebab dengan Jojobo diharapkan

hubungan kekeluargaan yang tidak terputus dan adanya toleransi tetap terjaga

dengan sangat baik serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terduga

atau mendesak dapat terpenuhi14.

Masyarakat petani peladangan memiliki kelembagaan adat untuk mengatur,

menata, memperkuat dan menjaga berlangsungnya keharmonisan interaksi antara

masyarakat petani peladangan dengan ekosistem lahan pertanian di sekitarnya.

Perubahan lingkungan eksternal menuntut perubahan operasional kelembagaan,

termasuk di tingkat lokal, perlu mereformasikan diri dan bersinergis agar sesuai

dengan kebutuhan yang selalu mengalami perkembangan. Inilah yang dimaksud

dengan transformasi kelembagaan, yang dilakukan tidak hanya secara internal,

namun juga tatahubungan dari keseluruhan kelembagaan tersebut.

Salah satu perubahan eksternal yang mempengaruhi keberadaan

kelembagaan Jojobo di Kecamatan Jailolo Selatan adalah banyaknya masyarakat

pendatang dari berbagai etnis dan suku yang menetap di Kecamatan Jailolo

Selatan, baik dari kecamatan lain di Kabupaten Halmahera Barat, maupun dari

luar kabupaten atau bahkan dari Luar Provonsi Maluku Utara. Anggapan bahwa

masyarakat pendatang menjadi salah satu peyebab bergesernya nilai dan peran

Jojobo dalam masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

memiliki alasan, seperti yang dikemukakan oleh tokoh masyarakat di Kecamatan

Jailolo Selatan yaitu Bapak Jauhar (Tahun 2011) yang mengatakan bahwa:

“Alasannya masyarakat pendatang sering melakukan perubahan pola pikir komunitas petani perladangan dengan cara dan sistem yang di pakai lebih mengutamakan keuntungan tanpa memperdulikan nilai-nilai etika kekeluargaan sehingga dengan sendirinya peran Jojobo itu sendiri menjadi berkurang.”

Kecamatan Jailolo Selatan dibanjiri pendatang dari berbagai latar belakang

sosial dan etnis. Keragaman sosial ekonomi serta mata pencaharian mulai dari

14 Data hasil olahan dari wawancara dengan Bpk Burhanuddin tokoh Masyarakat desa Braha Kecamatan Jailolo Selatan dan Ibu Safa Yahya, petani di desa Braha Kecamatan Jailolo Selatan, 21-22 Agustus 2011.

Page 97: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

73

tukang tambal ban, pengusaha warung, pedagang buah, hingga pegawai negeri

sipil maupun pegawai swasta serta karyawan pabrik memerlukan ruang transisi

dan alkulturasi untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan setempat. Adanya

ruang bersama memungkinkan proses ini dapat berlangsung dengan baik.

Kepadatan pemukiman dan terbentuknya ruang bersama baik sebagai fasilitas

keagamaan, pendidikan, dan olahraga mendorong perilaku positif sosial

masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan. Secara alamiah masyarakat komunitas

petani peladangan akan bertahan dengan segala modal yang ada dengan

membangun kekuatan yang sudah ada.

Masyarakat pendatang menjadi peyebab memudar dan bergesernya peran

Jojobo dalam masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

dikatakan pula oleh seorang petani peladangan yaitu Bapak Haji Abas (Tahun

2011) yang mengungkapkan bahwa:

“Alasannya masyarakat pendatang lebih memberikan pemikiran yang lebih modern dan lebih mengutamakan keuntungan secara individual dan itu sangat berpengaruh kepada masyarakat asli sehingga peran Jojobo pada masyarakat menjadi berkurang.”

Kecamatan Jailolo Selatan memiliki ruang bersama sebagai wadah interaksi

para pendatang dan penduduk lokal. Ikatan sosial memotivasi warga untuk

mewujudkan aktivitasnya melalui komunikasi antar warga. Banyaknya aktivitas

mereka maka warga berinisiatif menciptakan ruang bersama baru sebagai simpul

interaksi warga. Interaksi ini akan membentuk budaya baru sebagai bentuk

aktivitas interaksi sosial masyarakat di pedesaan yang berkembang melalui

aktivitas dalam ruang bersama tersebut. Ikatan keruangan yang menjadi dasar

kehidupan bermasyarakat di kampung ditumbuhkan melalui kebersamaan

membuat ruang untuk keperluan bersama. Perubahan sosial budaya masyarakat

akibat perkembangan wilayah pedesaan menyebabkan beberapa budaya lokal

tersisih dan sulit dipertahankan.

Sejumlah pihak menganggap bahwa Jojobo hanya ada pada komunitas

petani peladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat. Namun hal ini

disanggah oleh tokoh adat yaitu Bapak Din Haji Yusup (Tahun 2011) yang

mengatakan sebagai berikut:

Page 98: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

74

“Tidak benar, karena ada beberapa komunitas masyarakat yang hidup di

wilayah Kecamatan Jailolo Selatan dan mempunyai tradisi Jojobo yang

berbeda-beda antara satu komunitas dengan komunitas yang lain.”

Pendapat ini di dukung pula oleh tokoh masyarakat lainya yaitu Bapak

Matius Jawa (Tahun 2011) yang mengatakan sebagai berikut:

“Tidak benar, karena Kecamatan Jailolo Selatan terdiri dari beberapa

komunitas dan Jojobo yang dilakukan dengan cara yang berbeda sesuai

dengan tradisi dari masing-masing komunitas itu sendiri.”

Hal ini memperlihatkan bahwa Jojobo memiliki karakteristik yang beragam,

namun keberadaan kelembagaan Jojobo pada komunitas petani perladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan memiliki kebiasaan atau tradisi tersendiri. Sebab

umumnya di komunitas petani perladangan penunjukan lebih kepada orang yang

di anggap mampu dalam segi finansial, mampu melakukan komunikasi dengan

warga, serta dapat dipercaya. Selain itu biasanya di komunitas petani perladangan

orang yang dituakan atau berpengaruh dan mampu yang memimpin Jojobo;

Adanya hubungan kekeluargaan yang sangat dekat; Orang yang amanah atau

dapat dipercaya.15

Penyelenggaraan kelembagaan Jojobo mempunyai maksud dan tujuan

beragam sehingga berdampak pada pelaksanaan penggalangan dana dan

penentuan waktu bagi hasil. Di samping utamanya menjalin silaturahmi antar

anggota Jojobo, penentuan tempat penyelenggaraan kegiatan Jojobo pada

dasarnya tidak ada tempat-tempat khusus, tetapi tempat penyelenggaraan

pelaksanaan di salah satu rumah anggota atau di rumah ketua kelembagaan Jojobo

sesuai dengan kesepakatan bersama. Pembagian waktu dan penentuan biasanya

atas kesepakatan bersama, dan tempat pelaksanaan Jojobo biasanya di tempat

ketua atau orang yang memimpin Jojobo.” Namun kadangkala penentuan waktu

juga atas kesepakatan bersama misalnya 10 hari harus dilakukan Jojobo, Tempat

yang dilakukan Jojobo dirumah orang yang telah ditunjuk sebagai ketua, dan atau

15 Hasil wawancara dengan Bpk Amanah Sangaji, ketua Adat di desa Tataleka, Kecamatan jailolo Selatan, Hi. Abdullah Hi. Adam, petani di Kecamatan Jailolo Selatan, tanggal 24-25 Austus 2011.

Page 99: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

75

berpindah tempat dari warga yang satu ke warga yang lain secara bergiliran

dengan tujuan agar silaturahmi tetap berjalan dengan baik.16

Bentuk, keadaan, suasana dan ketentuan penyelenggaraan kelembagaan

Jojobo yang sangat beragam ini, dilakukan tergantung dari kesepakatan yang

dilakukan oleh seluruh anggotanya. Waktu penyelenggaraan biasanya

dilaksanakan sesudah selesai masa panen, misalnya perkebunan (seperti panen

kelapa) karena hampir seluruh masyarakat komunitas petani perladangan

hidupnya dari hasil produksi tanah pertanian.

Setiap peserta Jojobo menyadari pembagian waktu, sebab sudah ada dasar

kesepakatan bersama. Sebagaimana diungkapkan oleh ketua adat di desa Dehe

Kecamatan Jailolo Selatan yang menyatakan bahwa pembagian waktu

pelaksanaan Jojobo yang ditentukan atas dasar kesepakatan bersama.

Aktivitas sosial dihimpun menjadi kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan erat

dengan peranan-peranan dari perangkat struktur dapat dinamakan lembaga.

Lembaga dapat dimaknai sebagai sistem terorganisasi dari praktek-praktek dan

peranan-peranan sosial yang muncul di sekitar suatu nilai atau serangkaian nilai,

dan perlengkapan yang muncul untuk mengatur praktek-praktek tersebut serta

menjalankan aturan-aturan. Dengan demikian ”lembaga dalam makna sosiologis”

adalah kontinuitas proses hubungan antar manusia atau antar kelompok sosial

yang berfungsi mengatur dan memelihara keteraturan pola perilaku sesuai dengan

kebutuhan hidupnya.

Kelembagaan sosial sebagai basis pemberdayaan masyarakat yang

dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan

mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan penerima

manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunan ekonomi.

Dengan demikian maka masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan harus mampu

meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang dihadapi melalui

pemberdayaan masyarakat desa yang dapat dilakukan melalui kelembagaan

Jojobo sebagai basis pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan.

16 Hasil wawancara dengan Hi. Mudastir dan Bpk Sedek, ketua adat dan petani di Kecamatan Jailolo Selatan, 26 Agustus 2011.

Page 100: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

76

Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan harus

mampu berperan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama dalam

membentuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang

lebih berkualitas melalui kelembagaan sosial. Pembentukan dan perubahan

perilaku masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan melalui kelembagaan sosial,

baik dalam dimensi sektoral yakni dalam seluruh aspek atau sektor-sektor

kehidupan manusia; dimensi kemasyarakatan yang meliputi jangkauan

kesejahteraan dari materil hingga non materil; dimensi waktu dan kualitas yakni

jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan kualitas

untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat menjangkau dari seluruh

strata masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan tidak

lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu

menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya,

melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri

mereka yang dapat diperoleh dengan keberadaan kelembagaan sosial yang

berkembang pada masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan.

Keberadaan kelembagaan sosial ekonomi Jojobo mampu memenuhi

kebutuhan komunitas petani perladangan di daerah ini. Hal ini terlihat dari

pengaruh langsung maupun tidak langsung pelaksanaan kelembagaan Jojobo yang

berhasil dalam mencapai kesejahteraan bersama pada setiap anggotanya.

Meskipun landasan kelembagaan Jojobo yang selama ini diketahui mampu

memenuhi kebutuhan komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

Halmahera Barat seperti biaya sekolah, pembelian peralatan rumah tangga, namun

mampu juga meringankan komunitas petani peladangan dalam skala lebih besar

seperti dalam hal pembiayaan pembangunan rumah. Keberadaan kelembagaan

Jojobo juga mampu menjadi basis pemberdayaan masyarakat desa pada

komunitas petani perladangan yang berorientasi pada peningkatan produksi sektor

pertanian perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan.

Pembangunan merupakan unsur utama yang membawa serta gejala

perubahan sosial masyarakat. Infrastruktur, birokrasi, teknologi, pengetahuan baru

dan orientasi uang adalah intrumen yang melekat padanya. Perubahan pada

eksistensi kelembagaan sosial Jojobo adalah gejala sosial di masyarakat

Page 101: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

77

merepresentasikan perubahan sosial yang tengah berlangsung. Masyarakat di

Kecamatan Jailolo Selatan menunjukkan respon yang terkontaminasi dalam gejala

perubahan dengan menanggung resiko memudarnya kohesi sosial, dan di pihak

lain menunjukkan gejala resistensi terhadap unsur-unsur perubahan tersebut.

Mereka yang menolaknya menunjukkan resistensi terhadap unsur-unsur modern,

mereka memilih mempertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam kelembagaan

Jojobo dan memilih tetap menjalankan Jojobo.

Hal ini memperlihatkan bahwa keberadaan kelembagaan Jojobo yang

memilih mempertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam Jojobo dianggapnya

mampu memenuhi kebutuhan komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan, namun pada kenyataan nilai-nilai yang terkandung dalam kelembagaan

sudah mulai memudar. Hal ini terlihat dari mereka yang terbawa arus perubahan

ditunjukkan oleh masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan yang memperkecil

keberadaan kelembagaan Jojobo hanya dalam aktivitasnya, sehingga berkurang

terutama dalam unsur gotong royong seperti dalam pembangunan rumah yang

mengganti unsur kerja sukarela menjadi lebih komersial.

Kelembagaan Jojobo merupakan simpul atau mewakili gambaran

masyarakat di pedesaan yang hidup didasarkan pada pola kerjasama, tolong

menolong, saling peduli, memiliki nilai, norma dan kepercayaan. Jojobo sebagai

nilai sosial budaya dan pengetahuan lokal yang telah lama tertanam pada

masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan pada umumnya, diharapkan senantiasa

terpelihara dan berkembang menjadi modal yang bernilai harganya dalam proses

pembangunan. Oleh karena itu, semestinya kebijakan pemerintah dalam bentuk

implementasi program pembangunan di desa lebih intensif memanfaatkan

kelembagaan Jojobo sebagai kelembagaan lokal yang ada di masyarakat.

Melembagakan nilai-nilai Jojobo dalam setiap kebijakan dan program pemerintah

daerah merupakan suatu langkah startegis untuk memberdayakan masyarakat.

Internalisasi nilai-nilai Jojobo pada setiap aspek kehidupan merupakan wujud dari

upaya untuk memelihara, mempertahankan dan memperkuat kelembagaan Jojobo.

Page 102: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

78

6.3 Ikhtisar

Upaya pemberdayaan kelembagaan Jojobo dipengaruhi oleh perubahan

lingkungan eksternal (sosial, ekonomi, politik) nasional dan di tingkat lokal.

Sehingga perlu upaya mereformasikan diri dan bersinergis agar sesuai dengan

kebutuhan kebaruan yang selalu mengalami perkembangan. Inilah yang dimaksud

dengan transformasi kelembagaan, yang dilakukan tidak hanya secara internal,

namun juga tatahubungan dari keseluruhan kelembagaan tersebut. Salah satu

perubahan eksternal yang mempengaruhi keberadaan kelembagaan Jojobo di

Kecamatan Jailolo Selatan adalah banyaknya masyarakat pendatang dari berbagai

etnis dan suku yang menetap di Kecamatan Jailolo Selatan, baik dari kecamatan

lain di Kabupaten Halmahera Barat, maupun dari luar kabupaten atau bahkan dari

Luar Provonsi Maluku Utara.

Penyelenggaraan kelembagaan Jojobo mempunyai maksud dan tujuan

beragam sehingga berdampak pada pelaksanaan penggalangan dana dan

penentuan waktu bagi hasil. Di samping utamanya menjalin silaturahmi antar

anggota Jojobo, penentuan tempat penyelenggaraan kegiatan Jojobo pada

dasarnya tidak ada tempat-tempat khusus, tetapi tempat penyelenggaraan

pelaksanaan di salah satu rumah anggota atau di rumah ketua kelembagaan Jojobo

sesuai dengan kesepakatan bersama.

Usaha pemberdayaan kelembagaan Jojobo menghasilkan bergam program

pemberdayaan yang dilakukan oleh masyarakat petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan dalam upaya penguatan nilai-nilai yang terkandung dalam

kelembagaan Jojobo. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mempertahankan Jojobo

oleh sebagian komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo dikemukakan

oleh beberapa narasumber di lapangan. Masih adanya kelembagaan sosial

ekonomi pedesaan Jojobo mampu memberikan kekuatan bagi petani perladangan

(posisi tawar yang tinggi).

Kelembagaan Jojobo dalam hal ini memberikan jawaban atas permasalahan

pemenuhan kebutuhan komunitas petani perladangan yang membutuhkan bantuan

satu sama lain. Penguatan posisi tawar petani peladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan melalui kelembagaan Jojobo merupakan suatu kebutuhan yang sangat

mendesak dan mutlak diperlukan terutama bagi komunitas petani peladangan,

Page 103: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

79

agar mereka mampu secara berkelanjutan dalam melaksanakan kegiatan

usahataninya dan upaya meningkatkan kesejahteraan.

Dasar dari upaya penguatan kelembagaan Jojobo dikembalikan pada

inisitaif yang dibangun sendiri oleh masyarakat, meliputi keputusan penyususnan

bentuk atau strukturnya, mekanismenya pemilihan anggotanya, pola

kepemimpinannya, aturan main (rule of the game) serta sangsi-sangsinya. Satu hal

yang telah disepakati bersama sebagai norma yang berlaku dalam

penyelenggaraan kelembagaan Jojobo. Faktor-faktor yang menentukan calon

peserta dalam kelembagaan Jojobo pada komunitas petani perladangan, yaitu; 1)

Harus mempunyai ikatan hubungan keluarga, 2) Dapat dipercaya dan mampu

mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati bersama, dan 3) Mempunyai usaha

dan pekerja keras.

Salah satu dampak dari perubahan eksternal yang mempengaruhi

keberadaan kelembagaan Jojobo adalah banyaknya masyarakat pendatang dari

berbagai etnis dan suku yang menetap di Kecamatan Jailolo Selatan, baik dari

kecamatan lain di Kabupaten Halmahera Barat, maupun dari luar kabupaten atau

bahkan dari luar Provonsi Maluku Utara yang membawa serta adat dan tradisi

mereka sendiri, sehingga ikut mempengaruhi pemudaran nilai-nilai Jojobo. Sebab,

salah satu alasan yang dikemukakan tokoh msyarakat bahwa para pendatang

sering melakukan perubahan pola pikir komunitas petani perladangan dengan cara

dan sistem yang di pakai lebih mengutamakan keuntungan tanpa memperdulikan

nilai-nilai etika kekeluargaan sehingga dengan sendirinya peran Jojobo itu sendiri

menjadi berkurang.

Jojobo sebagai salah satu kelembagaan sosial berbasis pemberdayaan

masyaraka, mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan

penerima manfaat dari seluruh proses mencari solusi dan meraih hasil

pembangunan ekonomi. Inilah semangat sari upaya pemberdayaan kelembagaan

Jojobo.

Page 104: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

80

Page 105: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

81

BAB VII

DAMPAK KELEMBAGAAN JOJOBO TERHADAP SOLIDARITAS

SOSIAL

7.1 Kelembagaan Jojobo sebagai Wadah Pemenuhan Komitmen

Lembaga mengatur cara-cara memenuhi kebutuhan manusia yang penting,

oleh karena itu dalam setiap kehidupan masyarakat terdapat lembaga-lembaga

yang berfungsi mengatur berbagai kebutuhan manusia dalam hidupnya. Bertrand

(1980) menjelaskan bahwa institusi-institusi sosial pada hakekatnya merupakan

kumpulan dari norma-norma (struktur-struktur sosial) yang diciptakan untuk dapat

melaksanakan suatu fungsi masyarakat. Lembaga-lembaga yang menyangkut

pengaturan kebutuhan manusia dalam masyarakat secara umum disebut dengan

lembaga sosial.

Kepatuhan dan kontinuitas merupakan suatu hal yang wajib dilaksanakan

oleh para peserta Jojobo. Faktor yang menyebabkan peserta Jojobo mentaati

ketentuan yang sudah ditetapkan dikemukakan oleh tokoh adat yaitu Bapak Din

Haji Yusup (Tahun 2011) yang mengatakan bahwa:

“Faktor utamanya adalah komitmen yang sudah dibangun secara bersama-

sama dan saling menguntungkan satu sama lain”.

Kebutuhan manusia yang paling mendasar dalam kehidupan sehari-hari

dapat dibagi dalam kategori umum; primer, sekunder dan tersier. Mulai dari

kebutuhan pangan, sandang, papan, hingga hiburan atau rekreasi, melanjutkan

keturunan atau perkawinan, disamping kebutuhan untuk memenuhi perasaan akan

keamanan, ketenteraman serta pemenuhan kebutuhan spiritual dan nilai-nilai

sosial lainnya yang dapat menjadi dasar bagi hubungan sosial-masyarakat.

Dengan terpenuhinya kebutuhan nilai sosial dimungkinkan terciptanya ketertiban

dan keselarasan pergaulan dalam masyarakat. Faktor yang menyebabkan

masyarakat melaksanakan Jojobo dengan mentaati aturan berupa komitmen yang

sudah ditetapkan. Diantaranya oleh beberapa faktor berikut, 1) Adanya sifat

Page 106: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

82

toleransi atau gotong royong antar perserta, 2) Adanya keterkaitan hubungan

kekeluargaan, 3) Komitmen terhadap ketentuan yang sudah ditetapkan17.

Lembaga tradisional Jojobo ini mengajarkan tentang “kearifan masyarakat”

terhadap kelestarian budaya lokal, dan berbagai bentuk pantangan adat, perlu terus

dipertahankan, bahkan jika masih diperlukan, dapat digali kembali lembaga-

lembaga tradisional yang efektif sebagai pengendali dalam pemenuhan kebutuhan

komunitas petani peladangan. Satu hal yang mungkin perlu mendapatkan

perhatian berupa terjadinya proses transisi dari model kelembagaan Jojobo lama

ke model kelembagaan Jojobo baru. Lembaga-lembaga Jojobo yang berkembang

kemudian, jika tidak disertai dengan spesialisasi unsur-unsur yang terdapat dalam

Jojobo untuk mengakomodir kesepakatan secara bersama. Artinya dalam Jojobo

memang perlu spesialisasi dalam Jojobo karena aturan-aturan yang telah di

tetapkan sudah sangat jelas dan telah menjadi salah satu acuan bagi warga

komunitas petani perladangan dimana usulan tiap peserta komunitas petani

perladangan sudah terakomodir18.

Berkaitan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam Jojobo ini dikemukakan

pula oleh Tokoh Masyarakat yaitu Bapak Samar Kandi Kuilo (2011) yang

mengatakan bahwa:

Kepatuhan komunitas masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan pada umumnya mendorong komitmen terhadap ketentuan yang sudah

ditetapkan pada pelaksanaan kelembagaan Jojobo. Keberadaan kelembagaan

tradisional Jojobo ini digunakan sebagai sarana komunikasi yang efektif antar

warga masyarakat petani perladangan. Kelompok-kelompok yang menerapkan

kelembagaan Jojobo biasanya diikat dengan sistem menyerupai arisan antar warga

sebagai sarana berkumpulnya warga untuk mengikatkan diri dalam kesatuan

“solidaritas sosial” yang kuat yang terbentuk dengan adanya sifat toleransi dan

gotong royong. Dalam kelompok-kelompok tradisional seperti inilah masyarakat

petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan memiliki kesadaran kolektif

sebagai satu kesatuan komunitas yang utuh. 17 Hasil wawancara dengan Bpk Amanah Sangaji, Ketua Adat di Jailollo Selatan, 27 september 2011. 18 Diolah dari hasil wawancara dengan Ibu Salbiah Hj. Rauf, Ketua Adat Desa Rio Ribati dan Bpk Samar Kandi, Kuilo, tokoh masarakkat Rio Ribati, Kecamatan Jailolo Selatan, 28 Agustus 2011.

Page 107: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

83

Motivasi dalam penyelenggaraan kelembagaan Jojobo yang disampaikan

oleh pemimpin Jojobo akan menjadi sangat efektif diterima oleh para anggotanya,

dan merupakan salah satu upaya bentuk kepedulian komunitas masyarakat petani

perladangan terhadap pelestarian kelembagaan Jojobo. Meskipun kegiatan

kelembagaan tradisional Jojobo tersebut aktifitasnya relatif tinggi, tetapi belum

dimanfaatkan secara efektif. Pemanfaatan tingkat kepercayaan masyarakat

terhadap para pemimpin informal kelembagaan Jojobo, sebenarnya dapat

dijadikan model kemitraan antara lembaga tradisional di Kecamatan Jailolo

Selatan.

Aktivitas masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan dalam bentuk

kelembagaan Jojobo dapat dimanfaatkan sebagai sarana yang efektif untuk

meningatkan komitmen yang tinggi terhadap lembaga Jojobo yang berfungsi

sebagai sarana komunikasi serta diskusi antar warga, yang lebih bernuansa

egalitarian. Kerjasama yang efektif dan efisien dalam kelembagaan Jojobo yang

ada, diharapkan akan mampu “menjembatani kesenjangan kepentingan” yang

selama ini terjadi dalam komunitas masyarakat petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan.

7.2 Solidaritas dalam Kelembagaan Jojobo

Kelembagaan merupakan social form ibarat organ-organ dalam tubuh

manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan” menunjuk kepada

sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam

masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yang

hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan

berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan

dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan

modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial. Hal ini terlihat

pula dalam kelembagaan sosial ekonomi Jojobo yang bersifat mantap yang hidup

di Maluku Utara, khususnya pada komunitas masyarakat petani perladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan dengan mengembangkan solidaritas kerjasama.

Kesepakatan yang solid akan membawa rasa solidaritas terhadap para

pelaku kerjasama dalam kelembagaan Jojobo ini. Akan muncul ‘sense of

Page 108: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

84

belonging’ di antara para pelaku kerjasama dalam kelembagaan Jojobo yang

kemudian akan melahirkan sikap untuk saling mendukung, saling percaya, dan

saling membantu satu sama lain. Akan muncul satu tujuan bersama yang

kemudian menjadi pedoman bagi para pelaku kerjasama dalam kelembagaan

Jojobo tersebut untuk mencapai keseahteraan bersama.

Kerjasama yang solid dibangun dari sikap dan sifat solider dari para pelaku

kerjasama. Solidaritas antara pelaku akan menciptakan hubungan yang solid, atau

kuat, kukuh dan padat. Dengan begitu kerjasama pun dapat memberikan hasil

seperti yang diharapkan oleh pihak-pihak yang bekerjasama dalam suatu

kelembagaan sosial ekonomi. Faktor-faktor tersebut adalah mengumpulkan dana

ataupun barang-barang sesuai dengan kebutuhan dari warga yang mendesak, dan

juga menyumbangkan tenaga untuk membantu warga yang membutuhkan19.

Salah satu tujuan utama pembentukan kelembagaan Jojobo yaitu berupa

penggalangan dana untuk disalurkan kepada anggota yang sangat membutuhkan.

Selain itu kelembagaan Jojobo tidak hanya berorientasi pada bantuan dalam

bentuk finansial atau uang, namun juga bantuan dalam bentuk material atau

barang dan bahkan dapat pula berupa bantuan dalam bentuk tenaga. Penjelasan ini

memperlihatkan bahwa peran keberadaan kelembagaan Jojobo, sangat membantu

terwujudnya rasa solidaritas dan kesetiakawanan yang diperoleh dari kerjasama

antar para anggotanya. Kemandirian merupakan kebutuhan siapapun dan

berprofesi apapun di negeri ini. Mandiri akan melahirkan kebersamaan, karena

tidak mungkin seseorang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa peran orang

lain. Mandiri akan melahirkan pemberdayaan setiap diri untuk bisa melakukan

produktifitas pada bidangnya masing-masing sehingga ia dibutuhkan orang lain.

Jika setiap individu dalam suatu komunitas masyarakat bisa mandiri, maka

wilayah keberadaan komunitas masyarakat akan mampu mensejahterakan

masyarakatnya tanpa harus bergantung pada wilayah lainnya. Kemandirian inilah

yang dapat diperoleh dari keberadaan Jojobo pada komunitas petani peladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan dalam memberdayakan masyarakatnya.

Diantara hal lain yang menjadi sebab kuatnya peran Jojobo dalam

memberdayakan masyarakat komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo 19 Hasil wawancara dengan Bpk Farid, petani di Desa Tabadamai, Kecamatan Jailolo Selatan, tanggal 29 Agustus 2011.

Page 109: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

85

Selatan Halmahera Barat adalah adanya sifat toleransi yang sangat tinggi terhadap

sesama warga dan mampu memahami kebutuhan setiap warga.20

Hasil wawancara ini memperlihatkan adanya semangat dan implementasi

dari kemauan untuk saling bekerja sama dalam upaya memenuhi kepentingan

sosial dan kepentingan individu atau personal telah termanivestasikan dalam

berbagai bentuk aktivitas bersama yang secara umum termasuk dalam

kelembagaan Jojobo, yang dikenal dengan kegiatan "saling tolong-menolong",

atau secara luas terwadahi dalam tradisi "gotong-royong".

Tradisi gotong-royong memiliki aturan main yang disepakati bersama

(norma), menghargai prinsip timbal-balik dimana masing-masing pihak

memberikan kontribusi dan dalam waktu tertentu akan menerima kompensasi atau

reward sebagai suatu bentuk dari sistem resiprositas (reciprocity), ada saling

kepercayaan antarpelaku bahwa masing-masing akan mematuhi semua bentuk

aturan main yang telah disepakati (trust), serta kegiatan kerja sama tersebut diikat

kuat oleh hubungan-hubungan spesifik antara lain mencakup kekerabatan

(kinship), pertetanggaan (neighborship) dan pertemanan (friendship), sehingga

semakin menguatkan jaringan antarpelaku (network).

Secara nyata, tradisi gotong-royong telah melembaga dalam kelembagaan

Jojobo pada komunitas petani perladangan telah mengakar kuat. Ini diwujudkan

dalam berbagai aktivitas keseharian masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan.

Praktek gotong-royong, walau cenderung mengalami penurunan, baik dari sudut

pandang lingkup aktivitas maupun jumlah orang yang terlibat, secara umum

masih mendapatkan apresiasi positif dari komunitas masyarakat petani peladangan

di Kecamatan Jailolo Selatan. Hal ini tampaknya juga dipengaruhi oleh salah satu

karakteristik khusus, yaitu keeratan hubungan sosial yang dimiliki oleh komunitas

masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan.

Orientasi komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

Halmahera Barat untuk mengikuti Jojobo dikemukakan oleh salah seorang petani

yaitu Bapak No Haji Saleh, diantara orentasinya adalah: 1) Kebutuhan-Kebutuhan

hidup sehari hari bisa terpenuhi, 2) Terjalinnya hubungan kekeluarga menjadi

lebih baik, 3) Saling mendukung sesama warga. 20 Hasil wawancara dengan Bpk Hi. Abdullah Ketua Adat dan Bpk Burhanudin Tokoh masyarakat di kecamatan Jailolo Selatan, 27 september 2011.

Page 110: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

86

Menggalang kerjasama dan solidaritas sosial sesungguhnya merupakan sifat

alamiah yang dimiliki manusia demi survival. Solidaritas yang dapat diartikan

sebagai berkumpul bersama secara setara untuk memenuhi kepentingan dan

kebutuhan bersama. Bentuk-bentuk perkumpulan yang tidak didasarkan pada

solidaritas akan menghancurkan individualitas yang tunduk kepadanya. Hal ini

ditunjukkan pula oleh petani yaitu Bapak IHB (2011) yang menyatakan bahwa

orientasinya mengikuti kelembagaan Jojobo berkaitan dengan solidaritas dan

pengakuan mengenai kepentingan bersama, yang bertujuan untuk, 1) Tidak

terputusnya tali persaudaraan dan kekeluargaan, 2) Saling membantu antar warga,

3) Mempermudah kebutuhan-kebutuhan yang mendesak.

Solidaritas adalah faktor utama dalam merekatkan hubungan sosial dalam

sebuah komunitas. Karena rasa solidaritaslah masyarakat bisa menyatukan

persepsinya tentang hal yang ingin mereka perjuangkan. Merujuk pada teori Emile

Durkheim (1973), solidaritas itu terdiri dari dua jenis, yaitu mechanical solidarity

dan organic solidarity. Perbedaan kedua jenis solidaritas ini adalah sumber dari

solidaritas mereka, atau hal apa yang telah menyatukan mereka dalam bentuk

kerjasama. Kerjasama dalam suatu kelembagaan membutuhkan dukungan dan

partisipasi dari para pelakunya.

Konsep partisipasi menurut Mikkelsen (Susiana, 2002) dapat diartikan

sebagai alat untuk mengembangkan diri sekaligus tujuan akhir. Keduanya

merupakan satu kesatuan dan dalam kenyataan sering hadir pada saat yang sama

meskipun status, strategi serta pendekatan metodologinya berbeda. Partisipasi

akan menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta

dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat banyak. Partisipasi juga

menghasilkan pemberdayaan, di mana setiap orang berhak menyatakan pendapat

dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya. Dalam jaringan

sosial, partisipasi memegang peranan yang cukup penting, karena kerjasama yang

ada dalam komunitas dapat terjadi karena adanya partisipasi individu-individu.

Para peserta Jojobo memiliki dorongan untuk selalu berpartisipasi yaitu

dengan cara saling membantu ketika salah satu warga mengalami musibah atau

membuat hajatan baik bantuan secara materi maupun tenaga. Dan juga saling

membantu pada saat salah satu warga mendapat musibah atau membuat hajatan,

Page 111: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

87

serta menyumbangkan dana untuk warga yang membutuhkan. Hal inilah yang

sering terjadi di dalam keseharian masyarakat dalam mempraktekkan nilai-nilai

Jojobo.

Memahami prinsip partisipasi memposisikan solidaritas yang berarti suatu

upaya untuk meningkatkan partisipasi sesama dalam kesejahteraan umum. Atau,

dengan kata lain, solidaritas adalah usaha mewujudkan keadilan sosial. Ukuran

keadilan sosial adalah terwujudnya partisipasi dua arah dalam kesejahteraan

umum bagi setiap individu dan kelompok. Solidaritas dalam kelembagaan Jojobo

adalah bagaimana kebutuhan anggotanya dapat terpenuhi. Arah peningkatan

partisipasi dalam kelembagaan Jojobo mampu mendorong gerakan-gerakan

solidaritas dan keadilan sosial.

Dorongan komunitas petani perladangan untuk menyeleggarakan

kelembagaan Jojobo berupa memperoleh manfaat dalam untuk pemenuhan

kebutuhan keluarganya. Manfaat dalam keluarga adalah saling mengenal antara

satu keluarga dengan keluarga yang lain dan kebutuhan hidup sehari-hari dan

kebutuhan yang tidak terduga bisa terpenuhi. Hal ini dipertegas lagi oleh seorang

petani yaitu Bapak Iksan Tuada (Petani) yang mengatakan bahwa: Manfaat dalam

keluarganya adalah 1) Terpenuhinya kebutuhan tidak terduga, 2) Kebutuhan hidup

keluarga sehari-hari bisa terpenuhi, 3) Hubungan silatuhmi antar keluarga tetap

berjalan dengan baik. dengan demikian nampak bahwa, selain manfaat dari aspek

ekonomi berupa pemenuhan kebutuhan sehari-hari, juga berkaitan dengan manfaat

keamanan jika terjadi kebutuhan yang tidak terduga. Selain faktor ekonomi

dorongan komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan juga

menghendaki manfaat sosial berupa hubungan silaturahmi yang akan terjaga dan

berjalan dengan baik. Manfaat ekonomi yang diperoleh dari keikutsertaannya

dalam Kelembagaan Jojobo dikemukakan oleh seorang petani yaitu Ibu Alwia

(Tahun 2011) yang mengatakan bahwa dengan memakai kelembagaan Jojobo

pemenuhan kebutuhan ekonominya menjadi lebih baik dan pendapatan menjadi

lebih meningkat.

Keberadaan kelembagaan Jojobo pada komunitas masyarakat petani

pedesaan ini memperlihatkan tipe masyarakat komunal merupakan ciri yang

universal ketika ketergantungan antar penduduk tinggi, dan campur tangan pihak

Page 112: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

88

luar rendah sekali. Tipe masyarakat seperti ini ditemui pula di Kecamatan Jailolo

Selatan. Salah satu cirinya adalah kepemilikan sumber daya secara bersama dan

distribusi manfaatnya juga bersama-sama, serta berbagai aktivitas kerja bersama

yang dikenal dengan istilah gotong-royong. Seluruh keputusan-keputusan yang

penting dilakukan dengan cara musyawarah-mufakat atas prinsip kebersamaan

dalam kesetaraan.

Kelembagaan Jojobo merupakan kelembagaan yang dibangun sendiri oleh

masyarakat. Mereka sendiri yang memutuskan untuk membentuk suatu

kelembagaan, bagaimana bentuk strukturnya, bagaimana pemilihan anggotanya,

pola kepemimpinannya, serta aturan-aturan beserta sanksi-sanksinya. Sanksi yang

banyak diterapkan pada waktu itu berupa sanksi adat bagi anggota komunitas

yang melanggar.

Kelembagaan Jojobo ini adanya saling keterkaitan antar bagiannya,

penetapan keputusan yang demokratis, serta luas jangkauan yang terbatas. Khusus

untuk aktifitas ekonomi tidak memiliki keleluasaan khusus namun sudah tercakup

di dalam kelembagaan yang terbentuk. Kelembagaan Jojobo belum cukup

berkembang, dan ketergantungan atau pertukaran barang antar wilayah masih

rendah. Pertukaran barang lebih banyak terjadi antar warga dalam komunitas yang

relatif terbatas.

Memperhatikan kondisi saat ini, yang dapat mempercepat terjadinya proses

penerapan Jojobo sebagai modal sosial yang dapat memberdayakan masyarakat

komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat

dikemukakan oleh Ketua adat yaitu Bapak Haji Mudasir (Tahun 2011) yang

mengatakan bahwa terdapat hubungan sosial yang terjalin dengan baik,

menanamkan sikap gotong royong dan toleransi kepada setiap warga. Hal ini

juga didukung oleh Tokoh masyarakat yaitu Bapak Jauhar (Tahun 2011) yang

mengatakan bahwa hubungan-hubungan yang terjalin msih bersifat eksklusif,

hanya pada sekelompok golongannya sendiri. Sebab, terdapat; 1) Adanya

hubungan sosial antar warga, 2) Tidak terputusnya hubungan kekeluargaan, 3)

Saling membantu antar sesama warga, 4) Kebutuhan warga terpenuhi. Namun

semua hubungan itu lebih banyak hanya pada golongan mereka saja. Baik yang

terikat karena kekeluargaan maupun etnis dan budaya.

Page 113: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

89

Gotong royong merupakan suatu bentuk saling membantu atau tolong

menolong yang berlaku di daerah pedesaan Indonesia. Gotong royong sebagai

bentuk kerjasama antarindividu dan antarkelompok membentuk status norma

saling percaya untuk melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang

menjadi kepentingan bersama. Bentuk kerjasama gotong royong ini merupakan

salah satu bentuk solidaritas sosial. Guna memelihara nilai-nilai solidaritas sosial

dan partisipasi masyarakat secara sukarela dalam pembangunan di era sekarang

ini, maka perlu ditumbuhkan dari interaksi sosial yang berlangsung karena ikatan

kultural Sehingga memunculkan kebersamaan komunitas yang unsur-unsurnya

meliputi: seperasaan, sepenanggungan, dan saling butuh. Pada akhirnya

menumbuhkan kembali solidaritas sosial.

Saran-saran yang diajukan agar Jojobo lebih berperan dalam meningkatkan

perekonomian masyarakat pada komunitas petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan Halmahera Barat dikemukakan oleh Tokoh Adat yaitu Bapak Din

Haji Yusup (Tahun 2011) yang mengatakan perlu untuk mengembangkan Jojobo,

ke arah yang lebih modern.

“Perlu adanya perubahan Jojobo yang lebih modern dan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi yang telah ada dalam Jojobo, serta meningkatkan peran Jojobo untuk kebutuhan masyarakat sehingga dapat meningkatkan perekonomian komunitas petani perladangan.”

Namun perlu juga Jojobo untuk tetap dipertahankan karena terbukti mampu

lebih berperan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Maka mengikuti

pendapat seorang Tokoh Masyarakat yaitu Bapak Muzamhir Haji Adam SH

(Tahun 2011) mengatakan, maka perlu; 1) tetap mempertahankan Jojobo sebagai

salah satu tradisi yang sudah dilakukan sejak jaman dulu. 2) Lebih meningkatkan

peran Jojobo untuk kebutuhan masyarakat”

Hal ini juga ditambahkan agar Jojobo lebih berperan dalam meningkatkan

perekonomian masyarakat oleh petani-petani yaitu Bapak Mahfud, Bapak Yamin

dan Bapak Yusran Haji Halek, Ibu Hasna dan Ibu Nurain yang mengatakan bahwa

“Perlu adanya perubahan Jojobo yang lebih modern dan lebih

menguntungkan untuk meningkatkan peerekonomian masyarakat pada

komunitas petani perladangan. “

Page 114: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

90

Hal di atas memperlihatkan bahwa tiap kelembagaan memiliki tujuan

tertentu, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya merniliki pola perilaku

tertentu serta nilai-nilai dan norma yang sudah disepakati yang sifatnya khas.

Kelembagaan merupakan kelompok-kelompok sosial yang dijalankan oleh

masyarakat. Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi tertentu, karena itu

dikenal kelembagaan pendidikan, kelembagaan-kelembagaan di bidang ekonomi,

agama, dan lain-lain. Pada masyarakat berisi kelembagaan-kelembagaan. Semua

manusia pasti masuk dalam kelembagaan. Tidak satu, tapi sekaligus dalam banyak

kelembagaan, mulai dari di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di tempat ibadah,

dan lain-lain. Di kalangan agen-agen pembangunan pedesaan dan pertanian,

kelembagaan umumnya dipersempit terutama hanya menjadi kelembagaan

kelompok tani, koperasi. subak, kelompok petani peserta program, kelompok

pengrajin, dan lain-lain yang sejenis, termasuk kelembagaan sosial ekonomi

Jojobo.

Penelitian ini menemukan arah tantangan pemberdayaan masyarakat desa

melalui keberadaan kelembagaan sosial yaitu kelembagaan Jojobo sebagai basis

pemberdayaan pada komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan.

Pentingnya peranserta dan pemberdayaan masyarakat di bidang sosial ekonomi,

penerapan nilai-nilai Jojobo dalam aktivitas komunitas petani perladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat, kemampuan kelembagaan Jojobo

dalam memenuhi kebutuhan komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan Halmahera Barat, dan peran kelembagaan sosial ekonomi Jojobo dalam

mengembangkan solidaritas kerjasama antar warga masyarakat desa di Maluku

Utara; merupakan fokus dalam kajian kelembagaan Jojobo sebagai basis

pemberdayaan masyarakat desa di Maluku Utara yang merupakan studi yang

dilakukan pada Komunitas Petani Perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan

Halmahera Barat.

7.3 Ikhtisar

Salah satu fungsi kelembagaan mengatur berbagai kebutuhan manusia

dalam hidupnya, sebab institusi-institusi sosial pada hakekatnya merupakan

kumpulan dari norma-norma (struktur-struktur sosial) yang diciptakan untuk dapat

Page 115: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

91

melaksanakan suatu fungsi masyarakat. Jojobo sebagi kelembagaan sosial juga

mengikat dan menciptakan kepatuhan dan kontinuitas yang wajib dilaksanakan

oleh para pelaksana Jojobo. Dampaknya adalah menguatnya solidaritas sosial

masyarakat. Sebab, kelembagaan Jojobo mengandung nilai “kearifan masyarakat”

terhadap kelestarian budaya lokal, dan berbagai bentuk pantangan adat, perlu terus

dipertahankan, bahkan jika masih diperlukan, dapat digali kembali lembaga-

lembaga tradisional yang efektif sebagai pengendali dalam pemenuhan kebutuhan

komunitas petani perladangan. Satu hal yang mungkin perlu mendapatkan

perhatian berupa terjadinya proses transisi dari model kelembagaan Jojobo lama

ke model kelembagaan Jojobo baru.

Kepatuhan komunitas masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan pada umumnya mendorong komitmen terhadap ketentuan yang sudah

ditetapkan pada pelaksanaan kelembagaan Jojobo. Keberadaan kelembagaan

tradisional Jojobo ini digunakan sebagai sarana komunikasi yang efektif antar

warga masyarakat petani perladangan yang pada gilirannya ikut meningkatkan

solidaritas sosial. Kelompok-kelompok yang menerapkan kelembagaan Jojobo

biasanya diikat dengan sistem menyerupai arisan antar warga sebagai sarana

berkumpulnya warga untuk mengikatkan diri dalam kesatuan “solidaritas sosial”

yang kuat yang terbentuk dengan adanya sifat toleransi dan gotong royong.

Kerjasama yang terjalin dalam kelembagaan Jojobo, sikap dan sifat solider

ini jelas dibutuhkan karena inilah yang menentukan keberlanjutan eksistensi

kerjasama tersebut. Jika suatu kerjasama tidak disertai sikap solider diantara

pelaku kerjasamanya, maka akan timbul konflik. Inilah yang tejadi pada

kelembagaan Jojobo. Kelembagaan Jojobo ini dibentuk sesuai dengan kebutuhan

para pesertanya, sehingga kelembagaan ini dituntut solid baik dari segi pesertanya

maupun dari segi aturannya. Aturan kelembagaan Jojobo relatif mudah untuk

diwujudkan karena kelembagaan Jojobo mengharuskan adanya suara bulat dalam

musyawarah untuk memperoleh mufakat. Ketika ada satu anggotanya tidak

berkenan, maka kelembagaan Jojobo tidak akan terbentuk, sehingga kelembagaan

Jojobo terbentuk oleh ketetapan yang diperoleh dari hasil musyawarah yang

menghasilkan kesepakatan bersama, sebagai suatu kesatuan kesolidan anggotanya.

Page 116: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

92

Salah satu tujuan utama pembentukan kelembagaan Jojobo yaitu berupa

penggalangan dana untuk disalurkan kepada anggota yang sangat membutuhkan.

Selain itu kelembagaan Jojobo tidak hanya berorientasi pada bantuan dalam

bentuk finansial atau uang, namun juga bantuan dalam bentuk material atau

barang dan bahkan dapat pula berupa bantuan dalam bentuk tenaga yang

berupakan solidaritas anggota dalam membantu anggota lainnya untuk memenuhi

kebutuhannya. Semangat dan implementasi dari kemauan untuk saling bekerja

sama dalam upaya memenuhi kepentingan sosial dan kepentingan individu atau

personal sebagai bentuk dari solidaritas telah termanivestasikan dalam berbagai

bentuk aktivitas bersama yang dikenal dengan kegiatan "saling tolong-menolong",

atau secara luas terwadahi dalam tradisi "gotong-royong".

Secara nyata, tradisi gotong-royong telah melembaga dalam kelembagaan

Jojobo pada komunitas petani perladangan telah mengakar kuat. Ini diwujudkan

dalam berbagai aktivitas keseharian masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan.

Praktek gotong-royong, walau cenderung mengalami penurunan, baik dari sudut

pandang lingkup aktivitas maupun jumlah orang yang terlibat, secara umum

masih mendapatkan apresiasi positif dari komunitas masyarakat petani

perladangan Kelembagaan Jojobo merupakan kelembagaan yang dibangun sendiri

oleh masyarakat. Mereka sendiri yang memutuskan untuk membentuk suatu

kelembagaan, bagaimana bentuk strukturnya, bagaimana pemilihan anggotanya,

pola kepemimpinannya, serta aturan-aturan beserta sanksi-sanksinya. Sanksi yang

banyak diterapkan pada waktu itu berupa sanksi adat bagi anggota komunitas

yang melanggar.

Page 117: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

93

BAB VIII

SINTESIS

Nilai luhur yang terkandung dalam kelembagaan Jojobo berupa terciptanya

hubungan kekeluargaan dan kekerabatan di dalam komunitas petani perladangan.

Hal ini terefleksikan dalam pemenuhan faktor produksi, distribusi dan konsumsi.

Oleh karena itu keberadaan kelembagaan Jojobo diharapkan menjadikan sarana

dalam penerapan budaya lokal sebagai suatu upaya terutama pemenuhan

kebutuhan ekonomi produksi dan ekonomi keluarga pada komunitas petani

perladangan.

Nilai budaya kelembagaan Jojobo masih ada di komunitas petani

perladangan dicirikan dari sifat gotong royong antar warganya, dengan seringnya

diadakan pertemuan secara periodik, mengundang setiap warganya pada saat ada

hajatan atau syukuran, melakukan penggalangan dana pada saat warganya

mengalami musibah, serta memberikan bantuan pada saat ada warganya

melakukan hajatan.

Pada saat ini kelembagaan Jojobo merupakan konstruksi sosial yang

diterima dan disepakati oleh komunitas-komunitas petani perladangan yang

tergantung pada nilai dan kekuatan luar desa seperti pasar dan industri perkotaan

yang bersifat ekonomi dan individualis. Ukuran yang digunakan tidak lagi hanya

menyangkut kelestarian dan kebersamaan saja, namun dipengaruhi pula oleh

eksploitasi dan sukses finansial yang menyebabkan masyarakat desanya rapuh

terhadap faktor yang berada di luar pengendaliannya.

Kelembagaan Jojobo terdiri dari beberapa komponen, yaitu norma/nilai, tata

perilaku, aktor dan fisik (Soekanto, 1990). Komponen Jojobo tersebut memiliki

dinamika antara periode dulu dan sekarang. Pada zaman dahulu komponen tata

nilai/norma seperti kekerabatan, solidaritas, kepercayaan, tolong menolong

kejujuran, masih sangat solid. Tata perilaku termanifestasi dalam tolong-

menolong/resiprositas dalam hal pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi

keseharian, sementara aktorn atau personilnya lebih banyak adalah keluarga,

kerabat dan komunitas petani perladangan. Sedangkan bentuknya fisiknya adalah

berupa sarana, prasarana, benda seperti pembangunan tempat ibadah, rumah adat

Page 118: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

94

dan fasilitas publik lainnya. Sedangkan sekarang ini norma/nilainya mengalami

pergeseran, disebabkan adanya beragam kepentingan sosial, ekonomi dan politik

dari komunitas petani perladangan yang ikut dalam Jojobo. Sebagai contoh,

Jojobo kadang dipakai untuk kepentingan mencari pengaruh sebagai jalan politik

menjadi pemimpin lokal (pemilihan kepala desa atau kepala dusun). Sementara

tata perilakunya dibentuk dari hasil usaha bersama yang bersifat dan dalam

aktifitas produktif perladangan. Misalnya, gotong royong pembersihan kebun,

penanaman dan panen hasil pertanian.

Para aktor atau personil yang terlibat dalam aktifitas kelembagaan Jojobo

sekarang lebih banyak kelompok marga, komunitas kekerabatan dan antar

komunitas (yang masih memiliki kesamaan budaya). Sedangkan bentuk fisik

kelembagaan Jojobo tidak banyak berubah dari dulu hingga sekarang, yang

tersembunyi dalam aktifitas sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang

kemudian dengan nilai-nilai Jojobo tersebut mampu menggerakkan masyarakat

untuk bersama-sama dalam membangun berupa sarana dan prasarana, seperti

bangunan rumah adat, tempat ibadah, dan fasilitas publik yang dibutuhkan oleh

komunitas petani perladangan yang terikat dengan nilai-nilai Jojobo. Secara lebih

ringkas penjelasan komponen nilai-nilai Jojobo ini akan diuraikan dalam tabel

berikut ini; Tabel 8.

Komponen Kelembagaan Jojobo

No Kelembagaan Jojobo

Dulu Sekarang

1. Norma/Nilai Solid. Berbasis Kekeluargaan dan Kekerabatan.

Solid. Namun ada kepentingan sosial, ekonomi Politik. Berbasis komunitas

2. Tata Kelakuan/Perilaku Tolong-menolong, resiprositas, kebersamaan, gotong royong yang bersifat Reproduktif.

Usaha-usaha bersama yang produktif, tidak hanya terbatas pada ikatan kekeluargaan dan kekerabatan.

3. Aktor Kinship (Hubungan-hubungan yang terikat pada kekeluargaan dan kekerabatan)

Antar komunitas yang masih memiliki kesamaan budaya.

4. Fisik Tersembunyi dalam akivitas sosial-ekonomi masyarakat

Tersembunyi dalam akivitas sosial-ekonomi masyarakat

Di beberapa wilayah Kecamatan Jailolo Selatan, masyarakatnya masih

memiliki sifat dan naluri untuk berpartisipasi dalam membentuk lembaga seperti

kelompok tani, paguyuban, dan terutama Jojobo sebagai lembaga tradisional

Page 119: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

95

setempat. Keberadaan kelembagaan Jojobo dapat diberdayakan dan dimanfaatkan

sebagai asset pembangunan karena memiliki inti budaya lokal yang menjiwainya.

Jojobo dikalangan komunitas petani perladangan sudah merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari tradisi yang telah dilakukan pada jaman dahulu. Jojobo

dianggap mampu menciptakan dan meningkatkan nilai hubungan kekeluargaan

berdasarkan kekerabatan.

Faktor yang menyebabkan komunitas petani perladangan di Kecamatan

Jailolo Selatan Halmahera Barat masih melakukan tradisi Jojobo, berkaitan

dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan adanya hubungan emosional yang

tinggi dalam hal saling mendukung dan membantu satu sama lain. Hal ini

memperlihatkan penerapan nilai-nilai Jojobo dalam aktivitas ekonomi pada

komunitas petani perladangan dilakukan untuk saling membantu memenuhi

kebutuhan ekonomi produktif dan ekonomi keluarga pada komunitas petani

perladangan.

Setiap orang yang ikut serta dalam kelembagaan Jojobo pastilah memiliki

motivasi yang berbeda-beda, namun secara umum para peserta kelembagaan

Jojobo pada komunitas petani perladangan memiliki motivasi utama terjalinnya

hubungan kekeluargaan dan kekerabatan yang baik antar sesama warga. Motif

utama masyarakat mengikuti Jojobo ini dikemukakan oleh tokoh masyarakat yaitu

Bpk Burhanudin (Tahun 2011) bahwa motif utamanya adalah terjalinnya

hubungan kekeluargaan dengan baik antar sesama warga, dan kebutuhan hidup

dapat terpenuhi dengan baik.

Salah satu perubahan eksternal yang mempengaruhi keberadaan

kelembagaan Jojobo di Kecamatan Jailolo Selatan adalah banyaknya masyarakat

pendatang dari berbagai etnis dan suku yang menetap di Kecamatan Jailolo

Selatan, baik dari kecamatan lain di Kabupaten Halmahera Barat, maupun dari

luar kabupaten atau bahkan dari Luar Provonsi Maluku Utara. Pergeseran nilai-

nilai kelembagaan Jojobo terjadi karena sifat budaya yang dinamis, kehidupan

mayarakat petani perladangan yang selalu berkembang, pengaruh lingkungan

ekonomi dari para pendatang, dan mobilisasi penduduk.

Keberadaan kelembagaan Jojobo yang memilih mempertahankan nilai-nilai

yang terkandung dalam Jojobo dianggapnya mampu memenuhi kebutuhan

Page 120: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

96

ekonomi produktif dan ekonomi keluarga pada komunitas petani perladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan, namun pada kenyataan nilai-nilai yang terkandung

dalam kelembagaan sudah mulai memudar. Hal ini terlihat dari mereka yang

terbawa arus perubahan ditunjukkan oleh masyarakat di Kecamatan Jailolo

Selatan yang memperkecil keberadaan kelembagaan Jojobo hanya dalam

aktivitasnya, sehingga berkurang terutama dalam unsur gotong royong seperti

dalam pembangunan rumah yang mengganti unsur kerja sukarela menjadi lebih

komersial.

Upaya pemberdayaan kelembagaan yang dilakukan masyarakat petani

perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan berupa upaya penguatan nilai-nilai yang

terkandung dalam kelembagaan Jojobo. Usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempertahankan Jojobo oleh sebagian komunitas petani perladangan di

Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat dikemukakan oleh seorang petani

perladangan yaitu Bpk Abubakar (Tahun 2011) yang mengungkapkan bahwa

usaha yang dilakukan untuk mempertahankan Jojobo di komunitas petani

perladangan adalah dengan seringnya melakukan silatuhrahmi antar warga dan

selalu memberikan dukungan dan bantuan satu sama lain.

Masih adanya kelembagaan sosial ekonomi pedesaan Jojobo mampu

memberikan kekuatan bagi petani perladangan (posisi tawar yang tinggi).

Kelembagaan Jojobo dalam hal ini memberikan jawaban atas permasalahan

pemenuhan kebutuhan komunitas petani perladangan yang membutuhkan bantuan

satu sama lain. Penguatan posisi tawar petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan melalui kelembagaan Jojobo merupakan suatu kebutuhan yang sangat

mendesak dan mutlak diperlukan terutama bagi komunitas petani peladangan,

agar mereka mampu secara berkelanjutan dalam melaksanakan kegiatan

usahataninya dan juga dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Penelitian ini menemukan arah tantangan pemberdayaan masyarakat desa

melalui keberadaan kelembagaan sosial yaitu kelembagaan Jojobo sebagai basis

kelembagaan ekonomi produktif dan ekonomi keluarga pada komunitas petani

perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan. Pentingnya peran serta dan

pemberdayaan kelembagaan masyarakat di bidang sosial ekonomi, berupa

penerapan nilai-nilai Jojobo dalam aktivitas komunitas petani perladangan di

Page 121: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

97

Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat, diharapkan mampu memenuhi

kebutuhan ekonomi produktif dan ekonomi keluarga pada komunitas petani

perladangan yang berbasis kekeluargaan dan kekerabatan.

Page 122: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

98

Page 123: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

99

BAB IX

KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Bentuk-bentuk penerapan nilai-nilai kelembagaan Jojobo dalam aktivitas

ekonomi produktif komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo

Selatan Halmahera Barat termanifestasikan dalam beragam aktifitas

keseharian masyarakat seperti gotong royong, saling tolong-menolong,

kebersamaan, kekeluargaan, kekerabatan, kepercayaan dan toleransi,

serta nilai kejujuran. Tujuan penerapan nilai-nilai Jojobo ini adalah untuk

untuk saling meringankan beban sosial-ekonomi dan upaya membantu

memenuhi kebutuhan ekonomi produktif lainnya, khususnya bagi

keluarga dan umumnya pada komunitas petani perladangan yang ikut

terlibat dalam aktifitas Jojobo berdasarkan kekerabatan.

2. Kelembagaan Jojobo pada komunitas petani perladangan melemah ketika

banyak etnis pendatang masuk dan membawa kekuatan pasar dan industri

pedesaan. Oleh karena itu upaya pemberdayaan kelembagaan Jojobo

dilakukan dengan baragam cara tergantung pada kekuatan-kekuatan

orang dan kelompok sosial masyarakat pendukungnya. Kelembagaan

Jojobo semakin kuat dan kokoh ketika kondisi sosial budaya masyarakat

masih mempercayai dan meyakini nilai- nilai Jojobo lebih relevan bagi

kebutuhan mereka, dibandingkan nilai-nilai dari luar budaya mereka. Jika

kelembagaan Jojobo masih kokoh, dan dibangun berbasis kekeluargaan

dan kekerabatan.

3. Dampak kelembagaan Jojobo bagi peningkatan solidaritas sosial adalah

sangat nyata dan kuat. Nilai-nilai utama Jojobo, seperti saling menolong,

peduli dan saling mendukung untuk pemenuhan kebutuhan sosia-

ekonomi telah berakar kuat pada komunitas petani perladangan di Jailolo

Selatan. Semakin kelembagaan Jojobo baik dan sehat, maka nilai-nilai

solidaritas akan semakin meningkat dan sebaliknya. Kesepakatan-

Page 124: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

100

kesepakatan bersama yang dibangun dengan nilai-nilai Jojobo

berimplikasi pada kekompakan, kesolidan yang lambat laun akan

menumbuh-kembangkan rasa solidaritas terhadap para pelaku kerjasama

dalam kelembagaan Jojobo baik yang termanifestasikan dalam bentuk

keadilan sosial yang ditunjukkan oleh kegiatan saling tolong-menolong,

atau secara luas terwadahi dalam tradisi gotong-royong. Disinilah nilai-

nilai Jojobo menjadi spirit dan pendukung bagi solidaritas sosial.

9.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, dapat diajukan saran baik

dari aspek teoritis maupun aspek praktis berkaitan dengan keberadaan

kelembagaan Jojobo sebagai basis pemberdayaan masyarakat desa di Maluku

Utara sebagai berikut:

9.2.1 Saran pada Aspek Teoritis

Secara teoritis penelitian tentang Jojobo sebagai nilai sosial lokal dan

kelembagaan pemberdayaan masyarakat desa dapat diajukan saran sebagai

berikut:

1. Hasil penelitian secara teoritis disarankan agar dalam hal pemberdayaan

masyarakat perlu ditinjau dari aspek nilai sosial lokal dan kelembagaan

pemberdayaan masyarakat desa yang berkembang.

2. Penelitian lanjutan disarankan agar dilakukan baik dengan komunitas

yang lebih luas pada kecamatan-kecamatan lain di Maluku Utara,

maupun penelitian yang melibatkan etnis-etnis yang ada di wilayah

penelitian.

3. Penelitian lanjutan lainnya disarankan agar dilakukan pada kelembagaan-

kelembagaan sosial ekonomi lainnya yang berkembang di Maluku Utara

dalam upaya memberdayakan masyarakatnya.

9.2.2 Saran pada Aspek Praktis

Secara praktis atau pragmatis penelitian tentang Jojobo sebagai nilai sosial

lokal dan kelembagaan pemberdayaan masyarakat desa di Maluku Utara ini dapat

diajukan saran sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini disarankan dapat dijadikan dasar dalam proses-proses

kebijakan serta pengambilan keputusan pembangunan pedesaan

Page 125: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

101

khususnya di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat

sebagai upaya dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat desanya,

khususnya bagi komunitas petani perladangan berbasis kekeluargaan dan

kekerabatan (kinship)

2. Selain itu pada aspek praktis lainnya disarankan dari hasil penelitian ini

yaitu:

a. Menjadi bahan informasi dan referensi bagi Pemerintah Daerah di

Kabupaten Halmahera Barat dalam mengetahui kendala-kendala yang

terjadi berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa di

Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat.

b. Menjadi bahan informasi dan referensi bagi Pemerintah Daerah di

Kabupaten Halmahera Barat dalam menyusun kebijakan pemerintah

daerah di Kabupaten Halmahera Barat berupa upaya-upaya mengatasi

kendala yang terjadi berkaitan dengan peningkatan pemenuhan

kebutuhan masyarakat desa di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten

Halmahera Barat.

c. Menjadi bahan informasi dan referensi bagi masyarakat Maluku Utara

pada umumnya, dan khususnya masyarakat desa di Kecamatan Jailolo

Selatan Kabupaten Halmahera Barat dalam upaya meningkatkan

pemenuhan kebutuhan masyarakat.

3. Peningkatan peran kelembagaan sosial ekonomi Jojobo dalam

pemberdayaan masyarakat disarankan agar:

a. Perlunya revitalisasi kembali kelembagaan Jojobo kepada generasi

muda dalam upaya mempertahankan budaya lokal di Maluku Utara.

b. Adanya pengakuan dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten

Halmahera Barat khususnya, dan umumnya Provinsi Maluku Utara

akan keberadaan Kelembagaan Jojobo yang mampu memberdayakan

masyarakat lokal baik dari aspek sosial maupun aspek ekonomi.

Page 126: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

102

Page 127: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

103

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A; Supena F; Syahyuti; dan E. Ariningsih. 2003. Studi Baseline Program PHT Perkebunan Rakyat Lada di Bangka Belitung dan Lampung. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Arikunto, 1995. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara.

Bertrand, Alvin L, 1980. Sosiologi, Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Brown, Donald, 1995. Poverty-Growth Dichotomy, dalam Üner Kirdar dan Leonard Silk (ed.). People: From Impoverishment to Empowerment. New York: New York University.

Day, L.C.1996. Perubahan Sosial Ekonomi dan Dampaknya terhadap Organisasi Pertanian di Long pujingan dan Long Alongo, dalam Eghenter, C dan Bernard Sellato1996. (peny). Kebudayaan dan Pelestarian Alam. PHPA, The Ford Founddation, dan IMF.

Djuweng, S.1999. Pembangunan dan Marginalisas, Masyarakat Adat Dayak, dalam Muhammad Hayat Rahz (Pen). Ashoka Indonesia dan Insit. Yogyakarta.

Dove, M.R. 1981. Antara Mitos dan Kebenaran antara Sistem Perladangan Peneliti Yayasan Reckfeller PPS Lingkungan UGM Yogyakarta, Indonesia Agro Ekonomi Tahun XII, No. 15 (Agustus, 1981).

Dove, M.R. 1981. Sistem Perladangan di Indonesia. Suatu Studi Kasus dari Kalimantan Barat. UGM Press. Yogyakarta.

Durkheim E, 1973. Moral Education.Translated by Everett K.Wilson and Herman Schurer From: L Education Morale, 1925. Collier Macmillan Publighers, London.

Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2006. Kebijakan Publik:Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputendo.

Friedmann, 1992. Empowerment; The Politics of Alernative Development. Cambridge Blackwell.

Geertz, C. 1975. Involusi Pertanian. Proses perubahan Ekologi di Indonesia Diterbitkan untuk Lembaga Penelitian Sosiologi Pedesaa, Institut Pertanian Bogor dan Yayasan Obor, Jakarta.

J.P. de Josselin Long, 1935. De Meleishe Archipl als ethnologisch Studieveld. Leiden: Ginberg.

Page 128: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

104

Karsidi, Ravik. 2001.Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan dalam Pemberdayaan Masyarakat. Dalam Pambudy dan A.K.Adhy (ed.): Pemberdayaan SumberdayaManusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani, Bogor: Penerbit Pustaka Wirausaha Muda.

Kartasasmita, Ginandjar, 1996. Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, PT. Pustaka Cidesindo.

Kirdar, Uner dan Leonard Silk (ed), 1995. People: From Impoverishment to Empowerment. New York: New York University Press.

Koentjaraningrat, 1968. Pengantar Ilmu Antropologi; Cet. Ke-6; Jakarta: Aksara

Baru.

Koentjaraningrat, 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia; Cet. Ke 22; Jakarta: Pernerbit Jembatan.

Mahmudi, Ahmad. 1999. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat. TOT P2KP oleh LPPSLH, Ambarawa, 27 Nopember 1999.

Malinowski, B, 1944. A Scientifcis Theory of Culture and Other Essays, Chapel Hill: University of North Caroline Perss.

Mansur. Mohammad Zen, 1999. Dampak Negatif dari Investasi Perkebunan Besar Swasta (PSB) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal dan Pembangunan Wilayah Maluku Utara. PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR. di Publikasikan

Miles, Matthew B, dan A. Michael Hubermen. 1992. Analisis Data Kualitatif. Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: universitas Indonesia.

Miring, dkk.1987. Tim Geografi Budaya Daerah Kalimantan Tengah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Moleong, Lexy. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mubyarto, 1998. Sistem dan moral ekonomi Indonesia, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta.

Mubyarto. 2001. Ekonomisme. Orasi Kebudayaan, Disampaikan di Taman Mini Ismail Marzuki (Tim) 9 April 2001. CIPTA Dewan Kesenian Jakarta. Jakarta.

Muhadjir, Noeng, 1982. Teori Perubahan Sosial. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Muhajir, Noeng, 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif, Eds. 3, Yogyakarta: Rake Sarasin.

Page 129: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

105

Nasution, 1996. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.

Norman Uphoff. 1992. Local Institutions and Participation for Sustainable Development.Gatekeeper Series SA31. IIED, London

Ostrom E. 1985. Sosial capital: a Fad Or a Fudamental concept? Dalam Dasgupta, P and Ismail Seregeldin. 1999. Sosial Capital: A Multifaceted Perspective. The Word Bank The International Bank For Reconstruction and Development Washington D.C. 20433.

P.E, De Josselin Jong, 1977. Structural Anthropologi In The Netherlands. KITL. Translation Seises 17 The Hague Martinus Nyhoff.

Patton, Michael Quinn. 1987 Qualitative Education Methods, Beverly Hills, Sage Publication Robert Bogdan.

Planck, Ulrich, 1993, Sosiolologi Pertanian, Jakarta; penerbit Yayasan Obor Indonesia.

Polanyi, Karl, 2009. Transformasi Besar: Asal Usul Politik Ekonomi Zaman Sekarang. Penerbit : Pustaka Pelajar

Prijono, S. Onny., & Pranarka, A.M.W. 1996. Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Implementasi, Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Jakarta: CSIS.

Putuhena, Saleh.1980. Sejarah Agama Islam di Ternate, dalam Masinambow (ed) 1980 Hlm. 263-276.

R. Bogdan dan Taylor, S.J, 1984 Introduction to Qualitative Research Methods: The Search for Meanings. Second Edition. New York dll.: John Wiley & Sons.

Rakhmat, Jalaluddin, 1989. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Ranis, Gustav, 1995. Reducing Poverty: Horizontal Flows Instead of Trickle Down", dalam Uner Kirdar dan Leonard Silk (ed.). People: From Impoverishment To Empowennent. New York: New York University Press.

Robert M.Z. Lawang, 1994. Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Roesmidi, M.M dan Risyanti, I, 2008. Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: AlQaprint Jatinangor.

Ruttan, Vernon W and Hayami, 1984. Induce Innovation Model of Agricultural Development in agricultural Development in the Third World. Edited by Calr K. Eicher & John M. Stas

Page 130: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

106

Safar, 2008. Konsep Kebudayaan Maluku Utara. http://www.cps-ss.org/web/images/provinsi maluku utara bmg.

Saragih, Bungaran, 2002. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian, Bogor: Yayasan Mulia persada Indonesia, Pt.Surveyor Indonesia dan PSP Lemlit IPB.

Sasono, Adi, 1999. Ekonomi Kerakyatan dalam Dinamika Perubahan, Makalah Konferensi Internasional Ekonomi Jaringan, Hotel Sangri-La, Jakarta 5-7 Desember.

Singarimbun dan Effendi, 1991. Metode Penilitian Survei, LP3S Jakarta.

Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani, Bogor: Disertasi Doktor Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sumodiningrat, Gunawan, 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan JPS. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan: Strategi Pengembangan dan Penerapannya dalam Penelitian Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Uphoff, 1986. Lokal Institusional Development: An Analitical Sourcebook, whit Cases. West Hartford, Kumarian Perss.

Von Benda-Beckmann, Frans, Keebet von Benda-Beckmann, and Hands Marks, 2000. Coping With Insecurity. An “Underall” Perspective on Social Security in the Third World (2nd Ed.). Pustaka Pelajar Indonesia dan Focoal Foundation the Netherlands.

Zuraida, Desiree dan J. Rizal (ed). 1993. Masyarakat dan Manusia dalam Pembangunan: Pokok-pokok Pemikiran Selo Soemardjan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Page 131: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

LAMPIRAN

Page 132: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan
Page 133: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

Gambar Peta Provinsi Maluku Utara

Gambar Peta Daerah Penelitian

Page 134: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan
Page 135: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

Gambar Pusat Kebudayaan Maluku Utara

Gambar Pembesihan lahan perladangan sesama anggota Jojobo

Page 136: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

Gambar Penanaman bersama antara anggota Komunitas Jojobo

Gambar Hasil Pertanian Masyarakat di Maluku Utara

Page 137: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

Gambar Hasil Pertanian Petani Perladangan di kec. Jailolo Selatan

Gambar Hasil Panen Petani Perladangan di kec. Jailolo Selatan

Page 138: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

Gambar Gotong royong dalam Pembangunan Rumah Ibadah di Jailolo selatan

Page 139: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan
Page 140: PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA … · PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN JOJOBO DAN PERANNYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN EKONOMI PRODUKTIF (Studi Kasus Komunitas Petani Perladangan

Gambar Gotong royong dalam Pembuatan jalan setapak Desa di Kec Jailolo Selatan