Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
PEMBERDAYAAN EKONOMI GEREJA
1. Gereja Berbisnis
Untuk melakukan pemberdayaan ekonomi gereja, gereja perlu terlibat dalam praktek
bisnis. Bisnis adalah kegiatan ekonomi dan yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar menukar,
jual beli, memproduksi, memasarkan, bekerja mempekerjakan, dan interaksi manusia lainnya.
Bisnis dilukiskan sebagai kegiatan ekonomi yang terstruktur atau terorganisasi untuk
menghasilkan untung sehingga ketika berbicara mengenai bisnis menjadi amat kompleks1.
Sejak awal kebanyakan orang memandang bisnis sebagai sesuatu yang berhubungan
dengan duniawi dan kotor serta lekat dengan tipu daya dan moral jahat. (Citra negative ini
terbentuk sejak awal perkembangan bisnis akibat perilaku buruk dari banyak pedagang yang
menjalankan strategi dagangnya seringkali melakukan penipuan dan kurang bertanggung jawab
atas mutu dagangan yang mereka jual. Dari penjelasan tentang citra bisnis ini dapat disimpulkan
bahwa pada hakekatnya kotor tidaknya bisnis tergantung bagaimana orang memandang dan
bersikap terhadap bisnis itu). Bisnis menjadi kotor bila orang berperilaku tamak dan tidak
bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan bisnisnya, dan sebaiknya bisnis menjadi baik bila
orang berperilaku secara bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatan bisnisnya2.
1.1 Keterlibatan Gereja dalam Ekonomi/Berbisnis
1 Kees Berteens, Pengantar Etika Bisnis, (Kanisius: Yogyakarta, 2000),18. 2 Made Gunaraksawati Mastra, Teologi Kewirausahaan: Konsep dan Praktik Bisnis gereja Kristen
Prostenstan di Bali, (Taman pustaka Kristen: 2009),123.
Gereja terpanggil untuk bertanggung jawab memikirkan kehidupannya sebagai organisasi
pada kehidupan masyarakat luas3. Secara khusus gereja terpanggil untuk kesejahteraan masyarakat
sejahtera dan adil. Oleh karena itu, gereja dan kehidupan anggotanya tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan ekonomi4.
Hal itu disebabkan karena orang percaya dan yang menjadi pengikut Kristus tidak dapat
melepaskan dirinya dari konteks produksi, distribusi pendapatan, pembagian kerja, kemiskinan,
alokasi dan pemeliharaan sumber daya, pengembangan sumber daya manusia, dan masalah
keuntungan.
Sudah sejak abad pertengahan gereja terlibat aktif dalam masalah ekonomi dan sosial,
bukan hanya dalam aspek dan aras teologis saja, tetapi juga melakukan secara langsung kegiatan
ekonomi. Gereja pada masa reformasi juga melanjutkan langkah-langkah tersebut5. Ini adalah
perwujudan konsep panggilan ilahi untuk menjadi setia di setiap tempat dan waktu, karena melalui
kegiatan ekonomi yang dilakukan gereja, jemaat Tuhan dan manusia pada umumnya dapat
memuliakan nama Tuhan.
Diakonia, Marturia dan Koinonia merupakan tugas panggilan gereja yang pada hakekatnya
mengungkapkan pengakuan tentang hubungan manusia dengan Tuhan, dan gereja terpanggil untuk
menyatakan, memelihara dan meningkatkan hubungan tersebut. Dalam konteks perwujudan tri
tugas panggilan gereja tersebut, keterlibatan gereja di dalam bidang ekonomi sangat diperlukan.
Oleh karena itu, dalam mengkaji peluang yang dapat dimanfaatkan gereja dalam kegiatan ekonomi
serta prospeknya, gereja harus berpedoman kepada nila-nilai yang ada di dalam tri tugas tersebut.
3 Damanik Konta, Gereja dan kegiatan Ekonomi bisnis, (Bina Darma no. 48, tahun ke 13, 1995), 89. 4 Ibid, 86. 5 Wijaya Yahya, Kesalehan Pasar, (Grafika Kreasindo: Jakarta, 2010)
Terkait hal tersebut setiap warga gereja terpanggil untuk terlibat di dalam usaha yang
dilakukan gereja di bidang ekonomi, baik ekonomi masyarakat ataupun ekonomi gereja. Salah satu
hal yang dilakukan oleh setiap warga gereja di bidang ekonomi gereja adalah berpartisipasi di
dalam memberi persembahan kepada gereja sebagai rasa syukur atas karunia dan berkat Tuhan
yang mereka terima. Hal lain yang dapat dilakukan oleh warga gereja di bidang ekonomi gereja
adalah mengelola persembahan yang ada dan mengelola harta benda yang dimiliki gereja secara
khusus perkebunan sawit yang dimiliki oleh jemaat Ora et Labora.
Keterlibatan gereja di bidang ekonomi adalah suatu bentuk keterlibatan gereja di bidang
bisnis. Bisnis bukan suatu bidang ekonomi yang berdiri sendiri atau terisolasi dari unsur-unsur lain
yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu, bisnis berhubungan dengan unsur-unsur lain
tersebut, termasuk gereja6.
Marthin Luther berpendapat bahwa Allah memanggil setiap orang ke dalam pekerjaannya
masing-masing untuk menyatakan kebaikan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, bekerja adalah
suatu partisipasi di dalam karya pemeliharaan Allah atas ciptaannya7. Di tempat lain, Calvin
menyatakan bahwa pendapat Luther tersebut adalah suatu cara yang luhur dan mulia untuk memuji
Allah melalui ciptaanNya8. Dengan demikian, keterlibatan gereja di bisnis adalah bagian dari
menyatakan kebaikan dan kesejahteraan di bidang ekonomi sebagai wujud partisipasi di dalam
karya pemeliharan Allah atas ciptaanNya atas dunia ini tentunya dengan motivasi yang tidak
merugikan orang lain. Calvin juga menandaskan bahwa berbicara tentang keterpanggilan maka
kita berbicara tentang keterpanggilan yang harus dijalani dengan laku hati dan nurani yang bersih9.
6Ibid, 89. 7Mcgee dan Delbeck, Vocation as a critical factor in a spirituality for executive leadership in business
(University of Notre Dame Press: 2003), 103. 8 Julianto Simon, Kewirausahaan Jemaat: sebuah Alternatif Berteologi,159. 9 Ibid, 160.
Menurutnya, kegiatan ekonomi/bisnis adalah kegiatan yang sah sejauh dilakukan untuk memenuhi
panggilan Allah10
Menurut Wayan Mastra, beberapa hal yang harus dilakukan untuk menangani situasi
keterpurukan yaitu dengan menggerakkan jemaat untuk melakukan bisnis/ kegiatan ekonomi11.
Ketika melakukan hal itu, tentunya banyak kendala tetapi untuk melewati kendala tersebut, hal
yang diperlukan adalah merubah paradigm jemaat tentang bisnis/ kegiatan ekonomi dengan
melakukan konstruksi teologi berbasis teologi lokal yaitu menjadi berkat bagi sesama12. Teologi
ini mendorong jemaat untuk tidak bermalas-malasan menunggu bantuan dari pihak lain yang
prihatin dengan kelaparannya, namun berani bangkit dari kelaparan menuju kebangkitan semangat
untuk bekerja.13 Ketika berproses menjadi sejahtera bersama maka pendekatan itu berupa
pendekatan yang berimbang berbasis pada diakonia reformatif yaitu pendekatan diakonia yang
mementingkan karya penguatan kapasitas masyarakat yang didampingi, praktik pada pendekatan
ini adalah membina hubungan yang baik dengan yayasan untuk memberikan pemodalan, pinjaman
dan pendampingan yang bertujuan membantu.14
Dalam melakukan bisnis/kegiatan ekonomi di dalam gereja diupayakan untuk kemandirian
dan upaya kemandirian tersebut dilandasi sikap saling menopang dan saling membutuhkan atau
saling ketergantungan15. Kesalingtergantungan yang juga menjadi kewajiban warga gereja.
Kegiatan ekonomi bagi gereja sangat diperlukan tetapi tidak boleh mengabaikan sisi lain
dari tugas pelayanan gereja. Kegiatan ekonomi/bisnis dimanfaatkan untuk pelayanan gereja dan
10 Ibid hal, 160 11 Gunarasakti Made, Op.cit. Teologi Kewirausahaan: Konsep dan Praktek Bisnis Gereja Kristen Protestan
di Bali (Taman Pustaka Kristen: Yogyakarta, 2009), 58. 12Ibid 59 13 Julianto Simon, Kewirausahaan Jemaat: Sebuah Alternatif Berteologi,161 14 Ibid, hal 164 15Mastra Gunaraksawati Made, Teologi Kewirausahaan: Konsep dan Praktik Bisnis gereja Kristen
Prostenstan di Bali” (Taman Pustaka Kristen: 2009), 47-48.
tidak disalahgunakan untuk kepentingan diri sendiri atau untuk berfoya-foya. Baik tidaknya
melakukan kegiatan ekonomi tergantung kepada pemakaian kegiatan ekonomi/bisnis itu yakni
tujuan pemakaian kegiatan ekonomi itu untuk apa. Kegiatan ekonomi/bisnis mendatangkan
kebaikan bila dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan gereja, diakonia gereja,
memperhatikan orang miskin, orang sakit, dan menciptakan lapangan kerja16 .
Gereja juga harus selektif dalam memilih usaha yang mengkompromikan moral. Oleh
karena itu, gereja melakukan kegiatan ekonomi itu tidak boleh tabu asal dijalankan dalam koridor
nilai-nilai iman Kristen dan visi dan misi17. Kaitannya dengan misi, peran gereja dilihat sebagai
transformasi pembebasan sehingga peran gereja tidak diartikan sebagai gedung yang statis dan
yang sarat dengan ritual, melainkan sebagai suatu gerakan yang terbuka dan yang membawa
pembaharuan dalam rangka mewujudkan visi kerajaan Allah18
Wayan Mastra menekankan pentingnya mengusahakan kemandirian gereja dengan
kepemilikan sumber daya yang memadai yang seharusnya dapat dikembangkan untuk mencukupi
kebutuhan gereja dan warga gereja. Konteks dari penekanan ini adalah mengembangkan sumber
daya lokal yang tersedia19. Untuk dapat bergerak keluar dari kemiskinan dan keterpurukan maka
harus dapat mendorong semangat melakukan kegiatan ekonomi secara kreatif di dalam warga
gereja20.
Wayan Mastra menyakini bahwa, semangat melakukan kegiatan ekonomi harus di
kembangkan di gereja, dengan cara mengubah paradigma masyarakat dari masyarakat tradisional
dengan pola pikir masyarakat pertanian menjadi masyarakat modern dengan pola pikir kegiatan
16Ibid, 76-77. 17Ibid, 89. 18Ibid, 80-81. 19Ibid, 71. 20Ibid, 72-73.
ekonomi/bisnis. Ia menilai tidaklah salah bila gereja terlibat di dalam bisnis yang menciptakan
lapangan kerja bagi anggota gerejanya. Keuntungan dari kegiatan ekonomi/bisnis dapat menjadi
dana pelayanan gereja21.
Menurut Joseph Schumpeter, program-program pengembangan ekonomi jemaat diarahkan
untuk mengembangkan kegiatan ekonomi tujuannya untuk memperoleh keuntungan dan
pertumbuhan, memerlukan praktek-praktek inovatif yang strategis22 Sedgwick Claims
mengemukakan atribut-atribut yang diperlukan untuk keberhasilan kegiatan ekonomi/bisnis,
seperti: kreativitas, inovasi, inisiatif, kemampuan meyakinkan orang, kepemimpinan, kemandirian
yang tinggi, motivasi untuk berhasil, imajinasi, pengambilan resiko dan kebebasan yang
bertanggung jawab, kemampuan menganalisa dan berjejaring yang menuntut kepekaan terhadap
orang yang diajak berinteraksi, yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dinamis
berkesinambungan yang ada pada karya Tuhan dalam Kristus23
2. Konsep Kerja
2.1 Kerja menurut Gereja
Di dalam melakukan kegiatan ekonomi/bisnis diperlukan kerja dan untuk Kerja dibutuhkan
sikap semangat yang ada pada individu atau kelompok dan dalam melakukan suatu pekerjaan perlu
adanya pengabdian atau dedikasi terhadap pekerjaan sebagai nilai yang sangat berharga. Luther
mengatakan bahwa kerja itu adalah panggilan dan dalam bekerja dibutuhkan sumber daya manusia
yaitu warga gereja sebab itu dibutuhkan pengabdian yang tulus untuk bekerja bagi Tuhan24.
21Ibid, 76-77. 22Ibid, Op.cit.,83. 23Ibid, 84. 24Ibid, 212.
Sedgwick Claims berpendapat bahwa, kerja adalah bagian yang amat penting sebagai umat
ciptaan Tuhan25. Kerja adalah bagian penting yang diperlukan oleh gereja terkait dengan bisnis,
sebab di dalam kerja itu dapat diungkapkan nilai-nilai iman Kristen yang baik, dan melalui kerja
dapat diciptakan suatu tatanan masyarakat yang baru yang sesuai dengan tatanan ideal dalam
kerajaan Allah 26.
Miroslav Volf berkata, kerja diperlukan untuk melangsungkan kehidupan dan untuk
melangsungkan kehidupan dituntut untuk bekerja keras bahwa bekerja dalam kaitannya dengan
gereja itu merupakan tugas dan tanggung jawab orang kristen sebab mereka terikat dengan Roh
Allah dan Allah telah memanggil, memberi dan memperlengkapi setiap orang kristen untuk
bekerja dalam panggilan mereka27. Miroslav Volf juga memahami bahwa Roh Allah telah
memanggil dan menganugerahkan semua umat Allah dengan berbagai macam karunia untuk
bermacam-macam tugas, seperti kecerdasan, keterampilan, keterampilan pertukangan, bakat seni,
dan pengetahuan untuk mengurus berbagai hal28 dengan demikian Miroslav Volf hendak
mengatakan bahwa gereja adalah Tubuh Kristus, Yesus Kristus sebagai kepala gereja dan Tubuh
Kristus adalah warga gereja, yaitu anggota-anggota yang memiliki karunia dan talenta yang
berbeda-beda. Oleh sebab itu, karunia dan talenta tersebut harus diberdayakan untuk pekerjaan
Tuhan. Kemudian pendapat itu dilengkapi oleh James Childs yang mengartikan bahwa Tuhan
bekerja terus untuk memenuhi kebutuhan dari ciptaanNya dan bahwa karyaNya terus berlangsung
hingga sekarang, James Childs secara tidak langsung mau berkata bahwa Tuhan telah bekerja
25Ibid, 123. 26 Ibid, 144. 27 Ibid, 144. 28Ibid, 145.
untuk umat ciptaanNya oleh sebab itu sebagai umat Allah dipanggil untuk bekerja kepada Tuhan
melalui gerejanya29.
Dalam kaitannya dengan sesama, Miroslav Volf memaknai kerja sebagai panggilan untuk
melayani30. Pemaknaan ini disadari pemahaman bahwa Roh Tuhan memanggil dan
memperlengkapi orang-orang secara tepat untuk melayani Tuhan dan sesama, sebagaimana yang
dinyatakan dalam Perjanjian Baru bahwa karunia-karunia untuk saling melengkapi dan saling
melayani (1 Kor 2:12) dan untuk membangun komunitas bukan untuk kemegahan diri sendiri31.
Dengan demikian, sebagai Tubuh Kristus yang telah dipanggil keluar dari kegelapan
menuju terang yang ajaib, hal itu harus dimaknai oleh warga gereja bahwa sebagai warga Allah,
mereka harus menyadari peran mereka sebagai warga gereja yaitu bekerja bukan untuk manusia
melainkan untuk Tuhan. Bekerja untuk Tuhan bukan karena suatu keterpaksaan melainkan karena
kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga Kerajaan Allah. Sebagai warga Allah yang
merupakan satu kesatuan di dalam Tubuh Kristus maka ketika kepala sakit tentunya tubuh juga
akan terasa sakit dan dalam hal ini dituntut tidak mementingkan kepentingan diri tetapi juga harus
saling memperhatikan satu dengan yang lainnya. Bekerja untuk Tuhan harus menuntut adanya
kekompakkan, kerja sama dan gotong royong itu semua merupakan wujud dari partisipasi dengan
begitu semua kendala akan terselesaikan dan keterpurukan akan dapat diselesaikan jika bekerja
bersama-sama.
Sebagai Tubuh Kristus Yesus Kristus sebagai kepala gereja dan Ia lah yang menjadi raja
bagi gereja maka sebagai warga gereja harus dapat memberikan dorongan dan memotivasi warga
gereja oleh sebab itu warga gereja harus diberdayakan.
29 Ibid, 45. 30Ibid, 145. 31Ibid, 155.
Didalam dunia banyak menawarkan tentang konsep kerja, namun kerja yang dimaksudkan
disini adalah kerja menurut gereja dan gereja harus terlibat dalam memberdayakan warga gereja.
2.1.2 Kerja yang memberdayakan komunitas
Dalam memahami makna pemberdayaan ekonomi, hal itu harus dipahami sebagai suatu
pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah proses mewujudkan masyarakat sejahtera
adil dan merata. Masyarakat sejahtera ditandai dengan adanya kemakmuran32. Pembangunan
ekonomi adalah suatu pertumbuhan ekonomi yang membawa perubahan. Pembangunan ekonomi
tidak hanya berorientasi pada produksi barang dan jasa tetapi juga dalam berbagai aspek kegiatan
ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan pendapatan
dan kemakmuran masyarakat33.
Menurud Whitman Rostow, suatu pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam
sebuah garis lurus yakni dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Dalam
bidang Ekonomi, pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu upaya agar suatu komunitas mampu
memajukan dan mengembangkan usahanya, sehingga memperoleh perbaikan pendapatan serta
perluasan kesempatan kerja demi perbaikan kehidupan dan kesejahteraan34.
Pemberdayaan ekonomi harus bisa memberikan kebebasan bagi masyarakat dalam
mengekspresikan potensi mereka dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk peningkatan
kesejahteraan. Dalam hal ini masyarakat diberdayakan agar berpartisipasi dalam proses
pembangunan.
32Gunawan, Sumidiningrat, Pemberdayaan Sosial: Kajian ringkas tentang pembangunan manusia
Indonesia, (Jakarta: Buku Kompas, 2007), 18. 33Sadono, Sukirno, Ekonomi pembangunan: proses, masalah dan dasar kebijakan (Jakarta: Kencana,
2006),10-11. 34Totok Mardikanto, Yesus Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat ( Solo, Prima Theresia Presindo,
2005),11.
Tujuan pemberdayaan di bidang ekonomi adalah agar kelompok sasaran dapat mengelola
usahanya, memasarkan dan membentuk siklus pemasaran yang relative stabil. Melalui kegiatan
pemberdayaan ekonomi, diharapkan tingkat pendapatan masyarakat tetap stabil bahkan
meningkat, sehingga berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Terkait hal itu, Triyono menawarkan model pemahaman tentang pembangunan sebagai
perdamaian, yang didasarkan pada tiga asumsi, (1) pembangunan dimaksud untuk memenuhi
kebutuhan dasar dan hak asasi manusia untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk
kekerasan, kemiskinan, represi, ketidakamanan, dan alianasi politik; (2) pembangunan dijalankan
oleh struktur dan kelembagaan ekonomi dan politik, negara dan pasar, tidak menekan, sebaliknya
membebaskan dan meningkatkan kapasitas manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk
terwujudnya perdamaian; (3) strategi, perencanaan dan kebijakan pembangunan harus peka
konflik dan mampu mendorong perdamaian. Pembangunan sebagai perdamaian merumuskan
kebutuhan hidup manusia secara holistik, menempatkan manusia dengan segala dimensi
kebutuhan dasarnya yang harus terpenuhi kesejahteraan, kebebasan, keamanan, pengembangan
identitas kultural35.
Oleh karena itu, pembangunan ekonomi yang telah disebutkan di atas dipahami sebagai
suatu pemberdayaan masyarakat yang berfokus kepada pengembangan komunitas. Menurut
Christenson dan Robinson, Community Development adalah proses dimana masyarakat yang
tinggal pada lokasi tertentu dan mengembangkan prakarsa untuk melaksanakan suatu tindakan
social (dengan dan tanpa intervensi) untuk mengubah situasi politik, social, kultural atau
lingkungan mereka36. Dalam Community Development, intervensi bukanlah merupakan hal yang
35Ibid, 44. 36Christenson, james A & Jerry Robinson, Community Development in Perspective, dalam Soetomo,
strategi-strategi pembangunan masyarakat, 82.
mutlak, tetapi yang lebih penting adalah prakarsa dan partisipasi masyarakat yang berlangsung.
Prinsip-prinsip tersebut diterjemahkan ke langkah-langkah berikut : (1) fokus perhatian ditujukan
pada komunitas sebagai suatu kebulatan (2) berorientasi pada kebutuhan dan permasalahan
komunitas (3) mengutamakan prakarsa, partisipasi dan swadaya masyarakat37.
Community Development merupakan ruang gerak yang membutuhkan kemandirian
masyarakat yang berinisiatif untuk pengembangan diri dan peningkatan kesejahteraan. Faktor
eksternal seperti pemerintah hanya bertindak sebagai stimulus yang membantu masyarakat untuk
mengembangkan cita rasa tersendiri dalam melaksanakan dan menikmati sejumlah program
pemberdayaan. Pembangunan ekonomi tanpa pembangunan aspek manusianya tidak dapat disebut
Community Development38.
Community Development adalah Community Organization yang yang mengandung unsur
pembangunan ekonomi atau Community Development adalah pembangunan ekonomi yang juga
mempunyai watak social atau watak sebagai pembangunan manusia. Community Development
adalah proses untuk meningkatkan kondisi yang memberikan fokus perhatian pada komunitas
sebagai suatu kesatuan kehidupan masyarakat.dalam merealisasikan tujuan tersebut, cenderung
lebih difokuskan pada pemanfaatan dan pendayagunaan energi yang ada dalam kehidupan
komunitas itu sendiri39. Community Development yang dipaparkan merupakan suatu metode yang
mencakup pelaksanaan pemberdayaan ekonomi dan pemberdayaan sosial.
Community Development digunakan sebagai pendekatan dalam menjalin proses kerja sama
dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan motivasi, percaya diri, skill, dan kemampuan
identifikasi kebutuhan. Dalam jangka panjang, masyarakat dapat mengelola proses pembangunan
37Ibid, 82. 38Ibid, 82-84. 39 Ibid, 85-86.
pada tingkat komunitas secara lebih mandiri, mulai mengidentifikasi kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi hasil. Melalui berkembangnya kapasitas masyarakat dalam mengelola
pembangunan di lingkungan komunitasnya secara mandiri, diharapkan dapat dinikmati
masyarakat, walaupun proyek telah berakhir40.
Menurut Biddle, Community Development adalah suatu proses yang bergerak dari suatu
event ke event berikutnya untuk mendorong agar masyarakat menjadi lebih kompeten dalam
menanggapi masalah-masalah kehidupannya serta dalam menanggapi berbagai aspek lokal dan
perubahan yang terjadi di sekitarnya. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa muara dari
proses Community Development adalah tumbuhnya kompetensi dan tanggung jawab sosial yang
teraktualisasi dalam bentuk prakarsa lokal dalam melakukan perubahan dan pembaharuan,
walaupun pada awalnya mungkin harus didorong oleh intervensi dari luar. Biddle
merekomendasikan enam tahap untuk mendorong tumbuhnya kompetensi masyarakat 41.
1. Explanatory, tahap ini berisi kegiatan-kegiatan untuk memahami kondisi, situasi dan
potensi masyarakatnya. Dalam tahap ini juga diusahakan memperoleh informasi yang
dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan masyarakat pada tahap selanjutnya.
2. Organizational: tahap ini berisi kegiatan untuk menentukan media yang dapat digunakan
sebagai sarana pertemuan dan diskusi antara petugas dengan masyarakat maupun antar
sesama warga masyarakat.
3. Discusional: tahap ini beirsi kegiatan diskusi antar warga masyarakat tentang
interventarisasi masalah serta kemungkinan pemecahannya, memilih alternative yang
pantas memperoleh prioritas dalam penanganannya, membuat keputusan mengenai
kegiatan bersama yang akan dilaksanakan dan membuat rencana pelaksanaannya.
40Ibid, 192. 41Ibid, 153-155.
4. Action: tahap ini berisi pelaksanaan kegiatan yang sudah diputuskan bersama, serta
melaporkan dan mengevaluasi hasilnya.
5. New Project: tahap ini mengulang kegiatan diskusi untuk menentukan masalah apa yang
sebaiknya digarap pada prioritas berikutnya, kemudian membuat rencana dan
melaksanakannya dengan memperhatikan pengalaman pelaksanaan sebelumnya.
6. Continuation: dalam tahap ini mekanisme pelaksanaan pembangungan berdasar prakarsa
masyarakat dianggap sudah melembaga. Walaupun intervensi dari luar sudah dihentikan,
kesinambungan proses pembangunan diharapkan tetap berjalan.
Manfaat dari intervensi melalui strategi Community Development adalah42:
1. Mempercepat proses perubahan dan pembaharuan pada tingkat komunitas lokal.
2. Mendorong integrasi masyarakat lokal dalam masyarakat nasional melalui kontribusi
timbal balik antara masyarakat lokal dan masyarakat nasional
3. Memberikan iklim yang kondusif bagi masyarakat pada tingkat komunitas untuk
menciptakan, mengembangkan dan memanfaatkan peluang bagi peningkatan taraf
hidupnya.
Pemberdayaan merupakan proses di mana individu dan kelompok memperoleh kekuatan
dan mempunyai akses dengan berbagai sumber agar mereka memiliki kontrol atas kehidupan
mereka. Dalam upaya ini, kelompok masyarakat memperoleh kemampuan untuk mencapai
aspirasi dan tujuan yang diharapkan43. Pemberdayaan juga merupakan tindakan memberi
kekuasaan atau otoritas, memberikan kemampuan pada masyarakat, memungkinkan usaha
masyarakat, menguatkan dan mengabsahkan, proses memperoleh kekuatan, mengembangkan
42Ibid, 143. 43Chatterjee, Robbins & Canda, Contemporary Human Behavior Theory: Empowerment Teheory, (Boston:
Allyin & Baccon, 1998), 91.
kekuatan dan mengatur kekuatan tersebut, sehingga berdampak pada pengembangan kehidupan
dari komunitas masyarakat itu sendiri44
Pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka,
termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini
dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
ia miliki antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. Pemberdayaan pada intinya
membahas bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengkontrol kehidupan
mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan
mereka45. Dalam proses pembangunan yang bersifat pemberdayaan, faktor manusia adalah
penentu yang menggerakkan arah pembangunan itu sendiri46.
Dalam suatu kegiatan pemberdayaan, selalu ada kerja sama dari kedua pihak, baik pihak
eksternal sebagai pemberdayaan maupun komunitas masyarakat yang diberdayakan. Dalam
menguatkan basis dari suatu program pemberdayaan, maka peran maksimal dari pihak
pemberdaya maupun pihak yang diberdayakan harus dilihat dalam kapasitas yang seimbang.
Upaya untuk mengoptimalkan kapasitas masyarakat dalam memberdayakan mereka tidak terlepas
dari peran pihak eksternal. Dalam hal ini kita harus melihat peran-peran yang harus dilakukan oleh
pihak pemberdaya, yaitu: 47
1. Peran sebagai konsultan, mencakup upaya untuk membangun hubungan antara klien dengan
sumber yang tersedia agar mereka mampu meningkatkan rasa percaya diri dan memiliki
44Ibid, 144. 45 Adi, Rukimanto Isbandi, Pemikiran-pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2002), 162. 46Ibid, 163. 47J.A.B, Lee, The Empowerment Approach to social work Practise: Buiding a Beloved Community
(2ed)(New York: Columbia University Press,2001).
ketrampilan untuk menyelesaikan masalah, tantangan yang ada. Upaya ini juga bertujuan untuk
meningkatkan kemandirian klien sehingga memiliki kontrol atas kehidupan.
2. Peran sebagai pemberdaya yang memiliki kepekaan, mencakup upaya untuk membantu
klien dalam memperoleh pengetahuan yang diperlukan dalam mengontrol kehidupan mereka
sendiri. Tindakan ini juga berkaitan erat dengan upaya memberdayakan setiap orang untuk
mengakui dan mengidentifikasikan kekuatan mereka sendiri dan kekuatan orang lain.
3. Peran sebagai guru pelatih, dimana dapat bertindak sebagai petugas lapangan bertindak
maupun pekerja sosial yang mengatur proses belajar klien untuk menemukan solusi atas
permasalahan mereka. Petugas lapangan bertugas untuk mengajarkan komunitas untuk berjuang
dalam menghadapi rintangan dan ketidakmampuan yang mereka hadapi.
4. Peran sebagai penghubung atau penghubung jaringan kerja. Hal ini mengacu pada
pemahaman bahwa klien adalah seseorang yang memiliki keinginan kuat dalam mencapai suatu
tujuan dalam kegiatan pemberdayaan. Oleh karena itu, pihak pemberdayaan harus mampu
menghubungkan orang-orang yang diberdayakan dengan pihak lain yang mampu berbagi sejarah,
masalah –masalah maupun rintangan-rintangan yang sama, sehingga menjadi referensi bagi
komunitas yang sedang diberdayakan.
Pemberdayaan sebagai suatu proses adalah proses yang berkesinambungan sepanjang
hidup seseorang (on going process). Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses adalah suatu
proses yang berkesinambungan sepanjang komunitas itu masih ingin melakukan perubahan dan
perbaikan dan tidak hanya terpaku pada suatu program saja48.
Lima tahapan utama dari siklus proses pemberdayaan49:
1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak memberdayakan
48Ibid, 172. 49Ibid, 173-174.
2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan ketidakberdayaan .
3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek
4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna.
5. Mengembangkan rencana–rencana aksi dan mengimplementasikannya.
Proses pemberdayaan dalam model Community Development juga tidak terlepas dari
pemahaman ekonomi politik. Dalam wacana ekonomi makro dan ekonomi pembangunan, istilah
ekonomi politik (political economy) biasa diartikan sebagai paradigma pembangunan ekonomi
yang lebih menekankan pada the nature of process, hakekat atau sifat proses, yaitu jalur yang
dilalui oleh suatu pertumbuhan ekonomi. Paradigma ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan dua
paradigma sebelumnya,yakni paradigma pembangunan (development paradigm) dan paradigma
pertumbuhan dengan persamaan (growth-with-equity paradigm)50. Ahli ekonomi politik
berpendapat bahwa tujuan utama pembangunan bukanlah pertumbuhan, tetapi “to enhance
people’s core values” (meningkatkan, menguatkan nilai-nilai inti dari suatu masyarakat). Oleh
karena itu, pembangunan bukanlah tujuan, tetapi sarana. Pembangunan atau pertumbuhan hanya
akan bermakna, bermanfaat dan diinginkan, apabila sejalan atau memperkuat nilai-nilai terpenting,
nilai-nilai fundamental dari suatu masyarakat. Pembangunan adalah sebuah proses pembebasan51.
Pembangunan masyarakat sebagai proses perubahan. Secara teoritik, perubahan dalam
kehidupan masyarakat dapat berdampak kemunduran (regress) maupun kemajuan (progress).
Perubahan dalam pembangunan diharapkan berdampak kemajuan. Salah satu indikasi perubahan
kemajuan dapat dilihat dari peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat. Gambaran
paling sederhana untuk mengetahui peningkatan kesejahteraan adalah dengan melihat apakah
50 Mulholland, Catherine (peny.), Ecumenical Reflections Political Economy (Geneve: WCC Publications, 1988) 51Heddy Shri Ahimsa, dkk, Ekonomi Moral, Rasional dan Politik dalam Industry kecil di Jawa: esai-esai
Antropogi Ekonomi, (Yogyakarta: KEPEL Press,2003), 43-44.
hubungan tersebut berdampak pada semakin banyak terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
Semakin kebutuhan yang dapat terpenuhi merupakan indikasi semakin meningkat kesejahteraan
atau taraf hidup masyarakatnya. Kebutuhan yang dipenuhi tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga
mencakup mental dan sosial52.
Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau meningkatkan
kemandirian masyarakat. Dalam kerangka pembangunan nasional, upaya pemberdayaan
masyarakat dapat dilihat dari sisi: pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
masyarakat berkembang: kedua, meningkatkan kemampuan masyarakat dalam membangun
melalui berbagai bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik maupun
sosial, serta pengembangan kelembagaan di daerah, ketiga melindungi atau memihak yang lemah
untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan saling
menguntungkan. Pembangunan masyarakat dipahami sebagai strategi yang tepat untuk
menggalang kemampuan ekonomi nasional guna meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan
rakyat.53
Pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan dan pemihakan pada hakikatnya
mempuyai prinsip concern, consistent dan continuous sebagai berikut54.
1. Concern, pembangunan harus dipahami sebagai proses perubahan struktur sosial ekonomi
masyarakat untuk mewujudkan sebagai proses prubahan struktur sosial ekonomi
masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan mengingat
sasaran dan prioritas pembanguan, yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
perubahan struktur ekonomi, penanggulangan dan stabilitas ekonomi.
52 Ibid, 14. 53Ibid, 108-109. 54 Ibid, 109.
2. Consistent. Kerangka kebijakan pembangunan nasional yang temanifestasi dalam
program-program pembangunan harus diselenggarakan secara terpadu, terarah, tepat
sasaran, bermanfaat bagi segenap lapisan masyarakat, transparan dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Continuous. Semua warga masyarakat dapat mengambil manfaat pembangunan secara
berkelanjutan.
Proses pembangunan yang menekankan pada proses pemberdayaan juga merupakan model
yang diterapkan dalam pendekatan proses55. Pendekatan proses lebih memungkinkan pelaksanaan
pembangunan yang memanusiakan manusia, karena yang lebih penting bukan bagaimana hasilnya
secara material, melainkan bagaimana prosesnya sehingga hasil diperoleh, apakah sudah
melibatkan masyarakat dalam keseluruhan proses yang mengambarkan pengakuan terhadap
kapasitas masyarakat bersangkutan.
Dalam pandangan ini, keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan bukan karena
mobilisasi, melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh determonasi dan kesadaran.
Dalam proses pembangunan, masyarakat tidak semata-mata diperlakukan sebagai objek, tetapi
lebih sebagai subjek dan aktor atau laku. Prinsip yang menempatkan masyarakat lebih sebagai
subjek dibandingkan sebagai objek, seharusnya menjiwai dan mewarnai setiap tahap dari proses
pelaksanaan pembangunan masyarakat. Salah satu bentuknya adalah pelibatan dalam pengertian
partisipasi bukan mobilisasi masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan yang berjalan
sejak tahap identifikasi masalah, perumusan program, evaluasi serta menikmati hasil program.
55M.Francis Abraham, Modernisasi di dunia ketiga: suatu teori umum pembangunan (Yogyakarta: tiara
wacana, 1991), 125-158.
Program pembangunan juga harus dirumuskan sesuai dengan persoalan kebutuhan aktual
masyarakat yang bersangkutan56.
Partisipasi masyarakat dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata
berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah terlibat dalam
proses pembuatan atau perumusannya. Hal itu mengakibatkan masyarakat merasa ikut memiliki
program tersebut, sehingga mempunyai tanggung jawab bagi keberhasilannya. Oleh karena itu,
masyarakat juga lebih memiliki motivasi bagi partisipasi pada tahap-tahap berikutnya. Dengan
demikian, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program akan terbentuk karena kesadaran
dan determinasinya bukan karena dimobilisasi oleh oleh pihak eksternal57.
Partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pemberdayaan merupakan tolak ukur bagi
keberhasilan pembangunan yang diterapkan dalam model pemberdayaan. Keterlibatan masyarakat
dalam tahap pelaksanaan dan pengelolaan program akan membawa dampak positif dalam periode
jangka panjang. Kemandirian masyarakat akan lebih cepat terwujud karena masyarakat menjadi
terbiasa untuk mengelola program-program tersebut pada tingkat lokal. Apabila hal tersebut
dilakukan dan terjadi berulang-ulang maka akan memacu semakin terwujudnya proses
institusional atau terlembagakannya perilaku dalam membangun masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi akan membawa dampak positif bagi
penyempurnaan dan pencarian alternative terus menerus. Hasil evaluasi yang dilakukan akan dapat
menjadi umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan program-program berikutnya. Melalui
partisipasi masyarakat akan tejadi proses bekerja sambil belajar secara berkesinambungan. Melalui
proses ini, diharapkan akan terjadi penguatan.
56Soetomo, op.cit, (Yogyakarta pustaka belajar 2006), 7-8. 57Ibid, 9-8.
Kelembagaan pembangunan dalam masyarakat lokal, sehingga institusi pembangunan
yang ada bukan semata-mata dalam bentuk wadah organisasi, melainkan terutama adalah sistem
dan pola aktivitas yang sudah terintegrasi dalam kehidupan masyarakatnya58. Yang terakhir adalah
partisipasi dalam menikmati hasil. Melalui bentuk partisipasi ini, hasil-hasil pembangunan dapat
dinikmati secara lebih merata oleh seluruh lapisan masyarakat secara proposional. Partisipasi
dalam identifikasi masalah dan perumusan program akan membuat berbagai lapisan masyarakat
yang ada mempunyai akses dalam pengambilan keputusan, sehingga aspirasi dan kepentingannya
akan lebih terakomodasi. Apabila keterlibatan masyarakat dalam memikul beban pembangunan
diberi makna sebagai bentuk kewajiban dan tanggung jawabnya, maka partisipasi dalam
menikmati hasil dapat dilihat sebagai hak warga masyarakat59.
Perubahan yang terjadi dalam proses pembangunan dapat merupakan perubahan sebagai
proses evolusi, perubahan karena hasil interaksi dalam lingkup yang lebih luas atau perubahan
karena hasil tindakan. Dalam pembangunan masyarakat, prioritas utama diberikan pada upaya
untuk membangun aspek masyarakat yang juga berarti aspek manusianya. Salah satu indikasi
bahwa sudah ada pembangunan pada aspek masyarakat dan aspek manusia tersebut adalah upaya
adanya peningkatan kapasitas, termasuk kapasitas untuk membangun dirinya sendiri. Pada
kenyataannya, proses perubahan dalam pembangunan seringkali disebabkan oleh dominasi faktor
eksternal60.
Pembangunan masyarakat bukan merupakan tindakan yang dilakukan hari ini dan berakhir
keesokan harinya harus ada pembangunan yang berkelanjutan, terkandung paling tidak tiga
58Ibid, 10-11. 59Ibid, 11. 60Ibid, 24.
dimensi yang saling mendukung: keberlanjutan sumber daya manusia, sumber daya alam,
keberlajutan ekonomi dan keberlanjutan sosial.
Proses pemberdayaan masyarakat diharapkan menjadi proses yang memberi kebebasan
bagi masyarakat untuk mengekspresikan diri dan potensi mereka dalam memberdayakan diri
sendiri. Proses pengembangan kapasitas masyarakat untuk membangun secara mandiri
didalamnya juga terkandung proses belajar yang terus menerus, atau lebih tepatnya disebut proses.
Pemberdayaan ekonomi tanpa pemberdayaan manusia akan menjadi tindakan kosong yang
tidak memberi dampak dalam perubahan masyarakat. Di dalam pemberdayaan ekonomi, akan
terdapat pemberdayaan manusia untuk menjadi manusia yang mandiri dalam proses
pembangunan. Sebagai suatu proses, pemberdayaan ekonomi akan memberi peran pada manusia
sebagai manusia yang bebas dan utuh untuk menjadi aktor pembangunan. Dalam proses
pemberdayaan ekonomi, manusia dapat menentukan strategi-strategi dalam pencapaian hasil
pembangunan. Proses pemberdayaan ekonomi harus sejalan dengan proses pemberdayaan sosial.
Hal ini berarti bahwa proses pemberdayaan ekonomi yang dilakukan harus mengacu pada nilai-
nilai luhur kemanusiaan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai mahkluk
yang bebas. Proses pemberdayaan ekonomi dan sosial juga merupakan interaksi antara model
pembangunan yang bersifat top down dan bottom up.