5
Informan Nama: Vita Sofi Riana Panggilan: Vita Umur: 36 tahun Agama: Islam Profesi: Tukang Pijat Interviewer Nama: Darundiyo Pandupitoyo Panggilan: Dio Umur: 20 tahun Agama: Islam Dio: mbak sorry ya, sambil mbak mijeti bapak, mbak tak wawancarai buat tugas kuliahku ya? Vita: wawancara apa toh dik? Dio mengenai profesi mbak kok Vita: oh ya nggak papa dik, asal aku bisa njawab lho Dio: mbak, sebelum mbak bekerja sebagai tukang pijat, apa pekerjaan mbak? Vita: ndak ada dik…sebelumnya saya hanya mengikuti sekolah pijat di Malang. Baru setelah lulus, saya dipekerjakan di panti pijat Tongkat Putih Sidoarjo milik Dinas Sosial. Dio: berapa lama sudah mbak bekerja sebagai tukang pijat? Vita: barapa ya dik? Udah lupa aku…ya kurang lebih sudah empat setengah tahunan lah Dio: kenapa mbak memilih bekerja sebagai tukang pijat? Vita: ya..kerja apa lagi toh dik, lha wong saya ini cacat mata, mana ada perusahaan yang mau nerima saya. Ini sudah untung bisa mijet orang dan dapat uang. Dio: oh..gitu ya. Selama ini cara apa saja yang mbak Vita lakukan untuk meningkatkan pendapatan mbak? Vita: yah paling-paling meningkatkan pelayanan, mutu pijat, kebersihan tempat pijat, cara berpakaian, cara komunikasi dengan pasien pijat, nyebar brosur dan memasang papan nama di tempat praktek pijat saya. Dio: mbak…maaf lho ya, pendapatan per hari mbak berapa ya? Vita: he he ya nggak mesti dik, ndak pernah ngitung aku…. Dio: ya rata-rata aja mbak, berapa gitu lho per harinya? Vita: kalau dirata-rata ya kira-kira dua puluh lima ribuan gitu Dio: kalau pengeluaran per harinya mbak berapa? Vita: aduh..berapa ya, saya kalau makan masih ikut orang tua dik. Paling-paling ya sekitar sepuluh ribu gitu Dio: ya udah mbak, makasih ya…silahkan dilanjutkan mijetnya. Waktu wawancara: Jum`at, 15 september 2006 Pkl 14.05-14.17 BBWI Tempat: Kediaman Bpk. Tjipto Supiarso Jl. Mastrip no. 9 Tuban Informan Nama: Trihardo Teguh Widodo Antropologi Ekonomi: Bagaimana Profesi Tukang Pijat Dapat Bertahan di Tengah Arus Modernisasi By: Darundiyo Pandupitoyo, S. Sos.

Antropologi Ekonomi: Bagaimana Profesi Tukang Pijat Dapat Bertahan di Tengah Arus Modernisasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Antropologi Ekonomi: Bagaimana Profesi Tukang Pijat Dapat Bertahan di Tengah Arus Modernisasi

InformanNama: Vita Sofi RianaPanggilan: VitaUmur: 36 tahunAgama: IslamProfesi: Tukang Pijat

InterviewerNama: Darundiyo PandupitoyoPanggilan: DioUmur: 20 tahunAgama: Islam

Dio: mbak sorry ya, sambil mbak mijeti bapak, mbak tak wawancarai buat tugas kuliahku ya?

Vita: wawancara apa toh dik?Dio mengenai profesi mbak kokVita: oh ya nggak papa dik, asal aku bisa njawab lhoDio: mbak, sebelum mbak bekerja sebagai tukang pijat, apa pekerjaan mbak?Vita: ndak ada dik…sebelumnya saya hanya mengikuti sekolah pijat di Malang. Baru setelah lulus, saya dipekerjakan di panti pijat Tongkat Putih Sidoarjo milik Dinas Sosial.Dio: berapa lama sudah mbak bekerja sebagai tukang pijat?Vita: barapa ya dik? Udah lupa aku…ya kurang lebih sudah empat setengah tahunan lahDio: kenapa mbak memilih bekerja sebagai tukang pijat?Vita: ya..kerja apa lagi toh dik, lha wong saya ini cacat mata, mana ada perusahaan

yang mau nerima saya. Ini sudah untung bisa mijet orang dan dapat uang.Dio: oh..gitu ya. Selama ini cara apa saja yang mbak Vita lakukan untuk

meningkatkan pendapatan mbak?Vita: yah paling-paling meningkatkan pelayanan, mutu pijat, kebersihan tempat pijat,

cara berpakaian, cara komunikasi dengan pasien pijat, nyebar brosur dan memasang papan nama di tempat praktek pijat saya.

Dio: mbak…maaf lho ya, pendapatan per hari mbak berapa ya?Vita: he he ya nggak mesti dik, ndak pernah ngitung aku….Dio: ya rata-rata aja mbak, berapa gitu lho per harinya?Vita: kalau dirata-rata ya kira-kira dua puluh lima ribuan gituDio: kalau pengeluaran per harinya mbak berapa?Vita: aduh..berapa ya, saya kalau makan masih ikut orang tua dik. Paling-paling ya sekitar sepuluh ribu gituDio: ya udah mbak, makasih ya…silahkan dilanjutkan mijetnya.Waktu wawancara: Jum`at, 15 september 2006Pkl 14.05-14.17 BBWITempat:Kediaman Bpk. Tjipto SupiarsoJl. Mastrip no. 9 TubanInformanNama: Trihardo Teguh Widodo

Antropologi Ekonomi: Bagaimana Profesi Tukang Pijat Dapat Bertahan di Tengah Arus ModernisasiBy: Darundiyo Pandupitoyo, S. Sos.

Page 2: Antropologi Ekonomi: Bagaimana Profesi Tukang Pijat Dapat Bertahan di Tengah Arus Modernisasi

Panggilan: WidUmur: 24 tahunAgama: Islam

InterviewerNama: Darundiyo PandupitoyoPanggilan: DioUmur: 20 tahunAgama: Islam

Dio: mas, sambil mijet sambil tak wawancarai ya, buat tugas kuliahWid: ya ndak papa dikDio: mas Wid sebelum kerja jadi tukang pijat, kerja apa?Wid: nggak kerja apa-apa dik, ya cuma kursus pijat thok ituDio: oh…sudah berapa lama kerja jadi tukang pijat ini mas?Wid: ya kira-kira sudah lima tahunan sejak lulus dari kursus pijatDio: kenapa kok mas Wid memilih profesi sebagai tukang pijat?Wid: mau jadi apa lagi dik, lha wong saya kurang bisa melihat. Kalau mijet khan ndak

perlu penglihatan yang sempurna, hanya mengandalkan pada meraba dan keterampilan saja toh…

Dio: berapa mas, penghasilan per hari dari mijet ini?Wid: waduh…nggak mesti dik dan ndak pernah diitungDio: ya kira-kira aja toh mas, berapa per hari pendapatannya?Wid: ya kalau dibuat rata-rata ya dua puluh ribuan gitu dikDio: selama ini cara-cara sampeyan agar dapat pelanggan yang banyak itu apa mas?Wid: yah dengan meningkatkan kualitas pelayanan dalam hal kebersihan tempat

praktek pijat, cara ngomong dengan pelanggan, terus nyebar brosurDio: terus kalau pengeluaran per harinya mas Wid berapa?Wid: kalau pengeluaran yang kira-kira sepuluh ribu per harinya, karena hidup saya

masih ikut mertua.Dio: Ok mas udah selesai mas, terima kasih ya.

Waktu wawancara:Sabtu, 16 september 2006Pkl 19.00-19.11 BBWI

Tempat Wawancara:Kediaman Bpk. Tjipto SupiarsoJln. Mastrip no. 9 Tuban

Page 3: Antropologi Ekonomi: Bagaimana Profesi Tukang Pijat Dapat Bertahan di Tengah Arus Modernisasi

InformanNama: PaimanPanggilan: PaimanUmur: 37 tahunAgama: IslamProfesi Tukang pijat

InterviewerNama: Darundiyo PandupitoyoPanggilan: DioUmur: 20 tahunAgama: Islam

Dio: Pak, sampeyan sambil mijet tak wawancarai ya buat tugas kuliah di Unair?Paiman: wawancara?Dio: iya soal pekerjaan sampeyan kokPaiman: oh..yo ndak popo masDio: sampeyan udah berapa lama kerja jadi tukang pijet?Paiman: mulai mijet umur selawean (dua puluh lima-an) mas, berarti wis pirang

tahun yo sampe saiki?Dio: ya rolas taunan pakPaiman: Ya sakmonoan lah masDio: kenopo seh pak kok milih dadi tukang pijatPaiman: he he kerjo nang endi maneh mas, lha wong aku ra ketok opo-opo ngene kokDio: pendapatan per hari sampeyan piro pak?Paiman: nek pendapatan yo kiro-kiro telung puluh ewuan masDio: nek pengeluaran per hari sampeyan?Paiman: wah..aku mangan karo turu melu tongkat putih (panti pijat Dinas Sosial).Dio: ya kiro-kiro pengeluaran lain diluar tanggungan tongkat putih khan mesti ono

toh pak?Paiman: ono masDio: lha yo iku kiro-kiro piro per harine?Paiman: gak akeh mas, paling-paling yo limang ewu (lima ribu)Dio: selama iki strategi sampeyan opo gawe menarik pasien ben tambah akehPaiman: nek narik pasien, urusane tongkat putih mas, tapi nek aku pribadi ya mung

piye carane ngejak ngomong pasien sing enak, terus teknik pijete yo sing apik, pakaian yo sing sopan ben pasien nggoleki aku terus nek mrene.

Dio: wis mari pak, suwun yo.

Waktu wawancara:Minggu, 17 september 2006Pkl. 08.13-08.24 BBWI

Tempat wawancara:Panti pijat tongkat putih Tuban

Page 4: Antropologi Ekonomi: Bagaimana Profesi Tukang Pijat Dapat Bertahan di Tengah Arus Modernisasi

Ketiga informan yang saya wawancarai memiliki kesamaan saat menyebutkan

bagaimana strategi yang digunakan untuk meningkatkan jumlah pasien. Strategi yang

mereka tawarkan rata-rata meningkatkan mutu pijat dan cara berkomunikasi yang

baik dengan pasien. Pijat adalah keterampilan yang terus mengalami perubahan sesuai

perkembangan ilmu pengetahuan, para tukang pijat terus belajar untuk

mengembangkan teknik pijat mereka sehingga tidak monoton dan memiliki variasi

yang beragam dalam memijat.

Ketiga tukang pijat yang saya wawancarai mempunyai “kekurangan” di bidang

penglihatan. Hal tersebut yang dijadikan alasan utama mereka memilih profesi

sebagai tukang pijat, kekurangan mereka di bidang penglihatan membuat dinding

pembatas dalam memilih pekerjaan yang mereka sukai. Tiga informan saya secara

tidak langsung mengatakan bahwa dunia pekerjaan Indonesia tidak mempunyai

tempat untuk orang-orang yang memiliki kekurangan seperti mereka.

Menjadi tukang pijat mereka nilai sebagai pekerjaan yang paling cocok untuk

mereka, karena pada umumnya mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu

secara finansial sehingga untuk mempunyai modal usaha sangatlah sulit. Modal yang

mereka harapkan adalah modal keterampilan yang bisa menghasilkan uang. Orang

tuna netra tidak bisa melihat, namun memiliki kepekaan yang tinggi di indera peraba,

sehingga sangat cocok bagi mereka bila diberi keterampilan memijat. Dengan diberi

keterampilan ini, potensi-potensi yang mereka miliki tidak hilang ditelan rasa pesimis

akibat kekurangan yang mereka sandang.

Pemerintah tidak tinggal diam dalam mengelola potensi para tuna netra.

Pemerintah membangun sekolah-sekolah keterampilan, terutama sekolah pijat. Siswa

yang telah lulus langsung ditempatkan di panti pijat milik Dinas Sosial atau dibiarkan

membuka praktek pijat sendiri.

Hasil wawancara saya menunjukkan bahwa terdapat etika-etika dalam pekerjaan

memijat, seperti halnya etika berbicara pada pasien pijat. Komunikasi dengan pasien

ternyata menjadi suatu hal yang sangat penting hingga harus ditingkatkan mutunya

demi menjaring pasien sebanyak-banyaknyan Cara berpakaian juga ada aturannya,

sehingga profesi tukan pijat ini tidak hanya mengandalkan keterampilan saja,

melainkan juga kreatifitas dan inteletualitas tukang pijat itu sendiri

Ketergantungan mereka terhadap orang lain juga merupakan faktor penyebab

minimnya pengeluaran hidup mereka sehari-hari. Mereka harus bergantung pada

individu lain semisal orang tua, mertua, atau bernaung di bawah suatu kelembagaan

Page 5: Antropologi Ekonomi: Bagaimana Profesi Tukang Pijat Dapat Bertahan di Tengah Arus Modernisasi

karena keterbatasan yang mereka miliki. Namun, dengan bergantung pada individu

lain pengeluaran mereka jadi sangat minim karena hidup mereka menjadi tanggungan

bagi individu yang menaunginya, jadi dari ketiga informan yang saya wawancarai

hidup mereka sudah berkecukupan dari segi materi.

.