Upload
phamtram
View
239
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
ii | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA 2016
ISBN : … No. Publikasi : … Katalog BPS : … Ukuran Buku : 18,2 cm × 25,7 cm Jumlah Halaman : 286 halaman Naskah: Badan Pusat Statistik Penyunting: Badan Pusat Statistik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Gambar Kulit: Badan Pusat Statistik Gambar: Badan Pusat Statistik Diterbitkan oleh: … Dicetak oleh: CV. Lintas Khatulistiwa
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya
17,6 X 25 cm
xvii + 268 halaman
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
iiiPembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016
ii | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA 2016
ISBN : … No. Publikasi : … Katalog BPS : … Ukuran Buku : 18,2 cm × 25,7 cm Jumlah Halaman : 286 halaman Naskah: Badan Pusat Statistik Penyunting: Badan Pusat Statistik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Gambar Kulit: Badan Pusat Statistik Gambar: Badan Pusat Statistik Diterbitkan oleh: … Dicetak oleh: CV. Lintas Khatulistiwa
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya
vPembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Assassalamu ’alaikum Wr. Wb.
Keluarga merupakan unit masyarakat yang terkecil yang memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam pengembangan kualitas SDM yang mencakup pengembangan kemampuannya, kemampuan menghadapi tantangan dan mencegah resiko terhadap masalah di sekeliling mereka. Kemampuan SDM tersebut juga bisa menjadi modal dalam upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan sekaligus upaya pencapaian kesetaraan gender. Sejalan
dengan hal tersebut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menerbitkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindaungan Anak Nomor 6 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. Peraturan ini bertujuan antara lain; mendorong penerapan konsep Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga dalam semua kegiatan pembangunan yang sasarannya dan/atau ditujukan untuk Keluarga dan meningkatkan pelaksanaan kebijakan pembangunan kelaurga bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Untuk meningkatkan ketahanan keluarga kita harus dapat menunjukan bagaimana situasi saat ini, bagian mana dari ketahanan keluarga yang perlu diperbaiki. Dengan mengetahuinya, kita dapat mengembangkan strategi bagaimana program dirancang untuk memperbaiki ketahan keluarga. Terima kasih dan apresiasi yang tinggi disampaikan kepada Kepala Badan Pusat Statistik dan jajarannya, terutama Deputi Bidang Statistik Sosial dan Direktorat Statistik Ketahanan Sosial atas kerjasama penyusunan buku ini. Semoga buku ini, membantu para pemangku kepentingan sebagai bahan perencanaan program pembinaan ketahanan keluarga. Terima Kasih.
Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, November 2016
MenteriPemberdayaan Perempuan dan Perlindaungan Anak
Republik Indonesia
Yohana Susana Yembise
MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAKREPUBLIK INDONESIA
KATA SAMBUTAN
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| v
KATA PENGANTAR
Konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, namun sejauh ini belum tersedia ukuran yang berlaku secara universal untuk mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung berbagai indikator terkait ketahanan keluarga dengan berbagai pendekatan dan keterbatasan ketersediaan data.
Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Keluarga mempunyai peran dalam memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Hanya keluarga dengan tingkat ketahanan keluarga tinggi yang dapat menyaring pengaruh negatif dinamika sosial.
Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 ini berusaha memberikan informasi mengenai tingkat ketahanan keluarga Indonesia berdasarkan lima dimensi penyusun ketahanan keluarga, antara lain: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga; Ketahanan Fisik; Ketahanan Ekonomi; Ketahanan Sosial-Psikologi; dan Ketahanan Sosial-Budaya. Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari berbagai survei yang dilaksanakan oleh BPS dan instansi lain yang berkaitan dengan variabel dan indikator penyusun ketahanan keluarga.
Publikasi ini dapat direalisasikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif, baik secara individu maupun lembaga, kami sampaikan penghargaan yang tulus. Kritik dan saran demi perbaikan publikasi serupa di masa mendatang sangat diharapkan.
Jakarta, November 2016
Kepala Badan Pusat Statistik
Dr. Suhariyanto
viiPembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| v
KATA PENGANTAR
Konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, namun sejauh ini belum tersedia ukuran yang berlaku secara universal untuk mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung berbagai indikator terkait ketahanan keluarga dengan berbagai pendekatan dan keterbatasan ketersediaan data.
Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Keluarga mempunyai peran dalam memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Hanya keluarga dengan tingkat ketahanan keluarga tinggi yang dapat menyaring pengaruh negatif dinamika sosial.
Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 ini berusaha memberikan informasi mengenai tingkat ketahanan keluarga Indonesia berdasarkan lima dimensi penyusun ketahanan keluarga, antara lain: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga; Ketahanan Fisik; Ketahanan Ekonomi; Ketahanan Sosial-Psikologi; dan Ketahanan Sosial-Budaya. Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari berbagai survei yang dilaksanakan oleh BPS dan instansi lain yang berkaitan dengan variabel dan indikator penyusun ketahanan keluarga.
Publikasi ini dapat direalisasikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif, baik secara individu maupun lembaga, kami sampaikan penghargaan yang tulus. Kritik dan saran demi perbaikan publikasi serupa di masa mendatang sangat diharapkan.
Jakarta, November 2016
Kepala Badan Pusat Statistik
Dr. Suhariyanto
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| v
KATA PENGANTAR
Konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, namun sejauh ini belum tersedia ukuran yang berlaku secara universal untuk mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung berbagai indikator terkait ketahanan keluarga dengan berbagai pendekatan dan keterbatasan ketersediaan data.
Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Keluarga mempunyai peran dalam memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Hanya keluarga dengan tingkat ketahanan keluarga tinggi yang dapat menyaring pengaruh negatif dinamika sosial.
Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 ini berusaha memberikan informasi mengenai tingkat ketahanan keluarga Indonesia berdasarkan lima dimensi penyusun ketahanan keluarga, antara lain: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga; Ketahanan Fisik; Ketahanan Ekonomi; Ketahanan Sosial-Psikologi; dan Ketahanan Sosial-Budaya. Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari berbagai survei yang dilaksanakan oleh BPS dan instansi lain yang berkaitan dengan variabel dan indikator penyusun ketahanan keluarga.
Publikasi ini dapat direalisasikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif, baik secara individu maupun lembaga, kami sampaikan penghargaan yang tulus. Kritik dan saran demi perbaikan publikasi serupa di masa mendatang sangat diharapkan.
Jakarta, November 2016
Kepala Badan Pusat Statistik
Dr. Suhariyanto
Konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, namun sejauh ini belum tersedia ukuran yang berlaku secara universal untuk mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung berbagai indikator terkait ketahanan keluarga dengan berbagai pendekatan dan keterbatasan ketersediaan data.
Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan masayarakat. Kelaurga mempunyai peran dalam memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Hanya keluarga dengan tingkat ketahanan keluarga tinggi yang dapat menyaring pengaruh negatif dinamika sosial. Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 ini berusaha memberikan informasi mengenai tingkat ketahanan keluarga Indonesia berdasarkan lima dimensi penyusun ketahanan keluarga, antara lain: Landasan Legalitas dan Keutuhan Kelaurga; Ketahanan Fisik; Ketahanan Ekonomi; Ketyahanan Sosial-Psikologi; dan Ketahanan Sosial-Budaya. Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari berbagai survei yang dilaksanakan oleh BPS dan instansi lain yang berkaitan dengan variabel dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Publikasi ini dapat direalisasikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Kewpada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif, baik secara individu maupun lembaga, kami sampaikan penghargaan yang tulus. Kritik dan saran demi perbaikan publikasi serupa di masa mendatang sangat diharapkan.
viii Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
vi | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
TIM PENYUSUN
Pengarah : Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Ph.D Dr. Suryamin, M.Sc. Dr. Suhariyanto M Sairi, M.A. dr. Heru P. Kasidi, M.Sc.
Penanggung Jawab : Ir. Thoman Pardosi, SE., M.Si. Budi Mardaya, SE., M.Si.
Editor : Dwi Retno Wilujeng Wahyu Utami, S.Si., M.Si. Krismawati, M.A. Dra. Lieska Prasetya, M.Sc. Karmaji, SE., M.A. Puji Lestari, S.Si., M.Si. Diana Aryanti, S.P., M.Si. Armi Susilowati, S.Si. Drs. Sayuti Fitri Skriptandono, SE., M.M. Dwi Ratna Anugerah, S.Sos. Sri Lestari, SE.
Penulis : Anisah Cahyaningtyas, SST Asih Amperiana Tenrisana, S.Si. Dewi Triana, S.Sos. Dwi Agus Prastiwi, SST Eko Hadi Nurcahyo, SST Jamilah, S.Si., M.Eng. Nia Aminiah, S.Si., M.A., M.S.E. Viane Dorthea Tiwa, SST
Pengolah Data : Eko Hadi Nurcahyo, SST Udin Suchaini, SE.
Tata Letak : Anisah Cahyaningtyas, SST Dwi Agus Prastiwi, SST Udin Suchaini, SE. vi | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
TIM PENYUSUN
Pengarah : Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Ph.D Dr. Suryamin, M.Sc. Dr. Suhariyanto M Sairi, M.A. dr. Heru P. Kasidi, M.Sc.
Penanggung Jawab : Ir. Thoman Pardosi, SE., M.Si. Budi Mardaya, SE., M.Si.
Editor : Dwi Retno Wilujeng Wahyu Utami, S.Si., M.Si. Krismawati, M.A. Dra. Lieska Prasetya, M.Sc. Karmaji, SE., M.A. Puji Lestari, S.Si., M.Si. Diana Aryanti, S.P., M.Si. Armi Susilowati, S.Si. Drs. Sayuti Fitri Skriptandono, SE., M.M. Dwi Ratna Anugerah, S.Sos. Sri Lestari, SE.
Penulis : Anisah Cahyaningtyas, SST Asih Amperiana Tenrisana, S.Si. Dewi Triana, S.Sos. Dwi Agus Prastiwi, SST Eko Hadi Nurcahyo, SST Jamilah, S.Si., M.Eng. Nia Aminiah, S.Si., M.A., M.S.E. Viane Dorthea Tiwa, SST
Pengolah Data : Eko Hadi Nurcahyo, SST Udin Suchaini, SE.
Tata Letak : Anisah Cahyaningtyas, SST Dwi Agus Prastiwi, SST Udin Suchaini, SE.
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| vii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMBUTAN ............................................................................................................ iii KATA PENGANTAR .................................................................................................. v TIM PENYUSUN....................................................................................................... vi DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xiv
I. Pendahuluan 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Landasan Hukum ..................................................................................... 3 1.3. Tujuan ..................................................................................................... 3 1.4. Sistematika Penyajian ............................................................................. 4
II. Pengukuran Ketahanan Keluarga 5 2.1. Konsep Keluarga ..................................................................................... 5 2.2. Konsep Ketahanan Keluarga ................................................................... 6 2.3. Dimensi, Variabel, Dan Indikator Ketahanan Keluarga ........................... 8 2.4. Rumah Tangga Sebagai Pendekatan Analisis Ketahanan Keluarga ........ 22 2.5. Sumber Data ........................................................................................... 23
III. Indeks Ketahanan Keluarga 27 3.1. Metodologi Pengembangan Ukuran Tingkat Ketahanan Keluarga ......... 27 3.2. Pengukuran Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga .................................. 29 3.3. Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) ........................................... 33
IV. Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga 39 4.1. Landasan Legalitas .................................................................................. 39 4.2. Keutuhan Keluarga .................................................................................. 47 4.3. Kemitraan Gender ................................................................................... 50
V. Ketahanan Fisik 63 5.1. Kecukupan Pangan dan Gizi .................................................................... 63 5.2. Kesehatan Keluarga ................................................................................ 71 5.3. Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap untuk Tidur .................................... 75
ixPembangunan Ketahanan Keluarga 2016
vi | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
TIM PENYUSUN
Pengarah : Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Ph.D Dr. Suryamin, M.Sc. Dr. Suhariyanto M Sairi, M.A. dr. Heru P. Kasidi, M.Sc.
Penanggung Jawab : Ir. Thoman Pardosi, SE., M.Si. Budi Mardaya, SE., M.Si.
Editor : Dwi Retno Wilujeng Wahyu Utami, S.Si., M.Si. Krismawati, M.A. Dra. Lieska Prasetya, M.Sc. Karmaji, SE., M.A. Puji Lestari, S.Si., M.Si. Diana Aryanti, S.P., M.Si. Armi Susilowati, S.Si. Drs. Sayuti Fitri Skriptandono, SE., M.M. Dwi Ratna Anugerah, S.Sos. Sri Lestari, SE.
Penulis : Anisah Cahyaningtyas, SST Asih Amperiana Tenrisana, S.Si. Dewi Triana, S.Sos. Dwi Agus Prastiwi, SST Eko Hadi Nurcahyo, SST Jamilah, S.Si., M.Eng. Nia Aminiah, S.Si., M.A., M.S.E. Viane Dorthea Tiwa, SST
Pengolah Data : Eko Hadi Nurcahyo, SST Udin Suchaini, SE.
Tata Letak : Anisah Cahyaningtyas, SST Dwi Agus Prastiwi, SST Udin Suchaini, SE.
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| vii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMBUTAN ............................................................................................................ iii KATA PENGANTAR .................................................................................................. v TIM PENYUSUN....................................................................................................... vi DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xiv
I. Pendahuluan 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Landasan Hukum ..................................................................................... 3 1.3. Tujuan ..................................................................................................... 3 1.4. Sistematika Penyajian ............................................................................. 4
II. Pengukuran Ketahanan Keluarga 5 2.1. Konsep Keluarga ..................................................................................... 5 2.2. Konsep Ketahanan Keluarga ................................................................... 6 2.3. Dimensi, Variabel, Dan Indikator Ketahanan Keluarga ........................... 8 2.4. Rumah Tangga Sebagai Pendekatan Analisis Ketahanan Keluarga ........ 22 2.5. Sumber Data ........................................................................................... 23
III. Indeks Ketahanan Keluarga 27 3.1. Metodologi Pengembangan Ukuran Tingkat Ketahanan Keluarga ......... 27 3.2. Pengukuran Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga .................................. 29 3.3. Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) ........................................... 33
IV. Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga 39 4.1. Landasan Legalitas .................................................................................. 39 4.2. Keutuhan Keluarga .................................................................................. 47 4.3. Kemitraan Gender ................................................................................... 50
V. Ketahanan Fisik 63 5.1. Kecukupan Pangan dan Gizi .................................................................... 63 5.2. Kesehatan Keluarga ................................................................................ 71 5.3. Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap untuk Tidur .................................... 75
x Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
viii | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
VI. Ketahanan Ekonomi 79 6.1. Tempat Tinggal Keluarga ........................................................................ 79 6.2. Pendapatan Keluarga ............................................................................. 82 6.3. Pembiayaan Pendidikan Anak ................................................................ 89 6.4. Jaminan Keuangan Keluarga .................................................................. 94
VII. Ketahanan Sosial Psikologi 101 7.1. Keharmonisan Keluarga ......................................................................... 101 7.2. Kepatuhan Terhadap Hukum ................................................................. 111
VIII. Ketahanan Sosial Budaya 115 8.1. Kepedulian Sosial ................................................................................... 115 8.2. Keeratan Sosial ....................................................................................... 120 8.3. Ketaatan Beragama ................................................................................ 123
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 127 Lampiran .................................................................................................................. 131
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Ciri-Ciri Ketahanan Keluarga, Ketersediaan Data, dan Penyesuaian Indikator Ketahanan Keluarga ................................................................ 10
Tabel 3.1 Skala Ukuran Perbandingan Dua Objektif Secara Berpasangan ............. 29 Tabel 3.2 Peserta Forum WCM Penyusunan Bobot Rintisan Indeks
Ketahanan Keluarga ............................................................................... 31 Tabel 3.3 Bobot/Kontribusi Dimensi, Variabel, dan Indikator Penyusun
Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga ..................................................... 32 Tabel 3.4 Nilai Batas Kelompok Menurut Skenario Pengklasifikasian R-IKK .......... 33
xiPembangunan Ketahanan Keluarga 2016
viii | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
VI. Ketahanan Ekonomi 79 6.1. Tempat Tinggal Keluarga ........................................................................ 79 6.2. Pendapatan Keluarga ............................................................................. 82 6.3. Pembiayaan Pendidikan Anak ................................................................ 89 6.4. Jaminan Keuangan Keluarga .................................................................. 94
VII. Ketahanan Sosial Psikologi 101 7.1. Keharmonisan Keluarga ......................................................................... 101 7.2. Kepatuhan Terhadap Hukum ................................................................. 111
VIII. Ketahanan Sosial Budaya 115 8.1. Kepedulian Sosial ................................................................................... 115 8.2. Keeratan Sosial ....................................................................................... 120 8.3. Ketaatan Beragama ................................................................................ 123
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 127 Lampiran .................................................................................................................. 131
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Ciri-Ciri Ketahanan Keluarga, Ketersediaan Data, dan Penyesuaian Indikator Ketahanan Keluarga ................................................................ 10
Tabel 3.1 Skala Ukuran Perbandingan Dua Objektif Secara Berpasangan ............. 29 Tabel 3.2 Peserta Forum WCM Penyusunan Bobot Rintisan Indeks
Ketahanan Keluarga ............................................................................... 31 Tabel 3.3 Bobot/Kontribusi Dimensi, Variabel, dan Indikator Penyusun
Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga ..................................................... 32 Tabel 3.4 Nilai Batas Kelompok Menurut Skenario Pengklasifikasian R-IKK .......... 33
xii Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
x | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga .......... 14 Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi
dan Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga ........................................ 35 Gambar 3.2 Peta Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga Indonesia ........................ 37 Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40
persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015 ........................................................................................ 40
Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut Provinsi, 2015 ..................................................................... 42
Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17 Tahun, 2015 .................................................................... 43
Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015 .................................................... 44
Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015 .................. 46
Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 ...... 48
Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015 ....................................... 49
Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 ........................... 51
Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014 .................................................................................... 52
Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga, 2015 .................................... 54
Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Menurut Provinsi, 2015 .................................................................................... 55
Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012 ....................................................................................... 56
x | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga .......... 14 Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi
dan Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga ........................................ 35 Gambar 3.2 Peta Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga Indonesia ........................ 37 Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40
persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015 ........................................................................................ 40
Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut Provinsi, 2015 ..................................................................... 42
Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17 Tahun, 2015 .................................................................... 43
Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015 .................................................... 44
Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015 .................. 46
Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 ...... 48
Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015 ....................................... 49
Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 ........................... 51
Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014 .................................................................................... 52
Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga, 2015 .................................... 54
Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Menurut Provinsi, 2015 .................................................................................... 55
Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012 ....................................................................................... 56
xiiiPembangunan Ketahanan Keluarga 2016
x | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga .......... 14 Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi
dan Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga ........................................ 35 Gambar 3.2 Peta Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga Indonesia ........................ 37 Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40
persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015 ........................................................................................ 40
Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut Provinsi, 2015 ..................................................................... 42
Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17 Tahun, 2015 .................................................................... 43
Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015 .................................................... 44
Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015 .................. 46
Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 ...... 48
Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015 ....................................... 49
Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 ........................... 51
Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014 .................................................................................... 52
Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga, 2015 .................................... 54
Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Menurut Provinsi, 2015 .................................................................................... 55
Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012 ....................................................................................... 56
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| xi
Gambar 4.13 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012........................................................................................... 57
Gambar 4.14 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami Dilakukan Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012 ..................... 58
Gambar 4.15 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilannya Dilakukan oleh Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012 ..................... 59
Gambar 4.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014 ................................................................................................... 60
Gambar 4.17 Persentase Rumah Tangga yang Suami dan Istri Menentukan Jumlah Anak Secara Bersama Menurut Provinsi, 2014 ..................... 61
Gambar 5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu, 2015 .......................................... 65
Gambar 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal 14 Kali Seminggu Berdasarkan Jenis Makanan, 2015 .................................................... 65
Gambar 5.3 Persentase Rumah Tangga yang Seluruh Anggota Rumah Tangga (ART) Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu Menurut Provinsi, 2015 ................................................................................................... 67
Gambar 5.4 Persentase Balita Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U, 2013 ...................................................... 68
Gambar 5.5 Persentase Balita yang Mempunyai Status Gizi Baik Menurut Provinsi, 2013 ................................................................................. 70
Gambar 5.6 Persentase Penduduk Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kesehatan Selama Sebulan Terakhir, 2015 ....................................... 71
Gambar 5.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah, Keberadaan KRT/Pasangan Penderita Penyakit Kronis, dan Disabilitas, 2014 ................................................................................ 73
Gambar 5.8 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangan Bukan Penderita Penyakit Kronis dan Disabilitas, 2014 ............................... 74
Gambar 5.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Lokasi Tetap Untuk Tidur dan Tempat Tidur KRT dan Klasifikasi Wilayah, 2015 ................................................................................................... 76
Gambar 5.10 Persentase Rumah Tangga yang KRT-nya Memiliki Tempat Tidur dan Digunakan Maksimal 3 Orang, 2015 ................................. 77
Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal, 2015 ....................... 80
Gambar 6.2 Persentase Rumah Tangga yang Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggalnya Milik Sendiri Menurut Provinsi, 2015 ................ 81
xiv Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016xii | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kelompok Rata-Rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015 ............................................ 82
Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015 ........................... 84
Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Rata-rata Pengeluaran PerKapita Per Bulan dan Provinsi, 2015 ............................................ 85
Gambar 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014 ......................................................... 86
Gambar 6.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Kelompok Pendapatan, 2014 ......................................................... 87
Gambar 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Provinsi, 2015 .................................................................................... 88
Gambar 6.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015 ............................................................................... 89
Gambar 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Pendidikan Tertinggi KRT dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia Sekolah (7-18 Tahun) yang Bersekolah, 2015 .......................................................... 90
Gambar 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah dan Provinsi, 2015 ................................................................................................... 91
Gambar 6.12 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015 ......................................................... 92
Gambar 6.13 Persentase Penduduk Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2015 ....... 93
Gambar 6.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Jenis Tabungan yang Dimiliki, 2015 ................................................... 94
Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi, 2015 .................................................................................... 96
Gambar 6.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015 ........................................................................................ 97
Gambar 6.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Status dalam Pekerjaan dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015 ........................................................................................ 98
Gambar 6.18 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART-nya Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Provinsi, 2015 ..................................... 99
Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah Dan Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri, 2014 ...................... 102
xvPembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| xiii
Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014 ................................................................................... 103
Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga yang Sikap KRT/Pasangannya Tidak Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Apapun Menurut Provinsi, 2014 ....................................................... 105
Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun oleh KRT/pasangan, 2014 ................................................................................................... 107
Gambar 7.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Perilaku Kekerasan yang Digunakan Dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014 ..... 107
Gambar 7.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Tingkat Pendidikan KRT/pasangan dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014 ................................................................................................... 108
Gambar 7.7 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Tidak Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi, 2014 ....................................................... 109
Gambar 7.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART yang Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015 .......... 111
Gambar 7.9 Persentase Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak Pidana Menurut Jenis Kejahatan, 2015 ........................................................ 112
Gambar 7.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Tidak Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015 .......................................................................... 113
Gambar 8.1 Rumah Tangga Lansia Indonesia, 2015 ............................................. 117 Gambar 8.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan
Lansia yang Tinggal Bersama ART Lain, 2015 .................................... 119 Gambar 8.3 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial
Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014 ........ 121 Gambar 8.4 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam
Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014 ......................................... 122
Gambar 8.5 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014 ................ 124
Gambar 8.6 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014 ..................................................................... 125
xvi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
xiv | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 4.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Buku/Akte Nikah Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya yang Berstatus Kawin, 2015 ................................ 133
Lampiran 4.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015 ........ 134
Lampiran 4.3 Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2015 ........................................................................................... 137
Lampiran 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015 ....................................... 140
Lampiran 4.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 ........... 143
Lampiran 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 ................... 146
Lampiran 4.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015 ............................................................................ 149
Lampiran 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015 .................................................................... 152
Lampiran 4.9 Persentase Istri Umur 15 -49 yang Suaminya Memiliki Penghasilan Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami, 2012 ...................................... 155
Lampiran 4.10 Persentase Istri Umur 15 -49 yang Menerima Penghasilan dari Bekerja Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012 ....................................... 156
Lampiran 4.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014 ............ 157
xviiPembangunan Ketahanan Keluarga 2016
xiv | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 4.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Buku/Akte Nikah Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya yang Berstatus Kawin, 2015 ................................ 133
Lampiran 4.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015 ........ 134
Lampiran 4.3 Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2015 ........................................................................................... 137
Lampiran 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015 ....................................... 140
Lampiran 4.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 ........... 143
Lampiran 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 ................... 146
Lampiran 4.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015 ............................................................................ 149
Lampiran 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015 .................................................................... 152
Lampiran 4.9 Persentase Istri Umur 15 -49 yang Suaminya Memiliki Penghasilan Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami, 2012 ...................................... 155
Lampiran 4.10 Persentase Istri Umur 15 -49 yang Menerima Penghasilan dari Bekerja Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012 ....................................... 156
Lampiran 4.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014 ............ 157
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| xv
Lampiran 5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Dua Kali Sehari, 2015 ................................................... 160
Lampiran 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Dua Kali Sehari, 2015 ................................................... 163
Lampiran 5.3 Persentase Balita Menurut Provinsi dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U ......................................................... 166
Lampiran 5.4 Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan Gangguan Kesehatan, 2015 ....................................................... 167
Lampiran 5.5 Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014 ............................................................................ 170
Lampiran 5.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur di Rumah, 2015 .............................................................................. 173
Lampiran 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015 ........................................................................................... 176
Lampiran 6.2 Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi, 2015 ......................... 179
Lampiran 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015 ........................... 180
Lampiran 6.4 Persentase Penduduk Miskin dan Besarnya Garis Kemiskinan Menurut Provinsi dan Klasifikasi Wilayah, 2015 ........................................................................................... 183
Lampiran 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015 ........................... 184
Lampiran 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014 ..................................................... 187
Lampiran 6.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Kelompok Pendapatan, dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014 ........................ 190
Lampiran 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015............................................................... 193
Lampiran 6.9 Persentase Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Usia 25 Tahun ke Atas Menurut Provinsi, 2014 ..................................... 196
xviii Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016xvi | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015 .................................................... 197
Lampiran 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan ART Umur 7 - 18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015 ......................................... 200
Lampiran 6.12 Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur, dan Status Putus Sekolah, 2015 ................................................ 203
Lampiran 6.13 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk Tabungan/ Simpanan, 2015 ....................................................... 206
Lampiran 6.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015 ................................................................................ 209
Lampiran 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Status Pekerjaan KRT, dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015 ......................................... 212
Lampiran 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014 ........................................... 215
Lampiran 7.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014 ................................................ 218
Lampiran 7.3 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2014 ...................................... 221
Lampiran 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014 ............................................................................... 227
Lampiran 7.5 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014 ........................................................................ 230
Lampiran 7.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT/Pasangan dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014 ................................... 233
Lampiran 7.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak Pidana yang Dialami, 2015 ............................................. 239
xixPembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| xvii
Lampiran 7.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015 ........................................ 242
Lampiran 8.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015 ........................................................... 245
Lampiran 8.2 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Lansia Menurut Provinsi, Klasifikasi Wilayah, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Lain yang Berumur Kurang dari 60 Tahun, 2015 ........................................................................................... 248
Lampiran 8.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014 ................................. 249
Lampiran 8.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014 .................................................... 252
Lampiran 9 Instrumen Analytic Hierarchy Process (AHP) ............................. 255
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Orientasi pembangunan nasional di berbagai negara di lingkup internasional telah mengalami perubahan dengan menempatkan pembangunan sosial sejajar dengan pembangunan ekonomi. Kedua aspek pembangunan sosial dan ekonomi tersebut bersifat sejalan dan saling melengkapi. Kemajuan pembangunan sosial, yang memposisikan manusia sebagai pusat orientasi pembangunan, akan mendorong terciptanya kemajuan pembangunan dalam aspek ekonomi demikian pula sebaliknya. Indonesia sebagai negara yang sedang giat membangun juga telah menempatkan pentingnya aspek sosial dan ekonomi dalam pembangunan nasional secara berkelanjutan.
Dalam konteks pembangunan sosial di Indonesia maka pembangunan keluarga merupakan salah satu isu tematik dalam pembangunan nasional. Upaya peningkatan pembangunan sosial tidak terlepas dari pentingnya keluarga sebagai salah satu aspek penting pranata sosial yang perlu diperhatikan. Kekuatan pembangunan nasional, berakar pada elemen keluarga sebagai komunitas mikro dalam masyarakat. Keluarga sejahtera merupakan fondasi dasar bagi keutuhan kekuatan dan keberlanjutan pembangunan. Sebaliknya, keluarga yang rentan dan tercerai-berai mendorong lemahnya fondasi kehidupan masyarakat bernegara.
Pembangunan keluarga menjadi salah satu isu pembangunan nasional dengan penekanan pada pentingnya penguatan ketahanan keluarga. Secara yuridis, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera menyebutkan bahwa “Ketahanan keluarga berfungsi sebagai alat untuk mengukur seberapa jauh keluarga telah melaksanakan peranan, fungsi, tugas-tugas, dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan anggotanya”. Sementara itu, peran penting keluarga tertera pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Peraturan pemerintah ini sangat jelas menyebutkan bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan nasional. Lebih jauh lagi, keluarga perlu dibina dan dikembangkan kualitasnya agar menjadi keluarga sejahtera serta menjadi sumber daya manusia yang efektif bagi pembangunan nasional.
1
1Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Orientasi pembangunan nasional di berbagai negara di lingkup internasional telah mengalami perubahan dengan menempatkan pembangunan sosial sejajar dengan pembangunan ekonomi. Kedua aspek pembangunan sosial dan ekonomi tersebut bersifat sejalan dan saling melengkapi. Kemajuan pembangunan sosial, yang memposisikan manusia sebagai pusat orientasi pembangunan, akan mendorong terciptanya kemajuan pembangunan dalam aspek ekonomi demikian pula sebaliknya. Indonesia sebagai negara yang sedang giat membangun juga telah menempatkan pentingnya aspek sosial dan ekonomi dalam pembangunan nasional secara berkelanjutan.
Dalam konteks pembangunan sosial di Indonesia maka pembangunan keluarga merupakan salah satu isu tematik dalam pembangunan nasional. Upaya peningkatan pembangunan sosial tidak terlepas dari pentingnya keluarga sebagai salah satu aspek penting pranata sosial yang perlu diperhatikan. Kekuatan pembangunan nasional, berakar pada elemen keluarga sebagai komunitas mikro dalam masyarakat. Keluarga sejahtera merupakan fondasi dasar bagi keutuhan kekuatan dan keberlanjutan pembangunan. Sebaliknya, keluarga yang rentan dan tercerai-berai mendorong lemahnya fondasi kehidupan masyarakat bernegara.
Pembangunan keluarga menjadi salah satu isu pembangunan nasional dengan penekanan pada pentingnya penguatan ketahanan keluarga. Secara yuridis, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera menyebutkan bahwa “Ketahanan keluarga berfungsi sebagai alat untuk mengukur seberapa jauh keluarga telah melaksanakan peranan, fungsi, tugas-tugas, dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan anggotanya”. Sementara itu, peran penting keluarga tertera pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Peraturan pemerintah ini sangat jelas menyebutkan bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan nasional. Lebih jauh lagi, keluarga perlu dibina dan dikembangkan kualitasnya agar menjadi keluarga sejahtera serta menjadi sumber daya manusia yang efektif bagi pembangunan nasional.
1
2 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 3
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berupaya untuk menyusun berbagai indikator terkait ketahanan keluarga yang digunakan sebagai bahan kajian dan penilaian tingkat ketahanan keluarga di Indonesia.
1.2 LANDASAN HUKUM
Penyusunan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 dilaksanakan berdasarkan landasan hukum berikut ini:
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Pembangunan Keluarga, 2. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga, 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang
Konvensi Tentang Hak-Hak Anak 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1994 Tentang
Pengelolaan Perkembangan Kependudukan 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan
9. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Peningkatan Ketahanan Keluarga dan Perlindungan Anak Republik Indonesia,
10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga.
1.3 TUJUAN
Tujuan kegiatan penyusunan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 sebagai berikut:
1. Mendapatkan indikator-indikator penting pengukur tingkat Ketahanan Keluarga.
2. Mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia tahun 2016. 3. Menyediakan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 yang
dapat digunakan sebagai bahan perencanaan program pembinaan ketahanan keluarga oleh pemerintah dan segenap pemangku kepentingan.
2 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa upaya peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga perlu dipertimbangkan untuk mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam konteks globalisasi, berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan masyarakat. Eksistensi individu dan keluarga telah menghadapi berbagai ancaman yang bersumber dari berbagai dampak proses transformasi sosial yang berlangsung sangat cepat dan tak terhindarkan. Banyak keluarga mengalami perubahan, baik struktur, fungsi, dan peranannya. Dampak negatif transformasi sosial akan menggoyahkan eksistensi individu dan keluarga sehingga menjadi rentan atau bahkan berpotensi tidak memiliki ketahanan. Oleh karena itu, individu dan keluarga perlu ditingkatkan ketahanannya melalui upaya pemberdayaan, terutama yang berkaitan dengan penguatan struktur, fungsi, dan peran keluarga dalam masyarakat.
Ketahanan individu dan keluarga akan berakibat pada terjaminnya ketahanan masyarakat. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 mendefinisikan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Sementara suatu keluarga akan memiliki ketahanan dan kemandirian yang tinggi apabila keluarga tersebut dapat berperan secara optimal dalam mewujudkan seluruh potensi yang dimilikinya. Lebih jauh lagi, ketahanan keluarga diindikasikan sebagai kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumberdaya setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk didalamnya adalah kecukupan akses terhadap pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial. Dengan demikian, ketahanan keluarga merupakan konsep yang mengandung aspek multidimensi.
Upaya peningkatan ketahanan keluarga menjadi penting untuk dilaksanakan dalam rangka mengurangi atau mengatasi berbagai masalah yang menghambat pembangunan nasional. Dengan diketahuinya tingkat ketahanan keluarga maka dinamika kehidupan sosial keluarga sebagai salah satu aspek kesejahteraan keluarga juga dapat diukur. Kondisi ketahanan keluarga menjadi gambaran keadaan dan perkembangan pembangunan sosial yang sedang berlangsung. Sayangnya, meskipun konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi sejauh ini dirasakan masih belum tersedianya ukuran yang pasti secara metodologis dan berlaku umum untuk mengetahui tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) bersama-sama dengan
3Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 3
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berupaya untuk menyusun berbagai indikator terkait ketahanan keluarga yang digunakan sebagai bahan kajian dan penilaian tingkat ketahanan keluarga di Indonesia.
1.2 LANDASAN HUKUM
Penyusunan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 dilaksanakan berdasarkan landasan hukum berikut ini:
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Pembangunan Keluarga, 2. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga, 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang
Konvensi Tentang Hak-Hak Anak 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1994 Tentang
Pengelolaan Perkembangan Kependudukan 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan
9. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Peningkatan Ketahanan Keluarga dan Perlindungan Anak Republik Indonesia,
10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga.
1.3 TUJUAN
Tujuan kegiatan penyusunan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 sebagai berikut:
1. Mendapatkan indikator-indikator penting pengukur tingkat Ketahanan Keluarga.
2. Mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia tahun 2016. 3. Menyediakan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 yang
dapat digunakan sebagai bahan perencanaan program pembinaan ketahanan keluarga oleh pemerintah dan segenap pemangku kepentingan.
2 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa upaya peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga perlu dipertimbangkan untuk mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam konteks globalisasi, berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan masyarakat. Eksistensi individu dan keluarga telah menghadapi berbagai ancaman yang bersumber dari berbagai dampak proses transformasi sosial yang berlangsung sangat cepat dan tak terhindarkan. Banyak keluarga mengalami perubahan, baik struktur, fungsi, dan peranannya. Dampak negatif transformasi sosial akan menggoyahkan eksistensi individu dan keluarga sehingga menjadi rentan atau bahkan berpotensi tidak memiliki ketahanan. Oleh karena itu, individu dan keluarga perlu ditingkatkan ketahanannya melalui upaya pemberdayaan, terutama yang berkaitan dengan penguatan struktur, fungsi, dan peran keluarga dalam masyarakat.
Ketahanan individu dan keluarga akan berakibat pada terjaminnya ketahanan masyarakat. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 mendefinisikan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Sementara suatu keluarga akan memiliki ketahanan dan kemandirian yang tinggi apabila keluarga tersebut dapat berperan secara optimal dalam mewujudkan seluruh potensi yang dimilikinya. Lebih jauh lagi, ketahanan keluarga diindikasikan sebagai kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumberdaya setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk didalamnya adalah kecukupan akses terhadap pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial. Dengan demikian, ketahanan keluarga merupakan konsep yang mengandung aspek multidimensi.
Upaya peningkatan ketahanan keluarga menjadi penting untuk dilaksanakan dalam rangka mengurangi atau mengatasi berbagai masalah yang menghambat pembangunan nasional. Dengan diketahuinya tingkat ketahanan keluarga maka dinamika kehidupan sosial keluarga sebagai salah satu aspek kesejahteraan keluarga juga dapat diukur. Kondisi ketahanan keluarga menjadi gambaran keadaan dan perkembangan pembangunan sosial yang sedang berlangsung. Sayangnya, meskipun konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi sejauh ini dirasakan masih belum tersedianya ukuran yang pasti secara metodologis dan berlaku umum untuk mengetahui tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) bersama-sama dengan
4 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 5
PENGUKURAN KETAHANAN KELUARGA
Keluarga sebagai sebuah sistem sosial terkecil mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan penduduk yang menjadi cita-cita pembangunan. Keluarga menjadi lingkungan sosial pertama yang memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Pengaruh negatif yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara dinamika eksternal dan internal dalam komunitas yang bersentuhan dengan sistem sosial lainnya diharapkan dapat ditangkal oleh sebuah keluarga yang memiliki ketahanan keluarga yang tangguh. Oleh karena itu, pengukuran ketahanan keluarga yang dapat menggambarkan ketangguhan keluarga di Indonesia dalam menangkal berbagai dampak negatif yang datang dari dalam komunitas maupun dari luar komunitas menjadi hal yang sangat mendesak untuk dilakukan.
2.1 KONSEP KELUARGA
Keluarga (family) merupakan sebuah konsep yang memiliki pengertian dan cakupan yang luas dan beragam. Keluarga, dalam konteks sosiologi, dianggap sebagai suatu institusi sosial yang sekaligus menjadi suatu sistem sosial yang ada di setiap kebudayaan. Sebagai sebuah institusi sosial terkecil, keluarga merupakan kumpulan dari sekelompok orang yang mempunyai hubungan atas dasar pernikahan, keturunan, atau adopsi serta tinggal bersama di rumah tangga biasa (Zastrow, 2006). Sementara itu, keluarga juga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan (suami-istri) serta hubungan darah (anak kandung) atau adopsi (anak angkat/pungut) (Burgess dan Locke dalam Sunarti, 2006). Dari dua definisi keluarga tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan unit/institusi/sistem sosial terkecil dalam masyarakat yang beranggotakan sekelompok orang atas dasar hubungan perkawinan, pertalian darah, atau adopsi yang tinggal bersama dalam sebuah rumah tangga.
Secara umum, keluarga memilik 4 (empat) karakteristik yaitu: (1) keluarga tersusun oleh beberapa orang yang disatukan dalam suatu ikatan seperti perkawinan, hubungan darah, atau adopsi; (2) anggota keluarga hidup dan menetap secara bersama-sama di suatu tempat atau bangunan di bawah satu atap dalam susunan
2
4 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
1.4 SISTEMATIKA PENYAJIAN
Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 disajikan dalam 8 bagian, yaitu:
Bab I. PENDAHULUAN, menyajikan informasi terkait latar belakang, landasan hukum, tujuan, dan sistematika penyajian publikasi ini.
Bab II. PENGUKURAN KETAHANAN KELUARGA, menyajikan informasi terkait konsep keluarga, konsep ketahanan keluarga, pengukuran ketahanan keluarga, variabel dan indikator ketahanan keluarga, penggunaan rumah tangga sebagai pendekatan keluarga, dan sumber data.
Bab III. KETAHANAN KELUARGA INDONESIA, menyajikan kondisi ketahanan keluarga Indonesia secara umum.
Bab IV. LANDASAN LEGALITAS DAN KEUTUHAN KELUARGA, menyajikan informasi terkait landasan legalitas, keutuhan keluarga dan kemitraan gender dalam keluarga.
Bab V. KETAHANAN FISIK, menyajikan informasi terkait kecukupan pangan dan gizi, kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur.
Bab VI. KETAHANAN EKONOMI, menyajikan informasi terkait tempat tinggal keluarga, pendapatan keluarga, pembiayaan pendidikan anak, dan jaminan keuangan keluarga.
Bab VII. KETAHANAN SOSIAL PSIKOLOGIS, menyajikan informasi terkait keharmonisan keluarga dan kepatuhan terhadap hukum.
Bab VIII. KETAHANAN SOSIAL BUDAYA, menyajikan informasi terkait kepedulian sosial, keeratan sosial dan ketaatan beragama.
5Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 5
PENGUKURAN KETAHANAN KELUARGA
Keluarga sebagai sebuah sistem sosial terkecil mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan penduduk yang menjadi cita-cita pembangunan. Keluarga menjadi lingkungan sosial pertama yang memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Pengaruh negatif yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara dinamika eksternal dan internal dalam komunitas yang bersentuhan dengan sistem sosial lainnya diharapkan dapat ditangkal oleh sebuah keluarga yang memiliki ketahanan keluarga yang tangguh. Oleh karena itu, pengukuran ketahanan keluarga yang dapat menggambarkan ketangguhan keluarga di Indonesia dalam menangkal berbagai dampak negatif yang datang dari dalam komunitas maupun dari luar komunitas menjadi hal yang sangat mendesak untuk dilakukan.
2.1 KONSEP KELUARGA
Keluarga (family) merupakan sebuah konsep yang memiliki pengertian dan cakupan yang luas dan beragam. Keluarga, dalam konteks sosiologi, dianggap sebagai suatu institusi sosial yang sekaligus menjadi suatu sistem sosial yang ada di setiap kebudayaan. Sebagai sebuah institusi sosial terkecil, keluarga merupakan kumpulan dari sekelompok orang yang mempunyai hubungan atas dasar pernikahan, keturunan, atau adopsi serta tinggal bersama di rumah tangga biasa (Zastrow, 2006). Sementara itu, keluarga juga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan (suami-istri) serta hubungan darah (anak kandung) atau adopsi (anak angkat/pungut) (Burgess dan Locke dalam Sunarti, 2006). Dari dua definisi keluarga tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan unit/institusi/sistem sosial terkecil dalam masyarakat yang beranggotakan sekelompok orang atas dasar hubungan perkawinan, pertalian darah, atau adopsi yang tinggal bersama dalam sebuah rumah tangga.
Secara umum, keluarga memilik 4 (empat) karakteristik yaitu: (1) keluarga tersusun oleh beberapa orang yang disatukan dalam suatu ikatan seperti perkawinan, hubungan darah, atau adopsi; (2) anggota keluarga hidup dan menetap secara bersama-sama di suatu tempat atau bangunan di bawah satu atap dalam susunan
2
4 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
1.4 SISTEMATIKA PENYAJIAN
Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 disajikan dalam 8 bagian, yaitu:
Bab I. PENDAHULUAN, menyajikan informasi terkait latar belakang, landasan hukum, tujuan, dan sistematika penyajian publikasi ini.
Bab II. PENGUKURAN KETAHANAN KELUARGA, menyajikan informasi terkait konsep keluarga, konsep ketahanan keluarga, pengukuran ketahanan keluarga, variabel dan indikator ketahanan keluarga, penggunaan rumah tangga sebagai pendekatan keluarga, dan sumber data.
Bab III. KETAHANAN KELUARGA INDONESIA, menyajikan kondisi ketahanan keluarga Indonesia secara umum.
Bab IV. LANDASAN LEGALITAS DAN KEUTUHAN KELUARGA, menyajikan informasi terkait landasan legalitas, keutuhan keluarga dan kemitraan gender dalam keluarga.
Bab V. KETAHANAN FISIK, menyajikan informasi terkait kecukupan pangan dan gizi, kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur.
Bab VI. KETAHANAN EKONOMI, menyajikan informasi terkait tempat tinggal keluarga, pendapatan keluarga, pembiayaan pendidikan anak, dan jaminan keuangan keluarga.
Bab VII. KETAHANAN SOSIAL PSIKOLOGIS, menyajikan informasi terkait keharmonisan keluarga dan kepatuhan terhadap hukum.
Bab VIII. KETAHANAN SOSIAL BUDAYA, menyajikan informasi terkait kepedulian sosial, keeratan sosial dan ketaatan beragama.
6 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 7
ketahanan suatu keluarga yaitu: (1) adanya sikap saling melayani sebagai tanda kemuliaan; (2) adanya keakraban antara suami dan istri menuju kualitas perkawinan yang baik; (3) adanya orang tua yang mengajar dan melatih anak-anaknya dengan berbagai tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten, dan mengembangkan keterampilan; (4) adanya suami dan istri yang memimpin seluruh anggota keluarganya dengan penuh kasih sayang; dan (5) adanya anak-anak yang menaati dan menghormati orang tuanya.
Dalam konteks yang lebih luas, ketahanan keluarga diidentikan dengan ketahanan sosial karena keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem sosial. BPS mendefinisikan ketahanan sosial sebagai hasil dari dinamika sosial skala lokal dan global. Dinamika sosial skala lokal dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu dinamika sistem sosial skala lokal (small scale system) itu sendiri dan karakteristik sistem sosial skala lokal (characteristics of the small scale system) yang disebut sebagai Faktor Komunal (Communal Factors). Faktor komunal yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial antara lain: (1) organisasi sosial reproduksi meliputi: formasi keluarga, sistem pernikahan dan pertalian darah, serta prinsip turunan, warisan, dan suksesi; (2) organisasi sosial produksi meliputi: stratifikasi dan pembagian kerja berdasarkan gender, usia, dan kelas sosial; (3) organisasi sosial partisipasi politik meliputi: kepemimpinan lokal dan pola manajemen; dan (4) organisasi sosial keagamaan meliputi: hukuman dan insentif yang memperkuat norma sosial yang berlaku. Sementara itu, dinamika sosial skala global merujuk pada dinamika sosial pada sistem sosial skala global (large scale system) yang disebut sebagai Faktor Sosial (Societal Factors). Faktor sosial yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial antara lain: (1) derajat integrasi ke sistem ekonomi pasar global (misalnya prevalensi upah/gaji buruh, moneterisasi, mekanisasi, penggunaan teknologi, penanaman modal asing, orientasi dan ketergantungan ekspor, dan ketergantungan impor); (2) derasnya arus pengetahuan dan informasi global; (3) derajat integrasi ke dalam tata kehidupan perkotaan; dan (4) penerapan kebijakan skala internasional, nasional, non-lokal berpengaruh terhadap wilayah (misal kebijakan terkait kependudukan, kesehatan dan pendidikan).
Akhirnya, ketahanan sosial sebagai hasil dari dinamika sosial skala lokal dan global tersebut kemudian diidentifikasi oleh BPS sebagai: (1) tingkat perlindungan yang diberikan kepada penduduk lanjut usia, anak-anak, perempuan, orang dengan disabilitas; (2) tingkat dukungan yang diberikan kepada individu maupun keluarga/rumah tangga rentan seperti keluarga miskin, orang tua tunggal, anak-anak dan penduduk lanjut usia yang terlantar, orang dengan disabilitas yang terlantar; (3) tingkat partisipasi individu, kelompok dan keluarga dalam kehidupan sosial dan politik; (4) tingkat konservasi/keberlanjutan sumber daya lingkungan bagi
6 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
satu rumah tangga; (3) setiap anggota keluarga saling berinteraksi, berkomunikasi, dan menciptakan peran sosial bagi setiap anggota seperti: suami dan isteri, ayah dan ibu, putera dan puteri, saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan sebagainya; (4) hubungan antar anggota keluarga merupakan representasi upaya pemeliharaan pola-pola kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum di komunitas.
Dalam konteks peraturan perundang-undangan, keluarga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari: (1) suami dan istri; (2) suami, istri dan anaknya; (3) ayah dan anaknya; atau (4) ibu dan anaknya (Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga). Selain itu, keluarga mempunyai 8 (delapan) fungsi, seperti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994, yang mencakup fungsi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yaitu: (1) fungsi keagamaan; (2) fungsi sosial budaya; (3) fungsi cinta kasih; (4) fungsi perlindungan; (5) fungsi reproduksi; (6) fungsi sosialisasi dan pendidikan; (7) fungsi ekonomi; dan (8) fungsi pembinaan lingkungan. Dalam kaitannya dengan pengukuran tingkat ketahanan keluarga maka konsep keluarga yang digunakan akan diupayakan untuk merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.2 KONSEP KETAHANAN KELUARGA
Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) merupakan kondisi kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar antara lain: pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial (Frankenberger, 1998). Pandangan lain mendefinisikan ketahanan keluarga sebagai suatu kondisi dinamik keluarga yang memiliki keuletan, ketangguhan, dan kemampuan fisik, materil, dan mental untuk hidup secara mandiri (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994). Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan keluarga untuk mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera dan bahagia lahir dan batin. Dalam pandangan yang lain, ketahanan keluarga mencakup kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah untuk mencapai kesejahteraan (Sunarti, 2001), kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi yang senantiasa berubah secara dinamis serta memiliki sikap positif terhadap berbagai tantangan kehidupan keluarga (Walsh, 1996).
Dari sudut pandang yang lain, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai kemampuan keluarga untuk menangkal atau melindungi diri dari berbagai permasalahan atau ancaman kehidupan baik yang datang dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga seperti lingkungan, komunitas, masyarakat, maupun negara. Setidaknya ada 5 (lima) indikasi yang menggambarkan tingkat
7Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 7
ketahanan suatu keluarga yaitu: (1) adanya sikap saling melayani sebagai tanda kemuliaan; (2) adanya keakraban antara suami dan istri menuju kualitas perkawinan yang baik; (3) adanya orang tua yang mengajar dan melatih anak-anaknya dengan berbagai tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten, dan mengembangkan keterampilan; (4) adanya suami dan istri yang memimpin seluruh anggota keluarganya dengan penuh kasih sayang; dan (5) adanya anak-anak yang menaati dan menghormati orang tuanya.
Dalam konteks yang lebih luas, ketahanan keluarga diidentikan dengan ketahanan sosial karena keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem sosial. BPS mendefinisikan ketahanan sosial sebagai hasil dari dinamika sosial skala lokal dan global. Dinamika sosial skala lokal dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu dinamika sistem sosial skala lokal (small scale system) itu sendiri dan karakteristik sistem sosial skala lokal (characteristics of the small scale system) yang disebut sebagai Faktor Komunal (Communal Factors). Faktor komunal yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial antara lain: (1) organisasi sosial reproduksi meliputi: formasi keluarga, sistem pernikahan dan pertalian darah, serta prinsip turunan, warisan, dan suksesi; (2) organisasi sosial produksi meliputi: stratifikasi dan pembagian kerja berdasarkan gender, usia, dan kelas sosial; (3) organisasi sosial partisipasi politik meliputi: kepemimpinan lokal dan pola manajemen; dan (4) organisasi sosial keagamaan meliputi: hukuman dan insentif yang memperkuat norma sosial yang berlaku. Sementara itu, dinamika sosial skala global merujuk pada dinamika sosial pada sistem sosial skala global (large scale system) yang disebut sebagai Faktor Sosial (Societal Factors). Faktor sosial yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial antara lain: (1) derajat integrasi ke sistem ekonomi pasar global (misalnya prevalensi upah/gaji buruh, moneterisasi, mekanisasi, penggunaan teknologi, penanaman modal asing, orientasi dan ketergantungan ekspor, dan ketergantungan impor); (2) derasnya arus pengetahuan dan informasi global; (3) derajat integrasi ke dalam tata kehidupan perkotaan; dan (4) penerapan kebijakan skala internasional, nasional, non-lokal berpengaruh terhadap wilayah (misal kebijakan terkait kependudukan, kesehatan dan pendidikan).
Akhirnya, ketahanan sosial sebagai hasil dari dinamika sosial skala lokal dan global tersebut kemudian diidentifikasi oleh BPS sebagai: (1) tingkat perlindungan yang diberikan kepada penduduk lanjut usia, anak-anak, perempuan, orang dengan disabilitas; (2) tingkat dukungan yang diberikan kepada individu maupun keluarga/rumah tangga rentan seperti keluarga miskin, orang tua tunggal, anak-anak dan penduduk lanjut usia yang terlantar, orang dengan disabilitas yang terlantar; (3) tingkat partisipasi individu, kelompok dan keluarga dalam kehidupan sosial dan politik; (4) tingkat konservasi/keberlanjutan sumber daya lingkungan bagi
6 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
satu rumah tangga; (3) setiap anggota keluarga saling berinteraksi, berkomunikasi, dan menciptakan peran sosial bagi setiap anggota seperti: suami dan isteri, ayah dan ibu, putera dan puteri, saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan sebagainya; (4) hubungan antar anggota keluarga merupakan representasi upaya pemeliharaan pola-pola kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum di komunitas.
Dalam konteks peraturan perundang-undangan, keluarga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari: (1) suami dan istri; (2) suami, istri dan anaknya; (3) ayah dan anaknya; atau (4) ibu dan anaknya (Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga). Selain itu, keluarga mempunyai 8 (delapan) fungsi, seperti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994, yang mencakup fungsi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yaitu: (1) fungsi keagamaan; (2) fungsi sosial budaya; (3) fungsi cinta kasih; (4) fungsi perlindungan; (5) fungsi reproduksi; (6) fungsi sosialisasi dan pendidikan; (7) fungsi ekonomi; dan (8) fungsi pembinaan lingkungan. Dalam kaitannya dengan pengukuran tingkat ketahanan keluarga maka konsep keluarga yang digunakan akan diupayakan untuk merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.2 KONSEP KETAHANAN KELUARGA
Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) merupakan kondisi kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar antara lain: pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial (Frankenberger, 1998). Pandangan lain mendefinisikan ketahanan keluarga sebagai suatu kondisi dinamik keluarga yang memiliki keuletan, ketangguhan, dan kemampuan fisik, materil, dan mental untuk hidup secara mandiri (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994). Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan keluarga untuk mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera dan bahagia lahir dan batin. Dalam pandangan yang lain, ketahanan keluarga mencakup kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah untuk mencapai kesejahteraan (Sunarti, 2001), kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi yang senantiasa berubah secara dinamis serta memiliki sikap positif terhadap berbagai tantangan kehidupan keluarga (Walsh, 1996).
Dari sudut pandang yang lain, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai kemampuan keluarga untuk menangkal atau melindungi diri dari berbagai permasalahan atau ancaman kehidupan baik yang datang dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga seperti lingkungan, komunitas, masyarakat, maupun negara. Setidaknya ada 5 (lima) indikasi yang menggambarkan tingkat
8 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 9
merepresentasikan tingkat ketahanan keluarga. Semua ciri-ciri (indikator) ketahanan keluarga tersebut terkelompok dalam 5 (lima) dimensi dan terbagi dalam 15 (lima belas) variabel. Kelima dimensi tersebut adalah (1) Legalitas dan Struktur Keluarga mempunyai 3 variabel (7 indikator); (2) Ketahanan Fisik mempunyai 3 variabel (4 indikator); (3) Ketahanan Ekonomi mempunyai 4 variabel (7 indikator), (4) Ketahanan Sosial Psikologi mempunyai 2 variabel (3 indikator); dan (5) Ketahanan Sosial Budaya mempunyai 3 variabel (3 indikator).
Kebutuhan mendesak terkait gambaran tingkat ketahanan keluarga secara nasional menyebabkan pengukuran tingkat ketahanan keluarga tidak dapat ditunda lagi. Publikasi ini disusun sebagai upaya untuk menghasilkan suatu rintisan awal bagi tersedianya ukuran tingkat ketahanan keluarga yang dapat digunakan sebagai baseline perkembangan tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Ukuran tingkat ketahanan keluarga pada publikasi ini pada dasarnya mengacu pada Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013. Berbagai penyempurnaan kerangka kerja dan indikator pengukur tingkat ketahanan keluarga Indonesia akan sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan pada waktu mendatang. Tingkat ketahanan keluarga pada publikasi ini diukur berdasarkan sumber data yang telah tersedia dari berbagai survei yang telah dilaksanakan oleh BPS maupun kementerian. Hal ini dilakukan karena cakupan (coverage) data yang tersedia telah dapat menggambarkan kondisi ketahanan keluarga secara nasional meskipun dijumpai perlunya beberapa penyesuaian indikator sebagai akibat dari keterbatasan atau ketidaksesuaian antara data yang tersedia dengan beberapa indikator yang telah dimiliki oleh KPPPA. Oleh karena itu, terdapat beberapa ciri ketahanan keluarga yang mengalami penyesuaian karena alasan ketidaktersediaan atau ketidaksesuaian data.
Beberapa penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga yang telah dilakukan adalah: (1) ciri ke-4 dan ke-5 “ayah/ibu menyisihkan waktu khusus bersama anak” diganti menjadi indikator “kebersamaan dalam keluarga” dan “kemitraan suami-istri”; (2) ciri ke-11 “memiliki ruang tidur terpisah antara orang tua dan anak” diganti menjadi indikator “ketersediaan lokasi tetap untuk tidur”; (3) ciri ke-14 “keluarga pernah menunggak membayar listrik” diganti menjadi indikator “kecukupan pendapatan keluarga”; (4) ciri ke-17 “suami dan/atau istri mempunyai tabungan dalam bentuk uang minimal Rp. 500.000” diganti menjadi indikator “tabungan keluarga”; dan (5) ciri ke-21 “anggota keluarga terlibat masalah (seperti mencuri, tawuran, berkelahi, memalak, narkoba, ditilang SIM, melanggar lalu lintas, memukul dan lainnya)” diganti menjadi indikator “penghormatan terhadap hukum”. Secara lengkap, penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga menjadi indikator ketahanan keluarga dapat dilihat pada Tabel 2.1.
8 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
penghidupan masyarakat lokal; dan (5) tingkat kontrol sosial terhadap kekerasan (rumah tangga, komunitas, dan lintas budaya).
Sementara itu, dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, ketahanan keluarga diidentifikasi mengandung berbagai aspek yang bertujuan untuk pengembangan individu di dalam keluarga maupun keluarga tersebut secara keseluruhan. Konsep ketahanan keluarga memiliki makna yang berbeda dengan konsep kesejahteraan keluarga, namun keduanya saling berkaitan erat. Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berpotensi lebih besar untuk dapat memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh. Kedua konsep tersebut dirumuskan menjadi satu kesatuan konsep dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yaitu pada Pasal 1 Ayat 11. Pada ayat tersebut dituliskan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tersebut maka ketahanan keluarga dapat diukur menggunakan pendekatan sistem yang meliputi komponen input (sumber daya fisik dan nonfisik), proses manajemen keluarga (permasalahan keluarga dan mekanisme penanggulangannya), dan output (terpenuhinya kebutuhan fisik dan psiko-sosial). Atas dasar pendekatan ini, maka ketahanan keluarga merupakan ukuran kemampuan keluarga dalam mengelola masalah yang dihadapinya berdasarkan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Sunarti, 2001). Dengan demikian, keluarga dikatakan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi apabila memenuhi beberapa aspek yaitu: (1) ketahanan fisik yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan; (2) ketahanan sosial yaitu berorientasi pada nilai agama, komunikasi yang efektif, dan komitmen keluarga tinggi; (3) ketahanan psikologis meliputi kemampuan penanggulangan masalah nonfisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif, dan kepedulian suami terhadap istri.
2.3 DIMENSI, VARIABEL, DAN INDIKATOR KETAHANAN KELUARGA
Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa konsep ketahanan dan kesejahteraan keluarga mencakup: (1) Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga, (2) Ketahanan Fisik, (3) Ketahanan Ekonomi, (4) Ketahanan Sosial Psikologi, dan (5) Ketahanan Sosial Budaya. Oleh karena itu, pengukuran tingkat ketahanan keluarga akan mencakup kelima hal tersebut di atas, yang selanjutnya disebut sebagai dimensi pengukur ketahanan keluarga. KPPPA telah merumuskan 24 (dua puluh empat) ciri-ciri yang
9Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 9
merepresentasikan tingkat ketahanan keluarga. Semua ciri-ciri (indikator) ketahanan keluarga tersebut terkelompok dalam 5 (lima) dimensi dan terbagi dalam 15 (lima belas) variabel. Kelima dimensi tersebut adalah (1) Legalitas dan Struktur Keluarga mempunyai 3 variabel (7 indikator); (2) Ketahanan Fisik mempunyai 3 variabel (4 indikator); (3) Ketahanan Ekonomi mempunyai 4 variabel (7 indikator), (4) Ketahanan Sosial Psikologi mempunyai 2 variabel (3 indikator); dan (5) Ketahanan Sosial Budaya mempunyai 3 variabel (3 indikator).
Kebutuhan mendesak terkait gambaran tingkat ketahanan keluarga secara nasional menyebabkan pengukuran tingkat ketahanan keluarga tidak dapat ditunda lagi. Publikasi ini disusun sebagai upaya untuk menghasilkan suatu rintisan awal bagi tersedianya ukuran tingkat ketahanan keluarga yang dapat digunakan sebagai baseline perkembangan tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Ukuran tingkat ketahanan keluarga pada publikasi ini pada dasarnya mengacu pada Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013. Berbagai penyempurnaan kerangka kerja dan indikator pengukur tingkat ketahanan keluarga Indonesia akan sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan pada waktu mendatang. Tingkat ketahanan keluarga pada publikasi ini diukur berdasarkan sumber data yang telah tersedia dari berbagai survei yang telah dilaksanakan oleh BPS maupun kementerian. Hal ini dilakukan karena cakupan (coverage) data yang tersedia telah dapat menggambarkan kondisi ketahanan keluarga secara nasional meskipun dijumpai perlunya beberapa penyesuaian indikator sebagai akibat dari keterbatasan atau ketidaksesuaian antara data yang tersedia dengan beberapa indikator yang telah dimiliki oleh KPPPA. Oleh karena itu, terdapat beberapa ciri ketahanan keluarga yang mengalami penyesuaian karena alasan ketidaktersediaan atau ketidaksesuaian data.
Beberapa penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga yang telah dilakukan adalah: (1) ciri ke-4 dan ke-5 “ayah/ibu menyisihkan waktu khusus bersama anak” diganti menjadi indikator “kebersamaan dalam keluarga” dan “kemitraan suami-istri”; (2) ciri ke-11 “memiliki ruang tidur terpisah antara orang tua dan anak” diganti menjadi indikator “ketersediaan lokasi tetap untuk tidur”; (3) ciri ke-14 “keluarga pernah menunggak membayar listrik” diganti menjadi indikator “kecukupan pendapatan keluarga”; (4) ciri ke-17 “suami dan/atau istri mempunyai tabungan dalam bentuk uang minimal Rp. 500.000” diganti menjadi indikator “tabungan keluarga”; dan (5) ciri ke-21 “anggota keluarga terlibat masalah (seperti mencuri, tawuran, berkelahi, memalak, narkoba, ditilang SIM, melanggar lalu lintas, memukul dan lainnya)” diganti menjadi indikator “penghormatan terhadap hukum”. Secara lengkap, penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga menjadi indikator ketahanan keluarga dapat dilihat pada Tabel 2.1.
8 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
penghidupan masyarakat lokal; dan (5) tingkat kontrol sosial terhadap kekerasan (rumah tangga, komunitas, dan lintas budaya).
Sementara itu, dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, ketahanan keluarga diidentifikasi mengandung berbagai aspek yang bertujuan untuk pengembangan individu di dalam keluarga maupun keluarga tersebut secara keseluruhan. Konsep ketahanan keluarga memiliki makna yang berbeda dengan konsep kesejahteraan keluarga, namun keduanya saling berkaitan erat. Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berpotensi lebih besar untuk dapat memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh. Kedua konsep tersebut dirumuskan menjadi satu kesatuan konsep dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yaitu pada Pasal 1 Ayat 11. Pada ayat tersebut dituliskan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tersebut maka ketahanan keluarga dapat diukur menggunakan pendekatan sistem yang meliputi komponen input (sumber daya fisik dan nonfisik), proses manajemen keluarga (permasalahan keluarga dan mekanisme penanggulangannya), dan output (terpenuhinya kebutuhan fisik dan psiko-sosial). Atas dasar pendekatan ini, maka ketahanan keluarga merupakan ukuran kemampuan keluarga dalam mengelola masalah yang dihadapinya berdasarkan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Sunarti, 2001). Dengan demikian, keluarga dikatakan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi apabila memenuhi beberapa aspek yaitu: (1) ketahanan fisik yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan; (2) ketahanan sosial yaitu berorientasi pada nilai agama, komunikasi yang efektif, dan komitmen keluarga tinggi; (3) ketahanan psikologis meliputi kemampuan penanggulangan masalah nonfisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif, dan kepedulian suami terhadap istri.
2.3 DIMENSI, VARIABEL, DAN INDIKATOR KETAHANAN KELUARGA
Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa konsep ketahanan dan kesejahteraan keluarga mencakup: (1) Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga, (2) Ketahanan Fisik, (3) Ketahanan Ekonomi, (4) Ketahanan Sosial Psikologi, dan (5) Ketahanan Sosial Budaya. Oleh karena itu, pengukuran tingkat ketahanan keluarga akan mencakup kelima hal tersebut di atas, yang selanjutnya disebut sebagai dimensi pengukur ketahanan keluarga. KPPPA telah merumuskan 24 (dua puluh empat) ciri-ciri yang
10 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
10 |
Pem
bang
unan
Ket
ahan
an K
elua
rga
2016
Tabe
l 2.1
: Ci
ri-Ci
ri Ke
taha
nan
Kelu
arga
, Ket
erse
diaa
n Da
ta, d
an P
enye
suai
an In
dika
tor K
etah
anan
Kel
uarg
a
Dim
ensi
dan
Va
riabe
l
Ciri-
Ciri
Keta
hana
n Ke
luar
ga
(KPP
PA)
Kete
rsed
iaan
Da
ta
Peny
esua
ian
yang
Dila
kuka
n
Indi
kato
r Pa
ram
eter
(1)
(2
) (3
) (4
) (5
)
Dim
ensi
1. L
anda
san
Lega
litas
dan
Keu
tuha
n Ke
luar
ga
Land
asan
Le
galit
as
1.
Ba
pak
dan
Ibu
mem
iliki
sura
t nik
ah y
ang
dike
luar
kan
oleh
KU
A at
au C
atat
an S
ipil
Ters
edia
Le
galit
as P
erka
win
an
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
KRT/
Pasa
ngan
nya
Mem
iliki
Buk
u N
ikah
2.
Se
mua
ana
k m
emili
ki a
kte
kela
hira
n Te
rsed
ia
Lega
litas
Kel
ahira
n Pe
rsen
tase
Ru
mah
Ta
ngga
ya
ng
Selu
ruh
ART
Um
ur
0-17
Ta
hun
Mem
iliki
Akt
e Ke
lahi
ran
Keut
uhan
Ke
luar
ga
3.
Se
mua
ang
gota
kel
uarg
a (s
uam
i,ist
ri de
ngan
at
au ta
npa
anak
) tin
ggal
dal
am sa
tu ru
mah
da
n tid
ak a
da p
erpi
saha
n Te
rsed
ia
Keut
uhan
Kel
uarg
a Pe
rsen
tase
Rum
ah T
angg
a ya
ng K
RT
dan
Pasa
ngan
nya
Ting
gal S
erum
ah
Kem
itraa
n Ge
nder
4.
Ay
ah m
enyi
sihka
n w
aktu
khu
sus b
ersa
ma
anak
Ti
dak
Ters
edia
Ke
bers
amaa
n Da
lam
Ke
luar
ga
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
M
empu
nyai
Wak
tu B
ersa
ma
Kelu
arga
M
inim
al 1
4 Ja
m S
emin
ggu
5.
Ib
u m
enyi
sihka
n w
aktu
khu
sus b
ersa
ma
anak
Ti
dak
Ters
edia
Ke
mitr
aan
Suam
i-Ist
ri Pe
rsen
tase
Rum
ah T
angg
a ya
ng K
RT
dan
Pasa
ngan
nya
Men
guru
s Ru
mah
Ta
ngga
6.
Su
ami d
an Is
tri b
ersa
ma-
sam
a m
enge
lola
se
cara
terb
uka
keua
ngan
kel
uarg
a Te
rsed
ia
Kete
rbuk
aan
Peng
elol
aan
Keua
ngan
Pers
enta
se
Istr
i U
mur
15
-49
yang
Pe
nent
uan
Kepu
tusa
n Pe
nggu
naan
Pe
ngha
silan
Su
ami
Dila
kuka
n Be
rsam
a o
leh
Suam
i dan
Istr
i
7.
Su
ami d
an Is
tri m
eren
cana
kan
bers
ama
jum
lah
anak
yan
g di
ingi
nkan
ata
u al
at
kont
rase
psi y
ang
dipa
kai
Ters
edia
Pe
ngam
bila
n Ke
putu
san
Kelu
arga
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Pe
nent
uan
Jum
lah
Anak
di
laku
kan
Seca
ra B
ersa
ma
oleh
Sua
mi d
an Is
tri
11Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pem
bang
unan
Ket
ahan
an K
elua
rga
2016
| 11
Dim
ensi
dan
Va
riabe
l
Ciri-
Ciri
Keta
hana
n Ke
luar
ga
(KPP
PA)
Kete
rsed
iaan
Da
ta
Peny
esua
ian
yang
Dila
kuka
n
Indi
kato
r Pa
ram
eter
(1
)
(2)
(3)
(4)
(5)
Dim
ensi
2. K
etah
anan
Fis
ik
Kecu
kupa
n Pa
ngan
dan
Gizi
8.
Se
mua
ang
gota
kel
uarg
a m
ampu
mak
an
leng
kap
(nas
i, sa
yur,
ikan
, tem
pe, t
ahu,
bu
ah) d
ua k
ali p
er h
ari
Ters
edia
Ke
cuku
pan
Pang
an
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Se
luru
h AR
T-ny
a M
akan
M
akan
an
Poko
k de
ngan
La
uk
Pauk
N
abat
i/Hew
ani M
inim
al14
Kal
i Dal
am
Sem
ingg
u
9.
Ad
a an
ggot
a ke
luar
ga y
ang
men
derit
a m
asal
ah g
izi (k
urus
seka
li at
au g
emuk
se
kali
atau
ker
dil/k
unte
t)
Ters
edia
Ke
cuku
pan
Gizi
Pe
rsen
tase
Bal
ita y
ang
Mem
puny
ai
Stat
us G
izi B
aik
Berd
asar
kan
Krite
ria
Bera
t Bad
an d
an U
sia
Kese
hata
n Ke
luar
ga
10.
Ad
a an
ggot
a ke
luar
ga y
ang
men
derit
a pe
nyak
it ak
ut/k
roni
s ata
u ca
cat b
awaa
n Te
rsed
ia
Kete
rbeb
asan
Dar
i Pe
nyak
it da
n Di
sabi
litas
Pers
enta
se R
umah
Tan
gga
yang
Tid
ak
Terd
apat
KR
T/Pa
sang
an
Pend
erita
Pe
nyak
it Kr
onis
Atau
Pe
nyan
dang
Di
sabi
litas
Sed
ang
Atau
Ber
at
Kete
rsed
iaan
Te
mpa
t/Lo
kasi
Teta
p U
ntuk
Ti
dur
11.
Ru
mah
yan
g di
tem
pati
mem
iliki
ruan
g tid
ur
terp
isah
anta
ra o
rang
tua
dan
anak
Ti
dak
Ters
edia
Ke
ters
edia
an L
okas
i Te
tap
Unt
uk T
idur
Pers
enta
se R
umah
Tan
gga
yang
KRT
-ny
a M
emili
ki
Tem
pat
Tidu
r da
n Di
guna
kan
Mak
simal
ole
h 3
Ora
ng
Dim
ensi
3. K
etah
anan
Eko
nom
i
Tem
pat T
ingg
al
Kelu
arga
12
.
Kelu
arga
mem
iliki
rum
ah
Ters
edia
Ke
pem
ilika
n Ru
mah
Pe
rsen
tase
Ru
mah
Ta
ngga
ya
ng
Stat
us
Kepe
mili
kan
Bang
unan
Te
mpa
t Tin
ggal
nya
Mili
k Se
ndiri
Pend
apat
an
Kelu
arga
13.
Su
ami d
an/a
tau
istri
mem
puny
ai
peng
hasil
an te
tap
per b
ulan
sebe
sar
Rp.2
50,0
00 p
er o
rang
per
bul
an
Ters
edia
Pe
ndap
atan
Per
kapi
ta
Kelu
arga
Pers
enta
se R
umah
Tan
gga
yang
Rat
a-ra
ta
Peng
elua
ran
Per
Kapi
ta
Per
Bula
n M
inim
al R
p 50
0.00
0,-
14.
Ke
luar
ga p
erna
h m
enun
ggak
mem
baya
r lis
trik
Ti
dak
Ter
sedi
a Ke
cuku
pan
Pend
apat
an K
elua
rga
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Pe
ndap
atan
Ru
mah
Ta
ngga
nya
Cuku
p un
tuk
Mem
enuh
i Ke
butu
han
Seha
ri-ha
ri
12 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
12 |
Pem
bang
unan
Ket
ahan
an K
elua
rga
2016
Dim
ensi
dan
Va
riabe
l
Ciri-
Ciri
Keta
hana
n Ke
luar
ga
(KPP
PA)
Kete
rsed
iaan
Da
ta
Peny
esua
ian
yang
Dila
kuka
n
Indi
kato
r Pa
ram
eter
(1)
(2
) (3
) (4
) (5
)
Pem
biay
aan
Pend
idik
an
Anak
15.
Ke
luar
ga p
erna
h m
enun
ggak
mem
baya
r iu
ran
atau
kep
erlu
an p
endi
dika
n an
ak
Tida
k T
erse
dia
Kem
ampu
an
Pem
biay
aan
Pend
idik
an A
nak
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Se
luru
h AR
T U
sia7-
18
Tahu
n Be
rsek
olah
16.
Ad
a an
ak y
ang
putu
s sek
olah
Te
rsed
ia
Kebe
rlang
sung
an
Pend
idik
an A
nak
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Se
luru
h AR
T U
sia7-
18 T
ahun
Tid
ak
Ada
yang
Put
us S
ekol
ah a
tau
Tida
k pe
rnah
Sek
olah
Jam
inan
Ke
uang
an
Ke
luar
ga
17.
Su
ami d
an/a
tau
istri
mem
puny
ai ta
bung
an
dala
m b
entu
k ua
ng m
inim
al R
p. 5
00.0
00
Tida
k T
erse
dia
Tabu
ngan
Kel
uarg
a Pe
rsen
tase
Ru
mah
Ta
ngga
ya
ng
Mem
puny
ai
Tabu
ngan
/Sim
pana
n Be
rupa
Uan
g
18.
An
ggot
a ke
luar
ga m
emili
ki a
sura
nsi
kese
hata
n (a
tau
BPJS
) ata
u la
inny
a,
min
imal
1 o
rang
? Te
rsed
ia
Jam
inan
Kes
ehat
an
Kelu
arga
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Se
luru
h An
ggot
a Ru
mah
Tan
gga(
ART)
M
emili
ki Ja
min
an K
eseh
atan
Dim
ensi
4. K
etah
anan
Sos
ial-P
sikol
ogi
Keha
rmon
isan
Kelu
arga
19.
Ad
a te
rjadi
kek
eras
an a
ntar
suam
i dan
istr
i Ti
dak
Ter
sedi
a Si
kap
Anti
Keke
rasa
n Te
rhad
ap P
erem
puan
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
KR
T/Pa
sang
anny
a Ti
dak
Men
yetu
jui
Suam
i M
emuk
ul I
stri
deng
an A
lasa
n Te
rten
tu
20.
Ad
a te
rjadi
kek
eras
an a
ntar
ora
ngtu
a da
n an
ak
Ters
edia
Pe
rilak
u An
ti Ke
kera
san
Terh
adap
An
ak
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
KR
T/Pa
sang
anny
a Ti
dak
Men
ggun
akan
Ca
ra-c
ara
Keke
rasa
n da
lam
Men
didi
k An
ak
Kepa
tuha
n Te
rhad
ap
Huku
m
21.
Ada
angg
ota
kelu
arga
yan
g te
rliba
t mas
alah
(s
eper
ti m
encu
ri, ta
wur
an, b
erke
lahi
, m
emal
ak, n
arko
ba, d
itila
ng S
IM, m
elan
ggar
la
lu li
ntas
, mem
ukul
dan
lain
nya)
Tida
k T
erse
dia
Peng
horm
atan
Te
rhad
ap H
ukum
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Se
luru
h AR
T Ti
dak
Pern
ah M
enja
di
Korb
an T
inda
k Pi
dana
Pem
bang
unan
Ket
ahan
an K
elua
rga
2016
| 13
Dim
ensi
dan
Va
riabe
l
Ciri-
Ciri
Keta
hana
n Ke
luar
ga
(KPP
PA)
Kete
rsed
iaan
Da
ta
Peny
esua
ian
yang
Dila
kuka
n
Indi
kato
r Pa
ram
eter
(1)
(2
) (3
) (4
) (5
)
Dim
ensi
5. K
etah
anan
Sos
ial-B
uday
a
Kepe
dulia
n So
sial
22.
Ap
a an
ggot
a ke
luar
ga m
embe
ri pe
rhat
ian
dan
mer
awat
ora
ngtu
a la
njut
usia
dia
tas 6
0 ta
hun
Tida
k T
erse
dia
Peng
horm
atan
Te
rhad
ap L
ansia
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Te
rdap
at L
ansia
(60
tah
un k
e at
as)
dan
Ting
gal B
ersa
ma
ART
Lain
Keer
atan
Sos
ial
23.
Angg
ota
kelu
arga
ber
part
isipa
si da
lam
ke
giat
an so
sial s
eper
ti pe
ngaj
ian,
po
syan
du, k
erja
bakt
i, ke
mat
ian,
kel
ahira
n,
rond
a, k
esen
ian,
pen
yulu
han,
pel
atih
an
Ters
edia
Pa
rtisi
pasi
Dala
m
Kegi
atan
Sos
ial D
i Li
ngku
ngan
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Be
rpar
tisip
asi
dala
m K
egia
tan
Sosia
l di
Lin
gkun
gan
Seki
tar T
empa
t Tin
ggal
Keta
atan
Be
raga
ma
24.
An
ggot
a ke
luar
ga m
elak
ukan
keg
iata
n ag
ama
seca
ra ru
tin
Ters
edia
Pa
rtisi
pasi
Dala
m
Kegi
atan
Kea
gam
aan
Di L
ingk
unga
n
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Be
rpar
tisip
asi
dala
m
Kegi
atan
Ke
agam
aan
di
Ling
kung
an
Seki
tar
Tem
pat T
ingg
al
13Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pem
bang
unan
Ket
ahan
an K
elua
rga
2016
| 13
Dim
ensi
dan
Va
riabe
l
Ciri-
Ciri
Keta
hana
n Ke
luar
ga
(KPP
PA)
Kete
rsed
iaan
Da
ta
Peny
esua
ian
yang
Dila
kuka
n
Indi
kato
r Pa
ram
eter
(1)
(2
) (3
) (4
) (5
)
Dim
ensi
5. K
etah
anan
Sos
ial-B
uday
a
Kepe
dulia
n So
sial
22.
Ap
a an
ggot
a ke
luar
ga m
embe
ri pe
rhat
ian
dan
mer
awat
ora
ngtu
a la
njut
usia
dia
tas 6
0 ta
hun
Tida
k T
erse
dia
Peng
horm
atan
Te
rhad
ap L
ansia
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Te
rdap
at L
ansia
(60
tah
un k
e at
as)
dan
Ting
gal B
ersa
ma
ART
Lain
Keer
atan
Sos
ial
23.
Angg
ota
kelu
arga
ber
part
isipa
si da
lam
ke
giat
an so
sial s
eper
ti pe
ngaj
ian,
po
syan
du, k
erja
bakt
i, ke
mat
ian,
kel
ahira
n,
rond
a, k
esen
ian,
pen
yulu
han,
pel
atih
an
Ters
edia
Pa
rtisi
pasi
Dala
m
Kegi
atan
Sos
ial D
i Li
ngku
ngan
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Be
rpar
tisip
asi
dala
m K
egia
tan
Sosia
l di
Lin
gkun
gan
Seki
tar T
empa
t Tin
ggal
Keta
atan
Be
raga
ma
24.
An
ggot
a ke
luar
ga m
elak
ukan
keg
iata
n ag
ama
seca
ra ru
tin
Ters
edia
Pa
rtisi
pasi
Dala
m
Kegi
atan
Kea
gam
aan
Di L
ingk
unga
n
Pers
enta
se
Rum
ah
Tang
ga
yang
Be
rpar
tisip
asi
dala
m
Kegi
atan
Ke
agam
aan
di
Ling
kung
an
Seki
tar
Tem
pat T
ingg
al
14 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 15
Dimensi 1: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga.
Penetapan dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga didasari pada pemikiran bahwa keluarga akan memiliki tingkat ketahanan yang tinggi apabila dibangun berdasarkan pilar yang kuat berupa perkawinan/pernikahan yang sah menurut hukum positif yang berlaku di negara ini. Pekawinan bukan saja harus sah menurut agama/kepercayaan, tetapi juga diakui dan disahkan menurut perundang-undangan yang berlaku sehingga ada kepastian hukum tentang eksistensi pernikahan, serta adanya pengakuan dan perlindungan atas hak dan kewajiban antara suami-istri berserta anak keturunannya. Pentingnya legalitas perkawinan menurut perundang-undangan didasari pada perlunya jaminan perlindungan dan ketertiban dalam pelaksanaan perkawinan serta kejelasan asal-usul anak. Landasan legalitas keluarga dalam konteks ketahanan keluarga adalah perkawinan yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; disamping itu perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 7 (tujuh) indikator yaitu:
1) Variabel Landasan Legalitas diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Legalitas Perkawinan, dan Legalitas Kelahiran.
Legalitas perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin. Perkawinan yang tidak sah menurut hukum yang berlaku akan menjadi hambatan dalam mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga karena mengandung resiko tidak terpenuhinya hak-hak istri dan anak. Bukti perkawinan yang sah berupa dokumen pencatatan perkawinan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Bagi penduduk yang beragama Islam maka pencatatan perkawinan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau oleh pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Sebaliknya, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaan selain agama Islam maka dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975). Dokumen pencatatan perkawinan dimiliki oleh masing-masing suami dan isteri yang berisi kutipan akta perkawinan yang dapat digunakan sebagai alat bukti perkawinan yang sah, yaitu berupa buku nikah isteri dan buku nikah suami.
Kepemilikan akte kelahiran merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak memiliki identitas sebagai anak. Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 5 pada undang-undang tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu
14 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Walaupun beberapa ciri ketahanan keluarga mengalami penyesuaian yang disebabkan oleh ketidaktersediaan data, namun indikator ketahanan keluarga yang digunakan tetap mengacu kepada 5 (lima) dimensi yang tercantum dalam Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. Setiap dimensi pengukur tingkat ketahanan keluarga kemudian akan dijabarkan dalam berbagai variabel dan setiap variabel diukur dengan beberapa indikator yang secara fungsional saling berkaitan. Penjelasan terkait dimensi, variabel, dan indikator ketahanan keluarga yang digunakan dijabarkan setelah bagan ringkas berikut ini.
Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga
3 Variabel:
1. Landasan legalitas (2 indikator)
2. Keutuhan keluarga (1 indikator)
3. Kemitraan gender (4 indikator)
3 Variabel:
1. Kecukupan pangan dan gizi (2 indikator)
2. Kesehatan keluarga (1 indikator)
3. Ketersediaan lokasi tetap untuk tidur (1 indikator)
4 Variabel:
1. Tempat tinggal keluarga (1 indikator) 2. Pendapatan keluarga (2 indikator) 3. Pembiayaan pendidikan anak (2 indikator) 4. Jaminan keuangan keluarga (2 indikator)
2 Variabel:
1. Keharmonisan keluarga (2 indikator)
2. Kepatuhan terhadap hukum (1 indikator)
3 Variabel:
1. Kepedulian sosial (1 indikator)
2. Keeratan sosial (1 indikator)
3. Ketaatan beragama (1 indikator)
KETAHANAN KELUARGA
Dimensi 1 Landasan
Legalitas dan Keutuhan Keluarga
Dimensi 2
Ketahanan Fisik
Dimensi 3
Ketahanan Ekonomi
Dimensi 4
Ketahanan Sosial-
Psikologi
Dimensi 5
Ketahanan Sosial-Budaya
15Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 15
Dimensi 1: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga.
Penetapan dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga didasari pada pemikiran bahwa keluarga akan memiliki tingkat ketahanan yang tinggi apabila dibangun berdasarkan pilar yang kuat berupa perkawinan/pernikahan yang sah menurut hukum positif yang berlaku di negara ini. Pekawinan bukan saja harus sah menurut agama/kepercayaan, tetapi juga diakui dan disahkan menurut perundang-undangan yang berlaku sehingga ada kepastian hukum tentang eksistensi pernikahan, serta adanya pengakuan dan perlindungan atas hak dan kewajiban antara suami-istri berserta anak keturunannya. Pentingnya legalitas perkawinan menurut perundang-undangan didasari pada perlunya jaminan perlindungan dan ketertiban dalam pelaksanaan perkawinan serta kejelasan asal-usul anak. Landasan legalitas keluarga dalam konteks ketahanan keluarga adalah perkawinan yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; disamping itu perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 7 (tujuh) indikator yaitu:
1) Variabel Landasan Legalitas diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Legalitas Perkawinan, dan Legalitas Kelahiran.
Legalitas perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin. Perkawinan yang tidak sah menurut hukum yang berlaku akan menjadi hambatan dalam mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga karena mengandung resiko tidak terpenuhinya hak-hak istri dan anak. Bukti perkawinan yang sah berupa dokumen pencatatan perkawinan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Bagi penduduk yang beragama Islam maka pencatatan perkawinan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau oleh pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Sebaliknya, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaan selain agama Islam maka dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975). Dokumen pencatatan perkawinan dimiliki oleh masing-masing suami dan isteri yang berisi kutipan akta perkawinan yang dapat digunakan sebagai alat bukti perkawinan yang sah, yaitu berupa buku nikah isteri dan buku nikah suami.
Kepemilikan akte kelahiran merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak memiliki identitas sebagai anak. Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 5 pada undang-undang tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu
14 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Walaupun beberapa ciri ketahanan keluarga mengalami penyesuaian yang disebabkan oleh ketidaktersediaan data, namun indikator ketahanan keluarga yang digunakan tetap mengacu kepada 5 (lima) dimensi yang tercantum dalam Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. Setiap dimensi pengukur tingkat ketahanan keluarga kemudian akan dijabarkan dalam berbagai variabel dan setiap variabel diukur dengan beberapa indikator yang secara fungsional saling berkaitan. Penjelasan terkait dimensi, variabel, dan indikator ketahanan keluarga yang digunakan dijabarkan setelah bagan ringkas berikut ini.
Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga
3 Variabel:
1. Landasan legalitas (2 indikator)
2. Keutuhan keluarga (1 indikator)
3. Kemitraan gender (4 indikator)
3 Variabel:
1. Kecukupan pangan dan gizi (2 indikator)
2. Kesehatan keluarga (1 indikator)
3. Ketersediaan lokasi tetap untuk tidur (1 indikator)
4 Variabel:
1. Tempat tinggal keluarga (1 indikator) 2. Pendapatan keluarga (2 indikator) 3. Pembiayaan pendidikan anak (2 indikator) 4. Jaminan keuangan keluarga (2 indikator)
2 Variabel:
1. Keharmonisan keluarga (2 indikator)
2. Kepatuhan terhadap hukum (1 indikator)
3 Variabel:
1. Kepedulian sosial (1 indikator)
2. Keeratan sosial (1 indikator)
3. Ketaatan beragama (1 indikator)
KETAHANAN KELUARGA
Dimensi 1 Landasan
Legalitas dan Keutuhan Keluarga
Dimensi 2
Ketahanan Fisik
Dimensi 3
Ketahanan Ekonomi
Dimensi 4
Ketahanan Sosial-
Psikologi
Dimensi 5
Ketahanan Sosial-Budaya
16 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 17
keluarga, agar kebersamaan dalam keluarga selalu terjalin sehingga ketahanan keluarga dapat tercipta. Selain itu, kemitraan gender dalam keluarga juga diterapkan dalam pengelolaan keuangan keluarga. Dimana dalam pengelolaan keuangan keluarga ditentukan pasangan suami dan istri secara bersama-sama, meskipun istri memegang kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan pemanfaatan uang yang dikelolanya sehingga akan menguatkan ketahanan suatu keluarga. Selain keterbukaan pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan dalam keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Meskipun suami yang berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan tugasnya tidak boleh otoriter. Tetapi, harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran dan pendapat dari pasangannya, sehingga dapat menguatkan ketahanan keluarga tersebut. Misalnya, apabila pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah anak dilakukan bersama-sama antara suami dan istri maka ketahanan keluarga tersebut cukup kuat.
Dimensi 2: Ketahanan Fisik.
Kondisi fisik yang sehat bagi semua anggota keluarga merupakan syarat yang penting bagi tercapainya ketahanan keluarga. Dengan adanya kemampuan fisik anggota keluarga yang tercermin oleh adanya tubuh yang sehat dan terbebas dari berbagai penyakit dan kelemahan, maka keluarga akan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi. Kesehatan fisik anggota keluarga secara umum dipengaruhi oleh berbagai kondisi pemenuhan kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi dalam jumlah yang cukup serta istirahat yang cukup dan nyaman. Dengan adanya asupan pangan yang sehat dan bergizi serta istirahat yang cukup dan nyaman maka diharapkan kondisi fisik anggota keluarga tersebut akan sehat jasmaninya serta terbebas dari berbagai penyakit dan keterbatasan (disabilitas).
Dimensi ketahanan fisik dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 4 (empat) indikator yaitu:
1) Variabel Kecukupan Pangan Dan Gizi diukur berdasarkan 2 (dua) indikator, yaitu: Kecukupan Pangan, dan Kecukupan Gizi.
Dalam membentuk keluarga yang mempunyai ketahanan fisik yang bagus, maka sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Kekurangan asupan pangan dan gizi dapat mengakibatkan seseorang menjadi lebih rentan terkena berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit. Sebaliknya, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik dapat meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga dia dapat beraktifitas secara
16 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Hal tersebut juga ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) yang menyatakan“Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “Identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”. Bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang dinyatakan dengan adanya akte kelahiran yang dikeluarkan oleh Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat dari pemerintah.
2) Variabel Keutuhan Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Keberadaan Pasangan Suami-Istri Yang Tinggal Bersama Dalam Satu Rumah.
Keluarga yang tidak utuh akan berpotensi mempunyai ketahanan yang rendah. Keluarga yang tidak utuh akan mempunyai kemampuan lebih rendah dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologis anggota keluarganya, khususnya bagi anak-anak dan orang tua. Salah satu indikasi ketidakutuhan keluarga terjadi pada keluarga yang suami dan istrinya tidak tinggal menetap dalam satu rumah sehingga pembinaan keluarga dan pengasuhan anak cenderung mengalami masalah dan berpengaruh terhadap kondisi psikologis semua anggota keluarganya. Salah satu penyebab ketidakutuhan keluarga adalah terpisahnya tempat tinggal antara suami dan istri atau orang tua dan anak dalam waktu yang relatif lama yang pada umumnya diakibatkan oleh terpisahnya rumah dengan tempat kerja dengan jarak yang sangat jauh. Jika hal tersebut terjadi, maka hampir dipastikan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga menjadi kurang intens yang pada akhirnya berakibat pada terganggunya proses tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, untuk menjamin keutuhan keluarga tersebut maka setiap anggota keluarga harus tinggal dan menetap dalam satu rumah sehingga terbina ikatan emosional dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban antar anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari.
3) Variabel Kemitraan Gender diukur berdasarkan 4 (empat) indikator, yaitu: Kebersamaan Dalam Keluarga; Kemitraan Suami-Istri; Keterbukaan Pengelolaan Keuangan; dan Pengambilan Keputusan Keluarga.
Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara dan berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran, baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan (Puspitawati, 2012). Adanya kemitraan gender yang baik dalam keluarga dapat meningkatkan ketahanan keluarga tersebut. Kemitraan gender dalam keluarga tidak hanya mencakup kemitraan suami-istri dalam melakukan domestik (pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan sejenisnya), namun termasuk pula meluangkan waktu bersama dengan
17Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 17
keluarga, agar kebersamaan dalam keluarga selalu terjalin sehingga ketahanan keluarga dapat tercipta. Selain itu, kemitraan gender dalam keluarga juga diterapkan dalam pengelolaan keuangan keluarga. Dimana dalam pengelolaan keuangan keluarga ditentukan pasangan suami dan istri secara bersama-sama, meskipun istri memegang kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan pemanfaatan uang yang dikelolanya sehingga akan menguatkan ketahanan suatu keluarga. Selain keterbukaan pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan dalam keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Meskipun suami yang berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan tugasnya tidak boleh otoriter. Tetapi, harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran dan pendapat dari pasangannya, sehingga dapat menguatkan ketahanan keluarga tersebut. Misalnya, apabila pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah anak dilakukan bersama-sama antara suami dan istri maka ketahanan keluarga tersebut cukup kuat.
Dimensi 2: Ketahanan Fisik.
Kondisi fisik yang sehat bagi semua anggota keluarga merupakan syarat yang penting bagi tercapainya ketahanan keluarga. Dengan adanya kemampuan fisik anggota keluarga yang tercermin oleh adanya tubuh yang sehat dan terbebas dari berbagai penyakit dan kelemahan, maka keluarga akan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi. Kesehatan fisik anggota keluarga secara umum dipengaruhi oleh berbagai kondisi pemenuhan kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi dalam jumlah yang cukup serta istirahat yang cukup dan nyaman. Dengan adanya asupan pangan yang sehat dan bergizi serta istirahat yang cukup dan nyaman maka diharapkan kondisi fisik anggota keluarga tersebut akan sehat jasmaninya serta terbebas dari berbagai penyakit dan keterbatasan (disabilitas).
Dimensi ketahanan fisik dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 4 (empat) indikator yaitu:
1) Variabel Kecukupan Pangan Dan Gizi diukur berdasarkan 2 (dua) indikator, yaitu: Kecukupan Pangan, dan Kecukupan Gizi.
Dalam membentuk keluarga yang mempunyai ketahanan fisik yang bagus, maka sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Kekurangan asupan pangan dan gizi dapat mengakibatkan seseorang menjadi lebih rentan terkena berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit. Sebaliknya, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik dapat meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga dia dapat beraktifitas secara
16 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Hal tersebut juga ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) yang menyatakan“Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “Identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”. Bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang dinyatakan dengan adanya akte kelahiran yang dikeluarkan oleh Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat dari pemerintah.
2) Variabel Keutuhan Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Keberadaan Pasangan Suami-Istri Yang Tinggal Bersama Dalam Satu Rumah.
Keluarga yang tidak utuh akan berpotensi mempunyai ketahanan yang rendah. Keluarga yang tidak utuh akan mempunyai kemampuan lebih rendah dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologis anggota keluarganya, khususnya bagi anak-anak dan orang tua. Salah satu indikasi ketidakutuhan keluarga terjadi pada keluarga yang suami dan istrinya tidak tinggal menetap dalam satu rumah sehingga pembinaan keluarga dan pengasuhan anak cenderung mengalami masalah dan berpengaruh terhadap kondisi psikologis semua anggota keluarganya. Salah satu penyebab ketidakutuhan keluarga adalah terpisahnya tempat tinggal antara suami dan istri atau orang tua dan anak dalam waktu yang relatif lama yang pada umumnya diakibatkan oleh terpisahnya rumah dengan tempat kerja dengan jarak yang sangat jauh. Jika hal tersebut terjadi, maka hampir dipastikan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga menjadi kurang intens yang pada akhirnya berakibat pada terganggunya proses tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, untuk menjamin keutuhan keluarga tersebut maka setiap anggota keluarga harus tinggal dan menetap dalam satu rumah sehingga terbina ikatan emosional dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban antar anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari.
3) Variabel Kemitraan Gender diukur berdasarkan 4 (empat) indikator, yaitu: Kebersamaan Dalam Keluarga; Kemitraan Suami-Istri; Keterbukaan Pengelolaan Keuangan; dan Pengambilan Keputusan Keluarga.
Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara dan berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran, baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan (Puspitawati, 2012). Adanya kemitraan gender yang baik dalam keluarga dapat meningkatkan ketahanan keluarga tersebut. Kemitraan gender dalam keluarga tidak hanya mencakup kemitraan suami-istri dalam melakukan domestik (pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan sejenisnya), namun termasuk pula meluangkan waktu bersama dengan
18 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 19
terjamin ketika keluarga tersebut selalu memiliki pendapatan dalam jumlah yang mencukupi semua kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk menjamin keberlanjutan pendidikan anggota keluarganya. Sementara itu, dalam rangka mengantisipasi berbagai ketidakpastian hidup di masa depan, maka keluarga juga selayaknya memiliki tabungan dalam jumlah yang memadai serta memiliki jaminan kesehatan berupa asuransi kesehatan dan sebagainya.
Dimensi ketahanan ekonomi dijabarkan melalui 4 (empat) variabel dan 7 (tujuh) indikator, yaitu:
1) Variabel Tempat Tinggal Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Kepemilikan Rumah.
Kepemilikan rumah akan dilihat dari status kepemilikan bangunan tempat tinggal. Keluarga yang telah memiliki rumah sendiri berarti telah mampu memenuhi salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk mampu membangun keluarganya dengan tingkat ketahanan keluarga yang lebih baik. Dengan kata lain, keluarga yang telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang relatif lebih baik dibandingkan keluarga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.
2) Variabel Pendapatan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Pendapatan Perkapita Keluarga, dan Kecukupan Pendapatan Keluarga.
Pendapatan keluarga dalam hal ketahanan keluarga ini lebih ditekankan pada kecukupan penghasilan keluarga. Dimana kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga tidak hanya dinilai secara objektif saja namun juga secara subjektif. Penilaian pendapatan secara objektif beranggapan bahwa keluarga yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi akan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Sedangkan, penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih menekankan pada kepuasan keluarga atas pendapatan yang telah didapat. Artinya keluarga yang mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.
3) Variabel Pembiayaan Pendidikan Anak diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak, dan Keberlangsungan Pendidikan Anak.
Keluarga yang mampu membiayai pendidikan anak hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai lebih tahan secara ekonomi sehingga akan berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya, keberadaan anggota keluarga yang putus sekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah ekonomi dalam keluarga tersebut, walaupun penyebab putus sekolah tidak selalu
18 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sejalan dengan itu, orang yang mengalami masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi akan membawa pada kondisi ketahanan fisik yang kurang baik sehingga berdampak pada ketahanan keluarga yang lebih rendah. Sehingga, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik pada akhirnya membuat keluarga berpotensi membentuk ketahanan keluarga yang cukup tinggi.
2) Variabel Kesehatan Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Keterbebasan Dari Penyakit Kronis Dan Disabilitas.
Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Fisik yang sehat dapat diterjemahkan sebagai kondisi jasmani yang terbebas dari penyakit dan gangguan fungsi tubuh. Orang yang sehat berpotensi lebih besar untuk dapat membangun ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya, keberadaan penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional yang diderita oleh seseorang dapat menjadi hambatan untuk melaksanakan peran dan fungsi dalam keluarga, sehngga ketahanan keluarganya menjadi rendah.
3) Variabel Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Ketersediaan Lokasi Tetap Untuk Tidur.
Tidur yang cukup merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas seseorang di esok hari. Tidur yang cukup harus diimbangi dengan kualitas tidur yang baik, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tempat atau kamar untuk tidur. Kepala keluarga dan pasangan yang mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak maupun anggota keluarga lain berpotensi memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada kepala keluarga dan pasangan yang kamar tidurnya bergabung dengan anak-anak maupun anggota keluarga lain. Kualitas tidur yang lebih baik akan dapat meningkatkan ketahanan fisik mereka sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam kehidupan berkeluarga. Sehingga, keluarga yang suami/istri mempunyai tempat tidur yang terpisah dengan anak-anaknya ditengarai mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik.
Dimensi 3: Ketahanan Ekonomi.
Tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga digambarkan kemampuan keluarga dalam memenuhi berbagai kebutuhan keluarga untuk melangsungkan kehidupannya secara nyaman dan berkesinambungan. Kehidupan keluarga yang nyaman akan terjadi apabila keluarga tersebut memiliki dan menempati rumah atau tempat tinggal yang kondisinya layak. Sementara itu, kesinambungan kehidupan keluarga akan
19Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 19
terjamin ketika keluarga tersebut selalu memiliki pendapatan dalam jumlah yang mencukupi semua kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk menjamin keberlanjutan pendidikan anggota keluarganya. Sementara itu, dalam rangka mengantisipasi berbagai ketidakpastian hidup di masa depan, maka keluarga juga selayaknya memiliki tabungan dalam jumlah yang memadai serta memiliki jaminan kesehatan berupa asuransi kesehatan dan sebagainya.
Dimensi ketahanan ekonomi dijabarkan melalui 4 (empat) variabel dan 7 (tujuh) indikator, yaitu:
1) Variabel Tempat Tinggal Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Kepemilikan Rumah.
Kepemilikan rumah akan dilihat dari status kepemilikan bangunan tempat tinggal. Keluarga yang telah memiliki rumah sendiri berarti telah mampu memenuhi salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk mampu membangun keluarganya dengan tingkat ketahanan keluarga yang lebih baik. Dengan kata lain, keluarga yang telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang relatif lebih baik dibandingkan keluarga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.
2) Variabel Pendapatan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Pendapatan Perkapita Keluarga, dan Kecukupan Pendapatan Keluarga.
Pendapatan keluarga dalam hal ketahanan keluarga ini lebih ditekankan pada kecukupan penghasilan keluarga. Dimana kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga tidak hanya dinilai secara objektif saja namun juga secara subjektif. Penilaian pendapatan secara objektif beranggapan bahwa keluarga yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi akan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Sedangkan, penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih menekankan pada kepuasan keluarga atas pendapatan yang telah didapat. Artinya keluarga yang mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.
3) Variabel Pembiayaan Pendidikan Anak diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak, dan Keberlangsungan Pendidikan Anak.
Keluarga yang mampu membiayai pendidikan anak hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai lebih tahan secara ekonomi sehingga akan berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya, keberadaan anggota keluarga yang putus sekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah ekonomi dalam keluarga tersebut, walaupun penyebab putus sekolah tidak selalu
18 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sejalan dengan itu, orang yang mengalami masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi akan membawa pada kondisi ketahanan fisik yang kurang baik sehingga berdampak pada ketahanan keluarga yang lebih rendah. Sehingga, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik pada akhirnya membuat keluarga berpotensi membentuk ketahanan keluarga yang cukup tinggi.
2) Variabel Kesehatan Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Keterbebasan Dari Penyakit Kronis Dan Disabilitas.
Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Fisik yang sehat dapat diterjemahkan sebagai kondisi jasmani yang terbebas dari penyakit dan gangguan fungsi tubuh. Orang yang sehat berpotensi lebih besar untuk dapat membangun ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya, keberadaan penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional yang diderita oleh seseorang dapat menjadi hambatan untuk melaksanakan peran dan fungsi dalam keluarga, sehngga ketahanan keluarganya menjadi rendah.
3) Variabel Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Ketersediaan Lokasi Tetap Untuk Tidur.
Tidur yang cukup merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas seseorang di esok hari. Tidur yang cukup harus diimbangi dengan kualitas tidur yang baik, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tempat atau kamar untuk tidur. Kepala keluarga dan pasangan yang mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak maupun anggota keluarga lain berpotensi memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada kepala keluarga dan pasangan yang kamar tidurnya bergabung dengan anak-anak maupun anggota keluarga lain. Kualitas tidur yang lebih baik akan dapat meningkatkan ketahanan fisik mereka sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam kehidupan berkeluarga. Sehingga, keluarga yang suami/istri mempunyai tempat tidur yang terpisah dengan anak-anaknya ditengarai mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik.
Dimensi 3: Ketahanan Ekonomi.
Tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga digambarkan kemampuan keluarga dalam memenuhi berbagai kebutuhan keluarga untuk melangsungkan kehidupannya secara nyaman dan berkesinambungan. Kehidupan keluarga yang nyaman akan terjadi apabila keluarga tersebut memiliki dan menempati rumah atau tempat tinggal yang kondisinya layak. Sementara itu, kesinambungan kehidupan keluarga akan
20 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 21
itu, perilaku anti kekerasan terhadap anak tercermin dalam cara mendidik dan mengasuh anaknya yang tidak menggunakan kekerasan dalam jenis apapun.
2) Variabel Kepatuhan Terhadap Hukum diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Penghormatan Terhadap Hukum.
Keluarga yang patuh pada hukum hingga tidak pernah melakukan tindakan kriminalitas atau pelanggaran hukum maka dapat dikatakan keluarga tersebut memiliki ketahanan yang baik, begitu pula sebaliknya. Karena keterbatasan data maka di proxy dengan rumah tangga yang pernah mengalami tindak kejahatan (korban tindak pidana). Pendekatan korban tindak pidana ini dianggap dapat mewakili variabel kepatuhan terhadap hukum karena bila keluarga tersebut tidak pernah menjadi korban tidak pidana, maka dapat diasumsikan keluarga tersebut memiliki ketahanan yang baik.
Dimensi 5: Ketahanan Sosial Budaya.
Ketahanan sosial budaya merupakan salah satu dimensi yang menggambarkan tingkat ketahanan keluarga dilihat dari sudut pandang hubungan keluarga terhadap lingkungan sosial sekitarnya. Keluarga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan komunitas dan sosial. Dimensi ketahanan sosial budaya dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 3 (tiga) indikator yaitu:
1) Variabel Kepedulian Sosial diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Penghormatan Terhadap Lansia.
Keluarga yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut berupa perhatian dan perawatan pada lansia akan memiliki ketahanan yang cukup tinggi. Kepedulian sosial yang diukur dengan indikator penghormatan terhadap lansia ini selanjutnya diwakili dan diukur menggunakan pendekatan keberadaan lansia di dalam rumah tangga. Penggunaan pendekatan ukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa seorang lansia yang tinggal bersama anggota keluarga di dalam rumah tangga maka lansia tersebut sehari-harinya akan menerima perhatian dan perawatan dari anggota keluarga lainnya secara memadai.
2) Variabel Keeratan Sosial diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Partisipasi Dalam Kegiatan Sosial Di Lingkungan
Keeratan sosial secara langsung akan berpengaruh terhadap upaya penduduk untuk mempertahankan dan memperkuat ketahanan dalam lingkup keluarga, khususnya yang terkait dengan keselarasan dan rasa kekeluargaan antar anggota masyarakat. Ketahanan keluarga dapat dicerminkan dari kondisi keluarga yang kuat dan sukses yaitu keluarga memiliki dukungan yang bersifat formal ataupun informal dari anggota lain dalam masyarakatnya secara berimbang. Sehingga, suatu keluarga
20 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
karena alasan ekonomi, hal Ini akan mempengaruhi daya tahan keluarga yang rendah. Sehingga, dengan kata lain keluarga yang tidak ada anak yang putus sekolah berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Selain tidak ada anak yang putus sekolah, keluarga yang mempunyai ketahanan ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota keluarganya untuk memperoleh pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah sekolah.
4) Variabel Jaminan Keuangan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Tabungan Keluarga, dan Jaminan Kesehatan Keluarga.
Ketahanan ekonomi keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga dalam menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga kepemilikan jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di masa depan menjadi salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi keluarga. Jaminan tersebut salah satunya yaitu dengan memiliki tabungan keluarga, dalam bentuk apapun. Selanjutnya, jaminan terhadap resiko juga dapat berupa jaminan kesehatan keluarga. Dimana suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan keluarga secara ekonomi bila memiliki asuransi keluarga, yang dalam hal ini digambarkan melalui kepemilikan BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek, jamkesmas/PBI, jamkesda, asuransi swasta, serta jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor.
Dimensi 4: Ketahanan Sosial Psikologis.
Keluarga mempunyai ketahanan sosial psikologis yang baik yaitu apabila keluarga tersebut mampu menanggulangi berbagai masalah non-fisik seperti pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan), kepedulian suami terhadap istri dan kepuasan terhadap keharmonisan keluarga (Sunarti dalam Puspitawati (2015)). Oleh karena itu, keluarga yang memiliki ketahanan sosial psikologis yang baik berpotensi untuk mempunyai ketahanan keluarga yanng tangguh pula. Dimensi ketahanan sosial psikologis dijabarkan melalui 2 (dua) variabel dan 3 (tiga) indikator yaitu:
1) Variabel Keharmonisan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dan Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak.
Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya. Dimana sikap anti kekerasan terhadap perempuan tercermin pada sikap dimana kepala rumah tangga/pasangannya yang tidak membenarkan tindakan suami memukul istri dengan alasan apapun. Sementara
21Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 21
itu, perilaku anti kekerasan terhadap anak tercermin dalam cara mendidik dan mengasuh anaknya yang tidak menggunakan kekerasan dalam jenis apapun.
2) Variabel Kepatuhan Terhadap Hukum diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Penghormatan Terhadap Hukum.
Keluarga yang patuh pada hukum hingga tidak pernah melakukan tindakan kriminalitas atau pelanggaran hukum maka dapat dikatakan keluarga tersebut memiliki ketahanan yang baik, begitu pula sebaliknya. Karena keterbatasan data maka di proxy dengan rumah tangga yang pernah mengalami tindak kejahatan (korban tindak pidana). Pendekatan korban tindak pidana ini dianggap dapat mewakili variabel kepatuhan terhadap hukum karena bila keluarga tersebut tidak pernah menjadi korban tidak pidana, maka dapat diasumsikan keluarga tersebut memiliki ketahanan yang baik.
Dimensi 5: Ketahanan Sosial Budaya.
Ketahanan sosial budaya merupakan salah satu dimensi yang menggambarkan tingkat ketahanan keluarga dilihat dari sudut pandang hubungan keluarga terhadap lingkungan sosial sekitarnya. Keluarga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan komunitas dan sosial. Dimensi ketahanan sosial budaya dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 3 (tiga) indikator yaitu:
1) Variabel Kepedulian Sosial diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Penghormatan Terhadap Lansia.
Keluarga yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut berupa perhatian dan perawatan pada lansia akan memiliki ketahanan yang cukup tinggi. Kepedulian sosial yang diukur dengan indikator penghormatan terhadap lansia ini selanjutnya diwakili dan diukur menggunakan pendekatan keberadaan lansia di dalam rumah tangga. Penggunaan pendekatan ukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa seorang lansia yang tinggal bersama anggota keluarga di dalam rumah tangga maka lansia tersebut sehari-harinya akan menerima perhatian dan perawatan dari anggota keluarga lainnya secara memadai.
2) Variabel Keeratan Sosial diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Partisipasi Dalam Kegiatan Sosial Di Lingkungan
Keeratan sosial secara langsung akan berpengaruh terhadap upaya penduduk untuk mempertahankan dan memperkuat ketahanan dalam lingkup keluarga, khususnya yang terkait dengan keselarasan dan rasa kekeluargaan antar anggota masyarakat. Ketahanan keluarga dapat dicerminkan dari kondisi keluarga yang kuat dan sukses yaitu keluarga memiliki dukungan yang bersifat formal ataupun informal dari anggota lain dalam masyarakatnya secara berimbang. Sehingga, suatu keluarga
20 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
karena alasan ekonomi, hal Ini akan mempengaruhi daya tahan keluarga yang rendah. Sehingga, dengan kata lain keluarga yang tidak ada anak yang putus sekolah berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Selain tidak ada anak yang putus sekolah, keluarga yang mempunyai ketahanan ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota keluarganya untuk memperoleh pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah sekolah.
4) Variabel Jaminan Keuangan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Tabungan Keluarga, dan Jaminan Kesehatan Keluarga.
Ketahanan ekonomi keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga dalam menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga kepemilikan jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di masa depan menjadi salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi keluarga. Jaminan tersebut salah satunya yaitu dengan memiliki tabungan keluarga, dalam bentuk apapun. Selanjutnya, jaminan terhadap resiko juga dapat berupa jaminan kesehatan keluarga. Dimana suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan keluarga secara ekonomi bila memiliki asuransi keluarga, yang dalam hal ini digambarkan melalui kepemilikan BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek, jamkesmas/PBI, jamkesda, asuransi swasta, serta jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor.
Dimensi 4: Ketahanan Sosial Psikologis.
Keluarga mempunyai ketahanan sosial psikologis yang baik yaitu apabila keluarga tersebut mampu menanggulangi berbagai masalah non-fisik seperti pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan), kepedulian suami terhadap istri dan kepuasan terhadap keharmonisan keluarga (Sunarti dalam Puspitawati (2015)). Oleh karena itu, keluarga yang memiliki ketahanan sosial psikologis yang baik berpotensi untuk mempunyai ketahanan keluarga yanng tangguh pula. Dimensi ketahanan sosial psikologis dijabarkan melalui 2 (dua) variabel dan 3 (tiga) indikator yaitu:
1) Variabel Keharmonisan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dan Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak.
Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya. Dimana sikap anti kekerasan terhadap perempuan tercermin pada sikap dimana kepala rumah tangga/pasangannya yang tidak membenarkan tindakan suami memukul istri dengan alasan apapun. Sementara
22 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 23
Dengan memahami bahwa sumber data yang digunakan berasal dari berbagai hasil survei yang utamanya dilakukan oleh BPS maka perlu dipertimbangkan pula beberapa catatan penting dalam sumber data yang digunakan, yaitu:
1. Penggunaan konsep rumah tangga dalam pengumpulan data.
2. Sumber data berasal dari berbagai hasil survei dengan level estimasi provinsi sehingga parameter dapat disajikan menurut provinsi.
3. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan dengan tahun pengumpulan data yang berbeda.
4. Terdapat parameter yang hanya menggambarkan kondisi populasi tertentu, seperti kepemilikan buku/akte nikah yang hanya menggambarkan persentase kepemilikan akte/buku nikah pada rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional.
2.5 SUMBER DATA
Data yang digunakan untuk mengukur ketahanan keluarga ini berasal dari berbagai hasil survei yang dilakukan oleh BPS ditambah dengan publikasi dari kementerian. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan, meliputi:
1. Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015.
Adalah survei yang digunakan untuk untuk memperoleh keterangan rumah tangga dan anggota rumah tangga sasaran melalui kegiatan Pemutakhiran Basis Data Tepadu (PBDT) 2015. Target rumah tangga yang dikumpulkan datanya sekitar 27,2 juta rumah tangga, atau mencakup sekitar 40 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terbawah secara nasional, yang dilaksanakan di 34 provinsi, 511 Kabupaten/Kota, 7.074 kecamatan dan 82.190 desa/kelurahan di seluruh wilayah Indonesia. Lingkup isi data (keterangan) yang dikumpulkan adalah alamat, keterangan sosial ekonomi rumah tangga dan individu anggota rumah tangga, yang sifatnya umum sehingga dapat digali dengan pengamatan dan wawancara (pengakuan).
2. Survei Sosial Ekonomi Nasional Keterangan Pokok Rumah Tangga (Susenas Kor) 2015.
Adalah survei yang mengumpulkan data yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi kondisi kesehatan, pendidikan, fertilitas, keluarga berencana, perumahan dan kondisi sosial ekonomi lainnya. Topik atau variabel yang dicakup dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, disebut Kor dan Modul. Variabel yang termasuk kategori Kor (inti) dikumpulkan datanya setiap tahun, untuk variabel kategori Modul dikelompokkan lagi ke dalam 3 (tiga) paket, masing-masing paket digilir pengumpulannya setiap 3 (tiga) tahun. Ketiga paket
22 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
dikatakan memiliki ketahanan keluarga yang cukup tinggi bila anggota keluarga selalu berperan serta ikut berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang diadakan di lingkungan sekitar.
3) Variabel Ketaatan Beragama diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Partisipasi Dalam Kegiatan Keagamaan Di Lingkungan.
Ketaatan beragama menjadi salah satu komponen pembentuk keluarga yang berkualitas. Kondisi mental dan spiritual serta penerapan nilai-nilai agama merupakan dasar untuk mencapai keluarga yang berkualitas yang selanjutnya akan membentuk keluarga yang sejahtera. Ketaatan beragama dapat berupa kesadaran individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya didasarkan pada kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berperan secara langsung dalam kegiatan keagamaan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Sehingga, suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan keluarga yang cukup tinggi bila anggota keluarga selalu ikut berpartisipasi pada kegiatan keagamaan.
2.4 RUMAH TANGGA SEBAGAI PENDEKATAN ANALISIS KETAHANAN KELUARGA
Pemanfaatan sumber data yang telah ada dari berbagai hasil survei BPS ataupun kementerian membawa konsekuensi tersendiri, yaitu digunakannya rumah tangga sebagai pendekatan keluarga. Selama ini, BPS tidak pernah mereferensikan pengumpulan data dengan pendekatan keluarga dengan pertimbangan, antara lain: (1) adanya kesimpangsiuran dalam definisi keluarga yang dimaksud, keluarga batih atau keluarga extended, (2) kesulitan dalam operasional lapangan karena masih umum berlaku keluarga muda yang tinggal bersama orang tua atau mertua dan bergantung secara ekonomi. Hal tersebut menimbulkan perbedaan perspektif responden dalam mendeskripsikan kondisi keluarga dan menjadi keterbatasan dalam penyusunan instrumen penelitian keluarga. Oleh sebab itu, survei dengan pendekatan keluarga sangat terbatas dan seringkali tidak dapat digunakan sebagai gambaran kondisi keluarga secara nasional.
Penggunaan rumah tangga sebagai pendekatan keluarga tidak akan mengubah arah hasil analisis yang dilakukan. Hal ini karena terdapat kecenderungan rumah tangga di Indonesia yang hanya terdiri dari satu keluarga saja yaitu keluarga inti maupun keluarga dalam arti luas (extended family). Selain itu, konsep keluarga dan rumah tangga seringkali dianggap serupa oleh masyarakat karena pada umumnya fungsi keluarga dan rumah tangga dianggap serupa, khususnya pada masyarakat yang struktur keluarga batihnya masih dominan. Oleh karena itu, konsep rumah tangga dapat dijadikan sebagai suatu pendekatan untuk menganalisis keluarga dengan memperhatikan hubungan setiap anggota rumah tangga dengan kepala rumah tangganya.
23Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 23
Dengan memahami bahwa sumber data yang digunakan berasal dari berbagai hasil survei yang utamanya dilakukan oleh BPS maka perlu dipertimbangkan pula beberapa catatan penting dalam sumber data yang digunakan, yaitu:
1. Penggunaan konsep rumah tangga dalam pengumpulan data.
2. Sumber data berasal dari berbagai hasil survei dengan level estimasi provinsi sehingga parameter dapat disajikan menurut provinsi.
3. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan dengan tahun pengumpulan data yang berbeda.
4. Terdapat parameter yang hanya menggambarkan kondisi populasi tertentu, seperti kepemilikan buku/akte nikah yang hanya menggambarkan persentase kepemilikan akte/buku nikah pada rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional.
2.5 SUMBER DATA
Data yang digunakan untuk mengukur ketahanan keluarga ini berasal dari berbagai hasil survei yang dilakukan oleh BPS ditambah dengan publikasi dari kementerian. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan, meliputi:
1. Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015.
Adalah survei yang digunakan untuk untuk memperoleh keterangan rumah tangga dan anggota rumah tangga sasaran melalui kegiatan Pemutakhiran Basis Data Tepadu (PBDT) 2015. Target rumah tangga yang dikumpulkan datanya sekitar 27,2 juta rumah tangga, atau mencakup sekitar 40 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terbawah secara nasional, yang dilaksanakan di 34 provinsi, 511 Kabupaten/Kota, 7.074 kecamatan dan 82.190 desa/kelurahan di seluruh wilayah Indonesia. Lingkup isi data (keterangan) yang dikumpulkan adalah alamat, keterangan sosial ekonomi rumah tangga dan individu anggota rumah tangga, yang sifatnya umum sehingga dapat digali dengan pengamatan dan wawancara (pengakuan).
2. Survei Sosial Ekonomi Nasional Keterangan Pokok Rumah Tangga (Susenas Kor) 2015.
Adalah survei yang mengumpulkan data yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi kondisi kesehatan, pendidikan, fertilitas, keluarga berencana, perumahan dan kondisi sosial ekonomi lainnya. Topik atau variabel yang dicakup dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, disebut Kor dan Modul. Variabel yang termasuk kategori Kor (inti) dikumpulkan datanya setiap tahun, untuk variabel kategori Modul dikelompokkan lagi ke dalam 3 (tiga) paket, masing-masing paket digilir pengumpulannya setiap 3 (tiga) tahun. Ketiga paket
22 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
dikatakan memiliki ketahanan keluarga yang cukup tinggi bila anggota keluarga selalu berperan serta ikut berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang diadakan di lingkungan sekitar.
3) Variabel Ketaatan Beragama diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Partisipasi Dalam Kegiatan Keagamaan Di Lingkungan.
Ketaatan beragama menjadi salah satu komponen pembentuk keluarga yang berkualitas. Kondisi mental dan spiritual serta penerapan nilai-nilai agama merupakan dasar untuk mencapai keluarga yang berkualitas yang selanjutnya akan membentuk keluarga yang sejahtera. Ketaatan beragama dapat berupa kesadaran individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya didasarkan pada kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berperan secara langsung dalam kegiatan keagamaan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Sehingga, suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan keluarga yang cukup tinggi bila anggota keluarga selalu ikut berpartisipasi pada kegiatan keagamaan.
2.4 RUMAH TANGGA SEBAGAI PENDEKATAN ANALISIS KETAHANAN KELUARGA
Pemanfaatan sumber data yang telah ada dari berbagai hasil survei BPS ataupun kementerian membawa konsekuensi tersendiri, yaitu digunakannya rumah tangga sebagai pendekatan keluarga. Selama ini, BPS tidak pernah mereferensikan pengumpulan data dengan pendekatan keluarga dengan pertimbangan, antara lain: (1) adanya kesimpangsiuran dalam definisi keluarga yang dimaksud, keluarga batih atau keluarga extended, (2) kesulitan dalam operasional lapangan karena masih umum berlaku keluarga muda yang tinggal bersama orang tua atau mertua dan bergantung secara ekonomi. Hal tersebut menimbulkan perbedaan perspektif responden dalam mendeskripsikan kondisi keluarga dan menjadi keterbatasan dalam penyusunan instrumen penelitian keluarga. Oleh sebab itu, survei dengan pendekatan keluarga sangat terbatas dan seringkali tidak dapat digunakan sebagai gambaran kondisi keluarga secara nasional.
Penggunaan rumah tangga sebagai pendekatan keluarga tidak akan mengubah arah hasil analisis yang dilakukan. Hal ini karena terdapat kecenderungan rumah tangga di Indonesia yang hanya terdiri dari satu keluarga saja yaitu keluarga inti maupun keluarga dalam arti luas (extended family). Selain itu, konsep keluarga dan rumah tangga seringkali dianggap serupa oleh masyarakat karena pada umumnya fungsi keluarga dan rumah tangga dianggap serupa, khususnya pada masyarakat yang struktur keluarga batihnya masih dominan. Oleh karena itu, konsep rumah tangga dapat dijadikan sebagai suatu pendekatan untuk menganalisis keluarga dengan memperhatikan hubungan setiap anggota rumah tangga dengan kepala rumah tangganya.
24 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 25
Kabupaten/Kota di seluruh provinsi, dimana hasilnya dapat disajikan untuk tingkat nasional dan provinsi.
7. Publikasi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 merupakan upaya Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI untuk menyediakan data dasar berbasis masyarakat, yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari berbagai indikator kesehatan sebagai bahan penilaian pencapaian target MDGs, mengevaluasi keberhasilan perbaikan status kesehatan dan perkembangan upaya pembangunan kesehatan di tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota. Riskesdas mempunyai cakupan sampel sebesar ± 300.000 RT pada 12.000 Blok Sensus yang digunakan sebagai sampel Bidang Kesehatan Masyarakat. Estimasi yang yang dihasilkan dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi, sedangkan untuk estimasi tingkat kabupaten tidak bisa berlaku untuk semua indikator karena keterbatasan jumlah sampel untuk keperluan analisis.
8. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.
Adalah suatu survei yang dirancang untuk menyajikan informasi mengenai tingkat kelahiran, kematian, keluarga berencana dan kesehatan. Cakupan SDKI yaitu mencakup semua wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun termasuk remaja wanita, pria kawin (PK) umur 15-54 tahun,dan remaja pria (RP) belum kawin umur 15-24 tahun. Pelaksanaan SDKI mencakup sekitar 46.000 rumah tangga sampel yang tersebar di di 33 provinsi, dimana hasil datanya dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.
24 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
tersebut adalah (i) Konsumsi/Pengeluaran, (ii) Pendidikan dan Sosial Budaya, dan (iii) Kesehatan dan Perumahan. Pelaksanaan Susenas Maret 2015 mencakup sekitar 300.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 34 provinsi dan 511 kabupaten/kota di Indonesia dan menghasilkan estimasi yang dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.
3. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (Susenas MSBP) 2015.
Adalah survei yang memberikan informasi terkait pendidikan, ketelantaran, kebudayaan, kepemudaan, keolahragaan, dan perlindungan sosial. Pendataan Susenas MSBP dilaksanakan bulan September 2015, mencakup 75.000 rumah tangga sampel dan tersebar di seluruh wilayah di Indonesia menghasilkan estimasi yang dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.
4. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2015.
Adalah survei yang digunakan khusus untuk mengumpulkan data yang dapat menggambarkan keadaan umum ketenagakerjaan antar periode pencacahan. Secara khusus, untuk memperoleh informasi data jumlah penduduk yang bekerja, pengangguran dan penduduk yang pernah berhenti/pindah bekerja serta perkembangannya di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional. Sakernas Tahunan 2015 dilaksanakan di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan jumlah sampel sekitar 200 000 rumah tangga, dengan maksud untuk memperoleh estimasi data hingga tingkat kabupaten/kota.
5. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Ketahanan Sosial (Susenas Modul HANSOS) 2014.
Adalah suatu survei yang menggambarkan kondisi ketahanan sosial di masyarakat. Indikator-indikator yang dicakup terkait dengan dengan modal sosial yang dimiliki masyarakat, partisipasi masyarakat dalam kehidupan berpolitik, tingkat keamanan dan kejahatan yang terjadi di masyarakat, serta perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidupnya. Kegiatan ini diintegrasikan dengan pelaksanaan Susenas triwulan III pada tahun 2014 dan dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota dengan sampel sekitar 75.000 rumah tangga, dimana hasilnya dapat disajikan untuk tingkat nasional dan provinsi.
6. Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014.
Adalah suatu survei yang mengumpulkan data terkait kebahagiaan dan kepuasan hidup penduduk secara nasional. Data yang dikumpulkan dilengkapi dengan data-data yang sifatnya kualitatif sehingga dibutuhkan petugas yang memiliki kemampuan berwawancara yang baik sehingga non sampling error dan non respons dapat ditekan sekecil mungkin. Pelaksanaan SPTK 2014, mencakup sekitar 75.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 497
25Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 25
Kabupaten/Kota di seluruh provinsi, dimana hasilnya dapat disajikan untuk tingkat nasional dan provinsi.
7. Publikasi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 merupakan upaya Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI untuk menyediakan data dasar berbasis masyarakat, yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari berbagai indikator kesehatan sebagai bahan penilaian pencapaian target MDGs, mengevaluasi keberhasilan perbaikan status kesehatan dan perkembangan upaya pembangunan kesehatan di tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota. Riskesdas mempunyai cakupan sampel sebesar ± 300.000 RT pada 12.000 Blok Sensus yang digunakan sebagai sampel Bidang Kesehatan Masyarakat. Estimasi yang yang dihasilkan dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi, sedangkan untuk estimasi tingkat kabupaten tidak bisa berlaku untuk semua indikator karena keterbatasan jumlah sampel untuk keperluan analisis.
8. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.
Adalah suatu survei yang dirancang untuk menyajikan informasi mengenai tingkat kelahiran, kematian, keluarga berencana dan kesehatan. Cakupan SDKI yaitu mencakup semua wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun termasuk remaja wanita, pria kawin (PK) umur 15-54 tahun,dan remaja pria (RP) belum kawin umur 15-24 tahun. Pelaksanaan SDKI mencakup sekitar 46.000 rumah tangga sampel yang tersebar di di 33 provinsi, dimana hasil datanya dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.
24 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
tersebut adalah (i) Konsumsi/Pengeluaran, (ii) Pendidikan dan Sosial Budaya, dan (iii) Kesehatan dan Perumahan. Pelaksanaan Susenas Maret 2015 mencakup sekitar 300.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 34 provinsi dan 511 kabupaten/kota di Indonesia dan menghasilkan estimasi yang dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.
3. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (Susenas MSBP) 2015.
Adalah survei yang memberikan informasi terkait pendidikan, ketelantaran, kebudayaan, kepemudaan, keolahragaan, dan perlindungan sosial. Pendataan Susenas MSBP dilaksanakan bulan September 2015, mencakup 75.000 rumah tangga sampel dan tersebar di seluruh wilayah di Indonesia menghasilkan estimasi yang dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.
4. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2015.
Adalah survei yang digunakan khusus untuk mengumpulkan data yang dapat menggambarkan keadaan umum ketenagakerjaan antar periode pencacahan. Secara khusus, untuk memperoleh informasi data jumlah penduduk yang bekerja, pengangguran dan penduduk yang pernah berhenti/pindah bekerja serta perkembangannya di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional. Sakernas Tahunan 2015 dilaksanakan di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan jumlah sampel sekitar 200 000 rumah tangga, dengan maksud untuk memperoleh estimasi data hingga tingkat kabupaten/kota.
5. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Ketahanan Sosial (Susenas Modul HANSOS) 2014.
Adalah suatu survei yang menggambarkan kondisi ketahanan sosial di masyarakat. Indikator-indikator yang dicakup terkait dengan dengan modal sosial yang dimiliki masyarakat, partisipasi masyarakat dalam kehidupan berpolitik, tingkat keamanan dan kejahatan yang terjadi di masyarakat, serta perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidupnya. Kegiatan ini diintegrasikan dengan pelaksanaan Susenas triwulan III pada tahun 2014 dan dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota dengan sampel sekitar 75.000 rumah tangga, dimana hasilnya dapat disajikan untuk tingkat nasional dan provinsi.
6. Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014.
Adalah suatu survei yang mengumpulkan data terkait kebahagiaan dan kepuasan hidup penduduk secara nasional. Data yang dikumpulkan dilengkapi dengan data-data yang sifatnya kualitatif sehingga dibutuhkan petugas yang memiliki kemampuan berwawancara yang baik sehingga non sampling error dan non respons dapat ditekan sekecil mungkin. Pelaksanaan SPTK 2014, mencakup sekitar 75.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 497
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 27
PENGEMBANGAN UKURAN TINGKAT KETAHANAN
KELUARGA INDONESIA
Ukuran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia pada saat ini masih merupakan proses pengembangan. Ukuran ini akan terus disempurnakan sejalan dengan dinamika dan perkembangan zaman. Berbagai kendala yang berkaitan dengan indikator dan ketersediaan data, menyebabkan upaya pengembangan kerangka kerja ketahanan keluarga dan pengukurannya menjadi tantangan tersendiri yang penting untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pembahasan terkait tahapan pengembangan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang digunakan pada publikasi ini meliputi: (1) metodologi pengembangan ukuran tingkat ketahanan keluarga; (2) penyusunan Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK), dan (3) Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK).
3.1 Metodologi Pengembangan Ukuran Tingkat Ketahanan Keluarga
Tingkat Ketahanan Keluarga diukur secara komposit yang mencakup berbagai indikator dari berbagai data hasil survei yang relevan dan tersedia di BPS. Ukuran tingkat ketahanan keluarga yang dihasilkan pada saat ini masih merupakan suatu rintisan indeks komposit yang diharapkan mampu menggambarkan secara sederhana tentang tingkat ketahanan keluarga. Indeks komposit tersebut pada saat ini bersifat sementara dan akan terus dikembangkan, sehingga indeks komposit ini disebut sebagai “Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga” atau “R-IKK”. Rintisan ini pada saatnya nanti diharapkan akan ditetapkan sebagai Indeks Ketahanan Keluarga (IKK).
Sebagai sebuah ukuran tingkat ketahanan keluarga, maka R-IKK yang merupakan indeks komposit mencakup multidimensi, multivariabel, dan multiindikator, perlu diukur dengan menggunakan skenario pembobotan dimensi, variabel, dan indikator tertentu yang dianggap cocok. Metode yang digunakan untuk penentuan besarnya bobot dimensi, variabel, dan indikator pada publikasi ini adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Penggunaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa berbagai dimensi, variabel, dan indikator yang digunakan pada saat ini diukur menggunakan berbagai data yang memiliki satuan ukur yang berbeda-beda dan telah diagregasi ke level provinsi. Pertimbangan lain terkait penggunaan metode AHP ini adalah adanya penilaian bahwa kontribusi setiap dimensi, variabel,
3
27Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 27
PENGEMBANGAN UKURAN TINGKAT KETAHANAN
KELUARGA INDONESIA
Ukuran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia pada saat ini masih merupakan proses pengembangan. Ukuran ini akan terus disempurnakan sejalan dengan dinamika dan perkembangan zaman. Berbagai kendala yang berkaitan dengan indikator dan ketersediaan data, menyebabkan upaya pengembangan kerangka kerja ketahanan keluarga dan pengukurannya menjadi tantangan tersendiri yang penting untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pembahasan terkait tahapan pengembangan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang digunakan pada publikasi ini meliputi: (1) metodologi pengembangan ukuran tingkat ketahanan keluarga; (2) penyusunan Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK), dan (3) Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK).
3.1 Metodologi Pengembangan Ukuran Tingkat Ketahanan Keluarga
Tingkat Ketahanan Keluarga diukur secara komposit yang mencakup berbagai indikator dari berbagai data hasil survei yang relevan dan tersedia di BPS. Ukuran tingkat ketahanan keluarga yang dihasilkan pada saat ini masih merupakan suatu rintisan indeks komposit yang diharapkan mampu menggambarkan secara sederhana tentang tingkat ketahanan keluarga. Indeks komposit tersebut pada saat ini bersifat sementara dan akan terus dikembangkan, sehingga indeks komposit ini disebut sebagai “Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga” atau “R-IKK”. Rintisan ini pada saatnya nanti diharapkan akan ditetapkan sebagai Indeks Ketahanan Keluarga (IKK).
Sebagai sebuah ukuran tingkat ketahanan keluarga, maka R-IKK yang merupakan indeks komposit mencakup multidimensi, multivariabel, dan multiindikator, perlu diukur dengan menggunakan skenario pembobotan dimensi, variabel, dan indikator tertentu yang dianggap cocok. Metode yang digunakan untuk penentuan besarnya bobot dimensi, variabel, dan indikator pada publikasi ini adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Penggunaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa berbagai dimensi, variabel, dan indikator yang digunakan pada saat ini diukur menggunakan berbagai data yang memiliki satuan ukur yang berbeda-beda dan telah diagregasi ke level provinsi. Pertimbangan lain terkait penggunaan metode AHP ini adalah adanya penilaian bahwa kontribusi setiap dimensi, variabel,
3
28 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 29
dari berbagai objektif tersebut. Oleh karena matriks perbandingan relatif tersedia pada setiap tingkatan hierarki (dimensi, variabel, dan indikator), maka sangat dimungkinkan untuk disusun urutan prioritas pada untuk setiap tingkatan hierarki.
Tahapan terakhir yaitu evaluasi konsistensi logis (logical consistency) dengan maksud untuk mendapatkan gambaran derajat konsistensi maupun inkonsistensi penilaian pada ahli serta konsistensi logis terkait susunan prioritas keseluruhan objektif. Pada tahapan ini dapat ditentukan apakah penilaian yang diberikan oleh seorang ahli dapat diikutsertakan secara bersama-sama dengan penilaian para ahli lainnya dalam forum WCM tersebut. Bagi ahli yang memiliki konsistensi penilaian perbandingan yang rendah (inkonsisten) maka hasil penilaian ahli tersebut tidak layak untuk digunakan bagi penentuan prioritas objektif/persoalan yang dipecahkan dengan metode AHP ini.
Tabel 3.1 Skala Ukuran Perbandingan Dua Objektif Secara Berpasangan
Skor Definisi Deskripsi
(1) (2) (3)
1 Sama Penting (Equal Important)
Dua objektif memiliki derajat kepentingan yang sama atau setara.
3 Sedikit Lebih Penting
(Somewhat More Important)
Pengalaman dan pertimbangan cenderung mementingkan salah satu objektif dibandingkan objektif pasangannya.
5 Lebih Penting (Much More Important)
Pengalaman dan pertimbangan yang kuat untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya.
7 Lebih Penting Secara
Kuat (Very Much More Important)
Pengalaman dan pertimbangan dengan sangat kuat untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya. Derajat kepentingan salah satu objektif telah terbukti dalam praktek.
9 Lebih Penting Secara Mutlak (Absolutely More Important)
Pengalaman dan pertimbangan secara mutlak dan tidak terbantahkan untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya.
2,4,6,8 Nilai Tengah (Intermediate Values)
Apabila diperlukan kompromi antara dua nilai yang berdekatan.
3.2 Pengukuran Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga
Salah satu bagian penting dalam penggunaan metode AHP untuk menentukan besarnya bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga adalah pelaksanaan forum World Cafe Method (WCM). WCM merupakan sebuah metode yang sederhana dan efektif untuk menyelenggarakan dialog dengan
28 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
dan indikator terhadap indeks komposit sangat mungkin berbeda-beda sesuai dengan tingkat kepentingan/peran masing-masing dalam kerangka teori ketahanan keluarga.
Penetapan besarnya kontribusi setiap dimensi, variabel, dan indikator pengukur tingkat ketahanan keluarga yang tepat merupakan persoalan yang kompleks. Metode AHP digunakan untuk memutuskan secara sistematis atas berbagai kompleksitas persoalan dan peran setiap komponen penyusun R-IKK. Berbagai persoalan yang kompleks tersebut diuraikan ke dalam berbagai kelompok yang kemudian disusun menjadi suatu bentuk hierarki sehingga persoalan tersebut menjadi lebih terstruktur dan sistematis. Tahapan pemecahan persoalan terkait ukuran tingkat ketahanan keluarga menggunakan metode AHP yang telah dilaksanakan yaitu: (1) penyusunan hierarki persoalan (decomposition); (2) penentuan ukuran perbandingan (comparative judgment); (3) penentuan prioritas (synthesis of priority); dan (4) evaluasi konsistensi logis (logical consistency).
Penyusunan hierarki persoalan (decomposition) dilaksanakan untuk memecah persoalan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang kompleks ke dalam berbagai bagian secara hierarki, dimulai dari persoalan yang bersifat umum hingga yang bersifat khusus. Dalam penyusunan hierarki, persoalan yang bersifat umum biasanya berupa konsep yang tidak terukur nilainya (unobserved) yang dikenal sebagai dimensi. Selanjutnya, persoalan yang lebih spesifik sebagai penyusun dimensi disebut sebagai variabel yang biasanya juga bersifat tidak terukur nilainya (unobserved). Sementara itu, persoalan yang lebih detil dan terukur sebagai penyusun variabel dan dimensi disebut sebagai indikator. Susunan hierarki persoalan ukuran tingkat ketahanan keluarga telah dibahas pada bab sebelumnya yang ditampilkan pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.1.
Tahapan penentuan ukuran perbandingan (comparative judgment) dilakukan oleh para ahli yang memiliki kompetensi terkait konsep ketahanan keluarga. Proses penentuan ukuran perbandingan relatif antar persoalan dilakukan dalam suatu forum World Cafe Method (WCM) yang dihadiri para ahli dan pelaksana kegiatan forum. Hanya para ahli ketahanan keluarga yang diperkenankan untuk memberikan penilaian ukuran perbandingan antar persoalan/objektif ini (pairwise comparisons). Pada setiap pasangan objektif, setiap ahli secara mandiri menentukan objektif mana yang dianggap lebih penting dan memberikan skor yang menggambarkan tingkat kepentingan objektif tersebut relatif terhadap objektif pasangannya. Skor dan tingkat kepentingan relatif antar objektif ditampilkan pada Tabel 3.1.
Tahapan penentuan prioritas (synthesis of priority) dilaksanakan untuk menyajikan hasil ukuran perbandingan relatif dari para ahli pada forum WCM dalam bentuk sebuah matriks perbandingan. Matriks perbandingan ini kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menghitung eigenvector menggunakan teknik matematika. Eigenvector ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan urutan prioritas
29Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 29
dari berbagai objektif tersebut. Oleh karena matriks perbandingan relatif tersedia pada setiap tingkatan hierarki (dimensi, variabel, dan indikator), maka sangat dimungkinkan untuk disusun urutan prioritas pada untuk setiap tingkatan hierarki.
Tahapan terakhir yaitu evaluasi konsistensi logis (logical consistency) dengan maksud untuk mendapatkan gambaran derajat konsistensi maupun inkonsistensi penilaian pada ahli serta konsistensi logis terkait susunan prioritas keseluruhan objektif. Pada tahapan ini dapat ditentukan apakah penilaian yang diberikan oleh seorang ahli dapat diikutsertakan secara bersama-sama dengan penilaian para ahli lainnya dalam forum WCM tersebut. Bagi ahli yang memiliki konsistensi penilaian perbandingan yang rendah (inkonsisten) maka hasil penilaian ahli tersebut tidak layak untuk digunakan bagi penentuan prioritas objektif/persoalan yang dipecahkan dengan metode AHP ini.
Tabel 3.1 Skala Ukuran Perbandingan Dua Objektif Secara Berpasangan
Skor Definisi Deskripsi
(1) (2) (3)
1 Sama Penting (Equal Important)
Dua objektif memiliki derajat kepentingan yang sama atau setara.
3 Sedikit Lebih Penting
(Somewhat More Important)
Pengalaman dan pertimbangan cenderung mementingkan salah satu objektif dibandingkan objektif pasangannya.
5 Lebih Penting (Much More Important)
Pengalaman dan pertimbangan yang kuat untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya.
7 Lebih Penting Secara
Kuat (Very Much More Important)
Pengalaman dan pertimbangan dengan sangat kuat untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya. Derajat kepentingan salah satu objektif telah terbukti dalam praktek.
9 Lebih Penting Secara Mutlak (Absolutely More Important)
Pengalaman dan pertimbangan secara mutlak dan tidak terbantahkan untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya.
2,4,6,8 Nilai Tengah (Intermediate Values)
Apabila diperlukan kompromi antara dua nilai yang berdekatan.
3.2 Pengukuran Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga
Salah satu bagian penting dalam penggunaan metode AHP untuk menentukan besarnya bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga adalah pelaksanaan forum World Cafe Method (WCM). WCM merupakan sebuah metode yang sederhana dan efektif untuk menyelenggarakan dialog dengan
28 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
dan indikator terhadap indeks komposit sangat mungkin berbeda-beda sesuai dengan tingkat kepentingan/peran masing-masing dalam kerangka teori ketahanan keluarga.
Penetapan besarnya kontribusi setiap dimensi, variabel, dan indikator pengukur tingkat ketahanan keluarga yang tepat merupakan persoalan yang kompleks. Metode AHP digunakan untuk memutuskan secara sistematis atas berbagai kompleksitas persoalan dan peran setiap komponen penyusun R-IKK. Berbagai persoalan yang kompleks tersebut diuraikan ke dalam berbagai kelompok yang kemudian disusun menjadi suatu bentuk hierarki sehingga persoalan tersebut menjadi lebih terstruktur dan sistematis. Tahapan pemecahan persoalan terkait ukuran tingkat ketahanan keluarga menggunakan metode AHP yang telah dilaksanakan yaitu: (1) penyusunan hierarki persoalan (decomposition); (2) penentuan ukuran perbandingan (comparative judgment); (3) penentuan prioritas (synthesis of priority); dan (4) evaluasi konsistensi logis (logical consistency).
Penyusunan hierarki persoalan (decomposition) dilaksanakan untuk memecah persoalan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang kompleks ke dalam berbagai bagian secara hierarki, dimulai dari persoalan yang bersifat umum hingga yang bersifat khusus. Dalam penyusunan hierarki, persoalan yang bersifat umum biasanya berupa konsep yang tidak terukur nilainya (unobserved) yang dikenal sebagai dimensi. Selanjutnya, persoalan yang lebih spesifik sebagai penyusun dimensi disebut sebagai variabel yang biasanya juga bersifat tidak terukur nilainya (unobserved). Sementara itu, persoalan yang lebih detil dan terukur sebagai penyusun variabel dan dimensi disebut sebagai indikator. Susunan hierarki persoalan ukuran tingkat ketahanan keluarga telah dibahas pada bab sebelumnya yang ditampilkan pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.1.
Tahapan penentuan ukuran perbandingan (comparative judgment) dilakukan oleh para ahli yang memiliki kompetensi terkait konsep ketahanan keluarga. Proses penentuan ukuran perbandingan relatif antar persoalan dilakukan dalam suatu forum World Cafe Method (WCM) yang dihadiri para ahli dan pelaksana kegiatan forum. Hanya para ahli ketahanan keluarga yang diperkenankan untuk memberikan penilaian ukuran perbandingan antar persoalan/objektif ini (pairwise comparisons). Pada setiap pasangan objektif, setiap ahli secara mandiri menentukan objektif mana yang dianggap lebih penting dan memberikan skor yang menggambarkan tingkat kepentingan objektif tersebut relatif terhadap objektif pasangannya. Skor dan tingkat kepentingan relatif antar objektif ditampilkan pada Tabel 3.1.
Tahapan penentuan prioritas (synthesis of priority) dilaksanakan untuk menyajikan hasil ukuran perbandingan relatif dari para ahli pada forum WCM dalam bentuk sebuah matriks perbandingan. Matriks perbandingan ini kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menghitung eigenvector menggunakan teknik matematika. Eigenvector ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan urutan prioritas
30 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 31
∑ ∑
Keterangan: R-IKK : Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga : Bobot (penimbang) indikator ke-i : Nilai indikator ke-i
Tabel 3.2 Peserta Forum WCM Penyusunan Bobot Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga
No Nama Instansi Jabatan
(1) (2) (3) (4)
1. Dr. Heru P.Kasidi, M.Sc KPPPA Deputi Kesetaraan Gender
2. Dr. Ir. Pribudiarta Nur, MM KPPPA Deputi Perlindungan Anak
3. Budi Mardaya, SE, M.Si KPPPA Asdep Kesetaraan Gender
4. Dra. Lula Altuiswaty, M.Sc KPPPA Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga
5. Dra Sri Danti, M.A KPPPA Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga
6. Dra. Niken Kiswandari, M.Si KPPPA Sekretaris Deputi Kesetaraan Gender
7. Rohika Kurniadi S, SH, MSi KPPPA Asdep Pemenuhan Hak Anak APKL
8. Ir. Nurti Mukti Wibawati KPPPA Sekretaris Deputi Perlindungan Anak
9. Skriptandono,SE, MM KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Kesehatan
10. Dra. Lieska Prasetya, M.Sc KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Pembangunan Keluarga
11. Drs. Sayuti Fitri KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Pendidikan
12. Dr. Herien Puspitawati, M.Sc. IPB Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
13. Dr. Ir. Istiqlaliyah M. M.Si IPB Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
14. dr. Eni Gustina, MPH Kemenkes Direktur Kesehatan Keluarga
15. Ir. Thoman Pardosi SE, M.Si BPS Direktur Statistik Ketahanan Sosial
16. Sentot B. Widoyono M.A BPS Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik
17. Gantjang Amannullah M.A. BPS Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat
30 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
melibatkan banyak orang dalam suatu forum untuk membahas topik penting secara terfokus. Ada 5 (lima) unsur penting untuk suksesnya forum WCM antara lain: (1) adanya pengaturan (setting) tempat duduk dan meja untuk forum dimana setiap meja diperuntukkan bagi 4 atau 5 peserta; (2) pengelompokkan peserta forum untuk duduk menjadi grup-grup kecil; (3) instruksi yang sangat jelas oleh fasilitator (pimpinan forum) terkait pelaksanaan diskusi mencakup tata cara dan etika dalam berdiskusi sehingga dipahami oleh semua peserta; (4) setiap anggota grup dalam satu meja diberi pertanyaan yang sama dan diperbolehkan untuk saling bertanya terkait teknik pengisian tetapi dilarang mendiskusikan jawaban setiap pertanyaannya; dan (5) peserta secara individual diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan pada perbandingan antar dua dimensi atau antar dua indikator.
Forum WCM untuk menentukan bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga diikuti oleh 17 orang ahli ketahanan keluarga. Para ahli yang terlibat pada acara WCM ini dibatasi hanya bagi seseorang yang telah memiliki pemahaman yang komprehensif terkait konsep dan pengukuran tingkat ketahanan keluarga. Ketujuhbelas orang ahli tersebut tertera pada Tabel 3.2.
Hasil forum WCM tersebut kemudian diolah datanya menggunakan teknik matematika untuk dihasilkan eigenvector yang pada akhirnya akan diperoleh urutan prioritas dari berbagai dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Paralel dengan penghitungan eigenvector maka dilakukan penghitungan angka rasio konsistensi (consistency ratio) untuk menentukan ahli mana saja yang memiliki konsistensi dalam memberikan penilaian perbandingan relatif terhadap setiap pasangan objektif/persoalan. Ahli yang memiliki skor consistency ratio kurang dari 0,1 maka hasil penilaiannya dapat digunakan untuk menghitung bobot setiap dimensi variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Hasil evaluasi konsistensi diperoleh fakta bahwa 17 ahli yang terlibat forum WCM semuanya memiliki konsistensi yang sangat baik dalam memberikan penilaian perbandingan antar objektif yang didiskusikan dalam forum tersebut. Dengan demikian, maka bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga dapat dihasilkan seperti pada Tabel 3.3 berikut ini. Hasil ini dikonfirmasi sebagai susunan dimensi, variabel, dan indikator yang logis oleh semua ahli yang terlibat dalam forum WCM, sehingga penggunaan metode AHP dinyatakan berhasil memberikan solusi bagi penentuan bobot dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga.
Tahapan terakhir adalah penghitungan nilai R-IKK. Nilai R-IKK diperoleh dari penjumlahan secara tertimbang terhadap setiap indikator penyusun R-IKK. Nilai yang dijumlahkan adalah nilai setiap indikator yang sudah ditimbang/dikalikan dengan bobot masing-masing indikator dibagi dengan jumlah bobot. Penghitungan IKK diformulasikan sebagai berikut.
31Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 31
∑ ∑
Keterangan: R-IKK : Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga : Bobot (penimbang) indikator ke-i : Nilai indikator ke-i
Tabel 3.2 Peserta Forum WCM Penyusunan Bobot Indeks Ketahanan Keluarga
No Nama Instansi Jabatan
(1) (2) (3) (4)
1. Dr. Heru P.Kasidi, M.Sc KPPPA Deputi Kesetaraan Gender
2. Dr. Ir. Pribudiarta Nur, MM KPPPA Deputi Perlindungan Anak
3. Budi Mardaya, SE, M.Si KPPPA Asdep Kesetaraan Gender
4. Dra. Luli Altuiswaty, M.Sc KPPPA Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga
5. Dra Sri Danti, M.A KPPPA Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga
6. Dra. Niken Kiswandari, M.Si KPPPA Sekretaris Deputi Kesetaraan Gender
7. Rohika Kurniadi S, SH, MSi KPPPA Asdep Pemenuhan Hak Anak APKL
8. Ir. Nurti Mukti Wibawati KPPPA Sekretaris Deputi Perlindungan Anak
9. Skriptandono,SE, MM KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Kesehatan
10. Dra. Lieska Prasetya, M.Sc KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Pembangunan Keluarga
11. Drs. Sayuti Fitri KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Pendidikan
12. Dr. Herien Puspitawati, M.Sc. IPB Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
13. Dr. Ir. Istiqlaliyah M. M.Si IPB Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
14. dr. Eni Gustina, MPH Kemenkes Direktur Kesehatan Keluarga
15. Ir. Thoman Pardosi SE, M.Si BPS Direktur Statistik Ketahanan Sosial
16. Sentot B. Widoyono M.A BPS Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik
17. Gantjang Amannullah M.A. BPS Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat
30 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
melibatkan banyak orang dalam suatu forum untuk membahas topik penting secara terfokus. Ada 5 (lima) unsur penting untuk suksesnya forum WCM antara lain: (1) adanya pengaturan (setting) tempat duduk dan meja untuk forum dimana setiap meja diperuntukkan bagi 4 atau 5 peserta; (2) pengelompokkan peserta forum untuk duduk menjadi grup-grup kecil; (3) instruksi yang sangat jelas oleh fasilitator (pimpinan forum) terkait pelaksanaan diskusi mencakup tata cara dan etika dalam berdiskusi sehingga dipahami oleh semua peserta; (4) setiap anggota grup dalam satu meja diberi pertanyaan yang sama dan diperbolehkan untuk saling bertanya terkait teknik pengisian tetapi dilarang mendiskusikan jawaban setiap pertanyaannya; dan (5) peserta secara individual diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan pada perbandingan antar dua dimensi atau antar dua indikator.
Forum WCM untuk menentukan bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga diikuti oleh 17 orang ahli ketahanan keluarga. Para ahli yang terlibat pada acara WCM ini dibatasi hanya bagi seseorang yang telah memiliki pemahaman yang komprehensif terkait konsep dan pengukuran tingkat ketahanan keluarga. Ketujuhbelas orang ahli tersebut tertera pada Tabel 3.2.
Hasil forum WCM tersebut kemudian diolah datanya menggunakan teknik matematika untuk dihasilkan eigenvector yang pada akhirnya akan diperoleh urutan prioritas dari berbagai dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Paralel dengan penghitungan eigenvector maka dilakukan penghitungan angka rasio konsistensi (consistency ratio) untuk menentukan ahli mana saja yang memiliki konsistensi dalam memberikan penilaian perbandingan relatif terhadap setiap pasangan objektif/persoalan. Ahli yang memiliki skor consistency ratio kurang dari 0,1 maka hasil penilaiannya dapat digunakan untuk menghitung bobot setiap dimensi variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Hasil evaluasi konsistensi diperoleh fakta bahwa 17 ahli yang terlibat forum WCM semuanya memiliki konsistensi yang sangat baik dalam memberikan penilaian perbandingan antar objektif yang didiskusikan dalam forum tersebut. Dengan demikian, maka bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga dapat dihasilkan seperti pada Tabel 3.3 berikut ini. Hasil ini dikonfirmasi sebagai susunan dimensi, variabel, dan indikator yang logis oleh semua ahli yang terlibat dalam forum WCM, sehingga penggunaan metode AHP dinyatakan berhasil memberikan solusi bagi penentuan bobot dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga.
Tahapan terakhir adalah penghitungan nilai R-IKK. Nilai R-IKK diperoleh dari penjumlahan secara tertimbang terhadap setiap indikator penyusun R-IKK. Nilai yang dijumlahkan adalah nilai setiap indikator yang sudah ditimbang/dikalikan dengan bobot masing-masing indikator dibagi dengan jumlah bobot. Penghitungan IKK diformulasikan sebagai berikut.
32 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 33
3.3 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK)
Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) memiliki nilai skala antara 0 sampai dengan 100. Semakin tinggi tingkat ketahanan keluarga maka semakin besar nilai indeksnya hingga mendekati 100. Tingkat ketahanan keluarga yang rendah diindikasikan dengan nilai indeks yang semakin menurut mendekati nilai 50. Sebaliknya nilai indeks dibawah 50 dan semakin kecil mendekati nilai 0 menunjukkan terjadinya kerentanan keluarga. Pembahasan terkait tingkat ketahanan keluarga dilakukan dengan membagi nilai indeks menjadi 5 (lima) kategori ketahanan keluarga, yaitu: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) cukup, (4) tinggi, dan (5) sangat tinggi.
Eksplorasi penentuan nilai batas kelompok (cutting point) pada setiap kategori dilakukan dengan memanfaatkan distribusi data, diantaranya berdasarkan: (1) rentang data yang sama, (2) frekuensi (persentil), atau (3) standar deviasi. Ketiga skenario pengklasifikasian tersebut menghasilkan nilai batas yang berbeda-beda seperti tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 3.4 Nilai Batas Kelompok Menurut Skenario Pengklasifikasian R-IKK
Kategori R-IKK Rentang Data Sama Persentil Standar Deviasi
(1) (2) (3) (4)
Sangat Rendah Kurang Dari 61,16 Kurang Dari 68,59 Kurang Dari 62,96
Rendah 61,16 - 65,76 68,59 - 71,17 62,96 - 67,41
Cukup 65,76 - 70,36 71,17 - 72,81 67,41 - 76,30
Tinggi 70,36 - 74,96 72,81 - 74,81 76,30 - 80,75
Sangat Tinggi Lebih Dari Atau Sama Dengan 74,96
Lebih Dari Atau Sama Dengan 74,81
Lebih Dari Atau Sama Dengan 80,75
Terdapat perbedaan signifikan diantara ketiga skenario pengklasifikasian yang digunakan. Pengelompokkan dengan menggunakan persentil dan standar deviasi sangat tergantung pada distribusi data yang digunakan, sementara itu dengan skenario rentang data yang sama, nilai batas kelompok (cutting point) R-IKK yang dihasilkan mempunyai panjang interval yang relatif sama. Selanjutnya, nilai batas yang dihasilkan dari skenario rentang data yang sama dimodifikasi dengan pembulatan, namun dengan tetap mengutamakan keterseimbangan panjang interval pada tiap kelompok. Hasil modifikasi batas skenario ini menjadi sebagai berikut: (1) ketahanan keluarga kategori Sangat Rendah adalah wilayah yang memiliki R-IKK kurang dari 60; (2) ketahanan keluarga kategori Rendah merupakan wilayah dengan R-IKK kurang dari 65 dan lebih dari atau sama dengan 60; (3) ketahanan keluarga kategori Cukup adalah wilayah dengan R-IKK kurang dari 70 dan lebih dari atau sama dengan 65; (4) ketahanan keluarga kategori Tinggi adalah wilayah dengan R-IKK
32 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Tabel 3.3 Bobot/Kontribusi Dimensi, Variabel, dan Indikator Penyusun Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga
Dimensi Variabel Indikator Bobot (1) (2) (3) (4)
Landasan Legalitas dan
Keutuhan Keluarga (0,309)
Landasan Legalitas (0,121)
1. Legalitas Perkawinan 0,07307
2. Legalitas Kelahiran 0,04807
Keutuhan Keluarga (0,037) 3. Keutuhan Keluarga 0,03782
Kemitraan Gender (0,150)
4. Kebersamaan Dalam Keluarga 0,04119
5. Kemitraan Suami-Istri 0,04599
6. Keterbukaan Pengelolaan Keuangan 0,02829
7. Pengambilan Keputusan Keluarga 0,03435
Ketahanan Fisik
(0,196)
Kecukupan Pangan dan Gizi (0,120)
8. Kecukupan Pangan 0,05057
9. Kecukupan Gizi 0,06924
Kesehatan Keluarga (0,047) 10. Keterbebasan dari Penyakit Kronis dan
Disabilitas 0,04728
Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur (0,029)
11. Ketersediaan Lokasi Tetap Untuk Tidur 0,02897
Ketahanan Ekonomi (0,231)
Tempat Tinggal Keluarga (0,020) 12. Kepemilikan Rumah 0,02014
Pendapatan Keluarga (0,038)
13. Pendapatan Perkapita Keluarga 0,01116
14. Kecukupan Pendapatan Keluarga 0,02673
Pembiayaan Pendidikan Anak (0,123)
15. Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak 0,05866
16. Keberlangsungan Pendidikan Anak 0,06455
Jaminan Keuangan Keluarga (0,050)
17. Tabungan Keluarga 0,01876
18. Jaminan Kesehatan Keluarga 0,03147
Ketahanan Sosial
Psikologis (0,178)
Keharmonisan Keluarga (0,0134)
19. Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 0,06610
20. Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak 0,06802 Kepatuhan Terhadap Hukum (0,044) 21. Penghormatan Terhadap Hukum 0,04413
Ketahanan Sosial Budaya
(0,085)
Kepedulian Sosial (0,042) 22. Penghormatan Terhadap Lansia 0,04210
Keeratan Sosial (0,019) 23. Partisipasi dalam Kegiatan Sosial di
Lingkungan 0,01868
Ketaatan Beragama (0,025) 24. Partisipasi dalam Kegiatan Keagamaan
di Lingkungan 0,02468
33Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 33
3.3 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK)
Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) memiliki nilai skala antara 0 sampai dengan 100. Semakin tinggi tingkat ketahanan keluarga maka semakin besar nilai indeksnya hingga mendekati 100. Tingkat ketahanan keluarga yang rendah diindikasikan dengan nilai indeks yang semakin menurut mendekati nilai 50. Sebaliknya nilai indeks dibawah 50 dan semakin kecil mendekati nilai 0 menunjukkan terjadinya kerentanan keluarga. Pembahasan terkait tingkat ketahanan keluarga dilakukan dengan membagi nilai indeks menjadi 5 (lima) kategori ketahanan keluarga, yaitu: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) cukup, (4) tinggi, dan (5) sangat tinggi.
Eksplorasi penentuan nilai batas kelompok (cutting point) pada setiap kategori dilakukan dengan memanfaatkan distribusi data, diantaranya berdasarkan: (1) rentang data yang sama, (2) frekuensi (persentil), atau (3) standar deviasi. Ketiga skenario pengklasifikasian tersebut menghasilkan nilai batas yang berbeda-beda seperti tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 3.4 Nilai Batas Kelompok Menurut Skenario Pengklasifikasian R-IKK
Kategori R-IKK Rentang Data Sama Persentil Standar Deviasi
(1) (2) (3) (4)
Sangat Rendah Kurang Dari 61,16 Kurang Dari 68,59 Kurang Dari 62,96
Rendah 61,16 - 65,76 68,59 - 71,17 62,96 - 67,41
Cukup 65,76 - 70,36 71,17 - 72,81 67,41 - 76,30
Tinggi 70,36 - 74,96 72,81 - 74,81 76,30 - 80,75
Sangat Tinggi Lebih Dari Atau Sama Dengan 74,96
Lebih Dari Atau Sama Dengan 74,81
Lebih Dari Atau Sama Dengan 80,75
Terdapat perbedaan signifikan diantara ketiga skenario pengklasifikasian yang digunakan. Pengelompokkan dengan menggunakan persentil dan standar deviasi sangat tergantung pada distribusi data yang digunakan, sementara itu dengan skenario rentang data yang sama, nilai batas kelompok (cutting point) R-IKK yang dihasilkan mempunyai panjang interval yang relatif sama. Selanjutnya, nilai batas yang dihasilkan dari skenario rentang data yang sama dimodifikasi dengan pembulatan, namun dengan tetap mengutamakan keterseimbangan panjang interval pada tiap kelompok. Hasil modifikasi batas skenario ini menjadi sebagai berikut: (1) ketahanan keluarga kategori Sangat Rendah adalah wilayah yang memiliki R-IKK kurang dari 60; (2) ketahanan keluarga kategori Rendah merupakan wilayah dengan R-IKK kurang dari 65 dan lebih dari atau sama dengan 60; (3) ketahanan keluarga kategori Cukup adalah wilayah dengan R-IKK kurang dari 70 dan lebih dari atau sama dengan 65; (4) ketahanan keluarga kategori Tinggi adalah wilayah dengan R-IKK
32 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Tabel 3.3 Bobot/Kontribusi Dimensi, Variabel, dan Indikator Penyusun Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga
Dimensi Variabel Indikator Bobot (1) (2) (3) (4)
Landasan Legalitas dan
Keutuhan Keluarga (0,309)
Landasan Legalitas (0,121)
1. Legalitas Perkawinan 0,07307
2. Legalitas Kelahiran 0,04807
Keutuhan Keluarga (0,037) 3. Keutuhan Keluarga 0,03782
Kemitraan Gender (0,150)
4. Kebersamaan Dalam Keluarga 0,04119
5. Kemitraan Suami-Istri 0,04599
6. Keterbukaan Pengelolaan Keuangan 0,02829
7. Pengambilan Keputusan Keluarga 0,03435
Ketahanan Fisik
(0,196)
Kecukupan Pangan dan Gizi (0,120)
8. Kecukupan Pangan 0,05057
9. Kecukupan Gizi 0,06924
Kesehatan Keluarga (0,047) 10. Keterbebasan dari Penyakit Kronis dan
Disabilitas 0,04728
Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur (0,029)
11. Ketersediaan Lokasi Tetap Untuk Tidur 0,02897
Ketahanan Ekonomi (0,231)
Tempat Tinggal Keluarga (0,020) 12. Kepemilikan Rumah 0,02014
Pendapatan Keluarga (0,038)
13. Pendapatan Perkapita Keluarga 0,01116
14. Kecukupan Pendapatan Keluarga 0,02673
Pembiayaan Pendidikan Anak (0,123)
15. Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak 0,05866
16. Keberlangsungan Pendidikan Anak 0,06455
Jaminan Keuangan Keluarga (0,050)
17. Tabungan Keluarga 0,01876
18. Jaminan Kesehatan Keluarga 0,03147
Ketahanan Sosial
Psikologis (0,178)
Keharmonisan Keluarga (0,0134)
19. Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 0,06610
20. Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak 0,06802 Kepatuhan Terhadap Hukum (0,044) 21. Penghormatan Terhadap Hukum 0,04413
Ketahanan Sosial Budaya
(0,085)
Kepedulian Sosial (0,042) 22. Penghormatan Terhadap Lansia 0,04210
Keeratan Sosial (0,019) 23. Partisipasi dalam Kegiatan Sosial di
Lingkungan 0,01868
Ketaatan Beragama (0,025) 24. Partisipasi dalam Kegiatan Keagamaan
di Lingkungan 0,02468
34 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 35
Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi dan Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga
50 55 60 65 70 75 80
PapuaNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
Papua BaratSumatera Utara
Kalimantan BaratBanten
Sulawesi BaratSulawesi Tenggara
MalukuSulawesi Tengah
Maluku UtaraJawa BaratGorontaloBengkuluLampung
Sulawesi SelatanINDONESIA
Sumatera SelatanRiau
AcehSumatera BaratSulawesi Utara
Jawa TimurKalimantan Utara
JambiDKI Jakarta
Kep. Bangka BelitungKalimantan Tengah
Jawa TengahBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kepulauan RiauDI Yogyakarta
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi
34 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
kurang dari 75 dan kurang dari atau sama dengan 70; dan (5) ketahanan keluarga kategori Sangat Tinggi merupakan wilayah dengan R-IKK minimal 75. Dengan nilai batas kelompok (cutting point) tersebut, maka diharapkan perubahan indeks akibat dari adanya perubahan kondisi sosial dan ekonomi dapat lebih mudah dibandingkan antar waktu.
Terkait bahwa R-IKK masih dalam proses pengembangan, maka dalam publikasi ini nilai R-IKK pada masing-masing provinsi masih disajikan dalam kategori sangat rendah, rendah, cukup, tinggi, atau sangat tinggi. Penyajian tingkat ketahanan keluarga yang lebih detil membutuhkan penyempurnaan lebih lanjut pada kegiatan pengukuran di masa mendatang.
Rintisan Indeks Ketahanan keluarga menurut provinsi dan kategori tingkat ketahanan keluarga dapat dilihat pada Gambar 3.1. Agar grafik lebih terlihat jelas, maka grafik ditampilkan dengan skala nilai R-IKK 50 sampai 80. Menarik untuk diketahui bahwa dari 34 provinsi di Indonesia, setengahnya (tujuh belas provinsi) memiliki nilai R-IKK di atas rata-rata nasional, dan sebaliknya. Dua puluh tiga diantara provinsi-provinsi di Indonesia tampaknya sudah masuk dalam kategori tingkat ketahanan keluarga “tinggi” atau “sangat tinggi”. Provinsi dengan R-IKK tertinggi terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebaliknya, provinsi dengan R-IKK terendah terdapat di Papua.
Selanjutnya, terdapat dua provinsi yang masuk dalam kategori R-IKK rendah, yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Sementara itu, sebanyak delapan provinsi termasuk ke dalam kelompok yang memiliki ketahanan keluarga kategori cukup.
35Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 35
Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi dan Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga
50 55 60 65 70 75 80
PapuaNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
Papua BaratSumatera Utara
Kalimantan BaratBanten
Sulawesi BaratSulawesi Tenggara
MalukuSulawesi Tengah
Maluku UtaraJawa BaratGorontaloBengkuluLampung
Sulawesi SelatanINDONESIA
Sumatera SelatanRiau
AcehSumatera BaratSulawesi Utara
Jawa TimurKalimantan Utara
JambiDKI Jakarta
Kep. Bangka BelitungKalimantan Tengah
Jawa TengahBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kepulauan RiauDI Yogyakarta
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi
34 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
kurang dari 75 dan kurang dari atau sama dengan 70; dan (5) ketahanan keluarga kategori Sangat Tinggi merupakan wilayah dengan R-IKK minimal 75. Dengan nilai batas kelompok (cutting point) tersebut, maka diharapkan perubahan indeks akibat dari adanya perubahan kondisi sosial dan ekonomi dapat lebih mudah dibandingkan antar waktu.
Terkait bahwa R-IKK masih dalam proses pengembangan, maka dalam publikasi ini nilai R-IKK pada masing-masing provinsi masih disajikan dalam kategori sangat rendah, rendah, cukup, tinggi, atau sangat tinggi. Penyajian tingkat ketahanan keluarga yang lebih detil membutuhkan penyempurnaan lebih lanjut pada kegiatan pengukuran di masa mendatang.
Rintisan Indeks Ketahanan keluarga menurut provinsi dan kategori tingkat ketahanan keluarga dapat dilihat pada Gambar 3.1. Agar grafik lebih terlihat jelas, maka grafik ditampilkan dengan skala nilai R-IKK 50 sampai 80. Menarik untuk diketahui bahwa dari 34 provinsi di Indonesia, setengahnya (tujuh belas provinsi) memiliki nilai R-IKK di atas rata-rata nasional, dan sebaliknya. Dua puluh tiga diantara provinsi-provinsi di Indonesia tampaknya sudah masuk dalam kategori tingkat ketahanan keluarga “tinggi” atau “sangat tinggi”. Provinsi dengan R-IKK tertinggi terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebaliknya, provinsi dengan R-IKK terendah terdapat di Papua.
Selanjutnya, terdapat dua provinsi yang masuk dalam kategori R-IKK rendah, yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Sementara itu, sebanyak delapan provinsi termasuk ke dalam kelompok yang memiliki ketahanan keluarga kategori cukup.
36 Pembangunan Ketahanan Keluarga 201636 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Penyajian peta tematik R-IKK Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.2. Terlihat bahwa umumnya provinsi dengan kategori R-IKK sangat tinggi berbatasan dengan R-IKK yang juga berkategori sangat tinggi atau tinggi, kecuali Provinsi Bali. Provinsi Bali dengan R-IKK sangat tinggi ini selain berbatasan dengan provinsi dengan R-IKK kategori tinggi (Jawa timur), ternyata juga berbatasan provinsi dengan R-IKK yang sangat rendah, yaitu Nusa Tenggara Barat.
Pada Pulau Sumatera, terlihat bahwa hampir seluruh provinsi memiliki R-IKK yang terkategori tinggi (atau bahkan sangat tinggi), kecuali di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki R-IKK kategori cukup. Pola yang sama juga terjadi di Pulau Jawa, kecuali Provinsi Banten yang memiliki R-IKK kategori cukup. Demikian pula untuk pulau Kalimantan dimana hampir semua provinsi memiliki R-IKK kategori tinggi atau sangat tinggi, kecuali Provinsi Kalimantan Barat yang masih memiliki R-IKK kategori cukup.
Pada Pulau Sulawesi berimbang antara provinsi dengan nilai R-IKK kategori tinggi dan provinsi dengan kategori cukup, masing-masing tiga provinsi. Sementara itu, di Pulau Maluku dan Papua, nilai R-IKK provinsinya memiliki nilai dengan kategori beragam yaitu kategori tinggi pada Maluku Utara, kategori cukup pada Maluku dan Papua Barat, dan kategori sangat rendah pada Papua. Di sini terlihat bahwa Provinsi Papua dapat dikatakan memiliki nilai R-IKK yang relatif timpang dibandingkan R-IKK provinsi-provinsi di sekitarnya, bahkan bila dibandingkan dengan R-IKK seluruh provinsi di Indonesia.
37Pembangunan Ketahanan Keluarga 201636 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Penyajian peta tematik R-IKK Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.2. Terlihat bahwa umumnya provinsi dengan kategori R-IKK sangat tinggi berbatasan dengan R-IKK yang juga berkategori sangat tinggi atau tinggi, kecuali Provinsi Bali. Provinsi Bali dengan R-IKK sangat tinggi ini selain berbatasan dengan provinsi dengan R-IKK kategori tinggi (Jawa timur), ternyata juga berbatasan provinsi dengan R-IKK yang sangat rendah, yaitu Nusa Tenggara Barat.
Pada Pulau Sumatera, terlihat bahwa hampir seluruh provinsi memiliki R-IKK yang terkategori tinggi (atau bahkan sangat tinggi), kecuali di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki R-IKK kategori cukup. Pola yang sama juga terjadi di Pulau Jawa, kecuali Provinsi Banten yang memiliki R-IKK kategori cukup. Demikian pula untuk pulau Kalimantan dimana hampir semua provinsi memiliki R-IKK kategori tinggi atau sangat tinggi, kecuali Provinsi Kalimantan Barat yang masih memiliki R-IKK kategori cukup.
Pada Pulau Sulawesi berimbang antara provinsi dengan nilai R-IKK kategori tinggi dan provinsi dengan kategori cukup, masing-masing tiga provinsi. Sementara itu, di Pulau Maluku dan Papua, nilai R-IKK provinsinya memiliki nilai dengan kategori beragam yaitu kategori tinggi pada Maluku Utara, kategori cukup pada Maluku dan Papua Barat, dan kategori sangat rendah pada Papua. Di sini terlihat bahwa Provinsi Papua dapat dikatakan memiliki nilai R-IKK yang relatif timpang dibandingkan R-IKK provinsi-provinsi di sekitarnya, bahkan bila dibandingkan dengan R-IKK seluruh provinsi di Indonesia.
Pem
bang
unan
Ket
ahan
an K
elua
rga
2016
| 37
Gam
bar 3
.2 P
eta
Rint
isan
Inde
ks K
etah
anan
Kel
uarg
a
95 95
100
100
105
105
110
110
115
115
120
120
125
125
130
130
135
135
140
140
-10
-10
-5-5
00
55
Ket
eran
gan:
< 60
60 -
65
65 -
70
70 -
75
> 75
U
nesia
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 39
LANDASAN LEGALITAS DAN
KEUTUHAN KELUARGA
Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga terdiri dari 3 variabel, yaitu (1) landasan legalitas, (2) keutuhan keluarga, dan (3) kemitraan gender. Masing-masing dari variabel tersebut dinilai dengan beberapa indikator. Pertama, landasan legalitas dinilai dengan 2 indikator, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas kelahiran. Kedua, keutuhan keluarga dinilai dengan indikator keutuhan keluarga. Sedangkan yang ketiga, kemitraan gender dinilai dengan 4 indikator, yaitu kemitraan suami-istri, kebersamaan dalam keluarga, keterbukaan pengelolaan keuangan, dan pengambilan keputusan keluarga.
4.1 LANDASAN LEGALITAS
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, sesuai yang tercantum dalam Pasal 28B ayat 1, Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa pembangunan keluarga bertujuan meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Kemudian, disebutkan pula bahwa keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bertolak dari penjelasan di atas, tercermin bahwa landasan legalitas perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin. Perkawinan yang tidak sah akan menjadi hambatan dalam mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga yang kuat karena perkawinan yang tidak sah mengandung resiko tidak terpenuhinya hak-hak anak dan isteri. Dalam pembahasan selanjutnya, landasan legalitas akan menyajikan dua topik yang saling berkaitan, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas kelahiran.
4
39Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 39
LANDASAN LEGALITAS DAN
KEUTUHAN KELUARGA
Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga terdiri dari 3 variabel, yaitu (1) landasan legalitas, (2) keutuhan keluarga, dan (3) kemitraan gender. Masing-masing dari variabel tersebut dinilai dengan beberapa indikator. Pertama, landasan legalitas dinilai dengan 2 indikator, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas kelahiran. Kedua, keutuhan keluarga dinilai dengan indikator keutuhan keluarga. Sedangkan yang ketiga, kemitraan gender dinilai dengan 4 indikator, yaitu kemitraan suami-istri, kebersamaan dalam keluarga, keterbukaan pengelolaan keuangan, dan pengambilan keputusan keluarga.
4.1 LANDASAN LEGALITAS
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, sesuai yang tercantum dalam Pasal 28B ayat 1, Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa pembangunan keluarga bertujuan meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Kemudian, disebutkan pula bahwa keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bertolak dari penjelasan di atas, tercermin bahwa landasan legalitas perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin. Perkawinan yang tidak sah akan menjadi hambatan dalam mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga yang kuat karena perkawinan yang tidak sah mengandung resiko tidak terpenuhinya hak-hak anak dan isteri. Dalam pembahasan selanjutnya, landasan legalitas akan menyajikan dua topik yang saling berkaitan, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas kelahiran.
4
40 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 41
Pada tahun 2015 tercatat sekitar 74 persen kepala rumah tangga dari rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional berstatus kawin, dimana sekitar 84 persen rumah tangga diantaranya memiliki buku nikah (Gambar 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga di Indonesia telah memiliki landasan legalitas perkawinan dalam membangun ketahanan keluarga. Meskipun demikian, masih terdapat sekitar 16 persen rumah tangga yang tidak memiliki buku nikah. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mengapa mereka tidak mencatatkan perkawinan mereka di KUA ataupun Kantor Catatan Sipil, diantaranya yaitu keperluan poligami, adanya keyakinan bahwa pencatatan tidak diwajibkan agama, dan ketidaktahuan fungsi dari surat nikah. Faktor penyebab lain dari perkawinan tidak tercatat adalah karena sudah berumur, perkawinan di bawah umur, dan untuk menutupi aib (Kustini, 2013).
Jika diperhatikan menurut provinsi, Papua menempati posisi terendah dan menjadi satu-satunya provinsi yang persentase rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional yang memiliki buku nikah kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 21,53 persen (Gambar 4.2). Rendahnya persentase di Provinsi Papua ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional tersebut memiliki ketahanan keluarga masih rendah. Selanjutnya, empat provinsi berikutnya dengan persentase terendah untuk rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional yang mempunyai buku nikah adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan Papua Barat.
40 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
4.1.1 Legalitas Perkawinan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; dan disamping itu perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau oleh pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Agama, sedangkan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaan selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil (Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975). Setelah melakukan pencatatan perkawinan, masing-masing suami dan isteri akan memperoleh kutipan akta perkawinan yang menjadi alat bukti perkawinan yang sah, yaitu berupa buku nikah isteri dan buku nikah suami. Oleh karena itu, legalitas perkawinan dapat dilihat dari kepemilikan buku nikah dari pasangan suami dan istri.
Informasi terkait kepemilikan buku nikah dapat diambil dari data Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015. Namun, PBDT 2015 hanya mencakup 40 persen rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terbawah secara nasional. Walaupun begitu, informasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pendekatan kasar mengenai kepemilikan buku nikah secara nasional. Asumsinya, apabila sebagian besar rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah telah memiliki buku nikah, maka rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan di atas mereka kemungkinan akan lebih banyak lagi yang memiliki buku nikah.
Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015
Sumber : PBDT 2015
84,21
15,79
Memiliki Tidak Memiliki
41Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 41
Pada tahun 2015 tercatat sekitar 74 persen kepala rumah tangga dari rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional berstatus kawin, dimana sekitar 84 persen rumah tangga diantaranya memiliki buku nikah (Gambar 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga di Indonesia telah memiliki landasan legalitas perkawinan dalam membangun ketahanan keluarga. Meskipun demikian, masih terdapat sekitar 16 persen rumah tangga yang tidak memiliki buku nikah. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mengapa mereka tidak mencatatkan perkawinan mereka di KUA ataupun Kantor Catatan Sipil, diantaranya yaitu keperluan poligami, adanya keyakinan bahwa pencatatan tidak diwajibkan agama, dan ketidaktahuan fungsi dari surat nikah. Faktor penyebab lain dari perkawinan tidak tercatat adalah karena sudah berumur, perkawinan di bawah umur, dan untuk menutupi aib (Kustini, 2013).
Jika diperhatikan menurut provinsi, Papua menempati posisi terendah dan menjadi satu-satunya provinsi yang persentase rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional yang memiliki buku nikah kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 21,53 persen (Gambar 4.2). Rendahnya persentase di Provinsi Papua ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional tersebut memiliki ketahanan keluarga masih rendah. Selanjutnya, empat provinsi berikutnya dengan persentase terendah untuk rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional yang mempunyai buku nikah adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan Papua Barat.
40 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
4.1.1 Legalitas Perkawinan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; dan disamping itu perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau oleh pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Agama, sedangkan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaan selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil (Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975). Setelah melakukan pencatatan perkawinan, masing-masing suami dan isteri akan memperoleh kutipan akta perkawinan yang menjadi alat bukti perkawinan yang sah, yaitu berupa buku nikah isteri dan buku nikah suami. Oleh karena itu, legalitas perkawinan dapat dilihat dari kepemilikan buku nikah dari pasangan suami dan istri.
Informasi terkait kepemilikan buku nikah dapat diambil dari data Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015. Namun, PBDT 2015 hanya mencakup 40 persen rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terbawah secara nasional. Walaupun begitu, informasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pendekatan kasar mengenai kepemilikan buku nikah secara nasional. Asumsinya, apabila sebagian besar rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah telah memiliki buku nikah, maka rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan di atas mereka kemungkinan akan lebih banyak lagi yang memiliki buku nikah.
Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015
Sumber : PBDT 2015
84,21
15,79
Memiliki Tidak Memiliki
42 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 43
4.1.2 Legalitas Kelahiran
Akte kelahiran merupakan bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat lainnya. Kepemilikan akte kelahiran juga merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak memiliki identitas sebagai anak. Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan tegas dalam pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Kemudian hal ini juga ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) dan (2) yang menyatakan, ayat (1) “Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”.
Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17 Tahun, 2015
Sumber: Susenas KOR 2015
Sesuai dengan Undang-undang No 35 tahun 2014, anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang berarti bahwa setiap anak dengan umur tersebut berhak untuk memiliki akte kelahiran. Sekitar 70 persen rumah tangga di Indonesia mempunyai anggota rumah tangga (ART) yang berumur 0-17 tahun (Lampiran 4.2). Dimana, sekitar 78 persen rumah tangga di antaranya telah mempunyai akte kelahiran bagi semua anak tersebut (Gambar 4.3). Namun, rumah
Perkotaan Perdesaan Perkotaan +Perdesaan
84,42
71,95 78,03
6,04 7,67 6,88 9,54
20,38 15,09
Seluruhnya memiliki aktekelahiran
Sebagian memiliki aktekelahiran
Tidak ada yang memilikiakte kelahiran
42 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut Provinsi, 2015
Sumber : PBDT 2015
21,53 59,91
75,53 73,89
70,45 87,48
78,92 82,16
77,16 89,84
82,57 90,59
79,62 81,53
67,64 52,59
58,83 55,80
62,65 92,73
97,17 98,47
85,72 96,09 97,12
84,58 86,17
88,71 88,86
84,06 92,77
84,59 76,14
91,99
PapuaPapua Barat
Maluku UtaraMaluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur
Kalimantan SelatanKalimantan Tengah
Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
BaliBanten
Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah
Jawa BaratDKI Jakarta
Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Sumatera SelatanJambi
RiauSumatera BaratSumatera Utara
Aceh
Indonesia : 84,21
43Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 43
4.1.2 Legalitas Kelahiran
Akte kelahiran merupakan bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat lainnya. Kepemilikan akte kelahiran juga merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak memiliki identitas sebagai anak. Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan tegas dalam pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Kemudian hal ini juga ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) dan (2) yang menyatakan, ayat (1) “Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”.
Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17 Tahun, 2015
Sumber: Susenas KOR 2015
Sesuai dengan Undang-undang No 35 tahun 2014, anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang berarti bahwa setiap anak dengan umur tersebut berhak untuk memiliki akte kelahiran. Sekitar 70 persen rumah tangga di Indonesia mempunyai anggota rumah tangga (ART) yang berumur 0-17 tahun (Lampiran 4.2). Dimana, sekitar 78 persen rumah tangga di antaranya telah mempunyai akte kelahiran bagi semua anak tersebut (Gambar 4.3). Namun, rumah
Perkotaan Perdesaan Perkotaan +Perdesaan
84,42
71,95 78,03
6,04 7,67 6,88 9,54
20,38 15,09
Seluruhnya memiliki aktekelahiran
Sebagian memiliki aktekelahiran
Tidak ada yang memilikiakte kelahiran
42 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut Provinsi, 2015
Sumber : PBDT 2015
21,53 59,91
75,53 73,89
70,45 87,48
78,92 82,16
77,16 89,84
82,57 90,59
79,62 81,53
67,64 52,59
58,83 55,80
62,65 92,73
97,17 98,47
85,72 96,09 97,12
84,58 86,17
88,71 88,86
84,06 92,77
84,59 76,14
91,99
PapuaPapua Barat
Maluku UtaraMaluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur
Kalimantan SelatanKalimantan Tengah
Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
BaliBanten
Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah
Jawa BaratDKI Jakarta
Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Sumatera SelatanJambi
RiauSumatera BaratSumatera Utara
Aceh
Indonesia : 84,21
44 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 45
Ketiadaan biaya merupakan alasan yang paling umum disampaikan oleh para orang tua untuk tidak mendaftarkan kelahiran anak. Contohnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), dari sekitar 46 persen penduduk umur 0-17 tahun yang tidak mempunyai akte kelahiran, 25,18 persen diantaranya mencatatkan ketiadaan biaya sebagai alasan utama mengapa anak tidak memiliki akte kelahiran (Lampiran 4.4). Alasan lainnya yang biasa dikemukakan adalah orang tua merasa tidak perlu atau malas untuk mengurus akte kelahiran, dan kurangnya informasi mengenai mengapa dan bagaimana mereka harus mendaftarkan kelahiran. Contohnya di Papua yang menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang seluruh ART berumur 0-17 tahun tidak memiliki akte kelahiran. Ketidaktahuan bahwa kelahiran harus dicatatkan atau bagaimana cara mengurusnya menjadi alasan utama banyaknya anak yang tidak memiliki akte kelahiran di Papua (Lampiran 4.4).
44 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
tangga yang masih belum sadar untuk mendaftarkan anaknya secara sah juga masih cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan persentase rumah tangga yang sebagian atau semua anggota rumah tangga berumur 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran, yaitu sebesar 22 persen (Gambar 4.3). Permasalahan masih besarnya rumah tangga yang anaknya belum mempunyai akte kelahiran lebih umum terdapat di wilayah perdesaan. Tercatat bahwa persentase rumah tangga yang belum semua anaknya memiliki akte kelahiran di wilayah perdesaan lebih besar dari pada wilayah perkotaan. Dimana persentase rumah tangga yang sebagian atau bahkan seluruh anggota rumah tangga berumur 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran di perdesaan sebesar 28,05 persen, sedangkan di perkotaan sebesar 15,58 persen (Gambar 4.3).
Apabila dilihat per kelompok umur, maka persentase tertinggi penduduk yang memiliki akte kelahiran berada pada kelompok umur 6-11 tahun, yaitu sebesar 82,98 persen. Besaran tersebut tidak jauh berbeda dengan kepemilikan akte kelahiran untuk kelompok umur 12-17 tahun. Namun, persentase pada kelompok umur 0-5 tahun lebih kecil, yaitu sebesar 74,46 persen (Gambar 4.4). Padahal pemerintah telah menetapkan target nasional Indikator Kepemilikan Akte Kelahiran di kalangan anak, yaitu sebesar 75 persen untuk tahun 2015 (Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015).
Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun
74,46
82,98 82,82
Target Nasional (2015) 75,00
45Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 45
Ketiadaan biaya merupakan alasan yang paling umum disampaikan oleh para orang tua untuk tidak mendaftarkan kelahiran anak. Contohnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), dari sekitar 46 persen penduduk umur 0-17 tahun yang tidak mempunyai akte kelahiran, 25,18 persen diantaranya mencatatkan ketiadaan biaya sebagai alasan utama mengapa anak tidak memiliki akte kelahiran (Lampiran 4.4). Alasan lainnya yang biasa dikemukakan adalah orang tua merasa tidak perlu atau malas untuk mengurus akte kelahiran, dan kurangnya informasi mengenai mengapa dan bagaimana mereka harus mendaftarkan kelahiran. Contohnya di Papua yang menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang seluruh ART berumur 0-17 tahun tidak memiliki akte kelahiran. Ketidaktahuan bahwa kelahiran harus dicatatkan atau bagaimana cara mengurusnya menjadi alasan utama banyaknya anak yang tidak memiliki akte kelahiran di Papua (Lampiran 4.4).
44 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
tangga yang masih belum sadar untuk mendaftarkan anaknya secara sah juga masih cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan persentase rumah tangga yang sebagian atau semua anggota rumah tangga berumur 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran, yaitu sebesar 22 persen (Gambar 4.3). Permasalahan masih besarnya rumah tangga yang anaknya belum mempunyai akte kelahiran lebih umum terdapat di wilayah perdesaan. Tercatat bahwa persentase rumah tangga yang belum semua anaknya memiliki akte kelahiran di wilayah perdesaan lebih besar dari pada wilayah perkotaan. Dimana persentase rumah tangga yang sebagian atau bahkan seluruh anggota rumah tangga berumur 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran di perdesaan sebesar 28,05 persen, sedangkan di perkotaan sebesar 15,58 persen (Gambar 4.3).
Apabila dilihat per kelompok umur, maka persentase tertinggi penduduk yang memiliki akte kelahiran berada pada kelompok umur 6-11 tahun, yaitu sebesar 82,98 persen. Besaran tersebut tidak jauh berbeda dengan kepemilikan akte kelahiran untuk kelompok umur 12-17 tahun. Namun, persentase pada kelompok umur 0-5 tahun lebih kecil, yaitu sebesar 74,46 persen (Gambar 4.4). Padahal pemerintah telah menetapkan target nasional Indikator Kepemilikan Akte Kelahiran di kalangan anak, yaitu sebesar 75 persen untuk tahun 2015 (Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015).
Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun
74,46
82,98 82,82
Target Nasional (2015) 75,00
46 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 47
4.2 KEUTUHAN KELUARGA
Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai sejumlah fungsi, seperti fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, pembinaan lingkungan (Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994). Keluarga dapat terpecah atau tidak berfungsi secara normal apabila salah satu atau lebih anggota keluarga tidak atau gagal menjalankan tugas dan fungsinya. Salah satu contohnya adalah hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis atau ikatan emosi antar anggota keluarga kurang terjalin dengan baik. Kondisi seperti ini sangat berpengaruh pada kesinambungan fungsi sosial keluarga dan akhirnya berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan keluarga. Dalam banyak kasus, fungsi sosialisasi tersebut harus diambil alih oleh orang lain atau lembaga lain. Untuk menjamin keberlangsungan fungsi sosial tersebut maka setiap anggota keluarga harus tinggal bersama dalam satu atap, dengan ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya. Itulah alasan mengapa keutuhan keluarga menjadi salah satu komponen dari ketahanan keluarga.
Peluang terjadinya kegagalan fungsi keluarga akan semakin besar ketika salah satu anggota keluarga, terutama suami atau istri tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun sering kali terdapat suatu kondisi yang memaksa pasangan suami-istri untuk tinggal terpisah. Contohnya, suami-istri yang harus tinggal terpisah karena tuntutan pekerjaan dalam jangka waktu yang cukup lama. Suami-istri yang tinggal terpisah dalam waktu cukup lama beresiko tinggi untuk mengalami rasa curiga dan pertengkaran yang lebih sering dan berujung pada kehidupan keluarga yang tidak harmonis.
Pada tahun 2015, tercatat 81,45 persen rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berstatus kawin dan hampir semua kepala rumah tangga yang berstatus kawin tersebut tinggal bersama dalam satu rumah dengan pasangannya (Lampiran 4.5). Pasangan suami-istri yang tinggal bersama dalam satu rumah memiliki waktu kebersamaan yang lebih banyak daripada mereka yang tidak tinggal serumah. Sehingga, pasangan suami-istri yang tinggal serumah memiliki ketahanan keluarga yang lebih kuat daripada mereka yang tidak tinggal serumah. Oleh karena 95 persen rumah tangga di Indonesia kepala rumah tangga dan pasangannya tinggal bersama dalam satu rumah, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki ketahanan keluarga yang kuat (Gambar 4.6).
Apabila dilihat menurut klasifikasi wilayahnya, ternyata di perkotaan persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap lebih tinggi daripada di perdesaan. Meskipun demikian, perbedaan persentase antara perdesaan dan perkotaan ini tidak besar. Pada tahun 2015, persentase rumah
46 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
37,46
64,03
65,23
62,24
74,13
79,35
69,43
78,59
61,17
80,50
83,91
90,43
81,92
77,17
76,64
44,84
63,46
78,03
67,96
82,70
95,10
89,48
76,73
92,90
91,92
91,86
79,72
85,07
82,94
88,18
71,24
71,12
61,72
76,28
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 78,03
47Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 47
4.2 KEUTUHAN KELUARGA
Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai sejumlah fungsi, seperti fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, pembinaan lingkungan (Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994). Keluarga dapat terpecah atau tidak berfungsi secara normal apabila salah satu atau lebih anggota keluarga tidak atau gagal menjalankan tugas dan fungsinya. Salah satu contohnya adalah hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis atau ikatan emosi antar anggota keluarga kurang terjalin dengan baik. Kondisi seperti ini sangat berpengaruh pada kesinambungan fungsi sosial keluarga dan akhirnya berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan keluarga. Dalam banyak kasus, fungsi sosialisasi tersebut harus diambil alih oleh orang lain atau lembaga lain. Untuk menjamin keberlangsungan fungsi sosial tersebut maka setiap anggota keluarga harus tinggal bersama dalam satu atap, dengan ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya. Itulah alasan mengapa keutuhan keluarga menjadi salah satu komponen dari ketahanan keluarga.
Peluang terjadinya kegagalan fungsi keluarga akan semakin besar ketika salah satu anggota keluarga, terutama suami atau istri tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun sering kali terdapat suatu kondisi yang memaksa pasangan suami-istri untuk tinggal terpisah. Contohnya, suami-istri yang harus tinggal terpisah karena tuntutan pekerjaan dalam jangka waktu yang cukup lama. Suami-istri yang tinggal terpisah dalam waktu cukup lama beresiko tinggi untuk mengalami rasa curiga dan pertengkaran yang lebih sering dan berujung pada kehidupan keluarga yang tidak harmonis.
Pada tahun 2015, tercatat 81,45 persen rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berstatus kawin dan hampir semua kepala rumah tangga yang berstatus kawin tersebut tinggal bersama dalam satu rumah dengan pasangannya (Lampiran 4.5). Pasangan suami-istri yang tinggal bersama dalam satu rumah memiliki waktu kebersamaan yang lebih banyak daripada mereka yang tidak tinggal serumah. Sehingga, pasangan suami-istri yang tinggal serumah memiliki ketahanan keluarga yang lebih kuat daripada mereka yang tidak tinggal serumah. Oleh karena 95 persen rumah tangga di Indonesia kepala rumah tangga dan pasangannya tinggal bersama dalam satu rumah, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki ketahanan keluarga yang kuat (Gambar 4.6).
Apabila dilihat menurut klasifikasi wilayahnya, ternyata di perkotaan persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap lebih tinggi daripada di perdesaan. Meskipun demikian, perbedaan persentase antara perdesaan dan perkotaan ini tidak besar. Pada tahun 2015, persentase rumah
46 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
37,46
64,03
65,23
62,24
74,13
79,35
69,43
78,59
61,17
80,50
83,91
90,43
81,92
77,17
76,64
44,84
63,46
78,03
67,96
82,70
95,10
89,48
76,73
92,90
91,92
91,86
79,72
85,07
82,94
88,18
71,24
71,12
61,72
76,28
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 78,03
48 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 49
Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
96,22
93,86
97,19
96,43
97,26
96,89
94,77
95,51
97,58
96,92
92,80
97,58
96,68
96,93
97,41
93,67
88,64
96,67
95,96
95,12
95,49
92,15
94,88
95,26
96,07
97,81
96,25
97,86
98,20
97,34
98,25
97,61
97,45
98,04
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 95,28
48 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap di perkotaan sebesar 95,5 persen (Gambar 4.6). Sedangkan, di perdesaan persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap sebesar 95,1 persen (Gambar 4.6). Hal ini menunjukkan bahwa baik di wilayah perkotaan maupun di perdesaan, sebagian besar rumah tangganya memiliki ketahanan keluarga yang kuat.
Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015
Sumber: Susenas KOR 2015
Jika dibandingkan antar provinsi, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi provinsi yang memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang tinggal serumah dengan pasangannya, yaitu sebesar 88,64 persen (Gambar 4.7). Seperti diketahui, sekitar 96 persen desa di NTB menjadi daerah asal Tenaga Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014). Di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang tinggal serumah dengan pasangannya, yaitu sebesar 92,15 persen (Gambar 4.7). Persentase ini juga sejalan dengan banyaknya desa di Jawa Tengah yang menjadi daerah asal Tenaga Kerja Indonesia, dimana sekitar 84,74 persen desa terdapat warga yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014).
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
95,49 95,09 95,28
4,51 4,91 4,72
KRT tinggal serumah dengan pasangan
KRT tidak tinggal serumah dengan pasangan
49Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 49
Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
96,22
93,86
97,19
96,43
97,26
96,89
94,77
95,51
97,58
96,92
92,80
97,58
96,68
96,93
97,41
93,67
88,64
96,67
95,96
95,12
95,49
92,15
94,88
95,26
96,07
97,81
96,25
97,86
98,20
97,34
98,25
97,61
97,45
98,04
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 95,28
48 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap di perkotaan sebesar 95,5 persen (Gambar 4.6). Sedangkan, di perdesaan persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap sebesar 95,1 persen (Gambar 4.6). Hal ini menunjukkan bahwa baik di wilayah perkotaan maupun di perdesaan, sebagian besar rumah tangganya memiliki ketahanan keluarga yang kuat.
Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015
Sumber: Susenas KOR 2015
Jika dibandingkan antar provinsi, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi provinsi yang memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang tinggal serumah dengan pasangannya, yaitu sebesar 88,64 persen (Gambar 4.7). Seperti diketahui, sekitar 96 persen desa di NTB menjadi daerah asal Tenaga Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014). Di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang tinggal serumah dengan pasangannya, yaitu sebesar 92,15 persen (Gambar 4.7). Persentase ini juga sejalan dengan banyaknya desa di Jawa Tengah yang menjadi daerah asal Tenaga Kerja Indonesia, dimana sekitar 84,74 persen desa terdapat warga yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014).
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
95,49 95,09 95,28
4,51 4,91 4,72
KRT tinggal serumah dengan pasangan
KRT tidak tinggal serumah dengan pasangan
50 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 51
Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014
Sumber : SPTK 2014
Mayoritas rumah tangga di Indonesia mempunyai waktu kebersamaan dengan keluarga yang cukup, ini berarti bahwa mayoritas rumah tangga di Indonesia tersebut berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Data SPTK 2014 menunjukkan lebih dari 75 persen rumah tangga mempunyai waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam seminggu atau rata-rata minimal 2 jam per hari. Ini berarti dari 100 rumah tangga terdapat 75 rumah tangga yang memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama keluarga lebih dari 14 jam seminggu. Bahkan terdapat sebanyak 27,14 persen rumah tangga yang mempunyai waktu luang bersama keluarga lebih dari 28 jam seminggu (Gambar 4.8). Meskipun demikian, masih terdapat 23,12 persen rumah tangga yang hanya memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama keluarga kurang dari 14 jam seminggu.
Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, ternyata persentase rumah tangga yang memiliki waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam seminggu lebih besar di perkotaan (77,36%) daripada perdesaan (76,41%). Hal ini terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia (Lampiran 4.6.1 dan 4.6.2). Jika dibandingkan antar provinsi, Papua menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam dalam seminggu terendah yakni sebesar 56,92% (Gambar 4.9).
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
22,64 23,59 23,12
48,87 50,61 49,74
28,49 25,80 27,14
Kurang (< 14 Jam) Cukup (14 - 28 Jam) Lebih dari Cukup (> 28 Jam)
50 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
4.3 KEMITRAAN GENDER
Gender menyangkut perbedaan peran, fungsi, tanggungjawab, kebutuhan dan status sosial antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentukan/konstruksi dari budaya masyarakat. Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara dan berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran, baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan (Puspitawati, 2013). Kemitraan dalam pembagian peran suami dan istri untuk mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga menunjukkan adanya transparansi penggunaan sumberdaya, rasa saling ketergantungan berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati sehingga terselenggaranya kehidupan keluarga yang harmonis. Dalam pembahasan selanjutnya kemitraan gender dalam keluarga dijelaskan melalui kemitraan suami-istri, keterbukaan pengelolaan keuangan, serta pengambilan keputusan keluarga.
4.3.1 Kebersamaan dalam Keluarga
Herien Puspitawati (2012) menyatakan pembagian peran suami-istri dalam menjalankan fungsi keluarga berkaitan dengan komponen perilaku mulai dari perhatian, bantuan moril dan material, sampai dengan bantuan tenaga dan waktu. Sehingga kemitraan gender dalam mengurus rumah tangga tidak hanya mencakup pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan sejenisnya, namun termasuk pula pengasuhan anak, seperti menemani anak belajar, dan bermain. Perhatian, kasih sayang dan pola asuh yang diterapkan orang tua pada anak-anak akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara suami dan istri dalam meluangkan waktu bersama dengan anak, agar kebersamaan dengan anak selalu terjalin dan pengasuhan anak tidak terhambat sehingga ketahanan keluarga dapat tercipta.
Waktu luang bersama keluarga dikelompoknya kedalam 3 kategori, yaitu lebih dari cukup (lebih dari 28 jam dalam seminggu), cukup (14 sampai 28 jam dalam seminggu), dan kurang (kurang dari 14 jam dalam seminggu). Waktu luang sebanyak 14 jam selama seminggu dianggap mencukupi untuk mengasuh anak (Parker dan Wang, 2013). Selanjutnya, data yang spesifik memberikan informasi jumlah waktu yang dihabiskan orang tua untuk bercengkrama dengan anak, menemani anak belajar dan sejenisnya tidak tersedia. Satu-satunya informasi yang cukup relevan tersedia dari data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014 adalah waktu luang yang digunakan bersama keluarga, dimana keluarga yang dimaksud tidak hanya anak namun termasuk pula pasangan atau lainnya yang dianggap keluarga.
51Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 51
Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014
Sumber : SPTK 2014
Mayoritas rumah tangga di Indonesia mempunyai waktu kebersamaan dengan keluarga yang cukup, ini berarti bahwa mayoritas rumah tangga di Indonesia tersebut berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Data SPTK 2014 menunjukkan lebih dari 75 persen rumah tangga mempunyai waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam seminggu atau rata-rata minimal 2 jam per hari. Ini berarti dari 100 rumah tangga terdapat 75 rumah tangga yang memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama keluarga lebih dari 14 jam seminggu. Bahkan terdapat sebanyak 27,14 persen rumah tangga yang mempunyai waktu luang bersama keluarga lebih dari 28 jam seminggu (Gambar 4.8). Meskipun demikian, masih terdapat 23,12 persen rumah tangga yang hanya memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama keluarga kurang dari 14 jam seminggu.
Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, ternyata persentase rumah tangga yang memiliki waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam seminggu lebih besar di perkotaan (77,36%) daripada perdesaan (76,41%). Hal ini terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia (Lampiran 4.6.1 dan 4.6.2). Jika dibandingkan antar provinsi, Papua menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam dalam seminggu terendah yakni sebesar 56,92% (Gambar 4.9).
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
22,64 23,59 23,12
48,87 50,61 49,74
28,49 25,80 27,14
Kurang (< 14 Jam) Cukup (14 - 28 Jam) Lebih dari Cukup (> 28 Jam)
50 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
4.3 KEMITRAAN GENDER
Gender menyangkut perbedaan peran, fungsi, tanggungjawab, kebutuhan dan status sosial antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentukan/konstruksi dari budaya masyarakat. Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara dan berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran, baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan (Puspitawati, 2013). Kemitraan dalam pembagian peran suami dan istri untuk mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga menunjukkan adanya transparansi penggunaan sumberdaya, rasa saling ketergantungan berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati sehingga terselenggaranya kehidupan keluarga yang harmonis. Dalam pembahasan selanjutnya kemitraan gender dalam keluarga dijelaskan melalui kemitraan suami-istri, keterbukaan pengelolaan keuangan, serta pengambilan keputusan keluarga.
4.3.1 Kebersamaan dalam Keluarga
Herien Puspitawati (2012) menyatakan pembagian peran suami-istri dalam menjalankan fungsi keluarga berkaitan dengan komponen perilaku mulai dari perhatian, bantuan moril dan material, sampai dengan bantuan tenaga dan waktu. Sehingga kemitraan gender dalam mengurus rumah tangga tidak hanya mencakup pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan sejenisnya, namun termasuk pula pengasuhan anak, seperti menemani anak belajar, dan bermain. Perhatian, kasih sayang dan pola asuh yang diterapkan orang tua pada anak-anak akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara suami dan istri dalam meluangkan waktu bersama dengan anak, agar kebersamaan dengan anak selalu terjalin dan pengasuhan anak tidak terhambat sehingga ketahanan keluarga dapat tercipta.
Waktu luang bersama keluarga dikelompoknya kedalam 3 kategori, yaitu lebih dari cukup (lebih dari 28 jam dalam seminggu), cukup (14 sampai 28 jam dalam seminggu), dan kurang (kurang dari 14 jam dalam seminggu). Waktu luang sebanyak 14 jam selama seminggu dianggap mencukupi untuk mengasuh anak (Parker dan Wang, 2013). Selanjutnya, data yang spesifik memberikan informasi jumlah waktu yang dihabiskan orang tua untuk bercengkrama dengan anak, menemani anak belajar dan sejenisnya tidak tersedia. Satu-satunya informasi yang cukup relevan tersedia dari data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014 adalah waktu luang yang digunakan bersama keluarga, dimana keluarga yang dimaksud tidak hanya anak namun termasuk pula pasangan atau lainnya yang dianggap keluarga.
52 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 53
4.3.2 Kemitraan Suami-Istri
Konsep keluarga konvensional, memiliki struktur atau pola relasi dimana suami sebagai pemberi nafkah (peran produktif) dan pelindung keluarga (peran publik), sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah tangga (peran domestik), yaitu mencuci, memasak, mengasuh anak dan lain-lain. Konsep pola relasi tersebut telah mengalami pergeseran sesuai dengan perubahan kondisi sosial budaya masyarakat. Melalui kemitraan dan relasi gender yang harmonis, mereka dapat merencanakan dan melaksanakan manajemen sumberdaya keluarga sehingga anggota keluarga mempunyai pembagian peran dalam berbagai aktivitas (domestik, publik, dan kemasyarakatan) dalam rangka menjembatani permasalahan dan mewujudkan kesejahteraan keluarga (sosial, ekonomi, psikologi, spiritual) yang berkeadilan dan berkesetaran gender (Puspitawati, 2012). Apalagi saat ini terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah istri yang berperan ganda, sebagai ibu rumah tangga yang membantu mencari nafkah. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional dalam publikasi Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia menunjukkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita meningkat dari 48,08 persen pada 2006 menjadi 52,71 persen pada 2016.
Data Susenas 2015 menunjukkan terdapat 81,45 persen rumah tangga mempunyai kepala rumah tangga berstatus kawin, dimana 68,95 persen rumah tangga masih mempercayakan urusan pekerjaan rumah tangga kepada pasangannya, yang umumnya adalah perempuan. Kegiatan yang dimaksud mencakup berbagai kegiatan sehari-hari untuk mengurus rumah tangga, seperti mencuci, memasak, mengasuh anak, mengantar anak ke sekolah dan sebagainya. Lebih jauh, hanya 23,48 persen rumah tangga yang KRT dan pasangannya menyatakan mengurus rumah tangga bersama selama seminggu terakhir (Gambar 4.9). Angka ini diperoleh berdasarkan kegiatan mengurus rumah tangga selama seminggu terakhir yang dilakukan KRT berstatus kawin atau pasangannya. Hasil tersebut menunjukkan kemitraan gender dalam keluarga Indonesia masih rendah dan berpotensi memicu konflik peran suami-istri yang akhirnya mengganggu ketahanan keluarga. Apalagi diantara rumah tangga dengan KRT berstatus kawin terdapat 52,11 persen istri yang bekerja (Lampiran 4.8). Seorang istri yang bekerja akan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk mengurus rumah tangga. Oleh karena itu, dibutuhkan kemitraan gender dalam rumah tangga untuk mencapai keharmonisan dan kesejahteraan keluarga sehingga tercipta ketahanan keluarga yang kuat.
52 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014
Sumber : SPTK 2014
56,92
65,53
68,04
70,52
78,57
72,80
68,55
86,84
79,30
74,64
80,61
80,19
78,89
73,43
65,94
77,15
62,08
74,31
78,53
72,90
73,04
80,89
75,91
79,52
84,70
81,62
83,40
76,95
84,11
81,26
77,69
72,07
74,47
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 76,88
53Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 53
4.3.2 Kemitraan Suami-Istri
Konsep keluarga konvensional, memiliki struktur atau pola relasi dimana suami sebagai pemberi nafkah (peran produktif) dan pelindung keluarga (peran publik), sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah tangga (peran domestik), yaitu mencuci, memasak, mengasuh anak dan lain-lain. Konsep pola relasi tersebut telah mengalami pergeseran sesuai dengan perubahan kondisi sosial budaya masyarakat. Melalui kemitraan dan relasi gender yang harmonis, mereka dapat merencanakan dan melaksanakan manajemen sumberdaya keluarga sehingga anggota keluarga mempunyai pembagian peran dalam berbagai aktivitas (domestik, publik, dan kemasyarakatan) dalam rangka menjembatani permasalahan dan mewujudkan kesejahteraan keluarga (sosial, ekonomi, psikologi, spiritual) yang berkeadilan dan berkesetaran gender (Puspitawati, 2012). Apalagi saat ini terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah istri yang berperan ganda, sebagai ibu rumah tangga yang membantu mencari nafkah. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional dalam publikasi Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia menunjukkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita meningkat dari 48,08 persen pada 2006 menjadi 52,71 persen pada 2016.
Data Susenas 2015 menunjukkan terdapat 81,45 persen rumah tangga mempunyai kepala rumah tangga berstatus kawin, dimana 68,95 persen rumah tangga masih mempercayakan urusan pekerjaan rumah tangga kepada pasangannya, yang umumnya adalah perempuan. Kegiatan yang dimaksud mencakup berbagai kegiatan sehari-hari untuk mengurus rumah tangga, seperti mencuci, memasak, mengasuh anak, mengantar anak ke sekolah dan sebagainya. Lebih jauh, hanya 23,48 persen rumah tangga yang KRT dan pasangannya menyatakan mengurus rumah tangga bersama selama seminggu terakhir (Gambar 4.9). Angka ini diperoleh berdasarkan kegiatan mengurus rumah tangga selama seminggu terakhir yang dilakukan KRT berstatus kawin atau pasangannya. Hasil tersebut menunjukkan kemitraan gender dalam keluarga Indonesia masih rendah dan berpotensi memicu konflik peran suami-istri yang akhirnya mengganggu ketahanan keluarga. Apalagi diantara rumah tangga dengan KRT berstatus kawin terdapat 52,11 persen istri yang bekerja (Lampiran 4.8). Seorang istri yang bekerja akan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk mengurus rumah tangga. Oleh karena itu, dibutuhkan kemitraan gender dalam rumah tangga untuk mencapai keharmonisan dan kesejahteraan keluarga sehingga tercipta ketahanan keluarga yang kuat.
52 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014
Sumber : SPTK 2014
56,92
65,53
68,04
70,52
78,57
72,80
68,55
86,84
79,30
74,64
80,61
80,19
78,89
73,43
65,94
77,15
62,08
74,31
78,53
72,90
73,04
80,89
75,91
79,52
84,70
81,62
83,40
76,95
84,11
81,26
77,69
72,07
74,47
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 76,88
54 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 55
Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Selama Seminggu Terakhir Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
18,32 22,50
37,48 39,32
34,18 34,84
37,92 14,37
32,61 22,20
12,39 12,82
23,71 25,82
9,81 24,35
16,64 70,45
17,22 26,02
55,32 31,77
17,16 18,02
24,29 24,51
23,00 19,76
21,18 17,58
25,50 25,20
15,80 10,21
PapuaPapua Barat
Maluku UtaraMaluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur
Kalimantan SelatanKalimantan Tengah
Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
BaliBanten
Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah
Jawa BaratDKI Jakarta
Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Sumatera SelatanJambi
RiauSumatera BaratSumatera Utara
Aceh
Indonesia : 23,48
54 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang masih menyerahkan urusan rumah tangga hanya kepada pasangannya lebih tinggi di perdesaan (70,45%) daripada perkotaan (67,40%). Sebaliknya persentase rumah tangga yang KRT dan pasangan mengurus rumah tangga bersama-sama ternyata lebih tinggi di perkotaan (24,83%) daripada di perdesaan (22,17%). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan.
Jika dilihat pola per provinsi terdapat 2 (dua) provinsi yang mempunyai persentase lebih dari 50 persen untuk rumah tangga yang KRT dan pasangannya mengurus rumah tangga secara bersama-sama. Kedua provinsi tersebut adalah Bali, dengan persentase sebesar 70,45 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan persentase sebesar 55,32 persen (Gambar 4.11). Persentase rumah tangga dengan kepala rumah tangga bersama pasangan yang mengurus rumah tangga dari kedua provinsi ini jauh melebihi persentase rata-rata nasional (23,48%). Sebaliknya, terdapat pula provinsi yang mempunyai persentase jauh di bawah rata-rata nasional, yaitu Provinsi Kalimantan Barat. Dimana hanya sekitar 9,81 persen rumah tangga yang kepala rumah tangga dan pasangannya melakukan kegiatan mengurus rumah tangga dalam seminggu terakhir.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
24,83 22,17 23,48
67,40 70,45 68,95
2,93 3,08 3,00 4,85 4,30 4,57
KRT dan Pasangan Mengurus Ruta Hanya Pasangan Mengurus RutaHanya KRT Mengurus Ruta Lainnya
55Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 55
Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Selama Seminggu Terakhir Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
18,32 22,50
37,48 39,32
34,18 34,84
37,92 14,37
32,61 22,20
12,39 12,82
23,71 25,82
9,81 24,35
16,64 70,45
17,22 26,02
55,32 31,77
17,16 18,02
24,29 24,51
23,00 19,76
21,18 17,58
25,50 25,20
15,80 10,21
PapuaPapua Barat
Maluku UtaraMaluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur
Kalimantan SelatanKalimantan Tengah
Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
BaliBanten
Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah
Jawa BaratDKI Jakarta
Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Sumatera SelatanJambi
RiauSumatera BaratSumatera Utara
Aceh
Indonesia : 23,48
54 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang masih menyerahkan urusan rumah tangga hanya kepada pasangannya lebih tinggi di perdesaan (70,45%) daripada perkotaan (67,40%). Sebaliknya persentase rumah tangga yang KRT dan pasangan mengurus rumah tangga bersama-sama ternyata lebih tinggi di perkotaan (24,83%) daripada di perdesaan (22,17%). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan.
Jika dilihat pola per provinsi terdapat 2 (dua) provinsi yang mempunyai persentase lebih dari 50 persen untuk rumah tangga yang KRT dan pasangannya mengurus rumah tangga secara bersama-sama. Kedua provinsi tersebut adalah Bali, dengan persentase sebesar 70,45 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan persentase sebesar 55,32 persen (Gambar 4.11). Persentase rumah tangga dengan kepala rumah tangga bersama pasangan yang mengurus rumah tangga dari kedua provinsi ini jauh melebihi persentase rata-rata nasional (23,48%). Sebaliknya, terdapat pula provinsi yang mempunyai persentase jauh di bawah rata-rata nasional, yaitu Provinsi Kalimantan Barat. Dimana hanya sekitar 9,81 persen rumah tangga yang kepala rumah tangga dan pasangannya melakukan kegiatan mengurus rumah tangga dalam seminggu terakhir.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
24,83 22,17 23,48
67,40 70,45 68,95
2,93 3,08 3,00 4,85 4,30 4,57
KRT dan Pasangan Mengurus Ruta Hanya Pasangan Mengurus RutaHanya KRT Mengurus Ruta Lainnya
56 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 57
Dari Gambar 4.12 terlihat bahwa mayoritas kendali penggunaan penghasilan suami ditentukan secara bersama oleh suami dan istri (46,3%). Meskipun demikian, masih terdapat 41,4 persen istri yang menjadi penentu tunggal penggunaan penghasilan suami. Sementara dari Gambar 4.13 terlihat bahwa kendali penggunaan penghasilan dari istri yang bekerja mayoritas ditentukan sendiri oleh sang istri (65,3%). Kemudian, jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase penggunaan penghasilan suami ataupun istri yang ditentukan secara bersama oleh suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Angka ini memperkuat dugaan bahwa mayoritas keluarga di Indonesia masih cenderung menerapkan pembagian peran konvensional dalam keluarga, dimana suami sebagai pencari nafkah utama sementara pengelolaan keuangan dan urusan rumah tangga lainnya mayoritas dilakukan oleh istri.
Gambar 4.13 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012
Sumber : Publikasi SDKI 2012
Secara nasional, penghasilan suami yang dikelola secara bersama oleh suami dan istri (46,30%) mempunyai persentase yang lebih tinggi daripada penghasilan istri yang dikelola secara bersama (28,50%). Hal tersebut juga berlaku di seluruh provinsi. Meskipun secara nasional pengelolaan penghasilan istri yang dilakukan secara bersama antara suami-istri masih tergolong rendah, namun di Aceh, lebih dari 50 persen istri menyatakan bahwa pengelolaan keuangan (penghasilan istri maupun penghasilan suami) ditentukan secara bersama oleh suami dan istri (Gambar 4.14 dan Gambar 4.15). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga di Aceh telah memiliki keterbukaan dalam pengelolaan keuangan sehingga berpotensi meningkatkan ketahanan keluarga.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
68,7 61,0
65,3
25,8 31,8 28,5
4,9 5,8 5,3
Terutama istri Istri bersama-sama suami Terutama suami
56 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
4.3.3 Keterbukaan Pengelolaan Keuangan
Kemitraan gender dapat dilihat dari adanya transparansi pengelolaan keuangan dalam keluarga. Penggunaan dan perencanaan keuangan keluarga harus dikomunikasikan dengan baik secara terbuka dengan semua anggota keluarga, terutama antara suami dan istri (Puspitawati, 2012). Dalam hal ini, keterbukaan pengelolaan keuangan dinilai dari kerja sama antara suami dan istri dalam mengambil keputusan yang menyangkut pengelolaan keuangan keluarga. Umumnya, jika suami yang bekerja maka ia harus melaporkan seluruh pendapatannya kepada istri dan menyerahkan sebagian besar pendapatannya kepada istri. Sebaliknya, meskipun istri memegang kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan pemanfaatan uang yang dikelolanya. Itulah salah satu contoh keterbukaan dalam pengelolaan keuangan keluarga.
Tidak banyak survei yang mengumpulkan indikator mengenai keterbukaan dalam pengelolaan keuangan keluarga secara langsung. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan salah satu survei yang mengumpulkan informasi terkait penentu penggunaan penghasilan yang diperoleh suami atau istri yang bekerja. Pertanyaan terkait penentu penggunaan penghasilan istri diajukan kepada istri atau pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang pernah bekerja dalam 12 bulan terakhir dengan penghasilan berupa uang. Sementara pertanyaan terkait penentu penggunaan penghasilan suami diajukan kepada istri atau pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang suaminya memiliki pendapatan.
Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012
Sumber : Publikasi SDKI 2012
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
44,7
38,3 41,4 43,4
49,2 46,3
11,7 12,3 12,0
Terutama istri Istri bersama-sama suami Terutama suami
57Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 57
Dari Gambar 4.12 terlihat bahwa mayoritas kendali penggunaan penghasilan suami ditentukan secara bersama oleh suami dan istri (46,3%). Meskipun demikian, masih terdapat 41,4 persen istri yang menjadi penentu tunggal penggunaan penghasilan suami. Sementara dari Gambar 4.13 terlihat bahwa kendali penggunaan penghasilan dari istri yang bekerja mayoritas ditentukan sendiri oleh sang istri (65,3%). Kemudian, jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase penggunaan penghasilan suami ataupun istri yang ditentukan secara bersama oleh suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Angka ini memperkuat dugaan bahwa mayoritas keluarga di Indonesia masih cenderung menerapkan pembagian peran konvensional dalam keluarga, dimana suami sebagai pencari nafkah utama sementara pengelolaan keuangan dan urusan rumah tangga lainnya mayoritas dilakukan oleh istri.
Gambar 4.13 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012
Sumber : Publikasi SDKI 2012
Secara nasional, penghasilan suami yang dikelola secara bersama oleh suami dan istri (46,30%) mempunyai persentase yang lebih tinggi daripada penghasilan istri yang dikelola secara bersama (28,50%). Hal tersebut juga berlaku di seluruh provinsi. Meskipun secara nasional pengelolaan penghasilan istri yang dilakukan secara bersama antara suami-istri masih tergolong rendah, namun di Aceh, lebih dari 50 persen istri menyatakan bahwa pengelolaan keuangan (penghasilan istri maupun penghasilan suami) ditentukan secara bersama oleh suami dan istri (Gambar 4.14 dan Gambar 4.15). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga di Aceh telah memiliki keterbukaan dalam pengelolaan keuangan sehingga berpotensi meningkatkan ketahanan keluarga.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
68,7 61,0
65,3
25,8 31,8 28,5
4,9 5,8 5,3
Terutama istri Istri bersama-sama suami Terutama suami
56 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
4.3.3 Keterbukaan Pengelolaan Keuangan
Kemitraan gender dapat dilihat dari adanya transparansi pengelolaan keuangan dalam keluarga. Penggunaan dan perencanaan keuangan keluarga harus dikomunikasikan dengan baik secara terbuka dengan semua anggota keluarga, terutama antara suami dan istri (Puspitawati, 2012). Dalam hal ini, keterbukaan pengelolaan keuangan dinilai dari kerja sama antara suami dan istri dalam mengambil keputusan yang menyangkut pengelolaan keuangan keluarga. Umumnya, jika suami yang bekerja maka ia harus melaporkan seluruh pendapatannya kepada istri dan menyerahkan sebagian besar pendapatannya kepada istri. Sebaliknya, meskipun istri memegang kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan pemanfaatan uang yang dikelolanya. Itulah salah satu contoh keterbukaan dalam pengelolaan keuangan keluarga.
Tidak banyak survei yang mengumpulkan indikator mengenai keterbukaan dalam pengelolaan keuangan keluarga secara langsung. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan salah satu survei yang mengumpulkan informasi terkait penentu penggunaan penghasilan yang diperoleh suami atau istri yang bekerja. Pertanyaan terkait penentu penggunaan penghasilan istri diajukan kepada istri atau pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang pernah bekerja dalam 12 bulan terakhir dengan penghasilan berupa uang. Sementara pertanyaan terkait penentu penggunaan penghasilan suami diajukan kepada istri atau pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang suaminya memiliki pendapatan.
Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012
Sumber : Publikasi SDKI 2012
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
44,7
38,3 41,4 43,4
49,2 46,3
11,7 12,3 12,0
Terutama istri Istri bersama-sama suami Terutama suami
58 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 59
Gambar 4.15 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilannya Dilakukan Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012
Sumber : Publikasi SDKI 2012
21,1
29,4
47,2
38,9
33,2
22,3
19,3
18,1
37,7
33,9
38,2
23,8
44,0
25,6
31,7
26,5
29,0
18,0
21,3
33,8
36,9
27,4
17,6
31,4
26,3
25,5
33,0
27,9
44,7
31,3
44,2
30,5
53,2
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 28,5
58 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 4.14 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami Dilakukan Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012
Sumber : Publikasi SDKI 2012
30,5
50,2
59,0
49,3
55,1
38,8
29,3
25,9
56,8
45,3
60,9
50,8
68,5
71,6
44,6
51,5
41,9
36,0
41,7
64,4
57,6
40,5
34,3
57,2
46,5
43,5
54,8
38,7
70,0
47,0
63,4
45,9
67,3
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 46,3
59Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 59
Gambar 4.15 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilannya Dilakukan Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012
Sumber : Publikasi SDKI 2012
21,1
29,4
47,2
38,9
33,2
22,3
19,3
18,1
37,7
33,9
38,2
23,8
44,0
25,6
31,7
26,5
29,0
18,0
21,3
33,8
36,9
27,4
17,6
31,4
26,3
25,5
33,0
27,9
44,7
31,3
44,2
30,5
53,2
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 28,5
58 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 4.14 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami Dilakukan Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012
Sumber : Publikasi SDKI 2012
30,5
50,2
59,0
49,3
55,1
38,8
29,3
25,9
56,8
45,3
60,9
50,8
68,5
71,6
44,6
51,5
41,9
36,0
41,7
64,4
57,6
40,5
34,3
57,2
46,5
43,5
54,8
38,7
70,0
47,0
63,4
45,9
67,3
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 46,3
60 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 61
Gambar 4.17 Persentase Rumah Tangga yang Suami dan Istri Menentukan Jumlah Anak secara Bersama Menurut Provinsi, 2014
Sumber : SPTK 2014
50,39
64,75
59,48
63,09
57,53
46,94
64,74
57,56
64,34
61,97
63,42
66,57
67,03
62,10
64,91
60,60
69,32
60,83
60,59
57,62
62,40
63,03
55,93
62,47
62,96
66,82
64,64
68,23
67,60
66,77
64,84
57,31
60,52
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 61,99
60 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
4.3.4 Pengambilan Keputusan Keluarga
Selain keterbukaan dalam pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Pengambilan keputusan keluarga yang dimaksud disini adalah adanya pembahasan mengenai pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keluarga. Jadi, meskipun suami yang berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan tugasnya tidak boleh otoriter, namun harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran dan ide baik dari pasangan maupun anak-anaknya. Dalam pembahasan selanjutnya, pengambilan keputusan keluarga akan dilihat melalui pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah anak.
Gambar 4.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014
Sumber : SPTK 2014
Sebagian besar rumah tangga di Indonesia menentukan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri. Data SPTK 2014 menunjukkan sekitar 61,99 persen rumah tangga menyatakan menentukan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri (Gambar 4.16). Adanya penentuan secara bersama mengenai jumlah anak mencerminkan adanya penerapan kemitraan gender dalam rumah tangga, dimana suami juga mempertimbangkan keinginan istri dalam memutuskan jumlah anak.
Persentase rumah tangga yang menentukan jumlah anak secara bersama oleh suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan (63,31%) daripada di perkotaan (60,66%). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di perdesaaan lebih terasa dalam hal penentuan jumlah anak. Jika dibandingkan antar provinsi, hampir semua provinsi terdapat lebih dari 50 persen rumah tangga yang melakukan penentuan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri. Hanya Gorontalo yang memiliki persentase kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 46,94 persen (Gambar 4.17). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di Gorontalo belum terasa dalam penentuan jumlah anak.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
16,11 14,79 15,45 21,12 20,11 20,61
60,66 63,31 61,99
2,11 1,79 1,95
Suami Istri Suami dan Istri Pihak lain
61Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 61
Gambar 4.17 Persentase Rumah Tangga yang Suami dan Istri Menentukan Jumlah Anak secara Bersama Menurut Provinsi, 2014
Sumber : SPTK 2014
50,39
64,75
59,48
63,09
57,53
46,94
64,74
57,56
64,34
61,97
63,42
66,57
67,03
62,10
64,91
60,60
69,32
60,83
60,59
57,62
62,40
63,03
55,93
62,47
62,96
66,82
64,64
68,23
67,60
66,77
64,84
57,31
60,52
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 61,99
60 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
4.3.4 Pengambilan Keputusan Keluarga
Selain keterbukaan dalam pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Pengambilan keputusan keluarga yang dimaksud disini adalah adanya pembahasan mengenai pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keluarga. Jadi, meskipun suami yang berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan tugasnya tidak boleh otoriter, namun harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran dan ide baik dari pasangan maupun anak-anaknya. Dalam pembahasan selanjutnya, pengambilan keputusan keluarga akan dilihat melalui pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah anak.
Gambar 4.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014
Sumber : SPTK 2014
Sebagian besar rumah tangga di Indonesia menentukan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri. Data SPTK 2014 menunjukkan sekitar 61,99 persen rumah tangga menyatakan menentukan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri (Gambar 4.16). Adanya penentuan secara bersama mengenai jumlah anak mencerminkan adanya penerapan kemitraan gender dalam rumah tangga, dimana suami juga mempertimbangkan keinginan istri dalam memutuskan jumlah anak.
Persentase rumah tangga yang menentukan jumlah anak secara bersama oleh suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan (63,31%) daripada di perkotaan (60,66%). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di perdesaaan lebih terasa dalam hal penentuan jumlah anak. Jika dibandingkan antar provinsi, hampir semua provinsi terdapat lebih dari 50 persen rumah tangga yang melakukan penentuan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri. Hanya Gorontalo yang memiliki persentase kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 46,94 persen (Gambar 4.17). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di Gorontalo belum terasa dalam penentuan jumlah anak.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
16,11 14,79 15,45 21,12 20,11 20,61
60,66 63,31 61,99
2,11 1,79 1,95
Suami Istri Suami dan Istri Pihak lain
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 63
KETAHANAN FISIK
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa ‘kemampuan fisik materil’ merupakan syarat utama tercapainya ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Ketahanan fisik dapat tercapai jika keluarga telah terpenuhi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan (indikator: pendapatan per kapita melebihi kebutuhan fisik minimum) dan terbebas dari masalah ekonomi (indikator: terbebas dari masalah ekonomi) (Sunarti dalam Puspitawati, 2012).
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa pembahasan mengenai ketahanan fisik sangat luas dan tidak terlepas dengan kondisi ekonomi keluarga. Oleh karena itu, pembahasan pada bab ini akan difokuskan pada ulasan tentang kecukupan pangan dan gizi, kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur. Sedangkan pembahasan terkait kondisi ekonomi keluarga akan dijelaskan dalam bab ketahanan ekonomi.
5.1 KECUKUPAN PANGAN DAN GIZI
Dalam membentuk keluarga yang mempunyai ketahanan fisik yang bagus, maka sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Kekurangan asupan pangan dan gizi dapat mengakibatkan seseorang menjadi lebih rentan terkena berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit. Sebaliknya, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik dapat meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga dia dapat beraktifitas secara normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
5
63Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 63
KETAHANAN FISIK
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa ‘kemampuan fisik materil’ merupakan syarat utama tercapainya ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Ketahanan fisik dapat tercapai jika keluarga telah terpenuhi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan (indikator: pendapatan per kapita melebihi kebutuhan fisik minimum) dan terbebas dari masalah ekonomi (indikator: terbebas dari masalah ekonomi) (Sunarti dalam Puspitawati, 2012).
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa pembahasan mengenai ketahanan fisik sangat luas dan tidak terlepas dengan kondisi ekonomi keluarga. Oleh karena itu, pembahasan pada bab ini akan difokuskan pada ulasan tentang kecukupan pangan dan gizi, kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur. Sedangkan pembahasan terkait kondisi ekonomi keluarga akan dijelaskan dalam bab ketahanan ekonomi.
5.1 KECUKUPAN PANGAN DAN GIZI
Dalam membentuk keluarga yang mempunyai ketahanan fisik yang bagus, maka sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Kekurangan asupan pangan dan gizi dapat mengakibatkan seseorang menjadi lebih rentan terkena berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit. Sebaliknya, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik dapat meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga dia dapat beraktifitas secara normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
5
64 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 65
anggota rumah tangganya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk protein nabati atau protein hewani sebanyak 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.3).
Gambar 5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
Gambar 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal 14 Kali Seminggu Berdasarkan Jenis Makanan, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
32,32 25,33 28,84
67,68 74,67 71,16
Seluruh ART Tidak Seluruh ART
Lauk Pauk Hewani
Lauk Pauk Nabati
Makanan Pokok
17,10
18,78
86,58
82,90
81,22
13,42
Seluruh ART Tidak Seluruh ART
64 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Untuk itu, pemerintah telah memberikan panduan konsumsi makanan sehari-hari dan berperilaku sehat berdasarkan prinsip konsumsi aneka ragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik, dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal, yang tertuang dalam Pedoman Gizi Seimbang (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang).
5.1.1 Kecukupan Pangan
Konsumsi makan sehari-hari harus mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Padahal tidak semua zat gizi yang diperlukan tubuh terdapat dalam satu jenis makanan, oleh karena itu, pemerintah sangat menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang beraneka-ragam. Dalam Pedoman Gizi Seimbang disebutkan bahwa setiap hari tubuh membutuhkan asupan protein nabati sebanyak 2-3 porsi, protein hewani 2-3 porsi, makanan pokok 3-8 porsi, sayuran 3-5 porsi, buah 3-5 porsi dan minum air mineral minimal 8 gelas. Asupan gizi tersebut dapat terpenuhi dari makanan pokok dan lauk-pauk yang biasa dikonsumsi setiap hari.
Informasi mengenai kecukupan pangan dan gizi tidak dikumpulkan secara rinci dalam survei-survei yang dilakukan BPS. Satu-satunya data yang dapat dimanfaatkan adalah data Susenas 2015 yang mengumpulkan informasi terkait pola konsumsi makanan seluruh anggota rumah tangga. Makanan yang dikonsumsi hanya dibedakan menjadi makanan pokok, lauk pauk nabati, dan lauk pauk hewani yang berprotein tinggi. Selain itu, informasi yang dikumpulkan hanya mencakup frekuensi konsumsi makanan selama seminggu terakhir. Oleh karena itu, rumah tangga yang cenderung memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh apabila seluruh ART-nya dapat mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk nabati atau hewani minimal dua kali sehari atau setara dengan 14 kali dalam seminggu. Informasi tersebut diharapkan sudah dapat digunakan untuk menggambarkan kecukupan pangan keluarga di Indonesia.
Terdapat fakta bahwa hanya 28,84 persen rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk pauk protein nabati atau protein hewani sebanyak 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.1). Jika satu kali konsumsi makanan setara dengan satu porsi, maka masih banyak rumah tangga di Indonesia yang berpotensi mengalami masalah kekurangan gizi karena kebutuhan minimum asupan makanan pokok dan protein (nabati maupun hewani) per hari belum terpenuhi. Kondisi tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi. Bahkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya sekitar 9,52 persen rumah tangga yang seluruh
65Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 65
anggota rumah tangganya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk protein nabati atau protein hewani sebanyak 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.3).
Gambar 5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
Gambar 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal 14 Kali Seminggu Berdasarkan Jenis Makanan, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
32,32 25,33 28,84
67,68 74,67 71,16
Seluruh ART Tidak Seluruh ART
Lauk Pauk Hewani
Lauk Pauk Nabati
Makanan Pokok
17,10
18,78
86,58
82,90
81,22
13,42
Seluruh ART Tidak Seluruh ART
64 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Untuk itu, pemerintah telah memberikan panduan konsumsi makanan sehari-hari dan berperilaku sehat berdasarkan prinsip konsumsi aneka ragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik, dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal, yang tertuang dalam Pedoman Gizi Seimbang (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang).
5.1.1 Kecukupan Pangan
Konsumsi makan sehari-hari harus mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Padahal tidak semua zat gizi yang diperlukan tubuh terdapat dalam satu jenis makanan, oleh karena itu, pemerintah sangat menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang beraneka-ragam. Dalam Pedoman Gizi Seimbang disebutkan bahwa setiap hari tubuh membutuhkan asupan protein nabati sebanyak 2-3 porsi, protein hewani 2-3 porsi, makanan pokok 3-8 porsi, sayuran 3-5 porsi, buah 3-5 porsi dan minum air mineral minimal 8 gelas. Asupan gizi tersebut dapat terpenuhi dari makanan pokok dan lauk-pauk yang biasa dikonsumsi setiap hari.
Informasi mengenai kecukupan pangan dan gizi tidak dikumpulkan secara rinci dalam survei-survei yang dilakukan BPS. Satu-satunya data yang dapat dimanfaatkan adalah data Susenas 2015 yang mengumpulkan informasi terkait pola konsumsi makanan seluruh anggota rumah tangga. Makanan yang dikonsumsi hanya dibedakan menjadi makanan pokok, lauk pauk nabati, dan lauk pauk hewani yang berprotein tinggi. Selain itu, informasi yang dikumpulkan hanya mencakup frekuensi konsumsi makanan selama seminggu terakhir. Oleh karena itu, rumah tangga yang cenderung memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh apabila seluruh ART-nya dapat mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk nabati atau hewani minimal dua kali sehari atau setara dengan 14 kali dalam seminggu. Informasi tersebut diharapkan sudah dapat digunakan untuk menggambarkan kecukupan pangan keluarga di Indonesia.
Terdapat fakta bahwa hanya 28,84 persen rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk pauk protein nabati atau protein hewani sebanyak 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.1). Jika satu kali konsumsi makanan setara dengan satu porsi, maka masih banyak rumah tangga di Indonesia yang berpotensi mengalami masalah kekurangan gizi karena kebutuhan minimum asupan makanan pokok dan protein (nabati maupun hewani) per hari belum terpenuhi. Kondisi tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi. Bahkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya sekitar 9,52 persen rumah tangga yang seluruh
66 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 67
Gambar 5.3 Persentase Rumah Tangga yang Seluruh Anggota Rumah Tangga (ART) Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
10,68 32,44
37,54 53,02
49,06 61,04
52,05 55,28
32,27 45,74
41,15 34,54
69,78 45,97
13,61 9,52
26,22 30,48
25,86 37,07
32,41 31,65
18,27 25,03
37,97 36,91
15,57 13,75
16,71 15,24
23,40 25,71 26,50
34,36
PapuaPapua Barat
Maluku UtaraMaluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur
Kalimantan SelatanKalimantan Tengah
Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
BaliBanten
Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah
Jawa BaratDKI Jakarta
Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Sumatera SelatanJambi
RiauSumatera BaratSumatera Utara
Aceh
Indonesia : 28,84
66 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Jika dilihat secara terpisah menurut pola konsumsi makanan pokok, protein nabati dan protein hewani terlihat bahwa konsumsi makanan pokok jauh lebih besar daripada konsumsi protein nabati maupun hewani. Sekitar 86 persen rumah tangga di Indonesia telah memenuhi kebutuhan asupan makanan pokok minimal 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.2). Namun hanya sekitar 17-18 persen rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya mengkonsumsi protein nabati dan hewani minimal 14 kali dalam seminggu. Hal ini mengakibatkan kebutuhan asupan makanan demi tercapainya gizi seimbang berpotensi tidak terpenuhi. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu yang lama, maka akan berdampak pada status gizi dan ketahanan fisik seseorang, yang pada akhirnya berpotensi mengganggu ketahanan keluarga. Pola konsumsi yang sama terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Hanya Papua (71,10%) dan Maluku Utara (79,17%) yang konsumsi terhadap makanan pokok anggota rumah tangganya masih di bawah 80 persen.
Pada beberapa provinsi, seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, konsumsi lauk pauk nabati mempunyai persentase yang rendah, namun konsumsi lauk pauk hewani di provinsi tersebut tergolong tinggi. Sebaliknya, konsumsi lauk pauk hewani di Lampung sangat rendah (3,59%) namun diimbangi dengan konsumsi lauk pauk nabati yang tergolong tinggi (15,12%). Hanya di Nusa Tenggara Timur yang mempunyai konsumsi terhadap lauk pauk nabati dan hewani yang relatif rendah yaitu sebesar 2,86 persen untuk lauk pauk nabati dan sebesar 7,72 persen untuk lauk pauk hewani. Persentase rumah tangga menurut banyaknya ART yang mengkonsumsi makanan pokok, lauk nabati, dan lauk hewani per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.2.
67Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 67
Gambar 5.3 Persentase Rumah Tangga yang Seluruh Anggota Rumah Tangga (ART) Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
10,68 32,44
37,54 53,02
49,06 61,04
52,05 55,28
32,27 45,74
41,15 34,54
69,78 45,97
13,61 9,52
26,22 30,48
25,86 37,07
32,41 31,65
18,27 25,03
37,97 36,91
15,57 13,75
16,71 15,24
23,40 25,71 26,50
34,36
PapuaPapua Barat
Maluku UtaraMaluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur
Kalimantan SelatanKalimantan Tengah
Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
BaliBanten
Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah
Jawa BaratDKI Jakarta
Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Sumatera SelatanJambi
RiauSumatera BaratSumatera Utara
Aceh
Indonesia : 28,84
66 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Jika dilihat secara terpisah menurut pola konsumsi makanan pokok, protein nabati dan protein hewani terlihat bahwa konsumsi makanan pokok jauh lebih besar daripada konsumsi protein nabati maupun hewani. Sekitar 86 persen rumah tangga di Indonesia telah memenuhi kebutuhan asupan makanan pokok minimal 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.2). Namun hanya sekitar 17-18 persen rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya mengkonsumsi protein nabati dan hewani minimal 14 kali dalam seminggu. Hal ini mengakibatkan kebutuhan asupan makanan demi tercapainya gizi seimbang berpotensi tidak terpenuhi. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu yang lama, maka akan berdampak pada status gizi dan ketahanan fisik seseorang, yang pada akhirnya berpotensi mengganggu ketahanan keluarga. Pola konsumsi yang sama terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Hanya Papua (71,10%) dan Maluku Utara (79,17%) yang konsumsi terhadap makanan pokok anggota rumah tangganya masih di bawah 80 persen.
Pada beberapa provinsi, seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, konsumsi lauk pauk nabati mempunyai persentase yang rendah, namun konsumsi lauk pauk hewani di provinsi tersebut tergolong tinggi. Sebaliknya, konsumsi lauk pauk hewani di Lampung sangat rendah (3,59%) namun diimbangi dengan konsumsi lauk pauk nabati yang tergolong tinggi (15,12%). Hanya di Nusa Tenggara Timur yang mempunyai konsumsi terhadap lauk pauk nabati dan hewani yang relatif rendah yaitu sebesar 2,86 persen untuk lauk pauk nabati dan sebesar 7,72 persen untuk lauk pauk hewani. Persentase rumah tangga menurut banyaknya ART yang mengkonsumsi makanan pokok, lauk nabati, dan lauk hewani per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.2.
68 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 69
Permasalahan gizi balita di Indonesia masih jauh dari sasaran target yang diharapkan. Pada tahun 2013, sekitar 19,6 persen balita mempunyai permasalahan berat kurang (sebutan untuk status gizi buruk dan kurang). Padahal sasaran target tahun 2014 mencantumkan angka di bawah 15 persen (RPJMN 2010-2014). Tidak hanya itu, permasalahan gizi balita juga telah meluas kepada status gizi lebih yang mencapai angka 4,5 persen. Prevalensi kasus gizi buruk pada balita lebih tinggi di perdesaan (7,3%) daripada di perkotaan (4,2%), begitu pula untuk prevalensi gizi kurang. Sebaliknya, prevalensi gizi lebih pada balita lebih tinggi di perkotaan (4,9%) daripada perdesaan (4,1%). Jika diperhatikan menurut provinsi, hanya dua provinsi yang dapat memenuhi target RPJMN untuk persentase balita dengan berat kurang di bawah 15 persen, yaitu Bali dan DKI Jakarta. Sedangkan Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang mempunyai persentase balita dengan berat kurang paling besar (Lampiran 5.3).
Dalam kaitannya dengan ketahanan keluarga maka keluarga yang terbebas dari balita yang mempunyai masalah status gizi buruk, status gizi kurang atau status gizi lebih diharapkan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik. Atau dengan kata lain ketika seluruh balita yang menjadi anggota rumah tangga mempunyai status gizi baik, maka keluarga tersebut akan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih tinggi. Untuk itu, pada Gambar 5.5, disajikan persentase balita yang mempunyai status gizi baik menurut provinsi. Secara nasional, Kepulauan Riau meraih pencapaian tertinggi dengan persentase balita yang mempunyai status gizi baik sebesar 81,7 persen. Selain itu, masih terdapat tiga provinsi lain yang memililiki persentase di atas 80 persen, yaitu Bali (81,4%), Kepulauan Bangka Belitung (80,4%), dan DI Yogyakarta (80,3%). Sementara, mayoritas provinsi di wilayah timur Indonesia memiliki persentase di bawah 70 persen, seperti Nusa Tenggara Timur yang menjadi provinsi dengan persentase terendah, yaitu 64,4 persen. Selain itu masih terdapat 5 provinsi lain dengan persentase di bawah 70 persen, yaitu Kalimantan Barat (68,5%), Kalimantan Selatan (69,2%), Sulawesi Barat (66,9%), Maluku (67,2%), Papua Barat (66,2%). Hasil ini menunjukkan bahwa rumah tangga di wilayah timur Indonesia berpotensi mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah karena permasalahan status gizi balita.
68 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
5.1.2 Kecukupan Gizi
Masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi sering luput dari penglihatan atau pengamatan secara kasat mata sehingga tidak cepat ditanggulangi. Kekurangan gizi dapat menyebabkan terganggunya sistem imun pada tubuh seseorang sehingga mereka lebih mudah terkena penyakit. Demikian pula dengan kelebihan gizi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang beragam. Jika masalah gizi pada penduduk baik gizi buruk maupun gizi lebih dibiarkan maka dapat membawa dampak (i) rendahnya produktivitas kerja; (ii) kehilangan kesempatan sekolah; dan (iii) kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi (World Bank, 2006). Sejalan dengan itu, orang yang mengalami masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi akan membawa pada kondisi ketahanan fisik yang kurang baik sehingga berdampak pada ketahanan keluarga yang lebih rendah.
Informasi mengenai masalah gizi penduduk dikumpulkan secara menyeluruh oleh Kementerian Kesehatan melalui kegiatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan secara berkala setiap 3 tahun sekali. Indikator status gizi yang dikumpulkan mencakup status gizi berdasarkan hasil pengukuran antropometri, yaitu berat badan (BB) terhadap umur (BB/U), tinggi badan (TB) terhadap umur (TB/U), berat badan terhadap tinggi badan BB/TB dan indeks massa tubuh (IMT). Dalam pembahasan selanjutnya, kecukupan gizi keluarga akan difokuskan pada masalah status gizi balita karena umur di bawah lima tahun merupakan umur penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak anak sehingga balita memerlukan asupan gizi yang cukup untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan anak yang optimal. Status gizi balita akan dilihat berdasarkan indikator berat badan terhadap umur (BB/U) yang memberikan indikasi masalah gizi secara umum.
Gambar 5.4 Persentase Balita Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U, 2013
Sumber: Publikasi Riskesdas 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
4,2 7,3 5,7 12,5 15,3 13,9
78,4 73,4 75,9
4,9 4,1 4,5
Buruk Kurang Baik Lebih
69Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 69
Permasalahan gizi balita di Indonesia masih jauh dari sasaran target yang diharapkan. Pada tahun 2013, sekitar 19,6 persen balita mempunyai permasalahan berat kurang (sebutan untuk status gizi buruk dan kurang). Padahal sasaran target tahun 2014 mencantumkan angka di bawah 15 persen (RPJMN 2010-2014). Tidak hanya itu, permasalahan gizi balita juga telah meluas kepada status gizi lebih yang mencapai angka 4,5 persen. Prevalensi kasus gizi buruk pada balita lebih tinggi di perdesaan (7,3%) daripada di perkotaan (4,2%), begitu pula untuk prevalensi gizi kurang. Sebaliknya, prevalensi gizi lebih pada balita lebih tinggi di perkotaan (4,9%) daripada perdesaan (4,1%). Jika diperhatikan menurut provinsi, hanya dua provinsi yang dapat memenuhi target RPJMN untuk persentase balita dengan berat kurang di bawah 15 persen, yaitu Bali dan DKI Jakarta. Sedangkan Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang mempunyai persentase balita dengan berat kurang paling besar (Lampiran 5.3).
Dalam kaitannya dengan ketahanan keluarga maka keluarga yang terbebas dari balita yang mempunyai masalah status gizi buruk, status gizi kurang atau status gizi lebih diharapkan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik. Atau dengan kata lain ketika seluruh balita yang menjadi anggota rumah tangga mempunyai status gizi baik, maka keluarga tersebut akan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih tinggi. Untuk itu, pada Gambar 5.5, disajikan persentase balita yang mempunyai status gizi baik menurut provinsi. Secara nasional, Kepulauan Riau meraih pencapaian tertinggi dengan persentase balita yang mempunyai status gizi baik sebesar 81,7 persen. Selain itu, masih terdapat tiga provinsi lain yang memililiki persentase di atas 80 persen, yaitu Bali (81,4%), Kepulauan Bangka Belitung (80,4%), dan DI Yogyakarta (80,3%). Sementara, mayoritas provinsi di wilayah timur Indonesia memiliki persentase di bawah 70 persen, seperti Nusa Tenggara Timur yang menjadi provinsi dengan persentase terendah, yaitu 64,4 persen. Selain itu masih terdapat 5 provinsi lain dengan persentase di bawah 70 persen, yaitu Kalimantan Barat (68,5%), Kalimantan Selatan (69,2%), Sulawesi Barat (66,9%), Maluku (67,2%), Papua Barat (66,2%). Hasil ini menunjukkan bahwa rumah tangga di wilayah timur Indonesia berpotensi mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah karena permasalahan status gizi balita.
68 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
5.1.2 Kecukupan Gizi
Masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi sering luput dari penglihatan atau pengamatan secara kasat mata sehingga tidak cepat ditanggulangi. Kekurangan gizi dapat menyebabkan terganggunya sistem imun pada tubuh seseorang sehingga mereka lebih mudah terkena penyakit. Demikian pula dengan kelebihan gizi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang beragam. Jika masalah gizi pada penduduk baik gizi buruk maupun gizi lebih dibiarkan maka dapat membawa dampak (i) rendahnya produktivitas kerja; (ii) kehilangan kesempatan sekolah; dan (iii) kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi (World Bank, 2006). Sejalan dengan itu, orang yang mengalami masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi akan membawa pada kondisi ketahanan fisik yang kurang baik sehingga berdampak pada ketahanan keluarga yang lebih rendah.
Informasi mengenai masalah gizi penduduk dikumpulkan secara menyeluruh oleh Kementerian Kesehatan melalui kegiatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan secara berkala setiap 3 tahun sekali. Indikator status gizi yang dikumpulkan mencakup status gizi berdasarkan hasil pengukuran antropometri, yaitu berat badan (BB) terhadap umur (BB/U), tinggi badan (TB) terhadap umur (TB/U), berat badan terhadap tinggi badan BB/TB dan indeks massa tubuh (IMT). Dalam pembahasan selanjutnya, kecukupan gizi keluarga akan difokuskan pada masalah status gizi balita karena umur di bawah lima tahun merupakan umur penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak anak sehingga balita memerlukan asupan gizi yang cukup untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan anak yang optimal. Status gizi balita akan dilihat berdasarkan indikator berat badan terhadap umur (BB/U) yang memberikan indikasi masalah gizi secara umum.
Gambar 5.4 Persentase Balita Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U, 2013
Sumber: Publikasi Riskesdas 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
4,2 7,3 5,7 12,5 15,3 13,9
78,4 73,4 75,9
4,9 4,1 4,5
Buruk Kurang Baik Lebih
70 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 71
5.2 KESEHATAN KELUARGA
Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Fisik yang sehat dapat diterjemahkan sebagai kondisi jasmani yang terbebas dari penyakit dan gangguan fungsi tubuh. Orang yang sehat berpotensi lebih besar untuk dapat membangun ketahanan keluarga yang lebih baik daripada orang yang tidak sehat.
Angka kesakitan (morbidity rate) merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk menentukan derajat kesehatan seseorang. Angka ini diperoleh dengan menanyakan keberadaan keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir. Jika keluhan kesehatan tersebut sampai mengakibatkan aktivitas seseorang terganggu, seperti tidak dapat bekerja, tidak masuk sekolah atau tidak dapat melakukan kegiatan lain yang biasanya dilakukan, maka orang tersebut dikategorikan sebagai sakit.
Secara nasional, pada tahun 2015, terdapat 30,34 persen penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir, namun hanya 16,14 persen penduduk Indonesia yang terganggu aktivitasnya karena adanya keluhan kesehatan tersebut. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan di perkotaan tidak berbeda dengan penduduk di perdesaan (sekitar 30%). Akan tetapi penduduk perdesaan (16,89%) mempunyai angka morbiditas lebih tinggi daripada penduduk perkotaan (15,41%). Selanjutnya perbandingan angka morbiditas menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.4.
Gambar 5.6 Persentase Penduduk Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kesehatan Selama Sebulan Terakhir, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Perkotaan Perdesaan Perdesaan + Perkotaan
69,67 69,64 69,65
14,93 13,46 14,20 15,41 16,89 16,14
Tidak Ada Keluhan KesehatanAda Keluhan Kesehatan Tapi Tidak TergangguAda Keluhan Kesehatan dan Terganggu (Sakit)
70 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 5.5 Persentase Balita yang Mempunyai Status Gizi Baik Menurut Provinsi, 2013
Sumber : Publikasi Riskesdas 2013
71,9
66,2
71,7
67,2
66,9
70,9
72,2
71,5
73,5
79,0
77,6
69,2
72,3
68,5
64,4
71,5
81,4
78,1
76,7
80,3
78,9
79,9
78,5
81,7
80,4
73,7
73,3
74,5
75,6
70,8
76,0
72,8
70,7
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 75,9
71Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 71
5.2 KESEHATAN KELUARGA
Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Fisik yang sehat dapat diterjemahkan sebagai kondisi jasmani yang terbebas dari penyakit dan gangguan fungsi tubuh. Orang yang sehat berpotensi lebih besar untuk dapat membangun ketahanan keluarga yang lebih baik daripada orang yang tidak sehat.
Angka kesakitan (morbidity rate) merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk menentukan derajat kesehatan seseorang. Angka ini diperoleh dengan menanyakan keberadaan keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir. Jika keluhan kesehatan tersebut sampai mengakibatkan aktivitas seseorang terganggu, seperti tidak dapat bekerja, tidak masuk sekolah atau tidak dapat melakukan kegiatan lain yang biasanya dilakukan, maka orang tersebut dikategorikan sebagai sakit.
Secara nasional, pada tahun 2015, terdapat 30,34 persen penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir, namun hanya 16,14 persen penduduk Indonesia yang terganggu aktivitasnya karena adanya keluhan kesehatan tersebut. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan di perkotaan tidak berbeda dengan penduduk di perdesaan (sekitar 30%). Akan tetapi penduduk perdesaan (16,89%) mempunyai angka morbiditas lebih tinggi daripada penduduk perkotaan (15,41%). Selanjutnya perbandingan angka morbiditas menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.4.
Gambar 5.6 Persentase Penduduk Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kesehatan Selama Sebulan Terakhir, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Perkotaan Perdesaan Perdesaan + Perkotaan
69,67 69,64 69,65
14,93 13,46 14,20 15,41 16,89 16,14
Tidak Ada Keluhan KesehatanAda Keluhan Kesehatan Tapi Tidak TergangguAda Keluhan Kesehatan dan Terganggu (Sakit)
70 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 5.5 Persentase Balita yang Mempunyai Status Gizi Baik Menurut Provinsi, 2013
Sumber : Publikasi Riskesdas 2013
71,9
66,2
71,7
67,2
66,9
70,9
72,2
71,5
73,5
79,0
77,6
69,2
72,3
68,5
64,4
71,5
81,4
78,1
76,7
80,3
78,9
79,9
78,5
81,7
80,4
73,7
73,3
74,5
75,6
70,8
76,0
72,8
70,7
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 75,9
72 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 73
Gambar 5.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah, Keberadaan KRT/Pasangan Penderita Penyakit Kronis, dan Disabilitas, 2014
Sumber : SPTK 2014
Pada tahun 2014, sekitar 86,21 persen rumah tangga di Indonesia, KRT atau pasangannya tidak mempunyai masalah penyakit kronis dan penyandang disabilitas. Sedangkan sisanya sekitar 13,79 merupakan rumah tangga yang KRT atau pasangannya menderita penyakit kronis, penyandang disabilitas, maupun keduanya. Persentase rumah tangga yang KRT atau pasangannya menderita penyakit kronis di perkotaan lebih besar daripada perdesaan. Sebaliknya persentase rumah tangga yang KRT atau pasangannya menyandang disabilitas di perkotaan lebih kecil daripada di perdesaan. Jika dilihat menurut wilayah, Provinsi Papua dan Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga yang terbebas dari penyakit kronis dan disabilitas tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 96,17 persen dan 91,96 persen. Sementara itu Aceh dan Bengkulu adalah provinsi dengan persentase rumah tangga yang terbebas dari penyakit kronis dan disabilitas terendah, yaitu masing-masing sebesar 79,44 persen dan 81,96 persen.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
86,30 86,11 86,21
7,02 5,16 6,09 4,74 6,98 5,86 1,94 1,75 1,84
Tidak Kronis dan Disabilitas Kronis Tanpa Disabilitas
Disabiltas Tanpa Kronis Kronis dan Disabilitas
72 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Selain kondisi fisik yang sakit, keberadaan penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional yang diderita oleh seseorang juga dapat menjadi hambatan untuk melaksanakan peran dan fungsi dalam keluarga. Tidak berarti penderita penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional pasti mempunyai ketahanan keluarga yang rendah. Namun, keberadaan anggota keluarga yang menderita penyakit kronis dan kesulitan fungsional dapat meningkatkan peluang keluarga tersebut untuk mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah. Oleh karena itu variabel pada dimensi ketahanan fisik selanjutnya adalah kesehatan keluarga yang diukur melalui keterbebasan dari penyakit dan disabilitas (kesulitan fungsional).
Penyakit kronis merupakan penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba‐tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat disembuhkan dengan sempurna. Sedangkan kesulitan fungsional merupakan gangguan fungsi tubuh yang menjadi penghambat seseorang untuk beraktivitas secara normal. Kedua hal ini, penyakit kronis dan kesulitan fungsional, dapat menyebabkan ketahanan keluarga menjadi rendah. Penderita penyakit kronis tertentu akan disibukkan dengan berbagai pengobatan untuk bisa bertahan hidup dan melakukan aktivitas dengan normal, apalagi jika tingkat keparahan penyakitnya sudah lanjut. Keluarga dengan anggota penderita penyakit kronis akan semakin rentan jika mereka tidak mampu untuk melakukan tindakan pengobatan, baik medis maupun non medis.
Tidak banyak sumber data yang secara spesifik memberikan informasi mengenai keberadaan anggota rumah tangga penderita penyakit kronis sekaligus penyandang disabilitas (kesulitan fungsional). Satu-satunya informasi yang cukup relevan tersedia dalam data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014. Penyakit kronis yang dimaksud disini adalah penyakit kronis yang sudah pernah dinyatakan oleh dokter atau tenaga medis. Sedangkan disabilitas yang dimaksud merupakan penilaian responden atas beberapa kesulitan fungsi anggota tubuh responden. Dalam pembahasan ini, responden dikelompokkan sebagai penyandang disabilitas jika menderita disabilitas sedang atau berat menurut penilaian responden sendiri. Perlu diingat, responden SPTK 2014 adalah kepala rumah tangga atau pasangannya. Sehingga, ada tidaknya anggota rumah tangga yang menderita penyakit kronis atau disabilitas ditentukan berdasarkan kondisi kesehatan kepala rumah tangga atau pasangannya. Rumah tangga yang mempunyai kepala rumah tangga atau pasangan sebagai penderita penyakit kronis dan disabilitas cenderung memiliki ketahanan keluarga yang lebih rendah.
73Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 73
Gambar 5.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah, Keberadaan KRT/Pasangan Penderita Penyakit Kronis, dan Disabilitas, 2014
Sumber : SPTK 2014
Pada tahun 2014, sekitar 86,21 persen rumah tangga di Indonesia, KRT atau pasangannya tidak mempunyai masalah penyakit kronis dan penyandang disabilitas. Sedangkan sisanya sekitar 13,79 merupakan rumah tangga yang KRT atau pasangannya menderita penyakit kronis, penyandang disabilitas, maupun keduanya. Persentase rumah tangga yang KRT atau pasangannya menderita penyakit kronis di perkotaan lebih besar daripada perdesaan. Sebaliknya persentase rumah tangga yang KRT atau pasangannya menyandang disabilitas di perkotaan lebih kecil daripada di perdesaan. Jika dilihat menurut wilayah, Provinsi Papua dan Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga yang terbebas dari penyakit kronis dan disabilitas tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 96,17 persen dan 91,96 persen. Sementara itu Aceh dan Bengkulu adalah provinsi dengan persentase rumah tangga yang terbebas dari penyakit kronis dan disabilitas terendah, yaitu masing-masing sebesar 79,44 persen dan 81,96 persen.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
86,30 86,11 86,21
7,02 5,16 6,09 4,74 6,98 5,86 1,94 1,75 1,84
Tidak Kronis dan Disabilitas Kronis Tanpa Disabilitas
Disabiltas Tanpa Kronis Kronis dan Disabilitas
72 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Selain kondisi fisik yang sakit, keberadaan penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional yang diderita oleh seseorang juga dapat menjadi hambatan untuk melaksanakan peran dan fungsi dalam keluarga. Tidak berarti penderita penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional pasti mempunyai ketahanan keluarga yang rendah. Namun, keberadaan anggota keluarga yang menderita penyakit kronis dan kesulitan fungsional dapat meningkatkan peluang keluarga tersebut untuk mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah. Oleh karena itu variabel pada dimensi ketahanan fisik selanjutnya adalah kesehatan keluarga yang diukur melalui keterbebasan dari penyakit dan disabilitas (kesulitan fungsional).
Penyakit kronis merupakan penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba‐tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat disembuhkan dengan sempurna. Sedangkan kesulitan fungsional merupakan gangguan fungsi tubuh yang menjadi penghambat seseorang untuk beraktivitas secara normal. Kedua hal ini, penyakit kronis dan kesulitan fungsional, dapat menyebabkan ketahanan keluarga menjadi rendah. Penderita penyakit kronis tertentu akan disibukkan dengan berbagai pengobatan untuk bisa bertahan hidup dan melakukan aktivitas dengan normal, apalagi jika tingkat keparahan penyakitnya sudah lanjut. Keluarga dengan anggota penderita penyakit kronis akan semakin rentan jika mereka tidak mampu untuk melakukan tindakan pengobatan, baik medis maupun non medis.
Tidak banyak sumber data yang secara spesifik memberikan informasi mengenai keberadaan anggota rumah tangga penderita penyakit kronis sekaligus penyandang disabilitas (kesulitan fungsional). Satu-satunya informasi yang cukup relevan tersedia dalam data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014. Penyakit kronis yang dimaksud disini adalah penyakit kronis yang sudah pernah dinyatakan oleh dokter atau tenaga medis. Sedangkan disabilitas yang dimaksud merupakan penilaian responden atas beberapa kesulitan fungsi anggota tubuh responden. Dalam pembahasan ini, responden dikelompokkan sebagai penyandang disabilitas jika menderita disabilitas sedang atau berat menurut penilaian responden sendiri. Perlu diingat, responden SPTK 2014 adalah kepala rumah tangga atau pasangannya. Sehingga, ada tidaknya anggota rumah tangga yang menderita penyakit kronis atau disabilitas ditentukan berdasarkan kondisi kesehatan kepala rumah tangga atau pasangannya. Rumah tangga yang mempunyai kepala rumah tangga atau pasangan sebagai penderita penyakit kronis dan disabilitas cenderung memiliki ketahanan keluarga yang lebih rendah.
74 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 75
5.3 KETERSEDIAAN TEMPAT/LOKASI TETAP UNTUK TIDUR
Ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur merupakan variabel terakhir pada dimensi ketahanan fisik. Variabel ini diukur dengan indikator ketersediaan lokasi tetap untuk tidur. Tidur merupakan cara istirahat yang paling umum dilakukan untuk mengembalikan stamina dan daya tahan tubuh. Tidur sangat penting bagi setiap orang, namun seringkali tuntutan kesibukan sehari-hari, gaya hidup, dan kondisi tempat tinggal membuat orang menjadi kurang tidur. Padahal kurang tidur dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, seperti menurunkan kualitas hidup, mengganggu metabolisme tubuh, menurunkan daya ingat, dan sebagainya.
Tidur yang cukup merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas seseorang di esok hari. Selain itu, kecukupan waktu tidur akan meminimalisir risiko mengidap penyakit kronis tertentu. Orang yang kurang tidur akan meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner (European Heart Journal, 2011). Masing-masing orang memiliki kebutuhan jumlah waktu tidur yang berbeda-beda. Namun umumnya, jumlah waktu tidur yang cukup adalah 5-8 jam setiap hari (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Tidur yang cukup harus diimbangi dengan kualitas tidur yang baik, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tempat atau kamar untuk tidur.
Kepala rumah tangga dan pasangannya yang mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak maupun anggota rumah tangga lain berpotensi memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada kepala rumah tangga atau pasangannya yang kamar tidurnya bergabung dengan anak-anak maupun anggota rumah tangga lain. Kualitas tidur yang lebih baik akan dapat meningkatkan ketahanan fisik mereka sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, KRT dan pasangan yang mempunyai keleluasaan beristirahat yang ditandai dengan kamar tidur yang terpisah dengan anak-anak diharapkan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik.
Informasi terkait keberadaan kamar tidur KRT dan pasangan yang terpisah dari anak-anak atau lainnya tidak tersedia dalam data Susenas 2015. Namun survei tersebut mengumpulkan informasi terkait ketersediaan lokasi tetap untuk tidur, keberadaan tempat tidur/kasur dan penggunaannya lebih dari tiga orang atau tidak. Lokasi tetap untuk tidur merujuk pada bagian tertentu dari ruangan yang selalu digunakan responden secara tetap untuk tidur kapanpun responden mau. Lokasi yang dimaksud disini tidak harus berupa kamar tidur tetapi bisa juga ruangan dengan fungsi lainnya. Oleh karena itu, dalam pembahasan selanjutnya, keberadaan kamar tidur KRT dan pasangan yang terpisah dari anak-anak atau lainnya di proksi dengan keberadaan tempat tidur KRT yang digunakan maksimal oleh tiga orang.
74 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 5.8 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangan Bukan Penderita Penyakit Kronis dan Disabilitas, 2014
Sumber : SPTK 2014
96,17
87,30
87,64
88,34
86,82
81,98
89,24
85,28
86,40
83,67
85,52
86,90
85,10
86,43
85,39
83,46
88,69
85,42
85,67
86,00
86,07
85,71
89,82
91,96
87,97
89,27
81,96
85,55
89,59
89,06
82,22
86,71
79,44
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 86,21
75Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 75
5.3 KETERSEDIAAN TEMPAT/LOKASI TETAP UNTUK TIDUR
Ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur merupakan variabel terakhir pada dimensi ketahanan fisik. Variabel ini diukur dengan indikator ketersediaan lokasi tetap untuk tidur. Tidur merupakan cara istirahat yang paling umum dilakukan untuk mengembalikan stamina dan daya tahan tubuh. Tidur sangat penting bagi setiap orang, namun seringkali tuntutan kesibukan sehari-hari, gaya hidup, dan kondisi tempat tinggal membuat orang menjadi kurang tidur. Padahal kurang tidur dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, seperti menurunkan kualitas hidup, mengganggu metabolisme tubuh, menurunkan daya ingat, dan sebagainya.
Tidur yang cukup merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas seseorang di esok hari. Selain itu, kecukupan waktu tidur akan meminimalisir risiko mengidap penyakit kronis tertentu. Orang yang kurang tidur akan meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner (European Heart Journal, 2011). Masing-masing orang memiliki kebutuhan jumlah waktu tidur yang berbeda-beda. Namun umumnya, jumlah waktu tidur yang cukup adalah 5-8 jam setiap hari (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Tidur yang cukup harus diimbangi dengan kualitas tidur yang baik, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tempat atau kamar untuk tidur.
Kepala rumah tangga dan pasangannya yang mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak maupun anggota rumah tangga lain berpotensi memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada kepala rumah tangga atau pasangannya yang kamar tidurnya bergabung dengan anak-anak maupun anggota rumah tangga lain. Kualitas tidur yang lebih baik akan dapat meningkatkan ketahanan fisik mereka sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, KRT dan pasangan yang mempunyai keleluasaan beristirahat yang ditandai dengan kamar tidur yang terpisah dengan anak-anak diharapkan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik.
Informasi terkait keberadaan kamar tidur KRT dan pasangan yang terpisah dari anak-anak atau lainnya tidak tersedia dalam data Susenas 2015. Namun survei tersebut mengumpulkan informasi terkait ketersediaan lokasi tetap untuk tidur, keberadaan tempat tidur/kasur dan penggunaannya lebih dari tiga orang atau tidak. Lokasi tetap untuk tidur merujuk pada bagian tertentu dari ruangan yang selalu digunakan responden secara tetap untuk tidur kapanpun responden mau. Lokasi yang dimaksud disini tidak harus berupa kamar tidur tetapi bisa juga ruangan dengan fungsi lainnya. Oleh karena itu, dalam pembahasan selanjutnya, keberadaan kamar tidur KRT dan pasangan yang terpisah dari anak-anak atau lainnya di proksi dengan keberadaan tempat tidur KRT yang digunakan maksimal oleh tiga orang.
74 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 5.8 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangan Bukan Penderita Penyakit Kronis dan Disabilitas, 2014
Sumber : SPTK 2014
96,17
87,30
87,64
88,34
86,82
81,98
89,24
85,28
86,40
83,67
85,52
86,90
85,10
86,43
85,39
83,46
88,69
85,42
85,67
86,00
86,07
85,71
89,82
91,96
87,97
89,27
81,96
85,55
89,59
89,06
82,22
86,71
79,44
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 86,21
76 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 77
Gambar 5.10 Persentase Rumah Tangga yang KRT-nya Memiliki Tempat Tidur dan Digunakan Maksimal 3 Orang, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
31,11
59,00
74,86
71,59
57,69
50,83
73,43
73,56
68,48
74,95
64,67
73,57
84,48
78,68
69,60
60,34
70,57
87,83
74,46
81,84
84,19
82,66
77,18
72,47
79,67
78,92
82,03
76,92
73,98
74,47
71,86
75,79
71,18
75,46
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 76,63
76 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 5.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur KRT dan Klasifikasi Wilayah, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
Rumah tangga yang berpotensi mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik tidak hanya mempunyai lokasi tetap untuk tidur, namun suami-istri juga harus mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak ataupun anggota keluarga lainnya. Dalam hal ini, diproksi dengan kepala rumah tangga atau pasangan yang mempunyai tempat tidur dan digunakan tidak lebih dari 3 orang. Dimana secara nasional, terdapat sekitar 76,63 persen rumah tangga yang KRT dan pasangan mempunyai tempat tidur yang digunakan maksimal oleh 3 orang. Kemudian, sekitar 15,96 persen rumah tangga mempunyai tempat tidur namun digunakan lebih dari 3 orang, sehingga disinyalir tidak mempunyai keleluasaan untuk beristirahat karena harus berbagi tempat dengan lainnya. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, maka persentase rumah tangga yang KRT dan pasangan mempunyai tempat tidur digunakan maksimal 3 orang di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan.
Pada Gambar 5.10, disajikan persentase rumah tangga yang KRT dan pasangannya mempunyai tempat tidur dan digunakan maksimal oleh 3 orang menurut provinsi. Hasilnya, terdapat enam provinsi yang mencapai persentase di atas 80 persen, yaitu Lampung (82,03), Jawa Tengah (82,66%), DI Yogyakarta (84,19%), Jawa Timur (81,84%), Bali (87,83%), dan Kalimantan Selatan (84,48%). Sementara, terdapat delapan provinsi yang memiliki persentase di bawah 70 persen, yaitu Nusa Tenggara Timur (60,34%), Kalimantan Barat (69,60%), Kalimantan Utara (64,67%), Sulawesi Tengah (68,48%), Gorontalo (50,83%), Sulawesi Barat (57,69%), Papua Barat (59,00%) dan Papua (31,11%).
Perkotaan + Perdesaan
Perdesaan
Perkotaan
76,63
74,89
78,36
15,96
15,91
16,02
4,63
6,44
2,84
2,77
2,76
2,78
Ada Tempat Tidur, Digunakan Maksimal 3 OrangAda Tempat Tidur, Digunakan Lebih dari 3 OrangTidak Ada Tempat TidurTidak ada Lokasi Tetap Untuk Tidur
77Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 77
Gambar 5.10 Persentase Rumah Tangga yang KRT-nya Memiliki Tempat Tidur dan Digunakan Maksimal 3 Orang, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
31,11
59,00
74,86
71,59
57,69
50,83
73,43
73,56
68,48
74,95
64,67
73,57
84,48
78,68
69,60
60,34
70,57
87,83
74,46
81,84
84,19
82,66
77,18
72,47
79,67
78,92
82,03
76,92
73,98
74,47
71,86
75,79
71,18
75,46
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 76,63
76 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 5.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur KRT dan Klasifikasi Wilayah, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
Rumah tangga yang berpotensi mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik tidak hanya mempunyai lokasi tetap untuk tidur, namun suami-istri juga harus mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak ataupun anggota keluarga lainnya. Dalam hal ini, diproksi dengan kepala rumah tangga atau pasangan yang mempunyai tempat tidur dan digunakan tidak lebih dari 3 orang. Dimana secara nasional, terdapat sekitar 76,63 persen rumah tangga yang KRT dan pasangan mempunyai tempat tidur yang digunakan maksimal oleh 3 orang. Kemudian, sekitar 15,96 persen rumah tangga mempunyai tempat tidur namun digunakan lebih dari 3 orang, sehingga disinyalir tidak mempunyai keleluasaan untuk beristirahat karena harus berbagi tempat dengan lainnya. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, maka persentase rumah tangga yang KRT dan pasangan mempunyai tempat tidur digunakan maksimal 3 orang di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan.
Pada Gambar 5.10, disajikan persentase rumah tangga yang KRT dan pasangannya mempunyai tempat tidur dan digunakan maksimal oleh 3 orang menurut provinsi. Hasilnya, terdapat enam provinsi yang mencapai persentase di atas 80 persen, yaitu Lampung (82,03), Jawa Tengah (82,66%), DI Yogyakarta (84,19%), Jawa Timur (81,84%), Bali (87,83%), dan Kalimantan Selatan (84,48%). Sementara, terdapat delapan provinsi yang memiliki persentase di bawah 70 persen, yaitu Nusa Tenggara Timur (60,34%), Kalimantan Barat (69,60%), Kalimantan Utara (64,67%), Sulawesi Tengah (68,48%), Gorontalo (50,83%), Sulawesi Barat (57,69%), Papua Barat (59,00%) dan Papua (31,11%).
Perkotaan + Perdesaan
Perdesaan
Perkotaan
76,63
74,89
78,36
15,96
15,91
16,02
4,63
6,44
2,84
2,77
2,76
2,78
Ada Tempat Tidur, Digunakan Maksimal 3 OrangAda Tempat Tidur, Digunakan Lebih dari 3 OrangTidak Ada Tempat TidurTidak ada Lokasi Tetap Untuk Tidur
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 79
KETAHANAN EKONOMI
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, ketahanan keluarga juga mengandung makna kemampuan materil keluarga untuk hidup mandiri dan mengembangkan keluarga (Undang-undang Nomor 52 tahun 2009). Kemampuan materil keluarga ini dapat dipahami sebagai ketahanan ekonomi keluarga dalam mengatasi permasalahan ekonomi berdasarkan sumber daya yang mereka miliki. Untuk itu, pembahasan ketahanan ekonomi akan menyajikan beberapa variabel yang berpotensi mempengaruhi tingkat ketahanan ekonomi keluarga. Dimensi tersebut dibangun dari empat variabel, antara lain (1) tempat tinggal keluarga, (2) pendapatan keluarga, (3) pembiayaan pendidikan anak, dan (4) jaminan keuangan keluarga.
6.1 TEMPAT TINGGAL KELUARGA
Tempat tinggal keluarga merupakan salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi yang diukur dengan status kepemilikan rumah. Indikator ini dapat digunakan sebagai ukuran ketahanan ekonomi suatu rumah tangga karena rumah tangga yang telah memiliki rumah sendiri berarti dia telah mampu memenuhi salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk membangun keluarga dengan ketahanan keluarga yang lebih baik. Kepemilikan tempat tinggal akan diukur dengan indikator status kepemilikan bangunan tempat tinggal yang dihasilkan dari data rumah tangga Susenas 2015. Rumah tangga yang telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik dibandingkan rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.
Mayoritas rumah tangga di Indonesia telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri (82,63%), sedangkan sisanya menempati bangunan tempat tinggal dengan membayar kontrak atau sewa, menumpang (bebas sewa), rumah dinas, dan lainnya (17,37%). Persentase rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan. Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya ketersediaan lahan untuk tempat tinggal di wilayah perkotaan. Berdasarkan klasifikasi wilayah, dalam data BPS 2015 menunjukkan bahwa secara nasional persentase penduduk di wilayah perkotaan lebih besar dibandingkan di wilayah perdesaan (53,3%). Hal inilah yang menjadi salah satu
6
79Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 79
KETAHANAN EKONOMI
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, ketahanan keluarga juga mengandung makna kemampuan materil keluarga untuk hidup mandiri dan mengembangkan keluarga (Undang-undang Nomor 52 tahun 2009). Kemampuan materil keluarga ini dapat dipahami sebagai ketahanan ekonomi keluarga dalam mengatasi permasalahan ekonomi berdasarkan sumber daya yang mereka miliki. Untuk itu, pembahasan ketahanan ekonomi akan menyajikan beberapa variabel yang berpotensi mempengaruhi tingkat ketahanan ekonomi keluarga. Dimensi tersebut dibangun dari empat variabel, antara lain (1) tempat tinggal keluarga, (2) pendapatan keluarga, (3) pembiayaan pendidikan anak, dan (4) jaminan keuangan keluarga.
6.1 TEMPAT TINGGAL KELUARGA
Tempat tinggal keluarga merupakan salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi yang diukur dengan status kepemilikan rumah. Indikator ini dapat digunakan sebagai ukuran ketahanan ekonomi suatu rumah tangga karena rumah tangga yang telah memiliki rumah sendiri berarti dia telah mampu memenuhi salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk membangun keluarga dengan ketahanan keluarga yang lebih baik. Kepemilikan tempat tinggal akan diukur dengan indikator status kepemilikan bangunan tempat tinggal yang dihasilkan dari data rumah tangga Susenas 2015. Rumah tangga yang telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik dibandingkan rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.
Mayoritas rumah tangga di Indonesia telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri (82,63%), sedangkan sisanya menempati bangunan tempat tinggal dengan membayar kontrak atau sewa, menumpang (bebas sewa), rumah dinas, dan lainnya (17,37%). Persentase rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan. Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya ketersediaan lahan untuk tempat tinggal di wilayah perkotaan. Berdasarkan klasifikasi wilayah, dalam data BPS 2015 menunjukkan bahwa secara nasional persentase penduduk di wilayah perkotaan lebih besar dibandingkan di wilayah perdesaan (53,3%). Hal inilah yang menjadi salah satu
6
80 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 81
Gambar 6.2 Persentase Rumah Tangga yang Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggalnya Milik Sendiri Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
81,69
74,57
87,84
81,51
91,47
81,66
86,47
86,85
87,14
80,44
74,77
72,69
79,22
77,99
90,07
88,52
87,85
77,31
80,94
90,46
76,99
90,93
80,63
51,09
67,67
87,85
90,35
85,52
83,02
83,94
71,56
74,13
71,09
82,36
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 82,63
80 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
sebab mengapa ketersediaan lahan untuk bangunan tempat tinggal di wilayah perkotaan lebih sedikit dibandingkan di perdesaan.
Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri cenderung lebih tinggi daripada bukan milik sendiri. Namun untuk DKI Jakarta, persentase rumah tangga yang menempati bangunan milik sendiri (51,09%) hampir berimbang dengan rumah tangga yang menempati bangunan bukan milik sendiri (48,91%). Seperti diketahui, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, dimana pada tahun 2015, kepadatan penduduk di DKI Jakarta mencapai 15.328 jiwa/Km2 (BPS, 2016). Hal ini menyebabkan tingginya permintaan akan bangunan tempat tinggal yang kemudian berimbas pada mahalnya harga rumah. Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian penduduk DKI Jakarta tidak mampu untuk memiliki rumah sendiri. Selain DKI Jakarta, masih terdapat 18 provinsi lain yang mempunyai persentase rumah tangga dengan status kepemilikan bangunan tempat tinggal milik sendiri masih berada di bawah angka nasional, antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
73,87 91,44
82,63
26,13
8,56 17,37
Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri
81Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 81
Gambar 6.2 Persentase Rumah Tangga yang Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggalnya Milik Sendiri Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
81,69
74,57
87,84
81,51
91,47
81,66
86,47
86,85
87,14
80,44
74,77
72,69
79,22
77,99
90,07
88,52
87,85
77,31
80,94
90,46
76,99
90,93
80,63
51,09
67,67
87,85
90,35
85,52
83,02
83,94
71,56
74,13
71,09
82,36
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 82,63
80 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
sebab mengapa ketersediaan lahan untuk bangunan tempat tinggal di wilayah perkotaan lebih sedikit dibandingkan di perdesaan.
Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri cenderung lebih tinggi daripada bukan milik sendiri. Namun untuk DKI Jakarta, persentase rumah tangga yang menempati bangunan milik sendiri (51,09%) hampir berimbang dengan rumah tangga yang menempati bangunan bukan milik sendiri (48,91%). Seperti diketahui, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, dimana pada tahun 2015, kepadatan penduduk di DKI Jakarta mencapai 15.328 jiwa/Km2 (BPS, 2016). Hal ini menyebabkan tingginya permintaan akan bangunan tempat tinggal yang kemudian berimbas pada mahalnya harga rumah. Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian penduduk DKI Jakarta tidak mampu untuk memiliki rumah sendiri. Selain DKI Jakarta, masih terdapat 18 provinsi lain yang mempunyai persentase rumah tangga dengan status kepemilikan bangunan tempat tinggal milik sendiri masih berada di bawah angka nasional, antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
73,87 91,44
82,63
26,13
8,56 17,37
Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri
82 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 83
Gambar 6.3 memperlihatkan besarnya persentase rumah tangga berdasarkan empat kelompok pengeluaran perkapita per bulan. Sekitar 42,04 persen rumah tangga termasuk dalam Kelompok IV (pengeluaran perkapita lebih dari Rp 750.000,00) dan hanya sekitar 3,54 persen rumah tangga yang termasuk dalam kelompok I (pengeluaran perkapita kurang dari Rp 250.000,00), sementara mayoritas rumah tangga lainnya termasuk dalam kelompok II dan III. Sedangkan jika dilihat per provinsi terlihat bahwa mayoritas pengeluaran perkapita per bulan rumah tangga di Indonesia telah lebih dari Rp 250.000,00 di seluruh provinsi (Gambar 6.5). Bahkan di provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Utara persentase rumah tangga yang mempunyai pengeluaran perkapita per bulannya kurang dari Rp 250.000,00 boleh dikatakan sudah tidak ada. Selain itu, data kemiskinan BPS juga telah menetapkan bahwa garis kemiskinan nasional di Indonesia pada tahun 2015 semester 2 untuk daerah perkotaan adalah sebesar Rp 356.378,00 dan daerah perdesaan adalah sebesar Rp 333.034,00. Garis kemiskinan merupakan batas minimum besarnya pengeluaran perkapita per bulan sebelum seseorang dikategorikan miskin. Untuk DKI Jakarta garis kemiskinan tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp. 503.038,00, selain itu DKI Jakarta juga merupakan provinsi dengan persentase penduduk miskin paling kecil, yaitu 3,61 persen (BPS, 2015). Sehingga sangat wajar jika persentase rumah tangga yang pengeluaran perkapita per bulannya di bawah Rp 250.000,00 mencapai nol persen.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa nilai batas (cutting point) pengeluaran rumah tangga perkapita per bulan sebesar Rp 250.000,00 kurang tepat digunakan sebagai pembeda ketahanan ekonomi rumah tangga. Sebagai alternatif, disajikan pula garis kemiskinan sebagai nilai batas (cutting point) pengganti, dimana pengeluaran perkapita per bulan akan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu 1) kelompok rumah tangga miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran perkapita per bulan kurang atau sama dengan garis kemiskinan; 2) kelompok rumah tangga hampir miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran antara garis kemiskinan sampai dengan 1,2 kali garis kemiskinan; 3) kelompok rumah tangga rentan miskin lainnya yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran antara 1,2 garis kemiskinan sampai dengan 1,6 garis kemiskinan; dan 4) kelompok rumah tangga tidak miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran lebih dari 1,6 garis kemiskinan. Keunggulan dari nilai batas (cutting point) dengan menggunakan garis kemiskinan adalah nilai batas (cutting point) ini akan terus dapat digunakan pada tahun-tahun selanjutnya karena besaran garis kemiskinan ini akan terus diperbaharui sesuai dengan besaran pengeluaran penduduk referensi yang sudah mempertimbangkan pula nilai barang konsumsi pada masing-masing provinsi.
82 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
6.2 PENDAPATAN KELUARGA
Kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga akan diukur dengan indikator objektif dan indikator subjektif. Pertama, indikator objektif akan melihat kecukupan penghasilan dengan pendapatan perkapita rumah tangga. Rumah tangga yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Kedua, indikator subjektif akan melihat kecukupan rumah tangga berdasarkan persepsi kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Rumah tangga yang mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.
6.2.1 Pendapatan Perkapita Keluarga
Studi yang dilakukan KPPPA bersama LPPM-IPB terkait ketahanan keluarga, menyebutkan batas minimal pendapatan perkapita per bulan adalah sebesar Rp 250.000,00. Artinya bahwa rumah tangga dengan pendapatan perkapita per bulan lebih dari Rp 250.000,00 lebih tahan secara ekonomi dibandingkan dengan rumah tangga dengan pendapatan perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00. Dalam sub-bab ini, pendapatan rumah tangga perkapita per bulan akan diproksi dengan pengeluaran rumah tangga perkapita per bulan yang dibagi dalam empat kelompok, yaitu Kelompok I merupakan rumah tangga dengan pengeluaran perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00; Kelompok II Rp 250.000,00 sampai Rp 499.999,00; Kelompok III Rp 500.000,00 sampai Rp 749.999,00; dan Kelompok IV lebih dari Rp 750.000,00. Informasi pengeluaran perkapita per bulan diperoleh dari hasil Susenas Modul Konsumsi Maret 2015 yang sudah mencakup pengeluaran makanan dan non makanan.
Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kelompok Rata-Rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
3,54
29,78
24,64
42,04
Kelompok I (< 250.000)
Kelompok II (250.000 - 499.999)
Kelompok III (500.000 - 749.999)
Kelompok IV (≥750.000)
83Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 83
Gambar 6.3 memperlihatkan besarnya persentase rumah tangga berdasarkan empat kelompok pengeluaran perkapita per bulan. Sekitar 42,04 persen rumah tangga termasuk dalam Kelompok IV (pengeluaran perkapita lebih dari Rp 750.000,00) dan hanya sekitar 3,54 persen rumah tangga yang termasuk dalam kelompok I (pengeluaran perkapita kurang dari Rp 250.000,00), sementara mayoritas rumah tangga lainnya termasuk dalam kelompok II dan III. Sedangkan jika dilihat per provinsi terlihat bahwa mayoritas pengeluaran perkapita per bulan rumah tangga di Indonesia telah lebih dari Rp 250.000,00 di seluruh provinsi (Gambar 6.5). Bahkan di provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Utara persentase rumah tangga yang mempunyai pengeluaran perkapita per bulannya kurang dari Rp 250.000,00 boleh dikatakan sudah tidak ada. Selain itu, data kemiskinan BPS juga telah menetapkan bahwa garis kemiskinan nasional di Indonesia pada tahun 2015 semester 2 untuk daerah perkotaan adalah sebesar Rp 356.378,00 dan daerah perdesaan adalah sebesar Rp 333.034,00. Garis kemiskinan merupakan batas minimum besarnya pengeluaran perkapita per bulan sebelum seseorang dikategorikan miskin. Untuk DKI Jakarta garis kemiskinan tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp. 503.038,00, selain itu DKI Jakarta juga merupakan provinsi dengan persentase penduduk miskin paling kecil, yaitu 3,61 persen (BPS, 2015). Sehingga sangat wajar jika persentase rumah tangga yang pengeluaran perkapita per bulannya di bawah Rp 250.000,00 mencapai nol persen.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa nilai batas (cutting point) pengeluaran rumah tangga perkapita per bulan sebesar Rp 250.000,00 kurang tepat digunakan sebagai pembeda ketahanan ekonomi rumah tangga. Sebagai alternatif, disajikan pula garis kemiskinan sebagai nilai batas (cutting point) pengganti, dimana pengeluaran perkapita per bulan akan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu 1) kelompok rumah tangga miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran perkapita per bulan kurang atau sama dengan garis kemiskinan; 2) kelompok rumah tangga hampir miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran antara garis kemiskinan sampai dengan 1,2 kali garis kemiskinan; 3) kelompok rumah tangga rentan miskin lainnya yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran antara 1,2 garis kemiskinan sampai dengan 1,6 garis kemiskinan; dan 4) kelompok rumah tangga tidak miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran lebih dari 1,6 garis kemiskinan. Keunggulan dari nilai batas (cutting point) dengan menggunakan garis kemiskinan adalah nilai batas (cutting point) ini akan terus dapat digunakan pada tahun-tahun selanjutnya karena besaran garis kemiskinan ini akan terus diperbaharui sesuai dengan besaran pengeluaran penduduk referensi yang sudah mempertimbangkan pula nilai barang konsumsi pada masing-masing provinsi.
82 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
6.2 PENDAPATAN KELUARGA
Kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga akan diukur dengan indikator objektif dan indikator subjektif. Pertama, indikator objektif akan melihat kecukupan penghasilan dengan pendapatan perkapita rumah tangga. Rumah tangga yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Kedua, indikator subjektif akan melihat kecukupan rumah tangga berdasarkan persepsi kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Rumah tangga yang mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.
6.2.1 Pendapatan Perkapita Keluarga
Studi yang dilakukan KPPPA bersama LPPM-IPB terkait ketahanan keluarga, menyebutkan batas minimal pendapatan perkapita per bulan adalah sebesar Rp 250.000,00. Artinya bahwa rumah tangga dengan pendapatan perkapita per bulan lebih dari Rp 250.000,00 lebih tahan secara ekonomi dibandingkan dengan rumah tangga dengan pendapatan perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00. Dalam sub-bab ini, pendapatan rumah tangga perkapita per bulan akan diproksi dengan pengeluaran rumah tangga perkapita per bulan yang dibagi dalam empat kelompok, yaitu Kelompok I merupakan rumah tangga dengan pengeluaran perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00; Kelompok II Rp 250.000,00 sampai Rp 499.999,00; Kelompok III Rp 500.000,00 sampai Rp 749.999,00; dan Kelompok IV lebih dari Rp 750.000,00. Informasi pengeluaran perkapita per bulan diperoleh dari hasil Susenas Modul Konsumsi Maret 2015 yang sudah mencakup pengeluaran makanan dan non makanan.
Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kelompok Rata-Rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
3,54
29,78
24,64
42,04
Kelompok I (< 250.000)
Kelompok II (250.000 - 499.999)
Kelompok III (500.000 - 749.999)
Kelompok IV (≥750.000)
84 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 85
Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Rata-rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan dan Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
1,51 1,27 0,34 0,38 1,14 3,69
2,19 2,82 0,02 0,17 0,00 3,10
6,06 4,10 4,28
0,78 0,96
5,88 10,80
1,77 0,58 0,59 0,08 0,00 2,55 2,63
8,78 8,86
12,84 8,09
1,13 0,28
3,91 9,29
AcehSumatera UtaraSumatera Barat
RiauJambi
Sumatera SelatanBengkuluLampung
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
DKI JakartaJawa Barat
Jawa TengahDI Yogyakarta
Jawa TimurBanten
BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi Selatan
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi BaratMaluku
Maluku UtaraPapua Barat
Papua
Kelompok I (< 250.000) Kelompok II (250.000 - 499.999)
Kelompok III (500.000 - 749.999) Kelompok IV (≥ 750.000)
84 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Rata-rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Dengan menggunakan garis kemiskinan sebagai cutting point ketahanan ekonomi maka rumah tangga yang mempunyai pengeluaran perkapita per bulan lebih dari 1,6 kali garis kemiskinan berpotensi untuk memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Gambar 6.4 menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga Indonesia merupakan rumah tangga tidak miskin atau telah memiliki pengeluaran perkapita per bulan lebih dari 1,6 kali garis kemiskinan (64,64%). Kelompok rumah tangga tidak miskin tersebut tidak mencakup kelompok rumah tangga hampir miskin (9,23%) dan rentan miskin lainnya (16,52%). Berdasarkan klasifikasi wilayahnya, Gambar 6.4 juga menunjukkan bahwa persentase rumah tangga tidak miskin di perkotaan (71,77%) lebih besar dibandingkan di perdesaan (57,47%). Sebaliknya, persentase rumah tangga miskin, hampir miskin dan rentan miskin lainnya lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Ini menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi rumah tangga di perdesaan cenderung lebih rendah daripada di perkotaan. Perbandingan persentase rumah tangga tidak miskin pada masing-masing provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.5.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
7,05 12,18
9,60 7,36 11,11 9,23 13,83 19,24 16,52
71,77
57,47 64,64
Miskin Hampir Miskin Rentan Miskin Lainnya Tidak Miskin
85Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 85
Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Rata-rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan dan Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
1,51 1,27 0,34 0,38 1,14 3,69
2,19 2,82 0,02 0,17 0,00 3,10
6,06 4,10 4,28
0,78 0,96
5,88 10,80
1,77 0,58 0,59 0,08 0,00 2,55 2,63
8,78 8,86
12,84 8,09
1,13 0,28
3,91 9,29
AcehSumatera UtaraSumatera Barat
RiauJambi
Sumatera SelatanBengkuluLampung
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
DKI JakartaJawa Barat
Jawa TengahDI Yogyakarta
Jawa TimurBanten
BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi Selatan
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi BaratMaluku
Maluku UtaraPapua Barat
Papua
Kelompok I (< 250.000) Kelompok II (250.000 - 499.999)
Kelompok III (500.000 - 749.999) Kelompok IV (≥ 750.000)
84 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Rata-rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Dengan menggunakan garis kemiskinan sebagai cutting point ketahanan ekonomi maka rumah tangga yang mempunyai pengeluaran perkapita per bulan lebih dari 1,6 kali garis kemiskinan berpotensi untuk memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Gambar 6.4 menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga Indonesia merupakan rumah tangga tidak miskin atau telah memiliki pengeluaran perkapita per bulan lebih dari 1,6 kali garis kemiskinan (64,64%). Kelompok rumah tangga tidak miskin tersebut tidak mencakup kelompok rumah tangga hampir miskin (9,23%) dan rentan miskin lainnya (16,52%). Berdasarkan klasifikasi wilayahnya, Gambar 6.4 juga menunjukkan bahwa persentase rumah tangga tidak miskin di perkotaan (71,77%) lebih besar dibandingkan di perdesaan (57,47%). Sebaliknya, persentase rumah tangga miskin, hampir miskin dan rentan miskin lainnya lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Ini menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi rumah tangga di perdesaan cenderung lebih rendah daripada di perkotaan. Perbandingan persentase rumah tangga tidak miskin pada masing-masing provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.5.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
7,05 12,18
9,60 7,36 11,11 9,23 13,83 19,24 16,52
71,77
57,47 64,64
Miskin Hampir Miskin Rentan Miskin Lainnya Tidak Miskin
86 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 87
Gambar 6.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Kelompok Pendapatan, 2014
Sumber : SPTK 2014
Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih tinggi daripada mereka yang merasa tidak cukup. Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga tertinggi dan Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Gambar 6.8). Selain itu, masih terdapat 11 provinsi yang memiliki persentase rumah tangga di bawah angka nasional untuk rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup atau lebih dari cukup, yakni Aceh, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku.
45,12
27,58
13,27
4,53
1,10
50,63
68,00
76,20
73,18
49,74
4,24
4,42
10,54
22,30
49,16
> Rp. 7.200.000
Rp 4.800.000 - Rp 7.200.000
Rp 3.000.001 - Rp 4.800.000
Rp 1.800.001 - Rp 3.000.000
≤ Rp 1.800.000
Lebih dari cukup Cukup Kurang
86 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
6.2.2 Kecukupan Pendapatan Keluarga
Berbeda dengan sebelumnya, sub-bab ini membahas mengenai kecukupan pendapatan rumah tangga berdasarkan persepsi subjektif kepala rumah tangga/pasangan terkait kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini penting mengingat kesejahteraan keluarga sebagai bagian dari ketahanan keluarga tidak hanya dapat diukur secara objektif saja namun juga secara subjektif. Penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih menekankan pada kepuasan rumah tangga atas pendapatan yang telah didapat. Asumsinya akan ada hubungan yang searah antara penilaian subjektif ini dengan kondisi objektif ekonomi keluarga. Artinya adalah bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin puas rumah tangga tersebut akan kondisi ekonominya.
Gambar 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014
Sumber : SPTK 2014
Secara nasional, terdapat 29,73 persen rumah tangga yang merasa pendapatannya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 6.6). Selain itu, terdapat kecenderungan yang berbeda berdasarkan klasifikasi wilayah, dimana persentase rumah tangga yang merasa kurang ternyata lebih tinggi di perdesaan (34,34%) daripada di perkotaan (25,09%). Kemudian, jika di teliti lebih jauh, penilaian terkait kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dipengaruhi oleh besaran pendapatan rumah tangga. Semakin rendah kelompok pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pula persentase rumah tangga yang merasa pendapatan rumah tangganya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 6.7).
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
10,02 6,51 8,26
64,89 59,15 62,01
25,09 34,34
29,73
Lebih dari cukup Cukup Kurang
87Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 87
Gambar 6.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Kelompok Pendapatan, 2014
Sumber : SPTK 2014
Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih tinggi daripada mereka yang merasa tidak cukup. Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga tertinggi dan Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Gambar 6.8). Selain itu, masih terdapat 11 provinsi yang memiliki persentase rumah tangga di bawah angka nasional untuk rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup atau lebih dari cukup, yakni Aceh, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku.
45,12
27,58
13,27
4,53
1,10
50,63
68,00
76,20
73,18
49,74
4,24
4,42
10,54
22,30
49,16
> Rp. 7.200.000
Rp 4.800.000 - Rp 7.200.000
Rp 3.000.001 - Rp 4.800.000
Rp 1.800.001 - Rp 3.000.000
≤ Rp 1.800.000
Lebih dari cukup Cukup Kurang
86 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
6.2.2 Kecukupan Pendapatan Keluarga
Berbeda dengan sebelumnya, sub-bab ini membahas mengenai kecukupan pendapatan rumah tangga berdasarkan persepsi subjektif kepala rumah tangga/pasangan terkait kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini penting mengingat kesejahteraan keluarga sebagai bagian dari ketahanan keluarga tidak hanya dapat diukur secara objektif saja namun juga secara subjektif. Penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih menekankan pada kepuasan rumah tangga atas pendapatan yang telah didapat. Asumsinya akan ada hubungan yang searah antara penilaian subjektif ini dengan kondisi objektif ekonomi keluarga. Artinya adalah bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin puas rumah tangga tersebut akan kondisi ekonominya.
Gambar 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014
Sumber : SPTK 2014
Secara nasional, terdapat 29,73 persen rumah tangga yang merasa pendapatannya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 6.6). Selain itu, terdapat kecenderungan yang berbeda berdasarkan klasifikasi wilayah, dimana persentase rumah tangga yang merasa kurang ternyata lebih tinggi di perdesaan (34,34%) daripada di perkotaan (25,09%). Kemudian, jika di teliti lebih jauh, penilaian terkait kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dipengaruhi oleh besaran pendapatan rumah tangga. Semakin rendah kelompok pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pula persentase rumah tangga yang merasa pendapatan rumah tangganya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 6.7).
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
10,02 6,51 8,26
64,89 59,15 62,01
25,09 34,34
29,73
Lebih dari cukup Cukup Kurang
88 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 89
6.3 PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ANAK
Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting saat ini. Status pendidikan dalam rumah tangga dapat menjadi salah satu cara untuk menggambarkan kondisi ketahanan ekonomi rumah tangga tersebut karena dapat dijadikan pendekatan untuk mengetahui kecukupan pendapatan rumah tangga secara objektif. Pendidikan anak sebagai variabel penyusun dimensi ketahanan ekonomi untuk mengukur ketahanan keluarga disusun dari dua indikator, yaitu (1) kemampuan pembiayaan pendidikan anak, dan (2) keberlangsungan pendidikan anak.
6.3.1 Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP sederajat) tanpa memungut biaya (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Namun, kebijakan biaya sekolah gratis hanya berlaku bagi murid yang bersekolah di SD ataupun SMP negeri, itupun belum berlaku secara nasional. Pada sekolah tertentu masih terdapat pungutan biaya yang besarnya bervariasi yang ditentukan oleh komite sekolah. Selain itu, sekolah negeri belum mampu menampung seluruh siswa usia sekolah, sehingga hanya siswa dengan nilai yang bagus yang mampu bersaing untuk diterima di sekolah negeri. Hal ini mengakibatkan sebagian siswa harus melanjutkan di sekolah swasta yang membutuhkan biaya yang lebih besar daripada sekolah negeri.
Gambar 6.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
90,66 86,52 88,54
5,48 7,31 6,42 3,86 6,16 5,04
Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah
88 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Provinsi, 2015
Sumber : SPTK 2014
9,70
12,90
10,38
9,20
5,17
5,64
11,09
11,25
7,79
9,36
14,59
11,47
11,84
8,91
4,94
8,91
11,25
6,31
9,16
7,89
7,75
6,10
8,72
13,31
6,99
5,84
6,93
10,62
9,43
11,65
11,54
7,09
5,62
65,51
65,27
65,37
59,45
61,18
62,26
59,36
60,60
65,41
67,86
70,00
68,96
67,77
65,86
55,07
47,73
63,03
60,08
61,29
64,89
60,92
60,31
68,58
71,48
75,29
63,86
59,04
60,38
71,04
67,25
60,43
65,25
52,51
24,79
21,83
24,25
31,36
33,65
32,11
29,55
28,15
26,81
22,78
15,41
19,57
20,38
25,23
39,99
43,36
25,72
33,61
29,56
27,22
31,32
33,59
22,70
15,21
17,72
30,30
34,03
29,00
19,53
21,10
28,03
27,67
41,87
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Lebih dari Cukup Cukup Kurang
89Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 89
6.3 PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ANAK
Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting saat ini. Status pendidikan dalam rumah tangga dapat menjadi salah satu cara untuk menggambarkan kondisi ketahanan ekonomi rumah tangga tersebut karena dapat dijadikan pendekatan untuk mengetahui kecukupan pendapatan rumah tangga secara objektif. Pendidikan anak sebagai variabel penyusun dimensi ketahanan ekonomi untuk mengukur ketahanan keluarga disusun dari dua indikator, yaitu (1) kemampuan pembiayaan pendidikan anak, dan (2) keberlangsungan pendidikan anak.
6.3.1 Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP sederajat) tanpa memungut biaya (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Namun, kebijakan biaya sekolah gratis hanya berlaku bagi murid yang bersekolah di SD ataupun SMP negeri, itupun belum berlaku secara nasional. Pada sekolah tertentu masih terdapat pungutan biaya yang besarnya bervariasi yang ditentukan oleh komite sekolah. Selain itu, sekolah negeri belum mampu menampung seluruh siswa usia sekolah, sehingga hanya siswa dengan nilai yang bagus yang mampu bersaing untuk diterima di sekolah negeri. Hal ini mengakibatkan sebagian siswa harus melanjutkan di sekolah swasta yang membutuhkan biaya yang lebih besar daripada sekolah negeri.
Gambar 6.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
90,66 86,52 88,54
5,48 7,31 6,42 3,86 6,16 5,04
Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah
88 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Provinsi, 2015
Sumber : SPTK 2014
9,70
12,90
10,38
9,20
5,17
5,64
11,09
11,25
7,79
9,36
14,59
11,47
11,84
8,91
4,94
8,91
11,25
6,31
9,16
7,89
7,75
6,10
8,72
13,31
6,99
5,84
6,93
10,62
9,43
11,65
11,54
7,09
5,62
65,51
65,27
65,37
59,45
61,18
62,26
59,36
60,60
65,41
67,86
70,00
68,96
67,77
65,86
55,07
47,73
63,03
60,08
61,29
64,89
60,92
60,31
68,58
71,48
75,29
63,86
59,04
60,38
71,04
67,25
60,43
65,25
52,51
24,79
21,83
24,25
31,36
33,65
32,11
29,55
28,15
26,81
22,78
15,41
19,57
20,38
25,23
39,99
43,36
25,72
33,61
29,56
27,22
31,32
33,59
22,70
15,21
17,72
30,30
34,03
29,00
19,53
21,10
28,03
27,67
41,87
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Lebih dari Cukup Cukup Kurang
90 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 91
Gambar 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah dan Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
69,64 89,04 90,02 89,92 83,50 86,68 88,12 86,55 87,88 89,76 87,89 93,26 87,97 87,38 85,92 87,36 91,56 93,03 87,66 89,76 95,46 88,48 87,21 89,71 94,34 87,12 88,65 91,72 87,31 89,34 89,60 91,61 89,15 92,06
PapuaPapua Barat
Maluku UtaraMaluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur
Kalimantan SelatanKalimantan Tengah
Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
BaliBanten
Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah
Jawa BaratDKI Jakarta
Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Sumatera SelatanJambi
RiauSumatera BaratSumatera Utara
Aceh
Seluruh ART Bersekolah Sebagian ART Bersekolah Semua ART Tidak Bersekolah
90 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Biaya sekolah yang mahal memang masih menjadi dilema bagi dunia pendidikan di Indonesia. Tidak heran rata-rata lama sekolah untuk penduduk berusia 25 tahun ke atas di Indonesia hanya sekitar 7,73 tahun atau kurang lebih setara dengan kelas VII SMP. Variasi rata-rata lama sekolah sangat tinggi antar provinsi, salah satunya mungkin disebabkan karena pada daerah-daerah tertentu, akses ke sekolah sangat jauh sehingga menambah pengeluaran transportasi untuk sekolah. Contohnya provinsi Papua yang memiliki rata-rata lama sekolah paling kecil yakni 5,76 tahun, sementara provinsi DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah paling tinggi yakni 10,54 tahun. Oleh karena itu, rumah tangga yang mampu membiayai seluruh anggota rumah tangga usia 7 sampai 18 tahun hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih baik.
Data menunjukkan ART usia 7-18 tahun (usia sekolah) di Indonesia tersebar pada 54,52 persen rumah tangga (Lampiran 6.8). Selanjutnya, pada rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun tersebut terdapat 88,54 persen rumah tangga yang seluruh ART usia 7-18 tahun masih bersekolah. Sisanya 6,42 persen rumah tangga hanya sebagian ART usia 7-18 tahun yang bersekolah dan 5,04 persen rumah tangga seluruh ART usia 7-18 tahun ternyata tidak/belum pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi (Gambar 6.9). Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka rumah tangga di perkotaan cenderung memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya bersekolah (90,66%) lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (86,52%). Lebih jauh, jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan KRT maka semakin tinggi pendidikan KRT semakin cenderung pula untuk memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya masih bersekolah (Gambar 6.10).
Gambar 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Pendidikan Tertinggi KRT dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia Sekolah (7-18 Tahun) yang Bersekolah, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
80,71 86,19 91,50 94,55 96,44
10,20 8,08 5,24 3,28 2,00 9,10 5,73 3,26 2,17 1,57
Tidak punyaijazah SD
SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi
Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah
91Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 91
Gambar 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah dan Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
69,64 89,04 90,02 89,92 83,50 86,68 88,12 86,55 87,88 89,76 87,89 93,26 87,97 87,38 85,92 87,36 91,56 93,03 87,66 89,76 95,46 88,48 87,21 89,71 94,34 87,12 88,65 91,72 87,31 89,34 89,60 91,61 89,15 92,06
PapuaPapua Barat
Maluku UtaraMaluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur
Kalimantan SelatanKalimantan Tengah
Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
BaliBanten
Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah
Jawa BaratDKI Jakarta
Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Sumatera SelatanJambi
RiauSumatera BaratSumatera Utara
Aceh
Seluruh ART Bersekolah Sebagian ART Bersekolah Semua ART Tidak Bersekolah
90 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Biaya sekolah yang mahal memang masih menjadi dilema bagi dunia pendidikan di Indonesia. Tidak heran rata-rata lama sekolah untuk penduduk berusia 25 tahun ke atas di Indonesia hanya sekitar 7,73 tahun atau kurang lebih setara dengan kelas VII SMP. Variasi rata-rata lama sekolah sangat tinggi antar provinsi, salah satunya mungkin disebabkan karena pada daerah-daerah tertentu, akses ke sekolah sangat jauh sehingga menambah pengeluaran transportasi untuk sekolah. Contohnya provinsi Papua yang memiliki rata-rata lama sekolah paling kecil yakni 5,76 tahun, sementara provinsi DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah paling tinggi yakni 10,54 tahun. Oleh karena itu, rumah tangga yang mampu membiayai seluruh anggota rumah tangga usia 7 sampai 18 tahun hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih baik.
Data menunjukkan ART usia 7-18 tahun (usia sekolah) di Indonesia tersebar pada 54,52 persen rumah tangga (Lampiran 6.8). Selanjutnya, pada rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun tersebut terdapat 88,54 persen rumah tangga yang seluruh ART usia 7-18 tahun masih bersekolah. Sisanya 6,42 persen rumah tangga hanya sebagian ART usia 7-18 tahun yang bersekolah dan 5,04 persen rumah tangga seluruh ART usia 7-18 tahun ternyata tidak/belum pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi (Gambar 6.9). Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka rumah tangga di perkotaan cenderung memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya bersekolah (90,66%) lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (86,52%). Lebih jauh, jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan KRT maka semakin tinggi pendidikan KRT semakin cenderung pula untuk memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya masih bersekolah (Gambar 6.10).
Gambar 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Pendidikan Tertinggi KRT dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia Sekolah (7-18 Tahun) yang Bersekolah, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
80,71 86,19 91,50 94,55 96,44
10,20 8,08 5,24 3,28 2,00 9,10 5,73 3,26 2,17 1,57
Tidak punyaijazah SD
SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi
Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah
92 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 93
Penduduk yang putus sekolah dan tidak pernah sekolah mempunyai kecenderungan yang berbeda menurut umur dan jenis kelamin. Jika dilihat menurut kelompok umur, semakin tua usia penduduk maka semakin tinggi persentase mereka yang putus sekolah atau tidak pernah sekolah (Gambar 6.13). Lebih jauh, pada kelompok umur 7-12 tahun, perbedaan persentase antara anak laki-laki dan perempuan yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah masih dapat dikatakan seimbang. Namun pada kelompok umur selanjutnya, perbedaan persentase tersebut semakin nyata.
Gambar 6.13 Persentase Penduduk Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
6.4 JAMINAN KEUANGAN KELUARGA
Selain kecukupan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, ketahanan ekonomi keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga tersebut dalam menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga kepemilikan jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di masa depan menjadi salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi keluarga. Jaminan terhadap resiko tersebut diukur dengan variabel jaminan keuangan yang terdiri dari dua indikator, yaitu tabungan keluarga, dan asuransi keluarga.
0,97
4,37
10,96
0,84
3,23
7,54
0,91
3,81
9,32
7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun
Laki-laki Perempuan Total
92 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
6.3.2 Keberlangsungan Pendidikan Anak
Keberlangsungan pendidikan anak akan digambarkan melalui besarnya persentase rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga yang putus sekolah. Putus sekolah adalah suatu kondisi dimana seseorang yang berusia sekolah (7-18 tahun) tidak dapat menamatkan jenjang pendidikan yang sedang dijalaninya. Dalam hal ini, mereka yang telah menamatkan sekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu tetapi tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tidak termasuk sebagai putus sekolah. Selain tidak ada anak yang putus sekolah, rumah tangga yang mempunyai ketahanan ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota rumah tangganya untuk memperoleh pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah sekolah.
Keberadaan anak usia 7-18 tahun yang putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah ekonomi dalam rumah tangga tersebut. Dari 54,52 persen rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun, sekitar 2,67 persen rumah tangga di antaranya terdapat ART yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase rumah tangga yang terdapat ART putus sekolah atau tidak pernah bersekolah di perdesaan (3,41%) lebih tinggi daripada di perkotaan (1,92%). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan cenderung mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih rendah sehingga berpotensi untuk mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah pula (Gambar 6.12).
Gambar 6.12 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
3,63 6,10 2,67
96,37 93,90 97,33
Ada ART Putus Sekolah Tidak Ada ART Putus Sekolah
93Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 93
Penduduk yang putus sekolah dan tidak pernah sekolah mempunyai kecenderungan yang berbeda menurut umur dan jenis kelamin. Jika dilihat menurut kelompok umur, semakin tua usia penduduk maka semakin tinggi persentase mereka yang putus sekolah atau tidak pernah sekolah (Gambar 6.13). Lebih jauh, pada kelompok umur 7-12 tahun, perbedaan persentase antara anak laki-laki dan perempuan yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah masih dapat dikatakan seimbang. Namun pada kelompok umur selanjutnya, perbedaan persentase tersebut semakin nyata.
Gambar 6.13 Persentase Penduduk Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
6.4 JAMINAN KEUANGAN KELUARGA
Selain kecukupan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, ketahanan ekonomi keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga tersebut dalam menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga kepemilikan jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di masa depan menjadi salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi keluarga. Jaminan terhadap resiko tersebut diukur dengan variabel jaminan keuangan yang terdiri dari dua indikator, yaitu tabungan keluarga, dan asuransi keluarga.
0,97
4,37
10,96
0,84
3,23
7,54
0,91
3,81
9,32
7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun
Laki-laki Perempuan Total
92 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
6.3.2 Keberlangsungan Pendidikan Anak
Keberlangsungan pendidikan anak akan digambarkan melalui besarnya persentase rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga yang putus sekolah. Putus sekolah adalah suatu kondisi dimana seseorang yang berusia sekolah (7-18 tahun) tidak dapat menamatkan jenjang pendidikan yang sedang dijalaninya. Dalam hal ini, mereka yang telah menamatkan sekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu tetapi tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tidak termasuk sebagai putus sekolah. Selain tidak ada anak yang putus sekolah, rumah tangga yang mempunyai ketahanan ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota rumah tangganya untuk memperoleh pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah sekolah.
Keberadaan anak usia 7-18 tahun yang putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah ekonomi dalam rumah tangga tersebut. Dari 54,52 persen rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun, sekitar 2,67 persen rumah tangga di antaranya terdapat ART yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase rumah tangga yang terdapat ART putus sekolah atau tidak pernah bersekolah di perdesaan (3,41%) lebih tinggi daripada di perkotaan (1,92%). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan cenderung mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih rendah sehingga berpotensi untuk mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah pula (Gambar 6.12).
Gambar 6.12 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
3,63 6,10 2,67
96,37 93,90 97,33
Ada ART Putus Sekolah Tidak Ada ART Putus Sekolah
94 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 95
perkotaan lebih cenderung untuk menyimpan tabungannya dalam bentuk produk bank dan non bank.
Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga berdasarkan kepemilikan tabungan dapat dilihat pada Gambar 6.15. Bali menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan tertinggi yakni 87,82 persen. Sebaliknya, Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Papua merupakan provinsi-provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan lebih kecil dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memiliki tabungan dengan masing-masing persentase rumah tangga yang memiliki tabungan sebesar 47,32 persen, 42,84 persen, 49,83 persen, dan 42,91 persen. Sedangkan jika dilihat dari jenis tabungan yang dimiliki, seluruh provinsi di Indonesia memiliki pola yang sama dengan pola nasional yakni persentase terbesarnya ada di jenis tabungan lainnya.
94 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
6.4.1 Tabungan Keluarga
Rumah tangga yang memiliki tabungan berpotensi memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Informasi terkait tabungan yang dimiliki oleh rumah tangga terdapat dalam data Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan 2015. Informasi yang dikumpulkan mencakup akses finansial rumah tangga antara lain, kepemilikan tabungan dan jenis tabungan. Namun dalam pembahasan ini, tabungan yang dimiliki rumah tangga dikelompok dalam 3 jenis, yaitu produk bank (tabungan/asuransi/deposito/giro), produk non-bank (koperasi/kantor pos/sekolah), dan lainnya (tabungan di lemari/dompet/celengan/dan sebagainya).
Gambar 6.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Jenis
Tabungan yang Dimiliki, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
Secara nasional, 62,97 persen rumah tangga di Indonesia telah memiliki tabungan, dimana setiap rumah tangga bisa memiliki lebih dari satu jenis tabungan (Gambar 6.15). Kemudian, jika dilihat dari jenis tabungan yang dimiliki maka rumah tangga yang mempunyai tabungan, lebih senang menyimpan tabungannya di rumah, seperti di lemari, dompet, celengan dan sebagainya (89,58%). Sedangkan rumah tangga yang memiliki tabungan dalam bentuk produk non-bank hanya sekitar 11,75 persen dan rumah tangga memiliki tabungan dalam bentuk produk bank sekitar 56,74 persen. Gambar 6.14 juga menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan lebih cenderung untuk menyimpan tabungannya di rumah, sementara rumah tangga di
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perkotaan
69,08
40,95
56,74
13,10 10,01 11,75
88,28 91,24 89,58
Produk Bank Produk NonBank Lainnya
95Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 95
perkotaan lebih cenderung untuk menyimpan tabungannya dalam bentuk produk bank dan non bank.
Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga berdasarkan kepemilikan tabungan dapat dilihat pada Gambar 6.15. Bali menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan tertinggi yakni 87,82 persen. Sebaliknya, Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Papua merupakan provinsi-provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan lebih kecil dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memiliki tabungan dengan masing-masing persentase rumah tangga yang memiliki tabungan sebesar 47,32 persen, 42,84 persen, 49,83 persen, dan 42,91 persen. Sedangkan jika dilihat dari jenis tabungan yang dimiliki, seluruh provinsi di Indonesia memiliki pola yang sama dengan pola nasional yakni persentase terbesarnya ada di jenis tabungan lainnya.
94 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
6.4.1 Tabungan Keluarga
Rumah tangga yang memiliki tabungan berpotensi memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Informasi terkait tabungan yang dimiliki oleh rumah tangga terdapat dalam data Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan 2015. Informasi yang dikumpulkan mencakup akses finansial rumah tangga antara lain, kepemilikan tabungan dan jenis tabungan. Namun dalam pembahasan ini, tabungan yang dimiliki rumah tangga dikelompok dalam 3 jenis, yaitu produk bank (tabungan/asuransi/deposito/giro), produk non-bank (koperasi/kantor pos/sekolah), dan lainnya (tabungan di lemari/dompet/celengan/dan sebagainya).
Gambar 6.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Jenis
Tabungan yang Dimiliki, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
Secara nasional, 62,97 persen rumah tangga di Indonesia telah memiliki tabungan, dimana setiap rumah tangga bisa memiliki lebih dari satu jenis tabungan (Gambar 6.15). Kemudian, jika dilihat dari jenis tabungan yang dimiliki maka rumah tangga yang mempunyai tabungan, lebih senang menyimpan tabungannya di rumah, seperti di lemari, dompet, celengan dan sebagainya (89,58%). Sedangkan rumah tangga yang memiliki tabungan dalam bentuk produk non-bank hanya sekitar 11,75 persen dan rumah tangga memiliki tabungan dalam bentuk produk bank sekitar 56,74 persen. Gambar 6.14 juga menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan lebih cenderung untuk menyimpan tabungannya di rumah, sementara rumah tangga di
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perkotaan
69,08
40,95
56,74
13,10 10,01 11,75
88,28 91,24 89,58
Produk Bank Produk NonBank Lainnya
96 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
96 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
42,91
71,21
64,92
57,96
60,06
55,45
73,01
76,25
64,38
58,61
75,87
84,52
66,45
76,15
66,88
61,30
49,83
87,82
56,63
64,41
80,72
67,58
56,89
81,84
80,89
76,98
42,84
57,47
57,19
56,52
60,14
60,40
58,77
47,32
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 62,97
96 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
42,91
71,21
64,92
57,96
60,06
55,45
73,01
76,25
64,38
58,61
75,87
84,52
66,45
76,15
66,88
61,30
49,83
87,82
56,63
64,41
80,72
67,58
56,89
81,84
80,89
76,98
42,84
57,47
57,19
56,52
60,14
60,40
58,77
47,32
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 62,97
97Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
96 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
42,91
71,21
64,92
57,96
60,06
55,45
73,01
76,25
64,38
58,61
75,87
84,52
66,45
76,15
66,88
61,30
49,83
87,82
56,63
64,41
80,72
67,58
56,89
81,84
80,89
76,98
42,84
57,47
57,19
56,52
60,14
60,40
58,77
47,32
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 62,97
96 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi, 2015
Sumber : Susenas MSBP 2015
42,91
71,21
64,92
57,96
60,06
55,45
73,01
76,25
64,38
58,61
75,87
84,52
66,45
76,15
66,88
61,30
49,83
87,82
56,63
64,41
80,72
67,58
56,89
81,84
80,89
76,98
42,84
57,47
57,19
56,52
60,14
60,40
58,77
47,32
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 62,97
98 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
98 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Status dalam Pekerjaan dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Jika dilihat menurut karakteristik kepala rumah tangga maka rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan cenderung adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga berstatus buruh/karyawan/pegawai. Sedangkan rumah tangga yang seluruh ART tidak mempunyai jaminan kesehatan cenderung adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tetap/dibayar (Gambar 6.17). Jika dilihat menurut provinsi diketahui bahwa Bali merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya memiliki jaminan kesehatan paling tinggi yakni sebesar 80,68 persen. Sebaliknya, Jambi menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya memiliki jaminan kesehatan paling rendah yakni sebesar 27,70 persen. Selain itu, terdapat tiga provinsi yang mempunyai persentase rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan di atas 70 persen, yaitu Aceh (75,29%), Sumatera Selatan (76,27%), dan Bali (80,68%).
49,53 49,26 54,58 34,65 45,49 46,73
13,81 13,51 15,08
16,59 15,30 14,40
36,66 37,23 30,33
48,76 39,21 38,86
Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruhtidak tetap/tidak dibayar
Berusaha dibantu buruhtetap/dibayar
Buruh/karyawan/pegawai Pekerja bebas Pekerja keluarga/tidakdibayar
Tidak Ada Sebagian Semua
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 97
6.4.2 Jaminan Kesehatan Keluarga Indikator lainnya yang dapat menggambarkan ketahanan ekonomi adalah
kepemilikan berbagai asuransi, seperti asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan dan sebagainya. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebenarnya telah mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Usaha untuk menyediakan sistem jaminan sosial tersebut telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Sedangkan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah telah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, masih terdapatnya beberapa masalah seperti terfragmentasinya mutu pelayanan yang diberikan berdasarkan jenis jaminan kesehatan yang dimiliki membuat sebagian keluarga di Indonesia belum berkeinginan secara mandiri mendaftarkan diri sebagai anggota BPJS.
Gambar 6.16 menunjukkan masih terdapat 42,88 persen rumah tangga di Indonesia yang seluruh ART-nya tidak memiliki jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan yang dimaksud mencakup berbagai asuransi kesehatan seperti BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek, jamkesmas/PBI, jamkesda, asuransi swasta, serta jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan cenderung lebih tinggi di perkotaan daripada perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran rumah tangga untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam rumah tangga lebih baik di perkotaan daripada di perdesaan.
Gambar 6.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
39,38 46,39 42,88
16,72 14,35 15,54
43,89 39,26 41,58
Tidak Ada Sebagian Semua
99Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
98 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 6.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Status dalam Pekerjaan dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Jika dilihat menurut karakteristik kepala rumah tangga maka rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan cenderung adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga berstatus buruh/karyawan/pegawai. Sedangkan rumah tangga yang seluruh ART tidak mempunyai jaminan kesehatan cenderung adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tetap/dibayar (Gambar 6.17). Jika dilihat menurut provinsi diketahui bahwa Bali merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya memiliki jaminan kesehatan paling tinggi yakni sebesar 80,68 persen. Sebaliknya, Jambi menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya memiliki jaminan kesehatan paling rendah yakni sebesar 27,70 persen. Selain itu, terdapat tiga provinsi yang mempunyai persentase rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan di atas 70 persen, yaitu Aceh (75,29%), Sumatera Selatan (76,27%), dan Bali (80,68%).
49,53 49,26 54,58 34,65 45,49 46,73
13,81 13,51 15,08
16,59 15,30 14,40
36,66 37,23 30,33
48,76 39,21 38,86
Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruhtidak tetap/tidak dibayar
Berusaha dibantu buruhtetap/dibayar
Buruh/karyawan/pegawai Pekerja bebas Pekerja keluarga/tidakdibayar
Tidak Ada Sebagian Semua
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 97
6.4.2 Jaminan Kesehatan Keluarga Indikator lainnya yang dapat menggambarkan ketahanan ekonomi adalah
kepemilikan berbagai asuransi, seperti asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan dan sebagainya. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebenarnya telah mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Usaha untuk menyediakan sistem jaminan sosial tersebut telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Sedangkan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah telah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, masih terdapatnya beberapa masalah seperti terfragmentasinya mutu pelayanan yang diberikan berdasarkan jenis jaminan kesehatan yang dimiliki membuat sebagian keluarga di Indonesia belum berkeinginan secara mandiri mendaftarkan diri sebagai anggota BPJS.
Gambar 6.16 menunjukkan masih terdapat 42,88 persen rumah tangga di Indonesia yang seluruh ART-nya tidak memiliki jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan yang dimaksud mencakup berbagai asuransi kesehatan seperti BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek, jamkesmas/PBI, jamkesda, asuransi swasta, serta jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan cenderung lebih tinggi di perkotaan daripada perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran rumah tangga untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam rumah tangga lebih baik di perkotaan daripada di perdesaan.
Gambar 6.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
39,38 46,39 42,88
16,72 14,35 15,54
43,89 39,26 41,58
Tidak Ada Sebagian Semua
100 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 101
KETAHANAN SOSIAL PSIKOLOGIS
Dimensi keempat yang membentuk ketahanan keluarga adalah dimensi ketahanan sosial psikologis. Berbeda dengan dimensi pembentuk ketahanan keluarga lainnya, dimensi ketahanan sosial psikologis tidak dapat dilihat secara fisik. Dimensi ini terdiri atas dua variabel yaitu (1) variabel keharmonisan keluarga (mencakup sikap anti kekerasan rumah tangga terhadap perempuan dan perilaku anti kekerasan terhadap anak) dan (2) variabel kepatuhan terhadap hukum (dilihat dari pengalaman rumah tangga menjadi korban tindak pidana). Kedua variabel tersebut telah sesuai dengan konsep yang menyebutkan bahwa keharmonisan keluarga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan hidup manusia, karena keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem sosial di masyarakat yang memiliki peranan penting sebagai tempat anak bersosialisasi dan membangun relasi dengan lingkungannya seusia dini. Sedangkan variabel kepatuhan terhadap hukum dimaksudkan untuk melihat kepatuhan keluarga terhadap hukum dengan tidak pernah melakukan tindakan kriminalitas atau pelanggaran hukum.
7.1 KEHARMONISAN KELUARGA
Keharmonisan keluarga menjadi salah satu variabel penting dalam menyusun ketahanan sosial psikologis dalam keluarga. Keharmonisan keluarga ini berkaitan dengan ketahanan psikologis keluarga, dimana keluarga dikatakan memiliki ketahanan psikologis yang baik apabila keluarga mampu menanggulangi masalah non-fisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan), dan kepedulian suami kepada istri (Sunarti dalam Puspitawati, 2012). Untuk itu, pengukuran keharmonisan dalam keluarga pada studi ini ditekankan pada sikap dari kepala rumah tangga terhadap kepedulian terhadap perempuan dan anak. Indikator yang mendukung pada studi ini adalah bagaimana sikap anti kekerasan terhadap perempuan dan prilaku anti kekerasan terhadap anak di dalam keluarga. Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya.
7
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 99
Gambar 6.18 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART-nya Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
56,70
50,52
48,44
33,50
43,24
54,15
42,21
65,99
39,54
39,52
47,78
65,81
48,33
34,28
23,91
40,78
33,55
80,68
35,06
31,56
63,51
40,93
36,89
51,13
57,60
43,64
31,90
36,11
76,27
27,70
39,53
37,78
32,29
75,29
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 41,58
101Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 101
KETAHANAN SOSIAL PSIKOLOGIS
Dimensi keempat yang membentuk ketahanan keluarga adalah dimensi ketahanan sosial psikologis. Berbeda dengan dimensi pembentuk ketahanan keluarga lainnya, dimensi ketahanan sosial psikologis tidak dapat dilihat secara fisik. Dimensi ini terdiri atas dua variabel yaitu (1) variabel keharmonisan keluarga (mencakup sikap anti kekerasan rumah tangga terhadap perempuan dan perilaku anti kekerasan terhadap anak) dan (2) variabel kepatuhan terhadap hukum (dilihat dari pengalaman rumah tangga menjadi korban tindak pidana). Kedua variabel tersebut telah sesuai dengan konsep yang menyebutkan bahwa keharmonisan keluarga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan hidup manusia, karena keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem sosial di masyarakat yang memiliki peranan penting sebagai tempat anak bersosialisasi dan membangun relasi dengan lingkungannya seusia dini. Sedangkan variabel kepatuhan terhadap hukum dimaksudkan untuk melihat kepatuhan keluarga terhadap hukum dengan tidak pernah melakukan tindakan kriminalitas atau pelanggaran hukum.
7.1 KEHARMONISAN KELUARGA
Keharmonisan keluarga menjadi salah satu variabel penting dalam menyusun ketahanan sosial psikologis dalam keluarga. Keharmonisan keluarga ini berkaitan dengan ketahanan psikologis keluarga, dimana keluarga dikatakan memiliki ketahanan psikologis yang baik apabila keluarga mampu menanggulangi masalah non-fisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan), dan kepedulian suami kepada istri (Sunarti dalam Puspitawati, 2012). Untuk itu, pengukuran keharmonisan dalam keluarga pada studi ini ditekankan pada sikap dari kepala rumah tangga terhadap kepedulian terhadap perempuan dan anak. Indikator yang mendukung pada studi ini adalah bagaimana sikap anti kekerasan terhadap perempuan dan prilaku anti kekerasan terhadap anak di dalam keluarga. Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya.
7
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 99
Gambar 6.18 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART-nya Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Provinsi, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
56,70
50,52
48,44
33,50
43,24
54,15
42,21
65,99
39,54
39,52
47,78
65,81
48,33
34,28
23,91
40,78
33,55
80,68
35,06
31,56
63,51
40,93
36,89
51,13
57,60
43,64
31,90
36,11
76,27
27,70
39,53
37,78
32,29
75,29
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 41,58
102 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 103
Keluarga yang memperlakukan perempuan dengan cara-cara kekerasan akan menurunkan tingkat keharmonisan keluarga yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan keluarga yang kurang baik. Oleh karena itu, sikap anti kekerasan terhadap perempuan harus ditanamkan pada setiap individu sejak dini, agar perempuan tidak lagi menjadi korban kekerasan karena praktek kultural di masyarakat. Data menunjukkan, sekitar 74,14 persen rumah tangga tidak membenarkan tindakan suami memukul istri untuk keenam alasan di atas (Gambar 7.1). Selain itu, terdapat kecenderungan yang berbeda terkait sikap anti kekerasan menurut klasifikasi wilayah dan tingkat pendidikan. Rumah tangga yang bertempat tinggal di perkotaan lebih cenderung memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul terhadap istri (78,35%) dibandingkan di daerah perdesaan (69,96%). Kemudian berdasarkan tingkat pendidikan, data menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka lebih cenderung untuk tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (Lampiran 7.3). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan cenderung masih memiliki pemahaman yang salah terkait tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan pendidikan mempunyai peranan penting dalam memberikan pemahaman yang benar bahwa tindakan kekerasan dengan alasan apapun tidak boleh dibiarkan, apalagi dalam kehidupan rumah tangga.
Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
102 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
7.1.1 Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Umumnya, kekerasan terhadap perempuan telah dimulai dalam lingkup kehidupan keluarga yang disebabkan karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender dalam pandangan kehidupan bermasyarakat. Perbedaan peran dan hak antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga, seringkali menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari laki-laki, sehingga perempuan seringkali diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Sampai saat ini, belum tersedia data yang dapat menggambarkan angka kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam skala nasional. Beberapa lembaga seperti kepolisian ataupun komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan hanya memiliki data terkait jumlah kasus kekerasan berdasarkan pengaduan korban, sehingga data tersebut tidak dapat digunakan secara umum untuk menggambarkan angka kekerasan terhadap perempuan dalam skala nasional maupun provinsi. Namun, gambaran kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri dapat diproksi dengan sikap terkait tindakan pemukulan istri yang dilakukan oleh suami. Informasi tersebut dikumpulkan dalam Susenas-Modul Ketahanan Sosial 2014. Terdapat enam alasan tindakan pemukulan istri yang diajukan, yaitu 1) istri pergi tanpa pamit, 2) istri tidak mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik, 3) istri membantah suami, 4) istri tidak mengurus anak dengan baik, 5) istri diduga selingkuh, dan 6) istri menolak berhubungan intim. Semua pertanyaan tersebut diajukan kepada semua responden, baik laki-laki maupun perempuan.
Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
103Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 103
Keluarga yang memperlakukan perempuan dengan cara-cara kekerasan akan menurunkan tingkat keharmonisan keluarga yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan keluarga yang kurang baik. Oleh karena itu, sikap anti kekerasan terhadap perempuan harus ditanamkan pada setiap individu sejak dini, agar perempuan tidak lagi menjadi korban kekerasan karena praktek kultural di masyarakat. Data menunjukkan, sekitar 74,14 persen rumah tangga tidak membenarkan tindakan suami memukul istri untuk keenam alasan di atas (Gambar 7.1). Selain itu, terdapat kecenderungan yang berbeda terkait sikap anti kekerasan menurut klasifikasi wilayah dan tingkat pendidikan. Rumah tangga yang bertempat tinggal di perkotaan lebih cenderung memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul terhadap istri (78,35%) dibandingkan di daerah perdesaan (69,96%). Kemudian berdasarkan tingkat pendidikan, data menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka lebih cenderung untuk tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (Lampiran 7.3). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan cenderung masih memiliki pemahaman yang salah terkait tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan pendidikan mempunyai peranan penting dalam memberikan pemahaman yang benar bahwa tindakan kekerasan dengan alasan apapun tidak boleh dibiarkan, apalagi dalam kehidupan rumah tangga.
Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
102 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
7.1.1 Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Umumnya, kekerasan terhadap perempuan telah dimulai dalam lingkup kehidupan keluarga yang disebabkan karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender dalam pandangan kehidupan bermasyarakat. Perbedaan peran dan hak antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga, seringkali menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari laki-laki, sehingga perempuan seringkali diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Sampai saat ini, belum tersedia data yang dapat menggambarkan angka kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam skala nasional. Beberapa lembaga seperti kepolisian ataupun komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan hanya memiliki data terkait jumlah kasus kekerasan berdasarkan pengaduan korban, sehingga data tersebut tidak dapat digunakan secara umum untuk menggambarkan angka kekerasan terhadap perempuan dalam skala nasional maupun provinsi. Namun, gambaran kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri dapat diproksi dengan sikap terkait tindakan pemukulan istri yang dilakukan oleh suami. Informasi tersebut dikumpulkan dalam Susenas-Modul Ketahanan Sosial 2014. Terdapat enam alasan tindakan pemukulan istri yang diajukan, yaitu 1) istri pergi tanpa pamit, 2) istri tidak mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik, 3) istri membantah suami, 4) istri tidak mengurus anak dengan baik, 5) istri diduga selingkuh, dan 6) istri menolak berhubungan intim. Semua pertanyaan tersebut diajukan kepada semua responden, baik laki-laki maupun perempuan.
Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
104 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 105
Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga yang Sikap KRT/Pasangannya Tidak Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Apapun Menurut Provinsi, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
104 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Masih ada sekitar seperempat rumah tangga di Indonesia yang mempunyai sikap membenarkan tindakan suami memukul istri sebagai ganjaran/hukuman atas perbuatan istri yang dianggap kurang baik. Sehingga sangat menarik untuk mengetahui alasan tindakan suami memukul istri yang membuat rumah tangga membenarkan tindakan tersebut. Terdapat enam alasan penyebab suami memukul istri yang ditanyakan, yaitu istri pergi tanpa memberitahu suami, istri tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik, istri membantah suami, istri tidak mengurus anak dengan baik, istri diduga/dicurigai selingkuh, dan istri menolak berhubungan seks dengan suami. Alasan sikap pembenaran tindakan suami memukul istri yang mempunyai persentase tertinggi adalah karena istri yang diduga selingkuh (22,68%). Sedangkan sikap pembenaran tindakan suami karena istri tidak dapat melaksanakan pekerjaan rumah tangga dengan baik mempunyai persentase terendah, yaitu sebesar 4,43 persen (Gambar 7.2).
Persentase rumah tangga yang tidak membenarkan tindakan suami memukul istri sangat bervariasi antar provinsi. Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (88,45%). Selain itu, terdapat lima provinsi lain yang mempunyai persentase di atas delapan puluh persen, yaitu Bali (87,69%), DKI Jakarta (84,15%), Sumatera Barat (83,10%), Kalimantan Selatan (80,34%) dan Jawa Tengah (80,16%). Sementara, Papua menjadi provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga yang memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (36,89%). Dan terdapat satu provinsi lagi yang mempunyai persentase di bawah lima puluh persen, yaitu Nusa Tenggara Barat (45,61%). Sugandi (2008) menyebutkan tingginya ketergantungan alkohol dan tradisi mas kawin perempuan menjadi salah satu penyebab timbulnya tindak kekerasan rumah tangga yang dialami oleh perempuan di Papua.
105Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 105
Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga yang Sikap KRT/Pasangannya Tidak Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Apapun Menurut Provinsi, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
104 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Masih ada sekitar seperempat rumah tangga di Indonesia yang mempunyai sikap membenarkan tindakan suami memukul istri sebagai ganjaran/hukuman atas perbuatan istri yang dianggap kurang baik. Sehingga sangat menarik untuk mengetahui alasan tindakan suami memukul istri yang membuat rumah tangga membenarkan tindakan tersebut. Terdapat enam alasan penyebab suami memukul istri yang ditanyakan, yaitu istri pergi tanpa memberitahu suami, istri tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik, istri membantah suami, istri tidak mengurus anak dengan baik, istri diduga/dicurigai selingkuh, dan istri menolak berhubungan seks dengan suami. Alasan sikap pembenaran tindakan suami memukul istri yang mempunyai persentase tertinggi adalah karena istri yang diduga selingkuh (22,68%). Sedangkan sikap pembenaran tindakan suami karena istri tidak dapat melaksanakan pekerjaan rumah tangga dengan baik mempunyai persentase terendah, yaitu sebesar 4,43 persen (Gambar 7.2).
Persentase rumah tangga yang tidak membenarkan tindakan suami memukul istri sangat bervariasi antar provinsi. Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (88,45%). Selain itu, terdapat lima provinsi lain yang mempunyai persentase di atas delapan puluh persen, yaitu Bali (87,69%), DKI Jakarta (84,15%), Sumatera Barat (83,10%), Kalimantan Selatan (80,34%) dan Jawa Tengah (80,16%). Sementara, Papua menjadi provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga yang memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (36,89%). Dan terdapat satu provinsi lagi yang mempunyai persentase di bawah lima puluh persen, yaitu Nusa Tenggara Barat (45,61%). Sugandi (2008) menyebutkan tingginya ketergantungan alkohol dan tradisi mas kawin perempuan menjadi salah satu penyebab timbulnya tindak kekerasan rumah tangga yang dialami oleh perempuan di Papua.
106 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 107
Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun oleh KRT/Pasangan, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
Orangtua yang mendidik anaknya dengan cara-cara kekerasan akan menurunkan keharmonisan hubungan orangtua dan anak dalam keluarga yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan psikologis dan ketahanan keluarga yang kurang baik. Oleh karena itu, lingkungan rumah anak yang terbangun dari sikap anti kekerasan dalam mendidik anak harus diterapkan mulai dari lingkungan keluarga. Data menunjukkan, kurang dari lima puluh persen rumah tangga di Indonesia menyatakan tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak (Gambar 7.4). Kecenderungan yang sama juga ditunjukkan di perkotaan maupun di perdesaan, walaupun dengan persentase rumah tangga yang sedikit lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan.
Gambar 7.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Perilaku Kekerasan yang Digunakan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
106 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
7.1.2 Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak
Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak tidak terlepas dari lingkungan yang merawat dan membesarkannya. Pola asuh dalam keluarga, sebagai lingkungan pertama yang dikenalnya, akan sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini orangtua sangat berperan sebagai panutan anak-anaknya dan setiap orangtua tentu memiliki caranya sendiri dalam mendidik dan mengasuh anak.
Secara garis besar, Menurut Fahrizal Effendi (2013) terdapat tiga pola asuh orangtua yang berlaku di masyarakat yaitu 1) Pola asuh permisif, yaitu pola asuh yang menerapkan kebebasan. Dalam pola asuh ini anak berhak menentukan apa yang akan ia lakukan dan orang tua memberikan fasilitas sesuai kemauan anak. 2) Pola asuh demokratis, yaitu pola asuh yang menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam keluarga. Anak dihargai haknya oleh orang tua, dan orang tua menerapkan peraturan-peraturan yang dipatuhi anak selama tidak memberatkan anak. Sedangkan 3) pola asuh otoriter, yaitu pola asuh yang menegaskan akan kekuasaan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua menerapkan peraturan tegas dengan sanksi-sanksi, dan anak wajib patuh. Dalam pola asuh ini anak sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk memperoleh haknya.
Masing-masing pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Semua tergantung dari kultur, tradisi, dan lingkungan masyarakat yang ada. Namun, seringkali dalam mendidik anak, orangtua menerapkan sangsi atau hukuman yang mengakibatkan anak menderita secara fisik ataupun psikis. Padahal hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi secara tegas telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Informasi terkait adanya tindakan kekerasan yang dilakukan orangtua dalam mendidik anak dikumpulkan dalam Susenas Modul Ketahanan Sosial pada tahun 2014. Adapun jenis perilaku kekerasan yang dikumpulkan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu 1) kekerasan psikologis dan 2) kekerasan fisik. Kekerasan psikologis yang dikumpulkan adalah perilaku orangtua yang sering memanggil anak dengan sebutan bodoh, pemalas, tidak sayang lagi, tidak berguna dan perkataan kasar/negatif lainnya, membentak serta menakuti anak. Sedangkan kekerasan fisik mencakup mengurung atau meninggalkan anak sendirian dalam kamar, mendorong/mengguncang badan, mencubit, menjewer, bahkan sampai menampar, memukul, menjambak dan menendang anak. Dalam hal ini, responden dalam pengumpulan data Susenas Modul Hansos 2014 adalah kepala rumah tangga atau pasangannya.
107Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 107
Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun oleh KRT/Pasangan, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
Orangtua yang mendidik anaknya dengan cara-cara kekerasan akan menurunkan keharmonisan hubungan orangtua dan anak dalam keluarga yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan psikologis dan ketahanan keluarga yang kurang baik. Oleh karena itu, lingkungan rumah anak yang terbangun dari sikap anti kekerasan dalam mendidik anak harus diterapkan mulai dari lingkungan keluarga. Data menunjukkan, kurang dari lima puluh persen rumah tangga di Indonesia menyatakan tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak (Gambar 7.4). Kecenderungan yang sama juga ditunjukkan di perkotaan maupun di perdesaan, walaupun dengan persentase rumah tangga yang sedikit lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan.
Gambar 7.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Perilaku Kekerasan yang Digunakan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
106 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
7.1.2 Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak
Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak tidak terlepas dari lingkungan yang merawat dan membesarkannya. Pola asuh dalam keluarga, sebagai lingkungan pertama yang dikenalnya, akan sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini orangtua sangat berperan sebagai panutan anak-anaknya dan setiap orangtua tentu memiliki caranya sendiri dalam mendidik dan mengasuh anak.
Secara garis besar, Menurut Fahrizal Effendi (2013) terdapat tiga pola asuh orangtua yang berlaku di masyarakat yaitu 1) Pola asuh permisif, yaitu pola asuh yang menerapkan kebebasan. Dalam pola asuh ini anak berhak menentukan apa yang akan ia lakukan dan orang tua memberikan fasilitas sesuai kemauan anak. 2) Pola asuh demokratis, yaitu pola asuh yang menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam keluarga. Anak dihargai haknya oleh orang tua, dan orang tua menerapkan peraturan-peraturan yang dipatuhi anak selama tidak memberatkan anak. Sedangkan 3) pola asuh otoriter, yaitu pola asuh yang menegaskan akan kekuasaan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua menerapkan peraturan tegas dengan sanksi-sanksi, dan anak wajib patuh. Dalam pola asuh ini anak sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk memperoleh haknya.
Masing-masing pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Semua tergantung dari kultur, tradisi, dan lingkungan masyarakat yang ada. Namun, seringkali dalam mendidik anak, orangtua menerapkan sangsi atau hukuman yang mengakibatkan anak menderita secara fisik ataupun psikis. Padahal hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi secara tegas telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Informasi terkait adanya tindakan kekerasan yang dilakukan orangtua dalam mendidik anak dikumpulkan dalam Susenas Modul Ketahanan Sosial pada tahun 2014. Adapun jenis perilaku kekerasan yang dikumpulkan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu 1) kekerasan psikologis dan 2) kekerasan fisik. Kekerasan psikologis yang dikumpulkan adalah perilaku orangtua yang sering memanggil anak dengan sebutan bodoh, pemalas, tidak sayang lagi, tidak berguna dan perkataan kasar/negatif lainnya, membentak serta menakuti anak. Sedangkan kekerasan fisik mencakup mengurung atau meninggalkan anak sendirian dalam kamar, mendorong/mengguncang badan, mencubit, menjewer, bahkan sampai menampar, memukul, menjambak dan menendang anak. Dalam hal ini, responden dalam pengumpulan data Susenas Modul Hansos 2014 adalah kepala rumah tangga atau pasangannya.
108 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 109
Gambar 7.7 menunjukkan persentase rumah tangga yang KRT/pasangannya tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 Tahun menurut provinsi. Seperti halnya dengan sikap anti kekerasan terhadap perempuan, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki perilaku tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 tahun (59.07%). Selain itu, terdapat enam provinsi lain yang juga memiliki persentase di atas lima puluh persen, yaitu Jambi (58,09%), Kepulauan Riau (55,20%), Kalimantan Tengah (53,06%), DKI Jakarta (52,65%), Kalimantan Selatan (52,41%), dan Lampung (51,69%). Sedangkan lima provinsi lain yang memiliki persentase di bawah tiga puluh persen adalah provinsi Nusa Tenggara Timur (24,02%), Papua Barat (24,45%), Maluku (25,53%), Sulawesi Utara (29,86%), dan Papua (29,87%).
108 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Mayoritas orangtua di Indonesia masih menggunakan cara-cara kekerasan, baik kekerasan psikologis maupun fisik dalam mendidik anaknya (54,80%). Berdasarkan jenis kekerasan yang digunakan, 23,17 persen rumah tangga menggunakan cara-cara kekerasan psikologis dan fisik untuk mendidik anak, sedangkan persentase rumah tangga yang hanya menggunakan kekerasan psikologis sebesar 21,48 persen dan hanya menggunakan kekerasan fisik sebesar 10,16 persen. Cara-cara yang mengandung kekerasan psikologis yang paling sering digunakan untuk mendidik anak adalah dengan membentak atau menakutinya, yaitu sebesar 41,86 persen, sedangkan cara kekerasan fisik yang paling sering dilakukan kepala rumah tangga/pasangannya adalah dengan mencubit atau menjewer anak sebesar 30,97%. (Lampiran 7.5 ).
Lebih jauh, cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh orangtua dalam mendidik anak ternyata berhubungan positif dengan tingkat pendidikan orangtua. Gambar 7.6 menunjukkan lebih dari 50 persen rumah tangga dengan kepala rumah tangga/pasangan yang mempunyai pendidikan tinggi tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak mereka. Terlihat pula semakin tinggi tingkat pendidikan maka persentase rumah tangga yang tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 tahun semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orangtua mempunyai korelasi positif terhadap pencegahan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak.
Gambar 7.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Tingkat Pendidikan KRT/Pasangan dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
109Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 109
Gambar 7.7 menunjukkan persentase rumah tangga yang KRT/pasangannya tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 Tahun menurut provinsi. Seperti halnya dengan sikap anti kekerasan terhadap perempuan, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki perilaku tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 tahun (59.07%). Selain itu, terdapat enam provinsi lain yang juga memiliki persentase di atas lima puluh persen, yaitu Jambi (58,09%), Kepulauan Riau (55,20%), Kalimantan Tengah (53,06%), DKI Jakarta (52,65%), Kalimantan Selatan (52,41%), dan Lampung (51,69%). Sedangkan lima provinsi lain yang memiliki persentase di bawah tiga puluh persen adalah provinsi Nusa Tenggara Timur (24,02%), Papua Barat (24,45%), Maluku (25,53%), Sulawesi Utara (29,86%), dan Papua (29,87%).
108 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Mayoritas orangtua di Indonesia masih menggunakan cara-cara kekerasan, baik kekerasan psikologis maupun fisik dalam mendidik anaknya (54,80%). Berdasarkan jenis kekerasan yang digunakan, 23,17 persen rumah tangga menggunakan cara-cara kekerasan psikologis dan fisik untuk mendidik anak, sedangkan persentase rumah tangga yang hanya menggunakan kekerasan psikologis sebesar 21,48 persen dan hanya menggunakan kekerasan fisik sebesar 10,16 persen. Cara-cara yang mengandung kekerasan psikologis yang paling sering digunakan untuk mendidik anak adalah dengan membentak atau menakutinya, yaitu sebesar 41,86 persen, sedangkan cara kekerasan fisik yang paling sering dilakukan kepala rumah tangga/pasangannya adalah dengan mencubit atau menjewer anak sebesar 30,97%. (Lampiran 7.5 ).
Lebih jauh, cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh orangtua dalam mendidik anak ternyata berhubungan positif dengan tingkat pendidikan orangtua. Gambar 7.6 menunjukkan lebih dari 50 persen rumah tangga dengan kepala rumah tangga/pasangan yang mempunyai pendidikan tinggi tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak mereka. Terlihat pula semakin tinggi tingkat pendidikan maka persentase rumah tangga yang tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 tahun semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orangtua mempunyai korelasi positif terhadap pencegahan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak.
Gambar 7.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Tingkat Pendidikan KRT/Pasangan dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
110 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 111
7.2 KEPATUHAN TERHADAP HUKUM
Menurut Prof Moeljanto dalam Wulandari (2013) memberi istilah lain tindak pidana sebagai “perbuatan pidana,” yang artinya perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dengan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar tersebut. Sehingga secara teoritis tindak pidana diartikan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Keluarga yang tidak pernah terlibat sebagai pelaku tindak pidana atau pelanggaran hukum merupakan keluarga yang memiliki kepatuhan terhadap hukum. Keluarga seperti itu pastinya memiliki ketahanan psikologi yang baik dan berpotensi membentuk ketahanan keluarga yang lebih kuat.
Sayangnya, informasi terkait jumlah pelaku kriminalitas atau pelanggaran hukum tidak mudah untuk dikumpulkan, sementara Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) hanya mengeluarkan informasi terkait jumlah kasus kejahatan yang dilaporkan oleh korban. Untuk itu, variabel kepatuhan terhadap hukum akan dilihat dari sisi lain, yaitu rumah tangga sebagai korban tindak pidana. Asumsi yang digunakan adalah rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik karena mereka hidup dalam lingkungan yang jauh dari kerawanan sosial yang rentan terhadap penyimpangan dan pelanggaran hukum.
Informasi terkait rumah tangga sebagai korban tindak pidana selalu dikumpulkan melalui kegiatan Susenas. Jenis tindak pidana yang dikumpulkan adalah pencurian, penganiayaan, pencurian dengan kekerasan, dan pelecehan seksual, sedangkan jenis kategori tindak pidana lainnya, seperti penipuan, penculikan dan sebagainya dimasukkan ke dalam kategori lainnya. Informasi rumah tangga sebagai korban tindak pidana diperoleh berdasarkan pengakuan responden yang merupakan kepala rumah tangga atau pasangannya.
Gambar 7.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART yang Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015
Sumber: Susenas KOR 2015
110 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 7.7 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Tidak Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
111Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 111
7.2 KEPATUHAN TERHADAP HUKUM
Menurut Prof Moeljanto dalam Wulandari (2013) memberi istilah lain tindak pidana sebagai “perbuatan pidana,” yang artinya perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dengan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar tersebut. Sehingga secara teoritis tindak pidana diartikan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Keluarga yang tidak pernah terlibat sebagai pelaku tindak pidana atau pelanggaran hukum merupakan keluarga yang memiliki kepatuhan terhadap hukum. Keluarga seperti itu pastinya memiliki ketahanan psikologi yang baik dan berpotensi membentuk ketahanan keluarga yang lebih kuat.
Sayangnya, informasi terkait jumlah pelaku kriminalitas atau pelanggaran hukum tidak mudah untuk dikumpulkan, sementara Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) hanya mengeluarkan informasi terkait jumlah kasus kejahatan yang dilaporkan oleh korban. Untuk itu, variabel kepatuhan terhadap hukum akan dilihat dari sisi lain, yaitu rumah tangga sebagai korban tindak pidana. Asumsi yang digunakan adalah rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik karena mereka hidup dalam lingkungan yang jauh dari kerawanan sosial yang rentan terhadap penyimpangan dan pelanggaran hukum.
Informasi terkait rumah tangga sebagai korban tindak pidana selalu dikumpulkan melalui kegiatan Susenas. Jenis tindak pidana yang dikumpulkan adalah pencurian, penganiayaan, pencurian dengan kekerasan, dan pelecehan seksual, sedangkan jenis kategori tindak pidana lainnya, seperti penipuan, penculikan dan sebagainya dimasukkan ke dalam kategori lainnya. Informasi rumah tangga sebagai korban tindak pidana diperoleh berdasarkan pengakuan responden yang merupakan kepala rumah tangga atau pasangannya.
Gambar 7.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART yang Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015
Sumber: Susenas KOR 2015
110 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 7.7 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Tidak Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi, 2014
Sumber: Susenas Modul Hansos 2014
112 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 113
Gambar 7.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Tidak Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015
Sumber: Susenas KOR 2015
112 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pada tahun 2015, sekitar 3,48 persen rumah tangga menyatakan terdapat anggota rumah tangga yang menjadi korban tindak pidana (Gambar 7.8). Kemudian, terdapat indikasi, rumah tangga di perkotaan (4,05%) lebih cenderung untuk menjadi korban tindak pidana daripada rumah tangga di perdesaan (2,90%). Selain itu, jika ditelisik lebih jauh, pencurian merupakan tindak pidana yang paling sering dialami oleh rumah tangga di Indonesia, dengan persentase sebesar 2,92% (Gambar 7.9). Sementara persentase rumah tangga yang menyatakan terdapat ART yang menjadi korban tindak pidana selain pencurian tidak ada yang mencapai satu persen dan rumah tangga yang menyatakan terdapat ART yang mengalami pelecehan seksual sangat rendah, yaitu hanya sekitar 0,03 persen.
Gambar 7.9 Persentase Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak Pidana Menurut Jenis Kejahatan, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Dalam kaitannya dengan ketahanan keluarga maka rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana diharapkan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik. Atau dengan kata lain, keluarga yang seluruh anggota rumah tangganya tidak pernah menjadi korban tindak pidana akan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih tinggi. Untuk itu, pada Gambar 7.10, disajikan persentase rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana menurut provinsi. Secara nasional, sekitar 96,52 persen rumah tangga tidak pernah menjadi korban tindak pidana. Bila dibandingkan dengan angka nasional, sebanyak 16 provinsi besarnya persentase tersebut berada di atas angka nasional, dengan persentase tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Timur (97,86%). Sementara itu, sebanyak 18 provinsi persentase tersebut berada di bawah angka nasional, dengan persentase terendah berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (94,18%).
113Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 113
Gambar 7.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Tidak Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015
Sumber: Susenas KOR 2015
112 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pada tahun 2015, sekitar 3,48 persen rumah tangga menyatakan terdapat anggota rumah tangga yang menjadi korban tindak pidana (Gambar 7.8). Kemudian, terdapat indikasi, rumah tangga di perkotaan (4,05%) lebih cenderung untuk menjadi korban tindak pidana daripada rumah tangga di perdesaan (2,90%). Selain itu, jika ditelisik lebih jauh, pencurian merupakan tindak pidana yang paling sering dialami oleh rumah tangga di Indonesia, dengan persentase sebesar 2,92% (Gambar 7.9). Sementara persentase rumah tangga yang menyatakan terdapat ART yang menjadi korban tindak pidana selain pencurian tidak ada yang mencapai satu persen dan rumah tangga yang menyatakan terdapat ART yang mengalami pelecehan seksual sangat rendah, yaitu hanya sekitar 0,03 persen.
Gambar 7.9 Persentase Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak Pidana Menurut Jenis Kejahatan, 2015
Sumber : Susenas KOR 2015
Dalam kaitannya dengan ketahanan keluarga maka rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana diharapkan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik. Atau dengan kata lain, keluarga yang seluruh anggota rumah tangganya tidak pernah menjadi korban tindak pidana akan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih tinggi. Untuk itu, pada Gambar 7.10, disajikan persentase rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana menurut provinsi. Secara nasional, sekitar 96,52 persen rumah tangga tidak pernah menjadi korban tindak pidana. Bila dibandingkan dengan angka nasional, sebanyak 16 provinsi besarnya persentase tersebut berada di atas angka nasional, dengan persentase tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Timur (97,86%). Sementara itu, sebanyak 18 provinsi persentase tersebut berada di bawah angka nasional, dengan persentase terendah berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (94,18%).
KETAHANAN SOSIAL
BUDAYA
Sejalan dengan kerangka kerja dan konsep ketahanan keluarga, ketahanan sosial budaya pada tataran keluarga menempati dimensi kelima dalam membangun ketahanan keluarga yang tangguh. Dimensi ketahanan sosial budaya diukur menggunakan tiga variabel, yaitu (1) variabel kepedulian sosial (dilihat dari penghormatan terhadap lansia), (2) variabel keeratan sosial (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan), dan (3) variabel ketaatan beragama (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan). Selanjutnya indikator terkait ketahanan sosial budaya ini, bersama dengan berbagai indikator yang ada pada variabel dan dimensi lain, akan mengukur tingkat ketahanan dari suatu keluarga secara utuh.
8.1 KEPEDULIAN SOSIAL
Salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga adalah kepedulian sosial keluarga yang dipahami sebagai sikap kemanusiaan yang meliputi minat dan ketertarikan untuk membantu sesama manusia. Keluarga yang selalu memelihara hubungan baik dengan sesama anggota keluarga maupun orang lain akan menciptakan ikatan emosional untuk terus merespon kehadiran dan kebutuhan orang lain sebagai bentuk kepedulian mereka. Dalam lingkup keluarga, kepedulian sosial dapat terlihat dari adanya kepedulian dan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut (kaum lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).
Persentase penduduk lansia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Penuaan penduduk tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerintah dan
masyarakat, apalagi Indonesia masih menghadapi permasalahan kependudukan lainnya, seperti tingginya angka kelahiran dan kematian bayi. Pada tataran keluarga, keberadaan lansia terkadang dianggap sebagai beban karena lansia umumnya sudah tidak mampu lagi berpartisipasi secara aktif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Apalagi lansia yang tinggal sendirian, mereka terpaksa memenuhi kebutuhan makan, kesehatan maupun kebutuhan sosialnya secara mandiri. Oleh karena itu rumah tangga yang terdapat lansia dianggap memiliki kepedulian sosial yang lebih baik daripada rumah tangga lansia yang tinggal sendirian.
8
KETAHANAN SOSIAL
BUDAYA
Sejalan dengan kerangka kerja dan konsep ketahanan keluarga, ketahanan sosial budaya pada tataran keluarga menempati dimensi kelima dalam membangun ketahanan keluarga yang tangguh. Dimensi ketahanan sosial budaya diukur menggunakan tiga variabel, yaitu (1) variabel kepedulian sosial (dilihat dari penghormatan terhadap lansia), (2) variabel keeratan sosial (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan), dan (3) variabel ketaatan beragama (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan). Selanjutnya indikator terkait ketahanan sosial budaya ini, bersama dengan berbagai indikator yang ada pada variabel dan dimensi lain, akan mengukur tingkat ketahanan dari suatu keluarga secara utuh.
8.1 KEPEDULIAN SOSIAL
Salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga adalah kepedulian sosial keluarga yang dipahami sebagai sikap kemanusiaan yang meliputi minat dan ketertarikan untuk membantu sesama manusia. Keluarga yang selalu memelihara hubungan baik dengan sesama anggota keluarga maupun orang lain akan menciptakan ikatan emosional untuk terus merespon kehadiran dan kebutuhan orang lain sebagai bentuk kepedulian mereka. Dalam lingkup keluarga, kepedulian sosial dapat terlihat dari adanya kepedulian dan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut (kaum lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).
Persentase penduduk lansia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Penuaan penduduk tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerintah dan
masyarakat, apalagi Indonesia masih menghadapi permasalahan kependudukan lainnya, seperti tingginya angka kelahiran dan kematian bayi. Pada tataran keluarga, keberadaan lansia terkadang dianggap sebagai beban karena lansia umumnya sudah tidak mampu lagi berpartisipasi secara aktif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Apalagi lansia yang tinggal sendirian, mereka terpaksa memenuhi kebutuhan makan, kesehatan maupun kebutuhan sosialnya secara mandiri. Oleh karena itu rumah tangga yang terdapat lansia dianggap memiliki kepedulian sosial yang lebih baik daripada rumah tangga lansia yang tinggal sendirian.
8
115Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
KETAHANAN SOSIAL
BUDAYA
Sejalan dengan kerangka kerja dan konsep ketahanan keluarga, ketahanan sosial budaya pada tataran keluarga menempati dimensi kelima dalam membangun ketahanan keluarga yang tangguh. Dimensi ketahanan sosial budaya diukur menggunakan tiga variabel, yaitu (1) variabel kepedulian sosial (dilihat dari penghormatan terhadap lansia), (2) variabel keeratan sosial (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan), dan (3) variabel ketaatan beragama (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan). Selanjutnya indikator terkait ketahanan sosial budaya ini, bersama dengan berbagai indikator yang ada pada variabel dan dimensi lain, akan mengukur tingkat ketahanan dari suatu keluarga secara utuh.
8.1 KEPEDULIAN SOSIAL
Salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga adalah kepedulian sosial keluarga yang dipahami sebagai sikap kemanusiaan yang meliputi minat dan ketertarikan untuk membantu sesama manusia. Keluarga yang selalu memelihara hubungan baik dengan sesama anggota keluarga maupun orang lain akan menciptakan ikatan emosional untuk terus merespon kehadiran dan kebutuhan orang lain sebagai bentuk kepedulian mereka. Dalam lingkup keluarga, kepedulian sosial dapat terlihat dari adanya kepedulian dan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut (kaum lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).
Persentase penduduk lansia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Penuaan penduduk tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerintah dan
masyarakat, apalagi Indonesia masih menghadapi permasalahan kependudukan lainnya, seperti tingginya angka kelahiran dan kematian bayi. Pada tataran keluarga, keberadaan lansia terkadang dianggap sebagai beban karena lansia umumnya sudah tidak mampu lagi berpartisipasi secara aktif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Apalagi lansia yang tinggal sendirian, mereka terpaksa memenuhi kebutuhan makan, kesehatan maupun kebutuhan sosialnya secara mandiri. Oleh karena itu rumah tangga yang terdapat lansia dianggap memiliki kepedulian sosial yang lebih baik daripada rumah tangga lansia yang tinggal sendirian.
8
KETAHANAN SOSIAL
BUDAYA
Sejalan dengan kerangka kerja dan konsep ketahanan keluarga, ketahanan sosial budaya pada tataran keluarga menempati dimensi kelima dalam membangun ketahanan keluarga yang tangguh. Dimensi ketahanan sosial budaya diukur menggunakan tiga variabel, yaitu (1) variabel kepedulian sosial (dilihat dari penghormatan terhadap lansia), (2) variabel keeratan sosial (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan), dan (3) variabel ketaatan beragama (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan). Selanjutnya indikator terkait ketahanan sosial budaya ini, bersama dengan berbagai indikator yang ada pada variabel dan dimensi lain, akan mengukur tingkat ketahanan dari suatu keluarga secara utuh.
8.1 KEPEDULIAN SOSIAL
Salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga adalah kepedulian sosial keluarga yang dipahami sebagai sikap kemanusiaan yang meliputi minat dan ketertarikan untuk membantu sesama manusia. Keluarga yang selalu memelihara hubungan baik dengan sesama anggota keluarga maupun orang lain akan menciptakan ikatan emosional untuk terus merespon kehadiran dan kebutuhan orang lain sebagai bentuk kepedulian mereka. Dalam lingkup keluarga, kepedulian sosial dapat terlihat dari adanya kepedulian dan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut (kaum lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).
Persentase penduduk lansia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Penuaan penduduk tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerintah dan
masyarakat, apalagi Indonesia masih menghadapi permasalahan kependudukan lainnya, seperti tingginya angka kelahiran dan kematian bayi. Pada tataran keluarga, keberadaan lansia terkadang dianggap sebagai beban karena lansia umumnya sudah tidak mampu lagi berpartisipasi secara aktif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Apalagi lansia yang tinggal sendirian, mereka terpaksa memenuhi kebutuhan makan, kesehatan maupun kebutuhan sosialnya secara mandiri. Oleh karena itu rumah tangga yang terdapat lansia dianggap memiliki kepedulian sosial yang lebih baik daripada rumah tangga lansia yang tinggal sendirian.
8
116 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 117
Gambar 8.1 Rumah Tangga Lansia Indonesia, 2015
Su
Sumber : Susenas Kor 2015
Pada tahun 2015, tercatat sekitar 8,43 persen penduduk Indonesia termasuk dalam kategori lansia. Lansia tersebut tersebar di 25,14 persen rumah tangga (rumah tangga lansia) dimana 12,55 persen rumah tangga diantaranya terdapat lansia yang tinggal sendiri tanpa ditemani anggota rumah tangga lainnya, dan 87,45 persen rumah tangga lansia yang hidup bersama dengan anggota rumah tangga yang lain. Bila dilihat berdasarkan klasifikasi wilayah, terlihat bahwa persentase rumah tangga lansia yang tinggal sendirian lebih banyak terdapat di wilayah perdesaan (13,80%)
% PENDUDUK LANSIA
2013 2014 2015
8,05 8,03
8,43
% RUMAH TANGGA LANSIA 2015
Persentase lansia di Indonesia terus meningkat
LANSIA adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).
25,14% rumah tangga di Indonesia terdapat lansia
(rumah tangga lansia) dimana 12,55% rumah tangga
diantaranya terdapat lansia tinggal sendirian
Perkotaan
Perdesaan
11,14
13,80
88,86
86,20
Tinggal bersama ART lain
Tinggal sendiri
Lansia yang TINGGAL SENDIRIAN lebih tinggi di PERDESAAN
12,55
87,45
Tinggal sendirian Tinggal bersama ART lain
116 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Sikap dan cara keluarga menangani atau merawat lansia dengan baik dapat menjadi pembelajaran bagi anggota keluarga yang masih muda untuk selalu memberikan penghargaan dengan menghormati orangtua lansia dengan cara merawat dengan sebaik-baiknya para lansia tersebut di rumah dan bukan dititipkan di panti jompo. Pelestarian budaya ini jika terus dapat dipertahankan maka berpotensi meningkatkan ketahanan keluarga. Bentuk perhatian dan perawatan yang diberikan kepada orangtua lansia mempunyai lingkup yang sangat luas. Oleh karena itu, ciri ini kemudian berusaha digambarkan melalui pendekatan keberadaan lansia di dalam rumah tangga. Dengan keberadaan lansia dalam rumah tangga dapat menunjukkan adanya kesediaan anggota rumah tangga untuk memberikan perhatian dan mengurus kebutuhan lansia. Sangat dipahami bahwa pendekatan ini sangat lemah karena tidak menjamin sepenuhnya bahwa lansia yang tinggal di rumah tangga akan mendapatkan perhatian dan dirawat sesuai dengan kebutuhannya.
117Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 117
Gambar 8.1 Rumah Tangga Lansia Indonesia, 2015
Su
Sumber : Susenas Kor 2015
Pada tahun 2015, tercatat sekitar 8,43 persen penduduk Indonesia termasuk dalam kategori lansia. Lansia tersebut tersebar di 25,14 persen rumah tangga (rumah tangga lansia) dimana 12,55 persen rumah tangga diantaranya terdapat lansia yang tinggal sendiri tanpa ditemani anggota rumah tangga lainnya, dan 87,45 persen rumah tangga lansia yang hidup bersama dengan anggota rumah tangga yang lain. Bila dilihat berdasarkan klasifikasi wilayah, terlihat bahwa persentase rumah tangga lansia yang tinggal sendirian lebih banyak terdapat di wilayah perdesaan (13,80%)
% PENDUDUK LANSIA
2013 2014 2015
8,05 8,03
8,43
% RUMAH TANGGA LANSIA 2015
Persentase lansia di Indonesia terus meningkat
LANSIA adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).
25,14% rumah tangga di Indonesia terdapat lansia
(rumah tangga lansia) dimana 12,55% rumah tangga
diantaranya terdapat lansia tinggal sendirian
Perkotaan
Perdesaan
11,14
13,80
88,86
86,20
Tinggal bersama ART lain
Tinggal sendiri
Lansia yang TINGGAL SENDIRIAN lebih tinggi di PERDESAAN
12,55
87,45
Tinggal sendirian Tinggal bersama ART lain
116 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Sikap dan cara keluarga menangani atau merawat lansia dengan baik dapat menjadi pembelajaran bagi anggota keluarga yang masih muda untuk selalu memberikan penghargaan dengan menghormati orangtua lansia dengan cara merawat dengan sebaik-baiknya para lansia tersebut di rumah dan bukan dititipkan di panti jompo. Pelestarian budaya ini jika terus dapat dipertahankan maka berpotensi meningkatkan ketahanan keluarga. Bentuk perhatian dan perawatan yang diberikan kepada orangtua lansia mempunyai lingkup yang sangat luas. Oleh karena itu, ciri ini kemudian berusaha digambarkan melalui pendekatan keberadaan lansia di dalam rumah tangga. Dengan keberadaan lansia dalam rumah tangga dapat menunjukkan adanya kesediaan anggota rumah tangga untuk memberikan perhatian dan mengurus kebutuhan lansia. Sangat dipahami bahwa pendekatan ini sangat lemah karena tidak menjamin sepenuhnya bahwa lansia yang tinggal di rumah tangga akan mendapatkan perhatian dan dirawat sesuai dengan kebutuhannya.
118 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 119
Sumber : Susenas KOR 2015
Gambar 8.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia yang Tinggal Bersama ART Lain, 2015
93,94
93,98
93,91
92,76
90,58
92,06
89,73
91,52
92,41
91,33
92,49
92,70
86,33
89,56
92,64
92,48
86,62
92,09
91,07
86,48
84,01
86,64
83,24
93,48
89,41
86,99
91,53
88,46
92,80
90,79
91,38
87,24
86,08
82,85
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara1
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 87,45
118 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
daripada perkotaan (11,14%). Rumah tangga yang terdapat lansia yang tidak tinggal sendirian di anggap memiliki ketahanan sosial budaya yang baik (Lampiran 8.2).
Jika dibandingkan antar provinsi, pada mayoritas rumah tangga, lansia tidak tinggal sendirian. Persentase rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian bervariasi antar provinsi. Tiga provinsi dengan persentase tertinggi adalah Papua Barat (93,98%), Papua (93,94%), dan Maluku Utara (93,91%). Sementara Aceh, Jawa Barat dan Yogya merupakan tiga provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian (Gambar 8.2). Selain itu, masih terdapat 10 provinsi yang memiliki persentase rumah tangga di bawah angka nasional untuk rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan.
119Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 119
Sumber : Susenas KOR 2015
Gambar 8.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia yang Tinggal Bersama ART Lain, 2015
93,94
93,98
93,91
92,76
90,58
92,06
89,73
91,52
92,41
91,33
92,49
92,70
86,33
89,56
92,64
92,48
86,62
92,09
91,07
86,48
84,01
86,64
83,24
93,48
89,41
86,99
91,53
88,46
92,80
90,79
91,38
87,24
86,08
82,85
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara1
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 87,45
118 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
daripada perkotaan (11,14%). Rumah tangga yang terdapat lansia yang tidak tinggal sendirian di anggap memiliki ketahanan sosial budaya yang baik (Lampiran 8.2).
Jika dibandingkan antar provinsi, pada mayoritas rumah tangga, lansia tidak tinggal sendirian. Persentase rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian bervariasi antar provinsi. Tiga provinsi dengan persentase tertinggi adalah Papua Barat (93,98%), Papua (93,94%), dan Maluku Utara (93,91%). Sementara Aceh, Jawa Barat dan Yogya merupakan tiga provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian (Gambar 8.2). Selain itu, masih terdapat 10 provinsi yang memiliki persentase rumah tangga di bawah angka nasional untuk rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan.
120 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 121
Gambar 8.3 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 8.4. D.I.Yogyakarta menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal yakni 86,14 persen. Sebaliknya, Sulawesi Selatan (49,57%), Nusa Tenggara Barat (51,24%) dan Papua Barat (53,51%) merupakan provinsi-provinsi dengan persentase terkecil untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal
89,42% rumah tangga menyatakan terdapat Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggalnya dan 66,36% rumah tangga diantaranya berpartisipasi dalam kegiatan tersebut
Tingkat partisipasi tidak berbeda antara Perkotaan dan Perdesaan, namun persentase rumah tangga yang TIDAK PERNAH berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan masih CUKUP TINGGI
66,36%
33,64%
Berpartisipasi
Tidak berpartisipasi
Frekuensi Partisipasi Rumah Tangga
Perkotaan Perdesaan
6,29% 5,50%
26,43% 27,68%
33,31% 33,52% 33,97% 33,30% Selalu
Sering
Jarang
Tidak Pernah
120 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
8.2 KEERATAN SOSIAL
Sebagai makhluk sosial, setiap orang pasti mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Besarnya dorongan untuk membangun hubungan sosial tersebut tidak terlepas dari keinginan individu untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Hubungan sosial yang kerap dilakukan dalam suatu komunitas akan berdampak terjalinnya keeratan sosial antar anggota komunitas. Hubungan sosial yang erat akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap upaya individu untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan mencapai ketahanan keluarga yang diinginkan. Oleh karena itu, rumah tangga yang memiliki hubungan sosial yang erat dengan komunitas di lingkungan tempat tinggal diduga akan berdampak pada ketahanan sosial keluarga yang lebih baik. Sehingga, keeratan sosial menjadi variabel kedua yang digunakan dalam pengukuran tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga.
Ketahanan sosial keluarga di dalam komunitasnya dapat dicerminkan dari kondisi keluarga yang memiliki hubungan sosial antar keluarga dalam masyarakat yang terbina dengan erat. Berbagai kelompok dalam komunitas akan menjadi wadah untuk mempererat hubungan dan jejaring sosial antar anggota masyarakat sehingga setiap keluarga memiliki dukungan yang bersifat formal ataupun informal secara berimbang. Pengukuran keeratan sosial akan diproksi dengan kesadaran individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang terdapat di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Partisipasi tersebut dilihat dari kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan (seperti arisan, olahraga, kesenian, dll). Frekuensi keterlibatan individu terhadap kegiatan bersama tersebut mengacu pada persentase kehadiran individu pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Secara nasional, mayoritas rumah tangga (89,42%) di Indonesia menyatakan terdapat kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggalnya, namun hanya 66,36 persen rumah tangga diantaranya yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Gambar 8.3). Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial tersebut sangat beragam, hanya 5,89 persen rumah tangga yang menyatakan selalu berpartisipasi dan 27,06 persen rumah tangga yang menyatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyaratan di lingkungan tempat tinggal. Sedangkan persentase rumah tangga yang menyatakan jarang atau tidak pernah berpartisipasi juga masih cukup tinggi, yaitu 33,41 persen dan 33,64 persen. Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terkait tingkat partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di wilayah perkotaan maupun perdesaan (Gambar 8.3).
121Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 121
Gambar 8.3 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 8.4. D.I.Yogyakarta menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal yakni 86,14 persen. Sebaliknya, Sulawesi Selatan (49,57%), Nusa Tenggara Barat (51,24%) dan Papua Barat (53,51%) merupakan provinsi-provinsi dengan persentase terkecil untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal
89,42% rumah tangga menyatakan terdapat Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggalnya dan 66,36% rumah tangga diantaranya berpartisipasi dalam kegiatan tersebut
Tingkat partisipasi tidak berbeda antara Perkotaan dan Perdesaan, namun persentase rumah tangga yang TIDAK PERNAH berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan masih CUKUP TINGGI
66,36%
33,64%
Berpartisipasi
Tidak berpartisipasi
Frekuensi Partisipasi Rumah Tangga
Perkotaan Perdesaan
6,29% 5,50%
26,43% 27,68%
33,31% 33,52% 33,97% 33,30% Selalu
Sering
Jarang
Tidak Pernah
120 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
8.2 KEERATAN SOSIAL
Sebagai makhluk sosial, setiap orang pasti mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Besarnya dorongan untuk membangun hubungan sosial tersebut tidak terlepas dari keinginan individu untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Hubungan sosial yang kerap dilakukan dalam suatu komunitas akan berdampak terjalinnya keeratan sosial antar anggota komunitas. Hubungan sosial yang erat akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap upaya individu untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan mencapai ketahanan keluarga yang diinginkan. Oleh karena itu, rumah tangga yang memiliki hubungan sosial yang erat dengan komunitas di lingkungan tempat tinggal diduga akan berdampak pada ketahanan sosial keluarga yang lebih baik. Sehingga, keeratan sosial menjadi variabel kedua yang digunakan dalam pengukuran tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga.
Ketahanan sosial keluarga di dalam komunitasnya dapat dicerminkan dari kondisi keluarga yang memiliki hubungan sosial antar keluarga dalam masyarakat yang terbina dengan erat. Berbagai kelompok dalam komunitas akan menjadi wadah untuk mempererat hubungan dan jejaring sosial antar anggota masyarakat sehingga setiap keluarga memiliki dukungan yang bersifat formal ataupun informal secara berimbang. Pengukuran keeratan sosial akan diproksi dengan kesadaran individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang terdapat di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Partisipasi tersebut dilihat dari kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan (seperti arisan, olahraga, kesenian, dll). Frekuensi keterlibatan individu terhadap kegiatan bersama tersebut mengacu pada persentase kehadiran individu pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Secara nasional, mayoritas rumah tangga (89,42%) di Indonesia menyatakan terdapat kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggalnya, namun hanya 66,36 persen rumah tangga diantaranya yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Gambar 8.3). Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial tersebut sangat beragam, hanya 5,89 persen rumah tangga yang menyatakan selalu berpartisipasi dan 27,06 persen rumah tangga yang menyatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyaratan di lingkungan tempat tinggal. Sedangkan persentase rumah tangga yang menyatakan jarang atau tidak pernah berpartisipasi juga masih cukup tinggi, yaitu 33,41 persen dan 33,64 persen. Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terkait tingkat partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di wilayah perkotaan maupun perdesaan (Gambar 8.3).
122 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 123
8.3 KEERATAN BERAGAMA
Salah satu ciri ketahanan keluarga yang tangguh adalah adanya ketaatan anggota keluarga untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau pun kepercayaan yang dianutnya. Agama ataupun kepercayaan yang dianut oleh seseorang mengandung sejumlah aturan/cara hidup manusia di dunia yang wajib di ikuti dan ditaati sebagai konsekuensi dari urgensi keyakinan pada Sang Pencipta. Ketaatan beragama dapat dilihat dari rutinitas ibadah, baik yang dilakukan secara pribadi (langsung antara individu dengan Tuhannya) maupun secara bersama-sama (komunal). Ibadah yang dilaksanakan secara pribadi merupakan rahasia antara individu dan Tuhannya sementara ibadah yang dilakukan secara komunal dapat meningkatkan keeratan sosial rumah tangga sehingga berpotensi memperkuat ketahanan keluarga. Rumah tangga yang taat menjalankan ibadah dianggap mempunyai ketaatan beragama yang lebih baik sehingga berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh pula.
Ketaatan beragama akan dilihat dari partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal, seperti pengajian atau pun kegiatan sosial keagamaan lainnya. Partisipasi tersebut diyakini didasarkan pada kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berperan secara langsung dalam kegiatan sosial keagamaan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Frekuensi keterlibatan individu terhadap kegiatan sosial keagamaan selanjutnya digambarkan oleh persentase kehadiran rumah tangga pada kegiatan-kegiatan sosial keagamaan yang berlangsung di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Pada tahun 2015, tercatat sekitar 98,14 persen rumah tangga di Indonesia menyatakan terdapat kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, dan 90,96 persen rumah tangga diantaranya turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Gambar 8.5). Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan tersebut sangat beragam, hanya 12,55 persen rumah tangga yang menyatakan selalu berpartisipasi dan 48,88 persen rumah tangga yang menyatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal. Sedangkan persentase rumah tangga yang menyatakan jarang dan tidak pernah berpartisipasi masing masing sebesar 29,54 persen dan 9,04 persen. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang selalu dan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan (Gambar 8.5).
122 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 8.4 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
74,45 53,51
65,99 65,42
55,10 66,40
56,42 49,57
64,67 78,66
67,02 70,02
74,02 68,11
70,93 51,24
55,01 62,98
67,66 86,14
75,20 62,72
57,30 68,94
57,54 63,08 64,01
68,00 79,48
72,51 65,24
63,65 61,32
PapuaPapua Barat
Maluku UtaraMaluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan Timur
Kalimantan SelatanKalimantan Tengah
Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
BaliBanten
Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah
Jawa BaratDKI Jakarta
Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Sumatera SelatanJambi
RiauSumatera BaratSumatera Utara
Aceh
Indonesia : 66,36
123Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 123
8.3 KEERATAN BERAGAMA
Salah satu ciri ketahanan keluarga yang tangguh adalah adanya ketaatan anggota keluarga untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau pun kepercayaan yang dianutnya. Agama ataupun kepercayaan yang dianut oleh seseorang mengandung sejumlah aturan/cara hidup manusia di dunia yang wajib di ikuti dan ditaati sebagai konsekuensi dari urgensi keyakinan pada Sang Pencipta. Ketaatan beragama dapat dilihat dari rutinitas ibadah, baik yang dilakukan secara pribadi (langsung antara individu dengan Tuhannya) maupun secara bersama-sama (komunal). Ibadah yang dilaksanakan secara pribadi merupakan rahasia antara individu dan Tuhannya sementara ibadah yang dilakukan secara komunal dapat meningkatkan keeratan sosial rumah tangga sehingga berpotensi memperkuat ketahanan keluarga. Rumah tangga yang taat menjalankan ibadah dianggap mempunyai ketaatan beragama yang lebih baik sehingga berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh pula.
Ketaatan beragama akan dilihat dari partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal, seperti pengajian atau pun kegiatan sosial keagamaan lainnya. Partisipasi tersebut diyakini didasarkan pada kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berperan secara langsung dalam kegiatan sosial keagamaan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Frekuensi keterlibatan individu terhadap kegiatan sosial keagamaan selanjutnya digambarkan oleh persentase kehadiran rumah tangga pada kegiatan-kegiatan sosial keagamaan yang berlangsung di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Pada tahun 2015, tercatat sekitar 98,14 persen rumah tangga di Indonesia menyatakan terdapat kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, dan 90,96 persen rumah tangga diantaranya turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Gambar 8.5). Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan tersebut sangat beragam, hanya 12,55 persen rumah tangga yang menyatakan selalu berpartisipasi dan 48,88 persen rumah tangga yang menyatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal. Sedangkan persentase rumah tangga yang menyatakan jarang dan tidak pernah berpartisipasi masing masing sebesar 29,54 persen dan 9,04 persen. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang selalu dan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan (Gambar 8.5).
122 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 8.4 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
74,45 53,51
65,99 65,42
55,10 66,40
56,42 49,57
64,67 78,66
67,02 70,02
74,02 68,11
70,93 51,24
55,01 62,98
67,66 86,14
75,20 62,72
57,30 68,94
57,54 63,08 64,01
68,00 79,48
72,51 65,24
63,65 61,32
PapuaPapua Barat
Maluku UtaraMaluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan Timur
Kalimantan SelatanKalimantan Tengah
Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
BaliBanten
Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah
Jawa BaratDKI Jakarta
Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Sumatera SelatanJambi
RiauSumatera BaratSumatera Utara
Aceh
Indonesia : 66,36
124 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 125
Gambar 8.6 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
94,31
86,63
91,04
95,25
85,65
89,23
81,95
83,15
89,95
96,58
89,92
92,10
94,82
88,27
95,93
93,40
88,36
91,18
90,27
90,17
93,52
91,54
80,19
86,01
84,36
94,81
88,31
86,60
96,69
91,81
91,67
94,54
94,15
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 90,96
124 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 8.5 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 8.6, Jambi menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggal yaitu 96,69 persen. Sebaliknya, DKI Jakarta (80,19%), Sulawesi Tenggara (81,95%) dan Sulawesi Selatan (83,15%) merupakan provinsi-provinsi dengan persentase terkecil untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal 98,14% rumah tangga
mengaku terdapat Kegiatan Sosial Keagamaan di lingkungan tempat tinggalnya
Tingkat partisipasi rumah tangga di PERDESAAN dalam kegiatan sosial keagamaan LEBIH TINGGI daripada perkotaan
Frekuensi Partisipasi Rumah Tangga
Perkotaan Perdesaan
10,92% 14,15%
44,91%
52,81%
32,08%
27,02%
12,09%
6,02%
Selalu
Sering
Jarang
Tidak Pernah
90,96%
9,04%
Berpartisipasi
Tidak berpartisipasi
125Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 125
Gambar 8.6 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
94,31
86,63
91,04
95,25
85,65
89,23
81,95
83,15
89,95
96,58
89,92
92,10
94,82
88,27
95,93
93,40
88,36
91,18
90,27
90,17
93,52
91,54
80,19
86,01
84,36
94,81
88,31
86,60
96,69
91,81
91,67
94,54
94,15
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Indonesia : 90,96
124 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Gambar 8.5 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 8.6, Jambi menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggal yaitu 96,69 persen. Sebaliknya, DKI Jakarta (80,19%), Sulawesi Tenggara (81,95%) dan Sulawesi Selatan (83,15%) merupakan provinsi-provinsi dengan persentase terkecil untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal 98,14% rumah tangga
mengaku terdapat Kegiatan Sosial Keagamaan di lingkungan tempat tinggalnya
Tingkat partisipasi rumah tangga di PERDESAAN dalam kegiatan sosial keagamaan LEBIH TINGGI daripada perkotaan
Frekuensi Partisipasi Rumah Tangga
Perkotaan Perdesaan
10,92% 14,15%
44,91%
52,81%
32,08%
27,02%
12,09%
6,02%
Selalu
Sering
Jarang
Tidak Pernah
90,96%
9,04%
Berpartisipasi
Tidak berpartisipasi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 127
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2008). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2015). Indeks Pembangunan Manusia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2015). Statistik Potensi Desa Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2016). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2016). Keadaan Pekerja di Indonesia Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Cappuccio, Francesco P. et al. (2011). Sleep duration predicts cardiovascular outcomes: a systematic review and meta-analysis of prospective studies. European Heart Journal 32(12): 1484–1492.
Fahrizal Effendi. (2013). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian dalam Belajar Siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling : 50-59. Semarang: IKIP Veteran Semarang.
Frankenberger, T.R., dan M.K.McCaston. (1998). The Household Livelihood Security Concept. Food, Nutrition, and Agriculture Journal. 22: 30-33.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
(2013). Buku Pegangan Sosialisasi: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Agama Republik Indonesia. (2013). Menelusuri Makna di Balik Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat. Editor: Kustini. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI.
Parker, Kim dan Wang, Wendy. (2013). Modern Parenthood: Roles of Moms and Dads Converge as They Balance Work and Family. Washington, D.C. : Pew Research Center.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 Pedoman Gizi Seimbang. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 1 April 1975. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12. Jakarta.
Nomor 21 Tahun 1994 Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. 1 Juni 1994. Jakarta.
127Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 127
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2008). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2015). Indeks Pembangunan Manusia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2015). Statistik Potensi Desa Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2016). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2016). Keadaan Pekerja di Indonesia Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Cappuccio, Francesco P. et al. (2011). Sleep duration predicts cardiovascular outcomes: a systematic review and meta-analysis of prospective studies. European Heart Journal 32(12): 1484–1492.
Fahrizal Effendi. (2013). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian dalam Belajar Siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling : 50-59. Semarang: IKIP Veteran Semarang.
Frankenberger, T.R., dan M.K.McCaston. (1998). The Household Livelihood Security Concept. Food, Nutrition, and Agriculture Journal. 22: 30-33.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
(2013). Buku Pegangan Sosialisasi: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Agama Republik Indonesia. (2013). Menelusuri Makna di Balik Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat. Editor: Kustini. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI.
Parker, Kim dan Wang, Wendy. (2013). Modern Parenthood: Roles of Moms and Dads Converge as They Balance Work and Family. Washington, D.C. : Pew Research Center.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 Pedoman Gizi Seimbang. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 1 April 1975. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12. Jakarta.
Nomor 21 Tahun 1994 Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. 1 Juni 1994. Jakarta.
128 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 129
Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 7 Oktober 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297. Jakarta.
Walsh, Froma. (1996). The Concept of Family Resilience: Crisis and Challenge. Fam Proc, 35: 261 -268.
Wulandari, Sri. (2013). Fungsi Laporan dan Pengaduan Masyarakat Bagi Penyidik dalam Mengungkap Kejahatan. Serat Acitya Vol 2: 74-82. Semarang: Universitas 17 Agustus 1945.
Zastrow, Charles. H. (2006). Social Work with Groups: A Comprehensive Workbook. USA: Thomson Brooks/Cole.
128 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014. 20 Januari 2010. Jakarta.
Nomor 2 Tahun 2015 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019. 8 Januari 2015. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3. Jakarta.
Puspitawati, Herien. (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: PT IPB Press.
. (2015). Kajian Akademik Pengertian Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor.
Saaty, Thomas L. (1990). How to make a decision: The Analytic Hierarchy Process. Europian Journal of Operational Research 48: 9-26. North-Holland: Elsevier Science Publishers B.V.
Sugandi, Yulia. (2008). Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan Mengenai Papua. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung (FES).
Sunarti, Euis. (2001). Studi Ketahanan Keluarga dan Ukurannya: Telaah Kasus Pengaruhnya terhadap Kualitas Kehamilan. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Sunarti, Euis dkk. (2003). Perumusan Ukuran Ketahanan Keluarga (Measurement of Family Strenght). Media Gizi dan Keluarga 27(1): 1-11.
Sunarti, Euis. (2006). Indikator Keluarga Sejahtera : Sejarah Pengembangan, Evaluasi, dan Keberlanjutannya. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
The World Bank. (2006). Repositioning Nutrition as Central to Development : A Strategy for Large-Scale Action. Washington, DC: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10 Agustus 2002. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan. 2 Januari 1974. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1. Jakarta.
Nomor 10 Tahun 1992 Pembangunan Keluarga. 16 April 1992. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 35. Jakarta.
Nomor 13 Tahun 1998 Kesejahteraan Lanjut Usia. 30 November 1998. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190. Jakarta.
Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak. 22 Oktober 2002. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. Jakarta.
Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. 8 Juli 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301. Jakarta.
Nomor 40 Tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional. 19 Oktober 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4456. Jakarta.
Nomor 52 Tahun 2009 Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga. 29 Oktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 161. Jakarta.
129Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 129
Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 7 Oktober 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297. Jakarta.
Walsh, Froma. (1996). The Concept of Family Resilience: Crisis and Challenge. Fam Proc, 35: 261 -268.
Wulandari, Sri. (2013). Fungsi Laporan dan Pengaduan Masyarakat Bagi Penyidik dalam Mengungkap Kejahatan. Serat Acitya Vol 2: 74-82. Semarang: Universitas 17 Agustus 1945.
Zastrow, Charles. H. (2006). Social Work with Groups: A Comprehensive Workbook. USA: Thomson Brooks/Cole.
128 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014. 20 Januari 2010. Jakarta.
Nomor 2 Tahun 2015 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019. 8 Januari 2015. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3. Jakarta.
Puspitawati, Herien. (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: PT IPB Press.
. (2015). Kajian Akademik Pengertian Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor.
Saaty, Thomas L. (1990). How to make a decision: The Analytic Hierarchy Process. Europian Journal of Operational Research 48: 9-26. North-Holland: Elsevier Science Publishers B.V.
Sugandi, Yulia. (2008). Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan Mengenai Papua. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung (FES).
Sunarti, Euis. (2001). Studi Ketahanan Keluarga dan Ukurannya: Telaah Kasus Pengaruhnya terhadap Kualitas Kehamilan. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Sunarti, Euis dkk. (2003). Perumusan Ukuran Ketahanan Keluarga (Measurement of Family Strenght). Media Gizi dan Keluarga 27(1): 1-11.
Sunarti, Euis. (2006). Indikator Keluarga Sejahtera : Sejarah Pengembangan, Evaluasi, dan Keberlanjutannya. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
The World Bank. (2006). Repositioning Nutrition as Central to Development : A Strategy for Large-Scale Action. Washington, DC: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10 Agustus 2002. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan. 2 Januari 1974. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1. Jakarta.
Nomor 10 Tahun 1992 Pembangunan Keluarga. 16 April 1992. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 35. Jakarta.
Nomor 13 Tahun 1998 Kesejahteraan Lanjut Usia. 30 November 1998. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190. Jakarta.
Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak. 22 Oktober 2002. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. Jakarta.
Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. 8 Juli 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301. Jakarta.
Nomor 40 Tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional. 19 Oktober 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4456. Jakarta.
Nomor 52 Tahun 2009 Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga. 29 Oktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 161. Jakarta.
133Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.1
Memiliki2 Tidak Memiliki Total
(2) (3) (4) (5)70,74 91,99 8,01 100,0072,24 76,14 23,86 100,0074,68 84,59 15,41 100,0078,40 92,77 7,23 100,0075,49 84,06 15,94 100,0079,91 88,86 11,14 100,0079,63 88,71 11,29 100,0082,64 86,17 13,83 100,0058,51 84,58 15,42 100,0077,01 97,12 2,88 100,0065,75 96,09 3,91 100,0073,28 85,72 14,28 100,0074,99 98,47 1,53 100,0075,74 97,17 2,83 100,0070,41 92,73 7,27 100,0075,57 62,65 37,35 100,0083,22 55,80 44,20 100,0075,86 58,83 41,17 100,0078,89 52,59 47,41 100,0077,67 67,64 32,36 100,0070,34 81,53 18,47 100,0063,06 79,62 20,38 100,0071,70 90,59 9,41 100,0077,59 82,57 17,43 100,0080,19 89,84 10,16 100,0079,63 77,16 22,84 100,0072,59 82,16 17,84 100,0078,39 78,92 21,08 100,0083,37 87,48 12,52 100,0076,74 70,45 29,55 100,0079,72 73,89 26,11 100,0080,56 75,53 24,47 100,0080,19 59,91 40,09 100,0088,99 21,53 78,47 100,0074,52 84,21 15,79 100,00
Sumber : PBDT 2015Catatan : 1Data hanya mencakup rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40% terbawah secara NasionalCatatan : 2Rumah tangga memiliki buku/akte nikah jika kepala rumah tangga dan atau pasangan memilikinya
Sulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua
Indonesia
Sulawesi Utara
DI YogyakartaJawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan Utara
Jawa Tengah
Sumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa Barat
Aceh
Persentase Rumah Tangga1 Menurut Provinsi dan Kepemilikan Buku/Akte Nikah Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya yang Berstatus Kawin, 2015
ProvinsiRumah Tangga1
dengan KRT Berstatus Kawin
Kepemilikan Buku/Akte Nikah
(1)
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |133
134 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.2
Perkotaan + Perdesaan
Seluruh ART Sebagian ART Tidak Ada Total
(2) (3) (4) (5) (6)
73,26 76,28 9,24 14,48 100,0072,34 61,72 10,32 27,96 100,0072,64 71,12 9,92 18,97 100,0076,99 71,24 8,51 20,24 100,0075,03 88,18 5,04 6,78 100,0075,14 82,94 7,03 10,03 100,0076,03 85,07 6,16 8,77 100,0076,17 79,72 8,03 12,25 100,0072,79 91,86 3,64 4,50 100,0067,48 91,92 3,83 4,25 100,0061,86 92,90 3,72 3,38 100,0069,78 76,73 6,53 16,75 100,0068,14 89,48 4,33 6,19 100,0055,18 95,10 1,74 3,16 100,0065,19 82,70 4,67 12,64 100,0076,65 67,96 9,80 22,24 100,0064,64 78,03 5,55 16,41 100,0073,70 63,46 8,85 27,69 100,0079,23 44,84 16,24 38,91 100,0077,40 76,64 6,77 16,59 100,0073,18 77,17 5,27 17,57 100,0071,67 81,92 6,23 11,86 100,0073,03 90,43 4,33 5,24 100,0076,00 83,91 8,47 7,61 100,0069,05 80,50 8,94 10,56 100,0074,46 61,17 13,00 25,84 100,0073,03 78,59 9,55 11,86 100,0077,18 69,43 12,87 17,71 100,0075,24 79,35 9,69 10,96 100,0076,39 74,13 11,05 14,83 100,0077,82 62,24 19,68 18,09 100,0082,30 65,23 14,34 20,43 100,0075,86 64,03 10,65 25,32 100,0071,55 37,46 3,67 58,87 100,0070,23 78,03 6,88 15,09 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015
Provinsi Rumah Tangga yang Terdapat
ART 0-17 Tahun
Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0 -17 Tahun
134| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
135Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.2.1
Perkotaan
Seluruh ART Sebagian ART Tidak Ada Total
(2) (3) (4) (5) (6)
72,77 86,87 7,04 6,09 100,0071,22 68,62 10,93 20,45 100,0070,19 79,71 8,19 12,10 100,0072,64 79,95 7,85 12,21 100,0073,27 95,15 3,05 1,81 100,0073,74 85,24 7,17 7,60 100,0074,95 91,06 4,68 4,27 100,0075,53 83,05 8,06 8,90 100,0070,47 94,27 3,20 2,54 100,0067,26 92,47 3,49 4,04 100,0061,86 92,90 3,72 3,38 100,0069,81 80,72 6,07 13,21 100,0066,75 90,83 4,12 5,06 100,0053,09 94,54 2,08 3,38 100,0063,97 87,45 4,51 8,04 100,0075,17 80,57 8,73 10,70 100,0063,52 85,94 4,60 9,45 100,0071,85 74,48 8,00 17,51 100,0074,02 69,32 14,38 16,30 100,0074,57 88,15 5,90 5,95 100,0072,72 87,57 4,60 7,83 100,0069,72 86,21 4,98 8,82 100,0072,10 91,80 4,16 4,05 100,0076,26 88,63 8,54 2,83 100,0066,26 86,85 6,41 6,74 100,0071,56 76,27 13,90 9,83 100,0071,57 85,44 7,25 7,31 100,0071,86 75,79 13,13 11,08 100,0071,98 88,58 5,49 5,93 100,0073,31 86,33 8,87 4,80 100,0074,71 76,13 16,11 7,75 100,0076,80 81,63 10,42 7,95 100,0074,38 77,66 10,82 11,52 100,0068,45 80,91 7,23 11,86 100,0068,31 84,42 6,04 9,54 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015
Provinsi Rumah Tangga yang Terdapat
ART 0-17 Tahun
Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0 -17 Tahun
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |135
136 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.2.2
Perdesaan
Seluruh ART Sebagian ART Tidak Ada Total
(2) (3) (4) (5) (6)
73,45 72,20 10,09 17,71 100,0073,41 55,34 9,75 34,91 100,0074,23 65,82 10,98 23,20 100,0079,76 66,20 8,90 24,90 100,0075,74 85,44 5,82 8,73 100,0075,87 81,78 6,96 11,25 100,0076,49 82,56 6,78 10,66 100,0076,38 78,66 8,02 13,32 100,0074,96 89,73 4,03 6,24 100,0068,63 89,11 5,58 5,31 100,00
na na na na na69,72 69,06 7,41 23,53 100,0069,29 88,41 4,50 7,09 100,0059,67 96,18 1,07 2,75 100,0066,29 78,58 4,80 16,62 100,0079,86 42,21 11,99 45,80 100,0066,46 65,76 7,03 27,21 100,0075,02 55,94 9,43 34,63 100,0080,57 39,04 16,69 44,28 100,0078,58 72,07 7,11 20,82 100,0073,42 71,93 5,60 22,47 100,0073,12 78,89 7,11 14,01 100,0074,59 88,21 4,61 7,17 100,0075,68 78,13 8,39 13,48 100,0071,44 75,47 10,94 13,59 100,0075,37 56,63 12,73 30,64 100,0073,86 74,80 10,83 14,37 100,0079,34 67,09 12,77 20,14 100,0076,97 74,79 11,77 13,45 100,0077,10 71,42 11,53 17,05 100,0079,88 53,62 21,88 24,49 100,0084,39 59,58 15,69 24,73 100,0076,71 56,35 10,55 33,10 100,0072,57 24,07 2,58 73,35 100,0072,16 71,95 7,67 20,38 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Rumah Tangga yang Terdapat
ART 0-17 Tahun
Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0 -17 Tahun
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015
Provinsi
136| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
137Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.3
Perkotaan + Perdesaan
0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun 0 - 17 Tahun(2) (3) (4) (5) (6)
37,34 72,91 85,65 84,90 81,1538,33 57,07 69,44 71,68 66,0736,28 66,61 80,99 80,05 75,9537,21 67,55 79,15 77,32 74,6734,18 83,21 92,38 92,97 89,6434,77 81,53 88,66 87,91 86,1034,57 83,58 90,61 89,85 88,0633,66 78,37 86,48 83,62 82,8133,54 91,24 95,62 93,42 93,4934,64 89,63 96,98 97,88 94,4928,89 91,89 97,15 95,83 94,9033,09 75,38 80,84 78,19 78,2430,42 88,20 93,39 92,55 91,4325,87 94,13 97,53 96,74 96,1728,41 80,52 87,04 85,67 84,4934,44 68,46 73,36 69,85 70,6129,24 72,83 86,20 86,09 81,5936,17 58,92 72,09 75,82 68,7242,48 37,18 59,14 64,79 53,8035,92 73,61 82,24 83,12 79,7734,78 74,27 81,09 81,75 79,1134,20 78,86 88,62 85,81 84,4034,21 87,27 95,74 95,45 92,8838,64 78,62 93,25 96,01 89,2831,34 69,18 88,90 94,13 84,4635,42 50,53 72,97 78,63 67,3735,34 73,38 88,69 89,63 84,1640,09 62,68 79,66 83,40 75,3534,98 73,75 89,82 87,58 84,0739,52 67,20 85,83 86,08 80,0940,28 45,45 77,34 90,05 71,5340,37 54,26 75,59 84,55 72,0137,89 53,34 70,62 80,45 67,7238,24 40,30 37,38 41,05 39,4133,12 74,46 82,98 82,82 80,15
Sumber : Susenas KOR 2015
Provinsi Penduduk Umur 0-
17 Tahun
Penduduk Umur 0 -17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran
Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2015
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |137
138 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.3.1
Perkotaan
0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun 0 - 17 Tahun(2) (3) (4) (5) (6)
36,09 83,86 94,35 94,21 90,7435,88 63,45 77,79 79,07 73,4234,54 75,76 89,18 89,11 84,9436,00 76,40 88,55 87,17 83,8533,32 94,03 97,97 97,69 96,5934,14 83,57 92,59 91,33 89,2034,34 89,34 94,74 98,02 94,1233,22 80,34 89,65 87,83 85,9532,94 92,14 97,39 96,50 95,4034,49 89,95 97,39 98,57 94,9028,89 91,89 97,15 95,83 94,9032,95 78,71 84,41 82,05 81,8530,14 89,42 94,79 93,98 92,7726,06 93,10 97,04 97,28 95,8428,44 85,48 92,58 91,27 89,8533,26 79,76 86,77 84,68 83,7029,08 80,98 93,09 92,88 88,9135,45 71,68 85,05 81,80 79,3539,18 64,54 82,77 85,75 78,0634,45 84,91 94,30 95,44 91,5333,99 86,11 90,44 91,13 89,2833,55 82,78 91,52 90,61 88,1833,45 89,48 96,60 97,00 94,3139,35 86,87 98,25 98,43 94,5730,55 77,43 93,22 96,53 89,3834,00 66,18 90,34 94,96 83,8434,38 81,12 92,94 94,55 89,6937,36 67,49 84,69 91,60 81,4033,36 84,19 97,20 94,82 92,3038,60 85,32 96,12 95,92 92,8537,01 61,08 92,60 98,17 84,5036,66 74,32 92,42 94,01 87,4536,46 67,56 85,23 91,76 81,2734,36 74,34 86,28 89,25 82,9232,04 81,63 89,60 88,77 86,71
Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2015
Provinsi Penduduk Umur 0-
17 Tahun
Penduduk Umur 0 -17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
138| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
139Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.3.2
Perdesaan
0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun 0 - 17 Tahun(2) (3) (4) (5) (6)
37,84 68,69 82,37 81,46 77,5340,74 51,43 62,49 65,21 59,7337,43 61,45 75,87 74,29 70,4937,97 61,80 73,48 71,87 69,1334,55 78,47 90,12 90,98 86,7235,12 80,42 86,76 85,86 84,4334,68 81,03 88,92 85,88 85,3633,81 77,69 85,34 82,15 81,7034,13 90,40 93,95 90,55 91,6935,45 87,94 94,87 94,94 92,50
na na na na na33,36 68,64 73,37 70,48 70,9030,65 87,18 92,22 91,36 90,3025,50 96,30 98,45 95,57 96,8428,38 75,84 81,87 80,64 79,5436,98 45,14 48,13 42,31 45,3129,49 60,20 75,18 75,31 70,0436,69 49,57 63,50 71,40 61,1843,30 31,19 54,05 59,54 48,2936,57 68,61 77,68 77,85 74,9035,19 68,37 76,47 76,88 73,9934,68 76,00 86,70 82,23 81,7235,49 83,34 94,42 93,07 90,6037,75 67,90 86,80 92,71 82,3132,01 62,49 85,67 92,09 80,5335,90 45,56 68,01 73,08 62,2235,92 68,83 86,33 86,77 81,0041,20 60,95 77,81 80,32 73,1235,84 68,48 86,28 83,94 80,0039,76 63,02 83,20 83,65 76,9642,37 36,55 69,37 85,31 64,3241,76 47,41 70,66 81,05 66,9238,76 45,35 61,89 74,09 59,9339,64 25,41 24,26 27,02 25,4934,21 67,47 76,75 77,17 73,90
Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2015
Provinsi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Penduduk Umur 0-17 Tahun
Penduduk Umur 0 -17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran
(1)
Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |139
140 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.4
Perkotaan + Perdesaan
Akte Belum Terbit
Tidak Ada Biaya
Tempat Penguru-san jauh
Tidak Tahu Harus
Dicatat dan Cara Mengu-
rusnya
Tidak Merasa Perlu,
Malas/ Tidak Mau
Lainnya Total
(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
18,85 24,30 29,03 9,74 6,04 10,73 20,15 100,00
33,93 17,79 42,28 5,65 7,19 11,64 15,45 100,00
24,05 17,09 24,03 13,86 7,22 11,41 26,39 100,00
25,33 20,78 34,39 10,11 8,35 9,20 17,18 100,00
10,36 28,12 22,79 9,55 9,87 13,92 15,75 100,00
13,90 16,15 37,08 8,78 7,21 12,93 17,86 100,00
11,94 21,19 36,61 7,93 5,74 12,21 16,32 100,00
17,19 16,85 45,71 5,44 7,04 11,62 13,35 100,00
6,51 19,84 24,95 4,70 8,63 19,27 22,61 100,00
5,51 40,71 15,76 5,77 11,88 5,39 20,49 100,00
5,10 25,97 25,87 7,84 8,00 13,46 18,86 100,00
21,76 13,33 53,43 2,88 8,28 10,62 11,46 100,00
8,57 22,47 37,52 3,16 5,54 12,06 19,26 100,00
3,83 21,02 25,97 7,26 10,58 10,93 24,23 100,00
15,51 18,22 34,30 3,27 10,38 19,45 14,38 100,00
29,39 13,97 54,91 3,60 6,89 9,69 10,94 100,00
18,41 22,72 26,86 6,20 11,84 17,66 14,72 100,00
31,28 12,47 42,97 4,09 10,01 10,06 20,40 100,00
46,20 21,67 25,18 11,84 10,92 4,15 26,24 100,00
20,23 12,90 29,81 14,38 13,75 11,26 17,89 100,00
20,89 16,51 34,14 14,72 10,37 12,05 12,20 100,00
15,60 19,26 30,00 7,83 12,58 11,18 19,16 100,00
7,12 23,54 19,87 17,25 13,46 8,35 17,53 100,00
10,72 22,91 5,50 12,45 11,69 6,39 41,05 100,00
15,54 30,98 21,74 7,63 4,79 8,90 25,96 100,00
32,63 24,15 21,22 11,54 12,70 6,82 23,57 100,00
15,84 19,20 19,56 8,87 11,70 16,53 24,13 100,00
24,65 18,77 22,92 15,85 12,98 7,84 21,63 100,00
15,93 25,44 22,25 10,86 4,11 9,38 27,95 100,00
19,91 31,44 24,47 7,75 16,31 6,31 13,71 100,00
28,47 19,93 14,06 22,24 7,07 10,56 26,14 100,00
27,99 19,64 17,16 23,34 7,53 10,18 22,15 100,00
32,28 14,44 12,65 20,44 9,37 13,54 29,55 100,00
60,59 2,65 8,98 18,46 40,78 14,69 14,44 100,00
19,85 17,14 37,19 7,23 10,09 11,65 16,70 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015
Sumatera Utara
Sumatera Barat
(1)
Aceh
Provinsi
Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Punya
Akte Kelahiran
Alasan
Sumatera Selatan
Bengkulu
Riau
Jambi
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Lampung
Kep. Bangka Belitung
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Banten
Bali
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Barat
Maluku
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Papua
Indonesia
Maluku Utara
Papua Barat
140| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
141Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.4.1
Perkotaan
Akte Belum Terbit
Tidak Ada Biaya
Tempat Penguru-san jauh
Tidak Tahu Harus
Dicatat dan Cara Mengu-
rusnya
Tidak Merasa Perlu,
Malas/ Tidak Mau
Lainnya Total
(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
9,26 30,04 25,32 3,41 3,48 7,62 30,13 100,00
26,58 17,18 40,38 1,75 6,15 15,35 19,19 100,00
15,06 17,99 20,26 8,01 6,19 13,14 34,41 100,00
16,15 24,22 27,56 4,94 6,78 9,01 27,49 100,00
3,41 46,24 19,29 3,67 8,20 3,72 18,88 100,00
10,80 15,41 29,52 6,35 13,56 9,16 26,00 100,00
5,88 38,55 18,95 0,38 7,59 21,90 12,63 100,00
14,05 18,99 32,41 6,52 10,95 19,33 11,81 100,00
4,60 22,14 27,65 3,64 9,15 15,72 21,70 100,00
5,10 34,62 19,29 6,33 13,92 6,07 19,77 100,00
5,10 25,97 25,87 7,84 8,00 13,46 18,86 100,00
18,15 15,19 52,43 2,20 8,56 10,27 11,35 100,00
7,23 23,07 33,13 2,84 7,51 11,98 21,48 100,00
4,16 25,72 19,32 9,98 5,76 9,18 30,04 100,00
10,15 20,11 34,34 4,23 8,41 14,54 18,38 100,00
16,30 18,60 42,12 2,72 8,30 13,49 14,77 100,00
11,09 24,76 18,67 7,51 13,06 13,88 22,12 100,00
20,65 13,11 38,90 3,00 10,50 9,19 25,31 100,00
21,94 19,28 17,81 3,83 5,12 4,51 49,44 100,00
8,47 14,59 35,03 5,09 6,16 5,78 33,36 100,00
10,72 21,05 28,59 5,44 8,27 11,53 25,12 100,00
11,82 19,59 28,14 5,78 10,07 14,87 21,55 100,00
5,69 27,24 14,65 8,04 11,95 11,81 26,30 100,00
5,43 24,60 4,62 4,66 8,37 5,08 52,67 100,00
10,62 30,41 18,45 2,50 5,52 7,43 35,69 100,00
16,16 25,36 16,04 4,37 8,93 7,80 37,50 100,00
10,31 16,22 23,67 3,94 5,38 16,95 33,83 100,00
18,60 19,30 20,63 3,58 15,17 12,12 29,19 100,00
7,70 26,89 11,38 3,87 6,32 12,56 38,97 100,00
7,15 24,57 4,94 2,66 16,12 7,59 44,12 100,00
15,50 29,32 11,71 4,55 3,30 16,24 34,87 100,00
12,55 26,87 17,59 12,66 6,89 11,76 24,23 100,00
18,73 8,74 13,78 3,90 2,08 12,95 58,55 100,00
17,08 15,23 8,42 16,83 10,83 17,77 30,92 100,00
13,29 18,45 38,85 3,50 8,20 12,09 18,91 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015
Sumatera Utara
Sumatera Barat
(1)
Aceh
Provinsi
Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Punya
Akte Kelahiran
Alasan
Sumatera Selatan
Bengkulu
Riau
Jambi
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Lampung
Kep. Bangka Belitung
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Banten
Bali
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Barat
Maluku
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Papua
Indonesia
Maluku Utara
Papua Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |141
142 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.4.2
Perdesaan
Akte Belum Terbit
Tidak Ada Biaya
Tempat Penguru-san jauh
Tidak Tahu Harus
Dicatat dan Cara Mengu-
rusnya
Tidak Merasa Perlu,
Malas/ Tidak Mau
Lainnya Total
(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
22,47 23,41 29,61 10,73 6,44 11,22 18,60 100,00
40,27 18,13 43,36 7,88 7,78 9,53 13,32 100,00
29,51 16,81 25,20 15,68 7,54 10,87 23,90 100,00
30,87 19,69 36,54 11,74 8,85 9,26 13,92 100,00
13,28 26,16 23,17 10,19 10,05 15,02 15,41 100,00
15,57 16,42 39,91 9,69 4,83 14,34 14,81 100,00
14,64 18,09 39,77 9,27 5,41 10,47 16,98 100,00
18,30 16,28 49,29 5,14 5,99 9,55 13,76 100,00
8,31 18,65 23,55 5,25 8,36 21,11 23,09 100,00
7,50 61,26 3,85 3,88 5,00 3,11 22,91 100,00
na na na na na na na na
29,10 10,97 54,69 3,76 7,92 11,05 11,61 100,00
9,70 22,10 40,26 3,36 4,31 12,11 17,87 100,00
3,16 8,47 43,72 0,00 23,46 15,63 8,72 100,00
20,46 17,35 34,29 2,83 11,29 21,70 12,55 100,00
54,69 11,30 62,28 4,10 6,08 7,51 8,73 100,00
29,96 21,53 31,64 5,44 11,12 19,86 10,40 100,00
38,82 12,23 44,50 4,49 9,83 10,40 18,55 100,00
51,71 21,90 25,89 12,61 11,48 4,12 24,00 100,00
25,10 12,67 29,09 15,68 14,81 12,03 15,73 100,00
26,01 15,57 35,30 16,65 10,80 12,16 9,52 100,00
18,28 19,10 30,85 8,77 13,74 9,48 18,06 100,00
9,40 19,94 24,94 26,18 14,92 5,00 9,02 100,00
17,69 22,23 5,86 15,60 13,04 6,92 36,35 100,00
19,47 31,23 23,18 9,87 4,47 9,54 21,71 100,00
37,78 23,99 21,91 12,50 13,20 6,69 21,71 100,00
19,00 20,13 18,29 10,40 13,67 16,40 21,12 100,00
26,88 18,64 23,50 18,97 12,43 6,76 19,70 100,00
20,00 25,16 24,33 12,20 3,69 8,78 25,85 100,00
23,04 31,96 25,96 8,14 16,33 6,22 11,40 100,00
35,68 17,66 14,63 26,52 7,98 9,19 24,03 100,00
33,08 18,73 17,11 24,68 7,61 9,98 21,89 100,00
40,07 15,97 12,35 24,89 11,33 13,70 21,75 100,00
74,51 1,73 9,02 18,57 42,98 14,46 13,23 100,00
26,10 16,50 36,38 9,04 11,01 11,44 15,62 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Punya
Akte Kelahiran
Alasan
(1)
Aceh
Provinsi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Riau
Jambi
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Lampung
Kep. Bangka Belitung
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Banten
Bali
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Barat
Maluku
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Papua
Indonesia
Maluku Utara
Papua Barat
142| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
143Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.5
Perkotaan + Perdesaan
Serumah Tidak Serumah Total(2) (3) (4) (5)
76,32 98,04 1,96 100,00 80,82 97,45 2,55 100,00 79,55 97,61 2,39 100,00 85,24 98,25 1,75 100,00 85,77 97,34 2,66 100,00 85,78 98,20 1,80 100,00 86,65 97,86 2,14 100,00 87,68 96,25 3,75 100,00 85,03 97,81 2,19 100,00 80,56 96,07 3,93 100,00 78,20 95,26 4,74 100,00 81,59 94,88 5,12 100,00 81,34 92,15 7,85 100,00 72,21 95,49 4,51 100,00 79,12 95,12 4,88 100,00 84,80 95,96 4,04 100,00 84,62 96,67 3,33 100,00 82,87 88,64 11,36 100,00 79,32 93,67 6,33 100,00 84,14 97,41 2,59 100,00 85,19 96,93 3,07 100,00 80,10 96,68 3,32 100,00 83,93 97,58 2,42 100,00 85,81 92,80 7,20 100,00 82,17 96,92 3,08 100,00 84,35 97,58 2,42 100,00 77,29 95,51 4,49 100,00 80,85 94,77 5,23 100,00 85,26 96,89 3,11 100,00 81,05 97,26 2,74 100,00 80,65 96,43 3,57 100,00 84,12 97,19 2,81 100,00 85,16 93,86 6,14 100,00 85,81 96,22 3,78 100,00 81,45 95,28 4,72 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015
Provinsi Rumah Tangga
dengan KRT Berstatus Kawin
Tempat Tinggal KRT dan Pasangannya
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |143
144 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.5.1
Perkotaan
Serumah Tidak Serumah Total(2) (3) (4) (5)
75,11 97,79 2,21 100,00 80,10 97,24 2,76 100,00 78,47 97,29 2,71 100,00 82,40 97,98 2,02 100,00 83,09 96,75 3,25 100,00 82,61 97,57 2,43 100,00 83,59 96,34 3,66 100,00 86,31 97,48 2,52 100,00 84,27 97,24 2,76 100,00 80,45 95,89 4,11 100,00 78,20 95,26 4,74 100,00 80,99 95,84 4,16 100,00 79,10 93,04 6,96 100,00 67,98 94,72 5,28 100,00 77,92 95,07 4,93 100,00 85,25 97,19 2,81 100,00 82,84 95,45 4,55 100,00 79,81 89,66 10,34 100,00 74,48 93,59 6,41 100,00 79,36 96,68 3,32 100,00 84,40 95,79 4,21 100,00 78,36 95,45 4,55 100,00 82,71 97,10 2,90 100,00 85,62 91,26 8,74 100,00 77,97 96,41 3,59 100,00 79,12 96,77 3,23 100,00 75,50 95,85 4,15 100,00 72,96 94,09 5,91 100,00 79,97 95,89 4,11 100,00 76,53 97,52 2,48 100,00 77,68 94,20 5,80 100,00 75,92 95,21 4,79 100,00 83,03 92,99 7,01 100,00 84,45 93,27 6,73 100,00 79,83 95,49 4,51 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015
Provinsi Rumah Tangga
dengan KRT Berstatus Kawin
Tempat Tinggal KRT dan Pasangannya
144| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
145Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.5.2
Perdesaan
Serumah Tidak Serumah Total(2) (3) (4) (5)
76,80 98,13 1,87 100,00 81,52 97,65 2,35 100,00 80,24 97,81 2,19 100,00 87,04 98,42 1,58 100,00 86,86 97,57 2,43 100,00 87,42 98,50 1,50 100,00 87,96 98,48 1,52 100,00 88,12 95,86 4,14 100,00 85,74 98,34 1,66 100,00 81,17 96,99 3,01 100,00
na na na na 82,76 93,09 6,91 100,00 83,20 91,45 8,55 100,00 81,33 96,86 3,14 100,00 80,20 95,16 4,84 100,00 83,84 93,25 6,75 100,00 87,51 98,54 1,46 100,00 85,05 87,96 12,04 100,00 80,57 93,68 6,32 100,00 86,14 97,69 2,31 100,00 85,60 97,51 2,49 100,00 81,39 97,57 2,43 100,00 85,97 98,37 1,63 100,00 86,04 94,66 5,34 100,00 85,76 97,31 2,69 100,00 86,01 97,81 2,19 100,00 78,30 95,32 4,68 100,00 84,05 95,01 4,99 100,00 88,06 97,37 2,63 100,00 82,11 97,20 2,80 100,00 82,62 97,82 2,18 100,00 87,23 97,84 2,16 100,00 86,39 94,35 5,65 100,00 86,25 97,17 2,83 100,00 83,07 95,09 4,91 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Rumah Tangga dengan KRT
Berstatus Kawin
Tempat Tinggal KRT dan Pasangannya
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |145
146 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.6
Perkotaan + Perdesaan
Lebih dari Cukup ( > 28 Jam)
Cukup (14 - 28 Jam)
Kurang ( < 14 Jam)
(2) (3) (4) (5)
27,68 46,79 25,53 100,0026,95 45,12 27,93 100,0023,25 54,45 22,31 100,0030,40 50,87 18,74 100,0030,90 53,21 15,89 100,0022,08 54,87 23,05 100,0032,18 51,22 16,60 100,0033,28 48,34 18,38 100,0039,56 45,14 15,30 100,0040,41 39,11 20,48 100,0032,76 43,15 24,09 100,0028,18 52,72 19,11 100,0018,50 54,54 26,96 100,0016,94 55,97 27,10 100,0030,94 47,59 21,47 100,0026,35 47,96 25,69 100,0010,78 51,31 37,92 100,0019,76 57,39 22,85 100,0011,28 54,66 34,06 100,0024,27 49,16 26,57 100,0029,80 49,09 21,11 100,0033,47 46,71 19,81 100,0044,25 36,36 19,39 100,00
na na na na29,64 45,01 25,36 100,0025,42 53,88 20,70 100,0040,90 45,94 13,16 100,0019,03 49,52 31,45 100,0027,77 45,02 27,20 100,0036,87 41,71 21,43 100,0029,29 41,23 29,48 100,0027,76 40,28 31,96 100,0032,14 33,39 34,47 100,0025,86 31,06 43,08 100,0027,14 49,74 23,12 100,00
Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014
Provinsi Kecukupan Waktu Luang Selama Seminggu
Total
146| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
147Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.6.1
Perkotaan
Lebih dari Cukup ( > 28 Jam)
Cukup (14 - 28 Jam)
Kurang ( < 14 Jam)
(2) (3) (4) (5)
34,82 42,50 22,68 100,0032,77 40,94 26,30 100,0024,30 54,26 21,44 100,0029,39 51,61 18,99 100,0038,14 47,80 14,06 100,0016,98 51,96 31,07 100,0043,71 44,24 12,06 100,0038,23 49,02 12,75 100,0030,95 47,04 22,02 100,0041,09 37,95 20,96 100,0032,76 43,15 24,09 100,0027,82 53,31 18,88 100,0019,42 54,67 25,91 100,0016,30 53,43 30,27 100,0031,11 47,49 21,40 100,0029,54 44,74 25,71 100,0012,67 45,99 41,35 100,0023,44 55,93 20,63 100,0018,04 60,57 21,39 100,0027,34 45,31 27,35 100,0032,97 44,47 22,56 100,0037,97 43,43 18,60 100,0045,19 35,80 19,01 100,00
na na na na42,32 32,99 24,69 100,0033,95 48,37 17,67 100,0034,44 50,83 14,73 100,0017,71 46,09 36,19 100,0026,00 45,90 28,10 100,0043,22 43,93 12,85 100,0036,29 37,42 26,28 100,0019,83 46,86 33,31 100,0040,96 28,53 30,51 100,0031,19 36,79 32,02 100,0028,49 48,87 22,64 100,00
Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014
Provinsi Kecukupan Waktu Luang Selama Seminggu
Total
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |147
148 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.6.2
Perdesaan
Lebih dari Cukup ( > 28 Jam)
Cukup (14 - 28 Jam)
Kurang ( < 14 Jam)
(2) (3) (4) (5)
24,90 48,46 26,64 100,0021,47 49,07 29,47 100,0022,58 54,56 22,86 100,0031,03 50,40 18,57 100,0027,86 55,48 16,66 100,0024,76 56,40 18,84 100,0027,02 54,35 18,63 100,0031,67 48,12 20,22 100,0048,21 43,23 8,56 100,0036,70 45,43 17,87 100,00
na na na na28,85 51,61 19,54 100,0017,76 54,43 27,81 100,0018,29 61,32 20,39 100,0030,79 47,67 21,53 100,0018,98 55,39 25,63 100,00
7,71 59,95 32,34 100,0017,14 58,43 24,43 100,00
9,63 53,22 37,15 100,0022,98 50,78 26,25 100,0028,18 51,44 20,38 100,0030,22 49,09 20,69 100,0042,72 37,28 20,00 100,00
na na na na19,19 54,91 25,90 100,0022,68 55,65 21,67 100,0044,58 43,16 12,26 100,0019,54 50,86 29,60 100,0028,71 44,56 26,73 100,0035,07 41,08 23,86 100,0024,51 43,82 31,66 100,0030,80 37,76 31,44 100,0028,39 35,45 36,16 100,0024,09 29,16 46,75 100,0025,80 50,61 23,59 100,00
Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Kecukupan Waktu Luang Selama SemingguTotal
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014
Provinsi
148| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
149Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.7
Perkotaan + Perdesaan
KRT Bersama Pasangan
Kepala Rumah Tangga Saja
Pasangan Saja Lainnya
(2) (3) (4) (5) (6)10,21 1,57 83,79 4,43 100,0015,80 1,61 77,49 5,10 100,0025,20 1,60 69,24 3,96 100,0025,50 0,97 70,72 2,82 100,0017,58 1,77 75,44 5,21 100,0021,18 1,09 73,83 3,90 100,0019,76 1,81 74,25 4,18 100,0023,00 2,73 69,72 4,55 100,0024,51 2,20 70,17 3,12 100,0024,29 3,02 69,17 3,52 100,0018,02 3,36 71,77 6,84 100,0017,16 2,20 76,34 4,30 100,0031,77 4,22 59,30 4,71 100,0055,32 4,01 38,13 2,54 100,0026,02 3,99 64,98 5,01 100,0017,22 2,04 75,13 5,61 100,0070,45 3,22 24,25 2,09 100,0016,64 10,07 69,44 3,84 100,0024,35 5,43 65,55 4,67 100,00
9,81 1,91 82,25 6,03 100,0025,82 2,13 68,27 3,79 100,0023,71 2,43 69,98 3,89 100,0012,82 1,37 81,95 3,85 100,0012,39 2,49 80,25 4,87 100,0022,20 2,92 69,97 4,91 100,0032,61 2,22 61,87 3,30 100,0014,37 3,04 77,84 4,75 100,0037,92 4,21 55,16 2,71 100,0034,84 2,61 58,70 3,85 100,0034,18 2,57 59,81 3,43 100,0039,32 2,62 54,99 3,07 100,0037,48 2,09 55,68 4,75 100,0022,50 3,38 66,82 7,30 100,0018,32 2,15 74,48 5,05 100,00
Indonesia 23,48 3,00 68,95 4,57 100,00Sumber : Susenas KOR 2015Catatan : Diolah berdasarkan 81,45 % rumah tangga dengan KRT berstatus kawin
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKe. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015
Provinsi
Orang yang Mengurus Rumah Tangga
Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |149
150 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.7.1
Perkotaan
KRT Bersama Pasangan
Kepala Rumah Tangga Saja
Pasangan Saja Lainnya
(2) (3) (4) (5) (6)15,35 1,55 78,90 4,20 100,0014,93 1,69 78,55 4,83 100,0033,87 1,73 61,40 3,01 100,0030,58 0,93 65,83 2,66 100,0020,39 1,96 71,44 6,21 100,0018,34 1,14 75,78 4,73 100,0020,53 2,39 74,89 2,19 100,0022,87 1,50 70,26 5,37 100,0032,98 2,65 61,80 2,57 100,0024,86 3,23 68,31 3,60 100,0018,02 3,36 71,77 6,84 100,0018,31 2,09 75,00 4,61 100,0034,55 4,04 56,69 4,71 100,0062,77 4,92 30,51 1,80 100,0029,04 3,66 62,08 5,23 100,0015,52 1,93 76,42 6,12 100,0068,55 4,12 25,55 1,78 100,0020,25 9,50 66,51 3,74 100,0032,32 5,59 56,96 5,13 100,0013,79 2,51 77,63 6,07 100,0028,05 2,77 64,97 4,21 100,0026,60 3,31 66,22 3,87 100,0013,79 1,44 80,51 4,26 100,0015,56 3,18 76,78 4,48 100,0022,25 3,44 67,51 6,79 100,0033,45 2,79 58,41 5,35 100,0018,00 3,02 73,32 5,66 100,0051,92 3,92 42,26 1,90 100,0039,49 3,28 53,30 3,93 100,0033,90 2,54 60,67 2,89 100,0049,12 3,57 43,61 3,70 100,0035,60 3,92 55,00 5,48 100,0024,18 3,60 63,43 8,79 100,0016,94 4,04 71,47 7,55 100,00
Indonesia 24,83 2,93 67,40 4,85 100,00Sumber : Susenas KOR 2015Catatan : Diolah berdasarkan 81,45 % rumah tangga dengan KRT berstatus kawin
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015
Provinsi
Orang yang Mengurus Rumah Tangga
Total
150| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
151Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.7.2
Perdesaan
KRT Bersama Pasangan
Kepala Rumah Tangga Saja
Pasangan Saja Lainnya
(2) (3) (4) (5) (6)8,25 1,58 85,65 4,52 100,00
16,61 1,53 76,51 5,35 100,0019,68 1,52 74,24 4,56 100,0022,43 0,99 73,66 2,92 100,0016,49 1,69 76,99 4,82 100,0022,58 1,06 72,88 3,49 100,0019,45 1,57 73,99 4,99 100,0023,04 3,12 69,54 4,30 100,0016,70 1,78 77,88 3,63 100,0021,34 1,96 73,58 3,12 100,00
na na na na na15,02 2,41 78,85 3,73 100,0029,58 4,36 61,35 4,71 100,0041,89 2,38 51,85 3,87 100,0023,39 4,28 67,52 4,81 100,0020,95 2,28 72,28 4,49 100,0073,36 1,82 22,25 2,56 100,0014,24 10,46 71,40 3,91 100,0022,45 5,40 67,60 4,56 100,00
8,28 1,68 84,03 6,01 100,0024,70 1,81 69,92 3,57 100,0021,64 1,79 72,66 3,90 100,0011,27 1,26 84,27 3,20 100,00
8,55 1,64 84,46 5,35 100,0022,16 2,51 71,88 3,45 100,0032,36 2,06 62,88 2,70 100,0012,38 3,06 80,32 4,25 100,0032,99 4,31 59,70 3,00 100,0032,60 2,29 61,30 3,81 100,0034,24 2,58 59,62 3,55 100,0033,22 2,03 62,08 2,67 100,0038,10 1,48 55,91 4,51 100,0021,57 3,26 68,71 6,47 100,0018,77 1,54 75,44 4,25 100,00
Indonesia 22,17 3,08 70,45 4,30 100,00Sumber : Susenas KOR 2015Catatan : Diolah berdasarkan 81,45 % rumah tangga dengan KRT berstatus kawin
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Orang yang Mengurus Rumah Tangga
Total
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |151
152 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.8
Perkotaan + Perdesaan
Bekerja Tidak Bekerja
(2) (3) (4)50,30 49,70 100,0054,62 45,38 100,0059,24 40,76 100,0043,42 56,58 100,0051,64 48,36 100,0058,80 41,20 100,0064,41 35,59 100,0051,77 48,23 100,0043,82 56,18 100,0036,31 63,69 100,0040,88 59,12 100,0040,23 59,77 100,0061,50 38,50 100,0066,63 33,37 100,0057,46 42,54 100,0040,39 59,61 100,0074,16 25,84 100,0055,46 44,54 100,0067,45 32,55 100,0061,39 38,61 100,0053,44 46,56 100,0055,81 44,19 100,0037,29 62,71 100,0041,98 58,02 100,0040,57 59,43 100,0053,66 46,34 100,0044,98 55,02 100,0057,82 42,18 100,0050,55 49,45 100,0059,01 40,99 100,0054,08 45,92 100,0054,08 45,92 100,0051,81 48,19 100,0073,29 26,71 100,00
Indonesia 52,11 47,89 100,00Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015
Provinsi Istri
Total
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
152| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
153Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.8.1
Perkotaan
Bekerja Tidak Bekerja
(2) (3) (4)47,52 52,48 100,0046,37 53,63 100,0053,01 46,99 100,0043,01 56,99 100,0049,96 50,04 100,0046,83 53,17 100,0058,20 41,80 100,0047,16 52,84 100,0040,91 59,09 100,0035,24 64,76 100,0040,88 59,12 100,0038,48 61,52 100,0058,74 41,26 100,0061,17 38,83 100,0052,66 47,34 100,0037,57 62,43 100,0071,28 28,72 100,0051,70 48,30 100,0051,26 48,74 100,0045,30 54,70 100,0051,49 48,51 100,0046,51 53,49 100,0035,11 64,89 100,0040,88 59,12 100,0044,11 55,89 100,0055,37 44,63 100,0041,47 58,53 100,0053,70 46,30 100,0055,14 44,86 100,0050,69 49,31 100,0050,76 49,24 100,0047,61 52,39 100,0043,00 57,00 100,0040,04 59,96 100,00
Indonesia 46,50 53,50 100,00Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015
Provinsi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
IstriTotal
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |153
154 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.8.2
Perdesaan
Bekerja Tidak Bekerja
(2) (3) (4)51,35 48,65 100,0062,39 37,61 100,0063,20 36,80 100,0043,67 56,33 100,0052,30 47,70 100,0064,65 35,35 100,0066,94 33,06 100,0053,24 46,76 100,0046,48 53,52 100,0041,81 58,19 100,00na na na
43,53 56,47 100,0063,69 36,31 100,0076,41 23,59 100,0061,64 38,36 100,0046,64 53,36 100,0078,46 21,54 100,0057,98 42,02 100,0071,26 28,74 100,0067,56 32,44 100,0054,41 45,59 100,0062,41 37,59 100,0040,80 59,20 100,0043,31 56,69 100,0037,82 62,18 100,0053,17 46,83 100,0046,90 53,10 100,0059,26 40,74 100,0048,37 51,63 100,0060,81 39,19 100,0056,12 43,88 100,0056,17 43,83 100,0056,69 43,31 100,0083,58 16,42 100,00
Indonesia 57,52 42,48 100,00Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015
Sumatera UtaraSumatera Barat
IstriTotal
(1)Aceh
Provinsi
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
154| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
155Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.9
Terutama Istri
Suami bersama Istri
Terutama Suami
Pihak LainTidak
Terjawab(6)
17,40 67,30 15,30 0,00 0,00 100,0041,40 45,90 12,50 0,00 0,20 100,0026,00 63,40 10,60 0,10 0,00 100,0039,50 47,00 13,20 0,20 0,20 100,0022,70 70,00 7,30 0,00 0,00 100,0045,60 38,70 15,40 0,00 0,20 100,0034,50 54,80 10,60 0,00 0,10 100,0048,60 43,50 7,80 0,10 0,00 100,0043,40 46,50 10,00 0,00 0,10 100,0032,30 57,20 10,40 0,10 0,00 100,0049,50 34,30 15,60 0,10 0,50 100,0050,10 40,50 9,20 0,10 0,20 100,0031,60 57,60 10,50 0,20 0,00 100,0026,40 64,40 9,00 0,20 0,00 100,0044,00 41,70 14,10 0,20 0,00 100,0047,80 36,00 16,20 0,00 0,00 100,0023,10 41,90 34,70 0,40 0,00 100,0041,70 51,50 6,80 0,00 0,00 100,0041,90 44,60 13,10 0,30 0,00 100,0020,20 71,60 8,00 0,00 0,10 100,0026,00 68,50 5,40 0,00 0,00 100,0033,00 50,80 15,90 0,10 0,10 100,0031,00 60,90 8,10 0,00 0,00 100,00
na na na na na na45,00 45,30 9,10 0,00 0,60 100,0034,90 56,80 8,30 0,00 0,00 100,0064,40 25,90 8,90 0,40 0,50 100,0062,00 29,30 7,90 0,30 0,60 100,0043,30 38,80 17,70 0,10 0,10 100,0039,20 55,10 5,50 0,00 0,10 100,0037,60 49,30 12,90 0,00 0,30 100,0031,20 59,00 9,40 0,00 0,50 100,0038,20 50,20 11,10 0,10 0,30 100,0043,60 30,50 24,80 0,20 1,00 100,0041,40 46,30 12,00 0,10 0,10 100,00
Sumber : Publikasi SDKI 2012Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua BaratPapuaIndonesia
Sulawesi BaratMalukuMaluku Utara
Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
Kalimantan Utara1
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan Barat
Jawa TimurBantenBali
Jawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta
Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta
Sumatera SelatanBengkuluLampung
Sumatera BaratRiauJambi
(1)AcehSumatera Utara
Provinsi Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami
Total
Persentase Istri Umur 15 -49 Tahun Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |155
156 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.10
Terutama Istri
Istri bersama suami
Terutama Suami
Pihak LainTidak
Terjawab(2) (3) (4) (5) (6) (6)
34,90 53,20 11,90 0,00 0,00 100,0060,70 30,50 7,50 0,00 1,20 100,0050,20 44,20 4,30 0,20 1,00 100,0060,40 31,30 8,00 0,20 0,10 100,0052,40 44,70 1,90 0,00 0,90 100,0065,20 27,90 6,00 0,00 1,00 100,0060,90 33,00 5,80 0,30 0,00 100,0069,80 25,50 4,50 0,20 0,00 100,0066,40 26,30 6,80 0,00 0,50 100,0062,70 31,40 5,40 0,00 0,50 100,0074,40 17,60 6,60 0,40 1,00 100,0068,10 27,40 3,60 0,30 0,70 100,0057,50 36,90 4,80 0,00 0,80 100,0063,90 33,80 1,90 0,00 0,40 100,0072,10 21,30 5,30 0,30 1,00 100,0077,20 18,00 4,80 0,00 0,00 100,0057,20 29,00 13,40 0,10 0,40 100,0067,60 26,50 5,80 0,00 0,00 100,0063,40 31,70 3,90 0,50 0,50 100,0069,70 25,60 3,80 0,00 1,00 100,0053,20 44,00 2,30 0,50 0,00 100,0068,80 23,80 6,30 0,00 1,20 100,0057,80 38,20 3,10 0,00 0,80 100,00
na na na na na na59,90 33,90 4,50 0,00 1,70 100,0060,40 37,70 1,40 0,00 0,60 100,0075,90 18,10 4,30 0,00 1,60 100,0073,20 19,30 5,60 0,00 1,90 100,0068,80 22,30 8,60 0,00 0,20 100,0063,50 33,20 3,00 0,00 0,30 100,0049,40 38,90 9,60 0,00 2,10 100,0044,60 47,20 8,00 0,00 0,20 100,0065,10 29,40 4,30 0,00 1,20 100,0047,10 21,10 30,40 0,00 1,40 100,0065,30 28,50 5,30 0,10 0,80 100,00
Sumber : Publikasi SDKI 2012Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua BaratPapuaIndonesia
Sulawesi BaratMalukuMaluku Utara
Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
Kalimantan Utara1
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan Barat
Jawa TimurBantenBali
Jawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta
Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta
Sumatera SelatanBengkuluLampung
Sumatera BaratRiauJambi
(1)AcehSumatera Utara
Persentase Istri Umur 15 -49 Tahun Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012
Provinsi Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri
Total
156| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
157Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.11
Perkotaan + Perdesaan
Suami IstriSuami dan
IstriPihak Lain
(2) (3) (4) (5) (6)11,30 24,17 60,52 4,00 100,0018,17 23,04 57,31 1,48 100,0011,55 21,38 64,84 2,23 100,0013,90 18,56 66,77 0,77 100,0013,95 17,23 67,60 1,23 100,0015,32 14,97 68,23 1,48 100,0011,71 22,92 64,64 0,74 100,0015,26 16,92 66,82 1,00 100,0015,62 18,88 62,96 2,54 100,0018,17 18,94 62,47 0,42 100,0016,76 25,70 55,93 1,61 100,0016,00 19,39 63,03 1,58 100,0015,05 20,85 62,40 1,70 100,0013,92 18,38 57,62 10,08 100,0014,44 22,77 60,59 2,21 100,0015,76 22,60 60,83 0,81 100,0018,24 10,60 69,32 1,84 100,0016,71 19,09 60,60 3,60 100,0012,35 17,17 64,91 5,58 100,0016,07 20,68 62,10 1,15 100,0014,02 16,45 67,03 2,50 100,0011,86 20,34 66,57 1,23 100,0017,14 18,96 63,42 0,48 100,00
na na na na na16,86 20,25 61,97 0,92 100,0016,76 16,83 64,34 2,07 100,0014,39 24,53 57,56 3,51 100,0012,69 19,32 64,74 3,26 100,0027,33 23,59 46,94 2,13 100,0019,05 21,52 57,53 1,90 100,0013,26 22,75 63,09 0,90 100,0018,58 20,43 59,48 1,51 100,0015,87 18,80 64,75 0,57 100,0028,24 21,19 50,39 0,18 100,00
Indonesia 15,45 20,61 61,99 1,95 100,00
Sumber : SPTK 2014
Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014
Provinsi Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak
Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |157
158 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.11.1
Perkotaan
Suami IstriSuami dan
IstriPihak Lain
(2) (3) (4) (5) (6)12,69 21,63 59,32 6,36 100,0022,26 23,58 52,49 1,66 100,0012,32 22,08 63,55 2,06 100,0011,94 16,00 71,29 0,77 100,0012,56 19,36 65,75 2,33 100,0016,07 15,74 65,07 3,11 100,0010,47 24,21 65,21 0,11 100,0015,64 18,82 64,02 1,52 100,0018,58 21,17 56,00 4,25 100,0015,86 18,55 65,15 0,44 100,0016,76 25,70 55,93 1,61 100,0016,08 18,93 63,59 1,40 100,0015,21 22,91 60,26 1,62 100,0015,69 17,36 52,82 14,12 100,0014,76 21,80 61,48 1,96 100,0016,34 23,49 59,66 0,51 100,0020,21 12,17 65,56 2,06 100,0014,68 21,82 57,40 6,10 100,0012,06 20,40 61,14 6,39 100,0020,35 29,59 47,95 2,11 100,0016,63 17,16 63,08 3,12 100,0014,45 23,38 60,61 1,56 100,0015,77 21,50 62,28 0,46 100,00
na na na na na19,51 21,35 57,63 1,51 100,0021,08 17,57 57,79 3,56 100,0017,12 21,25 56,87 4,76 100,0018,66 25,67 49,60 6,07 100,0023,93 23,43 47,98 4,65 100,0021,94 16,07 60,84 1,15 100,0015,56 25,14 58,34 0,96 100,0021,61 17,01 58,27 3,10 100,0013,04 14,90 71,64 0,43 100,0018,69 18,48 62,51 0,32 100,00
Indonesia 16,11 21,12 60,66 2,11 100,00
Sumber : SPTK 2014
Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014
Provinsi Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak
Total
158| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
159Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 4.11.2
Perdesaan
Suami IstriSuami dan
IstriPihak Lain
(2) (3) (4) (5) (6)10,77 25,15 60,99 3,09 100,0014,31 22,54 61,85 1,30 100,0011,08 20,95 65,64 2,34 100,0015,12 20,17 63,94 0,77 100,0014,52 16,34 68,37 0,77 100,0014,92 14,57 69,88 0,63 100,0012,26 22,34 64,39 1,02 100,0015,14 16,31 67,73 0,83 100,0012,66 16,59 69,92 0,83 100,0030,82 21,06 47,77 0,35 100,00
na na na na na15,84 20,24 62,00 1,92 100,0014,92 19,19 64,13 1,76 100,0010,13 20,55 67,87 1,45 100,0014,15 23,61 59,82 2,42 100,0014,42 20,54 63,54 1,50 100,0015,06 8,05 75,40 1,48 100,0018,18 17,12 62,90 1,80 100,0012,42 16,38 65,82 5,38 100,0014,27 16,95 68,05 0,74 100,0012,70 16,09 69,03 2,18 100,0010,00 18,16 70,84 1,00 100,0019,38 14,85 65,27 0,50 100,00
na na na na na14,68 19,34 65,55 0,43 100,0015,37 16,59 66,44 1,59 100,0012,85 26,40 57,95 2,80 100,0010,34 16,83 70,67 2,16 100,0029,13 23,68 46,39 0,80 100,0018,23 23,05 56,60 2,12 100,0011,70 21,13 66,32 0,85 100,0017,41 21,74 59,95 0,90 100,0017,07 20,45 61,84 0,64 100,0031,41 22,09 46,37 0,14 100,00
Indonesia 14,79 20,11 63,31 1,79 100,00
Sumber : SPTK 2014
Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak Total
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |159
160 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.1
Perkotaan + Perdesaan
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
34,36 65,64 84,19 15,81 7,70 92,30 34,22 65,7826,50 73,50 88,66 11,34 7,62 92,38 24,42 75,5825,71 74,29 86,42 13,58 15,41 84,59 23,23 76,7723,40 76,60 84,69 15,31 10,46 89,54 21,12 78,8815,24 84,76 84,76 15,24 11,95 88,05 10,01 89,9916,71 83,29 84,61 15,39 8,41 91,59 11,66 88,3413,75 86,25 85,36 14,64 6,42 93,58 10,60 89,4015,57 84,43 89,87 10,13 15,12 84,88 3,59 96,4136,91 63,09 85,93 14,07 5,00 95,00 37,73 62,2737,97 62,03 87,09 12,91 13,72 86,28 34,29 65,7125,03 74,97 81,45 18,55 17,78 82,22 17,38 82,6218,27 81,73 83,75 16,25 15,35 84,65 8,66 91,3431,65 68,35 90,29 9,71 30,69 69,31 6,26 93,7432,41 67,59 91,84 8,16 29,23 70,77 13,14 86,8637,07 62,93 88,67 11,33 34,11 65,89 12,85 87,1525,86 74,14 84,70 15,30 20,92 79,08 15,47 84,5330,48 69,52 91,97 8,03 17,50 82,50 20,77 79,2326,22 73,78 88,26 11,74 14,13 85,87 19,62 80,38
9,52 90,48 83,91 16,09 2,86 97,14 7,72 92,2813,61 86,39 84,97 15,03 5,13 94,87 11,03 88,9745,97 54,03 86,81 13,19 19,17 80,83 39,77 60,2369,78 30,22 88,93 11,07 12,21 87,79 68,27 31,7334,54 65,46 85,26 14,74 14,79 85,21 29,06 70,9441,15 58,85 84,35 15,65 11,12 88,88 39,49 60,5145,74 54,26 90,97 9,03 6,16 93,84 45,26 54,7432,27 67,73 86,99 13,01 3,26 96,74 31,55 68,4555,28 44,72 85,69 14,31 7,55 92,45 55,24 44,7652,05 47,95 84,80 15,20 5,48 94,52 52,90 47,1061,04 38,96 90,54 9,46 8,18 91,82 59,07 40,9349,06 50,94 90,15 9,85 4,92 95,08 49,28 50,7253,02 46,98 86,41 13,59 5,06 94,94 55,82 44,1837,54 62,46 79,17 20,83 3,30 96,70 38,70 61,3032,44 67,56 83,28 16,72 10,60 89,40 27,32 72,6810,68 89,32 71,10 28,90 5,14 94,86 8,63 91,3728,84 71,16 86,58 13,42 18,78 81,22 17,10 82,90
Sumber : Susenas MSBP 2015Indonesia
Papua BaratPapua
MalukuMaluku Utara
GorontaloSulawesi Barat
Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Kalimantan TengahKalimantan Selatan
Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat
BaliNusa Tenggara Barat
Jawa TimurBanten
Jawa TengahDI Yogyakarta
DKI JakartaJawa Barat
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
Bengkulu
Lampung
JambiSumatera Selatan
Sumatera BaratRiau
AcehSumatera Utara
(1)
Makanan Pokok Lauk Pauk Nabati Lauk Pauk Hewani
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015
Provinsi
ART Makan Minimal 14 Kali SemingguMakanan Pokok
dengan Lauk Nabati Atau Hewani
160| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
161Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.1.1
Perkotaan
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
46,25 53,75 85,95 14,05 15,98 84,02 46,71 53,2934,55 65,45 89,13 10,87 10,76 89,24 31,30 68,7044,79 55,21 85,97 14,03 25,99 74,01 41,94 58,0632,52 67,48 81,53 18,47 10,50 89,50 31,90 68,1029,65 70,35 83,57 16,43 22,82 77,18 23,57 76,4322,83 77,17 77,72 22,28 9,46 90,54 19,07 80,9332,11 67,89 81,25 18,75 12,58 87,42 28,43 71,5725,89 74,11 88,97 11,03 25,59 74,41 7,83 92,1737,34 62,66 83,83 16,17 5,25 94,75 38,61 61,3935,63 64,37 87,07 12,93 13,99 86,01 31,27 68,7325,03 74,97 81,45 18,55 17,78 82,22 17,38 82,6222,01 77,99 84,69 15,31 17,90 82,10 11,36 88,6433,75 66,25 89,76 10,24 31,91 68,09 8,61 91,3938,35 61,65 90,88 9,12 34,03 65,97 17,32 82,6838,52 61,48 87,15 12,85 35,48 64,52 14,53 85,4730,14 69,86 84,91 15,09 23,61 76,39 19,55 80,4535,39 64,61 91,81 8,19 20,34 79,66 25,56 74,4430,87 69,13 88,32 11,68 17,37 82,63 24,70 75,3019,85 80,15 89,16 10,84 6,83 93,17 15,59 84,4124,97 75,03 83,77 16,23 7,78 92,22 22,00 78,0060,95 39,05 89,56 10,44 25,85 74,15 58,46 41,5468,06 31,94 88,01 11,99 14,28 85,72 68,17 31,8337,26 62,74 86,28 13,72 18,16 81,84 31,87 68,1354,27 45,73 86,11 13,89 15,91 84,09 51,73 48,2752,49 47,51 89,45 10,55 9,20 90,80 52,09 47,9144,09 55,91 85,66 14,34 4,94 95,06 41,73 58,2756,24 43,76 83,13 16,87 7,13 92,87 56,07 43,9358,54 41,46 86,19 13,81 4,95 95,05 58,72 41,2873,23 26,77 91,87 8,13 10,05 89,95 71,07 28,9369,25 30,75 90,98 9,02 3,26 96,74 70,25 29,7564,12 35,88 87,77 12,23 7,60 92,40 67,94 32,0646,07 53,93 77,09 22,91 3,37 96,63 46,21 53,7942,14 57,86 86,64 13,36 15,01 84,99 34,18 65,8219,25 80,75 76,56 23,44 13,45 86,55 15,08 84,9232,32 67,68 86,04 13,96 21,74 78,26 19,96 80,04
Sumber : Susenas MSBP 2015Indonesia
Papua BaratPapua
MalukuMaluku Utara
GorontaloSulawesi Barat
Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Kalimantan TengahKalimantan Selatan
Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat
BaliNusa Tenggara Barat
Jawa TimurBanten
Jawa TengahDI Yogyakarta
DKI JakartaJawa Barat
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
Bengkulu
Lampung
JambiSumatera Selatan
Sumatera BaratRiau
AcehSumatera Utara
(1)
Makanan Pokok dengan Lauk Nabati
Atau HewaniMakanan Pokok Lauk Pauk Nabati
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015
Provinsi
ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu
Lauk Pauk Hewani
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |161
162 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.1.2
Perdesaan
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
29,78 70,22 83,52 16,48 4,51 95,49 29,40 70,6018,87 81,13 88,22 11,78 4,65 95,35 17,92 82,0813,49 86,51 86,70 13,30 8,64 91,36 11,24 88,7617,54 82,46 86,72 13,28 10,43 89,57 14,20 85,80
9,31 90,69 85,25 14,75 7,48 92,52 4,43 95,5713,47 86,53 88,26 11,74 7,85 92,15 7,73 92,27
5,62 94,38 87,19 12,81 3,68 96,32 2,69 97,3112,25 87,75 90,16 9,84 11,75 88,25 2,23 97,7736,49 63,51 88,00 12,00 4,75 95,25 36,85 63,1550,48 49,52 87,20 12,80 12,29 87,71 50,47 49,53
na na na na na na na na11,19 88,81 81,97 18,03 10,52 89,48 3,54 96,4629,88 70,12 90,74 9,26 29,67 70,33 4,28 95,7219,45 80,55 93,92 6,08 18,76 81,24 4,02 95,9835,78 64,22 90,02 9,98 32,88 67,12 11,35 88,6516,02 83,98 84,22 15,78 14,73 85,27 6,08 93,9222,46 77,54 92,23 7,77 12,87 87,13 12,95 87,0522,96 77,04 88,22 11,78 11,85 88,15 16,05 83,95
7,02 92,98 82,64 17,36 1,90 98,10 5,82 94,189,03 90,97 85,46 14,54 4,06 95,94 6,60 93,40
38,39 61,61 85,42 14,58 15,79 84,21 30,31 69,6971,09 28,91 89,63 10,37 10,62 89,38 68,35 31,6530,05 69,95 83,58 16,42 9,24 90,76 24,45 75,5524,34 75,66 82,10 17,90 4,98 95,02 23,82 76,1839,97 60,03 92,27 7,73 3,55 96,45 39,42 60,5828,40 71,60 87,43 12,57 2,71 97,29 28,22 71,7854,76 45,24 87,08 12,92 7,78 92,22 54,80 45,2049,58 50,42 84,28 15,72 5,68 94,32 50,69 49,3154,68 45,32 89,85 10,15 7,20 92,80 52,82 47,1843,96 56,04 89,94 10,06 5,33 94,67 43,98 56,0245,49 54,51 85,49 14,51 3,35 96,65 47,60 52,4034,12 65,88 80,00 20,00 3,27 96,73 35,69 64,3126,54 73,46 81,24 18,76 7,92 92,08 23,16 76,84
7,71 92,29 69,21 30,79 2,28 97,72 6,40 93,6025,33 74,67 87,13 12,87 15,79 84,21 14,21 85,79
Sumber : Susenas MSBP 2015Indonesia
Papua BaratPapua
MalukuMaluku Utara
GorontaloSulawesi Barat
Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Kalimantan TengahKalimantan Selatan
Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat
BaliNusa Tenggara Barat
Jawa TimurBanten
Jawa TengahDI Yogyakarta
DKI JakartaJawa Barat
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
Bengkulu
Lampung
JambiSumatera Selatan
Sumatera BaratRiau
AcehSumatera Utara
(1)
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015
Provinsi
ART Makan Minimal 14 Kali SemingguMakanan Pokok
dengan Lauk Nabati Atau Hewani
Makanan Pokok Lauk Pauk Nabati Lauk Pauk Hewani
162| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
163Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.2
Perkotaan + Perdesaan
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART(2) (3) (4) (5) (6) (7)
84,19 15,81 7,22 92,78 32,64 67,3688,66 11,34 7,36 92,64 23,32 76,6886,42 13,58 14,99 85,01 22,15 77,8584,69 15,31 10,07 89,93 19,06 80,9484,76 15,24 11,30 88,70 9,52 90,4884,61 15,39 8,07 91,93 11,04 88,9685,36 14,64 6,42 93,58 10,44 89,5689,87 10,13 14,79 85,21 3,59 96,4185,93 14,07 4,54 95,46 35,96 64,0487,09 12,91 13,23 86,77 33,01 66,9981,45 18,55 16,77 83,23 16,55 83,4583,75 16,25 14,73 85,27 8,43 91,5790,29 9,71 29,73 70,27 5,97 94,0391,84 8,16 28,59 71,41 12,73 87,2788,67 11,33 32,79 67,21 12,14 87,8684,70 15,30 19,60 80,40 14,62 85,3891,97 8,03 17,30 82,70 20,55 79,4588,26 11,74 14,00 86,00 18,98 81,0283,91 16,09 2,64 97,36 7,21 92,7984,97 15,03 4,95 95,05 10,57 89,4386,81 13,19 18,98 81,02 38,47 61,5388,93 11,07 12,02 87,98 66,87 33,1385,26 14,74 14,31 85,69 28,18 71,8284,35 15,65 10,49 89,51 38,00 62,0090,97 9,03 6,06 93,94 43,59 56,4186,99 13,01 3,13 96,87 30,54 69,4685,69 14,31 7,47 92,53 53,37 46,6384,80 15,20 5,12 94,88 50,89 49,1190,54 9,46 7,90 92,10 58,27 41,7390,15 9,85 4,92 95,08 47,30 52,7086,41 13,59 5,06 94,94 52,73 47,2779,17 20,83 2,93 97,07 36,97 63,0383,28 16,72 10,37 89,63 26,63 73,3771,10 28,90 4,81 95,19 8,03 91,9786,58 13,42 18,09 81,91 16,40 83,60
Sumber : Susenas MSBP 2015
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015
Provinsi
ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu
Makanan Pokok
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Makanan Pokok dengan Lauk Nabati
Makanan Pokok dengan Lauk Hewani
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |163
164 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.2.1
Perkotaan
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART(2) (3) (4) (5) (6) (7)
85,95 14,05 15,05 84,95 44,54 55,4689,13 10,87 10,50 89,50 30,06 69,9485,97 14,03 25,64 74,36 40,50 59,5081,53 18,47 10,14 89,86 28,37 71,6383,57 16,43 20,95 79,05 22,23 77,7777,72 22,28 9,02 90,98 17,72 82,2881,25 18,75 12,58 87,42 27,93 72,0788,97 11,03 24,39 75,61 7,83 92,1783,83 16,17 4,78 95,22 36,55 63,4587,07 12,93 13,41 86,59 29,99 70,0181,45 18,55 16,77 83,23 16,55 83,4584,69 15,31 17,26 82,74 11,10 88,9089,76 10,24 30,84 69,16 8,21 91,7990,88 9,12 33,33 66,67 16,72 83,2887,15 12,85 33,90 66,10 13,87 86,1384,91 15,09 22,37 77,63 18,55 81,4591,81 8,19 20,07 79,93 25,28 74,7288,32 11,68 17,17 82,83 24,09 75,9189,16 10,84 6,21 93,79 14,20 85,8083,77 16,23 7,36 92,64 20,41 79,5989,56 10,44 25,44 74,56 55,72 44,2888,01 11,99 13,84 86,16 66,01 33,9986,28 13,72 17,73 82,27 30,75 69,2586,11 13,89 14,79 85,21 49,82 50,1889,45 10,55 8,99 91,01 50,07 49,9385,66 14,34 4,94 95,06 40,18 59,8283,13 16,87 7,02 92,98 53,89 46,1186,19 13,81 4,49 95,51 57,46 42,5491,87 8,13 10,05 89,95 70,37 29,6390,98 9,02 3,26 96,74 65,38 34,6287,77 12,23 7,60 92,40 64,08 35,9277,09 22,91 2,97 97,03 45,28 54,7286,64 13,36 14,57 85,43 33,77 66,2376,56 23,44 12,38 87,62 14,05 85,9586,04 13,96 20,90 79,10 19,15 80,85
Sumber : Susenas MSBP 2015
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015
Provinsi
ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Makanan PokokMakanan Pokok
dengan Lauk NabatiMakanan Pokok
dengan Lauk Hewani
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
164| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
165Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.2.2
Perdesaan
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART
Seluruh ART
Tidak Seluruh
ART(2) (3) (4) (5) (6) (7)
83,52 16,48 4,20 95,80 28,05 71,9588,22 11,78 4,39 95,61 16,93 83,0786,70 13,30 8,17 91,83 10,40 89,6086,72 13,28 10,02 89,98 13,08 86,9285,25 14,75 7,33 92,67 4,28 95,7288,26 11,74 7,57 92,43 7,51 92,4987,19 12,81 3,68 96,32 2,69 97,3190,16 9,84 11,69 88,31 2,23 97,7788,00 12,00 4,31 95,69 35,38 64,6287,20 12,80 12,29 87,71 49,17 50,83
na na na na na na81,97 18,03 9,94 90,06 3,36 96,6490,74 9,26 28,80 71,20 4,08 95,9293,92 6,08 18,26 81,74 4,02 95,9890,02 9,98 31,81 68,19 10,61 89,3984,22 15,78 13,22 86,78 5,58 94,4292,23 7,77 12,78 87,22 12,84 87,1688,22 11,78 11,77 88,23 15,39 84,6182,64 17,36 1,77 98,23 5,51 94,4985,46 14,54 3,98 96,02 6,60 93,4085,42 14,58 15,70 84,30 29,74 70,2689,63 10,37 10,62 89,38 67,53 32,4783,58 16,42 8,67 91,33 23,95 76,0582,10 17,90 4,98 95,02 22,86 77,1492,27 7,73 3,55 96,45 38,05 61,9587,43 12,57 2,53 97,47 27,39 72,6187,08 12,92 7,71 92,29 53,09 46,9184,28 15,72 5,35 94,65 48,39 51,6189,85 10,15 6,78 93,22 51,97 48,0389,94 10,06 5,33 94,67 42,73 57,2785,49 14,51 3,35 96,65 45,03 54,9780,00 20,00 2,91 97,09 33,63 66,3781,24 18,76 7,80 92,20 22,28 77,7269,21 30,79 2,19 97,81 5,95 94,0587,13 12,87 15,26 84,74 13,63 86,37
Sumber : Susenas MSBP 2015
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015
Provinsi
ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu
Sumatera UtaraSumatera Barat
Makanan Pokok dengan Lauk Nabati
Makanan Pokok dengan Lauk Hewani
(1)
Aceh
Makanan Pokok
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |165
166 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.3
Buruk Kurang Baik Lebih(2) (3) (4) (5)
7,9 18,4 70,7 2,98,3 14,1 72,8 4,86,9 14,3 76,0 2,89,0 13,5 70,8 6,75,7 14,0 75,6 4,86,3 12,0 74,5 7,26,0 12,7 73,3 8,06,9 11,9 73,7 7,62,8 12,3 80,4 4,64,0 11,6 81,7 2,62,8 11,2 78,5 7,54,4 11,3 79,9 4,34,1 13,5 78,9 3,54,0 12,2 80,3 3,54,9 14,2 76,7 4,14,3 12,9 78,1 4,73,0 10,2 81,4 5,56,3 19,4 71,5 2,8
11,5 21,5 64,4 2,510,3 16,2 68,5 5,0
6,6 16,7 72,3 4,48,2 19,2 69,2 3,43,9 12,7 77,6 5,8na na na na
3,7 12,8 79,0 4,56,6 17,5 73,5 2,56,6 19,0 71,5 2,98,0 15,9 72,2 3,96,9 19,2 70,9 3,07,0 22,1 66,9 4,0
10,5 17,8 67,2 4,59,2 15,7 71,7 3,4
11,9 19,0 66,2 2,99,2 12,6 71,9 6,35,7 13,9 75,9 4,5
Sumber : Publikasi Riskesdas 2013
Papua BaratPapuaIndonesia
Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku Utara
Sulawesi Tengah
Jawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi Utara
DI Yogyakarta
Sumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa Tengah
Sumatera Utara
Persentase Balita Menurut Provinsi dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U
Provinsi Status Gizi Balita
(1)
Aceh
166| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
167Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.4
Perkotaan + Perdesaan
Tidak Terganggu Kegiatannya
Terganggu Kegiatannya
(2) (3) (4) (6)
72,08 11,55 16,37 100,0076,96 11,04 12,00 100,0071,08 14,48 14,44 100,0070,29 15,59 14,12 100,0075,55 11,30 13,14 100,0070,59 15,91 13,50 100,0072,04 12,53 15,44 100,0068,58 15,43 15,99 100,0069,58 17,63 12,78 100,0078,72 10,14 11,14 100,0066,61 17,39 16,00 100,0071,89 13,58 14,52 100,0064,48 17,41 18,12 100,0060,42 20,52 19,06 100,0066,55 14,66 18,79 100,0069,66 14,77 15,57 100,0064,71 14,19 21,11 100,0065,13 14,09 20,77 100,0062,97 13,42 23,61 100,0074,38 12,16 13,46 100,0074,61 11,03 14,36 100,0060,73 20,31 18,96 100,0078,02 10,08 11,90 100,0076,35 10,06 13,59 100,0072,69 9,80 17,51 100,0070,79 10,74 18,47 100,0073,70 11,01 15,29 100,0074,14 9,07 16,79 100,0062,57 16,55 20,88 100,0070,40 12,81 16,79 100,0082,41 6,22 11,37 100,0083,29 4,93 11,78 100,0079,61 8,93 11,46 100,0082,21 8,77 9,02 100,0069,65 14,20 16,14 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Tidak Mempunyai Keluhan Kesehatan
Ada Keluhan Kesehatan
Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan Gangguan Kesehatan, 2015
Provinsi
Keberadaan Gangguan Kesehatan KRT
Total
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |167
168 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.4.1
Perkotaan
Tidak Terganggu Kegiatannya
Terganggu Kegiatannya
(2) (3) (4) (6)
73,55 11,69 14,77 100,0077,59 11,31 11,10 100,0071,37 15,56 13,07 100,0069,86 17,07 13,07 100,0074,43 12,72 12,85 100,0065,79 20,78 13,43 100,0074,37 11,70 13,93 100,0072,07 13,77 14,15 100,0067,35 19,73 12,92 100,0078,95 10,54 10,51 100,0066,61 17,39 16,00 100,0072,26 13,52 14,22 100,0063,41 18,33 18,26 100,0061,52 20,81 17,67 100,0066,70 15,29 18,00 100,0070,06 14,78 15,16 100,0067,31 14,61 18,08 100,0063,68 16,30 20,02 100,0066,07 14,27 19,66 100,0073,33 14,11 12,57 100,0073,72 13,02 13,26 100,0061,17 21,66 17,17 100,0079,00 10,17 10,82 100,0078,33 9,82 11,85 100,0075,15 8,67 16,18 100,0069,57 12,97 17,47 100,0074,32 11,42 14,26 100,0072,16 11,17 16,67 100,0067,77 16,79 15,43 100,0068,44 15,12 16,45 100,0082,33 8,25 9,42 100,0080,41 5,64 13,95 100,0078,56 8,71 12,73 100,0078,82 9,66 11,51 100,0069,67 14,93 15,41 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Tidak Mempunyai Keluhan Kesehatan
Ada Keluhan Kesehatan
Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan Gangguan Kesehatan, 2015
Provinsi
Keberadaan Gangguan Kesehatan KRT
Total
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
168| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
169Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.4.2
Perdesaan
Tidak Terganggu Kegiatannya
Terganggu Kegiatannya
(2) (3) (4) (6)
71,50 11,49 17,01 100,0076,34 10,78 12,88 100,0070,89 13,77 15,35 100,0070,57 14,65 14,78 100,0076,04 10,69 13,27 100,0073,25 13,21 13,54 100,0070,99 12,90 16,11 100,0067,33 16,02 16,65 100,0071,75 15,60 12,65 100,0077,58 8,07 14,36 100,00
na na na na71,15 13,71 15,15 100,0065,38 16,62 18,00 100,0058,23 19,95 21,83 100,0066,42 14,07 19,51 100,0068,79 14,75 16,46 100,0060,55 13,51 25,94 100,0066,20 12,47 21,32 100,0062,20 13,21 24,60 100,0074,84 11,30 13,86 100,0075,07 9,99 14,93 100,0060,40 19,32 20,28 100,0076,35 9,92 13,73 100,0073,84 10,37 15,79 100,0070,63 10,74 18,63 100,0071,20 10,00 18,79 100,0073,33 10,77 15,90 100,0074,94 8,23 16,84 100,0059,80 16,42 23,78 100,0070,89 12,23 16,88 100,0082,46 4,93 12,61 100,0084,37 4,66 10,97 100,0080,26 9,06 10,69 100,0083,43 8,45 8,13 100,0069,64 13,46 16,89 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Keberadaan Gangguan Kesehatan KRT
TotalTidak Mempunyai
Keluhan Kesehatan
Ada Keluhan Kesehatan
Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan Gangguan Kesehatan, 2015
Provinsi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |169
170 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.5
Perkotaan + Perdesaan
Tidak Kronis dan
DisabilitasKronis Disabiltas
Kronis dan Disabilitas
(2) (3) (4) (5) (6)
79,44 4,44 12,54 3,57 100,0086,71 4,84 6,35 2,10 100,0082,22 5,56 10,36 1,87 100,0089,06 3,64 5,91 1,38 100,0089,59 3,51 5,07 1,83 100,0085,55 8,15 4,95 1,35 100,0081,96 6,42 8,88 2,75 100,0089,27 4,59 4,81 1,34 100,0087,97 5,11 4,70 2,22 100,0091,96 3,52 3,33 1,19 100,0089,82 4,68 2,95 2,55 100,0085,71 6,95 5,59 1,76 100,0086,07 6,85 5,30 1,78 100,0086,00 7,74 4,16 2,11 100,0085,67 6,46 5,97 1,90 100,0085,42 6,01 6,85 1,72 100,0088,69 6,73 2,87 1,72 100,0083,46 7,47 6,75 2,33 100,0085,39 4,76 8,68 1,17 100,0086,43 4,88 6,95 1,74 100,0085,10 5,98 6,43 2,50 100,0086,90 6,98 5,20 0,92 100,0085,52 7,84 4,47 2,17 100,00
na na na na na83,67 8,00 6,07 2,26 100,0086,40 6,57 5,53 1,50 100,0085,28 4,54 8,27 1,91 100,0089,24 3,79 5,63 1,34 100,0081,98 7,67 5,96 4,39 100,0086,82 4,25 7,16 1,77 100,0088,34 2,44 6,86 2,36 100,0087,64 2,94 8,11 1,30 100,0087,30 3,84 7,00 1,86 100,0096,17 1,20 2,49 0,14 100,0086,21 6,09 5,86 1,84 100,00
Sumber : SPTK 2014Catatan: 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan TimurCatatan: 2Mengacu pada kondisi responden (Kepala Rumah Tangga atau Pasangannya)Catatan: Disabiltas = sedang/beratCatatan: Tidak disabilitas = tidak/ringan
Papua
Indonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Provinsi
Keberadaan ART Penderita Penyakit Kronis/Disabilitas
Total
170| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
171Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.5.1
Perkotaan
Tidak Kronis dan
DisabilitasKronis Disabiltas
Kronis dan Disabilitas
(2) (3) (4) (5) (6)
81,80 5,90 9,73 2,58 100,0085,26 6,50 5,58 2,66 100,0084,00 6,91 7,56 1,53 100,0088,97 3,85 5,22 1,95 100,0089,73 4,49 4,09 1,68 100,0080,65 12,49 5,04 1,81 100,0081,29 8,97 7,41 2,32 100,0089,87 4,64 3,49 1,99 100,0086,21 5,46 4,86 3,48 100,0093,35 3,20 2,55 0,90 100,0089,82 4,68 2,95 2,55 100,0086,94 7,06 4,45 1,55 100,0084,59 8,61 4,71 2,09 100,0086,68 7,85 3,66 1,82 100,0084,39 8,00 5,33 2,28 100,0087,18 5,74 5,85 1,22 100,0089,96 6,27 2,24 1,53 100,0084,13 7,53 5,73 2,61 100,0087,60 7,36 4,02 1,01 100,0088,69 4,88 5,15 1,28 100,0082,64 7,57 6,23 3,56 100,0086,40 8,20 4,26 1,14 100,0085,29 8,67 3,85 2,19 100,00
na na na na na84,09 10,06 4,32 1,53 100,0085,01 8,62 5,59 0,79 100,0086,10 5,77 6,07 2,06 100,0089,12 6,03 4,38 0,47 100,0078,96 12,94 3,00 5,10 100,0092,92 4,70 1,62 0,77 100,0084,01 1,95 9,14 4,90 100,0088,84 3,21 6,94 1,01 100,0080,82 5,07 11,66 2,44 100,0096,40 2,75 0,75 0,11 100,0086,30 7,02 4,74 1,94 100,00
Sumber : SPTK 2014Catatan: 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan TimurCatatan: 2Mengacu pada kondisi responden (Kepala Rumah Tangga atau Pasangannya)Catatan: Disabiltas = sedang/beratCatatan: Tidak disabilitas = tidak/ringan
Papua
Indonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Provinsi
Keberadaan ART Penderita Penyakit Kronis/Disabilitas
Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |171
172 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.5.2
Perdesaan
Tidak Kronis dan
DisabilitasKronis Disabiltas
Kronis dan Disabilitas
(2) (3) (4) (5) (6)
78,53 3,88 13,62 3,96 100,0088,07 3,28 7,07 1,57 100,0081,11 4,72 12,10 2,08 100,0089,12 3,51 6,35 1,02 100,0089,53 3,11 5,47 1,89 100,0088,10 5,88 4,90 1,11 100,0082,26 5,28 9,53 2,94 100,0089,07 4,57 5,23 1,12 100,0089,73 4,77 4,54 0,96 100,0084,32 5,28 7,62 2,78 100,00
na na na na na83,44 6,75 7,67 2,14 100,0087,28 5,42 5,77 1,53 100,0084,54 7,50 5,22 2,74 100,0086,78 5,13 6,54 1,56 100,0081,36 6,63 9,13 2,88 100,0086,62 7,47 3,88 2,02 100,0082,98 7,43 7,48 2,12 100,0084,86 4,12 9,81 1,21 100,0085,48 4,89 7,70 1,94 100,0086,34 5,17 6,53 1,96 100,0087,26 6,11 5,87 0,76 100,0085,90 6,49 5,46 2,15 100,00
na na na na na83,32 6,30 7,52 2,86 100,0086,84 5,91 5,52 1,73 100,0084,82 3,85 9,51 1,82 100,0089,28 2,91 6,13 1,68 100,0083,57 4,89 7,52 4,02 100,0085,11 4,13 8,72 2,05 100,0091,28 2,77 5,31 0,64 100,0087,18 2,84 8,56 1,42 100,0090,04 3,32 5,02 1,62 100,0096,10 0,69 3,07 0,15 100,0086,11 5,16 6,98 1,75 100,00
Sumber : SPTK 2014Catatan: 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan TimurCatatan: 2Mengacu pada kondisi responden (Kepala Rumah Tangga atau Pasangannya)Catatan: Disabiltas = sedang/beratCatatan: Tidak disabilitas = tidak/ringan
Papua
Indonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014
Sumatera UtaraSumatera Barat
Keberadaan ART Penderita Penyakit Kronis/Disabilitas
Total
(1)
Aceh
Provinsi
172| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
173Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.6
Perkotaan + Perdesaan
Ada Tempat Tidur,
Digunakan Maksimal 3
Orang
Ada Tempat Tidur,
Digunakan Lebih dari 3
Orang
Tidak Ada Tempat Tidur
Tidak Ada Lokasi Tetap Untuk Tidur
(2) (3) (4) (5) (6)75,46 16,69 5,92 1,93 100,0071,18 16,01 10,12 2,69 100,0075,79 19,39 2,94 1,89 100,0071,86 21,78 4,04 2,32 100,0074,47 21,23 2,66 1,64 100,0073,98 15,42 4,55 6,05 100,0076,92 15,59 3,90 3,59 100,0082,03 15,38 1,74 0,86 100,0078,92 10,06 8,98 2,04 100,0079,67 15,41 2,46 2,45 100,0072,47 18,49 3,07 5,97 100,0077,18 18,15 1,88 2,80 100,0082,66 12,79 3,15 1,40 100,0084,19 9,51 2,78 3,51 100,0081,84 11,62 4,18 2,36 100,0074,46 19,31 3,17 3,06 100,0087,83 8,49 3,47 0,20 100,0070,57 11,64 14,25 3,54 100,0060,34 24,25 13,01 2,40 100,0069,60 21,35 7,45 1,61 100,0078,68 16,38 2,80 2,14 100,0084,48 9,22 2,91 3,39 100,0073,57 20,74 2,46 3,23 100,0064,67 20,38 9,63 5,32 100,0074,95 20,19 4,15 0,71 100,0068,48 23,03 7,04 1,45 100,0073,56 20,83 2,89 2,72 100,0073,43 19,43 6,54 0,59 100,0050,83 18,57 26,89 3,70 100,0057,69 23,38 16,11 2,82 100,0071,59 13,48 9,84 5,09 100,0074,86 19,42 5,30 0,41 100,0059,00 23,32 15,05 2,63 100,0031,11 18,09 31,63 19,17 100,00
Indonesia 76,63 15,96 4,63 2,77 100,00
Sumber : Susenas MSBP 2015
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur di Rumah, 2015
Provinsi
Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur
Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |173
174 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.6.1
Perkotaan
Ada Tempat Tidur,
Digunakan Maksimal 3
Orang
Ada Tempat Tidur,
Digunakan Lebih dari 3
Orang
Tidak Ada Tempat Tidur
Tidak Ada Lokasi Tetap Untuk Tidur
(2) (3) (4) (5) (6)80,40 15,04 4,22 0,34 100,0076,74 16,61 4,95 1,70 100,0076,35 21,27 1,97 0,42 100,0077,26 19,26 1,72 1,77 100,0083,57 13,19 1,87 1,37 100,0078,73 14,52 3,85 2,90 100,0080,81 14,30 3,24 1,65 100,0083,08 14,18 1,59 1,15 100,0083,80 8,66 4,93 2,61 100,0079,25 15,49 2,49 2,77 100,0072,47 18,49 3,07 5,97 100,0076,50 18,65 1,88 2,97 100,0081,21 14,31 2,67 1,82 100,0083,97 8,75 2,94 4,34 100,0082,93 11,83 2,78 2,46 100,0075,09 19,25 2,16 3,51 100,0089,40 7,79 2,48 0,33 100,0074,84 10,84 11,13 3,19 100,0074,78 17,79 4,02 3,41 100,0076,89 18,43 2,18 2,49 100,0081,62 14,13 2,32 1,93 100,0083,66 9,30 2,03 5,01 100,0072,56 22,86 1,95 2,64 100,0076,35 15,31 3,03 5,31 100,0084,17 13,84 1,55 0,43 100,0066,64 29,09 3,04 1,23 100,0078,14 17,21 2,52 2,12 100,0077,18 16,52 5,54 0,76 100,0066,16 15,63 16,84 1,38 100,0053,69 26,06 16,89 3,36 100,0080,50 6,76 3,12 9,62 100,0078,35 18,24 2,39 1,02 100,0062,40 31,35 3,93 2,32 100,0063,85 24,50 9,00 2,65 100,00
Indonesia 78,36 16,02 2,84 2,78 100,00
Sumber : Susenas MSBP 2015
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur di Rumah, 2015
Provinsi
Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur
Total
174| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
175Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 5.6.2
Perdesaan
Ada Tempat Tidur,
Digunakan Maksimal 3
Orang
Ada Tempat Tidur,
Digunakan Lebih dari 3
Orang
Tidak Ada Tempat Tidur
Tidak Ada Lokasi Tetap Untuk Tidur
(2) (3) (4) (5) (6)73,55 17,33 6,57 2,55 100,0065,91 15,45 15,01 3,63 100,0075,44 18,18 3,56 2,83 100,0068,40 23,40 5,53 2,68 100,0070,72 24,54 2,98 1,76 100,0071,46 15,90 4,92 7,72 100,0075,19 16,17 4,19 4,45 100,0081,69 15,76 1,78 0,77 100,0074,11 11,44 12,98 1,48 100,0081,92 15,04 2,31 0,74 100,00
na na na na na78,46 17,18 1,87 2,48 100,0083,87 11,52 3,56 1,04 100,0084,67 11,18 2,43 1,72 100,0080,87 11,43 5,43 2,27 100,0073,03 19,45 5,50 2,02 100,0085,27 9,64 5,10 0,00 100,0067,57 12,20 16,44 3,78 100,0056,84 25,82 15,18 2,16 100,0066,65 22,52 9,58 1,25 100,0077,19 17,52 3,04 2,25 100,0085,10 9,16 3,58 2,16 100,0075,23 17,26 3,29 4,22 100,0049,71 26,87 18,09 5,33 100,0067,05 25,62 6,38 0,96 100,0069,09 21,04 8,35 1,52 100,0071,07 22,78 3,09 3,05 100,0072,01 20,54 6,92 0,53 100,0042,84 20,10 32,13 4,92 100,0058,70 22,70 15,91 2,69 100,0065,55 18,04 14,39 2,02 100,0073,47 19,89 6,47 0,17 100,0056,94 18,43 21,82 2,82 100,0019,80 15,88 39,44 24,88 100,00
Indonesia 74,89 15,91 6,44 2,76 100,00
Sumber : Susenas MSBP 2015
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur
Total
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur di Rumah, 2015
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |175
176 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.1
Perkotaan + Perdesaan
Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri
(2) (3) (4)82,36 17,64 100,0071,09 28,91 100,0074,13 25,87 100,0071,56 28,44 100,0083,94 16,06 100,0083,02 16,98 100,0085,52 14,48 100,0090,35 9,65 100,0087,85 12,15 100,0067,67 32,33 100,0051,09 48,91 100,0080,63 19,37 100,0090,93 9,07 100,0076,99 23,01 100,0090,46 9,54 100,0080,94 19,06 100,0077,31 22,69 100,0087,85 12,15 100,0088,52 11,48 100,0090,07 9,93 100,0077,99 22,01 100,0079,22 20,78 100,0072,69 27,31 100,0074,77 25,23 100,0080,44 19,56 100,0087,14 12,86 100,0086,85 13,15 100,0086,47 13,53 100,0081,66 18,34 100,0091,47 8,53 100,0081,51 18,49 100,0087,84 12,16 100,0074,57 25,43 100,0081,69 18,31 100,0082,63 17,37 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan TimurSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Utara
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015
Provinsi
Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal
Total
176| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
177Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.1.1
Perkotaan
Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri
(2) (3) (4)71,80 28,20 100,0064,72 35,28 100,0065,17 34,83 100,0056,88 43,12 100,0073,60 26,40 100,0071,36 28,64 100,0074,41 25,59 100,0080,55 19,45 100,0082,59 17,41 100,0063,22 36,78 100,0051,09 48,91 100,0074,72 25,28 100,0085,14 14,86 100,0070,16 29,84 100,0084,27 15,73 100,0074,89 25,11 100,0067,28 32,72 100,0081,89 18,11 100,0071,16 28,84 100,0079,63 20,37 100,0070,53 29,47 100,0067,26 32,74 100,0064,39 35,61 100,0065,65 34,35 100,0072,18 27,82 100,0071,57 28,43 100,0075,71 24,29 100,0069,95 30,05 100,0072,94 27,06 100,0083,58 16,42 100,0070,13 29,87 100,0073,47 26,53 100,0056,66 43,34 100,0054,36 45,64 100,0073,87 26,13 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan TimurSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Utara
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015
Provinsi
Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal
Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |177
178 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.1.2
Perdesaan
Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri
(2) (3) (4)86,46 13,54 100,0077,17 22,83 100,0079,97 20,03 100,0080,91 19,09 100,0088,14 11,86 100,0089,05 10,95 100,0090,28 9,72 100,0093,52 6,48 100,0092,78 7,22 100,0090,88 9,12 100,00
na na na91,94 8,06 100,0095,72 4,28 100,0091,70 8,30 100,0096,01 3,99 100,0094,06 5,94 100,0093,59 6,41 100,0092,09 7,91 100,0093,00 7,00 100,0094,43 5,57 100,0081,78 18,22 100,0088,08 11,92 100,0086,65 13,35 100,0085,85 14,15 100,0087,48 12,52 100,0092,07 7,93 100,0093,20 6,80 100,0093,16 6,84 100,0086,27 13,73 100,0093,31 6,69 100,0089,06 10,94 100,0093,27 6,73 100,0084,98 15,02 100,0090,62 9,38 100,0091,44 8,56 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan TimurSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Utara
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal
Total
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015
Provinsi
178| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
179Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.1.2
Perdesaan
Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri
(2) (3) (4)86,46 13,54 100,0077,17 22,83 100,0079,97 20,03 100,0080,91 19,09 100,0088,14 11,86 100,0089,05 10,95 100,0090,28 9,72 100,0093,52 6,48 100,0092,78 7,22 100,0090,88 9,12 100,00
na na na91,94 8,06 100,0095,72 4,28 100,0091,70 8,30 100,0096,01 3,99 100,0094,06 5,94 100,0093,59 6,41 100,0092,09 7,91 100,0093,00 7,00 100,0094,43 5,57 100,0081,78 18,22 100,0088,08 11,92 100,0086,65 13,35 100,0085,85 14,15 100,0087,48 12,52 100,0092,07 7,93 100,0093,20 6,80 100,0093,16 6,84 100,0086,27 13,73 100,0093,31 6,69 100,0089,06 10,94 100,0093,27 6,73 100,0084,98 15,02 100,0090,62 9,38 100,0091,44 8,56 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan TimurSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Utara
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal
Total
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015
Provinsi
178| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.2
Kepadatan Penduduk per km2
(2)
86191124
73688894
23484
24115.328
1.3201.0301.174
8131.237
718260105
3316
10327
9174
47182
66101
763636
910
134Sumber : Publikasi Statistik Indonesia 2016
PapuaIndonesia
Sulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua Barat
Sulawesi Selatan
BantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan
Kalimantan UtaraKalimantan Timur
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Jawa Timur
RiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta
Sumatera Barat
Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi, 2015
Provinsi
(1)
AcehSumatera Utara
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |179
180 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.3
Perkotaan + Perdesaan
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV
(2) (3) (4) (5) (6)1,51 30,95 32,73 34,82 100,001,27 26,37 32,65 39,72 100,000,34 21,57 28,32 49,77 100,000,38 16,79 26,01 56,82 100,001,14 26,27 29,98 42,61 100,003,69 34,87 27,54 33,90 100,002,19 32,56 28,51 36,74 100,002,82 38,08 29,13 29,97 100,000,02 4,43 20,00 75,55 100,000,17 7,50 17,34 74,99 100,000,00 3,38 14,96 81,65 100,003,10 29,36 24,89 42,65 100,006,06 39,29 25,07 29,59 100,004,10 29,29 20,33 46,28 100,004,28 34,66 22,65 38,41 100,000,78 21,85 23,00 54,37 100,000,96 20,27 21,47 57,29 100,005,88 40,40 26,69 27,03 100,00
10,80 48,20 20,43 20,57 100,001,77 28,47 28,60 41,16 100,000,58 18,03 24,59 56,80 100,000,59 18,97 26,09 54,36 100,000,08 7,01 19,51 73,40 100,000,00 7,07 24,85 68,08 100,002,55 27,34 24,32 45,79 100,002,63 33,68 28,82 34,86 100,008,78 34,95 22,58 33,69 100,008,86 35,79 22,84 32,50 100,00
12,84 36,46 20,97 29,73 100,008,09 42,38 23,92 25,61 100,001,13 27,04 26,28 45,55 100,000,28 20,48 28,18 51,06 100,003,91 23,95 17,34 54,80 100,009,29 27,18 22,11 41,42 100,003,54 29,78 24,64 42,04 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015
Provinsi
Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan
Total
180| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
181Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.3.1
Perkotaan
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV
(2) (3) (4) (5) (6)0,73 19,70 24,57 54,99 100,000,81 24,78 27,57 46,83 100,000,09 14,08 21,89 63,94 100,000,17 13,31 19,51 67,01 100,000,36 19,70 24,39 55,55 100,001,71 25,95 24,18 48,17 100,002,46 27,45 19,26 50,83 100,000,85 25,90 25,58 47,67 100,000,03 2,81 19,02 78,14 100,000,20 6,02 14,88 78,90 100,000,00 3,38 14,96 81,65 100,002,83 25,07 21,74 50,37 100,004,65 33,18 25,28 36,89 100,002,41 23,92 18,25 55,41 100,002,75 28,47 19,01 49,77 100,000,64 17,43 17,30 64,63 100,000,59 16,98 17,13 65,30 100,006,75 34,05 24,66 34,53 100,000,80 19,82 23,67 55,71 100,000,72 19,93 20,28 59,07 100,000,85 19,50 17,18 62,47 100,000,17 14,10 19,28 66,45 100,000,00 3,92 16,73 79,34 100,000,00 3,62 19,86 76,52 100,001,39 20,13 20,73 57,76 100,000,81 25,15 18,57 55,46 100,002,89 22,74 20,94 53,43 100,002,83 25,61 21,76 49,80 100,004,24 24,99 22,37 48,40 100,007,35 32,25 22,58 37,81 100,000,15 13,52 18,51 67,81 100,000,00 12,45 19,43 68,12 100,000,05 6,21 15,43 78,31 100,000,03 5,06 14,98 79,93 100,002,18 22,57 20,86 54,39 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015
Provinsi
Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan
Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |181
182 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.3.2
Perdesaan
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV
(2) (3) (4) (5) (6)1,81 35,32 35,89 26,98 100,001,71 27,88 37,49 32,92 100,000,50 26,45 32,51 40,54 100,000,50 19,01 30,15 50,33 100,001,45 28,95 32,25 37,35 100,004,72 39,49 29,28 26,50 100,002,07 34,74 32,48 30,71 100,003,45 42,02 30,28 24,25 100,000,00 5,94 20,93 73,13 100,000,04 15,21 30,17 54,57 100,00
na na na na na3,60 37,59 30,94 27,86 100,007,22 44,33 24,89 23,56 100,007,72 40,86 24,80 26,62 100,005,65 40,21 25,93 28,20 100,001,07 31,44 35,38 32,12 100,001,56 25,63 28,52 44,30 100,005,25 44,91 28,14 21,70 100,00
13,38 55,52 19,60 11,51 100,002,20 32,05 32,09 33,67 100,000,43 17,28 28,36 53,92 100,000,90 22,57 31,14 45,38 100,000,20 12,20 24,18 63,41 100,000,00 11,26 30,91 57,83 100,003,55 33,49 27,38 35,58 100,003,21 36,38 32,07 28,34 100,00
12,13 41,91 23,51 22,44 100,0011,31 39,92 23,28 25,49 100,0017,39 42,51 20,23 19,86 100,00
8,26 44,74 24,24 22,77 100,001,77 36,00 31,42 30,81 100,000,39 23,52 31,48 44,60 100,006,15 34,27 18,45 41,13 100,00
12,32 34,40 24,44 28,84 100,004,90 37,03 28,45 29,62 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan
Total
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015
Provinsi
182| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
183Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.4
Penduduk Miskin
Garis Kemiskinan
Penduduk Miskin
Garis Kemiskinan
(2) (3) (4) (5)
10,92 420.324 19,56 394.419 10,51 379.898 11,06 352.637
5,73 423.339 7,35 391.178 7,05 417.768 9,95 416.780
12,11 423.855 7,82 329.895 12,51 378.739 14,47 319.994 18,15 425.642 16,71 404.179
9,25 386.728 15,05 346.088 2,77 516.835 6,83 542.732 5,00 485.496 9,75 456.933 3,61 503.038 na na8,58 318.297 11,61 319.228
11,50 308.163 14,86 310.295 11,93 359.470 15,62 324.386
8,41 314.320 15,84 318.443 5,11 365.672 7,12 336.592 4,52 341.554 6,42 314.218
18,40 335.284 15,18 313.466 9,41 374.355 25,89 290.363 6,00 347.516 9,51 337.288 5,68 339.239 6,02 374.938 4,27 371.793 5,06 352.972 3,73 504.551 10,13 476.614 3,68 505.262 9,67 477.645 5,26 302.378 12,10 311.068
11,06 376.496 15,07 353.080 4,93 274.140 13,22 254.524 7,84 282.230 16,12 264.371 6,84 274.581 24,17 275.163 8,69 269.080 12,70 279.594 7,83 404.929 26,70 405.502 2,61 378.538 7,57 356.325 5,68 478.699 37,94 457.222 3,61 445.057 37,34 392.446 8,22 356.378 14,09 333.034
Sumber : BPS 2015
PapuaIndonesia
Sulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua Barat
Sulawesi Selatan
BantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan UtaraKalimantan TimurSulawesi UtaraSulawesi Tengah
Jawa Timur
RiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta
Sumatera Barat
ProvinsiPerkotaan Perdesaan
Persentase Penduduk Miskin dan Besarnya Garis Kemiskinan Menurut Provinsi dan Klasifikasi Wilayah, 2015
(1)
AcehSumatera Utara
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |183
184 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.5
Perkotaan + Perdesaan
MiskinHampir Miskin
Rentan Miskin Lainnya
Tidak Miskin
(2) (3) (4) (5) (6)
14,46 11,76 24,49 49,29 100,00 8,01 9,83 17,24 64,92 100,00 6,06 9,69 19,98 64,27 100,00 6,63 8,23 16,70 68,44 100,00 6,99 9,06 16,45 67,50 100,00 12,03 10,56 17,81 59,60 100,00 15,88 11,69 20,77 51,66 100,00 12,59 11,88 21,66 53,88 100,00 4,16 7,78 15,98 72,08 100,00 4,82 5,50 12,83 76,85 100,00 3,02 6,26 10,27 80,44 100,00 8,16 8,31 15,24 68,30 100,00 12,22 10,74 18,67 58,38 100,00 12,93 8,74 14,40 63,94 100,00 11,35 10,49 15,82 62,35 100,00 4,58 6,88 14,25 74,29 100,00 4,06 5,37 12,24 78,33 100,00 15,10 10,84 20,50 53,56 100,00 18,32 12,28 23,20 46,20 100,00 6,56 7,67 17,47 68,29 100,00 4,54 6,64 13,99 74,83 100,00 3,98 6,11 14,70 75,21 100,00 4,96 6,62 14,16 74,26 100,00 4,58 7,76 20,73 66,93 100,00 6,55 6,69 14,90 71,85 100,00 11,78 11,11 17,87 59,24 100,00 7,93 7,51 15,62 68,93 100,00 9,64 8,10 15,05 67,21 100,00 15,06 9,43 14,78 60,73 100,00 10,19 10,01 17,71 62,09 100,00 14,83 10,37 18,97 55,84 100,00 5,42 7,95 11,91 74,72 100,00 21,31 9,54 11,35 57,80 100,00 22,97 10,02 16,92 50,09 100,00 9,60 9,23 16,52 64,64 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015
Provinsi Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan
Total
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
184| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
185Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.5.1
Perkotaan
MiskinHampir Miskin
Rentan Miskin Lainnya
Tidak Miskin
(2) (3) (4) (5) (6)
9,62 9,70 17,03 63,65 100,00 8,05 9,71 17,36 64,88 100,00 4,55 8,01 13,86 73,58 100,00 5,08 6,76 13,51 74,65 100,00 9,20 9,85 15,97 64,98 100,00 11,54 8,89 15,66 63,91 100,00 16,60 11,01 12,75 59,64 100,00 9,38 9,66 16,64 64,32 100,00 2,19 5,51 14,32 77,98 100,00 4,25 5,06 11,44 79,24 100,00 3,02 6,26 10,27 80,44 100,00 6,95 6,87 13,89 72,29 100,00 10,61 9,47 14,75 65,17 100,00 11,34 7,07 11,88 69,71 100,00 7,60 7,92 14,77 69,71 100,00 3,76 5,63 12,49 78,12 100,00 3,62 4,45 11,52 80,42 100,00 17,53 9,84 17,04 55,59 100,00 8,58 7,79 12,50 71,13 100,00 4,37 6,22 11,39 78,02 100,00 3,97 6,60 11,41 78,02 100,00 3,02 4,08 13,99 78,92 100,00 3,29 5,19 12,98 78,54 100,00 2,51 5,40 18,83 73,27 100,00 3,64 5,43 11,52 79,41 100,00 8,67 8,70 12,20 70,43 100,00 3,91 5,16 13,16 77,77 100,00 4,50 4,59 12,78 78,13 100,00 5,21 5,88 12,81 76,11 100,00 8,73 7,14 12,85 71,27 100,00 5,87 6,33 10,81 76,99 100,00 2,64 3,28 13,32 80,76 100,00 3,71 5,27 10,81 80,20 100,00 2,69 4,03 12,19 81,09 100,00 7,05 7,36 13,83 71,77 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015
Provinsi Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan
Total
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |185
186 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.5.2
Perdesaan
MiskinHampir Miskin
Rentan Miskin Lainnya
Tidak Miskin
(2) (3) (4) (5) (6)
16,34 12,56 27,39 43,71 100,00 7,97 9,94 17,12 64,96 100,00 7,04 10,78 23,97 58,21 100,00 7,62 9,18 18,73 64,48 100,00 6,08 8,75 16,64 68,53 100,00 12,28 11,42 18,93 57,37 100,00 15,57 11,98 24,20 48,24 100,00 13,62 12,59 23,28 50,51 100,00 6,00 9,92 17,53 66,56 100,00 7,76 7,76 20,11 64,36 100,00
na na na na na 10,46 11,06 17,83 60,66 100,00 13,54 11,79 21,91 52,76 100,00 16,35 12,32 19,81 51,51 100,00 14,72 12,79 16,76 55,74 100,00 6,35 9,59 18,07 65,99 100,00 4,79 6,86 13,41 74,93 100,00 13,38 11,55 22,97 52,11 100,00 20,83 13,43 25,96 39,77 100,00 7,48 8,28 20,02 64,22 100,00 4,82 6,66 15,31 73,21 100,00 4,69 7,61 15,23 72,46 100,00 7,77 9,03 16,14 67,07 100,00 7,09 10,63 23,05 59,23 100,00 9,04 7,77 17,80 65,40 100,00 12,77 11,87 19,66 55,70 100,00 10,22 8,85 17,03 63,90 100,00 11,73 9,52 15,97 62,78 100,00 20,27 11,30 15,83 52,60 100,00 10,53 10,68 18,84 59,95 100,00 20,76 13,04 24,37 41,82 100,00 6,47 9,72 11,38 72,43 100,00 31,54 12,03 11,66 44,77 100,00 29,59 11,98 18,46 39,97 100,00 12,18 11,11 19,24 57,47 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015
Provinsi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per BulanTotal
(1)
Aceh
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
186| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
187Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.6
Perkotaan + Perdesaan
Lebih dari Cukup Cukup Kurang(2) (3) (4) (5)
5,62 52,51 41,87 100,007,09 65,25 27,67 100,00
11,54 60,43 28,03 100,0011,65 67,25 21,10 100,00
9,43 71,04 19,53 100,0010,62 60,38 29,00 100,00
6,93 59,04 34,03 100,005,84 63,86 30,30 100,006,99 75,29 17,72 100,00
13,31 71,48 15,21 100,008,72 68,58 22,70 100,006,10 60,31 33,59 100,007,75 60,92 31,32 100,007,89 64,89 27,22 100,009,16 61,29 29,56 100,006,31 60,08 33,61 100,00
11,25 63,03 25,72 100,008,91 47,73 43,36 100,004,94 55,07 39,99 100,008,91 65,86 25,23 100,00
11,84 67,77 20,38 100,0011,47 68,96 19,57 100,0014,59 70,00 15,41 100,00
na na na na9,36 67,86 22,78 100,007,79 65,41 26,81 100,00
11,25 60,60 28,15 100,0011,09 59,36 29,55 100,00
5,64 62,26 32,11 100,005,17 61,18 33,65 100,009,20 59,45 31,36 100,00
10,38 65,37 24,25 100,0012,90 65,27 21,83 100,00
9,70 65,51 24,79 100,00
8,26 62,01 29,73 100,00Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Indonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014
Provinsi Kemampuan Mencukupi Kebutuhan Sehari-Hari
Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |187
188 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.6.1
Perkotaan
Lebih dari Cukup Cukup Kurang(2) (3) (4) (5)
7,61 61,17 31,22 100,008,97 68,83 22,20 100,00
16,15 63,35 20,49 100,0013,56 68,80 17,64 100,0014,87 71,36 13,76 100,0015,07 61,87 23,07 100,0012,67 66,42 20,91 100,00
8,57 67,53 23,91 100,007,61 76,13 16,26 100,00
14,63 71,13 14,24 100,008,72 68,58 22,70 100,006,85 64,33 28,81 100,00
10,34 62,29 27,37 100,007,29 67,20 25,51 100,00
11,62 63,40 24,98 100,007,48 65,46 27,05 100,00
13,57 67,34 19,08 100,0010,47 52,67 36,86 100,0010,12 59,30 30,58 100,0016,49 63,28 20,23 100,0017,59 66,80 15,61 100,0013,50 67,41 19,09 100,0014,60 71,96 13,44 100,00
0,00 0,00 0,00 na13,15 70,53 16,32 100,00
9,80 66,76 23,44 100,0014,45 63,42 22,13 100,0017,21 51,38 31,40 100,00
9,27 64,92 25,81 100,005,05 67,92 27,03 100,009,73 60,35 29,92 100,00
12,22 71,63 16,15 100,0019,04 54,08 26,88 100,0023,29 67,51 9,20 100,00
10,02 64,89 25,09 100,00Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Indonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014
Provinsi Kemampuan Mencukupi Kebutuhan Sehari-Hari
Total
188| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
189Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.6.2
Perdesaan
Lebih dari Cukup Cukup Kurang(2) (3) (4) (5)
4,85 49,16 45,98 100,005,31 61,86 32,82 100,008,67 58,62 32,71 100,00
10,45 66,28 23,26 100,007,16 70,90 21,94 100,008,31 59,60 32,09 100,004,38 55,76 39,86 100,004,95 62,67 32,38 100,006,36 74,46 19,18 100,006,05 73,42 20,53 100,00
na na na na4,72 52,94 42,34 100,005,67 59,82 34,52 100,009,17 59,94 30,89 100,007,02 59,45 33,53 100,003,61 47,67 48,72 100,007,49 56,04 36,46 100,007,79 44,17 48,04 100,003,68 54,04 42,28 100,005,73 66,95 27,33 100,008,93 68,27 22,80 100,00
10,02 70,07 19,92 100,0014,57 66,83 18,60 100,00
0,00 0,00 0,00 na6,24 65,65 28,12 100,007,14 64,97 27,88 100,009,44 59,00 31,56 100,008,69 62,49 28,83 100,003,72 60,85 35,43 100,005,21 59,28 35,51 100,008,84 58,83 32,33 100,009,67 62,97 27,36 100,00
10,30 70,00 19,70 100,005,19 64,85 29,97 100,00
6,51 59,15 34,34 100,00Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Indonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Kemampuan Mencukupi Kebutuhan Sehari-HariTotal
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |189
190 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.7
Lebih dari Cukup
Cukup KurangLebih dari
CukupCukup Kurang
(2) (3) (4) (5) (6) (7)
43,84 46,79 9,37 24,03 71,21 4,7649,01 44,75 6,24 27,13 70,69 2,1856,59 40,57 2,85 37,80 58,72 3,4849,62 46,86 3,51 26,43 67,64 5,9360,00 37,43 2,57 22,31 72,05 5,6457,26 38,60 4,14 38,61 56,91 4,4844,10 53,80 2,10 22,74 73,17 4,0948,33 48,59 3,09 27,91 67,87 4,2348,34 49,66 2,01 20,29 78,01 1,7040,97 53,46 5,57 16,62 77,72 5,6630,47 65,42 4,11 16,65 76,64 6,7135,29 59,77 4,94 23,22 72,11 4,6758,37 40,81 0,82 37,09 58,36 4,5531,93 66,71 1,36 18,90 79,03 2,0758,49 35,43 6,08 39,70 58,14 2,1728,18 61,97 9,86 17,53 75,21 7,2654,31 45,69 0,00 18,13 75,17 6,7053,61 42,54 3,86 37,27 60,52 2,2139,03 49,81 11,16 26,76 58,99 14,2560,88 37,25 1,87 23,22 72,16 4,6146,16 50,80 3,03 30,89 67,91 1,2050,28 48,61 1,11 32,48 64,95 2,5755,34 42,38 2,28 30,55 68,49 0,9649,96 47,43 2,61 19,21 80,00 0,7954,49 41,41 4,10 26,89 70,69 2,4136,83 61,57 1,60 35,17 60,42 4,4151,17 44,86 3,98 34,94 62,85 2,2159,26 37,31 3,43 35,51 58,85 5,6437,70 57,11 5,19 15,42 79,40 5,1828,69 68,72 2,59 20,77 77,34 1,8954,15 45,85 0,00 36,60 61,31 2,0851,03 42,72 6,24 29,14 63,14 7,7259,20 40,25 0,55 29,41 65,61 4,9969,08 27,07 3,86 26,91 68,54 4,55
45,12 50,63 4,24 27,58 68,00 4,42Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua
Indonesia
Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur
Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali
Sumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi
Provinsi
> Rp. 7.200.000 Rp 4.800.000 - Rp 7.200.000
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Kelompok Pendapatan, dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014
190| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
191Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.7
Lebih dari Cukup
Cukup KurangLebih dari
CukupCukup Kurang
(8) (9) (10) (11) (12) (13)
14,85 73,44 11,72 3,16 64,34 32,5012,10 76,96 10,94 2,95 76,31 20,7414,54 72,29 13,17 5,69 70,19 24,1214,53 75,95 9,52 4,46 74,89 20,6510,85 82,58 6,57 2,79 80,84 16,3715,08 68,51 16,40 4,28 75,18 20,54
7,16 77,93 14,91 1,32 73,16 25,519,97 76,60 13,42 5,38 76,91 17,718,92 84,88 6,20 2,23 84,00 13,784,97 82,73 12,31 6,16 73,89 19,953,00 81,79 15,21 1,31 68,52 30,179,54 81,23 9,23 3,23 70,84 25,92
18,18 72,47 9,35 5,33 73,31 21,3614,70 74,46 10,84 5,07 69,65 25,2823,34 70,00 6,66 7,05 77,17 15,78
8,28 80,40 11,32 0,44 65,01 34,558,15 77,91 13,94 3,03 63,62 33,35
20,48 63,44 16,08 8,22 64,58 27,1913,30 64,73 21,97 2,36 68,93 28,7110,66 77,84 11,50 5,43 74,65 19,9213,88 78,87 7,25 5,36 74,31 20,3316,28 74,24 9,48 4,16 76,15 19,69
9,80 82,23 7,97 5,10 77,95 16,958,97 81,30 9,73 0,16 79,12 20,72
13,34 75,98 10,68 3,95 79,35 16,7013,81 74,60 11,58 2,10 74,25 23,6516,30 74,07 9,63 8,53 74,24 17,2217,94 68,86 13,20 5,66 70,52 23,82
8,21 81,98 9,81 4,03 71,42 24,5510,46 76,43 13,11 3,65 71,19 25,1713,20 74,03 12,78 2,84 68,00 29,1611,41 78,76 9,83 9,19 76,43 14,3810,99 75,99 13,03 8,48 71,74 19,7816,96 65,68 17,36 2,85 81,14 16,01
13,27 76,20 10,54 4,53 73,18 22,30Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua
Indonesia
Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur
Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali
Sumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi
Rp 3.000.001 - Rp 4.800.000 Rp 1.800.001 - Rp 3.000.000
Provinsi
(Sambungan)
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |191
192 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.8
Perkotaan + Perdesaan
Seluruh ART Bersekolah
Sebagian ART Bersekolah
Semua ART Tidak
BersekolahTotal
(2) (3) (4) (5) (6)57,46 92,06 5,63 2,31 100,0056,13 89,15 7,01 3,84 100,0057,14 91,61 5,85 2,54 100,0058,22 89,60 6,30 4,10 100,0058,96 89,34 6,34 4,32 100,0057,88 87,31 7,45 5,23 100,0059,46 91,72 4,31 3,98 100,0056,36 88,65 6,37 4,98 100,0056,01 87,12 7,49 5,39 100,0047,44 94,34 3,07 2,60 100,0045,80 89,71 5,17 5,12 100,0054,98 87,21 7,48 5,31 100,0052,73 88,48 5,87 5,65 100,0043,02 95,46 2,54 2,01 100,0050,69 89,76 4,69 5,56 100,0059,86 87,66 7,68 4,65 100,0049,14 93,03 2,72 4,25 100,0054,74 91,56 4,51 3,94 100,0063,53 87,36 9,00 3,65 100,0060,56 85,92 8,42 5,66 100,0056,39 87,38 7,45 5,18 100,0054,23 87,97 6,42 5,60 100,0055,98 93,26 4,15 2,60 100,0060,21 87,89 7,28 4,83 100,0055,01 89,76 5,76 4,48 100,0058,05 87,88 7,73 4,39 100,0057,92 86,55 8,42 5,03 100,0062,28 88,12 7,99 3,89 100,0060,01 86,68 7,07 6,24 100,0059,81 83,50 11,28 5,21 100,0063,85 89,92 6,85 3,22 100,0067,99 90,02 6,24 3,74 100,0057,49 89,04 6,74 4,22 100,0057,26 69,64 11,93 18,43 100,0054,52 88,54 6,42 5,04 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015
Provinsi Rumah Tangga yang Terdapat
ART 7-18 Tahun
Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |193
193Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.8.1
Perkotaan
Seluruh ART Bersekolah
Sebagian ART Bersekolah
Semua ART Tidak
BersekolahTotal
(2) (3) (4) (5) (6)57,77 95,27 3,00 1,73 100,0056,32 89,80 6,62 3,58 100,0055,40 92,12 5,43 2,44 100,0054,80 92,02 4,85 3,13 100,0059,49 92,30 3,98 3,72 100,0056,20 90,51 6,13 3,36 100,0058,80 95,49 2,76 1,75 100,0056,83 92,13 4,50 3,36 100,0055,38 89,48 6,45 4,07 100,0046,83 95,82 2,05 2,13 100,0045,80 89,71 5,17 5,12 100,0055,14 88,93 7,00 4,07 100,0051,76 89,82 5,46 4,72 100,0041,10 96,31 2,22 1,48 100,0049,82 92,73 3,52 3,75 100,0058,33 90,24 6,03 3,73 100,0048,27 94,95 1,83 3,21 100,0054,29 92,12 4,24 3,63 100,0058,13 90,47 6,49 3,05 100,0058,66 90,37 6,55 3,07 100,0056,50 89,17 7,52 3,30 100,0052,36 90,84 5,15 4,01 100,0054,19 93,83 3,42 2,75 100,0061,67 87,79 7,45 4,76 100,0053,06 90,71 5,00 4,29 100,0058,58 92,04 5,07 2,89 100,0057,31 88,72 7,36 3,92 100,0060,45 87,83 8,63 3,54 100,0057,06 91,39 4,90 3,71 100,0056,61 81,08 13,43 5,49 100,0060,60 92,19 5,05 2,76 100,0063,86 91,37 4,24 4,39 100,0054,83 88,85 7,71 3,44 100,0050,71 93,28 4,11 2,60 100,0053,07 90,66 5,48 3,86 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015
Provinsi Rumah Tangga yang Terdapat
ART 7-18 Tahun
Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah
194| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
194 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.8.2
Perkotaan
Seluruh ART Bersekolah
Sebagian ART Bersekolah
Semua ART Tidak
BersekolahTotal
(2) (3) (4) (5) (6)57,35 90,80 6,66 2,54 100,0055,95 88,52 7,38 4,10 100,0058,27 91,29 6,11 2,59 100,0060,40 88,21 7,13 4,66 100,0058,75 88,12 7,32 4,56 100,0058,75 85,73 8,11 6,16 100,0059,74 90,13 4,96 4,91 100,0056,21 87,52 6,98 5,51 100,0056,60 84,96 8,45 6,59 100,0050,61 87,18 7,99 4,84 100,00
na na na na na54,68 83,88 8,39 7,72 100,0053,53 87,42 6,20 6,38 100,0047,17 93,86 3,14 3,00 100,0051,48 87,17 5,70 7,13 100,0063,18 82,50 11,00 6,50 100,0050,57 90,06 4,09 5,85 100,0055,06 91,16 4,69 4,15 100,0064,93 86,64 9,57 3,79 100,0061,36 84,14 9,17 6,70 100,0056,34 86,46 7,41 6,14 100,0055,62 85,98 7,31 6,71 100,0058,99 92,37 5,28 2,36 100,0058,43 88,01 7,06 4,93 100,0056,67 88,99 6,37 4,64 100,0057,88 86,55 8,58 4,87 100,0058,27 85,33 9,02 5,65 100,0063,02 88,23 7,74 4,03 100,0061,57 84,38 8,14 7,48 100,0060,56 84,03 10,82 5,15 100,0066,00 88,54 7,95 3,51 100,0069,55 89,54 6,93 3,52 100,0059,04 89,14 6,22 4,65 100,0059,40 63,05 14,11 22,84 100,0055,99 86,52 7,31 6,16 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Rumah Tangga yang Terdapat
ART 7-18 Tahun
Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |195
195Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.9
Perkotaan + Perdesaan
(2)
8,718,938,298,477,927,668,287,487,359,64
10,547,716,938,847,058,198,116,676,856,837,82
7,69,048,358,867,897,498,026,976,889,158,346,965,767,73
Sumber : Publikasi Indeks Pembangunan Manusia 2014
Aceh
Persentase Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Usia 25 Tahun ke Atas Menurut Provinsi, 2014
Provinsi Rata-Rata Lama Sekolah
(Tahun)(1)
Jawa Tengah
Sumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa Barat
Sulawesi Utara
DI YogyakartaJawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan Utara
Maluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia
Sulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMaluku
196| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
196 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.10
Seluruh ART Bersekolah
Sebagian ART
Bersekolah
Semua ART Tidak
Bersekolah
Seluruh ART Bersekolah
Sebagian ART
Bersekolah
Semua ART Tidak
Bersekolah(3) (4) (5) (6) (7) (8)
84,93 10,87 4,21 89,25 7,36 3,3982,20 10,94 6,87 86,10 9,91 3,9986,12 8,88 4,99 89,22 8,28 2,5079,93 12,18 7,89 86,77 8,09 5,1481,11 12,74 6,15 88,17 6,71 5,1275,74 13,28 10,98 86,10 8,94 4,9582,38 8,73 8,90 89,10 5,69 5,2182,01 8,98 9,01 85,53 8,50 5,9779,24 13,79 6,97 86,80 7,54 5,6681,08 9,68 9,23 92,03 4,47 3,5078,08 10,94 10,98 85,04 6,48 8,4874,46 13,93 11,61 83,84 9,53 6,6381,07 7,95 10,99 86,68 7,44 5,8889,15 4,69 6,16 91,35 5,52 3,1383,47 6,64 9,90 88,04 5,84 6,1279,65 12,70 7,65 83,36 11,20 5,4487,76 3,67 8,58 88,58 3,68 7,7490,40 5,37 4,23 92,12 4,59 3,2982,11 11,96 5,93 86,41 10,23 3,3678,79 12,63 8,58 85,70 8,84 5,4580,71 10,95 8,34 84,69 9,14 6,1781,37 9,89 8,75 85,64 8,57 5,7987,42 4,88 7,70 91,41 5,54 3,0580,88 11,41 7,71 87,35 9,46 3,1883,46 9,17 7,37 85,89 7,97 6,1478,00 12,69 9,31 86,74 8,84 4,4281,19 11,41 7,39 84,79 9,31 5,9081,73 10,98 7,30 87,71 7,85 4,4480,26 11,38 8,36 87,61 5,20 7,1977,78 16,54 5,68 82,99 11,29 5,7381,29 11,53 7,18 88,50 7,97 3,5384,72 8,21 7,07 89,10 7,50 3,4088,77 5,61 5,62 86,82 9,49 3,6876,72 10,97 12,31 78,22 9,58 12,2080,71 10,20 9,10 86,19 8,08 5,73
Sumber : Susenas KOR 2015
Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia
Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur
Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali
Sumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi
Provinsi
Tidak punya ijazah SD SD/Sederajat
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |197
197Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.10
Seluruh ART Bersekolah
Sebagian ART
Bersekolah
Semua ART Tidak
Bersekolah
Seluruh ART Bersekolah
Sebagian ART
Bersekolah
Semua ART Tidak
Bersekolah(9) (10) (11) (12) (13) (14)
94,13 4,25 1,62 95,58 3,38 1,0489,08 6,78 4,13 93,58 4,03 2,3992,92 5,21 1,87 96,48 2,64 0,8991,36 5,65 2,99 95,53 2,47 2,0092,91 4,49 2,59 94,03 3,65 2,3291,25 5,27 3,48 93,01 4,37 2,6394,96 2,66 2,38 96,92 1,90 1,1892,12 4,87 3,01 94,83 3,02 2,1591,49 4,34 4,17 92,37 4,65 2,9795,00 1,69 3,31 98,33 1,18 0,5089,40 7,55 3,05 93,21 3,36 3,4391,74 5,45 2,81 94,38 3,68 1,9392,52 4,57 2,91 95,44 2,63 1,9495,86 2,42 1,72 98,52 0,73 0,7593,29 3,49 3,22 96,43 1,86 1,7192,90 3,81 3,28 92,85 4,13 3,0392,84 2,22 4,95 96,77 2,06 1,1790,93 5,21 3,86 94,76 2,24 3,0094,50 3,55 1,95 93,81 4,44 1,7587,70 7,42 4,88 93,47 4,34 2,1990,55 5,08 4,37 91,56 4,98 3,4688,89 6,16 4,94 93,88 2,73 3,3994,36 4,69 0,95 94,80 3,19 2,0189,87 6,96 3,18 89,47 3,74 6,7990,87 5,21 3,92 94,61 3,18 2,2191,58 6,03 2,39 93,61 4,66 1,7286,98 9,22 3,80 93,33 4,78 1,8888,83 9,26 1,91 91,04 6,28 2,6892,12 4,24 3,65 94,30 3,48 2,2282,66 12,48 4,86 93,61 3,37 3,0291,47 6,25 2,28 93,16 4,73 2,1090,03 6,62 3,36 92,88 3,89 3,2386,79 7,82 5,39 90,34 6,36 3,3073,19 13,85 12,96 85,59 7,19 7,2291,50 5,24 3,26 94,55 3,28 2,17
Sumber : Susenas KOR 2015
Sulawesi BaratMalukuMaluku Utara
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur
Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali
Sumatera SelatanBengkuluLampung
Papua BaratPapuaIndonesia
Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi
SMP/Sederajat SMA/Sederajat
Provinsi
(Sambungan)
198| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
198 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.10
Seluruh ART Bersekolah
Sebagian ART Bersekolah
Semua ART Tidak Bersekolah
(15) (16) (17)
97,17 1,56 1,2796,09 2,33 1,5896,94 1,14 1,9297,41 1,69 0,9094,89 2,60 2,5097,60 0,00 2,4098,57 0,86 0,5698,09 0,24 1,6799,51 0,49 0,0095,64 2,58 1,7890,31 4,25 5,4497,80 1,50 0,7096,66 1,82 1,5298,49 1,39 0,1296,87 1,52 1,6197,37 1,56 1,0797,91 2,00 0,0994,77 2,17 3,0595,15 3,52 1,3297,26 2,55 0,1997,33 2,67 0,0099,26 0,74 0,0096,48 1,34 2,1795,42 4,57 0,0297,01 1,71 1,2896,63 2,66 0,7195,55 2,87 1,5895,45 3,46 1,0997,00 2,48 0,5194,60 3,40 2,0194,51 3,60 1,8995,36 3,98 0,6695,81 2,54 1,6592,43 5,22 2,3596,44 2,00 1,57
Sumber : Susenas KOR 2015
Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan
DKI JakartaJawa BaratJawa Tengah
Jawa TimurBanten
JambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan Riau
BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
Indonesia
GorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua
Kalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi Tenggara
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiau
DI Yogyakarta
Perguruan Tinggi
Provinsi
(Sambungan)
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |199
199Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.11
Perkotaan + Perdesaan
Ada Tidak Ada Total
(2) (3) (4) (5)57,46 1,14 98,86 100,0056,13 3,24 96,76 100,0057,14 3,38 96,62 100,0058,22 2,84 97,16 100,0058,96 2,78 97,22 100,0057,88 2,94 97,06 100,0059,46 2,04 97,96 100,0056,36 2,07 97,93 100,0056,01 3,94 96,06 100,0047,44 1,03 98,97 100,0045,80 1,33 98,67 100,0054,98 1,76 98,24 100,0052,73 2,50 97,50 100,0043,02 0,67 99,33 100,0050,69 2,39 97,61 100,0059,86 2,59 97,41 100,0049,14 1,15 98,85 100,0054,74 2,85 97,15 100,0063,53 5,46 94,54 100,0060,56 4,57 95,43 100,0056,39 2,77 97,23 100,0054,23 3,43 96,57 100,0055,98 1,69 98,31 100,0060,21 3,43 96,57 100,0055,01 3,02 96,98 100,0058,05 4,48 95,52 100,0057,92 3,94 96,06 100,0062,28 4,00 96,00 100,0060,01 6,02 93,98 100,0059,81 5,60 94,40 100,0063,85 3,05 96,95 100,0067,99 3,96 96,04 100,0057,49 3,86 96,14 100,0057,26 16,23 83,77 100,0054,52 2,67 97,33 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan ART Umur 7 - 18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015
Provinsi
Rumah Tangga yang Terdapat
ART 7-18 Tahun
Keberadaan ART 7 - 18 Tahun Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah
200| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
200 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.11.1
Perkotaan
Ada Tidak Ada Total
(2) (3) (4) (5)57,77 1,21 98,79 100,0056,32 5,37 94,63 100,0055,40 5,42 94,58 100,0054,80 3,87 96,13 100,0059,49 2,87 97,13 100,0056,20 3,75 96,25 100,0058,80 2,00 98,00 100,0056,83 2,93 97,07 100,0055,38 6,02 93,98 100,0046,83 1,29 98,71 100,0045,80 2,90 97,10 100,0055,14 2,80 97,20 100,0051,76 4,63 95,37 100,0041,10 1,58 98,42 100,0049,82 3,97 96,03 100,0058,33 2,52 97,48 100,0048,27 1,73 98,27 100,0054,29 5,01 94,99 100,0058,13 6,62 93,38 100,0058,66 6,05 93,95 100,0056,50 4,12 95,88 100,0052,36 4,91 95,09 100,0054,19 2,94 97,06 100,0061,67 5,08 94,92 100,0053,06 4,35 95,65 100,0058,58 3,99 96,01 100,0057,31 5,39 94,61 100,0060,45 5,12 94,88 100,0057,06 6,03 93,97 100,0056,61 11,82 88,18 100,0060,60 2,93 97,07 100,0063,86 4,78 95,22 100,0054,83 5,97 94,03 100,0050,71 4,82 95,18 100,0053,07 3,63 96,37 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan ART Umur 7 - 18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015
Provinsi
Rumah Tangga yang Terdapat
ART 7-18 Tahun
Keberadaan ART 7 - 18 Tahun Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |201
201Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.11.2
Perdesaan
Ada Tidak Ada Total
(2) (3) (4) (5)57,35 2,28 97,72 100,0055,95 6,14 93,86 100,0058,27 6,23 93,77 100,0060,40 5,46 94,54 100,0058,75 5,46 94,54 100,0058,75 5,75 94,25 100,0059,74 4,03 95,97 100,0056,21 3,92 96,08 100,0056,60 7,96 92,04 100,0050,61 6,43 93,57 100,00
na na na na54,68 3,97 96,03 100,0053,53 4,82 95,18 100,0047,17 1,55 98,45 100,0051,48 5,38 94,62 100,0063,18 7,94 92,06 100,0050,57 3,28 96,72 100,0055,06 5,34 94,66 100,0064,93 9,05 90,95 100,0061,36 8,15 91,85 100,0056,34 5,33 94,67 100,0055,62 7,33 92,67 100,0058,99 3,11 96,89 100,0058,43 6,50 93,50 100,0056,67 6,40 93,60 100,0057,88 8,90 91,10 100,0058,27 7,58 92,42 100,0063,02 6,94 93,06 100,0061,57 11,98 88,02 100,0060,56 8,83 91,17 100,0066,00 5,90 94,10 100,0069,55 6,18 93,82 100,0059,04 7,11 92,89 100,0059,40 34,90 65,10 100,0055,99 6,10 93,90 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Rumah Tangga yang Terdapat
ART 7-18 Tahun
Keberadaan ART 7 - 18 Tahun Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan ART Umur 7 - 18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015
Provinsi
202| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
202 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.12
Laki-laki + Perempuan
Putus Sekolah*)
Tidak Putus
Putus Sekolah*)
Tidak Putus
Putus Sekolah*)
Tidak Putus
(2) (3) (4) (5) (6) (7)
0,10 99,90 1,16 98,84 3,78 96,22 0,65 99,35 3,02 96,98 10,39 89,61 0,56 99,44 3,79 96,21 10,63 89,37 1,14 98,86 3,89 96,11 8,06 91,94 0,45 99,55 3,49 96,51 10,02 89,98 0,47 99,53 5,26 94,74 8,48 91,52 0,35 99,65 2,18 97,82 7,15 92,85 0,38 99,62 3,78 96,22 6,64 93,36 0,78 99,22 6,55 93,45 15,45 84,55 0,66 99,34 0,67 99,33 4,91 95,09 0,44 99,56 1,77 98,23 6,32 93,68 0,42 99,58 4,00 96,00 4,84 95,16 0,44 99,56 3,07 96,93 10,86 89,14 0,11 99,89 0,32 99,68 4,27 95,73 0,55 99,45 2,80 97,20 11,18 88,82 0,59 99,41 3,58 96,42 8,13 91,87 0,59 99,41 1,91 98,09 3,89 96,11 0,52 99,48 2,56 97,44 12,81 87,19 1,87 98,13 4,58 95,42 14,54 85,46 1,64 98,36 4,97 95,03 14,94 85,06 0,46 99,54 4,03 95,97 10,47 89,53 0,57 99,43 6,94 93,06 13,01 86,99 0,37 99,63 1,50 98,50 7,02 92,98 1,42 98,58 3,78 96,22 8,61 91,39 0,67 99,33 4,82 95,18 12,32 87,68 1,96 98,04 6,19 93,81 12,53 87,47 0,97 99,03 5,32 94,68 11,69 88,31 0,70 99,30 4,91 95,09 11,09 88,91 1,31 98,69 7,90 92,10 20,86 79,14 2,00 98,00 6,81 93,19 14,26 85,74 0,62 99,38 3,13 96,87 7,20 92,80 0,92 99,08 3,11 96,89 11,98 88,02 3,25 96,75 3,20 96,80 8,11 91,89 18,92 81,08 21,86 78,14 30,37 69,63 0,91 99,09 3,81 96,19 9,32 90,68
*) : Putus Sekolah/Tidak pernah SekolahSumber : Susenas KOR 2015
DKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali
Sumatera Selatan
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Indonesia
Sulawesi Barat
Nusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
MalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua
Nusa Tenggara Barat
BengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan Riau
Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur, dan Status Putus Sekolah atau Tidak Pernah Sekolah, 2015
Provinsi7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun
(1)
Aceh
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |203
203Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.12.1
Laki-laki
Putus Sekolah*)
Tidak Putus
Putus Sekolah*)
Tidak Putus
Putus Sekolah*)
Tidak Putus
(2) (3) (4) (5) (6) (7)
0,00 100,00 1,18 98,82 5,05 94,950,72 99,28 3,53 96,47 14,47 85,530,45 99,55 5,67 94,33 15,19 84,810,68 99,32 5,38 94,62 10,22 89,780,57 99,43 4,10 95,90 8,40 91,600,49 99,51 5,19 94,81 10,53 89,470,50 99,50 2,99 97,01 9,37 90,630,38 99,62 4,51 95,49 7,62 92,381,14 98,86 9,15 90,85 14,79 85,210,65 99,35 0,88 99,12 6,47 93,530,87 99,13 1,41 98,59 8,18 91,820,37 99,63 5,24 94,76 6,62 93,380,53 99,47 3,67 96,33 14,73 85,270,20 99,80 0,31 99,69 5,04 94,960,57 99,43 2,83 97,17 12,69 87,310,75 99,25 4,02 95,98 7,65 92,350,30 99,70 2,08 97,92 3,90 96,100,32 99,68 2,29 97,71 8,39 91,612,40 97,60 6,12 93,88 16,99 83,011,85 98,15 5,20 94,80 14,45 85,550,83 99,17 5,41 94,59 12,38 87,620,57 99,43 7,46 92,54 11,99 88,010,32 99,68 0,67 99,33 4,61 95,391,10 98,90 4,60 95,40 8,34 91,661,04 98,96 6,08 93,92 12,77 87,232,68 97,32 5,42 94,58 10,80 89,200,89 99,11 6,33 93,67 15,37 84,630,98 99,02 4,77 95,23 13,26 86,742,15 97,85 11,43 88,57 22,61 77,392,75 97,25 8,52 91,48 18,41 81,590,68 99,32 3,51 96,49 9,10 90,900,78 99,22 1,30 98,70 8,83 91,173,88 96,12 4,61 95,39 5,47 94,53
19,21 80,79 19,15 80,85 26,79 73,210,97 99,03 4,37 95,63 10,96 89,04
*) : Putus Sekolah/Tidak pernah SekolahSumber : Susenas KOR 2015
Maluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia
Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMaluku
Kalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi Tengah
BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan Tengah
Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBanten
BengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta
Sumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera Selatan
Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur, dan Status Putus Sekolah atau Tidak Pernah Sekolah, 2015
Provinsi7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun
(1)
Aceh
204| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
204 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.12.2
Perempuan
Putus Sekolah*)
Tidak Putus
Putus Sekolah*)
Tidak Putus
Putus Sekolah*)
Tidak Putus
(2) (3) (4) (5) (6) (7)
0,20 99,80 1,14 98,86 2,40 97,600,59 99,41 2,51 97,49 5,95 94,050,66 99,34 1,80 98,20 6,07 93,931,64 98,36 2,29 97,71 5,92 94,080,32 99,68 2,87 97,13 11,70 88,300,45 99,55 5,34 94,66 6,31 93,690,19 99,81 1,31 98,69 4,76 95,240,38 99,62 3,02 96,98 5,51 94,490,43 99,57 3,83 96,17 16,14 83,860,67 99,33 0,44 99,56 3,28 96,720,00 100,00 2,14 97,86 4,34 95,660,47 99,53 2,72 97,28 2,87 97,130,35 99,65 2,44 97,56 6,80 93,200,00 100,00 0,34 99,66 3,45 96,550,53 99,47 2,78 97,22 9,53 90,470,41 99,59 3,12 96,88 8,67 91,330,88 99,12 1,74 98,26 3,87 96,130,74 99,26 2,82 97,18 17,74 82,261,33 98,67 2,99 97,01 12,00 88,001,43 98,57 4,75 95,25 15,50 84,500,07 99,93 2,75 97,25 8,20 91,800,57 99,43 6,40 93,60 14,11 85,890,42 99,58 2,41 97,59 9,95 90,051,79 98,21 2,88 97,12 8,88 91,120,30 99,70 3,49 96,51 11,83 88,171,20 98,80 6,99 93,01 14,40 85,601,05 98,95 4,28 95,72 7,86 92,140,38 99,62 5,06 94,94 8,88 91,120,47 99,53 4,00 96,00 18,96 81,041,13 98,87 5,10 94,90 9,63 90,370,57 99,43 2,74 97,26 5,02 94,981,07 98,93 4,80 95,20 15,57 84,432,57 97,43 1,80 98,20 10,97 89,03
18,62 81,38 24,77 75,23 34,87 65,130,84 99,16 3,23 96,77 7,54 92,46
*) : Putus Sekolah/Tidak pernah SekolahSumber : Susenas KOR 2015
Maluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia
Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMaluku
Kalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi Tengah
BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan Tengah
Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBanten
BengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta
Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur, dan Status Putus Sekolah atau Tidak Pernah Sekolah, 2015
Provinsi7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera Selatan
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |205
205Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.13
Perkotaan + Perdesaan
Produk Bank (Tabungan/ Asuransi/
Deposito/ Giro)
Produk NonBank (Koperasi/ Kantor
Pos/Sekolah)Lainnya
(2) (3) (4) (5)47,32 59,00 3,18 85,2658,77 54,58 9,27 89,0460,40 56,07 10,85 85,5660,14 62,63 4,59 87,6956,52 61,28 5,47 85,6857,19 46,37 5,07 92,0557,47 49,91 4,22 87,4342,84 45,84 10,75 82,9476,98 47,04 5,66 94,9580,89 72,61 5,01 78,0981,84 82,74 10,53 89,6756,89 57,40 15,79 88,2367,58 55,07 16,00 91,5380,72 67,44 9,23 86,6864,41 53,17 9,80 91,2856,63 66,52 12,03 83,2787,82 46,60 37,27 95,0049,83 37,06 11,49 88,1461,30 42,18 18,39 91,9866,88 48,28 22,67 85,5976,15 48,51 11,59 92,4266,45 50,06 6,55 92,7684,52 78,45 8,12 90,2775,87 78,70 4,18 81,8658,61 57,48 6,87 88,9864,38 51,23 4,70 92,2276,25 55,91 3,25 94,7473,01 48,15 4,16 95,9455,45 43,02 1,42 90,9860,06 48,74 1,10 92,2857,96 56,20 1,62 91,8464,92 53,83 2,55 92,9171,21 71,47 4,52 83,8242,91 57,81 2,34 84,3362,97 56,74 11,75 89,58
Sumber : Susenas MSBP 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk Tabungan/Simpanan, 2015
Provinsi
Rumah Tangga yang Mempunyai
Tabungan/ Simpanan Uang
Bentuk Tabungan/Simpanan
206| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
206 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.13.1
Perkotaan
Produk Bank (Tabungan/ Asuransi/
Deposito/ Giro)
Produk NonBank (Koperasi/ Kantor
Pos/Sekolah)Lainnya
(2) (3) (4) (5)71,26 72,63 4,01 84,4164,54 65,59 7,23 84,7874,76 71,41 10,58 85,1076,05 76,83 5,25 88,5662,07 76,75 3,62 82,8468,23 68,96 5,00 92,2568,78 82,03 5,98 83,6260,59 59,02 11,59 81,1581,04 58,05 3,68 93,0084,35 78,27 5,58 75,9981,84 82,74 10,53 89,6761,17 66,06 16,28 87,3871,70 62,87 19,59 92,1781,58 74,85 9,61 83,9872,99 63,18 12,50 90,2862,18 77,27 11,59 80,4596,66 55,13 39,39 95,6756,54 47,60 15,93 85,1675,37 73,97 23,42 92,6073,02 84,61 5,88 85,1485,70 67,24 9,37 90,1974,53 67,40 3,93 91,1791,49 87,42 9,99 89,8081,68 89,63 1,61 79,2365,35 71,29 5,19 88,3582,49 79,68 7,06 89,9479,21 77,49 5,76 92,1182,59 69,50 7,86 97,2362,07 59,29 1,48 85,8879,05 66,69 0,67 85,7682,21 69,54 1,94 92,6882,75 78,28 3,70 94,2173,26 86,14 2,70 79,8865,39 90,91 3,06 71,9170,38 69,08 13,10 88,28
Sumber : Susenas MSBP 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk Tabungan/Simpanan, 2015
Provinsi
Rumah Tangga yang Mempunyai
Tabungan/ Simpanan Uang
Bentuk Tabungan/Simpanan
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |207
207Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.13.2
Perdesaan
Produk Bank (Tabungan/ Asuransi/
Deposito/ Giro)
Produk NonBank (Koperasi/ Kantor
Pos/Sekolah)Lainnya
(2) (3) (4) (5)38,09 49,17 2,58 85,8753,31 41,96 11,60 93,9251,20 41,73 11,10 85,9949,92 48,74 3,94 86,8454,24 53,98 6,34 87,0251,34 30,47 5,13 91,9152,45 31,25 3,20 89,6537,12 38,90 10,31 83,8972,97 34,97 7,83 97,0862,38 31,59 0,91 93,24
na na na na48,75 36,79 14,63 90,2564,10 47,74 12,61 90,9278,85 50,72 8,37 92,7756,79 41,74 6,73 92,4343,85 31,42 13,45 92,4873,37 28,24 32,73 93,5745,12 27,79 7,59 90,7657,89 32,17 16,80 91,7864,40 31,67 30,35 85,8071,32 37,12 12,94 93,7860,27 33,67 9,02 94,2573,06 59,97 4,25 91,2568,42 61,98 8,10 85,8852,85 42,86 8,65 89,6458,45 38,08 3,61 93,2774,65 43,51 1,81 96,2669,37 38,51 2,49 95,3652,00 32,90 1,38 94,1555,26 42,25 1,26 94,6341,52 38,28 1,18 90,7257,77 39,78 1,88 92,1769,97 62,13 5,68 86,3435,14 36,54 1,88 92,3155,50 40,95 10,01 91,24
Sumber : Susenas MSBP 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Rumah Tangga yang Mempunyai
Tabungan/ Simpanan Uang
Bentuk Tabungan/Simpanan
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk Tabungan/Simpanan, 2015
Provinsi
208| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
208 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.14
Perkotaan + Perdesaan
Semua Sebagian Tidak Ada
(2) (3) (4) (5)
75,29 14,65 10,06 100,0032,29 15,32 52,39 100,0037,78 20,58 41,64 100,0039,53 15,04 45,42 100,0027,70 11,22 61,08 100,0076,27 5,36 18,38 100,0036,11 15,60 48,29 100,0031,90 14,09 54,01 100,0043,64 10,34 46,03 100,0057,60 12,73 29,68 100,0051,13 16,33 32,53 100,0036,89 15,73 47,38 100,0040,93 16,06 43,01 100,0063,51 13,24 23,24 100,0031,56 15,77 52,67 100,0035,06 19,96 44,98 100,0080,68 5,31 14,01 100,0033,55 19,85 46,60 100,0040,78 29,47 29,75 100,0023,91 14,22 61,88 100,0034,28 11,55 54,18 100,0048,33 10,84 40,84 100,0065,81 10,19 23,99 100,0047,78 15,38 36,84 100,0039,52 19,14 41,34 100,0039,54 20,41 40,05 100,0065,99 12,70 21,32 100,0042,21 21,85 35,95 100,0054,15 22,56 23,29 100,0043,24 23,32 33,44 100,0033,50 24,55 41,95 100,0048,44 14,79 36,77 100,0050,52 26,45 23,03 100,0056,70 9,33 33,98 100,0041,58 15,54 42,88 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015
Provinsi Kepemilikan Jaminan Kesehatan ART
Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |209
209Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.14.1
Perkotaan
Semua Sebagian Tidak Ada
(2) (3) (4) (5)
77,84 12,78 9,38 100,0034,66 16,77 48,57 100,0045,22 22,53 32,25 100,0047,10 15,71 37,19 100,0042,53 16,13 41,34 100,0065,91 11,38 22,71 100,0044,44 17,77 37,78 100,0045,88 18,13 35,99 100,0045,91 11,99 42,10 100,0059,32 12,42 28,25 100,0051,13 16,33 32,53 100,0040,46 16,60 42,94 100,0044,49 17,70 37,81 100,0059,96 14,00 26,05 100,0033,48 17,06 49,46 100,0036,64 20,20 43,17 100,0074,66 5,90 19,43 100,0041,59 19,24 39,16 100,0035,10 31,44 33,46 100,0028,21 18,03 53,76 100,0035,69 13,42 50,89 100,0049,00 11,43 39,57 100,0066,96 9,86 23,19 100,0048,31 15,17 36,51 100,0043,69 20,89 35,41 100,0042,39 23,14 34,47 100,0064,26 15,05 20,69 100,0039,81 23,11 37,09 100,0058,98 20,53 20,49 100,0042,82 24,44 32,74 100,0031,18 26,24 42,58 100,0037,27 18,91 43,82 100,0045,20 27,27 27,53 100,0052,92 16,85 30,23 100,0043,89 16,72 39,38 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015
Provinsi Kepemilikan Jaminan Kesehatan ART
Total
210| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
210 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.14.2
Perdesaan
Semua Sebagian Tidak Ada
(2) (3) (4) (5)
74,30 15,37 10,33 100,0030,03 13,94 56,04 100,0032,93 19,31 47,77 100,0034,72 14,62 50,66 100,0021,67 9,22 69,11 100,0081,64 2,23 16,13 100,0032,54 14,66 52,79 100,0027,38 12,79 59,83 100,0041,51 8,79 49,71 100,0048,57 14,34 37,08 100,00
na na na na30,05 14,07 55,88 100,0037,99 14,70 47,31 100,0071,17 11,62 17,21 100,0029,84 14,60 55,56 100,0031,64 19,44 48,91 100,0090,44 4,35 5,21 100,0027,82 20,29 51,89 100,0042,25 28,96 28,79 100,0022,11 12,62 65,27 100,0033,56 10,60 55,85 100,0047,83 10,40 41,77 100,0063,89 10,76 25,35 100,0047,13 15,64 37,23 100,0035,96 17,65 46,39 100,0038,63 19,55 41,82 100,0066,97 11,36 21,68 100,0043,18 21,33 35,49 100,0051,59 23,64 24,77 100,0043,34 23,06 33,60 100,0035,03 23,43 41,54 100,0052,67 13,23 34,10 100,0053,61 25,97 20,42 100,0057,93 6,87 35,20 100,0039,26 14,35 46,39 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Kepemilikan Jaminan Kesehatan ARTTotal
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |211
211Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.15
Semua Sebagian Tidak Ada Semua Sebagian Tidak Ada(2) (3) (4) (5) (6) (7)
72,61 14,48 12,91 77,20 13,47 9,3327,55 12,82 59,63 28,28 14,48 57,2435,22 18,92 45,86 29,94 16,55 53,5136,11 12,33 51,56 27,63 13,36 59,0120,60 9,38 70,02 17,65 7,64 74,7176,49 5,31 18,20 80,99 1,83 17,1830,39 14,14 55,47 30,08 11,65 58,2726,64 13,26 60,10 25,82 11,76 62,4237,95 9,51 52,54 35,83 9,84 54,3343,78 15,67 40,55 44,80 8,95 46,2448,59 12,01 39,40 42,19 14,27 43,5427,51 14,51 57,98 27,80 12,67 59,5237,05 14,04 48,91 32,26 14,12 53,6257,10 11,82 31,08 71,27 12,12 16,6126,09 14,03 59,88 24,25 13,37 62,3828,20 17,32 54,48 27,28 19,24 53,4877,86 4,46 17,68 87,46 3,63 8,9131,27 20,66 48,07 27,04 19,62 53,3439,83 25,74 34,44 43,08 29,40 27,5220,88 9,97 69,15 20,54 12,47 67,0025,32 9,04 65,64 20,70 10,08 69,2239,92 9,21 50,87 48,27 8,12 43,6158,92 8,03 33,05 57,93 10,75 31,3241,37 14,41 44,22 54,09 5,00 40,9233,89 18,63 47,48 31,52 14,51 53,9736,60 19,09 44,31 35,39 17,88 46,7465,23 10,58 24,20 63,49 12,26 24,2543,26 18,45 38,29 41,61 20,70 37,6952,83 21,18 25,99 50,54 26,54 22,9243,18 23,00 33,81 41,06 22,49 36,4533,23 22,02 44,74 34,37 23,37 42,2641,97 12,55 45,48 55,92 11,10 32,9848,21 21,32 30,47 54,10 24,60 21,3045,40 9,06 45,54 61,04 4,79 34,1736,66 13,81 49,53 37,23 13,51 49,26
Sumber : Susenas KOR 2015
Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia
Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur
Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali
Sumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi
Provinsi Berusaha Sendiri
Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Status Pekerjaan KRT, dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015
212| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
212 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.15
Semua Sebagian Tidak Ada Semua Sebagian Tidak Ada(8) (9) (10) (11) (12) (13)
66,14 20,74 13,12 75,19 16,24 8,5727,96 16,28 55,76 38,55 16,39 45,0630,77 16,82 52,41 48,04 23,27 28,6925,30 15,45 59,25 51,07 18,36 30,5723,23 10,36 66,41 42,24 13,68 44,0871,01 5,22 23,77 74,92 6,00 19,0827,03 5,60 67,37 48,88 21,13 29,9925,62 12,42 61,96 43,03 16,36 40,6136,07 10,10 53,83 50,82 10,56 38,6249,86 14,07 36,08 67,35 10,56 22,1031,01 27,25 41,74 52,56 15,21 32,2325,39 14,81 59,80 45,74 16,00 38,2628,73 14,01 57,25 46,81 17,93 35,2648,63 18,70 32,68 66,30 15,58 18,1218,63 14,03 67,35 38,96 18,28 42,7726,99 22,90 50,11 41,75 18,79 39,4679,69 5,60 14,71 76,76 5,93 17,3132,17 17,28 50,56 44,83 19,98 35,1837,13 22,51 40,36 37,53 34,84 27,6217,20 10,74 72,06 31,93 17,94 50,1326,75 3,82 69,43 49,72 13,22 37,0630,14 15,28 54,58 58,50 11,98 29,5358,80 7,16 34,04 72,28 11,14 16,5831,55 29,68 38,77 52,67 15,60 31,7329,57 19,08 51,35 47,50 21,07 31,4330,01 16,69 53,29 49,93 23,94 26,1360,51 13,08 26,41 71,16 13,59 15,2529,82 18,59 51,60 49,02 26,19 24,7848,06 18,89 33,05 60,45 23,20 16,3423,67 18,14 58,19 48,44 26,96 24,6032,22 23,38 44,40 35,98 28,79 35,2337,51 15,81 46,68 58,16 19,66 22,1825,48 33,84 40,68 51,02 29,97 19,0143,12 18,67 38,22 62,54 18,30 19,1630,33 15,08 54,58 48,76 16,59 34,65
Sumber : Susenas KOR 2015
Sulawesi BaratMalukuMaluku Utara
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur
Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali
Sumatera SelatanBengkuluLampung
Papua BaratPapuaIndonesia
Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi
Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar
Buruh/karyawan/pegawaiProvinsi
(Sambungan)
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |213
213Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 6.15
Semua Sebagian Tidak Ada Semua Sebagian Tidak Ada(14) (15) (16) (17) (18) (19)
75,26 15,24 9,51 77,01 10,07 12,9225,77 14,90 59,33 27,96 18,79 53,2532,72 22,24 45,03 36,91 23,39 39,7130,83 12,01 57,15 40,26 8,05 51,6921,86 11,86 66,28 24,40 7,32 68,2876,22 5,65 18,13 72,63 3,66 23,7137,98 16,06 45,96 37,65 17,41 44,9432,86 13,54 53,60 25,92 12,93 61,1543,48 9,76 46,76 32,20 1,75 66,0641,59 11,25 47,16 37,04 26,89 36,0755,30 16,89 27,81 58,28 11,65 30,0734,58 16,02 49,39 34,97 14,41 50,6245,70 15,35 38,95 37,04 16,98 45,9866,38 11,50 22,13 61,79 10,64 27,5734,63 14,17 51,20 29,07 11,60 59,3332,12 19,47 48,41 16,57 25,44 57,9986,82 4,06 9,12 87,28 5,96 6,7530,61 21,17 48,22 23,90 18,01 58,0949,56 24,99 25,44 28,07 40,50 31,4315,62 10,75 73,63 14,07 15,53 70,4016,50 10,48 73,02 31,02 7,68 61,2940,39 11,26 48,35 39,60 11,95 48,4655,77 5,79 38,45 57,38 8,36 34,2644,24 16,76 39,01 49,32 3,29 47,3940,01 17,86 42,13 50,47 10,99 38,5341,26 20,57 38,16 52,98 12,54 34,4863,29 14,92 21,79 64,33 12,48 23,1935,45 23,53 41,01 33,74 21,28 44,9851,36 21,79 26,84 45,40 25,81 28,7943,78 22,34 33,88 26,85 38,95 34,2125,29 23,68 51,03 32,44 17,15 50,4136,73 16,11 47,16 62,53 9,03 28,4352,94 20,98 26,09 63,17 13,78 23,0546,96 20,38 32,66 43,17 2,30 54,5339,21 15,30 45,49 38,86 14,40 46,73
Sumber : Susenas KOR 2015
Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan
DKI JakartaJawa BaratJawa Tengah
Jawa TimurBanten
JambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan Riau
BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
Indonesia
GorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua
Kalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi Tenggara
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiau
DI Yogyakarta
Pekerja bebas Pekerja keluarga/tidak dibayarProvinsi
(Sambungan)
214| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
214 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.1
Perkotaan + Perdesaan
Membenarkan dengan Alasan tertentu
Tidak Membenarkan dengan Alasan Apapun
(2) (3) (4)
28,96 71,04 100,0028,97 71,03 100,0016,90 83,10 100,0021,58 78,42 100,0025,12 74,88 100,0031,55 68,45 100,0028,46 71,54 100,0033,77 66,23 100,0021,78 78,22 100,0026,20 73,80 100,0015,85 84,15 100,0023,42 76,58 100,0019,84 80,16 100,0011,55 88,45 100,0024,97 75,03 100,0026,79 73,21 100,0012,31 87,69 100,0054,39 45,61 100,0046,07 53,93 100,0026,06 73,94 100,0020,78 79,22 100,0019,66 80,34 100,0022,94 77,06 100,00
na na na22,76 77,24 100,0038,35 61,65 100,0032,52 67,48 100,0049,02 50,98 100,0035,69 64,31 100,0040,53 59,47 100,0036,01 63,99 100,0045,58 54,42 100,0044,43 55,57 100,0063,11 36,89 100,0025,86 74,14 100,00
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014
Provinsi
Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri
Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |215
215Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.1.1
Perkotaan
Membenarkan dengan Alasan tertentu
Tidak Membenarkan dengan Alasan Apapun
(2) (3) (4)
29,67 70,33 100,0026,45 73,55 100,00
9,94 90,06 100,0016,25 83,75 100,0023,38 76,62 100,0022,61 77,39 100,0024,86 75,14 100,0026,93 73,07 100,0023,78 76,22 100,0026,69 73,31 100,0015,85 84,15 100,0022,44 77,56 100,0018,02 81,98 100,0011,86 88,14 100,0019,77 80,23 100,0026,55 73,45 100,0014,35 85,65 100,0049,78 50,22 100,0030,95 69,05 100,0021,56 78,44 100,0018,71 81,29 100,0019,04 80,96 100,0020,73 79,27 100,00
na na na17,17 82,83 100,0026,09 73,91 100,0025,98 74,02 100,0033,80 66,20 100,0029,91 70,09 100,0050,46 49,54 100,0027,51 72,49 100,0041,91 58,09 100,0026,26 73,74 100,0035,81 64,19 100,0021,65 78,35 100,00
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014
Provinsi
Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri
Total
216| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
216 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.1.2
Perdesaan
Membenarkan dengan Alasan tertentu
Tidak Membenarkan dengan Alasan Apapun
(2) (3) (4)
28,69 71,31 100,0031,34 68,66 100,0021,23 78,77 100,0024,92 75,08 100,0025,84 74,16 100,0036,20 63,80 100,0030,06 69,94 100,0036,00 64,00 100,0019,78 80,22 100,0023,49 76,51 100,00
na na na25,22 74,78 100,0021,31 78,69 100,0010,90 89,10 100,0029,48 70,52 100,0027,32 72,68 100,00
9,01 90,99 100,0057,71 42,29 100,0049,75 50,25 100,0027,95 72,05 100,0021,83 78,17 100,0020,10 79,90 100,0026,51 73,49 100,00
na na na27,39 72,61 100,0042,28 57,72 100,0036,23 63,77 100,0054,99 45,01 100,0038,74 61,26 100,0037,73 62,27 100,0041,82 58,18 100,0046,99 53,01 100,0052,13 47,87 100,0072,17 27,83 100,0030,04 69,96 100,00
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri
Total
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |217
217Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.2
Perkotaan + Perdesaan
Pergi Tanpa Pamit
Tidak Mengerjakan
Pekerjaan Rumah Dengan
Baik
Membantah Suami
Tidak Mengurus
Anak Dengan Baik
Diduga Selingkuh
Menolak Berhubungan
Intim
(2) (3) (4) (5) (6) (7)
8,36 5,73 10,53 8,32 25,27 9,12 5,05 4,04 7,34 7,02 25,96 6,85 4,89 3,59 5,36 5,15 14,59 5,96 3,70 2,99 5,56 4,17 18,38 3,19 4,29 3,94 6,78 5,44 20,79 4,00 9,75 7,00 9,67 8,84 28,97 6,57 7,85 7,76 10,72 9,35 24,03 9,62 7,92 6,21 11,62 9,47 29,97 9,26 3,52 3,19 5,13 5,66 18,77 4,51 3,12 5,21 7,56 8,44 23,94 7,48 2,90 2,25 6,49 4,85 13,62 5,22 5,24 3,53 6,94 5,75 20,43 5,80 3,34 2,01 4,24 4,13 17,04 3,47 2,65 0,55 2,10 1,83 9,51 1,82 5,82 3,83 7,77 6,97 21,69 5,22 7,98 7,30 10,39 9,73 23,15 8,26 3,15 2,01 3,67 3,28 10,11 2,04 14,91 10,35 16,30 14,81 49,92 14,57 17,43 13,85 15,97 17,86 40,19 13,32 5,47 3,84 6,33 6,34 23,10 5,79 4,89 4,99 7,06 7,27 17,57 4,72 3,26 3,02 5,47 4,57 17,02 5,36 4,02 3,08 6,32 5,00 20,37 4,11
na na na na na na 9,06 7,42 8,42 7,73 19,48 6,49 11,20 7,30 11,42 9,99 34,22 8,43 6,29 4,04 6,59 5,12 29,89 5,86 10,51 7,49 12,77 11,79 45,16 8,35 6,77 5,27 7,79 6,13 31,42 6,12 8,28 6,88 8,90 10,44 37,18 6,91 7,23 4,80 9,60 5,89 31,65 5,75 11,01 7,88 16,50 13,26 40,96 10,49 11,21 10,44 19,12 13,69 39,40 7,11 27,47 24,14 32,77 31,48 55,09 27,37 6,07 4,43 7,76 6,91 22,68 6,12
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014
Provinsi
Alasan
218| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
218 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.2.1
Perkotaan
Pergi Tanpa Pamit
Tidak Mengerjakan
Pekerjaan Rumah Dengan
Baik
Membantah Suami
Tidak Mengurus
Anak Dengan Baik
Diduga Selingkuh
Menolak Berhubungan
Intim
(2) (3) (4) (5) (6) (7)
8,42 6,41 11,23 8,82 25,11 9,55 3,08 2,27 4,13 3,10 24,76 3,98 2,45 1,64 3,54 2,66 8,05 5,20 1,42 1,38 2,88 2,16 14,23 1,88 3,89 4,10 5,63 6,01 18,62 6,46 11,33 7,60 11,25 8,72 20,01 5,79 4,34 5,52 6,61 7,86 20,70 4,42 6,78 6,08 11,11 8,42 22,59 9,83 3,38 4,11 4,79 6,03 19,51 5,66 3,07 5,45 7,58 9,30 24,79 7,80 2,90 2,25 6,49 4,85 13,62 5,22 5,10 3,25 6,47 5,49 19,40 5,64 2,84 1,70 3,39 4,07 15,30 2,83 3,20 0,43 1,65 1,56 10,18 1,07 4,61 2,52 5,60 5,16 17,09 3,93 8,08 7,38 10,79 10,11 22,08 7,77 3,43 1,97 4,05 3,36 12,59 2,16 14,38 10,79 17,05 16,67 46,61 13,94 7,19 5,88 7,39 6,79 28,06 2,93 8,75 4,04 6,95 7,64 18,60 7,13 5,37 3,24 7,17 6,64 14,87 4,51 4,01 3,75 4,18 4,40 16,56 6,95 3,28 2,19 6,02 3,75 18,45 2,11
na na na na na na 6,12 5,62 7,50 6,55 14,89 4,63 8,41 4,20 10,43 5,09 21,24 3,25 6,60 4,22 5,52 4,86 24,24 5,79 5,86 3,72 7,12 6,53 30,62 6,49 6,97 5,93 8,44 5,08 23,59 9,23 14,03 9,72 11,70 12,08 48,42 12,55 5,15 2,78 6,31 3,40 23,17 2,07 5,45 2,79 7,03 4,90 40,06 4,65 6,45 6,39 8,85 6,80 21,60 5,42 13,25 11,13 19,22 17,27 31,16 15,00 4,90 3,39 6,32 5,61 18,83 5,06
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014
Provinsi
Alasan
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |219
219Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.2.2
Perdesaan
Pergi Tanpa Pamit
Tidak Mengerjakan
Pekerjaan Rumah Dengan
Baik
Membantah Suami
Tidak Mengurus
Anak Dengan Baik
Diduga Selingkuh
Menolak Berhubungan
Intim
(2) (3) (4) (5) (6) (7)
8,34 5,48 10,26 8,13 25,33 8,95 6,91 5,71 10,37 10,72 27,09 9,56 6,42 4,79 6,49 6,70 18,65 6,43 5,12 4,00 7,24 5,43 20,98 4,01 4,46 3,88 7,25 5,20 21,69 2,98 8,92 6,69 8,84 8,90 33,64 6,97 9,40 8,76 12,55 10,01 25,51 11,93 8,30 6,25 11,79 9,82 32,38 9,07 3,66 2,26 5,46 5,29 18,04 3,36 3,41 3,86 7,47 3,70 19,22 5,72
na na na na na na 5,48 4,05 7,81 6,24 22,30 6,09 3,74 2,27 4,93 4,18 18,45 3,99 1,46 0,81 3,06 2,41 8,08 3,41 6,88 4,97 9,64 8,55 25,69 6,34 7,73 7,11 9,47 8,85 25,64 9,38 2,70 2,09 3,06 3,14 6,08 1,84 15,29 10,04 15,77 13,47 52,31 15,03 19,92 15,79 18,05 20,55 43,14 15,85 4,09 3,75 6,07 5,79 24,99 5,22 4,65 5,87 7,00 7,59 18,94 4,83 2,71 2,49 6,39 4,69 17,36 4,22 5,22 4,51 6,79 7,01 23,48 7,36
na na na na na na 11,49 8,92 9,18 8,71 23,26 8,03 12,09 8,30 11,73 11,56 38,38 10,09 6,11 3,93 7,20 5,27 33,09 5,90 12,33 8,96 14,98 13,86 50,87 9,08 6,66 4,93 7,44 6,68 35,56 4,48 6,66 6,08 8,11 9,98 34,01 5,32 8,65 6,19 11,84 7,58 37,44 8,27 13,15 9,83 20,14 16,48 41,30 12,74 13,23 12,16 23,46 16,61 46,95 7,82 32,19 28,46 37,27 36,20 63,04 31,48 7,22 5,46 9,18 8,20 26,50 7,17
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014
Provinsi
Alasan
220| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
220 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.3
Perkotaan + Perdesaan
Membenar-kan
Tidak Membenar-
kan
Membenar-kan
Tidak Membenar-
kan
Membenar-kan
Tidak Membenar-
kan(2) (3) (4) (5) (6) (7)
30,88 69,12 29,10 70,90 29,39 70,61
28,29 71,71 29,14 70,86 32,10 67,90
16,45 83,55 18,93 81,07 18,56 81,44
27,35 72,65 26,07 73,93 22,96 77,04
27,65 72,35 20,62 79,38 22,68 77,32
34,63 65,37 34,53 65,47 29,79 70,21
29,76 70,24 34,17 65,83 24,91 75,09
33,37 66,63 34,08 65,92 35,29 64,71
21,78 78,22 24,92 75,08 20,10 79,90
24,82 75,18 32,78 67,22 25,18 74,82
14,07 85,93 16,58 83,42 13,72 86,28
24,83 75,17 25,45 74,55 23,73 76,27
22,12 77,88 20,76 79,24 19,56 80,44
12,18 87,82 14,56 85,44 9,08 90,92
28,67 71,33 26,50 73,50 22,33 77,67
30,31 69,69 29,70 70,30 30,26 69,74
16,64 83,36 9,66 90,34 13,34 86,66
53,62 46,38 57,01 42,99 58,91 41,09
49,76 50,24 50,67 49,33 44,03 55,97
30,03 69,97 24,44 75,56 21,91 78,09
25,33 74,67 23,07 76,93 17,56 82,44
21,71 78,29 20,03 79,97 21,43 78,57
25,88 74,12 25,83 74,17 18,94 81,06
na na na na na na
29,73 70,27 25,36 74,64 27,37 72,63
40,58 59,42 43,86 56,14 37,61 62,39
34,72 65,28 34,40 65,60 29,57 70,43
58,49 41,51 50,44 49,56 49,00 51,00
43,28 56,72 39,24 60,76 28,88 71,12
37,63 62,37 40,52 59,48 36,97 63,03
46,02 53,98 40,14 59,86 33,04 66,96
50,76 49,24 46,98 53,02 43,04 56,96
52,04 47,96 50,31 49,69 42,06 57,94
67,05 32,95 60,79 39,21 57,01 42,99
28,51 71,49 27,43 72,57 25,28 74,72
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Pendidikan KRT/Pasangan
Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2014
Indonesia
Papua Barat
Papua
Maluku
Maluku Utara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Bali
Nusa Tenggara Barat
Jawa Timur
Banten
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
DKI Jakarta
Jawa Barat
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Bengkulu
Lampung
Jambi
Sumatera Selatan
Sumatera Barat
Riau
Aceh
Sumatera Utara
(1)
Provinsi Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |221
221Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.3
Perkotaan + Perdesaan
MembenarkanTidak
MembenarkanMembenarkan
Tidak Membenarkan
(8) (9) (10) (11)
29,84 70,16 22,98 77,02
27,28 72,72 28,99 71,01
14,62 85,38 13,22 86,78
16,67 83,33 11,39 88,61
28,58 71,42 35,44 64,56
27,54 72,46 24,47 75,53
30,36 69,64 10,20 89,80
33,19 66,81 28,90 71,10
21,99 78,01 15,17 84,83
24,16 75,84 29,70 70,30
17,36 82,64 15,51 84,49
21,11 78,89 15,26 84,74
14,73 85,27 16,24 83,76
10,98 89,02 9,75 90,25
18,06 81,94 15,60 84,40
22,32 77,68 20,19 79,81
14,24 85,76 7,93 92,07
50,66 49,34 41,22 58,78
32,43 67,57 36,45 63,55
23,90 76,10 19,91 80,09
17,76 82,24 11,25 88,75
17,46 82,54 12,36 87,64
24,00 76,00 15,60 84,40
na na na na
17,45 82,55 7,05 92,95
30,78 69,22 21,85 78,15
30,98 69,02 27,06 72,94
44,62 55,38 35,33 64,67
24,86 75,14 34,14 65,86
51,63 48,37 36,02 63,98
35,48 64,52 16,33 83,67
42,06 57,94 33,32 66,68
37,68 62,32 32,40 67,60
45,15 54,85 33,51 66,49
22,27 77,73 18,86 81,14
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Indonesia
Provinsi
(Sambungan)
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi
(1)
Pendidikan KRT/Pasangan
222| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
222 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.3.1
Perkotaan
Membenar-kan
Tidak Membenar-
kan
Membenar-kan
Tidak Membenar-
kan
Membenar-kan
Tidak Membenar-
kan(2) (3) (4) (5) (6) (7)
35,92 64,08 29,23 70,77 32,56 67,44
28,53 71,47 25,14 74,86 29,47 70,53
9,36 90,64 13,22 86,78 13,08 86,92
31,04 68,96 18,13 81,87 23,00 77,00
17,30 82,70 20,53 79,47 15,26 84,74
24,05 75,95 23,64 76,36 20,47 79,53
8,21 91,79 36,55 63,45 26,18 73,82
30,76 69,24 27,15 72,85 26,56 73,44
20,39 79,61 29,47 70,53 20,41 79,59
23,57 76,43 35,28 64,72 27,46 72,54
14,07 85,93 16,58 83,42 13,72 86,28
22,88 77,12 25,12 74,88 22,20 77,80
20,39 79,61 21,14 78,86 19,48 80,52
11,68 88,32 17,23 82,77 11,69 88,31
22,19 77,81 23,11 76,89 20,66 79,34
28,12 71,88 32,40 67,60 30,73 69,27
20,39 79,61 12,01 87,99 17,01 82,99
40,60 59,40 58,23 41,77 54,20 45,80
25,00 75,00 34,81 65,19 40,59 59,41
27,52 72,48 17,79 82,21 22,06 77,94
37,79 62,21 18,95 81,05 12,01 87,99
18,65 81,35 21,23 78,77 24,75 75,25
17,17 82,83 23,89 76,11 16,49 83,51
na na na na na na
27,09 72,91 20,95 79,05 21,86 78,14
30,61 69,39 34,95 65,05 17,65 82,35
26,77 73,23 27,47 72,53 25,02 74,98
57,77 42,23 31,73 68,27 30,91 69,09
39,84 60,16 37,32 62,68 27,01 72,99
42,67 57,33 57,77 42,23 49,86 50,14
51,44 48,56 25,13 74,87 22,89 77,11
53,20 46,80 48,83 51,17 56,84 43,16
39,54 60,46 31,20 68,80 21,11 78,89
37,02 62,98 43,14 56,86 41,82 58,18
23,24 76,76 24,39 75,61 22,30 77,70
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2014
Pendidikan KRT/Pasangan
Indonesia
Provinsi Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat
(1)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |223
223Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.3.1
Perkotaan
MembenarkanTidak
MembenarkanMembenarkan
Tidak Membenarkan
(8) (9) (10) (11)
30,93 69,07 23,54 76,46
24,78 75,22 27,23 72,77
7,33 92,67 9,07 90,93
13,77 86,23 7,11 92,89
28,43 71,57 31,63 68,37
21,70 78,30 23,87 76,13
30,52 69,48 11,45 88,55
26,52 73,48 22,31 77,69
25,32 74,68 15,83 84,17
24,53 75,47 28,59 71,41
17,36 82,64 15,51 84,49
21,25 78,75 15,01 84,99
12,90 87,10 11,18 88,82
10,66 89,34 9,82 90,18
16,85 83,15 13,31 86,69
22,95 77,05 21,38 78,62
16,79 83,21 7,39 92,61
42,85 57,15 41,52 58,48
23,45 76,55 38,08 61,92
23,10 76,90 13,85 86,15
16,08 83,92 16,24 83,76
18,19 81,81 12,91 87,09
23,64 76,36 16,73 83,27
na na na na
14,12 85,88 5,70 94,30
24,49 75,51 22,34 77,66
25,88 74,12 26,01 73,99
35,40 64,60 23,99 76,01
20,07 79,93 28,64 71,36
58,57 41,43 33,43 66,57
31,90 68,10 14,41 85,59
38,81 61,19 20,93 79,07
23,41 76,59 24,67 75,33
32,34 67,66 26,81 73,19
20,01 79,99 16,86 83,14
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
(Sambungan)
Provinsi
Pendidikan KRT/Pasangan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
(1)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi
224| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
224 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.3.2
Perdesaan
Membenar-kan
Tidak Membenar-
kan
Membenar-kan
Tidak Membenar-
kan
Membenar-kan
Tidak Membenar-
kan(2) (3) (4) (5) (6) (7)
29,82 70,18 29,08 70,92 28,35 71,65
28,19 71,81 31,58 68,42 34,84 65,16
18,42 81,58 20,67 79,33 21,87 78,13
26,46 73,54 29,49 70,51 22,94 77,06
29,84 70,16 20,63 79,37 25,94 74,06
37,23 62,77 37,59 62,41 35,12 64,88
33,45 66,55 33,60 66,40 24,12 75,88
33,92 66,08 35,39 64,61 38,65 61,35
22,60 77,40 21,59 78,41 19,68 80,32
27,14 72,86 26,49 73,51 13,68 86,32
na na na na na na
26,95 73,05 25,82 74,18 27,70 72,30
23,09 76,91 20,54 79,46 19,64 80,36
12,91 87,09 11,74 88,26 4,74 95,26
32,05 67,95 28,65 71,35 24,22 75,78
32,05 67,95 26,07 73,93 28,31 71,69
13,47 86,53 7,23 92,77 7,15 92,85
60,70 39,30 56,26 43,74 61,88 38,12
51,42 48,58 52,53 47,47 45,26 54,74
30,55 69,45 26,22 73,78 21,81 78,19
21,70 78,30 24,35 75,65 19,88 80,12
22,89 77,11 19,53 80,47 18,55 81,45
31,08 68,92 27,57 72,43 23,59 76,41
na na na na na na
30,52 69,48 27,18 72,82 32,04 67,96
42,36 57,64 45,65 54,35 44,14 55,86
36,49 63,51 37,20 62,80 32,43 67,57
58,62 41,38 53,76 46,24 54,48 45,52
44,21 55,79 39,96 60,04 30,41 69,59
36,50 63,50 37,54 62,46 33,43 66,57
45,08 54,92 44,28 55,72 38,33 61,67
50,23 49,77 46,69 53,31 38,08 61,92
55,02 44,98 55,21 44,79 51,89 48,11
70,38 29,62 65,21 34,79 65,19 34,81
31,31 68,69 29,40 70,60 28,78 71,22
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2014
Pendidikan KRT/Pasangan
Indonesia
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Papua Barat
Papua
Provinsi Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat
(1)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |225
225Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.3.2
Perdesaan
MembenarkanTidak
MembenarkanMembenarkan
Tidak Membenarkan
(8) (9) (10) (11)
29,01 70,99 22,27 77,73
31,34 68,66 33,57 66,43
25,20 74,80 21,75 78,25
20,36 79,64 24,47 75,53
28,72 71,28 41,80 58,20
36,33 63,67 26,44 73,56
30,23 69,77 7,77 92,23
37,42 62,58 36,46 63,54
13,88 86,12 11,39 88,61
14,94 85,06 86,61 13,39
na na na na
19,98 80,02 17,81 82,19
18,46 81,54 28,96 71,04
12,61 87,39 9,12 90,88
21,27 78,73 23,60 76,40
9,14 90,86 0,00 100,00
5,84 94,16 11,39 88,61
60,66 39,34 40,79 59,21
40,53 59,47 34,04 65,96
24,77 75,23 30,66 69,34
19,89 80,11 5,51 94,49
16,02 83,98 11,02 88,98
25,39 74,61 11,52 88,48
na na na na
23,51 76,49 9,52 90,48
34,39 65,61 21,09 78,91
37,57 62,43 29,48 70,52
53,65 46,35 52,14 47,86
29,71 70,29 43,76 56,24
47,69 52,31 38,06 61,94
42,53 57,47 21,10 78,90
45,54 54,46 46,97 53,03
48,30 51,70 38,08 61,92
58,60 41,40 50,94 49,06
28,06 71,94 26,36 73,64
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Papua
Indonesia
(Sambungan)
Provinsi
Pendidikan KRT/Pasangan
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
(1)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi
226| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
226 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.4
Perkotaan + Perdesaan
Kekerasan Psikologis
Kekerasan Fisik
Psikologis dan Fisik
Tidak Menggunakan
KekerasanTotal
(2) (3) (4) (5) (6) (7)56,55 15,14 16,14 22,22 46,51 100,0053,96 20,29 10,48 33,43 35,80 100,0053,80 16,42 12,82 21,69 49,08 100,0061,75 24,07 10,93 27,24 37,76 100,0055,64 18,21 9,52 14,18 58,09 100,0057,48 20,91 10,86 24,39 43,84 100,0056,43 23,10 9,36 25,49 42,05 100,0056,47 20,36 9,09 18,86 51,69 100,0054,25 18,84 9,46 30,40 41,30 100,0055,23 11,33 10,92 22,56 55,20 100,0047,38 16,78 11,53 19,05 52,65 100,0052,49 24,44 8,36 18,33 48,87 100,0045,45 23,79 8,69 18,70 48,82 100,0035,14 25,08 3,80 12,06 59,07 100,0041,06 20,88 11,61 22,10 45,41 100,0057,66 23,74 11,08 20,76 44,41 100,0046,28 26,90 7,53 21,81 43,77 100,0053,89 23,26 7,63 25,76 43,35 100,0058,96 15,20 13,73 47,05 24,02 100,0057,87 16,09 17,08 26,32 40,51 100,0059,08 16,15 12,03 18,77 53,06 100,0056,56 18,86 9,86 18,87 52,41 100,0056,63 18,79 11,48 20,97 48,76 100,00
na na na na na na42,20 17,90 11,95 40,30 29,86 100,0057,34 20,68 9,78 38,12 31,43 100,0049,32 25,05 5,96 30,62 38,38 100,0054,59 23,13 10,36 34,52 32,00 100,0055,23 12,58 16,13 28,46 42,84 100,0060,87 22,03 10,87 33,04 34,06 100,0054,65 23,10 11,08 40,29 25,53 100,0062,01 22,14 8,09 38,90 30,88 100,0059,15 14,10 11,31 50,14 24,45 100,0060,86 11,81 15,33 42,98 29,87 100,0050,52 21,48 10,16 23,17 45,20 100,00
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Provinsi
Rumah Tangga Mempunyai Anak 1-14
Tahun
Perilaku dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |227
227Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.4.1
Perkotaan
Kekerasan Psikologis
Kekerasan Fisik
Psikologis dan Fisik
Tidak Menggunakan
KekerasanTotal
(2) (3) (4) (5) (6) (7)55,11 13,83 11,41 21,76 53,01 100,0050,78 20,31 5,72 31,44 42,52 100,0051,79 14,41 11,30 21,80 52,49 100,0055,46 30,62 8,83 23,35 37,20 100,0059,18 22,47 9,14 7,89 60,50 100,0055,00 21,85 12,49 24,60 41,06 100,0055,37 16,32 10,44 22,15 51,09 100,0052,77 18,28 9,53 12,43 59,75 100,0050,87 16,68 8,23 31,31 43,78 100,0055,00 10,00 10,94 19,88 59,18 100,0047,38 16,78 11,53 19,05 52,65 100,0052,51 24,13 8,70 18,03 49,14 100,0046,00 22,95 8,57 19,69 48,78 100,0034,58 25,50 4,55 14,90 55,04 100,0041,65 19,46 11,48 21,37 47,69 100,0057,35 20,30 11,57 20,10 48,03 100,0047,31 25,27 7,71 22,93 44,10 100,0049,46 19,38 8,01 30,80 41,80 100,0052,03 12,57 11,29 43,05 33,09 100,0054,55 14,35 18,14 20,91 46,61 100,0058,13 15,68 14,62 16,73 52,96 100,0057,52 16,81 10,51 21,99 50,69 100,0054,50 19,50 10,65 18,59 51,26 100,00
na na na na na na38,57 15,18 10,93 37,27 36,62 100,0047,73 12,87 16,40 35,40 35,33 100,0049,51 22,31 7,59 25,75 44,35 100,0048,77 18,89 13,89 38,84 28,38 100,0048,31 10,44 17,98 26,95 44,62 100,0058,62 22,04 10,10 41,72 26,15 100,0049,26 27,89 8,00 41,03 23,07 100,0051,97 32,66 8,80 23,51 35,02 100,0053,64 19,90 13,96 44,38 21,75 100,0053,85 10,47 15,04 36,63 37,86 100,0049,40 20,98 9,81 21,21 48,00 100,00
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Provinsi
Rumah Tangga Mempunyai Anak 1-14
Tahun
Perilaku dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun
228| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
228 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.4.2
Perdesaan
Kekerasan Psikologis
Kekerasan Fisik
Psikologis dan Fisik
Tidak Menggunakan
KekerasanTotal
(2) (3) (4) (5) (6) (7)57,11 15,63 17,90 22,39 44,08 100,0056,96 20,27 14,47 35,11 30,15 100,0055,05 17,60 13,70 21,62 47,08 100,0065,68 20,61 12,04 29,30 38,05 100,0054,16 16,28 9,69 17,04 56,99 100,0058,77 20,45 10,06 24,29 45,19 100,0056,89 26,04 8,89 26,93 38,13 100,0057,68 20,98 8,95 20,78 49,29 100,0057,63 20,74 10,55 29,59 39,11 100,0056,54 18,45 10,80 36,93 33,81 100,00
na na na na na na52,46 25,00 7,73 18,88 48,39 100,0045,02 24,48 8,79 17,88 48,85 100,0036,34 24,22 2,25 6,29 67,25 100,0040,56 22,14 11,72 22,76 43,38 100,0058,38 31,57 9,98 22,27 36,18 100,0044,61 29,71 7,22 19,88 43,19 100,0057,08 25,68 7,39 22,62 44,31 100,0060,65 15,74 14,25 47,88 22,13 100,0059,26 16,76 16,68 28,41 38,15 100,0059,56 16,38 10,74 19,78 53,11 100,0055,87 20,36 9,39 16,57 53,68 100,0060,09 17,74 12,70 24,46 45,10 100,00
na na na na na na45,19 19,81 12,66 42,44 25,08 100,0060,41 22,65 8,10 38,81 30,44 100,0049,21 26,61 5,02 33,40 34,97 100,0056,88 24,56 9,16 33,06 33,22 100,0058,89 13,51 15,33 29,11 42,06 100,0061,50 22,02 11,08 30,72 36,18 100,0058,32 20,34 12,86 39,86 26,94 100,0065,87 18,94 7,87 43,57 29,62 100,0061,49 11,96 10,33 52,26 25,45 100,0063,19 12,20 15,41 44,78 27,61 100,0051,63 21,95 10,50 25,03 42,53 100,00
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Rumah Tangga Mempunyai Anak 1-14
Tahun
Perilaku dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |229
229Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.5
Perkotaan + Perdesaan
Memanggil Bodoh dll.
Membentak/ Menakuti
Mengurung/Meninggalkan di
Kamar
Mendorong/ Mengguncang
Badan
Mencubit/ Menjewer
Menampar/ Memukul/
Menendang(2) (3) (4) (5) (6) (7)
14,71 33,34 1,72 4,05 35,28 4,06
22,58 48,76 2,93 6,47 40,85 6,33
17,60 31,49 1,31 2,68 32,25 3,84
18,30 46,94 1,25 2,82 36,28 5,45
10,63 29,13 1,73 1,87 21,81 3,07
17,32 41,72 1,86 3,49 33,82 3,07
18,24 43,44 1,69 3,50 32,63 4,24
7,73 37,77 0,81 2,23 25,92 2,37
22,78 41,86 1,08 4,13 36,38 5,99
12,36 29,31 2,15 2,44 31,58 2,55
6,55 33,87 2,57 1,45 28,29 2,56
7,04 41,67 1,27 2,48 24,85 2,23
7,28 40,92 1,04 2,08 25,79 2,49
5,09 36,23 1,34 1,09 14,07 1,67
6,07 41,90 1,13 2,28 31,89 2,72
8,43 42,31 0,89 2,72 28,97 2,86
14,02 45,19 1,31 1,98 28,13 2,45
14,31 46,00 0,55 4,44 30,95 7,76
43,79 52,10 1,70 14,29 55,97 23,08
16,32 38,13 1,09 2,86 41,81 3,24
7,19 33,51 2,10 4,26 27,79 2,37
5,58 36,76 1,35 1,78 26,14 3,59
7,26 38,45 1,68 2,11 30,88 3,02
na na na na na na
28,22 53,48 7,73 8,40 44,51 15,28
27,93 53,79 1,59 4,48 44,37 10,63
27,20 49,40 2,14 3,09 34,53 5,89
30,98 48,72 1,36 4,74 42,27 5,67
18,61 37,53 2,65 2,76 37,65 16,05
30,06 49,35 2,16 3,63 41,49 9,09
44,66 51,39 3,43 7,95 45,12 17,66
37,68 54,39 2,84 9,35 41,40 18,09
42,31 57,25 3,52 14,35 53,03 24,59
30,03 47,23 5,36 14,09 46,97 20,75
12,44 41,86 1,55 3,30 30,97 4,34
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Papua Barat
Papua
Indonesia
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014
Provinsi
Jenis Tindakan Kekerasan
(1)
Aceh
Sumatera Utara
230| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
230 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.5.1
Perkotaan
Memanggil Bodoh dll.
Membentak/ Menakuti
Mengurung/Meninggalkan di
Kamar
Mendorong/ Mengguncang
Badan
Mencubit/ Menjewer
Menampar/ Memukul/
Menendang(2) (3) (4) (5) (6) (7)
10,55 33,22 1,97 3,93 30,68 3,78
20,42 48,64 2,95 4,73 34,81 4,03
15,47 30,33 2,30 2,58 31,16 4,00
22,96 48,56 1,38 2,30 30,73 5,26
10,11 25,77 3,04 1,24 13,43 1,99
15,30 41,96 3,84 2,37 36,09 3,69
14,67 33,06 0,79 3,20 29,41 5,40
5,34 28,98 0,00 0,56 20,77 1,09
24,63 38,99 0,48 3,33 37,16 2,78
11,58 25,46 2,55 2,13 28,70 1,98
6,55 33,87 2,57 1,45 28,29 2,56
7,37 41,01 1,48 2,49 24,97 2,04
7,07 41,92 1,13 2,18 26,85 2,23
3,76 40,28 1,31 1,62 18,03 1,59
5,82 39,69 1,50 1,48 30,79 2,18
8,48 38,10 0,92 1,50 29,18 1,76
14,39 46,40 1,30 1,94 29,43 2,85
14,31 48,30 1,17 5,29 36,81 11,78
29,43 49,39 0,55 8,11 51,40 16,41
9,91 31,41 1,80 1,57 36,82 4,34
4,97 30,93 0,42 2,05 29,29 3,73
5,81 37,96 1,65 1,46 29,14 4,80
4,32 37,12 1,16 1,91 27,59 2,51
na na na na na na
27,36 47,02 5,41 7,03 40,21 13,26
15,71 46,22 2,82 4,50 48,01 11,69
22,96 40,61 1,25 1,82 31,35 4,08
27,38 50,84 1,32 5,49 47,87 6,34
14,46 34,81 3,63 3,36 42,33 8,23
34,73 53,94 3,60 6,20 49,48 9,51
51,10 55,06 3,93 5,83 40,54 15,30
28,39 50,18 1,11 4,42 30,36 15,12
33,72 58,54 3,80 8,97 51,95 18,38
20,92 41,46 4,35 7,64 48,70 7,90
9,97 40,06 1,67 2,38 28,98 3,09
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Papua
Indonesia
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014
Provinsi
Jenis Tindakan Kekerasan
(1)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |231
231Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.5.2
Perdesaan
Memanggil Bodoh dll.
Membentak/ Menakuti
Mengurung/Meninggalkan di
Kamar
Mendorong/ Mengguncang
Badan
Mencubit/ Menjewer
Menampar/ Memukul/
Menendang(2) (3) (4) (5) (6) (7)
16,27 33,38 1,63 4,09 36,99 4,16
24,40 48,86 2,92 7,94 45,92 8,27
18,84 32,16 0,73 2,75 32,89 3,74
15,84 46,08 1,18 3,09 39,21 5,55
10,87 30,66 1,14 2,15 25,62 3,57
18,30 41,60 0,90 4,04 32,71 2,77
19,78 47,93 2,08 3,63 34,03 3,73
8,45 40,39 1,05 2,73 27,46 2,75
21,15 44,39 1,62 4,84 35,70 8,82
16,58 49,99 0,00 4,12 47,07 5,57
na na na na na na
6,44 42,87 0,90 2,46 24,64 2,58
7,45 40,10 0,97 2,01 24,91 2,71
7,80 28,00 1,39 0,00 6,02 1,82
6,30 43,88 0,80 2,99 32,87 3,19
8,31 51,88 0,82 5,51 28,50 5,38
13,39 43,10 1,34 2,04 25,89 1,75
14,32 44,56 0,17 3,91 27,29 5,24
46,78 52,66 1,94 15,58 56,92 24,47
18,80 40,73 0,81 3,36 43,73 2,81
8,29 34,78 2,93 5,35 27,05 1,70
5,41 35,88 1,13 2,01 23,92 2,71
11,59 40,42 2,44 2,39 35,71 3,76
na na na na na na
28,82 58,04 9,37 9,36 47,54 16,71
31,03 55,71 1,28 4,48 43,45 10,36
29,62 54,41 2,64 3,81 36,34 6,92
32,18 48,01 1,37 4,49 40,38 5,45
20,41 38,71 2,23 2,50 35,62 19,44
28,81 48,12 1,77 2,94 39,34 8,98
40,95 49,28 3,14 9,17 47,75 19,01
40,49 55,66 3,37 10,85 44,76 18,99
45,49 56,78 3,42 16,34 53,43 26,89
32,60 48,87 5,64 15,92 46,48 24,38
14,80 43,58 1,44 4,17 32,86 5,53
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Indonesia
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014
Provinsi
Jenis Tindakan Kekerasan
(1)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
232| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
232 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.6
Perkotaan + Perdesaan
Mengguna-kan
Kekerasan
Tidak Mengguna-
kan Kekerasan
Mengguna-kan
Kekerasan
Tidak Mengguna-
kan Kekerasan
Mengguna-kan
Kekerasan
Tidak Mengguna-
kan Kekerasan
(2) (3) (4) (5) (6) (7) 60,80 39,20 63,35 36,65 59,00 41,00 65,75 34,25 68,43 31,57 67,96 32,04 58,35 41,65 50,51 49,49 57,80 42,20 60,31 39,69 61,10 38,90 64,56 35,44 53,89 46,11 44,23 55,77 41,97 58,03 58,56 41,44 55,55 44,45 58,09 41,91 72,83 27,17 57,60 42,40 57,45 42,55 50,72 49,28 55,74 44,26 49,15 50,85 62,40 37,60 60,47 39,53 65,52 34,48 52,01 47,99 53,97 46,03 57,13 42,87 58,71 41,29 45,38 54,62 60,71 39,29 58,10 41,90 52,39 47,61 50,45 49,55 49,73 50,27 52,77 47,23 53,39 46,61 42,28 57,72 51,32 48,68 36,43 63,57 60,11 39,89 54,84 45,16 56,28 43,72 64,55 35,45 62,84 37,16 58,81 41,19 47,15 52,85 64,13 35,87 56,69 43,31 57,59 42,41 60,52 39,48 59,78 40,22 75,59 24,41 80,90 19,10 79,29 20,71 59,77 40,23 62,61 37,39 58,69 41,31 52,15 47,85 44,94 55,06 48,02 51,98 47,99 52,01 50,21 49,79 46,42 53,58 46,99 53,01 53,39 46,61 55,57 44,43
na na na na na na 76,57 23,43 74,86 25,14 69,64 30,36 65,81 34,19 70,67 29,33 71,67 28,33 66,12 33,88 63,80 36,20 63,14 36,86 76,10 23,90 67,32 32,68 69,29 30,71 63,81 36,19 55,73 44,27 50,32 49,68 76,52 23,48 66,07 33,93 73,88 26,12 75,45 24,55 77,13 22,87 70,57 29,43 74,49 25,51 70,94 29,06 61,28 38,72 80,68 19,32 76,18 23,82 74,97 25,03 86,38 13,62 75,08 24,92 64,13 35,87 59,71 40,29 56,77 43,23 56,37 43,63
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Pendidikan KRT/Pasangan
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT/Pasangan dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
Provinsi
Sumatera Utara
RiauJambi
Sumatera Barat
(1)Aceh
Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |233
233Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.6
Perkotaan + Perdesaan
Menggunakan Kekerasan
Tidak Menggunakan
Kekerasan
Menggunakan Kekerasan
Tidak Menggunakan
Kekerasan
(8) (9) (10) (11)43,09 56,91 43,09 56,9162,81 37,19 46,59 53,4148,11 51,89 36,16 63,8464,16 35,84 51,97 48,0336,13 63,87 27,09 72,9156,49 43,51 48,96 51,0455,76 44,24 45,61 54,3936,76 63,24 43,16 56,8455,46 44,54 34,74 65,2637,09 62,91 38,07 61,9344,29 55,71 41,46 58,5448,75 51,25 41,66 58,3450,60 49,40 40,93 59,0742,06 57,94 30,90 69,1050,80 49,20 46,51 53,4948,45 51,55 37,83 62,1756,65 43,35 39,91 60,0949,54 50,46 44,53 55,4769,19 30,81 69,97 30,0358,99 41,01 53,70 46,3047,17 52,83 40,55 59,4548,03 51,97 34,46 65,5450,20 49,80 42,61 57,39
na na na na66,94 33,06 65,70 34,3067,61 32,39 59,55 40,4560,77 39,23 45,90 54,1065,64 34,36 61,29 38,7159,21 40,79 56,30 43,7061,34 38,66 41,84 58,1674,77 25,23 72,33 27,6767,68 32,32 69,43 30,5775,54 24,46 69,06 30,9467,47 32,53 58,43 41,5751,87 48,13 44,07 55,93
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Papua BaratPapuaIndonesia
(Sambungan)
Pendidikan KRT/Pasangan
Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku Utara
Jawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur
Sumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta
Jambi
SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi
Provinsi
(1)AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiau
234| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
234 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.6.1
Perkotaan
Mengguna-kan
Kekerasan
Tidak Mengguna-
kan Kekerasan
Mengguna-kan
Kekerasan
Tidak Mengguna-
kan Kekerasan
Mengguna-kan
Kekerasan
Tidak Mengguna-
kan Kekerasan
(2) (3) (4) (5) (6) (7) 61,65 38,35 66,03 33,97 52,30 47,70 51,43 48,57 65,68 34,32 63,27 36,73 65,29 34,71 48,37 51,63 56,37 43,63 53,78 46,22 74,23 25,77 67,81 32,19 44,41 55,59 57,24 42,76 46,26 53,74 57,61 42,39 62,74 37,26 58,24 41,76 86,18 13,82 45,01 54,99 57,37 42,63 56,16 43,84 49,78 50,22 44,49 55,51 85,01 14,99 54,86 45,14 66,37 33,63 41,30 58,70 49,12 50,88 54,31 45,69 58,71 41,29 45,38 54,62 60,71 39,29 65,16 34,84 53,90 46,10 48,25 51,75 50,45 49,55 54,86 45,14 54,00 46,00 62,79 37,21 71,21 28,79 38,87 61,13 61,12 38,88 54,15 45,85 53,91 46,09 57,44 42,56 62,21 37,79 57,71 42,29 43,17 56,83 73,24 26,76 59,30 40,70 44,50 55,50 73,71 26,29 66,76 33,24 77,99 22,01 75,00 25,00 71,16 28,84 77,47 22,53 58,03 41,97 54,67 45,33 61,88 38,12 48,33 51,67 44,91 55,09 45,77 54,23 56,61 43,39 51,03 48,97 38,84 61,16 60,94 39,06 51,21 48,79
na na na na na na 72,94 27,06 69,70 30,30 69,14 30,86 48,54 51,46 77,33 22,67 67,88 32,12 80,97 19,03 58,23 41,77 57,90 42,10 88,95 11,05 74,56 25,44 87,62 12,38 78,73 21,27 54,15 45,85 52,93 47,07 92,47 7,53 75,36 24,64 72,06 27,94 79,30 20,70 85,41 14,59 84,68 15,32 83,61 16,39 83,12 16,88 66,62 33,38 83,24 16,76 78,76 21,24 71,56 28,44 100,00 - 63,86 36,14 59,64 40,36 59,73 40,27 56,74 43,26 54,31 45,69
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT/Pasangan dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Pendidikan KRT/Pasangan
Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali
(1)AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampung
Provinsi
Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |235
235Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.6.1
Perkotaan
Menggunakan Kekerasan
Tidak Menggunakan
Kekerasan
Menggunakan Kekerasan
Tidak Menggunakan
Kekerasan
(8) (9) (10) (11)41,64 58,36 37,98 62,0257,58 42,42 41,42 58,5846,14 53,86 30,17 69,8360,76 39,24 50,55 49,4533,96 66,04 24,06 75,9460,86 39,14 51,15 48,8549,10 50,90 35,38 64,6230,74 69,26 25,83 74,1752,11 47,89 35,78 64,2235,74 64,26 37,76 62,2444,29 55,71 41,46 58,5447,98 52,02 41,57 58,4349,71 50,29 40,60 59,4044,24 55,76 32,08 67,9249,79 50,21 46,50 53,5046,80 53,20 39,09 60,9157,19 42,81 37,22 62,7849,26 50,74 35,56 64,4463,10 36,90 61,18 38,8250,78 49,22 42,37 57,6345,27 54,73 44,91 55,0949,93 50,07 33,70 66,3048,53 51,47 32,99 67,01
na na na na55,91 44,09 70,34 29,6657,11 42,89 65,99 34,0153,53 46,47 45,46 54,5466,23 33,77 67,86 32,1447,73 52,27 47,77 52,2376,25 23,75 52,69 47,3172,16 27,84 76,27 23,7351,86 48,14 72,47 27,5379,86 20,14 78,04 21,9666,70 33,30 52,40 47,6049,47 50,53 42,22 57,78
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
(Sambungan)
Provinsi
Pendidikan KRT/Pasangan
Indonesia
Sulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua
BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi Utara
(1)AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBanten
SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi
236| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
236 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.6.2
Perdesaan
Mengguna-kan
Kekerasan
Tidak Mengguna-
kan Kekerasan
Mengguna-kan
Kekerasan
Tidak Mengguna-
kan Kekerasan
Mengguna-kan
Kekerasan
Tidak Mengguna-
kan Kekerasan
(2) (3) (4) (5) (6) (7) 60,65 39,35 62,88 37,12 60,74 39,26 70,92 29,08 69,77 30,23 71,39 28,61 56,23 43,77 50,96 49,04 58,55 41,45 61,35 38,65 56,56 43,44 63,26 36,74 56,10 43,90 41,49 58,51 40,24 59,76 58,75 41,25 54,06 45,94 58,02 41,98 71,52 28,48 59,69 40,31 57,49 42,51 49,69 50,31 56,79 43,21 50,56 49,44 53,91 46,09 63,38 36,62 64,58 35,42 71,86 28,14 63,80 36,20 66,67 33,33
na na na na na na 50,57 49,43 50,90 49,10 55,29 44,71 49,32 50,68 51,74 48,26 52,89 47,11 34,18 65,82 28,42 71,58 33,27 66,73 59,70 40,30 55,20 44,80 58,54 41,46 69,67 30,33 63,47 36,53 62,75 37,25 50,74 49,26 57,17 42,83 52,77 47,23 64,52 35,48 53,27 46,73 56,52 43,48 75,45 24,55 81,38 18,62 81,95 18,05 57,50 42,50 63,50 36,50 60,80 39,20 49,12 50,88 43,98 56,02 49,14 50,86 48,81 51,19 47,98 52,02 42,75 57,25 52,06 47,94 48,06 51,94 62,41 37,59
na na na na na na 78,00 22,00 77,08 22,92 69,88 30,12 68,04 31,96 69,66 30,34 72,58 27,42 63,45 36,55 66,06 33,94 65,69 34,31 74,70 25,30 66,39 33,61 65,58 34,42 60,75 39,25 56,33 43,67 48,59 51,41 72,90 27,10 64,52 35,48 74,30 25,70 75,00 25,00 75,56 24,44 62,96 37,04 73,06 26,94 69,68 30,32 59,88 40,12 80,33 19,67 75,78 24,22 76,05 23,95 85,70 14,30 77,07 22,93 66,36 33,64 59,70 40,30 56,78 43,22 58,35 41,65
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT/Pasangan dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014
Pendidikan KRT/Pasangan
Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali
(1)AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampung
Provinsi
Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |237
237Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.6.2
Perdesaan
Menggunakan Kekerasan
Tidak Menggunakan
Kekerasan
Menggunakan Kekerasan
Tidak Menggunakan
Kekerasan
(8) (9) (10) (11)43,91 56,09 49,11 50,8969,50 30,50 57,46 42,5450,56 49,44 45,20 54,8067,33 32,67 54,83 45,1737,94 62,06 32,23 67,7750,70 49,30 43,60 56,4060,05 39,95 68,42 31,5839,89 60,11 58,21 41,7962,69 37,31 29,51 70,4962,45 37,55 49,24 50,76
na na na na53,29 46,71 42,48 57,5252,14 47,86 41,85 58,1536,33 63,67 17,88 82,1252,96 47,04 46,56 53,4478,27 21,73 23,04 76,9655,21 44,79 55,21 44,7949,82 50,18 53,96 46,0473,21 26,79 79,61 20,3966,66 33,34 75,53 24,4749,49 50,51 36,55 63,4544,30 55,70 36,19 63,8155,20 44,80 66,75 33,25
na na na na79,99 20,01 59,20 40,8071,41 28,59 52,18 47,8268,65 31,35 46,67 53,3365,19 34,81 54,24 45,7666,76 33,24 66,02 33,9853,88 46,12 35,51 64,4977,97 22,03 64,94 35,0679,01 20,99 66,38 33,6272,32 27,68 61,52 38,4868,12 31,88 73,92 26,0856,76 43,24 49,93 50,07
Sumber : Susenas Modul Hansos 2014
Maluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia
(Sambungan)
Provinsi
Pendidikan KRT/Pasangan
Kalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMaluku
(1)AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan
SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi
238| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
238 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.7
Perkotaan + Perdesaan
Pencurian PenganiayaanPencurian
dengan Kekerasan
Pelecehan Seksual
Lainnya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2,44 2,14 0,04 0,03 0,00 0,253,13 2,80 0,09 0,07 0,05 0,332,90 2,39 0,24 0,08 0,09 0,453,94 3,50 0,11 0,09 0,03 0,423,58 3,16 0,05 0,12 0,00 0,404,81 4,25 0,09 0,24 0,01 0,284,69 4,21 0,20 0,12 0,00 0,194,53 3,74 0,15 0,17 0,00 0,643,61 3,05 0,15 0,17 0,08 0,562,57 2,23 0,14 0,00 0,00 0,224,44 3,59 0,09 0,13 0,06 0,813,37 2,81 0,10 0,06 0,02 0,533,08 2,35 0,12 0,09 0,02 0,614,35 3,30 0,17 0,11 0,00 0,773,23 2,66 0,06 0,07 0,04 0,533,58 3,07 0,03 0,09 0,01 0,492,49 2,14 0,02 0,10 0,02 0,335,82 5,24 0,11 0,21 0,05 0,563,94 3,53 0,27 0,08 0,08 0,212,20 2,04 0,00 0,00 0,00 0,192,36 2,02 0,04 0,03 0,02 0,373,27 2,85 0,05 0,06 0,04 0,342,14 1,83 0,05 0,05 0,00 0,213,41 3,05 0,16 0,00 0,00 0,344,07 3,59 0,30 0,05 0,02 0,184,75 4,30 0,08 0,00 0,02 0,453,27 2,83 0,20 0,11 0,04 0,364,56 3,84 0,37 0,02 0,00 0,383,86 3,38 0,30 0,00 0,02 0,292,47 2,27 0,05 0,00 0,00 0,153,92 2,99 0,42 0,00 0,01 0,552,75 2,55 0,10 0,03 0,01 0,154,67 3,94 0,55 0,07 0,15 0,284,42 3,91 0,33 0,22 0,00 0,373,48 2,92 0,11 0,09 0,03 0,49
Sumber: Susenas KOR 2015Indonesia
Papua BaratPapua
MalukuMaluku Utara
GorontaloSulawesi Barat
Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Kalimantan TengahKalimantan Selatan
Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat
BaliNusa Tenggara Barat
Jawa TimurBanten
Jawa TengahDI Yogyakarta
DKI JakartaJawa Barat
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
BengkuluLampung
JambiSumatera Selatan
Sumatera BaratRiau
AcehSumatera Utara
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak Pidana yang Dialami, 2015
Provinsi
Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak
Pidana
Jenis Tindak Pidana
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |239
239Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.7.1
Perkotaan
Pencurian PenganiayaanPencurian
dengan Kekerasan
Pelecehan Seksual
Lainnya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
3,98 3,64 0,01 0,03 0,00 0,384,07 3,60 0,11 0,12 0,08 0,534,16 3,49 0,24 0,06 0,06 0,565,69 5,12 0,10 0,07 0,00 0,544,60 3,76 0,11 0,19 0,00 0,855,49 4,60 0,03 0,48 0,03 0,365,83 4,92 0,28 0,23 0,00 0,504,38 3,51 0,16 0,24 0,00 0,643,41 2,95 0,16 0,23 0,16 0,672,83 2,53 0,16 0,00 0,00 0,154,44 3,59 0,09 0,13 0,06 0,813,77 3,13 0,13 0,08 0,03 0,613,65 2,79 0,14 0,10 0,02 0,725,83 4,43 0,25 0,15 0,00 1,003,72 2,99 0,09 0,11 0,07 0,713,87 3,37 0,03 0,09 0,00 0,492,77 2,39 0,03 0,15 0,03 0,356,08 5,82 0,19 0,29 0,12 0,333,94 3,37 0,22 0,15 0,13 0,144,52 4,05 0,00 0,00 0,00 0,553,34 2,82 0,08 0,00 0,00 0,553,80 3,16 0,04 0,09 0,07 0,602,97 2,52 0,08 0,08 0,00 0,295,17 4,80 0,00 0,00 0,00 0,634,24 3,68 0,30 0,07 0,02 0,247,78 7,46 0,00 0,00 0,00 0,634,11 3,30 0,29 0,24 0,11 0,646,90 5,88 0,39 0,07 0,00 0,586,46 5,87 0,45 0,00 0,00 0,283,10 3,10 0,00 0,00 0,00 0,005,47 4,35 0,63 0,00 0,00 0,524,66 4,29 0,26 0,00 0,00 0,266,74 6,49 0,64 0,19 0,00 0,165,56 5,02 0,20 0,14 0,00 0,434,05 3,37 0,12 0,11 0,04 0,61
Sumber: Susenas KOR 2015Indonesia
Papua BaratPapua
MalukuMaluku Utara
GorontaloSulawesi Barat
Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Kalimantan TengahKalimantan Selatan
Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat
BaliNusa Tenggara Barat
Jawa TimurBanten
Jawa TengahDI Yogyakarta
DKI JakartaJawa Barat
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
BengkuluLampung
JambiSumatera Selatan
Sumatera BaratRiau
AcehSumatera Utara
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak Pidana yang Dialami, 2015
Provinsi
Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak
Pidana
Jenis Tindak Pidana
240| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
240 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.7.2
Perdesaan
Pencurian PenganiayaanPencurian
dengan Kekerasan
Pelecehan Seksual
Lainnya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1,84 1,56 0,05 0,04 0,00 0,202,24 2,04 0,08 0,02 0,02 0,152,07 1,67 0,23 0,10 0,12 0,382,83 2,48 0,11 0,10 0,05 0,343,17 2,92 0,02 0,09 0,00 0,214,46 4,07 0,12 0,12 0,00 0,244,21 3,90 0,16 0,08 0,00 0,064,58 3,81 0,15 0,14 0,00 0,643,79 3,13 0,14 0,11 0,00 0,461,22 0,64 0,02 0,00 0,00 0,55
na na na na na na2,61 2,21 0,05 0,02 0,00 0,382,61 2,00 0,10 0,08 0,01 0,521,15 0,87 0,00 0,00 0,00 0,282,78 2,36 0,03 0,04 0,01 0,382,94 2,42 0,03 0,10 0,03 0,492,03 1,72 0,00 0,02 0,00 0,305,64 4,83 0,06 0,16 0,00 0,723,94 3,57 0,28 0,07 0,07 0,231,23 1,20 0,00 0,00 0,00 0,031,87 1,62 0,02 0,04 0,02 0,282,88 2,62 0,06 0,04 0,01 0,140,75 0,67 0,00 0,00 0,00 0,091,26 0,92 0,34 0,00 0,00 0,003,92 3,51 0,30 0,04 0,01 0,133,80 3,31 0,11 0,00 0,03 0,392,79 2,56 0,15 0,04 0,00 0,203,61 3,02 0,37 0,00 0,00 0,302,49 2,06 0,22 0,00 0,03 0,302,32 2,08 0,06 0,00 0,00 0,192,89 2,08 0,28 0,00 0,02 0,572,02 1,89 0,04 0,04 0,02 0,113,46 2,45 0,51 0,00 0,23 0,354,05 3,55 0,37 0,25 0,00 0,352,90 2,47 0,09 0,06 0,01 0,36
Sumber: Susenas KOR 2015Indonesia
Papua BaratPapua
MalukuMaluku Utara
GorontaloSulawesi Barat
Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Kalimantan TengahKalimantan Selatan
Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat
BaliNusa Tenggara Barat
Jawa TimurBanten
Jawa TengahDI Yogyakarta
DKI JakartaJawa Barat
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
BengkuluLampung
JambiSumatera Selatan
Sumatera BaratRiau
Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak
Pidana
Jenis Tindak Pidana
AcehSumatera Utara
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak Pidana yang Dialami, 2015
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |241
241Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.8
Perkotaan + Perdesaan
Ada Tidak Ada(2) (3) (4)
2,44 97,56 100,003,13 96,87 100,002,90 97,10 100,003,94 96,06 100,003,58 96,42 100,004,81 95,19 100,004,69 95,31 100,004,53 95,47 100,003,61 96,39 100,002,57 97,43 100,004,44 95,56 100,003,37 96,63 100,003,08 96,92 100,004,35 95,65 100,003,23 96,77 100,003,58 96,42 100,002,49 97,51 100,005,82 94,18 100,003,94 96,06 100,002,20 97,80 100,002,36 97,64 100,003,27 96,73 100,002,14 97,86 100,003,41 96,59 100,004,07 95,93 100,004,75 95,25 100,003,27 96,73 100,004,56 95,44 100,003,86 96,14 100,002,47 97,53 100,003,92 96,08 100,002,75 97,25 100,004,67 95,33 100,004,42 95,58 100,003,48 96,52 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015
Provinsi
Keberadaan ART yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana Total
242| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
242 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.8.1
Perkotaan
Ada Tidak Ada(2) (3) (4)
3,98 96,02 100,004,07 95,93 100,004,16 95,84 100,005,69 94,31 100,004,60 95,40 100,005,49 94,51 100,005,83 94,17 100,004,38 95,62 100,003,41 96,59 100,002,83 97,17 100,004,44 95,56 100,003,77 96,23 100,003,65 96,35 100,005,83 94,17 100,003,72 96,28 100,003,87 96,13 100,002,77 97,23 100,006,08 93,92 100,003,94 96,06 100,004,52 95,48 100,003,34 96,66 100,003,80 96,20 100,002,97 97,03 100,005,17 94,83 100,004,24 95,76 100,007,78 92,22 100,004,11 95,89 100,006,90 93,10 100,006,46 93,54 100,003,10 96,90 100,005,47 94,53 100,004,66 95,34 100,006,74 93,26 100,005,56 94,44 100,004,05 95,95 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015
Provinsi
Keberadaan ART yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |243
243Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 7.8.2
Perdesaan
Ada Tidak Ada(2) (3) (4)
1,84 98,16 100,002,24 97,76 100,002,07 97,93 100,002,83 97,17 100,003,17 96,83 100,004,46 95,54 100,004,21 95,79 100,004,58 95,42 100,003,79 96,21 100,001,22 98,78 100,00
na na na2,61 97,39 100,002,61 97,39 100,001,15 98,85 100,002,78 97,22 100,002,94 97,06 100,002,03 97,97 100,005,64 94,36 100,003,94 96,06 100,001,23 98,77 100,001,87 98,13 100,002,88 97,12 100,000,75 99,25 100,001,26 98,74 100,003,92 96,08 100,003,80 96,20 100,002,79 97,21 100,003,61 96,39 100,002,49 97,51 100,002,32 97,68 100,002,89 97,11 100,002,02 97,98 100,003,46 96,54 100,004,05 95,95 100,002,90 97,10 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
PapuaIndonesia
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan UtaraSulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Keberadaan ART yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana Total
(1)
Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015
Provinsi
244| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
244 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.1
Perkotaan + Perdesaan
Ada, Tinggal Sendirian
Ada, Tinggal Bersama ART Lain
(2) (3) (4) (5)21,60 17,15 82,85 100,0022,07 13,92 86,08 100,0028,55 12,76 87,24 100,0015,61 8,62 91,38 100,0019,73 9,21 90,79 100,0021,56 7,20 92,80 100,0019,57 11,54 88,46 100,0023,30 8,47 91,53 100,0020,05 13,01 86,99 100,0011,51 10,59 89,41 100,0018,99 6,52 93,48 100,0022,95 16,76 83,24 100,0033,02 13,36 86,64 100,0032,82 15,99 84,01 100,0032,31 13,52 86,48 100,0017,45 8,93 91,07 100,0028,22 7,91 92,09 100,0021,08 13,38 86,62 100,0026,87 7,52 92,48 100,0021,97 7,36 92,64 100,0015,65 10,44 89,56 100,0019,19 13,67 86,33 100,0015,92 7,30 92,70 100,0017,68 7,51 92,49 100,0028,14 8,67 91,33 100,0023,42 7,59 92,41 100,0029,14 8,48 91,52 100,0021,53 10,27 89,73 100,0022,04 7,94 92,06 100,0021,56 9,42 90,58 100,0023,70 7,24 92,76 100,0020,17 6,09 93,91 100,0013,63 6,02 93,98 100,00
8,11 6,06 93,94 100,0025,14 12,55 87,45 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Indonesia
Papua BaratPapua
MalukuMaluku Utara
GorontaloSulawesi Barat
Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Kalimantan TengahKalimantan Selatan
Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat
BaliNusa Tenggara Barat
Jawa TimurBanten
Jawa TengahDI Yogyakarta
DKI JakartaJawa Barat
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
BengkuluLampung
JambiSumatera Selatan
Sumatera BaratRiau
AcehSumatera Utara
(1)
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015
Provinsi Rumah Tangga yang
Terdapat Lansia
Lansia
Total
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016|245
245Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.1.1
Perkotaan
Ada, Tinggal Sendirian
Ada, Tinggal Bersama ART Lain
(2) (3) (4) (5)19,54 10,91 89,09 100,0021,93 10,14 89,86 100,0025,63 8,98 91,02 100,0014,85 6,05 93,95 100,0021,49 6,41 93,59 100,0022,25 5,21 94,79 100,0017,04 8,71 91,29 100,0022,19 6,71 93,29 100,0021,04 9,52 90,48 100,0010,15 6,42 93,58 100,0018,99 6,52 93,48 100,0021,61 14,10 85,90 100,0032,09 13,70 86,30 100,0028,20 18,03 81,97 100,0030,28 11,87 88,13 100,0015,71 5,91 94,09 100,0024,18 4,85 95,15 100,0021,30 13,22 86,78 100,0023,23 5,50 94,50 100,0023,56 6,42 93,58 100,0014,98 6,87 93,13 100,0017,82 10,32 89,68 100,0015,81 4,71 95,29 100,0017,60 7,37 92,63 100,0027,08 8,19 91,81 100,0022,20 7,07 92,93 100,0026,13 6,47 93,53 100,0018,33 7,32 92,68 100,0022,47 8,04 91,96 100,0025,08 8,55 91,45 100,0022,03 5,69 94,31 100,0019,60 3,07 96,93 100,0013,39 2,40 97,60 100,0013,02 2,95 97,05 100,0023,55 11,14 88,86 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Indonesia
Papua BaratPapua
MalukuMaluku Utara
GorontaloSulawesi Barat
Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Kalimantan TengahKalimantan Selatan
Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat
BaliNusa Tenggara Barat
Jawa TimurBanten
Jawa TengahDI Yogyakarta
DKI JakartaJawa Barat
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
BengkuluLampung
JambiSumatera Selatan
Sumatera BaratRiau
AcehSumatera Utara
Total
(1)
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015
Provinsi Rumah Tangga yang
Terdapat Lansia
Lansia
246| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
246 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.1.2
Perdesaan
Ada, Tinggal Sendirian
Ada, Tinggal Bersama ART Lain
(2) (3) (4) (5)22,40 19,26 80,74 100,0022,22 17,49 82,51 100,0030,45 14,83 85,17 100,0016,10 10,13 89,87 100,0019,01 10,50 89,50 100,0021,20 8,29 91,71 100,0020,65 12,54 87,46 100,0023,65 9,00 91,00 100,0019,13 16,62 83,38 100,0018,58 22,49 77,51 100,00
na na na na25,52 21,08 78,92 100,0033,78 13,10 86,90 100,0042,78 13,10 86,90 100,0034,13 14,84 85,16 100,0021,22 13,79 86,21 100,0034,77 11,38 88,62 100,0020,92 13,50 86,50 100,0027,81 7,95 92,05 100,0021,31 7,79 92,21 100,0016,00 12,13 87,87 100,0020,22 15,86 84,14 100,0016,11 11,58 88,42 100,0017,77 7,67 92,33 100,0029,04 9,05 90,95 100,0023,81 7,74 92,26 100,0030,86 9,45 90,55 100,0022,83 11,23 88,77 100,0021,81 7,89 92,11 100,0020,74 9,66 90,34 100,0024,81 8,15 91,85 100,0020,38 7,19 92,81 100,0013,77 8,07 91,93 100,00
6,51 8,08 91,92 100,0026,75 13,80 86,20 100,00
Sumber : Susenas KOR 2015
Indonesia
Papua BaratPapua
MalukuMaluku Utara
GorontaloSulawesi Barat
Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara
Sulawesi UtaraSulawesi Tengah
Kalimantan TimurKalimantan Utara
Kalimantan TengahKalimantan Selatan
Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat
BaliNusa Tenggara Barat
Jawa TimurBanten
Jawa TengahDI Yogyakarta
DKI JakartaJawa Barat
Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau
BengkuluLampung
JambiSumatera Selatan
Sumatera BaratRiau
AcehSumatera Utara
Provinsi Rumah Tangga yang
Terdapat Lansia
Lansia
Total
(1)
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016|247
247Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.2
Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada(2) (3) (4) (5) (6) (7)
92,03 7,97 92,67 7,33 91,79 8,21 88,28 11,72 91,06 8,94 85,43 14,57 88,92 11,08 89,86 10,14 88,37 11,63 92,16 7,84 92,93 7,07 91,70 8,30 90,91 9,09 95,39 4,61 88,75 11,25 90,13 9,87 92,26 7,74 88,93 11,07 87,40 12,60 91,10 8,90 86,03 13,97 89,04 10,96 89,88 10,12 88,78 11,22 89,58 10,42 90,78 9,22 88,24 11,76 92,13 7,87 93,85 6,15 86,23 13,77 94,37 5,63 94,37 5,63 0,00 0,00 85,34 14,66 87,67 12,33 81,21 18,79 86,85 13,15 87,36 12,64 86,45 13,55 84,91 15,09 86,45 13,55 82,85 17,15 88,04 11,96 89,02 10,98 87,23 12,77 93,22 6,78 93,65 6,35 92,46 7,54 89,32 10,68 93,40 6,60 84,38 15,62 88,85 11,15 90,58 9,42 87,59 12,41 94,70 5,30 95,98 4,02 94,41 5,59 93,02 6,98 95,42 4,58 91,89 8,11 91,17 8,83 91,33 8,67 91,09 8,91 89,77 10,23 89,87 10,13 89,71 10,29 91,33 8,67 92,69 7,31 88,91 11,09 89,16 10,84 90,17 9,83 87,95 12,05 87,15 12,85 87,22 12,78 87,09 12,91 91,87 8,13 93,98 6,02 91,24 8,76 92,39 7,61 94,34 5,66 91,41 8,59 91,25 8,75 92,92 7,08 90,68 9,32 90,89 9,11 93,07 6,93 89,70 10,30 92,19 7,81 90,92 9,08 92,55 7,45 94,14 5,86 94,46 5,54 93,94 6,06 94,53 5,47 98,20 1,80 93,14 6,86 94,93 5,07 96,66 3,34 93,89 6,11 91,21 8,79 96,72 3,28 87,41 12,59
88,60 11,40 89,85 10,15 87,46 12,54
Sumber : Susenas KOR 2015
Indonesia
Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Lansia Menurut Provinsi, Klasifikasi Wilayah, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Lain yang Berumur Kurang dari 60 Tahun, 2015
Provinsi
Klasifikasi Wilayah
Perkotaan + Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua
Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan Utara
Jawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
Kepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta
JambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka Belitung
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiau
248| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
248 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.2
Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada(2) (3) (4) (5) (6) (7)
92,03 7,97 92,67 7,33 91,79 8,21 88,28 11,72 91,06 8,94 85,43 14,57 88,92 11,08 89,86 10,14 88,37 11,63 92,16 7,84 92,93 7,07 91,70 8,30 90,91 9,09 95,39 4,61 88,75 11,25 90,13 9,87 92,26 7,74 88,93 11,07 87,40 12,60 91,10 8,90 86,03 13,97 89,04 10,96 89,88 10,12 88,78 11,22 89,58 10,42 90,78 9,22 88,24 11,76 92,13 7,87 93,85 6,15 86,23 13,77 94,37 5,63 94,37 5,63 0,00 0,00 85,34 14,66 87,67 12,33 81,21 18,79 86,85 13,15 87,36 12,64 86,45 13,55 84,91 15,09 86,45 13,55 82,85 17,15 88,04 11,96 89,02 10,98 87,23 12,77 93,22 6,78 93,65 6,35 92,46 7,54 89,32 10,68 93,40 6,60 84,38 15,62 88,85 11,15 90,58 9,42 87,59 12,41 94,70 5,30 95,98 4,02 94,41 5,59 93,02 6,98 95,42 4,58 91,89 8,11 91,17 8,83 91,33 8,67 91,09 8,91 89,77 10,23 89,87 10,13 89,71 10,29 91,33 8,67 92,69 7,31 88,91 11,09 89,16 10,84 90,17 9,83 87,95 12,05 87,15 12,85 87,22 12,78 87,09 12,91 91,87 8,13 93,98 6,02 91,24 8,76 92,39 7,61 94,34 5,66 91,41 8,59 91,25 8,75 92,92 7,08 90,68 9,32 90,89 9,11 93,07 6,93 89,70 10,30 92,19 7,81 90,92 9,08 92,55 7,45 94,14 5,86 94,46 5,54 93,94 6,06 94,53 5,47 98,20 1,80 93,14 6,86 94,93 5,07 96,66 3,34 93,89 6,11 91,21 8,79 96,72 3,28 87,41 12,59
88,60 11,40 89,85 10,15 87,46 12,54
Sumber : Susenas KOR 2015
Indonesia
Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Lansia Menurut Provinsi, Klasifikasi Wilayah, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Lain yang Berumur Kurang dari 60 Tahun, 2015
Provinsi
Klasifikasi Wilayah
Perkotaan + Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua
Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo
Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan Utara
Jawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
Kepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta
JambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka Belitung
(1)
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiau
248| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
249Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.3
Perkotaan + Perdesaan
Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah Jumlah
(2) (3) (4) (5) (6) (7)83,72 2,74 21,12 37,45 38,68 100,0081,50 2,59 22,83 38,24 36,35 100,0090,32 3,99 21,49 39,76 34,76 100,0095,94 5,81 28,47 38,23 27,49 100,0093,01 4,85 41,62 33,00 20,52 100,0087,30 4,01 25,45 38,54 32,00 100,0092,30 5,58 24,94 33,49 35,99 100,0087,79 2,99 22,46 37,62 36,92 100,0091,55 0,86 16,79 39,89 42,46 100,0095,43 5,33 20,06 43,55 31,06 100,0093,94 4,18 17,26 35,85 42,70 100,0088,55 3,82 18,37 40,52 37,28 100,0094,39 9,56 40,40 25,23 24,80 100,0099,86 13,99 55,50 16,65 13,86 100,0090,66 8,57 31,81 27,29 32,34 100,0085,13 2,18 20,02 40,79 37,02 100,0093,06 7,52 24,44 23,05 44,99 100,0072,91 4,87 21,05 25,32 48,76 100,0081,83 8,15 30,60 32,18 29,07 100,0087,09 3,88 25,03 39,20 31,89 100,0092,67 4,34 28,93 40,75 25,98 100,0090,70 5,36 28,42 36,24 29,98 100,0089,99 3,71 25,67 37,65 32,98 100,00
na na na na na na93,52 10,26 34,42 33,98 21,34 100,0089,10 4,69 21,95 38,04 35,33 100,0085,91 6,04 18,66 24,87 50,43 100,0091,21 6,14 22,66 27,62 43,58 100,0093,72 4,20 27,89 34,32 33,60 100,0087,52 2,04 22,88 30,18 44,90 100,0091,96 2,77 22,47 40,18 34,58 100,0084,02 5,39 18,81 41,79 34,01 100,0077,37 3,37 19,36 30,78 46,49 100,0079,72 2,96 26,39 45,10 25,55 100,00
Indonesia 89,42 5,89 27,06 33,41 33,64 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
Provinsi
Rumah Tangga yang Terdapat Kegiatan Sosial
Kemasyarakatan di Lingkungan Tempat Tinggal
Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |249
250 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.3.1
Perkotaan
Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah Jumlah
(2) (3) (4) (5) (6) (7)87,81 4,97 18,32 37,29 39,42 100,0078,80 1,60 19,19 37,04 42,17 100,0093,19 5,06 23,73 36,42 34,79 100,0094,32 4,28 30,13 37,49 28,10 100,0091,86 7,93 36,47 35,85 19,74 100,0076,17 8,23 24,48 32,56 34,73 100,0093,03 5,70 29,57 31,36 33,37 100,0084,71 3,23 20,65 34,49 41,63 100,0089,87 1,49 18,91 35,72 43,88 100,0094,94 4,61 18,29 46,06 31,04 100,0093,94 4,18 17,26 35,85 42,70 100,0089,39 5,09 19,93 40,03 34,95 100,0094,79 9,39 42,20 24,70 23,71 100,0099,80 13,39 55,13 14,35 17,13 100,0092,90 9,53 32,50 27,02 30,95 100,0087,63 2,03 22,63 44,42 30,93 100,0091,98 8,74 22,76 20,98 47,52 100,0075,17 4,30 18,70 24,32 52,67 100,0077,08 7,42 25,69 26,66 40,23 100,0085,23 4,74 19,13 34,43 41,70 100,0091,38 3,23 21,13 41,64 33,99 100,0088,00 4,97 25,78 34,71 34,54 100,0088,43 4,84 22,67 35,81 36,68 100,00
na na na na na na90,18 6,75 32,45 34,23 26,57 100,0088,02 6,04 17,72 29,32 46,92 100,0092,29 8,53 19,73 28,51 43,22 100,0094,26 4,58 24,14 24,60 46,68 100,0088,40 3,30 26,39 26,52 43,79 100,0090,36 2,25 17,46 25,47 54,82 100,0089,25 2,48 23,84 42,88 30,81 100,0085,86 6,47 13,14 41,65 38,74 100,0077,59 4,34 13,53 23,89 58,24 100,0083,99 2,83 21,62 34,11 41,44 100,00
Indonesia 90,18 6,29 26,43 33,31 33,97 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
Provinsi
Rumah Tangga yang Terdapat Kegiatan Sosial
Kemasyarakatan di Lingkungan Tempat Tinggal
Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial
250| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
251Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.3.2
Perdesaan
Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah Jumlah
(2) (3) (4) (5) (6) (7)82,14 1,82 22,28 37,52 38,37 100,0084,06 3,47 26,05 39,29 31,19 100,0088,53 3,30 20,02 41,95 34,73 100,0096,96 6,74 27,46 38,68 27,12 100,0093,49 3,59 43,73 31,83 20,84 100,0093,09 2,21 25,86 41,08 30,84 100,0091,98 5,52 22,87 34,44 37,17 100,0088,79 2,92 23,03 38,60 35,45 100,0093,23 0,25 14,75 43,91 41,09 100,0098,13 9,18 29,51 30,13 31,18 100,00
na na na na na na86,99 1,43 15,44 41,46 41,68 100,0094,06 9,70 38,94 25,67 25,69 100,00
100,00 15,29 56,29 21,55 6,88 100,0088,71 7,69 31,17 27,53 33,60 100,0079,36 2,56 13,36 31,51 52,57 100,0094,80 5,59 27,09 26,30 41,02 100,0071,28 5,30 22,83 26,09 45,78 100,0082,99 8,31 31,71 33,43 26,54 100,0087,87 3,53 27,44 41,14 27,89 100,0093,33 4,89 32,81 40,30 22,00 100,0092,63 5,62 30,22 37,28 26,88 100,0092,52 1,96 30,30 40,49 27,25 100,00
na na na na na na96,28 12,98 35,94 33,78 17,30 100,0089,45 4,26 23,28 40,79 31,67 100,0082,30 4,46 17,97 22,55 55,01 100,0090,02 6,79 22,06 28,86 42,30 100,0096,53 4,63 28,61 38,09 28,67 100,0086,72 1,98 24,47 31,56 41,99 100,0093,81 2,96 21,59 38,43 37,02 100,0083,31 4,96 21,07 41,84 32,13 100,0077,27 2,96 21,84 33,71 41,49 100,0078,30 3,01 28,08 49,02 19,89 100,00
Indonesia 88,67 5,50 27,68 33,52 33,30 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Rumah Tangga yang Terdapat Kegiatan Sosial
Kemasyarakatan di Lingkungan Tempat Tinggal
Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
Provinsi
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |251
252 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.4
Perkotaan + Perdesaan
Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah Jumlah
(2) (3) (4) (5) (6) (7)98,27 9,40 57,48 27,28 5,85 100,0097,89 10,58 59,17 24,78 5,46 100,0097,43 11,07 43,76 36,84 8,33 100,0098,44 12,98 50,86 27,97 8,19 100,0098,97 11,85 63,69 21,14 3,31 100,0096,53 6,11 45,61 34,89 13,40 100,0097,91 9,24 45,56 33,51 11,69 100,0097,80 11,98 53,33 29,51 5,19 100,0096,52 5,98 35,88 42,50 15,64 100,0096,52 12,19 33,87 39,95 13,99 100,0098,15 4,48 34,36 41,34 19,81 100,0098,80 11,45 44,90 35,19 8,46 100,0099,16 12,55 54,64 26,33 6,48 100,0099,39 13,00 54,69 22,47 9,83 100,0098,64 15,85 49,85 24,57 9,73 100,0096,69 8,32 46,00 36,87 8,82 100,0098,89 26,14 48,22 14,00 11,64 100,0097,24 16,45 54,33 22,62 6,60 100,0097,96 28,79 51,79 15,34 4,07 100,0096,62 9,44 45,41 33,43 11,73 100,0097,71 10,29 55,05 29,48 5,18 100,0098,92 11,07 50,33 30,69 7,90 100,0095,68 7,67 45,46 36,80 10,08 100,00
na na na na na na99,01 22,00 56,08 18,50 3,42 100,0094,81 14,34 49,73 25,88 10,05 100,0095,91 10,81 37,94 34,41 16,85 100,0093,72 11,39 38,42 32,14 18,05 100,0098,75 10,31 45,82 33,11 10,77 100,0096,07 13,58 46,38 25,69 14,35 100,0099,36 22,39 50,36 22,50 4,75 100,0096,02 18,99 40,63 31,42 8,96 100,0096,32 19,28 41,90 25,45 13,37 100,0097,21 18,25 51,96 24,10 5,69 100,00
Indonesia 98,14 12,55 48,88 29,54 9,04 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
ProvinsiRumah Tangga yang Terdapat
Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Tempat Tinggal
Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan
252| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
253Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.4.1
Perkotaan
Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah Jumlah
(2) (3) (4) (5) (6) (7)98,43 8,98 43,44 37,22 10,36 100,0096,37 8,33 56,82 26,71 8,15 100,0097,22 11,38 40,54 36,26 11,82 100,0098,21 10,35 45,70 31,15 12,80 100,0098,15 8,38 52,81 32,14 6,67 100,0095,43 7,23 33,34 35,70 23,74 100,0096,79 7,78 46,57 32,16 13,49 100,0095,80 6,96 49,71 34,09 9,23 100,0097,04 7,04 32,75 43,56 16,65 100,0096,20 11,28 31,18 41,73 15,81 100,0098,15 4,48 34,36 41,34 19,81 100,0098,46 11,42 41,86 36,61 10,10 100,0098,94 10,98 52,84 27,68 8,50 100,0099,11 11,59 56,08 20,63 11,71 100,0098,51 14,79 48,63 24,65 11,94 100,0096,10 5,77 42,22 40,80 11,21 100,0098,21 19,88 45,38 17,66 17,07 100,0099,07 18,04 51,35 21,70 8,91 100,0095,51 31,13 46,05 15,14 7,67 100,0092,78 9,02 38,43 32,76 19,79 100,0096,38 8,09 42,47 38,97 10,48 100,0098,78 10,68 44,69 32,79 11,84 100,0095,27 7,83 41,06 38,06 13,05 100,00
na na na na na na98,49 16,05 56,82 21,56 5,57 100,0094,98 11,46 35,95 29,99 22,59 100,0095,61 9,75 36,78 33,43 20,05 100,0094,01 5,96 36,69 31,58 25,77 100,0097,54 12,70 40,56 36,31 10,43 100,0096,21 8,95 36,43 27,22 27,40 100,0099,11 25,11 47,37 22,18 5,34 100,0091,12 11,85 31,72 38,06 18,37 100,0096,38 17,71 30,28 24,33 27,69 100,0094,02 10,58 47,61 27,05 14,76 100,00
Indonesia 97,81 10,92 44,91 32,08 12,09 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
ProvinsiRumah Tangga yang Terdapat
Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Tempat Tinggal
Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |253
254 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
Lampiran 8.4.2
Perdesaan
Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah Jumlah
(2) (3) (4) (5) (6) (7)98,21 9,56 62,92 23,43 4,10 100,0099,32 12,65 61,33 23,02 3,01 100,0097,56 10,87 45,76 37,19 6,18 100,0098,58 14,61 54,08 25,99 5,32 100,0099,31 13,29 68,17 16,62 1,93 100,0097,10 5,53 51,89 34,47 8,10 100,0098,40 9,87 45,11 34,11 10,91 100,0098,45 13,57 54,47 28,05 3,91 100,0096,00 4,91 39,03 41,43 14,63 100,0098,30 17,11 48,43 30,32 4,14 100,00
na na na na na na99,42 11,51 50,42 32,60 5,47 100,0099,33 13,82 56,09 25,24 4,85 100,00
100,00 16,01 51,76 26,38 5,85 100,0098,76 16,76 50,91 24,51 7,82 100,0098,08 14,08 54,55 27,97 3,40 100,00
100,00 36,12 52,75 8,17 2,97 100,0095,93 15,26 56,56 23,30 4,88 100,0098,56 28,24 53,15 15,39 3,22 100,0098,23 9,60 48,18 33,69 8,53 100,0098,39 11,38 61,31 24,76 2,55 100,0099,02 11,36 54,37 29,19 5,08 100,0096,34 7,41 52,50 34,78 5,31 100,00
na na na na na na99,45 26,86 55,49 16,00 1,65 100,0094,76 15,26 54,15 24,57 6,02 100,0096,08 11,40 38,59 34,96 15,05 100,0093,61 13,53 39,10 32,37 15,01 100,0099,38 9,06 48,54 31,45 10,94 100,0096,03 14,89 49,18 25,26 10,67 100,0099,53 20,54 52,39 22,72 4,35 100,0097,90 21,55 43,81 29,04 5,59 100,0096,30 19,95 46,83 25,92 7,30 100,0098,26 20,68 53,34 23,17 2,81 100,00
Indonesia 98,47 14,15 52,81 27,02 6,02 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur
Papua
Maluku UtaraPapua Barat
Sulawesi BaratMaluku
Sulawesi TenggaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
Kalimantan Utara1
Sulawesi Utara
Kalimantan SelatanKalimantan Timur
Kalimantan BaratKalimantan Tengah
Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
BantenBali
DI YogyakartaJawa Timur
Jawa BaratJawa Tengah
Kepulauan RiauDKI Jakarta
LampungKep. Bangka Belitung
Sumatera SelatanBengkulu
RiauJambi
Sumatera UtaraSumatera Barat
Rumah Tangga yang Terdapat Kegiatan Keagamaan di
Lingkungan Tempat Tinggal
Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan
(1)Aceh
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014
Provinsi
254| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
255Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 255
Lampiran 9 Intrumen Analytic Hierarchy Process (AHP)
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA
Instrumen Penyusunan Bobot Indikator Pembentuk Indeks Ketahanan Keluarga
Tahun 2016
No: …
256 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 257 256 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
257Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 257 256 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
258 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 259
4
258 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
3
259Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 259
4
258 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
3
260 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 261 260 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
5
261Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 261 260 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
5
262 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 263 262 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
263Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 263 262 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
264 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 265 264 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
265Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 265 264 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
266 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 267 266 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016
267Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 267 266 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016