290

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 i - kemenpppa.go.id · sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang

Embed Size (px)

Citation preview

iPembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga

2016

ii | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA 2016

ISBN : … No. Publikasi : … Katalog BPS : … Ukuran Buku : 18,2 cm × 25,7 cm Jumlah Halaman : 286 halaman Naskah: Badan Pusat Statistik Penyunting: Badan Pusat Statistik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Gambar Kulit: Badan Pusat Statistik Gambar: Badan Pusat Statistik Diterbitkan oleh: … Dicetak oleh: CV. Lintas Khatulistiwa

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

17,6 X 25 cm

xvii + 268 halaman

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

iiiPembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga

2016

ii | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA 2016

ISBN : … No. Publikasi : … Katalog BPS : … Ukuran Buku : 18,2 cm × 25,7 cm Jumlah Halaman : 286 halaman Naskah: Badan Pusat Statistik Penyunting: Badan Pusat Statistik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Gambar Kulit: Badan Pusat Statistik Gambar: Badan Pusat Statistik Diterbitkan oleh: … Dicetak oleh: CV. Lintas Khatulistiwa

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

vPembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Assassalamu ’alaikum Wr. Wb.

Keluarga merupakan unit masyarakat yang terkecil yang memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam pengembangan kualitas SDM yang mencakup pengembangan kemampuannya, kemampuan menghadapi tantangan dan mencegah resiko terhadap masalah di sekeliling mereka. Kemampuan SDM tersebut juga bisa menjadi modal dalam upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan sekaligus upaya pencapaian kesetaraan gender. Sejalan

dengan hal tersebut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menerbitkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindaungan Anak Nomor 6 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. Peraturan ini bertujuan antara lain; mendorong penerapan konsep Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga dalam semua kegiatan pembangunan yang sasarannya dan/atau ditujukan untuk Keluarga dan meningkatkan pelaksanaan kebijakan pembangunan kelaurga bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Untuk meningkatkan ketahanan keluarga kita harus dapat menunjukan bagaimana situasi saat ini, bagian mana dari ketahanan keluarga yang perlu diperbaiki. Dengan mengetahuinya, kita dapat mengembangkan strategi bagaimana program dirancang untuk memperbaiki ketahan keluarga. Terima kasih dan apresiasi yang tinggi disampaikan kepada Kepala Badan Pusat Statistik dan jajarannya, terutama Deputi Bidang Statistik Sosial dan Direktorat Statistik Ketahanan Sosial atas kerjasama penyusunan buku ini. Semoga buku ini, membantu para pemangku kepentingan sebagai bahan perencanaan program pembinaan ketahanan keluarga. Terima Kasih.

Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, November 2016

MenteriPemberdayaan Perempuan dan Perlindaungan Anak

Republik Indonesia

Yohana Susana Yembise

MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAKREPUBLIK INDONESIA

KATA SAMBUTAN

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| v

KATA PENGANTAR

Konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai

peraturan perundang-undangan, namun sejauh ini belum tersedia ukuran yang berlaku secara universal untuk mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung berbagai indikator terkait ketahanan keluarga dengan berbagai pendekatan dan keterbatasan ketersediaan data.

Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Keluarga mempunyai peran dalam memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Hanya keluarga dengan tingkat ketahanan keluarga tinggi yang dapat menyaring pengaruh negatif dinamika sosial.

Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 ini berusaha memberikan informasi mengenai tingkat ketahanan keluarga Indonesia berdasarkan lima dimensi penyusun ketahanan keluarga, antara lain: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga; Ketahanan Fisik; Ketahanan Ekonomi; Ketahanan Sosial-Psikologi; dan Ketahanan Sosial-Budaya. Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari berbagai survei yang dilaksanakan oleh BPS dan instansi lain yang berkaitan dengan variabel dan indikator penyusun ketahanan keluarga.

Publikasi ini dapat direalisasikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif, baik secara individu maupun lembaga, kami sampaikan penghargaan yang tulus. Kritik dan saran demi perbaikan publikasi serupa di masa mendatang sangat diharapkan.

Jakarta, November 2016

Kepala Badan Pusat Statistik

Dr. Suhariyanto

viiPembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| v

KATA PENGANTAR

Konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai

peraturan perundang-undangan, namun sejauh ini belum tersedia ukuran yang berlaku secara universal untuk mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung berbagai indikator terkait ketahanan keluarga dengan berbagai pendekatan dan keterbatasan ketersediaan data.

Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Keluarga mempunyai peran dalam memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Hanya keluarga dengan tingkat ketahanan keluarga tinggi yang dapat menyaring pengaruh negatif dinamika sosial.

Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 ini berusaha memberikan informasi mengenai tingkat ketahanan keluarga Indonesia berdasarkan lima dimensi penyusun ketahanan keluarga, antara lain: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga; Ketahanan Fisik; Ketahanan Ekonomi; Ketahanan Sosial-Psikologi; dan Ketahanan Sosial-Budaya. Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari berbagai survei yang dilaksanakan oleh BPS dan instansi lain yang berkaitan dengan variabel dan indikator penyusun ketahanan keluarga.

Publikasi ini dapat direalisasikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif, baik secara individu maupun lembaga, kami sampaikan penghargaan yang tulus. Kritik dan saran demi perbaikan publikasi serupa di masa mendatang sangat diharapkan.

Jakarta, November 2016

Kepala Badan Pusat Statistik

Dr. Suhariyanto

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| v

KATA PENGANTAR

Konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai

peraturan perundang-undangan, namun sejauh ini belum tersedia ukuran yang berlaku secara universal untuk mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung berbagai indikator terkait ketahanan keluarga dengan berbagai pendekatan dan keterbatasan ketersediaan data.

Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Keluarga mempunyai peran dalam memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Hanya keluarga dengan tingkat ketahanan keluarga tinggi yang dapat menyaring pengaruh negatif dinamika sosial.

Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 ini berusaha memberikan informasi mengenai tingkat ketahanan keluarga Indonesia berdasarkan lima dimensi penyusun ketahanan keluarga, antara lain: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga; Ketahanan Fisik; Ketahanan Ekonomi; Ketahanan Sosial-Psikologi; dan Ketahanan Sosial-Budaya. Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari berbagai survei yang dilaksanakan oleh BPS dan instansi lain yang berkaitan dengan variabel dan indikator penyusun ketahanan keluarga.

Publikasi ini dapat direalisasikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif, baik secara individu maupun lembaga, kami sampaikan penghargaan yang tulus. Kritik dan saran demi perbaikan publikasi serupa di masa mendatang sangat diharapkan.

Jakarta, November 2016

Kepala Badan Pusat Statistik

Dr. Suhariyanto

Konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, namun sejauh ini belum tersedia ukuran yang berlaku secara universal untuk mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung berbagai indikator terkait ketahanan keluarga dengan berbagai pendekatan dan keterbatasan ketersediaan data.

Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan masayarakat. Kelaurga mempunyai peran dalam memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Hanya keluarga dengan tingkat ketahanan keluarga tinggi yang dapat menyaring pengaruh negatif dinamika sosial. Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 ini berusaha memberikan informasi mengenai tingkat ketahanan keluarga Indonesia berdasarkan lima dimensi penyusun ketahanan keluarga, antara lain: Landasan Legalitas dan Keutuhan Kelaurga; Ketahanan Fisik; Ketahanan Ekonomi; Ketyahanan Sosial-Psikologi; dan Ketahanan Sosial-Budaya. Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari berbagai survei yang dilaksanakan oleh BPS dan instansi lain yang berkaitan dengan variabel dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Publikasi ini dapat direalisasikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Kewpada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif, baik secara individu maupun lembaga, kami sampaikan penghargaan yang tulus. Kritik dan saran demi perbaikan publikasi serupa di masa mendatang sangat diharapkan.

viii Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

vi | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

TIM PENYUSUN

Pengarah : Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Ph.D Dr. Suryamin, M.Sc. Dr. Suhariyanto M Sairi, M.A. dr. Heru P. Kasidi, M.Sc.

Penanggung Jawab : Ir. Thoman Pardosi, SE., M.Si. Budi Mardaya, SE., M.Si.

Editor : Dwi Retno Wilujeng Wahyu Utami, S.Si., M.Si. Krismawati, M.A. Dra. Lieska Prasetya, M.Sc. Karmaji, SE., M.A. Puji Lestari, S.Si., M.Si. Diana Aryanti, S.P., M.Si. Armi Susilowati, S.Si. Drs. Sayuti Fitri Skriptandono, SE., M.M. Dwi Ratna Anugerah, S.Sos. Sri Lestari, SE.

Penulis : Anisah Cahyaningtyas, SST Asih Amperiana Tenrisana, S.Si. Dewi Triana, S.Sos. Dwi Agus Prastiwi, SST Eko Hadi Nurcahyo, SST Jamilah, S.Si., M.Eng. Nia Aminiah, S.Si., M.A., M.S.E. Viane Dorthea Tiwa, SST

Pengolah Data : Eko Hadi Nurcahyo, SST Udin Suchaini, SE.

Tata Letak : Anisah Cahyaningtyas, SST Dwi Agus Prastiwi, SST Udin Suchaini, SE. vi | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

TIM PENYUSUN

Pengarah : Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Ph.D Dr. Suryamin, M.Sc. Dr. Suhariyanto M Sairi, M.A. dr. Heru P. Kasidi, M.Sc.

Penanggung Jawab : Ir. Thoman Pardosi, SE., M.Si. Budi Mardaya, SE., M.Si.

Editor : Dwi Retno Wilujeng Wahyu Utami, S.Si., M.Si. Krismawati, M.A. Dra. Lieska Prasetya, M.Sc. Karmaji, SE., M.A. Puji Lestari, S.Si., M.Si. Diana Aryanti, S.P., M.Si. Armi Susilowati, S.Si. Drs. Sayuti Fitri Skriptandono, SE., M.M. Dwi Ratna Anugerah, S.Sos. Sri Lestari, SE.

Penulis : Anisah Cahyaningtyas, SST Asih Amperiana Tenrisana, S.Si. Dewi Triana, S.Sos. Dwi Agus Prastiwi, SST Eko Hadi Nurcahyo, SST Jamilah, S.Si., M.Eng. Nia Aminiah, S.Si., M.A., M.S.E. Viane Dorthea Tiwa, SST

Pengolah Data : Eko Hadi Nurcahyo, SST Udin Suchaini, SE.

Tata Letak : Anisah Cahyaningtyas, SST Dwi Agus Prastiwi, SST Udin Suchaini, SE.

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| vii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMBUTAN ............................................................................................................ iii KATA PENGANTAR .................................................................................................. v TIM PENYUSUN....................................................................................................... vi DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xiv

I. Pendahuluan 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Landasan Hukum ..................................................................................... 3 1.3. Tujuan ..................................................................................................... 3 1.4. Sistematika Penyajian ............................................................................. 4

II. Pengukuran Ketahanan Keluarga 5 2.1. Konsep Keluarga ..................................................................................... 5 2.2. Konsep Ketahanan Keluarga ................................................................... 6 2.3. Dimensi, Variabel, Dan Indikator Ketahanan Keluarga ........................... 8 2.4. Rumah Tangga Sebagai Pendekatan Analisis Ketahanan Keluarga ........ 22 2.5. Sumber Data ........................................................................................... 23

III. Indeks Ketahanan Keluarga 27 3.1. Metodologi Pengembangan Ukuran Tingkat Ketahanan Keluarga ......... 27 3.2. Pengukuran Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga .................................. 29 3.3. Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) ........................................... 33

IV. Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga 39 4.1. Landasan Legalitas .................................................................................. 39 4.2. Keutuhan Keluarga .................................................................................. 47 4.3. Kemitraan Gender ................................................................................... 50

V. Ketahanan Fisik 63 5.1. Kecukupan Pangan dan Gizi .................................................................... 63 5.2. Kesehatan Keluarga ................................................................................ 71 5.3. Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap untuk Tidur .................................... 75

ixPembangunan Ketahanan Keluarga 2016

vi | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

TIM PENYUSUN

Pengarah : Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Ph.D Dr. Suryamin, M.Sc. Dr. Suhariyanto M Sairi, M.A. dr. Heru P. Kasidi, M.Sc.

Penanggung Jawab : Ir. Thoman Pardosi, SE., M.Si. Budi Mardaya, SE., M.Si.

Editor : Dwi Retno Wilujeng Wahyu Utami, S.Si., M.Si. Krismawati, M.A. Dra. Lieska Prasetya, M.Sc. Karmaji, SE., M.A. Puji Lestari, S.Si., M.Si. Diana Aryanti, S.P., M.Si. Armi Susilowati, S.Si. Drs. Sayuti Fitri Skriptandono, SE., M.M. Dwi Ratna Anugerah, S.Sos. Sri Lestari, SE.

Penulis : Anisah Cahyaningtyas, SST Asih Amperiana Tenrisana, S.Si. Dewi Triana, S.Sos. Dwi Agus Prastiwi, SST Eko Hadi Nurcahyo, SST Jamilah, S.Si., M.Eng. Nia Aminiah, S.Si., M.A., M.S.E. Viane Dorthea Tiwa, SST

Pengolah Data : Eko Hadi Nurcahyo, SST Udin Suchaini, SE.

Tata Letak : Anisah Cahyaningtyas, SST Dwi Agus Prastiwi, SST Udin Suchaini, SE.

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| vii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMBUTAN ............................................................................................................ iii KATA PENGANTAR .................................................................................................. v TIM PENYUSUN....................................................................................................... vi DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xiv

I. Pendahuluan 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Landasan Hukum ..................................................................................... 3 1.3. Tujuan ..................................................................................................... 3 1.4. Sistematika Penyajian ............................................................................. 4

II. Pengukuran Ketahanan Keluarga 5 2.1. Konsep Keluarga ..................................................................................... 5 2.2. Konsep Ketahanan Keluarga ................................................................... 6 2.3. Dimensi, Variabel, Dan Indikator Ketahanan Keluarga ........................... 8 2.4. Rumah Tangga Sebagai Pendekatan Analisis Ketahanan Keluarga ........ 22 2.5. Sumber Data ........................................................................................... 23

III. Indeks Ketahanan Keluarga 27 3.1. Metodologi Pengembangan Ukuran Tingkat Ketahanan Keluarga ......... 27 3.2. Pengukuran Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga .................................. 29 3.3. Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) ........................................... 33

IV. Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga 39 4.1. Landasan Legalitas .................................................................................. 39 4.2. Keutuhan Keluarga .................................................................................. 47 4.3. Kemitraan Gender ................................................................................... 50

V. Ketahanan Fisik 63 5.1. Kecukupan Pangan dan Gizi .................................................................... 63 5.2. Kesehatan Keluarga ................................................................................ 71 5.3. Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap untuk Tidur .................................... 75

x Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

viii | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

VI. Ketahanan Ekonomi 79 6.1. Tempat Tinggal Keluarga ........................................................................ 79 6.2. Pendapatan Keluarga ............................................................................. 82 6.3. Pembiayaan Pendidikan Anak ................................................................ 89 6.4. Jaminan Keuangan Keluarga .................................................................. 94

VII. Ketahanan Sosial Psikologi 101 7.1. Keharmonisan Keluarga ......................................................................... 101 7.2. Kepatuhan Terhadap Hukum ................................................................. 111

VIII. Ketahanan Sosial Budaya 115 8.1. Kepedulian Sosial ................................................................................... 115 8.2. Keeratan Sosial ....................................................................................... 120 8.3. Ketaatan Beragama ................................................................................ 123

Daftar Pustaka ......................................................................................................... 127 Lampiran .................................................................................................................. 131

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Ciri-Ciri Ketahanan Keluarga, Ketersediaan Data, dan Penyesuaian Indikator Ketahanan Keluarga ................................................................ 10

Tabel 3.1 Skala Ukuran Perbandingan Dua Objektif Secara Berpasangan ............. 29 Tabel 3.2 Peserta Forum WCM Penyusunan Bobot Rintisan Indeks

Ketahanan Keluarga ............................................................................... 31 Tabel 3.3 Bobot/Kontribusi Dimensi, Variabel, dan Indikator Penyusun

Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga ..................................................... 32 Tabel 3.4 Nilai Batas Kelompok Menurut Skenario Pengklasifikasian R-IKK .......... 33

xiPembangunan Ketahanan Keluarga 2016

viii | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

VI. Ketahanan Ekonomi 79 6.1. Tempat Tinggal Keluarga ........................................................................ 79 6.2. Pendapatan Keluarga ............................................................................. 82 6.3. Pembiayaan Pendidikan Anak ................................................................ 89 6.4. Jaminan Keuangan Keluarga .................................................................. 94

VII. Ketahanan Sosial Psikologi 101 7.1. Keharmonisan Keluarga ......................................................................... 101 7.2. Kepatuhan Terhadap Hukum ................................................................. 111

VIII. Ketahanan Sosial Budaya 115 8.1. Kepedulian Sosial ................................................................................... 115 8.2. Keeratan Sosial ....................................................................................... 120 8.3. Ketaatan Beragama ................................................................................ 123

Daftar Pustaka ......................................................................................................... 127 Lampiran .................................................................................................................. 131

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Ciri-Ciri Ketahanan Keluarga, Ketersediaan Data, dan Penyesuaian Indikator Ketahanan Keluarga ................................................................ 10

Tabel 3.1 Skala Ukuran Perbandingan Dua Objektif Secara Berpasangan ............. 29 Tabel 3.2 Peserta Forum WCM Penyusunan Bobot Rintisan Indeks

Ketahanan Keluarga ............................................................................... 31 Tabel 3.3 Bobot/Kontribusi Dimensi, Variabel, dan Indikator Penyusun

Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga ..................................................... 32 Tabel 3.4 Nilai Batas Kelompok Menurut Skenario Pengklasifikasian R-IKK .......... 33

xii Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

x | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga .......... 14 Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi

dan Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga ........................................ 35 Gambar 3.2 Peta Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga Indonesia ........................ 37 Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40

persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015 ........................................................................................ 40

Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut Provinsi, 2015 ..................................................................... 42

Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17 Tahun, 2015 .................................................................... 43

Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015 .................................................... 44

Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015 .................. 46

Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 ...... 48

Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015 ....................................... 49

Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 ........................... 51

Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014 .................................................................................... 52

Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga, 2015 .................................... 54

Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Menurut Provinsi, 2015 .................................................................................... 55

Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012 ....................................................................................... 56

x | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga .......... 14 Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi

dan Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga ........................................ 35 Gambar 3.2 Peta Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga Indonesia ........................ 37 Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40

persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015 ........................................................................................ 40

Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut Provinsi, 2015 ..................................................................... 42

Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17 Tahun, 2015 .................................................................... 43

Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015 .................................................... 44

Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015 .................. 46

Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 ...... 48

Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015 ....................................... 49

Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 ........................... 51

Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014 .................................................................................... 52

Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga, 2015 .................................... 54

Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Menurut Provinsi, 2015 .................................................................................... 55

Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012 ....................................................................................... 56

xiiiPembangunan Ketahanan Keluarga 2016

x | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga .......... 14 Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi

dan Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga ........................................ 35 Gambar 3.2 Peta Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga Indonesia ........................ 37 Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40

persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015 ........................................................................................ 40

Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut Provinsi, 2015 ..................................................................... 42

Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17 Tahun, 2015 .................................................................... 43

Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015 .................................................... 44

Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015 .................. 46

Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 ...... 48

Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015 ....................................... 49

Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 ........................... 51

Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014 .................................................................................... 52

Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga, 2015 .................................... 54

Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Menurut Provinsi, 2015 .................................................................................... 55

Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012 ....................................................................................... 56

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| xi

Gambar 4.13 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012........................................................................................... 57

Gambar 4.14 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami Dilakukan Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012 ..................... 58

Gambar 4.15 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilannya Dilakukan oleh Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012 ..................... 59

Gambar 4.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014 ................................................................................................... 60

Gambar 4.17 Persentase Rumah Tangga yang Suami dan Istri Menentukan Jumlah Anak Secara Bersama Menurut Provinsi, 2014 ..................... 61

Gambar 5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu, 2015 .......................................... 65

Gambar 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal 14 Kali Seminggu Berdasarkan Jenis Makanan, 2015 .................................................... 65

Gambar 5.3 Persentase Rumah Tangga yang Seluruh Anggota Rumah Tangga (ART) Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu Menurut Provinsi, 2015 ................................................................................................... 67

Gambar 5.4 Persentase Balita Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U, 2013 ...................................................... 68

Gambar 5.5 Persentase Balita yang Mempunyai Status Gizi Baik Menurut Provinsi, 2013 ................................................................................. 70

Gambar 5.6 Persentase Penduduk Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kesehatan Selama Sebulan Terakhir, 2015 ....................................... 71

Gambar 5.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah, Keberadaan KRT/Pasangan Penderita Penyakit Kronis, dan Disabilitas, 2014 ................................................................................ 73

Gambar 5.8 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangan Bukan Penderita Penyakit Kronis dan Disabilitas, 2014 ............................... 74

Gambar 5.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Lokasi Tetap Untuk Tidur dan Tempat Tidur KRT dan Klasifikasi Wilayah, 2015 ................................................................................................... 76

Gambar 5.10 Persentase Rumah Tangga yang KRT-nya Memiliki Tempat Tidur dan Digunakan Maksimal 3 Orang, 2015 ................................. 77

Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal, 2015 ....................... 80

Gambar 6.2 Persentase Rumah Tangga yang Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggalnya Milik Sendiri Menurut Provinsi, 2015 ................ 81

xiv Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016xii | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kelompok Rata-Rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015 ............................................ 82

Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015 ........................... 84

Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Rata-rata Pengeluaran PerKapita Per Bulan dan Provinsi, 2015 ............................................ 85

Gambar 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014 ......................................................... 86

Gambar 6.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Kelompok Pendapatan, 2014 ......................................................... 87

Gambar 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Provinsi, 2015 .................................................................................... 88

Gambar 6.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015 ............................................................................... 89

Gambar 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Pendidikan Tertinggi KRT dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia Sekolah (7-18 Tahun) yang Bersekolah, 2015 .......................................................... 90

Gambar 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah dan Provinsi, 2015 ................................................................................................... 91

Gambar 6.12 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015 ......................................................... 92

Gambar 6.13 Persentase Penduduk Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2015 ....... 93

Gambar 6.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Jenis Tabungan yang Dimiliki, 2015 ................................................... 94

Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi, 2015 .................................................................................... 96

Gambar 6.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015 ........................................................................................ 97

Gambar 6.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Status dalam Pekerjaan dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015 ........................................................................................ 98

Gambar 6.18 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART-nya Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Provinsi, 2015 ..................................... 99

Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah Dan Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri, 2014 ...................... 102

xvPembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| xiii

Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014 ................................................................................... 103

Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga yang Sikap KRT/Pasangannya Tidak Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Apapun Menurut Provinsi, 2014 ....................................................... 105

Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun oleh KRT/pasangan, 2014 ................................................................................................... 107

Gambar 7.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Perilaku Kekerasan yang Digunakan Dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014 ..... 107

Gambar 7.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Tingkat Pendidikan KRT/pasangan dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014 ................................................................................................... 108

Gambar 7.7 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Tidak Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi, 2014 ....................................................... 109

Gambar 7.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART yang Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015 .......... 111

Gambar 7.9 Persentase Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak Pidana Menurut Jenis Kejahatan, 2015 ........................................................ 112

Gambar 7.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Tidak Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015 .......................................................................... 113

Gambar 8.1 Rumah Tangga Lansia Indonesia, 2015 ............................................. 117 Gambar 8.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan

Lansia yang Tinggal Bersama ART Lain, 2015 .................................... 119 Gambar 8.3 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial

Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014 ........ 121 Gambar 8.4 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam

Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014 ......................................... 122

Gambar 8.5 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014 ................ 124

Gambar 8.6 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014 ..................................................................... 125

xvi Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

xiv | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 4.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Buku/Akte Nikah Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya yang Berstatus Kawin, 2015 ................................ 133

Lampiran 4.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015 ........ 134

Lampiran 4.3 Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2015 ........................................................................................... 137

Lampiran 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015 ....................................... 140

Lampiran 4.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 ........... 143

Lampiran 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 ................... 146

Lampiran 4.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015 ............................................................................ 149

Lampiran 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015 .................................................................... 152

Lampiran 4.9 Persentase Istri Umur 15 -49 yang Suaminya Memiliki Penghasilan Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami, 2012 ...................................... 155

Lampiran 4.10 Persentase Istri Umur 15 -49 yang Menerima Penghasilan dari Bekerja Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012 ....................................... 156

Lampiran 4.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014 ............ 157

xviiPembangunan Ketahanan Keluarga 2016

xiv | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 4.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Buku/Akte Nikah Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya yang Berstatus Kawin, 2015 ................................ 133

Lampiran 4.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015 ........ 134

Lampiran 4.3 Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2015 ........................................................................................... 137

Lampiran 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015 ....................................... 140

Lampiran 4.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015 ........... 143

Lampiran 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014 ................... 146

Lampiran 4.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015 ............................................................................ 149

Lampiran 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015 .................................................................... 152

Lampiran 4.9 Persentase Istri Umur 15 -49 yang Suaminya Memiliki Penghasilan Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami, 2012 ...................................... 155

Lampiran 4.10 Persentase Istri Umur 15 -49 yang Menerima Penghasilan dari Bekerja Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012 ....................................... 156

Lampiran 4.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014 ............ 157

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| xv

Lampiran 5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Dua Kali Sehari, 2015 ................................................... 160

Lampiran 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Dua Kali Sehari, 2015 ................................................... 163

Lampiran 5.3 Persentase Balita Menurut Provinsi dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U ......................................................... 166

Lampiran 5.4 Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan Gangguan Kesehatan, 2015 ....................................................... 167

Lampiran 5.5 Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014 ............................................................................ 170

Lampiran 5.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur di Rumah, 2015 .............................................................................. 173

Lampiran 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015 ........................................................................................... 176

Lampiran 6.2 Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi, 2015 ......................... 179

Lampiran 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015 ........................... 180

Lampiran 6.4 Persentase Penduduk Miskin dan Besarnya Garis Kemiskinan Menurut Provinsi dan Klasifikasi Wilayah, 2015 ........................................................................................... 183

Lampiran 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015 ........................... 184

Lampiran 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014 ..................................................... 187

Lampiran 6.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Kelompok Pendapatan, dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014 ........................ 190

Lampiran 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015............................................................... 193

Lampiran 6.9 Persentase Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Usia 25 Tahun ke Atas Menurut Provinsi, 2014 ..................................... 196

xviii Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016xvi | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015 .................................................... 197

Lampiran 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan ART Umur 7 - 18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015 ......................................... 200

Lampiran 6.12 Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur, dan Status Putus Sekolah, 2015 ................................................ 203

Lampiran 6.13 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk Tabungan/ Simpanan, 2015 ....................................................... 206

Lampiran 6.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015 ................................................................................ 209

Lampiran 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Status Pekerjaan KRT, dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015 ......................................... 212

Lampiran 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014 ........................................... 215

Lampiran 7.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014 ................................................ 218

Lampiran 7.3 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2014 ...................................... 221

Lampiran 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014 ............................................................................... 227

Lampiran 7.5 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014 ........................................................................ 230

Lampiran 7.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT/Pasangan dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014 ................................... 233

Lampiran 7.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak Pidana yang Dialami, 2015 ............................................. 239

xixPembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| xvii

Lampiran 7.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015 ........................................ 242

Lampiran 8.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015 ........................................................... 245

Lampiran 8.2 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Lansia Menurut Provinsi, Klasifikasi Wilayah, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Lain yang Berumur Kurang dari 60 Tahun, 2015 ........................................................................................... 248

Lampiran 8.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014 ................................. 249

Lampiran 8.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014 .................................................... 252

Lampiran 9 Instrumen Analytic Hierarchy Process (AHP) ............................. 255

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Orientasi pembangunan nasional di berbagai negara di lingkup internasional telah mengalami perubahan dengan menempatkan pembangunan sosial sejajar dengan pembangunan ekonomi. Kedua aspek pembangunan sosial dan ekonomi tersebut bersifat sejalan dan saling melengkapi. Kemajuan pembangunan sosial, yang memposisikan manusia sebagai pusat orientasi pembangunan, akan mendorong terciptanya kemajuan pembangunan dalam aspek ekonomi demikian pula sebaliknya. Indonesia sebagai negara yang sedang giat membangun juga telah menempatkan pentingnya aspek sosial dan ekonomi dalam pembangunan nasional secara berkelanjutan.

Dalam konteks pembangunan sosial di Indonesia maka pembangunan keluarga merupakan salah satu isu tematik dalam pembangunan nasional. Upaya peningkatan pembangunan sosial tidak terlepas dari pentingnya keluarga sebagai salah satu aspek penting pranata sosial yang perlu diperhatikan. Kekuatan pembangunan nasional, berakar pada elemen keluarga sebagai komunitas mikro dalam masyarakat. Keluarga sejahtera merupakan fondasi dasar bagi keutuhan kekuatan dan keberlanjutan pembangunan. Sebaliknya, keluarga yang rentan dan tercerai-berai mendorong lemahnya fondasi kehidupan masyarakat bernegara.

Pembangunan keluarga menjadi salah satu isu pembangunan nasional dengan penekanan pada pentingnya penguatan ketahanan keluarga. Secara yuridis, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera menyebutkan bahwa “Ketahanan keluarga berfungsi sebagai alat untuk mengukur seberapa jauh keluarga telah melaksanakan peranan, fungsi, tugas-tugas, dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan anggotanya”. Sementara itu, peran penting keluarga tertera pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Peraturan pemerintah ini sangat jelas menyebutkan bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan nasional. Lebih jauh lagi, keluarga perlu dibina dan dikembangkan kualitasnya agar menjadi keluarga sejahtera serta menjadi sumber daya manusia yang efektif bagi pembangunan nasional.

1

1Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Orientasi pembangunan nasional di berbagai negara di lingkup internasional telah mengalami perubahan dengan menempatkan pembangunan sosial sejajar dengan pembangunan ekonomi. Kedua aspek pembangunan sosial dan ekonomi tersebut bersifat sejalan dan saling melengkapi. Kemajuan pembangunan sosial, yang memposisikan manusia sebagai pusat orientasi pembangunan, akan mendorong terciptanya kemajuan pembangunan dalam aspek ekonomi demikian pula sebaliknya. Indonesia sebagai negara yang sedang giat membangun juga telah menempatkan pentingnya aspek sosial dan ekonomi dalam pembangunan nasional secara berkelanjutan.

Dalam konteks pembangunan sosial di Indonesia maka pembangunan keluarga merupakan salah satu isu tematik dalam pembangunan nasional. Upaya peningkatan pembangunan sosial tidak terlepas dari pentingnya keluarga sebagai salah satu aspek penting pranata sosial yang perlu diperhatikan. Kekuatan pembangunan nasional, berakar pada elemen keluarga sebagai komunitas mikro dalam masyarakat. Keluarga sejahtera merupakan fondasi dasar bagi keutuhan kekuatan dan keberlanjutan pembangunan. Sebaliknya, keluarga yang rentan dan tercerai-berai mendorong lemahnya fondasi kehidupan masyarakat bernegara.

Pembangunan keluarga menjadi salah satu isu pembangunan nasional dengan penekanan pada pentingnya penguatan ketahanan keluarga. Secara yuridis, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera menyebutkan bahwa “Ketahanan keluarga berfungsi sebagai alat untuk mengukur seberapa jauh keluarga telah melaksanakan peranan, fungsi, tugas-tugas, dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan anggotanya”. Sementara itu, peran penting keluarga tertera pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Peraturan pemerintah ini sangat jelas menyebutkan bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan nasional. Lebih jauh lagi, keluarga perlu dibina dan dikembangkan kualitasnya agar menjadi keluarga sejahtera serta menjadi sumber daya manusia yang efektif bagi pembangunan nasional.

1

2 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 3

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berupaya untuk menyusun berbagai indikator terkait ketahanan keluarga yang digunakan sebagai bahan kajian dan penilaian tingkat ketahanan keluarga di Indonesia.

1.2 LANDASAN HUKUM

Penyusunan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 dilaksanakan berdasarkan landasan hukum berikut ini:

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Pembangunan Keluarga, 2. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan

dan Pembangunan Keluarga, 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang

Konvensi Tentang Hak-Hak Anak 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang

Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1994 Tentang

Pengelolaan Perkembangan Kependudukan 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan

9. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Peningkatan Ketahanan Keluarga dan Perlindungan Anak Republik Indonesia,

10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga.

1.3 TUJUAN

Tujuan kegiatan penyusunan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 sebagai berikut:

1. Mendapatkan indikator-indikator penting pengukur tingkat Ketahanan Keluarga.

2. Mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia tahun 2016. 3. Menyediakan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 yang

dapat digunakan sebagai bahan perencanaan program pembinaan ketahanan keluarga oleh pemerintah dan segenap pemangku kepentingan.

2 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa upaya peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga perlu dipertimbangkan untuk mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam konteks globalisasi, berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan masyarakat. Eksistensi individu dan keluarga telah menghadapi berbagai ancaman yang bersumber dari berbagai dampak proses transformasi sosial yang berlangsung sangat cepat dan tak terhindarkan. Banyak keluarga mengalami perubahan, baik struktur, fungsi, dan peranannya. Dampak negatif transformasi sosial akan menggoyahkan eksistensi individu dan keluarga sehingga menjadi rentan atau bahkan berpotensi tidak memiliki ketahanan. Oleh karena itu, individu dan keluarga perlu ditingkatkan ketahanannya melalui upaya pemberdayaan, terutama yang berkaitan dengan penguatan struktur, fungsi, dan peran keluarga dalam masyarakat.

Ketahanan individu dan keluarga akan berakibat pada terjaminnya ketahanan masyarakat. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 mendefinisikan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Sementara suatu keluarga akan memiliki ketahanan dan kemandirian yang tinggi apabila keluarga tersebut dapat berperan secara optimal dalam mewujudkan seluruh potensi yang dimilikinya. Lebih jauh lagi, ketahanan keluarga diindikasikan sebagai kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumberdaya setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk didalamnya adalah kecukupan akses terhadap pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial. Dengan demikian, ketahanan keluarga merupakan konsep yang mengandung aspek multidimensi.

Upaya peningkatan ketahanan keluarga menjadi penting untuk dilaksanakan dalam rangka mengurangi atau mengatasi berbagai masalah yang menghambat pembangunan nasional. Dengan diketahuinya tingkat ketahanan keluarga maka dinamika kehidupan sosial keluarga sebagai salah satu aspek kesejahteraan keluarga juga dapat diukur. Kondisi ketahanan keluarga menjadi gambaran keadaan dan perkembangan pembangunan sosial yang sedang berlangsung. Sayangnya, meskipun konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi sejauh ini dirasakan masih belum tersedianya ukuran yang pasti secara metodologis dan berlaku umum untuk mengetahui tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) bersama-sama dengan

3Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 3

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berupaya untuk menyusun berbagai indikator terkait ketahanan keluarga yang digunakan sebagai bahan kajian dan penilaian tingkat ketahanan keluarga di Indonesia.

1.2 LANDASAN HUKUM

Penyusunan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 dilaksanakan berdasarkan landasan hukum berikut ini:

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Pembangunan Keluarga, 2. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan

dan Pembangunan Keluarga, 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang

Konvensi Tentang Hak-Hak Anak 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang

Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1994 Tentang

Pengelolaan Perkembangan Kependudukan 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan

9. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Peningkatan Ketahanan Keluarga dan Perlindungan Anak Republik Indonesia,

10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga.

1.3 TUJUAN

Tujuan kegiatan penyusunan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 sebagai berikut:

1. Mendapatkan indikator-indikator penting pengukur tingkat Ketahanan Keluarga.

2. Mengetahui gambaran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia tahun 2016. 3. Menyediakan Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 yang

dapat digunakan sebagai bahan perencanaan program pembinaan ketahanan keluarga oleh pemerintah dan segenap pemangku kepentingan.

2 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa upaya peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga perlu dipertimbangkan untuk mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam konteks globalisasi, berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan masyarakat. Eksistensi individu dan keluarga telah menghadapi berbagai ancaman yang bersumber dari berbagai dampak proses transformasi sosial yang berlangsung sangat cepat dan tak terhindarkan. Banyak keluarga mengalami perubahan, baik struktur, fungsi, dan peranannya. Dampak negatif transformasi sosial akan menggoyahkan eksistensi individu dan keluarga sehingga menjadi rentan atau bahkan berpotensi tidak memiliki ketahanan. Oleh karena itu, individu dan keluarga perlu ditingkatkan ketahanannya melalui upaya pemberdayaan, terutama yang berkaitan dengan penguatan struktur, fungsi, dan peran keluarga dalam masyarakat.

Ketahanan individu dan keluarga akan berakibat pada terjaminnya ketahanan masyarakat. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 mendefinisikan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Sementara suatu keluarga akan memiliki ketahanan dan kemandirian yang tinggi apabila keluarga tersebut dapat berperan secara optimal dalam mewujudkan seluruh potensi yang dimilikinya. Lebih jauh lagi, ketahanan keluarga diindikasikan sebagai kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumberdaya setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk didalamnya adalah kecukupan akses terhadap pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial. Dengan demikian, ketahanan keluarga merupakan konsep yang mengandung aspek multidimensi.

Upaya peningkatan ketahanan keluarga menjadi penting untuk dilaksanakan dalam rangka mengurangi atau mengatasi berbagai masalah yang menghambat pembangunan nasional. Dengan diketahuinya tingkat ketahanan keluarga maka dinamika kehidupan sosial keluarga sebagai salah satu aspek kesejahteraan keluarga juga dapat diukur. Kondisi ketahanan keluarga menjadi gambaran keadaan dan perkembangan pembangunan sosial yang sedang berlangsung. Sayangnya, meskipun konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi sejauh ini dirasakan masih belum tersedianya ukuran yang pasti secara metodologis dan berlaku umum untuk mengetahui tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) bersama-sama dengan

4 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 5

PENGUKURAN KETAHANAN KELUARGA

Keluarga sebagai sebuah sistem sosial terkecil mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan penduduk yang menjadi cita-cita pembangunan. Keluarga menjadi lingkungan sosial pertama yang memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Pengaruh negatif yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara dinamika eksternal dan internal dalam komunitas yang bersentuhan dengan sistem sosial lainnya diharapkan dapat ditangkal oleh sebuah keluarga yang memiliki ketahanan keluarga yang tangguh. Oleh karena itu, pengukuran ketahanan keluarga yang dapat menggambarkan ketangguhan keluarga di Indonesia dalam menangkal berbagai dampak negatif yang datang dari dalam komunitas maupun dari luar komunitas menjadi hal yang sangat mendesak untuk dilakukan.

2.1 KONSEP KELUARGA

Keluarga (family) merupakan sebuah konsep yang memiliki pengertian dan cakupan yang luas dan beragam. Keluarga, dalam konteks sosiologi, dianggap sebagai suatu institusi sosial yang sekaligus menjadi suatu sistem sosial yang ada di setiap kebudayaan. Sebagai sebuah institusi sosial terkecil, keluarga merupakan kumpulan dari sekelompok orang yang mempunyai hubungan atas dasar pernikahan, keturunan, atau adopsi serta tinggal bersama di rumah tangga biasa (Zastrow, 2006). Sementara itu, keluarga juga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan (suami-istri) serta hubungan darah (anak kandung) atau adopsi (anak angkat/pungut) (Burgess dan Locke dalam Sunarti, 2006). Dari dua definisi keluarga tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan unit/institusi/sistem sosial terkecil dalam masyarakat yang beranggotakan sekelompok orang atas dasar hubungan perkawinan, pertalian darah, atau adopsi yang tinggal bersama dalam sebuah rumah tangga.

Secara umum, keluarga memilik 4 (empat) karakteristik yaitu: (1) keluarga tersusun oleh beberapa orang yang disatukan dalam suatu ikatan seperti perkawinan, hubungan darah, atau adopsi; (2) anggota keluarga hidup dan menetap secara bersama-sama di suatu tempat atau bangunan di bawah satu atap dalam susunan

2

4 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

1.4 SISTEMATIKA PENYAJIAN

Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 disajikan dalam 8 bagian, yaitu:

Bab I. PENDAHULUAN, menyajikan informasi terkait latar belakang, landasan hukum, tujuan, dan sistematika penyajian publikasi ini.

Bab II. PENGUKURAN KETAHANAN KELUARGA, menyajikan informasi terkait konsep keluarga, konsep ketahanan keluarga, pengukuran ketahanan keluarga, variabel dan indikator ketahanan keluarga, penggunaan rumah tangga sebagai pendekatan keluarga, dan sumber data.

Bab III. KETAHANAN KELUARGA INDONESIA, menyajikan kondisi ketahanan keluarga Indonesia secara umum.

Bab IV. LANDASAN LEGALITAS DAN KEUTUHAN KELUARGA, menyajikan informasi terkait landasan legalitas, keutuhan keluarga dan kemitraan gender dalam keluarga.

Bab V. KETAHANAN FISIK, menyajikan informasi terkait kecukupan pangan dan gizi, kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur.

Bab VI. KETAHANAN EKONOMI, menyajikan informasi terkait tempat tinggal keluarga, pendapatan keluarga, pembiayaan pendidikan anak, dan jaminan keuangan keluarga.

Bab VII. KETAHANAN SOSIAL PSIKOLOGIS, menyajikan informasi terkait keharmonisan keluarga dan kepatuhan terhadap hukum.

Bab VIII. KETAHANAN SOSIAL BUDAYA, menyajikan informasi terkait kepedulian sosial, keeratan sosial dan ketaatan beragama.

5Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 5

PENGUKURAN KETAHANAN KELUARGA

Keluarga sebagai sebuah sistem sosial terkecil mempunyai peranan penting dalam mencapai kesejahteraan penduduk yang menjadi cita-cita pembangunan. Keluarga menjadi lingkungan sosial pertama yang memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan, sosial budaya dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Pengaruh negatif yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara dinamika eksternal dan internal dalam komunitas yang bersentuhan dengan sistem sosial lainnya diharapkan dapat ditangkal oleh sebuah keluarga yang memiliki ketahanan keluarga yang tangguh. Oleh karena itu, pengukuran ketahanan keluarga yang dapat menggambarkan ketangguhan keluarga di Indonesia dalam menangkal berbagai dampak negatif yang datang dari dalam komunitas maupun dari luar komunitas menjadi hal yang sangat mendesak untuk dilakukan.

2.1 KONSEP KELUARGA

Keluarga (family) merupakan sebuah konsep yang memiliki pengertian dan cakupan yang luas dan beragam. Keluarga, dalam konteks sosiologi, dianggap sebagai suatu institusi sosial yang sekaligus menjadi suatu sistem sosial yang ada di setiap kebudayaan. Sebagai sebuah institusi sosial terkecil, keluarga merupakan kumpulan dari sekelompok orang yang mempunyai hubungan atas dasar pernikahan, keturunan, atau adopsi serta tinggal bersama di rumah tangga biasa (Zastrow, 2006). Sementara itu, keluarga juga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan (suami-istri) serta hubungan darah (anak kandung) atau adopsi (anak angkat/pungut) (Burgess dan Locke dalam Sunarti, 2006). Dari dua definisi keluarga tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan unit/institusi/sistem sosial terkecil dalam masyarakat yang beranggotakan sekelompok orang atas dasar hubungan perkawinan, pertalian darah, atau adopsi yang tinggal bersama dalam sebuah rumah tangga.

Secara umum, keluarga memilik 4 (empat) karakteristik yaitu: (1) keluarga tersusun oleh beberapa orang yang disatukan dalam suatu ikatan seperti perkawinan, hubungan darah, atau adopsi; (2) anggota keluarga hidup dan menetap secara bersama-sama di suatu tempat atau bangunan di bawah satu atap dalam susunan

2

4 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

1.4 SISTEMATIKA PENYAJIAN

Publikasi Pembangunan Ketahanan Keluarga Tahun 2016 disajikan dalam 8 bagian, yaitu:

Bab I. PENDAHULUAN, menyajikan informasi terkait latar belakang, landasan hukum, tujuan, dan sistematika penyajian publikasi ini.

Bab II. PENGUKURAN KETAHANAN KELUARGA, menyajikan informasi terkait konsep keluarga, konsep ketahanan keluarga, pengukuran ketahanan keluarga, variabel dan indikator ketahanan keluarga, penggunaan rumah tangga sebagai pendekatan keluarga, dan sumber data.

Bab III. KETAHANAN KELUARGA INDONESIA, menyajikan kondisi ketahanan keluarga Indonesia secara umum.

Bab IV. LANDASAN LEGALITAS DAN KEUTUHAN KELUARGA, menyajikan informasi terkait landasan legalitas, keutuhan keluarga dan kemitraan gender dalam keluarga.

Bab V. KETAHANAN FISIK, menyajikan informasi terkait kecukupan pangan dan gizi, kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur.

Bab VI. KETAHANAN EKONOMI, menyajikan informasi terkait tempat tinggal keluarga, pendapatan keluarga, pembiayaan pendidikan anak, dan jaminan keuangan keluarga.

Bab VII. KETAHANAN SOSIAL PSIKOLOGIS, menyajikan informasi terkait keharmonisan keluarga dan kepatuhan terhadap hukum.

Bab VIII. KETAHANAN SOSIAL BUDAYA, menyajikan informasi terkait kepedulian sosial, keeratan sosial dan ketaatan beragama.

6 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 7

ketahanan suatu keluarga yaitu: (1) adanya sikap saling melayani sebagai tanda kemuliaan; (2) adanya keakraban antara suami dan istri menuju kualitas perkawinan yang baik; (3) adanya orang tua yang mengajar dan melatih anak-anaknya dengan berbagai tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten, dan mengembangkan keterampilan; (4) adanya suami dan istri yang memimpin seluruh anggota keluarganya dengan penuh kasih sayang; dan (5) adanya anak-anak yang menaati dan menghormati orang tuanya.

Dalam konteks yang lebih luas, ketahanan keluarga diidentikan dengan ketahanan sosial karena keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem sosial. BPS mendefinisikan ketahanan sosial sebagai hasil dari dinamika sosial skala lokal dan global. Dinamika sosial skala lokal dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu dinamika sistem sosial skala lokal (small scale system) itu sendiri dan karakteristik sistem sosial skala lokal (characteristics of the small scale system) yang disebut sebagai Faktor Komunal (Communal Factors). Faktor komunal yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial antara lain: (1) organisasi sosial reproduksi meliputi: formasi keluarga, sistem pernikahan dan pertalian darah, serta prinsip turunan, warisan, dan suksesi; (2) organisasi sosial produksi meliputi: stratifikasi dan pembagian kerja berdasarkan gender, usia, dan kelas sosial; (3) organisasi sosial partisipasi politik meliputi: kepemimpinan lokal dan pola manajemen; dan (4) organisasi sosial keagamaan meliputi: hukuman dan insentif yang memperkuat norma sosial yang berlaku. Sementara itu, dinamika sosial skala global merujuk pada dinamika sosial pada sistem sosial skala global (large scale system) yang disebut sebagai Faktor Sosial (Societal Factors). Faktor sosial yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial antara lain: (1) derajat integrasi ke sistem ekonomi pasar global (misalnya prevalensi upah/gaji buruh, moneterisasi, mekanisasi, penggunaan teknologi, penanaman modal asing, orientasi dan ketergantungan ekspor, dan ketergantungan impor); (2) derasnya arus pengetahuan dan informasi global; (3) derajat integrasi ke dalam tata kehidupan perkotaan; dan (4) penerapan kebijakan skala internasional, nasional, non-lokal berpengaruh terhadap wilayah (misal kebijakan terkait kependudukan, kesehatan dan pendidikan).

Akhirnya, ketahanan sosial sebagai hasil dari dinamika sosial skala lokal dan global tersebut kemudian diidentifikasi oleh BPS sebagai: (1) tingkat perlindungan yang diberikan kepada penduduk lanjut usia, anak-anak, perempuan, orang dengan disabilitas; (2) tingkat dukungan yang diberikan kepada individu maupun keluarga/rumah tangga rentan seperti keluarga miskin, orang tua tunggal, anak-anak dan penduduk lanjut usia yang terlantar, orang dengan disabilitas yang terlantar; (3) tingkat partisipasi individu, kelompok dan keluarga dalam kehidupan sosial dan politik; (4) tingkat konservasi/keberlanjutan sumber daya lingkungan bagi

6 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

satu rumah tangga; (3) setiap anggota keluarga saling berinteraksi, berkomunikasi, dan menciptakan peran sosial bagi setiap anggota seperti: suami dan isteri, ayah dan ibu, putera dan puteri, saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan sebagainya; (4) hubungan antar anggota keluarga merupakan representasi upaya pemeliharaan pola-pola kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum di komunitas.

Dalam konteks peraturan perundang-undangan, keluarga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari: (1) suami dan istri; (2) suami, istri dan anaknya; (3) ayah dan anaknya; atau (4) ibu dan anaknya (Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga). Selain itu, keluarga mempunyai 8 (delapan) fungsi, seperti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994, yang mencakup fungsi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yaitu: (1) fungsi keagamaan; (2) fungsi sosial budaya; (3) fungsi cinta kasih; (4) fungsi perlindungan; (5) fungsi reproduksi; (6) fungsi sosialisasi dan pendidikan; (7) fungsi ekonomi; dan (8) fungsi pembinaan lingkungan. Dalam kaitannya dengan pengukuran tingkat ketahanan keluarga maka konsep keluarga yang digunakan akan diupayakan untuk merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.2 KONSEP KETAHANAN KELUARGA

Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) merupakan kondisi kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar antara lain: pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial (Frankenberger, 1998). Pandangan lain mendefinisikan ketahanan keluarga sebagai suatu kondisi dinamik keluarga yang memiliki keuletan, ketangguhan, dan kemampuan fisik, materil, dan mental untuk hidup secara mandiri (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994). Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan keluarga untuk mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera dan bahagia lahir dan batin. Dalam pandangan yang lain, ketahanan keluarga mencakup kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah untuk mencapai kesejahteraan (Sunarti, 2001), kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi yang senantiasa berubah secara dinamis serta memiliki sikap positif terhadap berbagai tantangan kehidupan keluarga (Walsh, 1996).

Dari sudut pandang yang lain, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai kemampuan keluarga untuk menangkal atau melindungi diri dari berbagai permasalahan atau ancaman kehidupan baik yang datang dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga seperti lingkungan, komunitas, masyarakat, maupun negara. Setidaknya ada 5 (lima) indikasi yang menggambarkan tingkat

7Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 7

ketahanan suatu keluarga yaitu: (1) adanya sikap saling melayani sebagai tanda kemuliaan; (2) adanya keakraban antara suami dan istri menuju kualitas perkawinan yang baik; (3) adanya orang tua yang mengajar dan melatih anak-anaknya dengan berbagai tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten, dan mengembangkan keterampilan; (4) adanya suami dan istri yang memimpin seluruh anggota keluarganya dengan penuh kasih sayang; dan (5) adanya anak-anak yang menaati dan menghormati orang tuanya.

Dalam konteks yang lebih luas, ketahanan keluarga diidentikan dengan ketahanan sosial karena keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem sosial. BPS mendefinisikan ketahanan sosial sebagai hasil dari dinamika sosial skala lokal dan global. Dinamika sosial skala lokal dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu dinamika sistem sosial skala lokal (small scale system) itu sendiri dan karakteristik sistem sosial skala lokal (characteristics of the small scale system) yang disebut sebagai Faktor Komunal (Communal Factors). Faktor komunal yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial antara lain: (1) organisasi sosial reproduksi meliputi: formasi keluarga, sistem pernikahan dan pertalian darah, serta prinsip turunan, warisan, dan suksesi; (2) organisasi sosial produksi meliputi: stratifikasi dan pembagian kerja berdasarkan gender, usia, dan kelas sosial; (3) organisasi sosial partisipasi politik meliputi: kepemimpinan lokal dan pola manajemen; dan (4) organisasi sosial keagamaan meliputi: hukuman dan insentif yang memperkuat norma sosial yang berlaku. Sementara itu, dinamika sosial skala global merujuk pada dinamika sosial pada sistem sosial skala global (large scale system) yang disebut sebagai Faktor Sosial (Societal Factors). Faktor sosial yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial antara lain: (1) derajat integrasi ke sistem ekonomi pasar global (misalnya prevalensi upah/gaji buruh, moneterisasi, mekanisasi, penggunaan teknologi, penanaman modal asing, orientasi dan ketergantungan ekspor, dan ketergantungan impor); (2) derasnya arus pengetahuan dan informasi global; (3) derajat integrasi ke dalam tata kehidupan perkotaan; dan (4) penerapan kebijakan skala internasional, nasional, non-lokal berpengaruh terhadap wilayah (misal kebijakan terkait kependudukan, kesehatan dan pendidikan).

Akhirnya, ketahanan sosial sebagai hasil dari dinamika sosial skala lokal dan global tersebut kemudian diidentifikasi oleh BPS sebagai: (1) tingkat perlindungan yang diberikan kepada penduduk lanjut usia, anak-anak, perempuan, orang dengan disabilitas; (2) tingkat dukungan yang diberikan kepada individu maupun keluarga/rumah tangga rentan seperti keluarga miskin, orang tua tunggal, anak-anak dan penduduk lanjut usia yang terlantar, orang dengan disabilitas yang terlantar; (3) tingkat partisipasi individu, kelompok dan keluarga dalam kehidupan sosial dan politik; (4) tingkat konservasi/keberlanjutan sumber daya lingkungan bagi

6 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

satu rumah tangga; (3) setiap anggota keluarga saling berinteraksi, berkomunikasi, dan menciptakan peran sosial bagi setiap anggota seperti: suami dan isteri, ayah dan ibu, putera dan puteri, saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan sebagainya; (4) hubungan antar anggota keluarga merupakan representasi upaya pemeliharaan pola-pola kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum di komunitas.

Dalam konteks peraturan perundang-undangan, keluarga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari: (1) suami dan istri; (2) suami, istri dan anaknya; (3) ayah dan anaknya; atau (4) ibu dan anaknya (Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga). Selain itu, keluarga mempunyai 8 (delapan) fungsi, seperti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994, yang mencakup fungsi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yaitu: (1) fungsi keagamaan; (2) fungsi sosial budaya; (3) fungsi cinta kasih; (4) fungsi perlindungan; (5) fungsi reproduksi; (6) fungsi sosialisasi dan pendidikan; (7) fungsi ekonomi; dan (8) fungsi pembinaan lingkungan. Dalam kaitannya dengan pengukuran tingkat ketahanan keluarga maka konsep keluarga yang digunakan akan diupayakan untuk merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.2 KONSEP KETAHANAN KELUARGA

Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) merupakan kondisi kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar antara lain: pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial (Frankenberger, 1998). Pandangan lain mendefinisikan ketahanan keluarga sebagai suatu kondisi dinamik keluarga yang memiliki keuletan, ketangguhan, dan kemampuan fisik, materil, dan mental untuk hidup secara mandiri (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994). Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan keluarga untuk mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera dan bahagia lahir dan batin. Dalam pandangan yang lain, ketahanan keluarga mencakup kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah untuk mencapai kesejahteraan (Sunarti, 2001), kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi yang senantiasa berubah secara dinamis serta memiliki sikap positif terhadap berbagai tantangan kehidupan keluarga (Walsh, 1996).

Dari sudut pandang yang lain, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai kemampuan keluarga untuk menangkal atau melindungi diri dari berbagai permasalahan atau ancaman kehidupan baik yang datang dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga seperti lingkungan, komunitas, masyarakat, maupun negara. Setidaknya ada 5 (lima) indikasi yang menggambarkan tingkat

8 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 9

merepresentasikan tingkat ketahanan keluarga. Semua ciri-ciri (indikator) ketahanan keluarga tersebut terkelompok dalam 5 (lima) dimensi dan terbagi dalam 15 (lima belas) variabel. Kelima dimensi tersebut adalah (1) Legalitas dan Struktur Keluarga mempunyai 3 variabel (7 indikator); (2) Ketahanan Fisik mempunyai 3 variabel (4 indikator); (3) Ketahanan Ekonomi mempunyai 4 variabel (7 indikator), (4) Ketahanan Sosial Psikologi mempunyai 2 variabel (3 indikator); dan (5) Ketahanan Sosial Budaya mempunyai 3 variabel (3 indikator).

Kebutuhan mendesak terkait gambaran tingkat ketahanan keluarga secara nasional menyebabkan pengukuran tingkat ketahanan keluarga tidak dapat ditunda lagi. Publikasi ini disusun sebagai upaya untuk menghasilkan suatu rintisan awal bagi tersedianya ukuran tingkat ketahanan keluarga yang dapat digunakan sebagai baseline perkembangan tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Ukuran tingkat ketahanan keluarga pada publikasi ini pada dasarnya mengacu pada Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013. Berbagai penyempurnaan kerangka kerja dan indikator pengukur tingkat ketahanan keluarga Indonesia akan sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan pada waktu mendatang. Tingkat ketahanan keluarga pada publikasi ini diukur berdasarkan sumber data yang telah tersedia dari berbagai survei yang telah dilaksanakan oleh BPS maupun kementerian. Hal ini dilakukan karena cakupan (coverage) data yang tersedia telah dapat menggambarkan kondisi ketahanan keluarga secara nasional meskipun dijumpai perlunya beberapa penyesuaian indikator sebagai akibat dari keterbatasan atau ketidaksesuaian antara data yang tersedia dengan beberapa indikator yang telah dimiliki oleh KPPPA. Oleh karena itu, terdapat beberapa ciri ketahanan keluarga yang mengalami penyesuaian karena alasan ketidaktersediaan atau ketidaksesuaian data.

Beberapa penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga yang telah dilakukan adalah: (1) ciri ke-4 dan ke-5 “ayah/ibu menyisihkan waktu khusus bersama anak” diganti menjadi indikator “kebersamaan dalam keluarga” dan “kemitraan suami-istri”; (2) ciri ke-11 “memiliki ruang tidur terpisah antara orang tua dan anak” diganti menjadi indikator “ketersediaan lokasi tetap untuk tidur”; (3) ciri ke-14 “keluarga pernah menunggak membayar listrik” diganti menjadi indikator “kecukupan pendapatan keluarga”; (4) ciri ke-17 “suami dan/atau istri mempunyai tabungan dalam bentuk uang minimal Rp. 500.000” diganti menjadi indikator “tabungan keluarga”; dan (5) ciri ke-21 “anggota keluarga terlibat masalah (seperti mencuri, tawuran, berkelahi, memalak, narkoba, ditilang SIM, melanggar lalu lintas, memukul dan lainnya)” diganti menjadi indikator “penghormatan terhadap hukum”. Secara lengkap, penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga menjadi indikator ketahanan keluarga dapat dilihat pada Tabel 2.1.

8 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

penghidupan masyarakat lokal; dan (5) tingkat kontrol sosial terhadap kekerasan (rumah tangga, komunitas, dan lintas budaya).

Sementara itu, dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, ketahanan keluarga diidentifikasi mengandung berbagai aspek yang bertujuan untuk pengembangan individu di dalam keluarga maupun keluarga tersebut secara keseluruhan. Konsep ketahanan keluarga memiliki makna yang berbeda dengan konsep kesejahteraan keluarga, namun keduanya saling berkaitan erat. Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berpotensi lebih besar untuk dapat memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh. Kedua konsep tersebut dirumuskan menjadi satu kesatuan konsep dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yaitu pada Pasal 1 Ayat 11. Pada ayat tersebut dituliskan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.

Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tersebut maka ketahanan keluarga dapat diukur menggunakan pendekatan sistem yang meliputi komponen input (sumber daya fisik dan nonfisik), proses manajemen keluarga (permasalahan keluarga dan mekanisme penanggulangannya), dan output (terpenuhinya kebutuhan fisik dan psiko-sosial). Atas dasar pendekatan ini, maka ketahanan keluarga merupakan ukuran kemampuan keluarga dalam mengelola masalah yang dihadapinya berdasarkan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Sunarti, 2001). Dengan demikian, keluarga dikatakan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi apabila memenuhi beberapa aspek yaitu: (1) ketahanan fisik yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan; (2) ketahanan sosial yaitu berorientasi pada nilai agama, komunikasi yang efektif, dan komitmen keluarga tinggi; (3) ketahanan psikologis meliputi kemampuan penanggulangan masalah nonfisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif, dan kepedulian suami terhadap istri.

2.3 DIMENSI, VARIABEL, DAN INDIKATOR KETAHANAN KELUARGA

Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa konsep ketahanan dan kesejahteraan keluarga mencakup: (1) Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga, (2) Ketahanan Fisik, (3) Ketahanan Ekonomi, (4) Ketahanan Sosial Psikologi, dan (5) Ketahanan Sosial Budaya. Oleh karena itu, pengukuran tingkat ketahanan keluarga akan mencakup kelima hal tersebut di atas, yang selanjutnya disebut sebagai dimensi pengukur ketahanan keluarga. KPPPA telah merumuskan 24 (dua puluh empat) ciri-ciri yang

9Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 9

merepresentasikan tingkat ketahanan keluarga. Semua ciri-ciri (indikator) ketahanan keluarga tersebut terkelompok dalam 5 (lima) dimensi dan terbagi dalam 15 (lima belas) variabel. Kelima dimensi tersebut adalah (1) Legalitas dan Struktur Keluarga mempunyai 3 variabel (7 indikator); (2) Ketahanan Fisik mempunyai 3 variabel (4 indikator); (3) Ketahanan Ekonomi mempunyai 4 variabel (7 indikator), (4) Ketahanan Sosial Psikologi mempunyai 2 variabel (3 indikator); dan (5) Ketahanan Sosial Budaya mempunyai 3 variabel (3 indikator).

Kebutuhan mendesak terkait gambaran tingkat ketahanan keluarga secara nasional menyebabkan pengukuran tingkat ketahanan keluarga tidak dapat ditunda lagi. Publikasi ini disusun sebagai upaya untuk menghasilkan suatu rintisan awal bagi tersedianya ukuran tingkat ketahanan keluarga yang dapat digunakan sebagai baseline perkembangan tingkat ketahanan keluarga di Indonesia. Ukuran tingkat ketahanan keluarga pada publikasi ini pada dasarnya mengacu pada Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013. Berbagai penyempurnaan kerangka kerja dan indikator pengukur tingkat ketahanan keluarga Indonesia akan sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan pada waktu mendatang. Tingkat ketahanan keluarga pada publikasi ini diukur berdasarkan sumber data yang telah tersedia dari berbagai survei yang telah dilaksanakan oleh BPS maupun kementerian. Hal ini dilakukan karena cakupan (coverage) data yang tersedia telah dapat menggambarkan kondisi ketahanan keluarga secara nasional meskipun dijumpai perlunya beberapa penyesuaian indikator sebagai akibat dari keterbatasan atau ketidaksesuaian antara data yang tersedia dengan beberapa indikator yang telah dimiliki oleh KPPPA. Oleh karena itu, terdapat beberapa ciri ketahanan keluarga yang mengalami penyesuaian karena alasan ketidaktersediaan atau ketidaksesuaian data.

Beberapa penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga yang telah dilakukan adalah: (1) ciri ke-4 dan ke-5 “ayah/ibu menyisihkan waktu khusus bersama anak” diganti menjadi indikator “kebersamaan dalam keluarga” dan “kemitraan suami-istri”; (2) ciri ke-11 “memiliki ruang tidur terpisah antara orang tua dan anak” diganti menjadi indikator “ketersediaan lokasi tetap untuk tidur”; (3) ciri ke-14 “keluarga pernah menunggak membayar listrik” diganti menjadi indikator “kecukupan pendapatan keluarga”; (4) ciri ke-17 “suami dan/atau istri mempunyai tabungan dalam bentuk uang minimal Rp. 500.000” diganti menjadi indikator “tabungan keluarga”; dan (5) ciri ke-21 “anggota keluarga terlibat masalah (seperti mencuri, tawuran, berkelahi, memalak, narkoba, ditilang SIM, melanggar lalu lintas, memukul dan lainnya)” diganti menjadi indikator “penghormatan terhadap hukum”. Secara lengkap, penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga menjadi indikator ketahanan keluarga dapat dilihat pada Tabel 2.1.

8 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

penghidupan masyarakat lokal; dan (5) tingkat kontrol sosial terhadap kekerasan (rumah tangga, komunitas, dan lintas budaya).

Sementara itu, dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, ketahanan keluarga diidentifikasi mengandung berbagai aspek yang bertujuan untuk pengembangan individu di dalam keluarga maupun keluarga tersebut secara keseluruhan. Konsep ketahanan keluarga memiliki makna yang berbeda dengan konsep kesejahteraan keluarga, namun keduanya saling berkaitan erat. Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berpotensi lebih besar untuk dapat memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh. Kedua konsep tersebut dirumuskan menjadi satu kesatuan konsep dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yaitu pada Pasal 1 Ayat 11. Pada ayat tersebut dituliskan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.

Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tersebut maka ketahanan keluarga dapat diukur menggunakan pendekatan sistem yang meliputi komponen input (sumber daya fisik dan nonfisik), proses manajemen keluarga (permasalahan keluarga dan mekanisme penanggulangannya), dan output (terpenuhinya kebutuhan fisik dan psiko-sosial). Atas dasar pendekatan ini, maka ketahanan keluarga merupakan ukuran kemampuan keluarga dalam mengelola masalah yang dihadapinya berdasarkan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Sunarti, 2001). Dengan demikian, keluarga dikatakan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi apabila memenuhi beberapa aspek yaitu: (1) ketahanan fisik yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan; (2) ketahanan sosial yaitu berorientasi pada nilai agama, komunikasi yang efektif, dan komitmen keluarga tinggi; (3) ketahanan psikologis meliputi kemampuan penanggulangan masalah nonfisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif, dan kepedulian suami terhadap istri.

2.3 DIMENSI, VARIABEL, DAN INDIKATOR KETAHANAN KELUARGA

Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa konsep ketahanan dan kesejahteraan keluarga mencakup: (1) Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga, (2) Ketahanan Fisik, (3) Ketahanan Ekonomi, (4) Ketahanan Sosial Psikologi, dan (5) Ketahanan Sosial Budaya. Oleh karena itu, pengukuran tingkat ketahanan keluarga akan mencakup kelima hal tersebut di atas, yang selanjutnya disebut sebagai dimensi pengukur ketahanan keluarga. KPPPA telah merumuskan 24 (dua puluh empat) ciri-ciri yang

10 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

10 |

Pem

bang

unan

Ket

ahan

an K

elua

rga

2016

Tabe

l 2.1

: Ci

ri-Ci

ri Ke

taha

nan

Kelu

arga

, Ket

erse

diaa

n Da

ta, d

an P

enye

suai

an In

dika

tor K

etah

anan

Kel

uarg

a

Dim

ensi

dan

Va

riabe

l

Ciri-

Ciri

Keta

hana

n Ke

luar

ga

(KPP

PA)

Kete

rsed

iaan

Da

ta

Peny

esua

ian

yang

Dila

kuka

n

Indi

kato

r Pa

ram

eter

(1)

(2

) (3

) (4

) (5

)

Dim

ensi

1. L

anda

san

Lega

litas

dan

Keu

tuha

n Ke

luar

ga

Land

asan

Le

galit

as

1.

Ba

pak

dan

Ibu

mem

iliki

sura

t nik

ah y

ang

dike

luar

kan

oleh

KU

A at

au C

atat

an S

ipil

Ters

edia

Le

galit

as P

erka

win

an

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

KRT/

Pasa

ngan

nya

Mem

iliki

Buk

u N

ikah

2.

Se

mua

ana

k m

emili

ki a

kte

kela

hira

n Te

rsed

ia

Lega

litas

Kel

ahira

n Pe

rsen

tase

Ru

mah

Ta

ngga

ya

ng

Selu

ruh

ART

Um

ur

0-17

Ta

hun

Mem

iliki

Akt

e Ke

lahi

ran

Keut

uhan

Ke

luar

ga

3.

Se

mua

ang

gota

kel

uarg

a (s

uam

i,ist

ri de

ngan

at

au ta

npa

anak

) tin

ggal

dal

am sa

tu ru

mah

da

n tid

ak a

da p

erpi

saha

n Te

rsed

ia

Keut

uhan

Kel

uarg

a Pe

rsen

tase

Rum

ah T

angg

a ya

ng K

RT

dan

Pasa

ngan

nya

Ting

gal S

erum

ah

Kem

itraa

n Ge

nder

4.

Ay

ah m

enyi

sihka

n w

aktu

khu

sus b

ersa

ma

anak

Ti

dak

Ters

edia

Ke

bers

amaa

n Da

lam

Ke

luar

ga

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

M

empu

nyai

Wak

tu B

ersa

ma

Kelu

arga

M

inim

al 1

4 Ja

m S

emin

ggu

5.

Ib

u m

enyi

sihka

n w

aktu

khu

sus b

ersa

ma

anak

Ti

dak

Ters

edia

Ke

mitr

aan

Suam

i-Ist

ri Pe

rsen

tase

Rum

ah T

angg

a ya

ng K

RT

dan

Pasa

ngan

nya

Men

guru

s Ru

mah

Ta

ngga

6.

Su

ami d

an Is

tri b

ersa

ma-

sam

a m

enge

lola

se

cara

terb

uka

keua

ngan

kel

uarg

a Te

rsed

ia

Kete

rbuk

aan

Peng

elol

aan

Keua

ngan

Pers

enta

se

Istr

i U

mur

15

-49

yang

Pe

nent

uan

Kepu

tusa

n Pe

nggu

naan

Pe

ngha

silan

Su

ami

Dila

kuka

n Be

rsam

a o

leh

Suam

i dan

Istr

i

7.

Su

ami d

an Is

tri m

eren

cana

kan

bers

ama

jum

lah

anak

yan

g di

ingi

nkan

ata

u al

at

kont

rase

psi y

ang

dipa

kai

Ters

edia

Pe

ngam

bila

n Ke

putu

san

Kelu

arga

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Pe

nent

uan

Jum

lah

Anak

di

laku

kan

Seca

ra B

ersa

ma

oleh

Sua

mi d

an Is

tri

11Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pem

bang

unan

Ket

ahan

an K

elua

rga

2016

| 11

Dim

ensi

dan

Va

riabe

l

Ciri-

Ciri

Keta

hana

n Ke

luar

ga

(KPP

PA)

Kete

rsed

iaan

Da

ta

Peny

esua

ian

yang

Dila

kuka

n

Indi

kato

r Pa

ram

eter

(1

)

(2)

(3)

(4)

(5)

Dim

ensi

2. K

etah

anan

Fis

ik

Kecu

kupa

n Pa

ngan

dan

Gizi

8.

Se

mua

ang

gota

kel

uarg

a m

ampu

mak

an

leng

kap

(nas

i, sa

yur,

ikan

, tem

pe, t

ahu,

bu

ah) d

ua k

ali p

er h

ari

Ters

edia

Ke

cuku

pan

Pang

an

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Se

luru

h AR

T-ny

a M

akan

M

akan

an

Poko

k de

ngan

La

uk

Pauk

N

abat

i/Hew

ani M

inim

al14

Kal

i Dal

am

Sem

ingg

u

9.

Ad

a an

ggot

a ke

luar

ga y

ang

men

derit

a m

asal

ah g

izi (k

urus

seka

li at

au g

emuk

se

kali

atau

ker

dil/k

unte

t)

Ters

edia

Ke

cuku

pan

Gizi

Pe

rsen

tase

Bal

ita y

ang

Mem

puny

ai

Stat

us G

izi B

aik

Berd

asar

kan

Krite

ria

Bera

t Bad

an d

an U

sia

Kese

hata

n Ke

luar

ga

10.

Ad

a an

ggot

a ke

luar

ga y

ang

men

derit

a pe

nyak

it ak

ut/k

roni

s ata

u ca

cat b

awaa

n Te

rsed

ia

Kete

rbeb

asan

Dar

i Pe

nyak

it da

n Di

sabi

litas

Pers

enta

se R

umah

Tan

gga

yang

Tid

ak

Terd

apat

KR

T/Pa

sang

an

Pend

erita

Pe

nyak

it Kr

onis

Atau

Pe

nyan

dang

Di

sabi

litas

Sed

ang

Atau

Ber

at

Kete

rsed

iaan

Te

mpa

t/Lo

kasi

Teta

p U

ntuk

Ti

dur

11.

Ru

mah

yan

g di

tem

pati

mem

iliki

ruan

g tid

ur

terp

isah

anta

ra o

rang

tua

dan

anak

Ti

dak

Ters

edia

Ke

ters

edia

an L

okas

i Te

tap

Unt

uk T

idur

Pers

enta

se R

umah

Tan

gga

yang

KRT

-ny

a M

emili

ki

Tem

pat

Tidu

r da

n Di

guna

kan

Mak

simal

ole

h 3

Ora

ng

Dim

ensi

3. K

etah

anan

Eko

nom

i

Tem

pat T

ingg

al

Kelu

arga

12

.

Kelu

arga

mem

iliki

rum

ah

Ters

edia

Ke

pem

ilika

n Ru

mah

Pe

rsen

tase

Ru

mah

Ta

ngga

ya

ng

Stat

us

Kepe

mili

kan

Bang

unan

Te

mpa

t Tin

ggal

nya

Mili

k Se

ndiri

Pend

apat

an

Kelu

arga

13.

Su

ami d

an/a

tau

istri

mem

puny

ai

peng

hasil

an te

tap

per b

ulan

sebe

sar

Rp.2

50,0

00 p

er o

rang

per

bul

an

Ters

edia

Pe

ndap

atan

Per

kapi

ta

Kelu

arga

Pers

enta

se R

umah

Tan

gga

yang

Rat

a-ra

ta

Peng

elua

ran

Per

Kapi

ta

Per

Bula

n M

inim

al R

p 50

0.00

0,-

14.

Ke

luar

ga p

erna

h m

enun

ggak

mem

baya

r lis

trik

Ti

dak

Ter

sedi

a Ke

cuku

pan

Pend

apat

an K

elua

rga

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Pe

ndap

atan

Ru

mah

Ta

ngga

nya

Cuku

p un

tuk

Mem

enuh

i Ke

butu

han

Seha

ri-ha

ri

12 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

12 |

Pem

bang

unan

Ket

ahan

an K

elua

rga

2016

Dim

ensi

dan

Va

riabe

l

Ciri-

Ciri

Keta

hana

n Ke

luar

ga

(KPP

PA)

Kete

rsed

iaan

Da

ta

Peny

esua

ian

yang

Dila

kuka

n

Indi

kato

r Pa

ram

eter

(1)

(2

) (3

) (4

) (5

)

Pem

biay

aan

Pend

idik

an

Anak

15.

Ke

luar

ga p

erna

h m

enun

ggak

mem

baya

r iu

ran

atau

kep

erlu

an p

endi

dika

n an

ak

Tida

k T

erse

dia

Kem

ampu

an

Pem

biay

aan

Pend

idik

an A

nak

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Se

luru

h AR

T U

sia7-

18

Tahu

n Be

rsek

olah

16.

Ad

a an

ak y

ang

putu

s sek

olah

Te

rsed

ia

Kebe

rlang

sung

an

Pend

idik

an A

nak

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Se

luru

h AR

T U

sia7-

18 T

ahun

Tid

ak

Ada

yang

Put

us S

ekol

ah a

tau

Tida

k pe

rnah

Sek

olah

Jam

inan

Ke

uang

an

Ke

luar

ga

17.

Su

ami d

an/a

tau

istri

mem

puny

ai ta

bung

an

dala

m b

entu

k ua

ng m

inim

al R

p. 5

00.0

00

Tida

k T

erse

dia

Tabu

ngan

Kel

uarg

a Pe

rsen

tase

Ru

mah

Ta

ngga

ya

ng

Mem

puny

ai

Tabu

ngan

/Sim

pana

n Be

rupa

Uan

g

18.

An

ggot

a ke

luar

ga m

emili

ki a

sura

nsi

kese

hata

n (a

tau

BPJS

) ata

u la

inny

a,

min

imal

1 o

rang

? Te

rsed

ia

Jam

inan

Kes

ehat

an

Kelu

arga

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Se

luru

h An

ggot

a Ru

mah

Tan

gga(

ART)

M

emili

ki Ja

min

an K

eseh

atan

Dim

ensi

4. K

etah

anan

Sos

ial-P

sikol

ogi

Keha

rmon

isan

Kelu

arga

19.

Ad

a te

rjadi

kek

eras

an a

ntar

suam

i dan

istr

i Ti

dak

Ter

sedi

a Si

kap

Anti

Keke

rasa

n Te

rhad

ap P

erem

puan

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

KR

T/Pa

sang

anny

a Ti

dak

Men

yetu

jui

Suam

i M

emuk

ul I

stri

deng

an A

lasa

n Te

rten

tu

20.

Ad

a te

rjadi

kek

eras

an a

ntar

ora

ngtu

a da

n an

ak

Ters

edia

Pe

rilak

u An

ti Ke

kera

san

Terh

adap

An

ak

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

KR

T/Pa

sang

anny

a Ti

dak

Men

ggun

akan

Ca

ra-c

ara

Keke

rasa

n da

lam

Men

didi

k An

ak

Kepa

tuha

n Te

rhad

ap

Huku

m

21.

Ada

angg

ota

kelu

arga

yan

g te

rliba

t mas

alah

(s

eper

ti m

encu

ri, ta

wur

an, b

erke

lahi

, m

emal

ak, n

arko

ba, d

itila

ng S

IM, m

elan

ggar

la

lu li

ntas

, mem

ukul

dan

lain

nya)

Tida

k T

erse

dia

Peng

horm

atan

Te

rhad

ap H

ukum

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Se

luru

h AR

T Ti

dak

Pern

ah M

enja

di

Korb

an T

inda

k Pi

dana

Pem

bang

unan

Ket

ahan

an K

elua

rga

2016

| 13

Dim

ensi

dan

Va

riabe

l

Ciri-

Ciri

Keta

hana

n Ke

luar

ga

(KPP

PA)

Kete

rsed

iaan

Da

ta

Peny

esua

ian

yang

Dila

kuka

n

Indi

kato

r Pa

ram

eter

(1)

(2

) (3

) (4

) (5

)

Dim

ensi

5. K

etah

anan

Sos

ial-B

uday

a

Kepe

dulia

n So

sial

22.

Ap

a an

ggot

a ke

luar

ga m

embe

ri pe

rhat

ian

dan

mer

awat

ora

ngtu

a la

njut

usia

dia

tas 6

0 ta

hun

Tida

k T

erse

dia

Peng

horm

atan

Te

rhad

ap L

ansia

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Te

rdap

at L

ansia

(60

tah

un k

e at

as)

dan

Ting

gal B

ersa

ma

ART

Lain

Keer

atan

Sos

ial

23.

Angg

ota

kelu

arga

ber

part

isipa

si da

lam

ke

giat

an so

sial s

eper

ti pe

ngaj

ian,

po

syan

du, k

erja

bakt

i, ke

mat

ian,

kel

ahira

n,

rond

a, k

esen

ian,

pen

yulu

han,

pel

atih

an

Ters

edia

Pa

rtisi

pasi

Dala

m

Kegi

atan

Sos

ial D

i Li

ngku

ngan

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Be

rpar

tisip

asi

dala

m K

egia

tan

Sosia

l di

Lin

gkun

gan

Seki

tar T

empa

t Tin

ggal

Keta

atan

Be

raga

ma

24.

An

ggot

a ke

luar

ga m

elak

ukan

keg

iata

n ag

ama

seca

ra ru

tin

Ters

edia

Pa

rtisi

pasi

Dala

m

Kegi

atan

Kea

gam

aan

Di L

ingk

unga

n

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Be

rpar

tisip

asi

dala

m

Kegi

atan

Ke

agam

aan

di

Ling

kung

an

Seki

tar

Tem

pat T

ingg

al

13Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pem

bang

unan

Ket

ahan

an K

elua

rga

2016

| 13

Dim

ensi

dan

Va

riabe

l

Ciri-

Ciri

Keta

hana

n Ke

luar

ga

(KPP

PA)

Kete

rsed

iaan

Da

ta

Peny

esua

ian

yang

Dila

kuka

n

Indi

kato

r Pa

ram

eter

(1)

(2

) (3

) (4

) (5

)

Dim

ensi

5. K

etah

anan

Sos

ial-B

uday

a

Kepe

dulia

n So

sial

22.

Ap

a an

ggot

a ke

luar

ga m

embe

ri pe

rhat

ian

dan

mer

awat

ora

ngtu

a la

njut

usia

dia

tas 6

0 ta

hun

Tida

k T

erse

dia

Peng

horm

atan

Te

rhad

ap L

ansia

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Te

rdap

at L

ansia

(60

tah

un k

e at

as)

dan

Ting

gal B

ersa

ma

ART

Lain

Keer

atan

Sos

ial

23.

Angg

ota

kelu

arga

ber

part

isipa

si da

lam

ke

giat

an so

sial s

eper

ti pe

ngaj

ian,

po

syan

du, k

erja

bakt

i, ke

mat

ian,

kel

ahira

n,

rond

a, k

esen

ian,

pen

yulu

han,

pel

atih

an

Ters

edia

Pa

rtisi

pasi

Dala

m

Kegi

atan

Sos

ial D

i Li

ngku

ngan

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Be

rpar

tisip

asi

dala

m K

egia

tan

Sosia

l di

Lin

gkun

gan

Seki

tar T

empa

t Tin

ggal

Keta

atan

Be

raga

ma

24.

An

ggot

a ke

luar

ga m

elak

ukan

keg

iata

n ag

ama

seca

ra ru

tin

Ters

edia

Pa

rtisi

pasi

Dala

m

Kegi

atan

Kea

gam

aan

Di L

ingk

unga

n

Pers

enta

se

Rum

ah

Tang

ga

yang

Be

rpar

tisip

asi

dala

m

Kegi

atan

Ke

agam

aan

di

Ling

kung

an

Seki

tar

Tem

pat T

ingg

al

14 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 15

Dimensi 1: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga.

Penetapan dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga didasari pada pemikiran bahwa keluarga akan memiliki tingkat ketahanan yang tinggi apabila dibangun berdasarkan pilar yang kuat berupa perkawinan/pernikahan yang sah menurut hukum positif yang berlaku di negara ini. Pekawinan bukan saja harus sah menurut agama/kepercayaan, tetapi juga diakui dan disahkan menurut perundang-undangan yang berlaku sehingga ada kepastian hukum tentang eksistensi pernikahan, serta adanya pengakuan dan perlindungan atas hak dan kewajiban antara suami-istri berserta anak keturunannya. Pentingnya legalitas perkawinan menurut perundang-undangan didasari pada perlunya jaminan perlindungan dan ketertiban dalam pelaksanaan perkawinan serta kejelasan asal-usul anak. Landasan legalitas keluarga dalam konteks ketahanan keluarga adalah perkawinan yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; disamping itu perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 7 (tujuh) indikator yaitu:

1) Variabel Landasan Legalitas diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Legalitas Perkawinan, dan Legalitas Kelahiran.

Legalitas perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin. Perkawinan yang tidak sah menurut hukum yang berlaku akan menjadi hambatan dalam mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga karena mengandung resiko tidak terpenuhinya hak-hak istri dan anak. Bukti perkawinan yang sah berupa dokumen pencatatan perkawinan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Bagi penduduk yang beragama Islam maka pencatatan perkawinan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau oleh pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Sebaliknya, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaan selain agama Islam maka dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975). Dokumen pencatatan perkawinan dimiliki oleh masing-masing suami dan isteri yang berisi kutipan akta perkawinan yang dapat digunakan sebagai alat bukti perkawinan yang sah, yaitu berupa buku nikah isteri dan buku nikah suami.

Kepemilikan akte kelahiran merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak memiliki identitas sebagai anak. Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 5 pada undang-undang tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu

14 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Walaupun beberapa ciri ketahanan keluarga mengalami penyesuaian yang disebabkan oleh ketidaktersediaan data, namun indikator ketahanan keluarga yang digunakan tetap mengacu kepada 5 (lima) dimensi yang tercantum dalam Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. Setiap dimensi pengukur tingkat ketahanan keluarga kemudian akan dijabarkan dalam berbagai variabel dan setiap variabel diukur dengan beberapa indikator yang secara fungsional saling berkaitan. Penjelasan terkait dimensi, variabel, dan indikator ketahanan keluarga yang digunakan dijabarkan setelah bagan ringkas berikut ini.

Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga

3 Variabel:

1. Landasan legalitas (2 indikator)

2. Keutuhan keluarga (1 indikator)

3. Kemitraan gender (4 indikator)

3 Variabel:

1. Kecukupan pangan dan gizi (2 indikator)

2. Kesehatan keluarga (1 indikator)

3. Ketersediaan lokasi tetap untuk tidur (1 indikator)

4 Variabel:

1. Tempat tinggal keluarga (1 indikator) 2. Pendapatan keluarga (2 indikator) 3. Pembiayaan pendidikan anak (2 indikator) 4. Jaminan keuangan keluarga (2 indikator)

2 Variabel:

1. Keharmonisan keluarga (2 indikator)

2. Kepatuhan terhadap hukum (1 indikator)

3 Variabel:

1. Kepedulian sosial (1 indikator)

2. Keeratan sosial (1 indikator)

3. Ketaatan beragama (1 indikator)

KETAHANAN KELUARGA

Dimensi 1 Landasan

Legalitas dan Keutuhan Keluarga

Dimensi 2

Ketahanan Fisik

Dimensi 3

Ketahanan Ekonomi

Dimensi 4

Ketahanan Sosial-

Psikologi

Dimensi 5

Ketahanan Sosial-Budaya

15Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 15

Dimensi 1: Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga.

Penetapan dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga didasari pada pemikiran bahwa keluarga akan memiliki tingkat ketahanan yang tinggi apabila dibangun berdasarkan pilar yang kuat berupa perkawinan/pernikahan yang sah menurut hukum positif yang berlaku di negara ini. Pekawinan bukan saja harus sah menurut agama/kepercayaan, tetapi juga diakui dan disahkan menurut perundang-undangan yang berlaku sehingga ada kepastian hukum tentang eksistensi pernikahan, serta adanya pengakuan dan perlindungan atas hak dan kewajiban antara suami-istri berserta anak keturunannya. Pentingnya legalitas perkawinan menurut perundang-undangan didasari pada perlunya jaminan perlindungan dan ketertiban dalam pelaksanaan perkawinan serta kejelasan asal-usul anak. Landasan legalitas keluarga dalam konteks ketahanan keluarga adalah perkawinan yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; disamping itu perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 7 (tujuh) indikator yaitu:

1) Variabel Landasan Legalitas diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Legalitas Perkawinan, dan Legalitas Kelahiran.

Legalitas perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin. Perkawinan yang tidak sah menurut hukum yang berlaku akan menjadi hambatan dalam mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga karena mengandung resiko tidak terpenuhinya hak-hak istri dan anak. Bukti perkawinan yang sah berupa dokumen pencatatan perkawinan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Bagi penduduk yang beragama Islam maka pencatatan perkawinan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau oleh pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Sebaliknya, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaan selain agama Islam maka dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975). Dokumen pencatatan perkawinan dimiliki oleh masing-masing suami dan isteri yang berisi kutipan akta perkawinan yang dapat digunakan sebagai alat bukti perkawinan yang sah, yaitu berupa buku nikah isteri dan buku nikah suami.

Kepemilikan akte kelahiran merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak memiliki identitas sebagai anak. Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 5 pada undang-undang tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu

14 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Walaupun beberapa ciri ketahanan keluarga mengalami penyesuaian yang disebabkan oleh ketidaktersediaan data, namun indikator ketahanan keluarga yang digunakan tetap mengacu kepada 5 (lima) dimensi yang tercantum dalam Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. Setiap dimensi pengukur tingkat ketahanan keluarga kemudian akan dijabarkan dalam berbagai variabel dan setiap variabel diukur dengan beberapa indikator yang secara fungsional saling berkaitan. Penjelasan terkait dimensi, variabel, dan indikator ketahanan keluarga yang digunakan dijabarkan setelah bagan ringkas berikut ini.

Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga

3 Variabel:

1. Landasan legalitas (2 indikator)

2. Keutuhan keluarga (1 indikator)

3. Kemitraan gender (4 indikator)

3 Variabel:

1. Kecukupan pangan dan gizi (2 indikator)

2. Kesehatan keluarga (1 indikator)

3. Ketersediaan lokasi tetap untuk tidur (1 indikator)

4 Variabel:

1. Tempat tinggal keluarga (1 indikator) 2. Pendapatan keluarga (2 indikator) 3. Pembiayaan pendidikan anak (2 indikator) 4. Jaminan keuangan keluarga (2 indikator)

2 Variabel:

1. Keharmonisan keluarga (2 indikator)

2. Kepatuhan terhadap hukum (1 indikator)

3 Variabel:

1. Kepedulian sosial (1 indikator)

2. Keeratan sosial (1 indikator)

3. Ketaatan beragama (1 indikator)

KETAHANAN KELUARGA

Dimensi 1 Landasan

Legalitas dan Keutuhan Keluarga

Dimensi 2

Ketahanan Fisik

Dimensi 3

Ketahanan Ekonomi

Dimensi 4

Ketahanan Sosial-

Psikologi

Dimensi 5

Ketahanan Sosial-Budaya

16 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 17

keluarga, agar kebersamaan dalam keluarga selalu terjalin sehingga ketahanan keluarga dapat tercipta. Selain itu, kemitraan gender dalam keluarga juga diterapkan dalam pengelolaan keuangan keluarga. Dimana dalam pengelolaan keuangan keluarga ditentukan pasangan suami dan istri secara bersama-sama, meskipun istri memegang kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan pemanfaatan uang yang dikelolanya sehingga akan menguatkan ketahanan suatu keluarga. Selain keterbukaan pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan dalam keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Meskipun suami yang berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan tugasnya tidak boleh otoriter. Tetapi, harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran dan pendapat dari pasangannya, sehingga dapat menguatkan ketahanan keluarga tersebut. Misalnya, apabila pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah anak dilakukan bersama-sama antara suami dan istri maka ketahanan keluarga tersebut cukup kuat.

Dimensi 2: Ketahanan Fisik.

Kondisi fisik yang sehat bagi semua anggota keluarga merupakan syarat yang penting bagi tercapainya ketahanan keluarga. Dengan adanya kemampuan fisik anggota keluarga yang tercermin oleh adanya tubuh yang sehat dan terbebas dari berbagai penyakit dan kelemahan, maka keluarga akan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi. Kesehatan fisik anggota keluarga secara umum dipengaruhi oleh berbagai kondisi pemenuhan kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi dalam jumlah yang cukup serta istirahat yang cukup dan nyaman. Dengan adanya asupan pangan yang sehat dan bergizi serta istirahat yang cukup dan nyaman maka diharapkan kondisi fisik anggota keluarga tersebut akan sehat jasmaninya serta terbebas dari berbagai penyakit dan keterbatasan (disabilitas).

Dimensi ketahanan fisik dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 4 (empat) indikator yaitu:

1) Variabel Kecukupan Pangan Dan Gizi diukur berdasarkan 2 (dua) indikator, yaitu: Kecukupan Pangan, dan Kecukupan Gizi.

Dalam membentuk keluarga yang mempunyai ketahanan fisik yang bagus, maka sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Kekurangan asupan pangan dan gizi dapat mengakibatkan seseorang menjadi lebih rentan terkena berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit. Sebaliknya, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik dapat meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga dia dapat beraktifitas secara

16 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Hal tersebut juga ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) yang menyatakan“Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “Identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”. Bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang dinyatakan dengan adanya akte kelahiran yang dikeluarkan oleh Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat dari pemerintah.

2) Variabel Keutuhan Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Keberadaan Pasangan Suami-Istri Yang Tinggal Bersama Dalam Satu Rumah.

Keluarga yang tidak utuh akan berpotensi mempunyai ketahanan yang rendah. Keluarga yang tidak utuh akan mempunyai kemampuan lebih rendah dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologis anggota keluarganya, khususnya bagi anak-anak dan orang tua. Salah satu indikasi ketidakutuhan keluarga terjadi pada keluarga yang suami dan istrinya tidak tinggal menetap dalam satu rumah sehingga pembinaan keluarga dan pengasuhan anak cenderung mengalami masalah dan berpengaruh terhadap kondisi psikologis semua anggota keluarganya. Salah satu penyebab ketidakutuhan keluarga adalah terpisahnya tempat tinggal antara suami dan istri atau orang tua dan anak dalam waktu yang relatif lama yang pada umumnya diakibatkan oleh terpisahnya rumah dengan tempat kerja dengan jarak yang sangat jauh. Jika hal tersebut terjadi, maka hampir dipastikan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga menjadi kurang intens yang pada akhirnya berakibat pada terganggunya proses tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, untuk menjamin keutuhan keluarga tersebut maka setiap anggota keluarga harus tinggal dan menetap dalam satu rumah sehingga terbina ikatan emosional dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban antar anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari.

3) Variabel Kemitraan Gender diukur berdasarkan 4 (empat) indikator, yaitu: Kebersamaan Dalam Keluarga; Kemitraan Suami-Istri; Keterbukaan Pengelolaan Keuangan; dan Pengambilan Keputusan Keluarga.

Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara dan berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran, baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan (Puspitawati, 2012). Adanya kemitraan gender yang baik dalam keluarga dapat meningkatkan ketahanan keluarga tersebut. Kemitraan gender dalam keluarga tidak hanya mencakup kemitraan suami-istri dalam melakukan domestik (pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan sejenisnya), namun termasuk pula meluangkan waktu bersama dengan

17Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 17

keluarga, agar kebersamaan dalam keluarga selalu terjalin sehingga ketahanan keluarga dapat tercipta. Selain itu, kemitraan gender dalam keluarga juga diterapkan dalam pengelolaan keuangan keluarga. Dimana dalam pengelolaan keuangan keluarga ditentukan pasangan suami dan istri secara bersama-sama, meskipun istri memegang kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan pemanfaatan uang yang dikelolanya sehingga akan menguatkan ketahanan suatu keluarga. Selain keterbukaan pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan dalam keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Meskipun suami yang berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan tugasnya tidak boleh otoriter. Tetapi, harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran dan pendapat dari pasangannya, sehingga dapat menguatkan ketahanan keluarga tersebut. Misalnya, apabila pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah anak dilakukan bersama-sama antara suami dan istri maka ketahanan keluarga tersebut cukup kuat.

Dimensi 2: Ketahanan Fisik.

Kondisi fisik yang sehat bagi semua anggota keluarga merupakan syarat yang penting bagi tercapainya ketahanan keluarga. Dengan adanya kemampuan fisik anggota keluarga yang tercermin oleh adanya tubuh yang sehat dan terbebas dari berbagai penyakit dan kelemahan, maka keluarga akan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi. Kesehatan fisik anggota keluarga secara umum dipengaruhi oleh berbagai kondisi pemenuhan kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi dalam jumlah yang cukup serta istirahat yang cukup dan nyaman. Dengan adanya asupan pangan yang sehat dan bergizi serta istirahat yang cukup dan nyaman maka diharapkan kondisi fisik anggota keluarga tersebut akan sehat jasmaninya serta terbebas dari berbagai penyakit dan keterbatasan (disabilitas).

Dimensi ketahanan fisik dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 4 (empat) indikator yaitu:

1) Variabel Kecukupan Pangan Dan Gizi diukur berdasarkan 2 (dua) indikator, yaitu: Kecukupan Pangan, dan Kecukupan Gizi.

Dalam membentuk keluarga yang mempunyai ketahanan fisik yang bagus, maka sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Kekurangan asupan pangan dan gizi dapat mengakibatkan seseorang menjadi lebih rentan terkena berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit. Sebaliknya, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik dapat meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga dia dapat beraktifitas secara

16 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Hal tersebut juga ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) yang menyatakan“Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “Identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”. Bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang dinyatakan dengan adanya akte kelahiran yang dikeluarkan oleh Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat dari pemerintah.

2) Variabel Keutuhan Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Keberadaan Pasangan Suami-Istri Yang Tinggal Bersama Dalam Satu Rumah.

Keluarga yang tidak utuh akan berpotensi mempunyai ketahanan yang rendah. Keluarga yang tidak utuh akan mempunyai kemampuan lebih rendah dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologis anggota keluarganya, khususnya bagi anak-anak dan orang tua. Salah satu indikasi ketidakutuhan keluarga terjadi pada keluarga yang suami dan istrinya tidak tinggal menetap dalam satu rumah sehingga pembinaan keluarga dan pengasuhan anak cenderung mengalami masalah dan berpengaruh terhadap kondisi psikologis semua anggota keluarganya. Salah satu penyebab ketidakutuhan keluarga adalah terpisahnya tempat tinggal antara suami dan istri atau orang tua dan anak dalam waktu yang relatif lama yang pada umumnya diakibatkan oleh terpisahnya rumah dengan tempat kerja dengan jarak yang sangat jauh. Jika hal tersebut terjadi, maka hampir dipastikan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga menjadi kurang intens yang pada akhirnya berakibat pada terganggunya proses tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, untuk menjamin keutuhan keluarga tersebut maka setiap anggota keluarga harus tinggal dan menetap dalam satu rumah sehingga terbina ikatan emosional dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban antar anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari.

3) Variabel Kemitraan Gender diukur berdasarkan 4 (empat) indikator, yaitu: Kebersamaan Dalam Keluarga; Kemitraan Suami-Istri; Keterbukaan Pengelolaan Keuangan; dan Pengambilan Keputusan Keluarga.

Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara dan berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran, baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan (Puspitawati, 2012). Adanya kemitraan gender yang baik dalam keluarga dapat meningkatkan ketahanan keluarga tersebut. Kemitraan gender dalam keluarga tidak hanya mencakup kemitraan suami-istri dalam melakukan domestik (pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan sejenisnya), namun termasuk pula meluangkan waktu bersama dengan

18 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 19

terjamin ketika keluarga tersebut selalu memiliki pendapatan dalam jumlah yang mencukupi semua kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk menjamin keberlanjutan pendidikan anggota keluarganya. Sementara itu, dalam rangka mengantisipasi berbagai ketidakpastian hidup di masa depan, maka keluarga juga selayaknya memiliki tabungan dalam jumlah yang memadai serta memiliki jaminan kesehatan berupa asuransi kesehatan dan sebagainya.

Dimensi ketahanan ekonomi dijabarkan melalui 4 (empat) variabel dan 7 (tujuh) indikator, yaitu:

1) Variabel Tempat Tinggal Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Kepemilikan Rumah.

Kepemilikan rumah akan dilihat dari status kepemilikan bangunan tempat tinggal. Keluarga yang telah memiliki rumah sendiri berarti telah mampu memenuhi salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk mampu membangun keluarganya dengan tingkat ketahanan keluarga yang lebih baik. Dengan kata lain, keluarga yang telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang relatif lebih baik dibandingkan keluarga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.

2) Variabel Pendapatan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Pendapatan Perkapita Keluarga, dan Kecukupan Pendapatan Keluarga.

Pendapatan keluarga dalam hal ketahanan keluarga ini lebih ditekankan pada kecukupan penghasilan keluarga. Dimana kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga tidak hanya dinilai secara objektif saja namun juga secara subjektif. Penilaian pendapatan secara objektif beranggapan bahwa keluarga yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi akan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Sedangkan, penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih menekankan pada kepuasan keluarga atas pendapatan yang telah didapat. Artinya keluarga yang mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.

3) Variabel Pembiayaan Pendidikan Anak diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak, dan Keberlangsungan Pendidikan Anak.

Keluarga yang mampu membiayai pendidikan anak hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai lebih tahan secara ekonomi sehingga akan berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya, keberadaan anggota keluarga yang putus sekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah ekonomi dalam keluarga tersebut, walaupun penyebab putus sekolah tidak selalu

18 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sejalan dengan itu, orang yang mengalami masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi akan membawa pada kondisi ketahanan fisik yang kurang baik sehingga berdampak pada ketahanan keluarga yang lebih rendah. Sehingga, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik pada akhirnya membuat keluarga berpotensi membentuk ketahanan keluarga yang cukup tinggi.

2) Variabel Kesehatan Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Keterbebasan Dari Penyakit Kronis Dan Disabilitas.

Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Fisik yang sehat dapat diterjemahkan sebagai kondisi jasmani yang terbebas dari penyakit dan gangguan fungsi tubuh. Orang yang sehat berpotensi lebih besar untuk dapat membangun ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya, keberadaan penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional yang diderita oleh seseorang dapat menjadi hambatan untuk melaksanakan peran dan fungsi dalam keluarga, sehngga ketahanan keluarganya menjadi rendah.

3) Variabel Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Ketersediaan Lokasi Tetap Untuk Tidur.

Tidur yang cukup merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas seseorang di esok hari. Tidur yang cukup harus diimbangi dengan kualitas tidur yang baik, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tempat atau kamar untuk tidur. Kepala keluarga dan pasangan yang mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak maupun anggota keluarga lain berpotensi memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada kepala keluarga dan pasangan yang kamar tidurnya bergabung dengan anak-anak maupun anggota keluarga lain. Kualitas tidur yang lebih baik akan dapat meningkatkan ketahanan fisik mereka sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam kehidupan berkeluarga. Sehingga, keluarga yang suami/istri mempunyai tempat tidur yang terpisah dengan anak-anaknya ditengarai mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik.

Dimensi 3: Ketahanan Ekonomi.

Tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga digambarkan kemampuan keluarga dalam memenuhi berbagai kebutuhan keluarga untuk melangsungkan kehidupannya secara nyaman dan berkesinambungan. Kehidupan keluarga yang nyaman akan terjadi apabila keluarga tersebut memiliki dan menempati rumah atau tempat tinggal yang kondisinya layak. Sementara itu, kesinambungan kehidupan keluarga akan

19Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 19

terjamin ketika keluarga tersebut selalu memiliki pendapatan dalam jumlah yang mencukupi semua kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk menjamin keberlanjutan pendidikan anggota keluarganya. Sementara itu, dalam rangka mengantisipasi berbagai ketidakpastian hidup di masa depan, maka keluarga juga selayaknya memiliki tabungan dalam jumlah yang memadai serta memiliki jaminan kesehatan berupa asuransi kesehatan dan sebagainya.

Dimensi ketahanan ekonomi dijabarkan melalui 4 (empat) variabel dan 7 (tujuh) indikator, yaitu:

1) Variabel Tempat Tinggal Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Kepemilikan Rumah.

Kepemilikan rumah akan dilihat dari status kepemilikan bangunan tempat tinggal. Keluarga yang telah memiliki rumah sendiri berarti telah mampu memenuhi salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk mampu membangun keluarganya dengan tingkat ketahanan keluarga yang lebih baik. Dengan kata lain, keluarga yang telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang relatif lebih baik dibandingkan keluarga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.

2) Variabel Pendapatan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Pendapatan Perkapita Keluarga, dan Kecukupan Pendapatan Keluarga.

Pendapatan keluarga dalam hal ketahanan keluarga ini lebih ditekankan pada kecukupan penghasilan keluarga. Dimana kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga tidak hanya dinilai secara objektif saja namun juga secara subjektif. Penilaian pendapatan secara objektif beranggapan bahwa keluarga yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi akan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Sedangkan, penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih menekankan pada kepuasan keluarga atas pendapatan yang telah didapat. Artinya keluarga yang mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.

3) Variabel Pembiayaan Pendidikan Anak diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak, dan Keberlangsungan Pendidikan Anak.

Keluarga yang mampu membiayai pendidikan anak hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai lebih tahan secara ekonomi sehingga akan berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya, keberadaan anggota keluarga yang putus sekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah ekonomi dalam keluarga tersebut, walaupun penyebab putus sekolah tidak selalu

18 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sejalan dengan itu, orang yang mengalami masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi akan membawa pada kondisi ketahanan fisik yang kurang baik sehingga berdampak pada ketahanan keluarga yang lebih rendah. Sehingga, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik pada akhirnya membuat keluarga berpotensi membentuk ketahanan keluarga yang cukup tinggi.

2) Variabel Kesehatan Keluarga diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Keterbebasan Dari Penyakit Kronis Dan Disabilitas.

Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Fisik yang sehat dapat diterjemahkan sebagai kondisi jasmani yang terbebas dari penyakit dan gangguan fungsi tubuh. Orang yang sehat berpotensi lebih besar untuk dapat membangun ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya, keberadaan penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional yang diderita oleh seseorang dapat menjadi hambatan untuk melaksanakan peran dan fungsi dalam keluarga, sehngga ketahanan keluarganya menjadi rendah.

3) Variabel Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Ketersediaan Lokasi Tetap Untuk Tidur.

Tidur yang cukup merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas seseorang di esok hari. Tidur yang cukup harus diimbangi dengan kualitas tidur yang baik, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tempat atau kamar untuk tidur. Kepala keluarga dan pasangan yang mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak maupun anggota keluarga lain berpotensi memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada kepala keluarga dan pasangan yang kamar tidurnya bergabung dengan anak-anak maupun anggota keluarga lain. Kualitas tidur yang lebih baik akan dapat meningkatkan ketahanan fisik mereka sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam kehidupan berkeluarga. Sehingga, keluarga yang suami/istri mempunyai tempat tidur yang terpisah dengan anak-anaknya ditengarai mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik.

Dimensi 3: Ketahanan Ekonomi.

Tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga digambarkan kemampuan keluarga dalam memenuhi berbagai kebutuhan keluarga untuk melangsungkan kehidupannya secara nyaman dan berkesinambungan. Kehidupan keluarga yang nyaman akan terjadi apabila keluarga tersebut memiliki dan menempati rumah atau tempat tinggal yang kondisinya layak. Sementara itu, kesinambungan kehidupan keluarga akan

20 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 21

itu, perilaku anti kekerasan terhadap anak tercermin dalam cara mendidik dan mengasuh anaknya yang tidak menggunakan kekerasan dalam jenis apapun.

2) Variabel Kepatuhan Terhadap Hukum diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Penghormatan Terhadap Hukum.

Keluarga yang patuh pada hukum hingga tidak pernah melakukan tindakan kriminalitas atau pelanggaran hukum maka dapat dikatakan keluarga tersebut memiliki ketahanan yang baik, begitu pula sebaliknya. Karena keterbatasan data maka di proxy dengan rumah tangga yang pernah mengalami tindak kejahatan (korban tindak pidana). Pendekatan korban tindak pidana ini dianggap dapat mewakili variabel kepatuhan terhadap hukum karena bila keluarga tersebut tidak pernah menjadi korban tidak pidana, maka dapat diasumsikan keluarga tersebut memiliki ketahanan yang baik.

Dimensi 5: Ketahanan Sosial Budaya.

Ketahanan sosial budaya merupakan salah satu dimensi yang menggambarkan tingkat ketahanan keluarga dilihat dari sudut pandang hubungan keluarga terhadap lingkungan sosial sekitarnya. Keluarga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan komunitas dan sosial. Dimensi ketahanan sosial budaya dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 3 (tiga) indikator yaitu:

1) Variabel Kepedulian Sosial diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Penghormatan Terhadap Lansia.

Keluarga yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut berupa perhatian dan perawatan pada lansia akan memiliki ketahanan yang cukup tinggi. Kepedulian sosial yang diukur dengan indikator penghormatan terhadap lansia ini selanjutnya diwakili dan diukur menggunakan pendekatan keberadaan lansia di dalam rumah tangga. Penggunaan pendekatan ukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa seorang lansia yang tinggal bersama anggota keluarga di dalam rumah tangga maka lansia tersebut sehari-harinya akan menerima perhatian dan perawatan dari anggota keluarga lainnya secara memadai.

2) Variabel Keeratan Sosial diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Partisipasi Dalam Kegiatan Sosial Di Lingkungan

Keeratan sosial secara langsung akan berpengaruh terhadap upaya penduduk untuk mempertahankan dan memperkuat ketahanan dalam lingkup keluarga, khususnya yang terkait dengan keselarasan dan rasa kekeluargaan antar anggota masyarakat. Ketahanan keluarga dapat dicerminkan dari kondisi keluarga yang kuat dan sukses yaitu keluarga memiliki dukungan yang bersifat formal ataupun informal dari anggota lain dalam masyarakatnya secara berimbang. Sehingga, suatu keluarga

20 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

karena alasan ekonomi, hal Ini akan mempengaruhi daya tahan keluarga yang rendah. Sehingga, dengan kata lain keluarga yang tidak ada anak yang putus sekolah berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Selain tidak ada anak yang putus sekolah, keluarga yang mempunyai ketahanan ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota keluarganya untuk memperoleh pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah sekolah.

4) Variabel Jaminan Keuangan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Tabungan Keluarga, dan Jaminan Kesehatan Keluarga.

Ketahanan ekonomi keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga dalam menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga kepemilikan jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di masa depan menjadi salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi keluarga. Jaminan tersebut salah satunya yaitu dengan memiliki tabungan keluarga, dalam bentuk apapun. Selanjutnya, jaminan terhadap resiko juga dapat berupa jaminan kesehatan keluarga. Dimana suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan keluarga secara ekonomi bila memiliki asuransi keluarga, yang dalam hal ini digambarkan melalui kepemilikan BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek, jamkesmas/PBI, jamkesda, asuransi swasta, serta jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor.

Dimensi 4: Ketahanan Sosial Psikologis.

Keluarga mempunyai ketahanan sosial psikologis yang baik yaitu apabila keluarga tersebut mampu menanggulangi berbagai masalah non-fisik seperti pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan), kepedulian suami terhadap istri dan kepuasan terhadap keharmonisan keluarga (Sunarti dalam Puspitawati (2015)). Oleh karena itu, keluarga yang memiliki ketahanan sosial psikologis yang baik berpotensi untuk mempunyai ketahanan keluarga yanng tangguh pula. Dimensi ketahanan sosial psikologis dijabarkan melalui 2 (dua) variabel dan 3 (tiga) indikator yaitu:

1) Variabel Keharmonisan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dan Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak.

Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya. Dimana sikap anti kekerasan terhadap perempuan tercermin pada sikap dimana kepala rumah tangga/pasangannya yang tidak membenarkan tindakan suami memukul istri dengan alasan apapun. Sementara

21Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 21

itu, perilaku anti kekerasan terhadap anak tercermin dalam cara mendidik dan mengasuh anaknya yang tidak menggunakan kekerasan dalam jenis apapun.

2) Variabel Kepatuhan Terhadap Hukum diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Penghormatan Terhadap Hukum.

Keluarga yang patuh pada hukum hingga tidak pernah melakukan tindakan kriminalitas atau pelanggaran hukum maka dapat dikatakan keluarga tersebut memiliki ketahanan yang baik, begitu pula sebaliknya. Karena keterbatasan data maka di proxy dengan rumah tangga yang pernah mengalami tindak kejahatan (korban tindak pidana). Pendekatan korban tindak pidana ini dianggap dapat mewakili variabel kepatuhan terhadap hukum karena bila keluarga tersebut tidak pernah menjadi korban tidak pidana, maka dapat diasumsikan keluarga tersebut memiliki ketahanan yang baik.

Dimensi 5: Ketahanan Sosial Budaya.

Ketahanan sosial budaya merupakan salah satu dimensi yang menggambarkan tingkat ketahanan keluarga dilihat dari sudut pandang hubungan keluarga terhadap lingkungan sosial sekitarnya. Keluarga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan komunitas dan sosial. Dimensi ketahanan sosial budaya dijabarkan melalui 3 (tiga) variabel dan 3 (tiga) indikator yaitu:

1) Variabel Kepedulian Sosial diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Penghormatan Terhadap Lansia.

Keluarga yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut berupa perhatian dan perawatan pada lansia akan memiliki ketahanan yang cukup tinggi. Kepedulian sosial yang diukur dengan indikator penghormatan terhadap lansia ini selanjutnya diwakili dan diukur menggunakan pendekatan keberadaan lansia di dalam rumah tangga. Penggunaan pendekatan ukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa seorang lansia yang tinggal bersama anggota keluarga di dalam rumah tangga maka lansia tersebut sehari-harinya akan menerima perhatian dan perawatan dari anggota keluarga lainnya secara memadai.

2) Variabel Keeratan Sosial diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Partisipasi Dalam Kegiatan Sosial Di Lingkungan

Keeratan sosial secara langsung akan berpengaruh terhadap upaya penduduk untuk mempertahankan dan memperkuat ketahanan dalam lingkup keluarga, khususnya yang terkait dengan keselarasan dan rasa kekeluargaan antar anggota masyarakat. Ketahanan keluarga dapat dicerminkan dari kondisi keluarga yang kuat dan sukses yaitu keluarga memiliki dukungan yang bersifat formal ataupun informal dari anggota lain dalam masyarakatnya secara berimbang. Sehingga, suatu keluarga

20 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

karena alasan ekonomi, hal Ini akan mempengaruhi daya tahan keluarga yang rendah. Sehingga, dengan kata lain keluarga yang tidak ada anak yang putus sekolah berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Selain tidak ada anak yang putus sekolah, keluarga yang mempunyai ketahanan ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota keluarganya untuk memperoleh pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah sekolah.

4) Variabel Jaminan Keuangan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Tabungan Keluarga, dan Jaminan Kesehatan Keluarga.

Ketahanan ekonomi keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga dalam menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga kepemilikan jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di masa depan menjadi salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi keluarga. Jaminan tersebut salah satunya yaitu dengan memiliki tabungan keluarga, dalam bentuk apapun. Selanjutnya, jaminan terhadap resiko juga dapat berupa jaminan kesehatan keluarga. Dimana suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan keluarga secara ekonomi bila memiliki asuransi keluarga, yang dalam hal ini digambarkan melalui kepemilikan BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek, jamkesmas/PBI, jamkesda, asuransi swasta, serta jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor.

Dimensi 4: Ketahanan Sosial Psikologis.

Keluarga mempunyai ketahanan sosial psikologis yang baik yaitu apabila keluarga tersebut mampu menanggulangi berbagai masalah non-fisik seperti pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan), kepedulian suami terhadap istri dan kepuasan terhadap keharmonisan keluarga (Sunarti dalam Puspitawati (2015)). Oleh karena itu, keluarga yang memiliki ketahanan sosial psikologis yang baik berpotensi untuk mempunyai ketahanan keluarga yanng tangguh pula. Dimensi ketahanan sosial psikologis dijabarkan melalui 2 (dua) variabel dan 3 (tiga) indikator yaitu:

1) Variabel Keharmonisan Keluarga diukur berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu: Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dan Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak.

Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya. Dimana sikap anti kekerasan terhadap perempuan tercermin pada sikap dimana kepala rumah tangga/pasangannya yang tidak membenarkan tindakan suami memukul istri dengan alasan apapun. Sementara

22 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 23

Dengan memahami bahwa sumber data yang digunakan berasal dari berbagai hasil survei yang utamanya dilakukan oleh BPS maka perlu dipertimbangkan pula beberapa catatan penting dalam sumber data yang digunakan, yaitu:

1. Penggunaan konsep rumah tangga dalam pengumpulan data.

2. Sumber data berasal dari berbagai hasil survei dengan level estimasi provinsi sehingga parameter dapat disajikan menurut provinsi.

3. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan dengan tahun pengumpulan data yang berbeda.

4. Terdapat parameter yang hanya menggambarkan kondisi populasi tertentu, seperti kepemilikan buku/akte nikah yang hanya menggambarkan persentase kepemilikan akte/buku nikah pada rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional.

2.5 SUMBER DATA

Data yang digunakan untuk mengukur ketahanan keluarga ini berasal dari berbagai hasil survei yang dilakukan oleh BPS ditambah dengan publikasi dari kementerian. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan, meliputi:

1. Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015.

Adalah survei yang digunakan untuk untuk memperoleh keterangan rumah tangga dan anggota rumah tangga sasaran melalui kegiatan Pemutakhiran Basis Data Tepadu (PBDT) 2015. Target rumah tangga yang dikumpulkan datanya sekitar 27,2 juta rumah tangga, atau mencakup sekitar 40 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terbawah secara nasional, yang dilaksanakan di 34 provinsi, 511 Kabupaten/Kota, 7.074 kecamatan dan 82.190 desa/kelurahan di seluruh wilayah Indonesia. Lingkup isi data (keterangan) yang dikumpulkan adalah alamat, keterangan sosial ekonomi rumah tangga dan individu anggota rumah tangga, yang sifatnya umum sehingga dapat digali dengan pengamatan dan wawancara (pengakuan).

2. Survei Sosial Ekonomi Nasional Keterangan Pokok Rumah Tangga (Susenas Kor) 2015.

Adalah survei yang mengumpulkan data yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi kondisi kesehatan, pendidikan, fertilitas, keluarga berencana, perumahan dan kondisi sosial ekonomi lainnya. Topik atau variabel yang dicakup dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, disebut Kor dan Modul. Variabel yang termasuk kategori Kor (inti) dikumpulkan datanya setiap tahun, untuk variabel kategori Modul dikelompokkan lagi ke dalam 3 (tiga) paket, masing-masing paket digilir pengumpulannya setiap 3 (tiga) tahun. Ketiga paket

22 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

dikatakan memiliki ketahanan keluarga yang cukup tinggi bila anggota keluarga selalu berperan serta ikut berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang diadakan di lingkungan sekitar.

3) Variabel Ketaatan Beragama diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Partisipasi Dalam Kegiatan Keagamaan Di Lingkungan.

Ketaatan beragama menjadi salah satu komponen pembentuk keluarga yang berkualitas. Kondisi mental dan spiritual serta penerapan nilai-nilai agama merupakan dasar untuk mencapai keluarga yang berkualitas yang selanjutnya akan membentuk keluarga yang sejahtera. Ketaatan beragama dapat berupa kesadaran individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya didasarkan pada kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berperan secara langsung dalam kegiatan keagamaan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Sehingga, suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan keluarga yang cukup tinggi bila anggota keluarga selalu ikut berpartisipasi pada kegiatan keagamaan.

2.4 RUMAH TANGGA SEBAGAI PENDEKATAN ANALISIS KETAHANAN KELUARGA

Pemanfaatan sumber data yang telah ada dari berbagai hasil survei BPS ataupun kementerian membawa konsekuensi tersendiri, yaitu digunakannya rumah tangga sebagai pendekatan keluarga. Selama ini, BPS tidak pernah mereferensikan pengumpulan data dengan pendekatan keluarga dengan pertimbangan, antara lain: (1) adanya kesimpangsiuran dalam definisi keluarga yang dimaksud, keluarga batih atau keluarga extended, (2) kesulitan dalam operasional lapangan karena masih umum berlaku keluarga muda yang tinggal bersama orang tua atau mertua dan bergantung secara ekonomi. Hal tersebut menimbulkan perbedaan perspektif responden dalam mendeskripsikan kondisi keluarga dan menjadi keterbatasan dalam penyusunan instrumen penelitian keluarga. Oleh sebab itu, survei dengan pendekatan keluarga sangat terbatas dan seringkali tidak dapat digunakan sebagai gambaran kondisi keluarga secara nasional.

Penggunaan rumah tangga sebagai pendekatan keluarga tidak akan mengubah arah hasil analisis yang dilakukan. Hal ini karena terdapat kecenderungan rumah tangga di Indonesia yang hanya terdiri dari satu keluarga saja yaitu keluarga inti maupun keluarga dalam arti luas (extended family). Selain itu, konsep keluarga dan rumah tangga seringkali dianggap serupa oleh masyarakat karena pada umumnya fungsi keluarga dan rumah tangga dianggap serupa, khususnya pada masyarakat yang struktur keluarga batihnya masih dominan. Oleh karena itu, konsep rumah tangga dapat dijadikan sebagai suatu pendekatan untuk menganalisis keluarga dengan memperhatikan hubungan setiap anggota rumah tangga dengan kepala rumah tangganya.

23Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 23

Dengan memahami bahwa sumber data yang digunakan berasal dari berbagai hasil survei yang utamanya dilakukan oleh BPS maka perlu dipertimbangkan pula beberapa catatan penting dalam sumber data yang digunakan, yaitu:

1. Penggunaan konsep rumah tangga dalam pengumpulan data.

2. Sumber data berasal dari berbagai hasil survei dengan level estimasi provinsi sehingga parameter dapat disajikan menurut provinsi.

3. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan dengan tahun pengumpulan data yang berbeda.

4. Terdapat parameter yang hanya menggambarkan kondisi populasi tertentu, seperti kepemilikan buku/akte nikah yang hanya menggambarkan persentase kepemilikan akte/buku nikah pada rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional.

2.5 SUMBER DATA

Data yang digunakan untuk mengukur ketahanan keluarga ini berasal dari berbagai hasil survei yang dilakukan oleh BPS ditambah dengan publikasi dari kementerian. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan, meliputi:

1. Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015.

Adalah survei yang digunakan untuk untuk memperoleh keterangan rumah tangga dan anggota rumah tangga sasaran melalui kegiatan Pemutakhiran Basis Data Tepadu (PBDT) 2015. Target rumah tangga yang dikumpulkan datanya sekitar 27,2 juta rumah tangga, atau mencakup sekitar 40 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terbawah secara nasional, yang dilaksanakan di 34 provinsi, 511 Kabupaten/Kota, 7.074 kecamatan dan 82.190 desa/kelurahan di seluruh wilayah Indonesia. Lingkup isi data (keterangan) yang dikumpulkan adalah alamat, keterangan sosial ekonomi rumah tangga dan individu anggota rumah tangga, yang sifatnya umum sehingga dapat digali dengan pengamatan dan wawancara (pengakuan).

2. Survei Sosial Ekonomi Nasional Keterangan Pokok Rumah Tangga (Susenas Kor) 2015.

Adalah survei yang mengumpulkan data yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi kondisi kesehatan, pendidikan, fertilitas, keluarga berencana, perumahan dan kondisi sosial ekonomi lainnya. Topik atau variabel yang dicakup dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, disebut Kor dan Modul. Variabel yang termasuk kategori Kor (inti) dikumpulkan datanya setiap tahun, untuk variabel kategori Modul dikelompokkan lagi ke dalam 3 (tiga) paket, masing-masing paket digilir pengumpulannya setiap 3 (tiga) tahun. Ketiga paket

22 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

dikatakan memiliki ketahanan keluarga yang cukup tinggi bila anggota keluarga selalu berperan serta ikut berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang diadakan di lingkungan sekitar.

3) Variabel Ketaatan Beragama diukur berdasarkan 1 (satu) indikator yaitu: Partisipasi Dalam Kegiatan Keagamaan Di Lingkungan.

Ketaatan beragama menjadi salah satu komponen pembentuk keluarga yang berkualitas. Kondisi mental dan spiritual serta penerapan nilai-nilai agama merupakan dasar untuk mencapai keluarga yang berkualitas yang selanjutnya akan membentuk keluarga yang sejahtera. Ketaatan beragama dapat berupa kesadaran individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya didasarkan pada kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berperan secara langsung dalam kegiatan keagamaan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Sehingga, suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan keluarga yang cukup tinggi bila anggota keluarga selalu ikut berpartisipasi pada kegiatan keagamaan.

2.4 RUMAH TANGGA SEBAGAI PENDEKATAN ANALISIS KETAHANAN KELUARGA

Pemanfaatan sumber data yang telah ada dari berbagai hasil survei BPS ataupun kementerian membawa konsekuensi tersendiri, yaitu digunakannya rumah tangga sebagai pendekatan keluarga. Selama ini, BPS tidak pernah mereferensikan pengumpulan data dengan pendekatan keluarga dengan pertimbangan, antara lain: (1) adanya kesimpangsiuran dalam definisi keluarga yang dimaksud, keluarga batih atau keluarga extended, (2) kesulitan dalam operasional lapangan karena masih umum berlaku keluarga muda yang tinggal bersama orang tua atau mertua dan bergantung secara ekonomi. Hal tersebut menimbulkan perbedaan perspektif responden dalam mendeskripsikan kondisi keluarga dan menjadi keterbatasan dalam penyusunan instrumen penelitian keluarga. Oleh sebab itu, survei dengan pendekatan keluarga sangat terbatas dan seringkali tidak dapat digunakan sebagai gambaran kondisi keluarga secara nasional.

Penggunaan rumah tangga sebagai pendekatan keluarga tidak akan mengubah arah hasil analisis yang dilakukan. Hal ini karena terdapat kecenderungan rumah tangga di Indonesia yang hanya terdiri dari satu keluarga saja yaitu keluarga inti maupun keluarga dalam arti luas (extended family). Selain itu, konsep keluarga dan rumah tangga seringkali dianggap serupa oleh masyarakat karena pada umumnya fungsi keluarga dan rumah tangga dianggap serupa, khususnya pada masyarakat yang struktur keluarga batihnya masih dominan. Oleh karena itu, konsep rumah tangga dapat dijadikan sebagai suatu pendekatan untuk menganalisis keluarga dengan memperhatikan hubungan setiap anggota rumah tangga dengan kepala rumah tangganya.

24 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 25

Kabupaten/Kota di seluruh provinsi, dimana hasilnya dapat disajikan untuk tingkat nasional dan provinsi.

7. Publikasi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 merupakan upaya Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI untuk menyediakan data dasar berbasis masyarakat, yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari berbagai indikator kesehatan sebagai bahan penilaian pencapaian target MDGs, mengevaluasi keberhasilan perbaikan status kesehatan dan perkembangan upaya pembangunan kesehatan di tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota. Riskesdas mempunyai cakupan sampel sebesar ± 300.000 RT pada 12.000 Blok Sensus yang digunakan sebagai sampel Bidang Kesehatan Masyarakat. Estimasi yang yang dihasilkan dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi, sedangkan untuk estimasi tingkat kabupaten tidak bisa berlaku untuk semua indikator karena keterbatasan jumlah sampel untuk keperluan analisis.

8. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.

Adalah suatu survei yang dirancang untuk menyajikan informasi mengenai tingkat kelahiran, kematian, keluarga berencana dan kesehatan. Cakupan SDKI yaitu mencakup semua wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun termasuk remaja wanita, pria kawin (PK) umur 15-54 tahun,dan remaja pria (RP) belum kawin umur 15-24 tahun. Pelaksanaan SDKI mencakup sekitar 46.000 rumah tangga sampel yang tersebar di di 33 provinsi, dimana hasil datanya dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.

24 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

tersebut adalah (i) Konsumsi/Pengeluaran, (ii) Pendidikan dan Sosial Budaya, dan (iii) Kesehatan dan Perumahan. Pelaksanaan Susenas Maret 2015 mencakup sekitar 300.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 34 provinsi dan 511 kabupaten/kota di Indonesia dan menghasilkan estimasi yang dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.

3. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (Susenas MSBP) 2015.

Adalah survei yang memberikan informasi terkait pendidikan, ketelantaran, kebudayaan, kepemudaan, keolahragaan, dan perlindungan sosial. Pendataan Susenas MSBP dilaksanakan bulan September 2015, mencakup 75.000 rumah tangga sampel dan tersebar di seluruh wilayah di Indonesia menghasilkan estimasi yang dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.

4. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2015.

Adalah survei yang digunakan khusus untuk mengumpulkan data yang dapat menggambarkan keadaan umum ketenagakerjaan antar periode pencacahan. Secara khusus, untuk memperoleh informasi data jumlah penduduk yang bekerja, pengangguran dan penduduk yang pernah berhenti/pindah bekerja serta perkembangannya di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional. Sakernas Tahunan 2015 dilaksanakan di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan jumlah sampel sekitar 200 000 rumah tangga, dengan maksud untuk memperoleh estimasi data hingga tingkat kabupaten/kota.

5. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Ketahanan Sosial (Susenas Modul HANSOS) 2014.

Adalah suatu survei yang menggambarkan kondisi ketahanan sosial di masyarakat. Indikator-indikator yang dicakup terkait dengan dengan modal sosial yang dimiliki masyarakat, partisipasi masyarakat dalam kehidupan berpolitik, tingkat keamanan dan kejahatan yang terjadi di masyarakat, serta perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidupnya. Kegiatan ini diintegrasikan dengan pelaksanaan Susenas triwulan III pada tahun 2014 dan dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota dengan sampel sekitar 75.000 rumah tangga, dimana hasilnya dapat disajikan untuk tingkat nasional dan provinsi.

6. Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014.

Adalah suatu survei yang mengumpulkan data terkait kebahagiaan dan kepuasan hidup penduduk secara nasional. Data yang dikumpulkan dilengkapi dengan data-data yang sifatnya kualitatif sehingga dibutuhkan petugas yang memiliki kemampuan berwawancara yang baik sehingga non sampling error dan non respons dapat ditekan sekecil mungkin. Pelaksanaan SPTK 2014, mencakup sekitar 75.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 497

25Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016| 25

Kabupaten/Kota di seluruh provinsi, dimana hasilnya dapat disajikan untuk tingkat nasional dan provinsi.

7. Publikasi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 merupakan upaya Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI untuk menyediakan data dasar berbasis masyarakat, yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari berbagai indikator kesehatan sebagai bahan penilaian pencapaian target MDGs, mengevaluasi keberhasilan perbaikan status kesehatan dan perkembangan upaya pembangunan kesehatan di tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota. Riskesdas mempunyai cakupan sampel sebesar ± 300.000 RT pada 12.000 Blok Sensus yang digunakan sebagai sampel Bidang Kesehatan Masyarakat. Estimasi yang yang dihasilkan dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi, sedangkan untuk estimasi tingkat kabupaten tidak bisa berlaku untuk semua indikator karena keterbatasan jumlah sampel untuk keperluan analisis.

8. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.

Adalah suatu survei yang dirancang untuk menyajikan informasi mengenai tingkat kelahiran, kematian, keluarga berencana dan kesehatan. Cakupan SDKI yaitu mencakup semua wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun termasuk remaja wanita, pria kawin (PK) umur 15-54 tahun,dan remaja pria (RP) belum kawin umur 15-24 tahun. Pelaksanaan SDKI mencakup sekitar 46.000 rumah tangga sampel yang tersebar di di 33 provinsi, dimana hasil datanya dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.

24 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

tersebut adalah (i) Konsumsi/Pengeluaran, (ii) Pendidikan dan Sosial Budaya, dan (iii) Kesehatan dan Perumahan. Pelaksanaan Susenas Maret 2015 mencakup sekitar 300.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 34 provinsi dan 511 kabupaten/kota di Indonesia dan menghasilkan estimasi yang dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.

3. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (Susenas MSBP) 2015.

Adalah survei yang memberikan informasi terkait pendidikan, ketelantaran, kebudayaan, kepemudaan, keolahragaan, dan perlindungan sosial. Pendataan Susenas MSBP dilaksanakan bulan September 2015, mencakup 75.000 rumah tangga sampel dan tersebar di seluruh wilayah di Indonesia menghasilkan estimasi yang dapat disajikan pada tingkat nasional dan provinsi.

4. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2015.

Adalah survei yang digunakan khusus untuk mengumpulkan data yang dapat menggambarkan keadaan umum ketenagakerjaan antar periode pencacahan. Secara khusus, untuk memperoleh informasi data jumlah penduduk yang bekerja, pengangguran dan penduduk yang pernah berhenti/pindah bekerja serta perkembangannya di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional. Sakernas Tahunan 2015 dilaksanakan di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan jumlah sampel sekitar 200 000 rumah tangga, dengan maksud untuk memperoleh estimasi data hingga tingkat kabupaten/kota.

5. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Ketahanan Sosial (Susenas Modul HANSOS) 2014.

Adalah suatu survei yang menggambarkan kondisi ketahanan sosial di masyarakat. Indikator-indikator yang dicakup terkait dengan dengan modal sosial yang dimiliki masyarakat, partisipasi masyarakat dalam kehidupan berpolitik, tingkat keamanan dan kejahatan yang terjadi di masyarakat, serta perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidupnya. Kegiatan ini diintegrasikan dengan pelaksanaan Susenas triwulan III pada tahun 2014 dan dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota dengan sampel sekitar 75.000 rumah tangga, dimana hasilnya dapat disajikan untuk tingkat nasional dan provinsi.

6. Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014.

Adalah suatu survei yang mengumpulkan data terkait kebahagiaan dan kepuasan hidup penduduk secara nasional. Data yang dikumpulkan dilengkapi dengan data-data yang sifatnya kualitatif sehingga dibutuhkan petugas yang memiliki kemampuan berwawancara yang baik sehingga non sampling error dan non respons dapat ditekan sekecil mungkin. Pelaksanaan SPTK 2014, mencakup sekitar 75.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 497

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 27

PENGEMBANGAN UKURAN TINGKAT KETAHANAN

KELUARGA INDONESIA

Ukuran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia pada saat ini masih merupakan proses pengembangan. Ukuran ini akan terus disempurnakan sejalan dengan dinamika dan perkembangan zaman. Berbagai kendala yang berkaitan dengan indikator dan ketersediaan data, menyebabkan upaya pengembangan kerangka kerja ketahanan keluarga dan pengukurannya menjadi tantangan tersendiri yang penting untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pembahasan terkait tahapan pengembangan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang digunakan pada publikasi ini meliputi: (1) metodologi pengembangan ukuran tingkat ketahanan keluarga; (2) penyusunan Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK), dan (3) Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK).

3.1 Metodologi Pengembangan Ukuran Tingkat Ketahanan Keluarga

Tingkat Ketahanan Keluarga diukur secara komposit yang mencakup berbagai indikator dari berbagai data hasil survei yang relevan dan tersedia di BPS. Ukuran tingkat ketahanan keluarga yang dihasilkan pada saat ini masih merupakan suatu rintisan indeks komposit yang diharapkan mampu menggambarkan secara sederhana tentang tingkat ketahanan keluarga. Indeks komposit tersebut pada saat ini bersifat sementara dan akan terus dikembangkan, sehingga indeks komposit ini disebut sebagai “Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga” atau “R-IKK”. Rintisan ini pada saatnya nanti diharapkan akan ditetapkan sebagai Indeks Ketahanan Keluarga (IKK).

Sebagai sebuah ukuran tingkat ketahanan keluarga, maka R-IKK yang merupakan indeks komposit mencakup multidimensi, multivariabel, dan multiindikator, perlu diukur dengan menggunakan skenario pembobotan dimensi, variabel, dan indikator tertentu yang dianggap cocok. Metode yang digunakan untuk penentuan besarnya bobot dimensi, variabel, dan indikator pada publikasi ini adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Penggunaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa berbagai dimensi, variabel, dan indikator yang digunakan pada saat ini diukur menggunakan berbagai data yang memiliki satuan ukur yang berbeda-beda dan telah diagregasi ke level provinsi. Pertimbangan lain terkait penggunaan metode AHP ini adalah adanya penilaian bahwa kontribusi setiap dimensi, variabel,

3

27Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 27

PENGEMBANGAN UKURAN TINGKAT KETAHANAN

KELUARGA INDONESIA

Ukuran tingkat ketahanan keluarga di Indonesia pada saat ini masih merupakan proses pengembangan. Ukuran ini akan terus disempurnakan sejalan dengan dinamika dan perkembangan zaman. Berbagai kendala yang berkaitan dengan indikator dan ketersediaan data, menyebabkan upaya pengembangan kerangka kerja ketahanan keluarga dan pengukurannya menjadi tantangan tersendiri yang penting untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pembahasan terkait tahapan pengembangan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang digunakan pada publikasi ini meliputi: (1) metodologi pengembangan ukuran tingkat ketahanan keluarga; (2) penyusunan Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK), dan (3) Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK).

3.1 Metodologi Pengembangan Ukuran Tingkat Ketahanan Keluarga

Tingkat Ketahanan Keluarga diukur secara komposit yang mencakup berbagai indikator dari berbagai data hasil survei yang relevan dan tersedia di BPS. Ukuran tingkat ketahanan keluarga yang dihasilkan pada saat ini masih merupakan suatu rintisan indeks komposit yang diharapkan mampu menggambarkan secara sederhana tentang tingkat ketahanan keluarga. Indeks komposit tersebut pada saat ini bersifat sementara dan akan terus dikembangkan, sehingga indeks komposit ini disebut sebagai “Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga” atau “R-IKK”. Rintisan ini pada saatnya nanti diharapkan akan ditetapkan sebagai Indeks Ketahanan Keluarga (IKK).

Sebagai sebuah ukuran tingkat ketahanan keluarga, maka R-IKK yang merupakan indeks komposit mencakup multidimensi, multivariabel, dan multiindikator, perlu diukur dengan menggunakan skenario pembobotan dimensi, variabel, dan indikator tertentu yang dianggap cocok. Metode yang digunakan untuk penentuan besarnya bobot dimensi, variabel, dan indikator pada publikasi ini adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Penggunaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa berbagai dimensi, variabel, dan indikator yang digunakan pada saat ini diukur menggunakan berbagai data yang memiliki satuan ukur yang berbeda-beda dan telah diagregasi ke level provinsi. Pertimbangan lain terkait penggunaan metode AHP ini adalah adanya penilaian bahwa kontribusi setiap dimensi, variabel,

3

28 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 29

dari berbagai objektif tersebut. Oleh karena matriks perbandingan relatif tersedia pada setiap tingkatan hierarki (dimensi, variabel, dan indikator), maka sangat dimungkinkan untuk disusun urutan prioritas pada untuk setiap tingkatan hierarki.

Tahapan terakhir yaitu evaluasi konsistensi logis (logical consistency) dengan maksud untuk mendapatkan gambaran derajat konsistensi maupun inkonsistensi penilaian pada ahli serta konsistensi logis terkait susunan prioritas keseluruhan objektif. Pada tahapan ini dapat ditentukan apakah penilaian yang diberikan oleh seorang ahli dapat diikutsertakan secara bersama-sama dengan penilaian para ahli lainnya dalam forum WCM tersebut. Bagi ahli yang memiliki konsistensi penilaian perbandingan yang rendah (inkonsisten) maka hasil penilaian ahli tersebut tidak layak untuk digunakan bagi penentuan prioritas objektif/persoalan yang dipecahkan dengan metode AHP ini.

Tabel 3.1 Skala Ukuran Perbandingan Dua Objektif Secara Berpasangan

Skor Definisi Deskripsi

(1) (2) (3)

1 Sama Penting (Equal Important)

Dua objektif memiliki derajat kepentingan yang sama atau setara.

3 Sedikit Lebih Penting

(Somewhat More Important)

Pengalaman dan pertimbangan cenderung mementingkan salah satu objektif dibandingkan objektif pasangannya.

5 Lebih Penting (Much More Important)

Pengalaman dan pertimbangan yang kuat untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya.

7 Lebih Penting Secara

Kuat (Very Much More Important)

Pengalaman dan pertimbangan dengan sangat kuat untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya. Derajat kepentingan salah satu objektif telah terbukti dalam praktek.

9 Lebih Penting Secara Mutlak (Absolutely More Important)

Pengalaman dan pertimbangan secara mutlak dan tidak terbantahkan untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya.

2,4,6,8 Nilai Tengah (Intermediate Values)

Apabila diperlukan kompromi antara dua nilai yang berdekatan.

3.2 Pengukuran Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga

Salah satu bagian penting dalam penggunaan metode AHP untuk menentukan besarnya bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga adalah pelaksanaan forum World Cafe Method (WCM). WCM merupakan sebuah metode yang sederhana dan efektif untuk menyelenggarakan dialog dengan

28 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

dan indikator terhadap indeks komposit sangat mungkin berbeda-beda sesuai dengan tingkat kepentingan/peran masing-masing dalam kerangka teori ketahanan keluarga.

Penetapan besarnya kontribusi setiap dimensi, variabel, dan indikator pengukur tingkat ketahanan keluarga yang tepat merupakan persoalan yang kompleks. Metode AHP digunakan untuk memutuskan secara sistematis atas berbagai kompleksitas persoalan dan peran setiap komponen penyusun R-IKK. Berbagai persoalan yang kompleks tersebut diuraikan ke dalam berbagai kelompok yang kemudian disusun menjadi suatu bentuk hierarki sehingga persoalan tersebut menjadi lebih terstruktur dan sistematis. Tahapan pemecahan persoalan terkait ukuran tingkat ketahanan keluarga menggunakan metode AHP yang telah dilaksanakan yaitu: (1) penyusunan hierarki persoalan (decomposition); (2) penentuan ukuran perbandingan (comparative judgment); (3) penentuan prioritas (synthesis of priority); dan (4) evaluasi konsistensi logis (logical consistency).

Penyusunan hierarki persoalan (decomposition) dilaksanakan untuk memecah persoalan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang kompleks ke dalam berbagai bagian secara hierarki, dimulai dari persoalan yang bersifat umum hingga yang bersifat khusus. Dalam penyusunan hierarki, persoalan yang bersifat umum biasanya berupa konsep yang tidak terukur nilainya (unobserved) yang dikenal sebagai dimensi. Selanjutnya, persoalan yang lebih spesifik sebagai penyusun dimensi disebut sebagai variabel yang biasanya juga bersifat tidak terukur nilainya (unobserved). Sementara itu, persoalan yang lebih detil dan terukur sebagai penyusun variabel dan dimensi disebut sebagai indikator. Susunan hierarki persoalan ukuran tingkat ketahanan keluarga telah dibahas pada bab sebelumnya yang ditampilkan pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.1.

Tahapan penentuan ukuran perbandingan (comparative judgment) dilakukan oleh para ahli yang memiliki kompetensi terkait konsep ketahanan keluarga. Proses penentuan ukuran perbandingan relatif antar persoalan dilakukan dalam suatu forum World Cafe Method (WCM) yang dihadiri para ahli dan pelaksana kegiatan forum. Hanya para ahli ketahanan keluarga yang diperkenankan untuk memberikan penilaian ukuran perbandingan antar persoalan/objektif ini (pairwise comparisons). Pada setiap pasangan objektif, setiap ahli secara mandiri menentukan objektif mana yang dianggap lebih penting dan memberikan skor yang menggambarkan tingkat kepentingan objektif tersebut relatif terhadap objektif pasangannya. Skor dan tingkat kepentingan relatif antar objektif ditampilkan pada Tabel 3.1.

Tahapan penentuan prioritas (synthesis of priority) dilaksanakan untuk menyajikan hasil ukuran perbandingan relatif dari para ahli pada forum WCM dalam bentuk sebuah matriks perbandingan. Matriks perbandingan ini kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menghitung eigenvector menggunakan teknik matematika. Eigenvector ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan urutan prioritas

29Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 29

dari berbagai objektif tersebut. Oleh karena matriks perbandingan relatif tersedia pada setiap tingkatan hierarki (dimensi, variabel, dan indikator), maka sangat dimungkinkan untuk disusun urutan prioritas pada untuk setiap tingkatan hierarki.

Tahapan terakhir yaitu evaluasi konsistensi logis (logical consistency) dengan maksud untuk mendapatkan gambaran derajat konsistensi maupun inkonsistensi penilaian pada ahli serta konsistensi logis terkait susunan prioritas keseluruhan objektif. Pada tahapan ini dapat ditentukan apakah penilaian yang diberikan oleh seorang ahli dapat diikutsertakan secara bersama-sama dengan penilaian para ahli lainnya dalam forum WCM tersebut. Bagi ahli yang memiliki konsistensi penilaian perbandingan yang rendah (inkonsisten) maka hasil penilaian ahli tersebut tidak layak untuk digunakan bagi penentuan prioritas objektif/persoalan yang dipecahkan dengan metode AHP ini.

Tabel 3.1 Skala Ukuran Perbandingan Dua Objektif Secara Berpasangan

Skor Definisi Deskripsi

(1) (2) (3)

1 Sama Penting (Equal Important)

Dua objektif memiliki derajat kepentingan yang sama atau setara.

3 Sedikit Lebih Penting

(Somewhat More Important)

Pengalaman dan pertimbangan cenderung mementingkan salah satu objektif dibandingkan objektif pasangannya.

5 Lebih Penting (Much More Important)

Pengalaman dan pertimbangan yang kuat untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya.

7 Lebih Penting Secara

Kuat (Very Much More Important)

Pengalaman dan pertimbangan dengan sangat kuat untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya. Derajat kepentingan salah satu objektif telah terbukti dalam praktek.

9 Lebih Penting Secara Mutlak (Absolutely More Important)

Pengalaman dan pertimbangan secara mutlak dan tidak terbantahkan untuk menyokong salah satu objektif dibanding pasangannya.

2,4,6,8 Nilai Tengah (Intermediate Values)

Apabila diperlukan kompromi antara dua nilai yang berdekatan.

3.2 Pengukuran Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga

Salah satu bagian penting dalam penggunaan metode AHP untuk menentukan besarnya bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga adalah pelaksanaan forum World Cafe Method (WCM). WCM merupakan sebuah metode yang sederhana dan efektif untuk menyelenggarakan dialog dengan

28 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

dan indikator terhadap indeks komposit sangat mungkin berbeda-beda sesuai dengan tingkat kepentingan/peran masing-masing dalam kerangka teori ketahanan keluarga.

Penetapan besarnya kontribusi setiap dimensi, variabel, dan indikator pengukur tingkat ketahanan keluarga yang tepat merupakan persoalan yang kompleks. Metode AHP digunakan untuk memutuskan secara sistematis atas berbagai kompleksitas persoalan dan peran setiap komponen penyusun R-IKK. Berbagai persoalan yang kompleks tersebut diuraikan ke dalam berbagai kelompok yang kemudian disusun menjadi suatu bentuk hierarki sehingga persoalan tersebut menjadi lebih terstruktur dan sistematis. Tahapan pemecahan persoalan terkait ukuran tingkat ketahanan keluarga menggunakan metode AHP yang telah dilaksanakan yaitu: (1) penyusunan hierarki persoalan (decomposition); (2) penentuan ukuran perbandingan (comparative judgment); (3) penentuan prioritas (synthesis of priority); dan (4) evaluasi konsistensi logis (logical consistency).

Penyusunan hierarki persoalan (decomposition) dilaksanakan untuk memecah persoalan ukuran tingkat ketahanan keluarga yang kompleks ke dalam berbagai bagian secara hierarki, dimulai dari persoalan yang bersifat umum hingga yang bersifat khusus. Dalam penyusunan hierarki, persoalan yang bersifat umum biasanya berupa konsep yang tidak terukur nilainya (unobserved) yang dikenal sebagai dimensi. Selanjutnya, persoalan yang lebih spesifik sebagai penyusun dimensi disebut sebagai variabel yang biasanya juga bersifat tidak terukur nilainya (unobserved). Sementara itu, persoalan yang lebih detil dan terukur sebagai penyusun variabel dan dimensi disebut sebagai indikator. Susunan hierarki persoalan ukuran tingkat ketahanan keluarga telah dibahas pada bab sebelumnya yang ditampilkan pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.1.

Tahapan penentuan ukuran perbandingan (comparative judgment) dilakukan oleh para ahli yang memiliki kompetensi terkait konsep ketahanan keluarga. Proses penentuan ukuran perbandingan relatif antar persoalan dilakukan dalam suatu forum World Cafe Method (WCM) yang dihadiri para ahli dan pelaksana kegiatan forum. Hanya para ahli ketahanan keluarga yang diperkenankan untuk memberikan penilaian ukuran perbandingan antar persoalan/objektif ini (pairwise comparisons). Pada setiap pasangan objektif, setiap ahli secara mandiri menentukan objektif mana yang dianggap lebih penting dan memberikan skor yang menggambarkan tingkat kepentingan objektif tersebut relatif terhadap objektif pasangannya. Skor dan tingkat kepentingan relatif antar objektif ditampilkan pada Tabel 3.1.

Tahapan penentuan prioritas (synthesis of priority) dilaksanakan untuk menyajikan hasil ukuran perbandingan relatif dari para ahli pada forum WCM dalam bentuk sebuah matriks perbandingan. Matriks perbandingan ini kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menghitung eigenvector menggunakan teknik matematika. Eigenvector ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan urutan prioritas

30 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 31

∑ ∑

Keterangan: R-IKK : Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga : Bobot (penimbang) indikator ke-i : Nilai indikator ke-i

Tabel 3.2 Peserta Forum WCM Penyusunan Bobot Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga

No Nama Instansi Jabatan

(1) (2) (3) (4)

1. Dr. Heru P.Kasidi, M.Sc KPPPA Deputi Kesetaraan Gender

2. Dr. Ir. Pribudiarta Nur, MM KPPPA Deputi Perlindungan Anak

3. Budi Mardaya, SE, M.Si KPPPA Asdep Kesetaraan Gender

4. Dra. Lula Altuiswaty, M.Sc KPPPA Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga

5. Dra Sri Danti, M.A KPPPA Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga

6. Dra. Niken Kiswandari, M.Si KPPPA Sekretaris Deputi Kesetaraan Gender

7. Rohika Kurniadi S, SH, MSi KPPPA Asdep Pemenuhan Hak Anak APKL

8. Ir. Nurti Mukti Wibawati KPPPA Sekretaris Deputi Perlindungan Anak

9. Skriptandono,SE, MM KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Kesehatan

10. Dra. Lieska Prasetya, M.Sc KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Pembangunan Keluarga

11. Drs. Sayuti Fitri KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Pendidikan

12. Dr. Herien Puspitawati, M.Sc. IPB Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

13. Dr. Ir. Istiqlaliyah M. M.Si IPB Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

14. dr. Eni Gustina, MPH Kemenkes Direktur Kesehatan Keluarga

15. Ir. Thoman Pardosi SE, M.Si BPS Direktur Statistik Ketahanan Sosial

16. Sentot B. Widoyono M.A BPS Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik

17. Gantjang Amannullah M.A. BPS Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat

30 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

melibatkan banyak orang dalam suatu forum untuk membahas topik penting secara terfokus. Ada 5 (lima) unsur penting untuk suksesnya forum WCM antara lain: (1) adanya pengaturan (setting) tempat duduk dan meja untuk forum dimana setiap meja diperuntukkan bagi 4 atau 5 peserta; (2) pengelompokkan peserta forum untuk duduk menjadi grup-grup kecil; (3) instruksi yang sangat jelas oleh fasilitator (pimpinan forum) terkait pelaksanaan diskusi mencakup tata cara dan etika dalam berdiskusi sehingga dipahami oleh semua peserta; (4) setiap anggota grup dalam satu meja diberi pertanyaan yang sama dan diperbolehkan untuk saling bertanya terkait teknik pengisian tetapi dilarang mendiskusikan jawaban setiap pertanyaannya; dan (5) peserta secara individual diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan pada perbandingan antar dua dimensi atau antar dua indikator.

Forum WCM untuk menentukan bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga diikuti oleh 17 orang ahli ketahanan keluarga. Para ahli yang terlibat pada acara WCM ini dibatasi hanya bagi seseorang yang telah memiliki pemahaman yang komprehensif terkait konsep dan pengukuran tingkat ketahanan keluarga. Ketujuhbelas orang ahli tersebut tertera pada Tabel 3.2.

Hasil forum WCM tersebut kemudian diolah datanya menggunakan teknik matematika untuk dihasilkan eigenvector yang pada akhirnya akan diperoleh urutan prioritas dari berbagai dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Paralel dengan penghitungan eigenvector maka dilakukan penghitungan angka rasio konsistensi (consistency ratio) untuk menentukan ahli mana saja yang memiliki konsistensi dalam memberikan penilaian perbandingan relatif terhadap setiap pasangan objektif/persoalan. Ahli yang memiliki skor consistency ratio kurang dari 0,1 maka hasil penilaiannya dapat digunakan untuk menghitung bobot setiap dimensi variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Hasil evaluasi konsistensi diperoleh fakta bahwa 17 ahli yang terlibat forum WCM semuanya memiliki konsistensi yang sangat baik dalam memberikan penilaian perbandingan antar objektif yang didiskusikan dalam forum tersebut. Dengan demikian, maka bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga dapat dihasilkan seperti pada Tabel 3.3 berikut ini. Hasil ini dikonfirmasi sebagai susunan dimensi, variabel, dan indikator yang logis oleh semua ahli yang terlibat dalam forum WCM, sehingga penggunaan metode AHP dinyatakan berhasil memberikan solusi bagi penentuan bobot dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga.

Tahapan terakhir adalah penghitungan nilai R-IKK. Nilai R-IKK diperoleh dari penjumlahan secara tertimbang terhadap setiap indikator penyusun R-IKK. Nilai yang dijumlahkan adalah nilai setiap indikator yang sudah ditimbang/dikalikan dengan bobot masing-masing indikator dibagi dengan jumlah bobot. Penghitungan IKK diformulasikan sebagai berikut.

31Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 31

∑ ∑

Keterangan: R-IKK : Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga : Bobot (penimbang) indikator ke-i : Nilai indikator ke-i

Tabel 3.2 Peserta Forum WCM Penyusunan Bobot Indeks Ketahanan Keluarga

No Nama Instansi Jabatan

(1) (2) (3) (4)

1. Dr. Heru P.Kasidi, M.Sc KPPPA Deputi Kesetaraan Gender

2. Dr. Ir. Pribudiarta Nur, MM KPPPA Deputi Perlindungan Anak

3. Budi Mardaya, SE, M.Si KPPPA Asdep Kesetaraan Gender

4. Dra. Luli Altuiswaty, M.Sc KPPPA Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga

5. Dra Sri Danti, M.A KPPPA Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga

6. Dra. Niken Kiswandari, M.Si KPPPA Sekretaris Deputi Kesetaraan Gender

7. Rohika Kurniadi S, SH, MSi KPPPA Asdep Pemenuhan Hak Anak APKL

8. Ir. Nurti Mukti Wibawati KPPPA Sekretaris Deputi Perlindungan Anak

9. Skriptandono,SE, MM KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Kesehatan

10. Dra. Lieska Prasetya, M.Sc KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Pembangunan Keluarga

11. Drs. Sayuti Fitri KPPPA Kabid Kesetaraan Gender Bidang Pendidikan

12. Dr. Herien Puspitawati, M.Sc. IPB Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

13. Dr. Ir. Istiqlaliyah M. M.Si IPB Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

14. dr. Eni Gustina, MPH Kemenkes Direktur Kesehatan Keluarga

15. Ir. Thoman Pardosi SE, M.Si BPS Direktur Statistik Ketahanan Sosial

16. Sentot B. Widoyono M.A BPS Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik

17. Gantjang Amannullah M.A. BPS Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat

30 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

melibatkan banyak orang dalam suatu forum untuk membahas topik penting secara terfokus. Ada 5 (lima) unsur penting untuk suksesnya forum WCM antara lain: (1) adanya pengaturan (setting) tempat duduk dan meja untuk forum dimana setiap meja diperuntukkan bagi 4 atau 5 peserta; (2) pengelompokkan peserta forum untuk duduk menjadi grup-grup kecil; (3) instruksi yang sangat jelas oleh fasilitator (pimpinan forum) terkait pelaksanaan diskusi mencakup tata cara dan etika dalam berdiskusi sehingga dipahami oleh semua peserta; (4) setiap anggota grup dalam satu meja diberi pertanyaan yang sama dan diperbolehkan untuk saling bertanya terkait teknik pengisian tetapi dilarang mendiskusikan jawaban setiap pertanyaannya; dan (5) peserta secara individual diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan pada perbandingan antar dua dimensi atau antar dua indikator.

Forum WCM untuk menentukan bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga diikuti oleh 17 orang ahli ketahanan keluarga. Para ahli yang terlibat pada acara WCM ini dibatasi hanya bagi seseorang yang telah memiliki pemahaman yang komprehensif terkait konsep dan pengukuran tingkat ketahanan keluarga. Ketujuhbelas orang ahli tersebut tertera pada Tabel 3.2.

Hasil forum WCM tersebut kemudian diolah datanya menggunakan teknik matematika untuk dihasilkan eigenvector yang pada akhirnya akan diperoleh urutan prioritas dari berbagai dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Paralel dengan penghitungan eigenvector maka dilakukan penghitungan angka rasio konsistensi (consistency ratio) untuk menentukan ahli mana saja yang memiliki konsistensi dalam memberikan penilaian perbandingan relatif terhadap setiap pasangan objektif/persoalan. Ahli yang memiliki skor consistency ratio kurang dari 0,1 maka hasil penilaiannya dapat digunakan untuk menghitung bobot setiap dimensi variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga. Hasil evaluasi konsistensi diperoleh fakta bahwa 17 ahli yang terlibat forum WCM semuanya memiliki konsistensi yang sangat baik dalam memberikan penilaian perbandingan antar objektif yang didiskusikan dalam forum tersebut. Dengan demikian, maka bobot setiap dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga dapat dihasilkan seperti pada Tabel 3.3 berikut ini. Hasil ini dikonfirmasi sebagai susunan dimensi, variabel, dan indikator yang logis oleh semua ahli yang terlibat dalam forum WCM, sehingga penggunaan metode AHP dinyatakan berhasil memberikan solusi bagi penentuan bobot dimensi, variabel, dan indikator penyusun ketahanan keluarga.

Tahapan terakhir adalah penghitungan nilai R-IKK. Nilai R-IKK diperoleh dari penjumlahan secara tertimbang terhadap setiap indikator penyusun R-IKK. Nilai yang dijumlahkan adalah nilai setiap indikator yang sudah ditimbang/dikalikan dengan bobot masing-masing indikator dibagi dengan jumlah bobot. Penghitungan IKK diformulasikan sebagai berikut.

32 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 33

3.3 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK)

Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) memiliki nilai skala antara 0 sampai dengan 100. Semakin tinggi tingkat ketahanan keluarga maka semakin besar nilai indeksnya hingga mendekati 100. Tingkat ketahanan keluarga yang rendah diindikasikan dengan nilai indeks yang semakin menurut mendekati nilai 50. Sebaliknya nilai indeks dibawah 50 dan semakin kecil mendekati nilai 0 menunjukkan terjadinya kerentanan keluarga. Pembahasan terkait tingkat ketahanan keluarga dilakukan dengan membagi nilai indeks menjadi 5 (lima) kategori ketahanan keluarga, yaitu: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) cukup, (4) tinggi, dan (5) sangat tinggi.

Eksplorasi penentuan nilai batas kelompok (cutting point) pada setiap kategori dilakukan dengan memanfaatkan distribusi data, diantaranya berdasarkan: (1) rentang data yang sama, (2) frekuensi (persentil), atau (3) standar deviasi. Ketiga skenario pengklasifikasian tersebut menghasilkan nilai batas yang berbeda-beda seperti tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 3.4 Nilai Batas Kelompok Menurut Skenario Pengklasifikasian R-IKK

Kategori R-IKK Rentang Data Sama Persentil Standar Deviasi

(1) (2) (3) (4)

Sangat Rendah Kurang Dari 61,16 Kurang Dari 68,59 Kurang Dari 62,96

Rendah 61,16 - 65,76 68,59 - 71,17 62,96 - 67,41

Cukup 65,76 - 70,36 71,17 - 72,81 67,41 - 76,30

Tinggi 70,36 - 74,96 72,81 - 74,81 76,30 - 80,75

Sangat Tinggi Lebih Dari Atau Sama Dengan 74,96

Lebih Dari Atau Sama Dengan 74,81

Lebih Dari Atau Sama Dengan 80,75

Terdapat perbedaan signifikan diantara ketiga skenario pengklasifikasian yang digunakan. Pengelompokkan dengan menggunakan persentil dan standar deviasi sangat tergantung pada distribusi data yang digunakan, sementara itu dengan skenario rentang data yang sama, nilai batas kelompok (cutting point) R-IKK yang dihasilkan mempunyai panjang interval yang relatif sama. Selanjutnya, nilai batas yang dihasilkan dari skenario rentang data yang sama dimodifikasi dengan pembulatan, namun dengan tetap mengutamakan keterseimbangan panjang interval pada tiap kelompok. Hasil modifikasi batas skenario ini menjadi sebagai berikut: (1) ketahanan keluarga kategori Sangat Rendah adalah wilayah yang memiliki R-IKK kurang dari 60; (2) ketahanan keluarga kategori Rendah merupakan wilayah dengan R-IKK kurang dari 65 dan lebih dari atau sama dengan 60; (3) ketahanan keluarga kategori Cukup adalah wilayah dengan R-IKK kurang dari 70 dan lebih dari atau sama dengan 65; (4) ketahanan keluarga kategori Tinggi adalah wilayah dengan R-IKK

32 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Tabel 3.3 Bobot/Kontribusi Dimensi, Variabel, dan Indikator Penyusun Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga

Dimensi Variabel Indikator Bobot (1) (2) (3) (4)

Landasan Legalitas dan

Keutuhan Keluarga (0,309)

Landasan Legalitas (0,121)

1. Legalitas Perkawinan 0,07307

2. Legalitas Kelahiran 0,04807

Keutuhan Keluarga (0,037) 3. Keutuhan Keluarga 0,03782

Kemitraan Gender (0,150)

4. Kebersamaan Dalam Keluarga 0,04119

5. Kemitraan Suami-Istri 0,04599

6. Keterbukaan Pengelolaan Keuangan 0,02829

7. Pengambilan Keputusan Keluarga 0,03435

Ketahanan Fisik

(0,196)

Kecukupan Pangan dan Gizi (0,120)

8. Kecukupan Pangan 0,05057

9. Kecukupan Gizi 0,06924

Kesehatan Keluarga (0,047) 10. Keterbebasan dari Penyakit Kronis dan

Disabilitas 0,04728

Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur (0,029)

11. Ketersediaan Lokasi Tetap Untuk Tidur 0,02897

Ketahanan Ekonomi (0,231)

Tempat Tinggal Keluarga (0,020) 12. Kepemilikan Rumah 0,02014

Pendapatan Keluarga (0,038)

13. Pendapatan Perkapita Keluarga 0,01116

14. Kecukupan Pendapatan Keluarga 0,02673

Pembiayaan Pendidikan Anak (0,123)

15. Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak 0,05866

16. Keberlangsungan Pendidikan Anak 0,06455

Jaminan Keuangan Keluarga (0,050)

17. Tabungan Keluarga 0,01876

18. Jaminan Kesehatan Keluarga 0,03147

Ketahanan Sosial

Psikologis (0,178)

Keharmonisan Keluarga (0,0134)

19. Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 0,06610

20. Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak 0,06802 Kepatuhan Terhadap Hukum (0,044) 21. Penghormatan Terhadap Hukum 0,04413

Ketahanan Sosial Budaya

(0,085)

Kepedulian Sosial (0,042) 22. Penghormatan Terhadap Lansia 0,04210

Keeratan Sosial (0,019) 23. Partisipasi dalam Kegiatan Sosial di

Lingkungan 0,01868

Ketaatan Beragama (0,025) 24. Partisipasi dalam Kegiatan Keagamaan

di Lingkungan 0,02468

33Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 33

3.3 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK)

Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) memiliki nilai skala antara 0 sampai dengan 100. Semakin tinggi tingkat ketahanan keluarga maka semakin besar nilai indeksnya hingga mendekati 100. Tingkat ketahanan keluarga yang rendah diindikasikan dengan nilai indeks yang semakin menurut mendekati nilai 50. Sebaliknya nilai indeks dibawah 50 dan semakin kecil mendekati nilai 0 menunjukkan terjadinya kerentanan keluarga. Pembahasan terkait tingkat ketahanan keluarga dilakukan dengan membagi nilai indeks menjadi 5 (lima) kategori ketahanan keluarga, yaitu: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) cukup, (4) tinggi, dan (5) sangat tinggi.

Eksplorasi penentuan nilai batas kelompok (cutting point) pada setiap kategori dilakukan dengan memanfaatkan distribusi data, diantaranya berdasarkan: (1) rentang data yang sama, (2) frekuensi (persentil), atau (3) standar deviasi. Ketiga skenario pengklasifikasian tersebut menghasilkan nilai batas yang berbeda-beda seperti tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 3.4 Nilai Batas Kelompok Menurut Skenario Pengklasifikasian R-IKK

Kategori R-IKK Rentang Data Sama Persentil Standar Deviasi

(1) (2) (3) (4)

Sangat Rendah Kurang Dari 61,16 Kurang Dari 68,59 Kurang Dari 62,96

Rendah 61,16 - 65,76 68,59 - 71,17 62,96 - 67,41

Cukup 65,76 - 70,36 71,17 - 72,81 67,41 - 76,30

Tinggi 70,36 - 74,96 72,81 - 74,81 76,30 - 80,75

Sangat Tinggi Lebih Dari Atau Sama Dengan 74,96

Lebih Dari Atau Sama Dengan 74,81

Lebih Dari Atau Sama Dengan 80,75

Terdapat perbedaan signifikan diantara ketiga skenario pengklasifikasian yang digunakan. Pengelompokkan dengan menggunakan persentil dan standar deviasi sangat tergantung pada distribusi data yang digunakan, sementara itu dengan skenario rentang data yang sama, nilai batas kelompok (cutting point) R-IKK yang dihasilkan mempunyai panjang interval yang relatif sama. Selanjutnya, nilai batas yang dihasilkan dari skenario rentang data yang sama dimodifikasi dengan pembulatan, namun dengan tetap mengutamakan keterseimbangan panjang interval pada tiap kelompok. Hasil modifikasi batas skenario ini menjadi sebagai berikut: (1) ketahanan keluarga kategori Sangat Rendah adalah wilayah yang memiliki R-IKK kurang dari 60; (2) ketahanan keluarga kategori Rendah merupakan wilayah dengan R-IKK kurang dari 65 dan lebih dari atau sama dengan 60; (3) ketahanan keluarga kategori Cukup adalah wilayah dengan R-IKK kurang dari 70 dan lebih dari atau sama dengan 65; (4) ketahanan keluarga kategori Tinggi adalah wilayah dengan R-IKK

32 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Tabel 3.3 Bobot/Kontribusi Dimensi, Variabel, dan Indikator Penyusun Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga

Dimensi Variabel Indikator Bobot (1) (2) (3) (4)

Landasan Legalitas dan

Keutuhan Keluarga (0,309)

Landasan Legalitas (0,121)

1. Legalitas Perkawinan 0,07307

2. Legalitas Kelahiran 0,04807

Keutuhan Keluarga (0,037) 3. Keutuhan Keluarga 0,03782

Kemitraan Gender (0,150)

4. Kebersamaan Dalam Keluarga 0,04119

5. Kemitraan Suami-Istri 0,04599

6. Keterbukaan Pengelolaan Keuangan 0,02829

7. Pengambilan Keputusan Keluarga 0,03435

Ketahanan Fisik

(0,196)

Kecukupan Pangan dan Gizi (0,120)

8. Kecukupan Pangan 0,05057

9. Kecukupan Gizi 0,06924

Kesehatan Keluarga (0,047) 10. Keterbebasan dari Penyakit Kronis dan

Disabilitas 0,04728

Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur (0,029)

11. Ketersediaan Lokasi Tetap Untuk Tidur 0,02897

Ketahanan Ekonomi (0,231)

Tempat Tinggal Keluarga (0,020) 12. Kepemilikan Rumah 0,02014

Pendapatan Keluarga (0,038)

13. Pendapatan Perkapita Keluarga 0,01116

14. Kecukupan Pendapatan Keluarga 0,02673

Pembiayaan Pendidikan Anak (0,123)

15. Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak 0,05866

16. Keberlangsungan Pendidikan Anak 0,06455

Jaminan Keuangan Keluarga (0,050)

17. Tabungan Keluarga 0,01876

18. Jaminan Kesehatan Keluarga 0,03147

Ketahanan Sosial

Psikologis (0,178)

Keharmonisan Keluarga (0,0134)

19. Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 0,06610

20. Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak 0,06802 Kepatuhan Terhadap Hukum (0,044) 21. Penghormatan Terhadap Hukum 0,04413

Ketahanan Sosial Budaya

(0,085)

Kepedulian Sosial (0,042) 22. Penghormatan Terhadap Lansia 0,04210

Keeratan Sosial (0,019) 23. Partisipasi dalam Kegiatan Sosial di

Lingkungan 0,01868

Ketaatan Beragama (0,025) 24. Partisipasi dalam Kegiatan Keagamaan

di Lingkungan 0,02468

34 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 35

Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi dan Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga

50 55 60 65 70 75 80

PapuaNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

Papua BaratSumatera Utara

Kalimantan BaratBanten

Sulawesi BaratSulawesi Tenggara

MalukuSulawesi Tengah

Maluku UtaraJawa BaratGorontaloBengkuluLampung

Sulawesi SelatanINDONESIA

Sumatera SelatanRiau

AcehSumatera BaratSulawesi Utara

Jawa TimurKalimantan Utara

JambiDKI Jakarta

Kep. Bangka BelitungKalimantan Tengah

Jawa TengahBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kepulauan RiauDI Yogyakarta

Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi

34 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

kurang dari 75 dan kurang dari atau sama dengan 70; dan (5) ketahanan keluarga kategori Sangat Tinggi merupakan wilayah dengan R-IKK minimal 75. Dengan nilai batas kelompok (cutting point) tersebut, maka diharapkan perubahan indeks akibat dari adanya perubahan kondisi sosial dan ekonomi dapat lebih mudah dibandingkan antar waktu.

Terkait bahwa R-IKK masih dalam proses pengembangan, maka dalam publikasi ini nilai R-IKK pada masing-masing provinsi masih disajikan dalam kategori sangat rendah, rendah, cukup, tinggi, atau sangat tinggi. Penyajian tingkat ketahanan keluarga yang lebih detil membutuhkan penyempurnaan lebih lanjut pada kegiatan pengukuran di masa mendatang.

Rintisan Indeks Ketahanan keluarga menurut provinsi dan kategori tingkat ketahanan keluarga dapat dilihat pada Gambar 3.1. Agar grafik lebih terlihat jelas, maka grafik ditampilkan dengan skala nilai R-IKK 50 sampai 80. Menarik untuk diketahui bahwa dari 34 provinsi di Indonesia, setengahnya (tujuh belas provinsi) memiliki nilai R-IKK di atas rata-rata nasional, dan sebaliknya. Dua puluh tiga diantara provinsi-provinsi di Indonesia tampaknya sudah masuk dalam kategori tingkat ketahanan keluarga “tinggi” atau “sangat tinggi”. Provinsi dengan R-IKK tertinggi terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebaliknya, provinsi dengan R-IKK terendah terdapat di Papua.

Selanjutnya, terdapat dua provinsi yang masuk dalam kategori R-IKK rendah, yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Sementara itu, sebanyak delapan provinsi termasuk ke dalam kelompok yang memiliki ketahanan keluarga kategori cukup.

35Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 35

Gambar 3.1 Rintisan Indeks Ketahanan Keluarga (R-IKK) Menurut Provinsi dan Kategori Tingkat Ketahanan Keluarga

50 55 60 65 70 75 80

PapuaNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

Papua BaratSumatera Utara

Kalimantan BaratBanten

Sulawesi BaratSulawesi Tenggara

MalukuSulawesi Tengah

Maluku UtaraJawa BaratGorontaloBengkuluLampung

Sulawesi SelatanINDONESIA

Sumatera SelatanRiau

AcehSumatera BaratSulawesi Utara

Jawa TimurKalimantan Utara

JambiDKI Jakarta

Kep. Bangka BelitungKalimantan Tengah

Jawa TengahBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kepulauan RiauDI Yogyakarta

Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi

34 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

kurang dari 75 dan kurang dari atau sama dengan 70; dan (5) ketahanan keluarga kategori Sangat Tinggi merupakan wilayah dengan R-IKK minimal 75. Dengan nilai batas kelompok (cutting point) tersebut, maka diharapkan perubahan indeks akibat dari adanya perubahan kondisi sosial dan ekonomi dapat lebih mudah dibandingkan antar waktu.

Terkait bahwa R-IKK masih dalam proses pengembangan, maka dalam publikasi ini nilai R-IKK pada masing-masing provinsi masih disajikan dalam kategori sangat rendah, rendah, cukup, tinggi, atau sangat tinggi. Penyajian tingkat ketahanan keluarga yang lebih detil membutuhkan penyempurnaan lebih lanjut pada kegiatan pengukuran di masa mendatang.

Rintisan Indeks Ketahanan keluarga menurut provinsi dan kategori tingkat ketahanan keluarga dapat dilihat pada Gambar 3.1. Agar grafik lebih terlihat jelas, maka grafik ditampilkan dengan skala nilai R-IKK 50 sampai 80. Menarik untuk diketahui bahwa dari 34 provinsi di Indonesia, setengahnya (tujuh belas provinsi) memiliki nilai R-IKK di atas rata-rata nasional, dan sebaliknya. Dua puluh tiga diantara provinsi-provinsi di Indonesia tampaknya sudah masuk dalam kategori tingkat ketahanan keluarga “tinggi” atau “sangat tinggi”. Provinsi dengan R-IKK tertinggi terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebaliknya, provinsi dengan R-IKK terendah terdapat di Papua.

Selanjutnya, terdapat dua provinsi yang masuk dalam kategori R-IKK rendah, yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Sementara itu, sebanyak delapan provinsi termasuk ke dalam kelompok yang memiliki ketahanan keluarga kategori cukup.

36 Pembangunan Ketahanan Keluarga 201636 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Penyajian peta tematik R-IKK Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.2. Terlihat bahwa umumnya provinsi dengan kategori R-IKK sangat tinggi berbatasan dengan R-IKK yang juga berkategori sangat tinggi atau tinggi, kecuali Provinsi Bali. Provinsi Bali dengan R-IKK sangat tinggi ini selain berbatasan dengan provinsi dengan R-IKK kategori tinggi (Jawa timur), ternyata juga berbatasan provinsi dengan R-IKK yang sangat rendah, yaitu Nusa Tenggara Barat.

Pada Pulau Sumatera, terlihat bahwa hampir seluruh provinsi memiliki R-IKK yang terkategori tinggi (atau bahkan sangat tinggi), kecuali di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki R-IKK kategori cukup. Pola yang sama juga terjadi di Pulau Jawa, kecuali Provinsi Banten yang memiliki R-IKK kategori cukup. Demikian pula untuk pulau Kalimantan dimana hampir semua provinsi memiliki R-IKK kategori tinggi atau sangat tinggi, kecuali Provinsi Kalimantan Barat yang masih memiliki R-IKK kategori cukup.

Pada Pulau Sulawesi berimbang antara provinsi dengan nilai R-IKK kategori tinggi dan provinsi dengan kategori cukup, masing-masing tiga provinsi. Sementara itu, di Pulau Maluku dan Papua, nilai R-IKK provinsinya memiliki nilai dengan kategori beragam yaitu kategori tinggi pada Maluku Utara, kategori cukup pada Maluku dan Papua Barat, dan kategori sangat rendah pada Papua. Di sini terlihat bahwa Provinsi Papua dapat dikatakan memiliki nilai R-IKK yang relatif timpang dibandingkan R-IKK provinsi-provinsi di sekitarnya, bahkan bila dibandingkan dengan R-IKK seluruh provinsi di Indonesia.

37Pembangunan Ketahanan Keluarga 201636 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Penyajian peta tematik R-IKK Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.2. Terlihat bahwa umumnya provinsi dengan kategori R-IKK sangat tinggi berbatasan dengan R-IKK yang juga berkategori sangat tinggi atau tinggi, kecuali Provinsi Bali. Provinsi Bali dengan R-IKK sangat tinggi ini selain berbatasan dengan provinsi dengan R-IKK kategori tinggi (Jawa timur), ternyata juga berbatasan provinsi dengan R-IKK yang sangat rendah, yaitu Nusa Tenggara Barat.

Pada Pulau Sumatera, terlihat bahwa hampir seluruh provinsi memiliki R-IKK yang terkategori tinggi (atau bahkan sangat tinggi), kecuali di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki R-IKK kategori cukup. Pola yang sama juga terjadi di Pulau Jawa, kecuali Provinsi Banten yang memiliki R-IKK kategori cukup. Demikian pula untuk pulau Kalimantan dimana hampir semua provinsi memiliki R-IKK kategori tinggi atau sangat tinggi, kecuali Provinsi Kalimantan Barat yang masih memiliki R-IKK kategori cukup.

Pada Pulau Sulawesi berimbang antara provinsi dengan nilai R-IKK kategori tinggi dan provinsi dengan kategori cukup, masing-masing tiga provinsi. Sementara itu, di Pulau Maluku dan Papua, nilai R-IKK provinsinya memiliki nilai dengan kategori beragam yaitu kategori tinggi pada Maluku Utara, kategori cukup pada Maluku dan Papua Barat, dan kategori sangat rendah pada Papua. Di sini terlihat bahwa Provinsi Papua dapat dikatakan memiliki nilai R-IKK yang relatif timpang dibandingkan R-IKK provinsi-provinsi di sekitarnya, bahkan bila dibandingkan dengan R-IKK seluruh provinsi di Indonesia.

Pem

bang

unan

Ket

ahan

an K

elua

rga

2016

| 37

Gam

bar 3

.2 P

eta

Rint

isan

Inde

ks K

etah

anan

Kel

uarg

a

95 95

100

100

105

105

110

110

115

115

120

120

125

125

130

130

135

135

140

140

-10

-10

-5-5

00

55

Ket

eran

gan:

< 60

60 -

65

65 -

70

70 -

75

> 75

U

nesia

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 39

LANDASAN LEGALITAS DAN

KEUTUHAN KELUARGA

Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga terdiri dari 3 variabel, yaitu (1) landasan legalitas, (2) keutuhan keluarga, dan (3) kemitraan gender. Masing-masing dari variabel tersebut dinilai dengan beberapa indikator. Pertama, landasan legalitas dinilai dengan 2 indikator, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas kelahiran. Kedua, keutuhan keluarga dinilai dengan indikator keutuhan keluarga. Sedangkan yang ketiga, kemitraan gender dinilai dengan 4 indikator, yaitu kemitraan suami-istri, kebersamaan dalam keluarga, keterbukaan pengelolaan keuangan, dan pengambilan keputusan keluarga.

4.1 LANDASAN LEGALITAS

Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, sesuai yang tercantum dalam Pasal 28B ayat 1, Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa pembangunan keluarga bertujuan meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Kemudian, disebutkan pula bahwa keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Bertolak dari penjelasan di atas, tercermin bahwa landasan legalitas perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin. Perkawinan yang tidak sah akan menjadi hambatan dalam mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga yang kuat karena perkawinan yang tidak sah mengandung resiko tidak terpenuhinya hak-hak anak dan isteri. Dalam pembahasan selanjutnya, landasan legalitas akan menyajikan dua topik yang saling berkaitan, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas kelahiran.

4

39Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 39

LANDASAN LEGALITAS DAN

KEUTUHAN KELUARGA

Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga terdiri dari 3 variabel, yaitu (1) landasan legalitas, (2) keutuhan keluarga, dan (3) kemitraan gender. Masing-masing dari variabel tersebut dinilai dengan beberapa indikator. Pertama, landasan legalitas dinilai dengan 2 indikator, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas kelahiran. Kedua, keutuhan keluarga dinilai dengan indikator keutuhan keluarga. Sedangkan yang ketiga, kemitraan gender dinilai dengan 4 indikator, yaitu kemitraan suami-istri, kebersamaan dalam keluarga, keterbukaan pengelolaan keuangan, dan pengambilan keputusan keluarga.

4.1 LANDASAN LEGALITAS

Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, sesuai yang tercantum dalam Pasal 28B ayat 1, Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa pembangunan keluarga bertujuan meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Kemudian, disebutkan pula bahwa keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Bertolak dari penjelasan di atas, tercermin bahwa landasan legalitas perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang sejahtera lahir dan batin. Perkawinan yang tidak sah akan menjadi hambatan dalam mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga yang kuat karena perkawinan yang tidak sah mengandung resiko tidak terpenuhinya hak-hak anak dan isteri. Dalam pembahasan selanjutnya, landasan legalitas akan menyajikan dua topik yang saling berkaitan, yaitu legalitas perkawinan dan legalitas kelahiran.

4

40 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 41

Pada tahun 2015 tercatat sekitar 74 persen kepala rumah tangga dari rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional berstatus kawin, dimana sekitar 84 persen rumah tangga diantaranya memiliki buku nikah (Gambar 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga di Indonesia telah memiliki landasan legalitas perkawinan dalam membangun ketahanan keluarga. Meskipun demikian, masih terdapat sekitar 16 persen rumah tangga yang tidak memiliki buku nikah. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mengapa mereka tidak mencatatkan perkawinan mereka di KUA ataupun Kantor Catatan Sipil, diantaranya yaitu keperluan poligami, adanya keyakinan bahwa pencatatan tidak diwajibkan agama, dan ketidaktahuan fungsi dari surat nikah. Faktor penyebab lain dari perkawinan tidak tercatat adalah karena sudah berumur, perkawinan di bawah umur, dan untuk menutupi aib (Kustini, 2013).

Jika diperhatikan menurut provinsi, Papua menempati posisi terendah dan menjadi satu-satunya provinsi yang persentase rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional yang memiliki buku nikah kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 21,53 persen (Gambar 4.2). Rendahnya persentase di Provinsi Papua ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional tersebut memiliki ketahanan keluarga masih rendah. Selanjutnya, empat provinsi berikutnya dengan persentase terendah untuk rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional yang mempunyai buku nikah adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan Papua Barat.

40 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

4.1.1 Legalitas Perkawinan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; dan disamping itu perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau oleh pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Agama, sedangkan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaan selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil (Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975). Setelah melakukan pencatatan perkawinan, masing-masing suami dan isteri akan memperoleh kutipan akta perkawinan yang menjadi alat bukti perkawinan yang sah, yaitu berupa buku nikah isteri dan buku nikah suami. Oleh karena itu, legalitas perkawinan dapat dilihat dari kepemilikan buku nikah dari pasangan suami dan istri.

Informasi terkait kepemilikan buku nikah dapat diambil dari data Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015. Namun, PBDT 2015 hanya mencakup 40 persen rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terbawah secara nasional. Walaupun begitu, informasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pendekatan kasar mengenai kepemilikan buku nikah secara nasional. Asumsinya, apabila sebagian besar rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah telah memiliki buku nikah, maka rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan di atas mereka kemungkinan akan lebih banyak lagi yang memiliki buku nikah.

Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015

Sumber : PBDT 2015

84,21

15,79

Memiliki Tidak Memiliki

41Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 41

Pada tahun 2015 tercatat sekitar 74 persen kepala rumah tangga dari rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional berstatus kawin, dimana sekitar 84 persen rumah tangga diantaranya memiliki buku nikah (Gambar 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga di Indonesia telah memiliki landasan legalitas perkawinan dalam membangun ketahanan keluarga. Meskipun demikian, masih terdapat sekitar 16 persen rumah tangga yang tidak memiliki buku nikah. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mengapa mereka tidak mencatatkan perkawinan mereka di KUA ataupun Kantor Catatan Sipil, diantaranya yaitu keperluan poligami, adanya keyakinan bahwa pencatatan tidak diwajibkan agama, dan ketidaktahuan fungsi dari surat nikah. Faktor penyebab lain dari perkawinan tidak tercatat adalah karena sudah berumur, perkawinan di bawah umur, dan untuk menutupi aib (Kustini, 2013).

Jika diperhatikan menurut provinsi, Papua menempati posisi terendah dan menjadi satu-satunya provinsi yang persentase rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional yang memiliki buku nikah kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 21,53 persen (Gambar 4.2). Rendahnya persentase di Provinsi Papua ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional tersebut memiliki ketahanan keluarga masih rendah. Selanjutnya, empat provinsi berikutnya dengan persentase terendah untuk rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah secara nasional yang mempunyai buku nikah adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan Papua Barat.

40 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

4.1.1 Legalitas Perkawinan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; dan disamping itu perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau oleh pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Agama, sedangkan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaan selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil (Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975). Setelah melakukan pencatatan perkawinan, masing-masing suami dan isteri akan memperoleh kutipan akta perkawinan yang menjadi alat bukti perkawinan yang sah, yaitu berupa buku nikah isteri dan buku nikah suami. Oleh karena itu, legalitas perkawinan dapat dilihat dari kepemilikan buku nikah dari pasangan suami dan istri.

Informasi terkait kepemilikan buku nikah dapat diambil dari data Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015. Namun, PBDT 2015 hanya mencakup 40 persen rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terbawah secara nasional. Walaupun begitu, informasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pendekatan kasar mengenai kepemilikan buku nikah secara nasional. Asumsinya, apabila sebagian besar rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40 persen terbawah telah memiliki buku nikah, maka rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan di atas mereka kemungkinan akan lebih banyak lagi yang memiliki buku nikah.

Gambar 4.1 Persentase Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional Menurut Kepemilikan Buku Nikah, 2015

Sumber : PBDT 2015

84,21

15,79

Memiliki Tidak Memiliki

42 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 43

4.1.2 Legalitas Kelahiran

Akte kelahiran merupakan bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat lainnya. Kepemilikan akte kelahiran juga merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak memiliki identitas sebagai anak. Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan tegas dalam pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Kemudian hal ini juga ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) dan (2) yang menyatakan, ayat (1) “Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”.

Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17 Tahun, 2015

Sumber: Susenas KOR 2015

Sesuai dengan Undang-undang No 35 tahun 2014, anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang berarti bahwa setiap anak dengan umur tersebut berhak untuk memiliki akte kelahiran. Sekitar 70 persen rumah tangga di Indonesia mempunyai anggota rumah tangga (ART) yang berumur 0-17 tahun (Lampiran 4.2). Dimana, sekitar 78 persen rumah tangga di antaranya telah mempunyai akte kelahiran bagi semua anak tersebut (Gambar 4.3). Namun, rumah

Perkotaan Perdesaan Perkotaan +Perdesaan

84,42

71,95 78,03

6,04 7,67 6,88 9,54

20,38 15,09

Seluruhnya memiliki aktekelahiran

Sebagian memiliki aktekelahiran

Tidak ada yang memilikiakte kelahiran

42 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut Provinsi, 2015

Sumber : PBDT 2015

21,53 59,91

75,53 73,89

70,45 87,48

78,92 82,16

77,16 89,84

82,57 90,59

79,62 81,53

67,64 52,59

58,83 55,80

62,65 92,73

97,17 98,47

85,72 96,09 97,12

84,58 86,17

88,71 88,86

84,06 92,77

84,59 76,14

91,99

PapuaPapua Barat

Maluku UtaraMaluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur

Kalimantan SelatanKalimantan Tengah

Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

BaliBanten

Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah

Jawa BaratDKI Jakarta

Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Sumatera SelatanJambi

RiauSumatera BaratSumatera Utara

Aceh

Indonesia : 84,21

43Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 43

4.1.2 Legalitas Kelahiran

Akte kelahiran merupakan bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat lainnya. Kepemilikan akte kelahiran juga merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak memiliki identitas sebagai anak. Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan tegas dalam pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Kemudian hal ini juga ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) dan (2) yang menyatakan, ayat (1) “Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”, dan ayat (2) berbunyi “identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”.

Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Akte Kelahiran Anggota Rumah Tangga (ART) Umur 0-17 Tahun, 2015

Sumber: Susenas KOR 2015

Sesuai dengan Undang-undang No 35 tahun 2014, anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang berarti bahwa setiap anak dengan umur tersebut berhak untuk memiliki akte kelahiran. Sekitar 70 persen rumah tangga di Indonesia mempunyai anggota rumah tangga (ART) yang berumur 0-17 tahun (Lampiran 4.2). Dimana, sekitar 78 persen rumah tangga di antaranya telah mempunyai akte kelahiran bagi semua anak tersebut (Gambar 4.3). Namun, rumah

Perkotaan Perdesaan Perkotaan +Perdesaan

84,42

71,95 78,03

6,04 7,67 6,88 9,54

20,38 15,09

Seluruhnya memiliki aktekelahiran

Sebagian memiliki aktekelahiran

Tidak ada yang memilikiakte kelahiran

42 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Dengan Tingkat Kesejahteraan 40 persen Terbawah Secara Nasional yang Memiliki Buku Nikah Menurut Provinsi, 2015

Sumber : PBDT 2015

21,53 59,91

75,53 73,89

70,45 87,48

78,92 82,16

77,16 89,84

82,57 90,59

79,62 81,53

67,64 52,59

58,83 55,80

62,65 92,73

97,17 98,47

85,72 96,09 97,12

84,58 86,17

88,71 88,86

84,06 92,77

84,59 76,14

91,99

PapuaPapua Barat

Maluku UtaraMaluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur

Kalimantan SelatanKalimantan Tengah

Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

BaliBanten

Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah

Jawa BaratDKI Jakarta

Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Sumatera SelatanJambi

RiauSumatera BaratSumatera Utara

Aceh

Indonesia : 84,21

44 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 45

Ketiadaan biaya merupakan alasan yang paling umum disampaikan oleh para orang tua untuk tidak mendaftarkan kelahiran anak. Contohnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), dari sekitar 46 persen penduduk umur 0-17 tahun yang tidak mempunyai akte kelahiran, 25,18 persen diantaranya mencatatkan ketiadaan biaya sebagai alasan utama mengapa anak tidak memiliki akte kelahiran (Lampiran 4.4). Alasan lainnya yang biasa dikemukakan adalah orang tua merasa tidak perlu atau malas untuk mengurus akte kelahiran, dan kurangnya informasi mengenai mengapa dan bagaimana mereka harus mendaftarkan kelahiran. Contohnya di Papua yang menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang seluruh ART berumur 0-17 tahun tidak memiliki akte kelahiran. Ketidaktahuan bahwa kelahiran harus dicatatkan atau bagaimana cara mengurusnya menjadi alasan utama banyaknya anak yang tidak memiliki akte kelahiran di Papua (Lampiran 4.4).

44 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

tangga yang masih belum sadar untuk mendaftarkan anaknya secara sah juga masih cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan persentase rumah tangga yang sebagian atau semua anggota rumah tangga berumur 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran, yaitu sebesar 22 persen (Gambar 4.3). Permasalahan masih besarnya rumah tangga yang anaknya belum mempunyai akte kelahiran lebih umum terdapat di wilayah perdesaan. Tercatat bahwa persentase rumah tangga yang belum semua anaknya memiliki akte kelahiran di wilayah perdesaan lebih besar dari pada wilayah perkotaan. Dimana persentase rumah tangga yang sebagian atau bahkan seluruh anggota rumah tangga berumur 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran di perdesaan sebesar 28,05 persen, sedangkan di perkotaan sebesar 15,58 persen (Gambar 4.3).

Apabila dilihat per kelompok umur, maka persentase tertinggi penduduk yang memiliki akte kelahiran berada pada kelompok umur 6-11 tahun, yaitu sebesar 82,98 persen. Besaran tersebut tidak jauh berbeda dengan kepemilikan akte kelahiran untuk kelompok umur 12-17 tahun. Namun, persentase pada kelompok umur 0-5 tahun lebih kecil, yaitu sebesar 74,46 persen (Gambar 4.4). Padahal pemerintah telah menetapkan target nasional Indikator Kepemilikan Akte Kelahiran di kalangan anak, yaitu sebesar 75 persen untuk tahun 2015 (Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015).

Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun

74,46

82,98 82,82

Target Nasional (2015) 75,00

45Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 45

Ketiadaan biaya merupakan alasan yang paling umum disampaikan oleh para orang tua untuk tidak mendaftarkan kelahiran anak. Contohnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), dari sekitar 46 persen penduduk umur 0-17 tahun yang tidak mempunyai akte kelahiran, 25,18 persen diantaranya mencatatkan ketiadaan biaya sebagai alasan utama mengapa anak tidak memiliki akte kelahiran (Lampiran 4.4). Alasan lainnya yang biasa dikemukakan adalah orang tua merasa tidak perlu atau malas untuk mengurus akte kelahiran, dan kurangnya informasi mengenai mengapa dan bagaimana mereka harus mendaftarkan kelahiran. Contohnya di Papua yang menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang seluruh ART berumur 0-17 tahun tidak memiliki akte kelahiran. Ketidaktahuan bahwa kelahiran harus dicatatkan atau bagaimana cara mengurusnya menjadi alasan utama banyaknya anak yang tidak memiliki akte kelahiran di Papua (Lampiran 4.4).

44 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

tangga yang masih belum sadar untuk mendaftarkan anaknya secara sah juga masih cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan persentase rumah tangga yang sebagian atau semua anggota rumah tangga berumur 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran, yaitu sebesar 22 persen (Gambar 4.3). Permasalahan masih besarnya rumah tangga yang anaknya belum mempunyai akte kelahiran lebih umum terdapat di wilayah perdesaan. Tercatat bahwa persentase rumah tangga yang belum semua anaknya memiliki akte kelahiran di wilayah perdesaan lebih besar dari pada wilayah perkotaan. Dimana persentase rumah tangga yang sebagian atau bahkan seluruh anggota rumah tangga berumur 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran di perdesaan sebesar 28,05 persen, sedangkan di perkotaan sebesar 15,58 persen (Gambar 4.3).

Apabila dilihat per kelompok umur, maka persentase tertinggi penduduk yang memiliki akte kelahiran berada pada kelompok umur 6-11 tahun, yaitu sebesar 82,98 persen. Besaran tersebut tidak jauh berbeda dengan kepemilikan akte kelahiran untuk kelompok umur 12-17 tahun. Namun, persentase pada kelompok umur 0-5 tahun lebih kecil, yaitu sebesar 74,46 persen (Gambar 4.4). Padahal pemerintah telah menetapkan target nasional Indikator Kepemilikan Akte Kelahiran di kalangan anak, yaitu sebesar 75 persen untuk tahun 2015 (Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015).

Gambar 4.4 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kelompok Umur dan Target Nasional Kepemilikan Akte Kelahiran, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun

74,46

82,98 82,82

Target Nasional (2015) 75,00

46 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 47

4.2 KEUTUHAN KELUARGA

Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai sejumlah fungsi, seperti fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, pembinaan lingkungan (Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994). Keluarga dapat terpecah atau tidak berfungsi secara normal apabila salah satu atau lebih anggota keluarga tidak atau gagal menjalankan tugas dan fungsinya. Salah satu contohnya adalah hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis atau ikatan emosi antar anggota keluarga kurang terjalin dengan baik. Kondisi seperti ini sangat berpengaruh pada kesinambungan fungsi sosial keluarga dan akhirnya berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan keluarga. Dalam banyak kasus, fungsi sosialisasi tersebut harus diambil alih oleh orang lain atau lembaga lain. Untuk menjamin keberlangsungan fungsi sosial tersebut maka setiap anggota keluarga harus tinggal bersama dalam satu atap, dengan ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya. Itulah alasan mengapa keutuhan keluarga menjadi salah satu komponen dari ketahanan keluarga.

Peluang terjadinya kegagalan fungsi keluarga akan semakin besar ketika salah satu anggota keluarga, terutama suami atau istri tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun sering kali terdapat suatu kondisi yang memaksa pasangan suami-istri untuk tinggal terpisah. Contohnya, suami-istri yang harus tinggal terpisah karena tuntutan pekerjaan dalam jangka waktu yang cukup lama. Suami-istri yang tinggal terpisah dalam waktu cukup lama beresiko tinggi untuk mengalami rasa curiga dan pertengkaran yang lebih sering dan berujung pada kehidupan keluarga yang tidak harmonis.

Pada tahun 2015, tercatat 81,45 persen rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berstatus kawin dan hampir semua kepala rumah tangga yang berstatus kawin tersebut tinggal bersama dalam satu rumah dengan pasangannya (Lampiran 4.5). Pasangan suami-istri yang tinggal bersama dalam satu rumah memiliki waktu kebersamaan yang lebih banyak daripada mereka yang tidak tinggal serumah. Sehingga, pasangan suami-istri yang tinggal serumah memiliki ketahanan keluarga yang lebih kuat daripada mereka yang tidak tinggal serumah. Oleh karena 95 persen rumah tangga di Indonesia kepala rumah tangga dan pasangannya tinggal bersama dalam satu rumah, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki ketahanan keluarga yang kuat (Gambar 4.6).

Apabila dilihat menurut klasifikasi wilayahnya, ternyata di perkotaan persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap lebih tinggi daripada di perdesaan. Meskipun demikian, perbedaan persentase antara perdesaan dan perkotaan ini tidak besar. Pada tahun 2015, persentase rumah

46 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

37,46

64,03

65,23

62,24

74,13

79,35

69,43

78,59

61,17

80,50

83,91

90,43

81,92

77,17

76,64

44,84

63,46

78,03

67,96

82,70

95,10

89,48

76,73

92,90

91,92

91,86

79,72

85,07

82,94

88,18

71,24

71,12

61,72

76,28

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 78,03

47Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 47

4.2 KEUTUHAN KELUARGA

Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai sejumlah fungsi, seperti fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, pembinaan lingkungan (Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994). Keluarga dapat terpecah atau tidak berfungsi secara normal apabila salah satu atau lebih anggota keluarga tidak atau gagal menjalankan tugas dan fungsinya. Salah satu contohnya adalah hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis atau ikatan emosi antar anggota keluarga kurang terjalin dengan baik. Kondisi seperti ini sangat berpengaruh pada kesinambungan fungsi sosial keluarga dan akhirnya berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan keluarga. Dalam banyak kasus, fungsi sosialisasi tersebut harus diambil alih oleh orang lain atau lembaga lain. Untuk menjamin keberlangsungan fungsi sosial tersebut maka setiap anggota keluarga harus tinggal bersama dalam satu atap, dengan ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya. Itulah alasan mengapa keutuhan keluarga menjadi salah satu komponen dari ketahanan keluarga.

Peluang terjadinya kegagalan fungsi keluarga akan semakin besar ketika salah satu anggota keluarga, terutama suami atau istri tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun sering kali terdapat suatu kondisi yang memaksa pasangan suami-istri untuk tinggal terpisah. Contohnya, suami-istri yang harus tinggal terpisah karena tuntutan pekerjaan dalam jangka waktu yang cukup lama. Suami-istri yang tinggal terpisah dalam waktu cukup lama beresiko tinggi untuk mengalami rasa curiga dan pertengkaran yang lebih sering dan berujung pada kehidupan keluarga yang tidak harmonis.

Pada tahun 2015, tercatat 81,45 persen rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang berstatus kawin dan hampir semua kepala rumah tangga yang berstatus kawin tersebut tinggal bersama dalam satu rumah dengan pasangannya (Lampiran 4.5). Pasangan suami-istri yang tinggal bersama dalam satu rumah memiliki waktu kebersamaan yang lebih banyak daripada mereka yang tidak tinggal serumah. Sehingga, pasangan suami-istri yang tinggal serumah memiliki ketahanan keluarga yang lebih kuat daripada mereka yang tidak tinggal serumah. Oleh karena 95 persen rumah tangga di Indonesia kepala rumah tangga dan pasangannya tinggal bersama dalam satu rumah, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki ketahanan keluarga yang kuat (Gambar 4.6).

Apabila dilihat menurut klasifikasi wilayahnya, ternyata di perkotaan persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap lebih tinggi daripada di perdesaan. Meskipun demikian, perbedaan persentase antara perdesaan dan perkotaan ini tidak besar. Pada tahun 2015, persentase rumah

46 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART Berumur 0-17 Tahun Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

37,46

64,03

65,23

62,24

74,13

79,35

69,43

78,59

61,17

80,50

83,91

90,43

81,92

77,17

76,64

44,84

63,46

78,03

67,96

82,70

95,10

89,48

76,73

92,90

91,92

91,86

79,72

85,07

82,94

88,18

71,24

71,12

61,72

76,28

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 78,03

48 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 49

Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

96,22

93,86

97,19

96,43

97,26

96,89

94,77

95,51

97,58

96,92

92,80

97,58

96,68

96,93

97,41

93,67

88,64

96,67

95,96

95,12

95,49

92,15

94,88

95,26

96,07

97,81

96,25

97,86

98,20

97,34

98,25

97,61

97,45

98,04

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 95,28

48 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap di perkotaan sebesar 95,5 persen (Gambar 4.6). Sedangkan, di perdesaan persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap sebesar 95,1 persen (Gambar 4.6). Hal ini menunjukkan bahwa baik di wilayah perkotaan maupun di perdesaan, sebagian besar rumah tangganya memiliki ketahanan keluarga yang kuat.

Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015

Sumber: Susenas KOR 2015

Jika dibandingkan antar provinsi, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi provinsi yang memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang tinggal serumah dengan pasangannya, yaitu sebesar 88,64 persen (Gambar 4.7). Seperti diketahui, sekitar 96 persen desa di NTB menjadi daerah asal Tenaga Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014). Di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang tinggal serumah dengan pasangannya, yaitu sebesar 92,15 persen (Gambar 4.7). Persentase ini juga sejalan dengan banyaknya desa di Jawa Tengah yang menjadi daerah asal Tenaga Kerja Indonesia, dimana sekitar 84,74 persen desa terdapat warga yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014).

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

95,49 95,09 95,28

4,51 4,91 4,72

KRT tinggal serumah dengan pasangan

KRT tidak tinggal serumah dengan pasangan

49Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 49

Gambar 4.7 Persentase Kepala Rumah Tangga Yang Tinggal Serumah Dengan Pasangan Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

96,22

93,86

97,19

96,43

97,26

96,89

94,77

95,51

97,58

96,92

92,80

97,58

96,68

96,93

97,41

93,67

88,64

96,67

95,96

95,12

95,49

92,15

94,88

95,26

96,07

97,81

96,25

97,86

98,20

97,34

98,25

97,61

97,45

98,04

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 95,28

48 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap di perkotaan sebesar 95,5 persen (Gambar 4.6). Sedangkan, di perdesaan persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap sebesar 95,1 persen (Gambar 4.6). Hal ini menunjukkan bahwa baik di wilayah perkotaan maupun di perdesaan, sebagian besar rumah tangganya memiliki ketahanan keluarga yang kuat.

Gambar 4.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015

Sumber: Susenas KOR 2015

Jika dibandingkan antar provinsi, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi provinsi yang memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang tinggal serumah dengan pasangannya, yaitu sebesar 88,64 persen (Gambar 4.7). Seperti diketahui, sekitar 96 persen desa di NTB menjadi daerah asal Tenaga Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014). Di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang tinggal serumah dengan pasangannya, yaitu sebesar 92,15 persen (Gambar 4.7). Persentase ini juga sejalan dengan banyaknya desa di Jawa Tengah yang menjadi daerah asal Tenaga Kerja Indonesia, dimana sekitar 84,74 persen desa terdapat warga yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014).

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

95,49 95,09 95,28

4,51 4,91 4,72

KRT tinggal serumah dengan pasangan

KRT tidak tinggal serumah dengan pasangan

50 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 51

Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014

Sumber : SPTK 2014

Mayoritas rumah tangga di Indonesia mempunyai waktu kebersamaan dengan keluarga yang cukup, ini berarti bahwa mayoritas rumah tangga di Indonesia tersebut berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Data SPTK 2014 menunjukkan lebih dari 75 persen rumah tangga mempunyai waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam seminggu atau rata-rata minimal 2 jam per hari. Ini berarti dari 100 rumah tangga terdapat 75 rumah tangga yang memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama keluarga lebih dari 14 jam seminggu. Bahkan terdapat sebanyak 27,14 persen rumah tangga yang mempunyai waktu luang bersama keluarga lebih dari 28 jam seminggu (Gambar 4.8). Meskipun demikian, masih terdapat 23,12 persen rumah tangga yang hanya memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama keluarga kurang dari 14 jam seminggu.

Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, ternyata persentase rumah tangga yang memiliki waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam seminggu lebih besar di perkotaan (77,36%) daripada perdesaan (76,41%). Hal ini terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia (Lampiran 4.6.1 dan 4.6.2). Jika dibandingkan antar provinsi, Papua menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam dalam seminggu terendah yakni sebesar 56,92% (Gambar 4.9).

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

22,64 23,59 23,12

48,87 50,61 49,74

28,49 25,80 27,14

Kurang (< 14 Jam) Cukup (14 - 28 Jam) Lebih dari Cukup (> 28 Jam)

50 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

4.3 KEMITRAAN GENDER

Gender menyangkut perbedaan peran, fungsi, tanggungjawab, kebutuhan dan status sosial antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentukan/konstruksi dari budaya masyarakat. Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara dan berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran, baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan (Puspitawati, 2013). Kemitraan dalam pembagian peran suami dan istri untuk mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga menunjukkan adanya transparansi penggunaan sumberdaya, rasa saling ketergantungan berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati sehingga terselenggaranya kehidupan keluarga yang harmonis. Dalam pembahasan selanjutnya kemitraan gender dalam keluarga dijelaskan melalui kemitraan suami-istri, keterbukaan pengelolaan keuangan, serta pengambilan keputusan keluarga.

4.3.1 Kebersamaan dalam Keluarga

Herien Puspitawati (2012) menyatakan pembagian peran suami-istri dalam menjalankan fungsi keluarga berkaitan dengan komponen perilaku mulai dari perhatian, bantuan moril dan material, sampai dengan bantuan tenaga dan waktu. Sehingga kemitraan gender dalam mengurus rumah tangga tidak hanya mencakup pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan sejenisnya, namun termasuk pula pengasuhan anak, seperti menemani anak belajar, dan bermain. Perhatian, kasih sayang dan pola asuh yang diterapkan orang tua pada anak-anak akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara suami dan istri dalam meluangkan waktu bersama dengan anak, agar kebersamaan dengan anak selalu terjalin dan pengasuhan anak tidak terhambat sehingga ketahanan keluarga dapat tercipta.

Waktu luang bersama keluarga dikelompoknya kedalam 3 kategori, yaitu lebih dari cukup (lebih dari 28 jam dalam seminggu), cukup (14 sampai 28 jam dalam seminggu), dan kurang (kurang dari 14 jam dalam seminggu). Waktu luang sebanyak 14 jam selama seminggu dianggap mencukupi untuk mengasuh anak (Parker dan Wang, 2013). Selanjutnya, data yang spesifik memberikan informasi jumlah waktu yang dihabiskan orang tua untuk bercengkrama dengan anak, menemani anak belajar dan sejenisnya tidak tersedia. Satu-satunya informasi yang cukup relevan tersedia dari data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014 adalah waktu luang yang digunakan bersama keluarga, dimana keluarga yang dimaksud tidak hanya anak namun termasuk pula pasangan atau lainnya yang dianggap keluarga.

51Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 51

Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014

Sumber : SPTK 2014

Mayoritas rumah tangga di Indonesia mempunyai waktu kebersamaan dengan keluarga yang cukup, ini berarti bahwa mayoritas rumah tangga di Indonesia tersebut berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Data SPTK 2014 menunjukkan lebih dari 75 persen rumah tangga mempunyai waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam seminggu atau rata-rata minimal 2 jam per hari. Ini berarti dari 100 rumah tangga terdapat 75 rumah tangga yang memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama keluarga lebih dari 14 jam seminggu. Bahkan terdapat sebanyak 27,14 persen rumah tangga yang mempunyai waktu luang bersama keluarga lebih dari 28 jam seminggu (Gambar 4.8). Meskipun demikian, masih terdapat 23,12 persen rumah tangga yang hanya memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama keluarga kurang dari 14 jam seminggu.

Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, ternyata persentase rumah tangga yang memiliki waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam seminggu lebih besar di perkotaan (77,36%) daripada perdesaan (76,41%). Hal ini terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia (Lampiran 4.6.1 dan 4.6.2). Jika dibandingkan antar provinsi, Papua menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam dalam seminggu terendah yakni sebesar 56,92% (Gambar 4.9).

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

22,64 23,59 23,12

48,87 50,61 49,74

28,49 25,80 27,14

Kurang (< 14 Jam) Cukup (14 - 28 Jam) Lebih dari Cukup (> 28 Jam)

50 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

4.3 KEMITRAAN GENDER

Gender menyangkut perbedaan peran, fungsi, tanggungjawab, kebutuhan dan status sosial antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentukan/konstruksi dari budaya masyarakat. Kemitraan gender merupakan kerjasama secara setara dan berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran, baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan (Puspitawati, 2013). Kemitraan dalam pembagian peran suami dan istri untuk mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga menunjukkan adanya transparansi penggunaan sumberdaya, rasa saling ketergantungan berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati sehingga terselenggaranya kehidupan keluarga yang harmonis. Dalam pembahasan selanjutnya kemitraan gender dalam keluarga dijelaskan melalui kemitraan suami-istri, keterbukaan pengelolaan keuangan, serta pengambilan keputusan keluarga.

4.3.1 Kebersamaan dalam Keluarga

Herien Puspitawati (2012) menyatakan pembagian peran suami-istri dalam menjalankan fungsi keluarga berkaitan dengan komponen perilaku mulai dari perhatian, bantuan moril dan material, sampai dengan bantuan tenaga dan waktu. Sehingga kemitraan gender dalam mengurus rumah tangga tidak hanya mencakup pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan sejenisnya, namun termasuk pula pengasuhan anak, seperti menemani anak belajar, dan bermain. Perhatian, kasih sayang dan pola asuh yang diterapkan orang tua pada anak-anak akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara suami dan istri dalam meluangkan waktu bersama dengan anak, agar kebersamaan dengan anak selalu terjalin dan pengasuhan anak tidak terhambat sehingga ketahanan keluarga dapat tercipta.

Waktu luang bersama keluarga dikelompoknya kedalam 3 kategori, yaitu lebih dari cukup (lebih dari 28 jam dalam seminggu), cukup (14 sampai 28 jam dalam seminggu), dan kurang (kurang dari 14 jam dalam seminggu). Waktu luang sebanyak 14 jam selama seminggu dianggap mencukupi untuk mengasuh anak (Parker dan Wang, 2013). Selanjutnya, data yang spesifik memberikan informasi jumlah waktu yang dihabiskan orang tua untuk bercengkrama dengan anak, menemani anak belajar dan sejenisnya tidak tersedia. Satu-satunya informasi yang cukup relevan tersedia dari data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014 adalah waktu luang yang digunakan bersama keluarga, dimana keluarga yang dimaksud tidak hanya anak namun termasuk pula pasangan atau lainnya yang dianggap keluarga.

52 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 53

4.3.2 Kemitraan Suami-Istri

Konsep keluarga konvensional, memiliki struktur atau pola relasi dimana suami sebagai pemberi nafkah (peran produktif) dan pelindung keluarga (peran publik), sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah tangga (peran domestik), yaitu mencuci, memasak, mengasuh anak dan lain-lain. Konsep pola relasi tersebut telah mengalami pergeseran sesuai dengan perubahan kondisi sosial budaya masyarakat. Melalui kemitraan dan relasi gender yang harmonis, mereka dapat merencanakan dan melaksanakan manajemen sumberdaya keluarga sehingga anggota keluarga mempunyai pembagian peran dalam berbagai aktivitas (domestik, publik, dan kemasyarakatan) dalam rangka menjembatani permasalahan dan mewujudkan kesejahteraan keluarga (sosial, ekonomi, psikologi, spiritual) yang berkeadilan dan berkesetaran gender (Puspitawati, 2012). Apalagi saat ini terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah istri yang berperan ganda, sebagai ibu rumah tangga yang membantu mencari nafkah. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional dalam publikasi Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia menunjukkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita meningkat dari 48,08 persen pada 2006 menjadi 52,71 persen pada 2016.

Data Susenas 2015 menunjukkan terdapat 81,45 persen rumah tangga mempunyai kepala rumah tangga berstatus kawin, dimana 68,95 persen rumah tangga masih mempercayakan urusan pekerjaan rumah tangga kepada pasangannya, yang umumnya adalah perempuan. Kegiatan yang dimaksud mencakup berbagai kegiatan sehari-hari untuk mengurus rumah tangga, seperti mencuci, memasak, mengasuh anak, mengantar anak ke sekolah dan sebagainya. Lebih jauh, hanya 23,48 persen rumah tangga yang KRT dan pasangannya menyatakan mengurus rumah tangga bersama selama seminggu terakhir (Gambar 4.9). Angka ini diperoleh berdasarkan kegiatan mengurus rumah tangga selama seminggu terakhir yang dilakukan KRT berstatus kawin atau pasangannya. Hasil tersebut menunjukkan kemitraan gender dalam keluarga Indonesia masih rendah dan berpotensi memicu konflik peran suami-istri yang akhirnya mengganggu ketahanan keluarga. Apalagi diantara rumah tangga dengan KRT berstatus kawin terdapat 52,11 persen istri yang bekerja (Lampiran 4.8). Seorang istri yang bekerja akan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk mengurus rumah tangga. Oleh karena itu, dibutuhkan kemitraan gender dalam rumah tangga untuk mencapai keharmonisan dan kesejahteraan keluarga sehingga tercipta ketahanan keluarga yang kuat.

52 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014

Sumber : SPTK 2014

56,92

65,53

68,04

70,52

78,57

72,80

68,55

86,84

79,30

74,64

80,61

80,19

78,89

73,43

65,94

77,15

62,08

74,31

78,53

72,90

73,04

80,89

75,91

79,52

84,70

81,62

83,40

76,95

84,11

81,26

77,69

72,07

74,47

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 76,88

53Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 53

4.3.2 Kemitraan Suami-Istri

Konsep keluarga konvensional, memiliki struktur atau pola relasi dimana suami sebagai pemberi nafkah (peran produktif) dan pelindung keluarga (peran publik), sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah tangga (peran domestik), yaitu mencuci, memasak, mengasuh anak dan lain-lain. Konsep pola relasi tersebut telah mengalami pergeseran sesuai dengan perubahan kondisi sosial budaya masyarakat. Melalui kemitraan dan relasi gender yang harmonis, mereka dapat merencanakan dan melaksanakan manajemen sumberdaya keluarga sehingga anggota keluarga mempunyai pembagian peran dalam berbagai aktivitas (domestik, publik, dan kemasyarakatan) dalam rangka menjembatani permasalahan dan mewujudkan kesejahteraan keluarga (sosial, ekonomi, psikologi, spiritual) yang berkeadilan dan berkesetaran gender (Puspitawati, 2012). Apalagi saat ini terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah istri yang berperan ganda, sebagai ibu rumah tangga yang membantu mencari nafkah. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional dalam publikasi Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia menunjukkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita meningkat dari 48,08 persen pada 2006 menjadi 52,71 persen pada 2016.

Data Susenas 2015 menunjukkan terdapat 81,45 persen rumah tangga mempunyai kepala rumah tangga berstatus kawin, dimana 68,95 persen rumah tangga masih mempercayakan urusan pekerjaan rumah tangga kepada pasangannya, yang umumnya adalah perempuan. Kegiatan yang dimaksud mencakup berbagai kegiatan sehari-hari untuk mengurus rumah tangga, seperti mencuci, memasak, mengasuh anak, mengantar anak ke sekolah dan sebagainya. Lebih jauh, hanya 23,48 persen rumah tangga yang KRT dan pasangannya menyatakan mengurus rumah tangga bersama selama seminggu terakhir (Gambar 4.9). Angka ini diperoleh berdasarkan kegiatan mengurus rumah tangga selama seminggu terakhir yang dilakukan KRT berstatus kawin atau pasangannya. Hasil tersebut menunjukkan kemitraan gender dalam keluarga Indonesia masih rendah dan berpotensi memicu konflik peran suami-istri yang akhirnya mengganggu ketahanan keluarga. Apalagi diantara rumah tangga dengan KRT berstatus kawin terdapat 52,11 persen istri yang bekerja (Lampiran 4.8). Seorang istri yang bekerja akan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk mengurus rumah tangga. Oleh karena itu, dibutuhkan kemitraan gender dalam rumah tangga untuk mencapai keharmonisan dan kesejahteraan keluarga sehingga tercipta ketahanan keluarga yang kuat.

52 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Waktu Luang Bersama Keluarga Minimal 14 Jam dalam Seminggu Menurut Provinsi, 2014

Sumber : SPTK 2014

56,92

65,53

68,04

70,52

78,57

72,80

68,55

86,84

79,30

74,64

80,61

80,19

78,89

73,43

65,94

77,15

62,08

74,31

78,53

72,90

73,04

80,89

75,91

79,52

84,70

81,62

83,40

76,95

84,11

81,26

77,69

72,07

74,47

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 76,88

54 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 55

Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Selama Seminggu Terakhir Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

18,32 22,50

37,48 39,32

34,18 34,84

37,92 14,37

32,61 22,20

12,39 12,82

23,71 25,82

9,81 24,35

16,64 70,45

17,22 26,02

55,32 31,77

17,16 18,02

24,29 24,51

23,00 19,76

21,18 17,58

25,50 25,20

15,80 10,21

PapuaPapua Barat

Maluku UtaraMaluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur

Kalimantan SelatanKalimantan Tengah

Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

BaliBanten

Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah

Jawa BaratDKI Jakarta

Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Sumatera SelatanJambi

RiauSumatera BaratSumatera Utara

Aceh

Indonesia : 23,48

54 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang masih menyerahkan urusan rumah tangga hanya kepada pasangannya lebih tinggi di perdesaan (70,45%) daripada perkotaan (67,40%). Sebaliknya persentase rumah tangga yang KRT dan pasangan mengurus rumah tangga bersama-sama ternyata lebih tinggi di perkotaan (24,83%) daripada di perdesaan (22,17%). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan.

Jika dilihat pola per provinsi terdapat 2 (dua) provinsi yang mempunyai persentase lebih dari 50 persen untuk rumah tangga yang KRT dan pasangannya mengurus rumah tangga secara bersama-sama. Kedua provinsi tersebut adalah Bali, dengan persentase sebesar 70,45 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan persentase sebesar 55,32 persen (Gambar 4.11). Persentase rumah tangga dengan kepala rumah tangga bersama pasangan yang mengurus rumah tangga dari kedua provinsi ini jauh melebihi persentase rata-rata nasional (23,48%). Sebaliknya, terdapat pula provinsi yang mempunyai persentase jauh di bawah rata-rata nasional, yaitu Provinsi Kalimantan Barat. Dimana hanya sekitar 9,81 persen rumah tangga yang kepala rumah tangga dan pasangannya melakukan kegiatan mengurus rumah tangga dalam seminggu terakhir.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

24,83 22,17 23,48

67,40 70,45 68,95

2,93 3,08 3,00 4,85 4,30 4,57

KRT dan Pasangan Mengurus Ruta Hanya Pasangan Mengurus RutaHanya KRT Mengurus Ruta Lainnya

55Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 55

Gambar 4.11 Persentase Rumah Tangga yang Kepala Rumah Tangga dan Pasangan Melakukan Kegiatan Mengurus Rumah Selama Seminggu Terakhir Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

18,32 22,50

37,48 39,32

34,18 34,84

37,92 14,37

32,61 22,20

12,39 12,82

23,71 25,82

9,81 24,35

16,64 70,45

17,22 26,02

55,32 31,77

17,16 18,02

24,29 24,51

23,00 19,76

21,18 17,58

25,50 25,20

15,80 10,21

PapuaPapua Barat

Maluku UtaraMaluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur

Kalimantan SelatanKalimantan Tengah

Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

BaliBanten

Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah

Jawa BaratDKI Jakarta

Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Sumatera SelatanJambi

RiauSumatera BaratSumatera Utara

Aceh

Indonesia : 23,48

54 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang masih menyerahkan urusan rumah tangga hanya kepada pasangannya lebih tinggi di perdesaan (70,45%) daripada perkotaan (67,40%). Sebaliknya persentase rumah tangga yang KRT dan pasangan mengurus rumah tangga bersama-sama ternyata lebih tinggi di perkotaan (24,83%) daripada di perdesaan (22,17%). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan.

Jika dilihat pola per provinsi terdapat 2 (dua) provinsi yang mempunyai persentase lebih dari 50 persen untuk rumah tangga yang KRT dan pasangannya mengurus rumah tangga secara bersama-sama. Kedua provinsi tersebut adalah Bali, dengan persentase sebesar 70,45 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan persentase sebesar 55,32 persen (Gambar 4.11). Persentase rumah tangga dengan kepala rumah tangga bersama pasangan yang mengurus rumah tangga dari kedua provinsi ini jauh melebihi persentase rata-rata nasional (23,48%). Sebaliknya, terdapat pula provinsi yang mempunyai persentase jauh di bawah rata-rata nasional, yaitu Provinsi Kalimantan Barat. Dimana hanya sekitar 9,81 persen rumah tangga yang kepala rumah tangga dan pasangannya melakukan kegiatan mengurus rumah tangga dalam seminggu terakhir.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

24,83 22,17 23,48

67,40 70,45 68,95

2,93 3,08 3,00 4,85 4,30 4,57

KRT dan Pasangan Mengurus Ruta Hanya Pasangan Mengurus RutaHanya KRT Mengurus Ruta Lainnya

56 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 57

Dari Gambar 4.12 terlihat bahwa mayoritas kendali penggunaan penghasilan suami ditentukan secara bersama oleh suami dan istri (46,3%). Meskipun demikian, masih terdapat 41,4 persen istri yang menjadi penentu tunggal penggunaan penghasilan suami. Sementara dari Gambar 4.13 terlihat bahwa kendali penggunaan penghasilan dari istri yang bekerja mayoritas ditentukan sendiri oleh sang istri (65,3%). Kemudian, jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase penggunaan penghasilan suami ataupun istri yang ditentukan secara bersama oleh suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Angka ini memperkuat dugaan bahwa mayoritas keluarga di Indonesia masih cenderung menerapkan pembagian peran konvensional dalam keluarga, dimana suami sebagai pencari nafkah utama sementara pengelolaan keuangan dan urusan rumah tangga lainnya mayoritas dilakukan oleh istri.

Gambar 4.13 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012

Sumber : Publikasi SDKI 2012

Secara nasional, penghasilan suami yang dikelola secara bersama oleh suami dan istri (46,30%) mempunyai persentase yang lebih tinggi daripada penghasilan istri yang dikelola secara bersama (28,50%). Hal tersebut juga berlaku di seluruh provinsi. Meskipun secara nasional pengelolaan penghasilan istri yang dilakukan secara bersama antara suami-istri masih tergolong rendah, namun di Aceh, lebih dari 50 persen istri menyatakan bahwa pengelolaan keuangan (penghasilan istri maupun penghasilan suami) ditentukan secara bersama oleh suami dan istri (Gambar 4.14 dan Gambar 4.15). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga di Aceh telah memiliki keterbukaan dalam pengelolaan keuangan sehingga berpotensi meningkatkan ketahanan keluarga.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

68,7 61,0

65,3

25,8 31,8 28,5

4,9 5,8 5,3

Terutama istri Istri bersama-sama suami Terutama suami

56 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

4.3.3 Keterbukaan Pengelolaan Keuangan

Kemitraan gender dapat dilihat dari adanya transparansi pengelolaan keuangan dalam keluarga. Penggunaan dan perencanaan keuangan keluarga harus dikomunikasikan dengan baik secara terbuka dengan semua anggota keluarga, terutama antara suami dan istri (Puspitawati, 2012). Dalam hal ini, keterbukaan pengelolaan keuangan dinilai dari kerja sama antara suami dan istri dalam mengambil keputusan yang menyangkut pengelolaan keuangan keluarga. Umumnya, jika suami yang bekerja maka ia harus melaporkan seluruh pendapatannya kepada istri dan menyerahkan sebagian besar pendapatannya kepada istri. Sebaliknya, meskipun istri memegang kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan pemanfaatan uang yang dikelolanya. Itulah salah satu contoh keterbukaan dalam pengelolaan keuangan keluarga.

Tidak banyak survei yang mengumpulkan indikator mengenai keterbukaan dalam pengelolaan keuangan keluarga secara langsung. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan salah satu survei yang mengumpulkan informasi terkait penentu penggunaan penghasilan yang diperoleh suami atau istri yang bekerja. Pertanyaan terkait penentu penggunaan penghasilan istri diajukan kepada istri atau pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang pernah bekerja dalam 12 bulan terakhir dengan penghasilan berupa uang. Sementara pertanyaan terkait penentu penggunaan penghasilan suami diajukan kepada istri atau pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang suaminya memiliki pendapatan.

Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012

Sumber : Publikasi SDKI 2012

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

44,7

38,3 41,4 43,4

49,2 46,3

11,7 12,3 12,0

Terutama istri Istri bersama-sama suami Terutama suami

57Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 57

Dari Gambar 4.12 terlihat bahwa mayoritas kendali penggunaan penghasilan suami ditentukan secara bersama oleh suami dan istri (46,3%). Meskipun demikian, masih terdapat 41,4 persen istri yang menjadi penentu tunggal penggunaan penghasilan suami. Sementara dari Gambar 4.13 terlihat bahwa kendali penggunaan penghasilan dari istri yang bekerja mayoritas ditentukan sendiri oleh sang istri (65,3%). Kemudian, jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase penggunaan penghasilan suami ataupun istri yang ditentukan secara bersama oleh suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Angka ini memperkuat dugaan bahwa mayoritas keluarga di Indonesia masih cenderung menerapkan pembagian peran konvensional dalam keluarga, dimana suami sebagai pencari nafkah utama sementara pengelolaan keuangan dan urusan rumah tangga lainnya mayoritas dilakukan oleh istri.

Gambar 4.13 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012

Sumber : Publikasi SDKI 2012

Secara nasional, penghasilan suami yang dikelola secara bersama oleh suami dan istri (46,30%) mempunyai persentase yang lebih tinggi daripada penghasilan istri yang dikelola secara bersama (28,50%). Hal tersebut juga berlaku di seluruh provinsi. Meskipun secara nasional pengelolaan penghasilan istri yang dilakukan secara bersama antara suami-istri masih tergolong rendah, namun di Aceh, lebih dari 50 persen istri menyatakan bahwa pengelolaan keuangan (penghasilan istri maupun penghasilan suami) ditentukan secara bersama oleh suami dan istri (Gambar 4.14 dan Gambar 4.15). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga di Aceh telah memiliki keterbukaan dalam pengelolaan keuangan sehingga berpotensi meningkatkan ketahanan keluarga.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

68,7 61,0

65,3

25,8 31,8 28,5

4,9 5,8 5,3

Terutama istri Istri bersama-sama suami Terutama suami

56 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

4.3.3 Keterbukaan Pengelolaan Keuangan

Kemitraan gender dapat dilihat dari adanya transparansi pengelolaan keuangan dalam keluarga. Penggunaan dan perencanaan keuangan keluarga harus dikomunikasikan dengan baik secara terbuka dengan semua anggota keluarga, terutama antara suami dan istri (Puspitawati, 2012). Dalam hal ini, keterbukaan pengelolaan keuangan dinilai dari kerja sama antara suami dan istri dalam mengambil keputusan yang menyangkut pengelolaan keuangan keluarga. Umumnya, jika suami yang bekerja maka ia harus melaporkan seluruh pendapatannya kepada istri dan menyerahkan sebagian besar pendapatannya kepada istri. Sebaliknya, meskipun istri memegang kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan pemanfaatan uang yang dikelolanya. Itulah salah satu contoh keterbukaan dalam pengelolaan keuangan keluarga.

Tidak banyak survei yang mengumpulkan indikator mengenai keterbukaan dalam pengelolaan keuangan keluarga secara langsung. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan salah satu survei yang mengumpulkan informasi terkait penentu penggunaan penghasilan yang diperoleh suami atau istri yang bekerja. Pertanyaan terkait penentu penggunaan penghasilan istri diajukan kepada istri atau pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang pernah bekerja dalam 12 bulan terakhir dengan penghasilan berupa uang. Sementara pertanyaan terkait penentu penggunaan penghasilan suami diajukan kepada istri atau pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang suaminya memiliki pendapatan.

Gambar 4.12 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012

Sumber : Publikasi SDKI 2012

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

44,7

38,3 41,4 43,4

49,2 46,3

11,7 12,3 12,0

Terutama istri Istri bersama-sama suami Terutama suami

58 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 59

Gambar 4.15 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilannya Dilakukan Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012

Sumber : Publikasi SDKI 2012

21,1

29,4

47,2

38,9

33,2

22,3

19,3

18,1

37,7

33,9

38,2

23,8

44,0

25,6

31,7

26,5

29,0

18,0

21,3

33,8

36,9

27,4

17,6

31,4

26,3

25,5

33,0

27,9

44,7

31,3

44,2

30,5

53,2

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 28,5

58 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 4.14 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami Dilakukan Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012

Sumber : Publikasi SDKI 2012

30,5

50,2

59,0

49,3

55,1

38,8

29,3

25,9

56,8

45,3

60,9

50,8

68,5

71,6

44,6

51,5

41,9

36,0

41,7

64,4

57,6

40,5

34,3

57,2

46,5

43,5

54,8

38,7

70,0

47,0

63,4

45,9

67,3

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 46,3

59Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 59

Gambar 4.15 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilannya Dilakukan Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012

Sumber : Publikasi SDKI 2012

21,1

29,4

47,2

38,9

33,2

22,3

19,3

18,1

37,7

33,9

38,2

23,8

44,0

25,6

31,7

26,5

29,0

18,0

21,3

33,8

36,9

27,4

17,6

31,4

26,3

25,5

33,0

27,9

44,7

31,3

44,2

30,5

53,2

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 28,5

58 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 4.14 Persentase Istri Umur 15-49 Tahun yang Menyatakan Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami Dilakukan Secara Bersama oleh Suami dan Istri Menurut Provinsi, 2012

Sumber : Publikasi SDKI 2012

30,5

50,2

59,0

49,3

55,1

38,8

29,3

25,9

56,8

45,3

60,9

50,8

68,5

71,6

44,6

51,5

41,9

36,0

41,7

64,4

57,6

40,5

34,3

57,2

46,5

43,5

54,8

38,7

70,0

47,0

63,4

45,9

67,3

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 46,3

60 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 61

Gambar 4.17 Persentase Rumah Tangga yang Suami dan Istri Menentukan Jumlah Anak secara Bersama Menurut Provinsi, 2014

Sumber : SPTK 2014

50,39

64,75

59,48

63,09

57,53

46,94

64,74

57,56

64,34

61,97

63,42

66,57

67,03

62,10

64,91

60,60

69,32

60,83

60,59

57,62

62,40

63,03

55,93

62,47

62,96

66,82

64,64

68,23

67,60

66,77

64,84

57,31

60,52

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 61,99

60 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

4.3.4 Pengambilan Keputusan Keluarga

Selain keterbukaan dalam pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Pengambilan keputusan keluarga yang dimaksud disini adalah adanya pembahasan mengenai pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keluarga. Jadi, meskipun suami yang berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan tugasnya tidak boleh otoriter, namun harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran dan ide baik dari pasangan maupun anak-anaknya. Dalam pembahasan selanjutnya, pengambilan keputusan keluarga akan dilihat melalui pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah anak.

Gambar 4.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014

Sumber : SPTK 2014

Sebagian besar rumah tangga di Indonesia menentukan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri. Data SPTK 2014 menunjukkan sekitar 61,99 persen rumah tangga menyatakan menentukan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri (Gambar 4.16). Adanya penentuan secara bersama mengenai jumlah anak mencerminkan adanya penerapan kemitraan gender dalam rumah tangga, dimana suami juga mempertimbangkan keinginan istri dalam memutuskan jumlah anak.

Persentase rumah tangga yang menentukan jumlah anak secara bersama oleh suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan (63,31%) daripada di perkotaan (60,66%). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di perdesaaan lebih terasa dalam hal penentuan jumlah anak. Jika dibandingkan antar provinsi, hampir semua provinsi terdapat lebih dari 50 persen rumah tangga yang melakukan penentuan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri. Hanya Gorontalo yang memiliki persentase kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 46,94 persen (Gambar 4.17). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di Gorontalo belum terasa dalam penentuan jumlah anak.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

16,11 14,79 15,45 21,12 20,11 20,61

60,66 63,31 61,99

2,11 1,79 1,95

Suami Istri Suami dan Istri Pihak lain

61Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 61

Gambar 4.17 Persentase Rumah Tangga yang Suami dan Istri Menentukan Jumlah Anak secara Bersama Menurut Provinsi, 2014

Sumber : SPTK 2014

50,39

64,75

59,48

63,09

57,53

46,94

64,74

57,56

64,34

61,97

63,42

66,57

67,03

62,10

64,91

60,60

69,32

60,83

60,59

57,62

62,40

63,03

55,93

62,47

62,96

66,82

64,64

68,23

67,60

66,77

64,84

57,31

60,52

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 61,99

60 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

4.3.4 Pengambilan Keputusan Keluarga

Selain keterbukaan dalam pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Pengambilan keputusan keluarga yang dimaksud disini adalah adanya pembahasan mengenai pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keluarga. Jadi, meskipun suami yang berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan tugasnya tidak boleh otoriter, namun harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran dan ide baik dari pasangan maupun anak-anaknya. Dalam pembahasan selanjutnya, pengambilan keputusan keluarga akan dilihat melalui pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah anak.

Gambar 4.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014

Sumber : SPTK 2014

Sebagian besar rumah tangga di Indonesia menentukan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri. Data SPTK 2014 menunjukkan sekitar 61,99 persen rumah tangga menyatakan menentukan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri (Gambar 4.16). Adanya penentuan secara bersama mengenai jumlah anak mencerminkan adanya penerapan kemitraan gender dalam rumah tangga, dimana suami juga mempertimbangkan keinginan istri dalam memutuskan jumlah anak.

Persentase rumah tangga yang menentukan jumlah anak secara bersama oleh suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan (63,31%) daripada di perkotaan (60,66%). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di perdesaaan lebih terasa dalam hal penentuan jumlah anak. Jika dibandingkan antar provinsi, hampir semua provinsi terdapat lebih dari 50 persen rumah tangga yang melakukan penentuan jumlah anak secara bersama antara suami dan istri. Hanya Gorontalo yang memiliki persentase kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 46,94 persen (Gambar 4.17). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di Gorontalo belum terasa dalam penentuan jumlah anak.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

16,11 14,79 15,45 21,12 20,11 20,61

60,66 63,31 61,99

2,11 1,79 1,95

Suami Istri Suami dan Istri Pihak lain

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 63

KETAHANAN FISIK

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa ‘kemampuan fisik materil’ merupakan syarat utama tercapainya ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Ketahanan fisik dapat tercapai jika keluarga telah terpenuhi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan (indikator: pendapatan per kapita melebihi kebutuhan fisik minimum) dan terbebas dari masalah ekonomi (indikator: terbebas dari masalah ekonomi) (Sunarti dalam Puspitawati, 2012).

Dari penjelasan di atas diketahui bahwa pembahasan mengenai ketahanan fisik sangat luas dan tidak terlepas dengan kondisi ekonomi keluarga. Oleh karena itu, pembahasan pada bab ini akan difokuskan pada ulasan tentang kecukupan pangan dan gizi, kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur. Sedangkan pembahasan terkait kondisi ekonomi keluarga akan dijelaskan dalam bab ketahanan ekonomi.

5.1 KECUKUPAN PANGAN DAN GIZI

Dalam membentuk keluarga yang mempunyai ketahanan fisik yang bagus, maka sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Kekurangan asupan pangan dan gizi dapat mengakibatkan seseorang menjadi lebih rentan terkena berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit. Sebaliknya, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik dapat meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga dia dapat beraktifitas secara normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

5

63Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 63

KETAHANAN FISIK

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa ‘kemampuan fisik materil’ merupakan syarat utama tercapainya ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Ketahanan fisik dapat tercapai jika keluarga telah terpenuhi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan (indikator: pendapatan per kapita melebihi kebutuhan fisik minimum) dan terbebas dari masalah ekonomi (indikator: terbebas dari masalah ekonomi) (Sunarti dalam Puspitawati, 2012).

Dari penjelasan di atas diketahui bahwa pembahasan mengenai ketahanan fisik sangat luas dan tidak terlepas dengan kondisi ekonomi keluarga. Oleh karena itu, pembahasan pada bab ini akan difokuskan pada ulasan tentang kecukupan pangan dan gizi, kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur. Sedangkan pembahasan terkait kondisi ekonomi keluarga akan dijelaskan dalam bab ketahanan ekonomi.

5.1 KECUKUPAN PANGAN DAN GIZI

Dalam membentuk keluarga yang mempunyai ketahanan fisik yang bagus, maka sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Kekurangan asupan pangan dan gizi dapat mengakibatkan seseorang menjadi lebih rentan terkena berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit. Sebaliknya, tercukupinya kebutuhan pangan dan status gizi yang baik dapat meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga dia dapat beraktifitas secara normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

5

64 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 65

anggota rumah tangganya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk protein nabati atau protein hewani sebanyak 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.3).

Gambar 5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

Gambar 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal 14 Kali Seminggu Berdasarkan Jenis Makanan, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

32,32 25,33 28,84

67,68 74,67 71,16

Seluruh ART Tidak Seluruh ART

Lauk Pauk Hewani

Lauk Pauk Nabati

Makanan Pokok

17,10

18,78

86,58

82,90

81,22

13,42

Seluruh ART Tidak Seluruh ART

64 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Untuk itu, pemerintah telah memberikan panduan konsumsi makanan sehari-hari dan berperilaku sehat berdasarkan prinsip konsumsi aneka ragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik, dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal, yang tertuang dalam Pedoman Gizi Seimbang (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang).

5.1.1 Kecukupan Pangan

Konsumsi makan sehari-hari harus mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Padahal tidak semua zat gizi yang diperlukan tubuh terdapat dalam satu jenis makanan, oleh karena itu, pemerintah sangat menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang beraneka-ragam. Dalam Pedoman Gizi Seimbang disebutkan bahwa setiap hari tubuh membutuhkan asupan protein nabati sebanyak 2-3 porsi, protein hewani 2-3 porsi, makanan pokok 3-8 porsi, sayuran 3-5 porsi, buah 3-5 porsi dan minum air mineral minimal 8 gelas. Asupan gizi tersebut dapat terpenuhi dari makanan pokok dan lauk-pauk yang biasa dikonsumsi setiap hari.

Informasi mengenai kecukupan pangan dan gizi tidak dikumpulkan secara rinci dalam survei-survei yang dilakukan BPS. Satu-satunya data yang dapat dimanfaatkan adalah data Susenas 2015 yang mengumpulkan informasi terkait pola konsumsi makanan seluruh anggota rumah tangga. Makanan yang dikonsumsi hanya dibedakan menjadi makanan pokok, lauk pauk nabati, dan lauk pauk hewani yang berprotein tinggi. Selain itu, informasi yang dikumpulkan hanya mencakup frekuensi konsumsi makanan selama seminggu terakhir. Oleh karena itu, rumah tangga yang cenderung memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh apabila seluruh ART-nya dapat mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk nabati atau hewani minimal dua kali sehari atau setara dengan 14 kali dalam seminggu. Informasi tersebut diharapkan sudah dapat digunakan untuk menggambarkan kecukupan pangan keluarga di Indonesia.

Terdapat fakta bahwa hanya 28,84 persen rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk pauk protein nabati atau protein hewani sebanyak 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.1). Jika satu kali konsumsi makanan setara dengan satu porsi, maka masih banyak rumah tangga di Indonesia yang berpotensi mengalami masalah kekurangan gizi karena kebutuhan minimum asupan makanan pokok dan protein (nabati maupun hewani) per hari belum terpenuhi. Kondisi tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi. Bahkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya sekitar 9,52 persen rumah tangga yang seluruh

65Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 65

anggota rumah tangganya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk protein nabati atau protein hewani sebanyak 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.3).

Gambar 5.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

Gambar 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal 14 Kali Seminggu Berdasarkan Jenis Makanan, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

32,32 25,33 28,84

67,68 74,67 71,16

Seluruh ART Tidak Seluruh ART

Lauk Pauk Hewani

Lauk Pauk Nabati

Makanan Pokok

17,10

18,78

86,58

82,90

81,22

13,42

Seluruh ART Tidak Seluruh ART

64 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Untuk itu, pemerintah telah memberikan panduan konsumsi makanan sehari-hari dan berperilaku sehat berdasarkan prinsip konsumsi aneka ragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik, dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal, yang tertuang dalam Pedoman Gizi Seimbang (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang).

5.1.1 Kecukupan Pangan

Konsumsi makan sehari-hari harus mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Padahal tidak semua zat gizi yang diperlukan tubuh terdapat dalam satu jenis makanan, oleh karena itu, pemerintah sangat menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang beraneka-ragam. Dalam Pedoman Gizi Seimbang disebutkan bahwa setiap hari tubuh membutuhkan asupan protein nabati sebanyak 2-3 porsi, protein hewani 2-3 porsi, makanan pokok 3-8 porsi, sayuran 3-5 porsi, buah 3-5 porsi dan minum air mineral minimal 8 gelas. Asupan gizi tersebut dapat terpenuhi dari makanan pokok dan lauk-pauk yang biasa dikonsumsi setiap hari.

Informasi mengenai kecukupan pangan dan gizi tidak dikumpulkan secara rinci dalam survei-survei yang dilakukan BPS. Satu-satunya data yang dapat dimanfaatkan adalah data Susenas 2015 yang mengumpulkan informasi terkait pola konsumsi makanan seluruh anggota rumah tangga. Makanan yang dikonsumsi hanya dibedakan menjadi makanan pokok, lauk pauk nabati, dan lauk pauk hewani yang berprotein tinggi. Selain itu, informasi yang dikumpulkan hanya mencakup frekuensi konsumsi makanan selama seminggu terakhir. Oleh karena itu, rumah tangga yang cenderung memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh apabila seluruh ART-nya dapat mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk nabati atau hewani minimal dua kali sehari atau setara dengan 14 kali dalam seminggu. Informasi tersebut diharapkan sudah dapat digunakan untuk menggambarkan kecukupan pangan keluarga di Indonesia.

Terdapat fakta bahwa hanya 28,84 persen rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk pauk protein nabati atau protein hewani sebanyak 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.1). Jika satu kali konsumsi makanan setara dengan satu porsi, maka masih banyak rumah tangga di Indonesia yang berpotensi mengalami masalah kekurangan gizi karena kebutuhan minimum asupan makanan pokok dan protein (nabati maupun hewani) per hari belum terpenuhi. Kondisi tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi. Bahkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya sekitar 9,52 persen rumah tangga yang seluruh

66 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 67

Gambar 5.3 Persentase Rumah Tangga yang Seluruh Anggota Rumah Tangga (ART) Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

10,68 32,44

37,54 53,02

49,06 61,04

52,05 55,28

32,27 45,74

41,15 34,54

69,78 45,97

13,61 9,52

26,22 30,48

25,86 37,07

32,41 31,65

18,27 25,03

37,97 36,91

15,57 13,75

16,71 15,24

23,40 25,71 26,50

34,36

PapuaPapua Barat

Maluku UtaraMaluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur

Kalimantan SelatanKalimantan Tengah

Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

BaliBanten

Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah

Jawa BaratDKI Jakarta

Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Sumatera SelatanJambi

RiauSumatera BaratSumatera Utara

Aceh

Indonesia : 28,84

66 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Jika dilihat secara terpisah menurut pola konsumsi makanan pokok, protein nabati dan protein hewani terlihat bahwa konsumsi makanan pokok jauh lebih besar daripada konsumsi protein nabati maupun hewani. Sekitar 86 persen rumah tangga di Indonesia telah memenuhi kebutuhan asupan makanan pokok minimal 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.2). Namun hanya sekitar 17-18 persen rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya mengkonsumsi protein nabati dan hewani minimal 14 kali dalam seminggu. Hal ini mengakibatkan kebutuhan asupan makanan demi tercapainya gizi seimbang berpotensi tidak terpenuhi. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu yang lama, maka akan berdampak pada status gizi dan ketahanan fisik seseorang, yang pada akhirnya berpotensi mengganggu ketahanan keluarga. Pola konsumsi yang sama terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Hanya Papua (71,10%) dan Maluku Utara (79,17%) yang konsumsi terhadap makanan pokok anggota rumah tangganya masih di bawah 80 persen.

Pada beberapa provinsi, seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, konsumsi lauk pauk nabati mempunyai persentase yang rendah, namun konsumsi lauk pauk hewani di provinsi tersebut tergolong tinggi. Sebaliknya, konsumsi lauk pauk hewani di Lampung sangat rendah (3,59%) namun diimbangi dengan konsumsi lauk pauk nabati yang tergolong tinggi (15,12%). Hanya di Nusa Tenggara Timur yang mempunyai konsumsi terhadap lauk pauk nabati dan hewani yang relatif rendah yaitu sebesar 2,86 persen untuk lauk pauk nabati dan sebesar 7,72 persen untuk lauk pauk hewani. Persentase rumah tangga menurut banyaknya ART yang mengkonsumsi makanan pokok, lauk nabati, dan lauk hewani per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.2.

67Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 67

Gambar 5.3 Persentase Rumah Tangga yang Seluruh Anggota Rumah Tangga (ART) Makan Makanan Pokok dengan Lauk Pauk Nabati/ Hewani Minimal 14 Kali Seminggu Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

10,68 32,44

37,54 53,02

49,06 61,04

52,05 55,28

32,27 45,74

41,15 34,54

69,78 45,97

13,61 9,52

26,22 30,48

25,86 37,07

32,41 31,65

18,27 25,03

37,97 36,91

15,57 13,75

16,71 15,24

23,40 25,71 26,50

34,36

PapuaPapua Barat

Maluku UtaraMaluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur

Kalimantan SelatanKalimantan Tengah

Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

BaliBanten

Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah

Jawa BaratDKI Jakarta

Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Sumatera SelatanJambi

RiauSumatera BaratSumatera Utara

Aceh

Indonesia : 28,84

66 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Jika dilihat secara terpisah menurut pola konsumsi makanan pokok, protein nabati dan protein hewani terlihat bahwa konsumsi makanan pokok jauh lebih besar daripada konsumsi protein nabati maupun hewani. Sekitar 86 persen rumah tangga di Indonesia telah memenuhi kebutuhan asupan makanan pokok minimal 14 kali dalam seminggu (Gambar 5.2). Namun hanya sekitar 17-18 persen rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya mengkonsumsi protein nabati dan hewani minimal 14 kali dalam seminggu. Hal ini mengakibatkan kebutuhan asupan makanan demi tercapainya gizi seimbang berpotensi tidak terpenuhi. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu yang lama, maka akan berdampak pada status gizi dan ketahanan fisik seseorang, yang pada akhirnya berpotensi mengganggu ketahanan keluarga. Pola konsumsi yang sama terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Hanya Papua (71,10%) dan Maluku Utara (79,17%) yang konsumsi terhadap makanan pokok anggota rumah tangganya masih di bawah 80 persen.

Pada beberapa provinsi, seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, konsumsi lauk pauk nabati mempunyai persentase yang rendah, namun konsumsi lauk pauk hewani di provinsi tersebut tergolong tinggi. Sebaliknya, konsumsi lauk pauk hewani di Lampung sangat rendah (3,59%) namun diimbangi dengan konsumsi lauk pauk nabati yang tergolong tinggi (15,12%). Hanya di Nusa Tenggara Timur yang mempunyai konsumsi terhadap lauk pauk nabati dan hewani yang relatif rendah yaitu sebesar 2,86 persen untuk lauk pauk nabati dan sebesar 7,72 persen untuk lauk pauk hewani. Persentase rumah tangga menurut banyaknya ART yang mengkonsumsi makanan pokok, lauk nabati, dan lauk hewani per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.2.

68 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 69

Permasalahan gizi balita di Indonesia masih jauh dari sasaran target yang diharapkan. Pada tahun 2013, sekitar 19,6 persen balita mempunyai permasalahan berat kurang (sebutan untuk status gizi buruk dan kurang). Padahal sasaran target tahun 2014 mencantumkan angka di bawah 15 persen (RPJMN 2010-2014). Tidak hanya itu, permasalahan gizi balita juga telah meluas kepada status gizi lebih yang mencapai angka 4,5 persen. Prevalensi kasus gizi buruk pada balita lebih tinggi di perdesaan (7,3%) daripada di perkotaan (4,2%), begitu pula untuk prevalensi gizi kurang. Sebaliknya, prevalensi gizi lebih pada balita lebih tinggi di perkotaan (4,9%) daripada perdesaan (4,1%). Jika diperhatikan menurut provinsi, hanya dua provinsi yang dapat memenuhi target RPJMN untuk persentase balita dengan berat kurang di bawah 15 persen, yaitu Bali dan DKI Jakarta. Sedangkan Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang mempunyai persentase balita dengan berat kurang paling besar (Lampiran 5.3).

Dalam kaitannya dengan ketahanan keluarga maka keluarga yang terbebas dari balita yang mempunyai masalah status gizi buruk, status gizi kurang atau status gizi lebih diharapkan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik. Atau dengan kata lain ketika seluruh balita yang menjadi anggota rumah tangga mempunyai status gizi baik, maka keluarga tersebut akan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih tinggi. Untuk itu, pada Gambar 5.5, disajikan persentase balita yang mempunyai status gizi baik menurut provinsi. Secara nasional, Kepulauan Riau meraih pencapaian tertinggi dengan persentase balita yang mempunyai status gizi baik sebesar 81,7 persen. Selain itu, masih terdapat tiga provinsi lain yang memililiki persentase di atas 80 persen, yaitu Bali (81,4%), Kepulauan Bangka Belitung (80,4%), dan DI Yogyakarta (80,3%). Sementara, mayoritas provinsi di wilayah timur Indonesia memiliki persentase di bawah 70 persen, seperti Nusa Tenggara Timur yang menjadi provinsi dengan persentase terendah, yaitu 64,4 persen. Selain itu masih terdapat 5 provinsi lain dengan persentase di bawah 70 persen, yaitu Kalimantan Barat (68,5%), Kalimantan Selatan (69,2%), Sulawesi Barat (66,9%), Maluku (67,2%), Papua Barat (66,2%). Hasil ini menunjukkan bahwa rumah tangga di wilayah timur Indonesia berpotensi mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah karena permasalahan status gizi balita.

68 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

5.1.2 Kecukupan Gizi

Masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi sering luput dari penglihatan atau pengamatan secara kasat mata sehingga tidak cepat ditanggulangi. Kekurangan gizi dapat menyebabkan terganggunya sistem imun pada tubuh seseorang sehingga mereka lebih mudah terkena penyakit. Demikian pula dengan kelebihan gizi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang beragam. Jika masalah gizi pada penduduk baik gizi buruk maupun gizi lebih dibiarkan maka dapat membawa dampak (i) rendahnya produktivitas kerja; (ii) kehilangan kesempatan sekolah; dan (iii) kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi (World Bank, 2006). Sejalan dengan itu, orang yang mengalami masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi akan membawa pada kondisi ketahanan fisik yang kurang baik sehingga berdampak pada ketahanan keluarga yang lebih rendah.

Informasi mengenai masalah gizi penduduk dikumpulkan secara menyeluruh oleh Kementerian Kesehatan melalui kegiatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan secara berkala setiap 3 tahun sekali. Indikator status gizi yang dikumpulkan mencakup status gizi berdasarkan hasil pengukuran antropometri, yaitu berat badan (BB) terhadap umur (BB/U), tinggi badan (TB) terhadap umur (TB/U), berat badan terhadap tinggi badan BB/TB dan indeks massa tubuh (IMT). Dalam pembahasan selanjutnya, kecukupan gizi keluarga akan difokuskan pada masalah status gizi balita karena umur di bawah lima tahun merupakan umur penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak anak sehingga balita memerlukan asupan gizi yang cukup untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan anak yang optimal. Status gizi balita akan dilihat berdasarkan indikator berat badan terhadap umur (BB/U) yang memberikan indikasi masalah gizi secara umum.

Gambar 5.4 Persentase Balita Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U, 2013

Sumber: Publikasi Riskesdas 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

4,2 7,3 5,7 12,5 15,3 13,9

78,4 73,4 75,9

4,9 4,1 4,5

Buruk Kurang Baik Lebih

69Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 69

Permasalahan gizi balita di Indonesia masih jauh dari sasaran target yang diharapkan. Pada tahun 2013, sekitar 19,6 persen balita mempunyai permasalahan berat kurang (sebutan untuk status gizi buruk dan kurang). Padahal sasaran target tahun 2014 mencantumkan angka di bawah 15 persen (RPJMN 2010-2014). Tidak hanya itu, permasalahan gizi balita juga telah meluas kepada status gizi lebih yang mencapai angka 4,5 persen. Prevalensi kasus gizi buruk pada balita lebih tinggi di perdesaan (7,3%) daripada di perkotaan (4,2%), begitu pula untuk prevalensi gizi kurang. Sebaliknya, prevalensi gizi lebih pada balita lebih tinggi di perkotaan (4,9%) daripada perdesaan (4,1%). Jika diperhatikan menurut provinsi, hanya dua provinsi yang dapat memenuhi target RPJMN untuk persentase balita dengan berat kurang di bawah 15 persen, yaitu Bali dan DKI Jakarta. Sedangkan Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang mempunyai persentase balita dengan berat kurang paling besar (Lampiran 5.3).

Dalam kaitannya dengan ketahanan keluarga maka keluarga yang terbebas dari balita yang mempunyai masalah status gizi buruk, status gizi kurang atau status gizi lebih diharapkan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik. Atau dengan kata lain ketika seluruh balita yang menjadi anggota rumah tangga mempunyai status gizi baik, maka keluarga tersebut akan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih tinggi. Untuk itu, pada Gambar 5.5, disajikan persentase balita yang mempunyai status gizi baik menurut provinsi. Secara nasional, Kepulauan Riau meraih pencapaian tertinggi dengan persentase balita yang mempunyai status gizi baik sebesar 81,7 persen. Selain itu, masih terdapat tiga provinsi lain yang memililiki persentase di atas 80 persen, yaitu Bali (81,4%), Kepulauan Bangka Belitung (80,4%), dan DI Yogyakarta (80,3%). Sementara, mayoritas provinsi di wilayah timur Indonesia memiliki persentase di bawah 70 persen, seperti Nusa Tenggara Timur yang menjadi provinsi dengan persentase terendah, yaitu 64,4 persen. Selain itu masih terdapat 5 provinsi lain dengan persentase di bawah 70 persen, yaitu Kalimantan Barat (68,5%), Kalimantan Selatan (69,2%), Sulawesi Barat (66,9%), Maluku (67,2%), Papua Barat (66,2%). Hasil ini menunjukkan bahwa rumah tangga di wilayah timur Indonesia berpotensi mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah karena permasalahan status gizi balita.

68 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

5.1.2 Kecukupan Gizi

Masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi sering luput dari penglihatan atau pengamatan secara kasat mata sehingga tidak cepat ditanggulangi. Kekurangan gizi dapat menyebabkan terganggunya sistem imun pada tubuh seseorang sehingga mereka lebih mudah terkena penyakit. Demikian pula dengan kelebihan gizi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang beragam. Jika masalah gizi pada penduduk baik gizi buruk maupun gizi lebih dibiarkan maka dapat membawa dampak (i) rendahnya produktivitas kerja; (ii) kehilangan kesempatan sekolah; dan (iii) kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi (World Bank, 2006). Sejalan dengan itu, orang yang mengalami masalah kekurangan gizi atau kelebihan gizi akan membawa pada kondisi ketahanan fisik yang kurang baik sehingga berdampak pada ketahanan keluarga yang lebih rendah.

Informasi mengenai masalah gizi penduduk dikumpulkan secara menyeluruh oleh Kementerian Kesehatan melalui kegiatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan secara berkala setiap 3 tahun sekali. Indikator status gizi yang dikumpulkan mencakup status gizi berdasarkan hasil pengukuran antropometri, yaitu berat badan (BB) terhadap umur (BB/U), tinggi badan (TB) terhadap umur (TB/U), berat badan terhadap tinggi badan BB/TB dan indeks massa tubuh (IMT). Dalam pembahasan selanjutnya, kecukupan gizi keluarga akan difokuskan pada masalah status gizi balita karena umur di bawah lima tahun merupakan umur penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak anak sehingga balita memerlukan asupan gizi yang cukup untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan anak yang optimal. Status gizi balita akan dilihat berdasarkan indikator berat badan terhadap umur (BB/U) yang memberikan indikasi masalah gizi secara umum.

Gambar 5.4 Persentase Balita Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U, 2013

Sumber: Publikasi Riskesdas 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

4,2 7,3 5,7 12,5 15,3 13,9

78,4 73,4 75,9

4,9 4,1 4,5

Buruk Kurang Baik Lebih

70 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 71

5.2 KESEHATAN KELUARGA

Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Fisik yang sehat dapat diterjemahkan sebagai kondisi jasmani yang terbebas dari penyakit dan gangguan fungsi tubuh. Orang yang sehat berpotensi lebih besar untuk dapat membangun ketahanan keluarga yang lebih baik daripada orang yang tidak sehat.

Angka kesakitan (morbidity rate) merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk menentukan derajat kesehatan seseorang. Angka ini diperoleh dengan menanyakan keberadaan keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir. Jika keluhan kesehatan tersebut sampai mengakibatkan aktivitas seseorang terganggu, seperti tidak dapat bekerja, tidak masuk sekolah atau tidak dapat melakukan kegiatan lain yang biasanya dilakukan, maka orang tersebut dikategorikan sebagai sakit.

Secara nasional, pada tahun 2015, terdapat 30,34 persen penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir, namun hanya 16,14 persen penduduk Indonesia yang terganggu aktivitasnya karena adanya keluhan kesehatan tersebut. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan di perkotaan tidak berbeda dengan penduduk di perdesaan (sekitar 30%). Akan tetapi penduduk perdesaan (16,89%) mempunyai angka morbiditas lebih tinggi daripada penduduk perkotaan (15,41%). Selanjutnya perbandingan angka morbiditas menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.4.

Gambar 5.6 Persentase Penduduk Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kesehatan Selama Sebulan Terakhir, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Perkotaan Perdesaan Perdesaan + Perkotaan

69,67 69,64 69,65

14,93 13,46 14,20 15,41 16,89 16,14

Tidak Ada Keluhan KesehatanAda Keluhan Kesehatan Tapi Tidak TergangguAda Keluhan Kesehatan dan Terganggu (Sakit)

70 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 5.5 Persentase Balita yang Mempunyai Status Gizi Baik Menurut Provinsi, 2013

Sumber : Publikasi Riskesdas 2013

71,9

66,2

71,7

67,2

66,9

70,9

72,2

71,5

73,5

79,0

77,6

69,2

72,3

68,5

64,4

71,5

81,4

78,1

76,7

80,3

78,9

79,9

78,5

81,7

80,4

73,7

73,3

74,5

75,6

70,8

76,0

72,8

70,7

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 75,9

71Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 71

5.2 KESEHATAN KELUARGA

Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Fisik yang sehat dapat diterjemahkan sebagai kondisi jasmani yang terbebas dari penyakit dan gangguan fungsi tubuh. Orang yang sehat berpotensi lebih besar untuk dapat membangun ketahanan keluarga yang lebih baik daripada orang yang tidak sehat.

Angka kesakitan (morbidity rate) merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk menentukan derajat kesehatan seseorang. Angka ini diperoleh dengan menanyakan keberadaan keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir. Jika keluhan kesehatan tersebut sampai mengakibatkan aktivitas seseorang terganggu, seperti tidak dapat bekerja, tidak masuk sekolah atau tidak dapat melakukan kegiatan lain yang biasanya dilakukan, maka orang tersebut dikategorikan sebagai sakit.

Secara nasional, pada tahun 2015, terdapat 30,34 persen penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir, namun hanya 16,14 persen penduduk Indonesia yang terganggu aktivitasnya karena adanya keluhan kesehatan tersebut. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan di perkotaan tidak berbeda dengan penduduk di perdesaan (sekitar 30%). Akan tetapi penduduk perdesaan (16,89%) mempunyai angka morbiditas lebih tinggi daripada penduduk perkotaan (15,41%). Selanjutnya perbandingan angka morbiditas menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.4.

Gambar 5.6 Persentase Penduduk Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kesehatan Selama Sebulan Terakhir, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Perkotaan Perdesaan Perdesaan + Perkotaan

69,67 69,64 69,65

14,93 13,46 14,20 15,41 16,89 16,14

Tidak Ada Keluhan KesehatanAda Keluhan Kesehatan Tapi Tidak TergangguAda Keluhan Kesehatan dan Terganggu (Sakit)

70 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 5.5 Persentase Balita yang Mempunyai Status Gizi Baik Menurut Provinsi, 2013

Sumber : Publikasi Riskesdas 2013

71,9

66,2

71,7

67,2

66,9

70,9

72,2

71,5

73,5

79,0

77,6

69,2

72,3

68,5

64,4

71,5

81,4

78,1

76,7

80,3

78,9

79,9

78,5

81,7

80,4

73,7

73,3

74,5

75,6

70,8

76,0

72,8

70,7

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 75,9

72 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 73

Gambar 5.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah, Keberadaan KRT/Pasangan Penderita Penyakit Kronis, dan Disabilitas, 2014

Sumber : SPTK 2014

Pada tahun 2014, sekitar 86,21 persen rumah tangga di Indonesia, KRT atau pasangannya tidak mempunyai masalah penyakit kronis dan penyandang disabilitas. Sedangkan sisanya sekitar 13,79 merupakan rumah tangga yang KRT atau pasangannya menderita penyakit kronis, penyandang disabilitas, maupun keduanya. Persentase rumah tangga yang KRT atau pasangannya menderita penyakit kronis di perkotaan lebih besar daripada perdesaan. Sebaliknya persentase rumah tangga yang KRT atau pasangannya menyandang disabilitas di perkotaan lebih kecil daripada di perdesaan. Jika dilihat menurut wilayah, Provinsi Papua dan Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga yang terbebas dari penyakit kronis dan disabilitas tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 96,17 persen dan 91,96 persen. Sementara itu Aceh dan Bengkulu adalah provinsi dengan persentase rumah tangga yang terbebas dari penyakit kronis dan disabilitas terendah, yaitu masing-masing sebesar 79,44 persen dan 81,96 persen.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

86,30 86,11 86,21

7,02 5,16 6,09 4,74 6,98 5,86 1,94 1,75 1,84

Tidak Kronis dan Disabilitas Kronis Tanpa Disabilitas

Disabiltas Tanpa Kronis Kronis dan Disabilitas

72 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Selain kondisi fisik yang sakit, keberadaan penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional yang diderita oleh seseorang juga dapat menjadi hambatan untuk melaksanakan peran dan fungsi dalam keluarga. Tidak berarti penderita penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional pasti mempunyai ketahanan keluarga yang rendah. Namun, keberadaan anggota keluarga yang menderita penyakit kronis dan kesulitan fungsional dapat meningkatkan peluang keluarga tersebut untuk mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah. Oleh karena itu variabel pada dimensi ketahanan fisik selanjutnya adalah kesehatan keluarga yang diukur melalui keterbebasan dari penyakit dan disabilitas (kesulitan fungsional).

Penyakit kronis merupakan penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba‐tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat disembuhkan dengan sempurna. Sedangkan kesulitan fungsional merupakan gangguan fungsi tubuh yang menjadi penghambat seseorang untuk beraktivitas secara normal. Kedua hal ini, penyakit kronis dan kesulitan fungsional, dapat menyebabkan ketahanan keluarga menjadi rendah. Penderita penyakit kronis tertentu akan disibukkan dengan berbagai pengobatan untuk bisa bertahan hidup dan melakukan aktivitas dengan normal, apalagi jika tingkat keparahan penyakitnya sudah lanjut. Keluarga dengan anggota penderita penyakit kronis akan semakin rentan jika mereka tidak mampu untuk melakukan tindakan pengobatan, baik medis maupun non medis.

Tidak banyak sumber data yang secara spesifik memberikan informasi mengenai keberadaan anggota rumah tangga penderita penyakit kronis sekaligus penyandang disabilitas (kesulitan fungsional). Satu-satunya informasi yang cukup relevan tersedia dalam data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014. Penyakit kronis yang dimaksud disini adalah penyakit kronis yang sudah pernah dinyatakan oleh dokter atau tenaga medis. Sedangkan disabilitas yang dimaksud merupakan penilaian responden atas beberapa kesulitan fungsi anggota tubuh responden. Dalam pembahasan ini, responden dikelompokkan sebagai penyandang disabilitas jika menderita disabilitas sedang atau berat menurut penilaian responden sendiri. Perlu diingat, responden SPTK 2014 adalah kepala rumah tangga atau pasangannya. Sehingga, ada tidaknya anggota rumah tangga yang menderita penyakit kronis atau disabilitas ditentukan berdasarkan kondisi kesehatan kepala rumah tangga atau pasangannya. Rumah tangga yang mempunyai kepala rumah tangga atau pasangan sebagai penderita penyakit kronis dan disabilitas cenderung memiliki ketahanan keluarga yang lebih rendah.

73Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 73

Gambar 5.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah, Keberadaan KRT/Pasangan Penderita Penyakit Kronis, dan Disabilitas, 2014

Sumber : SPTK 2014

Pada tahun 2014, sekitar 86,21 persen rumah tangga di Indonesia, KRT atau pasangannya tidak mempunyai masalah penyakit kronis dan penyandang disabilitas. Sedangkan sisanya sekitar 13,79 merupakan rumah tangga yang KRT atau pasangannya menderita penyakit kronis, penyandang disabilitas, maupun keduanya. Persentase rumah tangga yang KRT atau pasangannya menderita penyakit kronis di perkotaan lebih besar daripada perdesaan. Sebaliknya persentase rumah tangga yang KRT atau pasangannya menyandang disabilitas di perkotaan lebih kecil daripada di perdesaan. Jika dilihat menurut wilayah, Provinsi Papua dan Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga yang terbebas dari penyakit kronis dan disabilitas tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 96,17 persen dan 91,96 persen. Sementara itu Aceh dan Bengkulu adalah provinsi dengan persentase rumah tangga yang terbebas dari penyakit kronis dan disabilitas terendah, yaitu masing-masing sebesar 79,44 persen dan 81,96 persen.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

86,30 86,11 86,21

7,02 5,16 6,09 4,74 6,98 5,86 1,94 1,75 1,84

Tidak Kronis dan Disabilitas Kronis Tanpa Disabilitas

Disabiltas Tanpa Kronis Kronis dan Disabilitas

72 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Selain kondisi fisik yang sakit, keberadaan penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional yang diderita oleh seseorang juga dapat menjadi hambatan untuk melaksanakan peran dan fungsi dalam keluarga. Tidak berarti penderita penyakit kronis ataupun kesulitan fungsional pasti mempunyai ketahanan keluarga yang rendah. Namun, keberadaan anggota keluarga yang menderita penyakit kronis dan kesulitan fungsional dapat meningkatkan peluang keluarga tersebut untuk mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah. Oleh karena itu variabel pada dimensi ketahanan fisik selanjutnya adalah kesehatan keluarga yang diukur melalui keterbebasan dari penyakit dan disabilitas (kesulitan fungsional).

Penyakit kronis merupakan penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba‐tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat disembuhkan dengan sempurna. Sedangkan kesulitan fungsional merupakan gangguan fungsi tubuh yang menjadi penghambat seseorang untuk beraktivitas secara normal. Kedua hal ini, penyakit kronis dan kesulitan fungsional, dapat menyebabkan ketahanan keluarga menjadi rendah. Penderita penyakit kronis tertentu akan disibukkan dengan berbagai pengobatan untuk bisa bertahan hidup dan melakukan aktivitas dengan normal, apalagi jika tingkat keparahan penyakitnya sudah lanjut. Keluarga dengan anggota penderita penyakit kronis akan semakin rentan jika mereka tidak mampu untuk melakukan tindakan pengobatan, baik medis maupun non medis.

Tidak banyak sumber data yang secara spesifik memberikan informasi mengenai keberadaan anggota rumah tangga penderita penyakit kronis sekaligus penyandang disabilitas (kesulitan fungsional). Satu-satunya informasi yang cukup relevan tersedia dalam data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014. Penyakit kronis yang dimaksud disini adalah penyakit kronis yang sudah pernah dinyatakan oleh dokter atau tenaga medis. Sedangkan disabilitas yang dimaksud merupakan penilaian responden atas beberapa kesulitan fungsi anggota tubuh responden. Dalam pembahasan ini, responden dikelompokkan sebagai penyandang disabilitas jika menderita disabilitas sedang atau berat menurut penilaian responden sendiri. Perlu diingat, responden SPTK 2014 adalah kepala rumah tangga atau pasangannya. Sehingga, ada tidaknya anggota rumah tangga yang menderita penyakit kronis atau disabilitas ditentukan berdasarkan kondisi kesehatan kepala rumah tangga atau pasangannya. Rumah tangga yang mempunyai kepala rumah tangga atau pasangan sebagai penderita penyakit kronis dan disabilitas cenderung memiliki ketahanan keluarga yang lebih rendah.

74 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 75

5.3 KETERSEDIAAN TEMPAT/LOKASI TETAP UNTUK TIDUR

Ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur merupakan variabel terakhir pada dimensi ketahanan fisik. Variabel ini diukur dengan indikator ketersediaan lokasi tetap untuk tidur. Tidur merupakan cara istirahat yang paling umum dilakukan untuk mengembalikan stamina dan daya tahan tubuh. Tidur sangat penting bagi setiap orang, namun seringkali tuntutan kesibukan sehari-hari, gaya hidup, dan kondisi tempat tinggal membuat orang menjadi kurang tidur. Padahal kurang tidur dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, seperti menurunkan kualitas hidup, mengganggu metabolisme tubuh, menurunkan daya ingat, dan sebagainya.

Tidur yang cukup merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas seseorang di esok hari. Selain itu, kecukupan waktu tidur akan meminimalisir risiko mengidap penyakit kronis tertentu. Orang yang kurang tidur akan meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner (European Heart Journal, 2011). Masing-masing orang memiliki kebutuhan jumlah waktu tidur yang berbeda-beda. Namun umumnya, jumlah waktu tidur yang cukup adalah 5-8 jam setiap hari (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Tidur yang cukup harus diimbangi dengan kualitas tidur yang baik, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tempat atau kamar untuk tidur.

Kepala rumah tangga dan pasangannya yang mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak maupun anggota rumah tangga lain berpotensi memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada kepala rumah tangga atau pasangannya yang kamar tidurnya bergabung dengan anak-anak maupun anggota rumah tangga lain. Kualitas tidur yang lebih baik akan dapat meningkatkan ketahanan fisik mereka sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, KRT dan pasangan yang mempunyai keleluasaan beristirahat yang ditandai dengan kamar tidur yang terpisah dengan anak-anak diharapkan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik.

Informasi terkait keberadaan kamar tidur KRT dan pasangan yang terpisah dari anak-anak atau lainnya tidak tersedia dalam data Susenas 2015. Namun survei tersebut mengumpulkan informasi terkait ketersediaan lokasi tetap untuk tidur, keberadaan tempat tidur/kasur dan penggunaannya lebih dari tiga orang atau tidak. Lokasi tetap untuk tidur merujuk pada bagian tertentu dari ruangan yang selalu digunakan responden secara tetap untuk tidur kapanpun responden mau. Lokasi yang dimaksud disini tidak harus berupa kamar tidur tetapi bisa juga ruangan dengan fungsi lainnya. Oleh karena itu, dalam pembahasan selanjutnya, keberadaan kamar tidur KRT dan pasangan yang terpisah dari anak-anak atau lainnya di proksi dengan keberadaan tempat tidur KRT yang digunakan maksimal oleh tiga orang.

74 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 5.8 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangan Bukan Penderita Penyakit Kronis dan Disabilitas, 2014

Sumber : SPTK 2014

96,17

87,30

87,64

88,34

86,82

81,98

89,24

85,28

86,40

83,67

85,52

86,90

85,10

86,43

85,39

83,46

88,69

85,42

85,67

86,00

86,07

85,71

89,82

91,96

87,97

89,27

81,96

85,55

89,59

89,06

82,22

86,71

79,44

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 86,21

75Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 75

5.3 KETERSEDIAAN TEMPAT/LOKASI TETAP UNTUK TIDUR

Ketersediaan tempat/lokasi tetap untuk tidur merupakan variabel terakhir pada dimensi ketahanan fisik. Variabel ini diukur dengan indikator ketersediaan lokasi tetap untuk tidur. Tidur merupakan cara istirahat yang paling umum dilakukan untuk mengembalikan stamina dan daya tahan tubuh. Tidur sangat penting bagi setiap orang, namun seringkali tuntutan kesibukan sehari-hari, gaya hidup, dan kondisi tempat tinggal membuat orang menjadi kurang tidur. Padahal kurang tidur dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, seperti menurunkan kualitas hidup, mengganggu metabolisme tubuh, menurunkan daya ingat, dan sebagainya.

Tidur yang cukup merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas seseorang di esok hari. Selain itu, kecukupan waktu tidur akan meminimalisir risiko mengidap penyakit kronis tertentu. Orang yang kurang tidur akan meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner (European Heart Journal, 2011). Masing-masing orang memiliki kebutuhan jumlah waktu tidur yang berbeda-beda. Namun umumnya, jumlah waktu tidur yang cukup adalah 5-8 jam setiap hari (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Tidur yang cukup harus diimbangi dengan kualitas tidur yang baik, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tempat atau kamar untuk tidur.

Kepala rumah tangga dan pasangannya yang mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak maupun anggota rumah tangga lain berpotensi memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada kepala rumah tangga atau pasangannya yang kamar tidurnya bergabung dengan anak-anak maupun anggota rumah tangga lain. Kualitas tidur yang lebih baik akan dapat meningkatkan ketahanan fisik mereka sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, KRT dan pasangan yang mempunyai keleluasaan beristirahat yang ditandai dengan kamar tidur yang terpisah dengan anak-anak diharapkan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik.

Informasi terkait keberadaan kamar tidur KRT dan pasangan yang terpisah dari anak-anak atau lainnya tidak tersedia dalam data Susenas 2015. Namun survei tersebut mengumpulkan informasi terkait ketersediaan lokasi tetap untuk tidur, keberadaan tempat tidur/kasur dan penggunaannya lebih dari tiga orang atau tidak. Lokasi tetap untuk tidur merujuk pada bagian tertentu dari ruangan yang selalu digunakan responden secara tetap untuk tidur kapanpun responden mau. Lokasi yang dimaksud disini tidak harus berupa kamar tidur tetapi bisa juga ruangan dengan fungsi lainnya. Oleh karena itu, dalam pembahasan selanjutnya, keberadaan kamar tidur KRT dan pasangan yang terpisah dari anak-anak atau lainnya di proksi dengan keberadaan tempat tidur KRT yang digunakan maksimal oleh tiga orang.

74 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 5.8 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangan Bukan Penderita Penyakit Kronis dan Disabilitas, 2014

Sumber : SPTK 2014

96,17

87,30

87,64

88,34

86,82

81,98

89,24

85,28

86,40

83,67

85,52

86,90

85,10

86,43

85,39

83,46

88,69

85,42

85,67

86,00

86,07

85,71

89,82

91,96

87,97

89,27

81,96

85,55

89,59

89,06

82,22

86,71

79,44

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 86,21

76 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 77

Gambar 5.10 Persentase Rumah Tangga yang KRT-nya Memiliki Tempat Tidur dan Digunakan Maksimal 3 Orang, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

31,11

59,00

74,86

71,59

57,69

50,83

73,43

73,56

68,48

74,95

64,67

73,57

84,48

78,68

69,60

60,34

70,57

87,83

74,46

81,84

84,19

82,66

77,18

72,47

79,67

78,92

82,03

76,92

73,98

74,47

71,86

75,79

71,18

75,46

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 76,63

76 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 5.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur KRT dan Klasifikasi Wilayah, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

Rumah tangga yang berpotensi mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik tidak hanya mempunyai lokasi tetap untuk tidur, namun suami-istri juga harus mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak ataupun anggota keluarga lainnya. Dalam hal ini, diproksi dengan kepala rumah tangga atau pasangan yang mempunyai tempat tidur dan digunakan tidak lebih dari 3 orang. Dimana secara nasional, terdapat sekitar 76,63 persen rumah tangga yang KRT dan pasangan mempunyai tempat tidur yang digunakan maksimal oleh 3 orang. Kemudian, sekitar 15,96 persen rumah tangga mempunyai tempat tidur namun digunakan lebih dari 3 orang, sehingga disinyalir tidak mempunyai keleluasaan untuk beristirahat karena harus berbagi tempat dengan lainnya. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, maka persentase rumah tangga yang KRT dan pasangan mempunyai tempat tidur digunakan maksimal 3 orang di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan.

Pada Gambar 5.10, disajikan persentase rumah tangga yang KRT dan pasangannya mempunyai tempat tidur dan digunakan maksimal oleh 3 orang menurut provinsi. Hasilnya, terdapat enam provinsi yang mencapai persentase di atas 80 persen, yaitu Lampung (82,03), Jawa Tengah (82,66%), DI Yogyakarta (84,19%), Jawa Timur (81,84%), Bali (87,83%), dan Kalimantan Selatan (84,48%). Sementara, terdapat delapan provinsi yang memiliki persentase di bawah 70 persen, yaitu Nusa Tenggara Timur (60,34%), Kalimantan Barat (69,60%), Kalimantan Utara (64,67%), Sulawesi Tengah (68,48%), Gorontalo (50,83%), Sulawesi Barat (57,69%), Papua Barat (59,00%) dan Papua (31,11%).

Perkotaan + Perdesaan

Perdesaan

Perkotaan

76,63

74,89

78,36

15,96

15,91

16,02

4,63

6,44

2,84

2,77

2,76

2,78

Ada Tempat Tidur, Digunakan Maksimal 3 OrangAda Tempat Tidur, Digunakan Lebih dari 3 OrangTidak Ada Tempat TidurTidak ada Lokasi Tetap Untuk Tidur

77Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 77

Gambar 5.10 Persentase Rumah Tangga yang KRT-nya Memiliki Tempat Tidur dan Digunakan Maksimal 3 Orang, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

31,11

59,00

74,86

71,59

57,69

50,83

73,43

73,56

68,48

74,95

64,67

73,57

84,48

78,68

69,60

60,34

70,57

87,83

74,46

81,84

84,19

82,66

77,18

72,47

79,67

78,92

82,03

76,92

73,98

74,47

71,86

75,79

71,18

75,46

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 76,63

76 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 5.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur KRT dan Klasifikasi Wilayah, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

Rumah tangga yang berpotensi mempunyai ketahanan keluarga yang lebih baik tidak hanya mempunyai lokasi tetap untuk tidur, namun suami-istri juga harus mempunyai kamar tidur yang terpisah dari anak-anak ataupun anggota keluarga lainnya. Dalam hal ini, diproksi dengan kepala rumah tangga atau pasangan yang mempunyai tempat tidur dan digunakan tidak lebih dari 3 orang. Dimana secara nasional, terdapat sekitar 76,63 persen rumah tangga yang KRT dan pasangan mempunyai tempat tidur yang digunakan maksimal oleh 3 orang. Kemudian, sekitar 15,96 persen rumah tangga mempunyai tempat tidur namun digunakan lebih dari 3 orang, sehingga disinyalir tidak mempunyai keleluasaan untuk beristirahat karena harus berbagi tempat dengan lainnya. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, maka persentase rumah tangga yang KRT dan pasangan mempunyai tempat tidur digunakan maksimal 3 orang di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan.

Pada Gambar 5.10, disajikan persentase rumah tangga yang KRT dan pasangannya mempunyai tempat tidur dan digunakan maksimal oleh 3 orang menurut provinsi. Hasilnya, terdapat enam provinsi yang mencapai persentase di atas 80 persen, yaitu Lampung (82,03), Jawa Tengah (82,66%), DI Yogyakarta (84,19%), Jawa Timur (81,84%), Bali (87,83%), dan Kalimantan Selatan (84,48%). Sementara, terdapat delapan provinsi yang memiliki persentase di bawah 70 persen, yaitu Nusa Tenggara Timur (60,34%), Kalimantan Barat (69,60%), Kalimantan Utara (64,67%), Sulawesi Tengah (68,48%), Gorontalo (50,83%), Sulawesi Barat (57,69%), Papua Barat (59,00%) dan Papua (31,11%).

Perkotaan + Perdesaan

Perdesaan

Perkotaan

76,63

74,89

78,36

15,96

15,91

16,02

4,63

6,44

2,84

2,77

2,76

2,78

Ada Tempat Tidur, Digunakan Maksimal 3 OrangAda Tempat Tidur, Digunakan Lebih dari 3 OrangTidak Ada Tempat TidurTidak ada Lokasi Tetap Untuk Tidur

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 79

KETAHANAN EKONOMI

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, ketahanan keluarga juga mengandung makna kemampuan materil keluarga untuk hidup mandiri dan mengembangkan keluarga (Undang-undang Nomor 52 tahun 2009). Kemampuan materil keluarga ini dapat dipahami sebagai ketahanan ekonomi keluarga dalam mengatasi permasalahan ekonomi berdasarkan sumber daya yang mereka miliki. Untuk itu, pembahasan ketahanan ekonomi akan menyajikan beberapa variabel yang berpotensi mempengaruhi tingkat ketahanan ekonomi keluarga. Dimensi tersebut dibangun dari empat variabel, antara lain (1) tempat tinggal keluarga, (2) pendapatan keluarga, (3) pembiayaan pendidikan anak, dan (4) jaminan keuangan keluarga.

6.1 TEMPAT TINGGAL KELUARGA

Tempat tinggal keluarga merupakan salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi yang diukur dengan status kepemilikan rumah. Indikator ini dapat digunakan sebagai ukuran ketahanan ekonomi suatu rumah tangga karena rumah tangga yang telah memiliki rumah sendiri berarti dia telah mampu memenuhi salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk membangun keluarga dengan ketahanan keluarga yang lebih baik. Kepemilikan tempat tinggal akan diukur dengan indikator status kepemilikan bangunan tempat tinggal yang dihasilkan dari data rumah tangga Susenas 2015. Rumah tangga yang telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik dibandingkan rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.

Mayoritas rumah tangga di Indonesia telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri (82,63%), sedangkan sisanya menempati bangunan tempat tinggal dengan membayar kontrak atau sewa, menumpang (bebas sewa), rumah dinas, dan lainnya (17,37%). Persentase rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan. Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya ketersediaan lahan untuk tempat tinggal di wilayah perkotaan. Berdasarkan klasifikasi wilayah, dalam data BPS 2015 menunjukkan bahwa secara nasional persentase penduduk di wilayah perkotaan lebih besar dibandingkan di wilayah perdesaan (53,3%). Hal inilah yang menjadi salah satu

6

79Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 79

KETAHANAN EKONOMI

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, ketahanan keluarga juga mengandung makna kemampuan materil keluarga untuk hidup mandiri dan mengembangkan keluarga (Undang-undang Nomor 52 tahun 2009). Kemampuan materil keluarga ini dapat dipahami sebagai ketahanan ekonomi keluarga dalam mengatasi permasalahan ekonomi berdasarkan sumber daya yang mereka miliki. Untuk itu, pembahasan ketahanan ekonomi akan menyajikan beberapa variabel yang berpotensi mempengaruhi tingkat ketahanan ekonomi keluarga. Dimensi tersebut dibangun dari empat variabel, antara lain (1) tempat tinggal keluarga, (2) pendapatan keluarga, (3) pembiayaan pendidikan anak, dan (4) jaminan keuangan keluarga.

6.1 TEMPAT TINGGAL KELUARGA

Tempat tinggal keluarga merupakan salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi yang diukur dengan status kepemilikan rumah. Indikator ini dapat digunakan sebagai ukuran ketahanan ekonomi suatu rumah tangga karena rumah tangga yang telah memiliki rumah sendiri berarti dia telah mampu memenuhi salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk membangun keluarga dengan ketahanan keluarga yang lebih baik. Kepemilikan tempat tinggal akan diukur dengan indikator status kepemilikan bangunan tempat tinggal yang dihasilkan dari data rumah tangga Susenas 2015. Rumah tangga yang telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik dibandingkan rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.

Mayoritas rumah tangga di Indonesia telah menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri (82,63%), sedangkan sisanya menempati bangunan tempat tinggal dengan membayar kontrak atau sewa, menumpang (bebas sewa), rumah dinas, dan lainnya (17,37%). Persentase rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan. Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya ketersediaan lahan untuk tempat tinggal di wilayah perkotaan. Berdasarkan klasifikasi wilayah, dalam data BPS 2015 menunjukkan bahwa secara nasional persentase penduduk di wilayah perkotaan lebih besar dibandingkan di wilayah perdesaan (53,3%). Hal inilah yang menjadi salah satu

6

80 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 81

Gambar 6.2 Persentase Rumah Tangga yang Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggalnya Milik Sendiri Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

81,69

74,57

87,84

81,51

91,47

81,66

86,47

86,85

87,14

80,44

74,77

72,69

79,22

77,99

90,07

88,52

87,85

77,31

80,94

90,46

76,99

90,93

80,63

51,09

67,67

87,85

90,35

85,52

83,02

83,94

71,56

74,13

71,09

82,36

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 82,63

80 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

sebab mengapa ketersediaan lahan untuk bangunan tempat tinggal di wilayah perkotaan lebih sedikit dibandingkan di perdesaan.

Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri cenderung lebih tinggi daripada bukan milik sendiri. Namun untuk DKI Jakarta, persentase rumah tangga yang menempati bangunan milik sendiri (51,09%) hampir berimbang dengan rumah tangga yang menempati bangunan bukan milik sendiri (48,91%). Seperti diketahui, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, dimana pada tahun 2015, kepadatan penduduk di DKI Jakarta mencapai 15.328 jiwa/Km2 (BPS, 2016). Hal ini menyebabkan tingginya permintaan akan bangunan tempat tinggal yang kemudian berimbas pada mahalnya harga rumah. Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian penduduk DKI Jakarta tidak mampu untuk memiliki rumah sendiri. Selain DKI Jakarta, masih terdapat 18 provinsi lain yang mempunyai persentase rumah tangga dengan status kepemilikan bangunan tempat tinggal milik sendiri masih berada di bawah angka nasional, antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Papua Barat, dan Papua.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

73,87 91,44

82,63

26,13

8,56 17,37

Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri

81Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 81

Gambar 6.2 Persentase Rumah Tangga yang Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggalnya Milik Sendiri Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

81,69

74,57

87,84

81,51

91,47

81,66

86,47

86,85

87,14

80,44

74,77

72,69

79,22

77,99

90,07

88,52

87,85

77,31

80,94

90,46

76,99

90,93

80,63

51,09

67,67

87,85

90,35

85,52

83,02

83,94

71,56

74,13

71,09

82,36

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 82,63

80 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

sebab mengapa ketersediaan lahan untuk bangunan tempat tinggal di wilayah perkotaan lebih sedikit dibandingkan di perdesaan.

Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri cenderung lebih tinggi daripada bukan milik sendiri. Namun untuk DKI Jakarta, persentase rumah tangga yang menempati bangunan milik sendiri (51,09%) hampir berimbang dengan rumah tangga yang menempati bangunan bukan milik sendiri (48,91%). Seperti diketahui, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, dimana pada tahun 2015, kepadatan penduduk di DKI Jakarta mencapai 15.328 jiwa/Km2 (BPS, 2016). Hal ini menyebabkan tingginya permintaan akan bangunan tempat tinggal yang kemudian berimbas pada mahalnya harga rumah. Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian penduduk DKI Jakarta tidak mampu untuk memiliki rumah sendiri. Selain DKI Jakarta, masih terdapat 18 provinsi lain yang mempunyai persentase rumah tangga dengan status kepemilikan bangunan tempat tinggal milik sendiri masih berada di bawah angka nasional, antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Papua Barat, dan Papua.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

73,87 91,44

82,63

26,13

8,56 17,37

Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri

82 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 83

Gambar 6.3 memperlihatkan besarnya persentase rumah tangga berdasarkan empat kelompok pengeluaran perkapita per bulan. Sekitar 42,04 persen rumah tangga termasuk dalam Kelompok IV (pengeluaran perkapita lebih dari Rp 750.000,00) dan hanya sekitar 3,54 persen rumah tangga yang termasuk dalam kelompok I (pengeluaran perkapita kurang dari Rp 250.000,00), sementara mayoritas rumah tangga lainnya termasuk dalam kelompok II dan III. Sedangkan jika dilihat per provinsi terlihat bahwa mayoritas pengeluaran perkapita per bulan rumah tangga di Indonesia telah lebih dari Rp 250.000,00 di seluruh provinsi (Gambar 6.5). Bahkan di provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Utara persentase rumah tangga yang mempunyai pengeluaran perkapita per bulannya kurang dari Rp 250.000,00 boleh dikatakan sudah tidak ada. Selain itu, data kemiskinan BPS juga telah menetapkan bahwa garis kemiskinan nasional di Indonesia pada tahun 2015 semester 2 untuk daerah perkotaan adalah sebesar Rp 356.378,00 dan daerah perdesaan adalah sebesar Rp 333.034,00. Garis kemiskinan merupakan batas minimum besarnya pengeluaran perkapita per bulan sebelum seseorang dikategorikan miskin. Untuk DKI Jakarta garis kemiskinan tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp. 503.038,00, selain itu DKI Jakarta juga merupakan provinsi dengan persentase penduduk miskin paling kecil, yaitu 3,61 persen (BPS, 2015). Sehingga sangat wajar jika persentase rumah tangga yang pengeluaran perkapita per bulannya di bawah Rp 250.000,00 mencapai nol persen.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa nilai batas (cutting point) pengeluaran rumah tangga perkapita per bulan sebesar Rp 250.000,00 kurang tepat digunakan sebagai pembeda ketahanan ekonomi rumah tangga. Sebagai alternatif, disajikan pula garis kemiskinan sebagai nilai batas (cutting point) pengganti, dimana pengeluaran perkapita per bulan akan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu 1) kelompok rumah tangga miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran perkapita per bulan kurang atau sama dengan garis kemiskinan; 2) kelompok rumah tangga hampir miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran antara garis kemiskinan sampai dengan 1,2 kali garis kemiskinan; 3) kelompok rumah tangga rentan miskin lainnya yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran antara 1,2 garis kemiskinan sampai dengan 1,6 garis kemiskinan; dan 4) kelompok rumah tangga tidak miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran lebih dari 1,6 garis kemiskinan. Keunggulan dari nilai batas (cutting point) dengan menggunakan garis kemiskinan adalah nilai batas (cutting point) ini akan terus dapat digunakan pada tahun-tahun selanjutnya karena besaran garis kemiskinan ini akan terus diperbaharui sesuai dengan besaran pengeluaran penduduk referensi yang sudah mempertimbangkan pula nilai barang konsumsi pada masing-masing provinsi.

82 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

6.2 PENDAPATAN KELUARGA

Kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga akan diukur dengan indikator objektif dan indikator subjektif. Pertama, indikator objektif akan melihat kecukupan penghasilan dengan pendapatan perkapita rumah tangga. Rumah tangga yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Kedua, indikator subjektif akan melihat kecukupan rumah tangga berdasarkan persepsi kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Rumah tangga yang mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.

6.2.1 Pendapatan Perkapita Keluarga

Studi yang dilakukan KPPPA bersama LPPM-IPB terkait ketahanan keluarga, menyebutkan batas minimal pendapatan perkapita per bulan adalah sebesar Rp 250.000,00. Artinya bahwa rumah tangga dengan pendapatan perkapita per bulan lebih dari Rp 250.000,00 lebih tahan secara ekonomi dibandingkan dengan rumah tangga dengan pendapatan perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00. Dalam sub-bab ini, pendapatan rumah tangga perkapita per bulan akan diproksi dengan pengeluaran rumah tangga perkapita per bulan yang dibagi dalam empat kelompok, yaitu Kelompok I merupakan rumah tangga dengan pengeluaran perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00; Kelompok II Rp 250.000,00 sampai Rp 499.999,00; Kelompok III Rp 500.000,00 sampai Rp 749.999,00; dan Kelompok IV lebih dari Rp 750.000,00. Informasi pengeluaran perkapita per bulan diperoleh dari hasil Susenas Modul Konsumsi Maret 2015 yang sudah mencakup pengeluaran makanan dan non makanan.

Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kelompok Rata-Rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

3,54

29,78

24,64

42,04

Kelompok I (< 250.000)

Kelompok II (250.000 - 499.999)

Kelompok III (500.000 - 749.999)

Kelompok IV (≥750.000)

83Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 83

Gambar 6.3 memperlihatkan besarnya persentase rumah tangga berdasarkan empat kelompok pengeluaran perkapita per bulan. Sekitar 42,04 persen rumah tangga termasuk dalam Kelompok IV (pengeluaran perkapita lebih dari Rp 750.000,00) dan hanya sekitar 3,54 persen rumah tangga yang termasuk dalam kelompok I (pengeluaran perkapita kurang dari Rp 250.000,00), sementara mayoritas rumah tangga lainnya termasuk dalam kelompok II dan III. Sedangkan jika dilihat per provinsi terlihat bahwa mayoritas pengeluaran perkapita per bulan rumah tangga di Indonesia telah lebih dari Rp 250.000,00 di seluruh provinsi (Gambar 6.5). Bahkan di provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Utara persentase rumah tangga yang mempunyai pengeluaran perkapita per bulannya kurang dari Rp 250.000,00 boleh dikatakan sudah tidak ada. Selain itu, data kemiskinan BPS juga telah menetapkan bahwa garis kemiskinan nasional di Indonesia pada tahun 2015 semester 2 untuk daerah perkotaan adalah sebesar Rp 356.378,00 dan daerah perdesaan adalah sebesar Rp 333.034,00. Garis kemiskinan merupakan batas minimum besarnya pengeluaran perkapita per bulan sebelum seseorang dikategorikan miskin. Untuk DKI Jakarta garis kemiskinan tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp. 503.038,00, selain itu DKI Jakarta juga merupakan provinsi dengan persentase penduduk miskin paling kecil, yaitu 3,61 persen (BPS, 2015). Sehingga sangat wajar jika persentase rumah tangga yang pengeluaran perkapita per bulannya di bawah Rp 250.000,00 mencapai nol persen.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa nilai batas (cutting point) pengeluaran rumah tangga perkapita per bulan sebesar Rp 250.000,00 kurang tepat digunakan sebagai pembeda ketahanan ekonomi rumah tangga. Sebagai alternatif, disajikan pula garis kemiskinan sebagai nilai batas (cutting point) pengganti, dimana pengeluaran perkapita per bulan akan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu 1) kelompok rumah tangga miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran perkapita per bulan kurang atau sama dengan garis kemiskinan; 2) kelompok rumah tangga hampir miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran antara garis kemiskinan sampai dengan 1,2 kali garis kemiskinan; 3) kelompok rumah tangga rentan miskin lainnya yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran antara 1,2 garis kemiskinan sampai dengan 1,6 garis kemiskinan; dan 4) kelompok rumah tangga tidak miskin yang merupakan rumah tangga dengan pengeluaran lebih dari 1,6 garis kemiskinan. Keunggulan dari nilai batas (cutting point) dengan menggunakan garis kemiskinan adalah nilai batas (cutting point) ini akan terus dapat digunakan pada tahun-tahun selanjutnya karena besaran garis kemiskinan ini akan terus diperbaharui sesuai dengan besaran pengeluaran penduduk referensi yang sudah mempertimbangkan pula nilai barang konsumsi pada masing-masing provinsi.

82 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

6.2 PENDAPATAN KELUARGA

Kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga akan diukur dengan indikator objektif dan indikator subjektif. Pertama, indikator objektif akan melihat kecukupan penghasilan dengan pendapatan perkapita rumah tangga. Rumah tangga yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Kedua, indikator subjektif akan melihat kecukupan rumah tangga berdasarkan persepsi kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Rumah tangga yang mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.

6.2.1 Pendapatan Perkapita Keluarga

Studi yang dilakukan KPPPA bersama LPPM-IPB terkait ketahanan keluarga, menyebutkan batas minimal pendapatan perkapita per bulan adalah sebesar Rp 250.000,00. Artinya bahwa rumah tangga dengan pendapatan perkapita per bulan lebih dari Rp 250.000,00 lebih tahan secara ekonomi dibandingkan dengan rumah tangga dengan pendapatan perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00. Dalam sub-bab ini, pendapatan rumah tangga perkapita per bulan akan diproksi dengan pengeluaran rumah tangga perkapita per bulan yang dibagi dalam empat kelompok, yaitu Kelompok I merupakan rumah tangga dengan pengeluaran perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00; Kelompok II Rp 250.000,00 sampai Rp 499.999,00; Kelompok III Rp 500.000,00 sampai Rp 749.999,00; dan Kelompok IV lebih dari Rp 750.000,00. Informasi pengeluaran perkapita per bulan diperoleh dari hasil Susenas Modul Konsumsi Maret 2015 yang sudah mencakup pengeluaran makanan dan non makanan.

Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kelompok Rata-Rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

3,54

29,78

24,64

42,04

Kelompok I (< 250.000)

Kelompok II (250.000 - 499.999)

Kelompok III (500.000 - 749.999)

Kelompok IV (≥750.000)

84 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 85

Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Rata-rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan dan Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

1,51 1,27 0,34 0,38 1,14 3,69

2,19 2,82 0,02 0,17 0,00 3,10

6,06 4,10 4,28

0,78 0,96

5,88 10,80

1,77 0,58 0,59 0,08 0,00 2,55 2,63

8,78 8,86

12,84 8,09

1,13 0,28

3,91 9,29

AcehSumatera UtaraSumatera Barat

RiauJambi

Sumatera SelatanBengkuluLampung

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

DKI JakartaJawa Barat

Jawa TengahDI Yogyakarta

Jawa TimurBanten

BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi Selatan

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi BaratMaluku

Maluku UtaraPapua Barat

Papua

Kelompok I (< 250.000) Kelompok II (250.000 - 499.999)

Kelompok III (500.000 - 749.999) Kelompok IV (≥ 750.000)

84 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Rata-rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Dengan menggunakan garis kemiskinan sebagai cutting point ketahanan ekonomi maka rumah tangga yang mempunyai pengeluaran perkapita per bulan lebih dari 1,6 kali garis kemiskinan berpotensi untuk memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Gambar 6.4 menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga Indonesia merupakan rumah tangga tidak miskin atau telah memiliki pengeluaran perkapita per bulan lebih dari 1,6 kali garis kemiskinan (64,64%). Kelompok rumah tangga tidak miskin tersebut tidak mencakup kelompok rumah tangga hampir miskin (9,23%) dan rentan miskin lainnya (16,52%). Berdasarkan klasifikasi wilayahnya, Gambar 6.4 juga menunjukkan bahwa persentase rumah tangga tidak miskin di perkotaan (71,77%) lebih besar dibandingkan di perdesaan (57,47%). Sebaliknya, persentase rumah tangga miskin, hampir miskin dan rentan miskin lainnya lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Ini menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi rumah tangga di perdesaan cenderung lebih rendah daripada di perkotaan. Perbandingan persentase rumah tangga tidak miskin pada masing-masing provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.5.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

7,05 12,18

9,60 7,36 11,11 9,23 13,83 19,24 16,52

71,77

57,47 64,64

Miskin Hampir Miskin Rentan Miskin Lainnya Tidak Miskin

85Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 85

Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Rata-rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan dan Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

1,51 1,27 0,34 0,38 1,14 3,69

2,19 2,82 0,02 0,17 0,00 3,10

6,06 4,10 4,28

0,78 0,96

5,88 10,80

1,77 0,58 0,59 0,08 0,00 2,55 2,63

8,78 8,86

12,84 8,09

1,13 0,28

3,91 9,29

AcehSumatera UtaraSumatera Barat

RiauJambi

Sumatera SelatanBengkuluLampung

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

DKI JakartaJawa Barat

Jawa TengahDI Yogyakarta

Jawa TimurBanten

BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi Selatan

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi BaratMaluku

Maluku UtaraPapua Barat

Papua

Kelompok I (< 250.000) Kelompok II (250.000 - 499.999)

Kelompok III (500.000 - 749.999) Kelompok IV (≥ 750.000)

84 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Rata-rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Dengan menggunakan garis kemiskinan sebagai cutting point ketahanan ekonomi maka rumah tangga yang mempunyai pengeluaran perkapita per bulan lebih dari 1,6 kali garis kemiskinan berpotensi untuk memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Gambar 6.4 menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga Indonesia merupakan rumah tangga tidak miskin atau telah memiliki pengeluaran perkapita per bulan lebih dari 1,6 kali garis kemiskinan (64,64%). Kelompok rumah tangga tidak miskin tersebut tidak mencakup kelompok rumah tangga hampir miskin (9,23%) dan rentan miskin lainnya (16,52%). Berdasarkan klasifikasi wilayahnya, Gambar 6.4 juga menunjukkan bahwa persentase rumah tangga tidak miskin di perkotaan (71,77%) lebih besar dibandingkan di perdesaan (57,47%). Sebaliknya, persentase rumah tangga miskin, hampir miskin dan rentan miskin lainnya lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Ini menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi rumah tangga di perdesaan cenderung lebih rendah daripada di perkotaan. Perbandingan persentase rumah tangga tidak miskin pada masing-masing provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.5.

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

7,05 12,18

9,60 7,36 11,11 9,23 13,83 19,24 16,52

71,77

57,47 64,64

Miskin Hampir Miskin Rentan Miskin Lainnya Tidak Miskin

86 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 87

Gambar 6.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Kelompok Pendapatan, 2014

Sumber : SPTK 2014

Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih tinggi daripada mereka yang merasa tidak cukup. Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga tertinggi dan Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Gambar 6.8). Selain itu, masih terdapat 11 provinsi yang memiliki persentase rumah tangga di bawah angka nasional untuk rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup atau lebih dari cukup, yakni Aceh, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku.

45,12

27,58

13,27

4,53

1,10

50,63

68,00

76,20

73,18

49,74

4,24

4,42

10,54

22,30

49,16

> Rp. 7.200.000

Rp 4.800.000 - Rp 7.200.000

Rp 3.000.001 - Rp 4.800.000

Rp 1.800.001 - Rp 3.000.000

≤ Rp 1.800.000

Lebih dari cukup Cukup Kurang

86 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

6.2.2 Kecukupan Pendapatan Keluarga

Berbeda dengan sebelumnya, sub-bab ini membahas mengenai kecukupan pendapatan rumah tangga berdasarkan persepsi subjektif kepala rumah tangga/pasangan terkait kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini penting mengingat kesejahteraan keluarga sebagai bagian dari ketahanan keluarga tidak hanya dapat diukur secara objektif saja namun juga secara subjektif. Penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih menekankan pada kepuasan rumah tangga atas pendapatan yang telah didapat. Asumsinya akan ada hubungan yang searah antara penilaian subjektif ini dengan kondisi objektif ekonomi keluarga. Artinya adalah bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin puas rumah tangga tersebut akan kondisi ekonominya.

Gambar 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014

Sumber : SPTK 2014

Secara nasional, terdapat 29,73 persen rumah tangga yang merasa pendapatannya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 6.6). Selain itu, terdapat kecenderungan yang berbeda berdasarkan klasifikasi wilayah, dimana persentase rumah tangga yang merasa kurang ternyata lebih tinggi di perdesaan (34,34%) daripada di perkotaan (25,09%). Kemudian, jika di teliti lebih jauh, penilaian terkait kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dipengaruhi oleh besaran pendapatan rumah tangga. Semakin rendah kelompok pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pula persentase rumah tangga yang merasa pendapatan rumah tangganya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 6.7).

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

10,02 6,51 8,26

64,89 59,15 62,01

25,09 34,34

29,73

Lebih dari cukup Cukup Kurang

87Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 87

Gambar 6.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Kelompok Pendapatan, 2014

Sumber : SPTK 2014

Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih tinggi daripada mereka yang merasa tidak cukup. Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga tertinggi dan Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Gambar 6.8). Selain itu, masih terdapat 11 provinsi yang memiliki persentase rumah tangga di bawah angka nasional untuk rumah tangga yang merasa pendapatannya cukup atau lebih dari cukup, yakni Aceh, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku.

45,12

27,58

13,27

4,53

1,10

50,63

68,00

76,20

73,18

49,74

4,24

4,42

10,54

22,30

49,16

> Rp. 7.200.000

Rp 4.800.000 - Rp 7.200.000

Rp 3.000.001 - Rp 4.800.000

Rp 1.800.001 - Rp 3.000.000

≤ Rp 1.800.000

Lebih dari cukup Cukup Kurang

86 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

6.2.2 Kecukupan Pendapatan Keluarga

Berbeda dengan sebelumnya, sub-bab ini membahas mengenai kecukupan pendapatan rumah tangga berdasarkan persepsi subjektif kepala rumah tangga/pasangan terkait kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini penting mengingat kesejahteraan keluarga sebagai bagian dari ketahanan keluarga tidak hanya dapat diukur secara objektif saja namun juga secara subjektif. Penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih menekankan pada kepuasan rumah tangga atas pendapatan yang telah didapat. Asumsinya akan ada hubungan yang searah antara penilaian subjektif ini dengan kondisi objektif ekonomi keluarga. Artinya adalah bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin puas rumah tangga tersebut akan kondisi ekonominya.

Gambar 6.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014

Sumber : SPTK 2014

Secara nasional, terdapat 29,73 persen rumah tangga yang merasa pendapatannya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 6.6). Selain itu, terdapat kecenderungan yang berbeda berdasarkan klasifikasi wilayah, dimana persentase rumah tangga yang merasa kurang ternyata lebih tinggi di perdesaan (34,34%) daripada di perkotaan (25,09%). Kemudian, jika di teliti lebih jauh, penilaian terkait kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dipengaruhi oleh besaran pendapatan rumah tangga. Semakin rendah kelompok pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pula persentase rumah tangga yang merasa pendapatan rumah tangganya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 6.7).

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

10,02 6,51 8,26

64,89 59,15 62,01

25,09 34,34

29,73

Lebih dari cukup Cukup Kurang

88 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 89

6.3 PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ANAK

Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting saat ini. Status pendidikan dalam rumah tangga dapat menjadi salah satu cara untuk menggambarkan kondisi ketahanan ekonomi rumah tangga tersebut karena dapat dijadikan pendekatan untuk mengetahui kecukupan pendapatan rumah tangga secara objektif. Pendidikan anak sebagai variabel penyusun dimensi ketahanan ekonomi untuk mengukur ketahanan keluarga disusun dari dua indikator, yaitu (1) kemampuan pembiayaan pendidikan anak, dan (2) keberlangsungan pendidikan anak.

6.3.1 Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP sederajat) tanpa memungut biaya (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Namun, kebijakan biaya sekolah gratis hanya berlaku bagi murid yang bersekolah di SD ataupun SMP negeri, itupun belum berlaku secara nasional. Pada sekolah tertentu masih terdapat pungutan biaya yang besarnya bervariasi yang ditentukan oleh komite sekolah. Selain itu, sekolah negeri belum mampu menampung seluruh siswa usia sekolah, sehingga hanya siswa dengan nilai yang bagus yang mampu bersaing untuk diterima di sekolah negeri. Hal ini mengakibatkan sebagian siswa harus melanjutkan di sekolah swasta yang membutuhkan biaya yang lebih besar daripada sekolah negeri.

Gambar 6.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

90,66 86,52 88,54

5,48 7,31 6,42 3,86 6,16 5,04

Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah

88 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Provinsi, 2015

Sumber : SPTK 2014

9,70

12,90

10,38

9,20

5,17

5,64

11,09

11,25

7,79

9,36

14,59

11,47

11,84

8,91

4,94

8,91

11,25

6,31

9,16

7,89

7,75

6,10

8,72

13,31

6,99

5,84

6,93

10,62

9,43

11,65

11,54

7,09

5,62

65,51

65,27

65,37

59,45

61,18

62,26

59,36

60,60

65,41

67,86

70,00

68,96

67,77

65,86

55,07

47,73

63,03

60,08

61,29

64,89

60,92

60,31

68,58

71,48

75,29

63,86

59,04

60,38

71,04

67,25

60,43

65,25

52,51

24,79

21,83

24,25

31,36

33,65

32,11

29,55

28,15

26,81

22,78

15,41

19,57

20,38

25,23

39,99

43,36

25,72

33,61

29,56

27,22

31,32

33,59

22,70

15,21

17,72

30,30

34,03

29,00

19,53

21,10

28,03

27,67

41,87

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Lebih dari Cukup Cukup Kurang

89Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 89

6.3 PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ANAK

Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting saat ini. Status pendidikan dalam rumah tangga dapat menjadi salah satu cara untuk menggambarkan kondisi ketahanan ekonomi rumah tangga tersebut karena dapat dijadikan pendekatan untuk mengetahui kecukupan pendapatan rumah tangga secara objektif. Pendidikan anak sebagai variabel penyusun dimensi ketahanan ekonomi untuk mengukur ketahanan keluarga disusun dari dua indikator, yaitu (1) kemampuan pembiayaan pendidikan anak, dan (2) keberlangsungan pendidikan anak.

6.3.1 Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP sederajat) tanpa memungut biaya (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Namun, kebijakan biaya sekolah gratis hanya berlaku bagi murid yang bersekolah di SD ataupun SMP negeri, itupun belum berlaku secara nasional. Pada sekolah tertentu masih terdapat pungutan biaya yang besarnya bervariasi yang ditentukan oleh komite sekolah. Selain itu, sekolah negeri belum mampu menampung seluruh siswa usia sekolah, sehingga hanya siswa dengan nilai yang bagus yang mampu bersaing untuk diterima di sekolah negeri. Hal ini mengakibatkan sebagian siswa harus melanjutkan di sekolah swasta yang membutuhkan biaya yang lebih besar daripada sekolah negeri.

Gambar 6.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

90,66 86,52 88,54

5,48 7,31 6,42 3,86 6,16 5,04

Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah

88 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Provinsi, 2015

Sumber : SPTK 2014

9,70

12,90

10,38

9,20

5,17

5,64

11,09

11,25

7,79

9,36

14,59

11,47

11,84

8,91

4,94

8,91

11,25

6,31

9,16

7,89

7,75

6,10

8,72

13,31

6,99

5,84

6,93

10,62

9,43

11,65

11,54

7,09

5,62

65,51

65,27

65,37

59,45

61,18

62,26

59,36

60,60

65,41

67,86

70,00

68,96

67,77

65,86

55,07

47,73

63,03

60,08

61,29

64,89

60,92

60,31

68,58

71,48

75,29

63,86

59,04

60,38

71,04

67,25

60,43

65,25

52,51

24,79

21,83

24,25

31,36

33,65

32,11

29,55

28,15

26,81

22,78

15,41

19,57

20,38

25,23

39,99

43,36

25,72

33,61

29,56

27,22

31,32

33,59

22,70

15,21

17,72

30,30

34,03

29,00

19,53

21,10

28,03

27,67

41,87

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Lebih dari Cukup Cukup Kurang

90 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 91

Gambar 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah dan Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

69,64 89,04 90,02 89,92 83,50 86,68 88,12 86,55 87,88 89,76 87,89 93,26 87,97 87,38 85,92 87,36 91,56 93,03 87,66 89,76 95,46 88,48 87,21 89,71 94,34 87,12 88,65 91,72 87,31 89,34 89,60 91,61 89,15 92,06

PapuaPapua Barat

Maluku UtaraMaluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur

Kalimantan SelatanKalimantan Tengah

Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

BaliBanten

Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah

Jawa BaratDKI Jakarta

Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Sumatera SelatanJambi

RiauSumatera BaratSumatera Utara

Aceh

Seluruh ART Bersekolah Sebagian ART Bersekolah Semua ART Tidak Bersekolah

90 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Biaya sekolah yang mahal memang masih menjadi dilema bagi dunia pendidikan di Indonesia. Tidak heran rata-rata lama sekolah untuk penduduk berusia 25 tahun ke atas di Indonesia hanya sekitar 7,73 tahun atau kurang lebih setara dengan kelas VII SMP. Variasi rata-rata lama sekolah sangat tinggi antar provinsi, salah satunya mungkin disebabkan karena pada daerah-daerah tertentu, akses ke sekolah sangat jauh sehingga menambah pengeluaran transportasi untuk sekolah. Contohnya provinsi Papua yang memiliki rata-rata lama sekolah paling kecil yakni 5,76 tahun, sementara provinsi DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah paling tinggi yakni 10,54 tahun. Oleh karena itu, rumah tangga yang mampu membiayai seluruh anggota rumah tangga usia 7 sampai 18 tahun hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih baik.

Data menunjukkan ART usia 7-18 tahun (usia sekolah) di Indonesia tersebar pada 54,52 persen rumah tangga (Lampiran 6.8). Selanjutnya, pada rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun tersebut terdapat 88,54 persen rumah tangga yang seluruh ART usia 7-18 tahun masih bersekolah. Sisanya 6,42 persen rumah tangga hanya sebagian ART usia 7-18 tahun yang bersekolah dan 5,04 persen rumah tangga seluruh ART usia 7-18 tahun ternyata tidak/belum pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi (Gambar 6.9). Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka rumah tangga di perkotaan cenderung memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya bersekolah (90,66%) lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (86,52%). Lebih jauh, jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan KRT maka semakin tinggi pendidikan KRT semakin cenderung pula untuk memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya masih bersekolah (Gambar 6.10).

Gambar 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Pendidikan Tertinggi KRT dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia Sekolah (7-18 Tahun) yang Bersekolah, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

80,71 86,19 91,50 94,55 96,44

10,20 8,08 5,24 3,28 2,00 9,10 5,73 3,26 2,17 1,57

Tidak punyaijazah SD

SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi

Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah

91Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 91

Gambar 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah dan Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

69,64 89,04 90,02 89,92 83,50 86,68 88,12 86,55 87,88 89,76 87,89 93,26 87,97 87,38 85,92 87,36 91,56 93,03 87,66 89,76 95,46 88,48 87,21 89,71 94,34 87,12 88,65 91,72 87,31 89,34 89,60 91,61 89,15 92,06

PapuaPapua Barat

Maluku UtaraMaluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan UtaraKalimantan Timur

Kalimantan SelatanKalimantan Tengah

Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

BaliBanten

Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah

Jawa BaratDKI Jakarta

Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Sumatera SelatanJambi

RiauSumatera BaratSumatera Utara

Aceh

Seluruh ART Bersekolah Sebagian ART Bersekolah Semua ART Tidak Bersekolah

90 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Biaya sekolah yang mahal memang masih menjadi dilema bagi dunia pendidikan di Indonesia. Tidak heran rata-rata lama sekolah untuk penduduk berusia 25 tahun ke atas di Indonesia hanya sekitar 7,73 tahun atau kurang lebih setara dengan kelas VII SMP. Variasi rata-rata lama sekolah sangat tinggi antar provinsi, salah satunya mungkin disebabkan karena pada daerah-daerah tertentu, akses ke sekolah sangat jauh sehingga menambah pengeluaran transportasi untuk sekolah. Contohnya provinsi Papua yang memiliki rata-rata lama sekolah paling kecil yakni 5,76 tahun, sementara provinsi DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah paling tinggi yakni 10,54 tahun. Oleh karena itu, rumah tangga yang mampu membiayai seluruh anggota rumah tangga usia 7 sampai 18 tahun hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih baik.

Data menunjukkan ART usia 7-18 tahun (usia sekolah) di Indonesia tersebar pada 54,52 persen rumah tangga (Lampiran 6.8). Selanjutnya, pada rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun tersebut terdapat 88,54 persen rumah tangga yang seluruh ART usia 7-18 tahun masih bersekolah. Sisanya 6,42 persen rumah tangga hanya sebagian ART usia 7-18 tahun yang bersekolah dan 5,04 persen rumah tangga seluruh ART usia 7-18 tahun ternyata tidak/belum pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi (Gambar 6.9). Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka rumah tangga di perkotaan cenderung memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya bersekolah (90,66%) lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (86,52%). Lebih jauh, jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan KRT maka semakin tinggi pendidikan KRT semakin cenderung pula untuk memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya masih bersekolah (Gambar 6.10).

Gambar 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Pendidikan Tertinggi KRT dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia Sekolah (7-18 Tahun) yang Bersekolah, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

80,71 86,19 91,50 94,55 96,44

10,20 8,08 5,24 3,28 2,00 9,10 5,73 3,26 2,17 1,57

Tidak punyaijazah SD

SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi

Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah

92 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 93

Penduduk yang putus sekolah dan tidak pernah sekolah mempunyai kecenderungan yang berbeda menurut umur dan jenis kelamin. Jika dilihat menurut kelompok umur, semakin tua usia penduduk maka semakin tinggi persentase mereka yang putus sekolah atau tidak pernah sekolah (Gambar 6.13). Lebih jauh, pada kelompok umur 7-12 tahun, perbedaan persentase antara anak laki-laki dan perempuan yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah masih dapat dikatakan seimbang. Namun pada kelompok umur selanjutnya, perbedaan persentase tersebut semakin nyata.

Gambar 6.13 Persentase Penduduk Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

6.4 JAMINAN KEUANGAN KELUARGA

Selain kecukupan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, ketahanan ekonomi keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga tersebut dalam menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga kepemilikan jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di masa depan menjadi salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi keluarga. Jaminan terhadap resiko tersebut diukur dengan variabel jaminan keuangan yang terdiri dari dua indikator, yaitu tabungan keluarga, dan asuransi keluarga.

0,97

4,37

10,96

0,84

3,23

7,54

0,91

3,81

9,32

7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun

Laki-laki Perempuan Total

92 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

6.3.2 Keberlangsungan Pendidikan Anak

Keberlangsungan pendidikan anak akan digambarkan melalui besarnya persentase rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga yang putus sekolah. Putus sekolah adalah suatu kondisi dimana seseorang yang berusia sekolah (7-18 tahun) tidak dapat menamatkan jenjang pendidikan yang sedang dijalaninya. Dalam hal ini, mereka yang telah menamatkan sekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu tetapi tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tidak termasuk sebagai putus sekolah. Selain tidak ada anak yang putus sekolah, rumah tangga yang mempunyai ketahanan ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota rumah tangganya untuk memperoleh pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah sekolah.

Keberadaan anak usia 7-18 tahun yang putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah ekonomi dalam rumah tangga tersebut. Dari 54,52 persen rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun, sekitar 2,67 persen rumah tangga di antaranya terdapat ART yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase rumah tangga yang terdapat ART putus sekolah atau tidak pernah bersekolah di perdesaan (3,41%) lebih tinggi daripada di perkotaan (1,92%). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan cenderung mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih rendah sehingga berpotensi untuk mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah pula (Gambar 6.12).

Gambar 6.12 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

3,63 6,10 2,67

96,37 93,90 97,33

Ada ART Putus Sekolah Tidak Ada ART Putus Sekolah

93Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 93

Penduduk yang putus sekolah dan tidak pernah sekolah mempunyai kecenderungan yang berbeda menurut umur dan jenis kelamin. Jika dilihat menurut kelompok umur, semakin tua usia penduduk maka semakin tinggi persentase mereka yang putus sekolah atau tidak pernah sekolah (Gambar 6.13). Lebih jauh, pada kelompok umur 7-12 tahun, perbedaan persentase antara anak laki-laki dan perempuan yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah masih dapat dikatakan seimbang. Namun pada kelompok umur selanjutnya, perbedaan persentase tersebut semakin nyata.

Gambar 6.13 Persentase Penduduk Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

6.4 JAMINAN KEUANGAN KELUARGA

Selain kecukupan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, ketahanan ekonomi keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga tersebut dalam menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga kepemilikan jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di masa depan menjadi salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi keluarga. Jaminan terhadap resiko tersebut diukur dengan variabel jaminan keuangan yang terdiri dari dua indikator, yaitu tabungan keluarga, dan asuransi keluarga.

0,97

4,37

10,96

0,84

3,23

7,54

0,91

3,81

9,32

7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun

Laki-laki Perempuan Total

92 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

6.3.2 Keberlangsungan Pendidikan Anak

Keberlangsungan pendidikan anak akan digambarkan melalui besarnya persentase rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga yang putus sekolah. Putus sekolah adalah suatu kondisi dimana seseorang yang berusia sekolah (7-18 tahun) tidak dapat menamatkan jenjang pendidikan yang sedang dijalaninya. Dalam hal ini, mereka yang telah menamatkan sekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu tetapi tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tidak termasuk sebagai putus sekolah. Selain tidak ada anak yang putus sekolah, rumah tangga yang mempunyai ketahanan ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota rumah tangganya untuk memperoleh pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah sekolah.

Keberadaan anak usia 7-18 tahun yang putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah ekonomi dalam rumah tangga tersebut. Dari 54,52 persen rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun, sekitar 2,67 persen rumah tangga di antaranya terdapat ART yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase rumah tangga yang terdapat ART putus sekolah atau tidak pernah bersekolah di perdesaan (3,41%) lebih tinggi daripada di perkotaan (1,92%). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan cenderung mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih rendah sehingga berpotensi untuk mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah pula (Gambar 6.12).

Gambar 6.12 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

3,63 6,10 2,67

96,37 93,90 97,33

Ada ART Putus Sekolah Tidak Ada ART Putus Sekolah

94 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 95

perkotaan lebih cenderung untuk menyimpan tabungannya dalam bentuk produk bank dan non bank.

Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga berdasarkan kepemilikan tabungan dapat dilihat pada Gambar 6.15. Bali menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan tertinggi yakni 87,82 persen. Sebaliknya, Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Papua merupakan provinsi-provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan lebih kecil dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memiliki tabungan dengan masing-masing persentase rumah tangga yang memiliki tabungan sebesar 47,32 persen, 42,84 persen, 49,83 persen, dan 42,91 persen. Sedangkan jika dilihat dari jenis tabungan yang dimiliki, seluruh provinsi di Indonesia memiliki pola yang sama dengan pola nasional yakni persentase terbesarnya ada di jenis tabungan lainnya.

94 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

6.4.1 Tabungan Keluarga

Rumah tangga yang memiliki tabungan berpotensi memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Informasi terkait tabungan yang dimiliki oleh rumah tangga terdapat dalam data Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan 2015. Informasi yang dikumpulkan mencakup akses finansial rumah tangga antara lain, kepemilikan tabungan dan jenis tabungan. Namun dalam pembahasan ini, tabungan yang dimiliki rumah tangga dikelompok dalam 3 jenis, yaitu produk bank (tabungan/asuransi/deposito/giro), produk non-bank (koperasi/kantor pos/sekolah), dan lainnya (tabungan di lemari/dompet/celengan/dan sebagainya).

Gambar 6.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Jenis

Tabungan yang Dimiliki, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

Secara nasional, 62,97 persen rumah tangga di Indonesia telah memiliki tabungan, dimana setiap rumah tangga bisa memiliki lebih dari satu jenis tabungan (Gambar 6.15). Kemudian, jika dilihat dari jenis tabungan yang dimiliki maka rumah tangga yang mempunyai tabungan, lebih senang menyimpan tabungannya di rumah, seperti di lemari, dompet, celengan dan sebagainya (89,58%). Sedangkan rumah tangga yang memiliki tabungan dalam bentuk produk non-bank hanya sekitar 11,75 persen dan rumah tangga memiliki tabungan dalam bentuk produk bank sekitar 56,74 persen. Gambar 6.14 juga menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan lebih cenderung untuk menyimpan tabungannya di rumah, sementara rumah tangga di

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perkotaan

69,08

40,95

56,74

13,10 10,01 11,75

88,28 91,24 89,58

Produk Bank Produk NonBank Lainnya

95Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 95

perkotaan lebih cenderung untuk menyimpan tabungannya dalam bentuk produk bank dan non bank.

Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga berdasarkan kepemilikan tabungan dapat dilihat pada Gambar 6.15. Bali menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan tertinggi yakni 87,82 persen. Sebaliknya, Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Papua merupakan provinsi-provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan lebih kecil dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memiliki tabungan dengan masing-masing persentase rumah tangga yang memiliki tabungan sebesar 47,32 persen, 42,84 persen, 49,83 persen, dan 42,91 persen. Sedangkan jika dilihat dari jenis tabungan yang dimiliki, seluruh provinsi di Indonesia memiliki pola yang sama dengan pola nasional yakni persentase terbesarnya ada di jenis tabungan lainnya.

94 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

6.4.1 Tabungan Keluarga

Rumah tangga yang memiliki tabungan berpotensi memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik. Informasi terkait tabungan yang dimiliki oleh rumah tangga terdapat dalam data Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan 2015. Informasi yang dikumpulkan mencakup akses finansial rumah tangga antara lain, kepemilikan tabungan dan jenis tabungan. Namun dalam pembahasan ini, tabungan yang dimiliki rumah tangga dikelompok dalam 3 jenis, yaitu produk bank (tabungan/asuransi/deposito/giro), produk non-bank (koperasi/kantor pos/sekolah), dan lainnya (tabungan di lemari/dompet/celengan/dan sebagainya).

Gambar 6.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Jenis

Tabungan yang Dimiliki, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

Secara nasional, 62,97 persen rumah tangga di Indonesia telah memiliki tabungan, dimana setiap rumah tangga bisa memiliki lebih dari satu jenis tabungan (Gambar 6.15). Kemudian, jika dilihat dari jenis tabungan yang dimiliki maka rumah tangga yang mempunyai tabungan, lebih senang menyimpan tabungannya di rumah, seperti di lemari, dompet, celengan dan sebagainya (89,58%). Sedangkan rumah tangga yang memiliki tabungan dalam bentuk produk non-bank hanya sekitar 11,75 persen dan rumah tangga memiliki tabungan dalam bentuk produk bank sekitar 56,74 persen. Gambar 6.14 juga menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan lebih cenderung untuk menyimpan tabungannya di rumah, sementara rumah tangga di

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perkotaan

69,08

40,95

56,74

13,10 10,01 11,75

88,28 91,24 89,58

Produk Bank Produk NonBank Lainnya

96 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

96 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

42,91

71,21

64,92

57,96

60,06

55,45

73,01

76,25

64,38

58,61

75,87

84,52

66,45

76,15

66,88

61,30

49,83

87,82

56,63

64,41

80,72

67,58

56,89

81,84

80,89

76,98

42,84

57,47

57,19

56,52

60,14

60,40

58,77

47,32

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 62,97

96 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

42,91

71,21

64,92

57,96

60,06

55,45

73,01

76,25

64,38

58,61

75,87

84,52

66,45

76,15

66,88

61,30

49,83

87,82

56,63

64,41

80,72

67,58

56,89

81,84

80,89

76,98

42,84

57,47

57,19

56,52

60,14

60,40

58,77

47,32

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 62,97

97Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

96 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

42,91

71,21

64,92

57,96

60,06

55,45

73,01

76,25

64,38

58,61

75,87

84,52

66,45

76,15

66,88

61,30

49,83

87,82

56,63

64,41

80,72

67,58

56,89

81,84

80,89

76,98

42,84

57,47

57,19

56,52

60,14

60,40

58,77

47,32

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 62,97

96 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Mempunyai Tabungan/Simpanan dan Provinsi, 2015

Sumber : Susenas MSBP 2015

42,91

71,21

64,92

57,96

60,06

55,45

73,01

76,25

64,38

58,61

75,87

84,52

66,45

76,15

66,88

61,30

49,83

87,82

56,63

64,41

80,72

67,58

56,89

81,84

80,89

76,98

42,84

57,47

57,19

56,52

60,14

60,40

58,77

47,32

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 62,97

98 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

98 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Status dalam Pekerjaan dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Jika dilihat menurut karakteristik kepala rumah tangga maka rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan cenderung adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga berstatus buruh/karyawan/pegawai. Sedangkan rumah tangga yang seluruh ART tidak mempunyai jaminan kesehatan cenderung adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tetap/dibayar (Gambar 6.17). Jika dilihat menurut provinsi diketahui bahwa Bali merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya memiliki jaminan kesehatan paling tinggi yakni sebesar 80,68 persen. Sebaliknya, Jambi menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya memiliki jaminan kesehatan paling rendah yakni sebesar 27,70 persen. Selain itu, terdapat tiga provinsi yang mempunyai persentase rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan di atas 70 persen, yaitu Aceh (75,29%), Sumatera Selatan (76,27%), dan Bali (80,68%).

49,53 49,26 54,58 34,65 45,49 46,73

13,81 13,51 15,08

16,59 15,30 14,40

36,66 37,23 30,33

48,76 39,21 38,86

Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruhtidak tetap/tidak dibayar

Berusaha dibantu buruhtetap/dibayar

Buruh/karyawan/pegawai Pekerja bebas Pekerja keluarga/tidakdibayar

Tidak Ada Sebagian Semua

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 97

6.4.2 Jaminan Kesehatan Keluarga Indikator lainnya yang dapat menggambarkan ketahanan ekonomi adalah

kepemilikan berbagai asuransi, seperti asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan dan sebagainya. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebenarnya telah mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Usaha untuk menyediakan sistem jaminan sosial tersebut telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Sedangkan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah telah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, masih terdapatnya beberapa masalah seperti terfragmentasinya mutu pelayanan yang diberikan berdasarkan jenis jaminan kesehatan yang dimiliki membuat sebagian keluarga di Indonesia belum berkeinginan secara mandiri mendaftarkan diri sebagai anggota BPJS.

Gambar 6.16 menunjukkan masih terdapat 42,88 persen rumah tangga di Indonesia yang seluruh ART-nya tidak memiliki jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan yang dimaksud mencakup berbagai asuransi kesehatan seperti BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek, jamkesmas/PBI, jamkesda, asuransi swasta, serta jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan cenderung lebih tinggi di perkotaan daripada perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran rumah tangga untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam rumah tangga lebih baik di perkotaan daripada di perdesaan.

Gambar 6.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

39,38 46,39 42,88

16,72 14,35 15,54

43,89 39,26 41,58

Tidak Ada Sebagian Semua

99Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

98 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Status dalam Pekerjaan dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Jika dilihat menurut karakteristik kepala rumah tangga maka rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan cenderung adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga berstatus buruh/karyawan/pegawai. Sedangkan rumah tangga yang seluruh ART tidak mempunyai jaminan kesehatan cenderung adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tetap/dibayar (Gambar 6.17). Jika dilihat menurut provinsi diketahui bahwa Bali merupakan provinsi dengan persentase rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya memiliki jaminan kesehatan paling tinggi yakni sebesar 80,68 persen. Sebaliknya, Jambi menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang seluruh anggota rumah tangganya memiliki jaminan kesehatan paling rendah yakni sebesar 27,70 persen. Selain itu, terdapat tiga provinsi yang mempunyai persentase rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan di atas 70 persen, yaitu Aceh (75,29%), Sumatera Selatan (76,27%), dan Bali (80,68%).

49,53 49,26 54,58 34,65 45,49 46,73

13,81 13,51 15,08

16,59 15,30 14,40

36,66 37,23 30,33

48,76 39,21 38,86

Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruhtidak tetap/tidak dibayar

Berusaha dibantu buruhtetap/dibayar

Buruh/karyawan/pegawai Pekerja bebas Pekerja keluarga/tidakdibayar

Tidak Ada Sebagian Semua

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 97

6.4.2 Jaminan Kesehatan Keluarga Indikator lainnya yang dapat menggambarkan ketahanan ekonomi adalah

kepemilikan berbagai asuransi, seperti asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan dan sebagainya. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebenarnya telah mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Usaha untuk menyediakan sistem jaminan sosial tersebut telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Sedangkan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah telah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, masih terdapatnya beberapa masalah seperti terfragmentasinya mutu pelayanan yang diberikan berdasarkan jenis jaminan kesehatan yang dimiliki membuat sebagian keluarga di Indonesia belum berkeinginan secara mandiri mendaftarkan diri sebagai anggota BPJS.

Gambar 6.16 menunjukkan masih terdapat 42,88 persen rumah tangga di Indonesia yang seluruh ART-nya tidak memiliki jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan yang dimaksud mencakup berbagai asuransi kesehatan seperti BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek, jamkesmas/PBI, jamkesda, asuransi swasta, serta jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang seluruh ART-nya memiliki jaminan kesehatan cenderung lebih tinggi di perkotaan daripada perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran rumah tangga untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam rumah tangga lebih baik di perkotaan daripada di perdesaan.

Gambar 6.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

39,38 46,39 42,88

16,72 14,35 15,54

43,89 39,26 41,58

Tidak Ada Sebagian Semua

100 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 101

KETAHANAN SOSIAL PSIKOLOGIS

Dimensi keempat yang membentuk ketahanan keluarga adalah dimensi ketahanan sosial psikologis. Berbeda dengan dimensi pembentuk ketahanan keluarga lainnya, dimensi ketahanan sosial psikologis tidak dapat dilihat secara fisik. Dimensi ini terdiri atas dua variabel yaitu (1) variabel keharmonisan keluarga (mencakup sikap anti kekerasan rumah tangga terhadap perempuan dan perilaku anti kekerasan terhadap anak) dan (2) variabel kepatuhan terhadap hukum (dilihat dari pengalaman rumah tangga menjadi korban tindak pidana). Kedua variabel tersebut telah sesuai dengan konsep yang menyebutkan bahwa keharmonisan keluarga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan hidup manusia, karena keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem sosial di masyarakat yang memiliki peranan penting sebagai tempat anak bersosialisasi dan membangun relasi dengan lingkungannya seusia dini. Sedangkan variabel kepatuhan terhadap hukum dimaksudkan untuk melihat kepatuhan keluarga terhadap hukum dengan tidak pernah melakukan tindakan kriminalitas atau pelanggaran hukum.

7.1 KEHARMONISAN KELUARGA

Keharmonisan keluarga menjadi salah satu variabel penting dalam menyusun ketahanan sosial psikologis dalam keluarga. Keharmonisan keluarga ini berkaitan dengan ketahanan psikologis keluarga, dimana keluarga dikatakan memiliki ketahanan psikologis yang baik apabila keluarga mampu menanggulangi masalah non-fisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan), dan kepedulian suami kepada istri (Sunarti dalam Puspitawati, 2012). Untuk itu, pengukuran keharmonisan dalam keluarga pada studi ini ditekankan pada sikap dari kepala rumah tangga terhadap kepedulian terhadap perempuan dan anak. Indikator yang mendukung pada studi ini adalah bagaimana sikap anti kekerasan terhadap perempuan dan prilaku anti kekerasan terhadap anak di dalam keluarga. Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya.

7

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 99

Gambar 6.18 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART-nya Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

56,70

50,52

48,44

33,50

43,24

54,15

42,21

65,99

39,54

39,52

47,78

65,81

48,33

34,28

23,91

40,78

33,55

80,68

35,06

31,56

63,51

40,93

36,89

51,13

57,60

43,64

31,90

36,11

76,27

27,70

39,53

37,78

32,29

75,29

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 41,58

101Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 101

KETAHANAN SOSIAL PSIKOLOGIS

Dimensi keempat yang membentuk ketahanan keluarga adalah dimensi ketahanan sosial psikologis. Berbeda dengan dimensi pembentuk ketahanan keluarga lainnya, dimensi ketahanan sosial psikologis tidak dapat dilihat secara fisik. Dimensi ini terdiri atas dua variabel yaitu (1) variabel keharmonisan keluarga (mencakup sikap anti kekerasan rumah tangga terhadap perempuan dan perilaku anti kekerasan terhadap anak) dan (2) variabel kepatuhan terhadap hukum (dilihat dari pengalaman rumah tangga menjadi korban tindak pidana). Kedua variabel tersebut telah sesuai dengan konsep yang menyebutkan bahwa keharmonisan keluarga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan hidup manusia, karena keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem sosial di masyarakat yang memiliki peranan penting sebagai tempat anak bersosialisasi dan membangun relasi dengan lingkungannya seusia dini. Sedangkan variabel kepatuhan terhadap hukum dimaksudkan untuk melihat kepatuhan keluarga terhadap hukum dengan tidak pernah melakukan tindakan kriminalitas atau pelanggaran hukum.

7.1 KEHARMONISAN KELUARGA

Keharmonisan keluarga menjadi salah satu variabel penting dalam menyusun ketahanan sosial psikologis dalam keluarga. Keharmonisan keluarga ini berkaitan dengan ketahanan psikologis keluarga, dimana keluarga dikatakan memiliki ketahanan psikologis yang baik apabila keluarga mampu menanggulangi masalah non-fisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan), dan kepedulian suami kepada istri (Sunarti dalam Puspitawati, 2012). Untuk itu, pengukuran keharmonisan dalam keluarga pada studi ini ditekankan pada sikap dari kepala rumah tangga terhadap kepedulian terhadap perempuan dan anak. Indikator yang mendukung pada studi ini adalah bagaimana sikap anti kekerasan terhadap perempuan dan prilaku anti kekerasan terhadap anak di dalam keluarga. Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya.

7

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 99

Gambar 6.18 Persentase Rumah Tangga yang Semua ART-nya Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

56,70

50,52

48,44

33,50

43,24

54,15

42,21

65,99

39,54

39,52

47,78

65,81

48,33

34,28

23,91

40,78

33,55

80,68

35,06

31,56

63,51

40,93

36,89

51,13

57,60

43,64

31,90

36,11

76,27

27,70

39,53

37,78

32,29

75,29

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 41,58

102 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 103

Keluarga yang memperlakukan perempuan dengan cara-cara kekerasan akan menurunkan tingkat keharmonisan keluarga yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan keluarga yang kurang baik. Oleh karena itu, sikap anti kekerasan terhadap perempuan harus ditanamkan pada setiap individu sejak dini, agar perempuan tidak lagi menjadi korban kekerasan karena praktek kultural di masyarakat. Data menunjukkan, sekitar 74,14 persen rumah tangga tidak membenarkan tindakan suami memukul istri untuk keenam alasan di atas (Gambar 7.1). Selain itu, terdapat kecenderungan yang berbeda terkait sikap anti kekerasan menurut klasifikasi wilayah dan tingkat pendidikan. Rumah tangga yang bertempat tinggal di perkotaan lebih cenderung memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul terhadap istri (78,35%) dibandingkan di daerah perdesaan (69,96%). Kemudian berdasarkan tingkat pendidikan, data menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka lebih cenderung untuk tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (Lampiran 7.3). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan cenderung masih memiliki pemahaman yang salah terkait tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan pendidikan mempunyai peranan penting dalam memberikan pemahaman yang benar bahwa tindakan kekerasan dengan alasan apapun tidak boleh dibiarkan, apalagi dalam kehidupan rumah tangga.

Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

102 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

7.1.1 Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Umumnya, kekerasan terhadap perempuan telah dimulai dalam lingkup kehidupan keluarga yang disebabkan karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender dalam pandangan kehidupan bermasyarakat. Perbedaan peran dan hak antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga, seringkali menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari laki-laki, sehingga perempuan seringkali diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.

Sampai saat ini, belum tersedia data yang dapat menggambarkan angka kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam skala nasional. Beberapa lembaga seperti kepolisian ataupun komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan hanya memiliki data terkait jumlah kasus kekerasan berdasarkan pengaduan korban, sehingga data tersebut tidak dapat digunakan secara umum untuk menggambarkan angka kekerasan terhadap perempuan dalam skala nasional maupun provinsi. Namun, gambaran kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri dapat diproksi dengan sikap terkait tindakan pemukulan istri yang dilakukan oleh suami. Informasi tersebut dikumpulkan dalam Susenas-Modul Ketahanan Sosial 2014. Terdapat enam alasan tindakan pemukulan istri yang diajukan, yaitu 1) istri pergi tanpa pamit, 2) istri tidak mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik, 3) istri membantah suami, 4) istri tidak mengurus anak dengan baik, 5) istri diduga selingkuh, dan 6) istri menolak berhubungan intim. Semua pertanyaan tersebut diajukan kepada semua responden, baik laki-laki maupun perempuan.

Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

103Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 103

Keluarga yang memperlakukan perempuan dengan cara-cara kekerasan akan menurunkan tingkat keharmonisan keluarga yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan keluarga yang kurang baik. Oleh karena itu, sikap anti kekerasan terhadap perempuan harus ditanamkan pada setiap individu sejak dini, agar perempuan tidak lagi menjadi korban kekerasan karena praktek kultural di masyarakat. Data menunjukkan, sekitar 74,14 persen rumah tangga tidak membenarkan tindakan suami memukul istri untuk keenam alasan di atas (Gambar 7.1). Selain itu, terdapat kecenderungan yang berbeda terkait sikap anti kekerasan menurut klasifikasi wilayah dan tingkat pendidikan. Rumah tangga yang bertempat tinggal di perkotaan lebih cenderung memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul terhadap istri (78,35%) dibandingkan di daerah perdesaan (69,96%). Kemudian berdasarkan tingkat pendidikan, data menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka lebih cenderung untuk tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (Lampiran 7.3). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan cenderung masih memiliki pemahaman yang salah terkait tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan pendidikan mempunyai peranan penting dalam memberikan pemahaman yang benar bahwa tindakan kekerasan dengan alasan apapun tidak boleh dibiarkan, apalagi dalam kehidupan rumah tangga.

Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

102 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

7.1.1 Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Umumnya, kekerasan terhadap perempuan telah dimulai dalam lingkup kehidupan keluarga yang disebabkan karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender dalam pandangan kehidupan bermasyarakat. Perbedaan peran dan hak antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga, seringkali menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari laki-laki, sehingga perempuan seringkali diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.

Sampai saat ini, belum tersedia data yang dapat menggambarkan angka kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam skala nasional. Beberapa lembaga seperti kepolisian ataupun komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan hanya memiliki data terkait jumlah kasus kekerasan berdasarkan pengaduan korban, sehingga data tersebut tidak dapat digunakan secara umum untuk menggambarkan angka kekerasan terhadap perempuan dalam skala nasional maupun provinsi. Namun, gambaran kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri dapat diproksi dengan sikap terkait tindakan pemukulan istri yang dilakukan oleh suami. Informasi tersebut dikumpulkan dalam Susenas-Modul Ketahanan Sosial 2014. Terdapat enam alasan tindakan pemukulan istri yang diajukan, yaitu 1) istri pergi tanpa pamit, 2) istri tidak mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik, 3) istri membantah suami, 4) istri tidak mengurus anak dengan baik, 5) istri diduga selingkuh, dan 6) istri menolak berhubungan intim. Semua pertanyaan tersebut diajukan kepada semua responden, baik laki-laki maupun perempuan.

Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

104 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 105

Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga yang Sikap KRT/Pasangannya Tidak Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Apapun Menurut Provinsi, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

104 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Masih ada sekitar seperempat rumah tangga di Indonesia yang mempunyai sikap membenarkan tindakan suami memukul istri sebagai ganjaran/hukuman atas perbuatan istri yang dianggap kurang baik. Sehingga sangat menarik untuk mengetahui alasan tindakan suami memukul istri yang membuat rumah tangga membenarkan tindakan tersebut. Terdapat enam alasan penyebab suami memukul istri yang ditanyakan, yaitu istri pergi tanpa memberitahu suami, istri tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik, istri membantah suami, istri tidak mengurus anak dengan baik, istri diduga/dicurigai selingkuh, dan istri menolak berhubungan seks dengan suami. Alasan sikap pembenaran tindakan suami memukul istri yang mempunyai persentase tertinggi adalah karena istri yang diduga selingkuh (22,68%). Sedangkan sikap pembenaran tindakan suami karena istri tidak dapat melaksanakan pekerjaan rumah tangga dengan baik mempunyai persentase terendah, yaitu sebesar 4,43 persen (Gambar 7.2).

Persentase rumah tangga yang tidak membenarkan tindakan suami memukul istri sangat bervariasi antar provinsi. Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (88,45%). Selain itu, terdapat lima provinsi lain yang mempunyai persentase di atas delapan puluh persen, yaitu Bali (87,69%), DKI Jakarta (84,15%), Sumatera Barat (83,10%), Kalimantan Selatan (80,34%) dan Jawa Tengah (80,16%). Sementara, Papua menjadi provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga yang memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (36,89%). Dan terdapat satu provinsi lagi yang mempunyai persentase di bawah lima puluh persen, yaitu Nusa Tenggara Barat (45,61%). Sugandi (2008) menyebutkan tingginya ketergantungan alkohol dan tradisi mas kawin perempuan menjadi salah satu penyebab timbulnya tindak kekerasan rumah tangga yang dialami oleh perempuan di Papua.

105Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 105

Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga yang Sikap KRT/Pasangannya Tidak Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Apapun Menurut Provinsi, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

104 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Masih ada sekitar seperempat rumah tangga di Indonesia yang mempunyai sikap membenarkan tindakan suami memukul istri sebagai ganjaran/hukuman atas perbuatan istri yang dianggap kurang baik. Sehingga sangat menarik untuk mengetahui alasan tindakan suami memukul istri yang membuat rumah tangga membenarkan tindakan tersebut. Terdapat enam alasan penyebab suami memukul istri yang ditanyakan, yaitu istri pergi tanpa memberitahu suami, istri tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik, istri membantah suami, istri tidak mengurus anak dengan baik, istri diduga/dicurigai selingkuh, dan istri menolak berhubungan seks dengan suami. Alasan sikap pembenaran tindakan suami memukul istri yang mempunyai persentase tertinggi adalah karena istri yang diduga selingkuh (22,68%). Sedangkan sikap pembenaran tindakan suami karena istri tidak dapat melaksanakan pekerjaan rumah tangga dengan baik mempunyai persentase terendah, yaitu sebesar 4,43 persen (Gambar 7.2).

Persentase rumah tangga yang tidak membenarkan tindakan suami memukul istri sangat bervariasi antar provinsi. Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (88,45%). Selain itu, terdapat lima provinsi lain yang mempunyai persentase di atas delapan puluh persen, yaitu Bali (87,69%), DKI Jakarta (84,15%), Sumatera Barat (83,10%), Kalimantan Selatan (80,34%) dan Jawa Tengah (80,16%). Sementara, Papua menjadi provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga yang memiliki sikap tidak membenarkan tindakan suami memukul istri (36,89%). Dan terdapat satu provinsi lagi yang mempunyai persentase di bawah lima puluh persen, yaitu Nusa Tenggara Barat (45,61%). Sugandi (2008) menyebutkan tingginya ketergantungan alkohol dan tradisi mas kawin perempuan menjadi salah satu penyebab timbulnya tindak kekerasan rumah tangga yang dialami oleh perempuan di Papua.

106 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 107

Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun oleh KRT/Pasangan, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

Orangtua yang mendidik anaknya dengan cara-cara kekerasan akan menurunkan keharmonisan hubungan orangtua dan anak dalam keluarga yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan psikologis dan ketahanan keluarga yang kurang baik. Oleh karena itu, lingkungan rumah anak yang terbangun dari sikap anti kekerasan dalam mendidik anak harus diterapkan mulai dari lingkungan keluarga. Data menunjukkan, kurang dari lima puluh persen rumah tangga di Indonesia menyatakan tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak (Gambar 7.4). Kecenderungan yang sama juga ditunjukkan di perkotaan maupun di perdesaan, walaupun dengan persentase rumah tangga yang sedikit lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan.

Gambar 7.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Perilaku Kekerasan yang Digunakan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

106 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

7.1.2 Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak

Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak tidak terlepas dari lingkungan yang merawat dan membesarkannya. Pola asuh dalam keluarga, sebagai lingkungan pertama yang dikenalnya, akan sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini orangtua sangat berperan sebagai panutan anak-anaknya dan setiap orangtua tentu memiliki caranya sendiri dalam mendidik dan mengasuh anak.

Secara garis besar, Menurut Fahrizal Effendi (2013) terdapat tiga pola asuh orangtua yang berlaku di masyarakat yaitu 1) Pola asuh permisif, yaitu pola asuh yang menerapkan kebebasan. Dalam pola asuh ini anak berhak menentukan apa yang akan ia lakukan dan orang tua memberikan fasilitas sesuai kemauan anak. 2) Pola asuh demokratis, yaitu pola asuh yang menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam keluarga. Anak dihargai haknya oleh orang tua, dan orang tua menerapkan peraturan-peraturan yang dipatuhi anak selama tidak memberatkan anak. Sedangkan 3) pola asuh otoriter, yaitu pola asuh yang menegaskan akan kekuasaan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua menerapkan peraturan tegas dengan sanksi-sanksi, dan anak wajib patuh. Dalam pola asuh ini anak sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk memperoleh haknya.

Masing-masing pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Semua tergantung dari kultur, tradisi, dan lingkungan masyarakat yang ada. Namun, seringkali dalam mendidik anak, orangtua menerapkan sangsi atau hukuman yang mengakibatkan anak menderita secara fisik ataupun psikis. Padahal hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi secara tegas telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Informasi terkait adanya tindakan kekerasan yang dilakukan orangtua dalam mendidik anak dikumpulkan dalam Susenas Modul Ketahanan Sosial pada tahun 2014. Adapun jenis perilaku kekerasan yang dikumpulkan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu 1) kekerasan psikologis dan 2) kekerasan fisik. Kekerasan psikologis yang dikumpulkan adalah perilaku orangtua yang sering memanggil anak dengan sebutan bodoh, pemalas, tidak sayang lagi, tidak berguna dan perkataan kasar/negatif lainnya, membentak serta menakuti anak. Sedangkan kekerasan fisik mencakup mengurung atau meninggalkan anak sendirian dalam kamar, mendorong/mengguncang badan, mencubit, menjewer, bahkan sampai menampar, memukul, menjambak dan menendang anak. Dalam hal ini, responden dalam pengumpulan data Susenas Modul Hansos 2014 adalah kepala rumah tangga atau pasangannya.

107Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 107

Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun oleh KRT/Pasangan, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

Orangtua yang mendidik anaknya dengan cara-cara kekerasan akan menurunkan keharmonisan hubungan orangtua dan anak dalam keluarga yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan psikologis dan ketahanan keluarga yang kurang baik. Oleh karena itu, lingkungan rumah anak yang terbangun dari sikap anti kekerasan dalam mendidik anak harus diterapkan mulai dari lingkungan keluarga. Data menunjukkan, kurang dari lima puluh persen rumah tangga di Indonesia menyatakan tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak (Gambar 7.4). Kecenderungan yang sama juga ditunjukkan di perkotaan maupun di perdesaan, walaupun dengan persentase rumah tangga yang sedikit lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan.

Gambar 7.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Perilaku Kekerasan yang Digunakan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

106 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

7.1.2 Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak

Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak tidak terlepas dari lingkungan yang merawat dan membesarkannya. Pola asuh dalam keluarga, sebagai lingkungan pertama yang dikenalnya, akan sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini orangtua sangat berperan sebagai panutan anak-anaknya dan setiap orangtua tentu memiliki caranya sendiri dalam mendidik dan mengasuh anak.

Secara garis besar, Menurut Fahrizal Effendi (2013) terdapat tiga pola asuh orangtua yang berlaku di masyarakat yaitu 1) Pola asuh permisif, yaitu pola asuh yang menerapkan kebebasan. Dalam pola asuh ini anak berhak menentukan apa yang akan ia lakukan dan orang tua memberikan fasilitas sesuai kemauan anak. 2) Pola asuh demokratis, yaitu pola asuh yang menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam keluarga. Anak dihargai haknya oleh orang tua, dan orang tua menerapkan peraturan-peraturan yang dipatuhi anak selama tidak memberatkan anak. Sedangkan 3) pola asuh otoriter, yaitu pola asuh yang menegaskan akan kekuasaan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua menerapkan peraturan tegas dengan sanksi-sanksi, dan anak wajib patuh. Dalam pola asuh ini anak sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk memperoleh haknya.

Masing-masing pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Semua tergantung dari kultur, tradisi, dan lingkungan masyarakat yang ada. Namun, seringkali dalam mendidik anak, orangtua menerapkan sangsi atau hukuman yang mengakibatkan anak menderita secara fisik ataupun psikis. Padahal hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi secara tegas telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Informasi terkait adanya tindakan kekerasan yang dilakukan orangtua dalam mendidik anak dikumpulkan dalam Susenas Modul Ketahanan Sosial pada tahun 2014. Adapun jenis perilaku kekerasan yang dikumpulkan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu 1) kekerasan psikologis dan 2) kekerasan fisik. Kekerasan psikologis yang dikumpulkan adalah perilaku orangtua yang sering memanggil anak dengan sebutan bodoh, pemalas, tidak sayang lagi, tidak berguna dan perkataan kasar/negatif lainnya, membentak serta menakuti anak. Sedangkan kekerasan fisik mencakup mengurung atau meninggalkan anak sendirian dalam kamar, mendorong/mengguncang badan, mencubit, menjewer, bahkan sampai menampar, memukul, menjambak dan menendang anak. Dalam hal ini, responden dalam pengumpulan data Susenas Modul Hansos 2014 adalah kepala rumah tangga atau pasangannya.

108 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 109

Gambar 7.7 menunjukkan persentase rumah tangga yang KRT/pasangannya tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 Tahun menurut provinsi. Seperti halnya dengan sikap anti kekerasan terhadap perempuan, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki perilaku tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 tahun (59.07%). Selain itu, terdapat enam provinsi lain yang juga memiliki persentase di atas lima puluh persen, yaitu Jambi (58,09%), Kepulauan Riau (55,20%), Kalimantan Tengah (53,06%), DKI Jakarta (52,65%), Kalimantan Selatan (52,41%), dan Lampung (51,69%). Sedangkan lima provinsi lain yang memiliki persentase di bawah tiga puluh persen adalah provinsi Nusa Tenggara Timur (24,02%), Papua Barat (24,45%), Maluku (25,53%), Sulawesi Utara (29,86%), dan Papua (29,87%).

108 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Mayoritas orangtua di Indonesia masih menggunakan cara-cara kekerasan, baik kekerasan psikologis maupun fisik dalam mendidik anaknya (54,80%). Berdasarkan jenis kekerasan yang digunakan, 23,17 persen rumah tangga menggunakan cara-cara kekerasan psikologis dan fisik untuk mendidik anak, sedangkan persentase rumah tangga yang hanya menggunakan kekerasan psikologis sebesar 21,48 persen dan hanya menggunakan kekerasan fisik sebesar 10,16 persen. Cara-cara yang mengandung kekerasan psikologis yang paling sering digunakan untuk mendidik anak adalah dengan membentak atau menakutinya, yaitu sebesar 41,86 persen, sedangkan cara kekerasan fisik yang paling sering dilakukan kepala rumah tangga/pasangannya adalah dengan mencubit atau menjewer anak sebesar 30,97%. (Lampiran 7.5 ).

Lebih jauh, cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh orangtua dalam mendidik anak ternyata berhubungan positif dengan tingkat pendidikan orangtua. Gambar 7.6 menunjukkan lebih dari 50 persen rumah tangga dengan kepala rumah tangga/pasangan yang mempunyai pendidikan tinggi tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak mereka. Terlihat pula semakin tinggi tingkat pendidikan maka persentase rumah tangga yang tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 tahun semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orangtua mempunyai korelasi positif terhadap pencegahan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak.

Gambar 7.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Tingkat Pendidikan KRT/Pasangan dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

109Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 109

Gambar 7.7 menunjukkan persentase rumah tangga yang KRT/pasangannya tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 Tahun menurut provinsi. Seperti halnya dengan sikap anti kekerasan terhadap perempuan, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki perilaku tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 tahun (59.07%). Selain itu, terdapat enam provinsi lain yang juga memiliki persentase di atas lima puluh persen, yaitu Jambi (58,09%), Kepulauan Riau (55,20%), Kalimantan Tengah (53,06%), DKI Jakarta (52,65%), Kalimantan Selatan (52,41%), dan Lampung (51,69%). Sedangkan lima provinsi lain yang memiliki persentase di bawah tiga puluh persen adalah provinsi Nusa Tenggara Timur (24,02%), Papua Barat (24,45%), Maluku (25,53%), Sulawesi Utara (29,86%), dan Papua (29,87%).

108 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Mayoritas orangtua di Indonesia masih menggunakan cara-cara kekerasan, baik kekerasan psikologis maupun fisik dalam mendidik anaknya (54,80%). Berdasarkan jenis kekerasan yang digunakan, 23,17 persen rumah tangga menggunakan cara-cara kekerasan psikologis dan fisik untuk mendidik anak, sedangkan persentase rumah tangga yang hanya menggunakan kekerasan psikologis sebesar 21,48 persen dan hanya menggunakan kekerasan fisik sebesar 10,16 persen. Cara-cara yang mengandung kekerasan psikologis yang paling sering digunakan untuk mendidik anak adalah dengan membentak atau menakutinya, yaitu sebesar 41,86 persen, sedangkan cara kekerasan fisik yang paling sering dilakukan kepala rumah tangga/pasangannya adalah dengan mencubit atau menjewer anak sebesar 30,97%. (Lampiran 7.5 ).

Lebih jauh, cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh orangtua dalam mendidik anak ternyata berhubungan positif dengan tingkat pendidikan orangtua. Gambar 7.6 menunjukkan lebih dari 50 persen rumah tangga dengan kepala rumah tangga/pasangan yang mempunyai pendidikan tinggi tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak mereka. Terlihat pula semakin tinggi tingkat pendidikan maka persentase rumah tangga yang tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak umur 1-14 tahun semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orangtua mempunyai korelasi positif terhadap pencegahan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak.

Gambar 7.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Tingkat Pendidikan KRT/Pasangan dan Cara Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

110 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 111

7.2 KEPATUHAN TERHADAP HUKUM

Menurut Prof Moeljanto dalam Wulandari (2013) memberi istilah lain tindak pidana sebagai “perbuatan pidana,” yang artinya perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dengan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar tersebut. Sehingga secara teoritis tindak pidana diartikan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Keluarga yang tidak pernah terlibat sebagai pelaku tindak pidana atau pelanggaran hukum merupakan keluarga yang memiliki kepatuhan terhadap hukum. Keluarga seperti itu pastinya memiliki ketahanan psikologi yang baik dan berpotensi membentuk ketahanan keluarga yang lebih kuat.

Sayangnya, informasi terkait jumlah pelaku kriminalitas atau pelanggaran hukum tidak mudah untuk dikumpulkan, sementara Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) hanya mengeluarkan informasi terkait jumlah kasus kejahatan yang dilaporkan oleh korban. Untuk itu, variabel kepatuhan terhadap hukum akan dilihat dari sisi lain, yaitu rumah tangga sebagai korban tindak pidana. Asumsi yang digunakan adalah rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik karena mereka hidup dalam lingkungan yang jauh dari kerawanan sosial yang rentan terhadap penyimpangan dan pelanggaran hukum.

Informasi terkait rumah tangga sebagai korban tindak pidana selalu dikumpulkan melalui kegiatan Susenas. Jenis tindak pidana yang dikumpulkan adalah pencurian, penganiayaan, pencurian dengan kekerasan, dan pelecehan seksual, sedangkan jenis kategori tindak pidana lainnya, seperti penipuan, penculikan dan sebagainya dimasukkan ke dalam kategori lainnya. Informasi rumah tangga sebagai korban tindak pidana diperoleh berdasarkan pengakuan responden yang merupakan kepala rumah tangga atau pasangannya.

Gambar 7.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART yang Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015

Sumber: Susenas KOR 2015

110 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 7.7 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Tidak Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

111Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 111

7.2 KEPATUHAN TERHADAP HUKUM

Menurut Prof Moeljanto dalam Wulandari (2013) memberi istilah lain tindak pidana sebagai “perbuatan pidana,” yang artinya perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dengan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar tersebut. Sehingga secara teoritis tindak pidana diartikan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Keluarga yang tidak pernah terlibat sebagai pelaku tindak pidana atau pelanggaran hukum merupakan keluarga yang memiliki kepatuhan terhadap hukum. Keluarga seperti itu pastinya memiliki ketahanan psikologi yang baik dan berpotensi membentuk ketahanan keluarga yang lebih kuat.

Sayangnya, informasi terkait jumlah pelaku kriminalitas atau pelanggaran hukum tidak mudah untuk dikumpulkan, sementara Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) hanya mengeluarkan informasi terkait jumlah kasus kejahatan yang dilaporkan oleh korban. Untuk itu, variabel kepatuhan terhadap hukum akan dilihat dari sisi lain, yaitu rumah tangga sebagai korban tindak pidana. Asumsi yang digunakan adalah rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik karena mereka hidup dalam lingkungan yang jauh dari kerawanan sosial yang rentan terhadap penyimpangan dan pelanggaran hukum.

Informasi terkait rumah tangga sebagai korban tindak pidana selalu dikumpulkan melalui kegiatan Susenas. Jenis tindak pidana yang dikumpulkan adalah pencurian, penganiayaan, pencurian dengan kekerasan, dan pelecehan seksual, sedangkan jenis kategori tindak pidana lainnya, seperti penipuan, penculikan dan sebagainya dimasukkan ke dalam kategori lainnya. Informasi rumah tangga sebagai korban tindak pidana diperoleh berdasarkan pengakuan responden yang merupakan kepala rumah tangga atau pasangannya.

Gambar 7.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan ART yang Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015

Sumber: Susenas KOR 2015

110 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 7.7 Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Tidak Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi, 2014

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014

112 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 113

Gambar 7.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Tidak Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015

Sumber: Susenas KOR 2015

112 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pada tahun 2015, sekitar 3,48 persen rumah tangga menyatakan terdapat anggota rumah tangga yang menjadi korban tindak pidana (Gambar 7.8). Kemudian, terdapat indikasi, rumah tangga di perkotaan (4,05%) lebih cenderung untuk menjadi korban tindak pidana daripada rumah tangga di perdesaan (2,90%). Selain itu, jika ditelisik lebih jauh, pencurian merupakan tindak pidana yang paling sering dialami oleh rumah tangga di Indonesia, dengan persentase sebesar 2,92% (Gambar 7.9). Sementara persentase rumah tangga yang menyatakan terdapat ART yang menjadi korban tindak pidana selain pencurian tidak ada yang mencapai satu persen dan rumah tangga yang menyatakan terdapat ART yang mengalami pelecehan seksual sangat rendah, yaitu hanya sekitar 0,03 persen.

Gambar 7.9 Persentase Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak Pidana Menurut Jenis Kejahatan, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Dalam kaitannya dengan ketahanan keluarga maka rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana diharapkan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik. Atau dengan kata lain, keluarga yang seluruh anggota rumah tangganya tidak pernah menjadi korban tindak pidana akan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih tinggi. Untuk itu, pada Gambar 7.10, disajikan persentase rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana menurut provinsi. Secara nasional, sekitar 96,52 persen rumah tangga tidak pernah menjadi korban tindak pidana. Bila dibandingkan dengan angka nasional, sebanyak 16 provinsi besarnya persentase tersebut berada di atas angka nasional, dengan persentase tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Timur (97,86%). Sementara itu, sebanyak 18 provinsi persentase tersebut berada di bawah angka nasional, dengan persentase terendah berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (94,18%).

113Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 113

Gambar 7.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Tidak Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015

Sumber: Susenas KOR 2015

112 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pada tahun 2015, sekitar 3,48 persen rumah tangga menyatakan terdapat anggota rumah tangga yang menjadi korban tindak pidana (Gambar 7.8). Kemudian, terdapat indikasi, rumah tangga di perkotaan (4,05%) lebih cenderung untuk menjadi korban tindak pidana daripada rumah tangga di perdesaan (2,90%). Selain itu, jika ditelisik lebih jauh, pencurian merupakan tindak pidana yang paling sering dialami oleh rumah tangga di Indonesia, dengan persentase sebesar 2,92% (Gambar 7.9). Sementara persentase rumah tangga yang menyatakan terdapat ART yang menjadi korban tindak pidana selain pencurian tidak ada yang mencapai satu persen dan rumah tangga yang menyatakan terdapat ART yang mengalami pelecehan seksual sangat rendah, yaitu hanya sekitar 0,03 persen.

Gambar 7.9 Persentase Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak Pidana Menurut Jenis Kejahatan, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Dalam kaitannya dengan ketahanan keluarga maka rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana diharapkan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik. Atau dengan kata lain, keluarga yang seluruh anggota rumah tangganya tidak pernah menjadi korban tindak pidana akan mempunyai ketahanan keluarga yang lebih tinggi. Untuk itu, pada Gambar 7.10, disajikan persentase rumah tangga yang tidak pernah menjadi korban tindak pidana menurut provinsi. Secara nasional, sekitar 96,52 persen rumah tangga tidak pernah menjadi korban tindak pidana. Bila dibandingkan dengan angka nasional, sebanyak 16 provinsi besarnya persentase tersebut berada di atas angka nasional, dengan persentase tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Timur (97,86%). Sementara itu, sebanyak 18 provinsi persentase tersebut berada di bawah angka nasional, dengan persentase terendah berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (94,18%).

KETAHANAN SOSIAL

BUDAYA

Sejalan dengan kerangka kerja dan konsep ketahanan keluarga, ketahanan sosial budaya pada tataran keluarga menempati dimensi kelima dalam membangun ketahanan keluarga yang tangguh. Dimensi ketahanan sosial budaya diukur menggunakan tiga variabel, yaitu (1) variabel kepedulian sosial (dilihat dari penghormatan terhadap lansia), (2) variabel keeratan sosial (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan), dan (3) variabel ketaatan beragama (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan). Selanjutnya indikator terkait ketahanan sosial budaya ini, bersama dengan berbagai indikator yang ada pada variabel dan dimensi lain, akan mengukur tingkat ketahanan dari suatu keluarga secara utuh.

8.1 KEPEDULIAN SOSIAL

Salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga adalah kepedulian sosial keluarga yang dipahami sebagai sikap kemanusiaan yang meliputi minat dan ketertarikan untuk membantu sesama manusia. Keluarga yang selalu memelihara hubungan baik dengan sesama anggota keluarga maupun orang lain akan menciptakan ikatan emosional untuk terus merespon kehadiran dan kebutuhan orang lain sebagai bentuk kepedulian mereka. Dalam lingkup keluarga, kepedulian sosial dapat terlihat dari adanya kepedulian dan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut (kaum lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).

Persentase penduduk lansia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Penuaan penduduk tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerintah dan

masyarakat, apalagi Indonesia masih menghadapi permasalahan kependudukan lainnya, seperti tingginya angka kelahiran dan kematian bayi. Pada tataran keluarga, keberadaan lansia terkadang dianggap sebagai beban karena lansia umumnya sudah tidak mampu lagi berpartisipasi secara aktif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Apalagi lansia yang tinggal sendirian, mereka terpaksa memenuhi kebutuhan makan, kesehatan maupun kebutuhan sosialnya secara mandiri. Oleh karena itu rumah tangga yang terdapat lansia dianggap memiliki kepedulian sosial yang lebih baik daripada rumah tangga lansia yang tinggal sendirian.

8

KETAHANAN SOSIAL

BUDAYA

Sejalan dengan kerangka kerja dan konsep ketahanan keluarga, ketahanan sosial budaya pada tataran keluarga menempati dimensi kelima dalam membangun ketahanan keluarga yang tangguh. Dimensi ketahanan sosial budaya diukur menggunakan tiga variabel, yaitu (1) variabel kepedulian sosial (dilihat dari penghormatan terhadap lansia), (2) variabel keeratan sosial (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan), dan (3) variabel ketaatan beragama (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan). Selanjutnya indikator terkait ketahanan sosial budaya ini, bersama dengan berbagai indikator yang ada pada variabel dan dimensi lain, akan mengukur tingkat ketahanan dari suatu keluarga secara utuh.

8.1 KEPEDULIAN SOSIAL

Salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga adalah kepedulian sosial keluarga yang dipahami sebagai sikap kemanusiaan yang meliputi minat dan ketertarikan untuk membantu sesama manusia. Keluarga yang selalu memelihara hubungan baik dengan sesama anggota keluarga maupun orang lain akan menciptakan ikatan emosional untuk terus merespon kehadiran dan kebutuhan orang lain sebagai bentuk kepedulian mereka. Dalam lingkup keluarga, kepedulian sosial dapat terlihat dari adanya kepedulian dan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut (kaum lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).

Persentase penduduk lansia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Penuaan penduduk tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerintah dan

masyarakat, apalagi Indonesia masih menghadapi permasalahan kependudukan lainnya, seperti tingginya angka kelahiran dan kematian bayi. Pada tataran keluarga, keberadaan lansia terkadang dianggap sebagai beban karena lansia umumnya sudah tidak mampu lagi berpartisipasi secara aktif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Apalagi lansia yang tinggal sendirian, mereka terpaksa memenuhi kebutuhan makan, kesehatan maupun kebutuhan sosialnya secara mandiri. Oleh karena itu rumah tangga yang terdapat lansia dianggap memiliki kepedulian sosial yang lebih baik daripada rumah tangga lansia yang tinggal sendirian.

8

115Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

KETAHANAN SOSIAL

BUDAYA

Sejalan dengan kerangka kerja dan konsep ketahanan keluarga, ketahanan sosial budaya pada tataran keluarga menempati dimensi kelima dalam membangun ketahanan keluarga yang tangguh. Dimensi ketahanan sosial budaya diukur menggunakan tiga variabel, yaitu (1) variabel kepedulian sosial (dilihat dari penghormatan terhadap lansia), (2) variabel keeratan sosial (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan), dan (3) variabel ketaatan beragama (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan). Selanjutnya indikator terkait ketahanan sosial budaya ini, bersama dengan berbagai indikator yang ada pada variabel dan dimensi lain, akan mengukur tingkat ketahanan dari suatu keluarga secara utuh.

8.1 KEPEDULIAN SOSIAL

Salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga adalah kepedulian sosial keluarga yang dipahami sebagai sikap kemanusiaan yang meliputi minat dan ketertarikan untuk membantu sesama manusia. Keluarga yang selalu memelihara hubungan baik dengan sesama anggota keluarga maupun orang lain akan menciptakan ikatan emosional untuk terus merespon kehadiran dan kebutuhan orang lain sebagai bentuk kepedulian mereka. Dalam lingkup keluarga, kepedulian sosial dapat terlihat dari adanya kepedulian dan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut (kaum lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).

Persentase penduduk lansia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Penuaan penduduk tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerintah dan

masyarakat, apalagi Indonesia masih menghadapi permasalahan kependudukan lainnya, seperti tingginya angka kelahiran dan kematian bayi. Pada tataran keluarga, keberadaan lansia terkadang dianggap sebagai beban karena lansia umumnya sudah tidak mampu lagi berpartisipasi secara aktif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Apalagi lansia yang tinggal sendirian, mereka terpaksa memenuhi kebutuhan makan, kesehatan maupun kebutuhan sosialnya secara mandiri. Oleh karena itu rumah tangga yang terdapat lansia dianggap memiliki kepedulian sosial yang lebih baik daripada rumah tangga lansia yang tinggal sendirian.

8

KETAHANAN SOSIAL

BUDAYA

Sejalan dengan kerangka kerja dan konsep ketahanan keluarga, ketahanan sosial budaya pada tataran keluarga menempati dimensi kelima dalam membangun ketahanan keluarga yang tangguh. Dimensi ketahanan sosial budaya diukur menggunakan tiga variabel, yaitu (1) variabel kepedulian sosial (dilihat dari penghormatan terhadap lansia), (2) variabel keeratan sosial (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan), dan (3) variabel ketaatan beragama (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan). Selanjutnya indikator terkait ketahanan sosial budaya ini, bersama dengan berbagai indikator yang ada pada variabel dan dimensi lain, akan mengukur tingkat ketahanan dari suatu keluarga secara utuh.

8.1 KEPEDULIAN SOSIAL

Salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga adalah kepedulian sosial keluarga yang dipahami sebagai sikap kemanusiaan yang meliputi minat dan ketertarikan untuk membantu sesama manusia. Keluarga yang selalu memelihara hubungan baik dengan sesama anggota keluarga maupun orang lain akan menciptakan ikatan emosional untuk terus merespon kehadiran dan kebutuhan orang lain sebagai bentuk kepedulian mereka. Dalam lingkup keluarga, kepedulian sosial dapat terlihat dari adanya kepedulian dan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang telah berusia lanjut (kaum lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).

Persentase penduduk lansia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Penuaan penduduk tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerintah dan

masyarakat, apalagi Indonesia masih menghadapi permasalahan kependudukan lainnya, seperti tingginya angka kelahiran dan kematian bayi. Pada tataran keluarga, keberadaan lansia terkadang dianggap sebagai beban karena lansia umumnya sudah tidak mampu lagi berpartisipasi secara aktif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Apalagi lansia yang tinggal sendirian, mereka terpaksa memenuhi kebutuhan makan, kesehatan maupun kebutuhan sosialnya secara mandiri. Oleh karena itu rumah tangga yang terdapat lansia dianggap memiliki kepedulian sosial yang lebih baik daripada rumah tangga lansia yang tinggal sendirian.

8

116 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 117

Gambar 8.1 Rumah Tangga Lansia Indonesia, 2015

Su

Sumber : Susenas Kor 2015

Pada tahun 2015, tercatat sekitar 8,43 persen penduduk Indonesia termasuk dalam kategori lansia. Lansia tersebut tersebar di 25,14 persen rumah tangga (rumah tangga lansia) dimana 12,55 persen rumah tangga diantaranya terdapat lansia yang tinggal sendiri tanpa ditemani anggota rumah tangga lainnya, dan 87,45 persen rumah tangga lansia yang hidup bersama dengan anggota rumah tangga yang lain. Bila dilihat berdasarkan klasifikasi wilayah, terlihat bahwa persentase rumah tangga lansia yang tinggal sendirian lebih banyak terdapat di wilayah perdesaan (13,80%)

% PENDUDUK LANSIA

2013 2014 2015

8,05 8,03

8,43

% RUMAH TANGGA LANSIA 2015

Persentase lansia di Indonesia terus meningkat

LANSIA adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).

25,14% rumah tangga di Indonesia terdapat lansia

(rumah tangga lansia) dimana 12,55% rumah tangga

diantaranya terdapat lansia tinggal sendirian

Perkotaan

Perdesaan

11,14

13,80

88,86

86,20

Tinggal bersama ART lain

Tinggal sendiri

Lansia yang TINGGAL SENDIRIAN lebih tinggi di PERDESAAN

12,55

87,45

Tinggal sendirian Tinggal bersama ART lain

116 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Sikap dan cara keluarga menangani atau merawat lansia dengan baik dapat menjadi pembelajaran bagi anggota keluarga yang masih muda untuk selalu memberikan penghargaan dengan menghormati orangtua lansia dengan cara merawat dengan sebaik-baiknya para lansia tersebut di rumah dan bukan dititipkan di panti jompo. Pelestarian budaya ini jika terus dapat dipertahankan maka berpotensi meningkatkan ketahanan keluarga. Bentuk perhatian dan perawatan yang diberikan kepada orangtua lansia mempunyai lingkup yang sangat luas. Oleh karena itu, ciri ini kemudian berusaha digambarkan melalui pendekatan keberadaan lansia di dalam rumah tangga. Dengan keberadaan lansia dalam rumah tangga dapat menunjukkan adanya kesediaan anggota rumah tangga untuk memberikan perhatian dan mengurus kebutuhan lansia. Sangat dipahami bahwa pendekatan ini sangat lemah karena tidak menjamin sepenuhnya bahwa lansia yang tinggal di rumah tangga akan mendapatkan perhatian dan dirawat sesuai dengan kebutuhannya.

117Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 117

Gambar 8.1 Rumah Tangga Lansia Indonesia, 2015

Su

Sumber : Susenas Kor 2015

Pada tahun 2015, tercatat sekitar 8,43 persen penduduk Indonesia termasuk dalam kategori lansia. Lansia tersebut tersebar di 25,14 persen rumah tangga (rumah tangga lansia) dimana 12,55 persen rumah tangga diantaranya terdapat lansia yang tinggal sendiri tanpa ditemani anggota rumah tangga lainnya, dan 87,45 persen rumah tangga lansia yang hidup bersama dengan anggota rumah tangga yang lain. Bila dilihat berdasarkan klasifikasi wilayah, terlihat bahwa persentase rumah tangga lansia yang tinggal sendirian lebih banyak terdapat di wilayah perdesaan (13,80%)

% PENDUDUK LANSIA

2013 2014 2015

8,05 8,03

8,43

% RUMAH TANGGA LANSIA 2015

Persentase lansia di Indonesia terus meningkat

LANSIA adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).

25,14% rumah tangga di Indonesia terdapat lansia

(rumah tangga lansia) dimana 12,55% rumah tangga

diantaranya terdapat lansia tinggal sendirian

Perkotaan

Perdesaan

11,14

13,80

88,86

86,20

Tinggal bersama ART lain

Tinggal sendiri

Lansia yang TINGGAL SENDIRIAN lebih tinggi di PERDESAAN

12,55

87,45

Tinggal sendirian Tinggal bersama ART lain

116 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Sikap dan cara keluarga menangani atau merawat lansia dengan baik dapat menjadi pembelajaran bagi anggota keluarga yang masih muda untuk selalu memberikan penghargaan dengan menghormati orangtua lansia dengan cara merawat dengan sebaik-baiknya para lansia tersebut di rumah dan bukan dititipkan di panti jompo. Pelestarian budaya ini jika terus dapat dipertahankan maka berpotensi meningkatkan ketahanan keluarga. Bentuk perhatian dan perawatan yang diberikan kepada orangtua lansia mempunyai lingkup yang sangat luas. Oleh karena itu, ciri ini kemudian berusaha digambarkan melalui pendekatan keberadaan lansia di dalam rumah tangga. Dengan keberadaan lansia dalam rumah tangga dapat menunjukkan adanya kesediaan anggota rumah tangga untuk memberikan perhatian dan mengurus kebutuhan lansia. Sangat dipahami bahwa pendekatan ini sangat lemah karena tidak menjamin sepenuhnya bahwa lansia yang tinggal di rumah tangga akan mendapatkan perhatian dan dirawat sesuai dengan kebutuhannya.

118 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 119

Sumber : Susenas KOR 2015

Gambar 8.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia yang Tinggal Bersama ART Lain, 2015

93,94

93,98

93,91

92,76

90,58

92,06

89,73

91,52

92,41

91,33

92,49

92,70

86,33

89,56

92,64

92,48

86,62

92,09

91,07

86,48

84,01

86,64

83,24

93,48

89,41

86,99

91,53

88,46

92,80

90,79

91,38

87,24

86,08

82,85

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara1

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 87,45

118 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

daripada perkotaan (11,14%). Rumah tangga yang terdapat lansia yang tidak tinggal sendirian di anggap memiliki ketahanan sosial budaya yang baik (Lampiran 8.2).

Jika dibandingkan antar provinsi, pada mayoritas rumah tangga, lansia tidak tinggal sendirian. Persentase rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian bervariasi antar provinsi. Tiga provinsi dengan persentase tertinggi adalah Papua Barat (93,98%), Papua (93,94%), dan Maluku Utara (93,91%). Sementara Aceh, Jawa Barat dan Yogya merupakan tiga provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian (Gambar 8.2). Selain itu, masih terdapat 10 provinsi yang memiliki persentase rumah tangga di bawah angka nasional untuk rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan.

119Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 119

Sumber : Susenas KOR 2015

Gambar 8.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia yang Tinggal Bersama ART Lain, 2015

93,94

93,98

93,91

92,76

90,58

92,06

89,73

91,52

92,41

91,33

92,49

92,70

86,33

89,56

92,64

92,48

86,62

92,09

91,07

86,48

84,01

86,64

83,24

93,48

89,41

86,99

91,53

88,46

92,80

90,79

91,38

87,24

86,08

82,85

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Utara1

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 87,45

118 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

daripada perkotaan (11,14%). Rumah tangga yang terdapat lansia yang tidak tinggal sendirian di anggap memiliki ketahanan sosial budaya yang baik (Lampiran 8.2).

Jika dibandingkan antar provinsi, pada mayoritas rumah tangga, lansia tidak tinggal sendirian. Persentase rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian bervariasi antar provinsi. Tiga provinsi dengan persentase tertinggi adalah Papua Barat (93,98%), Papua (93,94%), dan Maluku Utara (93,91%). Sementara Aceh, Jawa Barat dan Yogya merupakan tiga provinsi dengan persentase terendah untuk rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian (Gambar 8.2). Selain itu, masih terdapat 10 provinsi yang memiliki persentase rumah tangga di bawah angka nasional untuk rumah tangga lansia yang tidak tinggal sendirian, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan.

120 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 121

Gambar 8.3 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 8.4. D.I.Yogyakarta menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal yakni 86,14 persen. Sebaliknya, Sulawesi Selatan (49,57%), Nusa Tenggara Barat (51,24%) dan Papua Barat (53,51%) merupakan provinsi-provinsi dengan persentase terkecil untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.

Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal

89,42% rumah tangga menyatakan terdapat Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggalnya dan 66,36% rumah tangga diantaranya berpartisipasi dalam kegiatan tersebut

Tingkat partisipasi tidak berbeda antara Perkotaan dan Perdesaan, namun persentase rumah tangga yang TIDAK PERNAH berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan masih CUKUP TINGGI

66,36%

33,64%

Berpartisipasi

Tidak berpartisipasi

Frekuensi Partisipasi Rumah Tangga

Perkotaan Perdesaan

6,29% 5,50%

26,43% 27,68%

33,31% 33,52% 33,97% 33,30% Selalu

Sering

Jarang

Tidak Pernah

120 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

8.2 KEERATAN SOSIAL

Sebagai makhluk sosial, setiap orang pasti mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Besarnya dorongan untuk membangun hubungan sosial tersebut tidak terlepas dari keinginan individu untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Hubungan sosial yang kerap dilakukan dalam suatu komunitas akan berdampak terjalinnya keeratan sosial antar anggota komunitas. Hubungan sosial yang erat akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap upaya individu untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan mencapai ketahanan keluarga yang diinginkan. Oleh karena itu, rumah tangga yang memiliki hubungan sosial yang erat dengan komunitas di lingkungan tempat tinggal diduga akan berdampak pada ketahanan sosial keluarga yang lebih baik. Sehingga, keeratan sosial menjadi variabel kedua yang digunakan dalam pengukuran tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga.

Ketahanan sosial keluarga di dalam komunitasnya dapat dicerminkan dari kondisi keluarga yang memiliki hubungan sosial antar keluarga dalam masyarakat yang terbina dengan erat. Berbagai kelompok dalam komunitas akan menjadi wadah untuk mempererat hubungan dan jejaring sosial antar anggota masyarakat sehingga setiap keluarga memiliki dukungan yang bersifat formal ataupun informal secara berimbang. Pengukuran keeratan sosial akan diproksi dengan kesadaran individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang terdapat di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Partisipasi tersebut dilihat dari kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan (seperti arisan, olahraga, kesenian, dll). Frekuensi keterlibatan individu terhadap kegiatan bersama tersebut mengacu pada persentase kehadiran individu pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.

Secara nasional, mayoritas rumah tangga (89,42%) di Indonesia menyatakan terdapat kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggalnya, namun hanya 66,36 persen rumah tangga diantaranya yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Gambar 8.3). Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial tersebut sangat beragam, hanya 5,89 persen rumah tangga yang menyatakan selalu berpartisipasi dan 27,06 persen rumah tangga yang menyatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyaratan di lingkungan tempat tinggal. Sedangkan persentase rumah tangga yang menyatakan jarang atau tidak pernah berpartisipasi juga masih cukup tinggi, yaitu 33,41 persen dan 33,64 persen. Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terkait tingkat partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di wilayah perkotaan maupun perdesaan (Gambar 8.3).

121Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 121

Gambar 8.3 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 8.4. D.I.Yogyakarta menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal yakni 86,14 persen. Sebaliknya, Sulawesi Selatan (49,57%), Nusa Tenggara Barat (51,24%) dan Papua Barat (53,51%) merupakan provinsi-provinsi dengan persentase terkecil untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.

Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal

89,42% rumah tangga menyatakan terdapat Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggalnya dan 66,36% rumah tangga diantaranya berpartisipasi dalam kegiatan tersebut

Tingkat partisipasi tidak berbeda antara Perkotaan dan Perdesaan, namun persentase rumah tangga yang TIDAK PERNAH berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan masih CUKUP TINGGI

66,36%

33,64%

Berpartisipasi

Tidak berpartisipasi

Frekuensi Partisipasi Rumah Tangga

Perkotaan Perdesaan

6,29% 5,50%

26,43% 27,68%

33,31% 33,52% 33,97% 33,30% Selalu

Sering

Jarang

Tidak Pernah

120 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

8.2 KEERATAN SOSIAL

Sebagai makhluk sosial, setiap orang pasti mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Besarnya dorongan untuk membangun hubungan sosial tersebut tidak terlepas dari keinginan individu untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Hubungan sosial yang kerap dilakukan dalam suatu komunitas akan berdampak terjalinnya keeratan sosial antar anggota komunitas. Hubungan sosial yang erat akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap upaya individu untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan mencapai ketahanan keluarga yang diinginkan. Oleh karena itu, rumah tangga yang memiliki hubungan sosial yang erat dengan komunitas di lingkungan tempat tinggal diduga akan berdampak pada ketahanan sosial keluarga yang lebih baik. Sehingga, keeratan sosial menjadi variabel kedua yang digunakan dalam pengukuran tingkat ketahanan sosial budaya suatu keluarga.

Ketahanan sosial keluarga di dalam komunitasnya dapat dicerminkan dari kondisi keluarga yang memiliki hubungan sosial antar keluarga dalam masyarakat yang terbina dengan erat. Berbagai kelompok dalam komunitas akan menjadi wadah untuk mempererat hubungan dan jejaring sosial antar anggota masyarakat sehingga setiap keluarga memiliki dukungan yang bersifat formal ataupun informal secara berimbang. Pengukuran keeratan sosial akan diproksi dengan kesadaran individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang terdapat di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Partisipasi tersebut dilihat dari kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan (seperti arisan, olahraga, kesenian, dll). Frekuensi keterlibatan individu terhadap kegiatan bersama tersebut mengacu pada persentase kehadiran individu pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.

Secara nasional, mayoritas rumah tangga (89,42%) di Indonesia menyatakan terdapat kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggalnya, namun hanya 66,36 persen rumah tangga diantaranya yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Gambar 8.3). Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial tersebut sangat beragam, hanya 5,89 persen rumah tangga yang menyatakan selalu berpartisipasi dan 27,06 persen rumah tangga yang menyatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyaratan di lingkungan tempat tinggal. Sedangkan persentase rumah tangga yang menyatakan jarang atau tidak pernah berpartisipasi juga masih cukup tinggi, yaitu 33,41 persen dan 33,64 persen. Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terkait tingkat partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di wilayah perkotaan maupun perdesaan (Gambar 8.3).

122 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 123

8.3 KEERATAN BERAGAMA

Salah satu ciri ketahanan keluarga yang tangguh adalah adanya ketaatan anggota keluarga untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau pun kepercayaan yang dianutnya. Agama ataupun kepercayaan yang dianut oleh seseorang mengandung sejumlah aturan/cara hidup manusia di dunia yang wajib di ikuti dan ditaati sebagai konsekuensi dari urgensi keyakinan pada Sang Pencipta. Ketaatan beragama dapat dilihat dari rutinitas ibadah, baik yang dilakukan secara pribadi (langsung antara individu dengan Tuhannya) maupun secara bersama-sama (komunal). Ibadah yang dilaksanakan secara pribadi merupakan rahasia antara individu dan Tuhannya sementara ibadah yang dilakukan secara komunal dapat meningkatkan keeratan sosial rumah tangga sehingga berpotensi memperkuat ketahanan keluarga. Rumah tangga yang taat menjalankan ibadah dianggap mempunyai ketaatan beragama yang lebih baik sehingga berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh pula.

Ketaatan beragama akan dilihat dari partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal, seperti pengajian atau pun kegiatan sosial keagamaan lainnya. Partisipasi tersebut diyakini didasarkan pada kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berperan secara langsung dalam kegiatan sosial keagamaan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Frekuensi keterlibatan individu terhadap kegiatan sosial keagamaan selanjutnya digambarkan oleh persentase kehadiran rumah tangga pada kegiatan-kegiatan sosial keagamaan yang berlangsung di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Pada tahun 2015, tercatat sekitar 98,14 persen rumah tangga di Indonesia menyatakan terdapat kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, dan 90,96 persen rumah tangga diantaranya turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Gambar 8.5). Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan tersebut sangat beragam, hanya 12,55 persen rumah tangga yang menyatakan selalu berpartisipasi dan 48,88 persen rumah tangga yang menyatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal. Sedangkan persentase rumah tangga yang menyatakan jarang dan tidak pernah berpartisipasi masing masing sebesar 29,54 persen dan 9,04 persen. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang selalu dan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan (Gambar 8.5).

122 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 8.4 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

74,45 53,51

65,99 65,42

55,10 66,40

56,42 49,57

64,67 78,66

67,02 70,02

74,02 68,11

70,93 51,24

55,01 62,98

67,66 86,14

75,20 62,72

57,30 68,94

57,54 63,08 64,01

68,00 79,48

72,51 65,24

63,65 61,32

PapuaPapua Barat

Maluku UtaraMaluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan Timur

Kalimantan SelatanKalimantan Tengah

Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

BaliBanten

Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah

Jawa BaratDKI Jakarta

Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Sumatera SelatanJambi

RiauSumatera BaratSumatera Utara

Aceh

Indonesia : 66,36

123Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 123

8.3 KEERATAN BERAGAMA

Salah satu ciri ketahanan keluarga yang tangguh adalah adanya ketaatan anggota keluarga untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau pun kepercayaan yang dianutnya. Agama ataupun kepercayaan yang dianut oleh seseorang mengandung sejumlah aturan/cara hidup manusia di dunia yang wajib di ikuti dan ditaati sebagai konsekuensi dari urgensi keyakinan pada Sang Pencipta. Ketaatan beragama dapat dilihat dari rutinitas ibadah, baik yang dilakukan secara pribadi (langsung antara individu dengan Tuhannya) maupun secara bersama-sama (komunal). Ibadah yang dilaksanakan secara pribadi merupakan rahasia antara individu dan Tuhannya sementara ibadah yang dilakukan secara komunal dapat meningkatkan keeratan sosial rumah tangga sehingga berpotensi memperkuat ketahanan keluarga. Rumah tangga yang taat menjalankan ibadah dianggap mempunyai ketaatan beragama yang lebih baik sehingga berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang lebih tangguh pula.

Ketaatan beragama akan dilihat dari partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal, seperti pengajian atau pun kegiatan sosial keagamaan lainnya. Partisipasi tersebut diyakini didasarkan pada kerelaan individu untuk hadir, terlibat, dan berperan secara langsung dalam kegiatan sosial keagamaan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Frekuensi keterlibatan individu terhadap kegiatan sosial keagamaan selanjutnya digambarkan oleh persentase kehadiran rumah tangga pada kegiatan-kegiatan sosial keagamaan yang berlangsung di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Pada tahun 2015, tercatat sekitar 98,14 persen rumah tangga di Indonesia menyatakan terdapat kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, dan 90,96 persen rumah tangga diantaranya turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Gambar 8.5). Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan tersebut sangat beragam, hanya 12,55 persen rumah tangga yang menyatakan selalu berpartisipasi dan 48,88 persen rumah tangga yang menyatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal. Sedangkan persentase rumah tangga yang menyatakan jarang dan tidak pernah berpartisipasi masing masing sebesar 29,54 persen dan 9,04 persen. Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah tangga yang selalu dan sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan (Gambar 8.5).

122 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 8.4 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

74,45 53,51

65,99 65,42

55,10 66,40

56,42 49,57

64,67 78,66

67,02 70,02

74,02 68,11

70,93 51,24

55,01 62,98

67,66 86,14

75,20 62,72

57,30 68,94

57,54 63,08 64,01

68,00 79,48

72,51 65,24

63,65 61,32

PapuaPapua Barat

Maluku UtaraMaluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi TenggaraSulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan Timur

Kalimantan SelatanKalimantan Tengah

Kalimantan BaratNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat

BaliBanten

Jawa TimurDI YogyakartaJawa Tengah

Jawa BaratDKI Jakarta

Kepulauan RiauKep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Sumatera SelatanJambi

RiauSumatera BaratSumatera Utara

Aceh

Indonesia : 66,36

124 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 125

Gambar 8.6 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

94,31

86,63

91,04

95,25

85,65

89,23

81,95

83,15

89,95

96,58

89,92

92,10

94,82

88,27

95,93

93,40

88,36

91,18

90,27

90,17

93,52

91,54

80,19

86,01

84,36

94,81

88,31

86,60

96,69

91,81

91,67

94,54

94,15

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 90,96

124 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 8.5 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 8.6, Jambi menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggal yaitu 96,69 persen. Sebaliknya, DKI Jakarta (80,19%), Sulawesi Tenggara (81,95%) dan Sulawesi Selatan (83,15%) merupakan provinsi-provinsi dengan persentase terkecil untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.

Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal 98,14% rumah tangga

mengaku terdapat Kegiatan Sosial Keagamaan di lingkungan tempat tinggalnya

Tingkat partisipasi rumah tangga di PERDESAAN dalam kegiatan sosial keagamaan LEBIH TINGGI daripada perkotaan

Frekuensi Partisipasi Rumah Tangga

Perkotaan Perdesaan

10,92% 14,15%

44,91%

52,81%

32,08%

27,02%

12,09%

6,02%

Selalu

Sering

Jarang

Tidak Pernah

90,96%

9,04%

Berpartisipasi

Tidak berpartisipasi

125Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 125

Gambar 8.6 Persentase Rumah Tangga yang Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal Menurut Provinsi, 2014

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

94,31

86,63

91,04

95,25

85,65

89,23

81,95

83,15

89,95

96,58

89,92

92,10

94,82

88,27

95,93

93,40

88,36

91,18

90,27

90,17

93,52

91,54

80,19

86,01

84,36

94,81

88,31

86,60

96,69

91,81

91,67

94,54

94,15

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Barat

Bali

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Lampung

Bengkulu

Sumatera Selatan

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Indonesia : 90,96

124 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 8.5 Partisipasi Rumah Tangga dalam Kegiatan Sosial Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 8.6, Jambi menjadi provinsi dengan persentase tertinggi untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggal yaitu 96,69 persen. Sebaliknya, DKI Jakarta (80,19%), Sulawesi Tenggara (81,95%) dan Sulawesi Selatan (83,15%) merupakan provinsi-provinsi dengan persentase terkecil untuk rumah tangga yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar tempat tinggal.

Tingkat partisipasi rumah tangga dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal 98,14% rumah tangga

mengaku terdapat Kegiatan Sosial Keagamaan di lingkungan tempat tinggalnya

Tingkat partisipasi rumah tangga di PERDESAAN dalam kegiatan sosial keagamaan LEBIH TINGGI daripada perkotaan

Frekuensi Partisipasi Rumah Tangga

Perkotaan Perdesaan

10,92% 14,15%

44,91%

52,81%

32,08%

27,02%

12,09%

6,02%

Selalu

Sering

Jarang

Tidak Pernah

90,96%

9,04%

Berpartisipasi

Tidak berpartisipasi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 127

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2008). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

. (2015). Indeks Pembangunan Manusia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

. (2015). Statistik Potensi Desa Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

. (2016). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

. (2016). Keadaan Pekerja di Indonesia Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Cappuccio, Francesco P. et al. (2011). Sleep duration predicts cardiovascular outcomes: a systematic review and meta-analysis of prospective studies. European Heart Journal 32(12): 1484–1492.

Fahrizal Effendi. (2013). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian dalam Belajar Siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling : 50-59. Semarang: IKIP Veteran Semarang.

Frankenberger, T.R., dan M.K.McCaston. (1998). The Household Livelihood Security Concept. Food, Nutrition, and Agriculture Journal. 22: 30-33.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

(2013). Buku Pegangan Sosialisasi: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2013). Menelusuri Makna di Balik Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat. Editor: Kustini. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI.

Parker, Kim dan Wang, Wendy. (2013). Modern Parenthood: Roles of Moms and Dads Converge as They Balance Work and Family. Washington, D.C. : Pew Research Center.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 Pedoman Gizi Seimbang. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 1 April 1975. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12. Jakarta.

Nomor 21 Tahun 1994 Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. 1 Juni 1994. Jakarta.

127Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 127

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2008). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

. (2015). Indeks Pembangunan Manusia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

. (2015). Statistik Potensi Desa Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

. (2016). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

. (2016). Keadaan Pekerja di Indonesia Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Cappuccio, Francesco P. et al. (2011). Sleep duration predicts cardiovascular outcomes: a systematic review and meta-analysis of prospective studies. European Heart Journal 32(12): 1484–1492.

Fahrizal Effendi. (2013). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian dalam Belajar Siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling : 50-59. Semarang: IKIP Veteran Semarang.

Frankenberger, T.R., dan M.K.McCaston. (1998). The Household Livelihood Security Concept. Food, Nutrition, and Agriculture Journal. 22: 30-33.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

(2013). Buku Pegangan Sosialisasi: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2013). Menelusuri Makna di Balik Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat. Editor: Kustini. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI.

Parker, Kim dan Wang, Wendy. (2013). Modern Parenthood: Roles of Moms and Dads Converge as They Balance Work and Family. Washington, D.C. : Pew Research Center.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 Pedoman Gizi Seimbang. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 1 April 1975. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12. Jakarta.

Nomor 21 Tahun 1994 Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. 1 Juni 1994. Jakarta.

128 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 129

Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 7 Oktober 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297. Jakarta.

Walsh, Froma. (1996). The Concept of Family Resilience: Crisis and Challenge. Fam Proc, 35: 261 -268.

Wulandari, Sri. (2013). Fungsi Laporan dan Pengaduan Masyarakat Bagi Penyidik dalam Mengungkap Kejahatan. Serat Acitya Vol 2: 74-82. Semarang: Universitas 17 Agustus 1945.

Zastrow, Charles. H. (2006). Social Work with Groups: A Comprehensive Workbook. USA: Thomson Brooks/Cole.

128 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014. 20 Januari 2010. Jakarta.

Nomor 2 Tahun 2015 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019. 8 Januari 2015. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3. Jakarta.

Puspitawati, Herien. (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: PT IPB Press.

. (2015). Kajian Akademik Pengertian Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor.

Saaty, Thomas L. (1990). How to make a decision: The Analytic Hierarchy Process. Europian Journal of Operational Research 48: 9-26. North-Holland: Elsevier Science Publishers B.V.

Sugandi, Yulia. (2008). Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan Mengenai Papua. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung (FES).

Sunarti, Euis. (2001). Studi Ketahanan Keluarga dan Ukurannya: Telaah Kasus Pengaruhnya terhadap Kualitas Kehamilan. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Sunarti, Euis dkk. (2003). Perumusan Ukuran Ketahanan Keluarga (Measurement of Family Strenght). Media Gizi dan Keluarga 27(1): 1-11.

Sunarti, Euis. (2006). Indikator Keluarga Sejahtera : Sejarah Pengembangan, Evaluasi, dan Keberlanjutannya. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

The World Bank. (2006). Repositioning Nutrition as Central to Development : A Strategy for Large-Scale Action. Washington, DC: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10 Agustus 2002. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan. 2 Januari 1974. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1. Jakarta.

Nomor 10 Tahun 1992 Pembangunan Keluarga. 16 April 1992. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 35. Jakarta.

Nomor 13 Tahun 1998 Kesejahteraan Lanjut Usia. 30 November 1998. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190. Jakarta.

Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak. 22 Oktober 2002. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. Jakarta.

Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. 8 Juli 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301. Jakarta.

Nomor 40 Tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional. 19 Oktober 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4456. Jakarta.

Nomor 52 Tahun 2009 Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga. 29 Oktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 161. Jakarta.

129Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 129

Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 7 Oktober 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297. Jakarta.

Walsh, Froma. (1996). The Concept of Family Resilience: Crisis and Challenge. Fam Proc, 35: 261 -268.

Wulandari, Sri. (2013). Fungsi Laporan dan Pengaduan Masyarakat Bagi Penyidik dalam Mengungkap Kejahatan. Serat Acitya Vol 2: 74-82. Semarang: Universitas 17 Agustus 1945.

Zastrow, Charles. H. (2006). Social Work with Groups: A Comprehensive Workbook. USA: Thomson Brooks/Cole.

128 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014. 20 Januari 2010. Jakarta.

Nomor 2 Tahun 2015 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019. 8 Januari 2015. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3. Jakarta.

Puspitawati, Herien. (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: PT IPB Press.

. (2015). Kajian Akademik Pengertian Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor.

Saaty, Thomas L. (1990). How to make a decision: The Analytic Hierarchy Process. Europian Journal of Operational Research 48: 9-26. North-Holland: Elsevier Science Publishers B.V.

Sugandi, Yulia. (2008). Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan Mengenai Papua. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung (FES).

Sunarti, Euis. (2001). Studi Ketahanan Keluarga dan Ukurannya: Telaah Kasus Pengaruhnya terhadap Kualitas Kehamilan. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Sunarti, Euis dkk. (2003). Perumusan Ukuran Ketahanan Keluarga (Measurement of Family Strenght). Media Gizi dan Keluarga 27(1): 1-11.

Sunarti, Euis. (2006). Indikator Keluarga Sejahtera : Sejarah Pengembangan, Evaluasi, dan Keberlanjutannya. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

The World Bank. (2006). Repositioning Nutrition as Central to Development : A Strategy for Large-Scale Action. Washington, DC: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10 Agustus 2002. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan. 2 Januari 1974. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1. Jakarta.

Nomor 10 Tahun 1992 Pembangunan Keluarga. 16 April 1992. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 35. Jakarta.

Nomor 13 Tahun 1998 Kesejahteraan Lanjut Usia. 30 November 1998. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190. Jakarta.

Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak. 22 Oktober 2002. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. Jakarta.

Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. 8 Juli 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301. Jakarta.

Nomor 40 Tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional. 19 Oktober 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4456. Jakarta.

Nomor 52 Tahun 2009 Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga. 29 Oktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 161. Jakarta.

LAMPIRAN

133Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.1

Memiliki2 Tidak Memiliki Total

(2) (3) (4) (5)70,74 91,99 8,01 100,0072,24 76,14 23,86 100,0074,68 84,59 15,41 100,0078,40 92,77 7,23 100,0075,49 84,06 15,94 100,0079,91 88,86 11,14 100,0079,63 88,71 11,29 100,0082,64 86,17 13,83 100,0058,51 84,58 15,42 100,0077,01 97,12 2,88 100,0065,75 96,09 3,91 100,0073,28 85,72 14,28 100,0074,99 98,47 1,53 100,0075,74 97,17 2,83 100,0070,41 92,73 7,27 100,0075,57 62,65 37,35 100,0083,22 55,80 44,20 100,0075,86 58,83 41,17 100,0078,89 52,59 47,41 100,0077,67 67,64 32,36 100,0070,34 81,53 18,47 100,0063,06 79,62 20,38 100,0071,70 90,59 9,41 100,0077,59 82,57 17,43 100,0080,19 89,84 10,16 100,0079,63 77,16 22,84 100,0072,59 82,16 17,84 100,0078,39 78,92 21,08 100,0083,37 87,48 12,52 100,0076,74 70,45 29,55 100,0079,72 73,89 26,11 100,0080,56 75,53 24,47 100,0080,19 59,91 40,09 100,0088,99 21,53 78,47 100,0074,52 84,21 15,79 100,00

Sumber : PBDT 2015Catatan : 1Data hanya mencakup rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40% terbawah secara NasionalCatatan : 2Rumah tangga memiliki buku/akte nikah jika kepala rumah tangga dan atau pasangan memilikinya

Sulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua

Indonesia

Sulawesi Utara

DI YogyakartaJawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan Utara

Jawa Tengah

Sumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa Barat

Aceh

Persentase Rumah Tangga1 Menurut Provinsi dan Kepemilikan Buku/Akte Nikah Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya yang Berstatus Kawin, 2015

ProvinsiRumah Tangga1

dengan KRT Berstatus Kawin

Kepemilikan Buku/Akte Nikah

(1)

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |133

134 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.2

Perkotaan + Perdesaan

Seluruh ART Sebagian ART Tidak Ada Total

(2) (3) (4) (5) (6)

73,26 76,28 9,24 14,48 100,0072,34 61,72 10,32 27,96 100,0072,64 71,12 9,92 18,97 100,0076,99 71,24 8,51 20,24 100,0075,03 88,18 5,04 6,78 100,0075,14 82,94 7,03 10,03 100,0076,03 85,07 6,16 8,77 100,0076,17 79,72 8,03 12,25 100,0072,79 91,86 3,64 4,50 100,0067,48 91,92 3,83 4,25 100,0061,86 92,90 3,72 3,38 100,0069,78 76,73 6,53 16,75 100,0068,14 89,48 4,33 6,19 100,0055,18 95,10 1,74 3,16 100,0065,19 82,70 4,67 12,64 100,0076,65 67,96 9,80 22,24 100,0064,64 78,03 5,55 16,41 100,0073,70 63,46 8,85 27,69 100,0079,23 44,84 16,24 38,91 100,0077,40 76,64 6,77 16,59 100,0073,18 77,17 5,27 17,57 100,0071,67 81,92 6,23 11,86 100,0073,03 90,43 4,33 5,24 100,0076,00 83,91 8,47 7,61 100,0069,05 80,50 8,94 10,56 100,0074,46 61,17 13,00 25,84 100,0073,03 78,59 9,55 11,86 100,0077,18 69,43 12,87 17,71 100,0075,24 79,35 9,69 10,96 100,0076,39 74,13 11,05 14,83 100,0077,82 62,24 19,68 18,09 100,0082,30 65,23 14,34 20,43 100,0075,86 64,03 10,65 25,32 100,0071,55 37,46 3,67 58,87 100,0070,23 78,03 6,88 15,09 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015

Provinsi Rumah Tangga yang Terdapat

ART 0-17 Tahun

Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0 -17 Tahun

134| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

135Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.2.1

Perkotaan

Seluruh ART Sebagian ART Tidak Ada Total

(2) (3) (4) (5) (6)

72,77 86,87 7,04 6,09 100,0071,22 68,62 10,93 20,45 100,0070,19 79,71 8,19 12,10 100,0072,64 79,95 7,85 12,21 100,0073,27 95,15 3,05 1,81 100,0073,74 85,24 7,17 7,60 100,0074,95 91,06 4,68 4,27 100,0075,53 83,05 8,06 8,90 100,0070,47 94,27 3,20 2,54 100,0067,26 92,47 3,49 4,04 100,0061,86 92,90 3,72 3,38 100,0069,81 80,72 6,07 13,21 100,0066,75 90,83 4,12 5,06 100,0053,09 94,54 2,08 3,38 100,0063,97 87,45 4,51 8,04 100,0075,17 80,57 8,73 10,70 100,0063,52 85,94 4,60 9,45 100,0071,85 74,48 8,00 17,51 100,0074,02 69,32 14,38 16,30 100,0074,57 88,15 5,90 5,95 100,0072,72 87,57 4,60 7,83 100,0069,72 86,21 4,98 8,82 100,0072,10 91,80 4,16 4,05 100,0076,26 88,63 8,54 2,83 100,0066,26 86,85 6,41 6,74 100,0071,56 76,27 13,90 9,83 100,0071,57 85,44 7,25 7,31 100,0071,86 75,79 13,13 11,08 100,0071,98 88,58 5,49 5,93 100,0073,31 86,33 8,87 4,80 100,0074,71 76,13 16,11 7,75 100,0076,80 81,63 10,42 7,95 100,0074,38 77,66 10,82 11,52 100,0068,45 80,91 7,23 11,86 100,0068,31 84,42 6,04 9,54 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015

Provinsi Rumah Tangga yang Terdapat

ART 0-17 Tahun

Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0 -17 Tahun

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |135

136 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.2.2

Perdesaan

Seluruh ART Sebagian ART Tidak Ada Total

(2) (3) (4) (5) (6)

73,45 72,20 10,09 17,71 100,0073,41 55,34 9,75 34,91 100,0074,23 65,82 10,98 23,20 100,0079,76 66,20 8,90 24,90 100,0075,74 85,44 5,82 8,73 100,0075,87 81,78 6,96 11,25 100,0076,49 82,56 6,78 10,66 100,0076,38 78,66 8,02 13,32 100,0074,96 89,73 4,03 6,24 100,0068,63 89,11 5,58 5,31 100,00

na na na na na69,72 69,06 7,41 23,53 100,0069,29 88,41 4,50 7,09 100,0059,67 96,18 1,07 2,75 100,0066,29 78,58 4,80 16,62 100,0079,86 42,21 11,99 45,80 100,0066,46 65,76 7,03 27,21 100,0075,02 55,94 9,43 34,63 100,0080,57 39,04 16,69 44,28 100,0078,58 72,07 7,11 20,82 100,0073,42 71,93 5,60 22,47 100,0073,12 78,89 7,11 14,01 100,0074,59 88,21 4,61 7,17 100,0075,68 78,13 8,39 13,48 100,0071,44 75,47 10,94 13,59 100,0075,37 56,63 12,73 30,64 100,0073,86 74,80 10,83 14,37 100,0079,34 67,09 12,77 20,14 100,0076,97 74,79 11,77 13,45 100,0077,10 71,42 11,53 17,05 100,0079,88 53,62 21,88 24,49 100,0084,39 59,58 15,69 24,73 100,0076,71 56,35 10,55 33,10 100,0072,57 24,07 2,58 73,35 100,0072,16 71,95 7,67 20,38 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Rumah Tangga yang Terdapat

ART 0-17 Tahun

Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0 -17 Tahun

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Akte Kelahiran ART Umur 0-17 Tahun, 2015

Provinsi

136| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

137Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.3

Perkotaan + Perdesaan

0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun 0 - 17 Tahun(2) (3) (4) (5) (6)

37,34 72,91 85,65 84,90 81,1538,33 57,07 69,44 71,68 66,0736,28 66,61 80,99 80,05 75,9537,21 67,55 79,15 77,32 74,6734,18 83,21 92,38 92,97 89,6434,77 81,53 88,66 87,91 86,1034,57 83,58 90,61 89,85 88,0633,66 78,37 86,48 83,62 82,8133,54 91,24 95,62 93,42 93,4934,64 89,63 96,98 97,88 94,4928,89 91,89 97,15 95,83 94,9033,09 75,38 80,84 78,19 78,2430,42 88,20 93,39 92,55 91,4325,87 94,13 97,53 96,74 96,1728,41 80,52 87,04 85,67 84,4934,44 68,46 73,36 69,85 70,6129,24 72,83 86,20 86,09 81,5936,17 58,92 72,09 75,82 68,7242,48 37,18 59,14 64,79 53,8035,92 73,61 82,24 83,12 79,7734,78 74,27 81,09 81,75 79,1134,20 78,86 88,62 85,81 84,4034,21 87,27 95,74 95,45 92,8838,64 78,62 93,25 96,01 89,2831,34 69,18 88,90 94,13 84,4635,42 50,53 72,97 78,63 67,3735,34 73,38 88,69 89,63 84,1640,09 62,68 79,66 83,40 75,3534,98 73,75 89,82 87,58 84,0739,52 67,20 85,83 86,08 80,0940,28 45,45 77,34 90,05 71,5340,37 54,26 75,59 84,55 72,0137,89 53,34 70,62 80,45 67,7238,24 40,30 37,38 41,05 39,4133,12 74,46 82,98 82,82 80,15

Sumber : Susenas KOR 2015

Provinsi Penduduk Umur 0-

17 Tahun

Penduduk Umur 0 -17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran

Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2015

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |137

138 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.3.1

Perkotaan

0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun 0 - 17 Tahun(2) (3) (4) (5) (6)

36,09 83,86 94,35 94,21 90,7435,88 63,45 77,79 79,07 73,4234,54 75,76 89,18 89,11 84,9436,00 76,40 88,55 87,17 83,8533,32 94,03 97,97 97,69 96,5934,14 83,57 92,59 91,33 89,2034,34 89,34 94,74 98,02 94,1233,22 80,34 89,65 87,83 85,9532,94 92,14 97,39 96,50 95,4034,49 89,95 97,39 98,57 94,9028,89 91,89 97,15 95,83 94,9032,95 78,71 84,41 82,05 81,8530,14 89,42 94,79 93,98 92,7726,06 93,10 97,04 97,28 95,8428,44 85,48 92,58 91,27 89,8533,26 79,76 86,77 84,68 83,7029,08 80,98 93,09 92,88 88,9135,45 71,68 85,05 81,80 79,3539,18 64,54 82,77 85,75 78,0634,45 84,91 94,30 95,44 91,5333,99 86,11 90,44 91,13 89,2833,55 82,78 91,52 90,61 88,1833,45 89,48 96,60 97,00 94,3139,35 86,87 98,25 98,43 94,5730,55 77,43 93,22 96,53 89,3834,00 66,18 90,34 94,96 83,8434,38 81,12 92,94 94,55 89,6937,36 67,49 84,69 91,60 81,4033,36 84,19 97,20 94,82 92,3038,60 85,32 96,12 95,92 92,8537,01 61,08 92,60 98,17 84,5036,66 74,32 92,42 94,01 87,4536,46 67,56 85,23 91,76 81,2734,36 74,34 86,28 89,25 82,9232,04 81,63 89,60 88,77 86,71

Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2015

Provinsi Penduduk Umur 0-

17 Tahun

Penduduk Umur 0 -17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

138| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

139Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.3.2

Perdesaan

0 -5 Tahun 6 - 11 Tahun 12 - 17 Tahun 0 - 17 Tahun(2) (3) (4) (5) (6)

37,84 68,69 82,37 81,46 77,5340,74 51,43 62,49 65,21 59,7337,43 61,45 75,87 74,29 70,4937,97 61,80 73,48 71,87 69,1334,55 78,47 90,12 90,98 86,7235,12 80,42 86,76 85,86 84,4334,68 81,03 88,92 85,88 85,3633,81 77,69 85,34 82,15 81,7034,13 90,40 93,95 90,55 91,6935,45 87,94 94,87 94,94 92,50

na na na na na33,36 68,64 73,37 70,48 70,9030,65 87,18 92,22 91,36 90,3025,50 96,30 98,45 95,57 96,8428,38 75,84 81,87 80,64 79,5436,98 45,14 48,13 42,31 45,3129,49 60,20 75,18 75,31 70,0436,69 49,57 63,50 71,40 61,1843,30 31,19 54,05 59,54 48,2936,57 68,61 77,68 77,85 74,9035,19 68,37 76,47 76,88 73,9934,68 76,00 86,70 82,23 81,7235,49 83,34 94,42 93,07 90,6037,75 67,90 86,80 92,71 82,3132,01 62,49 85,67 92,09 80,5335,90 45,56 68,01 73,08 62,2235,92 68,83 86,33 86,77 81,0041,20 60,95 77,81 80,32 73,1235,84 68,48 86,28 83,94 80,0039,76 63,02 83,20 83,65 76,9642,37 36,55 69,37 85,31 64,3241,76 47,41 70,66 81,05 66,9238,76 45,35 61,89 74,09 59,9339,64 25,41 24,26 27,02 25,4934,21 67,47 76,75 77,17 73,90

Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2015

Provinsi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Penduduk Umur 0-17 Tahun

Penduduk Umur 0 -17 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran

(1)

Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |139

140 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.4

Perkotaan + Perdesaan

Akte Belum Terbit

Tidak Ada Biaya

Tempat Penguru-san jauh

Tidak Tahu Harus

Dicatat dan Cara Mengu-

rusnya

Tidak Merasa Perlu,

Malas/ Tidak Mau

Lainnya Total

(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

18,85 24,30 29,03 9,74 6,04 10,73 20,15 100,00

33,93 17,79 42,28 5,65 7,19 11,64 15,45 100,00

24,05 17,09 24,03 13,86 7,22 11,41 26,39 100,00

25,33 20,78 34,39 10,11 8,35 9,20 17,18 100,00

10,36 28,12 22,79 9,55 9,87 13,92 15,75 100,00

13,90 16,15 37,08 8,78 7,21 12,93 17,86 100,00

11,94 21,19 36,61 7,93 5,74 12,21 16,32 100,00

17,19 16,85 45,71 5,44 7,04 11,62 13,35 100,00

6,51 19,84 24,95 4,70 8,63 19,27 22,61 100,00

5,51 40,71 15,76 5,77 11,88 5,39 20,49 100,00

5,10 25,97 25,87 7,84 8,00 13,46 18,86 100,00

21,76 13,33 53,43 2,88 8,28 10,62 11,46 100,00

8,57 22,47 37,52 3,16 5,54 12,06 19,26 100,00

3,83 21,02 25,97 7,26 10,58 10,93 24,23 100,00

15,51 18,22 34,30 3,27 10,38 19,45 14,38 100,00

29,39 13,97 54,91 3,60 6,89 9,69 10,94 100,00

18,41 22,72 26,86 6,20 11,84 17,66 14,72 100,00

31,28 12,47 42,97 4,09 10,01 10,06 20,40 100,00

46,20 21,67 25,18 11,84 10,92 4,15 26,24 100,00

20,23 12,90 29,81 14,38 13,75 11,26 17,89 100,00

20,89 16,51 34,14 14,72 10,37 12,05 12,20 100,00

15,60 19,26 30,00 7,83 12,58 11,18 19,16 100,00

7,12 23,54 19,87 17,25 13,46 8,35 17,53 100,00

10,72 22,91 5,50 12,45 11,69 6,39 41,05 100,00

15,54 30,98 21,74 7,63 4,79 8,90 25,96 100,00

32,63 24,15 21,22 11,54 12,70 6,82 23,57 100,00

15,84 19,20 19,56 8,87 11,70 16,53 24,13 100,00

24,65 18,77 22,92 15,85 12,98 7,84 21,63 100,00

15,93 25,44 22,25 10,86 4,11 9,38 27,95 100,00

19,91 31,44 24,47 7,75 16,31 6,31 13,71 100,00

28,47 19,93 14,06 22,24 7,07 10,56 26,14 100,00

27,99 19,64 17,16 23,34 7,53 10,18 22,15 100,00

32,28 14,44 12,65 20,44 9,37 13,54 29,55 100,00

60,59 2,65 8,98 18,46 40,78 14,69 14,44 100,00

19,85 17,14 37,19 7,23 10,09 11,65 16,70 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015

Sumatera Utara

Sumatera Barat

(1)

Aceh

Provinsi

Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Punya

Akte Kelahiran

Alasan

Sumatera Selatan

Bengkulu

Riau

Jambi

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Lampung

Kep. Bangka Belitung

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Jawa Barat

Jawa Tengah

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

Banten

Bali

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Barat

Maluku

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Papua

Indonesia

Maluku Utara

Papua Barat

140| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

141Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.4.1

Perkotaan

Akte Belum Terbit

Tidak Ada Biaya

Tempat Penguru-san jauh

Tidak Tahu Harus

Dicatat dan Cara Mengu-

rusnya

Tidak Merasa Perlu,

Malas/ Tidak Mau

Lainnya Total

(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

9,26 30,04 25,32 3,41 3,48 7,62 30,13 100,00

26,58 17,18 40,38 1,75 6,15 15,35 19,19 100,00

15,06 17,99 20,26 8,01 6,19 13,14 34,41 100,00

16,15 24,22 27,56 4,94 6,78 9,01 27,49 100,00

3,41 46,24 19,29 3,67 8,20 3,72 18,88 100,00

10,80 15,41 29,52 6,35 13,56 9,16 26,00 100,00

5,88 38,55 18,95 0,38 7,59 21,90 12,63 100,00

14,05 18,99 32,41 6,52 10,95 19,33 11,81 100,00

4,60 22,14 27,65 3,64 9,15 15,72 21,70 100,00

5,10 34,62 19,29 6,33 13,92 6,07 19,77 100,00

5,10 25,97 25,87 7,84 8,00 13,46 18,86 100,00

18,15 15,19 52,43 2,20 8,56 10,27 11,35 100,00

7,23 23,07 33,13 2,84 7,51 11,98 21,48 100,00

4,16 25,72 19,32 9,98 5,76 9,18 30,04 100,00

10,15 20,11 34,34 4,23 8,41 14,54 18,38 100,00

16,30 18,60 42,12 2,72 8,30 13,49 14,77 100,00

11,09 24,76 18,67 7,51 13,06 13,88 22,12 100,00

20,65 13,11 38,90 3,00 10,50 9,19 25,31 100,00

21,94 19,28 17,81 3,83 5,12 4,51 49,44 100,00

8,47 14,59 35,03 5,09 6,16 5,78 33,36 100,00

10,72 21,05 28,59 5,44 8,27 11,53 25,12 100,00

11,82 19,59 28,14 5,78 10,07 14,87 21,55 100,00

5,69 27,24 14,65 8,04 11,95 11,81 26,30 100,00

5,43 24,60 4,62 4,66 8,37 5,08 52,67 100,00

10,62 30,41 18,45 2,50 5,52 7,43 35,69 100,00

16,16 25,36 16,04 4,37 8,93 7,80 37,50 100,00

10,31 16,22 23,67 3,94 5,38 16,95 33,83 100,00

18,60 19,30 20,63 3,58 15,17 12,12 29,19 100,00

7,70 26,89 11,38 3,87 6,32 12,56 38,97 100,00

7,15 24,57 4,94 2,66 16,12 7,59 44,12 100,00

15,50 29,32 11,71 4,55 3,30 16,24 34,87 100,00

12,55 26,87 17,59 12,66 6,89 11,76 24,23 100,00

18,73 8,74 13,78 3,90 2,08 12,95 58,55 100,00

17,08 15,23 8,42 16,83 10,83 17,77 30,92 100,00

13,29 18,45 38,85 3,50 8,20 12,09 18,91 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015

Sumatera Utara

Sumatera Barat

(1)

Aceh

Provinsi

Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Punya

Akte Kelahiran

Alasan

Sumatera Selatan

Bengkulu

Riau

Jambi

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Lampung

Kep. Bangka Belitung

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Jawa Barat

Jawa Tengah

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

Banten

Bali

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Barat

Maluku

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Papua

Indonesia

Maluku Utara

Papua Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |141

142 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.4.2

Perdesaan

Akte Belum Terbit

Tidak Ada Biaya

Tempat Penguru-san jauh

Tidak Tahu Harus

Dicatat dan Cara Mengu-

rusnya

Tidak Merasa Perlu,

Malas/ Tidak Mau

Lainnya Total

(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

22,47 23,41 29,61 10,73 6,44 11,22 18,60 100,00

40,27 18,13 43,36 7,88 7,78 9,53 13,32 100,00

29,51 16,81 25,20 15,68 7,54 10,87 23,90 100,00

30,87 19,69 36,54 11,74 8,85 9,26 13,92 100,00

13,28 26,16 23,17 10,19 10,05 15,02 15,41 100,00

15,57 16,42 39,91 9,69 4,83 14,34 14,81 100,00

14,64 18,09 39,77 9,27 5,41 10,47 16,98 100,00

18,30 16,28 49,29 5,14 5,99 9,55 13,76 100,00

8,31 18,65 23,55 5,25 8,36 21,11 23,09 100,00

7,50 61,26 3,85 3,88 5,00 3,11 22,91 100,00

na na na na na na na na

29,10 10,97 54,69 3,76 7,92 11,05 11,61 100,00

9,70 22,10 40,26 3,36 4,31 12,11 17,87 100,00

3,16 8,47 43,72 0,00 23,46 15,63 8,72 100,00

20,46 17,35 34,29 2,83 11,29 21,70 12,55 100,00

54,69 11,30 62,28 4,10 6,08 7,51 8,73 100,00

29,96 21,53 31,64 5,44 11,12 19,86 10,40 100,00

38,82 12,23 44,50 4,49 9,83 10,40 18,55 100,00

51,71 21,90 25,89 12,61 11,48 4,12 24,00 100,00

25,10 12,67 29,09 15,68 14,81 12,03 15,73 100,00

26,01 15,57 35,30 16,65 10,80 12,16 9,52 100,00

18,28 19,10 30,85 8,77 13,74 9,48 18,06 100,00

9,40 19,94 24,94 26,18 14,92 5,00 9,02 100,00

17,69 22,23 5,86 15,60 13,04 6,92 36,35 100,00

19,47 31,23 23,18 9,87 4,47 9,54 21,71 100,00

37,78 23,99 21,91 12,50 13,20 6,69 21,71 100,00

19,00 20,13 18,29 10,40 13,67 16,40 21,12 100,00

26,88 18,64 23,50 18,97 12,43 6,76 19,70 100,00

20,00 25,16 24,33 12,20 3,69 8,78 25,85 100,00

23,04 31,96 25,96 8,14 16,33 6,22 11,40 100,00

35,68 17,66 14,63 26,52 7,98 9,19 24,03 100,00

33,08 18,73 17,11 24,68 7,61 9,98 21,89 100,00

40,07 15,97 12,35 24,89 11,33 13,70 21,75 100,00

74,51 1,73 9,02 18,57 42,98 14,46 13,23 100,00

26,10 16,50 36,38 9,04 11,01 11,44 15,62 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Alasan Tidak Mengurus Akte Kelahiran, 2015

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Penduduk Umur 0-17 Tahun yang Tidak Punya

Akte Kelahiran

Alasan

(1)

Aceh

Provinsi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Riau

Jambi

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Lampung

Kep. Bangka Belitung

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Jawa Barat

Jawa Tengah

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

Banten

Bali

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Barat

Maluku

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Papua

Indonesia

Maluku Utara

Papua Barat

142| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

143Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.5

Perkotaan + Perdesaan

Serumah Tidak Serumah Total(2) (3) (4) (5)

76,32 98,04 1,96 100,00 80,82 97,45 2,55 100,00 79,55 97,61 2,39 100,00 85,24 98,25 1,75 100,00 85,77 97,34 2,66 100,00 85,78 98,20 1,80 100,00 86,65 97,86 2,14 100,00 87,68 96,25 3,75 100,00 85,03 97,81 2,19 100,00 80,56 96,07 3,93 100,00 78,20 95,26 4,74 100,00 81,59 94,88 5,12 100,00 81,34 92,15 7,85 100,00 72,21 95,49 4,51 100,00 79,12 95,12 4,88 100,00 84,80 95,96 4,04 100,00 84,62 96,67 3,33 100,00 82,87 88,64 11,36 100,00 79,32 93,67 6,33 100,00 84,14 97,41 2,59 100,00 85,19 96,93 3,07 100,00 80,10 96,68 3,32 100,00 83,93 97,58 2,42 100,00 85,81 92,80 7,20 100,00 82,17 96,92 3,08 100,00 84,35 97,58 2,42 100,00 77,29 95,51 4,49 100,00 80,85 94,77 5,23 100,00 85,26 96,89 3,11 100,00 81,05 97,26 2,74 100,00 80,65 96,43 3,57 100,00 84,12 97,19 2,81 100,00 85,16 93,86 6,14 100,00 85,81 96,22 3,78 100,00 81,45 95,28 4,72 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015

Provinsi Rumah Tangga

dengan KRT Berstatus Kawin

Tempat Tinggal KRT dan Pasangannya

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |143

144 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.5.1

Perkotaan

Serumah Tidak Serumah Total(2) (3) (4) (5)

75,11 97,79 2,21 100,00 80,10 97,24 2,76 100,00 78,47 97,29 2,71 100,00 82,40 97,98 2,02 100,00 83,09 96,75 3,25 100,00 82,61 97,57 2,43 100,00 83,59 96,34 3,66 100,00 86,31 97,48 2,52 100,00 84,27 97,24 2,76 100,00 80,45 95,89 4,11 100,00 78,20 95,26 4,74 100,00 80,99 95,84 4,16 100,00 79,10 93,04 6,96 100,00 67,98 94,72 5,28 100,00 77,92 95,07 4,93 100,00 85,25 97,19 2,81 100,00 82,84 95,45 4,55 100,00 79,81 89,66 10,34 100,00 74,48 93,59 6,41 100,00 79,36 96,68 3,32 100,00 84,40 95,79 4,21 100,00 78,36 95,45 4,55 100,00 82,71 97,10 2,90 100,00 85,62 91,26 8,74 100,00 77,97 96,41 3,59 100,00 79,12 96,77 3,23 100,00 75,50 95,85 4,15 100,00 72,96 94,09 5,91 100,00 79,97 95,89 4,11 100,00 76,53 97,52 2,48 100,00 77,68 94,20 5,80 100,00 75,92 95,21 4,79 100,00 83,03 92,99 7,01 100,00 84,45 93,27 6,73 100,00 79,83 95,49 4,51 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015

Provinsi Rumah Tangga

dengan KRT Berstatus Kawin

Tempat Tinggal KRT dan Pasangannya

144| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

145Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.5.2

Perdesaan

Serumah Tidak Serumah Total(2) (3) (4) (5)

76,80 98,13 1,87 100,00 81,52 97,65 2,35 100,00 80,24 97,81 2,19 100,00 87,04 98,42 1,58 100,00 86,86 97,57 2,43 100,00 87,42 98,50 1,50 100,00 87,96 98,48 1,52 100,00 88,12 95,86 4,14 100,00 85,74 98,34 1,66 100,00 81,17 96,99 3,01 100,00

na na na na 82,76 93,09 6,91 100,00 83,20 91,45 8,55 100,00 81,33 96,86 3,14 100,00 80,20 95,16 4,84 100,00 83,84 93,25 6,75 100,00 87,51 98,54 1,46 100,00 85,05 87,96 12,04 100,00 80,57 93,68 6,32 100,00 86,14 97,69 2,31 100,00 85,60 97,51 2,49 100,00 81,39 97,57 2,43 100,00 85,97 98,37 1,63 100,00 86,04 94,66 5,34 100,00 85,76 97,31 2,69 100,00 86,01 97,81 2,19 100,00 78,30 95,32 4,68 100,00 84,05 95,01 4,99 100,00 88,06 97,37 2,63 100,00 82,11 97,20 2,80 100,00 82,62 97,82 2,18 100,00 87,23 97,84 2,16 100,00 86,39 94,35 5,65 100,00 86,25 97,17 2,83 100,00 83,07 95,09 4,91 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Rumah Tangga dengan KRT

Berstatus Kawin

Tempat Tinggal KRT dan Pasangannya

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Tempat Tinggal Kepala Rumah Tangga dan Pasangannya, 2015

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |145

146 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.6

Perkotaan + Perdesaan

Lebih dari Cukup ( > 28 Jam)

Cukup (14 - 28 Jam)

Kurang ( < 14 Jam)

(2) (3) (4) (5)

27,68 46,79 25,53 100,0026,95 45,12 27,93 100,0023,25 54,45 22,31 100,0030,40 50,87 18,74 100,0030,90 53,21 15,89 100,0022,08 54,87 23,05 100,0032,18 51,22 16,60 100,0033,28 48,34 18,38 100,0039,56 45,14 15,30 100,0040,41 39,11 20,48 100,0032,76 43,15 24,09 100,0028,18 52,72 19,11 100,0018,50 54,54 26,96 100,0016,94 55,97 27,10 100,0030,94 47,59 21,47 100,0026,35 47,96 25,69 100,0010,78 51,31 37,92 100,0019,76 57,39 22,85 100,0011,28 54,66 34,06 100,0024,27 49,16 26,57 100,0029,80 49,09 21,11 100,0033,47 46,71 19,81 100,0044,25 36,36 19,39 100,00

na na na na29,64 45,01 25,36 100,0025,42 53,88 20,70 100,0040,90 45,94 13,16 100,0019,03 49,52 31,45 100,0027,77 45,02 27,20 100,0036,87 41,71 21,43 100,0029,29 41,23 29,48 100,0027,76 40,28 31,96 100,0032,14 33,39 34,47 100,0025,86 31,06 43,08 100,0027,14 49,74 23,12 100,00

Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014

Provinsi Kecukupan Waktu Luang Selama Seminggu

Total

146| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

147Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.6.1

Perkotaan

Lebih dari Cukup ( > 28 Jam)

Cukup (14 - 28 Jam)

Kurang ( < 14 Jam)

(2) (3) (4) (5)

34,82 42,50 22,68 100,0032,77 40,94 26,30 100,0024,30 54,26 21,44 100,0029,39 51,61 18,99 100,0038,14 47,80 14,06 100,0016,98 51,96 31,07 100,0043,71 44,24 12,06 100,0038,23 49,02 12,75 100,0030,95 47,04 22,02 100,0041,09 37,95 20,96 100,0032,76 43,15 24,09 100,0027,82 53,31 18,88 100,0019,42 54,67 25,91 100,0016,30 53,43 30,27 100,0031,11 47,49 21,40 100,0029,54 44,74 25,71 100,0012,67 45,99 41,35 100,0023,44 55,93 20,63 100,0018,04 60,57 21,39 100,0027,34 45,31 27,35 100,0032,97 44,47 22,56 100,0037,97 43,43 18,60 100,0045,19 35,80 19,01 100,00

na na na na42,32 32,99 24,69 100,0033,95 48,37 17,67 100,0034,44 50,83 14,73 100,0017,71 46,09 36,19 100,0026,00 45,90 28,10 100,0043,22 43,93 12,85 100,0036,29 37,42 26,28 100,0019,83 46,86 33,31 100,0040,96 28,53 30,51 100,0031,19 36,79 32,02 100,0028,49 48,87 22,64 100,00

Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014

Provinsi Kecukupan Waktu Luang Selama Seminggu

Total

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |147

148 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.6.2

Perdesaan

Lebih dari Cukup ( > 28 Jam)

Cukup (14 - 28 Jam)

Kurang ( < 14 Jam)

(2) (3) (4) (5)

24,90 48,46 26,64 100,0021,47 49,07 29,47 100,0022,58 54,56 22,86 100,0031,03 50,40 18,57 100,0027,86 55,48 16,66 100,0024,76 56,40 18,84 100,0027,02 54,35 18,63 100,0031,67 48,12 20,22 100,0048,21 43,23 8,56 100,0036,70 45,43 17,87 100,00

na na na na28,85 51,61 19,54 100,0017,76 54,43 27,81 100,0018,29 61,32 20,39 100,0030,79 47,67 21,53 100,0018,98 55,39 25,63 100,00

7,71 59,95 32,34 100,0017,14 58,43 24,43 100,00

9,63 53,22 37,15 100,0022,98 50,78 26,25 100,0028,18 51,44 20,38 100,0030,22 49,09 20,69 100,0042,72 37,28 20,00 100,00

na na na na19,19 54,91 25,90 100,0022,68 55,65 21,67 100,0044,58 43,16 12,26 100,0019,54 50,86 29,60 100,0028,71 44,56 26,73 100,0035,07 41,08 23,86 100,0024,51 43,82 31,66 100,0030,80 37,76 31,44 100,0028,39 35,45 36,16 100,0024,09 29,16 46,75 100,0025,80 50,61 23,59 100,00

Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Kecukupan Waktu Luang Selama SemingguTotal

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Waktu Luang Bersama Keluarga, 2014

Provinsi

148| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

149Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.7

Perkotaan + Perdesaan

KRT Bersama Pasangan

Kepala Rumah Tangga Saja

Pasangan Saja Lainnya

(2) (3) (4) (5) (6)10,21 1,57 83,79 4,43 100,0015,80 1,61 77,49 5,10 100,0025,20 1,60 69,24 3,96 100,0025,50 0,97 70,72 2,82 100,0017,58 1,77 75,44 5,21 100,0021,18 1,09 73,83 3,90 100,0019,76 1,81 74,25 4,18 100,0023,00 2,73 69,72 4,55 100,0024,51 2,20 70,17 3,12 100,0024,29 3,02 69,17 3,52 100,0018,02 3,36 71,77 6,84 100,0017,16 2,20 76,34 4,30 100,0031,77 4,22 59,30 4,71 100,0055,32 4,01 38,13 2,54 100,0026,02 3,99 64,98 5,01 100,0017,22 2,04 75,13 5,61 100,0070,45 3,22 24,25 2,09 100,0016,64 10,07 69,44 3,84 100,0024,35 5,43 65,55 4,67 100,00

9,81 1,91 82,25 6,03 100,0025,82 2,13 68,27 3,79 100,0023,71 2,43 69,98 3,89 100,0012,82 1,37 81,95 3,85 100,0012,39 2,49 80,25 4,87 100,0022,20 2,92 69,97 4,91 100,0032,61 2,22 61,87 3,30 100,0014,37 3,04 77,84 4,75 100,0037,92 4,21 55,16 2,71 100,0034,84 2,61 58,70 3,85 100,0034,18 2,57 59,81 3,43 100,0039,32 2,62 54,99 3,07 100,0037,48 2,09 55,68 4,75 100,0022,50 3,38 66,82 7,30 100,0018,32 2,15 74,48 5,05 100,00

Indonesia 23,48 3,00 68,95 4,57 100,00Sumber : Susenas KOR 2015Catatan : Diolah berdasarkan 81,45 % rumah tangga dengan KRT berstatus kawin

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKe. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015

Provinsi

Orang yang Mengurus Rumah Tangga

Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |149

150 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.7.1

Perkotaan

KRT Bersama Pasangan

Kepala Rumah Tangga Saja

Pasangan Saja Lainnya

(2) (3) (4) (5) (6)15,35 1,55 78,90 4,20 100,0014,93 1,69 78,55 4,83 100,0033,87 1,73 61,40 3,01 100,0030,58 0,93 65,83 2,66 100,0020,39 1,96 71,44 6,21 100,0018,34 1,14 75,78 4,73 100,0020,53 2,39 74,89 2,19 100,0022,87 1,50 70,26 5,37 100,0032,98 2,65 61,80 2,57 100,0024,86 3,23 68,31 3,60 100,0018,02 3,36 71,77 6,84 100,0018,31 2,09 75,00 4,61 100,0034,55 4,04 56,69 4,71 100,0062,77 4,92 30,51 1,80 100,0029,04 3,66 62,08 5,23 100,0015,52 1,93 76,42 6,12 100,0068,55 4,12 25,55 1,78 100,0020,25 9,50 66,51 3,74 100,0032,32 5,59 56,96 5,13 100,0013,79 2,51 77,63 6,07 100,0028,05 2,77 64,97 4,21 100,0026,60 3,31 66,22 3,87 100,0013,79 1,44 80,51 4,26 100,0015,56 3,18 76,78 4,48 100,0022,25 3,44 67,51 6,79 100,0033,45 2,79 58,41 5,35 100,0018,00 3,02 73,32 5,66 100,0051,92 3,92 42,26 1,90 100,0039,49 3,28 53,30 3,93 100,0033,90 2,54 60,67 2,89 100,0049,12 3,57 43,61 3,70 100,0035,60 3,92 55,00 5,48 100,0024,18 3,60 63,43 8,79 100,0016,94 4,04 71,47 7,55 100,00

Indonesia 24,83 2,93 67,40 4,85 100,00Sumber : Susenas KOR 2015Catatan : Diolah berdasarkan 81,45 % rumah tangga dengan KRT berstatus kawin

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015

Provinsi

Orang yang Mengurus Rumah Tangga

Total

150| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

151Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.7.2

Perdesaan

KRT Bersama Pasangan

Kepala Rumah Tangga Saja

Pasangan Saja Lainnya

(2) (3) (4) (5) (6)8,25 1,58 85,65 4,52 100,00

16,61 1,53 76,51 5,35 100,0019,68 1,52 74,24 4,56 100,0022,43 0,99 73,66 2,92 100,0016,49 1,69 76,99 4,82 100,0022,58 1,06 72,88 3,49 100,0019,45 1,57 73,99 4,99 100,0023,04 3,12 69,54 4,30 100,0016,70 1,78 77,88 3,63 100,0021,34 1,96 73,58 3,12 100,00

na na na na na15,02 2,41 78,85 3,73 100,0029,58 4,36 61,35 4,71 100,0041,89 2,38 51,85 3,87 100,0023,39 4,28 67,52 4,81 100,0020,95 2,28 72,28 4,49 100,0073,36 1,82 22,25 2,56 100,0014,24 10,46 71,40 3,91 100,0022,45 5,40 67,60 4,56 100,00

8,28 1,68 84,03 6,01 100,0024,70 1,81 69,92 3,57 100,0021,64 1,79 72,66 3,90 100,0011,27 1,26 84,27 3,20 100,00

8,55 1,64 84,46 5,35 100,0022,16 2,51 71,88 3,45 100,0032,36 2,06 62,88 2,70 100,0012,38 3,06 80,32 4,25 100,0032,99 4,31 59,70 3,00 100,0032,60 2,29 61,30 3,81 100,0034,24 2,58 59,62 3,55 100,0033,22 2,03 62,08 2,67 100,0038,10 1,48 55,91 4,51 100,0021,57 3,26 68,71 6,47 100,0018,77 1,54 75,44 4,25 100,00

Indonesia 22,17 3,08 70,45 4,30 100,00Sumber : Susenas KOR 2015Catatan : Diolah berdasarkan 81,45 % rumah tangga dengan KRT berstatus kawin

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Orang yang Mengurus Rumah Tangga

Total

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Orang yang Mengurus Rumah Tangga Selama Seminggu Terakhir, 2015

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |151

152 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.8

Perkotaan + Perdesaan

Bekerja Tidak Bekerja

(2) (3) (4)50,30 49,70 100,0054,62 45,38 100,0059,24 40,76 100,0043,42 56,58 100,0051,64 48,36 100,0058,80 41,20 100,0064,41 35,59 100,0051,77 48,23 100,0043,82 56,18 100,0036,31 63,69 100,0040,88 59,12 100,0040,23 59,77 100,0061,50 38,50 100,0066,63 33,37 100,0057,46 42,54 100,0040,39 59,61 100,0074,16 25,84 100,0055,46 44,54 100,0067,45 32,55 100,0061,39 38,61 100,0053,44 46,56 100,0055,81 44,19 100,0037,29 62,71 100,0041,98 58,02 100,0040,57 59,43 100,0053,66 46,34 100,0044,98 55,02 100,0057,82 42,18 100,0050,55 49,45 100,0059,01 40,99 100,0054,08 45,92 100,0054,08 45,92 100,0051,81 48,19 100,0073,29 26,71 100,00

Indonesia 52,11 47,89 100,00Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015

Provinsi Istri

Total

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

152| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

153Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.8.1

Perkotaan

Bekerja Tidak Bekerja

(2) (3) (4)47,52 52,48 100,0046,37 53,63 100,0053,01 46,99 100,0043,01 56,99 100,0049,96 50,04 100,0046,83 53,17 100,0058,20 41,80 100,0047,16 52,84 100,0040,91 59,09 100,0035,24 64,76 100,0040,88 59,12 100,0038,48 61,52 100,0058,74 41,26 100,0061,17 38,83 100,0052,66 47,34 100,0037,57 62,43 100,0071,28 28,72 100,0051,70 48,30 100,0051,26 48,74 100,0045,30 54,70 100,0051,49 48,51 100,0046,51 53,49 100,0035,11 64,89 100,0040,88 59,12 100,0044,11 55,89 100,0055,37 44,63 100,0041,47 58,53 100,0053,70 46,30 100,0055,14 44,86 100,0050,69 49,31 100,0050,76 49,24 100,0047,61 52,39 100,0043,00 57,00 100,0040,04 59,96 100,00

Indonesia 46,50 53,50 100,00Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015

Provinsi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

IstriTotal

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |153

154 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.8.2

Perdesaan

Bekerja Tidak Bekerja

(2) (3) (4)51,35 48,65 100,0062,39 37,61 100,0063,20 36,80 100,0043,67 56,33 100,0052,30 47,70 100,0064,65 35,35 100,0066,94 33,06 100,0053,24 46,76 100,0046,48 53,52 100,0041,81 58,19 100,00na na na

43,53 56,47 100,0063,69 36,31 100,0076,41 23,59 100,0061,64 38,36 100,0046,64 53,36 100,0078,46 21,54 100,0057,98 42,02 100,0071,26 28,74 100,0067,56 32,44 100,0054,41 45,59 100,0062,41 37,59 100,0040,80 59,20 100,0043,31 56,69 100,0037,82 62,18 100,0053,17 46,83 100,0046,90 53,10 100,0059,26 40,74 100,0048,37 51,63 100,0060,81 39,19 100,0056,12 43,88 100,0056,17 43,83 100,0056,69 43,31 100,0083,58 16,42 100,00

Indonesia 57,52 42,48 100,00Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Bekerja Istri, 2015

Sumatera UtaraSumatera Barat

IstriTotal

(1)Aceh

Provinsi

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

154| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

155Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.9

Terutama Istri

Suami bersama Istri

Terutama Suami

Pihak LainTidak

Terjawab(6)

17,40 67,30 15,30 0,00 0,00 100,0041,40 45,90 12,50 0,00 0,20 100,0026,00 63,40 10,60 0,10 0,00 100,0039,50 47,00 13,20 0,20 0,20 100,0022,70 70,00 7,30 0,00 0,00 100,0045,60 38,70 15,40 0,00 0,20 100,0034,50 54,80 10,60 0,00 0,10 100,0048,60 43,50 7,80 0,10 0,00 100,0043,40 46,50 10,00 0,00 0,10 100,0032,30 57,20 10,40 0,10 0,00 100,0049,50 34,30 15,60 0,10 0,50 100,0050,10 40,50 9,20 0,10 0,20 100,0031,60 57,60 10,50 0,20 0,00 100,0026,40 64,40 9,00 0,20 0,00 100,0044,00 41,70 14,10 0,20 0,00 100,0047,80 36,00 16,20 0,00 0,00 100,0023,10 41,90 34,70 0,40 0,00 100,0041,70 51,50 6,80 0,00 0,00 100,0041,90 44,60 13,10 0,30 0,00 100,0020,20 71,60 8,00 0,00 0,10 100,0026,00 68,50 5,40 0,00 0,00 100,0033,00 50,80 15,90 0,10 0,10 100,0031,00 60,90 8,10 0,00 0,00 100,00

na na na na na na45,00 45,30 9,10 0,00 0,60 100,0034,90 56,80 8,30 0,00 0,00 100,0064,40 25,90 8,90 0,40 0,50 100,0062,00 29,30 7,90 0,30 0,60 100,0043,30 38,80 17,70 0,10 0,10 100,0039,20 55,10 5,50 0,00 0,10 100,0037,60 49,30 12,90 0,00 0,30 100,0031,20 59,00 9,40 0,00 0,50 100,0038,20 50,20 11,10 0,10 0,30 100,0043,60 30,50 24,80 0,20 1,00 100,0041,40 46,30 12,00 0,10 0,10 100,00

Sumber : Publikasi SDKI 2012Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua BaratPapuaIndonesia

Sulawesi BaratMalukuMaluku Utara

Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

Kalimantan Utara1

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan Barat

Jawa TimurBantenBali

Jawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta

Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta

Sumatera SelatanBengkuluLampung

Sumatera BaratRiauJambi

(1)AcehSumatera Utara

Provinsi Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Suami

Total

Persentase Istri Umur 15 -49 Tahun Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Pendapatan Suami, 2012

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |155

156 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.10

Terutama Istri

Istri bersama suami

Terutama Suami

Pihak LainTidak

Terjawab(2) (3) (4) (5) (6) (6)

34,90 53,20 11,90 0,00 0,00 100,0060,70 30,50 7,50 0,00 1,20 100,0050,20 44,20 4,30 0,20 1,00 100,0060,40 31,30 8,00 0,20 0,10 100,0052,40 44,70 1,90 0,00 0,90 100,0065,20 27,90 6,00 0,00 1,00 100,0060,90 33,00 5,80 0,30 0,00 100,0069,80 25,50 4,50 0,20 0,00 100,0066,40 26,30 6,80 0,00 0,50 100,0062,70 31,40 5,40 0,00 0,50 100,0074,40 17,60 6,60 0,40 1,00 100,0068,10 27,40 3,60 0,30 0,70 100,0057,50 36,90 4,80 0,00 0,80 100,0063,90 33,80 1,90 0,00 0,40 100,0072,10 21,30 5,30 0,30 1,00 100,0077,20 18,00 4,80 0,00 0,00 100,0057,20 29,00 13,40 0,10 0,40 100,0067,60 26,50 5,80 0,00 0,00 100,0063,40 31,70 3,90 0,50 0,50 100,0069,70 25,60 3,80 0,00 1,00 100,0053,20 44,00 2,30 0,50 0,00 100,0068,80 23,80 6,30 0,00 1,20 100,0057,80 38,20 3,10 0,00 0,80 100,00

na na na na na na59,90 33,90 4,50 0,00 1,70 100,0060,40 37,70 1,40 0,00 0,60 100,0075,90 18,10 4,30 0,00 1,60 100,0073,20 19,30 5,60 0,00 1,90 100,0068,80 22,30 8,60 0,00 0,20 100,0063,50 33,20 3,00 0,00 0,30 100,0049,40 38,90 9,60 0,00 2,10 100,0044,60 47,20 8,00 0,00 0,20 100,0065,10 29,40 4,30 0,00 1,20 100,0047,10 21,10 30,40 0,00 1,40 100,0065,30 28,50 5,30 0,10 0,80 100,00

Sumber : Publikasi SDKI 2012Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua BaratPapuaIndonesia

Sulawesi BaratMalukuMaluku Utara

Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

Kalimantan Utara1

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan Barat

Jawa TimurBantenBali

Jawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta

Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta

Sumatera SelatanBengkuluLampung

Sumatera BaratRiauJambi

(1)AcehSumatera Utara

Persentase Istri Umur 15 -49 Tahun Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri, 2012

Provinsi Penentu Keputusan Penggunaan Penghasilan Istri

Total

156| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

157Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.11

Perkotaan + Perdesaan

Suami IstriSuami dan

IstriPihak Lain

(2) (3) (4) (5) (6)11,30 24,17 60,52 4,00 100,0018,17 23,04 57,31 1,48 100,0011,55 21,38 64,84 2,23 100,0013,90 18,56 66,77 0,77 100,0013,95 17,23 67,60 1,23 100,0015,32 14,97 68,23 1,48 100,0011,71 22,92 64,64 0,74 100,0015,26 16,92 66,82 1,00 100,0015,62 18,88 62,96 2,54 100,0018,17 18,94 62,47 0,42 100,0016,76 25,70 55,93 1,61 100,0016,00 19,39 63,03 1,58 100,0015,05 20,85 62,40 1,70 100,0013,92 18,38 57,62 10,08 100,0014,44 22,77 60,59 2,21 100,0015,76 22,60 60,83 0,81 100,0018,24 10,60 69,32 1,84 100,0016,71 19,09 60,60 3,60 100,0012,35 17,17 64,91 5,58 100,0016,07 20,68 62,10 1,15 100,0014,02 16,45 67,03 2,50 100,0011,86 20,34 66,57 1,23 100,0017,14 18,96 63,42 0,48 100,00

na na na na na16,86 20,25 61,97 0,92 100,0016,76 16,83 64,34 2,07 100,0014,39 24,53 57,56 3,51 100,0012,69 19,32 64,74 3,26 100,0027,33 23,59 46,94 2,13 100,0019,05 21,52 57,53 1,90 100,0013,26 22,75 63,09 0,90 100,0018,58 20,43 59,48 1,51 100,0015,87 18,80 64,75 0,57 100,0028,24 21,19 50,39 0,18 100,00

Indonesia 15,45 20,61 61,99 1,95 100,00

Sumber : SPTK 2014

Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014

Provinsi Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak

Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |157

158 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.11.1

Perkotaan

Suami IstriSuami dan

IstriPihak Lain

(2) (3) (4) (5) (6)12,69 21,63 59,32 6,36 100,0022,26 23,58 52,49 1,66 100,0012,32 22,08 63,55 2,06 100,0011,94 16,00 71,29 0,77 100,0012,56 19,36 65,75 2,33 100,0016,07 15,74 65,07 3,11 100,0010,47 24,21 65,21 0,11 100,0015,64 18,82 64,02 1,52 100,0018,58 21,17 56,00 4,25 100,0015,86 18,55 65,15 0,44 100,0016,76 25,70 55,93 1,61 100,0016,08 18,93 63,59 1,40 100,0015,21 22,91 60,26 1,62 100,0015,69 17,36 52,82 14,12 100,0014,76 21,80 61,48 1,96 100,0016,34 23,49 59,66 0,51 100,0020,21 12,17 65,56 2,06 100,0014,68 21,82 57,40 6,10 100,0012,06 20,40 61,14 6,39 100,0020,35 29,59 47,95 2,11 100,0016,63 17,16 63,08 3,12 100,0014,45 23,38 60,61 1,56 100,0015,77 21,50 62,28 0,46 100,00

na na na na na19,51 21,35 57,63 1,51 100,0021,08 17,57 57,79 3,56 100,0017,12 21,25 56,87 4,76 100,0018,66 25,67 49,60 6,07 100,0023,93 23,43 47,98 4,65 100,0021,94 16,07 60,84 1,15 100,0015,56 25,14 58,34 0,96 100,0021,61 17,01 58,27 3,10 100,0013,04 14,90 71,64 0,43 100,0018,69 18,48 62,51 0,32 100,00

Indonesia 16,11 21,12 60,66 2,11 100,00

Sumber : SPTK 2014

Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014

Provinsi Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak

Total

158| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

159Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 4.11.2

Perdesaan

Suami IstriSuami dan

IstriPihak Lain

(2) (3) (4) (5) (6)10,77 25,15 60,99 3,09 100,0014,31 22,54 61,85 1,30 100,0011,08 20,95 65,64 2,34 100,0015,12 20,17 63,94 0,77 100,0014,52 16,34 68,37 0,77 100,0014,92 14,57 69,88 0,63 100,0012,26 22,34 64,39 1,02 100,0015,14 16,31 67,73 0,83 100,0012,66 16,59 69,92 0,83 100,0030,82 21,06 47,77 0,35 100,00

na na na na na15,84 20,24 62,00 1,92 100,0014,92 19,19 64,13 1,76 100,0010,13 20,55 67,87 1,45 100,0014,15 23,61 59,82 2,42 100,0014,42 20,54 63,54 1,50 100,0015,06 8,05 75,40 1,48 100,0018,18 17,12 62,90 1,80 100,0012,42 16,38 65,82 5,38 100,0014,27 16,95 68,05 0,74 100,0012,70 16,09 69,03 2,18 100,0010,00 18,16 70,84 1,00 100,0019,38 14,85 65,27 0,50 100,00

na na na na na14,68 19,34 65,55 0,43 100,0015,37 16,59 66,44 1,59 100,0012,85 26,40 57,95 2,80 100,0010,34 16,83 70,67 2,16 100,0029,13 23,68 46,39 0,80 100,0018,23 23,05 56,60 2,12 100,0011,70 21,13 66,32 0,85 100,0017,41 21,74 59,95 0,90 100,0017,07 20,45 61,84 0,64 100,0031,41 22,09 46,37 0,14 100,00

Indonesia 14,79 20,11 63,31 1,79 100,00

Sumber : SPTK 2014

Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak Total

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Penentu Keputusan dalam Hal Menentukan Jumlah Anak, 2014

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |159

160 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.1

Perkotaan + Perdesaan

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

34,36 65,64 84,19 15,81 7,70 92,30 34,22 65,7826,50 73,50 88,66 11,34 7,62 92,38 24,42 75,5825,71 74,29 86,42 13,58 15,41 84,59 23,23 76,7723,40 76,60 84,69 15,31 10,46 89,54 21,12 78,8815,24 84,76 84,76 15,24 11,95 88,05 10,01 89,9916,71 83,29 84,61 15,39 8,41 91,59 11,66 88,3413,75 86,25 85,36 14,64 6,42 93,58 10,60 89,4015,57 84,43 89,87 10,13 15,12 84,88 3,59 96,4136,91 63,09 85,93 14,07 5,00 95,00 37,73 62,2737,97 62,03 87,09 12,91 13,72 86,28 34,29 65,7125,03 74,97 81,45 18,55 17,78 82,22 17,38 82,6218,27 81,73 83,75 16,25 15,35 84,65 8,66 91,3431,65 68,35 90,29 9,71 30,69 69,31 6,26 93,7432,41 67,59 91,84 8,16 29,23 70,77 13,14 86,8637,07 62,93 88,67 11,33 34,11 65,89 12,85 87,1525,86 74,14 84,70 15,30 20,92 79,08 15,47 84,5330,48 69,52 91,97 8,03 17,50 82,50 20,77 79,2326,22 73,78 88,26 11,74 14,13 85,87 19,62 80,38

9,52 90,48 83,91 16,09 2,86 97,14 7,72 92,2813,61 86,39 84,97 15,03 5,13 94,87 11,03 88,9745,97 54,03 86,81 13,19 19,17 80,83 39,77 60,2369,78 30,22 88,93 11,07 12,21 87,79 68,27 31,7334,54 65,46 85,26 14,74 14,79 85,21 29,06 70,9441,15 58,85 84,35 15,65 11,12 88,88 39,49 60,5145,74 54,26 90,97 9,03 6,16 93,84 45,26 54,7432,27 67,73 86,99 13,01 3,26 96,74 31,55 68,4555,28 44,72 85,69 14,31 7,55 92,45 55,24 44,7652,05 47,95 84,80 15,20 5,48 94,52 52,90 47,1061,04 38,96 90,54 9,46 8,18 91,82 59,07 40,9349,06 50,94 90,15 9,85 4,92 95,08 49,28 50,7253,02 46,98 86,41 13,59 5,06 94,94 55,82 44,1837,54 62,46 79,17 20,83 3,30 96,70 38,70 61,3032,44 67,56 83,28 16,72 10,60 89,40 27,32 72,6810,68 89,32 71,10 28,90 5,14 94,86 8,63 91,3728,84 71,16 86,58 13,42 18,78 81,22 17,10 82,90

Sumber : Susenas MSBP 2015Indonesia

Papua BaratPapua

MalukuMaluku Utara

GorontaloSulawesi Barat

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Kalimantan TengahKalimantan Selatan

Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat

BaliNusa Tenggara Barat

Jawa TimurBanten

Jawa TengahDI Yogyakarta

DKI JakartaJawa Barat

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

Bengkulu

Lampung

JambiSumatera Selatan

Sumatera BaratRiau

AcehSumatera Utara

(1)

Makanan Pokok Lauk Pauk Nabati Lauk Pauk Hewani

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015

Provinsi

ART Makan Minimal 14 Kali SemingguMakanan Pokok

dengan Lauk Nabati Atau Hewani

160| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

161Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.1.1

Perkotaan

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

46,25 53,75 85,95 14,05 15,98 84,02 46,71 53,2934,55 65,45 89,13 10,87 10,76 89,24 31,30 68,7044,79 55,21 85,97 14,03 25,99 74,01 41,94 58,0632,52 67,48 81,53 18,47 10,50 89,50 31,90 68,1029,65 70,35 83,57 16,43 22,82 77,18 23,57 76,4322,83 77,17 77,72 22,28 9,46 90,54 19,07 80,9332,11 67,89 81,25 18,75 12,58 87,42 28,43 71,5725,89 74,11 88,97 11,03 25,59 74,41 7,83 92,1737,34 62,66 83,83 16,17 5,25 94,75 38,61 61,3935,63 64,37 87,07 12,93 13,99 86,01 31,27 68,7325,03 74,97 81,45 18,55 17,78 82,22 17,38 82,6222,01 77,99 84,69 15,31 17,90 82,10 11,36 88,6433,75 66,25 89,76 10,24 31,91 68,09 8,61 91,3938,35 61,65 90,88 9,12 34,03 65,97 17,32 82,6838,52 61,48 87,15 12,85 35,48 64,52 14,53 85,4730,14 69,86 84,91 15,09 23,61 76,39 19,55 80,4535,39 64,61 91,81 8,19 20,34 79,66 25,56 74,4430,87 69,13 88,32 11,68 17,37 82,63 24,70 75,3019,85 80,15 89,16 10,84 6,83 93,17 15,59 84,4124,97 75,03 83,77 16,23 7,78 92,22 22,00 78,0060,95 39,05 89,56 10,44 25,85 74,15 58,46 41,5468,06 31,94 88,01 11,99 14,28 85,72 68,17 31,8337,26 62,74 86,28 13,72 18,16 81,84 31,87 68,1354,27 45,73 86,11 13,89 15,91 84,09 51,73 48,2752,49 47,51 89,45 10,55 9,20 90,80 52,09 47,9144,09 55,91 85,66 14,34 4,94 95,06 41,73 58,2756,24 43,76 83,13 16,87 7,13 92,87 56,07 43,9358,54 41,46 86,19 13,81 4,95 95,05 58,72 41,2873,23 26,77 91,87 8,13 10,05 89,95 71,07 28,9369,25 30,75 90,98 9,02 3,26 96,74 70,25 29,7564,12 35,88 87,77 12,23 7,60 92,40 67,94 32,0646,07 53,93 77,09 22,91 3,37 96,63 46,21 53,7942,14 57,86 86,64 13,36 15,01 84,99 34,18 65,8219,25 80,75 76,56 23,44 13,45 86,55 15,08 84,9232,32 67,68 86,04 13,96 21,74 78,26 19,96 80,04

Sumber : Susenas MSBP 2015Indonesia

Papua BaratPapua

MalukuMaluku Utara

GorontaloSulawesi Barat

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Kalimantan TengahKalimantan Selatan

Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat

BaliNusa Tenggara Barat

Jawa TimurBanten

Jawa TengahDI Yogyakarta

DKI JakartaJawa Barat

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

Bengkulu

Lampung

JambiSumatera Selatan

Sumatera BaratRiau

AcehSumatera Utara

(1)

Makanan Pokok dengan Lauk Nabati

Atau HewaniMakanan Pokok Lauk Pauk Nabati

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015

Provinsi

ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu

Lauk Pauk Hewani

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |161

162 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.1.2

Perdesaan

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

29,78 70,22 83,52 16,48 4,51 95,49 29,40 70,6018,87 81,13 88,22 11,78 4,65 95,35 17,92 82,0813,49 86,51 86,70 13,30 8,64 91,36 11,24 88,7617,54 82,46 86,72 13,28 10,43 89,57 14,20 85,80

9,31 90,69 85,25 14,75 7,48 92,52 4,43 95,5713,47 86,53 88,26 11,74 7,85 92,15 7,73 92,27

5,62 94,38 87,19 12,81 3,68 96,32 2,69 97,3112,25 87,75 90,16 9,84 11,75 88,25 2,23 97,7736,49 63,51 88,00 12,00 4,75 95,25 36,85 63,1550,48 49,52 87,20 12,80 12,29 87,71 50,47 49,53

na na na na na na na na11,19 88,81 81,97 18,03 10,52 89,48 3,54 96,4629,88 70,12 90,74 9,26 29,67 70,33 4,28 95,7219,45 80,55 93,92 6,08 18,76 81,24 4,02 95,9835,78 64,22 90,02 9,98 32,88 67,12 11,35 88,6516,02 83,98 84,22 15,78 14,73 85,27 6,08 93,9222,46 77,54 92,23 7,77 12,87 87,13 12,95 87,0522,96 77,04 88,22 11,78 11,85 88,15 16,05 83,95

7,02 92,98 82,64 17,36 1,90 98,10 5,82 94,189,03 90,97 85,46 14,54 4,06 95,94 6,60 93,40

38,39 61,61 85,42 14,58 15,79 84,21 30,31 69,6971,09 28,91 89,63 10,37 10,62 89,38 68,35 31,6530,05 69,95 83,58 16,42 9,24 90,76 24,45 75,5524,34 75,66 82,10 17,90 4,98 95,02 23,82 76,1839,97 60,03 92,27 7,73 3,55 96,45 39,42 60,5828,40 71,60 87,43 12,57 2,71 97,29 28,22 71,7854,76 45,24 87,08 12,92 7,78 92,22 54,80 45,2049,58 50,42 84,28 15,72 5,68 94,32 50,69 49,3154,68 45,32 89,85 10,15 7,20 92,80 52,82 47,1843,96 56,04 89,94 10,06 5,33 94,67 43,98 56,0245,49 54,51 85,49 14,51 3,35 96,65 47,60 52,4034,12 65,88 80,00 20,00 3,27 96,73 35,69 64,3126,54 73,46 81,24 18,76 7,92 92,08 23,16 76,84

7,71 92,29 69,21 30,79 2,28 97,72 6,40 93,6025,33 74,67 87,13 12,87 15,79 84,21 14,21 85,79

Sumber : Susenas MSBP 2015Indonesia

Papua BaratPapua

MalukuMaluku Utara

GorontaloSulawesi Barat

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Kalimantan TengahKalimantan Selatan

Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat

BaliNusa Tenggara Barat

Jawa TimurBanten

Jawa TengahDI Yogyakarta

DKI JakartaJawa Barat

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

Bengkulu

Lampung

JambiSumatera Selatan

Sumatera BaratRiau

AcehSumatera Utara

(1)

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015

Provinsi

ART Makan Minimal 14 Kali SemingguMakanan Pokok

dengan Lauk Nabati Atau Hewani

Makanan Pokok Lauk Pauk Nabati Lauk Pauk Hewani

162| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

163Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.2

Perkotaan + Perdesaan

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART(2) (3) (4) (5) (6) (7)

84,19 15,81 7,22 92,78 32,64 67,3688,66 11,34 7,36 92,64 23,32 76,6886,42 13,58 14,99 85,01 22,15 77,8584,69 15,31 10,07 89,93 19,06 80,9484,76 15,24 11,30 88,70 9,52 90,4884,61 15,39 8,07 91,93 11,04 88,9685,36 14,64 6,42 93,58 10,44 89,5689,87 10,13 14,79 85,21 3,59 96,4185,93 14,07 4,54 95,46 35,96 64,0487,09 12,91 13,23 86,77 33,01 66,9981,45 18,55 16,77 83,23 16,55 83,4583,75 16,25 14,73 85,27 8,43 91,5790,29 9,71 29,73 70,27 5,97 94,0391,84 8,16 28,59 71,41 12,73 87,2788,67 11,33 32,79 67,21 12,14 87,8684,70 15,30 19,60 80,40 14,62 85,3891,97 8,03 17,30 82,70 20,55 79,4588,26 11,74 14,00 86,00 18,98 81,0283,91 16,09 2,64 97,36 7,21 92,7984,97 15,03 4,95 95,05 10,57 89,4386,81 13,19 18,98 81,02 38,47 61,5388,93 11,07 12,02 87,98 66,87 33,1385,26 14,74 14,31 85,69 28,18 71,8284,35 15,65 10,49 89,51 38,00 62,0090,97 9,03 6,06 93,94 43,59 56,4186,99 13,01 3,13 96,87 30,54 69,4685,69 14,31 7,47 92,53 53,37 46,6384,80 15,20 5,12 94,88 50,89 49,1190,54 9,46 7,90 92,10 58,27 41,7390,15 9,85 4,92 95,08 47,30 52,7086,41 13,59 5,06 94,94 52,73 47,2779,17 20,83 2,93 97,07 36,97 63,0383,28 16,72 10,37 89,63 26,63 73,3771,10 28,90 4,81 95,19 8,03 91,9786,58 13,42 18,09 81,91 16,40 83,60

Sumber : Susenas MSBP 2015

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015

Provinsi

ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu

Makanan Pokok

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Makanan Pokok dengan Lauk Nabati

Makanan Pokok dengan Lauk Hewani

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |163

164 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.2.1

Perkotaan

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART(2) (3) (4) (5) (6) (7)

85,95 14,05 15,05 84,95 44,54 55,4689,13 10,87 10,50 89,50 30,06 69,9485,97 14,03 25,64 74,36 40,50 59,5081,53 18,47 10,14 89,86 28,37 71,6383,57 16,43 20,95 79,05 22,23 77,7777,72 22,28 9,02 90,98 17,72 82,2881,25 18,75 12,58 87,42 27,93 72,0788,97 11,03 24,39 75,61 7,83 92,1783,83 16,17 4,78 95,22 36,55 63,4587,07 12,93 13,41 86,59 29,99 70,0181,45 18,55 16,77 83,23 16,55 83,4584,69 15,31 17,26 82,74 11,10 88,9089,76 10,24 30,84 69,16 8,21 91,7990,88 9,12 33,33 66,67 16,72 83,2887,15 12,85 33,90 66,10 13,87 86,1384,91 15,09 22,37 77,63 18,55 81,4591,81 8,19 20,07 79,93 25,28 74,7288,32 11,68 17,17 82,83 24,09 75,9189,16 10,84 6,21 93,79 14,20 85,8083,77 16,23 7,36 92,64 20,41 79,5989,56 10,44 25,44 74,56 55,72 44,2888,01 11,99 13,84 86,16 66,01 33,9986,28 13,72 17,73 82,27 30,75 69,2586,11 13,89 14,79 85,21 49,82 50,1889,45 10,55 8,99 91,01 50,07 49,9385,66 14,34 4,94 95,06 40,18 59,8283,13 16,87 7,02 92,98 53,89 46,1186,19 13,81 4,49 95,51 57,46 42,5491,87 8,13 10,05 89,95 70,37 29,6390,98 9,02 3,26 96,74 65,38 34,6287,77 12,23 7,60 92,40 64,08 35,9277,09 22,91 2,97 97,03 45,28 54,7286,64 13,36 14,57 85,43 33,77 66,2376,56 23,44 12,38 87,62 14,05 85,9586,04 13,96 20,90 79,10 19,15 80,85

Sumber : Susenas MSBP 2015

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015

Provinsi

ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Makanan PokokMakanan Pokok

dengan Lauk NabatiMakanan Pokok

dengan Lauk Hewani

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

164| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

165Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.2.2

Perdesaan

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART

Seluruh ART

Tidak Seluruh

ART(2) (3) (4) (5) (6) (7)

83,52 16,48 4,20 95,80 28,05 71,9588,22 11,78 4,39 95,61 16,93 83,0786,70 13,30 8,17 91,83 10,40 89,6086,72 13,28 10,02 89,98 13,08 86,9285,25 14,75 7,33 92,67 4,28 95,7288,26 11,74 7,57 92,43 7,51 92,4987,19 12,81 3,68 96,32 2,69 97,3190,16 9,84 11,69 88,31 2,23 97,7788,00 12,00 4,31 95,69 35,38 64,6287,20 12,80 12,29 87,71 49,17 50,83

na na na na na na81,97 18,03 9,94 90,06 3,36 96,6490,74 9,26 28,80 71,20 4,08 95,9293,92 6,08 18,26 81,74 4,02 95,9890,02 9,98 31,81 68,19 10,61 89,3984,22 15,78 13,22 86,78 5,58 94,4292,23 7,77 12,78 87,22 12,84 87,1688,22 11,78 11,77 88,23 15,39 84,6182,64 17,36 1,77 98,23 5,51 94,4985,46 14,54 3,98 96,02 6,60 93,4085,42 14,58 15,70 84,30 29,74 70,2689,63 10,37 10,62 89,38 67,53 32,4783,58 16,42 8,67 91,33 23,95 76,0582,10 17,90 4,98 95,02 22,86 77,1492,27 7,73 3,55 96,45 38,05 61,9587,43 12,57 2,53 97,47 27,39 72,6187,08 12,92 7,71 92,29 53,09 46,9184,28 15,72 5,35 94,65 48,39 51,6189,85 10,15 6,78 93,22 51,97 48,0389,94 10,06 5,33 94,67 42,73 57,2785,49 14,51 3,35 96,65 45,03 54,9780,00 20,00 2,91 97,09 33,63 66,3781,24 18,76 7,80 92,20 22,28 77,7269,21 30,79 2,19 97,81 5,95 94,0587,13 12,87 15,26 84,74 13,63 86,37

Sumber : Susenas MSBP 2015

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang Makan Minimal Empat Belas Kali Seminggu, 2015

Provinsi

ART Makan Minimal 14 Kali Seminggu

Sumatera UtaraSumatera Barat

Makanan Pokok dengan Lauk Nabati

Makanan Pokok dengan Lauk Hewani

(1)

Aceh

Makanan Pokok

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |165

166 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.3

Buruk Kurang Baik Lebih(2) (3) (4) (5)

7,9 18,4 70,7 2,98,3 14,1 72,8 4,86,9 14,3 76,0 2,89,0 13,5 70,8 6,75,7 14,0 75,6 4,86,3 12,0 74,5 7,26,0 12,7 73,3 8,06,9 11,9 73,7 7,62,8 12,3 80,4 4,64,0 11,6 81,7 2,62,8 11,2 78,5 7,54,4 11,3 79,9 4,34,1 13,5 78,9 3,54,0 12,2 80,3 3,54,9 14,2 76,7 4,14,3 12,9 78,1 4,73,0 10,2 81,4 5,56,3 19,4 71,5 2,8

11,5 21,5 64,4 2,510,3 16,2 68,5 5,0

6,6 16,7 72,3 4,48,2 19,2 69,2 3,43,9 12,7 77,6 5,8na na na na

3,7 12,8 79,0 4,56,6 17,5 73,5 2,56,6 19,0 71,5 2,98,0 15,9 72,2 3,96,9 19,2 70,9 3,07,0 22,1 66,9 4,0

10,5 17,8 67,2 4,59,2 15,7 71,7 3,4

11,9 19,0 66,2 2,99,2 12,6 71,9 6,35,7 13,9 75,9 4,5

Sumber : Publikasi Riskesdas 2013

Papua BaratPapuaIndonesia

Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku Utara

Sulawesi Tengah

Jawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi Utara

DI Yogyakarta

Sumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa Tengah

Sumatera Utara

Persentase Balita Menurut Provinsi dan Status Gizi Berdasarkan Kriteria BB/U

Provinsi Status Gizi Balita

(1)

Aceh

166| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

167Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.4

Perkotaan + Perdesaan

Tidak Terganggu Kegiatannya

Terganggu Kegiatannya

(2) (3) (4) (6)

72,08 11,55 16,37 100,0076,96 11,04 12,00 100,0071,08 14,48 14,44 100,0070,29 15,59 14,12 100,0075,55 11,30 13,14 100,0070,59 15,91 13,50 100,0072,04 12,53 15,44 100,0068,58 15,43 15,99 100,0069,58 17,63 12,78 100,0078,72 10,14 11,14 100,0066,61 17,39 16,00 100,0071,89 13,58 14,52 100,0064,48 17,41 18,12 100,0060,42 20,52 19,06 100,0066,55 14,66 18,79 100,0069,66 14,77 15,57 100,0064,71 14,19 21,11 100,0065,13 14,09 20,77 100,0062,97 13,42 23,61 100,0074,38 12,16 13,46 100,0074,61 11,03 14,36 100,0060,73 20,31 18,96 100,0078,02 10,08 11,90 100,0076,35 10,06 13,59 100,0072,69 9,80 17,51 100,0070,79 10,74 18,47 100,0073,70 11,01 15,29 100,0074,14 9,07 16,79 100,0062,57 16,55 20,88 100,0070,40 12,81 16,79 100,0082,41 6,22 11,37 100,0083,29 4,93 11,78 100,0079,61 8,93 11,46 100,0082,21 8,77 9,02 100,0069,65 14,20 16,14 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Tidak Mempunyai Keluhan Kesehatan

Ada Keluhan Kesehatan

Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan Gangguan Kesehatan, 2015

Provinsi

Keberadaan Gangguan Kesehatan KRT

Total

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |167

168 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.4.1

Perkotaan

Tidak Terganggu Kegiatannya

Terganggu Kegiatannya

(2) (3) (4) (6)

73,55 11,69 14,77 100,0077,59 11,31 11,10 100,0071,37 15,56 13,07 100,0069,86 17,07 13,07 100,0074,43 12,72 12,85 100,0065,79 20,78 13,43 100,0074,37 11,70 13,93 100,0072,07 13,77 14,15 100,0067,35 19,73 12,92 100,0078,95 10,54 10,51 100,0066,61 17,39 16,00 100,0072,26 13,52 14,22 100,0063,41 18,33 18,26 100,0061,52 20,81 17,67 100,0066,70 15,29 18,00 100,0070,06 14,78 15,16 100,0067,31 14,61 18,08 100,0063,68 16,30 20,02 100,0066,07 14,27 19,66 100,0073,33 14,11 12,57 100,0073,72 13,02 13,26 100,0061,17 21,66 17,17 100,0079,00 10,17 10,82 100,0078,33 9,82 11,85 100,0075,15 8,67 16,18 100,0069,57 12,97 17,47 100,0074,32 11,42 14,26 100,0072,16 11,17 16,67 100,0067,77 16,79 15,43 100,0068,44 15,12 16,45 100,0082,33 8,25 9,42 100,0080,41 5,64 13,95 100,0078,56 8,71 12,73 100,0078,82 9,66 11,51 100,0069,67 14,93 15,41 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Tidak Mempunyai Keluhan Kesehatan

Ada Keluhan Kesehatan

Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan Gangguan Kesehatan, 2015

Provinsi

Keberadaan Gangguan Kesehatan KRT

Total

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

168| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

169Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.4.2

Perdesaan

Tidak Terganggu Kegiatannya

Terganggu Kegiatannya

(2) (3) (4) (6)

71,50 11,49 17,01 100,0076,34 10,78 12,88 100,0070,89 13,77 15,35 100,0070,57 14,65 14,78 100,0076,04 10,69 13,27 100,0073,25 13,21 13,54 100,0070,99 12,90 16,11 100,0067,33 16,02 16,65 100,0071,75 15,60 12,65 100,0077,58 8,07 14,36 100,00

na na na na71,15 13,71 15,15 100,0065,38 16,62 18,00 100,0058,23 19,95 21,83 100,0066,42 14,07 19,51 100,0068,79 14,75 16,46 100,0060,55 13,51 25,94 100,0066,20 12,47 21,32 100,0062,20 13,21 24,60 100,0074,84 11,30 13,86 100,0075,07 9,99 14,93 100,0060,40 19,32 20,28 100,0076,35 9,92 13,73 100,0073,84 10,37 15,79 100,0070,63 10,74 18,63 100,0071,20 10,00 18,79 100,0073,33 10,77 15,90 100,0074,94 8,23 16,84 100,0059,80 16,42 23,78 100,0070,89 12,23 16,88 100,0082,46 4,93 12,61 100,0084,37 4,66 10,97 100,0080,26 9,06 10,69 100,0083,43 8,45 8,13 100,0069,64 13,46 16,89 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Keberadaan Gangguan Kesehatan KRT

TotalTidak Mempunyai

Keluhan Kesehatan

Ada Keluhan Kesehatan

Persentase Penduduk Menurut Provinsi dan Keberadaan Gangguan Kesehatan, 2015

Provinsi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |169

170 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.5

Perkotaan + Perdesaan

Tidak Kronis dan

DisabilitasKronis Disabiltas

Kronis dan Disabilitas

(2) (3) (4) (5) (6)

79,44 4,44 12,54 3,57 100,0086,71 4,84 6,35 2,10 100,0082,22 5,56 10,36 1,87 100,0089,06 3,64 5,91 1,38 100,0089,59 3,51 5,07 1,83 100,0085,55 8,15 4,95 1,35 100,0081,96 6,42 8,88 2,75 100,0089,27 4,59 4,81 1,34 100,0087,97 5,11 4,70 2,22 100,0091,96 3,52 3,33 1,19 100,0089,82 4,68 2,95 2,55 100,0085,71 6,95 5,59 1,76 100,0086,07 6,85 5,30 1,78 100,0086,00 7,74 4,16 2,11 100,0085,67 6,46 5,97 1,90 100,0085,42 6,01 6,85 1,72 100,0088,69 6,73 2,87 1,72 100,0083,46 7,47 6,75 2,33 100,0085,39 4,76 8,68 1,17 100,0086,43 4,88 6,95 1,74 100,0085,10 5,98 6,43 2,50 100,0086,90 6,98 5,20 0,92 100,0085,52 7,84 4,47 2,17 100,00

na na na na na83,67 8,00 6,07 2,26 100,0086,40 6,57 5,53 1,50 100,0085,28 4,54 8,27 1,91 100,0089,24 3,79 5,63 1,34 100,0081,98 7,67 5,96 4,39 100,0086,82 4,25 7,16 1,77 100,0088,34 2,44 6,86 2,36 100,0087,64 2,94 8,11 1,30 100,0087,30 3,84 7,00 1,86 100,0096,17 1,20 2,49 0,14 100,0086,21 6,09 5,86 1,84 100,00

Sumber : SPTK 2014Catatan: 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan TimurCatatan: 2Mengacu pada kondisi responden (Kepala Rumah Tangga atau Pasangannya)Catatan: Disabiltas = sedang/beratCatatan: Tidak disabilitas = tidak/ringan

Papua

Indonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Provinsi

Keberadaan ART Penderita Penyakit Kronis/Disabilitas

Total

170| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

171Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.5.1

Perkotaan

Tidak Kronis dan

DisabilitasKronis Disabiltas

Kronis dan Disabilitas

(2) (3) (4) (5) (6)

81,80 5,90 9,73 2,58 100,0085,26 6,50 5,58 2,66 100,0084,00 6,91 7,56 1,53 100,0088,97 3,85 5,22 1,95 100,0089,73 4,49 4,09 1,68 100,0080,65 12,49 5,04 1,81 100,0081,29 8,97 7,41 2,32 100,0089,87 4,64 3,49 1,99 100,0086,21 5,46 4,86 3,48 100,0093,35 3,20 2,55 0,90 100,0089,82 4,68 2,95 2,55 100,0086,94 7,06 4,45 1,55 100,0084,59 8,61 4,71 2,09 100,0086,68 7,85 3,66 1,82 100,0084,39 8,00 5,33 2,28 100,0087,18 5,74 5,85 1,22 100,0089,96 6,27 2,24 1,53 100,0084,13 7,53 5,73 2,61 100,0087,60 7,36 4,02 1,01 100,0088,69 4,88 5,15 1,28 100,0082,64 7,57 6,23 3,56 100,0086,40 8,20 4,26 1,14 100,0085,29 8,67 3,85 2,19 100,00

na na na na na84,09 10,06 4,32 1,53 100,0085,01 8,62 5,59 0,79 100,0086,10 5,77 6,07 2,06 100,0089,12 6,03 4,38 0,47 100,0078,96 12,94 3,00 5,10 100,0092,92 4,70 1,62 0,77 100,0084,01 1,95 9,14 4,90 100,0088,84 3,21 6,94 1,01 100,0080,82 5,07 11,66 2,44 100,0096,40 2,75 0,75 0,11 100,0086,30 7,02 4,74 1,94 100,00

Sumber : SPTK 2014Catatan: 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan TimurCatatan: 2Mengacu pada kondisi responden (Kepala Rumah Tangga atau Pasangannya)Catatan: Disabiltas = sedang/beratCatatan: Tidak disabilitas = tidak/ringan

Papua

Indonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Provinsi

Keberadaan ART Penderita Penyakit Kronis/Disabilitas

Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |171

172 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.5.2

Perdesaan

Tidak Kronis dan

DisabilitasKronis Disabiltas

Kronis dan Disabilitas

(2) (3) (4) (5) (6)

78,53 3,88 13,62 3,96 100,0088,07 3,28 7,07 1,57 100,0081,11 4,72 12,10 2,08 100,0089,12 3,51 6,35 1,02 100,0089,53 3,11 5,47 1,89 100,0088,10 5,88 4,90 1,11 100,0082,26 5,28 9,53 2,94 100,0089,07 4,57 5,23 1,12 100,0089,73 4,77 4,54 0,96 100,0084,32 5,28 7,62 2,78 100,00

na na na na na83,44 6,75 7,67 2,14 100,0087,28 5,42 5,77 1,53 100,0084,54 7,50 5,22 2,74 100,0086,78 5,13 6,54 1,56 100,0081,36 6,63 9,13 2,88 100,0086,62 7,47 3,88 2,02 100,0082,98 7,43 7,48 2,12 100,0084,86 4,12 9,81 1,21 100,0085,48 4,89 7,70 1,94 100,0086,34 5,17 6,53 1,96 100,0087,26 6,11 5,87 0,76 100,0085,90 6,49 5,46 2,15 100,00

na na na na na83,32 6,30 7,52 2,86 100,0086,84 5,91 5,52 1,73 100,0084,82 3,85 9,51 1,82 100,0089,28 2,91 6,13 1,68 100,0083,57 4,89 7,52 4,02 100,0085,11 4,13 8,72 2,05 100,0091,28 2,77 5,31 0,64 100,0087,18 2,84 8,56 1,42 100,0090,04 3,32 5,02 1,62 100,0096,10 0,69 3,07 0,15 100,0086,11 5,16 6,98 1,75 100,00

Sumber : SPTK 2014Catatan: 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan TimurCatatan: 2Mengacu pada kondisi responden (Kepala Rumah Tangga atau Pasangannya)Catatan: Disabiltas = sedang/beratCatatan: Tidak disabilitas = tidak/ringan

Papua

Indonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Persentase Rumah Tangga yang Terbebas dari Penyakit Kronis dan Disabilitas Sedang Atau Berat Menurut Provinsi, 2014

Sumatera UtaraSumatera Barat

Keberadaan ART Penderita Penyakit Kronis/Disabilitas

Total

(1)

Aceh

Provinsi

172| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

173Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.6

Perkotaan + Perdesaan

Ada Tempat Tidur,

Digunakan Maksimal 3

Orang

Ada Tempat Tidur,

Digunakan Lebih dari 3

Orang

Tidak Ada Tempat Tidur

Tidak Ada Lokasi Tetap Untuk Tidur

(2) (3) (4) (5) (6)75,46 16,69 5,92 1,93 100,0071,18 16,01 10,12 2,69 100,0075,79 19,39 2,94 1,89 100,0071,86 21,78 4,04 2,32 100,0074,47 21,23 2,66 1,64 100,0073,98 15,42 4,55 6,05 100,0076,92 15,59 3,90 3,59 100,0082,03 15,38 1,74 0,86 100,0078,92 10,06 8,98 2,04 100,0079,67 15,41 2,46 2,45 100,0072,47 18,49 3,07 5,97 100,0077,18 18,15 1,88 2,80 100,0082,66 12,79 3,15 1,40 100,0084,19 9,51 2,78 3,51 100,0081,84 11,62 4,18 2,36 100,0074,46 19,31 3,17 3,06 100,0087,83 8,49 3,47 0,20 100,0070,57 11,64 14,25 3,54 100,0060,34 24,25 13,01 2,40 100,0069,60 21,35 7,45 1,61 100,0078,68 16,38 2,80 2,14 100,0084,48 9,22 2,91 3,39 100,0073,57 20,74 2,46 3,23 100,0064,67 20,38 9,63 5,32 100,0074,95 20,19 4,15 0,71 100,0068,48 23,03 7,04 1,45 100,0073,56 20,83 2,89 2,72 100,0073,43 19,43 6,54 0,59 100,0050,83 18,57 26,89 3,70 100,0057,69 23,38 16,11 2,82 100,0071,59 13,48 9,84 5,09 100,0074,86 19,42 5,30 0,41 100,0059,00 23,32 15,05 2,63 100,0031,11 18,09 31,63 19,17 100,00

Indonesia 76,63 15,96 4,63 2,77 100,00

Sumber : Susenas MSBP 2015

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur di Rumah, 2015

Provinsi

Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur

Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |173

174 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.6.1

Perkotaan

Ada Tempat Tidur,

Digunakan Maksimal 3

Orang

Ada Tempat Tidur,

Digunakan Lebih dari 3

Orang

Tidak Ada Tempat Tidur

Tidak Ada Lokasi Tetap Untuk Tidur

(2) (3) (4) (5) (6)80,40 15,04 4,22 0,34 100,0076,74 16,61 4,95 1,70 100,0076,35 21,27 1,97 0,42 100,0077,26 19,26 1,72 1,77 100,0083,57 13,19 1,87 1,37 100,0078,73 14,52 3,85 2,90 100,0080,81 14,30 3,24 1,65 100,0083,08 14,18 1,59 1,15 100,0083,80 8,66 4,93 2,61 100,0079,25 15,49 2,49 2,77 100,0072,47 18,49 3,07 5,97 100,0076,50 18,65 1,88 2,97 100,0081,21 14,31 2,67 1,82 100,0083,97 8,75 2,94 4,34 100,0082,93 11,83 2,78 2,46 100,0075,09 19,25 2,16 3,51 100,0089,40 7,79 2,48 0,33 100,0074,84 10,84 11,13 3,19 100,0074,78 17,79 4,02 3,41 100,0076,89 18,43 2,18 2,49 100,0081,62 14,13 2,32 1,93 100,0083,66 9,30 2,03 5,01 100,0072,56 22,86 1,95 2,64 100,0076,35 15,31 3,03 5,31 100,0084,17 13,84 1,55 0,43 100,0066,64 29,09 3,04 1,23 100,0078,14 17,21 2,52 2,12 100,0077,18 16,52 5,54 0,76 100,0066,16 15,63 16,84 1,38 100,0053,69 26,06 16,89 3,36 100,0080,50 6,76 3,12 9,62 100,0078,35 18,24 2,39 1,02 100,0062,40 31,35 3,93 2,32 100,0063,85 24,50 9,00 2,65 100,00

Indonesia 78,36 16,02 2,84 2,78 100,00

Sumber : Susenas MSBP 2015

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur di Rumah, 2015

Provinsi

Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur

Total

174| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

175Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 5.6.2

Perdesaan

Ada Tempat Tidur,

Digunakan Maksimal 3

Orang

Ada Tempat Tidur,

Digunakan Lebih dari 3

Orang

Tidak Ada Tempat Tidur

Tidak Ada Lokasi Tetap Untuk Tidur

(2) (3) (4) (5) (6)73,55 17,33 6,57 2,55 100,0065,91 15,45 15,01 3,63 100,0075,44 18,18 3,56 2,83 100,0068,40 23,40 5,53 2,68 100,0070,72 24,54 2,98 1,76 100,0071,46 15,90 4,92 7,72 100,0075,19 16,17 4,19 4,45 100,0081,69 15,76 1,78 0,77 100,0074,11 11,44 12,98 1,48 100,0081,92 15,04 2,31 0,74 100,00

na na na na na78,46 17,18 1,87 2,48 100,0083,87 11,52 3,56 1,04 100,0084,67 11,18 2,43 1,72 100,0080,87 11,43 5,43 2,27 100,0073,03 19,45 5,50 2,02 100,0085,27 9,64 5,10 0,00 100,0067,57 12,20 16,44 3,78 100,0056,84 25,82 15,18 2,16 100,0066,65 22,52 9,58 1,25 100,0077,19 17,52 3,04 2,25 100,0085,10 9,16 3,58 2,16 100,0075,23 17,26 3,29 4,22 100,0049,71 26,87 18,09 5,33 100,0067,05 25,62 6,38 0,96 100,0069,09 21,04 8,35 1,52 100,0071,07 22,78 3,09 3,05 100,0072,01 20,54 6,92 0,53 100,0042,84 20,10 32,13 4,92 100,0058,70 22,70 15,91 2,69 100,0065,55 18,04 14,39 2,02 100,0073,47 19,89 6,47 0,17 100,0056,94 18,43 21,82 2,82 100,0019,80 15,88 39,44 24,88 100,00

Indonesia 74,89 15,91 6,44 2,76 100,00

Sumber : Susenas MSBP 2015

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur

Total

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lokasi Tetap untuk Tidur dan Tempat Tidur di Rumah, 2015

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |175

176 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.1

Perkotaan + Perdesaan

Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri

(2) (3) (4)82,36 17,64 100,0071,09 28,91 100,0074,13 25,87 100,0071,56 28,44 100,0083,94 16,06 100,0083,02 16,98 100,0085,52 14,48 100,0090,35 9,65 100,0087,85 12,15 100,0067,67 32,33 100,0051,09 48,91 100,0080,63 19,37 100,0090,93 9,07 100,0076,99 23,01 100,0090,46 9,54 100,0080,94 19,06 100,0077,31 22,69 100,0087,85 12,15 100,0088,52 11,48 100,0090,07 9,93 100,0077,99 22,01 100,0079,22 20,78 100,0072,69 27,31 100,0074,77 25,23 100,0080,44 19,56 100,0087,14 12,86 100,0086,85 13,15 100,0086,47 13,53 100,0081,66 18,34 100,0091,47 8,53 100,0081,51 18,49 100,0087,84 12,16 100,0074,57 25,43 100,0081,69 18,31 100,0082,63 17,37 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan TimurSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Utara

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015

Provinsi

Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal

Total

176| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

177Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.1.1

Perkotaan

Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri

(2) (3) (4)71,80 28,20 100,0064,72 35,28 100,0065,17 34,83 100,0056,88 43,12 100,0073,60 26,40 100,0071,36 28,64 100,0074,41 25,59 100,0080,55 19,45 100,0082,59 17,41 100,0063,22 36,78 100,0051,09 48,91 100,0074,72 25,28 100,0085,14 14,86 100,0070,16 29,84 100,0084,27 15,73 100,0074,89 25,11 100,0067,28 32,72 100,0081,89 18,11 100,0071,16 28,84 100,0079,63 20,37 100,0070,53 29,47 100,0067,26 32,74 100,0064,39 35,61 100,0065,65 34,35 100,0072,18 27,82 100,0071,57 28,43 100,0075,71 24,29 100,0069,95 30,05 100,0072,94 27,06 100,0083,58 16,42 100,0070,13 29,87 100,0073,47 26,53 100,0056,66 43,34 100,0054,36 45,64 100,0073,87 26,13 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan TimurSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Utara

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015

Provinsi

Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal

Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |177

178 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.1.2

Perdesaan

Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri

(2) (3) (4)86,46 13,54 100,0077,17 22,83 100,0079,97 20,03 100,0080,91 19,09 100,0088,14 11,86 100,0089,05 10,95 100,0090,28 9,72 100,0093,52 6,48 100,0092,78 7,22 100,0090,88 9,12 100,00

na na na91,94 8,06 100,0095,72 4,28 100,0091,70 8,30 100,0096,01 3,99 100,0094,06 5,94 100,0093,59 6,41 100,0092,09 7,91 100,0093,00 7,00 100,0094,43 5,57 100,0081,78 18,22 100,0088,08 11,92 100,0086,65 13,35 100,0085,85 14,15 100,0087,48 12,52 100,0092,07 7,93 100,0093,20 6,80 100,0093,16 6,84 100,0086,27 13,73 100,0093,31 6,69 100,0089,06 10,94 100,0093,27 6,73 100,0084,98 15,02 100,0090,62 9,38 100,0091,44 8,56 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan TimurSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Utara

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal

Total

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015

Provinsi

178| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

179Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.1.2

Perdesaan

Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri

(2) (3) (4)86,46 13,54 100,0077,17 22,83 100,0079,97 20,03 100,0080,91 19,09 100,0088,14 11,86 100,0089,05 10,95 100,0090,28 9,72 100,0093,52 6,48 100,0092,78 7,22 100,0090,88 9,12 100,00

na na na91,94 8,06 100,0095,72 4,28 100,0091,70 8,30 100,0096,01 3,99 100,0094,06 5,94 100,0093,59 6,41 100,0092,09 7,91 100,0093,00 7,00 100,0094,43 5,57 100,0081,78 18,22 100,0088,08 11,92 100,0086,65 13,35 100,0085,85 14,15 100,0087,48 12,52 100,0092,07 7,93 100,0093,20 6,80 100,0093,16 6,84 100,0086,27 13,73 100,0093,31 6,69 100,0089,06 10,94 100,0093,27 6,73 100,0084,98 15,02 100,0090,62 9,38 100,0091,44 8,56 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan TimurSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Utara

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal

Total

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati, 2015

Provinsi

178| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.2

Kepadatan Penduduk per km2

(2)

86191124

73688894

23484

24115.328

1.3201.0301.174

8131.237

718260105

3316

10327

9174

47182

66101

763636

910

134Sumber : Publikasi Statistik Indonesia 2016

PapuaIndonesia

Sulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua Barat

Sulawesi Selatan

BantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan

Kalimantan UtaraKalimantan Timur

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Jawa Timur

RiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta

Sumatera Barat

Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi, 2015

Provinsi

(1)

AcehSumatera Utara

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |179

180 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.3

Perkotaan + Perdesaan

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV

(2) (3) (4) (5) (6)1,51 30,95 32,73 34,82 100,001,27 26,37 32,65 39,72 100,000,34 21,57 28,32 49,77 100,000,38 16,79 26,01 56,82 100,001,14 26,27 29,98 42,61 100,003,69 34,87 27,54 33,90 100,002,19 32,56 28,51 36,74 100,002,82 38,08 29,13 29,97 100,000,02 4,43 20,00 75,55 100,000,17 7,50 17,34 74,99 100,000,00 3,38 14,96 81,65 100,003,10 29,36 24,89 42,65 100,006,06 39,29 25,07 29,59 100,004,10 29,29 20,33 46,28 100,004,28 34,66 22,65 38,41 100,000,78 21,85 23,00 54,37 100,000,96 20,27 21,47 57,29 100,005,88 40,40 26,69 27,03 100,00

10,80 48,20 20,43 20,57 100,001,77 28,47 28,60 41,16 100,000,58 18,03 24,59 56,80 100,000,59 18,97 26,09 54,36 100,000,08 7,01 19,51 73,40 100,000,00 7,07 24,85 68,08 100,002,55 27,34 24,32 45,79 100,002,63 33,68 28,82 34,86 100,008,78 34,95 22,58 33,69 100,008,86 35,79 22,84 32,50 100,00

12,84 36,46 20,97 29,73 100,008,09 42,38 23,92 25,61 100,001,13 27,04 26,28 45,55 100,000,28 20,48 28,18 51,06 100,003,91 23,95 17,34 54,80 100,009,29 27,18 22,11 41,42 100,003,54 29,78 24,64 42,04 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015

Provinsi

Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan

Total

180| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

181Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.3.1

Perkotaan

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV

(2) (3) (4) (5) (6)0,73 19,70 24,57 54,99 100,000,81 24,78 27,57 46,83 100,000,09 14,08 21,89 63,94 100,000,17 13,31 19,51 67,01 100,000,36 19,70 24,39 55,55 100,001,71 25,95 24,18 48,17 100,002,46 27,45 19,26 50,83 100,000,85 25,90 25,58 47,67 100,000,03 2,81 19,02 78,14 100,000,20 6,02 14,88 78,90 100,000,00 3,38 14,96 81,65 100,002,83 25,07 21,74 50,37 100,004,65 33,18 25,28 36,89 100,002,41 23,92 18,25 55,41 100,002,75 28,47 19,01 49,77 100,000,64 17,43 17,30 64,63 100,000,59 16,98 17,13 65,30 100,006,75 34,05 24,66 34,53 100,000,80 19,82 23,67 55,71 100,000,72 19,93 20,28 59,07 100,000,85 19,50 17,18 62,47 100,000,17 14,10 19,28 66,45 100,000,00 3,92 16,73 79,34 100,000,00 3,62 19,86 76,52 100,001,39 20,13 20,73 57,76 100,000,81 25,15 18,57 55,46 100,002,89 22,74 20,94 53,43 100,002,83 25,61 21,76 49,80 100,004,24 24,99 22,37 48,40 100,007,35 32,25 22,58 37,81 100,000,15 13,52 18,51 67,81 100,000,00 12,45 19,43 68,12 100,000,05 6,21 15,43 78,31 100,000,03 5,06 14,98 79,93 100,002,18 22,57 20,86 54,39 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015

Provinsi

Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan

Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |181

182 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.3.2

Perdesaan

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV

(2) (3) (4) (5) (6)1,81 35,32 35,89 26,98 100,001,71 27,88 37,49 32,92 100,000,50 26,45 32,51 40,54 100,000,50 19,01 30,15 50,33 100,001,45 28,95 32,25 37,35 100,004,72 39,49 29,28 26,50 100,002,07 34,74 32,48 30,71 100,003,45 42,02 30,28 24,25 100,000,00 5,94 20,93 73,13 100,000,04 15,21 30,17 54,57 100,00

na na na na na3,60 37,59 30,94 27,86 100,007,22 44,33 24,89 23,56 100,007,72 40,86 24,80 26,62 100,005,65 40,21 25,93 28,20 100,001,07 31,44 35,38 32,12 100,001,56 25,63 28,52 44,30 100,005,25 44,91 28,14 21,70 100,00

13,38 55,52 19,60 11,51 100,002,20 32,05 32,09 33,67 100,000,43 17,28 28,36 53,92 100,000,90 22,57 31,14 45,38 100,000,20 12,20 24,18 63,41 100,000,00 11,26 30,91 57,83 100,003,55 33,49 27,38 35,58 100,003,21 36,38 32,07 28,34 100,00

12,13 41,91 23,51 22,44 100,0011,31 39,92 23,28 25,49 100,0017,39 42,51 20,23 19,86 100,00

8,26 44,74 24,24 22,77 100,001,77 36,00 31,42 30,81 100,000,39 23,52 31,48 44,60 100,006,15 34,27 18,45 41,13 100,00

12,32 34,40 24,44 28,84 100,004,90 37,03 28,45 29,62 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan

Total

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015

Provinsi

182| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

183Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.4

Penduduk Miskin

Garis Kemiskinan

Penduduk Miskin

Garis Kemiskinan

(2) (3) (4) (5)

10,92 420.324 19,56 394.419 10,51 379.898 11,06 352.637

5,73 423.339 7,35 391.178 7,05 417.768 9,95 416.780

12,11 423.855 7,82 329.895 12,51 378.739 14,47 319.994 18,15 425.642 16,71 404.179

9,25 386.728 15,05 346.088 2,77 516.835 6,83 542.732 5,00 485.496 9,75 456.933 3,61 503.038 na na8,58 318.297 11,61 319.228

11,50 308.163 14,86 310.295 11,93 359.470 15,62 324.386

8,41 314.320 15,84 318.443 5,11 365.672 7,12 336.592 4,52 341.554 6,42 314.218

18,40 335.284 15,18 313.466 9,41 374.355 25,89 290.363 6,00 347.516 9,51 337.288 5,68 339.239 6,02 374.938 4,27 371.793 5,06 352.972 3,73 504.551 10,13 476.614 3,68 505.262 9,67 477.645 5,26 302.378 12,10 311.068

11,06 376.496 15,07 353.080 4,93 274.140 13,22 254.524 7,84 282.230 16,12 264.371 6,84 274.581 24,17 275.163 8,69 269.080 12,70 279.594 7,83 404.929 26,70 405.502 2,61 378.538 7,57 356.325 5,68 478.699 37,94 457.222 3,61 445.057 37,34 392.446 8,22 356.378 14,09 333.034

Sumber : BPS 2015

PapuaIndonesia

Sulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua Barat

Sulawesi Selatan

BantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan UtaraKalimantan TimurSulawesi UtaraSulawesi Tengah

Jawa Timur

RiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta

Sumatera Barat

ProvinsiPerkotaan Perdesaan

Persentase Penduduk Miskin dan Besarnya Garis Kemiskinan Menurut Provinsi dan Klasifikasi Wilayah, 2015

(1)

AcehSumatera Utara

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |183

184 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.5

Perkotaan + Perdesaan

MiskinHampir Miskin

Rentan Miskin Lainnya

Tidak Miskin

(2) (3) (4) (5) (6)

14,46 11,76 24,49 49,29 100,00 8,01 9,83 17,24 64,92 100,00 6,06 9,69 19,98 64,27 100,00 6,63 8,23 16,70 68,44 100,00 6,99 9,06 16,45 67,50 100,00 12,03 10,56 17,81 59,60 100,00 15,88 11,69 20,77 51,66 100,00 12,59 11,88 21,66 53,88 100,00 4,16 7,78 15,98 72,08 100,00 4,82 5,50 12,83 76,85 100,00 3,02 6,26 10,27 80,44 100,00 8,16 8,31 15,24 68,30 100,00 12,22 10,74 18,67 58,38 100,00 12,93 8,74 14,40 63,94 100,00 11,35 10,49 15,82 62,35 100,00 4,58 6,88 14,25 74,29 100,00 4,06 5,37 12,24 78,33 100,00 15,10 10,84 20,50 53,56 100,00 18,32 12,28 23,20 46,20 100,00 6,56 7,67 17,47 68,29 100,00 4,54 6,64 13,99 74,83 100,00 3,98 6,11 14,70 75,21 100,00 4,96 6,62 14,16 74,26 100,00 4,58 7,76 20,73 66,93 100,00 6,55 6,69 14,90 71,85 100,00 11,78 11,11 17,87 59,24 100,00 7,93 7,51 15,62 68,93 100,00 9,64 8,10 15,05 67,21 100,00 15,06 9,43 14,78 60,73 100,00 10,19 10,01 17,71 62,09 100,00 14,83 10,37 18,97 55,84 100,00 5,42 7,95 11,91 74,72 100,00 21,31 9,54 11,35 57,80 100,00 22,97 10,02 16,92 50,09 100,00 9,60 9,23 16,52 64,64 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015

Provinsi Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan

Total

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

184| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

185Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.5.1

Perkotaan

MiskinHampir Miskin

Rentan Miskin Lainnya

Tidak Miskin

(2) (3) (4) (5) (6)

9,62 9,70 17,03 63,65 100,00 8,05 9,71 17,36 64,88 100,00 4,55 8,01 13,86 73,58 100,00 5,08 6,76 13,51 74,65 100,00 9,20 9,85 15,97 64,98 100,00 11,54 8,89 15,66 63,91 100,00 16,60 11,01 12,75 59,64 100,00 9,38 9,66 16,64 64,32 100,00 2,19 5,51 14,32 77,98 100,00 4,25 5,06 11,44 79,24 100,00 3,02 6,26 10,27 80,44 100,00 6,95 6,87 13,89 72,29 100,00 10,61 9,47 14,75 65,17 100,00 11,34 7,07 11,88 69,71 100,00 7,60 7,92 14,77 69,71 100,00 3,76 5,63 12,49 78,12 100,00 3,62 4,45 11,52 80,42 100,00 17,53 9,84 17,04 55,59 100,00 8,58 7,79 12,50 71,13 100,00 4,37 6,22 11,39 78,02 100,00 3,97 6,60 11,41 78,02 100,00 3,02 4,08 13,99 78,92 100,00 3,29 5,19 12,98 78,54 100,00 2,51 5,40 18,83 73,27 100,00 3,64 5,43 11,52 79,41 100,00 8,67 8,70 12,20 70,43 100,00 3,91 5,16 13,16 77,77 100,00 4,50 4,59 12,78 78,13 100,00 5,21 5,88 12,81 76,11 100,00 8,73 7,14 12,85 71,27 100,00 5,87 6,33 10,81 76,99 100,00 2,64 3,28 13,32 80,76 100,00 3,71 5,27 10,81 80,20 100,00 2,69 4,03 12,19 81,09 100,00 7,05 7,36 13,83 71,77 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015

Provinsi Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per Bulan

Total

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |185

186 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.5.2

Perdesaan

MiskinHampir Miskin

Rentan Miskin Lainnya

Tidak Miskin

(2) (3) (4) (5) (6)

16,34 12,56 27,39 43,71 100,00 7,97 9,94 17,12 64,96 100,00 7,04 10,78 23,97 58,21 100,00 7,62 9,18 18,73 64,48 100,00 6,08 8,75 16,64 68,53 100,00 12,28 11,42 18,93 57,37 100,00 15,57 11,98 24,20 48,24 100,00 13,62 12,59 23,28 50,51 100,00 6,00 9,92 17,53 66,56 100,00 7,76 7,76 20,11 64,36 100,00

na na na na na 10,46 11,06 17,83 60,66 100,00 13,54 11,79 21,91 52,76 100,00 16,35 12,32 19,81 51,51 100,00 14,72 12,79 16,76 55,74 100,00 6,35 9,59 18,07 65,99 100,00 4,79 6,86 13,41 74,93 100,00 13,38 11,55 22,97 52,11 100,00 20,83 13,43 25,96 39,77 100,00 7,48 8,28 20,02 64,22 100,00 4,82 6,66 15,31 73,21 100,00 4,69 7,61 15,23 72,46 100,00 7,77 9,03 16,14 67,07 100,00 7,09 10,63 23,05 59,23 100,00 9,04 7,77 17,80 65,40 100,00 12,77 11,87 19,66 55,70 100,00 10,22 8,85 17,03 63,90 100,00 11,73 9,52 15,97 62,78 100,00 20,27 11,30 15,83 52,60 100,00 10,53 10,68 18,84 59,95 100,00 20,76 13,04 24,37 41,82 100,00 6,47 9,72 11,38 72,43 100,00 31,54 12,03 11,66 44,77 100,00 29,59 11,98 18,46 39,97 100,00 12,18 11,11 19,24 57,47 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan, 2015

Provinsi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Per BulanTotal

(1)

Aceh

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

186| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

187Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.6

Perkotaan + Perdesaan

Lebih dari Cukup Cukup Kurang(2) (3) (4) (5)

5,62 52,51 41,87 100,007,09 65,25 27,67 100,00

11,54 60,43 28,03 100,0011,65 67,25 21,10 100,00

9,43 71,04 19,53 100,0010,62 60,38 29,00 100,00

6,93 59,04 34,03 100,005,84 63,86 30,30 100,006,99 75,29 17,72 100,00

13,31 71,48 15,21 100,008,72 68,58 22,70 100,006,10 60,31 33,59 100,007,75 60,92 31,32 100,007,89 64,89 27,22 100,009,16 61,29 29,56 100,006,31 60,08 33,61 100,00

11,25 63,03 25,72 100,008,91 47,73 43,36 100,004,94 55,07 39,99 100,008,91 65,86 25,23 100,00

11,84 67,77 20,38 100,0011,47 68,96 19,57 100,0014,59 70,00 15,41 100,00

na na na na9,36 67,86 22,78 100,007,79 65,41 26,81 100,00

11,25 60,60 28,15 100,0011,09 59,36 29,55 100,00

5,64 62,26 32,11 100,005,17 61,18 33,65 100,009,20 59,45 31,36 100,00

10,38 65,37 24,25 100,0012,90 65,27 21,83 100,00

9,70 65,51 24,79 100,00

8,26 62,01 29,73 100,00Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Indonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014

Provinsi Kemampuan Mencukupi Kebutuhan Sehari-Hari

Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |187

188 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.6.1

Perkotaan

Lebih dari Cukup Cukup Kurang(2) (3) (4) (5)

7,61 61,17 31,22 100,008,97 68,83 22,20 100,00

16,15 63,35 20,49 100,0013,56 68,80 17,64 100,0014,87 71,36 13,76 100,0015,07 61,87 23,07 100,0012,67 66,42 20,91 100,00

8,57 67,53 23,91 100,007,61 76,13 16,26 100,00

14,63 71,13 14,24 100,008,72 68,58 22,70 100,006,85 64,33 28,81 100,00

10,34 62,29 27,37 100,007,29 67,20 25,51 100,00

11,62 63,40 24,98 100,007,48 65,46 27,05 100,00

13,57 67,34 19,08 100,0010,47 52,67 36,86 100,0010,12 59,30 30,58 100,0016,49 63,28 20,23 100,0017,59 66,80 15,61 100,0013,50 67,41 19,09 100,0014,60 71,96 13,44 100,00

0,00 0,00 0,00 na13,15 70,53 16,32 100,00

9,80 66,76 23,44 100,0014,45 63,42 22,13 100,0017,21 51,38 31,40 100,00

9,27 64,92 25,81 100,005,05 67,92 27,03 100,009,73 60,35 29,92 100,00

12,22 71,63 16,15 100,0019,04 54,08 26,88 100,0023,29 67,51 9,20 100,00

10,02 64,89 25,09 100,00Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Indonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014

Provinsi Kemampuan Mencukupi Kebutuhan Sehari-Hari

Total

188| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

189Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.6.2

Perdesaan

Lebih dari Cukup Cukup Kurang(2) (3) (4) (5)

4,85 49,16 45,98 100,005,31 61,86 32,82 100,008,67 58,62 32,71 100,00

10,45 66,28 23,26 100,007,16 70,90 21,94 100,008,31 59,60 32,09 100,004,38 55,76 39,86 100,004,95 62,67 32,38 100,006,36 74,46 19,18 100,006,05 73,42 20,53 100,00

na na na na4,72 52,94 42,34 100,005,67 59,82 34,52 100,009,17 59,94 30,89 100,007,02 59,45 33,53 100,003,61 47,67 48,72 100,007,49 56,04 36,46 100,007,79 44,17 48,04 100,003,68 54,04 42,28 100,005,73 66,95 27,33 100,008,93 68,27 22,80 100,00

10,02 70,07 19,92 100,0014,57 66,83 18,60 100,00

0,00 0,00 0,00 na6,24 65,65 28,12 100,007,14 64,97 27,88 100,009,44 59,00 31,56 100,008,69 62,49 28,83 100,003,72 60,85 35,43 100,005,21 59,28 35,51 100,008,84 58,83 32,33 100,009,67 62,97 27,36 100,00

10,30 70,00 19,70 100,005,19 64,85 29,97 100,00

6,51 59,15 34,34 100,00Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Indonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Kemampuan Mencukupi Kebutuhan Sehari-HariTotal

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |189

190 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.7

Lebih dari Cukup

Cukup KurangLebih dari

CukupCukup Kurang

(2) (3) (4) (5) (6) (7)

43,84 46,79 9,37 24,03 71,21 4,7649,01 44,75 6,24 27,13 70,69 2,1856,59 40,57 2,85 37,80 58,72 3,4849,62 46,86 3,51 26,43 67,64 5,9360,00 37,43 2,57 22,31 72,05 5,6457,26 38,60 4,14 38,61 56,91 4,4844,10 53,80 2,10 22,74 73,17 4,0948,33 48,59 3,09 27,91 67,87 4,2348,34 49,66 2,01 20,29 78,01 1,7040,97 53,46 5,57 16,62 77,72 5,6630,47 65,42 4,11 16,65 76,64 6,7135,29 59,77 4,94 23,22 72,11 4,6758,37 40,81 0,82 37,09 58,36 4,5531,93 66,71 1,36 18,90 79,03 2,0758,49 35,43 6,08 39,70 58,14 2,1728,18 61,97 9,86 17,53 75,21 7,2654,31 45,69 0,00 18,13 75,17 6,7053,61 42,54 3,86 37,27 60,52 2,2139,03 49,81 11,16 26,76 58,99 14,2560,88 37,25 1,87 23,22 72,16 4,6146,16 50,80 3,03 30,89 67,91 1,2050,28 48,61 1,11 32,48 64,95 2,5755,34 42,38 2,28 30,55 68,49 0,9649,96 47,43 2,61 19,21 80,00 0,7954,49 41,41 4,10 26,89 70,69 2,4136,83 61,57 1,60 35,17 60,42 4,4151,17 44,86 3,98 34,94 62,85 2,2159,26 37,31 3,43 35,51 58,85 5,6437,70 57,11 5,19 15,42 79,40 5,1828,69 68,72 2,59 20,77 77,34 1,8954,15 45,85 0,00 36,60 61,31 2,0851,03 42,72 6,24 29,14 63,14 7,7259,20 40,25 0,55 29,41 65,61 4,9969,08 27,07 3,86 26,91 68,54 4,55

45,12 50,63 4,24 27,58 68,00 4,42Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua

Indonesia

Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali

Sumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi

Provinsi

> Rp. 7.200.000 Rp 4.800.000 - Rp 7.200.000

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Kelompok Pendapatan, dan Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari, 2014

190| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

191Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.7

Lebih dari Cukup

Cukup KurangLebih dari

CukupCukup Kurang

(8) (9) (10) (11) (12) (13)

14,85 73,44 11,72 3,16 64,34 32,5012,10 76,96 10,94 2,95 76,31 20,7414,54 72,29 13,17 5,69 70,19 24,1214,53 75,95 9,52 4,46 74,89 20,6510,85 82,58 6,57 2,79 80,84 16,3715,08 68,51 16,40 4,28 75,18 20,54

7,16 77,93 14,91 1,32 73,16 25,519,97 76,60 13,42 5,38 76,91 17,718,92 84,88 6,20 2,23 84,00 13,784,97 82,73 12,31 6,16 73,89 19,953,00 81,79 15,21 1,31 68,52 30,179,54 81,23 9,23 3,23 70,84 25,92

18,18 72,47 9,35 5,33 73,31 21,3614,70 74,46 10,84 5,07 69,65 25,2823,34 70,00 6,66 7,05 77,17 15,78

8,28 80,40 11,32 0,44 65,01 34,558,15 77,91 13,94 3,03 63,62 33,35

20,48 63,44 16,08 8,22 64,58 27,1913,30 64,73 21,97 2,36 68,93 28,7110,66 77,84 11,50 5,43 74,65 19,9213,88 78,87 7,25 5,36 74,31 20,3316,28 74,24 9,48 4,16 76,15 19,69

9,80 82,23 7,97 5,10 77,95 16,958,97 81,30 9,73 0,16 79,12 20,72

13,34 75,98 10,68 3,95 79,35 16,7013,81 74,60 11,58 2,10 74,25 23,6516,30 74,07 9,63 8,53 74,24 17,2217,94 68,86 13,20 5,66 70,52 23,82

8,21 81,98 9,81 4,03 71,42 24,5510,46 76,43 13,11 3,65 71,19 25,1713,20 74,03 12,78 2,84 68,00 29,1611,41 78,76 9,83 9,19 76,43 14,3810,99 75,99 13,03 8,48 71,74 19,7816,96 65,68 17,36 2,85 81,14 16,01

13,27 76,20 10,54 4,53 73,18 22,30Sumber : SPTK 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua

Indonesia

Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali

Sumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi

Rp 3.000.001 - Rp 4.800.000 Rp 1.800.001 - Rp 3.000.000

Provinsi

(Sambungan)

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |191

192 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.8

Perkotaan + Perdesaan

Seluruh ART Bersekolah

Sebagian ART Bersekolah

Semua ART Tidak

BersekolahTotal

(2) (3) (4) (5) (6)57,46 92,06 5,63 2,31 100,0056,13 89,15 7,01 3,84 100,0057,14 91,61 5,85 2,54 100,0058,22 89,60 6,30 4,10 100,0058,96 89,34 6,34 4,32 100,0057,88 87,31 7,45 5,23 100,0059,46 91,72 4,31 3,98 100,0056,36 88,65 6,37 4,98 100,0056,01 87,12 7,49 5,39 100,0047,44 94,34 3,07 2,60 100,0045,80 89,71 5,17 5,12 100,0054,98 87,21 7,48 5,31 100,0052,73 88,48 5,87 5,65 100,0043,02 95,46 2,54 2,01 100,0050,69 89,76 4,69 5,56 100,0059,86 87,66 7,68 4,65 100,0049,14 93,03 2,72 4,25 100,0054,74 91,56 4,51 3,94 100,0063,53 87,36 9,00 3,65 100,0060,56 85,92 8,42 5,66 100,0056,39 87,38 7,45 5,18 100,0054,23 87,97 6,42 5,60 100,0055,98 93,26 4,15 2,60 100,0060,21 87,89 7,28 4,83 100,0055,01 89,76 5,76 4,48 100,0058,05 87,88 7,73 4,39 100,0057,92 86,55 8,42 5,03 100,0062,28 88,12 7,99 3,89 100,0060,01 86,68 7,07 6,24 100,0059,81 83,50 11,28 5,21 100,0063,85 89,92 6,85 3,22 100,0067,99 90,02 6,24 3,74 100,0057,49 89,04 6,74 4,22 100,0057,26 69,64 11,93 18,43 100,0054,52 88,54 6,42 5,04 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015

Provinsi Rumah Tangga yang Terdapat

ART 7-18 Tahun

Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |193

193Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.8.1

Perkotaan

Seluruh ART Bersekolah

Sebagian ART Bersekolah

Semua ART Tidak

BersekolahTotal

(2) (3) (4) (5) (6)57,77 95,27 3,00 1,73 100,0056,32 89,80 6,62 3,58 100,0055,40 92,12 5,43 2,44 100,0054,80 92,02 4,85 3,13 100,0059,49 92,30 3,98 3,72 100,0056,20 90,51 6,13 3,36 100,0058,80 95,49 2,76 1,75 100,0056,83 92,13 4,50 3,36 100,0055,38 89,48 6,45 4,07 100,0046,83 95,82 2,05 2,13 100,0045,80 89,71 5,17 5,12 100,0055,14 88,93 7,00 4,07 100,0051,76 89,82 5,46 4,72 100,0041,10 96,31 2,22 1,48 100,0049,82 92,73 3,52 3,75 100,0058,33 90,24 6,03 3,73 100,0048,27 94,95 1,83 3,21 100,0054,29 92,12 4,24 3,63 100,0058,13 90,47 6,49 3,05 100,0058,66 90,37 6,55 3,07 100,0056,50 89,17 7,52 3,30 100,0052,36 90,84 5,15 4,01 100,0054,19 93,83 3,42 2,75 100,0061,67 87,79 7,45 4,76 100,0053,06 90,71 5,00 4,29 100,0058,58 92,04 5,07 2,89 100,0057,31 88,72 7,36 3,92 100,0060,45 87,83 8,63 3,54 100,0057,06 91,39 4,90 3,71 100,0056,61 81,08 13,43 5,49 100,0060,60 92,19 5,05 2,76 100,0063,86 91,37 4,24 4,39 100,0054,83 88,85 7,71 3,44 100,0050,71 93,28 4,11 2,60 100,0053,07 90,66 5,48 3,86 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015

Provinsi Rumah Tangga yang Terdapat

ART 7-18 Tahun

Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah

194| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

194 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.8.2

Perkotaan

Seluruh ART Bersekolah

Sebagian ART Bersekolah

Semua ART Tidak

BersekolahTotal

(2) (3) (4) (5) (6)57,35 90,80 6,66 2,54 100,0055,95 88,52 7,38 4,10 100,0058,27 91,29 6,11 2,59 100,0060,40 88,21 7,13 4,66 100,0058,75 88,12 7,32 4,56 100,0058,75 85,73 8,11 6,16 100,0059,74 90,13 4,96 4,91 100,0056,21 87,52 6,98 5,51 100,0056,60 84,96 8,45 6,59 100,0050,61 87,18 7,99 4,84 100,00

na na na na na54,68 83,88 8,39 7,72 100,0053,53 87,42 6,20 6,38 100,0047,17 93,86 3,14 3,00 100,0051,48 87,17 5,70 7,13 100,0063,18 82,50 11,00 6,50 100,0050,57 90,06 4,09 5,85 100,0055,06 91,16 4,69 4,15 100,0064,93 86,64 9,57 3,79 100,0061,36 84,14 9,17 6,70 100,0056,34 86,46 7,41 6,14 100,0055,62 85,98 7,31 6,71 100,0058,99 92,37 5,28 2,36 100,0058,43 88,01 7,06 4,93 100,0056,67 88,99 6,37 4,64 100,0057,88 86,55 8,58 4,87 100,0058,27 85,33 9,02 5,65 100,0063,02 88,23 7,74 4,03 100,0061,57 84,38 8,14 7,48 100,0060,56 84,03 10,82 5,15 100,0066,00 88,54 7,95 3,51 100,0069,55 89,54 6,93 3,52 100,0059,04 89,14 6,22 4,65 100,0059,40 63,05 14,11 22,84 100,0055,99 86,52 7,31 6,16 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Rumah Tangga yang Terdapat

ART 7-18 Tahun

Keberadaan ART Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |195

195Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.9

Perkotaan + Perdesaan

(2)

8,718,938,298,477,927,668,287,487,359,64

10,547,716,938,847,058,198,116,676,856,837,82

7,69,048,358,867,897,498,026,976,889,158,346,965,767,73

Sumber : Publikasi Indeks Pembangunan Manusia 2014

Aceh

Persentase Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Usia 25 Tahun ke Atas Menurut Provinsi, 2014

Provinsi Rata-Rata Lama Sekolah

(Tahun)(1)

Jawa Tengah

Sumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa Barat

Sulawesi Utara

DI YogyakartaJawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan Utara

Maluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia

Sulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMaluku

196| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

196 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.10

Seluruh ART Bersekolah

Sebagian ART

Bersekolah

Semua ART Tidak

Bersekolah

Seluruh ART Bersekolah

Sebagian ART

Bersekolah

Semua ART Tidak

Bersekolah(3) (4) (5) (6) (7) (8)

84,93 10,87 4,21 89,25 7,36 3,3982,20 10,94 6,87 86,10 9,91 3,9986,12 8,88 4,99 89,22 8,28 2,5079,93 12,18 7,89 86,77 8,09 5,1481,11 12,74 6,15 88,17 6,71 5,1275,74 13,28 10,98 86,10 8,94 4,9582,38 8,73 8,90 89,10 5,69 5,2182,01 8,98 9,01 85,53 8,50 5,9779,24 13,79 6,97 86,80 7,54 5,6681,08 9,68 9,23 92,03 4,47 3,5078,08 10,94 10,98 85,04 6,48 8,4874,46 13,93 11,61 83,84 9,53 6,6381,07 7,95 10,99 86,68 7,44 5,8889,15 4,69 6,16 91,35 5,52 3,1383,47 6,64 9,90 88,04 5,84 6,1279,65 12,70 7,65 83,36 11,20 5,4487,76 3,67 8,58 88,58 3,68 7,7490,40 5,37 4,23 92,12 4,59 3,2982,11 11,96 5,93 86,41 10,23 3,3678,79 12,63 8,58 85,70 8,84 5,4580,71 10,95 8,34 84,69 9,14 6,1781,37 9,89 8,75 85,64 8,57 5,7987,42 4,88 7,70 91,41 5,54 3,0580,88 11,41 7,71 87,35 9,46 3,1883,46 9,17 7,37 85,89 7,97 6,1478,00 12,69 9,31 86,74 8,84 4,4281,19 11,41 7,39 84,79 9,31 5,9081,73 10,98 7,30 87,71 7,85 4,4480,26 11,38 8,36 87,61 5,20 7,1977,78 16,54 5,68 82,99 11,29 5,7381,29 11,53 7,18 88,50 7,97 3,5384,72 8,21 7,07 89,10 7,50 3,4088,77 5,61 5,62 86,82 9,49 3,6876,72 10,97 12,31 78,22 9,58 12,2080,71 10,20 9,10 86,19 8,08 5,73

Sumber : Susenas KOR 2015

Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia

Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali

Sumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi

Provinsi

Tidak punya ijazah SD SD/Sederajat

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Umur 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |197

197Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.10

Seluruh ART Bersekolah

Sebagian ART

Bersekolah

Semua ART Tidak

Bersekolah

Seluruh ART Bersekolah

Sebagian ART

Bersekolah

Semua ART Tidak

Bersekolah(9) (10) (11) (12) (13) (14)

94,13 4,25 1,62 95,58 3,38 1,0489,08 6,78 4,13 93,58 4,03 2,3992,92 5,21 1,87 96,48 2,64 0,8991,36 5,65 2,99 95,53 2,47 2,0092,91 4,49 2,59 94,03 3,65 2,3291,25 5,27 3,48 93,01 4,37 2,6394,96 2,66 2,38 96,92 1,90 1,1892,12 4,87 3,01 94,83 3,02 2,1591,49 4,34 4,17 92,37 4,65 2,9795,00 1,69 3,31 98,33 1,18 0,5089,40 7,55 3,05 93,21 3,36 3,4391,74 5,45 2,81 94,38 3,68 1,9392,52 4,57 2,91 95,44 2,63 1,9495,86 2,42 1,72 98,52 0,73 0,7593,29 3,49 3,22 96,43 1,86 1,7192,90 3,81 3,28 92,85 4,13 3,0392,84 2,22 4,95 96,77 2,06 1,1790,93 5,21 3,86 94,76 2,24 3,0094,50 3,55 1,95 93,81 4,44 1,7587,70 7,42 4,88 93,47 4,34 2,1990,55 5,08 4,37 91,56 4,98 3,4688,89 6,16 4,94 93,88 2,73 3,3994,36 4,69 0,95 94,80 3,19 2,0189,87 6,96 3,18 89,47 3,74 6,7990,87 5,21 3,92 94,61 3,18 2,2191,58 6,03 2,39 93,61 4,66 1,7286,98 9,22 3,80 93,33 4,78 1,8888,83 9,26 1,91 91,04 6,28 2,6892,12 4,24 3,65 94,30 3,48 2,2282,66 12,48 4,86 93,61 3,37 3,0291,47 6,25 2,28 93,16 4,73 2,1090,03 6,62 3,36 92,88 3,89 3,2386,79 7,82 5,39 90,34 6,36 3,3073,19 13,85 12,96 85,59 7,19 7,2291,50 5,24 3,26 94,55 3,28 2,17

Sumber : Susenas KOR 2015

Sulawesi BaratMalukuMaluku Utara

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali

Sumatera SelatanBengkuluLampung

Papua BaratPapuaIndonesia

Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi

SMP/Sederajat SMA/Sederajat

Provinsi

(Sambungan)

198| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

198 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.10

Seluruh ART Bersekolah

Sebagian ART Bersekolah

Semua ART Tidak Bersekolah

(15) (16) (17)

97,17 1,56 1,2796,09 2,33 1,5896,94 1,14 1,9297,41 1,69 0,9094,89 2,60 2,5097,60 0,00 2,4098,57 0,86 0,5698,09 0,24 1,6799,51 0,49 0,0095,64 2,58 1,7890,31 4,25 5,4497,80 1,50 0,7096,66 1,82 1,5298,49 1,39 0,1296,87 1,52 1,6197,37 1,56 1,0797,91 2,00 0,0994,77 2,17 3,0595,15 3,52 1,3297,26 2,55 0,1997,33 2,67 0,0099,26 0,74 0,0096,48 1,34 2,1795,42 4,57 0,0297,01 1,71 1,2896,63 2,66 0,7195,55 2,87 1,5895,45 3,46 1,0997,00 2,48 0,5194,60 3,40 2,0194,51 3,60 1,8995,36 3,98 0,6695,81 2,54 1,6592,43 5,22 2,3596,44 2,00 1,57

Sumber : Susenas KOR 2015

Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan

DKI JakartaJawa BaratJawa Tengah

Jawa TimurBanten

JambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan Riau

BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Indonesia

GorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua

Kalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi Tenggara

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiau

DI Yogyakarta

Perguruan Tinggi

Provinsi

(Sambungan)

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |199

199Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.11

Perkotaan + Perdesaan

Ada Tidak Ada Total

(2) (3) (4) (5)57,46 1,14 98,86 100,0056,13 3,24 96,76 100,0057,14 3,38 96,62 100,0058,22 2,84 97,16 100,0058,96 2,78 97,22 100,0057,88 2,94 97,06 100,0059,46 2,04 97,96 100,0056,36 2,07 97,93 100,0056,01 3,94 96,06 100,0047,44 1,03 98,97 100,0045,80 1,33 98,67 100,0054,98 1,76 98,24 100,0052,73 2,50 97,50 100,0043,02 0,67 99,33 100,0050,69 2,39 97,61 100,0059,86 2,59 97,41 100,0049,14 1,15 98,85 100,0054,74 2,85 97,15 100,0063,53 5,46 94,54 100,0060,56 4,57 95,43 100,0056,39 2,77 97,23 100,0054,23 3,43 96,57 100,0055,98 1,69 98,31 100,0060,21 3,43 96,57 100,0055,01 3,02 96,98 100,0058,05 4,48 95,52 100,0057,92 3,94 96,06 100,0062,28 4,00 96,00 100,0060,01 6,02 93,98 100,0059,81 5,60 94,40 100,0063,85 3,05 96,95 100,0067,99 3,96 96,04 100,0057,49 3,86 96,14 100,0057,26 16,23 83,77 100,0054,52 2,67 97,33 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan ART Umur 7 - 18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015

Provinsi

Rumah Tangga yang Terdapat

ART 7-18 Tahun

Keberadaan ART 7 - 18 Tahun Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah

200| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

200 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.11.1

Perkotaan

Ada Tidak Ada Total

(2) (3) (4) (5)57,77 1,21 98,79 100,0056,32 5,37 94,63 100,0055,40 5,42 94,58 100,0054,80 3,87 96,13 100,0059,49 2,87 97,13 100,0056,20 3,75 96,25 100,0058,80 2,00 98,00 100,0056,83 2,93 97,07 100,0055,38 6,02 93,98 100,0046,83 1,29 98,71 100,0045,80 2,90 97,10 100,0055,14 2,80 97,20 100,0051,76 4,63 95,37 100,0041,10 1,58 98,42 100,0049,82 3,97 96,03 100,0058,33 2,52 97,48 100,0048,27 1,73 98,27 100,0054,29 5,01 94,99 100,0058,13 6,62 93,38 100,0058,66 6,05 93,95 100,0056,50 4,12 95,88 100,0052,36 4,91 95,09 100,0054,19 2,94 97,06 100,0061,67 5,08 94,92 100,0053,06 4,35 95,65 100,0058,58 3,99 96,01 100,0057,31 5,39 94,61 100,0060,45 5,12 94,88 100,0057,06 6,03 93,97 100,0056,61 11,82 88,18 100,0060,60 2,93 97,07 100,0063,86 4,78 95,22 100,0054,83 5,97 94,03 100,0050,71 4,82 95,18 100,0053,07 3,63 96,37 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan ART Umur 7 - 18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015

Provinsi

Rumah Tangga yang Terdapat

ART 7-18 Tahun

Keberadaan ART 7 - 18 Tahun Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |201

201Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.11.2

Perdesaan

Ada Tidak Ada Total

(2) (3) (4) (5)57,35 2,28 97,72 100,0055,95 6,14 93,86 100,0058,27 6,23 93,77 100,0060,40 5,46 94,54 100,0058,75 5,46 94,54 100,0058,75 5,75 94,25 100,0059,74 4,03 95,97 100,0056,21 3,92 96,08 100,0056,60 7,96 92,04 100,0050,61 6,43 93,57 100,00

na na na na54,68 3,97 96,03 100,0053,53 4,82 95,18 100,0047,17 1,55 98,45 100,0051,48 5,38 94,62 100,0063,18 7,94 92,06 100,0050,57 3,28 96,72 100,0055,06 5,34 94,66 100,0064,93 9,05 90,95 100,0061,36 8,15 91,85 100,0056,34 5,33 94,67 100,0055,62 7,33 92,67 100,0058,99 3,11 96,89 100,0058,43 6,50 93,50 100,0056,67 6,40 93,60 100,0057,88 8,90 91,10 100,0058,27 7,58 92,42 100,0063,02 6,94 93,06 100,0061,57 11,98 88,02 100,0060,56 8,83 91,17 100,0066,00 5,90 94,10 100,0069,55 6,18 93,82 100,0059,04 7,11 92,89 100,0059,40 34,90 65,10 100,0055,99 6,10 93,90 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Rumah Tangga yang Terdapat

ART 7-18 Tahun

Keberadaan ART 7 - 18 Tahun Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan ART Umur 7 - 18 Tahun yang Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah, 2015

Provinsi

202| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

202 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.12

Laki-laki + Perempuan

Putus Sekolah*)

Tidak Putus

Putus Sekolah*)

Tidak Putus

Putus Sekolah*)

Tidak Putus

(2) (3) (4) (5) (6) (7)

0,10 99,90 1,16 98,84 3,78 96,22 0,65 99,35 3,02 96,98 10,39 89,61 0,56 99,44 3,79 96,21 10,63 89,37 1,14 98,86 3,89 96,11 8,06 91,94 0,45 99,55 3,49 96,51 10,02 89,98 0,47 99,53 5,26 94,74 8,48 91,52 0,35 99,65 2,18 97,82 7,15 92,85 0,38 99,62 3,78 96,22 6,64 93,36 0,78 99,22 6,55 93,45 15,45 84,55 0,66 99,34 0,67 99,33 4,91 95,09 0,44 99,56 1,77 98,23 6,32 93,68 0,42 99,58 4,00 96,00 4,84 95,16 0,44 99,56 3,07 96,93 10,86 89,14 0,11 99,89 0,32 99,68 4,27 95,73 0,55 99,45 2,80 97,20 11,18 88,82 0,59 99,41 3,58 96,42 8,13 91,87 0,59 99,41 1,91 98,09 3,89 96,11 0,52 99,48 2,56 97,44 12,81 87,19 1,87 98,13 4,58 95,42 14,54 85,46 1,64 98,36 4,97 95,03 14,94 85,06 0,46 99,54 4,03 95,97 10,47 89,53 0,57 99,43 6,94 93,06 13,01 86,99 0,37 99,63 1,50 98,50 7,02 92,98 1,42 98,58 3,78 96,22 8,61 91,39 0,67 99,33 4,82 95,18 12,32 87,68 1,96 98,04 6,19 93,81 12,53 87,47 0,97 99,03 5,32 94,68 11,69 88,31 0,70 99,30 4,91 95,09 11,09 88,91 1,31 98,69 7,90 92,10 20,86 79,14 2,00 98,00 6,81 93,19 14,26 85,74 0,62 99,38 3,13 96,87 7,20 92,80 0,92 99,08 3,11 96,89 11,98 88,02 3,25 96,75 3,20 96,80 8,11 91,89 18,92 81,08 21,86 78,14 30,37 69,63 0,91 99,09 3,81 96,19 9,32 90,68

*) : Putus Sekolah/Tidak pernah SekolahSumber : Susenas KOR 2015

DKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali

Sumatera Selatan

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Indonesia

Sulawesi Barat

Nusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

MalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua

Nusa Tenggara Barat

BengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan Riau

Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur, dan Status Putus Sekolah atau Tidak Pernah Sekolah, 2015

Provinsi7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun

(1)

Aceh

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |203

203Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.12.1

Laki-laki

Putus Sekolah*)

Tidak Putus

Putus Sekolah*)

Tidak Putus

Putus Sekolah*)

Tidak Putus

(2) (3) (4) (5) (6) (7)

0,00 100,00 1,18 98,82 5,05 94,950,72 99,28 3,53 96,47 14,47 85,530,45 99,55 5,67 94,33 15,19 84,810,68 99,32 5,38 94,62 10,22 89,780,57 99,43 4,10 95,90 8,40 91,600,49 99,51 5,19 94,81 10,53 89,470,50 99,50 2,99 97,01 9,37 90,630,38 99,62 4,51 95,49 7,62 92,381,14 98,86 9,15 90,85 14,79 85,210,65 99,35 0,88 99,12 6,47 93,530,87 99,13 1,41 98,59 8,18 91,820,37 99,63 5,24 94,76 6,62 93,380,53 99,47 3,67 96,33 14,73 85,270,20 99,80 0,31 99,69 5,04 94,960,57 99,43 2,83 97,17 12,69 87,310,75 99,25 4,02 95,98 7,65 92,350,30 99,70 2,08 97,92 3,90 96,100,32 99,68 2,29 97,71 8,39 91,612,40 97,60 6,12 93,88 16,99 83,011,85 98,15 5,20 94,80 14,45 85,550,83 99,17 5,41 94,59 12,38 87,620,57 99,43 7,46 92,54 11,99 88,010,32 99,68 0,67 99,33 4,61 95,391,10 98,90 4,60 95,40 8,34 91,661,04 98,96 6,08 93,92 12,77 87,232,68 97,32 5,42 94,58 10,80 89,200,89 99,11 6,33 93,67 15,37 84,630,98 99,02 4,77 95,23 13,26 86,742,15 97,85 11,43 88,57 22,61 77,392,75 97,25 8,52 91,48 18,41 81,590,68 99,32 3,51 96,49 9,10 90,900,78 99,22 1,30 98,70 8,83 91,173,88 96,12 4,61 95,39 5,47 94,53

19,21 80,79 19,15 80,85 26,79 73,210,97 99,03 4,37 95,63 10,96 89,04

*) : Putus Sekolah/Tidak pernah SekolahSumber : Susenas KOR 2015

Maluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia

Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMaluku

Kalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi Tengah

BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan Tengah

Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBanten

BengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta

Sumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera Selatan

Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur, dan Status Putus Sekolah atau Tidak Pernah Sekolah, 2015

Provinsi7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun

(1)

Aceh

204| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

204 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.12.2

Perempuan

Putus Sekolah*)

Tidak Putus

Putus Sekolah*)

Tidak Putus

Putus Sekolah*)

Tidak Putus

(2) (3) (4) (5) (6) (7)

0,20 99,80 1,14 98,86 2,40 97,600,59 99,41 2,51 97,49 5,95 94,050,66 99,34 1,80 98,20 6,07 93,931,64 98,36 2,29 97,71 5,92 94,080,32 99,68 2,87 97,13 11,70 88,300,45 99,55 5,34 94,66 6,31 93,690,19 99,81 1,31 98,69 4,76 95,240,38 99,62 3,02 96,98 5,51 94,490,43 99,57 3,83 96,17 16,14 83,860,67 99,33 0,44 99,56 3,28 96,720,00 100,00 2,14 97,86 4,34 95,660,47 99,53 2,72 97,28 2,87 97,130,35 99,65 2,44 97,56 6,80 93,200,00 100,00 0,34 99,66 3,45 96,550,53 99,47 2,78 97,22 9,53 90,470,41 99,59 3,12 96,88 8,67 91,330,88 99,12 1,74 98,26 3,87 96,130,74 99,26 2,82 97,18 17,74 82,261,33 98,67 2,99 97,01 12,00 88,001,43 98,57 4,75 95,25 15,50 84,500,07 99,93 2,75 97,25 8,20 91,800,57 99,43 6,40 93,60 14,11 85,890,42 99,58 2,41 97,59 9,95 90,051,79 98,21 2,88 97,12 8,88 91,120,30 99,70 3,49 96,51 11,83 88,171,20 98,80 6,99 93,01 14,40 85,601,05 98,95 4,28 95,72 7,86 92,140,38 99,62 5,06 94,94 8,88 91,120,47 99,53 4,00 96,00 18,96 81,041,13 98,87 5,10 94,90 9,63 90,370,57 99,43 2,74 97,26 5,02 94,981,07 98,93 4,80 95,20 15,57 84,432,57 97,43 1,80 98,20 10,97 89,03

18,62 81,38 24,77 75,23 34,87 65,130,84 99,16 3,23 96,77 7,54 92,46

*) : Putus Sekolah/Tidak pernah SekolahSumber : Susenas KOR 2015

Maluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia

Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMaluku

Kalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi Tengah

BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan Tengah

Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBanten

BengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta

Persentase Penduduk Menurut Provinsi, Kelompok Umur, dan Status Putus Sekolah atau Tidak Pernah Sekolah, 2015

Provinsi7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera Selatan

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |205

205Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.13

Perkotaan + Perdesaan

Produk Bank (Tabungan/ Asuransi/

Deposito/ Giro)

Produk NonBank (Koperasi/ Kantor

Pos/Sekolah)Lainnya

(2) (3) (4) (5)47,32 59,00 3,18 85,2658,77 54,58 9,27 89,0460,40 56,07 10,85 85,5660,14 62,63 4,59 87,6956,52 61,28 5,47 85,6857,19 46,37 5,07 92,0557,47 49,91 4,22 87,4342,84 45,84 10,75 82,9476,98 47,04 5,66 94,9580,89 72,61 5,01 78,0981,84 82,74 10,53 89,6756,89 57,40 15,79 88,2367,58 55,07 16,00 91,5380,72 67,44 9,23 86,6864,41 53,17 9,80 91,2856,63 66,52 12,03 83,2787,82 46,60 37,27 95,0049,83 37,06 11,49 88,1461,30 42,18 18,39 91,9866,88 48,28 22,67 85,5976,15 48,51 11,59 92,4266,45 50,06 6,55 92,7684,52 78,45 8,12 90,2775,87 78,70 4,18 81,8658,61 57,48 6,87 88,9864,38 51,23 4,70 92,2276,25 55,91 3,25 94,7473,01 48,15 4,16 95,9455,45 43,02 1,42 90,9860,06 48,74 1,10 92,2857,96 56,20 1,62 91,8464,92 53,83 2,55 92,9171,21 71,47 4,52 83,8242,91 57,81 2,34 84,3362,97 56,74 11,75 89,58

Sumber : Susenas MSBP 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk Tabungan/Simpanan, 2015

Provinsi

Rumah Tangga yang Mempunyai

Tabungan/ Simpanan Uang

Bentuk Tabungan/Simpanan

206| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

206 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.13.1

Perkotaan

Produk Bank (Tabungan/ Asuransi/

Deposito/ Giro)

Produk NonBank (Koperasi/ Kantor

Pos/Sekolah)Lainnya

(2) (3) (4) (5)71,26 72,63 4,01 84,4164,54 65,59 7,23 84,7874,76 71,41 10,58 85,1076,05 76,83 5,25 88,5662,07 76,75 3,62 82,8468,23 68,96 5,00 92,2568,78 82,03 5,98 83,6260,59 59,02 11,59 81,1581,04 58,05 3,68 93,0084,35 78,27 5,58 75,9981,84 82,74 10,53 89,6761,17 66,06 16,28 87,3871,70 62,87 19,59 92,1781,58 74,85 9,61 83,9872,99 63,18 12,50 90,2862,18 77,27 11,59 80,4596,66 55,13 39,39 95,6756,54 47,60 15,93 85,1675,37 73,97 23,42 92,6073,02 84,61 5,88 85,1485,70 67,24 9,37 90,1974,53 67,40 3,93 91,1791,49 87,42 9,99 89,8081,68 89,63 1,61 79,2365,35 71,29 5,19 88,3582,49 79,68 7,06 89,9479,21 77,49 5,76 92,1182,59 69,50 7,86 97,2362,07 59,29 1,48 85,8879,05 66,69 0,67 85,7682,21 69,54 1,94 92,6882,75 78,28 3,70 94,2173,26 86,14 2,70 79,8865,39 90,91 3,06 71,9170,38 69,08 13,10 88,28

Sumber : Susenas MSBP 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk Tabungan/Simpanan, 2015

Provinsi

Rumah Tangga yang Mempunyai

Tabungan/ Simpanan Uang

Bentuk Tabungan/Simpanan

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |207

207Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.13.2

Perdesaan

Produk Bank (Tabungan/ Asuransi/

Deposito/ Giro)

Produk NonBank (Koperasi/ Kantor

Pos/Sekolah)Lainnya

(2) (3) (4) (5)38,09 49,17 2,58 85,8753,31 41,96 11,60 93,9251,20 41,73 11,10 85,9949,92 48,74 3,94 86,8454,24 53,98 6,34 87,0251,34 30,47 5,13 91,9152,45 31,25 3,20 89,6537,12 38,90 10,31 83,8972,97 34,97 7,83 97,0862,38 31,59 0,91 93,24

na na na na48,75 36,79 14,63 90,2564,10 47,74 12,61 90,9278,85 50,72 8,37 92,7756,79 41,74 6,73 92,4343,85 31,42 13,45 92,4873,37 28,24 32,73 93,5745,12 27,79 7,59 90,7657,89 32,17 16,80 91,7864,40 31,67 30,35 85,8071,32 37,12 12,94 93,7860,27 33,67 9,02 94,2573,06 59,97 4,25 91,2568,42 61,98 8,10 85,8852,85 42,86 8,65 89,6458,45 38,08 3,61 93,2774,65 43,51 1,81 96,2669,37 38,51 2,49 95,3652,00 32,90 1,38 94,1555,26 42,25 1,26 94,6341,52 38,28 1,18 90,7257,77 39,78 1,88 92,1769,97 62,13 5,68 86,3435,14 36,54 1,88 92,3155,50 40,95 10,01 91,24

Sumber : Susenas MSBP 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Rumah Tangga yang Mempunyai

Tabungan/ Simpanan Uang

Bentuk Tabungan/Simpanan

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Bentuk Tabungan/Simpanan, 2015

Provinsi

208| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

208 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.14

Perkotaan + Perdesaan

Semua Sebagian Tidak Ada

(2) (3) (4) (5)

75,29 14,65 10,06 100,0032,29 15,32 52,39 100,0037,78 20,58 41,64 100,0039,53 15,04 45,42 100,0027,70 11,22 61,08 100,0076,27 5,36 18,38 100,0036,11 15,60 48,29 100,0031,90 14,09 54,01 100,0043,64 10,34 46,03 100,0057,60 12,73 29,68 100,0051,13 16,33 32,53 100,0036,89 15,73 47,38 100,0040,93 16,06 43,01 100,0063,51 13,24 23,24 100,0031,56 15,77 52,67 100,0035,06 19,96 44,98 100,0080,68 5,31 14,01 100,0033,55 19,85 46,60 100,0040,78 29,47 29,75 100,0023,91 14,22 61,88 100,0034,28 11,55 54,18 100,0048,33 10,84 40,84 100,0065,81 10,19 23,99 100,0047,78 15,38 36,84 100,0039,52 19,14 41,34 100,0039,54 20,41 40,05 100,0065,99 12,70 21,32 100,0042,21 21,85 35,95 100,0054,15 22,56 23,29 100,0043,24 23,32 33,44 100,0033,50 24,55 41,95 100,0048,44 14,79 36,77 100,0050,52 26,45 23,03 100,0056,70 9,33 33,98 100,0041,58 15,54 42,88 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

Provinsi Kepemilikan Jaminan Kesehatan ART

Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |209

209Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.14.1

Perkotaan

Semua Sebagian Tidak Ada

(2) (3) (4) (5)

77,84 12,78 9,38 100,0034,66 16,77 48,57 100,0045,22 22,53 32,25 100,0047,10 15,71 37,19 100,0042,53 16,13 41,34 100,0065,91 11,38 22,71 100,0044,44 17,77 37,78 100,0045,88 18,13 35,99 100,0045,91 11,99 42,10 100,0059,32 12,42 28,25 100,0051,13 16,33 32,53 100,0040,46 16,60 42,94 100,0044,49 17,70 37,81 100,0059,96 14,00 26,05 100,0033,48 17,06 49,46 100,0036,64 20,20 43,17 100,0074,66 5,90 19,43 100,0041,59 19,24 39,16 100,0035,10 31,44 33,46 100,0028,21 18,03 53,76 100,0035,69 13,42 50,89 100,0049,00 11,43 39,57 100,0066,96 9,86 23,19 100,0048,31 15,17 36,51 100,0043,69 20,89 35,41 100,0042,39 23,14 34,47 100,0064,26 15,05 20,69 100,0039,81 23,11 37,09 100,0058,98 20,53 20,49 100,0042,82 24,44 32,74 100,0031,18 26,24 42,58 100,0037,27 18,91 43,82 100,0045,20 27,27 27,53 100,0052,92 16,85 30,23 100,0043,89 16,72 39,38 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

Provinsi Kepemilikan Jaminan Kesehatan ART

Total

210| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

210 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.14.2

Perdesaan

Semua Sebagian Tidak Ada

(2) (3) (4) (5)

74,30 15,37 10,33 100,0030,03 13,94 56,04 100,0032,93 19,31 47,77 100,0034,72 14,62 50,66 100,0021,67 9,22 69,11 100,0081,64 2,23 16,13 100,0032,54 14,66 52,79 100,0027,38 12,79 59,83 100,0041,51 8,79 49,71 100,0048,57 14,34 37,08 100,00

na na na na30,05 14,07 55,88 100,0037,99 14,70 47,31 100,0071,17 11,62 17,21 100,0029,84 14,60 55,56 100,0031,64 19,44 48,91 100,0090,44 4,35 5,21 100,0027,82 20,29 51,89 100,0042,25 28,96 28,79 100,0022,11 12,62 65,27 100,0033,56 10,60 55,85 100,0047,83 10,40 41,77 100,0063,89 10,76 25,35 100,0047,13 15,64 37,23 100,0035,96 17,65 46,39 100,0038,63 19,55 41,82 100,0066,97 11,36 21,68 100,0043,18 21,33 35,49 100,0051,59 23,64 24,77 100,0043,34 23,06 33,60 100,0035,03 23,43 41,54 100,0052,67 13,23 34,10 100,0053,61 25,97 20,42 100,0057,93 6,87 35,20 100,0039,26 14,35 46,39 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Kepemilikan Jaminan Kesehatan ARTTotal

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |211

211Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.15

Semua Sebagian Tidak Ada Semua Sebagian Tidak Ada(2) (3) (4) (5) (6) (7)

72,61 14,48 12,91 77,20 13,47 9,3327,55 12,82 59,63 28,28 14,48 57,2435,22 18,92 45,86 29,94 16,55 53,5136,11 12,33 51,56 27,63 13,36 59,0120,60 9,38 70,02 17,65 7,64 74,7176,49 5,31 18,20 80,99 1,83 17,1830,39 14,14 55,47 30,08 11,65 58,2726,64 13,26 60,10 25,82 11,76 62,4237,95 9,51 52,54 35,83 9,84 54,3343,78 15,67 40,55 44,80 8,95 46,2448,59 12,01 39,40 42,19 14,27 43,5427,51 14,51 57,98 27,80 12,67 59,5237,05 14,04 48,91 32,26 14,12 53,6257,10 11,82 31,08 71,27 12,12 16,6126,09 14,03 59,88 24,25 13,37 62,3828,20 17,32 54,48 27,28 19,24 53,4877,86 4,46 17,68 87,46 3,63 8,9131,27 20,66 48,07 27,04 19,62 53,3439,83 25,74 34,44 43,08 29,40 27,5220,88 9,97 69,15 20,54 12,47 67,0025,32 9,04 65,64 20,70 10,08 69,2239,92 9,21 50,87 48,27 8,12 43,6158,92 8,03 33,05 57,93 10,75 31,3241,37 14,41 44,22 54,09 5,00 40,9233,89 18,63 47,48 31,52 14,51 53,9736,60 19,09 44,31 35,39 17,88 46,7465,23 10,58 24,20 63,49 12,26 24,2543,26 18,45 38,29 41,61 20,70 37,6952,83 21,18 25,99 50,54 26,54 22,9243,18 23,00 33,81 41,06 22,49 36,4533,23 22,02 44,74 34,37 23,37 42,2641,97 12,55 45,48 55,92 11,10 32,9848,21 21,32 30,47 54,10 24,60 21,3045,40 9,06 45,54 61,04 4,79 34,1736,66 13,81 49,53 37,23 13,51 49,26

Sumber : Susenas KOR 2015

Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia

Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali

Sumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi

Provinsi Berusaha Sendiri

Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Status Pekerjaan KRT, dan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anggota Rumah Tangga (ART), 2015

212| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

212 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.15

Semua Sebagian Tidak Ada Semua Sebagian Tidak Ada(8) (9) (10) (11) (12) (13)

66,14 20,74 13,12 75,19 16,24 8,5727,96 16,28 55,76 38,55 16,39 45,0630,77 16,82 52,41 48,04 23,27 28,6925,30 15,45 59,25 51,07 18,36 30,5723,23 10,36 66,41 42,24 13,68 44,0871,01 5,22 23,77 74,92 6,00 19,0827,03 5,60 67,37 48,88 21,13 29,9925,62 12,42 61,96 43,03 16,36 40,6136,07 10,10 53,83 50,82 10,56 38,6249,86 14,07 36,08 67,35 10,56 22,1031,01 27,25 41,74 52,56 15,21 32,2325,39 14,81 59,80 45,74 16,00 38,2628,73 14,01 57,25 46,81 17,93 35,2648,63 18,70 32,68 66,30 15,58 18,1218,63 14,03 67,35 38,96 18,28 42,7726,99 22,90 50,11 41,75 18,79 39,4679,69 5,60 14,71 76,76 5,93 17,3132,17 17,28 50,56 44,83 19,98 35,1837,13 22,51 40,36 37,53 34,84 27,6217,20 10,74 72,06 31,93 17,94 50,1326,75 3,82 69,43 49,72 13,22 37,0630,14 15,28 54,58 58,50 11,98 29,5358,80 7,16 34,04 72,28 11,14 16,5831,55 29,68 38,77 52,67 15,60 31,7329,57 19,08 51,35 47,50 21,07 31,4330,01 16,69 53,29 49,93 23,94 26,1360,51 13,08 26,41 71,16 13,59 15,2529,82 18,59 51,60 49,02 26,19 24,7848,06 18,89 33,05 60,45 23,20 16,3423,67 18,14 58,19 48,44 26,96 24,6032,22 23,38 44,40 35,98 28,79 35,2337,51 15,81 46,68 58,16 19,66 22,1825,48 33,84 40,68 51,02 29,97 19,0143,12 18,67 38,22 62,54 18,30 19,1630,33 15,08 54,58 48,76 16,59 34,65

Sumber : Susenas KOR 2015

Sulawesi BaratMalukuMaluku Utara

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Jawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali

Sumatera SelatanBengkuluLampung

Papua BaratPapuaIndonesia

Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI Jakarta

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambi

Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar

Buruh/karyawan/pegawaiProvinsi

(Sambungan)

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |213

213Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 6.15

Semua Sebagian Tidak Ada Semua Sebagian Tidak Ada(14) (15) (16) (17) (18) (19)

75,26 15,24 9,51 77,01 10,07 12,9225,77 14,90 59,33 27,96 18,79 53,2532,72 22,24 45,03 36,91 23,39 39,7130,83 12,01 57,15 40,26 8,05 51,6921,86 11,86 66,28 24,40 7,32 68,2876,22 5,65 18,13 72,63 3,66 23,7137,98 16,06 45,96 37,65 17,41 44,9432,86 13,54 53,60 25,92 12,93 61,1543,48 9,76 46,76 32,20 1,75 66,0641,59 11,25 47,16 37,04 26,89 36,0755,30 16,89 27,81 58,28 11,65 30,0734,58 16,02 49,39 34,97 14,41 50,6245,70 15,35 38,95 37,04 16,98 45,9866,38 11,50 22,13 61,79 10,64 27,5734,63 14,17 51,20 29,07 11,60 59,3332,12 19,47 48,41 16,57 25,44 57,9986,82 4,06 9,12 87,28 5,96 6,7530,61 21,17 48,22 23,90 18,01 58,0949,56 24,99 25,44 28,07 40,50 31,4315,62 10,75 73,63 14,07 15,53 70,4016,50 10,48 73,02 31,02 7,68 61,2940,39 11,26 48,35 39,60 11,95 48,4655,77 5,79 38,45 57,38 8,36 34,2644,24 16,76 39,01 49,32 3,29 47,3940,01 17,86 42,13 50,47 10,99 38,5341,26 20,57 38,16 52,98 12,54 34,4863,29 14,92 21,79 64,33 12,48 23,1935,45 23,53 41,01 33,74 21,28 44,9851,36 21,79 26,84 45,40 25,81 28,7943,78 22,34 33,88 26,85 38,95 34,2125,29 23,68 51,03 32,44 17,15 50,4136,73 16,11 47,16 62,53 9,03 28,4352,94 20,98 26,09 63,17 13,78 23,0546,96 20,38 32,66 43,17 2,30 54,5339,21 15,30 45,49 38,86 14,40 46,73

Sumber : Susenas KOR 2015

Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan

DKI JakartaJawa BaratJawa Tengah

Jawa TimurBanten

JambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan Riau

BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Indonesia

GorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua

Kalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi Tenggara

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiau

DI Yogyakarta

Pekerja bebas Pekerja keluarga/tidak dibayarProvinsi

(Sambungan)

214| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

214 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.1

Perkotaan + Perdesaan

Membenarkan dengan Alasan tertentu

Tidak Membenarkan dengan Alasan Apapun

(2) (3) (4)

28,96 71,04 100,0028,97 71,03 100,0016,90 83,10 100,0021,58 78,42 100,0025,12 74,88 100,0031,55 68,45 100,0028,46 71,54 100,0033,77 66,23 100,0021,78 78,22 100,0026,20 73,80 100,0015,85 84,15 100,0023,42 76,58 100,0019,84 80,16 100,0011,55 88,45 100,0024,97 75,03 100,0026,79 73,21 100,0012,31 87,69 100,0054,39 45,61 100,0046,07 53,93 100,0026,06 73,94 100,0020,78 79,22 100,0019,66 80,34 100,0022,94 77,06 100,00

na na na22,76 77,24 100,0038,35 61,65 100,0032,52 67,48 100,0049,02 50,98 100,0035,69 64,31 100,0040,53 59,47 100,0036,01 63,99 100,0045,58 54,42 100,0044,43 55,57 100,0063,11 36,89 100,0025,86 74,14 100,00

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014

Provinsi

Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri

Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |215

215Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.1.1

Perkotaan

Membenarkan dengan Alasan tertentu

Tidak Membenarkan dengan Alasan Apapun

(2) (3) (4)

29,67 70,33 100,0026,45 73,55 100,00

9,94 90,06 100,0016,25 83,75 100,0023,38 76,62 100,0022,61 77,39 100,0024,86 75,14 100,0026,93 73,07 100,0023,78 76,22 100,0026,69 73,31 100,0015,85 84,15 100,0022,44 77,56 100,0018,02 81,98 100,0011,86 88,14 100,0019,77 80,23 100,0026,55 73,45 100,0014,35 85,65 100,0049,78 50,22 100,0030,95 69,05 100,0021,56 78,44 100,0018,71 81,29 100,0019,04 80,96 100,0020,73 79,27 100,00

na na na17,17 82,83 100,0026,09 73,91 100,0025,98 74,02 100,0033,80 66,20 100,0029,91 70,09 100,0050,46 49,54 100,0027,51 72,49 100,0041,91 58,09 100,0026,26 73,74 100,0035,81 64,19 100,0021,65 78,35 100,00

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014

Provinsi

Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri

Total

216| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

216 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.1.2

Perdesaan

Membenarkan dengan Alasan tertentu

Tidak Membenarkan dengan Alasan Apapun

(2) (3) (4)

28,69 71,31 100,0031,34 68,66 100,0021,23 78,77 100,0024,92 75,08 100,0025,84 74,16 100,0036,20 63,80 100,0030,06 69,94 100,0036,00 64,00 100,0019,78 80,22 100,0023,49 76,51 100,00

na na na25,22 74,78 100,0021,31 78,69 100,0010,90 89,10 100,0029,48 70,52 100,0027,32 72,68 100,00

9,01 90,99 100,0057,71 42,29 100,0049,75 50,25 100,0027,95 72,05 100,0021,83 78,17 100,0020,10 79,90 100,0026,51 73,49 100,00

na na na27,39 72,61 100,0042,28 57,72 100,0036,23 63,77 100,0054,99 45,01 100,0038,74 61,26 100,0037,73 62,27 100,0041,82 58,18 100,0046,99 53,01 100,0052,13 47,87 100,0072,17 27,83 100,0030,04 69,96 100,00

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Sikap Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri

Total

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sikap KRT/Pasangannya Terhadap Tindakan Suami Memukul Istri dengan Alasan Tertentu, 2014

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |217

217Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.2

Perkotaan + Perdesaan

Pergi Tanpa Pamit

Tidak Mengerjakan

Pekerjaan Rumah Dengan

Baik

Membantah Suami

Tidak Mengurus

Anak Dengan Baik

Diduga Selingkuh

Menolak Berhubungan

Intim

(2) (3) (4) (5) (6) (7)

8,36 5,73 10,53 8,32 25,27 9,12 5,05 4,04 7,34 7,02 25,96 6,85 4,89 3,59 5,36 5,15 14,59 5,96 3,70 2,99 5,56 4,17 18,38 3,19 4,29 3,94 6,78 5,44 20,79 4,00 9,75 7,00 9,67 8,84 28,97 6,57 7,85 7,76 10,72 9,35 24,03 9,62 7,92 6,21 11,62 9,47 29,97 9,26 3,52 3,19 5,13 5,66 18,77 4,51 3,12 5,21 7,56 8,44 23,94 7,48 2,90 2,25 6,49 4,85 13,62 5,22 5,24 3,53 6,94 5,75 20,43 5,80 3,34 2,01 4,24 4,13 17,04 3,47 2,65 0,55 2,10 1,83 9,51 1,82 5,82 3,83 7,77 6,97 21,69 5,22 7,98 7,30 10,39 9,73 23,15 8,26 3,15 2,01 3,67 3,28 10,11 2,04 14,91 10,35 16,30 14,81 49,92 14,57 17,43 13,85 15,97 17,86 40,19 13,32 5,47 3,84 6,33 6,34 23,10 5,79 4,89 4,99 7,06 7,27 17,57 4,72 3,26 3,02 5,47 4,57 17,02 5,36 4,02 3,08 6,32 5,00 20,37 4,11

na na na na na na 9,06 7,42 8,42 7,73 19,48 6,49 11,20 7,30 11,42 9,99 34,22 8,43 6,29 4,04 6,59 5,12 29,89 5,86 10,51 7,49 12,77 11,79 45,16 8,35 6,77 5,27 7,79 6,13 31,42 6,12 8,28 6,88 8,90 10,44 37,18 6,91 7,23 4,80 9,60 5,89 31,65 5,75 11,01 7,88 16,50 13,26 40,96 10,49 11,21 10,44 19,12 13,69 39,40 7,11 27,47 24,14 32,77 31,48 55,09 27,37 6,07 4,43 7,76 6,91 22,68 6,12

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014

Provinsi

Alasan

218| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

218 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.2.1

Perkotaan

Pergi Tanpa Pamit

Tidak Mengerjakan

Pekerjaan Rumah Dengan

Baik

Membantah Suami

Tidak Mengurus

Anak Dengan Baik

Diduga Selingkuh

Menolak Berhubungan

Intim

(2) (3) (4) (5) (6) (7)

8,42 6,41 11,23 8,82 25,11 9,55 3,08 2,27 4,13 3,10 24,76 3,98 2,45 1,64 3,54 2,66 8,05 5,20 1,42 1,38 2,88 2,16 14,23 1,88 3,89 4,10 5,63 6,01 18,62 6,46 11,33 7,60 11,25 8,72 20,01 5,79 4,34 5,52 6,61 7,86 20,70 4,42 6,78 6,08 11,11 8,42 22,59 9,83 3,38 4,11 4,79 6,03 19,51 5,66 3,07 5,45 7,58 9,30 24,79 7,80 2,90 2,25 6,49 4,85 13,62 5,22 5,10 3,25 6,47 5,49 19,40 5,64 2,84 1,70 3,39 4,07 15,30 2,83 3,20 0,43 1,65 1,56 10,18 1,07 4,61 2,52 5,60 5,16 17,09 3,93 8,08 7,38 10,79 10,11 22,08 7,77 3,43 1,97 4,05 3,36 12,59 2,16 14,38 10,79 17,05 16,67 46,61 13,94 7,19 5,88 7,39 6,79 28,06 2,93 8,75 4,04 6,95 7,64 18,60 7,13 5,37 3,24 7,17 6,64 14,87 4,51 4,01 3,75 4,18 4,40 16,56 6,95 3,28 2,19 6,02 3,75 18,45 2,11

na na na na na na 6,12 5,62 7,50 6,55 14,89 4,63 8,41 4,20 10,43 5,09 21,24 3,25 6,60 4,22 5,52 4,86 24,24 5,79 5,86 3,72 7,12 6,53 30,62 6,49 6,97 5,93 8,44 5,08 23,59 9,23 14,03 9,72 11,70 12,08 48,42 12,55 5,15 2,78 6,31 3,40 23,17 2,07 5,45 2,79 7,03 4,90 40,06 4,65 6,45 6,39 8,85 6,80 21,60 5,42 13,25 11,13 19,22 17,27 31,16 15,00 4,90 3,39 6,32 5,61 18,83 5,06

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014

Provinsi

Alasan

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |219

219Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.2.2

Perdesaan

Pergi Tanpa Pamit

Tidak Mengerjakan

Pekerjaan Rumah Dengan

Baik

Membantah Suami

Tidak Mengurus

Anak Dengan Baik

Diduga Selingkuh

Menolak Berhubungan

Intim

(2) (3) (4) (5) (6) (7)

8,34 5,48 10,26 8,13 25,33 8,95 6,91 5,71 10,37 10,72 27,09 9,56 6,42 4,79 6,49 6,70 18,65 6,43 5,12 4,00 7,24 5,43 20,98 4,01 4,46 3,88 7,25 5,20 21,69 2,98 8,92 6,69 8,84 8,90 33,64 6,97 9,40 8,76 12,55 10,01 25,51 11,93 8,30 6,25 11,79 9,82 32,38 9,07 3,66 2,26 5,46 5,29 18,04 3,36 3,41 3,86 7,47 3,70 19,22 5,72

na na na na na na 5,48 4,05 7,81 6,24 22,30 6,09 3,74 2,27 4,93 4,18 18,45 3,99 1,46 0,81 3,06 2,41 8,08 3,41 6,88 4,97 9,64 8,55 25,69 6,34 7,73 7,11 9,47 8,85 25,64 9,38 2,70 2,09 3,06 3,14 6,08 1,84 15,29 10,04 15,77 13,47 52,31 15,03 19,92 15,79 18,05 20,55 43,14 15,85 4,09 3,75 6,07 5,79 24,99 5,22 4,65 5,87 7,00 7,59 18,94 4,83 2,71 2,49 6,39 4,69 17,36 4,22 5,22 4,51 6,79 7,01 23,48 7,36

na na na na na na 11,49 8,92 9,18 8,71 23,26 8,03 12,09 8,30 11,73 11,56 38,38 10,09 6,11 3,93 7,20 5,27 33,09 5,90 12,33 8,96 14,98 13,86 50,87 9,08 6,66 4,93 7,44 6,68 35,56 4,48 6,66 6,08 8,11 9,98 34,01 5,32 8,65 6,19 11,84 7,58 37,44 8,27 13,15 9,83 20,14 16,48 41,30 12,74 13,23 12,16 23,46 16,61 46,95 7,82 32,19 28,46 37,27 36,20 63,04 31,48 7,22 5,46 9,18 8,20 26,50 7,17

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Bersikap Membenarkan Tindakan Suami Memukul Istri Menurut Alasan Tertentu, 2014

Provinsi

Alasan

220| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

220 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.3

Perkotaan + Perdesaan

Membenar-kan

Tidak Membenar-

kan

Membenar-kan

Tidak Membenar-

kan

Membenar-kan

Tidak Membenar-

kan(2) (3) (4) (5) (6) (7)

30,88 69,12 29,10 70,90 29,39 70,61

28,29 71,71 29,14 70,86 32,10 67,90

16,45 83,55 18,93 81,07 18,56 81,44

27,35 72,65 26,07 73,93 22,96 77,04

27,65 72,35 20,62 79,38 22,68 77,32

34,63 65,37 34,53 65,47 29,79 70,21

29,76 70,24 34,17 65,83 24,91 75,09

33,37 66,63 34,08 65,92 35,29 64,71

21,78 78,22 24,92 75,08 20,10 79,90

24,82 75,18 32,78 67,22 25,18 74,82

14,07 85,93 16,58 83,42 13,72 86,28

24,83 75,17 25,45 74,55 23,73 76,27

22,12 77,88 20,76 79,24 19,56 80,44

12,18 87,82 14,56 85,44 9,08 90,92

28,67 71,33 26,50 73,50 22,33 77,67

30,31 69,69 29,70 70,30 30,26 69,74

16,64 83,36 9,66 90,34 13,34 86,66

53,62 46,38 57,01 42,99 58,91 41,09

49,76 50,24 50,67 49,33 44,03 55,97

30,03 69,97 24,44 75,56 21,91 78,09

25,33 74,67 23,07 76,93 17,56 82,44

21,71 78,29 20,03 79,97 21,43 78,57

25,88 74,12 25,83 74,17 18,94 81,06

na na na na na na

29,73 70,27 25,36 74,64 27,37 72,63

40,58 59,42 43,86 56,14 37,61 62,39

34,72 65,28 34,40 65,60 29,57 70,43

58,49 41,51 50,44 49,56 49,00 51,00

43,28 56,72 39,24 60,76 28,88 71,12

37,63 62,37 40,52 59,48 36,97 63,03

46,02 53,98 40,14 59,86 33,04 66,96

50,76 49,24 46,98 53,02 43,04 56,96

52,04 47,96 50,31 49,69 42,06 57,94

67,05 32,95 60,79 39,21 57,01 42,99

28,51 71,49 27,43 72,57 25,28 74,72

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Pendidikan KRT/Pasangan

Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2014

Indonesia

Papua Barat

Papua

Maluku

Maluku Utara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Barat

Bali

Nusa Tenggara Barat

Jawa Timur

Banten

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

DKI Jakarta

Jawa Barat

Kep. Bangka Belitung

Kepulauan Riau

Bengkulu

Lampung

Jambi

Sumatera Selatan

Sumatera Barat

Riau

Aceh

Sumatera Utara

(1)

Provinsi Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |221

221Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.3

Perkotaan + Perdesaan

MembenarkanTidak

MembenarkanMembenarkan

Tidak Membenarkan

(8) (9) (10) (11)

29,84 70,16 22,98 77,02

27,28 72,72 28,99 71,01

14,62 85,38 13,22 86,78

16,67 83,33 11,39 88,61

28,58 71,42 35,44 64,56

27,54 72,46 24,47 75,53

30,36 69,64 10,20 89,80

33,19 66,81 28,90 71,10

21,99 78,01 15,17 84,83

24,16 75,84 29,70 70,30

17,36 82,64 15,51 84,49

21,11 78,89 15,26 84,74

14,73 85,27 16,24 83,76

10,98 89,02 9,75 90,25

18,06 81,94 15,60 84,40

22,32 77,68 20,19 79,81

14,24 85,76 7,93 92,07

50,66 49,34 41,22 58,78

32,43 67,57 36,45 63,55

23,90 76,10 19,91 80,09

17,76 82,24 11,25 88,75

17,46 82,54 12,36 87,64

24,00 76,00 15,60 84,40

na na na na

17,45 82,55 7,05 92,95

30,78 69,22 21,85 78,15

30,98 69,02 27,06 72,94

44,62 55,38 35,33 64,67

24,86 75,14 34,14 65,86

51,63 48,37 36,02 63,98

35,48 64,52 16,33 83,67

42,06 57,94 33,32 66,68

37,68 62,32 32,40 67,60

45,15 54,85 33,51 66,49

22,27 77,73 18,86 81,14

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Indonesia

Provinsi

(Sambungan)

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

Nusa Tenggara Barat

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Kep. Bangka Belitung

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi

(1)

Pendidikan KRT/Pasangan

222| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

222 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.3.1

Perkotaan

Membenar-kan

Tidak Membenar-

kan

Membenar-kan

Tidak Membenar-

kan

Membenar-kan

Tidak Membenar-

kan(2) (3) (4) (5) (6) (7)

35,92 64,08 29,23 70,77 32,56 67,44

28,53 71,47 25,14 74,86 29,47 70,53

9,36 90,64 13,22 86,78 13,08 86,92

31,04 68,96 18,13 81,87 23,00 77,00

17,30 82,70 20,53 79,47 15,26 84,74

24,05 75,95 23,64 76,36 20,47 79,53

8,21 91,79 36,55 63,45 26,18 73,82

30,76 69,24 27,15 72,85 26,56 73,44

20,39 79,61 29,47 70,53 20,41 79,59

23,57 76,43 35,28 64,72 27,46 72,54

14,07 85,93 16,58 83,42 13,72 86,28

22,88 77,12 25,12 74,88 22,20 77,80

20,39 79,61 21,14 78,86 19,48 80,52

11,68 88,32 17,23 82,77 11,69 88,31

22,19 77,81 23,11 76,89 20,66 79,34

28,12 71,88 32,40 67,60 30,73 69,27

20,39 79,61 12,01 87,99 17,01 82,99

40,60 59,40 58,23 41,77 54,20 45,80

25,00 75,00 34,81 65,19 40,59 59,41

27,52 72,48 17,79 82,21 22,06 77,94

37,79 62,21 18,95 81,05 12,01 87,99

18,65 81,35 21,23 78,77 24,75 75,25

17,17 82,83 23,89 76,11 16,49 83,51

na na na na na na

27,09 72,91 20,95 79,05 21,86 78,14

30,61 69,39 34,95 65,05 17,65 82,35

26,77 73,23 27,47 72,53 25,02 74,98

57,77 42,23 31,73 68,27 30,91 69,09

39,84 60,16 37,32 62,68 27,01 72,99

42,67 57,33 57,77 42,23 49,86 50,14

51,44 48,56 25,13 74,87 22,89 77,11

53,20 46,80 48,83 51,17 56,84 43,16

39,54 60,46 31,20 68,80 21,11 78,89

37,02 62,98 43,14 56,86 41,82 58,18

23,24 76,76 24,39 75,61 22,30 77,70

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2014

Pendidikan KRT/Pasangan

Indonesia

Provinsi Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat

(1)

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Kep. Bangka Belitung

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Jawa Timur

Banten

Bali

Nusa Tenggara Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |223

223Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.3.1

Perkotaan

MembenarkanTidak

MembenarkanMembenarkan

Tidak Membenarkan

(8) (9) (10) (11)

30,93 69,07 23,54 76,46

24,78 75,22 27,23 72,77

7,33 92,67 9,07 90,93

13,77 86,23 7,11 92,89

28,43 71,57 31,63 68,37

21,70 78,30 23,87 76,13

30,52 69,48 11,45 88,55

26,52 73,48 22,31 77,69

25,32 74,68 15,83 84,17

24,53 75,47 28,59 71,41

17,36 82,64 15,51 84,49

21,25 78,75 15,01 84,99

12,90 87,10 11,18 88,82

10,66 89,34 9,82 90,18

16,85 83,15 13,31 86,69

22,95 77,05 21,38 78,62

16,79 83,21 7,39 92,61

42,85 57,15 41,52 58,48

23,45 76,55 38,08 61,92

23,10 76,90 13,85 86,15

16,08 83,92 16,24 83,76

18,19 81,81 12,91 87,09

23,64 76,36 16,73 83,27

na na na na

14,12 85,88 5,70 94,30

24,49 75,51 22,34 77,66

25,88 74,12 26,01 73,99

35,40 64,60 23,99 76,01

20,07 79,93 28,64 71,36

58,57 41,43 33,43 66,57

31,90 68,10 14,41 85,59

38,81 61,19 20,93 79,07

23,41 76,59 24,67 75,33

32,34 67,66 26,81 73,19

20,01 79,99 16,86 83,14

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

(Sambungan)

Provinsi

Pendidikan KRT/Pasangan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Indonesia

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

(1)

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Kep. Bangka Belitung

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

Nusa Tenggara Barat

SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi

224| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

224 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.3.2

Perdesaan

Membenar-kan

Tidak Membenar-

kan

Membenar-kan

Tidak Membenar-

kan

Membenar-kan

Tidak Membenar-

kan(2) (3) (4) (5) (6) (7)

29,82 70,18 29,08 70,92 28,35 71,65

28,19 71,81 31,58 68,42 34,84 65,16

18,42 81,58 20,67 79,33 21,87 78,13

26,46 73,54 29,49 70,51 22,94 77,06

29,84 70,16 20,63 79,37 25,94 74,06

37,23 62,77 37,59 62,41 35,12 64,88

33,45 66,55 33,60 66,40 24,12 75,88

33,92 66,08 35,39 64,61 38,65 61,35

22,60 77,40 21,59 78,41 19,68 80,32

27,14 72,86 26,49 73,51 13,68 86,32

na na na na na na

26,95 73,05 25,82 74,18 27,70 72,30

23,09 76,91 20,54 79,46 19,64 80,36

12,91 87,09 11,74 88,26 4,74 95,26

32,05 67,95 28,65 71,35 24,22 75,78

32,05 67,95 26,07 73,93 28,31 71,69

13,47 86,53 7,23 92,77 7,15 92,85

60,70 39,30 56,26 43,74 61,88 38,12

51,42 48,58 52,53 47,47 45,26 54,74

30,55 69,45 26,22 73,78 21,81 78,19

21,70 78,30 24,35 75,65 19,88 80,12

22,89 77,11 19,53 80,47 18,55 81,45

31,08 68,92 27,57 72,43 23,59 76,41

na na na na na na

30,52 69,48 27,18 72,82 32,04 67,96

42,36 57,64 45,65 54,35 44,14 55,86

36,49 63,51 37,20 62,80 32,43 67,57

58,62 41,38 53,76 46,24 54,48 45,52

44,21 55,79 39,96 60,04 30,41 69,59

36,50 63,50 37,54 62,46 33,43 66,57

45,08 54,92 44,28 55,72 38,33 61,67

50,23 49,77 46,69 53,31 38,08 61,92

55,02 44,98 55,21 44,79 51,89 48,11

70,38 29,62 65,21 34,79 65,19 34,81

31,31 68,69 29,40 70,60 28,78 71,22

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Persepsi Tidak Membenarkan Tindakan Pemukulan Istri Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan, 2014

Pendidikan KRT/Pasangan

Indonesia

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Papua Barat

Papua

Provinsi Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat

(1)

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Kep. Bangka Belitung

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |225

225Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.3.2

Perdesaan

MembenarkanTidak

MembenarkanMembenarkan

Tidak Membenarkan

(8) (9) (10) (11)

29,01 70,99 22,27 77,73

31,34 68,66 33,57 66,43

25,20 74,80 21,75 78,25

20,36 79,64 24,47 75,53

28,72 71,28 41,80 58,20

36,33 63,67 26,44 73,56

30,23 69,77 7,77 92,23

37,42 62,58 36,46 63,54

13,88 86,12 11,39 88,61

14,94 85,06 86,61 13,39

na na na na

19,98 80,02 17,81 82,19

18,46 81,54 28,96 71,04

12,61 87,39 9,12 90,88

21,27 78,73 23,60 76,40

9,14 90,86 0,00 100,00

5,84 94,16 11,39 88,61

60,66 39,34 40,79 59,21

40,53 59,47 34,04 65,96

24,77 75,23 30,66 69,34

19,89 80,11 5,51 94,49

16,02 83,98 11,02 88,98

25,39 74,61 11,52 88,48

na na na na

23,51 76,49 9,52 90,48

34,39 65,61 21,09 78,91

37,57 62,43 29,48 70,52

53,65 46,35 52,14 47,86

29,71 70,29 43,76 56,24

47,69 52,31 38,06 61,94

42,53 57,47 21,10 78,90

45,54 54,46 46,97 53,03

48,30 51,70 38,08 61,92

58,60 41,40 50,94 49,06

28,06 71,94 26,36 73,64

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Papua

Indonesia

(Sambungan)

Provinsi

Pendidikan KRT/Pasangan

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Banten

Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

(1)

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Kep. Bangka Belitung

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi

226| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

226 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.4

Perkotaan + Perdesaan

Kekerasan Psikologis

Kekerasan Fisik

Psikologis dan Fisik

Tidak Menggunakan

KekerasanTotal

(2) (3) (4) (5) (6) (7)56,55 15,14 16,14 22,22 46,51 100,0053,96 20,29 10,48 33,43 35,80 100,0053,80 16,42 12,82 21,69 49,08 100,0061,75 24,07 10,93 27,24 37,76 100,0055,64 18,21 9,52 14,18 58,09 100,0057,48 20,91 10,86 24,39 43,84 100,0056,43 23,10 9,36 25,49 42,05 100,0056,47 20,36 9,09 18,86 51,69 100,0054,25 18,84 9,46 30,40 41,30 100,0055,23 11,33 10,92 22,56 55,20 100,0047,38 16,78 11,53 19,05 52,65 100,0052,49 24,44 8,36 18,33 48,87 100,0045,45 23,79 8,69 18,70 48,82 100,0035,14 25,08 3,80 12,06 59,07 100,0041,06 20,88 11,61 22,10 45,41 100,0057,66 23,74 11,08 20,76 44,41 100,0046,28 26,90 7,53 21,81 43,77 100,0053,89 23,26 7,63 25,76 43,35 100,0058,96 15,20 13,73 47,05 24,02 100,0057,87 16,09 17,08 26,32 40,51 100,0059,08 16,15 12,03 18,77 53,06 100,0056,56 18,86 9,86 18,87 52,41 100,0056,63 18,79 11,48 20,97 48,76 100,00

na na na na na na42,20 17,90 11,95 40,30 29,86 100,0057,34 20,68 9,78 38,12 31,43 100,0049,32 25,05 5,96 30,62 38,38 100,0054,59 23,13 10,36 34,52 32,00 100,0055,23 12,58 16,13 28,46 42,84 100,0060,87 22,03 10,87 33,04 34,06 100,0054,65 23,10 11,08 40,29 25,53 100,0062,01 22,14 8,09 38,90 30,88 100,0059,15 14,10 11,31 50,14 24,45 100,0060,86 11,81 15,33 42,98 29,87 100,0050,52 21,48 10,16 23,17 45,20 100,00

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Provinsi

Rumah Tangga Mempunyai Anak 1-14

Tahun

Perilaku dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |227

227Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.4.1

Perkotaan

Kekerasan Psikologis

Kekerasan Fisik

Psikologis dan Fisik

Tidak Menggunakan

KekerasanTotal

(2) (3) (4) (5) (6) (7)55,11 13,83 11,41 21,76 53,01 100,0050,78 20,31 5,72 31,44 42,52 100,0051,79 14,41 11,30 21,80 52,49 100,0055,46 30,62 8,83 23,35 37,20 100,0059,18 22,47 9,14 7,89 60,50 100,0055,00 21,85 12,49 24,60 41,06 100,0055,37 16,32 10,44 22,15 51,09 100,0052,77 18,28 9,53 12,43 59,75 100,0050,87 16,68 8,23 31,31 43,78 100,0055,00 10,00 10,94 19,88 59,18 100,0047,38 16,78 11,53 19,05 52,65 100,0052,51 24,13 8,70 18,03 49,14 100,0046,00 22,95 8,57 19,69 48,78 100,0034,58 25,50 4,55 14,90 55,04 100,0041,65 19,46 11,48 21,37 47,69 100,0057,35 20,30 11,57 20,10 48,03 100,0047,31 25,27 7,71 22,93 44,10 100,0049,46 19,38 8,01 30,80 41,80 100,0052,03 12,57 11,29 43,05 33,09 100,0054,55 14,35 18,14 20,91 46,61 100,0058,13 15,68 14,62 16,73 52,96 100,0057,52 16,81 10,51 21,99 50,69 100,0054,50 19,50 10,65 18,59 51,26 100,00

na na na na na na38,57 15,18 10,93 37,27 36,62 100,0047,73 12,87 16,40 35,40 35,33 100,0049,51 22,31 7,59 25,75 44,35 100,0048,77 18,89 13,89 38,84 28,38 100,0048,31 10,44 17,98 26,95 44,62 100,0058,62 22,04 10,10 41,72 26,15 100,0049,26 27,89 8,00 41,03 23,07 100,0051,97 32,66 8,80 23,51 35,02 100,0053,64 19,90 13,96 44,38 21,75 100,0053,85 10,47 15,04 36,63 37,86 100,0049,40 20,98 9,81 21,21 48,00 100,00

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Provinsi

Rumah Tangga Mempunyai Anak 1-14

Tahun

Perilaku dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun

228| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

228 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.4.2

Perdesaan

Kekerasan Psikologis

Kekerasan Fisik

Psikologis dan Fisik

Tidak Menggunakan

KekerasanTotal

(2) (3) (4) (5) (6) (7)57,11 15,63 17,90 22,39 44,08 100,0056,96 20,27 14,47 35,11 30,15 100,0055,05 17,60 13,70 21,62 47,08 100,0065,68 20,61 12,04 29,30 38,05 100,0054,16 16,28 9,69 17,04 56,99 100,0058,77 20,45 10,06 24,29 45,19 100,0056,89 26,04 8,89 26,93 38,13 100,0057,68 20,98 8,95 20,78 49,29 100,0057,63 20,74 10,55 29,59 39,11 100,0056,54 18,45 10,80 36,93 33,81 100,00

na na na na na na52,46 25,00 7,73 18,88 48,39 100,0045,02 24,48 8,79 17,88 48,85 100,0036,34 24,22 2,25 6,29 67,25 100,0040,56 22,14 11,72 22,76 43,38 100,0058,38 31,57 9,98 22,27 36,18 100,0044,61 29,71 7,22 19,88 43,19 100,0057,08 25,68 7,39 22,62 44,31 100,0060,65 15,74 14,25 47,88 22,13 100,0059,26 16,76 16,68 28,41 38,15 100,0059,56 16,38 10,74 19,78 53,11 100,0055,87 20,36 9,39 16,57 53,68 100,0060,09 17,74 12,70 24,46 45,10 100,00

na na na na na na45,19 19,81 12,66 42,44 25,08 100,0060,41 22,65 8,10 38,81 30,44 100,0049,21 26,61 5,02 33,40 34,97 100,0056,88 24,56 9,16 33,06 33,22 100,0058,89 13,51 15,33 29,11 42,06 100,0061,50 22,02 11,08 30,72 36,18 100,0058,32 20,34 12,86 39,86 26,94 100,0065,87 18,94 7,87 43,57 29,62 100,0061,49 11,96 10,33 52,26 25,45 100,0063,19 12,20 15,41 44,78 27,61 100,0051,63 21,95 10,50 25,03 42,53 100,00

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Rumah Tangga Mempunyai Anak 1-14

Tahun

Perilaku dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |229

229Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.5

Perkotaan + Perdesaan

Memanggil Bodoh dll.

Membentak/ Menakuti

Mengurung/Meninggalkan di

Kamar

Mendorong/ Mengguncang

Badan

Mencubit/ Menjewer

Menampar/ Memukul/

Menendang(2) (3) (4) (5) (6) (7)

14,71 33,34 1,72 4,05 35,28 4,06

22,58 48,76 2,93 6,47 40,85 6,33

17,60 31,49 1,31 2,68 32,25 3,84

18,30 46,94 1,25 2,82 36,28 5,45

10,63 29,13 1,73 1,87 21,81 3,07

17,32 41,72 1,86 3,49 33,82 3,07

18,24 43,44 1,69 3,50 32,63 4,24

7,73 37,77 0,81 2,23 25,92 2,37

22,78 41,86 1,08 4,13 36,38 5,99

12,36 29,31 2,15 2,44 31,58 2,55

6,55 33,87 2,57 1,45 28,29 2,56

7,04 41,67 1,27 2,48 24,85 2,23

7,28 40,92 1,04 2,08 25,79 2,49

5,09 36,23 1,34 1,09 14,07 1,67

6,07 41,90 1,13 2,28 31,89 2,72

8,43 42,31 0,89 2,72 28,97 2,86

14,02 45,19 1,31 1,98 28,13 2,45

14,31 46,00 0,55 4,44 30,95 7,76

43,79 52,10 1,70 14,29 55,97 23,08

16,32 38,13 1,09 2,86 41,81 3,24

7,19 33,51 2,10 4,26 27,79 2,37

5,58 36,76 1,35 1,78 26,14 3,59

7,26 38,45 1,68 2,11 30,88 3,02

na na na na na na

28,22 53,48 7,73 8,40 44,51 15,28

27,93 53,79 1,59 4,48 44,37 10,63

27,20 49,40 2,14 3,09 34,53 5,89

30,98 48,72 1,36 4,74 42,27 5,67

18,61 37,53 2,65 2,76 37,65 16,05

30,06 49,35 2,16 3,63 41,49 9,09

44,66 51,39 3,43 7,95 45,12 17,66

37,68 54,39 2,84 9,35 41,40 18,09

42,31 57,25 3,52 14,35 53,03 24,59

30,03 47,23 5,36 14,09 46,97 20,75

12,44 41,86 1,55 3,30 30,97 4,34

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Papua Barat

Papua

Indonesia

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Jawa Timur

Banten

Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Barat

Kep. Bangka Belitung

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014

Provinsi

Jenis Tindakan Kekerasan

(1)

Aceh

Sumatera Utara

230| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

230 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.5.1

Perkotaan

Memanggil Bodoh dll.

Membentak/ Menakuti

Mengurung/Meninggalkan di

Kamar

Mendorong/ Mengguncang

Badan

Mencubit/ Menjewer

Menampar/ Memukul/

Menendang(2) (3) (4) (5) (6) (7)

10,55 33,22 1,97 3,93 30,68 3,78

20,42 48,64 2,95 4,73 34,81 4,03

15,47 30,33 2,30 2,58 31,16 4,00

22,96 48,56 1,38 2,30 30,73 5,26

10,11 25,77 3,04 1,24 13,43 1,99

15,30 41,96 3,84 2,37 36,09 3,69

14,67 33,06 0,79 3,20 29,41 5,40

5,34 28,98 0,00 0,56 20,77 1,09

24,63 38,99 0,48 3,33 37,16 2,78

11,58 25,46 2,55 2,13 28,70 1,98

6,55 33,87 2,57 1,45 28,29 2,56

7,37 41,01 1,48 2,49 24,97 2,04

7,07 41,92 1,13 2,18 26,85 2,23

3,76 40,28 1,31 1,62 18,03 1,59

5,82 39,69 1,50 1,48 30,79 2,18

8,48 38,10 0,92 1,50 29,18 1,76

14,39 46,40 1,30 1,94 29,43 2,85

14,31 48,30 1,17 5,29 36,81 11,78

29,43 49,39 0,55 8,11 51,40 16,41

9,91 31,41 1,80 1,57 36,82 4,34

4,97 30,93 0,42 2,05 29,29 3,73

5,81 37,96 1,65 1,46 29,14 4,80

4,32 37,12 1,16 1,91 27,59 2,51

na na na na na na

27,36 47,02 5,41 7,03 40,21 13,26

15,71 46,22 2,82 4,50 48,01 11,69

22,96 40,61 1,25 1,82 31,35 4,08

27,38 50,84 1,32 5,49 47,87 6,34

14,46 34,81 3,63 3,36 42,33 8,23

34,73 53,94 3,60 6,20 49,48 9,51

51,10 55,06 3,93 5,83 40,54 15,30

28,39 50,18 1,11 4,42 30,36 15,12

33,72 58,54 3,80 8,97 51,95 18,38

20,92 41,46 4,35 7,64 48,70 7,90

9,97 40,06 1,67 2,38 28,98 3,09

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Papua

Indonesia

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Banten

Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Kep. Bangka Belitung

Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014

Provinsi

Jenis Tindakan Kekerasan

(1)

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |231

231Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.5.2

Perdesaan

Memanggil Bodoh dll.

Membentak/ Menakuti

Mengurung/Meninggalkan di

Kamar

Mendorong/ Mengguncang

Badan

Mencubit/ Menjewer

Menampar/ Memukul/

Menendang(2) (3) (4) (5) (6) (7)

16,27 33,38 1,63 4,09 36,99 4,16

24,40 48,86 2,92 7,94 45,92 8,27

18,84 32,16 0,73 2,75 32,89 3,74

15,84 46,08 1,18 3,09 39,21 5,55

10,87 30,66 1,14 2,15 25,62 3,57

18,30 41,60 0,90 4,04 32,71 2,77

19,78 47,93 2,08 3,63 34,03 3,73

8,45 40,39 1,05 2,73 27,46 2,75

21,15 44,39 1,62 4,84 35,70 8,82

16,58 49,99 0,00 4,12 47,07 5,57

na na na na na na

6,44 42,87 0,90 2,46 24,64 2,58

7,45 40,10 0,97 2,01 24,91 2,71

7,80 28,00 1,39 0,00 6,02 1,82

6,30 43,88 0,80 2,99 32,87 3,19

8,31 51,88 0,82 5,51 28,50 5,38

13,39 43,10 1,34 2,04 25,89 1,75

14,32 44,56 0,17 3,91 27,29 5,24

46,78 52,66 1,94 15,58 56,92 24,47

18,80 40,73 0,81 3,36 43,73 2,81

8,29 34,78 2,93 5,35 27,05 1,70

5,41 35,88 1,13 2,01 23,92 2,71

11,59 40,42 2,44 2,39 35,71 3,76

na na na na na na

28,82 58,04 9,37 9,36 47,54 16,71

31,03 55,71 1,28 4,48 43,45 10,36

29,62 54,41 2,64 3,81 36,34 6,92

32,18 48,01 1,37 4,49 40,38 5,45

20,41 38,71 2,23 2,50 35,62 19,44

28,81 48,12 1,77 2,94 39,34 8,98

40,95 49,28 3,14 9,17 47,75 19,01

40,49 55,66 3,37 10,85 44,76 18,99

45,49 56,78 3,42 16,34 53,43 26,89

32,60 48,87 5,64 15,92 46,48 24,38

14,80 43,58 1,44 4,17 32,86 5,53

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Indonesia

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Kep. Bangka Belitung

Kepulauan Riau

Persentase Rumah Tangga yang KRT/Pasangannya Menggunakan Kekerasan dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Tindakan Kekerasan, 2014

Provinsi

Jenis Tindakan Kekerasan

(1)

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

232| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

232 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.6

Perkotaan + Perdesaan

Mengguna-kan

Kekerasan

Tidak Mengguna-

kan Kekerasan

Mengguna-kan

Kekerasan

Tidak Mengguna-

kan Kekerasan

Mengguna-kan

Kekerasan

Tidak Mengguna-

kan Kekerasan

(2) (3) (4) (5) (6) (7) 60,80 39,20 63,35 36,65 59,00 41,00 65,75 34,25 68,43 31,57 67,96 32,04 58,35 41,65 50,51 49,49 57,80 42,20 60,31 39,69 61,10 38,90 64,56 35,44 53,89 46,11 44,23 55,77 41,97 58,03 58,56 41,44 55,55 44,45 58,09 41,91 72,83 27,17 57,60 42,40 57,45 42,55 50,72 49,28 55,74 44,26 49,15 50,85 62,40 37,60 60,47 39,53 65,52 34,48 52,01 47,99 53,97 46,03 57,13 42,87 58,71 41,29 45,38 54,62 60,71 39,29 58,10 41,90 52,39 47,61 50,45 49,55 49,73 50,27 52,77 47,23 53,39 46,61 42,28 57,72 51,32 48,68 36,43 63,57 60,11 39,89 54,84 45,16 56,28 43,72 64,55 35,45 62,84 37,16 58,81 41,19 47,15 52,85 64,13 35,87 56,69 43,31 57,59 42,41 60,52 39,48 59,78 40,22 75,59 24,41 80,90 19,10 79,29 20,71 59,77 40,23 62,61 37,39 58,69 41,31 52,15 47,85 44,94 55,06 48,02 51,98 47,99 52,01 50,21 49,79 46,42 53,58 46,99 53,01 53,39 46,61 55,57 44,43

na na na na na na 76,57 23,43 74,86 25,14 69,64 30,36 65,81 34,19 70,67 29,33 71,67 28,33 66,12 33,88 63,80 36,20 63,14 36,86 76,10 23,90 67,32 32,68 69,29 30,71 63,81 36,19 55,73 44,27 50,32 49,68 76,52 23,48 66,07 33,93 73,88 26,12 75,45 24,55 77,13 22,87 70,57 29,43 74,49 25,51 70,94 29,06 61,28 38,72 80,68 19,32 76,18 23,82 74,97 25,03 86,38 13,62 75,08 24,92 64,13 35,87 59,71 40,29 56,77 43,23 56,37 43,63

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Pendidikan KRT/Pasangan

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT/Pasangan dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

Provinsi

Sumatera Utara

RiauJambi

Sumatera Barat

(1)Aceh

Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |233

233Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.6

Perkotaan + Perdesaan

Menggunakan Kekerasan

Tidak Menggunakan

Kekerasan

Menggunakan Kekerasan

Tidak Menggunakan

Kekerasan

(8) (9) (10) (11)43,09 56,91 43,09 56,9162,81 37,19 46,59 53,4148,11 51,89 36,16 63,8464,16 35,84 51,97 48,0336,13 63,87 27,09 72,9156,49 43,51 48,96 51,0455,76 44,24 45,61 54,3936,76 63,24 43,16 56,8455,46 44,54 34,74 65,2637,09 62,91 38,07 61,9344,29 55,71 41,46 58,5448,75 51,25 41,66 58,3450,60 49,40 40,93 59,0742,06 57,94 30,90 69,1050,80 49,20 46,51 53,4948,45 51,55 37,83 62,1756,65 43,35 39,91 60,0949,54 50,46 44,53 55,4769,19 30,81 69,97 30,0358,99 41,01 53,70 46,3047,17 52,83 40,55 59,4548,03 51,97 34,46 65,5450,20 49,80 42,61 57,39

na na na na66,94 33,06 65,70 34,3067,61 32,39 59,55 40,4560,77 39,23 45,90 54,1065,64 34,36 61,29 38,7159,21 40,79 56,30 43,7061,34 38,66 41,84 58,1674,77 25,23 72,33 27,6767,68 32,32 69,43 30,5775,54 24,46 69,06 30,9467,47 32,53 58,43 41,5751,87 48,13 44,07 55,93

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Papua BaratPapuaIndonesia

(Sambungan)

Pendidikan KRT/Pasangan

Kalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku Utara

Jawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Sumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta

Jambi

SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi

Provinsi

(1)AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiau

234| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

234 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.6.1

Perkotaan

Mengguna-kan

Kekerasan

Tidak Mengguna-

kan Kekerasan

Mengguna-kan

Kekerasan

Tidak Mengguna-

kan Kekerasan

Mengguna-kan

Kekerasan

Tidak Mengguna-

kan Kekerasan

(2) (3) (4) (5) (6) (7) 61,65 38,35 66,03 33,97 52,30 47,70 51,43 48,57 65,68 34,32 63,27 36,73 65,29 34,71 48,37 51,63 56,37 43,63 53,78 46,22 74,23 25,77 67,81 32,19 44,41 55,59 57,24 42,76 46,26 53,74 57,61 42,39 62,74 37,26 58,24 41,76 86,18 13,82 45,01 54,99 57,37 42,63 56,16 43,84 49,78 50,22 44,49 55,51 85,01 14,99 54,86 45,14 66,37 33,63 41,30 58,70 49,12 50,88 54,31 45,69 58,71 41,29 45,38 54,62 60,71 39,29 65,16 34,84 53,90 46,10 48,25 51,75 50,45 49,55 54,86 45,14 54,00 46,00 62,79 37,21 71,21 28,79 38,87 61,13 61,12 38,88 54,15 45,85 53,91 46,09 57,44 42,56 62,21 37,79 57,71 42,29 43,17 56,83 73,24 26,76 59,30 40,70 44,50 55,50 73,71 26,29 66,76 33,24 77,99 22,01 75,00 25,00 71,16 28,84 77,47 22,53 58,03 41,97 54,67 45,33 61,88 38,12 48,33 51,67 44,91 55,09 45,77 54,23 56,61 43,39 51,03 48,97 38,84 61,16 60,94 39,06 51,21 48,79

na na na na na na 72,94 27,06 69,70 30,30 69,14 30,86 48,54 51,46 77,33 22,67 67,88 32,12 80,97 19,03 58,23 41,77 57,90 42,10 88,95 11,05 74,56 25,44 87,62 12,38 78,73 21,27 54,15 45,85 52,93 47,07 92,47 7,53 75,36 24,64 72,06 27,94 79,30 20,70 85,41 14,59 84,68 15,32 83,61 16,39 83,12 16,88 66,62 33,38 83,24 16,76 78,76 21,24 71,56 28,44 100,00 - 63,86 36,14 59,64 40,36 59,73 40,27 56,74 43,26 54,31 45,69

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT/Pasangan dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Pendidikan KRT/Pasangan

Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali

(1)AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampung

Provinsi

Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |235

235Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.6.1

Perkotaan

Menggunakan Kekerasan

Tidak Menggunakan

Kekerasan

Menggunakan Kekerasan

Tidak Menggunakan

Kekerasan

(8) (9) (10) (11)41,64 58,36 37,98 62,0257,58 42,42 41,42 58,5846,14 53,86 30,17 69,8360,76 39,24 50,55 49,4533,96 66,04 24,06 75,9460,86 39,14 51,15 48,8549,10 50,90 35,38 64,6230,74 69,26 25,83 74,1752,11 47,89 35,78 64,2235,74 64,26 37,76 62,2444,29 55,71 41,46 58,5447,98 52,02 41,57 58,4349,71 50,29 40,60 59,4044,24 55,76 32,08 67,9249,79 50,21 46,50 53,5046,80 53,20 39,09 60,9157,19 42,81 37,22 62,7849,26 50,74 35,56 64,4463,10 36,90 61,18 38,8250,78 49,22 42,37 57,6345,27 54,73 44,91 55,0949,93 50,07 33,70 66,3048,53 51,47 32,99 67,01

na na na na55,91 44,09 70,34 29,6657,11 42,89 65,99 34,0153,53 46,47 45,46 54,5466,23 33,77 67,86 32,1447,73 52,27 47,77 52,2376,25 23,75 52,69 47,3172,16 27,84 76,27 23,7351,86 48,14 72,47 27,5379,86 20,14 78,04 21,9666,70 33,30 52,40 47,6049,47 50,53 42,22 57,78

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

(Sambungan)

Provinsi

Pendidikan KRT/Pasangan

Indonesia

Sulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua

BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi Utara

(1)AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBanten

SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi

236| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

236 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.6.2

Perdesaan

Mengguna-kan

Kekerasan

Tidak Mengguna-

kan Kekerasan

Mengguna-kan

Kekerasan

Tidak Mengguna-

kan Kekerasan

Mengguna-kan

Kekerasan

Tidak Mengguna-

kan Kekerasan

(2) (3) (4) (5) (6) (7) 60,65 39,35 62,88 37,12 60,74 39,26 70,92 29,08 69,77 30,23 71,39 28,61 56,23 43,77 50,96 49,04 58,55 41,45 61,35 38,65 56,56 43,44 63,26 36,74 56,10 43,90 41,49 58,51 40,24 59,76 58,75 41,25 54,06 45,94 58,02 41,98 71,52 28,48 59,69 40,31 57,49 42,51 49,69 50,31 56,79 43,21 50,56 49,44 53,91 46,09 63,38 36,62 64,58 35,42 71,86 28,14 63,80 36,20 66,67 33,33

na na na na na na 50,57 49,43 50,90 49,10 55,29 44,71 49,32 50,68 51,74 48,26 52,89 47,11 34,18 65,82 28,42 71,58 33,27 66,73 59,70 40,30 55,20 44,80 58,54 41,46 69,67 30,33 63,47 36,53 62,75 37,25 50,74 49,26 57,17 42,83 52,77 47,23 64,52 35,48 53,27 46,73 56,52 43,48 75,45 24,55 81,38 18,62 81,95 18,05 57,50 42,50 63,50 36,50 60,80 39,20 49,12 50,88 43,98 56,02 49,14 50,86 48,81 51,19 47,98 52,02 42,75 57,25 52,06 47,94 48,06 51,94 62,41 37,59

na na na na na na 78,00 22,00 77,08 22,92 69,88 30,12 68,04 31,96 69,66 30,34 72,58 27,42 63,45 36,55 66,06 33,94 65,69 34,31 74,70 25,30 66,39 33,61 65,58 34,42 60,75 39,25 56,33 43,67 48,59 51,41 72,90 27,10 64,52 35,48 74,30 25,70 75,00 25,00 75,56 24,44 62,96 37,04 73,06 26,94 69,68 30,32 59,88 40,12 80,33 19,67 75,78 24,22 76,05 23,95 85,70 14,30 77,07 22,93 66,36 33,64 59,70 40,30 56,78 43,22 58,35 41,65

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pendidikan KRT/Pasangan dan Perilaku KRT/Pasangannya dalam Mendidik Anak Umur 1-14 Tahun, 2014

Pendidikan KRT/Pasangan

Sulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBali

(1)AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampung

Provinsi

Tidak Punya Ijasah SD SD/ Sederajat SMP/ Sederajat

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |237

237Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.6.2

Perdesaan

Menggunakan Kekerasan

Tidak Menggunakan

Kekerasan

Menggunakan Kekerasan

Tidak Menggunakan

Kekerasan

(8) (9) (10) (11)43,91 56,09 49,11 50,8969,50 30,50 57,46 42,5450,56 49,44 45,20 54,8067,33 32,67 54,83 45,1737,94 62,06 32,23 67,7750,70 49,30 43,60 56,4060,05 39,95 68,42 31,5839,89 60,11 58,21 41,7962,69 37,31 29,51 70,4962,45 37,55 49,24 50,76

na na na na53,29 46,71 42,48 57,5252,14 47,86 41,85 58,1536,33 63,67 17,88 82,1252,96 47,04 46,56 53,4478,27 21,73 23,04 76,9655,21 44,79 55,21 44,7949,82 50,18 53,96 46,0473,21 26,79 79,61 20,3966,66 33,34 75,53 24,4749,49 50,51 36,55 63,4544,30 55,70 36,19 63,8155,20 44,80 66,75 33,25

na na na na79,99 20,01 59,20 40,8071,41 28,59 52,18 47,8268,65 31,35 46,67 53,3365,19 34,81 54,24 45,7666,76 33,24 66,02 33,9853,88 46,12 35,51 64,4977,97 22,03 64,94 35,0679,01 20,99 66,38 33,6272,32 27,68 61,52 38,4868,12 31,88 73,92 26,0856,76 43,24 49,93 50,07

Sumber : Susenas Modul Hansos 2014

Maluku UtaraPapua BaratPapuaIndonesia

(Sambungan)

Provinsi

Pendidikan KRT/Pasangan

Kalimantan TimurKalimantan UtaraSulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi BaratMaluku

(1)AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka BelitungKepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan Selatan

SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi

238| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

238 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.7

Perkotaan + Perdesaan

Pencurian PenganiayaanPencurian

dengan Kekerasan

Pelecehan Seksual

Lainnya

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

2,44 2,14 0,04 0,03 0,00 0,253,13 2,80 0,09 0,07 0,05 0,332,90 2,39 0,24 0,08 0,09 0,453,94 3,50 0,11 0,09 0,03 0,423,58 3,16 0,05 0,12 0,00 0,404,81 4,25 0,09 0,24 0,01 0,284,69 4,21 0,20 0,12 0,00 0,194,53 3,74 0,15 0,17 0,00 0,643,61 3,05 0,15 0,17 0,08 0,562,57 2,23 0,14 0,00 0,00 0,224,44 3,59 0,09 0,13 0,06 0,813,37 2,81 0,10 0,06 0,02 0,533,08 2,35 0,12 0,09 0,02 0,614,35 3,30 0,17 0,11 0,00 0,773,23 2,66 0,06 0,07 0,04 0,533,58 3,07 0,03 0,09 0,01 0,492,49 2,14 0,02 0,10 0,02 0,335,82 5,24 0,11 0,21 0,05 0,563,94 3,53 0,27 0,08 0,08 0,212,20 2,04 0,00 0,00 0,00 0,192,36 2,02 0,04 0,03 0,02 0,373,27 2,85 0,05 0,06 0,04 0,342,14 1,83 0,05 0,05 0,00 0,213,41 3,05 0,16 0,00 0,00 0,344,07 3,59 0,30 0,05 0,02 0,184,75 4,30 0,08 0,00 0,02 0,453,27 2,83 0,20 0,11 0,04 0,364,56 3,84 0,37 0,02 0,00 0,383,86 3,38 0,30 0,00 0,02 0,292,47 2,27 0,05 0,00 0,00 0,153,92 2,99 0,42 0,00 0,01 0,552,75 2,55 0,10 0,03 0,01 0,154,67 3,94 0,55 0,07 0,15 0,284,42 3,91 0,33 0,22 0,00 0,373,48 2,92 0,11 0,09 0,03 0,49

Sumber: Susenas KOR 2015Indonesia

Papua BaratPapua

MalukuMaluku Utara

GorontaloSulawesi Barat

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Kalimantan TengahKalimantan Selatan

Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat

BaliNusa Tenggara Barat

Jawa TimurBanten

Jawa TengahDI Yogyakarta

DKI JakartaJawa Barat

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

BengkuluLampung

JambiSumatera Selatan

Sumatera BaratRiau

AcehSumatera Utara

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak Pidana yang Dialami, 2015

Provinsi

Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak

Pidana

Jenis Tindak Pidana

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |239

239Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.7.1

Perkotaan

Pencurian PenganiayaanPencurian

dengan Kekerasan

Pelecehan Seksual

Lainnya

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

3,98 3,64 0,01 0,03 0,00 0,384,07 3,60 0,11 0,12 0,08 0,534,16 3,49 0,24 0,06 0,06 0,565,69 5,12 0,10 0,07 0,00 0,544,60 3,76 0,11 0,19 0,00 0,855,49 4,60 0,03 0,48 0,03 0,365,83 4,92 0,28 0,23 0,00 0,504,38 3,51 0,16 0,24 0,00 0,643,41 2,95 0,16 0,23 0,16 0,672,83 2,53 0,16 0,00 0,00 0,154,44 3,59 0,09 0,13 0,06 0,813,77 3,13 0,13 0,08 0,03 0,613,65 2,79 0,14 0,10 0,02 0,725,83 4,43 0,25 0,15 0,00 1,003,72 2,99 0,09 0,11 0,07 0,713,87 3,37 0,03 0,09 0,00 0,492,77 2,39 0,03 0,15 0,03 0,356,08 5,82 0,19 0,29 0,12 0,333,94 3,37 0,22 0,15 0,13 0,144,52 4,05 0,00 0,00 0,00 0,553,34 2,82 0,08 0,00 0,00 0,553,80 3,16 0,04 0,09 0,07 0,602,97 2,52 0,08 0,08 0,00 0,295,17 4,80 0,00 0,00 0,00 0,634,24 3,68 0,30 0,07 0,02 0,247,78 7,46 0,00 0,00 0,00 0,634,11 3,30 0,29 0,24 0,11 0,646,90 5,88 0,39 0,07 0,00 0,586,46 5,87 0,45 0,00 0,00 0,283,10 3,10 0,00 0,00 0,00 0,005,47 4,35 0,63 0,00 0,00 0,524,66 4,29 0,26 0,00 0,00 0,266,74 6,49 0,64 0,19 0,00 0,165,56 5,02 0,20 0,14 0,00 0,434,05 3,37 0,12 0,11 0,04 0,61

Sumber: Susenas KOR 2015Indonesia

Papua BaratPapua

MalukuMaluku Utara

GorontaloSulawesi Barat

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Kalimantan TengahKalimantan Selatan

Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat

BaliNusa Tenggara Barat

Jawa TimurBanten

Jawa TengahDI Yogyakarta

DKI JakartaJawa Barat

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

BengkuluLampung

JambiSumatera Selatan

Sumatera BaratRiau

AcehSumatera Utara

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak Pidana yang Dialami, 2015

Provinsi

Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak

Pidana

Jenis Tindak Pidana

240| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

240 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.7.2

Perdesaan

Pencurian PenganiayaanPencurian

dengan Kekerasan

Pelecehan Seksual

Lainnya

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1,84 1,56 0,05 0,04 0,00 0,202,24 2,04 0,08 0,02 0,02 0,152,07 1,67 0,23 0,10 0,12 0,382,83 2,48 0,11 0,10 0,05 0,343,17 2,92 0,02 0,09 0,00 0,214,46 4,07 0,12 0,12 0,00 0,244,21 3,90 0,16 0,08 0,00 0,064,58 3,81 0,15 0,14 0,00 0,643,79 3,13 0,14 0,11 0,00 0,461,22 0,64 0,02 0,00 0,00 0,55

na na na na na na2,61 2,21 0,05 0,02 0,00 0,382,61 2,00 0,10 0,08 0,01 0,521,15 0,87 0,00 0,00 0,00 0,282,78 2,36 0,03 0,04 0,01 0,382,94 2,42 0,03 0,10 0,03 0,492,03 1,72 0,00 0,02 0,00 0,305,64 4,83 0,06 0,16 0,00 0,723,94 3,57 0,28 0,07 0,07 0,231,23 1,20 0,00 0,00 0,00 0,031,87 1,62 0,02 0,04 0,02 0,282,88 2,62 0,06 0,04 0,01 0,140,75 0,67 0,00 0,00 0,00 0,091,26 0,92 0,34 0,00 0,00 0,003,92 3,51 0,30 0,04 0,01 0,133,80 3,31 0,11 0,00 0,03 0,392,79 2,56 0,15 0,04 0,00 0,203,61 3,02 0,37 0,00 0,00 0,302,49 2,06 0,22 0,00 0,03 0,302,32 2,08 0,06 0,00 0,00 0,192,89 2,08 0,28 0,00 0,02 0,572,02 1,89 0,04 0,04 0,02 0,113,46 2,45 0,51 0,00 0,23 0,354,05 3,55 0,37 0,25 0,00 0,352,90 2,47 0,09 0,06 0,01 0,36

Sumber: Susenas KOR 2015Indonesia

Papua BaratPapua

MalukuMaluku Utara

GorontaloSulawesi Barat

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Kalimantan TengahKalimantan Selatan

Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat

BaliNusa Tenggara Barat

Jawa TimurBanten

Jawa TengahDI Yogyakarta

DKI JakartaJawa Barat

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

BengkuluLampung

JambiSumatera Selatan

Sumatera BaratRiau

Rumah Tangga yang Menjadi Korban Tindak

Pidana

Jenis Tindak Pidana

AcehSumatera Utara

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Tindak Pidana yang Dialami, 2015

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |241

241Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.8

Perkotaan + Perdesaan

Ada Tidak Ada(2) (3) (4)

2,44 97,56 100,003,13 96,87 100,002,90 97,10 100,003,94 96,06 100,003,58 96,42 100,004,81 95,19 100,004,69 95,31 100,004,53 95,47 100,003,61 96,39 100,002,57 97,43 100,004,44 95,56 100,003,37 96,63 100,003,08 96,92 100,004,35 95,65 100,003,23 96,77 100,003,58 96,42 100,002,49 97,51 100,005,82 94,18 100,003,94 96,06 100,002,20 97,80 100,002,36 97,64 100,003,27 96,73 100,002,14 97,86 100,003,41 96,59 100,004,07 95,93 100,004,75 95,25 100,003,27 96,73 100,004,56 95,44 100,003,86 96,14 100,002,47 97,53 100,003,92 96,08 100,002,75 97,25 100,004,67 95,33 100,004,42 95,58 100,003,48 96,52 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015

Provinsi

Keberadaan ART yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana Total

242| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

242 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.8.1

Perkotaan

Ada Tidak Ada(2) (3) (4)

3,98 96,02 100,004,07 95,93 100,004,16 95,84 100,005,69 94,31 100,004,60 95,40 100,005,49 94,51 100,005,83 94,17 100,004,38 95,62 100,003,41 96,59 100,002,83 97,17 100,004,44 95,56 100,003,77 96,23 100,003,65 96,35 100,005,83 94,17 100,003,72 96,28 100,003,87 96,13 100,002,77 97,23 100,006,08 93,92 100,003,94 96,06 100,004,52 95,48 100,003,34 96,66 100,003,80 96,20 100,002,97 97,03 100,005,17 94,83 100,004,24 95,76 100,007,78 92,22 100,004,11 95,89 100,006,90 93,10 100,006,46 93,54 100,003,10 96,90 100,005,47 94,53 100,004,66 95,34 100,006,74 93,26 100,005,56 94,44 100,004,05 95,95 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015

Provinsi

Keberadaan ART yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |243

243Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 7.8.2

Perdesaan

Ada Tidak Ada(2) (3) (4)

1,84 98,16 100,002,24 97,76 100,002,07 97,93 100,002,83 97,17 100,003,17 96,83 100,004,46 95,54 100,004,21 95,79 100,004,58 95,42 100,003,79 96,21 100,001,22 98,78 100,00

na na na2,61 97,39 100,002,61 97,39 100,001,15 98,85 100,002,78 97,22 100,002,94 97,06 100,002,03 97,97 100,005,64 94,36 100,003,94 96,06 100,001,23 98,77 100,001,87 98,13 100,002,88 97,12 100,000,75 99,25 100,001,26 98,74 100,003,92 96,08 100,003,80 96,20 100,002,79 97,21 100,003,61 96,39 100,002,49 97,51 100,002,32 97,68 100,002,89 97,11 100,002,02 97,98 100,003,46 96,54 100,004,05 95,95 100,002,90 97,10 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

PapuaIndonesia

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan UtaraSulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Keberadaan ART yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana Total

(1)

Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga yang Pernah Menjadi Korban Tindak Pidana, 2015

Provinsi

244| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

244 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.1

Perkotaan + Perdesaan

Ada, Tinggal Sendirian

Ada, Tinggal Bersama ART Lain

(2) (3) (4) (5)21,60 17,15 82,85 100,0022,07 13,92 86,08 100,0028,55 12,76 87,24 100,0015,61 8,62 91,38 100,0019,73 9,21 90,79 100,0021,56 7,20 92,80 100,0019,57 11,54 88,46 100,0023,30 8,47 91,53 100,0020,05 13,01 86,99 100,0011,51 10,59 89,41 100,0018,99 6,52 93,48 100,0022,95 16,76 83,24 100,0033,02 13,36 86,64 100,0032,82 15,99 84,01 100,0032,31 13,52 86,48 100,0017,45 8,93 91,07 100,0028,22 7,91 92,09 100,0021,08 13,38 86,62 100,0026,87 7,52 92,48 100,0021,97 7,36 92,64 100,0015,65 10,44 89,56 100,0019,19 13,67 86,33 100,0015,92 7,30 92,70 100,0017,68 7,51 92,49 100,0028,14 8,67 91,33 100,0023,42 7,59 92,41 100,0029,14 8,48 91,52 100,0021,53 10,27 89,73 100,0022,04 7,94 92,06 100,0021,56 9,42 90,58 100,0023,70 7,24 92,76 100,0020,17 6,09 93,91 100,0013,63 6,02 93,98 100,00

8,11 6,06 93,94 100,0025,14 12,55 87,45 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Indonesia

Papua BaratPapua

MalukuMaluku Utara

GorontaloSulawesi Barat

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Kalimantan TengahKalimantan Selatan

Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat

BaliNusa Tenggara Barat

Jawa TimurBanten

Jawa TengahDI Yogyakarta

DKI JakartaJawa Barat

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

BengkuluLampung

JambiSumatera Selatan

Sumatera BaratRiau

AcehSumatera Utara

(1)

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015

Provinsi Rumah Tangga yang

Terdapat Lansia

Lansia

Total

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016|245

245Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.1.1

Perkotaan

Ada, Tinggal Sendirian

Ada, Tinggal Bersama ART Lain

(2) (3) (4) (5)19,54 10,91 89,09 100,0021,93 10,14 89,86 100,0025,63 8,98 91,02 100,0014,85 6,05 93,95 100,0021,49 6,41 93,59 100,0022,25 5,21 94,79 100,0017,04 8,71 91,29 100,0022,19 6,71 93,29 100,0021,04 9,52 90,48 100,0010,15 6,42 93,58 100,0018,99 6,52 93,48 100,0021,61 14,10 85,90 100,0032,09 13,70 86,30 100,0028,20 18,03 81,97 100,0030,28 11,87 88,13 100,0015,71 5,91 94,09 100,0024,18 4,85 95,15 100,0021,30 13,22 86,78 100,0023,23 5,50 94,50 100,0023,56 6,42 93,58 100,0014,98 6,87 93,13 100,0017,82 10,32 89,68 100,0015,81 4,71 95,29 100,0017,60 7,37 92,63 100,0027,08 8,19 91,81 100,0022,20 7,07 92,93 100,0026,13 6,47 93,53 100,0018,33 7,32 92,68 100,0022,47 8,04 91,96 100,0025,08 8,55 91,45 100,0022,03 5,69 94,31 100,0019,60 3,07 96,93 100,0013,39 2,40 97,60 100,0013,02 2,95 97,05 100,0023,55 11,14 88,86 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Indonesia

Papua BaratPapua

MalukuMaluku Utara

GorontaloSulawesi Barat

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Kalimantan TengahKalimantan Selatan

Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat

BaliNusa Tenggara Barat

Jawa TimurBanten

Jawa TengahDI Yogyakarta

DKI JakartaJawa Barat

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

BengkuluLampung

JambiSumatera Selatan

Sumatera BaratRiau

AcehSumatera Utara

Total

(1)

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015

Provinsi Rumah Tangga yang

Terdapat Lansia

Lansia

246| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

246 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.1.2

Perdesaan

Ada, Tinggal Sendirian

Ada, Tinggal Bersama ART Lain

(2) (3) (4) (5)22,40 19,26 80,74 100,0022,22 17,49 82,51 100,0030,45 14,83 85,17 100,0016,10 10,13 89,87 100,0019,01 10,50 89,50 100,0021,20 8,29 91,71 100,0020,65 12,54 87,46 100,0023,65 9,00 91,00 100,0019,13 16,62 83,38 100,0018,58 22,49 77,51 100,00

na na na na25,52 21,08 78,92 100,0033,78 13,10 86,90 100,0042,78 13,10 86,90 100,0034,13 14,84 85,16 100,0021,22 13,79 86,21 100,0034,77 11,38 88,62 100,0020,92 13,50 86,50 100,0027,81 7,95 92,05 100,0021,31 7,79 92,21 100,0016,00 12,13 87,87 100,0020,22 15,86 84,14 100,0016,11 11,58 88,42 100,0017,77 7,67 92,33 100,0029,04 9,05 90,95 100,0023,81 7,74 92,26 100,0030,86 9,45 90,55 100,0022,83 11,23 88,77 100,0021,81 7,89 92,11 100,0020,74 9,66 90,34 100,0024,81 8,15 91,85 100,0020,38 7,19 92,81 100,0013,77 8,07 91,93 100,00

6,51 8,08 91,92 100,0026,75 13,80 86,20 100,00

Sumber : Susenas KOR 2015

Indonesia

Papua BaratPapua

MalukuMaluku Utara

GorontaloSulawesi Barat

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TimurKalimantan Utara

Kalimantan TengahKalimantan Selatan

Nusa Tenggara TimurKalimantan Barat

BaliNusa Tenggara Barat

Jawa TimurBanten

Jawa TengahDI Yogyakarta

DKI JakartaJawa Barat

Kep. Bangka BelitungKepulauan Riau

BengkuluLampung

JambiSumatera Selatan

Sumatera BaratRiau

AcehSumatera Utara

Provinsi Rumah Tangga yang

Terdapat Lansia

Lansia

Total

(1)

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Keberadaan Lansia, 2015

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016|247

247Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.2

Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada(2) (3) (4) (5) (6) (7)

92,03 7,97 92,67 7,33 91,79 8,21 88,28 11,72 91,06 8,94 85,43 14,57 88,92 11,08 89,86 10,14 88,37 11,63 92,16 7,84 92,93 7,07 91,70 8,30 90,91 9,09 95,39 4,61 88,75 11,25 90,13 9,87 92,26 7,74 88,93 11,07 87,40 12,60 91,10 8,90 86,03 13,97 89,04 10,96 89,88 10,12 88,78 11,22 89,58 10,42 90,78 9,22 88,24 11,76 92,13 7,87 93,85 6,15 86,23 13,77 94,37 5,63 94,37 5,63 0,00 0,00 85,34 14,66 87,67 12,33 81,21 18,79 86,85 13,15 87,36 12,64 86,45 13,55 84,91 15,09 86,45 13,55 82,85 17,15 88,04 11,96 89,02 10,98 87,23 12,77 93,22 6,78 93,65 6,35 92,46 7,54 89,32 10,68 93,40 6,60 84,38 15,62 88,85 11,15 90,58 9,42 87,59 12,41 94,70 5,30 95,98 4,02 94,41 5,59 93,02 6,98 95,42 4,58 91,89 8,11 91,17 8,83 91,33 8,67 91,09 8,91 89,77 10,23 89,87 10,13 89,71 10,29 91,33 8,67 92,69 7,31 88,91 11,09 89,16 10,84 90,17 9,83 87,95 12,05 87,15 12,85 87,22 12,78 87,09 12,91 91,87 8,13 93,98 6,02 91,24 8,76 92,39 7,61 94,34 5,66 91,41 8,59 91,25 8,75 92,92 7,08 90,68 9,32 90,89 9,11 93,07 6,93 89,70 10,30 92,19 7,81 90,92 9,08 92,55 7,45 94,14 5,86 94,46 5,54 93,94 6,06 94,53 5,47 98,20 1,80 93,14 6,86 94,93 5,07 96,66 3,34 93,89 6,11 91,21 8,79 96,72 3,28 87,41 12,59

88,60 11,40 89,85 10,15 87,46 12,54

Sumber : Susenas KOR 2015

Indonesia

Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Lansia Menurut Provinsi, Klasifikasi Wilayah, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Lain yang Berumur Kurang dari 60 Tahun, 2015

Provinsi

Klasifikasi Wilayah

Perkotaan + Perdesaan Perkotaan Perdesaan

Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua

Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan Utara

Jawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Kepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta

JambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka Belitung

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiau

248| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

248 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.2

Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada(2) (3) (4) (5) (6) (7)

92,03 7,97 92,67 7,33 91,79 8,21 88,28 11,72 91,06 8,94 85,43 14,57 88,92 11,08 89,86 10,14 88,37 11,63 92,16 7,84 92,93 7,07 91,70 8,30 90,91 9,09 95,39 4,61 88,75 11,25 90,13 9,87 92,26 7,74 88,93 11,07 87,40 12,60 91,10 8,90 86,03 13,97 89,04 10,96 89,88 10,12 88,78 11,22 89,58 10,42 90,78 9,22 88,24 11,76 92,13 7,87 93,85 6,15 86,23 13,77 94,37 5,63 94,37 5,63 0,00 0,00 85,34 14,66 87,67 12,33 81,21 18,79 86,85 13,15 87,36 12,64 86,45 13,55 84,91 15,09 86,45 13,55 82,85 17,15 88,04 11,96 89,02 10,98 87,23 12,77 93,22 6,78 93,65 6,35 92,46 7,54 89,32 10,68 93,40 6,60 84,38 15,62 88,85 11,15 90,58 9,42 87,59 12,41 94,70 5,30 95,98 4,02 94,41 5,59 93,02 6,98 95,42 4,58 91,89 8,11 91,17 8,83 91,33 8,67 91,09 8,91 89,77 10,23 89,87 10,13 89,71 10,29 91,33 8,67 92,69 7,31 88,91 11,09 89,16 10,84 90,17 9,83 87,95 12,05 87,15 12,85 87,22 12,78 87,09 12,91 91,87 8,13 93,98 6,02 91,24 8,76 92,39 7,61 94,34 5,66 91,41 8,59 91,25 8,75 92,92 7,08 90,68 9,32 90,89 9,11 93,07 6,93 89,70 10,30 92,19 7,81 90,92 9,08 92,55 7,45 94,14 5,86 94,46 5,54 93,94 6,06 94,53 5,47 98,20 1,80 93,14 6,86 94,93 5,07 96,66 3,34 93,89 6,11 91,21 8,79 96,72 3,28 87,41 12,59

88,60 11,40 89,85 10,15 87,46 12,54

Sumber : Susenas KOR 2015

Indonesia

Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Lansia Menurut Provinsi, Klasifikasi Wilayah, dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Lain yang Berumur Kurang dari 60 Tahun, 2015

Provinsi

Klasifikasi Wilayah

Perkotaan + Perdesaan Perkotaan Perdesaan

Sulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapua BaratPapua

Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontalo

Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan Utara

Jawa TimurBantenBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Kepulauan RiauDKI JakartaJawa BaratJawa TengahDI Yogyakarta

JambiSumatera SelatanBengkuluLampungKep. Bangka Belitung

(1)

AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiau

248| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

249Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.3

Perkotaan + Perdesaan

Selalu Sering Jarang Tidak

Pernah Jumlah

(2) (3) (4) (5) (6) (7)83,72 2,74 21,12 37,45 38,68 100,0081,50 2,59 22,83 38,24 36,35 100,0090,32 3,99 21,49 39,76 34,76 100,0095,94 5,81 28,47 38,23 27,49 100,0093,01 4,85 41,62 33,00 20,52 100,0087,30 4,01 25,45 38,54 32,00 100,0092,30 5,58 24,94 33,49 35,99 100,0087,79 2,99 22,46 37,62 36,92 100,0091,55 0,86 16,79 39,89 42,46 100,0095,43 5,33 20,06 43,55 31,06 100,0093,94 4,18 17,26 35,85 42,70 100,0088,55 3,82 18,37 40,52 37,28 100,0094,39 9,56 40,40 25,23 24,80 100,0099,86 13,99 55,50 16,65 13,86 100,0090,66 8,57 31,81 27,29 32,34 100,0085,13 2,18 20,02 40,79 37,02 100,0093,06 7,52 24,44 23,05 44,99 100,0072,91 4,87 21,05 25,32 48,76 100,0081,83 8,15 30,60 32,18 29,07 100,0087,09 3,88 25,03 39,20 31,89 100,0092,67 4,34 28,93 40,75 25,98 100,0090,70 5,36 28,42 36,24 29,98 100,0089,99 3,71 25,67 37,65 32,98 100,00

na na na na na na93,52 10,26 34,42 33,98 21,34 100,0089,10 4,69 21,95 38,04 35,33 100,0085,91 6,04 18,66 24,87 50,43 100,0091,21 6,14 22,66 27,62 43,58 100,0093,72 4,20 27,89 34,32 33,60 100,0087,52 2,04 22,88 30,18 44,90 100,0091,96 2,77 22,47 40,18 34,58 100,0084,02 5,39 18,81 41,79 34,01 100,0077,37 3,37 19,36 30,78 46,49 100,0079,72 2,96 26,39 45,10 25,55 100,00

Indonesia 89,42 5,89 27,06 33,41 33,64 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

Provinsi

Rumah Tangga yang Terdapat Kegiatan Sosial

Kemasyarakatan di Lingkungan Tempat Tinggal

Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |249

250 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.3.1

Perkotaan

Selalu Sering Jarang Tidak

Pernah Jumlah

(2) (3) (4) (5) (6) (7)87,81 4,97 18,32 37,29 39,42 100,0078,80 1,60 19,19 37,04 42,17 100,0093,19 5,06 23,73 36,42 34,79 100,0094,32 4,28 30,13 37,49 28,10 100,0091,86 7,93 36,47 35,85 19,74 100,0076,17 8,23 24,48 32,56 34,73 100,0093,03 5,70 29,57 31,36 33,37 100,0084,71 3,23 20,65 34,49 41,63 100,0089,87 1,49 18,91 35,72 43,88 100,0094,94 4,61 18,29 46,06 31,04 100,0093,94 4,18 17,26 35,85 42,70 100,0089,39 5,09 19,93 40,03 34,95 100,0094,79 9,39 42,20 24,70 23,71 100,0099,80 13,39 55,13 14,35 17,13 100,0092,90 9,53 32,50 27,02 30,95 100,0087,63 2,03 22,63 44,42 30,93 100,0091,98 8,74 22,76 20,98 47,52 100,0075,17 4,30 18,70 24,32 52,67 100,0077,08 7,42 25,69 26,66 40,23 100,0085,23 4,74 19,13 34,43 41,70 100,0091,38 3,23 21,13 41,64 33,99 100,0088,00 4,97 25,78 34,71 34,54 100,0088,43 4,84 22,67 35,81 36,68 100,00

na na na na na na90,18 6,75 32,45 34,23 26,57 100,0088,02 6,04 17,72 29,32 46,92 100,0092,29 8,53 19,73 28,51 43,22 100,0094,26 4,58 24,14 24,60 46,68 100,0088,40 3,30 26,39 26,52 43,79 100,0090,36 2,25 17,46 25,47 54,82 100,0089,25 2,48 23,84 42,88 30,81 100,0085,86 6,47 13,14 41,65 38,74 100,0077,59 4,34 13,53 23,89 58,24 100,0083,99 2,83 21,62 34,11 41,44 100,00

Indonesia 90,18 6,29 26,43 33,31 33,97 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

Provinsi

Rumah Tangga yang Terdapat Kegiatan Sosial

Kemasyarakatan di Lingkungan Tempat Tinggal

Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial

250| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

251Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.3.2

Perdesaan

Selalu Sering Jarang Tidak

Pernah Jumlah

(2) (3) (4) (5) (6) (7)82,14 1,82 22,28 37,52 38,37 100,0084,06 3,47 26,05 39,29 31,19 100,0088,53 3,30 20,02 41,95 34,73 100,0096,96 6,74 27,46 38,68 27,12 100,0093,49 3,59 43,73 31,83 20,84 100,0093,09 2,21 25,86 41,08 30,84 100,0091,98 5,52 22,87 34,44 37,17 100,0088,79 2,92 23,03 38,60 35,45 100,0093,23 0,25 14,75 43,91 41,09 100,0098,13 9,18 29,51 30,13 31,18 100,00

na na na na na na86,99 1,43 15,44 41,46 41,68 100,0094,06 9,70 38,94 25,67 25,69 100,00

100,00 15,29 56,29 21,55 6,88 100,0088,71 7,69 31,17 27,53 33,60 100,0079,36 2,56 13,36 31,51 52,57 100,0094,80 5,59 27,09 26,30 41,02 100,0071,28 5,30 22,83 26,09 45,78 100,0082,99 8,31 31,71 33,43 26,54 100,0087,87 3,53 27,44 41,14 27,89 100,0093,33 4,89 32,81 40,30 22,00 100,0092,63 5,62 30,22 37,28 26,88 100,0092,52 1,96 30,30 40,49 27,25 100,00

na na na na na na96,28 12,98 35,94 33,78 17,30 100,0089,45 4,26 23,28 40,79 31,67 100,0082,30 4,46 17,97 22,55 55,01 100,0090,02 6,79 22,06 28,86 42,30 100,0096,53 4,63 28,61 38,09 28,67 100,0086,72 1,98 24,47 31,56 41,99 100,0093,81 2,96 21,59 38,43 37,02 100,0083,31 4,96 21,07 41,84 32,13 100,0077,27 2,96 21,84 33,71 41,49 100,0078,30 3,01 28,08 49,02 19,89 100,00

Indonesia 88,67 5,50 27,68 33,52 33,30 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Rumah Tangga yang Terdapat Kegiatan Sosial

Kemasyarakatan di Lingkungan Tempat Tinggal

Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Sosial Kemasyarakatan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

Provinsi

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |251

252 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.4

Perkotaan + Perdesaan

Selalu Sering Jarang Tidak

Pernah Jumlah

(2) (3) (4) (5) (6) (7)98,27 9,40 57,48 27,28 5,85 100,0097,89 10,58 59,17 24,78 5,46 100,0097,43 11,07 43,76 36,84 8,33 100,0098,44 12,98 50,86 27,97 8,19 100,0098,97 11,85 63,69 21,14 3,31 100,0096,53 6,11 45,61 34,89 13,40 100,0097,91 9,24 45,56 33,51 11,69 100,0097,80 11,98 53,33 29,51 5,19 100,0096,52 5,98 35,88 42,50 15,64 100,0096,52 12,19 33,87 39,95 13,99 100,0098,15 4,48 34,36 41,34 19,81 100,0098,80 11,45 44,90 35,19 8,46 100,0099,16 12,55 54,64 26,33 6,48 100,0099,39 13,00 54,69 22,47 9,83 100,0098,64 15,85 49,85 24,57 9,73 100,0096,69 8,32 46,00 36,87 8,82 100,0098,89 26,14 48,22 14,00 11,64 100,0097,24 16,45 54,33 22,62 6,60 100,0097,96 28,79 51,79 15,34 4,07 100,0096,62 9,44 45,41 33,43 11,73 100,0097,71 10,29 55,05 29,48 5,18 100,0098,92 11,07 50,33 30,69 7,90 100,0095,68 7,67 45,46 36,80 10,08 100,00

na na na na na na99,01 22,00 56,08 18,50 3,42 100,0094,81 14,34 49,73 25,88 10,05 100,0095,91 10,81 37,94 34,41 16,85 100,0093,72 11,39 38,42 32,14 18,05 100,0098,75 10,31 45,82 33,11 10,77 100,0096,07 13,58 46,38 25,69 14,35 100,0099,36 22,39 50,36 22,50 4,75 100,0096,02 18,99 40,63 31,42 8,96 100,0096,32 19,28 41,90 25,45 13,37 100,0097,21 18,25 51,96 24,10 5,69 100,00

Indonesia 98,14 12,55 48,88 29,54 9,04 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

ProvinsiRumah Tangga yang Terdapat

Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Tempat Tinggal

Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan

252| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

253Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.4.1

Perkotaan

Selalu Sering Jarang Tidak

Pernah Jumlah

(2) (3) (4) (5) (6) (7)98,43 8,98 43,44 37,22 10,36 100,0096,37 8,33 56,82 26,71 8,15 100,0097,22 11,38 40,54 36,26 11,82 100,0098,21 10,35 45,70 31,15 12,80 100,0098,15 8,38 52,81 32,14 6,67 100,0095,43 7,23 33,34 35,70 23,74 100,0096,79 7,78 46,57 32,16 13,49 100,0095,80 6,96 49,71 34,09 9,23 100,0097,04 7,04 32,75 43,56 16,65 100,0096,20 11,28 31,18 41,73 15,81 100,0098,15 4,48 34,36 41,34 19,81 100,0098,46 11,42 41,86 36,61 10,10 100,0098,94 10,98 52,84 27,68 8,50 100,0099,11 11,59 56,08 20,63 11,71 100,0098,51 14,79 48,63 24,65 11,94 100,0096,10 5,77 42,22 40,80 11,21 100,0098,21 19,88 45,38 17,66 17,07 100,0099,07 18,04 51,35 21,70 8,91 100,0095,51 31,13 46,05 15,14 7,67 100,0092,78 9,02 38,43 32,76 19,79 100,0096,38 8,09 42,47 38,97 10,48 100,0098,78 10,68 44,69 32,79 11,84 100,0095,27 7,83 41,06 38,06 13,05 100,00

na na na na na na98,49 16,05 56,82 21,56 5,57 100,0094,98 11,46 35,95 29,99 22,59 100,0095,61 9,75 36,78 33,43 20,05 100,0094,01 5,96 36,69 31,58 25,77 100,0097,54 12,70 40,56 36,31 10,43 100,0096,21 8,95 36,43 27,22 27,40 100,0099,11 25,11 47,37 22,18 5,34 100,0091,12 11,85 31,72 38,06 18,37 100,0096,38 17,71 30,28 24,33 27,69 100,0094,02 10,58 47,61 27,05 14,76 100,00

Indonesia 97,81 10,92 44,91 32,08 12,09 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

ProvinsiRumah Tangga yang Terdapat

Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Tempat Tinggal

Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 |253

254 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Lampiran 8.4.2

Perdesaan

Selalu Sering Jarang Tidak

Pernah Jumlah

(2) (3) (4) (5) (6) (7)98,21 9,56 62,92 23,43 4,10 100,0099,32 12,65 61,33 23,02 3,01 100,0097,56 10,87 45,76 37,19 6,18 100,0098,58 14,61 54,08 25,99 5,32 100,0099,31 13,29 68,17 16,62 1,93 100,0097,10 5,53 51,89 34,47 8,10 100,0098,40 9,87 45,11 34,11 10,91 100,0098,45 13,57 54,47 28,05 3,91 100,0096,00 4,91 39,03 41,43 14,63 100,0098,30 17,11 48,43 30,32 4,14 100,00

na na na na na na99,42 11,51 50,42 32,60 5,47 100,0099,33 13,82 56,09 25,24 4,85 100,00

100,00 16,01 51,76 26,38 5,85 100,0098,76 16,76 50,91 24,51 7,82 100,0098,08 14,08 54,55 27,97 3,40 100,00

100,00 36,12 52,75 8,17 2,97 100,0095,93 15,26 56,56 23,30 4,88 100,0098,56 28,24 53,15 15,39 3,22 100,0098,23 9,60 48,18 33,69 8,53 100,0098,39 11,38 61,31 24,76 2,55 100,0099,02 11,36 54,37 29,19 5,08 100,0096,34 7,41 52,50 34,78 5,31 100,00

na na na na na na99,45 26,86 55,49 16,00 1,65 100,0094,76 15,26 54,15 24,57 6,02 100,0096,08 11,40 38,59 34,96 15,05 100,0093,61 13,53 39,10 32,37 15,01 100,0099,38 9,06 48,54 31,45 10,94 100,0096,03 14,89 49,18 25,26 10,67 100,0099,53 20,54 52,39 22,72 4,35 100,0097,90 21,55 43,81 29,04 5,59 100,0096,30 19,95 46,83 25,92 7,30 100,0098,26 20,68 53,34 23,17 2,81 100,00

Indonesia 98,47 14,15 52,81 27,02 6,02 100,00Sumber : Susenas Modul Hansos, 2015Catatan : 1Data tidak tersedia, Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur

Papua

Maluku UtaraPapua Barat

Sulawesi BaratMaluku

Sulawesi TenggaraGorontalo

Sulawesi TengahSulawesi Selatan

Kalimantan Utara1

Sulawesi Utara

Kalimantan SelatanKalimantan Timur

Kalimantan BaratKalimantan Tengah

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

BantenBali

DI YogyakartaJawa Timur

Jawa BaratJawa Tengah

Kepulauan RiauDKI Jakarta

LampungKep. Bangka Belitung

Sumatera SelatanBengkulu

RiauJambi

Sumatera UtaraSumatera Barat

Rumah Tangga yang Terdapat Kegiatan Keagamaan di

Lingkungan Tempat Tinggal

Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan

(1)Aceh

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Frekuensi Partisipasi Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal, 2014

Provinsi

254| Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

255Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 255

Lampiran 9 Intrumen Analytic Hierarchy Process (AHP)

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

REPUBLIK INDONESIA

Instrumen Penyusunan Bobot Indikator Pembentuk Indeks Ketahanan Keluarga

Tahun 2016

No: …

256 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 257 256 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

257Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 257 256 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

258 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 259

4

258 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

3

259Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 259

4

258 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

3

260 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 261 260 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

5

261Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 261 260 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

5

262 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 263 262 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

263Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 263 262 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

264 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 265 264 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

265Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 265 264 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

266 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 267 266 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

267Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 | 267 266 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

268 Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016268 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016