14
BAB IV PEMBAHASAN Dari bab sebelumnya telah didapat beberapa informasi sebagai berikut : Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien datang dengan keluhan berak cair diserta lendir dan darah sejak 1 minggu yang lalu. Berak cair warna kuning, berampas, volume sedikit-sedikit yaitu ± 100cc tiap BAB, frekuensi >5 kali tiap hari. Berak cair disertai nyeri perut terutama di daerah sekitar lumbal sinistra. Tidak ada demam serta keluhan gastrointestinal yang lain. Dari hasil anemnesis tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gastroenteritis akut (diare akut) et causa disentri. Gastroenteritis akut (diare akut) adalah suatu keadaan dimana buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat) lebih dari 3 kali per hari dapat atau tanpa disertai dengan lendir atau darah, yang berlangsung kurang dari

Pembahasan Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam, Desember 2010 di RSUD Ulin Banjarmasin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Disentri amuba, penatalaksanaan, prognosis, metronidazol, resistensi antibiotik, rehidrasi,

Citation preview

Page 1: Pembahasan Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam, Desember 2010 di RSUD Ulin Banjarmasin

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari bab sebelumnya telah didapat beberapa informasi sebagai berikut :

Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien datang dengan keluhan berak

cair diserta lendir dan darah sejak 1 minggu yang lalu. Berak cair warna kuning,

berampas, volume sedikit-sedikit yaitu ± 100cc tiap BAB, frekuensi >5 kali tiap

hari. Berak cair disertai nyeri perut terutama di daerah sekitar lumbal sinistra.

Tidak ada demam serta keluhan gastrointestinal yang lain. Dari hasil anemnesis

tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gastroenteritis akut (diare

akut) et causa disentri.

Gastroenteritis akut (diare akut) adalah suatu keadaan dimana buang air

besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat)

lebih dari 3 kali per hari dapat atau tanpa disertai dengan lendir atau darah, yang

berlangsung kurang dari 14 hari. Sedangkan disentri adalah suatu istilah untuk

diare yang disertai dengan darah.

Berdasarkan etiologinya, disentri dibagi menjadi dua yaitu disentri

basiler dan disentri amoeba. Disentri basiller disebabkan oleh infeksi kuman

Shigella sp, Salmonella sp, Escherichia coli enteroinvasif (ETEC), dan

Campylobacter jejuni. Sedangkan disentro amoeba terutama disebabkan oleh

parasit Entamoeba hystolitica.

Gejala khas pada disentri basiller yaitu diare disertai darah, demam tinggi

(39.5-400C), mual-muntah, anoreksia, kram di perut, dan dapat disertai gejala

Page 2: Pembahasan Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam, Desember 2010 di RSUD Ulin Banjarmasin

menyerupai esefalitis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk). Sedangkan

gejala khas pada disentri amoeba ditandai dengan diare disertai lendir dan darah,

frekuensi diare lebih sedikit dari disentri basiller (<10kali/hari), volume sedikit-

sedikit dengan gejala nyeri kolik. Dari hasil anemnesa dan pemeriksaan fisik pada

kasus ini, dapat dapat didiagnosis sementara sebagai disentri amoeba.

Untuk menentukan diagnosis pasti dari etiologi diare maka harus

dilakukan pemeriksaan feses lengkap. Pada pemeriksaan mikroskopis feses

disentri basiler biasanya akan ditemukan adanya eritrosit dan sel PMN .

Pemeriksaan ini harus dilanjutkan dengan biakan feses untuk menentukan etiologi

kuman penyebab. Sedangkan pada disentri amoeba, dapat ditemukan bentuk kista

dan tropozoit dari parasit Entamoeba hystolitica.

E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai

mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi

mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di

dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus

hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan

bentuk kista.

Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10

mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat

dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien

mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit

patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun

luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya

Page 3: Pembahasan Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam, Desember 2010 di RSUD Ulin Banjarmasin

lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung

beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering

menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung

jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar

tubuh manusia.

Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.

Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung awab

terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh

manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam

sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus

besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.

Hasil pemeriksaan feses lengkap pada kasus ini ditemukan bahwa feses

mengandung kista Entamoeba disertai eritrosit (2-3), leukosit (3-4). Dari hasil

pemeriksaan ini maka pasien dapat didiagnosis sebagai disentri amoeba. Bentuk

kista Entamoeba adalah bentuk dorman dan bertanggung jawab terhadap proses

penularan. Kista Entamoeba hystolitica mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Bentuk memadat mendekati bulat, ukurn 10-20µm,

2. Kista matang memiliki 4 kista entamoeba,

3. Tidak dijumpai lagi eritrosist dalam sitoplasma,

4. Kista yang belum matang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk

cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang.

Page 4: Pembahasan Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam, Desember 2010 di RSUD Ulin Banjarmasin

Gambar 4.1 Kista Entamoeba hystolitica

Manifestasi klinis disentri amoeba dapat bermacam-macam antara lain

carrier (cyst passer), amoebiasis interstinal ringan (disentri amoeba ringan),

amobiasis intestinal sedang (disentri amoeba sedang), disentri amoeba berat, dan

disentri amoeba kronik. Berdasarkan klasifikasi di atas, pasien pada kasus ini

termasuk dalam amoebiasis intestinal ringan.

Pada amoebiasis intestinal ringan, timbulnya penyakit (onset penyakit)

perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut

ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan

tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat

sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan

tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik,

tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang

tidak atau sedikit nyeri tekan.

Page 5: Pembahasan Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam, Desember 2010 di RSUD Ulin Banjarmasin

Aspek paling penting dari penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah

menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama fase akut akut,

pengobatan spesifik, dan simptomatis. Jumlah cairan yang hendak diberikan

sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan

dapat dihitung dengan memakai cara :

1. BJ plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml 0,001

2. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

3. Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor

(tabel 4.2) .

Skor Penilaian Dehidrasi (Metode Daldiono) KlinisRasa haus/muntah 1Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2Frekwensi Nadi> 120 x/menit 1Kesadaran apatis 1Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2Frekuensi nafas > 30 x/menit 1Facies cholerica 2Voxcholerica 2Turgor kulit menurun 1Washer’s woman’s hand 1Ekstremitas dingin 1Sianosis 2Umur 50-60 tahun 1Umur> 60 tahun 2

Page 6: Pembahasan Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam, Desember 2010 di RSUD Ulin Banjarmasin

Pada amoebiasis intestinal ringan pada kasus ini pasien dalam keadaan

dehidrasi ringan dimana pasien masih mengkompensasi defisit cairan dengan

pemberian oral. Pemberian cairan dan elektrolt intravena sebebarnya tidak

diperlukan. Pemberian cairan intravena diberikan pada kasus disentri amoeba

berat hingga kronik.

Pada pasien disentri amoeba ringan-sedang dapat ditemukan ulkus pada

mukosa usus besar yang dpat mencapai lapisan submukosa, dan dapat

mengakibatkan gangguan peristaltik usus. Pasien akan mengalami diare atu

disentri tetapi tidak berat sehingga tidak memerlukan infus cairan elektrolit atau

transfusi darah. Sebagai obat pilihan adalah metronidazol dengan dosis 3x750 mg

sehari selama 5-10 hari. Keluhan biasanya akan berkurang setelah pemakain

metronidazol 5-7 hari.

Pada pasien ini, diberikan infus metronidazaol 3x500 mg pada hari

perawatan ke III dan diberikan selama 10 hari. Berdasarkan tabel evaluasi pasien

Kebutuhan cairan = Skor 10% X KgBB X 1 liter 15

Page 7: Pembahasan Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam, Desember 2010 di RSUD Ulin Banjarmasin

selama perawatan, setelah pemakaian metronidazol intravena 3x500 mg selama 10

hari, keluhan BAB cair pasien berkurang tetapi diare tetap masih berlendir dan

berdarah. Os juga mengeluh perutnya bertambah sakit terutama di daerah lumbal

sinistra yang menjalar hingga ke pinggang.

Pada kasus ini perlu dipikirkan adanya kemungkinan terjadi kolitis

ulseratif. Kolitis ulseratif termasuk dalam salah satu penyakit inflamasi usus atau

yang lebih dikenal dengan Inflammatory Bowel Disease (IBD). IBD adalah

penyakit saluran cerna dengan penyebab pasti yang belum jelas hingga saat ini.

Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah disertai nyeri abdomen

seringkali dengan demam dan penurunan berat badan. Pada penyakit ringan, bisa

terdapat keluhan diare cair mengandung sedikit darah tanpa gejala sistemik.

Derajat penyakit kolitis dapat dibagi atas ringan, sedang, dan berat

berdasarkan frekuensi diare, ada tidaknya demam, derajat anemia dan laju endap

darah (klasifikasi Truelove). Pasien pada kasus ini termasuk dalam kolitis ulserati

ringan.

Mild Moderate Severe

Number of stools per day <4 4-6 >6

Page 8: Pembahasan Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam, Desember 2010 di RSUD Ulin Banjarmasin

(n)

Temperature (0C) Afebrile Intermediate >37.8

Heart Rate (bite/minute) Normal Intermediate 90

Haemoglobin (g/dl) >11 10-11.5 <10.5

ESR (mm/h) <20 20-30 >30

Tabel 4.1 Klasifikasi Truelove and Witt’s: Derajat Penyakit Kolitis Ulseratifa

Diagnosis pasti dari penyakit kolitis ulseratif adalah melalui pemeriksaan

roentgen kolon meliputi foto polos abdomen, barium enema, dan ultrasonografi

serta ditunjang dengan pemeriksaan kolonoskopi dan histopatologi.

Penatalaksaan kolitis ulseratif adalah dengan pemberian sulfasalazin.

Penatalaksaan kolitis ulseratif ringan sampai sedang adalah dengan

pemeberian sulfasalazin. Sulfasalazin (salisilazosulfapiridin) merupakan

kombinasi sulfapirin dengan asam 5-aminosalisilat yang dihubungkan dengan

ikatan azo. Obat ini sukar diabsorbsi dari usus, dan rantai azo diputuskan oleh

flora bakteri dalam ileium bagian distal dan kolon untuk membebaskan 5-ASA. 5-

ASA ini mempunyai efek antiinflamasi (sumber utama dari efek obat ini).

Sulfasalazin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940-an untuk pengobatan

artritis reumatoid. Kemudian obat ini efektif untuk colitis ulseratif ringan-sedang

dan kolitis Crohn tetapi kurang efektif pada penyakit Crohn usus halus.

Page 9: Pembahasan Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam, Desember 2010 di RSUD Ulin Banjarmasin

Dosis terapi adalah 3-4 g/hari dalam dosis terbagi. Dosis kecil biasanya 2

g/hari. Efek samping yang berhubungan dengan dosis seperti malaise, mual dan

sakit kepala ditemukan 20% pada penderita yang mendapat sulfasalazin 4 g/hari.

Efek samping dapat dicegah dengan cara memberikan dosis awal yang rendah dan

ditingkatkan secara perlahan- lahan untuk medapat dosis yang dikehendaki.

Kemungkinan terjadi kolitis ulseratif pada kasus ini tidak dapat ditegakkan

karena belum dilakukan pemeriksaan barium enema, kolonoskopi dan

histopatologi. Pasien pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 14 November

2010.