29
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TINDAKAN HEMODIALISA DI RUANG PERAWATAN HEMODIALISA RSUD ULIN BANJARMASIN Tanggal 27 29 September 2012 Oleh : SYAMSU RIZALI NIM I1B108626 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2012

ASKEP HEMODIALISA ULIN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ASKEP HEMODIALISA ULIN

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TINDAKAN HEMODIALISA

DI RUANG PERAWATAN HEMODIALISA

RSUD ULIN BANJARMASIN

Tanggal 27 – 29 September 2012

Oleh :

SYAMSU RIZALI

NIM I1B108626

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2012

Page 2: ASKEP HEMODIALISA ULIN

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tindakan Hemodialisa di Ruang Perawatan

Hemodialisa RSU Ulin Banjarmasin

Disusun oleh : Syamsu Rizali

NIM. I 1B108626

Dengan ini telah disetujui pembuatannya oleh Pembimbing Lahan dan Pembimbing

Akademik sebagai penugasan individu dalam Stase Keperawatan Medikal Bedah Program

Profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung

Mangkurat Tahun 2012

Banjarmasin, 2012

Menyetujui

Pembimbing Akademik

_______________________

Pembimbing Lahan

______________________

Page 3: ASKEP HEMODIALISA ULIN

1

ASUHAN KEPERAWATAN

TINDAKAN HEMODIALISA

I. KONSEP DASAR

A. Pengertian

Hemodialisa adalah menggerakkan cairan dari partikel-pertikel lewat membran semi

permiabel yang mempunyai pengobatan yang bisa membantu mengembalikan

keseimbangan cairan dan elektrolit yang normal, mengendalikan asam dan basa, dan

membuang zat-zat toksis dari tubuh. ( Long, C.B. : 381).

Hemodialise adlah pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran

semi permiable ( alat dialysis) ke dalam dialisat. ( Tisher, C. C, dkk .1997)

Hemodialisa adalah difusi pertikel larut dari satu kempartemen cairan ke

kompatemen lain melewatai membran semipermeabel ( Hudak, M. C. 1996 : 39).

Dialisa adalah suatu proses pembuangan zat terlarut dan cairan dari darah melewati

membran semipermiabel, berdasarkan prinsip difusi osmosis dan aultrafiltrasi (

engram, B. 1998 : 164).

Hemodialisa adlah lintasan darah melalui sel;ang dari luar tubuh ke ginjal buatan

dimana pembuangan kelebihan zat terlarut can cairan terjadi ( Engram. B. 1998 :

164)

B. Tujuan

Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih

kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialysis.

Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera

dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian.

Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal

dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.

C. Proses

Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan

produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi

tersebut.

Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara

mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan

yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran

semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal

pada membran).

Page 4: ASKEP HEMODIALISA ULIN

2

Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau

bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat

molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga

sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein

plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.

Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan

sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga

beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang

membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen.

Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta

tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.

Sistem ginjal buatan:

1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.

2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah

dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan

tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).

3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.

4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam

darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang

penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter

tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.

Page 5: ASKEP HEMODIALISA ULIN

3

D. Indikasi

1. Penyakit dalam (Medikal)

- ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal

mempertahankan RFT normal.

- CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup

- Snake bite

- Keracunan

- Malaria falciparum fulminant

- Leptospirosis

2. Ginekologi

- APH

- PPH

- Septic abortion

3. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa

- Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari

- Serum kreatinin > 2 mg%/hari

- Hiperkalemia

- Overload cairan yang parah

- Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis

Pada CRF:

- BUN > 200 mg%

- Creatinin > 8 mg%

- Hiperkalemia

Page 6: ASKEP HEMODIALISA ULIN

4

- Asidosis metabolik yang parah

- Uremic encepalopati

- Overload cairan

- Hb: < 8 gr% – 9 gr% siap-siap tranfusi

E. Prinsip Hemodialisa

Prinsip mayor/proses hemodialisa

1. Akses Vaskuler :

Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya

memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki

akses temporer seperti vascoth.

2. Membran semi permeable

Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak

diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.

3. Difusi

Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan

pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang

konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi

tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut

yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.

4. Konveksi

Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan

mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.

5. Ultrafiltrasi

Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi

artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe

dari tekanan dapat terjadi pada membrane :

a. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan

dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser

dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan

positip “mendorong” cairan menyeberangi membrane.

b. Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane

olehpompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik”

cairan keluar darah.

Page 7: ASKEP HEMODIALISA ULIN

5

c. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang

berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan

dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain

dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable

terhadap air.

F. Peralatan

1. Dialiser atau Ginjal Buatan

Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen

darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe

membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor

ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya

untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).

2. Dialisat atau Cairan dialysis

Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari

serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan

bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri

terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada

pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan

reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk

dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan

oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis,

namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.

3. Sistem Pemberian Dialisat

Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system

pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua

system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta

pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.

4. Asesori Peralatan

Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa

darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi

suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan,

udaara, dan kebocoran darah.

Page 8: ASKEP HEMODIALISA ULIN

6

G. Prosedur Hemodialisa

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan

peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system

sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur

arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar

(diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV.

Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna,

atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.

Page 9: ASKEP HEMODIALISA ULIN

7

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa

darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran

“arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai

darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum:

jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau

tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep

selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi,

darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang

diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki

tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke

sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah.

Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung

peralatan yang digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam

kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa.

Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang

mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada

kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan

melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan

obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang

diperintahkan.

Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang

postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan

mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas

sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam

perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk

membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.

Page 10: ASKEP HEMODIALISA ULIN

8

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis

karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib

untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

H. Prosedur Tnidakan

1. Perawatan sebelum hemodialisa

- Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa

- Kran air dibuka

- Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang

atau saluran pembuangan

- Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak

- Hidupkan mesin

- Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit

- Matikan mesin hemodialisis

- Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat

- Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin

hemodialisis

- Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)

2. Menyiapkan sirkulasi darah

- Bukalah alat-alat dialysis dari set nya

Page 11: ASKEP HEMODIALISA ULIN

9

- Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas

dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.

- Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.

- Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan

tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..

- Set infus ke botol NaCl 0,9% – 500 cc

- Hubungkan set infus ke slang arteri

- Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.

- Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di

atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.

- Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin

- Buka klem dari infus set ABL, VBL

- Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian

naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.

- Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan

- Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari

dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih

dari 200 mmHg).

- Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc

yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.

- Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru

- Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan

menggunakan konektor.

- Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit

untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.

- Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan

“outlet” di bawah.

- Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap

untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.

3. Persiapan pasien

- Menimbang berat badan

- Mengatur posisi pasien

- Observasi keadaan umum

- Observasi tanda-tanda vital

Page 12: ASKEP HEMODIALISA ULIN

10

- Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya

mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:

Dengan interval A-V shunt / fistula simino

Dengan external A-V shunt / schungula

Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)

I. Interpretasi Hasil

Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan

yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil

segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan

kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah

dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

J. Komplikasi

Komplikasi Teknis

1. Pemulihan cairan tidak sempurna

Cairan yang keluar harus berbanding /lebih banyak dari gairan yang dimasukkan

kemasan preparat dialysis komersial berisi 1000 – 2000 lm cairan bila sete;ah

beberapa kali pertukaran volume yang dikeluarkan kurang ( sampai 500 ml lebih )

dari jumlah yang dimasukkan,harus evaluasi tanda – tanda retensi cairan meliputi

distensi abdomen / keluhan begah. Indikasi yang paling akurat tentang jumlah

cairan yang terkumpul kembali adalah berat badan,bila cairan keluar dengan

lambat,ujung kateter mungkin terbenam dalam omentum / tersumbat fibrin.

2. Kebocoran disekitar kateter

Kebocoran superficial setelah operasi dapat dikontrol dengan penjahitan ekstra

dan mengurangi jumlah dialisat yang dimasukkan dalam peritoneal.Peningkatan

tekanan intra abdomen juga menyebabkan kebocoran dialisat,oleh karena itu

harus dihindari terjadinya muntah kontinyu, batuk, dan gerakan selama periode

awal pasca operasi.

3. Cairan peritoneal bersemu darah

Warna ini ditemukan pada awal aliran keluar tetapi harus bersih setelah beberapa

waktu.Perdarahan banyak setiap waktu merupakan indikasi masalah yang serius

dan harus diselidiki dengan cepat.

Page 13: ASKEP HEMODIALISA ULIN

11

Komplikasi Fisiologis

1. Hipotensi

Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,

obat-obatan anti hipertensi.

2. Mual dan muntah

Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.

3. Sakit kepala

Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.

4. Demam disertai menggigil.

Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi

darah.

5. Nyeri dada.

Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.

6. Gatal-gatal

Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit

kering.

7. Perdarahan amino setelah dialysis.

Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis

heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.

8. Kram otot

Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat

(UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur

berubah terlalu cepat.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Sebelum dialisa

a. Tinjau kembali catatan medis untuk menentukan alas an perawatan di rumah

sakit.

- Ketidakpatuhan terhadap rencana tindakan.

- Fistula tersumbat bekuan.

- Pembuatan fistula.

Page 14: ASKEP HEMODIALISA ULIN

12

b. Menanyakan tipe diet yang digunakan dirumah,jumlah cairan yang diijinkan,

obat-obatan yang saat ini digunakan, jadwal hemodialisa, jumlah haluaran

urin.

c. Kaji kepatenan fistula bila ada. Bilapaten, getaran ( pulsasi ) akan terasa

desiran akan terdengar dengan stetoskop di atas sisi. Tak adanya pulsasi dan

bunyi desiran menandakan fistulatersumbat.

d. Kaji terhadap manifestasi klinis dan laboratorium tentang kebutuhan tentang

dialisa :

- Peningkatan berat badan 3 pon / lebih diatas berat badan pada tindakan

dialisa terakhir.

- Rales, pernafasan cepat pada saat istirahat,peningkatan sesak nafas

dengan kerja fisik maksimal.

- Kelelahan dan kelemahan menetap.

- Hipertensi berat

- Peningkatan kreatinin, BUN, dan elektrolit khususnya kalium.

- Kemungkinan perubahan EKG pada adanya hiperkalemia.

2. Sesudah dialisa

Kaji terhadap hipotensi dan perdarahan. Volume besar dari pembuangan cairan

selama dialisa dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik dengan menggunakan

anti koagulan selama tindakan menempatkan pasien pada resiko perdarahan dari

sisi akses dan terhadap perdarahan internal.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b.d efek ultrafiltrasi selama dialysis

Intervensi :

a. Kaji TTV : BB, masukan dan haluaran pradialisis.

b. Kaji derajat penumbunan cairan dalam jaringan pradialisis.

c. Tentukan ketepatan derajat dan ketepatan ultrafiltrasi untuk tindakan.

d. Berikan cairan pengganti sesuai instruksi dan indikasi.

e. Periksa kadar kalsium, natrium, kalium, CO2 pradialisis.

2. Kurang pengetahuan b.d penyakit dan kebutuhan untuk dialysis

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang fungsi ginjal dan alas

an dialysis.

Page 15: ASKEP HEMODIALISA ULIN

13

b. Kaji kesiapan untuk belajar.

c. Berikan informasi yang sesuai untuk kesiapan dan kemampuan belajar

termasuk alas an pasien kehilangan fungsi ginjal: tanda dan gejala yang b.d

kehilangan fungsi ginjal.

d. Berikan dorongan untuk mengungkapkan perasaan takut dan ansietas.

3. Ketidakberdayaan b.d perassan kurang kontrol,ketergantungan pada dialysis, sifat

kronis penyakit.

Intervensi :

a. Mendiskusikan perasaan pasien,meyakinkan bahwa perasaan tersebut

normal.

b. Beri dukungan pasien dan keluarga.

c. Bantu pasien untuk tetap terorientasi terhadap realitas,untuk tetap optimis

bahwa fungsi ginjal akan pulih normal bila keadaannya memungkinkan.

4. Resiko tinggi untuk cidera b,d akses vascular dan komplikasi sekunder terhadap

penusukan dan pemeliharaan akses vascular, emboli udara,ketidaktepatan

konsentarsi / suhu dialisat.

Intervensi :

a. Mempertahankan lingkungan steril selama pemasukan kateter.

b. Melakukan radiografi dada setelah pemasukan kateter kevena subklavia.

c. Amati tanda pneumothorak, ketidakteraturan jantung, perdarahan hebat, dan

periksa bunyi nafas bilateral.

d. Ganti balutan kateter secara rutin sesuai kebijakan unit.

e. Pastikan bahwa detektor udara telah terpasang dan berfungsi baik selama

dialisis.

Page 16: ASKEP HEMODIALISA ULIN

14

DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses

keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:

Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC,

Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih

bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan

Keperawatan untuk perencanaan dan

pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,

Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi III, BP FKUI

Jakarta.

Hudak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II,

Jakarta, EGC.

Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and

Treatment, first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los

Angeles

Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care,

available on:www.Us.Elsevierhealth.com

IIOWA Outcomes Project, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition, Mosby Year Book, USA.

McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA

Nanda, 2009, Nursing Diagnosis Deffinition and Classification, Mosby year

Book. USA

Soeparman & Waspadji, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi 3,

FKUI, Jakarta

http://www.med.umich.edu/1libr/aha/aha_hemodial_art.htm

Page 17: ASKEP HEMODIALISA ULIN

15

LAPORAN PEDAHULUAN

SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)

A. Definisi

Sistemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit auto imun yang kronik

dan menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala penyakit ini dapat

bermacam-macam, dapat bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu

angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit untuk

diperoleh. (Price A. Sylvia, 2006)

Lupus Eritematos Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang melibatkan

berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat. Pada

keadaan awal, sering sekali sukar dikenal sebagai LES, karena manifestasinya sering

tidak terjadi bersamaan. (Mansjoer Arif, 2001)

Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang ditandai

dengan peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit

kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya. (www.medicastrore.com)

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Systemic Lupus Eritematosus

(SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang berbagai system tubuh dengan

manifestasi klinis yang bervarisi.

B. Etiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan

peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh

kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan

penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya

matahari, luka bakar termal).

Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi

dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. Sistem imun tubuh kehilangan

kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri.

Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus.

Antibody ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan

penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan.

Page 18: ASKEP HEMODIALISA ULIN

16

Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan

tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem

pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan

menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan

tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun.

Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya

dimengerti tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan keturunan. Beberapa faktor

lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:

Infeksi

Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)

Sinar ultraviolet

Stres yang berlebihan

Obat-obatan tertentu

Hormon.

Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita

oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita,

meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita.

Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering

menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi

dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen)

mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab yang

pasti dari lebih tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi,

masih belum diketahui.

Faktor Resiko terjadinya SLE

1. Faktor Genetik

Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria

dewasa

Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun

Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering dalam keluarga

yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut

2. Faktor Resiko Hormon

Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini.

3. Sinar UV

Page 19: ASKEP HEMODIALISA ULIN

17

Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif,

sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan

sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara

sistemik melalui peredaran pebuluh darah

4. Imunitas

Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T

5. Obat

Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam

jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus

Erythematosus atau DILE).

Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :

a) Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin,

prokainamid, dan isoniazid

b) Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan

kuinidin

c) Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotic dan

griseofurvin

6. Infeksi

Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini

kambuh setelah infeksi

7. Stres

Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan

akan penyakit ini.

C. Patosisiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan

peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh

kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan

penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya

matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid,

isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan

seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau

obat-obatan.

Page 20: ASKEP HEMODIALISA ULIN

18

Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel

T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan

jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang antibodi

tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. (Smeltzer and Suzane, 2001)

D. Manifestasi Klinis

Otot dan kerangka tubuh

Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita

artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari tangan, tangan,

pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering

merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut.

Kulit

Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung.

Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari. Ruam yang

lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari.

Ginjal

Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-sel

ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang

menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani

dialisa atau pencangkokkan ginjal.

Sistem saraf

Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan

adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian

manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma

otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa

terjadi.

Darah

Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan

darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru.

Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor

pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi

anemia akibat penyakit menahun.

Page 21: ASKEP HEMODIALISA ULIN

19

Jantung

Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis

maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan

tersebut.

Paru-paru

Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura

(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut

sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan

suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk menandai

terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3) untuk

mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan.

1. Pemeriksaan Autoantibodi

Antibody Prevalen

si %

Antigen yang

Dikenali Clinical Utility

Antinuclear

antibodies

(ANA)

98 Multiple nuclear Pemeriksaan skrining terbaik; hasil

negative berulang menyingkirkan SLE

Anti-dsDNA 70 DNA (double-

stranded)

Jumlah yang tinggi spesifik untuk SLE

dan pada beberapa pasien berhubungan

dengan aktivitas penyakit, nephritis, dan

vasculitis.

Anti-Sm 25 Kompleks

protein pada 6

jenis U1 RNA

Spesifik untuk SLE; tidak ada korelasi

klinis; kebanyakan pasien juga memiliki

RNP; umum pada African American

dan Asia dibanding Kaukasia.

Anti-RNP 40 Kompleks

protein pada U1

RNAγ

Tidak spesifik untuk SLE; jumlah besar

berkaitan dengan gejala yang overlap

dengan gejala rematik termasuk SLE.

Anti-Ro (SS-

A)

30 Kompleks

Protein pada hY

Tidak spesifik SLE; berkaitan dengan

sindrom Sicca, subcutaneous lupus

Page 22: ASKEP HEMODIALISA ULIN

20

Antibody Prevalen

si %

Antigen yang

Dikenali Clinical Utility

RNA, terutama

60 kDa dan 52

kDa

subakut, dan lupus neonatus disertai

blok jantung congenital; berkaitan

dengan penurunan resiko nephritis.

Anti-La (SS-

B)

10 47-kDa protein

pada hY RNA

Biasanya terkait dengan anti-Ro;

berkaitan dengan menurunnya resiko

nephritis

Antihistone 70 Histones terkait

dengan DNA

(pada

nucleosome,

chromatin)

Lebih sering pada lupus akibat obat

daripada SLE.

Antiphospholi

pid

50 Phospholipids,β2

glycoprotein 1

cofactor,

prothrombin

Tiga tes tersedia –ELISA untuk

cardiolipin dan β2G1, sensitive

prothrombin time (DRVVT);

merupakan predisposisi pembekuan,

kematian janin, dan trombositopenia.

Antierythrocyt

e

60 Membran

eritrosit

Diukur sebagai tes Coombs’ langsung;

terbentuk pada hemolysis.

Antiplatelet 30 Permukaan dan

perubahan

antigen

sitoplasmik pada

platelet.

Terkait dengan trombositopenia namun

sensitivitas dan spesifitas kurang baik;

secara klinis tidak terlalu berarti untuk

SLE

Antineuronal

(termasuk anti-

glutamate

receptor)

60 Neuronal dan

permukaan

antigen limfosit

Pada beberapa hasil positif terkait

dengan lupus CNS aktif.

Antiribosomal

P

20 Protein pada

ribosome

Pada beberapa hasil positif terkait

dengan depresi atau psikosis akibat

lupus CNS

Page 23: ASKEP HEMODIALISA ULIN

21

Catatan: CNS = central nervous system,

CSF= cerebrospinal fluid,

DRVVT = dilute Russell viper venom time,

ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA

karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada

beberapa pasien ANA berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga

pemeriksaan berulang sangat berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi

namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan

kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak ada pemeriksaan

berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan yang berbeda

antara laboratorium sangat tinggi.

Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk

SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel

Crithidia luciliae memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas

tinggi untuk anti-dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih

baik dengan nephritis

2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE

a) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat

pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan

pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan

juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari

kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus

memiliki antibodi ini.

Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam

sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan

untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.

b) Ruam kulit atau lesi yang khas

c) Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis

d) Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura

atau jantung

e) Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein

Page 24: ASKEP HEMODIALISA ULIN

22

f) Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah

g) Biopsi ginjal

h) Pemeriksaan saraf.

F. Penatalaksanaan

Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:

1. Kelompok Ringan

Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan,

dan sakit kepala

Penatalaksanaan untuk SLE derajat Ringan;

a) Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis, perikarditis)

hanya memerlukan sedikit pengobatan.

b) Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan non-steroid

c) Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.

d) Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria

(hydroxycloroquine)

e) Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.

f) Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan

g) Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat

bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun kacamata

2. Kelompok Berat

Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,

trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis

lupus, dan perdarahan paru.

Penatalaksanaan untuk SLE derajat berat;

a) Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia hemolitik,

penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf

pusat) perlu ditangani oleh ahlinya

b) Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai

kelainan organ sasaran yang terkena.

c) Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa

diberikan obat penekan sistem kekebalan

Page 25: ASKEP HEMODIALISA ULIN

23

d) Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan

sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang baik terhadap

kortikosteroid atau yang tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.

3. Penatalaksanaan Umum :

a) Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi,

gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya

mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas

yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup

b) Hindari Merokok

c) Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi

d) Hindari stres dan trauma fisik

e) Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia

f) Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai 15.00

g) Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon

estrogen

4. Pengobatan Pada Keadaan Khusus

a) Anemia Hemolitik

Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan sampai 100-

200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada perbaikan

b) Trombositopenia autoimun

Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon dalam 4

minggu,

ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari

selama 5 hari berturut-turut

c) Perikarditis Ringan

Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat diberikan

prednison 20-40 mg/hari

d) Perkarditis Berat

Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari

e) Miokarditis

Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat dikombinasikan

dengan siklofosfamid

f) Efusi Pleura

Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi pleura/drainase

Page 26: ASKEP HEMODIALISA ULIN

24

g) Lupus Pneunomitis

Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu

h) Lupus serebral

Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan dengan

pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikan metilprednison

pulse dosis selama 3 hari berturut-turut

G. Nursing Care Plan

DIAGNOSA

KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI

Nyeri berhubungan

dengan proses

inflamasi dan

kerusakan jaringan

1. Melaporkan adanya

penurunan tingkat

nyeri

2. Melakukan

aktivitas sehari-hari

tanpa merasa nyeri

1. Kaji lokasi dan tingkat nyeri klien

untuk menentukan rencana tindakan

yang tepat

2. Berikan analgesic sesuai indikasi dan

pantau efek obat

3. Gunakan intervensi untuk

menurunkan nyeri non parmakologi

seperti tekhnik relaksasi napas dalam

Kelemahan

berhubungan dengan

proses penyakit

1. Mampu

melaksanakan

aktivitas utama

2. Mengungkapkan

adanya peningkatan

energi

1. Kaji tingkat energy klien untuk

merencanakan kegiatan harian klien

2. Bantu klien dalam melakukan

aktivitas untuk memenuhi kebutuhan

aktivitas sehari-hari

3. Jelaskan tentang pentingnya

pengalihan energy yang digunakan

untuk meminimalkan jumlah energy

yang dikelauarkan saat beraktivitas

4. Libatkan keluarga dalam menyusun

rencana kegiatan untuk

meningkatkan kesadaran pasien

terhadap dukungan dan pengertian

keluarga terhadap penyakit pasien

5. Ajarkan pasien teknik meditasi

seperti yoga untuk menurunkan

tingkat stress

6. Dorong pasien untuk istirahat teratur

dan sesuai kebutuhan.

Gangguan citra tubuh

berhubungan dengan

perubahan dalam

penampilan fisik

1. Meningkatkan

perhatian dan

partisipasi dalam

perawatan diri

2. Mengungkapkan

pernyataan positif

tentang diri

1. Diskusikan dengan pasien harapan

yang realistis tentang perubahan

fisik untuk membantu pasien

membuat rencana dalam

memaksimalkan potensi fisik dan

meminimalkan masalah yang

mungkin muncul

Page 27: ASKEP HEMODIALISA ULIN

25

DIAGNOSA

KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI

2. Dorong pasien untuk meningkatkan

minat terhadap kebersihan dan

ajarka cara penggunaan kosmetik

secara kreatif karena aktivitas ini

dapat memperbaiki citra tubuh dan

rasa percaya diri pasien

3. Dorong pasien untuk mendiskusikan

perasaan dan hal positif pada diri

pasien untuk menurunkan rasa

isolasi dan gangguan citra tubuh

Kerusakan integritas

kulit berhubungan

sensitivitas cahaya,

ruam kulit, dan

alopecia

1. Membatasi

paparan langsung

sinar matahari

2. Tidak membuka

luka kulit

3. Strategi untuk

melindungi dari

alopecia

1. Kaji dan monitor lokasi dan

kemajuan dari ruam untuk

merencakan tindakan yang sesuai

2. Berikan terapi medikasi sesuai

indikasi untuk mengontrol maifestasi

kulit

3. Pertahankan kulit bersih dan kering

untuk mencegah infeksi sekunder

4. Diskusikan kebutuhan untuk

membatasi paparan sinar matahari

langsung dan gunakan krim atau

pakaian pelindung dari cahaya

matahari langsung saat berada di luar

ruangan

Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan

kelemahan dan

kelelahan

1. Mengungkapkan

kepuasan akan pola

aktivitas

2. Mengukur tingkat

toleransi terhadap

aktivitas

1. Monitor tanda-tanda vital saat

ambulasi karena peningkatan nadi

dan pernafasan mengindikasikan

kebutuhan pasien untuk istirahat

2. Ukur tingkat aktivitas dan berikan

waktu istirahat diantara aktivitas

3. Dorong pasien untuk mengkaji

jadwal kegiatan untuk meningkatkan

rasa control dan kerjasama dalam

menentukan rencana kegiatan

4. Berikan istirahat bedrest menjelang

eksaserbasi untuk mengumpulkan

energy pada saat aktivitas

5. Berikan latihan ROM setiap 4 jam

untuk mencegah kontraktur otot

6. Dorong pasien untuk mengguakan

alat bantu untuk menghemat energy.

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan dengan

anorexia, kelemahan,

1. Mempertahankan

berat badan normal

2. Mempertahankan

jumlah dan kualitas

asupan makanan

1. Kaji makanan yang disukai pasien da

masukan kedalam rencana makan

pasien apabila memungkinkan untuk

mempertahan intake yang adekuat

2. Tawarkan makan sedikit tapi sering

Page 28: ASKEP HEMODIALISA ULIN

26

DIAGNOSA

KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI

dan efek medikasi untuk memenuhi

kebutuhan sehari-

hari

3. Berikan perawatan oral hygiene

sebelum dan setelah makan untuk

meningkatkan kenyamanan dan

mencegah terjadinya perlukaan pada

oral

4. Pantau hasil laboratorium seperti Hb,

elektrolit, dan kadar protein karena

nilai yang rendah dapat

mengindikasikan intake yang tidak

adekuat

5. Anjurkan keluarga untuk membawa

makanan favorit pasien untuk

meningkatkan asupan makanan dan

sebagai wujud perhatian dan kasih

sayang terhadap pasien

Page 29: ASKEP HEMODIALISA ULIN

27

REFERENSI

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Agung

Waluyo. Jakarta : EGC

Price, Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Alih

bahasa brahm. Jakarta : EGC

Lewis, Sharon Mantik. 2000. Medical Surgical Nursing 5th

Edition 2nd

Volume. United States

of America : Mosby, Inc.

Isbagio Hary, dkk. 2006. Lupus Eritematosus Sistemik. Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. FKUI :

Jakarta. 1214-1221

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Media

Aesculapius FKUI

A. Charter, Michael. 2005. Lupus Eritematosus Sistemik. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit volume 2,edisi 6. EGC : Jakarta. 1392-1395. 1-6

American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on systemic lupus erythematosus

guidelines.Arthritis Rheum 1999;42(9):1785-96.

Van Vollenhoven RF, Engleman EG, McGuire JL. Dehydroepiandrosterone in systemic

lupuserythematosus:result of a double blind,placebo-controlled,randomized clinical

trial. Arthritis Rheum 1995;38:1826-31

Sidabutar, R.P. 1995. Lupus Eritematosus Sistemik dan Nefritis Lupus. Simposium Nasional

LES. Jakarta

www.medicastore.com