8
RESUME ULUMUL HADIS Pembagian Hadis dari Segi Kualitas Dosen Pengampu : Edi Bachtiar, M.Ag Disusun Oleh : SULISTIYANI NIM : 412088 DAKWAH ELK BPI

Pembagian Hadis dari Segi Kualitas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pembagian Hadis dari Segi Kualitas

RESUMEULUMUL HADIS

Pembagian Hadis dari Segi Kualitas

Dosen Pengampu :Edi Bachtiar, M.Ag

Disusun Oleh :

SULISTIYANI

NIM : 412088

DAKWAH ELK BPI

BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAMFAKULTAS DAKWAH

Page 2: Pembagian Hadis dari Segi Kualitas

2012 / 2013PEMBAGIAN HADIS DARI SEGI KUALITAS

Pembagian hadis dari segi kualitas tidak terlepas dari pembahasan hadis ditunjau dari segi kuantitasnya, yaitu Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad. Dari persoalan ini, maka para ulama ahli hadis membagi hadis ditinjau dari segi kualitasnya, menjadi dua yaitu Hadis Maqbul dan Hadis Mardud.

A.   Hadis MaqbulMaqbul menurut bahasa berarti ma’khuz (yang diambil) dan mushaddaq (yang dibenarkan atau diterima). Adapun menurut istilah adalah “Hadis yang telah sempurna padanya, syarat-syarat penerimaan”.Suatu hadis menjadi hadis yang maqbul, ketika syarat-syarat penerimaannya terpenuhi, yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil lagi dhabit, serta keberadaan matannya tidak syadz dan tidak juga ber’illat. Apabila ditinjau dari segi kemakmurannya, maka hadis maqbul dapat dibagi menjadi 2, yakni:

1. Hadis Maqmulun bih, adalah hadis maqbul yang dapat diamalkan, di antaranya:

Hadis Muhkam, yaitu hadis yang tidak mempunyai perlawanan Hadis Mukhtalif, yaitu dua hadis yang pada lahimya saling berlawanan yang mungkin

dikompromikan dengan mudah Hadis Nasikh Hadis Rajih.

2. Hadis Ghair Ma’mulin bih, ialah hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan, di antaranya:

Hadis Mutawaqaf, yaitu hadis muthalif yang tidak dapat dikompromikan, tidak dapat ditansihkan dan tidak pula dapat ditarjihkan

Hadis Mansukh Hadis Marjuh.

Dari ketentuan di atas, maka hadis Maqbul dapat digolongkan menjadi dua, Hadis Sahih dan Hadis Hasan.

B.   Hadis MardudMardud secara bahasa berarti “yang ditolak” dan “tidak diterima”. Adapun menurut istilah adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat hadis maqbul. Yang dimaksud tidak terpenuhinya syarat tersebut adalah yang terjadi pada sanad dan matan. Oleh karena itu, maka para ulama membagi hadis ini menjadi dua, yaitu Hadis Dha’if dan Maudhu’.

Selanjutnya pembagian hadis ditinjau dari segi diterima atau tidaknya, dibagi menjadi tiga, yaitu : Hadis Sahih, Hasan dan Dha’if. Sebenarnya pembagian ini belum dikenal pada masa abad pertengahan ke-3 Hijriyah, yaitu pada masa 4 Imam Madzhab yang hanya membagi hadis menjadi dua, yaitu Hadis Sahih (Maqbul) dan hadis yang ditolak (Mardud).Ibnu Taymiyah mengemukakan, bahwa pembagian hadis ini menjadi tiga, mulai dikenalkan oleh Abu ‘Isa al-Tirmidzi. Adapun penjelasan tentang pembagian hadis menjadi tiga adalah sebagai berikut :

1. Hadis Sahiha. Pengertian Hadis Sahih

Hadis Sahih adalah hadis yang sanadnya sambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir kepada Rasulullah SAW, atau kepada sahabat atau kepada tabi’in dan bukan hadis yang syadz (kontroversial).

b.  Syarat-syarat Hadis Sahih1.      Sanadnya bersambung, yakni dari awal sampai akhir.2.      Perawinya adil, yakni tidak berat sebelah, tidak zalim, tidak menyimpang, tulus, jujur3.      Perawinya dhabit, yakni mempunyai daya ingatan dengan sempurna

Page 3: Pembagian Hadis dari Segi Kualitas

4.      Tidak syadz (janggal)5.      Tidak ber-illat, yakni tidak cacat, penyakit.

c. Macam-macam Hadis Sahih1. Hadis Sahih Li-Dzatihi, yaitu hadis sahih yang memenuhi secara lengkap syarat-syarat

hadis sahih. 2. Hadis Sahih Li-Ghairihi, yatitu hadis yang keadaan rawi-rawinya kurang hafidh serta

dhabit, tetapi mereka masih terkenal jujur, sehingga karenanya berderajat hasan, kemudian didapati dari jalan lain yang serupa atau lebih kuat yang dapat menutupi kekurangannya tersebut.

d. Kehujjahan Hadis SahihPara ulama sepakat menjadikan hadis sahih sebagai hujjah yang wajib beramal dengannya, dalam penetapan halal atau haramnya sesuatu, tetapi tidak dalam hal yang berhubungan dengan akidah (keyakinan). Dan yang paling penting untuk diketahui adalah martabat hadis sahih tergantung kepada kedhabitan dan keadilan para rawinya. Semakin dhabit dan adil si perawi, maka semakin tinggi pula tingkat kualitas hadis tersebut. Dengan demikian maka semakin kuat untuk dijadikan hujjah.

2. Hadis Hasana. Pengertian Hadis Hasan

At-Tarmidzi mendefinisikan bahwa hadis hasan ialah hadis yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada kejanggalan pada matannya dan hadis itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan yang sepadan maknanya.Sedangkan menurut Ibnu Hajar, Hadis Hasan adalah hadis yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang sedikit kedhabitannya, bersambung-sambung sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW. dan tidak mempunyai ‘illat serta syadz.Adapun menurut Jumhur Muhadditsin adalah hadis yang dinukilkan oleh seorang adil, tetapi tidak begitu kokoh ingatannya. Serta bersambung sanadnya dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya.Jadi dari definisi-definisi di atas, dapat dikatakan bahwa hadis hasan hampir sama dengan hadis sahih, yang membedakan hanya dalam soal ingatan perawi, di mana daya hafalnya kurang sempurna.

b. Syarat-syarat Hadis Hasan1.      Sanadnya bersambung2.      Perawinya adil3.      Perawinya dhabit, tetapi kurang sempurna (di bawah perawi hadis sahih)4.      Tidak ada kejanggalan5.      Tidak ada illat.

c. Macam-macam Hadis Hasan1.  Hadis Hasan Li-Dzatihi, adalah hadis yang memenuhi segala syarat-syarat hadis hasan. 2.  Hadis Hasan Li-Ghairihi, adalah hadis yang di bawah derajat hasan, yang kemudian naik ke tingkat hadis hasan, disebabkan karena ada hadis lain yang menguatkannya. Tetapi untuk hadis dha’if yang rawinya dikenal pendusta atau fasiq, sekalipun dikuatkan hadis lain, maka tidaklah hilang kedha’ifannya.

d. Kehujjahan Hadis HasanPara ulama mengatakan bahwa kehujjahan Hadis Hasan ini sama seperti hadis sahih, adapun berhujjah kepada Hadis Hasan Li-Ghoirihi, jika kekurangannya dapat di minimalisir atau ditutupi oleh banyaknya riwayat lain, sah berhujjah dengannya.

3. Hadis Dha’ifa. Pengertian

Secara bahasa kata dha’if artinya lemah. Secara istilah, Hadis Dha’if adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan.

Page 4: Pembagian Hadis dari Segi Kualitas

b. Sebab-sebab Hadis Dha’if tertolak1) Sanad hadis, yang meliputi :

                     - Ada kecacatan pada para rawinya, baik dalam keadilannya maupun kedhabitannya.                     -   Sanadnya tidak bersambung

2). Macam hadis, yang meliputi :                      -   Hadis Mauquf                      -   Hadis Maqthu’

c. Macam-macam Hadis Dha’if1).  Pada sanadnya

a).  Dha’if karena tidak bersambung sanadnya(1). Hadis Munqathi’ yaitu hadis yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih,

atau disebutkan pada sanadnya nama seseorang yang tidak dikenal. Pengertian di sini bukanlah rawi ditingkat sahabat, tetapi minimal gugur seorang tabi’in.                              

(2). Hadis Mu’allaq yaitu hadis yang rawinya digugurkan seorang atau lebih di awal sanadnya secara berturut-turut.

(3). Hadis Mursal yaitu hadis yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud dengan gugur di sini, ialah nama sanad yang terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat adalah orang yang pertama menerima hadis dari Rasul. Adapun mursal ada dua macam, yaitu :-   Mursal al-jali, nama yang tidak disebutkan dilakukan oleh tabi’in besar-    Mursal al-khafi, yaitu pengguguran nama sahabat yang dilakukan oleh tabi’in yang masih kecil.

(4). Hadis Mu’dhal yaitu hadis yang gugur dua orang sanadnya atau lebih, secara berturut-turut.

(5). Hadis Mudallas yaitu hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadis tersebut tiada bernoda. Dalam hadis ini rawi menggugurkan rawi yang lain dengan maksud agar aib dan kelemahan suatu hadis dapat ditutupi. Orang yang melakukan disebut Mudallis, perbuatannya disebut tadlis.

                    b)   Dha’if karena tiadanya syarat adil

(1). Hadis Al-Maudhu’ adalah hadis yang dibuat-buat. Para ulama memberikan batasan, hadis maudhu’ adalah hadis yang bukan dari hadis Rasulullah SAW. Tetapi disandarkan oleh seseorang secara dusta dan sengaja kepada Rasulullah.

(2). Hadis Matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh pernah berdusta (baik itu berkenaan dengan hadis atau masalah yang lain) atau tertuduh pernah berbuat maksiat, atau lalai, atau banyak ragu.

(3). Hadis Mungkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah yang menyalahi (berlawanan) dengan rawi yang lain yang lebih kuat (kepercayaan).

c).  Dhaif karena tiadanya Dhabit(1). Hadis Mudroj yaitu hadis yang menampilkan (redaksi) tambahan, padahal itu

bukan dari bagian hadis, atau yang dimasuki sisipan. Sisipan itu bisa terjadi pada sanad, atau matan dan atau keduanya.

(2). Hadis Maqlub yaitu hadis yang terjadi pemutarbalikan pada matannya atau pada nama rawi dalam sanadnya atau juga penukaran suatu sanad untuk matan yang lain. Tertukarnya hadis ini, bisa terjadi pada matannya dan juga bisa terjadi pada sanadnya. Dan hadis ini tidak dibenarkan dalam periwayatan, karena akan mengakibatkan perubahan maksud juga makna hadis tersebut.

(3). Hadis Mudhtharib yaitu hadis yang diriwayatkan dengan bentuk yang berbeda-beda, padahal diriwayatkan oleh satu rawi, dua atau lebih, atau juga dari dua rawi atau lebih yang berdekatan (dan tidak bisa ditarjih)

(4). Hadis Mushahhaf dan Muharraf      Hadis Mushahhaf adalah terjadinya perubahan redaksi hadis dan maknanya.

sedangkan Muharraf adalah hadis yang perbedaannya terjadi karena disebabkan

Page 5: Pembagian Hadis dari Segi Kualitas

oleh perubahan syakal kata dengan masih tetapnya bentuk tulisannya. Perbedaan kedua hadis ini bisa terjadi di matan atau di sanadnya.

d). Dhaif karena kejanggalan dan kecacatan(1). Hadis Syadz yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang yang magbul, tetapi

bertentangan (matannya) kepada periwayatan dari orang lain yang kualitasnya lebih utama.

(2). Hadis Mu’allal yaitu hadis yang diketahui illatnya setelah dilakukan penelitian serta penyelidikan, walupun pada lahirnya nampak selamat dari kecacatan. 

2).   Dha’if dari segi matana).  Hadis Mauquf adalah hadis yang diriwayatkan dari para sahabat, baik itu berupa

perkataan atau perbuatan juga taqrirnya, baik periwayatannya itu bersambung atau tidak. Atau dengan pengertian lain, hadis yang disandarkan kepada sahabat.

b). Hadis Maqthu’ adalah hadis yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya, baik perkataan atau perbuatannya. Dengan kata lain, yaitu perkataan atau perbuatan tabi’in.

d. Kemungkinan Hadis Dha’if menjadi HasanHadis Dha’if bisa naik derajatnya menjadi Hadis Hasan (Li-Ghairihi) bila satu riwayat dengan yang lainnya sama-sama saling menguatkan.

e. Penerimaan dan pengamalan Hadis Dha’ifAdapun Imam Bukhari, Imam Muslum serta Abu Bakr ibn Al-‘Araby berpendapat menolak secara muthlak hadis dha’if ini baik dalam penetapan hukum, aqidah serta fadhoil al-‘amal.Tetapi menurut Imam Abu Hanifah, Al-Nasa’i serta Abu Daud membolehkan beramal dengan hadis dha’if ini secara mutlak. Alasan mereka hadis dha’if ini lebih disukai dibandingkan mendasarkan pendapatnya kepada akal pikiran atau juga qiyas. Sedangkan Abd Al-Rahman ibn Almandy dan Abdullah ibn Al-Mubarok serta Ahmad ibn Hambal menerima pengamalan hadis dha’if sebatas fardhoil al-‘amal.Sementara Al-Suyuthi berpendapat memperbolehkan beramal dengan hadis dha’if dalam masalah hukum dengan maskdu ikhtiyah.

                                 

KESIMPULAN

Hadis ditinjau dari segi kualitasnya dibagi menjadi dua, yaitu Hadis Maqbul (yang diterima) dan Hadis Mardud (yang ditolak). Kemudian selanjutnya dilihat dari diterima dan ditolaknya hadis tersebut, maka dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :1.      Hadis Sahih2.      Hadis Hasan3.      Hadis Dha’ifDari ketiga macam hadis tersebut, yang paling tinggi tingkatannya adalah Hadis Sahih dan wajib mengamalkannya. Kemudian disusul Hadis Hasan, dimana pengamalannya wajib meskipun tingkat kewajibannya di bawah Hadis Sahih. Sedangkan yang terakhir adalah Hadis Dha’if, dimana pengamalannya tidak diperbolehkan menurut kesepakatan para ulama hadis, meskipun ada beberapa ulama yang berbeda pendapat tentang memperbolehkan pengamalannya.

REFERENSI

 Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002

http://www.sarjanaku.com/2010/10/hadits-dari-segi-kedudukan-dalam-hujjah.html