Upload
others
View
63
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
i
TUGAS AKHIR (613423A)
PEMANFAATAN LIMBAH SLAG ALUMINIUM SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON NORMAL (STUDI KASUS : KAWASAN HOME INDUSTRY KECAMATAN SUMOBITO) Balqis Ramadhani NRP. 1015040007 DOSEN PEMBIMBING: DENNY DERMAWAN, S.T., M.T. MOCH. LUQMAN ASHARI, S.T., M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
i
TUGAS AKHIR (613423A)
PEMANFAATAN LIMBAH SLAG ALUMINIUM SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON NORMAL (STUDI KASUS : KAWASAN HOME INDUSTRY KECAMATAN SUMOBITO) Balqis Ramadhani NRP. 1015040007 DOSEN PEMBIMBING: DENNY DERMAWAN, S.T., M.T. MOCH. LUQMAN ASHARI, S.T., M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
ii
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
iii
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR
PEMANFAATAN LIMBAH SLAG ALUMINIUM SEBAGAI SUBSTITUSI
SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON NORMAL (STUDI KASUS :
KAWASAN HOME INDUSTRY KECAMATAN SUMOBITO)
Disusun Oleh:
Balqis Ramadhani
NRP 1015040007
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan
Program Studi D4 Teknik Pengolahan Limbah
Jurusan Teknik Permesinan Kapal
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
Disetujui oleh Tim penguji Tugas Akhir Tanggal Ujian : 2 Juli 2019
Periode Wisuda : September 2019
Menyetujui,
Dosen Penguji NIDN Tanda Tangan
1. Denny Dermawan, S.T., M.T. (0008047607) (…………..……)
2. Moch. Luqman Ashari, S.T., M.T. (0025078003) (……………..…)
3. Ulvi Pri Astuti, S.T., M.T. (0028109001) (………………..)
4. Mochammad Choirul Rizal, S.T., M.T. (0027078702) (………………..)
Dosen Pembimbing NIDN Tanda Tangan
1. Denny Dermawan, S.T., M.T. (0008047607) (…………………)
2. Moch. Luqman Ashari, S.T., M.T. (0025078003) (…………………)
Mengetahui
Koordinator Program Studi,
Denny Dermawan, S.T., M.T.
NIP. 197604082009121001
Menyetujui
Ketua Jurusan,
George Endri Kusuma, S.T., M.Sc.Eng.
NIP. 197605172009121003
iv
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
N
o Date
Rev
Page
: :
:
:
F.WD I.021 3 Nopember 2015
01
1 dari 1
LEMBAR BEBAS PLAGIAT
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Balqis Ramadhani
NRP. : 1015040007
Jurusan/Prodi : Teknik Permesinan Kapal/D4 Teknik Pengolahan Limbah
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :
Tugas Akhir yang akan saya kerjakan dengan judul :
“PEMANFAATAN LIMBAH SLAG ALUMINIUM SEBAGAI SUBSTITUSI
SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON NORMAL (STUDI KASUS :
KAWASAN HOME INDUSTRY KECAMATAN SUMOBITO)”
Adalah benar karya saya sendiri dan bukan plagiat dari karya orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah tersebut, maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.
Surabaya, 2 Juli 2019
Yang membuat pernyataan,
(Balqis Ramadhani)
NRP. 1015040007
vi
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala berkat,
rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
Tugas Akhir dengan judul “Pemanfaatan Limbah Slag Aluminium sebagai
Substitusi Semen dalam Pembuatan Beton Normal (Studi Kasus : Kawasan Home
Industry Kecamatan Sumobito)” yang disusun sebagai persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan program Diploma IV Teknik Pengolahan Limbah di
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Penulis berharap agar tugas akhir ini
dapat memberi manfaat serta pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca
mengenai pengolahan limbah B3 dengan teknik solidifikasi.
Dalam penyusunan tugas akhir ini tentunya penulis tidak terlepas dari
berbagai pihak yang memberikan bimbingan, kepercayaan, doa, dan dukungan
berupa tenaga, pikiran, materi maupun moril hingga terselesaikannya laporan
tugas akhir ini. Pihak-pihak yang telah memberikan banyak kontribusi khususnya
:
1. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., F.RINA selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
2. Bapak George Endri Kusuma, S.T., M.Sc.Eng. selaku Ketua Jurusan
Teknik Permesinan Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
3. Bapak Denny Dermawan, S.T., M.T. selaku Koordinator Program Studi
D4 Teknik Pengolahan Limbah Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
serta Dosen Pembimbing I Tugas akhir penulis yang telah memberikan
bimbingan dan masukan yang sangat bermanfaat dan telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Bapak Moch. Luqman Ashari, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing II
Tugas akhir penulis yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan
membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir serta memberikan
masukan- masukan yang sangat bermanfaat demi kemajuan tugas akhir
penulis.
5. Ibu Ulvi Pri Astuti, S.T., M.T. dan Bapak Mochammad Choirul Rizal,
S.T., M.T. selaku dosen penguji Tugas Akhir penulis yang telah
memberikan bimbingan dan koreksi dari pengajuan hingga penyelesaian
tugas akhir.
6. Ibu Tanti Utami Dewi, S.Si., M.Sc selaku Koordinator Tugas Akhir
Program Studi D4 Teknik Pengolahan Limbah Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
7. Dosen-dosen Program Studi D4 Teknik Pengolahan Limbah yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
8. Seluruh Dosen dan Karyawan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,
terimakasih atas dukungan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis,
selama penulis menyelesaikan pendidikan di prodi D4 Teknik Pengolahan
Limbah Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
viii
9. Bapak Ridho Bayuaji, S.T., M.T., Ph.D. selaku Kepala Laboratorium
Material dan Struktur Gedung, Kampus ITS Manyar, Surabaya serta
seluruh staff di Laboratorium tersebut, yang telah memberi pengalaman,
ilmu, bantuan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.
10. Bapak Bambang beserta karyawan selaku pemilik salah satu tempat
peleburan logam aluminium bekas di Kawasan Home Industry Desa
Bakalan, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang yang telah
memberikan dukungan besar dalam pengerjaan tugas akhir penulis.
11. Kedua orang tua penulis yaitu Ayah Widayat dan Mama Siti Maslakhah,
Mbak Silvi, Neng Ema, seluruh keluarga besar Bani Kaswadi dan Bani
Sardjoeni yang tiada henti selalu mendoakan, memberikan dukungan baik
moriil maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
12. Mas Wachid yang selalu memberikan motivasi, semangat, bantuan tenaga
dan waktu serta doa untuk penulis dalam menyelesaikan Tugas akhir.
13. Deva Ratrika, sahabat yang sudah seperti saudara penulis yang selalu
menjadi pendengar dan cermin terbaik bagi penulis khususnya dalam
proses hingga penyelesaian Tugas Akhir.
14. Keluarga Kontrakan E 47B, Yuyun, Mama Ned, yang selalu medukug
dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan Tugas akhir.
15. Citra Eripramita Y., Anis Rosyida, Nedya Nayaka S., Istina Nisa’adzini,
Nadya Ayu A., Dian Qoriati, Ahmad Randi T., Aditya K.P., Kurniawan
A. S., Rizal Hardiansyah, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
membantu serta bertukar fikiran dengan penulis ketika kesulitan dalam
masa On The Job Training dan menyelesaikan Tugas Akhir.
16. Teman-teman seperjuangan D4 Teknik Pengolahan Limbah 2015 yang
saling mendoakan, memberikan motivasi dan cinta hingga penulis mampu
menyelesaikan pendidikan D4 Teknik Pengolahan Limbah. Terimakasih
atas segalanya selama 4 tahun ini.
17. Teman-teman Desa Janti, DK SCOUTNEMA, PRAMANA, RPPSN, dan
seluruh pihak yang telah mendoakan dan mendukung penulis dengan cara
apapun, terimakasih atas kebaikan kalian, semoga kebaikan teman-teman
semua dibalas berkali lipat oleh Allah.
Tugas akhir ini tentunya masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun atas ketidaksempurnaan penyusunan
Tugas akhir ini sangat penulis harapkan. Semoga Tugas akhir ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda
kepada semua orang yang telah berjasa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Surabaya, 28 Juni 2019
Balqis Ramadhani
ix
PEMANFAATAN LIMBAH SLAG ALUMINIUM SEBAGAI
SUBSTITUSI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON
NORMAL (STUDI KASUS : KAWASAN HOME INDUSTRY
KECAMATAN SUMOBITO)
Balqis Ramadhani
ABSTRAK
Peleburan logam bekas aluminium di kawasan home industry Kecamatan
Sumobito, Kabupaten Jombang menghasilkan limbah slag sebanyak 70% dari
bahan baku. Limbah disalahgunakan warga sebagai penguruk jalan hingga tanggul
untuk mencegah banjir kiriman, namun limbah berdampak buruk bagi kesehatan
dan lingkungan. Limbah slag mengandung Al2O3 yang berpotensi menjadi
material penyusun semen. Penelitian bertujuan memanfaatkan limbah slag
aluminium sebagai material pengganti semen. Penelitian diawali dengan
karakterisasi SEM-EDX, ICP, dan XRD; pengujian kualitas material dan
perencanaan campuran berdasarkan SNI 03-2834-2000, pengujian final setting
time, pengujian kuat tekan, pengujian statistik, dan pengujian kandungan B3
akhir. Hasil analisa SEM-EDX, ICP, dan XRD limbah slag berukuran 10-55m
mengandung unsur Al, Na, Cl, K, F, Si, Mg, Ca, Fe, Cu, N didominasi Al2O3
sebanyak 20%. Pengujian kualitas material memenuhi standar, kecuali kadar
lumpur kerikil 8%, sehingga harus dicuci, kebutuhan material untuk satu spesimen
tanpa substitusi limbah 965gr semen, 338gr air, 850gr pasir, dan 1.579gr kerikil.
Nilai setting time akhir semen diuji dengan jarum vicat mengalami kenaikan pada
substitusi limbah 10% dan 11%. Substitusi limbah berpengaruh secara signifikan
pada kuat tekan beton yang diuji dengan Kruskal-Wallis. Uji kandungan B3 akhir
dengan ICP menunjukkan Cu 10,3 ppm dan F 5,5 ppm yang memenuhi baku mutu
TCLP.
Kata kunci: slag aluminium, kecamatan sumobito, beton, ICP, Kruskal-Wallis
x
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
xi
THE USE OF ALUMINUM SLAG WASTE AS CEMENT
SUBSTITUTION ON NORMAL CONCRETE PRODUCTION
(CASE STUDY : HOME INDUSTRY AREA IN SUMOBITO
SUBDISTRICT)
Balqis Ramadhani
ABSTRACT
The smelting of aluminum scrap metal in home industry area of Sumobito
Subdistrict, Jombang Regency produces 70% of slag waste from raw materials.
Waste is misused by residents as roadblocks and dikes to prevent flood, but waste
has a negative impact on health and environment. Slag waste contains Al2O3
which has the potential to become a cement building material. The research aims
to utilize aluminum slag waste as a cement replacement material. The study
begins with characterization using SEM-EDX, ICP, and XRD; material quality
and mix design based on SNI 03-2834-2000, final setting time test, compressive
strength test, statistical test, and final hazardous content test. The results of SEM-
EDX, ICP, and XRD analyze slag sized 10-55m containing Al, Na, Cl, K, F, Si,
Mg, Ca, Fe, Cu, N were dominated by 20% of Al2O3. Material quality meets
standards except gravel sludge content so it must be washed, material
requirements for one specimen without waste substitution are 965gr cement,
338gr water, 850gr sand, and 1,579gr gravel. The final setting time value was
tested with vicat needles increase in 10% and 11% waste substitution. Waste
substitution has a significant effect on concrete compressive strength tested with
Kruskal-Wallis. The final hazardous content tested with ICP showed Cu 10.3ppm
and F 5.5ppm which met TCLP standards.
keywords: aluminum slag, sumobito subdistrict, concrete, ICP, Kruskal-Wallis
xii
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii
LEMBAR BEBAS PLAGIAT ........................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... ix
ABSTRACT ......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xixi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................... 3
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Tugas Akhir .................................................................................................. 4
1.5 Batasan Masalah ......................................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7
2.1 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ........................................................ 7
2.1.1. Mudah Meledak................................................................................................ 7
2.1.2. Mudah Menyala................................................................................................ 7
2.1.3 Reaktif ............................................................................................................... 8
2.1.4 Infeksius ............................................................................................................. 9
2.1.5 Korosif .............................................................................................................. 10
2.1.6 Beracun ............................................................................................................ 11
2.2 Limbah Slag Aluminium .................................................................................... 11
2.3 Pengujian Karakteristik Limbah Slag Aluminium .............................................. 13
2.3.1. Pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) dan EDX (Energy Dispersive
X-Ray) ............................................................................................................... 13
2.3.2.Pengujian Kadar dengan ICP (Inductivity Coupled Plasma) dan AAS (Atomic
Absorption Spectroscopy) .................................................................................. 14
2.3.3 Pengujian Kadar dengan Gravimetri ................................................................ 15
xiv
2.4 Beton ................................................................................................................... 16
2.5 Bahan Penyusun Beton ........................................................................................ 17
2.6 Pengujian Material............................................................................................... 20
2.6.1 Pengujian Sifat Fisis Material .......................................................................... 20
2.7 Perencanaan Campuran Beton ............................................................................. 26
2.7.1. Penetapan Kuat Tekan yang Disyaratkan ........................................................ 26
2.7.2. Penetapan Kuat Tekan Rata-Rata .................................................................... 26
2.7.3. Penetapan Jenis Semen .................................................................................... 27
2.7.4. Penetapan Jenis Agregat .................................................................................. 27
2.7.5. Penetapan Faktor Air Semen ........................................................................... 27
2.7.6. Penetapan Faktor Air Semen Maksimum ........................................................ 29
2.7.7. Slump ............................................................................................................... 30
2.7.8. Penetapan Kadar Air Bebas ............................................................................. 31
2.7.9. Perhitungan Jumlah Semen ............................................................................. 31
2.7.10. Perhitungan Jumlah Semen Minimum .......................................................... 31
2.7.11. Penentuan Susunan Besar Agregat Halus ...................................................... 31
2.7.12. Penentuan Susunan Besar Agregat Kasar ...................................................... 32
2.7.13. Penentuan Persen Agregat Halus terhadap Agregat Total ............................. 32
2.7.14. Perhitungan Berat Jenis Campuran Agregat .................................................. 32
2.7.15. Penentuan Berat Isi Beton Segar ................................................................... 34
2.7.16. Perhitungan Kandungan Kebutuhan Agregat Total ....................................... 35
2.7.17. Perhitungan Kandungan Kebutuhan Agregat Halus dan Kasar ..................... 35
2.7.18. Pemeriksaan dan Koreksi Proporsi Campuran .............................................. 35
2.8 Pengujian Beton................................................................................................... 36
2.9 Pengujian Statistik ............................................................................................... 38
2.10 Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 39
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 43
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 43
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................................... 44
3.3. Data Penelitian.................................................................................................... 45
3.4. Variabel Penelitian ............................................................................................. 45
3.5. Persiapan Uji ..................................................................................................... 47
3.5.1. Persiapan Alat ................................................................................................. 47
xv
3.5.2. Persiapan Bahan ............................................................................................. 47
3.6. Pembuatan dan Perawatan Benda Uji ..................................................................... 48
3.7. Proses Pengujian ..................................................................................................... 51
3.7.1. Pengujian Karakteristik Limbah Slag Aluminium .......................................... 51
3.7.2. Pengujian pH Limbah Slag Aluminium .......................................................... 51
3.7.3. Pengujian Sifat Fisik Material ......................................................................... 51
3.7.4. Pengujian Konsistensi Semen, Setting Time, dan Slump ................................. 52
3.7.5. Pengujian Kuat Tekan Beton ........................................................................... 55
3.7.6. Pengujian Kandungan Akhir ........................................................................... 56
3.8 Diagram Alir Penelitian ........................................................................................ 57
3.9. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 62
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 63
4.1 Hasil Pengujian Karakteristik Limbah Slag Aluminium ..................................... 63
4.1.1 Hasil Pengujian SEM-EDX Limbah Slag Aluminium ..................................... 63
4.1.2 Hasil Pengujian SEM-EDX Limbah Slag Aluminium ..................................... 67
4.1.3 Hasil Pengujian SEM-EDX Limbah Slag Aluminium ..................................... 67
4.2 Hasil Pengujian Sifat Fisik Material dan Mix Design ......................................... 67
4.2.1 Hasil Pengujian Sifat Fisik Material ................................................................ 67
4.2.2 Mix Design ....................................................................................................... 68
4.3 Hasil Pengujian Waktu Ikat Semen (Setting Time) ............................................. 75
4.3.1 Pengujian Konsistensi Semen ......................................................................... 77
4.3.2 Pengujian Waktu Ikat Semen dengan Variasi Limbah ..................................... 78
4.4 Pengaruh Substitusi Limbah Slag terhadap Kuat Tekan ..................................... 84
4.4.1 Hasil Pengujian Kuat Tekan ............................................................................ 86
4.4.2 Hasil Pengujian Statistik .................................................................................. 90
4.5 Hasil Pengujian Kandungan Akhir ...................................................................... 90
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 93
xvi
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perkiraan Kekuatan Tekan Beton (MPa) dengan semen dan agregat
kasar ................................................................................................ 28
Tabel 2.2 Perkiraan Proporsi Campuran berdasarkan Mutu Beton ................. 29
Tabel 2.3 Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan FAS Maksimum untuk
Berbagai Macam Pembetonan dalam Lingkungan Khusus ............ 29
Tabel 2.4 Batas Nilai Slump untuk Berbagai Pekerjaan Beton ....................... 30
Tabel 2.5 Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) ................................................ 31
Tabel 2.6 Gradasi Pasir ................................................................................... 32
Tabel 2.7 Persyaratan Gradasi Agregat Kasar ................................................ 32
Tabel 2.8 Penyebab Utama Variasi Kekuatan ................................................. 37
Tabel 3.1 Rincian Komposisi Benda Uji ........................................................ 44
Tabel 3.2 Data Primer ..................................................................................... 45
Tabel 3.3 Definisi Operasional ....................................................................... 46
Tabel 3.4 Jumlah Lapisan pada Pembuatan Benda Uji ................................... 49
Tabel 3.5 Jumlah Penusukan untuk Benda Uji Silinder .................................. 50
Tabel 3.6 Toleransi Waktu yang Diizinkan .................................................... 55
Tabel 3.7 Diameter Maksimum Permukaan Tekan ......................................... 55
Tabel 3.8 Faktor Koreksi Rasio L/D Benda Uji .................................................. 56
Tabel 3.9 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ...................................................... 62
Tabel 4.1 Hasil Analisa EDX ........................................................................... 64
Tabel 4.2 Hasil Analisa ICP ............................................................................ 65
Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Uji Sifat Fisik Material ...................................... 67
Tabel 4.4 analisa ayakan pasir lumajang ........................................................ 70
Tabel 4.5 Hasil Analisa Gradasi Pasir Lumajang ........................................... 71
Tabel 4.6 Proporsi Campuran ......................................................................... 73
Tabel 4.7 Koreksi Proporsi Campuran ............................................................. 74
Tabel 4.8 Kebutuhan Material.......................................................................... 74
xviii
Tabel 4.9 Kebutuhan Material Tiap Variasi .................................................... 75
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Konsistensi Normal Semen ................................. 76
Tabel 4.11 Waktu Ikat Variasi 1 ...................................................................... 76
Tabel 4.12 Interpolasi waktu ikat awal variasi 1 .............................................. 77
Tabel 4.13 Waktu Ikat Variasi 2 ...................................................................... 77
Tabel 4.14 Interpolasi waktu ikat awal variasi 2 ............................................. 77
Tabel 4.15 Waktu Ikat Variasi 3 ...................................................................... 78
Tabel 4.16 Interpolasi waktu ikat awal variasi 3 ............................................. 78
Tabel 4.17 Waktu Ikat Variasi 4 ...................................................................... 79
Tabel 4.18 Ekstrapolasi waktu ikat awal variasi 4 .......................................... 79
Tabel 4.19 Waktu Ikat Variasi 5 ...................................................................... 79
Tabel 4.20 Ekstrapolasi waktu ikat awal variasi 5 .......................................... 80
Tabel 4.21 Waktu Ikat Variasi 6 ...................................................................... 80
Tabel 4.22 Ekstrapolasi waktu ikat awal variasi 6 .......................................... 80
Tabel 4.23 Waktu Ikat Variasi 7 ....................................................................... 81
Tabel 4.24 Ekstrapolasi waktu ikat awal variasi 7 .......................................... 81
Tabel 4.25 Waktu Ikat Variasi 8 ...................................................................... 82
Tabel 4.26 Ekstrapolasi waktu ikat awal variasi 8 .......................................... 82
Tabel 4.27 Waktu Ikat Variasi 9 ....................................................................... 82
Tabel 4.28 Interpolasi waktu ikat awal variasi 9 ............................................. 83
Tabel 4.29 Hasil Pengujian Kuat Tekan .......................................................... 85
Tabel 4.30 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov .................................. 88
Tabel 4.31 Hasil Pengujian Kruskall-Wallis ................................................... 89
Tabel 4.32 Hasil Pengujian Kandungan Akhir ................................................ 90
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Simbol B3 Mudah Meledak ........................................................ 7
Gambar 2.2 Simbol B3 Mudah Menyala (a) carian; (b) padatan ................... 8
Gambar 2.3 Simbol B3 Reaktif ....................................................................... 9
Gambar 2.4 Simbol B3 Infeksius .................................................................... 10
Gambar 2.5 Simbol B3 Korosif ...................................................................... 11
Gambar 2.6 Simbol B3 Beracun ..................................................................... 11
Gambar 2.7 (a) Limbah Slag Aluminium ........................................................ 13
Gambar 2.7 (b) Kawasan Home Industry Peleburan Logam Bekas ............... 13
Gambar 2.8 SEM.EDX ................................................................................... 14
Gambar 2.9 Alat AAS ..................................................................................... 15
Gambar 2.10 Alat ICP ..................................................................................... 15
Gambar 2.11 Gradasi Pasir Zona I .................................................................. 24
Gambar 2.12 Gradasi Pasir Zona II ................................................................. 24
Gambar 2.13 Gradasi Pasir Zona III ............................................................... 25
Gambar 2.14 Gradasi Pasir Zona IV ............................................................... 25
Gambar 2.15 Hubungan Antara Kuat Tekan dengan FAS .............................. 28
Gambar 2.16 Grafik Prosentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan
dengan Ukuran Butir Maksimal 10 mm .................................... 33
Gambar 2.17 Grafik Prosentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan
dengan Ukuran Butir Maksimal 20 mm .................................... 33
Gambar 2.18 Grafik Prosentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan
dengan Ukuran Butir Maksimal 40 mm .................................... 34
Gambar 2.19 Grafik Perkiraan Berat Isi Beton Basah .................................... 34
Gambar 3.1 Sketsa Tipe Kehancuran Benda Uji ............................................ 56
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian .............................................................. 57
xx
Gambar 4.1 Hasil SEM-EDX (a) perbesaran 1.000 x (b) perbesaran 5.000 x (c)
perbesaran 10.000 x (d) perbesaran 20.000 x ............................... 63
Gambar 4.2 Hasil EDX .................................................................................... 64
Gambar 4.3 Hasil Analisa XRD ...................................................................... 64
Gambar 4.4 Penentuan Nilai Faktor Air Semen .............................................. 69
Gambar 4.5 Zona Gradasi Pasir Lumajang ..................................................... 71
Gambar 4.6 Penentuan Persentase Agregat Halus ........................................... 72
Gambar 4.7 Penentuan Berat Jenis Beton ....................................................... 72
Gambar 4.8 Hasil Pengujian Waktu Ikat ......................................................... 83
Gambar 4.9 Pengembangan Volume Spesimen .............................................. 84
Gambar 4.10 Hasil Uji Kuat Tekan ................................................................. 87
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A HASIL PENGUJIAN KARAKTERISTIK ......................... 97
LAMPIRAN B HASIL PENGUJIAN MATERIAL DAN MIX DESIGN . 113
LAMPIRAN C HASIL UJI KONSISTENSI SEMEN DAN SETTING TIME
................................................................................................ 141
LAMPIRAN D DOKUMENTASI KEGIATAN .......................................... 149
xxii
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang merupakan salah satu
kawasan yang dikenal sebagai pusat industri peleburan logam bekas
baik dari skala kecil, menengah hingga skala besar. Kecamatan
Sumobito memiliki 110 industri yang terdiri dari 3 industri besar, 23
industri sedang, dan 66 industri kecil (Arisandi 2018). Industri
peleburan sebanyak 50% berada di Desa Kendalsari, 23% berada di
Desa Bakalan, dan selebihnya tersebar merata di 12 desa yakni
Jogoloyo, Sumobito, Segodorejo, Mlaras, Curahmalang, Sebani,
Madiopuro, Gedangan, Talun Kidul, Kedungpapar, Badas, dan Palrejo.
Kegiatan peleburan logam bekas yang bertujuan memurnikan
aluminium dalam barang bekas ini diketahui telah beroperasi sejak
tahun 1970 secara turun-temurun.
Satu tempat peleburan logam yang memiliki 4 dapur pemanasan
dalam sehari mampu memproduksi 300 kg aluminium dari 3.000 kg
bahan baku aluminium bekas, sedangkan 2.700 kg dari sisa bahan baku
tersebut menjadi hasil samping berupa slag aluminium yang berbentuk
butiran halus berwarna abu-abu. Limbah slag aluminium digunakan
oleh warga sekitar sebagai sebagai upaya pencegahan banjir kiriman
tahunan dari Kecamatan Wonosalam seperti tanggul sungai, urug jalan
dan setapak sawah, peninggi pelataran rumah, hingga pondasi bangunan
tanpa pengolahan apapun. Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014
tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun menyatakan bahwa
slag aluminium yang berasal dari kegiatan peleburan dan pelapisan
aluminium termasuk dalam limbah B3 kategori 2 dengan kode B313-2.
Dilansir dari Riski (2018), Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan
Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa Timur, Bali,
dan Nusa Tenggara, KLHK, Beny Bastiawan telah melakukan
pengamanan dan penyegelan wilayah-wilayah yang secara uji sampling
2
telah terbukti mengandung limbah B3. Selain penindakan hukum,
pihaknya bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa
Timur dan Kabupaten Jombang, juga melakukan langkah-langkah
penanganan lingkungan yang telah tercemar limbah B3.
Dampak buruk penyalahgunaan limbah slag aluminium yang
telah dirasakan seperti penurunan kualitas lingkungan sekitar dan
gangguan kesehatan. Menurut Puertas dan Vazquez (1999), limbah
pembakaran sekunder aluminium sebagian besar terdiri dari aluminium
oksida (Al2O3) sebesar 67%, silika (SiO2) 4,14%, magnesium oksida
6,03%, kalsium oksida (CaO) sebesar 4,83%, fero oksida 1,00%, dan
sebagian kecil dari TiO, MnO, F, Cl, Na2O, K2O dan nitrogen
ammonical. Unsur-unsur tersebut bila terakumulasi dalam tubuh
manusia akan dapat menyebabkan alzheimer, silikosis, hingga bronkitis
(Adeosun et al., 2014).
Oksida logam seperti Al2O3 telah lama digunakan sebagai bahan
mentah untuk keramik, refraktori, dan semen, karena memiliki kekuatan
yang tinggi serta kestabilan termal yang baik (Ismunandar, 2006).
Penelitian dari Galat, Dhawale dan Kitey (2017), limbah slag
aluminium berpotensi menjadi substitusi semen hingga 20% dari berat
semen dalam campuran beton dan memiliki kuat tekan hingga 25,5
MPa pada usia 28 hari. Beton dengan kekuatan diatas 25 MPa
merupakan beton dengan kuat tekan standar yang diperuntukkan untuk
konstruksi dasar seperti pondasi, dinding bangunan bertingkat, dan
sebagainya (Bina Marga Direktorat Jendaral, 2010).
Penelitian Nursyafril dkk (2014), mendapatkan kuat tekan senilai
11,79 MPa dengan substitusi limbah aluminium sebanyak 4% dari berat
semen sebagai mortar. Penelitian tersebut tidak menetapkan ukuran
butiran slag aluminium maksimum yang dapat digunakan dalam
substitusi semen melainkan hanya memperhatikan gradasi agregat.
Galat, Dhawale dan Kitey (2017), mendapat kuat tekan hingga 25,23
MPa dengan substitusi 30% slag aluminium berukuran maksimum 106
m.
3
Penelitian ini akan menggunakan penetapan ukuran maksimum
slag aluminium untuk mencapai kuat tekan yang direncanakan.
Rancangan beton slag aluminium diperuntukkan sebagai struktur utama
seperti pengecoran jalan, pembuatan jalan setapak sawah, tanggul
sungai dan sebagainya yang telah ditutup dengan limbah aluminium.
Rancangan ini juga diharapkan dapat menghemat biaya clean-up lahan
setempat yang diprediksi oleh Dirjen Pengolahan Sampah dan Limbah
B3 yang mencapai 29 Milyar Rupiah tiap luasan 40 m2. Hasil dari
penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan para pemilik usaha
peleburan aluminium bekas untuk melaksanakan pemanfaatan limbah
B3 slag aluminium sehinggat menciptakan lapangan kerja baru bagi
warga Desa Bakalan, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang
khususnya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan diantaranya adalah:
1. Bagaimana karakteristik dari limbah slag aluminium?
2. Bagaimana kualitas material berdasarkan sifat fisiknya serta komposisi
material berdasarkan mix design beton normal?
3. Bagaimana hasil pengujian waktu ikat akhir semen?
4. Bagaimana pengaruh penambahan slag aluminium terhadap kuat tekan
beton?
5. Bagaimana hasil uji kandungan akhir beton dengan substitusi semen
oleh slag aluminium?
4
1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik dari limbah slag aluminium.
2. Mengidentifikasi kualitas material berdasarkan sifat fisiknya serta
komposisi material berdasarkan mix design beton normal.
3. Mengidentifikasi besar waktu ikat akhir semen.
4. Menganalisis pengaruh penambahan slag aluminium terhadap kuat
tekan beton.
5. Menganalisis hasil uji kandungan akhir beton normal dengan substitusi
semen oleh slag aluminium.
1.4 Manfaat Tugas Akhir
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti
a. Mengaplikasikan ilmu pengolahan limbah B3 agar tidak
mencemari lingkungan dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
2. Bagi Kawasan Home Industry
a. Sebagai landasan ilmiah yang dapat digunakan untuk mengajukan
perizinan pemanfaatan limbah B3 bagi pengusaha peleburan
Aluminium di Kecamatan Sumobito khususnya Desa Bakalan.
b. Sebagai saran alternatif untuk menekan biaya clean-up lahan
tercemar.
c. Sebagai peluang lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar
kecamatan Sumobito khususnya Desa Bakalan.
5
1.5 Batasan Masalah
Ruang Lingkup dan Batasan yang digunakan pada penelitian ini
adalah:
1. Limbah slag aluminium yang digunakan berasal dari proses
pembakaran aluminium bekas di Desa Bakalan, Kecamatan Sumobito,
Kabupaten Jombang.
2. Homogenisasi limbah slag aluminium berdasarkan ukuran slag.
3. Pengujian karakteristik limbah aluminium dilakukan dengan uji SEM
untuk mengetahui kandungan dalam limbah, kemudian dilanjutkan
dengan ICP/AAS/gravimetri untuk mengetahui kadar komponen yang
terkandung dalam limbah tersebut.
4. Pengujian beton basah adalah pengujian slump dan waktu ikat akhir
semen dengan alat jarum vicat.
5. Desain campuran beton mengacu pada SNI 03-2834-2000.
6. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe 1.
7. Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat beton berusia 28 hari.
8. Uji kelayakan persyaratan teknis yang digunakan mengacu pada
penggolongan mutu kuat tekan dan penggunaannya oleh Departemen
Pekerjaan Umum dalam panduan tahun 2010 yang dilakukan di
Laboratorium Material dan Struktur Gedung, Kampus ITS Manyar.
9. Uji kelayakan persyaratan lingkungan menggunakan ICP dilakukan
pada komposisi beton yang memiliki nilai uji tekan terbesar.
10. Analisa pengaruh penambahan limbah slag aluminium sebagai
substitusi semen menggunakan pengujian statistik metode ANOVA
satu arah atau alternatifnya dengan software SPSS.
6
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun merupakan suatu sisa
kegiatan yang memiliki kandungan zat berbahaya sehingga mampu
menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. Berdasarkan PP
101 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun berdasarkan karakteristiknya dapat digolongkan menjadi:
2.1.1. Mudah Meledak
Limbah yang pada temperatur dan tekanan standar bernilai
250C dan 760 mmHg dapat meledak atau bila bereaksi secara
kimia maupun fisika dapat menimbulkan gas bertemperatur dan
bertekanan tnggi sehingga dapat merusak lingkungan sekitar
dengan cepat.
Gambar 2.1 Simbol B3 Mudah Meledak
(Peraturan Menteri Lingkugan Hidup, 2013)
2.1.2. Mudah Menyala
Kategori mudah meledak apabila memiliki salahsatu sifat
berkut:
1. Limbah berupa cairan mengandung alkohol < 24 % volume
dan/atau pada titik nyala < 600C (1400F) akan menyala
apabila terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber
nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujian sifat
8
mudah menyala untuk limbah bersifat cair dapat dilakukan
dengan menggunakan seta closed tester, pensky martens
closed cup, atau metode lain yang setara dan termutakhir.
2. Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur
dan tekanan standar bernilai 250C dan 760 mmHg mudah
menyala melalui gesekan, penyerapan uap air, atau
perubahan kimia secara spontan, dan jika menyala dapat
nyala terus-menerus. Sifat ini dapat diketahui secara
langsung tanpa harus melalui pengujian di laboratorium.
(a)
(b)
Gambar 2.2 Simbol B3 Mudah Menyala (a) carian; (b) padatan
(Peraturan Menteri Lingkugan Hidup, 2013)
2.1.3 Reaktif
Limbah dalam kategori ini adalah limbah yang memiliki
minimal salah satu dari sifat berikut:
1. Pada keadaan normal tidak stabil, menyebabkan
perubahan tanpa ledakan. Secara fisik dapat diamati
dengan munculnya asap, gelembung gas, dan perubahan
warna.
9
2. Berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas,
uap, atau asap bila bereaksi dengan air tanpa
memerlukan pengujian di laboratorium
3. Merupakan limbah sianida, sulfida, atau amonia yang
pada pH 2,0-12,5 dapatmenghasilkan uap, gas, atau
asap beracun yang jumlahnya membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan. Sifat ini dapat
diketahui melalui pengujian limbah secara kualitatif.
Gambar 2.3 Simbol B3 Reaktif
(Peraturan Menteri Lingkugan Hidup, 2013)
2.1.4 Infeksius
Limbah B3 bersifat infeksius yaitu Limbah medis padat yang
terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di
lingkungan, dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang
cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. Yang
termasuk ke dalam Limbah infeksius antara lain:
1. Limbah yang berasal dari perawatan pasien yang
memerlukan isolasi penyakit menular atau perawatan
intensif dan Limbah laboratorium.
2. Limbah yang berupa benda tajam seperti jarum suntik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, dan pecahan
gelas.
3. Limbah patologi yang merupakan Limbah jaringan
tubuh yang terbuang dari proses bedah atau otopsi.
10
4. Limbah yang berasal dari pembiakan dan stok bahan
infeksius, organ binatang percobaan, bahan lain yang
telah diinokulasi, dan terinfeksi atau kontak dengan
bahan yang sangat infeksius.
5. Limbah sitotoksik yaitu Limbah dari bahan yang
terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat
sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan membunuh atau menghambat pertumbuhan
sel hidup.
Gambar 2.4 Simbol B3 Infeksius
(Peraturan Menteri Lingkugan Hidup, 2013)
2.1.5 Korosif
Limbah yang memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat berikut:
1. Limbah dengan pH < 2 untuk limbah bersifat asam atau
pH > 12,5 untuk yang bersifat basa. Sifat korosif limbah
padat dilakukan dengan mencampurkan limbah dengan
air sesuai dengan metode yang berlaku
2. Limbah yang menyebabkan tingkat iritasi yang ditandai
dengan adanya kemerahan atau eritema dan
pembengkakan atau edema. Sifat ini dapat diketahui
dengan melakukan pengujian pada hewan uji mencit
dengan menggunakan metode yang berlaku.
11
Gambar 2.5 Simbol B3 Korosif
(Peraturan Menteri Lingkugan Hidup, 2013)
2.1.6 Beracun
Limbah B3 beracun adalah Limbah yang memiliki karakteristik
beracun berdasarkan uji penentuan karakteristik beracun melalui
TCLP, Uji Toksikologi LD50, dan uji sub-kronis.
Gambar 2.6 Simbol B3 Beracun
(Peraturan Menteri Lingkugan Hidup, 2013)
2.2 Limbah Slag Aluminium
Limbah slag aluminium yang berada di kawasan peleburan logam
aluminium bekas Desa Bakalan, Kecamatan Sumobito, Kabupaten
Jombang berasal dari abu tungku pemasakan logam aluminium. Sisa
residu dari pembakaran berupa terak yang selanjutnya disebut sebagai
slag atau dross aluminium. Slag aluminium tersebut memiliki rendeman
sekitar 30% atau bila dalam satu hari mengolah 1.000 kg dross maka
jumlah limbah slag yang dihasilkan sebesar 700 kg/hari. Limbah Slag
Aluminium sendiri termasuk dalam limbah B3 kategori bahaya 2 dengan
12
kode B-3132 karena berasal dari kegiatan produksi sekunder dalam
lampiran I PP 101 Tahun 2014.
Arisandi (2018), menjelaskan slag aluminium (Asalum) terdiri dari
fraksi kasar yang mengandung kadar logam tinggi dan fraksi debu halus
yang mengandung oksida logam dan garam. Umumnya limbah slag
aluminium masih mengandung logam aluminium (10-20%), campuran
garam flux (40–55%), dan aluminium oksida (20–50%). Campuran
garam flux disebut salt cake mengandung 5–7% residu aluminium, 15–
30% aluminium oksida, 30–55% NaCl, dan 15–30% KCl serta serpihan
yang mengandung karbida, nitrida dan fosfida, serta polychlorinat
dibenzo-p-dioxin (PCDD) dan polychlorinat dibenzofuran (PCDF).
Kandungan logam yang mendominasi dalam slag aluminium (Nursyafril,
2014) adalah 69,39% Aluminium Oksida; 8,31% Magnesium Oksida;
4,9% Silikat Oksida; 3,2% Kalsium Oksida; 1,96% Besi Oksida dan
1,9% Titanium Oksida. Soroka (1993), menyatakan bahwa 90% semen
portland tersusun oleh campuran unsur Ca,Si, Al dan Fe yang berikatan
menjadi senyawa kompleks tertentu sehingga limbah slag aluminium
berpotensi menjadi bahan substitusi semen.
Potensi limbah B3 seperti slag aluminium untuk dimanfaatkan
sehigga tidak berbahaya bagi lingkungan juga dijelaskan oleh Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (1995), dimana proses untuk
mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak
berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3
sebelum ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan
kembali (daur ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan
secara fisika dan kimia, insinerasi dan stabilisasi/solidifikasi.
13
(a)
(b)
Gambar 2.7 (a)Limbah Slag Aluminium;
(b)Kawasan Home Industry Peleburan Logam Bekas
(Dokumentasi Pribadi, 2019)
2.3 Pengujian Karakteristik Limbah Slag Aluminium
2.3.1. Pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) dan EDX
(Energy Dispersive X-Ray)
Prinsip kerja instrumen SEM mirip seperti mikroskop yang
menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya dengan perbesaran
sangat tinggi berkisar antara 10 hingga 3 x 106 kali. Elektron yang
bersifat monokromatik ditembakkan menuju anoda yang berfungsi
sebagai pembatas agar pancaran elektron tidak melebihi sudut
hambur yang terlalu besar. Sinar elektron yang telah melewati anoda
kemudian diteruskan menuju lensa magnetik dan menuju koil hingga
akhirnya menembak sampel (Aprida, 2018).
Menurut Natania dalam Nuraini (2018), instrumen tersebut
dapat memberi informasi mengenai topografi permukaan dari
14
spesimen, karakteristik serta komposisi dari suatu sampel. Namun
dalam praktiknya untuk mengetahui unsur penyusun suatu sampel
pada kulit permukaan memerlukan analisis menggunakan EDX.
Alat SEM-EDX dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut:
Gambar 2.8 SEM-EDX (https://www.hitachi-
hightech.com/global/science/products/microscopes/electron-
microscope/sem/flexsem1000.html)
2.3.2.Pengujian Kadar dengan ICP (Inductivity Coupled Plasma) dan
AAS (Atomic Absorption Spectroscopy)
Penelitian Michalak dan Chojnacka, (2011) menyatakan
metode yang paling tepat untuk mengetahui kandungan ion logam
dalam larutan maupun padatan menggunakan AAS dan ICP.
Pengujian mengggunakan SEM EDX seperti penjelasan pada sub
bab 2.3.1 hanya dapat mengetahui kandungan unsur dari permukaan
kulit sampel sehingga perlu diidentifikasi lebih lanjut menggunakan
AAS ataupun ICP.
Menurut Khopkar (2003), Inductively Coupled Plasma Atomic
Emmision Spectroscopy (ICP-AES) adalah sebuah teknik analisis
yang digunakan untuk mendeteksi logam dalam sampel
menggunakan metode spektrofotometer emisi. ICP-AES
menggunakan plasma sebagai sumber atomisasi, kemudian pancaran
15
yang dihasilkan unsur dengan mengukur intensitasnya. Sampel yang
akan dianalisis menggunakan ICP AES ini harus berwujud larutan
yang homogen sehingga untuk sampel padat harus didestruksi
terlebih dahulu.
Gambar 2.9 Alat ICP-OES
(http://delthawati.blogspot.com/2015/02/inductively-coupled-plasma-oleh.html)
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) adalah salah satu
instrumen pengukuran konsentrasi unsur pada suatu elemen yang
menggunakan prinsip eksitasi pada atom. Metode AAS berprinsip
pada absorpsi cahaya oleh atom. Batas deteksi metode AAS sangat
bervariasi dan dapat mencapai puluhan ppb tergantung dari sifat
analit dan matriks serta kesensitifan AAS yang digunakan (Vogel,
1985).
Gambar 2.10 Alat AAS
(https://bisakimia.com/2014/09/09/pembahasan-aas-atau-spektroskopi-serapan-atom/)
2.3.3 Pengujian Kadar dengan Gravimetri
16
Alternatif metode pengujian unsur non logam pada suatu
sampel dapat menggunakan gravimetri. Metode analisis gravimetri
merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pada pengukuran
berat, yang melibatkan pembentukan, isolasi dan pengukuran berat
dari suatu endapan (Widiarto, 2009). Kinerja metode gravimetri:
a. Relatif lambat
b. Memerlukan sedikit peralatan (Neraca dan oven)
c. Tidak memerlukan kalibrasi (Hasil didasarkan pada berat
molekul)
d. Akurasi 1-2 bagian per seribu
e. Sensitivitas: analit > 1%
f. Selektivitas: tidak terlalu spesifik
2.4 Beton
Campuran antara pasta semen dengan agregat yang membentuk
suatu fasa kontinyu yang kekuatannya dipengaruhi oleh kekuatan ikatan
diantara keduanya disebut beton (Soroka, 1993). Pembuatan beton pada
era ini telah mengalami berbagai kemajuan dari segi material maupun
keunggulannya terhadap lingkungan yang beragam. Inovasi yang paling
banyak dilakukan meliputi bahan tambah sebagai pengganti semen,
agregat, hingga penambahan katalis untuk menunjang kekuatan beton.
2.4.1. Kelas dan Mutu Beton
Mutu beton digolongkan dalam 3 kelas mutu yakni (Bina Marga
Direktorat Jendaral, 2010):
a. Beton mutu I
Beton mutu I diperuntukkan pekerjaan non struktural dan
memiliki mutu kuat tekan sebesar f’c= 7,4 MPa (K-100) ; f’c= 9,8
MPa (K-125) ; dan f’c= 12,2 MPa (K-150).
b. Beton mutu II
Beton mutu II diperuntukkan pekerjaan struktur seperti lantai,
jalan, pondasi, kolom, dsb dan memiliki mutu kuat tekan sebesar
17
f’c= 14,5 MPa (K-175) ; f’c= 16,9 MPa (K-200) ; f’c= 19,3 MPa
(K-225) ; f’c= 21,7 MPa (K-250) ; f’c= 24 MPa (K-275).
c. Beton mutu III
Beton mutu III diperuntukkan pekerjaan struktural khusus
karena memiliki kuat tekan sangat tinggi f’c= 28,8 MPa (K-325) ;
f’c= 31,2 MPa (K-350).
2.4.2. Sifat-Sifat Beton
Tjokrodimuljo (1995) menjelaskan bahwa beton memiliki sifat yang
berbeda-beda dipengaruhi oleh cara pembuatan, perbandingan campuran,
cara mencetak, cara memadatkan, cara merawat dan sebagainya. Sifat-
sifat beton setelah mengeras antara lain:
a. Tahan Lama
b. Kuat Tekan
c. Kuat Tarik
d. Modulus elastisitas
e. Rangkak
f. Susut
g. Kemudahan Pengerjaan
2.5 Bahan Penyusun Beton
2.5.1. Semen Portland
Semen yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton ialah
semen portland. Semen portland diartikan sebagai semen hidrolik yang
dihasilkan dengan cara menggiling terak besi (klinker) yang mengandung
kalsium silikat yang bersifat hidrolis, digiling bersama-sama dengan
bahan tambahan berupa satu atau lebih kristal senyawa kalsium sulfat
dan boleh ditambah dengan bahan lain. Semen digunakan dalam
pembuatan beton sebagai bahan pengikat antara satu komponen
penyusun beton dengan komponen lainnya dan banyak dipakai dalam
pembangunan fisik. Penambahan air pada semen akan menghasilkan
suatu pasta semen yang jika mengering akan mempunyai kekuatan
18
seperti batu, sedangkan jika ditambah air dan pasir akan menjadi mortar
semen, dan jika ditambah lagi dengan kerikil atau batu pecah disebut
beton.
Senyawa penyusun semen portland dibagi menjadi 2 golongan
(Soroka, 1993). Golongan pertama adalah golongan mayor yang
menyusun 90% dari semen. Golongan kedua adalah golongan minor
yang menyusun 10% dari semen. Senyawa kimia utama dari golongan
mayor yang menyusun semen Portland yaitu:
a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S
terdapat sebanyak 45% dalam semen portland.
b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S
terdapat sebanyak 25% dalam semen portland.
c. Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2O3) yang disingkat menjadi
C3A terdapat sebanyak 10% dalam semen portland.
d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) yang
disingkat menjadi C4AF terdapat sebanyak 8% dalam semen
portland.
2.5.2. Agregat Halus
Agregat Halus (pasir) adalah hasil disintegrasi alami batuan atau
pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu. Syarat agregat halus
adalah :
a. Berupa pasir yang berfungsi sebagai bahan pengisi, harus
bebas dari bahan organic dan lempung.
b. Tersaring dalam ukuran 4-100, gradasi berukuran n<100 dapat
merusak campuran beton.
c. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap berat
kering.
2.5.3. Agregat Kasar
Agregat Kasar adalah hasil disintegrasi alami batuan pecah atau
bahan yang diperoleh dari industri pemecah batu. Syarat agregat kasar
adalah :
a. Agregat kasar memiliki partikel lebih besar daripada 4,75 mm.
19
b. Harus berbutir keras dan tidak berpori.
c. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dari berat
kering.
d. Tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak beton seperti
alkali.
e. Butirannya harus bervariasi, tajam, kuat dan bersudut.
2.5.4. Air
Air merupakan komponen penting dari campuran beton yang
memegang peranan penting dalam bereaksi dengan semen dan
mendukung terbentuknya kekuatan pasta semen. Kualitas air
mempengaruhi kekuatan beton, maka kemurnian dan kualitas air untuk
campuran beton perlu mendapat perhatian. Secara umum, untuk
campuran beton diperlukan air yang memenuhi standar air minum.
Tujuan utama dari penggunaan air adalah agar terjadi hidrasi, yaitu
reaksi kimia yang terjadi antara semen dan air yang menyebabkan
campuran tersebut menjadi keras setelah lewat beberapa waktu tersebut.
Air untuk perawatan dan pembuatan beton tidak boleh mengandung
minyak, asam, alkali, garam, bahan-bahan organic, atau bahan lain yang
dapat merusak beton atau tulangannya. Sebaiknya digunakan air bersih,
tidak berasa, tidak berbau, dan dapat diminum.
Air yang dipergunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Tidak mengandung lumpur dan benda melayang lainnya yang
lebih dari 2 gr/liter
b. Tidak mengandung garam atau asam yang dapat merusak
beton, zat organik dan sebaginya lebih dari 15 gram per liter.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 1 gram per liter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram per liter.
e. Faktor air semen (water cement ratio) adalah perbandingan
berat air bebas dengan berat semen. Faktor air semen
merupakan faktor pengaruh dalam pasta semen. Air yang
berlebihan dapat menyebabkan banyaknya gelembung air
setelah proses hidrasi selesai sedangkan air yang terlalu sedikit
20
akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya
sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton.
2.6 Pengujian Material
2.6.1 Pengujian Sifat Fisis Material
a. Pengujian Berat Jenis Semen, dan Limbah Slag Aluminium
Pengujian berat jenis semen, limbah slag aluminium
dilakukan dengan metode membandingkan nilai berat berat jenis
masing-masing material dengan berat jenis minyak tanah. Alat
yang digunakan pada pengujian ini adalah labu takar 500 mL dan
timbangan digital. Setelah dilakukan pengujian data yang
diperoleh di masukkan kedalam persamaan 2.1 berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 = 𝐴
𝐴−(𝐵−𝐶) 𝑥 0,8 (2.1)
(Modul Teknik Sipil ITS dalam Natania, 2016)
Keterangan :
A = Berat material (semen atau limbah slag aluminium) (Kg)
B = Berat material ditambah minyak tanah (Kg)
C = Berat minyak tanah (Kg)
b. Pengujian Berat Jenis Pasir
Pengujian berat jenis pasir dilakukan bertujuan untuk
mengetahui nilai berat jenis pasir dalam keadaan SSD (Saturated
Surface Dry) atau kering permukaan. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan alat loyang, timbangan digital, labu takar 1000 mL,
dan air. Pasir yang digunakan untuk pengujian berat jenis harus
dalam kondisi SSD. Setelah memperoleh data dari pengujian
maka data dimasukkan ke persamaan 2.2 berikut :
Berat Jenis Pasir = 500
500 +𝐶−𝐵 𝑥 0,8 (2.2)
(Badan Standardisasi Nasional, 2008b)
Keterangan:
B = Berat jenis pasir dan air hingga kapasitas labu takar.
21
C = Berat air hingga batas kapasitas labu takar 1000 mL.
c. Pengujian Kelembapan Limbah Slag Aluminium dan Pasir
Pengujain kelembaban limbah slag aluminium dan pasir
atau agregat dengan cara kering (Badan Standardisasi Nasional,
2011a). Dalam pengujian ini alat yang digunakan yaitu
timbangan, cawan untuk pasir dan oven dengan suhu 110 ± 5°C.
Pasir dan limbah slag aluminium ditimbang sebanyak 500 gram
ditimbang, kemudian di oven selama 24 jam. Setelah di oven
timbang kembali pasir dan limbah slag aluminium. Setelah data
diperoleh hitung dengan rumus pada persamaan 2.3 berikut :
𝐾𝑒𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 = 𝐵−𝐴
𝐴 𝑥 100% (2.3)
(Modul Teknik Sipil ITS dalam Natania, 2016)
Keterangan:
A = Berat basah material (gr)
B = Berat kering material (gr)
d. Pengujian Daya Serap Pasir
Pengujian resapan pasir bertujuan untuk mengetahui kadar
air resapan didalam pasir. Pengujian ini dilakukan ketika pasir
dalam kondisi SSD. Untuk memperoleh nilai resapan pasir yaitu
pasir SSD ditimbang sebanyak 500 gram, kemudian pasir di oven
selama 24 jam dengan suhu 110° C. Setelah dikeluarkan dari
oven, pasir ditimbang kembali dalam keadaan kering. Setelah data
diperoleh maka hitung dengan rumus dalam persamaan berikut :
Daya serap pasir = 𝐴−𝐵
𝐵 𝑥 100% (2.4)
(Badan Standardisasi Nasional, 2008b)
Keterangan :
A = Berat pasir kondisi SSD (gram)
B = Berat pasir kondisi kering oven (gram)
e. Pengujian Berat Jenis Kerikil
22
Pengujian berat jenis kerikil bertujuan untuk mengetahui
nilai berat jenis kerikil dalam keadaan SSD (Saturated Surface
Dry) atau kering permukaan. Berat jenis SSD dapat di hitung
dengan persamaan:
Berat Jenis Kerikil = 𝐴
𝐴−𝐵 (2.5)
(Badan Standardisasi Nasional, 2008a)
Keterangan:
A = Berat benda uji kering oven (gram)
B = Berat benda uji jenuh didalam air (gram)
f. Pengujian Kelembapan Kerikil
Agregat kasar ditimbang sebanyak 500 gram, kemudian di
oven selama 24 jam. Setelah di oven timbang kembali Agregat
kasar. Setelah data diperoleh hitung dengan rumus pada
persamaan 2.6 berikut :
𝐾𝑒𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 = 𝐵−𝐴
𝐴 𝑥 100% (2.6)
(Modul Teknik Sipil ITS dalam Natania, 2016)
Keterangan:
A = Berat basah material (gram)
B = Berat kering material (gram)
g. Pengujian Daya Serap Kerikil
Pengujian daya serap kerikil bertujuan untuk mengetahui
daya serap air pada agregat kasar kerikil yang akan digunakan.
Daya serap agregat kasar dapat ditentukan dengan persamaan:
Daya serap kerikil = 𝐴−𝐵
𝐵 𝑥 100% (2.7)
(Badan Standardisasi Nasional, 2008a)
Keterangan :
A = berat batu kerikil kondisi SSD (gram)
B = berat benda uji kerang oven (gram)
h. Pengujian Kebersihan Agregat terhadap Lumpur
23
Pengujian kebersihan agregat terhadap lumpur bertujuan
untuk mengetahui kadar lumpur yang ada dalam agregat halus
maupun kasar. Agregat yang digunakan dalam pengujian ini
dalam keadaan kering oven dan akan direndam dengan
menggunakan air lalu dikocok dan didiamkan selama 24 jam,
kemudian mengukur tinggi lumpur (A) dan mengukur tinggi
agregat (B), setelah data diperoleh maka hitung dengan rumus
pada persamaan 2.8 berikut:
Kadar Lumpur = (𝐴
𝐵) x 100% (2.8)
(Natania dalam Aprida, 2018)
i. Pengujian Kebersihan Agregat terhadap Bahan Organik
Pengujian kebersihan agregat terhadap bahan organik untuk
mengetahui kadar zat organik yang terkandung dalam agregat
halus maupun kasar. Pengujian kebersihan agregat terhadap bahan
organik yaitu dengan memasukkan agregat kedalam botol hingga
seperempat bagian botol. Memasukkan larutan NaOH 3%
kedalam botol yang telah di isi agregat. Tutup rapat botol lalu
kocok dan diamkan selama 24 jam. Amati warna cairan yang ada
di dalam botol, lalu bandingkan dengan indikator warna
pembanding.
j. Pengujian Gradasi Agregat
Analisa saringan agregat adalah penentuan prosentase berat
butiran agregat yang lolos dari satu set saringan, kemudian
angka-angka tersebut digambarkan pada suatu grafik. Grafik-
grafik tersebut merupakan tingkat kehalusan dari agregat halus
yang digunakan dimana semakin kecil nomor zona pasir maka
kondisi pasir yang digunakan semakin halus. Berikut distribusi
agregat halus pada grafik dalam Gambar 2.11, 2.12, 2.13, 2.14.
24
Gambar 2.11 Gradasi Pasir Zona I
(Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
Gambar 2.12 Gradasi Pasir Zona II
(Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
25
Gambar 2.13 Gradasi Pasir Zona III
(Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
Gambar 2.14 Gradasi Pasir Zona IV
(Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
k. pH
Pengujian pH limbah slag aluminium bertujuan untuk
mengetahui derajat keasaman dari limbah slag aluminium.
Pengujian dilakukan dengan metode yang tertera dalam SNI 03-
6426-2000 tentang Metode Pengujian Pengukuran pH Pasta
Tanah Semen untuk Stabilisasi. Secara umum metode
pengukuran pH ini dilakukan menggunakan larutan penyangga
26
standar pH 9,2 dengan rentang ketentuan ketelitian sebesar 0,1
satuan pH. Persamaan yang digunakan sebagai berikut:
𝑝𝐻20 = 𝑝𝐻𝑇 + 0,003 (𝑇 − 20) (2.9)
(Badan Standardisasi Nasional, 2000b)
Keterangan:
pH20 = Nilai pH adukan semen pada saat temperatur 200C
pHT = Nilai pH adukan semen pada saat temperatur T0C
T = Temperatur setelah 60 menit penambahan air
2.7 Perencanaan Campuran Beton
Perencanaan campuran beton dalam penelitian ini menggunakan
metode SNI 03-2834-2000 yang mengadopsi metode DOE 1975
(Development of the Environment). Berikut adalah langkah-langkahnya:
2.7.1. Penetapan Kuat Tekan yang Disyaratkan
Kuat tekan yang disyaratkan (f’c) merupakan kuat tekan yang
ditetapkan oleh perencana struktur berdasarkan benda uji berbentuk
silinder dengan ukuran diameter 150 mm x tinggi 300 mm.
2.7.2. Penetapan Kuat Tekan Rata-Rata
Kuat tekan rata-rata (fcr) dapat dihitung melalui rumus
berikut:
fcr = f’c + M (2.10)
M = 1,64 x Sr (2.11)
Keterangan :
M = nilai tambah
1,64 = tetapan statistik yang nilainya tergantung pada presentasi
kegagalan hasil uji maksimum 5%
Sr = deviasi standar rencana
Bila data uji lapangan untuk menghitung nilai deviasi standar
tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata yang ditargetkan (f’c + 12
27
Mpa). fcr digunakan untuk mencari Faktor Air Semen (FAS) pada
Gambar 2.15.
2.7.3. Penetapan Jenis Semen
Jenis semen bermacam-macam tergantung dari kebutuhan
penggunaan semen. Umumnya ada 5 tipe semen yakni semen tipe I,
II, III, IV, dan V. Pada penelitian ini digunakan semen portan tipe
I.
2.7.4. Penetapan Jenis Agregat
Pada tahap ini digunakan agregat halus pasir menggunakan
pasir lumajang dan agregat kasar menggunakan kerikil dari batu
pecah atau batu alami sesuai kebutuhan.
2.7.5. Penetapan Faktor Air Semen
Angka perbandingan antara berat air bebas dan berat semen
dalam beton disebut sebagai faktor air semen (Badan Standardisasi
Nasional, 2000a). Faktor air semen yang diperlukan untuk
mencapai kuat tekan rata-rata yang ditargetkan berdasarkan pada:
a. Hubungan antara kuat tekan dan faktor air semen yang
diperoleh dari penelitian lapangan sesuai dengan bahan dan
kondisi pekerjaan yang diusulkan.
b. Bila tidak tersedia data hasil penelitian sebagai pedoman dapat
dipergunakan pedoman pada Gambar 2.15 Hubungan Antara
Kuat Tekan dengan FAS
Nilai faktor air semen merupakan kunci dari besarnya nilai
kuat tekan beton yang akan direncanakan. Apabila faktor air semen
terlalu kecil, akan mempersulit pengerjaan adukan beton, namun
apabila teralu besar, dapat menyebabkan rongga udara dalam beton
bertambah. Niai maksimum faktor air semen berkir antara 0,52 –
0,6 dengan target f’c terpenuhi. Faktor lain yang memengaruhi nilai
FAS adafah kandungan semen yang diperlukan untuk mengikat
agregat.
28
Tabel 2.1 Perkiraan Kekuatan Tekan Beton (MPa) dengan semen dan agregat
kasar
Jenis
Semen
Jenis
Agregat
Kasar
Kuat Tekan (MPa)
Bentuk Pada umur (hari)
3 7 28 91
Semen
Portland
Tipe I
Batu tidak
dipecahkan 17 23 33 40
Silinder
Batu Pecah 19 27 37 45
Semen
Portland
Tipe III
Batu tidak
dipecahkan 21 28 38 54
Silinder
Batu Pecah 25 33 44 48
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2000a
Gambar 2.15 Hubungan Antara Kuat Tekan dengan Faktor Air Semen (FAS)
untuk Benda Uji Silinder (Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
29
2.7.6. Penetapan Faktor Air Semen Maksimum
Cara penetapan faktor air semen maksimum selain
berdasarkan Gambar 2.15 dapat mengikuti tabel berikut:
Tabel 2.2 Perkiraan Proporsi Campuran berdasarkan Mutu Beton
Sumber: Susanti dalam Dewi, 2016
Tabel 2.3 Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan FAS Maksimum untuk
Berbagai Macam Pembetonan dalam Lingkungan Khusus
Kondisi Lingkungan
Konstruksi
Jumlah Semen
Maksimum
Nilai Faktor Air
Semen Maksimum
Beton dalam ruang bangunan:
a. Keadaan keliling non korosif
b. Keadaan keliling korosif
disebabkan oleh kondensasi
atau uap korosif
275
325
0,6
0,52
Beton diluar ruang bangunan:
a. Tidak terlindung oleh hujan
dan terik matahari langsung
b. Terlindung oleh hujan dan
terik matahari langsung
325
275
0,6
0,6
Jenis
Beton
Mutu Beton
Ukuran Rasio Kadar f’c
(MPa)
bk ‘
(Kg/cm3)
Mutu
Tinggi
50 k600 19 0,35 450
45 k500
37 0,40 395
25 0,40 430
19 0,40 455
38 k450
37 0,425 370
25 0,425 405
19 0,425 430
35 k400
37 0,45 350
25 0,45 385
19 0,45 405
Mutu
Sedang
30 K350
37 0,475 335
25 0,475 365
19 0,475 385
25 K300
37 0,50 315
25 0,50 345
19 0,50 365
20 K250
37 0,55 290
25 0,55 315
19 0,55 335
Mutu
Rendah
15 K175
37 0,60 265
25 0,60 290
19 0,60 305
10 K125
37 0,70 225
25 0,70 245
19 0,70 260
30
Lanjutan Tabel 2.3
Kondisi Lingkungan
Konstruksi
Jumlah Semen
Maksimum
Nilai Faktor Air
Semen Maksimum
Beton yang masuk kedalam tanah:
a. Mengalami keadaan basah
dan kering berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat
alkali dan tanah
325
375
0,55
0,52
Beton yang kontinyu
berhubungan dengan:
a. Air Tawar
b. Air Laut
275
375
0,57
0,52
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2000a
2.7.7. Slump
Slump beton merupakan penurunan ketinggian pada pusat
permukaan atas beton yang diukur segera setelah cetakan uji slump
diangkat (Badan Standardisasi Nasional, 2008c). Slump Test
merupakan percobaan mengukur kadar air dalam campuran beton
yang nilainya ditetapkan pada proses mix design. Untuk mencegah
penggunaan adukan beton yang terlalu kental atau encer,
dianjurkan menggunakan batas-batas nilai slump dalam tabel
berikut:
Tabel 2.4 Batas Nilai Slump untuk Berbagai Pekerjaan Beton
Uraian Slump (mm)
Maksimum Minimum
Dinding, plat pondasi, dan pondasi
tapak bertulang
125 50
Pondasi telapak tidak bertulang,
kaison dan konstruksi dibawah tanah
90 25
Pelat, balok, kolom, dinding 150 75
Pengerasan jalan 75 50
Pembetonan massal 75 25
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1971
Dalam kasus tertentu dapat digunakan nilai-nilai slump yang
tidak tercantum diatas berdasarkan pengawasan dan persetujuan
para ahli dengan syarat sebagai berikut:
a. Beton dapat dikerjakan dengan baik
b. Tidak terjadi pemisahan dari adukan
31
c. Mutu beton yang disyaratkan tetap terpenuhi
2.7.8. Penetapan Kadar Air Bebas
Kadar air bebas dapat ditentukan dengan persamaan:
At = 0,67 Ah + 0,33 Ak (2.12)
(Subakti, A; Irmawan, M; Piscesa, 2012)
Keterangan:
At = Jumlah Air yang dibutuhkan (kg/m3)
Ah = Jumlah Air yang dibutuhkan agregat halus(kg/m3)
Ak = Jumlah Air yang dibutuhkan agregat kasar(kg/m3)
Tabel 2.5 Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3)
Besar Butir
Maksimum
(mm)
Jenis Agregat
Slump (mm)
0-10 10-30 30-60 60-180
10 Alami 150 180 205 225
Batu Pecah 180 205 230 250
20 Alami 135 160 180 195
Batu Pecah 170 190 210 225
40 Alami 115 140 160 175
Batu Pecah 135 175 190 205
Sumber: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dalam Dewi, 2016
2.7.9. Perhitungan Jumlah Semen
Jumlah Semen dapat dihitung melalui persamaan:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐴𝑖𝑟 𝑆𝑒𝑚𝑒𝑛 (2.13)
2.7.10. Perhitungan Jumlah Semen Minimum
Ditentukan berdasarkan Tabel 2.3
2.7.11. Penentuan Susunan Besar Agregat Halus
Gradasi ditentukan berdasarkan hasil ayakan pada nomor
ayakan yang telah ditentukan kemudian hasilnya disesuaikan pada
Tabel 2.6 berikut untuk menentukan zona yang sesuai.
32
Tabel 2.6 Gradasi Pasir
Ukuran Ayakan Prosentase Lolos Ayakan
(in) (mm)
Gradasi
Zona 1
(Kasar)
Gradasi
Zona 2
(Sedang)
Gradasi
Zona 3
(Halus)
Gradasi
Zona 4
(Sangat
Halus)
3/8 9,5 100 100 100 100
No 4 4,75 90-100 90-100 90-100 95-100
No 8 2,36 60-95 75-100 85-100 95-100
No 16 1,18 30-70 55-90 75-100 90-100
No 30 0,6 15-34 35-59 60-79 80-100
No 50 0,3 5-20 8-30 12-40 15-50
No 100 0,15 0-10 0-10 0-10 0-15
Modulus Kehalusan 4,00-2,27 3,37-2,27 2,78-1,71 2,25-1,35
Sumber: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dalam Dewi, 2016
2.7.12. Penentuan Susunan Besar Agregat Kasar
Agregat kasar ditentukan berdasarkan Tabel 2.7 berikut ini
Tabel 2.7 Persyaratan Gradasi Agregat Kasar
Ukuran Ayakan Prosentase Lolos Ayakan
(in) (mm)
1,5 38 95-100 100 100
¾ 19 35-70 95-100 100
3/8 95 10-40 30-60 50-85
No 4 4,75 0-5 0-10 0-10
Modulus Kehalusan 38-4,75 19-4,76 9,6-4,76
Sumber: Subakti, A; Irmawan, M; Piscesa, 2012
2.7.13. Penentuan Persen Agregat Halus terhadap Agregat Total
Penentuan prosentase agregat halus ditentukan oleh zona dari
agregat halus kemudian diperoleh prosentasi agregat halus berdasarkan
Gambar 2.16 dan 2.17
2.7.14. Perhitungan Berat Jenis Campuran Agregat
Berat jenis campuran digunakan untuk menentukan kebutuhan
agregat dan dapat dihitung dengan persamaan:
Gv = (Ph x BJh) + (Pk + BJk) (2.14)
(Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
Keterangan:
33
Gv = Berat jenis campuran agregat SSD (g/cm3)
Ph = Prosentase berat agregat halus
BJh = Berat jenis agregat halus SSD
Pk = Prosentase berat agregat kasar
BJk = Berat jenis agregat kasar SSD
Gambar 2.16 Grafik Prosentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan dengan
Ukuran Butir Maksimal 10 mm (Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
Gambar 2.17 Grafik Prosentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan dengan
Ukuran Butir Maksimal 20 mm (Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
34
Gambar 2.18 Grafik Prosentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan dengan
Ukuran Butir Maksimal 40 mm (Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
2.7.15. Penentuan Berat Isi Beton Segar
Berat isi beton segar dapat ditentukan dengan Gambar 2.18
berikut sesuai dengan kadar air bebas yang sudah ditemukan dari Tabel
2.5 dan berat jenis agregat gabungan.
Gambar 2.19 Grafik Perkiraan Berat Isi Beton Basah (Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
35
2.7.16. Perhitungan Kandungan Kebutuhan Agregat Total
Kebutuhan agregat total (halus dan kasar) dihitung dengan
persamaan 2.15 berikut:
Bag = BJbeton – jumlah semen – jumlah air (kg/m3) (2.15)
(Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
2.7.17. Perhitungan Kandungan Kebutuhan Agregat Halus dan
Kasar
Kandungan agregat halus atau pasir dan agregat kasar atau batu
pecah dapat dihitung dengan persamaan 2.16 dan 2.17 berikut:
Bh = Bag x Ph (2.16)
Bk = Bag – Bh (2.17)
(Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
Keterangan:
Bh = Berat agregat halus (kg/m3)
Bag = Berat agregat total (kg/m3)
Bk = Berat agregat kasar (kg/m3)
Ph = Prosentase Agregat Halus (%)
2.7.18. Pemeriksaan dan Koreksi Proporsi Campuran
Apabila agregat halus dan agregat kasar dalam keadaan jenuh
kering permukaan (SSD), proporsi campuran harus dikoreksi dalam
agregat. Koreksi proporsi campuran dilakukan terhadap kadar air dalam
agregat halus dan agregat kasar menggunakan persamaan 2.18 berikut:
Air = B – ((Ck – Ca)x𝐶
100 ) – ((Dk − Da) x
𝐷
100) (2.18)
Agregat Halus = C + ((Ck – Ca) x 𝐶
100) (2.19)
Agregat Kasar = D + ((Dk – Da) x 𝐷
100) (2.20)
(Badan Standardisasi Nasional, 2000a)
Keterangan:
B = jumlah air (kg/m3)
C = jumlah agregat halus (kg/m3)
36
D = jumlah agregat kasar (kg/m3)
Ca = resapan air pada agregat halus (%)
Da = resapan air pada agregat kasar (%)
Ck = kadar air dalam agregat halus (%)
Dk = kadar air dalam agregat kasar (%)
2.8 Pengujian Beton
Pengujian beton dibagi menjadi 2 jenis yakni pengujian destruktif
dan non-destruktif. Dalam penelitian ini akan digunakan pengujian
destruktif berupa uji tekan.
2.8.1. Pengujian Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang
meyebabkan benda uji beton hancur bila diberi beban dengan gaya tekan
tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Pemeriksaan kekuatan tekan
beton biasanya pada umur beton berusia 3, 7, dan 28 hari.
Kuat tekan beton = 𝑃
𝐴 (2.21)
Keterangan :
P = beban maksimum
A = luas penampang
Kuat tekan beton merupakan kuat tekan yang dirancang oleh
perencana struktur berdasarkan benda uji berbentuk silinder dengan
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Kuat tekan rata-rata yang
ditargetkan dihitung dari deviasi standar yang didapat dari pengalaman
dilapangan selama produksi beton menurut persamaan:
𝑠 = √Σ (𝑓′𝑐𝑖−𝑓′𝑐𝑟)2
𝑛−1 (2.22)
Keterangan :
S = Stadar deviasi
f’ci = kekuatan tekan beton yang didapat dari masing-masing benda uji
f’cr2 = kekuatan tekan beton rata-rata (MPa)
f’c = f’cr – 1,64 s
37
n adalah jumlah nilai hasil uji, yang harus diambil minimal 30 buah
(satu hasil uji adalah nilai rata-rata dari 2 buah benda uji). Dua hasil uji
yang akan digunakan untuk menghitung standar deviasi harus sebagai
berikut:
a. mewakili bahan-bahan prosedur pengawasan mutu, dan kondisi
produksi yang serupa dengan pekerjaan yanh diusulkan
b. Paling sedikit terdiri dari 30 hasil uji yang berurutan atau dua
kelompok hasil uji diambil dalam produksi selama jangka waktu tidak
kurang dari 45 hari
c. Bila data uji lapangan untuk menghitung deviasi standar yang
memenuhi persyaratan diatas tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata
yang ditargetkan f’cr harus diambil tidak kurang dari f’c + 12 MPa.
Dalam pengujian kuat tekan akan terdapat variasi kuat tekan dari
masing-masing benda uji yang dapat terjadi karena beberapa alasan ketika
proses pembuatan beton berlangsung. Berikut penyebab utama variasi
kekuatan beton yang terangkum dalam Tabel 2.8 berikut:
Tabel 2.8 Penyebab Utama Variasi Kekuatan
Variasi dalam perilaku Beton Ketidaksesuaian dalam metode
pengujian
Perubahan dalam rasio air semen
a. Kontrol yang jelek
b. Variasi yang sangat besar dari
kelembaban dalam agregat
c. Perubahan flat
Prosedur pengambilan benda uji yang
tidak tepat
Variasi dalam kebutuhan air
a. Ukuran butir agregat,
penyerapan, bentuk partikel
b. Perilaku semen dan bahan
pencampur
c. Kadar air
d. Waktu antar dan temperatur
Variasi yang dihasilkan oleh teknik
pembuatan, pengangkatan, dan
pemeliharaan silinder yang baru dibuat,
kualitas mold jelek
Variasi dalam karakteristik dan proporsi
bahan-bahan beton:
a. Agregat
b. Semen
c. Pozzolan
d. Bahan pencampur
Perubahan dalamm pemeliharaan
a. Variasi suhu
b. Kelembapan membawa silinder
kedalam laboratorium
Variasi dalam pengangkutan, penempatan
dan pemadatan.
Prosedur pengujian yang kurang baik:
a. Kaping silider
b. Pengujian tekan
Variasi temperatur dan pemeliharaan
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dalam Dewi, 2016
38
2.8.2. Pengujian Kandungan Akhir
Menurut PP nomor 101 Tahun 2014 TCLP merupakan prosedur
laboratorium untuk memprediksi potensi pelindian B3 dari suatu limbah.
Pengujian TCLP umumnya dilakukan untuk melihat potensi toksisitas
logam berat. Pada penelitian ini pengujian kandungan akhir dilakukan
untuk mengidentifikasi kandungan logam berat pada beton normal yang
telah diberi limbah slag aluminium sebagai substitusi semen telah aman
bagi lingkungan atau belum menurut standar TCLP.
2.9 Pengujian Statistik
2.9.1 Metode Parametrik Analysis of Variance (ANOVA)
Pengujian statistik parametrik merupakan ilmu statistik dimana
kekuatan analisisnya berupa perhitungan numerik yang dipakai sebagai
dasar menolak atau menerima hipotesis (Sukestiyarno, 2014). Analisa
parametrik digunakan untuk parameter yang diasumsikan berdistribusi
normal menurut pengujian. Jika data tidak menyebar normal maka metode
statistik nonparametrik dapat digunakan sebagai alternatif. Contoh
pengujian statistik parametrik adalah uji chi-square, uji Z, uji t, dan uji
ANOVA.
2.9.1.1 ANOVA Satu Arah (One Way ANOVA)
Analisis varians satu jalur adalah proses menganalisis data
yang diperoleh dari percobaan dengan berbagai tingkat faktor,
biasanya lebih dari dua tingkat faktor. Tujuan dari analisis ini adalah
untuk mengindentifikasi variabel bebas yang penting dan bagaimana
variabel tersebut dapat mempengaruhi respons (Fajrin, 2016).
Anova satu arah (one way anova) digunakan apabila yang akan
dianalisis terdiri dari satu variabel terikat dan satu variabel bebas.
2.9.2 Metode Nonparametrik Kruskal-Wallis
Uji nonparametrik tidak memerlukan pemenuhan asumsi-asumsi
tentang distribusi populasi, sehingga uji nonparametrik disebut juga uji
39
bebas distribusi (Subekti, 2014). Contoh pengujian nonparametrik adalah
uji Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis diinterpretasikan 2 variabel
berhubungan bila nilai asymp sig. kurang dari nilai probabilitas sebesar
0,05. Nilai asymp sig. yang melebihi nilai probabilitas 5% atau 0,05
diinterpretasikan sebagai data yang tidak berhubungan antar 2 variabel.
2.10 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian (Dermawan dan Ashari, 2018)
Penelitian pemanfaatan limbah slag ini merupakan
pengembangan penelitian dari Dermawan dan Azhari yang
berjudul “Studi Komparasi Kelayakan Teknis Limbah B3
Sandblasting Terhadap Limbah B3 Sandblasting Dan Fly Ash
Sebagai Campuran Beton” menggunakan alat universal testing
machine kapasitas 2000 kN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan limbah sandblasting pada beton berumur 28 hari
terhadap massa semen sebesar 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%
menghasilkan nilai kuat tekan 16,43 MPa, 16,32 MPa; 17,81
MPa; 18,89 MPa; dan 15,24 MPa, maka komposisi limbah
sandblasting yang layak sebagai bahan substitusi dalam
pembuatan beton adalah untuk komposisi 10% dan 15%.
Sehingga komposisi substitusi semen dalam penelitian
pemanfaatan limbah slag aluminium ini akan menggunakan acuan
antara 10% yakni 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, 11%, 12% dan 13%.
2. Penelitian (Nursyafril dkk, 2014)
Penelitian Nursyafril dkk berjudul Pemanfaatan Abu
Limbah Pembakaran Barang Mengandung Aluminium untuk
Bahan Campuran Mortar menggunakan penambahan limbah
sebanyak 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, 10% dari berat semen.
Penelitian ini bertujuan untuk optimalisasi pemanfaatan abu
limbah aluminium terhadap sifat mortar. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa penambahan tersebut meningkatkan tingkat
40
kekentalan mortar dan memperlambat waktu ikat mortar namun
menurunkan nilai kuat tekan. Berdasarkan nilai kuat tekan
mortar dan daya serap air pada umur 28 hari, penambahan
limbah yang paling optimal sebesar 4% yakni mencapai kuat
tekan 13,64 MPa dan penyerapan air sebesar 8,86%.
3. Penelitian (Yahya dkk.., 2018)
Penelitian Yahya dkk Pengaruh Penambahan Serpihan
Aluminium Sebagai Bahan Parsial Semen terhadap Kuat Tekan
dan Kuat Tarik Beton menggunakan penambahan limbah
sebanyak 0%, 5%, 7,5%, dan 10% dari berat semen. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sifat mekanik beton yang
dijadikan parameter adalah kuat tekan dan tarik belah beton.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan tersebut
menurunkan nilai kuat tekan dan tarik belah beton. Penambahan
limbah yang paling optimal sebesar 5% mencapai kuat tekan
11,5 MPa dan kuat tarik belah 1,9 MPa.
4. Penelitian (Galat, Dhawale dan Kitey, 2017)
Penelitian Galat dkk berjudul Performance of Concrete
Using Aluminium Dross menggunakan penambahan limbah
sebanyak 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 30% dari berat semen.
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah dross
aluminium sebagai material rekayasa beton. Limbah slag
aluminium yang digunakan berukuran 106 m. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa penambahan tersebut meningkatkan kuat
tekan beton pada komposisi 10% dan 15% yang mencapai kuat
tekan pada usia 28 hari sebesar 29,9 dan 28 MPa.
5. Penelitian (Elinwa and Mbadike, 2011)
Penelitian Elinwa dkk berjudul The Use of Aluminium
Waste as Concrete Production menggunakan penambahan
limbah sebanyak 0%, 5%, 10%, 20%, 30%, 40% dari berat
semen. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah
dross aluminium sebagai material rekayasa beton. Limbah slag
41
aluminium yang digunakan berukuran 106 m. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa penambahan limbah aluminium pada
komposisi 5%, dan 10% dapat mencapai kuat tekan diatas 20
MPa pada usia 28 hari.
6. Penelitian (Ozerkan dkk., 2014)
Penelitian Ozerkan dkk berjudul The Effect of Aluminium
Dross on Mechanical and Corrosion Properties of Concrete
menggunakan penambahan limbah sebanyak 0%, 5%, 10%,
15%, dan 30% dari berat semen. Penelitian ini bertujuan untuk
memanfaatkan limbah dross aluminium sebagai material
rekayasa beton. Limbah slag aluminium yang digunakan
berukuran 106 m. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
penambahan limbah aluminium optimal pada komposisi
maksimal 15% mencapai kuat tekan pada usia 28 hari diatas 20
MPa.
42
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
43
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada pelaksanaan penelitian dalam tugas akhir mengenai
pemanfaatan limbah slag aluminium ini, memiliki suatu rangkaian
penelitian terstruktur yang disebut metode penelitian. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode
eksperimen dilakukan untuk mendapatkan hasil maksimal dari variasi
limbah slag aluminium sebagai substitusi semen sebesar 0%, 6%, 7%, 8%,
9%, 10%, 11%, 12%, dan 13% dari berat semen. Tahapan penelitian ialah
observasi, perumusan masalah, studi literatur, pengumpulan data,
prersiapan limbah slag aluminium, pengujian karakteristik limbah slag
aluminium, pengujian waktu ikat semen, pembuatan beton, perawatan
beton, pengujian kuat tekan, pengujian kandungan akhir, dan analisis data
menggunakan One Way ANOVA atau uji alternatifnya.
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dan waktu penelitian pada pembuatan beton normal akan
dijelaskan pada uraian berikut:
3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada lokasi yang berbeda-beda diantaranya:
1. Studi kasus dan penngambilan limbah di Kawasan Home Industry
peleburan logam bekas aluminium Desa Bakalan, Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang.
2. Pengujian sifat fisis material, slump, waktu ikat, dan kuat tekan
beton di Laboratorium Material dan Struktur Gedung, Kampus ITS
Manyar, Surabaya.
3. Pengujian Pendukung Karakteristik di Laboratorium SEM-EDX
Teknik Mesin, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya.
44
4. Pengujian Karakteristik dan kandungan akhir dengan ICP-
OES/AAS/Gravimetri di Laboratorium Sucofindo, Jalan Ahmad
Yani, Surabaya.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, dimulai bulan Februari hingga Juli
2019.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1 Populasi Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah 45 benda uji beton normal
dengan limbah slag aluminium sebagai bahan substitusi semen berukuran
tinggi 200 mm x 100 mm
3.2.2 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan pada penelitian kali ini terdiri dari 30 benda
uji beton. Berikut rincian komposisi yang akan digunakan dalam
pembuatan benda uji :
Tabel 3.1 Rincian Komposisi Benda Uji
Komposisi Prosentase
Semen (%)
Prosentase
Limbah
Slag
Aluminium
(%)
Jumlah Spesimen Uji
Kuat Tekan Beton Usia
28 Hari
Total
Spesimen
1 100 0 5 5
2 94 6 5 5
3 93 7 5 5
4 92 8 5 5
5 91 9 5 5
6 90 10 5 5
7 89 11 5 5
8 88 12 5 5
9 87 13 5 5
TOTAL 45
Sumber : Desain Penelitian, 2019
45
3.3. Data Penelitian
3.3.1 Data Primer
Pengumpulan data ini dilakukan dengan observasi secara langsung
ke objek penelitian, yaitu :
Tabel 3.2 Data Primer
No Data Primer Metode
1. Karakteristik Limbah Slag Aluminium Analisa SEM-EDX ; ICP / AAS /
gravimetri
2. Sifat Fisik Material
a. Berat Jenis Semen Modul Teknik Sipil ITS dalam
Natania, (2016)
b. Berat Jenis Limbah Slag
Aluminium
c. Berat Jenis Agregat Halus SNI 03-1970-2008
d. Berat Jenis Agregat Kasar SNI 03-1969-2008
e. Kelembapan Agregat Halus,
dan Limbah Slag Aluminium
SNI 03-1971-2011
f. Kelembapan Agregat Kasar SNI 03-1971-2011
g. Daya Serap Air Agregat Halus SNI 03-1970-2008
h. Daya Serap Air Agregat Kasar SNI 03-1969-2008
i. Kebersihan Agregat Terhadap
Lumpur dan Bahan Organik
SNI 03-4428-1997
j. Gradasi Agregat SNI 03-2834-2000
3. pH Limbah Slag Aluminium Analisa
4. Kondisi Lapangan Kawasan Home
Industry Peleburan Logam Bekas
Observasi; wawancara
Sumber : Desain Penelitian, 2019
3.3.2 Data Sekunder
Pengumpulan data ini dilakukan melalui sumber terpercaya seperti
Material Data Sheet untuk mengumpulkan data sifat fisik dan kimia semen
portland.
3.4. Variabel Penelitian
Tahapan Variabel – variabel pada penelitian ini diuraikan sebagai
berikut
1. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah prosentase
penambahan limbah slag aluminium sebagai substitusi semen
sebagai beton.
46
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penilitian ini berupa kualitas beton yang
terdiri dari:
a. Waktu final setting time
b. Kuat tekan beton
c. Kandungan logam berat
3. Variabel kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah beton dengan
substitusi 0% limbah slag Aluminium yang berumur 28 hari.
3.4.1 Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman dan pengukuran setiap
variabel yang ada dalam penelitian setiap variabel harus
dirumuskan secara operasional. Adapun definisi operasional
dalam penelitian ini adalah :
Tabel 3.3 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Satuan
dan
Kategori
Alat Ukur Skala
1
Variasi
Limbah
Slag
Aluminium
(X)
Persentase
penambahan
limbah Slag
Aluminium
0 %
6 %
7 %
8 %
9 %
10 %
11 %
12%
13%
Neraca Nominal
2 Kualitas
Beton (Y)
Kualitas beton
yang meliputi:
a. Kuat tekan
b. Setting Time
c. Kandungan
Logam
Berat
MPa
Menit
ppm atau
mg/L
Mesin Uji
Kuat Tekan
Jarum Vicat
Alat Uji
Kandungan
Akhr
Rasio
Sumber: Desain Penelitian, 2019
47
3.5. Persiapan Uji
Persiapan uji merupakan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan
dalam penelitian pembuatan beton dengan bahan tambahan limbah slag
aluminium alat dan bahannya adalah sebagai berikut:
3.5.1. Persiapan Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
1. Ayakan nomor 100
2. Neraca
3. Neraca analisis
4. Labu takar
5. Oven
6. Botol sampel
7. Instrumen uji karakteristik (ICP / AAS / Gravimetri)
8. Instrumen uji waktu ikat (jarum vicat)
9. Instrumen uji tekan (Universal Testing Machine kapasitas 2000
KN)
10. Instrumen uji slump
11. Instrumen uji sifat fisik material (massa jenis, daya serap, kadar
air)
12. Timba
13. Pengaduk
14. Rojok
15. Cetakan beton silinder diameter 10 cm tinggi 20 cm
16. Cetok penghalus
3.5.2. Persiapan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Limbah slag Aluminium
Limbah yang digunakan berasal dari peleburan aluminium
bekas di Desa Bakalan, Kecamatan Sumobito, Kabupaten
Jombang. Limbah slag aluminium kemudian dihomogenisasi
48
dengan cara diayak menggunakan saringan nomor 100 untuk
mendapatkan butir limbah slag yang halus dan homogen.
2. Semen Portland
Semen Portland yang digunakan adalah semen portland Tipe 1
dengan merk dagang Semen Indonesia.
3. Agregat halus
Agregat halus yang digunakan berasal dari pasir lumajang.
4. Agregat kasar
Agregat kasar yang digunakan berukuran butir maaksimal 30 mm
dari batu pecah atau batu alami.
5. Air
Air yang digunakan dalam proses pencampur bahan berasal dari
tempat pembuatan benda uji.
3.6. Pembuatan dan Perawatan Benda Uji
Pada sub bab ini akan dijelaskan proses pembuatan dan perawatan
benda uji beton berbentuk silinder yang mengacu pada SNI 03-4810-1998,
tahapannya sebagai berikut :
1. Proses persiapan
Seluruh material yang dibutuhkan dicampur sedikit demi sedikit
dengan menggunakan mesin pengaduk sesuai dengan rancangan
campuran material.
2. Proses pencetakan :
a. Menempatkan cetakan pada permukaan yang datar, keras,
bebas dari getaran, gangguan-gangguan lain dan sedekat
mungkin dengan lokasi penyimpanan,
b. Menuangkan adukan beton dalam cetakan dengan
menggunakan sekop atau sendok aduk sesekop penuh atau
sesekop datar dari bejana pengaduk agar diperoleh adukan
yang dapat mewakili campuran tersebut,
49
c. Menusukkan sendok diseputar garis keliling lubang cetakan
agar beton terdistribusi secara merata dan terhindar
terjadinya segregasi,
d. Meratakan beton dengan menggunakan batang penusuk
sebelum mulai pemadatan,
e. Perkiraan pada akhir penuangan bahwa penambahan
sejumlah adukan beton benar-benar cukup.
3. Proses pemadatan
a. Karena benda uji silinder berukuran tinggi 200 mm dan
diameter 100 mm maka proses pemadatan menggunakan
penusukan dengan prosedur sebagai berikut:
b. Memasukkan adukan beton ke dalam cetakan dengan jumlah
lapisan di ekstrapolasi / interpolasi berdasarkan tabel
berikut:
Tabel 3.4 Jumlah Lapisan pada Pembuatan Benda Uji
no
Jenis dan
Tinggi Benda
Uji (mm)
Cara
Pemadatan
Jumlah
Lapisan
Perkiraan
Tebal
Lapisan
(mm)
1.
Silinder
300 Penusukan 3 100
Lebih dari 300 Penusukan Disesuaikan 100
300 sampai
460 Penggetaran 2
Setengah
dari tinggi
benda uji
Lebih dari 460 Penggetaran 3 atau lebih
200 / sedekat
mungkin
dengan yang
dapat
dilakukan
Balok
150 sampai
300 Penusukan 2
Setengah
dari tinggi
benda uji
Lebih dari 200 Penusukan 3 atau lebih 100
150 sampai
300 Penggetaran 1
Setebal
spesimen
Lebih dari 200 Penggetaran 2 atau lebih Mendekati
200
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 1998
c. Menusuk tiap dasar lapisan diseluruh ketebalannya secara
merata dengan batang penusuk sejumlah tusukan sesuai
50
dengan tabel berikut atau dari hasil ekstrapolasi /
interpolasinya :
Tabel 3.5 Jumlah Penusukan untuk Benda Uji Silinder
Diameter Silinder (mm) Jumlah Penusukan tiap Lapis
150 25
200 50
250 75
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 1998
d. Memukul-mukul bagian luar cetakan pelan-pelan dengan
palu kayu atau karet untuk menutup tiap lubang yang masih
ada sehingga dapat melepas gelembung udara yang mungkin
terperangkap.
4. Proses Penyelesaian :
a. Menghaluskan permukaan beton dengan cara memukul-
mukul,
b. Meatakan dengan roskam sampai rata sengan sisi atas
cetakan dan tidak terjadi penyimpangan lebih dari 3,2 mm.
5. Proses Penyimpanan awal :
a. Memindahkan benda uji segera setelah dipukul-pukul ke
tempat penyimpanan sehingga tak terganggu selama kurun
waktu perawatan awal.
b. Mengangkat dan menopang benda uji dari bawah dengan
sendok semen yang besar atau alat yang serupa, bila benda
uji dibuat dalam cetakan yang penggunaanya satu per satu
hendak dipindah sesegera mungkin.
c. Menandai benda uji untuk mengidentifikasi beton yang
diwakilianya secara positif dan tidak mudah rusak.
6. Proses Perawatan :
a. Perawatan setelah penyelesaian seperti menyelimuti benda
uji dengan pelat atau lembaran plastik kedap air, tidak
reaktif dan bungkus dengan kain basah serta hindari agar
tidak menyentuh permukaan beton,
b. Perawatan untuk pemeriksaan proporsi campuran seperti
kuat tekan dengan cara:
7. Perawatan awal sesudah percetakan :
a. Benda uji disimpan dalam suhu antara 16 sampai 27ºC
dalam lingkungan yang lembab selama 48 jam, harus
terlindung dari sinar matahari langsung atau alat yang
memancarkan panas kemudian benda uji dilepas dari
cetakan dan diberi perawatan standar, jika benda uji tidak
akan diangkut selama 48 jam, cetakan harus dilepas dalam
waktu 24 jam ± 8 jam dan diberi perawatan standar sampai
tiba waktu pengangkutan.
8. Perawatan standar untuk benda uji silinder sebagai berikut :
51
a. Dalam waktu 30 menit sesudah dilepas dari cetakan, benda
uji harus disimpan dalam keadaan lembab pada suhu 23ºC ±
1,7ºC tidak lebih dari 3 jam sebelum pengujian pada suhu
antara 20ºC sampai 30ºC. Benda uji tidak boleh terkena
tetesan atau aliran air, dan disimpan dalam keadaan basah,
yaitu dengan perendaman dalam air kapur jenuh atau dengan
ditutupi kain basah.
b. Perawatan untuk menentukan saat pelepasan cetakan atau
saat struktur boleh menerima beban untuk benda uji silinder
disimpan pada atau sedekat mungkin dengan struktur yang
dan suhu serta kelembabannya harus sama.
c. Proses pengangkutan benda uji ke laboratorium maksimal
selama 4 jam dan harus dilindungi dari kerusakan serta
dijaga kelembapannya.
3.7. Proses Pengujian
3.7.1. Pengujian Karakteristik Limbah Slag Aluminium
Proses pengujian katakteristik limbah slag auminium melalui 2 tahap
yakni tahap pembacaan kandungan unsur menggunakan metode analisa
SEM-EDX kemudian tahap pengukuran kadar kandungan unsur
menggunakan metode analisa ICP / AAS / Gravimetri.
3.7.2. Pengujian pH Limbah Slag Aluminium
Proses pengujian pH limbah slag aluminium mengacu pada SNI 19-
6424-2000. Berikut garis besar prosedur pengujian pH berdasarkan SNI
19-6424-2000:
1. Mengkalibrasi alat ukur pH dengan larutan penyangga standar
sebelum dan sesudah pengukuran
2. Menentukan kesesuaian semen dengan cara mengaduk (50 0,1) gram
pasir standar dan (50 0,1) gram semen dalam gelas kimia,
menambahkan 12,5 mL air suling kemudian diaduk dan dibiarkan 50
menit kemudian diaduk kembali untuk mempermudah masuknya
elektroda.
3. Menyelupkan elektroda dan termometer dengan hati-hati kedalam
adukan semen kemudian menghitung pH nya sesuai dengan
persamaan 2.9.
3.7.3. Pengujian Sifat Fisik Material
52
Proses pengujian sifat fisik material berupa berat jenis, kadar air, dan
kelembapan telah dijelaskan pada bab 2 butir 2.6.1 dengan acuan SNI 15-
2531-1999; SNI 03-1970-2008 ; SNI 03-1969-2008 ; dan SNI 03-1971-
2011.
3.7.4. Pengujian Konsistensi Semen, Setting Time, dan Slump
1. Pengujian konsistensi semen
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan air uji waktu
ikat semen. Konsistensi semen sendiri merupakan kadar air pasta semen
yang apabila jarum vicat diletakkan dipermukaannya dalam interval
waktu 30 detik akan terjadi penetrasi sedalam 10 mm. Berikut langkah-
langkah pengujiannya:
a. Menimbang semen 250 gram kemudian menambahkan
air sebanyak 70 ml lalu mengaduk air dan semen
selama 3 menit.
b. Membuat bola pasta dan di lempar sebanyak 6 kali
sejauh 15 cm.
c. Bola pasta dimasukkan kedalam cetakan dan diletakkan
pada alat vicat, dan meletakkan pembacaan pada skala
nol.
d. Batang vicat dilepas bebas dan mencatat nilai penetrasi
setelah 30 detik.
e. Mengulangi langkah 1-4 untuk penambahan air
sebanyak 80 ml, dan 75 ml.
f. Mencari nilai penambahan air yang yang memiliki nilai
penurunan pada saat jarum turun 10 mm.
1. Prosedur pengujian waktu ikat semen (setting time)
Prosedur pengujian waktu ikat semen sebagai berikut
(Badan Standardisasi Nasional, 2002):
a. Menentukan dan menyiapkan volume air suling yang
diperlukan untuk mencapai konsistensi normal semen,
b. Menuangkan air suling kedalam mangkok pengaduk,
kemudian memasukan 300 gram benda uji semen secara
53
perlahan-lahan kedalam mangkok pengaduk yang sama
dan dibiarkan selam 30 detik,
c. Mengaduk campuran air suling dan benda uji selama 30
detik dengan kecepatan pengadukan 140 ± 5 putaran per
menit,
d. Pengadukan dihentikan selama 15 detik, kemudian
membersihkan pasta semen yang menempel dipinggir
mangkok pengaduk,
e. Mengaduk kembali pasta semen selam 60 detik dengan
kecepatan pengadukan 285 10 putaran per menit,
f. Membuat pasta semen berbentuk bola dengan tangan,
sambil dilemparkan sebanyak 6 kali dari tangan kiri ke
tangan kanan dengan jarak kedua tangan ± 15 cm,
g. Memegang cetakan benda uji dengan salah satu tangan,
kenudian melalui lobang dasarnya pasta semen
dimasukkan sampai terisi penuh, kemudian kelebihan
pasta diratakan pada dasar cincin dengan sekali gerakan
telapak tangan,
h. Meletakkan dasar cincin pada pelat kaca, meratakan
permukaan atas pasta dengan sekali gerakan sendok
perata tanpa menekan pasta,
i. Meletakkan thermometer beton diatas benda uji, lalu
disimpan di lemari lembab selama 30 menit, selama
percobaan benda uji dalam cincin & ditahan pelat kaca,
j. Mencatat suhu udara dengan thermometer laboraturium
dan suhu benda uji dengan thermometer beton,
k. Meletakkan benda uji pada alat vicat, sentuhkan ujung
jarum vicat pada tengah-tengah permukaan benda uji
dan kencangkan posisi jarum vicat,
l. Meletakkan pembacaan skala pada nol atau mencatat
angka permulaan dan segera lepaskan jarum vicat;
54
m. Mencatat besarnya penetrasi jarum vicat ke dalam
benda uji setelah 30 detik setiap 15 menit untuk ke detik
lain berbeda pada pemakaian benda uji. Jarak titik-titik
pengujian adalah 6,5 mm dan letaknya minimum 9,5
mm dari tepi cetakan benda uji,
n. Setiap kali dilakukan percobaan penetrasi, jarum vicat
harus dibersihkan,
o. Selama percobaan penetrasi dilakukan, jarum vicat
selalu dalam kondisi lurus dan bebas dari getaran.
p. Waktu ikat awal ditentukan dari grafik penetrasi waktu,
yaitu waktu dimana penetrasi jarum vicat mencapai
nilai 25 mm.
2. Prosedur pengujian slump
Prosedur pengujian slump mengacu pada SNI 03-1972-2008
berikut langkah-langkahnya:
a. Membasahi cetakan dan pelat dengan kain basah
b. Meletakkan cetakan di atas pelat kokoh
c. Mengisi cetakan sampai penuh dengan beton segar dalam 3
lapis dimana tiap lapis berisi kira-kira 1/3 isi cetakan. Setiap
lapis ditususk dengan tongkat pemadat sebanyak 25 tusukan
secara merata (tongkat harus masuk sampai lapisan bagian
bawah tiap-tiap lapisan; pada lapisan pertama) dengan
penusukan lapisan tepi tongkat dimiringkan sesuai dengan
kemiringan cetakan,
d. Meratakan permukaan benda uji dengan tongkat dan semua
sisa benda uji yang jatuh di sekitar cetakan harus dibersihkan,
e. Kemudian cetakan diangkat perlahan-lahan tegak lurus
keatas (seluruh pengujian mulai dari pengisian sampai
cetakan diangkat harus selesai dalam jangka waktu 2,5
menit),
f. Membalikkan cetakan dan diletakkan perlahan-lahan di
samping benda uji,
55
g. Mengukur slump yang terjadi dengan menentukan perbedaan
tinggi cetakan dengan tinggi rata-rata benda uji.
3.7.5 Pengujian Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton mengacu pada SNI 1974-2011
berikut langkah-langkahnya:
a. Persiapan Perlakuan Benda Uji
Benda uji harus dalam keadaan lembab dan temperatur
ruang. Untuk itu benda uji yang dikeluarkan dari tempat
pelembaban harus segera diuji. Pengujian benda uji untuk umur
beton yang ditentukan memiliki toleransi waktu yang diizinkan
seperti dijelaskan berikut ini
Tabel 3.6 Toleransi Waktu yang Diizinkan
Umur uji Waktu yang diizinkan
12 jam 15 menit atau 2,1%
24 jam 30 menit atau 2,1%
3 hari 2 jam atau 2,8%
7 hari 6 jam atau 3,6%
28 hari 20 jam atau 3,0%
90 hari 2 hari atau 2,2%
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2011
b. Penempatan benda uji harus datar dan tegak lurus sumbu vertikal
c. Pembebanan
luasan penampang tekan tergantung pada diameter benda
uji silinder diatur dalam tabel berikut:
Tabel 3.7 Diameter Maksimum Permukaan Tekan
Diameter Benda Uji (mm) Diameter Maksimum Permukaan Tekan (mm)
50 105
75 130
100 165
150 255
200 280
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2011
Pembebanan dilakukan pada benda uji secara terus-menerus
tanpa kejut dengan memperhatikan rentang beban sampai benda
uji hancur. Nilai pembebanan dicatat untuk dilaporkan sekaligus
mengamati tipe kehancuran dan kondisi visual benda uji beton.
56
Gambar 3.1 Sketsa Tipe Kehancuran Benda Uji
(Badan Standardisasi Nasional, 2011b)
d. Perhitungan
Perhitungan kuat tekan menggunakan persamaan 2.20 dan
hasil kuat tekan tersebut dikalikan dengan faktor koreksi rasio
L/D benda uji.
Tabel 3.8 Faktor Koreksi Rasio L/D Benda Uji
L/D 2,00 1,75 1,50 1,25 1,00
Faktor 1,00 0,98 0,96 0,93 0,87
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2011
3.7.6 Pengujian Kandungan Akhir
Uji kandungan akhir pada beton dengan campuran
material berupa limbah slag aluminium bertujuan untuk
menganalisis apakah beton tersebut berbahaya terhadap
lingkungan apabila dipakai sebagai material konstruksi.
57
3.8 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini
MULAI
IDENTIFIKASI DAN
PERUMUSAN MASALAH
STUDI LITERATUR
PENGAMBILAN SAMPEL
STUDI LAPANGAN
UJI KARAKTERISTIK
LIMBAH SLAG
PENGUMPULAN DATA
DATA
SEKUNDER
MATERIAL
DATA SHEET
DATA
PRIMER
SIFAT-SIFAT
FISIK MATERIAL
SIFAT KIMIA
MATERIAL
MIX DESIGN
A
PERSIAPAN ALAT
58
Gambar 3. 2 Diagram Alir Penelitian (Desain Penelitian, 2019)
A
PERSIAPAN BAHAN
LIMBAH
SLAG
SEMEN PASIR KERIKIL AIR
PENGUJIAN KONSISTENSI
SEMEN
PENGUJIAN SETTING TIME
PEMBUATAN SPESIMEN
PENGUJIAN SETTING TIME PERAWATAN (CURING)
PENGUJIAN SETTING TIME UJI KUAT TEKAN BETON
USIA 28 HARI
PENGUJIAN KANDUNGAN AKHIR
ANALISA DATA
KESIMPULAN
SELESAI
PENGUJIAN SLUMP
59
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Penelitian ini berfokus mengenai pemanfaatan limbah slag
Aulinium, dengan batasan sampel dari limbah peleburan logam
aluminium di Desa Bakalan, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang,
Jawa Timur yang mana selama ini limbah slag yang dihasilkan dari
kegiatan tersebut tidak diolah maupun diserahkan pada pihak ketiga
namun disalahgunakan oleh masyarakat sekitar sebagai material urug
jalan dan tanggul untuk antisipasi banjir dan kebutuhan urug lahan
karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak yang
ditimbulkan oleh limbah tersebut.
2. Studi Literatur
Pada tahapan ini dilakukan pendalaman lebih terhadap topik
penelitian yang diangkat pada tugas akhir, untuk lebih memahami dan
mendalami maka diperlukan suatu studi literatur yang berguna untuk
memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Dimana literatur yang
didapatkan dapat bersumber dari jurnal, buku serta referensi dari internet.
Literatur yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan
pemanfaatan limbah slag aluminium, serta literatur mengenai beton
mulai cara pembuatan hingga pengujiannya. Dimana studi literatur yang
dibutuhkan dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Limbah B3
b. Limbah slag aluminium
c. Solidifikasi
d. Beton dan bahan penyusun beton
e. Pembutan beton
f. Pengujian karakteristik
g. Pengujian sifat fisik material
h. Pengujian kandungan akhir
i. Pengujian kuat tekan beton
j. Pengujian statistika parametrik dan nonparametrik
60
3. Studi Lapangan
Pada tahapan ini dilakukan pengamatan secara langsung pada
tempat produksi aluminium sekunder yang terdapat di Desa Bakalan,
Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Adapun tujuan
dari studi lapangan ini adalah untuk mengetahui kondisi eksisting dan
permasalahan yang ada di lokasi.
4. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara grab sampling untuk
mendapatkan gambaran umum mengenai karakteristik limbah slag
Aluminium.
5. Pengujian Karakteristik Limbah Slag Aluminium
Pada tahapan ini dilakukan kandungan karakteristik bahan dengan
metode uji SEM-EDX untuk mengetahui kandungan limbah slag
aluminium kemudian dilakukan uji dengan metode ICP-OES (Inductivity
Coupled Plasma-OES) untuk mengetahui nilai kandungan unsur pada
limbah slag aluminium karena uji dengan SEM-EDX hanya mampu
melihat kandungan unsur berdasarkan kulit permukaan yang difoto
menggunakan SEM. Adapun alternatif pengujian selain ICP-OES adalah
menggunakan AAS dan gravimetri
6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer maupun sekunder beserta metode yang
digunakan telah dijelaskan pada poin 3.3
7. Perancangan Campuran (Mix Design)
Kuat tekan yang direncanakan adalah 25 MPa beton normal mutu
sedang sebagai kontrol. Kadar penambahan limbah slag aluminium
sebesar 6%, 7%, 8 %, 9 %, 10 % , 11 %, 12% dan 13% dari berat semen.
Mix design dilakukan dengan acuan SNI 03-2834-2000 yang mengadopsi
metode DOE dengan sifat fisik agregat sesuai analisa.
8. Persiapan Alat
Persiapan alat telah dijelaskan pada poin 3.5.1
9. Persiapan Bahan
61
Persiapan bahan telah dijelaskan pada poin 3.5.2.
10. Pengujian Konsistensi Semen
Prosedur pengujian konsistensi semen telah dijelaskan pada poin 3.7.4.
11. Pengujian Setting Time (Waktu Ikat Semen)
Prosedur pengujian waktu ikat telah dijelaskan pada poin 3.7.4.
12. Pengujian Slump
Prosedur pengujian slump telah dijelaskan pada poin 3.7.4.
13. Pembuatan Spesimen
Prosedur pembuatan spesimen telah dijelaskan pada poin 3.6.
14. Perawatan Spesimen (Curing)
Prosedur perawatan spesimen telah dijelaskan pada poin 3.6.
15. Pengujian Kuat Tekan Beton Usia 28 hari
Prosedur pengujian kuat tekan beton telah dijelaskan pada poin 3.7.5.
16. Pengujian Kandungan Akhir
Pengujian kandungan akhir dilakukan pada spesimen uji dengan
proporsi limbah slag aluminium sebagai substitusi semen yang memiliki
kuat tekan terbesar.
17. Analisa Data
Analisa data dilakukan menggunakan 2 metode yakni metode
kuantitatif dan metode statistik. Metode kuantitatif meliputi analisa beton
yang ditinjau kuliatasnya berdasarkan SNI. Metode statistik yang
digunakan merupakan metode one way ANOVA (Analysis of Variance)
dan alternatifnya dengan software SPSS. Pengolahan tersebut akan
menghasilkan grafik ataupun data statistik yang akan digunakan untuk
menganalisa apakah variasi komposisi limbah slag aluminium memiliki
pengaruh terhadap kuat tekan pada beton mutu sedang.
18. Kesimpulan dan Saran
Tahap kesimpulan dan saran merupakan tahap terakhir dimana
akan ditarik beberapa kesimpulan terhadap analisa data yang telah
dilakukan sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian.
Saran-saran ditujukan untuk pengembangan penelitian terkait karena
62
penelitian ini masih memiliki keterbatasan waktu dan dana penelitian
dalam meneliti semua aspek terkait permasalahan yang diangkat.
3.9. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini memiliki jadwal pelaksanaan sebagai berikut:
Tabel 3.9 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Kegitan Bulan Ke-
1 2 3 4 5 6
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Studi Literatur
Studi Lapangan
Pengambilan Sampel
Uji Karakteristik Limbah Slag Aluminium
Pengumpulan Data
Mix Design
Persiapan Alat
Persiapan Bahan
Pengujian Konsistensi Semen
Pengujian Setting Time
Pengujian Slump
Pembuatan Spesimen
Perawatan Spesimen
Pengujian Kuat Tekan Beton
Pengujian Kandungan Akhir
Analisa Data
Penyusunan Laporan
Sumber: Desain Penelitian, 2019
63
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Karakteristik Limbah Slag Aluminium
Pengujian karakteristik limbah slag aluminium bertujuan untuk
mengidentifikasi kandungan unsur didalam limbah slag aluminium. Pengujian
kandungan awal memiliki tiga tahapan yang pertama pengujian menggunakan alat
SEM-EDX, kedua menggunakan alat ICP, dan ketiga menggunakan analisa XRD.
4.1.1 Hasil Pengujian SEM-EDX Limbah Slag Aluminium
Pengujian SEM (Scanning Electron Microscopy) limbah slag aluminium
dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Perbesaran yang digunakan adalah 1.000x, 5.000x, 10.000x, dan 20.000x
sebagaimana terdapat pada Gambar 4.1.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.1 Hasil SEM-EDX (a) perbesaran 1.000 x (b) perbesaran 5.000 x (c) perbesaran 10.000
x (d) perbesaran 20.000 x
(Sumber : Hasil Analisa, 2019)
64
Berdasarkan Gambar 4.1 ukuran slag aluminium dapat diketahui dengan
cara mengukur skala ukuran objek yang terdapat di pojok kanan bawah Gambar
4.1 (a) hingga (d), sehingga dapat diketahui variasi ukuran slag aluminium antara
10-55 m. Pengujian SEM kemudian dilanjutkan dengan EDX (Energy
Dispersive X-Ray) untuk mengidentifikasi unsur penyusun limbah slag aluminium
yang terdapat dalam Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Hasil EDX
(Sumber : Hasil Analisa, 2019)
Unsur-unsur yang terkandung dalam limbah slag aluminium berdasarkan
Gambar 4.2 didominasi oleh logam Al. Unsur-unsur limbah slag aluminium
selengkapnya dijabarkan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Analisa EDX
Unsur Hasil Analisa
Berat (%) mg/L Eror (%)
N 7,89 789 11,84
O 31,32 3132 8,84
F 1,14 114 17,22
Na 5,42 542 7,83
Mg 3,04 304 7,14
Al 37,54 3754 4,38
Si 2,94 294 8,15
Cl 5,26 526 5,3
K 1,78 178 10,96
Ca 0,97 97 17,03
Fe 0,96 96 34,85
Cu 1,74 174 25,99
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
65
Unsur terbesar yang terkandung dalam limbah slag aluminium adalah
aluminium. Pembacaan dengan SEM-EDX memiliki kelemahan yakni hanya
membaca berdasarkan kondisi permukaan sampel, tetapi tidak dapat
mengidentifikasi kondisi dalam sampel, sehingga diperlukan analisa lebih lanjut
mengenai unsur tersebut dengan ICP.
4.1.2 Hasil Pengujian ICP Limbah Slag Aluminium
Pengujian ICP dilakukan di Laboratorium Sucofindo, Jalan Ahmad Yani,
Surabaya. Hasil dari pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Analisa ICP
Parameter Hasil Analisa Metode
(%) ppm
• Natrium (Na) 3,09 309 US EPA SW-846-3050 B & 7770
• Magnesium (Mg) 0,21 21 US EPA SW-846-3050 B & 7450 A
• Aluminium (Al) 3,91 391 US EPA SW-846-3050 B & 7020
• Silika (Si) 0,70 70 US EPA SW-846-3050 B & 3120 B #)
• Kalsium (Ca) 0,62 62 US EPA SW-846-3050 B & 7140
• Besi (Fe) 0,33 33 US EPA SW-846-3050 B & 7380
• Tembaga (Cu) 0,14 14 US EPA SW-846-3050 B & 7450 A
• Kalium (K) 0,81 81 US EPA SW-846-3050 B & 7020
• pH 8,65 - 4500 H+ B #)
• Klorida (Cl) 5,51 551,22 4500 Cl- B #)
• Fluorida (F) 0,71 71,57 4500 F- D #)
• Nitrogen (N) 0,042 4,20 Kjeldahl Destilation
#) Standard Method 23rd Edition 2017 APHA-AWWA-WEF
(Sumber : Hasil Analisa, 2019)
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat selisih pembacaan unsur antara
SEM-EDX dengan ICP. Hal ini disebabkan, karena SEM-EDX hanya mampu
melakukan pembacaan pada permukaan sampel, sedangkan ICP mampu membaca
kandungan keseluruhan sampel. Unsur dominan dari limbah slag aluminium
adalah Al, Na, dan Cl. Unsur logam berat yang terdapat dalam limbah slag
aluminium adalah Cu dengan konsentrasi 14 ppm, dan F dengan konsentrasi 71,57
ppm. Menurut PP 101 2014 pada lampiran III tentang baku mutu karakteristik
beracun untuk penetapan kategori limbah B3 Cu adalah 60 ppm, dan untuk F
adalah 450 ppm, artinya kandungan Cu dan F dalam lmbah slag aluminium telah
memenuhi baku mutu.
66
4.1.3 Hasil Pengujian XRD Limbah Slag Aluminium
Pengujian XRD bertujuan untuk mengidentifikasi unsur yang saling
berikatan menjadi senyawa. Pengujian XRD dilakukan di Laboratorium Material
dan Metalurgi, Kampus ITS, Sukolilo. Hasil dari pengujian XRD terdapat dalam
Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Hasil Analisa XRD
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
Berdasarkan gambar tersebut, senyawa yang terdapat dalam limbah adalah
Al2O3, AlN, NaCl, AlCuO4, KFeO2, Al2MgO4. Senyawa-senyawa dalam limbah
slag aluminium merupakan senyawa dengan fasa kristal. Senyawa pembentuk
reaksi pozzolan kebanyakan terdiri dari silika oksida dengan fasa amorf, sedikit
silika oksida dengan fasa kristal, dan sedikit aluminium oksida dengan fasa kristal
(Waani dkk., 2017). Senyawa pembentuk reaksi pozzolan selain aluminitum
oksida seperti silika oksida, dan kalsium oksida tidak ditemukan dalam analisa.
Reaksi pozzolan terjadi ketika silika reaktif (SiO2) dan sedikit aluminium oksida
(Al2O3) ditambah dengan air bereaksi dengan Ca(OH)2 menjadi gel kalsium silikat
hidrat disingkat CSH (Soroka, 1993). Kurangnya SiO2 akan menghambat
pembentukan reaksi gel kalsium silikat hidrat (CSH) (Mailar dkk, 2016). Setina,
Gabrene dan Juhnevica (2013), berpendapat bahwa penambahan bahan pozzolan
dalam beton akan meningkatkan kuat tekan beton. Bahan pozzolan dengan
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
500
1000 XRD
Aluminum Nitride
Halite, syn
Corundum, syn
Aluminum, syn
Copper Aluminum Oxide
Potassium Iron Oxide
Spinel
67
ketahanan kimia tinggi dapat digunakan dalam struktur lingkungan khusus seperti
lingkungan asam. Bahan pozzolan seperti polimer amorf rentan terhadap serangan
kimia dan degradasi fisik. Ketahanan akan zat kimia polimer semi-kristal
umumnya lebih baik daripada polimer amorf (Campo, 2008), sehingga limbah
slag aluminium memiliki keunggulan ketahanan dari zat kimia.
4.2 Hasil Pengujian Sifat Fisik Material dan Mix Design
4.2.1 Hasil Pengujian Sifat Fisik Material
Pengujian sifat fisik material bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas
material yang digunakan dalam pembuatan beton. Kualitas material yang semakin
baik, maka semakin bagus pula kualitas beton yang dihasilkan. Rangkuman hasil
pengujian sifat fisik material terdapat dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Uji Sifat Fisik Material
No Macam Pemeriksaan Nilai Satuan Standar Keterangan
Pasir Lumajang
1 Modulus Kehalusan 3,2 - 2,6 - 3,8 memenuhi
2 Berat Jenis 2,6 g/cm3 2,5-2,6 memenuhi
3 Daya Serap Air 2,7 % - -
4 Kadar Air 3,1 % - -
5 Kadar Lumpur 1,7 % maks 5 % memenuhi
6 Kebersihan terhadap zat organik no 1 - maks no 3 memenuhi
Kerikil Asli
1 Modulus Kehalusan 8 - 5-8 memenuhi
2 Berat Jenis 2,4 g/cm3 2,4-2,7 memenuhi
3 Daya Serap Air 8,1 % - -
4 Kadar Air 7,4 % - -
5 Kadar Lumpur 7,6 % maks 1 % tidak memenuhi
Limbah Slag Aluminium
1 Berat Jenis 2,57 g/cm3 - -
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Berdasarkan hasil analisa tersebut, nilai sifat fisik material memenuhi
standar, kecuali kadar lumpur kerikil yang mencapai 8%. Kadar lumpur kerikil
yang tingi dapat mempersulit daya ikat agregat halus dan semen pada kerikil
(Achmad, 2015), sehingga kerikil perlu dicuci hingga bersih dan didapatkan kadar
lumpurnya < 1%.
68
4.2.2 Mix Design
Perencanaan campuran atau mix design yang diacu dalam penelitian ini
adalah SNI 03-2834-2000 tentang tata cara pembuatan rencana campuran beton
normal. Perhitungan perencanaan campuran sebagai berikut.
a. Menentukan kuat tekan yang disyaratkan
• Kuat tekan yang direncanakan dalam penelitian ini adalah 25 MPa
dengan toleransi cacat 5%.
b. Deviasi standar
• Deviasi standar biasanya diketahui menurut data lapangan. Deviasi
standar untuk penelitan atau tanpa data menggunakan nilai 12.
c. Nilai tambah / margin
• Nilai tambah / margin dapat ditentukan dari mengalikan deviasi
standar dengan koefisien nilai margin 1,64 sehingga;
Nilai tambah = 1,64 x 12 = 19,7 MPa
d. Menentukan kuat tekan rata-rata yang ditargetkan
• Kuat tekan rata-rata yang ditargetkan dihitung dari menjumlahkan
nilai kuat tekan yang disyaratkan dengan nilai tambah sehingga;
Kuat tekan rata-rata yang ditargetkan = 25 + 19,7 = 44,7 MPa
e. Menetapkan jenis semen
Jenis semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland
tipe I dengan merk dagang semen gresik.
f. Menetapkan jenis agregat
• Jenis agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pasir lumajang
• Jenis agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kerikil batu pecah dengan spesifikasi ukuran butir lolos saringan
nomor atau ukuran butir maksimal 2,59 cm.
g. Menentukan faktor air semen bebas
• Faktor air semen bebas ditentukan dari Tabel 2.2 Perkiraan
Proporsi Campuran berdasarkan mutu beton sedang dan grafik
dalam gambar 2.15 Hubungan Antara Kuat Tekan dengan Faktor
Air Semen (FAS) untuk Benda Uji Silinder. Setelah didapat nilai
69
FAS dipilih yang terkecil antara 0,50 (hasil tabel) dengan 0,36
(hasil penggambaran grafik) yakni 0,36.
Gambar 4.4 Penentuan Nilai Faktor Air Semen
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
h. Menetapkan faktor air semen maksimum
• Faktor air semen maksimum yang ditetapkan adalah 0,36
i. Menetapkan nilai slump
• Nilai slump ditetapkan 60-180 mm
j. Menetapkan ukuran agregat maksimum
• Ukuran agregat maksimum 40 mm
k. Menentukan kadar air bebas
• Kadar air bebas ditentukan dengan Tabel 2.5 Perkiraan Kadar Air
Bebas (kg/m3) dan didapatkan nilai 185 kg/m3.
• Kadar air bebas untuk agregat tak dipecah/pasir = 175 kg/m3
0,36
44,7
70
• Kadar air bebas untuk agregat dipecah/kerikil = 205 kg/m3
• Perhitungan kadar air bebas:
2
3𝑊ℎ +
1
3𝑊𝑘 =
2
3𝑥 175
kg
𝑚3+
1
3𝑥205 kg/𝑚3 = 116,67
kg
𝑚3+ 68,83kg/𝑚3
= 185 kg/m3
l. Menentukan jumlah semen
• Ditentukan dengan cara membagi kadar air bebas dengan faktor air
semen maksimum:
185 kg/m3 : 0,36 = 514 kg/m3
m. Menetapkan jumlah semen maksimum
• Jumlah semen maksimum diabaikan
n. Menetapkan jumlah semen minimum
• Berdasarkan Tabel 2.3 jumlah semen minimum adalah 325 kg/m3,
karena perhitungan jumlah semen 614 kg/m3, maka diambil nilai
terbesar = 614 kg/m3.
o. Menentukan faktor air semen yang disesuaikan
• Menggunakan hasil air semen terkecil (grafik 1 dalam Gambar
2.15) = 0,36
p. Menentukan susunan butir agregat halus
• Untuk menentukan susunan butir agregat halus menggunakan hasil
analisa ayakan terdapat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Analisa Ayakan Pasir Lumajang
Berat
Tertahan
(gram)
Berat
Lolos
(gram)
Jumlah Persen
Saringan Tertahan Lolos
Tertahan
Kumulatif
4,76 0 996,6 0,00 100,00 0,00
2,38 63,3 933,3 6,35 93,65 6,35
1,19 148,7 847,9 14,92 85,08 21,27
0,59 229,4 767,2 23,02 76,98 44,29
0,3 178,3 818,3 17,89 82,11 62,18
0,15 210,6 786,0
PAN 166,3 830,3 16,69 83,31 100,00
CAWAN - - - - -
TOTAL 996,6 100,00 317,41
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Fineness Modulus = TOTAL % TERTAHAN KUMULATIF : 100
71
Fineness Modulus = 317 : 100
Fineness Modulus = 3,17
Kemudian data % kumulatif dibandingkan dengan data zona
gradasi pasir yang paling mendekati. Data dalam penelitian ini
termasuk zona gradasi 2.
Tabel 4.5 Hasil Analisa Gradasi Pasir Lumajang
Saringan
%
kumulatif
Lolos
% Lolos Ayakan
Nomor mm
Gradasi
Zona 1
(Kasar)
Gradasi
Zona 2
(Sedang)
Gradasi
Zona 3
(Halus)
Gradasi
Zona 4
(Sangat
Halus)
4 4,76 90 90-100 90-100 90-100 95-100
8 2,38 83,61 60-95 75-100 85-100 95-100
16 1,19 68,69 30-70 55-90 75-100 90-100
30 0,6 45,68 15-34 35-59 60-79 80-100
50 0,3 27,78 5-20 8-30 12-40 15-50
100 0,15 6,65 0-10 0-10 0-10 0-15
Pan pan 0 0 0 0 0
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Berdasarkan Tabel 4.5 diatas dapat dibuat grafik zona gradasi pasir
yang terdapat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Zona Gradasi Pasir Lumajang
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
q. Menentukan persentase agregat halus
• Persentase agregat halus ditentukan dengan Gambar 2.17 dan
didapatkan nilai 38% (ditunjukkan pada Gambar 4.6 dibawah ini),
sedangkan untuk agregat kasar mengikuti nilai persentase agregat
halus.
0
20
40
60
80
100
120
012345
% K
um
ula
tif
Nomor Saringan
Gradasi
Pasir
Batas Atas
Batas
Bawah
72
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 = 100 − 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 = 100 − 38
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 = 62
Gambar 4.6 Penentuan Persentase Agregat Halus
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
r. Menentukan berat jenis relatif agregat (kondisi SSD)
• Berat jenis relatif agregat didapat dari penjumlahan berat jenis
agregat yang sudah dikalikan dengan persentase agregat
𝑏𝑗 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = ((𝑏𝑗 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 𝑥 % 𝑎𝑔. ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠) + (𝑏𝑗 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑘𝑖𝑙 𝑥 % 𝑎𝑔. 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟))
𝑏𝑗 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = ((2,54 𝑥 38%) + (2,4 𝑥 62%))
𝑏𝑗 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = 2,47
s. Menentukan berat jenis beton
• Berat jenis beton didapatkan dari menarik garis vertikal dari titik
kadar air bebas pada Gambar 4.7 berikut, sehingga didapatkan nilai
berat jenis beton sebesar 2.285 kg/m3.
Gambar 4.7 Penentuan Berat Jenis Beton
(sumber: Hasil Analisa, 2019)
222285
0,36
38
222,47
1185
73
t. Menentukan kadar agregat gabungan
• Kadar agregat gabungan didapatkan dari pengurangan antara berat
jenis beton basah dengan kadar air bebas ditambah jumlah semen.
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 = 2.285 𝑘𝑔/𝑚3 − (514 + 185)𝑘𝑔/𝑚3
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 = 1.586,11 𝑘𝑔/𝑚3
u. Menentukan kadar agregat halus
• Kadar agregat halus didapatkan dari perkalian antara persentase
agregat halus dengan kadar agregat gabungan
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 = 38% 𝑥 1586,11 𝑘𝑔
𝑚3
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 = 603 𝑘𝑔/𝑚3
v. Menentukan kadar agregat kasar
• Kadar agregat kasar didapatkan dari perkalian antara persentase
agregat kasar dengan kadar agregat gabungan
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 = 62% 𝑥 1.586,11 𝑘𝑔
𝑚3
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 = 983 𝑘𝑔/𝑚3
w. Proporsi campuran
• Proporsi campuran diperoleh dengan cara membandingkan seluruh
kadar material dengan kadar semen
Tabel 4.6 Proporsi Campuran
Proporsi
Campuran
Semen Air Pasir Kerikil
(kg) (kg) (kg) (kg)
Tiap m3 514 185 603 983
Proporsi (tiap
komposisi :
proporsi
semen)
1 0,36 1,17 1,91
Sumber: Hasil Analisa, 2019
• Koreksi proporsi campuran
• Pasir mempunyai kadar air 3,05% dan penyerapan air
2,71%, maka pasir akan menambah jumlah air campuran
karena kadar air > penyerapan air. Air harus dikurangi /
pasir harus ditambah sebesar :
Pasir = (3,05 − 2,71) x 603 ∶ 100 = 2,05 kg
74
• Kerikil mempunyai kadar air 7% dan penyerapan air 8,1%,
maka kerikil akan menyerap sebagian air campuran,
sehingga air harus ditambah / kerikil harus dikurangi
sebesar:
𝑘𝑒𝑟𝑖𝑘𝑖𝑙 = (8,1 − 7)𝑥 983 𝑘𝑔 ∶ 100 = 10,81 𝑘𝑔
• Proporsi campuran menjadi:
o Semen portland = 514 kg
o Pasir = 603 kg + 2,05 kg = 605,05 kg
o Kerikil = 983 kg – 10,81 kg = 972,19 kg
o Air = 185 kg – 2,05 kg + 10,81 kg = 193,76 kg
Tabel 4.7 Koreksi Proporsi Campuran
Koreksi
Proporsi
campuran
semen air pasir kerikil
(kg) (kg) (kg) (kg)
Tiap m3 514 193,76 605,05 972,19
Proporsi (tiap
komposisi :
proporsi
semen)
1 0,38 1,18 1,89
Sumber: Hasil Analisa, 2019
x. Kebutuhan material
Kebutuhan material disesuaikan dengan ukuran spesimen dan
jumlah spesimen tiap variasi. Setiap variasi terdiri dari 5 spesimen, namun
untuk mengantisipasi adonan yang menempel pada dinding molen
pengaduk, maka jumlah adonan ditambahi 2 spesimen menjadi adukan 7
spesimen tiap variasi. Kebutuhan material dapat dilihat dalam Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Kebutuhan Material
No Keterangan Nilai Satuan
1. Diameter cetakan (2 r) 0,1 m
2. Tinggi cetakan (t) 0,2 m
3. Volume cetakan (π x r2 x t) 0,00157 m3
4. Volume 7 cetakan (7 x poin 4) 0,0110 m3
5. Semen 7 cetakan (poin 4 x koreksi proporsi campuran semen
tiap m3)
5,65 Kg
6. Air 7 cetakan (poin 4 x koreksi proporsi campuran air tiap m3) 2,13 Kg
7. Pasir 7 cetakan (poin 4 x koreksi proporsi campuran pasir tiap
m3)
6,66 Kg
8. Kerikil 7 cetakan (poin 4 x proporsi campuran kerikil tiap m3) 10,69 Kg
Sumber: Hasil Analisa, 2019
75
Selanjutnya menghitung kebutuhan material untuk tiap variasi
substitusi semen. Kebutuhan material semen akan berbeda setiap variasi
karena perbedaan persentase substitusi. Hasil perhitungan kebutuhan
material tiap variasi dapat dilihat dalam Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Kebutuhan Material Tiap Variasi
no Material
(kg)
V1
(0%)
V2
(6%)
V3
(7%)
V4
(8%)
V5
(9%)
V6
(10%)
V7
(11%)
V8
(12%)
V9
(13%)
1. Semen 5,65 5,31 5,26 5,20 5,14 5,09 5,03 4,97 4,92
2. Limbah 0 0,34 0,40 0,45 0,51 0,57 0,62 0,68 0,73
3. Air 2,13 2,13 2,13 2,13 2,13 2,13 2,13 2,13 2,13
4. Pasir 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66
5. Kerikil 10,69 10,69 10,69 10,69 10,69 10,69 10,69 10,69 10,69
Sumber: Hasil Analisa, 2019
4.3 Hasil Pengujian Waktu Ikat Semen (Setting Time)
Pengujian waktu ikat semen didahului dengan pengujian konsistensi
semen. Pengujian konsistensi semen bertujuan untuk menentukan kadar air yang
sesuai untuk digunakan dalam pengujian waktu ikat semen. Selain sebagai
pendahuluan dari uji waktu ikat, pengujian konsistensi semen juga bertujuan
untuk mengetahui kadar air minimum yang diperlukan untuk mencapai
konsistensi normal semen, dan nantinya akan berhubungan ketika bata beton
mulai mengikat hingga mengeras.
4.3.1 Pengujian Konsistensi Semen
Terdapat 9 pengujian konsistensi semen, sebagai berikut
a. pengujian konsistensi semen variasi 1 (100% semen, 0% limbah)
b. pengujian konsistensi semen variasi 2 (94% semen, 6% limbah)
c. pengujian konsistensi semen variasi 3 (93% semen, 7% limbah)
d. pengujian konsistensi semen variasi 4 (92% semen, 8% limbah)
e. pengujian konsistensi semen variasi 5 (91% semen, 9% limbah)
f. pengujian konsistensi semen variasi 6 (90% semen, 10% limbah)
g. pengujian konsistensi semen variasi 7 (89% semen, 11% limbah)
h. pengujian konsistensi semen variasi 8 (88% semen, 12% limbah)
i. pengujian konsistensi semen variasi 9 (87% semen, 13% limbah)
Hasil dari pengujian konsistensi normal semen terdapat dalam Tabel 4.10
76
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Konsistensi Normal Semen
Variasi pengujian Jumlah air (mL) Penurunan (mm)
1 80
10
2 80
3 80
4 80
5 80
6 85
7 85
8 85
9 85
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Berdasarkan hasil pengujian diatas terlihat bahwa masing-masing
variasi substitusi semen membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk
mendapatkan penurunan jarum vicat sebesar 10 mm. Variasi pengujian 1
(satu) sampai 5 (lima) membutuhkan 80 mL air sedangkan, variasi
pengujian 6 (enam) sampai 9 (sembilan) memerlukan 85 mL air. Data
tersebut dapat diartikan bahwa penambahan substitusi aluminium dapat
meningkatkan kebutuhan air dalam pengujian konsistensi normal semen.
4.3.2. Pengujian Waktu Ikat Semen dengan Variasi Limbah
Pengujian setting time atau waktu pengikatan bertujuan untuk
mengidentifikasi waktu pengikatan awal dan akhir antara semen dengan air yang
dilakukan dengan menggunakan alat vicat. Jumlah air dalam pengujian setting
time mengacu pada hasil pengujian konsistensi normal semen.
a. Pengujian waktu ikat variasi 1 (100% semen + 0% limbah)
Hasil pengujian waktu ikat semen variasi 1 (100% semen + 0% limbah)
tersaji dalam Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Waktu Ikat Variasi 1
No Waktu (menit) Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
1 45 45,0 29
2 15 60,0 28
3 15 75,0 15
4 15 90,0 10
5 15 105,0 6
6 15 120,0 0
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Waktu pengikatan akhir terjadi pada penurunan jarum vicat 0 mm
atau terjadi pada menit ke-120 sedangkan, waktu pengikatan awal terjadi
77
pada saat jarum vicat mengalami penurunan 25 mm. Interpolasi dilakukan
untuk mendapat data waktu pengikatan awal sebagai berikut.
Tabel 4.12 Interpolasi waktu ikat awal variasi 1
Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
60,0 28
x 25
75,0 15
Sumber: Hasil Analisa, 2019
28 − 25
28 − 15=
60 − 𝑥
60 − 75
3
13=
60 − 𝑥
− 15
−45 = 780 − 13𝑥
13𝑥 = 780 + 45
13𝑥 = 825
𝑥 = 63,5
Waktu pengikatan awal semen variasi 1 adalah 63,5 menit dan
waktu pengikatan akhir semen variasi 1 adalah 120 menit.
b. Pengujian waktu ikat variasi 2 (94% semen + 6% limbah)
Hasil pengujian waktu ikat variasi 2 (94% semen + 6% limbah) tersaji
dalam Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Waktu Ikat Variasi 2
No Waktu (menit) Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
1 45 45 18
2 15 60 9
3 15 75 2
4 15 90 1
5 15 105 0
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Waktu pengikatan akhir terjadi pada penurunan jarum vicat 0 mm
atau terjadi pada menit ke-105 sedangkan, waktu pengikatan awal terjadi
pada saat jarum vicat mengalami penurunan 25 mm. Ekstrapolasi
dilakukan untuk mendapat data waktu pengikatan awal sebagai berikut.
Tabel 4.14 Interpolasi waktu ikat awal variasi 2
Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
x 25
45 18
60 9
Sumber: Hasil Analisa, 2019
25 − 9
18 − 9=
𝑥 − 60
45 − 60
78
16
9=
𝑥 − 60
−15
𝑥 − 60 = −26,67
𝑥 = 33,33
Waktu pengikatan awal semen variasi 2 adalah 33,33 menit dan
waktu pengikatan akhir semen variasi 2 adalah 105 menit.
c. Pengujian waktu ikat variasi 3 (93% semen + 7% limbah)
Hasil pengujian waktu ikat variasi 3 (93% semen + 7% limbah) tersaji
dalam Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Waktu Ikat Variasi 3
No Waktu (menit) Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
1 45 45 12
2 15 60 4
3 15 75 2
4 15 90 1
5 15 105 0
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Waktu pengikatan akhir terjadi pada penurunan jarum vicat 0 mm
atau terjadi pada menit ke-105 sedangkan, waktu pengikatan awal terjadi
pada saat jarum vicat mengalami penurunan 25 mm. Ekstrapolasi
dilakukan untuk mendapat data waktu pengikatan awal sebagai berikut
Tabel 4.16 Interpolasi waktu ikat awal variasi 3
Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
x 25
45 12
60 4
Sumber: Hasil Analisa, 2019
25 − 4
12 − 4=
𝑥 − 60
45 − 60
21
8=
𝑥 − 60
−15
𝑥 − 60 = −39,38
𝑥 = 20,63
Waktu pengikatan awal semen variasi 3 adalah 20,63 menit dan
waktu pengikatan akhir semen variasi 3 adalah 105 menit.
d. Pengujian waktu ikat variasi 4 (92% semen + 8% limbah)
Hasil pengujian waktu ikat semen variasi 4 (92% semen + 8% limbah)
tersaji dalam Tabel 4.17.
79
Tabel 4.17 Waktu Ikat Variasi 4
No Waktu (menit) Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
1 45 45,0 10
2 15 60,0 2
3 15 75,0 1
4 15 90,0 1
5 15 105,0 0,5
6 15 120,0 0
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Waktu pengikatan akhir terjadi pada penurunan jarum vicat 0 mm
atau terjadi pada menit ke-120 sedangkan, waktu pengikatan awal terjadi
pada saat jarum vicat mengalami penurunan 25 mm. Ekstrapolasi
dilakukan untuk mendapat data waktu pengikatan awal sebagai berikut.
Tabel 4.18 Ekstrapolasi waktu ikat awal variasi 4
Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
x 25
45 10
60 2
Sumber: Hasil Analisa, 2019
25 − 2
10 − 2=
𝑥 − 60
45 − 60
23
8=
𝑥 − 60
−15
𝑥 − 60 = −43,13
𝑥 = 16,88
Waktu pengikatan awal semen variasi 4 adalah 16,88 menit dan
waktu pengikatan akhir semen variasi 4 adalah 120 menit.
e. Pengujian waktu ikat variasi 5 (91% semen + 9% limbah)
Hasil pengujian waktu ikat semen variasi 5 (91% semen + 9% limbah)
tersaji dalam Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Waktu Ikat Variasi 5
No Waktu (menit) Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
1 45 45,0 13
2 15 60,0 2,5
3 15 75,0 2
4 15 90,0 1,5
5 15 105,0 0,25
6 15 120,0 0
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Waktu pengikatan akhir terjadi pada penurunan jarum vicat 0 mm
atau terjadi pada menit ke-120 sedangkan, waktu pengikatan awal terjadi
80
pada saat jarum vicat mengalami penurunan 25 mm. Ekstrapolasi
dilakukan untuk mendapat data waktu pengikatan awal sebagai berikut.
Tabel 4.20 Ekstrapolasi waktu ikat awal variasi 5
Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
x 25
45 13
60 2,5
Sumber: Hasil Analisa, 2019
25 − 2,5
13 − 2,5=
𝑥 − 60
45 − 60
22,5
10,5=
𝑥 − 60
−15
𝑥 − 60 = −32,14
𝑥 = 27,86
Waktu pengikatan awal semen variasi 5 adalah 27,86 menit dan
waktu pengikatan akhir semen variasi 5 adalah 120 menit.
f. Pengujian waktu ikat variasi 6 (90% semen + 10% limbah)
Hasil pengujian waktu ikat semen variasi 6 (90% semen + 10% limbah)
tersaji dalam Tabel 4.21.
Tabel 4.21 Waktu Ikat Variasi 6
No Waktu (menit) Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
1 45 45,0 12
2 15 60,0 1
3 15 75,0 1
4 15 90,0 1
5 15 105,0 1
6 15 120,0 0,5
7 15 135,0 0,5
8 15 150,0 0,5
9 15 165,0 0
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Waktu pengikatan akhir terjadi pada penurunan jarum vicat 0 mm
atau terjadi pada menit ke-165 sedangkan, waktu pengikatan awal terjadi
pada saat jarum vicat mengalami penurunan 25 mm. Ekstrapolasi
dilakukan untuk mendapat data waktu pengikatan awal sebagai berikut.
Tabel 4.22 Ekstrapolasi waktu ikat awal variasi 6
Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
x 25
45 12
60 1
Sumber: Hasil Analisa, 2019
81
25 − 1
12 − 1=
𝑥 − 60
45 − 60
24
11=
𝑥 − 60
−15
𝑥 − 60 = −32,73
𝑥 = 27,27
Waktu pengikatan awal semen variasi 6 adalah 27,27 menit dan
waktu pengikatan akhir semen variasi 6 adalah 165 menit.
g. Pengujian waktu ikat variasi 7 (89% semen + 11% limbah)
Hasil pengujian waktu ikat semen variasi 7 (89% semen + 11% limbah)
tersaji dalam Tabel 4.23.
Tabel 4.23 Waktu Ikat Variasi 7
No Waktu (menit) Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
1 45 45,0 14
2 15 60,0 6
3 15 75,0 4
4 15 90,0 2
5 15 105,0 1
6 15 120,0 0,5
7 15 135,0 0,5
8 15 150,0 0,5
9 15 165,0 0,5
10 15 180,0 0
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Waktu pengikatan akhir terjadi pada penurunan jarum vicat 0 mm
atau terjadi pada menit ke-180 sedangkan, waktu pengikatan awal terjadi
pada saat jarum vicat mengalami penurunan 25 mm. Ekstrapolasi
dilakukan untuk mendapat data waktu pengikatan awal sebagai berikut.
Tabel 4.24 Ekstrapolasi waktu ikat awal variasi 7
Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
x 25
45 14
60 6
Sumber: Hasil Analisa, 2019
25 − 6
14 − 6=
𝑥 − 60
45 − 60
19
8=
𝑥 − 60
−15
𝑥 − 60 = −35,63
𝑥 = 24,38
Waktu pengikatan awal semen variasi 7 adalah 24,38 menit dan
waktu pengikatan akhir semen variasi 7 adalah 180 menit.
82
h. Pengujian waktu ikat variasi 8 (88% semen + 12% limbah)
Hasil pengujian waktu ikat semen variasi 8 (88% semen + 12% limbah)
tersaji dalam Tabel 4.25.
Tabel 4.25 Waktu Ikat Variasi 8
No Waktu (menit) Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
1 45 45,0 12
2 15 60,0 3,5
3 15 75,0 0,25
4 15 90,0 0,25
5 15 105,0 0,25
6 15 120,0 0
Sumber: Hasil Analisa, 2019
Waktu pengikatan akhir terjadi pada penurunan jarum vicat 0 mm
atau terjadi pada menit ke-120 sedangkan, waktu pengikatan awal terjadi
pada saat jarum vicat mengalami penurunan 25 mm. Ekstrapolasi
dilakukan untuk mendapat data waktu pengikatan awal sebagai berikut.
Tabel 4.26 Ekstrapolasi waktu ikat awal variasi 8
Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
x 25
45 12
60 3,5
Sumber: Hasil Analisa, 2019
25 − 3,5
12 − 3,5=
𝑥 − 60
45 − 60
21,5
8,5=
𝑥 − 60
−15
𝑥 − 60 = −37,94
𝑥 = 22,06
Waktu pengikatan awal semen variasi 8 adalah 22,06 menit dan
waktu pengikatan akhir semen variasi 8 adalah 120 menit.
i. Pengujian waktu ikat variasi 9 (87% semen + 13% limbah)
Hasil pengujian waktu ikat variasi 9 (87% semen + 13% limbah) tersaji
dalam Tabel 4.27.
Tabel 4.27 Waktu Ikat Variasi 9
No Waktu (menit) Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
1 45 45 12
2 15 60 4
3 15 75 3
4 15 90 2
5 15 105 1
6 15 120 0
Sumber: Hasil Analisa, 2019
83
Waktu pengikatan akhir terjadi pada penurunan jarum vicat 0 mm
atau terjadi pada menit ke-120 sedangkan, waktu pengikatan awal terjadi
pada saat jarum vicat mengalami penurunan 25 mm. Ekstrapolasi
dilakukan untuk mendapat data waktu pengikatan awal sebagai berikut.
Tabel 4.28 Interpolasi waktu ikat awal variasi 9
Waktu Kumulatif (menit) Penurunan (mm)
x 25
45 12
60 4
Sumber: Hasil Analisa, 2019
25 − 4
12 − 4=
𝑥 − 60
45 − 60
21
8=
𝑥 − 60
−15
𝑥 − 60 = −39,38
𝑥 = 20,63
Waktu pengikatan awal semen variasi 9 adalah 20,63 menit dan
waktu pengikatan akhir semen variasi 9 adalah 120 menit.
Pengujian setting time atau waktu ikat diatas dapat diketahui
bahwa substitusi limbah slag aluminium menurunkan waktu pengikatan
semen akhir pada konsentrasi 6% dan 8% namun, meningkatkan waktu
pengikatan semen akhir pada konsentrasi 10% dan 11%. Hasil pengujian
waktu ikat semen dapat dilihat dalam Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Hasil Pengujian Waktu Ikat Akhir
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
120
105 105
120 120
165
180
120 120
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 2 4 6 8 10 12 14
Set
ting T
ime
(min
ute
s)
Aluminium Slag Waste Substitution (%)
84
Reaksi pengerasan semen terjadi melalui tahap pengikatan air didahului
oleh C3A, kemudian C3S, C2S, dan C3AF. Kandungan aluminium yang tinggi
meningkatkan jumlah C3A dalam semen, sehingga waktu pengikatan air (reaksi
hidrasi) oleh C3A bertambah dan mengakibatkan bertambahnya waktu pengikatan
akhir semen (Sebayang, 2010). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mailar dkk. (2016), substitusi limbah aluminium meningkatkan
waktu ikat akhir semen. Campuran beton yang memiliki waktu ikat akhir tinggi
sangat sesuai digunakan pada daerah dengan temperatur tinggi (Soroka, 1993).
4.4 Pengaruh Substitusi Limbah Slag terhadap Kuat Tekan
4.4.1 Hasil Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan bertujuan untuk mendapatkan kualitas beton normal
yang telah dibuat. Pengujian kuat tekan yang mengacu pada SNI 1984:2011 pada
penelitian ini ditargetkan memenuhi mutu sedang atau berdasarkan perencanaan
campuran memiliki nilai kuat tekan 25 MPa. Pengujian kuat tekan dilakukan di
Laboratorium Material dan Struktur Gedung ITS, Kampus Manyar ketika beton
berusia 28 hari.
Spesimen beton yang dikeluarkan dari perendaman harus segera dilakukan
pengujian. Preparasi pengujian kuat tekan diawali dengan penghalusan permukaan
spesimen yang mengalami pengembangan dengan cara digerinda. Bentuk
spesimen yang mengalami pengembangan volume dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Pengembangan Volume Spesimen
(Sumber: Hasil Analisa,2019)
Pengembangan volume yang terjadi pada spesimen beton silinder berkisar
antara 0,2 – 2 cm. Pengembangan tersebut terjadi pada bagian atas spesimen
85
selama masa pembuatan spesimen dan berakhir ketika cetakan spesimen
dilepaskan. Volume spesimen yang mengembang disebabkan oleh porositas
limbah slag aluminium yang tinggi, sehingga menimbulkan pengembangan
volume spesimen (Ozerkan et al., 2014).
Spesimen yang telah digerinda selanjutnya diberi capping belerang.
Capping berfungsi sebagai pemerata permukaan tekan spesimen, sehingga
memudahkan penyerbaran tekanan pada saat sampel diuji kuat tekan. Waktu
pemberian capping paling baik ketika spesimen akan segera diujikan. Hasil
pengujian kuat tekan beton terdapat pada Tabel 4.29.
Tabel 4.29 Hasil Pengujian Kuat Tekan
NO KODE W
(gr)
(mm)
A
(mm2)
KUAT TEKAN (P) V
(m3)
(Kg/m3) (N) (MPa) RERATA
VARIASI 1 / KONTROL (100% SEMEN + 0% LIMBAH)
1 0.1 A 3840,5 100 7854 220000 28,01
34,01
0,0015708 2444,93
2 0.1 B 3852,4 100 7854 263000 33,49 0,0015708 2452,51
3 0.1 C 3827,5 100 7854 312000 39,72 0,0015708 2436,66
4 0.1 D 3893,3 100 7854 255000 32,47 0,0015708 2478,54
5 0.1 E 3749,9 100 7854 319000 40,62 0,0015708 2387,25
6 0.1 F 3792,8 100 7854 306000 38,96 0,0015708 2414,57
7 0.2 A 3805,3 100 7854 214000 27,25 0,0015708 2422,52
8 0.2 B 3733,5 100 7854 249000 31,70 0,0015708 2376,81
9 0.2 C 3799,2 100 7854 289000 36,80 0,0015708 2418,64
10 0.2 D 3818,4 100 7854 231000 29,41 0,0015708 2430,86
11 0.2 E 3855,9 100 7854 264000 33,61 0,0015708 2454,73
12 0.2 F 3781,1 100 7854 283000 36,03 0,0015708 2407,11
VARIASI 2 (94% SEMEN + 6% LIMBAH)
1 6 A 3817,2 100 7854 205000 26,10
27,57
0,0015708 2430,10
2 6 B 3819,3 100 7854 199000 25,34 0,0015708 2431,44
3 6 C 3750,8 100 7854 208000 26,48 0,0015708 2387,83
4 6 D 3731,8 100 7854 246000 31,32 0,0015708 2375,73
5 6 E 3817,2 100 7854 224000 28,52 0,0015708 2430,10
6 6 F 3738,3 100 7854 217000 27,63 0,0015708 2379,87
VARIASI 3 (93% SEMEN + 7% LIMBAH)
1 7 A 3764,2 100 7854 193000 24,57
26,00
0,0015708 2396,36
2 7 B 3837,1 100 7854 207000 26,36 0,0015708 2442,77
3 7 C 3702,4 100 7854 217000 27,63 0,0015708 2357,02
4 7 D 3820,4 100 7854 209000 26,61 0,0015708 2432,14
5 7 E 3862,7 100 7854 197000 25,08 0,0015708 2459,07
6 7 F 3746,9 100 7854 202000 25,72 0,0015708 2385,35
VARIASI 4 (92% SEMEN + 8% LIMBAH)
1 8 A 3357,4 100 7854 169000 21,52
21,69
0,0015708 2137,38
2 8 B 3485 100 7854 175000 22,28 0,0015708 2218,61
3 8 C 3324,6 100 7854 167000 21,26 0,0015708 2116,50
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
86
Lanjutan Tabel 4.29 Hasil Pengujian Kuat Tekan
NO KODE W
(gr)
(mm)
A
(mm2)
KUAT TEKAN (P) V
(m3)
(Kg/m3)
(N) (MPa) RERATA
VARIASI 5 (91% SEMEN + 9% LIMBAH)
1 9 A 3509,7 100 7854 160000 20,37
22,15
0,0015708 2234,34
2 9 B 3362,9 100 7854 167000 21,26 0,0015708 2140,88
3 9 C 3425,3 100 7854 173000 22,03 0,0015708 2180,61
4 9 D 3445,3 100 7854 209000 26,61 0,0015708 2193,34
5 9 E 3374,3 100 7854 164000 20,88 0,0015708 2148,14
6 9 F 3450 100 7854 171000 21,77 0,0015708 2196,33
VARIASI 6 (90% SEMEN + 10% LIMBAH)
1 10 A 3231,2 100 7854 163000 20,75
21,07
0,0015708 2057,04
2 10 B 3459,3 100 7854 161000 20,50 0,0015708 2202,25
3 10 C 3508,7 100 7854 155000 19,74 0,0015708 2233,70
4 10 D 3428,2 100 7854 163000 20,75 0,0015708 2182,45
5 10 E 3255,6 100 7854 174000 22,15 0,0015708 2072,57
6 10 F 3102,6 100 7854 177000 22,54 0,0015708 1975,17
VARIASI 7 (89% SEMEN + 11% LIMBAH)
1 11 A 3424,6 100 7854 167000 21,26
21,18
0,0015708 2180,16
2 11 B 3303,8 100 7854 170000 21,65 0,0015708 2103,26
3 11 C 3169,2 100 7854 155000 19,74 0,0015708 2017,57
4 11 D 3188,2 100 7854 162000 20,63 0,0015708 2029,67
5 11 E 3116,4 100 7854 176000 22,41 0,0015708 1983,96
6 11 F 3139 100 7854 168000 21,39 0,0015708 1998,34
VARIASI 8 (88% SEMEN + 12% LIMBAH)
1 12 A 3152,3 100 7854 168000 21,39
20,88
0,0015708 2006,81
2 12 B 3099,2 100 7854 161000 20,50 0,0015708 1973,01
3 12 C 3072,8 100 7854 165000 21,01 0,0015708 1956,20
4 12 D 3054,5 100 7854 162000 20,63 0,0015708 1944,55
5 12 E 3190,9 100 7854 161000 20,50 0,0015708 2031,39
6 12 F 3082,8 100 7854 167000 21,26 0,0015708 1962,57
VARIASI 9 (87% SEMEN + 13% LIMBAH)
1 13 A 3325 100 7854 167000 21,26
21,07
0,0015708 2116,76
2 13 B 3117,9 100 7854 161000 20,50 0,0015708 1984,91
3 13 C 3637,4 100 7854 176000 22,41 0,0015708 2315,64
4 13 D 3524,4 100 7854 158000 20,12 0,0015708 2243,70
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
Jumlah spesimen pada variasi 1 (100% semen + 0% limbah) sebanyak 12
spesimen karena proses pembuatan beton dilakukan dalam 2 hari yang berbeda,
sehingga dibutuhkan kontrol berbeda pada masing-masing hari pembuatan beton.
Jumlah spesimen pada variasi 4 (empat) dan 9 (sembilan) kurang dari rencana
spesimen yakni sebanyak 5 (lima) spesimen dikarenakan terdapat 2 (dua)
spesimen yang rusak saat masa perendaman (curing) pada masing-masing variasi,
sehingga tidak layak diujikan kuat tekan.
87
Hasil pengujian kuat tekan tertinggi terdapat pada variasi 1 sebear 34 MPa.
Beton tersubstitusi limbah slag aluminium pada variasi 2 hingga 9 mengalami
penurunan kuat tekan dari kontrolnya. Beton tersubstitusi limbah slag aluminium
hanya mampu mendapatkan nilai kuat tekan terbaik sebesar 27,57 MPa pada
variasi 2 dengan substitusi limbah slag aluminium sebesar 6%. Hasil pengujian
kuat tekan pada masing-masing variasi dibandingkan dalam Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Hasil Uji Kuat Tekan
(sumber: Hasil Analisa, 2019)
Penurunan nilai kuat tekan beton normal terjadi seiring bertambahnya
substitusi limbah slag aluminium. Penurunan tersebut terjadi, karena beberapa
faktor. Faktor pertama adalah karakteristik limbah slag aluminium yang memiliki
sedikit kandungan silika, sehingga dapat menghambat terjadinya reaksi pozzolan
kalsium silikat hidrat atau biasa disebut sebagai CSH (Mailar dkkl., 2016). Faktor
kedua adalah fasa limbah slag aluminium berupa kristal aluminium dan sedikit
kristal silika yang tidak mudah bereaksi dengan kalsium dalam semen (Waani et
al., 2017), sehingga membuat permukaan beton berongga dan mengurangi berat
jenis beton. Spesimen beton tersubstitusi dalam penelitian ini memiliki massa
jenis rata-rata 1.941,64 kg/m3. Berat jenis tersebut lebih kecil bila dibandingkan
dengan berat jenis rata-rata spesimen beton kontrol sebesar 2.427,1 kg/m3. Nilai
34.01
27.5726.00
21.69 22.1521.07 21.18 20.88 21.07
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
0 6 7 8 9 10 11 12 13
KU
AT
TE
KA
N
SUBSTITUSI LIMBAH
88
berat jenis berbanding lurus dengan nilai kuat tekan, dimana semakin besar massa
jenis, maka semakin besar kuat tekannya berlaku sebaliknya (Iffat, 2016).
4.4.2 Hasil Pengujian Statistik
Pengujian statistik bertujuan untuk menganalisis apakah substitusi limbah
slag aluminium berpengaruh secara signinikan terhadap kuat tekan beton.
Pengujian statistik direncanakan menggunakan metode One-Way ANOVA dengan
software IBM SPSS versi 24. Pengujian One-Way ANOVA termasuk pengujian
parametrik yang membutuhkan uji pra-syarat berupa uji normalitas.
4.4.2.1 Uji Normalitas
Pengujian normalitas bertujuan untuk mengidentifikasi persebaran data
termasuk data yang persebarannya normal, atau tidak normal. Metode uji
normalitas yang digunakan, adalah metode Kolmogorov-Smirnov, karena jumlah
data sebesar 54 (limapuluh empat) buah atau lebih dari 50 (lima puluh) (Oktaviani
dkk., 2014). Hasil pengujian normalitas Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada
Tabel 4.30.
Tabel 4.30. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tests of Normality
(%)
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kuat
Tekan
substitusi 0 ,118 12 ,200* ,953 12 ,675
substitusi 6 ,192 6 ,200* ,919 6 ,499
substitusi 7 ,129 6 ,200* ,982 6 ,963
substitusi 8 ,292 3 . ,923 3 ,463
substitusi 9 ,356 6 ,017 ,748 6 ,019
substitusi 10 ,285 6 ,140 ,911 6 ,444
substitusi 11 ,204 6 ,200* ,975 6 ,922
substitusi 12 ,241 6 ,200* ,867 6 ,213
substitusi 13 ,215 4 . ,946 4 ,689
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
Berdasarkan Tabel 4.30 pada bagian bertana merah kolom Kolmogorov-
Smirnov, penyebaran data dinilai tidak berdistribusi normal, karena nilai sig. pada
substitusi 9 (sembilan) sebesar 0,017 kurang dari nilai 5% (0,050), selain itu
data pada substitusi 8 (delapan), dan 13 (tigabelas) tidak muncul sehingga
dianggap bernilai 0 (nol) yang kurang dari nilai 5% (0,050). Data dinilai
memiliki persebaran normal, apabila nilai sig. lebih besar dari nilai 5% (0,050).
Data yang tidak berdistribusi normal tidak dapat dilakukan pengujian one-way
89
ANOVA. Alternatif pengujian apabila data tidak tersebar secara normal, dapat
menggunakan analisa non-parametrik Kruskall-Wallis, karena analisa non-
parametrik tidak memerlukan persyaratan data terdistribusi normal.
4.4.2.2 Uji Alternatif (Non-parametrik Kruskall-Wallis)
Pengujan Kruskall-Wallis bertujuan untuk mengidentifikasi ada atau
tidaknya hubungan antara 2 variabel tanpa memerlukan data yang terdistribusi
normal. Interpretasi hasil analisa pengujian Kruskall-Wallis dengan cara
membandingkan nilai Asymp. Sig. dengan nilai probabilitas atau 0,050 bila nilai
Asymp. Sig. lebih kecil dari 0,050, maka H0 ditolak dan Ha diterima, sedangkan
bila nilai Asymp. Sig. lebih besar dari 0,050, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Penelitian ini menggunakan hipotesa sebagai berikut:
H0 = tidak terdapat hubungan antara 2 variabel
Ha = terdapat hubungan antara 2 variabel
Hasil pengujian Kruskall-Wallis terdapat pada Tabel 4.31.
Tabel 4.31 Hasil Pengujian Kruskall-Wallis
Test Statisticsa,b
Kuat Tekan
Chi-Square 11,697
df 3
Asymp. Sig. ,008
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: (%)
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
Berdasarkan Tabel 4.31 kolom Asymp. Sig. menunjukkan nilai 0,008 atau
kurang dari nilai probabilitas 0,050, sehigga data dapat diinterpretasikan H0
ditolak dan Ha diterima. Interpretasi dapat dijelaskan sebagai :
Terdapat hubungan antara 2 variabel, yakni substitusi dengan kuat tekan.
Kesimpulan dari interpretasi tersebut berarti substitusi limbah slag
aluminium memiliki hubungan dengan nilai kuat tekan, sehingga substitusi limbah
slag aluminium berpengaruh pada nilai kuat tekan.
90
4.5 Hasil Pengujian Kandungan Akhir
Pengujian kandungan akhir dilakukan di Laboratorium Sucofindo, Jalan
Ahmad Yani, Surabaya menggunakan alat ICP. Hasil dari pengujian tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.32.
Tabel 4.32 Hasil Pengujian Kandungan Akhir
Parameter
Hasil Analisa
Satuan Metoda #) Limbah
Slag
Beton
V2
• Natrium (Na) 309 11 ppm US EPA SW-846-3050 B & 7770
• Magnesium (Mg) 21 43 ppm US EPA SW-846-3050 B & 7450 A
• Aluminium (Al) 391 177 ppm US EPA SW-846-3050 B & 7020
• Silika (Si) 70 92 ppm US EPA SW-846-3050 B & 3120 B #)
• Kalsium (Ca) 62 993 ppm US EPA SW-846-3050 B & 7140
• Besi (Fe) 33 68 ppm US EPA SW-846-3050 B & 7380
• Tembaga (Cu) 14 10.27 ppm US EPA SW-846-3050 B & 7450 A
• Kalium (K) 81 41.53 ppm US EPA SW-846-3050 B & 7020
• pH 8,65 11.55 - 4500 H+ B #)
• Klorida (Cl) 551,22 18.90 ppm 4500 Cl- B #)
• Fluorida (F) 71,57 5.51 ppm 4500 F- D #)
• Nitrogen (N) 4,20 36 ppm Kjeldahl Destilation
#) Standard Method 23rd Edition 2017 APHA-AWWA-WEF
(Sumber: Hasil Analisa, 2019)
Berdasarkan Tabel 4.32, parameter unsur penyusun limbah slag
aluminium mengalami perubahan nilai, karena adanya material pembuatan beton
yang ditambahkan, sehingga meningkatkan nilai Ca, Si, Mg. Nilai parameter B3
seperti Cu dan F juga mengalami perubahan. Parameter Cu sebelum limbah
disolidifikasi memiliki nilai 14 ppm, sedangkan setelah proses solidifikasi
mengalami penurunan menjadi 10,27 ppm. Parameter F mengalami penurunan
konsentrasi dari 71,57 ppm sebelum proses solidifikasi menjadi 5,51 ppm setelah
proses solidifikasi. Proses solidifikasi merupakan proses im-mobilisasi unsur
logam, sehingga menurunkan potensi unsur dalam mencemari lingkungan
(Aprida, 2018). Proses solidifikasi dalam penelitian ini termasuk dalam
solidifikasi-stabilisasi dengan cara pembetonan.
91
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kandungan unsur dari limbah slag aluminium berdasarkan pengujian ICP
terdiri dari Al, Na, Cl, K, F, Si, Ca, Fe, Mg, Cu, dan N, yang didominasi
senyawa Al2O3 dengan pH 8,65. Unsur B3 pada limbah slag aluminium
adalah Cu dan F dengan konsentrasi 14 dan 71,57 ppm.
2. Kualitas dan kuantitas material (mix design) berdasarkan SNI 03-2834-
2000 sebagai berikut:
a. Kualitas material untuk pembuatan beton telah memenuhi standar,
kecuali kadar lumpur kerikil, sehingga kerikil harus dicuci sampai
kadar lumpurnya kurang dari 1%.
b. Kuantitas material untuk pembuatan 1 (satu) buah spesimen dengan
volume 0,00157 m3 tanpa substitusi limbah slag aluminium adalah
807,54 gram semen, 304,48 gram air, 950,79 gram pasir, dan 1.527,73
gram kerikil.
3. Waktu ikat semen akhir (final setting time) pada substitusi limbah slag
aluminium 0%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, 11%, 12%, dan 13% berturut-turut
sebesar 120 menit, 105 menit, 105 menit, 120 menit, 120 menit, 165
menit, 180 menit, 120 menit, dan 120 menit.
4. Substitusi limbah slag aluminium berpengaruh secara signifikan terhadap
kuat tekan beton menurut uji Kruskall-Wallis dengan nilai kuat tekan
beton rata-rata pada substitusi 0%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, 11%, 12%, dan
13% berturut-turut sebesar 34,01 MPa; 27,57 MPa; 26,00 MPa; 21,69
MPa; 22,15 MPa; 21,07 MPa; 21,18 MPa; 20,88 MPa; dan 21,07 MPa.
5. Hasil karakterisasi akhir dengan pengujian ICP, didapatkan konsentrasi
unsur B3 Cu sebesar 10,27 ppm, dan unsur B3 F sebesar 5,51 ppm.
92
5.2 SARAN
Saran untuk mengembangkan penelitian ini adalah
1. Tugas akhir ini dapat dikembangkan dengan penambahan nilai variasi
substitusi limbah slag aluminium yang lebih variatif seperti 5%; 10%;
15%; dan 20% agar didapatkan hasil yang lebih heterogen, serta
menambahkan usia pengujian kuat tekan beton pada usia 7, 14, dan 21 hari
untuk mempermudah validasi hasil uji kuat tekan dengan pengawasan
penjamin mutu selama proses pembuatan hingga pengujian beton.
2. Tugas akhir dapat dikembangkan menjadi produk beton yang tidak
memerlukan mutu kuat tekan diatas 20 MPa, seperti paving, batako, dan
beton ringan.
3. Tugas akhir dapat dikembangkan dengan penambahan analisa ekonomi.
93
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, D. (2015) ‘Efek kadar lumpur terhadap kekuatan beton geopolimer’,
POLITEKNOLOGI PNJ. 14(1).
Adeosun, S. O. et al. (2014) ‘Physical and mechanical properties of aluminum
dross’. Advances in Materials. 3(2), pp. 6–10. doi:
10.11648/j.am.20140302.11.
Aprida, L. F. (2018) PEMANFAATAN KANDUNGAN CaO LIMBAH KARBIT
DAN KANDUNGAN SILIKA ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN
PEMBUATAN BATA BETON PEJAL. TUGAS AKHIR. PPNS.
Arisandi, P. (2018). Jejak Beracun. Gresik: Ecoton.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (1995) ‘Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan ’,.
Jakarta: Sekertariat Negara, pp. 1–23.
Badan Standardisasi Nasional (1998) ‘SNI 03-4810-1998 tentang Metode
Pembuatan dan Perawatan Benda Uji di Lapangan’, Badan Standarisasi
Nasional, pp. 1–8.
Badan Standardisasi Nasional (2000a) ‘SNI 03-2834-2000 tentang Tata Cara
Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal’, Badan Standarisasi
Nasional.
Badan Standardisasi Nasional (2000b) ‘SNI 19-6424-2000 tentang Pengujian pH
Pasta Tanah Semen untuk Stabilisasi’, Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional (2002) ‘SNI 03-6827-2002 tentang Metode
Pengujian Waktu Ikat Awal Semen Portland dengan Menggunakan Alat
Vicat untuk Pekerjaan Sipil’, Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional (2008a) ‘SNI 03-1969-2008 tentang Cara Uji Berat
Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar’, Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional (2008b) ‘SNI 03-1970-2008 tentang Cara Uji Berat
Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus’, Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional (2008c) ‘SNI 03-1972-2008 tentang Cara Uji
Slump Beton’, Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional (2011a) ‘SNI 03-1971-2011 tentang Cara Uji Kadar
Air Total Agregat dengan Pengeringan’, Badan Standarisasi Nasional.
94
Badan Standardisasi Nasional (2011b) ‘SNI 1974-2011 tentang Cara Uji Kuat
Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder’, Badan Standarisasi Nasional.
Bina Marga Direktorat Jendaral (2010) Spesifikasi Umum : Divisi 7 Struktur.
Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Departemen Pekerjaan Umum (1971) Peraturan Beton Bertulang Indonesia.
Edited by W. Wangsadinata. Bandung: Departemen Pekerjaan Umum.
Dermawan, D. dan Ashari, Moch. L. (2018) ‘Studi Komparasi Kelayakan Teknis
Pemanfaatan Limbah B3 Sandblasting Terhadap Limbah B3 Sandblasting
Dan Fly Ash Sebagai Campuran Beton. SEMINAR MASTER PPNS.,
01(November), pp. 187–192.
Dewi, R. N. (2016) STUDI PEMANFAATAN LIMBAH B3 KARBIT DAN FLY
ASH SEBAGAI BAHAN CAMPURAN BETON SIAP PAKAI (BSP) (STUDI
KASUS : PT. VARIA USAHA BETON).TUGAS AKHIR. PPNS.
Elinwa, A. U. and Mbadike, E. (2011) ‘The Use of Aluminum Waste for Concrete
Production’.JAABE. (May), pp. 217–220. doi: 10.3130/jaabe.10.217.
Fajrin, J. (2016) ‘APLIKASI METODE ANALYSIS OF VARIANCE ( ANOVA )
UNTUK MENGKAJI PENGARUH PENAMBAHAN SILICA FUME
TERHADAP SIFAT FISIK DAN’. JURNAL REKAYASA SIPIL.
(August). doi: 10.25077/jrs.12.1.11-24.2016.
Galat, N. Y., Dhawale, G. D. and Kitey, M. S. (2017) ‘PERFORMANCE OF
CONCRETE USING ALUMINIUM’. JETIR, 4(07), pp. 5–10.
Iffat, S. (2016) ‘Relation Between Density and Compressive Strength of Hardened
Concrete’, Concrete Research Letter. vol 6 (4). (January).
Irianto, A. (2009) Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Ismunandar (2006) Padatan Oksida Logam, Struktur, Sintesis, dan Sifat-
sifatnya. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Khopkar, S. M. (2003) Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Mailar, G. et al. (2016) ‘Investigation of concrete produced using recycled
aluminium dross for hot weather concreting conditions’, Resource-
Efficient Technologies. Elsevier B.V. doi: 10.1016/j.reffit.2016.06.006.
Michalak, I. and Chojnacka, K. (2011) ‘Using ICP-OES and SEM-EDX in
biosorption studies’, SPRINGER. pp. 65–74. doi: 10.1007/s00604-010-
95
0468-0.
Natania, D. (2016). Studi Pemanfaatan Limbah Karbit PT. Z sebagai Bahan
Campuran dalam Pembuatan Beton Ringan. TUGAS AKHIR. PPNS.
Nuraini, A. D. (2018) PEMANFAATAN KANDUNGAN CaO LIMBAH
KARBIT SEBAGAI BAHAN CAMPURAN DALAM PEMBUATAN
BATA BETON PEJAL.TUGAS AKHIR.PPNS.
Nursyafril dkk (2014) ‘Pemanfaatan Abu Limbah Pembakaran Barang
Mengandung Aluminium untuk Bahan Campuran Mortar’, TEDC Polban,
8, pp. 41–49.
Ozerkan, N. G. et al. (2014) ‘The Effect of Aluminium Dross on Mechanical and
Corrosion Properties of Concrete’,. IJIRSET. 3(3), pp. 9912–9922.
Peraturan Menteri Lingkugan Hidup (2013) ‘Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup nomo 14’. Jakarta: Sekertariat Negara.
Puertas, F. and Vazquez, T. (1999) ‘Behaviour of cement mortars containing an
industrial waste from aluminium refining Stability in Ca ( OH ) 2
solutions’,.CEMENT AND CONCRETE RESEARCH. 29, pp. 1673–
1680.
Riski, P. (2018) Jombang, Tempat Penampungan Ilegal Limbah B3 Terbesar di
Jatim, VOA INDONESIA. Available at:
https://www.voaindonesia.com/a/jombang-tempat-penampungan-ilegal-
limbah-b3-terbesar-di-jatim/4425215.html (Accessed: 12 December 2018).
Sebayang, Surya. (2010). 'PENGARUH KADAR ABU TERBANG SEBAGAI
PENGGANTI SEJUMLAH SEMEN PADA BETON ALIR MUTU TINGGI'.
JURNAL REKAYASA. Vol 14 (1). Universitas Lampung.
Setina, J., Gabrene, A. and Juhnevica, I. (2013) ‘Effect of Pozzolanic Additives on
Structure and Chemical Durability of Concrete’,. PROCEDIA
ENGINEERING. 57, pp. 1005–1012. doi: 10.1016/j.proeng.2013.04.127.
Soroka, I. (1993) Concrete In Hot Environment. Taylor & Francis.
Subakti, A; Irmawan, M; Piscesa, B. (2012) Teknologi Beton dalam Praktek I.
1st edn. Surabaya: ITS Press.
Subekti, R. (2014) ‘UJI FRIEDMAN SEBAGAI PENDEKATAN ANALISIS
NONPARAMETRIK UNTUK MENGUJI HOMOGENITAS RATA-RATA’,
Workshop Analisa Data Statistika Lanjut dengan Pendekatan
Nonparametrik, pp. 1–6.
96
Sukestiyarno (2014) Olah Data Penelitian Berbantuan SPSS. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
Tjokrodimuljo, K. (1995) Teknologi Beton. Yogyakara: Fakultas Teknik
Universitas Gajah Mada.
Vogel (1985) Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. 5th edn. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Waani, J. E. et al. (2017) ‘Substitusi Material Pozolan Terhadap Semen pada Kinerja
Campuran Semen’, 24(3), pp. 237–246. doi: 10.5614/jts.2017.24.3.7.
Widiarto, S. (2009) Bahan Kuliah Kimia Analitik 1 Gravimetri. Available at:
http://staff.unila.ac.id/sonnywidiarto/bahan-kuliah-pdf/kimia-analitik-1/
(Accessed: 24 December 2018).
Yahya, M. R. et al. (2018) ‘Pengaruh Penambahan Serpihan Aluminium Sebagai
Bahan Parsial Semen Terhadap Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah
Beton’,WIDYAKALA. 5(1).
97
LAMPIRAN A
HASIL PENGUJIAN KARAKTERISTIK
98
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
99
PENGUJIAN SEM EDX (1/2)
100
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
101
PENGUJIAN SEM EDX (2/2)
102
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
103
PENGUJIAN ICP (1/1)
104
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
105
PENGUJIAN XRD (1/3)
106
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
107
PENGUJIAN XRD (2/3)
108
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
109
PENGUJIAN XRD (3/3)
110
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
111
PENGUJIAN KANDUNGAN AKHIR (1/1)
112
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
113
LAMPIRAN B
HASIL PENGUJIAN MATERIAL DAN MIX DESIGN
114
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
115
PENGUJIAN MATERIAL (1/12)
116
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
117
PENGUJIAN MATERIAL (2/12)
118
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
119
PENGUJIAN MATERIAL (3/12)
120
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
121
PENGUJIAN MATERIAL (4/12)
122
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
123
PENGUJIAN MATERIAL (5/12)
124
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
125
PENGUJIAN MATERIAL (6/12)
126
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
127
PENGUJIAN MATERIAL (7/12)
128
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
129
PENGUJIAN MATERIAL (8/12)
130
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
131
PENGUJIAN MATERIAL (9/12)
132
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
133
PENGUJIAN MATERIAL (10/12)
134
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
135
PENGUJIAN MATERIAL (11/12)
136
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
137
PENGUJIAN MATERIAL (12/12)
138
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
139
MIX DESIGN
140
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
141
LAMPIRAN C
HASIL UJI KONSISTENSI SEMEN DAN SETTING TIME
142
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
143
KONSISTENSI SEMEN
144
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
145
SETTING TIME (1/2)
146
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
147
SETTING TIME (2/2)
148
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
149
LAMPIRAN D
DOKUMENTASI KEGIATAN
150
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
151
1. Pengujian Material
Berat Jenis Pasir Kadar Air Kerikil Berat Jenis Limbah
Ayakan Pasir Zat Organik Pasir Ayakan Kerikil
2. Persiapann Alat dan Bahan
Penimbangan Kerikil Penimbangan Pasir
Pencucian Kerikil
152
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
153
3. Pengujian Konsistensi Semen dan Waktu Ikat
Pembuatan Bola Pasta Konsistensi Semen Waktu Ikat Semen
4. Pembuatan Spesimen dan Pengukuran Slump
Persiapan Cetakan Silinder Pengadukan Beton
Penuangan Adonan Beton Pengukuran Slump
154
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
155
5. Curing dan Persiapan Pengujian Kuat Tekan
Curing Beton Penghalusan Permukaan Beton
6. Capping dan Pengujian Kuat Tekan
Pengukuran Beton Pembuatan Capping
Pengujian Kuat Tekan
156
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)