29
1 MANIFESTASI KLINIS PERMUKAAN OKULAR BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT KULIT NON INFEKSI I. Pendahuluan Peradangan pada permukaan okular terjadi pada palpebra dan segmen anterior. Segmen anterior diantaranya dapat terjadi pada konjungtiva, kornea, dan sklera. Peradangan pada segmen anterior ini dihubungkan dengan berbagai kelainan organ lainnya, misalnya kelainan pada kulit. 1 Kelainan kulit dapat dibagi menjadi infeksi dan non infeksi. Peradangan pada okular bagian eksterna yang dihubungkan dengan penyakit kulit noninfeksi diantaranya adalah; dermatitis kontak, psoriasis, dermatitis seborrhoic, dermatitis atopi, rosasea, Steven- Johnson Syndrome (SJS), Toxic Epiderma Necrolysis (TEN), sikatrik pemphigoid. 2 II. Embriologi okular dan kulit Perkembangan embriologi pada minggu ketiga masa kehamilan berbentuk plat embrio yang terdiri dari tiga lapisan yaitu ectoderm, mesoderm dan endoderm. Lapisan ectoderm dan mesoderm akan berperan dalam perkembangan struktur okular. Penebalan lapisan ectoderm yang terlihat pada permukaan dorsal embrio akan membentuk neural plate, kemudian membentuk sistem saraf pusat, termasuk salah satunya struktur okular. Di bagian

perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

1

MANIFESTASI KLINIS PERMUKAAN OKULAR BERHUBUNGAN

DENGAN PENYAKIT KULIT NON INFEKSI

I. Pendahuluan

Peradangan pada permukaan okular terjadi pada palpebra dan segmen anterior.

Segmen anterior diantaranya dapat terjadi pada konjungtiva, kornea, dan sklera.

Peradangan pada segmen anterior ini dihubungkan dengan berbagai kelainan

organ lainnya, misalnya kelainan pada kulit.1

Kelainan kulit dapat dibagi menjadi infeksi dan non infeksi. Peradangan pada

okular bagian eksterna yang dihubungkan dengan penyakit kulit noninfeksi

diantaranya adalah; dermatitis kontak, psoriasis, dermatitis seborrhoic, dermatitis

atopi, rosasea, Steven-Johnson Syndrome (SJS), Toxic Epiderma Necrolysis

(TEN), sikatrik pemphigoid.2

II. Embriologi okular dan kulit

Perkembangan embriologi pada minggu ketiga masa kehamilan berbentuk plat

embrio yang terdiri dari tiga lapisan yaitu ectoderm, mesoderm dan endoderm.

Lapisan ectoderm dan mesoderm akan berperan dalam perkembangan struktur

okular. Penebalan lapisan ectoderm yang terlihat pada permukaan dorsal embrio

akan membentuk neural plate, kemudian membentuk sistem saraf pusat, termasuk

salah satunya struktur okular. Di bagian tengah plat embrio terbentuk suatu

lekukan yang disebut dengan neural grooves yang berkembang dan mengalami

invaginasi sehingga terbentuk neural folds. Fusi antara neural folds membentuk

neural crest, neural tube dan surface ectoderm.( gambar 2.1)3,4,5

a. b. c.

d. e.

Gambar 2.1. Proses embriologi mulai minggu ke-3 kehamilan Dikutip dari Remington4

Page 2: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

2

Surface ectoderm yang akan membentuk lensa, epitel kornea, epitel konjungtiva,

epitel palpebra, cilia, glandula meibom, glandula zeiss, glandula moll dan, epitel

sistem nasolakrimal. Neural ectoderm berkembang menjadi epitel pigmen retina,

retina, serabut saraf optik, epitel badan siliar, epitel iris, otot sfingter pupil. Neural

crest akan membentuk stroma kornea, membran bowman, endotel kornea,

membran Descemet’s, sklera, struktur trabekula, sel pigmen uvea, jaringan

pengikat uvea, otot siliaris, meninges of optic nerve, perisit vascular.5,6

Pertumbuhan kulit masa embriologi dimulai minggu keempat kehamilan.

Surface ectoderm membentuk epidermis dan lapisan mesoderm akan membentuk

dermis. Minggu ke-21 terbentuk lapisan-lapisan epidermis; stratum corneum,

stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, stratum germinativum.

Migrasi neural crest akan berkembang menjadi dermis (melanoblast) dimulai

pada hari ke 40-50 masa embriologi. Akhir minggu ke-11 terbentuk jaringan

kolagen dan jaringan penunjang lainnya pada dermis. 5,6

III. Imunologi okular dan kulit

Sistem imun terbagi menjadi dua kategori besar, yaitu sistem imun bawaan

dan adaptif. Respon imun adaptif dapat menimbulkan reaksi yang berlebihan dan

disebut sebagai reaksi hipersensitivitas.7,8

Klasifikasi hipersensitivitas terbagi menjadi reaksi anafilaksis (tipe I), antibodi

sitotoksik (tipe II), reaksi kompleks imun (tipe III), reaksi yang dimediasi selular

(tipe IV), dan Tipe V.7,8

3.1 Hipersensitivitas Tipe I

Reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai dengan produksi antibodi IgE melawan

alergen, yaitu protein asing yang biasa hadir di lingkungan dan tidak berbahaya,

misalnya serbuk sari, bulu hewan, atau tungau debu rumah.

APC berinteraksi dengan sel limfosit Th-2 CD4+ dan mensekresikan IL-4 yang

menginduksi sel limfosit B untuk memproduksi IgE. IgE kemudian berikatan

dengan sel mast melalui reseptor Fc-e. Kompleks antigen-IgE-Fc-e di permukaan

sel mast menyebabkan degranulasi dan pelepasan mediator berupa histamin,

prostaglandin, leukotriens, dan lain-lain dalam hitungan menit, menghasilkan

Page 3: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

3

reaksi inflamasi akut yang ditandai dengan kebocoran plasma lokal dan rasa

gatal.7,8

Respons ini dapat menghasilkan reaksi sistemik yang disebut anafilaksis, yang

dapat mengakibatkan perubahan permeabilitas pembuluh darah disertai kebocoran

plasma ke dalam jaringan. Contoh reaksi tipe I pada mata adalah konjungtivitis

alergi.7,8

3.2 Hipersensitivitas Tipe II (hipersensitivitas sitotoksik)

Hipersensitivitas tipe II dimana terjadi interaksi antara imunoglobulin dengan

benda asing atau autoantigen membran sel. Sel yang lisis disebabkan oleh aktivasi

komplemen dan pengambilan leukosit , neutrofil, limfosit, makrofag. Berbagai

leukosit dapat mengenali Fc dari molekul antibodi dan diarahkan ke sel.7,8

Pada mata mekanisme efektor ini mungkin berkontribusi dalam penolakan

cangkok kornea dan kekebalan antiparasit.7,8

3.3 Hipersensitivitas Tipe III (reaksi komplek imun)

Keberadaan antigen yang menetap dalam jaringan, ditambah dengan infiltrasi

limfosit B spesifik dan pembentukan antibodi lokal, dapat menghasilkan reaksi

inflamasi kronis dengan pola histologis yang rumit. Mekanisme ini sering

menunjukkan infiltrasi limfositik, infiltrasi sel plasma, dan komponen

granulomatosa. Mekanisme ini dapat terjadi pada patofisiologi gangguan

autoimun kronis tertentu, seperti rheumatoid arthritis.7,8

Reaksi ini terjadi akibat deposit kompleks antigen-antibodi dalam jaringan atau

pembuluh darah dan menimbulkan reaksi inflamasi. Kompleks antigen-antibodi

mengaktivasi makrofag melalui reseptornya sehingga merangsang pengeluaran

sitokin proinflamasi seperti IL-1, TNF, reactive oxygen intermediate (ROI), dan

nitrit oxide (NO). Kompleks yang tertimbun juga dapat mengaktivasi komplemen.

Sistem komplemen dapat mengaktivasi sel mast dan menghasilkan zat-zat

kemotaksis yang memanggil sel PMN untuk fagositosis. Kompleks antigen-

antibodi yang berada pada membran basalis sulit untuk difagositosis, karena itu

sel PMN melepaskan enzim proteolitik, kinin, protein polikationik, ROI dan

Page 4: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

4

reactive nitrogen intermediate. Zat-zat tersebut menyebabkan kerusakan jaringan

lebih lanjut. Contoh reaksi tipe III pada mata adalah keratitis herpes simpleks.7,8

3.4 Hipersensitivitas Tipe IV

Tipe hipersensitivitas lambat atau delayed-type hypersensitivity (DH) adalah

respons inflamasi yang dimediasi oleh sel limfosit T. Stimulasi sel efektor T

menyebabkan aktivasi makrofag, peradangan lokal dan edema dalam jaringan.

Reaksi terjadi 12-48 jam setelah paparan antigen. Pada mata, reaksi Th1 tipe

lambat ditemukan dalam uveitis anterior akut dan sympathetic ophthalmia.

Sedangkan sel Th2 tipe lambat menghasilkan IL-4, IL-5, dan sitokin lainnya. IL-4

dapat menginduksi limfosit B untuk mensintesis IgE. IL-5 dapat merekrut dan

mengaktifkan eosinofil dalam jaringan. IL-4 juga dapat menginduksi granuloma

makrofag sebagai respon terhadap antigen. Mekanisme hipersensitifitas tipe

lambat yang dimediasi Th2 berperan penting dalam reaksi alergi fase lambat,

asma, dan dermatitis atopik atau manifestasi lain dari penyakit atopik.7,8

3.5 Hipersensitivitas Tipe V

Klasifikasi tipe V atau stimulatoris diperkenalkan untuk respons imun yang

merangsang atau menghambat fungsi reseptor endokrin. Respons ini ditemukan

dalam penyakit autoimun. Reaksi agonis atau stimulasi terjadi pada penyakit

Graves ketika antibodi terhadap reseptor thyroid-stimulating hormone (TSH)

merangsang produksi hormon tiroid, dan sebagai akibatnya terjadi goiter dan

gejala lain dari tirotoksikosis.7

Sistem regulasi imun yang terpenting di permukaan mata adalah mucosa-

associated lymphoid tissue (MALT). Konsep MALT mengacu pada koneksi

antara jaringan mukosa (lapisan epitel saluran pernapasan, usus, dan saluran

urogenital dan permukaan okular dan adneksanya). Eye-associated lymphoid

tissue (EALT) adalah MALT yang berfungsi untuk perlindungan di permukaan

mata dan mukosa adneksanya anatomis, EALT berjalan dari kelenjar lakrimal ke

seluruh conjunctiva- associated lymphoid tissue (CALT) dan lacrimal drainage-

associated lymphoid tissue (LDALT). EALT terdiri dari jaringan limfoid difus

dari sel plasma yang mensekresi limfosit T dan IgA, termasuk populasi leukosit

Page 5: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

5

aksesori pada semua organ dan folikel limfoid di CALT dan LDALT. Faktor-

faktor dalam lapisan air mata, yang menghubungkan bagian-bagian yang berbeda

di permukaan mata dan melindunginya dari lingkungan eksternal, merupakan

komponen imunitas utama di permukaan mata. Organ tersebut juga dihubungkan

oleh resirkulasi limfosit melalui pembuluh khusus antara satu sama lain dengan

seluruh sistem imun tubuh.8,9

Gambar 3.1 Eye-associated Lymphoid Tissue (EALT) Dikutip dari: Niederkorn JY, Kaplan HJ9

Organ-organ tertentu, seperti bilik anterior mata, otak, dan plasenta,

merupakan organ yang memiliki immune privilege sehingga masuknya antigen

asing ke dalam jaringan tersebut dapat menyebabkan keadaan toleransi. Adanya

immune privilege pada mata bergantung pada beberapa faktor yaitu sawar darah

okular, jalur drainase limfatik yang tidak konvensional, faktor imunomodulator

larut dalam aqueous humor, ligan imunomodulator di permukaan sel-sel parenkim

okular, regulasi sistem komplemen, dan toleransi APC yang tersebar dalam

jaringan-jaringan anatomis di mata. Strategi yang digunakan untuk memodifikasi

respons imun bawaan dan adaptif dalam mata adalah penolakan imunologis,

toleransi perifer terhadap antigen dan pengembangan lingkungan mikro

imunosupresif intraokular.8,9

Konjungtiva memiliki komponen khas jaringan mukosa. Sistem regulasi imun

mukosa di konjungtiva disebut conjunctiva- associated lymphoid tissue (CALT).

Konjungtiva tervaskularisasi dan memiliki drainase limfatik yang baik ke nodus

preaurikular dan submandibula. Jaringan ini kaya akan sel Langerhans dan sel

Page 6: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

6

dendritik lainnya, serta makrofag yang berfungsi sebagai APC potensial. Folikel

konjungtiva yang membesar setelah beberapa tipe infeksi atau peradangan

menunjukkan penimbunan limfosit T, limfosit B, dan APC. Pengolahan imun

lokal terhadap antigen yang menembus epitel tipis di atas folikel mungkin

terjadi.8,9

Konjungtiva kaya akan infiltrasi sel efektor potensial yang mayoritas adalah sel

mast. Semua isotipe antibodi direpresentasikan, dan produksi lokal serta transpor

pasif mungkin terjadi. IgA adalah antibodi yang paling melimpah di lapisan film

air mata. Molekul terlarut dari sistem kekebalan tubuh bawaan, terutama

koplemen, juga direpresentasikan. Konjungtiva mendukung sebagian besar

respons efektor imun adaptif dan bawaan, terutama respons yang dimediasi oleh

antibodi dan limfosit. Degranulasi sel mast adalah salah satu respons yang paling

umum.7,9

Respons Imun Bilik Anterior, Uvea Anterior, dan Vitreous. Humor aqueous di

bilik mata anterior merupakan media komunikasi antar sitokin dan sel-sel imun

dengan jaringan iris, badan siliar, dan endotel kornea.7,9

Humor aqueous mengandung kompleks faktor biologis, seperti sitokin

imunomodulator, neuropeptida, dan komplemen inhibitor. Dalam badan siliar,

terdapat sawar darah-okular parsial. Kapiler berfenestra dalam badan siliar dan

tight junction antara epitel siliar berpigmen dan nonpigmen mencegah molekul

makro dari interstisial menyerap melalui badan siliar ke aqueous humor, meski

makromolekul plasma dalam jumlah kecil dapat melewati penghalang epitel

nonpigmen dan memasuki bilik anterior dengan difusi melalui permukaan iris

anterior. Mata bagian dalam tidak memiliki saluran limfatik yang berkembang

dengan baik. Pembersihan zat terlarut bergantung pada drainase humor, dan

pembersihan partikel bergantung pada endositosis oleh sel endotel trabecular

meshwork atau makrofag. Inokulasi antigen ke dalam bilik anterior adalah hasil

dari komunikasi dengan Respons imun sistemik. Antigen larut dapat masuk ke

sirkulasi vena, di mana mereka berkomunikasi dengan limpa.7,9

Mekanisme immune privilege yang paling banyak dipelajari pada mata adalah

anterior chamber-associated immune deviation (ACAID). Hipersensitivitas tipe

Page 7: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

7

IV dapat ditekan oleh respons ACAID. Setelah penetrasi antigen ke bilik anterior,

fase aferen dimulai ketika makrofag di iris mengenali dan memfagositosis antigen.

Fungsi APC pada makrofag uveal telah diubah oleh paparan sitokin

immunoregulator yang biasa terdapat dalam aqueous humor dan jaringan uveal,

terutama TGF-b2. Makrofag okular TGF-B2 yang terstimulasi antigen

meninggalkan trabecular meshwork dan kanal Schlemm untuk memasuki sirkulasi

vena dan bermigrasi ke limpa. Sinyal antigen diproses dengan aktivasi tidak hanya

oleh limfosit T helper dan limfosit B tetapi juga limfosit Treg. Sel-sel Treg CD8

berfungsi untuk mengubah respons limfosit Th CD4 di limpa dan down-regulation

bagi respons limfosit T CD4 DH terhadap imunisasi spesifik antigen di semua

jaringan tubuh. Respons efektor yang dihasilkan ditandai dengan penekanan

selektif DH antigen-spesifik dan pengurangan produksi selektif dari isotipe

antibodi yang memperbaiki komplemen. ACAID merupakan mekanisme efektor

yang dilemahkan. Mata dilindungi dari peradangan berat oleh blokade efektor.

Limfosit Th1, limfosit T sitotoksik, sel-sel NK, dan komplemen aktivasi berfungsi

kurang efektif dalam uvea anterior dibandingkan di tempat lain. Salah satu

mekanisme blokade efektor melibatkan ligan Fas (FasL, atau CD95 ligan). FasL

konstitutif diekspresikan di iris dan endotel kornea. Protein ini merupakan pemicu

potensial kematian sel terprogram atau apoptosis pada limfosit yang

mengekspresikan reseptor Fas. Jika terjadi respons imun terhadap antigen,

peradangan dapat diregulasi oleh mekanisme blokade efektor ini.9

IV. Penyakit permukaan okular yang berhubungan dengan penyakit kulit

non infeksi.

Manifestasi klinis permukaan okular diantaranya infamasi di palpebra

(blefaritis), konjungtiva (konjungtivitis), kornea (keratitis), sklera (skleritis)

4.1 Blefaritis

Blefaritis adalah radang yang terjadi pada palpebra. Blefaritis dapat

diklasifikasikan berdasarkan letak anatominya. Blefaritis anterior mengenai kulit

palpebra, pangkal bulu mata, dan folikel bulu mata sedangkan blefaritis posterior

mengenai gandula meibom.1,10

Page 8: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

8

Blefaritis yang berhubungan dengan kelainan kulit non infeksi diantaranya;

dermatitis kontak, dermatitis atopi, dermatitis seborrhoic, erythema multiforme

(Steven Johnson Syndrome), toxic epidermal necrolysis (Lyell’s disease), rosasea.2

Dermatitis kontak adalah kelainan inflamasi yang mengenai kulit yang tipis

pada palpebra. Dermatitis kontak dapat disebabkan oleh obat tetes mata, kosmetik,

substansi lainnya yang memicu reaksi alergi lokal. Dermatitis kontak dapat terjadi

langsung dan kronik. Hipersensitifitas tipe I terjadi beberapa menit setelah

terpapar dengan alergen. Tanda dan gejala klinis pada palpebra yaitu gatal,

eritema, edema, hiperemi konjungtiva dan kemosis. Hipersensitifitas lambat

berperan pada respon kulit terhadap alergen yang terjadi 24-72 jam setelah

terpapar. Tanda klinisnya yaitu; eksema, eritema, hiperpigmentasi, sisik halus,

keropeng, sikatrik di kulit palpebra, ektropion palpebra inferior.1,11

Penatalaksanaan reaksi hipersensitif terutama dengan memutuskan penyebab

alergi. Terapi tambahan dengan kompres dingin, artificial tears, antihistamin

topikal, sel mast stabilizers. Nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID) diberikan

bila ditemukan nyeri. Penatalaksanaan reaksi hipersensitifitas lambat ditambahkan

dengan pemberian kortikosteroid topikal untuk mempercepat penyembuhan

palpebra dan inflamasi konjungtiva. Kortikosteroid diberikan selama beberapa

hari pada palpebra dan kulit periokular.1

Dermatitis atopi suatu kondisi kronis yang diturunkan secara genetik, dimulai

saat bayi dan anak-anak. Patogenesis dermatitis atopi dengan meningkatnya

hipersensitifitas IgE, yang akan meningkatkan pelepasan histamin dari sel mast,

basofil dan impaired cell-mediated. Tanda dan gejala klinis ditemukan gatal,

ditemukan lesi eksematous pada palpebra dan di tempat lain pada dewasa di

lipatan siku bagian dalam, pada anak-anak ditemukan di wajah dan siku.

Anamnesis ditemukan riwayat keluarga dengan asma, rinitis alergi, polip nasi,

hipersensitif terhadap aspirin. Penemuan di okular diantaranya warna kulit

periorbital yang lebih gelap, lipatan palpebra yang berlebihan, ektropion dan

konjungtivitis kronik. Gambaran klinis pada bayi tampak ruam, pada anak-anak

eksematous, pada dewasa tampak sisik yang menebal dan terlihat kering.10,11,12

Page 9: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

9

Dermatitis atopi pada bayi mulai timbul sejak usia kurang dari 2 bulan.

Ditemukan gejala klinis berupa eksema, eritema, keropeng pada pipi. Lesi dapat

meluas hingga kulit kepala, leher, dahi, pergelangan tangan, ekstensor tungkai

ataupun lengan, dan bokong. Infeksi sekunder sering menyertai karena

ditimbulkan oleh garukan. Dermatitis atopi pada bayi dapat hilang akhir tahun ke-

2.11 (gambar 4.1)

Gambar 4.1 Lesi dermatitis atopi pada bayi Dikutip dari William D, James D, Timothy G, Berger MD11

Pada anak-anak lesi patognomonik ditemukan pada fossa poplitea, fossa cubiti, pergelangan tangan bagian luar, palpebra dan leher.11(gambar 4.2)

Gambar 4.2 Lesi dermatitis atopi pada anak-anak Dikutip dari William D, James D, Timothy G, Berger MD11

Page 10: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

10

Lesi kulit pada usia muda terjadi pada 18 tahun. Tampak lesi yang mengalami

likenifikasi, plak. Lesi mengenai palpebra bilateral. Lesi terutama kambuh saat

cuaca dingin. (gambar 4.3)11

Gambar 4.3 Lesi dermatitis atopi pada dewasa Dikutip dari William D, James D, Timothy G, Berger MD11

Penatalaksanaan dengan menghindari penyebab, pelembab dan gel petroleum

untuk kulit kering. Lesi akut dapat diberikan kortikosteroid topikal dengan

sediaan krim atau oinment (clobetasone butyrate 0.05%), lesi kronik sebaiknya

tidak diberikan untuk menghindari penipisan kulit. Tacrolimus topikal lebih

efektif dengan efek samping yang minimal. Antihistamin oral dan sel mast

stabilizers dapat mengurangi gatal namun dapat memicu terjadinya dry eye.1,10

Dermatitis seborrhoic sering terjadi, bersifat kronis. Tanda klinis dermatitis

seborrhoic ditemukan sisik yang berminyak dan plak pada dasar yang eritem.

Kelainan ini terjadi pada 2-5% populasi. Lokasi kelainan ini terutama pada daerah

yang memiliki kelenjar minyak, diantaranya kulit kepala, kulit di belakang telinga,

bagian telinga luar, dada dan punggung. Etiologi belum diketahui dan tidak

terdapat keterlibatan hipersekresi dari sebum. Blefaritis seborrhoic sering terjadi

dan dapat dihubungkan dengan terjadinya keratokonjungtivitis.11 (gambar 4.4)

Page 11: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

11

Gambar 4.4 Lesi dermatitis atopi pada dewasa Dikutip dari William D, James D, Timothy G,

Berger MD11

Terapi dengan menggunakan shampo yang mengandung tar, zinc pyrithione

atau ketokonazol, kortikosteroid topikal, antijamur topikal dan topical calcineurin

inhibitor. Blefaritis dikontrol dengan lid hygiene, antibiotik-kortikosteroid topikal

yang intermiten dan ocular lubricant.1

Stevens-Johnson Syndrome (SJS), Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)

mengenai kulit dan membran mukosa, yang disebabkan oleh alergi obat, dimana

terdapatnya deposit kompleks imun di dermis kulit dan stroma konjungtiva. TEN

lebih berat dibandingkan SJS, karena dapat mengancam jiwa dan sulit untuk

diatasi. (gambar 4.5). Pasien dengan TEN melibatkan 30% epidermis, dan dapat

menyebabkan terkelupasnya kulit. Kelainan okular oleh SJS, lebih berat pada

TEN mengakibatkan perubahan pada konjuntiva tarsalis, konjungtiva bulbi,

kornea dan palpebra. Insidensi terjadinya SJS 1.1/juta-tahun, TEN

0,5-0,93/million juta-tahun.2,12 (gambar 4.6)

Gambar 4.5 TEN (Toxic Epidermal Necrolysis) Dikutip dari William D, James D, Timothy G, Berger MD11

Page 12: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

12

Kelainan okular pada keadan akut yang bersamaan dengan kelainan kulit

ditemukan konjungtivitis bilateral dengan gambaran pesudomembran sebanyak

15-75%. Sedangkan ulkus kornea jarang ditemukan pada stadium akut. Kelainan

okular ini akan membaik setelah 2-4 minggu tanpa infeksi. Keadaan kronik

ditemukan simblefaron, sikatrik konjungtiva, entropion, trikiasis, dan instabilitas

lapisan air mata. Kerusakan pada permukaan okular menyebabkan terjadinya

sikatrik kornea, neovaskularisasi, kasus berat ditemukan keratinisasi. Sikatrik

pada duktus lakrimalis dihubungkan dengan destruksi sel goblet konjungtiva,

yang memicu terjadinya dry eye yang berat.12

Gambar 4.6 Stevens-Johnson Syndrome (SJS), Dikutip dari William D, James D, Timothy G, Berger MD11

Penatalaksanaan SJS bersifat suportif dengan artificial tears dan antibiotik

topikal sebagai profilaksis. Pemberian kortikosteroid peroral sebanyak

1mg/KgBb/hari pada keadaan akut, Simblefarectomi, dan rekonstruksi palpebra.12

4.2 Konjungtivitis, Keratokonjungtivitis, skleritis

Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva ditandai dengan infiltrasi,

eksudasi sel dan dilatasi vaskular. Kemosis merupakan suatu keadaan terjadinya

akumulasi cairan di antara atau dibawah konjungtiva. Pasien datang dengan

keluhan sekret yang meyebabkan kelopak mata menjadi lengket. Kondisi ini bisa

terjadi unilateral ataupun bilateral. Konjungtivitis akut berlangsung kurang dari 3

minggu, sedangkan konjungtivitis kronis lebih dari 3 minggu. Respon morfologi

yang mengidentifikasikan konjungtivitis kronis yaitu papil, folikel, membran/

Page 13: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

13

pseudomembran, sikatrik, granuloma. Hal ini penting dalam menegakkan

diagnosa.

Konjungtivitis dan keratokonjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit

kulit non infeksi diantaranya dermatitis atopi, dermatitis seborrhoic, erythema

multiforme (Steven Johnson Syndrome), toxic epidermal necrolysis (Lyell’s

disease), rosasea.12

Membran merupakan massa padat putih yang menutupi konjungtiva tarsal.

Membran apabila diangkat akan menyebabkan perdarahan, dibedakan dengan

pseudomembran yang mudah terangkat. Steven-johnson syndrome (SJS) dan

toksic epidermal nekrolysis (TEN) menyebabkan membran/pseudomembran pada

membran mukosa dan kulit. Bilateral pseudomembran konjungtivitis sering terjadi

pada kondisi ini dan memicu terjadinya sikatrik konjungtiva yang berat, memicu

kehilangan sel goblet, entropion, trikiasis, kegagalan sel stem limbus. Perubahan

sikatrik akan terjadi bila mengenai stroma konjungtiva.2,12

Skleritis merupakan suatu kelainan inflamasi pada sklera. Inflamasi pada sklera

dapat disebabkan oleh suatu proses infeksi dan non infeksi. Pasien datang dengan

mengeluhkan perasaan yang tidak nyaman pada matanya. Pada pemeriksaan

oftalmologis ditemukan edema pada area sklera. Manifestasi skleritis yang

berhubungan dengan kelainan kulit non infeksi adalah rosasea sebanyak 7%,

dermatitis atopi 1-7% dan lyme disease sebanyak 1-6%.1

Rosasea adalah erupsi peradangan kronis di daerah aksial wajah yaitu dahi,

hidung, dan pipi. Kelainan ini terutama terjadi pada individu paruh baya atau lebih

tua dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Penyakit ini mengenai

10% populasi, diamati paling sering terjadi pada ras kulit putih keturunan eropa,

walaupun pada etnis asia dan afrika juga dapat ditemukan. Etiologi rosasea belum

diketahui. Ketidakstabilan vasomotor dapat diinduksi oleh paparan sinar matahari,

konsumsi teh, kopi, minuman dan makanan yang pedas, alkohol, kelainan

endokrin, menopause dan kecemasan. Suatu studi menunjukkan bahwa pada

peradangan konjungtiva menunjukkan reaksi hipersensitif tipe IV. Konsentrasi

interleukin-1α dan β dan aktivitas dari gelatinase B (metalloproteinase-9) dan

Page 14: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

14

kolagenase-2 (MMP-8) meningkat dalam lapisan air mata pasien dengan okular

rosacea.14

Pemaran dengan UVB menginduksi terjadinya angiogenesis dan dapat

meningkatkan sekresi faktor angiogenik seperti faktor pertumbuhan endotel

vascular (VEGF) dari keratinosit. Paparan radiasi UV menyebabkan produksi

oksigen reaktif yang kemudian menginduksi peningkatan regulasi matriks

metaloproteinase, menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan matriks dermal.

Pemeriksaan histopatolgi dari rosasea papulopustular menunjukkan perubahan

inflamasi yang paling menonjol di folikel pilosebasea. Perubahan ini mungkin

terjadi akibat disfungsi respon imun bawaan yang melindungi kulit terhadap

infeksi serta rangsangan lingkungan lainnya seperti radiasi UV dan trauma kimia.

Sistem kekebalan tubuh bawaan melepaskan sitokin dan molekul antimikroba

seperti cathelicidin peptida. Pada rosasea, terdapat peningkatan regulasi

cathelicidin dan yang protease serin, menunjukkan disfungsi sistem kekebalan

tubuh bawaan. Hal ini diasosiasikan dengan papulopustular rosasea. Eritema

sentrofasial menetap, flushing, dan telangiektasis adalah karakteristik umum dari

rosasea. Peningkatan aliran darah kulit ditemukan pada kulit dengan rosasea

papulopustular. Adanya peningkatan ekspresi VEGF dan marker endotel pada lesi

kulit menunjukkan stimulasi pada pembuluh darah dan sel-sel limfatik.

Mekanisme termal kulit yang menyimpang juga dicurigai sebagai penyebab

vasodilatasi.inflamasi neurogenik (respon inflamasi yang disebabkan oleh saraf

sensorik yang melepaskan neuromediators di lokasi inflamasi) dapat

mengakibatkan vasodilatasi, ekstravasasi protein plasma dan perekrutan sel

inflamasi. Namun hal ini belum jelas relevansinya.14

Lesi di wajah ditandai dengan eritema, papula, pustula, dan telangiektasis.

Rosasea kronis ditandai dengan terdapatnya rhinophyma, terutama pada laki-laki.

Rhinophyma menunjukkan suatu proses terjadinya hipertrofi dan hiperemia pada

bagian distal hidung. Tanda awal dari rhinophyma adalah tampak pori-pori

melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular yang

membesar. Perjalanan penyakit pada awalnya tidak kentara dan umumnya

Page 15: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

15

menjadi lebih parah seiring berjalannya waktu. Aktivitas penyakit dapat

melambat, dan remisi spontan jarang terjadi.11,14

Rosacea sering diabaikan sebagai penyebab penting penyakit mata. Manifestasi

okular terjadi pada sekitar 50% pasien. Pengaruh rosasea okular dapat terjadi pada

wanita ataupun pria. Gejala klinis pada mata diantaranya rasa panas seperti

terbakar, fotofobia, dan sensasi benda asing. Gejala okular rosasea termasuk

berair, kemerahan, sensasi benda asing, rasa terbakar, gatal, fotofobia, dan

penglihatan kabur. Berbagai jenis penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi

bila kornea terlibat. Manifestasi okular bersifat bilateral dan tidak spesifik.14

Kelopak mata, konjungtiva, kornea dan episklera dapat terlibat. Blefaritis dan

disfungsi kelenjar meibom sering ditemukan. Margin kelopak mata menunjukkan

telangiektasis, penebalan dan pelebaran kelenjar meibom. Sekresi sebum yang

berlebihan, dan collaretes di sekitar bulu mata. Hordeolum dan chalazion yang

terjadi dapat berulang. Serta dapat menyebabkan insufuensi lapisan air mata yang

disebabkan akibat disfungsi kelenjar meibom. Pengujian schimer yang abnormal

pada 56% pasien rosasea dan TBUT berkurang juga telah dilaporkan di sebagian

pasien dengan okular rosasea.10,14

Edema periorbital juga dapat terjadi. Hiperemia kronis pada konjungtiva

bulbar interpalpebra dan reaksi papiler dapat terlihat di konjungtiva. Peningkatan

hiperemia pada ruang interpalpebral adalah karakteristik dari konjungtivitis

rosasea. Macdonald menggambarkan barisan gambar pembuluh darah melebar di

pleksus limbal superficial, lebih sering di kuadran inferior, yang tidak meluas ke

kornea. Pingekuela dan fibrosis konjungtiva dapat ditemukan pada sampai dengan

20% dari pasien dengan rosacea okular. Konjungtivitis sicatrical palpebra inferior

dideskripsikan sebagai salah satu temuan mata yang paling umum pada rossea.

Gejala pada kornea sekitar 5-30% pasien dengan rosasea kutaneus. Pada kornea

dapat terlihat adanya keratitis pungtata superficial di sepertiga inferior kornea.

Neovaskularisasi perifer muncul dengan infiltrat subepithelial marginal triangular

yang berbentuk seperti sekop sepanjang perbatasan vascular. Progresifitas pada

kelainan ini tampak perluasan infiltrat ke sentral kornea. Menyebabkan ulserasi

stroma dan bahkan dapt menyebabkan perforasi. Erosi epitel berulang pada kornea

Page 16: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

16

juga dilaporkan pada pasien dega rosasea okular. Temuan pada kornea yang

jarang terjadi termasuk diantaranya keratitis yang disebabkan infeksi sekunder,

ulkus pseudodendritik, dan pseudokeratokonus.14

Mucous membran pemphigoid (MMP) merupakan penyakit autoimun, yang

melibatkan membran mukosa dan kulit. Pada kulit ditandai dengan gejala

terbentuknya bula subepitel yang mudah ruptur dan menimbulkan sikatrik. Pada

okular ditemukan inflamasi kronik konjungtiva yang progresif sampai

ditemukannnya pembentukan sikatrik. Insidensi MMP ini bervariasi 1/20.000-

1/46.000 dan ditemukan 1 dalam 15.000 pasien okular.15,16

Penyebab MMP belum diketahui. Patogenesis kelainan ini didasari dengan

respon hipersensitif tipe II dengan deposit imunoglobulin A (IgA), IgG, IgM dan

atau komplemen (C3) pada membran basal epitel konjungtiva. Autoantigen juga

ditemukan yaitu BP180, BP230, α6β4 integrin (berkaitan erat dengan MMP),

laminin 5 dan kolagen tipe VII. Penelitian terbaru mengatakan ditemukannya

peningkatan serum yang abnormal dari IL-4, IL-5, IL-6, TNF-α, dan TGF-β saat

fase aktif, menyebabkan regulasi sistem imun yang abnormal. Pada histopatologi

ditemukan infiltrasi makrofag, neutrofil, sel T, sel mast dan eosinofil pada

konjungtiva. Dengan ditemukannya sel-sel ini menyebaban terjadinya respon

inflamasi yang menyebabkan terbentuknya bula, yang mudah ruptur hingga

terbentuknya sikatrik.15,16

Psoriasis merupakan salah satu kelainan kulit yang terjadi secara kronik,

terdapatnya rekurensi, ditandai dengan lesi berbatas tegas, plak eritematosa yang

di atasnya terdapat sisik yang kering, berwarna putih. Onset awal terjadinya

psoriasis mulai dari bayi sampai remaja dengan umur rata-rata 27 tahun. Kelainan

histopatologi ditandai dengan hiperplasia epidermis disertai dengan atrofi pada

papila dermis, parakeratosis, dan infitrasi sel inflamasi. Psoriasis terjadi pada 2%

populasi dunia. Pada satu penelitian dari 1728 pasien psoriasis, 79,2% terjadi

perubahan pada kuku dan yang mengalami psoriasis arthtritis 5-30%.17

Lesi tipikal psoriasis terdapat pada kulit kepala, kuku, lutut, siku, gluteal cleft

dan bersifat simetris. Kelainan ini berfluktuasi dengan kecendrungan berulang dan

menetap. Pengangkatan squama yang berwarna putih akan memperlihatkan bintik-

Page 17: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

17

bintik merah ( Auspitz sign ). Lesi dapat juga terjadi pada trauma mekanik (

koebner phenomenon). Remisi spontan dapat terjadi. Penyakit ini bervariasi

keparahannya dari ringan sampai berat. Keadaan yang menginduksi terjadinya

penyakit ini diantaranya Stress, infeksi streptococcus , obat-obatan, infeksi HIV.17

Tanda okular terdapat lebih dari 10% pada pasien psoriasis. Psoriasis okular

dapat menyebabkan terjadinya blefaritis, dry eye, konjungtivitis, keratitis,

xerophthalmia, abses kornea, katarak, orbital myositis, symblepharon,

choriorethinopathy, uveitis dan ectropion dengan trichiasis, madarosis sebagai

reaksi sekunder setelah terjadinya kelainan pada palpebra. Psoriasis terdapat

pada HLA haplotypes, terutama –Cw6, -B57, -DR7, dan –Cw2.17

Gambar 4.7 lesi pada psoriasis Dikutip dari William D, James D, Timothy G, Berger MD11

Psoriasis awalnya dideskripsikan sebagai Th1 disease, dimana ditemukan IL1,

tumor necrosis factor-alpha (TNF-α ¿, dan interferon-γ. Penelitian terbaru

menyebutkan psoriasis merupakan populasi T-cell yang disebut sebagai Th17.

Proses ini terjadi dengan adanya interaksi Th 17 sebagai promotor sitokin dengan

interferon alpha sebagai proinflamasi sitokin akan menstimulasi sel dendrit

myeloid menghasilkan IL-12 dan IL-23. Th-17 memproduksi IL-17, TNF dan IL-

22 yang meningkatkan terjadinya psoriasis. Th1 dan Th17 keduanya berperan

dalam patogenesis psoriasis. Reaksi antara Th1 dan Th17 akan menghasilkan

TNF-α . TNF-α ditemukan tinggi pada lesi kulit dan pada cairan sendi pasien

psoriasis arthtritis. TNF-α berperan dalam aktivasi siklus lainnya seperti nuclear

factor-kappa B (NF-кB), suatu gen faktor transkripsi inflamasi. Atau mitogen-

Page 18: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewadalah tampak pori-pori melebar pada bagian distal hidung, seperti daging, dengan nodular

18

activated protein kinase (MAPK) yang mengaktifkan aktivitas sel inflamasi.

Interleukin 1 mengaktivasi mastocytes; granulomacrofage colony stimulating

factor (GM-CSF) untuk mengaktivasi neutrofil.17

Blepharitis ditandai dengan scaling, edema, eritema, trichiasis, dan atau

terdapatnya madarosis. Ectropion, cicatricial juga dapat terjadi. Conjungtivitis

yang terjadi akibat dari palpebra yang bersisik atau gejala primer pada

konjungitva dengan lesi whitish-yellow plaque. Kelainan pada kornea jarang

terjadi dengan tanda klinis berupa infiltrat perifer dan vascularisasi, keratopati

epitel pungtata, erosi, kekeruhan superficial atau lebih dalam, dapat terjadi ulkus

kronis dan terjadinya melting.17

Penanganan lesi pada kulit dengan regimen topikal dan sistemik. Terapi topical

dengan hidrasi kulit, glucocorticoids, preparat tar, anthralin, tazarotene, dan

pemaparan dengan radiasi ultraviolet. Terapi sistemik denganretinoids oral,

methotrexate, ciclosporin atau bioimmunomodulator.17

Terapi kular secara langsung ada bagiannya yaitu dengan artifial tears,

lubricating oionment pada keratitis sicca, higiene pada bleparitis, kortokosteroid

eye drop untuk konjungtivitis, terapi surgical pada ektropion.17

V. Simpulan

Manifestasi klinis kelainan okular ekterna seperti blefaritis, konjungtivitis,

keratitis, yang mengiringi kelainan kulit non infeksi seperti psoriasis, rosasea,

dermatitis, sikatrical pemfigoid, steven johnson syndrome, Toxic epidermal

Necrolysis berhubungan karena okular ekterna dan epidermis kulit memiliki

kesamaan asal saat embriologi, yang berasal dari surface ectoderm.