8
STUDI PATOGENESIS TRYPANOSOMA EVANSI PADA KERBAU, SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DANSAM PERANAKAN ONGOLE S. PARTOUTOMO ', M . SOLEH', F. POI1TF m Y 1 , A . DAYI A.J . WILSON' dan D. B . COPEMAN 2 I Balai Penefinan Veteriner Jalan R . E . Martadinata No . 30, P .O . Btu 52, Bogor 16114, Indonesia 2 James Cook University of North Queensland, Australia (Diterima dewan redaksi 17 Mare 1995) ABSTRACT PARTouromo, S., M. SOLEH, F. POLMEDY, A. DAY, A. J. WILSON, and D. B. COPEMAN. 1995 . A study on the pathogenesis of Trypanosoma evansi in buffaloes, Holstein Friesian and Ongole cattle . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1 (I) : 41-48 . A study on the pathogenesis of Trypanosoma evawi was carried out in 5 buffalo calves and 5 buffalo adults, 6 Holstein-Friesian calves and 6 Holstein-Friesian adults, and 6 Ongole calves and 6 Ongole adults, each of which was divided into 3 infected and 2 uninfected buffalo calves and adults, and 3 infected and 3 uninfected calves and adults of Holstein Friesians and Ongoles . None of infected animals showed acute clinical signs along the course of the observation period, however roughness of the hair and skin, emaciation, weakness and loss of weight gains were the common clinical signs . Clinical signs of calves were more severe than adults, and those of buffaloes were more severe than cattle . Gross pathological changes were not specific . The mortality rate was 2/3 in buffalo calves, 1/3 in Holstein-Friesian calves and 1/3 in Ongole calves . None of infected adults died of infection . Buffaloes had longer and higher parasitemia than Holstein-Friesians or Ongoles . Erythrocyte counts of infected animals decreased to lower levels than controls, however they fluctuated in the normal values . Haemoglobin and PCV values of infected animals were significantly lower than those of non-infected controls, and those of calves were more severe than adults, and those of buffaloes were more severe than cattle . Infections resulted in loss of weight gains which was the greatest in buffaloes then followed by Holstein-Frisians and finally Ongoles . Key words : Trypanosoma etnnsi, pathogenesis, buffalo, Holstein Friesian cattle, Ongole cattle ABSTRAK PARTOUromo, S., M. SOLEH, F. POLrrEDY, A. DAY, A. 1. WILSON dan D . B. COPEMAN. 1995 . Stud i patogenesis Trypanosoma evansi pada kerbau, sapi Friesian Holstein dan sapi Peranakan Ongole . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1 (1) : 41-48 . Studi patogenesis Trypanosoma evansi pada 5 ekor anak kerbau dan 5 ekor kerbau dewasa, 6 ekor anak sapi FH dsn 6 ekor sapi FH dewasa, dan 6 ekor anak sapi PO dsn 6 ekor sapi PO dewasa telah dilakukan. Masing-masing kelompok menurut umur dan jenis hewan tersebut selanjutnya dibagi atas 3 ekor diinfeksi dan 2 ekor tidak diinfeksi pada anak dan kerbau dewasa, dan 3 ekor diinfeksi dan 3 ekor tidak diinfeksi pada anak dan sapi FH dsn PO dewasa . Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua hewan yang diinfeksi dengan T . evansi tidak ads yang menunjukkan gejala klinis tripanosomiasis akut (surra akut), sedangkan gejala khronis seperti bulu dan kulit kasar, kurus, lemah, dan kehilangan bobot badan merupakan gejala umum yang ditemukan dengan intensitas yang bervariasi pada hewan yang diinfeksi . Gejala klinis pada anak nampak lebih nyata daripada gejala klinis pada hewan dewasa, dan gejala klinis pada kerbau nampak lebih nyata daripada gejala klinis pada sapi FH dsn sapi PO . Perubahan patologi anatotni dari bangkai tidak menciri. Mortalitas pada anak kerbau, anak sapi FH dan anak sapi PO yang diinfeksi masing-masing adalah 2/3, 1/3 dan 1/3 . Tidak ada kematian pada hewan dewasa yang diinfeksi . Kerbau menunjukkan parasitemia yang lebih lama dan lebih tinggi daripada pada sapi FH dan sapi PO . Jumlah eritrosit hewan yang diinfeksi turun di bawah nilai hewan kontrol, tetapi pada umumnya berfluktuasi di dalam kisaran nilai normal . Nilai hemoglobin dsn PCV dari hewan yang diinfeksi menunjukkan nilai yang lebih rendah daripada hewan kontrol secara nyata, sedangkan penurunan nilai hemoglobin dan PCV dari anak lebih rendah daripada hewan dewasa dan pada kerbau lebih rendah daripada pada sapi FH dsn sapi PO . Infeksi menintbulkan kehilangan bobot badan yang terbesar pada kerbau, diikuti oleh sapi FH dsn akhirnya sapi PO . Kata kuuci : Trypanosoma evansi, patogenesis, kerbau, sapi Friesian Holstein, sapi peranakan Ongole PENDAHULUAN Sapi dan kerbau masih merupakan sumber tenaga tarik di bidang pertanian, sumber pupuk alam, susu dan daging . Populasi kerbau, sapi FH (Friesian Holstein) dan sspi PO (Peranakan Ongole) masing-masing sebe- sar 3 .244 .000, 288 .000 dan 10 .094 .000 (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 1991) . Temak tersebut memberikan sumbangan daging sebesar 295 .900 ton/tahun atau 30 .5% dari kebutuhan daging nasional, dan 338 .200 tort susu setiap tahunnya . Kerbau, sapi FH dan sapi PO mssih dipelihara secara tradisional, dan terdapat di Pulau Jawa masing-masing sebesar 43 .8%, 96% dsn 31% . Dengan jumlah Tmak yang kecil dan tersebar secara luas, maka pengendalian terhadap beberapa penyakit, di antaranya tripanosomiasis, 41

patogenesis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Biologist

Citation preview

Page 1: patogenesis

STUDI PATOGENESIS TRYPANOSOMA EVANSI PADA KERBAU,SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DAN SAM PERANAKAN ONGOLE

S. PARTOUTOMO ' , M. SOLEH', F. POI1TFmY 1 , A . DAYI

A.J . WILSON' dan D. B . COPEMAN2

I Balai Penefinan VeterinerJalan R.E. Martadinata No .30, P.O .Btu 52, Bogor 16114, Indonesia

2 James Cook University ofNorth Queensland, Australia

(Diterima dewan redaksi 17 Mare 1995)

ABSTRACT

PARTouromo, S., M. SOLEH, F. POLMEDY, A. DAY, A. J. WILSON, and D. B. COPEMAN. 1995 . A study on the pathogenesis of Trypanosomaevansi in buffaloes, Holstein Friesian and Ongole cattle . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1 (I) : 41-48.

A study on the pathogenesis of Trypanosoma evawi was carried out in 5 buffalo calves and 5 buffalo adults, 6 Holstein-Friesian calves and6 Holstein-Friesian adults, and 6 Ongole calves and 6 Ongole adults, each ofwhich was divided into 3 infected and 2 uninfected buffalo calvesand adults, and 3 infected and 3 uninfected calves and adults of Holstein Friesians and Ongoles. None of infected animals showed acute clinicalsigns along the course of the observation period, however roughness of the hair and skin, emaciation, weakness and loss of weight gains werethe common clinical signs. Clinical signs of calves were more severe than adults, and those of buffaloes were more severe than cattle . Grosspathological changes were not specific . The mortality rate was 2/3 in buffalo calves, 1/3 in Holstein-Friesian calves and 1/3 in Ongole calves .None of infected adults died of infection . Buffaloes had longer and higher parasitemia than Holstein-Friesians or Ongoles. Erythrocyte countsof infected animals decreased to lower levels than controls, however they fluctuated in the normal values . Haemoglobin and PCV values ofinfected animals were significantly lower than those of non-infected controls, and those of calves were more severe than adults, and those ofbuffaloes were more severe than cattle . Infections resulted in loss of weight gains which was the greatest in buffaloes then followed byHolstein-Frisians and finally Ongoles.

Key words: Trypanosoma etnnsi, pathogenesis, buffalo, Holstein Friesian cattle, Ongole cattle

ABSTRAK

PARTOUromo, S., M. SOLEH, F. POLrrEDY, A. DAY, A. 1. WILSON dan D. B. COPEMAN. 1995 . Stud i patogenesis Trypanosoma evansi padakerbau, sapi Friesian Holstein dan sapi Peranakan Ongole . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1 (1): 41-48.

Studi patogenesis Trypanosoma evansi pada 5 ekor anak kerbau dan 5 ekor kerbau dewasa, 6 ekor anak sapi FH dsn 6 ekor sapi FHdewasa, dan 6 ekor anak sapi PO dsn 6 ekor sapi PO dewasa telah dilakukan. Masing-masing kelompok menurut umur dan jenis hewantersebut selanjutnya dibagi atas 3 ekor diinfeksi dan 2 ekor tidak diinfeksi pada anak dan kerbau dewasa, dan 3 ekor diinfeksi dan 3 ekor tidakdiinfeksi pada anak dan sapi FH dsn PO dewasa . Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua hewan yang diinfeksi dengan T. evansi tidak adsyang menunjukkan gejala klinis tripanosomiasis akut (surra akut), sedangkan gejala khronis seperti bulu dan kulit kasar, kurus, lemah, dankehilangan bobot badan merupakan gejala umum yang ditemukan dengan intensitas yang bervariasi pada hewan yang diinfeksi . Gejala klinispada anak nampak lebih nyata daripada gejala klinis pada hewan dewasa, dan gejala klinis pada kerbau nampak lebih nyata daripada gejalaklinis pada sapi FH dsn sapi PO . Perubahan patologi anatotni dari bangkai tidak menciri. Mortalitas pada anak kerbau, anak sapi FH dan anaksapi PO yang diinfeksi masing-masing adalah 2/3, 1/3 dan 1/3. Tidak ada kematian pada hewan dewasa yang diinfeksi . Kerbau menunjukkanparasitemia yang lebih lama dan lebih tinggi daripada pada sapi FH dan sapi PO . Jumlah eritrosit hewan yang diinfeksi turun di bawah nilaihewan kontrol, tetapi pada umumnya berfluktuasi di dalam kisaran nilai normal . Nilai hemoglobin dsn PCV dari hewan yang diinfeksimenunjukkan nilai yang lebih rendah daripada hewan kontrol secara nyata, sedangkan penurunan nilai hemoglobin dan PCV dari anak lebihrendah daripada hewan dewasa dan pada kerbau lebih rendah daripada pada sapi FH dsn sapi PO . Infeksi menintbulkan kehilangan bobotbadan yang terbesar pada kerbau, diikuti oleh sapi FH dsn akhirnya sapi PO .

Kata kuuci: Trypanosoma evansi, patogenesis, kerbau, sapi Friesian Holstein, sapi peranakan Ongole

PENDAHULUAN

Sapi dan kerbau masih merupakan sumber tenaga

tarik di bidang pertanian, sumber pupuk alam, susu dan

daging . Populasi kerbau, sapi FH (Friesian Holstein)

dan sspi PO (Peranakan Ongole) masing-masing sebe-

sar 3.244.000, 288.000 dan 10.094.000 (DIREKTORATJENDERAL PETERNAKAN, 1991) . Temak tersebut

memberikan sumbangan daging sebesar 295.900ton/tahun atau 30.5% dari kebutuhan daging nasional,

dan 338.200 tort susu setiap tahunnya . Kerbau, sapi FHdan sapi PO mssih dipelihara secara tradisional, dan

terdapat di Pulau Jawa masing-masing sebesar 43.8%,96% dsn 31% . Dengan jumlah Tmak yang kecil dan

tersebar secara luas, maka pengendalian terhadap

beberapa penyakit, di antaranya tripanosomiasis,

41

Page 2: patogenesis

42

S . PARTOUrOMO et a l. . Studi Patogenesis Trypanosoma evansi pada Kerbau, Sapi FH dan Sapi PO

menjadi lebih sulit dan mahal dibandingkan denganternak yang berada dalam lokasi yang berdekatan. Disamping itu, sistem berternak yang tradisional, yaituternak dipelihara sejak kecil hingga tua terutama induk-nya, merupakan faktor yang mendukung perkembanganT. evansi di alam . Situasi tripanosomiasis dApat dikata-kan endemik stabil (PAYNE et al., 1991) . Hal ini men-jadi ancaman terutama bagi ternak yang baru datangdari daerah lain atau luar negeri yang bebas T. evansi .Ancaman tersebut telah terbukti dengan dimasukkannyakerbau dari Australia di suatu lokasi sebanyak 131 ekoryang 12 di antaranya mati karena tripanosomiasis,sedangkan di lokasi lain dari sebanyak 45 ekor terdapat33 ekor mati, dan 25 ekor di antaranya diduga matikarena tripanosomiasis (PAYNE et al., 1990) . Di-laporkan pula bahwa sapi-sapi sebuah feedlot di daerahendemik yang diobati dengan Suramin memberikenaikan bobot badan yang lebih besar secara nyatadibandingkan dengan sapi-sapi yang tidak diobati(PAYNE et al., 1994) . Kerbau diduga lebih peka ter-hadap T. evansi daripada sapi (PARTOU'romo, 1987 ;PAYNE, 1989) .

Hewan percobaan

MATERI DAN METODE

Sebanyak 34 ekor hewan percobaan dibagi atas 2kelompok, kelompok anak (10-12 bulan) sebanyak 17ekor, dan kelompok dewasa (18-24 bulan) sebanyak 17ekor . Kelompok anak terdiri atas 6 grup, yaitu 3 grup(3 anak kerbau, 3 anak sapi FH dan 3 anak sapi PO)yang diinfeksi dengan T. evansi dan 3 grup (2 anakkerbau, 3 anak sapi FH dan 3 anak sapi PO) lagi tidakdiinfeksi . Dengan cara yang sama pembagian grupdilakukan pula pada kelompok dewasa . Jenis kelaminhewan percobaan adalah campuran : jumlah jantan danbetina sama pada masing-masing grup kontrol danperlakuan . Karena sulit mendapatkan anak kerbau dipasar, maka kontrol anak kerbau dan kerbau dewasamasing-masing hanya 2 ekor. Semua hewan pereobaanditempatkan di dalam kandang bebas lalat, dan diberipakan rumput gajah (Penicetum purpureurn) dankonsentrat komersial . Pengamatan gejala klinis danpembagian pakan konsentrat dimulai 1 bulan sebelumdiinfeksi . Semua hewan percobaan diberi vaksinasiterhadap SE, diobati terhadap cacing hati, cacinggastrointestinal, dan disuntik dengan ivomek untukmenghilangkan ektoparasit satu bulan sebelum per-cobaan dimulai .

Trypanosoma evansi

T. evansi (Bakit 102), isolat yang berasal dari sapiFH di Bogor digunakan dalam studi ini . Stabilet didalam nitrogen cair dicairkan sebanyak 0,3 ml daridarah yang mengandung trypanosome disuntikkan padatikus secara intraperitoneal untuk memperbanyak para-sit sebagai bahan infeksi . Tiga hari pascainfeksi tikusdibunuh dan darahnya dikumpulkan . Konsentrasi parasitdalam darah dihitung dengan menggunakan hemosito-meter (Neubauer improved, Germany), kemudian darahdisuntikkan secara intravenus kepada hewan percobaandengan dosis 107 trypanosome per ekor .

Pengamatan

Pengamatan klinis, pemeriksaan parasit, pemerik-saan antibodi terhadap trypanosome dengan ELISAdilakukan untuk pertama kali pada waktu hewan masukkandang Balitvet . Pemeriksaan hewan pascainfeksimeliputi pengukuran suhu badan, pengukuran PCVdArah, dan pemeriksaaan parasit dengan HCT dilakukansetiap hari . Pemeriksaan parasit dengan MIC, para-meter darah lainnya dilakukan setiap minggu sekali .Semua hewan percobaan ditimbang setiap minggu sekalidengan menggunakan timbangan elektronik ( MP600/TRU-TEST/New Zealand ) . Bila ada hewan yang matidilakukan bedah bangkai untuk peneguhan diagnosis .

Pemeriksaan dengan haematocrit centrifugationtechnique (HCT)

Sebanyak 0,2 ml darah diambil langsung dari venatelinga dengan menggunakan tabung mikrohematokrityang telah dilapisi heparin . Setelah darah masuk kedalam tAbung kemudian salah satu ujung tabung ditutupdengan penutup (plastisin) . Kapiler kemudian disimpandi dalam termos es dan dibawa ke laboratorium . Didalam laboratorium, tabung disentrifuse dengan kece-patan kira-kira 8.000 rpm selama 3-5 menit . Denganmenggunakan reader khusus maka PCV dapat diukur,dan parasit dapat ditemukan pada lapisan "buffy coat"dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaranlOx40.

Pemeriksaan dengan mouse inoculation test (MIC)

Teknik ini selain untuk mendeteksi ada/tidak adanyaparasit, juga untuk mendappkan bahwa trypanosomeyang didapat adalah T. evansi dan bukan T. theileri,karena T. evansi dapat tumbuh di dalam tubuh tikussedangkan T. theileri tidak . Darah hewan sebanyak 0,3

Page 3: patogenesis

ml disuntikkan pada tilcus intraperitoneal, kemudiantikus diamati selama tiga minggu dengan diperiksadarahnya setiap hari dengan HCT. Kalau hewan positifbiasanya tikus juga positif dalam waktu 3-5 hari pasca-infeksi dan mati dalam waktu 5-7 hari pascainfeksi .

Untuk menunuukan beda periode prepaten, total hariparasitemia, total hari parasitemia tinggi, dan nilaiparameter darah lainnya antara jenis dan umur hewandigunakan t-test dari Program Statistix .

Gejala klinis

Mortalitas

HASQ.

Pengamatan gejala klinis pada kelompok hewandewasa berlangsung selama 131 hari (4,5 bulan),sedangkan pada kelompok anak, pengamatan hanyaberlangsung selama 45 hari . Perbedaan waktu observasiterpaksa dilakukan karena terjadi kematian 2 anakkerbau yang diinfeksi pada ininggu ke-7 pascainfeksi .Selama pengamatan tidak ada gejala tripanosomiasisakut yang timbul dari semua jenis dan semua umurhewan yang diinfeksi, tetapi ditemukan gejala khronisyang bervariasi pada semua hewan yang diinfeksi .Gejala khronis tersebut berupa bulu dan kulit menjadikasar, hewan menjadi kurus bahkan beberapa hewannampak lemah dan menunjukkan tanda-tanda paresis .Gejala klinis pada kerbau nampak lebih jelas daripadapada sapi, dan lebih jelas pada hewan muda daripadapada hewan dewasa . Geiala keluarnya cairan dari matadan konjungtivitis pada beberapa hewan percobaantidak diketahui dengan pasti apakah merupakan bagiandari gejala surra khronis atau gejala dari penyakit lain.Anak kerhau yang diinfeksi ternyata menderita skabieswalaupun sebelum percobaan telah diobati denganivomek, sedangkan anak sapi dan hewan percobaanlainnya tidak menunjukkan adanya infeksi skabiessecara klinis .

Dua ekor anak karbau yang diinfeksi mati karenatripanosomiasis, masing-masing pada minggu ke-7 sete-lah infeksi, satu ekor anak sapi FH mati pada mingguke-10 dan satu anak sapi PO mati pada minggu ke-12 .Semua hewan dewasa yang diinfeksi dengan Tevatuitetap hidup sampai pengamatan berakhir .

Jumal Rmu Ternak dan Veterner Vol. I No . I 7h.1995

Suhu badan

Semua hewan yang diinfeksi menunjukkan per-ubahan suhu badan yang serupa, yakni mula-mula naikmencapai 400C atau lebih pada hari ke 1-5 pasca-infeksi, kemudian turun kembali, dan selanjutnya ber-fluktuasi di sekitar nilai normal . Tidak ada korelasiantara kenaikan suhu badan dan jumlah parasit di dalamdarah .

Periode prepaten clan parasiteinia

Periode prepaten adalah jumlah hari dihitung darisejak hewan diinfeksi sampai dengan ditemukan parasitdi dalam darahnya . Periode prepaten pada anak kerbau,anak sapi FH dan anak sapi PO masing-masing adalah2-3, 1-3 dan 2-5 hari . Periode prepaten pada anak sapiPO tampak lebih lama dibandingkan dengan pada anaksapi FH ataupun anak kerbau, namun perbedaantersebut tidak nyata (P > 0,05) . Periode prepaten kerbaudewasa, sapi FH dewasa dan sapi PO dewasa adalahmasing-masing 3 hari, dan tidak berbeda nyata .

Jumlah parasit di dalam darah (dinyatakan dalamjumlah parasit/tabung kapiler) sapi dan kerbau ber-fluktuasi dari setiap individu, tetapi variasi tersebutdapat dikelompokkan menurut jenis induk semangnya,yakni kerbau, sapi FH, clan sapi PO. Kerbau yangdiinfeksi mulai positif pada hari ke-2-3 pascainfeksi .Jumlah parasit langsung menjadi tinggi, selanjutnyaberfluktuasi pada level yang tinggi sampai dengan harike-60 pascainfeksi atau lebih (Gambar IA) . Sapi FHyang diinfeksi mulai positif pada hari ke-1-3 pascainfeksi . Jumlah parasit langsung meningkat dan ber-fluktuasi pada level yang tinggi sampai hari ke-17 pasca

lumlah Parasitrrabung

n

01 10 20 30 40 50

Hari Pasca Infeksi

A

G.unbar IA . Fluktuasi jumlah parasit dalam darah seekor kerbaudewasa yang diinfeksi dengan T. evansi

43

Page 4: patogenesis

infeksi . Setelah itu, jumlah parasit menurun danberfluktuasi pada level yang rendah (Gambar 1B). SapiPO yang diinfeksi mulai positif pada hari ke-2-5 pastainfeksi . Jumlah parasit langsung meningkat tinggi danselanjutnya berfluktuasi pada level yang tinggi sampaihari ke-8 pascainfeksi. Setelah itu, jumlah parasitmenurun dan berfluktuasi dalam level yang rendah(Gambar 1C).

Gautbar 1B . Fluktuasi jumlah parasit dalam darah seekor sapi FHdewasa yang diinfeksi dengan Tevansi

Gambar 1C .

Jumlah Pamsit/rabung

Jumlah Pamsit/fabung

S . PARTOtfFOMO et aL : Studi Patogenesis Trypanosoma evansi ptda Kerbau, Sapi FH dan Sapi PO

Hari Pasta Infeksi

B

Fluktuasi jumlah parasit dalam darah seekor sapi POyang diinfeksi dengan T. evansi

Jumlah hari parasitemia tidak berbeda nyata antaraanak kerbau, anak sapi FH dan anak sapi PO (Gambar1D), sedangkan pada hewan dewasa terdapat perbedaanyang nyata antara kerbau dan sapi PO, tetapi tidakberbeda nyata antara kerbau dewasa dan sapi FHdewasa atau antara sapi FH dewasa dan sapi POdewasa.

Jumlah hari parasitemia tinggi (%) yang merupakanpotensi untuk penyebaran parasit oleh lalat pada anakkerbau berbeda nyata dengan anak sapi PO (Gambar1D), tetapi tidak berbeda nyata antara anak kerbau dan

anak sapi FH atau antara anak sapi FH dan anak sapiPO. Demikian pula halnya pada hewan dewasa, jumlahhari parasitemia tinggi (%) antara kerbau dan sapi POberbeda sangat nyata (P<0,01), tetapi tidak berbedanyata antara FH dan PO, dan antara kerbau dan sapiFH. Hari parasitemia tinggi dengan ditetapkan sebagaihari parasitemia dengan jumlah parasit sebesar 20 ataulebih per tabung hematokrit.

Jumlah Pamsitrfabung

Positif

r--j Positif tinggi

Gambar 1D . Jumlah hari positif (%) dan hari positif tinggi (%)pada anak dan hewan dewasa yang diinfeksi denganT. evansi selama pengamatan

Perubahan patologi anatomi

Kelainan pascamati pada anak kerbau dan anak sapiyang mati karena infeksi T. evami tidak menciri .Secara umum kelainan patologi anatomi adalah berupakekurusan (emaciation), oedema pada ginjal, sebagianlimfoglandula superfisialis dan jantung .

PCV pads kerbau

PCV rata-rata pada anak kerbau yang diinfeksimenurun dengan drastis dan lebih rendah dari PCVanak kerhau kontrol (P<0,05) mulai minggu ke-3 danseterusnya . Pada kerbau dewasa nilai PCV kerbau yangdiinfeksi lebih rendah (P<0,05) dari kontrol mulaiminggu ke-2, tetapi pada minggu ke-13 dan seterusnyamenjadi tidak berbeda nyata .

PCV pada sapi FH

PCV rata-rata anak sapi FH yang diinfeksi menjadilebih rendah dari kontrol (P<0,05) mulai minggu ke-2dan seterusnya . Pada sapi FH dewasa yang diinfeksi,nilai PCV mulai lebih rendah dari kontrol (P<0,05)pada minggu ke-4 dan seterusnya, nilai terendah sebe-sar 19,7 % dicapai pada minggu ke-16 pascainfeksi .

20

15

10

AM^ rMA -A

-5 T01 10 20 30 40

Hari Pasta Infeksi

Page 5: patogenesis

PCV pada sapi PO

PCV rata-rata anak sapi PO yang diinfeksi cen-derung menurun dibandingkan dengan PCV rataan anaksapi PO kontrol, tetapi tidak berbeda nyata . Pada sapiPO dewasa yang diinfeksi, nilai PCV lebih rendah darikelompok kontrol (P<0,05) pada minggu ke-12,-15,-16,-17 dan -19 pascainfeksi .

Pada kerbau clan sapi yang diinfeksi menunjukkanpenurunan nilai PCV yang konsisten (Gambar 2A).Pada anak kerbau, nilai PCV menurun lebih besar di-bandingkan dengan penurunan PCV pada anak sapi FH

2

4Minggu Pasca Infeksi

Anak KB Diinfeksi

-AnakFH Diinfeksi

-,11e- Anak PODiinfeksi

PCV (%)

Gambar 2A . Nilai PCV pascainfeksi (%) terhadap nilai PCV padawaktu infeksi (100%) pada anak kerbau, anak sapi FHdan anak sapi PO yang diinfeksi dengan T. evansi

dan anak sapi PO, sedangkan pada hewan dewasa(Gambar 2B) ada kecenderungan bahwa penurunan nilaiPCV pada kerbau lebih konsisten daripada pada sapiFH atau sapi PO.

PCV (S)

A

B

- Anak KB Diinfeksi

-Anak FH Diinfeksi

-a- Anak PO Diinfeksi

Gambar 2B. Nilai PCV pascainfeksi (%) terhadap nilai PCV padawaktu infeksi (100%) pada kerbau dewasa, sapi FHdewasa dan sapi PO dewasa yang diinfeksi dengan T.evansi

Jrtrnal Ilntu Tenuik dan Veteiner Vol. 1 No . I A.1995

Hemoglobulin dan komponen darah lainnya

(i) Kerbau

a . Eritrosit : Jumlah rataan eritrosit pada kelom-pok yang diinfeksi dan kelompok kontrol, baik padaanak kerbau dan kerbau dewasa berfluktuasi dalamkisaran normal selama masa pengamatan, walaupunterdapat kecenderungan bahwa kelompok yang diinfeksilebih rendah daripada kelompok kontrol mulai mingguke-2 dan seterusnya .

b. Hemoglobin : Konsentrasi hemoglobin kelompokanak kerbau yang diinfeksi lebih rendah (P<0,05)dibandingkan dengan kontrol mulai minggu ke-1 danseterusnya . Pada kerbau dewasa yang diinfeksi nilaihemoglobin mulai nampak lebih rendah dari kelompokkontrol (P<0,05) terhitung mulai minggu ke-7 danseterusnya . Nilai terendah sebesar 9,4 mg% dicapaipada minggu ke-12 dan 13 pascainfeksi pada kerbaudewasa .

c. Leukosit : Jumlah leukosit rata-rata pada anakkerbau yang diinfeksi naik pada minggu ke-4-5, tetapikemudian menurun kembali menjadi normal . Pada anakkerbau dan kerbau dewasa jumlah eosinofil, monosit,limfosit dan neutrofil berfluktuasi pada kisaran normalbaik pada kelompok infeksi maupun kelompok kontrol .

(if) Sapi FH

a. Eritrosit : Jumlah rata-rata eritrosit pada anaksapi FH dan dewasa, baik kelompok yang diinfeksimaupun kontrol berfluktuasi dalam kisaran normalselama pengamatan.

b. Hemoglobin : Konsentrasi hemoglobin pada ke-lompok anak sap[ FH yang diinfeksi menunjukkan nilaiyang tidak berbeda dengan nilai kelompok kontrol,selanjutnya menurun di bawah kelompok kontrol(P<0,05) mulai minggu ke-3 sampai selesai peng-amatan . Pada sapi FH dewasa, kelompok infeksi me-nuniukkan konsentrasi hemoglobin lebih rendah darikontrol (P<0,05) sepanjang pengamatan . Nilaiterendah sebesar 9,2 mg% dicapai pada minggu ke-5pascainfeksi .

c. Leukosit : Pada anak sapi FH dan dewasa baikkelompok yang diinfeksi maupun kelompok kontroljunilah rata-rata leukosit, eosinofil, monosit, limfositdan neutrofil berfluktuasi dalam kisaran normal .

45

Page 6: patogenesis

(iii) Sapi PO

a. Eritrosit : Jumlah rataan eritrosit pada anak dansapi PO dewasa baik yang diinfeksi maupun kontrolberfluktuasi dalam kisaran normal .

b. Hemoglobin: Pada anak sapi PO yang diinfeksikonsentrasi hemoglobin mulai menurun lebih rendahdari kontrol P<0,05) pada minggu ke-1 dan seterus-nya . Pada hewan dewasa, kelompok yang diinfeksimenurun lebih rendah (P<0,05) dari kontrol mulaiminggu ke-4 dan seterusnya . Nilai terendah sebesar 9,8mg% dicapai pada minggu ke-15 pascainfeksi .

c . Leukosit : Pada anak dan sapi PO dewasa baikyang diinfeksi maupun kontrol tidak menunjukkan per-bedaan jumlah rataan dari leukosit, eosinofil, monositdan neutrofil, umumnya berfluktuasi dalam kisarannormal . Terdapat kenaikan yang agak tinggi beberapaindividu, tetapi kenaikan tersebut diduga bukan merttpa-kan resptm yang spesifik terhadap infeksi T. evansi .

Bobot badan

Persentase kenaikan bobot badan pada anak kerbau,anak sapi FH dan anak sapi PO pada minggu ke-6 dapatdilihat pada Gambar 2C, sedangkan pada hewan dewasapada nunggu ke-6 dan ke-12 dapat dilihat pada Gambar2D. Persentase kenaikan bobot badan anak kerbau,anak sapi FH, dan anak sapi PO yang diinfeksi padaminggu ke-6 masing-masing sebesar 7,3, 1,6 dan 1,2kalilebih rendah daripada kenaikan bobot badan anakkerbau, anak sapi FH dan anak sapi PO yang tidakdiinfeksi . Pada hewan dewasa, persentase kenaikanbohot badan tersebut pada kerbau, sapi FH dan sapi PO

S. PARTOLrromo et al. : SttaG Patogenesis Trypanosoma evansi pada Kerbau, Sapi FH dan Sapi PO

Kenaikan Bobot Badan t`b)

12

10

8

6

4

2

Anak KB Diinfeksi

Anak FH Kontrol

Anak KB Kontrol'

Minggu ke-6 pascainfeksi

© Anak PO Diinfeksi

Anak FH Diinfeksi

Anak PO Kontrol

100040

Gtuubar 2C . Kenaikan bobot badan (%) anak kerbau, anak sapi FHdan anak sapi PO pascainfeksi terhadap bobot padawaktu diinfeksi dengan T. evansi

yang diinfeksi pada minggu ke-6 masing-masingsebesar 12,6, 7,8 dan 4,9 kali lebih rendah daripadakerbau, sapi FH dan sapi PO dewasa yang tidak di-infeksi, dan angka tersebut pada minggu ke-12 masing-masing sebesar 20,6, 9,5 dan 5 kali lebih besar dari-pada hewan yang diinfeksi .

Kenaikan Bobot Badan (96)

20

151050-5

-10

- KB Dewasa Infeksi

©FHDewasa Kontrol

®KB Dewasa Kontrol

®FH Dewasa Infeksi

700905

D

PO Dewasa Infeksi

PO Dewasa Kontrol

Gambar 211. Kenaikan bobot hadan (%) kerhau dewasa,dewasa dan sapi Pt) dewasa pascainfeksibohot pada waktu diinfeksi dengan T. evansi

PEMBAHASAN

sapi FHterhadap

Gejala klinis surra akut tidak diketemukan baik padakerbau, sapi FH maupun sapi PO yang diinfeksi denganT. evansi . Hasil yang sama telah dilaporkan bahwapada sapi dan kerbau yang mendapat infeksi secaraalam dan diamati selama 2 tahun lebih tidak ada yangmenunjukkan gtrjala klinis akut (PARTOUTOMO et al.,1994) . Hasil ini memberi petunjuk bahwa pada sapi dankerhau, tripanosomiasis akut tidak pernah diketemukanbaik pada infeksi buatan maupun infeksi alam . Berbedadengan tripanosomiasis pada kuda (Ian pada anjing .Pada kuda dapat bersifat khronis, akut atau subakut .Bila akut, gejala yang sering dijumpai adalah misalnyakenaikan suhu badan, urtikaria, edema, ikterus, pem-bengkakan kelenjar getah bening, lemah sampai para-lisis (NG and VANCELOW, 1978). Pada anjing, infeksiT. evanvi biasanya berakhir dengan kematian dengangejala-gejala antara lain demam selang-sering, anemiabobot, anoreksia, kekeruhan komea unilateral ataubelateral yang hiasanya berakhir dengan kebutaan,bobot badan menurun (HUSEIN et al ., 1995) . Perubahanpatologi anatomi pada anjing antara lain berupa anemia,kurus, kornea keruh, hati kuning, limpa bengkak,ptekia pada limpa dan otot dagingjantung, dan kadang-kadang terdapat ulkus ventrikuli (DAMAYANTI et al.,1995) . Perubahan patologi anatomi yang menonjol pada

Page 7: patogenesis

anak sapi dan anak kerbau yang mati karena infeksi T.evansi adalah kekurusan (emaciation) disertai denganedema berbagai organ sebagaimana telah dilaporkanpada kerbau (DAMAYANTI, 1991) . Kelainan patologianatomi berupa kekurusan serta edema tersebut menga-rahkan pada kelainan patologi anatomi dari suatupenyakit yang sangat khronis, atau mungkin infeksi T.evansi mengakibatkan timbulnya gangguan unsur haratertentu dalam tubuh hewan (misalnya kekuranganglukose darah) sehingga hewan nampak sangat kurusdengan tidak ada kelainan patologi anatomi yangberarti . Namun hal ini masih harus dibuktikan .

Daerah yang terinfeksi tetapi tidak pernah ada kasuspenyakit secara klinis dikenal dengan keadaan endemikyang stabil (PAYNE et al ., 1991). Adanya infeksi cam-puran dengan penyakit lain perlu mendapat perhatiankita, terutama infeksi campuran antara kudis dan T.evansi di daerah endemis yang merupakan salah satupenyebab terjadinya anak kerbau kerdil, atau mungkininfeksi campuran dengan penyakit lain misalnyaneoaskaris (PARTOUTOMO et al., 1991) . Paling tidakadanya infeksi campuran antara tripanosomiasis danpenyakit kudis atau penyakit lainnya merupakan halyang menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam rangkameningkatkan produktivitas ternak kerbau dan sapirakyat di daerah endemis .

Mortalitas pada hewan dewasa adalah 0, dan padaanak kerbau, anak sapi FH dan anak sapi PO masing-masing sebesar 2/3, 1/3 dan 1/3, sedangkan kematianakut sampai 80% pada anak kerbau yang diinfeksi(VERMA dan GAUTAM, 1978) dan kematian 100% padakerbau seperti dilaporkan oleh RAZZAQUE et al. (1978)tidak didapatkan dalam penelitian ini . Dalam penelitianterdahulu juga tidak didapatkan tripanosomiasis akutatau kematian pada sapi dan kerbau yang diamatiselama lebih dari 2 tahun di lapangan (PARTOUTOMO etal., 1994) . Sangat mungkin faktor lain ikut berperansebagai penentu terjadinya sakit atau kematian hewantripanosomiasis di lapangan seperti pemeliharaan,makanan, dan ada atau tidaknya infeksi campuran, ter-utama kudis dan neoaskaris pada anak .

Infeksi yang khronis juga ditandai dengan kenaikansuhu badan antara hari ke-1-5 pascainfeksi yangselanjutnya suhu badan berfluktuasi pada nilai normal .Walaupun jumlah parasit di dalam darah meningkatsampai jumlah yang sangat tinggi, tetapi suhu badantidak menunjukkan kenaikan . Atau dapat dikatakanbahwa tidak ada korelasi antara jumlah parasit di dalamdarah dan kenaikan suhu badan (PARTOUTOMO, 1987) .

Jurnal 1lnus Terruik dan Vcteriner Vol. 1 No . 1 7h.1995

Periode prepaten pada beberapa jenis parasit mung-kin dipengaruhi oleh jumlah parasit yang diinjeksikanke dalam tubuh hewan . Dalam penelitian ini dosis yangsama yakni 107/hewan disuntikkan baik pada anak mau-pun hewan dewasa yang bobot badannya jauh lebihbesar . Namun, dari hasil pengamatan menunjukkanbahwa tidak terdapat perbedaan periode prepaten antaraanak dan hewan dewasa, meskipun ada kecenderunganpada sapi PO periode prepaten lebih lama daripadakerbau. Hal ini belum dapat disimpulkan karena datayang diperoleh belum mencukupi .

Gambar IA, 1B, dan 1C secara jelas menunjukkanadanya perbedaan fluktuasi jumlah parasit antarakerbau, sapi FH dan sapi PO. Dari hasil ini dapat di-lihat bahwa jumlah parasit pada kerbau berfluktuasipada level yang tinggi sejak 3 hari pascainfeksi hinggahari ke-60 pascainfekasi atau bahkan lebih . Pada sapiFH mulai hari ke-3 sampai dengan hari ke-7 pasca-infeksi, setelah itu jumlah parasit menurun danberfluktuasi pada level yang rendah, dan pada sapi PO2-5 hari pascainfeksi langsung positif tinggi sampaiminggu ke-8, setelah itu berfluktuasi pada level normal .Hasil pengamatan ini menunjukkan adanya jumlahparasit yang tinggi dan berlangsung lebih lama padakerbau, kemudian diikuti oleh sapi FH dan akhirnyasapi PO. Lama hari parasitemia dan lama hariparasitemia tinggi nampak dengan jelas pada Gambar1D. Jumlah hari parasitemia tinggi pada kerbau berbedasangat nyata terhadap jumlah hari parasitemia pada sapiPO (P<0,01) . Sesuai dengan hasil pengamatan dilapangan yang menunjukkan bahwa kerbau mempunyaiderajat infeksi lebih tinggi dari sapi (PARTOU'romo etal., 1994), maka ' hasil penelitian yang menyatakanbahwa kerbau mempunyai derajat parasitemia tinggilebih lama daripada sapi dapat diartikan bahwa per-pindahan parasit dari kerbau ke hewan lain akan lebihmudah daripada sapi . Atau dengan kata lain kerbaumerupakan sumber penularan parasit yang lebihpotensial daripada sapi . Hasil ini mendukung per-nyataan yang menyebut bahwa prevalensi T. evansipada kerbau lebih besar dan kerbau lebih peka daripadasapi (PAYNE, 1989) .

Anak kerbau dan anak sapi FH yang diinfeksidengan T. evansi menunjukkan penurunan nilai PCV,sedangkan pada anak sapi PO yang diinfeksi dan kelompok kontrol tidak berbeda nyata . Demikian pula anakkerbau yang diinfeksi menunjukkan penurunan PCVyang lebih berat daripada anak sapi FH atau anak sapiPO (Gambar 2A). Walaupun perbedaan perubahanPCV pada hewan dewasa yang diinfeksi tidak begitu

47

Page 8: patogenesis

S. PARTovrohto et al. : Studi Patogenesis Trypanosoina evansi pada Kerbau, Sapi FH clan Sapi PO

jelas (Gambar 2B), tetapi PCV rataan pada kerbaudewasa yang diinfeksi menunjukkan penurunan yanglebih rendah daripada pada sapi FH dewasa dan sapiPO dewasa . Atau dengan kata lain kerbau yang di-infeksi dengan T. evatLvi secara konsisten mentmjuk-kan perubahan PCV lebih nyata daripada sapi FH atauPO.

Jumlah eritrosit pada semua hewan yang diinfeksiada kecenderungan lebih rendah daripadA jumlaheritrosit pada hewan kontrol, walaupun perubahan ter-sebut tidak berbeda nyata. Nilai hemoglobin padasemua hewan yang diinfeksi lebih rendah secara nyatadibandingkan dengan nilai hemoglobin pada hewankontrol. Walaupun perubahan nilai hemoglobin danjumlah eritrosit antara hewan kerbau, sapi FH dan sapiPO tidak dapat dibandingkan secara langsung, tetapisemua menunjukkan adanya perubahan nilai yangkhronis, yakni suatu perubahan yang berialan denganwaktu yang agak lama .

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr .Poernomo Ronohardjo, Prof. Dr.R.S .F.Campbell yangtelah memberi bantuan dan saran sehingga penelitian inidapat berjalan lancar. Ueapan terima kasih jugadisampaikan kepada staf Parasitologi Balitvet yang telahmembantu pelaksanaan penelitian ini .

48

DAFfAR PUSTAKA

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN . 1991 . Buku StatistikPeternakan . Direktorat Bina Program, Direktorat JenderalPeternakan . Jakarta .

DAMAYANTI, R. 1991 . Studies of Pathology of Trypanosoinaevansi in the Buffalo (Bubalis bubalis) . Thesis untuk MScpada Graduate School of Trop . Vet. Science and Agric.James Cook University of North Queensland . Australia .

DAMAYANTI, R., A . HUSEIN, S . PARTOUTOMO, dan M .PEARCE . 1995 . Aspek patologis dari anjing yang diinfeksisecara buatan dengan Trypanosoma evansi . ProsidingSeminar Nasional Teknologi Veteriner untukMcningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan BahanPangan Asal Ternak . Cisarua-Bogor 22 - 24 Maret 1994 .Balitvet, Bogor.

HUSEIN, A., S . PRAWIRADISASTRA, R. DAMAYANTI, S .PARTouTOMo, dan M . PEARCE . 1995 . Gambaran klinisdan darah anjing yang diinfeksi Trypanosoina evansi .Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner untukMcningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan BahanPangan Asal Temak. Cisarua-Bogor 22 - 24 Maret 1994 .Balitvet, Bogor.

No, B. K . Y. and B. VANCEI.OW. 1978 . Outbreak of surra inhorses and the pathogenesis of anaemia. Kajian Vel .10(2) : 88-98.

PARTOUTOMO, S . 1987 . Patogenesls dan serologiTrypanosoma evansi pada sapi dan kerbau . Maj .Parasitol. /mi. 1(l): 9-14 .

PAR'rotiTOMO, S., SUHARDONO, dan G. ADIWINATA. 1991 .Infeksi Taxocara vitulortan pada anak sapi dan anakkerbau di daerah Sclabintana, Sukaraja dan Surado diKabupaten Sukabumi . Penyakii Hewan 23 (41) : 53-54.

PARTOUTOMO, S ., M. SOI.EH, F. POUTI:DY, A. DAY, P.STEVENSON, A. J . WILSON, D . B . COLEMAN, and L.OWE?N . 1994 . The epidemiology of Tryltanoattna evattviand Ttylmnosonta theileri in cattle and buffalo in smallholder farms in Java . Penyakil Hewan 26 (48) : 41-46.

PAYNE, R.C . 1989 . Studies on the Epidemiology ofTrypanosoma evansi in the Republic of Indonesia. Athesis submitted for the degree of Master of Philosophy .University of Edinburgh. UK .

PAYNE, R. C ., S . PARTouTomo dan 1 . P. SUKAN'ro . 1990 .Studies on the epidemiology of Trypanosoina evansi inbuffaloes in Indonesia. Domestic buffalo production inAsia . Proceedings of the Final Research CoordinationMeeting on the Use of Nuclear Techniques to ImproveDomestic Buffalo Production . Rochampton, Australia .

PAYNE, R. C ., 1 . P. SILKANTO, D . DJAIIHARI, S .PARTOm'OMo, A. J . WILSON, T.W . WILSON, T.W .JONES, R .Bo1D, and A .G.LUCKINS . 1991 . Try, panosoinaevansi infection in cattle, buffaloes and horses inIndonesia. Vet . Parasitol . 38 : 109-119.

PAYNE, R. C., I . P. SUKAN'ro, S. PARTOU'romo, P. SITEPU,dan T.W.JONES . 1994 . Effect of Suramin treatment onthe productivity of feedlot cattle in Trypanosoma evansiendemic area of Indonesia . Trop . itnim . Hlth . Prod . 26 :35-36.

RAZZAQUE, A., S. S. MISHRA and B . N . SAHAI. 1978 .Effects of cortisone and splenectomy on the symptomsand course of experimental Trypanosoina evansi infectionin buffalo calves . Kajian Vet. 10 (2) : 83-87.

VERMA, B. B. and O. P. GAUTAM . 1978 . Studie s onexperimental surra (Trypanosoma evansi infection) inbuffalo and cow calves . Ind. Vet. J. 55 (8) : 648-653.