Upload
kristi-yopa-febianti
View
213
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KRISTI YOPA FEBIANTI
25010110120144
R1-B
PATOFISIOLOGI AIDS
1. Pengertian
AIDS atauAcquired Immune Deficiency
Sindrome merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system
kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut
HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih
katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan
Tubuh Dapatan.
Acquired : Didapat, Bukan penyakit
keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV
/AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit
yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah
bahkan meninggal.
AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan
tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda
G.Bare )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan
dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan
malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )
2. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV,
RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa
agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang
kuat terhadap limfosit T.
3. Patofisiologi
Patofisiologi AIDS adalah kompleks, seperti halnya dengan semua sindrom. Pada
akhirnya, HIV menyebabkan AIDS dengan berkurangnya CD4 + limfosit T pembantu. Hal ini
melemahkan sistem kekebalan tubuh dan memungkinkan infeksi oportunistik. Limfosit T
penting untuk respon kekebalan tubuh dan tanpa mereka, tubuh tidak dapat melawan infeksi
atau membunuh sel kanker. Mekanisme penurunan CD4 T + berbeda di fase akut dan kronis
Selama fase akut, HIV-diinduksi lisis sel dan membunuh sel yang terinfeksi oleh sel
sitotoksik akun T untuk CD4 + T deplesi sel, walaupun apoptosis juga dapat menjadi faktor.
Selama fase kronis, konsekuensi dari aktivasi kekebalan umum ditambah dengan hilangnya
bertahap kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan sel baru T muncul untuk
menjelaskan penurunan lamban dalam jumlah CD4 + T sel.
Meskipun gejala defisiensi imun karakteristik AIDS tidak muncul selama bertahun-
tahun setelah seseorang terinfeksi, sebagian besar CD4 + T hilangnya sel terjadi selama
minggu pertama infeksi, terutama di mukosa usus, pelabuhan yang mayoritas limfosit
ditemukan dalam tubuh. Alasan hilangnya preferensial CD4 + T sel mukosa adalah bahwa
mayoritas CD4 + T sel mukosa mengungkapkan coreceptor CCR5, sedangkan sebagian kecil
CD4 + sel T dalam aliran darah melakukannya.
HIV mencari dan menghancurkan CD4 + sel CCR5 mengekspresikan selama infeksi
akut. Sebuah respon imun yang kuat akhirnya kontrol infeksi dan inisiat fase laten klinis.
Namun, CD4 + sel T dalam jaringan mukosa tetap habis seluruh infeksi, meskipun cukup tetap
awalnya menangkal infeksi yang mengancam jiwa.
Replikasi HIV terus-menerus menghasilkan keadaan aktivasi kekebalan umum
bertahan selama fase kronis. Aktivasi kekebalan tubuh, yang tercermin oleh negara aktivasi
peningkatan sel kekebalan dan pelepasan sitokin pro inflamasi, hasil dari aktivitas beberapa
produk gen HIV dan respon kebal terhadap replikasi HIV terus-menerus. Penyebab lainnya
adalah kerusakan pada sistem surveilans kekebalan penghalang mukosa yang disebabkan oleh
penipisan mukosa CD4 + sel T selama fase akut dari penyakit.
Hal ini mengakibatkan pemaparan sistemik dari sistem kekebalan tubuh untuk
komponen mikroba flora normal usus, yang pada orang sehat adalah disimpan di cek oleh
sistem imun mukosa. Aktivasi dan proliferasi sel T yang hasil dari aktivasi kekebalan
memberikan target segar untuk infeksi HIV. Namun, pembunuhan langsung dengan HIV saja
tidak dapat menjelaskan menipisnya diamati CD4 + sel T karena hanya 0,01-0,10% dari CD4
+ T sel dalam darah yang terinfeksi.
Penyebab utama hilangnya CD4 T + muncul hasil dari kerentanan mereka untuk
apoptosis meningkat ketika sistem kekebalan tubuh tetap diaktifkan. Meskipun baru sel T
terus diproduksi oleh timus untuk menggantikan yang hilang, kapasitas regeneratif timus
secara perlahan dihancurkan oleh infeksi langsung thymocytes dengan HIV. Akhirnya, jumlah
minimal CD4 + sel T yang diperlukan untuk menjaga respon imun yang cukup hilang, yang
mengarah ke AIDS
4. Sel yang terkena dampak
Virus, yang pernah masuk melalui rute, bertindak terutama pada sel-sel berikut:
Lymphoreticular sistem:
CD 4 + T-sel Helper
Makrofag
Monosit
B-limfosit
Tertentu sel-sel endotel
Sistem saraf pusat:
- Mikroglia dari sistem saraf
- Astrosit
- Oligodendrocytes
Neuron - secara tidak langsung oleh aksi sitokin dan gp-120
5. Efeknya
Virus memiliki efek sitopatik tapi bagaimana hal itu masih tidak cukup jelas. Hal ini dapat
tetap aktif dalam sel-sel untuk waktu yang lama, meskipun. Efek ini diduga disebabkan CD 4-
gp120 interaksi. Update berlangsung pada bulan September 2005. Kebanyakan kondisi ini
adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah diobati pada orang sehat.
Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
Stadium II: termasuk manifestasi mukokutan kecil dan berulang infeksi saluran pernapasan
atas
Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan,
infeksi bakteri parah dan TB paru
Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-
paru dan sarkoma Kaposi, penyakit ini adalah indikator AIDS.
6. Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C)
dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
a. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori
klinis B dan C
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized
Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai
atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
b. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton
saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
c. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
7. CDC sistem klasifikasi
Ada dua definisi utama untuk AIDS, baik yang dihasilkan oleh Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC). Definisi yang lebih tua adalah untuk mengacu AIDS
menggunakan penyakit yang dikaitkan dengan, misalnya, limfadenopati, penyakit ini setelah itu
penemu HIV awalnya bernama virus. Pada tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS
mereka untuk memasukkan semua orang positif HIV dengan CD4 + T cell count di bawah 200
per uL darah atau 14% dari seluruh limfosit. Mayoritas kasus AIDS baru di negara maju
menggunakan baik definisi ini atau definisi CDC pra-1993. Diagnosis AIDS masih berdiri
bahkan jika, setelah perawatan, jumlah sel CD4 + T naik di atas 200 per uL darah atau penyakit
terdefinisi AIDS dapat disembuhkan.
8. Gejala Dan Tanda
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan
merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan
mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan
ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-
5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang
paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan
suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial,
atipikal
a. infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah
bening, dan bercak merah ditubuh.
b. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan
diperoleh hasil positif.
c. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
9. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
b. Neurologik
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus
(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total /
parsial.
-. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus
(HIV)
c. Gastrointestinal
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder
dan sepsis.
f. Sensorik
- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri.
10. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus
(HIV), bisa dilakukan dengan :
- Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak
terinfeksi.
- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak
terlindungi.
- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
- Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
- Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial,
atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri
dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan
kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel
T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
– Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat
unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari
stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi HIV. Kurang dari 1% dari populasi
perkotaan yang aktif secara seksual di Afrika telah diuji, dan proporsi ini bahkan lebih rendah pada
populasi pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita hamil mendatangi fasilitas kesehatan perkotaan
menasihati, diuji atau menerima hasil tes mereka. Sekali lagi, proporsi ini bahkan lebih rendah di
fasilitas kesehatan pedesaan.
Tes HIV rutin digunakan untuk infeksi pada neonatus dan bayi (yaitu, pasien yang lebih muda dari 2
tahun), lahir dari ibu HIV-positif, tidak memiliki nilai karena adanya antibodi ibu terhadap HIV
dalam darah anak. Infeksi HIV hanya dapat didiagnosis dengan PCR, tes HIV pro-virus DNA dalam
limfosit anak-anak.
Sumber: http://www.news-medical.net/health/AIDS-Pathophysiology-%28Indonesian%29.aspx http://www.news-medical.net/health/AIDS-Pathophysiology-%28Indonesian%29.aspxdiunduh pada tanggal 16 September 2011