60
1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETY Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD). Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra

Patient Savety

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Patient Savety

 

1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETYHampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

Page 2: Patient Savety

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.

Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan

Page 3: Patient Savety

pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.2. PENGERTIAN PATIENT SAFETYPatient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

3. TUJUAN PATIENT SAFETYTujuan “Patient safety” adalah

1.      Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS

Page 4: Patient Savety

2.      Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;

3.      Menurunnya KTD di RS

4.      Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.

4. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETYPelaksanaan “Patient safety” meliputi

1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:1)      Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)

2)      Pastikan identifikasi pasien

3)      Komunikasi secara benar saat serah terima pasien

4)      Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

5)      Kendalikan cairan elektrolit pekat

6)      Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

7)      Hindari salah kateter dan salah sambung slang

8)      Gunakan alat injeksi sekali pakai

Page 5: Patient Savety

9)      Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:1.      Hak pasien

Standarnya adalah

Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).

Kriterianya adalah

1)      Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan

2)      Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

3)      Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD

2.      Mendidik pasien dan keluarga

Standarnya adalah

Page 6: Patient Savety

RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriterianya adalah:

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:

1)      Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur

2)      Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

3)      Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti

4)      Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

5)      Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS

6)      Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

7)      Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3.      Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Page 7: Patient Savety

Standarnya adalah

RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriterianya adalah:

1)      koordinasi pelayanan secara menyeluruh

2)      koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya

3)      koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi

4)      komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4.      Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Standarnya adalah

RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.

Kriterianya adalah

1)      Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.

Page 8: Patient Savety

2)      Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

3)      Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

4)      Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

5.      Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standarnya adalah

1)      Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS ”.

2)      Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.

3)      Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP

4)      Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.

5)      Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & KP.

Kriterianya adalah

Page 9: Patient Savety

1)      Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

2)      Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,

3)      Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi

4)      Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

5)      Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,

6)      Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden

7)      Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan

8)      Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan

9)      Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

6.      Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Page 10: Patient Savety

Standarnya adalah

1)      RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.

2)      RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriterianya adalah

1)      memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien

2)      mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

3)      menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7.      Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Standarnya adalah

1)      RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.

Page 11: Patient Savety

2)      Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.

Kriterianya adalah

1)      disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.

2)      Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada

3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit

1.      Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”

Bagi Rumah sakit:

Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta,   dukungan kepada staf, pasien, keluarga

Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden

Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden

Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP

Bagi Tim:

Page 12: Patient Savety

Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden

Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat

2.      Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”

Bagi Rumah Sakit:

Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP

Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi “Penggerak” (champion) KP

Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen

Masukkan KP dlm semua program latihan staf

Bagi Tim:

Ada “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP

Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP

Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden

3.      Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial brmasalah”

Bagi Rumah Sakit:

Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP

Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko

Page 13: Patient Savety

Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian thdp pasien

Bagi Tim:

Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait

Penilaian risiko pd individu pasien

Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb

4.      Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”

Bagi Rumah sakit:

Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS – PERSI

Bagi Tim:

Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting

5.      Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yg terbuka         dg pasien”

Bagi Rumah Sakit

Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga

Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden

Page 14: Patient Savety

Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien

Bagi Tim:

Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden

Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden

Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.

6.      Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”

Bagi Rumah Sakit:

Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab

Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun utk proses risiko tinggi

Bagi Tim:

Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden

Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut

7.      Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yg ada ttg

Page 15: Patient Savety

kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem pelayanan”

Bagi Rumah Sakit:

Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis

Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yg menjamin KP

Asesmen risiko utk setiap perubahan

Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI

Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden

Bagi Tim:

Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman

Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya

Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan

LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT SAFETY ADALAHa. Di Rumah Sakit

1.      Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.

Page 16: Patient Savety

2.      Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang insiden

3.      Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia

4.      Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.

5.      Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.

b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota

1.      Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di wilayahnya

2.      Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.

3.      Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit

c. Di Pusat

1.      Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

Page 17: Patient Savety

2.      Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

3.      Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.

4.      Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.

Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini1. Put the focus back on safety

Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.2. Think small and make the right thing easy to do

Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.

Page 18: Patient Savety

3. Encourage open reporting

Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.4. Make data capture a priority

Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.5. Use systems-wide approaches

Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.6. Build implementation knowledge

Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di

Page 19: Patient Savety

Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.

7. Involve patients in safety efforts

Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?8. Develop top-class patient safety leaders

Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.5. ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT SAFETY

Page 20: Patient Savety

Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut

UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit

1.      Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum

a.       Pasal 53 (3) UU No.36/2009

“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”b.      Pasal 32n UU No.44/2009

“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.c.       Pasal 58 UU No.36/2009

1)      “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.”

2)      “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”

2.      Tanggung jawab Hukum Rumah sakit

a.       Pasal 29b UU No.44/2009

”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan

Page 21: Patient Savety

kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”

b.      Pasal 46 UU No.44/2009

“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”

c.       Pasal 45 (2) UU No.44/2009

“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”

3.      Bukan tanggung jawab Rumah Sakit

Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit

“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “

4.      Hak Pasien

a.       Pasal 32d UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”

b.      Pasal 32e UU No.44/2009

Page 22: Patient Savety

“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”

c.       Pasal 32j UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”

d.      Pasal 32q UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”

5.      Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien

Pasal 43 UU No.44/2009

1)      RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien

2)      Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

3)      RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri

Page 23: Patient Savety

4)      Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:

a.       Assessment risiko

b.      Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien

c.       Pelaporan dan analisis insiden

d.      Kemampuan belajar dari insiden

e.       Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

6. MANAJEMEN PATIENT SAFETYPelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi7. SISTEM PENCACATAN DAN PELAPORAN PADA PATIENT SAFETYa. Di Rumah Sakit

1.      Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.

Page 24: Patient Savety

2.      Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.

3.      Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja

4.      Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.

5.      Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.

b. Di Propinsi

Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah Sakit

c. Di Pusat

1.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya

Page 25: Patient Savety

2.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah dilakukan oleh rumah sakit

3.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan insiden  bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit

4.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.

8. MONITORING DAN EVALUASI

a. Di Rumah sakit

Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja

b. Di propinsi

Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya

c. Di Pusat

1.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit

Page 26: Patient Savety

2.      Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

KEAMANAN DAN KESELAMATAN

I.     DEFINISI

Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya / kecelakaan. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak dapat  diduga dan tidak diharapkan yang dapat

Page 27: Patient Savety

menimbulkan kerugian, sedangkan keamanan adalah keadaan aman dan tentram.

Tugas seorang perawat :

1. Tugas utamanya adalah meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya sakit

2. Mengurangi resiko terjadinya kecelakaan yang mungkin terjadinya di RS.

3. Lingkungan adalah semua faktor baik fisik maupun psikososial yang mempengaruhi hidup dan keadaan klien

II. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESELAMATAN & KEAMANAN.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melindungi diri dari bahaya kecelakaan yaitu usia, gaya hidup, status mobilisasi, gangguan sensori persepsi, tingkat kesadaran, status emosional, kemampuan komunikasi, pengetahuan pencegahan kecelakaan, dan faktor lingkungan. Perawat perlu mengkaji faktor-faktor tersebut saat merencanakan perawatan atau mengajarkan klien cara untuk melindungi diri sendiri. 

1. Usia.

Individu belajar untuk melindungi dirinya dari berbagai bahaya melalui pengetahuan dan pengkajian akurat tentang lingkungan. Perawat perlu untuk mempelajari bahaya-bahaya yang mungkin mengancam individu sesuai usia dan tahap tumbuh kembangnya sekaligus tindakan pencegahannya.

2. Gaya Hidup.

Faktor gaya hidup yang menempatkan klien dalam resiko bahaya diantaranya lingkungan kerja yang tidak aman, tinggal didaerah dengan tingkat kejahatan tinggi, ketidakcukupan dana untuk membeli perlengkapan keamanan,adanya akses dengan obat-obatan atau zat aditif berbahaya.

3. Status mobilisasi.

Page 28: Patient Savety

Klien dengan kerusakan mobilitas akibat paralisis, kelemahan otot, gangguan keseimbangan/koordinasi memiliki resiko untuk terjadinya cedera.

4. Gangguan sensori persepsi.

Sensori persepsi yang akurat terhadap stimulus lingkungan sangat penting bagi keamanan seseorang. Klien dengan gangguan persepsi rasa, dengar, raba, cium, dan lihat, memiliki resiko tinggi untuk cedera.

5. Tingkat kesadaran.

Kesadaran adalah kemampuan untuk menerima stimulus lingkungan, reaksi tubuh, dan berespon tepat melalui proses berfikir dan tindakan. Klien yang mengalami gangguan kesadaran diantaranya klien yang kurang tidur, klien tidak sadar atau setengah sadar, klien disorientasi, klien yang menerima obat-obatan tertentu seperti narkotik, sedatif, dan hipnotik.

6. Status emosional.

Status emosi yang ekstrim dapat mengganggu kemampuan klien menerima bahaya lingkungan. Contohnya situasi penuh stres dapat menurunkan konsentrasi dan menurunkan kepekaan pada simulus eksternal.

 Klien dengan depresi cenderung lambat berfikir dan bereaksi terhadap stimulus lingkungan.

7. Kemampuan komunikasi.

Klien dengan penurunan kemampuan untuk menerima dan mengemukakan informasi juga beresiko untuk cedera. Klien afasia, klien dengan keterbatasan bahasa, dan klien yang buta huruf, atau tidak bisa mengartikan simbol-simbol tanda bahaya.

8. Pengetahuan pencegahan kecelakaan

Informasi adalah hal yang sangat penting dalam penjagaan keamanan. Klien yang berada dalam lingkungan asing sangat

Page 29: Patient Savety

membutuhkan informasi keamanan yang khusus. Setiap individu perlu mengetahui cara-cara yang dapat mencegah terjadinya cedera.

9. Faktor lingkungan

Lingkungan dengan perlindungan yang minimal dapat beresiko menjadi penyebab cedera baik di rumah, tempat kerja, dan jalanan.

III. MACAM-MACAM BAHAYA / KECELAKAAN

Beberapa bahaya yang sering mengancam klien baik yang berada di tempat pelayanan kesehatan, rumah, maupun komunitas diantaranya:

1.      Api /kebakaran

Api adalah bahaya umum baik di rumah maupun rumah sakit. Penyebab kebakaran yang paling sering adalah rokok dan hubungan pendek arus listrik. Kebakaran dapat terjadi jika terdapat tiga elemen sebagai berikut: panas yang cukup, bahanbahan yang mudah terbakar, dan oksigen yang cukup.

2.      Luka bakar (Scalds and burns).

Scald adalah luka bakar yang diakibatkan oleh cairan atau uap panas, seperti uap air panas. Burn adalah luka bakar diakibatkan terpapar oleh panas tinggi, bahan kimia, listrik, atau agen radioaktif. Klien dirumah sakit yang berisiko terhadap luka bakar adalah klien yang mengalami penurunan sensasi suhu dipermukaan kulit.

3.      Jatuh.

Terjatuh bisa terjadi pada siapa saja terutama bayi dan lansia. Jatuh dapat terjadi akibat lantai licin dan berair, alat-alat yang berantakkan, lingkungan dengan pencahayaan yang kurang.

4.      Keracunan.

Racun adalah semua zat yang dapat mencederai atau membunuh melalui aktivitas kimianya jika dihisap, disuntikkan, digunakan, atau diserap dalam jumlah yang cukup sedikit. Penyebab utama keracunan pada anak-anak adalah penyimpanan bahan berbahaya atau beracun yang sembarangan, pada remaja adalah gigitan serangga dan ular atau

Page 30: Patient Savety

upaya bunuh diri. Pada lansia biasanya akibat salah makan obat (karena penurunan pengelihatan) atau akibat overdosis obat (karena penurunan daya ingat).

5.      Sengatan listrik

Sengatan listrik dan hubungan arus pendek adalah bahaya yang harus diwaspadai oleh perawat. Perlengkapan listrik yang tidak baik dapat menyebabkan sengatan listrik bahkan kebakaran, contoh: percikan listrik didekat gas anestesi atau oksigen konsentrasi tinggi. Salah satu pencegahannya adalah dengan menggunakan alat listrik yang grounded yaitu bersifat mentransmisi aliran listrik dari suatu objek langsung kepermukaan tanah.

6.      Suara bising.

Suara bising adalah bahaya yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi pendengaran, tergantung dari: tingkat kebisingan, frekuensi terpapar kebisingan, dan lamanya terpapar kebisingan serta kerentanan individu. Suara diatas 120 desibel dapat menyebabkan nyeri dan gangguan pendengaran walaupun klien hanya terpapar sebentar. Terpapar

suara 85-95 desibel untuk beberapa jam per hari dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang progressive. Suara bising dibawah 85 desibel biasanya tidak mengganggu pendengaran.

7.      Radiasi.

Cedera radiasi dapat terjadi akibat terpapar zat radioaktif yang berlebihan atau pengobatan melalui radiasi yang merusak sel lain. Zat radioaktif digunakan dalam prosedur diagnoostik seperti radiografi, fluoroscopy, dan pengobatan nuklir. Contoh isotop yang sering digunakan adalah kalsium, iodine, fosfor.

8.      Suffocation (asfiksia) atau Choking (tersedak).

Tersedak (suffocation atau asphyxiation) adalah keadaan kekurangan oksigen akibat gangguan dalam bernafas. Suffocation bisa terjadi jika sumber udara terhambat/terhenti contoh pada klien tenggelam atau kepalanya terbungkus plastik. Suffocation juga bisa disebabkan oleh adanya benda asing di saluran nafas atas yang

Page 31: Patient Savety

menghalangi udara masuk ke paru-paru. Jika klien tidak segera ditolong bisa terjadi henti nafas dan henti jantung serta kematian.

9.      Lain-lain

kecelakaan bisa juga disebabkan oleh alat-alat medis yang tidak berfungsi dengan baik (equipment-related accidents) dan kesalahan prosedur yang tidak disengaja (procedure-related equipment).

IV. PENCEGAHAN KECELAKAAN DI RUMAH SAKIT.

a) Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri sendiri dari kecelakaan.

b) Menjaga keselamatan pasien yang gelisah selama berada di tempat tidur

c) Menjaga keselamatan klien dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptik, menggunakan alat kesehatan sesuai tujuan.

d) Menjaga keselamatan klien yang dibawa dengan kursi rodae) Menghindari kecelakaan :

o Mengunci roda kereta dorong saat berhenti.o Tempat tidur dalam keadaan rendah dan ada penghalang pada pasien

yang gelisah.o Bel berada pada tempat yang mudah dijangkau.o Meja yang mudah dijangkau.o Kereta dorong ada penghalangnya.

f) Mencegah kecelakaan pada pasien yang menggunakan alat listrik misalnya  suction, kipas angin, dan lain-lain.

g) Mencegah kecelakaan pada klien yang menggunakan alat yang mudah meledak seperti tabung oksigen dan termos.

h) Memasang lebel pada obat, botol, dan obat-obatan yang mudah terbakar

i) Melindungi semaksimal mungkin klien dari infeksi nosokomial seperti penempatan klien terpisah antara infeksi dan non-infeksi

j) Mempertahankan ventilasi dan cahaya yang adekuatk) Mencegah terjadinya kebakaran akibat pemasangan alat bantu

peneranganl) Mempertahankan kebersihan lantai ruangan dan kamar mandim) Menyiapkan alat pemadam kebakaran dalam keadaan siap pakai dan

mampu menggunakannya.

Page 32: Patient Savety

n) Mencegah kesalahan prosedur : identitas klien harus jelas.

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANAN DAN KESELAMATAN KLIEN ADALAH

1. Faktor Fisiologis

Sistem pada tubuh manusia bekerja secara terkoordinasi dengan baik, apabila salah satu sistem tidak bekerja maka hal tersebut akan mengancam keamanan seseorang. Misalnya orang akan menarik tangannya jika menyentuh sesuatu benda yang terasa panas, dan sebagainya.

a.)    Sistem Muskoloskeletal

Kesatuan muskoloskeletal merupakan hal yang sangat esensial dalam pembentukan postur dan pergerakan yang normal. Kerusakan yang terjadi pada mobilitas dan kemampuan untuk merespon terhadap hal yang membahayakan, dan ini meningkatkan risiko terhadap injuri. Masalah muskoloskeletal yang mengganggu keamanan dapat diakibatkan oleh keadaan seperti fraktur, osteoporosis, atropi otot, artritis, atau strains dan sprains

b). Sisetem Neurologis

Koordinasi yang baik dalam sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi akan menciptakan sistem yang baik pada individu. Rangsangan yang diterima dari saraf tepi akan diteruskan ke sistem saraf pusat melalui proses persepsi kognisi yang baik sehingga seseorang dapat memutuskan dalam melakukan proses berfikir. Hal tersebut akan menciptakan seseorang mampu melakukan orientasi dengan baik terhadap orang, tempat dan waktu sehingga orang akan merasa nyaman.

Gangguan neurologis yang dapat mengancam keamanan seperti cedera kepala, medikasi/pengobatan, alkohol dan obat-obatan, stroke, injuri tulang belakang, penyakit degeneratif (seperti Parkinson dan Alzaimer), dan tumor kepala.

c). Sistem Kardiorespirasi

Page 33: Patient Savety

Sistem kardiorespirasi yang baik memungkinkan tubuh untuk dapat beristirahat karena suplai O2 dan nutrisi untuk sel, jaringan dan organ tercukupi dengan baik. Adapun kondisi gangguan sistem kardiovaskuler yang mengganggu keamanan adalah hipertensi, gagal jantung, kelainan jantung bawaan, atau penyakit vaskuler bagian tepi. Penyakir respirasi atau pernafasan yang mengganggu keamanan seperti kesulitan bernafas, wheezing, danm kelelahan yang diakibatkan oleh tidak toleransi terhadap aktivitas, keterbatasan mobilitas.

d). Aktivitas dan Latihan

Kondisi aktivitas dan latihan tubuh bereaksi secara cepat pada kedaruratan. Keterbatasan dalam aktivitas dan latihan akan mengganggu seseorang dalam mengenali hal yang mengancam dirinya dari luar.

e). Kelelahan (Fatigue)

Fatigue akan mengakibatkan keterbatasan dalam persepsi terhadap bahaya, kesulitan mengambil keputusan dan ketidakadekuatan dalam pemecahan masalah. Fatigue dapat diakibatkan karena kurang tidur, gaya dan pola hidup, jam pekerjaan, stress, atau karena berbagai macam pengobatan, yang dapat mengancam keamanan.

2. Faktor Toleransi tehadap stress dan Mekanisme Koping.

Faktor seperti kecemasan dan depresi merupakan permasalahan yang akan mengganggu keamanan seseorang, dimana seseorang akan kesulitan dalam mengekspresikan sesuatu. Contoh, seseorang yang mengalami kecemasan mengenai prosedur operasi, maka seseorang tersebut akan mengalami miskomunikasi tentang informasi apa yang akan dia lakukan setelah operasi sehingga akan mengancam keamanan dia waktu pulang ke rumah sehingga akan muncul masalah komplikasi setelah operasi.

Mekanisme koping seseorang tehadap stress berhubungan langsung dengan keamanan. Faktor kepribadian seseorang memainkan peranan dalam keamanan. Menarik diri, pemalu dan ketidakpercayaan berpengaruh pada peningkatan keamanan, sehingga seseorang perlu

Page 34: Patient Savety

untuk belajar kembali atau mereka akan mengalami masalah gangguan jiwa/mental.

a)      Faktor Lingkungan Rumah

Keamanan di rumah menyangkut tentang ventilasi, pencahayaan, pengaturan panas dan sebagainya. Pengaturan perabot rumah tangga merupakan bagian penting dari keamanan di dalam rumah. Penataan yang baik dari peralatan dapur, kursi, penempatan ruangan, tangga sangat menentukan keselamatan dan keamanan seseorang. Penggunaan senjata tajam, rokok, lantai rumah dari bahan kimia dan penyimpanan bahan kimia akan membantu dalam pencegahan baya dalam rumah termasuk sumber listrik dan api.

Masalah utama yang dapat terjadi dalam rumah adalah adanya risiko adanya untuk jatuh.

b)      Tempat kerja

Tempat kerja akan mengakibatkan gangguan keamanan dengan adanya risiko untuk terjadi injuri pada seseorang. Bahaya yang dapat ditimbulkan dari jenis pekerjaan dan tempat seseorang bekerja, baik secara fisik, mekanik, ataupun kimia. Dalam bekerja maka seseorang sangat membutuhkan adanya suatu kondisi yang ergonomis, sehingga perlu adanya pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja dalam mencegah terjadinya injuri atau kecelakaan kerja.

c)      Komunitas

Seting tempat komunitas dapat mengakibatkan gangguan keamanan seperti kegaduhan, kebisingan, pencahayaan yang kurang baik di tempat umum maupun pusat bermain. Sanitasi lingkungan juga sangat berperan dalam peningkatan keamanan individu dalam komunitas.

d)     Tempat pelayanan kesehatan

Pusat pelayanan kesehatan dapat mengganggu keamanan seseorang baik bagi petugas kesehatan maupun pasiennya. Bahaya dapat ditimbulkan karena peralatan, kesalahan prosedur dan sebagainya. Hal ini perlu adanya standar operasional prosedur yang

Page 35: Patient Savety

baku dan diperbaharui di RS sehingga kebutuhan akan keamanan dapat terpenuhi untuk semua yang ada dalam rumah sakit.

e)      Temperatur

Perubahan suhu dan cuaca sangat berpengaruh terhadap keamanan seseorang. Perlu adanya penyesuaian diri terhadap perubahan temperatur/suhu yang ada sehingga kebutuhan keamanan seseorang dapat terpenuhi.

f)       Polusi

Polutan yang bebas terdapat di lingkungan ataupun di udara bebas akan menggangu keamanan seeorang. Bahan kimia dalam produk kimia yang terdapat baik di udara, air dan tanah akan menganggu ekosistem yang ada.

g)      Sumber listrik

Pengaturan sumber-sumber listrik yang ada di rumah ataupun dimanapun sanagt muttlak diperlukan untuk mencegah terjadinya sengatan listrik ataupun kebakaran.

h)      Radiasi

Radiasi yang ada akan mengakibatkan terjadinya mutasi gen ataupun kematian sel sehingga mengakibatkan tubuh seseorang menjadi rentan sehingga keamanan seseorang dapat mengalami masalah.

4. Faktor Penyakit

Penyakit sanagt mempengaruhi seseorang untuk mengalami masalah dalam pemenuhan kebutuhan keamanan. Penyakit seperti HIV/AIDS, hepatitis merupakan penyakit yang dapat menjadikan tubuh untuk mengalami penurunan yang drastis. Perlu adanya kewaspadaan yang baik dalam pengenalan hal tersebut, termasuk tindakan pencegahan sehingga infeksi nosokomial tidak terjadi atau dapat dicegah baik dalam seting RS, klinik ataupun keluarga.

5. Faktor Ketidakpengindahan tentang Keamanan

Page 36: Patient Savety

Hal ini berkaitan dengan kesadaran diri individu dalam pemenuhan kebutuhan keamanan. Apabila standar prosedur telah dilakukan sesuai dengan kepatuhan yang ada maka keamanan seseorang dapat tercipta.

VI. FUNGSI SISTEM SARAF

1. menerima informasi dari dalam maupun luar melalui afferent sensory pathway (sensorik)

2. mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat

3. mengolah informasi yang diterima baik di tingkat saraf (refleks) maupun di otak untuk menentukan respon yang tepat dengan situasi yang di hadapi

4. menghantarkan informasi secara cepat melalui efferent pathway tadi (motorik) keorgan-organ tubuh sebagai kontrol atau memodifikasi tindakan.

VII. KEBIJAKAN RUMAH SAKIT TERKAIT KESELAMATAN DAN KEAMANAN PADA PASIEN

keselamatan pasien juga dapat menurangi berdampaknya terhadap peningkatan biaya pelayanan, dengan meningkatnya pasien rumah sakit, harapkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat utamanya di RS Haji Surabaya.

Pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit ini agar terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit dan meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat yang tidak mampu.saat ini ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit. Yakni, keselamatan pasien, keselamatan petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan yang berdampak terhadap pencemaran

Page 37: Patient Savety

lingkungan, serta keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit itu sendiri. Kelima aspek keselamatan tersebut, menurut Sukamto, sangatlah penting untuk dilaksanakan.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Perawat memberikan perawatan kepada klien dan keluarga di dalam komunitas mereka dan tempat pelayanan kesehatan. Untuk memastikan lingkungan yang aman, perawat perlu memahami hal-hal yang memberikan kontribusi keamanan rumah, komunitas, atau lingkungan pelayanan kesehatan, dan kemudian mengkaji berbagai ancaman terhadap keamanan klien dan lingkungan. Pengkajian yang dilakukan pada klien antara lain pengkajian terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Pengkajian terhadap lingkungan, termasuk rumah klien dan tempat pelayanan kesehatan, mencakup inspeksi pada fasilitas tersebut.

a. Data SubjectivePengkajian difokuskan pada masalah riwayat kesehatan klien

yang terkait dengan kebutuhan keamanan seperti: pernahkah klien jatuh, mengalami patah tulang, pembatasan aktivitas, dan sebagainya. Klien perlu ditanyakan tentang tindakan pengamanan di mobil, perhatian terhadap tanda bahaya, tindakan pengamanan anak atau bayi di rumah, status imunisasi, pengertian dan pemahaman klien tentang kesehatan dan keamanan. Perlu digali juga tentang perubahan lingkungan, support sistem, tahap tumbuh kembang.

Perawat perlu mengidentifikasi adanya faktor risiko untuk keamanan klien mencakup: kondisi dewasa, fisiologi, kognitif, pengobatan, lingkungan, dan kondisi anak-anak.

1.      Dewasa seperti, riwayat terjatuh, usia yang lebih tua pada wanita, penggunaan alat bantu (alat bantu jalan, tongkat), prosthesis anggota badan bagian bawah, umur lebih 65 tahun, dan hidup sendiri.

2.      Fisiologi seperti: kehadiran penyakit akut, kondisi post operasi, kesulitan penglihatan, kesulitan pendengaran, arthritis, orthostatik

Page 38: Patient Savety

hipotensi, tidak dapat tidur, pusing ketika memutar kepala atau menegakkan kepala, anemia, penyakit vaskuler, neoplasma, kesulitan mobilitas fisik, kerusakan keseimbangan dan neuropati.

3.      Kognitive, seperti: penurunan status mental (kebingungan, delirium, dimensia, kerusakan orientasi orang, tempat dan waktu)

4.      Pengobatan, seperti obat anti hipertensi, penghambat ACE, antidepresan trisiklik, obat anti cemas, hipnotik atau transquilizer, diuretik, penggunan alkohol, dan narkotika.

5.      Lingkungan, seperti: adanya restrain, kondisi cuaca atau lingkungan, pencahayaan, kelembaban, ventilasi, penataan lingkungan.

6.      Anak-anak, seperti: umur dibawah 2 tahun, penggunaan pengaman, penataan ruang, penggunaan mainan.

b. Data ObjectiveData objective dapat diperoleh perawat dengan melakukan

pemeriksaan fisik terkait dengan sistem: neurologis, cardiovaskuler dan pernafasan, integritas kulit dan mobilitas. Pengkajian juga mencakup prosedur test diagnostik.

1.      Sistem Neurologis* Status mental* Tingkat kesadaran* Fungsi sensori* Sistem reflek* Sistem koordinasi* Test pendengaran, penglihatan dan pembauan* Sensivitas terhadap lingkungan

2. Sistem Cardiovaskuler dan Respirasi* Toleransi terhadap aktivitas* Nyeri dada* Kesulitan bernafas saat aktivitas* Frekuensi nafas, tekanan darah dan denyut nadi3. Integritas kulit* Inspeksi terhadap keutuhan kulit klien* Kaji adanya luka, scar, dan lesi* Kaji tingkat perawatan diri kulit klien4. Mobilitas

Page 39: Patient Savety

* Inspeksi dan palpasi terhadap otot, persendian, dan tulang klien* Kaji range of motion klien* Kaji kekuatan otot klienkaji tingakt ADLs klien

B. DIAGNOSA

Diagnosa umum sering muncul pada kasus keamanan fisik menurut NANDA adalah :

  Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury). Seorang klien dikatakan mengalami masalah keperawatan resiko tinggi terjadinya cidera bila kondisi lingkungan dan adaptasi atau pertahanan seseorang beresiko menimbulkan cedera.

  Diagnosa umum tersebut memiliki tujuh subkatagori yang memungkinkan perawat menjelaskan cedera secara lebih spesifik dan atau untuk memberikan intervensi yang tepat (Wilkinson, 2000):

  Resiko terjadinya keracunan: adanya resiko terjadinya kecelakaan akivat terpapar, atau tertelannya obat atau zat berbahaya dalam dosis yang dapat menyebabkan keracunan.

  Resiko terjadinya sufokasi: adanya resiko kecelakaan yang menyebabkan tidak adekuatnya udara untuk proses bernafas.

  Resiko terjadinya trauma: adanya resiko yang menyebabkan cedera pada jaringan (ms. Luka, luka bakar, atau fraktur).

  Respon alergi lateks: respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.

  Resiko respon alergi lateks: kondisi beresiko terhadap respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.

  Resiko terjadinya aspirasi: klien beresiko akan masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaringeal, benda padat atau cairan kedalam saluran pernafasan.

  Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan): klien beresiko terhadap kerusakan sistem tubuh akibat inaktifitas sistem muskuloskeletal yang direncanakan atau tidak dapat dihindari.

Page 40: Patient Savety

Contoh kasus:

Tn. ED, 70 tahun tinggal seorang diri dirumahnya. Klien memiliki riwayat glaukoma sehingga klien harus menggunakan obat tetes mata dua kali sehari. Klien mengatakan sulit memfokuskan penglihatan, kehilangan penglihatan sebelah, dan tidak bisa melihat dalam gelap.

Diagnosa yang muncul adalah:

Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu melihat).

C. PERENCANAAN

Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek yaitu: Pendidikan kesehatan tentang tindakan pencegahan dan memodifikasi lingkungan agar lebih aman.

Contoh rencana asuhan keperawatan: (sesuai kasus diatas)

Diagnosa: Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu melihat).

Tujuan: Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera (jatuh) tidak terjadi.

Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa modifikasi lingkungan dan pendidikan kesehatan dalam 1 hari kunjungan diharapkan Klien mampu:

1.        Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera,

2.        Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu,

3.        Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.

Intervensi:

1. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.

Page 41: Patient Savety

2. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko

3. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat tidur, dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh pada poin 1

4. Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah

5. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan yang baik, memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahaya ditempat yang aman)

6. Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.

Secara umum kriteria hasil paling penting pada kasus resiko tinggi cidera adalah membantu klien untuk mengidentifikasi bahaya, dan mampu melakukan tindakan menjaga keamanan. Kriteria hasil yang lebih spesifik diantaranya Klien mampu: mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera, mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu, melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.

D. IMPLEMENTASI

Implementasi berikut bersifat spesifik untuk beberapa bahaya tertentu (tidak berhubungan dengan kasus):

1. Meningkatkan keamanan sepanjang hayat manusia

Memastikan keamanan klien pada semua usia berfokus pada: obsevasi atau prediksi situasi yang mungkin membahayakan sehingga dapat dihindari dan memberikan pendidikan kesehatan yang memberikan kekuatan bagi klien untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari cedera secara mandiri. Aspek pendidikan kesehatan yang lebih spesifik sesuai rentang usia klien dapat anda lihat pada Kozier, 2004: 674-675.

Page 42: Patient Savety

2. Mempertahankan kondisi aman dari api dan kebakaran

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan perawat adalah memastikan bahwa ketiga elemen tersebut dapat dihilangkan. Jika kebakaran sudah terjadi ada dua tujuan yang harus dicapai yaitu: melindungi klien dari cedera dan membatasi serta memadakan api.

• Di pusat pelayanan kesehatan

Upaya pencegahan: Memastikan nomor telpon darurat ada disemua pesawat, Mengatur situasi sehingga alat-alat atau benda-benda yang tidak perlu tidak berada di lorong jalan, Menempatkan prosedur evakuasi dan penanganan kebakaran disemua tempat, Mengorientasikan seluruh karyawan tentang jenis-jenis kebakaran dan penanganannya.

Jika kebakaran terjadi: Mengevakuasi klien kearea yang aman, aktifkan alarm, jika api kecil lakukan pemadaman dengan alat pemadam yang ada, tutup pintu dan jendela jika perlu ketahui derajat kebakaran untuk menentukan jenis pemadam yang tepat.

3. Mencegah terjadinya jatuh pada klien

- Orientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan sistem komunikasi yang ada

- Hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak

- Supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari

- Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan

- Berikan alas kaki yang tidak licin

- Berikan pencahayaan yang adekuat

- Pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien dengan penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas

- Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin

- Lengkapnya bisa dilihat pada Kozier, 2004:679

4. Melakukan tindakan pengamanan pada klien kejang:

Page 43: Patient Savety

- Pasang pengaman tempat tidur dengan dilapisi kain tebal (mencegah nyeri saat terbentur)

- Pasang spatel lidah untuk mencegah terhambatnya aliran udara

- Longgarkan baju dan ikatan leher (kerah baju)

- Kolaborasi pemberian obat antikonvulsi.

- Berikan masker oksigen jika diperlukan

5. Memberikan pertolongan bila terjadi keracunan

Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat bila terjadi keracunan melalui identifikasi adanya zat-zat beracun dirumah yang terkonsumsi, segera laporkan ke institusi kesehatan terdekat serta menyebutkan nama dan gejala yang dialami klien, jaga klien pada posisi tenang ke satu sisi atau dengan kepala ditempatkan diantara kedua kaki untuk mencegah aspirasi.

6. Memberikan pertolongan bagi klien yang terkena sengatan listrik

Jika seseorang terkena macroshock (sengatan listrik yang cukup besar) jangan sentuh klien tersebut sampai pusat listrik dimatikan dan klien aman dari arus listrik. Macroshock sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka bakar, kontraksi otot, dan henti nafas serta henti jantung. Untuk mencegah macroshock gunakan mesin/alat listrik yang berfungsi dengan baik, pakai sepatu dengan alas karet, berdirilah diatas lantai nonkonduktif, dan gunakan sarung tangan non konduktif.

7. Melakukan penanganan bagi klien yang terpapar kebisingan

Kebisingan memiliki efek psikososial dan efek fisiologis. Efek psikososial seperti rasa jengkel, tidur dan istirahat terganggu, serta gangguan konsentrasi dan pola komunikasi. Efek fisiologis meliputi peningkatan nadi dan respirasi, peningkatan aktifitas otot, mual, dan kehilangan pendengaran jika intensitas suara tepat. Kebisingan dapat diminimalisir dengan memasang genting, dinding, dan lantai yang kedap suara; memasang gorden; memasang karpet; atau memutar background music.

Page 44: Patient Savety

8. Melakukan Heimlich maneuver pada klien yang mengalami tersedak.

9. Melakukan perlindungan terhadap radiasi

Tingkat bahaya radiasi tergantung dari: lamanya, kedekatan dengan sumber radioaktif, dan pelindung yang digunakan selama terpapar radiasi. Upaya yang harus dilakukan oleh perawat dalam hal ini adalah memakai baju khusus, memakai sarung tangan, mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan, dan membuang semua benda yang terkontaminasi.

10. Melakukan pemasangan restrain pada klien

Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi gerakan/aktifitas fisik klien atau bagian tubuh klien. Restrain diklasifikasikan menjadi fisikal(physical) dan kemikal(chemical) restrain. Fisikal restrain adalah restrain dengan metode manual atau alat bantu mekanik, atau lat-alat yang dipasang pada tubuh klien sehingga klien tidak dapat bergerak dengan mudah dan terbatas gerakannya. Kemikal restrain adalah restrain dalam bentuk zat kimia neuroleptics, anxioulytics, sedatif, dan psikotropika yang digunakan untuk mengontrol tingkahlaku sosial yang merusak.

Restrain sebaiknya dihindari sebab berbagai komplikasi sering dikeluhkan akibat pemasangan restrain. Komplikasi fisik diantaranya luka tekan, retensi urin, inkontinensia, dan sulit BAB, bahkan kematian pun dilaporkan. Komplikasi psikologisnya adalah penurunan harga diri, bingung, pelupa, depresi, takut, dan marah. Restrain hendaknya digunakan sebagai alternatif

terakhir. Bila dilakukan maka haruslah (a) dibawah pengawasan dokter dengan perintah tertulis, apa penyebabnya, dan untuk berapa lama (b) klien setuju dengan tindakan tersebut.

• Implikasi legal pemasangan restrain

Untuk melindungi klien dan mencegah masalah legal, perawat perlu mengikuti aturan berikut:

1.      Perhatikan panduan tiap-tiap restrain yang akan digunakan

Page 45: Patient Savety

2.      Gunakan restrain hanya bila dibutuhkan untuk kesehatan dan keselamatan klien

3.      Jika dilakukan pemasangan restrain, dokumentasikan: penyebab, tipe, informed consent yang diberikan, respon klien, waktu pemasangan dan pelepasan, asuhan keperawatan yang diberikan, tanda-tangan dokter dan perawat

4.      Lakukan evaluasi secara periodik

• Memilih restrain

Dalam memilih restrain perlu memenuhi lima kriteria berikut:

1. Membatasi gerak klien sesedikit mungkin

2. Paling masuk akal/bisa diterima oleh klien dan keluarga

3. Tidak mempengaruhi proses perawatan klien

4. Mudah dilepas/diganti

5. Aman untuk klien

• Macam-macam restrain

1.      limb restraints (restrain pergelangan tangan), elbow restraints (khusus untuk daerah sikut)

2.      mummy restraints (pada bayi), crib nets (box bayi dengan penghalang)

3.      Jacket restraints (jaket),

4.      belt restraints (sabuk),

5.      mitt or hand restraints (restrain tangan),

E.     EVALUASI

Page 46: Patient Savety

Melalui data yang dikumpulkan selama pemberian asuhan keperawatan perawat dapat menilai apakah tujuan asuhan telah tercapai. Jika belum tercapai maka perawat perlu melakukan eksplorasi penyebabnya. Diantaranya perawat dapat menanyakan beberapa hal berikut pada klien:

  Sudahkan anda melakukan semua tindakan pencegahan?

  Tindakan pencegahan apa yang klien tahu?

  Apakah klien menyetujui semua tindakan pencegahan yang diajarkan?

  Sudahkah perawat menulis dan mengimplementasikan rencana pendidikan kesehatan pada klien?