27
Saifudin. Par^sipasi Masyarakat dalam Pembentukan ... Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang' Saifudin Abstract ftis not something strange to find that a constMon of iaw vaiidated in the society is rejected by any element of society in implementing it because the material content is unmatched with societalinterestand itis far from thesocietaljust'ce, even it tends to elitist Therefore, it need to think on theprocess ofsocietal participation in crea^ng the constitu tion on laws. Pendahuluan Pembentukan undang-undang merupakan indlvidu-individu manusia dengan segala bagian dari aktivitas dalam mengatur dimensinya,^ sehingga merancang dan masyarakat^ yang merupakan gabungan dari membentuk undang-undang adalah merupakan ' Tulisan in! pemah dsampaikan dalam "Diskusi Tertiatas dalam Rangka Pengembangan Badan Legisiasi" kefjasama Badan Legisiasi DPR Rl, UNDP, dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, yang dlselenggarakan pada tanggal27-28Juni 2002di Hotel Santika Yogyakarta. ^Satjipto Rahardjo, "Penyusunan Undang-undang yang Demokratis," makalah seminar Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-undang yangDemokra^sde^am KonggresAsosiasi Sosiologi Hukum Indonesia, Fakultas Hukum, Undip, Semarang, tanggal 15- 16 April 1998, him. 3. Sementaraitu bertaiian dengan "masyarakat" dapat dipahami sebagai "any association of human being" yaitu berbagai pengelompokan tentang kehidupan manusia. yang seoara umum dapatberujud dalam tiga hal yaitu: pertama, pengelompokan keluarga tempat manusia lahirdan dibesarkan; kedua, pengelompokan cB mana seseorang dipaksa untuk berkompetisi guna mendapatkan keuntungan sosial dan ekonomi seperti serikat-serikat dagang atau kelompok-kelompok profeslonal; dan ketiga, pengelompokan sukarela [voluntaryj seperti kelompok-kelompok keagamaan. Tiga pengelompokan masyarakat lersebut berada dalam wadah yang dinamakan negara, dan dengan demlkian maka negara dilihat dari perspektif poiitik adalah "a society politically organised". Lihat C.F. Strong dalam Polidca} Modem Constitution, Edition Rrst, (London: E.LB.S. Published, 1966), him. 4. 3 Dimensi-dimensi manusia yang harus diperhatikan dalam pembentukan undang-undang adalah bahwa manusia itu adalah makhluk mono-dualls jiwa-raga, mono-dualis individu-sosial, mono-dualis pribadi mandiri- makhluk Tuhan. Lihat Damarcfati Supadjar, "Mencari Model Penyusunan Undang-undang yang Demokratis," 1

Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Par^sipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

Partisipasi Masyarakat dalam PembentukanUndang-undang'

Saifudin

Abstract

ft is not something strange to find that a constMon of iaw vaiidated in the society isrejected by any element of society in implementing it because the material content isunmatched with societalinterestand itis farfrom thesocietaljust'ce, even it tends toelitistTherefore, itneed to think on theprocess ofsocietalparticipation in crea^ng the constitution on laws.

Pendahuluan

Pembentukan undang-undang merupakan indlvidu-individu manusia dengan segalabagian dari aktivitas dalam mengatur dimensinya,^ sehingga merancang danmasyarakat^ yang merupakan gabungan dari membentuk undang-undang adalah merupakan

'Tulisan in! pemah dsampaikan dalam "Diskusi Tertiatas dalam Rangka Pengembangan Badan Legisiasi"kefjasama Badan Legisiasi DPR Rl, UNDP, dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, yangdlselenggarakan pada tanggal27-28Juni 2002diHotel Santika Yogyakarta.

^Satjipto Rahardjo, "Penyusunan Undang-undang yang Demokratis," makalah seminar Mencari ModelIdeal Penyusunan Undang-undangyangDemokra^sde^am KonggresAsosiasi Sosiologi Hukum Indonesia,Fakultas Hukum, Undip, Semarang, tanggal 15- 16April 1998, him. 3. Sementaraitu bertaiian dengan"masyarakat"dapat dipahami sebagai "anyassociation ofhuman being" yaitu berbagai pengelompokan tentangkehidupan manusia. yang seoaraumum dapatberujud dalam tiga hal yaitu: pertama, pengelompokan keluargatempat manusia lahirdan dibesarkan; kedua, pengelompokan cB mana seseorang dipaksa untuk berkompetisiguna mendapatkan keuntungan sosial dan ekonomi seperti serikat-serikat dagang ataukelompok-kelompokprofeslonal; dan ketiga, pengelompokan sukarela [voluntaryj seperti kelompok-kelompok keagamaan. Tigapengelompokan masyarakat lersebut berada dalam wadah yang dinamakan negara, dandengan demlkianmaka negara dilihat dari perspektif poiitik adalah "asociety politically organised". Lihat C.F. Strong dalam Polidca}Modem Constitution, Edition Rrst,(London: E.LB.S. Published, 1966), him. 4.

3Dimensi-dimensi manusia yang harus diperhatikan dalam pembentukan undang-undang adalah bahwamanusia itu adalah makhluk mono-dualls jiwa-raga, mono-dualis individu-sosial, mono-dualis pribadi mandiri-makhluk Tuhan. Lihat Damarcfati Supadjar, "Mencari Model Penyusunan Undang-undang yang Demokratis,"

1

Page 2: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

suatu pekerjaan yang sulit/ Kesulitan initerletak pada kenyataan bahwa kegiatanpembentukan undang-undang adalah suatubentuk komunikasi antara lembaga yangmenetapkan yaitu pemegang kekuasaanlegislatif dengan pembacanya yaitu rakyatdalam suatu negara.® Dalam proses pembentukan undang-undang ini, di dalamnyaterdapat IransformasI visi, misi dan niiai yang.diinginkan oleh iembaga pembentuk undang-undang dengan masyarakat daiam suatubentuk aturanhukum. Dengan demikian, sejakproses perancangan telah dituntut agarperundang-undangan yang dlhasiikan mampumemenuhi berbaga! kebutuhan sebagaiberikut pertama, mampu untuk dilaksanakan;kedua, mampu untuk ditegakkan, efektif, efisien,konsisten; dan ketiga, sesual dengan prlnsip-prinsip jaminan hukum dan persamaan hak-hak sasaran yang diatur.® Seiain berbagaikesulitan tersebut, pembentuk undang-undang

berpacu dengan dinamika perkembanganmasyarakat yang terus berubah sejaiandengan nilai-niiai yang dianggap balk olehmasyarakat. Dengan kata lain, pembentukanundang-undang sebagai bagian dari prosespembentukan sistem hukum yang lebih iuastidakiah statis, tetapi mengalami dinamikaperubahan.'

Sebagainegarayangsedang berkembang,Indonesia teiah lama merasakan kesulitan

dalam pembentukan undang-undang. Kesulitanini lebih dirasakan oleh bangsa Indonesia,karena sekarang negara tengah menghadapiproblem sosial seoara mendasar padapermasaiahan struktural dan kulturai yangmult! dimensi.® Padahai pembentukan undang-undang ini—sekarangdan dlmasayang akandatang— akan terus mengalami peningkatansebagai respon atas tuntutan masyarakatseiring dengan bertambah kompleksnyaperkembangan dan kondisi masyarakat®

makalah dalam seminar MencarfWode/ Idea! Penyusunan Undang-undangyangDemokratisddlamKonggresAsosiasi Sosioiogl Hukum Indonesia, Fakultas Hukum, Undip, Semarang, tangg'al 15-16 April 1998. him. 4- 5.

*!rawan Soejito, TeknikMembuat Undang-undang, Cetakan Kelima, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993),him. 3.

®PlenaAndre Cote,The IntetpretaHon ofieglslaiioninCanada, 2ndEdition, (Quebeec: LesEdtionsWonBaiais, Inc., 1991), him. 4

®Jouma/Volume9, Issue 2, Start Page 149-159, ISSN 13600834, "Legislative Technique as BasisofaLegislative Drafting SystemInformation &Communications Technology Law,'Abindon, Jun 2000, him. 2.

'Laurence M. Friedman, The LegalSystem, ASocial Sc/encePerspec&Ve(NewYork:Rusei SageFoundation, 1975), him. 269.Lihat pulaFiona Patfield and Robin White, TheChanging LaH'(London and NewYork: UecesterUniversity Press, Liecester, 1990), him. I.

®Permasaiahan struktural adalah permasaiahan yangtimbui dalamhidup bermasyarakat, berbangsadanbemegara yang disebabkan oleh keberadaan tatanan strukturcrganisasi ketatanegaraan dalampenyelenggaraanpemerintahan, balk menyangkut kewenangan, tugas maupun penerapan dari kewenangan yangdimilikinya.Sedangkan permasaiahan kulturai adalahpermasaiahan yangditimbuikan dari kondisi sosial masyarakat, balkyang t>erupa kemisklnan yangtinggi, pendidkanyangrendahmaupun kesadaranhukum yangrendahpula.

^K^utuhan akansuatuundang-undang dalam suatu negaramodem yangtelahmemunculkan bert^gaikompleksitas permasaiahanyangdihadapinya, sebagaiperbandingan dapat dikemukakan contohnya adalahTheFederalParliamentAustralia yangtelah meloioskan 1162Actsdalamtahun1960 an dan 1684Actsdalam

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003:1 - 27

Page 3: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Pariisipasi Masyarakai dalam Pembentukan ...

Sebagainegarayang telahmemilih prinsipdemokrasi dan dipadukan dengan prinsipnegara hukum, Indonesia akan menata tertibhidup dan kehidupan dalam bermasyarakat,berbangsa dan bernegara menggunakanaturan hukum yang demokratis. Dengan katalain, bangsa Indonesia akan membanguntatanan kehidupan bersama dalam wadahnegara Indonesia yang demokratis dandldasarkan pada aturanhukum. Artlnya bangsaIndonesia akanmeletakkan prinsip demokrasidan prinsip hukum sebagai suatu slnergi yangsaling bersimblose-mutualistik dalam mewu-judkan adanya national legal order^^ yangdemokratis dalam negara Oleh karena itu,keberadaan undang-undang yang merupakansub sistem darl sistem hukum nasional—

menempati peran yang penting dalam rangkapembangunan sistem hukum nasional dalamsuatu negara.

Dalam rangkamembentuk negara sebagaitertib hukum nasional Ini, perlu dilakukanperbaikan tata cara pembentukan undang-undang yang partlsipatif. Pada masa OrdeLama dan Orde Baru proses pembentukanundang-undang sebaglan besar dilakukanseoarasepihak oleh penguasatanpa meiibatkanmasyarakat luas. Atas dasarkenyataan tersebut,maka proses pembentukan undang-undang diera reformasi inl perlu dilakukan seoara

partlsipatif dengan meiibatkan masyarakatagar dihasllkan undang-undang yang diterimaoleh masyarakat luas,tidak hanyaditerima olehlegislator saja.^^ Partlsipasi masyarakatdalamproses pembangunan —termasuk di bidangpembentukan undang-undang Ini— telahmenjadi Issue penting dalam konteks globaldewasa Inl.

iBertalian dengan pembentukan undang-undang yang partlsipatif inl, dl dalamnyamengandung dua makna yaltu proses dansubstansl. Periama, bahwa proses ataumekanisme dalam pembentukan undang-undang harus dilakukan seoara transparansehingga masyarakat dapat berpartlslpaslmemberlkan masukan-masukan dalam

mengatur suatu persoalan. Kedua, bahwasubstansl materi yang akan diatur harusditujukan bag! kepentlngan masyarakat luassehingga menghasilkan suatu undang-undangyang demokratis. Dengan demiklan antaratransparansl, partislpasi dan demokratlsasidalam pembentukan undang-undangmerupakan satu kesatuan yang utuh dantidak dapat dipisahkan dalam suatu negarademokrasi. Apabila pembentukan undang-undang telah melalui proses partlsipatif,tranparan dan demokratis, maka padagllirannya diharapkan undang-undang yangdihasilkannya akan diterima oleh masyarakatluas dengan penuh kesadaran.

tahun 1970-an. Dan pembentukan undang-undang Inl masih akan terns berlangsung dalam tahun-tahunmendatang. Lihat Roman Tomasic, Legislation andSocietyinAustralia{Australia: TheLaw Foundation ofNewSoulhWales, 1979), padabagian Preface danhim. 9.

" Hans Kelsen. General Theory ofLaw andState(New York: Russel &Russel ADivision ofAlheneumPublisher, Inc., 1961), him. 181.

"Terence Ingman,r/jeEng/ZshLega/Process (London: Blackstone PressLimited, 1983), him. 181."Gary Craig and Maijorie Mayo (Editor), Community Empowerment AReader in Partidpation and

Development (London &New Jersy: Zed Books Ltd., 1995), him. 1.

Page 4: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Tuntutan partisipatif perlu dilakukan agarwarga masyarakatyang akan terkena sebagaiobjek dari suatu undang-undang dapatmemberikan sumbangan pikirannya berupamateri-maleri muatan yang akan dialurnya.Keterlibatan masyarakat ini penting mengingatpada akhirnya masyarakat juga yang akanmenerima dampak dengan dikeluarkannyasuatu undang-undang. Dengan demikianproses pembentukan undang-undang akanterjadi suatu prosesyang bu/fom up. Artinya,masyarakat yang terkait langsung dengankehadiran suatuundang-undang, akan merasaikut mslahirkan undang-undang melaluiberbagai keterlibatan dalam bentuk masukan-masukan yang diberikannya. Mesklpunpartisipasl in! bukan jamlnan batiwa suatuundang-undang yang dihasiikannya akandapat berlaku effektif di masyarakat, tetapilangkah yang ditemputi oleh lembaga legislatifdalam setiap pembentukan undang-undang,setidak-tldaknya dapat ditiarapkan undang-undang akan lebih diterimadan berlaku effektifdi masyarakat.

Sejarah legislatif di tanah alr.pernahmencatal kenyataan pahit berupa ditoiaknya

RUU Penangguiangan Keadaah Bahaya (RUUPKB) yang telah diproses melalui prosedur dantata cara sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan. RUU PKB ini berkaitandengan pengaturan masaiah negara dalamkeadaan batiaya, suatu undang-undang yangakan diberlakukan manakala negara dalamkeadaan darurat khusus, miiiter maupundarurat perang. Akan tetapi, undang-undangini gagai disahkan dan tidak diundangkan olehPresiden karena terdapat sekeiompokmasyarakat terutama mahaslwa dankelompokprofesional yang menolak dengan keraskehadiran RUU PKB tersebut. Penolakan RUU

PKB oleh sekeiompok mahasiswa dankelompok profesional ini menjadi peiajaranyang sangat berharga bagi proses pembentukan undang-undang, agarprosespartisipatifdari masyarakat yang akan dikenai suatuundang-undang diperhatikan oleh pembentukundang-undang."

Sementara itu tuntutan transparansidalam proses pembentukan undang-undangperlu dilakukan agar undang-undang yangdihasiikannya dapatdiketahui oleh masyarakatiuas sejak awal proses persiapan dan

"Gelombang perlawanantertiadapdibahasnyaRUUpolitik, Kamis(9/9),beiunjukrasamenuju GedungDPR menyatakan penolakan terhadap RUU Penangguiangan Keadaan Bahaya. Pada dasamya penolakanini karena kekhawatiran akan teijadnya militerisme dalam penyelenggaraan pemerintahan. Uhat harian Kompas,Makin Gencar, Aksi Menantang RUU Keselamatan Negara, harian Kompas, Jum'at, 10-09-1999, him. 1. Uhatpula harian Kompas, Bentrok Unjuk Rasa Mahasiswa Menentang Keselamatan dan Keamanan Negara yangtelah diubah namanya menjadi RUU Penangguiangan Keadaan Bahaya, semakin gencar. Sekltar 1000mahasiswa, kaiangan profesional, dan aktivis paital menentang RUU Keadaan Bahaya, harian Kompas, Sabtu,11-09-1999, him. 1. Uhat pula harian Kompas, Dalam RUU Penangguiangan Keadaan Bahaya K^ebasanPers HarusTetapTeiiamln, harian Kompas, Selasa, 14-09-1999, him. 15. Belajardaripengalaman penolakanRUU PKB yang telah dlsetujui DPR tetapi tidak dsahkan dan diundangkan oleh Presiden inilah, maka dalamAmandemen Kedua UUD1945 tahun 2000 telah ditegaskan adanya ketentuan yang menyatakan bahwa"Dalamhai rancangan undang-undang yang telah dlsetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktutiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut dsetujui, rancangan undang-undang tersebut sahmenjadi undang-undang dan wajib diundangkan". Uhat Pasal 20 ayat (5) UUD 1945.

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003: 1 - 27

Page 5: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Pariisipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

pembahasannya. Proses pembentukanundang-undang yang tidak dilakukan secaratransparan, akan berdampak kurang baik bag!masyarakat.

Dalam sejarah ketatanegaraan, Presidenbersama-sama DPR pernah mengeluarkanUndang-undang No. 14 Tahun 1992 tentangLalu-lintas danAngkutan Jalan Raya. Kehadiranundang-undang ini membuat masyarakatterkejut olehadanya sanksiyang dirasa terlaluberat bagi pelanggar ketentuan undang-undang ini. Keterkejutan masyarakat Ini disebab-kan karena proses pembentukan Undang-undang tentang Lalu Lintasdan Angkutan JalanRaya ini tidak dilakukan secara transparankepada masyarakat luas. Dalam kasus pembentukan undang-undang Ini keputusandiambil secara sepihakoleh lembaga legislatiftanpa melibatkan masyarakat luas. Dengandemikian dalam proses pembentukanUndang-undang No. 14 Tahun 1992 tidak adamasukan-masukan baik dari masyarakatmaupun lembaga-lembaga di luar pemerintahlainnya."

Selanjutnya masalah demokratisasidalam proses pembentukan undang-undangbertalian dengan logika pemikiran yangsederhana bahwa undang-undang dalam

suatu negarayangdemokratis tentu tidak akankeluar dari kepentingan orang banyak. Artinyabahwa adanya suatu undang-undang harusdapat memberikan ketenangan dan jaminanbagi kepentingan hidup masyarakat luas.Sebab, rakyat melalui sarana pemillhan umumtelah memberikan kepercayaannya kepadawakilnya yang duduk di DPR. DPR inilahbersama-sama dengan Presiden —suatulembaga yang konstitusional memegangkekuasaan legislatif— mengatur masyarakatmelaiui berbagai undang-undang yang telahdikeluarkannya. Oleh karena itu, secara teoritikundang-undang yang dihasilkan olehlembaga legislatif, seharusnya diterima olehmasyarakat luas karena kepentingannyatertampung dalam proses pembentukanundang-undang.

Dalam sejarah perjalanan bangsa yangdiperankan oleh Orde Baru selama 32 tahundan akhirnya tumbang olehgerakan reformasi1998, tampak bahwa berbagai undang-undang hanya dipakai sebagai justifikasi bagikapentingan-kepentingan politik oleh seke-lompck orang yang berkuasa. Hal ini berartibahwa undang-undang tidak responsifterhadap nasib masyarakat luas, tetapi lebihbersifatkonservatif dan ortodoksdalamrangkamempertahankan status quo pemerintah.^®

^^Sebenamya prosespenyusunan UU Lalu Lintas danAngkutan JalanRaya{UU LLAJR) tidak digarapsecara terburu-bunj, karenaRUUnya telahdajukan olehpemerintah tanggal 24 Mei 1991, kemudian dibahasdiOPRdanakhimya sampai disahkanolehPresidenbulanMei 1992. Jadisecara teoritis, mustinya normahukumyangdituangkan dalam UU itu sudahdlpikirkan secaramatang oleh pemerintah dan DPR. Akan tetapitoh reaksi keras tetap bermunculan^ Reaksi itu muncul bukan padasaatdisahkan Presiden, tetapi ketlka seorangKepala Kantor Wilayah Perhubungan d JawaBarat, AS Sunandhi, mengingatkan bahwa UU LAJR akan mulaiberiaku 17September1992, sehinggamasyarakatdiharapkan mulai bersiapdlri. Hebatnya yangkagetbukancumamasyarakat, tapijugabeberapaanggota DPRsendri maupun pejabatpemerintah, yangseolah merasa"kecoiongan". LIhat Kompas, Tajuk Rencana,Undang-undang Lalu Lintas dan Reaksi-reaksi Yang Muncul,Kompas, Selasa, 21-07-1992, him. 4.

"Moh. Mahfud MD, PoliUkHukum diIndonesia, CetakanPertama,(Jakarta; LP3ES, 1998), him. 15.

Page 6: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Dampak dari adanya undang-undang yangkonservatif dan ortodoks ini diberikan reaksikeras oleh masyarakat luas karena kepen-tingannya terabaikan.

' Sebagaimana diketahui, gerakan reformasiyang lalu pada mulanya menuntut dicabutnyaseperangkat perundang-undangan di bidangpolitik produk Orde Baru yaitu: Undang-undangPemilihan Umum, Undang-undang Susunandan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD,Undang-undang Partai Politik dan GolonganKarya, Undang-undang Referendum danUndang-undang Pemerintahan di Daerah."Kehadiran berbagai undang-undang tersebutditolak oleh masyarakat karena lebih merupakankepanjangan tangan pemerintah dalam upayamempertahankan kekuasaan dengah berlindungdibalik faham konstitusionalisme. Kondisi inimenjadi sangat aneh dan ganjii, mengingatdaiam suatu negara demokrasi, mekanismehukum seharusnya berjaian dari rakyat, olehrakyat, untuk rakyat dan ditegakkan oleh rakyat.Dengan demikian tentunya tidak akan terjadigejolak masyarakat yang menoiak kehadiranberbagai undang-undang hasil karya dariiembaga iegislatif.

Akibat yang ditimbuikan' dengan adanyaberbagai undang-undang yang konservatifdan

tidak demokratis Ini ternyata sangatmendasarbagi tatanan kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Hampir tidak dapatdipercaya kaiau pemerintahan Orde Baruyang telah berkuasa seiama 32 tahun dengancengkeraman otoritarian serta berbagaiperangkat perundang-undangan yang telahdisiapkannya, akhirnya tumbang oleh gerakanmoral yang bersumberkan pada keadiian dannurani masyarakat. Semuamengetahui bahwadaiam menuju proses demokratisasi yangdiawaii dengan gerakan reformasi harusdibayar mahal daiam berbagai tatanankehidupan di segaia-bidang. iniiah akibatyangharus ditanggung bersama oleh segenapiapisan masyarakatyang disebabkan oleh ulahsekelompok orang dengan menggunakansarana undang-undang sebagai aiat untukmeraih kekuasaan. Dengan kata lain prosespembentukan undang-undang di masa OrdeBaru telah gagai daiam mempertanggung-jawabkan kepadapubiik guna menuju prosesperubahan sosiai yang tertib, damai danberkesinambungan. Akan tetapi justeru yangterjadi adalah krisis muiti dimensi yang sampaiawai 2003 belum juga tampak akan tanda-tanda penyeiesaiannya. Oieh karena itu,pertanggungjawaban daiam pembentukan

Aksi demonstrasi ribuan mahasiswa Universitas Indonesia kembali bedangsung di area Kampus UiDepok, Kamis (26/2). Seperti juga aksi k^rihatinan yang diiakukan ikatan Alumni Universitas Indonesia (lluni)sehari sebelumnya di Salemba Ui, aksl unjuk rasa mahasiswa kali ini menuntut diaksanakannya reformasi dibidang politik dan ekonomi dalam mengatasi krisis yang melanda Indonesia. Lihat harian Kompas, MahasiswaGeiarAksi Keprihatinan, harian Kompas, Jum'at, 27-02-1998, him. 3. Lihat pula harian Kompas, AksiKeprihatinan Mahasiswa Berianjutdi Berbagai Kampus, harian Kompas. Rabu, 11 —03-1998, him. 3. Lihatpuia harian Kompas, Mahasiswa Ui Serahkan Dokumen Reformasi Politik, Belasan Ribu'Mahasiswa UGMAdakan Aksi Keprihatinan, harian Kompas, Jum'at, 06 -03-1998, him. 3. Lihat puia harian Kompas, AksiKeprihatinan Mahasiswa Diwamai Bentrokan, harian Kompas, Kamis, 12-03-1998, him. 3. Uhatpula harianKompas, Presiden Soeharto: Mengubah UU Politik Tak Semudah Mengucapkannya, harian Kompas, Selasa,14-04-1998, him. 3.

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003:1 - 21

Page 7: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Partis'ipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

undang-undang ini panting mengingat Indonesia adalah sebagai suatu negara demokrasiyang berdasarkan atas hukum; Dengandemikian prinsip demokrasi yang secarasederhana dikatakanpemerintahandari rakyatoleh rakyat dan untuk rakyat tercermin jugadalam proses pembentukan undang-undang.

Berbagai kenyataan yang telah diung-kapkan.di atas, tampaknya tidak terlepas darikonfigurasi politik di masa Orde Baru yangbukan demokratis-karena lebih menonjoikanlanggam otoritarian, sehingga.keputusan-keputusan bidang iegislasi lebih banyakdiwarnai oleh yisi politik pemerintah."Perwujudan dalam mengatur perancanganperundang-undangan dalam konfigurasi yangotoritarian ini adalah'dikeluarkannya InstruksiPr.esiden No. 15 tahun 1970 yang tidakmemberikan tempat bagi adanya partisipasimasyarakat. Seianjutnya memasuki erareformasi, instruksi Presiden ini telah digantidengan Keputusan Presiden No. 188 Tahun1998, tetapi di daiamnya juga tidak secarategas harus melibatkan partisipasi masyarakatdalam proses perancangan perundang-undangan.^® Demikian puia dalam SuratKeputusan DPR No. 03A/DPR R!/l/2aOO-2001tentang Peraturan Tata Tertib DPR R1 belummemberikan tempat bagi rnasyarakat luas

dalam proses pembentukan undang-undang."Menyadari akan adanya berbagai keiemahantersebut, maka Badan Legisiasi DPR bertekadakan memperbaiki mekanisme pembahasanRUU balk meialui RUU Tata Care Pemben

tukan PeraturanPerundang-undangan maupunPeraturan Tata Tertib DPR.^®

Dengan melihat pada proses pembentukanundang-undang yang telah diperankan olehOrde Baru tersebut, maka pada masa transisiyangdiperankan oleh Era Reformasi sekarangini, harus dapat mengamt^il hikmah danpelajaran yang balk dari kegagalan masa laludalam proses pembentukan undang-undang.Pemerintahan transisi harus mampu memberikan warna yang berbeda dajam prosespembentukan undang-undang. Teriebih lag!sekarang ini euforia politik sedang terjadi disegaia aspek kehidupan, maka daiam haipembentukan undang-undang pun harusdilakukan terobosan dengan mengacu kepadaadanya transparansi, partisipatif dan demo-kratisasl.

Atas dasar kenyataan tersebut, makapersoalan yang akan muncul adalah bagaimanamewujudkan proses pembentukan undang-undang yang transparan, partisipatif dandemokratis? Sebab, permasalahan ini pastiakan berbenturan dengan kewenangan

"Moh.Mahfud MD, op.cit., him. 375.'®Lihat Instruksi PresidenNo. 15Tahun 1970dan Keputusan PresidenNo. 188Tahun 1998yangsama-

samamengatur tentang tatacaramempersiapkan rancanganperaturari perundang-undangan.. "Uhat Babtentang Pembentukan Undang-undang SuratKeputusan DPR No. C3A/DPR RI/l/2000-2001.

Seianjutnyadalam Pasal 22AUUD1945 masalah tatacara pembentukan undang-undang ini akan daturlebihlanjut dengan undang-undang, akan tetapi hingga awal 2003 ini baru sampai tahap penyelesaian tentang RUUnyabalkyang diajukan olehPemerintah maupun dari OPR.

^Marian Kompas, 22-1- 2003

Page 8: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

konstitusional yang diberikan kepada Presidendan DPR sebagaj lembaga legislatif dalamUUD1945. Dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal20ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) UUD 1945 yangtelah diamandemen mengatur secara tegastentang kewenangan pembentukan undang-undang sebagal berikut:

Pasal 5 ayat (1) menentukan:"Presiden berhak mengajukan rancanganundang-undang kepada DewanPerwakilan Rakyat."Pasal 20 ayat (1), (2), (3). (4) dan (5)

menentukan:

Ayat(1):"Dewan Perwakilan Rakyat memegangkekuasaan membentuk undang-undang"

Ayat{2):"Setiap rancangan undang-undangdibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyatdan Presiden . untuk mendapat

' persetujuan, bersama"Ayat (3):

"Jika rancangan undang-undang tidakmendapat persetujuan bersama,rancangan undang-undang itu tidak bolehdiajukan lagi dalam persidangan DewanPerwakilan Rakyat masa itu"

Ayat (4):"Presiden mengesahkan rancanganundang-undang yang telah disetujuibersama untuk menjadi undang-undang"dan

Ayat (5):"Dalam hal rancangan undang-undangyangtelah disetujui bersamatersebuttidakdisahkan oleh Presiden dalam waktu tigapuluh harl semenjak rancangan undang-

undang undang-undang tersebutdisetujui, rancangan undang-undangtersebut sah dan menjadi undang-undang". '̂Atas dasar pasal-pasal tersebut jelas

bahwa kekuasaan legislatif (pembentukundang-undang) menurut UUD 1945dilakukanoleh dua organ sekaligus secara bersama-sama yaltu Presiden dan DPR, meskipuntekanannya dlletakkan pada DPR. Presidenbertindak sebagai organ yang akan melak-sanakan undang-undang, sedangkan DPRyang keanggotaannya diisi melalui pemilihanumum bertindak dalam kapasitas sebagaiwakil rakyat yang akan menyuarakan aspirasirakyat. Apakah keterwakilan rakyat melaluiDPR yang diisi melalui pemilihan umumtersebut tidak cukup representatif dalamproses pembentukan undang-undang?Apabila rakyat tetap akan dilibatkan dalamproses pembentukan undang-undang, makapermasalahan yang muncul adalah sejauhmana transparansi, partisipatifdandemokratlsasidapat diterima dalam proses pembentukanundang-undang?

Sejumlah pertanyaan di atas, tampaknyatidak mudah untuk dicarikan penyelesaiannya.Sebab, ketlka pembentuk undang-undangtidak tranparan, partisipatif dan demokratis -sebagaimana diperankan oleh Orde Baru—pada akhirnya masyarakat menggugatnyamelalui gerakan reformasi. Akan tetapl ketlkaproses pembentukan undang-undang pintutransparansi, partisipatif dan demokratlsasidibuka selebar-lebarnya, maka tentu akanmenggeser kewenangan konstitusional yangtelah diberikan oleh UUD 1945. Artinya,

2« UUD 1945danAmandemennya (Pabeian, Surakarta, 2000), him. 65- 73.

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003:1.- 27

Page 9: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Pariisipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

Presiden dan DPR sebagai pemegangkekuasaan legislatif akan .tertandingi dalamproses pembentukan undang-undang. Sudahbarang tentu transparansi, partisipatif dandemokratisasi yang terlalu luas Inipun tidakakan memberikan hasil yang positif bagipembangunan kelembagaan yang secara formal diatur dalam UUD 1945.

Oieh karena Itu, perlu dicarlkan jalanpemecahan yang sebaik-baiknya, yang dapatmenjamin dan melindungi antara kepentingankelembagaan dan kepentingan transparansi,partisipatif dan demokratisasi dalam prosespembentukan undang-undang. Sebab, tanpaadanya penataan yang seimbang antarakepentingan kelembagaan dan tranparansi,partisipaOfdan demokratisasi, undang-undangyang dihasilkan akan tetap pincang. Hasii yangdioapalnya tidak akan dapat secara optimalmenampung berbagai kepentingan yangsecara riil ada daiam tatanan kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan mengacu pada pemaparanmasalah di muka, terdapat tiga rumusanpermasalatian pokok yang dapat diajukan dalamtuiisan ini: pertama, bagaimana partisipasimasyarakat daiam proses' pembentukanundang-undang di Indonesia pada masa OrdeBaru dan Era Reformasi? Kedua, bagaimanaproses pembentukan undang-undang yangmelibatkan partisipasi masyarakat di indonesiasetilngga melahirkan undang-undang yang

partisipatif? Ketiga, apakah syarat-syarat yangdlperlukan sehingga partisipasi masyarakatdalamproses pembentukan undang-undang dapatdipertimbangkan dan diterima oleh lembagalegislatif?

Dengan meiihat pada berbagai permasa-lahan tersebut, maka permasalahan daiamtuiisan ini terletak dalam disiplin ilmu hukumkhususnya ilmu pengetahuan perundang-undangan," yaitu ilmu pengetahuan inter-disipliner tentang pembentukan peraturanperundang-undangan. Ilmu pengetahuanperundang-undangan ini dibagi dalam tebriperundang-undangan dan ilmu perundang-undangan. Teori perundang-undangan bersifatkognitif berorientasi kepada menjeiaskan danmenjernihkan pemahaman. Sedangkan Ilmuperundang-undangan bersifat normatifberorientasi kepada melakukan perbuatanpengaturan yang masih dibagi lag! dalamproses perundang-undangan, metodaperundang-undangan dan teknik perundang-undangan.^ Keberadaan ilmu perundang-undangan sebagai suatu cabang disipiin ilmuhukum rnemang masih muda" apabiladibandingkan dengan cabang ilmu hukumlainnya seperti ilmu hukum tata negara, ilmuhukum admlnistrasi negara dan Iain-lain. Olehkarena itu, tidak mengherankan jika keberadaanilmu perundang-undangan ini masih menj'adiwacana perdebatan sebagai suatu disipiiniimu yang telah memenuhi objek, metode

"A. Hamid S Attamimi,Teori Perundang-undangan indonesia: SuatuSisI ilmu Pengetahuan Perundang-undangan Indonesia yang Menjeiaskan dan Menjernihkan Pemahaman," Pidato Pengukuhan Jabatan GuruBesarTetap PadaFakuitas Hukum Unh/ersitas Indonesia, Jakarta, 1992, him. 21.

"/h/d.

"Abdurrahman, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Ilmu Perundang-undangan, Cetakan I, (Bandung: CitraAdityaBakti, 1995), him, 173.

Page 10: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

penyelidikan, sistimatisasi dan universalitasnya. Cita-cita pembentukan hukum nasionalAtas dasar telaah pemahaman unsur-unsur yang akan berfungsi untuk menyebarkan dankeilmuan tersebut, maka terdapat pula memelihara suatu alokasl nilai-nilai yang olehpendapat yang melihat persoalan perundang- masyarakat dirasa benar,^® telah lahir tumbuhundangan lebih tepat ditempatkan sebagai dan berkembang semenjak berdirinya Negarateori perundang-undangan.2® Teriepas dari Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Denganadanya perbedaan pendapat tersebut kemerdekaan, bangsa Indonesia akanmasalah perundang-undangan akan semakin melakukan perubahan sosial melalui tatanandiperlukan di masa-masa yang akan datang hukum nasional yang sejalan dengan jiwa,seiring dengan perkembangan masyarakat. semangat dan alam kemerdekaan. '̂ Pemben-Oleh karena itu, kajian terhadap persoalan tukan tatanan hukum nasional ini akanperundang-undangan ini perlu terus dilakukan diwujudkan dalam berbagal peraturanuntuk membangun landasan yang kuat dalam perundang-undangan dan harus tetap beradamengembangkan pengetahuan yang bertalian dalam bingkai landasan konstituslona! DUDdengan perundang-undangan. 1945.^®

Bertalian dengan peraturan perundang-

Idealita Pembentukan Peraturan undangan inL dalam UUD 1945 telah dimuatPerundang-undangan sendi-sendi dasarnya yaitu sendi kerakyatanuiiuanydii (demokrasi).^^ negara berdasar atas hukum®®

^Rosjidi Ranggawic^aja, Pengantarllmu Perundang-undangan Indonesia, Cetakan I, (Bandung: MandarMaju,1998),hlm.13-20.

^®Lawrence M. Friedman,op.ot., him. 17."Sebagai konsekuensi logis dari Proklamasi, padasaatitu muiai berdri tatahukum baru, yaitu Tata Hukum

Indoinesia dengan Proklamasi tersebut sebagai °tindakan pertama" atau"ketentuan pertama" atau"normapertama" atau dapatjuga dsebutsebagai "ketentuan pangkarnya. Lihat Joeniarto, SelayangPandang TentangSumber-sumberHukum Tata Negaradilndonesia, Ctk. IV, (Yogyakarta: Liberty, 1983), him. 19.

^ Dengan adanya gerakan mahasiswa 1998 yang melahirkan era refcmiasi, telah merubah tatanansecara mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan Indoneasia. Hal ini dapat dilihat pada Perubahan UUD1945yang sampai dengan tahun 2002 telah mengalami empatkali Perubahanyakni Penfcahan Pertama 1999,Perubahan Kedua2000, Pembahan Ket!ga2001 danPerubahan Keempat2002.

"Gagasandemckrasi yang diperjuangkan sejak masa perjuangan sebelum Indonesia merdeka adalahyang sesuai dengan Indonesia sendiri, yang tentu saja bertieda dengan Barat yangberlatar filsafat indvidualisme,liberalisme dan kapitalisme. Tetap! dengan mengkritik individualisme, tidak serta merta menjadikan merekaterposisikan dalam Marxismeyang merupakananti tesis atasindividualisme-liberalisme dan kapitalisme. Tokoh-tokoh bangsa ketika itu menghendaki sifat kerakyatan yang asli, danyang diidialkan adalah justru pahamkolektlvisme. Lihat Jimly Asshiddqe, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konst'tusI danPelaksanaannyadiIndonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: IkhtiarBamVan Hoeve, 1994), him. 30-31.

Negara hukum atauyang lebih tepatadalah negara yang berdasar atashukum ini merupakan genusbegrip, sedangkan sebagai species begrip kons^ negara hukum ini mempunya lima macam yaitu: nomokrasiIslam, tfte/u/e oflaw, re^tsstaat, socialist legalitydan negara hukum Pancasila. Lihat MTahir/^ary, NegaraHukum: SuatuStudi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari SegiHukum Islam, ImplementasinyapadaPeriode

10 JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003: 1 - 27

Page 11: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

dengan konstitusi sebagai hukum dasartertinggi (konstitusionalisme). '̂ Dengandemikian peraturan perundang-undangan yangakan digunakan untuk mengatur kehidupanbersama dalam wadah Negara KesatuanRepublik Indonesia harus dituangkan dalamsistem konstitusionallsme yang berada didalam konsepsi negara hukum yang demokratisatau negarademokrasi yang berdasarkan atashukum. '̂ Di sin! tampak jelas sekali adanyaketerkaitan konsepsi demokrasi, negara hukumdan konstitusionallsme yang harus menjadipedoman. dalam membuat undang-undang.Oleh karena itu, uraian selanjutnya akanmenyajikan pemikiran-pemikiran yang berta-lian dengan konsep demokrasi, demokrasielitis, demokrasi partislpatoris, partisipasi,negara hukum, konstitusi dan undang-undang.

1. Konsep Demokrasi

Sebagaimana telah diketahui katademokrasi (democracy) berasai dari dua akarkata bahasa Yunani Kunoyaitu "demos', rakyatdan "krateiif, pemerintahan; jadi demokrasi

berarti pemerintahan oleh rakyat. Di Athena,kata demokrasi digunakan untuk menunjukpada "governmentby theman/ (pemerintahanoleh orang banyak), sebagai iawan dari 'government by the fev/° (pemerintahan olehsekelompokorang). Dengan kata lain "demokrasi'dalam pengertian yang agak lengkap dapatdiberikan rumusan sebagai berikut:

"a system of governmentin which thosewho have authority to make decisions (thathave the force of law) acquire and retainthis autbority either directly orindirectly astheresultofwinning freeelections inwhichthe great majority ofadultcitizens are allowed toparticipate." ^Dari rumusan di atas, kiranya dapat

diberikan pemahaman terhadap suatu negarayang menganut sistem demokrasi yaitu:pertama, demokrasi adaiah suatu sistempemerintahan yang mempunyai unsur-unsuratau eiemen-elemen yang saling terkait dantidak dapat dipisahkan. Kedua, orang-orangyang memegang kekuasaan atas namademokrasi dapat mengambil keputusan untukmenetapkan dan menegakkan hukum. Ketiga,

Negara Madinah dan Masa Kini, Ctk. Pertama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), him. 63.Bagir Manan, "Dasar-dasar Konstituslonal Peraturan Perundang-undangan Nasional," dsajikan daiam

pendidikan singkat Kajian Perundang-undangan untukpara pengajarFakultas Hukum seSumatera, yangdiselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Andalas, tanggal 11 -18 Oktober 1993, him. 9-11.

^Dlnamika pemikiran mer^enai kons^pemiklran negara yangberdasaratashukum dari negara kerakyatan(demokrasi) in! sudah berlangsung sejak dari jamanYunani dan Romawi Kuno. Lihat Jimly Asshiddlqle, op. dt,him. 11. Lihat juga Moh. Kusnardi dan Bintan RSaragih, llmu Negara. Ctk. Ketiga, (Jakarta: Gaya MediaPratama, 1995), him. 184. BancSngkan dengan Miriam Budiarr^o yang melihat demokrasi dari "demos" berartirakyat dan kratos/kratein yang berarti kekuasaan /berkuasa, sehingga demokrasi t)erarti "rakyat berkuasa"atau "government or rule by the people." Atas dasarperumusan tersebut Miriam Budiardjo melihat adanyaberbagai macam demokrasi yaitu: Demokrasi Konstitusionai, Demokrasi Pariementer, Demokrasi Terpimpin,Demokrasi Pancasila, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Soviet, Demokrasi Nasional dsb. Lihat Miriam Bucian:|o,Dasar-dasarllmu Politik, Ctk. Vlli, (Jakarta: Gramedia, 1983), him. 50.

''James MacGregor Bums atall, GovernmentBy The People, Thirteenth Altemate Edition, (New Jersey:Prentice Hall, Englewood Cliffs, 1989), him. 3.

11

Page 12: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

kekuasaan untuk mengatur dalam bentukaturan hukum tersebut diperoleh dan diperta-hankan melalui pemilihan umum yang bebasdan diikuti oleh sebagian besar warga negaradewasa dan suatu negara. Berdasarkan padatiga ciri-ciri.umum tersebut, maka suatunegara demokrasi mempunyai tiga pema-haman utama yang- meliputi hakekat,proses.dan fujuan daridemokrasi.^Dengan katalain demokrasi adaiah sistem pemerintahanyang dibentuk melalui pemilihan umum untukmengatur kehidupan bersama atas dasaraturan hukum yang berpihak pada rakyatbanyak. Jadi, sangat tepat kiranya demokrasidiberikan rumusan yang singkat, padat danpopulair sebagai "a government of thepeople,by thepeople, for thepeople

Atasdasar pemahamari tentangdemokrasisebagaimana dikemukakan secara singkat diatas, maka pilihan terhadap.negara demokrasisudah barang tentu mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang harus diperhatikan.Konsekuensi-konsekuensi ini akan memberi-

kan kesempatan kepada rakyat selaku warganegara untuk melakukan hak dan kewajibanpoiitiknya dalam bernegara. Sebab, dengandemokrasi akan memberikan kesempatan-kesempatan untuk, pertama, partisipasi yangefektif; kedua, persamaan dalam memberikan

suara; ketiga, mendapatkan pemahamanyang Jernih; keempat, meiaksanakanpengawasan akhir terhadap agenda; kelima,penoakupan orang dewasa.^® Adanyakonsekuensi-konsekuensi ini akan memberi

kan ukuran-ukuran dalam melihat berbagainegara yang mengklaim sebagai negarademokrasi. Dengan kata iain, ketikakesempatan-kesempatan yang merupakan konsekuensi dariukuran umum negara demokrasi ini tidakdijaiankan, maka negara tersebut tidak dapatdikuaiifikasikan sebagai negara demokrasi.

Dari awal keiahirannya pada masa YunaniKuno usia demokrasi teiah berjaian sekitar2500 tahun, dan dalam parkembangannyateiah mengalami dua kali bentuk transformasidemokrasi yaitu: -pertama, transformasidemokrasi negara kota di Yunani dan RomaKuno pada abadkeVSM sertabeberapa negarakota di italia pada masa Abad Pertengahan.Kedua, transformasi yang terjadi dari demokrasi negara kota menjadi kedalam demokrasikawasan bangsa, negara, atau negaranasionai yang luas. '̂

Adanya dua bentuk transformasi tersebut,teiah mengubah tatanan secara mendasarbentuk demokrasi sebagai akibat terjadinyaperpindahan dari negara kota ke negarabangsa. Robert A Dahi mengemukakan

^ Bandingkan dengan Samuei PHuntington yang melihat demokrasi dalam tiga pendekatan umum yaitu:pertama, sumber wewenang bagi pemerintah; kedua, tujuan yang diiayani oleh pemerintah; danketiga,proseduruntuk membentuk pemerintahan. Uhal Samuel PHuntington dalam: Gelombahg Demokratisasi Ketiga,Peneijemah Asril Maijohan, Ctk. Kedua, (Jakarta: Pustaka Utama Grafitri, 1995). him. 4.

^Harris G.Warrenatall, OurDemocmcyatWofk, (USA Printice Hall, inc., EnglewoodCliffs, 1963), him.2.Dalam hal ini RobertADahl mengemukakan bahwa 'Democracyprovides opportunities for 1.effective

part'cipation; 2. equalityinvoting; 3.gaining enlightened understanding; 4. exercising final control over theagenda; 5. inclusion ofadultd". Lihat Robert ADahl, Democracy, (USA Yale University Press, 1998), him. 38.

"RobertADahl, Demokrasi danParaPengkriSknya. Jiiidli, Oiterjemahkan oieh ARahman Zainuddin,Edsi Pertama,(Jakarta: Yayasan OborIndonesia, 1992), him. 3-4.

12 JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003; 1 - 27

Page 13: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

adanya delapan akibat yang ditimbulkanadanya penerapan demokrasi pada wilayahnegara bangsa yang luas. Akibat-akibat iniadalah perwakilan, perluasan yang tidakterbatas, batas-batas demokrasi parlisipatlf,keanekaragaman, konfllk, poiiarki, piuralismesosial &organisasional dan .perluasan hak-hak pribadi.^® Oleh karena itu bentuk dansusunan negarademokrasi padamasaYunaniKuno sangat berbeda dengan bentuk dansusunan negara demokrasi pada jamansekarang.

Pada negara kota bentuk demokrasinyadilakukan secara langsung, yaitu rakyatberkumpul dl suatu tempat yang dinamakanecclesia^ untuk memecahkan secara langsungmasaiah yang muncul secara bersama-sama.Oleh karena Itu demokrasi dl negara kota padamasaYunani Kuno dikenal pula sebagaldemokrasi partlslpatif^ dan tIdak mengenallembaga perwakilan. Sedangkan untuknegara bangsa dengan wilayah negara yangluas adalah sulit atau bahkan tidak mungkinuntuk mempraktekkan model demokrasi

langsung."*^ Pada negara-negara moderndikembangkan mode! demokrasi tidak langsung melalul lembaga perwakilan.Olehkarena itu lembaga perwakilan inl memegangperanan yang penting dalam, menatajalannyaroda pemerlntahan bagi negara demokrasimodern, walaupun pada mulanya keberadaanlembaga perwakilan bukan dimaksudkansebagai perangkat sistem demokrasi. Inllahperbedaan secara mendasar antara negarakota dengan negara bangsa dalam prosespenyelenggaraan pemerlntahan. Praktekdemokrasi pada negara-negara kota —sebagaimana telah dlkemukakan dl atas—tidakterdapat lembaga penA/akllan, sebab demokrasimenjadi pertemuan warga kota untuk membahasmasaiah secarabersama-sama. Jadi, dilihat dariasal lahlrnya demokrasi, penggunaan Istilahdemokrasi perwakilan menjadi sesuatu yangkontradlktif,^ dan lahimya lembaga perw^lanleblh merupakan akibat dari adanya sistemfeodal."''

Mesklpun demlklan, keberadaan lembagaperwakilan dalam demokrasi modern adalah

^Ibid., him. 7-14.^ Moh. KusnardI dan Blntan RSaragih, op. cit,him. 85.

Robert ADahl, Perihal Demokrasi: Menjelajahl Teori dan Praktek Secara Slngkat, Peneijemah ARahman Zainuddin, Edisi Pertama, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), him. 16.

Dalam situasi negara modem sekarang Inl, memang beberapa persoalan maslh dapat dilakukan denganmenyertakan pelibatan rakyat secara langsung seperti pemlllhan preslden, referendum terhadap suatu k^ljakanpemerlntahan. Akan tetapl mengingat jumlah penduduk suatu negara cukup banyak dan persoalan yangsemakin kompleks dihadapi dalam kehidupan twrmasama suatu masyarakat, maka semua persoalan tersebuttanpaknya tetap memerlukan sistem perwakilan dalam suatu negara.

^ '̂Blntan RSaragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Ctk. Pertama, (Jakarta:Gaya Media Pratama, Jakarta, 1988), him. 79.

"RobertA. Dahl, Perihal ...op. cit, him. 130."A.F. Pollard dalam bukunya The Evolution of Parliament sebagaimana dikutip oleh Blntan RSaragih

menyatakan bahwa "Representation was not the off spring of democratic theory, but an Incident ofthe feoda!system". UhatBlntan Saragih, loc. cit

13

Page 14: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

sangatpenting danberarti dalam suatunegarabangsa/® Bentuk lembaga perwakilan inimenurut John Stuart Mill merupakan piilhanbentuk pemerintahan yang Ideal. Bertaiiandengan sistem perwakilan dalam demokrasimodern Inl John Stuart Mill leblh lanjutmengemukakan:

"But since all cannot, in a community exceeding a single small town, participatepersonallyinanybutsomevery minorportions of the public business it follows thattheideal type ofa perfectgovernmentmustbe representative."Melalul lembaga perwakilan, persoalan-

persoalan yang kompiek dihadapi masyarakatakan dapat dlselesaikan. Dengan demiklanlembaga penwakilan" berfungsi untuk menjem-batanl dan menyaiurkan asplrasi rakyat dalamproses penyelenggaraan pemerintahan. Olehkarena itu secara umum lembaga perwakilaninl mempunyal fungsl perundang-undangan(termasuk menetapkan APBN), fungslpengawasan dan fungsl sebagai saranapendidikan polltik ^ Fungsl-fungsl Ini dilakukanoleh lembaga perwakilan dalam rangkamewujudkan cita-clta demokrasi modern yangdewasa Inl diikuti oleh sebagl'an besar negara-negara di dunla.

Penggunaan fungsl-fungsl tersebutsecarateorltis mudah dipahami, tetapl dalam prakteksullt dilakukan. Kesulltan Inl muncul karenalembaga perwakilan leblh menempatkansebagai perwakilan politik dari pada perwakilanrakyat. Padahal menurut Jimly Ashlddiqiesecara teorl dalam masyarakat terdapat tigaprinsip perwakilan, yaltu, political representative (perwakilan melalul partai polltik), regionalrepresentative (perwakilan daerah) dan functional representative (perwakilan fungsionalatau utusan golongan).^® Selain itu dimasyarakat masih terdapat juga adanya"representastion in idead' yang mungkin belumtertampung oleh representasi yang telah ada.^Oleh karena Itu apa yang diputuskan olehlembaga perwakilan belum tentu diterlma olehmasyarakat. Di sinllah kesenjangan akanmuncul antara wakll yang duduk dalamlembaga perwakilan dengan rakyat yangdiwaklllnya. Masalah Inl memunoulkanpersoalan mendasar di seputar keberadaanlembaga perwakilan. Artlnya apakah wakll itusebatas mewakili partai politik yangmerupakan Induk tempat bernaung dalamkarier politlknya atau wakll Itu mewakili rakyatsecara keseluruhan dan melepaskan Ikatandari Induk partai politlknya? Dengan kata lain,

«C.R Strong, Modem Political Constitutions. E.L.B.S. Edition First Published. (London: The EnglishLanguage BockSociety and Sldwgwlck&Jackson Limited., 19660, him. 171.

«John Stuart Mill, Utilitarianism Uberty Representative Government (London: JM Dent &Sons Ltd.,Everyman's Library, 1988), him. 233.

*^BIntan RSaragih, op.cit, him. 88.^JImly Ashlddiqie, Jawa Pos, 8Januari 2003. Lihat pula: Pengantar Pemikiran Undang-undang Dasar

Negara Kesatuan Ri, The Habibie Center, Jakarta, him. 36. Lihat pula JImly Ashlddiqie, Konstitusi danKonstitusionalisme Indonesia dl Masa Depan, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UninersltasIndonesia, Jakarta,2002,him. 183-184

JimlyAsshiddiqie, Konstitusi..., Ibid., him. 150.

14 JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEi 2003:1 - 27

Page 15: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Pariisipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

apakah wakil itu mengambil keputusan atas Meskipun telah ada enam teori tersebutdasar tuntunan nuraninya sendiri sebagai wakil dan tantunya masing-masing dengan kekuatanrakyat atau mengambil keputusan atas dasar dan kelemahannya, namun tampaknya dalampetunjuk garls Induk partainya? - praktek tetap saj'a menlmbulkan masalah

Tertiadap pertanyaan-pertanyaan di atas, ahtara wakll dan yang dlwakllinya. Artinya, apa^berbagai teorl telah dikemukakan dalam yang dilakukan oleh wakil-wakll rakyat dalammencari solusi terbalk guna membangun lembaga perwakllan tidak selamanya dapathubungan yang ideal antara wakll dan yang dlterlma oieh rakyat. Dengan kata Iain praktek

,dlwakllinya. Dalam mellhat hubungan antara lembaga perwakllan In! menlmbulkan suatuwakll dan yarjg diwaklli Inl BIntan RSaraglh , pertanyaan: apakah lembaga perwakllan itumenemukan adanya enam macam teori yaitu: bebasatau terbatas? Atas pertanyaan tersebut,pertama, teori mandat; kedua, teorl organ; persoalannya adalah apakah suatu negaraketiga, teorl soslolog! Reiker; keempat, teori demokrasi akan melaksanakan demokrasi elltishukum obyektif dari Duguit; kelima, teori atau demokrasi partlslpatorls?msnurut Gilbert Abcarian; dan keenam, teorimenurut A, Hoogerwer."

Adapun pemahaman terhadap teoii-teori perwakllan tersebut adalah :pertama, teori mandat adalah teoriyang mellhat siwakil duduk di lembaga perwakllan karena mandat dari rakyat sehlngga disebut mandataris.Dalam teori mandat dikenal adanya mandat imperatlf, mandat bebas dan mandat representatlf, Kedua, teoriorgan adalah teorl yang memandang negara sebagai suatu organisme yang mempunyai alat-alatperiengkapannya seperti eksekutif, pariemen dan mempunyai rakyat yang kesemuanya mempunyai fungslsendiri-sendiri dan saling tergantung satusamaIain. Oleh karena Itu dalam kontek hubungan antara wakil danyang dlwakllinya teorl Inl menyatakan bahwa sesudah rakyat memlllh lembaga perwakllan mereka tidak petluiagi mencampuri lembaga pen/vakilan tersebut dan lembaga Inl bebas berfungsl sesuai dengan wewenang yangdiberikan oieh Undang-undang Dasar. Ketiga, teori soslologi Rieker menganggap bahwa lembaga perwakllanbukan merupakan bangunanpolltis tetapl merupakan bangunan masyarakat (soslal). SI pemljlh akan memilihwakll-wakllnya yang benar-benar ahll dalam bidang kenegaraan dan-yang akan benar-benar membelakepentlngan sipemilih sehingga terbentuk lembaga perwakllan dari kepentlngan^epentingan yang adadalammasyarakat. Keempat, teori hukum obyektif mellhat bahwa dasarhubungan antara rakyat danpariemen adalahsolidaritas. Wakil rakyat dapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya hanya atasnama rakyat Sedangkanrakyat tak akan dapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya tanpa mendukung wakilnya dalam menentukanwewenang pemerintah. Keinginan untuk berkelompokyang disebut solidaritas merupakan dasardaripadahukum obyektifyang timbul. Hukum obyektif Inilah yang membentuk lembaga perwakllan menjadi satu bangunanhukum dan bukan hak-hak yang diberikan kepada mandataris yang membentuk lembaga perwakllan. Kelima,GilbertAbcarian mengemukakan adanya 4tipe hubungan antara siwakil dengan yang dlwakllinya yaitu: 1.Siwakil bertlndak sebagai 'Sivali {trustee)'', 2.Siwakil bertlndak sebagai "utusan [delegate]'', 3.Siwakil bertindaksebagai "politico"; 4. SI wakll bertlndak sebagai "partisan". Keenam, A. Hoogerwer mengemukakan adanyalima'model hubungan antara siwakll dengan yang mewakillnya yaitu: 1. Model delegate (utusan); 2.Modelthjstee (wall): 3.Model politlcos; 4. Modal kesatuan; 5.Model diverslvlkasi (penggolongan). LIhat Bintan RSaraglh, op. c/t, him. 82-86,

15

Page 16: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

2. Konsep Demokrasi Elitis

Demokrasi elitis akan melihat bahwa

rakyat sebagaiorang yangtidak perlu dilibatkandalam proses pengambilan keputusan publik,karenarakyat dianggap tidak mampu dan tidakberwenang untuk menyeiesaikan persoaian-persoaian yang kompleks dalam masaiah-masaiah pemerintahan. Seiain itu rakyat iebihbaik apatis dan bijaksana untuk tidakmenciptakan tindakan-tindakan yang merusakbudaya, masyarakatdan kebebasan.^^ Rakyatdianggap sudah cukup berperan dalamkehidupan negara melalui penyeienggaraanpemilihan umum yang diiakukan secaraperiodik dalam negara. Melalui pemilihanumum, rakyat sudah melakukan hak dankewajibannya sebagai warga negara. Dalamdemokrasi elitis peran rakyat digantikan oiehsekeiompok eiit poiitik dalam melaksanakanpemerintahan. Setelah diiakukannya pemilihanumum, maka proses bernegara dalampengambilan keputusan-keputusan pubiiksepenuhnyadiwakiii oieh iembaga perwakiian.Lembaga perwakiian in! akan menjaiankantugas dan fungslnya secara bebas tanpadibayangi oieh kontroi dan protes darirakyatnya. Kaiaupun iembaga perwakiian akanbarbaik hati kepadarakyat yangmenyampaikanaspirasi poiitik sebagai bentuk adanya

partisipasi rakyat, makakatayangpaling seringditanggapi anggota lembaga perwakiiandengan satu kata adaiah "ditampung" tanpakejelasan aspirasi itu diwujudkan atau tidak."Di bawah sebuah pemerintahan perwakiianIni, warga negara sering menyerahkankekuasaan yang sangat besar yang dapatdigunakan sesukanya atas keputusan-keputusan yang iuar biasa penting. iniiah sisigelap dari demokrasi perwakiian, waiaupundiakui jugaada keuntungan-keuntungannya."Jadi,demokrasi eiitis ini adaiah demokrasi yangsemu, hanya diperankan oieh sekeiompok orang yang mengatasnamakan rakyat melaluijustifikasi pemilihan umum.

3. Konsep Demokrasi Partisipatoris

Sementara itu, demokrasi partisipatorismenuntut peran aktif berbagai komponendemokrasi secara keseluruhan.^^ Demokrasi

jenisini akan memberikan peluang yang iuaskepada rakyat untuk berpartisipasi secaraeffektif dalam proses pengambilan keputusanyang menyangkut kebijakan pubiik. Oiehkarena itu prinsip yang dipakai dalamdemokrasi partisipatoris ini adaiah persamaanbagi seluruh warga negarayang telah dewasauntuk ikut menenlukanagenda dan melakukan

5' Geoffrey de Q. Walker, /n/f/afiVe and Referendum: The People's Law, (Australia: theCentre for IndependentStudies, 1987), him. 3.

"BimoNugroho, Partisipasi Rakyat MembuatUndang-undang, harian Kompas 1Agustus2002.®^RobertADahi, Perihal..., op. c/f.,hlm. 157." Komponen demokrasi adaiah organ-organ kelembagaan, kekuatan-kekuatan masyarakat dan kekuatarv

kekuatan individual yang akan saling menunjang dan melengkapi dalam berjalannya sistem demokrasi yaitu:pertama, adanya pemilihan umum yang bebas untuk mengisi iembaga perwakiian; kedua, adanya responsiblegovernment kepada rakyat; ketiga, adanya kebebasan berserikat; keempat, adanya k^ebasanmengeluarkanpendapat baik secara iisan maupun tulisan; kellma, adanya peradiian yang bebas dan tidak memlhak; dankeenam, adanyapenddikan kewarganegaraan.

16 JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003:1 - 27

Page 17: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. PaiHsipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

kontrol terhadap pelaksanaan agenda yangteiah diputuskan secara bersama. Hal in!dilakukan agarperjaianankehldupan bemegaramendapalkan pemahaman yang jernlh padasasaran yang tepatdalamrangkatenAfljjudnyapemerintahan yang balk.®® JadI, demokrasipartisipatoris padahakekatnyaadalah demokrasiyang secarasadar akanmemberdayakan rakyatdalam rangka mewujudkan pemerintahan "darirakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat danbersama rakyat."®® Adanya pemberdayaanrakyat yang akan berupa partlslpasi langsungini penting karena sistem perwakilan rakyatmelalui lembaga perwakilan tidak pernahdapat diandalkan sebagal satu-satunyasaluran asplrasi rakyat. Karena itulah, prinsip'representation In ideas' dibedakan dari 'rep-resentation in presencd', karena perwakilanfisik saja belum tentu mencerminkanketerwakilan gagasan atau asplrasi.®^

Partlslpasi masyarakat dalam demokrasipartisipatoris ini menurut Samuel P Hunting-ton dapat terjadi ketika pembangunan sosialekonomi berhasil mencapai b'ngkat pemerataanyang lebih basar sehingga melahirkan stabililaspolitik dan pada gilirannya memunculkanpartisipasi politik yang demokratis. Partisipasi

ini dapat terjadi dalam dua bentuk yaitupartisipasi mobilisasi dan partisipasi otonom.Adapun iandasan sebagal pijakan daripartisipasi ini dapat berupa kelas, kelompok/komunai, lingkungan, partai dan golongan{faction). ®®

Akhirnya, pelibatan rakyat secara aktifdalam prosespenentuan agenda, pengambilankeputusan dan kontrol terhadap kebijakanyang telah diambil secara bersama, makarakyat akan memberikan dukungan denganpenuh antusias dan dapat merasakan bahwamereka mempunyai tingkat 'ownership' yangtinggi dalam bernegara.®® Dalam konteks iniSherry Arntein sebagaimanadikutip oleh BimoNugroho mengemukakan bahwa partisipasirakyat selaku warga negara dapat dikelompokkanmenjadi dua penggolongan yaitu: pertama,partisipasi yang mengakul eksistensi rakyat untukmembuat undang-undang; dan kedua,partisipasi semu. Untuk yang pertama tingkatanpartisipasi dibagi lagi daiam: (1) kontrol warganegara; (2) delegasi kewenangan; (3) kemitraan.Sedangkan untuk yang kedua dan merupakankelanjutan yang pertama dibagi lagi dalam: (4)peredaman; (5), konsultasi; (6) informasi; (7)terapi; dan (8) manipulasi.®®

®®Robert A Dahl,/oc.of.JimlyAsshiddiqie, KonstitusI.... op. cit, him. 146.

him. 168-169.

®'Samuel P Huntington danJoan Nelson, Partisipasi Politik dl Negara Berkembang, diterjemahkan olehSahatSimamora, Cetakan Kedua, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), him. 9-27.

"/t3/d.,hlm.6.Adapun pemahaman secara singkat terhadap delapan tingkat partisipasi tersebut adalah sbb.

(i) kontrol warga negara adalah bahwa pada tahap Ini partisipasi sudah mencapai tataran di mana pii^likbenvenang memutuskan, melaksanakan, dan mengawasi pengelolaan sumberdaya; (2) delegasi kewenanganadalah bahwa di sini kewenangan masyarakat lebih besardlbandng penyelenggara negara dalam merumuskankebijakan; (3) kemitraan adalah bahwa adakeseimbangankekuatan relatifantara masyarakat dan pemegang

17

Page 18: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Atasdasar pemahaman terhadap konsepdemokrasi partisipatoris tersebut, maka padadasarnya keberadaan lembaga perwakilan -walaupun sangat penting dalam negarabangsa—tetaplah merupakan salah satukomponen dalam demokrasi. Artinya bahwadinamika demokrasi modern dalam nation

state' —selain iembaga perwakilan yang diisimeialui pemilihan umum— masih terdapatelemen demokrasi lalnnya yang mempunyaihak dan kedudukan yang sama dalampenyelenggaraan pemerintahan. Di siniiah art!pentingnya,. interest group, presure group,tokoh masyarakat, pers dan partai politlk^^ ikutambii bagian dalam proses penyelenggaraanpemerintahan. Reran dari eiemen-elemenmasyarakat ini sangat diperlukan dalamrangka menoiptakan demokrasi partisipatoris.

4. Konsep Partisipasi

Partisipasi masyarakat dalam prosespembangunan —termasuk bidang pemben-tukan undang-undang ini— teiah menjadi issuepenting dalam konteks global dewasa ini."Kelahiran konsep partisipasi dalam sistemdemokrasi sehingga memunculkan 'participatory democracy ini, tampaknya tidak teriepasdari adanya gerakan 'New Leff sebagaipengaruh dari 'legitimation crisid' pada akhirdasawarsa 1960-an." Dewasa ini, gerakandalam upaya memberdayakan masyarakatuntuk turut serta dalam proses pengambiiankeputusan pemerintahan teiah merambah keberbagai negara—termasuk Indonesia—yangmenganut sistem demokrasi. Oleh karenaitu,wacana tentang partisipasi rnasyarakat dalamproses pengambiian keputusan pemerintahanteiah menjadi bagian tak terpisahkan dalam

kekuasaan untuk merencanakan danmengambi! keputusan bersama-sama; (4) peredaman adaiahbahwarakyat sudah mempunyai pengaruh terhadap k^ijakan tetapi biia akhimya terjadi voting pengambiian keputusan,akan tampak, sejatinya kekuasaan di tangan lembaga negara, sedangkan kontrol dari rakyat tidakamat menentukan;(5) konsultasi ai^lah bahwa rakyatdldengarpendapatnya iaiu dsimpuikan 'rakyat suc^h berpartislpasi membuatundang-undang daniembaga negara sudah memenuhi kewajiban melibatkan rakyat dalam membuat UU; (6)informasi adaiahbahwa rakyat sekedardiberi tahuakanadanyaUU, tidak peduii apakahrakyat memahamipemberitahuan itu, apalagi memberi pilihan gunameiakukan negosiasi atas kebijakan itu: (7) terapi adaiahbahwa kelompok masyarakat korban kebijakan dianjurkan mengadu kepihak berwenang, tetapi takjelaspengadian itu dit'ndak ianjut' atau tidak; dan(8) manipulasi adaiah bahwa lembaga negara meiakukan 'perr^'naan'terhadap kelcmpok-kelompok masyarakat untuk seolah-olah berpartislpasi, padahai sejafnyaadaiah koptasidan represipenguasa. LihatBimo Nugrcho, be. cit

Kekuatan-kekuatan pclitik ini merupakan kekuatan infra strukturpolitik yangperlu diberikan tempatsecaraproposional dalamdemokrasi partisipatoris.

Gary Craig and Marjorie Mayo (Editor), loc. cit.®^Gerakan "NewLeft'yang memunculkan demokiaoypartisipatory ini adaiah themain counter-models on

theleft tothelegal democracy. Legal democracybertumpu padapremispluralist theory ofpoliticsyang mengacukepadateori overloaded government, sedangkan demokrascy partisipatory bertumpu padapremis Marxistyang mengacu kepada teori legitimation cricris. Uhat David Held, Models ofDemocrcy, Second Edition, PolityPress, him.241 dan 264.

18 JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEi 2003:1 - 27

Page 19: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Pailisipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

proses berdemokrasi di Indonesia, dan terasalebih meningkat terutama setelah bergulirnyagerakan reformasi 1998.®^

•Untuk memahami konsep tentangpartisipasi politik secara utuh, maka pertama-lama periu diketahui terleblh dahulu pengertiandari "partisipasr. Dalam kaitan in! Samuel PHuntington dan Joan Nelson memberikandefinisi tentang "partisipasi politik" adalati sbb;

"kegiatan yangdilakukan oleti parawarganegara preman (warga negara biasa,pen.) dengan tujuan mempengarutiipengambilan keputusan pemerintati.Partisipasi itu dapat seoara spontan,secara sinambung atau sporadis, secaradamai atau dengan kekerasan, legal atauilegal, efektif atau tidak efektlf.. ^Dari rumusan tentang partisipasi politik

tersebut, tampak bahwa substansi daripartisipasi adalah kegiatan untuk mempengaruhikeputusan pemerintah, tanpa melihat bentuk,sifatdanbasil danpartisipasi. yangdilakukannya.Mesklpun demikian, dalam definisi tersebutterdapat empat hal pokok yaitu: pertama,partisipasi adalah mencakup "kegiatan-kegiatan", dan tidak memasukkan didalamnya

yang berupa "sikap-sikap" terhadap orientasipolitik. Kedua, partisipasi adalah kegiatan politikwarganegarapremanatau tepatnyaperorangan-perorangan dalam peranan mereka sebagaiwarga negara biasa. Artinya, bukan kegiatan daribrang-orang yang memang berkecimpungdalam profesi politik atau pemerintahan.Ketiga, partisipasi adalah hanya merupakankegiatan-yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Keempaf, partisipasi mencakup semuakegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah, tak peduli apakahkegiatan itu benar-benar mempunyai efek itu.®®

Atas dasar.pemahaman terhadap definisipartisipasi yang di dalamnya mengandungempathal pokok tersebut, makapada dasarnyagerakan memberdayakan masyarakat untukberpartisipasi dalam proses pengambilankeputusan pemerintahan ini adalah berpangkalpada adanyadesirability dari masyarakatuntukmewujudkan seff-govemmentddam demokrascypaiHsipatory.^ Keinginan masyarakat untukberpartisipasi dalam proses pemerintahan ini, •setldaknya terdapat lima hal pokok yangmenyebabkannya yaitu: peiiama,modemisasi;

^Sebenamya pertama kali pemerintah mencanangkan wacana perlunya partisipasi rakyat dalampembangunan di Indonesia telah dimulai sekitartahun 1981, akan tetapi partisipasi oleh pemerintah ketika itudipahami sebagai kemauan rakyat untuk mendukung program-program pemerintah yang dirancang dancfitentukan tujuannya oleh pemerintah. Pemahaman partisipasi seperti ini mengasumsikan adanya subordnasisubsistem oleh suprasistem danbahwa subsistem adalah suatubagian yangpasifdari sistempembangunannasional. Lihat Loekman Soetrisno, Menuju Masyarakat Pariisipa^f, Cetakan ke 6, (Yogyakarta: Kanisius,1995), him. 207.

®®SamueI P Huntington danJoanNelson, op. cit., him. 4.Bandingkan konsep tentang partisipasi ini dengankonsep yangdikemukakanoleh Kevin RHardwick, Miriam Budiardio, Ramlan Surbakti, Michael Rushdan PhilipAlthoff dan herbert McClosky. Lihat Deden Fathurrohman dan Wawan Sobri, Pengantarlimu Politik, EdisiPertama,(Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002), hlm.185-186.

®®SamuelP Huntington dan Joan Nelson, op.cit, hlm.6:-8.®^William N. Nelson, OnJustifying Democracy, (London: Routledge&Kegan PaulLtd., 1980), him. 51.

19

Page 20: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

kedua, perubahan-perubahan struktur kelassosial; ketiga, pengamh kaum intelektua! dankomunikasi massa modern; keempat, konflikdi antara kelompok-kelompok pemimpinpolitik; dan kelima, keterlibatan pemerintahyang meluas dalam urusan sosial, ekonomidan kebudayaan.®®

Adanya berbagai penyebab dari keterlibatanmasyarakat untuk menyalurkan desirabilityddiampenyelenggaraan pemerintahan terse.but,berangkat dari suatu asumsi bahwa yangmendasari demokrasi (dan partisipasi) adalahdirinya sendiri yang paling tahu tentang apayangbalk bagi dirinya®® Atasdasar asumsi inilahrakyat melakukan partisipasi yang diiakukandalam berbagai bentuk-bentuk partisipasi politikyang dapat berupa konvensional maupun nonkonvensionai. Partisipasi politik yang konvensionaladalah: pemberian suara (voting), diskusi politik,kegiatan kampanye, membentuk dan berga-bung dalam kelompok kepentingan,komunikasi individual dengan pejabat politikdan administratif. Sedangkan partisipasi politikyang non konvensional adalah pengajuanpetisi, berdemontrasi, konfrontasi, mogok,tindak kekerasan politik terhadapharta benda,tindakan kekerasan politik terhadap manusiamaupun perang gerilya dan revolusi."

Dengan adanya bentuk partisipasikonvensionai maupun yang non konvensionaltersebut, masalahlebih lanjut adalah mengapaseseorang berpartisipasi atau kurangberpartisipasi dalam proses politik? Dalamkaitan ini terdapat faktor-faktor yang diper-kirakan mempengaruhi tinggi rendahnyapartisipasi seseorang yaitu kesadaran politikdan kepercayaan kepada pemerintah (sistempolitik)/' Oieh karenaadanyafaktor-faktor yangdapat mempengaruhi tinggi atau rendahnyapartisipasi seseorang dalam melihat suatupersoalan dalam lingkungannya, makaditemukan adanya empat tipe partisipasiyaitu: pertama, apabiia seseorang memilikikesadaran politik dan kepercayaan kepadapemerintah yang tinggi, maka partisipasi politikcenderung aktif; kedua, apabiia seseorangtingkat kesadaran politik dan kepercayaankepada pemerintah rendah, maka partisipasipolitik cenderung pasif-tertekan (apatis); keUga,apabiia kesadaran politik tinggi tetaplkepercayaan kepada pemerintah sangatrendah, maka akan melahlrkan mllitan radlkal;dan keempat, apabiia kesadaran politik sangatrendah tetapi kepercayaan kepadapemerintahsangat tinggi, maka akan melahlrkanpartisipasi yang tidak aktif (pasif)."

®®GabrieI AAlmond, Sosiallsasi, Kebudayaan dan Partisipasi Politik, dieditoleh MochtarMas'oeddanColiin Mac Andrews dalam Perbandingan Sistem Politik, Cetakan Keenambelas, (Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press, 2001), him. 45-46.

" Peter LBargersebagaimanadikutip oiehRamlan Surbakti, Memahami llmu Politik, CetakanKeempat,(Jakarta: Grasindo, 1999), him. 140.

Mochtar Mas'ceddan Colin McAndrews (Editor), op.cit him. 47.Yang dimaksud dengan kesadaran politik adalah kesadaran akanhakdan kewajiban sebagaiwarga

negara yang dapatberupa pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat danpolitik, sertaminat danperhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakatdanpolitik tempat cBa hidup. Sedangkan yang dmaksuddengan sikap dankepercayaan kepada pemerintah iaiah penilaian sseorangterhadap pemerintah: apakah iamenilai pemerintah dapatcfipercaya dandapatdpengaruhi atautidak. Lihat Ramlan Surbakti, op. at, him. 144.

"JeffryM Paigesebagamana dikutip oiehRamlan Surbakti, ibid.

20 JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003:1 - 27

Page 21: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Parlisipasi Masyarakat dalam Pembenfukan ...

Dengan melihat pada uraian tentangberbagai halyang bertalian dengan partisipasidi atas, maka problematika partisipasi daiamkehidupan berdemokrasi menjadi suatupersoalan yang debatable. Artinya, tuntutanadanya partisipasi dalam sutu negarademokrasi pada satu sisi tampak merupakansuatu keniscayaan, namun di sisi yang laindipertanyaakan puia apakati partisipasi itudapat dilakukan dalam kerangka kebebasandan persamaan warga negara daiampenyelenggaraan suatu negara? Oleh karenaitu, permasalahannya adalah apakahpe'merintahan yang demokratis itu tergantungpada ada tldaknya partisipasi dari masyarakatdalam membuat keputusan pemerintahan?Jika adanya partisipasi ini menjadi suatuukuran daiam proses pengambilan keputusanyang demokratis, maka ukuran apakah yangdapat untuk menentukan bahwa suatupartisipasi masyarakatitu merupakan keinginanbersama daiam masyarakat? Permasalahanini tentu tidak mudah untuk menjawab, sebabpada hakekatnya partisipasi ini akan sampaipada persoalan nilai-nilai yang bertaliandengan morality suatu masyatakat. Olehkarena Itu ketika permasalahan partisipasipada gillrannya akan bermuara padapermasalahan moral, sudah barang tentuakan sulit untuk menentukan nilai-nilai moral

dari masyarakatyang ukurannya bisaberbeda-beda. Dalam konteks ini, Joan Nelsonmengemukakan bahwa "theparticipation theoristhavefailed toprovide us v/ith such a theory,and theirarguments thereforeradically incomplete.''^ Jadi, partisipasi sebagai suatuintrumen demokrasi yang sangat diharapkan

"/M, him.52.

dalarri membangun self-government bag]suatu negara demokrasi, ternyata tidak dapatbekerja secara utuh sebagai suatu teori dantelah gagal dalam membangun argumen-argumennya secara fundamental. Dengandemikian, bekerjanya institusHnsftusi demokrasiseperti partai politik lembaga penAfakilan danpemerintahan yang bertanggung-jawab,pendeknya demokrasi prosedural, tampaknyaakan lebih baik sebagai penyelenggarapemerintahan sepanjang mereka bekerja atasdasar penyerapan nilai-nilai moral yang baikdi masyarakat.

Konsep Elltis dan Partisipatoris dalamKonteks Pembentukan Undang- undang

Bertolak dari uraian tentang konsepdemokrasi, demokrasi elitis, demokrasipartisipatoris dan partisipasi di atas, makadalam demokrasi elitis maupun demokrasipartisipatoris akan meiahirkan probiematikyang menarik ketika dihubungkan denganpembentukan undang-undang. Keduanyamempunyai kekuatan dan kelemahan masing-maslng. Memang pada demokrasi elitis prosespembentukan undang-undang akan lebihmudah dibuat dari pada proses pembentukanundang-undang padademokrasi partisipatoris.Masalahnya adalah undang-undang yangdibuat itu tidak berada dalam ruang yanghampa, tetapi berada dalam dinamikakehidupan masyarakat luas dengan segalakompleksitasnya. Artinya, masyarakat yangakan dituju oleh suatu undang-undangmenghadapi berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam menerim'a kehadiran

21

Page 22: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

suatu undang-undang." Dengan demikian,maka suatu undang-undang yang dibuatsecara sepihak oleh fihak legislator, sangatmungkin kehadirannya akan ditolak karenatidak sesuai dengan rasa keadiian dalammasyarakat. Oleh karena Itu, disinllah art!pentingnya peran serta masyarakat dlllbatkandalam proses pembentukan undang-undang.Dengan kata lain demokrasi partlslpatorisdlharapkan leblh menjamin bagi terwujudnyaketertlban dan keadiian, karena masyarakatmerasa Ikut membuat dan memlliki lahlrnyasuatu undang-undang. Adanya partlslpasipolltik dalam pembentukan undang-undangIn! juga akan menjadlkan masyarakat lebihbermakna dan pemerlntah lebih tanggapdalam proses demokrasi, sehingga melahlrkanpemerintahan yang bermoral dan warganegara yang bertanggung jawab dalammasyarakat.^®

Meskipun demokrasi partlsipatorismerupakan pilihan terbalk dalam proses-pembentukan undang-undang, akan tetapldalam Implementaslnya dapat menlmbulkanpermasalahan yang tak dapat dielakkan.Artinya, sampai dl mana bataspartislpasi publikdapat diterlma dalam proses pembentukanundang-undang? Permasalahan Inl munoul,mengingat secara konstltuslonal kewenanganpembentuk undang-undang dilakukan olehlembaga leglslalif. Dengan kata lain, apakahketika partlslpasi publik berjalan secara luasberartl leblh demokratis dalam pembentukan

undang-undang? Apakah dengan partlslpasipublik yang luas tidak beraklbat padagagalnyapembentukan suatu undang-undang,mengingat semakin banyaknya asplrasi yangharus diterlma dalam pembentukan undang-undang?

Jawaban terhadap berbagai permasalahantersebut tidaklah sederhana. Pada dasarnyaproblematlka di atas telah menyangkutpersoalan deflnisi dan ukuran demokrasi.Artinya, pengertian dan ukuran demokrasi Itudapat dilihat dari berbagai sudut pandang.Dalam kaltan Inl Sartory dan Schumpetersebagalmana dikutip oleh Geraint Parry danGeorge Moyser mengemukakan bahwa perlu

. adanya pembagian tugas secara professionalantara rakyat dengan polltlsi. Oleh karena Itupemlsahan partlslpasi darl pemungutan suaraadalah tidak merupakan kunci Indlkator daridemokrasi. Kesadaran wakil atau elit polltikakan menjadi jauh leblh penting.^® Akan tetaplsebagalmana telah dikemukakan dl muka,adanya lembaga perwakllan Inl barulahmewaklli masyarakat darl aspek poUtical representative. Selain Itu dl masyarakat masihterdapat functional representatitive, regionalrepresentative dan idea representative.'^ Jadi,meskipun telah dilakukan pembagian yangprofessional antara rakyatdengan polltlsi yangpada glllrannya bermuara pada pentingnyakesadaran lembagaperwakilan, namun rakyattetap harus diberlkan tempat untuk bisaberpartlsipasi secara aktif dalam proses

"AnnSeldmann at all, Legislative Drafting for Democratic Social Change:AManual for Drafters, RrstPublished, (London The Hague Boston: Kluwer Law International Ltd., 2001), him. 15

"Samuel P Hunlington, Partisipasi..., op. cit., him. 25." David Beetham (Edtor), Defining andMeasuring Democracy, Rrst PdDllshed, (London -Thousand Oaks

-New Delhi: Sage Publications, 1994), him. 46."JimlyAsshiddiqie, Jawa Pos... loc. cit.

22 JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003:1 - 27

Page 23: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan ..

pembentukan undang-undang. Partisipasirakyatyang tercermin dalam berbagai kelompok-kelornpok masyarakat in! dapat dllakukanmelalui, misalnya: Inislatif rakyat, public hearing, unjuk rasa, media massa, tanggapanterhadap draf RUU, penyampaian terhadapkajian-kajian naskah akademik, penoiakanterhadap RUU yang telah ditetapkan sebagaiUU, referendum dsb. Masalahnya adalahbagaimana partisipasi masyarakat daiamproses pembentukan undang-undang ini tidakmenjadi kondisi yang anarkhis. Oieh karenaitu partisipasi masyarakat daiam pembentukanundang-undang dalam suatu negara demokrasiini periu dituangkan secara proporsiona! dalamsuatu aturan hukum. Maka, uralan berikutnyaakan melihat tentang konsep negara hukum,konstitusi dan undang-undang.

Konsep Pembentukan Undang-undangyang Partisipatif

Pengaturan kekuasaan legislatif dalamUUD '1945 Ini ternyata telah mengalamipergeseran .seirlng ' dengan dinamikaperkembangan ketatanegaraan di Indonesia.Melihat pada berbagai ketehtuan pasai-pasa!tersebut, maka tampak sekali bahwa pemegangkekuasaan daiam membentuk undang-undangmenurut UUD 1945 teiah bergeser dari Presldenkepada OPR. Ini berarti bahwa kewenanganmembentuk undang-undang ada pada DPR,sedangkan kewenangan untuk memberlkanpersetujuannya ada pada Preslden.

Pergeseran penekanan kekuasaanlegisiatif tersebut tampaknya'dimaksudkanuntuk iebih memberdayakan DPR daiam

^®BagirManah,/oc. c/LReed Dickerson, The Fundamental ofLegal Drafting, Second Edition, Little Brown and Companv

Canada. 1986,him. 3.

proses pembentukan undang-undang. Dalamkonteksyang leblh luas pergeseran penekanankekuasaan legislatif darl Preslden kepada DPRini bermakna untuk memberdayakan rakyatdalam proses pembentukan undang-undang.Artlnya rakyatyang pada akhirnya akan terkenapemberlakuan undang-undang perlu dilibatkan.sejak awal penyusunan undang-undang.Rakyat tidak jagi hanya sebagai obyek daripembentukan undang-undang, tetapi rakyatditempatkan sebagai subyek dan sekaligusobyek darl pembentukan undang-undang.Dengan peiibatan rakyat dalam prosespembentukan undang-undang ini, padagliirannya diharapkan akan melahlrkanundang-undang yang demokratis dandlterimarakyat secara wajar tanpa paksaan bahkanspontan. Oleh karena itu tuntutan partisipasirakyat yang tercermin daiam keiompok-keiompok masyarakat seperti perwakiian-perwakilan fungsionai, perwakiian-perwakiianteritoriai, keiompok-keiompok penekan,keiompok-keiompok kepentingan, tokoh-tokohinteiektual, tokoh-tokoh masyarakat dansebagainya, kiranya periu mendapatkan tempatsecara proporsional daiam proses pembentukanundang-undang. Dengan demikian rakyatlahyang menjadi sumber dan sekaligus pembuatundang-undang untuk mengatur diri merekasendiri dan pemerintahannya. Jadi, semuaundang-undang padadasamya harus dibentuksecara demokratik." Dengan kata lain undang-undang harus responsifsesuai dengan dinamikakehidupan ma^arakat Meialui undang-undangyang responsif ini, diharapkan perumusanyang bertaiian dengan legalright, privelege,function, duty, status ordisposition^^ yang akan

23

Page 24: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

menjadi muatan dari undang-undang akanmendekati rasa keadilan masyarakat yangsebenarnya. Sebab, meskipun Hans Kelsendenganteori hukum murninya menolak dengantegas pencampuran antara hukum dankeadilan,®® tetapi John Rowis meletakkanadanya duaprinslp keadilan sebagal dasardarlstruktur masyarakat yaltu:1. Eachperson is to have an equalright to

the most extensive basic liberty compatiblewith similar liberty forothers;

2. Social and economic inequalities are tobe arrangedso that theyare both:a. Reasonably expected to be to

everyone's advantage, andb. Attached topositions and offices open

to a//.®'

Atas dasardueprinsip dasarkeadilan yangdlletakkan oleh John Rowls tersebut, makatidak dapat dielakkan bahwa hukum —termasukundang-undang— harus menoermlnkankeadilan dalam masyarakat. Dengan kata lainsebagalmana dikemukakan bleh JeremyBentham dalam memandang hukum denganprinslp filosof] utilltarlanlsmenya menyatakan'the greatest happiness of the greatestnumber ofpeople,maka perribentuk undang-undang harus memperhatikan 'the publicgood ought to be theobject ofthe legislator.'̂

Leblh tanjut Bentham menegaskari bahwa legislation adalah

"a branch of morals being the principlesupon which men's actions were to be directed to the greatestquant'ty ofpossiblehappiness''̂ ^

Hal Inl hanya akan terwujud jlkamasyarakatyang akan terkena obyek dari suatuundang-undang dillbatkan dalam prosespembentukannya. Pellbatan masyarakatdalam pembentukan undang-undang menujuhukum yang responsif Ini hanya akan terwujuddalam rhasyarakat yang demokratls. Padaakhlrnya masyarakatyang demokratls ini akanterwujud ketlka sistem politlknya adalahtatanan polltik yang demokratls.®®o

Daftar Pustaka

A. Pustaka Umum

Abdurrahman, ilmu Hukum, Teori Hukum'danllmu Perundang-undangan, Cetakan 1,Bandung: CItra Aditya Bakti, 1985.

Asshiddiqie, JImly, Gagasan KedaulatanRakyat Dalam Konstitusi danPelaksanaannya diIndonesia, CetakanPertama, Jakarta: Ikhtlar Baru vanHoeve, 1994.

®®Hans Kelsen, What is Justice? Justice, Law, and Politics in The MirrorofScience, (London, England:Cambridge University Press, 1957), him. 301-302. Lihatpula Hans Kelsen, General., op. cit, him. 6.

John Rowls, ATheoryofJustice, First Published, (iionddn: Oxford University Press, 1976), him. 60-65.'̂ Hari Chand, Modem Jurisprudence, (Kuala Lumpur. Intemational Law Book Sen/Ices, 1994), him. 67.

Jeremy Bentham, The 7?]eo/yofLeg/s/a//on, (India: Bombay N.M.TripathiPrivateLimited, 1979),him. 1.®*Hari Chand,op. cit, him. 69. -®®Moh Mahfud MD, loc. at

24 JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003:1 - 27

Page 25: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

, PengantarPemikiran Undang-undangDasar Negara Kesatuan Rl, Jakarta:The Habibie Center, 2001.

, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia diMasa Depan, Jakarta: PusatStudi Hukum Tata Negara FakultasHukum Ul, 2002.

Attamimi, A Hamid, Teorl Perundang-undangan Indonesia, Suatu Sis! IlmuPengetahuan Perundang-undangan In-

• donesia yang Menjelaskan danMenjernihkan Pemahaman, PidatoPengukuhan Jabatan Guru BesarTetap Fakultas Hukum Ul, Jakarta,1992.

Azharl, Muhammad Thahir, Negara Hukum,Suatu Studi Tentang Prinsip-prinsipnyaDlllhat dari Segl Hukum Islam,Implementaslnya pada Periode NegaraMadinah dan Masa KIni, CetakanPertama, Bulan BIntang, Jakarta, 1992.

Beetham, David (Editor), Defining and Measuring Democracy, London -ThousandOaks-New Deihl: First Published, SagePublications, 1994. •

Bentham, Jeremy, The Theory ofLegislation,Bombay N.M. Trlpathi Private Limited,India, Ashgate Publishing Limited,England, 1979.

Budlardjo, Miriam, Dasar-dasar ilmu PoUtik,Cetakan VIII, Jakarta: Gramedia, 1983.

Chand, Harl, Modern Jurisprudence, KualaLumpur: International Law Book Services, 1994.

Craig, Gary and Marjorie Mayo (Editor), Community EmpowermentAReaderInPar

ticipation and Development, London &New Jersy: Zed Books Ltd., 1995.

Dahl, Robert A, Democracy, USA: Yale University Press, 1998,

, Demokrasi dan Para Pengkritiknya,Jiiid ii, Diterjemahkan oleh A RahmanZainuddin, Edisi Pertama, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1992.

, Perihai Demokrasi: Menjeiajahi Teorldan Praktek Secara Singkat,Penerjemah A Rachman Zainuddin,Edisi Pertama, Jakarta: Yayasan OborIndonesia, 2001.

Dickerson, Reed, The Fundamental of LegalDrafting, Second Edition, Canada:LitOe, Brown and Company, 1986.

Friedman, M. Lawrence, The Legal System, ASocialScience Perspective, New York:Russel Sage Foundation, 1975.

Gaffar, Firoz dan Ifdai Kasim (Penyuntlng).Reformasi Hukum di Indonesia,Penerjemah Niar Reksodipuro &ImamPambagyo, Cetakan Kedua, Jakarta:Siber Konsultan, 1999.

Huntington, Samuel P, GelombangDemokratisasiKeb'ga, Penerjemah AsrilMarjohan, Ctk. Kedua, Jakarta: PustakaUtama Grafitri, 1995.

Ingman, Terence, TheEnglish LegalProcess,London: Blackstone Press Limited,1983.

Joenlarto, Seiayang Pandang TentangSumber-sumber Hukum Tata Negaradi Indonesia, Cetakan IV, Yogyakarta:Liberty, 1983.

25

Page 26: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Kelsen, Hans, General Theory of Law andState, translated by Anders Wedberg,Russel &Russel, New York, 1961.

Koesnardi, Moh. dan Bintan R Saragih, llmuNegara, CetakanKetiga, Jakarta: GayaMedia Pratama, 1995.

Manan, Bagir, Dasar-dasar KonstitusionalPeraturan Perundang-undanganNasional, disajikan dalam pendidikansingkat"Kajian Perundang-undangan"untuk para pengajar Fakultas Hukumse Sumatera, yang diselenggarakanoleh Fakultas Hukum UniversltasAndalas, tanggal 11 - 18,Oktober 1993.

Mas'oed, Mohtar (Editor), PerbandinganSistem Politik, Cetakan Keenambelas,YogyakartaiGajah Mada UniversityPress, 2001.

Moll. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia:Pengaruh Konflgurasi Politik TerbadapProdukHukum, Jakarta: LP3ES, 1995.

Nelson, William N, On Justifying Democracy,First Publistied, Routiedge & KeganPaul Ltd., London, 1980.

Patfield, Fiona and Robin Wtiite, TheChanging Law, Liecester University Press,Liecester, London and New York, 1990.

Rahardjo, Satjipto, "Penyusunan Undang-undang Yang Demokratis," makalahseminar Mencari Model Ideal

Penyusunan Undang-undang YangDemokratis dan Konggres AsosiasiSosiologi Hukum Indonesia, FakultasHukum, Undip, Semarang, tanggal 15-16 April 1998.

Rawls, ^ohn, A Theory ofJustice, First Pub

lished, London: Oxford University Press,1976.

Saragih, Bintan R, Lembaga Perwakilan danPemilihanUmum di Indonesia, CetakanPertama, Gaya Media Pratama,Jakarta, 1988.

Seldmen, Robert, B., Ann Seidmen and NalinAbeysekere, Legislative Drafting forDemokratic Social Change: A Manualfor Drafters, First Published, London;Kluwer Law International, 2001.

Soejito, Irawan, Teknik Membuat Undang-undang, Cetakan Kelima, Jakarta:Pradnya Paramita, 1993.

Supadjar, Damardjati, Mencari ModelPenyusunan Undang-undang YangDemokratis, Seminar "Mencari ModelIdeal Penyusunan Undang-undangYang Demokratis dan KonggresAsosiasi Sosiologi Hukum Indonesia",Fakultas Hukum, Undip, Semarang,tanggal 15-16 April 1998.

Surbakti, Ramlan, Memahami llmu Politik,Cetakan Keempat, Jakarta:GramediaWidiasarana Indonesia,

1999.

Strong, C.R, Modern Political Constitutions,E.L.B.S. Edition First Published, London: The English Language Book Society and Sidwgwiok &Jackson Limited, 1966.

Tomasic, Roman (Editor), Legislation andSociety inAustralia, Australia: The LawFoundationof NewSouth Wales, 1979.

Walker, Geoffrey de Q, Initiative and Referendum: The People's Law, Australia: The

26 JURNAL HUKUM. NO. 22 VOL 10. MB 2003:1 - 27

Page 27: Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-undang

Saifudin. Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan ...

Centre for Independent Studies, 1987.

Warren, Harris G, at all, 'Our Democracy atWork, USA: Printice Hall, Inc.,Englewood Cliffs, 1963.

Widjaja, Rosjidi Rangga, Per}gantar llmuPerundang-undangan Indonesia,Cetakan I, Bandung: Mandar Maju,1998.

Wheare, K.C., Modern Constitutions, ThirdImpression, New York: Oxford University Press, 1975.

B. Aturan Dasar dan PeraturanPerundang-undangan

Undang-undang Dasar 1945 besertaAmandemennya

Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentangPokok-pokok Pemerintahan dl Daerah

Undang-undang No. 3 Tahun 1985 tentang

Partal Politik dan Golongan Karya

Undang-undang No. 5 Tahun 1985 tentangReferendum

Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentangLalu LIntas dan Angkutan Jalan Raya

Undang-undang No. 4 Tahun 1995 tentangPemlllhan Umum

Undang-undang No. 5 Tahun 1995 tentangSusunan dan Kedudukan MPR, DPR

• dan DPRD

Rancangan Undang-undang tentangPenanggulangan Keadaan Bahaya

Keputusan DPR No. 16/DPR Ri/i/1999-2000tentang Peraturan Tata Tertlb DPR Rl

Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998tentang Tata Cara PembentukanUndang-undang dan PeraturanPemerintah

Intruksl Presiden No. 15 Tahun 1975 tentangTata Cara Mempersiapkan RUU danRancangan Peraturan Pemerintah

27