99
PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA (Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia) (Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia) (Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia) (Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia) Oleh: Arif Sugiharto Arif Sugiharto Arif Sugiharto Arif Sugiharto NIM: 0032118695 JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA AKARTA AKARTA AKARTA 1429H./ 2008 M. 1429H./ 2008 M. 1429H./ 2008 M. 1429H./ 2008 M.

PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANAPARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANAPARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANAPARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

(Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia)(Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia)(Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia)(Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia)

Oleh:

Arif SugihartoArif SugihartoArif SugihartoArif Sugiharto NIM: 0032118695

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMAJURUSAN PERBANDINGAN AGAMAJURUSAN PERBANDINGAN AGAMAJURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFATFAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFATFAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFATFAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTAAKARTAAKARTAAKARTA

1429H./ 2008 M.1429H./ 2008 M.1429H./ 2008 M.1429H./ 2008 M.

Page 2: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANAPARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANAPARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANAPARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

(Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia)(Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia)(Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia)(Ditinjau dari Bentuk Berteologi di Indonesia)

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Arif Sugiharto NIM: 0032118695

Di bawah Bimbingan

Pembimbing,

Drs. Nanang Tahqiq, MA. NIP. 150240753

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./ 2008 M

Page 3: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk: Andriyani, Istriku,

Tanpa dia, penulis akan menjadi seseorang yang “tidak ada.” Ibu Siti Aminah, Mertuaku

Kedua orangtuaku Saudara-saudara kandungku Seluruh keluargaku Hikmah kehidupan ada di mana-mana, termasuk di dalam keluarga Radhar Panca Dahana, Sebagai inspirator tangguh yang patut penulis tiru Semua ummat manusia yang mencintai dan menghargai setiap perbedaan dan warna kehidupan

Page 4: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA

DAHANA (DITINJAU DARI BENTUK BERTEOLOGI DI INDONESIA)

telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Selasa, 17 Juni 2008.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana

Theologi Islam (S.Th.I) pada jurusan Perbandingan Agama.

Jakarta, 17 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Drs. Masri Mansoer, MA Maulana, MA

NIP. 150244493 NIP. 150293221 Penguji I Penguji II Dr. Hamid Nasuhi, MA Dra. Ida Rosyidah, MA NIP. 150241817 NIP. 150242267

Pembimbing,

Drs. Nanang Tahqiq, MA

NIP. 150248753

Page 5: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

a = ا

b = ب

t = ت

ts = ث

j = ج

h = ح

kh = خ

d = د

dz = ذ

r = ر

z = ز

s = س

sy = ش

sh = ص

dl = ض

th = ط

zh = ظ

‘ = ع

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

Page 6: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

n = ن

w = ؤ

� = h

’ = ء

y = ئ

Untuk Madd dan Diftong

� = â aw = َأْو

û = وأ

ay = يأ

î = يإ

Page 7: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

KATA PENGANTAR

Sembah dan sujud hamba kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam, Tuhan

seluruh ummat manusia yang mengatur alam ini dengan penuh cinta dan kasih.

Dan penulis yakin atas cinta kasih-Nya, penulis dapat merampungkan tugas akhir

skripsi ini. Salam penghormatan kepada manusia istimewa yang telah

mengorbankan hidupnya untuk tegaknya nilai-nilai kemanusiaan di muka bumi

ini, Nabi Muhammad SAW.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Bapak Dr. H. M Amin

Nurdin, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Dra. Ida Rosyidah, MA, selaku

Ketua Jurusan Perbandingan Agama, Bapak Drs. Maulana, MA, selaku Sekretaris

Jurusan Perbandingan Agama yang dengan baik hati telah memberikan semangat

untuk menyelesaikan skrips ini. Dan seluruh dosen-dosen di Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat, khususnya di jurusan Perbandingan Agama yang telah mengajari

penulis dengan penuh antusiasme sehingga penulis mampu melihat realitas

kehidupan beragama dengan sesungguhnya.

Bapak Drs. Nanang Tahqiq, MA, selaku dosen pembimbing. Banyak

pesan dan kesan positif serta penuh makna ketika penulis menjalani bimbingan

dengan beliau. Beliau adalah figur yang sabar dan detail dalam melakukan

bimbingan skripsi, sehingga mampu memberikan masukan yang sangat amat

berharga bagi penulis.

Kepada seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakulas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan yang

baik. Juga penulis tidak lupa haturkan terima kasih kepada beberapa institusi yang

telah menyediakan ‘waktunya’ untuk memberikan pinjaman bahan-bahan skripsi

ini, seperti Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), terutama Mbak Miskola yang

dengan ramah membantu penulis dalam mendapatkan dokumentasi siaran diskusi

Radhar Panca Dahana. Kepada perpustakaan Freedom Institute, perpustakaan HB.

Jassin, perpustakaan Wahid Institute dan perpustakaan Imam Jama.

Persembahan terbesar dan terima kasih tak terhingga untuk yang paling

utama penulis haturkan kepada Andriyani, istri tercinta yang telah memberikan

dukungan tanpa batas kepada penulis. Istri yang dengan tulus mengorbankan

Page 8: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

apapun demi sang suami. Tidak lupa kepada Ibu mertua, Siti Aminah yang selalu

memberikan nasihat-nasihat baik kepada kami. Juga kepada keluarga tercinta

Papa dan Mamaku, Omah, Emak dan Saudara dan saudari kandungku atas semua

dorongan dan doa.

Ucapan terima kasih terbesar juga penulis haturkan kepada Abang Radhar

Panca Dahana dan keluarga yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

diwawancarai di tengah-tengah kesibukannya. Selain bahan-bahan skripsi yang

diberikan, penulis juga mendapatkan banyak hal bermanfaat dari setiap obrolan

dan diskusi dengan Abang Radhar. Bagi penulis, Abang Radhar memang seorang

inspirator tangguh. Dua kata kunci yang akan selalu penulis ingat dari Abang

Radhar: “independensi dan idealisme.”

Terima kasih juga kepada Komunitas Teater Syahid UIN Jakarta, yang

penulis anggap sebagai keluarga kedua yang telah bersedia menampung segala

kegelisahan penulis sebagai manusia muda dan mewujudkan kegelisahan itu

dalam bentuk berkesenian yang mampu membuka potensi yang ada dalam diri

penulis. Kita akan selalu mengingat: “Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-

kata” (mengutip sajak Rendra). Dan marilah kita terus dan terus berkarya. Tidak

lupa, penulis haturkan terima kasih kepada teman-teman pekerja seni di Ciputat

atas pergaulan dan obrolan yang bermakna.

Terima kasih kepada Mas Klutuk yang kini menjabat redaktur politik di

harian Nonstop dan rekan-rekan yang pernah berjuang bersama melawan

pemerintahan tiranik di negeri ini yang tergabung dalam komunitas pergerakan

kampus, khususnya di Kesatuan Aksi Mahasiswa Jakarta (Kamjak) UIN Jakarta.

“Hanya ada satu kata: LAWAN!” (mengutip sajak Wiji Tukul). Terima kasih atas

dukungan semangatnya.

Terima kasih kepada ‘guru-guru’ dan rekan-rekan yang kini berkarya di

CSRC (Centre for Study of Religion and Culture) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah bersedia melibatkan penulis dalam berbagai kegiatan

akademiknya, khususnya kepada Pak Chaider S. Buallim, Pak Irfan, Mas Ridwan,

Ibu Karlina, Teh Sri. Dan juga kepada rekan-rekan SCRC lainnya, yang telah

menerima penulis dengan kehangatan dan kebersamaan dalam setiap kegiatan

Page 9: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

ilmiahnya. Pak Idris, Gus Sholah dan Mas Dlirin “ Saya tidak akan pernah

melupakan keceriaan kita dalam bekerja.”

Terima kasih penulis haturkan juga kepada rekan-rekan wartawan dan para

pekerja di Tabloid Gema Olahraga (GO), harian Indo Pos dan Tabloid Wanita

Indonesia. Kebersamaan kita memang singkat, namun banyak petuah dan ilmu

yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam melanjutkan hidup ini. “Jangan lupa:

cover both side.”

Terima kasih selanjutnya adalah kepada Pondok Pesantren Tarbiyatul

Falah di Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat, tempat penulis menimba berbagai ilmu

(agama dan kemasyarakatan) selama kurun waktu enam tahun. Dari sinilah awal

penulis mengenal kehidupan sesungguhnya dan mengenal kasih sayang yang tulus

dan murni dari orang-orang yang penulis anggap sebagai orang tua dan keluarga,

yakni kepada Ajengan Asep Yusuf Afandi dan Ibu Idah, Ajengan Fauzi dan Ibu

Euis, Pak Mumuh dan Ibu Anis serta seluruh keluarga besar pondok pesantren.

Tidak lupa kepada keluarga besar Pak Abbas dan Mamih, Mamah Nining,

Mamah Martin dan Mamah Yayan yang telah berkenan rumah tinggalnya

dijadikan tempat ’peristirahatan’ oleh para santri untuk melepas lelah setelah

berjibaku dengan rutinitas pondok dan tentunya ’melepas’ kelaparan perut kami.

Sampai kapanpun penulis tidak akan pernah lupa apa yang telah keluarga Pak

Abbas berikan kepada kami dari mulai perhatian dan kasih sayang hingga hal-hal

yang bersifat materiil. Dan terakhir kepada teman-teman di desa Sadammukti dan

keluarganya, Ipang, Blank, Kaka dan Ade, yang telah menerima kehadiran penulis

dengan kehangatan dan rasa persaudaraan yang kental. “Saya pasti akan selalu

kembali.”

Guru spiritual Kang Ajuy dan keluarga yang telah memberikan bimbingan

ruhani kepada penulis. Banyak petuah dari beliau yang kini penulis jadikan

pegangan dalam mengarungi hidup ini. Dan tidak lupa kepada tiga punggawa

perkumpulan spiritual Sukabumi, Asep Cepot, Bang Idris dan Dedet. “Ingat kita

selalu bersama dan tidak akan pernah pecah.”

Juga kepada para sahabat yang akan selalu mewarnai kehidupan penulis,

Mas Hafid Embek (guru), Ustadz Farid (editor), Aris (pengusaha), Nuril

(mahasiwa), Amir Coleng (calon politisi) beserta keluarga, Edi Klenk (seniman),

Page 10: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Ainurahman (pekerja pers), teman-teman perkumpulan guru sufi di Depok, Anwar

Cablak the best friend, teman-teman di komunitas Lombok, Lestari Sunyek, Riadi,

Akieb dan Oji Lalu, Fator dan seluruh rekan-rekan di jurusan Perbandingan

Agama angkatan 2000.

Dan terakhir penulis berterima kasih adalah kepada orang-orang yang

pernah menjalin persahabatan dengan penulis di berbagai komunitas dan wilayah

pekerjaan yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu karena adanya

keterbatasan. Yang terpenting adalah persahabatan yang telah terjalin di antara

kita tidak pernah terputus.

Ciputat, 2 Mei 2008

Penulis

Page 11: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 10

D. Studi Kepustakaan................................................................................ 12

E. Metode Penelitian................................................................................. 13

F. Sistematika Penulisan........................................................................... 15

BAB II BENTUK BERTEOLOGI DI INDONESIA

A. Pengertian Teologi secara Umum ......................................................... 16

B. Pengertian Teologi Islam di Indonesia .................................................. 21

C. Sejarah Kemunculan Corak Berteologi di Indoneisa ............................. 22

D. Bentuk-Bentuk Berteologi di Indonesia ................................................ 31

1. Teologi Tradisional ........................................................................ 31

2. Teologi Rasional............................................................................. 34

3. Teologi Neo-Modernisme............................................................... 37

4. Teologi Substansialis ...................................................................... 41

Page 12: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

BAB III BIOGRAFI RADHAR PANCA DAHANA

A. Riwayat Hidup............................................................................. 45

B. Pergulatan Radhar Panca Dahana dalam Dunia Akademik........... 49

C. Aktivitas Radhar Panca Dahana ................................................... 51

D. Karya-karya Radhar Panca Dahana.............................................. 53

Bab IV PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA:

PANDANGAN TENTANG TUHAN DAN MANUSIA

A. Konsep Keberislaman Radhar Panca Dahana .................................. 55

B. Pandangan Radhar Panca Dahana Tentang Tuhan........................... 63

1. Keesaan Tuhan ......................................................................... 63

2. Tuhan dalam Tafsiran Angka .................................................... 66

C. Pandangan Radhar Panca Dahana tentang Manusia......................... 69

1. Manusia sebagai Homo-Religius............................................... 69

2. Manusia Semesta dalam Konteks Keberislaman........................ 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 77

B. Saran .................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 81

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. 86

Page 13: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak awal abad ke-20 pemahaman masyarakat Muslim Indonesia

terhadap agamanya telah mengalami transformasi secara massif. Kebanyakan

ummat Islam terutama sarjana Muslim terdidik Barat secara berani dan

bertanggung jawab kembali menelaah dan mempertanyakan pemahaman dan

keyakinan beragama yang mereka anut selama ini, yang dalam hal ini terkait

dengan doktrinal Islam yang prinsipil, seperti tawhîd, Kitab Suci dan kenabian.1

Dalam produk pemahaman yang baru masyarakat Muslim terdidik Barat

itu tidak mau asal menerima dan menggunakan dogma-dogma agama tradisional

(konservatif) tanpa proses penelahaan kritis. Dan telaah kritis mereka dilakukan

dengan menggerakkan berbagai disiplin keilmuan (multidisipliner) secara

komprehensif. Penelahaan kritis tersebut dilakukan sebagai penegasan bahwa

tidak ada pertentangan antara keyakinan agama yang dianut dengan proses

kehidupan yang tengah mereka jalani di era modern.2 Sehingga ummat Islam

dapat dengan leluasa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya yang bisa

berdampak kepada kemajuan bangsa dalam berbagai bidang kehidupan.

Gagasan-gagasan pembaharuan yang disuarakan oleh sarjana keislaman

itu, secara perlahan-lahan mengikis hegemoni dan dominasi pemahaman

tradisional atas keyakinan agama yang pada umumnya bersandar kepada pendapat

aliran dalam madzhab fiqh ditambah sikap taqlid buta atas setiap fatwa-fatwa

1Baca Prof Howard M Federspiel dalam Kata Pengantar pada buku, Fauzan Saleh,

Teologi Pembaharuan: Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta: 2004), h. 5-9.

2Azyumardi Azra, Konteks Berteologi Islam di Indonesia: Pengalaman Islam, (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 7.

Page 14: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

yang disuarakan oleh para agamawan. Paradigma kebanyakan individu Muslim

yang terpenjara oleh pemahaman-pemahaman tradisional seperti itu dinilai

sebagai pemicu utama kemunduran yang dialami ummat Islam Indonesia.3

Dari persoalan kebuntuan dan kemunduran yang dialami ummat Islam

Indonesia yang kemudian memunculkan usaha-usaha pembaharuan dalam bidang

teologis sebagai persoalan dasar yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

masyarakat Muslim Indonesia, lahirlah beragam corak atau bentuk-bentuk

berteologi (Islam) di Indonesia.

Kemunculan beragam corak atau bentuk berteologi di Indonesia tersebut

adalah sebagai respon atas situasi dan kondisi kebekuan dan kemunduran yang

dialami ummat Islam dalam banyak bidang antara lain ekonomi, sains dan

teknologi, politik dan kebudayaan. Namun demikian, kelahiran teologi-teologi

yang dianggap sebagai pembaharuan itu tidak otomatis menghilangkan corak

teologi tradisional-klasik (Asy‘ariyyah) atau dalam istilah kontemporer

dinamakan dengan teologi formalis-normatif-tradisional.4 Sebagian besar

masyarakat Muslim Indonesia hingga sekarang masih banyak menganut aliran

teologi tersebut.

Bentuk teologi pembaharuan di Indonesia pada umumnya didasari atau

dipengaruhi oleh dua teologi besar, yaitu teologi rasional yang diusung oleh

Harun Nasution dan teologi neo-modernisme yang disuarakan oleh Nurcholish

Madjid (Cak Nur).5 Kendati demikian, ada juga corak teologi yang selama ini

3Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), cet. 3., h.

62-65. 4Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran

Islam Indonesia Masa Orde Baru, (Bandung: Mizan, 1986), h. 48-49. 5Fauzan Saleh, Teologi Pembaharuan, h. 27-28.

Page 15: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

kurang terdengar, namun memiliki pengaruh besar secara diam-diam yakni teologi

kultural yang salah satunya digerakkan oleh Abdurahman Wahid (Gusdur).6

Lebih menarik lagi, dalam fenomena masyarakat Muslim kekinian,

pemikiran tentang pembaharuan teologis yang berkembang di Indonesia tidak

hanya terpusat dan diramaikan oleh mereka yang disebut sebagai pemikir-pemikir

arus utama (mainstream), yang dalam kategori ini adalah para sarjana Muslim

didikan Barat yang dulu pernah mengecap pendidikan tradisional Islam (pesantren

atau madrasah yang mengajarkan bahasa Arab, fiqh, ‘ulûm al-Qur’ân dan ‘ulûm

al-Hadîst) atau mereka yang pernah hidup di seputar lingkungan dan kalangan

pesantren, melainkan juga oleh mereka kalangan masyarakat perkotaan, sekular-

rasional dan tidak terdidik dalam ilmu-ilmu Islam tradisional7 (sarjana Muslim

sekular). Dengan demikian mereka diyakini tidak begitu menguasai ilmu-ilmu

tradisional Islam. Oleh William Liddle, individu-individu tersebut diberi nama

6Penamaan berbagai corak teologi Islam di Indonesia sangat beragam sekali tetapi setiap

satu istilah tidak begitu ketat dan mengikat, dan terkadang dipertukarkan maka penamaan istilah tersebut tidak baku atau mutlak. Dalam berbagai literatur dapat ditemukan istilah dari bentuk-bentuk teologi, antara lain teologi transformatif, teologi rasional, teologi pembangunan, teologi kultural dan teologi substansialis. Untuk mengetahui istilah dari bentuk-bentuk teologi, baca antara lain buku Teologi Pembangunan, ed. M. Masyhur Amin (Yogyakarta: LKPSM NU, 1989), Jalan

Baru Islam: Memetakan Paradigma Mutakhir Islam Indonesia, ed. Mark R Woodward, terj. Yuliani Lipoto (Bandung: Mizan, 1998) Azyumardi Azra Konteks Berteologi Islam di Indonesia:

Pengalaman Islam (Jakarta: Paramadina, 1999) dan buku Greg Barton, Gagasan Islam Liberal:

Pemikiran Neo-modernisme Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan

Abdurrahman Wahid, terj. Nanang Tahqiq (Jakarta: Paramadina, 1999). Dalam penulisan ini penulis hanya akan menggunakan beberapa bentuk teologi yang banyak mendominasi atau berpengaruh dan telah banyak dikaji oleh kalangan akademisi, yaitu teologi tradisional, teologi rasional, teologi neo-modernisme dan teologi substansialis.

7Islam di Indonesia dianut oleh dua lapisan struktur masyarakat, yaitu masyarakat pedesaan yang dikenal dengan rakyat jelata dan orang-orang yang berpendidikan tinggi, yang berada pada posisi sosial-ekomoni yang lebih baik. Baca: Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam: Rekontruksi Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru (Bandung: Mizan, 1986), h. 39-40. Menurut penulis, pemahaman atas kedua lapisan masyarakat terhadap agama tidak sama. Masyarakat pedesaan (tradisional) pada umumnya masih menganut sistem hierarkis keagamaan di mana mereka sangat loyal terhadap para pemuka agamanya. Sedangkan masyarakat perkotaan dan terdidik lebih independen dalam metode memahami agamanya.

Page 16: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

dengan sebutan Islam substansialis.8 Sedangkan bila menggunakan kerangka teori

Azyumardi Azra, kelompok ini bisa dikategorikan sebagai Muslim subaltern9.

Kebanyakan mereka adalah individu-individu yang menggeluti satu bidang

tertentu, misalnya politik, kesenian, sastra, ekonomi, lembaga swadaya

masyarakat dan lain sebagainya. Mereka tidak mau bidang-bidang tersebut

tergerus hancur oleh sebab persoalan doktrinal Islam (teologis).

Para Muslim substansialis subaltern ini meyakini persoalan teologis dalam

Islam yang pada umumnya masih bersandar kepada paradigma tradisional-

normatif dan dianggap dapat membuntukan ruang gerak atau bidang yang mereka

geluti (politik, ekonomi, seni dan budaya) di mana di ruang atau bidang itulah

mereka bisa mencurahkan segala potensi kemanusiaan yang telah diberikan

Tuhan. Namun di sisi lain mereka juga cenderung menolak para pemikir arus

utama yang beraliran moderat-liberal (sarjana Islam berpendidikan Barat), karena

mereka dianggap belum mampu menyentuh akar persoalan yang dihadapi oleh

golongan Muslim subaltern ini terkait dengan bidang yang mereka geluti.

Untuk mencegah terjadinya kemunduran dan pereduksian makna terhadap

bidang-bidang yang mereka geluti, tidak sedikit yang kemudian para individu

8Kelompok substansialis tidak terpaut dengan warna-warni kelompok sektarian

keislaman, seperti Muhammadiyah, Sunnî dan non-Sunnî. Berbeda dengan kelompok pemikir arus utama yang memiliki keahlian dalam ilmu-ilmu tradisionalis dan modern sekaligus, yang terdidik klasik dan dipengaruhi pendidikan pesantren tradisional yang kental, kelompok substansialis tidak memiliki latarbelakang pendidikan tradisional keislaman, seperti pesantren, baca Greg Barton, Gagasan Islam Liberal: Pemikiran Neomodernisme Nurcholish Madjid, Djohan Effendi,

Abdurrahman Wahidan dan Ahmad Wahib, terj. Nanang Tahqiq (Jakarta, Paramadina, 1999), h. 34-35. Tentang kelompok substansialis secara lebih dalam akan dibahas pada bab 2.

9Berasal dari kata Latin subalternus. Sub berarti di bawah dan altern berarti yang lain. Dalam perkembangannya teori-teori tentang subaltern memunculkan sejumlah literatur historis tentang pengalaman orang-orang yang termarjinalkan, yang dalam konteks ini oleh pemikiran yang menjadi mainstream (ulama, cendekiawan Islam dan lain sebagainya), baca Azyumardi Azra, "Komunitas Tersisih: Perspektif Subaltern," Gatra 6 Desember 2003, h. 8, Dawam Rahardjo, “Aliran Khawarij dan Teologi Sempalan,” dalam M. Masyhur Amin, ed., Teologi Pembaharuan:

Paradigma Baru Pemikiran Islam, (Yogyakarta: LKPSM NU, 1989), h. 105-113 dan Hasbullah Mursyid, “Aliran Khawarij dan Splinter Group,” dalam M. Masyhur Amin, ed. Teologi

Pembaharuan, h. 114-132.

Page 17: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

tersebut melakukan usaha-usaha yang antara lain mengeluarkan gagasan-gagasan

personal-alternatif keislaman yang lebih kontekstual sebagai landasan berpijak

mereka dalam menjalankan aktivitas mereka. Tidak seperti kebanyakan pemikir

arus utama yang menggunakan metode kombinasi modern-tradisional dalam

memahami dan menafsir Islam, mereka para Muslim substansialis subaltern

memahami Islam dengan metode empiris ditambah dengan menggunakan

latarbelakang keilmuan yang sekular.10

Dari konteks inilah besar keinginan penulis untuk menempatkan

paradigma keberislaman Radhar Panca Dahana (selanjutnya disingkat RPD)

dalam objek kajian keislaman di mana penulis akan menempatkan RPD sebagai

Muslim subaltern11 yang memiliki cara pandang alternatif keislaman, dalam hal

10Kasus seperti ini terjadi di Indonesia di mana HB Jassin, seorang sastrawan Indonesia,

yang hanya memiliki latar belakang pendidikan sekular (kesusasteraan) di Barat (Belanda dan Amerika) mampu menelurkan sebuah karya yang dianggap monumental, yaitu Al-Qur`an Bacaan

Mulia (ABM) sebagai karya terjemahan dan Al-Qur’ân Berwajah Puisi (ABP) sebagai penemuan model penyusunan mushhaf al-Qur`ân. Dalam penerjemahan ABM, Jassin hanya mempelajari bahasa Arab ketika mengajar sekaligus menjadi Mahasiswa di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, baca Abdul Hafid, “Estetika Puitis al-Qur`ân: Studi Analisis tentang Dua Metode HB. Jassin Memahami al-Qur`ân,” Skripsi (Jakarta: Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah: 2005), h. 3. Alasan Jassin melahirkan karya ABM dan ABP adalah, antara lain, karena terjemahan al-Qur’ân yang ada sekarang cenderung ditulis dalam bahasa prosa yang lebih mengutamakan kandungannya saja yang pada akhirnya cenderung kaku, baca Abdul Hafidh, “Estetika Puitis al-Qur’ân: Studi Analisis tentang Dua Metode HB Jassin Memahami al-Qur`an,” h. 3

11Peta pemikiran Islam di Indonesia tidak selalu monolitik dan tunggal, dalam arti hanya didominasi oleh kalangan sarjana keislaman atau para agamawan yang kemudian menjadi arus utama pemikiran dalam Islam. Dalam realitasnya ditemukan beragam corak pemikiran dari orang-orang atau kelompok yang tidak menggunakan metode normatif-tradisional (Hadîst, ‘ulûm al-

Qur’ân, ‘ulûm al-Hadîst, fiqh dan lain sebagainya) dalam memahami Islam (al-Qur’ân) sebagai agama yang dianutnya. Melainkan dengan, misalnya, ijtihâd personal yang bukan tidak sering dipengaruhi konteks sosio-historis dan kultural tertentu, baca Azyumardi Azra, "Komunitas Tersisih,” Gatra 6 Desember 2003, h. 8-9. Penulis dalam konteks ini menempatkan RPD sebagai kategori Muslim subaltern atau dengan kata lain Muslim yang pemikirannya tidak menjadi arus utama (mainstream) dalam wilayah kajian doktrinal Islam atau juga dikategorikan sebagai Muslim pinggiran, baca Azyumardi Azra, "Komunitas Tersisih” Gatra 6 Desember 2003, h. 8-9. Bahwa selama ini yang bisa menjadi arus utama pemikiran dalam keilmuan Islam adalah pandangan mereka yang menguasai bahan dasar Islam yaitu bahasa Arab, serta mendalami ilmu-ilmu keislaman secara formal dan berkesinambungan. Sedangkan mereka, yang tergolong masyarakat tidak berpendidikan Islam tradisional, tetapi berpendidikan sekular (Barat) dianggap sebagai Muslim pinggiran (termarjinalkan) yang pemikiran dan pemahaman keagamaan mereka dipandang telah menyimpang dan sesat serta tidak layak untuk dimunculkan sebagai objek penelitian untuk

Page 18: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

ini adalah tentang Tuhan dan manusia, dan ditinjau dari bentuk berteologi di

Indonesia, untuk mengetahui bentuk berteologi macam apa pemikiran yang

digagas RPD tersebut.

RPD adalah seorang pemikir,12 yang berlatarbelakang sebagai seorang

sastrawan,13 dan seniman14 Muslim yang pernah mengenyam pendidikan Barat.15

Sesuai dengan latarbelakangnya, sebagai seorang sastrawan, seniman kemudian

ditambah sekolah di jurusan sosiologi di Barat, banyak hal yang disorot RPD studi keislaman. Padahal bukan tidak mungkin kritik konstruktif atas pemahaman agama yang telah mapan bisa muncul dari pandangan mereka. Selain itu, wacana keilmuan sekular yang digunakan RPD dalam memahami agama (Islam) setidaknya bisa memberikan pandangan dan saluran alternatif bagi seorang Muslim dalam merespon dan memperlakukan peradaban modern demi sebuah kemajuan Islam. Dengan mengkaji paradigma keberislaman RPD sebagai Muslim subaltern, skrispsi ini bisa dikatakan sebagai bagian dari subaltern studies yang mengekplorasi dan mengetengahkan tema keagamaan dari seseorang tokoh yang memiliki pemahaman splinter (orang yang berbeda dengan pemikiran arus utama) atas agama yang dianutnya. Penulis melihat bahwa selama ini arus utama dalam diskursus keilmuan Islam menjadi terpusat, terhegemoni dan terkontrol oleh agamawan dan intelektual Islam yang notabene berasal dari kalangan pesantren dan perguruan tinggi Islam. Padahal fenomena masyarakat Muslim menunjukkan bahwa selama ini banyak orang yang menafsirkan dogma agamanya (al-Qur’ân) tidak dengan menggunakan metode normatif-tradisional, melainkan juga dengan merujuk kepada hasil pemikiran pemikir-pemikir agama yang telah ada dan atau menggunakan disiplin keilmuan sekular (antropologi, sosiologi, seni, budaya dan lain-lain) yang dimilikinya. Oleh karenanya “Islam sebagai sebuah realitas historis, sosiologis dan kultural tidak pernah tunggal dan monolitik.” Penulis tidak menggunakan teori Clifford Geertz, untuk memetakan RPD masuk ke dalam kelompok Muslim Abangan dan tidak juga sebagai Muslim sekular. Karena teori Abangan sudah tidak tepat untuk mengklasifikasikan masyarakat Jawa dalam golongan agama, karena klasifikasi tersebut tidak bersumber pada satu sistem klasifikasi yang sama. Parsudi Suparlan yang dikutip oleh Abuddin Nata menegaskan, “Abangan dan Santri adalah penggolongan yang dibuat menurut tingkat ketaatan mereka menjalankan ibadah agama Islam, sedangkan Priyai adalah suatu penggolongan sosial,” baca Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 2001), h. 183-184. Selain itu, istilah Abangan cenderung denotatif yang isinya merendahkan derajat bagi mereka yang tidak taat dalam menjalankan ibadah, baca Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Indonesia, h. 184. Dalam hal ini RPD adalah Muslim taat beribadah, tetapi tidak terdidik dalam ilmu-ilmu Islam tradisional. Sedangkan, kenapa penulis tidak menggunakan Muslim sekular adalah untuk menghindari anggapan bahwa RPD adalah orang menutup diri dari agama serta menafikan perannya dalam kehidupan ini. RPD tetap berpandangan bahwa fungsi dan peran sangat vital dalam kehidupan agama, meskipun hanya sebatas peran spiritualisme, baca RadharPanca Dahana, “Keragaman yang Teperdaya,” Gatra 13 Oktober 2007, h.106.

12Fokus terbesar dalam hidupnya adalah antara lain dicurahkan untuk bidang pemikiran. Ada tiga bidang yang menjadi sorotan RPD, yaitu sosio-kultural (dalam hal ini termasuk agama), kesenian dan sastra. Penulis dalam hal ini hanya akan mengelompokan dan memfokuskan kepada pemikiran RPD dalam bidang keagamaan (Islam) yang meliputi pandangannya tentang Tuhan dan manusia.

13Sebagai sastrawan RPD banyak menelurkan karya-karya dalam bentuk cerpen, puisi dan prosa yang tema-temanya sangat aktual dengan situasi kekinian dan problema yang dialami manusia modern. Kumpulan puisinya yang berjudul Lalu Batu dan Lalu Waktu dinilai oleh berbagai kalangan penikmat sastra sebagai karya fenomenal. RPD juga telah menulis sebuah buku sastra dengan judul Kebenaran dan Dusta

dalam Sastra (Yogyakarta: Lkis, 2004). 14RPD juga seorang pekerja seni. Sejak duduk di SMP RPD telah menggeluti dunia seni teater di

berbagai paguyuban teater baik sebagai pemain, penulis naskah dan sutradara. Pementasan teater yang ia bawakan selalu aktual dengan persoalan-persoalan yang dihadapi manusia modern, seperti tema pencaharian identitas individu di tengah dunia yang materialis dan modern.

15Ia adalah seorang sarjana strata dua (S-2) jurusan Sosiologi lulusan EHESS (Ecole des hautes ettuedes en Sciences) Prancis. Dalam jurusan sosiologi yang dijalani ini ia juga mengkaji agama, tentu dengan menggunakan pendekatan yang bukan normatif-tradisional.

Page 19: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

dalam pemikiran, namun dalam skripsi ini penulis hanya akan menggali pemikiran

RPD yang termuat dalam karya-karya tulisannya dalam bidang keagamaan (Islam)

dengan fokus menggali pandangannya seputar Tuhan dan manusia.

RPD memiliki ciri khas dalam melahirkan gagasan-gagasan dalam bidang

keagamaan. Meskipun ia memiliki latar belakang pendidikan Barat, ia tidak

otomatis berpihak kepada paradigma Barat, yang menurut RPD terlalu

mengeliminir metabolisme spiritual yang ada di dalam jiwa manusia, dalam

menilai agama.

Dalam masalah keyakinan dan paham keagamaan, bagi RPD, setiap

manusia tidak boleh terikat dan bergantung pada suatu monopoli dan otoritas

kebenaran ilmu pengetahun, peradaban dan dogma-dogma agama yang

menghegemonik sebagai pilihan hidup,16 lebih-lebih mengikuti satu paham dan

keyakinan seseorang, yang dilihatnya sebagai suatu hasil penafsiran atau

interpretasi terhadap segala sesuatu. Setiap Muslim, bagi RPD harus mampu dan

berhak menafsir sekaligus membentuk keyakinan Islamnya dan tauhidnya masing-

masing sesuai dengan kapasitas intelektual, psikologis dan mental.

Dalam konteks agama Islam di Indonesia, RPD berusaha mengubah

wacana hegemoni paradigmatik intelektual global yang telah masuk dan

membentuk nalar kritis intelektual Muslim Indonesia, yakni dengan cara

melakukan perubahan paradigmatik-ideologis.17

Usaha-usaha dasar untuk melakukan perubahan paradigmatik-ideologis

yang ditawarkan oleh RPD antara lain adalah dengan mengubah cara pandang

16Wawancara penulis dengan RPD pada tanggal 11 November 2007 pukul 19.00-22.00

WIB di kediaman RPD di perumahan Villa Pamulang, Tangerang, Banten. 17 Radhar Panca Dahana, Jejak Postmodernisme: Pergulatan Kaum Intelektual Indonesia,

(Yogyakarta: PT Bintang Pustaka, 2004), cet. I., h. viii.

Page 20: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

(persepsi) individu-individu Muslim terhadap dogma agama (fatwa atau tafsir

agamawan atau ulama). Bagi sebagian masyarakat Muslim apa yang berasal dari

tafsiran seorang agamawan atau ulama adalah sesuatu yang juga dianggap berasal

dari Tuhan yang absolut dan maha sempurna.

Sedangkan menurut RPD dogma agama (Islam) yang berasal dari

agamawan dan ulama tersebut adalah ajaran yang belum tentu murni berasal dari

Tuhan, bisa saja tafsiran atas dogma itu adalah kesepakatan antara manusia

dengan manusia maupun manusia dengan budaya lokalnya yang berlangsung

ketika dogma itu dirumuskan.18 Dalam kasus Islam ditemukan seorang ulama

berijtihad dalam menentukan sebuah hukum fiqh, tidak terlepas dari pengalaman

empiris ulama tersebut terhadap realitas sosial-kultural-geografis yang ada di

sekitarnya.19

Dogma yang ilahiah menurut RPD adalah dogma yang tidak menutup

potensi kemanusiaan yang dimiliki oleh manusia itu sendiri, tetapi sebaliknya

justru akan memberikan ruang sebesar dan seluas mungkin bagi tiap manusia

untuk mengoptimalkan peran yang sudah difitrahkan kepada manusia.20

Antara lain atas dasar hal-hal di atas, RPD berpandangan bahwa ajaran-

ajaran Tuhan dalam setiap agama sebenarnya adalah ajaran kemanusiaan. Dalam

artian, keterlibatan manusia di dalam hukum-hukum Tuhan dalam hal memahami

dan menafsir adalah sebuah keniscayaan. Ini tercermin dari konsep Tuhan dalam

18“Radhar Panca Dahana: ‘Semua Orang Merindukan Tuhan, Tapi…’”

http://islamlib.com/id/index.php?page=article7id=944 diakses pada 10 Agustus 2007. 19Dengan perbedaan budaya yang dihadapi oleh para imam madzhab fiqh, serta

mempertimbangkan faktor sosial budaya, maka ditemukan perbedaan-perbedaan bentuk hukum yang ada pada mereka, meski itu dalam satu kasus. Bahkan seorang imam bisa berubah istilah atau metode yang dipakai dalam menentukan produk hukum tatkala ia pindah dari satu daerah ke daerah lain. Baca, Azyumardi azra, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam, cet. I., h. 12.

20“Radhar Panca Dahana: ‘Semua Orang Merindukan Tuhan, Tapi…’” http://islamlib.com/id/index.php?page=article7id=944 diakses pada 10 Agustus 2007.

Page 21: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Islam yang menurut RPD diwakili oleh 99 atau yang biasa disebut asmâ’ al-

husnâ. Kenapa 99? Karena Islam bukan dan tidak akan menjadi agama yang telah

mencapai kesempurnaan tanpa adanya keterlibatan manusia di dalamnya. Dalam

tafsiran RPD, angka 99 bukanlah angka yang belum mencapai sempurna, ia harus

disempurnakan dengan kehadiran angka satu yang tak lain dan tak bukan adalah

manusia. Berbeda dengan konsep ketuhanan pada agama Kristen yang telah

berkeyakinan bahwa konsep ajaran ketuhanan mereka telah sempurna dan tidak

perlu dilakukan intepretasi oleh manusia. Hal ini terlihat dari bentuk salib yang

menurut tafsiran RPD merupakan bentuk lain dari huruf Romawi, X (10) yang

artinya Xristos atau sempurna.21

Dalam pandangannya tentang manusia, RPD menilai bahwa manusia

dalam pergumulannya dengan peradaban modern kian terseret keluar dari pusat

lingkaran eksistensi mereka sendiri. Di sinilah kemudian problem eksistensial

mencuat kembali: “bagaimana seorang individu, kelompok, bangsa atau warga

dunia menjelaskan dirinya sendiri”22

Problem eksistensial itu akan melahirkan kerinduan manusia untuk

mengembalikan kesadarannya kepada bentuknya yang paling amat purba: yaitu

mencari dan mendekati Tuhan yang merupakan kodrat pertama manusia. Dalam

penjelasannya yang lebih lanjut, RPD menyimpulkan bahwa sebenarnya sudah

menjadi kodrat bahwa sebenarnya manusia adalah homo-religius.

Dari penjelasan-penjelasan tersebut penulis ingin menguraikan satu bentuk

penulisan tentang paradigma keberislaman RPD yang dalam hal ini mengkaji

pandangannya tentang Tuhan dan manusia yang ditinjau dari bentuk berteologi

21Radhar Panca Dahana, “2008” Gatra 7 Januari 2008, h. 106 22Radhar Panca Dahana, Menjadi Manusia Indonesia, (Yogyakarta: LKis, 2003), h. 55.

Page 22: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Islam di Indonesia ke dalam satu penulisan skripsi dengan judul Paradigma

Keberislaman Radhar Panca Dahana (Ditinjau dari Bentuk Berteologi di

Indonesia).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Keberislaman RPD adalah hal masih sangat umum sekali. Untuk itu

penulis membatasi pembahasan masalah hanya pada seputar pandangan RPD

tentang Tuhan dalam Islam dan manusia. Untuk menyamakan variabel penelitian

dengan paradigma keberislaman RPD, dalam pembahasan bentuk berteologi pun

penulis hanya akan membahas seputar pandangan Tuhan dan manusia menurut

masing-masing aliran teologi tersebut.

Adapun rumusan masalah yang akan dijawab dalam penulisan skrispsi ini

adalah isi pandangan RPD tentang Tuhan dan manusia serta mencari bentuk

paradigma keberislaman RPD yang ditinjau dari konteks berteologi di Indonesia.

C. Tujuan penulisan

Ada beberapa tujuan dari penulisan karya ilmiah ini. Pertama

memperkenalkan isi pemahaman keberislaman RPD dalam hal ini yang terkait

dengan kajian tentang Tuhan dan manusia. RPD tergolong sebagai Muslim

subaltern atau dengan kata lain Muslim yang pemikirannya tidak menjadi arus

utama (mainstream) dalam wilayah kajian doktrinal Islam atau juga bisa

dikategorikan sebagai Muslim ‘pinggiran.’

Penulis melihat bahwa selama ini arus utama dalam diskursus keilmuan

Islam menjadi terpusat, terhegemoni dan terkontrol oleh agamawan dan

Page 23: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

intelektual Islam yang notabene berasal dari kalangan terdidik dalam ilmu-ilmu

Islam tradisional. Padahal fenomena masyarakat Muslim menunjukkan bahwa

selama ini banyak orang yang menafsirkan dogma agamanya tidak dengan

menggunakan metode normatif-tradisional, melainkan juga dengan merujuk

kepada metode non-tradisional (antropologi, sosiologi, seni, budaya dan lain-lain)

dan atau merujuk kepada hasil pemikiran para pemuka ataupun pemikir-pemikir

agama (baik yang dianggap menyimpang maupun yang tidak). Oleh karenanya

“Islam sebagai sebuah realitas historis, sosiologis dan kultural tidak pernah

tunggal dan monolitik.”23

Untuk itu yang kedua penulis bermaksud memperkaya diskursus keilmuan

Islam dengan mengkaji pemikiran orang-orang, dalam hal ini RPD, yang selama

ini menjadi margin of history dalam kajian keislaman. Dalam hal ini penulis

berharap, para sarjana Islam tidak hanya terpaku untuk meneliti para tokoh-tokoh

Muslim yang menjadi arus utama pemikiran Islam, tetapi juga meneliti orang-

orang yang selama ini dianggap sebagai Muslim pinggiran yang memiliki

pemahaman splinter atas Islam, dengan catatan ia telah memiliki karya-karya

tertulis untuk, setidaknya, menjadi petunjuk atas bentuk paham keagamaan yang

ia anut. Karena dalam realitas historis, sosiologis dan kultural, Islam tidak akan

pernah menjadi tunggal dan monolitik.

Sisi positif yang bisa diharapkan dari meneliti para Muslim subaltern

adalah munculnya kritik konstruktif dan solusif atas kebuntuan pemahaman akan

agama (Islam), dalam ruang lingkup dan bidang tertentu, dalam rangka merespon

dan memperlakukan peradaban mutakhir ini.

23 Azyumardi Azra, “Komunitas Tersisih” Gatra 6 Desember 2003, h.9.

Page 24: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Dan bukan tidak mungkin bahwa fenomena paradigma keberislaman yang

digagas RPD ini mewakili pandangan sejumlah orang yang beridentitas Muslim

dengan kemiripan latarbelakang sosio-kultural.

Ketiga, tidak ada pemikiran yang terlahir secara sempurna dan terklaim

sebagai kebenaran tunggal. Dalam konteks RPD, apa yang dilahirkannya tentu

memiliki kekurangan dan kelebihan, untuk itu apa yang dituangkan RPD dalam

penulisan karya ilmiah ini seyogyanya dapat dikaji secara lebih kritis dan

proporsional dengan menggunakan berbagai sudut pandang.

D. Studi Kepustakaan

Memperkenalkan bentuk paradigma keberislaman RPD sebagai Muslim

substansialis subaltern yang memfokuskan pemikirannya tentang Tuhan dan

manusia sebagai homo-religius yang ditinjau dari bentuk berteologi di Indonesia

dalam bentuk penulisan karya skripsi adalah hal baru dan belum pernah ada

sebelumnya. Walalupun demikian, bentuk pemahaman dan gagasan RPD tentang

agama secara umum dan singkat bisa dibaca dalam wawancara RPD dengan

Jaringan Islam Liberal (JIL) pada situs

http://islamlib.com/id/index.php?page=article7id=944 dengan judul “Radhar

Panca Dahana: ‘Semua Orang Merindukan Tuhan, Tapi….’” Dalam wawancara

tersebut, RPD menjelaskan tentang definisi agama secara fenomenologis-historis,

Tuhan dan dogma serta semiotika.

Selain itu, gagasan keberagamaan RPD juga tertuang dalam

wawancaranya dengan koran Jurnal Nasional edisi 013, Miggu IV-April 2007

dengan judul “Pergulatan Hidup Radhar Panca Dahana.” Selain menguraikan

Page 25: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

tentang makna hidup, dalam wawancara itu RPD juga menguraikan tentang

Tuhan.

Sekalipun berbeda dari tulisan-tulisan tersebut, penulisan skripsi ini adalah

bentuk pendalaman dan perluasan dari isi gagasan dan pemahaman keberislaman

RPD yang memfokuskan kepada pandangan RPD tentang Tuhan dan manusia.

E. Metode Penelitian

Karya penulisan skripsi ini menggunakan dua metodologi penelitian, yaitu

metode pengumpulan data dan metode pembahasan. Untuk metode pertama,

penulis mengumpulkan data-data, literatur dan rujukan melalui studi kepustakaan

(library research) dan studi lapangan (field research) dengan mewawancarai nara

sumber secara langsung. Data-data dalam skripsi ini terbagai dua, yakni, data

primer yang mengulas tentang pengertian, sejarah kemunculan dan bentuk teologi

di Indonesia dan tulisan-tulisan RPD yang terdapat di dalam buku Inikah Kita:

Mozaik Manusia Indonesia, Menjadi Manusia Indonesia, dan yang terdapat di

dalam majalah Gatra24

dengan judul “Keberagaman yang Teperdaya” dan “2008.”

Selanjutnya dari data-data primer tersebut, penulis akan memilah dan memilih

pembahasan yang mengulas tentang Tuhan dan manusia.

Penulis menyadari bahwa data-data primer yang ada di dalam buku

maupun majalah tersebut belum mencukupi untuk menjelaskan pandangannya

seputar Tuhan dan manusia dalam penulisan karya ilmiah ini. Untuk lebih

menegaskan lagi tentang pandangan-pandangan RPD, maka penulis harus

mengambil data-data yang ada di dalam wawancara RPD dengan berbagai media

24Masing-masing dimuat pada 3 Oktober 2007 dan 7 Januari 2008.

Page 26: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

cetak maupun internet. Pertama wawancara RPD dengan Burhanuddin dari

Jaringan Islam Liberal di situs www.islamlib.com dengan judul “Semua Orang

Merindukan Tuhan, Tapi….” Kedua wawancara RPD dengan koran Jurnal

Nasional25 dengan judul “Pergulatan Hidup Radhar Panca Dahana,” ketiga

wawancara RPD dengan majalah Alkisah26 dengan judul “Radhar Panca Dahana:

‘Saya adalah Karyawan Allah’,” dan terakhir wawancara khusus penulis dengan

RPD27

Sedangkan untuk data sekunder penulis menggunakan rujukan pendukung

yang bersumber dari buku dan tulisan lain yang termuat dalam jurnal, majalah,

koran sebagainya. Selain itu, data sekunder dari tulisan-tulisan lain baik yang

berasal dari dalam maupun luar negeri yang masih terkait dengan pembahasan

tetap akan penulis gunakan dalam pembahasan ini.

Setelah data-data yang diperlukan dianggap lengkap, penulis melakukan

pembahasan dengan cara deskriptif-analitis-personal, yaitu menjelaskan,

menguraikan dan memaparkan masalah beserta aspek pentingnya dengan

menggunakan nalar penulis. Untuk lebih memperdalam analisis, penulis

menggunakan pendekatan hermeneutik, yang terbagi dalam dua metode. Pertama,

hermeneutika kecurigaaan (interpretation as excercise of suspention) atau

penafsiran sebagai latiahan kecurigaan. Kedua, penafsiran sebagai upaya untuk

mencari kembali makna (interpretation as recollection of meaning).

25

Jurnal Nasional edisi 0131 Minggu, IV April 2007. 26

Alkisah No. 4 / 1-14 September 2003. 27Wawancara yang langsung terfokus kepada bahasan pokok skripsi dilakukan pada dua

kali pertemuan. Pertama pada tanggal 11 November 2007, wawancara ini khusus membahas tentang pandangan RPD tentang Tuhan dan manusia serta agama secara umum. Wawancara kedua pada tanggal 25 November 2008 yang mengetengahkan sejarah singkat RPD sebagai seorang Muslim, yang bergelut di dunia seni teater, sastra dan penulisan.

Page 27: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Adapun untuk teknik penulisan karya ilmiah ini, penulis merujuk pada

buku pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasi yang disusun oleh tim

penyusun dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2006 ditambah arahan dari pembimbing untuk

melengkapi pedoman Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan pembahasan, skripsi ini disusun sesuai dengan

alur pembahasan yang komprehensif dan sistematis yang bersandar kepada bab-

bab dan sistematika penulisan yang dapat dilihat di dalam daftar isi.

Page 28: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

BAB II

BENTUK BERTEOLOGI DI INDONESIA

A. Pengertian Teologi secara Umum

Istilah teologi28 di dunia Islam lebih dikenal dengan ‘ilm al-kalâm,29 yang

secara harfiah adalah pembicaraan yang membahas kredo Muslim yang sangat

prinsip seperti ketauhidan, kenabian dan eskatologis.30 Menurut Ahmad Hanafi

penggunaan istilah ‘ilm al-kalâm adalah untuk membahas kredo dasar Islam,

karena pertama, persoalan terpenting yang menjadi fokus pembahasan adalah

firman Tuhan (kalâm Allah). Kedua dasar ‘ilm al-kalâm adalah dalil-dalil pikiran

yang dijelaskan melalui pembicaraan-pembicaraan, dan ketiga untuk membedakan

antara logika dalam filsafat.31

Sedikit berbeda dengan Ahmad Hanafi, menurut Harun Nasution, teologi

adalah ajaran-ajaran dasar dari sesuatu agama. Dalam istilah Arab teologi

memiliki banyak sebutan, yakni ushûl al-dîn (ilmu yang mempelajari dasar-dasar

agama), ‘aqâ’îd (keyakinan dasar), ‘ilm al-tawhîd (keesaan atau monoteisme) dan

terakhir adalah ‘ilm al-kalâm.

28Secara etimologis teologi berasal dari kata Yunani, theo berarti Tuhan dan logos berarti

akal, pikiran, ucapan dan pembicaraan. Dari konteks itu teologi mempunyai pengertian ilmu atau pembahasan tentang Tuhan, Hasbullah Mursyid, “Aliran Khawarij dan Splinter Group” dalam M. Masyhur Amin, ed., Teologi Pembangunan: Paradigma Baru Pemikiran Islam (Yogyakarta: LKPSM NU, 1989), h. 114. Istilah teologi yang dipakai sekarang sebenarnya telah lama ada. Istilah ini digunakan oleh para pemikir (intelektual) keagamaan di Yunani untuk menjelaskan soal-soal keagamaan (Tuhan dan dewa-dewa). Istilah teologi bisa juga bisa digunakan untuk menguraikan tradisi masyarakat yang tidak bertuhan (ateistik) ataupun kepada tradisi non-theistik, seperti Hindu, Budha dan Tao, baca David Tracy, “Theology: Comparative Theology,” dalam Mircea Eliade, et.al., The Encyclopedi of Religion, vol. 13., (New York: Macmillan Library refference, 1993), print number 10, h. 446.

29Terminologi ‘ilm al-kalâm kali pertama digunakan pada masa pemerintahan rezim ‘Abbâsiyyah, tepatnya ketika khalifah al-Makmûn menjabat. Sebelumnya, pembahasan masalah kepercayaan dalam Islam menggunakan istilah, antara lain al-fiqh fî al-dîn dan al-fiqh al-Akbar, baca Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), cet. 12., h. 4

30Parviz Morewegde, “Teologi” dalam John L. Espositto ed., Ensiklopedi Oxford: Dunia

Islam Modern, jil. 6, terj. Eva Y.N., dkk., (Bandung: Mizan, 2001), h.14. 31Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), h. 5

Page 29: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

‘Ilm al-kalâm, kata Harun Nasution, memiliki dua pengertian, yaitu bila

kata kalâm yang dimaksud merujuk kepada sabda Tuhan, maka pengertian teologi

dalam Islam adalah persoalan sabda Tuhan (al-Qur’ân), namun jika istilah al-

kalâm merujuk kepada kata-kata manusia, maka pembahasan ‘ilm al-kalâm adalah

pendapat atau jalan pikiran dari manusia yang berpendapat itu.32

Harun Nasution juga menyatakan teologi adalah ilmu yang membahas

masalah-masalah yang fundamental dalam setiap agama, terutama masalah Tuhan.

Teologi akan memberikan keyakinan yang kuat pada sesorang tentang ajaran

agama yang dianutnya, dengan tujuan agar keyakinanya tidak mengalami

ambiguitas dan skeptis atas tantangan dan perubahan Zaman.33

Secara umum teologi mengandung,

“Pertama, analisis tentang konsep Tuhan; kedua, bukti ontologis dan kosmologis keberadaan Tuhan; ketiga, kosmologis hubungan antara Tuhan dan dunia; keempat, etika teodisi perintah Tuhan dalam kaitan dengan kehendak bebas, determinisme, nasib, kebaikan, keburukan, hukuman dan ganjaran; kelima aspek pragmatis dari bahasa agama dan fungsi khusus dari fakultas imajinasi yang secara istimewa terdapat pada para nabi, mistikus dan para pewaris nabi; keenam hubungan antara penalaran dan wahyu; dan ketujuh aspek politik dari penarapan hukum Tuhan ilahi dalam masyarakat.34

32Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta

UI Press, 1972), cet. II., h. ix. 33Harun Nasution, Teologi Islam, h iv 34Parviz Morewegde, “Teologi,” h. 14.

Page 30: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Di dalam Islam, persoalan teologi lahir35 karena politik, terutama

perdebatan mengenai siapakah yang berhak menjadi pemimpin ummat Islam

terutama sesudah ‘Umar ibn Khaththâb wafat. Di sini terdapat beberapa kubu

yang berambisi menduduki rezim kekuasan Islam, yaitu antara lain kubu ‘Ustmân

ibn ‘Affân dan ‘Alî ibn Abû Thâlib serta tidak ketinggalan beberapa kubu lainnya

yang juga mengklaim lebih berhak untuk menduduki rezim pemerintahan, seperti

kubu ‘Â’isyah.36

35Kelahiran teologi Islam memang telah disepakati banyak intelektual adalah karena

alasan politik, namun demikian, ada beberapa tokoh yang tidak mengamini secara eksplisit bahwa politiklah faktor pemicu dominan bagi kelahiran teologi. Seperti Nurcholish Majdid atau yang biasa disapa Cak Nur, menegaskan persoalan kelahiran teologi karena sebab skisme (perpecahan) di dalam tubuh ummat Islam yang berpuncak pada tewasnya ‘Ustmân ibn ‘Affân, dan bukan menyatakannya langsung dengan istilah sebab politis. Justru karena sebab skisme dalam Islam inilah yang kemudian menumbuhkembangkan ummat Islam dalam berbagai bidang seperti politik, sosial dan keagamaan. ‘Ilm al-kalâm, yang oleh Cak Nur didefinisikan sebagai pembicaraan nalar yang menggunakan logika, pada awalnya adalah untuk keperluan penalaran logis bagi orang-orang yang mendukung dan melakukan pembunuhan terhadap ‘Ustmân ibn ‘Affân, menurut para pendukung dan pelaku pembunuhan, mengapa ‘Ustmân layak dibunuh karena ia telah berbuat dosa besar dengan menjalani pemerintahan dengan tidak adil, sedankan dosa besar adalah kekafiran. Dan kekafiran adalah perbuatan menentang Tuhan, maka ‘Ustmân wajib dibunuh, baca Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan,

Kemanusiaan dan Kemodernenan (Jakarta: Paramadina, 1992), cet. 2., h. 203. Sementara itu, menurut Seyyed Hossein Nasr, kelahiran teologi yang berfungsi untuk menunjang kepercayaan-kepercayaan prinsipil di dalam Islam secara tradisional adalah oleh ‘Alî ibn Abû Thâlib. Karya ‘Alî, al-Nahj al-Balâghah, kata Nasr adalah karya pertama yang dapat membuktikan keesaan Tuhan yang mengikuti di belakang al-Qur’ân dan Hadîst, Seyyed Hossein Nasr dan William C. Chittick, Islam Intelektual: Teologi, Filsafat dan Ma’rifat, terj. Tim Perenial (Depok: Perenial Press, 2001), cet. 2., h. 18. Berbeda dengan Cak Nur dan Nasr, Fazlur Rahman, meskipun secara samar ia tetap mengakui bahwa persoalan politik merupakan pemicu bagi kelahiran teologi Islam, namun persoalan politis, kata Rahman tidak bisa dijadikan sebagai faktor pemicu yang dominan bagi kelahiran teologi Islam. Kata dia, kelahiran teologi juga dimunculkan oleh sebab pergolakan-pergolakan pemahaman ummat Islam terhadap al-Qur’ân dan Hadîst pada masa ‘Ustmân dan ‘Alî. Pergolakan pemahaman atas kedua sumber hukum Islam itu bertambah dalam dan luas ketika daulat Umayyah berkuasa. Pergolakan pemahaman atas al-Qur’ân dan Hadîst dipicu oleh pertanyaan “apakah seorang Muslim dapat disebut sebagai Muslim setelah ia melakukan dosa besar? Atau, apakah iman dalam hati saja sudah cukup atau haruskan ia dinyatakan dalam perbuatan.” Hal ini yang kemudian, menurut Rahman, bisa disebut sebagai salah satu pemicu utama kelahiran teologi Islam, Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad (Bandung; Pustaka, 1994), cet. 2., h.117.

36Harun Nasution, Teologi Islam, h. 3-4. ‘Â’isyah adalah salah satu istri Nabi Muhammad yang menentang pengangkatan ‘Alî ibn Abû Thâlib sebagai khalifah selepas ‘Ustmân ibn ‘Affân. ‘Â’isyah berusaha keras menolak pengangkatan itu dengan menyokong Thalhah dan Zubayr. Kubu ‘A’isyah dapat ditumpas ‘Alî dalam pertempuran di Irak pada tahun 656, baca Harun Nasution, Teologi Islam, h. 4.

Page 31: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Dari persoalan politis di kalangan ummat Islam yang tidak bisa

didamaikan, lahirlah aliran-aliran yang awalnya memperdebatkan mekanisme

arbitrase antara kubu ‘Alî dan Mu‘awiyah37 yang menurut sebagian mereka tidak

sah, karena tidak sesuai dengan hukum Tuhan (al-Qur’ân). Perdebatan ini

kemudian mengalir ke ranah siapa yang kafir dan yang mukmin serta siapa yang

berdosa dan tidak.

Saling menuduh kesalahan (kafir-dosa) dan saling mengklaim kebenaran

(mukmin-pahala) antar golongan Muslim, membuat masing-masing kubu yang

bertikai membentuk aliran-aliran teologi yang masing-masing memiliki isi

pandangan yang berbeda tentang persoalan-persoalan keyakinan dasar keislaman

yang kemudian dijadikan dasar pijakan oleh mereka dalam menjalankan aktivitas

keseharian (politik, ibadah, ekonomi dan lain sebagainya).

37‘Alî merupakan adik sepupu dan menantu Nabi Muhammad, yang diangkat

sebagai khalîfah setelah ‘Ustmân wafat. Namun, oleh pihak-pihak pendukung ‘Ustmân, ‘Alî dicurigai ikut terlibat dalam pembunuhan ‘Ustmân melalui anak angkatnya Muhammad ibn Abû Bakr. Karena ketidakpuasan terhadap kepemimpinan ‘Alî, banyak pihak, terutama para pendukung ‘Ustmân dari kubu Mu‘awiyah (keluarga dekat ‘Ustmân yang juga gubernur Damaskus) melakukan pemberontakan, meskipun pada akhirnya para kubu pemberontak ini kalah dalam peperangan Shiffîn. Karena terdesak kalah, lobi-lobi politik pun dilancarkan oleh kubu Mu‘awiyah yang dalam hal ini diwakili oleh ‘Amr ibn al-‘Âsh untuk melakukan arbitrase, sementara pihak ‘Alî diwakili oleh Mûsâ al-Asy‘arî. Dalam arbitrase tersebut dimufakati bahwa kedua kubu akan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan. Namun, karena kelicikan ‘Amr ibn al-‘Âsh, hanya Mûsâ al-Asy‘arî yang menyatakan penjatuhan terhadap ‘Alî, sedangkan ‘Amr mengamini apa yang dinyatakan Mûsâ, sehingga secara de facto, jatuhlah ‘Alî sebagai khalîfah, yang kemudian digantikan oleh Mu‘awiyah ibn Abû Sufyân, baca Harun Nasution, Teologi Islam, h. 6-7.

Page 32: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Menurut catatan sejarah, terdapat aliran-aliran teologi penting di dalam

Islam yang mempengaruhi pola pikir keberagamaan individu Muslim. Aliran itu

adalah Khawârij,38 Murji‘ah,39 Mu‘tazilah,40 Asy‘ariyyah41 dan Mâtûrîdiyah.42

Hingga kini hanya Asy‘ariyyah dan Mâtûrîdiyyah yang keduanya biasa disebut

38Kelompok Khawârij, pada mulanya terdiri orang-orang yang patuh terhadap

‘Alî. Namun, setelah proses arbitrase tersebut, mereka memandang ‘Alî telah berbuat salah dan berbuat dosa besar, sehingga orang-orang yang pada mulanya patuh kepada ‘Alî, mulai memisahkan diri atau keluar dari barisan (Khawârij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar). Setelah memisahkan diri dari kelompok ‘Alî, kaum ini memilih ‘Abdullâh ibn Abû Wahb al-Rasyîdî sebagai imâm mereka. Terlalu sulit untuk menyimpulkan paham-paham teologis yang dianut kubu ini, karena dalam perkembangan, kelompok Khawârij terpecah menjadi 18 subsekte, namun bila merujuk kepada awal perkembangannya, kelompok ini hanya menerima dua khalîfah, yakni Abû Bakr dan ‘Umar ibn Khaththâb sebagai yang masih Muslim, sedangkan para pemimpin berikutnya dianggap kafir, baca Harun Nasution, Teologi Islam, h. 13-14. Baca juga Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 205

39Berbeda dengan kelompok Khawârij yang setelah proses arbitrase justru memusuhi ‘Alî, kelompok Murji‘ah merupakan penyokong-penyokong yang tetap setia kepada ‘Alî. Dalam perkembangannya Murji‘ah lebih dikenal dengan nama Syî‘ah. Golongan ini dibagi menjadi dua golongan besar, yakni golongan moderat dan ekstrem. Menurut salah satu paham golongan moderat, orang Islam yang berdosa tetap Mukmin, tetapi akan tetap dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya. Yang termasuk ke dalam golongan moderat adalah al-Hasan ibn Muhammad, Abû Hanîfah dan Abû Yûsuf. Sementara itu golongan ekstrem memiliki pandangan antara lain, orang Islam yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidak akan menjadi kafir, karena tempat iman dan kekufuran hanya di dalam hati, baca Harun Nasution, Teologi Islam, h. 24-28.

40Mu‘tazilah merupakan ajaran sistemik pertama dari lingkungan ulama tradisional yang didirikan oleh Wâshil ibn ‘Athâ’ pada abad ke-2 Hijriah. Kelompok ini mengusung paham rasionalis dan pentingnya kehendak bebas manusia, baca Seyyed Hossein Nasr, Islam Intelektual, h. 20. selanjutnya tentang aliran Mu‘tazilah dapat dibaca juga pada sub bab “Teologi Rasional” pada bab ini.

41Pendiri aliran ini, Abû al-Hasan al-Asy‘arî, semula merupakan pengikut aliran Mu‘tazilah. Namun tanpa alasan yang begitu jelas, hanya lewat mimpi saja, al-Asy‘arî meninggalkan aliran Mu‘tazilah. Pembentukan aliran ini pada abad ke-3 merupakan reaksi kelompok rasionalis Mu‘tazilah yang oleh khalîfah pada saat itu, yakni al-Ma’mûn, dijadikan sebagai landasan wajib bagi ummat Islam dalam berpikir, baca Seyyed Hossein Nasr, Islam Intelektual, h. 25. Kelompok Asy‘ariyyah yang juga dinamakan dengan aliran Sunnî klasik ini merupakan pelopor aliran ketidakpastian. Mereka yakin bahwa serangkaian peristiwa yang terjadi di alam dunia ini merupakan kehendak Tuhan. Kubu ini juga menolak etika rasionalis dan berpendapat bahwa manusia tidak mampu memahami logika kebaikan dan keburukan, sebab keduanya berasal dari Tuhan, Parviz Morewegde, “Teologi,” h. 19.

42Selain Asy‘ariyyah, kelompok yang diberi nama dengan sebutan Sunnî klasik adalah kelompok Mâtûrîdiyyah yang tahun kelahirannya hampir sama dengan kelompok Asy‘ariyyah. Aliran ini diketuai oleh Abû Manshûr Muhammad al-Mâtûrîdî dari daerah Samarkand di Transoxiana. Isi paham ini hampir serupa dengan Asy‘ariyyah dalam pandangan pokoknya, namun dalam hal-hal penting tertentu mereka sangat berbeda. Misalnya, dalam hal perbuatan manusia, Mâtûrîdiyyah sebagaimana Asy‘ariyyah berpendapat bahwa semua itu adalah kehendak Tuhan, namun Mâtûrîdiyyah berpandangan bahwa perbuatan jahat tidaklah diiringi oleh ridha Tuhan, Fazlur Rahman, Islam, h. 128.

Page 33: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

sebagai Islam Sunnî atau Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ‘ah43

yang masih memiliki

wujud. Namun, seiring masuknya paham rasionalisme ke dunia Islam melalui

kebudayaan Barat modern, maka ajaran Mu‘tazilah yang bersifat rasional mulai

timbul kembali, terutama di kalangan cerdik-cendekia Muslim yang

berpendidikan Barat.44

B. Pengertian Teologi Islam di Indonesia

Sebenarnya pengertian teologi Islam di Indonesia adalah sama dengan

pengertian teologi secara umum, yaitu membahas tentang konsep Tuhan,

kenabian, perintah Tuhan dalam kaitannya dengan kehendak bebas, nasib,

kebaikan, keburukan, wahyu dan nalar, Hari Akhir dan lain sebagainya.45 Namun,

pengertian teologi Islam di Indonesia lebih dimaknai sebagai sebuah gerakan

pembaruan pemikiran dalam rangka merespon perubahan zaman yang umumnya

dilakukan oleh intelektual muda berpendidikan modern (baik di dunia Timur atau

Barat). Para intelektual muda tersebut mencoba merumuskan landasan teologis,

yang selama ini dianggap formalis, legalistis dan normatif, untuk membuat

penyesuaian antara Islam dan realitas sosial-budaya Indonesia.46

Pengertian teologi di Indonesia terutama yang disuarakan oleh gerakan

pembaharuan Islam adalah persoalan yang terkait dengan pembaharuan pemikiran

43Dalam lapangan teologi Islam, Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ‘ah adalah aliran yang

terdiri dari kelompok Sunnî Klasik, yakni Asy‘ariyyah dan Mâtûrîdiyyah. Kata-kata al-Sunnah dan al-Jamâ‘ah sendiri telah dijumpai di dalam tulisan-tulisan Arab jauh sebelum kelompok Asy‘ariyyah dan Mâtûrîdiyyah muncul. Kata al-sunnah berarti kelompok ini percaya terhadap hadîst shahîh tanpa memilih dan tanpa interpretasi. Sedangkan kata al-Jamâ‘ah berarti paham ini dianut oleh mayoritas ummat Islam, baca Harun Nasution, Teologi Islam, h. 65.

44Harun Nasution, Teologi Islam, h. 11. 45Parviz Morewegde, “Teologi,” h. 14. 46Jamhari, "Islam di Indonesia," dalam Taufiq Abdullah dkk., ed., Ensiklopedi Tematis

Dunia Islam, vol. , (Jakarta: Ichtiar Van Hoeve), h. 346.

Page 34: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Islam yaitu pandangan seputar pandangan bagaimana keislaman dan

keindonesiaan dapat bersinergi.47 Namun perumusan pandangan berteologi di

Indonesia tidak selalu merujuk kepada kalâm Tuhan (al-Qur’ân) sebagai fokus

perbincangan, tetapi juga pemikiran (ijtihâd) dari para agamawan dan intelektual

Muslim baik yang klasik maupun kontemporer. Secara spesifik, dalam kajian

Islam modern di Indonesia, persoalan pemikiran pembaharuan Islam (teologis)

dilatarbelakangi oleh dua hal, yaitu Indonesia dan modernitas versus Islam.

Mengenai latar belakang kemunculan bentuk atau corak teologi di Indonesia akan

didalami pada pembahasan berikutnya.

C. Sejarah Kemunculan Corak Berteologi di Indonesia

Kemunculan aliran teologi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah

kedatangan Islam yang dibawa para pedagang Persia dan Arab pada sekitar abad

ke-12 atau 13 di Nusantara ini.48 Namun, di sisi lain faktor eksternal berupa

pengaruh kondisi sosio-historis dan kultural tertentu49 juga merupakan faktor

penting dalam kemunculan corak berteologi di Indonesia.

Secara historis aliran teologi yang kali pertama muncul di Indonesia sejak

awal abad ke-12 adalah teologi Asy‘ariyyah. Ini terlihat dari para pedagang

47Jamhari, "Islam di Indonesia," h. 347. 48Tidak ada yang dapat memastikan kedatangan Islam ke Nusantara untuk kali pertama,

namun abad ke-12 dan 13 adalah abad yang cenderung dipilih oleh para sejarahwan bagi kedatangan Islam ke Nusantara ini. Selain itu, para ahli sejarah juga berdebat dalam kesimpulan tentang cara bagaimana Islam datang ke negeri ini. Sebagian ahli sejarah menegaskan bahwa Islam tiba di Nusantara melalui para pedagang yang berasal dari benua India. Namun, para ahli sejarah yang lain menyatakan bahwa Islam datang di Nusantara ini sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi langsung dari Arabia. Untuk kajian lebih lanjut tentang kedatangan Islam ke Nusantara dan melalui medium apa Islam datang, dapat dibaca di Azyumardi Azra, Jaringan

Ulama Timur Tengah da Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Akar Pembaharuan Islam

Indonesia, (Jakarta: Prenada, 2005), edisi revisi, cet. Ke-2., h. 2-19. 49 Azyumardi Azra, “Komunitas Tersisih: Perspektif Subaltren,” Gatra 6 Desember 2003,

h. 8.

Page 35: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Muslim, baik itu dari benua India maupun Arabia yang masuk ke Indonesia

kebanyakan beraliran madzhab Syâfi‘î dan sebagian lagi adalah Hanafî50. Menurut

Harun Nasution, teologi Asy‘ariyyah dan Mâtûrîdiyyah umumnya banyak dianut

oleh individu Muslim yang menganut Madzhab Syâfi‘î dan Hanafî.51

Sejak abad ke-12 di bumi Nusantara ini sudah terjadi gerakan Islamisasi di

Nusantara yang dilakukan oleh gerakan teologi Asy‘ariyyah.52 Namun gerakan ini

tidak sepenuhnya berhasil. Ini dikarenakan, meskipun sebagian masyarakat

Nusantara khususnya Jawa telah menganut Islam pada abad ke-14,53 mereka telah

menganut teologi yang dinamakan oleh Fauzan Saleh, sebagai teologi pra-Islam.

Teologi ini sangat dipengaruhi oleh orientasi mistik keyakinan Jawa kuno.

Berbeda dengan teologi Asy‘ariyyah yang meyakini Tuhan adalah transenden,

teologi pra-Islam berkeyakinan bahwa Tuhan adalah imanen.54

Meskipun mendapatkan ganjalan dari keberadaan teologi pra-Islam dalam

penyebarannya, sejak saat itu teologi yang mengusung pemurnian Islam ini

semakin berkembang luas di Indonesia. Dan kemudian menemukan titik awal

perkembangan yang pesat sejak abad ke-17, atau tepatnya ketika sebagian muslim

Indonesia yang belajar dari Timur Tengah, terutama Arab (Makkah dan Madînah)

pulang ke Indonesia.55

Pada abad ke-18 terkait dengan datangnya kolonialisme Belanda, muncul

teologi jihad yang diprakarsai oleh gerakan tasawuf yang dalam hal ini dipelopori

oleh Syekh Abd al-Shamad al-Palembani. Gerakan teologi jihad mencapai

50Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, h. 4. 51Harun Nasution, Teologi Islam, h.13 52Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam, (Jakarta:

Paramadina, 1999), cet. 1., h. 45. 53Fauzan Saleh, Teologi Pembaharuan: Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia

Abad XX, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004), h. 63-64. 54Fauzan Saleh, Teologi Pembaharuan, h. 66-67 55Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, h. 47.

Page 36: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

puncaknya pada tahun 1888 ketika dua aliran tarekat yakni Naqsybandiyyah dan

Qâdiriyyah melakukan pemberontakan di Cilegon, Banten melawan Belanda.

Sekitar abad ke-19 teologi jihad juga terlihat pada gerakan Pangeran Diponegoro

di Jawa dan di Minangkabau yang dipelopori oleh kaum Padri. Teologi jihad

paska penjajahan Belanda, pada akhirnya diarahkan sasarannya kepada ummat

Islam sendiri. Teologi tersebut diyakini berafiliasi dengan gerakan Wahhâbî di

Arab Saudi yang mengusung pemurnian kembali (repurifikasi) Islam sebagaimana

yang telah diterapkan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya.56

Proses repurifikasi Islam pada abad ke-19 yang dilakukan oleh gerakan

teologi jihad dan sejumlah ulama yang pernah belajar di Timur Tengah, terutama

di Makkah dan Madînah, lebih menekankan aspek formal-ritual ketimbang

hakikat Islam. Hal ini tidak mengherankan, karena sejak abad ke-12 teologi

Asy‘ariyyah telah mendominasi paradigma keislaman kebanyakan ummat Islam

Nusantara dan memulai titik perkembangan yang amat pesat sejak abad ke-17.

Dominasi teologi Asy‘ariyyah yang dikategorikan sebagai aliran

tradisionalisme57 yang menganut paham predestinasi58 terus berlanjut hingga

Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagian dari kalangan penganut

teologi tradisionalisme ini mulai masuk ke ranah politik-kenegaraan. Tujuannya

56Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, h. 44-49. Teologi Asy‘ariyyah

kemudian mendapat kritik dari kalangan ummat Islam Indonesi karena sifatnya yang cenderung mengikuti bentuk teologi Jabâriyyah dalam masalah takdir (predestination). Teologi Asy‘ariyyah dianggap bertanggung jawab atas lemahnya etos sosial ekonomi ummat Islam Indonesia yang cenderung menyandarkan segala bentuk kehidupan pada kekuasaan Tuhan. Manusia tidak lebih berperan sebagai wayang yang diatur oleh dalangnya. Pergeseran cara pandang ummat Islam Indonesia terhadap teologi Asy‘ariyyah ini terlihat sejak abad ke-18.

57Penggunaan kata tradisionalisme atas teologi Asy‘ariyyah, dikarenakan kebanyakan dari mereka adalah masih terikat kuat dengan pemikiran ulama ahli tawhîd, fiqh, Hadîst, tasawuf dan tafsîr yang hidup antara abad ke-7 hingga abad ke-13, Fachry Ali dan Bachtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru, (Bandung: Mizan, 1986), h. 48-49.

58Penganut paham ini meyakini bahwa manusia adalah makhluk yang tidak berkuasa dan tidak mampu berkehendak atas sesuatu apapun, melainkan atas kuasa dan kehendak Tuhan, baca Harun Nasution, Teologi Islam, h. 107.

Page 37: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

adalah agar Indonesia dijadikan sebagai negara Islam yang berazaskan kepada al-

Qur‘ân dan Hadist,59 salah satu alasannya adalah karena mayoritas penduduk

Indonesia adalah Muslim. Selanjutnya oleh kalangan intelektual, mereka

diidentifikasi menjadi golongan teologi formalis-legalistis, teologi normatif dan

teologi ortodoks.60

Dalam peta pemikiran Islam kekinian, nama teologi Asy‘ariyyah memang

telah hampir redup dalam perbincangan akademis. Kini oleh sebagian intelektual

Muslim, golongan yang menyerupai teologi Asy‘ariyyah, karena memiliki paham

seperti predestinasi, teosentris,61 fatalistis, skriptualis dan fiqh oriented,62

dikategorikan sebagai aliran teologi tradisionalisme, formalistis-legalistis,63

normatif,64 ortodoks65 bahkan konservatisme.66 Selanjutnya untuk

59Jamhari, “Islam di Indonesia,” h. 346. 60Teologi yang mengusung semangat pemurnian kembali Islam seperti yang disyariatkan

di dalam al-Qur’ân dan oleh Nabi Muhammad serta menolak keras sinkretisme dan bid‘ah di dalam agama, baca Fauzan Saleh, Teologi Pembaharuan, h. 25.

61Paham yang meyakini bahwa segala sesuatu kejadian atau perubahan hanya berpusat pada Tuhan. Manusia tidak memiliki kehendak apapun untuk mengubah diri dan keadaannya, baca Zamakhsyari Dhofier, “Teologi Asy‘ari dan Pembangunan,” dalam M. Masyhur Amin, ed., Teologi Pembangunan: Paradigma Baru Pemikiran Islam, (Yogyakarta: LKPSM NU, 1989), h. 42.

62Pemahaman keagamaan yang hanya bersandar kepada fatwa-fatwa yang terdapat di dalam empat madzhab fiqh. Pemahaman keagamaan ini diyakini sebagai salah satu pemicu utama kemunduran yang dialami ummat Islam Indonesia, Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), cet. 3., h. 62-65.

63Golongan ini juga memfokuskan diri pada perjuangan untuk menjadi Islam sebagai ideologi negara, Jamhari, “Islam di Indonesia,” h. 346. Penekanan paham keagamaan ini juga terletak pada ketaatan formal dan hukum agama. Dan setiap ekspresi keagaman harus diwujudkan secara eksplisit, seperti pembentukan bank-bank Islam, asuransi Islam dan lain sebagainya. Di sisi lain mereka cenderung mengadopsi tradisi-tradisi Arab yang dianggap sebagai warisan Nabi Muhammad, seperti memelihara jenggot dan lain-lain, baca Azyumardi Azra, Konteks Berteologi

di Indonesia, h. 9. 64Paham Islam yang berangkat dari teks yang tertulis di dalam kitab suci. Paham ini

sangat meyakini bahwa keterpurukan yang menimpa bangsa Indonesia dapat ditemukan solusinya di dalam kitab suci dan Hadîst. Mereka sangat menolak usaha penafsiran yang dilakukan oleh kalangan Muslim liberal, baca Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, h. 9-10.

65Istilah ortodoks sendiri merupakan pinjaman dari istilah dalam lembaga keagamaan dalam tradisi Kristen yang berwenang untuk merumuskan suatu doktrin sebagai kebenaran resmi. Secara umum pengertian tentang ortodoks adalah keyakinan yang benar dan keimanan yang murni sesuai dengan ajaran dan arahan dari pemilik kewenangan mutlak, baca Fauzan Saleh, Teologi

Pembaharuan, h. 77-78. Aliran teologi ortodoks ini mengusung semangat pemurnian kembali Islam seperti yang disyari‘atkan di dalam al-Qur’ân dan oleh Nabi Muhammad serta menolak

Page 38: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

mengidentifikasi teologi yang identik dengan paham ajaran Asy‘ariyyah penulis

akan menggunakan istilah yang telah dipakai oleh Harun Nasution dan Fachry

Ali, yaitu dengan teologi tradisional.67

Azyumardi Azra menilai tidak tepat jika ada anggapan yang berpendapat

bahwa teologi Asy‘ariyyah tidak mendorong terjadinya dinamika perubahan

dalam masyarakat Islam Indonesia dan justru mendorongnya ke arah kemunduran.

Meskipun bila dilihat secara teoritis, tuduhan itu sangat mendasar sekali

dikarenakan adanya peningkatan aktivisme yang cukup menonjol di kalangan

Muslim, baik dalam bidang politik, ritual keagamaan, budaya dan ekonomi yang

landasan aktivitasnya belum tentu berafiliasi ke dalam teologi Asy‘ariyyah.68

Sebagian kalangan, terutama masyarakat Muslim terdidik modern, mulai

resah dengan dominasi dan hegemoni teologi tradisional yang telah mendarah

daging dalam keyakinan dan pemikiran ummat Islam kebanyakan, sehingga

membuat ummat Islam Indonesia mengalami kebuntuan dan kemunduran dalam

berbagai bidang.

Pernyataan mereka didasari oleh sebuah pandangan bahwa persoalan

teologis dalam masyarakat Islam merupakan soal yang sangat amat sensitif,

karena meyangkut masalah keyakinan beragama, dan juga faktor determinan

dalam progresifitas ummat Islam Indonesia, karena pendirian teologis merupakan

upaya untuk mencetak pola perilaku dan struktur keyakinan, selain, tentunya

keras sinkretisme dan bid‘ah di dalam agama. Oleh sebagian peneliti keagamaan, sebutan ortodoksi Indonesia bisa melekat pada kelompok yang digolongkan tradisionalis maupun modernis, yang dalam hal ini oleh M. Howard Federspiel adalah kelompok Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis), Fauzan Saleh, Teologi Pembaharuan, h. 24-25.

66Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 49. 67Istilah tradisionalisme berasal dari kata tradisi yang berarti segala sesuatu, baik itu

kepercayaan, kebiasaan, ajaran yang turun-temurun dari nenek moyang, Poerwadarminta, Kamus

Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h. 1088. 68Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, h. 46.

Page 39: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

sebagai rasionalisasi atau justifikasi bagi tindakan-tindakan sosial dan program

pembangunan yang telah direncanakan.69

Kalangan sarjana Muslim menilai dengan pemahaman beragama yang

masih didominasi dan dihegemoni oleh pemahaman tradisionalisme akan

membuntukan jalan pembangunan Indonesia, yang mengakibatkan

keterbelakangan ummat Islam dalam berbagai bidang, terutama ekonomi, politik

serta sains dan teknologi.

Dalam abad modern ini, ummat Islam Indonesia dihadapi oleh dua

problem besar, yaitu Indonesia dan modernitas versus Islam.70 Teologi tradisional

yang masih menganut paham tradisionalisme-teosentris-skripturalis diyakini tidak

akan mampu menemukan kesesuaian di antara dua problem besar itu. Sebab

mereka masih terkunci oleh pemahaman sempit bahwa modernisasi di Indonesia

akan meminggirkan peran agama dan merusak nilai-nilai yang ada di dalamnya.71

Dengan kerangka tersebut beberapa pemikir Muslim Indonesia mulai

berbicara untuk merumuskan sebuah teologi baru yang kondusif dan dapat

menopang modernisasi dan pembangunan dalam bidang ekonomi. Dalam ide

mereka, para pemikir itu mengharapkan adanya teologi yang lebih kontekstual

dengan perkembangan situasi modern.72

Meskipun gerakan pembaharuan Islam Indonesia telah muncul sejak awal

abad ke-20, namun awal 1970 adalah periode penting bagi perkembangan

pemikiran Islam di Indonesia. Menurut Greg Barton, Indonesia mengalami

69Taufik Abdullah, “Terbentuknya Paradigma Baru: Sketsa Wacana Islam Kontemporer”

dalam Mark R. Woodward, ed., Jalan Baru Islam: Memetakan Paradigma Mutakhir Islam

Indonesia, terj. Ihsan Ali Fauzi, (Bandung: Mizan, 1996), h. 84. 70Taufik Abdullah, “Terbentuknya Paradigma Baru,” h. 74. 71Jamhari, “Islam di Indonesia,” h. 347. 72Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, h. 46.

Page 40: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

kebangkitan yang amat progresif dan begitu memiliki masa depan dalam

pemikiran keagamaan. Dikatakannya, bahwa kebangkitan ini juga bukan petanda

bahwa Islam akan kembali ke zaman 1950 di mana kelompok Islam tertentu

menginginkan azas Islam sebagai ideologi negara. Islam yang bangkit pada tahun

1970 adalah Islam kontekstual dan substansial, yang memiliki ciri moderat, liberal

dan progresif.73

Gerakan yang dimotori oleh para intelektual menyerukan tentang

pembaharuan pemikiran Islam itu oleh Barton diidentifikasi sebagai gerakan neo-

modernisme. Mereka yang dikategorikan masuk ke dalam gerakan ini adalah

pemikir-pemikir yang memiliki pengaruh kuat atas setiap gagasan pembaharuan

pemikiran Islam yang keluar dari masyarakat Islam Indonesia. Mereka adalah

Nurcholish Madjid (Cak Nur), Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi, Ahmad

Wahib.

Menurut Barton, sebenarnya banyak tokoh-tokoh Islam, selain yang telah

disebutkan di atas, dapat digolongkan ke dalam komunitas pemikir neo-

modernisme, seperti, Dawam Rahardjo, Jalaluddin Rakhmat dan Masdar F.

Mas’udi. Tetapi mereka ini lebih memilih untuk tidak menggunakan istilah neo-

modernisme, yang awalnya dipopulerkan oleh media massa di luar keinginan

mereka sendiri.74

Selain tokoh-tokoh yang telah disebutkan Barton, ada tokoh Islam lainnya

yang juga memiliki pengaruh kuat dalam hal pemikiran di kalangan masyarakat

Muslim Indonesia, yakni Harun Nasution. Karena dalam karyanya, ia banyak

73Greg Bartoh, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernisme

Nucholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib dan Abdurrahman Wahid, terj. Nanang Tahqiq (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 3-4.

74Greg Barton, Gagasan Islam Liberal, h. 8-11.

Page 41: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

memaparkan teologi Mu‘tazilah dan tokoh-tokoh kontemporer yang beraliran

Mu‘tazilah, seperti Muhammad ‘Abduh,75 maka Harun oleh sebagian intelektual

Islam kerap digolongkan sebagai Muslim berteologi rasional. 76

Berbeda dengan kelompok rasional yang oleh Fachry Ali digolongkan ke

dalam kelompok modernisme Islam yang cenderung terfokus ke dalam perdebatan

sektarian, seperti Muhammadiah, Persatuan Islam, Sunnî dan non- Sunnî, gerakan

neo-modernisme lebih bersifat kultural, karenanya gerakan neo-modernisme

disebut sebagai gerakan yang bersifat moderat, karena ia mampu memadukan

antara paham modernisme Islam dengan tradisionalisme.

Azyumardi Azra berpandangan bahwa penggolongan terhadap bentuk-

bentuk teologi ini adalah penyederhanaan dari berbagai corak berteologi di

Indonesia, yang masih sangat mungkin sekali belum pernah tercatat dalam kajian

sejarah. Penggolongan ini hanya mencoba menangkap pandangan teologis terkuat

di dalam penggolongan itu. Dalam artian, dalam setiap bentuk itu sangat mungkin

terdapat unsur-unsur bentuk teologi yang lain yang dapat digolongkan kembali.77

Perlu penulis tekankan juga bahwa mengapa penggolongan ini turut

menyertakan terma teologi karena pemikiran-pemikiran yang akan diuraikan

dalam penulisan ini adalah tafsir-tafsir para tokoh Islam terhadap realitas

kehidupan dengan menggunakan perspektif ketuhanan.

75Dalam dua bukunya, seperti Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa

Perbandingan (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986) dan Muhammad Abduh dan Teologi

Rasional Mu‘tazilah (Jakarta: UI Press, 1987) yang hingga kini masih dicetak ulang, Harun terkesan mempromosikan paham Mu‘tazilah yang lebih rasional untuk masyarakat muslim Indonesia, yang menurut peninjauan Harun masih terpenjara oleh paham teologi Asy‘ariyyah yang mengusung paham fatalistis. Dan paham ini menurut Harun tidak sesuai dengan iklim perubahan maupun pembangunan di negara Indonesia, Jamhari, “Islam di Indonesia,” h. 350.

76Fauzan Saleh memetakan diskursus teologi Islam mutakhir Indonesia tetap dipengaruhi oleh dua pemikiran besar, yaitu pemikiran Harun Nasution yang dikenal dengan teologi rasional Mu‘tazilah dan Nurcholish Madjid dengan neomodernisme, baca Fauzan Saleh, Teologi

Pembaharuan, h. 260-384. 77Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, h.51.

Page 42: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Gerakan pembaharuan teologis yang terjadi di Indonesia sudah barang

tentu berpengaruh terhadap pola pikir kebanyakan Muslim Indonesia, baik yang

berpendidikan tradisional Islam sekaligus sekular maupun Muslim yang hanya

berlatarbelakang berpendidikan sekular saja. Fenomena pembaharuan ini juga

menjadi pembenaran bagi setiap Muslim untuk mengembangkan agama yang

tidak normatif dan legalistik, tetapi lebih pada aspek substantif sehingga

instrumen yang digunakan untuk memahami Islam menjadi terbuka.78

Oleh karenanya tidak mengherankan, bila ada fenomena dalam masyarakat

Muslim kekinian bahwa ide-ide keislaman (teologis) yang berkembang di

Indonesia tidak hanya terpusat dan diramaikan oleh mereka yang disebut sebagai

pemikir-pemikir arus utama (mainstream) yang bila dalam konteks penulisan ini

adalah yang dikategorikan oleh Greg Barton sebagai pengusung gerakan neo-

Modernisme, yaitu Nurcholish Madjid, Abdurahman Wahid dan lain sebagainya,

melainkan juga oleh kalangan masyarakat sekular-rasional dan tidak terdidik

dalam ilmu-ilmu tradisional Islam (Muslim atau sarjana sekuler). Oleh William

Liddle, kelompok ini diberi nama dengan sebutan Islam substansialis, meskipun

kelompok ini tetap bisa digolongkan ke dalam gerakan neo-modernisme. Namun

karena mereka memiliki ciri khas tersendiri dari kelompok neo-modernisme,

maka dipilihkan istilah lain untuk menggolongkan kelompok tersebut.79

Berdasarkan uraian di atas, bentuk-bentuk teologi yang akan penulis bahas

pada penjelasan berikut adalah teologi tradisional, teologi rasional, teologi neo-

modernisme dan teologi substansialis. Dalam penulisan berikut, penulis akan

78Jamhari, “Islam di Indonesia,” h. 354. 79Greg Barton, Gagasan Islam Liberal, h. 33-34

Page 43: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

menjelaskan ciri-ciri dan isi pandangan tentang Tuhan dan manusia dari masing-

masing teologi tersebut.

D. Bentuk-Bentuk Berteologi di Indonesia

1. Teologi Tradisional

Teologi tradisional menurut Harun Nasution adalah nama lain dari teologi

Asy‘ariyyah80 atau Sunnî klasik di Indonesia81 yang menurut sejarahnya telah ada

sejak kedatangan Islam di Indonesia sejak abad ke-12. Namun menurut Fachry Ali

istilah tradisional tetap dapat digunakan tidak hanya untuk mengidentifikasi

teologi Asy‘ariyyah di Indonesia tetapi juga kelompok-kelompok Islam yang

masih terikat kuat dengan pemahaman keagamaan pada abad ke-7 dan 13 yang

diyakini sebagai sesuatu yang murni dan sesuai dengan tuntunan Islam yang

benar. 82

Teologi tradisional ini banyak dianut oleh masyarakat pedesaan, di mana

kehidupan, tingkah laku dan cara berpikir masyarakatnya masih sangat sederhana.

Di Indonesia, yang menjadi basis perkembangan dan juga pendukung paham ini

umumnya adalah kelompok kiai yang mendirikan pesantren.83

80Teologi Asy‘ariyyah, lahir pada tahun yang disebut oleh Harun Nasution sebagai

zaman Islam klasik (650-1250), baca Harun Nasution, Islam Rasional, h. 115. Teologi Asy’ariyyah merupakan aliran tandingan dari teologi Mu‘tazilah yang didirikan oleh orang yang awalnya penganut Mu’tazilah, yakni Abû al-Hasan al- Asy‘arî. Al-Asy‘arî menilai bahwa pandangan keagamaan teologi Mu‘tazilah tidak lagi sesuai dengan ajaran yang sebenarnya dalam Islam, baca Harun Nasution, Teologi Islam, h. 66.

81Azyumardi Azra, Konteks Berteologi Islam di Indonesia, h. 52. Aliran ini didirikan oleh Abû Hasan ‘Alî ibn Ismâ‘îl. Sebelum mendirikan Asy‘ariyyah, ia adalah seorang penganut teologi Mu‘tazilah. Tanpa sebab yang jelas, ia menyatakan keluar dan membentuk aliran teologi baru, yang kemudian dinamakan Asy‘ariyyah, baca Harun Nasution, Teologi Islam, h. 67. Seperti telah dijelaskan di atas, teologi ini menganut paham predestinasi dan fatalistis.

82Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 49. 83Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 49.

Page 44: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Dalam metode pengambilan keputusan yang terkait dengan soal

pemahaman keagamaan, mereka masih terikat kuat dengan pikiran-pikiran ulama

tawhîd, fiqh, tafsir dan Hadîst yang hidup antara abad ke-7 hingga 13.84

Wahyu al-Qur’ân bagi aliran teologi ini merupakan dogma yang harus

diterima apa adanya dan mereka menolak keras usaha-usaha penafsiran yang

dilakukan oleh sebagian ummat Muslim. Dengan istilah lain mereka adalah

kelompok skripturalis.85

Paham keagamaan ini cenderung mengabsolutkan teks tanpa memahami

masalah yang menjadi latar belakang munculnya teks tersebut (asbâb al-nuzûl

dalam al-Qur’ân, dan asbâb al-wurûd dalam al-Hadîst), baik yang bersifat sosio-

kultural dan psikologis.86

Umumnya aliran teologi tradisional memandang akal manusia tidak bisa

mengetahui baik dan buruk dan kewajiban berbuat baik. Hal itu hanya dapat

diketahui lewat wahyu Tuhan. Teologi ini sangat bergantung kepada wahyu dan

banyak berpegang pada arti lafzhi atau harfiah (membaca yang tersurat).87 Oleh

karenanya, menurut Harun Nasution mereka sangat sulit dalam menyesuaikan diri

dengan perkembangan modern.88

Dalam paham tentang al-kasb (perbuatan), teologi ini lebih dekat kepada

paham Jabbâriyyah atau fatalisme (paham kekuasan mutlak pada Tuhan). Faham

fatalisme dalam teologi tradisional, menurut Harun Nasution didasari oleh firman

84Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 49. 85Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,

2002), cet. 2., h.29. 86 M. Amin Abdullah, Studi Agama Normatif atau Historisitas?, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996), h. vi. 87Harun Nasution, Islam Ditinjua dari Segala Aspeknya Jilid 2, (Jakarta: Universitas

Indonesia Press, 1987), h.42. 88Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution,

Saiful Mujani, ed., (Bandung: Mizan, 1995), h. 9

Page 45: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Tuhan yang artinya, “Tidak ada bencana yang menimpa bumi dan diri kamu,

kecuali telah ditentukan di dalam kitab sebelum ia Kami wujudkan (QS:

57:22).”89 Al-Qur’ân sendiri, Harun menandaskan memang sebenarnya

mengandung ajaran-ajaran yang dapat melahirkan baik filsafat fatalisme atau

Jabbâriyyah maupun Qadariyyah (free act) yang dapat dijadikan sandaran bagi

keyakinan ummat Islam.90

Tuhan bagi teologi fatalis ini adalah pemilik kekuasaan mutlak pada

mahkluk (manusia). Tidak ada kekuasaan pada manusia dan semua tindakan

manusia telah diatur dan ditentukan oleh Tuhan.

Manusia hanya berkewajiban taat dan tunduk kepada aturan-aturan yang

telah ditentukan Tuhan. Tidak ada daya kreatifitas manusia untuk menentukan

arah hidupnya, karena Tuhan telah menentukan nasib bagi hamba-hamba-Nya.

Dengan demikian manusia tidak memiliki kebebasan dalam hidupnya, ia

terpenjara dalam takdir Tuhan.91

Dalam dunia modern, misi yang paling bisa dilihat dari kelompok ini

adalah repurifikasi Islam. Individu Muslim yang setuju atas misi ini menilai

bahwa akomodasi baru Islam atas kenyataan sosial-budaya dianggap tidak terlalu

banyak berhasil. Perumusan akomadasi modernisme atas agama dinilai hanya

berpengaruh pada sebagian kaum elit dan urban. Hal itu pada gilirannya

membawa sebagian cendekiawan Muslim untuk kembali kepada doktrin Islam

yang diyakini sebagai respon yang lebih tepat atas perubahan zaman ini.92

89Harun Nasution, Islam Rasional, h. 112 90Harun Nasution, Islam Rasional, h. 111 91 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Segala Aspeknya, h. 40. 92Azyumardi Azra, Konteks Berteologi Islam di Indonesia, h. 14-15.

Page 46: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Menurut teologi ini Islam yang paling ideal adalah Islam yang ada pada

masa awal Islam, yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad dan para sahabat

terutama yang empat (Khulafâ’ al-Râsyidîn).93 Gejala repurifikasi Islam inilah

yang diyakini dapat memunculkan ajaran fundamentalisme Islam (hal yang terkait

dengan kekerasan atas nama agama).94

2. Teologi Rasional

Dari sisi historis, aliran rasionalis di dunia Islam ditemukan pada

kelompok teologi Mu‘tazilah.95 Dikatakan sebagai teologi rasionalis karena

penganut aliran teologi ini mengganggap akal atau nalar manusia akan sampai

pada pengetahuan tentang Tuhan, walaupun wahyu belum diturunkan.96 Bagi

mereka kebaikan dan kejahatan bukanlah hasil-samping dari irrasionalitas dan

buta dari keimanan sebagaimana yang diterapkan oleh sebagian teodisi

deterministik. Sebaliknya manusia memiliki kehendak bebas, dapat menguraikan

gambaran rasional tentang kebaikan dan kejahatan dan manusia bertanggung

jawab atas perbuatannya. Nalar manusia menurut aliran Mu‘tazilah selaras dengan

wahyu.97

93Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, h. 32 94Azyumardi Azra, Konteks Berteologi Islam di Indonesia, h.15. 95Aliran teologi Mu‘tazilah muncul pada abad ke-2 Hijriah di kota Bashrah atau sama

pada tahun yang disebut sebagai zaman Islam klasik, yang didirikan oleh Wâshil ibn ‘Athâ'. Ajaran pokok yang dibahas dalam teologi Mu‘tazilah adalah tawhîd, al-‘Adl, al-Wa‘d wa al-wa‘îd

(janji dan ancaman), al-manzilah bayna manzilatayn (tempat di antara dua tempat), Amr ma‘rûf

nahy munkar, Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), cet. I., h. 43-46.

96Ada empat permasalahan yang dibahas dalam teologi terkait dengan masalah akal. Pertama masalah apakah akal mampu mengetahui Tuhan. Kedua, bersyukur kepada Tuhan. Ketiga, mengetahui baik dan buruk. Keempat, berkewajiban menjalankan kebaikan dan menjauhi keburukan, Harun Nasution, Teologi Islam, h. 79-94.

97Parviz Morewedge, “Teologi,” h. 16.

Page 47: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Teologi rasional menemukan titik awal perkembangan yang cukup

signifikan di Indonesia bersamaan dengan gerakan pembaharuan dalam Islam di

Indonesia sekitar tahun 1970.98 Meskipun gerakan pembaharuan Islam

kontemporer di mulai sejak awal abad ke-20, namun para peneliti keagamaan

memandang bahwa pengusung aliran teologi rasional di Indonesia adalah Harun

Nasution.99 Pemikiran Harun Nasution sendiri juga tidak bisa dilepaskan dari

pengaruh tokoh pembaharu Islam di Mesir, yakni Muhammad ‘Abduh.100 Para

tokoh pembaharu ini, termasuk juga ‘Abduh mendorong umat Islam untuk

melakukan penelaahan ulang serta menjelaskan kembali doktrin-doktrin Islam

dalam bahasa dan rumusan yang dapat diterima oleh pikiran-pikiran modern.

Menurut para tokoh ini, Islam merupakan satu-satunya agama yang meletakkan

akal pada posisi cukup baik dan menganjurkan penerapan temuan-temuan

ilmiah.101

Semangat pembaharuan pemikiran Islam sangat mendapatkan perhatian

dari ummat Islam di daerah perkotaan. Secara geografis dan kultural, menurut

Fachry Ali, masyarakat perkotaan, terutama yang berlatar belakang pendidikan

98Baca Jamhari, “Islam di Indonesia,” h. 350. 99Beberapa buku secara eksplisit menyebutkan bahwa pemikiran Harun Nasution

merupakan pemikiran Islam yang berhaluan rasional, seperti dalam buku Abdul Halim, ed., Teologi Islam Rasional: Apresiasi terhadap Wacana dan Praksis Harun Nasution (Jakarta: Ciputat Press, 2005). Pada judul buku lain, disebutkan Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran

Prof. Dr. Harun Nasution, Saiful Mujani, ed., (Bandung: Mizan, 1995). Harun menurut Jamhari memang terkesan mempromosikan paham Mu‘tazilah di Indonesia. Menurut Harun, ada kesesuaian beberapa aspek aliran teologi Mu‘tazilah dengan usaha manusia Indonesia dalam mengembangkan masyarakatnya, baca Jamhari, “Islam di Indonesia,” h. 350.

100Dalam bukunya, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazilah (Jakarta: UI Press, 1987), Harun menilai bahwa pembaharuan pemikiran Islam yang digagas Muhammad ‘Abduh sangat berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran di Indonesia, Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI Press,1987), h. 1. Muhammad ‘Abduh menurut Harun adalah penganut teologi rasional Mu‘tazilah yang berpandangan jalan untuk mengetahui Tuhan bukanlah wahyu semata, tetapi juga akal. Akal manusia sangat selaras dengan wahyu dalam mengenal Tuhan, Harun Nasution, Muhammad ‘Abduh, h. 43.

101Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 63.

Page 48: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

sarjana lebih cepat berhadapan dengan pengaruh luar. Kelompok pembaharu ini

diidentifikasi oleh Fachry Ali sebagai kelompok modernisme dalam Islam.102

Kemunculan teologi rasional di Indonesia merupakan respon terhadap

kejumudan (kemandekan berpikir) ummat Islam kebanyakan, di mana mereka

terperosok ke dalam kehidupan mistisisme berlebihan103 dan terpenjara oleh

paradigma tradisional (fatalisme dan fiqh oriented).104 Untuk meningkatkan

produktivitas masyarakat Indonesia, menurut Harun, ummat Islam harus

mengadopsi teologi sunnatullah105 yang bersifat rasional, filosofis dan ilmiah.

Teologi rasionalis ini bersifat terbuka terhadap segala perubahan dan

cenderung melihat Islam sebagai agama yang dinamis dan sejalan dengan akal,

dengan demikian al-Qur’ân ditafsir berdasarkan kontekstualisasi terhadap kondisi

dan permasalahan yang dihadapi. Menurut Harun Nasution, al-Qur’ân

diwahyukan dalam bentuk yang sangat umum tanpa penjelasan terperinci tentang

pelaksanaannya. Karena al-Qur’ân bersifat umum dan tidak memberi panduan

terperinci, maka penafsiran isinya merupakan keharusan.106

Ijtihad harus digalakkan dalam setiap wacana keislaman. Pemikiran yang

menegaskan bahwa pintu ijtihad telah ditutup itu tidak dibenarkan. Maka tawaran

yang diajukan adalah kontekstualisasi ajaran Islam sebagai cara untuk

102Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 63. 103Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 62. 104Moeslim Abdurrahman, Islam Transfomatif, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), cet. Ke-

3., h. 62. 105Teologi sunnatullah berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 Masehi). Teologi

ini memiliki ciri mendudukkan akal pada posisi yang tinggi, kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan, kebebasan berpikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar dalam al-Qur’ân dan Hadîst yang sedikit sekali jumlahnya, percaya akan keberadaan sunnatullah dan kausalitas, megambil arti metaforis dari teks wahyu dan adanya dinamika dalam sikap dan berpikir, baca Harun Nasution, Islam Rasional, h. 112.

106Jamhari, “Teologi,” h. 350.

Page 49: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

menyelesaikan permasalahan zaman yang dihadapi ummat Islam dalam segala

aspek, seperti sosiol ekonomi, politik dan budaya.

Dalam paham tentang al-kasb (perbuatan), teologi rasional memiliki

pandangan berbeda dengan teologi tradisional yang menganut paham fatalisme.

Teologi rasional menganut paham Qadariyyah, yakni dalam menentukan

kehendak berbuat apapun, manusia dengan kemampuan akalnya dapat memilih.

Petunjuk Tuhan hanya dapat diperoleh setelah manusia melakukan usaha yang

maksimal, tanpa usaha apapun, petunjuk Tuhan tidak akan pernah diberikan.107

Manusia dalam paham teologi ini dipandang sebagai makhluk Tuhan yang

memiliki kebebasan dalam melakukan aktifitasnya. Dengan kebebasannya itu

manusia bertanggung jawab terhadap Tuhan.

3. Teologi Neo-Modernisme

Neo-modernisme108 awalnya diidentifikasi sebagai gerakan pembaharuan

pemikiran Islam di Indonesia pada tahun 1970-an yang muncul sebagai tanggapan

pemikiran Islam terhadap tekanan, tantangan serta peluang-peluang modernitas.109

Berbeda dengan semangat gerakan modernis yang masih menuntut tentang

107Jamhari, “Teologi,” h. 350 108Kelahiran kelompok teologi neo-modernisme tidak bisa dilepaskan dari pengaruh

Fazlur Rahman, seorang ilmuwan agama Amerika asal Pakistan, sebagai orang yang pertama kali mencetuskan paham neo-modernisme Islam. Menurut Rahman, neo-modernisme merupakan respon terhadap kemunculan neo-revivalisme yang diakibatkan oleh kelemahan modernisme klasik yang sangat berorientasi kepada Barat. Neo-revivalis dianggap gagal oleh Rahman dalam melakukan interpretasi yang sistematis dan menyeluruh terhadap Islam, mereka hanya berusaha untuk membedakan Islam dari Barat, tetapi tetap menggunakan metodologi Barat secara menyeluruh, baca Taufik Adnan Amal, ed., Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam Fazlur

Rahman, (Bandung: Mizan, 1994), cet. Vi., h.19-20 109Greg Barton, Gagasan Islam Liberal, h. 5.

Page 50: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

keterlibatan partai politik Islam di dalam negara, neo-modernisme mengusung

semangat pemisahan antara agama dan negara.110

Kemunculan neo-modernisme juga diyakini dilatarbelakangi salah satunya

oleh gerakan modernisme Islam yang lahir di awal abad ke-20 yang menurut

gerakan ini gagal dalam mempertahankan kesegaran pemikiran pembaharuannya,

karena terlalu sibuk dalam mengurusi lembaga-lembaga pembaharuan yang

bersifat sektarian, sehingga mengikis potensi intelektual.111 Sementara di pihak

lain tradisionalisme Islam yang amat kaya pemikiran klasik sangat berorientasi

kepada masa lalu dan sangat selektif dalam menerima gagasan-gagasan

modernisasi. Akibatnya dinamika pemikiran di kalangan ini berjalan sangat

lambat dalam merespon peradaban modern.112

Dengan latar belakang yang semacam inilah, pola pemikiran neo-

modernisme muncul, yakni untuk menjembatani kedua aliran konvensional

tersebut atau untuk mengakomodasikan dua kutub pemikiran sekaligus:

tradisonalisme dan modernisme113 (rasional).

Neo-modernisme Islam merupakan orientasi teologis yang memahami

teks-teks dan tradisi Islam dalam perspektif ganda etika sosial dan kesalehan

personal dan pada saat yang sama pemikiran mereka tidak menonjolkan

perbedaan-perbedaan sektarian dalam masyarakat Islam dan konsep negara Islam,

dengan kata lain usaha-usaha kelompok noe-modernisme Islam Indonesia

terhadap pembaharuan pemikiran keislaman adalah sebuah gerakan kultural.114

110Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 5 111Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 175. 112Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 176. 113Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h 176-177. 114Mark R. Woodward, “Pendahuluan: Indonesia, Islam, dan Orientalisme: Sebuah

Wacana yang Melintas, dalam Mark R. Woodward, ed., Jalan Baru Islam, h. 16.

Page 51: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Komunitas neo-modernisme ini mencoba menawarkan pendekatan baru

pada konsep ijtihâd. Dalam usaha ijtihâd mereka, kelompok ini memadukan

antara ilmu kesarjanaan Islam klasik (bahasa Arab, tafsir, Hadîst, ushul fiqh dan

lain-lain) dengan metode-metode analitik modern (Barat).115 Secara umum,

teologi neo-modernisme dapat disebut sebagai suatu gerakan pemikiran yang

mengombinasikan keyakinan yang progresif dan liberal dengan keimanan yang

kokoh.116

Adapun tokoh-tokoh yang masuk ke dalam kelompok neo-modernisme

yang dikenal bersifat moderat, liberal dan progresif, seperti yang dipaparkan

dalam buku Greg Barton adalah Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Djohan

Effendi, dan Ahmad Wahib. Kendati demikian, beberapa tokoh lainnya dapat juga

dimasukkan ke dalam kelompok ini, seperti Jalaluddin Rakhmat, Masdar F

Mas‘udi, namun mereka tidak menggunakan istilah tersebut untuk menamakan

arus pemikiran yang mereka kembangkan.117

Ciri pemikiran utama yang dibawa oleh teologi ini adalah atas dasar watak

inklusifisme Islam di mana pada hakikatnya Islam selalu sejalan dengan semangat

kemanusiaan yang universal. Islam adalah sistem yang menguntungkan semua

orang termasuk mereka yang bukan Muslim. Inklusifisme Islam merupakan fitrah

bagi manusia itu sendiri.118

Pandangan teologi neo-modernisme hanya meyakini pemutlakan

trasendensi semata-mata kepada Tuhan. Hal ini yang kemudian melahirkan

desakraliasi pandangan terhadap selain Tuhan, yaitu dunia dan masalah serta nilai

115Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 12 116Fauzan Saleh, Teologi Pembaharun, h. 324. 117Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 11 118Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 180.

Page 52: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

yang bersangkutan kepadanya: bahwa selain Tuhan yang Esa tidak ada yang tidak

bisa disentuh lewat pemikiran manusia.119 Ini sangat relevan dengan sebuah

kesimpulan yang menegaskan bahwa Islam adalah ajaran kemanusiaan yang

universal.

Pada konteks manusia teologi neo-modernisme berpandangan bahwa

manusia sebagai yang diciptakan dalam keadaan fitrah (suci) dan benar. Manusia

senantiasa merindukan kebenaran, karena manusia diciptakan dalam fitrah yang

tidak bisa berubah. Dalam diri manusia ada sesuatu yang bersifat perenial (abadi),

yakni kerinduan pada kebenaran abadi yang tidak lain adalah agama yang lurus.

Dari kesadaran itu timbul, bahwa semua manusia yang ada di muka bumi ini

terlepas dari beragama apapun, pada hakikatnya ia adalah terlahir secara suci dan

benar. Dengan sifat primordial manusia yang demikian universal ini maka terlahir

sikap yang inklusif terhadap realitas kehidupan.120

4. Teologi Substansialis

Genderang perubahan pemikiran keislaman yang ditabuh oleh para

pemikir arus utama (mainstream) pada tahun 1970-an tidak hanya berpengaruh

kepada masyarakat di kalangan tertentu saja, tetapi juga turut menjadi stimulan

kepada masyarakat umum dalam merespon setiap perubahan paradigma

119Dawam Rahardjo, “Islam dan Modernisasi: Catatan atas Paham Sekularisasi

Nurcholish Madjid” dalam Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1999), cet. xii, h. 23.

120Nurcholish Madjid “Sekapur Sirih,” dalam Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Kompas, 2001), h. xiii-xiv.

Page 53: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

keislaman (teologis) yang banyak dipengaruhi konteks situasi dan kondisi historis

tertentu yang dihadapi kaum Muslim Indonesia.

Pada gilirannya stimulasi itu mendorong masyarakat umum, yang dalam

hal ini adalah para pemikir, cendekiawan untuk memberikan respon-respon

tertentu yang kelihatannya tidak selaras dengan keyakinan dan pemikiran yang

mereka anut selama ini.

Mereka adalah kelompok yang tidak terpaut dengan warna-warni

kelompok sektarian keislaman yang oleh William Liddle digolongkan sebagai

kelompok substansialis. Berbeda dengan kelompok neo-modernisme yang

memiliki keahlian dalam ilmu-ilmu tradisionalis dan modern sekaligus, yang

terdidik klasik dan dipengaruhi pendidikan pesantren tradisional yang kental,

kelompok substansialis tidak memiliki latarbelakang pendidikan tradisional

keislaman, seperti pesantren. Mereka hanya terdidik lewat keilmuan sekular.121

Greg Barton berpandangan tidaklah tepat untuk menempatkan neo-

modernisme sebagai bagian dari substansialis. Lebih tepat, kata Barton,

substansialisme maupun neo-modernisme adalah dua cara pendekatan dalam

menggambarkan kelompok yang sama.122

Kelompok yang berorientasi teologis substansialis ini memiliki gagasan-

gagasan kunci dalam melahirkan gagasan teologisnya, seperti yang diutarakan

Greg Barton dengan mengutip Fachry Ali:

“Hal paling utama dan mendasar bahwa substansi keimanan dan praktik adalah lebih penting daripada bentuk. Kedua pesan al-Qur’ân dan Hadîst walau abadi esensinya dan universal artinya dapat ditafsir kembali oleh setiap generasi Muslim sesuai dengan situasi masanya. Ketiga karena mustahil bagi siapapun untuk mendapat kepastian dalam memahami kehendak dan suruhan Tuhan. Ummat Muslim harus toleran terhadap sesamanya dan terhadap non-Muslim,

121Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 34-35. 122Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 35

Page 54: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

terakhir, Muslim substansialis menerima pemerintahan yang ada sekarang sebagai bentuk final dari negara bangsa Indonesia,”123

Paradigma pemahaman keislaman (teologis) yang dianut oleh kelompok

substansialis lebih mementingkan substansi atau isi ketimbang label atau simbol-

simbol eksplisit tertentu yang berkaitan dengan agama. Dalam bidang

kemasyarakatan mereka cenderung concern pada pengembangan dan penerapan

nilai-nilai Islam secara implisit saja.124

Dalam kesehariannya individu-invididu yang tergolong kepada kelompok

berorientasi teologis substansialis adalah mereka yang langsung terjun ke dalam

masyarakat lewat organisasi kemasyarakatan, baik itu seni dan budaya, hukum,

politik dan lain sebagainya. Salah satu tokoh yang digolongkan ke dalam

kelompok teologi substansialisme adalah Dawam Rahardjo.125

Hasil pemikiran keislaman mereka yang acapkali diterima dengan sinisme

oleh para agamawan dan masyarakat kebanyakan, seperti dalam kasus HB.

Jassin,126 menjadikan pemikiran keislaman mereka menjadi termarjinalkan.

123Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 34.

124Azyumardi Azra, Konteks Berteologi Islam di Indonesia, h. 9 125

Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 33-35 dan Jamhari, “Teologi,” h.

352.

126Sebagai seorang sastrawan yang hanya mengandalkan pendidikan sekular (sastra), dua karya monumental HB Jassin, yakni Al-Qur’ân Bacaan Mulia (ABM) dan Al-Qur’ân Berwajah

Puisi (ABP) tidak mendapatkan apresiasi yang positif di sebagian besar agamawan, intelektual dan masyarakat umum ketika itu (tahun 1993). Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ketika itu, karya yang ditelurkan oleh HB. Jassin dianggap lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Dan oleh menteri agama pada saat itu, Munawir Sjadzali, karya Jassin dianggap menimbulkan keresahan di kalangan ummat Islam, sehingga menteri agama harus menarik dukungannya terhadap usaha Jassin untuk menerbitkan karyanya itu, baca Taufik Abdullah, “Terbentuknya Paradigma Baru: Sketsa Wacana Islam Kontemporer,” dalam Mark R. Woodward, ed., Jalan Baru

Islam: Memetakan Paradigma Mutakhir Islam Indonesia, h. 61-62.

Page 55: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Dalam konteks itu, mereka bisa dimasukkan sebagai Muslim subaltren127 atau

pinggiran (periphery).

Dalam konteks diskursus keislaman, jika sebuah penafsiran tentang al-

Qur’ân telah melewati batas-batas yang telah disepakati, seperti tidak melalui

Hadîst maupun hasil ijmâ’ ulama, maka penafsiran kelompok ini sering disebut

dengan pemahaman agama yang splinter.128 Dalam konteks ini, splinter dapat

dimaknai sebagai suatu pemahaman keislaman (teologis) yang tidak dilahirkan

melalui metode normatif-tradisional, melainkan dengan latarbelakang keilmuan

sekular atau berdasarkan pengalaman empiris. Dalam melahirkan gagasan,

mereka cenderung terpengaruh oleh situasi historis dan kondisi tertentu (mental,

psikologis, dan intelektual).

Sesuai dengan ciri latarbelakang dan metode dalam merumuskan

pemikiran keislaman, RPD, tokoh yang akan penulis bahas dalam penulisan ini,

adalah tokoh yang termasuk ke dalam kelompok Muslim subaltern. Karena

pemikiran keislaman RPD tidak didasari metode normatif-tradisional yang

dipadu dengan ilmu keislaman modern, maka dalam konteks keislaman,

pemahaman keislaman RPD dapat cenderung kuat dikategorikan sebagai

127Pengertian subaltern pada awalnya berasal dari kajian tentang Muslim-Muslim yang

tertindas dan termarjinalkan karena pemikiran keagamaan mereka dianggap bertentangan dengan pemikiran arus utama atau yang masih memegang doktrinal Islam secara utuh, dalam hal ini adalah institusi agama yang diakui oleh negara. Mereka kerap mendapatkan perlakuan represif oleh kelompok mainstream yang menggandeng kekuasaan politik ketika itu, baca Azyumardi Azra “Komunitas Tersisih: Perspektif Subaltern” Gatra 6 Desember 2003, h. 8. Penulis menggolongkan para Muslim yang tidak terdidik ilmu-ilmu tradisional Islam dan hanya berpendidikan sekular ke dalam subaltern yang termarjinalkan. Muslim-Muslim yang tidak memiliki latarbelakang keilmuan tradisional Islam dan kemodernan Barat, tidak akan pernah mendapatkan tempat utama dalam pemikiran keislaman mereka. Malahan pemikiran kelompok subaltern yang juga disebut sebagai Muslim pinggiran ini kerap dipandang menyimpang dengan berbagai alasan. Menurut Azyumardi Azra, “kaum splinter dan pinggiran dalam agama manapun hampir tidak mendapatkan tempat dalam sejarah,” baca Azyumardi Azra, “Komunitas Tersisih,” h. 8.

128Azyumardi Azra, “Komunitas Tersisih,” Gatra 6 Desember 2006, h. 8.

Page 56: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

pemahaman splinter. Lebih dalam tentang RPD dan pemikirannya, penulis akan

membahasnya pada bab 3 dan 4.

Page 57: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

BAB III

BIOGRAFI RADHAR PANCA DAHANA

A. Riwayat Hidup

Radhar Panca Dahana lahir di Jakarta 26 Maret 1965,129 di daerah Radio

Dalam, Jakarta Selatan. Bapaknya bernama Radsomo merupakan pegawai

pemerintahan di departemen Perindustrian, sedangkan ibunya, Suharti hanyalah

seorang ibu rumah tangga. RPD memiliki tujuh saudara dan RPD adalah anak

kelima.

Walaupun terlahir dari keluarga beragama Islam, RPD tidak terlalu dekat

dengan “lingkungan” agama. Dari kecil RPD oleh Radsomo tidak ditekankan

untuk mendalami tentang pendidikan Islam tradisional (belajar bahasa Arab,

mengkaji ilmu fiqh dan lain-lain) secara khusus (dimasukkan ke pesantren atau

madrasah). Namun oleh kedua orang tuanya RPD tetap diajari baca tulis al-Qur’ân

dan tentang tatacara ibadah ritual pokok, seperti puasa, shalat.

Sejak masa anak-anak, kedua orang tua RPD juga tidak begitu

memerintahkan secara tegas kepada anak-anaknya untuk menunaikan ritus-ritus

keagamaan, seperti shalat dan puasa, walaupun itu tetap diajarkan oleh kedua

orang tuanya. Bagi kedua orangtuanya, cara berislam tidak hanya difokuskan

dengan melaksanakan ritus-ritus agama, tetapi lebih ditekankan kepada integritas

pribadi, seperti kejujuran, tata krama, toleransi, inklusifitas dan kerja keras.

Pelaksanaan ritus keagamaan oleh penganut agama adalah masalah yang sangat

personal, dan tidak perlu diperbincangkan dan diperdebatkan.

129“Pergulatan Hidup Radhar Panca Dahana,” Jurnal Nasional, edisi 0131 Minggu IV-

april 2007, h. 7.

Page 58: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Saat RPD masih kecil, orang tuanya lebih banyak memerintahkannya

untuk serius mendalami ilmu-ilmu yang ada di sekolah formal, walaupun pada

akhirnya RPD tetap membangkang atas perintah ayahnya itu. RDP lebih memilih

jalur seni teater dan sebagai penulis.

Potensinya sebagai penulis mulai terlihat saat RPD berumur 10 tahun,

kelas lima SD, di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Blok D Gandaria. Cerpennya

yang berjudul “Tamu tak Diundang” diterbitkan oleh, Kompas.130

RPD bersyukur bahwa ia dibesarkan di lingkungan di mana dia diarahkan,

baik oleh kedua orang tuanya, maupun oleh sahabat-sahabat yang pernah hidup

bersamanya, pada satu pemahaman tentang agama bahwa agama harus imanen di

dalam kehidupan pribadi, sosial dan politik. RPD akan merasakan kesia-siaan dan

ketidakmanfaatan dari agama, jika agama hanya menjadi satu retorika, dengan

demikian agama hanya berhenti pada tataran retorika dan tidak menjadi trembling.

RPD bukan tidak mau mendalami agama secara formal, namun dia tidak

mau pada suatu saat nanti menggunakan agama (Islam) yang secara murni

merupakan sebuah keyakinan sebagai sumber pembelaan atas perilaku

keduniawiannya. Ia melihat telah terjadi reduksi terhadap premis-premis dasar

dalam agama (Islam), seperti, bahwa Islam adalah Arab, Muhammad adalah wakil

Tuhan yang segala perkataannya sama sucinya dengan al-Qur’ân itu sendiri dan

lain sebagainya.

Islam dalam pandangan RPD adalah persoalan personal, yang tidak perlu

dibicarakan kepada publik, misalnya tentang bagaimana seseorang itu beribadah,

kapan, di mana, bacaan-bacaan dalam ritus-ritus keagamaan dan lain sebagainya.

130 Jurnal Nasional, Edisi 0131, Minggu IV April 2007, h. 7.

Page 59: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Sedari masa remaja atau ketika duduk di bangku Sekolah Menengah

Pertama (SMP), RPD mengaku telah mengenal dan bersentuhan dengan beberapa

pemikiran yang ia baca dari buku-buku yang dikoleksi oleh pamannya, termasuk

buku-buku yang berkaitan dengan studi keagamaan dan keislaman. Menurut

penuturan RPD, beberapa buku yang telah ia baca antara lain buku tentang

Jalâluddîn Rûmî, Max Weber, Karl Marx, al-Ghazâlî, falsafah Islam, sekulerisme

Islam di Turki, Mohammed Arkoun, Muhammad Iqbal, falsafah Yunani dan lain

sebagainya. Keranjingan membaca RPD ini ditulari dari orang tua dan

keluarganya yang memang terkenal kutu buku.

Ketika remaja hingga dewasa RPD banyak menghabiskan waktu bersama

para seniman dan sastrawan, antara lain W.S Rendra, Noorca Massardi (Pemimpin

Redaksi Majalah Jakarta Jakarta), Seno Gumira Adjidarma dan Alex Komang.

Penulis meyakini bahwa pergaulannya dengan para seniman dan sastrawan

tersebut turut membentuk pola pikir keberagamaan RPD.

Dalam perjalanan hidupnya, tahun 2001 merupakan momen terpenting dan

bersejarah bagi RPD dalam memahami makna hidup, termasuk soal

keberagamaannya. Pada tahun itu, RPD telah divonis mengalami penyakit gagal

ginjal kronis yang harus memaksanya melakukan cuci darah sebanyak tiga kali

seminggu. Dari peristiwa ini, banyak pemahaman RPD tentang makna hidup dan

keberagamaan yang mengalami perubahan ke arah yang lebih religius di mana ia

Page 60: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

merasa bahwa sebagai manusia dirinya akan selalu bertaut kepada Tuhan sebagai

sumber ontologisnya.131

Pemikiran-pemikiran RPD yang kritis dan segar dalam berbagai bidang

pemikiran, terutama dalam bidang seni dan budaya, yang termuat di banyak media

terkemuka di Indonesia, mendapat respon positif dan simpati dari para intelektual.

Tak ayal, sejak masih duduk di bangku kuliah, RPD sudah sering diundang

sebagai pembicara di berbagai forum diskusi dan seminar yang terkadang lawan

bicara RPD dalam seminar itu adalah profesor-profesor yang menguasai di

bidangnya.

Hingga sekarang, RPD tetap aktif menghadiri forum-forum diskusi dan

seminar, yang tajuknya hingga ke persoalan agama. Seperti dalam Soegeng

Sarjadi Forum132 di mana RPD dan tokoh-tokoh intelektual agama seperti

Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Yudi Latif

(Deputi Rektor Paramadina), Mudji Soetrisno (dosen Driyakarya), pernah duduk

satu meja, dengan berbagai tema pembicaraan antara lain: "Manusia Makhluk

Termulya," dalam edisi Puasa Ramadhan 2006, "Ilmu Pengetahuan, Manusia dan

Agama," (edisi Isrâ’ Mi‘râj 2007) dan "Kurban dalam ‘Îd al-Adlhâ" (edisi ‘Îd al-

Qurbân 2007).

RPD pun mengaku bergaul cukup akrab dengan para intelektual Islam,

antara lain dengan Komaruddin Hidayat. Pergaulannya dengan Komaruddin

131“Radhar Panca Dahana: Cuci Darah Membuatnya Paham Makna Hidup,”

http://www.kompas.com/kesehatan/news/0604/03/152312.htm diakses pada 10

Agustus 2008 jam 14.00 WIB. 132Soegeng Sarjadi Forum adalah sebuah forum diskusi yang digelar oleh lembaga

Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) yang mengetengahkan berbagai tema-tema aktual di masyarakat dengan berbagai pembicara yang berkompeten di bidangnya. Acara ini sendiri disiarkan melalui televisi kabel MQTV. Dokumentasi siaran di mana RPD menjadi pembicara dapat dilihat dalam dokumentasi siaran yang penulis miliki.

Page 61: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Hidayat membuat RPD dan para penulis lainnya dipercaya untuk mengerjakan

sebuah esai yang kemudian akan dijadikan sebuah buku.

B. Pergulatan Radhar Panca Dahana dalam Dunia Akademik

RPD kecil tidak pernah bersentuhan dengan pendidikan agama secara

formal seperti di pesantren atau di madrasah. Ini adalah keinginan orang tuanya

yang tidak mau pada suatu saat nanti RPD menjadikan agama hanya menjadi

suatu kajian ilmiah atau retorika belaka, tetapi tidak imanen di dalam diri. Namun

seperti dikemukan di atas, sebagai seorang Muslim, orang tua RPD tetap

memberitahu tentang tradisi-tradisi ibadah keislaman dan menjelaskan kepada

RPD bahwa makna, fungsi dan peran di balik ibadah itu adalah untuk

kemanusiaan dan bukan untuk Tuhan atau ibadah itu sendiri. Esensi ibadah dapat

diraih ketika seseorang telah berbuat jujur, bermoral dan beretika baik dalam

pergaulan masyarakat, kata orang tuanya kepada RPD seperti dituturkan RPD

sendiri kepada penulis.

Bangku sekolah dasar (SD) RPD jalani di SDN 4 Blok D Gandaria (1971-

1977). Setelah itu ia melanjutkan ke SMPN 68 Cilandak (1977-1979). Masa SMA

RPD dihabiskan di tiga sekolah yang berlainan, yakni SMA II Jakarta (1980-

1982), SMA 46 Jakarta (1982-1983) dan SMA Gita Kirtti (Giki-SMA Kristes di

Bogor) (1983-1986). Di tempat terakhir inilah ia menamatkan sekolah menengah

tingkat atas.133

133 Playboy, edisi Juli 2006, h.144.

Page 62: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Aktivitas RPD ketika masa SMA lebih banyak dicurahkan ke dalam dunia

seni teater dan penulisan, apalagi ketika itu ia telah diangkat oleh harian Kompas

menjadi wartawan freelance dan redaktur di majalah Jakarta Jakarta dengan

penghasilan yang cukup lumayan.134 Kesibukannya sebagai penulis dan wartawan

menyebabkan sekolahnya pun menjadi kacau balau.

Tamat dari SMA RPD melanjutkan pendidikannya ke Universitas

Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) jurusan Sosiologi. Ia

dinyatakan lulus pada tahun 1994. Di jurusan ini pula ia sempat bersentuhan

dengan agama dengan mengkaji agama dan aspek-aspek di dalamnya, seperti

dogma, doktrin, ritus, nabi-nabi dalam agama dan lain sebagainya dalam diskusi-

diskusi kelas, tentu kajiannnya itu dalam sudut pandang sosiologis.

Berkat pergaulan yang luas dan tulisan-tulisan yang sering dimuat di

berbagai media cetak, membuat namanya semakin dikenal di masyarakat luas,

terutama para seniman dan budayawan, baik di daerah-daerah di seluruh

Indonesia. Berkat itu pula RPD secara tiba-tiba ditawarkan oleh kedutaan Prancis

untuk meneruskan kuliahnya di negeri berikon fashion itu secara gratis. Di sana ia

sempat mendalami bahasa Prancis di Centre Linguistique Apliquee (1997-1998).

Setelah dirasa cukup menguasai bahasa Prancis RPD melamar sebagai mahasiswa

strata 2 (S-2) di Ecole des hautes ettueds en Sciences atau disingkat EHESS. Dan

ia berhasil "menembus benteng" EHESS yang menurut kalangan mahasiswa

Prancis terkenal sebagai institut yang paling sulit dalam memberikan ujian masuk

terhadap calon-calon mahasiswanya. Di sana RPD bertemu dengan ilmuwan-

ilmuwan sosiologi terkenal seperti Jaqques Derrida dan Bourdouex. RPD

134 Playboy, edisi Juli 2006, h.142.

Page 63: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

mengaku ketika di EHESS, selain pernah diajar langsung oleh Derrida, RPD juga

kerap menemuinya untuk mendiskusikan berbagai hal, termasuk tentang agama

beserta persoalan di dalamnya.

Ketika RPD mendapatkan kesempatan dari kedutaan Prancis untuk

melanjutkan studinya ke jenjang S-3 di tempat yang sama, RPD sempat meminta

Derrida untuk menjadi pembimbing disertasinya, tetapi karena kesibukannya,

Derrida dengan berat hati menolak permohonan RPD. Karena alasan penolakan

Derrida tersebut lalu RPD memutuskan untuk pulang ke Indonesia.

C. Aktivitas Radhar Panca Dahana

Dalam suatu wawancara dengan wartawan majalah Islam, RPD pernah

bilang bahwa ia adalah karyawan Allah. Alasan, bahwa selama ini apa yang

diperbuat dalam berbagai aktivitasnya adalah bekerja untuk Dia (Tuhan).135

Selama pekerjaan yang seseorang lakukan baik di rumah maupun di luar rumah

adalah aktualisasi diri dengan mengoptimalkan potensi kemanusiaan dalam

dirinya, maka itu bagi RPD sama saja sudah menjalankan sebuah syariah.

Saat sekarang ini RPD masih tercatat sebagai pengurus rubrik

“Humaniora-Teroka” di harian Kompas dan menjadi kolumnis tetap pada rubrik

“Perspektif” di majalah Gatra. Tulisannya, setidaknya setiap dua minggu sekali

bisa kita baca di media-media termuka, seperti Media Indonesia, Republika,

Koran Tempo, majalah Tempo, majalah Gatra dan lain-lain yang mengetengahkan

berbagai hal.

135Baca “Radhar Panca Dahana: ‘Saya adalah Karyawan Allah,’” Alkisah no. 4 / 1-14

September 2004.

Page 64: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Pada tahun 2002-2007 RPD diminta untuk mengajar di Universitas

Indonesia, pada mata kuliah sosiologi kontemporer di Fakultas Ilmu-Ilmu

Sosial dan Politik.

Pada tahun 2006-2007 RPD sempat menjadi pembicara berkala pada

diskusi reguler pada Soegeng Sarjadi Forum yang kebanyakan temanya berkaitan

dengan keagamaan. Di salah satu forum ini pula, seperti diceritakan di atas, RPD

banyak bersentuhan dengan intelektual-intelektual agama.

Masih pada kegiatan yang sama, RPD juga aktif menghadiri undangan

sebagai pembicara di berbagai forum seminar dan diskusi di berbagai propinsi.

RPD mengaku bahwa ia kerap bertemu dengan tokoh-tokoh Islam di daerah yang

dikunjunginya dan sering terlibat diskusi-diskusi informal dengan mereka.

Dari ide-ide pemikirannya dalam berbagai bidang, terutama menyangkut

sosio-kultural di mana agama juga kerap menjadi sorotannya, yang selalu segar

dan cerdas RPD pernah mendapat penghargaan dari stasiun televisi Jepang NHK

(1996) dan Universitas Paramadina (2005) sebagai seniman sekaligus intelektual.

Menurut NHK RPD merupakan pemikir sekaligus seniman masa depan yang

dimiliki oleh Asia.136 Terakhir RPD mendapatkan penghargaan "Medali Frix de le

Francophonie 2007" bersama Gunawan Muhammad dari 15 negara berbahasa

Prancis. Menurut tim penilai, RPD dinilai sebagai seseorang yang selalu berjuang

untuk kebebasan berpendapat dalam berbagai bidang pemikiran. Untuk yang satu

ini, RPD memang selalu menyuarakan independensi diri dalam melahirkan setiap

pemikiran, tak terkecuali dalam bidang agama. Bagi RPD tidak ada yang bisa

136“Radhar Panca Dahana, Meski Berbaring Tetap Tegak,” http://

www.antara.co.id/arc/2007/7/9/ radhar-panca- dahana-meski-berbaring-tetap-tegak/ diakses pada tanggal 14 September 2007 jam 15.00

Page 65: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

menyeret manusia ke dalam satu lubang hegemonik pemikiran dan kepercayaan

beragama.

Dalam kegiatan yang lain RDP juga tetap aktif di bidang seni sastra137 dan

seni teater.138

137 RPD juga seorang penulis syair puisi yang ternama. Karya puisinya yang berjudul Lalu Batu ia pernah pentaskan di Gedung Kesenian Jakarta pada 10-11 April 2003 dan ini diliput oleh kebanyakan media cetak. Baca "Di Panggung Radhar Terus Hidup," Kompas 11 April 2003, h. 9. Selain karya puisi RPD juga telah menulis sebuah buku tentang sastra dengan judul Dusta

dan Kebenaran dalam Sastra (Yogyakarta: Penerbit Tera, 2004) 138 Kali terakhir RPD sebagai sutradara sekaligus pemain mementaskan sebuah lakon teater bersama teater Kosong dengan judul 1 hari 11 Mata di Kepala, baca "Bahasa 'Baru' Teater Radhar," Tempo 22 Juli 2007, h.7. Selain itu di bidang seni RPD juga memiliki beberapa gagasan, selain gagasan-gagasannya yang telah dijelaskan di atas. Ide-ide RPD sebagai budayawan tentang berkesenian juga patut mendapat perhatian. Apa makna berkesenian bagi RPD? Di tengah desakan dunia yang kini diukur dengan ukuran-ukuran material-praksis, bagi RPD kesenian adalah oase kreatif dan sebagai kerja mental manusia, sedangkan dunia mental adalah setengah dari kemanusian. Mental-mental manusia yang jujur, yang toleran dan menghargai kemanusian itu sendiri, bagi RPD bisa ditempa melalui berkesenian. Karena di dalam seni ada adab budaya dan adab wacana yang mampu mengintegrasikan dan mengembangkan dimensi artistik, emosional dan rasional kemanusiaan, baca Rahdar Panca Dahana, “Seni Oke, Politik Eko!,” artikel diakses pada tanggal 17 September 2007 jam 14.00, http://www.kompas.com/kompas -cetak/0509/15/humaniora/2049656.htm. Bagi RPD, kehidupan ini tidak melulu diukur dari seberapa banyak penghasilan atau gaji yang diterimanya setiap bulan, baca “Radhar Panca Dahana, Perjalanan dari Kosong Menjadi Ada,” Bali Post, 3 September 1995, h.10. Tetapi sebagai manusia yang diberikan banyak potensi oleh Tuhan, setiap individu wajib menumbuhkembangkan potensinya itu sebagai rasa syukur yang wujudnya bermacam-macam, baca: “Radhar Panca Dahana: ‘Saya adalah Karyawan Allah,” Alkisah, No.4 / 1-14 September 2003, h. 64-65. RPD dalam hal itu memilih kesenian. Baginya berkesenian adalah perwujudan oleh manusia dalam mengisi dan menumbuhkembang potensi immateril di dalam jiwa manusia, baca Radhar Panca Dahana, “Jika Seni Menjadi Industri,” Republika, 16 Mei 1997, h. 11. RPD bersikeras menolak pandangan dalam paradigma pembangunan yang bertujuan praktis dan materialis, sehingga menyudutkan posisi kesenian sebagai wadah ekspresi yang tidak memiliki peran dalam pembangunan infrastruktur maupun suprastruktur sebuah bangsa, bahwa kesenian adalah kesia-siaan, baca Radhar Panca Dahana, “Jika Seni Menjadi Industri.” Menurut RPD kesenian merupakan produk kebudayaan yang vital, yang membuat sebuah bangsa terbentuk dan bertahan. Selain itu kesenian atau seni dapat berperan sebagai jalan untuk mendapatkan jatidiri setiap individu dan membuka jalan atas hubungan individu atau kelompok dengan dunia luar, baca Radhar Panca Dahana, “Presiden Negeri Simbol,” diakses pada tanggal 17 September jam 14.30, http://www.kompas.com/kompas -cetak/0409/16/humaniora/1271939.htm. Kesenian adalah jembatan bagi dunia mental-material dan ideal-praksis, yang dapat menyeimbangkan metabolisme manusia yang terdiri dari fisik, kognisi dan spiritualitas.. Tidak ada peradaban advance yang muncul tanpa menjungjung peran, posisi dan fungsi seni. Karena itu seni harus ditempatkan sejajar dengan agama dan pendidikan dalam menempa mental manusia. Yang terpenting adalah mensterilkan seni dari kooptasi politik dan pasar. Dengan pengaruh politik dan pasar yang kapitalistis, kebebasan yang menjadi ruh seni akan tereduksi, sehingga peran, posisi dan fungsi seni sebagai kerja mental manusia tidak akan optimal, baca Radhar, “Seni Oke, Politik Eko!” Dalam wawancara dengan penulis, RPD menegaskan bahwa posisi kesenian dalam pembentukan satu manusia atau bangsa harus disejajarkan sama kuatnya dengan posisi agama dan pendidikan. Sama halnya dengan pada agama, RPD meyakini bahwa manusia juga dapat memperoleh kepuasaan-kepuasaan religiusitas dalam aktivitas berkesenian. Ini jika kesenian dilakoni dengan

Page 66: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

D. Karya-Karya Radhar Panca Dahana

Fokus pemikiran RPD terbagi kepada tiga bidang, yakni sastra, seni

dan sosial-budaya (agama). Dalam menjabarkan karya-karya RPD penulis

hanya akan memuat seputar karya-karya pemikiran RPD yang bersinggungan

dengan karya penulisan skripsi ini

a. Jejak Postmodernism: Pergulatan Kaum Intelektual Indonesia (2004).

Refleksi kritis tentang cara intelektual Indonesia di berbagai bidang kajian

dalam menghadapi atau mengadopsi pemikiran-pemikiran oksidental

terutama dalam perkembangan pemikiran mutakhir: postmodernisme.

Dalam karyanya tersebut, RPD membuatkan peta para intelektual Islam

Indonesia, yang pola pemikirannya telah dipengaruhi oleh

postmodernisme, sehingga mengubah cara pandang mereka atas Tuhan

dan agama.

b. Inikah Kita: Mozaik Manusia Indonesia (2006). Sebuah usaha RPD untuk

mengeksposisikan realitas psikologis, mental dan kultural manusia

Indonesia saat ini dan sebuah rintisan hipotetikal tentang apa dan siapa

manusia Indonesia.

c. Menjadi Indonesia Indonesia (2002). Satu kumpulan esai tentang

pencaharian kenyataan identifikasi manusia Indonesia lewat penelusuran

sejarah dan lain-lain. Dalam karyanya ini, RPD juga menyoroti tentang

sekelompok manusia yang tergabung dalam berbagai organisasi

keagamaan yang terkukung oleh elitisme agama. Selain itu, masih dalam

bukunya ini, RPD juga menegaskan tentang manusia yang pada

penuh kesadaran, disiplin dan 'konsentrasi' tinggi, wawancara penulis dengan RPD dikediamannya pada 25 November 2007.

Page 67: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

hakikatnya adalah homo-religious. Religiusitas manusia, tidak hanya

dimonopoli oleh mereka yang beragama.

Page 68: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

BAB IV

PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA:

PANDANGAN TENTANG TUHAN DAN MANUSIA

A. Konsep Keberislaman Radhar Panca Dahana

Radhar Panca Dahana (selanjutnya disebut RPD) adalah seorang

pemikir yang berlatarbelakang sebagai seorang sastrawan139 dan seniman

Muslim yang hanya mengenyam pendidikan sekular. Oleh karena itu,

dalam merumuskan diskursus keislaman, RPD tidak menggunakan

metode normatif-tradisional, seperti bertumpu pada tafsir, Hadîst, fiqh

dan sebagainya, melainkan merujuk kepada pemikiran-pemikiran non

keagamaan di mana pemikiran tersebut dianggap mampu mengatasi soal-

soal keagamaan. Untuk alasan itulah RPD menggunakan disiplin keilmuan

antropologi, sosiologi, seni dan budaya.

Sebagaimana pemikir yang lain, adalah sebuah kekeliruan untuk

membayangkan bahwa pemikiran RPD lahir dari sebuah kekosongan (ex-

nihilo) atau tidak diwariskan dan dibentuk dari pemikiran-pemikiran

sebelumnya.140 Tidak seperti kebanyakan tokoh-tokoh pemikir yang

pemikirannya dipengaruhi secara kuat dari lingkungan rumah dan

keluarga, tidak demikian dengan RPD. Pengaruh intelektual RPD,

menurut pengakuan RPD, tidak didapatkan dari keluarga, melainkan dari

139Sebagai seorang sastrawan RPD mengungkapkan pemikirannya dengan menggunakan

istilah-istilah yang sangat ambivalen dan metaforis dan hal ini memang dimungkinkan dalam dunia sastra. Istilah-istilah yang mengandung ambivalensi memaksa penulis untuk menerjemahkan kembali istilah-istilah tersebut ke dalam bahasa yang baku, bahasa ilmu pengetahuan. RPD sendiri terkadang tidak memiliki banyak kata baku. Berbeda dengan dunia ilmu pengetahuan di mana konsep-konsep disusun dengan menyingkirkan sebanyak mungkin konotasi dan ambivalensi sehingga tercapai sebuah kata atau istilah denotatif, dalam dunia sastra konotasi justru dimungkinkan dan ambivalensi justru diaktifkan untuk menghidupkan watak simbol sastra, baca Ignas Kleden, Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan: Esei-esai Sastra dan Budaya (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2004), cet. I., h. 8.

140Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernisme Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib dan Abdurrahman Wahid, terj. Nanang Tahqiq (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 71.

Page 69: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

berbagai buku141 yang diintegrasikan dengan pengalaman kehidupan RPD

sendiri.142

Secara intelektual, pemikiran RPD tidak bisa dilepaskan dari sosok

Jacques Derrida yang pernah menjadi dosen RPD di EHESS, Prancis dan

RPD pernah terlibat diskusi intens dengan Derrida. Ketika Derrida wafat

pada 8 Oktober 2004 lalu, RPD sempat membuatkan tulisan kenangan

yang berjudul “Salam dari Derrida, Jacques”143

141Lebih jelasnya dapat dilihat di Bab III skripsi ini tentang biografi RPD. 142Uraian tentang latarbelakang yang diyakini mempengaruhi pola pemikiran

keberislaman RPD, penulis peroleh dari hasil pertemuan (wawancara) yang intensif dengan RPD selama kurun waktu 5 bulan (November 2007 hingga April 2008).

143Dengan mengutip pernyataan Presiden Prancis ketika itu, Jacques Chirac, RPD memuji Derrida, “Dengannya, Prancis telah mempersembahkan kepada dunia salah satu filsuf kontemporer terbesar, satu figur utama dari kehidupan intelektual zaman kita,” baca Radhar Panca Dahana, “Salam dari Derrida, Jacques,” Tempo, 24 Oktober 2004, h.156.

Page 70: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Senada dengan ide dekonstruksionisme144 Derrida, dalam setiap

tulisannya, RPD memang selalu mengajak setiap individu untuk dengan

berani menelaah atau merekonstruksi ulang pemahaman-pemahamannya

tentang dunia, peradaban, manusia dan dirinya sendiri.145 RPD meyakini

bahwa dengan melakukan dekonstruksi seorang individu mampu

menguak makna dan membuka interpretasi teks dan fenomena peradaban

yang tidak terbatas.

144Konsep dekonstruksionisme yang diusung Derrida merupakan metode filsafat untuk

membaca sebuah teks yang di dalamnya terdapat realitas. Metode dekonstruksi digunakan Derrida untuk menguak asumsi-asumsi tersembunyi di balik hal-hal yang tersurat. Dengan kata lain, Derrida berupaya menampilkan tekstualitas laten di balik teks-teks (realitas). Derrida meyakini bahwa di setiap teks yang ada bukanlah kekosongan, melainkan terdapat sebuah teks lain yang terisi oleh jaringan keragaman kekuatan-kekuatan yang pusat referensinya tidak jelas. Strategi dekonstruksi Derrida terdiri dari tiga langkah, pertama, mengidentifikasi hierarki oposisi dalam teks di mana biasanya lantas terlihat peristilahan mana yang diistimewakan secara sistematik. Kedua, oposisi-oposisi itu dibalik, misalnya, dengan menunjukkan adanya saling ketergantungan di antara yang berlawanan itu, atau dengan mengusulkan privilese secara terbalik. Ketiga, memperkenalkan sebuah istilah atau gagasan baru yang ternyata tak bisa dimasukkan ke dalam kategori oposisi lama, baca I Bambang Sugiharto, Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat,”

(Jakarta: Kanisius, 2006), cet. ke-6., h. 44-46. Sebagai cara membaca teks, dekonstruksi berbeda dari cara baca biasa. Dekonstruksi merupakan analisis hermeneutika yang hendak mencari makna sebuah teks. Dekonstruksi ingin memperlihatkan ketidakutuhan atau kegagalan tiap teks untuk menutup diri, baca I Bambang Sugiharto, Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat, h. 46. Dalam soal agama, Derrida tidak pernah membahasnya secara eksplisit. Hanya saja hal yang terkait dengan itu Derrida pernah menyoal tentang geist, geistig, gieslich (jiwa, spiritual dan spiritualitas). Dan Derrida menggeledah hal itu dengan menggunakan perspektif linguistik yang juga merupakan bagian dari teori dekonstruksionismenya. Dengan metode dekonstruksi, suatu istilah atau bentuk perwujudan spiritual atau spiritualitas harus mampu dipisahkan dari perwujudan awalnya atau dari makna awal yang dimunculkan baik oleh siapa dan apa. Artinya, setiap teks harus dipisahkan dari penulisnya atau dalam hal ini makna spiritual dari penciptanya, agar seseorang selalu menemukan penafsiran yang lebih murni. Bagi Derrida menampakkan yang esensial dari sebuah teks (realitas) adalah hal yang final, baca Jacques Derrida, Dekonstruksi Spiritual: Merayakan Ragam Wajah

Spiritual, terj. Firmansyah Agus, (Yogyakarta: Jalasutra, 2002), h. 67-72. Derrida juga menolak penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan hal-hal yang magis (ontoteologi) secara tertulis, seperti, Sein (Ada), Eriegenis (kebenaran Sang Ada adalah suatu peristiwa) dan alètheia (Kebenaran adalah ketaktersembunyian), baca I Bambang Sugiharto, Postmodernisme: Tantangan

Bagi Filsafat, h. 74-75. “Tak akan ada lagi nama unik, bahkan bila nama itu nama sang Ada. Dan kita tidak perlu bernostalgia,” kata Derrida, baca I Bambang Sugiharto, Postmodernisme:

Tantangan Bagi Filsafat, h. 49. Menurutnya, penggunaan kata-kata itu hanyalah sekadar mencari kepuasan dari ketertutupan filosofis yang tidak mampu melepaskan diri dari ikatan tradisi ontoteologi yang telah ada. Setiap makna dari suatu teks (dan mungkin termasuk agama) harus mampu dibongkar dengan memutuskan hubungan total dengan makna tradisionalnya. Artinya, setiap orang harus bicara dalam berbagai bahasa dan membuat teks sekaligus, baca I Bambang Sugiharto, Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat, h. 49. Dengan demikian penulis memandang bahwa agama dalam perspektif Derrida adalah hal yang harus dilihat sebagai teks tanpa melibatkan Tuhan sebagai sumber agama. Yang ada adalah agama sebagai teks dan subjek yang membaca teks. Dengan begitu, seseorang bebas mengeksplorasi suatu teks agama untuk mendapatkan sebuah pemahaman atau keyakinan, tentunya dengan metodologi yang telah mumpuni.

145Radhar Panca Dahana, “Salam dari Derrida, Jacques,” Tempo 24 Oktober 2004, h.156.

Page 71: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Selain itu pengalaman hidup RPD di tengah-tengah masyarakat

Eropa memang tidak diragukan lagi membekas dalam pemikiran RPD

sehingga memperluas kemampuan intelektualnya dalam melihat

fenomena dalam masyarakat.146

RPD menegaskan bahwa pergulatan panjang masyarakat Eropa

dalam membangun nilai-nilai dasar kemanusiaan dalam pergaulan sosial

membuat masyarakat Eropa lebih memiliki nilai-nilai Islami ketimbang

masyarakat Islam itu sendiri. Hanya saja, kata RPD, kebanyakan

masyarakat Eropa secara pribadi tidak memiliki dasar intelektual yang

kuat untuk menjelaskan dan merumuskan perilaku kemanusiaannya

apakah telah sesuai dengan nilai-nilai religius. Tetapi, kenyataan yang

RPD amati adalah kebanyakan masyarakat Eropa tidak pernah

menggunakan alasan-alasan agama untuk melandasi tindak-tanduknya.

Kesan tersebut RPD ungkapkan lewat tulisannya,

”Di negara Barat terjadi, banyak perilaku religius, tetapi mereka karena

tidak memiliki basic agama yang kuat, mereka tidak bisa menjelaskan perilaku

mereka. Namun apa yang mereka lakoni dalam nilai-nilai kehidupan jauh lebih

Islami. Silahkan tanya Gus Dur atau Cak Nur. Yang mereka junjung adalah nilai-

nilai kemanusiaan yang universal, yang sebenarnya adalah Islam. Di Indonesia

sebaliknya, mereka tahu pengetahuan tentang Islam, tetapi perilakunya jauh dari

Islam.”147

Adapun dalam hal keberagamaannya, RPD selalu bersumber dari

realitas keagamaan yang ada di Indonesia. Bagaimana, misalnya,

fenomena persentuhan agama (dogma dan doktrin) dengan problem

146Perjalanannya mengelilingi beberapa negara di Eropa (Belanda, Belgia, Prancis dan

Jerman) RPD rangkum dalam 5 tulisan serial di harian Media Indonesia. Kelima tulisan itu adalah ”Catatan Perjalanan Eropa (1): Harga Kesenian yang Dihargai,” Media Indonesia Sabtu 19 April 1997, ”Catatan Perjalanan Eropa (2): Mencari Manusia di Puncak Kapitalisme,” Sabtu 26 April 1997, ”Catatan Perjalanan Eropa (3): Dunia Kubus Seorang Frans Malschaert, Sabtu 10 Mei 1997, ”Catatan Perjalanan Eropa (4): Boneka Menangis di Paris,” Sabtu 17 Mei 1997 dan ”Catatan Perjalanan Eropa (5): Menghalau Galau Para Perantu,” Sabtu 24 Mei 1997. Secara garis besar, tulisan RPD tersebut mengungkapkan kekagumannya terhadap peradaban masyarakat Eropa yang memiliki tingkat kedisiplinan dalam bermasyarakat dan berpikir. Seharusnya, kata RPD dalam wawancaranya dengan penulis, kemajuan itu seharusnya dialami juga oleh masyarakat Islam, sebab kemajuan peradaban Eropa terinspirasi dari para pemikir Muslim. Dalam menjelaskan seluk-beluk peradaban modern Eropa dalam tulisannya itu, RPD sempat mengutip beberapa tokoh besar dunia, seperti Goethe, Umberto Eco dan Frans Malschaert. Tokoh-tokoh tersebut juga diyakini membawa pengaruh dalam pemikiran RPD dalam melihat realitas keagamaan.

147Wawancara penulis dengan RPD pada 11 November 2007.

Page 72: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

kemasyarakatan, agama dan para elitnya yang menurut RPD sangat

berpeluang mereduksi kesucian agama yang telah diturunkan Tuhan.

Sebelum penjabaran lebih lanjut tentang dogma agama menurut RPD,

sebaiknya disimak definisi agama oleh RPD berikut ini:

”Agama buat saya adalah bentuk aturan-aturan yang diberikan pada saya sejak

kecil. Aturan itu menetapkan batas-batas kapan atau di mana saya harus berhenti

melakukan sesuatu. Mungkin ada reward atau pahala bagi yang menaati aturan itu....

Namun dalam agama, punishment itu mungkin berasal dari masyarakat. Kalau saya shalat

atau ngaji dengan sembarangan, saya akan dimaki-maki orang. Tapi kalau saya

melakukan hal luar biasa, reward-nya mungkin tak akan langsung didapat. Itulah

pengertian saya tentang agama sebagai kenyataan sosial. Secara individual,

pengertiannya tentu lain lagi. Pemahaman keagamaan itu harus ditelusuri pelan-pelan

berdasarkan pengalaman pribadi-pribadi, tidak hanya dari ajaran-ajaran.”148

Ajaran-ajaran (dogma) dalam agama secara keseluruhan, kata RPD,

telah mengalami distorsi oleh pemahaman individu ataupun kelompok

tertentu dan akibat bercampur dengan beragam kepentingan. Agama sejak

awal keberadaaannya hingga sekarang, bagi RPD adalah agama yang

bukan an sich agama ilahi, melainkan agama yang selalu bercampur

dengan kepentingan sosiologis dan politis (pragmatis-sekular). Oleh

karenanya seorang penganut beragama, harus secara kritis menelaah

ulang dogma tersebut. Dan penelaahan ini tidak terkait soal keraguan

tentang Tuhan. Berikut pernyataan RPD:

”...Mempertanyakan dogma-dogma itu tidak ada kaitannya dengan

mempertanyakan Tuhan, sebab belum tentu dogma-dogma itu Tuhan yang bikin.

Kebanyakan dogma justru dibikin oleh kita-kita sendiri dan terkadang ia sudah

bercampur-baur dengan dogma dari agama lain, tradisi, kebiasaan, hukum adat,

hukum formal, hukum kolonial dan macam-macam. Dogma tak jarang campuran

dari itu semua. Di situ misalnya bisa bermain kepentingan-kepentingan kaum

feodal.”149

148“Radhar Panca Dahana: ‘Semua Orang Merindukan Tuhan, Tapi…’”

http://islamlib.com/id/index.php?page=article7id=944 diakses pada 10 Agustus 2007.

149“Radhar Panca Dahana: ‘Semua Orang Merindukan Tuhan, Tapi…’” http://islamlib.com/id/index.php?page=article7id=944 diakses pada 10 Agustus 2007.

Page 73: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Berdasarkan pandangan ini, RPD melihat keberislaman dalam dua

hal, yaitu Islam yang tidak terlepas dari ‘kepentingan’ para elit agama yang

memunculkan elitisme agama. Dan kedua, adalah ritus-ritus agama yang

secara normatif hanya merupakan satu perangkat yang belakangan ini

juga telah kehilangan makna di hutan belantara bernama agama. Padahal

keberislaman (atau keberagamaan pada umumnya) bukanlah sikap sekali

jadi, melainkan usaha terus-menerus, proses menuju kebaikan

(kebenaran). Untuk itulah RPD mengajukan dekonstruksionisme,

sebagaimana akan dijelaskan selanjutnya. Dan dekonstruksionisme ini

untuk mengembalikan semangat inti agama, yakni spiritualisme.

Agama (Islam) dilihat RPD sebagai suatu wilayah yang telah banyak

terkooptasi oleh kepentingan-kepentingan para elite agamanya. Dalam kasus ini

RPD memandang misalnya keberislaman di dalam tubuh NU, dalam mana sebuah

restu dari ulama khâsh sangat menentukan suatu karir seseorang baik dalam

bidang politik maupun yang lainnya.150

Bagi RPD ini mencerminkan bahwa agama yang ada selalu tidak bisa

terlepas dari kepanjangan tangan para elitnya; dia tidak hanya terpengaruh, tetapi

juga telah dikontrol oleh para elit agama yang ada. Ini diperparah lagi dengan

kecenderungan tegaknya konsep kekuasaan ulama sebagai pewaris para nabi yang

dibarengi dengan kecenderungan mistis.

Bagi RPD konsep keberislaman seperti ini harus ditelaah ulang dengan

sebuah metodologi pembongkaran, yang mesti dilakukan oleh para insider-nya.

Kenapa harus dimotori oleh para insider-nya; agar tidak ada penangkalan secara

mentah dan massif dari para pemeluk agama atau organisasi agama itu sendiri

terhadap ide-ide dekonstruktif. Untuk ini RPD sangat mengapresisasi usaha-usaha

yang dilakukan oleh misalnya salah satu intelektual Islam, Ulil Abshar Abdalla.

150Radhar panca Dahana, Menjadi Manusia Indonesia (Yogyakarta: Lkis, 2001), h. 56.

Page 74: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Alasan harus insider melakukan usaha-usaha dekonstruktif terhadap

konsep keberagamaan, asumsi atau tafsir tradisional yang mengecoh, karena sosok

insider merupakan bagian dari nilai-nilai dasar dan tradisional yang ada dalam

(organisasi) agama itu sendiri. Tanpa ada pendekatan yang bersifat emosional,

pembongkaran terhadap nilai tradisional yang menurut RPD sudah tidak bisa

dipisahkan lagi dengan dogma yang ada dalam agama, akan mengalami reaksi dan

pertentangan.

”Betapa berharga usaha pembongkaran asumsi atau tafsir tradisional yang telah

sekian lama mengecoh ummat itu, tampaknya tak akan berhasil kecuali usaha itu sendiri

dibongkar atau didekonstruksi kembali melalui nilai-nilai dasar dan tradisional yang

bersembunyi di baliknya.... Oleh karena itu, dari beberapa hal di bawah inilah, upaya

besar menciptakan ummat atau santri (pada tingkat individu) yang mandiri dapat

dimulai.”151

Elit agama telah berubah bentuk menjadi satu paham ekslusif (elitisme)

dan menempatkan mereka sebagai satu sandaran mutlak bagi payung hukum dan

untuk mengukur kualitas keberagamaan seseorang. Padahal elitisme yang

dipelihara dan dilanggengkan secara terus menerus tersebut akan melahirkan

asumsi rancu bahwa pemimpin ummat tidak dapat bersalah. Bagaimanapun,

elitisme agama dimunculkan dari konsep keberagamaan yang telah terkooptasi

dengan asumsi-asumsi keliru yang bersumber dari nilai-nilai tradisional agama

yang tidak terlepas dari kecenderungan mistis.

Sebagai konsekuensi sosial dan psikologis dari elitisme agama adalah

terampas hak individu beragama dalam menegakkan kemandirian dan

keberdayaan ummat. Sementara manusia yang bebas dan dapat mengaktualisasi

diri akan terkubur di bawah bayang-bayang elit dan konsep keberagamaan yang

151Radhar Panca Dahana, Menjadi Manusia Indonesia, h. 37.

Page 75: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

mereka lahirkan. Selain itu pula, ritus-ritus agama pun akan dijadikan etalase atau

formalitas untuk meneguhkan posisi sosial, politik dan ekonomi.

Agama dan ritus menurut RPD adalah satu mata uang dengan dua sisi

yang berbeda, dan memiliki peran dan fungsi yang sangat vital dalam keseharian.

Akan tetapi, bagi RPD menguatnya peran dan fungsi agama tersebut, tidak bisa

dimaknai semata-mata sebagai kelahiran kekuatan fisik, dalam bentuk penerapan

hukum-hukum agama. Melainkan, kata RPD, ”agama akan kembali dalam bentuk

dan perannya yang paling purba yaitu sebagai spiritualisme yang memberi rasa

nyaman, tanpa harus diikuti oleh loyalitas komunal atau ritus-ritus keagamaan.”152

Dalam pemaparan di atas, terdapat pandangan secara implisit oleh RPD

bahwa ritus-ritus keagamaan hanyalah sebuah performa yang telah disepakati

secara komunal baik oleh para agamawan dan pemeluknya. Adapun inti dari

semua agama, termasuk Islam, adalah spiritualisme. Maka, masyarakat yang telah

berhasil mengeliminasi formalisme agama dalam paradigma keberagamaannya,

akan mampu menghindar dari perbedaan-perbedaan simbolis-formalistis

beragama yang umumnya terbentuk dan menguat karena pengaruh tradisi,

kebiasaan atau kepentingan tertentu. Dengan demikian, RPD memprediksikan

agama-agama di dunia akan menuju ketunggalan. Atau paling tidak nama agama

tradisional akan tetap ada namun paham keagamaannya akan sama sekali baru,

lebih tidak menyoal perbedaan antara satu agama dan agama lainnya, tetapi

mendahulukan spiritualisme.

Walaupun demikian, spiritualisme ini tidak akan tumbuh kecuali

masing-masing pemeluk agama memiliki konsep utuh dalam persoalan

Tuhan. Ini menjadi pengalaman RPD saat ia melihat, misalnya, dunia yang

152Radhar Panca Dahana, ”Keberagaman yang Teperdaya” Gatra, 3 Oktober 2007, h. 106.

Page 76: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

semakin kacau dan mengalami disorder di mana banyak manusia yang

bersikap tiranik dan otoriter kepada manusia lain, atas nama Tuhan, dan

di sisi lain hal demikian tetap dibiarkan terjadi oleh Tuhan. ‘Gugatan’ RPD

kepada Tuhan bertambah tajam setelah mencuatnya kasus Imam

Khomeini, pemimpin revolusi Iran pada tahun 1979, yang diperlakukan

tidak adil oleh negara-negara adikuasa seperti Amerika dengan cara

menghentikan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Iran ketika itu. Di satu

sisi Iran bersikap dengan mengatasnamakan Tuhan dalam mengubah

format negara, seperti membungkam perbedaan dan menawarkan satu

solusi saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni pandangan

sesuai para iman (klerikal). Tapi, di sisi lain Tuhan yang mereka agungkan

membiarkan Amerika menghancurkan masyarakat Iran.

Kejadian-kejadian kemanusiaan itu, pada akhirnya melahirkan

sebuah kesimpulan dalam pemikiran RPD bahwa manusia tidak bisa

hanya mengandalkan Tuhan dalam mengubah nasibnya atau keadaannya

menjadi lebih baik. Tetapi, manusialah yang harus memiliki daya dan

usaha kuat sendiri dalam mengubah nasibnya. Tuhan, menurut RPD

memang memiliki takdir, tetapi takdir Tuhan terhadap manusia akan

menyesuaikan dengan usaha yang dilakukan oleh manusia itu sendiri.

B. Pandangan Radhar Panca Dahana tentang Tuhan

1. Keesaan Tuhan

Proses pengetahuan manusia tentang Tuhan diawali dengan

kecenderungan manusia sebagai homo-recitatus153 (insan-pembaca)

sekaligus homo-religius (insan-beragama). Membaca adalah modal dasar

manusia untuk mengenal dan memfamiliarisasi sesuatu yang tidak dikenal

sebelumnya, termasuk dalam mengenal dan mengetahui sesuatu yang

153Membaca menurut RPD adalah esensi keberadaan manusia. Membaca

merupakan kegiatan instinktif yang kemudian menjadi bekal natural dalam perkembangan hidup. Dengan membaca, seorang individu akan tersadar bahwa di seputar kehidupannya terdapat tanda-tanda yang terepresentasikan dalam simbol, gambar, ikon, huruf, terukir maupun tercetak, yang harus mampu dibacanya. Membaca sangat urgen maka, tak mengherankan bila seorang buta huruf yang menjadi nabi penutup dalam Islam, mendapatkan tugas keilahian pertamanya dengan seruan; “bacalah,” baca Radhar Panca Dahana, Dalam Sebotol Coklat Cair dan Sejumlah Esei-Esei, (Depok: Koekoesan, 2008), h. xiii-xiv.

Page 77: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

tidak dikenal sebelumnya, termasuk dalam mengenal dan mengetahui

kekuatan yang ada di luar kekuatan diri manusia.154

Manusia dituntut untuk membaca (menelaah) fenomena di balik

fenomena. Pada akhirnya pembacaan terhadap fenomena di balik

fenomena tersebut berujung pada pembacaan manusia yang paling dalam

dan paling esensial, yaitu pembacaan tentang eksistensi Tuhan.

Menurut RPD sudah menjadi kecenderungan dasariah manusia

apakah itu melalui proses internal (psikologis, mental dan spiritual) untuk

meyakini keberadaan ketunggalan Tuhan. Kecenderungan dasariah

manusia ini, kata RPD dibentuk oleh proses pembacaan (pengamatan)

manusia kepada alamnya, seperti gunung, langit, gua-gua, sungai dan

sebagainya.

Pada awalnya, pembacaan dan pengenalan manusia terhadap

eksistensi Tuhan tidak langsung tertuju kepada bentuk ketunggalan

(tawhîd), tetapi melalui kepercayaan awal, yang meyakini adanya banyak

kekuatan (Tuhan) atau politeisme. Saat itu dan barangkali hingga

sekarang, setiap manusia memiliki persepsi tentang kekuatan di luar diri

manusia itu, sehingga setiap manusia meyakini Tuhannya masing-masing.

”Pada dasarnya orang memiliki satu kebutuhan atau dorongan untuk

mengetahui ada kekuatan lain di luar realitas manusia. Dari dulu orang sudah

tahu bahwa pasti ada sesuatu di balik gunung atau gua. Ada satu kekuatan yang

sifatnya supranatural. Manusia selalu berusaha untuk berkomunikasi dengan

kekuatan itu. Munculnya kebudayaan itu karena dorongan untuk mendapatkan

satu bentuk interaksi dengan kekuatan itu. Jadi kalau ditemukan gambar-

gambar yang aneh di dalam gua-gua itu adalah fantasi mereka tentang kekuatan

di luar diri manusia. Mereka melihat fenomena kekuatan di banyak tempat, ada

di langit, gua sungai dan sebagainya. Di situlah muncul panteistik yang menjadi

kepercayaan awal manusia.”155

Pada dasarnya keyakinan tentang keesaan Tuhan, yang didapat oleh

individu kebanyakan pada saat sekarang hanya pengenalan secara kognitif

melalui dogma dan doktrin agama. Keesaan Tuhan, hanya dapat didalami

154Wawancara penulis dengan RPD 11 November 2007.

155Wawancara penulis dengan RPD 11 November 2007.

Page 78: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

melalui pendalaman yang bersifat pribadi dan transendental dan hanya

orang-orang tertentu saja yang dapat meraih pengalaman tersebut.

Bentuk keesaaan Tuhan, menurut RPD, sebenarnya muncul dari

imajinasi manusia itu sendiri. Manusia secara personal tidak pernah

mampu untuk mengetahui kebenaran Tuhan yang tunggal secara

langsung.

Keesaan Tuhan, kata RPD adalah realitas yang memang menjadi

kebenaran, untuk itu realitas itu harus dibahasakan melalui satu aturan,

yang tidak lain adalah agama. Meskipun pada hakikatnya instink

ketuhanan dimiliki oleh setiap manusia,156 tetapi menurut RPD tidak

semua individu memiliki instink keesaan. Hal itu hanya bisa didapatkan

ketika ada penghayatan dan pendalaman dari seorang individu.

Bagi orang yang telah meraih pendalaman dan pengalaman

ketuhanan yang paling esensial, maka seharusnya konflik antar agama

bisa dieliminir. Kalau ditelaah lebih dalam, sebenarnya yang selama ini

menjadi pemicu konflik antar agama hanya konflik tentang simbol, seperti

nama Tuhan yang sebenarnya merupakan bagian dari dunia simbol

kebudayaan.

Secara historis, RPD mendapatkan pengenalan dan pengetahuan

tentang Tuhan melalui pengajaran dari bangku sekolah dasar. Pada

awalnya, RPD memahami Tuhan secara taqlid, secara fatalistis dan

menempatkan Tuhan sebagai ancaman yang menakutkan. ”Ketika kecil

kita selalu mendapatkan kata-kata dari guru: ’awas berdusta pada Tuhan.

Kamu akan disiksa,’”157

Terlihat jelas, dalam pemikiran ketuhanan di atas, RPD

menempatkan kajian antropologi sebagai dasar pijakan untuk

menggeledah soal ketuhanan. Meskipun, secara eksplisit disiplin

antropolologi sendiri tidak pernah membicarakan tentang keesaan, namun

demikian, kesadaran tentang adanya kekuatan di luar manusia yang

156Bahwa manusia diciptakan dengan sejenis sifat dan watak dasar yang

membuatnya siap menerima agama. Pada diri manusia selalu ada dorongan dan kecenderungan pada ketuhanan, baca Mahmud Rajabi, Horison Manusia, terj. Yusuf Anas, (Jakarta: al-Huda, 2006), h. 131.

157Wawancara penulis dengan RPD 11 November 2007.

Page 79: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

menurut RPD melalui medium pengamatan dari alam merupakan salah

satu pemikiran yang keluar dari para ahli antropologi.158 Dan pandangan

ini diperkuat dalam gagasan RPD yang lain bahwa sebenarnya penamaan

Tuhan hanyalah produk simbol kebudayaan manusia. Dan gagasan itu

sama dengan pemikiran antropologi yang menempatkan agama sebagai

bagian sistem simbol kebudayaan manusia.159

2. Tuhan dalam Tafsiran Angka

Konsep Tuhan sebagai agama kemanusiaan dalam Islam, menurut

pandangan RPD diwakili oleh 99 yang disebut asmâ’ al-husnâ. Kenapa 99?,

karena Islam bukan dan tidak akan akan menjadi agama yang telah mencapai

kesempurnaan tanpa adanya keterlibatan manusia di dalamnya. Dalam tafsiran

RPD, angka 99 bukanlah angka yang belum mencapai sempurna, ia harus

disempurnakan dengan kehadiran angka satu yang tak lain dan tak bukan adalah

manusia.160

”...99 nama dan sifat Tuhan dalam Islam, 9 malaikat yang dikenal, mesti

digenapkan atau disempurnakan oleh 1 (satu) yang tak lain adalah manusia. Manusia

yang membuat semuanya menjadi dunia, kesempurnaan ciptaanNya. Soal tinggal,

siapkah kita jadi pelengkap dunia sempurna? Kita tunggu jawabnya.”161

Tuhan dalam agama Islam menuntut agar hukum-hukum-Nya yang telah

diturunkan ke muka bumi harus melibatkan manusia dalam hal menafsir,

mengkaji, mencari tahu apa-apa saja fungsi, peran, maksud dan tujuan dari

hukum-hukum yang telah diturunkan oleh-Nya.

158Clifford Geerzt, Kebudayaan dan Agama, terj. Fransisco Budi Hardiman, (Yogyakarta:

Kanisius, 1992), cet. I., h. 6. 159Baca Clifford Geerzt, Kebudayaan dan Agama, h. 5. 160Radhar Panca Dahana, “2008”, Gatra, 7 Januari 2008, h. 106 161Radhar Panca Dahana, “2008,” Gatra, h. 106

Page 80: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Inilah yang kemudian memberikan kesimpulan kepada RPD bahwa

sebenarnya Islam adalah agama kemanusiaan. Agama yang bertujuan untuk

mengangkat setiap aspek yang ada dalam diri manusia itu sendiri, yaitu potensi

pemikiran.

Berbeda dengan konsep ketuhanan pada agama Kristen yang telah

berkeyakinan bahwa konsep ajaran ketuhanan mereka telah sempurna dan tidak

perlu dilakukan intepretasi oleh manusia. Hal ini terlihat dari bentuk salib yang

menurut tafsiran RPD merupakan bentuk lain dari huruf Romawi, X (10) yang

artinya Xristos atau sempurna.

Pemahaman ’99’ ini pada awalnya bersumber dari kegemaran RPD sejak

masa kecil membaca komik dari berbagai genre: cerita robotik Jepang, cerita

manusia-manusia super dari Amerika hingga cerita-cerita keagamaan dari

berbagai agama. Dalam komik yang bercerita tentang keagamaan RPD

menemukan bahwa dalam sifat Tuhan yang terangkum dalam 99, kebanyakan

Muslim mengidentifikasi Tuhan dengan sifat-sifat kemanusiaan atau dimulai

dengan pemahaman manusia tentang dirinya sendiri, seperti melihat, mendengar,

memegang dan lain sebagainya.

RPD berpandangan, salah satu contohnya, pemaknaan terhadap sifat-sifat

Tuhan hendaknya tidak direduksi menjadi pemaknaan fisik dan batin yang berlaku

pada manusia yang selalu memiliki keterbatasan, melainkan bagaimana

memaknai, keseluruhan sifat-sifat Tuhan yang terhimpun dalam 99 itu menyatu

dengan visi kemanusiaan. Pada dasarnya kata RPD, visi ketuhanan dalam

berbagai agama bertujuan untuk memanusiakan manusia.

Page 81: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Ketika ditanyakan tentang latarbelakang penemuan pemikiran nama-nama

Tuhan dalam Islam yang berjumlah 99, seperti inilah jawaban RPD, ”Itu (berasal)

dari pemikiran lama. Dari berbagai sudut. Itu sifatnya menjalin. Bisa berasal dari

komik-komik yang menggambarkan tentang Tuhan Sulaymân, Ibrâhîm, Yesus

(‘Îsâ), itu juga berpengaruh. Tetapi bagaimana jalan pengaruhnya, itu berjalan di

luar kesadaran, dalam spontanitas dan itu berkelindan.”162

Fakta menunjukkan bahwa komik merupakan latarbelakang penemuan

RPD tentang pemikiran ’99’. Pengenalan ’99’ melalui komik-komik yang memuat

tentang cerita-cerita kemukjizatan Tuhan tersebut menyeret RPD untuk

menggeledah lebih jauh tentang pemaknaan ’99’ yang menurut RPD selama ini

lebih dimaknai secara superfisial oleh kebanyakan Muslim, lewat hitung-hitungan

matematika yang dimulai dari angka 10 yang dipercaya di seluruh bagian dunia

melambangkan keadaan yang positif. Selain dianggap sebagai isyarat

kesempurnaan, angka 10 ”...dipercaya banyak agama tangga pertama menuju

perkalian-perkalian bulat berikutnya (100, dst).”163

Dari hitungan itu kemudian RPD menautkan bahwa ’99’ dalam Islam

harus digenapkan agar sempurna (mencapai angka 100) oleh manusia. ”Manusia

membuat semuanya menjadi dunia, kesempurnaan ciptaanNya. Soalnya tinggal,

siapkah kita jadi pelengkap dunia sempurna? Kita tunggu jawabnya,”164

Pemaparan ini menjawab persoalan tentang mengapa seorang RPD secara

tiba-tiba berbicara tentang 99, yakni bahwa dalam setiap pemikirannya tentang

keberislaman, RPD selalu berusaha untuk melakukan upaya humanisasi agama

(Islam). Setiap simbol-simbol Islam selalu harus dapat dihubungkan dengan

162Wawancara penulis dengan RPD pada 11 November 2007. 163Radhar Panca Dahana, ”2008,” Gatra, h. 106. 164Radhar Panca Dahana, ”2008,” Gatra, h. 106.

Page 82: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

fungsi dan perannya secara sosiologis. Dalam artian, Tuhan dan agama tidak hadir

untuk dirinya sendiri, tetapi untuk kemanusiaan. Tinggal bagaimana setiap

individu, kata RPD, membuat dasar filosofis dan keyakinan yang kuat untuk

memaknai ketuhanan dalam agamanya dan segala simbol-simbol yang melekat

kepadaNya.

C. Pandangan Radhar Panca Dahana tentang Manusia

1. Manusia sebagai Homo-Religius

Manusia dalam pergumulannya dengan peradaban kian terseret dari pusat

lingkaran luar eksistensi mereka sendiri. Di sinilah kemudian problem eksistensial

mencuat kembali: “bagaimana seorang individu, kelompok, bangsa atau warga

dunia menjelaskan dirinya sendiri”165

Dalam peradaban modern, manusia yang pada awalnya kehilangan

kesadaran akan kembali mengembalikan kesadarannya kepada bentuknya semula:

yaitu mencari dan mendekati Tuhan yang merupakan kodrat pertama manusia.

RPD dalam hal ini meyakini bahwa pada dasarnya, semua semesta dicipta

karena cahaya yang ghaib (Tuhan), ”Keberadaan manusia, bermula dari kehendak

dan cinta yang berproses melalui jasa renik (partikel biologi yang kecil),

tumbuhan dan hewan yang akhirnya menjadi manusia di puncaknya.”166

Dengan demikian, sudah menjadi kodrat bahwa di setiap sel di dalam

tubuh manusia akhirnya mendedikasikan diri pada yang telah menciptakannya.

165Radhar Panca Dahana, Menjadi Manusia Indonesia, h. 55. 166Radhar Panca Dahana, Menjadi Manusia Indonesia, h. 56.

Page 83: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Manusia secara kodrat akan mencari pusat dedikasinya dan itu ada pada

Penciptanya sendiri, yaitu Tuhan.167

Di sini terbuka suatu pengertian bahwa di setiap jiwa manusia, entah ada

dalam kesadaran akal maupun tidak, sudah mengakar rasa religius, atau kerinduan

kepada Tuhan. Perjalanan menuju Tuhan akan selalu menjadi nafas dari semua

gerak hidupnya.

Lebih dalam RPD memaparkan, sebagai berikut:

”Tuhan adalah pertautan bagi manusia, sebab manusia salah satu atau mungkin

satu-satunya makhluk yang selalu menderita ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan itu

bisa diterjemahkah sebagai kegalauan, kebimbangan, kekacauan-situasi khaotik, sebab

manusia dihinggapi oleh satu hal dalam hidupnya yaitu masalah. Masalah inhern dalam

hidup atau masalah adalah hidup itu sendiri. Tapi manusia juga diwarisi sifat ketuhanan,

sebutlah sebagai kebolehan (jâ’îz). Maka manusia punya pilihan dan ini sekaligus

menciptakan problemasi dalam diri manusia.”168

Tetapi manusia diberi akal, yang menjadi dasar bagi pilihan-pilihannya. Ini

menyebabkan dunia manusia selalu tergerak menciptakan keseimbangan. Karena

itu manusia butuh tempat untuk bertaut.

Ide manusia tentang keseimbangan itu muncul dari ide tentang Tuhan. Ide

tentang Tuhan menurunkan keseimbangan-keseimbangan dari tingkat paling

mikro sampai paling makro. Di tingkat diri manusia secara psikologis, fisik,

mental, intelektual hingga di tingkat kelompok dan tingkat nasional.169

167Radhar Panca Dahana, Menjadi Manusia Indonesia, h. 56 168“Pergulatan Hidup Rahdar Panca Dahana,” Jurnal Nasional edisi 0131 Minggu

IV-April 2007 h. 7. 169“Pergulatan Hidup Rahdar Panca Dahana,” Jurnal Nasional edisi 0131 Minggu

IV-April 2007 h. 7.

Page 84: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Pemahaman religiusitas di sini, bagi RPD tidak selalu dikaitkan dengan

pengertian yang agamawi (dengan melakukan ritus-ritus keagamaan) atau

penganut agama formal tertentu.

Di sini RPD ingin menegaskan bahwa manusia bertuhan, bukan hanya

monopoli orang-orang yang mengikat diri kepada agama secara formal. Namun,

hal itu juga dimiliki oleh manusia ateis sekalipun, karena dalam setiap sel manusia

selalu ada cahaya Tuhan yang akan selalu menyeret manusia kepada

ketertundukan kepada Tuhan, kepada yang ghaib.170

Soal perangkat formal seperti yang ada di dalam berbagai agama, itu

hanya soal pilihan. Ada manusia yang merasa cocok untuk menggunakan

perangkat formal (ritus agama) sebagai media menuju Tuhan,171 namun ada juga

sebagian manusia yang telah memiliki perangkatnya sendiri. Oleh karena itu, satu

hal yang menjadi titik tekan dalam penjabaran ini bahwa, persoalan beragama atau

tidak, status sosial dan profesi tidak akan melenyapkan iman dan religiusitas di

dalam diri manusia. Pada dasarnya semua manusia adalah homo-religius.

Pemahaman RPD tentang homo-religius ini terpengaruh pemikiran filsuf

Denmark, Soren Kierkeegard172 yang terkenal dengan konsep filsafat

eksistensialis religius. Menurut Soren Kierkegaard manusia akan selalu memiliki

pertautan dengan Tuhan, karena Diri (eksistensi manusia) berasal dari Tuhan.

170Radhar Panca Dahana, Menjadi Manusia Indonesia, h. 56. 171Radhar Panca Dahana, “Keragaman yang Teperdaya,” Gatra, h. 106. 172Soren Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813. Ia merupakan

pengusung filsafat eksistensialisme (Diri) religius yang diyakini berpengaruh terhadap para filsuf besar, seperti Martin Heidegger, Karl Jasper dan Jean-Paul Sartre, baca Thomas Hidya Tjaya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2004), h. 24-31. Lebih lanjut Kierkegaard menjelaskan, dan ini berkaitan dengan konsep filsafat eksistesialisme religius yang diusungnya, bahwa ada tiga wilayah eksistensi atau tahap dan bentuk pemenuhan hidup manusia: pertama manusia akan melalui kehidupan estetis atau yang penuh dengan keindahan, kedua kehidupan etis dan ketiga kehidupan religius, baca Thomas Hidya Tjaya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, h. 85-86.

Page 85: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Untuk memahami Diri, kata Kierkegaard seseorang mesti mengalami perjalanan

masing-masing dengan cinta yang berakhir pada keindahan keabadian abadi

(Tuhan).173

Di samping itu, kegemaran RPD dalam membaca dan menulis sastra

membawanya berkenalan dengan karya-karya Muhammad Iqbal, yang RPD kenal

sebagai seorang sastrawan religius asal Pakistan yang konsep ketuhanan dan

kemanusiaanya kurang lebih sama dengan Soren Kierkegaard.

Dari sini dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa pemikiran-pemikiran

para filsuf Barat dan tokoh-tokoh sastra juga sedikit banyak mempengaruhi pola

pemikiran keberagamaan RPD.

2. Manusia Semesta dalam Konteks Keberislaman

Perubahan paradigmatik ummat Islam Indonesia dalam memandang

perubahan zaman yang ada di sekitarnya memunculkan beragam ekspresi

keberislaman. RPD berpandangan bahwa ekspresi keberislaman yang lebih murni

dan kontekstual adalah keberislaman yang diterapkan oleh manusia semesta;

manusia yang mampu membumi dengan nilai-nilai yang ada di lingkungannya.

Manusia semesta bukanlah termasuk kelompok-kelompok dalam Islam

yang melahirkan konflik, karena berbeda paham dan aliran.174 Justru, manusia

semesta merupakan individu-individu yang secara cerdas mengakomodir setiap

norma maupun keyakinan yang plural.

”Islam bukanlah kelompok-kelompok yang justru rawan konflik. Tatkala Islam

telah berada dalam sekat-sekat madzhab, maka dogma-dogma yang ada dalam Islam akan

mengalami pergeseran pada nilai fungsionalnya. Islam justru akan ditafsir berdasarkan

173“Dari Skandinavia ke Dunia Maya,” Tempo 20 April 2008, h.77. 174Wawancara penulis dengan RPD pada 11 November 2007.

Page 86: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

kepentingan-kepentingan kelompok tertentu, Islam hanya akan menjadi media meraih

kepentingan yang pragmatis dan materialis. Akhirnya ummat Islam hanya mengurusi

kepentingan-kepentingan sekular.”175

Tentang tatacara berislam, manusia semesta akan mampu mengambil

bentuk kepada hal yang paling personal dengan mempertimbangkan keadaan

mental, psikologis dan intelektual dari individu itu sendiri. Sedangkan dalam

lingkungan sosial, manusia semesta akan membentuk keberislaman sesuai dengan

norma-norma dan adat yang berlaku dan yang menjadi kesepakatan antara

individu maupun kelompok.

Terkait dengan peradaban yang ada di sekitarnya, manusia semesta tidak

akan mengambil tatacara berislam dari sebuah kultur yang pernamen atau berasal

dari satu etnis, seperti Arab saja, melainkan bersandar kepada kultur lokal yang

menjadi realitas mutakhir manusia itu berada.

Keberislaman yang diterapkan oleh manusia semesta ini mampu

mengeliminir persoalan-persoalan sara dan rasial. Para individu yang telah

menjadi manusia semesta telah meyakini bahwa dalam wilayah sosial mereka

tidak lagi mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai primordial yang menjadi

asal-muasalnya, baik itu agama, etnis, strata sosial maupun ras.

Landasan keberislaman manusia semesta, menurut RPD, akan melahirkan

sikap saling menghormati antar penganut paham atau aliran dalam satu atau

berbeda agama. Persoalan-persoalan yang dinilai sangat prinsip seperti kitab suci,

kenabian dan aturan-aturan agama tidak akan mampu menghalangi manusia

semesta untuk menghormati keyakinan yang dianut oleh manusia lainnya. Hal ini

juga berhubungan dengan keyakinan manusia semesta bahwa sesungguhnya

175Wawancara penulis dengan RPD pada 11 November 2007.

Page 87: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

agama hanyalah sebuah perangkat formal yang berisikan tentang simbol-simbol

kebudayaan yang tidak mesti dipertentangkan dan apalagi dijadikan sebagai

pemicu berkonflik.176

Apa yang diusung oleh RPD tentang konsep manusia semesta tentu

didorong oleh pemahaman RPD tentang universalisme Islam. Bahwa apa yang

telah menjadi standar moral dan etika dalam Islam sebenarnya juga berlaku di

mana-mana. Contohnya, konsep filantropi atau yang dalam Islam disebut dengan

zakat, sedekah, wakaf dan lain-lain. Negeri Barat pun, kata RPD, menganut

semangat filantropi itu untuk membantu saudara atau tetangga mereka yang

tengah didera kesulitan hidup. Dan justru, menurut RPD yang pernah mengelilingi

Eropa, semangat berderma lebih terlihat di negeri yang bukan mayoritas Muslim.

”Maksud universalisme adalah bahwa Islam itu adalah universal karena ia

berlaku untuk semua. Dalam pengertian bahwa apa yang menjadi standar moral dan etika

dalam Islam sebenarnya berlaku di mana-mana dan semua orang mengakui itu. Seperti

berderma atau berzakat. Itu bukan sesuatu yang asing di mana-mana. Orang beribadah di

masjid, memberi salam, menerima tamu dengan hangat, itu hal yang universal. Artinya,

kalau kita mempratikkan Islam dengan sungguh-sungguh, kita tidak akan terasing.”177

Contoh lainnya adalah memberi salam dan menerima tamu dengan ramah

merupakan nilai-nilai Islam yang juga dianut oleh masyarakat kebanyakan baik di

Timur maupun di Barat. Artinya, kalau orang telah mempraktikkan Islam dengan

sungguh-sungguh, maka ia tidak akan terasing di manapun, karena setiap adab

yang baik (Islami) selalu ada di manapun juga.

176Wawancara penulis dengan RPD pada 11 November 2007. 177Wawancara penulis dengan RPD pada 11 November 2007.

Page 88: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Menurut RPD, orang yang sering melakukan ritus-ritus formal keagamaan

belum dapat dikatakan Islam, tetapi bagaimana perilaku dia setelah melakukan

ritus formal itulah yang menjadi ukuran keislamannya.178

”Orang yang banyak beribadah formal belum menunjukkan Islam. Tetapi,

bagaimana perilaku dia setelah selesai melakukan shalat atau beribadah itu yang menjadi

ukuran. Islam harus dinilai dari bagaimana perilaku mereka dalam keseharian. Sedangkan

untuk ibadah adalah urusan pribadi masing-masing. Kekuatan ritus yang dijalankan

seseorang tidak ada yang dapat mengetahuinya kecuali Tuhan dan manusianya. Yang

terpenting adalah bagaimana nilai-nilai ritus itu diejawantahkan dalam kehidupan sehari-

hari.”179

Konsep manusia semesta dalam konteks keberislaman merupakan

cerminan RPD sebagai individu yang lingkungan kehidupannya selalu dikelilingi

oleh masyarakat yang plural baik dari budaya, intelektual, suku dan agama. Sedari

kecil hingga sekarang RPD memang cukup terbuka dalam pergaulan tanpa

memilih dan memilah latarbelakangnya. RPD pun sangat enggan untuk

mengidentifikasi dirinya ke dalam satu bentuk golongan, ras, dan suku yang

rawan konflik yang pada akhirnya akan membawa dampak buruk terhadap

perilaku dan pemikirannya, seperti kultus individu dan sakralisasi yang membabi

buta terhadap suatu lembaga atau organisasi keagamaan.

Untuk hal ini RPD menjelaskan dalam sebuah ungkapan,

”Dalam pergaulannya dengan penganut agama lain, manusia semesta akan

mampu saling bertukar aura yang menciptakan respek antara satu penganut agama, suku

atau ras dengan penganut lainnya. Pada tingkatan sosial, manusia semesta sudah tidak

lagi terhalangi oleh hal-hal yang berbentuk sara yang justru memicu lahirnya konflik dan

bisa membatasi potensi kemanusiaan yang dimilikinya, seperti kitab suci, nabi-nabi

maupun simbol-simbol keagamaan hingga kesukuan. Jadi, manusia semesta akan selalu

178Wawancara penulis dengan RPD pada 11 November 2007. 179Wawancara penulis dengan RPD pada 11 November 2007.

Page 89: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

bergaul dengan tata aturan yang berlaku pada lingkungannya, tanpa harus

mengidentifikasi dirinya kepada agama, etnis, ras dan strata sosial.”180

Kehidupan yang dijalani RPD bersama dengan masyarakat yang plural itu

membawa RPD kepada suatu pemikiran bahwa hendaknya setiap manusia dapat

membumi dengan lingkungan ia berada dan konsep itu ada dalam pemikiran

manusia semesta.

180Wawancara penulis dengan RPD pada 11 November 2007.

Page 90: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara historis, pergaulan Radhar Panca Dahana (RPD) dengan komunitas

penggiat seni dan sastra merupakan titik awal penting bagi perjalanan

pemikirannya dalam memandang segala hal, termasuk soal keberislaman.

Sedangkan, secara intelektual, kegemaran RPD membaca buku-buku biografi,

filsafat dan sastra di tambah latarbelakangnya yang berpendidikan sosiologi

membawanya banyak bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran filosofis yang

berpengaruh kepada setiap pemikirannya yang sangat kuat dalam setiap

pengunaan kata-kata untuk melukiskan pandangannya. Terkadang kata-kata yang

digunakan RPD mengandung banyak ambivalensi dan konotatif, sehingga sangat

sulit untuk diterjemahkan dengan bahasa yang denotatif dan baku, terutama bila

menyangkut pandangannya seputar keberislaman (Tuhan dan manusia).

Pandangan RPD tentang Tuhan dan manusia sebagai satu gagasan

kosmologis yang saling terkait, sangat memiliki watak inklusifisme di mana

Tuhan merupakan sumber ontologis semua manusia, karenanya semua manusia

adalah homo-religius atau manusia yang selalu menyadari pertautannya dengan

Tuhan. Gagasan ini cenderung serupa dengan gagasan inklusifisme sebagai watak

dasar gerakan neo-modernisme Islam di Indonesia yang menilai bahwa semua

manusia senantiasa merindukan kebenaran abadi.

Selain itu, pemahaman ketuhanan RPD juga sejalan dengan semangat

kemanusiaan yang universal yang dianut oleh kelompok neo-modernisme, yang

Page 91: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

hanya meyakini pemutlakan transendensi semata-mata kepada Tuhan, yang

kemudian mendesakralisasi pandangan terhadap selain Tuhan.

Tuhan adalah penguasa mutlak bagi manusia, tetapi Tuhan telah sedari

awal memberikan pilihan kepada ummat manusia untuk mengimani atau

mengingkari. Kemutlakan hanyalah milik Tuhan dan itu hanya dalam konteks

eksistensi keesaanNya, selain itu tidak ada hal yang perlu dimutlakkan atau

dianggap sebagai kebenaran abadi.

Sesuai dengan ciri-ciri yang melekat pada latarbelakang, maupun

pemikirannya, paradigma keberislaman RPD memang cenderung kuat

dapat digolongkan ke dalam kelompok Muslim substansialis. Dalam hal

latarbelakang pendidikan, kelompok substansialis dihuni oleh individu

Muslim yang tidak memiliki latarbelakang pendidikan tradisional

keislaman maupun pendidikan keislaman modern.

Gagasan-gagasan keislaman RPD dan substansialis juga memiliki

beberapa kesamaan, antara lain memiliki keyakinan dan pandangan

bahwa substansi keimanan dan praktik adalah lebih penting daripada

bentuk dan setiap generasi Muslim dapat menafsir pesan al-Qur’ân dan

Hadîst, baik secara langsung atau melalui terjemahan yang telah ada,

sesuai dengan situasi masanya.

Dalam aktivitas kesehariannya, antara para kelompok Muslim

substansialis dengan RPD juga sama, yaitu individu-individu yang

langsung terjun ke dalam masyarakat lewat organisasi kemasyarakatan.

Dan RPD adalah salah satu penggiat seni dan budaya yang tergabung

dalam kelompok Federasi Teater Indonesia (FTI).

Jadi, penulis hampir tidak melihat perbedaan dengan ciri-ciri

kelompok yang berorientasi teologis substansialis, sebagaimana yang

dijabarkan oleh Fachry Ali dan William Liddle, dengan apa yang ada pada

diri RPD, baik dalam latarbelakang pendidikan dan semangat dasar dalam

melahirkan gagasan keislamannya.

Page 92: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Meskipun apa yang menjadi hasil pemikiran keislaman (teologis)

RPD cenderung berorientasi kepada kelompok-kelompok teologi yang

lain, seperti teologi rasional maupun neo-modernisme, namun secara ciri-

ciri materialis, RPD adalah Muslim subaltern yang masuk ke dalam

golongan teologi substansialis.

Perbedaan antara RPD dengan kelompok neo-modernisme kemudian

adalah soal metode pendekatan yang hanya mengandalkan keilmuan sekular dan

melalui metode empiris yang bersifat personal. Namun semangat dasar gagasan

keberislaman RPD, serupa dengan gagasan pembaharuan teologi yang digagas

baik oleh kelompok modernis (rasional), neo-modernis, maupun kelompok

teologis substansialis, yaitu gagasan teologis harus selalu kontekstual dengan

perkembangan situasi modern dan setiap gagasan yang terlahir merupakan produk

pemikiran yang sifatnya tentatif dan dinamis.

B. Saran-saran.

Khazanah pemikiran kontemporer keislaman sebaiknya tidak hanya

diramaikan oleh para pemikir arus utama saja, yang dalam hal ini adalah mereka

para Muslim yang terdidik Barat yang dulu pernah menimba ilmu-ilmu Islam

tradisional maupun mereka yang berasal dari pesantren dan perguruan tinggi

Islam, tetapi juga oleh para intelektual sekular yang hanya berpendidikan

keilmuan sekular.

Manfaatnya adalah agar para intelektual berpendidikan sekular tersebut

dapat memberikan kritik konstruktif terhadap pemahaman keagamaan yang

cenderung membuntukan kemajuan bangsa di mana ‘posisi luar’ mereka dalam

menelaah agama akan lebih cenderung objektif, karena biasanya para intelektual

Page 93: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

itu lebih melihat agama sebagai sesuatu yang sifatnya personal dan bukan

kesepakatan kelompok.

Page 94: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdullah, M. Amin, Studi Agama Normatif atau Historisitas?, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1996.

Abdullah, Taufik, “Terbentuknya Paradigma Baru: Sketsa Wacana Islam

Kontemporer” dalam Mark R. Woodward, ed., Jalan Baru Islam:

Memetakan Paradigma Mutakhir Islam Indonesia, terj. Ihsan Ali Fauzi,

Bandung: Mizan, 1996

Abdurrahman, Moeslim, Islam Transformatif, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997, cet.

3.

Ali , Fachry dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi

Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru, Bandung: Mizan, 1986

Amal, Taufik Adnan, ed., Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam Fazlur

Rahman, Bandung: Mizan, 1994, cet. vi

Azra, Azyumardi, Konteks Berteologi Islam di Indonesia: Pengalaman Islam,

Jakarta: Paramadina, 1999.

____, Jaringan Ulama Timur Tengah da Kepulauan Nusantara Abad XVII dan

XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, Jakarta: Prenada, 2005, edisi

revisi, cet. Ke-2.

Barton, Greg Gagasan Islam Liberal: Pemikiran Neo-modernisme Nurcholish

Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid, terj.

Nanang Tahqiq Jakarta: Paramadina, 1999.

Dahana, Radhar Panca, Kebenaran dan Dusta dalam Sastra, Yogyakarta: Lkis,

2004.

______, Menjadi Manusia Indonesia, Yogyakarta: LKis, 2003.

______, Dalam Sebotol Coklat Cair dan Sejumlah Esei-Esei, Depok: Koekoesan,

2008.

______, Jejak Postmodernisme: Pergulatan Kaum Intelektual Indonesia,

Yogyakarta: PT Bintang Pustaka, 2004, cet. I.

Page 95: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

______, Wawancara penulis dengan Radhar Panca Dahana pada tanggal 11

November 2007 pukul 19.00-22.00 WIB di kediamannya di perumahan

Villa Pamulang, Tangerang, Banten.

Derrida, Jacques, Dekonstruksi Spiritual: Merayakan Ragam Wajah Spiritual,

terj. Firmansyah Agus, Yogyakarta: Jalasutra, 2002.

Dhofier, Zamakhsyari, “Teologi Asy‘ari dan Pembangunan,” dalam M. Masyhur

Amin, ed., Teologi Pembangunan: Paradigma Baru Pemikiran Islam,

Yogyakarta: LKPSM NU, 1989.

Federspiel, Prof Howard M., dalam Kata Pengantar dalam Fauzan Saleh, Teologi

Pembaharuan: Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX,

Jakarta: Serambi Ilmu Semesta: 2004

Hafid, Abdul “Estetika Puitis al-Qur`ân: Studi Analisis tentang Dua Metode HB.

Jassin Memahami al-Qur`an,” Skripsi, Jakarta: Jurusan Tafsir Hadis

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, 2005.

Halim, Abdul, ed., Teologi Islam Rasional: Apresiasi terhadap Wacana dan

Praksis Harun Nasution , Jakarta: Ciputat Press, 2005.

Hanafi, Ahmad, Teologi Islam (Ilmu Kalam), Jakarta: Bulan Bintang, 2001, cet.

12.

Jamhari, "Islam di Indonesia," dalam Taufiq Abdullah dkk., ed., Ensiklopedi

Tematis Dunia Islam, vol. V, Jakarta: Ichtiar Van Hoeve.

Kleden, Ignas, Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan: Esai-esai Sastra dan

Budaya, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2004, cet. I.

Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernenan Jakarta:

Paramadina, 1992, cet. 2.

_____, “Sekapur Sirih,” dalam Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, Jakarta:

Kompas, 2001.

Morewegde, Parviz, “Teologi” dalam John L. Espositto ed., Ensiklopedi Oxford:

Dunia Islam Modern, jil. 6, terj. Eva Y.N., dkk., Bandung: Mizan, 2001.

Page 96: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Mursyid, Hasbullah, “Aliran Khawarij dan Splinter Group” dalam M. Masyhur

Amin, ed., Teologi Pembangunan: Paradigma Baru Pemikiran Islam,

Yogyakarta: LKPSM NU, 1989.

Nasr, Seyyed Hossein dan Chittick, William C., Islam Intelektual: Teologi,

Filsafat dan Ma’rifat, terj. Tim Perenial, Depok: Perenial Press, 2001, cet.

2.

Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, Jakarta:

UI Press,1987.

_______, Islam Ditinjua dari Segala Aspek Jilid 2, Jakarta: Universitas Indonesia

Press, 1987.

_______, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution,

Saiful Mujani, ed., Bandung: Mizan, 1995.

_______, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta UI

Press, 1972, cet. II.

Nata, Abuddin, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia Jakarta: Raja

Grafindo Pustaka, 2001.

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1982.

Rajabi, Mahmud, Horison Manusia, terj. Yusuf Anas, Jakarta: al-Huda, 2006.

Rahardjo, Dawam “Aliran Khawarij dan Teologi Sempalan,” dalam M. Masyhur

Amin, ed., Teologi Pembaharuan: Paradigma Baru Pemikiran Islam,

Yogyakarta: LKPSM NU, 1989).

_______, “Islam dan Modernisasi: Catatan atas Paham Sekularisasi Nurcholish

Madjid” dalam Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan

Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1999, cet. xii.

Rahman, Fazlur, Islam, terj. Ahsin Mohammad, Bandung; Pustaka, 1994, cet. 2.

Saleh, Fauzan, Teologi Pembaharuan: Pergeseran Wacana Islam Sunni di

Indonesia Abad XX, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004.

Sugiharto, I Bambang, Postmodernisme: Tantangan Bagi Filsafat, Jakarta:

Kanisius, 2006, cet. ke-6.

Tjaya, Thomas Hidya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia, 2004.

Page 97: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

Woodward, Mark R., “Pendahuluan: Indonesia, Islam, dan Orientalisme: Sebuah

Wacana yang Melintas, dalam Mark R. Woodward, ed., Jalan Baru Islam:

Memetakan Paradigma Mutakhir Islam Indonesia, terj. Ihsan Ali Fauzi,

Bandung: Mizan, 1996.

Koran, Majalah dan Internet

Azra, Azyumardi "Komunitas Tersisih: Perspektif Subaltern," Gatra 6 Desember

2003.

Alkisah, No. 4 / 1-14 September 2004, “Radhar Panca Dahana: ‘Saya adalah

Karyawan Allah.’”

Bali Post, 3 September 1995, “Radhar Panca Dahana, Perjalanan dari Kosong

Menjadi Ada.”

Jurnal Nasional, edisi 0131 Minggu IV-april 2007, “Pergulatan Hidup Radhar

Panca Dahana.”

Dahana, Radhar Panca, “Seni Oke, Politik Eko!,”

http://www.kompas.com/kompas -

cetak/0509/15/humaniora/2049656.htm. artikel diakses pada tanggal 17

September 2007 jam 14.00.

______, “Keragaman yang Teperdaya,” Gatra 13 Oktober 2007

______, “Jika Seni Menjadi Industri,” Republika, 16 Mei 1997.

______, “Presiden Negeri Simbol http://www.kompas.com/kompas -

cetak/0409/16/humaniora/1271939.htm. ,” diakses pada tanggal 17

September jam 14.30.

______, “2008” Gatra 7 Januari 2008

______, “Salam dari Derrida, Jacques,” Tempo, 24 Oktober 2004.

Page 98: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA

______, “Catatan Perjalanan ke Eropa (1): Harga Kesenian yang Dihargai,”

Media Indonesia, 19 April 1997,

______, “Catatan Perjalanan ke Eropa (2): Mencari Manusia di Puncak

Kapitalisme,” 26 April 1997,

______, “Catatan Perjalanan ke Eropa (3): Dunia Kubus Seorang Frans

Malschaert,” 10 Mei 1997,

______, “Catatan Perjalanan ke Eropa (4): Boneka Menangis di Paris,” 17 Mei

1997

______, “Catatan Perjalanan ke Eropa (5): Menghalau Galau Para Perantau,” 24

Mei 1997.

http://islamlib.com/id/index.php?page=article7id=944 diakses pada 10 Agustus

2007.“Radhar Panca Dahana: ‘Semua Orang Merindukan Tuhan,

Tapi…’”

Kompas 11 April 2003, "Di Panggung Radhar Terus Hidup."

Playboy, edisi Juli 2006, “Dalam Maut dan Puisi.”

Tempo, 20 April 2008, “Dari Skandinavia ke Dunia Maya.”

Tempo 22 Juli 2007, "Bahasa 'Baru' Teater Radhar."

Page 99: PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7232/1/ARIF... · Skripsi yang berjudul PARADIGMA KEBERISLAMAN RADHAR PANCA DAHANA