34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebgai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebgai suatu pandangan hidup. 1 Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai keraka acuan baik untuk menata kehidupan diri sendiri maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya. 2 Ham menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang merupakan pencerminan hakikat manusia sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan makhluk Tuhan, yang harus dihormati dan dijamin oleh hukum. 3 Ada dua argumen yang diajukan kalim universalitas paham HAM : Pertama, paham adalah individualistik. Individualisme berdasarkan dua pertimbangan yaitu: a. Bahwa paham HAM memfokuskan kepada perhatian orang pada hak-haknya sendiri saja. Masyarakat sekedar sebagai sarana pemenuhan kebutuhan individual saja. Individu mengharapkan agar masyarakat dan negara memenuhi tuntutan- 1 Prof. Dr. Kaelan, M.S, 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, hlm. 107. 2 Ibid. 3 Dr. Maidin Gultom, SH., M.Hum, 2010, Perlindunga Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm.8 1

paper ham.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

membahas mengenai kawasan tanpa rokok yang seeungguhnya tidak melanggar ham para perokok

Citation preview

Page 1: paper ham.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebgai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk

mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang

dijunjungnya sebgai suatu pandangan hidup.1 Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan

rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap

kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai keraka acuan baik untuk

menata kehidupan diri sendiri maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat

serta alam sekitarnya.2Ham menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang

merupakan pencerminan hakikat manusia sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan

makhluk Tuhan, yang harus dihormati dan dijamin oleh hukum.3 Ada dua argumen yang

diajukan kalim universalitas paham HAM : Pertama, paham adalah individualistik.

Individualisme berdasarkan dua pertimbangan yaitu: a. Bahwa paham HAM

memfokuskan kepada perhatian orang pada hak-haknya sendiri saja. Masyarakat sekedar

sebagai sarana pemenuhan kebutuhan individual saja. Individu mengharapkan agar

masyarakat dan negara memenuhi tuntutan-tuntutannya; b. Paham HAM dilihat sebagai

menempatkan individu, kelompok dan golongan masyarakat berhadapan dengan negara

bukan dalam kesatuan dengannya. Masyarakat bukan menyatu dengan negara, melainkan

perlu dilindungi terhadapnya. Kedua, paham HAM bertolak dari suatu pengertian tentang

otonomi manusia yang tidak ditemukan di luar beberapa kebudayaan asing dan

bertentangan dengan agama. Menurut agama manusia tidak otonom, melainkan dalam

segal-galanya di bawah kehendak dan hukum Tuhan4

Rokok merupakan produk yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia baik kalangan

kelas atas, menengah, maupun kelas bawah. Tercatat sampai dengan tahun 2014 terdapat 53

(lima puluh tiga) macam rokok yang beredar di Indonesia meskipun beberapa namanya tidak

1 Prof. Dr. Kaelan, M.S, 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, hlm. 107.

2 Ibid.

3 Dr. Maidin Gultom, SH., M.Hum, 2010, Perlindunga Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm.8

4 Ibid.

1

Page 2: paper ham.docx

lazim didengar5. Produk ini dapat dengan mudah dijumpai di supermarket, minimarket,

bahkan toko kelontong sekalipun. Dengan diperjualbelikannya rokok secara bebas

mengakibatkan masyarakat dapat dengan mudah membeli dan mengkonsumsi rokok.

Menurut R.A Yayi Suryo selaku dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

menyebutkan bahwa jumlah perokok di Indonesia meningkat setiap tahunnya6. Berdasarkan

data tahun 2013 didapat bahwa dalam satu tahun masyarakat Indonesia mengkonsumsi

sekitar 302 miliar batang rokok7. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan

bahwa perokok aktif mulai usia 10 tahun ke atas berjumlah 58.750.592 orang dan

berdasarkan keterangan dari Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan disebutkan bahwa jumlah tersebut mencapai lebih dari sepuluh kali

lipat seluruh penduduk Singapura8. Berdasarkan data yang dikemukakan oleh R.A. Yayi

Suryo disebutkan bahwa presentasi konsumsi rokok Indonesia se-Asean. Berikut adalah tabel

presentasi konsumsi rokok di Negara-negara Asean9:

Negara Asean Presentasi

Indonesia 46,16 %

Malaysia 2,90 %

Myanmar 8,73 %

Filipina 16,62 %

Vietnam 14,11 %

Thailand 7,74 %

5 Bentot, 2014, Merek dan Macam-Macam Rokok di Indonesia, diakses dari URL: http//naonwehlaheuy.blogspot.co.id, tanggal 10 November 2015.

6 Apriliani Gita Fitria, 2013, Perokok di Indonesia Terbanyak di Asia Tenggara, diakses dari URL:http://bisnis.tempo.co/read/news/2013/10/10/090520749/perokok-indonesia-terbanyak-se-asia-tenggara, tanggal 10 November 2015.

7 Anonim, 2014, Setahun Orang Indonesia Habiskan 302 Miliar Batang Rokok, diakses dari URL : http://www.suarapembaruan.com/home/setahun-orang-indonesia-habiskan-302-miliar-batang-rokok/50565, tanggal 10 November 2015.

8 Dian Maharani, 2015, Jumlah Perokok Indonesia, 10 Kali Lipat Penduduk Singapura, diakses dari URL:http://health.kompas.com/read/2015/06/03/110000223/Jumlah.Perokok.Indonesia.10.Kali.Lipat.Penduduk.Singapura, tanggal 10 November 2015.

9 Apriani Gita Fitria, op.cit.

2

Page 3: paper ham.docx

Singapura 0,39 %

Laos 1,23 %

Kamboja 2,07 %

Brunei Darusalam 0,04 %

Kemudian berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, Southeast Asia Tobacco Control Alliance dan Komisi Nasional

Pengendalian Tembakau Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan jumlah perokok

terbanyak di dunia setelah Cina dan India.

Tingginya angka perokok di Indonesia tentu mengakibatkan dampak yang buruk

terutama bagi kesehatan. Rokok memiliki lebih dari 4000 zat beracun diantaranya tar,

formaldehide, karbon monoksida, arsenik dan lain-lain yang menyebabkan radang di paru-

paru serta nikotin yang membawa pengaruh adiktif bagi perokok10. Dalam jangka waktu

yang lama, merokok akan menyebabkan penyakit serius yang mengancam jiwa, antara lain

penyakit jantung koroner, stroke, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan kanker.

Penyakit jantung koroner dan stroke dapat menimbulkan kematian dalam hitungan jam.

PPOK dan kanker paru merupakan salah satu penyakit akibat rokok yang paling sering

mengenai masyarakat dan memiliki tingkat kematian yang tinggi. Disamping orang yang

secara langsung mengkonsumsi rokok, bagi perokok pasif atau orang yang tidak

mengkonsumsi rokok secara langsung namun ikut terkena asap rokok juga rentan terhadap

penyakit akibat asap rokok tersebut. paparan asap rokok mengakibatkan para perokok pasif

menderita penyakit kanker paru-paru, penyakit jantung, bronchitis, dan bagi yang sedang

mengandung kemungkinan bayinya lahir dengan berat badan rendah. Hal ini akan

menyebabkan rusaknya generasi Sumber Daya Manusia dan akan mengakibatkan kerugian

bagi pembangunan bangsa Indonesia. Generasi yang sehat hanya tercapai kalau

pertumbuhannya dipelihara menurut syarat-syarat kesehatan. Adapun syarat-syarat yang

harus dipenuhi untuk membentuk generasi yang sehat yakni pemeliharaan kesehatan bagi

anak dalam kandungan ibu, pemeliharaan kesehatan pada masa bayi, kanak-kanak, dan pada

10 Afifan Ghalib Haryawan, 2015, Bencana Demografis Akibat Rokok, diakses dari URL: https://www.selasar.com/gaya-hidup/bencana-demografis-akibat-rokok, tanggal 10 November 2015, dikutip dari; Slaughter E. ,et.al, 2011, Toxicity of Cigarette Butts and Their Chamical Components to Marine and Frehwater Fish, h.418 .

3

Page 4: paper ham.docx

masa remaja yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh11. Setiap tahun terdapat

600.000 perokok pasif meninggal dunia dan sebanyak 47 persen adalah wanita serta 28

persen adalah anak-anak12.

Besarnya dampak negatif konsumsi rokok di Indonesia menimbulkan pro dan kontra

terhadap isu penghapusan rokok. Disisi pihak-pihak yang pro terhadap eksistensi rokok di

Indonesia menyebutkan bahwa cukai rokok sebagai salah satu sumber terbesar bagi

pendapatan negara. Kemudian argumen pendukung eksistensi produksi rokok yakni

pertimbangan nasib para petani tembakau atau orang-orang yang masih menggantungkan

penghasilan dari bekerja di pabrik rokok. Namun disisi lain, pihak-pihak yang kontra

terhadap adanya rokok menginginkan adanya penghapusan terhadap iklan rokok dan rokok di

Indonesia atas dasar adanya perlindungan terhadap kesehatan masyarakat Indonesia yang

menjadi hak setiap warga negara. Dalam hal ini negara sebagai duty barrier dalam

pemenuhan terhadap hak warga negara atas kesehatan harus turun tangan dan berperan aktif

untuk menjamin dan memenuhi hak atas kesehatan bagi warga negara dan terhindar dari

ancaman bahaya rokok. Kewajiban untuk memenuhi HAM mengacu kepada kewajiban

negara untuk mengambil tindakan tertentu baik di bidang legislatif, administratif, peradilan,

dan praktis yang dianggap perlu untuk memastikan bahwa hak-hak warga negaranya dapat

dipenuhi13.

Berdasarkan latar belakang masalah permasalahan tersebut, maka penulis membahas

lebih dalam dengan penelitian yang berjudul Kawasan Tanpa Rokok Sebagai

Perlindungan Terhadap HAM

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah upaya perlindungan HAM yang diberikan oleh negara kepada perokok

pasif ?

2. Apakah Kawasan Tanpa Rokok tepat untuk melindungi perokok aktif dan perokok

pasif ?

11 CST. Kansil, 1991, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.5

12Anonim, tanpa tahun penulisan, Kawasan Tanpa Rokok, diakses dari URL: http://www.kompak.co/kawasan-tanpa-rokok. tanggal 10 November 2015.

13Manfred Nowak, 2003, Introduction to the International Human Rights Regime, Brill Academic Publisher, Swedia, diterjemahkan oleh Sri Sulastini, hlm.51.

4

Page 5: paper ham.docx

5

Page 6: paper ham.docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hak Asasi Manusia yang Diberikan Negara kepada Perokok Pasif

Istilah negara hukum dalam kepustakaan indonesia merupakan terjemahan langsung

dari rechtstaat. Hal ini dapat dilihat misalnya dari pendapat Notohamidjojo yang menyatakan

“dengan timbulnya gagasan pokok yang dirumuskan dalam konstitusi-konstitusi dari abad ke

IX itu, maka timbul juga istilah negara hukum atau rechtstaat” bersamaan dengan istilah

tersebut muncul juga istilah lain dari negara hukum yaiutu rule of law, yang mana menurut

Azhary secara formal istilah negara hukum dapat disamakan dengan rechtstaat dan rule of

law mengingat ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama yaitu mencegah

kekuasaan absolut dan sewenang-wenang dan memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi

Manusia (HAM), dalam konteks ini dapat kita lihat bahwa ada korelasi yang sangat kuat

antar cita negara hukum adalah adanya jaminan perlindungan HAM warga negaranya dari

perbuatan sewenang-wenang penguasa14.

Menurut Miriam Budiardjo, Hak Asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah

diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan

masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar

negara, ras, agama, dan kelamin dan karena itu bersifat asasi serta universal. Dasar ini dari

semua hak asasi adalah bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang

sesuai dengan bakat dan cita-cita15. Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 1

angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha

Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh

negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat

dan martabat manusia. Hak Asasi Manusia yang dipahami sebagai suatu natural rights

menjadi kebutuhan dari realitas sosial yang sifatnya universal16. Dalam Universal

Declaration of Human Rights diatur mengenai dua hak yakni Hak Sipil Politik dan Hak

14 Yahya Ahmad Zein, 2012, Problematika Hak asasi manusia (HAM), Liberty, Yogyakarta, hlm.4.

15 Ibid, hlm.10.

16 Slamet Merta Wardaya, 2005, Hakekat, Konsepsi, dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia, dalam Muladi (ed), 2005, Hak Asasi Manusia, Refika Aditama, Bandung, hlm. 3.

6

Page 7: paper ham.docx

Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Dalam hak sipil dan politik fokus perhatiannya yakni untuk

melindungi individu dari kesewenang-wenangan penggunaan kekuasaan oleh negara. Hak

yang tergolong hak sipil politik antara lain berkaitan dengan hak untuk hidup, interitas,

kebebasan, dan keamanan seseorang; hak yang berkaitan dengan pelaksanaan peradilan,

kebebasan beragama, hak untuk berserikat dan berkumpul, hak berpartisipasi dalam politik,

dan seterusnya. Sedangkan hak yang berkenaan dengan ekonomi, sosial, dan budaya

berkaitan dengan kesejahteraan ekonomi sosial dan budaya seseorang meliputi hak untuk

bekerja secara layak, hak untuk mendapat standar hidup yang cukup(pangan, sandang,

papan), hak untuk sehat, hak atas pendidikan, dan seterusnya. Kedua kategori hak tersebut

bersifat sejajar dan tidak dapat dipisah sehingga tidak ada prioritas dari yang satu atas yang

lain seperti yang sering diingatkan oleh resolusi-resolusi Majelis Umum PBB17. Oleh karena

itu pemenuhan terhadapnya harus diperlakukan secara seimbang. Selain itu perlindungan

terhadap Hak Asasi Manusia bersifat individu dan Kolektif, yang mana hak kolektif tersebut

salah satunya berkaitan dengan hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk berkembang,

hak untuk mendapatkan lingkungan yang aman dan sehat18.

Berbicara mengenai konsep hak, tentu tidak bisa dilepaskan dari kewajiban.

Bilamana setiap orang memiliki hak atas sesuatu maka disisi lain terdapat kewajiban dari

pihak lain untuk memenuhinya. Kewajiban pemenuhan Hak Asasi Manusia diarahkan kepada

kewajiban negara dalam hal menghormati, melindungi, dan memenuhi. Pemenuhan Hak

Asasi Manusia bagi warga negara dapat dilihat dari berbagai bidang. Keberadaan HAM

dalam hukum positif di Indonesia dapat dilihat pada UUD 1945 setelah amandemen yang

diposisikan dalam Pembukaan dan Pasal-pasal pada batang tubuh UUD 1945. Setelah adanya

perubahan kedua terhadap UUD 1945 tahun 2000, keseluruhan materi ketentuan hak-hak

asasi manusia dalam UUD 1945 yang apabila digabung dengan berbagai ketentuan undang-

undang yang berkenaan dengan hak asasi manusia, dapat dikelompokkan menjadi empat

kelompok yang berisi 37 butir ketentuan19. Konteks HAM dalam Pembukaan UUD 1945

tercantum dalam alinea pertama UUD 1945 yang menjelaskan sebagai berikut : “Bahwa

17Boer Mauna,2005, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi Ke-2 PT. Alumni,, Bandung, hlm. 673

18 Sarah Pritchard, et.al,2008, Advokasi Hak Asasi Manusia Sebuah Panduan Lengkap, SatuNama, Yogyakarta, hlm. 6.

19 Jimly Assiddiqie, 2011, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cet.III, Rajawali Press, Jakarta, hlm.361.

7

Page 8: paper ham.docx

sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu, maka

penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusian dan

peri keadilan”. Alinea ini mengandung sebuah pengakuan tentang nilai ‘hak kondrat’, yang

tersimpul dalam kalimat “bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa...”. Kata ‘bangsa’

dalam paragraf tersebut menjelaskan bahwa sifat kondrat manusia sebagai individu dan

makhluk sosial. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa Hak kondrat adalah hak yang berasal

dari Tuhan Yang Maha Esa, dan kemudian hak tersebut melekat pada manusia sebagai

makhluk individu dan makhluk sosial.

Kemudian dalam batang tubuh landasan konstitusional Negara Indonesia diatur

ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia. Pengaturan mengenai HAM dalam UUD 1945

diatur dalam BAB XA mulai dari Pasal 28A hingga 28J dan beberapa pasal diluar ketentuan

Bab tersebut. Berkenaan dengan perlindungan yang diberikan negara berkaitan dengan hak

untuk sehat jika dikaitkan dengan konteks perlindungan masyarakat yang dalam hal ini

adalah perokok pasif dari bahaya laten konsumsi rokok berkaitan didasarkan pada ketentuan

beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar, antara lain:

1. Pasal 28A UUD 1945 menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak untuk hidup

serta mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

2. Pasal 28D ayat (1) menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

di hadapan hukum”. Pasal 28D ayat (2) menyatakan “Setiap orang berhak untuk

bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja”.

3. Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta

berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam bidang hak atas kesehatan sebagaimana

diamanatkan UUD 1945 diturunkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan. Dalam Undang-Undang ini dipaparkan mengenai pengertian Kesehatan,

kesehatan sebagaimana Pasal 1 ayat (1) yaitu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomi. Kemudian dalam Pasal 6 disebutkan mengenai jaminan bagi hak atas lingkungan

8

Page 9: paper ham.docx

hidup yang sehat yang mana kemudian dikuatkan dengan Pasal 10 yang menyebutkan bahwa

“Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh

lingkungan yang sehat baik fisik, biologi maupun sosial”.

Kembali berbicara mengenai perlindungan HAM bagi perokok pasif atas bahaya laten

asap rokok yang berbahaya bagi kesehatan maka dibenntuklah Kawasan Tanpa Rokok atau

Kawasan dilarang Merokok sebagai salah satu bentuk perlindungan HAM dalam hal ini hak

untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan pelayanan kesehatan bagi para perokok

pasif untuk dapat menghindari paparan asap rokok. Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok

diatur melalui Selanjutnya dibentuklah Kawasan tanpa rokok, Pengertian Kawasan tanpa

rokok (KTR) terdapat dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri Kesehatan Dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/Pb/I/2011 dan Nomor 7/Mendagri/Tahun 2011

Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok, yaitu : ruang atau area yang

dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,

mengiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau. Tempat khusus untuk merokok

adalah ruangan yang diperuntukkan khusus untuk kegiatan merokok yang berada di dalam

KTR. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok ini perlu diselengarakan di fasilitas pelayanan

kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan

umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan, ini di jelaskan

sebagaimana dalam Pasal 115 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

yaitu :

1. Kawasan Tanpa Asap Rokok antara lain:

a.Fasilitas pelayanan belajar mengajar;

b. Tempat proses belajar mengajar;

c.Tempat ibadah;

d. Angukutan umum;

e.Tempat Kerja ; dan

f. Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

2. Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.

Dalam penjelasan Pasal tersebut diatas, menyatakan “khusus bagi tempat kerja, tempat umum

dan tempat lainnya dapat meyediakan tempat khusus untuk merokok. Hal ini diperkuat oleh

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.

9

Page 10: paper ham.docx

maka penetapan Kawasan Tanpa Rokok menjadi kewajiban Pemerintah Daerah sesuai

amanat peraturan Per-UU-an diatas, untuk itu diperlukan Peraturan Daerah tentang Kawasan

Tanpa Rokok. Di Indonesia sebanyak 166 Kota yang telah memiliki pengaturan mengenai

Kawasan Tanpa Rokok, diantaranya D.I Yogyakarta, Tanggerang, Bali, Jakarta, dan

seterusnya.

Hakekatnya masyarakat perlu lebih diyakinkan bahwa kawasan tanpa rokok bukanlah

anti perokok tetapi anti asap rokok yang mencemari tempat-tempat umum dan menempatkan

bukan perokok ke dalam resiko bahaya yang sama dengan mereka yang merokok. Tidak ada

batasan aman bagi paparan asap rokok orang lain.  Pengaturan mengenai Kawasan Tanpa

Rokok secara normatif sudah dilaksanakan, meskipun dalam prakteknya di masyarakat

memang kerap kali efektivitas Kawasan Tanpa Rokok masih dipertanyakan, karena seringkali

perokok masih mengabaikan tanda-tanda atau larangan-larangan merokok di kawasan

tertentu. Sejatinya penentu keberhasilan Peraturan Kawasan Tanpa Rokok yang terbesar

adalah kesadaran masyarakat (59,4%), selanjutnya komitmen Pemerintah Daerah dan peran

aktif aparat penegak Peraturan Daerah. Perda Kawasan Tanpa Rokok harus dipahami bukan

hanya sebagai perda yang mengatur atau membatasi perilaku merokok. Jauh daripada itu,

perda ini sebagai komitmen pemerintah dalam memerangi bahaya rokok. Pemerintah

berkewajiban melindungi warganya terhadap bahaya zat adiktif berupa rokok yang

membahayakan kesehatan. Untuk itu penegakan sanksi terhadap pelanggaran yang berkaitan

dengan Kawasan Tanpa Rokok perlu ditegakkan untuk terjaminnya Hak Asasi Manusia

terutama bagi para perokok pasif. Oleh karena itu berdasarkan ketentuan Pasal Pasal 199

ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur sanksi bagi orang-

orang yang merokok di kawasan tanpa rokok yakni, “setiap orang yang dnegan segaja

melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda

palik banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”.

B. Ketepatan Pilihan Pembangunan Kawasan Tanpa Rokok sebagai Bentuk

Perlindungan Hak Asasi Manusia bagi Perokok Aktif dan Perokok Pasif

Perlindungan Hak Asasi Manusia yang diberikan oleh Negara melalui peraturan

perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan hak untuk hidup sehat dalam konteks

perlindungan dari bahaya asap rokok, direalisasikan melalui pembangunan Kawasan Tanpa

10

Page 11: paper ham.docx

Rokok yang selanjutnya disingkat KTR. Meskipun dalam Undang-Undang yang berlaku

secara nasional belum mengatur mengenai KTR, namun berdasarkan amanat UUD 1945 dan

yang diturunkan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah

mewajibkan setiap daerah mengatur melalui Perda atau Peraturan lain mengenai

pembangunan KTR. Dengan demikian di beberapa daerah telah dibuat Peraturan Daerah atau

Peraturan Gubernur yang mengatur mengenai KTR. Tercatat sampai Februari 2015 di

Indonesia terdapat 166 Kabupaten/Kota se-Indonesia yang telah memiliki Peraturan Daerah

tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Dalam peraturan perundang-undangan di tingkat daerah terdapat beberapa variasi

penyebutan atau istilah mengenai KTR; ada yang menamakan Kawasan Tanpa Rokok ada

pula yang menyebut Kawasan Dilarang Merokok. Dalam Peraturan Gubernur D.I.

Yogyakarta No. 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok disebutkan bahwa,

“Kawasan Dilarang Merokok adalah ruang atau area yang dinyatakan dilarang untuk

merokok meliputi tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat spesifik sebagai

tempat belajar mengajar, area kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum”.

Sedangkan contoh peraturan lain yakni Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun

2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok menyebutkan bahwa, “Kawasan Tanpa Rokok yang

selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan

merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan

produk tembakau”. Sedangkan Tempat khusus untuk merokok adalah ruangan yang

diperuntukkan khusus untuk kegiatan merokok yang berada di dalam lingkungan KTR.

Kawasan Tanpa Rokok dibangun dengan tujuan untuk melindungi masyuarakat dari risiko

ancaman gangguan kesehatan karena tercemarnya lingkungan oleh asap rokok. Dalam

ulasannya, Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong menyebutkan bahwa tujuan yang ingin

dicapai melalui pembentukan KTR yakni20:

1. Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah

perilaku masyarakat untuk hidup sehat.

2. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal.

20Anonim, 2014, Kawasan tanpa Rokok, diakses dari URL: http://dinkes.tabalongkab.go.id /2014/12/ kawasan-tanpa-rokok, tanggal 10 November 2015.

11

Page 12: paper ham.docx

3. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok.

4. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.

5. Mewujudkan generasi muda yang sehat.

Melihat dari sisi korban, dijabarkan (Abdussalam, 2010:6-7) mengenai korban

perseorangan, institusi, lingkungan hidup, masyarakat, bangsa, dan negara sebagai berikut21 :

1. Korban perseorangan adalah setiap orang sebagai individu mendapat penderitaan

baik jiwa, fisik, materiil, maupun non materiil.

2. Korban institusi adalah setiap institusi mengalami penderitaan kerugian dalam

menjalankan fungsinya yang menimbulkan kerugian berkepanjangan akibat dari

kebijakan pemerintah, kebijakan swasta maupun bencana alam.

3. Korban lingkungan hidup adalah setiap lingkungan alam yang didalamnya

berisikan kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan masyarakat serta

semua jasad hidup yang tumbuh berkembang dan kelestariannya sangat tergantung

pada lingkungan alam tersebut yang telah mengalami gundul, longsor, banjir dan

kebakaran yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah yang salah dan perbuatan

manusia baik individu maupun masyarakat yang tidak bertanggung jawab.

4. Korban masyarakat, bangsa dan negara adalah masyarakat yang diperlakukan

diskriminatif tidak adil, tumpang tindih pembagian hasil pembangunan serta hak

sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial, hak budaya tidak lebih baik setiap tahun

Alasan harus dibentuknya Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia khususnya di masing-

masing daerah karena Indonesia sedang berada dalam situasi darurat bahaya rokok. Hal

tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain:

1. Jumlah perokok yang meningkat dari tahun ke tahun (kuantitas) termasuk

kelompok perokok remaja,

2. Usia mulai merokok yang semakin muda, (kualitas),

3. Dampak medis yang ditimbulkan oleh rokok,

4. Dampak ekonomi akibat dari rokok.

Berdasarkan data yang diperolah setiap tahun jumlah perokok di Indonesia semakin

meningkat. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan jumlah

perokok aktif di Indonesia yakni sebanyak 58.750.592 orang yang terbagi atas 56.860.457

21 Bambang Waluhyo, SH., M.H, 2011, Viktimologi Perlindungan Korban & Saksi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 11-12

12

Page 13: paper ham.docx

perokok laki-laki dan 1.890.135 perokok perempuan. Data lain yang didapatkan yakni hampir

40% remaja yang berada di usia 13-15 tahun pernah merokok, dan hampir seperempat remaja

putra (23,9%) serta sebanyak 2% remaja putri merokok setiap hari berdasarkan riset yang

dilakukan Global Youth Tobacco Survey tahun 2006. Apabila dilihat secara kualitas pada usia

mulai merokok, sebanyak 78% remaja mulai merokok sebelum usia 19 tahun pada tahun

2004 dan 30,9% remaja telah merokok sebelum usia 10 tahun22. Bahaya yang disebabkan

oleh rokok tidak hanya dirasa oleh perokok semata namun juga oleh perokok pasif atau orang

yang tidak merokok namun terpapar asap rokok. Berdasarkkan data yang diperoleh Global

Youth Tobacco Survey tahun 2006 diketahui bahwa sebanyak 65% remaja terpapar asap

rokok di rumah dan 82% terpapar asap rokok di luar rumah (perokok pasif). Dampak

kesehatan yang ditimbulkan oleh konsumsi rokok yang tinggi tentu saja berkaitan dengan

penyakit yang diderita oleh perokok maupun perokok pasif. Kebiasaan merokok

mengakibatkan resiko terkena berbagai jenis penyakit mematikan seperti: kanker paru,

penyakit jantung koroner, stroke, diabetes mellitus, katarak, gangguan kesuburan, berat bayi

lahir rendah dan sebagainya yang mana berdampak pada kurun waktu perawatan terhadap

penyakit tersebut dalam waktu yang lama dengan jumlah biaya yang tidak sedikit. Organisasi

kesehatan dunia, WHO memprediksikan angka kematian di Asia akan meningkat 4 kali lipat

dari 1,1 juta pada tahun 1990 menjadi 4,2 juta pada tahun 202023.

Bahaya laten yang ditimbulkan oleh rokok tentu mengakibatkan dampak serius

terhadap kesehatan yang merupakan hak setiap orang untuk dipenuhi oleh negara. Oleh

karena itu perlu dibatasi atau dikurangi terhadap konsumsi rokok di Indonesia. Adapun

larangan atau pembatasan terhadap konsumsi rokok dalam peraturan perundangundangan

didasarkan pada beberapa asas yakni : asas keseimbangan kesehatan, kemanfaatan umum,

keterpaduan, serta keadilan. Adapun penjelasan dari masing-masing asas tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Asas Keseimbangan Kesehatan; yakni asas yang mengatur mengenai pengaturan

bahan-bahan yang terkandung di dalam rokok dan konsumsi rokok harus sesuai

22Santi Martini, 2012, Kawasan Tanpa Rokok Mengapa Tidak, diakses dari URL: http://dr-s-m-fkm.web.unair.ac.id/artikel_detail-41646-Umum-KAWASAN %20TANPA %20ROKOK,%MENGAPA % 20 TIDAK. html, tanggal 10 November 2015.

23Ibid.

13

Page 14: paper ham.docx

dengan aturan karena terdapat zat-zat yang berbahaya dan bersifat adiktif jika

penggunaannya tidak sesuai aturan.

2. Asas Kemanfaatan Umum; yakni asas yang menyebutkan bahwa pentingnya

pengendalian rokok untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada

masyarakat baik individu maupun umum. Pertimbangan asas kemanfaatan

ditinjau dari segi kesehatan dan juga ditinjau dari segi lapangan kerja agar tidak

merugikan pihak-pihak yang masih bekerja di sektor pertembakauan.

3. Asas Keterpaduan dan Keserasian; yakni asas yang mengatur mengenai

pengendalian perokok agar dilaksnakan secara serasi dan seimbang untuk

mencapai berbagai tujuan baik dari segi kesehatan, kepentingan ekonomi, dan

kepentingan ketenagakerjaan.

4. Asas Keadilan; yakni asas yang menjelaskan mengenai penyelenggaraan

pengendalian penggunaan rokok agar dilakukan ke seluruh lapisan masyarakat

agar seluruh warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam

perlindungan hak-haknya. Baik dalam bidang kesehatan dan hak di bidang

ekonomi.

Sebab itu melalui peraturan perundang-undangan di tingkat daerah dibentuk untuk

mengupayakan perlindungan terhadap hak atas kesehatan dan juga hak di bidang ekonomi

dalam hal lapangan pekerjaan dan sebagainya dari bahaya rokok melalui penetapan Kawasan

Tanpa Rokok. Pembangunan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk melindungi para perokok

pasif terutama anak-anak, remaja, dan ibu hamil agar terhindar dari bahaya asap rokok untuk

menyelamatkan generasi Indonesia. Hal ini dikarenakan dengan adanya KTR akan

mempersempit ruang para perokok untuk merokok sembarangan (di tempat umum) dan

diharapkan mengurangi intensitas perokok untuk mengkonsumsi rokok. Sehingga urgensi

pembangunan Kawasan Tanpa Rokok di masing-masing daerah yakni untuk melindungi dan

memenuhi hak asasi manusia dalam bidang kesehatan baik bagi perokok dan perokok pasif.

Kawasan Tanpa Rokok di masing-masing daerah dari beberapa naskah akademik

dapat dilihat landasan atau dasar pertimbangan pembentukan Kawasan Tanpa Rokok

diklasifikasikan menjadi 3, yakni:

1. Landasan Filosofis

Adapun yang menjadi landasan filosofis, tindakan merokok dasarnya merupakan suatu

bentuk gangguan yang dilakukan seseorang kepada masyarakat disekitarnya yang

14

Page 15: paper ham.docx

berdampak pada masalah kesehatan. Secara filosofis pembentukan KTR merupakan

langkah pemerintah atau negara untuk melakukan pemenuhan terhadap HAM warga

negaranya dan langkah untuk mencapai tujuan negara yakni melindungi segenap rakyat

dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut  melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Upaya melindungi

segenap rakyat dan bangsa Indonesia, yang dalam hal ini ingin dilindungi dan dipenuhi

oleh negara yakni hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik, dan sehat, serta berhak mernperoleh pelayanan kesehatan

(Pasal 28 G, ayat (1), dan Pasal 28 H, ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

2. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis  berkaitan dengan pertimbangan empiris yakni berkaitan dengan

fakta-fakta di masyarakat. Berdasarkan realita di masyarakat pengaturan tentang

larangan merokok dapat menjadi solusi dalam menangani bahaya yang disebabkan oleh

rokok baik kepada perokok maupun perokok pasif. Namun bilamana dikaitkan dengan

kebiasaan di sebagian masyarakat di daerah, tindakan mengkonsumsi rokok dianggap

suatu kewajaran yang dianggap sebagai suatu warisan tradisional seperti halnya

konsumsi terhadap minuman keras (arak, tuak, dan sejenisnya). Sedangkan bilamana

ditinjau dari segi agama, dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim,

hukumnya haram, maka hal ini akan sangat bertolak belakang. Aspek sosiologis yang

harus diperhatikan dalam melakukan larangan terhadap rokok adalah dengan cara

pencegahan (preventive), pengurangan resiko (preparedness), daya tanggap (response),

serta upaya pemulihan (recovery) dari merokok.

3. Landasan Yuridis

Landasan yuridis dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan

merokok ini dilihat dari aspek pengatur prilaku masyarakat (social control) dan juga

aspek penyelesaian masalah (dispute resolution). Pentingnya pertimbangan yuridis

dalam pembentukan KTR adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum, keadilan,

dan kemanfaatan yang dapat menjamin perlindungan terhadap HAM bagi perokok pasif

maupun aktif dalam menangani penanggulangan bahaya merokok. Dalam kaitannya

dengan peran dan fungsi hukum tersebut, maka persoalan hukum yang terkait dengan 

15

Page 16: paper ham.docx

pengaturan,  pengendalian,  dan pengawasan terhadap penggunaan rokok masih bersifat

sektoral, dan parsial, karena sampai saat ini belum ada Undang-Undang dalam lingkup

nasional yang mengatur mengenai Kawasan Tanpa Rokok, namun sebenarnya

diperlukan unifikasi undang-undang yang menjadi dasar yang ada, yaitu Peraturan

Pemerintah, dan Peraturan Daerah dibeberapa Propinsi, dan Kabupaten/Kota di

Indonesia tentang Kawasan Tanpa Rokok tersebut. tujuannya yakni menciptakan

keselarasan dalam perundang-undangan dan tidak adanya konflik norma baik secara

horizontal maupun vertikal.

Alasan yang menjadi dasar seseorang dalam penggunaan rokok salah satunya yaitu

untuk meningkatkan prestige atau adanya pengaruh pergaulan dan perubahan gaya hidup.

Beberapa dampak yang dapat dipaparkan oleh penulis ditinjau dari sudut ekonomi,

Ketenagakerjaan dan kesehatan adalah sebagi berikut :

1. Penyakit-penyakit yang timbul karena merokok akan mempengaruhi

penyediaan tenaga kerja. Tenaga terampil adalah “aset” perusahaan yang

umumnya diperoleh melalui suatu investasi sumber daya manusia yang cukup

mahal, yaitu melalui pendidikan dan latihan serta pengalaman yang sulit

dinilai harganya. Kematian mendadak atau kelumpuhan yang terjadi akibat

penyakit yang berkaitan dengan merokok akan memusnahkan semua investasi

mahal tersebut;

2. Penyakit akibat merokok menurunkan produktivitas tenaga kerja, ini

menyebabkan penurunan pendapatan sehingga angka ketergantungan secara

ekonomi pada tingkat rumah tangga bertambah besar, yang selanjutnya akan

mempengaruhi pengembangan sumber daya manusia pada tingkat rumah

tangga, misalnya dalam hal penyediaan pangan, pemeliharaan kesehatan dan

pendidikan anak;

3. Adanya penyakit akibat merokok juga menyebabkan pengeluaran untuk biaya

kesehatan meningkat. Biaya tersebut merupakan pengeluaran rumah tangga,

pengeluaran oleh perusahaan untuk pekerja, dan pengeluaran biaya oleh

pemerintah:

4. Menurunnya pendapatan keluarga dan meningkatnya pengeluaran rumah

tangga, perusahaan maupun pemerintah akan menyebabkan kemampuan

menabung menurun pada skala rumah tangga, perusahaan dan negara.

Menurunnya kemampuan menabung bisa menimbulkan dampak lebih lanjut,

16

Page 17: paper ham.docx

yaitu terhambatnya investasi yang diperlukan untuk terus menumbuhkan

ekonomi secara keseluruhan;

5. Kerugian ekonomis lainnya adalah hilangnya produktivitas dan pemanfaatan

sumber daya manusia yang telah dikembangkan dengan biaya investasi yang

sangat besar. Betapa besar subsidi pemerintah secara nasional untuk

pendidikan SD, SLTP, SMU dan Perguruan Tinggi.

Dampak akibat rokok yakni mengakibatkan kematian dini dari sumber daya manusia

akibat merokok jelas merupakan kerugian nasional, yang jika dihitung nilai moneternya akan

menampilkan angka yang sangat besar (fantastis). Perhitungan biaya ekonomi yang

ditimbulkan akibat rokok meliputi untuk membeli rokok  sebanyak 12,2 milyar US$ dan

biaya medis  sebanyak 314 juta US$, serta biaya tidak langsung karena produktivitas yang

hilang akibat kematian dini, kecacatan, dan abseinteism sebanyak 2,4 milyar US$. Jadi total

biaya yang dikaitkan dengan rokok sebanyak 14,94 milyar US$ atau 7,7 kali lebih tinggi dari

pendapatan cukai rokok (Kosen, 2007).24

Dari pemaparan tersebut penulis sajikan pula analisa sosiologis dan ekonomi dari

Kawasan Bebas Rokok, dari sudut sosiologis Kawasan Tanpa Rokok dapat dikatakan sebagai

kebijakan yang populer, hal ini terlihat dari:25

1 Di Indonesia, 9 dari 10 orang mendukung larangan merokok di tempat umum dan

di tempat kerja yang tertutup. Bahkan 73 % perokok mendukung kebijakan ini.

2 Di Irlandia yang memberlakukan 100 persen kawasan bebas rokok tingkat

nasional pada 2004, 93 persen warganya mendukung kebijakan ini dengan tingkat

kepatuhan 95 persen.

3 Di Kota Meksiko aturan kawasan bebas asap rokok didukung 50 persen warga

yang meningkat menjadi 66 persen dalam kurun satu tahun. Tingkat kepatuhannya

95 persen.

Sedangkan dari sudut ekonomi Kawasan Tanpa Rokok menimbulkan berbagai dampak

positif, yakni:26

1. Kawasan bebas rokok membuat sebuah daerah atau negara mengurangi biaya

pengobatan penyakit akibat rokok karena jumlah perokok pasif berkurang drastis.

24Santi Martini, op.cit. diakses Tanggal 12 November 2015.

25 Kompak.com, Tanpa Tahun, Kawasan Tanpa Rokok, diakses melalui URL : http://www.kompak.co/kawasan-tanpa-rokok/, Tanggal 12 November 2015.

26 Ibid.

17

Page 18: paper ham.docx

2. Di Inggris, pengobatan untuk perokok pasif menelan biaya £9,7 juta (Rp 97

triliun) setiap tahun untuk rawat jalan, pengobatan asma £13,6 juta sebagai biaya

rawat inap, dan £4 juta untuk obat-obatan asma bagi anak-anak hingga usia 16

tahun.

3. Sebuah kajian komprehensif dari 97 penelitian yang diterbitkan sebelum Agustus

2002 tentang dampak ekonomi kawasan bebas rokok adalah tidak ada nilai

tambah secara benefit bagi restoran dan bar yang membebaskan pengunjungnya

merokok.

4. Di Argentina, sebuah studi kawasan bebas rokok di Buenos Aires, Cordoba, Santa

Fe, dan Tucuman menyimpulkan tak ada dampak negatif aturan kawasan bebas

rokok terhadap bar dan restoran. Di Buenos Aires bahkan aturan itu meningkatkan

pendapatan bar dan restoran sebesar 7-10 persen.

5. The American Society of Heating, Refrigerating, and Air Conditioning Engineers

(ASHRAE) atau Perkumpulan Insinyur Bidang Pemanasan, Pendinginan dan

Penyejuk Ruangan, suatu  asosiasi profesional terkemuka di bidang ventilasi,

menyimpulkan “satu-satunya cara efektif untuk menghilangkan resiko kesehatan

yang berhubungan dengan paparan di dalam ruangan tertutup hanya dengan

melarang kegiatan merokok.” ASHRAE menemukan bahwa tidak ada satupun

pendekatan rekayasa teknis, termasuk teknologi canggih penyempurna ventilasi

atau pembersih udara yang ada saat ini yang dapat menekan resiko kesehatan

akibat dari paparan asap rokok.

6. Dokumen perusahaan British American Tobacco (BAT) mengakui bahwa ventilasi

dan filtrasi udara tidak efektif dalam menghilangkan asap rokok yang ada di

ruangan merokok.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro

menyatakan bahwa rokok merupakan barang tingkat konsumsi kedua dibawah beras sehingga

harus dibuatkan aturan yang membatasi konsumsi namun tidak mematikan industri rokok

tersebut. Lebih lanjut disebutkan bahwa saat ini dalam komposisi harga rokok di Indonesia,

tarif cukai rokok masih memiliki porsi rata-rata sekitar 50% atau setengah dari harga rokok.

Padahal, di negara lain, porsi tarif cukai di dalam harga rokok bisa lebih tinggi. Bambang

mencontohkan, di Polandia misalnya, porsi cukai rokok di dalam harga rokok mencapai 80%.

Sehingga pemerintah harus menaikan harga cukai rokok meskipun secara bertahap sebab

pemerintah tetap memikirkan berbagai hal seperti industri rokok, petani dan pekerja di sektor

industri ini.

18

Page 19: paper ham.docx

19

Page 20: paper ham.docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Upaya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) yang diberikan oleh negara kepada

setiap orang yang tergolong dalam golongan perokok pasif sejak di canangkan

pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan yang mana mewajibkan setiap daerah mengatur mengenai pembangunan

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan Peraturan Daerah atau dengan Peraturan lain

mengenai pembangunan Kawasan Tanpa Rokok hingga sekarang mendapat respon

yang sangat positif, hal tersebut dapat di lihat di beberapa daerah atau tempat yang

menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tersebut, misalnya di Stasiun Kereta Api

maupun di dalam Kereta itu sendiri. Adanya Kawasan Tanpa Rokok (KTR), negara

telah melakukan upaya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) kepada perokok

pasif, dengan kata lain masyarakat yang menjadi perokok pasif atau yang menjadi

korban dari paparan asap rokok dari perokok aktif lebih terhindar dari asap rokok

khususnya bagi bayi, balita, dan anak-anak yang sngat rentan terhadap penyakit yang

disebabkan oleh asap rokok dari perokok aktif.

2. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) selama ini dirasa tepat untuk melindungi perokok aktif

dan perokok pasif bila dilihat dari prespektif Hak Asasi Manusia, namun perlu

pengembangan dalam pengaturan mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR), karena

negara dalam hal ini harus memilih mana yang harus lebih dilindungi, perokok aktif

atau perokok pasif.

Adapun kendala yang ditemukan dalam mengimplementasikan atau

menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tersebut. Secara Yuridis kendala tersebut

terlihat dari tidak di aturnya mengenai jarak antara Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

dengan kawasan yang diperbolehkan untuk merokok dan secara Non Yuridis kendala

tersebut timbul dari kurangnya kesadaran mengenai aturan mengenai Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) dan bahayanya asap rokok bagi kesehatan di kalangan masyarakat yang

yang menjadi perokok aktif maupun perokok pasif.

B. Saran

20

Page 21: paper ham.docx

Adapun saran yang dikemukan adalah besar harapan agar kedepannya dalam

menerapkan Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Perlindungan Terhadap HAM, yaitu dengan

langkah – langkah sebagai berikut :

1. Meminta DPR untuk membuat Undang-Undang yang mengatur secara khusus

mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) atau yang sejenisnya.

2. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk lebih memperbanyak

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tempat umum atau yang tempat yang

dianggap paling sering di kunjungi oleh masyarakat

3. Meminta Dukungan dan Bantuan dari para penegak hukum untuk turut andil

dalam pentingnya Kawasan Tanpa Rokok.

4. Melakukan sosialisasi secara berkala kepada masyarakat akan pentingnya

Kawasan Tanpa Rokok (KTR), bahayanya asap rokok, dan betapa pentingnya

arti hidup sehat tanpa rokok.

21

Page 22: paper ham.docx

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ahmad Zein Yahya, 2012, Problematika Hak asasi manusia (HAM), Liberty, Yogyakarta.

Assiddiqie Jimly,2011,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cet.III, Rajawali Press, Jakarta.

Gultom Maidin, 2010, Perlindunga Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana

Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.

Kaelan, 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

Kansil. CST, 1991, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

Mauna Boer,2005, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global Edisi Ke-2 PT. Alumni,, Bandung.

Merta Wardaya Slamet, 2005, Hakekat, Konsepsi, dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi

Manusia, dalam Muladi (ed), 2005, Hak Asasi Manusia, Refika Aditama, Bandung.

Nowak Manfred, 2003, Introduction to the International Human Rights Regime, Brill

Academic Publisher, Swedia, diterjemahkan oleh Sri Sulastini.

Pritchard Sarah, et.al,2008, Advokasi Hak Asasi Manusia Sebuah Panduan Lengkap,

SatuNama, Yogyakarta.

Waluhyo Bambang, SH., M.H, 2011, Viktimologi Perlindungan Korban & Saksi, Sinar

Grafika, Jakarta.

INTERNET

Afifan Ghalib Haryawan, 2015, Bencana Demografis Akibat Rokok, diakses dari URL:

https://www.selasar.com/gaya-hidup/bencana-demografis-akibat-rokok,

Anonim, tanpa tahun penulisan, Kawasan Tanpa Rokok, diakses dari URL:

http://www.kompak.co/kawasan-tanpa-rokok.

Anonim, 2014, Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Lemah, diakses dari URL :

http://nationalgeographic .co.id /berita/2014/06/implementasi-kawasan-tanpa-rokok-

lemah.

Anonim, 2014, Kawasan tanpa Rokok, diakses dari URL: http://dinkes.tabalongkab.go.id

/2014/ 12/kawasan-tanpa-rokok.

Anonim, 2014, Setahun Orang Indonesia Habiskan 302 Miliar Batang Rokok, diakses dari

URL : http://www.Suarapembaruan.com/home/setahun-orang-indonesia-habiskan-

302-miliar batang-rokok/50565.

22

Page 23: paper ham.docx

Apriliani Gita Fitria, 2013, Perokok di Indonesia Terbanyak di Asia Tenggara, diakses dari

URL:http://bisnis.tempo.co/read/news/2013/10/10/090520749/perokok-indonesia-

terbanyak-se-asia-tenggara.

Bentot, 2014, Merek dan Macam-Macam Rokok di Indonesia, diakses dari URL:

http//naonwehlaheuy.blogspot.co.id.

Dian Maharani, 2015, Jumlah Perokok Indonesia, 10 Kali Lipat Penduduk Singapura, diakses

dari URL :http ://health.kompas .com/read/2015/06/03 /110000223/

Jumlah.Perokok .Indonesia10kali.Lipat.Penduduk.Singapura.

Kompak.com, Tanpa Tahun, Kawasan Tanpa Rokok, diakses melalui URL :

http://www.kompak.co/kawasan-tanpa-rokok/

Santi Martini, 2012, Kawasan Tanpa Rokok Mengapa Tidak, diakses dari URL: http://dr-s-m-

fkm.web.unair.ac.id/artikel_detail-41646-umumkawasan/tanpa/rokok/mengapa/tidak

html.

23