Upload
nurandi-akbar
View
10
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
silahkan
Citation preview
ABSTRAK
Pasar modal di Indonesia adalah pasar negara berkembang, pembangunan Indonesia
sangat rentan terhadap kondisi mekroekonomi secara umum.Untuk melihat perkembangan
pasar modal di Indonesia, digunakan Indeks Saham Gabungan Harga (IHSG), yang
merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan Brusa Efek Indonesia
(BEI).Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan stasioner dan
bagaimana hubungan jangka panjangnya.Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai
variabel dependen dan empat variabel independen adalah variabel nilai tukar rupiah,
tingkat suku bunga SBI 1 bulanan, inflasi dan jumlah uang beredar (M2).
Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa data telah lolos uji asumsi
klasik (multikolinearitas, heterokedastisitas, autokorelasi serta normalitas).Namun karena
pada uji multikolinearitas terdapat korelasi terhadap SBI yang sangat tinggi maka variabel
SBI dihapus dari persamaan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semua data
telah stasioner pada diferensi pertama. Karena seluruh variabel tidak stasioner pada tingkat
level tetapi stasioner pada tingkat diferensi pertama maka seluruh data akan terkointegrasi
atau dapat dikatakan data memiliki hubungan jangka panjang dalam persamaannya.
Karena variabel yang ada tidak stasioner pada tingkat level namun stasioner didalam
diferensi dan terkointegrasi sehingga menunjukkan adanya hubungan teoritis antar variabel,
dari hubungan ini akhirnya terbentuklah model VECM.
Hal yang unik dari model VAR ini adalah kita tidak harus mengklasifikasikan variabel
dalam dua kategori variabel endogen atau eksogen karena semua variabel baik endogen
maupun eksogen dapat dimasukkan dalam model.
1
Daftar Isi
Abstrak………………………………………………………………………………………………………………………… 1
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………………. 2
Pendahuluan……………………………………………………………………………………………………………….. 3
Latar Belakang Masalah……………………………………………………………………………………. 3
Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………….. 4
Tujuan Penelitian……………………………………………………………………………………………… 4
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis………………………………………………………………………………… 4
Kerangka Pemikiran………………………………………………………………………………………….. 4
Hipotesis…………………………………………………………………………………………………………… 6
Metode Penelitian………………………………………………………………………………………………………... 6
Metodologi……………………………………………………………………………………………………….. 6
Penelitian dan Hasil Penelitian………………………………………………………………………….. 7
Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………… 19
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………………………. 19
Lampiran Data ………………………………………………………………………………………………………………. 20
2
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat dengan berbagai macam
indikator yang salah satunya adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang merupakan
salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).Indikator
pasar modal ini dapat berfluktuasi seiring dengan perubahan indikator – indikator makro
yang ada.Seiring dengan indikator pasar modal, indikator ekonomi makro juga bersifat
fluktuatif. Suatu persamaan menyatakan bahwa IHSG dibentuk oleh empat variabel
makroekonomi yakni inflasi, kurs, jumlah uang beredar (m2) dan tingkat suku bunga (SBI).
Sedangkan kondisi spesifik perusahaan berkaitan dengan beberapa rasio keuangan
perusahaan yang mencerminkan likuiditas perusahaan untuk jangka pendek dan jangka
panjang.Investasi dapat dipengaruhi oleh kondisi finansial global yang akhir-akhir ini sedang
mengalami kelesuhan. Kondisi keuangan global yang terus menekan ekonomi juga akan
mempengaruhi di pasar saham. Masalah krisis finansial global, hingga saat ini belum ada
titik terang yang dapat menenangkan pelaku ekonomi dunia.Runtuhnya sektor keuangan AS
membawa dampak langsung dari keruntuhan sistem keuangan AS tersebut.Dampak jangka
pendek yang sudah dirasakan adalah jatuhnya harga saham.Menurut Chatib Basri (Tempo,
2008) dampak krisis finansial yang bermula di AS mungkin agak lebih lambat dan kecil
pengaruhnya pada ekonomi Indonesia, karena adanya integrasi jaringan produksi
(production network) di mana negara-negara di Asia Tenggara banyak mengekspor bahan
mentah dan barang antara ke pusat-pusat jaringan produksi seperti Cina, Korea dan Jepang.
Walaupun demikian, karena konsumen akhir dari barang jadi itu juga negara-negara maju,
cepat atau lambat Indonesia akan terkena dampak juga. Krisis subprime mortgage pada
medio 2007 yang terjadi di AS telah memicu krisis ekonomi global. Sejalan dengan kejatuhan
Dow Jones harga saham-saham di Asia seperti Hang Seng Hongkong dan IHSG juga
berguguran. IHSG yang pada awal 2008 memasuki masa keemasan pada level 2.830, akibat
kepanikan investor,IHSG juga terjerembab ke level 1.174 pada 30 Oktober 2008 atau telah
terkoreksi 59%
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
yang dapat diidentifikasi antara lain :
a. Bagaimana model VAR yang terbentuk?
b. Bagaimana hasil analisis model VAR yang terbentuk ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengetahui jenis model VAR yang terbentuk.
b. Mengetahui hasil analisis terhadap model VAR yang terbentuk.
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
2.1 Kerangka Pemikiran
Hubungan Kurs terhadap IHSG
Menurut Mohamad Samsul (2006: 202), perubahan satu variabel makroekonomi
memiliki dampak yang berbeda terhadap harga saham, yaitu suatu sahamdapat terkena
dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif.Misalnya, perusahaan
yang berorientasi impor, depresiasi kurs rupiah terhadapdolar Amerika yang tajam akan
berdampak negatif terhadap harga saham perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang
berorientasi ekspor akan menerimadampak positif dari depresiasi kurs rupiah terhadap
dolar Amerika. Ini berartiharga saham yang terkena dampak negatif akan mengalami
penurunan di BursaEfek Indonesia (BEI), sementara perusahaan yang terkena dampak
positif akanmengalami kenaikan harga sahamnya. Selanjutnya, Indeks Harga
SahamGabungan (IHSG) juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung
padakelompok yang dominan dampaknya.
4
Bagi investor sendiri, depresiasi rupiah terhadap dollar menandakan bahwa prospek
perekonomian Indonesia suram. Sebab depresiasi rupiah dapatterjadi apabila faktor
fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat,sehingga dolar Amerika akan menguat
dan akan menurunkan Indeks HargaSaham Gabungan di BEI (Sunariyah, 2006). Hal ini
tentunya menambah resiko bagi investor apabila hendak berinvestasi di bursa saham
Indonesia (Robert Ang,1997). Investor tentunya akan menghindari resiko, sehingga investor
akancenderung melakukan aksi jual dan menunggu hingga situasi perekonomiandirasakan
membaik. Aksi jual yang dilakukan investor ini akan mendorong penurunan indeks harga
saham di BEI dan mengalihkan investasinya ke dolar Amerika (Jose Rizal, 2007)
Hubungan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG
Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan(emiten) yang
lebih lanjut dapat menurunkan harga saham.Kenaikan ini juga potensial mendorong investor
mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabunganmaupun deposito sehingga investasi di
lantai bursa turun dan selanjutnya dapatmenurunkan harga saham.
Hubungan Inflasi terhadap IHSG
Sirait dan D. Siagian (2002: 227), mengemukakan bahwa kenaikan inflasidapat
menurunkan capital gain yang menyebabkan berkurangnya keuntunganyang diperoleh
investor. Di sisi perusahaan, terjadinya peningkatan inflasi,dimana peningkatannya tidak
dapat dibebankan kepada konsumen, dapatmenurunkan tingkat pendapatan perusahaan.
Hal ini berarti resiko yang akandihadapi perusahaan akan lebih besar untuk tetap
berinvestasi dalam bentuk saham, sehingga permintaan terhadap saham menurun. Inflasi
dapat menurunkankeuntungan suatu perusahaan sehingga sekuritas di pasar modal menjadi
komoditiyang tidak menarik. Hal ini berarti inflasi memiliki hubungan yang negatif dengan
return saham.
Hubungan Jumlah Uang Beredar (m2) terhadap IHSG
Menurut Mohamad Samsul (2006: 210), jika jumlah uang beredar meningkat, maka
tingkat bunga akan menurun dan Indeks Harga SahamGabungan (IHSG) akan naik sehingga
pasar akan menjadi bullish. Jika jumlahuang beredar menurun, maka tingkat bunga akannaik
dan Indeks Harga SahamGabungan (IHSG) akan turun sehingga pasar akan menjadi bearish.
5
Teori kuantitas uang menyatakan bahwa bank sentral yang mengawasi penawaran
uang, memiliki kendali tertinggi atas tingkat inflasi. Jika bank sentralmempertahankan
penawaran uang tetap stabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan
penawaran uang dengan cepat, tingkat harga akanmeningkat dengan cepat (Mankiw, 2000:
153).
2.2 Hipotesis
a. Model VAR yang terbentuk adalah VAR teresktriksi
b. model VAR yang terbentuk dapat menjelaskan variabel endogennya dengan baik
Metode Penelitian
3.1 Metodologi
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa pendekatan kualitatif
karena data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari database pusat
kebijakan ekonomi makro badankebijakan fiscal Indonesia. Data yang digunakan merupakan
data time series bulanan yakni mulai bulan Januari 2005 – Desember 2007, selanjutnyadata
akan diuji menggunakan uji asumsi klasik. Setelah itu dilakukan tahap uji stasioneritas, uji
kointegrasi, penentuan panjangnya kelambanan, estimasi model var (VECM) dan yang
terakhir adalah analisis dalam model VAR (peramalan).
Teknik Analisis Data
Uji stasioneritas
Langkah pertama mengestimasi VAR adalah uji stasioneritas data.Hasil uji
satsioneritas ini sangat dipengaruhi oleh panjangnya kelambanan.
Uji kointegrasi
6
Sebagaimana dinyatakan oleh Engle Granger keberadaan variabel non stasioner
menyebabkan kemungkinan besar adanya hubungan jangka panjang antara variabel
dalam system VAR.
Penentuan panjangnya kelambanan
Penentuan panjangnya kelambanan variabel yang optimal diperlukan untuk
menangkap pengaruh dari setiap variabel ke variabel lain didalam system VAR.
Peramalan
Peramalan didalam VAR merupakan sebuah ekstrapolasi nilai saat ini dan masa
depan seluruh variabel dengan mengggunakan seluruh informasi yang ada di masa
lalu.
Uji Kausalitas
Data dilakukan dengan pengujian kausalitas Granger untuk melihat apakah variabel
yang digunakanmemiliki hubungan dua arah.
3.2 Penelitian dan Hasil Penelitian
Sebelum mengolah data yang tersedia, akan dilakukan uji asumsi klasik terlebih
dahulu guna mengetahui kelayakan data untuk dianalisis. Adapun uji asumsi klasik yang
akan dilakukan yakni uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, uji autokorelasi dan uji
normalitas.Adapun hasil regresi untuk pengujian asumsi klasik yakni :
7
Dari hasil regresi tersebut selanjutnya dilakukan uji multikolinearitas guna memastikan tidak
ada korelasi yang tinggi antar variabel independennya. Adapun uji multikolinearitas yang
dilakukan yakni :
Dari table uji multikolinearitas diatas diketahui bahwa terdapat korelasi yang sangat tinggi
antara inflasi dengan suku bunga SBI, hal ini dikarenakan nilai korelasi yang timbul sebesar
0,907440 yang artinya nilai tersebut melebihi batas kewajaran korelasi yakni 0,6. Maka
langkah selanjutnya adalah menghapus salah satu variabel yang korelasinya tinggi.Dalam uji
selanjutnya, penulis menghapus variabel SBI guna menghilangkan masalah multikolinearitas.
Adapun uji multikolinearitas yang varu tanpa variabel SBI yakni :
Uji multikolinearitas setelah menghilang variabel SBI menyatakan bahwa tidak ada masalah
multikolinearitas dalam data, hal ini dikarenakan tidak ada nilai korelasi yang melebihi 0,6.
Sehingga dilakukan regresi lagi yang menghasilkan :
Uji yang dilakukan selanjutnya adalah heterokedastisitas yang berguna untuk
mengetahui apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
8
pengamatan yang lain, pada uji heterokedastisitas kali ini menggunakan uji white. Adapun
hasil ujinya :
Dari table diatas diketahui bahwa nilai Prob. Chi-square sebesar 0,0124. Hal ini menyatakan
bahwa nilai yang timbul kurang dari α (0,05) sehingga data tersebut dinyatakantidak lolos uji
heterokedastisitas. Untuk memperbaiki gangguan heterokedastisitas, selanjutnya dilakukan
uji park dengan serta melakukan generalize res^2 (menambah var.dependen berupa res2).
Adapun hasil dari uji park :
Selanjutnya, kita lakukan uji white lagi guna memastikan benar – benar tidak ada
gangguan heterokedastisitas pada data :
9
Table diatas menunjukkan nilai Prob. Chi-square 0,3323 yang berarti lebih dari α(0,05)
sehingga dapat dinyatakan bahwa terbebas dari gangguan heterokedastisitas. Selanjutnya
adalah melakukan uji asumsi klasik yang terakhir yakni uji normalitas dengan metode jarque
bara, yang hasilnya :
Nilai probability yang tertera dalam table menunjukkan angka 0,105076 yang berarti
melebihi nilai α, sehingga nilai tersebut dikatakan signifikan dan data memiliki sebaran
residual normal.Dengan ini berarti data yang kita miliki telah lolos dari semua uij asumsi
klasik dan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut.
10
Setelah dinyatakan lolos dalam uji asumsi klasik, analisis selanjutnya adalah
melakukan uji stasioneritas yang hasilnya variabel tidak stasioner pada tingkat level tetapi
stasioner pada tingkat diferensi data tingkat pertama. (hasil uji terdapat dalam lampiran)
Telah diketahui bahwa variabel yang ada tidak stasioner pada tingkat level namun
stasioner didalam diferensi. Selanjutnya dilakukan uji untuk mengetahui hubungan jangka
panjang antar variabel melalui uji kointegrasi.Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi
kointegrasi antar variabel. (hasil uji terdapat dalam lampiran)
Diketahui bahwa pada kelambanan 1, kausalitas dua arah hanya terjadi antara IHSG-
M2 dan Kurs-Inflasi karena masing – masing nilai probabilitasnya signifikan pada α = 10%,
sedangkan pada variabel lainnya hanya terjadi hubungan satu arah bahkan terdapat nilai
yang menyatakan tidak ada hubungan sama sekali. (hasil uji terdapat dalam lampiran)
Karena variabel yang ada tidak stasioner pada tingkat level namun stasioner didalam
diferensi dan terkointegrasi sehingga menunjukkan adanya hubungan teoritis antar variabel
hubungan ini disebut model VECM. Adanya kointegrasi ini maka model VECM yang
merupakan model VAR non structural ini disebut model VAR yang terestreksi.
Spesifikasi VECM merestriksi hubungan perilaku hubungan jangka panjang antar
variabel yang ada agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasi namun tetap membiarkan
perubahan – perubahan dinamis di dalam jangka pendek. Terminology kointegrasi ini
disebut dengan koreksi kesalahan (error correction) karena bila terjadi deviasi terhadap
keseimbangan jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian pasrsial
jangka pendek secaara bertahap.
Selanjutnya adalah penentuan panjangnya kelambanan, dari hasil uji VAR lag order
selection criteria dihasilkan bahwa panjangnya optimum lag yang bagus adalah pada lag 1
karena seluruh kriteria panjangnya kelambanan menunjukkan kelambanan yang optimal
berada pada lag 1. Sebagaimana ditunjukkan :
VAR Lag Order Selection CriteriaEndogenous variables: IHSG KURS M2 INFLASI Exogenous variables: C Date: 06/18/14 Time: 18:01Sample: 2005M01 2007M12Included observations: 33
11
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -369.0726 NA 77577.00 22.61046 22.79186 22.671491 -241.7249 216.1052* 91.83663* 15.86211* 16.76909* 16.16728*2 -227.4536 20.75823 106.9137 15.96688 17.59944 16.516193 -210.3139 20.77536 112.8915 15.89781 18.25595 16.69125
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
lag 1 dipilih karena tanda bintang (*) menunjukkan indikasi order lag yang terpilih oleh
kriteria lag order selection.
Selanjutnya dengan panjang kelambanan sebesar 1, hasil estimasi model VECMnya
adalah sebagai berikut :
Vector Error Correction Estimates Date: 06/18/14 Time: 18:38 Sample (adjusted): 2005M03 2007M12 Included observations: 34 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq: CointEq1
LOG(INFLASI(-1)) 1.000000
LOG(M2(-1)) -36.80005 (8.66887)[-4.24508]
LOG(KURS(-1)) -2.589126 (11.2761)[-0.22961]
LOG(IHSG(-1)) 17.31982 (4.17532)[ 4.14814]
C 144.3110
Error Correction:D(LOG(INFLASI
)) D(LOG(M2)) D(LOG(KURS)) D(LOG(IHSG))
CointEq1 -0.022872 0.005342 0.008794 -0.012804 (0.03087) (0.00275) (0.00216) (0.00734)[-0.74102] [ 1.94424] [ 4.06777] [-1.74478]
D(LOG(INFLASI(-1))) 0.136757 -0.007520 0.006669 -0.079620 (0.18671) (0.01662) (0.01308) (0.04439)[ 0.73246] [-0.45246] [ 0.50998] [-1.79355]
D(LOG(M2(-1))) -0.759923 -0.350406 0.085746 0.322623 (2.12923) (0.18953) (0.14913) (0.50624)
12
[-0.35690] [-1.84877] [ 0.57496] [ 0.63729]
D(LOG(KURS(-1))) 2.182826 0.260734 -0.026790 -0.333280 (2.51737) (0.22409) (0.17632) (0.59853)[ 0.86711] [ 1.16355] [-0.15194] [-0.55683]
D(LOG(IHSG(-1))) 0.266587 -0.122495 -0.163710 -0.033743 (0.86731) (0.07720) (0.06075) (0.20621)[ 0.30737] [-1.58663] [-2.69495] [-0.16363]
C -0.000298 0.022120 0.003771 0.024345 (0.04976) (0.00443) (0.00348) (0.01183)[-0.00599] [ 4.99442] [ 1.08206] [ 2.05791]
R-squared 0.058892 0.351390 0.433427 0.239223 Adj. R-squared -0.109163 0.235566 0.332253 0.103370 Sum sq. resids 1.289237 0.010216 0.006325 0.072880 S.E. equation 0.214579 0.019101 0.015029 0.051018 F-statistic 0.350435 3.033843 4.283990 1.760897 Log likelihood 7.385353 89.62938 97.78060 56.22618 Akaike AIC -0.081491 -4.919375 -5.398859 -2.954481 Schwarz SC 0.187866 -4.650018 -5.129501 -2.685124 Mean dependent -0.002399 0.014370 0.000282 0.027614 S.D. dependent 0.203746 0.021847 0.018392 0.053879
Determinant resid covariance (dof adj.) 8.07E-12 Determinant resid covariance 3.71E-12 Log likelihood 254.4549 Akaike information criterion -13.32087 Schwarz criterion -12.06387
dari tabel diatas diketahui bahwa seluruh persamaan VECM yang terbentuk kurang bagus
karena menunjukkan angka R-squared yang rendah.
Hasil estimasi VAR yang tidak memuaskan dari tabel diatas merupakan hasil yang
dilihat dari uji t. Kelambanan vaariabel endogen di dalam system VAR kemungkinan tidak
signifikan secara statistic.
Selanjutnya dilakukan uji stabilitas VAR guna mengetahui apakah model var stabil
atau tidak. Adapun hasil ujinya :
Roots of Characteristic PolynomialEndogenous variables: LOG(KURS) LOG(INFLASI) LOG(M2) LOG(IHSG) Exogenous variables: Lag specification: 1 1Date: 06/19/14 Time: 02:04
Root Modulus
1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000
13
0.454735 - 0.193796i 0.494308 0.454735 + 0.193796i 0.494308-0.417998 0.417998-0.114824 - 0.276500i 0.299394-0.114824 + 0.276500i 0.299394
VEC specification imposes 3 unit root(s).
dari hasil diatas diketahui bahwa model VAR tidak satbil karena mengandung 3 unit root(s).
Dari hasil tersebut diketahui bahwa hasil uji stabilitas VAR dengan nilai R-squared yang
ditunjukkan sesuai yakni sama – sama mengindikasikan ketidakbagusan dalam model VAR
yang dibentuk.
Setelah itu, dilihat lagi bagaimana model var dengan lag 1 / besaran lag yang
diperoleh dari uji optimal lag. Adapun hasilnya :
Vector Error Correction Estimates Date: 06/19/14 Time: 02:16 Sample (adjusted): 2005M03 2007M12 Included observations: 34 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq: CointEq1
LOG(KURS(-1)) 1.000000
LOG(INFLASI(-1)) -0.386231 (0.39729)[-0.97217]
LOG(M2(-1)) 14.21331 (3.72546)[ 3.81519]
LOG(IHSG(-1)) -6.689446 (1.78948)[-3.73820]
C -55.73734
Error Correction: D(LOG(KURS))D(LOG(INFLASI
)) D(LOG(M2)) D(LOG(IHSG))
CointEq1 -0.022769 0.059220 -0.013831 0.033152 (0.00560) (0.07992) (0.00711) (0.01900)[-4.06777] [ 0.74102] [-1.94424] [ 1.74478]
D(LOG(KURS(-1))) -0.026790 2.182826 0.260734 -0.333280 (0.17632) (2.51737) (0.22409) (0.59853)[-0.15194] [ 0.86711] [ 1.16355] [-0.55683]
D(LOG(INFLASI(-1))) 0.006669 0.136757 -0.007520 -0.079620 (0.01308) (0.18671) (0.01662) (0.04439)[ 0.50998] [ 0.73246] [-0.45246] [-1.79355]
14
D(LOG(M2(-1))) 0.085746 -0.759923 -0.350406 0.322623 (0.14913) (2.12923) (0.18953) (0.50624)[ 0.57496] [-0.35690] [-1.84877] [ 0.63729]
D(LOG(IHSG(-1))) -0.163710 0.266587 -0.122495 -0.033743 (0.06075) (0.86731) (0.07720) (0.20621)[-2.69495] [ 0.30737] [-1.58663] [-0.16363]
C 0.003771 -0.000298 0.022120 0.024345 (0.00348) (0.04976) (0.00443) (0.01183)[ 1.08206] [-0.00599] [ 4.99442] [ 2.05791]
R-squared 0.433427 0.058892 0.351390 0.239223 Adj. R-squared 0.332253 -0.109163 0.235566 0.103370 Sum sq. resids 0.006325 1.289237 0.010216 0.072880 S.E. equation 0.015029 0.214579 0.019101 0.051018 F-statistic 4.283990 0.350435 3.033843 1.760897 Log likelihood 97.78060 7.385353 89.62938 56.22618 Akaike AIC -5.398859 -0.081491 -4.919375 -2.954481 Schwarz SC -5.129501 0.187866 -4.650018 -2.685124 Mean dependent 0.000282 -0.002399 0.014370 0.027614 S.D. dependent 0.018392 0.203746 0.021847 0.053879
Determinant resid covariance (dof adj.) 8.07E-12 Determinant resid covariance 3.71E-12 Log likelihood 254.4549 Akaike information criterion -13.32087 Schwarz criterion -12.06387
dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa meskipu dengan menggunakan besaran lag yang
optimal namun nilai R-squared tetap menunjukkan nilai yang kecil sehingga persamaan
VECM yang terbentuk tetap tidak bagus.
Langkah terakhir yang dilakukan kemudian adalah peramalan yang berupa impulse
respon dan variance decomposition. Analisis impulse respon ini dapat melacak shock untuk
beberapa periode kedepan, adapun hasilnya :
15
-.01
.00
.01
.02
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(KURS) to LOG(KURS)
-.01
.00
.01
.02
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(KURS) to LOG(INFLASI)
-.01
.00
.01
.02
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(KURS) to LOG(M2)
-.01
.00
.01
.02
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(KURS) to LOG(IHSG)
-.1
.0
.1
.2
.3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(INFLASI) to LOG(KURS)
-.1
.0
.1
.2
.3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(INFLASI) to LOG(INFLASI)
-.1
.0
.1
.2
.3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(INFLASI) to LOG(M2)
-.1
.0
.1
.2
.3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(INFLASI) to LOG(IHSG)
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(M2) to LOG(KURS)
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(M2) to LOG(INFLASI)
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(M2) to LOG(M2)
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(M2) to LOG(IHSG)
-.04
-.02
.00
.02
.04
.06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(IHSG) to LOG(KURS)
-.04
-.02
.00
.02
.04
.06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(IHSG) to LOG(INFLASI)
-.04
-.02
.00
.02
.04
.06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(IHSG) to LOG(M2)
-.04
-.02
.00
.02
.04
.06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(IHSG) to LOG(IHSG)
Response to Cholesky One S.D. Innov ations
Terdapat 16 graafik yang dihasilkan dari impulse respon yang dilakukan, namun hanya 12
grafik yang digunakan dalam analisis impulse respon karena 4 sisanya hanya menjelaskan
respon suatu variabel karena shock variabel itu sendiri.Grafik pada pojok kanan paling atas
dapat dibaca bahwa respon kurs karena adanya shock ihsg. Adanya shock ihsg
menyebabkan kurs mengalami kenaikan sejak awal periode meskipun awalnya sempat
menurun sedikit, namun kenaikan yang dihasilkan cukup signifikan.
16
Variance decomposition berguna untuk memprediksi kontribusi presentase varian
setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu didalam system VAR. Adapun
hasil variance decompositionnya adalah :
Variance
Decomposition
of LOG(INFLASI): Period S.E. LOG(INFLASI) LOG(M2) LOG(KURS) LOG(IHSG)
1 0.214579 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.325085 98.71665 0.030551 1.218509 0.034292 3 0.415692 97.49599 0.078670 2.046266 0.379073 4 0.494506 96.95244 0.062321 2.489550 0.495693 5 0.562920 96.74932 0.053339 2.679776 0.517566 6 0.623449 96.65026 0.045683 2.787808 0.516245 7 0.678291 96.60774 0.040163 2.845190 0.506905 8 0.728789 96.58668 0.035937 2.881089 0.496294 9 0.775886 96.57501 0.032712 2.905373 0.486906
10 0.820227 96.56709 0.030158 2.923648 0.479107
Variance
Decomposition
of LOG(M
2): Period S.E. LOG(INFLASI) LOG(M2) LOG(KURS) LOG(IHSG)
1 0.019101 0.056199 99.94380 0.000000 0.000000 2 0.021640 0.048269 95.68686 3.850671 0.414198 3 0.023835 0.588859 93.19972 3.183990 3.027436 4 0.025911 0.504525 87.51146 2.985164 8.998847 5 0.028231 0.636810 81.09414 3.376205 14.89284 6 0.030531 0.949658 75.20202 3.886187 19.96214 7 0.032781 1.294290 70.41455 4.394943 23.89622 8 0.034908 1.611792 66.65415 4.806741 26.92732 9 0.036920 1.875232 63.69255 5.139048 29.29316
10 0.038825 2.091044 61.31504 5.404037 31.18988
Variance
Decomposition
of LOG(KURS):
Period S.E. LOG(INFLASI) LOG(M2) LOG(KURS) LOG(IHSG)
1 0.015029 0.115057 1.316043 98.56890 0.000000 2 0.021358 3.225705 2.471610 94.24118 0.061503 3 0.026251 5.236506 8.518757 79.20031 7.044432 4 0.030477 4.461241 12.23008 65.54657 17.76210 5 0.034534 3.498380 14.96423 54.65334 26.88405 6 0.038337 2.847699 16.67526 46.56718 33.90986
17
7 0.041866 2.429939 17.81090 40.70639 39.05278 8 0.045123 2.147550 18.60047 36.41033 42.84164 9 0.048153 1.941092 19.18916 33.16577 45.70398
10 0.050993 1.781064 19.64538 30.64038 47.93318
Variance
Decomposition
of LOG(IH
SG): Period S.E. LOG(INFLASI) LOG(M2) LOG(KURS) LOG(IHSG)
1 0.051018 3.382836 0.148562 13.52293 82.94567 2 0.070863 15.85636 3.534835 13.78515 66.82365 3 0.082257 22.03604 4.663529 12.98799 60.31244 4 0.090869 24.73083 6.203071 12.47723 56.58886 5 0.097786 26.55403 7.506980 11.89366 54.04533 6 0.103782 27.76841 8.662663 11.41060 52.15834 7 0.109241 28.65945 9.610564 11.00157 50.72841 8 0.114370 29.35188 10.40684 10.66118 49.58010 9 0.119258 29.92065 11.07149 10.37407 48.63379
10 0.123952 30.39929 11.63526 10.13061 47.83484
Cholesky
Ordering:
LOG(INFLASI) LOG(M
2) LOG(KURS)
LOG(IHSG)
pada periode 1 varian inflasi yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 100%. Pada
periode 2 varian inflasi dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 98.7% sedangkan sisanya
sebesar 0,03%, 1,21% dan 0,03% dijelaskan oleh m2, kurs dan IHSG. Untuk melakukan
interpretasi sisanya, sama seperti interpretasi yang telah dilakukan.
18
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :
Interpretasi grafik yang menyatakan bahwa ketika ihsg shock, maka kurs akan
meningkat ternyata benar sebab dasar teorinya jika penawaran uang dipermudah oleh bank
sentral (kurs apresiasi) maka tingkat harga akan meningkat (harga saham meningkat).
Seperti teori kuantitas uang menyatakan bahwa bank sentral yang mengawasi penawaran
uang, memiliki kendali tertinggi atas tingkat inflasi. Jika bank sentral mempertahankan
penawaran uang tetap stabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan
penawaran uang dengan cepat, tingkat harga akan meningkat dengan cepat (Mankiw, 2000:
153).
Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa model VAR yang dihasilkan
tidak teridentifikasi sehingga model VAR yang dihasilkan tidak baik untuk dijadikan acuan
persamaan, hal ini terbukti dari nilai R-squared yang relative kecil dan hasil dari uji stabilitas
var yang menyatakan bahwa model var mengandung akar unit.
Untuk menyembuhkan hal tersebut kemungkinan besar harus dilakukan
penambahan jumlah data, karena data yang digunakan dalam penelitian ini hanya tiga puluh
periode.
Daftar Pustaka
Novianti, Aditya. 2011. ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR (KURS) DOLAR AMERIKA/RUPIAH (US$/Rp), TINGKAT SUKU BUNGA SBI, INFLASI, DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)
http://www.academia.edu/4918997/
Salim, Jul Fahmi. 2013. Uji Asumsi Klasik (Multicolinearitas, Heteroscedastisitas, Autokorelasi, dan Normalitas) dengan EViews7
http://julfahmi25.blogspot.com/2013/05/uji-asumsi-klasik-multicolinearitas
BIBLIOGRAPHY Agus widarjono, P. (2013). EKONOMETRIKA pengantar dan aplikasinya. yogyakarta: UPP STIM YKPN.
19
Lampiran (data)
obs SBI M2 KURS INFLASI IHSG2005M01 7.300000 1015.900 9.204000 0.073200 1045.4002005M02 7.270000 1012.100 9.245000 0.071500 1073.8002005M03 7.310000 1020.700 9.371000 0.088100 1080.2002005M04 7.510000 1044.300 9.535000 0.081200 1029.6002005M05 7.810000 1046.200 9.480000 0.074000 1088.2002005M06 8.050000 1073.700 9.616000 0.074200 1122.4002005M07 8.450000 1088.400 9.799000 0.078400 1182.3002005M08 8.540000 1115.900 9.986000 0.083300 1050.1002005M09 9.250000 1150.500 10.23300 0.090600 1079.3002005M10 12.09000 1165.700 10.09300 0.178900 1066.2002005M11 12.69000 1168.300 10.04000 0.183800 1096.6002005M12 12.83000 1203.200 9.857000 0.171100 1162.6002006M01 12.92000 1190.800 9.493000 0.170300 1232.3002006M02 12.92000 1193.900 9.253000 0.179200 1230.7002006M03 12.73000 1195.100 9.172000 0.157400 1323.0002006M04 12.74000 1198.000 8.937000 0.154000 1464.4002006M05 12.16000 1237.500 8.985000 0.156000 1330.0002006M06 12.16000 1253.800 9.363000 0.155300 1310.3002006M07 12.16000 1248.200 9.125000 0.151500 1351.6002006M08 11.36000 1270.400 9.094000 0.149000 1431.3002006M09 11.36000 1291.400 9.143000 0.145500 1534.6002006M10 11.36000 1325.700 9.187000 0.062900 1582.6002006M11 9.500000 1338.600 9.135000 0.052700 1719.0002006M12 9.500000 1382.100 9.087000 0.066000 1805.5002007M01 8.100000 1363.900 9.067000 0.062600 1757.3002007M02 8.100000 1366.800 9.068000 0.063000 1741.0002007M03 8.100000 1375.900 9.164000 0.065200 1830.9002007M04 7.830000 1383.600 9.098000 0.062900 1999.2002007M05 7.830000 1393.100 8.844000 0.060100 2084.3002007M06 7.830000 1452.000 8.984000 0.057700 2139.3002007M07 7.830000 1473.000 9.067000 0.060600 2348.7002007M08 7.830000 1493.100 9.367000 0.065100 2194.3002007M09 7.830000 1616.900 9.310000 0.069500 2359.2002007M10 7.830000 1533.800 9.106000 0.068800 2643.5002007M11 7.830000 1559.600 9.265000 0.067100 2688.3002007M12 7.830000 1649.700 9.334000 0.065900 2745.800
20
Hasil Uji Akar Unit pada variabel IHSG :
Hasil Uji Akar Unit pada variabel Kurs :
Hasil Uji Akar Unit pada variabel Inflasi :
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit rootExogenous: Constant, Linear TrendLag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.077358 0.0012Test critical values: 1% level -4.252879
5% level -3.54849010% level -3.207094
Hasil Uji Akar Unit pada variabel M2 :
Null Hypothesis: D(M2) has a unit rootExogenous: Constant, Linear TrendLag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.511162 0.0000Test critical values: 1% level -4.262735
5% level -3.55297310% level -3.209642
Diketahui dari nilai diatas bahwa seluruh nilai prob* < 5% sehingga seluruh variabel dikatakan stasioner pada tingkat diferensi pertama.
21
Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit rootExogenous: Constant, Linear TrendLag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.271015 0.0001Test critical values: 1% level -4.262735
5% level -3.55297310% level -3.209642
Null Hypothesis: D(KURS) has a unit rootExogenous: Constant, Linear TrendLag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.518139 0.0052Test critical values: 1% level -4.252879
5% level -3.54849010% level -3.207094
Hasil Uji Kointegrasi :
Date: 04/27/14 Time: 21:28
22
Sample (adjusted): 2005M03 2007M12Included observations: 34 after adjustmentsTrend assumption: Linear deterministic trend (restricted)Series: SBI M2 KURS INFLASI IHSG Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.735230 112.4707 88.80380 0.0004At most 1 * 0.595258 67.28834 63.87610 0.0251At most 2 0.381365 36.53518 42.91525 0.1874At most 3 0.269547 20.20702 25.87211 0.2156At most 4 0.244393 9.527940 12.51798 0.1503
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized Max-Eigen 0.05No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.735230 45.18238 38.33101 0.0070At most 1 0.595258 30.75316 32.11832 0.0727At most 2 0.381365 16.32816 25.82321 0.5156At most 3 0.269547 10.67908 19.38704 0.5467At most 4 0.244393 9.527940 12.51798 0.1503
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Dari hasil uji kointegrasi yang dilakukan diketahui terdapat kalimat Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level atau yang menyatakan bahwa terdapat dua kointegrasi. Dengan begitu dapat dinyatakan bahwa terdapat 2 persamaan yang memiliki hubungan kointegrasi.
Hasil Uji Kausalitas Granger
23
Pairwise Granger Causality TestsDate: 05/15/14 Time: 10:26Sample: 2005M01 2007M12Lags: 1
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
INFLASI does not Granger Cause IHSG 35 0.09431 0.7608 IHSG does not Granger Cause INFLASI 2.03903 0.1630
KURS does not Granger Cause IHSG 35 0.08176 0.7768 IHSG does not Granger Cause KURS 0.07177 0.7905
M2 does not Granger Cause IHSG 35 7.46493 0.0102 IHSG does not Granger Cause M2 5.02026 0.0321
KURS does not Granger Cause INFLASI 35 9.01321 0.0052 INFLASI does not Granger Cause KURS 3.54154 0.0690
M2 does not Granger Cause INFLASI 35 1.28625 0.2652 INFLASI does not Granger Cause M2 0.40445 0.5293
M2 does not Granger Cause KURS 35 1.66023 0.2068 KURS does not Granger Cause M2 0.00067 0.9794
24