Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ii
PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PERNIKAHAN DINI
STRATEGI DESA TANGGUH BENCANA DALAM MITIGASI
DI DESA HARJOBINANGUN, KECAMATAN PAKEM,
KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Kesarjanaan Jenjang
Strata Satu (S1) Pada Program Studi Ilmu Sosiatri / Pembangunan Sosial
DISUSUN OLEH :
ROKO RAHENDRO
NIM: 15510001
PROGRAM STUDI ILMU SOSIATRI / PEMBANGUNAN SOSIAL
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA"APMD"
YOGYAKARTA
2019
iv
MOTTO
Sing penting yakin
(Roko Rahendro)
Alon-alon waton kelakon
(Filosofi Jawa)
Tuhan bersama orang yang berusaha
(Putera Cahya)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Tuhan semesta alam Allah SWT
berkat rahmat dan hidayah yang diberikan kepada hambanya, tak lupa karunianya
serta petunjuknya dalam menyelsaikan skripsi ini. Karya ini kupersembahkan untuk :
1. Kedua Orangtua saya Bapak Jendro Winarto dan Ibu Sumiyati walau tidak
seberapa dengan semua perjuanganmu yang telah membesarkanku dengan penuh
kasih dan sayang yang Bapak dan Ibu berikan, hanya doa yang kupanjatkan
setiap aku berada dimanapun dan dalam kondisi apapun, Bapak dan Ibu ini karya
kecil dariku untukmu yang selalu ada didalam hati dan jiwaku.
2. Adik Saya Rona Erwinia dan Keponakan saya dirumah Abiyu, Naufal, jiandru
yang sangat saya sayangi.
3. Seluruh keluarga dekat rumah saya Mas Iput, Mbak Rita,Mas anjar,Mbak elin,
Bude Wanti, Eyang Titi terimakasih selalu memberikan support selama ini.
4. Seluruh keluarga besar Sardi Sudebyo yang selalu memberikan semangat selama
ini.
5. Seluruh teman dekat, teman sma, teman kuliah yang tidak tidak bisa saya
sebutkan satu persatu, terimakasih banyak bantuan dan supportnya selama ini.
Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak lupa
pula penulis mengirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul “Strategi Desa Tangguh Bencana dalam Mitigasi di Desa
Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY” Skripsi ini diajukan
sebagai salah satu syarat menempuh ujian untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu
Sosiatri/Pembangunan Sosial di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa
“APMD” Yogyakarta.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang begitu besar kepada
1. Allah SWT dengan segala rahmat serta karunia-Nya yang memberikan kekuatan dan
kemudahan bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Kepada kedua orang tua tercinta Bapak Jendro Winarto dan Ibu Sumiyati yang
selama ini telah membantu peneliti dalam bentuk perhatian, kasih sayang, semangat,
serta doa yang tidak henti-hentinya mengalir demi kelancaran dan kesuksesan
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, kemudian terima kasih banyak untuk adik
Rona Erwinia yang telah memberikan dukungan serta perhatian kepada peneliti.
3. Kepada Seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, perhatian dan doa
pada peneliti.
4. Ketua STPMD “APMD” bapak Dr. Sutoro Eko Yunanto, M.Si. serta ketua prodi
Ilmu Sosiatri Dra. Oktarina Albizzia, M.Si.
5. Bapak Drs. A.Y. Oelin Marliyantoro, M.Si. selaku dosen pembimbing, Dra.
Anastasia Adiwirahayu, M.Si dan Ratna Sesotya Wedadjati, S.Psi., M.Si.Psi selaku
penguji samping.
5. Teman terdekat Diyah, Topik, Potho, Ari, Rifa, Tika, Putri, yang telah menemani,
membantu, memberikan motivasi dan dukungan sehingga terselesaikan skripsi ini.
6. Teman terdekat dikampus Leman, Luvi, Lia, Shella , Ryan, Lilik, Nanang, Dika dan
masih banyak lagi , yang telah membantu dan memberikan motivasi sehingga dapat
terselesaikan sekripsi ini.
7. Segenap dosen dan seluruh staf akademik yang selalu membantu dalam memberikan
fasilitas, ilmu, serta pendidikan pada peneliti hingga dapat menunjang dalam
penyelesaian skripsi ini.
8. Kepada pihak Desa Harjobinangun Bapak Fajar Akbar Kurniawan, SE., MSi beserta
jajaranya, serta pihak Desa Tangguh Bencana yang telah memberikan kesempatan
bagi peneliti untuk dapat melangsungkan penelitian dan memperoleh data.
9. Teman-teman seperjuangan ku dari Ilmu Sosiatri/Pembangunan Sosial angkatan 2015
yang telah memberikan dukungan pada peneliti selama perkuliahan hingga skripsi ini
terselesaikan.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan penulis
khususnya. Semoga Allah SWT melindungi dan memberikan berkah-Nya dan imbalan
yang setimpal kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Yogyakarta, Oktober 2019
Penulis
Roko Rahendro
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia yang terletak di kawasan Cincin Api Pasifik atau Pacific Ring of Fire
memang memiliki potensi bencana alam yang tinggi. Berada di gugusan gunung api dan
titik pertemuan sejumlah lempengan bumi membuat Indonesia rawan diterpa amukan
alam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, hingga 14
Desember 2018 -sepekan sebelum bencana tsunami di Selat Sunda menerjang- telah
terjadi 2.436 kejadian bencana di Indonesia. Secara umum, kecenderungan bencana
meningkat selama satu dekade terakhir, dan didominasi oleh bencana banjir, longsor,
dan puting beliung. (https://www.bbc.com/indonesia/majalah-46691586 diunduh pada
25, Januari, 2019)
Salah satu potensi bencana yang memiliki resiko yang tinggi adalah gunung
berapi. Di Indonesia banyak memiliki gunung dan pegunungan karena lokasi Indonesia
dilintasi oleh dua jalur pegunungan muda, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum
Mediterania. Selain itu, Indonesia berada pada jalur pertemuan lempeng dunia, sehingga
banyak menghasilkan rangkaian gunung api. Indonesia menempati dua lapisan lempeng
benua yang berbeda, yaitu Lempeng Benua Asia di kawasan Barat dan Lempeng Benua
Australia di kawasan Timur.
Menurut MunichRe(2010) bahaya vulkanik gunung Merapi memiliki dampak
yang signifikan, namun demikian mereka memiliki frekuensi jauh lebih rendah daripada
2
bahaya lainnya seperti banjir dan badai. Hal tersebut seringkali menyebabkan kerusakan
material maupun korban jiwa. Dalam hal bencana vulkanik,kurang begitu menarik
perhatian apa bila dibandingkan dengan kerusakan material maupun korban jiwa yang
disebabkan bahaya lain.( Estuning Tyas Wulan Mei. 2008:1)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Newhall et al.(2000), Andrea astuti et
al.(2000), Camus et al.(2000), dan Voight et al.(2000) menunjukan bahwa karakteristik
erupsi Merapi saat berbeda dengan kegiatan prasejarah. Gunung api ini dikenal sebagai
salah satu gunung api paling aktif di indonesia,bahkan dunia dengan lebih dari 80
letusan sejarah yang hampir setengahnya disertai oleh aliran piroklastik(pyroclastic
denisty currents – PDCs) kronologi rincian letusan tercatat sejak abad ke sembilanbelas.
Jumlah letusan pada abad ke duapuluh tampaknya lebih tinggi dari abad sembilanbelas
Voight et al.(2000). Hal ini dimungkinkan karena peningkatan identifikasi dari kejadian
dari waktu ke waktu.(Dalam Ma’arif. 2015:3)
Khususnya di Yogyakarta dan berbatasan langsung dengan Jawa Tengah
terdapat salah satu gunung teraktif di Indonesia. Gunung Merapi (ketinggian puncak
2.930 mdpl, per 2010) memiliki potensi bencana yang cukup tinggi. Rentan mengalami
erupsi setiap dua sampai lima tahun sekali. Namun demikian belum dapat ditentukan
dengan teknologi, hanya dengan tanda yang diberikan oleh alam agar kita dapat selalu
waspada. Menurut data BMKG yang di terbitkan Kompas.com riwayat letusan merapi
sejak tahun 1990-an sebagai berikut :
3
Gambar I.1
https://regional.kompas.com diunduh pada 25, Januari, 2019
Dari sumber diatas menunjukan akan bahaya yang ditimbulkan oleh letusuan Gunung
Merapi. Maka dari itu perlunya penanggulangan bukan hanya aksi saat bencana agar
dapat mengurangi resiko bencana itu sendiri. Di Indonesia sendiri paradigma
penanggulangan bencana telah bergesar dari paradigma penanggulangan bencana yang
bersifat responsif (terpusat pada tanggap darurat dan pemulihan) ke preventif
(pengurangan risiko dan kesiapsiagaan), sehingga penyelenggaraan penanggulangan
bencana pada masa sekarang lebih ditekankan pada tahapan pra bencana.
4
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengamanatkan untuk melindungi masyarakat dari ancaman bencana. Salah satu
strategi untuk mewujudkan hal ini adalah melalui pengembangan desa/kelurahan
tangguh terhadap bencana dengan upaya pengurangan risiko bencana berbasis
komunitas (PRBBK). Dalam PRBBK, proses pengelolaan risiko bencana melibatkan
secara aktif masyarakat dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau dan
mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan
kemampuannya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melaksanakan PRBBK
dengan mengembangkan program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Destana).
Program Destana dari tahun 2012 s/d 2015 mencapai 266 desa/kelurahan di seluruh
Indonesia. Dalam tahun 2016, rencananya BNPB akan mengembangkan Destana ke 100
desa/kelurahan lagi.1 Sebagai rujukan dalam mengimplementasikan program Destana
adalah Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun
2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Perka BNPB No.
1/2012). Peraturan ini ditetapkan oleh Kepala BNPB, Syamsul Maarif pada tanggal 10
Januari 2012 di Jakarta. Tujuan Perka BNPB No. 1/2012 adalah untuk:
1. Memberikan panduan bagi pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam
pengembangan Destana sebagai bagian upaya PRBBK.
2. Memberikan acuan pelaksanaan pengembangan Destana bagi aparatur pelaksana
dan pemangku kepentingan pengurangan risiko bencana (PRB).
5
Ruang lingkup pedoman ini berlaku untuk pengembangan desa/kelurahan
tangguh di kabupaten/kota yang rawan bencana. Pedoman juga dapat digunakan sebagai
acuan dalam memasukkan unsur-unsur PRB ke dalam program-program lain di tingkat
desa/kelurahan, yang dilakukan oleh pemerintah maupun mitra-mitra non-pemerintah.
Isi peraturan ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu batang tubuh Perka BNPB No.
1/2012 (3 pasal dan 3 halaman) dan lampiran pedoman (41 halaman). lam tahap pra
bencana adalah mitigasi. https://www.bnpb.go.id diunduh 27, Januari, 2019
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah sebuah desa atau kelurahan yang
memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu
mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus
meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana. Kemampuan ini diwujudkan
dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan,
kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan
pascabencana. Dalam Destana, masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji, menganalisis,
menangani, memantau, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di
wilayah mereka, terutama dengan memanfaatkan sumber daya lokal demi menjamin
keberkelanjutan.
Tujuan khusus pengembangan Destana ini adalah:
1. Melindungi masyarakat di kawasan rawan bahaya dari dampak-dampak
merugikan bencana.
2. Meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam
pengelolaan sumber daya untuk mengurangi risiko bencana.
6
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber
daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi PRB.
4. Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan sumber daya
dan teknis bagi PRB.
5. Meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam PRB, pihak
pemerintah daerah, lembaga usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyakarat (LSM), organisasi masyarakat, dan kelompok-kelompok lainnya
yang peduli.
Pasca letusan Gunung Merapi 2010, berdasarkan Perhub Sleman No.20/2011
tentang kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Merapi, ada 4672 hektare masuk
pada KRB III. Dalam aturan KRB III idealnya tidak diperuntukan bagi hunian.
Meski demikian, di wilayah KRB III masih ada pengembangan hunian. Berdasarkan
Perhub tersebut ada empat kecamatan yang masuk pada KRB III atara lain Turi,
Cangkringan, Pakem dan Ngemplak. KRB III Gunung Merapi yaitu kawasan yang
letaknya dekat dengan sumber bahaya yang sering terlanda awan panas, aliran lava,
guguran batu, lontaran batu, dan hujan abu lebat. Berikut adalah data sebaran
penduduk KRB III & II Gunung Merapi menurut BPS dan situs resmi
slemankab.go.id
7
TABEL I.1
Data Sebaran Penduduk KRB III & II Gunung Merapi
TABEL DATA SEBARAN PENDUDUK
DI KAWASAN RAWAN BENCANA (KRB) III & II GUNUNG MERAPI
No Desa/Kecamatan
JML
PENDUDUK
JML
KK
Jml
Penduduk
Kelompok
Rentan
KRB
III
KRB
II
KRB
III
KRB
II
Kec.Cangkringan 30.773
3668 2838 953 595
1 Kepuharjo
3383 1192 1074 1510 265 292
2 Umbulharjo
5058 1684 1496 1025 280 207
3 Glagahharjo
3948 1389 1098 303 408 96
Kec. Pakem 36.806
5871 1000 1774 328
4 Hargobinangun
8736 3064 3569 1000 940 328
5 Purwobinangun
9404 3205 2302
834
Kec. Turi 34.361
2013 3399 1210 601
6 Girikerto
2696 2696 1430 1764 429 392
7 Wonokerto
10.255 3263 583 1635 781 209
TOTAL
11,552 7,237 3,937 1,524
SUMBER: http://www.slemankab.go.id/1260/data-sebaran-penduduk-krb-iii-ii-
gunung-merapi.slm diunduh pada 29 juli 2019. dan jumlah penduduk dan KK
menurut BPS
8
GAMBAR I.2
PETA ZONASI BAHAYA GUNUNG MERAPI KABUPATEN SLEMAN DIY
Sumber Peta Administrasi Kab. Sleman BAPPEDA SLEMAN
9
Desa Harjobinangun, Pakem merupakan satu dari 301 desa di DIY yang rawan
bencana. Desa Harjobinangun merupakan Destana (Desa Tangguh Bencana) yang ke 23
dari 29 Destana yang ditargetkan pada tahun 2017, dengan jarak 14 kilometer dari
puncak Gunung Merapi. Desa Harjobinangun sendiri memiliki luas 552 ha dan jumlah
penduduk 6865 jiwa (2016) dengan terbagi menjadi 11 padukuhan. Desa tangguh
bencana (DESTANA) Harjobinangun diharapkan dapat membantu dan menigkatkan
kesadaran akan mitigasi bencana, serta dapat mandiri dan beradaptasi menghadapi
potensi ancaman bencana.
B. RUMUSAN MASALAH
Masalah menurut Sugiyono, (2009:52) masalah diartikan sebagai penyimpangan
antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan
praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan.
Bedasarkan uraian latar belakang masalah, penyusun merumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut :”Bagaimana Strategi Desa Tangguh Bencana dalam Mitigasi
?”
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan diatas, adapun tujuan dan manfaat dari penelitian adalah:
a. Untuk mengetahui Strategi Desa Tangguh Bencana dalam mitigaasi.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat Strategi Desa
Tangguh Bencana dalam mitigasi.
2. Manfaat penelitian
10
Setiap hasil penelitian pada prinsipnya harus berguna sebagai penunjuk praktek
pengambilan keputusan dalam artian yang cukup jelas. Manfaat tersebut baik bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, manfaat bagi obyek yang diteliti, maupun
manfaat bagi peneliti sendiri.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu :
a. Manfaat akademik
Manfaat akademik yang diharapkan adalah bahwa hasil penelitian dapat
dijadikan rujukan bagi upaya pengembangan Ilmu Sosiatri/Pembangunan Sosial,
dan berguna juga untuk menjadi referensi bagi mahasiswa yang melakukan
penelitian-penelitian selanjutnya.
b. Manfaat praktis
Secara praktis, bagi pemerintah dan masyarakat daerah rawan bencana agar
selalu siap dan siaga dengan potensi bencana disekitar.
c. Manfaat teoritis
Secara teoritis, sebagai tambahan referensi tentang pengetahuan yang
berkaitan dengan pendampingan masyarakat dalam penyadaran mengenai
kesiapsiagaan masarakat akan mitigasi bencana alam.
D. KERANGKA TEORI
1. PERSPEKTIF SOSIAL MASYARAKAT DESA TANGGUH BENCANA
ALAM
“Ketangguhan masyarakat” atau “community resilinece” berasal dari
bahasa Latin “resalire” atau “resilino” yang berarti berjalan atau meloncat
11
kembali. Konsep ini, secara sederhana, digunakan untuk menghitung seberapa
lama suatu sistem kambali dalam keadaan normal pasca gangguan (Buckle,
dkk.,2001) konsep ketangguhan masyarakat ini berakar dari ranah ilmu alam dan
sosial yang mengacu pada pengrtian bahwa sistem alam dan sistem sosial
memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang ketika dihadapkan pada kondisi
krisis, yaitu kemampuan (capacity) dan ketidak mampuan atau sering disebut
kerentanan (fulnerability). Berdasarkan hal ini, tentunya terdapat potensi untuk
pulih pada keadaan normal pasca terjadinya ganguan (Holling, 1973; Buckle,
dkk., 2001;Rose, 2004; Norris, dkk., 2008) deklarasi Hogyo menjabarkan
ketangguhan sebagai “the capacity of a system, community, or society potentially
exposed to hazards to adapt by resisting or changing in order to reach and
maintain accepetable level of funcitioning and structure”. Sementara itu,
Ma’arif (2011:15) mengkaji ketangguhan terhadap bencana sebagai suatu
kemampuan sistem untuk mengantisipasi, menghindari atau, menolak,
beradaptasi, dan melenting kembali. (dalam Ma’arif. 2011:15)
Masyarakat tangguh bencana dapat dilihat dari beberapa tingkatan.
Tingkatan pertama adalah kemampuan masyarakat untuk bangkit kembali dan
memulihkan kondisi dengan mengguanakan sumber dayanya sendiri. Tingkat
kedua adalah masyarakat yang membutuhkan perhatian dari pihak lain untuk
diarahkan menjaga integaritas fisik lingkungan binaan dan bertahan hidup,
misalnya adanya tuntutan tekanis untuk membangu rumah yang tahan gempa.
Selain itu, pada tingkat ini bantuan pihak eksternal juga diarahkan untuk
memastikan bahwa masyarakat telah bangkit untuk menjalankan fungsi
12
ekonomi, bisinis, ataupun admministrasi. Keterlibatan pihak lain dalam
mewujudkan masyarakat tangguh bencana dilakukan dengan memaksimalkan
penggunaan sumber daya, kapasitas, dan kemampuan masyarakat dalam
memanfaatkan sumber daya fisik dan ekonomi yang dimilikinya dengan cara
meminimal kan gangguan dan memfasilitasi pertumbuhan.
Sementara itu, Cutter, dkk (2010) menyebutkan bahwa ketangguhan
masyarakat merupakan sekumpulan kapasitas yang ditingkatkan melalui
interfensi kebijakan yang pada akhirnya mampu membantu membangun dan
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk merespons bencana dan kembali
suatu kondisi tangguh dimaknai dengan angka atau indeks semata, sehingga
dibutuhkan pula suatu pengamatan mendalam dan keterlibatan dalam proses
menuju tangguh oleh karena itu, pengamatan kuantitatif atau kualitatif saja tidak
cukup, melainkan kombinasi keduanya menjadi lebih jelas untuk
menggambarkan kondisi tangguh tersebut. (dalam Ma’arif. 2011:15)
Terkait dengan hal tersebut, suatu “masyarakat tangguh bencana” dapat
di artikan sebagai kondisi utopia atau idaman. Artinya, masyarakat tersebut
dianggap memiliki kemampuan merancang dan membangun lingkungannya
dalam upaya adaptasi walaupun memiliki potensi bahaya tertentu dengan
memaksimalkan langkah penggurangan resiko bencan dan meminimalkan
potensi kehilangan/kerugian (vulnerability) sehingga tercipta suatu kondisi aman
dan normal pasca terjadinya suatu kejadian yang tidak menguntungkan
(Sudibyakto, dkk.,2012). Sebelum terjadi bencana, masyarakat tangguh bencana
mengaplikasikan upaya-upaya pengurangan resiko bencana dalam kehidupan
13
sehari-hari (daily routine) sementara pada saat pasca terjadinya bencana,
masyarakat tangguh bencana masih mampu menjaga sumber daya pendukung
lingkunganya, dan cepat kembali (bonce back) kondisi normal. (dalam Ma’arif.
2011:20)
Menurut McEntire(2009) dan Mileti(1999) sikap dan periaku masyarakat
adalah penyebab utama sebuah bencana.Masyarakat memiliki pandangan bahwa
mereka tidak memiliki kontrol terhadap kerentanan karena anggapan bahwa
bencana adalah pemberian tuhan atau akibat alam. Kelompok yang lain memiliki
pemahaman rendahnya keampuan untuk melakukakan prediksi dan merasa aman
di tempat tinggalnya saat ini. Di lain sisi, ditemukan juga individu-individu atau
organisasi yang merasa memiliki keyakinan dan kemampuan secara berlebihan
dalam mengatasi bencana (Clarke,1999). Kelompok seperti ini merasa telah
melakukan berbagai upaya pencegahan bencana dan siap dalam merespon
bencana. Kelompok-kelompok yang lain mampu melakukan pemulihan bencana
secara mandiri, tetapi ada juga yang amat bergantung pada bantuan pemerintah.
(dalam Ma’arif. 2011:25)
Menurut Ma’arif (2010:29) resiko bencan merupakan suatu keadaan dinamis
yang berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan manusia.
Prespektif sosiologis resiko bencana memfokuskan pada penilaian empiris
terhadap proses pembangunan, disorganisasi sosial,ketidaksetaraan struktur dan
jaringan, aktualisasi kerentanan sistem sosial, interaksi yang mengarah pada
konflik, sistem kepercayaan/agama,dan kearifan lokal yang mampu mengurangi
dan menimbulkan resiko bencana pada saat yang bersamaan.
14
Berbagai study yang telah dilakukan oleh pakar kebencanaan dunia
(Bishop, dkk.,2000; Milar,dkk.,1999) membuktikan bahwa semakin banyak
orang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat yang menimbulkan rasa
bemasyarakat (sense of community), peningkatan kapasitas diri (self-efficacy)
dan pemecahan masalah, akan semakin besar ketahanan mereka terhadap
kesuliatan yang digapai akibat dari bencana. Lebih lanjut, Kieffer(1984) dan
Paton and Bishop(1996) menggambarkan bahwa strategi pemberdayaan
masyarakat tangguh bencana menggabungkan antara partisipasi masyarakat,
daya kontrol, dan kemapuan memfasilitasi identifikasi maslah yang ada dalam
masyarakat dengan kebutuhhan, sistem, nilai-nilai, dan budaya yang ada pada
masyarakat. Guna mempertahankan pemberdayaan ini diperlukan adanya sebuah
konsensus bersama. Konsensus ini adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam
memngidentifiksi masalah-masakah yang dihadapi dan mencari solusi atas
permasalahan-permaslahan tersebut (problem-focused coping strategy). Melalui
strategi ini masyarakat dan individu dapat meningkat kan kapasistasnya untuk
berperilaku tangguh bencana. (dalam Ma’arif. 2011:31)
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun
waktu tertentu.
Pada awalnya strategi merupakan sebuah kata yang digunakan pada
militerketika sedang berperang, akan tetapi dengan berkembangnya jaman,
makaistilah strategi ini sudah masuk ke dalam setiap aspek kehidupan, baik
ituekonomi, pendidikan maupun olahraga.Strategi adalah turunan dari bahasa
15
Yunani yaitu Strat gos yang artinya adalahkomandan perang dalam jaman
tersebut, adapun pada pengertiannya saat inistrategi adalah rencana jangka
panjang dengan diikuti tindakan tindakan yangditujukan untuk mencapai tujuan
tertentu yang umumnya adalah kemenangan .Saat ini ada sebuah
pencampuradukkan kata antara strategi dengan taktik. Dalam hal pengertian,
taktik bukanlah sebuah strategi, namun taktik ada didalam strategi. Taktik ini
memiliki ruang lingkup yang lebih kecil dengan waktu yang lebih
singkat(https://www.academia.edu/11382304/strategi_organisasi diunduh 20
April 2019).
Menurut David dan Wheelen (2003:35) Strategi adalah seni dan ilmu
penyusunan, penerapan, dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas
fungsional yang dapat memungkinkan suatu perusahaan mencapai sasaranya.
Strategis mengkobinasikan aktifitas-aktifitas dari berbagai bagian fungsional
suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Pada dasarnya strategi
merupakan garis besar respon sebuah organisasi terhadap tantangan tantangan
mendasar yang dihadapi. Oleh karena itu, strategi harus dirumuskan selaras
dengan isu strategis yang telah diidentifikasi. Menurut Chandler
(Rangkuti,2006:3), Strategi adalah rencana dasar yang luas dari suatu tindakan
organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Strategi merupakan alat untuk mencapai
tujuan perusahaan dalam kaitanya dengan tujuan jangka panjang, program tindak
lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya.
2. PROGRAM PEMERINTAH DALAM BIDANG KEBENCANAAN
16
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea keempat
menegaskan bahwa "Negara Kesatuan Republik Indonesia melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa". Pernyataan ini
menunjukkan komitmen awal para pendiri Bangsa Indonesia dalam melindungi,
mensejahterakan dan mencerdaskan segenap bangsa Indonesia. Komitmen awal
ini sangat terkait erat dengan upaya penanggulangan bencana agar menjadi
bangsa yang sadar dan tangguh dalam mengelola risiko bencana yang selaras
dengan visi Presiden RI periode 2015-2019 yang diilhami dari Trisakti1 dan
misi yang tertuang dalam 9 (sembilan) agenda prioritas (Nawa Cita).
Menurut Ma’arif (2012:9) ketangguhan bangsa merupakan suatu
kesadaran yang sudah terinternaslisasi dalam sebuah komunitas sehingga
menghasilkan kesiap siagaan dan kapasitas yang tinggi menghadapi bencana.
Ketahanan dalam menghadapi bencana adalah suatu kapasitas sistem,
komunitas,atau masyarakat dalam menghadapi ancaman. Sementara itu suatu
kapasitas di tentukan oleh kemampuan suatu sistem sosial dalam mengorganisasi
dirinya melalui pembelajaran dari bencan dimasa lalu untuk meningkatkan
kemampuan dalam mengurangi resiko bencana. Visi tersebut dapat dilaksanakan
dengan memantapkan 4 misi utama, yaitu memantapkan daya antisipasi , daya
proteksi, daya adaptasi, dan daya lenting. Selanjutnya, untuk mencapai visi dan
misi tersebut dibutuhkan 4 jenis starategi, yaitu menjauhkan masyarakat dari
bencana, menjauhkan bencana dari masyarakat, hidup harmoni dengan resiki
bencana, dan menumbuhkan kearifan lokal dalam penangulangan bencana.
17
Dalam menghadapi meningkatnya risiko bencana 5 (lima) tahun
mendatang maka Pemerintah memerlukan rencana makro yang sifatnya terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh yang menggambarkan kondisi ideal dalam
penanggulangan bencana. Proses penyusunan perencanaan ini dilakukan dengan
pendekatan teknokratik, topdownbottom up, partisipatif, dan politis. Diawali
dari identifikasi risiko bencana dari berbagai ancaman bencana sebagai dasar
menetapkan lokus prioritas nasional, disusun arah kebijakan dan strategi sesuai
dengan Nawa Cita, identifikasi fokus prioritas dan sasaran serta pelaku dari
berbagai pemangku kepentingan. Sebagai rencana yang harus
diimplementasikan dan agar tepat sasaran, juga disusun sistem monitoring dan
evaluasi. Dokumen makro ini diwujudkan dalam Rencana Nasional
Penanggulangan Bencana (RENAS PB) 2015-2019
RENAS PB 2015-1019 bertujuan untuk memberikan acuan kepada K/L
dan Non K/L, serta seluruh pemangku kepentingan penanggulangan bencana di
Indonesia agar dapat melaksanakan penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Perka BNPB No. 1/2012). Berdasarkan
peraturan ini, pengertian Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Destana) adalah
sebuah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan untuk mengenali
ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat
untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi
mengurangi risiko bencana. Kemampuan ini diwujudkan dalam perencanaan
18
pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan,
pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan
pascabencana. Dalam destana, masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji,
menganalisis, menangani, memantau, mengevaluasi dan mengurangi risiko-
risiko bencana yang ada di wilayah mereka, terutama dengan memanfaatkan
sumber daya lokal demi menjamin keberkelanjutan. Destana ini merupakan
upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas untuk melindungi
masyarakat dari ancaman bencana. Berdasarkan Perka BNPB No. 1/2012,
tujuan khusus pengembangan destana ini adalah:
1. Melindungi masyarakat di kawasan rawan bahaya dari dampak-dampak
merugikan bencana.
2. Meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam
pengelolaan sumber daya untuk mengurangi risiko bencana.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi PRB.
4. Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan sumber
daya dan teknis bagi PRB.
5. Meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam PRB,
pihak pemerintah daerah, lembaga usaha, perguruan tinggi, lembaga
swadaya masyakarat (LSM), organisasi masyarakat, dan kelompok-
kelompok lainnya yang peduli.
(https://www.bnpb.go.id/peran-fasilitator-desa-kelurahan-tangguh-bencana
diunduh pada 20 April 2019)
19
Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tersirat bahwa upaya
penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama semua unsur, yakni
pemerintah, lembaga non-pemerintah, dunia usaha, dan partisipasi aktif
masyarakat. Sejak tahun 2012, Kedeputian Bidang Pencegahan dan
Kesiapsiagaan BNPB telah menyelenggarakan penguatan kelembagaan yang
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas, kemampuan, dan pengetahuan
pemerintah daerah hingga masyarakat pada suatu program yaitu Desa Tangguh
Bencana.
Desa Tangguh Bencana (Destana) adalah desa yang memiliki
kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta
memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan (Perka
BNPB No.1 Tahun 2012). Kemampuan mandiri berarti serangkaian upaya yang
dilakukan sendiri dengan memberdayakan dan memobilisasi sumber daya yang
dimiliki masyarakat desa untuk mengenali ancaman dan risiko bencana yang
dihadapi, meliputi juga evaluasi dan monitoring kapasitas yang dimilikinya.
Pada Perka BNPB Nomor 1 Tahun 2012, setidaknya ada 20 indikator untuk
menggambarkan ketangguhan suatu desa karena pendekatan satu sektor saja
terbukti belum bisa membangun ketangguhan secara memadai. Untuk itu, masih
dibutuhkan banyak usaha baik oleh masyarakat sendiri maupun dari berbagai
pihak untuk meningkatkan kapasitas masyarakat.(https://www.bnpb.go.id/524-
desa-tangguh-bencana. Diunduh pada 20 April 2019)
3. MITIGASI BENCANA
20
Adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Kegiatan mitigasi dalam mengurangi resiko
bencana adalah sebagai berikut:
1. pengenalan dan pemantauan risiko bencana.
2. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana.
3. pengembangan budayasadar bencana.
4. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan
bencana.
5. identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman
bencana.
6. pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam.
7. pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi.
8. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan
hidup.
9. kegiatan mitigasi bencana lainnya.
(http://bpbd.karanganyarkab.go.id/?p=603. Diunduh pada 24 April 2019)
21
Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana, pengertian mitigasi adalah suatu rangkaian upaya yang dilakukan
untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana, baik melalui pembangunan
infrastruktur maupun memberikan kesadaran dan kemampuan dalam
menghadapi bencana.
Pada dasarnya mitigasi dilaksanakan untuk menghadapi berbagai jenis
bencana, baik itu bencana alam (natural disaster) maupun bencana akibat ulah
manusia (man-made disaster). Tujuan utama mitigasi adalah untuk mengurangi
atau bahkan meniadakan risiko dan dampak bencana.
(https://www.maxmanroe.com/vid/umum/arti-mitigasi-adalah.html.Diunduh pada 24
April 2019)
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu
aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau
usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi,
baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana,
langkah awal yang kita harus lakukan ialah melakukan kajian resiko bencana
terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah kita
harus mengetahui Bahaya (hazard), Kerentanan (vulnerability) dan kapasitas
(capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan
22
wilayahnya. (http://p2mb.geografi.upi.edu/Mitigasi_Bencana.html Diunduh pada
24 April 2019)
E. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif ini adalah gambaran suatu kelompok masyarakat, suatu objek, suatu
kondisi, suatu pemikiran ataupun peristiwa dari masa sekarang. Penelitian
deskriptif pada hakikatnya merupakan metode untuk menemukan secara khusus dan
realistis apa yang telah terjadi pada suatu saat di tengah masyarakat. Dengan
mengadakan penelitian mengenai bebrapa masalah aktual yang kini tengah
berkecamuk dan mengekspresikan diri dalam bentuk gejala atau proses sosial.
(Lexy J. Moleong, 1989:44)
2. Ruang Lingkup Penelitian
a. Objek penelitian adalah topik permasalahan yang dikaji dalam penelitian. Dalam
penelitian ini, yang menjadi obyek penelitian ini adalah Strategi Desa Tangguh
Bencana dalam Mitigasi di Desa Harjobinangun ,Pakem, Sleman, D.I Yogyakarta.
b. Definisi konseptual
1) Strategi Destana
Strategi Destana adalah cara atau pendekatan yang menyeluruh agar desa
memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman
23
bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang
merugikan
2) Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
c. Definisi operasional
Strategi Destana dalam Mitigasi adalah cara dan upaya yang dilakukan Destana
dalam peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana yang ada di Desa
Harjobinangun Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman. Adapun indikatornya sebagai
berikut:
1. pengenalan dan pemantauan risiko bencana.
2. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana.
3. pengembangan budayasadar bencana.
4. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.
5. identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana.
24
6. pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam.
7. pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi.
8. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.
9. kegiatan mitigasi bencana lainnya.
3. Lokasi penelitian
Peneliti memilih lokasi di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem
Kabupaten Sleman, karena di Desa Harjobinangun termasuk KRB (Kawasan
Rawan Bencana) di lereng Merapi, yang mana lokasi yang peneliti teliti adalah
salah satu lokasi Destana yang cukup aktif. Jadi lebih memudahkan peneliti untuk
mencari informasi. Maka dari itu peneliti memilih lokasi tersebut dengan harapan
bisa bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat setempat.
4. Subyek penelitian
Subyek penelitian kualitatif adalah pihak-pihak yang memberikan suatu
informasi yang diperlukan dalam penelitian, baik berupa data, kata-kata, tindakan
yang diperoleh dari informan dan memiliki pandangan tertentu tentang
permasalahan tersebut.
Menurut Sugiyono (2009:215) penelitian kualitatif tidak menggunakan
istilah populasi, seperti yang dijelaskan bahwa: dalam penelitian kualitatif tidak
menggunakan istilah populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus
tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajian tidak akan
25
diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial
yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajarinya.
Dalam penelitian ini peneliti memerlukan subjek untuk bisa melengkapi
data dalam penelitian. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah :
a. Pengurus Destana 6 orang
b. Perangkat Desa 2 orang
c. Masyarakat Umum 6 orang
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti, meliputi:
a. Observasi
Observasi sering diartikan dengan pengamatan, pengamatan adalah alat
pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara
sistematik gejala-gejala yang diselidiki.
Metode observasi dilakukan dalam suasana alamiah yang wajar. Pada tahap
awal, peneliti lebih bersifat tersamar. Ketersamaan dalam pengamatan ini dikurangi
sedikit demi sedikit seirama dengan semakin akrabnya hubungan antara peneliti dan
informan. Ketika suasana akrab dan terbuka sudah tercipta, peneliti bisa
menginformasikan hasil pengamatan melalui wawancara dengan informan.
b. Wawancara
Dalam pelaksanaan penelitian, wawancara bukan berupa alat yang terpisah
atau khusus, melainkan merupakan suplemen bagi metode dan teknik lainnya.
26
Wawancara adalah percakapan dengan cara bertatap muka yang tujuannya
memperoleh innformasi faktual, untuk menaksir dan menilai kepribadian individu,
atau untuk tujuan-tujuan konseling, penyuluhan, terapeutis. Dari pengertian
wawancara di atas, wawancara merupakan cara yang digunakan seseorang untuk
tujuan satu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara
lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan
orang itu untuk meminta suatu keterangan.
c. Dokumentasi
Dalam sebuah penelitian dokumen adalah salah satu metode yang sudah
lama digunakan sebagai salah satu sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji,
menafsirkan, bahkan untuk meramalkan data. Metode dokumentasi ini dipilih,
sebab tanpa metode dokumentasi maka analisis penelitian tidak akan berjalan
meskipun dokumentasi bukanlah hal yang pokok dalam berjalannya penelitian.
Akan tetapi dokumentasi merupakan penunjang yang penting dalam berjalnnya
penelitian.
6. Teknik analisis data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
model interaktif yang memiliki tiga komponen, yaitu pemilihan data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan. (Yulius Slamet, 2006:140-143). Untuk lebih jelasnya
masing-masing tahap (termasuk proses pengumpulan data) dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Pengumpulan data
27
Data yang muncul berwujud kata-kata yang dikumpulkan dalam aneka cara
yaitu observasi, wawancara serta data dokumentasi, kemudian data yang diperoleh
melalui pencatatan di lapangan dianalisa melalui tiga jalur kegiatan yaitu pemilihan
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
b. Pemilihan data
Diartikan sebagai proses pemilihan, perumusan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksakan dan transformasi data kasar yang muncul
catatan-catatan tertulis di lapangan.
Pemilihan data dimulai sejak peneliti mengambil keputusan dan menyatakan
bahwa tentang kerangka kerja konseptual, tentang pemilihan kasus, pertanyaan
yang diajukan dan tentang cara pengumpulan data yang dipakai pada saat
pengumpulan data berlangsung.
c. Penyajian data
Penyajian data meliputi berbagai jenis gambar atau skema, jaringan kerja,
keberkaitan kegiatan dan tabel yang dapat membantu satu rakitan informasi yang
memungkinkan kesimpulan dapat dilakukan. Hal ini merupakan kegiatan yang
dirancang untuk merakit secara teratur agar mudah dilihat dan dimengerti sebagai
informasi yang lengkap dan ssaling mendukung.
d. Penarikan kesimpulan
Merupakan proses konklusi yang terjadi selama pengumpulan data dari awal
sampai proses pengumpulan data berakhir.
28
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah
1. Keadaan Wilayah
Letak dan keadaan lingkungan alam suatu wilayah merupakan salah satu
faktor utama penentu baik kondisi sosial, ekonomi, budaya, kesehatan, maupun
kelembagaan bagi masyarakat. Bermacam-macam karakter dan kebudayaan
menunjukan kearifan lokal manusia sebagai individu maupun sebagai kesatuan
masyarakat terhadap lingkungan sekitar.Secara geografis Desa Harjobinangun
berada di ketinggian 625 M diatas permukaan laut, banyaknya curah hujan Desa
Harjobinangun adalah 2.680 mm/tahun dengan suhu rata-rata harian 27°C.
a. Letak dan Batas Wilayah
Secara geografis wilayah Desa Harjobinangun terletak sebelah utara
Kabupaten Sleman yang berbatasan langsung dengan Desa paling ujung utara di
Kabupaten Sleman dan Gunung Merapi . Adapun keterangan lebih lengkap batas
Desa Harjobinangun sebagai berikut:
1) Sebelah Utara : Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem,
. Kabupaten Sleman
2) Sebelah Selatan : Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik,
Kabupaten Sleman.
3) Sebelah Barat : Desa Candibinangun, Kecamatan Pakem,
Kabupaten Sleman.
4) Sebelah Timur : Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem dan Desa
Umbulmartani Kecamatan Ngaglik, Kabupaten
Sleman
29
Gambar II.1
Peta Administrasi Desa Harjobinangun
Sumber : Peta Desa Harjobinangun Tahun 2011
30
Gambar II.2
Peta Kecamatan Pakem
Sumber : Peta Kecamatan Pakem Tahun 2019
31
Gambar II.3
Peta Kabupaten Sleman
Sumber : Peta Kabupaten sleman Tahun 2019
32
b. Orbitasi
1. Jarak Ke Pusat Pemerintahan
1) Ke Kecamatan Pakem : 1 Km (5 menit)
2) Ke Kabupaten Sleman : 8 Km (20 menit)
3) Ke Provinsi DIY : 17 Km (45 menit)
2. Topografi
a. Luas dataran Tinggi di Desa Harjobinangun, yaitu :
1) Luas :552 Ha
b. Ketinggian di atas permukaan laut : 625 m
1) Suhu rata rata : 27°C
2) Curah hujan : 2.680 mm/th
c. Luas Wilayah
Luas wilayah Desa Harjobinangun yaitu 552 Ha. Secara administratif
Desa Harjobinangun terbagi dalam 11 Padukuhan yang terbagi. Adapun
Padukuhan-padukuhan tersebut yaitu:
1) Padukuhan Jurang Jero
2) Padukuhan Trojayan
3) Padukuhan Blembem Lor
4) Padukuhan Ngelo
5) Padukuhan Blembeb Kidul
6) Padukuhan Cepit
7) Padukuhan Pojok
8) Padukuhan Kaliwanglu Kulon
9) Padukuhan Kaliwanglu Wetan
10) Padukuhan Turgo Gede
11) Padukuhan Penen
33
Adapun tanah tersebut difungsikan untuk berbagai kepentingan
masyarakat maupun kepentingan umum lainnya. Pembagian penggunaan tanah
tersebut dapat dilihat dalam grafik sebagai berikut :
Grafik II.1
Luas Tanah dan Penggunaan Tanah
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun 2017
Berdaasarkan data dapat diketahui bahwa bidang tanah yang terdapat
di wilayah Desa Harjobinangun dengan batas-batas yang jelas difungsikan untuk
berbagai kepentingan yang sebagian besar adalah untuk persawahan yang
tersebar di 11 padukuhan dan fasilitas umum
34
2. Keadaan Demografi
a. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Desa Harjobinangun akhir tahun 2017 : 6.593 jiwa
dengan jumlah kepala keluarga (KK) 2.007 yang terbagi menurut jenis kelamin
sebagai berikut :
Grafik II.2
Jumlah Penduduk Desa Harjobinangun Menurut Jenis Kelamin
Sumber : Data profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Dari Grafik dapat diketahui bahwa presentase penduduk dengan jenis
kelamin perempuan lebih banyak dibanding penduduk laki-laki.
b. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Penduduk
Kemajuan disuatu wilayah salah satunya dapat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan penduduk setempat. Semakin banyak penduduk yang mempunyai
pendidikan yang cukup maka kesadaran akan suatu bencana akan semakin
Laki-Laki Perempuan Jumlah
jumlah 3189 3404 6593
presentase 48% 52% 100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
Jumlah Penduduk Desa Harjobinangun Menurut Jenis Kelamin
jumlah presentase
35
tinggi. Tingkat pendidikan di Desa Harjobinangun dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Grafik II.3
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Grafik II.3 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk berpendidikan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)/sederajat, namun demikan pendidikan
tidak menjadi penghalang akan kesadaran terhadap resiko bencana
c. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian penduduk sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi masyarakat. Semakin banyak masyarakat mempunyai mata
pencaharian akan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Berikut
ini adalah tabel jumlah mata pencaharian penduduk Desa Harjobinangun.
BelumSekolah
Belumtamat
SekolahDasar
TamatSD
TamatSLTP
TamatSLTA
TamatAkade
mi
TamatPerguru
anTinggi
Jumlah
Jumlah (Jiwa) 350 510 802 671 2116 288 574 5311
Presentase 7% 10% 15% 13% 40% 5% 11% 100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Jumlah (Jiwa) Presentase
36
Grafik II.4
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Dari Grafik II.4 menunjukkan sebagian besar penduduk (56%)
mempunyai mata pencaharian peternak. Karena memang Desa Harjobinangun
didukung dengan keadaan alam cocok dengan berternak.
d. Agama Dan Kepercayaan
Warga masyarakat Harjobinangun memiliki beraneka ragam agama dan
kepercayaan, Namun masyarakat dapat hidup berdampingan dengan damai
tanpa membedakan kepercayaan masing-masing.
Petani
Pengrajin
Buruh
Industri
Buruh
bangunan
Dokter
Dosen
Perangka
tDesa
Wiraswas
taPNS TNI
Pensiuna
n
Peternak
Jumlah
Jumlah (Jiwa) 745 1 252 4 12 25 445 209 29 197 2398 4317
Presentase 17% 0% 0% 6% 0% 0% 1% 10% 5% 1% 5% 56% 100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0500
100015002000250030003500400045005000
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Jumlah (Jiwa) Presentase
37
Berikut ini tabel penganut agama dan kepercayaaan di Desa
Harjobinangun.
Grafik II.5
Jumlah Penduduk Menurut Agama dan Kepercayaan
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Dari data Grafik II.5 menunjukkan bahwa komposisi agama yang ada di
Desa Harjobinangun cukup beragam dan saling hidup berdampingan, rukun
dan menjujung tinggi toleransi dalam beragama. Dengan rasa toleransi yang
tinggi akan tercipta suasana kondusif tanpa ada perbedaan.
3. Kondisi Desa dan Kelembagaan
a. Visi dan Misi Desa Harjobinangun
a) Visi Desa Harjobinangun
IslamKristenKatholik
KristenProtestan
HindhuKonghuch
uJumlah
Jumlah(Jiwa) 5394 753 59 1 18 6225
Presentase 87% 12% 1% 0% 0% 100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
Jumlah Penduduk Menurut Agama & Kepercayaan
Jumlah(Jiwa) Presentase
38
Harjobinangun membangun Masyarakat Agamis Berwawasan
Mandiri dan Tangguh berbasis pada usaha Pertanian, Perikanan dan Peternakan
menjadi desa yang Maju dan Sejahtera.
b) Misi Desa Harjobinangun
1. Mendorong serta mendukung berbagai kegiatan keagamaan yang ada di
masyarakat.
2. Membangun dan mendorong terciptanya pendidikan yang murah, berkualitas dan
mudah diakses oleh semua warga.
3. Menggali sumber-sumber pandapatan potensial desa yang ditujukan untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
4. Membangun industri kecil dan menengah serta kerajinan rakyat yang bertumpu
pada potensi ekonomi daerah.
5. Membangun serta mendorong kemitraan dalam upaya pengembangan terutama
dalam bidang pertanian, perikanan dan peternakan.
6. Menjamin terciptanya pembangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan
aspek kebencanaan.
7. Meningkatkan dan mendorong sikap masyarakat yang bertanggung jawab, ramah
dan mandiri.
8. Menumbuhkan semangat gotong royong masyarakat dalam membangun desa.
9. Mendorong keikutsertaan masyarakat dalam berbagai program desa baik dari
aspek perencanaan maupun pelaksanaan.
a. Lembaga pemerintahan
1) Struktur Pemerintah Desa
Gambar II.4
Struktur Organiasasi Perangkat Desa Harjobinangun
Dukuh
1. Udi Karmojo 2. Jabatan Kosong 3. Jatmiko Ari Wibowo, ST 4. Agus Sulistyantoro 5. B. Rinawan
6. Suwarno, Ba 7. Joni Praptomo, Amd 8. Banteng Yuniarto 9. Dulpadi 10. Daryanto
11. Suryanto
KEPALA DESA
Fajar Akbar Kurniawan, SE., MSi
Sekertaris Desa
Jabatan Kosong
Urusan Tata
Usaha dan umum
Jabatan Kosong
Urusan Keuangan
Wahyu Agung
Nugraha
Urusan Perencanaan
Hardjiwanto
Tribowo,SE
Seksi
Pemerintahan
Jabatan Kosong
Seksi Kesejahtraan
Bunakir
Seksi Pelayanan
Asmaji
40
Dari data struktur perangkat Desa Harjobinangun terdapat kekosongan jabatan
dikarenakan untuk Sekertraris Desa meninggal dunia. Untuk Urusan Tata Usaha dan
Umum, Seksi Pemerintahan dan Dukuh Dusun II Trojayan sementara masih kosong
dikarenakan purna tugas atau pensiun.Untuk pengisian jabatanya akan dilakukan 2019
menurut informasi yang diberikan pihak Desa harjobimamgun
2) Struktur BPD
Gambar II.5
Struktur Badan Pemusyawaratan Desa Harjobinangun
Anggota
Saju Priyanto Sukardi Wagimin Arif Rohmayuloh Sugeng
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
KETUA BPD
Bambang Widodo
SEKRETARIS BPD
Eko Susilo Nugroho
WAKIL KETUA BPD
Aris Susilo Pambudi
41
c. Lembaga Pendidikan
Pendididikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan, setiap manusia
indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan selalu berkembang. Sehingga
lembaga pendidikan sangat berpengaruh pada tingkat pengetahuan masyarakat
terhadap kemajuan suatu desa. Berikut merupakan grafik jumlah lembaga
pendidikan yang berada di wilayah desa Harjobinangun.
Grafik II.6
Jumlah Lembaga Pendidikan
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Dari data Grafik II.6 menunjukkan bahwa lembaga pendidikan di Desa
Harjobinangun lengkap mulai dari kelompok bermain sampai tingkat menengah
Atas. Sehingga diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan sarana yang telah
disediakan.
Jumlah Lembaga0
500
1000
1500
3 1 4 0 1 0 1 0 1 11 62 42
458
0
370
0
286
0 208
1426
Jumlah Lembaga Pendidikan & Jumlah Siswa
Jumlah Lembaga Jumlah (Siswa)
42
d. Lembaga Keamanan
Dalam suatu wilayah lembaga keamanan sangat penting untuk menjaga
kondisi desa tetap aman dan kondusif. Keamanaan dapat tercipta jika ada kerja
sama semua pihak termasuk masyarakatnya. Fasilitas juga harus dilengkapi
dengan personil keamnaaan yang memadai dan disiplin. Berikut ini data
lembaga keamanaan yang ada di Desa Harjobinangun.
Grafik II.7
Kelengkapan Lembaga Keamanan
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Dari data grafik II.7 menunjukkan bahwa tingkat keamanaaan di Desa
Harjobinangun terjamin Keamaanannya karena setiap Padukuhan terdapat
anggota Linmas dan Pos Kamling/Pos Jaga. Keberadaan lembaga keamanaan
lengkap dengan personilnya sangat bermanfaat bagi Desa Tangguh Bencana
untuk menciptakan situasi yang kondusif serta memberikan rasa aman dan
nyaman bagi masyarakat.
Hansip/Linmas
POSkamling
BabinsaBabinkamt
ibnasJumlah
Jumlah Lembaga 36 29 1 1 67
Presentase 54% 43% 1% 1% 100%
0%20%40%60%80%100%120%
01020304050607080
lembaga keamanan
Jumlah Lembaga Presentase
43
4. Keadaan Sarana Dan Prasaran
Sarana dan prasarana sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan
kondisinya agar dapat memperlancar aktivitas diberbagai sektor kegiatan.
Adapun sarana dan prasarana di Desa Harjobinangun dapat diketahui sebagai
tabel berikut ini.
Tabel II.1
Sarana Transportasi
No Jenis Alat Transportasi Jumlah
1 Sepeda 1479
2 Dokar/ Delman 82
3 Sepeda motor 2450
4 Truk 6
5 Mobil Pribadi 149
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Sarana transportasi di Desa Harjobinangun cukup banyak untuk membantu
masyarakat dalam beraktifitas sehari hari maupun dalam kondisi darurat bencana.
Tabel II.2
Sarana Komunikasi
No Jenis Sarana Komunikasi Jumlah
1 TV Penduduk 1764
2 Radio Penduduk 720
3 Penduduk yang menggunakan Fasilitas
Listrik 2007
4 Listrik PLN 1654
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Dalam data tersebut sarana komunikasi belum begitu terdata seperinci mungkin,
hanya sarana yang digunakan sehari hari bukan sarana kusus seperti Handpone dan
internet belum tercatat
44
Tabel II.3
Sarana Air Bersih
No Jenis Sarana Air Bersih Jumlah
1 Sumur 1820
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Sarana air bersih di Desa Harjobinangun cukup banyak untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, sekiranya sudah mencukupi kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Tabel II.4
Sarana Ibadah
No Jenis Sarana Ibadah Jumlah
1 Masjid 14
2 Surau 13
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Sarana ibadah di Desa Harjobnangun cukup banyak untuk yang beragama islam
namun untuk agama yang lain masih belum memiliki tempat beribadah.
Tabel II.5
Sarana Olahraga
No Jenis Sarana Olahraga Jumlah
1 Lapangan Sepak Bola 1
2 Lapangan Bulu Tangkis 3
3 Lapangan tenis dan Voli 7
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Berolahraga di Desa Harjobinangun sudah mencukupi untuk berolahraga, Olah
raga di Desa Harjobinangun yang paling populer adalah voli.
45
Tabel II.6
Sarana dan Prasarana Kesehatan
No Jenis Sarana dan Prasarana Kesehatan Jumlah
1 Puskesmas pembantu 1
2 Apotik 1
4 Rumah Praktik Dokter 2
5 Tempat Pembuangan Sampah Sementara 1
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Sarana dan prasarana kesehatan di Desa Harjobinangun sudah cukup dan
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal kesehatan.
B. Deskripsi Desa Tangguh Bencana Harjobinangun
1. Desa Tangguh Bencana Harjobinangun
Desa Tangguh Bencana (Destana) adalah desa yang memiliki kemampuan
mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri
dengan segera dari dampak bencana yang merugikan (Perka BNPB No.1 Tahun 2012).
Kemampuan mandiri berarti serangkaian upaya yang dilakukan sendiri dengan
memberdayakan dan memobilisasi sumber daya yang dimiliki masyarakat desa untuk
mengenali ancaman dan risiko bencana yang dihadapi, meliputi juga evaluasi dan
monitoring kapasitas yang dimilikinya.
Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem merupakan satu dari 301 desa di DIY
yang rawan bencana. Desa Harjobinangun merupakan Desa Tangguh Bencana yang ke-
23 dari 29 Desa Tangguh Bencana yang ditargetkan pada tahun 2017. Desa
Harjobinangun, Pakem resmi dikukuhkan oleh Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun di
lapangan Desa Harjobinangun.
46
2. Tugas dan Fungsi Desa Tangguh Bencana Harjobinangun
a. Meningkatkan kapasitas seluruh warga dalam penanggulangan bencana di
Desa Harjobinangun.
b. Sebagai pelaksana kegiatan penanggulangan bencana di Desa Harjobinangun.
c. Bekerjasama dengan pihak/lembaga lain terkait penanggulangan bencana
misal BPBD, PUSKESMAS, PMI, Forum PRB Kecamatan.
d. Melaporkan perkembangan pekerjaan dan akhir pekerjaan kepada Kepala
Desa.
3. Struktur Desa Tangguh Bencana
Gambar II.6
Struktur Desa Tangguh Bencana Harjobinangun
Ketua pelaksana
harian
Penanggung
jawab dan
penasehat
Wakil ketua Bendahara Sekretaris
Bidang informasi
komunikasi dan
peringatan
Bidang barak dan
pengungsian
Bidang logistik Bidang kaji cepat
dan evakuasi
Bidang Pertolongan
pertama
Bidang keamanan
47
Sumber : Data Profil Desa Harjobinangun tahun 2017
Penanggung jawab dan penasehat : Fajar Akbar K ,SE.,MSi.
Ketua pelaksana harian: Kepala seksi pemerintahan
Wakil ketua: Asmaji
Sekretaris: Drs. Eko Djanjuri, BSc.
Caecilia Sinta Citra Dewi
Bendahara: Anifah Sihmawati, SE
Joni Praptomo, AMd
Bidang informasi komunikasi dan peringatan dini : Dadang Heri Prasongko
Suwandi
Bidang Pertolongan pertama : Refiana Agus Nanta
Wahyu Wenang Nugraha
Wardiyono
Rustini
Agustina Sulistiani
Bidang kaji cepat dan evakuasi: Eko Susilo Nugroho
Hadika Rakhmawan H
Agus Winarto
Andri Wninarto
Bidang barak dan pengungsian: Jupriyato
Muhamad Effendi
Suwandi
48
Apriliyanto
Bidang keamanan: Ngatijo
Bambang Setiyana
Limas Desa Harjobinangun
Bidang logistik: Sukandar
Hermanto
Nursyamsi Tri Wahyudi
Rizki Andriyanto
67
DAFTAR PUSTAKA
Estuning Tyas Wulan Mei. 2008. Sister Village Strategi Alternatif Mitigasi Bencana
Gunung Api. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Freedy, Rangkuti. 2006. Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan
Pelanggan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Hunger, J. David dan Wheelen, Thomas L. 2003. Manajemen Strategis. Yogyakarta:
Andi Publisher.
Moleong, Lexy J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Slamet, Yulius. 2002. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: UNS Press.
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Syamsul Ma’arif, Dyah Rahmawati Hizbaron. 2015. Strategi Masyarakat Tangguh
Bencana Dalam Prespektif Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Refrensi lain:
BAPPNAS. (n.d.). Buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana (Renas
PB)2015-2019
BNPB., 2010, Rencana Strategis BNPB 2010-2014,Jakarta, BNPB
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
https://www.academia.edu/11382304/strategi_organisasi diunduh pada 20 April 2018.
https://www.bnpb.go.id/peran-fasilitator-desa-kelurahan-tangguh-bencana diunduh pada
20 April 2019.
https://www.bnpb.go.id/524-desa-tangguh-bencana. Diunduh pada 20 April 2019.
http://bpbd.karanganyarkab.go.id/?p=603. Diunduh pada 24 April 2019
68
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/arti-mitigasi-adalah.html. Diunduh pada 24
April 2019
http://p2mb.geografi.upi.edu/Mitigasi_Bencana.html Diunduh pada 24 April 2019