7
1 PAGUYUBAN PEMINAT SENI TRADISI (PPST) JAWA TIMUR (Sebuah harapan dan keluh kesahnya) Oleh : Sabar, M.Sn Pendahuluan: Paguyuban Peminat Seni Tradisi Jawa Timur dikenal dengan sebutan PPST, merupakan sebuah wadah tempat penggodogan calon-calon penerus budaya bangsa khususnya bidang seni yang diprakarsai oleh UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Sekolah, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur. Wadah ini dimunculkan melalui sekolah- sekolah yang ada di kab/kota di propinsi Jawa Timur, baik itu kelompok PPST Sekolah Dasar, PPST SMP ataupun SMA yang didirikan sejak tahun 2002. Dilihat dari proses dan kinerja selama ini tampak jelas bahwa wadah ini merupakan salah satu wadah bagi siswa/anak didik untuk mengembangkan minat, bakat dan kreatifitas seni. Hal ini sesuai dengan maksud dan tujuan yang tertuang dalam Panduan Apresiasi Seni Pelajar tahun 2012, (UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Sekolah) yaitu: 1. Membina dan memberdayakan peminat seni tradisi di sekolah. 2. Menggali minat dan bakat pelajar di bidang seni tradisi. 3. Meningkatkan kreatifitas dan memberikan wadah untuk berolah seni tradisi bagi pelajar melalui kegiatan seni. 4. Memberikan motifasi untuk melestarikan dan mengembangkan serta meningkatkan mutu seni tradisi bagi pelajar. Jika memperhatikan pola-pola yang ada, PPST di berbagai daerah kab/kota provinsi Jawa Timur ini tampaknya tidak jauh berbeda dengan sanggar-sanggar seni. Perbedaan yang ada dimungkinkan adalah pada format AD-ART nya. Pada PPST lebih terfokus sebagai wadah bagi anak didik yang masih dibawah naungan/pengawasan sekolah. Terlepas sama ataupun tidak wadah PPST atau sanggar yang lain dimaksud sangat diperlukan dalam menopang keberlanjutan seni tradisi. PPST yang dikelola oleh sekolah ataupun atas pantauan dinas terkait sudah semestinya menjadi tumpuhan bagi anak didik untuk berolah seni tradisi. Masing-masing sekolah selayaknya mempunyai wadah untuk berolah seni, baik berupa pembelajaran ekstra ataupun intra, dalam wadah sanggar atau sejenisnya. Menurut saya PPST ini cukup membanggakan. Antusias peserta dan keanggotaan yang luar biasa membuat saya kagum akan keberadaan wadah ini, terutama sekali saat berlangsungnya apresiasi pelajar seni. Adanya lomba yel-yel, adanya kuis ditengah-tengah acara pergelaran yang semuanya melibatkan anak didik. Namun sedikit terbersit ganjalan di benak saya ketika sebuah ulasan PPST yang diluncurkan pada: “Profil Paguyuban Peminat Seni Tradisi Jawa Timur” yang diterbitkan pada acara Apresiasi Seni Pelajar tahun 2012 di Malang ( hal. 5), sebagai berikut: “Pada tahun 2012 ini, program ini lahir dengan nama Paguyuban Peminat Seni Trasdisi (PPST). Kemudian berubah menjadi Pendidikan Peminat Seni Tradisi dan akhirnya berubah lagi menjadi Pendidikan dan Pengembangan Seni Tradisi. Akronimnya tetap sama, PPST. Dan sekarang setelah 10 (sepuluh) tahun berjalan, program ini telah banyak menorehkan hasil yang membanggakan”. Perhatikan pula profil PPST 2012 halaman 9: “…maka dengan adanya perubahan nama menjadi Pendidikan dan Pengembangan Seni Tradisi, maka PPST bukan sekedar membuat jejaring kelompok-kelompok seni

Paguyuban Peminat Seni Tradisi Jawa Timur, Sebuah Harapan Dan Keluh Kesahnya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sabar, M.Sn 2012ISSN : 1693 - 3281Judul : Paguyuban Peminat Seni Tradisi Jawa Timur, Sebuah Harapan Dan Keluh KesahnyaMajalah BENDE edisi 109, November 2012Hal : 19 - 47

Citation preview

  • 1

    PAGUYUBAN PEMINAT SENI TRADISI (PPST) JAWA TIMUR

    (Sebuah harapan dan keluh kesahnya) Oleh : Sabar, M.Sn

    Pendahuluan:

    Paguyuban Peminat Seni Tradisi Jawa Timur dikenal dengan sebutan PPST, merupakan sebuah wadah tempat penggodogan calon-calon penerus budaya bangsa khususnya bidang seni yang diprakarsai oleh UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Sekolah, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur. Wadah ini dimunculkan melalui sekolah-sekolah yang ada di kab/kota di propinsi Jawa Timur, baik itu kelompok PPST Sekolah Dasar, PPST SMP ataupun SMA yang didirikan sejak tahun 2002. Dilihat dari proses dan kinerja selama ini tampak jelas bahwa wadah ini merupakan salah satu wadah bagi siswa/anak didik untuk mengembangkan minat, bakat dan kreatifitas seni. Hal ini sesuai dengan maksud dan tujuan yang tertuang dalam Panduan Apresiasi Seni Pelajar tahun 2012, (UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Sekolah) yaitu:

    1. Membina dan memberdayakan peminat seni tradisi di sekolah. 2. Menggali minat dan bakat pelajar di bidang seni tradisi. 3. Meningkatkan kreatifitas dan memberikan wadah untuk berolah seni tradisi bagi

    pelajar melalui kegiatan seni. 4. Memberikan motifasi untuk melestarikan dan mengembangkan serta meningkatkan

    mutu seni tradisi bagi pelajar.

    Jika memperhatikan pola-pola yang ada, PPST di berbagai daerah kab/kota provinsi Jawa Timur ini tampaknya tidak jauh berbeda dengan sanggar-sanggar seni. Perbedaan yang ada dimungkinkan adalah pada format AD-ART nya. Pada PPST lebih terfokus sebagai wadah bagi anak didik yang masih dibawah naungan/pengawasan sekolah. Terlepas sama ataupun tidak wadah PPST atau sanggar yang lain dimaksud sangat diperlukan dalam menopang keberlanjutan seni tradisi. PPST yang dikelola oleh sekolah ataupun atas pantauan dinas terkait sudah semestinya menjadi tumpuhan bagi anak didik untuk berolah seni tradisi. Masing-masing sekolah selayaknya mempunyai wadah untuk berolah seni, baik berupa pembelajaran ekstra ataupun intra, dalam wadah sanggar atau sejenisnya.

    Menurut saya PPST ini cukup membanggakan. Antusias peserta dan keanggotaan yang luar biasa membuat saya kagum akan keberadaan wadah ini, terutama sekali saat berlangsungnya apresiasi pelajar seni. Adanya lomba yel-yel, adanya kuis ditengah-tengah acara pergelaran yang semuanya melibatkan anak didik. Namun sedikit terbersit ganjalan di benak saya ketika sebuah ulasan PPST yang diluncurkan pada: Profil Paguyuban Peminat Seni Tradisi Jawa Timur yang diterbitkan pada acara Apresiasi Seni Pelajar tahun 2012 di Malang ( hal. 5), sebagai berikut:

    Pada tahun 2012 ini, program ini lahir dengan nama Paguyuban Peminat Seni Trasdisi (PPST). Kemudian berubah menjadi Pendidikan Peminat Seni Tradisi dan akhirnya berubah lagi menjadi Pendidikan dan Pengembangan Seni Tradisi. Akronimnya tetap sama, PPST. Dan sekarang setelah 10 (sepuluh) tahun berjalan, program ini telah banyak menorehkan hasil yang membanggakan.

    Perhatikan pula profil PPST 2012 halaman 9:

    maka dengan adanya perubahan nama menjadi Pendidikan dan Pengembangan Seni Tradisi, maka PPST bukan sekedar membuat jejaring kelompok-kelompok seni

  • 2

    pelajar, melainkan bagaimana caranya menjadikan PPST sebagai media pembelajaran dan pengembangan seni tradisi di sekolah. PPST bukan hanya sekedar mencetak pelajar pandai memainkan seni tradisi, tetapi lebih ditekankan pada sistem pendidikan dan pengembangan seni tradisi di sekolah tersebut. Artinya, meski siswa yang bersangkutan sudah lulus dan pindah sekolah, sistem tersebut masih dapat dipertahankan oleh gurunya sehingga berkesinambungan.

    Apa benar kepanjangan PPST itu seperti tertera pada ulasan profil di atas. Atau ada kesalahpahaman, apalagi pada saat itu panitia membuat kuis dengan pertanyaan: Apakah kepanjangan dari PPST?. Jawaban dari peserta kuis dan yang dinyatakan benar oleh panitia adalah Paguyuban Peminat Seni Tradisi. Perhatikan pula pada logo yang tertera dibelakang panggung pertunjukan (Apresiasi Seni 2012). Jika kita sinkronkan dengan ulasan profil di atas, mana yang benar?. Ini diperlukan sebuah kepastian, walaupun akronimnya tetap sama, PPST. Tampaknya sepele, tapi menurut saya, tidak. Kita berhadapan dengan anggota PPST se Jawa Timur, dengan anak didik, generasi penerus bangsa yang perlu adanya sebuah konsistensi. Bukan saya tidak setuju adanya perubahan tapi perlu adanya kepastian atau saya sendiri yang belum paham akan hal itu. Benarkah berubah?! Saya lebih tertarik pada cover profil dimaksud (apresiasi seni 2012) yang berbunyi:

    Profil Paguyuban Peminat Seni Tradisi Jawa Timur dalam rangka Pendidikan dan Pengembangan Seni Tradisi di Sekolah.

    Keanggotaan PPST Rintisan awal, PPST dibentuk dan diprakarsai oleh Dinas Pendidikan propinsi Jawa

    Timur dengan diwujudkannya PPST-PPST di sekolah-sekolah pada wilayah Dinas Pendidikan Kabupatan/Kota se Jawa Timur. Momentum yang tepat guna dalam menghadapi masalah budaya ini kiranya mendapat sambutan yang baik. Terbukti sejak tahun 2002 hingga kini keberadaan PPST semakin semarak, dan pada tahun 2012 menurut Edi Brodjo staf dinas pendidikan prop.Jatim (wawancara, 25 Mei 2012) group/kelompok PPST yang masih aktif dan terdaftar di dinas pendidikan berjumlah 67 PPST, yang terdiri dari PPST SD, SMP, dan SMA. Jumlah tersebut tergolong besar, jika diambil rata-rata dari masing-masing tingkatan sekolah bisa mencapai 20 lebih kelompok PPST.

    Pembentukan group/kelompok PPST di masing-masing Kab/Kota melalui prosedur yang telah ditentukan oleh dinas pendidikan Prop. Jatim. Diawali dari minat dan kemauan individu atau kelompok dari sekolah ataupun dinas terkait untuk dibentuknya kelompok PPST di sekolahnya, yang ditindaklanjuti dengan pengajuan Proposal untuk bisa terdaftar di Dinas Pendidikan Prop. Jatim, melalui UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Sekolah. Calon keanggotaan dievaluasi oleh tim yang dibentuk dinas dengan salah satu kriterianya adalah di wilayah calon peserta telah berlangsung kegiatan seni yang meliputi musik, tari dan teater; termasuk di dalamnya format kepengurusan serta keanggotaannnya. Evaluasi dan pantauan dimaksud mengerucut pada pengesahan keanggotaan serta dikaitkan dengan persiapan pada sebuah pergelaran Apresiasi Seni Pelajar, yaitu ajang sejenis festival berupa apresiasi seni pelajar yang tergabung dalam Paguyuban Peminat Seni Tradisi (PPST), dan yang diselenggarakan setiap 1 (satu) tahun sekali. Apakah masih dimungkinkan bertambahnya jumlah PPST yang ada?

    Dari pantauan saya, sangatlah tidak bisa diterima dengan akal sehat jika keanggotaan PPST hanya berhenti sampai disini. Secara pribadi, penulis berharap semua insan seni, pemerhati seni, sekolah atau lembaga terkait hendaknya tetap berlomba untuk mendirikan

  • PPST di daerahnya. Sekolah atau daerah yang belum memiliki wadah PPST selayaknya memiliki cita-cita untuk bisa mewujudkannya, dan bagi daerah yang sudah memiliki bisa memunculkan kembali di sekolah yang lain. Sebagai contoh (Panduan Apresiasi Seni Pelajar, 2009) di Lamongan ada 2 (dua) PPST kelompok SD, yaitu: SDN Lamongrejo, Ngimbang, dan SDN Mojorejo 2, Kec. Modo; di Jombang ada 2 (dua) PPST kelompok SD, yaitu: SDN Jombatan III dan SDN Kedung Losari 2; dan lain-lain. Semakin bertambahnya wadah yang menopang kegiatan seni tradisi baik itu PPST atau sejenis, semakin menguntungkan bagi perkembangan seni tardisi itu sendiri.

    Apresiasi Seni Pelajar.

    Dorongan untuk membentuk PPST di daerah tampak lebih dirasakan ketika disertai suport dana sejak diterimanya menjadi anggota. Dana dimaksud diperuntukkan sebagai rangsang awal proses karya oleh UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Sekolah yang diberikan sejak berdirinya PPST hingga tahun 2009 (wawancara: Edi Brodjo, 25 Mei 2012). Ditinjau dari tujuan dan sasaran yang hendak dicapai, sangatlah wajar bahwa kegiatan dimaksud sangat membutuhkan support dana. Sehingga tidak heran jika dari pihak sekolah ataupun instansi terkait yang ada kab/kota ikut berperan serta dalam mengatasi permasalahan dana yang dibutuhkan. Slogan Jer Basuki Mawa Bea tampaknya masih relevan untuk mewujudkan cita-cita yang luhur, asal tidak memaksakan kehendak. Permasalahan yang mendasar, kita sudah berbuat sejauhmana terhadap kegiatan dimaksud. Sekolah, orangtua ataupun dinas kab/kota diharapkan pula menyertai, baik itu dukungan moral maupun material. Sebab dukungan dimaksud akan lebih terasa ketika PPST yang bersangkutan berlaga pada even Apresiasi Seni Pelajar yang digelar setiap satu tahun sekali ini. Seluruh anggota PPST diberi wadah untuk berkompetisi sesuai dengan jenjang sekolahnya, dan dari peserta berupaya maksimal meningkatkan kreatifitas dalam berolah seni tradisi.

    Peserta apresiasi seni pelajar yang tergabung dalam wadah PPST selama ini dapat dibilang semarak. Pada tahun 2009 peserta apresiasi seni pelajar berjumlah 39 kelompok yang terdiri dari: 16 kelompok SD/MI, 10 Kelompok SMP/MTs, 13 kelompok SMA/SMK/MA (data Apresiasi Seni Pelajar Jawa Timur 2009),

    Peserta PPST SD Hangtuah 10, Sda

    Foto: Yudi, 6 Juni 2012

    dan 3 tahun kemudian tepatnya tahun 2012 untuk kelompok SD dan SMP meningkat, sedang SMA stabil yaitu kelompok SD pesertanya berjumlah 22, untuk SMP 15 sedang SMA 12 kelompok. Masing-masing peserta menyajikan karya disertai lomba yel-yel.

    3

  • Peserta yang tampil baik pada tahun 2009 ataupun 2012 masih belum sesuai dengan

    jumlah yang masih aktif masuk keanggotaan PPST, perhatikan tabel:

    JENJANG TAHUN 2009

    JENJANG TAHUN 2012

    JUMLAH PESERTA

    JUMLAH ANGGOTA

    JUMLAH PESERTA

    JUMLAH ANGGOTA

    SD/MI 16 21* SD/MI 22 25** SMP/MTs 10 16* SMP/MTs 15 20**

    SMA/SMK/MA 13 20*

    SMA/SMK/MA 12 23**

    * panduan Apresiasi Seni Pelajar tahun 2009 **panduan Apresiasi Seni Pelajar tahun 2012

    Dari data dimaksud jelas bahwa belum semua anggota PPST yang tersebar di kab/kota mengikuti apresiasi (ajang gelar) ini. Apakah kondisi semacam ini tidak termasuk indikator melemahnya keberhasilan PPST yang digaung-gaungkan selama ini?. Menyikapi hal semacam ini tentunya kita harus lebih akurat dan bijak. Keaktifan keanggotaannya patut dipertanyakan atau untuk sementara absen. Kenapa?, sudah selayaknya yang berkopenten tahu penyebabnya, kenapa mereka absen pada saat itu, yang masih dimungkinkan adanya solusi pemecahannya. Kondisi semacam ini tidak boleh

    Peserta PPST SMA Geger, Madiun

    Foto: Yudi, 8 Juni 2012

    lepas dari pantauan, dan saya yakin pihak terkait sudah memikirkan strategi yang ampuh untuk mengurangi dampak negatif atas keberhasilan PPST. Termasuk penanganan apa yang bisa dilakukan oleh instansi terkait dikab/kota. Kepedulian semua pihak tetap diharapkan untuk menuju kebajikan terhadap seni tradisi kita.

    Ajang apresiasi seni pelajar yang berlangsung di Jawa Timur tidak hanya berhenti sampai disini. Selama ini UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Sekolah telah menindaklanjuti kegiatan ini pada even Duta Seni Pelajar tingkat Nasional. Dari beberapa peserta apresiasi seni yang masuk nominasi, dipilih dan dievaluasi lagi untuk disertakan sebagai duta mewakili Jawa Timur pada ajang Duta Seni Pelajar tingkat Nasional, yaitu sebuah kegiatan ajang seni pelajar tingkat nasional yang dilaksanakan setiap 2 (dua) tahun sekali dengan lokasi yang berpindah-pindah dari provinsi yang satu ke provinsi yang lain. Masing-masing provinsi mengirimkan perwakilannya untuk unjuk kebolehan karya seni bersanding dengan provinsi lain se Indonesia. Dan untuk tahun 2012 PPST dari SMKN 11 Panji Situbondo menjadi duta seni Jawa Timur yang bertandang ke Yogyakarta sebagai tuan rumah.Upaya ini cukup menggembirakan walaupun belum bisa dirasakan oleh seluruh peserta anggota PPST. Oleh karenanya evaluasi lewat apresiasi seni ini merupakan lahan untuk berkompetisi bagi peserta PPST, bersaing positif untuk meningkatkan prestasi. Materi Apresiasi PPST

    Seperti dijelaskan di depan bahwa Apresiasi Seni Pelajar merupakan wadah evaluasi dari masing-masing PPST yang diwujudkan dalam format pergelaran atau sejenis festival, yang diadakan 1(satu) x dalam setahun. Didalam panduan apresiasi seni disebutkan:

    4

    Unjuk pergelaran seni antar Paguyuban Peminat Seni Tradisi secara kompetitif, dengan menampilkan berbagai unsur tari, musik, teater dan sastra

  • 5

    sebagai media kreatifitas dalam bentuk sebuah pengemasan yang artistik (Panduan Apresiasi Seni Pelajar, 2009).

    Dipandang dari panduan tersebut di atas materi seni yang digeluti dalam kelompok PPST ini meliputi materi seni musik, tari, teater dan sastra, serta yang menjadi sasaran utama adalah seni tradisi. Perhatikan pula latar belakang butir 3 panduan Apresiasi ini:

    Bahwa pendidikan dan pengembangan seni tradisi di sekolah pelajar SD, SMP, SMA/SMK dan atau yang sederajat baik negeri maupun swasta se Jawa Timur perlu ditingkatkan pemahaman dan kemampuan serta ketrampilan di bidang seni tradisi, untuk itu sangat diperlukan wadah kegiatan Apresiasi Seni Pelajar tingkat Dasar dan Menengah.

    Pemahaman seni tradisi pada musik atau tari sudah tampak jelas. Musik atau tari tradisi sudah banyak dipahami, misalnya musik tradisi karawitan dan sebagainya, namun bagaimana dengan teater?. Dari panduan ini hingga kini masih dirasa membingungkan oleh sebagian peserta, utamanya pada format menampilkan berbagai unsur tari, musik, teater dan sastra. Pemahaman istilah-istilah itu perlu diperjelas, sehingga pendekatan garap materi yang dihadirkan bisa mencapai sasaran. Djoddy M dalam bukunya Mengenal Permainan Seni Drama,Menterjemahkan kata THEATRE/TEATER kedalam bahasa Indonesia sejauh maksud dan tujuan yang terkandung dalam bahasa tsb. (Inggris) ialah mencakup pengertian: PERTUNJUKAN, atau GEDUNG PERTUNJUKAN (hal: 91). Berikutnya: Tentu saja apa yang dikatakan gedung pertunjukan itu adalah tempat pementasan dengan segala peralatannya, dengan demikian antara gedung dan acara pertunjukan tidak senyawa. Tetapi terdapat pula pemakaian kata teater yang digunakan untuk menyebut drama. apa sebab bangsa barat katakanlah mereka yang berbahasa Inggris menyebut seni drama itu theatre barangkali bertolak dari alasan-alasan sebagai berikut:

    1. Mungkin disebabkan disana tidak adanya bermacam-macam corak dan gaya kesenian daerah seperti di Negara-negara Timur, khususnya Indonesia.

    2. Karena sedikitnya bahan pembanding jenis kesenian yang mereka miliki, kiranya begitu saja menggunakan atau menerapkan kata theatre pada seni drama.

    Sedangkan di Indonesia memiliki bermacam-macam corak dan gaya kesenian yang luas, sehingga istilah theatre dengan pengertian sebagai berikut:

    1. Theatre bukan saja pertunjukan tari, karawitan, tayuban dan sebagainya. 2. Theatre bukan kata depan untuk satu group kesenian khususnya seni drama,

    (hal:92)

    Uraian di atas menunjukan bahwa di Indonesia teater itu tidak hanya untuk menyebut drama, melainkan bisa digunakan untuk tari, karawitan atau yang lainnya sehingga saya bisa memastikan hal dimaksud identik dengan penyebutan sebuah istilah seni pertunjukan. Oleh karenanya ketika kita menyebut: dengan menampilkan berbagai unsur tari, musik, teater dan sastra . (Panduan Apresiasi Seni Pelajar, 2009), maka perlu adanya penjelasan yang lebih rinci lagi tentang istilah teater dimaksud. Apakah teater dimaksud berupa dialog-dialog sebagaimana layaknya sebuah drama, atau teater tradisi (ludruk, kethoprak, wayang dan sebagainya) atau cukup mengandung unsur cerita atau tematik. Bagi peserta apresiasi seni pelajar dimungkinkan sekali adanya kerancuan. Mereka bisa berpikir bahwa harus ada tari tradisi, ada musik tradisi dan harus ada teaternya. Teater yang bagaimana?, ditambah lagi sastra seperti apa?!. Contoh: PPST daerah tertentu berbasis tari tradisi, ketika menyikapi panduan yang ada disikapinya dengan menyajikan pola-pola dialog layaknya sebuah drama. Tentu saja pola-pola dialog dimaksud merupakan materi baru

  • 6

    bagi peserta didik, sehingga hasil yang dicapai sangat terbatas dan bisa jadi masih berbentuk teks books (sekedar hafal). Contoh lain: PPST yang berbasis drama, ketika menyikapi panduan di atas mereka mencoba memasukkan tari untuk menutupi sebuah kelayakan. Hasil yang dicapai bisa muncul materi yang tempel-tempel. Pertanyaan yang hadir: Apa benar mereka harus mempelajari dan wajib menyajikan 4 macam kriteria dimaksud (tari, musik, teater, sastra)?; atau yang bagaimana?. Menurut hemat saya, ada 2 (dua) pilihan permasalahan pokok yang harus dipertegas, yaitu:

    1. Semua peserta wajib menampilkan 4 (empat) macam kriteria dimaksud, artinya peserta dihimbau untuk mempelajari tari tradisi, musik tradisi, teater tradisi (ludruk, kethoprak dan lain-lain) serta sastra dengan tujuan memperkaya perbendaharaan mereka.

    2. Alternatif ke-2, kita biarkan dengan basis materi masing-masing sehingga memperkuat jati diri mereka: a. Yang berbasis tari tetap memunculkan unsur sastra (bisa dimunculkan lewat

    wayang/penarinya, bisa dari pemusiknya, tidak harus seperti drama/dialog); musik tradisi; dan mengandung unsur cerita (bisa tematik atau ada pemeranan).

    b. Yang berbasis teater/drama tetap memunculkan musik tradisi, sastra, dan gerak (tidak harus wujud tari). Dan drama dimaksud tidak harus berupa tradisi, mengingat drama yang berkembang di sekolah-sekolah saat ini bisa dikategorikan drama modern, yang menurut saya masih layak juga untuk diperhatikan.

    c. Begitu pula yang berbasis musik tradisi, bisa jadi kekuatan pertunjukan seni musik yang juga bisa menghadirkan gerak (tidak harus wujud tari), sastra, dan mengandung cerita (tematik).

    Dari 2 (dua) pilihan tesrebut di atas masing-masing memiliki nilai positif, yang terpenting upaya cita-cita luhur panitia pelaksana bisa dipahami secara maksimal oleh peserta. Yel-yel Yel-yel dimaksud merupakan rangkaian dari kegiatan pergelaran seni, yaitu penampilan yel-yel berupa lagu atau nyanyian yang bisa disertai musik atau gerak dengan durasi 2 (dua) menit. Pada awal berdirinya PPST, yel-yel ini disajikan sebagai rangkaian acara sambutan selamat datang. Semarak mengawali pertemuan antar peserta PPST yang hendak berlaga pada pergelaran nantinya. Pilihan materi, busana dan yang lainnya bersifat bebas, artinya untuk menambah semarak dan semangat dimaksud peserta dituntut menampilkan yel-yel (semacam jingle), dan diberikan penghargaan bagi penyaji terbaik walau masih berupa piagam dan hadiah hiburan. Namun akhir-akhir ini penyajiannya lebih diarahkan setelah berakhirnya pergelaran seni, yang kecenderunganya digunakan sebagai pengisi waktu saat pengamat pergelaran seni bersidang. Momentum ini dimanfaatkan betul oleh panitia dengan mengingat sidang pengamat pergelaran seni cukup membutuhkan waktu yang lama. Dari kondisi yang ada sekarang ini dikhawatirkan lomba yel-yel hanya berfungsi sebagai pengisi kekosongan waktu, yang artinya bisa dipandang sebelah mata oleh sebagian peserta apalagi penghargaan yang diberikan berupa piagam atau hadiah hiburan. Dikhawatirkan lagi kurang begitu memberikan motifasi dan rangsangan, sehingga mengakibatkan ada sebagian peserta yang mengikuti dengan tanpa mempertimbangkan kualitas bahkan ada yang absen. Hal dimaksud dimungkinkan karena tidak adanya sangsi bagi perserta yang tidak mengikutinya.

  • Menurut saya, lomba yel-yel yang dilakukan oleh peserta PPST dari tahun ke tahun tampak semakin semarak. Sudah selayaknya adanya peningkatan motifasi, fungsi, dan penghargaan yang bergengsi. Kriteria pengamatan yang dihadirkan seperti yang tertuang pada panduan Yel-Yel (panduan apresiasi seni pelajar 2009, hal.8): Kriteria pengamatan penampilan yel-yel:-Harmonis, -Kreatif, -Komunikatif. Ini sudah menunjukkan sebuah perhatian yang seharusnya ditindaklanjuti dengan keseriusan. Apalagi dengan memperhatikan perkembangan peserta lomba yel-yel tersebut. Lomba yel-yel bukan barang sampingan, tapi diharapkan dari kegiatan ini menghasilkan karya-karya inovasi, dan lebih konkrit lagi dapat menumbuhkembangkan daya kreatif peserta.

    7

    Lagu PPST:

    PPST pelestarian seni Seni tradisi di Jawa Timur Tetap subur peminat seni makmur Pendidikan seni budaya Jaya, jaya, jaya slamanya PPST

    Paguyuban Peminat Seni Tradisi Jawa Timur

    Langgam :

    Pengembangan, daya cipta kreatif siswa Tujuannya tanpa lelah Kita berkarya o ya, ya ya ya

    Jangan lupa ya ya ya Berbudaya Indonesia

    Dangdut: Ya ya ya, Ya ya ya, Ya ya ya

    Mari berkarya seni Tari dan campur sari Wayang juga ludruk ini Seni berinovasi

    Mars :

    Ini tekadku mbangun PPST Semua pelajar giatlah belajar Seni tardisional bukan seni binal Gurupun tahu semua itu wujud ilmu

    Salah satu peserta yel-yel Photo: Yudi, 7 Juni 2012