Upload
trannhan
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
OUKUP, RAMUAN TRADISIONAL SUKU KARO UNTUK
KESEHATAN PASCA MELAHIRKAN : SUATU ANALISIS
BIOPROSPEKSI TUMBUH-TUMBUHAN TROPIKA
INDONESIA
JAMILAH NASUTION
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Oukup, Ramuan
Tradisional Suku Karo Untuk Kesehatan Pasca Melahirkan: Suatu Analisis
Bioprospeksi Tumbuh-Tumbuhan Tropika Indonesia” adalah benar hasil
karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah
dipublikasikan kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2008
Jamilah Nasution
NRP.G351060381
ABSTRACT
JAMILAH NASUTION. Oukup, Traditional Ingredient of Karo Ethnique for
Postnatal Medicine: The Bioprospection Analysis of Indonesian Tropical Plants.
Under supervision of SRI SUDARMIYATI TJITROSOEDIRDJO and EKO
BAROTO WALUJO.
Oukup, a steam bath prepared with various plants, is traditional method
used in Karo ethnique. Oukup can be used for recuperation after childbirth. The
research was conducted to obtain information and to identify various medicinal
plants that known have ability as oukup ingredient in Karo community. Oukup
ingredient contain bioactive compound so that it can be used as medicine. Method
in this research is descriptive qualitative with emic and ethic approach. Semi-
structured interviews were conducted with oukup costumer, medicine man,
businessman oukup, and seller of medical plants for oukup at markets. The result
of this research is among 16 species plants that can be the primary component of
oukup ingredient consist of Zingiber purpureum, Nicolaia speciosa, Zingiber
officinale, Citrus hystrix, Citrus medica, Citrus nobilis, Ocimum basilicum,
Kaempferia galanga, Piper nigrum, Alpinia sp., Zingiber americanus, Alpinia
galanga, Pandanus amaryllifolius, Gaultheria leucocarpa, Andropogon citratus
dan Boesenbergia pandurata. From these various plants, family Zingiberaceae
and Rutaceae were most family that found in oukup ingredient. The part of plants
that used are leave, fruits, seed and rhizome. Bioactive compound of plants
implied consist of atsiri oil, flavonoid, saponin, tannin, polifenol, alkaloid and
steroid. Based on the study, the function of these bioactive compounds were not
only for postnatal mothers health but also for medical treatment of various
disease. This is show that oukup is potential for business that all the ingridients
are come from medicinal plants.
Keyword : Oukup, medicinal plants, bioactive compound, postnatal medicine
RINGKASAN
JAMILAH NASUTION. Oukup, Ramuan Tradisional Suku Karo Untuk
Kesehatan Pasca Melahirkan: Suatu Analisis Bioprospeksi Tumbuh-Tumbuhan
Tropika Indonesia. Dibimbing oleh SRI SUDARMIYATI
TJITROSOEDIRDJO dan EKO BAROTO WALUJO.
Oukup, sauna tradisional suku Karo yang memanfaatkan keanekaragaman
jenis tumbuhan sebagai ramuannya untuk kesehatan pasca melahirkan dan
pengobatan berbagai jenis penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan mengidentifikasi jenis tumbuhan yang dikenal atau dipercaya masyarakat
Karo mempunyai khasiat sebagai bahan ramuan oukup dan mengetahui bahwa
jenis tumbuhan yang dikenali tersebut secara ilmiah telah dibuktikan mengandung
senyawa bioaktif yang berkhasiat obat atau kosmetika.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang bersifat kualitatif,
melalui pendekatan emik dan pendekatan etik. Pendekatan emik yang
dimaksudkan untuk mendapatkan data mengenai pengetahuan masyarakat tentang
oukup menurut kacamata dan bahasa mereka, tanpa harus menguji kebenarannya.
Sedangkan pendekatan etik, digunakan dalam menganalisi data dari pengetahuan
masyarakat tersebut secara ilmiah, sesuai dengan bidang yang ditekuni oleh
peneliti yaitu taksonomi. Pendekatan umumnya menggunakan teknik RRA (Rapid
Rural Appraisal) dan PRA (Participatory Rural Appraisal) serta wawancara.
Wawancara bersifat semi struktur terdiri atas pengguna oukup, tabib, pengusaha
oukup, dan pasar. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
Jenis data primer dilakukan dengan wawancara mencakup : keanekaragaman jenis
tumbuhan yang digunakan dalam ramuan oukup, pemanfaatan oukup, dan cara
memanfaatkan oukup. Data primer juga termasuk menginventarisasi
keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup. Jenis
data sekunder diambil dengan cara studi pustaka yaitu mempelajari laporan-
laporan, catatan-catatan yang berhubungan dengan keadaan fisik daerah tersebut.
Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian ini diketahui bahwa
keanekaragaman jenis tumbuhan di masing-masing pusat sumber informasi
(pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup, dan penjual ramuan oukup di pasar)
berbeda-beda. Secara kumulatif dari seluruh informasi dicatat ada 69 jenis
tumbuhan yang terdiri atas 42 marga dan 28 suku yang digunakan sebagai ramuan
oukup. Diantara jenis-jenis itu, yang terbanyak adalah jenis yang termasuk ke
dalam suku Zingiberaceae (15 jenis), kemudian berturut-turut Rutaceae (11 jenis),
Arecaceae (8 jenis), dan selebihnya kurang dari 3 jenis, bahkan hanya diwakili
oleh 1 jenis. Berdasarkan hasil analisis data dari keempat pusat sumber informasi
(pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup, dan pasar), tercatat sebanyak 16 jenis,
11 marga dan 7 suku tumbuhan yang dikenali oleh seluruh responden. Hal ini
menunjukkan bahwa ke 16 jenis tersebut merupakan komponen utama dalam
ramuan oukup, ramuan tersebut terdiri atas Zingiber purpureum, Nicolaia
speciosa, Zingiber officinale, Citrus hystrix, Citrus medica, Citrus nobilis,
Ocimum basilicum, Kaempferia galanga, Piper nigrum, Alpinia sp., Zingiber
americanus, Alpinia galanga, Pandanus amaryllifolius, Gaultheria leucocarpa,
Andropogon citratus dan Boesenbergia pandurata. Dari jenis-jenis tersebut
Zingiberaceae dan Rutaceae tetap menjadi komponen utama dalam ramuan oukup.
Pemanfaatan oukup yang terkait dengan kesehatan pasca melahirkan,
oukup merupakan salah satu cara perawatan kesehatan ibu pasca melahirkan,
artinya membuat si ibu berkeringat dengan cara memasak air disertai dengan
ramuan-ramuan tertentu, kemudian setelah mendidih diangkat dan diletakkan di
bawah kursi duduk sambil dibungkus dengan selimut. Dan menyebabkan uap air
panas itu memaksa si ibu berkeringat, maksudnya supaya si ibu sehat karena sisa
kotoran di dalam tubuhnya keluar. Hal ini merupakan suatu tradisi yang
diturunkan nenek moyang kepada generasi penerusnya dalam proses perawatan
kesehatan ibu pasca melahirkan. Terkait dengan senyawa bioaktif yang
terkandung dalam 16 jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dalam
ramuan oukup menunjukkan bahwa senyawa minyak atsiri, saponin, flavonoid,
tannin, polifenol, alkaloid dan steroid adalah senyawa yang terkandung dalam
bagian-bagian tumbuhan tersebut yang terdiri atas daun, batang, buah, biji dan
rimpang.
Begitu juga halnya peluang pengembangan potensi oukup sebagai suatu
usaha yang saat ini berkembang menjadi lahan bisnis, yang semua bahan
ramuannya berasal dari tumbuhan obat. Kalau ditinjau dari segi ekonomi, ramuan
oukup mempunyai peluang yang sangat besar untuk dikembangkan, baik di
pasaran maupun untuk industri tumbuhan obat.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OUKUP, RAMUAN TRADISIONAL SUKU KARO UNTUK
KESEHATAN PASCA MELAHIRKAN : SUATU ANALISIS
BIOPROSPEKSI TUMBUH-TUMBUHAN TROPIKA
INDONESIA
JAMILAH NASUTION
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tesis : Oukup, Ramuan Tradisional Suku Karo Untuk Kesehatan Pasca
Melahirkan: Suatu Analisis Bioprospeksi Tumbuh-Tumbuhan
Tropika Indonesia.
Nama : Jamilah Nasution
NRP : G351060381
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo, M.Sc Prof. Dr. Eko Baroto Walujo, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 18 Desember 2008 Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Nunik Sri Ariyanti, M.Si
PRAKATA
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Puji dan
Syukur kehadirat Allah SWT senantiasa penulis panjatkan karena atas segala
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis berjudul
“Oukup, Ramuan Tradisional Suku Karo Untuk Kesehatan Pasca
Melahirkan: Suatu Analisis Bioprospeksi Tumbuh-Tumbuhan Tropika
Indonesia”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setulusnya kepada Dr. Ir. Sri Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo, M.Sc dan Prof.
Dr. Eko Baroto Walujo, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota
Komisi Pembimbing, berkat bimbingan inilah penulis dapat menyelesaikan tesis
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dan ucapan terima kasih kepada beliau
yang telah banyak memberikan petunjuk, nasehat dan membimbing dengan sabar
dan bijaksana. Serta ucapan terima kasih kepada Dr. Nunik Sri Ariyanti, M.Si.
selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan sehingga tesis ini bisa
menjadi lebih baik.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman
Taksonomi 2006 (mas Ibnu, ibu Endang, ibu Susi, mbak Ida, mbak Himmah),
semua adik-adikku di Maharlika Depan Crew, Keluarga besar LIPI bidang Botani
dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak
membantu dan memberikan dukungan dan motivasi dalam proses penyelesaian
tesis ini.
Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda H. Drs.
Syamsir Nasution, M.Pd dan Ibunda Hj. Darwati S. yang tercinta, serta adik-
adikku tersayang Julisda Nasution dan Fadhilah Syam Nasution atas segala
dukungan, bantuan, pengorbanan, do’a, keikhlasan dan kesabaran yang diberikan
dengan tulus selama penulis menempuh pendidikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini
bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2008
Jamilah Nasution
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 08 Juni 1983 dari ayah Drs. H.
Syamsir Nasution, M.Pd dan ibu Hj. Darwati.S. Penulis merupakan putri pertama
dari tiga bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 2 Medan dan pada
tahun yang sama melalui jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK)
penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Negeri Medan (UNIMED)
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Pendidikan
Biologi dan lulus pada tahun 2005. Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan
Strata Dua di Program Studi Biologi Subprogram studi Taksonomi Tumbuhan
Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR ISI .......................................................................... x
DAFTAR TABEL ……………………………………………….. xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................. xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................. 1
Tujuan Penelitian .............................................................. 3
Manfaat Penelitian .............................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Lokasi .............................................................. 4
Potensi Tumbuhan Obat .................................................. 5
Pengobatan Tradisional .................................................. 7
Pengetahuan Botani Tradisional ...................................... 8
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 11
Bahan Dan Alat ............................................................. 11
Teknik Pengumpula Data .................................................. 11
Analisis Data .......................................................................... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian tentang oukup ………………………………. 14
Manfaat oukup ……………………………………….. 15
Keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai
ramuan oukup ……………………………………….. 17
Bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dalam
ramuan oukup ……………………………………….. 33
Kandungan senyawa bioaktif dalam ramuan oukup ……….. 33
Status keberadaan tumbuhan bahan ramuan oukup di alam .. 37
Prospek ke depan ……………………………..… 40
SIMPULAN DAN SARAN ..........………………………………… 42
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 44
LAMPIRAN .......................................................................... 48
DAFTAR TABEL
halaman
1 Data perolehan keanekaragaman jenis tumbuhan di masing-masing
pusat sumber informasi ………………………………………… 18
2 Jenis-jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dalam
ramuan oukup ………………………………………………… 19
3 Keanekaragaman jenis tumbuhan yang diketahui dan dikenali
responden berdasarkan kelompok etnis dan jenis kelamin ……….. 21
4 Keanekaragaman jenis tumbuhan yang diketahui dan dikenali
responden berdasarkan usia dan jenis kelamin ………………… 22
5 Pengetahuan keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan
oleh masing-masing tabib ………………………………………… 23
6 Indeks kesamaan (IS) dan Indeks Ketidaksamaan (IKS) jenis
tumbuhan yang digunakan tabib ………………………………… 25
7 Indeks Kesamaan (IS) dan Indeks Ketidaksamaan (IKS) jenis
tumbuhan yang digunakan pengusaha oukup ………………… 27
8 Jumlah jenis, marga dan suku tumbuhan untuk oukup dari
pusat sumber informasi pasar ………………………………... 29
9 Indeks Kesamaan (IS) dan Indeks Ketidaksamaan (IKS) jenis
tumbuhan yang ada di pasar ………………………………... 31
10 Jenis-jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dalam
ramuan oukup ………………………………………………... 34
DAFTAR GAMBAR
halaman
1 Suku tumbuhan yang terdapat di dalam ramuan oukup ………… 18
2 Jumlah jenis, marga dan suku tumbuhan yang digunakan
oleh pengusaha oukup ……………………………………….. 26
3 Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan di dalam oukup
menurut sumber informasi dari pedagang di pasar ………… 30
4 Persentase berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan sebagai
ramuan oukup ……………………………..…………………. 33
5 Persentase status tumbuhan yang digunakan sebagai
ramuan oukup ………………………………………………… 38
6 Persentase kemudahan memperoleh bahan ramuan berdasarkan
jenisnya ……………………………………………………….. 39
7 Persentase jenis tumbuhan berdasarkan habitat ………………. 39
8 Persentase jenis tumbuhan berdasarkan habitus ………………. 40
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1 Peta Lokasi Penelitian ………………………………………. 48
2 Keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai
ramuan oukup beserta data persebarannya …................................. 49
3 Jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup .... .. 52
4 Jenis-jenis ramuan yang diperjualbelikan di pasar ……….. 54
5 Cara meramu ramuan oukup ………………………………. 55
6 Ruang oukup dan sauna ……………………………………….. 56
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Alam pada hakekatnya menyediakan sumber daya alam agar dapat
dimanfaatkan oleh penghuninya untuk kelangsungan hidup. Manusia, sebagai
salah satu bagian dari penghuni alam diketahui paling mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungan alam dimana ia tinggal dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Hubungan keterkaitan dan saling ketergantungan ini lebih disebabkan karena
manusia memiliki daya cipta, rasa dan karsa. Melalui daya-daya tersebut dan
kemudian atas dasar pengalamannya yang di uji selama bertahun-tahun dan
bahkan berabad-abad lamanya, maka manusia mengalami perkembangannya
(Walujo 1992).
Sejarah pemanfaatan tumbuh-tumbuhan untuk obat-obatan dan kosmetika
merupakan salah satu contoh begitu panjang dan rumitnya tumbuh-tumbuhan
serta hasilnya demikian penting bagi kehidupan manusia. Sejak pertama kali
tumbuh-tumbuhan dikenali memiliki tanda-tanda atau petunjuk bagi
kemanfaatannya hingga munculnya kelompok herbalis yang mengkompilasi
khasiat tumbuh-tumbuhan yang mengandung zat-zat khusus didalamnya dan
diduga mempunyai pengaruh fisiologis tertentu terhadap tubuh manusia.
Di Indonesia, pengetahuan tentang obat-obatan tradisional yang berasal
dari tumbuhan sudah sejak lama diperkenalkan oleh nenek moyang kita. Secara
turun temurun pengetahuan ini diwariskan dari satu generasi ke generasi
selanjutnya dan untuk setiap daerah atau suku mempunyai kekhasan tradisi
sendiri-sendiri. Kekhasan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan falsafah
budaya yang melatarbelakangi serta perbedaan kondisi alam terutama vegetasi di
masing-masing wilayahnya (Ajijah & Iskandar 1995).
Phanerogamae misalnya, merupakan kelompok tumbuh-tumbuhan yang
diyakini sebagai sumber obat dan kosmetika. Khusus yang bermanfaat untuk
kosmetika sudah lama dipertelakan karena mengandung minyak atsiri sehingga
memiliki rasa dan bau yang sangat menyenangkan karena aromanya yang tajam.
Sifat kimianya kompleks tapi cenderung mudah dipisahkan dengan cara
penyulingan. Contohnya air sulingan Mawar (Rosa hybrida), Kenanga (Cananga
odorata) hampir selalu muncul sebagai produk komersial kosmetika wewangian.
Tanah Karo adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang
terletak di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari ujung
ke ujung Pulau Sumatera. Wilayah ini memiliki sumber daya alam yang
beranekaragam dan sebagian besar memiliki nilai guna yang tinggi. Kehidupan
sosial dan kemasyarakatannya masih sangat kental dengan budaya dan sistem
kekerabatan yang dipertahankan sampai sekarang. Potensi itu tentunya merupakan
salah satu modal dasar yang sangat tinggi nilainya bagi Pemerintah Kabupaten
Tanah Karo dalam mengelola potensi alam dan wilayah serta potensi masyarakat
untuk membangun daerah ini, guna kemajuan bangsa dan negara, khususnya bagi
Kabupaten Tanah Karo sendiri (Bukit 2005).
Seperti umumnya masyarakat tradisional di Indonesia, masyarakat Karo
mengatur kehidupan sehari-harinya berpegang pada keselarasan hidup yang
terpranatakan dalam adat istiadatnya. Masyarakat Karo sangat mempercayai
bahwa manusia, sejak lahir sampai pada kematiannya tidak lepas dari fungsi-
fungsi sosialnya. Menggunakan dan memanfaatkan sumber daya alam tumbuh-
tumbuhan adalah salah satu bentuk pemahaman bagaimana orang Karo mengelola
sumber daya alamnya. Pola yang demikian memperkuat dugaan bahwa orang
Karo mengenali sistem pemilahan dan pengelompokkan sumber daya tumbuh-
tumbuhan tersebut untuk berbagai keperluan hidup.
Meskipun dunia pengobatan dan kosmetika makin berkembang dengan
pesat bukan berarti pengobatan dan penggunaan kosmetika tradisional di tanah
Karo telah menghilang. Secara turun temurun dapat dipastikan mereka telah
mampu mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang dikenal dan dimanfaatkan
untuk bahan obat dan kosmetika. Oukup adalah salah satu contoh bagaimana
orang Karo memanfaatkan tumbuh-tumbuhan untuk kebugaran dan kesehatan,
terutama pada pasca kelahiran. Menurut tradisi, pada pasca melahirkan secara
berkala ibu baru ini harus menjalani i-akar-i-okup artinya air dimasak dalam
periuk besar sampai mendidih, kemudian diletakkan di bawah kursi duduk lalu
dibungkus dengan tikar dan selimut sehingga uap air panas tadi mengenai
badannya, menyebabkan ia berkeringat. Setelah selesai dan sebelum berpakaian
lebih dahulu isurungi dengan sekapur sirih agar badan tetap hangat.
Sayangnya belum ada penelitian khusus yang mengungkapkan oukup,
sebagai ramuan tradisional suku Karo untuk kesehatan ini. Padahal oukup sampai
sekarang masih banyak digunakan dan dipraktekkan bahkan berkembang menjadi
lahan komersial. Oleh karena itu, terbuka peluang untuk mengembangkan potensi
oukup, baik dari segi pengetahuan maupun keanekaragaman jenis tumbuh-
tumbuhan serta fungsinya untuk kebugaran dan kesehatan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui dan mengidentifikasi keanekaragaman jenis tumbuhan yang
dikenal atau dipercaya masyarakat Karo mempunyai khasiat sebagai bahan
ramuan oukup.
2. Mengetahui bahwa jenis tumbuhan yang dikenali tersebut secara ilmiah telah
dibuktikan mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat obat atau
kosmetika.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :
1. Mengungkapkan bahwa terdapat sediaan obat tradisional, dalam hal ini
Oukup, yang digunakan masyarakat Karo yang dapat dikategorikan sebagai
Herbal Medicine atau Fitofarmaka yang perlu diketahui untuk kemudian
diteliti dan dikembangkan lebih lanjut.
2. Mengungkapkan kearifan masyarakat Karo dalam melestarikan warisan nilai-
nilai budaya leluhur melalui pengetahuannya dalam mengenali dan
memanfaatkan sumber daya tumbuhan untuk keperluan obat-obatan, terutama
untuk oukup.
3. Mendokumentasikan pengetahuan masyarakat Karo dalam memanfaatkan
tetumbuhan untuk menjaga kesehatannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Lokasi
Kabupaten Tanah Karo adalah salah satu Kabupaten di propinsi Sumatera
Utara, Indonesia. Ibukota Kabupaten ini terletak di Kabanjahe. Kabupaten ini
memiliki luas wilayah sekitar 2.127,25 km2
atau 3,01% dari luas propinsi
Sumatera Utara dan berpenduduk sebanyak lebih kurang 500.000 jiwa. Kabupaten
ini berlokasi di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan Sumatera Utara. Terletak
sejauh 77 km dari kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara. Wilayah
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara 600 sampai
1.400 meter di atas permukaan laut. Karena berada diketinggian tersebut, Tanah
Karo Simalem, nama lain dari Kabupaten ini, memiliki iklim yang sejuk dengan
suhu berkisar antara 16 sampai 17
0 C. Di dataran tinggi Karo ini bisa ditemukan
indahnya nuansa alam pegunungan dengan udara yang sejuk dan berciri khas
daerah buah dan sayur. Di daerah ini juga bisa kita nimati keindahan Gunung
berapi Sibayak yang masih aktif dan berlokasi di atas ketinggian 2.172 meter dari
permukaan laut. Arti kata Sibayak adalah Raja. Berarti Gunung Sibayak adalah
Gunung Raja menurut pengertian nenek moyang suku Karo (Anonim 2007).
Secara geografis, Kabupaten Karo terletak pada koordinat 20 5’ Lintang
Utara sampai 30 19’ Lintang Utara dan 97
0 55’ Bujur Timur sampai 98
0 38’ Bujur
Timur. Kabupaten Karo berbatasan dengan :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli
Serdang
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Tapanuli
Utara
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Nanggroe Aceh
Darussalam)
Potensi Tumbuhan Obat
Indonesia memiliki luas daratan sekitar 1,3% dari luas daratan bumi.
Wilayah tersebut menjadi tempat hidup bagi sekitar 17% ragam jenis dunia
sehingga menjadi negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua di
dunia setelah Brazil dan tersebar pertama jika biota lautnya ikut diperhitungkan.
Dengan demikian Indonesia menjadi salah satu megacenter bagi keanekaragaman
hayati dunia dengan memiliki jumlah jenis tumbuhan sekitar 30.000 jenis
(Sampurno 1999). Diantara puluhan ribu jenis tersebut lebih kurang 7.000 jenis
diketahui berkhasiat obat (90% jenis tumbuhan obat di kawasan Asia) dan lebih
kurang 283 jenis telah digunakan dalam ramuan obat tradisional Indonesia.
Sementara itu Indonesia juga memiliki keanekaragaman budaya yang
ditunjukkan oleh keanekaragaman suku bangsa yang mendiaminya. Jika
kemudian keanekaragaman suku ini dikaitkan dengan kekayaan sumber daya
hayati, ekosistem dan lingkungan fisiknya maka setiap kelompok suku akan
memiliki seperangkat pengetahuan yang khas tentang bagaimana mereka
mengelola keanekaragaman hayati dan lingkungan di sekitarnya (Tim Ekspedisi
Biota Medika 1998). Salah satu pengetahuan yang sudah diketahui sejak lama
dipraktekkan olehnya adalah pengetahuan tentang obat tradisional.
Obat tradisional menurut SK Menkes No. 246/2000 adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional yang
telah dapat dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik dikelompokkan
sebagai fitofarmaka (Sampurno 1999). Pengobatan tradisional yaitu keseluruhan
pengetahuan, keahlian dan praktek yang berdasarkan teori, kepercayaan dan
pengalaman asli, baik yang dapat dijelaskan maupun tidak, digunakan untuk
menjaga kesehatan, misalnya untuk pencegahan, diagnosa, perbaikan atau
perlakuan terhadap penyakit fisik dan mental (Setyowati 2001).
Tumbuhan obat tradisional adalah tumbuhan yang diketahui atau
dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan
baku obat tradisional (Zuhud et al. 1994). Tumbuhan obat telah digunakan oleh
masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Pengalaman nenek moyang
kita dalam meramu tumbuhan untuk pengobatan tradisional telah diwariskan dari
generasi ke generasi. Penggunaan tumbuhan secara tradisional untuk pengobatan
di Indonesia kembali ke zaman prasejarah. Seni dan pengetahuan penggunaan
tumbuhan sebagai obat diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi (De
Padua et al. 1999). Salah satu contoh dalam hal ini adalah kosmetika tradisional
yang digunakan sebagai perawatan untuk kecantikan dari luar, dengan
menggunakan bahan tumbuh-tumbuhan atau binatang, mineral dan sebagainya
yang dikeringkan disebut simplisia. Begitu juga halnya menjaga kebugaran tubuh
yang merupakan salah satu rangkaian yang terdiri dari beberapa proses dan
memerlukan satu sinergi untuk memberi hasil maksimal, salah satunya adalah
mandi sauna yang biasa dilakukan setelah berolahraga yang berfungsi untuk
membantu mengeluarkan racun dan kotoran dari dalam tubuh (Agoes 1992).
Tumbuhan obat merupakan seluruh jenis tumbuhan yang diketahui
mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi : (1) Tumbuhan obat
tradisional, yaitu jenis tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat
mempunyai khasiat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional, (2)
Tumbuhan obat modern, yaitu jenis yang secara ilmiah telah dibuktikan
mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya
dapat dipertanggungjawabkan secara medis, (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu
jenis tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat
obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah medis atau penggunaannya sebagai
bahan obat tradisional perlu ditelusuri (Zuhud et al. 1994).
Akhir-akhir ini penggunaan tumbuhan obat di Indonesia semakin
meningkat, sedangkan budidaya tumbuhan obat masih sangat terbatas. Banyak
pula jenis tumbuhan berpotensi obat yang tumbuh di kawasan tropis ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organization) memperkirakan sekitar 80% masyarakat dunia yang tinggal di
pedesaan masih menggantungkan dirinya terhadap tumbuhan obat untuk menjaga
kesehatannya (Anonim 2001) dan lebih dari 21.000 jenis tumbuhan di dunia
dipakai dalam perawatan kesehatan dan kecantikan (Barwa 2004). Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya peran keanekaragaman jenis tumbuhan sebagai
bahan ramuan obat tradisional dan perawatan tubuh bagi masyarakat pedesaan
terutama di negara-negara berkembang. Peran tumbuhan obat bagi masyarakat
tradisional hampir tidak tergantikan oleh obat-obatan modern kimiawi.
Pengobatan Tradisional
UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 pasal 47 menyatakan pengobatan
tradisional yang mencakup cara, obat dan pengobatan atau perawatan cara lainnya
dapat dipertanggungjawabkan maknanya. Pengobatan tradisional dan obat
tradisional telah menyatu dengan masyarakat, digunakan dalam mengatasi
berbagai masalah kesehatan baik di desa maupun di kota-kota besar. Kemampuan
masyarakat untuk mengobati sendiri, mengenai gejala penyakit dan memelihara
kesehatan. Untuk ini pelayanan kesehatan tradisional merupakan potensi besar
karena dekat dengan masyarakat, mudah diperoleh dan relatif lebih murah
daripada obat modern. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Sediaan obat tradisional yang digunakan
masyarakat yang saat ini disebut sebagai Herbal Medicine atau Fitofarmaka yang
perlu diteliti dan dikembangkan. Menurut Keputusan Menkes RI No. 761 Tahun
1992, Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang
memenuhi persyaratan yang berlaku. Pemilihan ini berdasarkan atas, bahan
bakunya relatif mudah diperoleh, didasarkan pada pola penyakit di Indonesia,
perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar, memiliki rasio
resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita, dan memerlukan satu-
satunya alternatif pengobatan.
Pengobatan tradisional di Indonesia banyak ragamnya. Cara pengobatan
tersebut telah lama dilakukan. Ada yang asli dari warisan nenek moyang yang
pada umumnya mendayagunakan kekuatan alam, daya manusia, ada pula yang
berasal dari masa Hindu atau pengaruh India dan Cina.
Secara garis besar Agoes (1992), dalam seminar telah menetapkan jenis
bahwa pengobatan tradisional dengan ramuan obat terdiri dari : Pengobatan
Tradisional dengan ramuan asli Indonesia, Pengobatan Tradisional dengan
ramuan Cina, Pengobatan Tradisional dengan ramuan obat India.
Pengetahuan Botani Tradisional
Pada umumnya terdapat banyak pengetahuan dari penduduk lokal yang
berkaitan dengan tumbuhan di sekitarnya sebagai obat-obatan. Pengetahuan ini
akan dicatat dan contoh-contoh tumbuhannya akan diambil untuk analisis bioaktif
kimia (Shea et al.1997).
Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia
dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatan secara tradisional, yang
didalamnya terdapat etnofarmakologi yang khusus mempelajari tumbuhan obat
(Soekarman & Riswan 1992). Etnobotani diberi batasan sebagai ilmu yang
mempelajari interaksi masyarakat lokal dengan tumbuhan di sekitarnya (Martin
1995). Menghadapi pendapat yang kelihatannya tidak menentu maka sebaiknya,
di Indonesia yang masyarakatnya sangat beraneka ragam, menganut sikap untuk
mengembangkan etnobotani sebagai cabang ilmu yang mendalami hubungan
budaya manusia dengan alam nabati di sekitarnya. Dengan demikian tidak perlu
terperangkap oleh masalah keprimitifan atau klasifikasi kesukuan suatu
masyarakat, sebab yang dipentingkan dalam upaya penguasaan ilmu ini adalah
keadaan dan tanggapan budaya kelompok masyarakat yang dipelajari dalam
mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tumbuh-tumbuhan dalam
lingkungannya, yang digunakan tidak saja untuk keperluan ekonomi semata tetapi
juga untuk kepentingan spiritual dan nilai-nilai lainnya. Dilain pihak definisi
etnobotani yang dianut ini akan memberi suatu katub pengaman sebab
kehomogenan kelompok budaya yang dijadikan objek suatu penelitian yang
tentunya menghuni seperangkat ekosistem berbatasan jelas akan dapat dijaga dan
dipertegas demi kesahihan simpulan dan perampatan yang harus dicetuskan
nantinya (Rifai & Walujo 1992).
Di Indonesia banyak terdapat jenis obat tradisional. Keberadaan obat-
obatan ini selalu terkait (dengan derajat keterkaitan yang beragam) dengan jenis
kelompok etnis yang ada dan proses sejarah yang membentuk negara kepulauan
ini. Obat tradisional yang tertua, paling banyak tersebar dan salah satu yang sudah
dimengerti dengan baik adalah jamu.
Penduduk lokal menurut Community Intellectual Rights Act (1994) dalam
Posey (1996) adalah kelompok orang yang memiliki organisasi sosial yang
mengikat kehidupan mereka bersama, yang berada pada suatu tempat tertentu dan
dapat mencakup penduduk asli maupun pendatang. Menurut Sardjono (2004),
penduduk lokal adalah sekelompok orang, baik masyarakat adat maupun
pendatang yang telah turun temurun bertempat tinggal di suatu tempat tertentu
sehingga memiliki keterikatan kehidupan (termasuk teknologi dan norma budaya)
serta penghidupan (meliputi subsistensi dan pendapatan) bersama. Penekanan
pada kata “lokal” menegaskan bahwa asal usul penduduk tidak lagi dipedulikan.
Ditinjau dari sudut pandang Antropologi, sistem pengetahuan masyarakat
muncul dari pengalaman-pengalaman individu maupun kolektif yang disebabkan
oleh adanya interaksi di antara mereka dalam menanggapi lingkungannya.
Pengalaman itu diabstraksikan menjadi konsep-konsep, pendirian-pendirian atau
pedoman-pedoman tingkah laku bermasyarakat. Disamping itu, sistem
pengetahuan sebagai salah satu pedoman hidup manusia diwariskan dari generasi
ke generasi berikutnya melalui sistem sosialisasi. Dengan sistem sosialisasi
tersebut, pedoman hidup itu dikokohkan dan berkembang menyesuaikan diri
dengan irama hidup dan sifat-sifat lingkungannya, meskipun pemahaman sifat-
sifat lingkungannya itu sangat terbatas pada wilayahnya. Setiap masyarakat yang
bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu cenderung akan memiliki seperangkat
sistem pengetahuan tradisional yang spesifik di wilayah itu (Wibowo 1995).
Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan ramuan obat tradisional oleh
sebagian besar masyarakat adalah salah satu tradisi dan kepercayaan yang sudah
dilakukan secara turun temurun. Tradisi pemanfaatan tersebut sebagian sudah
dibuktikan kebenarannya secara ilmiah, namun masih banyak lagi pemanfaatan
yang sifatnya tradisional belum diungkapkan (Setyowati & Wardah 1993).
Seperti halnya di alam pikiran orang Karo peranan guru (dukun) sangat
penting salah satunya dalam perselihi artinya upacara pengobatan suatu penyakit
atau diri seseorang, dimana untuk menghindarkan penyakit menjadi lebih
berbahaya, dibuatkan suatu gambar manusia di kulit pisang dan setelah upacara
ritual oleh guru (dukun) dibawa ke suatu tempat. Maksudnya agar manusia yang
sakit itu jadi hilang penyakitnya dan ditimpakan kepada kulit pisang yang sudah
diukir dengan segala macam bahan-bahan didalamnya. Begitu juga halnya tradisi
orang Karo, pada pasca kelahiran ibu bersama anaknya tidur di tepi dapur rumah
didiangi kayu keras yang dibakar terus menerus untuk menghangatkan badan
mereka selama 10 hari atau lebih, dan mereka juga diberi sejenis obat pengeratahi
guna memperkuat daya tahan. Dan secara berkala ibu baru ini i-akar-i-okup
artinya air dimasak dalam periuk besar sampai mendidih, kemudian diletakkan di
bawah kursi duduk lalu dibungkus dengan tikar dan selimut sehingga uap air
panas tadi mengenai badannya, menyebabkan ia berkeringat. Setelah selesai dan
sebelum berpakaian lebih dahulu isurungi dengan sekapur sirih agar badan tetap
hangat (Bangun 1986).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2007 sampai dengan April 2008.
Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Tanah Karo Propinsi Sumatera Utara
(Lampiran 1), yang hampir seluruhnya terdiri atas kelompok etnis Karo Gunung
dan Karo Dusun.
Bahan Dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian antara lain peta lokasi
penelitian, daftar kuesioner, literatur sebagai bahan pendukung pustaka, alat
perekam suara, alat tulis dan buku lapangan, kamera serta perlengkapan untuk
pembuatan herbarium.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan metodologi seperti yang digunakan dalam
penelitian etnobotani yang dikemukakan oleh Cotton (1996) dan Martin (1995).
Pelaksanaan penelitian ini meliputi studi tentang sistem pengetahuan lokal
meliputi persepsi, konsepsi dan pandangan masyarakat Karo terhadap oukup dan
studi tentang pemanfaatan oukup bagi masyarakat Karo khususnya dan
masyarakat non-Karo umumnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
yang bersifat kualitatif, melalui pendekatan emik dan pendekatan etik. Pendekatan
emik dimaksudkan untuk mendapatkan data mengenai pengetahuan masyarakat
tentang oukup menurut kacamata dan bahasa mereka, tanpa harus kita menguji
kebenarannya. Sedangkan pendekatan etik, digunakan dalam menganalisis data
dari pengetahuan masyarakat tersebut secara ilmiah, sesuai dengan bidang yang
ditekuni oleh peneliti yaitu taksonomi. Pendekatan umumnya menggunakan
teknik RRA (Rapid Rural Appraisal) dan PRA (Participatory Rural Appraisal)
serta wawancara (Walujo 1998).
Wawancara bersifat semi struktural yang berpedoman pada daftar
pertanyaan (kuisioner sederhana) sebagai pemandu bagi peneliti untuk
mengajukan pertanyaan kepada nara sumber sebagai informan kunci, dan
dilakukan secara terbuka (open-ended). Wawancara dilakukan kepada masyarakat
Karo maupun masyarakat non Karo baik secara individu maupun kelompok.
Untuk wawancara dipilih nara sumber yang dianggap memiliki pengetahuan lebih
luas tentang tradisi oukup bagi masyarakat Karo.
Nara sumber yang menjadi informan kunci terdiri atas pengguna oukup,
pengobat tradisional (dukun/tabib), pengusaha oukup dan pasar. Seluruh informasi
yang diperoleh dari informan dicatat, direkam dengan menggunakan tape recorder
dan kemudian ditabulasi.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Jenis data
primer dilakukan dengan wawancara mencakup : keanekaragaman jenis
tumbuhan yang digunakan dalam ramuan oukup, pemanfaatan Oukup, dan cara
memanfaatkan oukup. Data primer juga termasuk menginventarisasi
keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup. Jenis
data sekunder diambil dengan cara studi pustaka yaitu mempelajari laporan-
laporan, catatan-catatan yang berhubungan dengan keadaan fisik daerah tersebut,
seperti peta lokasi penelitian.
Analisis Data
Data penelitian meliputi data primer yang bersumber dari hasil wawancara
dengan masyarakat, terutama data yang mengungkapkan pandangan dan persepsi
masyarakat tentang oukup dan pemanfaatannya serta keanekaragaman jenis
tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup. Hasil tabulasi dari data primer
kemudian dianalisis dengan menggunakan cara deskriptif dan komparatif dilihat
dari sudut pandang masyarakat Karo, dan selanjutnya data tersebut dianalisis
secara ilmiah. Sedangkan untuk mengetahui senyawa bioaktif yang terkandung
serta data ekologi dan persebaran masing-masing jenis tumbuhan yang
dimanfaatkan dilakukan melalui sumber sekunder berupa studi pustaka.
Untuk mengetahui Indeks Kesamaan Jenis dihitung berdasarkan metode
yang dikembangkan oleh Jaccard (Mueller-Dombois & Ellenberg 1974).
ISj = Indeks Kesamaan Jenis menurut Jaccard
a = Jumlah jenis pada responden pertama yang diperbandingkan
b = Jumlah jenis pada responden kedua yang diperbandingkan
c = Jumlah jenis yang sama pada responden-responden yang
diperbandingkan
ISj = %100xcba
c
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian tentang oukup
Oukup adalah sejenis mandi uap tradisional suku Karo. Menurut sejarah,
oukup bertujuan untuk menjaga kesehatan bagi ibu-ibu pasca melahirkan dengan
cara mandi uap atau disebut dengan oukup dalam bahasa Karo. Secara tradisi,
seseorang atau ibu-ibu dibungkus dengan kain selimut dan kemudian diuap
melalui sebuah wadah yang dipanasi dan diberi ramuan tumbuh-tumbuhan.
Melalui ramuan yang diuapkan ini ibu yang habis melahirkan menurut tradisi
Karo dipercaya akan segera memulihkan kembali kesehatan, stamina dan
peredaran darahnya. Oukup juga dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Karo
sangat baik untuk membersihkan darah kotor setelah proses melahirkan serta
memudakan kembali kulit dari kerut-kerut setelah proses kehamilan. Menurut
penuturan orang Karo, oukup ini baru bisa dilakukan dua pekan setelah
persalinan, karena selama kurun waktu tersebut kemungkinan pendarahan tidak
akan terjadi.
Cara perawatan ini kemudian dipraktekkan secara turun-temurun dan
menjadi tradisi yang khas bagi orang Karo. Sesuai dengan perkembangan jaman,
tradisi ini terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan. Bentuk-bentuk
perubahan ini dapat ditemui disekitar kota Medan. Walaupun perubahan yang
ditemui itu adalah cara penggodogan dan teknik penguapannya, namun ramuan
utama tidak banyak mengalami perubahan yang mendasar. Seandainya terdapat
perkembangan jumlah jenis ramuan hanya sebatas pada ramuan alternatif dan
disesuaikan dengan kondisi lingkungan, terutama struktur dan komposisi vegetasi
di masing-masing wilayah, serta falsafah budaya yang melatarbelakanginya
(Walujo 2002).
Modernisasi oukup ternyata merubah pandangan masyarakat bahwa tidak
hanya ibu yang habis persalinan akan tetapi berkembang untuk semua kalangan,
tidak mengenal jenis kelamin maupun kelas usia. Secara perlahan fungsi oukup
yang awalnya hanya untuk ibu pasca melahirkan, sekarang fungsi utama tersebut
bergeser ke: (1) Kesehatan, (2) Pengobatan, (3) Kebugaran, dan (4) Kecantikan.
Beberapa tahun terakhir ini oukup dikenali sebagai SPA (solid per aqua)
tradisional yang kegunaannya lebih kepada perawatan tubuh, kebugaran dan
rileksasi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari beberapa pusat sumber
informasi yaitu pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup dan pasar, oukup
memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Menghilangkan sakit pinggang secara perlahan-lahan
2. Menetralkan kadar gula dalam tubuh
3. Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap ancaman penyakit
4. Memperindah bentuk tubuh serta menghaluskan kulit
5. Menyegarkan jasmani
6. Mengendurkan saraf yang tegang
7. Memperlancar peredaran darah
8. Mengeluarkan angin yang tidak signifikan di dalam tubuh
9. Mengantisifasi ancaman hipertensi atau reumatik
10. Menurunkan kadar kolesterol secara perlahan-lahan
11. Menurunkan kadar lemak
12. Menyehatkan paru-paru dan jantung
13. Membangkitkan nafsu makan
14. Meringankan kepala yang pusing/flu
15. Menetralisir kesehatan ibu seusai bersalin
Masing-masing usaha menawarkan keistimewaan tersendiri, mulai dari
kualitas ramuan, kenyamanan tempat, dan harga yang bersaing. Begitu juga ruang
untuk oukup, masing-masing usaha memiliki disain sendiri dengan luas
ruangannya hampir semua sama yaitu 1 x 1,5 meter. Tarif yang dikenakan
bervariasi mulai dari Rp.10.000 sampai Rp.50.000.
Belum pernah ada laporan atau penelitian yang mengungkapkan
keanekaragaman jenis yang digunakan sebagai ramuan oukup. Begitu pula tentang
standarisasi ramuan, baik yang dijual di pasar, yang digunakan ditempat-tempat
praktek oukup bahkan pengetahuan masyarakat tentang ramuan pun berbeda-beda.
Manfaat oukup
Persalinan merupakan peristiwa alamiah yang dapat terjadi secara normal
atau dengan gangguan. Meskipun persalinan berlangsung normal (keluar dari
rahim melalui jalan lahir tanpa bantuan peralatan) dan lancar, tetap menyebabkan
kelelahan bagi ibu. Kelelahan fisik akibat menyangga beban bayi dalam perut
ditambah proses persalinan telah menguras tenaga ibu. Untuk memulihkan kondisi
tubuhnya, ibu yang baru melahirkan sebaiknya beristirahat atau tidur. Kehamilan
dan pasca persalinan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi
pada tubuh ibu. Kulit dan otot perut akan meregang, karena adanya janin dalam
perut. Perubahan tubuh yang lain biasanya berupa kegemukan, kulit meregang,
kulit kotor, dan rambut rontok. Perawatan tubuh yang baik akan memulihkan
kesehatan dan kecantikan ibu seperti keadaan semula (Handayani 2003).
Perawatan tubuh bagi ibu pasca melahirkan juga menjadi perhatian yang
sangat besar bagi orang Karo. Oukup merupakan salah satu cara perawatan
kesehatan ibu pasca melahirkan, artinya membuat ibu si bayi berkeringat dengan
cara memasak air disertai ramuan tertentu, kemudian setelah mendidih diangkat
dan didekatkan kepadanya sambil dibungkus dengan selimut. Uap air panas itu
memaksa si ibu berkeringat, maksudnya supaya si ibu sehat karena sisa kotoran di
dalam tubuhnya telah keluar. Hal ini merupakan suatu tradisi yang diturunkan
nenek moyang kepada generasi penerusnya dalam proses perawatan kesehatan ibu
pasca melahirkan. Oukup bukan hanya dari suku Karo saja, suku lain juga ada
hanya namanya saja yang berbeda. Untuk suku Jawa dinamakan ungkep, suku
Minang dinamakan batangi, suku Batak dinamakan martup, sedangkan suku
Minahasa disebut bakera. Ditinjau dari segi kegunaannya sama yaitu
menyegarkan kembali stamina dan memulihkan kesehatan bagi ibu pasca
melahirkan, hanya saja ramuan yang digunakan pastinya berbeda-beda.
Pada banyak kebudayaan, wanita yang baru melahirkan dianggap berada
dalam kondisi dingin, berbeda halnya dengan saat ketika ia sedang hamil, yang
dianggap berada dalam kondisi panas (Foster & Anderson 2005). Maka dalam
kondisi dingin setelah melahirkan, sang ibu dan juga bayinya dianggap
memerlukan pemanasan. Di lingkungan masyarakat Karo misalnya, wanita yang
baru melahirkan diharuskan tidur bersama bayinya di dekat tungku dapur selama
sekitar 10 hari sambil didiangi kayu keras yang dibakar secara terus menerus
untuk menghangatkan badan mereka (Bangun 1986).
Meskipun kehamilan dan kelahiran bayi secara umum dilihat dalam
pengertian dan kepentingan yang sama, yakni untuk kelangsungan umat manusia,
namun dalam kehidupan berbagai kelompok etnis, terdapat bermacam-macam
titikberat perhatian dan sikap, khususnya dalam menanggapi proses ini. Sebagian
etnis lebih mementingkan aspek kultural dari kehamilan dan kelahiran, dan
sebagian lagi lebih menonjolkan aspek sosialnya. Banyak etnis di dunia
mempercayai bahwa tiap perpindahan dari satu tahapan kehidupan kepada
tahapan kehidupan yang lainnya merupakan suatu masa krisis yang gawat atau
membahayakan, baik yang bersifat nyata maupun bersifat gaib. Untuk itu
dilakukan upacara-upacara adat yang disebut crisis rite (upacara waktu krisis)
atau rites de passage (upacara peralihan) untuk menolak bahaya gaib yang
mengancam individu dan lingkungannya (Koentjaraningrat 1990).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa faktor sosial-budaya mempunyai
peranan penting dalam memahami perawatan ibu pasca melahirkan. Sebagian
pandangan budaya mengenai hal tersebut telah diwariskan turun-temurun dalam
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup
Keanekaragaman jenis yang dimaksudkan adalah untuk menggambarkan
jumlah seluruh jenis yang diketahui dan didaftar dari hasil wawancara keseluruh
responden, baik para pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup, maupun penjual
ramuan oukup di pasar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
keanekaragaman jenis tumbuhan di masing-masing pusat sumber informasi
(pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup, dan penjual ramuan oukup di pasar)
berbeda-beda (Tabel 1). Secara kumulatif dari seluruh informasi dicatat ada 69
jenis tumbuhan yang terdiri atas 42 marga dan 28 suku yang digunakan sebagai
ramuan oukup (Lampiran 2). Diantara jenis-jenis itu, yang terbanyak adalah jenis
yang termasuk ke dalam suku Zingiberaceae (15 jenis), kemudian berturut-turut
Rutaceae (11 jenis), Arecaceae (8 jenis), dan selebihnya kurang dari 3 jenis,
bahkan hanya diwakili oleh 1 jenis (Gambar 1).
Gambar 1 Suku tumbuhan yang terdapat di dalam ramuan oukup
Tabel 1 Data perolehan keanekaragaman jenis tumbuhan di masing-masing pusat sumber
informasi.
No Pusat Sumber Informasi Jumlah
Jenis Tumbuhan Suku Tumbuhan
1 Pengguna oukup 25 12
2 Tabib 40 21
3 Pengusaha oukup 54 18
4 Pasar 49 20
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari hasil analisis keempat pusat sumber informasi
yaitu pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup dan pasar tercatat bahwa
pengusaha oukup lebih banyak mengenali dan menggunakan jenis ramuan yang
beranekaragam dibandingan dengan pusat sumber informasi lainnya. Wajar bagi
seorang pengusaha harus mampu melayani kepada pelanggan sebaik-baiknya.
Sementara itu, masing-masing pengusaha untuk menarik perhatian pelanggannya
harus berupaya untuk menampilkan kekhasan ramuannya. Dengan demikian
secara kumulatif berdasarkan 5 responden paling banyak memiliki jumlah jenis
tumbuhan sebagai ramuan bahan oukup. Tidak jauh berbeda dengan para penjual
ramuan oukup di pasar-pasar, dan para tabib.
Berdasarkan hasil analisis data dari keempat pusat sumber informasi
(pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup, dan pasar), tercatat sebanyak 16 jenis,
11 marga dan 7 suku, yang dikenali oleh seluruh responden. Hal ini menunjukkan
bahwa ke 16 jenis tersebut merupakan komponen utama dalam ramuan oukup
(Tabel 2).
Tabel 2 Jenis-jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dalam ramuan oukup
No Jenis Tumbuhan
Suku
Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Bangle Zingiber purpureum Zingiberaceae
2 Cekala Nicolaia speciosa Zingiberaceae
3 Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae
4 Kencur Kaempferia galanga Zingiberaceae
5 Laja Alpinia sp. Zingiberaceae
6 Lempuyang Zingiber americanus Zingiberaceae
7 Lengkuas Alpinia galanga Zingiberaceae
8 Temu Kunci Boesenbergia pandurata Zingiberaceae
9 Jeruk purut Citrus hystrix Rutaceae
10 Jeruk Pagar Citrus medica Rutaceae
11 Jeruk Puraga Citrus nobilis Rutaceae
12 Lada Piper nigrum Piperaceae
13 Pandan Pandanus amaryllifolius Pandanaceae
14 Kemangi Ocimum basilicum Lamiaceae
15 Sere wangi Andropogon citratus Gramineae
16 Salin sayo Gaultheria leucocarpa Ericaceae
Secara tradisi, menurut para responden mengatakan, bahwa jenis-jenis
tersebut merupakan sumber bahan ramuan utama oukup untuk kesehatan ibu pasca
melahirkan. Sedangkan jenis-jenis lain hanya merupakan jenis ramuan pelengkap
atau jenis-jenis alternatif yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Tabel 2 juga
memperlihatkan bahwa Zingiberaceae dan Rutaceae tetap menjadi komponen
utama dalam ramuan oukup. Sesuai dengan kandungannya, kedua-duanya
(Zingiberaceae dan Rutaceae) banyak menghasilkan minyak atsiri yang
bermanfaat untuk antiseptik, aromaterapi, anti oksidan dan anti mikroba sehingga
berguna untuk memulihkan kesehatan ibu pasca melahirkan.
1. Pengetahuan pengguna oukup tentang jenis tumbuhan dalam ramuan
oukup
Pengguna adalah orang yang mampu memberikan informasi tentang jenis
tumbuhan yang mereka ketahui berdasarkan atas pengalaman. Hasil analisis
dengan melibatkan 20 orang responden dicatat tidak kurang dari 25 jenis
tumbuhan yang terdiri atas 17 marga, 12 suku diketahui sebagai ramuan dalam
membuat oukup.
Hasil analisis keanekaragaman jenis tumbuhan dengan memasukkan
variabel, kelompok etnis dan jenis kelamin (Tabel 3), menunjukkan bahwa :
Sebagai pengguna, orang Karo yang dalam hal ini diketahui sebagai pemilik
tradisi tentang oukup, hanya dengan melibatkan 4 responden (3 laki-laki, 1
perempuan) telah dicatat sebanyak 18 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan
untuk ramuan oukup. Dari jenis-jenis tumbuhan itu, pada umumnya
komponen ramuan tersebut berasal dari rimpang (23 jenis), daun (16 jenis),
batang (6 jenis), buah (5 jenis) dan biji (1 jenis). Tidak jauh berbeda dengan
orang Batak yang secara geografis sangat berdekatan dengan tradisi oukup
ini, dengan melibatkan 6 responden (4 laki-laki, 2 perempuan), mereka
mengenali sebanyak 17 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan
oukup. Sedikit berbeda dengan orang Karo, pengetahuan orang Batak yang
berasal dari pengguna menyatakan bahwa bagian tumbuhan yang banyak
dimananfaatkan untuk ramuan oukup: daun (16 jenis), rimpang (13 jenis),
batang dan buah (masing-masing 3 jenis), biji (1 jenis).
Karena oukup telah menjadi komoditas yang secara umum membudaya
diseluruh kalangan, maka orang Jawa yang berdomisili di Medan, dengan
melibatkan 4 responden pengguna oukup (3 laki-laki, 1 perempuan),
mengenali bahwa ramuan oukup terdiri atas 10 jenis tumbuhan. Dari jumlah
tersebut daun (13 jenis) merupakan bagian yang banyak dimanfaatkan
sebagai ramuan. Selanjutnya bagian rimpang (10 jenis), batang (3 jenis) dan
buah (1 jenis), merupakan bagian-bagian tumbuhan yang dikenali juga
sebagai ramuan oukup. Hal yang sama juga terjadi bagi orang Mandailing
yang bermukim dikota Medan. Dengan hanya melibatkan 2 responden
pengguna oukup (1 laki-laki, 1 perempuan), mereka mengenali jenis
tumbuhan sebagai ramuan oukup sebanyak 10 jenis, terdiri atas daun (6
jenis), rimpang (4 jenis), batang dan buah (masing-masing 3 jenis).
Begitu pula dengan orang Padang yang juga berdomisili dikota Medan,
dengan melibatkan 3 responden pengguna oukup (2 laki-laki, 1 perempuan),
mereka mengenali jenis tumbuhan sebagai ramuan oukup sebanyak 7 jenis,
terdiri atas daun (10 jenis), bunga dan rimpang (masing-masing 2 jenis),
buah (1 jenis). Jauh berbeda dengan orang Aceh, yang kebetulan menjadi
responden sebagai pengguna, walaupun hanya diwakili 1 responden (1 laki-
laki), paling tidak mereka mengenali 5 jenis tumbuhan sebagai ramuan
oukup. Dari jumlah tersebut bagian tumbuhan yang digunakan sebagai
ramuan oukup diketahui terdiri atas daun (3 jenis), batang, buah dan rimpang
(masing-masing 1 jenis).
Berdasarkan uraian di atas, dari segi pengguna, oukup memang dikenali
terdiri atas berbagai macam ramuan dari berbagai jenis tumbuhan. Pada
umumnya bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan untuk ramuan tersebut
berasal dari unsur daun, batang dan rimpang adalah unsur utama dalam ramuan
tersebut. Sedangkan buah, bunga dan biji adalah bagian pelengkapnya.
Tabel 3 Keanekaragaman jenis tumbuhan yang diketahui dan dikenali responden
berdasarkan kelompok etnis dan jenis kelamin
Etnis Karo Batak Jawa Mandailing Padang Aceh
Jumlah Responden 4 6 4 2 3 1
Jenis Kelamin L = 3; P = 1 L = 4; P = 2 L = 3; P = 1 L = 1; P = 1 L = 2; P = 1 L = 1
Jumlah Jenis Tumbuhan 18 jenis 17 jenis 10 jenis 10 jenis 7 jenis 5 jenis
Bagian tumbuhan yang digunakan :
Daun 16 16 13 6 10 3
Batang 6 3 3 3 - 1
Bunga - 1 - - 2 -
Buah 5 3 1 3 1 1
Biji 1 - - - - -
Rimpang 23 13 10 4 2 1
Pengetahuan tentang keanekaragaman jenis untuk bahan oukup
berdasarkan usia dan jenis kelamin seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Berdasarkan 20 responden yang terdiri atas 14 laki-laki dan 6 perempuan
dengan kisaran usia antara 17 sampai 48 tahun dapat dikelompokkan
menjadi usia dewasa dengan kisaran 17 – 32 tahun (jumlah responden 13
terdiri atas 8 laki-laki, 5 perempuan) dan usia tua dengan kisaran 33 - 48
tahun (jumlah responden 7 terdiri atas 6 laki-laki, 1 perempuan)
menunjukkan variasi pengetahuannya tentang keanekaragaman jenis
tumbuhan untuk ramuan oukup.
Dari total 14 responden laki-laki, 8 responden diantaranya berusia antara 17
- 32 tahun (dewasa), menyebutkan mereka mengenali 4 – 12 jenis tumbuhan
yang dipergunakan sebagai ramuan oukup. Kemudian usia 33 – 48 tahun
(tua) berjumlah 6 responden mengenali 5 – 13 jenis.
Berbeda dengan kelompok responden perempuan, yang berjumlah 6
responden, menyebutkan antara 3 – 12 jenis tumbuhan yang dikenali
merupakan ramuan oukup. Dari jumlah tersebut, 5 responden berusia 17 –
32 tahun (dewasa) mengenali 3 – 12 jenis tumbuhan bahan ramuan oukup.
Sedangkan 1 responden lainnya yang berusia 35 tahun termasuk dalam
kategori tua (33 – 48 tahun), hanya mampu menyebutkan 3 jenis tumbuhan
saja.
Berdasarkan kategori usia dan jenis kelamin ini tidak banyak
memperlihatkan perbedaan yang mencolok mengenai pengetahuan jenis
tumbuhan untuk ramuan oukup. Jika angka-angka ini dikaitkan antara jenis
dengan bagian tumbuhan, maka daun, batang dan rimpang tetap menjadi unsur
utama ramuan oukup.
Tabel 4 Keanekaragaman jenis tumbuhan yang diketahui dan dikenali responden
berdasarkan usia dan jenis kelamin
Usia 17 - 32 tahun (Dewasa) 33 - 48 tahun (Tua)
Jenis Kelamin L P L P
Jumlah Responden 8 5 6 1
Jumlah jenis tumbuhan yang dikenali 4 - 12 jenis 3 - 13 jenis 5 - 13 jenis 3 jenis
Bagian tumbuhan yang digunakan :
Daun 7 5 5 3
Batang 2 2 2 -
Bunga 1 - 1 -
Buah 2 2 3 -
Biji 1 - - -
Rimpang 9 8 8 -
Dari hasil pengumpulan informasi dari seluruh responden yang berkategori
pengguna dapat dicatat bahwa Zingiber officinale, Alpinia galanga, Citrus
hystrix, Ocimum basilicum, Pandanus amarylifolius dan Andropogon citratus,
merupakan jenis yang penting dalam ramuan oukup.
2. Pengetahuan tabib tentang jenis tumbuhan dalam ramuan oukup
Tabib juga termasuk orang yang mampu memberikan informasi tentang
keanekaragaman jenis yang digunakan sebagai ramuan oukup. Berdasarkan 5
responden tabib, terkait dengan pengetahuan tabib dengan pemanfaatan ramuan
oukup, ditemui lima tabib yang berada di Sumatera Utara yaitu : tabib di
Sibolangit, tabib di Brastagi, tabib di Deli Tua, tabib di Deleng Lancuk dan
tabib di Tangkahan. Hasilnya, tidak kurang dari 40 jenis tumbuhan yang terdiri
atas 28 marga, 21 suku tercatat sebagai ramuan yang digunakan oleh kelima
tabib tersebut di atas. Berbeda halnya dengan ramuan yang dikenali oleh para
pengguna oukup, ramuan yang dikenali oleh tabib terdiri atas bagian-bagian
tumbuhan yaitu daun, batang, buah, biji, rimpang, akar, umbi dan kulit.
Jika kemudian jumlah jenis tumbuhan ini dibandingkan dengan jumlah
jenis tumbuhan yang dikenali oleh pengguna oukup maka terlihat perbedaan
yang sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing tabib
memiliki pengetahuan yang sangat berbeda berdasarkan pengalamannya. Lebih
rinci, pada Tabel 5 memperlihatkan masing-masing tabib memiliki ciri
pengetahuan yang sangat berbeda berdasarkan pengalamannya.
Tabel 5 Pengetahuan keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan oleh masing-
masing tabib
Responden Tabib
Sibolangit Brastagi Deli Tua Deleng Lancuk Tangkahan
Jumlah jenis 5 7 13 24 13
Bagian tumbuhan
yang digunakan :
Daun 4 6 4 18 3
Batang 1 1 2 2 1
Buah 0 1 4 5 1
Biji 0 0 1 0 1
Rimpang 0 0 1 4 7
Akar 0 0 0 0 1
Umbi 0 0 2 0 1
Kulit 0 1 0 1 0
Gambaran pada Tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa tabib di Deleng Lancuk
memiliki pengetahuan lebih banyak dalam memanfaatkan jenis tumbuhan
sebagai ramuan di dalam oukupnya (24 jenis), dibandingkan dengan tabib di
Deli Tua dan Tangkahan, masing-masing 13 jenis, tabib di Brastagi (7 jenis),
dan tabib di Sibolangit (5 jenis). Berdasarkan pengalaman dari masing-masing
tabib, hasil analisis tercatat bahwa tabib di Deleng Lancuk lebih banyak
mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup
dibanding dengan tabib lainnya. Hal ini disebabkan tabib di Deleng Lancuk
merupakan tabib yang sudah memiliki banyak pengalaman baik dalam
pengobatan maupun meramu ramuan obat yang digunakannya untuk mengobati
orang sakit. Tabib ini juga sering memodifikasi sendiri ramuan untuk oukup,
sehingga banyak jenis-jenis tumbuhan yang menjadi bahan alternatif dalam
ramuan oukup berdasarkan fungsi dan tujuannya. Berbeda dengan tabib di
Brastagi yang merupakan tabib yang hanya memberikan informasi tentang
bahan dasar dari ramuan oukup untuk kebugaran/rileksasi, sedangkan tabib di
Deli Tua dan tabib di Tangkahan merupakan tabib yang lebih banyak
menangani pengobatan pasien patah tulang, sehingga kedua tabib ini lebih
banyak mengetahui ramuan oukup untuk pengobatan.
Berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan unsur daun, buah dan
rimpang masih mendominasi ramuannya, sama halnya dengan pengetahuan
responden sebagai pengguna. Pada Tabel 5 ini juga menunjukkan bahwa
banyaknya jenis yang digunakan tidak sama dengan banyaknya bagian-bagian
tumbuhan yang dimanfaatkan untuk bahan ramuan seperti halnya tabib di
Tangkahan merupakan tabib yang hanya 13 jenis tumbuhan yang digunakan
sebagai bahan ramuan tetapi untuk bagian tumbuhan yang digunakan hampir
seluruh bagian yaitu daun, batang, buah, biji, rimpang, akar dan umbi, kecuali
kulit. Dibandingkan dengan tabib lainnya yaitu tabib di Deli Tua (6 bagian :
daun, batang, buah, biji, rimpang dan umbi), tabib di Deleng Lancuk (5 bagian
: daun, batang, buah, rimpang dan umbi), tabib di Brastagi (4 bagian : daun,
batang, buah dan kulit) dan tabib di Sibolangit (2 bagian : daun dan batang).
Dengan demikian berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan sebagai
ramuan oukup menurut informasi ke 5 tabib, bagian daun, batang dan buah
merupakan komponen utama yang menjadi bahan dasar dalam ramuan oukup.
Dari uraian di atas terlihat bahwa tingkat perbedaan pengetahuan tentang
jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup sangat signifikan. Maka
untuk melihat tingginya tingkat perbedaan jenis tersebut dapat diketahui
berdasarkan Indeks Kesamaan (IS) dengan menggunakan metode Jaccard,
seperti yang tertera pada Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6 Indeks Kesamaan (IS) dan Indeks Ketidaksamaan (IKS) jenis tumbuhan yang
digunakan tabib
IKS (%) IS (%) Tabib
Sibolangit
Tabib
Brastagi
Tabib Deli
Tua
Tabib Deleng
Lancuk
Tabib
Tangkahan
Tabib Sibolangit - 2 5.76 5.76 0
Tabib Brastagi 98 - 7.54 5.76 2
Tabib Deli Tua 94.24 92.46 - 10.9 5.76
Tabib Deleng Lancuk 94.24 94.24 89.1 - 7.54
Tabib Tangkahan 100 98 94.24 92.46 -
Tabel 6 diatas menunjukkan hasil analisis dengan menggunakan metode
Jaccard, untuk melihat Indeks Kesamaan (IS) dan Indeks Ketidaksamaan (IKS)
jenis yang digunakan di lima tabib. Secara umum dapat dikatakan bahwa
masing-masing tabib memiliki spesifikasi jenis-jenis yang digunakan.
Contohnya tabib di Tangkahan dengan menggunakan seluruh bagian tumbuhan
Eleusine indica sebagai bagian dari ramuan khasnya. Begitu pula tabib di Deli
Tua, memasukkan Allium cepa sebagai bagian yang khas di dalam ramuannya.
Hal ini juga dibuktikan berdasarkan atas analisis nilai IS dan IKS masing-
masing tabib, yang secara umum nilai IS nya jauh dibawah 20% atau IKS nya
>80%. Antara tabib Sibolangit dengan tabib Brastagi ISnya hanya 2%, IS
antara tabib Sibolangit dengan tabib Deli Tua dan tabib Deleng Lancuk
masing-masing hanya 5,76%. Berbeda jauh antara tabib Sibolangit dengan
tabib Tangkahan ISnya 0%, sedangkan tabib Brastagi dengan tabib Deli Tua
ISnya 7,54%, antara tabib Brastagi dengan tabib Deleng Lancuk ISnya 5,76%,
tabib Brastagi dengan tabib Tangkahan ISnya hanya 2%, tabib Deli Tua dengan
tabib Deleng Lancuk ISnya lebih besar yaitu 10,9%, sedangkan tabib Deli Tua
dengan tabib Tangkahan ISnya 5,76%. Dan antara tabib Deleng Lancuk dengan
tabib Tangkahan ISnya 7,54%. Walaupun jenis tumbuhan yang digunakan oleh
kelima tabib ini memiliki ketidaksamaan yang sangat tinggi akan tetapi ada 5
jenis tumbuhan yang tercatat merupakan jenis yang selalu digunakan oleh
semua tabib. Jenis-jenis itu adalah Pandanus amaryllifolius, Citrus hystrix,
Ocimum basilicum, Nicolaia speciosa dan Andropogon citratus. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa 5 jenis tumbuhan tersebut merupakan komponen utama
yang wajib digunakan sebagai ramuan di dalam oukup.
3. Pengetahuan pengusaha oukup tentang jenis tumbuhan dalam ramuan
oukup
Pengusaha juga termasuk orang yang banyak memberikan informasi
tentang pemanfaatan keanekaragaman jenis yang digunakan sebagai ramuan di
dalam oukup berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Terkait dengan
pengetahuan pengusaha oukup tentang keanekaragaman jenis untuk ramuan
oukup, telah dilibatkan lima pengusaha yang tersebar di Sumatera Utara
masing-masing: usaha di Pancur Batu, usaha di Simalingkar, usaha BOSS,
usaha di Kabanjahe, dan usaha Sembiring. Hasilnya, tidak kurang dari 54 jenis
tumbuhan yang terdiri atas 29 marga, 18 suku tercatat sebagai ramuan yang
digunakan di lima usaha tersebut di atas.
Gambar 2 Jumlah jenis, marga dan suku tumbuhan yang digunakan oleh
pengusaha oukup
Gambar 2 menunjukkan bahwa pengusaha oukup di Simalingkar lebih banyak
memanfaatkan keanekaragaman jenis tumbuhan sebagai ramuan di dalam
oukupnya (47 jenis), dibandingkan dengan pengusaha di Pancur Batu (25
jenis), Kabanjahe (24 jenis), Sembiring (21 jenis), dan BOSS (16 jenis). Hal ini
menyatakan bahwa usaha Simalingkar lebih banyak memodifikasi ramuannya
untuk pengobatan bukan untuk kebugaran/rileksasi . Ini yang menyebabkan
usaha Simalingkar lebih banyak memanfaatkan keanekaragaman jenis
tumbuhan dibanding dengan usaha oukup lainnya, sehingga ramuan yang
digunakan untuk oukup lebih bervariasi sesuai dengan fungsinya. Berbeda
dengan ke 4 usaha lainnya yang fungsinya hanya untuk kebugaran/rileksasi
saja, sehingga bahan ramuannya lebih sederhana dan lebih mengutamakan
jenis-jenis yang mengandung aromaterapi.
Walaupun antara kelima usaha ini memiliki pola pengetahuan yang
berbeda-beda tentang ramuan oukup akan tetapi ada 7 jenis tumbuhan yang
tercatat merupakan jenis yang selalu digunakan di lima usaha. Jenis-jenis itu
adalah Alpinia galanga, Kaempferia galanga, Boesenbergia pandurata,
Alpinia sp., Ocimum basilicum, Citrus hystrix dan Zingiber americanus.
Tingginya tingkat perbedaan antara pengusaha satu dengan lainnya dalam
meramu oukup dapat dibuktikan melalui perhitungan nilai Indeks Kesamaan
(IS) dan Indeks Ketidaksamaan (IKS) menurut cara Jaccard. Hasilnya tertera
pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7 Indeks Kesamaan (IS) dan Indeks Ketidaksamaan (IKS) jenis tumbuhan yang
digunakan pengusaha oukup
IKS (%) IS (%) Usaha
Pancur Batu
Usaha
Simalingkar Usaha BOSS
Usaha
Kabanjahe
Usaha
Sembiring
Usaha Pancur Batu - 17.03 8.19 11.81 13.84
Usaha Simalingkar 82.97 - 9.67 15.15 13.17
Usaha BOSS 91.81 90.33 - 8.19 8.94
Usaha Kabanjahe 88.19 84.85 91.81 - 11.11
Usaha Sembiring 86.16 86.83 91.06 88.89 -
Tabel 7 menunjukkan sebaran nilai IS dan IKS dari masing-masing
pengusaha. Berdasarkan nilai tersebut nilai indeks kesamaan (IS) masih
dibawah 17.03%, atau indeks ketidaksamaan (IKS) mencapai 91.81% dengan
demikian maka secara umum masing-masing pengusaha memiliki spesifikasi
jenis-jenis yang digunakan. Setelah dilakukan analisi lebih rinci tentang jenis
ramuannya maka, pengusaha di Simalingkar dengan menggunakan Laportea
decumana, Allium sativum dan 8 jenis akar-akaran (Bambusa vulgaris, Arenga
pinnata, Areca catechu, Calamus sp.1, Calamus sp.2, Calamus sp.3,
Metroxylon sp., dan Laportea decumana) sebagai bagian ramuan khasnya, hal
ini jelas bahwa pengusaha di Simalingkar mempunyai ramuan khusus yang
tidak dimiliki oleh pengusaha lainnya. Begitu pula pengusaha di BOSS,
memasukkan Ananas comosus sebagai bagian yang khas di dalam ramuan
oukupnya. Tidak jarang pula para pengusaha oukup menambahkan satu bahkan
lebih jenis tumbuhan di dalam ramuan tersebut, tergantung situasi dan kondisi
si pengguna pada saat datang. Contohnya adalah penambahan potongan batang
Nicolaia speciosa untuk mereka yang habis melahirkan. Begitu pula untuk
mereka yang mengidap penyakit reumatik dengan menambahkan seluruh
bagian tumbuhan Laportea decumana.
Karena masing-masing pengusaha memiliki kekhasan tersendiri dalam
ramuannya, tidak mengerankan jika hasil analisis Indeks Ketidaksamaannya
(IKS) mencapai diatas 80%. Antara usaha Pancur Batu dengan usaha
Simalingkar ISnya lebih besar yaitu 17,03%, dibanding IS antara usaha Pancur
Batu dengan usaha BOSS dan usaha BOSS dengan usaha Kabanjahe masing-
masing hanya 8,19%. Antara usaha Pancur Batu dengan usaha Kabanjahe
ISnya 11,81%, usaha Pancur Batu dengan usaha Sembiring ISnya 13,84%,
sedangkan antara usaha Simalingkar dengan usaha BOSS ISnya hanya 9,67%,
usaha Simalingkar dengan usaha Kabanjahe ISnya 15,15%, usaha Simalingkar
dengan usaha Sembiring ISnya 13,17%. Berbeda jauh antara usaha BOSS
dengan usaha Sembiring ISnya hanya 8,94%, dan antara usaha Kabanjahe
dengan usaha Sembiring ISnya 11,11%.
Berdasarkan informasi dari pengusaha juga diperoleh keterangan bahwa
mereka lebih senang memanfaatkan ramuan yang telah dikeringkan dari pada
yang segar. Seandainya mereka membelinya bahan-bahan yang segar, tetap
mereka akan mengeringkannya terlebih dahulu. Bahan-bahan yang kering ini
menurutnya akan menghasilkan aroma yang sangat tajam, sehingga berfungsi
sangat kuat sebagai aromaterapi yang manfaatnya akan dinikmati oleh
pengguna untuk kesehatan, kebugaran bahkan pengobatan. Untuk mendapatkan
jenis tumbuhan yang kering, mereka mengeringkan di bawah sinar matahari
dengan meletakkannya di atas lantai dengan beralaskan koran atau plastik.
Secara umum untuk mendapatkan hasil pengeringan yang baik ada beberapa
faktor yang perlu diperhatikan yaitu : suhu, kelembaban udara, jenis alat
pengering, kondisi pengeringan dan bahan-bahan pembantu pengeringan
(Suryatenggara 1989). Tujuan pengeringan ini adalah untuk mempertahankan
masa simpan dan memperpanjang komponen yang ada di dalam masing-
masing jenis tumbuhan sebagai ramuan dengan menurunkan kadar air tetapi
tidak mempengaruhi aroma yang akan dikeluarkan.
4. Pengetahuan penjual ramuan oukup di pasar tentang jenis tumbuhan
dalam ramuan oukup
Pasar merupakan salah satu pusat sumber informasi yang memberikan
informasi tentang keanekaragaman jenis tumbuhan, termasuk jenis-jenis yang
diperjual belikan sebagai ramuan oukup. Hasil penelitian di tiga pasar di
Sumatera Utara, masing-masing di Pasar Pancur Batu, Pasar Brastagi dan Pasar
Kabanjahe, memberi informasi yang sangat menarik dari sisi keanekaragaman
dan kekhasan untuk masing-masing pasar (Tabel 8).
Tabel 8 Jumlah jenis, marga dan suku tumbuhan untuk oukup dari pusat sumber
informasi pasar
Nama Pasar Jumlah
Jenis Marga Suku
Pasar Pancur Batu 34 19 11
Pasar Brastagi 15 7 6
Pasar Kabanjahe 33 21 16
Gambar 3 Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan di dalam oukup
menurut sumber informasi dari pedagang di pasar
Tabel 8 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa di pasar Pancur Batu (P.PB), bahan
oukup yang diperjual belikan terdiri atas 34 jenis tumbuhan berupa daun (7
jenis), buah (9 jenis), rimpang (10 jenis), akar (7 jenis), dan bagian lain berupa
batang, bunga, biji, umbi, dan kulit, masing-masing hanya diwakili 1 jenis.
Jauh berbeda dengan yang diperjual belikan di pasar Brastagi (P.Br), yang
hanya tercatat 15 jenis saja. Dari jumlah tersebut 4 jenis diantaranya berupa
daun, 7 jenis berupa buah, 4 jenis berupa rimpang, 1 jenis berupa biji, dan
sisanya berupa batang, bunga, akar dan umbi. Keunikan di pasar Brastagi,
penjual tidak menyediakan bahan oukup yang berasal dari kulit kayu sebagai
bagian dari ramuan. Dari segi jumlah, yang hampir mirip dengan pasar Pancur
Batu adalah pasar Kabanjahe. Di pasar Kabanjahe (P.Kb) ini bahan oukup yang
diperjual belikan tercatat 33 jenis tumbuhan yang 14 jenis diantaranya berupa
daun, 8 jenis berupa buah, 8 jenis berupa rimpang, 2 jenis berupa biji, 2 jenis
berupa umbi, 1 jenis berupa bunga, 1 jenis berupa kulit. Di pasar ini batang dan
akar ternyata tidak diperjual belikan sebagai bagian ramuan di dalam oukup.
Di pasar Pancur Batu dari 34 jenis yang diperjual belikan, terdapat 8 jenis
yang spesifik hanya dijual di pasar ini, yaitu Andropogon citratus, Bambusa
vulgaris, Arenga pinnata, Calamus sp.1, Calamus sp.2, Calamus sp.3, dan
Metroxylon sp.. Kemudian di pasar Kabanjahe hanya terdapat 1 jenis saja yaitu
Cinnamomum burmanii yang tercatat dan tidak dijumpai diperjualbelikan
sebagai ramuan oukup di dua pasar lainnya. Sedangkan di pasar Brastagi
seluruh ramuan yang diperjualbelikan dijumpai di dua pasar lainnya. Akan
tetapi secara keseluruhan dicatat tidak kurang dari 49 jenis tumbuhan yang
terdiri atas 29 marga, 20 suku sebagai ramuan yang diperjual belikan di tiga
pasar tersebut. Diantara jenis-jenis tersebut, 8 jenis umumnya merupakan
bahan ramuan yang diperjualbelikan di tiga pasar. Jenis-jenis itu adalah Citrus
hystrix, Citrus medica, Citrus nobilis, Zingiber purpureum, Zingiber
americanus, Boesenbergia pandurata, Piper nigrum dan Gaultheria
leucocarpa.
Untuk memperlihatkan kekhasan, kemiripan dan keanekaragaman jenis di
masing-masing pasar dilakukan dengan menggunakan metode Jaccard untuk
menilai tingkat kesamaan (IS) dan ketidaksamaan (IKS) keanekaragaman jenis
yang diperjualbelikan di tiga pasar. Hasilnya seperti yang tertera pada Tabel 9
di bawah ini.
Tabel 9 Indeks Kesamaan (IS) dan Indeks Ketidaksamaan (IKS) jenis tumbuhan yang
ada di pasar
IKS (%) IS (%)
Pasar Pancur Batu Pasar Brastagi Pasar Kabanjahe
Pasar Pancur Batu - 20.96 25.75
Pasar Brastagi 79.04 - 16.94
Pasar Kabanjahe 74.25 83.06 -
Tingkat kesamaan (IS) komponen dasar yang menjadi ramuan oukup yang
diperjualbelikan dimasing-masing pasar hanya berkisar <26% saja. Ini
menunjukkan bahwa nilai Ketidaksamaannya (IKS) mencapai >74%. Antara
pasar Pancur Batu dengan pasar Brastagi nilai IS nya hanya 20,76%, sedangkan
IS antara pasar Pancur Batu dengan pasar Kabanjahe lebih besar yaitu 25,75%,
antara pasar Brastagi dengan pasar Kabanjahe IS nya yaitu 16,94%. Nilai-nilai
tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis komponen ramuan oukup
yang diperjualbelikan di pasar Pancur Batu dengan pasar Brastagi
ketidaksamaannya mencapai 79,04%, antara pasar Pancur Batu dengan pasar
Kabanjahe 74,25%, dan antara pasar Brastagi dengan pasar Kabanjahe tingkat
perbedaannya mencapai 83,06%. Besarnya perbedaan jenis yang
diperjualbelikan sebagai ramuan oukup ini menunjukkan bahwa belum adanya
standarisasi ramuan oukup itu sendiri.
Sebagai bagian komoditi yang diperjual belikan, ramuan yang dijual dapat
berupa bagian yang berbentuk segar dan telah dikeringkan. Hanya di pasar
Pancur Batu saja yang beberapa ramuannya dijual dalam bentuk segar.
Walaupun demikian, menurut beberapa responden yang ditemui, memang tidak
ada perbedaan khasiat antara ramuan segar dan bentuk yang kering. Hanya
khusus untuk ramuan berbahan dasar kering, umumnya ditambahkan jeruk-
jerukan, seperti Citrus hystrix, Citrus medica, Citrus nobilis dan lain-lain agar
menghasilkan aromaterapi yang khas.
Sumber bahan yang diperjual belikan dapat diperoleh dari masyarakat
yang langsung membawanya dari kampung, atau dapat juga diperoleh dari
pedagang pengumpul. Perbedaannya adalah bahan yang diperoleh dari
masyarakat, umumnya sangat spesifik yaitu bagian-bagian tertentu dari
tumbuhan itu, misalnya bagian daun saja, buah saja, rimpang saja. Sangat
jarang dan hampir tidak ada masyarakat yang menjualnya secara lengkap
sebagai ramuan oukup, hal seperti ini ditemui di pasar Pancur Batu. Secara
umum pedagang di pasar yang khusus menjual ramuan oukup dapat pula
memesan kepada pedagang pengumpul. Pada pedagang pengumpul inilah
mereka mendapat bahan yang beranekaragam. Para pedagang biasanya telah
memiliki jaringan khusus yang mampu menyediakan bahan yang diminta.
Khusus di pasar Pancur Batu, untuk mendapatkan bahan-bahan ramuan
oukup tadi biasanya harus menunggu setiap datangnya pekan yang jatuh pada
hari sabtu. Berbeda halnya dengan kedua pasar yang lain yaitu pasar Brastagi
dan pasar Kabanjahe, karena keduanya merupakan pusat pasar tradisional yang
setiap saat para pedagang di pasar tersebut tidak harus menunggu waktu pekan
tiba, untuk mendapat bahan pasokan baik dari masyarakat maupun pedagang
pengumpul. Meskipun kedua pasar ini berada di lingkungan yang mayoritas
penduduknya adalah suku Karo, akan tetapi pengetahuan mereka tentang
ramuan oukup berbeda-beda. Dalam hal ini yang perlu diketahui bahwa ketiga
pasar tersebut merupakan pusat pasar tradisional yang tidak hanya menjual
bahan-bahan ramuan untuk oukup saja tetapi juga menjual semua perlengkapan
kebutuhan rumah tangga sehari-hari, hanya saja ketiga pasar ini memiliki
keistimewaan tersendiri dibanding dengan pasar tradisional lainnya yaitu
dengan menjual bahan ramuan untuk oukup.
Kemkem adalah kios di pasar tempat menjual berbagai jenis tumbuh-
tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat dan jamu. Umumnya produk yang
dijual berupa simplisia termasuk bahan-bahan dasar yang akan dipergunakan
untuk membuat oukup.
Bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dalam ramuan oukup
Bila ditinjau dari bagian tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan di
dalam oukup, terdapat 9 (sembilan) macam bagian tumbuhan yang digunakan
yaitu daun, batang, bunga, buah, biji, rimpang, umbi, akar, kulit dan seluruh
bagian tumbuhan. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak
digunakan, yaitu 35,2% atau 25 jenis, menyusul buah dan rimpang masing-masing
19,7% atau 14 jenis, dan bagian tumbuhan lainnya dibawah 10%, seperti yang
tertera pada Gambar 4.
Gambar 4 Persentase berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan
oukup
Dengan demikian bagian daun, buah dan rimpang merupakan bagian yang
paling utama dalam ramuan oukup, sedangkan bagian tumbuhan yang lain hanya
merupakan bagian pelengkap dari ramuan tersebut.
Kandungan senyawa bioaktif dalam ramuan oukup
Terkait dengan jumlah jenis tumbuhan yang merupakan komponen utama
dalam ramuan oukup maka studi terhadap kenakeragaman jenis tersebut lebih
diperdalam dengan pengumpulan data kualitatif berdasarkan studi pustaka tentang
senyawa biokatif yang terkandung didalamnya, seperti yang tertera pada Tabel 10.
Tabel 10 Jenis-jenis tumbuhan dan senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya
No Jenis Tumbuhan
Senyawa Bioaktif
Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Bangle Zingiber purpureum Saponin, flavonoid dan minyak atsiri
2 Lada Piper nigrum Saponin, flavonoid dan minyak atsiri
3 Lempuyang Zingiber americans Saponin, flavonoid dan minyak atsiri
4 Temu kunci Boesenbergia pandurata Saponin, flavonoid dan minyak atsiri
5 Cekala Nicolaia speciosa Saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
6 Kencur Kaempferia galanga Saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
7 Laja Alpinia sp. Saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
8 Lengkuas Alpinia galanga Saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
9 Pandan Pandanus amaryllifolius Saponin, flavonoid, polifenol dan alkoloid
10 Salinsayo Gaultheria leucocarpa Saponin, flavonoid dan polifenol
11 Jeruk purut Citrus hystrix Saponin, tannin, steroid dan minyak atsiri
12 Jeruk pagar Citrus medica Saponin, tannin, steroid dan minyak atsiri
13 Jeruk puraga Citrus nobilis Saponin, tannin, steroid dan minyak atsiri
14 Jahe Zingiber officinale Polifenol, flavonoid, dan minyak atsiri
15 Sere wangi Andropogon citratus Euganol, flavonoid, galangol dan minyak atsiri
16 Kemangi Ocimum basilicum Eugenol, sineol dan minyak atsiri
Minyak Atsiri
Jenis-jenis tumbuhan yang mengandung unsur minyak atsiri cukup merata.
Dari 16 jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dalam ramuan oukup
ini, hanya 2 jenis yang tidak mengandung minyak atsiri di dalamnya yaitu
Pandanus amaryllifolius dan Gaultheria leucocarpa, bagian yang digunakan
berupa daun.
Minyak atsiri merupakan senyawa bioaktif yang terdapat hampir di
seluruh bagian tumbuhan di atas yaitu daun, batang, buah, biji dan rimpang
yang berfungsi sebagai aromaterapi dengan efek menenangkan dan
menyegarkan untuk kesehatan tubuh. Selain itu minyak atsiri banyak
digunakan dalam bidang kesehatan dan kegunaan lain. Beberapa jenis minyak
atsiri dapat digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau eksternal, sebagai
bahan analgesik, haemolitik atau sebagai enzimatik, sebagai sedatif, stimulan
untuk obat sakit perut, dll. Selain memiliki aroma yang harum, minyak atsiri
dapat pula membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf sekresi.
Minyak atsiri dapat menetralisir bau yang tidak enak dari suatu bahan,
misalnya bau dari bahan sintetis (Husna 2008). Minyak atsiri bersifat mudah
menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa
getir, berbau wangi sesuai dengan tumbuhan penghasilnya, umumnya larut
dalam alkohol dan pelarut organik lainnya (Buchbauer 1993). Saat ini,
komponen minyak atsiri yang memilliki kontribusi besar pada suatu aroma
minyak atsiri telah disintesa. Komponen aromanya telah dikembangkan lebih
lanjut untuk pengobatan atau terapi yang kemudian disebut aromaterapi
(Buchbauer 2000).
Saponin
Jenis-jenis tumbuhan yang mengandung unsur saponin juga termasuk
cukup merata. Dari 16 jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dalam
ramuan oukup ini, hanya 3 jenis yang tidak mengandung saponin di dalamnya
yaitu Zingiber officinale (bagian yang digunakan rimpang), Ocimum basilicum
(bagian yang digunakan daun) dan Adropogon citratus (bagian yang
digunakan batang).
Senyawa saponin juga terdapat hampir di seluruh bagian tumbuhan kecuali
batang. Senyawa saponin dalam ilmu pengobatan dapat digunakan sebagai
bahan antimikroba, dapat pula digunakan sebagai bahan racun, dan dalam
industri sabun, sedangkan kegunaan saponin sendiri bagi tumbuh-tumbuhan
adalah sebagai pertahanan yaitu perlindungan dari berbagai pengaruh biologi.
Sumber utama saponin adalah biji-bijian. Saponin dapat menghambat
pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal
(Sianturi 2002). Bagian tumbuhan digunakan sebagai ramuan oukup yang
banyak mengandung senyawa saponin adalah Zingiber purpureum,
Kaempferia galanga, Alpinia sp., Zingiber americanus, Alpinia galanga dan
Boesenbergia pandurata (rimpang), Nicolaia speciosa (batang), Citrus
hystrix, Citrus medica dan Citrus nobilis (buah), Piper nigrum (biji) dan
Pandanus amaryllifolius (daun).
Flavonoid
Jenis-jenis tumbuhan yang mengandung unsur flavonoid juga cukup
merata. Dari 16 jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dalam ramuan
oukup ini, hanya 4 jenis yang tidak mengandung flavonoid di dalamnya yaitu
Citrus hystrix, Citrus medica, Citrus nobilis (bagian yang digunakan adalah
buah) dan Ocimum basilicum (bagian yang digunakan adalah daun).
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Golongan
flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada
seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungi sampai angiospermae. Senyawa
flavonoid juga terdapat hampir di seluruh bagian tumbuhan kecuali buah.
Senyawa flavonoid ini dapat bekerja sebagai antioksidan untuk
mengendalikan radikal bebas yang dapat menyebabkan tumor, dapat berfungsi
sebagai antivirus dan antimikroorganisme. Selain itu dapat juga mengobati
gangguan fungsi hati, menurunkan agregat platelet (mengurangi pembekuan
darah), anti hipertensi dan merangsang pembentukan estrogen (Vickery &
Vickery 1981).
Tannin
Jenis-jenis tumbuhan yang mengandung unsur tannin hanya terdapat pada
3 jenis tumbuhan saja yaitu Citrus hystrix, Citrus medica dan Citrus nobilis,
masing-masing yang digunakan adalah buah.
Secara umum tannin dapat diekstrak dari berbagai tumbuhan seperti daun,
kulit, buah, biji, kulit batang dan bagian lainnya. Fungsi tannin bagi tumbuhan
adalah untuk melindungi dirinya. Tannin berguna sebagai punurun panas dan
dikenal sebagai produk hemorrhoidal, digunakan sebagai perawatan akibat
tersengat serangga dan perawatan gigi.
Polifenol
Jenis-jenis tumbuhan yang tidak mengandung unsur polifenol hanya
terdapat pada 8 jenis tumbuhan saja yaitu Citrus hystrix, Citrus medica dan
Citrus nobilis (buah), Ocimum basilicum (daun), Piper nigrum (biji), Zingiber
americanus dan Boesenbergia pandurata (rimpang), dan Andropogon citratus
(batang).
Senyawa bioaktif polifenol merupakan asam fenolik dan flavonoid yang
bersifat antioksidan aktif. Senyawa polifenol yang terkandung dalam
tumbuhan sebagai ramuan oukup ini dapat mencegah oksidasi LDL (low
density lipoprotein) dan kolesterol, sehingga dapat mencegah timbulnya
penyakit kronis, selain itu juga polifenol berperan sebagai antimikroba dan
dapat menurunkan kadar gula dalam darah (Sianturi 2002). Bagian tumbuhan
yang digunakan sebagai ramuan oukup yang banyak mengandung senyawa
polifenol adalah berupa batang (Nicolaia speciosa dan Andropogon citratus),
rimpang (Zingiber officinale, Kaempferia galanga, Alpinia sp. dan Alpinia
galanga), dan daun (Pandanus amaryllifolius).
Alkaloid
Satu jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid pada komponen utama
ramuan oukup yaitu Pandanus amaryllifolius (bagian yang digunakan daun).
Alkaloid merupakan golongan senyawa zat tumbuhan sekunder yang
terbesar, saat ini telah diketahui sebanyak 5.500 alkaloid. Seringkali beracun
bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol,
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne 1987). Menurut
Murningsih (1998) mengemukakan bahwa manfaat lain senyawa alkaloid
adalah sebagai penghambat kanker. Menurut Vickery & Vickery (1981)
menyatakan bahwa dalam pengobatan, alkaloid memberikan efek fisiologis
umumnya pada susunan syaraf pusat, misalnya sebagai obat antirasa sakit dan
obat tidur.
Steroid
Jenis-jenis tumbuhan yang mengandung unsur steroid hanya terdapat 3
jenis tumbuhan saja yaitu Citrus hystrix, Citrus medica dan Citrus nobilis
yang masing-masing bagian yang digunakan adalah buah.
Steroid pada umumnya digunakan dalam berbagai aktivitas biologi, antara
lain yaitu untuk pengembangan dan kontrol reproduksi pada manusia. Steroid
dalam aplikasi pengobatan digunakan sebagai kardotonik, prekursor vitamin
D, antiinflamantori, agen kontrasepsi oral, dan agen anabolik (Anonim 2002).
Status keberadaan tumbuhan bahan ramuan oukup di alam
Persebaran
Hasil wawancara, pengamatan di lapangan dan studi literatur
memperlihatkan bahwa dari seluruh jenis tumbuhan yang dicatat sebagai ramuan
atau bagian ramuan oukup seperti yang terlihat pada Gambar 5, dikelompokkan ke
dalam: (1) tumbuhan liar, yaitu jenis yang secara alamiah tumbuh tanpa ada
campur tangan manusia, (2) tanaman budidaya, yaitu jenis-jenis tumbuhan yang
ditanam dan dirawat dengan baik. Secara garis besar untuk memenuhi kebutuhan
ramuan oukup jenis-jenis yang telah dibudidayakan hampir sama banyaknya
dengan jenis yang dipungut dari hutan atau yang berstatus liar. Jenis-jenis yang
sudah dibudidayakan, pada umumnya adalah jenis-jenis yang tidak hanya
bermanfaat untuk ramuan oukup akan tetapi memiliki kegunaan lain seperti
bumbu masak dan rempah-rempah. Jenis-jenis itu antara lain dari suku
Zingiberaceae (Nicolaia speciosa, Zingiber officinale, Kaempferia galanga,
Alpinia galanga, Curcuma domestica, Curcuma xanthorhiza, Boesenbergia
pandurata), Rutaceae (Citrus hystrix, Citrus aurantifolia, Citrus medica).
Gambar 5 Persentase status tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup
Berbeda dengan jenis-jenis liar yang banyak dimanfaatkan diantaranya
adalah pirawas (Cinnamomum porrectum), sundur langit (Emilia sonchifolia),
salinsayo (Gaultheria leucocarpa), senduduk (Melastoma sp.), jelatang (Laportea
decumana). Jenis-jenis tersebut tersebar secara luas di hutan-hutan yang kisaran
ketinggiannya 1000 – 1200 m dpl Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
Berdasarkan mudah atau tidaknya bahan-bahan ramuan oukup tersebut
diperoleh, dapat dilakukan melalui wawancara. Hasilnya tercatat 57% (39 jenis)
tumbuhan dinyatakan mudah diperoleh dan 43% ( 30 jenis ) dinyatakan agak sulit
memperolehnya (Gambar 6).
Gambar 6 Persentase kemudahan memperoleh bahan ramuan berdasarkan jenisnya
Habitat dan Habitus Tumbuhan
Untuk memperoleh gambaran tentang tempat tumbuh, berkenaan dengan
mudah atau tidaknya memperoleh bahan ramuan ini maka, 42% atau 29 jenis
dapat dijumpai di lading, menyusul 36% atau 25 jenis dijumpai di hutan dan
sisanya 22% atau 15 jenis dengan mudah dapat dijumpai di pekarangan (Gambar.
7).
Gambar 7 Persentase jenis tumbuhan berdasarkan habitat
Kemudian berdasarkan habitusnya yaitu tumbuhan merambat, herba,
liana, parasit, perdu, pohon, rumpun dan semak. Seperti disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Persentase jenis tumbuhan berdasarkan habitus
Hampir 30% atau 21 jenis berupa herba, 31% atau 22 jenis berupa perdu, 20%
atau 14 jenis berupa pohon dan sisanya <19% atau 12 jenis berupa semak,
merambat, rumpun, liana dan parasit.
Prospek ke depan
WHO telah mengumpulkan daftar kurang lebih 21.000 jenis tumbuhan
yang digunakan di seluruh dunia dalam pengobatan. Diperkirakan 2.000 – 3.000
jenis digunakan untuk pengobatan di Asia Tenggara. Jumlah tumbuhan obat di
Indonesia diperkirakan 1.000 jenis (Soepadmo 1991).
Hasil penelitian ini terungkap bahwa keseluruhan bahan dari ramuan
oukup sebanyak 69 jenis berasal dari tumbuhan yang berkhasiat obat, namun
pengembangan potensi tumbuhan obat ini belum mendapat banyak perhatian dari
pemerintah daerah. Di sisi lain masyarakat masih tetap memanfaatkan tumbuhan
obat tersebut baik yang berasal dari habitat sekitar tempat tinggal mereka maupun
yang berasal dari hutan, namun dikhawatirkan pemanfaatan tumbuhan obat oleh
masyarakat dan etnofarmakologi masyarakat lokal akan terus menurun akibat
adanya tekanan yang terus menerus seperti eksplorasi sumberdaya alam, tekanan
ekonomi, pertambahan jumlah penduduk, keterbatasan lahan, dan lain-lain.
Dari aspek pelestarian dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tumbuhan obat
sebagai ramuan di dalam oukup masih belum mengkhawatirkan. Hal itu dapat
dilihat dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa sebagian besar tumbuhan yang
digunakan sebagai ramuan oukup diperoleh dari ladang (42% atau 29 jenis); hutan
(36% atau 25 jenis) dan pekarangan sebanyak 22% atau 15 jenis. Habitus yang
terbanyak adalah perdu (31,9% atau 22 jenis), sedangkan bagian tumbuhan yang
terbanyak digunakan adalah daun (35,2% atau 25 jenis), disusul buah dan rimpang
masing-masing sebanyak 19,7% atau 14 jenis.
Melalui studi pustaka khasiat dari 16 jenis tumbuhan yang menjadi
komponen utama dalam ramuan oukup ditentukan oleh senyawa bioaktif yang
terdapat dalam bagian tumbuhan tersebut. Senyawa bioaktif yang mempunyai
efek farmakologis umumnya termasuk golongan metabolit sekunder, misalnya
minyak atsiri, saponin, flavonoid, tannin, polifenol, alkaloid dan steroid.
Berdasarkan pengetahuan masyarakat ternyata masih banyak yang belum
mengetahui secara pasti manfaat dan khasiat dari ramuan yang digunakan. Sesuai
dengan perkembangannya pelestarian plasma nutfah khususnya tumbuhan obat
merupakan suatu aspek yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam
penyediaan bahan baku yang kelak dimanfaatkan penggunaannya di masa kini dan
mendatang. Peluang pengembangan obat alami/tradisional masih sangat besar,
indikator besarnya peluang tersebut dapat dilihat dari masih kecilnya pangsa pasar
obat alami, sehingga masih terbuka lebar untuk dikembangkan, mengingat jumlah
penduduk Indonesia yang besar, adanya perubahan pola hidup konsumen back to
nature, dan obat alami merupakan warisan budidaya leluhur bangsa Indonesia.
Semakin besarnya peluang pengembangan obat alam ini signifikan dengan
pengembangan komoditi biofarmaka (Darusman et al. 2003).
Begitu juga halnya untuk peluang pengembangan potensi oukup sebagai
suatu usaha yang saat ini berkembang menjadi lahan bisnis, yang semua bahan
ramuannya berasal dari tumbuhan obat. Kalau ditinjau dari segi potensi ekonomi,
jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan sebagai ramuan oukup mempunyai
peluang yang sangat besar untuk dikembangkan, baik di pasaran maupun untuk
industri tumbuhan obat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini tercatat 69 jenis, 42 marga dan 28 suku tumbuhan
yang digunakan sebagai ramuan di dalam oukup. Dari jumlah tersebut 16 jenis, 11
marga dan 7 suku diantaranya merupakan komponen utama di dalam ramuan
oukup. Ramuannya terdiri atas Zingiber purpureum, Nicolaia speciosa, Zingiber
officinale, Citrus hystrix, Citrus medica, Citrus nobilis, Ocimum basilicum,
Kaempferia galanga, Piper nigrum, Alpinia sp., Zingiber americanus, Alpinia
galanga, Pandanus amaryllifolius, Gaultheria leucocarpa, Andropogon citratus
dan Boesenbergia pandurata. Diantara jenis-jenis itu, yang terbanyak adalah jenis
yang termasuk ke dalam suku Zingiberaceae (8 jenis) dan suku Rutaceae (3 jenis),
selebihnya hanya diwakili oleh 1 jenis. Terkait dengan jumlah jenis tumbuhan
tersebut jika ditinjau dari pemanfaatannya, bagian tumbuhan yang selalu
digunakan adalah daun, buah dan rimpang, sedangkan bagian tumbuhan lainnya
merupakan pelengkap dalam ramuan tersebut.
Berdasarkan pemanfaatannya yang terkait dengan kesehatan pasca
melahirkan, oukup merupakan salah satu cara perawatan kesehatan ibu pasca
melahirkan, artinya membuat si ibu berkeringat dengan cara memasak air disertai
dengan ramuan-ramuan tertentu, kemudian setelah mendidih diangkat dan
diletakkan di bawah kursi duduk sambil dibungkus dengan selimut. Dan
menyebabkan uap air panas itu memaksa si ibu berkeringat, maksudnya supaya si
ibu sehat karena sisa kotoran di dalam tubuhnya keluar. Hal ini merupakan suatu
tradisi yang diturunkan nenek moyang kepada generasi penerusnya dalam proses
perawatan kesehatan ibu pasca melahirkan. Terkait dengan senyawa bioaktif yang
terkandung dalam 16 jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dalam
ramuan oukup menunjukkan bahwa senyawa minyak atsiri, saponin, flavonoid,
tannin, polifenol, alkaloid dan steroid adalah senyawa yang terkandung dalam
bagian-bagian tumbuhan tersebut yang terdiri atas daun, batang, buah, biji dan
rimpang.
Begitu juga halnya peluang pengembangan potensi oukup sebagai suatu
usaha yang saat ini berkembang menjadi lahan bisnis. Kalau ditinjau dari segi
ekonomi, ramuan oukup mempunyai peluang yang sangat besar untuk
dikembangkan, baik di pasaran maupun untuk industri tumbuhan obat.
Saran
Perlu adanya standarisasi kualitas bahan ramuan oukup yang maksimum
baik dilihat dari kehigienisan, kenyamanan maupun kandungan senyawa bioaktif
yang terdapat di setiap bahan ramuan tersebut. Dan perlu adanya
takaran/komposisi bahan ramuan yang tepat sehingga kualitas ramuan bisa lebih
baik. Dalam hal ini karena oukup sangat bermanfaat maka ramuan dengan kualitas
yang baik perlu dipatenkan.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2001. Rancangan Strategi Konservasi Tumbuhan Obat Indonesia.
Kerjasama Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati
BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
[Anonim]. 2002. Studi etnobotani masyarakat kamoro tentang tumbuhan obat di
dataran rendah PT. Freeport Indonesia, Kabupaten Mimika, Papua.
Freeport Indonesia dan Hatfindo Prima. Bogor.
[Anonim]. 2007. Kabupaten Karo. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Karo.
[06 Mei 2007].
Agoes, Azwar H. 1992. Antropologi Kesehatan Indonesia, Pengobatan
Tradisional. Jilid I, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ajijah, N., M. Iskandar. 1995. Menggali budaya orang tua tempo doeloe
memanfaatkan tumbuhan obat di pedesaan di Jawa Barat. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani II. Puslitbang Biologi-LIPI,
Fakultas Biologi UGM dan Ikatan Pustakawan Indonesia, Yogyakarta I:
61 – 70.
Bangun, Tridah. 1986. Manusia Batak Karo. Inti Idayu Press. Jakarta.
Barwa, N.S. 2004. Cara pemanenan liar yang baik. Makalah pada Seminar
Tumbuhan Obat, Kosmetika, dan Aromatik. Pusat Biologi LIPI, Bogor.
Buchbauer, G. 1993. Biological effects of fragrances and essential oils. Perf. Flav
18 :19-24.
Buchbauer, G. 2000. The detailed analysis of essential oils leds to the
understanding of their properties. Perf. flav 25 : 64-67.
Bukit, Basita. 2005. Seni & Budaya – Tirai, Menguak Gairah Pariwisata Karo.
http://www.waspada.co.id. [4 April 2007].
Cotton C.M. 1996. Ethnobotany : Principles and Applications. England : John
Wiley & Sons.
Darusman, L.K., E. Djauhari, E.I.K. Putri, E.A.M. Zuhud, M. Ghulammahdi,
Siswoyo, D. Iswantini. 2003. Biofarmaka dari hulu hingga hilir
(Kompilasi dari beberapa hasil penelitian). dalam: Pusat Studi Biofarmaka
Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
De Padua, L.S., N. Bunyapraphatsara dan R.H.M.J. Lemmens, editor. 1999. Plant
Resources of South-East Asia. No.12 (1) Medicinal and Poisonous Plants
1. PROSEA. Bogor – Indonesia.
Foster, G.M. dan Anderson, B.G. 2005. Antropologi Kesehatan. UI-Press. Jakarta.
Handayani, Lestari. 2003. Tanaman Obat untuk Masa Kehamilan & Pasca-
Melahirkan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terbitan kedua ITB. Bandung
Husna, D.Z. 2008. Kandungan kimia minyak atsiri tumbuhan Pandanus
amaryllifolius Roxb. Artikel Kimia
Koentjaraningrat. 1990. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Penerbit Dian
Rakyat. Jakarta.
Martin, J.G. 1995. Etnobotany: A Method Manual. Chapman & Hall. Lodon
England.
Mueller, D. Dombois & H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation
Ecology. John Wiley & Sonc Inc, New York: xx = 547 hlm.
Murningsih, T. 1998. Indole alkaloid senyawa aktif pada cemprit (Ervatamia
spaerocarpa Burk.). Berita Biologi 4 : 141-144.
Posey, D. 1996. Traditional resource rights : International instruments for
protection and compensation for indigenous and local communities. Gland
– Swizerland – Cambridge : IUCN. The Worl Conservation Union.
Rifai, M.A. dan Walujo, E.B. 1992. Etnobotani dan pengembangan tetumbuhan
pewarna indonesia : ulasan suatu pengamatan di Madura. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Cisarua 19 – 20 Februari
1992.
Sampurno. 1999. Pengembangan dan pemanfaatan tumbuhan obat Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Tropika Indonesia. 1999.
Bogor : Himakora Fakultas Kehutanan IPB.
Sardjono, M.A. 2004. Mosaik Sosiologis Kehutanan : Masyarakat Lokal, Politik
dan Kelestarian Sumberdaya. Yogyakarta.
Setyowati, F.M. dan Wardah. 1993. Berbagai jenis tumbuhan d lahan gambut dan
pemanfaatannya oleh suku Melayu di Kecamatan Sambes, Kalimantan
Barat. Hal. 286 – 298 dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Hayati. Puslitbang Biologi – LIPI. Bogor, 14
Juni 1993. LIPI. Bogor.
Setyowati, K. 2001. Potensi hak kekayaan intelektual. Di dalam : Prosiding
Forum Koordinasi Kelembagaan Produksi Aneka Tanaman. 2002.
Direktorat Tanaman Sayuran, Hias dan Aneka Tanaman, Dirjen Bina
Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian. Jakarta.
Shea, G.A., D. Martindale, P. Puradyatmika, A.K. Mandessy. 1997. Vegetation
of the lowland zone in PT Freeport Indonesia contract of work mining and
project area, Irian Jaya, Indonesia. Vol 3.
Sianturi, G. 2002. Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker.
http://www.kompas.com/kesehatan/news/senior/gizi/0208/08/gizi.htm.
[14 Agustus 2008].
Soekarman dan S. Riswan. 1992. Status pengetahuan etnobotani di Indonesia.
dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pertanian,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Perpustakaan Nasional. Bogor
19-20 Februari 1992.
Soepadmo. 1991 dalam L.S. de Padua, N. Bunyapraphatsara dan R.H.M.J.
Lemmens, editor. 1999. Plant Resources of South – East Asia No. 12 (1)
Medicinal and Poisonous Plants 1. PROSEA. Bogor – Indonesia.
Suryatenggara, A. 1989. Memperlajari bahan pencelup dan tingkat kematangan
terhadap mutu cabe rawit Capsicum frustescens L. kering. Fateta IPB,
Bogor.
Tim Ekspedisi Biota Media. 1998. Kembali ke alam. Manfaat obat asli Indonesia.
Laporan Ekspedisi Biota Medika di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan
Cagar Biosfer Bukit Tiga Belas, Propinsi Riau dan Jambi. Kerjasama
Depkes – IPB – UI – LIPI. Tidak diterbitkan.
Vickery, M.L. and B. Vickery. 1981. Secondary Plant Metabolism. The Memillan
Press Ltd. London.
Walujo, E.B. 1992. Tumbuhan dalam kehidupan tradisional masyarakat dawan di
Timor. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnoboani I. Cisarua,
19 – 20 Februari 1992.
Walujo, E.B. 2002. Pengembangan dan penerapan penelitian etnobotani dan
herbal medicine. Makalah dalam forum kegiatan lapangan International
Post Graduate Programme in Medical Anthropology and Ethnobotany
Universiteit Leiden-Universitas Padjajaran. Bandung.
Walujo, E.B. 1998. Etnobotani, metode penelitian baru penggabungan antara
konsep ilmu-ilmu sosial dan ilmu biologi. Prosiding Seminar Nasional
Etnobotani III 5-6 Mei 1998.
Wibowo. 1995. Sistem pengetahuan tradisional dalam bidang mata pencaharian di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Zuhud, E.A.M., Ekarelawan, S. Riswan. 1994. Hutan Tropika Indonesia Sebagai
Sumber Kenekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. dalam : Zuhud,
E.A.M. dan Haryanto, editor. 1994. Pelestarian Pemanfaatan
Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB-Lembaga Alam
Tropika Indonesia (LATIN). Bogor.
L A M P I R A N
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
Lampiran 2. Keanekargaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan Oukup beserta data persebarannya
No Nama Jenis
Suku Bagian tumbuhan
Habitat Habitus Status Ketersediaan
Nama Lokal Nama Ilmiah yang digunakan di alam
1 Daun paris Justicia sp. Acanthaceae Daun ladang perdu Budidaya banyak
2 Rengas Gluta renghas L. Anacardiaceae Daun Liar pohon Liar kurang
3 Seledri Apium graveolens L. Apiaceae Daun pekarangan herba Budidaya banyak
4 Pegagan Centella asiatica (L.) Urban Apiaceae Daun ladang semak Liar banyak
5 Nira Arenga pinnata Merr. Arecaceae Akar Liar pohon Liar kurang
6 Pinang Areca catechu L. Arecaceae Akar Liar pohon Liar banyak
7 Rotan Calamus sp.1 Arecaceae Akar Liar rotan Liar kurang
8 Rotan rambung Calamus sp.2 Arecaceae Akar Liar rotan Liar kurang
9 Rotan runtih Calamus sp.3 Arecaceae Akar Liar rotan Liar kurang
10 Rumbia Metroxylon sp. Arecaceae Akar Liar pohon Liar kurang
11 Ketang Calamus sp.4 Arecaceae Daun Liar rotan Liar kurang
12 Enau Arenga pinnata Merr. Arecaceae Buah Liar pohon Liar kurang
13 Sundur langit Emilia sonchifolia (L.) DC. Asteraceae Daun Liar pohon Liar kurang
14 Nenas Ananas comosus (L.) Merr. Bromeliaceae Buah ladang herba Budidaya kurang
15 Salinsayo Gaultheria leucocarpa Blume Ericaceae Daun Liar herba Liar kurang
16 kemiri Aleurites moluccana Willd. Euphorbiaceae Biji ladang pohon Budidaya banyak
17 Sapot-sapot Desmodium dasylobum Miq. Fabaceae Daun Liar perdu Liar kurang
18 Bambu Bambusa vulgaris Schrad. Gramineae Akar Liar bambu Liar banyak
19 Rumput parang tegoh Eleusine indica (L.) Gaertn Gramineae Seluruh bagian pekarangan semak Liar kurang
20 Sere wangi Andropogon citratus DC. Gramineae Batang pekarangan herba Budidaya banyak
21 Asam glugur Garcinia atroviridis Griff. Guttiferae Daun Liar pohon Budidaya banyak
22 Bunga lawang Illicium verum Hook. Illiciaceae Bunga Liar pohon Liar kurang
23 Jintan hitam/Terbangun Coleus amboinicus.Lour. Labiatae Daun pekarangan perdu Budidaya banyak
24 Nilam Pogostemon cablin (Blaanco) Bth. Labiatae Daun pekarangan perdu Budidaya banyak
25 Kemangi Ocimum basilicum L. Lamiaceae Daun pekarangan perdu Budidaya banyak
26 Pirawas Cinnamomum porrectum (Roxb.) Kosterm. Lauraceae Daun ladang pohon Liar kurang
27 Kulit manis Cinnamomum burmanii Blume Lauraceae Daun ladang pohon Budidaya banyak
28 Bawang merah Allium cepa L. Liliaceae Umbi ladang herba Budidaya banyak
29 Bawang putih Allium sativum L. Liliaceae Umbi ladang herba Budidaya banyak
30 Gundera Allium schoenoprasum L. Liliaceae Daun Liar semak Budidaya kurang
31 Benalu kopi/surindan kopi Serurulla ferrugia (Jack) Danser Loranthaceae Daun Liar parasit Liar kurang
32 Senduduk / Senggani Melastoma sp. L. Melastomaceae Daun Liar semak Liar banyak
33 Pala Myristica fragrans Houtt. Myristicaceae Buah ladang pohon Budidaya banyak
34 Cengkeh Syzygium aromaticum L. Merr. Myrtaceae Bunga ladang pohon Budidaya banyak
35 Kayu putih Eucalyptus alba Reinw. Myrtaceae Daun Liar pohon Budidaya banyak
36 Pandan wangi Pandanus amaryllifolius Roxb. Pandanaceae Daun pekarangan perdu Budidaya banyak
37 Lada Piper nigrum L. Piperaceae Biji ladang herba Budidaya banyak
38 Sirih Liar Piper caducibracteum Piperaceae Daun Liar liana Liar banyak
39 Ciak-ciak Polygonium chinense L. Polygonaceae Daun Liar perdu Liar kurang
40 Jeruk hantu Citrus sp.1 Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya kurang
41 Jeruk kayu Citrus sp.2 Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya kurang
42 Jeruk kejaren Citrus sp.3 Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya kurang
43 Jeruk kelele Citrus sp.4 Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya kurang
44 Jeruk kersik Citrus sp.5 Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya kurang
45 Jeruk kuku harimau Citrus medica "Sarcodactylis" Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya kurang
46 Jeruk malem Citrus sp.6 Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya kurang
47 Jeruk mungkur / purut Citrus hystrix DC. Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya banyak
48 Jeruk nipis Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya banyak
49 Jeruk pagar / jeruk gawang Citrus medica L. Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya banyak
50 Jeruk puraga Citrus nobilis Lour. Rutaceae Buah ladang perdu Budidaya banyak
51 Daun besan Eurycoma longifolia Jack Simaroubaceae Daun Liar perdu Liar kurang
52 Daun ikan-ikan Maoutia aspera Wedd. Urticaceae Daun Liar perdu Liar kurang
53 Jelatang Laportea decumana Wedd. Urticaceae Seluruh bagian Liar perdu Liar banyak
54 Salagundi Vitex trifolia L. Verbenaceae Daun Liar perdu Liar kurang
55 Bungle Zingiber purpureum Roxb. Zingiberaceae Rimpang ladang herba Budidaya banyak
56 Cekala Nicolaia speciosa (Blume) Horan Zingiberaceae Batang ladang herba Liar banyak
57 Jahe Zingiber officinale Roscoe Zingiberaceae Rimpang pekarangan herba Budidaya banyak
58 Jahe merah Zingiber officinale var. rabrum Theilade Zingiberaceae Rimpang pekarangan herba Budidaya banyak
59 Jahe peracis Zingiber sp. Zingiberaceae Rimpang ladang herba Budidaya banyak
60 Kencur Kaempferia galanga L. Zingiberaceae Rimpang pekarangan herba Budidaya banyak
61 Kuning gajah/kunyit Curcuma domestica Val. Zingiberaceae Rimpang pekarangan herba Budidaya banyak
62 Laja Alpinia sp. Zingiberaceae Rimpang ladang herba Budidaya banyak
63 Lempuyang Zingiber americans Blume Zingiberaceae Rimpang pekarangan semak Budidaya banyak
64 Lengkuas Alpinia galanga (L.) Willd. Zingiberaceae Rimpang pekarangan herba Budidaya banyak
65 Temu giring Curcuma heyneana Val. & Zyp. Zingiberaceae Rimpang ladang herba Budidaya kurang
66 Temu ireng Curcuma aeroginosa Roxb. Zingiberaceae Rimpang ladang herba Budidaya kurang
67 Temu kunci Boesenbergia pandurata Roxb. Zingiberaceae Rimpang pekarangan herba Budidaya banyak
68 Temu mangga Curcuma mangga Val. & Zyp. Zingiberaceae Rimpang ladang herba Budidaya banyak
69 Temulawak Curcuma xanthorhiza Roxb. Zingiberaceae Rimpang pekarangan herba Budidaya banyak
Lampiran 3 Jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup
Keterangan Gambar 1 : Bungle (Zingiber purpureum) (a) tumbuhan, (b) rimpang; Kencur
(Kaempferia galanga) (c) tumbuhan, (d) rimpang; (e) rimpang temu kunci (Boesenbergia
pandurata); Lempuyang (Zingiber americanus) (f) tumbuhan, (g) rimpang; (h) rimpang
laja (Alpinia sp.); (i) rimpang lengkuas (Alpinia galanga) ; (j) rimpang jahe (Zingiber
officinale); dan (k) daun pandan (Pandanus amaryllifolius).
Keterangan Gambar : (l) tumbuhan sere wangi (Andropogon citratus); (m) daun kemangi
(Ocimum basilicum); (n) buah jeruk pagar (Citrus medica); (o) tumbuhan
cekala/kecombrang (Nicolaia speciosa); (p) daun salinsayo (Gaultheria leucocarpa); (q)
buah jeruk puraga (Citrus nobilis); (r) daun dan buah jeruk purut (Citrus hystrix); dan (s)
daun dan biji lada (Piper nigrum).
Lampiran 4 Jenis-jenis ramuan yang diperjualbelikan di pasar
(a)
b
(b)
b
Keterangan Gambar 3: (a) Jenis-jenis tumbuhan segar yang digunakan sebagai ramuan
oukup; (b) Jenis-jenis tumbuhan kering yang digunakan sebagai ramuan oukup
Lampiran 5 Cara meramu ramuan oukup
(a)
b
(b)
b Keterangan Gambar 4: (a) Tempat/wadah untuk memasak ramuan oukup; (b) Ramuan
oukup yang sudah direbus.
Lampiran 6 Ruang oukup dan sauna
(a)
b
(b)
b Keterangan Gambar 5: (a) Ruangan tempat beroukup yang diuapkan melalui pipa kecil;
(b) Tempat untuk sauna modern (tampak luar); dan (c) Tempat untuk sauna modern
(tampak dalam) dengan menggunakan alat pemanas (steam).
(c)
b