Upload
iffati-ifadati
View
3
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
opini, kastrat
Citation preview
Masyarakat, Lingkungan dan Pemerintah
dalam Proyek MRT
Seperti yang kita ketahui bersama, proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta kini
tengah berlangsung dan diperkirakan akan selesai pada tahun 2018. Pengadaan MRT ini
dianggap perlu agar kemacetan Jakarta dapat teratasi. Mengaca pada negara-negara tetangga,
Singapura dan Malaysia yang berhasil mengatasi kemacetan dengan MRT, tidak mengherankan
jika proyek MRT ini direalisasikan oleh Pemprov DKI Jakarta segera setelah terhenti selama 26
tahun.
Sekalipun pengadaan MRT dirasa perlu untuk masyarakat DKI Jakarta, masih ada
pertanyaan yang menggantung tentang mampu atau tidaknya MRT secara efektif mengatasi
kemacetan Jakarta, yang selama ini seolah menjadi identitas Jakarta. Dari busway hingga KRL
Jabodetabek yang saat ini masih beroperasi saja baru mampu mengurangi kemacetan, dan itupun
belum signifikan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah terkait pembangunan moda
transportasi yang tergolong ‘baru’ di Indonesia ini yaitu kesiapan masyarakat, lingkungan dan
pemerintah itu sendiri. Poin pertama, kesiapan masyarakat. Akan bijaksana jika kita berkaca dari
pengalaman pengadaan transportasi angkutan umum yang terdahulu. Misalnya Transjakarta, bus
angkutan umum yang akrab di telinga warga Jakarta bahkan Indonesia karena jalurnya sering
diserobot pengguna jalan lain, terutama sepeda motor. Melihat contoh sederhana itu, jelas bahwa
masyarakat Indonesia khususnya Jakarta kurang mampu menyikapi upaya pemerintah untuk
mengatasi kemacetan. Ditambah lagi dengan semakin banyaknya kendaraan pribadi seperti
mobil dan motor yang memenuhi jalanan di Jakarta setiap harinya, maka semakin menunjukkan
bahwa masyarakat sebenarnya tidak siap dengan program perbaikan seperti pengadaan alat
transportasi umum.
Poin kedua, kesiapan lingkungan. Dengan adanya proyek pembangunan MRT, tidak
dipungkiri akan ada elemen-elemen lingkungan yang menjadi korban, seperti misalnya pohon
yang perlu ditebang guna membuka jalur untuk MRT nantinya. Selain itu secara umum suatu
proyek pembangunan yang melibatkan alat berat seperti alat bor dan lain sebagainya akan
menimbulkan pencemaran udara, debu dan kebisingan. Area-area pembangunan juga sedikit
banyak dapat berkontribusi terhadap semakin macetnya jalanan.
Poin ketiga, kesiapan pemerintah. Sudah benar-benar siapkah pemerintah mengelola
MRT? Karena banyak kasus terkait pengadaan alat transportasi umum yang lain seperti korupsi
dana, dan sebagainya, dimana pelaku utamanya justru berada di kursi pemerintahan dan
memegang kendali penuh atas proyek tersebut. Jika, katakanlah proyek MRT ini kemudian
mengalami nasib yang sama seperti proyek-proyek alat transportasi umum tersebut diatas, dapat
dibayangkan betapa besar kerugian yang ditanggung oleh pemerintah, baik itu Pemprov DKI
Jakarta maupun pemerintah pusat. Anggaran untuk proyek MRT ini tidak sedikit, karena selain
mendapat dana bantuan khusus dari pemerintah pusat, Pemprov DKI Jakarta juga melakukan
pinjaman kepada salah satu perusahaan Jepang.
Di sisi lain, sebenarnyaa MRT cenderung memudahkan penggunanya. Di Singapura, tarif
MRT jarak jauh maupun dekat berkisar antara Rp280.000,00. Tarif demikian sebanding dengan
fasilitas yang diterima penumpang selama perjalanan untuk mencapai tempat tujuan. Faktor
penting lainnya penentu keberhasilan MRT di Singapura adalah ketertiban warganya akan
peraturan yang berlaku. Begitu pula di Indonesia, tarif yang akan diberlakukan kemungkinan
tidak akan jauh berbeda dengan Singapura. Dengan adanya MRT, masyarakat DKI Jakarta tidak
perlu menghabiskan terlalu banyak waktu di jalanan, berkutat dengan kemacetan. Ditinjau dari
efisiensi waktu dan fasilitasnya, MRT masih lebih unggul dan relatif murah dibandingkan
dengan angkutan umum darat lainnya seperti taksi, misalnya.
Untuk mengatasi dan meminimalisir dampak negatif dari adanya proyek MRT ini, ada
banyak hal yang dilakukan baik itu oleh masyarakat maupun pemerintah. Ketika mungkin masih
banyak warga yang tidak mengerti dan memahami bahwa MRT ini penting, maka yang dapat
dilakukan pemerintah adalah melakukan sosialisasi kepada warga. Tidak hanya agar warga tahu
apa itu MRT, tetapi juga perlu ditanamkan nilai-nilai sosial, perubahan mental. Begitupun dalam
diri pemegang jabatan dan penanggung jawab proyek itu sendiri harus ditekankan komitmen
yang benar, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran seperti halnya terjadi kepada angkutan
umum seperti bus kota yang sudah-sudah.
Sebagai mahasiswa khususnya mahasiswa teknik, pembaharuan adalah hal yang tidak
dapat dipungkiri ketika kita bicara mengenai masa depan. Menyikapi proyek MRT (yang
sebenarnya bukan topik baru dalam lingkup berita nasional) ini, tentu kita menyambut baik
adanya upaya dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas transportasi, khususnya di DKI
Jakarta. Namun dengan euforia pembaharuan itu bukan berarti kita bisa menutup mata terhadap
hubungan sebab-akibat darinya.
MRT adalah solusi yang baik untuk kemacetan Jakarta. Entah apakah pernyataan ini akan
berlaku lagi atau tidak 10 tahun setelah MRT resmi beroperasi, kenyataan bahwa kemacetan
ibukota harus diatasi adalah suatu hal yang pasti. Untuk itu, antara masyarakat, lingkungan dan
pemerintah harus mampu saling menyeimbangkan satu dengan lainnya agar proyek ini dapat
berjalan sebagaimana mestinya. Yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana cara kita
memperbaiki dan memperbarui mental kita, baik sebagai masyarakat ataupun tokoh-tokoh
pemerintahan diatas sana bahwa pembaruan ini adalah untuk kita upayakan keberlangsungannya,
demi masa depan yang lebih baik.
Sumber Referensi :
http://www.jakartamrt.com/
http://print.kompas.com/baca/2015/09/22/MRT-Wujud-Komitmen-Politik
Perihal Penolakan Anggota Dewan terhadap
Kenaikan Tunjangan
Beberapa waktu lalu, publik Indonesia dibuat heran dengan wacana kenaikan
tunjangan anggota dewan. Media informasi, baik itu di televisi atau di media cetak maupun
portal berita di internet gencar mengabarkan para anggota dewan yang menolak mentah-mentah
usulan kenaikan tunjangan tersebut.
Menurut saya, di tengah-tengah kondisi ekonomi Indonesia yang sedang sulit seperti
sekarang ini dan ‘kesehatan’ Rupiah yang semakin hari semakin memburuk, wacana kenaikan
tunjangan untuk anggota dewan memang dirasa kurang tepat jika benar-benar direalisasikan.
Saya rasa demikian juga dengan rakyat Indonesia jika ditanya mengenai hal serupa.
Sebenarnya, usulan kenaikan tunjangan ini memang merupakan siklus yang selalu
terjadi, dimana kenaikan ini memang adalah proses yang telah berlangsung secara rutin. Para
anggota dewan yang sudah menggeluti bidang ini tidak mungkin tidak mengetahui proses yang
ia jalani. Namun sikap anggota dewan yang berebutan bicara di media, kemudian mengeluarkan
pernyataan yang seolah menyudutkan Menteri Keuangan adalah kurang bijaksana.
Saya sebagai bagian dari rakyat Indonesia sangat senang mengetahui anggota dewan
kita berpihak kepada rakyat. Akan tetapi, sikap yang ditunjukkan kepada publik ini seakan-akan
memang bertujuan semata untuk mengambil hati rakyat, bahkan memanfaatkan kepercayaan
masyarakat untuk kepentingan politik dan menunjukkan kepada rakyat bahwa anggota dewan
adalah satu-satunya bagian dari pemerintah yang pro rakyat, atau singkatnya, pencitraan. Saya
rasa masyarakat Indonesia sudah cukup tahu akan hal itu.
Link Berita :
http://www.cnnindonesia.com/politik/20150922104440-32-80222/ramai-ramai-tolak-kenaikan-
tunjangan-dewan/