Upload
trananh
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
akyato Senin o Selasa 0 Rabu 0 Kamis • Jumat 0 Sabtu
2 317 18 19
4 S 6 7 8 9 10 11 @ 1320 21 22 23 24 2S 26 27 28 29 30 31
OJan OPeb oMar 0Apr 0Mei 0Jun 0 Jul 0 Ags OSep .Okt 0Nov 0 Des •
Bagaimana bisa, parpolbermanajemen dinasti,
sentralistik, dan "oliqarkis"harus mengelola negara
dalam manajemen demokrasi.
pohtikus VS
JlKA benar hasil surveidijadikan rujukan ter-penting bagi pertimbang-
.an partai politik (parpol) dalammenentukan bakal calon (ba-Ion) Gubernur-Wakil GubernurJawa Barat, itu menunjukkanperubahan besar, Hal itu pulasekaligus menepis tuduhan te-lah berkembangbiaknya "oligar-ki" parpol di republik ini. Se-lama ini telah berkembang tu-duhan tajam dari berbagai pi-hak bahwa parpol di Indonesiatelah terjebak pada kubangan"deparpolisisasi" dan "oligarki".
Nuansa "deparpolisasi" telahberkembang biak dengan ke-cenderungan menguatnya dis-koneksi antara partisipasi poli-tik warga negara dengan sepakterjang sebagian parpol. Ketikapernilu berlangsung, rakyat di- .rayu-rayu untuk memilih calondari parpolnya, tetapi ketikamereka sudah duduk di kursilegislatif, tak jarang kebijakanmerekajauh dari harapan rak-yat. Mereka mengaku wakil rak-yat, tetapi sikap dan perilaku-nya lebih dominan memper-juangkan kepentingan parpolketimbang nasib rakyat. Bah-kan, tidak sedikit juga perilakumereka -bertolak belakang danmengkhianati nurani rakyat.
Nuansa "oligarki" parpol pundimainkan sebagian parpoldengan kokohnya cengkramankuku elite pusat. Tidak sedikitparpol yang masih mengagung-agungkan strategi dinasti se-
hingga menumpulkan kaderi-sasi. Parpol menjadi singgasanaberkumpulnya sanak famili.Keluarga lebih didahulukan ke-timbang kader potensial. Bah-kan, pendiktean terhadap pe-,ngurus parpol di tingkat lokalpun tak jarang terjadi, mulaidari penentuan pengurus, ·pe-nentuan calon legislatif, bahkanpenentuan calon kepaladaerah, semua diten-tukan pada kebijakansentralistik elite pusat.
Kendati realitas ter-sebut masih tergarn-barkan dalam fakta-fakta politik, termasukpada penentuan calonkepala daerah, tetapi diJawa Barat perlahanberkembang nuansademokratisasi. Restuelite parpol pusat me-mang masih menjadirujukan, tetapi pertim-bangan mereka sudahbergeser pada perilaku pemilih.Survei adalah salah satu upayauntuk memotret kehendakpemilih alih-alih kehendak rak-yat.
Menentukan balon Guber-nur-Wakil Guhernur yang akanmaju pada Pilkada Jabar. 2013memang bukan pekerjaan mu-dah sehingga wajar jika parpolpun ekstra hati-hati dan mene-rapkan berbagai strategi. DalamPilkada DKI Jakarta, calon bo-leh "imporan" dan dapat meme-nangi pertarungan, tetapi Jabar .
Selebritisbukan DKI. Di Jabar, nuansaprimordialisme masih' kental;putra daerah (Sunda dan bukanSunda) masih memiliki dayatawar yang kuat karena Jabartidak se-multietnis DKI.
Meyakinkan pemilih Jabaryang jumlahnya besar, sekitar39 jutaan, tidak dapat hanyamengandalkan isu-isu fenome-nal melalui media massa karenajangkauan media massa punsangat terbatas, hanya mengua-sai sekitar 20-50% pemilih .Oleh karena itu, figur orang-orang yang memiliki populari-tas "panjang", seperti artis-artismasa lalu yang hingga kinimasih manggung merupakanpilihan yang memungkinkan.
Hal itu di antaranya dibuktikanmelalui survei yang objektif.Oleh karena itu, Pilkada Jabarakan menjadi ajang pertarung-an sengit pasangan koalisi poli-tikus dan selebritis.
Parpol memang tidak dapatberleha-leha me1ewatkan tahap-an penentuan balon PilkadaJabar. Selain tahapan ini bagianpenting untuk memenangi per-tarungan, juga kemenangan diJabar merupakan start positifuntuk pemilu legilslatif dan pil-pres 2014. Jabar adalah lum-
Kllplnl Humas Unpad 2012
bung suara yang menguasaiseperlima jumlah pemilih na- .sional. Kemenangan di DKl be-lum sukses jika tidak dilengkapidengan kemenangan di Jabar.Oleh karena itu, parpol danpara kadernya harus sungguh-sungguh menyambut gende-rang "perang" perebutan sing-gasana Gedung Sate ini.Metode survei memang salah
satu yang dapat dijadikan pa-rameter bagi parpol untuk me-nentukan balon, terutama ter-kait dengan tingkat popularitas.Strategi memasang figur anutanrakyat yang populer untuk me-menangkan pertarungan me-mang belum usang. Bahkan,realitas itu menggeser figur po-
litisi oleh selebritis. Fak-ta politik seperti itu se-harusnya sudalr dapatdibaca jauh-jauh harioleh P'ilfP01. Plato, Aris-toteles, sampai ke Al-Farabi sudah meng-ingatkan, ketika gende-rang pemilihan lang-sung melibatkan selu-ruh rakyat ditabuh, par-pol harus menggeserfigur tidak hanya sisikualitas, apalagi darisisi kaderatau seniori-tas, tetapi juga popular-itas dan elektabilitas.
Penentuari balon dengan per-timbangan hasil survei pun me-nunjukkan telah bergeserny.a"oligarki"parpol pada semangatdemokrasi. Kendati masihberbumbu pragmatisme, tetapimerupakan secercah harapanbahwa esok-lusa visi parpol dinegeri ini akan lebih baik. Prin-sip-prinsip demokrasi yang di-jadikan pilar penyelenggaraannegara ini memang sejatinyamenjadi prinsip-prinsip parpol,Parpol adalahminiatur sebuahnegara. Manajemen demokrasi
dalam sebuah negara s~layak-nya diujicobakan dalam ~ana-jemen parpol.. Hanya parpolyang sudah memainkan mana-jemen demokrasi yang baiklahyang layak dan berhak diberi-kan kesempatan untuk mene-rapkannya, dalam manajemenpenyelenggaraan negara.Bagaimana bisa, parpol ber-
.manajemen dinasti, ~~traljstik,dan "oligarkis" harus mengelolanegara dalam manajemen de-mokrasi. Inilah yang makinmenguatkan pendapat Schu-gurensky (2004) bahwa keha-diran parpol bisa saja dapat me-nyebabkan terjadinya defisitdemokrasi. Demokrasi yang se-jatinya dijalankan sesuai prin-sip-prinsip yang mengedepan-kan penghargaan terhadap ke-sertaan warga negara, diputar-haluankan dalam kepentingankepartaian yang dominan. ***
,. !