Upload
ngonguyet
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENYELENGGARAN NEGARA YANG BERSIH
DARI KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME
( Tinjauan Hukum Administrasi Negara – dan Hukum Islam)
ASRIYAH
NIM: 106045201522
KONSENTRASI SIYASAH SYARIYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 / 2010
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi ini berjudul PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DARI
KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI
NEGARA DAN HUKUM ISLAM, telah diujikan dalam siding Munaqosyah Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2
September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Syariah ( S.sy ) pada Program Studi Jinayah Siyasah
( Siyasah Syariah )
Jakarta, 2 September 2010
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.Dr.H.Muhammad.Amin Suma, SH, MA, MM
NIP.195505051982031012
PANITIA UJIAN
Ketua : Dr. Asmawi.M.Ag (…………………) NIP.197210101997031008 Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (………………….) NIP.197102151997032002
Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag (………………….) NIP.197102151997032002
Pembimbing II : Kamarusdiana,S.Ag.M.H (………………….) NIP.197202241998031003
Penguji I : Dr.H.M.Nurul Irfan.MA (..…………………) NIP.150326893
Penguji II : H.Zoebir Laini S.H (…………………...)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Univesitas Islam Negeri (
UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri ( UIN )
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya asli saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Juli 2010
Penulis
ASRIYAH
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala
rahmat, hidayah dan inayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul yang berjasa besar kepada
kita semua dalam membuka gerbang ilmu pengetahuan.
Skripsi ini berjudul “ Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi
Kolusi Dan Nepotisme ( Kajian Yuridis – Normatif ) dan Hukum Islam “
penulis susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan mencapai gelar
Sarjana Syariah ( S.Sy ) pada program studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah
Syariyyah ( ketatanegaraan Islam ) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Setulus hati, penulis sadari bahwa tidak akan sanggup menghadapi dan
mengatasi berbagai macam hambatan dan rintangan yang mengganggu lancarnya
penulisan skripsi ini, tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan yang berharga ini perkenankan penulis untuk
menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. K.H.M. Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
2. Dr. Asmawi, M.Ag, dan Sri Hidayati, M.Ag. Ketua dan Sekretaris Program
Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas waktu dan solusinya selama
ini.
3. Sri Hidayati, M.Ag. sebagai Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan
bimbingan beliau yang sangat berarti.
4. Kamarusdiana, S.Ag, M.H, sebagai pembimbing II yang telah memberikan
arahan dan bimbingan beliau yang sangat berarti.
5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang memberikan berbagai
macam disiplin ilmu pengetahuan selama proses studi yang sangat berarti bagi
perkembangan pemikiran dan wawasan yang luas bagi penulis.
6. Segenap Pengelola Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta atas pelayanan referensi buku-
bukunya.
7. Orang tua penulis, Ayahanda KH.Abdul Rachim Ma’ruf Lc dan Ibunda
( Almh ) Hj. Luthfiyah Ramli, penulis memohon maaf untuk segala macam
perilaku penulis yang tidak berkenan di hati, penulis juga mengucapkan
terima kasih yang teramat sangat atas cinta, kasih dan sayangnya, kepada
orang tua penulis yang telah merawat dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan.
iii
8. Kepada kakak-kakak ku dan adik-adik ku; Hj. Ika Sa’diah SH, Ahmad
Mustofa Nuri S.Kom, Ahmad Alusi Amd, Ahmad Rifa’i Amd, Ahmad
Bayhaqi Lc, Dea Bahijah, Tsana Maulina, Vina Soraya,terima kasih banyak
atas cinta, kasih dan sayang kalian berikan kepada penulis baik moril maupun
materi, penulis tidak bisa membalas jasa-jasa kalian, penulis hanya bisa
mendoakan semoga kalian selalu diberkahi dan mendapatkan kemudahan
dalam urusan kalian.
9. Sahabat-sahabat penulis yang tercinta, Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah Tahun
Akademik 2006-2007,Terima kasih penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat
semua yang telah berbagi ilmu ketika belajar di kampus tercinta ini.
Terakhir penulis berdo’a kepada Allah semoga ilmu yang telah kita
dapat di kampus ini bermanfaat bagi kita semua dan diberkahi oleh Allah
SWT. Amien.
Jakarta, 29 Juli 2010
Penulis
ASRIYAH
DAFTAR ISI
iv
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. latar Belakang Masalah……………………………........... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………….. 7
C. Tujuan Penelitian…………………………………………. 8
D. Metode Penelitian………………………………………… 8
E. Review Studi Terdahulu………………………………….. 11
F. Sistematika Penulisan……………………………………… 12
BAB II KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME DALAM
PERSPEKTIF HUKUM
A. Pengertian KKN .................................................................. 14
B. Bentuk dan Unsur-unsur KKN ............................................ 20
C. Sebab akibat KKN ............................................................... 21
D. Hukum Penyalahgunaan Amanat ........................................ 28
BAB III KEBIJAKAN NEGARA UNTUK MEMBERANTAS KORUPSI
KOLUSI DAN NEPOTISME
A. Menuntaskan Penanggulangan Penyalahgunaan Kewenangan
Dalam Bentuk Praktik-praktik KKN. ................................. 33
B. Meningkatkan Kualitas PenyelenggaraanAdministrasi
v
Negara................................................................................. 43
BAB IV PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DARI
KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME
A. Asas – asas Umum Penyelenggaraan Negara.................... 49
B. Hak dan kewajiban setiap Penyelenggaraan Negara......... 50
C. Penyelengaaraan Negara yang bersih dari KKN...............
menurut Undang-Undang No.28 Tahun 1999 51
D. Penyelenggaraan Negara yang bersih
dari KKN menurut Hukum Islam....................................... 54
E. Analisa Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN menurut
Undang – undang dan hubungannya dengan hukum Islam 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................ 63
B. Saran.................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 66
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cita-cita didirikannya Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencapai masyarakat yang adil dan
makmur. Salah satu komponen untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah
penyelenggaraan Negara yang efisien, efektif, dan bersih dari praktek-praktek yang
merugikan kepentingan Negara dan bangsa. Penyelenggara Negara seperti diatas
dapat terlaksana apabila aparatur Negara termasuk aparatur pemerintah di dalamnya
dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, professional, transparan,
akuntabel, taat pada aturan hukum, responsive dan proaktif, serta mengutamakan
kepentingan bangsa dan Negara, dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi,dan
bukan mengutamakan kepentingan pribadi,kelompok atau partai yang berkuasa dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya.
Kondisi yang dijumpai selama ini, ternyata berbeda dengan harapan di atas,
selama orde baru, telah terjadi pemusatan kekusaan, wewenang dan tanggung jawab
pada presiden / mandataris Majelis Pemusyawaratan Rakyat ( MPR ) dalam
penyelenggaraan negara. Akibatnya, lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi
negara lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik, dan partisipasi masyarakat dalam
memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
1
2
tidak dapat berkembang. Akibat lainnya,kegiatan penyelenggaraan cenderung
mengarah pada praktek-praktek yang lebih menguntungkan kelompok tertentu yang
pada akhirnya menyuburkan praktek korupsi, kolusi,dan nepotisme yang melibatkan
para pejabat negara dengan para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi
penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional.1
Pemerintah berupaya mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Salah satu langkah yang
dilakukan para penyelenggara negara berkewajiban mengumumkan dan melaporkan
harta kekayaan sebelum dan sesudah memangku jabatan2
Mengenai persoalan ini telah diatur Undang-Undang No.28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Dalam undang-
undang tersebut dijelaskan asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara,
asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsional, asas profesionalitas
dan asas akuntabilitas.
Penyelenggara negara mempunyai peranan yang sangat penting dan
menentukan dalam penyelenggaraan negara, penyelamatan dan normalisasi
kehidupan nasional sesuai tuntutan reformasi. Untuk itu diperlukan kesamaan
persepsi visi dan misi dari seluruh penyelenggara negara dan masyarakat. Kesamaan
persepsi visi dan misi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang
1 www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6412/ - ( 29 juni 2010,Pkl.10.28 Wib )
2Undang – Undang Otonomi Daerah Tahun 1999, ( Bandung : Citra Umbara, 2001 )hal.144
3
menghendaki terwujudnya penyelenggara negara yang mampu menjalankan tugas
dan fungsinya secara efektif, efesien, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dalam suatu negara hukum, supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih
adalah merupakan salah satu kunci berhasil tidaknya suatu negara melaksanakan
tugas pemerintahan umum dan pembangunan di berbagai bidang. Supremasi hukum
adalah keberadaan hukum yang dibentuk melalui proses yang demokratis dan
merupakan landasan berpijak bagi seluruh penyelenggara negara dan masyarakat
luas, sehingga pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dapat berjalan sesuai
aturan yang telah ditetapkan.
Sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang bebas dari
praktek KKN dan perbuatan tercela lainnya. Dengan demikian, supremasi hukum dan
pemerintahan yang bersih yang didukung oleh partisipasi masyarakat dan atau
lembaga kemasyarakatan untuk melakukan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan
pemerintahan umum dan pembangunan merupakan salah satu upaya reformasi
birokrasi dalam rangka mewujudkan good governance.
Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya
dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib
berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-
menerus ditingkatkan usaha–usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pada umumnya serta tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme pada khususnya.
4
Penyelenggara Negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam
penyelenggaraan Negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun.1945.
Dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) tahun pada masa orde baru,
penyelenggara Negara tidak menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal,
sehingga penyelenggaraan Negara tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu
terjadi karena adanya pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab pada
presiden/mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Di
samping itu, masyarakat pun belum sepenuhnya berperan serta dalam menjalankan
fungsi kontrol sosial yang efektif terhadap penyelenggaraan Negara.
Pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab tersebut tidak hanya
berdampak negatif di bidang politik, namun juga di bidang ekonomi dan moneter,
antara lain terjadinya praktek penyelenggaraan Negara yang lebih menguntungkan
kelompok tertentu dan memberi peluang terhadap tumbuhnya korupsi, kolusi, dan
nepotisme.3
Pada laporan Bank Dunia Tahun 1997, Dikatakan bahwa Korupsi telah
memperlemah ekonomi Negara- Negara berkembang. Di antara semua persoalan yang
ada salah satunya yang terberat adalah memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme,
karena praktek kotor tersebut seakan sudah berakar dan berurat di Indonesia.
3Ibid .hal 147
5
Masyarakat menjadi korban dari ketidakadilan para aparat penegak hukum, sehingga
sejak lengsernya rezim orde baru hingga saat ini praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme justru kian merajalela, sehingga perbuatan yang demikian sangat tercela
dan bertentangan dengan hukum Positif dan hukum Islam.
Tindak pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme tersebut tidak hanya
dilakukan oleh penyelenggara Negara, antara-penyelenggara Negara, melainkan juga
penyelenggara Negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni, dan para pengusaha,
sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
serta membahayakan eksistensi Negara.4
Undang-undang ini merupakan bagian atau subsistem dari peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap perbuatan
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, sasaran pokok undang-undang ini adalah para
penyelanggara Negara yang meliputi pejabat Negara pada lembaga tertinggi Negara,
pejabat Negara pada lembaga tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim, Pejabat
Negara, dan atau pejabat lain yang memiliki fungsi staregis dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam undang-undang ini
dimaksud untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Dengan hak dan kewajiban
4 Ibid .hal.159.
6
yang dimiliki, masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah melaksanakan Negara,
dengan tetap menaati rambu-rambu hukum yang berlaku.
Bahasa hukum Islam tentang korupsi bisa ditelusuri lewat istilah Risywah
( Suap ), Saraqoh ( pencurian ). Bahasa moral dan kemanusiaan yang sarat dengan
etika dan perilaku hukum itu secara jelas terkandung dalam ajaran Islam, Al-qur’an
dan As-sunnah. Keduanya merupakan sumber hukum tertinggi dan disepakati oleh
seluruh umat Islam, karenanya memiliki kekuatan moral dan hukum sekaligus, secara
materil ataupun formil, serta diterima dengan kesadaran sebagai keimanan. Dalil
yang mengharamkan risywah yaitu surat Al-baqarah ayat 188 yang berbunyi :
☺
)١٨٨ /٢/ البقرة(
Artinya “ Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS.
Al-Baqoroh / 2:188) “.
7
Selanjutnya surat Al-Maidah ayat 42 yang berbunyi :
☺
⌧
⌧ ⌧
☺
)۶٢/ ۵ / المائدة( ☺Artinya “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka, jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS.Al-Maidah / 5:42)”
Secara teoritis kedudukan korupsi merupakan tindakan kriminal (Jinayah atau
Jarimah ). Asas legalitas hukum Islam tentang korupsi sangat jelas dan tegas.
Sebagaimana delik pencurian, pelaku korupsi harus dihukum. Lebih jauh makna “
potong tangan“ dalam ayat yang menjatuhkan sanksi bagi pencuri lebih menunjukkan
esensi perbuatan korupsi itu sendiri. Melalui korupsi pelakunya memotong
kesempatan orang lain dengan cara yang tidak sah dan melawan hukum.5
5 Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, ( Jakarta : Zikru Al-hikam.
1997 ) hal 87-88
8
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang :“
PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DARI KORUPSI KOLUSI
DAN NEPOTISME ( Tinjauan Yuridis – Normatif dan Hukum Islam ).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan masalah yang menjadi objek penelitian dan pembahasan ini
diperlukan agar ruang lingkup penelitian tidak terlalu meluas akan tetapi terfokus
pada satu masalah yang menjadi akar permasalahan sehingga pembahasan dan analisa
permasalahan dapat dilakukan secara lebih mendalam.
Dalam penulisan skripsi ini, permasalahan dibatasi penyelenggaraan Negara
yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme berdasarkan Undang-undang No.28
Tahun 1999 dan Hukum Islam.
Untuk lebih jelasnya penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Penyelenggaraan negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme menurut Islam ?
2. Bagaimana Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKNmenurut Undang-
Undang No.28 Tahun 1999 ?
3. Apa Hukuman bagi pelaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme baik menurut
hukum Islam dan Hukum Positif ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1 Tujuan Penelitian
9
Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini terjawabnya semua
permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui aturan tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
b. Untuk mengetahui penyelenggaraan Negara menurut Undang –Undang
No.28 Tahun 1999.
c. Untuk mengetahui hukuman bagi pelaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
menurut Hukum Islam dan Hukum Positif.
2 Manfaat Penelitian
a. Teoritis, secara keilmuan penelitian ini menjadi bahan / sumber ilmu manfaat
yang berkaitan dengan penyelenggara Negara yang besih dari KKN dalam
pandangan Hukum Islam dan Positif.
b. Praktis,Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa,
akademis lainnya dan terutama para pelaku yang terkait dengan penelitian ini.
D. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian adalah studi dokumenter yang berusaha mengkombinasikan
dengan pendekatan normatif yaitu penelitian yang didasarkan pada kaidah – kaidah
yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan kejadian seputar perubahan
hukum yang terjadi di Indonesia dan dimasukan ke dalam konsep hukum Islam,
10
maka metode yang digunakan adalah deskriptif analitis yang menggambarkan secara
jelas. Jenis penelitian ini adalah metode kualitatif.
Sedangkan dalam pembahasannya, penulis menggunakan metode deskriptif
analitis, yaitu dengan menguraikan dan menjelaskan permasalahan yang dibahas
dengan merujuk data primer maupun sekunder yang telah terkumpul, selanjutnya
menginterprestasikan hasil – hasil penelitian yang didapatkan
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tekhnik kepustakaan, yaitu dengan membaca buku atau literature yang relevan
dengan topik masalah dalam penelitian ini.
3. Sumber Data
a. Data Primer, Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta buku – buku lain yang
berkaitan dengan bahasan penulis.
b. Data sekunder yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu
artikel-artikel dan masalah–masalah yang berkaitan dengan permasalahan
yang dibahas dalam skripsi ini.
c. Data Tersier, Kamus,majalah, yang membahas tentang KKN.
4 Tekhnik Analisa Data
Pada tahap analisa data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa
sampai berhasil menyimpulkan kebenaran – kebenaran yang dapat dipakai untuk
11
menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun data – data tersebut
dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode menganalisis dan
menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan suatu gambaran secara jelas
hingga menemukan jawaban yang diharapkan.
5 Tekhnik Penulisan
Adapun tekhnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku “
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayataullah Jakarta tahun 2007.“
E. Review Studi Terdahulu
Dalam tinjauan ( review ) kajian terdahulu, penulis meriview beberapa skripsi
terdahulu yang berhubungan dengan kasus korupsi dan pemberantasannya agar tidak
terjadi plagiasi atau penjiplakan,selain itu penulis menggunakan referensi dari buku-
buku, seperti Undang-Undang RI No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan
Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Berikut adalah daftar
penelitian lain tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN yang penulis
ketahui.
1. Penulis Asep Hadi Tumdi korupsi dengan judul “ Tindak Pidana Korupsi
Berdasarkan Hukum Islam dan Hukum Positif “. Kode perpustakaan
166.SJAS.2006.9., tujuan penelitian memahami tindak kejahatan korupsi
dalam hukum Islam dan Positif.
12
2. Penulis Sutrisno Korupsi dengan judul “ Usaha Pemberantasan Korupsi
Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif “. Kode perpustakaan 40.
SJAS.2005.67., tujuan penelitian mengetahui usaha pemberantasan korupsi.
Pada kedua Judul skripsi tersebut menyinggung masalah KKN, akan tetapi
pembahasannya berbeda dengan judul yang saya pilih. Kedua judul tersebut berisi
tentang Usaha Pemberantasan Korupsi menurut hukum Islam dan hukum Positif serta
Tindak Pidana Korupsi.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar memudahkan penulisan
maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai
berikut :
Bab I Merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, tinjauan pusataka dan sistematika penulisan.
Bab II Korupsi, kolusi dan nepotisme dalam perspektif Hukum, pembahasan
dalam bab ini meliputi : pengertian KKN, bentuk dan unsur-unsur KKN, sebab akibat
KKN, hukuman penyalahgunaan Amanat.
13
Bab III Kebijaksanaan Negara untuk memberantas KKN, pembahasan dalam
bab ini meliputi : menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam
bentuk dan praktek-praktek KKN.
Bab IV Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN,pembahasan pada bab
ini meliputi : asas-asas umum penyelenggaraan Negara, hak dan kewajiban setiap
penyelenggara Negara, Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN menurut
Undang-undang No.28 Tahun 1999, penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN
menurut Hukum Islam, analisa penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN
menurut Undang-Undang dan hubungannya dengan Hukum Islam.
Bab V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari penulis
mengenai masalah yang dibahas.
BAB III
KEBIJAKAN NEGARA UNTUK MEMBERANTAS
KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME
A. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk
praktek - praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Perhatian utama kepemimpinan adalah publik policy ( kebijakan pemerintah ),
yaitu apa pun juga yang dipilih pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu itu, atau
tidak mengerjakan sama sekali ( mendiamkan ) sesuatu itu ( whatever government
choose to do or not to do ).
Hal ini sangat penting untuk mengatasi keadaan pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan. Karena masyarakat bukan hanya menilai apa yang
dilaksanakan pemerintah saja, tetapi juga apa yang tidak dilaksanakan pemerintah.1
Mencegah KKN tidak begitu sulit, kalau kita semua sadar untuk menempatkan
kepentingan umum ( kepentingan rakyat banyak ) di atas kepentingan pribadi atau
golongan. Sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau niat untuk korup tetap ada
di hati yang memiliki peluang untuk melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut,
korupsi akan tetap terjadi.
Faktor mental yang paling menentukan. Selain itu, hendaklah dipahami juga
taggung jawab atas perbuatan terkutuk ini ( apabila dilakukan dengan cara kolusi )
tidak hanya terletak pada mental para pejabat saja, tetapi juga terletak pada mental
1 Inu Kencana Syafiie, Al-Quran Dan Ilmu Politik ( Jakarta : Rineka Cipta, 1996 ) hal. 118
32
33
pengusaha tertentu yang berkolusi yang selalu ingin menggoda oknum pejabat untuk
mendapatkan fasilitas dan keuntungan yang sebesar-besarnya. Walaupun pejabat
ingin melakukan kkn, kalau tidak disambut oleh oknum pengusaha berupa pemberian
suap atau janji memberi imbalan, korupsi tidak akan separah sekarang ini.2
KKN tidak bisa diatasi sampai para pejabat pemerintah, hakim, polisi dan
wakil-wakil rakyat lainnya bekerja secara aktif menuntut dan menghentikan
Korupsi,Kolusi dan Nepotisme.
Dalam rangka mendukung upaya pemberantasan KKN, pemerintah RI telah
menyelesaikan perjanjian ekstradisi bilateral dengan negara-negara tertentu, antara
lain, dengan Malaysia, Thailand, Philipina, dan Australia, agar pemerintah RI dapat
meminta penyerahan warga negara Indonesia yang diindikasikan terlibat dalam tindak
pidana korupsi dan melarikan diri ke negara bersangkutan.
Untuk memberantas KKN memang tidak mudah karena dari kebiasaan
menjadi budaya. Budaya adalah jenis perilaku yang lebih sulit karena telah menyebar
dalam level nasional. Tetapi perlu ada usaha memberantasnya walaupun perlu
perjuangan ekstra keras dalam jangka waktu amat panjang.
Untuk itulah dibutuhkan upaya dalam menggulangi KKN, upaya tersebut
dapat dilakukan dengan cara :
1. Menegakkan hukum yang seadil-adilnya.
2. Membenahi birokrasi ditingkat pusat maupun daerah.
3. Dibutuhkan sosok atau figure yang dapat untuk diteladani.
2 Baharudin Lopa, Kejahatan Korupsi Dan Penegak Hukum. hal. 85-86
34
4. Melakukan efisiensi jumlah pegawai.
5. Diperlukan adanya reformasi dalam kelembagaan, misalnya pada lembaga
peradilan.
6. Berbagai organisasi social hendaknya memiliki nyali untuk menolak
sumbangan dari orang yang terkait dengan kasus KKN, hingga kasus tersebut
jelas dengan hasil dia dinyatakan tidak bersalah.3
Jika hal tersebut dapat dijalankan dengan baik maka ketahanan baik dalam
bidang ekonomi, social maupun bidang politik akan kembali pulih, namun jika
fenomena KKN ini tetap dibiarkan saja dan tidak ada tindakan yang tegas dari
pemerintah, maka KKN akan semakin meggerogoti seluruh sendi kehidupan bangsa.
Hal itu dikarenakan KKN adalah musuh utama dalam suatu Negara. Mengingat
bahwa dengan adanya tindak kkn pemerataan pembagunan dan menciptakan tatanan
sosial yang merata akan sulit tercapai, sehingga sulit untuk menciptakan kemakmuran
bagi seluruh masyarakat.
Benar-benar ironis dan tragis. Di era reformasi yang amanahnya
membersihkan negeri ini dari korupsi, kolusi dan nepotisme, praktik-praktik itu
bukannya berkurang, tetapi makin merajalela. Padahal era ini lahirv sebagai protes
terhadap pemerintahan orde baru yang dianggap sarat dengan perbuatan kkn. Malah
otonomi daerah yang juga lahir sebagai koreksi terhadap sentralisasinya orde baru
3 Syaiful Ahmad Dinar, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi
( Bandung : PT Refika Aditama. 2008 ) Hal. 12
35
justru ikut menyebarluaskan praktik haram itu ke semua lini pemerintahan.
Akibatnya, di negeri ini nyaris tidak ada ruang yang bersih dari KKN.4
Sejak Tahun 1970 Presiden Soeharto telah membentuk komisi empat yang
bertugas memberikan laporan mengenai kerugian pembangunan akibat korupsi.
Presiden sendiri prihatin terhadap bahaya korupsi yang dapat merugikan negara.
Korupsi, menurutnya adalah immoral / merusak pembangunan. Korupsi di Indonesia
hampir sepenuhnya menjerat kehidupan bangsa dan negara.5
Dalam kehidupan berbagai Negara bangsa di berbagai belahan dunia,
birokrasi berkembang merupakan wahana utama dalam hubungan antarbangsa. Di
samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi bertugas menerjemahkan
berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi
melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara
operasional.
Usaha pemberantasan KKN perlu dilihat dalam konteks reformasi birokrasi,
bahkan dalam rangka reformasi sistem administrasi publik secara keseluruhan.
Karena kita ketahui bahwa masalah kkn bukan hanya terjadi dan terdapat di
lingkungan birokrasi tetapi juga berjangkit pula pada sektor swasta, dunia usaha, dan
lembaga-lembaga dalam masyarakat pada umumnya. Agenda utama yang perlu
ditempuh adalah terwujudnya kepemerintahan yang baik.( good governance ) yang
4 Perpustakaan Nasional ( Jakarta : Kompas, 2004 ) hal. 143
5 www.ubb.ac.id // artikel KKN ( 06 Maret 2010, Pkl.08.16 Wib )
36
sasaran pokoknya adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang
professional, kepastian hukum, transparan, partisipatif, akuntabel, memiliki
kreadibilitas, bersih dari kkn, serta mengemban misi perjuangan bangsa
mewujudkan cita - cita dan tujuan bernegara.
Sehingga diharapkan, sebagai stabilisator dalam bidang hukum, administrasi
publik dapat mencegah ataupun memberantas KKN yang sudah mengakar di Negara
Indonesia ini melalui reformasi birokrasi.
Secara umum sasaran penyelenggaraan negara adalah terciptanya tata
pemerintahan yang baik, bersih, berwibawah, Profesional, dan bertanggungjawab,
yang diwujudkan dengan sosok dan prilaku birokrasi yang efesien dan efektif serta
dapat memberikan pelayanan yang prima kepada seluruh masyarakat.
Sejauh ini, satu hal utama yang harus ditekankan pada para pembaharu dalam
setiap upayanya memberantas tindak korupsi, adalah menyadari bahwa korupsi tidak
akan pernah dapat diberantas sampai tidak berbekas lagi. Apalagi, mengingat dalam
kaitannya dengan situasi yang nyata di masyarakat, bahwa akan terlalu mahal jika
seseorang, institusi tertentu atau negara sekalipun untuk mencoba memberantas
korupsi sampai ke akar-akarnya. Dan satu lagi yang mesti dipahami oleh para
pembaharu anti-korupsi, bahwa korupsi bukanlah sesuatu yang sudah niscaya di
dalam budaya masyarakat.6
ICW mengklaim bahwa pemerintahan di bawah tangan Soeharto sebagai
pimpinannya, keluarga, sahabat serta kroni-kroninya mewarisi segudang masalah
6 Mansyur Semma, Negara dan Korupsi ( Jakarta :Yayasan Obor Indonesia ,2008 ) Hal.69-70
37
korupsi yang gawat. Korupsi tidak saja mendominasi wilayah eksekutif dan
yudikatif, tetapi juga lembaga legislatif hampir pada semua tingkatannya. Pendek
kata, nyaris tidak ada ruang yang bebas dari korupsi.7
Mencegah KKN tidak begitu sulit, kalau kita semua sadar untuk menempatkan
kepentingan umum ( kepentingan rakyat banyak ) di atas kepentingan pribadi atau
golongan. Sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau niat untuk korup tetap
ada di hati yang memiliki peluang untuk melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut,
korupsi akan tetap terjadi.
Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembagunan penyelenggaran negara
dalam mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, maka kebijakan
pemyelenggaraan negara diarahkan untuk Menuntaskan penanggulangan
penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-praktik kkn dengan cara :
1. Penerapan prinsip - prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance )
pada semua tingkat dan pemerintahan.
2. Pemberian sanksi yang berat dan tegas dan seberat – beratnya bagi pelaku kkn
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan
sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat.
4. Peningkatan budaya kerja aparatur yang berakhlak, bermoral, professional,
produktif dan bertanggungjawab.8 7 www.organisasi.org// praktek KKN di Indonesia ( 27 Juli 2010, Pkl.17.00 Wib )
38
Persyaratan keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi
adalah adanya komitmen dari seluruh komponen bangsa,meliputi komimen, seluruh
rakyat secara konkret, Lembaga Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara.
Komitmen tersebut telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan
perundang-undangan diantaranya :
1. Ketetapan MPRRI XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih
dan Bebas dari KKN.
2. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang
Bersih dari KKN.
3. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-undang No. 20
Tahun 2001.
4. Undang-undang No.20 Tahun 2001
5. Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
6. Keppres Nomor 44 tahun 2000 tentang Komisi Ombudsmen Nasional
7. Keppres Nomor 127 tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan
Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekjen Komisi Pemeriksaan Kekayaan
Penyelenggara Negara.
8. Keppres Nomor 155 tahun 1999 tentang Tim Pengkajian Pembentukan
Lembaga Ombudsmen Nasional.
8 www.acehrecoveryforum.org/ ( 29 Juni 2010.Pkl.12.12 Wib )
39
9. PP Nomor 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas
Penyelenggaraan Pemda.
10. PP Nomor 56 tahun 2000 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemda.
11. PP Nomor 274 tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan
Pemda.
12. TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 yang intinya menumbuhkan kesadaran
bahwa tertib sosial, ketenangan, dan ketentraman hidup bersama hanya dapat
diwujudkan denganketaatan pada hukum dan berpihak pada keadilan.9
Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya komitmen semata karena
pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif
untuk meminimalkan penyebab korupsi. Strategi tersebut mencakup :
1. Strategi preventif
Usaha pencegahan korupsi yang diarahkan untuk menimalkan penyebab dan
peluang untuk melakukan korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan
a. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat
b. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan dibawahnya
c. Membangun kode etik di sektor pubik
9 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Korupsi Bersama Peraturan Pelaksanaannya (
Jakarta : Harvarindo, 2008 ) Hal 14
40
d. Kampanye untuk menciptakan nilai ( value ) anti korupsi secara nasional.10
2. Strategi detektif
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan
korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan :
a. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat
b. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu
c. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik
d. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di
masyarakat internasional.
3. Strategi represif
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan
korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif
dapat dilakukan dengan :
a. Pembentukan badan/Komisi Anti Korupsi
b. Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch
some big fishes)
c. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan
untuk diberantas
10 Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi .hal.74-75
41
d. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik
e. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem
peradilan pidan a secara terus menerus
f. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi
secara terpadu
Pelaksanaan strategi-strategi tersebut akan memakan waktu yang lama, karena
melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
Selain itu upaya yang dapat segera dilakukan antara lain dengan meningkatkan fungsi
pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal, maupun pengawasan fungsional, yang
dipadukan dengan pengawasan masyarakat dan pengawasan legislatif.11
B. Meningkatkan Kualitas Penyelenggaraan Administrasi Negara
Sistem administrasi negara, untuk mewujudkan cita - cita bangsa dan
mencapai tujuan nasional, maka sesuai dengan sistem pemerintahan negara,
pemerintah menyelenggarakan administrasi negara, yaitu keseluruhan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara, dengan memanfaatkan dan
mendayagunakan segala kemampuan aparatur negara serta segenap dana dan daya,
11 Syaiful Ahmad Dinar. Hal. 20
42
demi terciptanya tujuan nasional, dan terlaksananya tugas negara, sebagaimana
ditetapkan dalam konstitusi masing-masing negara.12
Sebagai suatu sistem administrasi negara terdiri dari berbagai subsistem,
antara lain tugas, fungsi, organisasi, kepegawaian, keuangan, material dan lain-lain.
Selanjutnya administrasi negara bersama-sama dengan sistem-sistem lain seperti
sistem politik, sistem pemerintahan dan sistem hukum tata negara, merupakan
subsistem dari sebuah sistem nasional suatu negara.13
Salah satu cara yang ampuh untuk memberantas korupsi adalah
mengembangkan tata pengelolaan keuangan yang sehat, serta sistem akunting yang
efisien dan terjadwal, yang dikombinasi denga sistem pengawasan profesional
terjadwal oleh auditor intern dan auditor independen. Untuk mewujudkan semua ini,
dukungan pimpinan tertinggi dan kemauan politik untuk menegakkan pengawasan
yang kuat sangat diperlukan baik di sektor publik maupun di sektor swasta. Salah satu
dari tujuan sistem pengelolaan keuangan yang baik dalam penyelenggaraan negara
adalah memberantas dan menyingkapkan kejahatan yang dilakukan oleh pekerja otak
di dalam organisasi.
12 Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja InstasiPemerintah ( Jakarta :
Lembaga Administrasi Negara, 2000 ) Hal.21 13 Inu Kencana Syafiie, Alquran Dan Ilmu Politik ( Jakarta : Rineka Cipta, 1996 ) hal. 158-
159
43
Sistem administrasi yang buruk, terpisah-pisah, tidak taat jadwal, dan
pendekatan yang kacau balau pada pengelolaan keuangan membuka peluang untuk
penyelewengan. Sistem seperti ini juga dapat digunakan untuk menyelubungi
penyelewengan.
Pada umumnya sistem pengelolaan administrasi yang baik dapat
menyingkapkan dan membantu identifikasi praktik KKN dan pelakunya dengan cara
sebagai berikut :
a. Menghasilkan informasi yang benar untuk berbagai lembaga anti-korupsi.
b. Memaksa semua kegiatan pemerintahan dan penyiapan laporan keuagan
menggunakan pendekatan disiplin dan tepat waktu.
c. Mendorong pengembangan kontrol intern yang kuat
d. Memperlancar audit. Audit profesional dan tepat waktu secara intern yang
terfokus pada bidang-bidang beresiko tinggi.14
Meskipun diketahui bahwa penyelenggaraan negara dilakukan oleh beberapa
lembaga negara, tetapi aspek penting penyelenggaraan negara terletak pada aspek
pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden memiliki dua
kedudukan, sebagai salah satu organ negara yang bertindak untuk dan atas nama
negara, dan sebagai penyelenggara negara atau sebagai administrasi negara. Sebagai
administrasi negara, pemerintah diberi wewenang baik berdasarkan atribusi, delegasi,
14 Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja InstasiPemerintah. Hal. 30
44
ataupun mandat untuk melakukan pembangunan dalam rangka merealisir tujuan-
tujuan negara yang telah ditetapkan oleh MPR. Dalam melaksanakan
pembagunan,pemerintah berwenang untuk melakukan pengaturan dan memberikan
pelayanan terhadap masyarakat.
Penyelenggaraan pemerintahan tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah
ditentukan oleh aturan yang ada. Bahkan sering terjadi penyelenggaraan pemerintah
ini menimbulkan kerugian bagi rakyat baik akibat penyalahgunaan wewenang
maupun tindakan sewenang-wenang. Perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang
terjadi apabila terpenuhi unsur-unsur : penguasa yang berbuat secara yuridis memiliki
kewenangan untuk berbuat ( ada peraturan dasarnya ), dalam mempertimbangkan
yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh pemerintah, unsur kepentingan umum
kurang diperhatikan, perbuatan tersebut menimbulkan kerugian konkret bagi pihak
tertentu.
Dampak lain dari penyelenggaraan pemerintahan seperti ini adalah tidak
terselenggaranya pembagunan dengan baik dan tidak terlaksananya pengaturan dan
pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana mestinya. Keadaan ini menunjukkan
penyelenggaraan pemerintahan belum berjalan dengan baik.15
Upaya–upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyelenggaraan
pemerintah adalah antara lain dengan mengeffektifkan pengawasan baik melalui
15 Krisna Harahap, Pemberantasan Korupsi Di Indonesia Jalan Tiada Ujung ( Bandung : PT.Grafiti, 2009 ) Hal. 13
45
pengawasan lembaga peradilan,pengawasan dari masyarakat. Disamping itu juga
dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara melalui :
a. Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintah agar dapat berfungsi
secara lebih memadai, efektif, dengan stuktur lebih proporsional dan responsif
b. Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan da prosedur pada semua
tingkat dan lini pemerintahan.
c. Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur agar lebih
profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan
yang terbaik bagi masyarakat.
d. Peningkatan kesehteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karir berdasarkan
prestasi.
e. Optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan arsip negara dalam pengelolaan
tugas dan fungsi negara.16
Keunggulan SDM para aparat yang mendapatkan amanat untuk melaksanakan
tugas pelayanan administrasi negara menurut pandangan Islam tugas atau pekerjaan
administratif, adalah kewajiban dan tanggung jawab. Karena itu Islam menetapkan
persyaratan khusus bagi setiap aparat, yaitu keahlian teknis administrasi tertentu,
ketetapan seseorang yang diangkat untuk menjalankan tugas di daerah-daerah dan di
16 Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja InstasiPemerintah. Hal. 60
46
lapangan administrasi negara dan di dalam aparat pemerintahan yang lain didasarkan
pada kemampuan melaksanakan tugas dengan jujur, adil, ikhlas, dan taat kepada
perundang-undangan negara.17
Kerusakan sistem administrasi yang terjadi di seluruh dunia saat ini
mengakibatkan jatuhnya martabat negara yang jatuh di tangan sistem administrasi
negara dan sistem politik sewenang-wenang, sehingga tidak mampu dan tidak
berahasil mengatasi berbagai problem penyelewengan yang dilakukan oleh para
penguasa dan pejabatnya, apalagi mengikis segala kerusakan sampai ke akar-akanya,
guna menyelamatkan kekayaan negara dan kekayaan individu rakyat dari
keserakahan orang yang hendak berbuat korupsi.
Atas dasar hukum-hukum tersebut Islam mengatasi masalah kerusakan
administrasi negara dengan jalan mewujudkan sistem pengawasan diri pribadi di
kalangan para pejabat/ aparat, sebab orang yang benar-benar muslim ia tidak akan
berbuat korupsi, tidak akan menerima suap, tidak mau mencuri, tidak mau berkhianat,
tidak mau berbuat dzalim dan tidak mau menipu. Karena Allah selalu mengawasi
dirinya dan menuntut pertanggungjawaban atas setiap kejahatan, yang kecil maupun
yang besar, satu kenyataan yang tidak dapat diragukan lagi, jika seorang penguasa
atau pejabat tidak memiliki sifat takwa kepada Allah SWT serta tidak takut kepada
17 Ibid.Hal. 65
47
pengawas-Nya secara lahir batin, maka penguasa itu atau pejabat atau aparat yang
demikian pasti bersikap menindas rakyat dan bertindak sewenang-wenang.18
18http://www.hayatulislam.net/administrasi-negara-islam-menjamin-kesejahteraan-rakyat.html.(
28 Juli 2010, Pkl.08.00 Wib )
BAB IV
PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DARI
KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME
A. Asas –Asas Umum Penyelenggaraan Negara
Penyelenggaraan negara yang bersih adalah penyelenggara negara yang
mentaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme serta perbuatan tercela lainnya. Asas umum Pemerintahan
negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatuhan
dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dari
korupsi, kolusi dan nepotisme. Asas umum penyelenggara negara meliputi :1
1 Asas kepastian hukum yakni, asas dalam negara hukum mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggara negara.
2 Asas tertib penyelenggara negara yakni, asas yang menajadi landasan
keteraturan,keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
3 Asas kepentingan umum yakni, asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
4 Asas keterbukaan yakni, asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar,jujur, dan tidak diskriminatif tentang
1 Undang – Undang Otonomi Daerah 1999. Hal 147
48
49
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi,golongan, dan rahasia negara.
5 Asas proporsionalitas yakni, asas yang mengutamakan keseimbang antara hak
dan kewajiban penyelenggara negara.
6 Asas profesionalitas yakni, asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7 Asas akuntabilitas yakni, asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
B. Hak dan Kewajiban setiap penyelenggara negara
Pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam undang-undang ini
dimaksud untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan
penyelenggraan negara yang bersih dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme. Dengan hak
dan kewajiban yang dimiliki, masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah
melaksanakan negara,dengan tetap mentaati rambu-rambu hukum yang berlaku.
Hak, kewajiban setiap penyelenggara negara adalah : menerima gaji,
tunjangan dan fasilitas, menggunakan hak jawab atas teguran serta kritik,
menyampaikan pendapat di muka umum sesuai wewenang, dan hak lain sesuai
50
peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan kewajiban penyelenggara negara
adalah : mengucapkan sumpah / janji sebelum menjabat, bersedia diperiksa
kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat, melaporkan dan mengumumkan
kekayaan sebelum dan setelah menjabat, tidak korupsi, kolusi dan nepotisme.2
C. Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi Kolusi Dan Nepotisme
Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 1999
Penyelanggara Negara mempunyai peran penting dalam mewujudkan cita-cita
perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam penjelasan Undang-
Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa yang sangat penting dalam
pemerintahan dan dalam hal hidupnya Negara ialah semangat para penyelenggara
Negara dan pemimpin pemerintahan.
Dalam waktu lebih dari 30 ( tiga puluh ) tahun, penyelennggara Negara tidak
dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, sehingga penyelenggaraan
Negara tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu terjadi karena adanya
pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada Presiden / mandataris
majelis permusyawaratan rakyat Republik Indonesia. Di samping itu, masyarakat pun
belum sepenuhnya berperan serta dalam menjalankan fungsi control sosial yang
efektif terhadap penyelenggara Negara.
Pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab tersebut tidak hanya
berdampak negative di bidang politik, namun juga di bidang ekonomi dan moneter,
2 Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, ( Jakarta : KPK, 2006 ) Hal.34-35
51
antara lain terjadinya praktek penyelenggaraan Negara yang lebih menguntungkan
kelompok tertentu dan member peluang terhadap tumbuhnya korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme tersebut tidak hanya
dilakukan oleh penyelenggara Negara, antar-penyelenggara Negara, melainkan juga
penyelenggara Negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni, dan para pengusaha,
sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
serta membahayakan eksistensi Negara.
Dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sesuai
tuntutan reformasi diperlukan kesamaan visi, persepsi, dan misi dari seluruh
penyelenggara Negara dan masyarakat. Kesamaan visi, persepsi, dan misi tersebut
harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki terwujudnya
penyelenggara Negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif,
efisien, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Undang-undang ini memuat tentang ketentuan yang berkaitan langsung atau
tidak langsung dengan penegakan hokum terhadap tindak pidana korupsi,kolusi, dan
nepotisme yang khusus ditujukan kepada para penyelenggara Negara dan pejabat lain
yang memiliki fungsi strategis dan kaitannya dengan penyelenggaraan Negara sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang ini merupakan bagian atau subsistem dari peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan penegak hokum terhadap perbuatan
Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme. Sasaran pokok undang-undang ini adalah para
52
penyelenggara Negara yang meliputi pejabat Negara pada lembaga tinggi Negara,
pejabat Negara pada lembaga tinggi negar, menteri, gubernur, hakim, pejabat Negara
dan atau pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.3
Untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dalam undang-undang ini ditetapkan asas-asa umum
penyelenggaraan Negara yang meliputi asas kepastian hokum, asas tertib
penyelenggaraan Negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
Undang-undang ini mengatur pula kewajiban para penyelenggara Negara,
antara lain mengumumkan dan melaporkan harta kekayaannya sebelum dan setelah
menjabat. Ketentuan tentang sanksi dalam undang-undang ini berlaku bagi
penyelenggara Negara, masyarakat sebagai upaya preventif dan represif serta
berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya ketentuan tentang asas-asas umum
penyelenggaraan Negara, hak dan kewajiban penyelenggara Negara, dan ketentuan
lainnya sehingga dapat diharapkan memperkuat norma kelembagaan, moralitas
individu, dan sosial.
3 Undang – Undang Otonomi Daerah 1999. Hal. 161
53
D. Penyelenggaraan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
menurut hukum Islam
Islam adalah sistem sempurna. Di dalamnya terdapat aturan yang mengatur
segala bentuk interaksi antar manusia, seperti sistem sosial, ekonomi, politik dan lain
sebagainya. Adanya aturan-aturan semacam ini meniscayakan adanya negara yang
melaksanakan dan menerapkan aturan-aturan tersebut atas segenap manusia. Islam
telah menetapkan sistem yang baku bagi pemerintahan. Islam juga menetapkan
sistem administrasi negara yang khas pula untuk mengelola negara, disamping itu
Islam menuntut kepada penguasa sebagai kepala negara untuk menjalankan seluruh
hukum Allah kepada seluruh manusia yang menjadi rakyatnya.
Islam diturunkan Allah SWT adalah untuk dijadikan pedoman dalam menata
kehidupan umat manusia, baik dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara.
Tidak ada sisi yang teralpakan ( tidak diatur ) dalam Islam. Aturan atau konsep itu
bersifat “ mengikat “ bagi setiap orang yang mengaku muslim. Konsep Islam juga
bersifat totalitas dan komprehensif, tak boleh dipilah-pilah seperti yang dilakukan
kebanyakan rezim sekarang ini. Sebagaimana Firman Allah Swt :
⌧
☺
☺
⌧ ☺ /النساء( ⌧۶/۵٨ (
54
Artinya : “ sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya dan ( menyuruh kamu ) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. “ ( QS. An-Nisa :4
/58 )
Korupsi adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan dan negara
dengan cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri. Korupsi memang
dirasakan keberadaannya oleh masyarakat, ibarat penyakit,korupsi dikatakan telah
menyebar luas seantero negeri. Terlepas dari itu semua, korupsi apa pun jenisnya
merupakan perbuatan haram.
Sudah berganti-ganti pemerintahan,KKN tak juga berkurang di negara ini.
Puluhan tahun perilaku kkn di negeri ini tidak tersentuh oleh hukum. Menurut Romli
Atmasasmita, sebenarnya ada satu solusi yang bisa membuat koruptor jera, yaitu
hukuman mati.4
Hukum Islam yang disyariatkan Allah swt pada hakekatnya diproyeksikan
untuk kemashlahatan manusia. Salah satu kemashlahatan manusia yang hendak
direalisasikan adalah terpeliharanya harta dan pemindahan hak milik yang
menyimpang dari prosedur hukum, dan dari pemanfaatannya yang tidak sesuai
dengan kehendak Allah swt. Oleh karena itu adanya larangan mencuri ( sariqoh ),
merampas ( ikhtithaf ), mencopet dan sebagainya adalah untuk memelihara keamanan
4Romli Attasasmita, Analisis dan Evaluasi Korupsi,Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Hukum Tentang Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Hak Asasi Manusia ( Jakarta, RI, 2007 )
55
harta dari pemilikan yang tidak sah. Larangan menggunakan harta sebagai taruhan
judi misalnya dan memberikan kepada orang lain yang diyakini akan
menggunakannya untuk berbuat maksiat, karena pemanfaatannya tidak sesuai dengan
kehendak Allah swt, menjadikan kemashlahatan yang akan dituju dengan harta itu
tidak tercapai.
Para ulama sepakat mengatakan bahwa perbuatan KKN dengan beragam
bentuknya didalamnya, dalam literatur fikih misalnya, adanya unsur sariqoh (
pencurian ), ghulul ( korupsi ) dan sebagainya adalah haram karena bertentangan
dengan maqasidul syariah ( tujuan hukum Islam ).
Tindak pidana korupsi ( ghulul ), merupakan perbuatan curang dan penipuan
yang secara langsung merugikan keuangan negara ( masyarakat ). Allah swt memberi
peringatan agar kecurangan dan penipuan itu dihindari, seperti firman Allah ;
⌧ ☺ ⌧
☺ ⌧
) ٣/١۶١/ عمرانال ( ☺
Artinya “ Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta
rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu,
maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkan itu,
kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan
dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”. (QS. Surat Ali
Imran:3/161)
56
E. Analisa Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi Dan
Nepotisme Menurut Undang-Undang dan Hubungannya Dengan Hukum
Islam
Cita–cita didirikannya negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasr 1945 adalah mencapai masyarakat yang adil dan
makmur. Salah satu komponen untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah
penyelennggaraan negara dan bangsa.5
Penyelenggaraan negara seperti di atas dapat terlaksana apabila aparatur
negara termasuk aparatur pemerintah di dalamnya dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan baik, professional, transparan, akuntabel, taat pada aturan hukum,
responsive dan proaktif, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dan
bukan mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok atau partai yang berkuasa
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Kondisi yang dijumpai selama ini, ternyata berbeda dengan harapan di atas.
Selama tiga dekade terakhir, telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang dan
tanggung jawab pada Presiden/ Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR
) dalam penyelenggaraan negara. Akibatnya, lembaga Tertinggi dan lembaga-
lembaga Tinggi negara lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik, dan partisipasi
masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara tidak dapat berkembang. Akibat lainnya, kegiatan
5 http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata. ( 28 Juli 2010, Pkl. 08.00 Wib )
57
penyelenggaraan negara cenderung mengarah pada praktek-praktek yang lebih
menguntungkan kelompok tertentu yang pada akhirnya menyuburkan praktek
korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN ) yang melibatkan para pejabat negara dengan
para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam
berbagai aspek kehidupan nasional.6
Berbagai praktek yang membuat penyelenggaraan negara menjadi tidak
efisien dan efektif dan menyuburkan praktek KKN antara lain :
a. Dominasi partai yang berkuasa dalam lembaga eksekutif, legislative,dan
yudikatif yang akhirnya menghambat pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga
tersebut.
b. Badan-badan peradilan baik organisasi, keuangan, dan sumber daya
manusianya berada dibawah lembaga eksekutif, sehingga menghambat
penegakan hukum secara adil dan obyektif.
c. Terlalu besarnya kewenangan pemerintah pusat dan terlalu kecilnya
kewenangan pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri
mendorong timbulnya ketidakpuasan dan menghambat partisipasi masyarakat
daerah dalam pembangunan di berbagai daerah.
Kurang berfungsinya lembaga-lembaga di atas, dianggap sebagai salah satu
faktor penyebab meluas dan semakin parahnya krisis moneter dan ekonomi dalam
dua tahun terakhir ini yang telah berkembang dan mengakibatkan gejolak sosial dan
6 Kusumah Mw, Tegaknya Supremasi Hukum ( Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2001 )
Hal. 141
58
politik yang ditandai dengan rusaknya tatanan ekonomi dan keuangan, pengangguran
yang meluas,serta kemiskinan yang menjurus pada ketidakberdayaan masyarakat
kepada pemerintah termasuk aparatur pemerintahan di pusat dan daerah. Hal ini tidak
saja merugikan negara dan masyarakat secara materi tetapi juga secara sosial dan
budaya.7
Mengingat kondisi yang kurang menguntungkan dalam penyelenggaraan
negara tersebut, maka bangsa Indonesia termasuk pemerintah menyadari perlu
dilakukannya upaya-upaya untunk memfungsikan lembaga Tertinggi negara dan
lembaga-lembaga Tinggi negara sesuai dengan yang diharapkan bersama,
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan dan menghapus praktek-
praktek yang menyuburkan KKN. Untuk itu, MPR telah menetapkan TAP MPR
NO.XI/ MPR / 1998, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme.
Untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme, dalam undang-undang ini ditetapkan asas-asas umum
penyelenggaraan Negara yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggaraan Negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
Upaya memfungsikan lembaga eksekutif, legislatif,dan yudikatif secara
benar, serta pemberantasan praktek KKN dalam penyelenggaraan negara dalam
7 Romli Attasasmita, Korupsi Governence Dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia ( Jakarta :
Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002 ) Hal. 25
59
rangka mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, tidak saja harus dilakukan oleh pemerintah sendiri,
tetapi juga harus pula melibatkan lembaga-lembaga negara lainnya, organisasi
politik, dan masyarakat pada umumnya. Dengan cara seperti ini, maka ruang gerak
dan peluang terjadinya praktek-praktek KKN yang merugikan bangsa dan negara
seperti yang terjadi pada masa yang lalu dapat dicegah.
Selanjutnya pada Undang-Undang No.28 Tahun 1999 bahwa praktek KKN
tidak hanya dilakukan antar-penyelenggara negara melainkan juga antara
penyelenggara negara dan pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, sehingga diperlukan landasan hukum untuk
pencegahannya.
Jadi boleh dibilang praktek KKN tidak dapat terjadi begitu saja, praktek KKN
dilakukan perkelompok atau individu guna untuk memperkaya diri sendiri, tanpa
memikirkan nasib rakyat banyak.8
Hukum Islam yang disyariatkan Allah swt pada hakekatnya diproyeksikan
untuk kemashlahatan manusia. Salah satu kemashlahatan manusia yang hendak
direalisasikan adalah terpeliharanya harta dan pemindahan hak milik yang
menyimpang dari prosedur hukum, dan dari pemanfaatannya yang tidak sesuai
dengan kehendak Allah swt. Oleh karena itu adanya larangan mencuri ( sariqoh ),
merampas ( ikhtithaf ), mencopet dan sebagainya adalah untuk memelihara
8 Undang- Undang No. 28 Tahun 1999
60
keamanan harta dari pemilikan yang tidak sah. Larangan menggunakan harta sebagai
taruhan judi misalnya dan memberikan kepada orang lain yang diyakini akan
menggunakannya untuk berbuat maksiat, karena pemanfaatannya tidak sesuai dengan
kehendak Allah swt, menjadikan kemashlahatan yang akan dituju dengan harta itu
tidak tercapai.9
Penyelenggaraan negara yang bersih adalah penyelenggara negara yang
mentaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi,
kolusi, dan nepotisme serta perbuatan tercela lainnya. Asas umum Pemerintahan
negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatuhan
dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dari
korupsi, kolusi dan nepotisme. Asas umum penyelenggara negara meliputi :
1 Asas kepastian hukum yakni, asas dalam negara hukum mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggara negara.
2 Asas tertib penyelenggara negara yakni, asas yang menajadi landasan
keteraturan,keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
3 Asas kepentingan umum yakni, asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
4 Asas keterbukaan yakni, asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar,jujur, dan tidak diskriminatif tentang
9 Abdullah Bin Abd Muhsin. Hal.64
61
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi,golongan, dan rahasia negara.
5 Asas proporsionalitas yakni, asas yang mengutamakan keseimbang antara hak
dan kewajiban penyelenggara negara.
6 Asas profesionalitas yakni, asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7 Asas akuntabilitas yakni, asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.10
Jadi antara Undang-Undang dan Hukum Islam sama-sama menginginkan
Pemimpin yang dapat menjalankan Amanahnya dengan baik dan bertanggung jawab.
Penyelenggara negara yang baik harus mempunyai Asas-Asas yang telah tertera
dalam Undang-Undang No.28 Tahun 1999 dan Surat An-Nisa ayat 58
10 Undang-Undang Otonomi Daerah 1999. Hal 147
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penulisan skripsi ini, permasalahan dibatasi penyelenggaraan Negara
yang bersih dari korupsi,kolusi dan nepotisme berdasarkan Undang-undang No.28
Tahun 1999 dan Hukum Islam.Untuk lebih jelasnya penulis menyimpulkan sebagai
berikut :
1. Penjelasan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menurut
hukum Islam adalah suatu keharusan, karena Islam sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai transparansi, keadilan dan kejujuran. Sehingga di tegaskan dalam
surat An-Nisa ayat 58 mengenai bagaimana menjaga amanat. Selain itu juga
tertera dalam HR.Tirmidzi yang menjelaskan tentang hukuman bagi penerima
suap dan member suap.
2. Penyelenggaraan negara pada Undang-Undang No.28 Tahun 1999,
mempunyai peranan penting dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Hal ini secara tegas dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
yang menyatakan bahwa yang sangat pentinng dalam pemerintahan dan dalam
hal hidupnya negara dan pemimpin pemerintahan. Untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari koupsi, kolusi dan
nepotisme, dalam Undang-Undang ini ditetapkan asas-asas umum
penyelenggaraan negara yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
62
63
proporsionalitas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.Undang-Undang
ini mengatur pula kewajiban para Penyelenggara negara, antara lain
mengumumkan dan melaporkan harta kekayaannya sebelum dan sesudah
menjabat.
3. Kecendrungan untuk menerapkan Hukum seberat – beratnya terhadap
pelanggar Hukum (Korupsi), bukan lagi suara perorangan, kelompok, atau
organisasi tertentu. Suara itu sudah menjadi suara mayoritas. Bahkan seluruh
masyarakat Indonesia. Dengan demikian, semangat ketegasan Hukum Islam
yang selama ini jadi momok yang menakutkan bagi sebagian kalangan, secara
sadar ataupun tidak. Sebenarnya sudah diadopsi masyarakat. Tindak pidana
korupsi termasuk dalam kelompok tindak pidana takzir. Oleh sebab itu,
penentuan hukuman, baik jenis, bentuk dan jumlahnya diserahkan Syarak
kepada pemerintah, (dalam hal ini) Hakim (qadhi) . Dalam menentukan
hukuman terhadap koruptor, seorang hakim harus mengacu kepada tujuan
syarak (maqashid asy-Syari’ah) dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan
masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan, dan situasi serta kondisi sang
koruptor, sehingga koruptor akan jera melakukan korupsi dan hukuman itu
juga bisa menjadi tindakan preventif bagi orang lain. Setiap Penyelenggara
Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
64
B. Saran
1. Untuk Para Penyelenggara negara seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai
etika dalam memimpin sebuah negara, khususnya negara Indonesia. Karena
Indonesia merupakan negara terkorup didunia. Oleh sebab itu Penyelenggara
negara harus memiliki sifat-sifat yang luhur dan dapat dipercaya dalam
mengemban suatu amanah agar tidak menyimpang.
2. Kasus KKN tidak saja terjadi pada pola pemerintahan akan tetapi terjadi pula
pada beberapa lapis masyarakat, karena budaya KKN telah menjamur di mana
saja, hingga sulit untuk di basmi. Oleh karena itu pemerintah seharusnya peka
terhadap kasus KKN.
3. Kepada para tokoh pendidik, Ulama Cendikiawan agar menjadi contoh dalam
melakukan tugasnya, sehingga masyarakat dapat menjadikan pegangan dalam
melakukan tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Karim Dan Terjemahannya
Abdur Rafi, Abu Fida’, Terapi Penyakit Korupsi, Jakarta : Penerbit Republika,2006
Ahmad Syaiful, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana
Korupsi ,Bandung : PT.Refika Aditama, 2008
Attasamita, Romli, Korupsi Governence dan Komisi Anti Korupsi di
Indonesia,Jakarta : Departemen Kehakiman RI, 2002
Attasasmita,Romli, Analisis dan evaluasi hokum tentang penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana korupsi,badan pembinaan hokum nasional dan
hak asasi manusia ,Jakarta : Departemen Kehakiman RI, 2007
Chazami,Adami, Hukum pidana materil dan formil korupsi di Indonesia,Jakarta :
Bayumedia publishing, 2005
Fuad Noeh,Munawar, Islam dan gerakan moral anti korupsi, Jakarta : Zikrul
Hakim, 1997
HadisehaTunggal, Undang-Undang Korupsi Bersama Peraturan dan
Pelaksanaannya, Jakarta : Harvarindo, 2008
hamzah,Andi, Pemberantasan Korupsi melalui hokum pidana nasional dan
Internasional. Jakarta : PT.Grafindo persada, 2005
65
66
Hamzah,Andi, Korupsi dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan, Jakarta:
Akademika Pressindo,1985
Hartanti,Evi, Tindak pidana korupsi edisi kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 2009
Harahap, Krisna, Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung , Bandung
: PT.Grafiti, 2009
Korupsi di Negeri kaum beragama,Ikhtiar Membangun Fikih Anti Korupsi, Jakarta :
P3M, 2004
Lembaga Administrasi Negara, Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintahan, Jakarta : 2000
Lopa,Burhanudin,Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta : Kompas,2001
Maheka,Arya, komisi pemberantasan korupsi Republik Indonesia, mengenali dan
memberantas korupsi. KPK. Jakarta
Marpaung,Leden, Tindak Pidana korupsi pemberantasan dan pencegahan, Jakarta :
PT Djambatan, 2001
Muliyadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia,Normatif,Teoritis,Praktik dan
Masalahnya , Bandung : PT.Alumni, 2007
K. Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta : Ghalia Indonesia,
1983
67
P3M, Korupsi di negeri kaum beragama, Jakarta ; P3M 2004
R.Wiryono, Pembahasan Undag-undang Pemberantasan Tindakan pidana korupsi,
Jakart : Sinar Grafika, 2006
Rohim, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi , Jakarta : Pena Multi Media, 2008
Soewartojo, Junaidi, Korupsi Pola Kegiatan dan Penindakannya serta Peran
Pengawasan dalam Penaggulangannya, Jakarta : Restu Agung, 1992
Undang-undang Otonomi Daerah 1999, Bandung : Citra Umbara, 2001
Data dari Internet
http://antikorupsi.org/docs/uuno7 tahun 2006
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata. ( 28 Juli 2010, Pkl. 08.00 Wib )
http://www.hayatulislam.net/administrasi-negara-islam-menjamin-kesejahteraan-
rakyat.html.( 28 Juli 2010, Pkl.08.00 Wib )
www.organisasi.org// praktek KKN di Indonesia ( 27 Juli 2010, Pkl.17.00 Wib )
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6412/ - (29 juni 2010,Pkl.10.28 Wib )