Upload
others
View
35
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NILAI-NILAI PENDIDIKAN SOSIAL DALAM KEHIDUPAN
BERTETANGGA PERSPEKTIF HADITS
(Kajian Kitab Hadits Al-Lu’lu’ Wal Marjan)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan (S. Pd)
Oleh:
Siti Nur Ajijah
11150110000158
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN
Transliterasi merupakan aspek berbahasa yang ditulis dengan huruf berbahasa
Arab yang digunakan dalam penulisan dan penyusunan skripsi. Transliterasi ini
berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
اTidak
dilambangkan
Ş ص
đ ض
ţ ط \s ث
ť ظ ~h ح
' ع Kh خ
ģ غ \z ذ
h ة Sy ش
2. Vocal
Vocal Tunggal Vocal Rangkap
Tanda Huruf Latin Tanda Huruf Latin
Ai ػ ي A ػ
Au ػ و I ػ
U ػ
Contoh:
ب ت ك = kataba ؼ ر ع = ‘urifa ف ي ك = kaifa ل و ح = haula
3. Madd (Panjang)
Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda
ȃ ػ ا
ȋ ػ ي
ȗ ػ و
Contoh:
ان ك = kȃna ل ي ق = qȋla
اع د = da’ȃ ل و ق يػ = yaqȗlu
4. TâˋMarbȗţah
TâˋMarbȗţah hidup transliterasinya adalah /t/.
TâˋMarbȗţah mati transliterasinya adalah /h/.
Kalau pada suatu kata yang akhir katanya adalah TâˋMarbȗţah diikuti oleh
kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah
maka Tâ’ Marbȗţah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh:
hadîqat al-hayawânât atau hadîqatul hayawânât = حديقةاحليوانات
al-madrasat al-ibtidâ ’iyyah atau al-madrasatul = املدرسةاالبتدائية
Ibtidâ’iyyah
Hamzah = محزة
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah/tasydîd ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf yang
diberi tanda syaddah (digandakan).
Contoh:
م ل ع = ‘allama ي ك رر = yukarriru
م رك = kurrima د م ال = al-maddu
6. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan huruf
yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sambung/ hubung
Contoh:
ة ل الص = aş-şalâtu
b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya. Contoh:
ق ل ف ال = al-falaqu ث اح ب ال = al-bâhişu
7. Penulisan Hamzah
a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia
seperti alif, contoh:
ت ل ك أ = akaltu و أ ت = ȗtiya
b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh:
ن و ل ك أ ت = ta’kuluna ء ي ش = syai’un
8. Huruf Kapital
Huruf capital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata
sandangnya. Contoh:
آن ر ق ال = al-Qur’ân
ة ر و نػ م ال ة ن يػ د م ال = al-Madînatul Munawwarah
ي د و ع س م ال = al-Mas’ȗdî
i
ABSTRAK
Siti Nur Ajijah (11150110000158), Nilai-Nilai Pendidikan Sosial dalam
Kehidupan Bertetangga Perspektif Hadits (Kajian Kitab Hadits Al-Lu’lu’
Wal Marjan).
Latar belakang penelitian ini dilandasi oleh adanya konflik-konflik antar
tetangga yang terjadi di masyarakat karena seperti banyaknya perbedaan
pandangan dalam pemilihan presiden, perebutan lahan yang kerap sering terjadi,
kurangnya kepedulian terhadap tetangga, masih banyak masyarakat yang belum
bisa menerima perbedaan agama. Penulis meneliti sebuah kitab hadits yang ditulis
oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi. bertujuan untuk mengetahui hadits-hadits
kehidupan bertetangga yang ada dalam kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan, dan
implementasi nilai-nilai pendidikan sosial serta kontribusinya terhadap kehidupan
bertetangga.
Penelitian ini merupakan penelitian studi mengenai teks hadits-hadits yang
ada dalam sebuah kitab hadits, dengan menggunakan metode penelitian studi
kepustakaan (library research), kemudian penulis mengguanakan model
pendekatan kajian isi atau contont analysis ilmu riwayah, Laporan penelitian ini
akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian tersebut,
kemudian interpretasi dari data-data yang berasal dari naskah atau dokumen
lainnya.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, nilai-nilai pendidikan sosial
yang terdapat dalam hadits-hadits kehidupan tetangga adalah dalam bertetangga
itu harus berbuat baik dengan cara membantu saat terkena musibah, memberikan
makanan baik tetangga muslim maupun nonmuslim, memberikan hadiah,
memberikan jamuan yang lezat, implementasi nilai-nilai pendidikan sosial
tersebut dipraktikan dengan metode yang tepat dan keteladanan secara
langsung.sedangkan kontribusi nilai-nilai pendidikan sosial itu sebagai pedoman,
alat pengawas, dan alat solidaritas serta internalisasi nilai-nilai luhur kehidupan
sosial.
Kata kunci: Pendidikan sosial, kehidupan bertetangga
ii
ABSTRACT
Siti Nur Ajijah (11150110000158), Values of Social Education in the Life of
Neighbors Perspectives (Study of the Hadith Al-Lu'lu 'Wal Marjan).
The background of this research is based on the existence of conflicts
between neighbors that occur in the community because such as the many
differences of views in the presidential election, land grabs that often occur, lack
of concern for neighbors, there are still many people who cannot accept religious
differences. The author examines a book of hadith written by Muhammad Fuad
Abdul Baqi. aims to find out the hadiths of neighboring life that exist in the book
Al-Lu'lu 'Wal Marjan, and the implementation of the values of social education
and its contribution to neighboring life.
This research is a research study of the text of the hadith in a book of
hadith, using the method of library research, then the author uses a model of
content study approach or contont analysis of riwayah science, this research
report will contain data excerpts to provide an overview of the presentation, then
the interpretation of data derived from manuscripts or other documents.
The results of this study indicate that, the values of social education
contained in the hadiths of neighboring life is that neighbors must do good by
helping when affected by disaster, providing food to both Muslim and non-Muslim
neighbors, giving gifts, giving delicious meals, the implementation of the values of
social education is practiced with the right method and exemplary directly. while
the contribution of social education values is as a guideline, a supervisory tool,
and a tool of solidarity and internalization of the noble values of social life.
Keywords: Social education, neighborly life
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah wa syukurillah puji syukur hanya kepada Allah Swt karena
atas izin-Nya lah kita masih diberikan nikmat iman dan islam, dan aku bersaksi
bahwa tiada Tuhan selain Allah Swt, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad
Saw ialah utusan Allah. Shalawat serta Salam selalu terlimpah curahkan kepada
Nabi Muhammad Saw kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, para tabi’in dan
tabiut tabi’innya, hingga sampailah kepada kita semua selaku umatnya.
Disusunnya skripsi berjudul “NILAI-NILAI SOSIAL DALAM
KEHIDUPAN BERTETANGGA PERSPEKTIF HADITS DALAM KITAB
AL-LU’LU’ WAL MARJAN” sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Strata
Satu Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, baik
dalam penyajiannya, maupun dalam penguraiannya. Karena itu dengan segala
kerendahan hati, kiranya para pembaca untuk tidak segan-segan memberikan
kritik dan membangun kepada penulis.
Alhamdulillah selama penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah
membantu penulis, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin
Umar Lubis, Lc., M.A
2. Ibu Dr. Sururin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
3. Kepada Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) dan Bapak Drs. Rusdi Jamil, M. Ag selaku Sekertaris
Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah
iv
4. Kepada Bapak Aminudin Yakub M. Ag, selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah meluangkan waktu untuk membimbing serta
memberikan motivasi selama perkuliahan dan penyusunan proposal skripsi.
5. Bapak Dr. Abdul Ghofur, M.A. selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah
membantu membimbing dalam penulisan skripsi dari awal pembuatan hingga
selesai. Serta Ibu-Bapak Dosen (FITK) yang telah memberikan ilmu dan
wejangannya selama perkuliahan.
6. Kedua orang tua tercinta yaitu Ummi Sanih dan Bapak Suwita Artawi yang
selalu menanyakan keadaan, kesehatan, dan dukungan penuh dengan segala
kemampuannya serta motivasi untuk selalu bekerja keras dalam menyusun
skripsi.
7. Serta taklupa kepada kakak-kakakku Ajat Sudarjat, Mu’minah, Siti Rohaeni,
Muhammad Sahroni, kakak” iparku, keponakan dan keluarga yang selalu
mendukung melalui doa dan materi yang telah diberikan
8. Terimakasih kepada sahabatku Nisa Siti Noor Akmaliya, S.Pd sahabat sedari
SMA yang selalu menyemangati dalam meraih masa depan.
9. Untuk sahabatku “Kepompong” yaitu Nurleli Sulaeni Rohmah dan Fahru
Razi terimakasih telah menjadi sahabat dari semester awal hingga sekarang
dan memberikan semangat dalam penulisan skripsi
10. Kepada teman-teman “kontrakan” Ummi Khairiyah dan Dyah Fakhira yang
telah memeberikan kehangatan dan semangat selama penulisan skripsi.
11. Kepada “Angker” yaitu Gustin Ambarsih, Diana sari, Dea Sugiarti, Mita
Ulfayanti dan Nita Fitriani telah bersama-sama telah berjuang untuk
menyelesaikan tugas-tugas kelas selama perkuliahan dan menyemangati saat
pembuatan tugas akhir.
12. Teman-teman “KKN Klorofil 102” yaitu Afifah A-Zahra dan Vina Tri serta
rekan yang lain telah bekerjasama memberikan pengalaman selama
pengabdian di Desa Bantar Kuning, Kabupaten Bogor tahun 2018
v
13. Guru-guru dan rekan “PLP di MTs Jam’iyatul Khair” terimakasih telah
bersama-sama memberikan kontribusi untuk bangsa dan pengalaman
berharga selama praktik mengajar.
14. Teman-teman kelas seperjuangan “PAI D” yang telah memberikan semangat
dan motivasi selama perkuliahan.
15. Sabat-sahabat angkatan “PAI 2015” rekan seperjuangan yang telah berbagi
pengalaman serta saling mendukung dan memberi motivasi selama
perkuliahan dan penyusunan skripsi semoga bisa bertemu lagi dilain waktu
dan tetap semangat.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 26 Agustus 2019
Siti Nur Ajijah
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 8
C. Pembatasan Masalah 8
D. Rumusan Masalah 9
E. Tujuan Penelitian 9
F. Manfaat penelitian 10
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Acuan Teori 11
1. Pendidikan Sosial 11
2. Kehidupan Bertetangga 27
3. Nilai-nilai pada Kehidupan Sosial 32
B. Hasil Penelitian Relavan 36
C. Kerangka Berpikir 37
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian 39
vii
B. Metode Penelitian 39
C. Fokus Penelitian 42
D. Teknik Pengumpulan Data 42
E. Teknik Analisis Data 47
F. Uji Keabsahan Data 48
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Teks, Syarah dan Niali-nilai Pendidikan Sosial dalam Hadits-
hadits Tentang KehidupanBertetangga 50
1. Teks dan Syarah Hadits-hadits dalam Kehidupan
Bertetangga 50
2. Nilai- nilai Pendidikan Sosial yang Terkandung dalam
Hadits-hadits Kehidupan Bertetangga 56
B. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Sosial dalam Hadits-hadits
yang termuat dalam kitab Al-Lu’lu wal Marjan dalam
Kehidupan Bertetangga 74
C. Kontribusi Nilai-nilai Pendidikan Sosial dalam Hadits-hadits yang
termuat dalam kitab Al-Lu’lu wal Marjan dalam Kehidupan
Bertetangga 76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 78
B. Saran 80
DAFTAR PUSTAKA 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi sekarang masih banyak orang yang kurang
memperhatikan adab kepada tetangga sehingga terjadi berbagai motif konflik
antar tetangga, berdasarkan perolehan data dari tempo (26/11/2018) bahwa
telah terjadi konflik antar tetangga seperti perbedaan dalam pemilihan calon
presiden, sebagaimana telah terjadi keributan yang dilakukan oleh dua orang
di daerah Sampang, Madura, yang cekcok akibat memiliki perbedaan
pilihan calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilihan Capres
2019. Insiden yang terjadi pada Rabu, 23 November 2018 lalu telah
mengakibatkan satu orang meninggal dunia yaitu pendukung salah satu
calon presiden karena ditembak oleh seorang lainnya.1
Liputan6 mengatakan menjelang pemilihan presiden pada 5 Maret 2019
di Medan, Sumatera Utara terjadi konflik antar tetangga yang berujung
penganiayaan, seorang ibu rumah tangga berurusan dengan polisi setelah
diduga menganiaya tetangganya sendiri. Kisruh dimulai karena berbeda
pandangan politik.2 Kurangnya sosialisasi politik yang berada di desa juga
dapat menjadi salah satu penyebab kurangnya pengetahuana akan politik.3
Selanjutnya perebutan lahan antar tetangga juga kerap menjadi penyebab
konflik para tetangga, seperti yang dikabarkan oleh kompas mengenai konflik
yang terjadi di Jombang tepatnya di sebuah rumah milik ibu Siti di daerah
Desa Sudimoro, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, telah terkurung
1Syailendra Persada, Sebab Cekcok Beda Capres Berujung Maut: Rakyat Hanya Alat
Politik, Tempo.co. 2Gautama Adianto, Video: Beda Pandangan Politik, Wanita Aniaya Tetangga,
Liputan6.com 3Agus Machfud Fauzi, dkk., “Sosiologi Keluarga pada Partisipasi Politik Pemilih
Pemula”, Jurnal Pendidikan Sosiologi, vol. 9, no. 1, 2019, h. 5.
2
tembok yang dibangun tetangganya sendiri sejak bulan Februari 2018.
Awalnya pemilik rumah ibu Siti mencuci sebuah kendaraan pribadinya di
depan rumah, kemudian air yang digunakan untuk mencuci tersebut meluber
dan menggenangi lahan kosong yang ada tepat di depan rumahnya yang mana
menjadi jalan pribadi Seger sang tetangganya. Klaim pemilik tanah pun
muncul dan pertengaranpun terjadi di antara mereka.4
Konflik tetangga lainnya yaitu memakan korban seperti yang ditulis oleh
merdeka.com bahwa telah terjadi di Desa Karya Baru, Kecamatan Asparaga,
Kabupaten Gorontalo, pada Kamis 19, Mei, 2016 pukul 20.22 WITA.
Seorang Bapak dan anak tega menghabisi nyawa tetangganya sendiri karena
pembunuhan itu diduga dipicu sengketa tanah.5
Lebih lanjut dari penelitian yang dilakukan oleh Nur Sriastuti Supriadi
bahwa di Desa Karella, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan,
permusyawarahan antar tetangga tidak lagi diterapkan karena banyaknya
konflik yang biasa terjadi mengenai persoalan tanah yang langsung
diselesaikan melalui pengadilan.6
Sampai kepada konflik antar tetangga yang sangat sensitif pun terjadi
dituliskan oleh bbc bahwa di Dusun Karet, Kecamatan Pleret, Kabupaten
Bantul, Yogyakarta, 3 April 2019 lalu, telah terjadi pengusiran kepada salah
satu warga yang beragama nonmuslim. Rupanya di Dusun Karet telah
diberlaku kesepakatan komunal menolak seseorang tinggal di daerah tertentu
atas dasar agama sejak 2015.7
Berdasarkan penelitian Maria Immaculata Ririk Winandari dan kawan-
kawannya yang telah melakukan wawancara dengan 400 lebih unit kelompok
4Moh. Syafii, Cerita Warga di Jombang Lompati Tembok Tetangga agar Bisa Keluar
Rumah, Kompas.com. 5Desi Aditia Ningrum, Gara-gara Sengketa Tanah, Bapak dan Anak Bunuh Tetangga,
Merdeka.com. 6Nur Sriastuti Supriadi, Hadis tentang Menghormati Tetangga dan Aplikasinya pada
Masyarakat, Desa Karella, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, Skripsi, (Makassar: UIN
Alauddin, 2017), h. 4. 7Furqon Ulya Himawan, Diusir dari Desa karena Agama, Bagaimna mencegah
Intoleransi di Tengah Warga, Bbc.com
3
perumahan yang berbeda di perumahan Yogyakarta mengenai kedekatan
tetangga, hasilnya adalah bahwa hubungan dengan tetangga di luar
perumahan menunjukkan interaksi pembauran didua kelompok kasus,
umumnya terjadi melalui kesamaan instansi, sekolah, etnis, asal, agama, atau
kegemaran olahraga. Perbedaan yang cukup jelas adalah bahwa penghuni
perumahan menengah atas lebih optimal dengan penghuni blok lain, bahkan
di luar perumahan karena ingin bertemu lebih banyak orang. Sebaliknya,
penghuni perumahan menengah lebih optimal dengan penghuni di blok yang
sama karena ingin bertemu tetangga.8
St. Aisyah menambahkan bahwa konflik yang diartikan sebagai
pertikaian atau perselisihan yang biasa terjadi pada individu, kelompok
maupun antar negara. Sedangkan mengenai konflik keagamaan sendiri itu
dipicu karena perselisihan mengenai nilai, klaim, identitas, yang pasti
melibatan tentang isu-isu keagamaan. Biasanya konflik yang terjadi
disebabkan karena adanya beberapa faktor seperti: perbedaan pendirian, dan
perasaan individu, perbedaan latar belakang kebudayaan, perbedaan
kepentingan, perbedaan pendirian dan perubahan yang cepat.9
Menurut Sabir Maidin dalam jurnalnya al-qadau bahwa diantara
hubungan yang mendapatkan perhatian adalah hubungan bertetangga, karena
hubungan bertetangga termasuk hubungan kemasyarakatan yang penting yang
dapat menghasilkan rasa cinta, kasih sayang dan persaudaraan antar
umatnya.10
Manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan
keberagaman, baik ras, suku, dan bangsa. Manusia juga dikatakan makhluk
sosial karena dalam kehidupannya tidak bisa lepas dari manusia lainnya untuk
8 Maria Immaculata Ririk Winandari, dkk., “Pengaruh Kehidupan Bertetangga terhadap
Perubahan Ruang Terbuka di Perumahan di Yogyakarta” Jurnal Arsitektur, vol. 15, no. 2, 2015,
h. 55. 9 St. Aisyah BM, “Konflik Sosial dalam Hubungan antar Umat Beragama”, Jurnal
Dakwah Tabligh, vol. 15, no. 2, h. 203. 10 Sabir Maidin, “Keutamaan Hidup Bertetangga”, Jurnal Al-qadau, vol. 4, no. 2, 2017,
h. 200.
4
berinteraksi dengan individu lain dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
bertetangga baik tetangga dekat, tetangga jauh, dan tetangga muslim maupun
nonmuslim. Sebagaimana hemat Laode Monto Bauto bahwa agama dan
budaya memiliki keterhubungan yang erat, yakni agama berperan sebagai
konsepsi budaya dan sebagai realitas budaya yang terdapat di Indonesia.11
Mengenai manusia yang dikandung oleh ibunya kemudian lahir dan
belum mengetahui hal banyak. Allah Swt., menyukai hambanya-Nya yang
selalu menyembah. Anak yang baru lahir membutuhkan berbagai perawatan
dan bimbingan mengenai potensi diri ke jalan yang benar dan positif dengan
cara yang dikenal yaitu “pendidikan” atau dalam Islam disebut dengan al-
ta’lim, al-tarbiyah dan al-ta’dib. 12
Fatah menambahkan mengenai pendidikan bahwa pendidikan merupakan
upaya untuk manusia diarahkan kepada manusia lainnya dengan harapan agar
mampu menjadi manusia yang dewasa, sebagaimana tujuan pendidikan kelak
menjadi manusia yang sholeh yang melakukan perbuatan sebagaimana yang
dianjurkan untuk diperbuat dan menjauhi perbuatan yang dilarang.13
Lebih lanjut secara sederhana menurut buku yang ditulis oleh Tim Dosen
FIP-IKIP Malang bahwa makna pendidikan dapat dikatakan sebagai usaha
manusia dalam membina kepribadiannya agar sesuai nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, sederhananya
peradaban suatu masyarakat, memuat keberlangsungan suatu proses
pendidikan. Karena itulah sering diungkapkan bahwa pendidikan telah ada
sepanjang peradaban umat manusia dan hakikat pendidikan adalah sebagai
prilaku manusia dalam melestarikan hidupnya.14
11
Laode Monto Bauto, “Perspektif Agama dan Kebudayaan dalam Kehidupan
Masyarakat Indonesia”, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, vol. 23, no. 2, 2014, h. 24. 12
Syahidin, Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, (Jakarta: CV. Misaka Ghaliza,
1999), cet. 1, h. 1. 13
Abdul Fatah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1998),
cet. 1, h. 1. 14
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya:
Usaha Offset Printing, 1981), cet. 2. h. 2.
5
Mukhrizal Arif dan kawan-kawannya merangkum bahwa pendidikan
bukanlah sesuatu yang diperoleh atau dijalani dengan instan, terdapat proses
yang terus-menerus dalam pendidikan (long life education). Pendidikan tidak
berhenti ketika seseorang memperoleh pengakuan (ijazah). Lebih dari itu,
pendidikan merupakan proses yang berlangsung selama kehidupan manusia
berlangsung. Banyak tantangan dan perubahan yang menyertai kehidupan
manusia. Di situlah pendidikan selalu ada dan dibutuhkan. Individu atau
seseorang berasal dari keluarga atau bibit unggul perlu memperoleh tempaan
pendidikan sejak dini sebagai basis dalam melangkah kearah selanjutnya.15
Dalam dunia sosiologi pendidikan, Ngainun Naim dan Achmad Sauqi
menuliskan bahwa adanya relasi timbal balik antara dunia pendidikan dengan
kondisi sosial masyarakat di lingkungannya. Relasi tersebut menunjukkan
adanya timbal balik antara kondisi yang ada dimasyarakat dengan kondisi
pendidikannya. Pendidikan sebagai cerminan majunya sebuah bangsa jika
memang dunia pendidikannya berkualitas maka kondisi masyarakatnyapun
akan baik begitupun sebaliknya.16
Lebih lanjut menurut Ajat Sudrajat fakta duniawi mengenai keadaan
yang ada yang harus disadari bersama-sama bahwa adanya kaidah dan hukum
yang mengikat dalam kehidupan ini. Segala sesuatu yang diciptakan baik
berupa tumbuhan, benda-benda, manusia dan binatang semuanya mempunyai
hukum yang mengikat. Berlaku pada semua unsur ciptaan adanya siang dan
malam, tumbuhan yang perlu pupuk, hewan yang perlu makan rumut, dan
kehidupan manusia pada kehidupan sosial merupakan bagian hukum-hukum
yang ada, sebagian dari unsur makhluk yang ada. Kaidah yang meliputi
struktur fisik seperti manusia yang berkaitan dengan struktur sosialnya,
dipukul menyebabkan rasa sakit, tidak minum menyebabkan kehausan, semua
15
Mukhrizal Arif, dkk. Pendidikan Posmodernisme: Telaah Kritis Pemikiran Tokoh
Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2014), h. 256. 16
Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi,
(Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), h. 13
6
bentuk interaksi dengan yang lain merupakan kaidah-kaidah yang harus
dipatuhi. 17
Menurut Daimah dan Setyo Pambudi dinamika perubahan kondisi
masyarakat yang sangat cepat, maju, dan memperlihatkan gejala sosial yang
berlaku di wilayah tertentu. Perubahan sosial yang meliputi cakrawala
berbagai bidang kehidupan dan merupakan masalah bagi semua institusi
sosial. Seperti: agama, keluarga, perkumpulan - perkumpulan, industri,
perekonomian, pendidikan, dan pemerintahan,18
Dunia ini diciptakan dengan berbagai dimensi bentuk dan jenis sosial,
sebagaimana kita ketahui bahwa setiap manusiapun diciptakan dengan
diberikan kemampuan kecerdasan, dan keteladanan dalam berinteraksi
dengan makhluklainnya, untuk mengolah dan mengoprasikan kehidupan
dengan baik. Karena sejatinya manusia mempunyai pengaruh yang sangat
besar dalam mengembangkan dan memajukan potensi sumber daya manusia.
Tinjauan dalam hukum Islam bukan hanya mengenai hukum halal dan
haram saja, namun juga mengatur bagaimana manusia berinteraksi dengan
manusia pula, hewan, bahkan tumbuhan atau makhluk hidup lainnya. Sebagai
insan yang diberi banyak potensi manusia harus berpikir luas dan tidak memp
ersempit gerak manusia.
Allah Swt. mengutus Nabi-Nya dengan risalah untuk memperbaiki
tatanan keberlangsungan hidup manusia sebagaimana yang terdapat dalam al-
Qur’anul karim dan sunnah Nabi Saw. Seharusnya umat Islam berpegang
teguh pada sunnah-sunnah Nabi Saw di antaranya hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang telah disusun oleh
seorang peneliti dan dimuat dalam sebuah kitab yang diberi nama kitab Al-
Lu’lu’ Wal Marjan.
17
Ajat Sudrajat, “Pendidikan Moral dalam Perspektif Islam”, Jurnal Ilmu Sejarah, 2012,
h. 1-2. 18
Daimah dan Setyo Pambudi, “Pendekatan Sosiologi dalam Kajian Pendidikan Islam”,
Jurnal Pendidikan Islam, vol. 9, no. 2, 2018, h. 116.
7
Kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan merupakan kitab karya Muhammad Fu’ad
Abdul Baqi yang secara khusus memuat hadits Rasulullah Saw., yang
disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Ada banyak sub kajian di
dalamnya antara lain tentang iman, thaharah, nikah, haji, social netwok dan
lainnya. Tercatat lebih dari 1.500 hadits tertera untuk dapat dijadikan sebagai
acuan dalam segenap aspek kehidupan manusia.
Kitab Al-lu’lu’ Wal Marjan juga mendapatkan kepercayaan serta
testimoni yang baik, contohnya dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Al-Washshabi mengatakan bahwa “kitab Al-Lu’lu Wal Marjan, karya
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi adalah sebuah kitab yang sangat bagus dan
bermanfaat. Para mahasiswa. Saling berlomba-lomba untuk menghafal dan
mengkajinya, mempermudah para peneliti dan muhaqiqi dalam mengetahui
hadits-hadits yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dan
kesempurnaan hanya milik Allah semata.”19
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan penulis merasa perlu
membahas hal tersebut dengan menulis penelitian berjudul “NILAI-NILAI
PENDIDIKAN SOSIAL DALAM KEHIDUPAN BERTETANGGA
PERSPEKTIF HADITS (Kajian Kitab Hadits Al-Lu’lu’ Wal Marjan)”.
Karena dianggap aktual dengan problematika krisis sosial yang terjadi
sekarang ini dan layak ditelaah mengingat sebagian masyarat telah
menghilangkan nilai-nilai kehidupan bertetangga.
19
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu wa al-marjanu fima ittifaqo’alayhi asy-
syaykhani al-bukhariyyu wa muslimu, Terjemah Muhammad Suhadi, dkk., (Jakarta : Ummul Qura,
2014), h. Xxviii
8
B. Identifikasi Masalah
Terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dari latar belakang
diatas antara lain, yaitu:
1. Perbedaan pandangan dalam memilih pemimpin di masyarakat
mengakibatkan terjadinya konflik antar tetangga.
2. Sosialisasi pada lingkungan keluarga yang kurang baik dalam
bertetangga.
3. Perebutan tanah di masyarakat mengakibatkan konflik kepemilikan
lahan antar tetangga
4. Sebagian masyarakat kurang menerima perbedaan agama, dan budaya
diantara mereka.
5. Masih banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya
berinteraksi dengan tetangga.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan ini dibatasi mengenai permasalahan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai pendidikan sosial, yang dimaksud pendidikan sosial adalah
cangkupan mengenai interaksi kepada orang yang lebih tua atau lebih
muda serta berinteraksi dengan individu atau kelompok lain dalam
kehidupan bertetangga di lingkungan masyarakat
2. Kehidupan bertetangga, permasalahan dalam bertetangga yang
dimaksud hanya mencangkup masalah mengenai perbedaan pandangan
dalam memilih pemimpin presiden, masalah perbedaan latar belakang
seperti agama dan budaya, masalah perebutan lahan, serta pentingnya
berbaur dengan tetangga yang dimuat hadits-hadits dalam kitab Al-
Lu’lu’ Wal Marjan.
9
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan masalah yang penulis
angkat dalam penelitian ini adalah:
1. Apa nilai-nilai pendidikan sosial yang terkandung dalam hadits-hadits
tentang kehidupan bertetangga dalam kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan?
2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan sosial yang terkadung
dalam hadits-hadits dikitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan dalam kehidupan
bertetangga?
3. Bagaimana kontribusi nilai-nilai pendidikan sosial dalam kitab Al-Lu’lu’
Wal Marjan terhadap kehidupan bertetangga?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan
antara lain:
1. Untuk mengungkap apasaja nilai-nilai pendidikan sosial yang ada dalam
hadits-hadits dikitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan mengenai kehidupan
bertetangga.
2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan sosial
dalam hadits-hadits tentang kehidupan bertetangga dalam kitab Al-Lu’lu’
Wal Marjan.
3. Untuk mengkaji bagaimana kontribusi nilai nilai pendidikan sosial
terhadap kehidupan bertetangga yang ada dalam kitab Al-Lu’lu’ Wal
Marjan.
10
A. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademik
Dapat dijadikan salah satu bahan penelitian di lembaga
pendidikan, membuka konsep baru, informasi dan semangat
berintegrasi bagi pengembangan keilmuan dibidang hadits terutama
dalam kehidupan bertetangga, penelitian ini juga bisa menjadi
sumbangan teori terkait ilmu pendidikan hadits di prodi Pendidikan
Agama Islam, serta membuka kesempatan penelitian lebih lanjut
dan peninjauan kembali hasil pengkajian ini untuk melihat
perkembangannya.
2. Bagi Masyarakat
Untuk masyarakat sangat berharap bisa dijadikan pengetahuan
dan acuan untuk dipraktekan atau diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari mengenai nilai-nilai pendidikan sosial dalam kehidupan
bertetangga di lingkungan masing-masing,
3. Bagi Penulis
Untuk penulis penelitian ini sebagai ilmu, dakwah dan
tanggung jawab atas ilmu yang telah dipelajari pada masa kuliah di
Jurusan Pendidikan Agama Islam, juga sebagai tugas akhir sebagai
syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan (S.Pd) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
11
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Acuan Teori
1. Pendidikan Sosial
a. Pengertian Pendidikan Sosial
Pengertian pendidikan sosial banyak kita jumpai dalam buku dan
karangan-karangan ilmiah yang ditulis oleh para cendikiawan, akan
tetapi dalam hal ini penulis mengambil beberapa pengertian pendidikan
sosial yang lebih mengarah pada judul yang penulis teliti sebagai acuan
teori agar tidak keluar dari konteks pembahasan yang penulis teliti.
Ketika membahas pendidikan sosial maka tidak akan terlepas dari
nilai-nilai kebudayaan yang ada dalam masyarakat, yangmana nilai-
nilai itu senantiasa berkembang dan berubah mengikuti perkembangan
zaman. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat harus
diikuti oleh pendidikan agar tidak ketinggalan zaman.1
Pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah
pendidikan dan pengajaran adalah daya-upaya yang disengaja secara
terpadu dalam rangka memerdekakan aspek lahiriah dan batiniah
manusia. Pengajaran adalah salah satu bagian dari pendidikan. Artinya,
pengajaran ialah pendidikan dengan memberi ilmu atau pengetahuan
dan memberi kecakapan, pengertian serta pelatihan kepandaian kepada
anak-anak, yang dapat berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir
maupun batin.2
Ki Hajar Dewantara menggambarkan sikap budi pekerti sebagian
dari tujuan pendidikan untuk mengusahakan anak-anak menjadi pribadi
1 Tim Dosen FIP-IKIP Malang, op.cit, .h. 156.
2 Bartolomeus Samho, Visi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, (Yogyakarta: Kanisius,
2013), cet. 13, h. 74.
12
yang melakukan kebaikan. Untuk mencapai tujuan ada syarat-syaratnya
anak-anak harus menyadari dan mematuhi guru. Dengan begitu gerak
dan pikiran telah bersatu kemudian menimbulkan relasi harmonis antara
lingkungan siosial dan dirinya. Maka budi pekerti itulah yang
menjadikan manusia menjadi merdeka dan menuntun menjadi manusia
yang beradab. 3
Sedangkan dari segi ilmu sosial pendidikan menurut Marxis-
Sosialis prinsip marxisme dikaitkan dengan masalah pendidikan
menunjukkan bahwa pendidikan sebagai proses historis dalam
kehidupan manusia ditentukan oleh perkembangan masyarakat yang,
tentu saja, ditentukan oleh kondisi material-ekonomis yang
berkembang. Dikarenakan pendidikan juga merupakan proses yang
mana filsafat, ide (ologi), agama, dan seni, diajarkan. Pendidikan adalah
media sosialisasi pandangan hidup dan kecakapan yang harus diterima
masyarakat (terutama anak-anak).4
Adapun pengertian sosial Menurut Kamus Sosiologi dan
Kependudukan, ialah hubungan seorang individu dengan yang lainnya dari
jenis yang sama atau pada sejumlah individu yang membentuk lebih
banyak atau lebih sedikit kelompok-kelompok yang terorganisir, juga
tentang kecenderungan-kecenderungan dan impuls-impuls yang
berhubungan dengan yang lainnya.5 Oleh karena itu, manusia saling
membutuhkan satu sama lainnya agar bisa bertahan hidup, saling
ketergantungan ini akan menghasilkan bentuk kerjasama yang mana
dari sifat ketergantungan inilah manusia disebut sebagai mahluk sosial.6
3 Bartolomeus Samho, ibid, h. 75-76.
4 Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis,
Postmodern, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), h. 358. 5 G. Kartasapoetra dan Hartini, Kamus Sosiologi dan Kependudukan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), cet. 2, h. 382. 6 Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 25.
13
St. Vembrianto memberikan pengertian mengenai pendidikan sosial
diartikan sebagai usaha mempengaruhi dan mengembangkan sikap
sosial. Pengertian semacam itu merupakan analogi dengan pengertian
pendidikan jasmani, pendidikan religius, pendidikan etik, pendidikan
estetik, dan pendidikan intelek. Perkembangan sosial anak itu terjadi
dalam proses sosialisasi. Proses sosialisasi adalah proses penyesuaian
manusia kepada lingkungan sosialnya, seperti keluarga, kelompok
sebaya, sekolah, lingkungan tetangga, masyarakat, way of life
bangsanya, dan sebagainya.7
Setelah St. Vembrianto, M. Ngalim Purwanto memberikan
berpendapat bahwa pendidikan sosial adalah pengaruh yang disengaja
yang datang dari pendidik-pendidik (seperti nenek, paman dan bibi,
ayah dan ibu, dan guru-guru), dan pengaruh itu berguna untuk: 1)
Menjadikan anak itu anggota yang baik dalam golongannya, 2)
Mengajar anak itu supaya dengan sabar berbuat sosial dalam
masyarakat seperti dalam rapat-rapat, di jalan, dalam kereta api, di
pasar, di dalam gedung bioskop, di kantor pos, di warung koperasi, dan
sebagainya. Pendeknya, dimana saja berhubungan dengan orang lain.8
Lebih lanjut menurut Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab
pendidikan anak dalam Islam menuliskan bahwa maksud dari
pendidikan sosial adalah mengajari anak semenjak kecilnya untuk
berpegang pada etika sosial yang utama dan dasar-dasar kejiwaan yang
mulia, bersumber dari akidah Islam yang abadi dan perasaan keimanan
yang tulus.9
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat penulis
simpulkan bahwa pendidikan sosial ialah pelaksanaan dari kegiatan
7 St. Vembrianto, Pendidikan Sosial, (Yogyakarta: Paramita, 1981), cet. 1, h. 6.
8 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Rosda, 2007),
cet. 18, h. 171-172. 9 Abdullah Nashih „Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam terjemah oleh Arif Rahman Hakim,
(Solo: Insan Kamil, 2012) h. 289.
14
pendidikan dengan mengantarkan hubungan antar seorang individu
dalam melestarikan sikap sosial dengan baik, sabar, dan mulia di
lingkungan masyarakat yang berpegang pada etika sosial sesuai dengan
hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Setelah pemaparan
definisi mengenai pendidikan sosial, berikut penulis melanjutkan
tulisan mengenai teori unsur-unsur atau dimensi-dimensi sosial.
b. Kelompok Sosial
Di dalam sistem sosial masyarakat selalu mengalami perubahan
walaupun dalam taraf yang paling kecil sekalipun karena masyarakat
terdiri dari berbagai individu.10
Sebagai makhluk sosial manusia
menjadi bagian penting dari sebuah masyarkat. Setelah adanya
masyarakat pasti terbentuknya hukum, kaidah prilaku, yang berlaku
serta mampu bekerjasama menjadi kelompok yang besar. Saat ini
perkembangan semakin terlihat sebagai kelompok sosial hendaknya
manusia saling membantu dan bahu membahu untuk menghadapinya
kelompok yang lebih kuat dan mengayomi indivudu yang lemah. Oleh
karena itu negara berkewajiban untuk mengayomi masyarakat. 11
Kelompok sosial merupakan suatu gejala yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia
berlangsung di dalamnya. Manusia sejak lahir telah menjadi anggota
dalam berbagai jenis kelompok, seperti halnya menjadi anggota dalam
suatu keluarga, warga suatu suku bangsa atau kelompok etnis. Jika
pada awal hidup pergaulan sesorang cenderung terbatas pada interaksi
dengan anggota keluarga, maka dalam tahap berikutnya sesorang akan
mulai menjadi anggota kelompok lain kelompok teman bermain, teman
belajar, teman dalam suatu pekerjaan dan seterusnya. 12
Kelompok
10
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), cet. 3, h. 1. 11
Joan Hesti, dkk, Kelompok Sosial, (Klaten: Cempaka Putih, 2018), h. 3. 12
Kamanto Sumarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1993), h. 87.
15
masyarakat yang ada di berbagai belahan dunia umumnya memiliki ciri
tertentu sebagaimana berikut ini konsep kelompok sosal menurut para
ahli.
1) Konsep Kelompok
a) Pertama adalah klasifikasi Bierstedt yang membagi kelompok
menjadi empat jenis. Pertama kelompok asosiasi yang terjalin
komunikasi, kedua kelompok sosial yang anggotanya
kesadaran jenis, ketiga kelompok kemasyarakatan yang sadar
akan persamaan, dan keempat adalah kelompok statistik yaitu
hasil cipta para ilmuawan sosial.13
b) Kedua yaitu klasifikasi Merton yang membagi kelompok
masyarakat menjadi tiga kriteria. Yaitu, kelompok yang sering
terjadi interaksi, menyadari diri sendiri sebagai bagian dari
anggota masyarakat, dan kriteria terakhir yaitu menerima
orang lain sebagai anggota kelompok.14
2) Klasifikasi Kelompok Sosial
Berlanjut mengenai klasifikasi kelompok sosial penulis
meringkas menurut Durkheim yang dikutip oleh Kamanto
Sumarto, Durkheim membedakan antara kelompok yang
didasarkan pada solidaritas mekanis yang merupakan ciri yang
menandai masyarakat yang masih sederhana.15
3) Faktor-Faktor Pembentuk Kelompok
Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang
murni dari diri sendiri atau juga secara kebetulan. Misalnya,
seseorang terlahir dalam keluarga tertentu. Namun, ada juga yang
13
Kamanto Sumarto, ibid, h. 88. 14
Kamanto Sumarto, ibid, h. 89. 15
Kamanto Sumarto, ibid, h. 90.
16
merupakan sebuah pilihan. Dua faktor utama yang tampaknya
mengarahkan pilihan tersebut adalah sebagai berikut:16
a) Kedekatan, membentuk kelompok bermain dengan orang-
orang disekitar kita. Kita bergabung dengan kelompok
kegiatan sosial lokal. Semakin dekat jarak geografis antara dua
orang, semakin mungkin mereka saling melihat, berbicara, dan
bersosialisasi.
b) Kesamaan, pembentukan kelompok sosial tidak hanya
bergantung pada kedekatan fisik, tetapi juga kesamaan di
antara anggota-anggotanya. Sudah menjadi kebiasaan, orang
lebih suka berhubungan dengan orang yang memiliki
kesamaan dengan dirinya. Kesamaan yang dimaksud adalah
kesamaan minat, kepercayaan, nilai, umur, tingkat, intelejensi,
atau karaketr-karakter personal lain.
4) Pembentukan Norma Kelompok
Kelompok biasanya memiliki sejumlah aturan atau standar
tertentu disebut sebagai norma.17
Setiap kelompok memiliki suatu
pandangan tentang perilaku mana yang dianggap pantas untuk
dijalankan para anggotanya, dan norma-norma ini mengarahkan
interaksi kelompok. Pada saat seseorang berprilaku tertentu pihak
lain menilai kepantasan atau ketidakpantasan perilaku tersebut, atau
menyarankan perilaku alternatif (langsung atau tidak langsung).
Norma terbentuk dari proses akumulatif interaksi kelompok. Jadi
ketika seseorang masuk ke dalam sebuah kelompok, perlahan-lahan
terbentuklah norma-norma, yaitu norma-norma kelompok.18
16
Uddin B. Sore dan Sobirin, Kebijakan Publik, (Makasar: CV. Sah Media, 2017), h.
162-163. 17
Daryanto, Teori Komunikasi, (Malang, Gunung Samudera, 2014), cet. 1, h. 112. 18
Sa‟diyah El Adawiyah, Buku Ajar Human Relations, (Yogyakarta: CV Budi Utama,
2012), h. 211.
17
c. Kebudayaan
Kebudayaan menjadi salah satu unsur-unsur ilmu sosial karena
Istilah kebudayaan mengacu pada keyakinan, ideologi, dan mitos, yaitu
citra-citra kolektif dan ide atau komunitas. Ini yang disebut elemen
spiritual dan psikologis kebudayaan.19
Kebudayaan dan masyarakat
adalah ibarat dua sisi mata uang, satusama lain tidak dapat dipisahkan.
Kebudayaan berasal dari kata Sansakerta buddayah yang merupakan
bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi akal. Dengan demikian
kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan
budi atau akal.20
Dari kebudayaan yang ada di masyarakat tentunya ada
beberapa macam kebudayaan berikut jenis-jenisnya.
1) Jenis-Jenis Kebudayaan
Ada dua jenis kebudayaan yang di tulis oleh Ari H. Gunawan
dalam bukunya sosiologi pendidikan, antara lain sebagai berikut:21
a) Kebudayaan material (kebendaan) ialah wujud kebudayaan
yang berupa benda-benda konkret sebagai hasil karya manusia,
seperti rumah, mobil, candi, jam, benda-benda hasil teknologi,
dan sebagainya.
b) Kebudayaan non material (rohaniah) ialah wujud kebudayaan
yang tidak berupa benda-benda konkret, yang merupakan hasil
cipta, dan rasa manusia, seperti: pertama hasil cipta manusia,
seperti filsafat serta ilmu pengetahuan, baik yang berwujud
teori murni maupun yang telah disusun untuk diamalkan dalam
kehidupan masyarakat. Kedua hasil rasa manusia, berwujud
nilai-nilai dan macam norma-norma kemasyarakatan yang
perlu diciptakan untuk mengatur masalah-masalah sosial dalam
arti luas, mencangkup agama, ideologi, kebatinan, kesenian,
19
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiaologi Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 58. 20
M. Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 54. 21
Ari H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 17-18.
18
dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa mansia
yang hidup sebagai anggota masyarakat.
2) Unsur-Unsur Kebudayaan
Dari keseluruhan unsur-unsur yang merupakan suatu
kebudayaan yang bulat itu terdiri atas unsur-unsur besar dan unsur-
unsur kecil. Yang dimaksud Unsur-unsur kecil adalah seperti
kancing baju, sisir, sepatu, dan sebagainya. Mengenai unsur-unsur
pokok dari kebudayaan ada pandangan dari C. Kluck Hohn yang di
kutip oleh Arifin Noor yaitu: Peralatan dan perlengkapan hidup
manusia , sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian,
sistem pengetahuan, dan sistem kepercayaan 22
3) Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat
Diantara berbagai macam kebudayaan yang berkembang di
masyarakat tentunya memiliki fungsi bagi masyarakatnya. Menurut
Arifin Noor fungsi dari kebudayaan ialah mengatur agar manusia
dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat,
menentukan sikapnya kalau berhubungan dengan orang lain.23
Berbeda dengan Kluckhohn mengatakan sebagaimana yang
dikutip oleh Parsudi Suparlan mengaatakan bahwa kebudayaan bagi
manusia adalah sebuah pedoman seperti sistem ide atau pengetahuan
untuk menghadapi kehidupan yang nyata.24
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa kenyataan kehidupan
dalam masyarakat tidak terpisah satu sama lain. Kebudayaan ideal
dan istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya
manusia. Baik secara pikiran-pikiran atau ide-ide, maupun perbuatan
dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan
22
M. Arifin Noor, op. cit, h. 56-57. 23
M. Arifin Noor, ibid, h. 60. 24
Parsudi Suparlan, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya, (Jakarta: CV. Rajawali,
1984), cet. 1, h. 5.
19
bentuknya. Sebaliknya kebudayaan fisik itu membentuk suatu
lingkungan hidup yang dirasa semakin lama makin menjauhkan
manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga dapat mempengaruhi
bentuk-bentuk perbuatannya dan cara berpikir manusia.25
4) Perkembangan Kebudayaan
Selama masyarakat masih tetap ada sebagai penduduknya,
selama itu pula kebudayaan pun terasa berlangsung.tidak berhenti-
henti dengan usahanya untuk memperbaiki kedudukannya di dalam
alam sekitarnya, sesuai dengan kebutuhan dan keadaannya pada
suatu waktu. Maka masyarakat kali berubah-ubah sifatnya, sesuai
dengan kebutuhannya yang tidak selamanya tetap dan saja. Pun
kebudayaannya demikian selalu mengalami perubahan, tambahan
dan penyempurnaan.26
Pergerakan yang terjadi dalam masyarakat
mencuat adanya regenerasi dari sebuah kebudayaan yang terus
melaju tanpa henti.
Di dalam masyarakat, kebudayaan itu disatu pihak dipengaruhi
oleh anggota masyarakat, tetapi di lain pihak anggota masyarakat itu
dipengaruhi oleh budaya.27
Perubahan dalam masyarakat telah
meliputi aspek-aspek struktur, nilai dan norma atau kaidah, lembaga-
lembaga atau industri dan telah didukung oleh sebagian besar
anggota masyarakat, disebabkan seperti faktor dari dalam yakni
perkembangan akan budi dan daya kreasi anggota masyarakat dapat
membawa perubahan dalam masyarakat itu serta faktor luar, seperti
proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
25
Koentjaraningrat, Bunga Rampai Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 7. 26
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius, 1973),
h. 11. 27
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 51.
20
kebudayaan asing yang berbeda.28
Masyarakat dan kebudayaan
merupakan suatu dwi tunggal yang sukar dibedakan yang
didalamnya sudah tersimpul pengetahuan terpadu dengan
kepercayaan dan nilai yang menentukan kondisi anggota
masyarakat.29
Lebih lanjut mengenai perkembangan budaya, bisa dirumuskan
bahwa ada dua pola budaya yang berkemmbang ini, budaya lokal
tradisional yang bertahan dari invansi budaya asing bisa disebut
sebagai budaya para bapak bangsa yang sangat menekan nilai-nilai
luhur sebagai warisan yang turun temurun, nilai-nilai ini yang
disebut dengan “tradisi” yang bersifat abadi dan suci harus dipatuhi
sebagai dan dilestarikan sebagai norma pengikat. Lalu budaya global
yang masuk adalah budaya matrimonial yang menawarkan nilai-nilai
pergaulan baru, aktual dan relavan untuk disajikan dalam kehidupan
masa kini.30
5) Sifat-sifat Budaya
Semua proses sosial terjadi terus-menerus sepanjang waktu
singkatnya kehidupan sosial berlangsung dalam waktu.31
Banyaknya
kebudayaan yang berkembang di masyarakat menjadikan bahwa
kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat itu tidak serupa,
seperti di Indonesia yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa
yang berbeda, tetapi setiap kebudayaan mempunyai ciri atau sifat
yang persis. Dimana sifat-sifat budaya itu memiliki ciri-ciri yang
serupa bagi kebudayaan manusia tanpa membedakan faktor ras,
lingkungan alam, atau pendidikan, yaitu sifat hakiki yang berlaku
umum bagi semua budaya di mana pun. Sifat-sifat hakiki dari
28
M. Arifin Noor, op.cit, h. 60-64. 29
Wahyuni, Agama dan Pembentukan Struktur Sosial, (Jakarta, Prenada Media Group,
2018), cet. 1, h. 118. 30
Sudiarja, Agama dizaman yang Berubah, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), cet. 1, h. 25. 31
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, terjemah dari buku The Sosiologyof
Social Change oleh Alimandan, (Jakarta: Prenada, 2004), cet. 1, h. 45.
21
kebudayaan tersebut sebagai berikut: budaya itu terwujud, budaya
hidup terus-menerus, budaya dilihat dari tingkah laku manusia, buda
terdiri dari kewajiban dan tindakan baik yang dapat diterima maupun
yang ditolak.32
Menentukan sikap dalam bersosialisasi dilingkungan
masyarakat dengan baik seperti perunahan gaya komunikasi
sebagaimana bahwa komunikasi adalah proses penyampaian atau
pertukaran ide atau informasi dengan symbol masing-masing.33
d. Lembaga Sosial
Lembaga sosial menjadi salah satu unsur ilmu sosial karena
kehidupan masyarakat dientukan dan digerakkan oleh lembaga-lembaga
yang terdapat di dalamnya. Tanpa lembaga-lembaga sosial, kehidupan
masyarakat berantakan, dan cita-cita individual dan sosialpun tak
mungkin terwujud. Soalnya, manusia tak bisa bisa hidup sendirian.
Manusia membutuhkan aktivitas-aktivitas bersama untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup dan cita-citanya harus diakui bahwa
banyak kebutuhan manusia tak bisa dipenuhi oleh orang perorangan.
Manusia dan masyarakat membutuhkan lembaga-lembaga.34
Mengenal istilah lembaga ialah berasal dari kata Instutision yang
menunjuk pada pengertian tentang sesuatu yang telah mapan. Dalam
pengertian sosiologis, lembaga dapat dilukiskan sebagai suatu organ
yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Lembaga-lembaga pada
mulanya berbentuk dari suatu kebiasaan yang dilakukan terus menerus
sampai menjadi adat istiadat; kemudian berkembang menjadi tata
kelakuan. 35
32
Elly M. Setiadi, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2017), cet. 13,
h. 34. 33
Haris Sumadiria, Sosiologi Komunikasi Massa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014),
cet. 1, h. 25. 34
Rafael Raga Maran, op.cit, h. 48. 35
Abdulsyani, Sosiologi Skematika dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) cet. 4, h.
75.
22
Lembaga masyarakat terdapat dalam setiap masyarakat tanpa
memperdulikan apakah masyarakat tersebut mempunyai tarap
kebudayaan berjaya atau modern. Karena setiap masyarakat tertentu
mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompok-
kelompokkan, terhimpun menjadi lembaga masyarakat. Untuk
memberikan suatu batasan, dapatlah dikatakan bahwa lembaga yang
kemasyarakatan merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan
yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam masyarakat.
Lembaga kemasyarakatan mencangkup berbagai aspek yaitu sebagai
berikut: cara (usage) yang menonjol dimasyarakat, yaitu prilaku
kebiasaan yang dipandang baik atau buruk dan kekuatan yang besar
sebagaimana prilaku menjadi identitas, tata kelakuan yaitu alat untuk
mengukur perlakuan di masyarakat, yang terakhir ialah adat istiadat
yaitu prilaku masyarakat yang menjadi kekuatan untuk tidak
melanggarnya dan menjadi permanen.36
Lemabaga sosialpun memiliki jenis-jenis lembaga sosial yang
dilihat dari prilaku pembentukannya sebagai berikut: (1) Terjadi secara
otomatis seperti peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat
seperti kelas soasial, tingkat pendapatan. (2) Dibentuk dengan sengaja.
Lembaga – lembaga normatif dibangun berdasarkan norma-norma
tertentu, memiliki undang-undang, peraturan yang harus dipatuhi
angotanya. Lemabaga normatif dibedakan menjadi tiga jenis: (1)
Berdasarkan hukum memiliki nilai acuan; kebaikan umum, ketertiban
sosial, kepentingan semua orang dan keadilan. (2) Berdasarkan moral
memiliki nilai acauan dari yang baik dan yang buruk. (3) Berdasarkan
kebiasaan memiliki nilai acuan dari sesuatu yang dibuat dan apapun
yang tidak dibuat oleh individu-individu dengan kontrak yang disahkan
oleh hukum atau pemeritah.37
Interaksi sosial karena komitmen
36
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Granfindo Persada,
1999), cet. 27, h. 217- 223. 37
Susi Fitria Dewi, Sosiaologi Politik, (Yogyakarta: Gre Publishing, 2017), h. 51.
23
terhadap norma-norma sosial yang menghasilkan daya untuk mengatasi
perbedaan pendapat dan kepentingan antara anggota masyarakat
dengan menemukan keselarasan dalam suatu tingkat integrasi sosial
tertentu.38
Hukum moral dan kebiasaan – kebiasaan sosial tidak terpisah dari
eksistensi sebuah lembaga. Pada umumnya mereka saling tumpang
tindih bahkan terjadi konflik diantara mereka. Konflik antara hukum
dan moral sering terjadi. Dalam hirarki, moral berstatus lebih tinggi
dari hukum. Dari sudut etika, norma-norma dan moral merupakan
norma-norma paling penting dalam kehidupan manusia. Konflik juga
terjadi antara prinsip-prinsip moral dan kebiasaan sosial.39
Dari berbagai pembentukan lembaga sosial yang ada di lingkungan
masyarakat dilatar belakangi oleh kebiasaan lumrah yang dilakukan
secara terus menerus lalu sampailah menjadi adat istiadat yang
dilestarikan oleh masyarakat bahkan dianggap sakral. Beberapa
kebiasaan yang sudah hidup lalu dilanggar biasanya mendapatkan
hukuman baik secara konkret maupun hukum alam.
e. Stratifikasi Sosial
Menurut Paul B. dan ChesterL. yang dikutip oleh Damsar bahwa
stratifikasi sosial merupakan sistem pembedaan status yang berlaku
dalam suatu masyarakat.40
Salah satu hasil interaksi adalah tetap
bertahannya atau stabilnya suatu pelapisan masyarakat. Pelapisan
masyarakat muncul sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama
di dalam suatu organisasi sosial.41
Hemat penulis sebuah interaksi yang
38
Ida Bagus Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2012), cet. 1, h. 54. 39
Susi Fitria Dewi, op.cit, h. 52. 40
Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 1, h. 84. 41
Fredian Tonny Nasdian (ed.), Sosiologi Umum, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2015), h. 174-175.
24
dilakukan antar individu melibatkan kepemilikan yang meliputi
dimensi-dimensi stratifikasi sosial di masyarakat.
1) Dimensi-Dimensi Stratifikasi Sosial
Terdapat tiga dimensi stratifikasi sosial yang bisa didapati
dalam semua masyarakat, yang meliputi: kekayaan,
status/kehormatan, dan kekuasaan. Kekayaan meliputi aset-aset
ekonomi (mobil, rumah, dan sebagainya) yang bisa diuangkan.
Kehormatan mencangkup atribut-atribut yang mengundang
pengakuan, kehormatan, atau penghargaan dari orang lain.
Sedangkan kekuasaan mencangkup kemampuan individu atau
kelompok dalam mengabdikan kebijakan. Ketiga sumber daya ini
terdistribusi secara tak merata kepada para individu dan kelompok,
namun masing-masing memengaruhi setiap sisi hidup kita dimana
kita tinggal, kemana kita bersekolah dan bekerja, hidangan yang
kita makan, hobi yang kita gemari, dan sebagainya.42
2) Teori-Teori Stratifikasi Sosial
Ada beberapa teori-teori mengenai stratifikasi sosial antara lain
adalah teori fungsional yang memandang bahwa staratifikasi yang
senantiasa ada dalam masyarakat bersifat fungsional. Menurut
Kingsley Davis dan Wilbert Moore yang dikutip oleh Yusron Razak
bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan yang serupa.
Sedangkan teori konflik berpandagan bahwa ketaksetaraan adalah
akibat dari keinginan orang-orang untuk berebut kekuasaan, dan
bahwa kelompok-kelompok yang berhubungan erat sekalipun
saling berkompetisi untuk mendapatkan kekuasaan.43
42
Yusron Razak (ed.), Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi
Agama, 2008), h. 78. 43
Yusron Razak (ed.), ibid, h. 79.
25
3) Tipe-Tipe Stratifikasi Sosial
Stratifikasi juga mempunyai tipe-tipe yang harus berbeda, tipe
pertama adalah stratifikasi terbuka merupakan anggota kelompok
yang satu ada kemungkinan besar untuk berpindah ke kelompok
yang lain, artinya dapat menurun ke kelompok yang lebih rendah
atau sebaliknya.44
Setiap stratifikasi adalah posisi yang pantas
diperjuangkan oleh manusia dan kelompoknya. Sehingga mereka
memperoleh posisi yang lebih tinggi.45
Stratafikasi sosial hidup di masyarakat dan melekat menjadi salah
satu indentitas masing-masing individu, perbedaan tingkatan sosial
yang ada hendaknya tidak mempengaruhi keharmonisan dalam interaksi
sosial. Masyarakat harus saling menuntun, mengayomi dan saling
membantu satusama lain meskipun tingkat kesataraan berbeda karena
negeri ini hidup karena diperjuangkan oleh rakyat yang sama-sama
menduduki Indonesia.
f. Kekuasaan dan Kewenangan
Dalam ilmu sosial adanya kekuasaan mempunyai peranan yang
dapat menentukan nasib berjuta - juta manusia. Oleh karena itu,
kekuasaan sangat menarik perhatian para ahli pengetahuan
kemasyarakatan. Adanya wewenang hanya dapat menjadi efektif
apabila didukung dengan kekuasaan yang nyata. Adanya kekuasaan dan
wewenang pada setiap masyarakat, merupakan gejala yang wajar.
Sebagai suatu proses, baik kekuasaan maupun wewenang merupakan
suatu pengaruh yang nyata atau potensial. Mengenai pengaruh tersebut,
lazimnya diadakan pembedaan, sebagai berikut: Pengaruh bebas yang
didasarkan pada komunikasi dan bersifat persuasif, Pengaruh
44
M. Arifin Noor, op.cit, h. 166. 45
Novri Susan, Sosiologi Konflik: Teori-teori dan Analisis, (Jakarta: Kencana, 2019), cet.
4, h. 27.
26
tergantung atau tidak bebas menjadi efektif karena ciri tertentu yang
dimiliki oleh pihak-pihak yang berpengaruh.46
Pihak yang berpengaruh Kelebihan dalam kemampuan dan
pengetahuan, sifat dan sikap yang dapat dijadikan pedoman prilaku
yang pantas atau prilaku yang diharapkan, terakhir mempunyai
kekuasaan yang resmi dan sah.47
Dalam masyarakat terdapat strata.
Setiap strata memiliki kedudukan atau status dan peranan. Selanjutnya
kedudukan bisa diikuti oleh kekuasaan yang telah mendapatkan
pengakuan serta pengesahan dari masyarakat yang disebut wewenang.48
Lingkungan sosial yang serasi diperlukan lagi kerjasama kolektif
diantara sesama anggota. Kerjasama itu dimaksudkan untuk membuat
dan melaksanakan aturan-aturan yang disepakati oleh warga bersama
sebagai pengendalian prilaku sosial.49
` Adanya kekuasaan dan kewenangan atau setara dengan adanya hak
dan kewajiban seorang penduduk terutama seorang tetangga yang harus
dijaga, dilindungi dan dihormati. Masyarakat patuh dengan peraturan-
peraturan yang ada dalam Undang-undang Negara Indonesia maka
masyarakatpun harus menjaga dan menghoramati norma sosial yang
berlaku dan berkembang dalam suatu masyarakat.
Demikianlah pemaparan mengenai definisi unsur-unsur sosial,
selanjutnya penulis akan memaparkan mengenai kehidupan bertetangga
beserta dimensi-dimensinya yang menyangkut dengan segala kehidupan
sosial dari berbagai ahli cendikiawan.
46
Soerjono Soekanto, op.cit, h. 293-295. 47
Soerjono Soekanto, ibid, h. 296. 48
Rianto Adi, Sosiologi Hukum; Kajian Hukum secara Sosiologis, (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2012), h. 1. 49
Jonny Purba, Pengelolaan Lingkungan Sosial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005), cet. 2, h. 2.
27
2. Kehidupan Bertetangga
a. Pengertian Tetangga
Pengertian tetangga yang pertama menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia secara umum ialah orang atau rumah yang rumahnya
berdekatan atau sebelah-menyebelah, orang setangga ialah orang yang
tempat tinggalnya (rumahnya) terletak berdekatan.50
Teori menurut Hamzah Ya'qub dalam buku etika Islam
merumuskan bahwa tetangga adalah “keluarga-keluarga yang
berdekatan dengan rumah yang perlu mendapatkan perhatian khusus
dalam akhlak”. Tetangga adalah sahabat yang paling dekat setelah
anggota keluarga sendiri. Dialah yang lebih mengetahui suka duka dan
dialah yang lebih cepat dapat memberikan pertolongan pertama jika
terjadi kesulitan, dibandingkan dengan keluarga sendiri yang berjauhan
tempat tinggalnya.51
Setelah teori mengenai pengertian tetangga adapun ruang lingkup
tetangga mencangkup radius sekitar 160 rumah, terhitung masing-
masing 40 rumah ke kiri, kanan, depan, dan belakang rumah yang kita
huni. Jadi bukan di dasarkan pada luas areal. Di daerah yang
berpenduduk padat, mungkin jumlah itu hanya menempati areal yang
tak sampai satu hektar. Luas atau sempitnya areal perumahan, bukan
jadi dasar bagi hubungan pergaulan antar tetangga. Ajaran Islam lebih
menitik beratkan pada upaya membina hubungan baik antar tetangga. 52
Lebih lanjut Rachmat Djatnika dalam buku sistem etika islami
akhlak mulia mengatakan bahwa kedudukan tetangga hampir sama
dengan keluarga yang menjadi ahli waris, karena dekatnya hubungan
50
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1990), cet. 3, h. 941. 51
Hamzah Ya'qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1996), h. 155. 52
Jalaluddin, Fiqih Remaja, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 375.
28
tetangga dalam kehidupan bermasyarakat dan hidup bertetangga, seperti
seseorang misalnya mendapat musibah, maka tetangganya yang lebih
dulu datang memberikan pertolongan, karena kerabat walaupun dekat
tetapi ada di tempat jauh, sulit untuk datang.53
Penulis menyimpulkan bahwa tetangga adalah mereka yang
rumahnya berdekatan dan mulai dari rumah pertama sampai rumah ke
empat puluh. Terkumpul dalam sebuah rumpun tetangga yang
didalamnya hidup norma-norma baik norma sosial, norma agama
maupun lainnya.
b. Hak-Hak Bertetangga
Dalam kehidupan sosial salah satunya tergambarkan dalam
kehidupan tetangga sebagaimana bagi tetangga terhadap tetangganya
memiliki hak, dan juga memiliki kewajiban. Ini yang kita kenal dalam
fikih dengan hak-hak tetangga. Hak hak ini terjadang tidak disenangi
oleh orang yang harus menerimanya, sehingga mengharuskan orang
tersebut berlindung kepada pengadilan untuk memutuskannya.
Sehingga dengan demikian, banyak sekali persoalan-persoalan,
peristiwa dan masalah baru yang diputuskan oleh pengadilan, dan
pelaksanaannya dengan kekuatan undang-undang. Meski demikian,
putusan ini tidak menghalangi masih adanya perselisihan dan
permusuhan antara dua belah pihak.54
Dalam dunia pendidikan hak tetangga merupakan salah satu unsur
yang harus diperhatikan oleh para pendidik. Abdullah Nashih „Ulwan
pakar pendidikan Islam mengatakan bahwa para tetangga memiliki hak
dan kewajiban yang harus ditunaikan. Semua hak tetangga dalam Islam
itu intinya teletak pada empat hal antara lain sebagai berikut: Tidak
53
Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islami Akhlak Mulia, (Jakarta: Panjimas, 1996), h. 236-
237.
54 Muhammad Misbah, Pengantar Studi Fikih Islam, (Jakarta: Al-Kautsar, 2014),
terjemah dari kitab Al-Madkholu Lidirosatilfiqhi Al-Islami oleh Muhammad Yusuf Musa, h. 72.
29
menyakiti tetangga yaitu melakukan hal seperti berzina, mencuri,
menghina, mencaci maki, dan melempar kotoran. Kedua melindungi
tetangga yaitu membantu meringankan musibah tetangga. Ketiga
berbuat baik kepada tetangga dan terakhir menanggung kesusahan
tetangga.55
Dari keempat poin di atas penulis menyimpulkan bahwa antar
tetangga memiliki hak-hak yang harus ditunaikan, seperti menunjukkan
prilaku yang baik, menjauhi hal-hal yang bisa menyakitinya,
memberikan pelayanan yang baik dan ikut serta membantu dalam suka
maupun duka.
c. Problematika Hidup Bertetangga
Menurut teori yang ada dalam buku bertetangga dan bermasyarakat
dalam Islam yang ditulis oleh Muhsin mengatakan bahwa dalam hidup
bertetangga ternyata banyak pula problemnya. Problematika
bertetangga berkaitan dengan beragam hal, baik dalam lingkungan
kompleks perumahan atau diperkampungan. Problematika bertetangga
lebih besar dan menonjol justru di dalam lingkungan masyarakat yang
heterogen (majemuk) ketimbang dalam masyarakat homogen yang
umumnya masih diikat oleh hubungan kekeluargaan. Dalam masyarakat
seperti ini antara rumah yang satu dengan rumah tetangganya saja tidak
ada dan dibuatkan pembatas atau pagar sebagai mana rumah-rumah
dalam masyarakat yang heterogen. Dari sikap dan perilaku mereka
dalam kehidupan bertetangga sehari-hari antara lain sebagai berikut:
kehidupan individualis, persaingan yang tidak sehat, persengketaan,
keamanan dan lingkungan56
Maryam menulis Kinanthi dalam buku yang ditulisnya khusus
untuk para kaum wanita, dijelaskan bahwa seorang muslimah tidak
55
Abdullah Nashih „Ulwan, op.cit, h. 326-332. 56
Muhsin, Bertetangga dan Bermasyarakat dalam Islam, (Jakarta: Al-Qalam, 2004), h.
15-24.
30
diperbolehkan untuk merasa iri atau dengki dengan tetangga yang tiba-
tiba meraih kesuksesan atau berprestasi sehingga hidupnya menjadi
lebih sejahtera. Di banyak wilayah yang masyarakatnya rata-rata
sumber daya manusianya masih rendah, hal ini sering memicu
pertengkaran. Seseorang yang menaruh dengki terhadap kesuksesan
tetangganya akan mencoba menghasut tetangga yang lain untuk supaya
memusuhinya. Masalah-masalah sepele jika dibiarkan maka masyarakat
akan rusak.57
Dari beberapa poin di atas tentang permasalahan dalam kehidupan
tetangga dikarenakan banyaknya perbedaan dan kemajemukan yang ada
dalam masyarakat seperti perbedaan latar belakang, geografis,
perbedaan pandangan dan perbedaan keyakinan.
d. Landasan Hukum Bertetangga
Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) pasal 625,
disebutkan disebutkan mengenai kehidupan bertetangga di Indonesia
bahwa:
“Para pemilik pekarangan yang bertetangga mempunyai hak
dan kewajiban satusama lain, baik yang timbul karena letak
pekarangan menurut alam, maupun karena ketentuan perundang-
undangan”.58
Nabi Muhammad Saw., dalam kedudukannya sebagai penjelas Al-
Qur‟an, pada tahun kedua hijrah ke Madinah telah mengundangkan
Piagam Madinah yang mengatur kehidupan dan hubungan antara
komunitas Negara Madinah yang heterogen, seperti kaum muhajirin,
anshar, yahudi dari berbagai suku dan kelompok serta sisa-sisa kaum
paganis yang belum masuk Islam tapi menyatakan diri tunduk kepada
Nabi. Menurut Munawir Sjadzali sebagaimana dikutip oleh Muhammad
57
Maryam Kinanthy Nareswari, Dosa-dosa yang tak disadari Wanita, (Yogyakarta:
Mutiara Media, 2014), h. 87. 58
Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata,
(Jakarta: Visimedia, 2008), h. 352.
31
Iqbal mengatakan bahwa meletakkan landasan bagi kehidupan
bernegara dalam masyarakat yang majemuk, di Madinah. Dalam
Piagam Madinah ditegaskan bahwa umat Islam, walaupun berasal dari
berbagai kelompok, adalah suatu komunitas. Piagam ini juga mengatur
pola hubungan antara sesama komunitas muslim dan antara komunitas
muslim dengan non-muslim lainnya. Hubungan ini dilandasi atas
prinsip-prinsip bertetangga yang baik, saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama, membela orang yang teraniaya, saling
menasehati dan menghormati kebebasan menjalankan agama.59
Pada level personal, masyarakat enggan hidup bertetangga dengan
orang yang berbeda agama. Enggan memberikan ruang kepada tetangga
atau kepada orang beda agama tersebut untuk menjalankan ibadah
secara terbuka sebagaimana dalam bentuk rumah ibadah. Padahal kita
semua tahu bahwa Indonesia yang multiagama, prinsip toleransi dan
kebebasan tidak hanya mempunyai landasan pijak dalam konstitusi dan
Undang-undang nasional saja melainkan juga berakar kuat dalam tradisi
berbagai agama dan kepercayaan yang sudah hidup ratusan tahun di
Nusantara ini.60
Dari keterangan di atas kedekatan yang ada dalam tetangga baik
secara tempat tinggal juga secara budaya telah dilindungi oleh negara
yang dibungkus dalam bentuk Undang-Undang Hukum Negara,
begitupun dalam Islam Allah Swt., mengutus Nabi Muhammad Saw
untuk menyatukan penduduk Madinah yang masyarakatnya mempunyai
banyak latar belakang.
Demilian pembahasan mengenai kehidupan bertetangga beserta
unsur-unsur dinamika beretetangga yang diungkapkan oleh para ahli
baik dari undang-unfang, buku sosial dan buku-buku islami. Pon
59
Muhammad Iqbal, Fiqh siyasah, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 181. 60
Ahmad Najib Burhani, Menemani Minoritas, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2019), h. xxx.
32
terakhir adalah adalah pembahasan mengenai nilai-nilai kehidupan
sosial.
3. Nilai-nilai pada Kehidupan Sosial
Nilai adalah sesuatu yang dipandang berharga oleh orang atau
kelompok serta dijadikan acuan atau tindakan maupun pengarti arah
hidup.61
Sedangkan menurut Jakob Oetama bahwa nilai adalah sebagai
sesuatu yang dapat dilihat, berbentuk seperti karya seni dan bangunan
bersejarah namun nilai itu juga ada yang tidak berwujud fisik, jadi tidak
terlihat atau terjamah seperti adat istiadat, tradisi, kebiasaan normatif
moral, etika, logika, estetia, harga diri, kepercayaan, disiplin, gagasan
semangat ilmiah ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.62
Nilai berperanan
dalam suasana apresiasi atau penilaian dan akibatnya sering akan dinilai
secara berbeda oleh berbagai orang.63
a. Ciri-ciri nilai sosial
Diantara ciri-ciri sosial yang ditulis oleh Yulianthi dalam
kehidupan adalah sebagai berikut:64
1) Susunan sebagai masyarakat sebagai hasil interakaksi antar warga
2) Bukan bawaan lahir. yakni di sebarkan diantara warga masyarakat
3) Terbentuk dari proses belajar sosialisasi
4) Sebuah bagian dari usaha memenuhi kebutuhan sosial manusia
5) Mempunyai berbagai bentuk kebudayaan yang satu dengan
kebudayaan lainnya
61 Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto, Teori-teori Kebudayaan, (Yogyakarta: Kansius,
2005), cet.1, h. 67. 62
Jakob Oetama, Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi, (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2001), h. 206. 63
K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), cet. 10, h. 140. 64
Yulianthi, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2015), cet. 1, h.
29.
33
6) Mampu mempengaruhi pengembangan diri sosial
7) Memiliki pengaruh yang besar terhadap berbedaan antar warga
b. Macam-macam Nilai
Nilai sosial menurut Notonegoro yang dikutip oleh Suyahmo
menjelaskan bahwa nilai sosial terbagi menjadi tiga macam antara lain
sebagai berikut:65
1) Nilai Material yaitu sesuatu yang dipandang berguna bagi
kehidupan masyarakat, nilai material tersebut berguna dan
berkaitan dengan kehidupan jasmani maupun rohani manusia
2) Nilai Vital yang dimaksud nilai vital ialah sesuatu yang mengisi
aktifitas dan berguna bagi manusia untuk dapat melakukan
kegiatan.
3) Nilai Kerohanian ialah segala sesuatu yang berguna bagi rohani
dan mengisi jiwa dan hati manusia. Nilai kerohanian dapat
dibedakan atas tiga macam: (1) nilai kebenaran (rasio, budi, cipta)
manusia (2) nilai estetis atau keindahan yang bersumber daru rasa
manusia (3) nilai kebaikan atau moral yang bersumber pada
kehendak manusia (4) nilai religious yang merupakan nilai mutlak
yang bersumber pada kepercayaan manusia.
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa
hidup sendirian maka agar sesuatu dapat berjalan sesuai dengan
sebagaimana mestinya, diperlukan tatacara hidup yang tidak saling
merugikan satu sama lain. Tata cara ini diwujudkan dalam bentuk
nilai-nilai yang disepakati bersama, yaitu nilai-nilai moral. 66
Lebih lanjut Dian menambahkan bahwa anak yang perkembangkan
nilai-nilai moral positif dalam dirinya, dapat diharapkan dapat
65 Suyahmo, Filsafat Pancasila, (Semarang: Magnum Pustaka Utama, 2014), h. 74.
66 Wiwit Wahyuning, Mengkomunikasikan Moral kepada Anak, (Jakarta: PT. Alex Media
Komputido, 2003), h. 73.
34
terhindar dari kenakalan remaja, kriminalitas, juga menhindari
narkoba. Untuk itu sebaiknya diketahui cara yang tepat dan efektif bagi
anak dalam mempelajari prilaku moral.67
Sedangkan berikut ini adalah
pembelajaran moral seorang anak sebagai berikut:68
a) Coba ralat, anak dibiaran untuk belajar bertingkah laku yang dapat
diterima lingkungan sosialnya dengan cara mencoba segala bentuk
tingkah laku. Jika lingkungannya merespon tidsk menyenangkan
maka anak akan memperbaikinya.
b) Pendidikan Langsung, yaitu anak dilatih untuk menilai situasi
sosial dan mengantisipasi kemungkinan apa yang akan terjadi.
Bentuknya adalah dengan mematuhi perintah atau peraturan orang
tuanya.
c) Identifikasi, maksudnya adalah anak dibiarkan untuk berteman
dengan teman sebayanya agar dapat memilah prilaku yang baik dan
burut dari temannya.
c. Peran Nilai Sosial
Tatang Muhtar dan kawan-kawan menuliskan bahwa dalam
masyarakat demokratis setiap orang memiliki komitmen moral dalam
kehidupan bersama, seperti menghormati hak dirinya dan orang lain,
mematuhi norma dan aturan, partisipasi dalam kebersamaan perduli
terhadap kemaslahatan hidup bersama dan seterusnya. Lalu dikatakan
bahwa Thomas Jeerson yakin bahwa nilai-nilai karakter seperti diatas
bisa ditumbuhkan kepada setiap manusia mulai sejak usia dini sebagai
pondasi untuk kehidupan warga negara.69
67
Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak, (Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo, 2009, h. 10. 68
Dian Ibung, op.cit, h. 10-13. 69
Tatang Muhtar, dkk., Internalisasi Nilai Kesalehan Sosial, (Sumedang: UPI Sumedang
Press, 2018), cet. 1, h. 15.
35
Adapun nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar
akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan
antara satu individu dengan individu lain. Bagaimana seseorang harus
bersikap, bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, dan
menghadapi situasi tertentu juga termasuk dalam nilai sosial. Dalam
masyarakat yang majemuk atau beragama coraknya, pengendalian diri
adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan di
masyarakat, nilai sosial sebagai landasan bagi masyarakat untuk
merumuskan yang benar dan penting serta mengarahkan individu agar
berbuat sesuai dengan norma yang berlaku dilingkungan masyarakat.70
Peran serta sebuah nilai sosial sangat berarti dalam kehidupan yang
majemuk sebagaimana Abdullah mengungkapkan:
“Individu dan komunitas umat beragama yang berpengetahuan
agama yang benar dan shaleh atau taat menjalankan ajaran
agamanya merupakan kontribusi penting terhadap kualitas umat
beragama. Hal ini tercermin dalam berbagai perilaku dan aktivitas
kehidupannya dalam masyarakat majemuk”. 71
Demikianlah peran serta dari nilai sosial yang sangat perpengaruh dan
penting bagi kehidupan di bermasyarakat, karena sejatinya kehidupan sosial
adalah tempat untuk menanamkan nilai-nilai moral yang dianut oleh semua
manusia baik dari individu maupun kelompok yang berbeda untuk
menentukan dan mengukur kualitas diri.
70
Ridho Hamzah, Nilai-nilai Kehidupan dan Resepsi Masyarakat, (Cianjur: Puspida,
2016), cet.2, h. 40. 71
Abdullah, Dinamika Sosiologis Indonesia; Agama dan Pendidikan dalam Perubahan
Sosial, (Yogayakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 2015), cet. 1, h. 47.
36
B. Hasil Penelitian Relavan
Setelah melakukan pencarian informasi sesuai data yang didapatkan,
terdapat penelitian terdahulu yang relavan dengan kajian yang dibahas antara
lain sebagai berikut:
1. Sabir Maidin (UIN Alauddin Makasar, dalam penelitian yang dilakukan
oleh Sabir Maidin adalah “Keutamaan Hidup Bertetangga (Suatu Kajian
Hadits)”: 2017), dikatakan bahwa hidup berdampingan sesama tetangga
adalah sesuatu yang indah dan nikmat dalam kehidupan modern ini. Oleh
karena itu, perlu dimunculkan sebuah kesadaran dan pemahaman secara
komprehensip untuk memahami makna hidup bertetangga dalam
implementasi hadits. (Sabir Maidin, 2017: 199). Persamaan dan
perbedaan penelitian di atas dengan penelitian penulis adalah
pembahasan secara kajian kontekstual, dalam penelitian tersebut terdapat
pentingnya kehidupan bertetangga, persamaannya penelitian sama-sama
mengkaji dengan menggunakan hadits.
2. Maria Immaculata Ririk Winandari, dkk. (Universitas Trisakti, dalam
penelitian yang dilakukan oleh Maria Immaculata Ririk Winandari, dkk.
adalah “Pengaruh Kehidupan Bertetangga Terhadap Perubahan Ruang
Terbuka di Perumahan di Yogyakarta”: 2015), dikatakan bahwa
perubahan ruang terbuka publik di perumahan menengah atas dan
perumahan menengah bawah di Yogyakarta dipengaruhi oleh perbedaan
jejaring bertetangga, kualitas kebutuhan ruang, dan kesempatan
pengelola, penghuni sekitar maupun pedagang. Diperumahan menengah
atas penghuni perumahan lebih individual dan berjejaring dalam
kedekatan identitas seperti etnis, agama, atau pekerjaan. (Maria
Immaculata Ririk Winandari, dkk, 2015: 59). Persamaan dan perbedaan
penelitian di atas dengan penelitian penulis adalah kontekstual yang di
bahas dalam penelitian.
37
3. Nur Sriastuti Supriadi (UIN Alauddin Makasar, dalam penelitian yang
dilakukan oleh Nur Sriastuti Supriadi adalah “Hadits Tentang
Menghormati Tetangga dan Aplikasinya pada Masyarakat Desa Karella
Kecamatan Mare Kabupaten Bone”: 2017), dikatakan bahwa banyak
orang yang sudah bermasa bodoh sehingga penghormatan tetangga tidak
lagi bermakna seperti dahulu, (Nur Sriastuti Supriadi, 2017: 90).
Persamaan dan perbedaan penelitian di atas dengan penelitian penulis
adalah konten mengkaji hadits tentang bertetangga.
C. Kerangka Berpikir
Untuk mempermudah suatu penelitian perlu dibuat kerangka berpikir
atau konsep dengan tujuan membuat arah penelitian menjadi jelas. Manusia
sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dengan individu lain yang
menjadi anggota berbagai jenis kelompok yang ada di masyarakat, tentu
memiliki suatu pandangan tentang prilaku baik dan buruk. Tidak terlepas
masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang ada di dalam
lingkungannya, sebagaimana manusia membutuhkan aktivitas bersama dalam
memenuhi kehidupan dan norma-norma segala tingkatan menjadi kebutuhan
pokok dalam masyarakat. Dalam masyarakatpun tentu terjadi pelapisan sosial
sebagai ciri dasar dari setiap masyarakat yang menunjuk terkadinya gejala
dalam masyarakat. Gejala ini menjadi konflik antar tetangga yang didasarkan
pada pandangan antar individu yang berbeda.
Ada beberapa hak tetangga dalam Islam yang harus di terapkan dalam
kehidupan bertetangga di lingkungan masyarakat, untuk mengurangi
terjadinya konflik antar tetangga dan terciptanya lingkungan masyarakat yang
tentaram dan damai. Oleh karena itu penelitian ini mengoperasikan kajian
kehidupan tetangga yang ada di dalam hadits Nabi Muhammad Saw., yang di
dalamnya mengandung nilai-nilai dan norma-norma sosial yang mengatur
kehidupan bertetangga. Dilihat dari konflik antar tetangga yang terjadi di
38
masyarat banyak nilai-nilai yang harus diterapkan dalam masyarakat. Berikut
adalah kerangka berpikir dari penelitian yang harapannya dapat memeberikan
gambaran tentang penelitian ini.
Bagan 1. Kerangka Berpikir
Kehidupan Sosial
Konflik Antar tetangga yang terjadi di Masyarakat
Hak Tetangga
Moral Sosial dalam Kehidupan
Bertetangga yang berlaku dalam
Islam
Nilai-nilai Sosial dalam Kehidupan
Bertetangga
Telaah Hadits
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
1. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah mengenai kajian tentang hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang terdapat
dalam kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan.
2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu
terhitung dari bulan April 2019 sampai Agustus 2019.
B. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penulis membuat penelitian ini yang merupakan studi mengenai
teks yang termuat dalam kitab yang ditulis oleh Muhammad Fuad
Abdul Baqi. Karena yang diteliti adalah teks tertulis yang berbentuk
data yang dipakai sebagai bahan penelitian, maka pendekatan penelitian
yang digunakan berdasarkan penelitian adalah studi kepustakaan
(library research).
Studi kepustakaan (library research) adalah suatu karangan
ilmiah yang berisi pendapat berbagai pakar mengenai suatu masalah,
yang kemudian ditelaah dan dibandingkan, dan ditarik kesimpulannya.1
Disebut juga sebagai serangkaian kegiatan dengan metode
1 Haryanto dkk., Metode Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah, (Jakarta: Kedokteran
EGC, 2000), h. 78.
40
pengumpulan data pustaka dengan kegiatan membaca dan mencatat
serta mengolah bahan penelitiannya dan memanfaatkan sumber
penelitian yang ada di perpustakaan.
Dalam penelitian ini, kemudian penulis mengguanakan model
pendekatan kajian isi atau contont analysis. Penelitian ini memiliki sifat
pembahasan yang mendalam mengenai isi suatu informasi baik secara
tertulis maupun tercetak dalam media massa. Biasanya analisis ini
digunakan dalam penelitian kualitatif. Sebagaimana penelitian
kualitatif sering disebut sebagai penelitian yang kondisinya alamiah
atau natural setting, dan data yang terkumpul serta analisinya bersifat
fakta. 2
Dari pengertian di atas, maka penulis mencari fakta-fakta sosial
dari artikel atau media massa dan jurnal-jurnal atau penelitian yang
relavan dengan latar belakang permasalah sosial yang terjadi dalam
kehidupan antar tetangga di masyarakat.
Mengenai pendekatan naturalistik, Nasution mengungkapkan
sebagaimana yang dikutip oleh Ajat Rukajat bahwa hakikat dari
penelitian kualitatif mengamati orang dan lingkungannya, berinteraksi
dengan mereka, memahami dan mengamati tentang dunia sekitarnya.3
Sebagaimana penulis membuat penelitian ini mengenai pengamatan
tentang konflik yang hidup dalam kehidupan antar tetangga dan
menyajikan nilai-nilai sosial, implementasi, serta kontribusi yang tertera
dalam kitab hadits bagi kehidupan sosial.
Sebagaimana menurut Richard West dan Lynn H. Turner
mengungkapkan bahwa content analysis yang biasa dipakai sebagai
teknik penelitian khusus untuk melaksanakan analisis tekstual. Analisis
ini termasuk mereduksi teks menjadi unit-unit seperti kalimat, bab,
halaman dan lain-lain kemudian menerapkan sekema pengodean pada
2 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 1.
3 Ajat Rukajat, Pendekatan Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2018),
cet. 1, h. 1.
41
unit-unit tersebut untuk membuat inferensi mengenai komunikasi dalam
teks.4 Maka dalam penelitian ini penulis memakai konten analisis ilmu
riwayah, yang dimaksud riwayah adalah suatu pemberitaan yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.5 maksudnya ilmu riwayah
adalah ilmu pengetauan yang mempelajari hadits-hadits yang
disandarkan kepada nabi baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
tabi’at maupun tingkah lakunya.6 Maka peneliti melakukan pengkajian
dan menganalisis hadits-hadits yang ada dalam kitab Al-Lu’lu’ wal
Marjan mengenai nilai-nilai pendidikan sosial dalam kehidupan
bertetangga.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Pada dasarnya sumber penelitian ini berasal dari literatur-literatur
yang tertulis dan nontulisan yang berkaitan dengan tema penelitian ini.
Sumber-sumber tersebut terdiri dari data primer dan sekunder. Data
utama dalam penelitian ini adalah kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan karya
Muhammad Fuad Abdul Baqi dan Syarah dari kitab Shahih Bukhari
yaitu kitab Fathul Baari karya Ibnu Hajar Al Asqalani.
b. Data Sekunder
Adapun data sekunder atau data pendukung dari penelitian ini
adalah artikel-artikel dari media internet, dan jurnal-jurnal serta buku-
buku dari para ahli pendidikan dan ilmu sosial yaitu buku Abdullah
Nashih Ulwan berjudul pendidikan anak, buku karya Kamanto Sumanto
yang berjudul pengantar sosiologi, buku dari M. arifin Noor berjudul
4 Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2007), terjemah dari buku Introducing Comunnication Theory: Analysis and
Application oleh Maria Natalia Damayanti Maer, h. 85. 5 Ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap; Ilmu Hadits,
(Medan: Perdana Publishing, 2011), h. 2017 6 Daniel Juned, Ilmu Hadis; Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, (Medan:
Erlangga, 2010), h. 27.
42
ilmu sosial dasar, selanjutnya buku Soerjono Soekanto berjudul
sosiologi suatu pengantar, dan buku-buku lain yang relavan dan
mendukung penulis untuk melengkapi isi dan interpretasi dari sumber
data primer. Yakni buku-buku yang membahas tentang pendidikan
sosial dan kehidupan bertetangga.
C. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah studi mengenai teks yang termuat
dalam kitab karya Muhammad Fuad Abdul Baqi yakni Al- Lu’lu’ Wal
Marjan khususnya mengenai hadits-hadits tentang kehidupan bertetangga.
Jadi dalam penelitian ini penulis bermasud untuk mencari nilai-nilai
pendidikan sosial yang terkandung dalam hadits tersebut, dan menyajikan
implementasi nilai-nilai pendidikan sosial dan ditambahkan dengan
kontribusi nilai-nilai pendidikan sosial yang ada dalam hadits-hadits kitab
Al-lu’lu’ wal Marjan kemudian dengan menambhakan menambahkan
sumber-sumber dan data-data yang membahas tentang nilai-nilai
kehidupan bertetangga.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan yaitu data primer yakni
berupa teks hadits yang ada dalam kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan dan data-
data lain yang membahasan mengenai hadits-hadits tentang kehudupan
tetangga dan literatur lainnya yang relavan dengan penelitian. Kemudian
menggunakan teknik pengumpulan conten analysis yang mempunyai
beberapa prosedur yang harus diperhatikan oleh seorang peneliti sebagai
berikut:
43
1. Penentuan Unit Analisis
Data dari sebuah karya ditentukan melalui pembacaan yang
dilakukan secara cermat, pembacaan secara berulang-ulang sehingga
membantu peneliti untuk mengadakan data. Dari semua bacaan harus
dicari mana yang benar-benar relavan denga objek penelitian.
Fenomena menarik yang merupakan unit-unit untuk menjadi sampel
penelitian.7 Berkaitan dengan penelitian penulis, maka teks hadits-
hadits yang tertulis dalam karya Muhammad Fuad Abdul Baqi yaitu
kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan terkhusus pada teks hadits-hadits yang
membahas tentang kehidupan bertetangga kemudian penulis
memeriksa hadits-hadits tersebut di dalam kitab Shahih Bukhari dan
kitab Fathul Baari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani untuk memastikan
validitas hadits tersebut.
2. Pencatatan Data
Ketika melakukan pencatatan data harus disertai dengan reduksi
data. Yaitu, meninggalkan data-data yang tidak relavan dengan
penelitian. Sedangkan untuk data yang relavan diberi penekanan,
untuk memudahkan seorang peneliti dalam menentukan sebuah
indikator. 8
Penulis melakukan reduksi data atau pengurangan data, dari
hadits yang telah penulis temukan sebanyak dua belas hadits, Setelah
mendapatkan hadits dalam kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan dan sudah
terverifikasi dalam dua kitab inti yaitu Shahih Bukhari dan kitab
Fathul Baari, penulis mengelompokkan hadits-hadits tersebut
menjadi tiga kelompok. Yaitu kelompok hadits yang menjadi hadits
initi, kedua kelompok hadits sebagai penjelas, dan yang ketiga
7 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta; redaksi CAPS, 2011),
h. 162-163. 8 Suwardi Endraswara, loc.cit.
44
kelompok hadits yang ditinggalkan. Kelompok kelompok tersebut
antara lain:
a. Kelompok hadits-hadits inti
1. Hadits ke 29
حديث أب ىري رة قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: من كان
ومن كان ي ؤمن بااهلل والي وم الخر ي ؤمن بااهلل والي وم الخر فل ي ؤذ جاره،
را أو ليصمت فو، ومن كان ي ؤمن بااهلل والي وم الخر ف لي قل خي ف ليكرم ضي
2. Hadits ke-30
ن عت أذناي وأبصرت عي اي حي حديث أب شريح العدوي قال: س
تكلم النب صلى اهلل عليو وسلم، ف قال: من كان ي ؤمن بااهلل والي وم الخر
فو جائزتو قال: ف ليكرم جاره، ومن كان ي ؤمن بااهلل والي وم الخر ف ليكرم ضي
يافة ثلثة أيام، فما كان وما جائزتو لة والض يا رسول اهلل؟ قا ل جائزتو ي وم ولي
را أو وراء ذلك ف هو صدقة عليو، ومن كان ي ؤمن بااهلل والي وم الخر ف لي قل خي
ليصمت
3. Hadits 1684
ها، عن النب : ما صلى اهلل عليو وسلم قال حديث عائشة رضي اهلل عن
زال ي وصين جبيل بالار حت ظن نت أنو سي ورثو
45
4. Hadits 1685
هما، قال: قال ول اهلل صلى اهلل عليو رس حديث ابن عمر رضي اهلل عن
أنو سي ورثو جبيل ي وصين بالار، حت ظن نت وسلم: ما زال
5. Hadits ke-1037
حديث أب ىري رة رضي اهلل عنو، أن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم
لينع جار جاره أن ي غرز خشبو ف جداره، ث ي قول أب و ىري رة: مال قال:
ها معرضي واهلل لرمي با ب ي أكتافكم أراكم عن
a. Kelompok hadits-hadits penjelas
1. Hadits ke-28
النب صلى اهلل عليو وسلم قال: ل ي ؤمن أحدكم حت حديث أنس عن
ب لن فسو ب لخيو ما ي ي
2. Hadits ke-81
هما عن النب صلى اهلل عليو وسلم، حديث اابن عباس رضي اهلل عن
يئات، ث فيما ي روي عن رب و عز وجل، قال: قال إن اهلل كتب احلسنات والس
ذلك فمن ىم بسنة ف لم ي عملها كتب ها اهلل لو عنده حسنة كاملة، فإن ىو ب ي
ه عشر حسنات إل سبعمائة ضعف إل ىم با ف عملها كتب ها اهلل لو عند
رة، ومن ىم بسيئة ف لم ي عملها كتب ها اهلل لو عنده حسنة كاملة، أضعاف كثي
فإن ىو ىم با ف عملها كتب ها اهلل لو سيئة واحدة
46
3. Hadits ke-1400
ها، قالت: دخل رىط من الي هود على حديث عائشة رضي اهلل عن
ام عليك، ف فهمت ها. ف قلت: عليكم رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ف قلوا: الس
ام والعنة. ف قال رسول اهلل صلى اهلل ع ليو وسلم: مهل يا عائشة، فإن اهلل الس
ب الرفق ف المر كلو. ف قلت: يا رسول اهلل أو ل تسمع ما قلوا؟ قال رسول ي
اهلل صلى اهلل عليو سلم: ف قد ق لت: وعليكم
4. Hadits ke-1686
رسول اهلل صلى اهلل عليو كان : ث أب موسى رضي اهلل عنو قال حدي
ائل، أو طلبت إليو حاجة قال: اشفعوا ت ؤجروا، وي قضي وسلم، إذا جاءه الس
وسلم، ما شاء اهلل على لسان نبيو صلى اهلل عليو
6. Kelompok hadits-hadits ditinggalkan
1. Hadits ke-39
ا رجل صلى اهلل عليو وسلم عمر أن رسل اهلل ث عبداهلل بن حدي قال: أي
قال لخيو: ياكا فر، ف قد باء با أحدها
2. Hadits ke-43
حديث عبداهلل بن مسعود أن النب صلى اهلل عليو وسلم قال: سبا ب
المسلم فسوق، وقتالو كفر
47
3. Hadits ke-80
لم: أب ىري رة رضي اهلل عنو قال: قال رسل اهلل صلى اهلل عليو وس حديث
إل إذا أحسن أحدكم إسلمو، فكل حسنة ي عملها تكتب لو بعشر أمثلها
وكل سيئ~ة ي عملها تكتب لو بثلهاسبعما ئة دعف،
E. Teknik Analisis Data
Dapat diketahui bahwa dalam analisis data kualitatif dapat dilakukan
terhadap data yang berupa informasi. Urainya dalam bentuk bahasa prosa
kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan
terhadap suatu kebenaran ataupun sebaliknya, hingga mendapatan
gambaran baru atau untuk menguatkan gambaran yang sudah ada dan
sebaliknya. Jadi yang menjadi bentuk analisis kualitatif adalah berupa
penjelasan-penjelasan. 9
Adapun analisis data dalam penelitian ini adalah mula-mula penulis
menelaah data yang telah tersedia yaitu kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan karya
dari Muhammad Fuad Abdul Baqi. Dalam prosesnya adalah membaca,
mengumpulkan data lalu mereduksinya. Setelah itu menyusunnya dalam
satuan unit-unit atau bab-bab yang disesuaikan dengan pola berpikir.
Tahap selanjutnya penulis mengkategorikan satuan-satuan pada
langkah berikutnya. Penulis melakukan kategori-kategori dengan
pembuatan koding data atau penyedehanaan data penelitian. Tahap akhir
dalam analisis ini adalah dengan melakukan tahap interpretasi data atau
melakukan penafsiran untuk menjelaskan hadits-hadits dan disambungkan
dengan permasalahan pada latar belakang serta didukung oleh teori-teori
sosial sebelumnya.
9 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
1991) h. 106.
48
F. Uji Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan standar kebenaran suatu data hasil
penelitian yang lebih menekankan pada data/informasi daripada sikap dan
jumlah orang. Pada dasarnya uji keabsahan data dalam penelitian ini hanya
ditekankan pada uji validitas dan realibitas. Temuan atau data dapat
dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan
peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. 10
Agar data dalam penelitian kualitatif dapat bertanggung jawabkan
sebagai penelitian ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun uji
keabsahan data yang dapat dilaksankan antara lain:
4. Credibility
Uji kreadibilitas atau uji kepercayaan terhadap data hasil penelitian
yang disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang dilakukan tidak
meragukan sebagai sebuah karya ilmiah penulis melakukan tindakan
berikut:
a. Perpanjang pengamatan, yaitu peneliti kembali melakukan
pengamatan melalui sumber data yang ditemui dan maupun
sumber data yang terbaru. Data yang telah penulis cek data yang
sudah dapat dipertanggung jawabkan berarti kredibel, maka
perpanjangan pengamatan diakhiri.
b. Meningkatkan kecermatan dalam penelitian, peneliti membaca
berbagai referensi, buku-buku, hasil penelitian terdahuluan,
artikel dan dokumen-dokumen dengan membandingkan hasil
penelitian untuk mengontrol atau mengecek apakah sudah benar
atau belum.
10
Muh. Fitiah dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian; penelitian kualitatif, tindakan kelas
dan studi kasus, (Sukabumi: CV Jejak, 2017), h. 93.
49
c. Triangulasi, penuis melakukan pengujian kualitas data yang
dilakukan dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber seperti artikel, jurnal dan buku-buku yang
berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan sosial dan kehidupan
bertetangga.
5. Transferability, yaitu menunjukan taraf ketetapan penelitian maka
bagi peneliti nilai transfer sangat bergantung kepada sipemakai,
sehingga ketika penelitian dapat digunakan dalam konteks lain dan
situasi sosial yang berbeda.
6. Dependability, yaitu apakah penelitian yang dapat dipercaya dengan
hasil yang sama pula. Maka pengujian Dependability ini peneliti
mulai menentukan masalah, dan memcari data sebanyak-banyaknya
di artikel-artikel dan jurnal-jurnal lalu memilih sumber data, dan
melaksankan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai
pada pembuatan hasil pengamatan.
7. Confirmability, peneliti sudah melakukan pengujian terhadap hasil
penelitian, kemudian hasilnya telah disepakati oleh banyak orang
mengenai penelitian ini.
50
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Teks, Syarah dan Nilai-nilai Pendidikan Sosial dalam Hadits-hadits
tentang Kehidupan Bertetangga
1. Teks dan Syarah Hadist-hadits tentang Kehidupan Bertetangga
a. Hadits yang pertama adalah hadits ke-1684-1685 terdapat dalam
kitab Al-Lu‟lu‟ wal Marjan, dalam Shahih Bukhari terdapat dalam
kitab adab, nomor 6014 dan 6015, bab wasiat kepada tetangga,
Rasulullah Saw., bersabda:
ها، عن النب : ما زال صلى اهلل عليو وسلم قال حديث عائشة رضي اهلل عن
1ي وصين جبيل بالار حت ظن نت أنو سي ورثو
Artinya: “Aisyah R. a. meriwayatkan bahwa Nabi Saw., bersabda,
“Jibril senantiasa berpesan kepadaku agar berbuat baik
terhadap tetangga sehingga aku menyangka bahwa ia akan
memberi hak waris kepadanya.” (HR. Bukhari)
هما، قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: ما حديث ابن عمر رضي اهلل عن
2 أنو سي ورثو زال جبيل ي وصين بالار، حت ظن نت
Artinya: “Ibnu Umar R.a. berkata, Rasulullah Saw., bersabda, “Jibril
senantiasa berpesan kepadaku agar berbuat baik terhadap
tetangga sehingga aku menyangka bahwa aku akan diberi
hak waris.” (HR. Bukhari)
1 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu‟lu wa al-marjanu fima ittifaqo‟alayhi asy-
syaykhani al-bukhariyyu wa muslimun, juz III, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2002), h. 295. 2 Muhammad Fuad Abdul Baqi, ibid, h. 296.
51
Baik tetangga muslim maupun kafir, ahli ibadah maupun : بالار
orang fasik, teman ataupun lawan, pendatang maupun warga lokal,
membahayakan maupun memberi manfaat, dekat ataupun jauh,
rumahnya dekat ataupun jauh. سي ورثو: (Jibril) menyampaikan perintah
dari Allah untuk memberikan hak waris bagi tetangga dari
tetangganya.3
Hadits di atas diriwayatkan oleh Bukhari dengan jalan melalui
Ismail bin Abi Uwais berkata Malik dari Yahya bin Sa‟id
mengabarkan Abu Bakar bin Muhammad dari Umarah dari Aisyah
R.a yang langsung bersandar dari Rasulullah Saw. Hadits kedua
melalui sanad Muhammad bin Minhal dari Yazid bin Zuro‟I dari
Umar bin Muhammad dari ayahnya dari Ibnu Umar R.a. bersandar
langsung dari Nabi Saw.4
Imam Al-Hafizh menjelaskan atas perintah Allah bahwa seorang
tetangga mendapatkan warisan dari tetangganya. Mengenai warisan
Ibnu Abu Jamrah membagi warisan menjadi dua bagian yaitu warisan
yang bersifat indrawi atau yang tampak dan warisan yang bersifat
maknawi seperti ilmu, sebagaimana kewajiban tetangga terhadap
tetangganya untuk mengajarkan ilmu. Kata tetangga mencangkup
banyak golongan seperti mencangkup muslim, nonmuslim, warga
asing, warga negeri sendiri, musuh, sahabat, fasik, ahli ibadah, yang
memberi manfaat, baik kerabat, yang tidak memiliki hubungan
kekeluargaan yang rumahnya dekat bahkan yang jauh memiliki fase
yang berbeda. Semuanya harus mendapatkan hak sesuai dengan
porsinya. Hadits di atas juga mengutamakan pentingnya hak tetangga.
Sebagaimana Ibnu Abi Jamrah menyimpulkan bahwa setiap orang
yang memperbanyak amal kebaikan akan mendapatkan derajat yang
3 Muhammad Fuad Abdul Baqi, loc. cit.
4 Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz VIII, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t), h. 103.
52
tinggi. Kemudian bolehnya menduga dan membicarakan hal-hal baik
yang terbesit dalam hati meski sekalipun hal-hal baik itu tidak terjadi.
5
b. Hadits yang kedua adalah hadits ke-29 dan 30 yang terdapat dalam
kitab Al-Lu‟lu‟ Wal Marjan, dalam Shahih Bukhari kitab adab,
nomor 6018 dan 6019, bab barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka janganlah mencela tetangganya, Nabi
Saw., bersabda:
حديث أب ىري رة قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: من كان ي ؤمن بااهلل
فو، ومن والي وم الخر فل ي ؤذ جاره، ومن كان ي ؤمن بااهلل والي وم الخر ف ليكرم ضي
را أو ليصمت كان ي ؤمن ب 6ااهلل والي وم الخر ف لي قل خي
Artinya: “Abu Hurairoh berkata, Rasulullah Saw., bersabda:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir jangan
menyakiti tetangganya. Barang siapa beriman kepada Allah
dan hari akhir muliakanlah tamunya. Dan barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir berkata baik atau
diam.” (H.R. Bukhari)
ناي حي تكلم النب صلى عت أذناي وأبصرت عي حديث أب شريح العدوي قال: س
، ف قال: من كان ي ؤمن بااهلل والي وم الخر ف ليكرم جاره، ومن كان اهلل عليو وسلم
فو جائزتو قال: وما جائزتو يا رسول اهلل؟ قا ل ي ؤمن بااهلل والي وم الخر ف ليكرم ضي
5 Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari syarah Shahih Bukhari, terjemah Amiruddin,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Vol. 29, h. 140-146. 6 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu‟lu wa al-marjanu fima ittifaqo‟alayhi asy-
syaykhani al-bukhariyyu wa muslimun, juz I, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2002), h. 10.
53
لة والض يافة ثلثة أيام، فما كان وراء ذلك ف هو صدقة عليو، ومن كان جائزتو ي وم ولي
را أو ليصمت 7ي ؤمن بااهلل والي وم الخر ف لي قل خي
Artinya: “Abu Syuraihs Al-Adawi berkata, “kedua telingaku
mendengar dan kedua mataku melihat ketika Rasulullah
Saw., bersabda, „Barang siapa beriman kepada Allah dan
hari akhir, muliakanlah tetangganya. Dan barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, muliakanlah tamunya
dan masa istimewanya.‟ Para sahabat bertanya, „seperti apa
masa istimewanya, wahai Rasulullah?‟ Beliau menjawab,
„Satu hari satu malam. Bertamu itu tiga hari, adapun
setelahnya maka itu sedekah (kebaikan) baginya. Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir berkatalah yang
baik atau diam.” (H.R. Bukhari)
karena kata ini ليكرم Nashab sebagai maf‟ul kedua kata : جائزتو
bermakna memberi, atau dengan membuang huruf jar, maksudnya
.artinya pemberian الائزة .جائزتو 8
Mengenai sanad hadits yang pertama melalui Qutaibah bin
Sa‟id, hadits dari Abu al-Ahwas dari Abu Hasin dari Abu Sholih
kemudian dari Abu Hurairah sampai kepada Nabi Muhammad Saw.
Hadits kedua melalui Abdullah bin Yusuf hadits dari Al-Laitsu
berkata hadits dari Sa‟id Al-Makburi dari Abu Syuraih Al-A‟dawi
sampailah kepada Rasulullah Saw. 9
Orang yang beriman kepada Allah maka tidak menyakiti
tetangganya dan hendaklah memuliakan tetangganya dengan sikap
7 Muhammad Fuad Abdul Baqi, juz III, op. cit, h. 30.
8 Muhammad Fuad Abdul Baqi, loc. cit.
9 Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz VIII, op. cit, h. 104.
54
menjamunya, memberikan sesuatu seperti makanan, buah-buahan
apapun sesuatu yang dimiliki hendaknya berbagai dengan tetangga,
jika situasinya tidak memuangkinkan maka jangan sampai tetangga
tersebut mencium, melihat makanan tersebut.
Diisebutkan ada masa istimewa dalam menjamu tamu, yaitu
diperbolehkannya bertamu selama 1 hari, 3 hari atau lebih yang akan
menjadi sedekah dan memberikan jamuan yang terbaik, seperti
memperhatikan menu makanan, kenyamanan baik secara fisik maupun
psikologis. Kemudian Allah memerintahkan hambanya untuk tidak
menyakiti tetangga dan tamu tersebut secara verbal dengan
mengucapkan perkataan baik dan menahan diri.10
Ibnu Hajar sangat
mengutamkan adab diamnya seseorang dengan mencantumkan 9
hadits yang menganjurkan untuk menahan diri atau menjaga lisan dan
mengisinya dengan berdzikir.
Nabi Muhammad SAW sangat memperhatikan kehidupan
sosial manusia untuk hidup saling berbagi, empati, juga bekerja sama
dalam menata kehidupan. Bahkan nabi menyuruh untuk
memperhatikan dalam menyampaikan perkataan, demi pentingnya
menyesuaikan dengan lingkungan sosial. Sedetail itu Nabi
Muhammad SAW memperhatikan hambanya. Perhatian Nabi sampai
saat ini sangat terasa bagaimana tidak konflik-konflik yang terjadi
seperti perbedaan pandangan, perebutan lahan, konflik agama,
kurangnya kepekaan terhadap tetangga sangat sangat korelasi dengan
perintah nabi. Yaitu perintah nabi untuk memuliakan tetangga dengan
memperhatikan prilaku, menjaga tetangga dari ketidaknyamanan dan
memberikan bantuan kepada tetangga.
10
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari syarah Shahih Bukhari, terjemah Amiruddin,
Vol. 29, op. cit, h. 156-159.
55
c. Hadits ketiga adalah hadits ke-1037 terdapat dalam kitab Al-Lu‟lu‟
Wal Marjan, dalam Shahih Bukhari terdapat dalam kitab perbuatan
aniaya, nomor 2463, dan bab tidak dilarang seseorang yang
menancapkan kayu pada dinding tetangganya, Nabi Muhammad
Saw., bersabda:
رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم قال: لينع جار حديث أب ىري رة رضي اهلل عنو، أن
ها معرضي واهلل جاره أن ي غرز خشبو ف جداره، ث ي قول أب و ىري رة: مال أراكم عن
لرمي با ب ي أكتافكم 11
Artinya: “Abu Hurairah R.a. meriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw.,
bersabda: “Janganlah seseorang melarang tetangganya
menancapkan kayunya (untuk suatu keperluan) kedinding
rumahnya.” Kemudian Abu Hurairah berkata, “Mengapa
kalian terlihat seakan menolak ketentuan hukum ini. Demi
Allah kalau sampai itu terjadi, aku benar-benar akan
melempar kayu – kayu itu kepundak kalian.” (H.R. Bukhari).
ها yaitu perkataan :لرمي با ,Yaitu tentang perkataan tersebut : عن
tersebut, ب ي أكتافكم : yaitu aku akan berkata kencang di tengah-
tengah kalian, dan aku akan menyakiti kalian dengan celaan, seperti
halnya seseorang dipukul tepat di pundaknya agar sadar dari kelalaian.
12 Adanya hadits di atas sanadnya atau jalan penyampaian hadits
tersebut melalui Abdullah bin Muslimah dari Malik dari Ibnu
Syihabin dari al-A‟roji dari Abu Hurairah R.a., dari Sumbernya nyaitu
Nabi besar Muhammad Saw.13
11
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu‟lu wa al-marjanu fima ittifaqo‟alayhi asy-
syaykhani al-bukhariyyu wa muslimun, juz II, h. 157. 12
Muhammad Fuad Abdul Baqi, loc. cit. 13
Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz VIII, op. cit, h. 140.
56
Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan dalam fathul Baari bahwa
huruf lam yang ada dalam hadits tersebut adalah larangan, setelah itu
kata kayu yang terdapat dalam hadits adalah bentuk tunggal, karena
sebatang kayu lebih mudah mendapatkan toleransi tetangga
dibandingkan kayu dalam bentuk jamak. Apabila seseorang ingin
menyandarkan kayu miliknya di tembok tetangganya hendakknya
meminta izin terlebih dahulu pada tetangganya, jika dia tidak
mengizinkannya, maka tidak boleh dipaksa. Kewajiban yang terdapat
dalam hadits di atas harus dipahami sesuai dengan kondisi apabila
seorang tetangga sangat butuh untuk menyandarkan kayunya dan tidak
membawa dampak yang berbahaya bagi pemilik dinding.14
2. Nilai-nilai Pendidikan Sosial yang terkandung dalam Hadits-
hadits Kehidupan Bertetangga
Dari berbagai aspek yang terkandung dalam hadits-hadits yang
ada dalam kitab Al-Lu‟lu‟ Wal Marjan hasil penelitian yang penulis
temukan tentang nilai-nilai pendidikan sosial adalah sebagai berikut:
a. Berbuat Baik kepada Tetangga
Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam kitab Al-Lu‟lu‟ Wal
Marjan pertama ialah sikap untuk berbuat baik kepada tetangga,
dalam kehidupan tetangga terdapat hubungan antar individu dan
kelompok masyarakat, terjalinnya sebuah hubungan karena adanya
interaksi yang baik, berbuat baik kepada tetangga amatlah penting
sampai Jibril memeberikan nasehat kepada Rasulullah Saw., untuk
memberikan warisan kepada tetangga. Dalam Al-Qur‟an Allah Swt
berfirman yang artinya “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah
14
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari syarah Shahih Bukhari, terjemah Amiruddin,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Vol, 13, h. 48-53.
57
kepada dua orang ibu-bapak, karibkerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah SWT
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-
banggakan diri.” (QS. an-Nisa: 36).
Berbuat baik kepada orang-orang di lingkungan rumah
merupakan prinsip kehidupan sebagaimana Islam memberikan
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah dalam hidup yang patut kita
laksanakan. Tidak hanya kepada keluarga, tetapi juga kepada tetangga,
manusia yang memiliki rasa damai layak untuk membuat tentram
kehidupan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
Penghargaan untuk saling mengasihi adalah suatu rasa yang sangat
berharga bagi kehidupan manusia karenanya rasa tentram sangat
berpengaruh untuk kehidupan manusia yang dapat meningkatkan
kesehatan rohani maupun jasmani.
Kesehatan yang seseorang miliki tidak melulu akibat meminum
obat, tidak pula dari mengonsumsi vitamin, makanan empat sehat 5
sempurna. Nyatanya banyak yang tidak mengonsumsi makanan atau
puasa seseorang tetap sehat. Faktor utama yang menjadikan seseorang
sehat bukanlah sepenuhnya makan yang dikonsumsi, melainkan
kesehatan rohaniahnya yakni bagaimana seseorang tentaram kepada
Sang Khalik atau jiwanya tenang karena baiknya hubungan dengan
Rabbnya maupuan dengan kehidupan sosialnya yang akan berakibat
baik untuk jasmaninya. Untuk itu konflik-konflik yang terjadi seperti
perdebatan mengenai perbedaan pemilihan presiden sampai
menewaskan pendukung capres lain adalah pelaku tindakan yang tidak
memiliki pedoman hidup, bahkan sebagaimana ungkapan Ki Hajar
Dewantara bahwa manusia diciptakan budi dan pekerti untuk menjadi
manusia yang beradab.
58
Penulis mengingatkan kembali kata ي وصين بالار ialah tetangga
yang mempunyai berbagai aspek seperti tetangga muslim, nonmuslim,
jauh maupun dekat, sebagaimana di Indonesiapun penduduknya
banyak memiliki perbedaan latar belakang. Yakni, perbedaan suku,
ras, bahasa, agama dan budaya. Semua memiliki hak-haknya yang
mesti diperhatikan apapun kondisinya tetap diperlakukan dengan baik,
diberi nasihat dengan cara-cara yang baik, didoakan semoga
mendapatkan petunjuk, menutupi aibnya agar tidak diketahui oleh
orang lain, membantu tetangga saat kesulitan, ikut berbahagia saat
tetangganya gembira, belasungkawa ketika berduka, menjenguk saat
tetangga sakit, dan mengingatkan tentang kebaikan.
Demikian dari keterangan mengenai kata tetangga yang
memiliki banyak unsur yaitu tetangga salah satunya tetangga
nonmuslim adalah sebagian dimensi dari lingkungan sosial.
Sedangkan konflik yang terjadi di Kabupaten Bantul, dan daerah
perumahan lain di Yogyakarta harusnya melihat nilai-nilai sosial
untuk bertetangga dengan siapun walau bukan muslim sekalipun.
Berbuat baik kepada tetangga juga merupakan implementasi
dari pendidikan dan norma-norma kehidupan dalam berinteraksi
dengan individu lainnya. Dalam pendidikan terdapat tujuan untuk
menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa, artinya iman kepada
Tuhan yang Maha Esa, dan melakukan perintahnya serta menjauhi
larangannya, melalui Rasul Allah Swt., memerintahkan manusia untuk
mencintai tetangga.
Mencintai sesama manusia atau biasa disebut hablumminannas
adalah hak baik bagi semua manusia, manusia bila melaksanakan
kebaikan maka terciptanya rasa aman, tentram dan damai serta
menimbulkan terjadinya kerjasama hingga memperhatikan
kepentingan bersama. Sebaliknya jika seseorang tidak memperhatikan
59
bagaimana berinteraksi yang baik terhadap manusia khususnya
dilingkungan rumah yakni tetangga maka terjadinya keributan,
pertengkaran serta malapetaka lain yang akan terjadi, inilah
pentingnya merealisasikan adab dalam kehidupan bertetangga sebagai
dasar memulai kehidupan yang harmonis sebagaimana mengambil
pengalaman dari Rasulullah Saw., yang ada dalam hadits.
Dalam berbuat baik kepada tetangga terdapat warisan yang
disampaikan Jibril kepada Nabi Saw., sebagaimana telah diketahui
bahwa sebagian ulama membagi menjadi dua bagian yaitu indrawi
seperti pewarisan harta benda dan maknawi antara lain ilmu. Penulis
memgambarkan hak waris untuk tetangga secara maknawi. Allah
memberikan fadhilah atau keutamaan dan memudahkan hambanya
bagi mereka yang memiliki ilmu, salah satunya ialah kemudahan
dalam berpikir, dalam menghadapi permasalahan, kemudahan dalam
menggapai cita-cita atau hajatnya dan lain sebagainya.
Ilmu itu ibaratkan harta layaknya harta lainnya seseorang yang
berilmu tentunya dapat berbagi ilmunya dengan orang lain, Ilmu
apapun yang mempunyai nilai kebaikan berbagilah dengan tetangga,
belajar bersama, contoh kecil di daerah rumah terdapat ibu-ibu atau
bapak-bapak yang buta huruf dan anak-anak yang tidak tamat sekolah
maka bagilah ilmu dengan mendidik mereka mengenai belajar
membaca, cara menulis, menghafal dan pengetahuan agama dan
lainnya yang bermanfaat untuk mereka bermanfaat di dunia maupun
diakhirat. Hidup itu singkat, tidak ada yang tahu kejadian 5 menit, 7
hari bahkan 1 tahun kemudian, seorang hamba hanya dapat berdoa
serta berikhtiar dengan cara yang baik dan sesungguhnya seorang
hamba yang beruntung adalah mereka yang memberikan manfaat
untuk orang lain hingga menjadi amal jariyah di akhirat kelak.
Sebagaimana Rasulullah Saw., telah bersabda yang terhimpun dalam
Shahih Bukhari nomor 6021 sebagai berikut:
60
د بن المنكدر، عن جابر ث ناحد بن عياش، ث نا علي حد ثن مم ان قال: حد أب و غس
هما عن النب صلى هلل عليو وسلم قال: كل معروف صدقة 15بن عبد اهلل رضي هلل عن
Artinya: “Dari Ali Ibnu A‟yyasin dari Abu Ghassan, dia berkata:
Muhammad bin Al-Munkadir menceritakan kepadaku dari Jabir
bin Abdillah R. a. dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Semua
yang ma‟ruf/kebaikan adalah sedekah” (H.R. Bukhari).
Sedekah tidak hanya berbentuk harta benda saja, senyumpun
sedekah, menolong makhluk Allah juga sedekah, teringat kepada
ucapan yang banyak dikenang dari seorang ulama karismatik di
Indonesia yaitu KH. Maimun Zubair yang mengatakan jika engkau
melihat seekor semut yang terpeleset dan jatuh ke dalam air, maka
tolongkah semut tersebut. Barangkali perbuatanmu itu menjadi salah
satu ampunan di akhirat kelak.
Selain itu salah satu faedah seseorang berbuat baik ialah dapat
mengenali dirinya sendiri jika telah berbuat baik kepada tetangganya
atau sebaliknya berbuat buruk pada tetangganya berdasarkan hadits
dari Jayyid Rasulullah Saw., bersabda “Jika kamu mendengar para
tetanggamu berkata bahwa kamu telah berbuat baik, maka kamu
memang telah berbuat baik. Namun, jika kamu mendengar mereka
berkata bahwa kamu berbuat buruk, maka kamu memang telah
berbuat buruk” (H.R. Imam Ahmad).
Sangat dianjurkan seseorang berintrospeksi atau koreksi
terhadap sikap untuk memperbaiki diri dengan meminta penilaian
kepada tetangga mengenai sikap dan perbuatan yang selama ini
dilakukan. Tindakan tersebut sangat baik karena seseorang harus
selalu mengukur diri dengan penilaian dari orang-orang sekitar,
15
Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, nomor 6021, juz VIII, op. cit, h. 105.
61
janganlah manusia menilai dirinya seakan sudah jadi pribadi yang
baik karena hal seperti itu mengakibatkan sombong dan angkuh.
Memperbaiki diri dan berbuat kebaikan adalah sifat yang
mulia yang berdampak positif untuk diri sendiri dan orang sekitar,
orang yang berbuat baik derajatnya ditinggikan dan mendapatkan
pahala, sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw., bersabda:
رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم، إذا كان نو قال:حديث أب موسى رضي اهلل ع
ائل، أو طلبت إليو حاجة قال: اشفعوا ت ؤجروا، وي قضي اهلل على لسان نبيو جاءه الس
16 صلى اهلل عليو وسلم، ما شاء
Artinya: “Abu Musa meriwayatkan dari ayahnya mungkin berkata,
“Apabila ada seseorang yang datang untuk meminta atau
memiliki kebutuhan, maka Rasulullah Saw., bersabda, „Berilah
pertolongan, niscaya kalian akan diberi pahala, dan Allah akan
memutuskan melalui lisan Rasul-Nya apa yang Dia
kehendaki.‟” (H.R. Bukhari).
Mengenai hadits ini Ibnu Hajar Al Asqalani memeberikan
penjelasan bahwa terdapat anjuran untuk melaksanakan kebaikan
mengaplikasikan melalui berbagai perbuatan seperti, menolong orang-
orang yang lemah, memberi bantuan kepada mereka yang kesulitan.
Kemudian mengenai kata pahala sebagaimana dalam Qur‟an Surah
An-Nisa ayat 85 terdapat kata كفل:نصيب dan dalam surah Al-Hadid
ayat 28 حتو كفلي من ر ي ؤتكم kiflun artinya bagian. Abu Musa berkata
“Kiflaini artinya dua kali lipat pahala dalam bahasa Habasyah”.17
16
Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, nomor 6028, juz VIII, op. cit, h. 106. 17
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari syarah Shahih Bukhari, terjemah Amiruddin,
Vol. 29, h. 175.
62
Hadits di atas bahwa Rasulullah SAW telah mengisyaratkan
seseorang untuk peka terhadap keadaan sekitar, sehingga apabila
tetangganya sedang berada dalam kesusahan, maka dengan senang
hati harus menolongnya. Membantu orang-orang miskin dan fakir atau
orang-orang secara finansial masih kurang. Niscaya pahala yang
berlimpa untuk orang-orang yang mengamalkannya. Sebagaimana
ungkapan Rachmat Djatnika, kedudukan tetangga hampir sama
dengan keluarga yang menjadi ahli waris, kedekatan hubungan
tetangga dalam kehidupan bermasyarakat dan hidup bertetangga,
seperti seseorang misalnya mendapat musibah, maka tetanggalah yang
lebih dulu datang memberikan pertolongan, kerabat walaupun dekat
tetapi ada di tempat jauh, sulit untuk datang
b. Memuliakan Tetangga
Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam kitab Al-Lu‟lu‟
Wal Marjan kedua ialah perilaku memuliakan tetangga, keterkaitan
antar tetangga hendaknya menjadikan keterikatan yang utuh
sebagaimana sebuah persaudaraan meski tidak satu nasab, berbeda
keyakinan, bahkan tidak saling mengenal mesti memberikan hak dan
kewajiban dengan perilaku yang sholeh. Prilaku memuliakan tetangga
adalah memuliakannya dengan sikap dermawan memberi bantuan
kepada tetangga, berbagi makanan yang sehat, atau hadiah, apapun
yang baik dan halal, dan digemari. Sama halnya apabila tetangga
bertamu ke rumah maka pemilik rumah hendaknya menyambutnya
dengan baik, melayaninya dengan langsung, memberikan hidangan,
tidak menunjukan sikap kesal atau marah, dan menjaga perkataan.
Memberikan makanan kepada tetangga hendaknya
memberikan kepada tetangga utamanya pintu terdekat, kemudian
untuk tetangga yang menerima makanan atau mendapatkan pemberian
dari tetangga tidak boleh menganggap remeh pemberian tetangganya.
63
Hendaknya seorang tetangga memberikan senyum dan merespon
pemberian tersebut dengan gembira walaupun hanya diberi sesuatu
yang tidak istimewa. Sebagaimana Rasulullah Saw., telah bersabda:
عن أب ىري رة قال: كان النب صلى هلل عليو وسلم ي قل: يا نساء المسلمت ل تقرن
18جارة لرتا،ولو فرسن شاة
Artinya: “Dari Abu Hurairah R.a, dia berkata Nabi Saw., bersabda
“Wahai perempuan-perempuan muslimah, janganlah seorang
tetangga menganggap remeh pemberian tetangganya meskipun
hanya berupa kaki kambing” (H.R. Bukhari).
Hadits di atas mengibaratkan kaki kambing sebagai objek
pemberian, ini menunjukan bahwa mencintai dan menyayangi
tetangga meskipun berupa sesuatu yang belum tentu bermanfaat,
untuk sebagian orang seperti orang-orang berkekurangan hadiah kecil
menjadi istimewa, kemudian meringankan orang-orang yang terbatas
untuk memberi, apapun yang akan diberikan dengan rasa ikhlas dan
ridho tetap menjadi kebaikan yang akan mendapatkan pahala
walaupun sebuah senyuman tetap menjadi sedekah.
Sampai kepada berbagi makanan Rasulullah menyeru untuk
memperhatikannya, pembagian makanan bahkan tidak hanya untuk
orang-orang muslim, namun juga untuk nonmuslim semua kalangan
harus diberi secara merata. Maka salah jika individu atau suatu
kelompok hanya perduli kepada tetangga yang mempunyai kesamaan
saja. Karena nabi pun bertetangga dengan orang-orang nonmuslim,
namun tetap memperlakukan dengan sama dalam memberikan
makanan. Dengan demikian kehidupan antar tetangga akan rukun
tidak ada jarak, dan jauh dari permasalahan yang menghalangi
keberlangsungan hidup manusia.
18
Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, nomor 6017, juz VIII, op. cit, h. 104.
64
Ada penjelasan mengenai teori dan aplikasi, dalam dunia
pendidikan seseorang yang sudah mengetahui tentang teori.
Umpamanya rukun wudhu dan bacaan wudhu maka harus dipraktikan
rukun dan bacaan wudhu itu dalam kehidupan sehari-hari, agar teori
dan aplikasi seimbang. Maka ketika seseorang sudah mengetahui teori
mengenai berbuat baik kepada tetangga alahkah indahnya untuk
mempraktikan langsung dengan kondisi lingkungan rumahnya,
sehingga menjadikan kebiasaan atau adat, serta menjadi pribadi yang
memiliki karakteristik baik dimata Allah dan manusia.
Jangan menyepelekan kebaikan dan jangan malu untuk berbuat
kebaikan sesungguhnya perbuatan baik adalah ladang manusia untuk
mendapatkan pundi-pundi pahala yang tak ternilai harganya, niat
berbuat baik saja sudah dihitung menjadi satu ganjaran apalagi
merealisasikannya. Maka dari itu jangan meremehkan kebaikan,
sebagaimana hadits ke-81 dalam kitab Al-Lu‟lu wal Marjan
disebutkan seseorang berniat kebaikan akan ditulis sesuai kebaikannya
dalam Shahih Bukhari kitab kebaikan (81), bab siapa yang berniat
kebaikan atau keburukan (31) bahwa Rasulullah Saw., bersabda:
هما عن الن ب صلى اهلل عليو وسلم، فيما ي روي عن حديث اابن عباس رضي اهلل عن
ذلك فمن ىم يئات، ث ب ي ربو عز وجل، قال: قال إن اهلل كتب احلسنات والس
فإن ىو ىم با ف عملها كتب ها اهلل بسنة ف لم ي عملها كتب ها اهلل لو عنده حسنة كاملة،
رة، ومن ىم بسيئة ف لم لو عنده عشر حسنات إل سبعمائة ضعف إل أضعاف كثي
عملها كتب ها اهلل لو سيئة ي عملها كتب ها اهلل لو عنده حسنة كاملة، فإن ىو ىم با ف
19 واحدة
19
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu‟lu wa al-marjanu fima ittifaqo‟alayhi asy-
syaykhani al-bukhariyyu wa muslimun, nomor 81, juz I, h. 25.
65
Artinya: “Ibnu Abbas berkata, “Nabi Saw., meriwayatkan dari Allah
Swt.,beliau bersabda, „Allah berfirman, „Sungguh, Allah telah
menetapkan kebaikan dan kejelekan kemudian menjelaskan
keduanya. Barang siapa berniat berbuat kebaikan namun tidak
mengerjakannya maka Allah mencatat untuknya satu kebaikan
sempurna. Dan jika ia berniat berbuat kebaikan lalu
mengerjakannya maka Allah mencatat baginya sepuluh
kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat, dan berlipat-lipat lebih
dari itu. Dan barang siapa berniat berbuat kejelekan namun
tidak sampai mengerjakannya maka Allah mencatat untuknya
satu kebaikan sempurna. Dan jika ia berniat melakuan
kejelekan lalu mengerjakannya maka Allah mencatatnya
sebagai satu kejelekan.” (H.R. Bukhari).
Hadits di atas memberitahukan bahwa setiap kebaikan dihitung
sebagai pahala sungguh ini merupakan bentuk kasih sayang Allah Swt.,
sebagai Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Begitu mulianya hidup
bersama-sama dengan tetangga selain dapat berinteraksi juga tempat
untuk mendapatkan pahala sebagai jaminan masuk surganya Allah Swt.
Manusia sebagai salah satu ciptaan Allah Swt., yang memiliki berbagai
keutamaan hendaknya memiliki tobiah yang baik.
c. Tidak Menyakiti Tetangga dengan Ucapan atau Perbuatan
Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam kitab Al-Lu‟lu‟
Wal Marjan ketiga ialah sikap untuk tidak menyakiti tetangga, dibalik
berbuat baik kepada tetangga, itu artinya tidak boleh melakukan
perbuatan yang dapat menyakiti mereka, seperti menghardik,
mencacinya, mengunjing sebagaimana dalam hadits ketika seorang laki-
66
laki bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah Saw.,
pemeluk Islam apakah yang utama?” jawab Rasulullah Saw., “Ialah
orang yang menjaga lisan dan tangannya tidak menggaggu kaum
muslimin.” (H.R. Bukhari)20
Menjauhi perkataan yang bisa menyakiti orang lain sebaiknya
dihindari karena bagaimanapun setiap perkataan yang diucapkan
merupakan sebuah do‟a maka ucapkapkanlah yang baik-baik sehingga
menjadi do‟a untuk diri sendiri dan orang lain juga tidak ada yang
tersakiti secara lisan. Lisan itu sifatnya lunak dan fleksibel seorang
bebas berbicara apapun tapi tidak untuk menyakiti orang lain.
Sebagaimana pepatah mengatakan lidahmu harimaumu perkataan yang
seorang ucapkan bila tidak bisa mengontrol akan berbalik menyerang.
Manusia yang beriman kepada Allah diperintahkan untuk tidak
menyakiti tetangga, selain dilarang mencaci, mengunjung, dan
menghardik tidak pula dengki dan burungsangka, hendaknya seorang
tetangga menjauhi perkara dengki dan burunksangka karena itu adalah
sebuah penyakit yang dapat memecah belah persaudaraan di lingkungan
rumah dan merusak interaksi sosial serta mempengaruhi cara berpikir
seseorang. Tuduhan-tuduhan sepele yang dirasa belum pasti
kebenarannya datangnya dari setan, menduga hal yang belum pasti ini
banyak terjadi di masyarakat sehingga menimbulkan peperangan seperti
adu mulut, saling hina bahkan bermain fisik sampai terluka. Larangan
untuk tidak dengki dan buruksangka adapula dalam Q.S Al-Hujurat ayat
12, Allah melarang hambanya untuk menacari-cari kesalahan orang
lain. Rasulullah Saw., bersabda yang artinya “Jauhilah prasangka,
sesungguhnya prasangka adalah perkataan yang paling dusta, jangan
mencari mencari-cari kesalahan dan jangan memata-matai, jangan
saling mendengki, dan jangan saling membenci, dan jangan saling
20
Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, nomor 11, juz I, op. cit, h. 10.
67
bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”
(H.R. Bukhari). 21
Setiap manusia yang memiliki kesadaran memiliki motivasi
yang tinggi untuk selalu memperbaiki ibadahnya, baik ibadah mahdah
maupun ghair mahdah keduanya harus seimbang karena salah satu
tujuan dari ibadah contohnya sholat, adalah tentram di dunia juga di
akhirat. Namun apabila seseorang beriman banyak melakukan ibadah
tetapi menyakiti tetangganya, itu perbuatan yang tidak dibenarkan oleh
agama sebagaimana hadits dari Sa‟id dari Abu Syuraih., Rasulullah
Saw., bersabda: “Demi Allah tidak beriman orang yang tetangganya
tidak merasa aman karena gangguannya/keburukannya.”(HR.
Bukhari).22
Hadits di atas relavan bagaimana kini terjadi konflik antar
tetangga hanya karena perbedaan agama, padahal mengganggu tetangga
saja sudah termasuk orang-orang tidak beriman, apalagi mengusirnya.
Dalam bertetangga umumnya tidak semua mendapatkan
lingkungan rumah yang baik pasti terdapat beberapa tetangga yang
berlawanan yang memiliki karakter dan pemahaman yang berbeda,
inilah ujiannya sebagai manusia dihadapkan dengan berbagai
perbedaan. Lalu bagaimana bila seseorang mendapatkan tetangga yang
tidak shalih Ibnu Hajar menyuruh untuk dicegah perbuatan buruknya
dengan perlakuan yang baik sebagaimana tingkatan amar ma‟ruf dan
nahi mungkar. Sebagaimana api yang panas dibalas dengan api maka
akan semakin membakar namun jika api dibalas dengan air akan padam
dan sejuk. Syekh Umar Baraja menambahkan apabila seseorang
bertetangga dengan orang yang buruk akhlaknya. Maka bersabar dan
tidak melakukan hal serupa agar selamat dan tidak memiliki tobiah dari
sifat buruknya. 23
21
Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, nomor 6064, juz VIII, op. cit, h. 116. 22
Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, nomor 6016 juz VIII, ibid, h. 103 23
Umar bin Ahmad Baraja, Al-Akhlak lil Banin, (Surabaya: Maktabah Muhammad bin
Ahmad, 1969), juz II, h. 49.
68
Indonesia adalah negara yang sudah terkenal dengan
penduduknya yang ramah. Ramah terhadap sesama penduduk maupun
orang asing. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa indentitas Indonesia
terkenal dengan beragam budayanya, jiwa keramahan dan kebaikan
harusnya dilestarikan selamanya sampai menjadi kebiasaan dan
mendarah daging. Perbedaan yang ada harus tetap utuh dijalani dengan
perbuatan baik.
Namun pada zaman modern ini kecanggihan teknologi
semakin meroket, ini merupakan tantangan manusia untuk mengontrol
diri dalam menggunakan sosial media. Seseorang bisa masuk penjara
karena komentar dengan menuliskan komentar buruk yang tidak
diterima oleh para pengguna sosial media hingga menimbulkan
keributan, kerusuhan, fitnah, buli dan lainnya yang dapat merugikan diri
sendiri juga orang lain. Rasul memerintahkan untuk menjaga lisan dari
perkataan buruk maka saat ini samahalnya mengontrol diri untuk tidak
mengetik, berkomentar, mengupload dan menyebar luaskan sesuatu
yang dapat memancing kemarahan dan keributan di sosial media. Saat
ini kecanggihan dunia teknologi juga membuat interaksi sesama
tetangga berkurang karena masing-masing sibuk dengan telepon
genggamnya. Dunia boleh modern benda-benda boleh canggih tapi
adab terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya tetap jadi kunci
utama suksesnya seseorang.
Allah menciptakan pendengaran, penglihatan kemudian
perasaan terlebih dahulu dalam Q.S. Al-Mulk ayat 23 itu karena
manusia diperintah untuk berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak,
berpikir panjang mengenai resiko yang akan diterima sebelum
mengucapkan suatu perkataan, juga pikirkan secara psikologi
bagaimana perasaan orang lain bila mendapatkan perkataan yang tidak
baik akankah menyakiti perasaannya atau tidak. Nabi Saw., juga
menganjurkan untuk diam, artinya ketika seseorang belum bisa
69
mengontrol perkataannya sebaiknya diam atau menahan lisan dan isi
dengan berdzikir.
Baik dan buruk memang sudah ketetapan dari yang Maha Esa,
itu semua berlawanan orang yang terbiasa mengucapkan kalimat yang
baik akan sulit untuk mengucapkan kalimat yang buruk, hendaknya
perkataan baik jadikan sebagai kebiasaan atau adat dalam kehidupan
dan melestarikannya sampai tua, sebagaimana norma-norma yang ada
di masyarakat seseorang yang perkataannya baik atau sopan itu
dibenarkan dan dijunjung tinggi baik dimasyarakat desa maupun kota.
Berkata baik tidak pandangbulu kepada orang yang lebih tua, muda,
anak-anak, muslim maupun nonmuslim, satu suku maupun beda ras dan
beda bahasa semua kalangan manusia hendaknya berkata yang baik.
Berkata baik dengan lemah lembut sebagaimana dalam hadits ke-1400
dalam kitab Al-Lu‟lu Wal Marjan, di Shahih Bukhari kitab perizinan,
bab bagaimana membalas salamnya ahlu dzimmah. Rasulullah Saw.,
bersabda:
ها، قالت: دخل رىط من الي هود على رسول اهلل صلى اهلل حديث عائشة رضي اهلل عن
ام عليك، ف فهمت ها. ف قلت: عل ام والعنة. ف قال رسول عليو وسلم ف قلوا: الس يكم الس
ب الرفق ف المر كلو. ف قلت: يا اهلل صلى اهلل عليو وسلم: مهل يا عائشة، فإن اهلل ي
ليو سلم: ف قد ق لت: وعليكم رسول اهلل أو ل تسمع ما قلوا؟ قال رسول اهلل صلى اهلل ع
Artinya: “Aisyah r.a. berkisah, “sekelompok orang Yahudi datang
menemui Rasulullah Saw., Mereka lalu berkata, „Assamu
„alaika (semoga kebinasaan atasmu))‟ aku memahaminya
maka aku menjawab, „Alaikumus sam wal la‟nah (semoga
kebinasaan dan laknat penimpa kalian))‟ Lalu Rasulullah
Saw., bersabda, „Tenanglah wahai Aisyah, sesungguhnya
Allah mencintai sikap lemah lembut pada setiap perkara.
70
„Aku berkata, „Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak
mendengar apa yang telah mereka katakana?‟ Rasulullah
Saw., menjawab, „Saya telah menjawab wa‟alaikum (dan
semoga atas kalian juga))‟‟ (H.R.Bukhari). 24
Mengenai hadits di atas Allah Swt., menyukai seorang hamba
yang bersikap lemah lembut, kemudian Nabi Saw., menyuruh Aisyah
R.a untuk bersikap lemah lembut saat kedatangan tamu orang-orang
Yahudi yang salah dalam memberikan salam, kendati demikian Nabi
Saw., memberikan pengertian atau menghargai kesalahan pengucapan
salam tamunya, Aisyah R.a. yang merespon dengan marah diberi
pengetahuan dan kemudahan untuk tidak terburu-buru menyalahkan
orang-orang Yahudi tersebut. Melihat dari sisi Nabi Saw., juga
memberitahu Aisyah R. a. dengan lemah lembut. Karena pada
dasarnya Aisyah pun belum tahu untuk bersikap seperti yang
seharusnya.
Lebih lanjut keseharian Nabi Muhammad Saw., dalam
bertetangga dengan Amr bin Hisyam atau disebut Abu Jahal dan Abu
Lahab bin Abdul Mutthalib yang merupakan paman Nabi Saw., beliau
mendapatkan perlakuan yang tidak baik seperti dicaci, difitnah dari
tetangga yang menolak untuk menyembah Allah Swt. Namun, Nabi
Saw tidak melawan dengan perlakuan yang keras tetapi dengan sabar,
perlakuan yang lemah lembut dan tetap menyerukan kebaikan. Allah
Swt. telah berfirman dalam Qur‟an Surah Az-Zumar ayat 10 yaitu
keistimewaan untuk orang yang sabar yang artinya “Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala
mereka tanpa batas.” (Qs. Az-Zumar: 10).
Bersabar tidak ada batasnya, karena sabar menjadi
pendamping ketika manusia sedang di uji, sabar menjadi penyebab
24
Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, nomor 6024, juz VIII, op. cit, h. 105.
71
pembebasan dan gangguan dari tetangga. Meskipun begitu tetangga
tetaplah manusia, semua manusia mempunyai salah dan lupa.
Bagaimanapun kondisisnya tetanggalah yang membantu saat sedang
tertimpa musibah, ketika rumah seseorang roboh karena tertiup angin
puting beliung atau angin puyuh yang siap siaga membantu adalah
tetangga mereka bergotong royong membantu merapihkan pundi-
pundi rumah dan lainnya, kemudian saat ada yang meninggal dunia
tetangga ikut bela sungkawa dan membantu jika muslim ikut
membantu memandikan, mengkapani, menshalatkan bahkan sampai
tahap terakhir yaitu menguburnya dengan baik dan memberikan doa-
doa yang baik. Maka dari itu bersyukurlah dalam hidup bertetangga,
karena banyak kebaikan di dalamnya dan hikmah, sebagaimana salah
satu prinsip Islam ialah manusia hidup saling berdampingan antar
makhluk dengan makhluk-Nya yang disebut hablumminannas atau
hubungan sesama manusia.
d. Menghormati dan Menghargai Tetangga dengan Tidak Melarang
Meletakan Kayu di Tembok Tetangga
Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam kitab Al-Lu‟lu‟
Wal Marjan keempat ialah sikap untuk menghormati tetangga, dalam
hadits memang memang tidak ada kosakata menghormati. Namun,
dilihat dari maknanya terdapat tindakan dari Abu Hurairah yang
membolehkan atau mengizinkan seorang tetangga untuk
menyandarkan kayunya kepada tetangganya. Hendaknya tetangga
yang menyandarkan kayu harus melihat pada situasi dan kondisi.
Keutamaan dalam mendapatkan izin tetangga juga perlu karena
seseorang memerlukan ridho sang pemilik dinding agar terhindar dari
kesalahpahaman.
Seorang tetangga bisa melihat kerelaan dari tetangganya
melalui prilaku atau sikap dalam menghadapi masalah. Namun tidak
72
ada salahnya seorang tetangga untuk ikut membantu kesusahan
tetangganya dengan rela dindingnya disandarkan kayu tetangganya,
melihat dari sisi kebaikan dan tolong menolong bila memang tidak
mengganggu maka tidak ada salahnya untuk membantu tetangga
sendiri. Berpikir positif dalam segala permasalahan tindakan sangat
baik karena dapat menghilangkan pikiran jahat yang dapat
menjauhkan seseorang dari perseteruan.
Sejalan dengan konflik yang sering terjadi pula antar tetangga
yaitu perebutan lahan yang karap sering terjadi di masyarakat.
Sebagaimana ingat lagi konflik ibu Siti dengan tetangganya yang
mencuci motor dipekarangan tetangganya, konflik ini dapat diambil
pelajaran seperti ini sebaiknya didiskusikan atau musyawarahkan
terlebih dahulu, untuk lebih detail kepemilikan lahan tersebut. dan
meminta keridhoan tetangganya untuk meminta izin terlebih dahulu
untuk mencuci dipekarangan tetangganya, sehingga kehidupan
tetangga tidak dibatasi oleh sebuah pekarangan, keperduliaan ini yang
harus dimiliki oleh setiap individu yang bertetangga.
Saat manusia ingin menggapai kebahagian di dunia dan di
akhirat banyak prilaku untuk menggapainya, ingatkah puncaknya
kebahagiaan adalah saat seseorang merasa senang karena telah
membuat orang-orang bahagia seperti orang tua yang bahagia karena
anak-anaknya gembira, begitupun sebaliknya seorang anak amat
bahagia ketika kedua orang tuanya atau keluarganya rukun. Karena
manusia mempunyai kasih sayang yang dapat memberikan
ketentraman bagi makhluk lain. Begitu istimewanya manusia hingga
Nabi Saw., bersabda untuk menyayangi saudara sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Anas, Nabi Muhammad Saw., bersabda:
73
ب لخيو حديث أنس عن النب صلى اهلل عليو وسلم قال: ل ي ؤمن أحدكم حت ي
ب لن فسو 25ما ي
Artinya: “Anas meriwayatkan bahwa Nabi Saw., bersabda: “Tidak
sempurna iman seseorang dari kalian hingga menyukai untuk
saudaranya sebagaimana ia menyukai untuk diri sendiri.” (H.R.
Bukhari)
Kata saudara yang terkandung dalam hadits di atas bukan
hanya terletak pada saudara kandung, tetapi juga saudara seiman, dan
seudara sesama manusia, karena dari Nabi Adam A.S. sampai kepada
Nabi Muhammad Saw., diutus untuk seluruh umat manusia. Dalam
hadits ini memberikan pesan besar untuk selalu menebar rasa cinta,
sebagaimana cintanya pada diri sendiri, sehingga seorang mu‟min
tidak dikatakan sempurna imannya jika tidak menyukai saudaranya.
Maka dari itu Islam sangat mengedepankan rasa solidaritas dalam
menjalin kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, sehingga hal
demikian itu adalah bentuk dari Islam rahmatan lil „alamin yaitu
rahmat bagi seluruh alam.
Konflik-konflik yang telah terjadi biarlah menjadi pelajaran dan
hikmah untuk kedepannya tidak lagi terjadi karena bagaimanapun
Nabi Muhammad SAW memberikan banyak pelajaran dan panutan
mealalui sabda-sabdanya agar seseorang selalu belajar untuk
memperbaiki diri menjadi lebih baik. Untuk itu penulis akan menulis
mengenai implementasi nilai-nilai sosial yang ada dalam hadits-hadits
di atas mengenai kehidupan bertetangga untuk dipraktikan para
pendidik, guru, serta orang tua dalam mendidik anak-anaknya untuk
mencegah terjadinya konflik-konflik sosial. Sebagaimana menurut
Abdullah Nashih Ulwan bahwa pendidikan sosial harus mengajari
25
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu‟lu wa al-marjanu fima ittifaqo‟alayhi asy-
syaykhani al-bukhariyyu wa muslimun, nomor 28, juz I, op. cit, h. 11.
74
anak semenjak kecilnya untuk berpegang pada etika sosial yang utama
dan dasar-dasar kejiwaan yang mulia, yang bersumber bersumber dari
akidah Islam dan keimanan yang tulus.
B. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Sosial dalam Hadits-hadits yang
termuat dalam kitab Al-Lu’lu wal Marjan dalam Kehidupan
Bertetangga
1. Berbicara dengan Sopan
Anak diajarkan untuk berbicara halus dan tidak boleh membentak
atau dengan intonasi yang tinggi, jika anak anak manja dan terpengaruh
lingkungan sosial sehingga dampaknya anak menjadi tidak sopan, namun
tetap harus dilanjutkan dan dilestarikan untuk memberikan pengertian dan
menegur apabila berbicara tidak sopan dan membentak. Orang tua serta
orang dewasa harus memiliki tobiah yang sopan karena anak meniru
prilaku dari orang lingkungan sekitarnya.
2. Bertingkah laku sopan
Anak didik untuk berprilaku sopan terhadap orang lain, misal saat
berjalan, meminta dan memberi, serta duduk dengan sopan. Tidak lupa
orang tua untuk memingatkan anaknya untuk bertingkah laku sopan.
Metode yang dipakai bisa memakai cara keteladanan baik keteladan orang
tua maupun memberikan pelajaran mengenai keteladanan Rosul.
3. Kepekaan sosial dan Emosi
Anak diberitahu dan dibiasakan untuk melihat fenomena yang ada
diluar rumah, seperti kejadian yang menimpa pada tetangganya sebaiknya
diajarkan untuk membantu dan diberikan penjelasan bahwa membantu
sesama manusia adalah baik, mengucapkan selamat kepada yang sedang
berbahagia, serta menahan diri dari gangguan orang lain, contoh ketika
diejek oleh seseorang hal yang pertama adalah mengontrol diri dengan
sabar, membaca do‟a, kemudian membiarkannya saja. Karena tegas Syekh
75
Umar Baraja jika perlakuan tersebut dibalas anak akan mempunyai tobiah
yang sama dengan yang mengejek. Cara yang ditempuh anak-anak diajak
bermain kerumah tetangga.
4. Membantu dan berbagi dengan orang lain
Dilingkungan rumah banyak teman-teman yang umurnya sebaya,
mereka biasa bermain bersama. Anak-anak diberi pengertian supaya
bermain yang baik, jujur, sopan, tidak boleh saling berebut dan bertengkar
harus saling berbagi dan membantu pada teman yang membutuhkan
pertolongan. Metode yang dipakai bisa bercerita (dongeng) mengenai
orang-orang yang suka membantu dan penghargaan bagi mereka yang
suka mengerjakan kebaikan, kemudian diajarkan langsung untuk
mengantarkan makanan kepada tetangga. Agar merasakan pentingnya
berbagi dengan orang lain.
5. Bekerjasama dengan Orang lain/teman
Ketika bermain atau berkumpul dengan teman orang tua harus
mengingatkan anak untuk saling bekerjasama, seperti kegiatan
membersihkan dan merapikan mainan bersama, ketika anak sedang
melakukan kegiatan lain bersama teman misal bermain air, tanah, atau
belajar, ibu mengingatkan anak untuk bekerja bersama supaya kegiatannya
lebih ringan dan cepat selesai. Anak bisa diajak bermain dan mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama seperti gotong royong secara sederhana di
lingkungan rumah.
6. Menghargai orang lain
Anak diajarkan untuk menghargai orang lain seperti saat anak sedang
bermain dengan teman sebayanya tidak mengganggun teman yang sedang
tidur karena bisa menangis dan pusiang. Tidak berebut dan saling
menyalahkan harus bermain bersama dan bergantian. Cara ini bisa
ditempuh dengan mengajak anak dan teman-temannya berdiskusi kecil,
76
dan bercerita dengan begitu misal anak diajarkan untuk menghargai
pendapat orang lain.
C. Kontribusi Nilai-nilai Pendidikan Sosial dalam Hadits-hadits yang
termuat dalam kitab Al-Lu’lu wal Marjan dalam Kehidupan
Bertetangga
1. Cara berpikir dan bertingkah laku
Berdasarkan nilai yang telah dianut, maka setiap persoalan dan
tantangan yang dihadapi individu atau kelompok harus berdasarkan nilai
tersebut. Sebagaimana hadits-hadits sebagai salah satu dasar pedoman
dalam menghadapi kehidupan dengan tentram dan bersama-sama
membangun pembangunan baik secara fisik maupun mental. Seperti
berbuat baik kepada setiap makhluk, berbicara yang baik, berprilaku
sopan, menghargai orang lain, agama serta kelompok lain dan nilai-nilai
sosial lainnya yang menjadi pengarah dalam bertteraksi dengan makhluk
sosial.
2. Alat pengawas dan daya pikat
Setiap yang ada di Indonesia harus menyesuaikan dengan karakter
luhur pancasila, dan orang yang beragama Islam tentu juga harus sesuai
dengan tuntunan Nabi SAW dengan berbagai macam warna atau bangsa
yang majemuk ini, diperlukan pengawasan sehingga jika melanggar nilai-
nilai akan menimbulkan sanksi bagi pelanggarnya. Seperti pembunuhan,
tindakan asusila dan lain-lain.
3. Alat solidaritas di kalangan anggota masyarakat
Hadits-hadits yang telah ada pada zaman Nabi Muhammad SAW,
peran sebagai alat solidaritas karena dulu zaman nabi sudah beragam
macam suku, agama dan budaya, seperti suku Quraisy, Bani Aus, Bani
Asad, Azd, Bani Ghassan dan masih banyak lagi, matan hadits yang berisi
cara untuk membantu, berbagi, dan hidup bersama-sama dengan kelompok
77
lain dan bertetangga dengan siapapun.sebagaimana pula bangsa Indonesia
yang beragam dan majemuk ini bersatu dengan menjunjung nilai-nilai
sosial dalam hadits-hadits yang menjunjung solidaritas keberagamaan
negara.
4. Internalisasi nilai
Hadits-hadits juga sebagai penghayatan dari nilai-nilai moral sebagai
unsur penting pembentuk nilai-nilai luhur kehidupan. Sebagai inti dari
pembentukan karakter bangsa yang ada pada domain akhlak, cara berpikir
dan tingkahlaku makhluk sosial dalam berprilaku atau berinteraksi dengan
individu atau kelompok lain.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari rumusan masalah di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
nilai-nilai pendidikan sosial, implementasi dan kontribusinya yang ada
dalam hadits-hadits kehidupan bertetangga yang termuat dalam kitab Al-
Lu’lu’ Wal Marjan adalah sebagai berikut:
1. Nilai-nilai pendidikan sosial dalam hadits-hadits kehidupan
bertetangga yang termuat dalam kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan adalah
pertama, berbuat baik kepada tetangga, seperti membantu tetangga
saat terkena musibah, ikut berbahagia atas kesuksesannya,
menjenguk ketika tetangga sakit, berbela sungkawa saat bersedih.
Kemudian yang kedua yaitu memuliakan tetangga adalah sikap
untuk saling berbagi dengan sesama tetangga seperti memeberikan
makanan kepada tetangga meski hanya makanan mesti hanya
kuahnya atau kaki kambing, menjamunya ketika bertamu kerumah,
memberikan tumpangan, memberi hadiah, baik tetangga yang
muslim maupun nonmuslim harus disamaratakan dalam pemberian
tegasnya jika yang muslim diberi daging sapi maka yang nonmuslim
juga sama. Ketiga ialah tidak menyakiti tetangga dengan ucapan dan
perbuatan, tetangga diperlakukan dengan baik, tidak dicela, di hina,
di lempari batu, tidak mengasusial dan tidak membunuh tetangga,
jikalau memang mendapat perlakuan yang buruk dari tetangga maka
hadapi dengan sabar, bijaksana, tidak membalas keburukannya agar
tidak memiliki sifat buruk sepertinya. Sedangkan yang terakhir yaitu
menghormati dan menghargai tetangga dengan tidak melarang
meletakan kayu di tembok tetangga merupakan nilai pendidikan
sosial yang dasarkan pada hati yang bersih dan ikhlas. Memberikan
79
toleransi kepada tetangga dan bekerjasama untuk kepentingan
bersama. Mempermasalahkan benda di dunia tidak ada artinya
karena semua benda itu tidak dibawa mati hanya jiwa dan yang
bersih yang dibawa mati.
2. Implementasi nilai-nilai pendidikan sosial dalam hadits-hadits
kehidupan bertetangga yang termuat dalam kitab Al-Lu’lu’ Wal
Marjan adalah sikap regenerasi untuk anak bangasa yang akan
datang agar menghindari dan cara menghadapi konflik-konflik
kehidupan sosial. dalam praktiknya banyak metode dan cara salah
satunya adalah diberikan keteladanan mengenai cara berprilaku yang
baik dengan teman sebaya, orang yang lebih tua, atau kelompok lain
dengan teknik mengjarkan dan melatih langsung untuk memberikan
makanan kepada tetangga, membantu tetangga, berinteraksi dengan
tetangga dan diberikan pedoman mengenai apa yang diperbolehkan
dan apa saja yang dilarang.
3. Kontribusi nilai-nilai pendidikan sosial dalam hadits-hadits
kehidupan bertetangga yang termuat dalam kitab Al-Lu’lu’ Wal
Marjan adalah sebagai pedoman yang harus dipegang dan
dipraktikan oleh masyarakat yang bertetangga dan bermasyarakat
sebagaimana nilai-nilai itu mengikat macam-macam suku, agama,
kelompok untuk bersatu saling bersolidaritas membantu satu sama
lain dan bekerja sama untuk menjadi pribadi yang berkembang dan
menambah kualitas Negara Indonesia.
80
B. Saran
Sangat penting dalam pendidikan di Indonesia untuk melestarikan
nilai-nilai pendidikan sosial dalam hadits-hadits kehidupan bertetangga.
Karena menyakut keberlangsungan hidup manusia, dengan perkembangan
sosial yang sangat tinggi perlu adanya pengetahuan yang cukup dalam
menghadapi perkembangan tersebut. Kondisi ruh dan dan raga yang
seimbang yang terutama hubungan dengan Rabbnya dan interaksinya
dengan sesama makhluk-Nya akan menunjukan timbal balik bagi
kemajuan seorang individu dan masyarakat. Begitupun ketika modernisasi
dalam masyarakat yang memiliki sisi berbeda dalam segi pandangan,
keyakinan, suku, ras dan budaya yang beragam dan semakin berkembang
namun tetap memperhatian adab sosial dan pandangan hidup yang baik
sehingga terbentuknya masyarakat yang saling kerjasama maka bangsa ini
akan semakin berkembang dan sejahtera.
81
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani, Sosiologi Skematika dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Abdullah, Dinamika Sosiologis Indonesia; Agama dan Pendidikan dalam
Perubahan Sosial, Yogayakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 2015
Abdul, Ramli Wahid dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap; Ilmu
Hadits, Medan: Perdana Publishing, 2011
Adianto, Gautama. Video: Beda Pandangan Politik, Wanita Aniaya Tetangga,
Liputan6.com.
Aditia, Desi Ningrum. Gara-gara sengketa tanah, bapak dan anak bunuh
tetangga, Merdeka.com.
Adi, Rianto Sosiologi Hukum; Kajian Hukum secara Sosiologis, Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2012
Aisyah, St. BM, “Konflik Sosial dalam Hubungan antar Umat Beragama”, Jurnal
Dakwah Tabligh, vol. 15, no. 2,
Arif, Mukhrizal dkk. Pendidikan Posmodernisme: Telaah Kritis Pemikiran Tokoh
Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2014.
Arifin, M. Noor. Ilmu Sosial Dasar, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Ahmad, Umar bin Baraja, Al-Akhlak lil Banin, Surabaya: Maktabah Muhammad
bin Ahmad, 1969.
Al-Bukhari, Abdullah. Shahih Bukhari, Beirut: Dar Al-Fikr, t.t.
Bagus, Ida Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma, Jakarta: Prenada
Media Group, 2012
82
B. Uddin, Sore dan Sobirin, Kebijakan Publik, Makasar: CV. Sah Media, 2017.
Bertens, K. Etika, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007
Daimah dan Setyo Pambudi, “Pendekatan Sosiologi dalam Kajian Pendidikan
Islam”, Jurnal Pendidikan Islam, vol. 9, no. 2, 2018.
Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Kencana, 2010
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Djatnika, Rachmat. Sistem Etika Islami Akhlak Mulia, Jakarta: Panjimas, 1996.
Daryanto, Teori Komunikasi, Malang, Gunung Samudera, 2014
Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta; redaksi CAPS,
2011.
El, Sa‟diyah Adawiyah. Buku Ajar Human Relations, Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2012.
Fatah, Abdul Jalal, Azas-azas pendidikan Islam, Bandung: CV. Diponegoro, 1998
Fitiah, Muh dan Luthfiyah. Metodologi Penelitian; penelitian kualitatif, tindakan
kelas dan studi kasus, Sukabumi: CV Jejak, 2017.
Fitria, Susi Dewi. Sosiaologi Politik, Yogyakarta: Gre Publishing, 2017.
Fuad, Muhammad Abdul Baqi, Al-Lu’lu wa al-marjanu fima ittifaqo’alayhi asy-
syaykhani al-bukhariyyu wa muslimun, Beirut: Dar Al-Fikr, 2002.
Hajar, Ibnu Al Asqalani. Fathul Baari syarah Shahih Bukhari, terjemah
Amiruddin,
Haryanto dkk., Metode Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah, Jakarta:
Kedokteran EGC, 2000
Hamzah, Ridho Nilai-nilai Kehidupan dan Resepsi Masyarakat, Cianjur: Puspida,
2016
83
Hesti, Joan. dkk, Kelompok Sosial, Klaten: Cemp.aka Putih, 2018.
H. Ari Gunawan. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Ibung, Dian Mengembangkan Nilai Moral pada Anak, Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo, 2009
Immaculata, Maria Ririk Winandari, dkk. “Pengaruh Kehidupan Bertetangga
Terhadap Perubahan Ruang Terbuka di Perumahan di Yogyakarta” AGORA
Jurnal Arsitektur, Vol. 15, No. 2, 2015.
Iqbal, Muhammad. Fiqh siyasah, Jakarta: Kencana, 2014.
Jalaluddin, Fiqih Remaja, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.
Daniel Juned, Ilmu Hadis; Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, Medan:
Erlangga, 2010
Kartasapoetra, G. dan Hartini, Kamus Sosiologi dan Kependudukan Jakarta: Bumi
Aksara, 2007.
Kinanthy, Maryam Nareswari, Dosa-dosa yang tak disadari Wanita, Yogyakarta:
Mutiara Media, 2014
Koentjaraningrat, Bunga Rampai Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004
Machfud Agus Fauzi, dkk., “Sosiologi Keluarga pada Partisipasi Politik Pemilih
Pemula”, Jurnal Pendidikan Sosiologi, vol. 9, no. 1, 2019.
Maidin, Sabir. “Keutamaan Hidup Bertetangga” Jurnal Al-Qadau, Vol. 4, No. 2,
2017.
Martono, Nanang Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern,
Posmodern, dan Poskolonial, Jakarta: Rajawali Pers, 2014
Misbah, Muhammad. Pengantar Studi Fikih Islam, terjemah dari kitab Al-
Madkholu Lidirosatilfiqhi Al-Islami oleh Muhammad Yusuf Musa. Jakarta:
Al-Kautsar, 2014.
Muhsin, Bertetangga dan Bermasyarakat dalam Islam, Jakarta: Al-Qalam, 2004.
84
Muhtar, Tatang dkk., Internalisasi Nilai Kesalehan Sosial, Sumedang: UPI
Sumedang Press, 2018
M. Elly Setiadi. dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana, 2017.
Monto, Laode Bauto, “Perspektif Agama dan Kebudayaan dalam Kehidupan
Masyarakat Indonesia”, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, vol. 23, no. 2, 2014.
Naim, Ngainun dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan
Aplikasi, Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.
Najib, Ahmad Burhani, Menemani Minoritas, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2019
Nashih, Abdullah „Ulwan. Tarbiyatul Aulad fil Islam terjemah oleh Arif Rahman
Hakim, Solo: Insan Kamil, 2012.
Ngalim, M. Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Rosda,
2007.
Oetama, Jakob Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi, Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2001
Persada, Syailendra. Sebab Cekcok Beda Capres Berujung Maut: Rakyat
Hanya Alat Politik, Tempo.co.
Purba, Jonny Pengelolaan Lingkungan Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005
Raga, Rafael Maran, Pengantar Sosiaologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 2013.
Razak, Yusron (ed.). Sosiologi Sebuah Pengantar, Jakarta: Laboratorium
Sosiologi Agama, 2008.
Ajat Rukajat, Pendekatan Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: CV. Budi Utama,
2018
Samho, Bartolomeus. Visi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Yogyakarta:
Kanisius, 2013.
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto, Teori-teori Kebudayaan, Yogyakarta:
Kansius, 2005
85
Soyomukti, Nurani. Teori-Teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-
Sosialis, Postmodern, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta: Kanisius,
1973.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Granfindo
Persada, 1999.
Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata,
Jakarta: Visimedia, 2008.
Sriastuti, Nur Supriadi. “Hadits Tentang Menghormati Tetangga dan Aplikasinya
pada Masyarakat Desa Karella Kecamatan Mare Kabupaten Bone” Skripsi
UIN Alauddin Makassar, 2017.
Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rineka
Cipta, 1991.
Sudrajat, Ajat. “Pendidikan Moral dalam Perspektif Islam”, Jurnal Ilmu Sejarah,
2012.
Sudiarja, Agama dizaman yang Berubah, Yogyakarta: Kanisius, 2006
Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Suparlan, Parsudi Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya, Jakarta: CV.
Rajawali, 1984
Sumadiria, Haris Sosiologi Komunikasi Massa, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014
Sumarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1993.
Susan, Novri Sosiologi Konflik: Teori-teori dan Analisis, Jakarta: Kencana, 2019
Suyahmo, Filsafat Pancasila, Semarang: Magnum Pustaka Utama, 2014
Syafii, Moh. Cerita Warga di Jombang Lompati Tembok Tetangga agar Bisa
Keluar Rumah, Kompas.com.
86
Syahidin, Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, Jakarta: CV. Misaka Ghaliza,
1999.
Sztompka, Piotr Sosiologi Perubahan Sosial, terjemah dari buku The Sosiologyof
Social Change oleh Alimandan, Jakarta: Prenada, 2004
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Surabaya:
Usaha Offset Printing, 1981.
Tonny, Fredian Nasdian (ed.). Sosiologi Umum, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2015
Ulya, Furqon Himawan, Diusir dari Desa karena Agama, Bagaimna mencegah
Intoleransi di Tengah Warga, Bbc.com
Vembrianto, St. Pendidikan Sosial, Yogyakarta: Paramita, 1981.
Wahyuning, Wiwit Mengkomunikasikan Moral kepada Anak, Jakarta: PT. Alex
Media Komputido, 2003
Wahyuni, Agama dan Pembentukan Struktur Sosial, Jakarta, Prenada Media
Group, 2018
West, Richard dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi, terjemah dari
buku Introducing Comunnication Theory: Analysis and Application oleh
Maria Natalia Damayanti Maer, Jakarta: Salemba Humanika, 2007.
Ya'qub, Hamzah. Etika Islam, Bandung: Diponegoro, 1996.
Yulianthi, Ilmu Sosial Budaya Dasar, Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2015