Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI
PERINGATAN TAHUN BARU HIJRIYAH
(Studi Perspektif pada Masyarakat Desa Traji Kecamatan
Parakan Kabupaten Temanggung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
RUDI TRIYO BOWO
NIM. 11111082
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI
PERINGATAN TAHUN BARU HIJRIYAH
(Studi Perspektif pada Masyarakat Desa Traji Kecamatan
Parakan Kabupaten Temanggung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
RUDI TRIYO BOWO
NIM. 11111082
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
iii
v
MOTTO
“DADIO WONG SENG BISO RUMONGSO, OJO
NGANTI DADI WONG SENG RUMONGSO BISO”
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
Kedua orang tua Bapak Saryono dan Ibu Sumirah tersayang yang
telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan kesabaran
Bapak KH. Nasafi, M.Pd, orang yang selalu mendidikku dan
membimbingku
Bapak Dr. Muh. Saerozi, M.Ag. yang telah membimbing skripsiku
mulai dari awal hingga akhir dengan penuh kesabaran
Keluarga besar SD Negeri Mranggen Kidul yang telah memberi
dukungan dan motivasi
Jajaran pemerintah desa Traji dan masyarakat desa Traji pada
umumnya
Bapak Jupriyono beserta keluarga yang selalu memberi bantuan
dalam pelaksanaan penelitian
Teman-temanku Munir, gus Rifki, Mizin, Cholis, Mat Rokhim,
Harjo, Reteng, Iqur dan semua yang tidak bisa penulis sebut
satu per satu
Keluarga besar pondok pesantren Nurul Asna lainnya yang tidak
dapat saya sebut satu persatu
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robil‟alamin, segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas
kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang
tiada terhingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Nilai-Nilai
Pendidikan Islam dalam Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah (Studi
Perspektif Pada Masyarakat Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten
Temanggung)”.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad s.a.w, kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya
yang setia yang mana beliaulah sebagai Rosul utusan Allah untuk membimbing
umat manusia dari zaman jahiliyah sampai pada zaman yang modern ini.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam
Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah (Studi Perspektif Pada Masyarakat Desa
Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung).
Penulisan skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
ix
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan (FTIK)
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Kajur Pendidikan Agama Islam
(PAI)
4. Bapak Dr. Muh. Saerozi, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali
berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan
layanan serta bantuan.
7. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengasuh, mendidik,
membimbing serta memotivasi kepada penulis, baik moral maupun
spiritual.
8. Bapak Tumarno selaku kepala desa Traji Kec. Parakan, Kab.
Temanggung beserta seluruh jajaran pemerintah desa Traji
9. Mbah Suwari sebagai juru kunci sendang Sidhukun beserta seluruh
masyarakat desa Traji pada umumnya
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga
dapat terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya
diterima disisi Allah SWT.
11.
xi
ABSTRAK
Rudi Triyo Bowo. 2015. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Peringatan
Tahun Baru Hijriyah (Studi Perspektif pada Masyarakat Desa Traji
Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung) Skripsi Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Dr. Muh.
Saerozi, M.Ag.
Kata kunci: Nilai, Pendidikan, Tradisi, Tahun Baru Hijriyah
Penelitian ini membahas tentang Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam
Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah (Studi Perspektif Pada Masyarakat Desa
Traji Kec. Parakan Kab. Temanggung). Fokus yang dikaji dalam penelitian ini
adalah Bagaimana sejarah dilaksanakan peringatan tahun baru hijriyah,
bagaimana tahapan ritual dan persepsi masyarakat sekitar tentang ritual peringatan
tahun baru hijriyah di desa Traji, Kec. Parakan, Kab. Temanggung serta adakah
nilai-nilai pendidikan Islam dalam peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji,
Kec, Parakan, Kab. Temanggung. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui sejarah dilaksanakan peringatan tahun baru hijriyah, tahapan ritual
dan persepsi masyarakat sekitar tentang ritual peringatan tahun baru hijriyah serta
untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam peringatan tahun baru
hijriyah di desa Traji, Kec, Parakan, Kab. Temanggung.
Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan
sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai instrumen
langsung dan sebagai pengumpul data dari hasil observasi yang mendalam serta
terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil diambil dari
para informan/responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain
data-data tersebut merupakan keterangan dari para informan, sedangkan data
tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh
dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah
data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan
dan tahap akhir dari analisa data ini adalah mengadakan keabsahan.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan diperoleh hasil penelitian sebagai
berikut: pencetus dilaksanakan tradisi peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji
adalah dalang Garu, tahapan ritual adalah persiapan; dilakukan sebelum acara
kirab, pelaksanaan; dimulainya kirab dan ritual upacara yang dilakukan di
sendang Sidukun, penutup; seluruh prosesi ritual di ditutup dengan pementasan
wayang kulit. Persepsi sebagian besar masyarakat sekitar mempercayai bahwa
dengan melaksanakan ritual peringatan tahun baru hijriyah akan mendatangkan
keberkahan dan kebaikan dan apabila tidak diadakan tradisi tersebut maka sesuatu
yang buruk akan menimpa.
Nilai pendidikan Islam dalam tradisi peringatan tahun baru hijriyah di desa
Traji adalah nilai pendidikan tentang sejarah, nasehat kebaikan, persatuan dan
kesatuan serta nilai pendidikan kearifan lokal. Nilai persatuan dan kesatuan sangat
penting mengingat masyarakat desa Traji yang terdiri dari berbagai macam agama
dan kepercayaan, hal ini dapat menjadi contoh dalam kerukunan antar beragama
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
ABSTRAK ............................................................................................................. x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Fokus Penelitian ......................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
D. Kegunaan Penelitian .................................................................................. 5
E. Penegasan Istilah ....................................................................................... 6
F. Metode Penelitian....................................................................................... 8
G. Sistematika Penulisan .............................................................................. 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Nilai Pendidikan Islam............................................................................. 15
1. Pengertian Nilai ................................................................................. 15
xiii
2. Pengertian Pendidikan........................................................................ 17
3. Jenis Pendidikan................................................................................. 19
4. Pengertian Pendidikan Islam.............................................................. 20
B. Peringatan Tahun Baru Hijriyah dalam Tradisi Jawa .............................. 22
1. Tahun Hijriyah.................................................................................... 22
2. Sejarah dan Hubungan Tahun Hijriyah dan Tahun Jawa................... 23
3. Penyebab Pensakralan Bulan Muharam............................................. 27
4. Peringatan Tahun Baru Hijriyah dalam Budaya Jawa........................ 29
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Monografi..................... 31
1. Luas Wilayah dan Kondisi Geografis ................................................ 31
2. Penduduk ........................................................................................... 32
B. Kondisi Lokasi Penelitian ........................................................................ 35
1. Kondisi Sosial Kemasyarakatan Desa Traji ....................................... 35
2. Kondisi Sosial Pendidikan Masyarakat Traji ..................................... 36
3. Kondisi Sosial Keagamaan Desa Traji ............................................... 37
4. Kondisi Budaya Masyarakat Desa Traji ............................................ 38
C. Temuan Penelitian..................................................................................... 39
1. Latar Belakang Peringatan Tahun Baru Hijriyah di Desa Traji.......... 39
2. Asal Mula Diadakannya Upacara Tradisi Satu Sura .......................... 43
3. Prosesi Pelaksanaan Ritual.................................................................. 45
4. Pertunjukan Wayang Kulit.................................................................. 51
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis Hasil Temuan ............................................................................. 53
1. Persepsi Masyarakat tentang Tradisi PeringatanTahun Baru
Hijriyah .............................................................................................. 53
2. Bentuk Pelaksanaan Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah .......... 54
B. Nilai-nilai Pendidikan Dalam Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah di
Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung...................... 56
1. Nilai Pendidikan tentang Sejarah....................................................... 56
2. Nilai Pendidikan Nasehat .................................................................. 56
3. Nilai Pendidikan Persatuan dan Kesatuan.......................................... 57
4. Nilai Pendidikan Kearifan Lokal........................................................ 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 61
B. Saran........................................................................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 KALENDER SAKA ....................................................................... 24
TABEL 2.2 KALENDER HIJRIYAH ................................................................. 25
TABEL 2.3 KALENDER JAWA ATAU KALENDER SULTAN AGUNG ... 26
TABEL 2.4 HARI PADA KALENDER SAKA, KALENDER
HIJRIYAH, KALENDER JAWA, KELENDER MASEHI .............................. 27
TABEL 3.1 JENIS PEKERJAAN ....................................................................... 30
TABEL 3.2 SARANA PENDIDIKAN ................................................................ 32
TABEL 3.3 SARANA IBADAH ......................................................................... 32
TABEL 3.4 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA .................... 33
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang penduduknya terdiri dari
berbagai macam agama, suku, bangsa, adat, keyakinan dan kebudayaan.
Mereka tersebar diseluruh wilayah Indonesia mulai dari ujung Sabang
sampai Merauke. Salah satu suku yang ada di negara ini adalah suku Jawa.
Suku Jawa merupakan salah satu suku yang mempunyai berbagai macam
kekayaan dan keunikan dalam melaksanakan adat istiadat serta
kebudayaan mereka. Salah satu kebudayaan jawa yang dilaksanakan
secara teratur adalah peringatan tahun baru hijriyah.
Dalam kepercayaan orang jawa, tahun baru Hijriyah yang jatuh
pada malam 1 Muharram atau sering disebut dengan malam 1 Sura
memiliki makna spiritual sebagai perwujudan perubahan waktu yang
diyakini akan berdampak pada kehidupan manusia (Sholikhin, 2010: 12).
Pada tanggal tersebut juga merupakan salah satu hari besar bagi umat
Islam dan di tetapkan sebagai hari libur nasional (Partokusumo, 1995:
236). Menurut pandangan hidup orang Jawa saat-saat terjadinya perubahan
tahun baru tersebut, diperlukan suatu laku ritual yang berupa introspeksi
diri. Secara historis peringatan 1 Muharram merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari sistem nilai mistik dan keyakinan orang Jawa
(Sholikhin, 2010: 4).
Bagi sebagian besar orang, khususnya orang Jawa malam 1
Muharam atau 1 Sura mempunyai arti dan nilai yang di anggap penting
dan sakral. Nilai adalah suatu konsep abstrak mengenai masalah dasar
yang sangat penting dan bernilai dikehidupan manusia atau sebuah konsep
mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat
kepada beberapa masalah pokok dikehidupan keagamaan yang bersifat
suci sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga
masyarakat bersangkutan (TPKBBI, 2008: 615).
Tahun baru Hijriyah dirayakan oleh sebagian umat Islam dengan
berbagai acara yang berbeda dari tempat satu dengan tempat yang lain.
Salah satu daerah yang mempunyai tradisi perayaan yang unik adalah
Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. Satu sura
dilaksanakan dengan tradisi ritual upacara adat Kirab Pengantin dan
pagelaran wayang kulit. Pelaksanaan upacara adat Kirab Pengantin
dilakukan setiap tanggal 1 Muharram/Sura pukul 18.00 WIB. Pada saat
itulah Kepala Desa layaknya sepasang pengantin dikirab menuju
Sendhang Sidhukun. Selanjutnya pada malam tanggal 2 Sura dilaksanakan
ritual pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Pagelaran wayang kulit
merupakan puncak dalam tradisi ritual upacara adat Kirab Pengantin 1
Sura di Desa Traji.
3
Menurut Masyarakat setempat tradisi ini bermula dari kisah
legenda dalang wayang kulit yang bernama Ki Dalang Garu dari Desa
Beringin yang didatangi orang berpakaian bangsawan yang memintanya
mementaskan wayang kulit pada malam 1 Sura. Konon orang yang
berpakaian bangsawan kerajaan tersebut adalah penunggu dari sendang
Sidukun (Prasurvei, 22 Oktober 2014)
Walaupun tidak mengetahui asal mula dan kapan di mulainya
tradisi tersebut masyarakat desa Traji, mereka rutin memperingat malam 1
Muharram dengan hikmat dan penuh kepercayaan. Menurut Pak Suwari
selaku juru kunci Sendang Sidukun tradisi upacara adat Kirab Pengantin 1
Muharram di Desa Traji ini bersifat turun temurun dan ini merupakan
perwujudan interaksi antara budaya Islam dan budaya Jawa. Tradisi
upacara adat Kirab Pengantin 1 Muharram Desa Traji memiliki akar
sejarah yang panjang, tetapi untuk sementara ini belum ada sumber baik
lisan ataupun tertulis yang mampu memberikan keterangan kapan tradisi
upacara adat 1 Sura di Desa Traji itu mulai berlangsung (Prasurvai, 22
Oktober 2014).
Dari berbagai macam alasan dan uraian di atas penulis tertarik dan
ingin mengangkatnya dalam bentuk skripsi dengan judul “nilai-nilai
pendidikan Islam dalam tradisi peringatan tahun baru hijriyah
(studi perspektif pada masyarakat desa Traji kecamatan Parakan
kabupaten Temanggung)”.
B. Fokus Penelitian
Di dalam merumuskan fokus penelitian, perlu adanya sistematika
analitik untuk mencapai sasaran yang menjadi objek kajian, sehingga
pembahasan akan lebih terarah pada pokok masalah. Hal ini dimaksudkan
agar terhindar dari pokok masalah yang tidak ada kaitannya. Adapun fokus
penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sejarah peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji,
Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung?
2. Bagaimanakah tahapan ritual peringatan tahun baru hijriyah di Desa
Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung?
3. Bagaimana persepsi masyarakat sekitar tentang ritual peringatan tahun
baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten
Temanggung?
4. Adakah nilai-nilai pendidikan Islam dalam peringatan tahun baru
hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian yang telah diuraikan di atas, peneliti
bertujuan:
1. Untuk mengetahui sejarah peringatan tahun baru hijriyah di Desa
Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.
2. Untuk mengetahui tahapan ritual peringatan tahun baru hijriyah di
Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.
5
3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat sekitar tentang ritual
peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan,
Kabupaten Temanggung.
4. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam peringatan tahun
baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten
Temanggung.
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
menambah wawasan, pengetahuan, dan memberikan kegunaan untuk
mengetahui pelaksanaan berbagai ritual peringatan tahun baru hijriyah
di Desa Traji Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Akademik
Hasil penelitian dapat berguna untuk melestarikan nilai-
nilai tradisi dan budaya yang terdapat di Indonesia secara kritis.
b. Manfaat bagi lembaga
1) Menambah perbendaharaan refrensi dalam perpustakaan IAIN
Salatiga.
2) Merupakan sumber informasi bagi mahasiswa yang ingin
meneliti lebih lanjut tentang nilai-nilai pendidikan Islam
c. Bagi Masyarakat Desa Traji
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan pertimbangan
atau masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah Desa Traji dalam
rangka melestarikan kebudayaan daerah.
2) Untuk menjaga dan membentengi kemurnian keimanan umat
Islam yang masih belum bisa meninggalkan budaya ritual adat
perayaan tahun baru hijriyah agar tidak terjerumus kedalam
pengartian secara musyrik.
E. Penegasan Istilah
Untuk menhindari kekaburan dan salah dalam penafsiran serta
memahami makna dari istilah yang digunakan penulis maka penulis
memberikan beberapa pengertian yang terkandung, yaitu:
1. Nilai Pendidikan Islam
Nilai adalah suatu konsep abstrak mengenai masalah dasar
yang sangat penting dan bernilai dikehidupan manusia atau sebuah
konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga
7
masyarakat kepada beberapa masalah pokok dikehidupan keagamaan
yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku
keagamaan warga masyarakat bersangkutan (TPKBBI, 2008: 615).
Menurut Surayin (2007: 374) nilai adalah kemampuan yang
dipercayai yang ada pada suatu benda atau hal untuk memuaskan
manusia. Nilai juga diartikan kualitas suatu hal yang menjadikan hal
itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi
objek kepentingan (Sjarkawi, 2009: 29).
Menurut Sudirman Dkk (1991: 04), “Pendidikan berarti usaha
yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk
mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi
dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih
tinggi dalam arti mental”.
Sedangkan menurut Roqib (2009: 21), pendidikan Islam adalah
proses perubahan menuju arah yang lebih positif dalam pengembangan
jasmaniah dan rohaniah berdasarkan atas ajaran Islam untuk mencapai
kepribadian muslim yaitu kepribadian yang di dalamnya tertanam
nilai-nilai Islami sehingga perilakunya sesuai dengan ajaran Islam.
Dari berbagai pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
nilai pendidikan islam adalah suatu konsep mengenai masalah dasar
yang sangat penting dan bernilai yang melekat dan sejalan dengan
pendidikan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam ajaran
islam.
2. Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah
Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun dari nenek
moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat (TPKBBI, 2008:
959). Tradisi juga dapat di artikan sebagai wujud gagasan kebudayaan
yang terdiri dari nilai budaya, norma-norma, hukum serta aturan yang
satu dengan yang lain berkaitan menjadi suatu sistem yaitu simtem
budaya (Koentjaraningrat, 2003: 239). Dalam hal ini tradisi tidak dapat
di pisahkan dari budaya yang di laksanakan suatu sistem tersebut.
Peringatan tahun baru hijriyah adalah memperingati pergantian
tahun hijriyah yang dilakukan setiap awal tahun. Sedangkan kalender
tahun hijriyah adalah tahun yang berdasarkan penanggalan perputaran
rotasi bulan terhadap bumi sering di sebut juga dengan tahun
Qamariyah. Tahun hijriyah diawali dengan bulan Muharam, yang oleh
Sultan Agung dinamakan sebagai bulan Sura. Dalam sistem Islam
sendiri, bulan ini di pandang sebagai bulan haram atau bulan suci.
Pada bulan ini larangan perang terhadap kaum kafir Quraisy di cabut.
Bagi kaum Syiah, muharam merupakan bulan ratapan atas kematian
Husein bin Ali bin Abi Tholib (Sholikhin, 2010: 23).
F. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami obyek
penelitian. Metode sebagai contoh dinyatakan dalam bentuk-bentuk
penelitian, antara lain metode survei, metode kasus (sering disebut studi
9
kasus), metode sejarah dan metode eksperimen, dan sebagainya
(Subyantoro, 2006: 65). Untuk mempermudah penelitian dalam
pengumpulan data dan menganalisis data, maka penulis menggunakan
metode dan pendekatan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang berbentuk
kualitatif yaitu penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik,
bahwa datanya ditanyakan dalam keadaan sewajarnya atau
sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak merubah dalam
bentuk simbol-simbol atau bilangan sehingga dalam penelitian ini
peneliti menggambarkan peristiwa maupun kejadian yang ada
dilapangan tanpa mengubahnya menjadi angka maupun simbol
(Nawawi, dan Martini, 1996: 174)
Sedangkan pendekatan penelitian yang dipakai adalah
pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data
diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan orang-orang dan
perilaku yang dapt diamati dan diarahkan pada latar alamiah dan
individu tersebut secara holistik (menyeluruh) (Moleong, 2002 :3).
Dengan pendekatan kualitatif ini mencoba peneliti
menggambarkan proses tradisi dan ritual peringatan tahun baru
hijriyah yang dilaksanakan masyarakat desa Traji serta nilai-nilai
pendidikan islam yang terdapat disalamnya.
2. Kehadiran Peneliti
Penelitian kualitatif perhatiannya lebih banyak ditujukan pada
pembentukan teori substantif berdasarkan konsep-konsep yang timbul
dari data empiris. Dalam penelitian kualitatif peneliti merasa “tidak
tahu apa yang tidak diketahui”, sehingga desain penelitian yang
dikembangkan selalu merupakan kemungkinan yang terbuka akan
berbagai perubahan yang diperlukan dan lentur terhadap kondisi yang
ada di lapangan pengamatannya (Zuriah, 2007: 91).
Kehadiran peneliti dalam penelitian ini bertindak sebagai
instrumen sekaligus pengumpul data. Hal ini dimaksudkan untuk
mempertegas peran peneliti sebagai pengamat penuh. Kehadiran
peneliti di perayaan tahun baru hijriyah berperan sebagai subjek atau
informan. Dimaksudkan untuk mempermudah dan mengawal jalannya
proses penelitian lapangan.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Traji Kecamatan Parakan
Kabupaten Temanggung. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian
diantaranya:
a) Daerah dengan kondisi sosial yang baik dan mudah dijangkau.
b) Salah satu kawasan Jawa Tengah yang masih kental terhadap
budaya Jawa.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
11
Dari sumber data yang telah dihimpun di lapangan, maka
jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang
merupakan bentuk luar dari ciri-ciri yang teramati yang membantu
dalam memahami interpretasi yang diberikan informan. Data yang
merupakan interpretasi yang dikemukakan oleh informan, yaitu
data yang dihimpun, yang berhubungan dengan ritual tradisi
peringatan tahun baru hijriyah, kehidupan beragama, nilai-nilai
kebudayaan Islam dan aktifitas kegiatan masyarakat pada desa
Traji dalam tradisi peringatan tahun baru hijriyah.
b. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian
ini diambil dari:
1) Data primer adalah data yang didapatkan melalui narasumber,
yaitu kepala desa, tokoh agama, serta melalui informan (tokoh
pemuda, dan tokoh masyarakat). Selain itu, data tersebut
diperoleh melalui pengamatan lapangan (pada waktu
pelaksanaan tradisi peringatan tahun baru hijriyah).
2) Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber-
sumber yang mendukung seperti dokumentasi, arsip desa dan
referensi yang berkaitan dengan penelitian.
5. Prosedur Pengumpulan Data
a. Wawancara mendalam dan langsung kepada narasumber dan
informan.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data berupa
sejarah dilaksanakannya peringatan tahun baru hijriyah di desa
Traji, upaya masyarakat mempertahankan tradisi, unsur-unsur
ritual yang terkandung dalam nilai-nilai pendidikan Islam dan
tujuan dilaksanakannya.
b. Observasi langsung terlibat (participant observation).
Metode ini digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta
empirik yang tampak (kasat mata) dan guna memperoleh dimensi-
dimensi baru untuk pemahaman konteks maupun fenomena yang
diteliti yang digunakan untuk mendapatkan data mengenai
kehidupan beragama dan kegiatan aktivitas-aktifitas kebiasaan
pada masyarakat di Desa Traji
c. Dokumentasi.
Metode ini merupakan pengumpulan data yang
mendukung kegiatan penelitian, seperti data asal usul Desa Traji,
letak wilayah, kondisi geografis, kependudukan, sosial budaya,
fasilitas sosial, struktur pemerintahan desa, dan kehidupan
beragama, lebih singkatnya potret masyarakat desa Traji.
6. Analisis Data
Setelah semua data terkumpul dan dihimpun, selanjutnya di
lakukan analisis data. Dalam penelitian kualitatif, data yang terkumpul
di analisis setiap waktu secara induktif, selama penelitian berlangsung
dengan mengolah bahan empirik (synthesizing), supaya dapat
13
disederhanakan ke dalam bentuk yang lebih mudah. Analisis data
dalain penelitian ini, menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu
dengan menghubungkan dan menafsirkan hasil data kemudian
memberi kesimpulan induktif berdasarkan dengan kualitas atau mutu.
Analisis ini juga disebut dengan analisis data kualitatif, yaitu data yang
berhubungan dengan katagorisasi, karakteristik.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Agar data mempunyai validitas, rehabilitas dan objektivitas
yang tinggi, perlu dilakukan triangulasi data. Triangulasi data adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu yaitu triangulasi sumber, metode dan
teori (Moleong 2011: 178).
Dalam penelitian ini hanya dilakukan triangulasi sumber yaitu
membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif.
8. Tahap-tahap Penelitian
Beberapa urutan bagian yang dijadikan pedomen dalam
pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut:
a. Persiapan meliputi penyusunan proposal, pengurusan penelitinan,
dan penyusunan jadwal kegiatan.
b. Pengumpulan data meliputi wawancara, pengumpulan dokumen
dan penelaahan dokumen yang terkumpul.
c. Analisi data meliputi : analisis awal, reduksi data, analisi data
temuan, pengayaan dan pendalaman dan merumuskan kesimpulan.
d. Penyusunan laporan meliputi penyusunan laporan sementara (draf)
penilaian laporan penelitian sementara, perbaikan laporan dan
penyusunan laporan akhir.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika dalam penulisan skripsi ini dipakai sebagai aturan yang
saling terkait dan saling melengkapi, adapun sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi
Operasional Metode Penelitian meliputi Metode Pemilihan
Subyek, Metode Pengumpulan Data, Metode Analisa Data serta
Sistematika Penulisan
BAB II Kajian Pustaka
A. Tinjauan tentang Peringatan Tahun Baru Hijriyah
B. Tinjauan tentang Nilai Pendidikan Islam
BAB III Hasil Penelitian, berisi gambaran umum Desa Traji, Keadaan
Sosial Masyarakat, serta Tradisi Peringatan Tahun Baru
Hijriyah di Desa Traji
15
BAB IV Analisis Data, meliputi analisis tentang Nilai Pendidikan Islam
dalam Tradisi Peringatan tahun Baru Hijriyah serta
Pembahasan
BAB V Penutup
Dalam bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan dan saran.
Diakhiri dengan daftar pustaka, serta lampiran-lampiran yang
dapat mendukung laporan penelitian ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Nilai Pendidikan Islam
1. Pengertian Nilai
Menurut Darmadi (2009: 27) nilai diartikan sebagai sesuatu
yang berharga, yang dianggap bernilai, adil, baik dan indah serta
menjadi pedoman atau pegangan diri. Nilai juga diartikan sebagai
suatu sasaran sosial atau tujuan sosial yang dianggap pantas dan
berharga untuk dicapai (Sagala, 2006: 237). Adapun nilai yang
dimaksud disini adalah norma yang berlaku dalam masyarakat. Nilai
juga dapat menjadi suatu ukuran baik atau buruk suatu hal yang
dilakukan seseorang.
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, artinya di
dunia ini dalam melakukan sesuatu manusia pasti membutuhkan orang
lain. Dalam hal ini setiap manusia bukan hanya sekedar membantu
manusia lain tetapi juga saling menilai antara satu dengan yang
lainnya. Proses penilaian tersebut berlanjut dari generasi satu ke
generasi berikutnya maka selanjutnya terbentuk norma dan nilai yang
berlaku dalam suatu masyarakat.
Sifat-sifat nilai menurut Sjarkawi (2009: 31) adalah sebagai
berikut:
17
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan
manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal
yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya,
orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi
kita tidak bisa mengindrakejujuran itu. Yang dapat kita indra
adalah kejujuran itu.
b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung
harapan, cita-cita dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki
sifat ideal. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai
landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan.
Semua orang berharap mendapatkan berperilaku yang
mencerminkan nilai keadilan.
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia
adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan
didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya, nilai
ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang
terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan, yang
menyebabkan terdapat bermacam-macam nilai, antara lain:
a. Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut
Sjarkawi (2009: 29) adalah:
1) Nilai moral
2) Nilai sosial
3) Nilai undang-undang
4) Nilai agama
b. Dilihat dari kemampuan jiwa manusia untuk menangkap dan
mengembangkan, nilai dapat dibedakan menjadi dua yakni:
1) Nilai yang statis, seperti kognisi, emosi, dan psikomotor.
2) Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi,
motivasi berafiliasi, motivasi berkuasa.
Pembagian nilai-nilai dari segi ruang lingkup hidup manusia
sudah memadai sebab mencakup hubungan manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, karena itu nilai ini juga mencakup nilai-nilai ke-
Tuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan.
2. Pengertian Pendidikan
Dalam kehidupan pendidikan merupakan salah satu hal paling
pokok yang harus dilakukan oleh manusia agar manusia bisa selamat
dunia dan akhirat. Istilah pendidikan sering disama artikan dengan
pengajaran. Dalam bahasa Arab pendidikan disebut dengan istilah
tarbiyah yang berasal dari kata kerja rabba, sedang pengajaran dalam
bahasa Arab disebut dengan islilah ta`lim yang berasal dari kata kerja
`allama (Roqib, 2009: 14). Makna pengajaran sendiri adalah proses
transfer ilmu dari pengajar kepada siswa yang diajar.
Dalam agama Islam, pendidikan sangat penting dan ditekankan
kepada umatnya. Sebab pendidikan akan mengangkat derajat bagi
19
orang-orang yang berilmu, diterangkan dalam Al-Qur‟an surat Al-
Mujadalah ayat 11 menyebutkan:
Artinya:
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (Kementrian Agama RI, 2013: 543)
Pendidikan sendiri memiliki makna lebih luas dibandingkan
dengan pengajaran. Menurut Achmadi (1987: 5) Pendidikan adalah
tindakan sadar yang bertujuan untuk memelihara dan membangun
fitrah serta potensi manusia menuju kesempurnaan insani (insan
kamil). Pendidikan juga merupakan proses kegiatan yang dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan seirama dengan perkembangan
anak.
Sedangkan Hasan Langgulung (1992: 17) berpendapat
pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia. Pendidikan
adalah suatu tindakan sosial yang dimungkinkan berlakunya melalui
suatu jaringan hubungan-hibungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan
inilah bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan-peranan
individu di dalamnyalah yang meentukanwatak pendidikan disuatu
masyarakat.
3. Jenis Pendidikan
Menurut Haidar Nawawi (1993: 185-204) jenis pendidikan
dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Pendidikan Nonformal
Pada umumnya pendidikan nonformal tidak dibagi atas
jenjang, waktu penyampaian diprogram lebih pendek, usia siswa di
sesuatu kursus tidak perlu sama, berorientasi studi jangka pendek
agar segera mendapatkan hasil pendidikannya dalam praktek kerja,
materi pelajaran lebih banyak yang bersifat praktis dan khusus,
merupakan respon daripada kebutuhan khusus yang mendesak,
credentials (ijazah dan sebagainya) umumnya kurang berperan.
b. Pendidikan Formal
Selalu dibagi atas jenjang yang memiliki hierarkis, waktu
penyampaian diprogram lebih panjang atau lebih lama,usia siswa
di satu jenjang relatif lebih homogen khususnya pada jenjang-
jenjang permulaan, para siswa umumnya berorientasi studi untuk
jangka waktu yang relatif lama, materi pelajaran pada umumnya
bersifat akademis dan umum, merupakan respon dari kebutuhan
umum dan relatif jangka panjang, credentials berperan penting
pada penerimaan siswa.
c. Pendidikan Informal
21
Pendidikan ini biasanya dilaksanakan melalui pendidikan
keluarga, dengan menempatka ayah dan ibu sebagai pendidik
kodrati dengan dibantu oleh anggota keluarga lainnya. pendidikan
informal juga menjadi pendidikan awal dan dasar bagi seorang
anak dalam perjalanan hidupnya.
4. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah proses perubahan menuju arah yang
lebih positif dalam pengembangan jasmaniah dan rohaniah
berdasarkan atas ajaran Islam untuk mencapai kepribadian muslim
yaitu kepribadian yang di dalamnya tertanam nilai-nilai Islami
sehingga perilakunya sesuai dengan ajaran Islam (Roqib, 2009: 21).
Pendidikan Islam pada pelaksanaannya dilakukan berdasarkan
ajaran dan tuntunan Islam. Penekanan pendidikan Islam bukan hanya
sekedar ilmu saja, akan tetapi juga pendidikan moral dan tingkah laku
agar subjek didik tersebut bisa menjadi insan kamil serta selamat di
dunia dan akhirat
Menurut Achmadi (1992: 25) fungsi Pendidikan Islam ada
tiga:
a. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati
diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran Ilahi,
sehingga tumbuh kreatifitas yang benar.
b. Menyucikan diri manusia dari syirik dan berbagai sikap hidup
dan perilaku yang dapat mencemari fitrah kemanusiaannya
dengan menginterlasikan nilai-nilai insani dan illahi pada
subjek didik
c. Mengembangkan ilmu untuk menopang dan memajukan
kehidupan baik individu maupun sosial
Menurut Roqib (2009: 21) penekanan pendidikan Islam ada
tiga hal yaitu :
a. Suatu upaya pendidikan dengan menggunakan metode-metode
tertentu, khususnya metode pelatihan untuk mencapai
kedisiplinan mental peserta didik
b. Bahan pendidikan yang diberikan kepada anak didik berupa
bahan materiil, yakni berbagai ilmu pengetahuan dan spiritual,
yakni sikap hidup dan pandangan hidup yang dilandasi niali
etis Islam
c. Tujuan pendidikanyang ingin dicapai adalah mengembangkan
manusia yang rasional dan berbudi luhur, serta mencapai
kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur dalam
rengkuhan ridha Allah swt.
Hal senada juga diutarakan oleh Azumardi Azra (1999: 5).
Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan
hatinya, rohani dan jasmaninya; akhak dan keterampilannya. Karena
pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dan perang,
dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala
kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.
23
Pendapat lain mengenai Pendidikan Islam diutarakan oleh Nur
Ahid (2010: 11). Pendidikan Islam adalah pengenalan dan pengakuan
tempat-tempat yang secara berangsu-angsur ditanamkan kedalam
manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di
dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat tuhan
yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.
Dari beberapa pendapat mengenai Pendidikan Islam diatas
dapat kita simpulkan bahwa Pendidikan Islam itu adalah pembentukan
kepribadian muslim. Dari satu segi, pendidikan Islam itu lebih banyak
ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam
amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain.
Di segi lainnya, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja,
tetapi juga praktis. Oleh karena itu pendidikan Islam adalah sekaligus
pendidikan iman dan pendidikan amal.
B. Peringatan Tahun Baru Hijriyah dalam Tradisi Jawa
1. Tahun Hijriyah
Salah satu kemajuan yang berhasil dicapai pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin Khatab adalah pembuatan kalender
atau penanggalan Hijriyah. Penanggalan Hijriyah dimulai pada tahun
yang didalamnya terjadi hijrah nabi Muhamad saw dari Makah menuju
Madinah, dengan demikian penanggalan hijriyah diberlakukan mundur
17 tahun. Tanggal 1 Muharam tahun 1 Hijriyah jatuh pada hari Kamis
tanggal 15 Juli 622 Masehi (Khazin, 2004: 112).
Berbeda dengan penanggalan Masehi yang perhitungannya
melalui lama revolusi Bumi terhadap matahari, penanggalan tahun
Hijriyah berdasarkan lama revolusi bulan terhadap bumi. Menurut
Muhyiddin Khazin (2004: 112) satu kali edar bulan terhadap bumi
lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik. Untuk menghindari
pecahan maka ditentukan bahwa umur bulan ada yang 30 hari dan ada
pula yang 29 hari, yaitu bulan ganjil berumur 30 hari dan bulan genap
berumur 29 hari kecuali pada bulan 12 (Dzulhijjah) pada tahun kabisah
berumur 30 hari.
2. Sejarah dan Hubungan Tahun Hijriyah dan Tahun Jawa
a. Sejarah Tahun Jawa
Banyak asumsi salah yang beredar di masyarakat yang
mengatakan bahwa kalender Jawa sama dengan kalender Saka,
padahal kedua kelender tersebut jelas berbeda. Tahun saka dimulai
tanggal 15 Maret tahun 78 Masehi, permulaan kalender tersebut
konon pada saat mendaratnya Ajisaka di pulau Jawa. Adapula yang
mengabarkan bahwa permulaan itu adalah saat Ajisaka naik tahta
di India. Ajisaka adalah tokoh mitologi yang konon menciptakan
huruf Jawa (Partokusumo, 1995: 221).
25
Berbicara mengenai Tahun Jawa, maka hal tersebut tidak
akan terlepas dari masa Sultan Agung tentang perubahan kalender.
Bermula pada adanya pengaruh kontrol dari keraton yang kuat,
sehingga hal itu melatarbelakangi revolusioner Sultan Agung
dalam upayanya mengubah sistem kalender Saka (perpaduan Jawa
asli dengan Hindu) menjadi kalender Jawa yang merupakan
perpaduan kalender Saka dan kalender Hijriyah (Islam). Pada
waktu kalender saka berjalan sampai akhir 1554 diteriskan dalm
kalender sulta Agungyang dimulai pada tahun 1555, padahal dasar
perhitunganya berbeda. Kalender saka menggunakan peredaran
marahari sedangkan kalender Sultan Agung menggunakan bulan
sebagai dasar perhitungannya (Partokusumo, 1995: 223). Oleh
sebab itu pada tahun 2015 Masehi sama dengan 1436 Hijriyah
sedangkan tahun Jawa memasuki tahun 1948 dan 1937 pada tahun
Saka.
Perubahan sistem kalender tersebut terjadi pada tanggal 1
Sura tahun Alip 1555, tepat pada tanggal 1 Muharram tahun 1043
Hijriyah, atau tanggal 8 Juli tahun 1633 Masehi dan harinya adalah
pada Jum‟at Legi (Partokusumo, 1995: 223). Tindakan Sultan
Agung dapat dikatakan revolusioner, karena dalam perhitungan
kalendernya berbeda dengan tahun Saka yang sampai waktu itu
dipakai oleh masyarakat Jawa.
b. Hubungan Kalender Saka, Kalender Hijriyah dan Kelender Sultan
Agung/Jawa
Perhitungan kalender Saka dengan dasar Solar/Matahari
atau Syamsisah, sedang kalender Jawa Sultan Agung berdasarkan
Lunar/Bulan atau Qomariyah seperti sistem Kalender Hijriyah
(Partokusumo, 1995: 225). Nama-nama bulan pada kalender Saka,
kalender Hijriyah dan kelender Sultan Agung/Jawa masing-masing
memiliki nama yang berbeda, begitu juga jumlah hari dan
umurnya, berikut perbedaan dari ketiga kalender tersebut:
a. Kalender Saka (Partokusumo, 1995: 221)
Tabel 2.1 Kalender Saka
No Nama Bulan Waktu Waktu
1 Srawana 12 Juli-12 Agustus 32 hari
2 Bhadra 13 Agustus-10 September 29 hari
3 Asuji 11 september-11 Oktober 31 hari
4 Kartika 12 Oktober-10 Nopember 30 hari
5 Posya 11 Nopember-12 Desenber 32 hari
6 Margasira 13 Desember- 10 Januari 29 hari
7 Magha 11 Januari-11 Pebruari 32 hari
8 Phalguna 12 Pebruari-11 Maret 29 hari
9 Cetra 12 Maret-11 April 31 hari
10 Wesakha 12 April- 11 Mei 30 hari
11 Jyesta 12 Mei-12 Juni 32 hari
12 Asadha 13 Juni-11 Juli 29 ari
b. Kalender Hijriyah (Partokusumo, 1995: 224)
Tabel 2.2 Kalender Hijriyah
27
No Nama Bulan Waktu
1 Muharam 30 hari
2 Syafar 29 hari
3 Rabi`ulawal 30 hari
4 Robi`ulakhir 29 hari
5 Jumadilawal 30 hari
6 Jumadilakhir 29 hari
7 Rajab 30 hari
8 Sya`ban 29 hari
9 Ramadhan 30 hari
10 Syawal 29 hari
11 Dzulqa`dah 30 hari
12 Dzulhijjah 29 hari
c. Kalender Jawa atau kalender Sultan Agung (Partokusumo,
1995: 224)
Tabel 2.3 Kalender Jawa atau Kalender Sultan Agung
No Nama Bulan Waktu tahun Jawa ke
1,2,6,7 2,4,8 5
1 Suro 30 30 30
2 Sapar 29 29 30
3 Mulud 30 30 29
4 Bakda Mulud 29 29 29
5 Jumadilawal 30 30 29
6 Jumadilakhir 29 29 29
7 Rejep 30 30 30
8 Ruwah 29 29 29
9 Pasa 30 30 30
10 Sawal 29 29 29
11 Dulkangidah 30 30 30
12 Besar 29 30 30
d. Hari pada kalender Saka, Kalender Hijriyah, Kalender Jawa,
Kelender Masehi (Partokusumo, 1995: 229)
Tabel 2.4 Hari pada kalender Saka, Kalender Hijriyah,
Kalender Jawa, Kelender Masehi
No Kalender
Saka Hijriyah Jawa Masehi
1 Radite Ahad Ahad Minggu
2 Soma Itsnain Senen Senin
3 Anggara Tsalatsa Selasa Selasa
4 Budha Robi` Rebo Rabu
5 Wrespati Khomis Kemis Kamis
6 Sukra Jumuah Jumaat Jumat
7 Saniscar Sab`ah Sabtu Sabtu
3. Penyebab Pensakralan Bulan Muharam
Bulan Muharram dalam kalender Jawa disebut dengan bulan
sura. Nama Sura berasal dari kata Asyura, Asyura berasal dari kata
Asyara yang artinya sepuluh. Yang dimaksud dengan hari Asyura
adalah hari ke sepuluh pada bulan Muharram.
Dalam kepecayaan Islam jawa bulan Sura memiliki berbagai
sebab sehingga sebagian masyarakat Islam Jawa menyakralkannya,
sebab-sebab tersebut antara lain (Sholikhin, 2010: 28-30)
29
a. Pada bulan Muharam tepatnya pada tanggal 10 merupakan
peringatan hari pertama bagi dunia baru, setelah terjadi bencana
banjir dan badai topan pada zaman nabi Nuh. Pada tanggal 8
Muharram, perahu nabi Nuh merapat di bukit Judi, gunung Ararat
di Turki. Pada tanggal 10 Muharram nabi Nuh dan pengikutnya
yang selamat dari perahu dan memulai kehidupan di dunia yang
baru.
b. Tanggal 1 Muharram merupakan awal ekspedisi hijrah nabi
Muhamad dari Makah ke Madinah. Memang Rasulullah
melakukan hijrah dua bulan berikutnya tepatnya pada tanggal 12
Rabi`ul awal tahun 1 H mamasuki kota Madinah setelah hampir 12
hari menempuh perjalanan di malam hari. Akan tetapi ekspedisi
hijrah sudah di mulai beberapa waktu sebelumnya. Ustman, Zaid,
Hamzah dan para sahabat lainnya diperintah nabi Muhamad untuk
berangkat pada malam 1 Muharram.
c. Sultan Agung memprakarsai bahwa bulan Muharram menjadi
bulan awal tahun baru bersama-sama antara Islam dan Jawa.
Sebagian masyarakat Jawa pada bulan ini adalah bulan kedatangan
Aji Saka di tanah jawa dan membebaskan masyarakat jawa dari
cengkraman makhluk-makhluk raksasa yang menjajah masyarakat
jawa. Selain itu bulan ini juga dipercayai sebagai bulan kelahiran
huruf Jawa.
d. Sebagian masyarakat bagian selatan pulau jawa meyakini ada
kaitannya antara bulan Muharram dengan ratu penguasa pantai
selatan, atau lebih di kenal dengan ratu kidul
e. Dalam sejarah islam pada tanggal 10 Muharram terdapat peristiwa
yang sangat mengharukan bagi umat islam . pada bulan ini terjadi
peristiwa pembantaian terhadap Sayyidina Husein bin Ali bin Abi
Thalib yang lebih dikenal dengan peristiwa Qarbala.
4. Peringatan Tahun Baru Hijriyah dalam Budaya Jawa
Masyarakat Indonesia dalam melakukan ritual lebih cenderung
kepada paham paganistik hindu yang di kenal sebelumnya (Amin,
2002: 300). Selain itu nuansa animisme dan dinamisme masih terlihat
sangat kental. Hal tersebut terlihat dengan adanya berbagai macam
sesaji yang digunakan dalam pelaksanaan prosesi peringatan.
Di dalam masyarakat masih sangat akrab dengan apa yang
disebut dengan sajen atau sesaji. Sajen atau sesaji pada masing-masing
daerah memiliki bentuk, tata cara dan kelengkapan yang berbeda-beda
bahkan sangat spesifik sesuai dengan kekayaan wilayahnya.
Khusus dalam kebudayaan Jawa sebagian masyarakat yang
menganggap bahwa bulan sura penuh dengan hal-hal mistis.
Pemahaman tersebut ternyata berbeda dengan pemahaman masyarakat
Keraton Mataram Ngayokyakarta dan Kasunanan Surakarta. Di
kalangan keraton dan kasunanan tersebut, bulan sura dimaknai sebagai
bulan yang suci atau bulan yang penuh rahmat. Artinya, pada bulan
31
sura orang harus melakukan instropeksi diri dan melakukan laku
maladihening atau mendekatkan diri dengan Tuhan yang Maha Esa
(Giri, 2010: 53).
Selain di keraton Ngayogyakarta dan kasunanan Surakarta
peringatan tahun baru hijriyah juga banyak dilakukan sebagian
masyarakat jawa diberbagai tempat dengan tradisi dan prosesi yang
berbeda-beda antara daerah satu dengan yang lainnya.
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Monografi
Bagaimana kondisi dan keadaan lokasi objek penelitian sehingga
terwujud akan adanya kesesuaian realitas sosial dengan data yang
menggambarkan tentang kondisi yang terjadi dilapangan, maka perlu
untuk dideskripsikan profil objek penelitian berdasarkan data monografi
desa Traji kecamatan Parakan kabupaten Temanggung tahun 2015 sebagai
berikut
1. Luas Wilayah dan Kondisi Geografis
Luas wilayah keseluruhan desa Traji adalah 166.905 Ha. Terdiri
dari sawah atau tanah persawahan, tegalan dan tanah pekarangan. Desa
Traji dibagi menjadi 4 dusun yaitu dusun Kauman, Gamblok, Grogol
dan dusun Karang Senen. Desa Traji berada pada 1500 M diatas
permukaan laut dan dikelilingi perbukitan membuat tanah di desa Traji
sangat subur.
Batas wilayah desa Traji:
a. Utara : Desa Karanggedong
b. Timur :Desa Tegalsari
c. Selatan: Desa Tegalroso
d. Barat : Tegalsari
33
2. Penduduk
Jumlah keseluruhan penduduk desa Traji bulan Juli 2015 adalah
1.597 kepala keluarga dengan komposisi menurut kelompok
umur sebagai berikut:
a. Menurut jenis kelamin
1) Laki-laki : 1684 orang
2) Perempuan : 1840 orang
Jumlah : 3524 orang
b. Menurut kelompok umur
1) Kelompok pendidikan
a) 0 – 04 tahun : 265 orang
b) 05 – 09 tahun : 246 orang
c) 10 – 14 tahun : 270 orang
2) Kelompok tenaga kerja
a) 15 – 19 tahun : 252 orang
b) 20 – 39 tahun : 1.083 orang
c) 40 – 60 tahun : 1.027 orang
d) > 60 tahun : 381
3) Jenis pekerjaan
Tabel 3.1 Jenis Pekerjaan
NO PEKERJAAN LK PR JUMLAH
1 Belum/tidak bekerja 359 353 712
2 Mengurus rumah tangga 485 485
3 Pelajar/mahasiswa 294 281 575
4 Pensiunan 12 7 19
5 Pegawai negeri sipil 26 21 47
6 Tentara nasional indonesia 1 1
7 Kepolisian RI 2 2
8 Perdagangan 18 21 39
9 Petani/pekebun 169 139 308
10 Peternak 1 1
11 Konstruksi 3 3
12 Transportasi 2 2
13 Karyawan swasta 136 101 237
14 Karyawan bumn 4 3 7
15 Karyawan honorer 3 3 6
16 Buruh harian lepas 402 205 607
17 Buruh tani/perkebunan 78 81 159
18 Buruh nelayan/perikanan 1 1 2
19 Pembantu rumah tangga 1 1
20 Tukang cukur 1 1
21 Tukang listrik 1 1
22 Tukang batu 12 1 13
23 Tukang kayu 8 8
24 Tukang jahit 4 4
25 Penata rias 1 1
26 Mekanik 7 7
27 Seniman 1 1 2
28 Kyai atau Ustadz 7 7
29 Pendeta 1 1
30 Dosen 3 1 4
31 Guru 11 19 30
35
32 Pengacara 1 1
33 Dokter 1 1
34 Bidan 2 2
35 Perawat 3 7 10
36 Pelaut 4 4
37 Sopir 21 2 23
38 Pedagang 42 81 123
39 Perangkat desa 10 2 12
40 Kepala desa 1 1
41 Wiraswasta 39 12 51
42 Lainnya 2 2 4
JUMLAH 1 684 1 840 3 524
(dokumentasi arsip kantor kelurahan Traji dikutip tgl 30 Juni 2015)
4) Sarana Pendidikan umum
Tabel 3.2 Sarana Pendidikan
No Jenis Pendidikan Gedung
1 PAUD 1
2 TK 1
3 SD 2
4 SMP -
5 SMU -
(dokumentasi arsip kantor kelurahan Traji dikutip tgl 30 Juni 2015)
5) Sarana Ibadah
Tabel 3.3 Sarana Ibadah
No Sarana Ibadah Gedung
1 Masjid 2
2 Musholla 6
3 Gereja 2
4 Wihara 1
(dokumentasi arsip kantor kelurahan Traji dikutip tgl 30 Juni 2015)
6) Jumlah penduduk berdasarkan agama
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Pemeluk
1 Islam 3084
2 Kristen 403
3 Katolik 15
4 Budha 22
(dokumentasi arsip kantor kelurahan Traji dikutip tgl 30 Juni 2015)
B. Kondisi Lokasi Penelitian
1. Kondisi Sosial Kemasyarakatan Desa Traji
Dalam budaya Jawa, harga seseorang sangat ditentukan oleh
keberadaan dan sumbangannya pada kepentingan-kepentingan sosial, atau
keterlibatannya dalam menciptakan harmoni sosial. Hal ini menciptakan
sistem yang telah berlaku serta menjadi tuntutan untuk meminimalisasi
kepentingan-kepentingan yang bersifat individu, hal tersebut sesuai
dengan sistem budaya Jawa yang didasarkan pada semangat komunal atau
37
kebersamaan. Begitu juga dalam masyarakat Traji sebagai masyarakat
Jawa, sangat memperhatikan kepentingan bersama daripada kepentingan
individu dengan mewujudkan hidup yang rukun, saling tolong-menolong
dan saling menghormati (tepo sliro) sehingga tercipta suasana yang
sejahtera dan hidup harmoni.
Selain pentingnya sikap tepo sliro atau saling menghormati,
masyarakat Traji juga sangat memperhatikan konsep tulung-tinulung
(saling menolong) sehingga dikenal adanya ungkapan utang budi atau
berhutang kebaikan. Penilaian utang budi tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan hutang materi. Oleh sebab itu, utang budi menjadi
dorongan bagi orang Jawa sedapat mungkin membalas kebaikan seseorang
yang telah berbuat baik kepadanya. Disamping itu kondisi sosial
masyarakat Traji sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran agama Islam
yang disampaikan oleh tokoh agama setempat. Hal ini terbukti dengan
adanya implementasi nilai-nilai ajaran Islam dalam menjalani kehidupan
mereka. Seperti diadakannya yasinan bapak-bapak pada malam jum‟at,
yasinan ibu-ibu pada jum‟at siang.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan wujud dari rasa
kebersamaan dalam sosial kemasyarakatan, sehingga dalam kehidupan
mereka yang memang hakikatnya sebagai orang Jawa dengan sikap yang
terbuka juga malaksanakan nilai-nilai religius keagamaan dengan tujuan
terciptanya suasana sosial yang harmonis.
2. Kondisi Sosial Pendidikan Masyarakat Traji
Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat dinamis dalam
pengembangan kehidupan masyarakat atau suatu bangsa, disamping itu
pendidikan juga bisa mempengaruhi setiap pola pikir individu untuk
mengembangkan kemampuan mental, fisik, emosi, sosial dan etikanya.
Dengan kata lain pendidikan sebagai kegiatan dinamis yang bisa
mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan kehidupan individu
seseorang.
Pendidikan mengandung tujuan untuk mengembangkan
kemampuan sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai
warga masyarakat atau warga negara. Kegiatan pendidikan merupakan
bagian integral dari kebudayaan, kemasyarakatan dan peradaban manusia
diseluruh dunia.
Kebutuhan akan pendidikan diera teknologi dan informasi
merupakan suatu keharusan yang selalu ingin dipenuhi oleh setiap
masyarakat. Dalam hal pendidikan inipun masyarakat Traji juga merespon
secara aktif, hal ini dibuktikan dengan kesadaran mereka untuk tidak
tertinggal dalam memenuhi akan kebutuhan pendidikan. Mereka sadar
bahwa pendidikan merupakan bekal berharga dalam mengarungi
kehidupan untuk selalu lebih baik. Dari data yang didapatkan berdasarkan
buku dasar profil desa Traji tahun 2015, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa masyarakat Traji secara kuantitas tergolong masyarakat yang masih
dalam tahap perkembangan terhadap pendidikan, jadi tidak bisa dikatakan
39
maju atau mundur akan tetapi dalam posisi yang sedang dalam proses
pendidikan
3. Kondisi Sosial Keagamaan Desa Traji
Sebagaimana desa-desa yang ada di pulau Jawa pada umumnya,
desa Traji adalah desa yang penduduknya mayoritas menganut agama
Islam. Dari data yang diperoleh bahwa masyarakat yang memeluk agam
Islam sebanyak 3.084 orang, masyarakat yang memeluk agama Kristen
403 orang, masyarakat yang memeluk agama Katolik 15 orang dan yang
memeluk agama Budha 22 orang.
Sebagai masyarakat yang mayoritas beragama Islam maka wajar
apabila kegiatan kemasyarakatan diwarnai dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan seperti yasinan, tahlilan, berjanji, pengajian, sholawatan, dan
lain-lain. Mereka melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu di
masjid atau mushola, namun lebih sering bergantian di rumah-rumah
penduduk, hal ini juga sangat mendukung eratnya hubungan sosial antar
penduduk.
4. Kondisi Budaya Masyarakat Desa Traji
Dengan memegang teguh rasa persaudaraan di desa Traji para
warga masih melaksanakan beberapa adat istiadat Jawa yang telah turun
temurun. Mereka meyakini hal itu akan dapat mendekatkan setiap
komponen masyarakat tanpa membedakan status sosialnya dan juga
sebagai simbolik agar kita selalu dapat mendekatkan diri pada tuhan
semesta alam.
Salah satu adat istiadat yang masih lestari adalah upacara
peringatan tahun baru hijriyah yang pelaksanaan tiap tahunnya semakin
ramai pengunjungnya. Mereka beranggapan bahwa budaya dan adat yang
ditinggalkan oleh nenek moyang bukan tanpa alasan dan dasar, semua
yang ada dalam budaya pasti memiliki arti dan sejarah tertentu, itulah
sebabnya mereka sangat menjaga bahkan tidak mau meninggalkan budaya
budaya tersebut.
C. Temuan Penelitian
1. Latar Belakang Peringatan Tahun Baru Hijriyah di Desa Traji
Peringatan tahun baru hijriyah atau peringatan satu sura tidak
terlepas asal-usul adanya desa Traji dan sendang Sidukun yang
menjadi tempat utama diadakan ritual. Menurut data dan wawancara
yang penulis temukan, asal mula desa Traji dan keberadaan sendang
Sidhukun tidak bisa dipisahkan, hal tersebut berdasarkan cerita turun
temurun yang masih dipercayai sampai sekarang.
a. Asal Mula Desa Traji
Nama Traji berasal dari kata Trah Aji yang mempunyai
makna Trah kedudukan atau keluarga, sedangkan Aji bermakna
baginda, raja (TPKBBI, 2008). Menurut sesepuh desa, desa Traji
pernah dijadikan tempat singgah orang yang masih mempunyai
keturunan atau kedudukan kerajaan. Akan tetapi ada perbedaan
cerita mengenai orang yang singgah atau tinggal pada desa Traji
meskipun dari sumber yang sama.
41
1) Sejarah Kerajaan Jenggala
Cerita yang pertama desa traji pernah sebagai tempat
singgah dari pangeran yang berasal dari kerajaan Jenggala.
Pangeran tersebut bernama Jayanegara, sang pangeran tinggal
beberapa waktu di desa tersebut kemudian penduduk sekitar
menamai desa tersebut dengan nama Traji. Kerajaan jenggala
sendiri merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah ada
di Indonesia.
Dikutip dari Wikipedia Indonesia, “Nama Janggala
diperkirakan berasal kata „Hujung Galuh‟, atau disebut
„Jung-ya-lu‟ berdasarkan catatan China. Hujung Galuh
terletak di daerah muara sungai Brantas yang diperkirakan
kini menjadi bagian kota Surabaya. Kota ini merupakan
pelabuhan penting sejak zaman kerajaan Kahuripan,
Janggala, Kediri, Singasari, hingga Majapahit. Pada masa
kerajaan Singasari dan Majapahit pelabuhan ini kembali
disebut sebagai Hujung Galuh
(id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Janggala).”
2) Sejarah Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit berakhir ketika raja terakhir
Girindrawa Dyah Ranawijaya dihancurkan oleh serangan
kasultanan Demak yang dipimpin Jin Bun pada tahun 1527 M
(Adji, 2013: 20). Majapahit sendiri merupakan kerajaan yang
besar yang pernah menyatukan nusantara.
Menurut Wikipedia Indonesia “Majapahit adalah sebuah
kerajaan yang berpusat di Jawa Timur yang pernah berdiri
dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini
mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya
yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa
kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350
hingga 1389 M.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Budha
terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai
salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.
Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di
Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga
Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih
diperdebatkan (id.wikipedia.org/wiki/Majapahit).
Setelah mengalami kekalahan dalam peperangan
banyak orang Majapahit yang melarikan diri ke berbagai
tempat salah satunya sampai ke lereng gunung Sindoro.
Keluarga kerajaan yang mengungsi ke lereng gunung Sindoro
tersebut bernama Pangeran Singonegoro, beliau mengungsi
dan akhirnya sampai ditempat yang bernama Jumprit.
Menurut Bapak Mujono (petugas Perhutani penjaga
Agrowisata Jumprit) “Dalam pelariaannya pangeran
Singonegoro bertapa disebuah sendang selama 40 haridan
menjadi seorang Resi dengan gelarPanembahing Ciptaning.
Beliau mengajarkan Hindu syiwa. Kemudian setelah tua
beliau berniat untuk bertapa lagi dan akhirnya seluruh
jasadnya lenyap atau sering disebut dengan Muksa. Akan
tetapi sebelum beliau Muksa beliau memberkati air sendang
tersebut.
Selain pangeran Singonego orang kerajaan yang
mengungsi ke lereng Gunung Sindoro adalah salah seorang
begawan atau ahli spiritual kerajaan Majapahit. Penduduk
menyebutnya sebagai dukun karena mengetahui berbagai hal.
Beliau tinggal bersama istrinya di dekat sebuah mata air yang
43
sekarang menjadi sebuah kolam atau sendang yang terletak di
desa Traji. Oleh sebab itu sampai sekarang sendang tersebut
diberi nama sendang sidukun.
3) Prasasti atau Batu Tulis
Menurut mbah Suwari “Cerita yang ketiga desa
Traji pernah menjadi tempat tinggal orang yang diberi
amanat untuk menjaga sebuah prasasti dan juga candi.
Orang tersebut sangat tekun dan patuhkemudian diberi
hadiah seorang putri kerajaan. Selain itu desa Traji sebagai
tempat tinggalnya juga mendapat hadiah sebagai bumi
perdikan yang bebasa dari segala macam pajak atau upeti
kerajaan.”
Penulis sendiri mencoba mencari keberadaan batu
tulis tersebut, namun tidak dapat menemukannya. Menurut
penduduk sekitar, batu tulis tersebut termasuk salah satu
benda keramat dan tidak semua orang dapat melihatnya.
Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa batu tulis
tersebut sudah hilang karena tidak terawat dan tergusur oleh
perkampungan dan pemukiman warga.
b. Cerita Asal Mula sendang Sidukun
Cerita ini bermula dari kanjeng Sunan Lepen atau lebih
terkenal dengan nama Sunan Kali Jaga. Saat Sunan Kali Jaga
melakukan perjalanan untuk menyebarkan Agama Islam, beliau
singgah disuatu tempat yang sepi untuk menjalankan ibadah sholat.
Akan tetapi di tempat tersebut tidak ditemukan air untuk
berwudhu. Konon beliau diberi karamah dengan menancapkan
teken atau tongkatnya ketanah kemudian muncul air jernih dari
bawah tongkat tersebut lalu digunakan untuk berwudhu.
Setelah bergantinya waktu dan jaman mata air tersebut di
bangun sebuah kolam dengan panjang kurang lebih 25m x 7 m.
Penduduk setempat banyak yang percaya dengan sumber mata air
tersebut mempunyai khasiat tersendiri.
2. Asal Mula Diadakannya Upacara Tradisi Satu Sura
Cerita ini bersumber dari seorang dalang yang bernama ki
dalang Garu. Konon dahulu ditempat Sendang Sidukun tempat Kyai
dan Nyai Dukun Kesuma sedang melakukan hajat pernikahan
anaknya, dalam acara tersebut mereka nanggap atau melakukan
pertunjukam wayang kulit tepat pada tanggal 1 Sura. Pada waktu
pelaksanaan diadakan berbagai macam ritual yang dihadiri banyak
tamu sehingga tempat tersebut ramai seperti pasar malam. Setelah
selesai pelaksanaan upacara sesaji dilanjutkan dengan pertunjukan
wayang kulit oleh dalang yang waktu itu yang dipercaya melakukan
pertunjukan tersebut bernama ki dalang Garu yang berasal dari dusun
Bringin daerah sekitar Traji.
Masih menurut pengakuan dalang Garu, dia merasa ada yang
mengundang untuk melaksanakan pementasan wayang kulit dalam
45
acara khajatan didesa Traji tanggal 1 sura, sehingga beliau memenuhi
apa yang menjadi permintaannya waktu datang tidak curiga karena
seperti dialam nyata disitu juga banyak pedagang yang menjual
dagangannya bangunan panggungnya juga sangat bagus bahkan
sebelum pentas dia juga ikut dalam prosesi sesaji para pengunjung dan
tamu berpakaian kejawen surjan dan blankon layaknya punggawa
kerajaan. Dan setelah selesai sesaji dilanjutkan pementasan wayang
tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya malam itu didesa Traji sunyi
tidak ada tanggapan wayang tersebut, hanya dari luar desa Traji malam
itu terdengar suara gamelan, mengiringi pementasan wayang sehingga
banyak penonton memastikan arah suara gamelan tersebut namun tidak
dijumpainya kalau didengar dari arah selatan seperti diutara, kalau
didengar dari arah timur seperti diarah barat.
Pada keesokan harinya pagi ki dalang Garu pergi ketempatnya
kepala desa dan menceritakan apa yang dialami semalam. Ki dalang
Garu bercerita bahwa ia semalam ditanggap oleh sesepuh desa Traji
yang lagi punya hajat disuruh pentas wayang semalam suntuk akan
tetapi waktu bubar atau selesai pentas waktu yang punya khajat
memberikan upah bukan berupa uang akan tetapi berupa kunir satu irik
dan daun 3 lembar, kemudian ia hanya mengambil kunir tersebut 3
remang, kemudian diberi pesen oleh yang punya khajat untuk tidak
menoleh kebelakang sebelum tujuh langkah. Setelah tujuh langkah
iapun menoleh kebelakang ternyata dia hanya melihat pohon beringin
dan sendang dengan air yang tenang dan sejuk, iapun menoleh kaarah
pucuk pohon ternyata lampu blencong ki Garu yang tertinggal
menggantung diatas pohon tersebut dan kunir dan daun yang tadi
diberikan berubah menjadi emas dan uang.
Setelah kejadian tersebut kepala desa menyuruh ki dalang Garu
untuk menetap tinggal di sebuah kampung kauman sebelah selatan
yang diberi nama Garon yang berasal dari Garu. Sedangkan Tradisi
satu Sura masih dilaksanakan sampai sekarang.
3. Prosesi Pelaksanaan Ritual
Banyak cerita tentang kejadian masa lalu yang sakral dan penuh
mistis yang kadang tidak masuk akal serta nalar manusia. Akan tetapi
banyak yang mempercayai bahwa kejadian itu benar-benar nyata
terjadi yang sengaja di anugrahkan Allah pada umatnya. Salah satu
kejadian yang masih dipercayai peringatan 1 sura dan tempat yang
dianggap keramat atau suci yang masih dilestarikan turun temurun
sebagai titah jawi yang tidak lepas dari budaya jawa yang berbudaya
Jawa dan berkepribadian ketimuran.
Salah satu hal yang dilakukan untuk meneruskan serta
melestarikan budaya masa lampau desa Traji, generasi penerus
pepunden Traji secara turun temurun meneruskan adat tersebut diatas.
Sehingga sampai kini sudah generasi ke-10 pemerintahan desa Traji
47
yang melaksanakan ritual tradisi satu sura terhitung dari masa
Pemerintahan bapak Adi Surasa tahun 1964 sampai sekarang.
Ritual Satu Sura begitu istilah yang terkenal jika berbicara
tentang peringatan tahun baru hijriyah didesa Traji atau sering di sebut
juga Suran Traji/Pak Lurah Traji Dadi Nganten. Pada awal
pelaksanaannya hanya acara ritual dan langsung malamnya tanggapan
wayang kulit dua malam satu hari. Akan tetapi sekarang
pelaksanaannya semakin bertambah ramai, hal ini terbukti dari segi
orang berjualan di sekitar lokasi. Pada pelaksanaan tahun 2014 panitia
menyediakan 150 patok kavling stand tempat berjualan masih kurang
padahal dulu sekitar tahun 1980-an hanya beberapa penjual itupun
tidak sewa tempat. Sehingga di desa Traji pada malam 1 Sura menjadi
ramai selama satu minggu jalan raya macet karena bertumpuknya
kendaraan dengan pengunjung yang berjalan di jalan. Seperti kata
sesepuh dulu pada bahwa “Yen ono rejehing jaman Deso traji soyo
tahun soyo mundak regeng” Yang terbukti makin tahun acara suran
traji makin meriah walaupun budaya jawi semakin luntur.
Dalam pelaksanaannya ritual 1 Sura melalui berbagai macam
prosesi antara lain
a. Persiapan
1) Sebulan sebelum peringatan pemerintahan desa membentuk
panitia Sura yang dihadiri warga ketua RT dan RW serta
tokoh masyarakat untuk membahas pelaksanaan.
2) Rapat kedua mengumpulkan hasil persiapan rapat pertama
dan laporan seksi-seksi termasuk laporan mencari dalang,
anggaran belanja kosumsi, pembuatan panggung serta
ditambah laporan perizinan keramaian dari kepolisian dan
perijinan DPU Kaitannya dengan gangguan jalan raya.
3) Pada tahun 2014 masyarakat desa Traji mengumpulkan
dana secara swadaya masing-masing kepala keluarga iuran
sebesar Rp. 20.000. selain dari swadaya masyarakat
seumber dana lainnya berasal dari penyewaan pathok atau
kios berdagang di sekitar tempat pelaksanaan rotual,
masing-masing pathok harganya Rp. 50.000 sampai dengan
Rp. 75.000 untuk masyarakat desa Traji, sedangkan untuk
masyarakat luar desa harganya berkisar antara Rp 100.000
sampai dengan Rp. 250.000.
4) Kira-kira 7 hari sebelum acara ritual didesa Traji sudah
dimeriahkan turnamen sepak bola yaitu “SURO CUP” yang
hingga kini sudah yang ke-28. Acara ini merupakan agenda
acara pendukung dan final biasanya pada sore saat
pelaksanaan 1 sura.
5) Tiga hari sebelum pelaksanaan masyarakat desa traji
bergotong-royong membersihkan lingkungan dan juga
membersihkan sendang Sidukun, kemudian dilanjutkan
49
membuat tratak dan panggung untuk pementasan wayang
kulit.
6) Pada hari pelaksanaan panitia melakukan proses pembuatan
sesaji yang terdiri dari tiga paket yaitu untuk sajen sendang
sidukun, sajen kali jaga dan gumuk guci. Masing-masing
terdiri dari nasi bucu atau gunungan dua pasang, jadah
pasar, ingkung ayam, kepala kambing, beras kapuroto,
beras putih, gunungan palawija, bunga wangi, ketan wajik,
Air 7 rupa.
b. Pelaksanaan
1) Sebelum berangkat diadakan ritual kendurinan yang
dipimpin tokoh adat, yang bertujuan agar diberi
keselamatan pada pelaksanaan ritual. Setelah itu
rombongan berangkat ke tempat sesaji dengan iringan
gending golo ganjur layaknya iringan rombongan
pengantin.
2) Sekitar pukul 18.00 bapak dan ibu kepala desa mamakai
pakaian layaknya pengantin diiring ke kantor pemerintahan
desa. Di kantor pemerintahan inilah acara kirap dimulai.
Kirap didahului dengan cucuk lampah gagar mayang,
dibelakangnya terdapat sepasang penganten bapak dan ibu
kepala desa dan belakangnya sesaji. Setelah rombongan
pembawa sesaji, dibelakangnya terdapat rombongan
perangkat desa, sesepuh, domas, Pengiring dan pengunjung
yang disampingnya adalah keamanan dan Relawan yang
bertugas mengawal iring-iringan dari balai desa sampai
Sendang.
3) Sesampainya rombongan tiba di Sendang, mereka disambut
oleh para pemuka dan juru kunci sendang. Mereka
berpakaian kejawen layaknya orang kerajaan dimasa
kerajaan dahulu, dengan iringan Gending Golo ganjur
rombongan pun dipersilahkan duduk bersimpuh menghadap
Altar Tempat sesaji yang disana terdapat sumur kecil yang
disakralkan sampai sekarang. Setelah duduk sejenak
kemudian pranata adicara membacakan jalannya prosesi
sesaji.
a) Juru Kunci Sendang membacakan ritual dan
memintakan doa agar acara berjalan khidmat dan
diiringi pembakaran dupa sebagai simbol agar doanya
terkabul.
b) Kidung Jawi (kidung dhandang gula), yang merupakan
permintaan kepada Gusti agar selalu diberi berkah
menurut tradisi jawa.
51
c) Kacar-Kucur oleh kedua pengantin yang
melambangkan simbol saling memberi dan menerima
diantara kedua pengantin yang mempunyai artikulasi
agar kita menauladani saling memberi dan menerima
dalam hidup berumah tangga dan bermasyarakat.
d) Doa keselamatan bersama yang dipimpin oleh kaur
keagamaan yang mempunyai simbol memberikan doa
keselamatan kepada semua orang yang berkunjung
disekitar sendang maupun masyarakat luas secara
umum.
e) Membagikan sesaji kepada pengunjung untuk
diperebutkan sebagian percaya bahwa siapapun
pengunjung yang dapat merebut sesaji tersebut akan
tercapai apa yang dikehendaki sesuai hasil yang
direbut. Perebutan sesaji ini juga mempunyai arti “jika
kita ingin sesuatu yang dikehendaki harus berebut atau
dengan jalan usaha” maka dalam rebutan sesaji itu
pengunjung rela berdesakan demi sebuah sesaji.
f) Rombongan melanjutkan sesaji ke sendang kali jaga,
disana terdapat punden yang konon tempat istirahat
kanjeng sunan kali jaga. Juru kunci memimpin doa
ditempat tersebut setelah selesai dilanjukan perjalanan
ke kali sendang Lanangan dan Wedokan, kali Salak dan
kembali ke balai Desa.
4) Sekitar jam 00.00, Rombongan menuju ke makam mbah
Kyai Adam Muhamad yang berlokasi di belakang Masjid
Darul Falah Traji disana rombongan memanjatkan doa dan
membaca Tahlil bersama, yang mempunyai tujuan dan
makna mendoakan punden sesepuh traji yaitu mbah Adam
Muhamad yang konon merupakan orang yang pertama
menyebarkan agama Islam di desa Traji.
5) Rombongan melanjutkan acara sesaji ke Gumuk Guci.
Konon tempat itu adalah tempatnya harta karun berupa
Maspicis Raja Brana yang berupa perhiasan dan lain lain.
Namun hingga kini tidak ada orang yang kuat untuk
mengambil. Ditempat tersebut rombongan melakukan doa
dan membaca ayat kursi sebanyak 300 kali.
c. Penutup
Setelah prosesi ritual malam satu suro selesai, pada
malam kedua dipergelarkan tontonan wayang kulit semalam
suntuk dengan lakon atau cerita sesuai permintaan masyarakat.
4. Pertunjukan Wayang Kulit
Pada rangkaian ritual pertunjukan wayang kulit menjadi
prosesi terakhir sebagai penutup. Pertunjukan tersebut dilaksanakan
53
selama satu hari dua malam dimulai pada malam kedua bulan sura.
Pada malam pertama dilakukan pementasan dengan lakon nambak atau
dalam bahasa Indonesia berarti membendung, maksudnya dalam lakon
ini terdapat nasehat agar manusia dapat membendung hawa nafsunya.
Tokoh utama dalam lakon nambak ini adalah Anoman yang berusaha
menambak atau membendung lautan sebagai jalan menuju kerajaan
Alengko untuk menyelamatkan dewi Shinta.
Pada malam keduanya untuk pemilihan lakon wayangnya
sesuai dengan permintaan panitia yang mewakili permintaan
masyarakat.
Berdasarkan catatan mbah Suwari Lakon atau judul yang
dipentaskan pada malam kedua antara lain
No Tahun Lakon
1 1964 Tambak Bontelan
2 1965–1980 Kresna Duta
3 1981–1989 Gondomono Luweng
4 1990–1998 Bedahing Lokapala
5 1999–2007 Pecahing Topeng Wojo
6 2008–2013 Rama Ratu
Sedangkan untuk Lakon sebelum tahun 1964 tidak ada
narasumber atau dokumen yang dapat peneliti jadikan sebagai sumber.
Pada umumnya, pertunjukan wayang kulit tersebut disisipi dengan
nasehat untuk membangun menuju hal yang lebih baik. Inti dari
pertunjukan wayang yang dilakukan pada ritual ini adalah sebagai
nasehat agar manusia mampu menahan hawa nafsunya serta agar
manusia tersebut berusaha membangun baik dari segi jasmani atau
fisik dan juga membangun spiritual.
55
BAB IV
PEMBAHASAN
Kumpulan data yang dianalisa dalam skripsi ini bersumber dari hasil
wawancara dengan masyarakat setempat yang penulis anggap mampu untuk
memberikan keterangan yang relevan, dilengkapi dengan dokumen yang ada.
Mengacu pada fokus penelitian dalam skripsi ini, maka penulis akan menganalisa
dan menyajikanya secara sistematis tentang tradisi peringatan tahun baru hijriyah
dan nilai-nilai yang terdapat dalamnya.
Setelah terjun kelapangan di desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten
Temanggung. Penulis menemukan bentuk-bentuk tradisi peringatan tahun baru
hijriyah dihubungkan dengan kajian teori, maka hasilnya sebagai berikut:
A. Analisis Hasil Temuan
1. Persepsi Masyarakat tentang Tradisi Peringatan Tahun Baru
Hijriyah
Dari sebagian besar pendapat para tokoh dan warga yang kami
wawancarai, mereka menyatakan bahwa tradisi peringatan tahun baru
hijriyah merupakan tradisi yang harus dilesatarikan/dibudayakan.
Salah satunya diutarakan oleh bapak Sukri (salah satu warga
desa traji). Hampir semua warga desa Traji mempercayai kalau
tidak diadakannya ritual satu sura maka akan terjadi sesuatu yang
buruk seperti gagal panen ataupun kecelakan. Sebaliknya apabila
masyarakat melakukan ada kepercayaan akan diberi kemudahan
dalam berbagai urusan seperti panen yang melimpah ataupun
keselamatan.
Begitu juga dengan apa yang disampaikan oleh ibu Nafiah
(salah seorang warga desa Traji). Ada kepercayaan kalau tidak
melaksanakan ritual tahun baru hijriyah maka sesuatu yang buruk
akan menimpa. Oleh karena itu semua warga desa Traji kompak
melaksanakan ritual tersebut.
Hampir semua narasumber yang berasal desa Traji ataupun
masyarakat sekitar desa Traji yang penulis wawancarai mempercayai
bahwa peringatan tradisi satu sura dapat memberi keberkahan begitu juga
sebaliknya apabila tidak dilaksanakan maka sesuatu yang burukakan
terjadi. Selain itu tradisi peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji
sangat banyak sekali manfaat serta banyak sekali nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Tradisi tersebut juga sebagai sarana pemersatu
masyarakat khususnya masyarakat desa Traji yang terdiri dari berbagai
macam agama dan keyakinan.
Seperti apa yang dikatakan oleh mbah Suwari (juru kunci
sendang Sidukun). Masyarakat desa Traji itu terdiri dari berbagai
macam agama dan kepercayaan, ada yang Islam, Kristen, Budha
dan ada juga yang kepercayaan jawa atau kejawen. Dengan adanya
peringatan tahun baru hijriyah dapat mempersatukan seluruh warga
desa Traji ini.
Tradisi peringatan tersebut menjadi salah satu contoh kecil
persatuan yang dapat dijalin dalam bermasyarakat, dalam skala yang lebih
besar persatuan dan kesatuan dapat diterapkan dalam kehidupan
bernegara, sehingga negeri ini akan tercipta keadaan yang tenteram,
tenang dan damai.
2. Bentuk Pelaksanaan Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah
Dari berbagai macam sumber yang ditemukan dan orang yang
penulis wawancarai, tradisi peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji
57
kecamatan Parakan kabupaten Temanggung sudah berlangsung lama dan
dilaksanakan secara turun-temurun. Tidak ada yang tahu kapan tradisi
tersebut di mulai, akan tetapi masyarakat sekitar mempercayai bahwa
apabila tidak diadakan tradisi tersebut maka akan terjadi sesuatu yang
buruk.
Menurut mbah Suwari selaku juru kunci sendang, “salah
satu hal yang terpenting dalam ritual tersebut adalah kita sebagai
makhluk bertuhan apabila kita memohon sesuatu hanya kepada
Tuhan, sedangkan semua ritual tersebut hanya sebagai sarana
permohonan kita”.
Ritual peringatan ini dilaksanakan setiap tahunnya pada tanggal
satu Muharram atau satu sura dimulai sekitar pukul 18.00. Rombongan
yang terdiri dari kepala desa dan istrinya yang berpakaian layaknya
pengantin diikuti pengiring dan juga gunungan besar, dikirab mulai dari
kantor kepala desa menuju sendang Sidhukun. Disendang inilah berbagai
macam ritual dilaksanakan sampai akhirnya gunungan yang dikirab
tersebut diperebutkan oleh para pengunjung yang hadir dalam prosesi
ritual tersebut. Selanjutnya sekitar pukul 00.00 WIB ritual dilanjutkan ke
makam mbah Adam Muhamad beliau adalah tokoh penyebar agama islam
di desa Traji. Ritual di akhiri di suatu tempat yang bernama Gumuk Guci.
Pada malam kedua dilaksanakan pertunjukan wayang kulit,
pertunjukan wayang tersebut sebagai penutup dari berbagai macam
rangkaian ritual yang dilaksanakan dalam peringatan tahun baru hijriyah
di desa Traji. Selain sebagai penutup pertunjukan tersebut berisi berbagai
macam nasehat untuk masyarakat khususnya masyarakat desa Traji.
Lakon atau cerita yang wajib dalam pertunjukan ini adalah nambak atau
membendung maksudnya masyarakat dinasehati agar bisa membendung
hawa nafsunya.
B. Nilai-nilai Pendidikan dalam Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah di
Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung
Dalam setiap tradisi atau budaya tentunya ada nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya. Begitu pula pada tradisi peringatan tahun baru hijriyah ini. Dari hasil
penelitian penulis dan dikaitkan dengan teori, banyak sekali nilai-nilai yang
terkandung di dalam tradisi Peringatan tahun baru hijriyah ini. Nilai-nilai tersebut
antara lain :
1. Nilai Pendidikan tentang Sejarah
Dalam tradisi peringatan tahun baru hijriyah ini terdapat nilai
pendidikan sejarah yang tinggi. Yaitu sejarah Sunan Kalijaga yang pernah
singgah di desa Traji. Nilai-nilai sejarah ini bisa dilihat dari cerita
perjuangan Sunan Kalijaga dalam dakwah Islamnya. Selain itu bisa dilihat
juga dari peninggalan-peninggalannya yang berupa petilasan yang ada di
daerah Traji sebagai warisan budaya.
2. Nilai Pendidikan Nasehat Kebaikan
Nilai pendidikan nasehat kebaikan, terutama dalam pagelaran
wa[yang nampak sekali pada cerita yang didalamnya disisipkan nilai-nilai
pendidikan Islam. Pada lakon nambak manusia disuruh untuk
membendung hawa nafsunya. Selain itu pada lakon-lakon lainnya
59
disisipkan nilai-nilai pendidikan terutama agar menghormati orangtua,
senantiasa bersyukur, senantiasa bersabar atas segala cobaan dan masih
banyak lainnya.
3. Nilai Pendidikan Persatuan dan Kesatuan
Masyarakat desa Traji terdiri dari berbagai macam agama dan latar
belakang yang beragam. Tradisi peringatan tahun baru hijriyah yang
diselenggarakan di desa Traji ternyata dapat berperan untuk menggalang
persatuan dan kesatuan warga setempat. Nilai persatuan dan kesatuan
dapat dilihat pada waktu pelaksanaan upacara. Masyarakat melakukan
gotong-royong dengan membersihkan fasilitas umum berupa sendang,
jalan, makam dan lingkungan. Mereka melakukannya secara suka rela, hal
tersebut dapat menjadi ciri khas warga masyarakat untuk dapat
dilestarikan dan dipertahankan.
4. Nilai Pendidikan Kearifan Lokal
Tradisi Peringatan tahun baru hijriyah yang dilakukan masyarakat
desa Traji mempunyai kearifan lokal tradisi yang dapat dilestarikan.
Sebelum pelaksanaan peringatan tahun baru hijriyah diadakan kerja bakti
membersihkan sendang atau kolam seta membersihkan lingkungan.
Dengan mengamati berbagai kegiatan yang ada pada acara adat peringatan
tahun baru hijriyah di desa Traji tersebut kiranya dapat kita ambil
maknanya:
a. Adanya rasa taqwa dan hormat terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ini
dapat dilihat adanya kegiatan doa bersama dalam kenduri yang
dilakukan di kantor Kepala Desa secara bersama sebelum acara
dilaksanakan sebagai ungkapan syukur dan mohon pertolongan agar
acara berjalan lancar.
b. Adanya rasa kebersamaan persatuan, gotong-royong berarti
menghilangkan individualisme dan egoistis. Ini dapat kita lihat dalam
kerja sama dalam mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan
pelaksanaan peringatan tahun baru hijriyah.
c. Mengajarkan tentang kesehatan, kebersihan dan keindahan yang bisa
kita lihat adanya pelaksanaan kebersihan sendang atau kolam, jalan-
jalan, lingkungan dan lain-lain, sehingga akan membuat keindahan di
samping kesehatan.
Namun demikian, kegiatan peringatan tahun baru hijriyah selain
mengandung nilai-nilai positif juga masih banyak hal-hal yang kurang sesuai
dengan ajaran Islam, diantaranya adalah
a. Masyarakat masih mengikuti tradisi nenek moyang atau orang
terdahulu yang masih sangat kental dengan kepercayaan Hindu dan
Budha serta Animisme dan Dinamisme. Hal ini menunjukkan bahwa
ada kepercayaan yang dapat menjerumuskan manusia kepada
penyekutuan terhadap Allah SWT dengan selain-Nya. Hal tersebut
seharusnya perlu dipertimbangkan secara matang sehingga nilai-nilai
Islam lah yang harus dikembangkan melalui peringatan tahun baru
Hijriyah. Apabila hal ini dipahami oleh generasi penerus secara turun
61
temurun dapat menyebabkan hilangnya nilai-nilai aqidah, berganti pada
nilai-nilai takhayul yang berkembang dalam masyarakat. Disisi lain
Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 48
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar (Kementrian Agama RI,
2013: 48)
b. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan peringatan tahun baru hijriyah
dan pertunjukan wayang kulit di Desa Traji mencapai Rp. 54.000.000,-.
Ini merupakan biaya yang cukup besar. Alangkah lebih baiknya iuran
warga masyarakat tersebut digunakan untuk hal-hal yang bersifat positif
dan mengandung nilai-nilai ibadah seperti memperbaiki
masjid/musholla, santunan yatim piatu, atau shodaqoh jariyah lainnya,
sehingga dalam setiap tahun apabila dapat terkumpul sejumlah uang
dengan nilai tersebut dapat memperbaiki kualitas ummat dalam
mendukung kegiatan keagamaan.
c. Dalam pelaksanaannya peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji
menyebabkan kemacetan. Hal itu berlangsung hampir setengah bulan,
bahkan saat pelaksanaan kirap kendaraan tidak bisa bergerak sama
sekali dikarenakan sangat penuh masyarakat yang mengikuti prosesi
ritual atupun hanya sekedar melihat-lihat prosesi ritual.
d. Salah satu hiburan yang ada pada pasar malam tersebut ada kegiatan
permainan perjudian, berupa permainan mancing hadiah ataupun
lempar kolong berhadiah.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan hasil penelitian tentang tradisi peringatan tahun baru
hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung
adalah sebagai berikut :
1. Sejarah dilaksanakan peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji,
Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung adalah peristiwa yang
dialami oleh dalang Garu. Menurut dalang Garu, ia pernah diundang
untuk mementaskan wayang kulit, namun setelah selesai beliau tidak
menemukan siapa yang mengundangnya. Keesokan harinya beliau
melaporkan kejadian tersebut kepada pemerintah desa, sejak kejadian
tersebut tradisi peringatan tahun baru hijriyah dilaksanakan hingga
sekarang.
2. Dalam pelaksanaan tradisi peringatan tahun baru hijriyah ada
serangkaian tahapan prosesi yang dilakukan oleh warga masyarakat
antara lain:
a. Persiapan
Dalam tahap ini masyarakat membentuk panitia untuk
pelaksanaan acara. Tugas panitia disini adalah mempersiapkan
segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan acara, mulai
dari perizinan, pencarian dana, pembuatan sesaji sampai
mempersiapkan dan mengatur acara pendukung lainnya.
b. Pelaksanaan
Acara kirap dilaksanakan malam satu Muharram atau satu
Sura sekitar pukul 18.00. Sebelum acara dilaksanakan, dilakukan
doa agar acara dapat berjalan lancar. Kemudian dilaksanakan acara
kirab yang dimulai dari kantor kepala desa menuju sendang
Sidukhun. Sesampainya rombongan tiba di Sendang, mereka
disambut oleh para pemuka dan juru kunci sendang. Selanjutnya
dilakukan ritual sebagai berikut:
g) Kidung Jawi (kidung dhandang gula)
h) Kacar-Kucur
i) Doa keselamatan bersama yang dipimpin oleh kaur
keagamaan.
j) Membagikan sesaji kepada pengunjung untuk diperebutkan.
k) Rombongan melanjutkan sesaji ke sendang kali jaga.
Sekitar jam 00.00, rombongan menuju ke makam mbah
Kyai Adam Muhamad, selanjutnya rombongan melanjutkan acara
sesaji ke Gumuk Guci.
c. Penutup
Setelah prosesi ritual malam satu Sura selesai, pada malam
kedua dipergelarkan tontonan wayang kulit semalam suntuk
dengan lakon atau cerita sesuai permintaan masyarakat.
65
3. Persepsi masyarakat sekitar tentang ritual peringatan tahun baru
hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung,
sebagian besar masyarakat sekitar mempercayai bahwa dengan
melaksanakan ritual peringatan tahun baru hijriyah akan
mendatangkan keberkahan dan kebaikan dan apabila tidak diadakan
tradisi tersebut maka sesuatu yang buruk akan menimpa.
4. Nilai pedidikan yang dapat dipahami oleh masyarakat dari upacara
adat peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji antara lain :
a. Nilai pendidikan tentang sejarah
b. Nilai pendidikan nasehat kebaikan
c. Nilai pendidikan persatuan dan kesatuan serta gotong
royong/kerjasama.
d. Nilai pendidikan kearifan lokal.
Namun demikian, kegiatan peringatan tahun baru hijriyah di desa
Traji juga terdapat hal-hal yang kurang sesuai dengan ajaran islam,
diantaranya adalah:
1. Masyarakat masih mengikuti tradisi nenek moyang atau orang
terdahulu, yang menunjukkan bahwa masyarakat masih melestarikan
budaya leluhur yang menyekutukan Allah SWT. Hal tersebut perlu
dihindari sehingga tidak menimbulkan persepsi yang dapat
menyebabkan timbulnya syirik oleh generasi penerus.
2. Budaya pemborosan, yaitu mengumpulkan iuran warga hanya untuk
menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit, padahal sebaiknya iuran
itu dapat digunakan untuk kemaslahatan seperti memperbaiki
musholla/masjid, santunan yatim piatu atau kegiatan shodaqoh jariyah
lain, yang lebih memiliki nilai ibadah serta memberikan nilai
pendidikan bagi masyarakat.
3. Dalam pelaksanaannya peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji
menyebabkan kemacetan berlangsung hampir setengah bulan, bahkan
saat pelaksanaan kirap kendaraan tidak bisa bergerak sama sekali
dikarenakan sangat penuh masyarakat yang mengikuti prosesi ritual
atupun hanya sekedar melihat-lihat prosesi ritual.
4. Masih adanya permainan/perjudian yang memberikan dampak negatif
bagi masyarakat, terutama generasi penerus.
B. Saran
Pada akhir penulisan ini penulis memberikan saran yang mungkin
dapat membantu dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan
orang lain:
1. Hendaknya masyarakat tetap melestarikan warisan budaya nenek
moyang. Selama warisan budaya tersebut bernilai positif dan
memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar daerah tersebut.
2. Hendaknya para ulama dan mubaligh meluruskan persepsi
masyarakat yang kini sudah mulai melenceng. Tujuan dari
67
perayaan tradisi tersebut untuk sarana pelestarian budaya, namun
kini sudah disalah persepsikan oleh masyarakat sebagai sarana
untuk mencari keberkahan.
3. Saran peneliti kepada Dinas Pariwisata dan pemerintah yang terkait
agar memperhatikan tradisi tersebut agar mampu menjadi salah
satu tempat tujuan wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1987. Ilmu Pendidikan Islam. Salatiga: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo salatiga.
_________. 1992. Islam sebagai Paradigma Ilmu pendidikan. Yogyakarta: Aditya
Media.
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Amin, Darori. 2002. Islam dan kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
Azra, Azumardi. 1999. Esei-esei intelektual Muslim dan Pendidikan Islam.
Jakarta: Logos wacana Ilmu.
Darmadi, Hamid. 2009. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta.
Kementrian Agama RI. 2003. Al-Qur`an Al-Karim Tajwid dan Terjemah.
Surabaya: Halim.
Krisna Bayu Adji, dkk. 2013. Majapahit Menguak Majapahit Berdasarkan Fakta
Sejarah. Yogyakarta: Araska.
Koentjoningrat, dkk. 2003. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Progres. Khazin,
Muhyiddin. 2004. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Buana
Pustaka.
Langgulung, Hasan. 1992. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-
Husna.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
________. Lexy. J. 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Nawawi, Haidari, dan Nini Martini, 1996, Penelitian Terapan, Yogyakarta:
Gajahmada University Press
Karkono Kamjaya Partokusumo. 1995. Kebudayaan Jawa, Perpaduannya dengan
Islam. Yogyakarta: IKAPI DIY.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Lkis Printing Cemerlang
Sagala, Syaiful. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Jakarta:
Nimas Multima.
Sholikhin, Muhammad. 2010. Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa.
Yogyakarta: Penerbit Narasi.
Sjarkawi. 2009. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara.
Subyantoro, Arif. FX. Suwarto. 2006. Metode dan Teknik Penelitian Sosial.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sudirman Dkk. 1991. Ilmu Pendidikan. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
Surayin. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Yrama Widya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa.
Wahyana Giri. 2010. Sajen dan Ritual Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi.
Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Janggala diunduh tanggal 18Agustus 2015
pukul 15.00
https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit diunduh tanggal 18Agustus 2015 pukul
15.30
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rudi Triyo Bowo
TTL : Temanggung, 11 Desember 1991
Alamat : Jlamprang Rt. 02 Rw III Desa Mojosari, Kec. Bansari, Kab.
Temanggung
Riwayat Pendidikan
TK : TK PKK Mojosari Lulus Tahun 1997
SD : MI Mojosari Lulus Tahun 2003
SMP : MTs Negeri Parakan Lulus Tahun 2006
SMA : MA Negeri Temanggung Lulus Tahun 2009
DAFTARSATUAN KREDIT KEGIATAN
Nama : Rudi Triyo Bowo
NIM : 11111082
Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
Progdi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dosen PA : Prof.,Dr. Mansur, M.Ag.
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai
1 OPAK (Orientasi
Pengenalan Akademik dan
Kemehasiswaan)
20-22 Agustus
2011
Peserta 3
2 AMT (Achievement
Motivation Training)
23 Agustus 2011 Peserta 2
3 ODK (Orientasi Dasar
Keislaman)
24 Agustus 2011 Peserta 2
4 Seminar Entrepreneurship
dan Koperasi
25 Agustus 2011 Peserta 2
5 User Education
Perpustakaan
20 September 2011 Peserta 2
6 Diklat Manajemen
Kearsipan dan
Perpustakaan
09 Oktober 2011 Peserta 2
7 Seminar Nasional “Rahasia
Kaya Ilmu, Kaya Hati,
Sehat dan Kaya Raya” dan
Penguasaan Bahasa Inggris
(50 Grammar) Tanpa
Menghafal dan Menulis
10 Oktober 2011 Peserta 8
8 Masa Penerimaan Anggota
Baru (MAPABA)
Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII)
23 Oktober 2011 Peserta 2
9 Surat Keputusan Kepala
Kekolah SD Negeri
Mranggen Kidul sebagai
Guru Wiyata Bakti (GWB)
Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI)
16 Juli 2012 Pengajar 4
10 Surat Keputusan Pengasuh
Pondok Nurul Asna
08 Agustus 2012 Pengurus 4
11 Surat keputusan Kepala
sekolah SD Negeri
Mranggen Kidul sebagai
Guru Wiyata Bakti (GWB)
Mata Pelajaran Muatan
Lokal Kab. Pendalaman
Kitab Suci (PKS)
28 Agustus 2012 Pengajar 4
12 Surat Keputusan Kepala
Sekolah SD Negeri
Mranggen Kidul sebagai
Guru Wiyata Bakti (GWB)
pembina Pramuka
28 Agustus 2012 Pengajar 4
13 Bersih Kota
“ TEMANGGUNG
BERSIH TEMANGGUNG
BERSENYUM “
22 Desember 2012 Peserta 2
14 BAKTI SOSIAL ke-VI
“Membuka Diri Dengan
Rendah Hati Menuju
Pribadi Suci”
25-28 Oktober
2012
Panitia 3
15 SEMINAR NASIONAL
KEBANGSAAN
“Menggagas
Menasionalismekan Ber-
Agama; Upaya Membingkai
Perbedaan Keberagamaan
Dalam Ke-Indonesiaan”
27 Desember 2012 Peserta 2
16 Penyuluhan Bank Sampah 12 Januari 2013 Panitia 3
17 Bersih Kota “ MARI JAGA
KEBERSIHAN DAN
BERSAMA KITA
NIKMATI KESEHATAN “
07 April 2013 Panitia 3
18 Surat Keputusan Kepala
Sekolah SD Negeri
Mranggen Kidul Panitia
Lomba Mata Pelajaran
Agama Islam dan Seni
Islami (MAPSI)
7 April 2013 Panitia 3
19 Seminar Regional
“Selamatkan Temanggung
dari Lingkungan
HIV/AID”
20 April 2013 Peserta 2
20 Surat Keputusan Ketua
Yayasan Taman
Pendidikan Al-Qur‟an
(TPA) Mambaul Huda
11 Juni 2013 Pengajar 4
21 Buka Bersama “SUCIKAN
HATI DIBULAN SUCI
DENGAN RIDHO ILAHI”
27 Juli 2013 Panitia 3
22 Surat Keputusan Pengasuh
Pondok Nurul Asna
02 Agustus 2013 Pengurus 4
23 Malam Keakraban Keluarga
Baru (MAKRABKEB)
“Satukan Tujuan”
07-08 Oktober
2013
Panitia 3
24 Piagam Penghargaan
Pembina Siswa pada
Lomba Cerita Islami pada
Lomba MAPSI
10 September 2013 Pembina 4
25 Piagam Penghargaan
Pembina Siswa pada
Lomba Khitobah pada
Lomba MAPSI
10 September 2013 Pembina 4
26 Piagam Penghargaan
Pembina Siswa pada Lomba
PAI, Pks dan Sholat pada
Lomba MAPSI
10 September 2013 Pembina 4
27 BAKTI SOSIAL ke-VII “Ikut
Serta Menumbuhkan
Kecintaan Masyarakat
Terhadap Pendidikan”
13-16 Oktober
2013
Panitia 3
28 “TANAM 1000 POHON”
yang diselenggaraka Forum
Mahasiswa temanggung di
Salatiga (FORMATAS)
21 November 2013 Panitia 3
29 Bersih Kota “ KITA SEHAT &
SADAR LINGKUNGAN
YANG BERSIH “
12 Januari 2014 Panitia 3
30 Penyuluhan Pengelolaan
Sampah “Pemanfaatan
Kemabli Samapah
Organic, Non Organic dan
Penyikapan Samapah
Residu”
16 Maret 2014 Panitia 3
31 Buka Bersama “INDAHNYA
KEBERSAMAAN DI BULAN
RAMADHAN“
13 Juli 2014. Panitia 3
32 Praktikum Baca Tulis Al-
Qur‟an (BTQ)
22 Juli 2014 Peserta 2
33 Sertifikat Pengajar di
FUNTASTIC COURSE 26 Juli 2014 Pengajar 4
34 Surat Keputusan Pengasuh
Pondok Nurul Asna
07 Agustus 2014 Pengurus 4
35 Malam Keakraban
Keluarga Baru
(MAKRABKEB)
“Bersama Membuka Pintu
Ilmu Dalam Satu Wadah
Keluarga”
14-15 September
2014
Panitia 3
36 Pelatihan Pertanian,
Peternakan, Perikanan dan
Fermentasi
31 Januari 2015 Peserta 2
DOKUMENTASI
Sendang Sidukun Traji
Sendang Kalijaga
Sesaji yang Digunakan dalam Prosesi Ritual
Kaur Keagamaan Memimpin Do`A Sebelum Prosesi Dimulai
Bapak dan Ibu Kepala Desa yang Berpakaian Pengantin
Cucuk Lampah Sebagai Orang yang Paling Depan dalam Rombongan Kirab
Gunungan Saat Dikirap
Pengunjung Memperebutkan Sesaji
Kaur Keagamaan Memimpin Do`a di Mkam Adam Muhamad
Ritual Do`a di Gumuk Guci
Pagelaran Wayang Kulit
Wawancara Penulis dengan mbah Suwari (Juru Kunci Sendang Sidukun)
Sendang Petilasan Pangeran Singonegoro (Jumprit)
Wawancra Penulis dengan Bapak Mujono (Petugas Penjaga Jumprit)
LAMPIRAN WAWANCARA
Nama : mbah Suwari
Alamat : Traji
Lokasi : Rumah Bapak mbah Suwari
Hari/Tanggal : Senin 13 Juli 2015
Waktu : 16.30 – selesai
Keterangan : mbah Suwari adalah juru kunci sendang Sidhukun
Daftar Pertanyaan
1. Apa yang arti malam satu suro menurut anda ?
2. Sejak kapan tradisi peringatan satu suro tersebut dilakukan warga Dusun
Traji? Adakah sejarah yang melatar-belakanginya?
3. Siapa dalang dalam pertunjukan wayang kulit? Apa saja lakonnya?
Jawaban
1. Mas, Deso Traji ki Masyarakate okeh. Trus terdiri dari berbagai macam
pekerjaan, agama lan keyakinan. Pas acara suran kabeh masyarakat
kumpul dadi siji. Dadi peringatan kuwi iso gawe sarana pemersatu
masyarakan. Liyane kuwi okeh seng percoyo nek dewe nglakoni
peringatan kuwe biso berkahi nek ora yok kadang kejadian-kejadian seng
elek teko misale gagal panen, kecelakaan lan liane. Dadi masyarakat desa
Traji kene nyengkuyung bareng kompak lan gayeng memperingati suran
kuwi.
2. Nek pastine kapan ora ono seng ngerti tapi wes ono ket kulo cilek mas.
Dadi sejarahe ngono
Adanya nama Desa Traji terjadi dari tiga cerita. Dari Kerajaan Jenggala
manik putra sang raja Yang bernama Pangeran Jaya Negara beliau
Linggar dari kerajaan. Linggarnya beliau hingga sampai di suatu desa.
Beliau singgah dan tinggal di desa tersebut sampai beberapa lama.
Karena yang menempati dianggap merupakan orang yang punya trah
kerajaan/Keluarga kerajaan maka tempat singgah sang Pangeran tersebut
diberi nama TRAH ADJI, yaitu tempat singgah orang yang punya
kesaktian/trah kerajaan.
Cerita yang kedua cerita dari kerajaan Majapahit. Runtuhnya Majapahit,
punggawa kerajaan banyak yang meninggalkan kerajaan. Seperti
nujumnya kerajaan menyelamatkan diri lari ke lereng Sindoro dan
singgah disuatu desa yang berada ujung barat wilayah Temanggung.
Yaitu Desa Tegalrejo Di situ ada suatu tempat peninggalan sejarah
dimasa berakhirnya kerajaan Majapahit yang sekarang terkenal dengan
nama JUMPRIT/JUMPAIT,Yang berasal dari kata Nujum Majapahit
Yaitu seorang Nujum Kerajaan Majapahit yang lari menyelamatkan diri
kearah utara hingga bersinggah didesa Tegalrejo sampai beliaunya
Mangkat kehadapan Yang Maha Kuasa, Dan sampai sekarang tempat
tersebut sangat terkenal dengan nama JUMPRIT, Ketenaranya tidak
hanya diwilayah Temanggung saja namun terkenal sampai manca negara
karena sumber mata airnya, yang terkenal dengan AIR SUCI JUMPRIT,
Ada yang bertempat tinggal didesa Traji sini, yaitu Dikun Kesuma Beliau
tinggal disuatu tempat dekat Pohon Beringin dekat Mata Air disebelah
utara dari Situlis, Sekarang Traji Pulirno. Tempat tersebut adalah sebuah
sendang/kolam yang sangat bening dan jernih airnya. Konon yang tinggal
ditempat itu adalah sepasang suami istri yaitu Ki Dikun Kesuma dan Nyai
Dikun Kesuma. Dan sampai sekarang tempat dan peninggalan tersebut
masih ada yang terkenal dengan nama SENDANG SIDUKUN Yang
berasal dari nama Kyai dan Nyai Dikun Kesuma tersebut,Yang juga masih
darah kerajaan atau TRAH ADJI.
Cerita yang ketiga berasal dari batu tulis, yang terrletak disebelah utara
kali Situlis kampung Situlis sebelah timur Dusun Grogol (sekarang).
Menurut cerita konon ada seseorang Punggawa Kerajaan disuruh
memelihara Batu Tulis yang terletak disebelah dusun dan Candi Ngawen
yang terletak di daerah Muntilan. Berhubung yang memelihara sangat
tekun dan patuh, maka ia diberi hadiah seorang putri Kerajaan oleh sang
raja, maka seseorang tersebut juga masih andahan kerajaan yang juga
termasuk jugaTrah wong Aji (TRAH ADJI).
LEGENDA ASAL-USUL ADANYA SUMBER AIR SENDANG SIDUKUN
Cerita dari kanjeng Sunan Lepen (Sunan Kali Jaga), Beliau pada
perjalanannya menyebarkan Agama Islam singgah disuatu tempat yang
sepi, Beliau akan menjalankan Ibadah Sholat. Akan tetapi disitu tidak ada
air buat berwudhu. Karena Dia adalah termasuk orang yang sakti juga
merupakan Wali Nabi maka dengan kesaktiannya Oleh ALLAH diberikan
Mukjiat yaitu dengan menancapkan teken/tongkatnya ketanah, dan
seketika itu munculah air jernih dari bawah tongkat tersebut, lalu
digunakan untuk berwudhu. Konon Karena Tempat tersebut merupakan
tempat keramat dan ajaib maka sumber mata air tersebut sampai
sekarang masih sering digunakan oleh warga sebagai sarana mencari
berkah dari Allah misal untuk Minta kesembuhan, mencari jodoh,
tambahan diberi Rezeki, dan untuk pengairan warga sekitar. Menurut
cerita dari orang tua dulu tempat tersebut sangat rimbun dan dalam
karena berada dibawah tebing dan pohon Beringin yang sangat besar dan
Tinggi sehingga jarang dijamah orang maka airnya sangat jernih, dan
sering diambil airnya untuk berbagai keperluan. Karena tempat tersebut
dulu sangat sulit karena hanya jalan setapak yang dirimbuni oleh pohon
dan rumput sehingga jarang dijamah orang, Baru kemudian tahun
berganti tahun selaras dengan perkembangan kehidupan manusia dan
peradapan alam tempat tersebut dibuat semacam kolam kecil, yang lama
makin lama dibangulah sebuah kolam permanen dengan panjang kurang
lebih 25m x 7 m yang dinamakan sendang SIDUKUN, dengan sumber
mata air AJAIB dan Pohon beringin yang besar, peninggalan SUNAN
LEPEN. Keajaiban sumber mata air tersebut sampai sekarang masih
dipercaya masyarakat yang mempercayainya untuk sebagai sarana minta
berkah pada yang Maha Kuasa, misal untuk kesembuhan dari suatu
penyakit, minta kelancaran rezeki, minta segera mendapatkan jodoh dan
lain-lain. Dan pohon Beringin yang berdiri kokoh diatas mata air tersebut
juga merupakan simbul yang keajaiban dan kebesaran Allah, karena
kadang bisa sebagai pertanda atau wangsit. Keajaiban pohon beringin
tersebut konon jika ada suatu peristiwa didesa Traji sering memberikan
pertanda. Misal Saat pergantian Kepala Desa waktu pergantian dari
bapak Munjiat diganti Bapak Sudayat tahun 1984 Ranting yang besarnya
sepanggul/diameter 50 cm patah tanpa ada angin ataupun hujan dan
ranting tersebut masih kuat dan masih hidup bersama daun hijaunya dan
anehnya bangunan yang ada dibawahnya tidak rusak sedikitpun itulah
satu diantara keanehan dari Pohon beringin Keramat peninggalan Sunan
Lepen.
Dari tempat yang dianggap keramat tersebut, sehingga sebagaian orang
yang memperpercayai apabila punya khajat ataupun panyuwunan sering
mendatangi tempat tersebut, maka tidak heran jika pada hari tertentu
sering dijumpai orang minta berkah terutama setiap malam Selasa Kliwon
Dan Jumat Kliwon, apalagi setiap tanggal 1 Syuro adalah Peristiwa
sakral yang sangat ditunggu karena beribu ribu orang pengunjung datang
entah sekedar menyaksikan acara sesaji ataupun minta berkah dan
tirakat. Yang jelas dari sumber mata air tersebut orang mempercayai
sebagai air berkah (Tentunya itu adalah Mukjiat dari ALLAH Yang Maha
Kuasa)
Asal mula diadakanya upacara tradisi 1 syuro
Konon dulu ditempat tersebut yaitu Sendang Sidukun tempat Kyai dan
Nyai Dikun Kesuma sedang punya khajat yaitu mantu dan dalam acara
tersebut naggap wayang tepat tanggal 1 Syuro, waktu itu konon diadakan
acara ritual yang dihadiri banyak tamu sehingga tempat tersebut ramai
seperti pasar malam. Sehabis mengadakan upacara sesaji dilanjutkan
dengan tanggapan Wayang Kulit Oleh Dalang yang waktu itu yang
dipercaya medar wayang yaitu Ki Dalang GARU yang berasal dari Dusun
Bringin daerah sekitar Traji (Dia merupakan saksi hidup dan pelaku dari
peristiwa tanggapan wayang malam itu), Menurut pengakuan beliau,
Beliau merasa ada yang mengundang untuk melaksanakan pementasan
wayang kulit dalam acara khajatan didesa Traji tanggal 1 suro, sehingga
beliau memenuhi apa yang menjadi permintaan nya waktu datang tidak
curiga, karena seperti dialam nyata, disitu juga banyak pedagang yang
menjual daganganya bangunan panggungnya juga sangat bagus bahkan
sebelum pentas dia juga ikut dalam prosesi sesaji para pengunjung dan
tamu berpakaian kejawen Surjan dan blankon layaknya punggawa
kerajaan. Dan setelah selesai sesaji dilanjutkan pentas/tanggapan wayang
tersebut. Tapi pada kenyataannya malam itu didesa Traji Sunyi tidak ada
tanggapan wayang tersebut, Hanya dari luar desa Traji konon malam itu
terdengar suara gamelan antal anatalan, mengiringi pementasan wayang
sehingga banyak penggemar/penonton memastikan arah suara gamelan
tersebut namun tidak dijumpainya, kalau didengar dari arah selatan
seperti diutara, kalau didengar dari arah timur seperti diarah barat tetapi
sumber suara adalah dari Desa Traji disekitar Sendang Sidukun.
Dan pagi harinya ada seseorang yang tidak lain adalah Ki Dalang Garu
sowan ke pak Lurah dan menceritakan apa yang dialami semalam, Bahwa
ia semalam ditanggap oleh sesepuh desa Traji yang lagi punya khajat
disuruh pentas wayang semalam suntuk akan tetapi waktu bubar pentas
waktu yang punya khajat memberikan upah bukan berupa uang akan
tetapi berupa Kunir satu irik dan daun 3 helai, maka beliau hanya
mengambil Kunir tersebut 3 remang/3 nyari, akan tetapi diberi pesen oleh
yang punya khajat untuk tidak menoleh kebelakang sebelum 7 langkah.
Apa yang terjadi begitu ki Garu melangkah setelah 7 langkah iapun
menoleh kebelakang ternyata dia hanya melihat pohon beringin dan
sendang dengan air yang tenang dan sejuk, bahkan ia menoleh kaarah
pucuk pohon ternyata lampu blencong ki Garu yang tertinggal
menggantung diatas pohon tersebut,dan Kunir dan daun yang tadi
diberikan berubah menjadi emas dan uang, beliau terkejut dan
melaporkan kejadian yang dialaminya kepada kepala desa kemudian oleh
kepala desa kejadian tersebut nalurikan untuk diteruskan sampai
sekarang dan Kidalang Garu disuruh menetap tinggal di sebuah kampung
kauman sebelah selatan yang diberi nama Garon yang berasal dari Garu,
tempatnyapun masih ada hingga sekarang, dan Tradisi 1 Syuro masih
dinalurikan sampai sekarang.
Maksud diadakan Ritual 1 Syuro antara lain
a. Meneruskan Tradisi apa yang dilakukan nenek moyang sesepuh
Desa Traji seperti yang dikisahkan Ki dalang Garu.
b. Melestarikan budaya peninggalan nenek moyang yang adi luhung.
c. Sebagai bersih desa/merti desa agar desa ini diselamatkan dari
segala bahaya.
d. Sebagai alat pemersatu diantara warga Desa Traji, dan
sekitarnya.
e. Untuk memohon doa kepada ALLAH Supaya diberi keselamatan,
ketentraman lahir batin dijauhkan dari mala petaka.
3. Untuk pementasan harus dengan dalang Kasepuhan artinya dalang yang
sudah benar benar menguasai kemahiran batin dan berilmu kebatinan
tinggi , Nanging seng mesti lakon pasti ki lakon nambak soale intine ki
nasehat kanggo masyarakat khususe deso traji ben iso nambak utawa
mbendong hawa nafsune. Nek liyane terserah permintaan masyarakat.
Seperti yang dikisahkan oleh Ki dalang Garu dan setelah Dalang garu
ada lagi dalang yang Winasis selanjutnya yaitu Ki Timbul Hadi Prayitno
yang berasal dari daerah Bantul Jogjakarta. Beliau adalah dalang
penerus dalang Garu Selanjutnya, Ia juga ada kisah yang menarik yaitu
Sebelum hari pementasan ada wakil dari desa Traji yang datang mencari
beliau Ki Timbul Hadi Prayitno. Dia waktu itu belum setenar tahun
belakangan ini dia masih sebagai orang biasa petani waktu ada utusan ia
sedang membajak sawah lalu utusan itu menghampirinya dan tanya
alamat yang dimaksud yaitu Pak Timbul yang pernah mendalang di RRI
Jogja dan ternyata Ia sendiri yang saat itu belum mengaku kalau dirinya
yang bernama timbul baru setelah ia mengajak tamunya mampir
kerumahnya baru beliau mengaku kalau ia yang bernama Timbul Hadi
Prayitno dan setelah berbincang bincang utusan dari Traji itu
mengutarakan kedatanganya ke pak timbul yang intinya diminta untuk
pentas wayang pada acara sadranan 1 syuro tapi pak timbul mengatakan
katanya minggu kemarin juga sudah ada utusan dai Traji yang sama
minta untuk mementaskan wayang pada acara sadranan 1 Syuro
orangnya sama dan karena pak timbul tahu kebatinan maka iapun segera
menyanggupinya ternyata yang datang dulu adalah utusan dari pepunden
desa Traji/atau Kyai danyang Desa Traji yang menyerupai seperti utusan
dari Pemerintahan Desa dan berapa upah yang disepakati waktu itu yaitu
Rp15.00. (sumber berita ini adalah Ngendika dari Pak Timbul sendiri
yang pernah cerita kepada rombongan kami saat sowan ke pak timbul
dirumahnya jalan ParangTritis Km 25 Patalan Bantul)
Selanjutnya mengenai tokoh atau lakon wayang kadang sering ada
kesamaan kejadian yang dialami warga desa Traji. Tahun 1964 saat
pemerintahan desa dipimpin oleh Bpk Adi Surasa ,beliau mengambil
lakon“Tambak Bontelan” kisah dari lakon ini Perang Brotoyudo yaitu
ngalengko melawan pancawati yang menimbulkan banyak korban dan
banyak banten maka dicocokkan dengan kejadian desa Traji waktu itu
mirip karena setelah itu timbul peristiwa G.30.S.PKI/GESTAPU Warga
Traji juga banyak yang jadi korban.
Tahun 1965–1980, Saat pemerintahan Bpk Munjiat Harmo Atmojo HS,
Mengambil lakon KRESNA DUTA, Beliau adalah seorang kartikelir yang
menjalankan tugas, maka mirip dengan Lakon Kresna Duta sang tokoh
duta adalah beliau bpk Munjiat, yang menjalankan sebagai pimpinan
Desa karena kepala desa berhalangan tugas karena ikut menjadi korban
G 30 S PKI.
Tahun 1981–1989 Pemerintahan bapak Sudayat waktu akan berakhirnya
mengambil lakon GONDOMONO LUWENG Yang mengandung makna
berakhirnya Raja Gandamana.
Tahun 1990–1998 masa pemerintahan bpk Tunung Supriyono mengambil
cerita BEDAHING LOKAPALA Beliau banyak berjuang bagi
pemerintahan tetapi mengesampingkan terhadap pepunden desa Traji
maka diakhir pemerintahan berdampak tidak baik terkena dampak
reformasi pemerintahan secara perekonomian juga hancur.
Tahun 1999–2007 mengambil lakon PECAHING TOPENG WOJO, Yang
mengandung arti saat pemerintahan dia banyak peristiwa yang mirip
dengan lakon dan berakhir dengan pecahing topeng oleh Gatutkoco. Pada
akhir masa pemerintahan bpk Arianto lengser iapun memandito
melaksanakan ibadah Haji.
Tahun 2008–2013 mengambil lakon RAMA RATU, Yaitu lakon yang
menggambarkan sosok pemimpin bijak dimasa pemerintahan dan berakhir
dengan Satrio pinandito maka belaiu memandito dengan melaksanakan
ibadah Haji.
Nama : Jupriyono
Alamat : Traji
Lokasi : Rumah Bapak Jupriyono
Hari/tanggal : Seni 6 Juli 2015
Waktu : 19.30 – selesai
Keterangan : Bapak Jupriyono adalah salah satu panitia yang bertugas langsung
sebagai cucuk lampah
Daftar Pertanyaan
4. Apa saja Ritual dalam peringatan satu suro dan apa artinya ? serta Apa
saja tahapan pelaksanaan kegiatan peringatan satu suro? Jelaskan secara
berurutan?
Jawaban
1. Prosesi Acara Ritual 1 Suro
a. Sebulan sebelum peringatan Pemerintahan desa membentuk panitia
Suro yang dihadiri warga ketua RT Dan RW Juga tokoh masyarakat
yang membahas masalah pelaksanaan dari rencana ritual biaya
penyelenggaraan sampai pelaksanaan.
b. Rapat kedua mengumpulkan hasil persiapan kumpulan pertama dan
laporan seksi seksi termasuk laporan mencari dalang dan anggaran
belanja kosumsi. Dan pembuatan panggung. Sekarang ditambah
laporan perizinan keramaian dari kepolisian dan perijinan DPU
Kaitanya dengan gangguan jalan raya.
c. Kira-rira 7 hari sebelum acara ritual didesa Traji sudah dimeriahkan
dengan suatu kegiatan olah raga yaitu turnamen Sepak Bola yaitu
SURO CUP YANG HINGGA KINI SUDAH YANG KE 28, Dan itu
adalah juga merupakan agenda acara pendukung dan final biasanya
pada sore saat pelaksanaan 1syuro.
d. Satu hari menjelang Ritual 1 Syro Desa Traji sudah meriah bagai
pasar tiban Pengunjung sudah berdatangan sejak siang dan menunggu
prosesi sekitar jam 18.00 Sekitar jam 17.00,Kepala desa dan
rombongan sesaji mengadakan persiapan
e. Setelah jam yang ditentukan Bapak beserta ibu Kepala Desa yang
saat itu kajibah menjadi Sepasang penganten mempersiapakan diri
dengan busana penganten jawa layaknya sepasang penganten yang
akan diiring ke tempat sesaji yang diiringi dan didahului dengan
Cucuk lampah Gagar mayang Belakangnya sepasang penganten
bapak dan ibu kepala desa dan belakangnya Sesaji yang terdiri dari
Sajen Sendang dukun terdiri dari Nasi Bucu 2 pasang, Jadah Pasar,
Ingkung Ayam, Kepala Kambing, Beras kapuroto, beras putih,
Gunungan palawija, Bunga wangi, Ketan wajik, Air 7 rupa, dll dan
satu paket lagi untuk Sajen Kali jogo. Setelah rombongan pembawa
sesaji, belakangnya sepasang penganten bapak dan ibu kepala desa
dibelakangnya rombongan Perangkat desa, sesepuh, Domas,
Pengering dan pengunjung,yang sampingnya adalah keamanan dan
Relawan yang bertugas mengawal iring-iringan dari balai desa
sampai Sendang.
f. Sebelum berangkat diadakan ritual Kendurinan yang dipimpin tokoh
adat, yang bertujuan agar diberi keselamatan acara Ritual nantinya.
Sampai saatnya Rombongan temanten Berangkat ke tempat sesaji
dengan iringan Gending Golo ganjur layaknya Iringan temanten
rombongan berjalan dengan langkah pelan-pelan karena sesaknya
jalur yang dilewati, bagai lautan manusia yang menyaksikan dan ingin
minta berkah dari sang panganten. kadang hujanpun tak dihiraukan
oleh pengunjung.
g. Semampainya rombongan tiba di Sendang, Mereka disambut oleh
Para Pemuka Juru Kunci Sendang, yang berpakaian kejawen layaknya
orang Kerajaan Dimasa kerajaan dahulu, dengan iringan Gending
Golo ganjur rombongan pun dipersilahkan duduk bersimpuh
menghadap Altar Tempat sesaji yang disitu adalah sumur kecil dengan
sumber air berkah didalamnya, karena dari munculnya mata air
tersebut yang disakralkan sampai sekarang. Setelah duduk sejenak
kemudian pranoto coro membacakan jalannya prosesi sesaji.
a) Pertama: Juru Kunci Sendang membacakan ritual dan
memintakan doa agar acara berjalan khidmat dan diiringi
pembakaran dupa sebagai simbul agar doanya terkabul.
b) Kedua : KIDUNG JAWI (Kidung Dhandang Gula), yang
merupakan permintaan kepada Gusti agar selalu diberi berkah
menurut tradisi jawa.
c) Ketiga : Kacar-Kucur Oleh kedua Temanten Yang Melambangkan
dipimpin mbok nyai dukun yang tidak lain mempunyai simbul
saling memberi dan menerima diantara kedua temanten yang
mempunyai artikulasi agar kita menauladani saling memberi dan
menerima dalam hidup berumah tangga dan bermasyarakat.
d) Keempat: Doa Keselamatan bersama yang dipimpin oleh Ketua
adat/KESRA, Yang mempunyai simbol memberikan doa
Keselamatan kepada semua orang yang berkunjung disekitar
sendang maupun masyarakat luas secara umum.
e) Kelima: Membagikan sesaji kepada pengunjung untuk
diperebutkan dengan simbol siapapun pengunjung yang dapat
merebut sesaji tersebut akan tercapai apa yang dikehendaki
sesuai hasil yang direbut, arti lain Jika kita ingin sesuatu yang
dikehendaki harus berebut atau dengan jalan Usaha maka dalam
rebutan sesaji itu pengunjung rela berdesakan demi sebuah sesaji
f) Keenam: Rombongan melanjutkan sesaji ke KALI JOGO Yang
disitu ada punden konon tempat Istirahat Kanjeng Sunan Lepen,
sehingga dianggap tempat Suci/keramat Juru kunci memimpin Doa
ditempat tersebut dan setelah selesai dilanjukan perjalanan ke
KALI SENDANG LANANGAN DAN WEDOAN, KALI SALAK dan
kembali ke Balai Desa Namun disepanjang perjalanan banyak
pengunjung yang ingin berjabat tangan minta berkah karena
dianggap Simbol raja yang sedang paring berkah dan tak lupa
pengunjung juga berebut minta nasi bucu berkah Sehingga
pengunjung yang percaya walaupaun Cuma sedikit kalau mereka
sudah diberi mereka beranggapan akan dimudahkan hidupnya
mencari rezeki (Tapi semua kita kembalikan Keagungan ALLAH
Yang Mengatur Rezeki).
g) Ketujuh: Sekitar jam 00.00, Rombongan menuju ke Makam Mbah
KYAI ADAM MUHAMAD yang berlokasi di belakang Masjid
DARUL FALAH Traji disana rombongan memanjatkan doa dan
membaca Tahlil bersama, yang mempunyai tujuan dan makna
mendoakan punden sesepuh traji yaitu mbah ADAM MUHAMAD
yang konon dulu merupakan orang yang pertama tinggal di desa
Traji. Karena berkah dari punden ini mereka minta doa pada
ALLAH agar selalu diberi keselamatan, kesehatan, Ketentreman
lahir batin, dengan melaksanakan ritual ini.
h) Kedelapan: Rombongan melanjutkan acara sesaji ke GUMUK
GUCI Yang juga tempat suci dan Keramat. Konon tempat itu
tempatnya harta karun berupa maspicis raja brana, artinya
tempat peninggalannya perhiasan dan lain lain. Namun hingga
kini tidak ada orang yang kuat untuk mengambil. Ditempat
tersebut rombongan melakukan doa dan membaca surat/ayat
Kursyi 300x.
Nama : Mujono
Alamat : -
Lokasi : Tempat Agro wisata Jumprit
Hari/Tanggal : Rabu, 29 Agustus 2015
Waktu : 15.00 – selesai
Keterangan : Bapak Sukri adalah pegawai perhutanipenjaga tempat wisata
Jumprit
Daftar Pertanyaan
1. Adakah kaitan tempat petilasan Jumprit ini dengan desa traji dan tradisi
peringatan tahun baru hijriyah?
Jawaban
1. Kalau soal kaitan Jumprit dan Traji saya belum tahu jelas dan pasti, tapi
yang sudah terbukti bahwa tempat ini memang salah satu peninggaln dari
kerajaan Majapahit tepatnya masa akhir kerajaan tersebut.
Pada jaman peralihan Islam yang ditandai munculnya kerajaan islam
pertama di pulau Jawa, terjadi perang antara kerajaan Majapahit dan
Demak yang pada saat itu di perintah oleh raden Patah. Pada perang
tersebut majapahit mengalami kekalahan, karena itu banyak orang
Majapahit yang melarikan diri dari berbagai tempat, salah satunya
bernama Pangeran Singonegoro. Dia melarikan ke lereng gunung Sindoro
diikuti istri dan pengawalnya yaitu Mahesa Aduk dan Endong Wulung dan
kera yang bernama Ki Dipo.
Pangeran Singonegoro bertapa di sebuah sendang selama 40 hari dan
menjadi resi dengan gelar panembahan Ciptaning dia mengajarkan hindu
Siwa. Setelah tua, untuk kedua kalinya pangeran bertapa dan hilang
bersama jasadnya (Muksa). Kemudian tempat tersebut dikeramatkan
Nama : Ontong
Alamat : Traji
Lokasi : Rumah Bapak Ontong
Hari/Tanggal : minggu 12 Juli 2015
Waktu : 18.30 – selesai
Keterangan : Bapak Ontong adalah salah satu perangkat Desa yang bertugas
langsung sebagai salah satu panitia
Daftar Pertanyaan
5. Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan peringatan satu suro? Bagaimana
perannya?
6. Siapa dalang dalam pertunjukan wayang kulit? Apa saja lakonnya?
7. Bagaimana dengan peran warga? Adakah iuran yang dikenakan dan berapa
besarnya?
Jawaban
2. Peringatan tahun baru hijrriyah nek wong kene nyebut sebagai suran, ono
meneh seng nyebut pak Lurah karo bu Lurah ngantenan, soale
dilaksanakke pas tanggal siji sura trus pak Lurah karo bu Lurah di kirab
koyo nganten. Biasana meh kabeh warga Traji kene kompak lan gayeng
nglaksanakke prosesi ritual. Ono seng dadi panitia seng langsung terjun,
tapi yok ono seng kur iuran thok. Nanging meh kabeh warga desa Traji
ikut serta.
3. Nek mbiyen awale Tradisi dalange mesti ki Dalang Garu. Trus diteruske
karo anak putune dalang garu. Naganti tekan tahun 1966 lagi di ganti
karo Ki Timbul seko Jogja trus sakwise ki Timbul sedo diganti karoanake
ki Timbul nanging kur betah rong tahun tekan saiki dalangnge yok seko
jogja.
4. Nek biayane ki tahun 2014 entek kiro-kiro Rp 54.000.000,-. Dadi kabeh
masyarakat Traji dijaluki urunan. Trus tambahan seko panitiane. Kek kur
urunane masyarakat ki paling jur oleh Rp. 13.000.000,-, seng akeh ki
entok seko donatur karo pahok dodolan lan hiburan. Tahun wingi kli entok
sekitar Rp. 64.000.000,- dadi iseh ono sisa Rp. 11.000.000,-
Nama : Sukri
Alamat : Traji
Lokasi : Rumah Bapak Sukri
Hari/Tanggal : Senin 13 Juli 2015
Waktu : 18.30 – selesai
Keterangan : Bapak Sukri adalah salah satu masyarakat Desa Traji
Daftar Pertanyaan
8. Apa pendapat warga masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan peringatan
satu sura selama ini?
9. Bagaimana suasana saat pelaksanaan peringatan satu suro?
Jawaban
1. Nek wong desa Traji meh percoyo kabeh nek ora ono wayangan utowo
peringatan suran mesti ono sesuatu seng elek terjadi mbuh kuwi gagal
panen, kecelakaan utawa liyane seng ora dikarepake. Trus masyarakat
kene yok percoyo nek gelem nglakoni mesti di paringi kelancaran urusane
mbuh kuwi panene apik opo dike`i keselamatan dadi masyarakat kene
gayeng banget nek meh nglaksanake suran
2. Suasanane nek pas suro ki rame banget, akeh hiburan: ono pasar malem
ono dodolan jajan, panganan , dolanan, sandangan. Pokoke nek pas suran
ki deso Traji koyo pasar ae. Seko pojok kidul deso tekan sendang kabeh
kebek karo dodolan. Opo meneh pas malem tanggal sijine pas kirap
montor lan mobil macet total ora biso lewat.
Nama : Nafiah
Alamat : Traji
Lokasi : Rumah ibu Nafiah
Hari/Tanggal : Senin 13 Juli 2015
Waktu : 20.30 – selesai
Keterangan : Bapak Nafiah adalah salah satu masyarakat Desa Traji
Daftar Pertanyaan
1. Apa pendapat warga masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan peringatan
satu sura selama ini?
2. Bagaimana suasana saat pelaksanaan peringatan satu suro?
Jawaban
1. Jarene yo mas nek ora wayangan opo ora suran ki mesti ono sesuatu seng
elek teko. Dadi kabeh warga Traji kompak nek meh ngrayakke. Trus nek
warga seng gelem terjun langsung trus gelem ngenehi urunan gawe
perayaan ndillah yok diparingi gampang ae, sak ngertiku ora ono seng
ngangluh meni kelarangen opo pas ora duwe
2. Jajal sampean rene mas nek arak ngerti koyo opo ramene, seko pojok
kidul deso tekan sendang mino dodolan. Opo meneh pas acara kirap ora
ono pit utowo montor seng biso lewat pokoke macet total