Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB NASHAIHUL ‘IBAD KARYA
IMAM NAWAWI AL-BANTANI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh:
ABDUL KHAMID
NIM: 111 13 063
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN 2017
2
3
iii
6
v
7
MOTTO
َمَحا ِمدِ َتَعلَّْم َفِانَّ اْلِعْلَم َزْيُن ِِلَ ْهلِِه # َوَفْضلُ َوُعْنَواُن لُِكل
َوُكْن ُمْسَتِفْيًداُكلَّ َيْوٍم ِزَيا َدةُ # ِمَن اْلِعِم َواْسَبْح فِى ُبٌخْوِراْلَفَوا ئِِدا
Belajarlah ! sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya
Dia perlebihan dan pertanda segala pujian
Jadikankanlah hari-harimu untuk menambah ilmu
Dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna
(Syeikh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji)
vi
8
PERSEMBAHAN
Skripsi yang sederhana ini saya persembahkan kepada:
Bapak- Zaini Ibu Maspiyah tercinta yang senantiasa tak pernah
hentinya memberikan semangat serta Do‟anya sehingga skripsi ini
bisa penulis selesaikan.
Abah Cholid Ulfi F, Abah As‟ad Haris N.F, Abah Taufiqurrahman,
Ibunda Facichah Ulfah dan Ibunda Chusnul Halimah serta segenap
keluarga besar kepengasuhan Yayasan Pondok Pesantreb Al-Manar
yang senantiasa memberikan tempat bagi saya dalam mencari Ilmu.
Bapak dan Ibu Guru besrta staf tata usaha MTs Al-manar yeng selalu
mendo‟a kan dan dorongan semanagt sehingga terselesainya skripsi
ini.
Kakak saya Masrokhan beserta Istrinya yang selalu memberikan
support dan memberikan motivasi kepada saya.
Teman-teman satu gotak ngaji bareng, ngopi bareng Pondok
Pesantren Al-Manar: pak lurah Lutfi, kang kamaludin, kang
kholifah, kang Asmu‟i, kang Wahab, kang Didik, kang Huda, kang
Amri, Mbah Roko, kang Giweng, kg Izud, kg alfian, kg Umam, Gus
Faza, kgMahrus, kg Qosiemi,
Seorang yang special yang akan menemani hidup saya nanti
Semua yang telah mendoakan saya yang tidak bisa penulis sebut satu
persatu
vii
9
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allaah yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang, Segala Puji bagi Allah, dengan penuh rasa Syukur akhirnya penulis
panjatkan kehadiran-nya. Hanya berkat karuynia-Nya penulis dapat
melaksanakan aktivitas hidup terutama dalam menyelesaikan tugas akhir di
IAIN Salatiga ini.
Penulis menyadari bahwa penulis skripsi ini tidak akan dapat
menyelesaikan skripsi ini tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam
Nsgeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga
3. Ibu Rukhayati, M.Ag, selaku ketua jurusan pendidikan Agama Islam
4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku pembimbing akademik
5. Bapak Dr. M. Gufron, M.Pd selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini.
6. Para pustakawan di sekolah IAIN Salatiga yang selalu memberikan
pelayanan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh karyawan IAIN Salatiga yang selalu
memberikan Ilmu kepada penulis.
8. Almukarom Romo Kyai As‟ad Haris Nasution F. Abah Taufiqurrahman,
Ibunda Fatikhah Ulfah, Ibunda Chusnul Chalimah, serta Ustadz-Uatdzah
Pon-Pes Al-Manar yang telah berjuang bersama dalam Agama Alah.
viii
10
11
ABSTRAK
Abdul Khamid. 2017 .Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Nashaihul
‘Ibad Karya Imam Nawawi al-Bantani.Skripsi Jurusan Pendidikan
Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Ghufron, M.Ag.
Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Imam Nawawi al-Bantani
merupakan seorang ulama‟ salaf pemikir yang menghasilkan karya-karya besar
yang terkenal. Beliau merasa bahwa sangat pentingnya sebuah pribadi yang
memiliki keimanan yang kuat, kesempurnaan akidah dan akhlak serta pendidikan
yang berkualitas dan memadai harus dimiliki oleh setiap orang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
mengkaji apa saja nilai pendidikan dalam kitab Nashaihul ‘Ibad karya Imam
Nawawi al-Bantani. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah:
1). Bagaimana sistematika penulisan dari kitab Nashaihul ‘Ibad? 2). Apa saja
nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Nashaihul ‘Ibad? 3). Bagaimana
relevansi pada akhlak terhadap dunia pendidikan sekarang?.Untuk menjawab
pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan
kepustakaan.Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan jenis penelitian
kepustakaan(Library Research), sedangkan sumber data primer dari penelitian ini
adalah kitab Nashaihul ‘Ibad dan sumber sekundernya adalah buku-buku lain
yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian.
Adapun teknis analisis data menggunakan metode Induktif dan metode
Diduktif. dan temuan penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pendidikan akhlak
dalam kitab Nashaihul ‘Ibad karya Imam Nawawi al-Bantani ini sangat
dibutuhkan bagi dunia pendidikan sekarang ini. Ciri pemikiran beliau dapat
digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh dengan al-Qur‟an
dan Hadits serta atsar para ulama‟. Beliau menyatakan bahwa Ilmu itu sesuatu
yang suci dan hanya akan dapat diserap oleh jiwa yang suci pula. Pendidikan tidak
hanya didapat dari bangku sekolah saja, namun kita bisa mendapatkannya melalui
siapa saja dan apa saja. Proses mencari Ilmu dapat diperoleh dengan cara
memperkuat cinta kepada Allah SWT, menjaga diri dari perbuatan yang dilarang
agama dan senantiasa mendekatkan diri pada Allah. Sikap kita kepada sesama
manusia dan makhluk lain juga akan berpengaruh dalam dunia pendidikan Islam.
Saling menyanyangi, tawadhu’ serta sikap-sikap yang seharusnya kita lakukan
kepada makhluk lain akan menjadikan kita sebagai hamba yang santun dan bijak
dalam kehidupan. Dari sini diharapkan akan terwujud sebuah pribadi yang
memiliki akhlak mulia, berbudi pekerti yang luhur dan berkeimanan yang kuat.
x
12
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LOGO IAIN .................................................................................................... ii
NOTA PEMBIMBING .................................................................................. iii
PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIHAN TULISAN .................................................. v
MOTTO .......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
D. Kegunaan Penelitian.................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ......................................................................... 8
F. Metode Penelitian........................................................................ 10
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 13
BAB II BIOGRAFI IMAM NAWAWI AL-BANTANI
A. Riwayat Hidup Imam Nawawi al-Bantani .................................. 15
B. Nasab Imam Nawawi al-Bantani ................................................ 16
C. Sistematika Penulisan Kitab Nashaihul ‘Ibad ............................ 19
D. Pendidikan Imam Nawawi al-Bantani ........................................ 21
E. Karya-karya Imam Nawawi al-Bantani ...................................... 23
F. Nasionalisme ............................................................................... 28
G. Silsilah Guru-guru Imam Nawawi al-Bantani............................. 30
H. Mengajar dan Menjadi Imam di Masjidil Haram ........................ 33
I. Murid-murid Imam Nawawi al-Bantani...................................... 35
J. Wafat .......................................................................................... 38
xi
13
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN IMAM NAWAWI AL-BANTANI
A. Pengertian Nilai Pendidikan ........................................................ 39
1. Pengertian Nilai ........................................................................ 39
2. Bentuk-bentuk Nilai Pendidikan .............................................. 41
B. Pengertian Pendidikan Akhlak ................................................... 44
1. Pengertian Pendidikan .............................................................. 44
2. Pengertian Akhlak ................................................................... 46
C. Pemikiran Imam Nawawi al-Bantani Tentang Nilai Pendidikan
Akhlak dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad ........................................ 50
BAB IV ANALISIS RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB NASHAIHUL’IBAD KARYA IMAM NAWAWI
AL-BANTANI
A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad ............. 59
B. Relevansi Pendidikan Akhlak dalam kitab Nashaihul ‘Ibad dalam
dunia Pendidikan ........................................................................ 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 81
B. Saran ............................................................................................ 84
C. Kata Penutup ............................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah Agama yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW
sebagai pedoman hidup umat manusia dan pendidikan bagi manusia dan
seluruh alam ini. Rasulullah SAW sebagai utusan yang menyempurnakan
akhlak manusia, karena beliau dalam hidupnya penuh akhlak-akhlak yang
mulia dan sifat-sifat yang baik. (Umar Abdul Djabbar, tt: 3).
Islam merupakan Agama rahmatan lil’alamiin yang dibawa oleh
Rasullullah SAW. Islam sangat memperhatikan segala aspek yang dikerjakan
manusia, mulai dari hal-hal yang besar, baik yang berhubungan dengan Allah
maupun dengan manusia. Dalam hal ini Islam memberikan pendidikan
kepada manusia dan sebagai pedoman hidup untuk manusia seluruh alam.
Rasulullah SAW, sebagai utusan yang menyempurnakan akhlak manusia,
karena beliau pada hidupnya penuh dengan akhlak-akhlak yang mulia dan
sifat-sifat yang baik. Para sahabat dan keluarga beliau menjadikan perjalanan
Nabi Muhammad SAW, sebagai pelita untuk penyiaran Agama. Hal ini
digambarkan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur‟an:
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
(Q.S. Al-Qalam: 4). (http//.alquran-digital.com).
Rasulullah adalah perumpamaan Al-Qur‟an yang berjalan, karena
perilaku, perkataan dan kehidupan kesehariaannya mencerminkan apa yang
diajarkan di dalam Al-Qur‟an. Dalam syiar Islam beliau mengutamakan
2
pemberian contoh nyata melalui perangainya yang sangat luhur. Biarpun
dicaci maki, dicemooh, dihina dan bahkan nyawa taruhannya terancam oleh
orang-orang kafir, tetapi beliau membalas perbuatan tersebut dengan pekerti
yang luhur tiada rasa dendam, marah, putus asa, malah membalas dengan hal
kebaikan dan ternyata perbuatan itu dapat mengalahkan mereka, lalu
merekapun berbondong-bondong masuk Islam tanpa adanya ajakan secara
langsung.(Hermawan, 2015: 32).
Agama Islam sangat memperhatikan masalah akhlak, melebihi
perhatiannya dari hal-hal yang lain. Perhatian itu sampai sedemikian rupa,
sehingga akhlak sebagai salah satu pokok tujuan risalah. Akhlak merupakan
lambang kualitas manusia, masyarakat, dan umat. Karena itulah akhlak yang
menentukan eksistensi seorang muslim.
Akhlak merupakan sifat yang dekat dengan iman. Baik buruknya
akhlak menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan manusia.
Orang yang beriman kepada Allah akan membenarkan dengan seyakin-
yakinnya akan ke Esaan Allah, meyakini bahwa Allah mempunyai sifat
dengan segala kesempurnaannya dan tidak memiliki sifat kekurangan,
ataupun menyerupai sifat-sifat makhluk ciptaan-Nya.(Siroj, 2009:2).
Maka karena itu pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi
pendidikan Islam, posisi ini terlihat dari kedudukan Al-Qur‟an sebagai
referensi paling penting tentang akhlak bagi kaum muslimin baik individu,
keluarga, masyarakat, dan umat. Akhlak merupakan buah Islam yang
bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat hidup dan
3
kehidupan menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol psihis dan sosial
bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, manusia tidak akan berbeda dari
kumpulan binatang.(Munzier, 2008: 89).
Karena Harkat manusia ditentukan oleh akhlaknya. Akhlaknya yang
sudah membentuk menjadi kepribadian akan memberikan jati diri yang
agung. Jati diri tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi perlu adanya
langkah-langkah untuk mengukirnya. Mengukir jati diri di waktu kecil seperti
mengukir batu, butuh ketekunan sampai akhir hayat.(Mubarok, 2011:3).
Akan tetapi berbanding terbalik dengan apa yang terjadi remaja
sekarang pergaulan sudah sangat mengkhawatirkan, karena sudah sangat
banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh remaja. Lingkungan
memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan, dan dapat
membentuk suatu kebiasaan terhadap seseorang.(Al-Jaza‟iri, tt: 223). Hal ini
menjadi keprihatinan bersama. Apabila tidak ada cara untuk membentengi
anak-anak (pelajar) dari terjangan lingkungan yang buruk, maka bisa
dipastikan mereka akan terpengaruh oleh lingkungan yang buruk, dan bukan
tidak mungkin mereka juga akan menjadi terbiasa untuk melakukan
perbuatan yang buruk. Sangat jelas bahwa sungguh telah ada suritauladan
yang baik dalam diri Rasulallah SAW. Maka hendaklah kepada para orang
tua dapat memberikan pengarahan dan pendidikan akhlak yang baik terhadap
anak-anaknya agar kelak sifat baik Rasulullah dapat tercermin di dalam
dirinya. Imam Al-Ghazali mengatakan: “seseorang anak, sejak ia dilahirkan
adalah amanat Allah SWT kepada kedua orang tuanya. Hati anak tersebut
4
masih bersih dan suci, bagaikan permata yang sangat berharga. Manakala
anak itu terbiasakan dan diperlihatkan kepada hal-hal yang baik, maka anak
itu akan tumbuh menjadi manusia yang semakin hari akan semakin tertancap
serta semakin meresaplah kebaikan-kebaikan di dalam jiwanya”. Dan bagi
generasi muda hendaknya sadar bahwa kelak mereka juga akan menjadi
orang tua, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki akhlak. Yang mana di
era sekarang ini sudah tampak tanda-tanda zaman Jahiliyah jilid dua yang
terbukti dengan banyaknya perilaku-perilaku yang menyerupai zaman pra
Islam.(Al-Ghalayaini, 2000: 314).
Oleh karena itu, orang tua harus lebih memperhatikan anak-anaknya
dalam soal pendidikan, terutama pendidikan tentang akhlak. Supaya mereka
tidak mudah terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang buruk seperti saat
ini. Pada masa yang akan datang kelak, mereka akan menjadi pilar-pilar
penerus perjuangan yang memiliki tingkah laku (akhlak) yang baik, menjadi
penerus bangsa negara, dan juga Agama.
Berbekal dengan pendidikan akhlak, seseorang dapat mengetahui
batas mana yang baik dan mana yang buruk. Juga dapat menempatkan
sesuatu sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh
irsyad, taufik, dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia dan di akhirat.
Kebahagian hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di
dalam lubuk hati. Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan mendapat
ridha dari Allah SWT dan selalu disenangi oleh sesama makhluk.(FIP-UPI,
2007: 18).
5
Salah seorang ulama‟ yang mengkaji dan memberikan pendidikan
akhlak secara mendalam adalah Imam Nawawi Al-Bantani. Beliau adalah
seorang ulama‟ besar dalam bidang keilmuaan salah satunya adalah
pendidikan akhlak.
Sejarah menyebutkan bahwa beliau dikenal kuat dalam mengamalkan
Ilmu dan hidup zuhud, dan sangat sabar menjalani kehidupan yang serba
kekurangan. Beliau juga jarang tidur malam, rajin beribadah dan menulis
berbagai kitab salah satu karyanya yang sering dikaji adalah Nashaihul ‘Ibad.
( http://klulaku.blogspot.co.id). Kitab ini tergolong praktis, di dalamnya
terdapat berbagai ulasan-ulasan yang berhubungan dengan nilai-nilai
pendidikan akhlak beserta dalil-dalilnya (dasar-dasarnya), yang kemudian
bisa dijadikan acuan untuk mempengaruhi dan memformulasikan nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari para siswa (pelajar).
Dari uraian di atas, penulis sangatlah tertarik ingin lebih jauh
mengkaji tentang nilai-nilai pendidikan akhlak pada pemikiran Imam Nawawi
Al-Bantani melalui sebagian karya-karyanya yang cukup fundamental yaitu
kitab Nashaihul ‘Ibad yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang
pendidikan akhlak. Untuk itu, maka penulis berusaha untuk menyusun sebuah
skripsi yang berjudul: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
KITAB NASHAIHUL ’IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI,
dengan harapan semoga dapat memberikan kontribusi dan manfaat terutama
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
6
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sistematika penulisan dari kitab Nashaihul ‘Ibad?
2. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab
Nashaihul ‘Ibad ?
3. Bagaimanakah relevansi pendidikan akhlak kitab Nashaihul ‘Ibad
dalam konteks kehidupan pelajar sekarang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui bagaimana sistematika penulisan kitab Nashaihul ‘Ibad.
2. Mengetahui bagaimanakah nilai-nila Pendidikan akhlak yang terdapat
dalam kitab Nashaihul ‘Ibad.
3. Mengetahui relevansi pendidikan akhlak kitab Nashaihul ‘Ibad dalam
konteks kehidupan pelajar sekarang.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
dalam upaya peningkatan Ilmu pengetahuan dan pembenahan akhlak yang
pada era sekarang ini sangat jauh dari ajaran Islam. Kegunaan dari penelitiaan
ini dapat dikemukakan dua bagian, yaitu:
1. Kegunaan Teoristik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai pendidikan yang terkandung
7
dalam kitab Nashaihul ‘Ibad serta bermanfaat sebagai kontribusi
pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai nilai
pendidikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
1. Sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia
pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di
Indonesia terutama pendidikan Islam.
2. Dapat dijadikan masukan yang membangun guna untuk
meningkatkan kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan
Islam, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan
penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah
secara global.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
1. Sebagai bahan referensi dalam Ilmu pendidikan terutama Ilmu
pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah
wawasan di bidang tersebut khususnya dan bidang Ilmu
pengetahuan yang lain pada umumnya.
2. Menambah khazanah mengenai nilai pendidikan akhlak yang
terdapat dalam kitab nashaihul ‘Ibad sehingga mengetahui
8
betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian berusaha memperbaiki diri agar selalu
meningkatkan mutu dan kualitas diri menjadi yang lebih baik
dihadapan Allah dan dihadapan manusia.
Dengan demikian setiap induvidu diharapkan dalam keadaan
tetentu dapat mengambil pelajaran di setiap aktivitasnya. Kemudian akan
menjadikan pribadi berfikiran matang sebelum melakukan suatu tindakan
dan menentukannya ke jalan kebenaran dan mengurangi tingkat
kesalahan tindakan baik itu merugikan diri sendiri, kelompok, maupun
orang lain serta menuju kebahagiaan dunia sampai akhirat.
E. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kekeliruan
penafsiran dan kesalahan dalam memahami istilah, maka penulis kemukakan
pengertian dan penegasan judul proposal ini sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai adalah sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok
sosial membuat keputusan mengenai apa yang ingin dicapai atau sebagai
sesuatu yang dibutuhkan.(www.pengertianpakar.com)
Pendidikan adalah upaya yang dilakukan dengan sadar untuk
mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui
pengajaran dan pelatihan.(Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990: 365).
Akhlak adalah suatu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai
sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau
http://www.pengertianpakar.com/
9
jelek, sesuai pembawaannya, ia menerima pengaruh pendidikan
kepadanya, baik maupun jelek kepadanya.(Al-Jaziri, tt: 223).
Nilai pendidikan akhlak adalah merupakan usaha sadar yang
memungkinkan induvidu atau kelompok untuk membimbing dan
mengarahkan seseorang untuk mencapai suatu tingkah laku yang baik
dan teruji serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan.
2. Nashaihul ‘Ibad
Sebuah karya Muhammad Nawawi bin „Umar Al-Bantani Al-
Jawi yang disajikan untuk seorang hamba sebagai pedoman dan rujukan
berperilaku sesuai tuntunan Islami yang dapat membawa ke arah
kebaikan dan menjadikan seseorang berbudi pekerti santun dan berjiwa
lembut. Kandungannya begitu dalam dan hakikatnya begitu tinggi,
sehingga bila difahami dengan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari dapat
menghantarkan kita pada kebersihan hati, kesucian jiwa dan kesantunan
budi pekerti serta dapat mengingatkan kita akan pentingnya memahami
makna hidup hakiki dan mempersiapkan diri menghadap Sang Maha
Kuasa dengan membawa berbagai amal kebaikan dan budi pekerti yang
baik (Kauma, 2005: 5).
Kitab ini terdiri dari 10 bab pembahasan, dimulai dari Khutbatul
Kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga, sampai dengan sepuluh
pada akhir kitab. Kitab ini juga disertai dengan fahrasat (daftar isi).
10
3. Imam Nawawi
Adalah Abu Abdul Mu‟ti Muhammad Nawawi bin „Umar bin
„Arabi bin „Ali At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Beliau dilahirkan di desa
Tanar, Banten, Jawa Barat, pada tahun 1230 H bertepatan dengan 1813
M, di dalam keluarga yang mulia yang terkenal dengan dakwah
Islamiahnya. Sejak kecil beliau hidup dan menimba ilmu di Makkatul
Mukarromah dan berbagai daerah seperti: Madinah, Syiria, dan Mesir.
Kemudian menetap kembali di Makkah. Setelah mengabdikan dirinya
dalam perjuangan yang panjang untuk memperjuangkan Islam, akhirnya
imam Al-Bantani kembali ke Rahmatullah pada tanggal 25 syawal
1314/1879 52).M. (Amirul Ulum, 2015: 52).
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research) dengan objek kitab-kitab, serta lainnya
yang ada kaitannya dengan objek kajian, karena yang dijadikan objek
adalah hasil karya tulis hasil pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun
referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab Nashaihul
’Ibad karya Imam Nawawi.
11
Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah terjemah
Nashaihul ’Ibad, kitab Risalatul Mu’awwanah, Kapita Selekta
Pendidikan Islam serta kitab-kitab dan buku-buku lainnya yang ada
relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi
sumber data primer yakni kitab Nashaihul ’Ibad dan data sekunder
yakni terjemah Nashaihul ’Ibad, kitab Risalatul Mu’awwanah, Kapita
Selekta Pendidikan Islam dan buku-buku serta kitab yang relevan
lainnya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara
sistematis dalam hubunganya dengan masalah yang diteliti, sehingga
diperoleh data/ informasi untuk bahan penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Teknik Analisis Data yaitu penanganan terhadap suatu obyek
Ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian satu
dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai
halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis
masalah adalah sebagai berikut:
a. Metode Diduktif
Metode Deduktif yaitu apa yang dipandang benar dalam
peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar
12
pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini
adalah suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum
dan berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan
yang khusus.(Hadi, 1990: 26). Metode ini digunakan oleh penulis
untuk menganalisis data tentang nilai yang akan dibahas yaitu nilai
pendidikan akhalak.
Jadi metode deduktif adalah proses berfikir secara umum
kemudian ditarik menjadi pengetahuan berfikir secara khusus.
b. Metode Induktif
Metode Induktif yaitu metode yang berangkat dari fakta-
fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari
fakta-fakta dan peristiwa yang konkrit ditarik dalam generalisasi
yang bersifat umum (Hadi, 1990: 26). Metode ini penulis gunakan
untuk menganalisis data tentang kebahagiaan yang hakiki dalam
kitab Nashaihul ’Ibad, sehingga dapat diketahui nilai pendidikan
akhlak yang terkandung di dalamnya.
Jadi metode deduktif adalah proses berfikir secara khusus
kemudian ditarik menjadi pengetahuan berfikir secara umum.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah sistematika
penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar
tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
13
Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Metode Penelitian, Penegasan Istilah, dan sistematika Penulisan
sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
Bab II : Latar Belakang penulisan kitab Nashaihul ’Ibad, Sistematika
penulisan kitab Nashaihul ’Ibad, Biografi dan pemikiran imam
Nawawi, menguraikan tentang: Biografi Imam Nawawi yang
meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan
karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas perkembangan
intelektual, karya-karyanya, silsilah nasab dan silsilah gurunya.
Bab III : Deskripsi pemikiran Imam Nawawi Al-Bantani.
Bab IV : Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran, relevansi,
pemikiran, dan Implikasi.
Bab V : Penutup, menguraikan kesimpulan dan saran.
14
BAB II
BIOGRAFI IMAM NAWAWI AL-BANTANI
A. Riwayat hidup Imam Nawawi
Lahir dengan nama Abu Abdul Mu‟ti Muhammad Nawawi bin „Umar
bin „Arabi. Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat.
Ulama yang lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan
Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten (Sekarang di Kampung Pesisir,
desa Pedaleman, Tanara, Serang Kecamatan Tanara, Jawa Barat pada tahun
1230 H /1813 M dalam keluarga yang terkenal dengan dakwah Islamiahnya.
Beliau wafat di Makkah pada tanggal 25 syawal 1314/1879 M. Jenazah imam
Nawawi al-Bantani dishalatkan di Masjidil Haram dengan gelombang yang
besar. Kemudian dimakamkan di Ma‟la berdekatan dengan makam Ibnu
Hajar dan Asma‟ binti Abu Bakar.(Amirul Ulum, 2015: 52-53).
Ketika masa beliau berusia 10 tahun, beliau sudah memulai hafal Al-
Qur‟an dan membacakan kitab Fiqih pada sebagian ulama di sana. Proses
pembelajaran ini di kalangan Ahli Hadits lebih dikenal dengan sebutan Al-
Qira`ah. Suatu ketika, secara kebetulan seorang ulama bernama Syaikh
Yasin bin Yusuf al-Marakisyi melewati perkampungan tersebut dan
menyaksikan banyak anak-anak yang memaksa An-Nawawi kecil untuk
bermain, namun dia tidak mau bahkan lari dari kejaran mereka dan menangis
sembari membaca Al-Qur‟an. Syeikh ini kemudian mengantarkannya kepada
ayahnya dan menasehati sang ayah agar mengarahkan anaknya tersebut untuk
https://id.wikipedia.org/wiki/Seranghttps://id.wikipedia.org/wiki/Bantenhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pedaleman,_Tanara,_Serang
15
menuntut ilmu. Sang ayah setuju dengan nasehat ini.(Amirul Ulum, 2016:
57).
Pada tahun 649 H, An-Nawawi, dengan diantar oleh sang ayah, tiba
di Damaskus dalam rangka melanjutkan studinya di Madrasah Dar al-Hadits.
Dia tinggal di Al-Madrasah Ar-Rawahiyyah yang menempel pada dinding
masjid al-Umawy dari sebelah timur.(https://ahlussunahwaljamaah.)
Ayah beliau bernama K. H „Umar bin „Arabi, seorang pejabat
penghulu yang memimpin sebuah masjid. Dilacak dari segi silsilah, imam
Nawawi merupakan keturunan ke-11 dari Maulana Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu cucu dari Maulana Hasanuddin (Sultan
Banten I) yang bernama Sunyaratas (Tajul Arsy). Nasabnya bersambung
dengan Nabi Muhammad SAW. Melalui jalur imam Ja‟far ash-Shadiq, Imam
Muhammad al-Baqir, imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah
az-Zahra. (Ghofur, 2008:189). Beliau bersaudara tiga orang yaitu Nawawi,
Tamim dan Ahmad.(Syamsu, 1996:271).
https://ahlussunahwaljamaah/
16
B. Nasab Imam Nawawi Al-Bantani
Sudah disebutkan di atas, bahwasannya nasab Imam Nawawi Al-
Bantani bersambung dengan nasab baginda Nabi Muhammad SAW. Adapun
urutan nasab-nasab Imam Nawawi Al-Bantani adalah sebagai berikut:
Sayyiduna Muhammad SAW
Sayyidatuna Khatijah Al-
Kubro RA
Sayyiduda „Ali bin Abi Tholib
Fatimah Azzahro al-Batul Ra.
Sayyiduna Imam Maulana
Husain Ra
Imam „Ali Zainal
„Abidin Assajad Ra.
Imam Ja‟far Shodiq Ra Imam Muhammad
Baqir Ra
Imam „Ali „Uroidhi Ra Muhammad An-
Naqib Ra
Imam Ahmad al-Muhajir Ra Imam Isa Syakir
Arrumi Ra
Imam Ubaidullah
Ra Imam Alawi Ra
Imam „Ali Kholi Qosam Ra Imam Muhammad
Ra
Imam Muhannad Shohib
Marbath Ra
Imam „Ali Hadroh
Maut (yaman) Ra
Imam Abdullah Khon Ra Imam Abdul Malik
Ra.
17
Imam Ahmad Syah
Jalaliddin Ra.
Imam Jamaluddin al-
Akbar Ra.
Imam Abdullah Umdataddin
Ra
Imam „Ali Nurril
„Alim Siyam Ra
Sunan Gunung Jati Raden
Syarif Hidayatullah Cirebon
Ra.
Maulana Hasanuddin
Banten Ra.
Muhammad Nashriddin
Banten Ra
Maulana Yusuf
Banten Ra
Abul Mafakhir Muhammad
Abdil Qadir Ra.
Abul Ma‟ali Ahmad
Kanari Banten Ra.
Mangsuruddin Cikaduen
Banten Ra.
Abul Fath Abdil
Fattah Tirtayasa
Banten Ra.
Maulana Nawawi
Ra.
Maulana „Ali Ra.
Maulana „Umar
Attanar al-Bantani
Syaikhul Kabir wa „Alim Hijaz Abdul Mu‟thi Muhammad
Nawawi Al-Bantani.
18
Demikianlah runtunan nasab beliau yang sampai pada baginda Nabi
Muhammad melalui jalur sayyiduna Husain ra (http//id.wikipedia.org).
C. Sistematika Penulisan Kitab Nashailul ‘Ibad
Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab Nashaihul ‘Ibad
adalah tematik, yang penulisannya dari satu bab ke bab yang lain berdasarkan
jumlah nasehat dan pokok masalah yang terkandung di dalamnya. Mulai dari
dua pokok masalah, tiga pokok masalah, dan seterusnya sampai sepuluh
pokok masalah. Jumlah pembahasannya ada 214 yang didasarkan pada 45
Hadits dan sisanya merupakan atsar (perkataan sahabat dan tabi‟in). Adapun
rincian bab yang terdapat dalam kitab ini yaitu:
1. Bab I, khutbatul kitab yang berisi kata pengantar dan sambutan dari
penulis.
2. Bab II, Tiga puluh macam makalah berdasarkan Hadist Nabi dan
perkataan sahabat, masing-masing mengandung dua butir nasehat. Adapun
urutannya adalah:
a. Dua hal yang sangat utama
c. Dua perintah Nabi agar bergaul dengan ulama‟
d. Dua perumpamaan masuk kubur tanpa bekal
e. Dua kemuliaan
f. Dua kesedihan
g. Dua pencarian
h. Dua sikap orang mulia dan bijaksana
i. Dua modal yang berbeda hasilnya
j. Dua dasar kemaksiatan
19
k. Dua jenis tangisan
l. Larangan meremehkan dosa kecil
m. Dua jenis dosa
n. Dua aktivitas utama
o. Dua bukti belum mengenal Allah dan dirinya sendiri
p. Dua kerusakan
q. Dua nasehat tentang nafsu dan sabar
r. Dua pengendalian akal
s. Dua keuntungan menjauhi keharaman
t. Dua wahyu Allah kepada Nabinya
u. Dua kesempurnaan akal
v. Dua perbedaan antara yang berilmu dan yang bodoh
w. Dua ciri orang yang taat kepada Allah
x. Dua aktivitas inti
y. Dua sumber dosa dan fitnah
z. Dua pengakuan kelemahan diri
aa. Dua perbuatan tercela
1. Bab III, Lima puluh makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan
sahabat masing-masing mengandung tiga butir nasehat.
2. Bab IV, Tiga puluh makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan
sahabat masing-masing mengandung empat butir nasehat.
3. Bab V, Dua puluh tujuh makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan
sahabat masing-masing mengandung lima butir nasehat.
20
4. Bab VI, Tujuh belas makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan
sahabat, masing-masing mengandung enam butir nasehat.
5. Bab VII, Sepuluh macam makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan
sahabat masing-masing mengandung tujuh butir nasehat.
6. Bab VIII, Lima makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan sahabat,
masing-masing mengandung delapan butir nasehat.
7. Bab IX, Lima makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan sahabat,
masing-masing mengandung Sembilan butir nasehat.
8. Bab X, dua puluh Sembilan makalah berdasarkan Hadist Nabi dan
perkataan sahabat, masing-masing mengandung sepuluh butir nasehat.(Al-
Asqalany, 2002: 1)
D. Pendidikan Imam Nawawi Al-Bantani
Imam Nawawi Al-Bantani adalah seorang yang Agamis.
Mengutamakan pengetahuan ilmu Agama. Sendi-sendi ajaran Islam selalu
dikedepankan dibandingkan yang lainnya. Ajaran yang telah diajarkan oleh
ayah dan guru-gurunya selalu Imam Nawawi lestarikan.(Amirul Ulum, 2015:
41).
Semenjak kecil beliau terkenal cerdas, otaknya dengan mudah
menyerap pelajaran yang diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaan-
pertanyaan kritisnya sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang
begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang ayah mengirimkannya
keberbagai pesantren di Jawa. Beliau mula-mula mendapat bimbingan
21
langsung dari ayahnya, kemudian berguru kepada kyai Sahal banten, setelah
itu mengaji kepada kyai Yusuf Purwakarta.(http://id.Wikipedia.org).
Pada usia 15 tahun, Imam Nawawi bersama dua saudaranya berangkat
ke Makkah untuk menunaikan haji. Namun selepas musim haji, ia enggan
kembali ke Indonesia. Dahaga keilmuan yang telah meneguhkan
keinginannya untuk tetap menetap di Makkah. Di tanah suci ini beliau
menyerap berbagai pengetahuan. Ilmu kalam (teologi), bahasa dan sastra
arab, Ilmu hadist, tafsir dan terutama Ilmu fiqih adalah sederet pengetahuan
yang dikajinya dari para ulama besar di sana (Ghofur, 2008:190). Beliau
berguru kepada para ulama‟ terkenal di Makkah, seperti: syeikh Khatib al-
Sambasi (1802-1872 M ), Abdul Ghani Bima (wafat 1853 M), Yusuf
Sumbulaweni, „Abdul Hamid Dhagestani (1863-1915 M), Syeikh Ahmad
Zaini Dahlan (1816-1891 M), Syeikh Muhammad Khatib Hambali (1859-
1915 M), dan Syeikh Junaid al-Betawi. Akan tetapi guru yang paling
berpengaruh adalah Syeikh Sayyid Ahmad Nahrawi, dan Syeikh Ahmad
Dimyati ulama‟ terkemuka di Makkah, melalui karakter ketiga syeikh inilah
karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama‟ lain yang
berpengaruh besar mengubah alam pikirannya, yaitu Syeikh Muhammad
Khatib al-Sambasi dan Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, ulama‟ besar Madinah
(http://id.Wikipedia.org).
Merasa masih haus akan dunia keilmuannya Imam Nawawi
mengembara lagi ke Negara-negara Islam di Timur Tengah untuk belajar
kepada Ulama‟-ulama‟ seperti mesir dan syam. Setelah menyerap banyak
http://id.wikipedia.org/http://id.wikipedia.org/
22
materi dari para Ulama‟ beliau kembali lagi ke Hijaz untuk belajar dengan
ulama‟-ulama‟ yang ada di sana.(Amirul Ulum, 2015: 45).
Syeckh Nawawi al-Bantani berangkat ke hijaz pada 1828 M setelah 2
tahun memimpin pesantren ayahnya sejak tahun 1826. Setelah kepergiannya,
tugas mengasuh pesantren dilimpahkan kepada adeknya, terutama tamim dan
syaid yang seperguruan dengannya seketika belajar kepada K.H Sahal, Kyai
Yisuf dan pengasuh Pesantren Cikampek.(Amirul Ulum, 2016: 66)
E. Karya-karya Imam Nawawi al-Bantani
Selain seorang guru besar Imam Nawawi dalam jangka waktu kurang
lebih 15 tahun sebelum beliau wafat, Imam Nawawi al-Bantani sangat subur
dalam membuahkan beberapa karya-karya. Waktu mengajarnya pun sengaja
dikurangi untuk menambah kesempatan menulis. Maka tidak heran jika Imam
Nawawi al-Bantani mampu melahirkan puluhan kitab, bahkan menurut sebuah
sumber lain ratusan kitab karya tulis Imam Nawawi al-Bantani dari berbagai
disiplin Ilmu.(Ghofur, 2008: 192).
Menurut Syaikh Abdallah Abdurrahman dalam Alamu al- Makkiyin:
832-1399 H, menurutnya bahwa Imam Nawawi al-Bantani kesibukannya
adalah mengajar, mengarang kitab dan beribadah. Banyak karya tulis yang
sudah dihasilkannya sebagai bentuk kepeduliannya untuk mengabdikan sebuah
Ilmu agar tetap terjaga hingga akhir zaman. Karya yang dihasilkan Imam
Nawawi al-Bantani hampir mencakup dalam berbagai disiplin Ilmu Islam.
Karya-karya Imam Nawawi al-Bantani ini banyak dikaji di berbagai
pesantren Nusantara dan Asia Tenggara. Terlebih pesantren yang masih
23
mengutamakan pelajaran salaf. Hal ini disebabkan pengaruh Imam Nawawi al-
Bantani yang dibawa oleh murid-murid hingga keberbagai penjuru dunia.
Sebagian dari karya-karya Imam Nawawi al-Bantani adalah sebagai
berikut:
1. Dalam bidang Tafsir, Imam Nawawi al-Bantani mempunyai sebuah karya
yaitu Tasir Al-Munir. Tafsir setebal dua jilid ini selesai ditulis pada tanggal
5 Rabiul Awwal 1305 H/ 1866 M. Usai selesai menulis Imam Nawawi al-
Bantani menyodorkannya kepada ulama‟ Mesir. Ulama‟ Mesir merasa
kagum dengan prestasi yang dimiliki imam Nawawi al-Bantani.
2. Dalam bidang Fiqih, Imam Nawawi al-Bantani mempunyai sebuah karya
diantaranya:
a. Fatkhul Mujid, yang ditulis pada 1276 H. kitab ini merupakan ulasan
ringkas atas kitab Khatib al-Syarbani fi al-Manasik.
b. Khasifatu al-Saja’, yang ditulis pada 1292 H. kitab yang berisi uraian
pemikiran tauhid Syaikh Nawawi ini merupakan ulasan atas kitab
Syafinah al-Najah karya Syaikh Salim ibn Samir al-Hadhrami.
c. Mirqath al-Su’ud al-Tasdiq, Kitab yang ditulis pada 1292 H. ini berisi
ulasan Syaikh Nawawi terhadap pemikiran Syaikh Abdullah ibn Hasyim
Ba‟alawi dalam kitab Sullam al-Taufiq.
d. Nihuyatu al-Zain, yang berisi ulasan atas pemikiran Syaikh Zain al-Din
Abdul Aziz al-Malibari dalam kitab Qurrah al-Ain bi Muhimmat
al-Din. Kitab tersebut ditulis pada 1297 H.
24
e. Al-tausyik, yang ditulis pada 1314 H. ini berisi ulasan atas kitab
Fath al-Qarib al-Mujib karya Ibn Qasim al-Ghazi.
f. Al-Aqdu al-Tsamin, yang berisi ulasan atas kitab Mandzumat al-Sittin
Mas‟alatan al-Musamma bil al-Fath al-Mubin karya Syaikh Mustofa ibn
Usman al-Jawi al-Qaruti.
g. Uqudu al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain yang ditulis pada 1297 H.
ini membahas hak dan kewajiban suami istri.
h. Sullam al-Munanjat, kitab ini ditulis pada 1292 H. dan berisi ulasan atas
kitab Syafinah al-Shalat karya Sayyid Abdullah ibn Umar al-Hadhrami.
i. Al-Tsimar al-Yani’ah yang berisi ulasan atas kitab al-Riyadh al-Badi’ah
karya Syaikh Muhammad ibn Sulaiman Hasb Allah.(Samsul Munir,
2008: 12)
3. Dalam Hadist dan Musthalahu al-Hadist Imam Nawawi al-Bantani
mempunya sebuah karya diantaranya:
a. Syarah Shahih Muslim
b. Riyadhuh al-Shalihin
c. Sharah Shahih Bukhari al-Adzkar
d. Arba’in an-Nawawi
e. Irsyad fi al-Ulum al-Hadist
f. Al-Taqrib wa al-Taisir
4. Dalam bidang bahasa dan kesastraan, Imam Nawawi al-Bantani mempunya
sebuah karya diantaranya:
25
a. Fath al-Ghafir al-Khattiyah, yang berisi ulasan atas kitab Nuzum al-
Jurumiyah al-Musamma bi al-kaukab al-Jauziyah karya imam abdul
salam ibn mujahid al-Nabrawi. Kitab tersebut ditulis pada 1298 H.
b. Al-jurumiyyah
c. Lubab al-Bayan yang membahas ilmu balaghah dan merupakan ulasan
atas kitab Risalat al-Isti’arat karya Huasain al-Nawawi al-Maliki.
d. Al- Fushus al-Yaqutiyyah, ala Raudhat al-Mahiyah fi al abwab al-
Tashrifiyyah yang membahas marfologi atau ilmu Sharf. Kitab ini
merupakan ulasan atas kitab al-Raudhah al-Bahiyyah fi al-Abwab
alTashrifiyyah.
e. Al-Kawakibi al-Jahiliyyah
f. Al-Nabrawasi
g. Al-Raudha al-Mahiyyah fi Abwabi
5. Dalam Akhlak dan Teologi, imam Nawawi al-Bantani mempunya sebuah
karya diantaranya:
a. Bahjatu al-Wasail, yang merupakan ulasan atas Risalah al-Jami‟ah
baina Ushul al-Din wal Fiqh wat Tashawuf. Kitab ini ditulis pada 1922
H.
b. Fath al-Majid, Kitab yang ditulis pada 1298 H. ini merupakan ulasan dari
kitab al-Duru al-Farid fi al-Tauhid.
c. Tijan ad-Durori, Kitab yang ditulis pada 1298 H. ini merupakan ulasan
dari kitab al-Duru al-Farid fi al-Tauhid.
d. Al-Najah al-Jadidah, yang ditulis pada 1303 H.
26
e. Dzari’ah al-Yaqin ala Ummu al-Barahin, yang ditulis pada 1317 H. kitab
ini memberi ulasan pada Umm al-barahain karya al-Sanusi.
f. Al-Maraqi al-Ubudiyyah, yang berisi ulasan atas kitab Bidayah
alHidayah karya Hujjah al-Islam, Abu Hamid al-Ghazali.
g. Qami al-Tughyan, Kitab ini berisi ulasan atas kitab Mandzumat
al-Syu‟b al-Iman karya Syaikh Zain al-Din ibn Ali ibn Ahmad akSyafi‟I
al-Kausyani al-Malibari.
h. Salalim al-Fudhala’.
i. Nashaihul ‘Ibad, Kitab ini ulasan atas pemikiran Syaikh Syihab al-Din
Ahmad ibn ahmad al-asqalani dalam karyanya al-Munabbihat ala al-Isti
dad li Yaum al-Ma’ad.(Samsul Munir, 2008: 14-16)
6. Dalam Tarikh, Imam Nawawi al-Bantani mempunya sebuah karya
diantaranya:
a. Tarqhib al-Mustaqim
b. Al-Ibriz al-Dani
c. Fath al-Shamad
Selain kitab-kitab di atas, Imam Nawawi al-Bantani juga mempunyai
banyak karya dalam berbagai kajian ilmu. Akan tetapi kitab yang terdeteksi
sangat sedikit jumlahnya.(Amirul Ulum, 2015: 51-52).
Karya-karya di atas itulah merupakan sebagian dari karya imam
Nawawi al-Bantani yang penulis sebutkan hanya sebagian saja, masih
banyak karya-karya beliau yang belum bisa disebutkan disini dikarenakan
27
terbatasnya sumber yang penulis dapatkan, dan banyak juga karya-karya
beliau yang belum diterbitkan.
F. Nasionalisme
Ketika beliau pulang ke tanah air, dan menyebarkan ilmunya, beliau
melihat praktik-praktik ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan
penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Beliau melihat itu semua
lantaran kebodohan yang masih menyelimuti umat. Kemudian semangat jihad
pun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap
penjajah. Tentu saja pemerintah belanda membatasi gerak geriknya. Beliau
dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh
sebagai pengikut pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang mengobarkan
perlawanan terhadap penjajahan belanda (http://id.wikipedia.org).
Tiga tahun lamanya Imam Nawawi bermukim di Makkah. Setelah
merasa cukup, beliau kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmu dan
hukum yang ia peroleh, terhadap putra-putri atau generasi tanah air dan para
pecintanya. Beliau melakukannya dengan nasehat dan menguatkan para tokoh
mereka dengan jalan dakwah, dan berperan aktif dalam membangun serta
membina masyarakat Islam (Al-Qof, 2008:184).
Nama Syekh Nawawi Al-Bantani (1230-1314 H / 1815-1897 M)
semakin populer ketika dia ditunjuk sebagai pengganti Imam Masjidil Haram,
Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi ( 1217 H/1802 M - 1289 H/1872 M)
atau Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (1276-1334 H/ 1860-1916 M).
Sejak itulah dia dikenal dengan nama resmi Syaikh Nawawi al-Bantani al-
http://id.wikipedia.org/https://id.wikipedia.org/wiki/Syaikh_Achmad_Khotib_Al-Syambasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Khatib_Al-Minangkabawi
28
Jawi.‟ Artinya Nawawi dari Banten, Jawa piawai dalam ilmu Agama,
masyhur sebagai ulama. Tidak hanya di kota Mekah dan Medinah saja dia
dikenal, bahkan di negeri Mesir nama dia masyhur di sana. Itulah sebabnya
ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Mesir negara yang
pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia. Syaikh Nawawi
masih tetap mengobarkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan para
muridnya yang biasa berkumpul di perkampungan Jawa di Mekah. Di sanalah
dia menyampaikan perlawanannya dengan berbabai cara melalui pemikiran-
pemikirannya.(https://id.wikipedia.org)
Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma
puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari
berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syeikh Nawawi al-Bantani al-Jawi
sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang
tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf (http://id.wikipedia.org). Seorang orientalis
kenamaan yang pernah berkunjung ke Makkah pada 1884-1885, Snouck
Hourgronje, menuturkan bahwa Imam Nawawi setiap hari sejak pukul 07.30-
12.00 menyampaikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah
muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah K.H.
Asnawi dari Kudus, K.H. Tubagus Bakri, K.H. Arsyad Thawil dari Banten,
K.H. Hasyim Asy‟ari dari Jombang, dan K.H. Kholil dari Madura. Merekalah
yang kelak menjelma sebagai ulama besar dan berpengaruh di
Indonesia.(Ghofur, 2008:191).
29
G. Silsilah Guru-guru Imam Nawawi al-Bantani
Silsilah Guru-guru Imam Nawawi al-Bantani yang paling berpengaruh
terhadap beliau yang mampu mengubah alam pikirnya adalah syeikh Khatib
as-Sambasi yang pada waktu uzur Imam Nawawi menggantikan beliau
menjadi imam Masjidil Haram sehingga menjadikan beliau masyhur dan
terkenal sebagai syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Adapun silsilah guru-guru
beliau melalui syeikh Khatib as-Sambasi adalah sebagai berikut:
Allah ‘Azza wa Jalla
Malaikat Jibril
Nabi Muhammad SAW.
Sayyiduna „Ali bin
Abi Thalib Ra
Sayyiduna Imam
Maulana Husain Ra
Sayyiduna Imam
Muhammad Baqir
Ra.
Sayyiduna Imam Ali
Zainal Abidin Ra.
Sayyiduna Imam
Ja‟far Shodiq Ra.
Sayyiduna Imam
Musal Khazim Ra.
Syeikh Abu
Mahfuzh Ma‟ruf al-
Kharkhi Ra.
Sayyiduna Imam Ali
Ridho Ra.
30
Syeikh Abul Hasan
Sirriddin Assaqathi
Ra
Syeikh Abu Bakar
Dullaf bin Juhdur Asy-
Syibli Ra
Syeikh Abu Fadl
Abdil Wahid
Syeikh Abdul Aziz at-
Tamimi Ra
Syeikh Abul Faraj
Ath-Thartusi Ra Syeikh Abul Hasan Ali
Imam Ghoutsul
A‟zhom Abu
Muhammad Abdil
Qadir Jailani Ra.
Sayyiduna Abu Said
Mubarrok
Sayyiduna Imam
Abdul Aziz bin
Abdil Qadir jailani
Ra
Sayyiduna Syeikh
Muhammad Hattak
Ra
Sayyiduna Syeikh
Nuruddin Zainiddin
Ra
Sayyiduna Syeikh
Samsuddin Ra
Sayyiduna Syeikh
Waliyuddin Ra.
Sayyiduna Syeikh
Nuruddin
Hisyamiddin Ra.
Sayyiduna Syeikh
Abu Bakar Ra
Sayyiduna Syeikh
Yahya Ra
Sayyiduna Syeikh
Abdur Rohim Ra.
Sayyiduna Syeikh
Utsman Ra
31
Demikian silsilah guru-guru beliau melalui jalur syeikh khatib as-
Sambasi. yang mana telah kita ketahui di atas, bahwasannya syeikh khatib
merupakan guru beliau yang memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
diri pribadi Imam Nawawi, sehingga imam nawawi al-Bantani lebih
terbentuk dan termotivasi dengannya.(Amirul Ulum, 2005: 44-45).
Dengan demikian, Semoga dapat memberikan kefahaman dan
pengetahuan kepada para pembaca tentang silsilah guru-guru besar imam
Nawawi al-Bantani.
H. Mengajar dan Menjadi Imam di Masjidil Haram
Kedatangan Syeikh Imam Nawawi al-Bantani ke Hijaz tidak serta
mertanya langsung bisa mengajar di Masjidil Haram. Akan tetapi, untuk
menuju itu semua harus melalui sebuah seleksi yang ketat dan mendapatkan
legalitas dari penguasa Hijaz yang di waktu itu dijabat oleh Syarief Aunur
Rofiq. Sebelum mengajar di Masjidil Haram, Syeikh Imam Nawawi al-
Sayyiduna Syeikh
Muhammad Murad
Ra
Sayyiduna Syeikh
Abdul Fattah Ra
Sayyiduna Syeikh
Syamsuddin Ra
Sayyiduna Syeikh
Ahmad Khatib
Syambasi bin Abdil
Ghaffar Ra
Syeikhul kabir wa Alimul Hijaz Abu Abdil Mu‟thi
Muhammad Nawawi al-Bantani Ra.
32
Bantani sudah aktif mengajar, terlebih di kediaman, Syeikh Syi‟if Ali atau
perkampungan al-Jawi. Waktu melakukan penelitian Snock Hurgronje atas
Ulama-ulama Nusantara yang ada di Hijaz, ia sempat bertemu dengan Syeikh
Imam Nawawi al-Bantani. Untuk misinya ini, Snock pura-pura masuk Islam
dan mengubah namanya Abdul Ghaffar.(Amirul Ulum, 2015: 46).
Snock keheranan menyaksikan sendiri bagaimana cara penguasaan
materi dan penyampaian tidak kalah hebat dengan para Syeikh yang mengajar
di Masjidil Haram. Snock bertanya kepada Syeikh Imam Nawawi “mengapa
anda tidak mengajar di Masjidil Haram, tapi malah diperkampungan Jawa?‟‟
“pakaianku yang jelek dan keperibadianku tidak cocok dan tidak pantas, tidak
layak bila disejajarkan dengan keilmuan seorang Syeikh yang berbangsa
arab,” “bukankah di Masjidil Haram banyak orang yang tidak sepandai anda,
akan tetapi mereka tetap dipersilahkan untuk mengajar? “jikalau mereka
diizinkan untuk mengajar di Masjidil Haram, tentunya mereka adalah orang-
orang alim pilihan, jawab Imam Nawawi.(Amirul Ulum, 2015: 47).
Dalam mengajar Syeikh Imam Nawawi al-Bantani dikenal dengan
sebutan Imam al-Manthuq wa al-Mafhum. Yaitu orang yang paling
menguasai dalam hal pemahaman ilmu dan cara menyampaiknnya. Sehingga
para Ulama Mesir menyebutnya dengan Syyidu al-Ulama al-Hijaz (penghulu
para ulama di Negeri Hijaz). Ketika keilmuan Imam Nawawi terkenal di
dataran Hijaz, akhirnya diambil menjadi bagian dari Syeikh yang ikut serta
dalam mengajar di Masjidil Haram dan menjadi Imam di dalamnya. Dengan
tampilnya Syeikh Imam Nawawi al-Bantani sebagai pengajar di Masjidil
33
Haram, maka sosoknya dapat menyedot para thalabah untuk menghadiri
pengajiannya sebab cara pemikiran dan penyampaiannya yang mempunyai
nilai lebih bila dibandingkan dengan ulama‟ yang lain. Tercatat 200 pelajar
yang setia untuk menghadiri majelis ilmunya di Masjidil Haram.(Amirul
Ulum, 2015: 48).
Lantaran ketajaman otak Syeikh Imam Nawawi al-Bantani, ia
tercatat sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil Haram. Sewaktu
Syeikh Ahmad Khatib Sambas uzur sebagai Imam Masjidil Haram, Imam
Nawawi ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan
Syekh Nawawi al-Jawi.(Ghofur, 2008:191).
Ketika berada di Mesir, para ulama‟ Mesir memuliakan
kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan mereka
memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama‟ Hijaz” yaitu tokoh ulama‟ hijaz
(jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab Saudi, karena
kesemangatannya yang tinggi di dalam meraih ilmu agama dan kedudukan
yang mulia dalam berilmu. Beliau merupakan seorang syeikh yang
terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud, rendah hati, lembut hatinya, dan
pecinta para fakir miskin. Semoga Allah merahmati beliau dan memberi
ampunan (Al-Qof, 2008:104). Itulah sebabnya ketika Indonesia
memproklamirkan kemerdekaanya, Mesir negara yang pertama-tama
mendukung atas kemerdekaan Indonesia (http://id.wikipedia.org).
Kemudian Snouck Hourgronje menggelarinya sebagai “Doktor
Ketuhanan”, karena memiliki ilmu yang dalam, rendah hati, tidak congkak,
34
bersedia berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Di kalangan
intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai al-Imam wa al-Mudaqqiq
(Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Sementara
para ulama‟ Indonesia mengelarinya sebagai “Bapak Kitab Kuning
Indonesia” (http://id.wikipedia.org).
I. Murid-Murid Imam Nawawi al-Bantani
Untuk kedua kalinya Imam Nawawi tinggal di Makkah. Kesempatan
ini tidak disia-siakannya. Bahkan, lantaran ketajaman otaknya, ia tercatat
sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil Haram. Sewaktu Syeikh
Ahmad Khatib Sambas udzur sebagai Imam Masjidil Haram, Imam Nawawi
ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan Syekh
Nawawi al-Jawi (Ghofur, 2008:191).
Ketika berada di Mesir, para ulama‟ Mesir memuliakan
kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan mereka
memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama‟ Hijaz” yaitu tokoh ulama‟ hijaz
(jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab Saudi, karena
kesemangatannya yang tinggi di dalam keilmuaanya sehingga imam Nawawi
al-Bantani mempunya beberapa murid yang belajar kepada beliau, diantara
murid-murid imam Nawawi baik yang menjadi pengajar di Masjidil Haram
maupun yang kembali ke daerahnya adalah:
1. Syaikh Zainudi bin Badawi al-Sumbawa. (1230 H/1814 M–1312 H/1897
M)
2. Syaikh Mahfudz al-Turmusi. (1285 H/1868 M-1336 H/1920 M)
35
3. Syeikh Asy‟ari al-Baweani.
4. Syeikh Abdul Karim al-Bantani. (1840 M- 1875 M)
5. Syeikh Jum‟an bin Makmun al-Tengerangi.
6. Syeikh Kyai Hasyim Asy‟ari. (1287 H/1871 M-1366 H/1947 M)
7. Syeikh Kyai Ahmad Dahlan. (1868 M-1923 M)
8. Syeikh Abdul Hamid al-Qudsi. (1277 H/1860 M- 1334 H/ 1915 M)
9. Kyai Wasith al-Bantani.
10. Kyai Arsyad Thawil al-Bantani. (1263 H/1847 M- 1328 H/1910 M).
11. Kyai Saleh Darat Semarang. (1820 M- 1903 M)
12. Syaikhona Khalil Bangkalan. (1235 H/1820 M- 1343 H/1925 M)
13. Kyai Umar bin Harun Rembang. (1270 H/1855 M- 1328 H/1910 M)
Adapun untuk murid Imam Nawawi al-Bantani yang berasal dari luar
Nusantara yang menjadi pengajar di Masjidil Haram, di antaranya adalah:
1. Sayyid Ali bin Ali al-Habsyi. (1270H - 1333 H)
2. Syeikh Abdul Satar al-Dahlawi.
3. Syeikh Abdul satar bin Abdul Wahab dll. (Amirul Ulum, 2015: 49-50).
Dengan banyaknya pelajar yang mendatangi halaqah Syeikh Imam
Nawawi al-Bantani, baik di kampung al-Jawi maupun Masjidil Haram, maka
hal ini menjadi bukti kuat bahwa imam Nawawi al-Bantani adalah ulama‟
yang mumpuni dalam sebuah kajian keilmuan. Sehingga beliau terkenal dan
banyak orang yang ingin menjadi muridnya untuk belajar.
Imam Nawawi al-Bantani termasuk juga ulama‟ yang mempunyai
identik dengan kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, begitu juga
36
beliau Imam Nawawi al-Bantani. Penulis akan memberikan salah satu dari
begitu banyak karomah beliau. Pernah pada suatu waktu beliau mengarang
kitab dengan menggunakan telunjuk beliau sebagai lampu, saat itu dalam
sebuah perjalanan. Karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yakni rumah-
rumahan di punggung unta, yang beliau diami, sementara aspirasi tengah
kencang mengisi kepalanya.Syaikh Nawawi kemudian berdoa memohon
kepada Allah Ta‟ala agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu menerangi jari
kanannya untuk menulis. Kitab yangkemudian lahir dengan nama Marâqi Al-
Ubudiyyah syarah Matan Bidâyah al-Hidayah itu harus dibayar beliau dengan
cacat pada jari telunjuk kirinya. Cahaya yang diberikan Allah pada jari
telunjuk kiri beliau itu membawa bekas yang tidak hilang. (http://basaudan
.worspress.com/2011/03/01/syeikh-nawawi)
J. Wafat
Syekh Nawawi Al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun di Syeib „Ali,
sebuah kawasan di pinggiran kota Mekah, pada 25 Syawal 1314 H/1879 M. ia
dimakamkan di Ma‟la, Arab Saudi, dekat makam istri Rasulullah SAW. Yang
pertama, Ummul Mukminin, Khadijah binti Khuwailid R.A. beberapa tahun
setelah ia wafat, makamnya dibongkar oleh Pemerintah Kerajaan Saudi untuk
dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahadnya akan ditumpuki jenazzah
lain seperti kebiasaan di Ma‟la. Saat itulah, para petugas mengurungkan
niatnya, sebab jenazah Syekh Nawawi Al-Bantani dan kain kafannya masih
utuh, walaupun jasadnya sudah bertahun-tahun dikubur.Oleh karena itu, jika
kita berangkat ibadah haji atau umrah ke Mekah, kita masih bisa berziarah ke
37
makamnya di Pemakaman Umum Ma‟la. Sungguh membanggakan, Syekh
Nawawi Al-Bantani pernah menjadi imam Masjidil Haram, Makah apalagi
karya-karyanya bukan hanya banyak dirujuk oleh masyarakat Indonesia, tetapi
juga menjadi rujukan di berbagai Negara. (Iskandar, 2011: 67).
38
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN IMAM NAWAWI AL-BANTANI TENTANG
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB
NASHAIHUL ‘IBAD
A. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan
1. Pengertian Nilai dalam pendidikan
Di antara definisi nilai yang dikemukakan para ahli, maka definisi
oleh Spranger (Asrori, 2008: 153), termasuk yang dikenal secara luas.
Menurut Spranger nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan
panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif
keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam perspektif Spanger,
kepribadian manusia itu terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai
dan kesejahteraan. Meskipun penempatan konteks sosial sebagai dimensi
nilai dalam kepribadian manusia, tetapi spranger tetap mengakui
kekuatan individual yang dikenal dengan “roh subjektif” (subjective
spirit). Sementara itu, kekuatan nilai-nilai budaya merupakan “roh
subjektif” (objective spirit). Dalam kacamata Spranger, kekuatan
individual atau roh subjektif didudukkan dalam posisi primer karena nilai
nilai budaya hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan
dihayati oleh individu. (Asrori, 2008: 153).
Nilai memeliki 3 corak yaitu perasaan yang abstrak, norma-norma
moral, dan keakuan. Ketiganya ditemukan dalam kepribadian seseorang.
Perasaan dipakai sebagai landasan bagi seseorang untuk membuat
39
keputusan dan menjadi standar untuk tingkah laku. Sedangkan norma-
norma menjadi tingkah laku yang berfungsi sebagai kerangka patokan
dalam berinteraksi. Keakuan berperan dalam membentuk kepribadian
melalui proses pengalaman sosial. Karenanya nilai menjadi faktor
penentu bagi pembentukan sikap.(FIP-UPI, 2007:41).
Penerimaan nilai oleh manusia tidak dilakukan secara pasif
melainkan secara aktif dan kreatif. Dalam proses penerimaan nilai oleh
manusia ini, terjadi hubungan dialektis antara roh objektif dengan roh
subjektif. Artinya roh objektif akan berkembang manakala roh didukung
oleh roh subjektif, sebaliknya roh subjektif terbentuk dan berkembang
dengan berpedoman pada roh objektif yang diposisikan sebagai cita-cita
yang harus dicapai.(Asrori, 2008: 153).
Nilai menjadi penting dalam kehidupan bermasyarakat karena
batasan tentang nilai dapat mengacu kepada minat, kesukaan, pilihan,
tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya
tarik, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan seseorang dan
orientasinya.(Soelaeman, 2005: 54).
Dengan demikian, nilai merupakan sesuatu yang diyakini
kebenarannya dan mendorong orang untuk mewujudkannya. Nilai
merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial
untuk membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai
sesuatu yang ingin dicapai. Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk
sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh individu ke dalam
40
dirinya serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknnya.
Nilai merupakan standar konseptual yang relatif stabil yang secara
eksplisit atau implisit membimbing individu dalam menentukan tujuan
yang ingin dicapai serta aktivitas dalam memenuhi kebutuhan
psikologis.(Asrori, 2008: 153).
2. Bentuk-bentuk Nilai Pendidikan
Ada dua pembagian besar tentang bentuk-bentuk nilai. Pertama,
nilai dipandang sebagai konsep, dalam arti memberi nilai atau timbangan
(to value). Kedua, nilai dipandang sebagai proses penetapan hukum atau
penilaian (to evaluate). Bentuk-bentuk nilai pendidikan dapat juga
dibedakan dengan mendefinisikan apa “yang diingini” dan apa “yang
disukai”. Artinya, tidak setiap yang diingini seseorang mesti disukai atau
diterima olehnya. Sebagaimana diketahui, keinginan merupakan
ungkapan tentang kebutuhan biologis atau diri atau tuntutan fisik.
Keinginan tidak mesti selalu berada pada taraf hal yang diterima atau
diingini secara sosial. Untuk mencapai taraf tersebut, keinginan harus
diukur dengan norma-norma lain yang lebih tinggi daripada sekedar
kesenangan fisik. Artinya, nilai pendidikan dalam hubungannya dengan
keinginan bisa berbentuk “apa yang diingini” pada taraf individu dan
“apa yang disukai” atau “apa yang dicintai” pada taraf sosial. Keduanya
mengekspresikan keinginan yang didasarkan atas indra dan emosi pada
satu sisi dan keinginan yang didasarkan atas akal pada sisi yang
lain.(Munzier, 2008: 137).
41
Pembahasan tentang perbandingan nilai-nilai berdasarkan
keinginan membawa dua pembagian lain tentang nilai pendidikan, yaitu
nilai instrumental (instrumental value) dan nilai intrinsik (intrinsic
value). Nilai yang pertama ada ketika seseorang mengutamakannya
karena kebaikan yang ada padanya. Dengan kata lain, sesuatu itu bernilai
karena berguna bagi hal tertentu atau bermanfaat untuk tujuan tertentu.
Umpamanya, seseorang menetapkan isi program latihan atau kurikulum
sekolah bagi sekelompok guru karena ia memandangnya berguna untuk
mencapai tujuan langsung yang mereka dipersiapkan untuk itu. Yang
kedua, sesuatu itu baik bukan hanya karena sesuatu itu baik untuk
mencapai tujuan tertentu, melainkan karena sesuatu itu sendiri baik.
Dengan kata lain, nilai baik sesuatu itu tidak tergantung pada selainnya,
tetapi lahir dari karakteristik asli yang ada di dalam dirinya. Nilai
intrinsik ini dapat dirumuskan dalam perspektif tabiat dan fungsi asli.
Ambillah contoh bangku dan laci siswa di dalam kelas. Nilai laci itu lahir
dari fungsi aslinya bagi siswa, yang tidak dapat diganti oleh sesuatu yang
lain. Dengan kata lain, nilai laci itu berada pada taraf objektif, bukan
penghargaan subjektif.(Munzier, 2008: 138).
Sebagian pendidik memandang nilai pendidikan dapat diperoleh
dengan menghimpun dua bentuk nilai di atas secara simultan; artinya,
nilai intrinsik bisa sekaligus merupakan nilai instrumental pada waktu
yang bersamaan sesuai dengan taraf keinginan dan jenis situasi. Akan
tetapi, sekelompok kaum pragmatis, terutama pendukung mazhab
42
instrumentalisme, menolak sama sekali dualisme tersebut, karena dua
bentuk nilai tersebut benar-benar kontradiktif.(Munzier, 2008: 138).
Implikasinya, nilai-nilai yang didasarkan atas keinginan yang
berhubungan dengan akal menempati kedudukan lebih tinggi dibanding
nilai yang didasarkan atas keinginan yang berhubungan dengan indra
atau emosi. Demikian pula nilai yang memiliki banyak aspek dan
berlangsung terus-menerus lebih utama ketimbang nilai yang memiliki
aspek terbatas dan berlangsung sementara.(Munzier, 2008: 138)
B. Pengertian Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi pandangan masyarakat dan
dari pandangan induvidu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan
berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar
hidup masyarakat itu tetap berkelanjutan nilai-nilai budaya yang ingin
disalurkan dari generasi ke generasi. Dilihat dari kacamata induvidu,
pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan
tersembunyi. Manusia mempunyai berbagai kesanggupan yang mana
ketika pandai menggunakannya bisa berubah menjadi emas dan intan
dengan kata lain kemakmuran manusia tergantung pada keberhasilan
pendidikannya dalam mencari dan menggarap kekayaan yang terpendam
pada setiap individu.(Mansur Isna. 2001: 38).
Pengertian pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dan kehidupan manusia. Jalaluddin mengatakan bahwa pendidikan sebagai
43
salah satu kebutuhan, fungsi social, sebagai bimbingan, sarana
pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk
disiplin hidup.(Jalaluddin, 2003: 67). Ada juga yang mengartikan
pendidikan sebagai tranmisi dan seseorang kepada orang lain baik
keterampilan, seni maupun ilmu. Pendidikan merupakan upaya manusia
dewasa membimbing yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan.
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani siswa menuju terbentuknya
keperibadian yang utama.(Mansur Isna. 2001: 37-38).
Dikatakan dalam kitab ‘Idhatun Nasyi’in, bahwa anak-anak itu
dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa
berprilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan
ilmu yang manfaat bagi negaranya.(Al-Ghalayaini, 2009: 69).
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan tidak
hanya memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari
posisinya sebagai khalifatullah fil ardhi, yang pada gilirannya akan
semakin meningkatkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa,
beriman, berilmu dan beramal saleh.(TPIP FIP-UPI, 2007: ix).
Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi
landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan
meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu
sendiri.(Al-Ghalayaini, 2009: 69).
44
Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib,
sebagaimana dikatakan Imam Ghozali bahwa, mendidik anak adalah suatu
kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah bagi kedua
orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang paling
berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa berbudi
baik dan ia menjadi ahli kebaikan, maka orang yang mendidik dan kedua
orang tuanya dapat pahala dari amal yang akan dikerjakan oleh anak
tersebut.(Al-Ghalayaini, 2009: 70).
Mendidik anak itu adalah menanamkan pekerti yang baik dihatinya
para pemuda, sehingga dapat menciptakan generasi yang ikhlas beramal,
lebih mementingkan maslahah umat, dan akan menjadikan negara yang
makmur dan diridhai Allah SWT.(Al-Ghalayaini, 2009: 70).
Jadi, pendidikan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi manusia
yang harus diberikan, karena pendidikan kunci kesuksesan dalam
menjalankan kehidupan ini, baik berkeluarga, bermasyarakat, maupun
berbangsa dan bernegara.
2. Pengertian Akhlak
Akhlak secara bahasa berasal dari Bahasa Arab Akhlaqun merupakan
bentuk jamak dari kata khuluqun yang artinya: budi pekerti, tingkah laku
atau tabiat. Gambaran batin manusia, meliputi jiwa dan sifat-sifatnya.
Sedangkan gambaran bentuk luarnya raut muka, warna kulit, tinggi,
rendah tubuh .(Mujib, 2009: 56)
45
Adapun pengertian akhlak secara istilah dapat disimak dari beberapa
pendapat atau pengertian sebagai berikut:
Menurut Muhammad Jamaluddin Al-Qosimi mendefinisikan Akhlak
sebagai berikut. Akhlak adalah Keadaan yang tertanam di dalam jiwa,
yang mewujudkan atau melahirkan perpbuatan-perbuatan dengan mudah
dan gampang tanpa butuh berfikir atau diangan-angan terlebih
dahulu”.(Al-Qosimi, 2005: 4)
Menurut Imam Al-Ghozali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
Ahklak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-
macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.(Al-Ghozali, tt: 52).
Menurut Muhaimin Mujib, akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat
yang tertanam dalam jiwa, dengan sorot dan timbangannya seorang dapat
menilai perbuatan baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan
atau meninggalkan.(Mujib, 2009: 56)
Menurut Makbulloh, akhlak adalah suatu sikap yang tertanam dalam
jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah
dilakukan, tanpa terlalu banyak pemikiran yang terlalu lama. (Makbulloh,
2011: 142).
Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar yaitu akhlak
mahmudah (fadhilah) dan akhlak mazhmumah (qabihah). Adapun sifat-
sifat mahmudah ialah:
46
a. Al-amanah (setia, jujur, dapat dipercaya)
b. Al-sidqu (benar, jujur)
c. Al-‘adl (adil)
d. Al-‘afwu (pemaaf)
e. Al-alifah (disenangi)
f. Al-wafa (menepati janji)
g. Al-haya (malu)
h. Al-rifqu (lemah lembut)
i. Annisatun (bermuka manis)
Adapun sifat-sifat mazmumah ialah:
a. Ananiah (egoistis)
b. Al-baghyu (melacur)
c. Al-buhtam (dusta)
d. Al-kinayah (khianat)
e. Az-zhulmu (aniaya)
f. Al-ghibah (mengumpat)
g. Al-hasd (dengki)
h. Al-kufran (mengingkari nikmat)
i. Ar-riya (ingin dipuji)
j. Al-namimah (adu domba).(Asmaran, 1992: 19).
Dari beberapa definisi di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa
Akhlak adalah satu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai sumber
perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau jelek,
47
sesuai pembawaannya, ia menerima pengaruh pendidikan kepadanya, baik
maupun jelek kepadanya.
Perbuatan indah yang keluar dari kekuatan jiwa tanpa keterpaksaan itu
disebut Akhlak yang baik, seperti kemurahan hati, lemah lembut, sabar,
teguh, mulia, berani, adil, ihsan dan akhlak-akhlak mulia serta
kesempurnaan jiwa lainnya.(Al-Jaza‟iri, tt: 223).
Dalam islam, akhlak merupakan sistem nilai yang merupakan
subsistem dari system syariah islam dimana aqidah, syariah (dalam
pengertian khusus) dan akhlak menjadi subsistemnya. Oleh karena itu
akhlak manusia mencakup hubungan dengan Tuhan (vertical), dengan
sesama manusia, dengan hewan, dan alam (horizontal) dan dengan diri
sendiri (internal)
Akhlak islam adalah suatu keyakinan terhadap nilai-nilai ketuhanan di
dalam kehidupan nyata semata-mata untuk meraih ridho Allah. Akhlak
merupakan aktifitas lahir sekalian batin. Aktifitas lahir Nampak dalam
budi pekerti terpuji dan aktifitas batin nampak dalam bentuk keteguhan
dan kekuatan jiwa, menumbuhkan optimism dan tekat yang kuat. (Mujib,
2009: 57)
Bila bentuk di dalam jiwa ini dididik tegas mengutamakan kemuliaan
dan kebenaran, cinta kebajikan, gemar berbuat baik, dilatih mencintai
keindahan, membenci keburukan sehingga menjadi wataknya, maka
keluarlah darinya perbuatan-perbuatan yang indah dengan mudah tanpa
48
keterpaksaan, inilah yang dimaksud dengan akhlak yang baik.(Al-Jaza‟iri,
tt: 223).
Begitu juga ketika diabaikan, tidak disentuh oleh pendidikan yang
memadai atau tidak dibantu untuk menumbuhkan unsur-unsur
kebaikannya yang tersembunyi di dalam jiwanya atau bahkan dididik oleh
pendidikan yang buruk sehingga kejelekan menjadi kegemarannya,
kebaikan menjadi kebenciannya, dan omongan serta perbuatan tercela
mengalir tanpa terpaksa, maka jiwa yang demikian disebut Akhlak buruk,
perkataan dan perbuatan tercela yang keluar darinya disebut akhlak tercela,
seperti ingkar janji, khianat, dusta, putus asa, tamak, kasar, kemarahan,
kekejian, berkata kotor dan pendorongnya.(Al-Jaza‟iri, tt: 223).
Jadi, pendidikan akhlak adalah suatu usaha mengembangkan diri
sesuai kebutuhan yang diyakini benar oleh seseorang atau kelompok
sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan sendirinya tanpa
dipikirkan dan tanpa direncanakan terlebih dahulu. Dengan demikian akan
tercapailah tatanan kehidupan dunia yang damai dan sejahtera antara
penghuninya saling mengasihi, menghormati, juga melindungi serta
mengajak ke arah perilaku yang diridhoi Allah dan utusannya.
C. Pemikiran Imam Nawawi al-Bantani tentang Nilai Pendidikan Ahklak
dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad
Salah satu kitab yang terkenal karya Imam Nawawi al-Bantani yang
berbicara tentang pendidikan akhlak secara mendalam adalah kitab
49
Nashaihul Ibad yang berisikan nasehat-nasehat orang alim, yang luas ilmu
pengetahuaannya, seorang hafidz.(Asqolani, 2006: 3).
Karakteristik pemikiran pendidikan akhlak Imam Nawawi al-
Bantani dalam kitab tersebut dapat digolongkan dalam corak praktis yang
tetap berpegang teguh pada Al-Qur‟an dan Hadis.
Pendidikan budi pekerti sering diartikan dengan pendidikan akhlak.
Budi pekerti dan akhlak merupakan dua istilah yang memiliki kesamaan
esensi, walaupun akhlak memiliki cakupan pengertian watak, sikap, sifat,
moral yang tercermin dalam tingkah laku baik dan buruk yang terukur oleh
norma-norma sopan santun, tata karma dan adat istiadat. Sedangkan
akhlak diukur dengan menggunakan norma-norma agama.(Ahmad, 2002:
34).
Kecenderungan Imam Nawawi al-Bantani dalam gagasan-
gagasannya tentang Islam adalah menekankan pendidikan yang
berorientasi pada pencapaian kebaikan bagi individu dengan menawarkan
amal saleh sebagai simbol orientasi baru. Dengan amal saleh akan lahir
manusia baru yang berakhlak baik dan berhak memperoleh kebaikan,
sebab amal shaleh yang dilakukannya akan membuatnya berbeda dari
sebelum memperoleh pendidikan dan amal shaleh yang baik.(Aly, 2008:
80).
Pemikiran-pemikiran Imam Nawawi al-Bantani tentang akhlak di
dalam kitab Nashaihul Ibad memang sangat luas. Di dalam kitab ini
terdapat banyak nilai-nilai pendidikan akhlak yang bisa ditanamkan dan
50
diterapkan kepada para pelajar, agar mereka mengetahui dan bisa
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan akhlak yang ada pada kitab Nashaihul Ibad dapat
penulis paparkan sebagai berikut:
1. Rela dengan keputusan Allah SWT
Para pelajar harus dibiasakan untuk selalu rela terhadap apa saja
yang menjadi keputusan Allah, karena rela dengan keputusan Allah
SWT adalah merupakan buah dari rasa cinta dan ma‟rifat kepadaNya.
Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 3 maqalah 25
dikatakan:
َٔ ِّ ْٛ هَ ػَ ٗ للاُ هَ صَ ا لَ مَ فَ ْانثََلءِ ٗ هَ ػَ زُ ثِ صْ ََ إْ ا نُ لَ ىْ كُ ا َِ ًَ ْٚ اِ حُ يَ َل ا ػَ يَ ٔطهّى
َٔ َخاِء ََْشُكُزَػهَٗ انزَّ ًُ اْ ىُ تُ َْ اَ :وُ َل انظَّ ِّ ْٛ هَ ػَ لَ ,فمااءِ ْزَظٗ تِْهمَعَ تَ َٔ ٌُ ُُ يِ ؤْ ن َٔ حمّ ٕ ب رَ ا
.حِ ثَ ؼْ كَ انْ
Artinya: Nabi bertanya: apakah tanda keimanan kalian? Para
sahabat menjawab: kami bersabar dalam menghadapi musibah, kami
bersyukur atas nikmat di waktu kelapangan, dan rela menerima semua
ketetapan Allah, lalu Nabi bersabda: kalau begitu kalian benar-benar
orang mukmin yang sebenarnya. Demi Tuhan pemilik ka‟bah. (An-
Nawawi, tt: 13)
Imam Nawawi menjelaskan bahwa qadha adalah ketetapan Allah
yang ditetapkan sejak zaman azali dan berlakuk selamanya. (Nawawi,
1983: 63)
2. Sabar
Para pelajar harus dibiasakan selalu bersabar terhadap apa saja
yang menjadi cobaan yang datang dari Allah, karena orang yang
bersabar adalah salah satu yang dicintai oleh Allah.
51
Sabar merupakan sendi dasar yang harus dimiliki selama hidup
setiap manusia. Karena termasuk akhlak yang mulia dan keutamaan
yang agung.
Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 3 maqalah 13
dikatakan:
َرَع نَُّ َل ُسْنفَٗ نَُّ َٔ ٍْ َل َي َٔ ٍَ نّ ْٚ ٍْ ََل َصثََز نَُّ َل ِد َي َٔ ٍْ ََل اََدَب نَُّ ََل ِػْهَى نَُّ َي
Artinya: orang yang tidak memiliki sopan santun berarti dia tidak
berilmu, orang yang tidak sabar, berarti ia tidak menghayati agamanya.
Dan orang yang tidak memiliki sifat wara’, berarti tidak memiliki
derajat. (An-Nawawi, tt:11).
Imam Nawawi menjelaskan kesabaran disini adalah ketabahan
dalam menghadapi bencana dan kedzaliman sesama manusia, juga
kesabaran dalam menjahui maksiat dan dalam menjalankan perintah
agama. (Nawawi, 1983: 40)
3. Jujur
Seorang pelajar harus dibiasakan berkata jujur, karena jujur adalah
modal dari sebuah kesuksesan, kejujuran adalah modal utama dalam
kehidupan sehari-hari .
kejujuran yang dibangun antar sesama merupakan tali pengikat
hubungan soial, ekonomi, dan politik yang kemudian dapat mendorong
pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa.
Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 4 maqalah 35
dikatakan:
دُ ْٕ اْنُج َٔ َُْذاْنَغَعِة ِػ ُٕ ا ِل اَْرتَُغ ِخَصا ِل: اَْنَؼْف ًَ ٌَ اَْصَؼَة ْاألَْػ اْنِؼفَّحُ اِ َٔ فِٙ اْنُؼْظَزِج
ُل اْنَحك ْٕ لَ َٔ ِج َٕ ُِ فِٙ اْنَخْه ْٕ َْٚزٌج ْٔ ٍْ ََٚخفٌُّ اَ ًَ نِ
52
Artinya: “amal perbuatan yang paling berat ada empat: memberi
maaf ketika marah, suka berderna disaat melarat, iffah (memelihara diri
dari yang haram) ketika sendirian dan berkata benar (jujur) terhadap
orang yang ditakuti atau orang yang diharapkan jasanya.” (An Nawawi,
tt: 29)
4. Setia Memenui Janji
Semua orang harus membiasakan untuk selalu setia menepati janji,
dalam artian setia dalam menunaikan kewajiban Allah
Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 4 maqalah 37
dikatakan:
غُ لَ ًِ اِء َج ًَ ِدَّٚ ا َل تَْؼُط اْنٌحَك ْٕ ٍَ اْنُؼثُ حَ : ِح اَْرتََؼحٌ اْنِؼثََذاِخ ِي ًُ اْن َٔ ِد ْٕ فَاُء تِا ْنُؼُٓ َٕ ا فَظَحٌ اَْن
ِد ٔان ْٔ انز ْثزُ صَّ َػهَٗ اْنُحُذ َٔ ِد ْٕ ْفمُ ًَ دِ ػهَٗ اْن ْٕ ُج ْٕ ًَ َظا تِا ْنArtinya: Segolongan ulama‟ berkata: “Seluruh ibadah berpangkal
empat pengabdian: setia memenuhi janji, melestarikan segala
pelaksanaan segala hukum, sabar menghadapi ketiadaan sesuatu yang
diharapkan, dan rela terhadap apa yang ada”.(An-Nawawi, tt: 29)
5. Adil
Seorang pelajar harus dibekali dengan sifat adil sejak dini yang
mana suatu saat menjadi pemimpin bisa berlaku kepada rakyat dengan
adil, orang-orang yang berada dalam kekuasaan adalah tanggung jawab
seorang pemimpin.
Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 4 maqalah 2
dikatakan:
َٔ ٌٍ ٍْ ُكم أََحٍذ َحَظ اْنَؼْذ ُل ِي ٍَ اأْلٌَيَزاءِ نَ َٔ ُ ِي ِكَُّّArtinya: sikap adil dari setiap orang itu bagus, tapi dari Pejabat
lebih bagus. (An-Nawawi, tt: 20)
6. Syukur
Para pelajar harus dibiasakan selalu bersyukur terhadap apa saja
yang dimilikinya, karena barang siapa yang bersyukur akan ditambah
53
nikmatnya. Sebagai hamba Allah, bersyukur adalah hal yang wajib
karena atas nikmat yang diberikan secara lahir maupu batin .
Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 3 maqalah 25
dikatakan:
ََْشٌكُز َػهَٗ اْنَزَخاءِ َٔ
Artinya: “kami bersyukur dalam menerima nikmat kelapangan”.
(An-Nawawi, tt: 13)
ا نَْى ًَ ْٛ ْكِم فِ َٕ ٍُ اّنتّ ُحْظ َٔ ِّ ا ََا َل تِ ًَ ْٛ ْكِزفِ ٍُ انش ِّ ُحْظ ا فَا َخ تِ ًَ ْٛ ٍُ انّصْثِز فِ ِّ ُٔحْظ ََُْٚم تِ
Artinya: “bersyukur kepada Allah atas apa yang telah ia terima dan
bertawakal atas apa yang belum ia peroleh, serta bersabar atas kegagalan
yang ia alami”.(Asqolani, 2006: 112)
7. Qona‟ah
Manusia harus membiasakan hidup Qona’ah , karena Qona‟ah
adalah merasa cukup apa yang sudah Tuhan berikan, Qona’ah sebuah
kedekatan seorang kepada Allah sebab semakin dekat kepada Allah
maka semakin sedikit kebutuhannya. Merasa cukup dengan apa yang
diberikan Allah kepadanya.
Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 3 maqalah 17
dikatakan:
َْٛم: اَْطَؼُذ انَُّ ٍْ نَُّ لَْهٌة ػَ لِ ا فِٗ اْنَٛذِ اا ِص َي ًَ لََُا َػحٌ تِ َٔ ٌٌ َصا تٌِز تََذ َٔ نٌِى
Artinya: Dikatakan, bahwa manusia paling bahagia ialah orang yang memiliki hati yang mengetahui bahwa Allah selalu bersamanya,
memiliki jiwa yang sabar dan qona‟ah atas apa yang ia miliki. (An-
Nawawi, tt: 11).
8. Pemberani
Manusia harus mempunyai rasa pemberani, dikarenakan
keberanian merupakan garis tengah antara sikap pengecut. Keberanian
adalah maju dengan penuh keyakinan dan mundur dengan tetap teguh
54
dan penuh perhitungan. Dengan demikian keberanian mutlak
dibutuhkan untuk menggerakkan ro