Upload
lykhuong
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NILAI-NILAI FILOSOFIS PANCASILA MENURUT
SOEKARNO
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama
(S.Ag.)
Oleh:
Abdul Karim Habibullah
NIM: 1113033100077
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
“NILAI-NILAI FILOSOFIS PANCASILA MENURUT
SOEKARNO”
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, sebagai
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh :
Abdul Karim Habibullah
NIM : 1113033100077
Pembimbing
Iqbal Hasanuddin, M. Hum
NIP :
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Abdul Karim Habibullah
NIM : 1113033100077
Program Studi : Aqidah dan Filsafat Islam
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Desember 1994
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang saya ajukan kepada
Fakultas Ushuluddin untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Strata
1 (Satu) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa hasil karya saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orang lain. Maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 Januari 2019
Abdul Karim Habibullah
ii
ABSTRAK
Abdul Karim Habibullah
“Nilai-Nilai Filosofis Pancasila Menurut Soekarno”
Penelitian ini akan menjelaskan tentang pemikiran Pancasila menurut
Soekarno. Melihat di era globalisasi sekarang, Pancasila diuji ketahanannya, dan
perbincangan seputar Pancasila kembali mengemuka. Bulan Juni 1945, 63 tahun
silam Pancasila lahir sebagai sebuah konsepsi kenegaraan yang sangat bersejarah
bagi bangsa Indonesia. Namun sekarang, eksistensi Dasar dan Ideologi Pancasila
telah ternoda oleh pandangan-pandangan organisasi yang mengusung ideologi
gerakan yang berbeda, bahkan bertolak belakang dengan makna awal Pancasila.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis untuk mengetahui
permasalahan dalam pemahaman nilai Pancasila menurut pemikiran Soekarno
sebagai Dasar Negara, yang merujuk kepada rujukan primer yaitu Filsafat
Pancasila Menurut Bung Karno karya Ir. Soekarno dan mengacu pada buku
Lahirnya Pancasila Kumpulan Pidato BPUPKI karya Kumpulan Pidato agar
penulis mampu mendeskripsikannya secara terperinci dalam pemahaman yang
komprehensif. Dalam teknik pengumpulan data, penulis menggunakan penelitian
kepustakaan (library research) terhadap sumber primer maupun sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian di atas yaitu Pancasila—setelah disahkan dan
ditetapkan pada sidang PPKI— itu sangat fleksibel bagi bangsa dan negara
Indonesia. Artinya setiap isi dalam butir Pancasila sesuai dengan karakteristik
bangsa Indonesia dari berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara baik segi
adat istiadat, agama dan kepercayaan, sosial, serta kebudayaan. Selain itu, Pancasila
juga memiliki nilai-nilai moral yang luhur. Jelasnya setiap butir dalam Pancasila
tidak ada yang bertentangan dengan ajaran Islam bahkan menambahkan kesejukan
dalam kehidupan keberagamaan di Indonesia, serta menjunjung nilai-nilai
peradaban bangsa. Karenanya, tidak mengherankan jika Soekarno mengusulkan
Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia.
Kata Kunci : Nilai-Nilai Filosofis, Pancasila Soekarno
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan
kepada hambanya, berupa nikmat iman dan kesehatan. Sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas akhir studi. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
baginda Rasulullah SAW yang telah memberikan suri tauladan kepada umatnya.
Skripsi yang berjudul Pancasila Menurut Soekarno disusun untuk
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Fakultas Ushuluddin di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan dan saran-
saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.
Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., selaku Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Prof. Dr.
Yusuf Rahman, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.
2. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, M.A., Selaku Dosen Penasehat
Akademik yang telah menasehati dari semester awal hingga akhir
3. Iqbal Hasanuddin, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dan menasehati dengan setulus hati dalam memberi masukan
serta arahan yang baik kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir atau skripsi ini.
4. Dra. Tien Rohmatin, M.A., selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filasfat Islam,
Dr. Abdul Hakim Wahid, M.A. selaku Sekretaris Jurusan Aqidah dan
iv
Filsafat Islam dan juga jajarannya yang telah membantu penulis dalam
mengurus segala keperluan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
tidak bisa penulis sebut namanya satu persatu. Semoga ilmu yang telah
diajarkan kepada penulis dapat diamalkan dan semoga kelak mendapat
balasan dari Allah SWT.
6. Al-Habib Drs. R. Daraquthny bin Husein Assegaf, selaku ayah sekaligus
guru yang telah membantu penulis dalam mencari data demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini. Tak lupa, ibu tercinta Sufiyati, S.E. yang selalu
memberikan semangat dan do’a selama penulis melaksanakan pendidikan
S1 hingga lulus.
7. Keluarga tercinta, R. Idzhhar Dhiyauddin, S.SI., Alimatur Rofi’ah, A.Md.,
Inayatur Radhiyah, Nur Laili, Badri Ridho, selaku kakak serta adik yang
selalu memberikan do’a dukungan kepada penulis.
8. Calon Istri, Debby Aslamia, S.Si. yang senantiasa memberikan semangat
serta menjadikan motivasi penulis untuk cepat lulus.
9. Jama’ah Majelis Dzikir Safinatul Muslimin, yang telah medukung,
mendoakan, serta membantu dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.
10. Teman-teman MAN 11 Jakarta, Feri Hidayat, Fikri Ramdan Saputra, Adi
Sulaksono, Rafsajani, Ahmad Mulyadi, Denny Muammar Khadafi, Ahmad
Badawi, dan seluluruh teman-teman MAN 11 Jakarta angkatan 2013 yang
sudah memberi semangat agar penulis dapat mengerjakan tugas akhirnya
dengan baik.
v
11. Teman-teman Akar Seni Ushuluddin (ASUS) baik para pengurus ataupun
para pendiri, yang mendoakan serta memotivasi penulis agar segera
menyelesaikan skripsinya.
12. Teman-teman Aqidah dan Filsafat Islam angkatan 2013, yang tidak bisa
disebutkan namanya satu per satu. Terima kasih sudah memberi dukungan,
diskusi bersama dan membagi pengalamannya kepada penulis agar penulis
cepat menyelesaikan skripsinya.
Penulis hanya bisa mengucapkan terimakasih atas do’a, dukungan, dan
motivasinya kepada semua pihak, dan mohon maaf apabila ada pihak yang belum
disebutkan satu per satu. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan menjadi
amal baik dan diberi balasan oleh Allah SWT.
Jakarta, 26 Januari 2019
Abdul karim Habibullah
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab Indonesia Arab Indonesia
ṯ ط A ا
ẕ ظ B ب
‘ ع T ت
Gh غ Ts ث
F ف J ج
Q ق ẖ ح
K ك Kh خ
L ل D د
M م Dz ذ
N ن R ر
W و Z ز
H ه S س
, ء Sy ش
Y ئ S ص
H ة ḏ ض
VOKAL PANJANG
Arab Indonesia
 ٱ
Î اى
Û او
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 5
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 6
E. Metodelogi Penelitian .......................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 14
BAB II BIORAFI SOEKARNO ................................................................... 16
A. Riwayat Hidup dan Perjalanan Intelektual Soekarno............................. 16
B. Keterlibatan Pemikiran Soekarno dalam Berbagai Oranisasi ................. 23
C. Karya-Karya Soekarno ........................................................................ 32
BAB III PERJUANGAN MENUJU KEMERDEKAAN .............................. 34
A. Pengantar ............................................................................................ 34
B. BPUPKI .............................................................................................. 35
C. Sejarah Penyusunan Ideologi Negara ................................................... 38
viii
BAB IV NILAI-NILAI FILOSOFIS PANCASILA ...................................... 55
A. Pengantar ............................................................................................ 55
B. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara .............................................. 56
C. Nilai Kebangsaan ................................................................................. 61
D. Nilai Kemanusiaan .............................................................................. 64
E. Nilai Mufakat atau Demokrasi ............................................................. 65
F. Nilai Kesejahteraan Sosial ................................................................... 66
G. Nilai Ketuhanan .................................................................................. 67
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 70
A. Kesimpulan ......................................................................................... 70
B. Saran-Saran ......................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku, ras,
kepulauan, adat istiadat, budaya, bahasa, kepercayaan begitu juga kaya akan
kekayaan alamnya,1 sehingga banyak sekali negara lain yang ingin bergabung dan
menguasai Indonesia. Dan bukan menjadi hal yang rahasia lagi jika Indonesia
pernah dijajah selama 3 setengah abad oleh bangsa lain yaitu Belanda dan Jepang.2
Dari pengalaman dijajah tersebut para tokoh bangsa membangkitkan semangat
juang untuk merdeka, salah satunya yaitu Soekarno yang dikenal sebagai “bapak
bangsa”/ “sang tokoh proklamator”3 dan juga dikenal sebagai Pencetus4 serta
Penggali lahirnya Pancasila.5
Irwan Gesmi dan Yun Hendri menyebutkan dalam bukunya “Buku Ajar
Pendidikan Pancasila” bahwa Pancasila merupakan rumusan dan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.6 Dan R. Saddam
al-Jihad pun menyatakan bahwa Pancasila merupakan basis nilai perekat sosial
yang paripurna dalam mengatasi keretakan bangunan nation-state Indonesia,
1 Nasruddin Anshory, Strategi Kebudayaan; Titik Balik Kebangkitan Nasional, Cet. 1
(Malang: UB Press, 2013), h. 46. 2 Yonky Karman, Runtuhnya Kepedulian Kita; Fenomena Bangsa Yang Terjebak
Formalisme Agama (Jakarta: Buku Kompas, 2010), h. 107; dan lihat Komaruddin Hidayat, Memakai
Jejak-Jekak Kehidupan (Jakarta: Gramedia, 2009), h. 43. 3 Jonar T.H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, Cet. 2 (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016), h. 9; dan lihat Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi 1901-1970, Cet. 5
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h. 13. 4 Ahmad Syafii Maarif, Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan; Sebuah
Refleksi Sejarah, Cet. 1 (Bandung: Mizan, 2009), h. 137. 5 Peter Kasenda, Bung Karno Panglima Revolusi, Cet. 1 (Yogyakarta: Galang Pustaka,
2014), h. 42. 6 Irwan Gesmi, Yun Hendri, Pendidikan Pancasila, Cet. 1 (T.t.: Uwais Inspirasi Indoneasi,
2018), h. 1.
2
sehingga Pancasila adalah sintesis dari kapitalisme7 dan sosialisme8 yang terbukti
mampu menjawab perkembangan zaman.9
Ketika disebut Pancasila, maka ada hubungan erat dengan dasar negara.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga
negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-
apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang
telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga, baik golongan
muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa
adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia.10
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Soekarno sebagai
Pencetus serta Penggali lahirnya Pancasila memberikan sumbangan pemikiran
mengenai Pancasila yang dijadikan sebagai Dasar dan Ideologi11 Negara.12 Semua
ide Soekarno yang mengusulkan adanya persatuan dan kesatuan tersebut telah
terakomodir dalam Pancasila yang menjadi Dasar Negara dan mendapatkan tempat
7 Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang memperlakukan individu-individu memiliki
kebebasan sebagai anugerah Tuhan untuk memiliki kekayaan dan melakukan bisnis sesuai dengan
pilihan masing-masing. Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang memperlakukan individu-individu
dikorbankan demi pencarian uang secara tak tanggung jawab, sehingga saling pengertian dan saling
hormat diganti dengan aliensi, ketamakan, dan egoisme. Rafael Raga Maran, Pengantar Logika
(Jakarta: Gramedia, t.thn.), h, 41. 8 Sosialisme adalah ajaran, dan gerakan yang menganutnya, bahwa keadilan sosial tercapai
melalui penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi. Franz Magnis-Suseno, Pemikiran
Karl Marx; Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta: Gremidia, 2005), h. 270. 9 R. Saddam al-Jihad, Pancasila Ideologi Dunia; Sintesis Kapitalisme, Sosilisme, dan
Islam, Cet. 1 (Tangerang Selatan: Pustaka Alvabet, 2018), h. xi. 10 Ronto, Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara, Cet. 1 (Jakarta: Balai Pustaka,
2012), h. 40-41. 11 Secara etimologi istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita, buah pikiran, dan logos yang berarti ilmu. Makna secara harfiah ideologi
berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Lihat Noor Aminudin, Filsafat Pendidikan Islam; Konteks
Kajian Kekinian, Cet. 1 (Gresik: Caremedia Communication, 2018), h. 193. 12 Lukman Surya Saputra, Pendidikan Kewarganegaraan Membutuhknan Nasionalisme
dan Patriotisme, Cet. 1 (Bandung: Setia Purna Inves, 2007), h. 3.
3
yang utama sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Fakta historis yang terjadi
pada 1 Juni 1945 yang tertuang dalam pidatonya pada sidang BPUPKI disebutkan
sebagai hari lahirnya Pancasila.13 Dengan lahirnya Pancasila itu, Soekarno sangat
menekankan urgensi membangun jiwa dan karakter bangsa. Dan Jiwa dan karakter
bangsa yang ingin dibangun sudah pasti jiwa dan karakter bangsa yang sejati.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia,
terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945,
ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan
ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Impres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga,
Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sebelum penetapan Pancasila, ada hal terpenting tak lain adalah mengenai
isi Pancasila dan para tokoh perumusnya, itu semua bisa diketahui melalui
sejarahnya. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus
Pancasila itu ialah Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari
guncangan kisruh politik di negara ini. Pertama, Pancasila itu mengandung
toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat
mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain
13 M. Fuad Nasar, Islam dan Muslim di Negara Pancasila (Yogyakarta: Gre Publishing,
t.thn.), h. 129; dan lihat Asvi Warman Adam, Membongkar manipulasi Sejarah; Kontroversi Pelaku
dan Peristiwa (Jakarta: Gramedia, 2009), h. 189.
4
yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk mengembangkan
diri. Ketiga, sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang
positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia. Nilai serta norma yang
bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme14 dan segala
bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan
dan beragama.
Selain itu, Diktatorisme15 juga ditolak, karena bangsa Indonesia
berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kolonialisme juga ditolak
oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan, karena bangsa Indonesia yang
sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakni bahwa Pancasila itu benar dan tidak
bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Namun di era globalisasi sekarang, Pancasila kembali diuji ketahanannya,
dan perbincangan seputar Pancasila kembali mengemuka. Eksistensi Dasar dan
Ideologi Pancasila telah ternoda oleh pandangan-pandangan organisasi yang
mengusung ideologi gerakan yang berbeda, bahkan bertolak belakang dengan
makna awal Pancasila.16
Untuk menganalisis seorang tokoh Soekarno sebagai pencetus Pancasila
sebagaimana yang telah disebutkan, akan lebih tepat dan efektif mengkaji dan
menelaah langsung buah pemikirannya melalui karya-karya, pidato dan jejak
perjuangannya agar penelitian ini terhindar dari unsur subjektivitas. Berdasarkan
14 Atheisme adalah paham yang mengingkari atau kurang percaya adanya Tuhan. Lihat A.
Fatih Syuhud, Ahlussunnah Wal Jamaah; Islam Wasathiyah Tasamuh Cinta Damai, Cet. 1 (Malang:
Alkhoirot, 2017), h. 306. 15 Diktatorisme atau kezaliman. Lihat Emha Ainun Nadjib, Mencari Buah Simalakama,
Cet. 1 (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2017), h. 8. 16 Muhammad Aziz Hakim, “Respositioning Pancasila Dalam Pergulatan Ideologi-Ideologi
Gerakan di Indonesia Pasca-Reformasi”, Kotemplasi 4, no. 1, (Agustus 2016), h. 132.
5
fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“NILAI-NILAI FILOSOFIS PANCASILA MENURUT SOEKARNO”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar penelitian ini dapat lebih fokus dan mendalam, maka penulis
membatasi penelitian ini. Batasan masalahnya berfokus pada nilai-nilai Pancasila
menurut Soekarno.
Dari beberapa penjelasan latar belakang serta batasan masalah di atas
tentang tema yang diangkat, dapat diambil rumusan masalahnya yaitu sebagai
berikut: Bagaimana Nilai-Nilai Filosofis Pancasila menurut Soekarno?.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam menjalakan setiap kegiatan terutama yang berkaitan dengan
penelitian, pasti memiliki tujuan di dalamnya. Hal ini bertujuan agar peneliti bisa
melakukan kegiatan penelitian tanpa keluar dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya agar kualitas dari penelitian ini baik dan pembaca juga dapat
mengambil lebih banyak manfaat dari penelitan ini.
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui konsep pancasila menurut pemikiran Soekarno sebagai Dasar
Negara.
2. Manfaat Penelitian
Selain tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini sebagaimana tersebut
di atas, penelitian ini juga diharapkan dapat memberi manfaat. Manfaat yang
penulis harap dapat diraih dari penelitian ini adalah:
6
a. Turut memberikan sumbangan pemikiran dan masukan tentang bagaimana
memahami Pancasila.
b. Bentuk Sumbangan keilmuan untuk memperkaya khazanah perpustakaan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
Fakultas Ushuluddin.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini akan mengungkap “Nilai-Nilai Filosof Pancasila Menurut
Soekarno” di mana penyampaian isinya akan mengungkap mengenai bagaimana
Pancasila dilihat dari sudut pandang Soekarno.
Penulis menyadari bahwa kajian mengenai Pancasila telah banyak
dilakukan, namun penelitian mengenai “Nilai-Nilai Filosofis Pancasila Menurut
Soekarno” sejauh yang peneliti ketahui belum pernah dilakukan. Beberapa
penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian yang akan peneliti lakukan,
seperti:
1. Sudarto, jurnal dengan judul “Refleksi Metafisik atas Pancasila” (2000), dalam
jurnal tersebut dijelaskan bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka sehingga
memungkinkan untuk dapat mengembangkan pemikiran baru yang segar dan
kreatif dalam rangka mengamalkan Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi terbuka juga harus dipahami sebagai simbol,
keterbukaan Pancasila tidak akan tuntas ditafsir, karena keterbukaannya sebagai
sifat fleksibilitas mengikuti perubahan dan dinamika perkembangan zaman.
Pancasila dilihat dari teori Plotinus adalah wujud emanasi Tuhan secara
bertahap “Yang Satu” atau Tuhan yang tersimbolkan pada sila pertama
7
mengemanasikan dirinya pada manusia yang tersimbolkan pada sila kedua,
kemudian lebih lanjut proses emanasi menuju pada dataran yang paling rendah
yakni keadilan yang berkaitan dengan pembagian secara adil pada materi atau
benda.
Jurnal tersebut berusaha untuk mengungkap kedalam substansi
Pancasila dan keluasan aksidensinya dengan menggunakan metafisika, maka
hal ini berbeda dengan yang akan peneliti lakukan yaitu melihat Pancasila
dalam konsep beragama.
2. Skripsi Nurul Hidayatul Wahidah, dengan judul “Nilai-Nilai Moral dalam Teks
Pancasila dan Relevansinya dengan Materi Pendidikan Akhlak” (2014). Hasil
dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa nilai moral yang terkandung dalam
teks Pancasila terdiri dari moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral
kebangsaan, moral demokrasi, serta moral keadilan.
Nilai moral yang terkandung dalam teks Pancasila dengan materi
pendidikan akhlak dinyatakan relevan atau saling berhubungan. Hal ini
didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai-nilai yang
terkandung dalam teks Pancasila adalah merupakan nilai-nilai yang tergolong
dalam tiga induk akhlak yakni akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama
manusia serta akhlak terhadap lingkungan dimana ketiganya tersebut
merupakan materi utama dalam pendidikan akhlak.
Skripsi tersebut berusaha melihat Pancasila dan relevansinya dengan
materi pendidikan akhlak Madrasah Aliyah kelas X. Hal ini berbeda dengan apa
yang akan penulis lakukan yaitu melihat Pancasila dalam kehidupan berbangsa
8
dan bernegara untuk mengetahui kesesuaian Pancasila dalam kaitannya dengan
ajaran Islam.
3. Skripsi Mahmud Alwi, dengan judul “Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam
Pengembangan Kurikulum PAI Di SMP Yogyakarta” (2017). Hasil dari
penelitian ini menunjukkan: (1) Nilai sila Pancasila di SMP Negeri 9
teraktualisasi melalui pembiasaan dan kegiatan siswa di sekolah, (2)
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di SMP Negeri 9
Yogyakarta diwujudkan melalui pengembangan komponen tujuan kurikuler,
komponen materi, dan komponen strategi, (3) Aktualisasi nilai sila Pancasila di
dalam pengembangan kurikulum PAI di SMP Negeri 9 Yogyakarta diwujudkan
melalui kegiatan keagamaan dan sosial siswa yang terangkum dalam buku saku
siswa 2016 dan pada silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran PAI SMP
Negeri 9 Yogyakarta.
Skripsi tersebut berusaha melihat dan mengetahui perkembangan
nilai-nilai Pancasila yang diaktualisasikan di SMP Negeri Yogyakarta. Hal ini
berbeda dengan apa yang akan penulis lakukan yaitu mengetahui nilai-nilai
Filosofis Pancasila menurut Soekarno.
4. Skripsi Fani Pradana, dengan judul “Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sila
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab Dalam Kehidupan Santri Di Pondok
Pesantren (Studi Kasus Pondok Pesantren Muhammadiyah Desa Lemah
Gunung Kecamatan Kota Kabupaten Kudus Tahun 2014)” (2014). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pondok pesantren telah melaksanakan nilai-
nilai pancasila sila kemanusiaan yang adil dan beradab dalam setiap program
kegiatan, seperti: 1) Tidak membedakan santri kaya dan miskin, 2) Adanya
9
pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia bahwa dalam menentukan
kamar dibedakan santri putra dan putri, 3) Adanya pemberian hukuman bagi
santri yang melanggar dan pemberian hadiah pada santri yang taat/berprestasi,
4) Adanya kegiatan untuk meningkatkan Toleransi, Gotong royong, Hormat-
menghormati, Nasionalisme, Keadilan, dan Demokrasi.
Skripsi tersebut berusaha mendiskripsikan implementasi nilai-nilai
Pancasila sila kemanusiaan yang adil dan beradab dalam kehidupan santri di
Pondok Pesantren Muhammadiyah Desa Lemah Gunung Kecamatan Kota
Kabupaten Kudus. Hal ini berbeda dengan apa yang akan penulis lakukan yaitu
mengetahui nilai-nilai Filosofis Pancasila menurut Soekarno.
5. Skripsi Rahmat Hidayat, dengan judul “Ideologi Pancasila Dalam Implementasi
Pemerintahan di Indonesia; Analisis Dampak Kebijakan Izin Usaha
Pertambangan Terhadap Ekonomi Kerakyatan di Kolaka Utara” (2014). Dari
hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Pancasila
merupakan manifestasi dari ideologi Pancasila yang berfungsi sebagai pedoman
pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pembangunan ekonomi lokal seperti pertanian, perkebunan,
perikanan dan peternakan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa
implementasi sistem ekonomi Pancasila dalam kebijakan pertambangan dari
aspek perundangundangan di Kolaka utara sudah terealisasi. Dapat dilihat dari
dasar hukum kebijakan pertambangan di Kolaka Utara yang sudah sesuai
dengan sistem ekonomi Pancasila. namun di Kolaka Utara tidak ada peraturan
daerah sebagai landasan hukum kebijakan pemerintah untuk pengelolaan
pertambangan yang berorientasi terhadap sistem ekonomi Pancasila. Dari aspek
10
pelayanan masyarakat sistem ekonomi Pancasila tidak terimplementasi
sebagaimana mestinya. Pembangunan ekonomi lokal masyarakat Kolaka Utara
seperti pertanian, perkebunan dan perikanan melalui kebijakan pertambangan
tidak terealisasi sebagaimana mestinya. Dampak izin usaha pertambangan
terhadap tiga aspek ekonomi lokal sangan signifikan dan negatif hanya sektor
peternakan yang tidak memiliki dampak signifikan dari kebijakan izin usaha
pertambangan.
Skripsi tersebut mengetahui implementasi sistem ekonomi Pancasila
dalam kebijakan pertambangan dari aspek perundang-undangan di Kolaka
Utara, dan mengetahui dampak izin usaha pertambangan terhadap ekonomi
kerakyatan di Kolaka Utara. Hal ini berbeda dengan apa yang akan penulis
lakukan yaitu mengetahui nilai-nilai Filosofis Pancasila menurut Soekarno.
6. Skripsi Helmi Ali Rakhbini, dengan judul “Integrasi Nilai Pancasila Dalam
Pendidikan Karakter Di SMP PGRI Dlingo Maladan, Jatimulyo, Dlingo,
Bantul” (2016). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1.) Pendidikan karakter
telah diterapkan di SMP PGRI Dlingo melalui mata pelajaran kewarganegaraan
yang mengajarkan etika personal dan nilai-nilai moral yang baik, melalui
kegiatan sholat dhuha, membaca Al-Quar’an dan proses pengembangan
karakter para siswa sebagai individu yang berkepribadian baik seperti siswa
SMP PGRI menyapa guru ketika bertemu baik di jalan maupun di sekolah. 2.)
Penerapan integrasi nilai Pancasila dalam pendidikan karakter di SMP PGRI
Dlingo dilakukan dengan menentukan nilai-nilai Pancasila untuk diajarkan
sesuai dengan kebutuhan riil di masyarakat yaitu: (a) Ketaatan kepada Tuhan
YME; (b) Menghargai harkat dan martabat manusia; (c) Hidup rukun dalam
11
kebhinekaan; (d) Musyawarah dengan akal sehat dan hati nurani yang luhur;
dan (e) Kerja keras dan mandiri. Penjabaran dari nilai - nilai ini diwujudkan
dalam kurikulum dan buku ajar. Dengan demikian pancasila merupakan acuan
dalam pendidikan karakter melalui mata pelajaran di sekolah dan di terapkan
langsung oleh peserta didik. 3.) Pendidikan karakter memberi pengaruh positif
bagi siswa dalam proses pengembangan kepribadian, tingkah laku, dan
kecerdasan emosional yang baik.
Skripsi tersebut berfokus mengetahui penerapan integritasi nilai
Pancasila dalam pendidikan karakter di SMP PGRI Dlingo. Hal ini berbeda
dengan apa yang akan penulis lakukan yaitu berfokus untuk mengetahui nilai-
nilai Filosofis Pancasila menurut Soekarno.
Kajian beberapa penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belum
ada penelitian dengan judul “Nilai-Nilai Filosofis Pancasila Menurut Soekarno”
yang akan diteliti penulis ini, sehingga penelitian ini diharapkan dapat melengkapi
penelitian-penelitian sebelumnya.
E. Metodelogi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Sebuah penelitian agar menjadi terarah serta menghasilkan hasil yang
optimal dan mendapatkan data yang akurat, maka harus didukung dengan pemilihan
metode yang tepat. Metode ini yang akan menjadi kacamata yang akan meneropong
setiap persoalan yang sedang dibahas. Penelitian ini berjudul “Pancasila Menurut
Soekarno”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research) yang masuk dalam kategori penelitian kualitatif.
12
Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap,
kepercayaan, keberagamaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun
kelompok. Penelitian kualitatif umumnya dipakai apabila peneliti tertarik untuk
mengeksplorasi dan memahami satu fenomena sentral, seperti proses atau suatu
peristiwa.
Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu pertama
menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and explore), kedua
menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).
2. Tehnik Pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data untuk
kemudian dianalisis sehingga ditemukan jawaban terhadap masalah penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting
(kondisi yang alamiah), dan sesuai dengan kebutuhan penelitian ini maka metode
pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data yang bersifat dokumenter,
di dalam pengumpulan data tersebut, tentunya diupayakan data-data yang berkaitan
dengan fokus pembahasan. Data dari penelitian ini menggunakan data kepustakaan,
yakni dengan mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai tulisan baik dari buku-
buku, jurnal, internet, dan bahan-bahan yang dianggap mempunyai keterkaitan
dengan permasalahan yang dibahas.
13
a. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dari buku-buku serta bahan bacaan lain yang
relevan dengan pembahasan. Data primer mengenai Pancasila dari penelitian ini
mengacu pada buku “Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno” (2017) penyunting
Floriberta Aning, dan buku “Lahirnya Pancasila Kumpulan Pidato BPUPKI”
(2017) penyunting Floriberta Aning. Data sekunder dari penelitian ini diambil dari
berbagai sumber baik berupa buku-buku, jurnal, artikel, internet, maupun bahan-
bahan bacaan lain yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas.
b. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses penyusunan data agar data tersebut
dapat dimengerti dan dipahami. Analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dalam
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Metode analisis data yang digunakan penulis untuk mendapatkan suatu
kesimpulan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskripsi analitik.
Pada deskripsi analitik, rancangan organisasional dikembangkan dari kategori-
kategori yang ditemukan dan hubungan-hubungan yang disarankan atau yang
muncul dari data, dengan demikian deskripsi baru yang perlu diperhatikan dapat
dicapai. Penelitian ini berusaha memaparkan dan mengungkap kandungan
Pancasila dalam kaitannya dengan ajaran Islam. Data-data yang ada dianalisis
dengan secermat mungkin sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
14
F. Sistematika Penulisan
Pembahasan mengenai masalah dalam penelitian ini akan disusun kedalam
lima bab yang mana antara bab satu dengan bab berikutnya merupakan suatu
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan mengingat satu sama lainnya bersifat
integral, komprehensif. Untuk mendapatkan gambaran pokok penelitian secara
keseluruhan dan bagaimana hubungan antara bab pertama dengan bab selanjutnya,
maka sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:
Bab pertama, bab ini merupakan pendahuluan yang akan mengantarkan
pada bab-bab berikutnya. Bab ini merupakan gambaran umum secara global dengan
memuat: Latar belakang, Batasan dan Rumusan masalah, Tujuan dan manfaat
penelitian, Tinjauan pustaka, Metode penelitian, dan Sistematika penulisan. Dalam
bab pertama ini tampak penggambaran isi skripsi secara keseluruhan namun dalam
satu kesatuan yang ringkas dan padat guna menjadi pedoman untuk bab-bab
selanjutnya.
Bab kedua, pada bab ini akan dibahas mengenai biografi Soekarno meliputi
perjalanan intelektual dan pemikiran-pemikirannya, serta karya-karyanya. Teori-
teori dalam bab ini digunakan untuk mengetahui faktor utama tentang lahirnya
Pancasila sebaai Dasar dan Ideologi bangsa.
Bab ketiga, pada bab ini akan membahas mengenai Perjuangan Menuju
Kemerdekaan, yang memuat BPUPKI dan sejarah penyusunan Ideologi Negara.
Pembahasan ini sangat diperlukan guna mengetahui proses pengesahan Pancasila
dalam sidang BPUPKI.
Bab keempat, dalam bab ini dikupas dan dianalisis dari data-data yang
terdapat dalam bab III dengan menggunakan kacamata dalam bab II, sehingga
15
hasilnya akan mencerminkan dan sesuai dengan tema yang diangkat. Maka pada
bab ini, pertama akan menjelaskan mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara.
Bab kelima, merupakan bab penutup, sebagai bab terakhir dari keseluruhan
pembahasan sekaligus merupakan akhir dari proses penulisan skripsi. Bab ini berisi
tentang kesimpulan guna menjawab persoalan dari rumusan masalah, dan saran-
saran berupa masukan secara umum yang diajukan kepada pembaca terkait
Pancasila serta masukan untuk kebaikan dan kesempurnaan pada penelitian
selanjutnya.
16
BAB II
BIOGRAFI SOEKARNO
A. Riwayat Hidup dan Perjalanan Intelektual Soekarno
Soekarno lahir di Lawan Seketeng Surabaya Jawa Timur pada tanggal 6 Juni
1901-21 Juni 1970.1 Semula nama Soekarno adalah Kusno Sosrodiharjo.2 Karena
Kusno masa kecilnya selalu sakit-sakitan, maka namanya diganti menjadi
Soekarno.3 Hal itu terlihat bahwa dulu ia sering terserang penyakit disentri dan
malaria. Oleh karenanya ayahnya berpikir untuk mengganti nama Kusno menjadi
Karno. Alasan ayahnya mengubah menjadi Karno di samping agar tidak sakit–
sakitan, adalah ayahnya sangat mengagumi sosok Karno, salah satu tokoh
pewayangan dalam cerita Mahabarata yang digambarkan sebagai pahlawan besar
dalam cerita klasik Hindu tersebut. Karno juga tokoh yang setia kawan, memilki
keyakinan yang kuat, berani dan sakti.4
Ayahnya Soekarno bernama Raden Sukemi Sosrodiharjo, putra dari Raden
Harjodikromo yang berasal dari Tulung Agung Kediri Jawa Timur. Raden Sukemi
orang Jawa dan bekerja sebagai mantri guru di Sekolah Rakyat di Singaraja, Bali.
Sedangkan kakeknya Soekarno merupakan orang yang sangat disegani dan
dihormati oleh masyarakat setempat karena kebaikan hatinya yang selalu menolong
sesama manusia. Raden Sukemi dilahirkan pada tahun 1869, beliau menerima
pendidikan Belanda di sekolah pendidikan guru (Kweek School) pertama di
1 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, Cet. 5 (Yoyakarta: Garasi,
2016), h. 13. 2 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, h. 14. 3 Sudjatmiko Budiman, Soekarno Muda (Yogyakarta: Delokomotif, 2010), h. 1; dan lihat
Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, h. 14. 4 Sudjatmiko Budiman, Soekarno Muda, h. 4.
17
Probolinggo Jawa Timur, setelah menyelesaikan pendidikannya Raden Sukemi
bertemu dengan Ida Ayu Nyoman Rai. Raden Sukemi mengalami kesulitan untuk
melamar Ida Ayu Nyoman Rai, dikarenakan Raden Sukemi beragama Islam,
sehingga wajar bila pihak perempuan tidak menyetujui hubungan mereka berdua.
Untuk menikah secara Islam, Ida Ayu Nyoman Rai harus terlebih dahulu
menganut agama Islam, dengan jalan melarikan diri dan akhirnya mereka berdua
menikah secara Islam,5 setelah menikah Sukemi dan istrinya tetap tingal di
Singaraja Bali untuk sementara waktu sampai melahirkan seorang putri kakak
Soekarno yang bernama Sukarmini.
Ketika Sukarmini berusia dua tahun, lalu Raden Sukemi mengajukan
permohonan kepada Departemen Pengajaran untuk pindah ke Jawa, karena Raden
Sukemi merasa tidak disukai oleh orang Bali disebabkan adanya perbedaan agama
dan tradisi yang dianut orang Bali, akhirnya permohonan Raden Sukemi untuk
pindah dari Bali ke Jawa dikabulkan, kemudian Raden Sukemi dikirim ke Surabaya,
disanalah Soekarno dilahirkan.6
Ibunya Soekarno bernama Ida Ayu Nyoman Rai, wanita keturunan
bangsawan di Singaraja, Bali (berasal dari Kasta Brahma) asal Buleleng, Bali.
Darah biru mengalir di tubuh Soekarno, ayahnya keturunan sultan Kediri sedangkan
ibunya keponakan raja terakhir dari Singaraja.7 Kakeknya adalah seorang pejuang
yang gagah dan gugur dalam Perang Puputan, perang yang terjadi di daerah Puputan
di Pantai Utara Bali tempat Kerajaaan Singaraja melawan penjajah pada tahun 1596
5 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, terj Abdul Barsalim
(Jakarta: PT. Gunung Agung 1966), Cet. 1, h. 27-29 6 Jhon D. Legge. Sukarno Sebuah Biografi Politik. Terjemah tim PSH. (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan. 1996). Cet ke-3, h. 28 7 Sudjatmiko Budiman, Soekarno Muda, h. 1; dan lihat Taufik Adi Susilo, Soekarno:
Biografi Singkat 1901-1970, h. 14.
18
(Portugis) yang mengakibatkan timbul rasa benci yang mendalam dari keluarga ibu
Soekarno terhadap penjajah Belanda8
Menurut ibunya, kelahiran Soekarno di waktu Fajar memiliki makna
khusus. Kata Soekarno, ibunya pernah mengatakan: “Kelak engkau akan menjadi
orang yang mulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena Ibu
melahirkanmu jam setengah 6 pagi di saat Fajar mulai menyingsing. Kita orang
Jawa mempunyai suatu kepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari
terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebi dahulu. Jangan lupakan itu, jangan sekali-
kali kau lupakan, nak, bahwa engkau ini putra dari sang Fajar.”9
Tanggal kelahiran Soekarno pun dipandangnya nasib baik. Dia
mengatakan: “Hari lahirku ditandai oleh angka serba 6, Tanggal 6, bulan 6.”
Pertanda lainnya adalah meletusnya gunung Kelud ketika dia lahir. Mengenai hal
ini, dia menyatakan: “Orang yang percaya kepada tahayyul, meramalkan, ‘ini
adalah penyambutan terhadap bayi Soekarno.” Selain itu, penggantian nama Kusna
menjadi Karno pun memberi satu mitos lagi dalam diri Soekarno kecil tentang
dirinya sebagai calon pejuang dan pahlawan bangsanya.10
Soekarno juga mengatakan bahwa ia lahir menjelang fajar pada 05.30 pagi,
dan inilah mengapa ia disebut “Putra Sang Fajar”. “Bersamaan dengan kelahiranku,
menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru dan menyingsing pulalah fajar dari
satu abad yang baru”, ujar Bung Karno.11
Pada masa kecilnya soekarno lebih berani dari teman-temannya sehingga
beliau dikenal sebagai jagoan muda, dalam setiap permainan beliau selalu ingin jadi
8 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 26. 9 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, h. 14. 10 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, h. 14-15. 11 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 52.
19
pemimpin yang mengatur kegiatan bersama, selalu menjadi pusat perhatian teman-
temannya dan Soekarno digambarkan sebagai seorang anak yang tidak mau
mengaku kalah baik dalam permainan maupun dalam adu argumentasi, ini sudah
menjadi sifat yang menonjol setelah beliau menjadi pemimpin bangsanya di
kemudian hari.12
Soekarno hidup didalam lingkunan keluarga yang miskin, sehinga membuat
beliau lebih tertarik kaepada rakyat jelata dan ini diakuinya dalam bukunya Jhon
D. Legge, Sebuah Biografi Politik, dalam buku ini digambarkan bahwa beliau
membesar-besarkan kemiskinan dengan mengatakan bahwa sebagai seorang anak
miskin dari orang tua yang miskin.13
Menurutnya ayahnya hanyalah seorang guru kecil yang gajinya 25 golden
sebulan yang berarti 10 dolar AS, hal ini diucapkan pada sebuah pidato pada saat
beliau mengunjungi Amerika Serikat pada tahun 1956, disini memang ada sedikit
romantisme kemiskinan Soekarno adalah simbol kemiskinan rakyat Jawa pada
umumnya.14
Jika dibuat perbandingan, beliau tidaklah miskin, sebagai mantri guru yang
berarti kepala sekolah di Mojokerto, Sukemi tidak terlalu kekurangan oleh karena
itu, Soekarno bukanlah anak orang miskin dalam arti sebenarnya dan sejak lahir
beliau sudah banyak keadaan yang membedakan dengan orang lain.15
Suatu ketika nenek dari ayahnya meminta Soekarno kecil ke tempatnya
(Tulungagung) untuk sementara. Soekarno pun tinggal di Tulungagung bersama
12 Jhon D. Legge, Soekarno Sebuah Biografi Politik, h 29-30. 13 Jhon D. Legge, Soekarno Sebuah Biografi Politik, h 29-30. 14 Jhon D. Legge, Soekarno Sebuah Biografi Politik, h 29-30. 15 Jhon D. Legge, Soekarno Sebuah Biografi Politik, h. 29-30.
20
kakeknya, Raden Hardjokromo. Sedangkan orangtuanya saat itu tinggal di
Mojokerto.16
Di Tulungagung ini Soekarno masuk sekolah desa “melayu”, yaitu di
saekolah Bumi Putra, dimana semua muridnya orang pribumi. Ketika Soekarno
duduk di kelas lima, Raden Soekemi mengemukakan maksudnya untuk
menyekolahkan anaknya ke sekolah yang lebih tinggi. Pendidikan di Bumi Putra
hanya sampai kelas lima. Untuk itu Sokarno harus disekolahkan ke sekolah
Belanda. Akan tetapi, Soekarno kecil menolak, bukan karena ia tidak mau sekolah,
tetapi karena pengalaman buruk yang pernah diterimanya dari anak-anak Belanda.17
Karena tidak ada pilihan, maka Soekarno akhirnya masuk ke sebuah sekolah
Belanda di Mojokerto, yaitu di sekolah Eerste Inlandsche School (EIS), tempat
dimana ayahnya mengajar. Kemudian bulan Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke
Europeesche Lagere School (ELS). Seharusnya ia berada di kelas enam di ELS,
tetapi karena bahasa Belandanya masih kurang, Soekarno ditempatkan di kelas
yang lebih rendah. Sebenarnya Soekarno adalah anak yang cerdas. Hanya karena
kekurangan di bidang bahasa saja sehingga ia turun kelas sedikit. Soekarno
sebenarnya merasa malu atas keputusan yang diberlalkukan oleh sekolah ELS ini,
kerena pada saat itu usianya sudah 14 tahun. Nanti dikira orang bahwa dirinya
bodoh sehingga tinggal kelas. Untuk menyiasati ini, maka ayahnya menyarankan
bahwa memberitahu bahwa umurnya baru 13.18
Agar seseorang dapat bersekolah di sekolah tinggi Belanda, ia harus melalui
sekeolah rendah Belanda lebih dahulu. Di sekolah ELS pada tahun 1915 ia berhasil
16 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 46. 17 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 47. 18 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 48.
21
menempuh ujian Amtenar Rendah (Klein Ambtenaars Examen) yang memberinya
hak untuk memulai karier sebagai amtenar pemerintahan pribumi tingkat yang
paling rendah. Soekarno pun lulus ujian dan diterima di sekolah HBS (Hogere
Burger School) yang pada masa itu hanya memiliki siswa berkebangsaan Belanda
dan Indo-Eropa serta putra-putra dari lingkungan ningrat atas Jawa dan putra-putra
amtenar tinggi Jawa. Soekarno pun diberangkatkan ke Surabaya untuk melanjutkan
sekolah ke jenjang yang berikutnya, yaitu HBS. Soekarno dititipkan kos dirumah
sahabat ayahnya, Raden Haji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto. H.O.S
Tjokroaminoto adalah pemimpin politik di Jawa, sebagai ketua Sarekat Islam.
Rumah kosnya berada di Gang Peneleh 7, nomor 3, Surabaya.19
“Di sini Soekarno bisa belajar dari pengaruh Tjokroaminoto, baik bidang
politik maupun agama Islam. Dalam banyak literatur, Bung Karno selalu menyebut
nama Tjokroaminoto sebagai guru sekaligus pujaannya di kala muda. Di Surabaya
ini pula Soekarno ada kesempatan bisa bertemu dengan tokoh-tokoh Marxis
Indonesia seperti Musso, Alimin, Semaun, dan para tokoh radikal sosial, seperti
guru bahasa Jerman-nya di HBS, yaitu Coos Hartogh, Hen Sneevliet, dan Assers
Baars, semua anggota dari perkumpulan kecil yang sangat militan, yaitu
Perkumpulan Social-Demokrat Hindia (ISDV). Para Marxis Indonesia dan Belanda
ini yang mendesak Tjokroaminoto agar melepaskan arahnya yang moderet dan
menggantinya dengan memilih posisi yang militan, mempengaruhi Soekarno.
Maka, atas desakan Asser Baars pada 1917, ia memilih cara pendekatan sosial
internasional ketimbang cara nasionalisame sempit. Namun, ini tidak berlangsung
lama. Pada awal 1919, Soekarno membaca tulisan “San Min Chui” dari Sun Yat-
19 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 49.
22
Sen, yang mengajukan gabungan nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme sebagai
resep untuk bentuk pemerintahan Asia yang baru.”20
“Di Surabaya, Soekarno aktif dalam kegiatan Tri Koro Dharmo, sebuah
organisasi pemuda di bawah naungan organisasi Budi Utomo. Pada tahun1918,
nama organisasi ini berganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Selain itu,
Soekarno juga aktif menulis di harian Oetoesan Hindia yang dipimpin oleh
Tjokroaminoto.”21
“Pada 10 Juni 1921, ketika usia 20 tahun, Soekarno menyelesaikan studinya
di HBS (yang setara dengan SMA). Lalu Soekarno memenuhi permintaan
orangtuanya dan melanjutkan studinya di Sekolah Teknik Tinggi (sekarang disebut
ITB-Institut Teknologi Bandung) di Bandung. Nama Belandanya adalah
Technische Hooge School (THS). Ia mengambil jurusan Teknik Sipil Pada minggu
terakhir juni 1921, Soekarno tiba di kota Bandung. Bandung sejak dahulu terkenal
dengan kota pelajar.”22
“Di kota inilah Soekarno berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara. Tjipto
Mangoenkoesoema, dan Dr. Douwes Dekker (Pemimpin National Indische Partji).
Dari sinilah Soekarno meraih gelar Insiyur (Ir), yang selalu dicantumkan di depan
namanya.”23
“Soekarno dinyatakan lulus ujian Insinyur pada 25 Mei 1926. Dalam Dies
Natalis ke-6 Technische Hooge School pada 3 juli 1926, ia diwisuda bersama 18
Insinyur (Ir) lainnya. Pada waktu itu Profesor Jacob Clay selaku ketua fakultas
menyatakan, “Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya tiga
20 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 51-52. 21 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 52. 22 Jonar T.H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 57. 23 Jonar T .H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 57.
23
orang Insinyur orang Jawa.” Ketiga orang itu adalah Soekarno, Anwari, dan
Soetedjo. Sebenarnya dari kalangan pribumi jumlahnya menjadi 4 orang karena
wisudawan lainnya adalah Johannes Alexander Henricus Ondang dari Minahasa.”24
“Ternyata selama kuliah di Bandung inilah Soekarno kecantol dengan
seorang wanita yang sudah menjadi isteri orang lain. Wanita itu adalah ibu kosnya
sendiri, yang tidak lain adalah isteri dari bapak kostnya, yaitu Haji Sanusi, yang
pada akhirnya menjadi suami isteri.” 25
“Soekarno jatuh hati pada Inggit Garnasih, yang adalah isteri Haji Sanusi.
Haji Sanusi mengetahui serta mengerti dan memahami hubungan khusus antara
mereka. Pada akhirnya Haji Sanusi memilih cerai dengan Inggit Garnasih,
kemudian Soekarno menikahi Inggit tahun 1923, usia mereka terpaut jauh, 15 tahun
lebih tua dari Soekarno. Pernikahan ini berlangsung sampai 1943. Sejak itulah
pengorbanan Inggit pada kehidupan Soekarno luar biasa. Lebih dari seorang isteri,
hanya Inggit Garnasihlah yang merupakan tiga dalam satu diri: Ibu, kekasih, dan
kawan yang memberi tanpa menerima. Kekurangan Inggit hanyalah karena ia tak
mampu melahirkan anak bagi Soekarno.”26
B. Keterlibatan Pemikiran Soekarno dalam Berbagai Organisasi
Soekarno adalah sosok yang kreatif dan aktif. Sejak tinggal bersama di
rumah Tjokroaminoto, ia sering terlibat dalam berbagai kegiatan, khususnya
kegiatan organisasi Serikat Islam yang dipimpin Tjokroaminoto. Terkadang
Soekarno diminta untuk menggantikan Tjokroaminoto dalam berpidato. Mulai dari
sinilah dirinya diasah dalam bidang organisasi dan politik. Ia pun mulai aktif
24 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 57-58. 25 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 57-58. 26 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 62-64.
24
menuliskan ide-ide segarnya di harian Oetoesan Hindia yang dipimpin oleh
Tjokroaminoto. Tulisannya diberbagai media dihimpun menjadi satu buku.
Himpunan yang dikenal dari tulisannya adalah Di bawah Bendera Revolusi, dan
membentuk organisasi pemuda, yang dikenal dengan Jong Java (Pemuda Jawa).
Perkumpulan ini dipelopori oleh para sahabatnya yang bersama-sama tinggal (kos)
di rumah Tjokroaminoto, yaitu Alimin, Musso, Darsono, Agus Salim, dan Abdul
Muis, dan ciri khasnya kumpulan Jong Java adalah dalam berpakaian, yaitu
memakai peci, kopiah beludru hitam, dan menurut kalangan inteligensia,
penampilan ini dianggap kampungan dan kalangan masyarakat yang lebih rendah.27
Selain dua organisasi tersebut di atas, Soekarno juga terlibat dengan
organisasi lainnya. “Gerakan nasionalis yang pertama di negeri ini adalah Boedi
Oetomo yang lahir pada 20 Mei 1908. Pergerakan ini dipimpin oleh Dokter
Soetomo di Jakarta. Lalu pada tahun 1912 lahirlah Sarekat Islam di Surabaya yang
dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto, Haji Agus Salim dan Abdul Muis. Serikat
Islam kemudian pecah menjadi SI Merah dan SI Putih.”28
“Di Kota Bandung Soekarno bekerja sama dengan beberapa tokoh. Pada
tahun 1912, lahir pula gerakan politik yang sangat penting yaitu Indische Partij,
Pendiri Indische Partij, dibawah pimpinan Douwes Dekker (Dr. Setia Budi), R.M.
Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), Dr. Tjipto Mangunkoesoema.”29
yaitu dikenal dengan Tiga Serangkai penggagas yang memajukan bidang
pendidikan. Ki Hajar Dewantara dikenal dengan SekolahTaman Siswa yang
didirikannya. Sampai sekarang ini sekolah tersebut tetap eksis.”30
27 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 64-65. 28 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, h. 60. 29 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, h. 60. 30 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 66
25
“Tidak lama kemudian, Soekarno terpengaruh oleh ketiga pendiri Indische
Partij, partai politik pribumi pertama yang menjunjung slogan, “Indonesia untuk
bangsa Indonesia.” Partai ini hanya hidup satu tahun dan pada tahun 1913 dilarang,
sedangkan ke Tiga Serangkai pendirinya dibuang ke negeri Belanda. Namun
sekembali dari negeri Belanda. Ki Hajar Dewantara dapat menarik minat
mahasiswa. Tujuan dari gagasan para tokoh ini adalah memberantas kebodohan dari
kalangan pemuda Indonesia.”31
“Soekarno juga terlibat dalam gerakan Perkumpulan Studi Umum di
Surabaya bersama seorang dokter Sutomo yang telah pulang dari studi di negeri
Belanda pada Juli tahun 1924. Soekarno terlibat sebagai Sekretaris 1, serta
menerbitkan majalah bulanan Indonesia Moeda.32
“Pada pertengahan 1926, Soekarno ikut mendirikan Klub Studi Umum,
Bandung. Menjadi Gerakan politik dan terbit artikelnya yang terkenal dengan
“Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme.” dalam Suluh Indonesia
Muda.(diterbitkan ulang oleh penerbit Kreasi Wacana, Bantul, tahun 2012 dengan
judul yang sama)”33. “Semangat perjuangan melawan Belanda pula yang
mendorong Soekarno untuk mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di
Bandung pada 4 Juli 1927. Para pemimpin PNI pada waktu itu adalah Dr.
Tjiptomangkusumo, Mr. Sartono, Mr. Ishaq Tjokrohadisurjo, dan Mr. Sunario.”34
diterbitkan ulang oleh penerbit Kreasi Wacana, Bantul, tahun 2012 dengan judul
yang sama) yang menegaskan bahwa nyawa pergerakan rakyat Indonesia
mempunyai tiga sifat, yaitu Nasionalis, Islamistis, dan Marxistis. Soekarno
31 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 66-67. 32 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 66-67. 33 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 67 34 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, h. 61.
26
menyatakan, “Bukannya kita mengharap, yang nasionalis itu supaya berubah
paham jadi Islamis atau Marxis. Bukannya maksud kita menyuruh Marxis dan
Islamis itu berbalik menjadi Nasionalis, akan tetapi impian kita ialah kerukunan,
persatuan antara tiga golongan itu.”35
“Pada tahun 1914, sebuah organisasi berpaham kiri, yaitu Indische Sociaal
Democratische Vereeniging (ISDV) lahir di Semarang. Pimpinannya Sneevliet dan
Semaun. Pada 23 Mei 1920, ISDV berubah menjadi Partai Komunis Indonesia
(PKI) yang dipimpin oleh Semaun. Dalam perjuangannya melawan kolonialisme
Belanda. PKI mencetuskan pemberontakan di Banten, Jakarta, dan Yogyakarta
pada tahun 1926, dan di Sumatera Barat pada tahun 1927. Setelah pemberontakan
itu ditumpas oleh pemerintahan kolonial Belanda, maka ribuan pimpinan dan
anggota PKI ditangkap serta dibuang ke pengasingan di Tanah Merah (Digul).”36
Risalah ini ditulis akibat keprihatinan, Soekarno yang begitu terbebani
dalam dunia pendidikan, organisasi masyarakat (ormas), dan bidang politik. Ia
dikenal sebagai pemikir yang andal dan suka belajar dan belajar dalam memajukan
bangsa dan perjuangan untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari para penjajah.
“Namun, hal itu juga yang menimbulkan ketidakpahaman sebagian besar
komponen bangsa Indonesia terhadap Soekarno. Kondisi ini ditambah usaha-usaha
kekuatan neo-kolonialisme dan neo-imperalisme internasional yang sudah lama
berobsesi akan mengganggu seluruh kerja besar Soekarno. Situasi itu bermuara
dalam peristiwa G 30 S pada tahun 1965 yang kemudian memantik runtuhnya
kekuasaan Soekarno.”37
35 Jonar T. H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 67. 36 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, h. 60. 37 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, h. 59.
27
Begitu pula kisah De-Soekarnoisasi, “De-Soekarnoisasi adalah kebijakan
yang diambil oleh pemerintah Orde Baru di bawah Jendral Soeharto untuk
memperkecil peranan dan kehadiran Soekarno dalam sejarah dan dari ingatan
bangsa Indonesia. Langkah-langkah tersebut dilakukan antara lain dengan jalan
mengganti Soekarno yang diberikan pada berbagai tempat atau bangunan di
Indonesia. Misalnya, Stadion Gelora Bung Karno diubah menjadi Stadion Utama
Senayan, kota Soekarnopura (sebelumnya bernama Hollandia) diubah namanya
menjadi Jayapura, dan Puncak Soekarno diubah namanya menjadi Puncak Jaya.
Selain itu, pada saat Soekarno meninggal keinginannya untuk dikebumikan di
Istana Batu Tulis, Bogor tidak dipenuhi oleh Pemerintah. Sebaliknya, Soekarno
dikebumikan di Blitar, tempat tinggal kedua orang tua beserta kakaknya, Ibu
Wardojo.
Soekarno menyatakan pula bahwa: “Dan .... entah ini dimengerti orang atau
tidak .... saya mencintai sosialisme, oleh karena saya berTuhan dan menyembah
Tuhan. Saya mencintai sosialisme, oleh karena cinta kepada Islam. Saya mencintai
sosialisme dan berjuang untuk sosialisme itu, malahan sebagai salah satu ibadah
kepada Allah. Di dalam cita-cita-sosialku aku ini sosialis, di dalam cita-cita
sukmaku aku ini sama sekali theis. Sama sekali percaya kepada Tuhan, sama sekali
ingin mengabdi kepada Tuhan (Soekarno, 1963: 325). ”38
Soekarno adalah seorang muslim, bahkan di negara Timur Tengah dia
dikenal sebagai seorang tokoh Islam, sedangkan di Indonesia dia dikenal dengan
sang tokoh nasionalis, dalam pemikirannya Soekarno menekankan nilai-nilai yang
sangat esensial yang menjadi dasar filosofi bangsa Indonesia, yang menjadi jati diri
38 Redaksi Great Publisher, Buku Pintar Politik: Sejarah, Pemerintahan, dan
Ketatanegaraan, Cet. 1 (Yogyakarta: Jogja Great Publisher, 2009), h. 118.
28
bangsa Indonesia. Nilai-nilai inilah yang diperjoangkan agar menjelma dalam diri
manusia Indonesia dan menjadi kepribadian bangsa Indonesia.
Namun Soekarno bukan tokoh yang menganut faham nasionalisme yang
chauvinistik, (nasionalisme yang sempit) melainkan juga internasionalisme ( yang
melampaui batas-batas nasional) dengan tetap memegang teguh nilai-nilai filosofi
bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Bahkan Pancasila itu sendiri karena keluhuran
nilai-nilai yang dikandungnya dikampanyekan di forum sidang umum PBB. Inilah
salah satu perjuangan Soekarno dalam pemikirannya mengenalkan Dasar dan
Ideologi bangsa Indonesia kepada dunia, “Untuk itu dia menjalankan strategi global
guna melakukan perubahan dunia menuju keadilan sosial, kemerdekaan bangsa,
dan tata dunia baru sehingga dia menjadikan dirinya sebagai anak zaman dan ikut
mengarahkan jalannya sejarah kemanusiaan.”39
Soekarno menjadi pemimpin besar pada kebangkitan bangsa, sejak
kemunculan di berbagai gerakan nasional dalam melawan para penjajah yang ada
di Indonesia, melalui ide-ide pemikirannya. Karena kebangkitan bangsa adalah
merupakan cita-cita Soekarno dalam perjalanan hidupnya.
“Selama mengabdi pada republik, Soekarno sudah memformulasikan
pikiran-pikiran yang cerdas. Pikiran-pikiran itu lalu menjadi kesaksian sejarah
perjalanan kemanusiaan. Pikiran Soekarno yang meluncur melalui tulisan, ucapan,
dan tindakan itulah yang kemudian dalam pidato tanggal 17 Agustus 1965
disebutnya sebagai ajaran Soekarno. Soekarno membakukan pidato itu denan
formulasi Panca Azimat Revolusi. Kelima formulasi itu adalah:
39 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970, h. 59.
29
1. Naskom (Nasionalisme, Agama dan Komunis). Soekarno sudah meyakini
konvergensi ketiga pemikiran tersebut dalam Nasionalisme, Islam dan
Marxisme (1926).
2. Pancasila (1945).
3. Manipol/USDEK (1959).
4. Trisakti (berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan
kepribadian di bidang kebudayaan) tahun (1964).
5. Berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri (1965).
Kelima tonggak Panca Azimat Revolusi merupakan kesaksian sejarah
kemanusiaan karena berisi amanat penderitaan rakyat di seluruh dunia. Ajaran
Panca Azimat Revolusi seluruhnya berisi membangun kemerdekaan bangsa-
bangsa, sosialisme perdamaian dunia yang adil dan beradab. Itulah yang
menyebabkan Soekarno dengan seluruh ajarannya yang tersimpul dalam Panca
Azimat Revolusi tidak pernah basi.”40
Indonesia termasuk salah satu Negara yang memiliki kepulauan, adat
istiadat, agama, budaya dan bahasa. Dari kesemuanya ini, penduduk yang terbesar
beragama Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Sistem demokrasi dan
beragamnya agama di Indonesia dalam ketatanegaraan menjadikan artikulsi dan
ekspresi umat Islam Indonesia hingga memiliki karakter yang berbeda-beda. Di saat
bersentuhan dengan khazanah peradaban bercorak dan beragam, Islam di masing-
masing tempat membentuk karakter baru sesuai dengan sistem tata nilai daerah
40 Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, h. 61-62.
30
yang bersangkutan, diantaranya seperti karakter yang dimiliki oleh kelompok
radikal41.
Adapun penyebab tumbuhnya Radikalisme semakin marak di Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Doktrin agama yang sangat kaku dengan kembali ke masa klasik yakni Islam
secara kaffah. Sikap liberal yang memahami teks bersesuaian sama dengan
perilaku nabi, membuat Islam sebagai agama kontekstual.
2. Penguasa yang memarginalkan Islam justru mempersubur radikalisme.
3. Masyarakat yang mengalami sekuralisasi, dedikasi moral, dan krisis
kepemimpinan, sehingga memantapkan niat bahwa solusi dari problem tersebut
adalah Islam.
Radikalisme yang tumbuh di kalangan Muslim adalah efek domino dari
kebrobokan sistem sosial masyarakat yang tidak lagi mengindahkan peraturan
agama sehingga Indonesia harus menjadi negara Islam. Kesemuanya yang
disebutkan di atas adalah faktor timbulnya radikalisme di Indonesia yang
diinterprestasikan oleh ormas, bahkan oleh partai Islam yang ada di Indonesia,
karena pemahaman mereka yang salah terhadap pancasila. Dan Soekarno sendiri
menempatkan agama sebagai kekuatan revolusioner untuk mendukung
nasionalisme yang dikembangkan di Indonesia.
41 Radikal berarti sama sekali, besar-besaran dan menyeluruh, keras, kokoh, maju, dan tajam
(dalam berfikir). Sedangkan radikalisme adalah faham politik kenegaraan yang menghendaki
adanya perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mecapai taraf kemajuan. Berdasarkan
kamus ilmiah tersebut dapat diketahui bahwa makna radikal memiliki konotasi yang positif yaitu
menyeluruh, kokoh, maju, dan tajam dalam berfikir, dan memiliki makna yang negatif yaitu keras.
Terlepas dari aneka ragam makna radikal tersebut, makna islam radikal ini memiliki konotasi yang
negatif yaitu sebagai islam keras atau ekstrim tidak menerima Pancasila. Lihat Windy Novia, Kamus
Ilmiah Populer, Cet. 1 (T.tp.: Wipress, 2009), h. 400.
31
Di malam sebelum Bung Karno akan berbicara di Badan Penyelidik, ia pergi
ke luar rumah, kemudian memandangi bintang-bintang di langit. Ia kagum pada
ciptaan yang sempurna itu, dan meratap pelan-pelan. Bung Karno menyampaikan
kepada Tuhan: ”Aku menangis karena besok aku akan menghadapi saat bersejarah
dalam hidupku. Dan aku memerlukan bantuan-Mu. Aku tahu, pemikiran yang akan
kusampaikan bukanlah milikku. Engkaulah yang membukakannya kepadaku.
Hanya Engkaulah yang Maha Pencipta. Engkaulah yang selalu memberi petunjuk
pada setiap nafas hidupku. Ya Allah, berikan kembali petunjuk serta ilham-Mu
kepadaku.”42
Kehidupan Soekarno tidak lepas dengan perjuangan sejarah bangsa
Indonesia yang sangat panjang untuk mewujudkan Indonesia Merdeka, sementara
itu Penulis lebih banyak mengamati serta menilai dari aspek manusiawi (human
interest) seorang pejuang nasional yang tidak saja membebaskan bangsanya dari
penjajah, selain perjuangan fisik, Soekarno secara gigih mampu membangun
patriotisme sebagai pondasi kemerdekaan, tetapi juga menjadi inspirasi bagi
banyak manusia baik dari dalam negeri maupun diluar negeri.
Meskipun terdapat juga narasi yang disampaikan dengan penuh empati dan
ada pula yang sinis atau menyindir. Keragaman ini menunjukkan bahwa pandangan
masyarakat terhadap sang proklamator tidaklah monoton. Kehidupannya sarat
dengan makna dan bernuasa politik, walaupun seluruh daya dan upaya dicurahkan
untuk membangun kekuatan nasional dan internasional dalam rangka memutuskan
garis hidup kolonialisme (penjajahan), neo-kolonialisme dan neo-imperalisme serta
kapitalisme, feodalisme ( kekuasaan yang absolut) yang berusaha mempertahankan
42 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 519.
32
cengkraman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi jasad sebagai sang
tokoh nomor satu dalam memproklamirkan kemerdekaan terungkap pula sebagai
manusia yang mempunyai sisi kelemahan dalam kehidupan.
C. Karya-Karya Soekarno
Adapun pemikiran-pemikiran Soekarno dituangkan dalam karya-karyanya,
antara lain:
1. Pancasila Dan Perdamaian Dunia
2. Kepada Bangsaku
3. Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat
4. Pancasila Sebagai Dasar Negara
5. Bung Karno Tentang Marhaen Dan Proletar
6. Negara Nasional Dan Cita-cita Islam: Kuliah Umum Presiden Soekarno
7. Mencapai Indonesia Merdeka
8. Lahirnya Pancasila
9. Indonesia Menggugat: Pidato Pembelaan Bun Karno Di depan Pengadilan
Kolonial
10. Sarinah: Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia
11. Indonesia Merdeka
12. Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1
13. Di Bawah Bendera Revolusi Jilid II
14. Amanat Penegasan Presiden Soekarno Di depan Sidang Istimewa Depernas
15. Camkan Pancasila: Pancasila Dasar Falsafah Negara
16. Komando Presiden/Pemimpin Besar Revolusi
17. Wejangan Revolusi
33
18. Capailah Bintang-bintang Di Langit
19. Panca Azimat Revolusi.
Selanjutnya, usulan Para Tokoh termasuk Soekarno dalam pemikiran
mereka mengenai Dasar Negara yang sangat penting secara fundamental serta
sejarah penyusunan Ideologi Negara akan diuraikan pada Bab berikutnya.
34
BAB III
PERJUANGAN MENUJU KEMERDEKAAN
A. Pengantar
Di dalam mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka, maka sewajarnya
panitia Kemerdekaan beserta seluruh anggotanya harus mempersiapkan serta
menuangkan inspirasi serta pemikiran secara lahir dan batin demi sebuah bangsa
yang besar haruslah dengan perjuangan dan pengorbanan.
Perjuangan Kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme melalui proses dan
tahapan perjuangan sejarah yang sangat panjang. Selain perjuangan fisik, bangsa
Indonesia secara gigih mampu membangun pondasi Kemerdekaan dengan
merumuskan Dasar dan Ideologi Negara melalui persiapan-persiapan yang
dilakukan oleh para tokoh-tokoh bangsa dengan wadah BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
B. BPUPKI
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
pada 1 maret 19451, yang pada awal mulanya dibentuk oleh Pemerintahan Jepang
di Jawa melalui Saiko Syikikan Kumakici Harada2, untuk mengumumkan secara
resmi berdirinya BPUPKI (dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai3)
yang berjumlah 76 anggota:
1 Bahara R. Hutagalung, Serangan Umum I Maret 1949: Dalam Kodeidoskop Sejarah
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, Cet. 1 (Yogyakarta: LKiS, 2010), h. 57. 2 Suwarno, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia; Penelitian Pancasila dengan Pendekatan
Historis, Filosofis dan Sosio-Yuridis Kenegaraan, Cet. 9 (Yogyakarta: Kanisius, 2009), . 43. 3 Sugiharsono, dkk., Ilmu Pengetahuan Sosial (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 141.
35
1. Abdoel Kaffar
2. Abdul Kahar Moezakir
3. Agoes Moechsin Dasaad
4. AR. Baswedan
5. Bandoro Pangeran Hario Poeroebojo
6. Bendoro Kanjeng Pangeran Ario Soejohamidjojo
7. Bendoro Pangeran Hario Bintoro
8. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat
9. Dr. Raden Boentaran Martoatmojo
10. Dr. Raden oleiman Effendi Koesoemaatmadja
11. Dr. Samsi Sastrawidagda
12. Dr. Soekiman Wirjosandjojo
13. Drs. Kanjeng Raden Mas Hario Sosrodiningrat
14. Drs. Mohammad Hatta
15. Haji A.A., Sanoesi
16. Haji Abdoel Wahid Hasjim
17. Haji Agoes Salim
18. Ir. Pangeran Mohammad Noor
19. Ir. Raden Ashar Soetedjo Moenandar
20. Ir. Raden Mas Panji Tjokroardisoerjo
21. Ir. Raden Roeseno Soerjohadikoesoemo
22. Ir. Soekarno
23. K.H. Abdul Halim (Mohammad Sjatari)
24. Kanjeng Raden Mas Toemenggoeng Ario Woerjaningrat
36
25. Ki Bagoes Hadikusuma
26. Ki Hajar Dewantara
27. Kiai Haji Abdul Fatah Hasan
28. Kiai Haji Mas Mansoer
29. Kiai Haji Masjkoer
30. Liem Koen Hian
31. Mas Aris
32. Mas Soetarjo Kartohadikoesoemo
33. Mr. A.A. Maramis
34. Mr. Kanjeng Raden Mas Toemenggoeng Wongsonagoro
35. Mr. Mas Besar Martokoesoemo
36. Mr. Mas Soesanto Tirtoprodjo
37. Mr. Muhammad Yamin
38. Mr. Raden Ahmad Soebarjo
39. Mr. Raden Hindromartono
40. Mr. Raden Mas Sartono
41. Mr. Raden Panji Singgih
42. Mr. Raden Sjamsoedin
43. Mr. Raden Soewandi
44. Mr. Raden Sastromoeljono
45. Mr. Johanes Latuharhary
46. Ny. Mr. Raden Ayu Maria Ulfah Santoso
47. Ny. Raden Ngenten Siti Soekaptinah Soenarjo Mangoenpoespito
48. Oey Tiang Tjoei
37
49. Oey Tjong Hauw
50. P.F. Dahler
51. Parada Harahap
52. Prof. Dr. Mr. Raden Soepomo
53. Prof. Dr. Pangeran Ario Husein Djajadiningrat
54. Prof. Dr. Raden Djenal Asikin Widjaja Koesoema
55. Abdul Raden Kadir
56. Raden Abdoelrahim Pratalykrama
57. Raden Abikoesno Tjokrosoejoso
58. Raden Adipati Ario Poerbonegoro Soemitro Kolopaking
59. Raden Adipati Wiranatakoesoema
60. Raden Asikin Natanegara
61. Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo
62. Raden Mas Toemenggoeng Ario Soerjo
63. Raden Oto Iskandardinata
64. Raden Pandji Soeroso
65. Raden Roeslan Wongsokoesoemo
66. Raden Soedirman
67. Raden Soekardjo Wirjopranoto
68. Tan Eng Hoa
69. Ichibangase Yosio
70. Matuura Mitukiyo
71. Miyano Syoozoo
72. Tanaka Minoru
38
73. Tokonami Tozuki
74. Itagaki Masumitu
75. Toyohiko Masuda
76. Konsep Teitiroo.4
C. Sejarah Penyusunan Ideologi Negara
Dalam penyampaian BPUPKI menggelar sidang sebanyak dua kali. Sidang
pertama dibuka pada tanggal 29 Mei dan 31 Mei serta 1 Juni 1945, di gedung Cou
Sangi In (sekarang menjadi Departemen Luar Negeri). Sidang pertama
“Menetapkan Dasar Negara Pancasila”5 membutuhkan waktu selama 4 hari. Sidang
yang pertama ini terdapat 32 orang anggota BPUPKI yang berbicara, yaitu 11 orang
pada tanggal 29 Mei, 10 orang pada tanggal 30 Mei dan 6 orang pada tanggal 31
Mei, serta 5 orang pada tanggal 1 Juni 1948.
Pada tanggal 14 Juli 1945, Piagam Jakarta diterima oleh BPUPKI sebagai
Pembukaan dan Rancangan Undang-Undang Dasar 1945.6 Dan pada tanggal 7
Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan oleh Pemerintah Penduduk Jepang, sebagai
gantinya Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan
4 Saafroedin Bahar, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kebebasan
Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kebebasan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945 – 19 Agustus
1945, Edisi II, Cetakan 4 (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 1993), h. 327.
Ketua adalah Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Wakil-wakil ketua, yakni Icibangase yang
sekaligus sebagai ketua Badan Perundingan dan R.P. Suroso yang sekaligus sebagai kepala
sekretariat.Sebagai kepala sekretariat, R.P. Suroso dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. AG. Pringgodigdo. Lihat Suparman, Pancasila, Cet. 1 (Jakarta: Persero, 2012), h. 23; dan lihat
Sugiharsono, dkk., Ilmu Pengetahuan Sosial, h. 141. 5 Dalam sidang BPUPKI I, para pemimpin yang hadir menyumbangkan buah pikirannya,
baik lisan maupun tertulis, seperti Ir. Soekarno (1 Juni 1945), Drs. Mohammad Hatta, Mr. Supomo
(31 Mei 1945), dan Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945). Lihat M. Junaidi Al-Anshori, Sejarah Nasional
Indonesia: Masa Prasejarah Masa Proklamasi Kemerdekaan, Cet. 3 (Jakarta: Mitra Askara
Panaitan, 2010), h. 125-126. 6 Adam Muhshi, Teologi Konstitusi: Hukum Hak Asasi Manusia atas Kebebasan
Beragama, Cet. 1 (Yogyakarta: Pelangi Askara, 2015), h. 68.
39
ditunjuklah Ir. Soekarno sebagai ketua dan wakilnya Drs. Mohammad Hatta.7 Pada
awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra,
2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1
orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa), dan selanjutnya ada anggota
tambahan tanpa sepengetahuan Jepang sebanyak 6 orang. Jadi total anggota
sebanyak 27 orang, adapun susunan anggota PPKI adalah sebagai berikut:
1. Anang Abdul Hamidhan
2. Andi Pangeran Pettarani
3. Bandoro Pangeran Hario Poeroebojo
4. Bendoro Kanjeng Pangeran Ario Soerjohamidjojo
5. Dr. G.S.S.J. Ratulangie
6. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung Rajiman Wedyodiningrat
7. Dr. M. Amir
8. Drs. Mohammad Hatta
9. Drs. Yap Tjwan Bing
10. Haji Abdoel Wachid Hasjim
11. Hadji Teuku Moehammad Hasan
12. Ir. Soekarno
13. Ki Bagoes Hadikoesoemo
14. Ki Hajar Dewantara
7 Dalam sidang baik BPUPKI maupun PPKI tidak terlepas dari perbedaan pendapat para
anggotanya. Berikut ini adalah bagian-bagian perbedaan yang muncul pada dalam sidang-sidang
BPUPKI dan PPKI. (1) Rumusan Dasar Negara, (2) Mukadimah dan batang tubuh UUD 1945, (3)
Bentuk Negara, (4) Wilayah Negara, (5) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, (6) Kementrian
serta masalah pembagian daerah. Lihat Parwoto, Seri IPS Sejarah 2, Cet. 1 (T.t.; Yudhistira, 2007),
h. 90. Dan lihat St. Sularto dan D. Rini Yunarti, Konflik Di Balik Proklamasi; BPUPKI, PPKI dan
Kemerdekaan (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), h .xviii.
40
15. Mas Soetardjo Kartohadikoesoemo
16. Mr. Abdul Abbas
17. Mr. I Gusti Ketut Pudja
18. Mr. Raden Ahmad Soebardjo
19. Mr. Raden Iwa Koesoema Soemantri
20. Mr. Raden Kasman Singodimedjo
21. Mr. Johanes Latuharhary
22. Mohammad Ibnu Sayuti Melik
23. Prof. Dr. Mr. Raden Soepomo
24. Raden Abdul Kadir
25. Raden Adipati Wirantakoesoema
26. Raden Oto Iskandardinata
27. Raden Pandji Soeroso
Kembali ke sidang BPUPKI yang pertama, berikut para tokoh atau anggota
BPUPKI pada sidang pertama dari tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 yang hadir untuk
menyampaikan atau menyumbangkan pikirannya tentang Dasar Negara, antara lain:
1. Muhammad Yamin;
2. Soepomo;
3. Mohammad Hatta;
4. Ki Bagus Hadikoesoemo; dan
5. Soekarno.
Berikut usulan-usulan para tokoh atau anggota BPUPKI 1945:
41
1. Usulan Pancasila Muhammad Yamin
Pada tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin berpidato, dan ditulis secara
sistematis dengan judul Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia,
Muhammad Yamin mengemukakan lima dasar sbb.:
a. Peri Kebangsaan, yang artinya negara kebangsaan Indonesia yang sesuai
dengan peradaban bangsa Indonesia dan menurut susunan kekeluargaan
yang didasarkan pada kebangsaan dan Ketuhanan. (Muhammad Yamin,
1959: 89-90).
b. Peri Kemanusiaan, yang diartikan kedaulatan rakyat Indonesia dan
Indonesia merdeka berdasarkan peri kemanusiaan yang universal. Dengan
demikian, kemanusiaan ini mengandung arti humanisme dan
internasionalisme semua bangsa. Maka menurut dia, dasar perikemanusiaan
ini adalah dasar universalisme dalam hukum internasional dan peraturan
kesusilaan segala bangsa dan negara mereka. (Muhammad Yamin, 1959:
93-94).
c. Peri Ketuhanan, dengan penjelasan bahwa bangsa Indonesia yang akan
bernegara merdeka itu ialah bangsa yang berperadaban luhur, dan
peradabannya itu mempunyai Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikia, dia
mengatakan bangsa Indonesia insyaf, bahwa negara kesejahteraan
Indonesia merdeka ber-Ketuhanan, dan Tuhan akan melindungi Negara
Indonesia Merdeka. (Muhammad, 1959: 94).
d. Peri Kerakyatan, dalam peri kerakyatan ini mengandung (a)
permusyawaratan yang sesuai dengan peradaban asli Indonesia dan surat
42
Asyura ayat 38 dari al-Qur’an; (b) perwakilan yang menjadi dasar desa,
negeri, dusun, marga, dll. Di seluruh Indonesia; dan (c) kebijaksanaan yang
dimaksud hikmat kebijaksanaan yang menjadi pimpinan kerakyatan
Indonesia ialah rasionalisme yan sehat, karena telah melepaskan diri dari
anarki, liberalisme, dan semangat penjajahan. (Muhammad Yamin, 1959:
103)
e. Kesejahteraan Rakyat atau Keadilan Sosial, dalam pidato itu
Muhammad Yamin tidak menyebut istilah Pancasila seperti halnya
Soekarno, meskipun secara sistematis dia menguraikan pancasila sila-sila
itu satu persatu secara rinci dan panjang lebar. Lagipula tidak ada catatan
reaksi hadirin seperti terhadap pidato Soekarno, bahkan dalam menguraikan
sila kesejahteraan Muhammad Yamin mendapat teguran ketua sidang yang
pada luar dari konteks dasar negara Indonesia merdeka.8
2. Usulan Pancasila Soepomo
Dua hari kemudian—dari 29 Mei 1945—, sidang tentang dasar Indonesia
merdeka dilanjutkan kembali. Soepomo yang mendapat kesempatan berpidato pada
31 Mei 1945. Soal yang dibicarakan ialah syarat-syarat mutlak dari suatu negara
“Bagaimana akan dasar-dasarnya Negara Indonesia Merdeka”.9
Soepomo menyebutkan bahwa syarat-syarat mutlak untuk mengadakan
negara dipandang dari sudut hukum dari sudut formeel (jurisprudence), yaitu harus
ada daerah (territory), rakyat, dan harus ada pemerintah yang daulat (souverein)
8 Suwarno, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, h. 50-51. 9 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, Cet. 1 (Yogyakarta: Media Pressindo,
2006), h. 50.
43
menurut hukum internasional. Akan tetapi, syarat-syarat mutlak ini tidak mengenai
dasar kemerdekaan dari negara dalam arti sosiologi dan arti politik. Juga suatu
syarat mutlak yang telah dibicarakan dalam sidang ini ialah tentang pembelaan
tanah air.
Soepomo lalu menyebut pembelaan tanah air jadi syarat mutlak sebuah
negara merdeka. Syarat Mutlak yang Pertama, tentang daerah. “Pada dasarnya
Indonesia, yang harus meliputi Batas-batas Hindia-Belanda”.Akan tetapi jikalau,
misalnya daerah Indonesia yang lain, umpamanya negeri Malaka, Borneo Utara
hendak ingin juga masuk lingkungan Indonesia, hal itu kami tidak keberatan.
Sudah tentu itu bukan kita saja yang akan menentukan, akan tetapi juga pihak
saudara-saudara yang Malaka dan Borneo Utara.10
Syarat mutlak yang kedua, Hal rakyat sebagai warga negara. Pada dasarnya
ialah sebagai warga negara yang mempunyai kebangsaan Indonesia, dengan
sendirinya bangsa Indonesia asli. Bangsa peranakan, Tionghoa, India, Arab, yang
telah turun-temurun tinggal di Indonesia, harus diterima sebagai warga Negara
dengan diberi kebangsaan Indonesia (Nasionaliteit Indonesia). Yang penting juga
kita harus menjaga supaya tidak ada “dubbele onderdaanschap” dan menjaga
jangan ada “staatloosheid”. Hal yang sebagian tergantung juga dari sistem
Undang-Undang dari Negara lain-lain. Sebagai pokok dasar kewarganegaraan
indonesia ialah ius sangguinis (prinsip keturunan) dan ius soli (prinsip teritorial).11
Syarat Mutlak yang ketiga, ialah pemerintah daulat menurut hukum
Internasional. Lalu beliau menyampaikan gagasannya tentang dasar sistem
pemerintahan Indonesia. Dasar sistem pemerintahan itu bergantung kepada
10 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 51. 11 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 52.
44
staatside kepada “begrip” (pengertian-red) “staat” (negara) yang hendak kita
dipakai untuk pembangunan Negara Indonesia. Dasar tersebut adalah: Pertama,
apakah Indonesia akan berdiri sebagai persatuan bangsa (eenheidsstaat) atau
negara serikat (bondstaat) atau sebagai persekutuan negara (statenbond).12
Kedua, dipersoalkan hubungan antar Negara dan agama. Ketiga, apakah
republik atau monarki.13
Menurut Soepomo, dalam ilmu Negara, kita mendapati beberapa teori,
beberapa aliran pikiran tentang Negara, antara lain:
a. Ada suatu aliran pikiran yang menyatakan bahwa negara itu terdiri atas dasar
teori perseorangan, teori individualistis. Sebagaimana diajarkan oleh Thomas
Hobbes dan John Locke (Abad ke-17), Jean Jacques Rousseau (Abad ke-18),
Herbert Spencer (Abad ke-19), H.J. Laski (Abad ke-20). Menurut aliran ini
negara ialah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara
seluruh seseorang dalam masyarakat itu (kontrak sosial). Aliran ini terdapat di
Eropa Barat dan di Amerika.14 Inilah yang dinamakan Negara Liberalis.15
b. Aliran tentang Negara ialah teori (golongan). Dari negara kelas teori (class
theory) sebagai yang diajarkan oleh Marx, Engels, dan Lenin. Maksudnya
Negara dianggap sebagai alat dari suatu golongan atau (suatu classe) untuk
menindas classe lain (negara yan kuat ekonominya menindas negara yang
ekonominya lemah), inilah yang dinamakan Negara Kapitalis.16
12 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 52. 13 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 53. 14 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 54. 15 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 56. 16 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 54.
45
c. Aliran pikiran negara yang berteori intergralistik yang diajarkan oleh Spinoza,
Adam Muller, Hegel dan lain-lain (Abad ke 18 dan 19). Maksudnya, negara
tidak untuk menjamin dan tidak memihak kepentingan seseorang atau
golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai
persatuan (yang terpenting dalam negara yan berdasar aliran pikiran integral
ialah penghidupan bangsa seluruhnya).17
Oleh karena itu, merurut Soepomo, politik pembangunan negara Indonesia
harus sesuai dengan “sociale structuur” masyarakat Indonesia.18 Dan menanggapi
hal-hal di atas, Soepomo menegaskan bahwa Indonesia harus berdasarkan pada
negara yang integralistik. Jika kita hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai
dengan keistimewaan sifat corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus
berdasar atas (aliran pikiran staatsidee dan negara yang integralistik), negara yang
teratur, persatuan dengan seluruh rakyatnya yang tersusun, yang mengatasi seluruh
golongan-golongannya dalam lapangan apapun, maka tidak akan ada dualisme
staat and individu, tidak ada pertentangan antara susunan staat dan susunan hukum
individu, tidak akan ada dualisme staat and staatsfreie gesellschaft, tidak akan
membutuhkan jaminan grand und freiheitsfrechte dari individu contra staat.19
Secara terperinci Soepomo menajukan Dasar Negara yang dipakai untuk
membangun bangsa Indonesia yang diajukan oleh Soepomo ialah :
a. Persatuan
Menurut Soepomo, Negara Jerman adalah Nasional Sosialis. Negara itu
berdasar atas aliran pikiran negara totaliter, das Ganze der politischen Einheit des
17 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 54-55. 18 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 56. 19 Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 61.
46
Volkes (integrate theory). Prinsip “pimpinan” (fuhrung) sebagai kernbegriff (ein
totaler fiihrerstaat) dan sebagai prinsip yang dipakainya juga ialah persamaan
darah dan persamaan daerah (blut and boden theorie) antara pimpinan dan rakyat.
Dari aliran pikiran nasional sosialis ialah prinsip persatuan antara pimpinan dan
rakyat dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya cocok dengan aliran pikiran
ketimuran.20
Soepomo meninjau Negara Asia adalah Negara Dai Nippon. Negara Dai
Nippon berdasar atas persatuan lahir dan batin yang kekal antara Yang Maha Mulia
Tennoo Heika, negara dan rakyat Nippon seluruhnya. Tenno adalah pusat rohani
dan seluruh rakyat. Negara atas dasar kekeluargaan. Keluarga Tennoo yang
dinamakan “Koshitu” ialah keluarga yang terutama. Dasar persatuan dan
kekeluargaan ini sangat sesuai pula dengan corak masyarakat Indonesia.21
b. Kekeluargaan
Soepomo berkata bahwa dalam suasana persatuan antara rakyat dan
pemimpinnya, anatara golongan-golongan rakyat satu sama lain, segala golongan
diliputi semangat gotong-royong. Dan gotong-royong tumbuh sebab adanya rasa
kekeluargaan antara rakyat dan pemimpin.22 Oleh karena itu, dasar ini sangat cocok
dengan sifat bangsa Indonesia.
c. Keseimbangan Lahir dan Batin
Menurut Soepomo, struktur sosial yang asli tidak lain ialah ciptaan
kebudayaan Indonesia, ialah buat aliran pikiran atau semangat kebatinan bangsa
Indonesia. Dengan semangat kebatinan, struktur kerohaniaan dari bangsa Indonesia
20 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 57-58. 21 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 58. 22 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 60.
47
bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan kawulo gusti, yaitu persatuan
antara dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara
rakyat dengan pimpinan-pimpinannya. segala-galanya ditujukan kepada
keseimbangan lahir dan batin. Inilah ide totaliter, ide intregalistik dari bangsa
Indonesia yang berwujud juga dalam susunan tata negaranya yang asli.23
d. Musyawarah
Soepomo menyatakan bahwa kepala desa, atau kepala rakyat wajib
menyelenggarakan keinsafan keadilan rakyat, harus senantiasa memberi bentuk
(gestaltung) kepada rasa keadilan dan cita-cita rakyat. Oleh karena itu, kepala
rakyat “memegang adat” senantiasa memperhatikan segala gerakk-gerik dalam
masyarakatnya. Dan untuk maksud itu, senantiasa bermusyawarah dengan
rakyatnya atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desanya supaya pertalian
batin antara pemimpin dan rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara.24 Dasar
musyawarah ini sangat cocok untuk masyarakat Indonesia.
e. Keadilan rakyat
Soepomo berkata, atas dasar totaliter dari negara kebangsaan yang bersatu
dan atas dasar pengertian negara sebagai persatuan bangsa Indonesia yang tersusun
atas sistem hukum yang bersifat integralistik tadi, di mana negara akan berwujud
dan bertindak sebagai penyelenggara keinsafan keadilan rakyat seluruhnya, maka
kita akan dapat melaksanakan negara Indonesia yang bersatu dan adil, seperti sudah
termuat dalam panca darma, pasal dua, yang berbunyi, “Kita mendirikan negara
Indonesia, yang (makmur, bersatu, berdaulat) adil.” Maka, negara hanya bisa adil,
jikalau negara itu menyelenggarakan rasa keadilan rakyat dan menuntun rakyat
23 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 58-59. 24 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 59-60.
48
kepada cita-cita yang luhur, menurut aliran zaman.25 Oleh karena itu, prinsip
keadilan rakyat sangat penting untuk menjadi dasar negara Indonesia.
Dari hasil pidato Soepomo saat itu tiada satupun hadirin yang hadir
menginterupsi, begitu juga dalam risalah sidang BPUPKI, tiada tertulis adanya
tepuk tangan riuh dari para anggota sidang.
3. Usulan Pancasila Moh. Hatta
Dalam bernegara Moh. Hatta pemikirannya lebih menitikberatkan pada
Pancasila yaitu Persatuan di Indonesia. Dikatakan bahwa negara persatuan di
Indonesia hendaknya urusan negara dipisahkan dari urusan agama. Di Indonesia
ada 2 faham, ialah faham dari angota-anggota ahli agama yang menganjurkan
supaya Indonesia didirikan sebagai Negara Islam, dan faham dari negara persatuan
nasional yang memisahkan urusan negara dan Islam; dengan lain kata: bukan
negara Islam. Apa sebabnya di Indonesia bukan negara Islam?. Perkataan “negara
Islam”, lain artinya daripada perkataan “negara berdasar atas cita-cita luhur dari
agama Islam”. berbeda halnya dengan negara yang tersusun sebagai “negara
Islam”. Negara tidak bisa dipisahkan dari agama. Negara dan agama ialah satu,
bersatu padu.26
Dari keterangan di atas, disimpulkan oleh Moh. Hatta bahwa Negara
Indonesia bukanlah negara Islam karena negara Islam itu sebuah negara yang tidak
dapat dipisahkan dengan sistem hukum-hukum agama, politik, sosial, ekonomi,
yang semuanya harus bersumber dan bersandar pada hukum al-Qur’an dan hadis
sebagai pusat dan sumber hukum kehidupan manusia khususnya yang beragama
25 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 74. 26 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 64.
49
Islam. Jadi, negara dan agama bersatu padu, negara yang tidak bisa dipisahkan
dengan syari’at Islam (karena hukum syari’at Islam dianggap sebagai perintah
Tuhan) untuk dijadikan landasan dasar bernegara, misalnya Negara Mesir dan lain-
lainnya. Sedangkan menurut Moh. Abduh hukum syari’at bisa diubah asalkan
dengan acara ijma’, yaitu permusyawaratan, asal saja tidak bertentangan dengan al-
Qur’an dengan al-Qur’an dan hadis.27
Dengan kata lain, negara-negara Islam masih ada pertentangan pendirian
tentang bagaimana bentuk yang seharusnya bentuk hukum negara sesuai dengan
aliran zaman modern yang meminta perhatian dari negara-negara yang turut
berhubungan dengan dunia Internasional itu. Jadi, di Indonesia didirikan Negara
Islam, maka tentu akan timbul soal-soal “minderheden” soal golongan agama yang
kecil-kecil yang sulit dipersatukan dengan Negara.28
Jadi, Moh. Hatta menganjurkan dan mufakat dengan pendirian yang hendak
mendirikan Negara Nasional yang bersatu dalam arti totaliter, yaitu Negara yang
tidak akan mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar, akan tetapi yang
akan mengatasi segala golongan dan akan mengindahkan dan menghormati
keistimewaan dari segala golongan. Dengan demikian, urusan agama akan terpisah
dari urusan negara. Dan dengan sendirinya, dalam negara Nasional yang bersatu itu
urusan agama akan diserahkan pada golongan agama yang bersangkutan. Dalam
bernegara, seseorang akan merdeka memeluk agama yang disukainya, dan semua
golongan agama merasa bersatu dengan negara (dalam bahasa asing “zal zich thuis
27 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 66. 28 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 67.
50
voelen” dalam negaranya).29 Usulan Mohammad Hatta tentang dasar negara di atas
terjadi pada tanggal 31 Mei 1945.
4. Usulan Pancasila Ki Bagoes Hadikoesoemo
Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam persidangan BPUPKI ke dua, pada tanggal
31 Mei 1945, yang ditemukan catatan notulensinya. Selama berpuluh-puluh tahun
notulensi pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo itu tidak pernah dimuat dalam dokumen
resmi. Beberapa petikan pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam Sidang BPUPKI
tanggal 31 Mei 1945 itu, adalah sebagai berikut:
“Tuan-tuan dan sidang yang terhormat! Dalam negara kita, niscaya tuan-
tuan menginginkan berdirinya satu pemerintahan yang adil dan bijaksana,
berdasarkan budi pekerti yang luhur, bersendi permusyawaratan dan putusan rapat,
serta luas berlebar dada tidak memaksa tentang agama. Kalau benar demikian,
dirikanlah pemerintahan itu atas agama Islam, karena ajaran Islam mengandung
kesampaiannya sifat-sifat itu.”30
Setelah mengutip ayat suci Al-Qur’an dalam surah An-Nahl ayat 90, surah
An-Nisa ayat 5, surah Ali Imron ayat 158, surah Asy-Syura ayat 38 serta surah Al
Baqarah ayat 256, Ki Bagoes Hadikoesoemo kemudian melanjutkan lagi pidatonya:
“Dengan ayat-ayat yang singkat ini, cukuplah kiranya sudah untuk
mengetahui bahwa agama Islam itu cakap dan cukup serta pantas dan patut untuk
menjadi sendi pemerintahan kebangsaan di negara kita Indonesia ini. Tetapi di
antara tuan-tuan ada juga orang-orang yang tidak setuju negara kita ini berdasarkan
agama.”31
Pada bagian akhir Ki Bagoes mengatakan :
“Oleh karena itu tuan-tuan, saya sebagai seorang bangsa Indonesia tulen,
bapak dan ibu saya bangsa Indonesia, nenek moyang saya pun bangsa Indonesia
juga yang asli dan murni belum ada campurannya; dan sebagai seorang Muslim
29 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 68. 30 Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati (Editor), Risalah Sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)-Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
28 Mei 1945-22 Agusttus 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998), h 41. 31 Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati (Editor), Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, h. 42.
51
yang mempunyai cita-cita Indonesia Raya dan Merdeka, maka supaya negara
Indonesia merdeka itu dapat berdiri tegak dan teguh, kuat dan kokoh, saya
mengharapkan akan berdirinya negara Indonesia itu berdasarkan agama Islam.
Sebab, itulah yang sesuai dengan keadaan jiwa rakyat yang terbanyak, sebagaimana
yang sudah saya terangkan tadi. Janganlah hendaknya jiwa yang 90 persen dari
rakyat itu diabaikan saja tidak dipedulikan. Saya khawatir apabila negara Indonesia
tidak berdiri di atas agama Islam, kalau-kalau umat Islam yang terbanyak itu nanti
bersifat pasif atau dingin tidak bersemangat: sebagaimana yang dikuwatirkan juga
oleh tuan Kiai Sanusi tadi. Tetapi saya mengharapkan jangan sampai kejadian
demikian. Tuan-tuan, sudah banyak pembicara yang berkata, bahwa agama Islam
itu memang tinggi dan suci. Sekarang bagaimana kalau orang yang tidak mau diikat
oleh agama yang sudah diakui tinggi suci, apakah kiranya akan mau diikat oleh
pikiran yang rendah dan tidak suci? Kalau jiwa manusia tidak mau bertunduk
kepada agama perintah Allah, apakah kiranya akan suka bertunduk kepada perintah
pikiran yang timbul dari hawa nafsu yang buruk? Pikirkan dan camkanlah tuan-
tuan.”32
Menurut penulis, notulensi pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo sangatlah
mendasar. Tokoh-tokoh Islam yang ada dalam anggota BPUPKI sangatlah berperan
dalam pembahasan pembentukan dasar negara Islam yang selama ini tidak pernah
terungkap dalam pembicaraan politik dan urusan kenegaraan di Indonesia, padahal
mereka dikenal oleh masyarakat muslim sebagai orator dan singa podium. Dasar
tidak terungkapnya itu bertujuan agar pemikiran, ide serta peranan para founding
fathers Indonesia dari kalangan ulama dan tokoh-tokoh Islam tidak muncul,
sehingga seolah-olah kaum muslimin tidak berperan sama sekali dalam penyusunan
sendi-sendi negara ini.
Dalam buku yang disusun oleh Prof. Moh. Yamin “Naskah Persiapan UUD
1945”, disebutkan bahwa Moh. Yamin sama sekali tidak mencantumkan
pembicaraan para pemuka nasionalis Islam, karena pada dasarnya, ia memang
hendak menolak Islam menjadi dasar negara Indonesia. Buku itu tampaknya
kemudian menjadi strategi dasar de-Islamisasi dalam penulisan sejarah Indonesia.33
32 Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati (Editor). Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, h. 48. 33 Ahmad Mansyur Suryanegara, Api Sejarah 2 (Bandung: Salamadani, 2010), h. 128.
52
Dalam sidang BPUPKI ini terjadi perdebatan yang sangat sengit dan tajam
antara kubu Islam, dengan 35 anggota yang menghendaki dasar negara Indonesia
berdasarkan Islam dan kubu seluler dan non-muslim yang tidak menghendaki
agama Islam berperan dalam negara. Kedua golongan ini berlangsung hingga
tanggal 1 Juni 1945.
5. Usulan Pancasila Soekarno
Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno berpidato selama 1 jam yang penuh
dengan janji kepada para tokoh BPUPKI dari kubu Islam agar mau berkorban dan
berkompromi untuk membangun cita-cita negara Islam yang hendak dicapai
bersama. Pidato panjang yang sangat memukai itu dikenal dengan judul “Lahirnya
Pancasila”. Berikut beberapa petikannya:
“Saya minta, saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan saudara-saudara Islam
lain: maafkan saya memakai perkataan, “kebangsaan” ini! Saya pun orang Islam.
Tetapi saya meminta kepada saudara-saudara, janganlah saudara-saudara salah
faham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar
kebangsaan. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya
menghendaki satu nationale staat, seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman
Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu Nationale Staat Indonesia bukan berarti
staat yang sempit. Sebagai saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin,
maka Tuan adalah orang Bangsa Indonesia, datuk-datuk Tuan, nenek moyang Tuan
pun Bangsa Indonesia. Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang
dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan Negara
Indonesia.”34
Selanjutnya, untuk menarik perhatian para tokoh muslim anggota BPUPKI,
Soekarno pun mencoba meyakinkan mereka, bahwa dirinya pun sejatinya adalah
seorang pembela Islam. Selanjutnya, dalam pidatonya, Soekarno mengatakan:
“Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama.
Kita, saya pun, adalah orang Islam –maaf beribu maaf, keislaman saya jauh belum
sempurna—tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat
34 Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati (Editor), Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, h. 92-
93.
53
saya punya hati, Tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati
Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam
permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal juga keselamatan
agama, yaitu dengan jalan pembicaraan dan permusyawaratan di dalam Badan
Perwakilan Rakyat.”35
Ketika menjelaskan tentang prinsip musyawarah mufakat, Soekarno pun
kembali menyinggung sentimen kaum muslimin tentang pemilihan seorang
Khalifah atau Amirul Mu’minin, sebutan untuk kepala negara dalam pandangan
Islam:
“Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa Kepala-Kepala Negara, baik
khalif maupun Amirul Mu’minin harus dipilih oleh rakyat? Tiap-tiap kita
mengadakan Kepala Negara, kita pilih. Jikalau pada suatu hari Ki Bagoes
Hadikoesoemo misalnya menjadi Kepala Negara Indonesia dan mangkat,
meninggal dunia, jangan anaknya Ki Hadikoesoemo dengan sendirinya, dengan
otomatis menjadi pengganti Ki Hadikoesoemo. Maka oleh karena itu saya tidak
mufakat kepada prinsip monarkhi.”36
Namun, pada saat menjelaskan tentang prinsip Indonesia Merdeka dengan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Soekarno justru mengingatkan kewajiban
kaum muslimin untuk melaksanakan syari’at Islam ketika mengaku sebagai seorang
muslim, dan ber-Tuhan menurut ajaran Nabi Muhammad SAW. Dengan lugas ia
mengatakan:
“Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi
masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang
Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang belum ber-Tuhan
menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha menjalankan ibadatnya
menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semua ber-Tuhan.
Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat
menyembah Tuhan dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan
secara kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara
Indonesia satu negara yang ber-Tuhan.”37
35 Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati (Editor), Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, h. 98. 36 Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati (Editor), Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, h. 101. 37 Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati (Editor), Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, h. 101.
54
Dengan demikian Soekarno telah menempatkan pemikiran pada umat
beragama untuk menjunjung tinggi nilai-nilai dan perintah etika atau akhlak yang
bersifat mengikat atas segala aspek kegiatan yang bertalian dengan prinsip-prinsip
keadilan, kemanusian, kebangsaan, dan kemerdekaan dalam berbangsa dan
bernegara sebagaimana terkandung dalam ajaran moral. Adapun uraian pemikiran
Pancasila Soekarno akan dijelaskan secara rinci pada Bab berikutnya.
55
BAB IV
NILAI-NILAI FILOSOFIS PANCASILA
A. Pengantar
Selain perjuangan fisik, bangsa Indonesia secara gigih mampu membangun
pondasi Kemerdekaan dengan merumuskan Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi
Negara melalui salah satu persiapan-persiapan yang dilakukan oleh para tokoh-
tokoh bangsa dengan wadah BPUPKI.1
Istilah Pancasila secara etimologis, berasal dari bahasa Sansekerta: Panca
yang artinya lima, dan syila yang artinya batu sendi, alas atau dasar. Oleh karena
itu, Pancasila sering diartikan sebagai lima dasar, sedangkan syila yang artinya
tingkah laku yang baik yang kemudian sering diartikan susila.2 Dan mulai dikenal
di Indonesia sejak abad XIV pada zaman Kerajaan Majapahit. Ketika Majapahit di
bawah pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Mada yang untuk
pertama kalinya istilah Pancasila itu ditulis dalam kitab Negarakertagama karangan
Empu Prapanca dan kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Di dalam kitab
Sutasoma itu, istilah Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang
lima” (dari bahasa Sansekerta) juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang
lima” (Pancasila Krama), yaitu:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan.
2. Tidak boleh mencuri.
3. Tidak boleh berjiwa dengki.
1 Dalam bahasa Jepang BPUPKI disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. 2 Jonar T.H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, Cet. 2 (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016), h. 425.
56
4. Tidak boleh berbohong.
5. Tidak boleh mabuk minuman keras.3
Pertama-tama yang harus kita akui bahwa Ir. Soekarno adalah penggali dan
penemu serta penggagas dari Pancasila dan sebagai falsafahnya yang dikenal
dengan sebutan falsafah gotong-royong.
Selain itu, Soekarno merupakan tokoh yang mempelajari Islam beserta
ajaran-ajarannya secara mendalam dan universal. Tak hanya itu, pemahaman dan
ajaran Islamnya begitu lenkap, sehingga beliau dapat mengamalkannya melalui
gagasan dan pemikiran-pemikiran yang maju atau progresif. Menurutnya, ajaran-
ajaran Islam menjadi maju dengan cara bersinergi dengan alam pikiran modern
yang berkembang sehingga dengan kata lain, mempertemukan antara ajaran Islam
berupa ritual keagamaan dengan keilmuan modern. Kedua hal ini akan membangun
peradaban umat manusia.
B. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara
Sebelum membahas tentang Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara,
seyogyanya diperlukan penjelasan tentang perjalanan sejarah Pancasila. Menurut
Asvi Warman Adam (2009: 7-11) mencoba menjelaskan akan perjalanan sejarah
Pancasila yang dibagi atas empat gelombang, yaitu:
1. Gelombang pertama adalah saat penciptaan (pada 1 Juni 1945). Pada 1 Juni
1945, Soekarno berpidato di depan siding BPUPKI menjawab pertanyaan
ketua siding Radjiman Widyodiningrat tentang dasar negara. Pada rapat 22
Juni 1945 tim Sembilan yang diketuai Soekarno mencantumkan tujuh buah
3 Jonar, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 425-426.
57
kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” dalam rancangan pembukaan UUD 1945. Namun menjelang
proklamasi kemerdekaan, Hatta menerima pesan dari masyarakat Indonesia
Timur yang menolak bergabung dengan Indonesia bila pernyataan itu
dipertahankan. Hatta kemudian merundingkan hal tersebut dengan tokoh-
tokoh Islam, yang akhirnya dalam UUD 1945 yang disahkan pada tanggal
18 Agustus 1945 menghilangkan kalimat “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” sehingga menjadi “Ketuhanan
Yang Maha Esa” yang menjadi sila pertama dalam Pancasila. Urutan yang
disepakati adalah seperti Pancasila yang ada sekarang ini.
2. Gelombang kedua adalah masa perdebatan. Setelah pemilihan umum tahun
1955, terbentuklah Konstituante yang bertugas merancang undang-undang
dasar. Ketika itu Pancasila diperdebatkan apakah sebagai dasar negara atau
ideologi lain.
3. Gelombang ketiga adalah masa rekayasa. Pada masa pemerintahan
Soeharto, Pancasila dijadikan asas tunggal untuk partai dan organisasi
masyarakat. Hal ini pada awalnya ditentang oleh organisasi, namun pada
akhirnya mereka tidak mempunyai pilihan lain. Sejak 1 Juni 1970,
peringatan hari lahirnya Pancasila dilarang Kopkamtib.
4. Gelombang keempat adalah masa penemuan kembali. Pada awal reformasi
BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila) dibubarkann dan kegiatan penataran P4
(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dihapuskan. Meskipun
demikian, Pancasila masih tetap diajarkan di sekolah dan sebagian
58
perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan adanya pengurangan pengajaran
pada bidang Pancasila. Namun, peringatan hari lahirnya Pancasila kembali
diselengarakan. Seiring berjalannya waktu, muncul kembali kerinduan pada
ideologi ini. Suasana masyarakat yang dibayangi ancaman perpecahan
menyebabkan masyarakat melihat kembali sesuatu yang bisa jadi perekat
kesatuan bangsa. Yang tepat untuk itu adalah Pancaasila.4
Sebenarnya, Pancasila itu berasal dari kristalisasi nilai-nilai yang sudah ada
di Indonesia sejak zaman dahulu kala yang tercermin di dalam adat istiadat, agama
dan kepercayaan serta kebudayaan. Nilai-nilai itu kemudian diambil intinya yang
kemudian dirumuskan menjadi lima hal yang merupakan unsur-unsur dari
Pancasila.
Dari penjelasan di atas, nilai-nilai Pancasila mengandung unsur etika, dan
hal ini sesuai dengan respon Jonar dalam buku Bung Karno: Biografi Putra Sang
Fajar, “Etika Pancasila adalah filsafat moral atau filsafat kesusilaan yang
berdasarkan atas kepribadian, ideologi, jiwa, dan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Etika Pancasila adalah etika yang berdasarkan atau berpedoman pada
norma-norma yang bersumber dari ajaran Pancasila”.5 Dengan demikian, Pancasila
layak sebagai dasar-dasar dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Dalam pembentukan dan membangun sebuah Negara dibutuhkan
perumusan dasar-dasar Negara, seperti yang telah disebutkan Soekarno pada salah
satu pidatonya di BPUPKI sebagai berikut;
“Paduka Tuan Ketua, setelah saya menguraikan dasar-dasar yang menurut
hemat saya hendak dipakai untuk membangun Negara Indonesia, maka saya
sekarang hendak menguraikan konsekuensi dari teori Negara tersebut terhadap pada
4 Jonar, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 426-429. 5 Jonar, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 439.
59
soal-soal: (1) Perhubungan Negara dan agama. (2) Cara pembentukan
pemerintahan. (3) Kehidupan Negara dan ekonomi.”6
Menurut Ir.Soekarno Negara yang berdasarkan persatuan itu akan sesuai
dengan corak masyarakat Indonesia, akan tetapi Negara yang bersifat persatuan itu
telah menjadi cita-cita pergerakan politik Indonesia pada zaman dahulu sampai
sekarang.7
Untuk mewujudkan Indonesia merdeka maka harus mempersipkan
beberapa hal. Salah satu di antaranya adalah dasar ideologi dari bangsa tersebut.
Jika dasarnya belum dibangun, maka bangsa itu terlihat rapuh. Oleh karena itulah,
dalam sidang BPUPKI 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan agar Dasar Negara
Indonesia diberi nama Pancasila.
Pada mulanya Rumusan Pancasila yang diusulkan Soekarno, yang
disampaikan dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 pada sidang BPUPKI, dengan
urutan sebagai berikut: (1) Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau
Perikemanusiaan, (3) Mufakat atau Demokrasi, (4) Kesejahteraan Sosial, dan (5)
Ketuhanan yang berkebudayaan.
Selain itu, pada 22 Juni 1945, sembilan tokoh nasional dan juga tokoh-tokoh
Dokuritsu Junbi Choosakai (disebut juga BPUPKI) mengadakan pertemuan untuk
membahas pidato serta usul-usul mengenai asas dasar negara yang telah
dikemukakan dalam sidang BPUPKI. Kesembilan tokoh mencoba menyusun
rumusan dasar dari Pancasila yang dikenal dengan nama “Piagam Jakarta”8. Dari
6 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, Cetakan Pertama (Jakarta: Media
Pressindo, 2017), h. 63. 7 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, Cetakan Pertama (Jakarta: Media
Pressindo, 2017), h. 63. 8 Isi dari “Piagam Jakarta” yaitu: (1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya. (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab. (3) Persatuan Indonesia.
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. (5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
60
sinilah dua pilar negara (Pancasila dan Piagam Jakarta) yang menyebabkan
persatuan sampai dengan sekarang dalam bingkai ke-Indonesia-an karena Pancasila
merupakan (1) pernyataan kebersamaan atau titik temu di mana Indonesia berdiri
atas kepentingan dan ideologi yang sama dari berbagai perbedaan. (2) kesepakatan
kuat. Sebagaimana maksudnya bahwa Indonesia bukanlah Negara agama tetapi
berdasarkan agama. Oleh karena itu, setiap butir dalam Pancasila menambah
kesejukan dalam kehidupan di tengah keberagamaan yang ada di Indonesia, serta
menjujung tinggi nilai-nilai peradaban sebuah bangsa.
Walaupun tanggal 1 Juni bukanlah hari kelahiran Pancasila, tetapi
merupakan hari bersejarah, di mana nilai-nilai peradaban pada zaman dahulu kala
digali kembali. Hal itulah yang dilakukan oleh Soekarno sebagai penggali akan
Pancasila tersebut.9 Dan mengingat kejadian-kejadian historis tersebut, di antaranya
yaitu pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno adalah pertama kalinya melahirkan dan
mengusulkan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang merdeka dan
berdaulat. Saat itu, Soekarno menamakan Pancasila dengan dasar-dasar”,
9 Jonar T.H. Situmorang, Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar, h. 425-432.
61
”Philosofische grondslag”10, “Weltanschauung”11, di atas mana didirikan Negara
Indonesia daripada Indonesia Merdeka.12
Oleh karenanya, layaklah Soekarno menyatakan bahwa buat bangsa
Indonesia “Weltanschuung” sudah lama harus (di) bulatkan di dalam pikiran
sebelum Indonesia Merdeka mendatang. Adapun pendirian dan pandangan hidup
itu Soekarno telah menyediakan dan memperjuangkannya sejak 1918.13 Pernyataan
ini didukungkan dengan perkataan Soekarno sebagai berikut:
“Akan hasil atau tidaknja kita mendjalankan kewadjiban jang seberat dan
semulia itu, bukanlah kita jang menetukan. Akan tetapi, kita tidak boleh putus-putus
berdaja-upaja, tidak boleh habis-habis ichtiar mendjalankan kewadjiban ikut
mempersatukan gelombang-gelombang tahadi itu! Sebab kita jakin, bahwa
persatuanlah jang kelak kemudian hari membawa kita ke arah terkabulnja impian
kita: Indonesia-Merdeka. Entah bagaimana tertjapainja persatuan itu, entah pula
bagaimana rupanja persatuan itu; akan tetapi tetaplah bahwa kapal jang membawa
kita ke Indonesia-Merdeka itu, ialah Kapal-Persatuan adanja!”.14
Kemudian pantaslah Soekarno menyatakankan bahwa Pancasila bukan
suatu konsepsi politis, akan tetapi buah hasil perenungan jiwa yang dalam, buah
hasil penyelidikan cipta yang teratur dan seksama di atas basis pengetahuan dan
10 Philosofische grondslag (bahasa Belanda) adalah fundamen, filsafat, pikiran yang
sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung
Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi, keberadaannya, rumusannya, penyebutannya, fungsi, dan
kedudukannya dalam sistem kenegaraan Indonesia tetap sesuai yang diamanahkan founding fathers
sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Lihat Wawan Tunggul Alam, Demi
Bangsaku Pertentangan Bung Karno vs Bung Hatta (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 177. 11 Weltanschauung adalah nilai-nilai falsafah yang sudah ada sejak lama tertanam kuat
dalam kebudayaan masyarakat Nusantara sebagai sistem kebenaran dan sistem keyakinan yang
dipegang dan dianut oleh masyarakatnya yang bertebaran di seluruh bumi Nusantara. Sistem
kebenaran dan keyakinan itu telah diperjuangkan oleh masyarakat Nusantara, sehingga telah
menyemangati dn memotivasi mereka bertahun-tahun, karena itu harus segera dibulatkan di dalam
hati dan pikiran sebagai sebuah Weltanschauung atau pandangan hidup (way of life) yang utuh dan
resmi bagi Indonesia merdeka. Lihat Tim Pusat Studi Pancasila UGM dan Tim Universitas Pattimura Ambon, Prosiding Kongres Pancasila VI: Penguat, Sinkronisasi, Harmonisasi, Integrasi
Pelembgan dn Pembudyaan Pancasil dalam Rangka Memperkokoh Kedaulatan Bangsa
(Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila, 2014), h. 50. 12 Soekarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Cet. 2 (Jakarta: Media Presindo,
2017), h. 14. 13 Ir.Soekarno, Filsafat Pancasila menurut Bung Karno, Cet 2. (Yogyakarta: Media
Presindo, 2017), h. 14-15. 14 Iwan Siswo, Panca Azimat Revolusi; Tulisan, Risalah, Pembelaan, & Pidato Sukarno
1926-1966, Jilid I (Jakarta: Gramedia, 2014), h. 4.
62
pengalaman yang luas. Dan Pancasila bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa yang berarti bahwa Pancasila itu juga merupakan dasar dari pendidikan dan
pengajaran serta usaha ilmu pengetahuan.15
C. Nilai Kebangsaan
Dasar filosofis yang pertama rumusan Pancasila pada pidatonya saat sidang
BPUPKI 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan, yaitu Kebangsaan Indonesia,
diingatkan Soekarno bukan satu kebangsaan dalam arti yang sempit, melainkan
yang ia kehendaki satu ”nationale staat”. Bangsa Indonesia bukanlah sekedar satu
golongan orang yang hidup dengan ”kehendak akan bersatu” di atas daerah yang
kecil seperti Madura, atau Jogja, atau Sunda, atau Bugis yang lainnya, tetapi bangsa
Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang, menurut geopolitik yang telah
ditentukan oleh Allah SWT, tinggal di kesatuannya semua pulau Indonesia dari
ujung Utara Sumatera sampai ke Irian. ”nationale staat” hanya Indonesia
seluruhnya, yang telah berdiri di jaman Sri Wijaya dan Majapahit dan yang kini
pula kita harus dirikan bersama-sama.16
Dengan kata lain, Kebangsaan Indonesia. Artinya; “Kebangsaan yang kita
anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri bukan chauvinism, sebagaimana
dikobar-kobarkan orang Eropa, yang mengatakan “Deutsrhland uber Alles”, tidak
ada yang setinggi Jermania, yang katanya bangsa minulyo (mulya – red) berambut
jagung, dan bermata biru,”bangsa Aria”, yang dianggapnya tertinggi ndi atas dunia,
sedangkan bangsa-bangsa lain tidak ada harganya. Jangan kita berdiri di atas azas
15 Soekarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, h. 17-18. 16 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Penerjemah: Syamsu
Hadi (Yogyakarta: Yayasan Bung Karno & Media Pressindo, 2007), h. 240.
63
demikian Tuan-tuan, jangan berkata bahwa Indonesialah yang terbagus dan
termulia, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia,
persaudaran dunia”.17
Berhubungan dengan sila Kebangsaan Indonesia, Soekarno menegaskan
bahwa, “jangan mengira, bahwa setiap negara merdeka adalah satu nationale
staat!”. Kita hanya dua kali mengalami nationale staat, yaitu di Zaman Sriwijaya
dan di jaman Majapahit. Karena itu, jika tuan-tuan terima baik, marilah kita
mengambil sebagai dasar Negara yang pertama: Kebangsaan Indonesia.18
Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan
kebangsaan Sumatra, atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-
sama menjadi dasar atau ”nationale staat”. Memang prinsip kebangsaan ini ada
bahayanya. Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi
chauvisme19, sehingga berfaham ”Indonesia Uber Alles”20. Inilah bahayanya kata
Soekarno:
“Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita
harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. Kita cinta tanah air yang
satu, merasa berbangsa yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi Tanah Air
kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja dari pada dunia! Kita harus menuju
pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa”.21
17 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, Cetakan Pertama (Jakarta: Media
Pressindo, 2017), h. 134. 18 Soekarno, Camkan Pancasila: Pancasila Dasar Falsafah Negara, h. 22-23. 19 Chauvisme adalah paham yang membanggakan ras atau bangsanya sendiri secara
berlebihan sehingga menganggap yang lain tidak bagus. Dan inilah yang menyebabkan
Chauvinisme bertentangan dengan sila ketiga dari Pancasila. 20 Konsep Über Alles ini mengambil kata Über Alles dari semboyan bangsa Jerman ketika
era Nazi berkuasa yang secara harfiah diartikan “di atas segalanya”. Latar belakang Jerman saat itu
adalah mereka bercita-cita untuk menyatukan dunia dibawah satu panji kepemimipinan yaitu bangsa
Jerman. Selanjutnya Über Alles mengakibatkan sikap chauvinisme bagi sebagian bangsa Jerman
yang mencoba memahami definisinya namun tidak menggunakan nalar logisnya. 21 Soekarno, Camkan Pancasila: Pancasila Dasar Falsafah Negara, h. 23-24.
64
Dengan demikian, prinsip ini mengingatkan bahwa bangsa Indonesia yang
meliputi berbagai macam agama namun tetap bersatu yang paling utama dalam
falsafah hidup berbangsa yaitu dengan meyakini Ketuhanan yang Maha Esa sebagai
falsafah hidupnya. Hal inilah yang merupakan karakteristik bangsa Indonesia.
Soekarno juga menjelaskan bahwa masa depan sebuah bangsa harus
berdasarkan pada kebangsaan, karena “orang dan tempat itu tidak dapat
dipisahkan!. Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah
kakinya”.22
Soekarno pun menanggapi masalah ini bahwa inti sosial di Indonesia itu
sebagai pendorong untuk mencapai keadilan dan kemakmuran. Karenanya
Soekarno bicara tentang seluruh dunia bahwa masyarakat yang adil dan makmur
dapat merupakan cita-cita dan tujuan semua orang.23
D. Nilai Kemanusiaan
Dasar atau Prinsip filosofis yang nomor dua yang diusulkan oleh Soekarno
adalah ”internasionalisme” atau perikemanusiaan. Internasionalisme yang
dimaksud oleh Soekarno bukanlah kosmopolitisme24, yang tidak mau adanya
kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada
Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika dan lain-lainnya.25
Soekarno menjelaskan bahwa Internasionalisme sama sekali bukan
kosmopolitanisme, yang merupakan penyangkalan terhadap nasionalisme.
22 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 240. 23 Soekarno, Membangun Dunia Baru: To Build the World Anew (Yogyakarta: Media
Pressindo, 2000), h. 60-61. 24 Kosmopolitisme merupakan sebuah paham yang menyatakan bahwa semua suku bangsa
manusia merupakan satu komunitas tunggal yang memiliki moralitas yang sama. 25 Soekarno, Camkan Pancasila: Pancasila Dasar Falsafah Negara, h. 25-29
65
Internasionalisme yang sejati adalah pernyataan dari nasionalisme yang sejati, yaitu
setiap bangsa menghargai dan menjaga hak-hak semua bangsa, baik yang besar
maupun yang kecil, yang lama maupun yang baru. Internasionalisme yang sejati
adalah tanda, bahwa suatu bangsa telah menjadi dewasa dan bertanggung jawab,
telah meninggalkan sifat kekanak-kanakan mengenai rasa keunggulan nasional atau
rasial. Internnasionalisme yang sejati telah meninggalkan penyakit kekanak-
kanakan tentang chauvinisme dan kosmopolitanisme.26
Dalam hal ini, Internasionalisme tidak dapat tumbuh kalau tidak berakar di
dalam buminya nasionalisme. Dan Nasionalisme tidak dapat tumbuh kalau tidak
hidup dalam taman sarinya internasionalisme. Jadi dua hal ini memiliki hubungan
erat satu sama lain.
E. Nilai Mufakat atau Demokrasi
Berikut Dasar atau Prinsip filosofis ketiga ialah dasar mufakat, dasar
perwakilan, dasar permusyawaratan. Soekarno menjelaskan bahwa:
“Indonesia bukan satu Negara untuk satu golongan, walaupun golongan
kaya, tetapi kita memikirkan Negara “semua buat semua”, “satu buat semua”,
“semua buat satu”. Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara
Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan”.27
“Tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politieke
economische democratic yang mampu mendatangkan kesejahteran sosial! Rakyat
Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan paham
Ratu Adil ialah sociale rechtvaardigheid, rakyat ingin sejahtera. Badan
permusyawaratan yang kita akan buat hendaknya bukan badan permusyawaratan
politiek demokratie tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat
mewujudkan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale
rechtvaardigheid.”28
26 Soekarno, Membangun Dunia Baru, h. 62-63. 27 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 135. 28 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, h. 140-141.
66
Berdasarkan pernyataan Soekarno di atas, dapat diketahui bahwa
permusyawaratan dan demokrasi merupakan salah satu unsur penting negara,
karena mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Menanggapi hal ini, Soekarno
berkata:
“Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia
ialah permusyawaratan, perwakilan. Dalam perwakilan nanti ada perjoangan
sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang hidup betul-betul hidup, jikalau di
dalam badan perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah
Candradimuka, kalau tidak ada perjoangan faham di dalamnya.”29
“Demokrasi bukanlah monopoli atau penemuan dari aturan sosial Barat,
melainkan demokrasi merupakan keadaan asli dari manusia, meskipun diubah
untuk disesuaikan dengan kondisi-kondisi sosial yang khusus.”30
Selama berabad-abad negeri Indonesia hidup terbiasa musyawarah dan
mufakat. Ini adalah perundingan demokratis model Asia. Sebagai seorang yang
meyakini bahwa kekuatan terletak dalam pemerintahan atas perwakilan, Soekarno
berkata, “Kita tidak akan menjadi negara untuk satu golongan” tetapi ”Semua buat
semua, satu buat semua, semua untuk satu”, jadi Soekarno menjelaskan bahwa
mengambil keputusan atau persetujuan bulat harus dengan kesepakatan bersama
dan suatu pembicaraan yang berasaskan kekeluargaan. Jadi, bangsa mengambil
keputusan yang dilakukan dengan cara mengemukakan pendapat yang dapat
diterima dan menghasilkan suatu hasil yang dapat digunakan oleh orang banyak.31
F. Nilai Kesejahteraan Sosial
Dasar atau prinsip filosofis keempat adalah kesejahteraan sosial, maksudnya
prinsip tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Sebagaimana perkataan
Soekarno, yaitu:
29 Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi, Jilid I (Jakarta: Panitya, 1964), h. 25. 30 Soekarno, Membangun Dunia Baru, h. 63. 31 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 241.
67
“Prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam
Indonesia merdeka. Prinsip kesejahteraan yaitu prinsip tidak ada kemiskinan di
dalam Indonesia Merdeka. Prinsipnya San Min Chu I ialah Min mintsu Chuan, Min
Cheng: Nasionalism, Democracy, Sosialism”. Maka prinsip kita harus: apakah kita
mau Indonesia merdeka yang kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua
rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam
kesejahteraan merasa dipangku oleh oleh ibu pertiwi yang cukup memberi sandang,
pangan kepadanya?32 Ajaran Sun Yat Sen adalah San Min Chui yang terdiri dari:
“Nasionalisme (Min T’sen). Sun Yat Sen menghendaki adanya satu bangsa dan satu
negara, yakni bangsa/negara Cina sebagai kesatuan.Demokrasi (Min Chu). Sun Yat
Sen menginginkan pemerintahan di Cina berbentuk Republik yang demokratis.
Oleh karena itu pemerintahan Monarki harus dihapuskan. Sebab pemerintahan
monarki akan mudah digunakan sebagai alat bagi raja atau kaisar untuk
melampiaskan kesenangannya. Sosialisme (Min Sheng). Sosialisme berarti
kesejahteraan rakyat. Artinya seluruh rakyat harus dapat mencari nafkah yang serba
cukup untuk kehidupan yang lebih layak.”33
“Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat ada, kita
dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Negara-negara Eropa dan
Amerika ada Badan Perwakilan, ada demokrasi parlementer. Tetapi di Eropa justru
kaum kapitalis merajalela. Tidakkah di seluruh benua Barat kaum kapitalis
merajalela? Padahal ada badan perwakilan rakyat. Tak lain tak bukan adalah yang
dinamakan demokrasi di Barat itu hanyalah ”politieke democratie” saja, sema-mata
tidak ada ”sociale rechtsvaardigheid”, ini bukan keadilan sosial. Kalau kita mencari
demokrasi hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang
memberi hidup, yakni ”politiek-economische democratie” yang mampu
mendatangkan kesejahteraan sosial!”.34
Dari penyataan Soekarno di atas, maka diketahui bahwa prinsip
kesejahteraan sosial yang sangat diperlukan bagi berbangsa sehingga ini layak
untuk diterapkan dan dijadikan dasar Negara Indonesia.
G. Nilai Ketuhanan
Dasar atau prinsip filosofis kelima adalah ketuhanan yang maha Esa,
menurut Soekarno dikemukakan sebagai berikut:
“Saya telah mengemukakan empat prinsip: (1) Kebangsaan Indonesia, (2)
Internasionalisme atau perikemanusiaan, (3) Mufakat atau demokrasi, (4)
32 Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI, Cetakan Pertama (Jakarta: Media
Pressindo, 2017), h. 138. 33 Dr. Sun Yat Sen, San Min Chu I, Penerjemah Frank W. Price (Shanghai: The Commercial
Press Limited, 1928). 34 Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi, Jilid I, h. 27-28.
68
Kesejahteraan sosial. Dan prinsip yang kelima ini hendaknya menyusun Indonesia
Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip ketuhanan,
bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia
hendaknya ber-Tuhan Tuhannya sendiri. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan
secara kebudayaan, yakni dengan tiada ”egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara
Indonesia satu Negara yang ber-Tuhan! Marilah kita amalkan, jalankan agama,
dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-
menghormati satu dengan lain. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita
susun ini sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa prinsip kelima dari pada negara
kita, ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur,
Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raja,
jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa.35
Soekarno menegaskan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam
agama, namun tetap bersatu, kami menempat Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai
yang paling utama dalam falsafah hidup kita. Kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa merupakan karaktersitik bangsa Indonesia.36
Dari sinilah kita belajar dari Soekarno bagaimana membangun impian lewat
ide-ide besar yang dipikirkannya untuk bangsa Indonesia. Konstribusi dari kelima
falsafah di atas sejatinya harus terus dijaga dan diinternalisasikan untuk kemajuan
bangsa dan bernegara, bukan untuk menghancurkan bahkan menolak Pancasila
dengan memasukkan ideologi-ideologi yang lain yang lahir dari sentimen sebuah
agama tertentu. Di sinilah Soekarno memberikan inspirasi bagi generasi bangsa
sehingga bangsa Indonesia bersatu yang telah diwarisi oleh para tokoh-tokoh
pejuang serta para ulama yang telah mempertahankan NKRI melalui ideologi dan
dasar Pancasila.
Soekarno menyatakan pula keinginannya bahwa Pancasila memiliki fungsi
yang melampaui batas-batas nasional:
“Saya sungguh-sungguh percaya bahwa Pancasila mengandung lebih
banyak daripada arti nasional saja. Pancasila mempunyai arti universal dan dapat
digunakan secara internasional. Bangunlah dunia ini kembali! Bangunlah dunia ini
35 Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi, Jilid I, h. 29-30. 36 Soekarno, Membangun Dunia Baru, h. 58-59.
69
kokoh dan kuat dan sehat! Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup
dalam damai dan persaudaraan. Bangunlah dunia yang sesuai dengan impian dan
cita-cita umat manusia. Putuskan sekarang hubungan dengan masa lampau, karena
fajar sedang menyingsing. Putuskan sekarang hubungan dengan masa lampau,
sehingga kita bisa mempertanggungjawabkan diri terhadap masa depan.37
Dari pemikiran di atas, Soekarno mendalami tentang ajaran Islam secara
luas karena menurutnya Islam di Dunia dan Nusantara merupakan satu paket
pemahaman yang begitu lengkap yang ada dalam Pancasila.
Adapun isu-isu yang ingin menghilangkan Pancasila sebagai dasar negara
salah satunya disebabkan banyaknya perkembangan aqidah yang menyimpang dan
memiliki cara berfikir yang menyimpang, radikal, dan intoleran, adalah sebuah
kemunduran total, yang secara yuridis formal akan membawa kembali negara
Indonesia sebelum merdeka. Soekarno pun menegaskan bahwa tiga perempat dari
permukaan bumi ini, telah dijelajahi, bahkan telah diziarahi oleh berbagai negara
termasuk negara-negara yang umatnya adalah umat Islam. Soekarno semakin
merasa bangga bahwa dasar negara Pancasila itu adalah satu dasar negara yang
dikagumi oleh hampir semua bangsa yang telah dikunjungi, terutama sekali oleh
umat Islam.38
Maka, sudah sewajarnya kalau Soekarno dengan semangat yang berapi
tokoh yang sangat gigih dalam mensosialisasikan kehebatan Pancasila.39 Oleh
karenanya menjadi seorang Muslim tidak boleh mengamalkan ritual-ritual
keagamaan semata. Lebih daripada itu, ia harus bersinergi dengan perkembangan
zaman khususnya dalam membangun peradaban Umat Manusia.
37 Soekarno, Membangun Dunia Baru, h. 65-94. 38 Soekarno, Bung Karno dan Islam: Kumpulan Pidato tentang Islam 1953-1966 (Jakarta :
Penerbit cv. Haji Masagung, 1990), h. 57. 39 Dwi Siswoyo, “Pandangan Bung Karno Tentang Pancasila dan Pendidikan”, Cakrawala
Pendidikan XXXII, no. 1 (Februari, 2013), h. 109.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Pancasila menurut Soekarno, peneliti menarik
kesimpulan bahwa Pancasila—setelah disahkan dan ditetapkan pada sidang
PPKI— itu fleksibel bagi bangsa dan negara Indonesia. Artinya setiap isi dalam
butir Pancasila sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia dari berbagai aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara baik segi adat istiadat, agama dan kepercayaan,
sosial, serta kebudayaan. Selain itu, Pancasila juga memiliki nilai-nilai moral yang
luhur. Jelasnya setiap butir dalam Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan
ajaran Islam bahkan menambahkan kesejukan dalam kehidupan keberagamaan di
Indonesia, serta menjunjung nilai-nilai peradaban bangsa. Karenanya, tidak
mengherankan jika Soekarno mengusulkan Pancasila sebagai Dasar Negara
Indonesia.
Adapun kesesuaian setiap butir Pancasila menurut Soekarno dengan
karakteristik bangsa dan negara dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut:
1. Nilai Kebangsaan, artinya bangsa Indonesia bukanlah sekedar satu
golongan orang yang hidup dengan “kehendak akan bersatu” di atas daerah
yang kecil seperti Madura, atau Jogja, atau Sunda, atau Bugis yang lainnya,
tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang menurut
geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah SWT, tinggal di kesatuannya
semua pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke Irian.
71
2. Nilai Kemanusiaan, artinya setiap bangsa menghargai dan menjaga hak-hak
semua bangsa, baik yang besar maupun yang kecil, yang lama maupun yang
baru.
3. Nilai Mufakat atau Demokrasi, artinya mengambil keputusan atau
persetujuan bulat harus dengan kesepakatan bersama dan suatu pembicaraan
yang berasaskan kekeluargaan. Jadi bangsa mengambil keputusan yang
dilakukan dengan cara mengemukakan pendapat yang dapat diterima dan
menghasilkan suatu hasil yang dapat digunakan oleh orang banyak.
4. Nilai Kesejahteraan Sosial, artinya prinsip tidak ada kemiskinan di dalam
Indonesia Merdeka.
5. Nilai Ketuhanan, artinya bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam
agama, namun tetap bersatu, menempatkan Ketuhanan yang Maha Esa
sebagai yang paling utama dasar dalam kehidupan.
B. Saran-Saran
Setelah mengamati kesimpulan dan menganalisa hasil penelitian di atas, ada
beberapa saran yang peneliti akan disampaikan yang bersangkutan dengan skripsi,
yaitu:
1. Saran untuk akademisi khususnya baik mahasiswa, Nilai-nilai Pancasila
menurut perspektif Islam perlu dikembangkan karena zaman sekarang ada
beberapa oknum yang menyalahkan atau anti Pancasila dengan alasan
bahwa Pancasila tidak berdasarkan Islam (al-Qur’an dan Hadis). Oleh
karenanya, Pancasila nilai Pancasila menurut perspektif Islam sangat
penting untuk generasi bangsa ke depan.
72
2. Saran untuk masyarakat, supaya lebih cermat dan cerdas antara berita fakta
dan fiktif agar terhindar dari sifat subyektif dan kesalahpahaman terhadap
menilai beberapa oknum yang anti Pancasila.
73
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Asvi Warman. Membongkar manipulasi Sejarah; Kontroversi Pelaku dan
Peristiwa. Jakarta: Gramedia, 2009.
Adams, Cindy. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. terj Abdul
Barsalim. Cet. 1. Jakarta: PT. Gunung Agung, 1966.
Alam, Wawan Tunggul. Demi Bangsaku Pertentangan Bung Karno vs Bung Hatta.
Jakarta: Gramedia, 2003.
Aminudin, Noor. Filsafat Pendidikan Islam; Konteks Kajian Kekinian. Cet. 1.
Gresik: Caremedia Communication, 2018.
Al-Anshori, M. Junaidi. Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah Masa
Proklamasi Kemerdekaan. Cet. 3. Jakarta: Mitra Askara Panaitan, 2010.
Anshory, Nasruddin. Strategi Kebudayaan; Titik Balik Kebangkitan Nasional. Cet.
1. Malang: UB Press, 2013.
Bahar, Saafroedin dan Nannie Hudawati (Editor). Risalah Sidang Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)-Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI); 28 Mei 1945-22 Agustus 1945.
Jakarta: Sekertariat Negara Republik Indonesia, 1998.
Budiman, Sudjatmiko. Soekarno Muda. Yogyakarta: Delokomotif, 2010.
Gesmi, Irwan. Yun Hendri. Pendidikan Pancasila. Cet. 1. T.t.: Uwais Inspirasi
Indoneasi, 2018.
Hakim, Muhammad Aziz. “Respositioning Pancasila Dalam Pergulatan Ideologi-
Ideologi Gerakan di Indonesia Pasca-Reformasi”. Kotemplasi 4. no. 1.
(Agustus 2016). h. 132.
Hidayat, Komaruddin. Memakai Jejak-Jekak Kehidupan. Jakarta: Gramedia, 2009.
Hutagalung, Bahara R. Serangan Umum I Maret 1949: Dalam Kodeidoskop
Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Cet. 1.
Yoyokaarta: LKiS, 2010.
Al-Jihad, R. Saddam. Pancasila Ideologi Dunia; Sintesis Kapitalisme. Sosilisme.
dan Islam. Cet. 1. Tangerang Selatan: Pustaka Alvabet, 2018.
Karman, Yonky. Runtuhnya Kepedulian Kita; Fenomena Bangsa Yang Terjebak
Formalisme Agama. Jakarta: Buku Kompas, 2010.
74
Kasenda, Peter. Bung Karno Panglima Revolusi. Cet. 1. Yogyakarta: Galang
Pustaka, 2014.Situmorang, Jonar T.H. Bung Karno; Biografi Putra Sang
Fajar. Cet. 2. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
Koerniatmanto. Bukan Kapitalisme Bukan Sosialisme. Cet. 5. Yogyakarta:
Kanisius, 2007.
Lahirnya Pancasila; Kumpulan Pidato BPUPKI. Cet. 1. Jakarta: Media Pressindo,
2017.
Legge, Jhon D. Sukarno Sebuah Biografi Politik. Terj tim PSH. Et. 3. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Maarif, Ahmad Syafii. Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan;
Sebuah Refleksi Sejarah. Cet. 1. Bandung: Mizan, 2009.
Maran, Rafael Raga. Pengantar Logika. Jakarta: Gramedia, t.th.
Mohammad, Herry. Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20. Cet. 2.
Jakarta: Gema Insani, 2008.
Muhshi, Adam. Teologi Konstitusi: Hukum Hak Asasi Manusia atas Kebebasan
Beragama. Cet. 1. Yogyakarta: Pelangi Askara, 2015.
Nadjib, Emha Ainun. Mencari Buah Simalakama. Cet. 1. Yogyakarta: Bentang
Pustaka, 2017.
Nasar, M. Fuad. Islam dan Muslim di Negara Pancasila. Yogyakarta: Gre
Publishing. t.th.
Novia, Windy. Kamus Ilmiah Populer. Cet. 1. T.tp.: Wipress, 2009.
Parwoto. Seri IPS Sejarah 2. Cet. 1. T.t.; Yudhistira, 2007.
Pasha, Mustafa Kemal. dkk. Pancasila dalam Tinjauan Historis. Yuridis. dan
Filosofis. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003.
Redaksi Great Publisher. Buku Pintar Politik: Sejarah. Pemerintahan. dan
Ketatanegaraan. Cet. 1. Yogyakarta: Jogja Great Publisher, 2009.
Ronto. Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. Cet. 1. Jakarta: Balai
Pustaka, 2012.
Saputra, Lukman Surya. Pendidikan Kewarganegaraan Membutuhknan
Nasionalisme dan Patriotisme. Cet. 1. Bandung: Setia Purna Inves, 2007.
Sarinah. dkk.. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN Perguruan
Tinggi). Cet. 1. Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2016.
75
Setiawan, Hersri. Kamus Gestok. Yogyakarta: Galang Press, 2003.
Siswo, Iwan. Panca Azimat Revolusi; Tulisan. Risalah. Pembelaan. & Pidato
Sukarno 1926-1966. Jilid I. Jakarta: Gramedia, 2014.
Siswoyo, Dwi. “Pandangan Bung Karno Tentang Pancasila dan Pendidikan”.
Cakrawala Pendidikan XXXII. no. 1 (Februari. 2013). h. 109.
Situmorang, Jonar T.H. Bung Karno; Biografi Putra Sang Fajar. Cet. 2.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
Soekarno. Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. Cet. 2. Jakarta: Media
Presindo, 2017.
________________. Membangun Dunia Baru: To Build the World Anew.
Yogyakarta: Media Pressindo, 2000.
________________. Di bawah Bendera Revolusi. Jilid I. Jakarta: Panitya, 1964.
________________. Bung Karno dan Islam : Kumpulan Pidato tentang Islam
1953-1966. Jakarta : Penerbit cv. Haji Masagung, 1990.
Sen, Sun Yat. San Min Chu I. Penerjemah Frank W. Price. Shanghai: The
Commercial Press Limited, 1928.
Sularto, St. dan D. Rini Yunarti. Konflik Di Balik Proklamasi; BPUPKI. PPKI dan
Kemerdekaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010.
Suparman. Pancasila. Cet. 1. Jakarta: Persero. 2012.
Suseno, Franz Magnis. Pemikiran Karl Marx; Dari Sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gremidia, 2005.
Susilo, Taufik Adi. Soekarno Biografi 1901-1970. Cet. 5. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016.
Suwarno. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia; Penelitian Pancasila dengan
Pendekatan Historis. Filosofis dan Sosio-Yuridis Kenegaraan. Cet. 9
Yogyakarta: Kanisius, 2009.
Syuhud, A. Fatih. Ahlussunnah Wal Jamaah; Islam Wasathiyah Tasamuh Cinta
Damai. Cet. 1. Malang: Alkhoirot, 2017.
Team Pusat Studi UGM. Prosiding FGD Pakar: Kajian Ilmiah Masalah Perbedaan
Pendapat 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Yogyakarta: PSP
UGM, 2013.
76
Tim Pusat Studi Pancasila UGM dan Tim Universitas Pattimura Ambon. Prosiding
Kongres Pancasila VI: Penguat. Sinkronisasi. Harmonisasi. Integrasi
Pelembgan dn Pembudyaan Pancasil dalam Rangka Memperkokoh
Kedaulatan Bangsa. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila, 2014