132
NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGANLUAR NEGERI

Page 2: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan
Page 3: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

B A B V

NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

A. PENDAHULUAN

Kebijaksanaan neraca pembayaran dan perdagangan luar ne-geri sebagai bagian integral dari keseluruhan kebijaksanaan pembangunan berlandaskan pada trilogi pembangunan dan diarah-kan untuk turut menunjang tujuan pokok pembangunan yaitu me-letakkan landasan yang kuat bagi pelaksanaan setiap Repelita. Dalam rangka peningkatan ketahanan ekonomi Indonesia, sejak tahun 1968 terus dikembangkan usaha-usaha untuk mengerahkan sumber-sumber produksi dan dana investasi baik berupa tabung-an dalam negeri maupun penghasilan devisa yang berasal dari ekspor barang dan jasa sehingga peranan dana-dana luar negeri sebagai pelengkap sumber pembiayaan pembangunan semakin menu-run. Bila selama Repelita I tugas utama adalah pelaksanaan program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, termasuk penye-lesaian masalah-masalah hutang lama, maka dalam Repelita II dan Repelita III kebijaksanaan neraca pembayaran dan perda-gangan luar negeri diarahkan untuk menunjang usaha-usaha per-tumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan serta mendorong perwujudan perubahan struktural dalam pola produksi dan per-dagangan luar negeri. Selama Repelita III dan tahun pertama Repelita IV langkah-langkah yang ditempuh berkenaan dengan pengembangan dan diversifikasi ekspor, pengendalian impor serta pemanfaatan modal, teknologi dan keahlian dari luar ne-geri kesemuanya ditujukan pada peningkatan dan penyebaran ke-giatan produksi ke daerah-daerah, perluasan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan, peningkatan penerimaan devisa ser-ta penghematan penggunaan devisa.

Perkembangan neraca pembayaran dan langkah-langkah kebi-jaksanaan yang telah ditempuh dipengaruhi baik oleh masalah-masalah di dalam negeri maupun oleh faktor-faktor yang bersi-fat ekstern. Beberapa kejadian pokok yang memerlukan kebijak-sanaan khusus adalah krisis pangan di dalam negeri pada tahun 1972/73 dan 1977/78 sebagai akibat serangan hama dan musim kering yang luar biasa serta kesulitan keuangan yang dialami Pertamina yang sangat membebankan neraca pembayaran tahun 1974/75-1976/77. Faktor-faktor ekstern disebabkan oleh pergo-lakan perekonomian dunia baik di bidang produksi; perdagangan dunia; pasaran bahan baku, energi dan komoditi primer; maupun di bidang keuangan internasional.

V/3

Page 4: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

Dalam masa 1963-1972 negara-negara industri yang pada ta-hun 1970 menghasilkan lebih dari dua pertiga produksi dunia, mengalami laju pertumbuhan produksi riil sebesar 4,7%. Per-tumbuhan yang sangat menyolok terjadi di Jepang, yaitu sebe-sar rata-rata 10,5% sedang pertumbuhan produksi negara-negara Eropa Barat juga melampaui pertumbuhan di Amerika Serikat. Pada akhir periode ini perekonomian dunia telah mulai dilanda oleh krisis moneter, krisis pangan, dan krisis bahan baku serta energi yang hingga sekarang merupakan sumber kegoncangan dan ketidakpastian perekonomian dunia.

Periode 1973-1979 ditandai oleh resesi yang tajam di ne-gara-negara industri yang berlangsung selama tahun-tahun 1974 dan 1975 dengan menurunnya laju pertumbuhan dari 5,5% dalam tahun 1973 menjadi minus 0,2% dalam tahun 1975. Kemerosotan dalam produksi disertai dengan melonjaknya laju inflasi dan tingkat pengangguran terutama di Amerika Serikat dan Kanada. Dalam tahun 1976 resesi tersebut dapat dipulihkan sehingga secara keseluruhan negara-negara industri mencapai laju per-tumbuhan sebesar rata-rata 3,2%. Negara-negara berkembang da-lam masa yang sama menunjukkan perkembangan yang jauh lebih baik dengan pertumbuhan yang paling pesat di wilayah Asia.

Mulai tahun 1980 dunia kembali mengalami resesi yang ber-kepanjangan dan merupakan beban yang amat berat bagi negara-negara berkembang dalam usaha pembangunannya. Laju pertumbuh-an merosot sehingga produksi dunia dalam tahun 1982 hanya na-ik sebesar 0,6% dibandingkan dengan peningkatan sebesar rata-rata 4,5% dalam masa 1967-1976. Produksi riil negara-negara industri menurun sebesar 0,2% dalam tahun 1982, sedang pro-duksi negara-negara berkembang pengekspor minyak bumi bahkan mengalami kemerosotan sebesar rata-rata 1,1% dalam periode 1980-1983. Bagi negara-negara berkembang lainnya laju pertum-buhan mulai tahun 1979 telah mengalami penurunan terus mene-rus hingga mencapai 1,9% dalam tahun 1983. Pulihnya kegiatan ekonomi di negara-negara industri tidak terjadi serentak dan pada mulanya terpusat di Amerika Serikat yang pada tahun 1983 berhasil menaikkan produksi nasionalnya dengan 3,7% untuk baru kemudian merembet ke Inggris dan Jerman Barat sedangkan di Jepang produksi meningkat dengan 3,4%. Laju pertumbuhan di Amerika Serikat dalam tahun 1984 melonjak naik menjadi 6,8% dan di Jepang mencapai 5,8%. Secara keseluruhan negara-negara industri mengalami pertumbuhan sebesar 4,9% dalam tahun 1984. Berkat penekanan pada kebijaksanaan penanggulangan inflasi, laju inflasi di negara-negara industri sejak tahun 1981 terus mengalami penurunan sehingga menjadi 4,7% dalam tahun 1984. Sementara itu, akibat ketatnya kebijaksanaan moneter tingkat

V/4

Page 5: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

pengangguran selama tahun 1982 dan 1983 masih tetap naik ter-utama di Amerika Serikat dan Inggris dan hanya untuk beberapa negara agak mereda dalam tahun 1984. Jepang merupakan penge-cualian dengan tingkat pengangguran sebesar rata-rata 2,6% dalam periode 1982-1984. Laju pertumbuhan negara-negara ber-kembang secara keseluruhan dalam tahun 1984 adalah sebesar 3,7% dibandingkan dengan 1,5% tahun sebelumnya. Negara-negara berkembang pengekspor minyak bumi dan negara-negara lainnya masing-masing mengalami peningkatan produksi domestik bruto sebesar 1,9% dan 4,2% dalam tahun 1984. Di antara negara-ne-gara tersebut, wilayah Asia mengalami laju pertumbuhan yang paling pesat yaitu sebesar rata-rata 6,7% selama tahun-tahun 1983-1984.

Volume perdagangan dunia yang selama dasawarsa 1963-1972 mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata 8,5% menunjukkan laju perkembangan yang semakin merosot dan bahkan menurun dengan 2,3% dalam tahun 1982. Pada tahun berikutnya volume perda-gangan kembali naik sebesar 2,1% untuk kemudian meningkat se-besar 8,8% dalam tahun 1984. Perkembangan perdagangan inter-nasional terutama ditentukan oleh gelombang kegiatan pereko-nomian di negara-negara industri. Karena kebijaksanaan pro-teksionisme, volume impor negara-negara industri dari tahun 1980 sampai dengan tahun 1982 terus menurun walaupun volume ekspor dalam periode 1980-1981 tetap mengalami peningkatan sebesar rata-rata 3,5%. Volume impor dalam tahun 1983 naik lagi sebesar 4,2% dan meningkat dengan 12,2% dalam tahun 1984 dibarengi dengan pertumbuhan ekspor sebesar berturut-turut 2,4% dan 9,9% selama tahun yang sama. Volume impor negara-ne-gara berkembang masih mengalami pertumbuhan dalam periode 1980-1981 untuk kemudian disusul dengan kemunduran sebesar 5,5% untuk negara-negara bukan pengekspor minyak bumi dan 0,7% untuk negara-negara pengekspor minyak bumi dalam tahun 1982. Tertekannya impor tersebut terjadi karena kemunduran dalam nilai ekspor dan membengkakkan defisit pada transaksi berjalan neraca pembayaran yang disebabkan karena semakin be-sarnya jumlah pembayaran bunga atas hutang-hutang yang harus dilintasi. Volume impor negara-negara berkembang bukan pang-ekspor minyak bumi dalam tahun 1983 kembali naik dengan 1,5% dan dalam tahun 1984 dengan 5,9% disertai dengan peningkatan volume ekspor sebesar 6,2% dan 12,0%. Negara-negara pengeks-por minyak bumi masih terus mengalami penurunan dalam volume impor sebesar 12,9% dan 4,9% dalam tahun 1983 dan 1984, se-dangkan volume ekspor juga menurun dengan 5,7% dalam tahun 1983 dan baru naik lagi pada tahun berikutnya sebesar 2,5%.

Selain pertumbuhan ekspor dan impor barang dan jasa, fak-tor-faktor lain yang menentukan perkembangan neraca pembayar-

V/5

Page 6: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

an negara-negara di dunia adalah nilai tukar perdagangan, perkembangan di pasaran valuta asing dan arus modal Pemerin-tah dan swasta. Dalam tahun 1982 nilai tukar perdagangan bagi negara-negara industri naik sebesar 1,8% dan dalam tahun ber-ikutnya sebesar 2,0%. Sebaliknya negara-negara berkembang bu-kan pengekspor minyak bumi, setelah kemerosotan sebesar rata-rata 5,6% dalam periode 1980-1981, masih tetap mengalami pe-nurunan sebesar 2,2% dalam nilai tukar perdagangan selama ta-hun 1982 yang kemudian naik dengan 2,4% dalam tahun 1983 dan 0,6% dalam tahun 1984. Nilai tukar negara-negara pengekspor minyak bumi dalam tahun 1984 naik sebesar 0,1% setelah penu-runan sebesar 7,5% pada tahun sebelumnya.

Negara-negara industri dalam tahun 1984 mengalami defisit pada transaksi berjalan sebesar US $ 34,2 milyar dengan me-lonjaknya defisit transaksi berjalan Amerika Serikat dari US $ 35,5 milyar pada tahun 1983 menjadi US $ 93,4 milyar. Sebalik-nya Jepang dan Jerman Barat berhasil menaikkan surplus tran-saksi berjalan dari masing-masing US $ 22,2 milyar dan US $ 10,0 milyar dalam tahun 1983 menjadi US $ 36,4 milyar dan US $ 13,1 milyar dalam tahun 1984. Merosotnya transaksi berjalan Amerika Serikat disebabkan oleh terus berlangsungnya apresia-si Dollar Amerika terhadap valuta utama lainnya dengan akibat turunnya daya saing barang-barang ekspor di pasaran luar ne-geri, meningkatnya impor dan semakin memburuknya defisit ne-raca perdagangan.

Beban negara-negara berkembang pengekspor komoditi primer paling terasa dalam nilai ekspor mereka yang terpukul oleh ambruknya pasaran komoditi sebagai akibat resesi ekonomi du-nia dengan penurunan harga sebesar 15,2% dalam tahun 1981 dan 12,3% dalam tahun 1982. Disertai dengan peningkatan kewajiban pembayaran bunga atas hutang yang ada, defisit transaksi ber-jalan negara-negara bukan pengekspor minyak bumi mencapai puncaknya pada tahun 1981 dengan jumlah US $ 91,0 milyar. Ka-ren pengekangan impor, defisit tersebut kemudian menurun menjadi US $ 38,2 milyar pada tahun 1984. Negara-negara ber-kembang pengekspor minyak bumi sejak tahun 1982 terus meng-alami defisit transaksi berjalan yang dalam tahun 1984 menca-pai US $ 5,7 milyar. Terjadinya defisit tersebut berbarengan dengan penurunan harga minyak bumi untuk pertama kalinya da-lam tahun 1982 sebesar 3,8% dan selanjutnya sebesar 12,3% da-lam tahun 1983 dan 2,0% dalam tahun 1984.

Kegoncangan dalam sistem keuangan internasional pada mu-lanya bersumber pada kenyataan bahwa perjanjian Bretton Woods di mana dollar Amerika Serikat memegang peranan yang menentu-

V/6

Page 7: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

kan dalam sistem pembayaran dan perdagangan internasional se-bagai cadangan devisa utama di samping emas, tidak sesuai la-gi dengan perkembangan ekonomi internasional. Salah satu tin-dakan untuk menanggulangi krisis moneter yang mulai berkem-bang sekitar tahun 1969 adalah diciptakannya Special Drawing Rights (SDR) dalam tahun 1970 guna menghadapi kelangkaan da-lam likwiditas internasional dan mengurangi peranan dollar. Dalam rangka usaha untuk memulihkan stabilitas moneter inter-nasional setelah tindakan Amerika Serikat untuk membatalkan konvertibilitas dollar terhadap emas pada tanggal 15 Agustus 1971, maka dalam bulan Desember 1971 dicetuskan Perjanjian Smithsonian yang mengatur perubahan dalam paritas valuta ne-gara-negara industri yang termasuk Kelompok Sepuluh. Kemudi-an, guna menjajagi suatu sistem moneter internasional baru, dalam bulan Juli 1972 Dana Moneter Internasional telah mem-bentuk "Panitia-20" yang beranggotakan para menteri keuangan dari 11 negara maju dan 9 negara berkembang dengan ketua Men-teri Keuangan Indonesia. Melalui usaha-usaha Panitia tersebut mulai 1 April 1978 telah berlaku perubahan-perubahan dalam anggaran dasar Dana Moneter Internasional yang meliputi kena-ikan kuota negara-negara anggota; pengaturan kembali nilai tukar mata uang, pengurangan peranan emas dan peningkatan pe-ranan SDR dalam sistem moneter internasional. Salah satu langkah penting yang ditempuh untuk mengatasi kesulitan nera-ca pembayaran yang dialami oleh negara-negara berkembang bu-kan pengekspor minyak bumi yang berpenghasilan rendah adalah perluasan Fasilitas Pembiayaan Tambahan (Suplementary Finan-cing Facility) serta pembentukan Subsidy Account guna meri-ngankan beban pembayaran bunga. Dana untuk fasilitas tersebut berasal dari sejumlah negara industri dan negara-negara ang-gota OPEC dan mulai dipergunakan dalam tahun 1979. Begitu pu-la. jumlah bantuan yang dapat dimanfaatkan melalui fasilitas lainnya diperbesar, hal mana dimungkinkan dengan dinaikkannya kuota negara-negara anggota IMF.

Sementara itu, ketidaktentuan dalam perkembangan moneter internasional turut menentukan kenyataan bahwa pemulihan per-ekonomian di seluruh dunia pada tahun-tahun terakhir ini ber-jalan lamban, berbeda-beda antar negara dan tidak merata. Ke-bijaksanaan fiskal dan moneter yang ditempuh oleh negara-ne-gara industri menunjukkan berbagai ketidakserasian sehingga di antara mereka terdapat perbedaan yang menyolok dalam per-kembangan transaksi berjalan pada neraca pembayaran, tingkat bunga di dalam negeri, desifit pada anggaran pendapatan dan belanja negara dan kurs valuta asing. Tingkat bunga di Ameri-ka Serikat antara tahun 1977 dan 1982 terus meningkat, untuk kemudian menurun dalam tahun 1982 tetapi mulai naik lagi se-

V/7

Page 8: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

lama tahun 1984. Tiga tahun terakhir ini juga ditandai oleh semakin menguatnya dollar Amerika Serikat hal mana disebabkan karena masuknya modal dalam bentuk dollar-assets akibat ting-ginya tingkat bunga. Bagi negara-negara berkembang yang se-dang menghadapi situasi pasaran ekspor yang tertekan, tinggi-nya tingkat bunga disertai dengan pengetatan dana-dana komer-sial dan resmi yang dibutuhkan bagi pembiayaan defisit neraca pembayaran mereka membawa masalah khusus yang amat serius yai-tu beban pelunasan hutang-hutang. Salah satu kebijaksanaan untuk menghadapi masalah tersebut adalah penundaan pembayaran angsuran atas hutang-hutang yang ada. Dalam tahun 1984 dari jumlah hutang negara-negara berkembang sebesar US $ 827,7 milyar telah dijadwalkan kembali jumlah sebesar US $ 115,0 milyar yang sebagian besar merupakan hutang negara-negara ter-tentu di Amerika Latin. Dewasa ini sedang diadakan berbagai penjajagan di luar kerangka IMF guna meninjau kembali keselu-ruhan masalah moneter dunia.

Kegoncangan-kegoncangan yang terjadi di bidang politik dan ekonomi dunia dalam masa yang dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa dikenal sebagai Dasawarsa Pembangunan ke II je-las membuktikan perlunya perubahan struktural dalam hubungan antar negara. Hal ini diakui dengan diterimanya Deklarasi dan Program Kerja dalam rangka pembentukan Tata Ekonomi Dunia Ba-ru oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1974. Negosiasi tentang langkah-langkah di bidang perdagangan, keuangan, industri, teknologi dan pembangunan pada umumnya dimulai dalam kerangka beberapa forum internasional seperti Konperensi Kerjasama Ekonomi Internasional di Paris (Dialog Utara-Selatan) sepan-jang tahun 1976, Konperensi Tingkat Tinggi di Cancun, Meksiko pada tahun 1981 serta Konperensi tentang Perdagangan dan Pem-bangunan PBB untuk kemudian diperluas di berbagai forum in-ternasional lainnya a yang telah ada seperti Gerakan Non-Blok, Organisasi Konperensi Islam (OKI) dan Organisasi Negara-nega-ra Pengekspor Minyak Bumi (OPEC). Salah satu gagasan untuk mana tercapai suatu kata sepakat dalam rangka UNCTAD pada ta-hun 1976 ialah Program Komoditi Terpadu beserta Dana Bersama (Common Fund) sebagai unsur intinya yang ditujukan pada pe-rombakan tata perdagangan komoditi internasional. Hingga se-karang Dana Bersama belum dapat diberlakukan akibat belum terpenuhinya persyaratan baik mengenai jumlah negara yang me-ratifikasinya maupun yang berkaitan dengan jumlah kontribusi langsung dan kelesuan perdagangan internasional yang dicipta-kan oleh resesi ekonomi dunia juga menghambat perluasan dalam jumlah perjanjian komoditi internasional di samping persetu-juan yang telah ada seperti yang berlaku untuk timah, kopi, karet alam dan kayu tropis. Sementara itu, berbagai dialog

V/8

Page 9: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

antara negara-negara industri dengan negara-negara berkembang dalam rangka usaha mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru terus mengalami kemacetan sehingga peluncuran Negosiasi Global da-lam forum Majelis Umum PBB tetap tertunda. Di bidang perda-gangan internasional pada tahun 1973 dan 1982 telah diseleng-garakan Sidang Tingkat Menteri Persetujuan tentang Bea Masuk dan Perdagangan (GATT) di Tokyo dan Jenewa. Berbagai masalah di bidang perdagangan internasional hingga kini belum dapat diselesaikan, sehingga tendensi kearah proteksionisme justru Semakin meluas. Tindakan-tindakan pembatasan impor secara se-lektif dan diskriminatif yang dilakukan oleh negara-negara industri banyak merugikan kepentingan negara-negara berkem-bang. Demikian pula usaha-usaha pengaturan perdagangan secara bilateral di luar kerangka GATT pada hakekatnya bertentangan dengan perkembangan suatu sistem perdagangan bebas yang dida-sarkan atas prinsip non-diskriminasi dengan tetap memberikan perlakuan khusus bagi negara-negara berkembang, yang merupa-kan suatu prinsip dasar badan tersebut.

Berkaitan dengan pelaksanaan Tata Ekonomi Dunia Baru, kerjasama antar negara berkembang ditujukan untuk meningkat-kan kemandirian kolektif melalui kerjasama ekonomi dan tek-nik. Berbagai kemajuan telah tercapai sebagai tindak lanjut dari Rencana Buenos Aires, Program Arusha dan Caracas dari Kelompok-77 UNCTAD, Program Colombo, Havana dan New Delhi da-ri Gerakan Non-Blok serta Rencana Taif OKI khususnya di bi-dang kerjasama teknik dan perdagangan.

Hasil-hasil yang nyata juga terdapat dalam kerangka ker-jasama ASEAN setelah terselenggaranya Konperensi Tingkat Tinggi di Bali pada tahun 1976 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1977. Dengan tujuan memperkokoh stabilitas ekonomi dan mendo-rong pertumbuhan masing-masing negara anggota, telah dirumus-kan serangkaian program kerjasama yang menyangkut bahan-bahan pokok seperti beras dan minyak bumi; proyek-proyek industri yang dimiliki bersama; kerjasama perdagangan; dan posisi ber-sama dalam menghadapi berbagai masalah ekonomi dunia, kerja-sama keuangan dan perbankan serta kerjasama di bidang trans-por dan komunikasi. Perjanjian Perdagangan Preferensial yang disepakati pada tahun 1977 ditujukan untuk memperluas perda-gangan antar negara ASEAN melalui perlakuan khusus terhadap impor yang berasal dari sesama negara anggota berupa kontrak pembelian jangka panjang, persyaratan pembiayaan yang lebih menguntungkan, pengutamaan pembelian dari negara ASEAN untuk keperluan sektor Pemerintah dan bea masuk yang lebih rendah untuk barang-barang yang diimpor dari negara-negara ASEAN da-ripada yang berlaku untuk negara-negara lain. Sidang ke-17

V/9

Page 10: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

para Menteri Ekonomi Asean yang diadakan dalam bulan Pebruari 1985 telah memutuskan bahwa untuk jenis-jenis barang dengan nilai impor di atas US $ 10,0 juta, kecuali produk-produk yang dinyatakan sensitif, diberikan keringanan bea masuk sebesar 25%. Dengan demikian, sampai dengan bulan April 1985 jumlah barang yang tercakup dalam Perjanjian Perdagangan Preferensi-al mencapai 12.592 jenis produk dengan pengurangan bea masuk antara 20%-50%. Di bidang industri kerjasama dilakukan mela-lui pendirian proyek-proyek ASEAN, pembentukan proyek-proyek industri komplementer dan usaha-usaha patungan. Pembangunan Proyek Pupuk Urea ASEAN di Aceh (PT. AAF) telah dapat disele-saikan dan pembukaannya dilakukan dalam bulan Januari 1984. Di Malaysia pengerjaan konstruksi untuk Proyek Pupuk Urea ASEAN mendekati penyelesaian dan diperkirakan akan dapat ber-operasi dalam tahun 1985. Proyek Pengolahan Abu Soda di Muang Thai sedang dalam tahap konstruksi, sedang Proyek Pengolahan Tembaga di Philipina dan Proyek Hepatitis B Vaccine di Singa-pura masih dalam tahap persiapan pembangunan. Usaha patungan yang disepakati oleh Sidang Para Menteri Ekonomi meliputi Proyek Security Paper antara Malaysia dan Brunei Darussalam, Proyek Potash Feldspar Quartz antara Muang Thai dan Indonesia dan proyek Slaughtered Meat antara Muang Thai dan Philipina. Peningkatan kerjasama berupa penentuan sikap dan pengambilan langkah bersama juga terjadi dalam menghadapi berbagai masa-lah internasional di bidang perdagangan, komoditi, keuangan serta negosiasi global baik di forum multilateral, regional maupun bilateral.

B. PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

1. Kebijaksanaan Perdagangan dan Keuangan Luar Negeri

Kebijaksanaan di bidang perdagangan dan keuangan luar ne-geri berpangkal tolak pada sasaran utama pembangunan jangka panjang, yaitu terciptanya landasan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri. Dalam memperkuat keta-hanan ekonomi, kebijaksanaan neraca pembayaran dan perdagang-an luar negeri bertujuan untuk mengembangkan produksi dan po-la ekspor; mengendalikan dan menaikkan produk barang-barang pengganti impor; meningkatkan penerimaan dan menghemat peng-gunaan devida; memanfaatkan modal dan teknologi luar negeri; menaikkan cadangan devisa dan menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah seraya menghadapi kegoncangan-kegoncangan yang timbul baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

V/10

Page 11: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

Selama Repelita I prioritas diberikan pada rehabilitasi kapasitas produksi dan pemasaran barang-barang ekspor; pe-ngendalian impor dalam rangka program stabilisasi harga ba-rang-barang kebutuhan pokok dan penyediaan bahan baku dan ba-rang modal guna menunjang kegiatan produksi; penjadwalan kem-bali pelunasan hutang-hutang lama yang dibuat sebelum 1 Juli 1966 serta penyempurnaan pasaran valuta asing. Perkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian de-ngan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970. Kebijaksanaan yang ditempuh pada waktu itu meliputi penyatuan kurs Bonus Ekspor (BE) dan Devisa Pelengkap (DP); penghapusan Pungutan Ekspor dan Alokasi Devisa Otomatis (ADO); serta penggantian-nya dengan Pajak Devisa Ekspor sebesar 10% dengan pengecuali-an ekspor barang jadi dan kerajinan rakyat, penekanan biaya-biaya bank dan penyederhanaan prosedur impor dan ekspor. Di samping itu diadakan perubahan nilai tukar Rupiah dari R p . 3 2 6 , 0 menjadi Rp378,0 per US dollar. Tahun 1971 ditandai oleh kegoncangan dalam sistem keuangan internasional yang ku-rang menguntungkan daya saing Indonesia di pasaran dunia. Un-tuk meningkatkan penerimaan eksportir, berbagai beban ekspor seperti pungutan Cess dan sumbangan rehabilitasi dikurangi sedang dalam bulan Agustus 1971 kurs devisa disesuaikan men-jadi Rp. 415 per US dollar.

Akibat terus berlangsungnya krisis moneter ditambah pula dengan kenaikan harga bahan baku dan minyak bumi yang dise-babkan oleh krisis energi, laju inflasi dunia berkembang de-ngan pesat. Keadaan ini juga mempengaruhi Indonesia, sehingga tahun terakhir Repelita I ditandai oleh masalah kenaikan har-ga dalam negeri yang menunjukkan laju inflasi yang lebih dari dua kali lipat laju inflasi tahun 1972/73. Selama tahun-tahun 1974/75 dan 1975/76 neraca pembayaran, di samping peningkatan impor karena kenaikan harga dunia, juga dibebani dengan pelu-nasan hutang-hutang Pertamina dalam jumlah yang besar dan pe-nurunan ekspor di luar minyak dan gas bumi yang disebabkan karena merosotnya harga pasaran komoditi dunia. Untuk menang-gulangi masalah-masalah tersebut, salah satu kebijaksanaan terpenting adalah paket 1 April 1976 yang sasarannya adalah peningkatan dan pengembangan ekspor di luar minyak dan gas bumi. Paket kebijaksanaan bersangkutan meliputi penghapusan atau penurunan pajak ekspor; penghapusan bea materai dagang dan dana rehabilitasi; penangguhan pemungutan Cess, rasiona-lisasi biaya jasa pelabuhan; penetapan tarif angkutan barang-barang ekspor yang wajar serta bersaing; penurunan suku bunga kredit dan provisi bank; Serta penghapusan pengutan-pengutan daerah.

V/11

Page 12: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

Meningkatnya laju inflasi sejak tahun 1972/73 telah me-nyebabkan bahwa nilai tukar Rupiah berkembang pada tingkatan yang terlalu tinggi. Untuk menaikkan daya saing barang-barang ekspor di pasaran luar negeri dan daya saing hasil produksi dalam negeri terhadap barang-barang impor, maka dalam rangka meletakkan dasar yang lebih kuat bagi pelaksanaan pembangunan selama Repelita III d alam tahun 1978 Pemerintah telah menem-puh "Kebijaksanaan 15 Nopember". Melalui kebijaksanaan terse- but nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing diturunkan de-ngan 33,6% dari Rp 415 menjadi Rp. 625 per US dollar, sedang-kan kaitan nilai Rupiah yang tetap terhadap Dollar Amerika dilepaskan dan diganti dengan kaitan terhadap sekelompok mata uang dari negara-negara yang berperan dalam perdagangan de-ngan Indonesia.

Guna mempertahankan laju pembangunan serta menghadapi pengaruh buruk dari resesi dunia yang semakin tajam serta tembok-tembok proteksi yang didirikan oleh negara-negara in-dustri, maka pada permulaan tahun 1982 telah ditetapkan "Ke-bijaksanaan Ekspor Januari 1982". Dalam rangka kebijaksanaan tersebut ditempuh langkah-langkah yang bersifat menyeluruh di bidang lalu lintas devisa; tata cara pembayaran penyederhana- an prosedur; perkreditan dan jaminan kredit ekspor; asuransi ekspor; perpajakan dan jasa-jasa angkutan laut. Tindakan-tin-dakan terpenting meliputi kebebasan dari kebijaksanaan penye-rahan devisa bagi eksportir; kebebasan bagi importir untuk menggunakan cara-cara pembayaran lain di samping L/C; penu-runan suku bunga kredit ekspor menjadi 6% kecuali bagi kegi-atan tahap pra pengapalan barang-barang ekspor yang tergolong kuat yang dikenakan suku bunga 9%; serta penurunan biaya pe-labuhan dan pengangkutan. Kebijaksanaan yang bersifat lebih terbatas berupa pengkaitan impor Pemerintah yang pembiayaan-nya bersumber pada APBN atau Kredit Ekspor dengan peningkatan ekspor di luar minyak dan gas bumi (counter purchase policy). Berdasar sistem imbal beli ini hingga 1 April 1985 telah di-tandatangani kontrak dengan 22 negara bernilai US $ 1.318,1 juta sedang realisasinya mencapai jumlah senilai US $ 634,8 juta.

Situasi minyak bumi internasional sejak tahun 1980 mulai memburuk akibat kelesuan dalam kegiatan produksi dan permin-taan negara-negara industri serta perubahan dalam pola peng-gunaan energi. Untuk mengimbangi perkembangan tersebut mulai Maret 1982 OPEC telah menentukan kuota produksi bagi negara-negara anggotanya, antara lain kuota produksi sebesar 1,3 ju-ta barrel per hari untuk Indonesia. Dengan keputusan untuk mengurangi batas maksimum produksi OPEC dari 17,5 menjadi

V/12

Page 13: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

16,0 juta barrel per hari, maka kuota Indonesia pun dalam bulan Oktober 1984 diturunkan menjadi 1,189 juta barrel per hari. Begitu pula terjadi penurunan harga patokan minyak mentah dari US $ 34,0 menjadi US $ 29,0 per barrel dalam bulan Maret 1983. Dalam bulan Januari 1985 harga minyak bumi ALC diturunkan dari US $ 29,0 menjadi US $ 28,0 per barrel, sedangkan peranannya sebagai dasar harga patokan dihapus. Di samping itu juga diputuskan untuk memperkecil diferensiasi harga minyak mentah ringan dan berat dari US $ 4,50 menjadi US $ 2,40 per barrel. Harga patokan ekspor minyak mentah Indonesia dalam bulan Nopember 1982 telah diturunkan dari US $ 35,00 menjadi US $ 34,53 per barrel, dalam bulan Maret 1983 diturunkan lagi menjadi US $ 29,53 per barrel dan mulai Pebruari 1985 kembali diturunkan menjadi US $ 28,53 per barrel.

Menghadapi laju inflasi dalam negeri yang meningkat dalam tahun 1979 dan tahun 1980 serta kemerosotan dalam nilai ekspor komoditi di luar minyak dan gas bumi maupun minyak dan gas alam cair, maka pada tanggal 30 Maret Pemerintah menempuh kebijaksanaan untuk menyesuaikan nilai tukar Rupiah dari Rp. 700 menjadi Rp 970 per dollar atau devaluasi Rupiah sebesar 27,8%. Selanjutnya dalam bulan Mei berikutnya diambil langkah penjadwalan kembali sejumlah proyek besar yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri Pemerintah dengan komponen impor yang tinggi. Tindakan ini dilakukan untuk menghemat pengeluaran devisa pada neraca pembayaran dan pengeluaran Rupiah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Menyadari peranan ekspor di luar minyak dan gas bumi yang kian menentukan dan pentingnya peningkatan efisiensi dalam produksi maupun dalam lalu-lintas barang, pada permulaan tahun kedua Repelita IV dikeluarkan Instruksi Presiden No.4 Tahun 1985 yang menyangkut langkah langkah kebijaksanaan tentang tatalaksana ekspor dan impor barang, pelayaran antar pulau, biaya angkutan laut, pengurusan barang dan dokumen, keagenan umum perusahaan pelayaran dan tatalaksana operasional pelabuhan.

Dalam rangka mempertahankan pasaran dan pemantapan daya saing barang-barang ekspor diluar negeri, di bidang perpajak-an telah diadakan penyesuaian sehingga selama tahun 1984/85 tarif pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan dikurangi atau dihapus antara lain untuk timah, minyak kelapa sawit, crude stearin dan deodorized stearin. Di samping itu juga diadakan penyederhanaan prosedur pemungutan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan. Dengan berlakunya Undang-Undang Pajak Peng-hasilan 1984, maka ketentuan mengenai MPO ekspor dan MPO atas

V/13

Page 14: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

pembelian komoditi seperti karet, kopi dan lada tidak berlaku lagi. Selanjutnya, untuk meringankan beban eksportir sejak bulan Desember 1984 pungutan atas 11 komoditi yaitu kayu la-pis, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, ikan tongkol, gaplek dan jagung yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dihentikan.

Selama tahun 1984/85 juga diadakan penyempurnaan bertali-an dengan suku bunga kredit ekspor yang ditetapkan sebesar 9% baik untuk golongan komoditi kuat maupun untuk golongan ba-rang lemah. Begitu pula sertifikat ekspor yang semula besar-nya ditentukan setiap 6 bulan, sekarang ditetapkan setiap 12 bulan.

Kegiatan-kegiatan lain yang terus ditingkatkan dalam ta-hun 1984/85 berhubung dengan perbaikan mutu barang-barang ekspor dan meliputi penentuan standar, pengujian dan peng-awasan mutu, serta penyuluhan. Usaha-usaha tersebut dilakukan oleh jaringan Pusat Pengendalian Mutu Barang dan 18 laborato-rium penguji dan pengawasan mutu di daerah-daerah. Setiap partai barang yang akan diekspor wajib memenuhi persyaratan mutu yang tercantum dalam standar perdagangan sehingga harus disertai dengan Sertifikat Mutu. Hingga akhir tahun 1984/85 telah disusun 166 standar barang di antaranya 165 ditetapkan sebagai Standar Perdagangan, di samping 10 standar yang meru-pakan adopsi dari Standar Industri Indonesia. Dari 175 stan-dar tersebut 39 jenis barang ekspor dan 2 jenis barang impor telah dikenakan penerapan standar perdagangan.

Untuk menunjang diversifikasi ekspor, secara bertahap te-lah diadakan pembatasan ekspor kayu bulat sehingga pada tahun 1985 ekspor kayu bulat tidak lagi diperbolehkan. Meningkatnya produksi kayu lapis, yang disertai dengan perluasan lapangan kerja, telah berhasil menaikkan ekspor kayu lapis dengan pe-sat sejak tahun 1982/83. Sementara itu, untuk menghindari persaingan tidak sehat antara sesama eksportir kayu lapis, Asosiasi Panel Kayu Lapis Indonesia telah menyusun kelompok-kelompok pemasaran sebagai Badan Pemasaran Bersama Ekspor Ka-yu Lapis yang dikukuhkan dalam bulan Oktober 1984. Di samping itu, dengan meningkatnya kebutuhan di dalam negeri, ekspor beberapa komoditi seperti pupuk, semen, besi beton, kertas, aspal, minyak sawit dan biji kelapa sawit diawasi untuk men-jaga penyediaan dan kestabilan harga barang-barang dan bahan baku pokok.

Usaha-usaha memperluas pasaran ekspor hasil-hasil indus-tri telah dilakukan melalui pembentukan Pusat Promosi Perda-

V/14

Page 15: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

gangan Indonesia di London, Hamburg, New York, Sydney, Los Angeles, Rotterdam, Abudhabi, Baghdad dan Jeddah serta ASEAN Promotion Centre on Trade, Investment and Tourism di Tokyo dan ASEAN Trade Promotion Center di Rotterdam. Upaya mengem-bangkan pasaran di negara-negara Eropa Timur dan Timur Tengah melalui pengiriman missi perdagangan dan usaha promosi lain-nya juga dilanjutkan. Di Wilayah Timur Tengah, di samping ekspor hasil-hasil pertanian dan industri, kegiatan perluasan pasaran untuk jasa-jasa kontrakting dan pengiriman tenaga kerja telah berkembang dengan cepat. Untuk menjamin hubungan pelayaran tetap antara Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah, sejak bulan Maret 1981 telah terbentuk usaha pelayar-an patungan antara, tiga perusahaan perkapalan. Dalam rangka menciptakan suatu sistem perniagaan komoditi yang tertib dan teratur, berdasarkan Keputusan Presiden No. 80 dan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1982, telah didirikan Bursa Komoditi. Berkaitan dengan penyelenggaraannya, dalam bulan Pebruari 1984 telah pula terbentuk Perusahaan Perseroan Badan Usaha Kliring dan Jaminan Komoditi yang memberikan jaminan panyele-saian keuangan dari transaksi yang terjadi di Bursa. Sejak bulan April 1985 mulai diselenggarakan perdagangan komoditi yang diikuti oleh 17 perusahaan sebagai anggota pertama Bursa Komoditi Indonesia.

Di bidang kerjasama ekonomi terus ditingkatkan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir komoditi primer dan barang-barang in-dustri. Pada bulan Nopember 1976 di Jakarta telah ditanda-tangani persetujuan internasional mengenai stabilisasi harga karet alam ANRPC oleh negara-negara penghasil karet alam. Maksud persetujuan tersebut ialah untuk mengusahakan suatu tingkatan harga yang stabil dan yang cukup menggairahkan bagi negara produsen serta cukup adil bagi negara konsumen. Dalam kerangka Program Komoditi Terpadu UNCTAD, pada akhir tahun 1979 ditandatangani Perjanjian Internasional tentang Karet Alam (INRA) antara negara-negara produsen dan negara-negara konsumen. Dalam mengatasi kemerosotan harga karet alam di pa-saran dunia selama tahun-tahun 1981 dan 1982, INRA telah me-mainkan peranan yang berarti melalui operasi cadangan pe-nyangga (bufferstock). Berkaitan dengan Perjanjian Kopi In-ternasional (ICO), sejak bulan Oktober 1980 diberlakukan ke-tentuan kuota ekspor kopi dan untuk periode Oktober 1984 sam-pai dengan September 1985 kuota ekspor yang dialokasikan pada Indonesia berjumlah 155.221 ton atau naik sebesar 1,4% diban-dingkan dengan periode yang sama tahun 1983/84. Untuk meng-atasi masalah penentuan kuota, maka selama tahun-tahun ter-akhir ini Pemerintah menempuh langkah-langkah kebijaksanaan

V/15

Page 16: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

untuk mendorong ekspor ke negara-negara non-kuota seperti ne-gara-negara Eropa Timur dan Asia. Persoalan yang terjadi pada permulaan tahun 1985 ialah perbedaan yang cenderung membesar antara harga kopi yang dijual kepada negara-negara anggota dan yang dibeli oleh negara-negara bukan anggota (non kuota) ICO serta tidak terpenuhinya kewajiban ekspor kuota yang dia-lokasikan oleh beberapa negara produsen termasuk Indonesia. Tantangan yang timbul sehubungan dengan pemasaran kopi terse-but telah mendorong Pemerintah untuk mengadakan pengelompokan eksportir kopi yang terdaftar, tindakan mana ditujukan untuk meningkatkan kemampuan bersaing di pasaran kopi luar negeri. Dalam rangka Perjanjian Timah Internasional ke VI yang berla-ku sejak 1 Juli 1982, meskipun harga timah bergerak naik se-lama tahun 1984, kuota ekspor bagi negara-negara anggota pro-dusen masih tetap diterapkan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan harga di pasaran internasional dan guna menghadapi pelepasan timah dari cadangan strategis yang oleh Ameri-ka Serikat masih terus dilakukan sebesar 3.000 ton per tahun. Dalam bulan Maret 1983 telah pula dibentuk Asosiasi Negara Produsen Timah (ATPC) dengan tujuan penentuan langkah bersama dalam memperjuangkan kepentingan produsen yang tergabung da-lam ITA.

Kebijaksanaan proteksionisme yang semakin ketat yang di-tempuh oleh negara-negara industri, telah menimbulkan berba-gai masalah perdagangan internasional yang tidak dapat dipe-cahkan dalam kerangka GATT. Di bidang tekstil, daya masuk da-lam pasaran negara-negara industri banyak ditentukan oleh Multifibre Arrangement (MFA) yang mengatur perdagangan inter-nasional dalam tekstil dan sering digunakan sebagai suatu alat proteksionisme yang efektif oleh negara-negara maju. Se-jak dimulainya perundingan dengan negara-negara MEE dalam ta-hun 1980, telah tercapai persetujuan bilateral dengan MEE, Amerika Serikat, Swedia dan Kanada tentang pemasaran jenis-jenis tekstil dan kuota ekspor pakaian jadi. Sementara itu, selama tahun 1984 telah timbul tekanan yang semakin keras da-ri kalangan swasta dan buruh Amerika Serikat di bidang per-tekstilan untuk melindungi pasarannya dari impor negara-nega-ra berkembang melalui berbagai hambatan impor seperti kuota. Indonesia telah dituntut memberikan subsidi kepada industri tekstil dalam negerinya berupa Sertifikat Ekspor dan fasili-tas kredit ekspor sehingga menggoncangkan pasaran tekstil Amerika Serikat. Menyadari ancaman akan dikenakannya bea ma-suk balasan (countervailing duties), maka dalam bulan Pebrua-ri 1985 Pemerintah telah menandatangani Code on Subsidies and Countervailing Duties baik secara bilateral dengan Pemerintah Amerika Serikat maupun dalam kerangka GATT. Dengan mengambil

V/16

Page 17: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

langkah tersebut, maka secara bertahap semua fasilitas ekspor yang bercorak subsidi akan dihapus dan digantikan dengan ke-bijaksanaan yang mengutamakan peningkatan efisiensi dan pe-nurunan biaya. Di samping Amerika Serikat dan MEE, juga Je-pang menjalankan kebijaksanaan proteksionisme baik berbentuk bea masuk maupun cara lain seperti persyaratan teknis dan perizinan yang membatasi daya masuk hasil-hasil industri eks-por dari negara-negara berkembang. Indonesia mengalami ham-batan dalam memperluas ekspor kayu lapis ke Jepang karena di samping bea masuk yang tinggi eksportir kayu lapis harus juga menghadapi diskriminasi di mana impor kayu lapis dari Amerika Serikat (soft wood) dikenakan bea masuk yang lebih rendah di-bandingkan dengan impor dari Indonesia (tropical wood). Usa-ha-usaha untuk menerobos pasaran negara-negara industri, ke-cuali secara bilateral, juga dilakukan dalam kerangka kerjasa-ma ASEAN melalui konsultasi pada tingkat Pemerintah dan oleh kalangan swasta.

Kebijaksanaan impor ditujukan untuk mendorong pertumbuhan produksi serta memperkuat daya saing hasil-hasil produksi da-lam negeri baik terhadap barang-barang impor, maupun terhadap barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara lain untuk pasaran ekspor di luar negeri dalam rangka usaha peningkatan dan penghematan penggunaan devisa. Di samping itu tetap di-lanjutkan langkah-langkah untuk memperlancar pengadaan ba-rang-barang kebutuhan pokok serta bahan baku dan barang mo-dal guna menunjang kestabilan harga dan pertumbuhan industri dalam negeri. Untuk memperlancar pengadaan bahan-bahan yang masih dibutuhkan untuk produksi dalam negeri, Pemerintah te-lah memperluas lagi fasilitas bea masuk dan PPn impor atas beberapa jenis bahan baku dan penolong berupa pembebasan se-bagian atau seluruhnya bea masuk PPn Impor sesuai dengan ta-rif yang ditentukan. Keringanan ini antara lain diberikan pa-da pemasukan lembaran dan pelat baja serta steel slab untuk industri baja; copper rod untuk industri kabel; semen putih untuk industri semen; peralatan laboratorium; peralatan per-tukangan dan perkakas tangan. Sementara itu, dengan mening-katnya produksi minyak pelumas di dalam negeri, ketergantung-an pada minyak pelumas impor terus dikurangi dengan melakukan pengawasan atas impor barang tersebut. Terhadap beberapa je-nis barang seperti bahan-bahan kimia tertentu untuk pengawet kayu, telah dilakukan larangan impor guna kelestarian ling-kungan dan perlindungan konsumen.

Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap barang-ba-rang yang telah dapat dihasilkan dalam jumlah yang cukup un-tuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, serta untuk mencipta-

V/17

Page 18: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

kan persaingan yang sehat dan wajar antara produksi dalam ne-geri dengan barang impor sejalan dengan usaha peningkatan penggunaan/produksi dalam negeri, Pemerintah telah mencabut kembali keringanan atau pembebasan, dan sekaligus menaikkan tarif bea masuk dan pajak penjualan impor terhadap impor ba-rang-barang seperti kertas jenis tertentu, pipa besi dan pro-duct polyvinyl chloride (PVC), aluminium sheet dan fuli alu-minium jenis-jenis tertentu. Demikian pula terhadap beberapa produk yang telah dapat dirakit di dalam negeri, seperti me-sin penggali (Hydraulic excavator) dan wheel loader, juga te-lah diberlakukan tarif bea masuk dan pajak penjualan impor yang baru. Sedangkan untuk menjaga kestabilan harga minyak goreng di dalam negeri pada tingkat yang dapat dijangkau oleh masyarakat, Pemerintah telah membebaskan bea masuk dan pajak penjualan impor terhadap minyak goreng segala jenis yang di-impor dalam jumlah yang diatur oleh Menteri Perdagangan.

Selanjutnya, untuk mendorong pertumbuhan industri dan memperluas lapangan kerja, perlindungan juga diberikan dalam bentuk pengaturan impor barang-barang yang telah dihasilkan di dalam negeri. Sejak akhir tahun 1982 ditempuh kebijaksana-an untuk mengatur tata niaga impor barang-barang listrik dan elektronika; hasil-hasil industri kimia; hasil-hasil industri logam; hasil-hasil industri mesin dan suku cadang mesin dan kendaraan bermotor; hasil-hasil industri tekstil; beberapa hasil pertanian seperti bawang, kacang dan kelapa sawit; ma-kanan, minuman dan buah-buahan; logam bekas dari besi atau baja; serta baja lembaran, gulungan dan pelat. Khusus untuk kacang hijau, jagung, kacang, tepung dan bungkil kedelai te-lah ditunjuk Badan Urusan Logistik sebagai pelaksana impor hasil-hasil pertanian tersebut. Barang-barang yang termasuk kelompok produk industri hanya dapat diimpor oleh importir produsen terdaftar bagi masing-masing kelompok produksi yang diakui oleh Menteri Perdagangan, dan importir terdaftar yang terdiri dari perusahaan negara, perusahaan swasta nasional dan perusahaan dalam rangka penanaman modal. Dalam rangka me-manfaatkan kapasitas industri, produk baja lembaran, gulungan dan pelat yang digiling pada suhu tinggi dan rendah, diatur dalam tataniaga ekspor dan impor secara terpadu. Dengan peng-aturan tersebut, PT Krakatau Steel atau PT Giwang Selogam di-tunjuk sebagai ekeportir baja lembaran, gulungan dan pelat yang digiling pada suhu tinggi, dan sekaligus sebagai impor-tir baja lembaran dan gulungan tertentu yang digiling pada suhu rendah. Untuk lebih memantapkan pelaksanaan tataniaga impor produk baja lembaran dan gulungan yang digiling pada suhu rendah, maka jenisnya diperluas lagi dengan menunjuk PT Krakatau Steel atau PT Tambang Timah sebagai importirnya. De-

V/18

Page 19: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

mikian juga terhadap impor produk aluminium dan barang logam tidak mulia, telah diatur dalam tataniaga impor dengan menun-juk PT Tambang Timah sebagai importirnya. Sehubungan dengan berlakunya Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, maka pungut-an MPO atas barang-barang impor dihentikan, dan sebagai gan-tinya dipungut pajak penghasilan (PPh). Besarnya pungutan di-tetapkan sebesar 2,5 persen bagi impor barang yang mengguna-kan API, APIS atau APIT, dan sebesar 7,5 persen bagi impor barang yang tidak menggunakan API, APIS atau APIT masing-ma-sing dihitung dari nilai dasar impor (cif).

Guna mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang im-por, telah dilakukan usaha-usaha untuk mengarahkan penggunaan devisa dalam rangka menggalakkan penggunaan produksi industri di dalam negeri. Sehubungan dengan itu, beberapa peralatan yang digunakan untuk industri perminyakan telah dapat dipro-duksi didalam negeri, walaupun untuk memproduksi peralatan tersebut sekitar 30 persen bahan bakunya masih perlu diimpor. Sementara itu Proyek Aromatik Plaju di Sumatera Selatan telah dilanjutkan pembangunannya sesuai dengan rencana penjadwalan kembali yang dilakukan dalam tahun 1983. Untuk tahap pertama pembangunan proyek ini dibatasi pada perangkat hilir yang terdiri dari pabrik Pure Terepthalic Acid (PTA) dengan kapa-sitas 150.000 ton per tahun. PTA akan diproses lebih lanjut menjadi polyester oleh industri hilir, sedangkan bahan baku-nya yang berupa paraxylene masih perlu diimpor. Dengan dilan-jutkannya pembangunan proyek ini maka diharapkan akan lebih mendorong dan memantapkan industri sandang di dalam negeri.

Berdasar Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985, mulai bulan tahun ini diadakan perubahan dalam tatalaksana impor dengan ditiadakannya pemeriksaan barang di dalam negeri terhadap se-mua barang yang diimpor baik dengan L/C maupun tanpa L/C, ke-cuali untuk barang-barang tertentu dan barang-barang yang ni-lai impornya tidak melebihi US $ 5,000. Pemeriksaan dilakukan oleh surveyor yang ditunjuk oleh Pemerintah di tempat muat barang impor sebelum pengapalannya.

Berbagai usaha untuk meningkatkan penerimaan dan menghe-mat penggunaan devisa juga dilakukan di sektor jasa-jasa. Se-bagai tindak lanjut Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1983 te-lah diambil berbagai langkah untuk mengembangkan industri pa-riwisata. Demikian pula diberikan pembebasan dari kewajiban pemilikan visa untuk batas waktu kunjungan dua bulan bagi wi-satawan dari 26 negara; pembebasan bea masuk dan PPn impor terhadap barang bawaan dalam batas tertentu; serta pembebasan dari pemeriksaan barang di pelabuhan laut dan udara. Perkem-

V/19

Page 20: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

bangan dalam ekspor jasa-jasa kontrakting dan pengiriman te- naga kerja ke luar negeri merupakan sumber penghasilan devisa dengan peranan yang meningkat. Untuk mengendalikan dan melin-dungi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, te-lah dikeluarkan peraturan tentang persyaratan upah, izin dan perjanjian kerja serta kewajiban mentransfer sebagian dari penghasilan yang diterima. Guna menghemat penggunaan devisa, sejak tahun 1982 telah diusahakan pembatasan perjalan ke luar negeri dengan cara menaikkan biay a Surat Keterangan Fiskal Luar Negeri. Begitu pula ketentuan Pemerintah bahwa mulai 1 April 1982 pengangkutan barang-barang ekspor dan impor milik Pemerintah atau badan usaha milik negara hanya dapat dilaksanakan oleh kapal-kapal yang dioperasikan oleh perusa-haan pelayaran Indonesia, telah mengurangi pengeluaran devisa untuk biaya pengangkutan.

Dalam kerangka pelaksanaan pembangunan dan perkembangan neraca pembayaran, dana dan sumber-sumber dari luar negeri yang berkaitan dengan pinjaman Pemerintah dan pemasukan modal swasta masih tetap perlu dimanfaatkan. Dana tersebut berfung-si sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan dan harus memenu-hi persyaratan bahwa penggunaannya sesuai dengan rencana dan program pembangunan, terlepas dari ikatan politik, mencegah ketergantungan pada luar negeri; sedang pelunasannya tidak membebankan neraca pembayaran di masa mendatang.

Pada tahun 1966 Pemerintah menghadapi masalah yang berhu-bungan dengan penyelesaian peninggalan hutang-hutang lama, masalah mana dalam bulan April 1970 telah dapat diselesaikan secara menyeluruh melalui kata sepakat yang tercapai dengan negara-negara yang tergabung dalam “Paris Club”. Pada prin-sipnya persetujuan tersebut menyepakati pelunasan pokok hu-tang dalam jangka waktu 30 tahun dengan kemungkinan penang-guhan sebagian angsuran selama 22 tahun, dan pembayaran bunga dalam jangka waktu 15 tahun mulai tahun 1985. Kebijaksanaan pengendalian pinjaman luar negeri mempunyai peranan penting dalam pemeliharaan perbandingan pelunasan angsuran dan pemba-yaran bunga pinjaman terhadap penghasilan devisa dari ekspor yang wajar dan aman. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam bulan Oktober 1984 telah dikeluarkan Instruksi Presiden No. 8 yang memberikan petunjuk bahwa penggunaan kredit ekspor luar negeri perlu dikendalikan agar beban pembayaran kembali di kemudian hari tetap dalam batas kemampuan keuangan negara.

Guna menunjang pengembangan industri dan perluasan kesem-patan kerja di dalam negeri, dilanjutkan usaha-usaha agar se-jauh mungkin barang-barang yang pembeliannya dibiayai dengan

V/20

Page 21: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

pinjaman luar negeri tidak diimpor dalam bentuk jadi melain-kan berupa komponen, keterampilan dan keahlian yang dapat me-ningkatkan kapasitas produksi domestik. Begitu pula Pemerin-tah tetap berusaha untuk melepaskan kaitan pinjaman luar ne-geri dengan pembelian dari negara-negara pemberi pinjaman, sehingga dana bersangkutan dapat digunakan untuk membeli ha-sil-hasil industri dalam negeri ataupun hasil-hasil produksi negara-negara berkembang.

Dengan meningkatnya kemampuan Indonesia untuk memenuhi syarat-syarat yang kurang lunak dan mulai melangkanya sumber pinjaman luar negeri dengan syarat lunak maka sejak tahun 1978/79 Pemerintah telah mengusahakan diversifikasi dari sum-ber dana luar negeri.. Langkah-langkah yang ditempuh terdiri dari pengusahaan pinjaman komersial dari beberapa kelompok bank serta penerbitan obligasi dan surat-surat berharga di pasar uang dan modal internasional.

Di bidang penanaman modal telah ditempuh berbagai kebi-jaksanaan untuk lebih menarik pemasukan modal asing dengan memberikan penekanan kepada pengembangan usaha-usaha investa-si yang padat karya, dapat meningkatkan ekspor, bergerak di daerah-daerah yang perlu dikembangkan serta mengikutsertakan golongan ekonomi lemah. Guna lebih mengarahkan penanaman mo-dal, sejak tahun 1977 dikeluarkan Daftar Skala Prioritas (DSP) yang berlaku untuk suatu periode tertentu dan disesuai-kan dengan perkembangan dan situasi penanaman modal di berba-gai sektor. Dalam bulan September 1984 telah ditetapkan DSP penanaman modal asing untuk tahun 1984/85 yang berlaku baik bagi proyek-proyek baru maupun perluasan perusahaan-perusaha-an yang telah ada. Dalam kaitan kebijaksanaan peningkatan ekspor di luar minyak dan gas bumi, sektor-sektor yang selama ni dinyatakan tertutup untuk penanaman modal asing dibuka kembali dengan syarat bahwa produk-produk yang dihasilkan se-luruhnya harus diekspor. Selanjutnya, pada perusahaan-perusa-haan PMA diberikan pula fasilitas perpajakan berupa penang-guhan PPn atas impor mesin-mesin yang digunakan untuk mengha-silkan barang-barang jadi yang nantinya terkena pembayaran pajak dan pembebasan pembayaran bea masuk atas impor mesin-mesin tersebut. Keringanan bea masuk juga diberikan atas im-por bahan baku atau bahan penolong. Berkenaan dengan prose-dur, sejak bulan Oktober 1984 diambil langkah-langkah penye-derhanaan tatacara permohonan, persetujuan dan pemberian fa-silitas penanaman modal asing.

Untuk menghindari ketergantungan yang terus menerus kepa-da luar negeri, Pemerintah menganut kebijaksanaan bahwa per-

V/21

Page 22: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

usahaan-perusahaan asing harus melakukan Indonesianisasi se-cara bertahap. Dalam rangka peningkatan peranan modal nasio-nal telah dilakukan usaha pengalihan saham ke arah pemilikan yang lebih besar pada pihak Indonesia. Selanjutnya, guna me-nunjang Indonesianisasi tenaga kerja berlaku ketentuan bahwa penggunaan tenaga kerja asing dibatasi pada pekerjaan yang belum mampu ditangani oleh tenaga kerja Indonesia.

Kebijaksanaan di bidang minyak bumi berlandaskan priori-tas yang diberikan kepada usaha-usaha intensifikasi kegiatan eksploitasi dari ladang-ladang minyak yang ada serta pening-katan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di ladang-ladang baru, baik di darat maupun di lepas pantai. Pemerintah telah memberikan, fasilitas, di antaranya penyusutan yang dipercepat dan pembebasan kewajiban untuk menyerahkan minyak mentah “prorata” bagi pasaran dalam negeri, selama jangka waktu ter-tentu untuk sumur-sumur minyak yang baru mulai beroperasi. Dalam rangka mengurangi ketergantungan pada impor Bahan Bakar Minyak dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri serta peningkatan ekspor hasil-hasil minyak bumi, telah diusahakan perluasan kapasitas pengilangan minyak bumi. Dengan mulai berproduksinya kilang minyak di Balikpapan dan Cilacap pada akhir tahun 1983 serta hydrocracker Dumai pada awal tahun 1984, jumlah minyak mentah yang diolah di dalam negeri me-ningkat dengan pesat mencapai 155,1 juta barrel dalam tahun 1984. Sementara itu, guna memperluas pasaran minyak bumi se-jak 1 April 1985 mulai dihasilkan suatu jenis minyak mentah baru yaitu Sumatran Medium Crude dengan harga ekspor sebesar US $ 27,40 per barrel. Harga tersebut lebih rendah dibanding-kan dengan harga Sumatran Light Crude (SLC) sebesar US $ 28,53 yang merupakan harga patokan ekspor minyak mentah In-donesia.

Produksi dan ekspor gas alam cair (LNG) yang dimulai da-lam tahun 1977 telah mengalami kemajuan yang cepat melalui usaha-usaha peningkatan pasaran dan perluasan kilang. Pada akhir tahun 1983/84 kapasitas pengilangan gas alam telah da-pat dikembangkan menjadi 4 unit pengolahan (train) di Badak dan 5 unit di Arun. Dengan selesainya pembangunan 1 unit pe-ngolahan terbaru di Arun pada tahun 1986 kapasitas produksi LNG akan mencapai 900 juta MMBTU per tahun.

2. Perkembangan Neraca Pembayaran

Dalam kurun waktu antara tahun 1968 dan 1984/85 neraca pembayaran dipengaruhi oleh berbagai perkembangan ekonomi yang terjadi di dalam negeri, fluktuasi dalam perkembangan

V/22

Page 23: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

ekonomi dunia, serta kebijaksanaan yang ditempuh Pemerintah dalam rangka mempertahankan laju pembangunan menghadapi ber-bagai kejadian tersebut.

Selama masa Repelita I (dengan 1968 sebagai tahun dasar), nilai ekspor secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar rata-rata 31,1% per tahun terdiri atas kenaikan ekspor di lu-ar minyak bumi sebesar 25,9% dan peningkatan ekspor minyak bumi sebesar 39,0% (lihat Tabel V-1, V-2, V-3 serta Grafik V-1). Pesatnya laju pertumbuhan tersebut disebabkan karena dalam tahun terakhir Repelita I nilai ekspor di luar minyak bumi dan ekspor minyak bumi masing-masing menunjukkan pening-katan sebesar 95,6% dan 77,0% mencapai US $ 1.905 juta dan US $ 1.708 juta, yang berarti lebih dari dua kali lipat sa-saran Repelita I untuk masing-masing kelompok ekspor. Dalam hal ekspor di luar minyak bumi, peningkatan tersebut terutama terjadi karena nilai ekspor kayu melonjak dari US $ 22,6 juta dalam tahun 1968 menjadi US $ 274,7 juta dalam tahun 1972/73 dan US $ 720,4 juta dalam tahun 1973/74 (lihat Tabel V-6). Di samping itu, harga-harga komoditi primer di luar minyak bumi meningkat dengan rata-rata 53,2% dalam tahun 1973/74 di pa-saran internasional dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meningkatnya nilai ekspor minyak bumi pada tahun 1973/74 disebabkan karena harga ekspor naik sebesar 43,6%, sedang volume ekspor meningkat dengan 23,2%. Nilai impor (f.o.b.) dalam periode Repelita I naik dengan rata-rata 28,3% per tahun dengan perincian 26,8% untuk impor di luar sektor minyak bumi dan 39,6% untuk impor sektor minyak bumi (lihat Tabel V-4, V-5 serta Grafik V-2). Juga dalam hal impor kenaikan yang paling pesat terjadi dalam tahun 1973/74 dengan peningkatan sebesar 75,1% untuk impor di luar sektor minyak bumi dan 189,9% untuk impor sektor minyak bumi, searah dengan meningkatnya ekspor pada tahun yang sama. Pengeluaran devisa netto untuk jasa-jasa selama masa Repelita I menunjukkan kenaikan sebesar rats-rata 29,9% per tahun, 32,1% untuk jasa-jasa di luar sektor minyak bumi dan 27,7% untuk jasa-jasa sektor minyak bumi. Da-lam tahun 1973/74

pengeluaran untuk jasa-jasa di luar sektor minyak bumi mengalami kenaikan sebesar 46,1% dibandingkan dengan tahun 1972/73 akibat meningkatnya biaya pengangkutan sebesar 92,3%, sedang laju pertumbuhan jasa-jasa lainnya relatif kecil. Dalam tahun yang sama, jasa-jasa sektor minyak bums naik sebesar 48,9% sesuai dengan peningkatan ekspor minyak bumi.

Perkembangan ekspor dan impor barang-barang dan jasa-jasa mengakibatkan kenaikan defisit transaksi berjalan sebesar ra-ta-rata 20,3% per tahun, .dari US $ 287 juta pada tahun 1968

V/23

Page 24: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 1RINGKASAN NERACA PEMBAYARAN,

1968 - 1984/85(dalam juta US dollar)

1) Angka sementara2) Termasuk pertukaran ekspor minyak bumi mentah dengan impor BBM

Hasil olahan (cross purchase)3) Pokok pinjaman4) Termasuk DICS

V/24

Page 25: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V- 2NILAI EKSPOR (F.O.B)

1968/69 – 1984/85(dalam juta US dollar)

1) Angka sementara2) Termasuk pertukaran ekspor minyak bumi mentah dengan impor BBM

Sebagai hasil olahan (cross purchase) senilai US $ 668 juta (1982/83)Dan US $ 983 juta (1983/84)

3) Kenaikan rat-rata per tahun

V/25

Page 26: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

GRAFIK V - 1 NILAI EKSPOR (F.O.B) 1968/69 - 1984/85

v/26

Page 27: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 3

NILAI EKSPOR DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM CAIR (F.O.B.),1968/69 - 1984/85

(dalam juta US dollar)

1973/74 1978/79 1983/84 1984/851)

1968/69 (Akhir (Akhir 1982/83 (Akhir (Tahun PertamaRepelita I) Repelita II) Repelita III) Repelita IV)

Triwulan

Nilai Nilai (% Keg)

naikan)Nilai (% Ke- 2)

naikan)Nilai

Nilai

(% Ke 2)

)naikan

Nilai (% Ke-naikan

)

I.April - Juni 134 383 (23,4) 826 (16,6) 9991.143 (6,7) 1.416 (23,9)

II.Juli - September 153 449 (24,0) 909 (15,1) 9321.354 (8,3) 1.424 (5,2)

III.Oktober - Desember

149 494 (27,1) 1.130 (18,0) 9941.493 (5,7) 1.558 (4,4)

IV.Januari - Maret 149 579 (31,2) 1.114 (14,0) 1.0031.377 (4,3) 1.509 (9,6)

Jumlah : 585 1.905 (26,6) 3.979 (15,9) 3.9285.367 (6,2) 5.907 (10,1)

1) Angka sementara2) Kenaikan rata-rata per tahun

V/27

Page 28: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan
Page 29: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 4NILAI IMPOR (F.O.B.),

1968/69 - 1984/85(dalam juta US dollar)

1) Angka sementara2) Termasuk BBM sebagai hasil pertukaran dengan ekspor minyak bumi mentah

Senilai US $ 520 juta (1982/83) dan US $ 983 juta 1983/84)3) Kenaikan rata-rata per tahun

V/28

Page 30: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

GRAFIK V - 2NILAI IMPOR (F.O.B.),

1968/69 - 1984/85

V/29

Page 31: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 5

NILAI IMPOR DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM CAIR (F.O.B.),1968/69 - 1984/85

(dalam juta US dollar)

1973/74 1978/79 1983/84 1984/851)

1968/69 (Akhir (Akhir 1982/83 (Akhir (Tahun PertamaRepelita I ) Repelita I I ) Repelita Repelita IV) -

Triwulan

Nilai Nilai (% Ke 2)naikan) Nilai (% Ke ?)naikan)

Nilai Nilai (% Ke 2)

naikan)Nilai ($ Ke-

naikan)

I .April - Juni 192 546 (23,2) 1.697 (25,5) 3.033 3.253 (13,9) 2.915 (-10,4)

I I .Juli - September 195 620 (26,0) 1.582 (20,6) 3.265 2.931 (13,1) 3.018 (3,0)

I I I.Oktober - Desember 173 693 (32,0) 1.756 (20,4) 3.493 3.372 (13,9) 2.830 (-16,1)

IV. Januari - Maret 171 754 (34,5) 1.697 (17,6) 4.340 3.259 (13,9) :2.867 (-12,0)

Jumlah : 731 2.613 (29,0) 6.732 (20,8) 14.131 12.815 (13,7) 11.630 (- 9,2)

1) Angka sementara2) Kenaikan rata-rata per tahun

Page 32: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

menjadi US $ 756 juta dalam tahun 1973/74. Defisit pada tran-saksi berjalan sektor di luar minyak bumi melonjak dari US $ 342 juta menjadi US $ 1.397 juta dalam periode Repelita I atau naik sebesar rata-rata 30,7% per tahun. Ekspor minyak bumi atas dasar netto (nilai ekspor bruto dikurangi dengan nilai impor dan jasa-jasa) dalam periode yang sama mengalami kenaikan rata-rata sebesar 59,6% setiap tahunnya. Ditinjau dari komposisi ekspor, peranan minyak bumi dalam keseluruhan nilai ekspor dalam Repelita I telah meningkat dari 34,7% men-jadi 47,3% akibat laju pertumbuhan yang lebih cepat dibanding-kan dengan ekspor di luar minyak bumi. Komposisi ekspor di luar minyak bumi mengalami perubahan dengan menaiknya peranan ekspor hasil-hasil pertanian dari 86,1% menjadi 88,4% serta menurunnya peranan ekspor hasil-hasil tambang dan hasil-hasil industri dari masing-masing 11,2% dan 2,7% menjadi 9,2% dan 24%.

Realisasi penggunaan pinjaman Pemerintah dalam masa Repe-lita I naik sebesar rata-rata 18,3% per tahun dengan pening-katan yang menonjol dalam pinjaman untuk proyek dari US $ 20 juta dalam tahun 1968 menjadi US $ 275 juta dalam tahun 1973/ 74, atau kenaikan sebesar rata-rata 64,7% setiap tahunnya. Begitu juga investasi modal asing langsung mengalami pening-katan yang pesat, yaitu sebesar rata-rata 105,0% per tahun dari US $ 10 juta dalam tahun 1968 menjadi US $ 433 juta pada tahun terakhir Repelita I. Di samping itu, pinjaman lainnya yang dilakukan antara lain oleh perusahaan negara seperti Pertamina dan yang pada tahun 1968 belum diadakan, mencapai jumlah US $ 200 juta pada tahun 1973/74. Dengan memperhitung-kan pelunasan atas pinjaman yang digunakan untuk investasi modal asing, maka pos pemasukan modal lain menunjukkan kena-ikan sebesar rata-rata 50,1% per tahun selama Repelita I. Pelunasan pokok pinjaman Pemerintah mengalami kenaikan sebe-sar rata-rata 8,8% per tahun dari US $ 52 juta dalam tahun 1968 menjadi US $ 81 juta dalam tahun 1973/74. Kenaikan yang lamban ini disebabkan karena telah tercapainya persetujuan penjadwalan kembali dan penangguhan pelunasan sebagian dari angsuran atas hutang-hutang lama dalam bulan April 1970 serta berlakunya waktu tenggang bagi pelunasan pokok atas hutang-hutang tertentu yang dilakukan sesudah 1 Juli 1966.

Perkembangan ekspor dan impor barang dan jasa serta tran-saksi-transaksi modal, setelah disesuaikan dengan transaksi yang tidak tercatat, telah mengakibatkan kenaikan netto dalam cadangan devisa sebesar US $ 851 juta selama masa Repelita I sehingga jumlah cadangan devisa pada akhir tahun 1973/74 ber-ada pada tingkat US $ 929 juta dibandingkan dengan US $ 78,0

V/31

Page 33: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

juta pada akhir Desember tahun 1968. Bila dibandingkan dengan nilai impor c. & f. selama tahun terakhir Repelita I, maka jum-lah cadangan tersebut cukup untuk membiayai impor untuk rata-rata 3,8 bulan.

Selama dua tahun pertama masa Repelita II, neraca pemba-yaran Indonesia mengalami perkembangan yang suram akibat ma-salah-masalah yang terjadi baik di dalam maupun di luar nege-ri. Kesulitan keuangan yang dialami oleh Pertamina telah me-nyebabkan kewajiban pelunasan hutang-hutang luar negeri per-usahaan tersebut dalam jumlah yang sangat besar. Resesi dalam perekonomian dunia Serta kemunduran dalam perdagangan inter-nasional merupakan faktor-faktor ekstern yang dalam tahun 1974/75 menyebabkan turunnya laju pertumbuhan dan dalam tahun 1975/76 bahkan kemunduran dalam nilai ekspor di luar minyak bumi karena merosotnya harga-harga komoditi primer di pasaran dunia. Di samping itu, nilai impor terus meningkat akibat ke-naikan dalam harga pangan dan bahan-bahan baku industri. Pada lain pihak, dengan melonjaknya harga ekspor minyak bumi Indo-nesia dari rata-rata US $ 4,02 per barrel dalam tahun 1973/74 menjadi US $ 12,07 per barrel dalam tahun 1974/75 atau sebe-sar 200,2% maka nilai ekspor mengalami peningkatan sebesar 201,7% dalam tahun yang sama.

Nilai ekspor secara keseluruhan menunjukkan kenaikan se-besar rata-rata 25,7% setiap tahunnya selama masa Repelita II, terdiri atas 15,9% untuk ekspor di luar minyak dan gas bumi dan 32,1% untuk ekspor minyak bumi. Di samping itu, sejak ta-hun 1977/78, Indonesia mulai melakukan ekspor gas alam cair (LNG) sebanyak 71,2 juta MMBTU dengan nilai US $ 162 juta. Pada tahun berikutnya nilai ekspor LNG meningkat sebesar 218,5% menjadi US $ 516 juta. Walaupun nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi mengalami penurunan dalam tahun 1975/76, laju pertumbuhan rata-rata berada pada tingkat yang cukup tinggi akibat meningkatnya kembali nilai ekspor golongan ba-rang tersebut sebesar 52,9% pada tahun berikutnya. Nilai im-por (f.o.b.) dalam masa Repelita II naik sebesar rata-rata 22,4% per tahun, di antaranya nilai impor di luar sektor mi-nyak dan gas bumi sebesar 20,8% dan nilai impor sektor minyak bumi dengan 29,3%. Dalam periode yang sama, pengeluaran devi-sa netto untuk jasa-jasa mengalami kenaikan rata-rata sebesar 25,7% per tahun, hal mana antara lain disebabkan karena pe-ngeluaran untuk jasa-jasa sektor di luar minyak dan gas bumi dan jasa-jasa sektor minyak bumi masing-masing meningkat de-ngan 28,5% dan 18.4% setiap tahunnya. Pertumbuhan yang cepat dalam pengeluaran jasa-jasa di luar sektor minyak disebabkan oleh meningkatnya pembayaran bunga atas pinjaman Pemerintah

V/32

Page 34: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

dan transfer keuntungan atas penanaman modal asing, di sam-ping kenaikan pengeluaran untuk pengangkutan sejalan dengan kenaikan dalam impor.

Dengan melonjaknya nilai ekspor minyak bumi akibat kena-ikan harga, dalam tahun 1974/75 surplus transaksi berjalan sektor minyak bumi meningkat sebesar 311,5% dibandingkan de-ngan tahun sebelumnya mencapai US $ 2.638 juta. Sebaliknya defisit transaksi berjalan sektor di luar minyak bumi bertam-bah dengan 98,7% dalam jangka waktu yang lama, hal mana disebabkan karena kelesuan ekspor dan meningkatnya pengeluaran devisa untuk impor dan jasa-jasa. Dengan meningkatnya defisit transaksi berjalan sektor di luar minyak bumi sebesar rata-rata 29,9% dan menaiknya surplus transaksi berjalan sektor minyak bumi sebesar rata-rata 42,6%, serta memperhitungkan pula surplus sebesar US $ 225 juta di sektor LNG pada tahun 1978/79, maka secara keseluruhan transaksi berjalan selama masa Repelita II menunjukkan defisit yang meningkat sebesar rata-rata 8,8% per tahun. Laju pertumbuhan nilai ekspor mi-nyak dan gas bumi yang lebih dari dua kali lipat laju pertum-buhan ekspor di luar minyak dan gas bumi telah menyebabkan bertambah besarnya peranan ekspor minyak dan gas bumi dalam komposisi ekspor secara keseluruhan, yaitu dari 47,3% pada akhir Repelita I menjadi 65,0% pada tahun terakhir Repelita II. Perubahan dalam komposisi ekspor di luar minyak dan gas bumi terjadi dengan menurunnya peranan ekspor hasil-hasil pertanian menjadi 79,6% dan menaiknya peranan ekspor hasil-hasil tambang dan hasil-hasil industri menjadi masing-masing 11,0% dan 9,4% pada tahun 1978/79 dibandingkan dengan 88,4%, 9,2% dan 2,4% pada tahun 1973/74.

Realisasi pinjaman Pemerintah pada tahun 1973/74 berjum-lah US $ 643 juta, dan selama masa Repelita II meningkat de-ngan rata-rata 28,0% per tahun sehingga mencapai US $ 2.208 juta pada tahun 1978/79. Bantuan program mengalami penurunan sebesar rata-rata 19,7%, sedangkan bantuan proyek naik dengan rata-rata 32,0% setiap tahunnya. Di samping itu, sejak tahun 1974/75 mulai diusahakan pinjaman dalam rangka fasilitas kre-dit ekspor dan pinjaman dari negara-negara Eropa Timur dan Timur Tengah sehingga pinjaman proyek lain meningkat dengan rata-rata 57,3% per tahun. Selanjutnya, dalam tahun 1975/76 pinjaman Pemerintah melonjak sebesar 202,3% akibat diadakan-nya pinjaman tunai dari sekelompok bank di luar negeri yang mencapai jumlah US $ 1.049 juta. Pinjaman tersebut bertalian erat dengan masalah keuangan Pertamina. Transaksi-transaksi modal lain secara keseluruhan menunjukkan penurunan sebesar rata-rata 6,5% per tahun selama periode Repelita II. Pos pe-

V/33

Page 35: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

masukan modal lain tersebut dalam tiga tahun pertama sangat dipengaruhi oleh krisis keuangan Pertamina. Dalam tahun 1975/ 76 telah terjadi arus pengeluaran modal netto sebesar US $ 1.075 juta akibat pelunasan hutang-hutang Pertamina sejumlah US $ 1.468 juta. Investasi modal asing meningkat dengan pesat dalam tahun pertama Repelita I I untuk kemudian menurun se-hingga menunjukkan penurunan sebesar rata-rata 1,1% selama masa Repelita II I. Pelunasan pokok pinjaman Pemerintah meng-alami kenaikan sebesar rata-rata 50,8% setiap tahunnya dengan kenaikan yang paling pesat dalam tahun 1976/77, yaitu sebesar 115,6%, dan tahun 1977/78 sebesar 358,4% mencapai US $ 761 juta. Kenaikan dalam pelunasan pokok pinjaman tersebut teru-tama disebabkan karena pelunasan pinjaman tunai yang berkait-an dengan masalah hutang-hutang luar negeri Pertamina. Di samping itu, tenggang waktu pelunasan bagi pinjaman-pinjaman yang ditarik 1 Juli 1966 telah berakhir sehingga pembayaran angsuran mulai dilakukan. Begitu pula dalam tahun 1978/79 se-bagian besar dari kredit ekspor yang diperoleh dalam tahun 1975/76 dan 1976/77 mulai jatuh waktunya untuk dicicil.

Dampak dari masalah-masalah yang berkaitan dengan kesu-litan keuangan Pertamina serta resesi ekonomi dunia pada ne-raca pembayaran mengakibatkan bahwa cadangan devisa yang se-jak tahun 1970/71 terus meningkat, mengalami kemunduran sebe-sar US $ 9 juta dalam tahun 1974/75 dan US $ 364 juta dalam tahun 1975/76. Kebijaksanaan yang ditempuh Pemerintah serta pulihnya kegiatan perekonomian dunia berhasil memperbaiki po-sisi neraca pembayaran sehingga selama tiga tahun terakhir Repelita I I cadangan devisa bertambah dengan US $ 2.360 juta mencapai US $ 2.916 juta pada akhir tahun 1978/79. Jumlah ter-sebut sama dengan biaya impor c. & f. untuk rata-rata 4,6 bu-lan.

Bertolak dari kebijaksanaan 15 Nopember 1978 dan didukung oleh perkembangan pasaran dunia yang menguntungkan baik untuk minyak bumi maupun komoditi primer lainnya, selama dua tahun pertama Repelita I I I neraca pembayaran berkembang dengan sa-ngat baik. Nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi pada ta-hun 1979/80 meningkat sebesar 55,1% menjadi US $ 6.171 juta, nilai paling tinggi yang hingga kini pernah tercapai. Dengan mulainya resesi ekonomi dunia dalam tahun 1980, nilai ekspor menurun dari tahun 1980/81 sampai dengan tahun 1982/83 se-hingga mencapai tingkat terrendahnya sebesar US $ 3.928 juta, dan baru naik lagi dalam tahun 1983/84. Dengan demikian, se-lama masa Repelita I I I nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi hanya mengalami kenaikan rata-rata sebesar 6,2% per ta-hun. Nilai ekspor minyak bumi meningkat dengan pesat sebesar

V/34

Page 36: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

60,3% dalam tahun 1979/ 80 dan 38.1% dalam tahun 1980/81 aki-bat kenaikan dalam harga ekspor sebesar berturut-turut 64,9% dan 44,3%. Kemerosotan dalam pasaran minyak bumi dunia telah menyebabkan kemunduran dalam harga minyak bumi internasional sejak akhir tahun 1982 dan hingga kini masih terus berlang-sung. Penurunan harga ekspor Indonesia sebesar 1,8% dalam ta-hun 1982/83 dan 15,7% dalam tahun 1983/84 disertai dengan pem-berlakuan kuota produksi sejak bulan Maret 1982, telah meng-akibatkan kemunduran dalam nilai ekspor sebesar rata-rata 14,5% per tahun dalam periode yang sama. Begitu pula terjadi penurunan harga ekspor gas alam cair terutama dalam tahun 1983/84. Walaupun demikian, nilai ekspor LNG baru menurun dalam tahun 1983/84 karena volume ekspor terus meningkat. Se-lama periode Repelita III nilai ekspor minyak bumi dan nilai ekspor LNG masing-lasing mengalami kenaikan rata-rata sebesar 11,9% dan 36,0% per tahun, sedangkan nilai ekspor secara ke-seluruhan naik dengan 11,8%. Nilai impor (f.o.b.) dalam masa Repelita III naik sebesar rata-rata 14,1% setiap tahunnya, dengan pertumbuhan impor di luar sektor minyak dan gas bumi sebesar 13,7%, impor sektor minyak bumi sebesar 14,5% dan im-por sektor LNG sebesar 35,7%. Nilai impor di luar minyak dan gas bumi meningkat dengan cepat dari US $ 6.732 juta pada ta-hun 1978/79 menjadi US $ 14.131 juta pada tahun 1982/83 atau kenaikan sebesar rata-rata 20,4% per tahun. Berkat kebijaksa-naan devaluasi dan pentahapan kembali sejumlah proyek yang dibiayai dengan pinjaman Pemerintah dengan komponen impor yang tinggi yang ditempuh oleh Pemerintah dalam pertengahan pertama tahun 1983, nilai impor di luar sektor minyak dan gas bumi dapat ditekan menjadi US $ 12.815 juta dalam tahun 1983/ 84 atau penurunan sebesar 9,3%. Begitu pula impor sektor mi-nyak bumi mengalami kemunduran sebesar 22,5% menjadi US $ 3.273 juta pada tahun terakhir Repelita III. Pengeluaran de-visa netto untuk jasa-jasa sejak tahun 1968 menunjukkan laju kenaikan yang semakin berkurang, dan selama Repelita III laju kenaikan tersebut hanya mencapai rata-rata 13,5% per tahun terdiri dari 11,1% untuk sektor di luar minyak dan gas bumi; 14,4% untuk sektor minyak bumi; dan 35,7% untuk sektor LNG. Di samping penghematan dalam pengeluaran untuk jasa-jasa non faktor seperti pengangkutan dan perjalanan ke luar negeri, juga peningkatan dalam penerimaan devisa telah menyebabkan bahwa laju pertumbuhan pengeluaran netto untuk jasa-jasa sek-tor di luar minyak dan gas bumi dapat ditekan dari rata-rata 28,5% selama periode Repelita II menjadi 11,1% dalam masa Re-pelita III. Di antaranya penghasilan devisa dari sektor pari-wisata menunjukkan peningkatan dari US $ 162 juta pada tahun 1978/79 menjadi US $ 417 juta pada tahun 1983/84, suatu kena-ikan sebesar rata-rata 20.8% per tahun.

V/35

Page 37: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

Meningkatnya nilai ekspor sebesar rata-rata 42,0% selama periode 1979/80-1980/81, terutama karena laju pertumbuhan ekspor minyak bumi dan LNG, telah mengakibatkan bahwa tran-saksi berjalan untuk pertama kalinya mengalami surplus sebe-sar US $ 2.198 juta dalam tahun 1979/80 dan US $ 2.131 juta dalam tahun 1980/81. Pada tahun berikutnya transaksi berjalan kembali berada dalam keadaan defisit, sedangkan dalam tahun 1982/83 defisit tersebut melonjak naik menjadi US $ 7.039 ju-ta sebagai akibat merosotnya baik nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi maupun nilai ekspor minyak bumi sebesar masing-masing 5,8% dan 25,5% pada tahun bersangkutan. Walaupun dalam tahun 1983/84 nilai ekspor minyak bumi masih terus menurun, nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi pulih kembali menca-pai tingkat US $ 5.367 juta. Dengan juga menurunnya impor se-cara drastis, defisit transaksi berjalan pada tahun terakhir Repelita III berhasil diperkecil menjadi US $ 4.151 juta. Se-lama masa Repelita III laju kenaikan defisit transaksi berja-lan sektor di luar minyak dan gas bumi berhasil diturunkan menjadi rata-rata 17,4% per tahun, sedangkan ekspor minyak bumi dan gas alam cair atas dasar netto masing-masing meng-alami kenaikan sebesar rata-rata 9,7% dan 43,2% setiap tahun-nya. Meningkatnya nilai ekspor minyak dan gas bumi selama ti-ga tahun pertama periode Repelita III telah menaikkan pula peranannya dalam komposisi ekspor sehingga mencapai 81,9% pa-da tahun 1981/82. Setelah itu peranannya berkurang menjadi 72,9% dalam tahun 1983/84, sedangkan peranan ekspor di luar minyak dan gas bumi naik menjadi 27,1%. Peranan ekspor hasil-hasil pertanian dalam nilai ekspor di luar minyak dan gas bu-mi berkurang dari 79,6% pada tahun terakhir Repelita II men-jadi 51,7% pada tahun terakhir Repelita III. Sebaliknya pe-ranan ekspor hasil-hasil tambang dan hasil-hasil industri me-ningkat dari masing-masing 11,0% dan 9,4% menjadi 11,8% dan 36,5% dalam periode yang sama.

Pinjaman Pemerintah selama masa Repelita III mengalami kenaikan sebesar rata-rata 21,3% per tahun, di antaranya ban-tuan proyek bersyarat lunak naik sebesar 8,2%; pinjaman untuk proyek lainnya meningkat dengan 22,9%; dan pinjaman tunai na-ik sebesar 58,6%. Pinjaman untuk proyek bersyarat setengah lunak dan komersial dalam tahun 1981/82 meningkat sebesar 46,3% mencapai jumlah US $ 1.450 juta, sedangkan pinjaman bersyarat lunak mengalami penurunan. Begitu pula terjadi pe-ningkatan yang pesat dalam penggunaan pinjaman tunai, yaitu sebesar 487,0% dalam tahun 1981/82 dan 85,5% dalam tahun 1982/83 mencapai US $ 1.590 juta. Peningkatan pinjaman terse-but selama tahun 1981/82 dan 1982/83 berkaitan erat dengan memburuknya posisi neraca pembayaran dalam periode bersangkut-

V/36

Page 38: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

an. Pemasukan modal lain atas dasar netto dalam masa Repelita III menunjukkan kenaikan sebesar rata-rata 24,9% per tahun. Penanaman modal asing naik dari US $ 410 juta pada tahun ter-akhir Repelita II menjadi US $ 599 juta dalam tahun 1982/83, dan kemudian menurun sebesar 25,0% sehingga mencapai jumlah US $ 449 juta dalam tahun 1983/84. Perkembangan yang tidak menguntungkan ini mempunyai kaitan dengan berbagai kegoncang-an di pasar uang dan modal internasional dengan kecenderungan terus menaiknya suku bunga. Pinjaman yang dilakukan oleh ba-dan usaha milik negara mengalami peningkatan sebesar 160,2% dalam tahun 1981/82 dan 29,5% dalam tahun 1982/83 menjadi berturut-turut US $ 999 juta dan US $ 1.294 juta. Kenaikan dalam dua tahun tersebut terutama disebabkan oleh pinjaman yang digunakan untuk perluasan kapasitas kilang gas alam cair di Badak dan Arun. Dengan penyelesaian pembangunan kapasitas tersebut dan sebagai akibat juga dari tidak diadakannya pin-jaman baru oleh perusahaan-perusahaan negara lainnya, pinjam-an lain dalam tahun 1983/84 berada pada tingkat US $ 337 ju-ta. Pelunasan pokok pinjaman Pemerintah mengalami peningkatan dari US $ 632 juta dalam tahun 1978/79 menjadi US $ 1.010 ju-ta dalam tahun 1983/84 atau sebesar rata-rata 9,8% setiap tahunnya.

Nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi yang naik dengan pesat dalam tahun 1979/80 serta laju pertumbuhan yang tinggi dari nilai ekspor minyak bumi dan LNG, merupakan faktor penyebab utama kenaikan dalam cadangan devisa sebesar US $ 4.426 juta dalam periode 1979/80-1980-81. Defisit transaksi berjalan yang mulai memburuk dalam tahun 1981/82 dan kemudian mencapai tingkat US $ 7.039 juta dalam tahun 1982/83 telah mengakibatkan merosotnya cadangan devisa sebesar US $ 4.268 juta dalam periode bersangkutan. Dalam tahun 1983/84 neraca pembayaran dapat terkendali kembali, sehingga cadangan devisa bertambah dengan US $ 2.070 juta dan mencapai U S$ 5.144 juta pada tahun terakhir Repelita III. Dengan tingkat impor di luar sektor minyak dan gas bumi sebesar US $ 14.346 juta (c. & f.), cadangan tersebut cukup untuk membiayai impor selama rata-rata 4,3 bulan.

Dalam tahun 1984/85 nilai ekspor secara keseluruhan hanya mengalami kenaikan sebesar 0,4%, dari US$ 19.816 juta dalam tahun 1983/84 menjadi US $ 19.901 juta. Pada tahun pertama Repelita IV. Nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi menunjukkan peningkatan dari US $ 5.367 juta menjadi US $ 5.907 juta atau sebesar 10,1% di tengah-tengah kegiatan perekonomian dunia yang belum menentu dan pasaran komoditi internasional yang masih lemah. Nilai ekspor minyak bumi masih terus mengalami penurunan sebesar 11,8% dari US $ 12.050 juta menjadi

V/37

Page 39: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

US $ 10.625 juta baik akibat penurunan volume maupun karena kemunduran harga ekspor minyak bumi. Menurunnya volume ekspor disebabkan oleh pengurangan kuota produksi sebesar 111,0 ribu barrel menjadi 1,189 juta barel per hari sejak bulan Nopember 1984, sedangkan harga mengalami penurunan sebesar rata-rata 1,2% akibat diturunkannya harga ekspor patokan (Minas) sejak 1 Pebruari 1985 dari US $ 29,53 menjadi US $ 28,53 per bar-rel. Sementara itu, nilai ekspor gas alam cair berkembang de-ngan pesat sebesar 40,4% menjadi US $ 3.369 juta dibandingkan dengan US $ 2.399 juta pada tahun 1983/84. Perkembangan ini terjadi karena volume ekspor mengalami kenaikan sebesar 41,6% dari 549,4 juta MMBTU menjadi 777,8 juta MMBTU, meskipun har-ga menurun mencapai US $ 4,33 per MMBTU dibandingkan dengan US $ 4,37 per MMBTU pada tahun sebelumnya.

Nilai impor (f.o.b.) untuk pertama kalinya mengalami pe-nurunan sebesar 11,15% dalam tahun 1983/84 dan terus menurun dari US $ 16.304 juta menjadi US $ 14.427 juta dalam tahun 1984/85, atau penurunan sebesar 11,5%. Nilai impor sektor di luar minyak dan gas bumi, sektor minyak bumi, dan sektor LNG dalam tahun 1984/85 masing-masing berkurang dari US $ 12.815 juta; US $ 3.273 juta dan US $ 216 juta pada tahun 1983/84 menjadi US $ 11.630 juta; US $ 2.605 juta dan US $ 192 juta atau sebesar 9,2%; 20,4% dan 11,1%. Menurunnya nilai impor di luar sektor minyak dan gas bumi disebabkan oleh dampak lanjutan dari rangkaian kebijaksanaan yang ditempuh sejak ta-hun 1983 bertalian dengan penghematan penggunaan devisa dan pengendalian impor.

Pengeluaran devisa netto untuk jasa-jasa dalam tahun 1984/85 menunjukkan penurunan sebesar 2,9%, hal mana disebab-kan karena jasa-jasa sektor di luar minyak dan gas bumi dan sektor minyak bumi masing-masing mengalami penurunan sebesar 0,3% dan 21,2%, sedangkan pengeluaran untuk jasa-jasa sektor LNG meningkat dengan 45,7%. Pada tahun pertama Repelita IV pengeluaran netto untuk jasa-jasa di luar sektor minyak dan gas bumi berjumlah US $ 4.061 juta dengan komponen utama biaya pengangkutan, pembayaran bunga atas pinjaman Pemerintah dan perusahaan-perusahaan negara serta transfer keuntungan perusahaan-perusahaan asing. Pengeluaran untuk biaya pengang-kutan mengalami penurunan sebesar 15,7% searah dengan menurun-nya impor, sedangkan pembayaran bunga atas pinjaman meningkat sebesar 29,5%. Di samping itu, penghasilan devisa dari sektor pariwisata menunjukkan kenaikan sebesar 14,6% dibandingkan dengan tahun 1983/84. Pengeluaran devisa untuk jasa-jasa sek-tor minyak bumi dan LNG dalam tahun 1984/85 masing-masing ber-jumlah US $ 2.175 juta dan US $ 1.206 juta. Perkembangan ja-

V/38

Page 40: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

sa-jasa tersebut sejalan dengan menurunnya produksi minyak bumi dan meningkatnya produksi dan ekspor LNG.

Nilai ekspor yang mengalami kenaikan sebesar 0,4% diser-tai dengan penurunan impor sebesar 11,5% dan penurunan dalam pengeluaran devisa netto untuk jasa-jasa sebesar 2,9% telah mengakibatkan bahwa defisit transaksi berjalan dalam tahun 1984/85 dapat diperkecil dengan 46,7% dari US $ 4.151 juta pada tahun 1983/84 menjadi US $ 1.968 juta. Sektor di luar minyak dan gas bumi mengalami defisit pada transaksi berjalan sebesar US $ 9.784 juta yang berarti penurunan sebesar 15,1% dari US $ 11.522 juta pada tahun 1983/84. Sebaliknya, nilai ekspor minyak bumi atas dasar netto menurun dari US $ 6.016 juta tahun sebelumnya menjadi US $ 5.845 juta dalam tahun 1984/85 atau sebesar 2,8%. Nilai ekspor LNG atas dasar netto mengalami peningkatan sebesar 45,5%, mencapai US $ 1.971 ju-ta. Dengan meningkatnya nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi, maka peranannya dalam komposisi ekspor mengalami kenai-kan dari 27,1% pada tahun 1983/84 menjadi 29,7% dalam tahun 1984/85. Begitu pula peranan LNG naik dari 12,1% menjadi 16,9%, sedangkan dalam periode yang sama peranan minyak bumi dalam komposisi ekspor semakin menurun dari 60,8% menjadi 53,4%. Selanjutnya, perubahan dalam komposisi ekspor di luar minyak dan gas bumi juga terus berlangsung. Dalam tahun 1984/85 peranan ekspor hasil-hasil pertanian menurun dari 51,7% pada tahun 1983/84 menjadi 46,8%, sedangkan peranan ekspor hasil-hasil tambang dan hasil-hasil industri bertambah dari masing-masing 11,8% dan 36,5% menjadi 12,1% dan 41,1% dalam periode yang sama.

Realisasi pinjaman Pemerintah dalam tahun 1984/85 meng-alami penurunan yang tajam sebesar US $ 2.274 juta atau 39,3% mencapai US $ 3.519 juta dibandingkan dengan US $ 5.793 juta pada tahun 1983/84. Jenis pinjaman yang mengalami penurunan yang paling besar adalah pinjaman bersyarat setengah lunak atau komersial untuk proyek dan pinjaman tunai yang masing-masing berkurang dari US $ 2.352 juta dan US $ 1.718 juta pa-da tahun 1983/84 menjadi US $ 1.795 juta dan US $ 201 juta, yaitu sebesar 23,7% dan 88,3%. Pinjaman bersyarat lunak beru-pa bantuan program dan bantuan proyek menurun dengan 10,3% dari US $ 1.639 juta menjadi US $ 1.471 juta. Berkurangnya pinjaman Pemerintah terutama disebabkan karena kebijaksanaan untuk mengendalikan pinjaman luar negeri secara lebih inten-sif, khususnya yang persyaratannya tidak lunak, guna menjaga perkembangan neraca pembayaran yang mantap. Berdasarkan jad-wa1 pembayaran angsuran, pelunasan pokok pinjaman Pemerintah dalam tahun 1984/85 mencapai US $ 1.292 juta atau kenaikan

V/39

Page 41: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

sebesar 27,9% dibandingkan dengan US $ 1.010 juta pada tahun 1983/84. Dari jumlah tersebut US $ 32 juta merupakan pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan sebelum Juli 1966 sedang se-lebihnya sebesar US $ 1.260 juta adalah pembayaran angsuran atas hutang-hutang setelah Juli 1966.

Transaksi-transaksi modal lainnya secara keseluruhan me-nunjukkan pemasukan netto sebesar US $ 499 juta dalam tahun 1984/85, suatu penurunan sebesar 58,1% dibandingkan dengan US $ 1.191 juta tahun sebelumnya. Penanaman modal asing me-ngalami peningkatan yang cukup besar yaitu 10,5% dibandingkan dengan penurunan sebesar 25,0% yang terjadi dalam tahun 1983/ 84, sehingga mencapai US $ 496 juta. Mendekati penyelesaian proyek-proyek yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, pin-jaman yang dilakukan oleh Badan-badan Usaha Milik Negara se-perti Pertamina dan Garuda mengalami penurunan dari US $ 377 juta menjadi US $ 34 juta. Sebaliknya, pelunasan angsuran atas pinjaman-pinjaman yang ditarik pada waktu yang lampau menunjukkan kenaikan sebesar 70,0% dari US $ 260 juta pada ta- hun 1983/84 menjadi US $ 442 juta dalam tahun 1984/85. Tran- saksi modal lainnya sebesar US $ 662 juta (netto) terutama berupa arus modal jangka pendek di sektor swasta.

Defisit transaksi berjalan sebesar US $ 1.968 juta; pema-sukan modal netto berupa pinjaman Pemerintah dan modal sektor di luar Pemerintah diperhitungkan dengan pelunasan pinjaman sebesar US $ 2.726 juta; serta transaksi-transaksi yang tidak tercatat sejumlah minus US $ 91 juta, telah menyebabkan pe-ningkatan cadangan devisa sebesar US $ 667 juta. Dengan demi-kian dapatlah dikatakan bahwa perkembangan neraca pembayaran dalam tahun pertama Repelita IV cukup terkendali, sehingga tingkat cadangan devisa resmi pada akhir tahun 1984/85 men-capai jumlah US $ 5.811. Jumlah tersebut adalah cukup untuk membiayai impor (c. & f.) di luar sektor minyak dan gas bumi untuk rata-rata 5,4 bulan, salah satu indikator kestabilan posisi neraca pembayaran.

EKSPOR

Sejak tahun 1969/70, nilai ekspor secara keseluruhan se-nantiasa mengalami kenaikan setiap tahunnya, kecuali dalam tahun 1982/83, dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 31,1% selama Repelita I; 25,7% selama Repelita II; dan 11,8% selama Repelita III. Dalam tahun 1984/85 nilai ekspor keselu-ruhan hanya menunjukkan kenaikan sebesar 0,4% akibat terus menurunnya nilai ekspor minyak bumi (lihat Tabel V-2 Serta Grafik V-1).

V/40

Page 42: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

Laju pertumbuhan nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi mencapai rata-rata 25,9% per tahun selama periode Repelita I, untuk kemudian menurun menjadi berturut-turut 15,9% dan 6,2% selama Repelita II dan Repelita III. Pada tahun pertama Repe-lita IV nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi meningkat sebesar 10,1%. Selama 16 tahun sejak dimulainya Repelita I, nilai ekspor tersebut mengalami pelonjakan dalam tahun 1973/ 74 sebesar 95,6% menjadi US $ 1.708 juta dan dalam tahun 1979/80 sebesar 55,1% menjadi US $ 6.171 juta yang sekaligus merupakan tingkat ekspor tertinggi yang hingga kini pernah tercapai. Sebaliknya nilai ekspor menurun dengan 7,9% dalam tahun 1975/76 dan sebesar berturut-turut 9,5% dan 25,4% dalam tahun 1980/81 dan 1981/82 (lihat Tabel V-3). Fluktuasi yang terjadi dalam perkembangan ekspor di luar minyak dan gas bumi menunjukkan terdapatnya kaitan yang erat dengan gelombang per-ekonomian dunia. Pasaran komoditi primer dunia, di luar mi-nyak bumi, ditandai oleh peningkatan harga sebesar berturut-turut 53,2% dan 28,0% dalam periode 1973-1974 bersamaan de-ngan krisis energi dan bahan baku. Resesi di negara-negara industri yang berlangsung selama tahun 1974 dan 1975 serta resesi dunia yang lebih parah selama tahun-tahun 1981-1982 telah menimbulkan kemerosotan harga yang sangat besar dalam tahun-tahun 1975, 1981 dan 1982. Di samping itu juga terjadi kelesuan pasaran komoditi primer dalam tahun 1978. Begitu pu-la terjadi gejolak-gejolak dalam pasaran minyak bumi interna-sional dengan melonjaknya harga sebesar masing-masing 40,0%, 225,8%, 46,4% dan 63,0% dalam tahun 1973, 1974, 1979 dan 1980 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Mulai tahun 1982 harga minyak internasional terus mengalami kemunduran, dengan laju penurunan yang paling besar selama tahun 1983, yaitu sebesar 12,3%.

Untuk menghadapi dampak gejolak-gejolak perekonomian du-nia pada perkembangan ekspor di luar minyak dan gas bumi, Pe-merintah telah mengambil berbagai langkah yang tertuang dalam kebijaksanaan “Paket 1 April 1976”; “Kebijaksanaan 15 Nopem-ber 1978”; “Kebijaksanaan Ekspor Januari 1982” serta devalua-si Rupiah dalam bulan Maret 1983.

Searah dengan perkembangan harga minyak bumi di pasaran dunia, nilai ekspor minyak bumi dari tahun 1968 sampai dengan tahun 1981/82 terus mengalami peningkatan dengan laju kenaik-an yang paling besar pada tahun 1973/74, 1974/75, 1979/80 dan 1980/81, yaitu sebesar masing-masing 77,0%; 201,7%; 60,3%; dan 38,1% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Mulai tahun 1982/83 nilai ekspor minyak bumi mengalami penurunan yang berlangsung hingga kini, dengan kemerosotan sebesar 25,5% pa-

V/41

Page 43: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

da tahun 1982/83. Masa meningkatnya nilai ekspor minyak bumi juga berarti semakin besarnya peranan minyak bumi yang menun-jukkan kenaikan dari 34,7% dalam tahun 1968 menjadi 71,7% da-ri nilai ekspor keseluruhan dalam tahun 1981/82. Bila diper-hitungkan dengan ekspor gas alam cair, yang mulai dilakukan dalam tahun 1977/78, maka peranan ekspor minyak dan gas bumi pada tahun 1981/82 mencapai 81,9%. Dengan mulai menurunnya nilai ekspor minyak bumi peranan minyak dan gas bumi dalam komposisi ekspor menurun menjadi berturut-turut 79,0%, 72,9% dan 70,3% dalam tahun 1982/83, 1983/84 dan 1984/85.

Ekspor kayu pada tahun 1984/85 mencapai nilai US $ 1.165,1 juta dengan volume sebesar 5.197,0 ribu ton, berarti kenaikan nilai sebesar 0,3% dan penurunan volume sebesar 11,1% dibandingkan dengan tahun 1983/84. Termasuk di dalamnya adalah ekspor kayu lapis yang mengalami kenaikan dalam nilai sebesar 20,0% dari US $ 579,3 juta menjadi US $ 695,7 juta dan peningkatan dalam volume sebesar 31,2% dari 1.603,0 ribu ton menjadi 2.103,0 ribu ton (lihat Tabel V-6 serta Grafik V-3). Peningkatan volume ekspor yang jauh melebihi kenaikan nilai disebabkan karena harga kayu lapis di pasaran interna-sional sejak September 1982 masih terus menunjukkan trend me-nurun sehingga kemerosotan harga sebesar 7,6% dalam tahun 1983/84 disusul dengan penurunan lagi sebesar 2,5% dalam ta-hun 1984/85, sedang bila triwulan terakhir 1984/85 dibanding-kan dengan triwulan terakhir 1983/84 maka terlihat kemerosot-an sebesar 7,1% (lihat Tabel V-7 serta Grafik V-4). Walaupun ekspor kayu lapis mengalami berbagai hambatan yang diberlaku-kan di negara tujuan utama yaitu Amerika Serikat dan Jepang, pemasarannya ke beberapa negara di Eropa, Asia, Timur Tengah dan Amerika Serikat semakin ditingkatkan. Dengan meningkatnya perkembangan ekspor kayu lapis, maka pada tahun 1984/85 59,7% dari penghasilan devisa dari kayu bersumber pada kayu lapis.

Sejak tahun 1972/73 kayu merupakan penghasil devisa ter-besar dalam kelompok komoditi ekspor di luar minyak dan gas bumi. Kecuali pada periode 1974/75 - 1975/76 dan 1980/81 - 1982/83, perkembangan nilai ekspornya terus menunjukkan pe-ningkatan yaitu dari US $ 22,6 juta pada tahun 1968 menjadi US $ 720,4 juta pada tahun 1973/74, dan kemudian mencapai tingkat puncaknya sebesar US $ 2.173,7 juta pada tahun 1979/ 80. Hal ini berarti suatu peningkatan sebesar rata-rata 93,4% per tahun selama periode Repelita I, dan kemudian berturut-turut sebesar 9,5% dan 0,5% per tahun dalam masa Repelita II dan Repelita III. Bersamaan dengan itu, volume ekspor kayu sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1973/74 juga menunjukkan kenaikan setiap tahunnya. Namun akibat resesi yang melanda

V/42

Page 44: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

T A B E L V – 6

V O L U M E D A N N I L A I B E B E R A P A B A R A N G E K S P O R D I L U A R M I N Y A K D A N G A S B U M I , 1 )1 9 6 8 – 1 9 8 4 / 8 5

(Volume dalam ribu ton dan Nilai dalam juta US dollar)

1) Nomor dalam kurung adalah urutan besarnyaNilai eksport pada tahun berikutnya

2) Angka-angka diperbaiki3) Angka sementara4) Termasuk hasil lainnya5) Perubahan rata-rata pertahun

V/43

Page 45: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

GRAFIK V - 3VOLUME DAN NILAI BEBERAPA BARANG EKSPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI, 1968 -

1984/85 (Volume dalam ribu ton dan Nilai dalam juta US Dollar)

V/44

Page 46: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

(Lanjutan Grafik V - 3)

V/45

Page 47: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

(Lanjutan Grafik V - 3)

V/46

Page 48: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

(Lanjutan Grafik V - 3)

V/47

Page 49: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

(Lanjutan Grafik V - 3)

V/48

Page 50: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 7HARGA BEBERAPA JENIS BARANG EKSPOR,1)

1968- 1984/85

1) Harga rata-rata, kecuali harga kayu dan the (akhir bulan)2) Karet RSS III New York dalam US $ sen/lb3) Kopi Robusta ex Palembang, New York dalam US $ sen/lb4) Minyak Sawit ex Sumatera, London dalam US $ sen/lb5) Lada hitam ex Lampung, New York dalam US $ sen/lb6) Timah putih, London dalam £/long ton7) Kayu. US Lumber, Tokyo dalam 1.000 ¥/meter kubik8) Plywood, Tokyo dalam ¥/lbr9) Tea Plain, London dalam £/kg10) Perubahan rata-rata per tahun

V/49

Page 51: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

GRAFIK V - 4HARGA BEBERAPA JENIS BARANG EKSPOR

1968 - 1984/85

V/50

Page 52: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

(Lanjutan Grafik V - 4)

V/51

Page 53: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

(Lanjutan Grafik V - 4)

V/52

Page 54: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

(Lanjutan Grafik V - 4)

V/53

Page 55: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

perekonomian dunia volume ekspor mengalami penurunan pada ta-hun 1974/75. dan 1975/76, setelah itu kembali meningkat hingga menjadi 16.309,0 ribu ton pada tahun 1979/80. Sebagai akibat kebijaksanaan Pemerintah untuk membatasi ekspor kayu bulat dalam rangka menunjang perkembangan industri kayu di dalam negeri dan agar ekspor kayu lebih banyak dalam bentuk kayu gergajian dan kayu lapis, maka volume ekspor kayu mengalami penurunan yang tajam sejak tahun 1980/81 sampai dengan tahun 1982/83. Dengan demikian volume ekspor kayu yang mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,5% per tahun selama periode 1973/74 - 1978/79, mengalami penurunan sebesar 18,3% per ta-hun dalam periode 1978/79 - 1983/84, hingga akhirnya mencapai 5.197,0 ribu ton pada tahun 1984/85.

Dalam tahun pertama Repelita IV, nilai dan volume eks-por karet mencapai US $ 854,4 juta dan 1.039,8 ribu ton, suatu penurunan masing-masing sebesar 13,1% dan 9,3% diban-dingkan dengan tahun terakhir Repelita III. Penurunan ini terutama karena merosotnya harga karet di pasaran internasio-nal yang mencapai harga rata-rata sebesar US $ 0,45/lb pada tahun 1984/85 dibandingkan dengan US $ 0,57/lb pada tahun 1983/84. Jika dibandingkan dengan tahun 1982/83, nilai dan volume ekspor karet pada tahun 1984/85 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 36,7% dan 16,4%. Sampai dengan tahun 1971/72 karet merupakan penyumbang devisa terbesar dalam kelompok ekspor di luar minyak dan gas bumi; namun sejak ta-hun 1972/73, kecuali tahun 1977/78, karet merupakan penyum-bang kedua terbesar setelah kayu. Nilai ekspor yang tertinggi dicapai pada tahun 1979/80 sebesar US $ 1.100,9 juta dan vo-lume sebesar 1.014,5 ribu ton, suatu peningkatan masing-ma-sing sebesar 40,9% dan 9,3% dibandingkan dengan tahun sebe-lumnya. Tingginya nilai ekspor pada tahun tersebut. disebabkan karena kenaikan harga karet di pasaran internasional sebesar 20,5% dibarengi dengan berhasilnya usaha perbaikan mutu karet ekspor Indonesia. Setelah itu ekspor karet terus merosot hingga mencapai US $ 614,6 juta dan volume sebesar 877,4 ribu ton pada tahun 1982/83. Kemerosotan tersebut akibat lesunya perekonomian dunia yang mengakibatkan melemahnya pasaran dan turunnya harga karet di pasaran internasional. Sejalan dengan menguatnya pasaran, karet dunia, baik nilai maupun volume eks-por, karet dalam tahun 1983/84 kembali meningkat masing-masing menjadi US $ 983,5 juta dan 1.146,6 ribu ton, suatu pening-katan masing-masing sebesar 60,0% dan 30,7% dibandingkan de-ngan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, nilai ekspor karet telah mengalami kenaikan sebesar rata-rata 17,9% per tahun dalam periode 1968 - 1973/74, kemudian 10,0% dan 4,7% per ta-hun masing-masing dalam periode 1973/74 - 1978/79 dan periode

V/54

Page 56: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

1978/79-1983/84, setelah itu mengalami penurunan sebesar 13,1% dalam periode 1983/84-1984/85. Sementara itu, volume ekspor karet telah Pula meningkat dengan rata-rata 0,6% dan 4,3% masing-masing dalam periode 1973/74-1978/79 dan 1978/79- 1983/84, kemudian akhirnya menurun sebesar 9,3% dalam periode 1983/84-1984/85.

Pada tahun 1984/85, baik nilai dan volume ekspor kopi mengalami kenaikan masing-masing sebesar 12,2% dan 3,2% di-bandingkan dengan tahun sebelumnya, atau mencapai US $ 567,4 juta dan 306,7 ribu ton. Peningkatan ekspor kopi dalam tiga tahun terakhir ini selain disebabkan oleh meningkatnya harga kopi di pasaran internasional juga karena keberhasilan usaha untuk meningkatkan ekspor kopi ke negara-negara non-kuota. Perkembangan nilai ekspor kopi selama periode Repelita I sa-ngat berfluktuasi, namun secara rata-rata tetap meningkat de-ngan 8,5% per tahun. Dalam Repelita II, nilai maupun volume ekspor kopi terus menunjukkan kenaikan masing-masing sebesar rata-rata 45,1% dan 19,3% per tahun. Peningkatan ini terutama disebabkan karena meningkatnya harga kopi di pasaran interna-sional sebesar 22,0%, akibat terganggunya produksi kopi di Brasil sebagai negara produsen utama. Selama Repelita III, kecuali dalam tahun 1981/82, ekspor kopi selalu merupakan penghasil devisa dengan urutan ketiga dalam kelompok ekspor di luar minyak dan gas alam cair. Seperti halnya kayu dan ka-ret, nilai ekspor kopi yang tertinggi dicapai pada tahun 1979/80, yaitu sebesar US $ 714,7 juta dengan volume sebesar 238,1 ribu ton, suatu peningkatan masing-masing sebesar 40,6% dan 2,8% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Akibat melim-pahnya penawaran kopi di pasaran dunia sehingga harga menu-run, maka Organisasi Kopi Internasional sejak bulan Oktober 1980 memberlakukan kembali sistem kuota. Pengaruhnya tampak pada perkembangan ekspor kopi Indonesia yang pada tahun 1980/ 81 menunjukkan penurunan baik nilai maupun volume masing-ma-sing dengan 17,7% dan 2,6%, dan pada tahun 1981/82 terus me-nurun dengan 41,7% dan 5,4%.

Ekspor hasil kerajinan tangan yang termasuk di dalamnya tekstil dan pakaian jadi menunjukkan perkembangan yang meng-gembirakan, baik selama Repelita III maupun pada tahun pertama Repelita IV. Nilai dan volume ekspornya masing-masing mencapai US $ 529,0 juta dan 109,1 ribu ton pada tahun 1984/85, suatu kenaikan masing-masing sebesar 45,1% dan 25,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan yang baik ini menyebabkan ekspor kerajinan tangan sejak tahun 1983/84 menduduki urutan keempat di antara hasil-hasil ekspor di luar minyak dan gas bumi dibandingkan dengan urutan ketujuh yang

V/55

Page 57: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

dicapai pada tahun 1981/82, dan urutan kelima belas dalam ta-hun terakhir Repelita II. Peningkatan yang relatif cepat ini terutama karena terjadinya peningkatan yang tinggi dari eks-por tekstil dan pakaian jadi. Dalam tahun 1984/85 nilai eks-por tekstil dan pakaian jadi mencapai US $ 414,0 juta, suatu peningkatan sebesar 42,7% dibandingkan dengan US $ 290,1 juta pada tahun sebelumnya. Kenaikan yang cukup mengesankan da- ri nilai ekspor tekstil ini terutama berkat usaha Pemerintah da-lam usaha untuk meningkatkan kuota ekspor pakaian jadi ke ne-gara-negara Masyarakat Ekonomi Eropa, Amerika Serikat dan Kanada.

Nilai ekspor hasil tambang di luar timah sejak awal Repelita I, kecuali pada tahun 1975/76, periode 1977/78 – 1978/79 dan 1981/82 – 1982/83, terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya sampai dengan tahun 1983/84. Nilai ekspor pa-da tahun 1984/85 menurun menjadi US $ 312,0 juta, berarti 4,4% lebih rendah dari yang dicapai pada tahun 1983/84 sebe-sar US $ 326,5 juta. Menurunnya nilai ekspor pada tahun 1984/ 85 terutama akibat kemunduran dalam ekspor nikel pekatan dari US $ 148,5 juta dalam tahun 1983/84 menjadi US $ 104,9 juta atau sebesar 29,4%. Sebaliknya nilai ekspor tembaga meningkat sebesar 50,3% dari US $ 87,8 juta dalam tahun 1983/84 menjadi US $ 132,0 juta pada tahun pertama Repelita IV.

Dalam Repelita I, ekspor timah terus mengalami pening-katan setiap tahunnya. Jika nilai ekspor pada tahun 1968 baru mencapai US $ 49,0 juta, maka pada tahun 1973/74 telah menca-pai US $ 97,9 juta atau kenaikan sebesar 14,1% per tahun. De-mikian pula dalam Repelita II kecuali pada tahun 1975/76, ni-lai ekspor terus menunjukkan peningkatan hingga mencapai US $ 323,8 juta, dengan volume sebesar 25,6 ribu ton pada tahun 1978/79, suatu peningkatan baik dalam nilai maupun volume ma-sing-masing sebesar 27,0% dan 4% per tahun selama periode 1973/74 - 1978/79. Relatif tingginya perkembangan ekspor ti-mah selama Repelita I dan II tersebut terutama karena keber-hasilan usaha rehabilitasi sarana produksi dan adanya pening-katan kegiatan eksplorasi. Bersamaan dengan itu, harga timah di pasaran internasional mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 11,9% per tahun dalam periode 1968 – 1973/74, dan 24,2% per tahun dalam periode 1973/74 - 1978/79. Selama dua tahun pertama Repelita III, nilai dan volume eks-por timah tetap mengalami pertumbuhan yang cepat. Pada tahun 1979/80 volume dan nilai ekspor masing-masing naik dengan 6,6% dan 19,8%, sedang dalam tahun 1980/81 laju kenaikan vo-

V/56

Page 58: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

lume dan nilai ekspor adalah 11,7% dan 16,9%. Akibat merosot-nya harga timah dunia yang disebabkan oleh pelepasan cadangan timah Amerika Serikat disertai dengan penetapan kuota ekspor oleh Dewan Timah Internasional sejak bulan April 1982, nilai ekspor timah pada tahun 1981/82 mengalami penurunan sebesar 3,8%, walaupun volume ekspor tetap naik sebesar 2,0%. Peng-aruh pelepasan cadangan tersebut terus berlanjut, sehingga untuk tiga tahun berturut-turut, baik volume maupun nilai ekspor timah terus mengalami penurunan. Pada tahun 1984/85 nilai dan volume ekspor timah hanya mencapai US $ 251,5 juta dan 21,5 ribu ton, suatu penurunan masing-masing sebesar 18,6% dan 11,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai ekspor yang dicapai pada tahun 1984/85 adalah yang terendah sejak tahun 1977/78 dan volume ekspor pada tahun tersebut merupakan yang terendah sejak tahun 1976/77. Penurunan tersebut teruta-ma disebabkan karena tidak tercapainya kuota ekspor timah In-donesia sekitar 22,1 ribu ton. Di samping itu ancaman pele-pasan cadangan timah strategis oleh Amerika Serikat sekitar 3 ribu ton per tahun terus membayangi pasaran timah dunia.

Ekspor udang, ikan dan hasil hewan lainnya telah me-nunjukkan perkembangan yang cukup baik sejak awal Repelita I. Pada tahun 1968 nilai ekspor baru mencapai US $ 3,3 juta, ke-mudian terus meningkat menjadi US $ 90,3 juta pada tahun 1973/74, dengan volume sebesar 84,7 ribu ton. Hal ini berarti suatu pertumbuhan sebesar rata-rata 87,8% per tahun dalam ni-lai ekspor selama periode 1968 - 1973/74. Kenaikan yang cukup pesat tersebut terutama disebabkan karena banyak digunakannya alat penangkap hasil perikanan yang dikenal dengan pukat ha-rimau. Dengan semakin meningkatnya ekspor udang yang merupa-kan bagian terbesar dari ekspor golongan produk ini, nilai ekspor telah meningkat menjadi US $ 214,1 juta pada tahun 1978/79, sementara volumenya justru mengalami penurunan yaitu menjadi 84,0 ribu ton. Dengan demikian selama periode 1973/74 - 1978/79, nilai ekspor mengalami kenaikan sebesar rata-rata 18,8% per tahun, sedangkan volume ekspor menurun dengan 0,2% per tahun. Ekspor udang, ikan dan hasil-hasil hewan lainnya dalam tahun 1979/80 mencapai nilai US $ 254,7 juta, namun ke-mudian menurun sebesar berturut-turut 11,9% dan 5,0% dalam tahun 1980/81 dan 1981/82 menjadi US $ 213,2 juta. Penurunan dalam nilai maupun volume yang terjadi dalam periode tersebut merupakan salah satu akibat dari kebijaksanaan yang melarang penggunaan jaringan trawl sejak akhir tahun 1980. Selama dua tahun terakhir Repelita III volume dan nilai ekspor udang, ikan dan hasil hewan lainnya kembali meningkat mencapai ma-sing-masing 193,6 ribu ton dan US $ 276,0 juta. Dengan demi-kian, selama periode Repelita III volume ekspor telah mening-

V/57

Page 59: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

kat dengan rata-rata 18,2% per tahun disertai dengan kenaikan dalam nilai sebesar 5,2% setiap tahunnya. Perkembangan yang menguntungkan ini terhenti dalam tahun pertama Repelita IV dengan merosotnya volume ekspor sebesar 54,9% menjadi 87,4 ribu ton dan nilai ekspor sebesar 20,7% menjadi US $ 218,8 juta pada tahun 1984/85. Nilai ekspor udang mengalami kemun-duran dari US $ 206,0 juta menjadi US $ 181,3 juta atau sebe-sar 12,0%; sedang nilai ekspor ikan dan hasil-hasil hewan lainnya menurun dengan 46,4% dari US $ 70,0 juta menjadi US $ 37,5 juta.

Dalam Repelita I hasil devisa yang diperoleh dari ekspor teh relatif tidak banyak meningkat. Jika pada tahun 1968 nilai ekspor mencapai US $ 30,6 juta, maka pada tahun 1973/74 nilai tersebut hanya mencapai US $ 31,2 juta, suatu pening-katan rata-rata sebesar 0,3% per tahun. Dalam Repelita II ekspor teh mengalami peningkatan yang cukup pesat, hingga ni-lai dan volume ekspor masing-masing mencapai US $ 98,0 juta dan 65,2 ribu ton, berarti suatu kenaikan masing-masing sebe-sar 25,7% dan 7,3% per tahun dalam periode 1973/74-1978/79. Perkembangan tersebut tercapai selain karena meningkatnya vo-lume ekspor juga akibat kenaikan harga teh di pasaran inter-nasional. Dalam tiga tahun pertama Repelita III volume ekspor teh terus mengalami kenaikan, sementara nilai ekspornya tam-pak berfluktuasi. Pada tahun 1982/83 volume ekspor mengalami kemunduran karena produksi teh terganggu bencana alam gunung Galunggung dan musim kemarau yang panjang. Volume pada tahun tersebut hanya mencapai 68,0 ribu ton yang berarti menurun sebesar 22,7% bila dibandingkan dengan volume ekspor tahun 1981/82. Sementara itu adanya kenaikan harga telah memungkin-kan nilai ekspor teh pada tahun 1982/83 meningkat dengan 23,6%, yaitu menjadi US $ 116,4 juta. Meningkatnya permintaan dunia, terutama karena India sebagai eksportir teh utama du-nia telah mengurangi volume ekspornya guna memenuhi konsumsi dalam negeri, menyebabkan ekspor teh Indonesia meningkat pada dua tahun berikutnya. Pada tahun 1983/84 volume dan nilai ekspor teh telah mengalami kenaikan sebesar masing-masing 25,0% dan 34,2% yaitu menjadi 85,0 ribu ton dengan nilai US $ 156,2 juta. Sedangkan pada tahun 1984/85 volume dan nilai ekspor mencapai 89,6 ribu ton dan US $ 210,9 juta, suatu pe-ningkatan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar masing-masing 5,4% dan 35,0%. Ber-samaan dengan itu harga teh di pasaran internasional menun-jukkan kenaikan yang cukup tinggi pula yaitu sebesar 80% pada tahun 1983/84, dan 43,8% pada tahun 1984/85.

V/58

Page 60: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

Sebagai komoditi hasil industri, aluminium mempunyai potensi dan prospek ekspor yang cukup baik. Komoditi ini baru memasuki pasaran ekspor pada tahun 1982/83, dengan volume ekspor sebesar 32,0 ribu ton dan nilai ekspor sebesar US $ 48,3 juta. Sejalan dengan meningkatnya produksi, ekspor pada tahun 1983/84 telah mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Vo-lume dan nilai ekspornya pada tahun tersebut telah mencapai jumlah sebesar masing-masing 112,0 ribu ton dan US $ 164,9 juta, atau meningkat dengan 250,0% dan 241,4% bila dibanding-kan dengan tahun sebelumnya. Demikian pula dengan tahun 1984/ 85, volume ekspornya telah meningkat dengan 36,2% mencapai 152,5 ribu ton, sedangkan nilai ekspor naik sebesar 26,4% menjadi US $ 208,4 juta.

Alat-alat listrik mempunyai potensi dan prospek ekspor yang besar pula sebagai komoditi ekspor hasil industri. Pada tahun 1984/85 nilai ekspor mencapai US $ 134,1 juta, atau naik sebesar 4,2% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh keberhasilan mema-suki pasaran di negara-negara yang belum melakukan tindakan proteksi, seperti Timur Tengah, ASEAN dan Afrika. Perkembang-an nilai ekspor dari akhir Repelita I sampai dengan akhir Re-pelita II menunjukkan laju pertumbuhan sebesar rata-rata 10,5% per tahun, yaitu dari US $ 56,5 juta menjadi US $ 93,2 juta. Selama Repelita III, kecuali tahun 1981/82, nilai ekspor te-rus mengalami peningkatan yang cukup tinggi setiap tahunnya, sehingga pada tahun 1983/84 mencapai US $ 128,7 juta. Dengan demikian berarti nilai ekspor alat-alat listrik dari tahun terakhir Repelita II sampai dengan tahun terakhir Repelita III mengalami kenaikan sebesar rata-rata 26,0% per tahun. Ma-salah yang dihadapi dalam ekspor alat-alat listrik ini, se-perti halnya ekspor komoditi industri manufaktur, adalah tin-dakan proteksionistis yang dilakukan oleh negara-negara maju.

Pada akhir Repelita I, volume ekspor tapioka dan bahan makanan lain-nya telah mencapai 1.159,1 ribu ton dengan ni-lai sebesar US $ 56,5 juta. Sejalan dengan meningkatnya pro-duksi, volume ekspor pada akhir Repelita II naik menjadi 1.315,7 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar US $ 93,2 juta. Hal ini berarti suatu kenaikan rata-rata sebesar 2,6% per ta-hun dalam volumenya dan 10,5% per tahun dalam nilainya selama periode 1973/74 - 1978/79. Selama periode 1980/81 - 1982/83, baik volume maupun nilai ekspor tapioka dan bahan makanan lainnya terus mengalami penurunan. Volume dan nilai ekspor pada tahun 1982/83 berjumlah 597,8 ribu ton dengan nilai sebesar US $ 59,1 juta, suatu penurunan masing-masing sebesar

V/59

Page 61: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

38,3% dan 35,3% dibandingkan tahun 1981/82 yang mencapai vo-lume sebesar 969,6 ribu ton, dan nilai sebesar US $ 91,4 ju-ta. Baru pada tahun 1983/84 kembali volume dan nilainya me-nunjukkan peningkatan masing-masing menjadi 1.199,4 ribu ton dan US $ 134,5 juta, atau sebesar 100,6% dan 127,6% diban-dingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 1984/85, volume ekspornya menurun dengan 2,8% yaitu menjadi 1.165,9 ribu ton, sedangkan nilainya juga menurun sebesar 4,4% menjadi US $ 128,6 juta. Perkembangan ekspor tersebut terutama disebab-kan karena sifat produksi kelompok komoditi ini, terutama ta-pioka, yang fluktuatif, di samping konsumsi dalam negeri yang semakin meningkat. Dalam situasi itu pula Indonesia belum pernah memenuhi kuota ekspor tapioka ke MEE yang pada tahun 1982, 1983, 1984 masing-masing ditentukan sebesar 500 ribu ton, 750 ribu ton dan 750 ribu ton. Adapun volume ekspor ta-pioka dalam tahun-tahun 1982/83, 1983/84 dan 1984/85 mencapai jumlah berturut-turut 106,2 ribu ton; 298,7 ribu ton; dan 416,7 ribu ton dengan nilai US $ 9,1 juta; US $ 32,9 juta; dan US $ 31,5 juta.

Ekspor minyak sawit pada tahun 1984/85 merupakan penyumbang devisa pada urutan keduabelas dengan nilai ekspor sebesar US $ 94,6 juta, dan volume sebesar 175,3 ribu ton. Hal ini berarti kenaikan dalam nilai sebesar 2,4% dan penurunan volume dengan 36,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu harga minyak sawit di pasaran dunia justru mengalami kenaikan sebesar 7,8%. Penurunan ini terutama disebabkan karena tingginya kebutuhan konsumsi dalam negeri sehingga jumlah yang tersedia untuk ekspor tetap diawasi oleh Pemerintah. Pada tahun 1968 ekspor minyak sawit mencapai nilai sebesar US $ 54,3 juta, dan merupakan penyumbang devisa pada urutan ketujuh dalam kelompok ekspor di luar minyak dan gas bumi. Nilainya terus mengalami peningkatan hingga menjadi US $ 89,4 juta dengan volume sebesar 277,8 ribu ton pada tahun 1973/74, dan menjadikannya penghasil devisa kelima terbesar. Dengan demikian, dalam periode 1968 - 1973/74 nilai ekspor minyak sawit menunjukkan kenaikan sebesar rata-rata 28,1% per tahun. Selama Repelita II, kecuali pada tahun 1975/76, nilai ekspor terus meningkat hingga mencapai US $ 221,8 juta dengan volume sebesar 414,7 ribu ton pada tahun 1978/79. Dengan demikian berarti selama periode 1973/74 - 1978/79 nilai dan volume ekspor minyak sawit masing-masing telah mengalami kenaikan sebesar 19,9% dan 8,3% per tahun. Dalam Repelita III, perkembangan ekspor minyak sawit mengalami kemerosotan. Nilai dan volume ekspornya, kecuali tahun 1982/83, terus mengalami penurunan hingga mencapai US $ 92,4 juta dengan volume sebe-sar 277,9 juta pada tahun 1983/84. Berarti dalam periode

V/60

Page 62: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

1978/79 - 1983/84 nilai dan volume ekspor minyak sawit telah menurun masing-masing dengan 16,1% dan 7,7% per tahun. Penu-runan tersebut terutama disebabkan semakin meningkatnya kon-sumsi minyak sawit di dalam negeri sehingga Pemerintah menge-luarkan kebijaksanaan pelarangan ekspor guna memenuhi kebu-tuhan dan menjaga kestabilan harga minyak goreng di dalam ne-geri.

Keadaan pasar internasional sangat berpengaruh terhadap prestasi ekspor lada selama ini. Pada tahun 1968 nilai ekspor lada mencapai nilai sebesar US $ 15,8 juta, kemudian meningkat menjadi US $ 30,7 juta pada tahun 1973/74, atau suatu kenaikan sebesar 13,5% per tahun. Dalam kurun waktu tersebut harga lada di pasaran internasional telah Pula me-ningkat dengan 12,2% per tahun. Dalam Repelita II, kecuali pada tahun 1974/75, nilai dan volume ekspornya terus mengala-mi kenaikan, hingga masing-masing menjadi US $ 65,7 juta dan 38,5 ribu ton. Dengan kata lain, dalam periode 1973/74 –1978/79 nilai dan volume ekspor lada mengalami laju pening-katan masing-masing sebesar 16,4% dan 8,8% per tahun. Dalam Repelita III, nilai ekspornya tampak sangat fluktuatif, hing-ga mencapai US $ 57,8 juta pada tahun 1983/84. Sementara itu dalam kurun waktu yang sama, kecuali tahun 1981/82, volumenya mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga mencapai 51,4 ribu ton pada tahun 1983/84. Dengan demikian selama periode 1978/79 - 1983/84, nilai ekspor lada telah mengalami penurun-an sebesar rata-rata 2,5% per tahun, sedangkan volumenya jus-tru naik dengan 5,9% per tahun. Tampaknya menurunnya harga lada di pasaran internasional, yang diakibatkan oleh pening-katan penawaran lada dari Brazil dengan rata-rata 3,5% per tahun dalam periode 1978/79 - 1983/84, merupakan penyebab utama merosotnya nilai ekspor pada kurun waktu tersebut. Pada tahun 1984/8 nilai ekspor lada telah meningkat dengan 13,1% menjadi US $ 65,4 juta. Sementara itu volume ekspor justru menurun dengan 33,1% hingga menjadi 38 ribu ton. Kembali naiknya harga di pasaran internasional yang mencapai 31,0% pada tahun 1984/85 merupakan penyebab utama naiknya penerima-an ekspor lada.

Pada tahun 1984/85, baik nilai maupun volume ekspor tembakau telah mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu masing-masing menjadi US $ 43,6 juta dan 22,6 ribu ton, atau sebesar masing-masing 12,3% dan 19,0% dibandingkan dengan ta-hun sebelumnya. Perkembangan yang cukup meresahkan ini terutama disebabkan karena hasil panen tembakau di dalam negeri yang kurang menguntungkan. Dalam Repelita I, perkembangan nilai ekspor tembakau sangat berfluktuasi. Pada tahun 1968, ni-

V/61

Page 63: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

lai ekspor mencapai US $ 25,3 juta, kemudian turun menjadi US $ 19,6 juta pada tahun 1971/72, dan meningkat lagi menjadi US $ 45,6 juta pada tahun 1973/74 dengan volume sebesar 34,7 ri-bu ton. Hal ini berarti, selama periode 1968 - 1973/74, nilai ekspor tembakau telah naik dengan rata-rata 11,9% per tahun. Dalam Repelita II, kecuali pada tahun 1974/75, nilai ekspor-nya terus meningkat setiap tahun, hingga menjadi US $ 57,5 juta pada tahun 1978/79. Sementara itu, volume ekspor kecuali pada tahun 1977/78, justru mengalami penurunan, hingga menja-di 26,5 ribu ton pada tahun 1978/79. Dengan demikian selama periode 1973/74 - 1978/79 nilai ekspor tembakau telah menga-lami kenaikan sebesar 4,7% per tahun, sedangkan volumenya me-nurun dengan 5,2% per tahun. Selama Repelita III, baik nilai maupun volumenya sangat berfluktuasi, sehingga masing-masing mencapai US $ 49,7 juta dan 27,9 ribu ton pada tahun 1983/84, atau suatu penurunan sebesar 2,9% per tahun dalam nilai dan peningkatan 1,0% dalam volume.

Sebagai komoditi hasil industri, sejak tahun 1977 pu-puk telah memasuki pasaran ekspor. Namun perkembangan ekspor pupuk berkaitan erat dengan perkembangan konsumsi di dalam negeri dan prioritas pada pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. Oleh karenanya perkembangan ekspornya tidak mengikuti suatu pola tertentu. Pada tahun 1978/79, nilai dan volume ekspornya mencapai US $ 42,5 juta dan 325,6 ribu ton. Kemudi-an, baik nilai maupun volume terus mengalami penurunan hingga masing-masing mencapai US $ 10,6 juta dan 41,4 ribu ton dalam tahun 1981/82. Setelah itu ekspor pupuk kembali menunjukkan peningkatan hingga nilai dan volumenya masingmasing mencapai US $ 50,0 juta dan 371,9 ribu ton pada tahun 1983/84. Hal ini berarti, selama periode 1978/79 - 1983/84 nilai dan volume ekspor pupuk telah mengalami rata-rata peningkatan masing-ma-sing sebesar 3,3% dan 2,7% per tahun. Pada tahun 1984/85 baik nilai maupun volumenya kembali mengalami penurunan hingga ma-sing-masing mencapai US $ 30,9 juta dan 208,0 ribu ton, suatu penurunan masing-masing sebesar 38,2% dan 44,1% bila diban-dingkan dengan tahun sebelumnya.

Ekspor bungkil kopra mengalami penurunan yang relatif tajam pada tahun 1984/85, nilai dan volumenya masing-masing mencapai US $ 18,3 juta dan 212,1 ribu ton, atau masing-ma-sing menurun dengan 45,4% dan 38,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan oleh semakin menurunnya produksi kopra pada beberapa tahun terakhir ini, sehingga produksi bungkil kopra turut pula terpengaruh. Dalam Repelita III, nilai ekspor yang tertinggi dicapai pada tahun 1979/80 sebesar US $ 51,9 juta. Kemudian, kecuali tahun

V/62

Page 64: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

1982/83, nilai ekspor terus mengalami penurunan, hingga men-capai US $ 33,5 juta dengan volume sebesar 345,2 ribu ton. Hal ini berarti bahwa dalam periode 1978/79 - 1983/84, nilai ekspor bungkil kopra telah mengalami penurunan sebesar rata- rata 0,4% per tahun, sedangkan volumenya mengalami peningkatan dengan 1,3% per tahun.

Seperti halnya pupuk, perkembangan ekspor semen sangat tergantung kepada kelebihan produksi atas konsumsi dalam ne-geri, dan terpengaruh oleh kebijaksanaan Pemerintah untuk mengutamakan keperluan di dalam negeri. Oleh karena itu eks-por semen menunjukkan fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada ta-hun 1978/79 nilai ekspor mencapai US $ 4,5 juta dengan volume sebesar 99,7 ribu ton. Setelah itu ekspor berfluktuasi, de-ngan nilai ekspor tertinggi pada tahun 1979/80 sebesar US $ 30,1 juta dengan volume sebesar 659,3 ribu ton, dan nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 1982/83 sebesar US $ 9,3 juta dengan volume sebesar 235,2 ribu ton. Pada tahun 1984/85 ekspor semen kembali menunjukkan peningkatan hingga mencapai nilai sebesar US $ 13,7 juta dengan volume sebesar 515,6 ribu ton, suatu peningkatan masing-masing sebesar 68,5% dan 21,2% bila dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut ter-utama karena semakin besarnya kapasitas dan tingkat produksi semen Indonesia, sehingga produksi yang tersedia untuk ekspor turut meningkat pula.

D. IMPOR

Kebijaksanaan impor selama masa Repelita I merupakan ke-lanjutan dari usaha stabilisasi harga dan rehabilitasi kapa-sitas produksi yang telah dirintis sejak tahun 1966 dan di-arahkan untuk menunjang kegiatan dan perluasan kapasitas pro-duksi serta menjaga kemantapan harga-harga di dalam negeri. Arah kebijaksanaan tersebut tercermin dalam berbagai tindakan di bidang penggunaan devisa, tarif bea masuk, perpajakan, dan perkreditan. Dalam periode Repelita I nilai impor (f.o.b.) meningkat dengan amat pesat dari US $ 814 juta pada tahun 1968/69 mencapai US $ 3.074 pada tahun 1973/74 atau sebesar rata-rata 30,4% per tahun. Nilai impor sektor minyak bumi naik dengan rata-rata 40,9% setiap tahunnya, sedangkan nilai di luar sektor minyak dan gas bumi mengalami pertumbuhan dari US $ 731 juta menjadi US $ 2.613 juta atau sebesar 29,0% se-tiap tahunnya (lihat Tabel V-4, Tabel V-5 serta Grafik V-2). Laju pertumbuhan nilai impor di luar sektor minyak bumi yang demikian tingginya disebabkan oleh peningkatan impor barang-barang modal serta bahan-bahan baku dan penolong searah de-

V/63

Page 65: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

ngan kebijaksanaan yang memberikan prioritas pada peningkatan kapasitas produksi bahan-bahan kebutuhan pokok serta rehabi-litasi prasarana. Impor sektor minyak bumi mengalami kenaikan sebesar rata-rata 29,3% per tahun sebagai akibat meningkatnya ekspor minyak bumi sehingga pengeluaran devisa untuk impor dan jasa-jasa sektor tersebut juga mengalami kenaikan yang cepat.

Seperti halnya dengan masa Repelita terdahulu, perkem-bangan impor selama periode Repelita III berkaitan erat de-ngan tahap dan laju pertumbuhan kegiatan produksi di dalam negeri. Pola impor semakin dipengaruhi oleh kebijaksanaan yang menunjang kegiatan produksi yang menghasilkan barang-barang pengganti impor dalam rangka penghematan penggunaan devisa. Di samping itu, tetap dilanjutkan kebijaksanaan yang memberikan prioritas pada impor barang-barang kebutuhan pokok selama produksi dalam negeri belum dapat mengimbangi laju ke-naikan permintaan. Kebijaksanaan pentahapan kembali sejumlah proyek yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri Pemerintah yang didahului oleh kebijaksanaan penyesuaian kurs valuta asing serta langkah-langkah ke arah pengendalian impor ba-rang-barang yang sudah dapat dihasilkan di dalam negeri, te-lah menyebabkan penurunan dalam nilai impor di luar sektor minyak dan gas bumi untuk pertama kalinya sebesar 9,3% dari US $ 14.131 juta pada tahun 1982/83 menjadi US $ 12.815 juta pada tahun 1983/84. Dengan demikian, bila laju pertumbuhan impor di luar sektor minyak dan gas bumi sampai dengan tahun 1982/83 mencapai rata-rata 20,4% setiap tahunnya, maka selama masa Repelita III laju pertumbuhan tersebut hanya mencapai rata-rata 13,7% per tahun. Nilai impor sektor minyak bumi ju-ga mengalami dalam tahun 1982/83 dan untuk periode Repelita III mengalami kenaikkan sebesar rata-rata 14,5% per tahun. La-ju pertumbuhan impor sektor LNG mencapai 33,7% setiap tahun-nya sesuai dengan perkembangan ekspor yang pesat.

Kecenderungan menurunnya nilai impor di luar sektor mi-nyak dan gas bumi terus berlanjut dalam tahun 1984/85, dengan penurunan sebesar 9,2% dari US $ 12.815 juta menjadi US 11.630 juta. Perkembangan ini terutama mencerminkan keberha-silan kebijaksanaan untuk mengutamakan penggunaan barang-ba-rang hasil produksi dalam negeri baik dalam pola konsumsi maupun dalam pelaksanaan proyek-proyek investasi. Impor sek-tor minyak bumi dan sektor LNG dalam tahun 1984/85 masing-ma-sing menurun sebesar 20,4% dan 11,1% dibandingkan dengan ta-hun 1983/84.

V/64

Page 66: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

Ditinjau dari komposisinya, perkembangan impor telah me-nunjukkan perubahan yang mendasar selama periode 1968 - 1984/ 85. Pada tahun 1968, peranan impor barang konsumsi menduduki tempat pertama dalam kelompok impor di luar minyak dan gas bumi, yaitu sebesar 46,1%. Kemudian terus mengalami penurunan menjadi 33,9%, 24,7% dan 19,6%, masing-masing pada akhir Re-pelita I, Repelita II, dan Repelita III. Peranannya pada ta-hun 1984/85 ternyata lebih rendah lagi, yaitu 18,7%. Di lain pihak impor bahan baku dan penolong menunjukkan peranan yang semakin meningkat. Pada tahun 1968 peranannya mencapai 39,3%, kemudian meningkat menjadi 39,6%, baik pada akhir Repelita I maupun akhir Repelita II. Bahkan pada tahun 1982/83, 1983/84 dan 1984/85 peranannya lebih besar lagi, yaitu masing-masing mencapai 42,7%, 46,3% dan 47,8%. Sehingga impor bahan baku dan penolong menduduki tempat pertama dalam kelompok impor di luar minyak dan gas bumi. Sementara itu peranan impor barang modal pada tahun 1968 mencapai 14.6%, kemudian meningkat men-jadi 26,5% dan 35,7% masing-masing pada akhir Repelita I dan Repelita II. Pada tahun 1982/83 peranannya terus meningkat menjadi 42,3%, namun kemudian, menurun menjadi 34,1% dan 33,5% masing-masing pada tahun 1983/84 dan 1984/85 (lihat Ta-bel V-9 serta Grafik V-5).

Walaupun peranan impor barang konsumsi menunjukkan penu-runan, namun nilai impornya atas dasar pembukaan L/C (c.& f.), sampai dengan tahun pertama Repelita III menunjukkan pe-ningkatan. Pada tahun 1968 nilai impor konsumsi mencapai US $ 331,6 juta, kemudian meningkat menjadi US $ 998,8 juta dan US $ 1.416,5 juta masing-masing pada tahun 1973/74 dan 1978/ 79. Berarti laju peningkatan nilai impor barang konsumsi ba-rang pada periode 1968-1973/74 dan 1973/74 - 1978/79 masing-masing mencapai 23,4% dan 7,2% per tahun. Laju kenaikkan im-por barang konsumsi yang relatif tinggi pada periode 1968 - 1973/74 terutama disebabkan karena tingginya impor beras yang meningkat dari US $ 153,4 juta pada tahun 1968, menjadi US $ 549,5 juta pada tahun 1973/74, atau meningkat dengan laju per-tumbuhan sebesar 27,5% per tahun. Kenaikkan dalam nilai impor beras terjadi akibat kemunduran dalam panen di dalam negeri sehingga memerlukan penambahan cadangan nasional dalam tahun 1972/73 dan 1973/74. Di samping itu, krisis pangan dunia te-lah menyebabkan melonjaknya harga beras di pasaran dunia hal mana mengakibatkan bertambah besarnya nilai impor beras. Pe-ningkatan nilai impor barang konsumsi selama periode 1973/74 -1978/79 terutama disebabkan oleh kenaikkan impor kelompok bukan pangan. Sampai dengan tahun 1979/80 impor barang kon-sumsi masih mengalami peningkatan, yaitu mencapai US $ 2.033,1 juta, setelah itu terus mengalami kemerosotan hingga

V/65

Page 67: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

mencapai US $ 1.187,2 juta pada tahun 1983/84. Dengan demiki-an selama periode 1978/79 - 1983/84 impor barang konsumsi me-ngalami penurunan sebesar rata-rata 3,5% per tahun. Hingga tahun 1982/83 penurunan tersebut terutama disebabkan semakin menurunnya impor beras sebagai akibat laju pertumbuhan pro-duksi yang tinggi dalam tahun 1980 dan 1981 ke arah swasemba-da pangan. Bahkan pada tahun 1984/85 Indonesia tidak melaku-kan impor beras dan gula pasir, sehingga nilai impor barang konsumsi menurun dengan 8,3%, dan mencapai nilai US $ 1.089,0 juta (lihat Tabel V-8).

Sejalan dengan meningkatnya kegiatan industri di dalam negeri maka impor bahan baku dan penolong menunjukkan peranan yang semakin besar dalam seluruh impor barang di luar minyak dan gas bumi. Pada tahun 1968 nilai impor bahan baku dan pe-nolong mencapai US $ 283,1 juta, kemudian meningkat setiap tahunnya hingga menjadi US $ 1.167,2 juta pada tahun 1973/74, suatu peningkatan rata-rata sebesar 31,0% per tahun. Barang impor yang peningkatannya relatif tinggi pada periode terse-but meliputi antara lain besi beton dan baja batangan (88,3%); bahan kimia (40,9%); dan kapas kasar (39,3%). Pada tahun 1974/75 nilai impor bahan baku dan penolong mencapai US $ 2.102,6 juta, suatu peningkatan sebesar 80,1% dibandingkan dengan impor pada tahun 1973/74. Hal ini terutama disebabkan karena besarnya nilai impor pupuk pada tahun 1974/75 yang mencapai jumlah sebesar US $ 1.108,2 juta. Dengan berkurang-nya impor pupuk, maka nilai impor bahan baku dan penolong pa-da tahun 1975/76 mengalami kemerosotan pula hingga menjadi US $ 1.191,6 juta, atau menurun dengan 43,3% dibandingkan de-ngan tahun sebelumnya. Setelah itu kembali nilai impor me-ningkat hingga menjadi US $ 2.266,6 juta pada tahun 1978/79. Dengan demikian nilai impor bahan baku dan penolong telah me-ningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 14,2% per tahun sela-ma periode 1973 - 1978/79.

Di antara bahan-bahan baku dan penolong, nilai impor me-ningkat dengan rata-rata 23,8% untuk bahan kimia; 17,7% untuk besi beton dan baja batangan; dan 15,0% untuk preparat kimia dan farmasi setiap tahunnya. Sebaliknya, akibat kemajuan yang tercapai dalam proses substitusi impor nilai impor benang te-nun kapas; pupuk; serta semen masing-masing menunjukkan penu-runan sebesar rata-rata 31,5%, 20,5% dan 17,3% per tahun se-lama masa Repelita II tersebut.

Sampai dengan tahun ketiga Repelita III, nilai impor ba-han baku dan penolong terus meningkat setiap tahunnya, dan mencapai puncaknya pada tahun 1981/82 dengan nilai sebesar

V/66

Page 68: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 8PERKEMBANGAN IMPOR DI LUAR MINYAK BUMIMENURUT GOLONGAN EKONOMI (C.& F.), 1)

1968 - 1984/85(dalam Juta US dollar)

1) Berdasarkan pembukaan L/C2) Angka diperbaiki3) Angka Sementara

V/67

Page 69: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 9

PERKEMBANGAN IMPOR TANPA MINYAK BUMIMENURUT GOLONGAN EKONOMI,1)

1968 - 1984/85(dalam persentase)

1973/74 1978/79 1983/842) 1984/853)

Golongan Ekonomi 1968 (AkhirRepelita I)

(AkhirRepelita II)

1982/832) (AkhirRepelita III)

(Tahun PertamaRepelita IV)

1. Barang Konsumsi 46,1 33,9 24,7 15,0 19,6 18,7

2. Bahan Baku/Penolong 39,3 39,6 39,6 42,7 46,3 47,8

3. Barang Modal 14,6 26,5 35,7 42,3 34,1 33,5

Jumlah : 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

1) Berdasarkan pembukaan L/C2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

Page 70: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

GRAFIK V - 5PERKEMBANGAN IMPOR DI LUAR MINYAK BUMI

MENURUT GOLONGAN EKONOMI (C.& F.) 1968 - 1984/85 (dalam persen)

V/69

Page 71: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

US $ 3.663,6 juta, setelah itu mengalami kemunduran hingga mencapai US $ 2.801,2 juta pada tahun 1983/84. Hal ini berar-ti bahwa dalam periode 1978 - 1983/84 nilai impor bahan baku dan penolong meningkat dengan rata-rata 4,3% per tahun. Ke-naikan dalam periode tersebut terutama terjadi karena mening-katnya impor preparat kimia dan farmasi (17,0%); kapas kasar (8,4%); serta bahan kimia (5,7%). Kenaikan kapasitas produksi di dalam negeri telah menyebabkan penghematan dalam pengguna-an devisa dengan berkurangnya nilai impor benang tenun sinte-tis, semen dan pupuk masing-masing sebesar rata-rata 16,7%; 8,7%; dan 6,7% per tahun. Pada tahun 1984/85 nilai impor ba-han baku dan penolong hanya mencapai US $ 2.779,9 juta, ber-arti suatu penurunan sebesar 0,8% dibandingkan dengan tahun 1983/84. Penurunan ini terutama akibat menurunnya nilai impor preparat kimia dan farmasi sebesar 16,9% dari US $ 216,9 juta pada tahun 1983/84 menjadi US $ 180,2 juta. Sementara itu, impor bahan kimia masih terus meningkat sebesar 15,6%.

Sampai dengan tahun 1980/81 nilai impor barang-barang modal terus meningkat dengan peranan yang semakin besar. Pada tahun 1968 nilai impornya mencapai US $ 104,9 juta, kemudian mengalami kenaikan sebesar rata-rata 46,5% setiap tahunnya menjadi US $ 779,8 juta dalam tahun 1973/74. Peningkatan yang sangat pesat terjadi dalam hal impor motor listrik dan trans-formator; bis, truk dan traktor; dan mesin-mesin tenaga yang masing-masing menunjukkan kenaikan sebesar rata-rata 62,2%, 47,7% dan 47,3% per tahun. Selama masa Repelita II impor ba-rang-barang modal mengalami kenaikan sebesar rata-rata 21,2%, perkembangan mana antara lain disebabkan karena nilai impor alat-alat pengangkutan udara meningkat dengan rata-rata 50,7%, sedang alat-alat penerima dan pemancar serta bis, truk dan traktor masing-masing juga naik sebesar rata-rata 31,4% dan 33,1% per tahun. Nilai impor barang-barang modal mencapai tingkat tertinggi pada tahun 1980/81 dengan peningkatan sebe-sar 68,0% dibandingkan dengan tahun 1979/80 sehingga peranan-nya dalam komposisi impor di luar sektor minyak dan gas bumi naik menjadi 45,2%. Setelah itu nilai impor terus menurun dan mencapai US $ 1.949,7 juta pada tahun 1984/85. Selama masa Repelita III impor barang-barang modal hanya menunjukkan per-tumbuhan sebesar rata-rata 0,2% per tahun dengan peranan yang semakin berkurang. Kenaikan yang cukup besar hanya terjadi dalam hal impor motor listrik dan transformator serta pipa besi dan baja yang masing-masing mengalami peningkatan sebe-sar rata-rata 10,2% dan 7,4% per tahun. Sebaliknya impor alat-alat pengangkutan air dan mesin-mesin untuk keperluan industri dan perdagangan menurun dengan masing-masing 18,0% dan 5,1% setiap tahunnya. Kelesuan dalam kegiatan perekonomi-

V/70

Page 72: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

an selama beberapa tahun terakhir ini merupakan salah satu faktor penyebab kemunduran dalam impor barang-barang modal pada tahun 1984/85. Penurunan impor sebesar 5,4% diakibatkan oleh turunnya impor bis, truk dan traktor sebesar 50,6%; pipa besi dan Baja sebesar 44,5%; mesin-mesin untuk keperluan in-dustri dan perdagangan sebesar 43,7%; serta mesin-mesin tenaga sebesar 42,8%. Kenaikan yang berarti hanya terjadi dalam hal impor motor listrik dan transformator yang mengalami peningkatan sebesar 15,5%.

E. PERKEMBANGAN PINJAMAN LUAR NEGERI

Sebagai pelengkap dari dana dalam negeri yang dibutuhkan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi, dan luar negeri diperlukan untuk menambah penyediaan devisa guna membiayai impor yang berhubungan dengan program dan proyek-proyek pem-bangunan. Dalam hubungan itu, dana luar negeri berfungsi me-lengkapi faktor-faktor produksi yang belum cukup tersedia di dalam negeri serta mendapatkan teknologi dan keahlian yang sesuai dengan tahap pembangunan. Seperti digariskan dalam GBHN, dalam mengusahakan pinjaman luar negeri Pemerintah se-nantiasa berpedoman bahwa pinjaman tersebut tidak boleh di-sertai dengan ikatan politik, bahwa syarat-syarat pinjaman masih dalam batas kemampuan pembayaran kembali, dan bahwa pi-njaman tersebut harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan pem-bangunan untuk membangun dengan kekuatan sendiri di kemudian hari.

Sejak tahun 1967 Indonesia telah menerima pinjaman de-ngan syarat-syarat yang lunak ataupun dalam bentuk sumbangan (grant) dari negara-negara dan lembaga-lembaga keuangan in-ternasional yang tergabung dalam Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI). Selama masa Repelita I Pemerintah mengusa-hakan pinjaman berbentuk bantuan program yang terdiri dari bantuan devisa kredit dan bantuan pangan, serta bantuan pro-yek dengan syarat-syarat pelunasan yang sangat lunak. Syarat- syarat pinjaman tersebut berupa bunga antara 0 - 3% setahun; waktu tenggang antara 7 - 10 tahun; dan jangka waktu pelunas-an antara 25 - 50 tahun, ataupun berbentuk sumbangan. Bantuan devisa kredit dan pangan merupakan sumber tambahan bagi pem-biayaan impor barang modal, bahan baku dan pangan yang dibu-tuhkan untuk menunjang program stabilisasi ekonomi dan mem-perkuat pasaran dalam negeri. Bantuan proyek berbentuk pem-biayaan berbagai proyek pembangunan prasarana baik di bidang ekonomi maupun di bidang sosial. Pinjaman Pemerintah yang di-setujui dalam tahun 1968 berjumlah US $ 363,3 juta, terdiri

V/71

Page 73: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

dari bantuan program sebesar US 292,3 juta dan bantuan pro-yek sebesar US $ 71,0 juta. Dari bantuan program tersebut 64,6% atau US $ 188,9 juta berbentuk devisa kredit dan 35,4% berupa bantuan pangan. Dalam masa Repelita I bantuan program naik sebesar rata-rata 3,0% per tahun menjadi US $ 340,6 juta pada tahun 1973/74. Devisa kredit mengalami kenaikan sebesar rata-rata 6,3%, sedangkan bantuan pangan menurun dengan rata-rata 4,8% per tahun. Persetujuan bantuan proyek mengalami pe-ningkatan yang jauh lebih pesat, yaitu sebesar rata-rata 46,0% setiap tahunnya mencapai US $ 518,2 juta pada tahun terakhir Repelita I. Dengan demikian, peranan bantuan program menurun dari 80,5% dalam tahun 1968 menjadi 39,7% pada tahun 1973/74, sedangkan peranan bantuan proyek naik dari 19,5% menjadi 60,3%. Sementara itu, bantuan pangan selama dua tahun pertama Repelita I terus mengalami peningkatan mencapai US $ 151,1 juta pada tahun 1970/71, untuk kemudian menurun menjadi US $ 80,0 juta dalam tahun 1973/74. Persetujuan pinjaman berupa devisa kredit menunjukkan kenaikan yang pesat sampai dengan tahun 1972/73 mencapai tingkat US $ 284,7 juta, dan kemudian menurun dan mulai 1976/77 tidak lagi dilakukan (lihat Tabel V - 10, V - 11 Serta Grafik V - 6 ) .

Akibat perkembangan yang terjadi selama masa Repelita I, bantuan program dalam periode Repelita II hanya mengalami kenaikan sebesar rata-rata 3,8% menjadi US $ 112,5 juta pada tahun 1978/79 yang seluruhnya berupa bantuan pangan. Persetujuan bantuan proyek meningkat dengan cepat dalam tahun 1974/ 75, yaitu sebesar 82,4%, mencapai US $ 945,4 juta, sedangkan setelah itu laju pertumbuhannya menurun sehingga selama periode Repelita II bantuan proyek mengalami kenaikan sebesar rata-rata 24,7%. Jumlah bantuan proyek yang disetujui pada tahun 1978/79 adalah sebesar US $ 1.564,4 juta.

Sampai dengan tahun 1974/75 persetujuan pinjaman luar negeri Pemerintah berupa bantuan program dan bantuan proyek memiliki syarat lunak. Berdasarkan pertimbangan perlu diting-katkannya laju pembangunan, maka sejak tahun 1974/75 Pemerin-tah mulai menjajagi kemungkinan untuk memperoleh pinjaman-pinjaman dengan syarat yang kurang lunak. Usaha tersebut di-realisasikan dalam tahun 1975/76 dengan disetujuinya pinjam-an proyek dengan persyaratan setengah lunak dan komersial se-besar US $ 2.316,4 juta yang terutama berbentuk kredit eks-por. Pinjaman proyek bersyarat setengah lunak dan komersial kemudian mengalami penurunan sehingga menjadi US $ 719,7 juta pada tahun 1978/79. Sementara itu, masalah keuangan Pertamina dalam periode 1973/74 – 1974/75 telah mengganggu posisi nera-ca pembayaran, sehingga untuk memperkuat cadangan devisa sa-

V/72

Page 74: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 10

PERKEMBANGAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH,l)1968 - 1984/85

(dalam juta US dollar)

1) Angka berdasarkan persetujuan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara4) Termasuk kredit ekspor5) Berupa pinjaman obligasi dan pinjaman dari kelompok bank6) Perubahan rata-rata per tahun

V/73

Page 75: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 11

KOMPOSISI PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH, 1)

1968 - 1984/85(nilai dalam juta US dollar)

1973/74 1978/792) 1983/842) 1984/853)

1968 (Akhir (Akhir 1982/832) (Akhir (Tahun Pertama

Jenis Bantuan/Pinjaman Repelita I) Repelita II) Repelita III) Repelita Iv)

Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen

1. Bantuan Program(Devisa Kredit, terma-

292,3 80,5 340,6 39,7 112,5 3,8 - - - - - -

suk bantuan kapas) (188,9) (52,0) (260,6) (30,4) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

(Bantuan Pangan) (103.4) (28.5) (80,0) (9.3) (112,5) (3.8) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

2. Bantuan Proyek 71,0 19,5 518,2 60,3 1.564,4 53,3 2.006,5 24,3 2.245,1 49,6 2.459,8 54,2

3. Pinjaman Setengah LunakDan Komersial

(untuk Proyek)4)- - - -

719,7 24,6 3.943,0 47,8 905,0 20,0 882,8 19,5

4. Pinjaman Tunai5) - - - - 536,4 18,3 2.299.8 27,9 1.378,5 30,4 1.194.4 26,3

Jumlah 363,3 100,0 858,8 100,0 2.933,0 100,0 8.249.3 100,0 4.528,6 100,0 4.537,0 100,0

1) Angka berdasarkan persetujuan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara4) Termasuk kredit ekspor5) Berupa pinjaman obligasi dan pinjaman dari kelompok bank

Page 76: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

GRAFIK V - 6

PERKEMBANGAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH,

1968 - 1984/85

V/75

Page 77: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

ngat diperlukan pinjaman tunai. Untuk tujuan tersebut, dalam tahun 1975/76 telah dilakukan persetujuan pinjaman tunai se-besar US $ 1.048,8 juta dengan dua kelompok bank di luar ne-geri. Pinjaman inilah yang menyebabkan bahwa jumlah seluruh pinjaman luar negeri pada tahun 1975/76 melonjak naik dengan 296,3% mencapai US $ 4.503 juta. Selanjutnya, sejak tahun 1978/79 Indonesia juga telah memasuki dunia keuangan interna-sional melalui penertiban obligasi dan kertas-kertas berharga lainnya serta pinjaman komersial, sehingga pada tahun ter-akhir Repelita III pinjaman lunak berjumlah US $ 536,4 juta. Dengan demikian, maka jumlah seluruh pinjaman Pemerintah pada tahun 1978/79 menjadi US $ 2.933,0 juta, hal mana berarti suatu laju pertumbuhan sebesar rata-rata 27,8% setiap tahun-nya selama masa Repelita II. Pada tahun 1978/79 peranan ban-tuan program turun menjadi 3,8%; peranan bantuan serta pin-jaman bersyarat setengah lunak dan komersial untuk proyek naik menjadi 77,9%; sedangkan peranan pinjaman tunai mencapai 18,3%.

Selama masa Repelita III persetujuan pinjaman Pemerintah meningkat dengan rata-rata 9,1% setiap tahunnya mencapai jum-lah US $ 4.528,6 juta pada tahun 1983/84. Kenaikan yang pa- ling besar terjadi dalam tahun 1981/82 dan 1982/83, yaitu se-besar berturut-turut 42,1% dan 52,1% sehingga mencapai jumlah US $ 8.249,3 juta pada tahun 1982/83. Dengan meningkatnya produksi pangan di dalam negeri, maka bantuan program berben-tuk pangan sejak tahun 1982/83 tidak lagi diadakan. Bantuan proyek sejak tahun 1980/81 mengalami penurunan dan baru naik lagi dalam tahun 1982/83. Perkembangan dalam pinjaman bersya-rat lunak tersebut dipengaruhi antara lain oleh besarnya sur-plus transaksi berjalan dan tingkat cadangan devisa selama periode 1979/80 - 1980/81, hal mana telah meningkatkan kemam-puan Indonesia untuk mempergunakan pinjaman dengan syarat-syarat yang kurang lunak. Keadaan ini Pula menyebabkan bahwa pinjaman bersyarat setengah lunak dan komersial untuk proyek sampai dengan tahun 1982/83 terus mengalami kenaikan, bahkan melonjak dengan berturut-turut 233,0% dan 22,6% pada tahun 1981/82 dan 1982/83 mencapai US $ 3.943,0 juta. Pinjaman yang disetujui tersebut sebagian besar direncanakan untuk membia-yai proyek-proyek besar seperti Aromatic Centre, Alumina Bin- tan dan tambang batubara Bukit Asam, kilang minyak Cilacap, Balikpapan, Musi dan Dumai. Kenaikan sebesar 11,9% dalam per-setujuan bantuan menjadi US $ 2.245,1 juta dan penurunan se-besar 77,0% dalam pinjaman proyek bersyarat setengah lunak dan komersial menjadi US $ 905,0 juta pada tahun 1983/84, mempunyai kaitan dengan kemunduran dalam posisi neraca pemba-yaran serta kemerosotan dalam tingkat cadangan devisa selama

V/76

Page 78: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

periode 1981/82 - 1982/83 yang merupakan dorongan untuk lebih mengutamakan penarikan pinjaman bersyarat lunak. Pinjaman tu-nai mengalami kenaikan yang paling besar dalam tahun 1982/83 sehingga menjadi US $ 2.299,8 juta dibandingkan dengan US $ 348,0 juta pada tahun 1981/82. Pinjaman tersebut diadakan gu-na menghadapi defisit transaksi berjalan yang pada tahun 1982/83 berjumlah US $ 7.039 juta. Dalam tahun 1983/84 pin-jaman, tunai kembali menurun sebesar 40,1% menjadi US $ 1.378,5 juta. Bantuan proyek dan pinjaman proyek bersyarat setengah lunak dan komersial selama periode Repelita III ma-sing-masing mengalami kenaikan sebesar rata-rata 7,5% dan 4,7% setiap tahunnya.

Pada tahun terakhir Repelita III dari jumlah pinjaman Pemerintah sebesar US $ 4.528,6 juta 49,6% berbentuk bantuan proyek bersyarat lunak; 20,0% berupa pinjaman proyek dengan syarat-syarat setengah lunak dan komersial; dan 30,4% adalah dalam bentuk pinjaman tunai. Dibandingkan dengan tahun sebe-lumnya, telah terjadi pergeseran dalam komposisi pinjaman un-tuk proyek dalam arti bahwa dalam tahun 1982/83 peranan ban-tuan proyek dalam seluruh persetujuan pinjaman Pemerintah adalah sebesar 24,3%, sedangkan peranan pinjaman proyek ber-syarat kurang lunak adalah sebesar 47,8%.

Dalam tahun 1984/85 bantuan proyek kembali mengalami ke-naikan sebesar 9,6% dari US $ 2.245,1 juta menjadi US $ 2.459,8 juta. Sebaliknya pinjaman setengah lunak dan komer-sial untuk proyek dan pinjaman tunai terus menurun dengan ma-sing-masing 2,5% dan 13,4% menjadi US $ 882,8 juta dan US $ 1.194,4 juta dibandingkan dengan US $ 905,0 juta dan US $ 1.378,5 juta pada tahun 1983/84. Penurunan dari pinjaman yang kurang lunak untuk proyek mencerminkan langkah kebijaksanaan yang ditempuh berdasar Instruksi Presiden pada bulan Oktober 1984 untuk meningkatkan pengendalian kredit ekspor. Perkem-bangan ini menyebabkan bahwa dalam komposisi pinjaman luar negeri Pemerintah pada tahun pertama Repelita IV, peranan bantuan proyek mengalami kenaikan lagi menjadi 54,2% sedang-kan baik peranan pinjaman proyek dengan syarat-syarat kurang lunak maupun peranan pinjaman tunai berkurang menjadi masing-masing 19,5% dan 26,3%.

Apabila sampai dengan tahun 1974/75 pinjaman luar negeri Pemerintah pada umumnya diperoleh dengan syarat-syarat lunak dari negara-negara yang tergabung dalam IGGI, maka sejak ta-hun 1975/76 semakin banyak dimanfaatkan pinjaman bersyarat lebih keras, khususnya kredit ekspor. Di samping itu, pinjam-an tersebut berasal dari lebih banyak negara termasuk di an-

V/77

Page 79: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 12

PERSETUJUAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH,

1968 - 1984/85

(dalam juta US dollar)

1973/74 1978/79 1983/84 1984/852)

Jenis dan asal 1968 (Akhir Re- (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- (Th. PertamaPinjaman pelita I) pelita II) Pelita III) Repelita IV)

1. Pinjaman Lunak 363,3 85_8.8 1.676,9 1) 2 .006,5 1) 2.245. 1 1) 2 .459,8

Amerika Serikat 164,1 151,5 160,8 95,0 106,5 115,0Australia 13,6 31,5 40,5 39,7 40,7 39,9Belanda 25,9 54,3 48,9 60,7 59,6 53,2Belgia 0,4 9,2 9,8 7,8 6,9 6,4Denmark - - - - - -Inggeris 4,2 30,5 5,4 - - 5,9Italia 0,4 6,3 - 25,0 - 30,0Jepang 110,0 226,2 253,4 257,4 279,3 321,3Jerman Barat 26,3 60,2 134,7 - - 37,5Kanada 0,3 67,0 13,5 26,3 32,4 30,9Kuwait & Abu Dhabi - - - - - -Perancis 11,1 39,3 150,1 85,4 52,2 51,2Saudi Arabia - - - 50,1 - -Selandia Baru - 3,5 - - - -Swiss - 9,6 - - - 4,1A.D.B. - 33,3 204,3 345,0 400,0 500,0IDA/IBRD 7,0 135,3 655,5 925,0 1.200,0 1.200,0M.E.E. - 1,1 - 12,0 16,0 14,0U.N.D.P. - - - 39,1 39,0 38,0IFAD, UNICEF - - - 38,o 12,5 12,4

2. Pinjaman Setengah Lunak & Komersial(untuk Proyek) 3) - - 719,7 1) 3 .943,0 1) 905,0 1) 882,8

Amerika Serikat - - 160,6 348,8 252,0 201,2Australia - - - 3,4 - 3,4Austria - - - - 2,7 1,5Belanda - - - 243,6 26,8 40,0Belgia - - 15,7 59,8 - -DenmarkInggeris - - 125,6 500,6 114,0 124,2Jepang - - 49,2 1.960,4 393,9 375,9Jerman Barat - - 23,0 433,3 54,7 79,4Kanada - - 40,0 6,3 12,0 35,4Korea Selatan - - 3,0 - -Perancis - - 76,4 194,9 44,5 13,5SpanyolSwedia - - 55,6 188,9 - -Swiss - - 151,2 - 4,4 8,3Yugoslavia - - 22,4 - - -

3. Pinjaman Tunai4)- - 536,41) 2.299 ,8 1.378,5 1.194,4

1)1)Jumlah : 363,3 858,8 2.933,0 8.249,3 4.528,6 4.537, 0

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Termasuk kredit ekspor4) Berupa pinjaman obligasi dan pinjaman dari kelompok bank I

V/78

Page 80: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

TABEL V - 13

PELUNASAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH,1968 - 1984/85

(dalam juta US dollar)

TahunPelunasanl)

PinjamanNilai2)

Ekspor(% dari nilaiEkspor)

1968 52 624 (8,3)

1973/74(Akhir Repelita I) 131 2.546 (5,1)

1978/79(Akhir Repelita II) 1.117 7.989 (14,0)

1982/83 1.908 11.094 (17,2)

1983/84(Akhir Repelita III) 2.188 12.738 (17,2)

1984/853)(Tahun PertamaRepelita IV) 2.685 13.723 (19,6)

1) Pokok dan bunga pinjaman Pemerintah2) Termasuk ekspor minyak bumi dan gas

alam cair (LNG) atas dasar netto3) Angka sementara

V/79

Page 81: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

taranya Swedia, Swiss, Spanyol, Yugoslavia, Korea Selatan, Iran, Saudi Arabia, Kuwait dan Abu Dhabi (lihat Tabel V - 12). Dalam tahun 1984/85 pinjaman lunak terdiri dari persetujuan pinjaman yang diberikan oleh Bank Dunia sebesar US $ 1.200,0 juta; Bank Pembangunan Asia sebesar US $ 500,0 juta; Jepang sebesar US $ 321,3 juta; Amerika Serikat sebesar US $ 115,0 juta; Belanda sebesar US $ 53,2 juta serta negara-negara dan badan-badan lain sebesar US $ 270,3 juta. Tingkat pinjaman yang diperoleh dari Bank Dunia dalam tahun 1984/85 adalah sama dibandingkan dengan tahun 1983/84, sedangkan pinjaman dari Bank Pembangunan Asia, Jepang dan Amerika Serikat menun-jukkan kenaikan sebesar masin -masing 25,0%; 15,0 % dan 8,0% terhadap US $ 400,0 juta; US $ 279,3 juta; dan US $ 106,5 ju-ta yang diberikan pada tahun 1983/84. Pinjaman proyek dengan syarat-syarat setengah lunak atau komersial dalam tahun 1984/ 85 diperoleh dari Jepang sebesar US $ 375,9 juta; Amerika Se-rikat sebesar US $ 201,2 juta; Inggeris sebesar US $ 124,2 juta serta negara-negara lain sebesar US $ 181,5 juta.

Dalam mengusahakan pinjaman luar negeri, Pemerintah se-nantiasa berpegang pada kebijaksanaan pengendalian hutang-hu-tang luar negeri dengan tetap menjaga agar perbandingan pelu-nasan angsuran dan pembayaran bunga pinjaman terhadap pengha-silan devisa dari ekspor berkembang pada tingkat yang cukup aman di dalam kondisi perekonomian secara keseluruhan. Masa-lah-masalah hutang lama yang dibuat sebelum 1 Juli 1966 dapat diselesaikan melalui kesepakatan yang tercapai dengan negara- negara yang tergabung dalam "Paris Club" pada bulan April 1970. Berdasar persetujuan tersebut pokok hutang dibayar kem-bali dalam jangka waktu 30 tahun terhitung mulai tahun 1970, sedangkan bunga dibayar dalam waktu 15 tahun mulai tahun 1985. Usaha-usaha untuk menyelesaikan masalah hutang luar ne-geri yang diwariskan pada tahun 1967 secara menyeluruh diser-tai dengan peningkatan penghasilan devisa dari ekspor komodi-ti di luar minyak bumi serta ekspor minyak bumi atas dasar netto sebesar rata-rata 30,7% selama masa Repelita I, telah menyebabkan penurunan perbandingan antara jumlah pelunasan pinjaman luar negeri Pemerintah terhadap nilai ekspor dari 8,3% pada tahun 1968 menjadi 5,1% dalam tahun 1973 (lihat Ta-bel V - 13). Dalam tahun 1978/79 pelunasan pinjaman luar ne-geri mencapai jumlah US $ 1.117 juta terdiri dari pokok pin-jaman sebesar US $ 632 juta dan bunga sebesar US $ 485 juta. Dibandingkan dengan jumlah pelunasan pinjaman sebesar US $ 131 juta pada tahun 1973/74, hal ini berarti kenaikan sebe-sar rata-rata 53,5% setiap tahunnya selama Repelita II terdi-ri dari kenaikan rata-rata sebesar 50,8% untuk pokok dan 57,5% untuk bunga pinjaman. Dengan kenaikan sebesar rata-rata

V/80

Page 82: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan

25,7% dalam nilai ekspor per tahun, perbandingan antara jum-lah pelunasan pinjaman terhadap nilai ekspor meningkat menja-di 14,0% pada tahun terakhir Repelita II. Meningkatnya angka perbandingan tersebut terutama disebabkan karena pelunasan pinjaman tunai yang berkaitan dengan masalah hutang-hutang luar negeri Pertamina khususnya selama dua tahun terakhir Re-pelita II. Dalam periode Repelita III jumlah pelunasan pin-jaman menunjukkan kenaikan sebesar rata-rata 14,4% menjadi US $ 2.188 juta pada tahun 1983/84. Kenaikan tersebut terjadi karena walaupun pokok pinjaman hanya mengalami kenaikan sebe-sar rata-rata 9,8% menjadi US $ 1.010 juta, bunga pinjaman meningkat dengan rata-rata 19,4% setiap tahunnya menjadi US $ 1.178 juta. Nilai ekspor, dengan minyak dan gas bumi atas dasar netto, dalam periode yang sama mengalami kenaikan sebe-sar rata-rata 9,8% per tahun. Dengan demikian, perbandingan antara pelunasan pinjaman luar negeri dan nilai ekspor naik menjadi 17,2%. Dalam tahun 1984/85 angka perbandingan terse-but mencapai 19,6% akibat meningkatnya pelunasan pinjaman se-besar 22,7% pada satu pihak, sedangkan pada lain pihak nilai ekspor mengalami kenaikan sebesar 7,7%. Rendahnya tingkat pertumbuhan nilai ekspor disebabkan karena kemerosotan dalam nilai ekspor minyak bumi netto sebesar 2,8% dari US $ 6.016 juta menjadi US $ 5.845 juta. Nilai ekspor gas alam cair net-to dan ekspor di luar minyak dan gas bumi dalam tahun 1984/85 menunjukkan kenaikan yang cukup pesat sebesar masing-masing 45,5% dan 10,1% dari US $ 1.355 juta dan US $ 5.367 juta pada tahun 1983/84 menjadi US $ 1.971 juta dan US $ 5.907 juta.

Ditinjau dari segi transaksi berjalan, berkat berbagai kebijaksanaan yang ditempuh di bidang ekspor, impor, fiskal dan moneter dapatlah dikatakan bahwa neraca pembayaran selama tiga tahun terakhir ini berkembang dengan cukup baik. Defisit transaksi berjalan telah berhasil ditekan dari US $ 7.039 ju-ta pada tahun 1982/83 menjadi US $ 4.151 juta dalam tahun 1983/84 untuk kemudian mencapai tingkat US $ 1.968 juta pada tahun 1984/85. Begitu pula cadangan devisa yang sejak dimu-lainya Repelita III mencapai titik terrendahnya pada tahun 1982/83 dengan jumlah US $ 3.074 juta, telah dapat dipulihkan lagi sehingga mencapai US $ 5.144 juta pada tahun 1983/84 dan meningkat lagi menjadi US $ 5.811 juta pada akhir tahun per-tama Repelita IV. Namun demikian berbagai masalah yang berhu-bungan dengan perkembangan di sektor minyak bumi, ekspor di luar minyak dan gas bumi serta hutang-hutang luar negeri te-tap memerlukan pengamatan dan penanganan khusus.

V/81

Page 83: NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN · Web viewPerkembangan perdagangan dan keuangan luar negeri setelah permulaan tahun 1970 dipengaruhi oleh serangkaian tindakan yang bertalian dengan