Upload
putry-ulfha
View
4
Download
0
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
rtrtr
Citation preview
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
FOOD SECURITY AND FOOD SELF-SUFFICIENCY : THE
POLICY STRATEGIES TO BE AN AGRICULTURE WORLD
CLASS COUNTRY
Ahfad Ulhidayati1*, Rabitha Almas Fasya1
1) Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang
*Penulis korespondensi, email: [email protected]
PENDAHULUAN
Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa,
apabila kebutuhan pangan rakyat tidak terpenuhi maka
malapetaka oleh karena itu perlu usaha secara
besar-besaran, radikal, dan revolusioner
-Ir.Soekarno-
Pernyataan oleh Presiden pertama Ir.Soekarno di atas dapat diartikan bahwa
pangan merupakan sumber kekuatan dan sumber kelemahan dari suatu bangsa.
Pangan menjadi sumber kekuatan ketika kebutuhannya mampu dipenuhi sendiri
dengan produk lokal, tetapi sebaliknya pangan menjadi kelemahan suatu bangsa
ketika pemenuhan kebutuhannya tidak mampu ditangani sendiri dan bergantung
pada negara lain melalui kebijakan impor, seperti yang dilakukan di negara
Indonesia.
Swasembada pangan sendiri merupakan capaian peningkatan ketersediaan
pangan dengan wilayah nasional. Swasembada pangan pada suatu negara dikatakan
berhasil apabila bangsa tersebut dapat mandiri dalam hal ketahanan pangan yang
terpenuhi bahkan mampu mencapai surplus. Jika membicarakan tentang
swasembada pangan, maka kaitannya sudah bukan lagi merupakan wacana para
petani, namun hal tersebut sudah termasuk wacana negara, yang artinya masalah
tersebut lebih tertuju pada kebijakan pemerintah yang diterapkan. Kekuatan negara
berdasar dari kebijakan yang diterapkan, seharusnya mampu untuk dipertahankan
dan dijalankan dengan konsisten. Hal itu dapat membantu pemerintah sebagai acuan
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
dan landasan dalam menerapkan kesinambungan antar kebijakan tiap tahunnya.
Contohnya pemerintah akan melakukan swasembada untuk beras di tahun 2017
namun, ketika pelaksanaan pada tahun 2015 terjadi permasalahan produktivitas gula
yang rendah akibat keterbatasan lahan dan berdampak pada ketidakpenuhan
kebutuhan gula lokal, sehingga beralih ke swasembada gula dan meninggalkan
kesan pemerintah tidak konsisten dan berkesinambungan dalam pelaksanaan
kebijakan yang telah dibuat tersebut. Kondisi lama yang tidak dipertahankan
menyebabkan adanya tumpang-tindih swasembada antar komoditas dan berakibat
tidak tercapainya swasembada berkelanjutan seperti yang diinginkan. Berkenaan
dengan keadaan terkini dari sektor pertanian, maka diperlukan adanya revitalisasi
kebijakan oleh pemerintah agar tercapai swasembada pangan berkelanjutan.
ISI
A. KEBIJAKAN MENGENAI KETERSEDIAAN LAHAN
Lahan persawahan secara signifikan terus menurun akibat teralihkan dengan
aneka kepentingan non-pertanian, seperti permukiman dan industri. Hal ini
dikarenakan pemerintah dan pihak lainnya tampak terlihat memandang sebelah
mata sektor pertanian. Padahal konsumsi nasional, sebagai konsekuensi
pertambahan penduduk yang terus meningkat.
Ketersediaan lahan yang semakin menurun dan desakan penduduk
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi. Lahan, merupakan faktor yang
sangat fundamental dikarenakan merupakan tempat tumbuh bagi, kenaikan
penggunaan lahan tanaman tertentu pastinya akan menurunkan luasan lahan untuk
tanaman lainnya. Selain faktor kepemilikan luas lahan yang kecil, kemerosotan luas
lahan disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi. Saat ini, konversi lahan
pertanian telah mencapai 100.000 ha/tahun, sedangkan kemampuan pemerintah
dalam menciptakan lahan baru hanya maksimal 30.000 ha, sehingga setiap tahun
justru terjadi pengurangan lahan pertanian. Jumlah lahan yang semakin menurun
menyebabkan terjadinya kompetisi lahan antar komoditas. Petani tentu akan
memilih komoditas yang paling menguntungkan, risikonya kecil, biaya
produksinya terjangkau, dan pasarnya menjanjikan.
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
Menurut kami sebaiknya pemerintah mengkonsentrasikan pertanian ke luar
pulau jawa sebagai salah satu alternatifnya dan membatasi konversi lahan pertanian
ke non pertanian.
B. KEBIJAKAKAN SUBSIDI
Kebijakan pemerintah yang saat ini hanya memberikan subsidi sebesar 60
trilyun, dimana 80% teralokasikan untuk subsidi pupuk, dan sisanya untuk kredit,
bibit, irigasi, cenderung menyebabkan ketidakefektifan karena hasil tersebut lebih
menguntungkan pihak petani dengan lahan besar yang memiliki kekuasaan,
sedangkan petani kecil malah tidak bisa menikmati hasil, padahal petani kecil di
Indonesia jumlahnya lebih dominan. Seharusnya anggaran tersebut direalokasi
pada pemberdayaan kemampuan petani, peningkatan teknologi, fasilitas
industrialisasi pedesaan. Subsidi seharusnya lebih diarahkan ke petani untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian sehingga pada akhirnya
kesejahteraan para petani bisa tercapai.
C. KEBIJAKKAN PENERAPAN TEKNOLOGI
Kebijakan pemerintah yang lebih memilih menggunakan teknologi dan riset
yang dihasilkan oleh negara lain menjadikan negara kita jauh dari kata mandiri.
Seperti kasus dimana pemerintah lebih memilih melakukan impor benih padi
hibrida dari China daripada menggunakan produk hasil temuan dari lembaga riset
dan perguruan tinggi Indonesia dengan alasan masalah standarisasi. Hal tersebut
menjadikan potensi teknologi lokal semakin terpuruk dan semakin tidak
berkembang. Pemerintah seharusnya memberikan dukungan dan lebih
memfasilitasi teknologi dan inovasi pertanian karya anak bangsa, meningkatkan
potensi akademisi di bidang pertanian, serta meningkatkan upaya standarisasi
dalam rangka mencapai swasembada pangan berkelanjutan.
D. KEBERLANJUTAN ANTARA KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN
SWASEMBADA KOMODITI YANG PERLU UNTUK DIPRIORITASKAN
Harapan pemerintah untuk melaksanakan swasembada pada beberapa
komoditi sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukan. Salah satu
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
penyebabnya adalah ketergantungannya pada impor. Pemerintah diyakini tidak
mampu mewujudkan swasembada pangan, terutama komoditas padi, jagung,
kedelai, gula, serta daging sapi dan malah tergantung dengan impor untuk
memenuhinya. Selanjutnya, kondisi ini diperparah oleh ketidakseriusan pemerintah
untuk membangun sektor pertanian. Akibatnya, mayoritas petani Indonesia masih
berada di bawah garis kemiskinan.
Selain itu, fakta menunjukan bahwa kecenderugan harga komoditi impor
yang lebih murah dibandingkan komoditi domestik. Murahnya komoditi impor
dikarenakan produksi yang melipah akibat kemajuan teknologi sehingga produsen
tidak membutuhkan SDM dalam jumlah banyak dan meminimalisir biaya
pembayaran jasa. Dengan produksi yang melimpah, untuk harga jual yang murah
dapat menutupi biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani.
Menurut kami, pemerintah harus menitikberatkan pada satu atau dua
komoditi yang menjadi unggulan untuk dikembangkan. Apabila pemerintah ingin
fokus pada swasembada beras dan jagung, maka dua komoditi inilah yang perlu
ditingkatkan produksinya. Pemerintah juga perlu melihat komoditi yang
kemungkinan bersubstitusi dalam penggunaan lahan yang sama. Misalnya,
karakteristik antara tanaman kedelai dan jagung yang viabilitasnya sama-sama pada
wilayah kering, sehingga apabila tanaman kedelai yang diprioritaskan maka
produksi dari tanaman jagung sudah pastinya akan menurun, dengan demikian
pemerintah harus memprioritaskan komoditi dengan karakteristik yang hampir
sama. Kondisi anggaran yang minim, mengharuskan pemerintah memfokuskan
pada komoditi tertentu untuk diswasembadakan. Melihat kondisi bahwa pangan
utama masyarakat Indonesia sebagian besar adalah beras, menurut kami komoditi
yang paling layak dan harus untuk ditingkatkan adalah padi dan jagung.
Alasan harus dikembangkannya tanaman padi dan jagung adalah
ketersediaan lahan yang baik dengan aternatif pengembangannya di wilayah
Indonesia bagian barat yang subur diprioritaskan untuk pengembangan tanaman
padi, sedangkan wilayah Indonesia tengah dan sebagian wilayah timur untuk
pengembangan jagung. Selain tidak berkompetisi satu sama lain, pengembangan
keduanya juga dapat saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa konsumsi beras
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
sebagai makanan pokok dapat digantikan oleh jagung, dengan demikian produksi
pertanian yang diperoleh akan maksimal dan tidak melepas komoditas yang
lainnya, dalam hal ini tetap dalam pengontrolan pemerintah dan partisi lainnya
dalam hal pengingkatan produksi.
Beras merupakan suatu komoditas yang menguasai hajat hidup rakyat
Indonesia, dimana 90% penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan
pokoknya, basis industri strategis perekonomian nasional, serta instrumen untuk
menjaga kestabilan dan keamanan pangan rakyat Indonesia. Kegagalan dalam
penyediaan beras sebagai pangan utama dapat menimbulkan implikasi sosial politik
yang sangat mahal.
Jagung juga merupakan salah satu komoditi potensial untuk dikembangkan.
Tanaman ini, mempunyai adaptasi yang luas dan relatif mudah dibudidayakan,
sehingga komoditas ini ditanam oleh petani di Indonesia pada lingkungan fisik dan
sosial-ekonomi yang sangat beragam. Pengembangan wilayah timur Indonesia
sebagai basis komoditi ini sangat diperlukan. Data menunjukan bahwa,
ketersediaan lahan untuk pengembangan jagung masih sangat besar yaitu sebesar
43,10 persen dari lahan yang cocok belum digunakan. Potensi lahan tersebut
sebagian besar berada pada Kalimantan dan wilayah timur Indonesia. Dengan
kedua wilayah yang berbeda ini diharapkan produksi yang dihasilkan akan
maksimal dikarenakan penggunaan lahan yang berbeda tempat.
Mengenai swasembada daging, berdasarkan data statistik menunjukan
bahwa konsumsi daging masyarakat Indonesia tercatat hanya mengkonsumsi 1,8
kg/kapita. Konsumsi daging berfrekuensi sangat kecil bila dibandingkan dengan
beras atau komoditi lainnya. Kebutuhan akan daging sapi di Indonesia hanya
menjadi kebutuhan sekunder bahkan tersier. Mencermati kondisi yang demikian,
kebijakan untuk swasembada daging perlu dicermati kembali. Oleh karena itu,
menurut kami tanpa swasembada daging pun tak menjadi masalah dan seharusnya
komoditi yang dipenuhi sebaiknya komoditi yang menjadi kebutuhan utama atau
yang paling mendesak saja.
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
E. KEBIJAKAN SWASEMBADA ABSOLUT VS IMPOR
Kondisi antara ketersediaan lahan yang semakin berkurang, tekanan
penduduk yang semakin tinggi, serta kebutuhan akan bahan pangan yang semakin
tinggi dan beragam memunculkan sebuah pertanyaan tentang Apa yang seharusnya
dilakukan pada komoditi yang harusnya diswasembadakan?. Terdapat dua cara
pandangan untuk mencapai swasembada. Cara pertama yang dikenal dengan
swasembada absolut yakni kebutuhan akan konsumsi suatu negara dipenuhi dari
produksi dalam negeri dan cara kedua yaitu swasembada dengan memenuhi
kebutuhan dalam negeri melaui kegiatan impor.
Apabila dihubungkan dengan konsep ketahanan pangan, maka negara
Singapura dengan luas negara yang kecil mampu memenuhi ketahanan pangannya.
Adanya faktor keterbatasan lahan, menyebabkan Singapura menggunakan konsep
swasembada yang kedua yaitu pemenuhan kebutuhan yang sulit melalui produksi
di negaranya maka impor merupakan jalan keluarnya. Jika menalaah lebih lanjut,
ternyata swasembada absolut kurang memberi dampak positif, karena berbiaya
mahal dan mengekang atau membatasi hak-hak petani untuk menanam tanaman
pilihannya.
Penelitian yang dilakukan Gao (2010) yang berjudul Discussion on Issues
of Food Security Based on Basic Domestic Self-Sufficiency menunjukan bahwa
ketahanan pangan adalah jaminan dasar bagi keamanan nasional. Untuk China,
sebuah negara yang memegang populasi terbesar di dunia, keamanan pangan lebih
jelas masalah penting yang menyangkut keamanan, perbaikan ekonomi,
kebahagiaan, dan jaminan sosial. Namun, di bawah kondisi globalisasi ekonomi,
ada argumen yang berbeda mengenai apakah ketahanan pangan China harus
didasarkan pada dasar negeri swasembada atau harus diganti dengan impor. Pada
esai ini akan menyatakan bahwa kepatuhan terhadap strategi ketahanan pangan
"memuaskan dasar negeri swasembada" adalah pilihan yang diperlukan.
Salah satu solusi dalam membangun sektor pertanian ke arah yang lebih
baik adalah dengan fokus pada beberapa komoditi unggulan serta berpotensi yang
ingin dikembangkan dan mengimpor terhadap komoditi yang belum bisa
dikembangkan secara optimal. Berdasarkan tulisan ini, bukan berarti kami
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
mendukung impor, akan tetapi, dengan fokus pada komoditi tertentu, maka hasil
yang diperoleh dapat menutupi impor tersebut. Hasil maksimal yang diperoleh akan
dipergunakan untuk menutupi biaya yang dikeluarkan untuk impor komoditi
lainnya. Pemerintah dan masyarakat juga harus berusaha terus menerus untuk
mengembangkan teknologi dan sarana prasarana yang mendukung guna mengatasi
kendala lahan dan lainnya serta meningkatkan produktivitasnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Jalal Salem dan Mojtaba Mojaverian (2013)
yang berjudul The Study of Food Import Capacity Effects on Rural
Households'Food Security in Iran tentang manfaat penggunaan ekspor produktif
sumberdaya potensial yang dialokasikan untuk menutupi impor suatu komoditi dan
dilakukan secara terus-menerus dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan
dalam jangka panjang. Penelitian ini menjelaskan bahwa pendapatan Iran yang
tinggi dari sumber daya migas digunakan untuk menutupi impor bahan pangan di
negara tersebut. Pada pelaksanaannya, kebijakan impor dilakukan hanya berlaku
jika produksi dalam negeri belum mampu untuk mencukupi kebutuhan, dan diikuti
dengan pengembangan teknologi guna memenuhi kebutuhan tersebut.
Berdasarkan penelitian tersebut, seharusnya Indonesia bisa mencontoh hal
yang dilakukan Negara Iran. Memang nilai dari potensi yang didapat dari migas
cukup berbeda dengan hasil pertanian. Namun, apa salahnya dengan memusatkan
pada komoditi tertentu agar dapat memberikan hasil yang maksimal, sehingga
dengan nantinya surplus yang diperoleh dapat menutupi impor bahan pangan
lainnya, sehingga kebutuhan akan bahan pangan masyarakat Indonesia dapat
terpenuhi. Ini hanya bisa dilakukan jika semua pihak baik pemerintah maupun
masyarakat saling mendukung satu sama lain. Adanya kesungguhan untuk
pencapaian yang ditopang oleh dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
dibarengi dengan pemilihan metode yang tepat, pencapaian swasembada jelas
tinggal menunggu waktu untuk diwujudkan.
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa swasembada
pangan perlu dilakukan karena bertujuan memenuhi kebutuhan pangan secara
mandiri dan tidak ketergantungan dari pihak lain, akan tetapi melihat kendala
keterbatasan lahan dan berbagai faktor lainnya sekarang ini swasembada beberapa
bahan pangan tersebut menjadi sangat tidak mungkin untuk dilakukan ke depannya.
5 Kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah diantaranya, pertama
kebijakan dalam mengkonsentrasikan lahan pertanian keluar pulau Jawa dan juga
membatasi tingkat konversi lahan pertanian ke non-pertanian. Kedua, kebijakan
dalam merealokasi anggaran pada pemberdayaan kemampuan petani, peningkatan
teknologi, fasilitas industrialisasi pedesaan sehingga terarah untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas hasil pertanian. Ketiga, kebijakan dalam memberikan
dukungan untuk meningkatkan potensi akademisi di bidang pertanian serta lebih
memfasilitasi teknologi dan inovasi pertanian karya anak bangsa, juga
meningkatkan upaya standarisasi dalam rangka mencapai swasembada pangan
berkelanjutan. Keempat, kebijakan akan swasembada absolut yang tidak mutlak
harus dilakukan oleh pemerintah, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal,
dan nantinya surplus yang diperoleh akan menutupi impor komoditi lainnya.
Kemudian yang terakhir keberlanjutan antara kebijakan pemerintah dan
memprioritaskan swasembada komoditi tertentu yang meiliki dampak krusial,
dengan pemfokusan pemerintah pada satu atau dua komoditi perlu dilakukan.
Pemanfaatan kendala yang ada, akan menghasilkan produksi yang maksimal guna
tercapai swasembada bahan pangan tertentu. Selain itu ,untuk mewujudkan
swasembada suatu komoditi, diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah dan
petani dalam hal ini ketersediaan sarana dan prarasarana yang mendukung, dan
kebijakan yang mendukung petani.
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
REFERENSI
Badan Pusat Statistik Nasional. 2014. Data Konsumsi dan Pengeluran. Diakses 12
Mei 2015.
.
Badan Pusat Statistik Nasional. 2014. Pengunaa Lahan. Diakses 12 Mei 2015.
.
Borthon, R. 2015. Swasembada Pangan dan Peran Perempuan di Bidang
Pertanian. Diakses 12 Mei 2015.
.
Fiki, A. 2013. Konsumsi Daging RI Cuma 18 Kg Kalah dari Malaysia dan Filipina.
Diakses 13 Mei 2015. .
Gao, S. 2010. Discussion on Issues of Food Security Based on Basic Domestic Self-
Sufficiency. Asian Social Science, Vol 6, No 11 (2010). Diakses 15 Mei 2015.
.
Jiang, L., X. Deng, and K. C. Seto. 2013. The impact of urban expansion on
agricultural land use intensity in China. Elsivier, Land Use Policy 35 (2013)
33-39. Diakses 14 Mei 2015.
.
Salem, J. and M. Mojaverian. 2013. The Study of Food Import Capacity Effects on
Rural Households' Food Security in Iran. International journal of Agronomy
and Plant Production, Vol 4 (6), 1234 - 1240, 2013. Diakses 14 Mei 2015.
.
Smith, P. 2010. Competition for Land. Royal society publishing. Diakses 14 Mei
2015.
.
Tambunan. 2008. Ketahanan Pangan di Indonesia, Mengidentifikasi Beberapa
Penyebab. Diakses 15 Mei 2015. .
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Diri Anggota 1
1. Nama Lengkap Ahfad Ulhidayati
2. Jenis kelamin P
3. Prodi Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
4. NIM 125100501111008
5. Tempat dan Tanggal Lahir Merauke, 06 November1994
6. E-mail [email protected]
7. Nomor Telepon/HP 0823
8. Riwayat pendidikan SD Inpres Polder Merauke (2000-2006)
SMP Negeri 1 Merauke (2006-2009)
SMA Negeri 1 Merauke (2009-2012)
Malang, 18 Mei 2015
Pengusul,
(Ahfad Ulhidayati)
2. Identitas Diri Anggota 2
1. Nama Lengkap Rabitha Almas Fasya
2. Jenis kelamin P
3. Prodi Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
4. NIM 125100500111010
5. Tempat dan Tanggal Lahir Balikpapan, 13 September1994
6. E-mail [email protected]
7. Nomor Telepon/HP 085655668511
8. Riwayat Pendidikan SD Negeri 005 Rapak Balikpapan
(2000-2006)
SMP Negeri 3 Peterongan Jombang
(2006-2009)
SMA Darul Ulum 2 Jombang/IPA
(2009-2012)
Malang, 18 Mei 2015
Pengusul,
(Rabitha Almas Fasya)
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
SCAN KARTU MAHASISWA
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan