12
Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan” FOOD SECURITY AND FOOD SELF-SUFFICIENCY : THE POLICY STRATEGIES TO BE AN AGRICULTURE WORLD CLASS COUNTRY Ahfad Ulhidayati 1 *, Rabitha Almas Fasya 1 1) Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang *Penulis korespondensi, email: [email protected] PENDAHULUAN “Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa, apabila kebutuhan pangan rakyat tidak terpenuhi maka ‘malapetaka’ oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner” -Ir.Soekarno- Pernyataan oleh Presiden pertama Ir.Soekarno di atas dapat diartikan bahwa pangan merupakan sumber kekuatan dan sumber kelemahan dari suatu bangsa. Pangan menjadi sumber kekuatan ketika kebutuhannya mampu dipenuhi sendiri dengan produk lokal, tetapi sebaliknya pangan menjadi kelemahan suatu bangsa ketika pemenuhan kebutuhannya tidak mampu ditangani sendiri dan bergantung pada negara lain melalui kebijakan impor, seperti yang dilakukan di negara Indonesia. Swasembada pangan sendiri merupakan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional. Swasembada pangan pada suatu negara dikatakan berhasil apabila bangsa tersebut dapat mandiri dalam hal ketahanan pangan yang terpenuhi bahkan mampu mencapai surplus. Jika membicarakan tentang swasembada pangan, maka kaitannya sudah bukan lagi merupakan wacana para petani, namun hal tersebut sudah termasuk wacana negara, yang artinya masalah tersebut lebih tertuju pada kebijakan pemerintah yang diterapkan. Kekuatan negara berdasar dari kebijakan yang diterapkan, seharusnya mampu untuk dipertahankan dan dijalankan dengan konsisten. Hal itu dapat membantu pemerintah sebagai acuan

Nec 2015_ahfad Ulhidayati_universitas Brawijaya Malang_food Security And

Embed Size (px)

DESCRIPTION

rtrtr

Citation preview

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    FOOD SECURITY AND FOOD SELF-SUFFICIENCY : THE

    POLICY STRATEGIES TO BE AN AGRICULTURE WORLD

    CLASS COUNTRY

    Ahfad Ulhidayati1*, Rabitha Almas Fasya1

    1) Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang

    *Penulis korespondensi, email: [email protected]

    PENDAHULUAN

    Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa,

    apabila kebutuhan pangan rakyat tidak terpenuhi maka

    malapetaka oleh karena itu perlu usaha secara

    besar-besaran, radikal, dan revolusioner

    -Ir.Soekarno-

    Pernyataan oleh Presiden pertama Ir.Soekarno di atas dapat diartikan bahwa

    pangan merupakan sumber kekuatan dan sumber kelemahan dari suatu bangsa.

    Pangan menjadi sumber kekuatan ketika kebutuhannya mampu dipenuhi sendiri

    dengan produk lokal, tetapi sebaliknya pangan menjadi kelemahan suatu bangsa

    ketika pemenuhan kebutuhannya tidak mampu ditangani sendiri dan bergantung

    pada negara lain melalui kebijakan impor, seperti yang dilakukan di negara

    Indonesia.

    Swasembada pangan sendiri merupakan capaian peningkatan ketersediaan

    pangan dengan wilayah nasional. Swasembada pangan pada suatu negara dikatakan

    berhasil apabila bangsa tersebut dapat mandiri dalam hal ketahanan pangan yang

    terpenuhi bahkan mampu mencapai surplus. Jika membicarakan tentang

    swasembada pangan, maka kaitannya sudah bukan lagi merupakan wacana para

    petani, namun hal tersebut sudah termasuk wacana negara, yang artinya masalah

    tersebut lebih tertuju pada kebijakan pemerintah yang diterapkan. Kekuatan negara

    berdasar dari kebijakan yang diterapkan, seharusnya mampu untuk dipertahankan

    dan dijalankan dengan konsisten. Hal itu dapat membantu pemerintah sebagai acuan

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    dan landasan dalam menerapkan kesinambungan antar kebijakan tiap tahunnya.

    Contohnya pemerintah akan melakukan swasembada untuk beras di tahun 2017

    namun, ketika pelaksanaan pada tahun 2015 terjadi permasalahan produktivitas gula

    yang rendah akibat keterbatasan lahan dan berdampak pada ketidakpenuhan

    kebutuhan gula lokal, sehingga beralih ke swasembada gula dan meninggalkan

    kesan pemerintah tidak konsisten dan berkesinambungan dalam pelaksanaan

    kebijakan yang telah dibuat tersebut. Kondisi lama yang tidak dipertahankan

    menyebabkan adanya tumpang-tindih swasembada antar komoditas dan berakibat

    tidak tercapainya swasembada berkelanjutan seperti yang diinginkan. Berkenaan

    dengan keadaan terkini dari sektor pertanian, maka diperlukan adanya revitalisasi

    kebijakan oleh pemerintah agar tercapai swasembada pangan berkelanjutan.

    ISI

    A. KEBIJAKAN MENGENAI KETERSEDIAAN LAHAN

    Lahan persawahan secara signifikan terus menurun akibat teralihkan dengan

    aneka kepentingan non-pertanian, seperti permukiman dan industri. Hal ini

    dikarenakan pemerintah dan pihak lainnya tampak terlihat memandang sebelah

    mata sektor pertanian. Padahal konsumsi nasional, sebagai konsekuensi

    pertambahan penduduk yang terus meningkat.

    Ketersediaan lahan yang semakin menurun dan desakan penduduk

    merupakan faktor yang sangat mempengaruhi. Lahan, merupakan faktor yang

    sangat fundamental dikarenakan merupakan tempat tumbuh bagi, kenaikan

    penggunaan lahan tanaman tertentu pastinya akan menurunkan luasan lahan untuk

    tanaman lainnya. Selain faktor kepemilikan luas lahan yang kecil, kemerosotan luas

    lahan disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi. Saat ini, konversi lahan

    pertanian telah mencapai 100.000 ha/tahun, sedangkan kemampuan pemerintah

    dalam menciptakan lahan baru hanya maksimal 30.000 ha, sehingga setiap tahun

    justru terjadi pengurangan lahan pertanian. Jumlah lahan yang semakin menurun

    menyebabkan terjadinya kompetisi lahan antar komoditas. Petani tentu akan

    memilih komoditas yang paling menguntungkan, risikonya kecil, biaya

    produksinya terjangkau, dan pasarnya menjanjikan.

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    Menurut kami sebaiknya pemerintah mengkonsentrasikan pertanian ke luar

    pulau jawa sebagai salah satu alternatifnya dan membatasi konversi lahan pertanian

    ke non pertanian.

    B. KEBIJAKAKAN SUBSIDI

    Kebijakan pemerintah yang saat ini hanya memberikan subsidi sebesar 60

    trilyun, dimana 80% teralokasikan untuk subsidi pupuk, dan sisanya untuk kredit,

    bibit, irigasi, cenderung menyebabkan ketidakefektifan karena hasil tersebut lebih

    menguntungkan pihak petani dengan lahan besar yang memiliki kekuasaan,

    sedangkan petani kecil malah tidak bisa menikmati hasil, padahal petani kecil di

    Indonesia jumlahnya lebih dominan. Seharusnya anggaran tersebut direalokasi

    pada pemberdayaan kemampuan petani, peningkatan teknologi, fasilitas

    industrialisasi pedesaan. Subsidi seharusnya lebih diarahkan ke petani untuk

    meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian sehingga pada akhirnya

    kesejahteraan para petani bisa tercapai.

    C. KEBIJAKKAN PENERAPAN TEKNOLOGI

    Kebijakan pemerintah yang lebih memilih menggunakan teknologi dan riset

    yang dihasilkan oleh negara lain menjadikan negara kita jauh dari kata mandiri.

    Seperti kasus dimana pemerintah lebih memilih melakukan impor benih padi

    hibrida dari China daripada menggunakan produk hasil temuan dari lembaga riset

    dan perguruan tinggi Indonesia dengan alasan masalah standarisasi. Hal tersebut

    menjadikan potensi teknologi lokal semakin terpuruk dan semakin tidak

    berkembang. Pemerintah seharusnya memberikan dukungan dan lebih

    memfasilitasi teknologi dan inovasi pertanian karya anak bangsa, meningkatkan

    potensi akademisi di bidang pertanian, serta meningkatkan upaya standarisasi

    dalam rangka mencapai swasembada pangan berkelanjutan.

    D. KEBERLANJUTAN ANTARA KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN

    SWASEMBADA KOMODITI YANG PERLU UNTUK DIPRIORITASKAN

    Harapan pemerintah untuk melaksanakan swasembada pada beberapa

    komoditi sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukan. Salah satu

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    penyebabnya adalah ketergantungannya pada impor. Pemerintah diyakini tidak

    mampu mewujudkan swasembada pangan, terutama komoditas padi, jagung,

    kedelai, gula, serta daging sapi dan malah tergantung dengan impor untuk

    memenuhinya. Selanjutnya, kondisi ini diperparah oleh ketidakseriusan pemerintah

    untuk membangun sektor pertanian. Akibatnya, mayoritas petani Indonesia masih

    berada di bawah garis kemiskinan.

    Selain itu, fakta menunjukan bahwa kecenderugan harga komoditi impor

    yang lebih murah dibandingkan komoditi domestik. Murahnya komoditi impor

    dikarenakan produksi yang melipah akibat kemajuan teknologi sehingga produsen

    tidak membutuhkan SDM dalam jumlah banyak dan meminimalisir biaya

    pembayaran jasa. Dengan produksi yang melimpah, untuk harga jual yang murah

    dapat menutupi biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani.

    Menurut kami, pemerintah harus menitikberatkan pada satu atau dua

    komoditi yang menjadi unggulan untuk dikembangkan. Apabila pemerintah ingin

    fokus pada swasembada beras dan jagung, maka dua komoditi inilah yang perlu

    ditingkatkan produksinya. Pemerintah juga perlu melihat komoditi yang

    kemungkinan bersubstitusi dalam penggunaan lahan yang sama. Misalnya,

    karakteristik antara tanaman kedelai dan jagung yang viabilitasnya sama-sama pada

    wilayah kering, sehingga apabila tanaman kedelai yang diprioritaskan maka

    produksi dari tanaman jagung sudah pastinya akan menurun, dengan demikian

    pemerintah harus memprioritaskan komoditi dengan karakteristik yang hampir

    sama. Kondisi anggaran yang minim, mengharuskan pemerintah memfokuskan

    pada komoditi tertentu untuk diswasembadakan. Melihat kondisi bahwa pangan

    utama masyarakat Indonesia sebagian besar adalah beras, menurut kami komoditi

    yang paling layak dan harus untuk ditingkatkan adalah padi dan jagung.

    Alasan harus dikembangkannya tanaman padi dan jagung adalah

    ketersediaan lahan yang baik dengan aternatif pengembangannya di wilayah

    Indonesia bagian barat yang subur diprioritaskan untuk pengembangan tanaman

    padi, sedangkan wilayah Indonesia tengah dan sebagian wilayah timur untuk

    pengembangan jagung. Selain tidak berkompetisi satu sama lain, pengembangan

    keduanya juga dapat saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa konsumsi beras

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    sebagai makanan pokok dapat digantikan oleh jagung, dengan demikian produksi

    pertanian yang diperoleh akan maksimal dan tidak melepas komoditas yang

    lainnya, dalam hal ini tetap dalam pengontrolan pemerintah dan partisi lainnya

    dalam hal pengingkatan produksi.

    Beras merupakan suatu komoditas yang menguasai hajat hidup rakyat

    Indonesia, dimana 90% penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan

    pokoknya, basis industri strategis perekonomian nasional, serta instrumen untuk

    menjaga kestabilan dan keamanan pangan rakyat Indonesia. Kegagalan dalam

    penyediaan beras sebagai pangan utama dapat menimbulkan implikasi sosial politik

    yang sangat mahal.

    Jagung juga merupakan salah satu komoditi potensial untuk dikembangkan.

    Tanaman ini, mempunyai adaptasi yang luas dan relatif mudah dibudidayakan,

    sehingga komoditas ini ditanam oleh petani di Indonesia pada lingkungan fisik dan

    sosial-ekonomi yang sangat beragam. Pengembangan wilayah timur Indonesia

    sebagai basis komoditi ini sangat diperlukan. Data menunjukan bahwa,

    ketersediaan lahan untuk pengembangan jagung masih sangat besar yaitu sebesar

    43,10 persen dari lahan yang cocok belum digunakan. Potensi lahan tersebut

    sebagian besar berada pada Kalimantan dan wilayah timur Indonesia. Dengan

    kedua wilayah yang berbeda ini diharapkan produksi yang dihasilkan akan

    maksimal dikarenakan penggunaan lahan yang berbeda tempat.

    Mengenai swasembada daging, berdasarkan data statistik menunjukan

    bahwa konsumsi daging masyarakat Indonesia tercatat hanya mengkonsumsi 1,8

    kg/kapita. Konsumsi daging berfrekuensi sangat kecil bila dibandingkan dengan

    beras atau komoditi lainnya. Kebutuhan akan daging sapi di Indonesia hanya

    menjadi kebutuhan sekunder bahkan tersier. Mencermati kondisi yang demikian,

    kebijakan untuk swasembada daging perlu dicermati kembali. Oleh karena itu,

    menurut kami tanpa swasembada daging pun tak menjadi masalah dan seharusnya

    komoditi yang dipenuhi sebaiknya komoditi yang menjadi kebutuhan utama atau

    yang paling mendesak saja.

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    E. KEBIJAKAN SWASEMBADA ABSOLUT VS IMPOR

    Kondisi antara ketersediaan lahan yang semakin berkurang, tekanan

    penduduk yang semakin tinggi, serta kebutuhan akan bahan pangan yang semakin

    tinggi dan beragam memunculkan sebuah pertanyaan tentang Apa yang seharusnya

    dilakukan pada komoditi yang harusnya diswasembadakan?. Terdapat dua cara

    pandangan untuk mencapai swasembada. Cara pertama yang dikenal dengan

    swasembada absolut yakni kebutuhan akan konsumsi suatu negara dipenuhi dari

    produksi dalam negeri dan cara kedua yaitu swasembada dengan memenuhi

    kebutuhan dalam negeri melaui kegiatan impor.

    Apabila dihubungkan dengan konsep ketahanan pangan, maka negara

    Singapura dengan luas negara yang kecil mampu memenuhi ketahanan pangannya.

    Adanya faktor keterbatasan lahan, menyebabkan Singapura menggunakan konsep

    swasembada yang kedua yaitu pemenuhan kebutuhan yang sulit melalui produksi

    di negaranya maka impor merupakan jalan keluarnya. Jika menalaah lebih lanjut,

    ternyata swasembada absolut kurang memberi dampak positif, karena berbiaya

    mahal dan mengekang atau membatasi hak-hak petani untuk menanam tanaman

    pilihannya.

    Penelitian yang dilakukan Gao (2010) yang berjudul Discussion on Issues

    of Food Security Based on Basic Domestic Self-Sufficiency menunjukan bahwa

    ketahanan pangan adalah jaminan dasar bagi keamanan nasional. Untuk China,

    sebuah negara yang memegang populasi terbesar di dunia, keamanan pangan lebih

    jelas masalah penting yang menyangkut keamanan, perbaikan ekonomi,

    kebahagiaan, dan jaminan sosial. Namun, di bawah kondisi globalisasi ekonomi,

    ada argumen yang berbeda mengenai apakah ketahanan pangan China harus

    didasarkan pada dasar negeri swasembada atau harus diganti dengan impor. Pada

    esai ini akan menyatakan bahwa kepatuhan terhadap strategi ketahanan pangan

    "memuaskan dasar negeri swasembada" adalah pilihan yang diperlukan.

    Salah satu solusi dalam membangun sektor pertanian ke arah yang lebih

    baik adalah dengan fokus pada beberapa komoditi unggulan serta berpotensi yang

    ingin dikembangkan dan mengimpor terhadap komoditi yang belum bisa

    dikembangkan secara optimal. Berdasarkan tulisan ini, bukan berarti kami

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    mendukung impor, akan tetapi, dengan fokus pada komoditi tertentu, maka hasil

    yang diperoleh dapat menutupi impor tersebut. Hasil maksimal yang diperoleh akan

    dipergunakan untuk menutupi biaya yang dikeluarkan untuk impor komoditi

    lainnya. Pemerintah dan masyarakat juga harus berusaha terus menerus untuk

    mengembangkan teknologi dan sarana prasarana yang mendukung guna mengatasi

    kendala lahan dan lainnya serta meningkatkan produktivitasnya.

    Penelitian yang dilakukan oleh Jalal Salem dan Mojtaba Mojaverian (2013)

    yang berjudul The Study of Food Import Capacity Effects on Rural

    Households'Food Security in Iran tentang manfaat penggunaan ekspor produktif

    sumberdaya potensial yang dialokasikan untuk menutupi impor suatu komoditi dan

    dilakukan secara terus-menerus dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan

    dalam jangka panjang. Penelitian ini menjelaskan bahwa pendapatan Iran yang

    tinggi dari sumber daya migas digunakan untuk menutupi impor bahan pangan di

    negara tersebut. Pada pelaksanaannya, kebijakan impor dilakukan hanya berlaku

    jika produksi dalam negeri belum mampu untuk mencukupi kebutuhan, dan diikuti

    dengan pengembangan teknologi guna memenuhi kebutuhan tersebut.

    Berdasarkan penelitian tersebut, seharusnya Indonesia bisa mencontoh hal

    yang dilakukan Negara Iran. Memang nilai dari potensi yang didapat dari migas

    cukup berbeda dengan hasil pertanian. Namun, apa salahnya dengan memusatkan

    pada komoditi tertentu agar dapat memberikan hasil yang maksimal, sehingga

    dengan nantinya surplus yang diperoleh dapat menutupi impor bahan pangan

    lainnya, sehingga kebutuhan akan bahan pangan masyarakat Indonesia dapat

    terpenuhi. Ini hanya bisa dilakukan jika semua pihak baik pemerintah maupun

    masyarakat saling mendukung satu sama lain. Adanya kesungguhan untuk

    pencapaian yang ditopang oleh dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

    dibarengi dengan pemilihan metode yang tepat, pencapaian swasembada jelas

    tinggal menunggu waktu untuk diwujudkan.

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    PENUTUP

    KESIMPULAN

    Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa swasembada

    pangan perlu dilakukan karena bertujuan memenuhi kebutuhan pangan secara

    mandiri dan tidak ketergantungan dari pihak lain, akan tetapi melihat kendala

    keterbatasan lahan dan berbagai faktor lainnya sekarang ini swasembada beberapa

    bahan pangan tersebut menjadi sangat tidak mungkin untuk dilakukan ke depannya.

    5 Kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah diantaranya, pertama

    kebijakan dalam mengkonsentrasikan lahan pertanian keluar pulau Jawa dan juga

    membatasi tingkat konversi lahan pertanian ke non-pertanian. Kedua, kebijakan

    dalam merealokasi anggaran pada pemberdayaan kemampuan petani, peningkatan

    teknologi, fasilitas industrialisasi pedesaan sehingga terarah untuk meningkatkan

    produktivitas dan kualitas hasil pertanian. Ketiga, kebijakan dalam memberikan

    dukungan untuk meningkatkan potensi akademisi di bidang pertanian serta lebih

    memfasilitasi teknologi dan inovasi pertanian karya anak bangsa, juga

    meningkatkan upaya standarisasi dalam rangka mencapai swasembada pangan

    berkelanjutan. Keempat, kebijakan akan swasembada absolut yang tidak mutlak

    harus dilakukan oleh pemerintah, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal,

    dan nantinya surplus yang diperoleh akan menutupi impor komoditi lainnya.

    Kemudian yang terakhir keberlanjutan antara kebijakan pemerintah dan

    memprioritaskan swasembada komoditi tertentu yang meiliki dampak krusial,

    dengan pemfokusan pemerintah pada satu atau dua komoditi perlu dilakukan.

    Pemanfaatan kendala yang ada, akan menghasilkan produksi yang maksimal guna

    tercapai swasembada bahan pangan tertentu. Selain itu ,untuk mewujudkan

    swasembada suatu komoditi, diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah dan

    petani dalam hal ini ketersediaan sarana dan prarasarana yang mendukung, dan

    kebijakan yang mendukung petani.

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    REFERENSI

    Badan Pusat Statistik Nasional. 2014. Data Konsumsi dan Pengeluran. Diakses 12

    Mei 2015.

    .

    Badan Pusat Statistik Nasional. 2014. Pengunaa Lahan. Diakses 12 Mei 2015.

    .

    Borthon, R. 2015. Swasembada Pangan dan Peran Perempuan di Bidang

    Pertanian. Diakses 12 Mei 2015.

    .

    Fiki, A. 2013. Konsumsi Daging RI Cuma 18 Kg Kalah dari Malaysia dan Filipina.

    Diakses 13 Mei 2015. .

    Gao, S. 2010. Discussion on Issues of Food Security Based on Basic Domestic Self-

    Sufficiency. Asian Social Science, Vol 6, No 11 (2010). Diakses 15 Mei 2015.

    .

    Jiang, L., X. Deng, and K. C. Seto. 2013. The impact of urban expansion on

    agricultural land use intensity in China. Elsivier, Land Use Policy 35 (2013)

    33-39. Diakses 14 Mei 2015.

    .

    Salem, J. and M. Mojaverian. 2013. The Study of Food Import Capacity Effects on

    Rural Households' Food Security in Iran. International journal of Agronomy

    and Plant Production, Vol 4 (6), 1234 - 1240, 2013. Diakses 14 Mei 2015.

    .

    Smith, P. 2010. Competition for Land. Royal society publishing. Diakses 14 Mei

    2015.

    .

    Tambunan. 2008. Ketahanan Pangan di Indonesia, Mengidentifikasi Beberapa

    Penyebab. Diakses 15 Mei 2015. .

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    1. Identitas Diri Anggota 1

    1. Nama Lengkap Ahfad Ulhidayati

    2. Jenis kelamin P

    3. Prodi Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

    4. NIM 125100501111008

    5. Tempat dan Tanggal Lahir Merauke, 06 November1994

    6. E-mail [email protected]

    7. Nomor Telepon/HP 0823

    8. Riwayat pendidikan SD Inpres Polder Merauke (2000-2006)

    SMP Negeri 1 Merauke (2006-2009)

    SMA Negeri 1 Merauke (2009-2012)

    Malang, 18 Mei 2015

    Pengusul,

    (Ahfad Ulhidayati)

    2. Identitas Diri Anggota 2

    1. Nama Lengkap Rabitha Almas Fasya

    2. Jenis kelamin P

    3. Prodi Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

    4. NIM 125100500111010

    5. Tempat dan Tanggal Lahir Balikpapan, 13 September1994

    6. E-mail [email protected]

    7. Nomor Telepon/HP 085655668511

    8. Riwayat Pendidikan SD Negeri 005 Rapak Balikpapan

    (2000-2006)

    SMP Negeri 3 Peterongan Jombang

    (2006-2009)

    SMA Darul Ulum 2 Jombang/IPA

    (2009-2012)

    Malang, 18 Mei 2015

    Pengusul,

    (Rabitha Almas Fasya)

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

    SCAN KARTU MAHASISWA

  • Regenerasi Tani Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan