Naspub Jos

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/21/2018 Naspub Jos

    1/10

    CORRELATION OF BILIRUBIN LEVEL AND MORTALITY IN LEPTOSPIROSIS

    PATIENTS AT PANEMBAHAN SENOPATI HOSPITAL BANTUL JANUARI 2010

    AGUSTUS 2012

    HUBUNGAN KADAR BILIRUBIN TERHADAP KEMATIAN PADA PENDERITA

    LEPTOSPIROSIS DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL JANUARI 2010

    AGUSTUS 2012

    Muhammad Rizki Imannudin1

    1Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY, 2Bagian Ilmu Penyakit

    Dalam FK UMY

    Abstrack

    Leptospirosis is a cold disease in humans or animals that caused bu leptospira bactery.

    It can be happend in human because of direct contact with the water or other substances that

    poluted byurine or infected animal. The first infection source such as dog, mouse, raccoon,

    squirrel can be infection media.

    The purpose of study is to know the that risk of leptospirosispatient who influenced

    by bilirubin value, incubation of leptospira and the influence of bilirubin level to the death

    risk in leptospirosis patient.

    The kind of study is retrospective description by cross sectional design to describe the

    total serum bilirubin value in leptospirosis patient.

    The result of study can be concluded that p value is 0,012. It means that bilirubin has

    influence significantly to risk of the death in leptospirosis patient.

    Keyword : leptospirosis, leptospira, bilirubin

  • 5/21/2018 Naspub Jos

    2/10

    Intisari

    Leptospirosis adalah sekelompok penyakit demam pada manusia dan hewan yang

    disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira. Infeksi ini bisa terjadi pada manusia akibat kontak

    langsung dengan air atau zat lainnya yang telah tercemar oleh urin atau jaringan hewan yang

    terinfeksi. Hewan seperti anjing, tikus, musang, tupai merupakan sumber infeksi utama pada

    manusia

    Tujuan pada penilitian ini adalah untuk mengetahui resiko terjadinya kematian pada

    penderita leptospirosis yang dipengaruhi nilai bilirubin, kadar bilirubin pada penderita

    leptospirosis, periode inkubasi bakteri leptospira pada penderita leptospirosis, dan seberapa

    besar pengaruh kadar bilirubin terhadap resiko kematian pada penderita leptospirosis.

    Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif dengan pendekatan cross

    sectioonal dengan cara mendeskripsikan data nilai bilirubin serum total pada penderita

    leptospirosis.

    Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai p = 0,012 yang berarti bilirubin

    berpengaruh secara bermakna terhadap resiko terjadinya kematian pada penderita

    leptospirosis.

    Keyword : leptospirosis, leptospira, bilirubin

  • 5/21/2018 Naspub Jos

    3/10

    Pendahuluan

    Leptospirosis merupakan masalah

    kesehatan masyarakat di seluruh dunia,

    khususnya di negara-negara yang beriklim

    tropis dan subtropis serta memiliki curah

    hujan yang tinggi. Tingginya angka

    prevalensi leptospirosis di daerah yang

    memiliki iklim tropis dan subtropis, dapat

    dihubungkan dengan kondisi lingkungan

    yang kurang baik sehingga memungkinkan

    lingkungan tersebut menjadi tempat yang

    baik atau cocok untuk hidup dan

    berkembangbiaknya bakteri leptospira.

    Indonesia sebagai negara tropis

    merupakan negara dengan kejadian

    Leptospirosis yang tinggi serta menduduki

    peringkat ketiga di dunia dibawah China

    dan India untuk mortalitas. Angka

    kematian akibat penyakit leptospirosis di

    Indonesia termasuk tinggi, dengan angka

    Case Fatality Rate (CFR) bisa mencapai

    2,5% - 16,45% (rata-rata 7,1%). Pada usia

    lebih 50 tahun kematian bisa sampai 56%.

    Pada leptospirosis terdapat 2 fase,

    yaitu anikterik dan ikterik. Manifestasi

    klinik anikterik berupa demam, kulit

    kemerahan, sakit kepala, mialgia, nyeri

    abdomen, mual dan muntah. Sementara

    pada fase ikterik yang bisa disebut juga

    dengan Syndrom Weils ini ditandai

    dengan manifestasi klinik berupa demamtinggi, gangguan hati, ginjal dan

    perdarahan. Pada keadaan ini konsentrasi

    bilirubin serum dapat mencapai 60-80

    mg/dL. Peningkatan kadar bilirubin serum

    direk merupakan kasus yang paling sering

    ditemui dan ikterik yang berat disertai

    gagal ginjal. Oleh karena itu perlu

    dilakukan penelitian untuk mengetahui

    hubungan kadar bilirubin sebagai pertanda

    prognostik yang penting dan berhubungan

    dengan angka kematian pada penderita

    leptospirosis.

    Bahan dan Cara

    Penilitian ini adalah penelitian

    deskriptif retrospektif, dilakukan dengan

    cara mendeskripsikan data nilai bilirubin

    serum total pada penderita leptospirosis.

    Populasi dari penelitian ini adalah semua

    penderita yang didiagnosa leptospirosis di

    RSUD Panembahan Senopati Bantul

    periode 2010 sampai 2012 yang diambil

    dari data rekam medis penderita.

    Sampel yang diambil untuk

    penelitian ini adalah semua populasi yang

    memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan

    sampel penelitian ini didasarkan pada

    konsekuentif sampling. Kriteria penelitian

    ada 2 yaitu inklusi dan ekslusi.

    Sebagai kriteria inklusi adalah

    Penderita definitif leptospirosis periode

  • 5/21/2018 Naspub Jos

    4/10

    tahun 2010 sampai 2012 di RSUD

    Panembahan Senopati Bantul, penderita

    leptospirosis yang meninggal dunia

    periode tahun 2010 sampai 2012 dan

    penderita leptospirosis dengan

    pemeriksaan laboratorium terdeteksi nilai

    bilirubin total meningkat.

    Sebagai variabel bebas adalah jenis

    kelamin, umur dan durasi tanda gejala,

    serta kadar bilirubin dengan kadar dibawah

    dan di atas standar yang telah ditentukan

    batas standarnya yaitu 7,735.

    . Variabel terikatnya adalah angka

    kematian pada penderita leptospirosis

    Bahan yang digunakan pada penelitian ini

    adalah surat ijin penelitian dan rekam

    medis pasien. Alat yang digunakan berupa

    laptop dan seperangkat alat tulis.

    Penelitian telah dilakukan di

    RSUD Panembahan Senopati Bantul pada

    bulan Mei 2012 sampai dengan Desember

    2012. Pelaksanaannya diawali dengan

    membuat surat ijin penelitian di BAPEDA

    setempat, lalu mengunjungi ruangan diklat

    pada Rumah Sakit bersangkutan untuk

    mendapatkan ijin penelitian. Selanjutnya

    pengambilan sampel dilakukan di ruangan

    rekam medis.

    Pengelompokan sampel data rekam

    medis disesuaikan berdasarkan pasien

    yang memiliki data pemeriksaan

    laboratorium kadar bilirubin total dan

    didapatkan sampel sebanyak 19 orang .

    Pengelompokan data sampel pasien

    leptospirosis berdasarkan variabel bebas

    yang telah ditentukan untuk mengetahui

    hubungan dan membandingkan jenis

    kelamin, rata rata umur penderita dan

    durasi tanda gejala dengan kadar bilirubin

    total di bawah 7,737 dan di atas 7,735.

    Serta perbandingan hubungan antara status

    kehidupan pada penderita leptospirosis

    dengan kadar bilirubin di bawah 7,735 dan

    di atas 7,735.

  • 5/21/2018 Naspub Jos

    5/10

    Hasil Penelitian

    Hasil pengamatan pada penderita leptospirosis diperlihatkan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Distribusi dasar jenis kelamin, umur dan durasi tanda gejala

    Kadar Bilirubin Total

    PDibawah Cut of Point

    (< 7,735 mg/dl)

    N=10

    Diatas Cut of Point

    (> 7,735 mg/dl)

    N=9Jenis Kelamin

    Laki-laki

    Perempuan

    90 %

    10 %

    66,7 %

    33,3 %

    0,213

    Umur 60,3 tahun 48,78 tahun 0,092

    Durasi Tanda Gejala

    (hari)

    1

    2

    34

    5

    6

    7

    8

    10 %

    20 %

    10 %0 %

    60 %

    (-)

    0 %

    0 %

    0 %

    22,2 %

    0 %33,3 %

    22,2 %

    (-)

    11,1 %

    11,1 %

    0,175

    Tabel 1 di atas dapat

    disimpulkan bahwa jumlah total

    penderita leptospirosis dengan kadar

    bilirubin dibawah nilai acuan berjenis

    kelamin laki-laki sebanyak 90% dan

    jenis kelamin perempuan sebanyak

    10%, sedangkan dengan kadar

    bilirubin diatas standar berjenis

    kelamin laki-laki sebanyak 66,7% dan

    jenis kelamin perempuan sebanyak

    33,3%, tetapi tidak bermakna secara

    statistik dengan P = 0,213.

    Pada penderita leptospirosis

    dengan kadar bilirubin diatas nilai

    acuan berusia rata-rata 60,3 tahun,

    sedangkan penderita leptospirosis

    dengan kadar bilirubin diatas nilai

    acuan memiliki usia lebih tua

    dibanding penderita dengan kadar

    bilirubin dibawah nilai acuan yaitu

  • 5/21/2018 Naspub Jos

    6/10

    berusia rata-rata 48,78 tahun,

    namun tidak bermakna secara statistik

    dengan P = 0,092.

    Penderita leptospirosis dengan

    kadar bilirubin diatas nilai acuan

    berdurasi 4 hari memiliki prosentase

    terbanyak sebesar 33,3%, sedangkan

    penderita leptospirosis dengan kadar

    bilirubin dibawah nilai acuan

    berdurasi 5 hari dengan memiliki

    prosentase terbanyak sebesar 60%.

    Dapat disimpulkan tidak terdapat

    perbedaan bermakna secara statistik

    dengan P = 0,175.

    Tabel 2. Distribusi Frekuensi Status Kehidupan dengan kadar bilirubin total

    Kadar Bilirubin Total P OR 95% CI

    Dibawah Cut of Point

    (< 7,735 mg/dl)

    N=10

    Diatas Cut of Point

    (> 7,735 mg/dl)

    N=9

    Status Kehidupan

    Hidup

    Mati

    8 (80%)

    2 (20%)

    2 (22,2%)

    7 (77,8%) 0,012 141,541-

    127,225

    Tabel 2 di atas dapat disimpulkan

    bahwa penderita leptospirosis dengan

    kadar bilirubin dibawah nilai acuan

    memiliki prosentase hidup sebesar 80%,

    sedangkan pada penderita leptospirosis

    dengan kadar bilirubin diatas nilai acuan

    memiliki prosentase hidup sebesar 22,2%

    dan

    sebaliknya pada penderita dengan kadar

    bilirubin diatas nilai acuan memiliki

    prosentase kematian sebesar 77,8%, hal

    tersebut sesuai dengan hasil uji statistik

    bahwa terdapat perbedaan yang bermakna

    pada penderita leptospirosis dengan kadar

    bilirubin diatas nilai acuan dengan P =

    0,012. Penderita leptospirosis dengan

    kadar bilirubin diatas cut of point memiliki

    14 kali lebih beresiko terjadinya kematian

    dengan OR = 14.

  • 5/21/2018 Naspub Jos

    7/10

    Diskusi

    Dalam penelitian yang dilakukan

    peneliti saat ini didapatkan 19 penderita

    leptospirosis yang dirawat selama periode

    tahun 2010 sampai 2012 yang bertempat di

    RSUD Panembahan Senopati Bantul,

    sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

    Pada tabel 2 dan tabel 3, peneliti

    mencoba untuk mencari korelasi antara

    jenis kelamin, umur, dan durasi tanda

    gejala terhadap hasil laboratorium kadar

    bilirubin. Kadar bilirubin dengan

    menggunakan kurva ROC untuk mencari

    titik acuan atau cut ofpoint pada hasil lab

    yang berpengaruh pada kematian, sehingga

    diperoleh kadar bilirubin sebesar 7,375

    sebagai titik acuan.

    Distribusi kasus menurut Jenis

    kelamin didapatkan penderita laki-laki 15

    orang (78,9 %) lebih banyak dibandingkan

    dengan wanita yang berjumlah 4 orang

    (21,1 %). Ini sesuai dengan penelitian yang

    dilakukan oleh Joko Pamungkas yang

    menyatakan bahwa penderita laki-laki

    lebih banyak, yaitu sekitar 15 orang (75%)

    dan perempuan 5 orang (25%). Hal ini

    dimungkinkan sesuai dengan pekerjaan

    yang beresiko terhadap penyakit

    leptospirosis yang mana lebih banyak

    dikerjakan oleh laki-laki seperti petani,

    peternak maupun nelayan, yang mana

    pekerjaan tersebut merupakan tempat

    berkembang biaknya bakteri leptospira.

    Distribusi kasus berdasarkan umur

    pada penderita leptospirosis terhadap nilai

    acuan bilirubin. Pada penderita dengan

    kadar bilirubin dibawah nilai acuan yang

    rawat di Rumah Sakit Panembahan

    Senopati Bantul berumur rata-rata 60,3

    tahun, sedangkan penderita dengan kadar

    bilirubin diatas nilai acuan berumur rata-

    rata 48,78 tahun, hal ini menunjukkan

    bahwa pada usia kelompok tersebut masih

    bisa dikatakan sebagai usia produktif.

    Aktifitas fisik yang berhubungan dengan

    pekerjaan masih bisa dilakukan pada usia

    tersebut, namun dengan nilai Probability

    umur terhadap bilirubin p = 0,092 (>0,05)

    yang berarti tidak ada perbedaan yang

  • 5/21/2018 Naspub Jos

    8/10

    signifikan antara umur dengan kadar

    bilirubin yang berpengaruh terhadap

    kematian. Hasil tersebut berbeda dengan

    hasil penelitian yang dilakukan Falcao.

    Dkk di portugal yang menyebutkan bahwa

    golongan umur 55-64 tahun merupakan

    usia dengan jumlah kasus terbanyak.

    Distribusi berdasarkan durasi tanda

    gejala dengan cut of pointkadar bilirubin,

    terlihat bahwa pada kadar bilirubin

    dibawah cut of point (7,375)

    terbanyak terjadi pada hari ke 4, dengan

    nilai p = 0,175 yang berarti tidak ada

    hubungan yang signifikan antara durasi

    terhadap kadar bilirubin yang berpengaruh

    terhadap kematian pada penderita

    leptospirosis. Hal tersebut tidak sesuai

    dengan penilitian yang dilakukan oleh

    Nurmilawati yang mengatakan durasi

    berpengaruh terhadap resiko terjadinya

    kematian (p=0,005), hal ini mungkin

    dikarenakan oleh sistem imun dari pasien

    di kabupaten bantul dan juga fasilitas

    kesehatan yang sudah mulai memadai

    terhadap perawatan pasien Leptospirosis di

    RSUD Panembahan Senopati Bantul.

    Data berdasarkan tabel 2

    merupakan distribusi kadar bilirubin

    terhadap status kehidupan pada penderita

    leptospirosis, menunjukan bahwa dari 19

    penderita leptospirosis, didapatkan jumlah

    penderita dengan kadar bilirubin dibawah

    cut of pointdengan status mati sebanyak 2

    orang (20%), sedangkan penderita dengan

    kadar bilirubin diatas nilai acuan berstatus

    mati sebanyak 7 orang (77,8%). Dengan

    nilai p = 0,012 dan OR = 14 yang berarti

    kadar bilirubin >7,375 menjadi faktor

    prognostik kematian pada penderita

    leptospirosis dengan resiko 14 kali

    dibanding dengan kadar bilirubin

  • 5/21/2018 Naspub Jos

    9/10

    umumnya fungsi hati normal jika penderita

    tidak ada gejala ikterik.

    Kesimpulan

    Dari 19 orang penderita

    Leptospirosis yang dijadikan sampel

    penelitian sesuai dengan kriteria eksklusi

    dan inklusi didapatkan bahwa titik kritis

    atau cut of point untuk kadar bilirubin

    adalah 7,375 mg/dl

    Pada penderita Leptospirosis

    dengan peningkatan kadar bilirubin diatas

    7,375 mg/dl dapat dijadikan sebagai faktor

    prognostik terjadinya kematian pada

    penderita leptospirosis dengan resiko

    terjadinya kematian sebesar 14 kali lebih

    tinggi dibandingkan dengan penderita

    leptospirosis yang memiliki hasil

    laboratorium bilirubin dibawah 7,375.

    Saran

    Perlu dilakukan penelitian yang lebih

    sahih dengan menggunakan sampel dengan

    jumlah sampel yang lebih banyak.

    Untuk setiap rumah sakit diharapkan

    melengkapi pemeriksaan laboratorium

    kadar bilirubin untuk setiap penderita

    leptospirosis.

    Perlu dilakukan penelitian yang lebih

    mendalam lagi terhadap faktor-faktor

    resiko kematian pada penderita

    leptospirosis selain dari yang telah

    digunakan pada penelitian ini

    Daftar Pustaka

    1. Chin. (2000). Control of

    Communicable Disease Manual.

    Washington D.C.

    2. DEPKES. (2003). Pedoman

    Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan

    Laboratorium Leptospirosis di Rumah

    Sakit. Jakarta: Ditjen PPM - PI.

    3. Gasem. (2003). Gambaran Klinik dan

    Diagnosis Leptospirosis pada Manusia.Semarang: Badan Penerbit UNDIP

    Semarang.

    4. Heath, C. J. (1965). Leptospirosis in

    the United States : analysis of 483

    cases in man 1949-1949. PubMed.

  • 5/21/2018 Naspub Jos

    10/10

    5. Isselbacher. (2000). Harrison Prinsip-

    Prnsip Ilmu Penyakit Dalam Vol. 5.

    Jakarta: EGC.

    6.

    Judarwanto. (2007). Leptospirosis pada

    manusia. Diambil kembali dari

    www.dinkes-diy.go.id:

    http://www.dinkes-diy.go.id

    7. Levett. (2001). Clinical biology

    Reviews.Leptospirosis. University of

    the West Indies.

    8.

    Muhidin. (2011). Survei Kejadian

    Leptospirosis di Desa Sumbersari

    Kecamatan Moyudan Kabupaten

    Sleman D.I. Yogyakarta Tahun 2010.

    YOGYAKARTA: Universitas Gadjah

    Mada.

    9. Pamungkas, J. (2008). Gambaran Hasil

    Pemeriksaan Kadar Bilirubin Serum

    Pada Penderita Leptospirosis Di RSUP

    dr. Kariadi. Yogyakarta: Fakultas

    Kedokteran UMY .

    10.Sanford, J. P. (1999). HARRISON

    PRINSIP-PRINSIP ILMU

    PENYAKIT DALAM VOLUME 2 .

    JAKARTA: EGC.

    11.Zein, U. (2009). ILMU PENYAKIT

    DALAM JILID III EDISI V.

    JAKARTA: Interna Publishing.