Click here to load reader
Upload
vuongtu
View
278
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NASKAH ‘AQIDATU AL-AWĀM(Suntingan Teks dan Analisis Isi)
SKRIPSI
Diajukanuntuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)dalam Ilmu Sejarah Peradaban Islam
Oleh:
YUSI LESTARINIM. 13420048
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAHPALEMBANG
2018
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi yang disusun oleh Yusi Lestari, NIM. 13420048 telah diperiksa dan disetujui
untuk diujikan.
Palembang, Mei 2018Pembimbing I,
Dr. Endang Rochmiatun, M.Hum.NIP. 19700727 199703 2 005
Palembang, Mei 2018Pembimbing II,
Dr. Nyimas Umi Kalsum, M.Hum.NIP. 19750715 200710 2 003
iii
NOTA DINAS
Perihal : Skripsi SaudariYusi Lestari
Kepada Yth.Dekan Fakultas Adab danHumanioraUIN Raden Fatah PalembangDi –
Tempat
Assalamu’alaikum wr. wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi
terhadap naskah skripsi yang berjudul: “NASKAH AQIDATU al AWĀM
(Suntingan Teks dan Analisis Isi)”
Yang ditulis oleh:
Nama : Yusi Lestari
NIM : 13420048
Jurusan : Sejarah Peradaban Islam
Kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah dapat diajukan ke Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Raden Fatah Palembang untuk diujikan dalam rangka memperoleh
gelar Sarjana Humaniora dalam Ilmu Sejarah Peradaban Islam.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Palembang, Mei 2018
Pembimbing I
Dr. Endang Rochmiatun, M.Hum.NIP. 19700727 199703 2 005
iv
NOTA DINAS
Perihal : Skripsi SaudariYusi Lestari
Kepada Yth.Dekan Fakultas Adab danHumanioraUIN Raden Fatah PalembangDi –
Tempat
Assalamu’alaikum wr. wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi
terhadap naskah skripsi yang berjudul: “NASKAH AQIDATU al AWĀM
(Suntingan Teks dan Analisis Isi)”
Yang ditulis oleh:
Nama : Yusi Lestari
NIM : 13420048
Jurusan : Sejarah Peradaban Islam
Kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah dapat diajukan ke Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Raden Fatah Palembang untuk diujikan dalam rangka memperoleh
gelar Sarjana Humaniora dalam Ilmu Sejarah Peradaban Islam.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Palembang, Mei 2018
Pembimbing II
Dr. Nyimas Umi Kalsum, M.Hum.NIP. 19750715 200710 2 003
v
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi; dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Palembang, Mei 2018Yang menyatakan,
Materai 6000
Yusi LestariNIM. 13420048
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“ILMU itu lebih baik dari pada harta. ILMU menjaga engkau
dan engkau menjaga harta. ILMU itu penghukum (hakim) dan
harta itu terhukum”
(Ali Bin Abi Thalib)
Kupersembahkan karya ini untuk:
1. Kedua Orang tuaku tercinta yang telah memberikan
banyak dukungan baik materil maupun moril (Bapak
Yusrobi dan Ibu Hamima)
2. Guru-guruku Ustd. Abdul Rasyid, Dr. Noer Huda. M.A.
Dr Endang Rochmiatun, M.Hum, Dr Nyimas Umi
Kalsum yang telah mengarahkanku dan memotivasiku.
3. Untuk keluarga dan saudara-saudaraku yang tersayang
4. Untuk Calon imamku (Syaipul Hidayat) yang selalu
mendukung, menemani dan memberikan semangat
motifasi sekaligus menjadi sahabat terbaik saya
5. Sahabat-sahabat saya Yulia Febrina, Tessa Paramita,
Meti Lestari, Teti Ardila, Nadila Amelia, Pebriansyah,
Sudirman, serta seluruh teman SPI Angkatan 2013
6. Almamater kutercinta, UIN Raden Fatah Palembang
KATA PENGANTAR
vii
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, dan ucapan Alhamdulillah atas selesainya
skripsi ini, karena berkat karunia dan pertolongan dari Allah SWT sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Naskah Aqidatu al Awām (Suntingan
Teks dan Analisis Isi)” yang dipergunakan untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Humaniora. Shalawat serta salam semoga selalu senantiasa
tercurah kepada suri tauladan, Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, para
sahabat dan pengikut yang selalu istiqomah di jalan-Nya. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, petunjuk, saran,
keterangan dan data yang diberikan, mungkin skripsi ini belum terselesaikan. Oleh
karena itu, sudah sepatutnya apabila pada kesempatan ini penulis megucapkan banyak
terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Drs. H. M. Sirozi, M. A., Ph. D., selaku Rektor UIN Raden Fatah
Palembang.
2. Dr. Nor Huda Ali M.Ag, MA., selaku Dekan Fakultas Adab dan Humanira
UIN Raden Fatah,
3. Pembimbing I saya Dr. Endang Rochmiatun, M.Hum yang sudah membaca,
mengevaluasi dan memberikan masukan kepada tulisan ini; serta kepada Dr.
Nyimas Umi Kalsum, M.Hum selaku Pembimbing IIsaya, yang telah turut
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis, sehingga
karya ini dapat terselesaikan.
4. Para dosen Fakultas Adab dan Humaniora yang sudah memberikan ilmu
selama menempuh Program Strata I.
viii
5. Penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Kemas Haji Andi Syarifuddin
selaku pemilik naskah dan pengurus Masjid Agung Palembang yang bersedia
memberikan data dan informasi terkait objek penelitian.
6. Teman-temann seperjuangan, terutama kepada teman-teman sekelas Sejarah
Peradaban Islam (SPI B) Angkatan 2013. Mereka adalahYulia Pebriana, Tessa
Paramita, Syaipul Hidayat, Pebriansyah, Ana Laila, Nia Sulistiana, Sudirman,
Zulkipli, FikriRiyanto, M.Irhkam, Meta Syaputra.
Tentu saja masih banyak pihak lain yang harus mendapat ucapan terima kasih,
akan tetapi penulis tidak memungkinkan untuk menyebutkannya satu-persatu. Atas
segala kekurangan dan kesalahan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
penulis.Semoga karya ini bermanfaat untuk semua, terutama untuk mahasiswa-
mahasiswa sejarah di Palembang.
Palembang, Mei 2018
Yusi LestariNIM. 13420048
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................ii
NOTA DINAS PEMBIMBING........................................................................ iii
PENYATAAN KEASLIAN...............................................................................v
MOTTO DAN DEDIKASI............................................................................... vi
KATA PENGANTAR...................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... xi
ABSTRAK .........................................................................................................xii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................6
C. Batasan Masalah ..................................................................................6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.........................................................7
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................8
F. Kerangka Teori ...................................................................................11
G. Metode Penelitian ...............................................................................13
H. Sistematika Penulisan.........................................................................19
BAB II: NASKAH ‘AQIDATU al-AWĀM
A. Inventarisasi Naskah...........................................................................20
B. Deskripsi Naskah................................................................................21
1. Judul Naskah..................................................................................21
2. Tempat Penyimpanan Naskah .......................................................22
3. Ukuran, Jumlah Halaman dan Baris dalam Naskah ......................24
4. Keadaan Naskah, Aksara dan Bahasa dalamNaskah .....................24
5. Kertas dan Cap Kertas“Watermark” Pada Naskah .......................25
6. Sejarah, Pengarang, Penyalin, Tempat dan Tanggal
x
Penulisan Naskah...........................................................................26
C. Suntingan Teks ...................................................................................30
a. Pertanggungjawaban Transliterasi .................................................31
b. Transliterasi ...................................................................................33
BAB III: ANALISIS ISI NASKAH ‘AQIDATU al-AWĀM
A. Sifat-Sifat Allah SWT ......................................................................45
B. Sifat-Sifat Para Rasul Allah ............................................................. 55
C. 25 Rasul Allah..................................................................................57
D. Malaikat............................................................................................ 61
E. Kitab-Kitab Allah.............................................................................70
F. Hari Akhir ........................................................................................72
G. Kisah Nabi Muhammad SAW.......................................................... 76
H. Isra dan Mi’raj ..................................................................................90
BAB IV: PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................93
B. Saran ................................................................................................ 94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab-Latin sesuai dengan SKB Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1997 dan No.0543 b/U/1987 Tertanggal 12
Januari 1988 sebagai berikut:
Huruf Arab Nama Latin Huruf Keterangan
ا Alif _ Tidakdilambangkan
ب Bā’ B _
ت Tā’ T _
ث Ṡā’ Ṡ S dengantitik di atasnya
ج Jim J _
ح Ḥā’ Ḥ H dengantitik di bawahnya
خ Khā’ Kh _
د Dāl D _
ذ Żāl Ż Z dengantitik di atasnya
ر Rā’ R _
ز Zā’ Z _
س Sin S _
ش Syin Sy _
xii
ص Ṣād Ṣ S dengantitik di bawahnya
ض Ḍād Ḍ D dengantitik di bawahnya
ط Ṭā’ Ṭ T dengantitik di bawahnya
ظ Ẓā’ Ẓ Z dengantitik di bawahnya
ع ‘Ain ‘ Komaterbalik di atasnya
غ Gain G _
ف Fā’ F _
ق Qāf Q _
ك Kāf K _
ل Lām L _
م Mim M _
ن Nūn N _
و Wāwu W _
ه Hā’ H _
ء Hamzah ‘ Apostrof
ي Yā’ Y _
xiii
INTISARI
Program Studi Sejarah Peradaban IslamProgram Strata I Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Raden Fatah Palembang
Yusi Lestari. ‘Aqidatu al Awām (Suntingan Teks dan Analisis Isi)
xiii+94 halaman+lampiran
Skripsi ini berjudul naskah ‘Aqidatu al Awām (suntingan teks dan analisis isi).Berdasarkan hasil penelitian naskah ‘Aqidatu al Awām merupakan karangan dariSayyid Ahmad al Marzuqi al Maliki beliau lahir di Sinbath (Mesir) Pada Tahun 1205H/1791 M yang membahas tentang ketauhidan dalam hal aqidah ataukepercayaan/keyakinan kepada Allah. Keberadaan salinan naskah ‘Aqidatu al Awāmini ditemukan di Kota Palembang yang tersimpan pada ahli waris (Kemas Haji AndiSyarifuddin) sejak turun temurun dari keluarga. Dengan demikian dalam penelitianini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut, antara lain: (1) Apa isi teks naskah‘Aqidatu al Awām itu? (2) Apakah makna isi dari naskah ‘Aqidatu al Awām? Adapuntujuan penelitian terhadap naskah tersebut adalah (1) Untuk mengetahui isi teksnaskah ‘Aqidatu al Awām (2) untuk mengetahui makna isi dari ‘Aqidatu al Awām.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode naskah tunggal(diplomatik). Adapun langkah-langkah dalam penelitian naskah tunggal diplomatikantara lain: inventarisasi naskah, deskripsi naskah, suntingan teks dan analisis isi.
Jika dilihat dari suntingan teks dan analisis isi naskah bahwa naskah ‘Aqidatual Awām ini merupakan naskah yang memberikan informasi masa lalu tentangkeyakinan. Hal yang menarik bagi peneliti dalam naskah ‘Aqidatu al Awām adalahbahwa naskah tersebut berisi pokok-pokok keyakinan ajaran Islam yang dijadikansebagai pijakan bagi kaum muslimin. Di dalamnya menjelaskan tentang keesaanAllah dan pembuktiannya tentang 20 sifat wajib bagi Allah. Adapun dalam naskahtersebut membahas tentang keyakinan kepada para utusan dan wahyu yangditurunkan kepada mereka dan semua merupakan isi dari ajaran yang terangkumdalam naskah ‘Aqidatu al Awām.
Kata kunci: Naskah,‘Aqidatu, al Awām, Palembang
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Palembang adalah daerah yang memiliki peninggalan luar biasa banyaknya sebagai
penyumbang kekayaan Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya prasasti-
prasasti kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 seperti prasasti Kedukan Bukit dan prasasti
Talang Tuwo yang ditemukan dekat Palembang, serta prasasti Kota Kapur dan
Karang Berahi yang ditemukan agak jauh dari Palembang. Prasasti-prasasti dari
kerajaan Sriwijaya ini semuanya ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Melayu
kuna. Di samping temuan-temuan arkeologis ini, warisan sejarah kebesaran masa
lampau Palembang ditemukan juga dalam wujud naskah-naskah (manuscript).1
Naskah-naskah yang tersimpan di Kota Palembang mempunyai pengetahuan
cakrawala yang lengkap mengenai masa lalu tentang sastra lama, historiografi,
ramuan, obat-obatan tradisional, kebiasaan, upacara keagamaan, tatakrama pergaulan
dan kehalusan tutur sapanya.2 Naskah-naskah tersebut bukan hanya tersimpan dalam
lembaga resmi seperti Museum Balaputa Dewa, Perpustakaan Sultan Mahmud
Badaruddin dan Perpustakaan Keraton Palembang. Namun ada juga naskah yang
menjadi koleksi pribadi, salah satunya adalah naskah ‘Aqidatu al Awām (1296 H)
karangan Syaikh As-Sayyid al-Marzuqiy koleksi Kemas Haji Andi Syarifuddin No.
1 Achadiati Ikram, Jati Diri Yang Terlupakan: Naskah-Naskah Palembang (Jakarta:YANASSA, 2004), h. 61.
2 Ibid., h. 61.
2
105. Ia memiliki 67 naskah dan 40 kitab kuning. Naskah-naskah itu diperoleh dari
kakeknya yang menjabat sebagai penghulu kerajaan dan beralamat di Perpustakaan
Majelis Taklim Umariyah yang terletak di depan Masjid Raya Palembang.3
Naskah ‘Aqidatu al Awām merupakan naskah yang berupa syair menjelaskan
tentang keyakinan (Aqidah). Aqidah atau keyakinan merupakan suatu nilai yang
paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri,
bahkan melebihinya. Hal ini terbukti bahwa orang rela mati untuk mempertahankan
keyakinannya. Aqidah lebih mahal dari pada segala sesuatu yang dimiliki manusia.
Demikianlah yang kita alami dan kita saksikan dari segenap lapisan masyarakat, baik
yang masih primitif maupun yang sudah modern. Sesuatu yang terlanjur menjadi
keyakinan sangat sulit untuk ditinggalkan begitu saja oleh penganutnya walaupun
keyakinan tersebut dalam bentuk Takhayul atau Khurafat sekalipun.4
Kajian Aqidah banyak dibahas tentang keimanan dan hubungan seorang ‘Abid
(yang menyembah: hamba) dengan Ma'bud (Yang disembah: Allah), keimanan
kepada Rasul-rasul Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Qadha dan Qadar serta
Hari Kiamat. Salah satu kitab kuning yang membahas tentang Aqidah ini adalah
‘Aqidatu al Awām karya Sayyid Ahmad al-Marzuki al-Maliki, yang ditulis pada
tahun 1258 H. Selain itu dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Ali Ismail dengan
judul “Kajian Leksikal, Sintaksis, dan Semantik dalam Terjemahan Kitab ‘Aqidatual
Awām karya Syekh Ahmad Marzuki” di dalamnya menjelaskan bahwa kitab ‘Aqidatu
3Achadiati Ikram, Jati Diri Yang Terlupakan: Naskah-Naskah Palembang, h. 67.4Tgk. H.Z.A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah: Versi Salaf-Khalaf dan Posisi Asya’irah di
Antara Keduanya(Jakarta: Bumi Aksara, 1998), h. 1
3
al Awām ini merupakan kitab yang berbentuk Naẓam atau bait-bait yang berisi
tentang Aqidah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah.5 Sesuai dengan namanya ‘Aqidatu
al Awām, yang berarti Aqidah untuk orang-orang Awām, kitab ini diperuntukkan bagi
umat Islam dalam mengenal ke-tauhid-an, khususnya tingkat permulaan (dasar).
Karena itu, isi dari kitab ini sangat perlu dan penting untuk diketahui setiap umat
Islam. Terlebih bagi mereka yang baru pertama mengenal Islam.
Naẓam ‘Aqidatu al Awām ini ditulis dalam bentuk syair (Naẓam). Di
dalamnya terdapat sekitar 57 bait syair yang berisi pengetahuan yang harus diketahui
setiap pribadi muslim. Naẓam‘Aqidatu al Awām ini berisi tentang sifat-sifat wajib dan
mustahil bagi Allah, sifat wajib dan mustahil bagi Rasul, nama-nama Nabi dan Rasul,
nama-nama Malaikat dan tugas-tugasnya.
Selain itu, di dalamnya juga dibahas tentang pentingnya mengenal nama-nama
keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW dan perjalanan hidup beliau dalam
membawa ajaran Islam dan di dalamnya juga dijelaskan mengenai Isra’ Mi’raj. Di
sebagian masyarakat, materi dari Naẓam‘Aqidatu al Awām ini dikenal dengan sebutan
sifat 20. Begitu pentingnya kitab ini, Syekh Nawawi asy-Syafi'i, kemudian
memberikan syarah (keterangan dan penjelasan) tentang ‘Aqidatu al Awām ini dalam
kitabnya Nur al Ẓalam (penerang atau cahaya dalam kegelapan), mengenai
5http://ejournal.unikama.ac.id diakses pada 20 agustus 2017 pukul 08.00
4
kandungan dari Naẓam tersebut. Syarah Nur al Ẓalam ini ditulis Syekh Nawawi
sekitar tahun 1277 H.6
Naẓam dari ‘Aqidatu al Awām ini dimulai dari kalimat:
والرحمن وبالرحیم دآئماإلحسانأبدأباسم
Abda'u bismi Allah wa al-Rahman wa bi al-Rahimi da'im al-Ihsani7
(saya memulai dengan nama Allah yang Pengasih dan yang senantiasa memberikan
kasih sayang tanpa pernah putus asa).
Fenomena sejarah lahirnya Naẓam‘Aqidatu al Awām ini dikisahkan pada
suatu ketika pengarang Naẓam (semoga Allah memberikan rahmat kepadanya)
bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. Sedang para sahabat r.a sedang duduk
mengelilingi. Kemudian Beliau berkata pada pengarang Naẓam (Muhammad al-
Marzuqi al-Hasani): “Bacalah Mandhumah (susunan bait Syair) tauhid, barang
siapa hafal mandhumah itu akan masuk surga dan akan memperoleh kebaikan yang
sesuai dengan al Qur’an dan as Sunnah”. Pengarang kembali bertanya : “Apa
Mandhumah itu ya Rosulullah?”, para sahabat ikut berkata : “dengarkan apa yang
dikatakan oleh Rasulullah SAW”. Rasulullah SAW berkata : “Ucapkanlah : saya
memulai dengan nama Allah dan nama Dzat Maha Pengasih”. Kemudian beliau
membaca ; “saya memulai dengan nama Allah dan nama Dzat yang Maha Pengasih”
hingga bait : “kitab nabi Khalil (Nabi Ibrahim) dan al-Kalim (Nabi Musa). Dalam
6Sufi_road_sufi_road_kitab Aqidatu al Awām_(pengenalan dan terjemahan) diakses dalambentuk pdf pada 17 juli 2017.
7Naskah ‘Aqidatu al Awām(1296 H)
5
kitabsuci mereka terdapat kalam Dzat yang Maha Bijaksana lagi mengetahui”.
Rasulullah SAW mendengarkannya.
Saat Muhammad al-Marzuqi al Hasani bangun, beliau membaca apa yang
beliau lihat dalam mimpinya dalam keadaan hafal dari awal hingga akhir bait.
Kemudian beliau melihat Rasulullah SAW kedua kalinya yaitu waktu menjelang
subuh (sahur). Waktu itu Rasulullah SAW mengatakan : “bacalah apa yang engkau
kumpulkan dalam hatimu”. Kemudian pengarang membacanya dari awal hingga akhir
bait. Waktu itu dia sedang duduk di depan Rasulullah SAW dan para sahabat r.a.
duduk mengelilingi mengucapkan: “Amin” setiap bait dari mandzumah ini dibacakan.
Ketika beliau selesai membacanya, Rasulullah SAW berkata : “semoga Allah SWT
memberikan petunjuk padamu terhadap apa yang dia ridhoi dan menerima itu
semua, dan memberkatimu dan orang-orang mukmin, serta bermanfaat pada semua
hamba, Amin”. Ketika pengarang Naẓam ditanya mengenai Naẓam itu setelah diteliti
oleh ulama, dia menjawab pertanyaan mereka dan menambahkan isi Naẓam itu, mulai
dari perkataannya: “Dan setiap apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW maka
konsekuensinya adalah pasrah dan menerima” hingga akhir bait dalam kitab.
Dari penjelasan di atas peneliti tertarik untuk mengkaji naskah ‘Aqidatu al
Awām di mana kitab ini berisi tentang pokok-pokok keyakinan ajaran Islam yang
dijadikan sebagai pijakan bagi kaum muslimin. Di dalamnya menjelaskan tentang
ilmu tauhid dan dasar-dasarnya. Ilmu tauhid ini menjelaskan tentang ke-Esaan Allah
dan pembuktiannya. Naskah ‘Aqidatu al Awām ini juga membuktikan bahwa Kota
6
Palembang adalah salah satu tempat penyimpanan hasil budaya masa lalu yang
berfungsi sebagai informasi bagi masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan beberapa
masalah yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini:
1. Apa isi teks naskah ‘Aqidatu al Awām itu?
2. Apakah makna isi dari naskah ‘Aqidatu al Awām?
C. Batasan Masalah
Selanjutnya batasan masalah merupakan batasan penelitian yang akan diteliti, untuk
memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian, dengan tujuan mendapatkan
hasil uraian penelitian secara sistematis. Pembatasan yang dimaksud agar peneliti
tidak terjerumus ke dalam banyaknya data yang ingin diteliti.8 Adapun berdasarkan
rumusan masalah di atas, yang menjadi fokus dan batasan permasalahan pada
penelitian ini ialah penelitian hanya dilakukan di kota Palembang yaitu hanya fokus
kepada naskah ‘Aqidatu al Awām yang dimiliki oleh Kemas Haji Andi Syarifudin.
8 Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam(Yogyakarta: Ombak, 2011), h.126.
7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, dalam peneltian Naskah ‘Aqidatu al Awām,
maka tujuan penelitian dan kegunaan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui isi teks naskah ‘Aqidatu al Awām.
2. Untuk mengetahui makna isi dari naskah ‘Aqidatu al Awām.
Sedangkan untuk kegunaan penelitian ini, diharapkan agar bisa menjadi
bagian dari ilmu pengetahuan bagi kita dan manfaat di dalam keseharian kita sebagai
masyarakat, diantaranya:
a. Bagi penulis, supaya penelitian ini menjadi bagian dari wahana pencapaian keilmuan
Di dalam membuat karya tulis ilmiah, dan menambah pengetahuan baru, sehingga
nantinya akan dapat di kembangkan pada masyarakat.
b. Secara teoritis, supaya hasil penelitian ini berguna dalam menambah wawasan dan
cakrawala berfikir tentang kajian naskah di kota Palembang, dan memberikan
kontribusi, terkait dengan naskah sebagai salah satu budaya khas kota Palembang.
c. Secara praktis, supaya hasil penelitian ini berguna untuk menggali dan memahami
naskah di Palembang, sehingga masyarakat dapat mencintai peninggalan masa lalu
yang bernilai tinggi di Palembang.
8
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan unsur penting dari proposal penelitian, karena berfungsi
untuk menjelaskan posisi masalah yang akan diteliti di antara penelitian yang pernah
dilakukan peneliti lain dengan maksud untuk menghindari terjadinya duplikasi
(plagiasi) penelitian.9 Maka dibutuhkan tinjauan pustaka atau studi pustaka terhadap
kajian-kajian terdahulu. Studi atau kajian terdahulu tentang naskah dapat dinyatakan
masih langka, walaupun telah ada beberapa penelitian yang membahas tentang
naskah (manuskrip). Namun, pembahasannya masih belum tuntas secara
keseluruhan. Adapun beberapa penelitian tentang naskah ‘Aqidatu al Awām yang
telah dilakukan oleh para peneliti antara lain yaitu:
Melia Faizah skripsi tahun 2017 Fakultas Sastra Universitas Malang yang
berjudul “Muhassinat Lafziyah pada Nadzam ‘Aqidatu al Awām Asy-Syaikh As-
Sayyid Ahmad al-Marzuqi al-Maliki” dalam penelitiannya peneliti berkeinginan
untuk mengetahui unsur-unsur balaghah yang terdapat pada nadzam ‘Aqidatu al
Awām dari segi ilmu badi’ khususnya muhassinat lafziyah. Tujuan penelian ini adalah
untuk mengetahui muhassinat lafziyah dalam nadzam ‘Aqidatu al Awām serta
mengetahui macam jinas dan saja’ yang terdapat padanya. Metode penelitian yang
9 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora (Palembang:Fakultas Adab dan Humaniora, 2013), h. 19.
9
digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan sumber pokoknya adalah bait-bait yang
terdapat pada nadzam ‘Aqidatu al Awām.10
Kemudian Ali Ismail dalam JIP, Vol. 7 No. 1 Tahun 2017 dengan judul
“Kajian Leksikal, Sintaksis, dan Semantik dalam Terjemahan Kitab ‘Aqidatu al
Awām karya Syekh Ahmad Marzuki” penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang
menggunakan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan datanya menggunakan
teknik observasi teks. Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis yaitu
mampu menambah khasanah ilmu bidang linguistik dan untuk mempermudah
pemahaman terhadap kitab ‘Aqidatu al Awām.11
Selanjutnya Mukhamad Zainudin tesis tahun 2016 Program Pascasarjana UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang yang berjudul “Penerapan Metode Menghapal
‘Aqidatu al Awām dalam Pembelajaran Akidah Akhlak Untuk Memantapkan Akidah
Siswa di MI Attaraqqie Malang” penelitian ini fokus pada penerapan metode
menghapal ‘Aqidatu al Awām untuk memantapkan akidah siswa, metode yang
diterapkan dalam memantapkan akidah dan membuat siswa senang belajar ‘Aqidatu
al Awām. Penelitian ini menggunakan kualitatif jenis studi kasus berupa
10 Melia Faizah, “Muhassinat Lafziyah pada Nadzam ‘AqidatuAwām Asy-Syaikh As-SayyidAhmad Al-Marzuqi Al-Maliki”, dalam Skripsi Program Studi Sastra Arab Fakultas Sastra UM(Malang: Fakultas Sastra UM, 2017). h. xi
11 Ali Ismail, “Kajian Leksikal, Sintaksis, danSemantik dalam Terjemahan Kitab ‘AqidatuAwām
Karya Syekh Ahmad Marzuki”, JIP Vol 7, No. 1 (Januari 2017), h. 85.
10
rancangannya studi kasus dengan teknik pengumpulan data dilakukan yaitu
wawancara mendalam, observasi partisipan , dan dokumentasi.12
Penelitian Eny Setianingsih skripsi tahun 2013 Fakultas Tarbiyah dan Bahasa
IAIN Surakarta yang berjudul “Metode Pembelajaran Aqidah Melalui Syair dalam
Kitab ‘Aqidatu al Awām (Studi Pada Kelas II di Madrasah Diniyah Al-Istiqomah)
Pucangan, Kartasura, Sukoharjo” subyek penelitian ini adalah guru Aqidah Madrasah
Diniyah Al-Istiqomah. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan metode
observasi, wawancara dan dokumentasi, analisa datanya menggunakan teknik analisis
interaktif.13
Berbeda dengan kajian sebelumnya yang dilakukan di tempat yang berbeda
dan tidak berbentuk tulisan tangan (manuscript) atau berupa cetakan/subcopy dari
naskah asli, peneliti di sini hanya memfokuskan penelitian terhadap naskah tulisan
tangan (manuscript)‘Aqidatu al Awām koleksi Kemas Haji Andi Syarifuddin tahun
1296 H (1878 M) yang ada di Kota Palembang, dengan cara menganalisis isinya
dengan menggunakan penelitian filologi yaitu dengan memaparkan makna yang
terkandung di dalamnya melalui suntingan teks yang dilakukan.
12 Mukhamad Zainudin, “Penerapan Metode Menghapal ‘AqidatuAwām dalam PembelajaranAkidah Akhlak Untuk Memantapkan Akidah Siswa di MI Attaraqqie Malang” dalam Tesis ProgramMagister Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, (Malang: Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim,2016). h. vii.
13 Eny Setianingsih, “Metode Pembelajaran Aqidah Melalui Syair dalam Kitab ‘AqidatuAwām(Studi Pada Kelas II di Madrasah Diniyah Al-Istiqomah) Pucangan, Kartasura, Sukoharjo”, dalamSkripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam (Surakarta: Fakultas Tarbiyah dan Bahasa IAIN Surakarta,2013), h. 1
11
F. Kerangka Teori
Naskah atau manuskrip merupakan salah satu sumber primer paling otentik yang
dapat mendekatkan jarak antara masa lalu dan masa kini. Naskah menjanjikan, tentu
bagi mereka yang tahu cara membaca dan menafsirkannya, sebuah jalan pintas
istimewa untuk mengetahui khazanah intelektual dan sejarah sosial kehidupan
masyarakat masa lalu.14 Sehingga demikian naskah tersebut menjadi objek penelitian
filologi karena naskah merupakan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan
pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau.15 Filologi adalah
pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas mencakup bidang bahasa, sastra,
dan kebudayaan. Perkembangan lebih lanjut, filologi ternyata hanya memperhatikan
makna kata dan berusaha untuk memurnikan teks dari kesalahan-kesalahan yang
terjadi dalam proses penyalinan.16
Menurut Nabilah Lubis dalam bukunya yang berjudul “Naskah Teks dan
Metode Penelitian Filologi” menjelaskan bahwa Filologi berasal dari bahasa Yunani
yaitu “Philos” yang berarti “cinta” dan“logos” diartikan “kata”. Pada kata filologi
kedua kata tersebut membentuk arti “cinta kata” atau “ senang bertutur”. Arti ini
kemudian berkembang menjadi “senang belajar” atau “senang kebudayaan”.17
14 Oman Fathurahman, dkk., Filologi dan Islam Indonesia (Jakarta: Badan Litbang dan DiklatPuslitbang Lektur Keagamaan kementrian Agama Islam, 2010), h. 3.
15 Siti Baroroh Baried, dkk., Pengantar Teori Filologi (Yogyakarta: Badan Penelitian danpublikasi Fakultas (BPPF), Seksi Filologi, Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada, 1994), h. 55.
16Nabila Lubis, Naskah Teks dan Metode Penelitian Filologi (Jakarta: Forum Kajian Bahasa danSastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996), h. 14.
17Ibid., h. 15
12
Sesuai dengan judul yang diangkat tentang “Naskah ‘Aqidatu al Awām
(Suntingan Teks dan Analisis Isi)” maka perlu dijelaskan mengenai teori Aqidah.
Aqidah menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia ialah suatu kepercayaan dan
keyakinan.18 Aqidah secara bahasa adalah ikatan, sangkutan. Secara istilah adalah
kepercayaan, keyakinan atau keimanan.19 Aqidah yang diambil dari kata dasar “al-
‘aqdu” yaitu ar-rabth yang berarti (ikatan) dan merupakan lawan kata dari al-hallu
(penguraian atau pelepasan). Menurut Abdullah Bin Abdul Hamid Al-Atsari seorang
(ahli sunnah wal jama’ah) mengatakan Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada
keraguan pada seorang untuk mengambil keputusan.20 Pengertian Aqidah dalam
agama maksudnya adalah yang berkaitan dengan keyakinan, seperti Aqidah dengan
adanya Allah dan diutusnya para rasul. Sebagaimana telah ditetapkan oleh Allah
dalam firman-Nya:
Artinya: “dan sesungguhnya telah kami utus kepada setiap umat seorang
Rasul yang menyerukan ‘ sembahlah Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain
Allah” (QS. An Nahl: 36)
Aqidah atau keyakinan merupakan suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil
bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya. Hal ini
terbukti bahwa orang rela mati untuk mempertahankan keyakinannya. Aqidah ialah
18 Tri Rama K, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Karya Agung, tt), h. 21.19 Ohan Sudjana, Fenomena Aqidah Islamiyah (Jakarta: Media Da’wah, 2000), h. 120 Imron, Pengantar Ilmu Kalam (Palembang: Noerfikri, 2014), h. 12.
13
kepercayaan dan keyakinan akan wujud Allah SWT dengan segala firman-Nya dan
kebenaran Rasulullah (Muhammad) SAW dengan segala sabdanya. Firman-firman
(wahyu) Allah itu terkumpul dalam kitab suci samawi (Taurat, Zabur, Injil dan al-
Qur’an).21 Setelah turunnya al-Qur’an semua kitab-kitab samawi lainnya dinyatakan
tidak berlaku lagi. Pasca al-Qur’an tidak ada kitab suci lainnya, sebagaimana tidak
ada lagi nabi dan rasul pasca Muhammad SAW.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bagaimana teori tersebut sangat berguna
untuk penelitian ini. Karena, makna aqidah yang terkandung dalam naskah ‘Aqidatu
al Awām adalah kandungan akan ke-Esaaan Allah untuk meyakinkan umat Muslim
akan sifat-sifat-Nya dan meyakini adanya utusan-utusan Allah SWT dan hal itu sesuai
dengan definisi dari aqidah itu sendiri.
G. Metode Penelitian
Istilah ‘metode penelitian’ terdiri dari dua kata, metode dan penelitian. Metode
berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau jalan untuk
mencapai sasaran atau tujuan dalam pemecahan suatu permasalahan.22 Kata yang
mengikutinya adalah penelitian yang berarti suatu usaha untuk mencapai sesuatu
dengan metode tertentu, dengan cara hati-hati, sistematik dan sempurna terhadap
21 Tgk. H.Z.A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah: Versi Salaf-Khalaf dan Posisi Asya’irah di AntaraKeduanya (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), h. 4.
22 ABD Rahman Hamid dan Muhammad Saleh Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta:Ombak, 2011), h. 40.
14
permasalahan yang dihadapi. Jadi metode penelitian adalah suatu cara dalam hal
pemecahan terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian filologi untuk
mendeskripsikan secara jelas mengenai naskah dan isi dari naskah ‘Aqidatu al Awām.
Filologi merupakan pengetahuan sastra-sastra dalam arti luas mencakup bidang
bahasa, sasta, dan kebudayaan. Filologi juga merupakan ilmu yang menyelidiki
perkembangan kerohanian suatu bangsa dan berdasarkan bahasa dan kesusastraannya.
Dalam penelitiannya, filologi memperhatikan makna kata dan berusaha untuk
memurnikan teks dari kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam poses penulisan.
Adapun langkah-langkah penelitian filologi antara lain adalah:
1. Inventarisasi Naskah
Langkah pertama yang harus ditempuh oleh penyunting, setelah menentukan
pilihannya terhadap naskah yang ingin disunting ialah menginventarisasikan sejumlah
naskah dengan judul yang sama dimanapun berada, di dalam maupun di luar Negeri,
museum-museum dan lain-lain.23 secara sederhana, inventarisasi naskah dimaksudkan
sebagai upaya secermat-cermatnya dan semksimal mungkin untuk menelusuri dan
mencatat keberadaan naskah yang memuat salinan teks yang akan kita kaji. Beberapa
cara dapat dilakukan untuk menelusuri naskah yang memuat salinan dari naskah yang
sudah kita pilih, antara lain melalui buku-buku yang mengupas tentang naskah
terkait, artikel-artikel di jurnal, publikasi atau karya tulis yang lain, dan penelusuran
23Nabila Lubis, Naskah Teks dan Metode Penelitian Filologi (Jakarta: Forum Kajian Bahasa danSastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996), h. 64.
15
terhadap naskah milik perorangan.24 Sedangkan naskah ‘Aqidatu al Awām ini penulis
dapat dari Bapak Andi Syarifudin selaku pemilik naskah ini. Penulis dapat meminjam
naskah asli tersebut dengan beliau untuk mengukur kertas dan mengetahui kondisi
naskah tersebut.
2. Deskripsi Naskah
Setelah melakukan inventarisasi naskah, langkah selanjutnya adalah melakukan
deskripsi naskah. Deskripsi naskah adalah memaparkan atau menggambarkan dengan
kata-kata secara jelas dan terperinci keadaan naskah yang diteliti. Setiap naskah yang
diperoleh diuraikan dengan cara terinci, teratur dan seterusnya. Informasi yang dicatat
itu selain yang telah ada di dalam katalogus, ditambah lagi dengan gambaran tentang
keadaan fisik naskah, kertasnya apakah terdapat tanda pabrik pembuat kertas yang
disebut “watermark” dan catatan lain mengenai naskah.25
3. Suntingan Teks
Suntingan teks adalah sebuah edisi teks, yang merupakan keluaran (output) dari tahap
ini, idealnya merupakan teks yang telah diverifikasi (al-nass al-muhaqqaq) melalui
tahapan-tahapan penelitian filologis, judul, dan pengarangnya (jika ada) sudah
dianggap valid, dan bacaannya pun sudah dianggap paling dekat dengan versi yang
pertama kali ditulis oleh sang pengarang.26 Secara umum penyuntingan teks dapat
24Oman Faturrahman,Filologi Indonesia, Teori danMetode (Jakarta: PRENADAMEDIAGROUP, 2015), h. 74.
25Nabila Lubis, Naskah Teks dan Metode Penelitian Filologi, h. 66.26Oman Fathurahman, Filologi Indonesia: Teori dan Metode (Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP, 2015), h. 88.
16
dibedakan dalam dua hal, pertama penyuntingan naskah tunggal, dan kedua
penyuntingan naskah jamak atau lebih dari satu naskah.
Penyuntingan naskah tunggal dapat dilakukan dengan dua metode, yakni
metode standar dan metode diplomatik. Penyuntingan naskah jamak yaitu metode
gabungan dan metode landasan.27 Pada bagian ini peneliti menggunakan metode
penelitian naskah tunggal edisi diplomatik karena metode ini paling murni yaitu suatu
cara meroproduksi teks sebagaimana adanya tanpa ada perbaikan atau perubahan
editor dan naskah asli direproduksi secara fotografis28 dengan menggunakan metode
tersebut penulis dapat mendeskripsikan secara jelas naskah yang diteliti tersebut.
Pada sub bab suntingan teks akan disajikan sesuai keadaan naskah dan kata-
kata dalam suntingan teks yang menunjukan ciri khas bahasa lama ditulis
sebagaimana adanya, tidak akan diperbaiki dan disesuaikan dengan bahasa yang
berlaku sekarang. Berikut ini adalah bagian-bagian dari suntingan teks antara lain:
1) Pertanggung jawaban Transliterasi
Untuk melakukan suntingan, penulis menggunakan beberapa tanda sebagai pedoman
dalam melakukan suntingan, ini harus dilakukan secara konsisten. Adapun pedoman
yang digunakan penulis antara lain:
a. Edisi teks disesuaikan dengan pedoman transliterasi Arab-Latin
berdasarkan keputusan menteri agama dan menteri pendidikan dan
kebudayaan RI nomor. 158 tahun dan nomor : 0543 b/u/1987.
27Ellyana G. Hinta, Tinilo Pa’ito Naskah Puisi Gorontalo Sebuah Kajian Filologis (Jakarta:Djambatan, 2015), h. 22-23
28 Nabila Lubis, Naskah Teks dan Metode Penelitian Filologi, h. 88
17
b. Perbaikan teks meliputi penggantian, penambahan dan penghapusan bacaan
yang dianggap menyimpang. Bagian bacaan yang dihapus diletakkan
dalam aparat kritik supaya tidak mengganggu kelangsungan teks.
c. Dalam suntingannya, digunakan beberapa tanda, yaitu:
/ : untuk menandai pindah baris
// : dua garis miring untuk pindah halaman
(...) : untuk menandai kata-kata yang susah dibaca atau mengalami
korup/rusak.
{...}: untuk menandai ayat-ayat al-Qur’an
d. Kata ulang yang tertulis dengan angka 2 (dua) dalam teks akan
ditransliterasikan sesuai dengan EYD bahasa Indonesia, seperti: tiap2
menjadi tiap-tiap, dan lain sebagainya.29
2) Transliterasi
Transliterasi ialah penggantian huruf atau pengalihan huruf demi huruf dari
satu abad ke abad lainnya. Misalnya huruf Arab-Melayu ke huruf Latin. Transliterasi
ialah perubahan teks satu ejaan ke ejaan lain. Misalnya, naskah-naskah yang tertulis
dengan huruf latin dengan memakai ejaan lama diubah ke dalam ejaan yang berlaku
sekarang (EYD). Dalam penelitian naskah dan terjemahannya diusahakan agar
tercermin aspirasi sebuah teks dalam lingkungannya, dan memberikan informasi yang
relevan untuk pengetahuan tentang sejarah masa itu.30
29Nyimas Umi Kalsum, Filologi dan Terapan (Palembang: Noer Fikri Offset, 2013),h. 78.30Ibid,. h. 79.
18
4. Analisis Isi Teks
Analisis isi adalah penjelasan yang terkandung dalam teks suatu naskah kemudian
ditelaah dan dijelaskan kembali menurut pemahaman dan kemampuan yang penulis
miliki, bahwa naskah tersebut menjelaskan masalah yang seperti apa dan apa maksud
dari isi naskah tersebut. Karena nantinya kajian tentang naskah ‘Aqidatu al Awām
ini dapat berguna sebagai ilmu pengetahuan.
19
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian yang berjudul “Naskah ‘Aqidatu al Awām
(Suntingan Teks dan Analisis Isi)” terdiri dari empat bab, dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab I Merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang Latar Belakang,
Rumusan Masalah dan Batasan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan
Pustaka, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II Menjelaskan tentang suntingan teks naskah ‘Aqidatu al Awām terdiri
dari inventarisasi naskah, deskripsi naskah, dan suntingan teks.
Bab III Membahas tentang isi teks naskah ‘Aqidatu al Awām menjelaskan
tentang analisis isi yang terkandung di dalamnya.
Bab IV Bagian akhir dari kajian ini adalah penutup yang terdiri dari
kesimpulan dan saran-saran.
20
BAB II
NASKAH ‘AQIDATU al AWĀM
A. Inventarisasi Naskah
Langkah pertama yang harus ditempuh oleh penyunting, setelah menentukan
pilihannya terhadap naskah yang ingin disunting ialah menginventarisasikan sejumlah
naskah dengan judul yang sama di manapun berada, di dalam maupun di luar
Negeri.31 Naskah dapat dicari melalui katalogus perpustakaan-perpustakaan besar
yang menyimpan koleksi naskah, museum-museum dan lain-lain.32
Pada tahap inventarisasi ini penulis akan menjelaskan data yang diperoleh dari
naskah yang berjudul ‘Aqidatu al Awām naskah ini merupakan naskah turun temurun
dari keluarga Bapak Kemas Haji Andi Syarifuddin yang beralamat di Jalan Fakih
Jalaluddin No. 105. Palembang.
Naskah ‘Aqidatu al Awām yang bertuliskan tahun 1296 H/1878 M ini
merupakan naskah tunggal, karena setelah penulis meneliti dan mencari melalui
katalog-katalog naskah, perpustakaan-perpustakaan, dan museum-museum penulis
tidak menemukan naskah yang berjudul ‘Aqidatu al Awām tahun 1296 H/1878 M di
Kota Palembang kecuali milik Bapak Kemas Haji Andi Syarifuddin dan naskah ini
ditulis menggunakan aksara Arab Melayu. Sejauh ini dari penelitian yang dilakukan
belum terdata ada yang meneliti naskah tersebut untuk dijadikan skripsi.
31 Nabila Lubis, Naskah Teks dan Metode Penelitian Filologi (Jakarta: Forum Kajian Bahasadan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996), h. 64-65.
32 Nyimas Umi Kalsum, Filologi dan Terapan (Palembang: Noer Fikri Offset, 2013),h. 60.
21
B. Deskripsi Naskah
Setelah melakukan inventarisasi naskah, langkah selanjutnya adalah melakukan
deskripsi naskah, yakni melakukan identifikasi baik terhadap kondisi fisik naskah, isi
teks, maupun identitas kepengarangan dan kepenyalinan dengan tujuan untuk
menghasilkan sebuah deskripsi naskah dan teks secara utuh.33 Dalam tahap
mendeskripsikan naskah ‘Aqidatu al Awām, naskah tersebut dijelaskan menggunakan
kodikologi atau Manuscript Description ilmu tentang pernaskahan yang menjaring,
mempelajari seluk-beluk semua aspek fisik naskah, antara lain bahan, umur, tempat
penulisan dan perkiraan penulisan penulis naskah.34 Ditambah lagi dengan gambaran
fisik naskah, kertasnya apakah terdapat tanda pabrik pembuatan kertas yang disebut
“watermark”.35 Selanjutnya dilakukan pendeskripsian terhadap naskah ‘Aqidatu al
Awām sebagai berikut:
1. Judul Naskah
Setelah dilakukan pencarian terhadap teks naskah bahwasannya naskah tesebut
memiliki judul ‘Aqidatu al Awām, judul tersebut terdapat pada halaman akhir dan
ditulis menggunakan aksara arab melayu secara jelas.
33 Oman Faturrahman,Filologi Indonesia, Teori danMetode (Jakarta: PRENADAMEDIAGROUP, 2015), h. 77.
34 Siti Baroroh Baried, dkk., Pengantar Teori Filologi (Yogyakarta: Badan Penelitian danpublikasi Fakultas (BPPF), Seksi Filologi, Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada, 1994), h. 56.
35 Nyimas Umi Kalsum, Filologi dan Terapan,h. 78.
22
Gambar 1 :(judul yang terdapat pada naskah)
2. Tempat Penyimpanan Naskah
Tempat penyimpanan naskah merupakan hal terpenting terhadap kondisi
naskah itu sendiri. Naskah-naskah Nusantara banyak tersimpan di berbagai negara.
Selain Indonesia, tidak kurang dari 26 negara lainnya yang menyimpan naskah-
naskah sastra lama kita, yaitu Malaysia, Singapura, Brunei, Srilanka, Thailand, Mesir,
Amerika Serikat, Afrika Selatan, Negeri Belanda, Inggris, Australia, Irlandia, Swedia,
Swiss, Denmark, Norwegia, Polandia, Cekoslowakia, Spanyol, Prancis, Italia, Jerman
Barat, Jerman Timur, Belgia dan Rusia.36 Sedangkan di dalam negeri naskah-naskah
Nusantara banyak disimpan di museum, perpustakaan-perpustakaan lembaga
kebudayaan dan masih banyak lagi yang tersebar di masyarakat pemiliknya (milik
perorangan atau ahli waris dari generasi ke generasi).
36 Hendri Chambert Loir dan Oman Fathurrahman, Khazanah Naskah Panduan KoleksiNaskah-Naskah Indonesia Sedunia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), h. 195.
‘Aqidatu al Awām
23
Sebagian besar naskah di Palembang saat ini tersimpan sebagai koleksi
pribadi masyarakat. Naskah-naskah itu sebagian besar merupakan harta warisan yang
diterima secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Tempat penyimpanan
naskah-naskah yang ada pada ahli waris di Palembang tersebut berada di rumah
pribadi. Cara menyimpannya yang beragam, mereka merawat naskah dengan bungkus
kain, diletakkan pada pelapon, kotak kayu, lemari dan lain-lain sebagainya.37
Gambar 2 :(tempat penyimpanan naskah‘Aqidatu al Awām)
Naskah ‘Aqidatu al Awām ini merupakan koleksi dari Bapak Kemas Haji
Andi Syarifuddin yang beralamat di Jalan Fakih Jalaluddin No. 105. Palembang,
beliau menyimpan koleksi naskah miliknya sama seperti cara merawat naskah seperti
37 Titik Padjiastuti, “Memandang Palembang dari Khazanah Naskahnya”, artikel diaksespada 17Juli2017 dari http://www.kumpulannaskah-naskahdipalembang.mit.edu90/index.html.
24
umumnya yaitu dengan menyimpannya di dalam lemari bertingkat dan dirawat secara
tradisional dengan cara diberi kapur barus dan dibungkus kain.38
3. Ukuran, Jumlah Halaman dan Barisdalam Naskah
Setiap naskah memiliki ukuran yang berbeda-beda sesuai dengan bagaimana
tulisan yang ditorehkan khususnya Sumatera Selatan.39 Pengukuran dimulai dari
lipatan halaman atau panjang halaman baru kemudian lebar halaman.40 Naskah
‘Aqidatu al Awām koleksi Kemas Haji Andi Syarifuddin setelah diukur dengan
menggunakan alat ukur, naskah ini memiliki ukuran Panjang 23,5 cm dan Lebar 16,7
cm dengan ketebalan 0,2 cm dan mempunyai 10 halaman dengan jumlah baris dalam
tiap halaman berjumlah 5-6 baris.41
4. Keadaan Naskah, Aksara dan Bahasa dalam Naskah
Keadaan atau kondisi naskah baik buruknya harus diutarakan, tanpa
mendominasi satu pihak dan juga tidak memberi komentar kalau keadaan naskah baik
ataupun buruk.42 Kondisi keadaan naskah ‘Aqidatu al Awām koleksi dari Bapak
Kemas Haji Andi Syarifuddin ini masih bagus dan dapat terbaca dengan jelas
tulisannya, hanya saja ada beberapa kata yang sudah kabur/tak dapat terbaca karena
ada coretan yang disebabkan oleh anak kecil dan belum ada yang sobek atau rusak
38 Observasi sekaligus Wawancara pribadi dengan Bapak Kemas Haji Andi Syarifuddin,Palembang, 14 September 2017
39 Hendri Chambert Loir dan Oman Fathurrahman, Khazanah Naskah Panduan KoleksiNaskah-Naskah Indonesia Sedunia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), h. 196.
40 Sri Wulan Rujiati Mulyadi, Kodikologi Melayu di Indonesia (Depok: Fakultas SastraUniversitas Indonesia, 1994), h. 37.
41Naskah ‘Aqidatu al Awām dilakukan pengukuran dan penghitungan tanggal 14 September2017, pukul 17.00 dirumah Kemas Haji Andi Syarifuddin yang beralamat di Jalan Fakih JalaluddinNo. 105. Palembang
42 Sri Wulan Rujiati Mulyadi, Kodikologi Melayu di Indonesia, h.41.
25
sama sekali kertasnya. Selanjutnya Bahasa yang digunakan dalam naskah adalah
Bahasa Arab dengan Aksara Melayu dan Bahasa dengan Aksara Arab dan Bahasa
dengan Aksara Melayu.
5. Kertas dan Cap Kertas “Watermark”padaNaskah
Kertas (paper) adalah salah satu alas naskah yang paling banyak digunakan
untuk menulis manuscrip. Melihat asal usul katanya dalam Bahasa Inggris (paper)
kata ini bisa jadi memiliki akar hubungan dengan (papyrus) yang merupakan bahan
tulis asal Mesir Kuno.43 Kertas yang digunakan dalam pembuatan naskah yang
berjudul ‘Aqidatu al Awām ini menggunakan kertas hasil produksi pabrik Eropa yang
sudah berwarna kuning kecoklatan, dan terdapat cap kertas “Watermark”.
Dunia penaskahan di Nusantara kertas yang paling banyak digunakan berasal
dari Eropa, salah satu ciri ketas Eropa umumnya mengandung cap kertas
“Watermark”.44Cap kertas biasanya adalah semacam gambar pada kertas yang dapat
kita lihat dengan nyata, jika kita lihat di tempat yang ada sinar matahai atau lampu.
Mengingat cap kertas adalah tanda yang terbuat secara otomatis pada alat pembuat
kertas, maka letak asalnya tidak berubah, yakni berada di tengah-tengah separuh
kertas palno (sheet).45
43Oman Fathurahman, Filologi dan Islam Indonesia (Jakarta: Pustitbang Lektur Keagamaan,2010), h. 50.
44Nyimas Umi Kalsum, Filologi dan Terapan, h. 54.45Oman Fathurahman, Filologi dan Islam Indonesia, h. 54.
26
Gambar 3 :(cap kertas “Watermark”dalam naskah)
Berdasarkan hasil dari pengamatan cap kertas yang dilakukan pada naskah,
terdapat gambar tameng atau perisai dan huruf VG yang merupakan singkatan dari
nama (Van Gangelt). Menurut buku Watermark In Paper (1985 M) yang dikarang
oleh W.A. Churchill gambar tersebut termasuk dalam kelompok watermark
Amsterdam tahun 1670 M.46
6. Sejarah, Pengarang, Penyalin, Tempat dan Tanggal Penulisan Naskah
Saat ini diketahui bahwa kitab-kitab terjemahan banyak dijumpai dalam bentuk
manuskrip di samping ada juga yang berbentuk cetakan. Naskah-naskah terjemahan
yang ditulis oleh para ulama dan kemudian disalin oleh para penyalin berikutnya itu
46 W.A. Churchill, Watermark In Paper, Menno Hertzberger Antiquariaat: Amsterdam, 1985,h. VIII
27
merupakan buah dari proses saling silang hubungan keilmuan Islam, yang tejadi
antara ulama Melayu Indonesia dengan para ulama dari Timur Tengah. Bangkitnya
“Kubu Islam” di dunia melayu ini tidak bisa lepas dari dibangun Kesultanan
Palembang pada awal abad 17 M, dimana sejak awal para sultannya telah mulai
menunjukkan minat yang khusus pada bidang keagamaan dan senantiasa mendorong
tumbuhkembangnya ilmu pengetahuan dan banyak bergaul dengan para ulama Timur
Tengah menjelang pertengahan abad 17 M.
Dalam konteks keilmuan Islam di dunia melayu, Palembang pernah menjadi
salah satu pusat tumbuh suburnya berbagai pengetahuan, baik yang berhubungan
dengan sastra maupun agama. Di antara fakta-fakta yang ada adalah hal yang
berhubungan dengan berbagai terjemahan para ulama yang dijumpai dari periode
abad 18 M hingga awal abad 19 M, salah satunya ialah naskah ‘Aqidatu al Awām
milik Kemas Haji Andi Syarifuddin yang didapatnya melalui warisan keturunan.
Kitab ‘Aqidatu al Awām (aqidah untuk orang-orang awam) ini sekarang banyak
diajarkan di Pesantren dan Majlis Ta’lim karena merupakan dasar ilmu ketauhidan
yang harus dipahami oleh setiap muslim, dan hal ini tidak hanya terjadi di Kota
palembang tapi hampir seluruh masyarakat Nusantara.
Selanjutnya nama penulis atau nama penyalin, tempat dan tanggal penulisan
biasanya dapat dicari pada kolofon naskah.47 Kolofon adalah catatan penulis,
umumnya pada akhir naskah, berisi keterangan mengenai tempat, waktu dan
47 Sri Wulan Rujiati Mulyadi, Kodikologi Melayu di Indonesia, h. 40.
28
penyalinan naskah.48 Namun, tidak setiap naskah terdapat nama pengarang dan
penyalin dalam teksnya. Seperti pada naskah ‘Aqidatu al Awām koleksi dari Bapak
Kemas Haji Andi Syarifuddin ini peneliti menemukan kolofon yang dapat
menginformasikan waktu penulisan saja yaitu tahun 1296 H/1887 M.
Nama dari penyalin naskah itu sendiri tidak disebutkan, hanya saja diketahui
bahwasannya pengarang asli dari ‘Aqidatu al Awām ialah Sayyid Ahmad al Marzuqi
al Maliki, nama lengkap beliau adalah Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayyid
Ramadhan Mansyur bin Sayyid Muhammad al-Marzuqi al-Hasani beliau lahir di
Sinbath (Mesir) pada tahun 1205 H/ 1791 M. Di antara guru-gurunya Adalah Syekh
al-Kabir Sayyid Ibrahim al-‘Ubaidi yang pada masanya adalah sosok yang
konsentrasi di bidang Qira-ah al-‘Asyarah dan diantara murid-murid beliau adalah
Syekh Ahmad Dahman (1260 H-1345 H), Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (1232H-1304
H), Syekh Thahir al-Takruni, dan lainnya. Beliau sepanjang waktu bertugas mengajar
Masjid Mekkah karena kepandaiannya Syekh Ahmad Marzuqi diangkat menjadi
Mufti Madzhab al-Maliki di Mekkah menggantikan Sayyid Muhammad yang wafat
pada tahun 1261 H/ 1845 M. Syekh Ahmad Marzuqi juga terkenal sebagai seorang
pujangga dan dijuluki dengan panggilan Abu Al Fauzi.49 Salah satu karya beliau yang
sangat fenomenal ialah ‘Aqidatu al Awām sebuah ringkasan ilmu kalam mengupas
tentang tauhid untuk dijadikan acuan bagi orang awam.
48 Nyimas Umi Kalsum, Filologi dan Terapan,h. 57.49 https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/6-masyaikh/syaikh-ahmad-al-
marzuqi-al-hasanidiakses pada hari kamis 22 maret 2018
29
Beberapa karya lain beliau yakni Tahsil Nail al-Maram Li Bayan Manzumah
Aqidatul Awam (1326 H), Bulugh al-Maram Li Bayan Alfadz Maulid Sayyid al-
Anam Fi Syarh Maulid Ahmad Al-Bukhari (1282 H), Bayan Al-Ashli Fi Lafdz Bi
Afdzal, Tafsil al-Ad-Han Ala Matan Taqwim al-Lisan Fi Al-Nahwi Li al-Khawarizmi
al-Baqali, Al-Fawaid al-Marzuqiyah Al-Zurmiyah, Mandzumah Fi Qawaid al-Sharfi
Wa al-Nahwi dan Matan Nazam Fi Ilm al-Falak.
Keberadaan naskah ‘Aqidatu al Awām di Kota Palembang tersimpan pada ahli
waris (Kemas Haji Andi Syarifuddin) sejak turun temurun dari keluarga. Akan tetapi,
mengenai kapan naskah tersebut berada di Palembang ahli waris Kemas Haji Andi
Syarifuddin tidak bisa memberikan data dan penjelasan lebih lanjut. Selain itu tidak
ada data yang menyebutkan tentang sejarah keberadaan naskah itu di Kota
Palembang. Namun, menurut peneliti ini karena adanya kontak antar ulama berupa
kontak keilmuan.
Maka kemudian peneliti tertarik untuk mengkaji kembali tentang sejarah
pendidikan Islam pada abad 18 M sampai awal abad 19 M ini yang bertujuan
mengungkap sejarah keberadaan naskah tersebut di Kota Palembang. Maka
ditemukan penjelasan bahwasannya dikatakan bahwa ‘Aqidatu al Awāmmerupakan
dasar ilmu ketauhidan yang wajib diketahui setiap umat Muslim.
30
Selanjutnya peneliti hanya mendapati teks yang berupa tulisan pada bagian
akhir naskah, yang isi dari tulisan bagian akhir teks naskah ini menjadi penutup dan
sekaligussebagai bagian terakhir dari naskah ‘Aqidatu al Awām koleksi dari Bapak
Kemas Haji Andi Syarifuddin ini. Berikut isi teks naskah yang terdapatpada bagian
akhir naskah ‘Aqidatu al Awām ini:
Gambar 4 :(Kolofon yang tedapat pada naskah)
C. Suntingan Teks
Pada sub bab suntingan teks naskah ‘Aqidatu al Awām akan disajikan sesuai keadaan
naskah dan kata-kata dalam suntingan teks yang menunjukan ciri khas bahasa lama
ditulis sebagaimana adanya, tidak akan diperbaiki dan disesuaikan dengan bahasa
yang berlaku sekarang. Suntingan teks ini dilengkapi dengan pertanggung jawaban
transliterasi yang dijelaskan sebagai berikut:
Telah selesai dari pada menurut
kitab matan Aqidatual awam
kepada suatu hari bulan zulhijah
pada hari ahad sekira-kira jam
pukul tiga tahun seribu dua
ratus sembilan puluh anam 1296
31
a. Pertanggungjawaban transliterasi
Untuk melakukan suntingan, penulis menggunakan beberapa tanda sebagai
pedoman dalam melakukan suntingan, ini harus dilakukan secara konsisten. Adapun
pedoman yang digunakan penulis antara lain:
1. Edisi teks disesuaikan dengan Pedoman Teransliterasi Arab-Latin sesuai
dengan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
No. 158/1997 dan No.0543 b/U/1987 Tertanggal 12 Januari 1988 sebagai
berikut:
Huruf Arab Nama Latin Huruf Keterangan
ا Alif _ Tidak dilambangkan
ب Bā’ B _
ت Tā’ T _
ث Ṡā’ Ṡ S dengan titik di atasnya
ج Jim J _
ح Ḥā’ Ḥ H dengan titik di bawahnya
خ Khā’ Kh _
د Dāl D _
ذ Żāl Ż Z dengan titik di atasnya
32
ر Rā’ R _
ز Zā’ Z _
س Sin S _
ش Syin Sy _
ص Ṣād Ṣ S dengan titik di bawahnya
ض Ḍād Ḍ D dengan titik di bawahnya
ط Ṭā’ Ṭ T dengan titik di bawahnya
ظ Ẓā’ Ẓ Z dengan titik di bawahnya
ع ‘Ain ‘ Koma terbalik di atasnya
غ Gain G _
ف Fā’ F _
ق Qāf Q _
ك Kāf K _
ل Lām L _
م Mim M _
ن Nūn N _
و Wāwu W _
ه Hā’ H _
ء Hamzah ‘ Apostrof
ي Yā’ Y _
33
Jika a panjang maka ditulis ā, i panjang ditulis ῑ dan u panjang ditulis ū, masing-
masing dengan tanda ( ¯ ) diatasnya.
2. Perbaikan teks meliputi penggantian, penambahandan penghapusan
bacaan yang dianggap menyimpang. Bagian bacaan yang dihapus
diletakkan dalam aparat kritik supaya tidak mengganggu kelangsungan
teks.
3. Dalam suntingannya, digunakan beberapatanda,yaitu:
/ : untuk menandai pindah baris
\\ : dua garis miring untuk pindah halaman
... : untuk menandai kata-kata yang susah dibaca atau mengalami
korup/rusak.
{...}: untuk menandai ayat-ayat Al-Qur’an
4. Kata ulang yang tertulis dengan angka2 (dua) dalam teks akan
ditransliterasikan sesuai dengan EYD bahasa Indonesia, seperti: tersedu2
menjadi tersedu-sedu, dan lain sebagainya.
b. Transliterasi
/1/ Abda’u Bismillāhi warraḥmāni
Aku mulaikan dengan nama Allah dan
dengan Tuhan yang amat murah
/ Falhamdulillāḥil qadῑmil awwali
Wabirraḥῑmi dā imil iḥsāni
Dan dengan Tuhan yang mengesahkan
yang senantiasa memberi nikmat
Al-ākhiril bāqῑ bilā taḥawwuli
34
Maka bersala segala puja itu yang sebut
ia bagi Allah Tuhan yang sedia lagi
yang dahulu yang tiada ... bagi
wujudnya
/ Ṡummaṣṣalātu wassalāmu sarmadā
Kemudian dari pada itu bermula rahmat
Allah dan selamanya senantiasa itu
yang ada
/ Wa ālihῑ wa ṣahbihῑ wa man tabi’
Atas segala keluarganya dan segala
sebutannya dan atas segala orang yang
mengikuti ia
/2/ Wa ba’du fa’lam biwujūbil
ma’rifah
Dan kemudian dari pada itu maka
kepada ulehmu dengan wajib mengenal
/ Fallāhu maujūdun qadῑmun bāqῑ
Maka bermula atas itu Tuhan yang
bersifat Wujud dan Qidam dan Baqo’
/ Wa qā imun ganῑ wa wāḥidun wa ḥay
Dan Qiyamuhu binafsihi atinya
tekayanya dari pada tiap-tiap barang
yang lainnya dan Wahdaniah dan
Lagi yang kemudian yang tiada
berkasudahan bagi wujudnya lagi yang
segala yang tiada berubah
‘alānNabiyyi khairi man qad waḥḥadā
Keduanya atas Nabi yang terlebih baik
ia dari pada segala orang yang
sesungguhnya mengesahkan ia akan
Allah Ta’ala
Sabῑla dῑnil ḥaqqi gaira mubtadi’
Akan jalan agama yang sebenarnya hal
keadaannya yang tiada mampu
mempunyai berdoa ia
Min wājibin lillāhi ‘isyrῑna ṣifah
Dari pada sifat yang wajib bagi Allah
akan 20 sifat
Mukhālifun lilkhalqi bil iṭlāqi
Dan Mukholafatu Lil Hawadisi dengan
itlaq yakni semata-mata
Qādir murῑdun ‘ālimun bikulli syai
Dan Qudra dan Muridan dan Aliman
dengan tiap-tiap suatu
35
Hayyah
/ Samῑ’u albaṣῑru wal mutkallimu
Dan Sami’an dan Basiron dan
Mutakaliman
/ Faqudratun irādatun sam’un baṣar
Maka yaitu Qudrat dan Irodat dan
Samian dan Basiron
/ Wa jāizun bifaḍlihῑ wa ‘ad-lihῑ
Dan bermula sifat yang harus bagi Allah
Ta’ala dengan fadla nya dan adlanya itu
/3/ Arsala anbiyāżawῑ faṭhānah
Telah menyuruhkan dia akan beberapa
Nabi yang mempunyai sifat Fatonah
/ Wa jāiżun fῑḥaqqihim min ‘araḍi
Dan bermula sifat yang harus atas zat
mereka itu setengah dari pada arod basir
/ ‘Iṣmatuhum kasā iril malāikah
Bermula terpelihara sekalian mereka itu
dari pada sekalian dosa seperti malaikat
itu
Lahūṣifātun sab’atun tantażimu
Dan wajib pula baginya oleh beberapa
sifat yang tujuh yang beratur ia
Ḥayātu al-’ilmu kalāmuni-stamar
Dan Hayyat dan Aliman dan Kalam
yang segala
Tarkun likulli mumkinin kafi’lihῑ
Meninggalkan berbuat ia bagi tiap-tiap
mungkin sifat berbuat ia akan dia
Biṣṣidqi wattablῑghi wal amānah
Dan yang bersifat dengan Siddik dan
Tabliq dan Amanah
Bigairi naqṣin kakhafῑfil maraḍi
Yang tiada sekurangkan pada martabat
mereka itu seperti sakit yang ringan
Wājibatun wa fāḍalūl malāikah
Wajib ia padahal melebihi mereka akan
sekalian malaikat
36
/ Wal mustaḥῑlu ḍiddu kulli wājibin
Dan bermula sifat yang mustahil ia atas
Allah dan sekalian Rasulnya itulah dan
bagi tiap-tiap sifat yang wajib bagi
Allah dan Rasulnya
/ Tafṣῑlu khamsatin wa ‘isyrῑna lażim
Bermula tafsil 25 setengah dari pada
segala Rasul itu yang mewajibkan ia
/ Hum Ādamun Idrῑsun Nūḥun Hūdu
ma’
Bermula mereka itu Nabi Adam dan
Nabi Idris dan Nabi Nuh dan Nabi Hud
serta
/4/ Lūṭun wa Ismā’ῑlu Isḥāqu każā
Dan Nabi Luth dan Nabi Ismail dan
Nabi Ishak seperti yang tersebut itu
/ Syu’aibu Hārūnu wa Mūsā wal Yasa’
Dan Nabi Harun dan Nabi Musa dan
Nabi Yasa’
Fahfaẓ likhamsῑna bi ḥukmin wājibin
Maka hafizkan akan 50 akidah ini hal
keadaanmu yang terpakai dengan
hukum yang wajib syara
Kulla mukallafin faḥaqqiq waghtanim
Akan tiap-tiap mukalaf maka
tangguhkanlah ulehmu akan bilangan
mereka itu dan rebutlah ulehmu akan
dia
Ṣālih wa Ibrāhῑmu kullun muttaba’
Nabi Sholih dan Nabi Ibrahim bermula-
mula tiap-tiap sekalian mereka itu yang
diikuti urang akan dia
Ya’qūbu Yūsufu wa Ayyūbuhtażā
Nabi Yakub dan Nabi Yusup dan Ayub
hal keadaaannya yang mengikuti ia dan
Nabi Su’ib
Żūlkifli Dāwūdu Sulaimānuttaba’
Dan Nabi Zulkifli dan Nabi Daud dan
Nabi Sulaiman hal keadaannya yang
mengikuti ia
37
/ Ilyāsu Yūnus Żakariyyā YahyāDan
Nabi Ilyas dan Nabi Yunus dan Nabi
Zakaria dan Nabi Yahya dan
/ ‘Alaihimuṣṣalātu wassalāmu
Yang adalah atas sekalian mereka itu
rahmat Allah dan salam Allah
/ Wal malakullażῑ bilā‘abin wa um
Dan bermula tiap-tiap malaikat yang
ada mereka itu dengan tiada bapa dan
ibu yang wajib atas tiap-tiap mukalaf ...
dia itu
/ Tafṣῑlu ‘asyrin minhumu Jibrῑlu
Bermula tafsil sepuluh setengah dari
pada mereka itu yang wajib tiap-tiap ...
... dia itu Jibril
/5/ Munkar Nakῑrun wa Raqῑbun wa
każā
Dan Munkar dan Nakir dan Rokib
seperti yang tersebut itu
/ Arba’atun min kutubin tafṣῑluhā
Bermula ampat yang ada ia setengah
dari pada sekali kitab yang wajib atas
‘ῑsā wa Ṭāhā khātimun da’ gayyā
Nabi Isa dan Nabi Toha yang kesudahan
dari pada sekalian Nabi dan Rasul
tinggalkan ulehmu akan berpaling dari
pada jalan yang betul
Wa ālihim mā dāmatil ayyām
Dan atas sekali keluarga mereka itu di
dalam masa sekali uleh sekali hari
Lā akla lā syarba wa lā nauma lahum
Tiada makan dan tiada minum dan tiada
tidur bagi mereka itu
Mῑkālu Isrōfῑlu ‘Iżrāῑlu
Dan Mikail dan Isrofil dan Isroil
‘Atῑdu Mālikun wa Riḍwānuḥtażā
Atid dan Malik dan Ridwan hal
keadaanya yang mengikuti ia
Taurātu Mūsā bil hudā tanżῑluhā
Taurat bagi Nabi Musa yang adalah ia
dengan pertunjuk yang diturutkan akan
38
tiap-tiap mukalaf ... dia itu bermula
kepasolannya itu
/ Żabūru Dāwūda wa injῑlu ‘alā
Dan Zabur Nabi Dawud dan Injil bagi
Nabi
/ Wa ṣuḥuful khalῑli wal kalῑmi
Dan bemula beberapa kitab bagi Nabi
Ibrahim Kholil Allah dan bagi Musa
Kaliim Allah yang wajib atas tiap-tiap
mukalaf ... itu
/ Wa kullu mā atā bihirrasūlu
Dan bermula tiap-tiap suatu yang telah
mendatangkan akan dia uleh Rasulullah
itu
/ ῑmānunā biyaumi ākhirin wa jab
Bemula iman kita dengan hari yang
kemudian itu wajib
/6/ Khātimatun fῑżikri bāqῑl wājibi
Bermula ini suatu khotimah pada
menyebutkan yang tinggal dari pada
yang wajib
/ Nabiyyunā Muhammadun qad ursilā
dia itu
‘ῑsā wa Furqānun ‘alā khairil malā
Isa dan Furqon bagi Nabi yang sebaik-
baik ia dari pada kaum
Fῑhā kalāmul ḥakamil ‘alῑmi
Yang adalah di dalamnya itu Kalam
bagi Tuhan yang maha bijaksana lagi
maha mengetahui
Faḥaqquhuttaslῑmu wal qabūlu
Maka yang wajibnya atas kita itu uleh
mengikrarkan akan dia dengan
shahihnya dan menerima akan dia
Wa kulli mā kānā bihῑ minal ‘ajab
Dan iman kita dengan tiap-tiap barang
ada ia di dalamnya dari pada beberapa
ajaib itu wajib jua
Mimmā‘alā mukallafin min wājibi
Karna yang ia wajib atas tiap-tiap
mukalaf uleh ma’itikodkan dia
Lil ‘ālamῑna raḥmatan wa fuḍḍilā
39
Bermula benar kisah Muhammad saw
itu sesungguhnya telah disuruhkan
Allah Ta’ala akan dia kepada sekalian
mukalaf
/ Abūhu ‘Abdullāhi ‘Abdul Muthṭalib
Bermula ayahnya itu Abdullah anak
Abdul Mutholib
/ Wa ummuhūĀminatużŻuhriyyah
Dan bermula ibunya itu Aminah
Azuhriyah
/ Mauliduhū bi Makkatal amῑnah
Bermula tempat diperanakan akan dia
itu dalam negeri Mekkah maka yang
santosa ia
/ Atamma qablal waḥyi arba’ῑnā
Telah menyempurnakan ia diahlu dari
pada turun wahyu itu akan empat puluh
tahun bagi umur Nabi
/7/ Wa sab’atun awlāduhū faminhumu
Dan tujuh sekali anaknya itu maka
setengah dari pada mereka itu
Hal keadaannya jadi rahmad bagi
sekalian alam dan dilebihkan Allah
Ta’ala akan dia
Wa Hāsyimun ‘Abdu Manāfin
yantasibu
Dan anak Hasyim dan anak Abdul
Manaf hal keadaannya yang berbangsa
ia
Arḍa’ahu Ḥalῑmatus-Sa’diyyah
Telah menyusui akan dia itu uleh
Halimah Sa’diyah
Wafātuhū bi Ṭaibatal Madῑnah
Dan bermula wanitanya itu di dalam
negeri Tayibah yaitu negeri Madinah
Almunarah
Wa ‘umruhū qad jāważas-sittῑnā
Padahal bermula umurnya
sesungguhnya telah melampaui ia akan
enam puluh tahun //
Ṡalāṡatun minażżukūri tufhamu Tiga
dari pada laki-laki yang dipahamkan
akan dia
40
/ Qāsim wa ‘Abdullāhi
wahwaṭṬhayyibu
Bermula mereka itu Qosim dan
Abdullah dan Toyyib
/ Atāhu Ibrāhῑmu min suriyyah
Telah datang akan dia uleh Ibrahim dari
pada akan dianya
/ Wa goiru Ibrāhῑma min Khadῑjah
Dan bermula yang lain dari pada
Ibrahim itu dari pada sakna Khadijah
/ Wa arba’un minal ināṡi tużkaru
Dan empat dari pada para perempuan
disebutkan akan dia
/ FāṭimatużŻahrā u ba’luhā‘Aliy
Bermula mereka itu Fatimah yang
Zahra bermula suaminya itu Syaidina
Ali
/8/ Fa Żainabun wa ba’dahā
Ruqayyah
Wa Ṭhāhirun biżaini żā yulaqqabu
Dan Thohir dengan dua ini yang
dikabarkan akan dia
Fa ummmuhū Māriyyatul Qibṭiyyah
Maka bermula ibunya Mariyam Al
Qibtiyah
Hum sittatun fakhuż bihim walῑjah
Bermula mereka itu anam urang maka
ambil ulehmu dengan mengenal mereka
akan berkasih-kasihan
Riḍwānu rabbῑ lil jamῑ’i yużkaru
Bermula keridhoan Tuhanku itu yang
adalah ia atas sekalian mereka itu
disebutkan akan dia
Wabnāhumās-Sibṭānu faḍluhum jalῑ
Dan bermula dua anaknya bagi
keduanya itu cucu bagi Rasul Allah
bermula kelebihan mereka itu amat
nyata ia
Wa Ummu Kulṡūmin żakat raḍiyyah
41
Kemudian maka Zainab dan kemudian
dari padanya itu Ruqayyah
/ ‘An tis’i niswatin wafātul Muṣṭafā
Meninggalkan dari pada sembilan dari
pada perempuan waktu Nabi Mustopa
Saw itu
/ ‘Ā-isyatun wa Ḥafṣatun wa Sawdah
Bermula Aisha dan Hapso dan Suwdah
/ Hindun wa Żainabun każā
Juwairiyah
Dan Hindun dan Zainab seperti yang
tersebut itu Juwairiyah
/ Hamżatu ‘ammuhū wa ‘Abāsun każā
Bermula Hamzah itu memanya yang
saudara bapanya dan Abas itu seperti
Dan Ummu Kalsum yang keadaanya
yang sholih ia lagi yang diridoi dari
padanya
Khuyyirna fakhtarnan-Nabiyyal
muqtafā
Hal keadaanya mereka itu disuruhkan
memilih akan sekalian mereka itu antara
perhiasan dunia dan surga maka
memilih uleh mereka itu akan Nabi
yang diikuti
Ṣafiyyatun Maymūnatun wa Ramlah
Dan Sopiya dan Maymunah dan
Romlah
Lil mu’minῑna ummahātun marḍiyyah
Bermula sekali mereka itu seumpama
itu bagi sekali urang yang mukmin lagi
yang diridoi bagi Allah dan bagi
Rasulnya
‘amatuhūṢafiyyatun żātuhtiżā
Dan bibinya yang saudara bapa nya itu
Sopiya yaitu yang mengikuti ia bagi
Allah dan Rasulnya
42
Hamzah yang tersebut itu jua
/ Wa qabla hijratin Nabiyyil isrā
Dan bermula Isro’ Nabi itu yang
sabutlah ia dahulu dari pada berpindah
Nabi kemudian
/9/ Wa ba’dal isrā in ‘urūjun lissamā
Dan bermula naik Nabi kelangit itu
kemudian dari pada Isro’
/ Min gairi kaifin wanḥiṣārin waftaraḍ
Dengan tiada terperi dan tiada
tersimpan bagi yang dilihat dan telah
memfardukan ia
/ Wa ballagal ummata bil isrāi
Dan telah sampaikan ia akan amanah
dengan khabar Isro’ dan Mi’raj
/ Qad fāża ṣiddῑqun bitaṣdῑqin lahū
Min Makkatin lailān liqudsin yudrā
Dari pada negeri Mekkah didalam
setengah yang sedikit dari pada malam
hingga sampai kepada Baitul Maqdis
hal keadaanya diketahui akan dia
Ḥattā ra ān Nabiyyu rabban kullamā
Hingga selamat uleh Nabi itu akan
Tuhan yang berkata-kata ia
‘alaihi khamsan ba’da khamsῑna faraḍ
Atasnya dan atas segala umatnya itu
akan lima sembahyang yang di dalam
sehari semalam kemudian dari pada
lima puluh yang telah memfardukan ia
akan dia
Wa farḍi khamsatin bilāmtirōi
Dan dengan fardu lima sembahyang
dengan tiada suka
Wa bil ‘urūjiṣṣidqu wāfā ahlahū
Dan bermula membenarkan dengan
Mi’raj itu telah suapakati ia akan
43
Sesungguhnya telah dapat kemenangan
uleh abu bakar siddik itu dengan
membenarkan baginya Isro’ dan
Mi’rajnya itu
/ Wa hāżihῑ ‘Aqῑdatun mukhtaṣoroh
Dan bermula inilah satu aqidah yang
pandangkan akan dia
/ Nāẓimu tilka Aḥmadul Marżūqi
Bermula yang menadzomkan akan
aqidah itu Sayyid Ahmad yang Marzuki
/10/ Walḥamdu lillāhi wa ṣollā sallamā
Dan bermula sekali puja itu yang sebut
ia bagi Allah dan memberi rahmat ia
dan menyejahterakan ia
/ Wal āli waṣṣoḥbi wa kulli mursyidi
Dan atas sekali keluarganya dan sekali
sohabatnya dan atas tiap-tiap urang
yang menujuki kepada jalan kebajikan
/ Wa as’alul karῑma ikhlāṣol ‘amal
Dan aku puhankan akan Tuhan yang
ahlinya
Wa lil ‘awāmi sahlatun muyassaroh
Dan yang lembut ibarat dan yang
mudah mahfudkan dia bagi sekali urang
yang awam
Man yantamῑ lishṣōdiqil maṣdūqi
Lagi yang terbangsa ia kepada Nabi
Siddik lagi Masduq
‘alān-Nabiyi khoiri man qod ‘allamā
Atas Nabi kita yang terlibat baik ia dari
pada sekali urang yang mengajari ia
Wa kulli man bikhoiri hadyin yaqtadῑ
Dan atas tiap-tiap urang yang mengikuti
ia akan jalan yang baik
Wa naf’a kulli man bihā qodi-sytaghol
Dan akan mendapati ia akan tiap-tiap
urang yang bimbing ia akan dia
44
murah itu akan ihlas beramal
/ Abyātuhā maiżun bi’addil jumali
Bermula sekali baitnya aqidah itu lima
puluh tujuh dengan bilangan jumlah
huruf
/ Sammaituhā‘Aqῑdatal ‘Awāmi
Telah aku namai akan dia ‘Aqidatu al
Awām
Tārῑkhuhā lῑḥayyu ghurrin jumali
Bermula tahunnya seribu dua ratus lima
puluh dulapan
Min wājibin fῑd-dῑni bittamāmi
Dari pada yang wajib pada agama
dengan sampurna
Telah selesai dari pada menurut kitab Matan ‘Aqidatu al Awāmkepada suatu hari
bulan Zulhijah pada hari ahad sekira-kira jam pukul tiga tahun seribu dua ratus
sembilan puluh anam 1296 H.
45
BAB III
ANALISIS ISI NASKAH ‘AQIDATU al AWĀM
A. Sifat-SifatAllah SWT
Hasil penelitian terhadap isi teks naskah ‘Aqidatu al Awāmberisi penjelasan
mengenai:
Nomor 1-4 menjelaskan tentang pujian kepada Allah SWT seperti yang
dikutip pada bagian awal kalimat (Abda’u Bismillāhi warraḥmāni Wabirraḥῑmi dā
imil iḥsāni).50 Yang artinya “Aku mulaikan dengan nama Allah dan dengan Tuhan
yang amat murah dan dengan Tuhan yang mengesahkan yang senantiasa memberi
nikmat”.
Nomor 5-10 menjelaskan tentang ajaran yang bersangkutan dengan ilmu
aqidah yaitu tentang sifat-sifat Allah SWT. Nomor 11-14 menjelaskan tentang sifat-
sifat para Rasul seperti sifat Fathanah, Shidiq, Tabliqh dan Amanah. Nomor 15-20
menjelaskan tentang 25 Rasul seperti yang dikutip pada naskah (Hum Ādamun
Idrῑsun Nūḥun Hūdu ma’)51 bermula mereka itu Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Nuh
dan Nabi Hud dan diakhiri oleh kalimat (‘ῑsā wa Ṭāhā khātimun da’ gayyā)52yaitu
Nabi Isa dan Nabi Toha yang berarti ialah Nabi Muhammad yang merupakan
kesudahan dari sekalian Nabi dan Rasul. Nomor 21-23 menjelaskan mengenai tentang
10 malaikat.
50 Lihat naskah ‘Aqidatu al Awām. h. 1.51 Lihat naskah h. 3.52 Lihat naskah h. 4.
46
Nomor 24-26 menjelaskan tentang kitab-kitab Allah dan yang menerimanya
sebagai wahyu dari Allah SWT. Nomor 27-29 menjelaskan tentang keimanan kepada
hari akhir atau qiamat. Nomor 30- 45 menjelaskan mengenai sejarah ringkas
kehidupan Nabi Muhammad SAW dari awal kelahirannya sampai akhir hayat beliau,
dan di dalamnya juga menceritakan tentang orang-orang yang menemani kehidupan
Rasulullah, mereka ialah istri-istri beliau itu sendiri. Nomor 46-50 menjelaskan
tentang Isra dan Mi’raj.
Berdasarkan penjelasan dari isi teks naskah tersebut selanjutnya akan
dilakukan analisis secara keseluruhan seperti di bawah ini:
Dalam agama Islam pokok utamanya ialah bahwa kita mengenal Allah, yakini
kita wajib percaya bahwasanya Dialah tuhan yang sesunggunya dan tidak ada tuhan
lain yang patut disembah kecuali Dia, Allah Yang Maha Pencipta Dialah yang mesti
ada, yang awal dan tiada bermula dan yang akhir yang tiada berkesudahan.53
Mengenai sifat-sifat Allah SWT dari isi teks naskah ‘Aqidatu al Awām
dijelaskan bahwa Allah mempunyai 20 sifat.54 Sifat-sifat Allah adalah sifat-sifat yang
ditandai dengan Asma-Asma Allah. Contohnya adalah Asma Allah ‘Yang Maha
Menciptakan’ (al-Khaliq).55Allah adalah Khaliq, dzat yang memiliki sifat yang tidak
mungkin sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk-Nya. Sifat-sifat wajib
53 A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 1.54 Lihat naskah h. 2.55Abdullah bin Hamid Ali, Pengantar Aqidah Islam, diakses pada 8 maret 2018 dari
http://www.lamppostproductions.com/wp-content/uploads/2011/01/Creed_Ibn_Ashir.pdf
47
bagi Allah itu diyakini melalui akal (wajib aqli) dan berdasarkan dalil naqli (al
Qur’an dan Hadits). Bagian dari sifat-sifat Allah SWTakan dijelaskan dibawah ini:
1. Sifat pertama, Wujud
Wujud yang berarti Allah maha “ada” maka mustahil Allah tidak ada. Allah
SWT berfirman dalam al-Qur’an:
Artinya: “Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yanghidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluknya); tidak mengantuk dantidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapatmemberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apayang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidakmengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.Kursi56 Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa beratmemelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.57 (QS. al-Baqarah (2): 255).
2. Qidam
Qidam artinya “terdahulu” maka mustahil bahwa Allah SWT itu baru
(huduts).Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:
56Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula
yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.57 QS. al-Baqarah (2): 255.
48
Artinya: “dia yang awal dan yang akhir, yang zhahir dan yang bathin58. Dan
dia yang mengetahui segala sesuatu.”59
3. Baqa Baqa yang berarti “kekal (abadi)”. Dan mustahil Allah itu rusak (fana).
Allah befirman dalam al-Qur’an:
Artinya: “dan tetap kekal wajah tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan.”60 (QS. ar-Rahman (55): 27).
4. Mukhalafatu Lil Hawadits
Ialah yang berarti bahwa Allah berbeda dengan sesuatu yang baru, dan
mustahil Allah sama dengan sesuatu yang baru (mumatsalatun lil hawadits).
Allah SWT berfirman:
Artinya: “(dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu darijenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternakpasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan
58Yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang
akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata adanya karena
banyak bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.59 QS. al-Hadid (57): 3.60 QS. ar-Rahman (55): 27.
49
jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yangMaha mendengar dan melihat.”61(QS. asy-Syura (42): 11).
5. Qiyamuhu Binafsihi
Qiyamuhu binafsihi yang artinya berdiri dengan sendirinya atau Allah tidak
bergantung dengan yang lain, dan mustahil Allah butuh dengan bantuan dari
yang lain (ihtiyajun lighairih). Allah SWT befirman:
Artinya: “Dan barang siapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu
adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”62 (QS. al-‘Ankabut (29):
6).63
6. Wahdaniyah
Allah itu esa dzat-Nya, sifat-Nya dan fi’il-Nya. Maka mustahil Allah itu
berbilang (ta’addud). Allah berfirman:
61 QS. asy-Syura (42): 11.62 QS. al-‘Ankabut (29): 6.63Orang yang menyerahkan segenap kemampuan dalam memerangi musuh atau memerangi
dirinya sendiri sesungguhnya dia berjihad untuk kepentingannya sendiri, karena dia mengerjakan yang
demikian itu tidak lain untuk memperoleh pahala dari Allah dan menjauhi siksa-Nya sedangkan Allah
sendiri tidak membutuhkan perbuatannya, sebab dia Maha kaya dari semua makhluk-Nya dan Dialah
yang berkuasa melakukan segala apa yang dikehendakinya. (Ahmad Mushthafa al Maraghi, Terjemah
Tafsir al Maraghi Jilid 20, Semarang: Toha Putra), h. 202-203
50
Artinya: “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.”64 (QS. al-Ikhlas
(112): 1).
7. Qudrat
Qudrat artinya Allah maha kuasa, dan mustahil Allah tidak kuasa (‘ajzun).
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiapkali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bilagelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscayaDia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allahberkuasa atas segala sesuatu.”65(QS. al-Baqarah (2): 20).
8. Iradat
Allah itu maha berkehendak, dan mustahil Allah tidak memiliki kehendak
atau terpaksa melakukan sesuatu (karahah). Allah SWT. Berfirman:
Artinya: “Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi[736],
kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu
Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.”66(QS. Hud (11): 107).
9. ‘Ilmu
64 QS. al-Ikhlas (112): 1.65 QS. al-Baqarah (2): 20.66 QS. Hud (11): 107.
51
‘ilmu yang berarti (mengetahui) maka mustahil Allah bodoh (jahlun). Allah
SWT. Berfirman:
Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)67. Katakanlah:"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorangmeninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudaraperempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari hartayang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruhharta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudaraperempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yangditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiridari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudaralaki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allahmenerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan AllahMaha mengetahui segala sesuatu.”68 (QS. An-Nisa’ (4): 176).
10. Hayat
Hayat artinya Allah Maha Hidup, dan mustahil Allah mati (maut). Allah
SWT. Berfirman:
67 Kalalah Ialah: seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak.68 QS. An-Nisa’ (4): 176.
52
Artinya: “Dan bertawakkAllah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak
mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah Dia Maha
mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.”69 (QS. al-Furqan (25): 58).
11. Sama’
Sama’ yang berarti Allah Maha Mendengar, dan mustahil Allah itu tuli
(shummun). Allah SWT. Berfirman:
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karenaitu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut70 dan beriman kepada Allah,Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuatyang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”71
(QS. al-Baqarah (2): 256).
12. Bashar
Allah itu Maha Melihat, dan mustahil Allah buta (‘umyun). Allah SWT
berfirman:
69 QS. al-Furqan (25): 58.70 Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT71 QS. al-Baqarah (2): 256.
53
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan
bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”72 (QS. al-Hujurat)
(49): 18).
13. Kalam
Kalam yang berarti Allah Maha Berbicara/Berfirman, dan mustahil Allah bisu
(bukmun). Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu73 dan Allah telah berbicara kepada Musa
dengan langsung.”74 (QS. an-Nisa’ (4):164).
14. Qadirun
Artinya Allah dzat yang maha kuasa, dan mustahil Allah dzat yang tidak
berdaya. Dalilnya sama dengan sifat Qudrah.
15. Muridun
72 QS. al-Hujurat) (49): 18.73Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan Nabi Musa a.s.,
dan karena Nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang Rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari
Allah dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara secara
langsung dengan Allah pada malam hari di waktu Mi’raj.74 QS. an-Nisa’ (4):164.
54
Artinya Allah dzat yang maha berkehendak, dan mustahil Allah dzat yang
tidak memiliki daya cipta atau tidak berkehendak. Dalilnya sama seperti sifat
Iradat
16. ‘Alimun
Artinya Allah dzat yang maha mengetahui, dan mustahil Allah itu dzat yang
bodoh. Dalilnya sama seperti sifat ‘Ilmu.
17. Hayyun
Artinya Allah dzat yang maha hidup, dan mustahil Allah dzat yang mati.
Dalilnya sama seperti sifat Hayat.
18. Sami’un
Artinya Allah dzat yang maha mendengar, dan mustahil Allah dzat yang tuli.
Dalilnya sama seperti sifat Sama’.
19. Bashirun
Artinya Allah dzat yang maha melihat, dan mustahil Allah dzat yang buta.
Dalilnya sama seperti sifat Bashar.
20. Mutakallimun
Artinya Allah dzat yang maha berbicara, dan mustahil Allah dzat yang bisu.
Dalilnya sama seperti sifat Kalam.
55
B. Sifat-Sifat Para Rasul Allah
Para nabi dan Rasul utusan Allah mempunyai sifat wajib. Sifat wajib adalah sifat
yang harus dimiliki oleh para nabi dan Rasul sebagai utusan Allah. Sifat yang wajib
bagi para Rasul, yaitu:75
a) Shidiq76 artinya sangat benar atau selalu benar, maka mustahil berdusta.
Artinya: “Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat
Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.” (QS.
Maryam (19): 50).
b) Amanah77 artinya bisa dipercaya, maka mustahil berlaku khianat.
Artinya: “Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka: "Mengapa
kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan
(yang diutus) kepadamu.”(QS. Asy Syu’araa’ (26): 106-107).
c) Tabligh78 artinya menyampaikan, maka mustahil menyembunyikan (kitman).
75A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, h. 28.76Lihat naskah h. 3.77Lihat naskah h. 3.78Lihat naskah h. 3.
56
Artinya: “Dan kewajiban Kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah
Allah) dengan jelas.”(QS. Yaa siin (36): 17).
d) Fathanah79 artinya mudah memahami sesuatu, maka mustahil bodoh atau
dungu.
Artinya: “Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan
orang gila.” (QS. Al-Qalam (68): 2).
Adapun yang jaiz bagi para Rasul itu ada satu perkara, yaitu apa yang disebut
“al a’radhul basyariyah” (perangai kemanusiaan). Yaitu para Rasul itu juga
berperangai (bertabiat) seperti manusia pada umumnya. Misalnya, bahwa para Rasul
itu juga makan, minum, tidur dan hidup bermasyarakat sebagaimana lazimnya
seorang manusia. Hanya saja, para Rasul itu memang berasal dari keturunan orang-
orang yang baik dan terpuji, tidaka ada di antara para Rasul itu yang berpenyakit gila,
pitam, atau penyakit-penyakit yang besar lainnya dan selebihnya bahwa Rasul itu
terpelihara (ma’shum) dari segala dosa besar.80
79Lihat naskah h. 3.80 A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, h. 28.
57
C. 25 Rasul Allah
Allah sebagai dzat mutlak transenden tidak mungkin berhubungan langsung dengan
manusia, untuk menyampaikan ajaran agama atau pesan-pesan petunjuk-Nya. Allah
memilih beberapa para hamba yang bertugas menyampaikan wahyu atau ajaran
agama-Nya kepada umat manusia yang disebut sebagai Rasul.81 Berkaitan dengan hal
tersebut kaum muslimin diwajibkan mengimani dan mengakui keberadaan para
Rasul, hamba pilihan Allah, yang betugas menyampaikan wahyu atau ajaran agama
Allah kepada umat manusia dan mengajak mereka untuk mengikuti serta
mematuhinya.
Ditinjau dari perspektif manusia, keberadaan para Rasul ini adalah suatu hal
yang pasti, merupakan kebutuhan umat manusia itu sendiri, keterbatasan dan
ketidaksamaan pikiran manusia satu sama lain, meniscayakan keharusan kehadian
para Rasul yang datang menolong manusia untuk mengetahui persoalan-persoalan
yang tidak mungkin terjangkau oleh akal mereka. Seandainya akal manusia dibiarkan
sendirian sendirian untuk mengetahui apa yang mesti diketahui, niscaya akal menurut
Muhammad Abduh tidak akan sampai kepada pengetahuan yang pasti yang dapat
meyakinkan dan memuaskan.82
Wilayah sasaran dakwah para Rasul ini bedakan kepada yang besifat lokal dan
univesal. Wilayah dakwah para Rasul sebelum Muhammad SAW masih bersifat
lokal, mereka ditus mengajarkan agama Allah hanya kepada kaumnya masing-
81 Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 76.82Muhammad Abduh dalam Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015), h. 76-77.
58
masing. Nabi Hud misalnya, diutus untuk kaumnya (lihat, antara lain, QS. al-A’raaf
[7]: 65; Hud [11]: 50) demikian pula NabiMusa dan Isa a.s. diutus untuk kaumnya
Bani Israil (lihat misalnya, QS. ali Imraan [3]: 49; al-Israa [17]: 2 dan as-Saff [61]:
6).
Tidak demikian halnya dengan Nabi Muhammad SAW, beliau diutus untuk
kepentingan dunia universal, agama Islam yang beliau bawa adalah untuk umat
manusia di seantero alam, tertuju kepada semua ras dan suku bangsa. Berkaitan
dengan hal tersebut, Allah berfiman: (QS. al-Anbiyaa’ [21]: 107; Saba’ [34]: 28).
Dengan demikian, Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul pamungkas sampai akhir
zaman, tiada lagi Nabi dan Rasul sesudahnya, sebagimana firman-Nya (QS. al-
Ahzaab [33]: 40). Dengan demikian, sejarah dan proses turunnya agama Allah ke
muka bumi dari yang sederhana dan bersifat lokal, telah sampai pada puncak
kesempurnaan dan universalnya pada risalah Nabi Muhammad SAW.83
Yakin kepada para Nabi dan Rasul merupakan rukun iman keempat. Di dalam
buku-buku ilmu tauhid disebutkan bahwa antara Nabi dan Rasul ada perbedaan tugas
utama. Para Nabi menerima tuntutan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai
kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul adalah utusan
(Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat
manusia. Oleh karena itu, seorang Rasul adalah Nabi, tetapi seorang Nabi belum tentu
83 Ungkapan yang sering didengar bahwa Nabi Muhammad itu adalah penghulu ataupemimpin dari segala Nabi dan Rasul, sama sekali bukan suatu ungkapan untuk mengecilkan statuspara Nabi dan Rasul terdahulu. Ungkapan semacam ini lebih dilatarbelakangi oleh sifat ajaran yangdibawa oleh Nabi Muhammad SAW, dimana ajaran agama yang dibawa oleh Nabi pamungkas itutelah sempurna dan kaenanya berlaku universal. Sementara ajaran yang dibawa oleh para Nabi danRasul terdahulu masih dalam proses perkembangan menuju sempurna dan karenanya besifat lokal.
59
seorang Rasul. Jumlah mereka itu ada banyak.84 Namun, jumlahnya yang pasti tidak
diketahui. Ada yang berpendapat (Hasbi Ash Shiddieqy seperti yang dikutip oleh
Nasruddin Razzak, 1977: 144) jumlah para Rasul yang pernah diutus tuhan untuk
memimpin manusia 313 orang, sedang jumlah para Nabi 124.000 orang, al-Qur’an
tidak menyebutkan jumlah itu, yang disebut dalam al-quan adalah nama 25 orang.85
Dari jumlah para Nabi dan Rasul yang sangat banyak itu, para ulama sepakat
bahwa kaum mukmin umat Muhammad SAW hanya ditunut wajib mengenal dan
menimani dua puluh lima orang para Nabi dan Rasul seperti yang tertera dalam al-
Qur’an. Mereka yang 25 orang Nabi dan Rasul ini disebutkan oleh al-Qur’an, 18
orang di antaranya tercantum dalam QS. Al-an’am [6]: 83-86.
Islam pada hakikatnya tidak membedakan antara para Nabi dan Rasul
tersebut. muslimin harus mengimani semua Rasul Allah tanpa membedakan antara
yang satu dan yang lainnya, seperti yang ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah [2]: 136.
Keimanan muslimin terhadap seluruh Nabi dan Rasul Allah meupakan prinsip dan
wujud toleransi Islam yang luar biasa.86
Allah SWT telah memilih seorang Rasul di antara manusia pada masanya,
untuk menyampaikan perintah-perintah dan larang-larangannya, demi kebaikan
kehidupan manusia itu sendiri, di dunia maupun di akhirat nanti. Kita wajib
84 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2011), h. 221.
85 Jumlah para Nabi, demikian para ulama mencapai ribuan orang jauh lebih banyak darijumlah Rasul yang berjumlah ratusan. Dari sekian banyak para Rasul, demikian juga kesepakatan paraulama, hanya ada 25 orang yang wajib diketahui oleh muslimin sebatas yang disebutkan oleh al-Qur’an.
86 Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, h. 78-79.
60
mempercayai bahwa Allah Maha Bijaksana telah mengutus beberapa Nabi dan Rasul
untuk menuntun manusia ke jalan yang lurus. Para Nabi dan Rasul tersebut datang
pada kaumnya dengan membawa kabar gembira dan menakut-nakuti mereka yang
kafir akan tuhannya dan mengingkari perintah-perintahnya. Dengan demikian, tidak
ada lagi alasan bagi manusia untuk membantah kepada Allah SWT setelah
kedatangan Rasul-Rasul itu.87
Para Rasul dan Nabi tersebut pada hakikatnya adalah sama seperti manusia
juga. Merekapun makan, minum, beristri, beranak, beniaga, dan sebagainya. Hanya
bedanya meeka adalah manusia-manusia pilihan Allah yang menerima wahyu
darinya. Adapun para Nabi dan Rasul itu sebanyak 25 orang, yaitu:
1. Nabi Adam As.
2. Nabi Idris As.
3. Nabi Nuh As.
4. Nabi Hud As.
5. Nabi Shahih As.
6. Nabi Ibrahim As.
7. Nabi Luth As.
8. Nabi Isma’il As.
9. Nabi Ishaq As.
10. Nabi Ya’qub As.
11. Nabi Yusuf As.
87 A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, h. 27.
61
12. Nabi Syu’aib As.
13. NabiMusa As.
14. Nabi Harun As.
15. Nabi Ilyasa’ As.
16. Nabi Zulkifly As.
17. Nabi Daud As.
18. Nabi Sulaiman As.
19. Nabi Ilyas As.
20. Nabi Yunus As.
21. Nabi Zakaria As.
22. Nabi Yahya As.
23. Nabi Ayyub As.
24. Nabi Isa As.
25. Nabi Muhammad SAW
D. Malaikat
Makhluk Allah ada yang termasuk dalam kategori ghaib yang tidak tertangkap oleh
indra mata, yang besifat spiritual non material, Di antaranya adalah malaikat. Percaya
akan keberadaan malaikat ini rukun iman kedua setelah beriman kepada Allah. Istilah
62
ghaib bukan berarti tidak ada, melainkan tidak dapat dilihat oleh indra mata
manusia.88
Malaikat itu pasti adanya, hanya saja tidak dapat dilihat dan dibuktikan oleh
indra mata manusia. Laksana suatu benda yang tersembunyi di balik benda lain,
mungkin seseorang akan berkata benda itu tidak ada, namun pada hakikatnya benda
itu tetap ada, kendati tidak dapat telihat oleh indra mata. Jadi, keimanan terhadap
malaikat ini tidak dapat dibangun atas dasar bukti indrawi, melainkan berdasarkan
dalil Sam’iyyat yang didengar dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
Malaikat adalah makhluk ghaib, tidak dapat ditangkap oleh pancaindera
manusia.89 Akan tetapi, dengan izin Allah, malaikat dapat menjelmakan dirinya sepeti
manusia, seperti malikat Jibril menjadi manusia dihadapan Maryam, ibu Isa al Masih
(QS. Maryam [19]: 16-17), misalnya malaikat diciptakan tuhan dari cahaya dengan
sifat ataupun bawaan antara lain:
1) Selalu taat dan patuh kepada Allah
2) Senantiasa membenarkan dan melaksanakan peintah Allah. Para malaikat
mempunyai tugas tertentu yang pertama di alam gaib dan yang kedua di alam
dunia. Di antara tugas dialam dunia antara lain sebagai berikut:
a. Menyampaikan wahyu Allah kepada manusia melalui para Rasulnya
b. Mengukuhkan hati orang-orang yang beriman
c. Memberi pertolongan kepada manusia
88 Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, h. 71.89 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, h. 209.
63
d. Membantu perkembangan rohani manusia
e. Mendorong manusia untuk berbuat baik
f. Mencatat perbuatan manusia dan
g. Melaksanakan hukuman Allah
Dari uraian tugas para malaikat tersebut jelas bahwa tugas-tugas itu
berhubungan langsung dengan petumbuhan dan pengembangan rohani
manusia.90 Itu salah satu sebabnya mengapa manusia wajib meyakini adanya
makhluk yang bertugas untuk menumbuhkan dan mengembangkan
rohaninya. Kewajiban untuk percaya kepada maliakat dinyatakan dengan
tegas oleh Allah dalam firman-Nya di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah (2)
ayat 177.
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan hartayang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
90Ibid., h. 210.
64
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; danorang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yangsabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”
Allah yang maha kuasa itu menciptakan jenis makhluk yang bernama
malaikat, dari nur atau cahaya. Para malaikat itu tidak sama dengan kita (manusia)
baik sifat, bentuk dan pekerjaannya. Mereka bukan laki-laki dan bukan perempuan,
tidak makan dan tidak minum, tidak tidur dan tidak mampu dilihat oleh mata biasa.
Kita wajib percaya, bahwa Allah SWT mempunyai banyak malaikat sebagai
makhluk-Nya yang lain. Mereka itu adalah pesuruh-pesuruh Allah yang mengurus
segala pekerjaan yang diperintahkan oleh-Nya, tanpa pernah membantah sedikitpun.
Malaikat adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan.91
Beriman kepada para malaikat mempunyai konsekuensi tehadap seorang
muslim. Konsekuensinya, seorang muslim harus meyakini adanya kehidupan rohani
yang harus dikembangkan sesuai dengan dorongan para malaikat itu.92 Sebagai
makhluk spritual bekategori ghaib, yang berada dilingkungan alam metafisik,
manusia tidak dapat mengetahui lebih perinci tentang hakikat malaikat yang dapat
dilakukan adalah mengimaninya sebatas informasi yang disampaikan oleh al-Qur’an
tentang mereka.
Pembicaraan al-Qur’an tentang malaikat ini relatif sangat sedikit dan tidak
perinci. al-Qur’an hanya mengemukakan antara lain, bahwa malaikat adalah makhluk
spritual non material (QS. al-Isra’ [17]: 95); mereka adalah hamba-hamba yang
91 A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, h. 23.92 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, h. 210.
65
mulia, selama-lamanya taat dan patuh kepada Allah (QS. al-Anbiya [21]: 26-27; at-
Tahrim [66]: 6). Dijelaskan pula oleh al-Qur’an, bahwa para malaikat tersebut
mempunyai tugas-tugas tertentu, menjalankan apa yang dikehendaki oleh Allah.93 Di
antaranya ada yang bertugas menyampaikan wahyu dan berbagai hukum taklifi94
kepada para Nabi dan Rasul Allah (QS. as-Syu’ara [26]: 192-194); ada yang bertugas
meneguhkan hati para Nabi dan orang-orang yang beriman (QS. al-Baqarah [2]: 253;
al-Anfal [8]: 12); ada yang bertugas menyampaikan kabar gembira kepada orang-
orang yang berbuat baik di dunia dan mematuhi apa yang diwahyukan oleh Allah
(QS. Fushshilat [41]: 30); dan ada pula yang bertugas mencabut nyawa (QS. as-
Sajadah [32]: 11, an-Nahl [16]: 32; an-Nisaa’ [4]: 97).
Kemudian ada pula yang bertugas mengawasi dan mencatat amal perbuatan
manusia di dunia untuk diperlihatkan kepada meeka di hari perhitungan dan
pembalasan kelak. (QS. al-Infithar [82]: 10-12). Masih banyak lagi tugas-tugas lain
yang diberikan oleh Allah kepada malaikat tersebut, termasuk yang tidak ada
hubungannya dengan dunia materi dan perihal umat manusia di dunia. Di antara tugas
yang tidak berhubungan dengan alam materi dan perihal umat manusia di dunia
adalah memberi pertanyaan di alam kubur, menjaga surga dan neraka.95
al-Qur’an tidak menyebutkan berapa jumlah pasti makhluk malaikat ini, yang
jelas, demikian para ulama, jumlah malaikat tersebut sangat banyak mencapai jutaan.
93 Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, h. 71.94 Hukum Taklifi adalah firman Allah yang menuntut manusia untuk melakukan atau
meninggalkan sesuatu95 Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, h. 71-72.
66
Namun yang wajib diketahuioleh kaum beriman, kesepakatan para ulama bahwa ada
sepuluh malaikat.96
Mengenai bentuk dan wujud malaikat, al-Qur’an hanya memberitakan bahwa
mereka adalah utusan Allah, yang mempunyai dua sampai empat sayap. (QS. Fathir
[35]: 1). al-Qur’an tidak membicarakan dari materi apa para malaikat diciptakan.
Adapun informasi tentang materi penciptaan makhluk spritual ini, yaitu beupa
cahaya, hanya diperoleh dari sebuah hadis Rasul riwayat muslim:
“Rasulullah SAW bersabda: para malaikat diciptakan dari cahaya, jin
diciptakan dari nyala api dan adam (manusia) diciptakan dari bahan (tanah) seperti
telah dijelaskan kepada kalian sebelumnya.” (HR. Muslim)
Karena malaikat adalah makhluk spritual atau kategori makhluk ghaib,
sementara sumber ‘aqidah tentang perihal alam ghaib itu hanya nass, maka muslimin
seyogianya mengimaninya berdasa dan sebatas apa yang disampaikan oleh al-Qur’an
dan al-Sunnah semata, tanpa harus berupaya membahas dan mereka-reka lebih jauh
hakikat bentuk mereka. Tegasnya, para malaikat itu adalah makhluk spritual yang
pengetahuan tentangnya semata-mata bersumber dari informasi dari al-Qur’an, tidak
mungkin dijangkau oleh pengetahuan manusiawi, yang jelas mereka adalah makhluk
Allah yang senantiasa tunduk dan patuh, perantara antara Allah dan makhluk-Nya,
terutama para Nabi dan Rasul.
96 Sepuluh malaikat ini lazim dikemukakan dalam karya yang bertitel ilmu tauhid atau ilmu‘aqaid, yakni Jibril, Mikail, Isrofil, ‘Izroil, Munkar, Nakir, Raqib, ‘Atid, Malik, dan Ridwan.
67
Beriman kepada malaikat, tidak hanya sekadar mempercayainya sebagai
makhluk yang ada, melainkan harus diiingi dengan keimanan terhadap tugas-tugas
mereka, yang berdampak terhadap pembinaan sikap mental spritual oang-orang
mukmin. Dengan percaya kepada malaikat Raqib dan ‘Atid misalnya, yang bertugas
mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia selama hidup, orang-orang
mukmin diharapkan senantiasa berhati-hati di dalam setiap langkah, tindak tanduk,
dan gerak geriknya baik dikala sendirian maupun ketika berada di tengah-tengah
keramaian. Kesadaan akan keberadaan malaikat yang memonitor dan mencatat
perbuatan manusia setiap saat dan disegala tempat, akan melahirkan pribadi yang
selalu berbuat baik dan jujur.97
Menurut ajaran Islam, setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk
berbuat baik atau berbuat jahat. Kecenderungan berbuat baik dikembangkan oleh
malaikat dan kecenderungan berbuat jahat dimanfaatkan oleh setan dengan berbagai
tipu daya. Itulah sebabnya maka akal manusia yang mempertimbangkan kedua
kecenderungan itu perlu diisi dengan iman kepada wahyu yang sengaja diturunkan
tuhan untuk menjadi pedoman hidup manusia.98 Malaikat, setan, iblis dan jin adalah
makhluk-makhluk halus yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia dalam
bentuk yang asli. Sebagai makhluk harus yang beada di alam ghaib wujudnya sama
dengan malaikat, tetapi sifat dan tugasnya berbeda. Malaikat mendorong manusia
97 Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, h. 73.98 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, h. 211.
68
berbuat baik, sedang setan, iblis dan jin (kafir) pada umumnya mengajak manusia
berbuat jahat.
Malaikat tidak mungkin diteliti oleh ilmu pengetahuan karena ia beda dalam
alam ghaib hakiki atau alam ghaib mutlak. Pengetahuan manusia (biasa) mengenai
alam ghaib mutlak itu terbatas dan bersifat spekulatif pula. Hanya Allah dan Rasul-
Nya yang mampu memberikan pengetahuan yang pasti dan benar tentang itu.99
Melalui sunnah Nabi-Nya kita mendapat keterangan temabahan tentang tugas para
malaikat itu, Di antaranya:
Malaikat Jibril tugasnya adalah menyampaikan wahyu oleh Allah SWT
kepada para Nabi dan Rasul. Terdapat ayat yang menjelaskan di al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 97. Malaikat Mikail jika anda pernah mendapat rezeki dalam hidup
anda berupa apa saja bisa harta, kesehatan atau apapun. Ketahuilah bahwa malaikat
mikail lah yang membagikan rezeki tersebut, kaena tugasnya ialah membagikan
rezeki. Malaikat Israfil dalam rukun iman yang kelima kita umat manusia khusunya
umat muslim wajib beriman kepada hari akhir. Ketahuilah bahwa pada hari akhir
nanti akan ada malaikat yang bertugas menitup terompet sangkakala namanya,
pertada bahwa berakhir sudah kehidupan di dunia ini. Malaikat yang mendapat tugas
tersebut adalah malaikat Israfil, sang penitup sangkakala. Malaikat IzafilAllah
berfiman dalam al-Qur’an pada surat ali Imran ayat 185 yang berbunyi “setiap yang
benyawa pasti akan mengalami mati.” Ketahuilah bahwa malaikat izroil lah yang
bertugas mencabut nyawa. Malaikat Munkar ketika kita sudah mati dan berada
99 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, h. 212-213.
69
dialam kubur, ada malaikat yang akan menanyakan amal perbuatan kita semasa hidup
dan akan menyiksa kita ketika kita tidak bisa menjawabnya, yakni malaikat Munkar
yang betugas menanyakan amal perbuatan manusia di alam kubur. Malaikat Nakir
mempunyai tugas yang sama dengan malaikat Munkar, malaikat Munkar dan Nakir
mempunyai tugas yang sama di alam kubur yaitu menanyakan amal perbuatan
manusia di alam kubur. Malaikat Raqib manusia di dunia ini pasti pernah melakukan
sesuatu yang baik maupun buruk, terlepas dia sengaja atau tidak. Ketahulah bahwa
ada malaikat yang bertugas mencatat semua amal perbuatan kita yang baik semas
ahidup kita di dunia ini. Dia adalah malaikat Raqib sang pencatat amal baik. Malaikat
Atid jika kita tadi membahas malaikat Raqib yang tugasnya mencatat amal baik
manusia pada semasa hidupnya. Lain dengan malaikat Atid yang mempunyai tugas
kebalikan dari malaikat Raqib yaitu mencatat seluruh amal buruk perbuatan manusia
semasa hidup di dunia. Malaikat Malik pecayalah bahwa kita semua tidak akan mau
menyinggahi tempat yang satu ini, tempat ini diciptakan untuk orang-orang yang
kufur kepada Allah SWT, orang-orang yang tidak berada dijalan-Nya dan tidakn
patuh kepada perintah-Nya, tempat tersebut adalah neraka dan malaikat yang bertugas
menjaga pintu neraka adalah malaikat Malik. Malaikat Ridwan berbeda dengan yang
di atas, jika kita orang yang selalu Amanah dijalan Allah SWT, orang yang selalu taat
kepada perintah-Nya dan layak untuk singgah di surganya Allah SWT. Ketahuilah
bahwa dIsana ada malaikat Ridwan sang penjaga pintu surga.
70
E. Kitab-Kitab Allah
Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu
memuat wahyu Allah. Perkataan kitab yang berasal dari kata kerja kataba (artinya ia
telah menulis) memuat wahyu Allah. Perkataan wahyu berasal dari bahasa Arab: al-
Wahy. Kata ini mengandung makna suara, bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Dalam
pengertian yang umum wahyu adalah firman Allah yang dIsampaiakan malaikat Jibril
kepada para Rasul-Nya.100
Beriman kepada adanya malaikat dan para Rasul sebagai perantara yang
betugas menyampaikan ajaran agama Allah kepadanya makhluk-Nya, meniscayakan
keharusan beriman kepada kitab-kitab Allah, yang merupakan wujud dari agama itu
sendiri. muslimin harus beriman dan percaya bahwa Allah telah menurunkan
beberapa kitab-Nya, baik yang diturunkan kepada Nabi Muhammad maupun kepada
Nabi sebelumnya. (QS. al-Baqarah [2]: 4)
Secara konkret, al-Qur’an menyebutkan ada empat buah kitab suci yang
diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya. Empat buah kitab dimaksud adalah kitab
Zabur kepada Nabi Daud, Taurat kepada NabiMusa, Injil kepada Nabi Isa, dan al-
Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.101 Di samping nama al-kitab, al-Qur’an juga
menyebut nama al-shuhuf (lembaran) yang juga merupakan wujud dari wahyu dan
ajaran agama Allah, seperti shuhuf Nabi Ibrahim dan Musa. Jumlah empat buah kitab
yang disebutkan oleh al-Qur’an itu, seyogianya tidak dipahami sebagai batasan
100 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, h. 213-214.101 Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, h. 81-82.
71
jumlah pasti. Jumlah kitab Allah itu sesungguhnya banyak. Sebagian besar para
Rasul, jika tidak seluruhnya menerima al-kitab atau shuhuf.
Muslimin harus beriman dan percaya kepada semua kitab suci yang
diturunkan oleh Allah kepada para Rasul-Nya, baik yang disebut maupun yang tidak
disebutkan oleh al-Qur’an. Mengimani sebagian dan mengingkari sebagian yang lain
tidak tergolong sebagai iman Islami. Keimanan muslimin kepada kitab-kitab suci ini,
seperti kasus keimanan mereka kepada para Rasul, juga merupakan wujud konkret
dari prinsip toleransi Islam.102 Di sini pula letak pebedaan mendasar antara aqidah
muslimin dan umat ahl al-kitab. Kedua umat yang disebut terakhir ini hanya
mengimani kitab mereka dan menolak mengimani al-Qur’an yang dirutunkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Sementara muslimin, tanpa membeda-bedakan, mengimani
semua kitab suci yang diturunkan oleh Allah kepada para Rasul sebelumnya,
terutama kitab suci yang empat dimaksud.103
Dari sekian banyak kitab suci yang pernah Allah turunkan kepada para Rasul-
Nya, yang tetap ada hingga sekarang hanyalah Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dari tiga
buah kitab suci ini, demikian dapat disaksikan oleh dunia, hanya al-Qur’an yang
autentik baik isi maupun redaksi, tanpa mengalami perubahan baik berupa
penambahan, pengurangan, maupun penyimpangan. al-Qur’an adalah mukjizat
102Ibid., h. 82.103 Dapat dipertanyakan, agama manakah yang toleran dari tiga agama wahyu yang ada
sekarang? Tentu hanya Islam yang toleran, yang mengimani kerasulan NabiMusa dan Isa serta kitabsucinya. Sementara Yahudi dan Kristen Hanay mengimani kitab suci mereka dan menolak mengimanikerasulan Muhammad SAW dan al-Qur’an.
72
Rasulullah SAW yang kekal abadi, tidak akan lenyap an tidak akan pernah berubah
sampai akhir usia dunia ini.
Secara naqli, bahkan sebelum diwahyukan, Allah sudah menjamin
pemeliharaan al-Qur’an dari berbagai perubahan, pengurangan, penambahan dan
penyimpangan:
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”104 QS. al-Hijr [15]: 9).
F. Hari Akhir
Rukun iman yang kelima adalah keyakinan pada hari akhirat. Keyakinan ini sangat
penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari
akhirat sama halnya dengan orang yang tidk mempercayai agama Islam, walaupun
orang itu menyatakan bahwa ia percaya kepada Allah SWT, al-Qur’an dan Nabi
Muhammad.105
Hari akhir (qiamat) adalah hari akhir yang akan menutup usia dunia ini. Tak
ada siang ataupun malam setelah itu. Pada saat itu, sekalian makhluk Allah akan
binasa, kemudian seluruh manusia akan dibangkitkan kembali untuk diperiksa semua
amal masing-masing yang baik dan yang buruk.106 Kita wajib percaya akan
104 Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Qur’an selama-lamanya.105 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, h. 226.106 A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, h. 28.
73
datangnya hari itu dan segala yang bakal terjadi di dalamnya, seperti kehancuran
segala sesuatu, begitu juga segala yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW kepada
kita, seperti adanya alam kubur, makhsyar, hisab (perhitungan) amal, pembalasan,
neraka, surga dan sebagainya.
Manusia tidak bisa dilepaskan begitu saja ke dunia ini seperti binatang yang
tidak bertanggung jawab. Ia bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan harus
mempertanggungjawabkan perbuatannyab itu kepada Allah SWT (kelak). Saat
memberikan petanggung jawab itu telah ditentukan oleh Allah, yakni setelah hari
qiamat, setelah kehidupan manusia di atas bumi ini berakhir dan beganti dengan
kehidupan lain.pada waktu itu kelak semua manusia (juga yang sudah mati) akan
dibangkitkan (dihidupkan tuhan kembali) dan dipanggil untuk memberikan
pertanggungan jawab yang lengkap mengenai segala perbuatannya, apakah sesuai
atau tidak sesuai dengan larangan atau perintah Allah, seperti yang telah disinggung
di atas.107
Setiap orang akan menerima akibat segala perbuatan yang dilakukkannya di
dunia ini, seperti yang difirmankan alllah dalam al-Qur’an, surat at-Taubah (9) ayat
68 kalimat terakhir yang terjemahannya berbunyi sebagai berikut:
107A’ala Maududidalam Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, h. 226-227.
74
Artinya: “Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan
dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya.
cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela'nati mereka, dan bagi mereka azab
yang kekal.”108
Dalil-dalil yang berkenaan dengan tanda-tanda datangnya hari qiamat:
Sabda Rasulullah SAW
“Apabila perempuan budak telah melahirkan tuannya, itulah setengah darialamat-alamatnya; jika orang-orang yang telanjang kaki juga telanjangtubuhnya serta pekerjaannya mengembala kambing tiba-tiba menjadi kepala-kepala dari orang banyak, itu juga setengah dari tanda-tandanya; danapabila pengembala kambing itu sama bermegah-megahan di dalam gedung-gedung besar, itulah setengah dari tanda-tandanya”. (Riwayat Abi Syaiahdari Abi Hurairah).
Sabda Rasulullah SAW
“Bahwasannya setengah dari tanda-tanda hari qiamatialah: ilmu diangkat;tampaknya kebodohan; perzinahan tersebar luas; khamar (arak-minumankeras) diminum (dengan leluasa bahkan sebagai kebanggaan); orang laki-lakisama-sama pergi (banyak laki-laki yang mati dan bayi lelaki dilahirkan hanya
108Allah menjanjikan bagi mereka semua neraka jahannam yang akan mereka masuki mereka
kekal berada di dalamnya. Allah mendahulukan orang-orang munafik atas orang-orang kafir dalam
ancaman ini untuk menunjukkan bahwa meski orang-orang munafik itu memperlihatkan keimanan dan
mengerjakan perbuatan2 Islam namun mereka lebih buruk dari pada orang-orang kafir terutama orang-
orang Di antara mereka yang memeluk agama yang telah disimpangkan atau telah dihapuskan seperti
ahli kitab
Sesungguhnya di dalam neraka jahannam tedapat balasan atas amal mereka yang cukupsebagai siksaan bagi mereka di akhirat. Di samping itu, Allah menutuk mereka di dunia dan di akhiratdengan tidak memberi mereka rahmat yang hanya berhak dimiliki oleh kaum mu’minin yang benar.Mereka juga akan mendapatkan adzab yang kekal selain adzab neraka jahannam seperti angin panasyang membakar muka mereka, air mendidih yang menghancurkan isi perut meeka serta makananberupa pohon berduri yang tidak akan mengemukakan tidak tidakmengenyangkan di samping merekatidak akan dapat bertemu dengan Allah dan tidak mendapatkan kemurahan-Nya serta ditutupi sehinggatidak dapat melihatnya. (Ahmad Mushthafa al Maraghi, Terjemah Tafsir al Maraghi Jilid 10,Semarang: Toha Putra), h. 263.
75
sedikit); kaum wanita banyak jumlahnya (tetap) sehingga ada 50 wanitamempunyai seorang pria”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Tanda-tanda datangnya hari qiamat itu ada dua macam yaitu:a. Tanda-tanda kecil, yaitu menandakan sekalipun saat datangnya hari qiamat
sudah dekat tapi masih agak lama, seperti:1. Seorang hamba sahaya dikawini tuannya2. Oang-orang miskin dan pekerjaannya mengembala kambing tiba-tiba
menjadi para pemimpin manusia banyak3. Para pengembala yang sama bermegah-megahan dengan gedung-gedung
besar dan tinggi-tinggi4. Ilmu agama sudah tidak dianggap penting lagi5. Ilmu agama sudah tidak lagi dipahami dan dipelajari oleh manusia6. Tersebarnya perzinahan karena memperoleh izin resmi untuk didirikan
tempat pelacuran/perzinahan dari masing-masing pemerintah yangbersangkutan
7. Segala minuman keras jadi kebanggaan, seperti, khamer, arak, bir dansebagainya
8. Jumlah kaum laki-laki lebih sedikit karena sedikitnya bayi laki-laki yangdilahirkan, dan banyak kaum laki-laki yang sama mati
9. Meluapnya jumlah kaum wanita melebihi kaum laki-laki denganperbandingan lima puluh banding satu.Selanjutnya disebutkan pula dalam hadits yang lain, yang diriwayatkanoleh imam bukhari dari abi hurairah ra yang intinya sebagai berikut:
10. Adanya dua golongan besar saling bunuh membunuh, dengan semboyansama-sama menegakkan Islam
11. Lahirnya para dajjal (para dusta) yang jumlahnya hampir 30 orangsemuanya mengaku sebagai utusan Allah
12. Ilmu agam dicabut, banyak alim ulama yang meninggal dunia13. Banyak terdapat gempa bumi14. Jaman sudah dekat mendekati15. Banyak fitnah-fitnahan16. Banyaknya haraj, bunuh-membunuh17. Banyaknya harta bagi seseorang, sehingga bingung untuk
membelanjakannya18. Orang lewat dalam perkuburan sambil bekata: alangkah baiknya jika aku
saja yang menggantikan tempat ini19. Keluarnya matahai dari arah barat (tanda besar)
b. Tanda-tanda qiamat besar (qubra) ialah:Mengenai terjadinya tanda-tanda datangnya hari qiamat ini telah diingatkanoleh Allah dalam al-Qur’an yaitu sebagaimana firmannya:
76
Artinya: ”maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari qiamat(yaitu) kedatangan kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnyatelah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi meeka kesadaranmereka itu apabila hari qiamat sudah datang”. (QS. Muhammad: 18)Maka dari itu menurut firman Allah yang telah disebutkan di atas dan
beberapa hadits Rasulullah SAW, yakni tanda-tanda kimat besar (qubra) sebagaiberikut:
1. Matahari terbit dan muncul dari arah barat2. Adanya binatang ajaib yang muncul, binatang itu dapat bicara (lihat surat
an-nahl: 82)
Artinya: “Jika mereka tetap berpaling, Maka Sesungguhnya kewajiban yangdibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah)dengan terang109.”3. Keluarnya imam mahdi4. Keluarnya al-masih dajjal5. Keluarnya bangsa ya’juj ma’juj6. Turunnya Nabi Isa as7. Keluarnya asap (awan)8. Rusaknya Ka’bah (baitullah)9. Lenyapnya al-Qur’an dari mushhaf dan hati10. Seluruh manusia di dunia menjadi kafir semua.110
G. Kisah Nabi Muhammad SAW
Rasulullah SAW mempunyai nama lengkap Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muthallib bin Hasyim bin Abdu-Manaf bin Qushayyi bin Kilab bin Murah bin Ka’ab
bin Luayyi bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimiah
bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Sedangkan dari
pihak ibu Muhammad bin Aminah binti Wahbin bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin
109 Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. tidak dapat memberi taufiq dan hidayah kepadaseseorang sehingga Dia beriman.
110A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, h. 29-31.
77
Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luayyi bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin
Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin
Adnan.111
a. Kelahiran Nabi Muhammad
Dikala manusia masih rendah peradabannya, adalah bangsa Arab yang amat
sangat dalam kerusakan moralnya. Itulah sebabnya Allah menjadikan Nabi akhir
zaman dari kalangan bangsa Arab. Saat itulah lahir dari keluarga yang sangat
sederhana, seorang bayi yang kelak akan membawa kemajuan peradaban manusia
makhluk yang mempunyai kal dan pikiran. Bayi itu yatim bapaknya yang bernama
Abdullah telah meninggal dunia kurang lebih 3 bulan sebelum dia dilahirkan. Atas
kelahiran bayi itu disambut oleh kakeknya yang bernama Muththalib dengan penuh
kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawanya kekaki Ka’bah. Tempat suci inilah
bayi itu diberi nama Muhammad, satu nama yang belum ada sebelumnya menurut
penelitian para ahli.112
Kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 rabiul awal bertepatan
dengan 20 april 571 M. Tahun kelahiran beliau disebut dengan tahun gajah karena
waktu negeri Mekkah kedatangan tentara pasukan yang berkendaraan gajah hendak
menghancurkan Ka’bah, maka orang-orang menamakan tahun gajah. Seorang raja
Najasyi pemeluk agama Nasrani (kristen) telah selesai membangun gereja dinegeri
Shan’a ibukota negeri Yaman. Setelah itu bermaksud hendak meruntuhkan Ka’bah
111 K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid 1 (Jakarta: GemaInsani, 2001), h. 62-63
112 Syamsuri Baidlowi, Riwayat Ringkas 25 Rasul (Surabaya: Apollo, Tanpa Tahun), h. 244.
78
agar tiada lagi manusia yang berziarah ke Ka’bah rumah Allah itu dan supaya pindah
ke gereja yang baru dibangunnya itu. Kemudian raja mengirim pasukan yang
berkendaraan gajah dibawah pimpinan Abraha untuk menghancurkan Ka’bah.
Pembesar-pembesar Mekkah, seperti Abdul Muthalib dan lainnya meresa tidak
mampu melawannya, kaena pasukan abraha sangat kuat dengan peralatan senjata
yang cukup lengkap. Oleh sebab itu mereka hanya bisa berserah saja kepada tuhan
yang memiliki Ka’bah dan merekapun meninggalkan kota Mekkah mencari
perlindungan masing-masing.113 Mereka yang berada dalam keadaan demikian hanya
bisa berbuat mengajukan permohonan doa kepada tuhan, agar Ka’bah yang mereka
cintai itu selalu mendapat perlindungan dari tuhan. Ketika pasukan itu hendak
meruntuhkan Ka’bah, maka Allah mengutus burung Ababil untuk menghancurkan
pasukan itu dengan melempari kerikil-kerikil batu sehingga mereka bagaikan daun-
daun kayu yang dimakan ulat. Hal ini difirmankan Allah dalam surah al-Fil (105): 1-5
Artinya:“Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana tuhanmu
telah bertindak terhadap pasukan bergajah?114 Bukankah dia telah menjadikan tipudaya mereka itu sia-sia? dan dia mengirimkan kepada mereka burung yangberbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yangdibakar, sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat).”
113Ibid., h. 244114 Yang dimaksud dengan tentara bergajah ialah tentara yang dipimpin oleh Abrahah
Gubernur Yaman yang hendak menghancurkan Ka’bah. sebelum masuk ke kota Mekah tentaratersebut diserang burung-burung yang melemparinya dengan batu-batu kecil sehingga mereka musnah.
79
Demikianlah salah satu bukti Allah maha kuasa, dengan kekuasaan-Nya
sangat mudah sekali untuk membinasakan manusia yang durhaka itu, walaupun
hanya dengan lantaran binatang yang berupa burung.
b. Nabi Muhammad SAW disusukan
Telah menjadi adat kebiasaan kaum bangsawan Arab di Hiraz terutama di
Mekkah pada saat itu, apabila seorang anak telah lahir baik laki-laki maupun
perempuan, sesudah beberapa hari disusukan kepada orang lain yang bertempat
tinggal di luar kota, disuatu dusun orang-orang Badwi dan anak itu tinggal dan diasuh
di dusun itu juga sampai kira-kira berusia tujuh atau delapan tahun. Setelah disusukan
oleh ibunya, Aminah sambil menunggu orang dari luar yang akan menyusui dan
mengasuhnya, Nabi Muhammad SAW disusukan kepada seorang perempuan yang
bernama Tsuwaibah budak pamannya Abu Lahab yang sudah dimerdekakan, dan
yang merawat pribadi beliau adalah Ummu Aiman, Barakah al-Habsyiyah.115
Menurut riwayat, Tsuwaibah dimerdekakan oleh Abu Lahab setelah
mendengar kabar bahwa anak saudara laki-lakinya yang telah ditinggal wafat oleh
ayahnya itu telah dilahirkan dengan selamat. Nabi Muhammad SAW disusukan oleh
Tsuwaibah hanya dalam beberapa hari kemudian beliau disusukan dan diasuh oleh
Halimah binti Abu Zuaib seorang perempuan dari dusun Banu Sa’ad istri Abu
Kabsyah.116
115Ibid., h. 68.116 Abu kabsyah adalah gelar bagi suami halimah, namanya adalah al-Harist bin Abdul Uzza
dari keturunan Bani Sa’ad juga, lalu terkenal dengan gelar itu. Pribadi Nabi Muhammad SAW setelahdiangkat menjadi Nabi dan rasul dan berdakwah di tengah-tengah masyarakat ramai sering diejek oleh
80
c. Menjadi Nabi dan rasul Allah
Tentang budi pekerti Nabi Muhammad SAW pada masa sebelum diangkat
dan tetapkan menjadi Nabi dan rasul Allah, sudah tampak kelihatan dengan nyata
diakui oleh segenap penduduk di kota Mekkah terutama oleh para famili dan teman
yang pernah bergaul dengan beliau. Beliau terkenal sebagai orang yang pemalu,
pendiam, rendah hati, sabar dan beliau terkenal dengan orang yang jujur, bisa
dipercaya. Jujur dalam perkataan dan jujur dalam perbuatan, serta sangat jauh dari
sifat pendusta atau pembohong. Karenanya, sejak mudanya sudah terkenal dengan
nama al-Amin.117
Rasulullah merupakan orang yang gemar hidup menyendiri, kesenangan dan
kenikmatan hidup yang dapat dirasakan oleh Nabi SAW dikala itu bukanlah berada
pada kesenangan dan kelezatan hidup jasmani sebagaimana yang dirasakan oleh
umumnya para pemuda Mekkah pada masa itu. Kegemaran dan kenikmatan yang
dirasakan oleh Nabi SAW hanyalah kegemaran dan kenikmatan dalam berfikir. Itulah
sebabnya, beliau tidak suka bercampur gaul dengan orang banyak, sekalipun itu
famili sendiri, terutama dengan pemuda kota Mekkah yang sedang dalam kegila-
gilaan memuaskan keinginan hawa nafsu yang tamak itu.118
Kemudian beliau kawin dengan Khadijah, seorang janda hartawati, disamping
beliau membatu serta mengurus perniagaan istrinya, beliau banyak mempergunakan
golongan musyrikin dengan sebutan Ibnu Abi Kabsyah (anak laki-laki Abu Kabsyah). Ejekan itubetujuan menghina Nabi Muhammad SAW.
117 Artinya: dapat dipercaya.118 Ibid., h. 104-106
81
waktunya untuk befikir. Beliau berfikir memikirkan keadaan umat dan masyarakat
disekeliling kota Mekkah yang selanjutnya makin hari makin mendalam, kemudian
juga memikirkan keindahan alam yang luas ini. Setelah Nabi SAW berusia 40 tahun
kian hari kian mendalam hasratnya untuk menjauhkan diri dari masyarakat ramai,
maka ketika itu beliau sudah sering kali pergi meninggalkan keluarga dari rumah
tangganya untuk mencari tempat dimana yang sekiranya baik untuk berkhalwat
dengan tujuan hendak menenangkan pikiran, menjernihkan angan-angan.
Tidak lama kemudian, beliau mendapati sebuah gunung yang ada guanya,
yang berada disuatu tempat yang sunyi senyap, yang letaknya kira-kira lima
kilometer di sebelah utara Mekkah. Gunung itu tingginya kurang lebih 200 meter dan
terkenal dengan nama Jabal Hira, dan guanya terkenal juga dengan nama Gua Hira.
Gunung itu dipandang baik untuk tempat berkhalwat dan mengasingkan diri dari
orang ramai. Oleh sebab itu, beliau memilih gunung dan gua itu untuk berkhalwat,
tempat beliau hendak menjernihkan angan-angan, menenangkan pikiran, dan
mengheningkan cipta untuk mencari kebenaran yang hakiki.119
Setelah berulang-ulang Nabi SAW berkhalwat di Gua Hira dan dalam tempo
beberapa bulan, pada suatu malam, di dalam tidur beliau bermimpi melihat cahaya
terang seperti cahaya terang cuaca waktu subuh. Karena itu, beliau bertambah gemar
119 Gunung tersebut akhirnya terkenal dengan nama Jabal Nur (gunung cahaya) karena disitulah tempat terpancarnya cahaya wahyu al-Qur’an yang pertama kali dan guanya hinggan kinimasih terkenal dengan nama gua hira. Sepanjang penyelidikan para peneliti yangmenyelidiki guatersebut , keadaanya sangat sempit, tidak muat lebih dari seorang, dan untuk masuk ke dalamnya harusmelalui suatu sela antara dua buah batu besar, yang bagi orang yang berbadan kurus saja dengan susahpayah melaluinya, apalagi bagi orang yang berbadan gemuk. Dalam gua itu, sedikit sekali cahaya yangmasuk: cahaya yang masuk hanya datang dari celah-celah batu yang ada di kanan kirinya saja dan guaitu terletak di lereng gunung tesebut itu kurang lebih 20 meter di bawah puncaknya.
82
berkhalwat dan ber-tahannuts120 di Gua Hira tersebut. pada suatu malam, di tengah
malam yang gelap gulita Nabi SAW sedang tidur nyenyak di dalam gua hira tersebut,
sekonyong-konyong beliau kedatangan seorang yang belum pernah dikenalnya,
dengan kedatangan yang sangat mengejutkan dan menakutkan sehingga
membangunkan beliau dan seketika itu juga orang itu berkata dengan suara keras
kepada beliau.
“gembiralah, ya Muhammad saya Jibril dan engkau adalah rasul Allah
kepada umat ini”
Orang itu dengan menunjukkan sehelai tulisan, lalu memerintahkannya
kepada beliau supaya membaca tulisan itu seraya berkata,
“bacalah olehmu, ya Muhammad!”
Dengan terperanjat, beliau menjawab,
“saya tidak dapat membaca”
Orang itu lalu memegang diri beliau sambil memeluknya dengan sekeras-
kerasnya, kemudian dilepaskannya sambil berkata lagi,
“bacalah olehmu, ya Muhammad!”
Beliau menjawab,
“saya tidak dapat membaca”
Orang itu memegang diri Nabi kembali sambil memeluknya dengan sekeras-
kerasnya, sehingga beliau merasa seakan-akan napasnya akan putus, lantas
dilepaskannya kembali dan berkata lagi,
120 Artinya: menyembah kepada tuhan
83
“bacalah olehmu, ya Muhammad!”
Beliau menjawab,
“saya tidak dapat membaca.”
Orang itu lalu memegang diri beliau lagi sambil memeluknya dengan sekeras-
kerasnya, sehingga beliau merasa tubuhnya sangat letih dan napasnya akan putus,
lantas dilepaskannya lagi dan berkata,
“bacalah (olehmu ya Muhammad) dengan menyebut nama tuhanmu yang
telah menciptakan. yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah
dan tuhanmu yang maha pemurah. yang telah mengajar (manusia) dengan
perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang ia tak tahu.”121
Dengan pertolongan Allah, seketika itu beliau dapat membaca apa yang telah
dibacakan oleh orang yang belum pernah dikenal dan yang mengaku bernama Jibril
itu. Demikianlah riwayat pertama kali Nabi SAW menerima wahyu dari hadirat
Allah, yang diantarkan dan disampaikan kepada beliau dengan perantaraan malaikat
Jibril. Pada malam hari itulah, beliau menerima pengangkatan dan penetapan dari
hadirat-Nya menjadi Nabi dan rasul-Nya yang terakhir, untuk menyampaikan risalah-
Nya kepada segenap umat manusia dan sebagai rahmat bagi alam semesta.122
121 Ayat tersebut itu ada dalam al-Qur’an termaktub dalam surat al-Alaq:1-5 perlu kamijelaskan bahwa sebagian besar ulam ahli tarikh dan ahli hadis telah sepakat bahwa ayat-ayat tersebutitulah wahyu tuhan yang pertama kali diturunkan kepada Nabi SAW.
122 Menurut riwayat yang masyhur, wahyu yang pertama kali tersebut diturunkan pada tanggal17 ramadhan tahun ke-41 fiil atau tahun ke-40 dari kelahiran Nabi SAW, bertepatan dengan tahun 610M. Menurut keterangan syeikh mahmud pasya al-falaki, seorang alim ahli falak yang masyhur, NabiSAW mendapat impian besar dalam tidurnya, seperti diuraikan di atas , itu pada permulaan februari610 M, dan beliau menerima wahyu yang pertama kali itu bersesuaian dengan bulan juli 610 M (nurulyaqin) dan oleh sebagian ulama diterangkan harinya, yaitu pada hari itsnain. Jadi, hari ahad malam
84
d. Keluarga Nabi Muhammad SAW
Keluarga Nabi SAW di Mekkah sebelum hijah adalah buah pernikahan beliau
SAW dengan Khadijah binti Khuwailid al Asadiy dari suku Quraisy. Khadijah ini
menjadi istri pertama beliau SAW. Selama Khadijah masih hidup, beliau SAW tidak
menikah dengan wanita lain. Dari pernikahannya ini beliau SAW mendapatkan
beberapa orang putera dan puteri. Tidakada seorangpun putera-puteri beliau yang
berusia panjang. Mereka semua meningal di Mekkah, yakni: Qasim dan Abdullah
yang digelari Thayyib dan Thahir. Sedangkan jumlah puteri beliau ada empat, yakni
Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum dan Fathimah.123
Zainab dinikahkan sebelum hijah dengan anak bibinya dari jalur ibu, yakni
Abul Ash bin Rabi’ bin Abdul Uzza bin Abdu Syams yang tetap memeluk agamanya,
(ibunya adalah Halah binti Khuwailid). Sedangkan Ruqayyah dan Ummi Kultsum
dinikahkan dengan Utsman bin Affan satu persatu. Sedangkan Fathimah dinikahkan
dengan Ali bin Thalib darinya lahir Hasan, Husain dan Zainab. Setelah Khadijah
meninggal Rasulullah SAW menikahi beberapa orang istri, dengan merekalah beliau
membina keluarga di Madinah.
itsnain, 17 ramadhan (sirah halabiyyah). Kemudian oleh sebagian ulama diterangkan lain lagi, yaituhari itsnain, 17 ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran Nabi, bersesuaian dengan 6 agustus 610 M, danbeliau ketika itu sedang berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari (muhadharat).
Berhubung dengan keterangan-keterangan itu, sebagian besar para ulama ahli tarikhmenetapkan bahwa permulaan wahyu al-Qur’an diturunkan, atau hari Nuzul Qur’an itu, pada tanggal17 ramadhan. Baik juga diketahui bahwa menurut keterangan sebagian ulama ahli tarikh bahwaturunnya wahyu yang pertama (ayat iqra) itu adalah pengangkatan (ketetapan) Nabi menjadi Nabi,belum menjadi rasul dan sesudah berhentinyawahyu selama tiga tahun (kurang lebih) lalu diturunkanlagi kepada beliau surah al-Muddatstsir: 1-7 yang ayat-ayatnya dan riwayatnya akan diuraikan tentangpengangkatan beliau menjadi rasul Allah.
123 Syeikh Muhammad khudhari, negara khilafah dari masa Rasulullah SAW hingga masaBani umayyah jilid 1 (bogor: pustaka thariqul izzah, 2013), h. 255-256.
85
Telah dimaklumi bahwa Nabi SAW diberi kekhususan yang tidak diberikan
kepada umatnya, yakni menikahi lebih dari empat orang istri. Beliau SAW
melangsungkan akad nikah dengan 13 orang perempuan 9 orang darinya masih hidup
saat beliau SAW meninggal, sedangkan dua orang darinya wafat ketika beliau SAW
masih hidup, yang salah satunya adalah Khadijah, dan dua orang lagi belum digauli.
Berikut ini nama-nama mereka:124
1. Saudah125 binti Zam’ah dari Bani Amir bin Luay, berasal dari Quraisy.
sebelumnya diperistri oleh sepupu Zam’ah sendiri, yakni Sakran bin Amr.
2. Aisyah126 binti Abu Bakar as-Shidiq, dia masih perawan. Konon dikatakan
bahwa saat dilangsungkan akad nikah, usia Aisyah itu masih enam tahun.
Beliau SAW menggaulinya ketika Aisyah berusia delapan atau sembilan
tahun.
3. Hafshah127 binti Umar bin Khathtab, sebelumnya diperistri oleh Khunais bin
Hudzafah as-Sahmi
4. Ummu Salamah Hindun128 binti Abu Umayyah bin Mughirah dari Bani
Makhzum. Sebelumnya diperistri oleh Abdullah bin Jahsy.
5. Ummu Habibah129 binti Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdu Syams
dari Bani Abdu Manaf, yang sebelumnya diperistri Ubaidullah bin Jahsy.
124Ibid., h. 257.125Lihat naskah h. 8.126Lihat naskah h. 8.127Lihat naskah h. 8.128Lihat naskah h. 8.129Lihat naskah h. 8.
86
Kelima mereka ini berasal dari Quraisy, ditambah dengan Khadijah,
sehingga jumlah wanita Quraisy yang dinikahi beliau SAW sebanyak enam
orang yang berasal dari keluarga besar: Abdu Manaf, Asad bin Abdul Uzza,
Makhzum bin Yaqdzah, Taim bin Murrah, Adi bin Kaab, dan Amr bin
Luay.130
6. Zainab131 binti Jahsy dari Bani Asad bin Khuzaimah, salah satu sekutu Bani
Umayyah, adalah puteri dari bibi Rasulullah SAW. Sebelumnya Zainab ini
diperistri oleh Zaid bin Haritsah yang dianggap sebagai putera Nabi SAW,
dan syariat ingin menghapuskan prinsip pengadopsian ala Arab tersebut, lalu
memerintahkan Rasulullah SAWw untuk menikahi Zainab, bekas istri Zaid,
ini agar orang-orang tau bahwa janda dari anak adopsi sudah tidak haram lagi
untuk dinikahi. Rasulullah SAW mengkhawatirkan musuh-musuhnya akan
memprotesnya, karena tindakan beliau SAW ini menyalahi tradisi yang sudah
disepakati bangsa Arab, karena itu beliau SAW menyembunyikan keinginan
mengawininya di dalam hatinya. Allah SWT telah meruntuhkan kaidah
pengadopsian dengan pernyataan dan perbuatan. Lalu Allah SWT berfirman:
130Ibid., h. 259.131Lihat naskah h. 8.
87
Artinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di
antara kamu132 tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan
adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Ahzab [33]: 40).
7. Juwairiyah133 binti Harits, pemuka Bani Mushthaliq dari Khuza’ah.
Pernikahan dengannya menjadi sebab dibebaskannya seluruh tawanan pria
dan wanita dari kaumnya, dan ayahnya pun masuk Islam pula.
8. Maimunah134 binti Harits dari Bani Hilal bin Amir bin Sha’sha’ah.
Sebelumnya diperistri oleh Abu Rahm bin Abdul Uzza dari Bani Amir bin
Luay.
9. Shafiyah135 binti Huyay bin Akhthab dari Bani Israil, sebelumnya diperistri
oleh Kinanah bin Abul Haqiq. Sembilan wanita inilah yang masih hidup saat
beliau SAW wafat.
10. Zainab binti Khuzaimah bin Hilal bin Amir bin Sha’sha’ah. Digelari Ummu
Masakin karena belas kasihannya yang sedemikian besar pada kaum papa.
Sebelumnya diperistri oleh Ubaidah bin Harits bin Abdul Muthalib bin Abdu
Manaf. Zainab ini meninggal ketika beliau SAW masih hidup.
Mereka inilah sebelas wanita mulia (10 nama di atas, ditambah Khadijah)
yang dinikahi Rasulullah SAW dan digauli; Ada enam orang wanita berasal dari
Quraisy dan sisanya dari kalangan Arab lainnya. Ada dua wanita lagi yang belum
132 Maksudnya: Nabi Muhammad bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, karena itu jandaZaid dapat dikawini oleh Rasulullah
133Lihat naskah h. 8.134Lihat naskah h. 8.135Lihat naskah h. 8.
88
digauli. Selain itu beliau SAW memiliki seorang budak wanita bernama Mariyah
Qibthiyah, yang dihadiahkan Muqauqis untuknya. Mariyah ini melahirkan putera
beliau SAW yang bernama Ibrahim, yang telah wafat saat masih kecil di Madinah
semasa beliau SAW masih hidup. Seluruh istri dipanggil Ummahatul Mukminin.
Mereka diberi gelar seperti itu oleh al-Qur’an.136
e. Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Pada akhir shafar tahun 11 H, Rasulullah SAW mulai mengadukan rasa
sakitnya, yakni penyakit demam. Beliau SAW meminta izin kepada para istrinya
untuk dirawat di rumah Aisyah, dan beliau SAW diizinkan. Ketika sakitnya semakin
parah, beliau SAW keluar menemui para sahabatnya dan berdiri di atas mimbar,
seraya berkata: wahai kaum muhajirin, perlakukanlah orang Anshar dengan baik,
kaena orang-orang akan semakin bertambah jumlahnya, sedangkan orang Anshar
seperti itu juga keadaannya alias tidak bertambah. Mereka itu tempat aku
menyimpan rahasia dan yang telah membrikan perlindungan kepadaku. Hendaklah
kalian berbuat baik atas kebaikan mereka dan maafkanlah kesalahan mereka. Beliau
SAW kemudian memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami orang-orang dan
kemudian Abu Bakar mengimami orang-orang saat beliau SAW sakit.
Ketika tiba hari senin 13 Rabiul Awal tahun 11 H / 8 Juli 633 M, Rasulullah
SAW berpulang. Sahabat yang mengumumkan kewafatannya adalah Abu Bakar, saat
dia berkata ketika orang-orang berkumpul: saudara-saudara, barang siapa yang
menyembah Muhammad, ketahuilah bahwa Muhammad telah meninggal. Dan
136Ibid., h. 259.
89
barang siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah SWT hidup
selamanya, tidak akan pernah mati. Kemudian Abu Bakar membacakan ayat ini:
Artinya: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah
berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.137 Apakah jika Dia wafat atau dibunuhkamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Makaia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akanmemberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran [3]: 144).
Ketika itu para sahabat berangkat ke Saqifah Bani Saidah, bemusyawarah
tentang siapa ayng akan menjadi pengganti Rasulullah SAW, hingga terjadinya
pembai’atan Abu Bakar. Kemudian mereka mengurus jenazah Rasulullah SAW pada
hari selasa, memandikannya berikut baju yang masih dipakainya, dan mengkafaninya
dengan tiga kain, lalu diletakkan di atas ranjangnya. Orang-orang pun masuk
137Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. ialah seorang manusia yang diangkat Allah menjadi
rasul. Rasul-rasul sebelumnya telah wafat. ada yang wafat karena terbunuh ada pula yang karena sakit
biasa. karena itu Nabi Muhammad s.a.w. juga akan wafat seperti halnya Rasul-rasul yang terdahulu itu.
di waktu berkecamuknya perang Uhud tersiarlah berita bahwa Nabi Muhammad s.a.w. mati terbunuh.
berita ini mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan kepada
Abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). Sementara itu orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau
Nabi Muhammad itu seorang Nabi tentulah Dia tidak akan mati terbunuh. Maka Allah menurunkan
ayat ini untuk menenteramkan hati kaum muslimin dan membantah kata-kata orang-orang munafik itu.
(Sahih Bukhari bab Jihad). Abu Bakar r.a. mengemukakan ayat ini di mana terjadi pula kegelisahan di
kalangan Para sahabat di hari wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. untuk menenteramkan Umar Ibnul
Khaththab r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya tentang kewafatan Nabi itu. (Sahih Bukhari bab
Ketakwaan Sahabat).
90
menyalatkannya secara bergiliran, yang pertama-tama adalah golongan pria,
kemudian wanita dan kemudian anak-anak. Mereka selesai menshalatkannya pada
pertengahan malam rabu. Saat itu liang lahat ditempat beliau SAW wafat telah
dibuatkan, tepatnya dibagian kamar Aisyah yang sekarang berada di arah Tenggara
Masjid Nabawi. Beliau SAW kemudian dimakamkan disana. Beliau SAW meninggal
dalam usia 63 tahun menurut perhitungan qamariyah.138
H. Isra dan Mi’raj
Walaupun Muhammad SAW adalah seorang Nabi dan rasul, namun hakekatnya juga
manusia sebagimana kita yang kadang-kadang mempunyai rasa suka dan duka.
Ketika beliau menerima aniaya dan kesedihan terus menerus, maka Allah
menghiburnya ke alam ghaib, agar melihat tanda-tanda kebesaran Allah, yaitu Isra’
dan di Mi’rajkan. Isra’ yang artinya perjalanan malam hari dari Masjidil Haram
(Mekkah) ke Masjidil Aqsha Palestina dan Mi’raj artinya dianggat ke alam ghaib
melalui langit yang berlapis-lapis dengan izin Allah. Seperti firman Allah dalam al-
Qur’an pada surah Isra’ ayat 1:
Artinya: “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
138Ibid., h. 261-262.
91
sekelilingnya139 agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda(kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Mahamengetahui.”
Isra’ dan Mi’raj Nabi itu merupakan satu mu’jizat yang luar biasa terdapat
pada Nabi Muhammad SAW dengan izin Allah. Sebelum Nabi SAW di Isra’kan,
lebih dahulu Nabi SAW dioperasi oleh malaikat Jibril, yaitu dadanya dibedah
dikeluarkannya kotoran-kotoran tempat dimana syaitan bersarang. Hatinya disuci
dengan air Zam-zam serta diisi dengan keimanan dan hikmah, kemudian
dipertemukan kembali sebagaimana semula. Setelah itu Nabi SAW diberi seekor
kendaaan Buraq. Dinamakan Buraq karena cepat perjalanannya bagikan kilat,
bergerak selangkah saja sudah lenyap dari pandangan mata. Setibanya Nabi SAW di
Baitul Maqdis (Palestina), di Masjid Aqsha mengerjakan shalat dua rakaat, dan
setalah itu Jibril menghidangkan dua buah minuman, yang satu berisi susu dan yang
lain berisi minuman keras, beliaupun mengambil dan meminum yang berisi susu,
akan pilihan Nabi SAW itu, Jibril berkata: sungguh tepat sekali, apa yang kau pilih,
sekiranya engkau memilih minuman keras, niscaya engkau dan umatmu kan tersesat.
Kemudian dari Baitul Maqdis itulah Rasulullah SAW di Mi’rajkan ke alam
ghaib alam yang belum pernah ditempat oleh manusia biasa. Di dalam Mi’rajnya ia
melalui beberapa langit yang bertingkat-tingkat itu, beliau sempat menyaksikan
SidratulMuntaha didekat Jannatul Ma’wa (surga Ma’wa). Di sana juga beliau sempat
berkenalan dengan para malaikat yang semuanya mengucapkan selamat sejahtera
139 Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allahdengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.
92
kepada beliau. Menurut al-Qur’an, langit diciptakan Allah dalam 7 tingkatan, maka
Nabi SAW dapat menyaksikan sendiri akan semua itu. Pada tiap-tiap langit mulai
langit tingkat pertama sampai selanjutnya beliau bertemu dengan para asul terdahulu,
semuanya juga mengucapkan selamat datang rasul Allah yang shalih. Setelah
Mi’rajnya Nabi SAW melebihi langit ketujuh, malaikat Jibril yang menemani Nabi
Mi’raj itu, rupanya tidak mendapat izin dari Allah menemani terus, sehingga ia
menunggu saja didekat Sidratul Muntaha, dan Nabi pun meneruskan Mi’rajnya
sampai ke tempat yang lebih tinggi. Akhirnya Nabi SAW dalam Mi’rajnya itu
sampailah disuatu tempat yang sangat mulia, maka beliau bersujud mohon ampun
kepada Allah. Ketika itulah Nabi SAW menerima perintah yang sangat mulia dari
Allah yaitu mengerjakan shalat lima puluh waktu sehari semalam, yang mana
dicerikan setelah beliau menerima perintah itu, disaat beliau kembali dilangit ke enam
bertemu dengan Nabi Musa as yang mengatakan bahwa umatmu tidak akan mampu
melaksanakan shalat lima puluh waktu dalam sehari semalam itu, maka mimtalah
keringanan kepada Allah. Agaknya Nabi SAW membenakan nasehat Nabi Musa as,
maka beliaupun kembali dan mohon keringanan kepada Allah. Demikianlah Nabi
SAW sampai berulang-ulang menghadap Allah atas nasehat Nabi Musa as, hingga
akhirnya tinggAllah lima waktu sehari semalam sampai sekarang ini. Setelah itu juga,
kembalilah beliau ke dunia ditempat dimana semula beliau di Mi’rajkan yaitu di
Masjidil Aqsha, dengan mengendarai Buraq beliau kembali dan tiba di Mekkah hari
telah subuh.
93
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian naskah ‘Aqidatu al Awām yang merupakan
karangan Sayyid Ahmad Al Marzuqi Al Maliki membahas tentang Akidah atau
kepercayaan/keyakinan terhadap Allah SWT baik itu keyakinan terhadap sifat-sifat
Nya dan keyakinan kepada para utusannya yaitu rasul-rasul Allah beserta sifat-sifat
mereka. Selain itu juga, jika dilihat dari suntingan teks dan deskripsi terhadap naskah
‘Aqidatu al Awām bahwa naskah tersebut pada umumnya dalam keadaan baik,
walaupun ada beberapa bagian yang tidak terbaca karena termakan usia. Adapun
media yang digunakan dalam pembuatan naskah ‘Aqidatu al Awām yaitu
menggunakan kertas, dan berwarna kuning kecoklatan yang memiliki cap kertas
(watermark).
Naskah dalam objek kajian ini dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa naskah
‘Aqidatu al Awām adalah naskah tunggal yang membahas Naẓam atau bait-bait yang
berisi tentang ilmu Akidah dan pokok-pokok keyakinan ajaran Islam yang menjadi
pijakan dari para kaum Muslimin. Seperti dijelaskan di dalam teks naskah tersebut
bahwa Allah memiliki 20 sifat wajib dan di dalamnya juga membahas tentang
keyakinan kepada para rasul serta wahyu yang diturunkan kepada mereka dan
keyakinan kepada malaikat dan kitab-kitab Allah serta keyakinan kepada Isra dan
Mi'raj.
94
B. Saran
Adapun saran dari penulis berharap supaya kita anak Bangsa janganlah
memandang sebuah naskah itu sebelah mata, kita harus menjaga dan merawatnya
karena itu salah satu peninggalan nenek moyang kita satu-satunya, tanpa disadari kita
telah banyak melalaikan dan memusnakahkan karya-karya tersebut. Kita semua harus
sadar bahwa naskah itu lindungi dan harus dijaga. Karena, di dalam naskah banyak
mengandung ilmu pengetahuan yang sangat luas dan sangat berguna bagi anak
Bangsa saat ini dan seterusnya.
95
DAFTAR PUSTAKA
C. Manuskip:
Naskah ‘Aqidatu al Awām (1296 H/1887 M)
D. Buku:
A. Munir dan Sudarsono. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 2013.
ABD Rahman Hamid dan Muhammad Saleh Madjid. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Ombak, 2011.
Achadiati Ikram. Jati Diri Yang Terlupakan: Naskah-Naskah Palembang. Jakarta:
Yayasan Naskah Nusantara (YANASSA), 2004.
Dudung Abdurrahman. Metodologi Penelitian Sejarah Islam. Yogyakarta: Ombak,
2011.
Ellyana G. Hinta. Tinilo Pa’ito Naskah Puisi Gorontalo Sebuah Kajian Filologis.
Jakarta: Djambatan, 2015.
Hendri Chambert Loir dan Oman Fathurrahman. Khazanah Naskah Panduan Koleksi
Naskah-Naskah Indonesia Sedunia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999.
Imron. Pengantar Ilmu Kalam. Palembang: Noer Fikri, 2014.
K.H. Moenawar Chalil. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid 1. Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Mohammad Daud Ali. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2011.
Nabila Lubis. Naskah Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Forum Kajian
Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996.
96
Nyimas Umi Kalsum. Filologi dan Terapan. Palembang: Noer Fikri, 2013.
Ohan Sudjana.Fenomena Aqidah Islamiyah. Jakarta: Media Da’wah, 2000.
Oman Fathurahman. Filologi Indonesia: Teori dan Metode. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP, 2015.
Oman Fathurahman, dkk..Filologi dan Islam Indonesia. Jakarta: Badan Litbang
danDiklat Puslitbang Lektur Keagamaan kementrian Agama Islam, 2010.
Siti Baroroh Baried, dkk..Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian
dan publikasi Fakultas (BPPF), Seksi Filologi, Fakultas Sastra, Universitas
Gajah Mada, 1994.
Sri Wulan Rujiati Mulyadi. Kodikologi Melayu di Indonesia. Depok: Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, 1994.
Suryan A. Jamrah.Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.
Syamsuri Baidlowi. Riwayat Ringkas 25 Rasul. Surabaya: Apollo, Tanpa Tahun.
Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora.
Palembang: Fakultas Adab dan Humaniora, 2013.
Tri Rama K. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Agung, tt.
W.A. Churchill. Watermark In Paper, Menno Hertzberger Antiquariaat: Amsterdam,
1985.
E. SkripsidanJurnal:
Ali Ismail. “Kajian Leksikal, Sintaksis, dan Semantik dalam Terjemahan Kitab
Aqidatul Awam Karya Syekh Ahmad Marzuki”. JIP Vol 7.No. 1 (Januari
2017).
97
Eny Setianingsih. “Metode Pembelajaran Aqidah Melalui Syair dalam Kitab Aqidatul
Awam (Studi Pada Kelas II di Madrasah Diniyah Al-Istiqomah) Pucangan,
Kartasura, Sukoharjo”.dalam Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Surakarta: Fakultas Tarbiyah dan Bahasa IAIN Surakarta, 2013.
Melia Faizah. “Muhassinat Lafziyah pada Nadzam Aqidatul Awam Asy-Syaikh As-
Sayyid Ahmad Al-Marzuqi Al-Maliki”.dalam Skripsi Program Studi Sastra
Arab Fakultas Sastra UM. Malang: Fakultas Sastra UM, 2017.
Mukhamad Zainudin. “Penerapan Metode Menghapal Aqidatul Awam dalam
Pembelajaran Akidah Akhlak Untuk Memantapkan Akidah Siswa di MI
Attaraqqie Malang” dalam Tesis Program Magister Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah. Malang: Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim, 2016.
F. Internet:
Abdullah bin Hamid Ali. Pengantar Aqidah Islam, diakses pada 8 maret 2018
darihttp://www.lamppostproductions.com/wpcontent/uploads/2011/01/Creed_I
bn_Ashir.pdf
https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/6-masyaikh/syaikh-
ahmad-al-marzuqi-al-hasani diakses pada hari kamis 22 maret 2018.
98
Titik Padjiastuti, “Memandang Palembang dari Khazanah Naskahnya”, artikel
diakses pada 17 Juli 2017 dari http://www.kumpulannaskah-
naskahdipalembang.mit.edu90/index.html.
G. Wawancara
Observasi sekaligus Wawancara pribadi dengan Bapak Kemas Haji Andi Syarifuddin,
Palembang, 14 September 2017.
A. Gambar Naskah Dalam Lampiran
-Lampiran 1
-Lampiran 2
-Lampiran 3
-Lampiran 4
-Lampiran 5
-Lampiran 6
-Lampiran 7
-Lampiran 8
-Lampiran 9
-Lampiran 10
-Lampiran 11
-Lampiran 12
B. Pedoman Wawancara
Nama : Kemas Haji Andi Syarifuddin (Selaku Pemilik Naskah)
Kamis, 14 September 2017
1. Apa isi naskah ‘Aqidatu al āwam itu?
2. Dimana bapak meletakkan koleksi naskah milik bapak?
3. Bagaimana cara perawatan naskah tersebut?
4. Berapa jumlah koleksi naskah yang bapak miliki?
5. Dari mana bapak mendapatkan naskah ‘Aqidatu al āwam tersebut?
6. Siapa nama pengarang naskah ‘Aqidatu al āwam?
C. Biodata Penulis
Nama : Yusi Lestari
Tempat/Tanggal Lahir : Sukajadi, 01 Januari 1996
Alamat : Desa Sukajadi Kecamatan Sungai Rotan Kabupaten
Muara
Enim
Agama : Islam
No. Hp : 0813 6964 4997
Riwayat Pendidikan : SD Negeri Sukajadi Tamat Tahun 2007
SMP Negeri 51 Palembang Tamat Tahun 2010
SMA Negeri 1 Sungai Rotan Tamat Tahun 2013
Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang angkatan
2013-2018