13
Proses Fagositosis Fagositosis yang efektif pada invasi kuman akan dapat mencegah timbulnya infeksi. Dalam kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut, kemotaksis / penarikan mikroorganisme, pengenalan dan penangkapan, memakan, fusi fagosom-lisosom, pemusnahan dan pencernaan. (Bratawidjaja, 2010) 1. Fase kemotaksis Semua fase pada fagositosis, kecuali fase pengenalan dan penangkapan, memerlukan tenaga dari fagosit. Kemotaksis, adalah gerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respon terhadap berbagai factor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Jaringan yang rusak atau mati dapat juga melepas factor kemotaktik atau kemotaksin. Kemotaksin adalah mediator kimiawi tertentu yang menuntun migrasi sel fagositik menuju kea rah tertentu semisal bakteri. Peningkatan kemotaksin ini dengan reseptor protein plasma di membrane sel fagositik meningkatkan masuknya Ca 2+ ke dalam sel. Kalsium, sebaliknya, mengaktifkan perangkat kontraktil sel yang menghasilkan pergerakan merayap mirip amoeba. (Bratawidjaja, 2010) Sel limfosit segmen bergerak lebih cepat dan sudah berada pada tempat infeksi 2-4 jam, sedangkan monosit bergerak lebih lambat dan memerlukan waktu 7-8 jam untuk sampai di tempat tujuan. (Sherwood, 2011) 2. Fase pengenalan dan pengikatan Sedangkan tahap dua, yaitu penangkapan mikroorganisme pada fagosit terjadi karena ikatan antara reseptor di permukaan sel

Nabila

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aeasr

Citation preview

Page 1: Nabila

Proses Fagositosis

Fagositosis yang efektif pada invasi kuman akan dapat mencegah timbulnya infeksi. Dalam

kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik.

Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut, kemotaksis / penarikan

mikroorganisme, pengenalan dan penangkapan, memakan, fusi fagosom-lisosom, pemusnahan

dan pencernaan. (Bratawidjaja, 2010)

1. Fase kemotaksis

Semua fase pada fagositosis, kecuali fase pengenalan dan penangkapan, memerlukan tenaga

dari fagosit. Kemotaksis, adalah gerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respon terhadap

berbagai factor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Jaringan yang rusak atau

mati dapat juga melepas factor kemotaktik atau kemotaksin. Kemotaksin adalah mediator

kimiawi tertentu yang menuntun migrasi sel fagositik menuju kea rah tertentu semisal bakteri.

Peningkatan kemotaksin ini dengan reseptor protein plasma di membrane sel fagositik

meningkatkan masuknya Ca2+ ke dalam sel. Kalsium, sebaliknya, mengaktifkan perangkat

kontraktil sel yang menghasilkan pergerakan merayap mirip amoeba. (Bratawidjaja, 2010)

Sel limfosit segmen bergerak lebih cepat dan sudah berada pada tempat infeksi 2-4 jam,

sedangkan monosit bergerak lebih lambat dan memerlukan waktu 7-8 jam untuk sampai di

tempat tujuan. (Sherwood, 2011)

2. Fase pengenalan dan pengikatan

Sedangkan tahap dua, yaitu penangkapan mikroorganisme pada fagosit terjadi karena ikatan

antara reseptor di permukaan sel dan di bakteri atau molekul atau molekul yang diikatnya,

misalnya antibodi. Antibodi seperti halnya dengna komplemen (C3b) dapat meningkatkan

fagositosis (opsonisasi). Opsonoin adalah molekul besar yang diikat permukaan mikroba yang

dapat dikenal oleh reseptor permukaan sel sistem fagosit makrofag, sehingga meningkatkan

efisiensi fagositosis. Contoh-contoh opsonin antara lain IgGyang dapat dikenali Fcϒ-R pada

fagosit dan fragmen komplemen yang dikenal oleh reseptor komplemen tipe 1 (CR1, CD35) dan

integrin Mac-1 pada leukosit. (Bratawidjaja, 2010)

Dengan kata lain, opsonin meningkatkan fagositosis dengan cara menghubugkan sel asing

dengan sel fagositik. Satu bagian dari molekul opsonin berikatan secara nonspesifik dengan

permukaan bakteri sementara bagian lain melekat pada reseptornya yang spesifik pada

membrane sel fagositik. Pengikatan ini memastikan bahwa bakteri tidak memiliki kesempatan

untuk melarikan diri sebelum sel fagosit dapat melaksanakan serangan mematikannya.

(Sherwood, 2011)

Page 2: Nabila

3. Fase penelanan dan pembentukan vakuol

Dalam fase ini, terbentuklah pseudopodia yang mengelilingi mikroorganisme di luar dengan

melibatkan polimerase aktin. Dan membungkus mikroorganisme tersebut dalam fagosom

internal. (Mitchell, 2008)

Peningkatan kemotaksin ini dengan reseptor protein plasma di membrane sel fagositik

meningkatkan masuknya Ca2+ ke dalam sel. Kalsium, sebaliknya, mengaktifkan perangkat

kontraktil sel yang menghasilkan pergerakan merayap mirip amoeba dan akhirnya menelan

mikroorganisme. (Bratawidjaja, 2010)

4. Fase fusi fagosom-lisosom

Kemudian vakuola fagositik menyatu dengan lisosom yang di dalamnya terdapat enzim-

enzim pencernaan. (Mitchell, 2008)

5. Fase destruksi dan digesti intraseluler

Mekanisme pemusnahan dibagi menjadi oksidatif dan non oksidatif. Di dalam fagolisosom,

bahan yang ditelan akan dicerna enzim yang terkandung di dalam granul lisosom. Isi granul

lisosom diperlukan untuk memecah atau mencerna bahan yang ditelan dan membunuh mikroba.

Pembunuhan mikroba terjadi melalui proses yang oksigen dependen atau oksigen independen.

Leukosit memusnahkan mikroorganisme dengna enzim yang ada di dalamnya. Granul

neutrophil berisi berbagai enzim hidrolitik, mieloperoksida, lisozim, dan arginine-rich basic

protein, fosfatase alkali, laktoferin, dan lisozim. Isi granul tersebut menghancurkan bahan asing

terutama melalui enzimnya seperti enzim hidrolitik. Enzim-enzim tersebut dapat mencerna

komponen membrane sel bakteri. (Bratawidjaja, 2010)

Dalam mekanisme tak tergantung oksigen, proses pemusnahan mikroorganisme dapat

dilakukan terutama dengan cara meningkatkan permeabilitas membran. Lintasan ini meliputi

protein bakterisidial peningkat permeabilitas, lisozim, laktoferin, protein utama pada eosinafil,

dan defensin. (Mitchell, 2008)

Defensin adalah protein kationik, bukan enzim. Namun, peptide dasar yang mengandung

sejumlah arginin dalam bentuk polipeptida, membunuh mikroba melalui interaksi dengan

membran sel mikroba yang membentuk lubang-lubang kecil yang mengaluarkan metabolit

esensial keluar sel. (Bratawidjaja, 2010)

Selain itu, netrofil menghasilkan laktoferin yaitu suatu protein yang berikatan erat dengan

besi yang bisa menyebabkan besi tak dapat digunakan oleh bakteri penginvasi. Perkembangan

bakteri sangat berkaitan erat dengan konsentrasi besi yang tinggi. (Sherwood, 2011)

Dalam mekanisme pemusnahan dependen oksigen, mikroorganisme yang dibunuh melalui

produk respiratory burst oleh beberapa metabolit oksigen mikrobisidal yang dilepas selama

Page 3: Nabila

fagositosis. Respiratory burst adalah proses yang menghasilkan ROI. Bersamaan dengan

terbentuknya fagolisosom, reseptor fagosit yang mengikat mikroba akan mengirimkan sinyal

yang mengaktifkan beberapa enzim dalam fagolisosom. Salah satu enzim NADPH oksidase,

terbentuk atas pengaruh mediator inflamasi seperti LTB4, PAF, dan TNF atau produk bakteri

seperti peptide N-formilmetionil. Enzim ini dapat merubah molekul oksigen menjadi anion

superoksid, radikal bebas, H2O2 yang merupakan bahan oksidatif poten untuk mikroba. Bahan-

bahan tersebut disebut ROI. (Bratawidjaja, 2010)

Kemudian, enzim MPO lisosom mengubah H2O2 dan Cl-menjadi bakterisidial kuat HOCl.

(Mitchell, 2008)

Selain itu ditemukan juga sintesa oksida nitit yang bekerja sinergis dengan IFN-ϒ dan TNF.

Enzim mengikat oksigen dengan guanidine-nitrogen dari l-arginase, membentuk NO yang toksik

untuk parasit, jamur, sel tumor, dan bakteri. (Bratawidjaja, 2010)

Bahan kimia dihasilkan fagosit untuk memperantai peradangan

Fagosit yang telah dirangsang oleh mikroba tidak hanya sekedar proses “telan dan

hancurkan”, lebih dari itu, ternyara sel fagosit melakukan fungsi yang sangat kompleks. Sel

fagosit bisa menghasilkan mediator –mediator kimiawi untuk memacu beragam aktivitas imun

yang saling berkaitan, bervariasi dari manifestasi local sampai sistemik.

a. Sel fagosit merangsang pengeluaran histamin dari sel mast di sekitar tempat

peradangan

b. Sebagian mediator fagosit memicu sistem pembekuan dan antipembeku untuk

meningkatkan proses pengisolasian kemudian mempermudah disolusi bertahap bekuan fibrosa

setelah tidak diperlukan

c. Kalikrein, yaitu zat yang dihasilkan netrofil yang mengubah perkusor protein plasma

spesifik yang dihasilkan hati menjadi kinin yang aktif. Kinin yang aktif bisa memperkuat

proses peradangan

d. Pirogen endogen, yang dihasilkan makrofag, memicu terjadinya demam

e. MEL (mediator endogen lekosit), yang juga dihasilkan makrofag, menurunkan

konsentrasi besi plasma dan menyimpannya dalam hati, limpa, dan jaringan lain sehingga besi

yang dibutuhkan bakteri untuk tumbuh menjadi berkurang. MEL juga merangsang pembentukan

dan pembebasan netrofil dari sumsum tulang. Selain itu MEL juga merangsang pengeluaran

protein fase akut dari hati yang memiliki efek luas pada proses peradangan, perbaikan jaringan,

dan aktivasi sel imun.

Page 4: Nabila

Reseptor untuk Fagositosis

Fagositosis (penelanan partikel berukuran lebih dari 4 µm) oleh makrofag dapat terjadi

melalui tiga reseptor permukaan, yaitu (Grennberg and Silverstein, 1993) :

a.Reseptor fraksi Fc dari imunoglobulin

Reseptor ini selalui dalam keadaan aktif, sehingga makrofag istirahat dapat melalukan

fogositosis partikel yang telah terliputi imunoglobulin spesifik.

 b.Reseptor komplemen.

Reseptor ini tidak efektif pada makrofag istirahat, dan baru diaktifkan bila ada aktivasi

makrofag. Makrofag istirahat dapat mengikat partikel teropsonisasi komplemen, tapi tidak

mampu memfagositnya, sedangkan makrofag teraktivasi dapat meningkat sekaligus

memfagosit partikel teropsonisasi komplemen.

c.Reseptor tak spesifik seperti reseptor mannose yang mengikat partikel yang seperti lateks,

agregat protein, dan hemosianin. Reseptor ini memungkinkan makrofag memfagosit antigen

kehadiran imunoglobulin ataupun komplemen. Reseptor ini selalu keadaam aktif, namun

fagositosis dengan cara ini berjalan lambat dan kurang efisien pada sel istirahat. Pada

makrofag tidak teraktivasi, fagosistosis melalui reseptor ini meningkat (Greenberg dan

Silverstein, 1993)

Mekanisme Fagositosis

Fagositosis berkaitan dengan fungsi utama dalam pertahanan tubuh, terdiri dari tahap

pengenalan, perlekatan, dan internalisasi (Langermans et al 1994).

a.Pergerakan, Pengenalan dan Perlekatan

Sel dipandu ke tempat jejas oleh gradient konsentrasi substansi kemotaksis yang disebabkan

adanya trauma atau multiplikasi mikrobial. Tahap ini terjadi melalui reseptor, baik reseptor

imun maupun non imun. Reseptor imun memungkinkan tahap ini lebih efektif, sedangkan

reseptor non imun memungkinkan perlekatan bila tidak ada antibodi spesifik atau

komplemen, walau berjalan secara lambat. Tahap ini tidak perlu energi, sehingga dapat

terjadi pada reseptor yang aktif maupun tidak aktif (Turgeon, 1999).  

b.Internalisasi atau ingesti

Partikel yang melekat pada reseptor diliputi membran sel secara melingkar yang disebut

 zipper mechanism, sehingga antigen menjadi berada dalam vakuol berdinding membran sel

(fagosom). Gerak membran dan sitoplasma yang dikontrol oleh mikrofilamen dalam

sitoplasma ini perlu energi, sehingga hanya dapat dilakukan reseptor yang aktif. Faktor yang

Page 5: Nabila

prinsip dalam menentukan apakah fogositosis dapat terjadi atau tidak adalah dengan kondisi

fisik alamiah dari permukaan partikel asing dan sel fagositik (Turgeon, 1999). Bakteri yang

lebih hidrofobik dibandingkan sel fagosit. Faktor soluble yang umum adalah komplemen

yang merupakan protein plasma, berpasangan dengan antibodi dan substansi seperti

asetikolin yang meningkatkan proses fagositosis melalui  proses opsonisasi. Jika tegangan

permukaan kondusif untuk penelanan, membran sel fagosit invaginasi, sehingga terjadi suatu

proses yang mengarah pada pembentukan vakuola terisolasi, yaitu suatu fagosom yang

berada di dalam sel (Langermans , 1994).

c.Digesti

Proses ini memerlukan energi terutama yang berasal dari glikolisis beranerobik. Vakuola

terbentuk selama proses digesti dengan satu atau lebih granula lisosomal yang mengandung

berbagai enzim litik (Langermans et al 1994)

PROSES FAGOSITOSIS

Sebelum peristiwa fagositosis akan terjadi kemotaksis yaitu migrasi sel fagosit ke jaringan

karena pengaruh berbagai zat atau substansi dalam serum seperti C5a, N-formilmetionil

peptida, sel limfosit, kolagen, dan elastin. Juga dikenal beberapa substansi yang bersifat

kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil yang berasal dari komplemen (complement-derived

chemotactic), faktor kemotaktik dari eosinofil (eosinophilic chemotactic factor), dan

mediator yang dihasilkan oleh sel mast dan basofil.

Pada orang normal diperkirakan 10-30% dari jumlah eosinofil mempunyai reseptor IgG.

Aktivasi reseptor IgG pada sel eosinofil dengan IgG yang meliputi skistosoma akan

menyebabkan degranulasi sel dan menghasilkan mediator newly generated LT

C4. Aktivasi ini 10 kali lebih besar pada eosinofil hipodens dibanding eosinofil normodens.

Reseptor komplemen

Pada 40-50% eosinofil orang normal terdapat reseptor komplemen, sedangkan pada  neutrofil

90% mempunyai reseptor komplemen. Pada sindrom hipereosinofilia, infeksi parasit, dan

atopi persentase reseptor komplemen akan meningkat yang membuktikan adanya proses

inflamasi. Berdasarkan densitasnya sel eosinofil perifer terdiri dari 2 jenis, yaitu eosinofil

hipodens dan normodens. Sel eosinofil aktif adalah yang hipodens. Eosinofil dapat diaktifkan

oleh endotelium vaskular, T cell derived cytokines (GM-CSF, IL-3, IL-5) dan monocyte

macrophage-derived cytokines (IL-l dan TNF). Peranan inflamasi sel eosinofil pada penyakit

alergi telah banyak dibahas pada patogenesis respons inflamasi saluran napas pada asma.

PROSES FAGOSITOSIS

Page 6: Nabila

Sebelum peristiwa fagositosis akan terjadi kemotaksis yaitu migrasi sel fagosit ke

jaringan karena pengaruh berbagai zat atau substansi dalam serum seperti C5a, N-

formilmetionil peptida, sel limfosit, kolagen, dan elastin. Juga dikenal beberapa substansi

yang bersifat kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil yang berasal dari komplemen

(complement-derived chemotactic), faktor kemotaktik dari eosinofil (eosinophilic

chemotactic factor), dan mediator yang dihasilkan oleh sel mast dan basofil.

Pada proses fagositosis mikroba harus menempel terlebih dahulu di permukaan sel

fagosit. Sebelumnya mikroba sudah diserang dan diikat oleh antibodi. Penempelan ini dapat

terjadi karena terdapat reseptor fragmen Fc dan reseptor C3b pada membran sel fagosit,

makrofag dan neutrofil. Penempelan ini akan memulai fase menelan (ingestion) yang

dipengaruhi sistem kontraktil aktin-miosin. Akan terbentuk pseudopodia di sekitar mikroba

dan membran plasma akan ditarik mengelilinginya sehingga menyerupai zipper sampai

terbentuk vakuola (fagosom). Peristiwa ini berlangsung dalam beberapa menit dan kemudian

granula berpadu dengan fagosom untuk melepaskan isinya di sekeliling mikroorganisme

tersebut.

Proses pemusnahan

Peristiwa tergantung oksigen

Setelah proses fagositosis akan terjadi peningkatan aktivasi pirau heksosamofosfat

menghasilkan NADPH yang akan dimanfaatkan untuk mengurangi ikatan molekul oksigen

dengan sitokrom membran plasma (Cyt-b245) dan menyebabkan peningkatan hebat

pemakaian oksigen (burst oxygen consumption). Oksigen akan diubah menjadi anion

superoksida, hidrogen peroksida, O2, dan radikal hidroksil yang kesemuanya adalah

mikrobisid kuat. Selanjutnya kombinasi peroksida, mieloperoksidase dan ion halida

membentuk sistem halogen yang dapat membunuh bakteri dan virus.

Pada proses fagositosis mikroba harus menempel terlebih dahulu di permukaan sel fagosit.

Sebelumnya mikroba sudah diserang dan diikat oleh antibodi. Penempelan ini dapat terjadi

karena terdapat reseptor fragmen Fc dan reseptor C3b pada membran sel fagosit, makrofag

dan neutrofil. Penempelan ini akan memulai fase menelan (ingestion) yang dipengaruhi

sistem kontraktil aktin-miosin. Akan terbentuk pseudopodia di sekitar mikroba dan membran

plasma akan ditarik mengelilinginya sehingga menyerupai zipper sampai terbentuk vakuola

Page 7: Nabila

(fagosom). Peristiwa ini berlangsung dalam beberapa menit dan kemudian granula berpadu

dengan fagosom untuk melepaskan isinya di sekeliling mikroorganisme tersebut.

Peristiwa tidak tergantung oksigen

Di samping peristiwa fagositosis yang tergantung oksigen, juga terdapat peristiwa fagositosis

yang tidak tergantung oksigen. Keadaan pH yang rendah, lisozim, dan laktoferin merupakan

faktor bakterisid dan bakteriostatik dalam keadaan tidak ter- gantung oksigen. Dalam

peristiwa yang tidak tergantung oksigen ini, mikroorganisme yang dibunuh kemudian dicerna

oleh enzim hidrolise dan hasilnya akan dilepas keluar

Hubungan Menstruasi dan Keadaan Rongga Mulut

Manifestasi Periodontal (Keadaan Rongga Mulut)

Selama masa reproduksi, siklus ovarian dikontrol oleh kelenjar pituitari anterior. Hormon

gonadotropin follicle-stimulating hormone (FSH) dan lutenizing hormone (LH) diproduksi

pada kelenjar pituitari anterior. Sekresi gonadotropin tergantung pada hipotalamus.

Perubahan konsentrasi gonadotropin dan hormon ovarian terjadi pada saat siklus menstruasi

bulanan. Selama masa reproduksi, esterogen dan progesteron juga berguna untuk

mempersiapkan uterus untuk menerima terjadinya pembuahan.

Siklus reproduktif bulanan memiliki dua fase. Fase pertama disebut sebagai fase folikular.

Pada masa ini kadar FSH akan meningkat, dan estradiol (bentuk utama dari estrogen) akan

disintesis oleh perkembangan folikel, dan akan mencapai puncaknya pada saat dua hari

sebelum ovulasi. Efek dari estrogen akan menstimulasi telur untuk bergerak ke tuba falopi

(ovulasi) dan menstimulasi proliferasi dari sel stroma, pembuluh darah, dan kelenjar pada

endometrium.

Fase kedua disebut fase luteal. Perkembangan korpus luteum mensintesis estradiol dan

progesteron. Estrogen dan progesteron akan mempersiapkan endometrium untuk implantasi

telur yang matang.

Hormon ovarian dikatakan dapat meningkatkan inflamasi jaringan gingiva dan meningkatkan

respon terhadap iritan lokal. mekanisme yang memungkinkan terjadinya interaksi

peningkatan hormon dengan gingiva adalah peningkatan tumor necrosis factor α (TNF-α)

Page 8: Nabila

selama siklus menstruasi, peningkatan sintesis prostaglandin E2 (PGE2), dan faktor

angiogenetik, faktor pertumbuhan endotelial akan berperan dalam meningkatkan inflamasi

gingiva pada tahap siklus menstruasi.

Progesteron berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dari mikrovaskular, perubahan

kecepatan dan pola produksi kolagen pada gingiva, meningkatkan metabolisme folat, dan

merubah respon imun. Selama periode menstruasi, progesteron akan meningkat dari minggu

kedua, mencapai puncaknya selama 10 hari, dan akan menurun sebelum menstruasi.

Jaringan gingiva telah dilaporkan akan lebih edematous selama masa menstrusi dan

mengalami eritematous sebelum onset menstruasi pada beberapa wanita. Pada beberapa

kasus, terdapat peningkatan eksudat gingiva selama periode menstruasi dan kadang disertai

dengan kegoyangan minor dari gigi.

Ketika kadar progesteron mencapai puncaknya pada fase siklus luteal, pada intraoral terjadi

ulser aftosa rekuren (recurrent aphthousa ulcers), lesi herpes labialis, dan infeksi kandida.

Sfingter esofageal akan menjadi relaks karena progesteron selama siklus berlangsung, hal ini

mengakibatkan wanita lebih rentan terhadap penyakit gastroesophageal reflux (GERD).

Simptom dari penyakit ini antara lain mual, rasa sakit dan panas pada dada, batuk, sakit

tenggorokan, asma, dan gingivitis.

Selama masa kadar progesteron yang tinggi (sekitar 7-10 hari sebelum menstruasi), wanita

juga mengalami premenstrual syndrome (PMS). Wanita dengan PMS biasanya memiliki

kadar neurotransmiter yang rendah. Hal ini mengakibatkan terjadinya depresi, penurunan

mood, dan mengalami kesulitan dengan konsentrasi dan emosi. Pada saat ini wanita akan

sangat sensitif dan sangat tidak toleran, mengalami refleks muntah yang tinggi, dan respon

terhadap rasa sakit yang sedikit berlebihan

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaya, Karnen Garna. 2000. Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit Kedokteran

Universitas Indonesia.

Barid, Izzata, dkk. 2007. Biologi Mulut I untuk Kedokteran Gigi.Jember : Jember University

Press.

Page 9: Nabila