Upload
phungnhu
View
253
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
MORFOMETRI DAN HISTOLOGIS USUS ITIK (Anas sp.)
YANG DIBERI TEPUNG KUNYIT (Curcuma longa)
DALAM PAKAN
SKRIPSI
Oleh:
ABDUL RAHIM HARIANTO
I 111 12 062
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
MORFOMETRI DAN HISTOLOGIS USUS ITIK (Anas Sp)
YANG DIBERI TEPUNG KUNYIT (Curcuma longa)
DALAM PAKAN
SKRIPSI
Oleh:
ABDUL RAHIM HARIANTO
I111 12 062
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh………………………………………
Segala puja dan puji bagi Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang
senantias tercurahkan kepada penulis sehingga dapat merampungkan penulisan
Skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang
telah menjadi panutan serta telah membawa ummat dari lembah kehancuran menuju
alam yang terang benderang.
Limpahan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih tiada tara
kepada Ayahanda Kuadianto, Sp dan Ibunda Nurbiah yang telah melahirkan,
mendidik dan membesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang yang begitu tulus
kepada penulis sampai saat ini dan senantiasa memanjatkan do’a dalam
kehidupannya untuk keberhasilan penulis. Buat saudaraku Widia utami yang
selama ini telah banyak membantu penulis, serta keluarga besarku yang selama ini
banyak memberikan do’a, kasih sayang, semangat dan saran. Semoga Allah
senantiasa mengumpulkan kita dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Nya.
Terima kasih tak terhingga kepada bapak drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si
selaku Pembimbing Utama dan kepada bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc
selaku Pembimbing Anggota atas didikan, bimbingan, serta waktu yang telah
diluangkan untuk memberikan petunjuk dan menyumbangkan pikirannya dalam
membimbing penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya skripsi
ini. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan dengan segala
keikhlasan dan kerendahan hati kepada:
vi
1. Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I,II dan III dan seluruh
Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis, dan Bapak
Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
2. Ibu Dr. Andi Amidah Amrawati, SPt. M.Si Pembimbing Akademik. Bapak Ir.
Muh. Aminawar. MM selaku pembimbing Seminar pustaka dan Dr. Muh.
Ridwan, S.pt, M.Si selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapangan.
3. Teman-teman KKN Desa Kahayya Kab. Bulukumba Jihad, Heski, Derry, Eko,
dan Fatmawati.
4. Teman angkatan Flock Mentality 012, teman ant 014, larva 013, solandeven
011, Lion 010, dan Merpati 09.
5. Teman penelitian : Kandi, Jihad dan Tika, terima kasih atas waktu dan kerja
samanya selama penelitian.
6. Terima kasih kepada teman Spesialku Nur Atika Pasang yang senantiasa
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
7. Kepada Astuti, Nanda, Mila, Hasman, Azwar, Fatma dan Reski yang telah
memberikan semangat dan masukan kepada penulis selama ini. Teman – teman
WGP : Suhal, Yasin, Salim, Kansul, Didik, Akbar, Ipul, Andahar, Erwin, Farid,
Iqbal, Uria, Bambang, Furqan yang selama ini menjadi penawar stress dan
tempat menceritakan berbagai masalah yang dialami oleh penulis meskipun
sampai saat ini belum pernah memberikan saran – saran untuk pemecahan
masalah yang dialami penulis.
8. Teman-teman yang telah banyak membantu selama penelitian Auliya
Anggraeni S.Pt, Nuraeni S.Pt, Rita Massolo S.Pt. Rahma Wati S.Pt.Yessy,
Appe, Nanda Print, Kandi Print Ewing Prin dan Ica Print.
vii
9. Teman – teman kelas B yang senantiasa mewarnai hari – hari dan mengajarkan
betapa pentingnya arti kebersamaan di dalam sebuah keluarga meskipun kami
tak memiliki hubungan darah.
10. Teman – teman alumni SMAN 1 Kalukku : Muh. Syamnur, Muh. Iqbal, Ummi
Qalsum, Cindara, dan Rismayanti.
11. Tim asisten Ilmu Kesehatan Ternak : fatma, Erik, Arisman, Tuti, Ardi, Tika,
dan Striani.
12. Lembaga Tercinta Himaprotek_UH, Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberi wadah terhadap penulis
untuk berproses dan belajar.
Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat diharapkan
adanya oleh penulis demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan nantinya,
terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga makalah skripsi ini dapat memberi
manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri. AAMIIN YA ROBBAL
AALAMIN.
Akhir Qalam Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, November 2016
Penulis
viii
ABSTRAK
ABDUL RAHIM HARIANTO. I111 12 062. Morfometri dan Histologis Usus itik
Lokal (Anas Sp.) yang diberi Tepung Kunyit (Curcuma Longa) dalam Pakan.
Pembimbing : drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si dan Dr. Ir. Wempie Pakiding,
M.Sc.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung
kunyit dalam pakan terhadap morfometri dan histologis usus halus itik. Materi yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 64 ekor itik yang berumur 1 hari Day Old
Duck (DOD). Perlakuan pemberian tepung kunyit dilakukan melalui pakan yang
dimulai pada hari ke-1 hingga akhir pemeliharaan (hari ke-70). Data tinnggi dan
lebar vili yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu
penyajian dalam bentuk gambar, sedangkan panjang dan bobot usus diolah dengan
sidik ragam sesuai dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan
4 ulangan. Perlakuan ini terdiri dari kontrol (K0, tanpa penambahan kunyit), dan
perlakuan dengan penambahan tepung kunyit : 0,5%, 1% dan 2%, pada masing
masing perlakuan (K1, K2 dan K3). Parameter yang diukur adalah morfometri
(panjang dan bobot) usus halus dan histologis (tinggi dan lebar vili) usus halus.
Pengambilan sampel dilakukan pada umur 70 hari. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penambahan tepung kunyit dalam pakan tidak berpengaruh terhadap panjang
dan bobot usus halus itik, dan tidak memberikan perbedaan terhadap tinggi dan
lebar vili usus halus itik. Kesimpulan penelitian ini adalah penambahan tepung
kunyit dalam pakan tidak memberikan pengaruh terhadap morfometri (panjang dan
bobot) usus halus itik, penambahan tepung kunyit juga tidak memberikan
perbebedaan terhadap histologis (tinggi dan lebar vili) usus itik.
Kata kunci: Itik, tepung kunyit,vili, duodenum, jejunum, ileum.
ix
ABSTRACT
ABDUL RAHIM Harianto. I111 12 062. Morphometry and Histological
Intestine Local duck (Anas Sp.) By Flour Turmeric (Curcuma Longa) in the feed.
Supervisor: drh. Hj. Nur Farida Yuliati, M.Si and Dr. Ir. Wempie Pakiding,
M.Sc.
This study aimed to determine the effect of turmeric powder in feed against
intestine histological morphometric and ducks. The material used in this study as
many as 64 ducks were aged 1 day Day Old Duck (DOD). Treatment is done
through provision of turmeric powder feed beginning on day 1 until the end of
maintenance (70th day). Data tinnggi and villi width obtained were processed using
descriptive analysis is the presentation in the form of images, while the length and
weight of the intestines is processed by analysis of variance according to a
completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 4 replications. This
treatment consists of a control (K0, without the addition of turmeric), and treatment
with the addition of turmeric powder: 0.5%, 1% and 2%, in each treatment (K1, K2
and K3). Parameters measured were morphometry (length and weight) and
histological intestine (villi height and width) of the small intestine. Samples were
taken at the age of 70 days. The results showed that the addition of turmeric powder
in feed has no effect on the length and weight of the small intestine ducks, and no
distinction of height and width of the small intestine villi ducks. It is concluded that
the addition of turmeric powder in feed does not give effect to morphometric (length
and weight) of the small intestine of ducks, the addition of turmeric powder is also
no distinction of histological (villi height and width) of duck intestine.
Keywords: Ducks, turmeric powder, villi, the duodenum, jejunum, ileum.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................... ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Itik ........................................................................ 4
Sistem Pencernaan Itik ...................................................................... 6
Gambaran Umum Kunyit .................................................................. 10
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................. 14
Materi Penelitian ................................................................................ 14
Rancangan Penelitian......................................................................... 14
Prosedur Penelitian ............................................................................ 15
Parameter yang Diukur ...................................................................... 19
Analisis Data ...................................................................................... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Panjang dan Bobot Usus Halus ......................................................... 22
Tinggi vili .......................................................................................... 24
Lebar vili ............................................................................................ 26
xi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................ 30
Saran .................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 31
LAMPIRAN ............................................................................................... 34
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... 38
xii
DAFTAR TABEL
No.
Teks
1. Komposisi Pakan Penelitian ................................................................ 16
2. Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian ................................................... 16
3. Jumlah pemberian pakan beradasarkan umur pemeliharaan................ 17
4. Panjang dan Bobot Usus Halus ............................................................ 22
Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
1. Saluran pencernaan unggas ................................................................... 6
2. Kunyit (Curcuma longa) ...................................................................... 11
3. Pengukuran Tinggi dan Lebar Vili....................................................... 20
4. Gambaran Tinggi Vili Usus Bagian Duodenum .................................. 24
5. Gambaran Tinggi Vili Usus Bagian Jejunum ...................................... 24
6. Gambaran Tinggi Vili Usus Bagian ileum ........................................... 25
7. Grafik Rata – Rata Tinggi Vili Usus .................................................... 25
8. Gambaran Lebar Vili Usus Bagian Duodenum ................................... 26
9. Gambaran Lebar Vili Usus Bagian Jejunum ....................................... 27
10. Gambaran Lebar Vili Usus Bagian Ileum ............................................ 27
11. Grafik Rata – Rata Lebar Vili Usus ..................................................... 27
Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Hasil Analisis Ragam Bobot Usus Halus Itik ................................... 34
2. Hasil Analisis Ragam Panjang Usus Halus Itik ................................ 35
3. Data Konsumsi Pakan Selama Penelitian .......................................... 36
4. Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 37
1
PENDAHULUAN
Kebutuhan masyarakat akan produk peternakan semakin meningkat. Saat
ini, industri peternakan yang ada di Indonesia menghasilkan sekitar 2.925.210 ton
daging, dan pemasok daging terbesar yaitu ayam sebesar 66 %, daging sapi 17%,
itik hanya mampu menghasilkan 38.840 ton atau hanya sebesar 1,32% dari total
produksi daging Indonesia (Ditjennak, 2015). Dari data tersebut menunjukkan
bahwa produksi daging itik yang ada di Indonesia masih sangat rendah. Pada
dasarnya, daging itik juga mampu berkontribusi sebagai sumber asupan protein
hewani yang baik. Walaupun sumbangan ternak itik masih relatif kecil, tetapi
memiliki potensi untuk dikembangkan dan hal ini ditunjukkan oleh peluang pasar
yang cukup besar.
Sistem pemeliharaan menjadi salah satu penyebab rendahnya produktivitas
itik. Sebagian besar peternak itik yang ada masih menganut sistem pemeliharaan
semi intensif dan tidak jarang pula peternak yang masih bertahan dengan sistem
pemeliharaan tradisional. Sistem pemeliharaan tersebut memperbesar
kemungkinan terjangkitnya penyakit yang nantinya akan berpengaruh pada
produktivitasnya.
Sistem pemeliharaan itik yang dilakukan secara semi intensif akan
memudahkan itik terserang mikroorganisme patogen yang dapat berdampak bagi
kesehatannya. Serangan mikroorganisme patogen pada itik dapat menyebabkan
kesehatan organ pencernaan terganggu dan mengakibatkan menurunnya efisiensi
absorbsi nutrisi (Korver, 2008). Kesehatan organ pencernaan yang terganggu dapat
menyebabkan absorbsi nutrisi yang kurang efisien dan membuat produktivitas itik
2
menjadi rendah. Salah satu solusi yang dapat diterapkan yaitu penggunaan
antibiotik.
Penggunaan antibiotik terbukti dapat menghambat perkembangan bakteri
berbahaya sehingga dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi (Infante et. al,
2014). Penambahan antibiotik ke dalam pakan itik dapat menghambat
mikroorganisme patogen yang berasal dari luar tubuh itik yang dapat mengganggu
aktivitas penyerapan nutrisi makanan pada usus. Seiring dengan berjalannya waktu,
penambahan antibiotik sintesis ke dalam pakan mempunyai kelemahan, yaitu
timbulnya resistensi apabila tidak digunakan sesuai aturan (Hammerum and Heuer,
2009). Salah satu upaya untuk mengatasi pembatasan penggunaan antibiotik
sintesis adalah dengan menggunakan bahan herbal yang memiliki kandungan
antimikroba seperti tanaman kunyit.
Kunyit merupakan tanaman yang banyak ditemukan di negara yang
beriklim tropis. Kunyit mengandung kurkumin yang dapat merangsang dinding
kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu dan minyak atsiri yang
berfungsi mengatur keluarnya asam lambung agar tidak berlebihan sehingga
membantu kerja usus (Pratikno, 2010). Selain itu, kurkumin dan minyak atsiri
meningkatkan kerja organ pencernaan, merangsang getah pankreas yang
mengandung enzim amilase, lipase dan protease untuk meningkatkan proses
pencernaan bahan pakan (Winarto, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa kunyit dapat
dijadikan sebagai salah satu pengganti antibiotik sintetis sebagai growth promotor
dalam meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi pakan pada itik pedaging.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung kunyit pada
3
pakan terhadap morfometri dan histologis usus itik pedaging. Penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi ilmiah bagi akademisi dan
peneliti serta dasar pengetahuan bagi pelaku industri peternakan itik. Dengan
mengetahui pengaruh pemberian kunyit dalam pakan terhadap pakan terhadap
morfometri dan histologis usus itik pedaging, diharapkan dapat dijadikan acuan
dalam manajemen pemeliharaan itik pedaging. Pemberian kunyit dalam pakan
diharapkan dapat meningkatkan proses pencernaan bahan pakan dan efisiensi usaha
itik pedaging.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Itik
Itik telah dikenal oleh masyarakat luas dengan nama bebek, sejarah itik − itik
yang terdapat di Indonesia berasal dari domestikasi itik liar keturunan dari Indian
Runner. Hal tersebut dapat dilihat pada ekor itik jantan yang memiliki beberapa
bulu yang mencuat ke atas “sex feather” seperti pada itik mallard (Sussanti dan
Prasetyo, 2005 dalam Subiharta et al., 2013). Itik sangat berkembang di Indonesia,
penyebaranya mulai dari Aceh sampai ujung bagian timur Indonesia, itik cukup di
kenal di kalangan masyarakat Indonesia, oleh karenya itik juga dikenal sebagai itik
rakyat atau itik lokal. Suharno (2003) menyatakan bahwa itik lokal terbagi atas
beberapa jenis yaitu itik Alabio di Kecamatan Alabio, Kabupaten Amuntai,
Kalimantan Selatan; itik Tegal di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah; itik Mojosari, di
Mojosari, Mojokerto Jawa Timur; dan itik Bali yang terdapat di seluruh pulau Bali
dan Lombok. Taksonomi itik dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Scanes et al.,
2004) :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Klas : Aves
Super ordo : Carinatae
Ordo : Anseriformes
Spesies : Anas platryhynchos (mallard dan domestik)
Itik di Indonesia mempunyai peluang usaha yang cukup tinggi dan itik juga
merupakan salah satu sumber pendapatan bagi peternak kecil. Namun demikian,
5
jika dilihat dari tingkat populasi, perkembangan ternak itik yang ada di Indonesia
relatif lebih lambat. Sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional yang
diterapkan oleh sebagian besar peternak diduga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi perkembangan ternak itik. Sistem pemeliharaan itik secara
tradisioal sangat erat kaitanya dengan areal persawahan yang kondisi persawahan
semakin intensif baik dari segi penanganan maupun dari segi penggunaan bahan
kimia (Setioko, 1997).
Sistem pemeliharaan itik gembala dapat dikelompokkan menjadi empat
yaitu fully mobile, semi mobile, home based dan opportunist. Fully mobile
merupakan sistem pemeliharaan itik yang berpindah – pindah mengikuti panen
padi, dan peternak tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Semi mobile
merupakan sistem pemeliharaan ini hampir mirip dengan sistem pemeliharaan fully
mobile hanya saja pada sistem pemeliharaan ini peternak itik memiliki rumah
sebagai tempat tinggal bersama keluarganya. Para peternak akan pulang kerumah
masing – masing ketika itik mengalami gugur bulu (molting) sampai itik mulai
bertelur kembali. Sistem pemeliharaan home based merupakan sistem pemeliharaan
yang hanya mengikuti panen yang berada disekitar tempat tinggalnya saja. Bila
tidak ada panen, maka peternak akan melepaskan itiknya dan membiarkannya
berkeliaran di saluran irigasi, kolam atau genangan air yang terdapat disekitar
sawah. Peternak juga memberikan pakan tambahan berupa jagung, menir dan
gaplek. Sistem pemeliharaan opportunist merupakan sistem pemeliharaan dimana
peternak akan membeli itik pada saat menjelang musim panen, dan akan
menjualnya apabila musim panen telah selesai (Petheram dan Thahar, 1983).
6
Selain pakan yang diberikan oleh peternak, itik mendapatkan pakan
tambahan dari sawah. Pada saat panen, pakan yang dikonsumsi itik berupa padi,
keong serangga, dedaunan serta bahan – bahan lain yang tidak dapat dikenal. Bahan
tersebut jumlahnya cukup bervariasi antara individual itik, waktu, tempat dan
kondisi sawah, kandungan nutrisinya juga berbeda − beda, tetapi rata − rata
kandungan proteinnya hanya 9,3 % di bawah standar kebutuhan untuk itik petelur
menurut NRC dan kalsium (Ca) 5,4% di atas kebutuhan kalsium itik pedaging
(Setioko, 1997).
Menurut Wulyono dan Daroini (2013) kunci sukses keberhasilan usaha
peternakan itik sangat ditunjang oleh kesediaan pakan itik per harinya. Teknis dan
pola pemberian pakan memegang peranan dalam pertumbuhan, perkembangan dan
produksinya. Pakan yang akan diberikan kepada itik sebaiknya pakan yang mudah
untuk dicerna dalam saluran pencernaan itik.
Sistem Pencernaan
Saluran pencernaan pada ungags dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Saluran Pencernaan Unggas (Sapoetra, 2013)
7
Pencernaan merupakan serangkaian proses yang terjadi di dalam saluran
pencernaan yaitu memecah ransum menjadi bagian – bagian atau partikel – partikel
yang lebih kecil, dari senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana
hingga larut dan dapat diabsorbsi oleh dinding saluran pencernaan hingga masuk
ke dalam peredaran darah atau getah bening yang selanjutnya diedarkan ke seluruh
bagian tubuh yang membutuhkan atau untuk disimpan didalam tubuh (Kamal, 1994
dalam Triyastuti 2005).
Sistem pencernaan merupakan suatu sistem yang terdiri dari saluran
pencernaan dan organ – organ pelengkap yang berperan dalam proses peromakan
makanan baik secara fisik maupun secara kimiawi menjadi senyawa yang siap
untuk diserap oleh saluran pencernaan (Abun dalam Hamzah, 2013). Srigandono,
(1997) dalam Triyastuti (2005) menyatakan bahwa alat-alat pencernaan pada itik,
mencakup : (a). Mulut yang terdiri atas paruh dan ruang paruh serta lidah. Ransum
yang masuk oleh pergerakan lidah didorong masuk ke dalam pharynx yang
kemudian ditelan. Ransum yang terapung − apung di air ditelan dengan bantuan
alat penyaringan yang berupa lamella pararel. (b). Pharynx, proses menelan pada
ternak itik tidak bersifat peristaltik karena itik tidak memiliki palat yang halus dan
muskulus konstriktor pada pharynxnya. (c). Esophagus, ransum masuk ke
esophagus semata-mata oleh adanya gravitasi (gaya berat) ransum dan karena
tekanan yang lebih rendah di dalam ruang esophagus oleh leher yang dijulurkan ke
atas. Demikian juga halnya dengan proses menelan air. (d). Crop, merupakan
pelebaran dari dinding esophagus. Pada itik dan unggas air pada umumnya, crop
tidak berkembang sempurna, tidak seperti pada ayam atau burung-burung pemakan
8
rumput. Crop semata-mata berfungsi sebagai penampung sementara bagi ransum.
(e). Perut, terdiri atas perut kelenjar (proventrikulus) dan perut muskular
(ventrikulus), sebagai alat penghancur ransum. (f). Usus Halus (intestine) terdiri
atas duodenum sepanjang antara 22 sampai 38 cm, jejenum sepanjang 105 cm dan
Ileum sepanjang 15 cm. (g). Kolon, terdapat dua seka yang masing-masing
panjangnya 10 sampai 20 cm. (h). Rectum. (i). Kloaka.
Pada usus terjadi aktifitas penyerapan zat – zat atau sari – sari makanan yang
dibutuhkan oleh tubuh (Doeschate et al, 1993). Usus halus merupakan tempat utama
berlangsungnya proses pencernaan serta absorbsi produk pencernaan. Berbagai
enzim yang masuk ke dalam saluran ini berfungsi mempercepat dan
mengefisiensikan pemecahan karbohidrat, protein dan lemak untuk mempermudah
proses absorbsi. Secara anatomis usus halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu
duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum bermula dari ujung distal gizzard, pada
bagian ini berbentuk kelokan yang biasa disebut duodenall loop. Pada bagian
kelokan tersebut merupakan tempat menempelnya pangkreas yang nantinya akan
mensekresikan pangcreatic juice yang mengandung enzim amilase, lipase dan
tripsin. Jejunum dan ileum merupakan bagian paling sulit untuk dibedakan pada
saluran pencernaan. Usus halus merupakan saluran yang berkelok – kelok dengan
banyak lipatan yang biasa disebut vili atau jonjot usus. Vili ini berfungsi
memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap proses penyerapan
makanan (Suprijatna, et al., 2008).
Proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan dapat dipengaruhi oleh
luas permukaan epithel usus, jumlah lipatan-lipatannya, dan banyaknya villi dan
9
mikrovilli yang memperluas bidang penyerapan (Austic dan Nesheim, 1990 dalam
Ibrahim 2008). Kondisi usus halus seperti villi pada usus halus menggambarkan
area untuk penyerapan nutrisi yang lebih luas (Awad et al., 2009 dalam Jamilah
dkk., 2014). Peningkatan tinggi villi dan lebar villi diasosiasikan dengan lebih
luasnya permukaan villi untuk penyerapan nutrisi masuk ke dalam aliran darah
(Miles et al., 2006 dalam Jamilah, dkk., 2014). Peningkatan tinggi villi pada usus
halus ayam pedaging berkaitan erat dengan peningkatan fungsi pencernaan dan
fungsi penyerapan karena meluasnya area absorpsi serta merupakan suatu ekspresi
lancarnya sistem transportasi nutrisi ke seluruh tubuh (Awad et al., 2008). Vili
merupakan tempat penyerapan zat zat gizi, semakin lebar vili semakin banyak zat
zat makanan yang akan diserap pada akhirnya dapat berdampak pada pertumbuhan
organ organ tubuh, karkas yang meningkat (Asmawati, 2013).
Sebagian besar pencernaan terjadi pada usus halus, pada usus halus terjadi
pemecahan zat-zat makanan menjadi zat yang lebih sederhana, dan hasil
pencernaan yang telah disederhanakan akan diedarkan ke dalam aliran darah
melalui gerakan peristaltik yang terjadi pada usus. Pada saluran pencernaan,
khususnya usus halus terdapat mikroorganisme patogen yang dapat mengganggu
proses pencernaan pada usus, mikroorganisme patogen yang sering menyebabkan
gangguan adalah Escherichia coli. Escherichia coli yang terdapat dalam saluran
pencernaan, dapat merusak mukosa saluran pencernaan secara potensial
(Wresdiyati, dkk., 2013).
Untuk mengatasi gangguan pencernaan yang disebabkan oleh adanya
gangguan oleh mikroorganisme patogen para peternak biasanya menggunakan
10
antibiotik untuk menekan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen. Antibiotik telah digunakan oleh banyak pihak di berbagai negara.
Antibiotik dengan dosis rendah diberikan ke dalam pakan dengan tujuan untuk
meningkatkan laju pertumbuhan. Antibiotik yang biasa digunakan sebagai pemacu
pertumbuhan yaitu bacitracin, penicilin, virginiamicyn, flavomicyn,
chlortertacilyn, oxytetracilyn, colistine sulfat, doxycilyn, dan erytromicyn
(Chowdhury, et al., 2009).
Namun seiring dengan berjalanya waktu, penggunaan antibiotik pada ternak
mulai dibatasi karena dapat menimbulkan penyakit dan bersifat racun pada manusia
dan dapat menyebabkan perkembangan mikroorganisme patogen yang resisten
terhadap antibiotik meningkat (Castanon, 2007). Pelarangan penggunaan antibiotik
sebagai pemacu pertumbuhan menghasilkan peningkatan infeksi penyakit pada
unggas (Casewell, et al., 2003). Pada saat ini, industri peternakan harus mencari
solusi untuk menggantikan peran antibiotik dan tidak memberikan efek negatif pada
ternak dan bagi manusia yang mengkonsumsinya.
Gambaran Umum Kunyit
Kunyit (Curcuma longa) termasuk salah satu tanaman rempah dan tanaman
obat. Kunyit berasal dari daratan Asia khususnya Asia Tenggara. Tanaman ini
kemudian menyebar ke daerah Indonesia, Malaysia (Hartati, 2013). Lal (2012)
mengklasifikasikan tanaman kunyit sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
11
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma longa L.
Gambar tanaman dan rimpang kunyit dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2. Kunyit (Curcuma longa) (Anonim, 2008)
Tanaman kunyit berupa semak dengan tinggi ±70 cm. Batang semu, tegak,
bulat, dan membentuk rimpang. Berwarna hijau kekuningan, daun tunggal dan
berbentuk lanset memanjang. Helai daun tiga sampai delapan. Ujung dan pangkal
daun runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12 cm. Pertulangan daun
menyirip. Daun berwarna hijau pucat. Bunga majemuk, berambut dan bersisik.
Panjang tangkai 16-40 cm. Panjang mahkota ±3 cm, lebar ±1cm, berwarna kuning.
Kelopak silindris, tipis dan berwarna ungu. Pangkal daun pelindung berwarna putih.
Akar berupa akar serabut dan berwarna coklat muda (Anonim, 2008). Kunyit juga
sering dijadikan sebagai bahan baku obat dan tak jarang juga digunakan sebagai
12
rempah atau bumbu dapur dan sebagai salah satu zat pewarna alami (Rahardjo dan
Rostiana, 2005).
Rimpang kunyit mengandung berbagai zat aktif diantaranya minyak atsiri
yang terdiri atas monoterpen dan seskuiterpen dan kurkuminoid, protein, fosfor,
kalium, besi dan vitamin C (Himma, 2010). Senyawa utama yang terkandung dalam
rimpang kunyit adalah kurkuminioid dan minyak atsiri. Kandungan kurkuminoid
berkisar antar 3-5% yang terdiri dari kurkumin dan turunannya yaitu
demetoksikurmin dan bisdemetoksikurkumin. Kandungan minyak atsiri berkisar
antara 2,5-6% yang terdiri dari komponen artumeron, alfa dan betatumeron,
tumerol, alfa atlanton, beta kariofilen, dan linalol. Selain kurkuminoid dan minyak
atsiri rimpang kunyit mengandung senyawa lain seperti pati, lemak, protein,
kamfer, resin, damar, gom, kalsium fosfor, dan zat besi (Hartati, 2013). Minyak
atsiri pada kunyit dapat memberi efek anti mikroba dan kurkumin sebagai anti
inflamasi dan meningkatkan kerja organ pencernaan. Aktivitas biologis kunyit
berspektrum luas diantaranya adalah sebagai antioksidan, antibakteri dan
hipokolesteremik, mempunyai sifat kolagogum (peluruh empedu), sehingga dapat
meningkatkan penyerapan vitamin A, D, E dan K (Agustina, 2013). Ekstrak etanol
rimpang kunyit memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis,
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Salmonella typhosa (Himawan, et
al.,2012).
Rusli (2009) menyatakan bahwa rimpang kunyit mengandung senyawa anti
bakteri turunan fenol, senyawa tersebut dapat masuk ke dalam sitoplasma bakteri
dan merusak sistem kerja sel bakteri sehingga mengakibatkan lisisnya sel, serta
13
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kunyit memiliki aktivitas antioksidan
yang cukup tinggi, kurkumin merupakan komponen utama pada kunyit yang
menyebabkan tingginya aktifitas antioksidan tersebut (Chattophadyay, et al., 2004).
Menurut Lal (2012) kunyit memiliki banyak unsur pokok yang memperlihatkan
berbagai macam aktivitas biologis. Kunyit mengandung paling tidak 20 molekul
antibiotik, 14 cancer preventives, 12 anti-tumor, 12 anti-inflamasi, dan setidaknya
10 antioksidan yang berbeda.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui manfaat kunyit untuk
meningkatkan performa ternak unggas. Sultan et al. (2003) melaporkan pemberian
kunyit pada level 0,5% dalam pakan ayam broiler dapat meningkatkan bobot badan,
menurunkan konsumsi pakan, yang menghasilkan feed convertion ratio yang lebih
baik. Suplementasi kunyit pada pakan 0,5% secara signifikan dapat meningkatkan
kualitas karkas, mengurangi persentasi lemak, dan meningkatkan bobot daging
dada, paha, dan jeroan. Peningkatan bobot badan dan kualitas karkas pada
penelitian tersebut dihubungkan pada aktifitas antioksidan pada kunyit melalui
stimulasi sintetis protein pada usus oleh aktifitas enzimatis.
14
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2016.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, sebagai tempat pemeliharaan itik dan
Laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner, Maros sebagai tempat pembuatan
preparat usus.
Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik lokal yang berumur
satu hari Day Old Duck (DOD), sebanyak 64 ekor dengan jenis kelamin campuran
yang diperoleh dari penetasan rakyat di Kabupaten Sidenreng Rappang. Bahan lain
yang digunakan adalah rimpang kunyit, pakan butiran, jagung, dedak, bungkil
kelapa, Meat and Bone Meal (MBM), kedelai, grit, premix, air minum, dan vaksin.
Bahan-bahan pendukung antara lain: alkohol 70 %, formalin, parafin dan akuades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang open house
berdinding bambu. Peralatan lain yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu
mikrotom, wadah penyimpanan, mikroskop dan timbangan analitik, tempat minum,
tempat pakan, timbangan pakan dan kamera Optilab.
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dengan 4 ulangan (setiap ulangan terdiri
atas 4 ekor itik sebagai sub-ulangan). Perlakuan yang akan diterapkan adalah 4 level
pemberian tepung kunyit pada pakan:
15
K0 : Pakan basal + 0 % tepung kunyit (kontrol)
K1 : Pakan basal + 0,5 % tepung kunyit (5 g/1 kg)
K2 : Pakan basal + 1 % tepung kunyit (10 g/1 kg)
K3 : Pakan basal + 2 % tepung kunyit (20 g/1 kg)
Prosedur Penelitian
a. Persiapan Kandang
Kandang itik yang digunakan sebanyak 16 petak yang terbuat dari bilah
bambu, dengan ukuran panjang 120 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 80 cm. Tiap petak
dilengkapi dengan lampu pijar 40 watt yang berfungsi sebagai pemanas dan litter
yang berasal dari serbuk gergaji. Setiap petak dilengkapi dengan tempat pakan dan
air minum gantung. Persiapan lain yang diperlukan yaitu melakukan fumigasi
kandang dengan menggunakan campuran formalin dan air dengan dosis 1: 10.
b. Pembuatan Tepung Kunyit
Kunyit yang digunakan diperoleh dari pasar tradisional yang terdapat di
Makassar. Proses pembuatan tepung kunyit di mulai dengan pencucian rimpang
kunyit dengan tujuan untuk menghilangkan tanah yang masih menempel pada
rimpang kunyit. Setelah rimpang kunyit ditiriskan, rimpang kunyit diiris tipis lalu
disebar kedalam oven tray (kotak berisi talang). Sumber panas yang digunakan
dalam proses pembuatan tepung kunyit adalah 3 buah lampu pijar 40 watt yang
digantung di atasnya dengan jarak 40 cm, dan dilengkapi dengan kipas yang
berfungsi untuk menyebarkan panas. Suhu oven tray berkisar antara 55-60oC.
Proses ini berlangsung selama 20-24 jam. Setelah proses pengeringan selesai, irisan
kunyit digiling dalam bentuk tepung.
16
c. Penyusunan pakan basal
Bahan penyusun pakan yang diberikan terdiri atas jagung kuning, pollard,
dedak, bungkil kedelai, grit, lysin, Meat Bone Meal (MBM) dan metionin. Susunan
komposisi dan kandungan nutrisi pakan basal penelitian disusun berdasarkan
rekomendasi SNI (2008) terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Pakan Penelitian
Jenis Pakan Komposisi (%)
Jagung kuning 40,00
Pollard 10,00
Bungkil kedelai 15,00
MBM 9,00
Dedak 25,00
Grit 0,40
Lysin 0,30
Methionin 0,30
Total 100,00
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian
Kandungan Nutrisi Komposisi (%)
Air 12,21
Protein Kasar 19,57
Lemak Kasar 11,90
Serat Kasar 7,42
Abu 8,06
BETN 53,05
*Berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Kimia Pakan, Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan itik dimulai pada hari 1-70 dan ditempatkan pada kandang
percobaan dan diacak. Pada setiap unitnya diisi 4 ekor itik dan perlakuan pemberian
pakan dimulai pada hari ke 1-70. Lama pencahayaan penelitian masing-masing 24
jam, yang berasal dari lampu neon yang digantung pada kandang setinggi 2 meter.
Itik ditempatkan pada kandang percobaan dan pengacakan dilakukan pada setiap
unit penelitian untuk mengisi masing-masing satu petak kandang, setiap petak diisi
17
4 ekor itik. Perlakuan pemberian tepung kunyit dilakukan melalui pakan yang
dimulai pada hari ke-1 hingga akhir pemeliharaan (hari ke-70) sesuai dengan level
penambahan tepung kunyit. Pada 15 hari pertama, setiap petak percobaan dipasangi
lampu pijar dengan ketinggian 30 cm di atas permukaan litter yang befungsi sebagai
pemanas pengganti indukan. Sumber cahaya berasal dari lampu neon yang
ditempatkan pada bagian atas kandang setinggi 2 m dengan lama pencahayaan 24
jam. Pada malam hari, sisi kandang dipasangi dengan tirai untuk menghindarkan
itik dari kondisi dingin dan angin.
Pemberian pakan diberikan dua kali sehari (pagi dan sore) yang diberi sesuai
dengan kebutuhan hariannya dengan menimbang jumlah pemberian sesuai dengan
Tabel 3. Air minum diberikan secara tidak terbatas dua kali sehari (ad libitum). Air
minum yang diberikan merupakan air sumur yang bersih. Selain itu, selama
pemeliharaan suhu dan kelembaban minimum dan maksimum lingkungan dicatat
setiap harinya.
Tabel 3. Jumlah Pemberian Pakan Berdasarkan Umur Pemeliharaan.
Umur (hari) Jumlah pakan yang diberi (g/ekor/hari)
1 – 7 15
8 – 14 41
15 – 21 53
22 – 28 79
29 – 35 108
36 – 42 108
43 – 49 125
50 – 56 125
57 – 63 143
64 – 70 150
18
e. Pengambilan sampel usus
Pengambilan 16 ekor sampel dilakukan pada akhir pemeliharaan (70 hari)
yang berasal dari masing-masing unit perlakuan (4 perlakuan x 4 ulangan). Sampel
yang diambil adalah usus halus yang terdiri atas duodenum, jejunum, ileum.
Selanjutnya usus halus ditimbang dan diukur panjangnya. Pengukuran panjang usus
halus diukur mulai dari pangkal gizzard hingga pertemuan saluran empedu
(duodenum) lalu pertemuan saluran empedu hingga meckels divertikulum (jejenum)
dan dari meckels divertikulum hingga percabangan caeca (illeum). Panjang usus
halus diukur menggunakan pita ukur. Selanjutnya setiap bagian usus halus dipotong
± 1 cm untuk pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosyin
(HE). Potongan dari setiap bagian usus halus dimasukkan dalam wadah yang telah
berisi formalin 10% dan telah diberi label.
Pembuatan preparat histologi dengan pembuatan preparat Hematoxylin
Eosin (HE) dengan penginterprestasian data yang dilakukan, bekerjasama dengan
Balai Besar Veteriner (BB-Vet) Maros. Pembuatan preparat pada organ usus halus
dilakukan dengan metode (Taryu, 2005) sebagai berikut :
1. Fiksasi
Sampel difiksasi ke dalam plastik yang telah berisi 10% Buffer Neutral Formalin
(BNF) untuk pewarnaan umum.
2. Dehidrasi
Sampel didehidrasi (proses penarikan air dari jaringan) dalam alkohol
bertingkat yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, dan alkohol absolut II
19
masing-masing selama dua jam, setelah itu sampel dibersihkan dengan xylol I dan
xylol II selama masing-masing dua jam.
3. Perendaman (Embedding) dan Pencetakan (Block)
Embedding merupakan proses penanaman sampel dalam parafin. Proses ini
dilakukan dekat dengan sumber panas agar parafin cair tidak membeku sebelum
dilakukan pencetakan. Sampel dimasukkan ke dalam cetakan yang berisi parafin
cair kurang lebih setengah dari dinding cetakan, setelah agak beku ditambahkan
parafin lagi pada cetakan hingga penuh. Sampel diberi label, diatur letaknya dan
didinginkan dalam referigerator hingga parafin benar-benar membeku.
4. Pemotongan (Sectioning)
Setelah parafin beku dilakukan pemotongan setebal empat µm dengan
menggunakan mikrotom. Kemudian dilakukan penempelan sediaan pada gelas
objek (mounting) yang dilakukan di atas permukaan air pada suhu 45°C.
5. Teknik Pewarnaan Hematoksilin Eosin
Sampel diwarnai dengan menggunakan Hematoksilin Eosin (HE).
6. Pengukuran tinggi dan lebar vili
Preparat histologi usus diukur dengan menggunakan mikroskop, kamera
optilab dan programnya dan langsung dihubungkan ke laptop. Pengukuran tinggi
dan lebar vili dilakukan dengan cara mengukur jarak tertinggi dan terlebar dari vili.
Parameter yang diukur
Uji Morfometri:
− Panjang usus halus (cm) diukur mulai dari pangkal gizzard hingga pertemuan
saluran empedu (duodenum) lalu pertemuan saluran empedu hingga meckels
20
divertikulum (jejenum) dan dari meckels divertikulum hingga percabangan
caeca (illeum). Panjang usus halus diukur menggunakan pita ukur.
− Persentase bobot usus halus (%)
Persentase bobot usus halus dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut :
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑢𝑠𝑢𝑠 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 =bobot usus halus
bobot hidup× 100%
Histologi Usus:
a) Tinggi vili : diukur jarak tertinggi vili.
b) Lebar vili : diukur jarak terlebar vili
Keterangan: (A) tinggi vili diukur dari daerah apikal hingga daerah basal vili, (B) lebar vili diukur
dari jarak terlebar vili Gambar 3. Pengukuran Tinggi dan Lebar Vili
Analisis Data
Data tinggi dan lebar vili yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis
deskriptif yaitu penyajian dalam bentuk gambar, sedangkan data panjang dan bobot
usus halus diolah dengan sidik ragam sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) 4 perlakuan dan 4 ulangan (Gasperz, 1991) dengan model matematika
sebagai berikut:
A B
21
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan dari parameter pada penggunaan tepung kunyit ke-i
dengan ulangan ke-j
μ = Rata-rata pengamatan
τi = Pengaruh perlakuan tepung kunyit ke-i terhadap parameter yang diukur
єj = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Apabila perlakuan nyata terhadap parameter yang diukur maka dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz, 1991).
Yij = μ + τi + єj
i = 1, 2, 3, 4
j = 1, 2, 3, 4
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Panjang dan Bobot Usus Halus
Usus halus merupakan tempat utama berlangsungnya proses pencernaan
serta absorbsi produk pencernaan, berbagai reaksi enzimatis terjadi di dalam usus
halus yang berfungsi untuk mempercepat dan mengefisiensikan pemecahan
karbohidrat, protein, dan lemak utuk mempermudah proses absorbsi. Jika konsumsi
pakan meningkat maka panjang dan luas permukaan usus akan meningkat karena
kinerja usus akan mengalami peningkatan pada proses absorbsi nutrisi pada pakan.
Pengaruh kunyit terhadap persentase panjang dan bobot usus halus dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Panjang dan Bobot Usus Halus Itik yang Diberi Tepung Kunyit dalam
Pakan
Perlakuan Panjang Usus Halus (cm) Bobot Usus Halus (%)
K0 153,50 ± 25,51 2,95 ± 0,26
K1 160,75 ± 11,99 3,16 ± 0,45
K2 161,75 ± 5,73 3,37 ± 0,52
K3 163,75 ± 6,75 3,20 ± 0,51 Keterangan : K0 (pakan basal+0% tepung kunyit), K1 (pakan basal+0,5% tepung kunyit), K2 (pakan
basal+1% tepung kunyit), K3 (pakan basal+2% tepung kunyit)
Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa penambahan tepung kunyit
dalam pakan itik tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang usus
halus. Hal tersebut disebabkan karena umur itik kontrol dan itik perlakuan sama
yaitu 70 hari, hal ini sesuai dengan pendapat Jull (1972) yang dikutip dari penelitian
Brahmasto (2011) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan saluran pencernaan
tertinggi pada unggas terjadi pada saat menetas hingga umur 6 minggu dan setelah
itu pertumbuhannya berangsur–angsur menurun dan bahkan pada suatu saat akan
23
terhenti. Meskipun tidak berpengaruh nyata, terdapat kecenderungan semakin
tinggi pemberian level tepung kunyit maka usus itik akan semakin memanjang.
Persentase bobot usus halus yang terdapat pada Tabel 3 menunjukan bahwa
K0 (kontrol) 2,95 ± 0,26 dengan persentase bobot usus halus itik perlakuan tidak
berbeda nyata yaitu 3,16 ± 0,45, 3,37 ± 0,52, 3,20 ± 0,51. Hal tersebut disebabkan
karena daya cerna nutrisi pakan yang relatif sama, jika konsumsi pakan meningkat,
maka permukaan dari usus akan mengalami perluasan karena kinerja usus akan
meningkat pada proses absorbsi nutrisi pada pakan. Vili yang terdapat di dalam usus
memiliki peran penting dalam proses penyerapan nutrisi makanan (Cahyono dkk.,
2012).
Perfoma vili usus dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis zat pakan,
zat kimia pakan dan zat feed additive. Retnoadiati (2001) menyatakan bahwa rasum
yang memerlukan penyerapan secara intensif, maka usus akan memperluas
permukaanya dengan cara mempertebal dinding usus atau memperpanjang usus
sehingga banyak nutrisi yang akan diserap oleh usus. Hermana dan Aliyani (2003)
berpendapat bahwa pakan yang memiliki serat kasar tinggi menyebabkan protein
sulit terdegradasi, sehingga panjang usus halus akan lebih panjang dibandingkan
dengan pada saat mengonsumsi pakan dengan serat kasar rendah.
24
Rata – Rata Tinggi dan Lebar Vili Usus Halus Itik
a. Tinggi Vili
Vili merupakan tonjolan kecil mirip jari atau daun pada membran mukosa,
panjangnya 0,5 sampai 1,5 mm dan hanya terdapat pada usus halus. Vili usus
memiliki peranan yang penting pada proses penyerapan nutrisi makanan di dalam
usus. Luas permukaan usus halus seperti tinggi villi menggambarkan area untuk
penyerapan zat-zat nutrisi, salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur
kualitas pertumbuhan adalah struktur morfologi usus (Wang et al., 2008).
Gambaran tinggi vili usus itik yang diberi tambahan tepung kunyit dalam
pakan dapat dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 4. Vili Usus Itik Bagian Duodenum yang diberi Tambahan Tepung Kunyit
dalam Pakan.
Gambar 5. Vili Usus Itik Bagian Jejunum yang diberi Tambahan Tepung Kunyit
dalam Pakan.
25
Gambar 6. Vili Usus Itik Bagian Ileum yang diberi Tambahan Tepung Kunyit
dalam Pakan.
Pengaruh penambahan tepung kunyit dalam pakan terhadap tinggi vili usus
halus itik dapat dilihat pada Gambar 7 berikut :
Keterangan : K0 (pakan basal+0% tepung kunyit), K1 (pakan basal+0,5% tepung kunyit), K2 (pakan
basal+1% tepung kunyit), K3 (pakan basal+2% tepung kunyit)
Gambar 7. Grafik Rata – rata Tinggi Vili Usus Itik yang Diberi Tepung Kunyit dalam Pakan
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa ukuran tinggi vili tidak menunjukkan
adanya perbedaan. Rata–rata tinggi vili itik perlakuan lebih tinggi dibandingkan
dengan itik yang tidak diberi tambahan kunyit dalam pakan. Ukuran tinggi vili
tertinggi pada duodenum dan ileum terdapat pada itik yang diberi perlakuan dengan
penambahan 1% tepung kunyit yaitu 812,76 µm dan 822,87 µm. pada bagian
588.89631.47
812.76
562.29534.16
707.80 682.74
787.80
453.98
611.84
822.87
533.35
0
200
400
600
800
1000
K0 K1 K2 K3
Tin
ggi V
illi (
µm
)
Perlakuan
Duodenum Jejunum Ileum
26
ukuran vili tertinggi jejunum yaitu pada penambahan 2% dengan tinggi vili 787,80
µm.
Meskipun rata- rata tinggi vili usus itik tidak jauh berbeda, terdapat
kecenderungan peningkatan persentase ukuran tinggi vili pada duodenum dan ileum
pada level penambahan tepung kunyit 0,5% dan 1% setelah itu menurun pada level
2%. Hal tersebut disebabkan oleh adanya aktivitas kurkumin yang terdapat di
dalam kunyit dapat meningkatkan kinerja organ pencernaan. Purwanti (2008)
menyatakan bahwa Kurkumin yang terkandung di dalam kunyit memiliki khasiat
yang dapat mempengaruhi nafsu makan karena dapat mempercepat pengosongan
isi lambung sehingga nafsu makan meningkat dan memperlancar pengeluaran
empedu sehingga meningkatkan aktivitas saluran pencernaan. Peningkatan tinggi
vili pada usus halus ayam pedaging berkaitan erat dengan fungsi pencernaan dan
penyerapan kerena meluasnya area absorbsi serta merupakan suatu ekspresi
lancarnya transportasi nutrisi ke seluruh tubuh (Awad et al., 2008).
b. Lebar Vili
Gambaran lebar vili usus itik yang diberi tambahan kunyit dalam pakan
dapat dilihat pada Gambar berikut:
Gambar 8. Lebar Vili Usus Itik Bagian Duodenum yang diberi Tambahan Tepung
Kunyit dalam Pakan
27
117.01
64.56
104.43117.47
172.92
127.54112.39 112.29
101.14
122.77
165.76
139.72
0
50
100
150
200
K0 K1 K2 K3
Leb
ar V
illi
(µm
)
Perlakuan
Duodenum Jejunum Ileum
Gambar 9. Lebar Vili Usus Itik Bagian Jejunum yang diberi Tambahan Tepung
Kunyit dalam Pakan
Gambar 10. Lebar Vili Usus Itik Bagian Ileum yang diberi Tambahan Tepung
Kunyit dalam Pakan
Rata – rata lebar vili usus itik yang di beri tepung kunyit dalam pakan
sebanyak 0,5%, 1% dan 2% dapat dilihat pada Gambar 11 berikut :
Keterangan : K0 (pakan basal+0% tepung kunyit), K1 (pakan basal+0,5% tepung kunyit), K2 (pakan
basal+1% tepung kunyit), K3 (pakan basal+2% tepung kunyit)
Gambar 11. Grafik Rata – rata Lebar Vili Usus Itik yang Diberi Kunyit dalam
Pakan
28
Gambar 11 menunjukkan bahwa pemberian tepung kunyit tidak
memberikan perbedaan lebar vili antara usus itik tanpa pemberian tepung kunyit
(kontrol) dan itik yang diberi perlakuan. Pada bagian jejunum, vili usus itik tanpa
pemberian tepung kuyit lebih lebar yaitu 117,0 µm dibandingkan dengan usus itik
dengan level pemberian tepung kunyit 0,5% dan 1% yaitu 64,56 µm dan 104,43
µm. Pada bagian jejunum, lebar vili usus semakin menurun seiring dengan semakin
meningkatnya level pemberian tepung kunyit. Hal tersebut kemungkinanan
disebabkan oleh aktivitas zat anti nutrisi yang terkandung didalam kunyit, zat anti
nutrisi yang terkandung didalam kunyit adalah tannin. Mekanisme kerja dari zat
anti-nutrisi ini berbeda-beda tergantung pada jenis senyawa dan asal tanaman yang
menghasilkan senyawa tersebut, misalnya inaktivasi beberapa jenis nutrisi,
menghambat proses cerna, atau penggunaan nutrisi tertentu dalam metabolisme
(Kumar, 1992).
Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin tinggi level pemberian tepung
kunyit lebar vili usus itik bagian ileum cenderung mengalami peningkatan. Hal
tersebut mmungkin disebabkan oleh aktivitas dari kurkumin dan minyak atsiri yang
terdapat di dalam tepung kunyit mampu menghambat bakteri patogen yang dapat
mengganggu saluran pencernaan. Hal ini didukung oleh pendapat Said (2003) yang
menyatakan bahwa minyak atsiri pada kunyit terbukti bersifat membunuh bakteri
(bakterisidal), minyak atsiri juga mampu menghambat pertumbuhan sel vegetatif
Bacillus dengan menghambat sporanya. Minyak atsiri yang terkandung di dalam
tanaman kunyit mengandung senyawa fenol yang mampu mendenaturasi protein
dan menyebabkan kematian bakteri.
29
Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung
gugus fungsi hidroksil (OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel
bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah
terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami
peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta
denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel
membrane mengalami lisis (Parawata dan Dewi, 2008).
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa penambahan tepung kunyit seanyak 0,5%, 1%, dan 2% ke dalam pakan itik
tidak memberikan perbedaan terhadap histologi usus (tinggi dan lebar vili) dan
penambahan tepung kunyit juga tidak memberikan pengaruh terhadap morfometri
(panjang dan bobot) usus itik.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap level pemberian tepung
kunyit yang lebih tinggi.
31
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L. 2013. Penggunaan ramuan herbal sebagai feed additive untuk
meningkatkan performans broiler. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi
dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya Saing. JITV.
Al-Sultan, S.I. 2003. The effect of Curcuma longa (turmeric) on overall
performance of broiler chickens. Int. J. Poult. Sci., 2: 351-353.
Anonim. 2008. Curcuma domestica Val. Direktorat Obat Asli. Indonesia.
Asmawati. 2013. The effect of in ovo feeding on hatching weight and small
intestinal tissue development of native chicken. (Disertasi) Fakultas
Peternakan Unniversitas Hasanuddin. Makassar.
Awad, W. A., K. Ghareeb, S. Nitclu S. Pasteiner, S. A. Raheem, and J. Bohm. 2008.
Efect of dietary inclusion of probiotic, prebiotic and symbiotic on
intestinal glucose absorb'tion of broiler chickens. Lrt. J. Poult. Sci. 7: 688-
691.
Casewell, M., C. Friis, E. Marco, P. Mc Mullin, and I. Phillips. 2003. The European
ban on growth-promoting antibiotics and emerging consequences for human
and animal health. J. Antimic. Chemother., 52: 159–161.
Castanon, J. I. R. 2007. Review: History of the use of antibiotic as growth promoters
in European poultry feeds. Poult. Sci., 86: 2466–2471.
Chattopadhyay, I., K. Biswas, U. Bandyopadhyay and R. K. Banerjee. 2004.
Turmeric and curcumin: Biological actions and medical applications
(review). Curr. Sci., 87(1):44-53.
Chowdhury, R., K. M. S. Islam, M. J. Khan, M. R. Karim, M. N. Haque, M. Khatun
and G.M. Pesti. 2009. Effect of citric acid, avilamycin, and their combination
on the performance, tibia ash, and immune status of broilers. Poult. Sci., 88:
1616-1622.
Ditjennak. 2015. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jendral
Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI. Jakarta.
Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico. Bandung.
Hamzah. 2013. Respon usus dan karakteristik karkas pada ayam ras pedaging
dengan berat badan awal berbeda yang dipuasakan setelah menetas. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Hartati, S Y. 2013. Khasiat kunyit sebagai obat tradisional dan manfaat Lainnya.
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Indsutri, 19(2):5-9.
32
Himma, A. 2010. Pengaruh ekstrak rimpang kunyit kuning (Curcuma domestica
Val.) dengan pelarut etanol terhadap pertumbuhan Bacillus subtilis, Escheria
coli, Salmonella typhi dan Shigella dysentriae. Skripsi. FKIP. Unversitas
Jember. Jember.
Ibrahim, S. 2008. Hubungan ukuran-ukuran usus halus dengan berat badan
broiler.Agripet : Vol (8) No. 2: 42-46.
Infante, K., R. Chowdhury, R. Nimmanapalli, G. Reddy. 2014. Antimicrobial
activity of curcumine against food-borne pathogens. VRI Bio. Med. Chem.,
2:12–19.
Jamilah, N. Suthama L, D. Mahfuds. 2014. Pengaruh penambahan jeruk nipis
sebagai acifier pada pakan step down terhadap kondisi usus ayam
pedaging. J.Animal Agriculture: Vol (2) No. 1:309-318
Korver, D. R. 2006. Overview of the immune dynamics of the digestive system. J.
Appl. Poult. Research,15: 123-135.
Lal, J. 2012. Turmeric, curcumin and our Life: a review. Bull. Environ. Pharmacol.
Life Sci., 1(7): 11 – 17.
Pratikno, H. 2010. Pengaruh ekstrak kunyit (Curcuma domestica val) terhadap
bobot badan ayam broiler (Gallus sp). Buletin Anatomi dan Fisiologi, 18(2):
39-46.
Purwanti. 2008. Kajian efektifitas pemberian kunyit, bawang putih dan mineral zink
terhadap performa, kadar lemak, kolesterol dan status kesehatan broiler.
Thesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo, M. dan O. Rostiana. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler NO 11.
Scanes, C.G., G. Brat dan M. E. Ensminger, 2004. Poultry Science. 4th Edition
Prentince Hall: New Jersey.
Setioko, A.R. 1997. Prospek dan kendala peternakan itik gembala di Indonesia.
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. P: 254 – 261.
Srigandono, B., 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Suharno, B. 2003. Beternak Itik Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
Triyastuti, A., 2005. Pengaruh penambahan enzym dalam ransum terhadap
performan itik lokal jantan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
33
Taryu. 2005. Pemberian benalu teh (Scurrula oortiana) pada ayam petelur:
Gambaran histopatologi organ hati dan ginjal. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wresdiyati, U., S. R. Laila, R. Setio, I. A. Arief dan M. Astawan. 2013. Probiotik
indigenus meningkatkan profil kesehatan usus halus tikus yang diinfeksi
enteropathogenic E. coli. Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi.
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wulyono., T. dan A. Daroini. 2013. Strategi pengembangan itik dalam rangka
peningkatan pendapatan peternak di Kabupaten Kediri. Jurnal Manajemen
Agribisnis, Vol 13, No. 2, Juli 2013.
34
Lampiran 1. Persentase bobot usus itik yang di beri tepung kunyit
Descriptive Statistics
Dependent Variable:BeratUsus
Perlaku
an Mean Std. Deviation N
K0 2.95000 .257941 4
K1 3.16250 .446346 4
K2 3.36500 .521057 4
K3 3.20250 .508290 4
Total 3.17000 .427161 16
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:BeratUsus
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .350a 3 .117 .587 .635
Intercept 160.782 1 160.782 808.341 .000
Perlakuan .350 3 .117 .587 .635
Error 2.387 12 .199
Total 163.519 16
Corrected Total 2.737 15
a. R Squared = .128 (Adjusted R Squared = -.090)
35
Lampiran 2. Panjang usus halus itik yang diberi tepung kunyit dalam pakan
Descriptive Statistics
Dependent Variable:BeratUsus
Perlakuan Mean Std. Deviation N
K0 153.50000 25.514702 4
K1 160.75000 11.982626 4
K2 161.75000 5.737305 4
K3 163.75000 6.751543 4
Total 159.93750 13.805645 16
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:BeratUsus
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 239.688a 3 79.896 .366 .779
Intercept 409280.062 1 409280.062 1875.102 .000
Perlakuan 239.687 3 79.896 .366 .779
Error 2619.250 12 218.271
Total 412139.000 16
Corrected Total 2858.938 15
a. R Squared = .084 (Adjusted R Squared = -.145)
36
Lampiran 3. Data konsumsi pakan selama penelitian (umur 1-70 hari)
Perlakuan Konsumsi Pakan (g/ekor)
K0 5842,13±400,39
K1 5728,29±299,58
K2 6168,93±205,08
K3 6159,17±272,38
Keterangan : K0 (pakan basal), K1 (pakan basal+0,5% tepung kunyit), K2 (pakan basal+1% tepung
kunyit), K3 (pakan basal+2% tepung kunyit)
37
Lampiran 4. Dokumentasi Pemeliharaan