Upload
others
View
24
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Monitoring Kesehatan Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
COREMAP-CTIPusat Penelitian Oseanografi
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Disusun oleh : Andi Zulfikar Arief Pratomo Chandra Joei Koenawan Dedy Kurniawan Fadhliyah Idris Febrianti Lestari Henky Irawan Ita Karlina Jumsurizal Risandi Dwirama Putra Susiana T. Said Raza’i Winny Retna Melani Yales Veva Jaya Editor : Susetiono Andi Zulfikar Chandra Joei Koenawan Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015 © 2015 UMRAH – CRITC COREMAP CTI – LIPI Coral Reef Information and Training Center Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (CRITC – P2O LIPI) Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) CRITIC – P2O LIPI Gedung LIPI, Jln. Raden Saleh 43, Jakarta 10330 Telepon : 021 3143080 Faximili : 021 3143082 Website : www.coremap.co.id
Kampus UMRAHJl. Politeknik Senggarang Tanjungpinang 29115, Telp. 0771-7004642Fax. 0771-7038999, POBOX155, Website : http://www.umrah.ac.id
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
i
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia berupa
sumberdaya pesisir dan laut Indonesia yang sangat besar dan memiliki keanekaragaman
hayatinya yang dapat dimanfaatkan baik untuk kemakmuran rakyat maupun untuk obyek
penelitian ilmiah.
Program Coral Reef Rehabilitation and Management Program - Coral Triangle Initiantive
(COREMAP-CTI) bertujuan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan
secara lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia. Pelaksanaan kegiatan ini
berlangsung dari bulan Agustus - November 2015, yang mengambil lokasi di Perairan Kabupaten
Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, dimana kegiatan dipusatkan perkembangan kondisi karang di
lokasi-lokasi dalam wilayah Kawasan Konservasi Periran Daerah (KKPD), dan juga untuk
mengetahui kondisi ekosistem terkait lainnya. Data yang didapat disusun dalam bentuk laporan
ilmiah nantinya dapat dipublikasikan bagi seluruh pengguna dan pemanfaatan sumberdaya
pesisir dan lautan dalam menentukan arah kebijakan dalam pengelolaan ekosistem pesisir.
Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi (P2O LIPI)
memberi kepercayaan kepada kami Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim
Raja Ali Haji (UMRAH) untuk turut berperan serta dalam kegiatan ini, sehingga laporan ini dapat
tersusun tepat pada waktunya dan dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Tanjungpinang, Desember 2015
Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc
NIP. 196111011987031002
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
ii
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
iii
ABSTRAK
Ekosistem terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem terpenting dari ekologi
perairan pesisir dan laut yang juga memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat pesisir dan nelayan terutama bagi keberlanjutan usaha perikanan. Berbagai aktivitas manusia di perairan sangat berpengaruh serta mengancam keberadaan dan kelestarian ekosistem terumbu karang itu sendiri, diantaranya kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan seperti penambangan terumbu karang untuk bahan bangunan dan aktivitas pelayaran serta labuh jangkar kapal. Faktor manusia lainnya yang berpengaruh adalah buangan limbah rumah industri dan rumah tangga serta aktivitas perkebunan. Selain faktor manusia terdapat juga faktor alam yang dapat mempercepat degradasi terumbu karang seperti gelombang dan arus serta hewan predator terumbu karang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini dan perubahan yang terjadi pada tahun kedua (monitoring) pada ekosistem terumbu karang (coral reef) beserta ekosistem lamun (seagrass) dan mangrove di lokasi KKPD (Kawasan Konservasi Perairan Daerah) Kabupaten
Natuna. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu UPT (Underwater Photo Transect)
dengan analisis foto menggunakan perangkat lunak CPCe versi 4.1. (Coral Point Count with Excel extension) untuk penilaian kondisi terumbu karang, UVC (Underwater Visual Census) untuk mengetahui kelimpahan ikan karang, reef check benthos untuk mengetahui megabentos, transek kuadrat untuk menilai kondisi lamun dan mangrove serta analisis foto hemisphere untuk melihat tutupan mangrove.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui kesehatan terumbu karang berada dalam kondisi kurang baik sampai cukup baik, namun secara total keseluruhan kondisi tutupan karang berada dalam kondisi kurang baik. Terjadi penurunan tingkat tutupan karang hidup dan peningkatan tutupan pecahan karang. Keanekaragaman dan kelimpahan ikan Herbivorous lebih tinggi dari pada ikan Corallivorous dan Carnivorous. Megabentos dominan yang ditemukan berturut-turut adalah bulu babi, kima, Linckia laevigata, siput drupella, lola, teripang dan Acanthaster plancii.
Status kesehatan mangrove berdasarkan persentase tutupan dan kerapatan dapat digolongkan dalam kriteria baik dengan kategori padat dan sedang. Pengamatan keseluruhan tutupan lamun secara umum mempunyai kategori padat yang didominasi oleh jenis Cymodocea serrulata diikuti oleh Halodule uninervis.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. PENDAHULUAN
Ekosistem terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem terpenting dari ekologi
perairan pesisir dan laut yang juga memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat pesisir dan
nelayan terutama bagi keberlanjutan usaha perikanan. Oleh karena itu, perlu pengelolaan yang
baik dan bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan daya dukung dari
ekosistem tersebut.
Berbagai aktivitas manusia di perairan sangat berpengaruh serta mengancam
keberadaan dan kelestarian ekosistem terumbu karang itu sendiri, diantaranya kegiatan
perikanan yang tidak ramah lingkungan (destructive), seperti penambangan terumbu karang
untuk bahan bangunan dan aktivitas pelayaran serta labuh jangkar kapal. Faktor manusia lainnya
yang berpengaruh adalah buangan limbah rumah industri dan rumah tangga serta aktivitas
perkebunan. Selain faktor manusia terdapat juga faktor alam yang dapat mempercepat degradasi
terumbu karang seperti gelombang dan arus serta hewan predator terumbu karang.
Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiantive
(COREMAP-CTI) di Kabupaten Lingga adalah program jangka panjang yang bertujuan untuk
melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang serta
ekosistem terkait di Indonesia, ditujukan mengetahui kondisi ekosistem terkait lainnya yaitu
padang lamun dan mangrove.
Kegiatan monitoring merupakan salah satu komponen di dalam COREMAP. Tujuannya
untuk melihat perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan
pemantauan kondisi terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya secara berkala untuk
mendapatkan data-data yang akan digunakan sebagai bahan acuan pengambil kebijakan untuk
pengelolaan dan pemeliharaan ekosistem pesisir.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terkini dan perubahan yang
terjadi pada tahun kedua (monitoring) pada ekosistem terumbu karang (coral reef) beserta
ekosistem lamun (seagrass) dan mangrove di lokasi KKPD (Kawasan Konservasi Perairan
Daerah) Kabupaten Natuna, yang hasil penelitiannya dipakai sebagai data dasar untuk kegiatan
COREMAP-CTI.
B. METODE PEMANTAUAN YANG DIGUNAKAN
1. Penentuan Lokasi Monitoring
Lokasi yang diamati termasuk dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD)
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
v
Kabupaten Natuna, yang terletak di perairan Pulau Bunguran (Natuna Besar). Posisi stasiun
ditentukan dengan menggunakan GPS receiver Garmin 78s dalam format derajad, desimal
berdasar datum WGS 84.
2. Sistem Informasi Geografis
Metode survei pada kegiatan penelitian ini menggunakan kombinasi antara metode
Penginderaan Jauh dan metode survei lapangan untuk identifikasi habitat dasar perairan laut
dangkal. Pengumpulan data lapangan dilakukan untuk validasi data hasil interpretasi habitat dari
citra Landsat 8. Penentuan titik sampel dengan mempertimbangkan aspek kondisi alamiah
seperti kedalaman perairan, aspek keruangan (asosiasi terhadap objek lain, misalnya
permukiman, muara sungai). Untuk melakukan interpretasi menggunakan metode supervised
classi cation, piksel pada citra Landsat yang mewakili masing-masing habitat perairan laut
dangkal di kelompokkan dan digunakan sebagai acuan (training sample) pada proses klasifikasi.
Data lapangan sangat dibutuhkan sebagai data acuan (kalibrasi) dan juga akan digunakan
dalam proses penghitungan akurasi (validasi). Algoritma pada proses klasifikasi citra kali ini
menggunakan maximum likelihood, dimana algoritma ini mengelompokkan piksel citra ke dalam
kategori tertentu apabila memenuhi threshold yang ditentukan untuk masing-masing kategori.
3. Karang
Metode yang digunakan ialah dengan UPT (Underwater Photo Transect), dilakukan
pemotretan sepanjang garis transek dengan bantuan frame ukuran 44 x 58 cm. Pemotretan
dimulai dari meter ke-1 hingga meter ke-50 dengan jarak antar pemotretan sepanjang 1 meter.
Pemotretan pada meter ke-1 (Frame 1), meter ke-3 (Frame 3) dan frame-frame berikutnya
dengan nomor ganjil dilakukan disebelah kiri garis transek (bagian yang lebih dekat dengan
daratan), sedangkan untuk frame-frame dengan nomor genap (Frame 2, Frame 4, dan
seterusnya) dilakukan di sebelah kanan garis transek (bagian yang lebih jauh dengan daratan).
Untuk setiap pemotretan dilakukan pada jarak sekitar 60 cm dari dasar substrat dengan luas
bidang pemotretan minimal 1200 cm2 untuk setiap framenya. Kegiatan ini dilakukan dengan
penyelaman dengan menggunakan peralatan selam SCUBA.
Analisis foto menggunakan perangkat lunak CPCe versi 4.1. (Coral Point Count with Excel
extension). Teknik analisis foto menggunakan 30 sampel titik acak dari masing-masing frame.
Untuk mengetahui persentase tutupan kelompok karang, biota dan substrat sekaligus, dimana
biota dan substrat dikelompokkan kedalam lima kelompok yaitu Karang keras (HC), Karang mati
(DC), Alga (ALG), Fauna lain (OT) dan Abiotik (ABI).
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
vi
4. Ikan Karang
Metode sensus visual bawah air (Underwater Visual Census) yang dikembangkan English
et al. (1997) merupakan metode yang cepat, akurat, efektif dan ramah lingkungan. Pemantauan
dilakukan di garis transek yang sama dengan kegiatan penelitian karang, agar sekaligus
mendapatkan data bentik yang menggambarkan habitatnya. Pengamatan dilakukan disepanjang
garis transek dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan kanan garis transek
sepanjang 70 m dicatat jenisnya beserta jumlah individunya. Luas bidang yang teramati per
transeknya yaitu (5 m x 70 m ) = 350 m2.
Pengamatan ikan karang dibagi dalam 2 kategori yakni ikan indikator dan ikan target.
Jenis ikan indikator (suku Chaetodontidae), dan ikan-ikan target (6 suku), dari suku: Haemulidae,
Lutjanidae, Lethrinidae, Scaridae, Serranidae, dan Siganidae. Hal ini lebih untuk melihat dampak
antara kedua kelompok ikan ini terhadap kondisi terumbu karang, mengingat kelompok ikan
indikator sebagian besar merupakan ikan pemakan polip karang. Sedangkan ikan target adalah
kelompok ikan pangan yang memiliki nilai ekonomis, baik itu untuk dikonsumsi masyarakat
maupun diperjual belikan. Jadi kedua kelompok ikan ini secara langsung bisa memberi gambaran
mengenai kondisi terumbu karang itu sendiri.
5. Megabentos
Pengamatan megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan berperan
langsung di dalam ekosistem dapat dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang.
Pengamatan dilakukan menggunakan metode Reef Check. Semua fauna yang berada 1 meter
di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 meter tadi dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang
yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70 m2) = 140 m2. Semua jenis megabentos target dalam
transek dicatat jumlah jenis dan jumlah individunya, identifikasi merujuk pada Abbott & Dance
(1990), Matsuura et al. (2000), Clark & Rowe (1971), Neira & Cantera (2005) dan Colin & Arneson
(1995).
Adapun fauna megabentos yang dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang garis
transek seperti:
a. Teripang / Sea Cucumbers / Holothurians
b. Kima / Giants clams (Tridacna spp. dan Hippopus spp.)
c. Lobster (Panulirus spp.)
d. Lola (Trochus spp.)
e. Bintang laut berduri / Crown-of-throns starfish (Acanthaster planci)
f. Siput Drupella / Coral eating snails (Drupella cornus dan D. rugose)
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
vii
g. Bulu babi / Sea urchin (Diadema spp.)
h. Bintang laut biru / Blue starfish (Linckia laevigata)
6. Lamun
Pengamatan komunitas lamun dengan menggunakan metode transek kuadrat (tegak
lurus garis pantai) yang dimodifikasi dari metode Seagrass Watch, dimana pengambilan data
dilakukan pada tiga transek dengan panjang masing-masing 100 m dan jarak antara satu transek
dengan yang lain adalah 50 m sehingga total luasannya 100 x 100 m. Frame kuadrat diletakkan
di sisi kanan transek dengan jarak antara kuadrat satu dengan yang lainnya adalah 10 m
sehingga total kuadrat pada setiap transek adalah 11. Titik awal transek diletakkan pada jarak 5
– 10 m dari kali pertama lamun dijumpai (dari arah pantai).
Komposisi jenis lamun di dalam kuadrat diamati dan dicatat, begitu juga dengan jenis lain
di sekitar transek sebagai catatan tambahan. Lalu, penutupan lamun total (%) pada kuadrat
tersebut diestimasi dan dicatat, juga penutupan lamun per jenis. Apabila penutupan per jenis sulit
dilakukan, presensi jenis dapat dicatat dengan urutan dominansi tutupannya. Setelah itu, foto
kuadrat diambil dan nomor foto dicatat. Sebagai data tambahan, karakteistik substrat juga diamati
secara kualitatif.
7. Mangrove
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode transek garis dibentangkan tegak
lurus garis pantai dan dibuat plot berukuran 10x10 m2 dengan jarak antar satu kelompok plot
dengan kelompok plot lainnya sekitar 50 – 100 m. Dalam setiap plot dilakukan pengukuran kondisi
vegetasi dan pengambilan foto hemisphere. Jenis mangrove diidentifikasi berdasarkan
Identifikasi jenis dilakukan berdasarkan acuan Tomlinson (1986), Noor et al. (1999), Giesen et al.
(2006), dan Kitamura et al. (1999). Kemudian dicatat ukuran lingkar batang pohon dan dihitung
jumlah jenisnya. Kerapatan pohon mangrove dihitung sebagai ratio dari jumlah pohon dalam plot
dibagi satuan luas plot serta karakter substrat untuk setiap plot. Foto hemisphere diambil dengan
menggunakan kamera dengan lensa fisheye (1800) (Jenning et al., 1999).
Dalam setiap plot dilakukan perekaman foto sebanyak empat atau lima foto yang tersebar
di dalam setiap plot. Foto dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ, untuk
menghitung persentase tutupan mangrove (Jenning et al., 1999). Nilai persentasi tutupan dan
kerapatan mangrove digunakan untuk mendeterminasikan kondisi kesehatan hutan mangrove.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
viii
C. HASIL
Hasil pemantauan kondisi terumbu karang, ikan karang, megabentos, lamun dan
mangrove selanjutnya diuraikan sebagai berikut:
Hasil pemantauan sebagian besar kondisi kesehatan karang di Perairan Kabupaten
Natuna termasuk kategori “kurang baik/ jelek” dimana total tingkat tutupan karang diseluruh
stasiun pengamatan Natuna adalah 18.85%. Tutupan karang hidup yang masih dikatakan
kategori “sedang hanya didapati pada tiga stasiun saja dimana dua stasiun berada di Perairan
Pulau Natuna di bagian Barat Daya yaitu karang dekat Pulau Sedanau (NTNL02) yaitu sebesar
34.13% dan Stasiun NTLN_E sebesar 26.33% sedang lainnya di bagian Timur Laut Pulau
Natuna yaitu NTNL148 sebesar 33.93 %.
Dominansi tutupan substrat perairan, secara umum didominasi oleh karang mati yang
telah ditutupi alga (DCA) dan pecahan karang (rubble). Karang mati yang telah ditutupi alga
(DCA) teramati dengan kisaran nilai antara 4.73 % – 72.40% atau total 46.58% yang umumnya
berada di bagian Utara Pulau Natuna dimana tutupan DCA tertinggi terdapat di stasiun NTNL154
yang dapat mencapai 72.40%. Sedangkan bagian tutupan patahan karang mati (R) menutupi
dengan kisaran nilai antara0.20% – 75.27% dimana tutupan tertinggi terdapat di stasiun NTNL06.
Hasil monitoring tahun 2015 atau tahun ke–1 (T1) dibandingkan dengan tutupan karang
hidup tahun 2014. Bila diperhatikan terlihat adanya perubahan tutupan karang hidup terlihat
bervariasi antara setiap stasiun, ada yang meningkat dan ada pula yang menurun. Walaupun
demikian, kecenderungan perubahan tutupan karang hidup yang terjadi antara tahun 2014 (T0)
– 2015 (T1) menunjukkan penurunan tingkat tutupan karang hidup di Perairan Kabupaten Natuna.
Sebagai contoh pada stasiun NTNL02, NTNL148, dan NTNL155 masing-masing telah mengalami
penurunan tutupan sebesar -5.60%, -6.80%, dan -3.35%.
Perubahan lain yang terlihat jelas adalah peningkatan pecahan karang pada tahun 2015
dibanding tahun sebelumnya setidaknya pada stasiun NTNL05, 06, 07, 144, dan NTNL155.
Tingginya nilai persentase tutupan karang mati dapat saja disebabkan oleh faktor alam maupun
akibat aktivitas manusia. Akibat dari faktor alam adalah berupa ombak besar atau badai
sedangkan kerusakan yang disebabkan oleh ulah manusia berupa penggunaan bom dalam
menangkap ikan.
Hasil visual census ikan karang di perairan Natuna dan sekitarnya yang terdiri dari ikan
indikator, ikan herbivore dan ikan ekonomis penting (ikan target) pada 20 stasiun pengamatan
tercatat sebanyak 73 jenis yang terdiri dari 17 jenis dari family Chaetodontidae, 22 jenis dari
family Scaridae, 5 jenis dari family Acanthuridae, 8 jenis dari family Siganidae, 7 jenis dari family
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
ix
Serranidae, 11 Jenis dari family Lutjanidae, 5 jenis dari family Haemulidae dan 3 jenis dari family
Lethrinidae.
Kelimpahan Ikan karang yang paling banyak pada 20 stasiun pengamatan di Pulau
Natuna dan sekitarnya terdapat pada NTNL 155 dengan kelimpahan ikan karang sebesar 7257
ind/ha sedangkan kelimpahan yang paling sedikit terdapat pada NTNL 161 dengan kelimpahan
ikan karang hanya sebesar 486 ind/ha. Kelimpahan ikan Corralivorous yang terbesar terdapat
pada NTNL 157 dan NTNL 159 yaitu sebesar 1629 ind/ha. Sedangkan kelimpahan ikan
Herbivorous yang terbesar terdapat pada NTNL 155 yaitu sebesar 6400 ind/ha sedangkan
kelimpahan ikan Carnivorous yang terbesar terdapat pada NTNL 02 yaitu sebesar 600 ind/ha.
Dari 73 jenis ikan karang yang terdapat pada 20 stasiun pengamatan diperairan pulau
Natuna dan sekitarnya, keanekaragaman jenis yang paling tinggi ditemukan pada NTNL 02 yang
terdapat 37 jenis ikan karang yang menjadi target monitoring, NTNL 157 dan NTNL 159 dimana
terdapat 32 dan 31 jenis ikan karang yang menjadi target monitoring, sedangkan pada NTNL 161
hanya ditemukan 10 jenis ikan karang.
Dari empat belas lokasi yang diamati, tidak semua spesies atau kelompok megabentos
yang menjadi terget monitoring berhasil ditemukan di wilayah perairan Kabupaten Natuna, terlihat
bahwa ada satu spesies yang tidak dijumpai selama pengamatan yaitu lobster. Sedangkan
spesies megabenthos target yang paling mendominasi adalah bulu babi, diikuti oleh spesies siput
drupella, kima, lola dan teripang.
Komposisi persentase spesies megabentos target di perairan Natuna terlihat bahwa bulu
babi sangat mendominasi dengan jumlah persentase yaitu sebesar 39.81 %, kima 26.38 %,
Linckia laevigata 16,31 %, siput drupella 10.55 %, lola 4.56% teripang 1.2 %, Acanthaster planci
1,2 % serta lobster 0%.
Karakter lamun di Kabupaten Natuna berdasarkan koresponden analisis didapatkan
bahwa rataan kategori tutupan yang mendominasi adalah kategori sedang yang terdeteksi pada
kuadrat pengamatan dengan jarak 10m, 20m, 30m, 70m, 80m dan 90m. Pada kuadrat dengan
jarak 60m dari titik 0m banyak ditemukan kuadrat kosong. Kuadrat pengamatan dengan kategori
sangat padat banyak ditemukan pada Transek 3. Secara umum kategori tutupan lamun di
Kabupaten Natuna tahun 2015 mempunyai kategori Padat dengan tingkat tutupan 65%.
Dominansi jenis lamun pada lokasi monitoring Kabupaten Natuna didominasi oleh jenis
Cs (Cymodocea serrulata) dengan total rataan nilai dominansi sebesar 34%, diikuti oleh jenis Hu
(Halodule uninervis) dengan rataan total dominansi sebesar 22%.
Berdasarkan hasil monitoring terlihat pada Tabel 17 bahwa persentase tutupan mangrove
di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Natuna (KKPD) Natuna berkisar antara 65.41 ± 12.45%
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
x
di temukan pada stasiun NTNM07 Pulau Tiga dan paling tinggi sebesar 77.39 ± 2.82% ditemukan
pada stasiun NTMN09 Pulau Tiga. Berdasarkan klasifikasi standar kualitas degradasi hutan
mangrove melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004, maka kondisi
kesehatan hutan mangrove di KKPD Natuna secara umum tergolong dalam kategori baik dengan
kategori padat dan sedang. Kategori padat ditemukan pada stasiun NTNM01 Cemaga Selatan
(76.34%), stasiun NTNM03 Ranai (75.47%), stasiun NTNM05 Sedanau (75.80%), stasiun
NTNM06 Sedanau (76.73%) dan NTNM09 Pulau Tiga (77,39%). Sedangkan yang termasuk
kategori sedang yang terdapat pada kawasan KKPD Natuna ditemukan pada stasiun NTNM02
Ranai (72.09%), NTNM04 Kelarik (71.80%), NTNM07 Desa Pulau Tiga (65.41%) dan NTNM08
Desa Pulau Tiga (69,20%). Pada stasiun NTNM08 ini juga ditemukan adanya penebangan hutan
mangrove di sekitar lokasi pengamatan.
Sebagai wilayah perairan pulau-pulau kecil, tipe substrat yang ditemukan pada ekosistem
mangrove di kawasan KKPD Kabupaten Natuna didominasi oleh pasir dan pasir berlumpur. Ke
dua tipe substrat tersebut, mempengaruhi jenis-jenis mangrove yang tumbuh dan berkembang di
kawasan KKPD Natuna. Dalam hal ini didominasi oleh kelompok Rhizophora dan Bruguierra.
Sebagaimana ditemukan jenis Rhizophora apiculata memegang peranan penting pada stasiun
NTNM01 dan NTNM03 dengan nilai INP masing-masing sebesar 108.08 dan 149.49. Selanjutnya
jenis Bruguierra gymnorrhiza memegang peranan penting untuk stasiun NTNM02, NTNM05 dan
NTNM08 dengan nilai INP berturut-turut adalah 92.78, 98.67 dan 167.25. Jenis Rhizophora
mucronata memegang peran penting pada stasiun NTNM04 dan NTNM09 dengan nilai INP
sebesar 122.19 dan 146.05, sedangkan stasiun NTNM06 dan NTNM07 yang memiliki peranan
penting adalah jenis Rhizophora lamarckii dengan nilai INP masing-masing sebesar 201.42 dan
240.30.
D. KESIMPULAN
1. Ditinjau dari setiap stasiun maka kesehatan terumbu karang di Kabupaten Natuna berada
dalam kondisi kurang baik sampai cukup baik, namun secara total keseluruhan kondisi
tutupan karang berada dalam kondisi kurang baik yaitu sebesar 18.85%. Terjadi penurunan
tingkat tutupan karang hidup di Kabupaten Natuna pada tahun 2015 dibanding pada
tutupan karang hidup pada tahun 2014. Terjadi peningkatan tutupan pecahan karang di
Kabupaten Natuna pada tahun 2015 dibanding pada tutupan karang hidup pada tahun
2014.
2. Keanekaragaman ikan karang pada monitoring perairan Natuna 2015 cukup beragam
dimana ditemukan nya corallivour sebanyak 17 jenis, herbivore sebanyak 35 jenis dan ikan
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
xi
ekonomis penting sebanyak 26 jenis. Kelimpahan ikan herbivore adalah 2217 individu/ha
dengan biomassa 132,92 kg/ha. Kelimpahan ikan target yang merupakan ikan ekonomis
penting adalah 226 individu/ha dengan biomassa nya adalah 226 kg/ha.
3. Status kesehatan mangrove yang ditemukan di kawasan KKPD Kabupaten Natuna
berdasarkan persentase tutupan dan kerapatan dapat digolongkan dalam kriteria Baik
dengan kategori padat dan sedang. Kategori sedang ditemukan pada stasiun
NTNM02(Ranai), NTNM04 (Kelarik), NTNM07 (Pulau Tiga) dan NTNM08 (Pulau Tiga),
sedangkan yang termasuk kategori padat ditemukan di stasiun NTNM01 (Cemaga),
NTNM03 (Ranai), NTNM05 (Sedanau), NTNM06 (Sedanau) dan NTNM09 (Pulau Tiga).
Stasiun NTNM01 (Cemaga) memiliki nilai kerapatan jenis yang paling tinggi, sedangkan
terendah ditemukan pada stasiun NTMN02 (Ranai). Kelompok Rhizophora dan Bruguerra
tumbuh dengan baik dan bervariasi di kawasan KKPD Kabupaten Natuna.
4. Megabenthos dominan yang ditemukan pada stasiun monitoring Kabupaten Natuna 2015
berturut-turut adalah bulu babi, kima, Linckia laevigata, siput drupella, lola, teripang dan
Acanthaster plancii.
5. Secara umum kategori tutupan lamun di Kabupaten Natuna tahun 2015 mempunyai
kategori Padat dengan tingkat tutupan 65%. Dominasi jenis lamun pada lokasi monitoring
Kabupaten Natuna didominasi oleh jenis Cs (Cymodocea serrulata) dengan total rataan
nilai dominasi sebesar 34%, diikuti oleh jenis Hu (Halodule uninervis) dengan rataan total
dominasi sebesar 22%.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
xii
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
xiii
DAFTAR ISI
hal
Prakata i
Abstrak iii
Ringkasan Eksekutif iv
Daftar Isi xiii
Daftar Gambar xiv
Daftar Tabel xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian 3
1.4 Metodologi 3
1.4.1 Metode 3
1.4.2 Sistem Informasi Geografis 4
1.4.3 Karang 4
1.4.4 Ikan Karang 5
1.4.5 Megabenthos 6
1.4.6 Lamun 7
1.4.7 Mangrove 8
1.5 Pelaksanaan Kegiatan 9
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 10
2.1 Deskripsi Umum Kabupaten Natuna 10
2.1.1 Lokasi Monitoring dan Titik Pengambilan Data Kabupaten
Natuna
11
2.1.2 Kondisi Umum Perairan KKPD Kabupaten Natuna 11
2.2 Kondisi Ekosistem Terumbu Karang 18
2.2.1 Ekosistem Terumbu Karang 18
2.2.2 Ikan Karang 29
2.2.3 Megabenthos 47
2.3 Mangrove 54
2.4 Lamun 58
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 62
3.1 Kesimpulan 62
3.2 Saran 63
Daftar Pustaka 64
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1 Peta Lokasi Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang
dan Ekosistem Terkait Lainnya di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2015
12
Gambar 2 Status Bleching Alert Area Terumbu Karang Indonesia Terkait
Suhu (dalam 0C)
13
Gambar 3 Peta Sebaran Kedalaman Kabupaten Natuna (Sumber Peta :
NAVIONICS)
13
Gambar 4 Sebaran Nilai POC dan Klorofil a Kabupaten Natuna Bulan Agustus
2015 (mg/m3)
14
Gambar 5 Sebaran Nilai POC Kabupaten Natuna Bulan Agustus 2015
(mg/m3)
15
Gambar 6 Peta Arah dan Kecepatan Arus Pada Kabupaten Natuna Agustus-
September 2015 (Sumber Data : OSCAR NOAA)
16
Gambar 7 Sebaran Habitat Dangkal KKPD I Kecamatan Pulau Tiga
Kabupaten Natuna
17
Gambar 8 Sebaran Habitat Dangkal KKPD II Kelarik Kabupaten Natuna 17
Gambar 9 Sebaran Habitat Dangkal KKPD III Ranai Kabupaten Natuna 18
Gambar 10a Tutupan Kumulatif (%) pada Masing-masing Stasiun di Kabupaten
Natuna Tahun 2015
26
Gambar 10b Tutupan Kumulatif (%) pada Masing-masing Stasiun di Kabupaten
Natuna Tahun 2015
26
Gambar 11 Tutupan Kumulatif Total (%) Stasiun Pengamatan di Perairan
Kabupaten Natuna Tahun 2015
27
Gambar 12 Proporsi dan Sebaran Benthic Life Form di Perairan Kabupaten
Natuna Tahun 2015
27
Gambar 13 Tutupan Kumulatif (%) Karang di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2014
29
Gambar 14 Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Setiap Stasiun
Pengamatan di Perairan Pulau Natuna Tahun 2015
31
Gambar 15 Peta Keanekaragaman Jenis Ikan di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2015
31
Gambar 16 Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2015
33
Gambar 17 Sebaran Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten
Natuna Tahun 2015
33
Gambar 18 Biomassa Ikan Herbivora dan Ikan Ekonomis Penting di Perairan
Kabupaten Natuna Tahun 2015
35
Gambar 19 Beberapa Jenis Ikan Indikator di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2015
36
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
xv
Gambar 20 Beberapa Jenis Ikan Herbivora : Scaridae, Acanthuridae dan
Siganidae di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
42
Gambar 21 Beberapa Jenis Ikan Ekonomis Penting: Lutjanidae, Lethrinidae
dan Haemulidae di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
44
Gambar 22 Diagram Komposisi Persentase Masing-masing Spesies
Megabenthos Target di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
48
Gambar 23 Jenis Bulu Babi yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna 50
Gambar 24 Jenis Siput Drupella yang Ditemukan di Perairan Kabupaten
Natuna
50
Gambar 25 Jenis Lola yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna 51
Gambar 26 Jenis Kima yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna 51
Gambar 27 Jenis Teripang yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna 52
Gambar 28 Jenis Bintang Laut Biru (Linckia laevigata) yang Ditemukan di
Perairan Kabupaten Natuna
53
Gambar 29 Jenis Bintang Laut Berduri (Acanthaster planci) yang Ditemukan di
Perairan Kabupaten Natuna
53
Gambar 30 Sebaran Megabenthos pada Stasiun Monitoring di Perairan
Kabupaten Natuna Tahun 2015
54
Gambar 31 Dominansi dan Status Tutupan pada Stasiun Pengamatan
Mangrove Kabupaten Natuna Tahun 2015
56
Gambar 32 Dominansi dan Status Tutupan pada Stasiun Pengamatan
Mangrove Kabupaten Natuna Tahun 2015
56
Gambar 33 Analisis Multivariate Data Lamun Monitoring Kabupaten Natuna
Tahun 2015
59
Gambar 34 Uji Asumsi Normalitas dan Homogenitas Data 60
Gambar 35 Grafik Anova (Granova) 61
Gambar 36 Uji Lanjut Tukey 61
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
xvi
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1 Megabenthos Target yang Menjadi Objek Monitoring 7
Tabel 2 Kriteria Status Padang Lamun 8
Tabel 3 Posisi Koordinat Stasiun Pengamatan Ekosistem Terumbu Karang 19
Tabel 4 Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2015
30
Tabel 5 Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun
2015
32
Tabel 6 Biomassa Ikan Herbivora dan Ikan Ekonomis Penting di Perairan
Kabupaten Natuna Tahun 2015
34
Tabel 7 Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Indikator (Corallivour) di
Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
37
Tabel 8 Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Herbivora (Scaride,
Acanthuridae dan Siganidae) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
39
Tabel 9a Kelimpahan Ikan Herbivora (Herbivorous) di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2015
41
Tabel 9b Kelimpahan Ikan Herbivora (Herbivorous) di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2015
41
Tabel 10 Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Target atau Ikan Ekonomis
Penting (Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae) di
Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
45
Tabel 11 Kelimpahan Ikan Ekonomis Penting (Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae
dan Haemulidae) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
46
Tabel 12a Pola Kehadiran Spesies Megabenthos pada Setiap Stasiun di Perairan
Kabupaten Natuna Tahun 2015
47
Tabel 12b Pola Kehadiran Spesies Megabenthos pada Setiap Stasiun di Perairan
Kabupaten Natuna Tahun 2015
48
Tabel 13a Kepadatan (individu/ha) Megabenthos Target pada Stasiun Monitoring
di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
49
Tabel 13b Kepadatan (individu/ha) Megabenthos Target pada Stasiun Monitoring
di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
49
Tabel 14 Persentase Tutupan Mangrove, Kerapatan dan INP Jenis pada Stasiun
Monitoring di KKPD Natuna Tahun 2015
55
Tabel 15 Status Tutupan Mangrove pada Stasiun Monitoring di KKPD Natuna
Tahun 2015
55
Tabel 16 Rekapitulasi dan Hasil Analisis Data Lamun Monitoring di Perairan
Kabupaten Natuna Tahun 2015
58
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem terpenting dari ekologi
perairan pesisir dan laut yang juga memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat pesisir
dan nelayan terutama bagi keberlanjutan usaha perikanan. Oleh karena itu, perlu pengelolaan
yang baik dan bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan daya dukung
dari ekosistem tersebut.
Berbagai aktivitas manusia di perairan sangat berpengaruh serta mengancam
keberadaan dan kelestarian ekosistem terumbu karang itu sendiri, diantaranya kegiatan
perikanan yang tidak ramah lingkungan (destructive), seperti penambangan terumbu karang
untuk bahan bangunan dan aktivitas pelayaran serta labuh jangkar kapal. Faktor manusia
lainnya yang berpengaruh adalah buangan limbah rumah industri dan rumah tangga serta
aktivitas perkebunan. Selain faktor manusia terdapat juga faktor alam yang dapat
mempercepat degradasi terumbu karang seperti gelombang dan arus serta hewan predator
terumbu karang.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka pemerintah membuat suatu program Coremap
CTI (Coral Reef Rehabilitation and Management Program - Coral Triangle Initiative), dimana
Kabupaten Natuna merupakan salah satu lokasi yang dipilih untuk pelaksanaan program
COREMAP CTI terlebih lagi Kabupaten Natuna telah memiliki Kawasan Konservasi Laut
Kabupaten Natuna/KKLD (sekarang berganti nama menjadi Kawasan Konservasi Perairan
Daerah/KKPD) berdasarkan SK Bupati Nomor 378 Tahun 2008. KKPD ini diantaranya
mencakup ekosistem terumbu karang yang tersebar dalam zona-zona daerah perlindungan
laut (DPL). Konservasi kawasan terumbu karang tercakup dalam sasaran program ini.
Salah satu bagian kegiatan konservasi terumbu karang dan biota yang berasosiasi
dengannya adalah dengan melakukan kegiatan monitoring kawasan terumbu karang melalui
penghitungan persen tutupan, dimana kegiatan monitoring dapat menyediakan informasi
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
2
mengenai kelimpahan biota, keragaman lokasi, kondisi habitat atau biota tertentu dan
perubahan dalam suatu lingkungan serta dapat diketahui tekanan lingkungan yang terjadi
terhadap terumbu karang, terutama akibat faktor antropogenik. Sehingga melalui kegiatan
monitoring ini data yang terkumpul dapat dijadikan rujukan untuk membuat prediksi pengaruh
kegiatan manusia sekitarnya dan proses-proses ekologi yang terjadi di kawasan tersebut
serta rekomendasi program pengelolaan lanjutan dan pencarian bentuk pengelolaan yang
kontekstual.
1.2 Rumusan Masalah
Kabupaten Natuna yang merupakan gerbang utara Indonesia di wilayah barat yang
memiliki perairan yang luas dan kekayaan sumberdaya laut, dengan letaknya di perbatasan
memiliki potensi perikanan yang melimpah Laut Natuna sering dicuri oleh kapal-kapal asing
ilegal. Kapal-kapal ini biasanya berasal dari negara Malaysia, Kamboja, dan tentunya akan
memberikan perubahan berupa dampak yang signifikan terhadap keberadaan ekosistem
pesisir seperti terjadinya pencemaran perairan dan kerusakan terumbu karang yang
diakibatkan destructive fishing sehingga keberadaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah
di perairan Natuna yang menjadi pelindung sumberdaya perikanan dan kelautan dalam
mewujudkan perikanan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak
dapat terwujud dikarenakan kurangnya kemauan masyarakat terhadap kelestarian
sumberdaya ikan dan terjadinya pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumberdaya
perikanan dan kelautan, hal ini dapat mengakibatkan kesehatan terumbu karang dan
ekosisten terkait lainnya menurun bahkan punah.
Coral Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiantive
(COREMAP – CTI) di Kabupaten Natuna adalah program jangka panjang yang bertujuan
untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang
serta ekosistem terkait di Indonesia, ditujukan mengetahui kondisi ekosistem terkait lainnya
yaitu padang lamun dan mangrove. Program COREMAP – CTI ini telah berlangsung cukup
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
3
lama, tentunya diperlukan pemantauan kesehatan ekosistem terumbu karang dan ekosisten
terkait lainnya.
Kegiatan monitoring yang merupakan salah satu komponen di dalam COREMAP,
diharapkan data-data yang dikumpulkan akan disusun dalam bentuk laporan ilmiah yang akan
dipakai sebagai “data base” dan melihat perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun maka
perlu dilakukan pemantauan kondisi terumbu karang secara berkala ataupun akan disebarkan
sebagai masukan ke pemerintah daerah setempat, untuk digunakan sebagai bahan acuan
pengambil kebijakan untuk pengelolaan dan pemeliharaan ekosistem pesisir.
1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terkini dan perubahan yang
terjadi pada tahun kedua (monitoring) pada ekosistem terumbu karang (coral reef) beserta
ekosistem lamun (seagrass) dan mangrove, di lokasi KKPD (Kawasan Konservasi Perairan
Daerah) Kabupaten Natuna, yang hasil penelitiannya dipakai sebagai data dasar untuk
kegiatan COREMAP-CTI.
Sasaran penelitian ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui persentase tutupan terumbu karang,
Mengetahui kepadatan rata-rata ikan karang,
Mengetahui kepadatan rata-rata megabentos yang bernilai ekonomis penting ataupun
yang dapat dijadikan indikator kesehatan terumbu karang,
Mengetahui kerapatan lamun,
Mengetahui kerapatan mangrove,
Menghasilkan peta sebaran terumbu karang, lamun, dan mangrove.
1.4 Metodologi
1.4.1 Metode
Lokasi yang diamati termasuk dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD)
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
4
Kabupaten Natuna, yang terletak di perairan Pulau Bunguran (Natuna Besar). Posisi stasiun
ditentukan dengan menggunakan GPS.
1.4.2 Sistem Informasi Geografis
Metode survei pada kegiatan penelitian ini menggunakan kombinasi antara metode
Penginderaan Jauh dan metode survei lapangan untuk identifikasi habitat dasar perairan laut
dangkal. Pengumpulan data lapangan dilakukan untuk validasi data hasil interpretasi habitat
dari citra Landsat 8.
Penentuan titik sampel menggunakan GPS receiver Garmin 78s dalam format derajad,
desimal berdasar datum WGS 84. Penentuan titik sampel dengan mempertimbangkan aspek
kondisi alamiah seperti kedalaman perairan, aspek keruangan (asosiasi terhadap objek lain,
misalnya permukiman, muara sungai). Untuk melakukan interpretasi menggunakan metode
supervised classi cation, piksel pada citra Landsat yang mewakili masing-masing habitat
perairan laut dangkal di kelompokan dan digunakan sebagai acuan (training sample) pada
proses klasifikasi. Data lapangan sangat dibutuhkan sebagai data acuan (kalibrasi) dan juga
akan digunakan dalam proses penghitungan akurasi (validasi). Algoritma pada proses
klasifikasi citra kali ini menggunakan maximum likelihood, dimana algoritma ini
mengelompokkan piksel citra ke dalam kategori tertentu apabila memenuhi threshold yang
ditentukan untuk masing-masing kategori.
1.4.3 Karang
Pengamatan visual secara bebas dilakukan mulai dari bagian pinggir pantai hingga ke
bagian terumbu tempat dilakukannya transek di masing-masing stasiun penelitian, untuk
mendapatkan gambaran umum tentang stasiun penelitian. Pada masing-masing stasiun
penelitian, pita meteran (roll meter) sepanjang 50 meter sebagai garis transek diletakkan
sejajar garis pantai pada kedalaman dimana karang umum dijumpai, yaitu pada kedalaman
sekitar 4 – 7 meter. Saat melakukan peletakan pita meteran, posisi daratan pulau berada di
bagian kiri.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
5
Metode yang digunakan ialah dengan UPT (Underwater Photo Transect), dilakukan
pemotretan sepanjang garis transek dengan bantuan frame ukuran 44 x 58 cm. Pemotretan
dimulai dari meter ke-1 hingga meter ke-50 dengan jarak antar pemotretan sepanjang 1 meter.
Pemotretan pada meter ke-1 (Frame 1), meter ke-3 (Frame 3) dan frame-frame berikutnya
dengan nomor ganjil dilakukan disebelah kiri garis transek (bagian yang lebih dekat dengan
daratan), sedangkan untuk frame-frame dengan nomor genap (Frame 2, Frame 4, dan
seterusnya) dilakukan di sebelah kanan garis transek (bagian yang lebih jauh dengan
daratan). Untuk setiap pemotretan dilakukan pada jarak sekitar 60 cm dari dasar substrat
dengan luas bidang pemotretan minimal 1200 cm2 untuk setiap framenya. Kegiatan ini
dilakukan dengan penyelaman dengan menggunakan peralatan selam SCUBA.
Pengambilan data pada setiap titik dilakukan dengan menggunakan kamera G15 atau
Canon G1X. Luas bidang 1200 cm2 per frame dapat dihasilkan dari pemotretan
menggunakan kamera underwater dengan jarak pemotretan 60 cm dari dasar dan tanpa
menggunakan pembesaran (zoom). Analisis foto menggunakan perangkat lunak CPCe versi
4.1. (Coral Point Count with Excel extension). Teknik analisis foto menggunakan 30 sampel
titik acak dari masing-masing frame. Untuk mengetahui persentase tutupan kelompok karang,
biota dan substrat sekaligus, dimana biota dan substrat dikelompokkan kedalam lima
kelompok yaitu Karang keras (HC), Karang mati (DC), Alga (ALG), Fauna lain (OT) dan Abiotik
(ABI).
1.4.4 Ikan Karang
Metode sensus visual bawah air (Underwater Visual Census) yang dikembangkan
English et al. (1997) merupakan metode yang cepat, akurat, efektif dan ramah lingkungan.
Data yang dihasilkan relevan dengan tujuan pengelolaan perikanan karang secara khusus
dan pengelolaan ekosistem terumbu karang secara umum. Ikan karang sebagian besar
bersifat diurnal (aktif pada siang hari) dan hanya sebagian kecil yang bersifat nokturnal (aktif
malam hari). Pemantauan dilakukan di garis transek yang sama dengan kegiatan penelitian
karang, agar sekaligus mendapatkan data bentik yang menggambarkan habitatnya.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
6
Pengamatan dilakukan disepanjang garis transek dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5
m di sebelah kiri dan kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jenisnya beserta jumlah
individunya. Luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 m x 70 m ) = 350 m2.
Pengamatan ikan karang dibagi dalam 2 kategori yakni ikan indikator dan ikan target.
Jenis ikan indikator (suku Chaetodontidae), dan ikan-ikan target (6 suku), dari suku:
Haemulidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Scaridae, Serranidae, dan Siganidae. Hal ini lebih untuk
melihat dampak antara kedua kelompok ikan ini terhadap kondisi terumbu karang, mengingat
kelompok ikan indikator sebagian besar merupakan ikan pemakan polip karang. Sedangkan
ikan target adalah kelompok ikan pangan yang memiliki nilai ekonomis, baik itu untuk
dikonsumsi masyarakat maupun diperjual belikan. Jadi kedua kelompok ikan ini secara
langsung bisa memberi gambaran mengenai kondisi terumbu karang itu sendiri.
Pengolahan dan analisa data yang di dapat dari pengamatan meliputi:
Keanekaragaman jenis; adalah total dari spesies ikan karang yang diamati selama
monitoring di suatu lokasi ekosistem terumbu karang.
Densitas (D); merupakan jumlah individu seluruh spesies ikan karang per luas area
pengamatan.
Hubungan panjang-berat; adalah berat individu ikan target (W-gram) sama dengan indeks
spesifik spesies (a) dikalikan dengan estimasi panjang total dipangkat indeks spesifik
spesies (b).
Biomassa(B); adalah berat individu ikan target (W) per luas area pengamatan
1.4.5 Megabenthos
Pengamatan megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan
berperan langsung di dalam ekosistem dapat dijadikan indikator dari kesehatan terumbu
karang. Pengamatan dilakukan menggunakan metode Reef Check. Semua fauna yang
berada 1 meter di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 meter tadi dihitung jumlahnya,
sehingga luas bidang yang teramati per-transeknya yaitu (2 x 70 m2) = 140 m2.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
7
Semua jenis megabenthos target dalam transek dicatat jumlah jenis dan jumlah
individunya, identifikasi merujuk pada Abbott & Dance (1990), Matsuura et al. (2000), Clark &
Rowe (1971), Neira & Cantera (2005) dan Colin & Arneson (1995). Adapun fauna megabentos
yang dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang garis transek dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Megabenthos Target yang Menjadi Objek Monitoring
No Nama Indonesia Nama Spesies
1 Teripang / Sea Cucumbers / Holothurians
2 Kima / Giants clams Tridacna spp. dan Hippopus spp.
3 Lobster Panulirus spp.
4 Lola Trochus spp.
5 Bintang laut berduri / Crown-of-throns starfish Acanthaster planci
6 Siput Drupella / Coral eating snails Drupella cornus dan D. rugose
7 Bulu babi / Sea urchin Diadema spp.
8 Bintang laut biru / Blue starfish Linckia laevigata
Data kelimpahan individu dari beberapa megabentos yang ditemukan disajikan dalam
bentuk tabel.
1.4.6 Lamun
Pengamatan komonitas lamun dengan menggunakan metode ttransek kuadrat (tegak
lurus garis pantai) yang dimodifikasi dari metode Seagrass Watch, dimana pengambilan data
dilakukan pada tiga transek dengan panjang masing-masing 100 m dan jarak antara satu
transek dengan yang lain adalah 50 m sehingga total luasannya 100 x 100 m. Frame kuadrat
diletakkan di sisi kanan transek dengan jarak antara kuadrat satu dengan yang lainnya adalah
10 m sehingga total kuadrat pada setiap transek adalah 11. Titik awal transek diletakkan pada
jarak 5 – 10 m dari kali pertama lamun dijumpai (dari arah pantai).
Komposisi jenis lamun di dalam kuadrat diamati dan dicatat, begitu juga dengan jenis
lain di sekitar transek sebagai catatan tambahan. Lalu, penutupan lamun total (%) pada
kuadrat tersebut diestimasi dan dicatat, juga penutupan lamun per jenis. Apabila penutupan
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
8
per jenis sulit dilakukan, presensi jenis dapat dicatat dengan urutan dominansi tutupannya.
Setelah itu, foto kuadrat diambil dan nomor foto dicatat. Sebagai data tambahan, karakteistik
substrat juga diamati secara kualitatif. Pengolahan data dilakukan untuk menghasilkan rata-
rata tutupan lamun per stasiun dan per lokasi. Hasil rata-rata lamun pada setiap stasiun dan
setiap lokasi dikategorikan berdasarkan Tabel 2. untuk menentukan kriteria kondisi lamun
pada suatu lokasi.
Tabel 2. Kriteria Status Padang Lamun
1.4.7 Mangrove
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode transek garis dibentangkan
tegak lurus garis pantai dan dibuat plot berukuran 10x10 m2 dengan jarak antar satu kelompok
plot dengan kelompok plot lainnya sekitar 50 – 100 m. Dalam setiap plot dilakukan pengukuran
kondisi vegetasi dan pengambilan foto hemisphere. Jenis mangrove diidentifikasi
berdasarkan Identifikasi jenis dilakukan berdasarkan acuan Tomlinson (1986), Noor et al.
(1999), Giesen et al. (2006), dan Kitamura et al. (1999). Kemudian dicatat ukuran lingkar
batang pohon dan dihitung jumlah jenisnya. Kerapatan pohon mangrove dihitung sebagai ratio
dari jumlah pohon dalam plot dibagi satuan luas plot serta karakter substrat untuk setiap plot.
Foto hemisphere diambil dengan menggunakan kamera dengan lensa fisheye (1800)
(Jenning et al., 1999).
Dalam setiap plot dilakukan perekaman foto sebanyak empat atau lima foto yang
tersebar di dalam setiap plot. Foto dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ,
untuk menghitung persentase tutupan mangrove (Jenning et al., 1999). Nilai persentasi
Persentase Penutupan (%) Kategori
0 – 25 Jarang
26 – 50 Sedang
51 – 75 Padat
76 – 100 Sangat Padat
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
9
tutupan dan kerapatan mangrove digunakan untuk mendeterminasikan kondisi kesehatan
hutan mangrove.
Data kerapatan dan persentase tutupan dianalisis dengan menggunakan analisis sidik
ragam ANOVA yang dilanjutkan dengan uji beda nyata, Duncan dengan selang kepercayaan
95%. Kondisi kesehatan mangrove dilihat berdasarkan acuan standar nasional melalui Surat
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201 tahun 2004.
1.5 Pelaksanaan Kegiatan
Penelitian ini melibatkan dosen peneliti dan teknisi dari Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan UMRAH serta dibantu oleh staf Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Natuna,
sesuai dengan bidang kajiannya masing-masing antara lain :
- Bidang Karang
- Bidang Ikan Karang
- Bidang Megabentos
- Bidang Lamun
- Bidang Mangrove
- Bidang Penginderaan Jauh dan GIS
- Data Entry
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
10
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Deskripsi Umum Kabupaten Natuna
Kabupaten Natuna merupakan salah-satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau yang
secara geografis terletak pada titik koordinat 1016’-7019’ LU dan 105000’-110000’ BT. Batas-
batas wilayah Kabupaten Natuna sebagai berikut :
a. Sebelah utara dengan Laut Cina Selatan,
b. Sebelah selatan dengan Kabupaten Bintan,
c. Sebelah barat dengan Semenanjung Malaysia,
d. Sebelah timur dengan Laut Cina Selatan.
Berdasarkan Data BPS (2016) Kabupaten Natuna memiliki luas wilayah 264.198,37
km2 dengan luas daratan sebesar 2.001,30 km2 (0.76%) dan luas lautan sebesar 262.197,07
km2 (99.24%), dengan Ranai sebagai ibukota kabupaten. Di kabupaten ini terdapat 154 pulau,
dengan 27 pulau (17,53%) yang berpenghuni dan sebagian besar pulau (127 pulau) tidak
berpenghuni. Dua pulau terbesar diantaranya adalah Pulau Bunguran dan Pulau Serasan.
Luas laut Kabupaten Natuna yang mencapai 99.24% dari luas keseluruhannya,
tentunya menyimpan potensi dan keanekaragaman ekosistem serta biota laut yang sangat
besar. Salah-satu ekosistem penting yang banyak dijumpai di Kabupaten Natuna adalah
terumbu karang. Pada Coremap Fase II di Kabupaten Natuna telah terbentuk Kawasan
Konservasi Laut Kabupaten Natuna berdasarkan Surat Keputusan Bupati Natuna Nomor 378
Tahun 2008 dengan luas sebesar 142.977 ha yang tersebar di tiga kawasan dengan rincian :
1. Kawasan I dengan Luas 54.572 ha terdiri dari Kawasan Pulau Tiga, Sedanau dan Laut di
sekitarnya diprioritaskan untuk mendukung kegiatan Perikanan Berkelanjutan;
2. Kawasan II dengan Luas 52.415 ha terdiri dari Kawasan Bunguran Utara dan Laut
Sekitarnya diprioritaskan untuk Suaka Perikanan;
3. Kawasan III dengan Luas 35.990 ha terdiri dari Kawasan Pesisir Timur Bunguran dan Laut
Sekitarnya diprioritaskan untuk mendukung Kegiatan Pariwisata Bahari.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
11
KKLD (sekarang berganti nama menjadi KKPD/Kawasan Konservasi Perairan
Daerah) Kabupaten Natuna seluruhnya berada di pulau utama Kabupaten Natuna yaitu Pulau
Bunguran (Natuna Besar). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 dijelaskan
bahwa Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi,
dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan
lingkungannya secara berkelanjutan.
KKP terdiri atas Taman Nasional Perairan, Taman Wisata Perairan, Suaka Alam
Perairan, dan Suaka Perikanan. Sedangkan Definisi Kawasan Konservasi Perairan menurut
IUCN (1994) adalah perairan pasang surut dan wilayah sekitarnya, termasuk flora dan fauna
di dalamnya dan penampakan sejarah serta budaya, yang dilindungi secara hukum atau cara
lain yang efektif, untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan di sekitarnya.
2.1.1. Lokasi Monitoring dan Titik Pengambilan Data Kabupaten Natuna
Monitoring kondisi terumbu karang, ikan karang dan megabenthos Kabupaten Lingga
tahun 2015 meliputi dua puluh (20) titik pengambilan data, sembilan (9) titik pengamatan untuk
mangrove dan satu (1) titik pengamatan untuk lamun yang tersebar di lokasi KKPD Kabupaten
Natuna dari Wilayah Ranai, Pulau Tiga dan Kelarik (Gambar 1.).
2.1.2. Kondisi Umum Perairan KKPD Kabupaten Natuna
Berdasarkan data NOAA, terkait sebaran nilai suhu (data sampai tanggal 12 Oktober
2015) kondisi terumbu karang Indonesia berada dalam level watch, dengan kisaran nilai suhu
perairan antara 28 – 30 0C, tetapi pada area KKPD I Kecamatan Pulau Tiga sudah berada
dalam level Warning (Gambar 2). Suhu di kawasan KKPD Kabupaten Natuna ini berkisar
antara 29,54 – 30,02 0C, salinitas berkisar antara 30 – 32 ppt, pH 7,76 – 8,26, dengan
kecerahan (transparansi) antara 5-10 m. Nybakken (2005) menyatakan suhu optimum untuk
pertumbuhan hewan karang adalah berkisar antara 25 – 29 0C sedangkan suhu minimal
20 0C dan suhu maksimum 36 0C. Kisaran suhu yang relatif sempit ini (stenothermal),
menyebabkan penyebaran karang hanya pada daerah tropik. Faktor-faktor ini juga
berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis karang yang dapat hidup.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
12
Gambar 1. Peta Lokasi Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Ekosistem
Terkait Lainnya di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
13
Gambar 2. Status Bleching Alert Area Terumbu Karang Indonesia Terkait Suhu (dalam 0C)
Rataan kedalaman di Perairan Kabupaten Natuna dan sekitarnya adalah 67.5 meter,
kedalaman tertinggi sekitar 112 m (Gambar 3). Kedalaman pada lokasi pengamatan terumbu
karang, ikan dan megabenthos umumnya kurang dari 20 m.
Gambar 3. Peta Sebaran Kedalaman Kabupaten Natuna (Sumber Peta : NAVIONICS)
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
14
Faktor kedalaman berpengaruh terhadap daya jangkau cahaya matahari. Karang
diketahui hidup bersimbiosis dengan alga (zooxanthellae) yang mampu berfotosintesis,
sehingga membutuhkan cahaya matahari. Oleh karena itu, karang biasanya terbatas hidup
dengan baik dengan kedalaman kurang dari 30 m. Kawasan KKPD Kabupaten Natuna rata-
rata terletak pada perairan dangkal dengan karakter kejernihan air yang tinggi, yang
merupakan lokasi ideal pertumbuhan karang. Faktor kedalaman juga berpengaruh terhadap
keanekaragaman jenis karang yang dapat hidup. Kedalaman di wilayah pengambilan data
(titik sampling) berkisar antara 2-20 m. Kedalaman ini masih dalam kisaran kedalaman ideal
untuk pertumbuhan terumbu karang.
Produktivitas perairan Kabupaten Natuna (Gambar 4 dan 5) berdasarkan nilai klorofil
a (mg/m3) dan POC (particle Organic Carbon, dalam mg/m3) pada Bulan Agustus saat
dilakukannya monitoring, menunjukkan nilai yang rendah (klorofil a berkisar 0.5-1 mg/m3
sedangkan POC <200 mg/m3).
Gambar 4. Sebaran Nilai Klorofil a Kabupaten Natuna Bulan Agustus 2015 (mg/m3)
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
15
Gambar 5. Sebaran Nilai POC Kabupaten Natuna Bulan Agustus 2015 (mg/m3)
Produktivitas perairan sangat ditentukan oleh keberadaan fitoplankton. Keberadaan
fitoplankton dapat diduga dari nilai klorofil a yang dihasilkan melalui proses fotosintesis.
Melalui fotosintesis fitoplankton mengkonsumsi karbon inorganik (dalam bentuk total inorganic
carbon) dan menghasilkan particulate organic carbon (POC) serta oksigen (O2). Total karbon
inorganik terlarut di lautan berada dalam salah-satu bentuk carbon dioxide (CO2), bicarbonate
(HCO3-) dan carbonate (CO3
2-), dimana ketiganya merupakan molekul kimia penting dalam
sistem penyangga pH lautan (buffer system) (Johnson, 1982).
Pola arus Kabupaten Natuna sangat dipengaruhi oleh angin musim, rataan kecepatan
arus selama bulan Agustus dan September 2015 saat pengambilan data tercatat antara 0,5-
1 m/detik (Gambar 6).
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
16
Gambar 6. Peta Arah dan Kecepatan Arus Pada Kabupaten Natuna Agustus-September 2015
(Sumber Data : OSCAR NOAA)
Ekosistem mangrove pada KKPD Kabupaten Natuna berkembang relatif tipis ke arah
dalam pulau menuju daratan hanya sampai 500 m mengikuti alur setempat, terutama pada
selat dan pada daerah-daerah yang memiliki aliran sungai. Adapun jenis mangrove yang
dominan adalah jenis Rhizopora sp. Kondisi terumbu karang secara umum di Pulau Bunguran
berada pada kondisi buruk hingga sedang, dimana terumbu karang yang hidup hanya sekitar
24% berupa polip-polip karang, seperti jenis karang massive, Acropora submassive, foliose,
dan sedikit soft coral (KKP, 2015). Sebaran habitat dangkal KKPD Kabupaten Natuna
berdasarkan interpretasi Citra Landsat 8 selengkapnya disajkan pada Gambar 7, 8 dan 9.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
17
Gambar 7. Sebaran Habitat Dangkal KKPD I Kecamatan Pulau Tiga Kabupaten Natuna
Gambar 8. Sebaran Habitat Dangkal KKPD II Kelarik Kabupaten Natuna
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
18
Gambar 9. Sebaran Habitat Dangkal KKPD III Ranai Kabupaten Natuna
2.2. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang
2.2.1. Ekosistem Terumbu Karang
A. Kondisi Umum Terumbu Karang Kabupaten Natuna
Pengamatan ekologi terumbu karang oleh COREMAP di Perairan Kabupaten Natuna,
telah dilakukan sejak tahun 2004 (Fase I), dan diikuti tahun 2007 hingga 2011 (Fase II).
Pengamatan pada tahun 2014 dijadikan sebagai baseline studi (T0) untuk Fase III dengan
menggunakan metode Under Photograph Transect (UPT). Lokasi pengamatannya mengacu
di lokasi terdahulu dan disesuaikan dengan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD)
setempat (Manuputty et al., 2014).
Khusus di Kabupaten Natuna, waktu pengamatan bersamaan dengan mulainya Musim
Pancaroba (September). Lokasi pengamatan terumbu karang dilakukan di sepanjang pesisir
pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Natuna.Total titik stasiun lokasi yang diamati adalah 20
stasiun monitoring dari 24 stasiun rencana dimana 1 stasiun (NTNL G) tidak dapat mungkin
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
19
diamati karena perairan sangat keruh, dan stasiun NTNL C, NTNL 04, dan NTNL H sengaja
tidak diamati karena menjadi stasiun pengamatan daerah. Stasiun pengamatan selengkapnya
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Posisi Koordinat Stasiun Pengamatan Ekosistem Terumbu Karang
No Kode
Stasiun Bujur Lintang Lokasi
1 NTNL 02 108.00321 3.78984 Pulau Sedanau
2 NTNL 03 108.07323 3.6876 Tanjung Legung, Pulau Komang
3 NTNL 04 108.04523 3.66167 Tidak diamati karena sangat keruh
4 NTNL 05 108.07261 3.63147 Selat Depeh
5 NTNL 06 108.07939 3.57879 Pulau Seluar, Desa Seluar
6 NTNL 07 108.1063 3.67291 Pulau Tiga
7 NTNL 144 108.4332 3.87179 Pulau Bungin
8 NTNL 145 108.3756 3.99171 Pulau Natuna
9 NTNL 146 108.35718 4.00281 Pulau Natuna
10 NTNL 148 108.30705 4.0599 Pulau Natuna
11 NTNL 152A 108.22983 4.22471 Tanjung Datu dan Teluk Buton
12 NTNL 154 108.21209 4.26837 Pulau Panjang dan Pulau Pendek
13 NTNL 155 108.1832 4.23807 Pulau Panjang
14 NTNL 157 108.15382 4.16541 Pulau Natuna
15 NTNL 159 108.08387 4.11754 Pulau Bunga, Buton, dan P. Maguk
16 NTNL 161 108.0258 4.06018 Tanjung Katung, Pulau Buton
17 NTNL A 108.3367 4.04131 Pulau Natuna
18 NTNL B 108.4243 3.90435 Tanjung Karang
19 NTNL C 108.4172 3.79984 Pulau Kemudi, Stasiun Daerah
20 NTNL D 108.0441 3.79323 Pulau Sedanau
21 NTNL E 108.0884 3.73033 Pulau Natuna
22 NTNL F 108.1154 4.13889 Pulau Bunga
23 NTNL G 108.1841 4.20926 Pulau Natuna, Stasiun Daerah
24 NTNL H 108.3957 3.76933 Pulau Jantai, Stasiun Daerah
B. Kondisi Stasiun dan Terumbu Karang Pada Stasiun Monitoring
Kondisi masing-masing stasiun dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut berikut:
- Stasiun NTNL 02 (Pulau Sedanau)
Lokasi stasiun terletak dekat di Pulau Sedanau dimana pulau ini memiliki rataan
terumbu sepanjang 500 m. Substrat pantai tersusun dari batuan cadas, karang mati dan pasir
yang ditumbuhi oleh tumbuhan pantai. Umumnya pertumbuhan karang yang ditemukan,
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
20
memiliki bentuk pertumbuhan seperti bolder dan didominasi oleh jenis Porites sp.
Pertumbuhan karang hidup masih ditemukan hingga kedalaman 10 m. Tutupan karang hidup
sebesar 34.13 % atau menurun sebesar -5.60 % dibandingkan dengan tahun 2014. Karang
mati beralga (DCA) juga mendominasi dengan tutupan sebesar 53.53 %, relatif sama
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kategori lain seperti karang lunak soft coral, biota
lain other biota, patahan karang rubble memiliki nilai tutupan secara berurutan sebesar,
0.60%, 0.07% dan 10.73%. Kondisi karang termasuk dalam kategori ”cukup baik/ sedang”
terdiri dari karang Acropora dan karang Non-Acropora.
- Stasiun NTNL 03 (Tanjung Legung, Pulau Komang)
Pengamatan karang dilakukan di Perairan Pulau Komang dimana berjarak kurang
lebih 10 m dari garis pantai, yang berupa dinding batuan vulkanis. Pengamatan karang
dilakukan pada kedalaman 3-5 m dengan lereng terumbu yang tergolong landai. Saat
pengamatan, cuaca cerah namun berangin kencang. Kondisi perairan berarus dan
bergelombang kuat. Karang tumbuh secara bergerombol (patches) dan didominasi oleh
Porites lutea. Kondisi karang termasuk dalam kategori ”sedang” dengan tutupan karang hidup
sebesar 20.73%. Kategori yang mendominasi adalah karang mati beralga (DCA) sebesar
47.00 %, karang lunak ”soft coral” 6.73%, kemudian patahan karang ”rubble” sebesar 16.07%.
Kondisi karang termasuk dalam kategori ” kurang baik / jelek”.
- Stasiun NTNL 05 (Selat Depeh)
Lokasi pengamatan berada di Perairan Selat Depeh dimana terlihat adanya Pabrik
Pembekuan Ikan dan karamba ikan apung. Kondisi cuaca saat pengamtan cerah sedikit
berkabut asap disertai angin kuat. Kondisi perairan bergelombang cukup tinggi. Pengamatan
karang dilakukan pada kedalaman 5 meter dengan substrat tersusun dari pasir dan patahan
karang mati. Karang tumbuh secara bergerombol dengan keragaman yang rendah.
Pertumbuhan karang didominasi oleh Porites lobata, dan Pavona cactus. Dari hasil transek
diperoleh persentase tutupan karang 8.00 %. Kategori bentik lain seperti ”DCA” dicatat
sebesar 28.60 %. Kategori abiotik, diwakili oleh pecahan karang (rubble) tampak
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
21
mendominasi dengan tutupan sebesar 51.07 % sedang pasir (Sand) 2.53 %. Kondisi karang
di lokasi ini masuk dalam kategori ”kurang baik/ jelek”.
- Stasiun NTNL 06 (Pulau Seluar, Desa Seluar)
Pengamatan karang dilakukan di Pulau Seluar, Desa Seluar dimana lokasi
pengamatan berada di kedalaman 4-6 m, dengan lereng terumbu tergolong landai.
Kemiringannya sekitar 10-15º, substrat tersusun dari pasir dan pecahan karang mati. Perairan
bergelombang dengan jarak pandang ± 10 m. Pertumbuhan karang dengan bentuk bercabang
didominasi oleh jenis Porites cylindrica, sedangkan bentuk pertumbuhan submasive
didominasi oleh Porites rus. Karang tumbuh secara bergerombol dengan keragaman yang
rendah. Dari hasil transek diperoleh persentase tutupan karang hidup sebesar 18.00 %,
sedangkan komponen ”DCA” dicatat sebesar 4.73 %, dan nilai patahan karang (rubble)
mendominasi dengan tutupan sebesar 75.27 %. Kondisi karang di stasiun ini tergolong dalam
kategori “kurang baik/ jelek”.
- Stasiun NTNL 07 (Pulau Tiga)
Kondisi sekitar stasiun pengamatan banyak dikelilingi pulau-pulau batu. Stasiun ini
berada di Pulau Tiga dimana bagian lokasi pengamatan karangnya memiliki rataan terumbu
sepanjang 200 meter. Substrat tersusun dari batuan, patahan karang mati dan pasir yang
ditumbuhi oleh tumbuhan pantai. Pengamatan karang dilakukan pada kedalaman 6 meter
dengan lereng terumbu yang tergolong curam. Pertumbuhan karang dengan bentuk
bercabang didominasi oleh jenis Porites cylindrica, sedangkan bentuk pertumbuhan
submasive didominasi oleh Porites rus. Tutupan karang hidup dicatat sebesar 7.73 %.
Persentase tutupan ”DCA” dicatat sebesar 50.93 %, sedangkan patahan karang (rubble)
sebesar 38.73%. Kondisi karang dikategorikan dalam kondisi ” kurang baik/ jelek”.
- Stasiun NTNL 144 (Pulau Bungin)
Posisi stasiun berdekatan dengan Pulau Bungin dimana dapat dijumpai beberapa
tancap di sekitarnya. Kondisi cuaca saat pengamatan cerah namun agak berkabut dengan
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
22
angina cukup kencang. Kondisi perairan saat pengamatan berarus kencang disertai
gelombang laut tinggi. Lokasi pengamatan karang berada pada kedalaman sekitar 2 m
dengan visibility kurang baik. Tanda-tanda monitoring lama tidak ditemukan lagi. Bagian
dasar berupa substrat pasir.
- Stasiun NTNL 145 (Pulau Natuna)
Kondisi cuaca saat pengamatan berawan dengan angin bertiup sedang. Kondisi
perairan saat pengamatan tenang disertai gelombang laut yang sedang. Lokasi pengamatan
karang berada pada kedalaman sekitar 3 - 5 m dengan visibility dapat mencapai dasar
perairan. Bentuk karang berupa tubir curam dengan bagian dasar sebagian besar berupa
karang berpasir.
- Stasiun NTNL 146 (Pulau Natuna)
Kondisi cuaca saat pengamatan berawan dengan angin bertiup sedang. Kondisi
perairan saat pengamatan tenang disertai gelombang laut yang sedang. Kondisi perairan saat
pengamatan berarus kencang disertai gelombang laut tinggi. Lokasi pengamatan karang
berada pada kedalaman sekitar 3-4 m dengan visibility horizontal sekitar 3 m dan dapat
mencapai dasar perairan. Bentuk karang berupa tubir curam dengan bagian dasar sebagian
besar berupa karang berpasir.
- Stasiun NTNL 148 (Pulau Natuna)
Kondisi cuaca saat pengamatan berawan dengan angin bertiup sedang. Kondisi
perairan saat pengamatan tenang disertai gelombang laut yang sedang. Kondisi perairan saat
pengamatan berarus kencang disertai gelombang laut tinggi. Lokasi pengamatan karang
berada pada kedalaman sekitar 3-4 m dengan visibility horizontal sekitar 2 m dan dapat
mencapai dasar perairan. Bentuk karang berupa tubir curam dengan bagian dasar sebagian
besar berupa karang berpasir.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
23
- Stasiun NTNL 152A (Tanjung Datu dan Teluk Buton)
Posisi stasiun bersebelahan dengan Tanjung Datu dan Teluk Buton. Kondisi pantai
terdekat dapat dijumpai batu besar dan banyak pohon kelapa. Kondisi cuaca saat
pengamatan cerah dengan kondisi perairan bergelombang kecil. Visibiliti perairan dapat
mencapai dasar perairan bagian dasar perairan umumnya berupa berupa substrat pasir.
- Stasiun NTNL 154 (Pulau Panjang dan Pulau Pendek)
Posisi stasiun bersebelahan dengan Pulau Panjang dan Pulau Pendek. Kondisi pantai
umum berupa bebatuan. Kondisi cuaca saat pengamatan cerah dengan kondisi perairan
bergelombang kecil. Visibility perairan dapat mencapai dasar perairan bagian dasar perairan
umumnya berupa berupa substrat pasir.
- Stasiun NTNL 155 (Pulau Panjang)
Posisi stasiun berdekatan dengan Pulau Panjang dimana di pulau tersebut banyak
dijumpai pohon kelapa. Kondisi cuaca saat pengamatan cerah namun kondisi perairan disertai
gelombang laut besarl. Visibility perairan dapat mencapai dasar perairan bagian dasar
perairan umumnya berupa berupa substrat pasir.
- Stasiun NTNL 157 (Pulau Natuna)
Posisi stasiun dekat dengan Pulau Natuna. Kondisi cuaca saat pengamatan berawan
dengan kondisi perairan berarus kuat dan bergelombang besar. Kondisi karang saat
pengamatan menunjukkan tanda-tanda bekas dilalui kapal.
- Stasiun NTNL 159 (Pulau Bunga, Buton, dan P. Maguk)
Posisi stasiun dekat dengan Pulau Bunga, Buton, dan Pulau Maguk. Kondisi cuaca
saat pengamatan sangat mendukung walaupun kondisi perairan ditandai dengan arus kuat
dan gelombang laut tinggi. Lokasi pengamatan karang berada pada kedalaman sekitar 3-4 m
dengan visibility horizontal cukup bagus yaitu sekitar 7 m dan dapat mencapai dasar perairan.
dimana sebagian besar dasarnya berupa substrat berpasir.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
24
- Stasiun NTNL 161 (Tanjung Katung, Pulau Buton)
Posisi stasiun berdekatan dengan Tanjung Katung dan Pulau Buton tepatnya berada
di Desa Klarik tengah, Kecamatan Bunguran Utara, Ranai dan dekat dengan Desa Klarik
Utara. Kondisi cuaca saat pengamatan berawan dan berangin sedang dimana kondisi
perairan saat itu sedang menjelang pasang yang disertai arus kuat dan gelombang laut tinggi.
Lokasi pengamatan karang berada pada kedalaman sekitar 2,5 m dengan visibility yang
buruk. Hal ini dikarenakan kondisi dasar perairan yang berupa pasir berlumpur.
- Stasiun NTNL A (Pulau Natuna)
Kondisi cuaca saat pengamatan berawan dengan angin bertiup sedang. Kondisi
perairan saat pengamatan tenang disertai gelombang laut yang sedang. Lokasi pengamatan
karang berada pada kedalaman sekitar 3 - 5 m dengan visibility horizontal hanya mencapai 2
m. Kemiringan karang sebagian besar landai dengan bagian dasar sebagian besar berupa
karang berpasir.
- Stasiun NTNL B (Tanjung Karang)
Posisi stasiun berdekatan dengan Tanjung Karang. Kondisi cuaca saat pengamatan
berawan di senja hari dan berkabut dengan angin bertiup kencang. Kondisi perairan saat
pengamatan berarus kencang disertai gelombang laut tinggi. Visibiliti lokasi pengamatan
mampu mencapai dasar perairan dimana bagian dasarnya sebagian besar berupa pasir.
- Stasiun NTNL D (Pulau Sedanau)
Posisi stasiun berdekatan dengan Pulau Sedanau. Kondisi sekitar stasiun banyak
terdapat pemukiman pendudukrdapat pula bagan tancap disekitar pantai dan kapal nelayan
yang berlabuh setelah menangkap ikan. Kondisi cuaca saat pengamatan cerah namun
berkabut dengan tiupan angin yang kencang. Kondisi perairan saat pengamatan berarus
kencang disertai gelombang laut sedang. Visibility lokasi pengamatan mencapai sekitar 4 m
dasar perairan dimana bagian dasarnya sebagian besar berupa pasir.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
25
- Stasiun NTNL E (Pulau Natuna)
Posisi stasiun di laut lepas yang berdekatan dengan Pulau Natuna namun dalam
kondisi tertutup kabut. Kondisi cuaca saat pengamatan cerah dengan kondisi perairan saat
pengamatan berarus kencang disertai gelombang laut tinggi. Visibiliti lokasi pengamatan
mencapai sekitar 5 m. Kedalaman dasar perairan dapat mencapat 10 m namun kedalaman
pengamatan berada disekitar 6 m dimana bagian dasarnya sebagian besar berupa pasir.
- Stasiun NTNL F (Pulau Bunga)
Posisi stasiun berdekatan dengan Pulau Bunga. Kondisi sekitar stasiun banyak
terdapat jaring tancap dan bekas kapal asing yang telah diledakkan. Kondisi cuaca saat
pengamatan cerah namun berkabut dengan tiupan angin yang kencang. Kondisi perairan saat
pengamatan sedang surut, berarus kecil disertai gelombang laut yang kecil pula. Visibility
lokasi pengamatan mencapai dasar perairan dimana bagian dasarnya sebagian besar berupa
pasir.
C. Kondisi Kesehatan Terumbu Karang
Monitoring kesehatan terumbu karang Kabupaten Natuna tahun 2015 adalah tahun
ke-1 (T1) pengukuran tutupan karang hidup setelah dilakukan penilaian awal (baseline) tahun
ke-0 (T0) pada tahun 2014. Hasil penilaian pada setiap stasiun disajikan pada hasil penilaian
pada setiap stasiun disajikan pada Gambar 10a dan 10b serta Gambar 11. Peta sebaran
benthic life form disajikan pada Gambar 12.
Sebagian besar kondisi kesehatan karang di Perairan Kabupaten Natuna termasuk
kategori “kurang baik/ jelek” dimana total tingkat tutupan karang diseluruh stasiun
pengamatan Natuna adalah 18.85%. Tutupan karang hidup yang masih dikatakan kategori
“sedang” hanya didapati pada tiga stasiun saja dimana dua stasiun berada di Perairan Pulau
Natuna di bagian Barat Daya yaitu karang dekat Pulau Sedanau (NTNL 02) yaitu sebesar
34.13% dan Stasiun NTNL E sebesar 26.33% sedang lainnya di bagian Timur Laut Pulau
Natuna yaitu NTNL 148 sebesar 33.93 %.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
26
Gambar 10a. Tutupan Kumulatif (%) pada Masing-masing Stasiun di Kabupaten Natuna
Tahun 2015
Gambar 10b. Tutupan Kumulatif (%) pada Masing-masing Stasiun di Kabupaten Natuna
Tahun 2015
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
27
Gambar 11. Tutupan Kumulatif Total (%) Stasiun Pengamatan di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2015
Gambar 12. Proporsi dan Sebaran Benthic Life Form di Perairan Kabupaten Natuna Tahun
2015
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
28
Dominansi tutupan substrat perairan, secara umum didominasi oleh karang mati yang
telah ditutupi alga (DCA) dan pecahan karang (rubble). Karang mati yang telah ditutupi alga
(DCA) teramati dengan kisaran nilai antara 4.73 % – 72.40% atau total 46.58% yang
umumnya berada di bagian Utara Pulau Natuna dimana tutupan DCA tertinggi terdapat di
stasiun NTNL154 yang dapat mencapai 72.40%, sedangkan bagian tutupan patahan karang
mati (R) menutupi dengan kisaran nilai antara 0.20% – 75.27% dimana tutupan tertinggi
terdapat di stasiun NTNL 06.
D. Tutupan Karang Hidup Secara Temporal (2014 – 2015)
Kesehatan terumbu karang secara temporal didefinisikan sebagai perubahan tutupan
karang hidup pada lokasi yang sama menurut waktu. Hasil monitoring tahun 2015 atau tahun
ke-1 (T1) dibandingkan dengan tutupan karang hidup tahun 2014 (Gambar 13). Bila
diperhatikan terlihat adanya perubahan tutupan karang hidup terlihat bervariasi antara setiap
stasiun, ada yang meningkat dan ada pula yang menurun. Walaupun demikian,
kecenderungan perubahan tutupan karang hidup yang terjadi antara tahun 2014 (T0) – 2015
(T1) menunjukkan penurunan tingkat tutupan karang hidup di Perairan Kabupaten Natuna.
Sebagai contoh pada stasiun NTNL 02, NTNL 148, dan NTNL 155 masing-masing telah
mengalami penurunan tutupan sebesar -5.60%, -6.80%, dan -3.35%.
Perubahan lain yang terlihat jelas adalah peningkatan pecahan karang pada tahun
2015 dibanding tahun sebelumnya setidaknya pada stasiun NTNL 05, NTNL 06, NTNL 07,
NTNL 144 dan NTNL 155. Tingginya nilai persentase tutupan karang mati dapat saja
disebabkan oleh faktor alam maupun akibat aktivitas manusia. Akibat dari faktor alam adalah
berupa ombak besar atau badai sedangkan kerusakan yang disebabkan oleh ulah manusia
berupa penggunaan bom dalam menangkap ikan.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
29
Gambar 13. Tutupan Kumulatif (%) Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2014
2.2.2. Ikan Karang
A. Lokasi Pengamatan
Monitoring dilakukan di 20 lokasi pengamatan ekosistem terumbu karang yang
tersebar di perairan Pulau Natuna pada Bulan September 2015. Metode yang digunakan
dalam pengamatan ikan karang adalah belt transect mengikuti cara English et al. (1997).
Pengambilan data dilakukan dengan metode UVC (Underwater Visual Census) dengan
mencatat keragaman jenis, kelimpahan dan estimasi panjang ikan karang.
B. Keanekaragaman Jenis
Hasil visual census ikan karang di perairan Natuna dan sekitarnya yang terdiri dari
ikan indikator, ikan herbivora dan ikan ekonomis penting (ikan target) pada 20 stasiun
pengamatan tercatat sebanyak 73 jenis yang terdiri dari 17 jenis dari family Chaetodontidae,
22 jenis dari family Scaridae, 5 jenis dari family Acanthuridae, 8 jenis dari family Siganidae, 7
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
30
jenis dari family Serranidae, 11 Jenis dari family Lutjanidae, 5 jenis dari family Haemulidae
dan 3 jenis dari family Lethrinidae.
Dari 73 jenis ikan karang yang terdapat pada 20 stasiun pengamatan diperairan pulau
Natuna dan sekitarnya, keanekaragaman jenis yang paling tinggi ditemukan pada NTNL 02
yang terdapat 37 jenis ikan karang yang menjadi target monitoring, NTNL 157 dan NTNL 159
dimana terdapat 32 dan 31 jenis ikan karang yang menjadi target monitoring, sedangkan pada
NTNL 161 hanya ditemukan 10 jenis ikan karang. Berikut keanekaragaman jenis ikan karang
yang terdapat di Perairan Pulau Natuna dan sekitarnya. Data keanekaragaman jenis ikan
karang Kabupaten Natuna pada masing-masing stasiun pengamatan selengkapnya disajikan
pada Tabel 4 dan Gambar14. Peta keanekaragaman jenis ikan karang dapat dilihat pada
Gambar 15.
Tabel 4. Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
Stasiun Tempat Keanekaragaman
(spesies)
NTNL 02 Pulau Sedanau 37
NTNL 03 Tanjung Legung, Pulau Komang 21
NTNL 05 Selat Depeh 17
NTNL 06 Pulau Seluar, Desa Seluar 23
NTNL 07 Pulau Tiga 26
NTNL 144 Pulau Bungin 22
NTNL 145 Pulau Natuna 20
NTNL 146 Pulau Natuna 18
NTNL 148 Pulau Natuna 14
NTNL 152 A Tanjung Datu dan Teluk Buton 27
NTNL 154 Pulau Panjang dan Pulau Pendek 18
NTNL 155 Pulau Panjang 26
NTNL 157 Pulau Natuna 32
NTNL 159 Pulau Bunga, Buton, dan P. Maguk 31
NTNL.161 Tanjung Katung, Pulau Buton 10
NTNL A Pulau Natuna 23
NTNL B Tanjung Karang 17
NTNL D Pulau Sedanau 11
NTNL E Pulau Natuna 27
NTNL F Pulau Bunga 24
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
31
Gambar 14. Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Setiap Stasiun Pengamatan di Perairan
Pulau Natuna Tahun 2015
4
Gambar 15. Peta Keanekaragaman Jenis Ikan di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
37
21
17
23
26
2220
18
14
27
18
26
3231
10
23
17
11
27
24
0
5
10
15
20
25
30
35
40
JUM
LAH
KEA
NEK
AR
AG
AM
AN
JEN
IS
STASIUN
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
32
C. Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Ikan karang yang paling banyak pada 20 stasiun pengamatan di Pulau
Natuna dan sekitarnya terdapat pada NTNL 155 dengan kelimpahan ikan karang sebesar
7257 ind/ha sedangkan kelimpahan yang paling sedikit terdapat pada NTNL 161 dengan
kelimpahan ikan karang hanya sebesar 486 ind/ha. Kelimpahan ikan indikator (Corralivorous)
yang terbesar terdapat pada NTNL 157 dan NTNL 159 yaitu sebesar 1629 ind/ha.
Sedangkan kelimpahan ikan herbivora (Herbivorous) yang terbesar terdapat pada
NTNL 155 yaitu sebesar 6400 ind/ha sedangkan kelimpahan ikan ekonomis penting
(Carnivorous) yang terbesar terdapat pada NTNL 02 yaitu sebesar 600 ind/ha. Kelimpahan
jenis ikan karang disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 16. Peta sebaran kelimpahan jenis ikan
karang dapat dilihat pada Gambar 17.
Tabel 5. Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
Stasiun Tempat
Ikan
Indikator
(ind/ha)
Ikan
Herbivora
(ind/ha)
Ikan Ekonomis
Penting
(ind/ha)
NTNL 02 Pulau Sedanau 486 2971 600
NTNL 03 Tanjung Legung 629 1657 143
NTNL 05 Selat Depeh 314 1486 543
NTNL 06 Pulau Seluar 429 2400 200
NTNL 07 Pulau Tiga 514 1857 114
NTNL 144 Pulau Bungin 229 2571 143
NTNL 145 Pulau Natuna 343 4086 200
NTNL 146 Pulau Natuna 543 1629 29
NTNL 148 Pulau Natuna 57 1057 114
NTNL 152 A Tanjung Datu 743 3486 57
NTNL 154 Pulau Panjang 400 2143 343
NTNL 155 Pulau Panjang 514 6400 343
NTNL 157 Pulau Natuna 1629 1971 429
NTNL 159 Pulau Bunga, Buton 1629 3543 257
NTNL.161 Tanjung Katung 229 114 143
NTNL A Pulau Natuna 286 2314 143
NTNL B Tanjung Karang 286 971 171
NTNL D Pulau Sedanau 1600 371 57
NTNL E Pulau Natuna 743 2257 86
NTNL F Pulau Bunga 1371 1057 371
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
33
Gambar 16. Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
Gambar 17. Sebaran Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun
2015
2971
16571486
2400
1857
2571
4086
1629
1057
3486
2143
6400
1971
3543
114
2314
971
371
2257
1057
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
KE
LIM
PA
HA
N (i
nd
/ha
)
STASIUN
Corralivorous (ind/ha)
Herbivorous (ind/ha)
carnivorous/target (ind/ha)
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
34
D. Biomassa
Analisa biomassa ikan karang yang terdapat di perairan Pulau Natuna dan sekitarnya
hanya dilakukan untuk ikan herbivora (Herbivorous) dan ikan ekonomis penting (Carnivorous).
Biomassa yang paling besar dari 20 stasiun pengamatan di perairan Pulau Natuna dan
sekitarnya terdapat pada NTNL 02 dengan jumlah total biomassa ikan karang pada stasiun
ini adalah sebesar 462,669 kg/ha. Sedangkan yang paling sedikit terdapat pada NTNL 161
dengan total biomassa hanya sebesar 4,620 kg/ha. Biomassa ikan herbivora yang terbesar
terdapat pada stasiun NTNL 145 dengan jumlah biomassa ikan herbivora sebesar 414,318
kg/ha sedangkan untuk ikan ekonomis penting, biomassa yang terbesar terdapat pada
NTNL 05 dengan jumlah biomassa sebesar 122,980 kg/ha. Biomassa ikan karang di
selengkapnya disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 18.
Tabel 6. Biomassa Ikan Herbivora dan Ikan Ekonomis Penting di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2015
Stasiun Tempat Biomassa Ikan
Herbivora (kg/ha)
Biomassa Ikan Ekonomis
Penting (kg/ha)
NTNL 02 Pulau Sedanau 350.063 112.636
NTNL 03 Tanjung Legung 119.288 10.458
NTNL 05 Selat Depeh 34.084 122.980
NTNL 06 Pulau Seluar 105.279 27.979
NTNL 07 Pulau Tiga 86.909 14.722
NTNL 144 Pulau Bungin 126.393 4.737
NTNL 145 Pulau Natuna 414.318 27.714
NTNL 146 Pulau Natuna 116.132 5.294
NTNL 148 Pulau Natuna 72.921 28.067
NTNL 152 A Tanjung Datu 152.072 1.410
NTNL 154 Pulau Panjang 160.009 83.824
NTNL 155 Pulau Panjang 250.523 54.951
NTNL 157 Pulau Natuna 77.787 55.412
NTNL 159 Pulau Bunga, Buton 152.554 70.990
NTNL.161 Tanjung Katung 1.013 3.608
NTNL A Pulau Natuna 237.011 21.445
NTNL B Tanjung Karang 66.345 22.678
NTNL D Pulau Sedanau 3.761 1.689
NTNL E Pulau Natuna 102.435 18.793
NTNL F Pulau Bunga 29.547 19.080
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
35
Gambar 18. Biomassa Ikan Herbivora dan Ikan Ekonomis Penting di Perairan Kabupaten
Natuna Tahun 2015
E. Analisa Jenis-jenis Ikan
1. Ikan Indikator (Corallivour)
Hasil monitoring ikan karang corallivor untuk Natuna tahun 2015 yang merupakan ikan
indikator tercatat ada 3 genus, yaitu Chaeodontidae, Chelmon dan Heniochus. Untuk
Genus Chaetodontidae terdapat 13 spesies yaitu Chaetodon adiargatos, Chaetodon auriga,
Chaetodon baronnesa, Chaetodon collare, Chaetodon lineolatus, Chaetodon lunula,
Chaetodon lunulatus, Chaetodon melanotus, Chaetodon octofasciatus, Chaetodon speculum,
Chaetodon trifascialis, Chaetodon tringulum dan Chaetodon vagabundus sebanyak. Dimana
komposisi spesies yang paling dominan adalah Chaetodon octofasciatus dengan jumlah
ditemukannya sebanyak 80 ekor. Genus Chelmon hanya ditemukan satu species yaitu
Chelmon rostratus. Genus Heniochus ditemukan 3 spesies yaitu Heniochus acuminatus,
Heniochus singularis dan Heniochus varius. Dimana komposisi spesies yang paling dominan
adalah Heniochus varius ditemukannya 18 ekor. Beberapa jenis ikan indikator yang
ditemukan pada stasiun monitoring disajikan pada Gambar 19.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
36
Gambar 19. Beberapa Jenis Ikan Indikator di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
Rata-rata keragaman jenis ikan indikator pada perairan Natuna pada tahun 2015 pada
20 stasiun pengamatan adalah sebesar 5 (jenis/ha) dan didominasi oleh ikan Chaetodon
octofasciatus, sedangkan untuk rata-rata kelimpahan ikan indikator pada perairan Natuna
adalah 581 (ind/ha) yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
37
Tabel 7. Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Indikator (Corallivour) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
NO SPESIES
NT
NL
02
NT
NL
03
NT
NL
05
NT
NL
06
NT
NL
07
NT
NL
144
NT
NL
145
NT
NL
146
NT
NL
148
NT
NL
152
A
NT
NL
154
NT
NL
155
NT
NL
157
NT
NL
159
NT
NL
.161
NT
NL
A
NT
NL
B
NT
NL
D
NT
NL
E
NT
NL
F
1 Chaetodon adiargatos 2 7 2 7 6 12 1 1 3 10
2 Chaetodon auriga 1 1 2 1 9 4 4
3 Chaetodon baronnesa 2 3 2 8 3 3 3
4 Chaetodon collare 2 6 5 2
5 Chaetodon lineolatus 4
6 Chaetodon lunula 4 3
7 Chaetodon lunulatus 3 4 7 6 1 4 8 7 3 6 7
8 Chaetodon melanotus 2 7 6 3 2 3 12 4 2 3 3 6 5 5
9 Chaetodon octofasciatus 8 4 6 5 2 2 2 2 5 4 3 2 14 7 14
10 Chaetodon speculum 6 5
11 Chaetodon trifascialis 7 9
12 Chaetodon tringulum 2
13 Chaetodon vagabundus 6 1 2
14 Chelmon rostratus 1 2 8 5
15 Heniochus acuminatus 3 2 6
16 Heniochus singularis 2
17 Heniochus varius 7 5 2 4
Kelimpahan (ind/350m2) 17 22 11 15 18 8 12 19 2 26 14 18 57 10 8 10 10 56 26 48
Kelimpahan rata-rata (ind/350m2) 20
Kelimpahan (ind/ha) 486 629 314 429 514 229 343 543 57 743 400 514 1629 286 229 286 286 1600 743 1371
Kelimpahan rata-rata (ind/ha) 581
Keanekaragaman jenis 5 4 2 3 3 4 4 8 1 4 4 5 10 3 4 4 3 8 5 7
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
38
2. Ikan Herbivora (Herbivorous)
Pencatatan data ikan karang untuk ikan herbivora yang dilakukan pada famili
Scaridae, Acanthuridae dan Siganidae, tercatat 22 jenis dari family Scaridae, 5 jenis dari
family Acanthuridae, 8 jenis dari family Siganidae untuk perairan Natuna tahun 2015. Spesies
Scaridae yang tercatat pada Perairan Natuna terdiri dari Cetoscarus bicolor, Chlorurus
capistratoides, Chlororus blekerri, Chlororus bowersi, Chlororus sordidus, Chlororus
michrohinos, Scarus chameleon, Scarus dimidiatus, Scarus ferrugineus, Scarus forsteni
Scarus frenatus, Scarus fuscocaudalis, Scarus fuscopurpureus, Scarus ghobban, Scarus
globiceps, Scarus hypeselopterus, Scarus niger, Scarus oviceps, Scarus quoyi, Scarus
rivulatus, Scarus rubroviolaceus dan Scarus spinus. Dimana komposisi spesies yang paling
dominan adalah Scarus spinus dengan jumlah ditemukannya sebanyak 240 ekor. Family
Achanthuridae terdiri dari 5 species yaitu Acanthurus lineatus, Achanturus triostegus,
Chetochaetus binotatus, Chetochaetus striatus dan Naso lituratus dengan spesies yang
paling dominan adalah Acanthurus lineatus yang ditemukan sebanyak 41 ekor.
Family Siganidae terdiri dari 8 spesies yang ditemukan di perairan Pulau Natuna yaitu
Siganus corallines, Siganus doliatus, Siganus pulloides, Siganus punctassiumus, Siganus
spinus, Siganus tetrazonous, Siganus virgatus dan Siganus vulpinus dengan spesies yang
paling dominan ditemukan adalah Siganus virgatus sebanyak 124 ekor.
Secara ekologi ikan herbivora yang tergabung didalam ketiga suku ini mempunyai
peran mengendalikan populasi algae yang bersifat competitor terhadap pertumbuhan karang
dan menyediakan substrat sebagai tempat penempelan koral (Green & Bellwood, 2009).
Secara umum keragaman jenis dan kelimpahan ikan herbivora dapat dilihat pada Tabel 8.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
39
Tabel 8. Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Herbivora (Scaride, Acanthuridae dan Siganidae) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
STASIUN
NT
NL
02
NT
NL
03
NT
NL
05
NT
NL
06
NT
NL
07
NT
NL
144
NT
NL
145
NT
NL
146
NT
NL
148
NT
NL
152
A
NT
NL
154
NT
NL
155
NT
NL
157
NT
NL
159
NT
NL
.161
NT
NL
A
NT
NL
B
NT
NL
D
NT
NL
E
NT
NL
F
∑ INDIVIDU
SCARIDAE
Cetoscarus_bicolor 1 1
Chlorurus_capistratoides 9 1 3 1 17 2 19 19 4 8 9 92
Chlororus_blekerri 2 4 9 7 1 4 9 1 4 2 2 8 3 2 58
Chlororus_bleekeri_juvenile 3 3 9 3 4 21 16 12 3 13 20 3 10 4 2 126
Chlororus_bowersi 3 6 2 10 1 2 2 3 1 2 32
Chlororus_sordidus 7 6 1 3 22 4 4 2 7 2 1 6 4 1 70
Chlororus_sordidus_juvenile 1 8 1 3 5 3 3 24
Chlororus_sordidus_IP 9 4 7 2 24 9 1 20 7 18 4 105
Chlororus_michrohinos 8 4 7 1 20
Scarus_chameleon 5 2 5 5 1 18
Scarus_dimidiatus 2 3 1 6
Scarus_dimidiatus_IP 1 2 3 2 8
Scarus_ferrugineus 1 1 2
Scarus_forsteni 1 1 3 5
Scarus_frenatus 2 2 5 1 10
Scarus_fuscocaudalis 3 1 2 2 8
Scarus_fuscopurpureus 1 1
Scarus_ghobban 1 1 8 4 2 1 17
Scarus_globiceps 1 1
Scarus_hypeselopterus 14 1 1 1 14 4 5 10 4 1 18 73
Scarus_niger 10 1 1 2 1 15
Scarus_oviceps 3 5 1 1 2 6 1 1 5 25
Scarus_oviceps_IP 2 1 1 2 7 1 1 15
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
40
Scarus_quoyi 5 3 3 1 1 2 6 6 8 2 2 1 11 51
Scarus_rivulatus 5 18 2 2 11 19 15 5 21 4 1 72 1 6 11 22 215
Scarus_rubroviolaceus 1 2 1 3 2 9
Scarus_spinus 2 2 1 5
Scarus_spinus_IP 5 6 12 16 1 6 15 10 122 17 18 4 2 6 240
ACANTHURIDAE
Acanthurus_lineatus 3 11 1 20 4 2 41
Achanturus_triostegus 1 3 4
Chetochaetus_binotatus 1 1
Chetochaetus_striatus 2 4 6 2 2 3 5 1 2 27
Naso_lituratus 2 4 11 1 18
SIGANIDAE
Siganus_corallinus 5 2 7
Siganus_doliatus 2 2
Siganus_pulloides 2 2 4
Siganus_punctassiumus 1 1 1 3
Siganus_spinus 2 8 16 26
Siganus_tetrazonous 2 3 1 2 8
Siganus_virgatus 5 4 4 4 2 7 34 3 5 10 5 16 7 2 8 2 2 2 2 124
Siganus_vulpinus 19 1 3 1 1 3 10 2 3 2 3 2 50
∑ JENIS 22 15 9 17 20 15 15 9 11 21 11 17 15 14 2 16 11 2 19 10
∑ INDIVIDU 105 62 52 85 65 90 150 57 37 122 75 224 70 124 4 81 34 13 80 37
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
41
Kelimpahan untuk ikan herbivora (Tabel 9a dan 9b) tertinggi ditemukan berturut-turut
di stasiun NTNL 155, NTNL 145 dan NTNL 159 dimana Scaridae tercatat memiliki kelimpahan
tertinggi hampir di setiap stasiun. Secara keseluruhan dalam kawasan terumbu karang
kelimpahan ikan herbivora adalah 78 ind/350 m2 atau setara dengan 2217 ind/ha ini
menunjukan bahwa kelimpahan ikan herbivora relatif tinggi di perairan Kabupaten Natuna
pada tahun 2015.
Tabel 9a. Kelimpahan Ikan Herbivora (Herbivorous) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun
2015
NO FAMILY NTNL
02 03 05 06 07 144 145 146 148 152A
1 ACANTHURIDAE 3 6 0 10 2 5 23 0 0 7
2 SCARIDAE 72 47 48 70 54 75 86 51 30 97
3 SIGANIDAE 29 5 4 4 9 10 34 6 7 18
Kelimpahan
(ind/350m2) 104 58 52 84 65 90 143 57 37 122
Kelimpahan
rata-rata (ind/350m2) 78
Kelimpahan
(ind/ha) 2971 1657 1486 2400 1857 2571 4086 1629 1057 3486
Kelimpahan rata-rata
(ind/ha) 2217
Tabel 9b. Kelimpahan Ikan Herbivora (Herbivorous) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun
2015
NO FAMILY NTNL
154 155 157 159 161 A B D E F
1 ACANTHURIDAE 20 0 5 0 0 4 3 0 3 0
2 SCARIDAE 50 205 44 119 4 48 27 11 67 32
3 SIGANIDAE 5 19 20 5 0 29 4 2 9 5
Kelimpahan (ind/350m2)
75 224 69 124 4 81 34 13 79 37
Kelimpahan rata-rata (ind/350m2)
78
Kelimpahan (ind/ha)
2143 6400 1971 3543 114 2314
971 371 2257 1057
Kelimpahan rata-rata (ind/ha)
2217
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
42
Biomassa untuk ikan herbivora terbanyak ditemukan berturut-turut di stasiun NTNL 02,
NTNL 155 dan NTNL A dimana family dari ikan Scaridae tercatat memiliki biomassa tertinggi
hampir di setiap stasiun. Secara keseluruhan dalam kawasan terumbu karang biomass untuk
ikan herbivora adalah 4,65 kg/350 m2 atau setara dengan 132,92 kg/ha, ini menunjukan
bahwa biomassa ikan herbivora relative besar di periran Natuna pada tahun 2015. Beberapa
jenis Herbivora : Scaridae, Acanthuridae, Siganidae yang ditemukan pada Stasiun Monitoring
disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20. Beberapa Jenis Ikan Herbivora : Scaridae, Acanthuridae dan Siganidae di
Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
3. Ikan Ekonomis Penting (Carnivorous)
Pencatatan data ikan karang untuk ikan ekonomis penting yang dilakukan pada family
Serranidae, Lutanidae, Lethrinidae dan Siganidae, tercatat 26 jenis ikan ekonomis penting
(target) yang terdiri dari 7 jenis Serranidae, 11 jenis Lutjanidae, 3 jenis Lethrinidae sedangkan
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
43
dan 5 jenis Haemulidae pada perairan Natuna tahun 2015. Spesies Serranidae yang tercatat
pada Perairan Natuna terdiri dari Epinephelus ongus, Chepalopolis boenak, Chepalopolis
micropion, Plectopormus aerolatus, Plectopormus leopardus, Plectopormus maculatus dan
Plectopormus truncates dimana spesies yang paling dominan adalah Chepalopolis boenak
yang ditemukan di Perairan Natuna sebanyak 14 ekor.
Family Lutjanidae yang tercatat di perairan Natuna sebanyak 11 spesies yang terdiri
dari Lutjanus corponotatus, Lutjanus decussatus, Lutjanus ehrenbergii, Lutjanus fulvifallma,
Lutjanus lemnicastus, Lutjanus lutjanus, Lutjanus monostigma, Lutjanus quinquelineatus,
Lutjanus semicinctus, Lutjanus vitta dan Symphorichthys spilurus dengan spesies yang paling
dominan ditemukan adalah Lutjanus decussatus sebanyak 54 ekor.
Haemulidae ditemukan sebanyak 5 jenis yang terdiri dari Diagramma Pictum,
Plectorhincus lessoni, Plectorhincus vittatus, Plectrohincus chaetodonnoides dan
Plectrohincus lineatus dengan spesies yang paling dominan adalah Plectorhincus lessoni yan
ditemukan sebanyak 19 ekor. Sedangkan untuk family Lethrinidae ditemukan sebanyak 3
spesies yaitu Gnathodentex aureolineatus, Lethrinus harax dan Lethrinus ornatus dengan
spesies yang paling dominan adalah Lethrinus harax yang ditemukan sebanyak 3 ekor di
perairan Pulau Natuna.
Ikan target merupakan ikan ekonomis penting yang merupakan sasaran tangkap
nelayan di sekitar perairan Natuna. Secara umum keragaman jenis dan kelimpahan ikan
herbivore dapat dilihat pada Tabel 10. Kelimpahan untuk ikan target yang merupakan ikan
ekonomis penting (Tabel 11) tertinggi ditemukan berturut-turut di stasiun NTNL 02, NTNL 05
dan NTNL 157 dimana Lutjanidae tercatat memiliki kelimpahan tertinggi hampir di setiap
stasiun. Secara keseluruhan dalam kawasan terumbu karang kelimpahan ikan target adalah
8 ind/350 m2 atau setara dengan 226 ind/ha ini menunjukkan bahwa kelimpahan ikan target
yang merupakan ikan ekonomis penting relatif juga tidak banyak di perairan Natuna 2015.
Biomass untuk ikan target atau ikan ekonomis penting (Tabel 13) terbanyak ditemukan
berturut-turut di stasiun NTNL 02, NTNL 05 dan NTNL 157 dimana family dari ikan Lutjanidae
tercatat memiliki biomassa tertinggi hampir di setiap stasiun. Secara keseluruhan dalam
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
44
kawasan terumbu karang biomass untuk ikan target yang merupakan ikan ekonomis penting
adalah adalah 8 kg/350 m2 atau setara dengan 226 kg/ha, ini menunjukan bahwa biomassa
ikan target sedang di perairan Natuna 2015.
Berdasarkan survei yang dilakukan dengan nelayan setempat, ikan karang ekonomis
penting merupakan target utama tangkap bagi nelayan di perairan Natuna, dimana
permintaan pasar untuk ikan-ikan ini relatif tinggi sehingga harga jualnya juga tinggi. Beberapa
ikan karang ekonomis penting yang sering dijual oleh nelayan adalah Cephalopholis boenak
yang biasa disebut dengan kerapu hitam harganya di jual sekitar Rp 100.000, sampai dengan
Rp 150.000 ribu/kg sedangkan ikan target yang menjadi incaran utama nelayan adalah kerapu
sunu (Plectropomus maculates) dimana ikan ini dijual seharga Rp 270.000 sampai dengan
Rp. 400.000/kg, walaupun pada saat pencatatan data, observer tidak menemukan ikan target
ini. Beberapa jenis Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae yang ditemukan pada Stasiun
Monitoring disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21. Beberapa Jenis Ikan Ekonomis Penting: Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae
di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
45
Tabel 10. Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Target atau Ikan Ekonomis Penting (Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
SPESIES
NT
NL
02
NT
NL
03
NT
NL
05
NT
NL
06
NT
NL
07
NT
NL
144
NT
NL
145
NT
NL
146
NT
NL
148
NT
NL
152
A
NT
NL
154
NT
NL
155
NT
NL
157
NT
NL
159
NT
NL
.161
NT
NL
A
NT
NL
B
NT
NL
D
NT
NL
E
NT
NL
F
∑ INDIVIDU
SERRANIDAE
Epinephelus_ongus 1 1
Chepalopolis _boenak 5 2 2 5 14
Chepalopolis_micropion 2 1 2 5
Plectopormus_aerolatus 1 2 3
Plectopormus_leopardus 2 2
Plectopormus_maculatus 1 1
Plectopormus_truncates 3 1 1 2 1 1 1 1 11
LUTJANIDAE
Lutjanus_corponotatus 3 2 1 6
Lutjanus_decussatus 6 4 2 3 7 3 8 6 2 2 3 3 2 1 2 54
Lutjanus_ehrenbergii 1 1 2
Lutjanus_fulvifallma 1 1
Lutjanus_lemnicastus 1 1
Lutjanus_lutjanus 1 1
Lutjanus_monostigma 1 1
Lutjanus_quinquelineatus 1 1
Lutjanus_semicinctus 1 1 1 3
Lutjanus_vitta 2 2
Symphorichthys_spilurus 1 1
HAEMULIDAE
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
46
Diagramma_pictum 2 2
Plectorhincus_lessoni 5 1 1 4 7 1 19
Plectorhincus_vittatus 1 1 2
Plectrohincus_chaetodonnoides 3 6 1 1 1 2 1 15
Plectrohincus_chaetodonnoides_juvenile 1 2 3
Plectrohincus_lineatus 2 1 3
LETHRINIDAE
Gnathodentex_aureolineatus 1 1
Lethrinus_harax 1 1 1 3
Lethrinus_ornatus 1 1
∑ JENIS 10 2 6 3 3 3 1 1 2 2 3 4 7 7 4 3 3 1 3 7
∑ INDIVIDU 21 5 19 7 4 5 7 1 4 2 12 12 15 9 5 6 6 2 3 14
Tabel 11. Kelimpahan Ikan Ekonomis Penting (Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
NO FAMILY
NT
NL
02
NT
NL
03
NT
NL
05
NT
NL
06
NT
NL
07
NT
NL
144
NT
NL
145
NT
NL
146
NT
NL
148
NT
NL
152
A
NT
NL
154
NT
NL
155
NT
NL
157
NT
NL
159
NT
NL
.161
NT
NL
A
NT
NL
B
NT
NL
D
NT
NL
E
NT
NL
F
1 HAEMULIDAE 3 0 11 0 0 1 0 0 1 1 4 5 9 2 0 0 3 0 1 2
2 LETHRINIDAE 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 1
3 LUTJANIDAE 12 2 2 4 4 3 7 1 3 1 8 6 3 2 4 3 3 2 1 2
4 SERRANIDAE 5 3 6 3 0 1 0 0 0 0 0 1 2 3 1 3 0 0 1 8
Kelimpahan (ind/350m2) 21 5 19 7 4 5 7 1 4 2 12 12 15 9 5 6 6 2 3 13
Kelimpahan rata-rata (ind/350m2) 8
Kelimpahan (ind/ha) 600 143 543 200 114 143 200 29 114 57 343 343 429 257 143 171 171 57 86 371
Kelimpahan rata-rata (ind/ha) 226
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
47
2.2.3. Megabenthos
A. Deskripsi Lokasi Pengamatan
Pengamatan ekosistem megabenthos dilakukan di ekosistem terumbu karang pulau-
pulau dan pesisir daratan kepulauan Kabupaten Natuna. Stasiun pengamatan yang terdapat
di Kabupaten Natuna secara umum merupakan tempat yang ramai penduduk, namun
diantaranya ada beberapa tempat yang tidak berpenghuni.
B. Jenis dan Kepadatan Megabenthos
Dari dua puluh (20) lokasi yang diamati, tidak semua spesies atau kelompok
megabenthos yang menjadi terget monitoring berhasil ditemukan di wilayah perairan
Kabupaten Natuna. Berikut ini adalah pola kehadiran spesies atau kelompok target
megabenthos yang berhasil diamati di perairan Kabupaten Natuna (Tabel 12a dan 12b).
Berdasarkan Tabel 12a dan Tabel 12b dapat dilihat bahwa tidak semua kelompok
megabenthos target dapat ditemukan di lokasi pengamatan, terlihat bahwa ada satu spesies
yang tidak dijumpai selama pengamatan yaitu lobster. Sedangkan spesies megabenthos
target yang paling mendominasi adalah bulu babi, diikuti oleh spesies siput drupella, kima,
lola dan teripang.
Tabel 12a. Pola Kehadiran Spesies Megabenthos pada Setiap Stasiun di Perairan Kabupaten
Natuna Tahun 2015
No Megabenthos NTNL
2 3 5 6 7 144 145 146 148 152A
1 Bulu babi + + + + + + + + - +
2 Siput Drupella + - - + - - + + - -
3 Kima + + + + + - + + - +
4 Lola + - - + + - - + + +
5 Teripang - - - - + + - - - -
6 Lobster - - - - - - - - - -
7 Linckia laevigata + + + + + - + - - +
8 Acanthaster planci + - - - - - + + - -
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
48
Tabel 12b. Pola Kehadiran Spesies Megabenthos pada Setiap Stasiun di Perairan Kabupaten
Natuna Tahun 2015
Komposisi persentase spesies megabentos target (Gambar 22) di perairan Natuna
terlihat bahwa bulu babi sangat mendominasi dengan jumlah persentase yaitu sebesar 39.81
%, kima 26.38 %, Linckia laevigata 16,31 %, siput drupella 10.55 %, lola 4.56%, teripang 1.2
%, Acanthaster planci 1,2 % serta lobster 0%. Untuk kepadatan megabentos target dapat
dilihat pada Tabel 13a dan Tabel 13b.
Gambar 22. Diagram Komposisi Persentase Masing-masing Spesies Megabenthos Target di
Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
39.81
10.55
26.38
4.56
1.200.00
16.31
1.20
Bulu babi
Siput Drupella
Kima
Lola
Teripang
Lobster
Linckia laevigata
Acanthaster planci
No Megabenthos NTNL
154 155 157 159 161 A B D E F
1 Bulu babi + - + + - - + + + +
2 Siput Drupella - + - + - + - - - +
3 Kima + - - - - - - - + -
4 Lola + - + + - - + - - -
5 Teripang - - - - - - - - - -
6 Lobster - - - - - - - - - -
7 Linckia laevigata - - + + - - + - + +
8 Acanthaster planci - - - - - + - - - -
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
49
Tabel 13a. Kepadatan (individu/ha) Megabenthos Target pada Stasiun Monitoring di Perairan
Kabupaten Natuna Tahun 2015
Tabel 13b. Kepadatan (individu/ha) Megabenthos Target pada Stasiun Monitoring di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015
Bulu babi ditemukan pada 16 stasiun di Perairan Kabupaten Natuna (Gambar 23),
ditemukan pada dasar perairan yang terdapat alga, pecahan karang, karang hidup dan
bebatuan karang. Jenis Bulu babi pada semua stasiun di Perairan Kabupaten Natuna pada
kisaran 0,0071/m2 hingga 0,42/m2 merupakan biota yang paling banyak ditemukan tetapi
belum dapat dikatakan memberikan pengaruh pada tutupan karang. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Tyrrell 2014, di lima lokasi ditemukan jumlah kepadatan bulu babi yang
berbeda yaitu: di Uyombo sebanyak 16,50 ind/20m2, di Kanani sebanyak 9,42 ind/20m2, di
No Megabenthos NTNL
2 3 5 6 7 144 145 146 148 152A
1 Bulu babi 1214 286 2286 429 357 71 143 643 0 71
2 Siput Drupella 214 0 0 71 0 0 1429 357 0 0
3 Kima 500 286 1714 2643 1071 0 143 286 0 214
4 Lola 71 0 0 71 71 0 0 214 71 71
5 Teripang 0 0 0 0 286 71 0 0 0 0
6 Lobster 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Linckia laevigata 143 214 500 143 1857 0 71 0 0 71
8 Acanthaster planci 143 0 0 0 0 0 71 71 0 0
No Megabenthos NTNL
154 155 157 159 161 A B D E F
1 Bulu babi 786 0 357 143 0 0 429 4214 286 143
2 Siput Drupella 0 286 0 214 0 500 0 0 0 71
3 Kima 357 0 0 0 0 0 0 0 643 0
4 Lola 71 0 429 143 0 0 143 0 0 0
5 Teripang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Lobster 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Linckia laevigata 0 0 857 143 0 0 286 0 429 143
8 Acanthaster planci 0 0 0 0 0 71 0 0 0 0
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
50
Lambis sebanyak 4,25 ind/20m2, di Coral Gardens sebanyak 1,38 ind/20m2 dan di Bennets
sebanyak 1,57 ind/20m2 tidak memiliki perbedaan yang nyata secara statistik tetapi memiliki
pengaruh yang kecil terhadap tutupan karang. Diduga 30% perubahan pada tutupan
makroalga dapat disebabkan oleh bulu babi (Tyrrell, 2014).
Gambar 23. Jenis Bulu Babi yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna
Siput Drupella ditemukan pada karang di Pulau Mapur, Pulau Gin dan Pulau Murbai
pada karang bertanduk maupun karang meja. Kepadatan jenis Siput Drupella yang di temukan
pada 8 stasiun monitoring dari total 20 Stasiun di Perairan Kabupaten Natuna (Gambar 24),
berkisar antara 0,0071/m2 hingga 0,142/m2 dimana pada kepadatan ini belum membahayakan
bagi karang. Menurut Cumming 2009, kepadatan siput Drupella dibawah 1,4 /m2 hingga
6,4/m2 dianggap belum mewabah.
Gambar 24. Jenis Siput Drupella yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
51
Kepadatan lola yang ditemukan pada 10 stasiun monitoring di Perairan Kabupaten
Natuna berkisar antara 0,0071/m2 hingga 0,042/m2. Untuk melihat jenis lola yang ditemukan
dapat dilihat pada Gambar 25 di bawah ini.
Gambar 25. Jenis Lola yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna
Jenis kima yang ditemukan berada di atas permukaan substrat dan ada juga jenis
yang meliang di dalam substrat (Gambar 26). Jenis kima hanya ditemukan pada 10 stasiun di
Perairan Kabupaten Natuna dengan kepadatan pada kisaran 0,0142/m2 hingga 0,264/m2.
Gambar 26. Jenis Kima yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
52
Teripang ditemukan pada 2 stasiun di Perairan Kabupaten Natuna pada kisaran
0,0071/m2 hingga 0,028/m2. Adapun jenis teripang yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar
27 di bawah ini.
Gambar 27. Jenis Teripang yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna
Bintang Laut Biru Linckia laevigata (Gambar 28) ditemukan pada 12 stasiun di
Perairan Kabupaten Natuna pada kisaran 0,0071 ind/m2 hingga 0,185 ind/m2.
Bintang Laut Berduri (Acanthaster planci) (Gambar 29) ditemukan pada 4 stasiun di
Perairan Kabupaten Natuna pada kisaran 0,0071 ind/m2 hingga 0,0142 ind/m2, dimana
dengan tingkat kepadatan seperti ini sudah membahayakan bagi karang. Menurut Sweatman,
Cheal, Coleman, Emslie, Johns, Jonker, Miller, dan Osborne 2008, kepadatan Acanthaster
planci akan mewabah di atas 15 ind/km2 (0,000015 ind/m2) hingga 68 ind/km2 (0,000068/m2)
dianggap mewabah. Sebaran megabentos pada stasiun monitoring Kabupaten Natuna
disajikan pada Gambar 30.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
53
Gambar 28. Jenis Bintang Laut Biru (Linckia laevigata) yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna
Gambar 29. Jenis Bintang Laut Berduri (Acanthaster planci) yang Ditemukan di Perairan
Kabupaten Natuna
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
54
Gambar 30. Sebaran Megabenthos pada Stasiun Monitoring di Perairan Kabupaten Natuna
Tahun 2015
2.3. Mangrove
A. Hasil Monitoring Kondisi Mangrove di Kabupaten Natuna
Hasil monitoring dan pengukuran ekosistem mangrove di Kawasan Konservasi
Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Natuna dapat digambarkan dengan kondisi persentase
tutupan mangrove, kerapatan dan nilai INP di kawasan mangrove. Lebih lanjut tentang
persentase tutupan mangrove, kerapatan dan nilai INP serta jumlah jenis setiap stasiun
ditunjukkan pada Tabel 14 dan Tabel 15 di bawah ini.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
55
Tabel 14. Persentase Tutupan Mangrove, Kerapatan dan INP Jenis pada Stasiun Monitoring
di KKPD Natuna Tahun 2015
NO LOKASI STASIUN JUMLAH
JENIS %COVER
KERAPATAN
(pohon/ha)
INP
MIN MAX
1 Cemaga NTNM01 7 76.34± 1.63 4,833.33 ±1,686.22 XG: 10.42 RA: 108.08
2 Ranai NTNM02 5 72.09 ± 6.15 1,766.67 ± 650.64 LR: 13.20 BG: 92.78
3 Ranai NTNM03 3 75.47 ± 1.53 3,433.33 ± 450.92 RM: 64.22 RA: 149.49
4 Kelarik NTNM04 4 71.80 ± 6.11 2,333.33 ± 378.59 BS: 18.83 RM: 122.19
5 Sedanau NTNM05 5 75.80 ± 5.07 2,933.33 ± 642.91 RS: 23.51 BG: 98.67
6 Sedanau NTNM06 3 76.73 ± 0.92 3,800 ± 173.20 RM: 46.21 RL: 201.42
7 Pulau Tiga NTNM07 3 65.41 ± 12.45 3,833 ± 1,616.58 RM: 28.13 RL: 240.30
8 Pulau Tiga NTNM08 4 69.20 ± 11.01 2,766.67 ± 288.67 RM: 15.89 BG: 167.25
9 Pulau Tiga NTNM09 3 77.39 ± 2.82 3,833.33 ± 208.16 RA: 73.26 RM: 146.05
*Indeks nilai penting tertinggi dan terendah dalam setiap stasiun penelitian. Keterangan: RA: Rhizophora apiculata; RS: R. stylosa; RM: R. mucronata; RL: R. lamarckii; BG: Bruguierra gymnorrhiza; BS: B. sexangula;LR: Lumnitzera racemosa.
Tabel 15. Status Tutupan Mangrove pada Stasiun Monitoring di KKPD Natuna Tahun 2015
No Stasiun Jenis Dominan Rata-rata
%cover Status %cover
1 NTNM01 Rhizophora apiculata 76,34±1,63 PADAT
2 NTNM02 Bruguiera gymnorrhiza 72,09 ± 6,15 SEDANG
3 NTNM03 Rhizophora apiculata 75,47 ± 1,53 PADAT
4 NTNM04 Rhizophora mucronata 71,80 ± 6,11 SEDANG
5 NTNM05 Bruguiera gymnorrhiza 75,80 ± 5,07 PADAT
6 NTNM06 Rhizophorala marckii 76,73 ± 0,92 PADAT
7 NTNM07 Rhizophorala marckii 65,41 ± 12,45 SEDANG
8 NTNM08 Bruguiera gymnorrhiza 69,20 ± 11,01 SEDANG
9 NTNM09 Rhizophora mucronata 77,39 ± 2,82 PADAT
Peta status, tutupan dan jumlah jenis mangrove hasil Kegiatan Monitoring Kabupaten
Natuna Tahun 2015 disajikan pada Gambar 31 dan Gambar 32.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
56
Gambar 31. Dominansi dan Status Tutupan pada Stasiun Pengamatan Mangrove Kabupaten Natuna Tahun 2015
Gambar 32. Jumlah Jenis Mangrove pada Stasiun Pengamatan Kabupaten Natuna Tahun
2015
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
57
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil monitoring terlihat pada Tabel 14 bahwa persentase tutupan
mangrove di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Natuna (KKPD) Natuna berkisar antara
65.41 ± 12.45% di temukan pada stasiun NTNM07 Pulau Tiga dan paling tinggi sebesar 77.39
± 2.82% ditemukan pada stasiun NTMN09 Pulau Tiga. Berdasarkan klasifikasi standar
kualitas degradasi hutan mangrove melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201
Tahun 2004, maka kondisi kesehatan hutan mangrove di KKPD Natuna secara umum
tergolong dalam kategori baik dengan kategori padat dan sedang. Kategori padat ditemukan
pada stasiun NTNM01 Cemaga Selatan (76,34%), stasiun NTNM03 Ranai (75,47%), stasiun
NTNM05 Sedanau (75,80%), stasiun NTNM06 Sedanau (76,73%) dan NTNM09 Pulau Tiga
(77,39%). Sedangkan yang termasuk kategori sedang yang terdapat pada kawasan KKPD
Natuna ditemukan pada stasiun NTNM02 Ranai (72,09%), NTNM04 Kelarik (71.80%),
NTNM07 Desa Pulau Tiga (65,41%) dan NTNM08 Desa Pulau Tiga (69,20%). Pada stasiun
NTNM08 ini juga ditemukan adanya penebangan hutan mangrove di sekitar lokasi
pengamatan.
Kerapatan pohon mangrove di kawasan KKPD Kabupaten Natuna terendah sampai
tertinggi berkisar antara 1.766,67 pohon/ha di stasiun NTNM02 lokasi Ranai sampai 4.833,33
pohon/ha di stasiun NTNM01 lokasi Cemaga Selatan. Berdasarkan nilai kerapatan tersebut,
menurut keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 204 dapat diketahui tingkat
kesehatan ekosistem mangrove di seluruh kawasan KKPD Kabupaten Natuna yang
mencakup 9 stasiun pengamatan dapat digolongkan dalam kriteria Baik dengan kategori
padat.
Sebagai wilayah perairan pulau-pulau kecil, tipe substrat yang ditemukan pada
ekosistem mangrove di kawasan KKPD Kabupaten Natuna didominasi oleh pasir dan pasir
berlumpur. Ke dua tipe substrat tersebut, mempengaruhi jenis-jenis mangrove yang tumbuh
dan berkembang di kawasan KKPD Natuna. Dalam hal ini didominasi oleh kelompok
Rhizophora dan Bruguierra. Sebagaimana ditemukan jenis Rhizophora apiculata memegang
peranan penting pada stasiun NTNM01 dan NTNM03 dengan nilai INP masing-masing
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
58
sebesar 108,08 dan 149,49. Selanjutnya jenis Bruguierra gymnorrhiza memegang peranan
penting untuk stasiun NTNM02, NTNM05 dan NTNM08 dengan nilai INP berturut-turut adalah
92,78, 98,67 dan 167,25. Jenis Rhizophora mucronata memegang peran penting pada stasiun
NTNM04 dan NTNM09 dengan nilai INP sebesar 122,19 dan 146,05, sedangkan stasiun
NTNM06 dan NTNM07 yang memiliki peranan penting adalah jenis Rhizophora lamarckii
dengan nilai INP masing-masing sebesar 201,42 dan 240,30.
2.4. Lamun
A. Kondisi Umum Lamun dan Stasiun Pengambilan Data di Kabupaten Natuna
Hasil analisis data lamun di lokasi Monitoring Kabupaten Natuna selengkapnya
disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Rekapitulasi dan Hasil Analisis Data Lamun Monitoring di Perairan Kabupaten
Natuna Tahun 2015
Lokasi Stasiun Rat_Tutupan Kategori T_Ea_(Ind/m2) Ea Th Cs Cr Hu Hp Ho Si Tc
NATUNA NTM01 65% Padat 0.00 0% 17% 34% 0% 22% 0% 18% 0% 0%
Keterangan : Ea (Enhalus acoroides), Th (Thalassia hemprichii), Cs (Cymodocea serrulata), Cr (Cymodocea rotundata), Hu (Halodule uninervis), Ho (Halopila ovalis), Si (Syringodium isoetifolium), Tc (Thalassodendron ciliatum); td (Tidak ditemukan); Tr (Transek); Sub (Substrat); T_Ea (Tegakan Ea /m2).
Lokasi monitoring lamun di Kabupaten Natuna hanya satu stasiun dengan jumlah total
transek pengamatan sebanyak 3 transek. Lokasi stasiun pengamatan berada di Ibukota
Kabupaten Natuna (Ranai) dekat lokasi Batu Kapal yang merupakan area wisata pantai
masyarakat lokal.
Karakter lamun di Kabupaten Natuna berdasarkan koresponden analisis didapatkan
bahwa rataan kategori tutupan yang mendominasi adalah kategori sedang yang terdeteksi
pada kuadrat pengamatan dengan jarak 10m, 20m, 30m, 70m, 80m dan 90m. Pada kuadrat
dengan jarak 60m dari titik 0m banyak ditemukan kuadrat kosong. Kuadrat pengamatan
dengan kategori sangat padat banyak ditemukan pada Transek 3. Secara umum kategori
tutupan lamun di Kabupaten Natuna tahun 2015 mempunyai kategori Padat dengan tingkat
tutupan 65%. Tidak seperti pada Lokasi lainnya (Bintan, Batam dan Lingga) jenis Ea dan Th
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
59
tidak ditemukan pada Stasiun ini pada kuadrat pengamatan. Hasil analisis disajikan pada
Gambar 33.
Gambar 33. Analisis Multivariate Data Lamun Monitoring Kabupaten Natuna Tahun 2015
B. Dominasi Jenis Lamun
Dominasi jenis lamun pada lokasi monitoring Kabupaten Natuna didominasi oleh jenis
Cs (Cymodocea serrulata) dengan total rataan nilai dominansi sebesar 34%, diikuti oleh jenis
Hu (Halodule uninervis) dengan rataan total dominansi sebesar 22%.
C. Analisis Keragaman Lamun (One Way Anova)
Analisis keragaman dengan menggunakan transek sebagai kelompok/variabel bebas
dan rataan tutupan sebagai variabel terikat. Hasil uji asumsi normalitas dan homogenitas data
disajikan pada Gambar 34 dan menunjukkan masih terpenuhinya asumsi yang disyaratkan uji
anova dan grafik anova divisualisasikan pada Gambar 35. Berdasarkan analisis keragaman
terdapat perbedaan rataan tutupan lamun sangat nyata antar transek (pada α 0,05) pada
lokasi monitoring Kabupaten Natuna Tahun 2015. Hasil Uji ANOVA disajikan sebagai berikut:
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
60
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
Tr 2 1.193 0.5965 9.39 0.000681 ***
Residuals 30 1.906 0.0635
---Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Transek
Kategori Tr1 Tr2 Tr3
Jarang 0 1 0
Padat 1 3 1
Sangat_Padat 6 0 9
Sedang 3 6 1
Tidak ditemukan 1 1 0
Gambar 34. Uji Asumsi Normalitas dan Homogenitas Data
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
61
Gambar 35. Grafik Anova (Granova)
Uji lanjut Tukey (Gambar 36) menunjukkan rataan tutupan lamun pada transek di
lokasi pengamatan Kabupaten Natuna menujukkan bahwa transek 3 berbeda sangat nyata
rataan tutupannya dengan transek 2 tetapi tidak berbeda nyata dengan transek 1, sedangkan
antara transek 1 dan 2 tidak menunjukkan perbedaan (pada α 0,05).
Gambar 36. Uji Lanjut Tukey
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
62
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Ditinjau dari setiap stasiun maka kesehatan terumbu karang di Kabupaten Natuna
berada dalam kondisi kurang baik sampai cukup baik, namun secara total keseluruhan
kondisi tutupan karang berada dalam kondisi kurang baik yaitu sebesar 18.85%.
Terjadi penurunan tingkat tutupan karang hidup di Kabupaten Natuna pada tahun 2015
dibanding pada tutupan karang hidup pada tahun 2014. Terjadi peningkatan tutupan
pecahan karang di Kabupaten Natuna pada tahun 2015 dibanding pada tutupan
karang hidup pada tahun 2014.
2. Keanekaragaman ikan karang pada monitoring perairan Natuna 2015 cukup beragam
dimana ditemukan ikan indikator sebanyak 17 jenis, ikan herbivora sebanyak 35 jenis
dan ikan ekonomis penting sebanyak 26 jenis. Kelimpahan ikan herbivora adalah
2217 individu/ha dengan biomassa 132,92 kg/ha. Kelimpahan ikan target yang
merupakan ikan ekonomis penting adalah 226 individu/ha dengan biomassanya
adalah 226 kg/ha.
3. Status kesehatan mangrove yang ditemukan di kawasan KKPD Kabupaten Natuna
berdasarkan persentase tutupan dan kerapatan dapat digolongkan dalam kriteria Baik
dengan kategori padat dan sedang. Kategori sedang ditemukan pada stasiun
NTNM02(Ranai), NTNM04 (Kelarik), NTNM07 (Pulau Tiga) dan NTNM08 (Pulau Tiga),
sedangkan yang termasuk kategori padat ditemukan di stasiun NTNM01 (Cemaga),
NTNM03 (Ranai), NTNM05 (Sedanau), NTNM06 (Sedanau) dan NTNM09 (Pulau
Tiga). Stasiun NTNM01 (Cemaga) memiliki nilai kerapatan jenis yang paling tinggi,
sedangkan terendah ditemukan pada stasiun NTMN02 (Ranai). Kelompok Rhizophora
dan Bruguerra tumbuh dengan baik dan bervariasi di kawasan KKPD Kabupaten
Natuna.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
63
4. Megabentos dominan yang ditemukan pada Stasiun monitoring Kabupaten Natuna
2015 berturut-turut adalah bulu babi, kima, Linckia laevigata, siput drupella, lola,
teripang dan Acanthaster planci.
5. Secara umum kategori tutupan lamun di Kabupaten Natuna tahun 2015 mempunyai
kategori Padat dengan tingkat tutupan 65%. Dominasi jenis lamun pada lokasi
monitoring Kabupaten Natuna didominasi oleh jenis Cs (Cymodocea serrulata)
dengan total rataan nilai dominasi sebesar 34%, diikuti oleh jenis Hu (Halodule
uninervis) dengan rataan total dominasi sebesar 22%.
3.2. Saran
1. Perlu diupayakan pemulihan dan mempertahankan kondisi kesehatan terumbu
karang saat ini melalui pengendalian dan pengawasan terhadap semua kegiatan
pemanfaatan yang dapat memberi dampak kerusakan terhadap kondisi kesehatan
karang terutama pada kawasan yang telah diberi status kawasan perlindungan
daerah.
2. Rehabilitasi dan restorasi terumbu karang perlukan dilakukan bagi daerah karang
yang telah hancur dan mengalami penurunan tutupan karang hidup.
3. Perlu adanya pengawasan terhadap cara penangkapan alat tangkap yang digunakan
nelayan setempat maupun yang diginakan oleh nelayan-nelayan asing yang datang
ke perairan Natuna.
4. Harus adanya kebijakan pemerintah terhadap banyaknya nelayan asing yang datang
ke perairan Natuna yang dapat menyebabkan terganggunya ekonomi masyarakat
diperairan Natuna khususnya yang ber-profesi sebagai nelayan.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
64
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G. R. and M. Adrim 2003. Review article; “Coral reef fishes of Indonesia”. Zoological
Studies. 42 (1); 1-72.
Allen, G.R., R. Steene, P. Humann, and N. Deloach 2009. “Reef Fish Identification,
Tropical Pacific”. New World Publications, Inc. El Cajon CA. 480
Arbi, U.Y., Cappenberg, H.A.W., dan Sihaloho.H.F,. 2014. MonitoringMegabenthos. Panduan
Kesehatan Terumbu Karang. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta.
Cumming, R.L. 2009. Population outbreaks and large aggregations of Drupella on the Great
Barrier Reef. Great Barrier Reef Marine Park Authority.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1997. “Survey Manual for Tropical Marine
Resources”. AIMS. Townsville. 368 pp.
FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980-2005. FAO Publisher. Rome. Italy
Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zieren & L. Scholten. 2006. Mangrove Guidebook for Southeast
Asia. FAO and Wetlands International. Bangkok.
Giyanto; B.H. Iskandar; D. Soedharma & Suharsono. 2010. Effisiensi dan akurasi pada proses
analisis foto bawah air untuk menilai kondisi terumbu karang. Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia 36 (1): 111-130.
Giyanto. 2012a. Kajian tentang panjang transek dan jarak antar pemotretan pada penggunaan
metode transek foto bawah air. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 38 (1): 1-18.
Giyanto. 2012b. Penilaian kondisi terumbu karang dengan metode transek foto bawah air.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 38 (3):377-389.
Giyanto, Winardi, Edi. K., Edward, K., Soeroyo, Anna, E.W.M., Sasanti, R.S., Raden, S. 2006.
Studi Baseline Ekologi Nias.Coral Reef Information and Training Center (CRITC)
Coral Rehabilitation and Management Programe (COREMAP) LIPI. Jakarta. 92 hal.
Ishida, M. 2004. Automatic thresholding for digital hemispherical photography. Canadian
Journal of Forest Research 34: 2208–2216.
Jenning, S.B., N.D. Brown & D. Sheil. 1999. Assessing forest canopies and understorey
illumination: canopy closure, canopy cover and other measures. Forestry 72(1): 59–
74.
Kathiresan, L and B.L. Bingham. 2001. Biology of Mangroves and Mangrove Ecosystems.
Advances in Marine Biology, 40: 81-251.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan
Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.
Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago & S. Baba. 1999. Handbook of Mangroves in Indonesia.
Saritaksu. Denpasar, Indonesia.
Kohler, K.E; M. Gill. 2006. Coral Point Count with Excel extensions (CPCe): a visual basic
program for the determination of coral and substrate coverage using random point
count methodology. Comput Geosci 32(9):1259-1269.
Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015
65
Kunto W. 2015. “Laporan Monitoring Ikan Karang di Perairan Nias Utara 2015.. Pusat
Penelitian Oseanografi LIPI.
Loya, Y. 1978. Plotless and Transect Methods, in: Stoddard, D.R., and R.E. Johannes, Coral
Reef Research Methods, Paris (UNESCO): 22–32.
Manuputty, Anna EW., Souhoka.,J., Sihaloho.,H. F. 2010a. Monitoring Kesehatan Terumbu
Karang Kota Batam (Pulau Abang). CRITC COREMAP II – LIPI. Jakarta. 41 hal.
Manuputty, Anna E. W.,Djuwariah., Siringoringo., R. M.. 2010b. Monitoring Kesehatan
Terumbu Karang Kota Batam (Pulau Karas). CRITC COREMAP II – LIPI. Jakarta. 39
hal.
Mumby, P.J., A.J. Edwards, J.E. Arias-Gonzalez, K.C. Lindeman, P.G. Blackwell, A. Gall, M.I.
Gorczynska, A.R.Harborne, C.L. Pescod, H. Renken, C.C.C. Wabnitz & G. Llewellyn.
2004. Mangroves enhance the biomass of coral reef fish communities in the
Caribbean. Nature, 427(6974): 533-536.
Noor, Y.R., M. Khazali & I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di
Indonesia. Bogor: PHKA/Wi-IP.
Obura, D.O. and Grimsdith, G. (2009). “Resilience Assessment of coral reefs –
Assessment protocol for coral reefs, focusing on coral bleaching and thermal
stress”. IUCN working group on Climate Change and Coral Reefs. IUCN, Gland,
Switzerland. 70 pp.
Polidoro BA, Carpenter KE, Collins L, Duke NC, Ellison AM, et al. 2010. The Loss of Species:
Mangrove Extinction Risk and Geographic Areas of Global Concern. PLoS ONE 5(4):
e10095.
Stephanie A. Belliveau &Valerie J. Paul. 2002. Effects of herbivory and nutrients on the early
colonization of crustose coralline and fleshy algae. Mar Ecology Program Serries. Vol.
232: 105–114.
Suharsono, et al. 2014. Panduan Monitoring: Kesehatan Terumbu Karang: Coremap – CTI,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Tomlinson, P.B. 1986. The Botany of mangroves. Cambridge University Press, Cambridge,
U.K. 413 pp.
Tyrrell, S. 2014. The Distribution and impact of Sea urchins on Coral reefs in Watamu,
Kenya.http://www.arocha.org/kemen/15347DSY/version/default/part/AttachmentDat
a/data/The%20Distribution%20and%20impact%20of%20Sea%20urchins%20on%20
Coral%20reefs%20Sarah%20Tyrrell.pdf.