84

Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

  • Upload
    others

  • View
    24

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem
Page 2: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

COREMAP-CTIPusat Penelitian Oseanografi

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

Page 3: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Disusun oleh : Andi Zulfikar Arief Pratomo Chandra Joei Koenawan Dedy Kurniawan Fadhliyah Idris Febrianti Lestari Henky Irawan Ita Karlina Jumsurizal Risandi Dwirama Putra Susiana T. Said Raza’i Winny Retna Melani Yales Veva Jaya Editor : Susetiono Andi Zulfikar Chandra Joei Koenawan Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015 © 2015 UMRAH – CRITC COREMAP CTI – LIPI Coral Reef Information and Training Center Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (CRITC – P2O LIPI) Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) CRITIC – P2O LIPI Gedung LIPI, Jln. Raden Saleh 43, Jakarta 10330 Telepon : 021 3143080 Faximili : 021 3143082 Website : www.coremap.co.id

Kampus UMRAHJl. Politeknik Senggarang Tanjungpinang 29115, Telp. 0771-7004642Fax. 0771-7038999, POBOX155, Website : http://www.umrah.ac.id

Page 4: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

i

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia berupa

sumberdaya pesisir dan laut Indonesia yang sangat besar dan memiliki keanekaragaman

hayatinya yang dapat dimanfaatkan baik untuk kemakmuran rakyat maupun untuk obyek

penelitian ilmiah.

Program Coral Reef Rehabilitation and Management Program - Coral Triangle Initiantive

(COREMAP-CTI) bertujuan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan

secara lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia. Pelaksanaan kegiatan ini

berlangsung dari bulan Agustus - November 2015, yang mengambil lokasi di Perairan Kabupaten

Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, dimana kegiatan dipusatkan perkembangan kondisi karang di

lokasi-lokasi dalam wilayah Kawasan Konservasi Periran Daerah (KKPD), dan juga untuk

mengetahui kondisi ekosistem terkait lainnya. Data yang didapat disusun dalam bentuk laporan

ilmiah nantinya dapat dipublikasikan bagi seluruh pengguna dan pemanfaatan sumberdaya

pesisir dan lautan dalam menentukan arah kebijakan dalam pengelolaan ekosistem pesisir.

Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi (P2O LIPI)

memberi kepercayaan kepada kami Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim

Raja Ali Haji (UMRAH) untuk turut berperan serta dalam kegiatan ini, sehingga laporan ini dapat

tersusun tepat pada waktunya dan dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Tanjungpinang, Desember 2015

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji

Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc

NIP. 196111011987031002

Page 5: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

ii

Page 6: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

iii

ABSTRAK

Ekosistem terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem terpenting dari ekologi

perairan pesisir dan laut yang juga memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat pesisir dan nelayan terutama bagi keberlanjutan usaha perikanan. Berbagai aktivitas manusia di perairan sangat berpengaruh serta mengancam keberadaan dan kelestarian ekosistem terumbu karang itu sendiri, diantaranya kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan seperti penambangan terumbu karang untuk bahan bangunan dan aktivitas pelayaran serta labuh jangkar kapal. Faktor manusia lainnya yang berpengaruh adalah buangan limbah rumah industri dan rumah tangga serta aktivitas perkebunan. Selain faktor manusia terdapat juga faktor alam yang dapat mempercepat degradasi terumbu karang seperti gelombang dan arus serta hewan predator terumbu karang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini dan perubahan yang terjadi pada tahun kedua (monitoring) pada ekosistem terumbu karang (coral reef) beserta ekosistem lamun (seagrass) dan mangrove di lokasi KKPD (Kawasan Konservasi Perairan Daerah) Kabupaten

Natuna. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu UPT (Underwater Photo Transect)

dengan analisis foto menggunakan perangkat lunak CPCe versi 4.1. (Coral Point Count with Excel extension) untuk penilaian kondisi terumbu karang, UVC (Underwater Visual Census) untuk mengetahui kelimpahan ikan karang, reef check benthos untuk mengetahui megabentos, transek kuadrat untuk menilai kondisi lamun dan mangrove serta analisis foto hemisphere untuk melihat tutupan mangrove.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui kesehatan terumbu karang berada dalam kondisi kurang baik sampai cukup baik, namun secara total keseluruhan kondisi tutupan karang berada dalam kondisi kurang baik. Terjadi penurunan tingkat tutupan karang hidup dan peningkatan tutupan pecahan karang. Keanekaragaman dan kelimpahan ikan Herbivorous lebih tinggi dari pada ikan Corallivorous dan Carnivorous. Megabentos dominan yang ditemukan berturut-turut adalah bulu babi, kima, Linckia laevigata, siput drupella, lola, teripang dan Acanthaster plancii.

Status kesehatan mangrove berdasarkan persentase tutupan dan kerapatan dapat digolongkan dalam kriteria baik dengan kategori padat dan sedang. Pengamatan keseluruhan tutupan lamun secara umum mempunyai kategori padat yang didominasi oleh jenis Cymodocea serrulata diikuti oleh Halodule uninervis.

Page 7: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

iv

RINGKASAN EKSEKUTIF

A. PENDAHULUAN

Ekosistem terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem terpenting dari ekologi

perairan pesisir dan laut yang juga memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat pesisir dan

nelayan terutama bagi keberlanjutan usaha perikanan. Oleh karena itu, perlu pengelolaan yang

baik dan bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan daya dukung dari

ekosistem tersebut.

Berbagai aktivitas manusia di perairan sangat berpengaruh serta mengancam

keberadaan dan kelestarian ekosistem terumbu karang itu sendiri, diantaranya kegiatan

perikanan yang tidak ramah lingkungan (destructive), seperti penambangan terumbu karang

untuk bahan bangunan dan aktivitas pelayaran serta labuh jangkar kapal. Faktor manusia lainnya

yang berpengaruh adalah buangan limbah rumah industri dan rumah tangga serta aktivitas

perkebunan. Selain faktor manusia terdapat juga faktor alam yang dapat mempercepat degradasi

terumbu karang seperti gelombang dan arus serta hewan predator terumbu karang.

Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiantive

(COREMAP-CTI) di Kabupaten Lingga adalah program jangka panjang yang bertujuan untuk

melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang serta

ekosistem terkait di Indonesia, ditujukan mengetahui kondisi ekosistem terkait lainnya yaitu

padang lamun dan mangrove.

Kegiatan monitoring merupakan salah satu komponen di dalam COREMAP. Tujuannya

untuk melihat perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan

pemantauan kondisi terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya secara berkala untuk

mendapatkan data-data yang akan digunakan sebagai bahan acuan pengambil kebijakan untuk

pengelolaan dan pemeliharaan ekosistem pesisir.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terkini dan perubahan yang

terjadi pada tahun kedua (monitoring) pada ekosistem terumbu karang (coral reef) beserta

ekosistem lamun (seagrass) dan mangrove di lokasi KKPD (Kawasan Konservasi Perairan

Daerah) Kabupaten Natuna, yang hasil penelitiannya dipakai sebagai data dasar untuk kegiatan

COREMAP-CTI.

B. METODE PEMANTAUAN YANG DIGUNAKAN

1. Penentuan Lokasi Monitoring

Lokasi yang diamati termasuk dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD)

Page 8: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

v

Kabupaten Natuna, yang terletak di perairan Pulau Bunguran (Natuna Besar). Posisi stasiun

ditentukan dengan menggunakan GPS receiver Garmin 78s dalam format derajad, desimal

berdasar datum WGS 84.

2. Sistem Informasi Geografis

Metode survei pada kegiatan penelitian ini menggunakan kombinasi antara metode

Penginderaan Jauh dan metode survei lapangan untuk identifikasi habitat dasar perairan laut

dangkal. Pengumpulan data lapangan dilakukan untuk validasi data hasil interpretasi habitat dari

citra Landsat 8. Penentuan titik sampel dengan mempertimbangkan aspek kondisi alamiah

seperti kedalaman perairan, aspek keruangan (asosiasi terhadap objek lain, misalnya

permukiman, muara sungai). Untuk melakukan interpretasi menggunakan metode supervised

classi cation, piksel pada citra Landsat yang mewakili masing-masing habitat perairan laut

dangkal di kelompokkan dan digunakan sebagai acuan (training sample) pada proses klasifikasi.

Data lapangan sangat dibutuhkan sebagai data acuan (kalibrasi) dan juga akan digunakan

dalam proses penghitungan akurasi (validasi). Algoritma pada proses klasifikasi citra kali ini

menggunakan maximum likelihood, dimana algoritma ini mengelompokkan piksel citra ke dalam

kategori tertentu apabila memenuhi threshold yang ditentukan untuk masing-masing kategori.

3. Karang

Metode yang digunakan ialah dengan UPT (Underwater Photo Transect), dilakukan

pemotretan sepanjang garis transek dengan bantuan frame ukuran 44 x 58 cm. Pemotretan

dimulai dari meter ke-1 hingga meter ke-50 dengan jarak antar pemotretan sepanjang 1 meter.

Pemotretan pada meter ke-1 (Frame 1), meter ke-3 (Frame 3) dan frame-frame berikutnya

dengan nomor ganjil dilakukan disebelah kiri garis transek (bagian yang lebih dekat dengan

daratan), sedangkan untuk frame-frame dengan nomor genap (Frame 2, Frame 4, dan

seterusnya) dilakukan di sebelah kanan garis transek (bagian yang lebih jauh dengan daratan).

Untuk setiap pemotretan dilakukan pada jarak sekitar 60 cm dari dasar substrat dengan luas

bidang pemotretan minimal 1200 cm2 untuk setiap framenya. Kegiatan ini dilakukan dengan

penyelaman dengan menggunakan peralatan selam SCUBA.

Analisis foto menggunakan perangkat lunak CPCe versi 4.1. (Coral Point Count with Excel

extension). Teknik analisis foto menggunakan 30 sampel titik acak dari masing-masing frame.

Untuk mengetahui persentase tutupan kelompok karang, biota dan substrat sekaligus, dimana

biota dan substrat dikelompokkan kedalam lima kelompok yaitu Karang keras (HC), Karang mati

(DC), Alga (ALG), Fauna lain (OT) dan Abiotik (ABI).

Page 9: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

vi

4. Ikan Karang

Metode sensus visual bawah air (Underwater Visual Census) yang dikembangkan English

et al. (1997) merupakan metode yang cepat, akurat, efektif dan ramah lingkungan. Pemantauan

dilakukan di garis transek yang sama dengan kegiatan penelitian karang, agar sekaligus

mendapatkan data bentik yang menggambarkan habitatnya. Pengamatan dilakukan disepanjang

garis transek dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan kanan garis transek

sepanjang 70 m dicatat jenisnya beserta jumlah individunya. Luas bidang yang teramati per

transeknya yaitu (5 m x 70 m ) = 350 m2.

Pengamatan ikan karang dibagi dalam 2 kategori yakni ikan indikator dan ikan target.

Jenis ikan indikator (suku Chaetodontidae), dan ikan-ikan target (6 suku), dari suku: Haemulidae,

Lutjanidae, Lethrinidae, Scaridae, Serranidae, dan Siganidae. Hal ini lebih untuk melihat dampak

antara kedua kelompok ikan ini terhadap kondisi terumbu karang, mengingat kelompok ikan

indikator sebagian besar merupakan ikan pemakan polip karang. Sedangkan ikan target adalah

kelompok ikan pangan yang memiliki nilai ekonomis, baik itu untuk dikonsumsi masyarakat

maupun diperjual belikan. Jadi kedua kelompok ikan ini secara langsung bisa memberi gambaran

mengenai kondisi terumbu karang itu sendiri.

5. Megabentos

Pengamatan megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan berperan

langsung di dalam ekosistem dapat dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang.

Pengamatan dilakukan menggunakan metode Reef Check. Semua fauna yang berada 1 meter

di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 meter tadi dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang

yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70 m2) = 140 m2. Semua jenis megabentos target dalam

transek dicatat jumlah jenis dan jumlah individunya, identifikasi merujuk pada Abbott & Dance

(1990), Matsuura et al. (2000), Clark & Rowe (1971), Neira & Cantera (2005) dan Colin & Arneson

(1995).

Adapun fauna megabentos yang dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang garis

transek seperti:

a. Teripang / Sea Cucumbers / Holothurians

b. Kima / Giants clams (Tridacna spp. dan Hippopus spp.)

c. Lobster (Panulirus spp.)

d. Lola (Trochus spp.)

e. Bintang laut berduri / Crown-of-throns starfish (Acanthaster planci)

f. Siput Drupella / Coral eating snails (Drupella cornus dan D. rugose)

Page 10: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

vii

g. Bulu babi / Sea urchin (Diadema spp.)

h. Bintang laut biru / Blue starfish (Linckia laevigata)

6. Lamun

Pengamatan komunitas lamun dengan menggunakan metode transek kuadrat (tegak

lurus garis pantai) yang dimodifikasi dari metode Seagrass Watch, dimana pengambilan data

dilakukan pada tiga transek dengan panjang masing-masing 100 m dan jarak antara satu transek

dengan yang lain adalah 50 m sehingga total luasannya 100 x 100 m. Frame kuadrat diletakkan

di sisi kanan transek dengan jarak antara kuadrat satu dengan yang lainnya adalah 10 m

sehingga total kuadrat pada setiap transek adalah 11. Titik awal transek diletakkan pada jarak 5

– 10 m dari kali pertama lamun dijumpai (dari arah pantai).

Komposisi jenis lamun di dalam kuadrat diamati dan dicatat, begitu juga dengan jenis lain

di sekitar transek sebagai catatan tambahan. Lalu, penutupan lamun total (%) pada kuadrat

tersebut diestimasi dan dicatat, juga penutupan lamun per jenis. Apabila penutupan per jenis sulit

dilakukan, presensi jenis dapat dicatat dengan urutan dominansi tutupannya. Setelah itu, foto

kuadrat diambil dan nomor foto dicatat. Sebagai data tambahan, karakteistik substrat juga diamati

secara kualitatif.

7. Mangrove

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode transek garis dibentangkan tegak

lurus garis pantai dan dibuat plot berukuran 10x10 m2 dengan jarak antar satu kelompok plot

dengan kelompok plot lainnya sekitar 50 – 100 m. Dalam setiap plot dilakukan pengukuran kondisi

vegetasi dan pengambilan foto hemisphere. Jenis mangrove diidentifikasi berdasarkan

Identifikasi jenis dilakukan berdasarkan acuan Tomlinson (1986), Noor et al. (1999), Giesen et al.

(2006), dan Kitamura et al. (1999). Kemudian dicatat ukuran lingkar batang pohon dan dihitung

jumlah jenisnya. Kerapatan pohon mangrove dihitung sebagai ratio dari jumlah pohon dalam plot

dibagi satuan luas plot serta karakter substrat untuk setiap plot. Foto hemisphere diambil dengan

menggunakan kamera dengan lensa fisheye (1800) (Jenning et al., 1999).

Dalam setiap plot dilakukan perekaman foto sebanyak empat atau lima foto yang tersebar

di dalam setiap plot. Foto dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ, untuk

menghitung persentase tutupan mangrove (Jenning et al., 1999). Nilai persentasi tutupan dan

kerapatan mangrove digunakan untuk mendeterminasikan kondisi kesehatan hutan mangrove.

Page 11: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

viii

C. HASIL

Hasil pemantauan kondisi terumbu karang, ikan karang, megabentos, lamun dan

mangrove selanjutnya diuraikan sebagai berikut:

Hasil pemantauan sebagian besar kondisi kesehatan karang di Perairan Kabupaten

Natuna termasuk kategori “kurang baik/ jelek” dimana total tingkat tutupan karang diseluruh

stasiun pengamatan Natuna adalah 18.85%. Tutupan karang hidup yang masih dikatakan

kategori “sedang hanya didapati pada tiga stasiun saja dimana dua stasiun berada di Perairan

Pulau Natuna di bagian Barat Daya yaitu karang dekat Pulau Sedanau (NTNL02) yaitu sebesar

34.13% dan Stasiun NTLN_E sebesar 26.33% sedang lainnya di bagian Timur Laut Pulau

Natuna yaitu NTNL148 sebesar 33.93 %.

Dominansi tutupan substrat perairan, secara umum didominasi oleh karang mati yang

telah ditutupi alga (DCA) dan pecahan karang (rubble). Karang mati yang telah ditutupi alga

(DCA) teramati dengan kisaran nilai antara 4.73 % – 72.40% atau total 46.58% yang umumnya

berada di bagian Utara Pulau Natuna dimana tutupan DCA tertinggi terdapat di stasiun NTNL154

yang dapat mencapai 72.40%. Sedangkan bagian tutupan patahan karang mati (R) menutupi

dengan kisaran nilai antara0.20% – 75.27% dimana tutupan tertinggi terdapat di stasiun NTNL06.

Hasil monitoring tahun 2015 atau tahun ke–1 (T1) dibandingkan dengan tutupan karang

hidup tahun 2014. Bila diperhatikan terlihat adanya perubahan tutupan karang hidup terlihat

bervariasi antara setiap stasiun, ada yang meningkat dan ada pula yang menurun. Walaupun

demikian, kecenderungan perubahan tutupan karang hidup yang terjadi antara tahun 2014 (T0)

– 2015 (T1) menunjukkan penurunan tingkat tutupan karang hidup di Perairan Kabupaten Natuna.

Sebagai contoh pada stasiun NTNL02, NTNL148, dan NTNL155 masing-masing telah mengalami

penurunan tutupan sebesar -5.60%, -6.80%, dan -3.35%.

Perubahan lain yang terlihat jelas adalah peningkatan pecahan karang pada tahun 2015

dibanding tahun sebelumnya setidaknya pada stasiun NTNL05, 06, 07, 144, dan NTNL155.

Tingginya nilai persentase tutupan karang mati dapat saja disebabkan oleh faktor alam maupun

akibat aktivitas manusia. Akibat dari faktor alam adalah berupa ombak besar atau badai

sedangkan kerusakan yang disebabkan oleh ulah manusia berupa penggunaan bom dalam

menangkap ikan.

Hasil visual census ikan karang di perairan Natuna dan sekitarnya yang terdiri dari ikan

indikator, ikan herbivore dan ikan ekonomis penting (ikan target) pada 20 stasiun pengamatan

tercatat sebanyak 73 jenis yang terdiri dari 17 jenis dari family Chaetodontidae, 22 jenis dari

family Scaridae, 5 jenis dari family Acanthuridae, 8 jenis dari family Siganidae, 7 jenis dari family

Page 12: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

ix

Serranidae, 11 Jenis dari family Lutjanidae, 5 jenis dari family Haemulidae dan 3 jenis dari family

Lethrinidae.

Kelimpahan Ikan karang yang paling banyak pada 20 stasiun pengamatan di Pulau

Natuna dan sekitarnya terdapat pada NTNL 155 dengan kelimpahan ikan karang sebesar 7257

ind/ha sedangkan kelimpahan yang paling sedikit terdapat pada NTNL 161 dengan kelimpahan

ikan karang hanya sebesar 486 ind/ha. Kelimpahan ikan Corralivorous yang terbesar terdapat

pada NTNL 157 dan NTNL 159 yaitu sebesar 1629 ind/ha. Sedangkan kelimpahan ikan

Herbivorous yang terbesar terdapat pada NTNL 155 yaitu sebesar 6400 ind/ha sedangkan

kelimpahan ikan Carnivorous yang terbesar terdapat pada NTNL 02 yaitu sebesar 600 ind/ha.

Dari 73 jenis ikan karang yang terdapat pada 20 stasiun pengamatan diperairan pulau

Natuna dan sekitarnya, keanekaragaman jenis yang paling tinggi ditemukan pada NTNL 02 yang

terdapat 37 jenis ikan karang yang menjadi target monitoring, NTNL 157 dan NTNL 159 dimana

terdapat 32 dan 31 jenis ikan karang yang menjadi target monitoring, sedangkan pada NTNL 161

hanya ditemukan 10 jenis ikan karang.

Dari empat belas lokasi yang diamati, tidak semua spesies atau kelompok megabentos

yang menjadi terget monitoring berhasil ditemukan di wilayah perairan Kabupaten Natuna, terlihat

bahwa ada satu spesies yang tidak dijumpai selama pengamatan yaitu lobster. Sedangkan

spesies megabenthos target yang paling mendominasi adalah bulu babi, diikuti oleh spesies siput

drupella, kima, lola dan teripang.

Komposisi persentase spesies megabentos target di perairan Natuna terlihat bahwa bulu

babi sangat mendominasi dengan jumlah persentase yaitu sebesar 39.81 %, kima 26.38 %,

Linckia laevigata 16,31 %, siput drupella 10.55 %, lola 4.56% teripang 1.2 %, Acanthaster planci

1,2 % serta lobster 0%.

Karakter lamun di Kabupaten Natuna berdasarkan koresponden analisis didapatkan

bahwa rataan kategori tutupan yang mendominasi adalah kategori sedang yang terdeteksi pada

kuadrat pengamatan dengan jarak 10m, 20m, 30m, 70m, 80m dan 90m. Pada kuadrat dengan

jarak 60m dari titik 0m banyak ditemukan kuadrat kosong. Kuadrat pengamatan dengan kategori

sangat padat banyak ditemukan pada Transek 3. Secara umum kategori tutupan lamun di

Kabupaten Natuna tahun 2015 mempunyai kategori Padat dengan tingkat tutupan 65%.

Dominansi jenis lamun pada lokasi monitoring Kabupaten Natuna didominasi oleh jenis

Cs (Cymodocea serrulata) dengan total rataan nilai dominansi sebesar 34%, diikuti oleh jenis Hu

(Halodule uninervis) dengan rataan total dominansi sebesar 22%.

Berdasarkan hasil monitoring terlihat pada Tabel 17 bahwa persentase tutupan mangrove

di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Natuna (KKPD) Natuna berkisar antara 65.41 ± 12.45%

Page 13: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

x

di temukan pada stasiun NTNM07 Pulau Tiga dan paling tinggi sebesar 77.39 ± 2.82% ditemukan

pada stasiun NTMN09 Pulau Tiga. Berdasarkan klasifikasi standar kualitas degradasi hutan

mangrove melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004, maka kondisi

kesehatan hutan mangrove di KKPD Natuna secara umum tergolong dalam kategori baik dengan

kategori padat dan sedang. Kategori padat ditemukan pada stasiun NTNM01 Cemaga Selatan

(76.34%), stasiun NTNM03 Ranai (75.47%), stasiun NTNM05 Sedanau (75.80%), stasiun

NTNM06 Sedanau (76.73%) dan NTNM09 Pulau Tiga (77,39%). Sedangkan yang termasuk

kategori sedang yang terdapat pada kawasan KKPD Natuna ditemukan pada stasiun NTNM02

Ranai (72.09%), NTNM04 Kelarik (71.80%), NTNM07 Desa Pulau Tiga (65.41%) dan NTNM08

Desa Pulau Tiga (69,20%). Pada stasiun NTNM08 ini juga ditemukan adanya penebangan hutan

mangrove di sekitar lokasi pengamatan.

Sebagai wilayah perairan pulau-pulau kecil, tipe substrat yang ditemukan pada ekosistem

mangrove di kawasan KKPD Kabupaten Natuna didominasi oleh pasir dan pasir berlumpur. Ke

dua tipe substrat tersebut, mempengaruhi jenis-jenis mangrove yang tumbuh dan berkembang di

kawasan KKPD Natuna. Dalam hal ini didominasi oleh kelompok Rhizophora dan Bruguierra.

Sebagaimana ditemukan jenis Rhizophora apiculata memegang peranan penting pada stasiun

NTNM01 dan NTNM03 dengan nilai INP masing-masing sebesar 108.08 dan 149.49. Selanjutnya

jenis Bruguierra gymnorrhiza memegang peranan penting untuk stasiun NTNM02, NTNM05 dan

NTNM08 dengan nilai INP berturut-turut adalah 92.78, 98.67 dan 167.25. Jenis Rhizophora

mucronata memegang peran penting pada stasiun NTNM04 dan NTNM09 dengan nilai INP

sebesar 122.19 dan 146.05, sedangkan stasiun NTNM06 dan NTNM07 yang memiliki peranan

penting adalah jenis Rhizophora lamarckii dengan nilai INP masing-masing sebesar 201.42 dan

240.30.

D. KESIMPULAN

1. Ditinjau dari setiap stasiun maka kesehatan terumbu karang di Kabupaten Natuna berada

dalam kondisi kurang baik sampai cukup baik, namun secara total keseluruhan kondisi

tutupan karang berada dalam kondisi kurang baik yaitu sebesar 18.85%. Terjadi penurunan

tingkat tutupan karang hidup di Kabupaten Natuna pada tahun 2015 dibanding pada

tutupan karang hidup pada tahun 2014. Terjadi peningkatan tutupan pecahan karang di

Kabupaten Natuna pada tahun 2015 dibanding pada tutupan karang hidup pada tahun

2014.

2. Keanekaragaman ikan karang pada monitoring perairan Natuna 2015 cukup beragam

dimana ditemukan nya corallivour sebanyak 17 jenis, herbivore sebanyak 35 jenis dan ikan

Page 14: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

xi

ekonomis penting sebanyak 26 jenis. Kelimpahan ikan herbivore adalah 2217 individu/ha

dengan biomassa 132,92 kg/ha. Kelimpahan ikan target yang merupakan ikan ekonomis

penting adalah 226 individu/ha dengan biomassa nya adalah 226 kg/ha.

3. Status kesehatan mangrove yang ditemukan di kawasan KKPD Kabupaten Natuna

berdasarkan persentase tutupan dan kerapatan dapat digolongkan dalam kriteria Baik

dengan kategori padat dan sedang. Kategori sedang ditemukan pada stasiun

NTNM02(Ranai), NTNM04 (Kelarik), NTNM07 (Pulau Tiga) dan NTNM08 (Pulau Tiga),

sedangkan yang termasuk kategori padat ditemukan di stasiun NTNM01 (Cemaga),

NTNM03 (Ranai), NTNM05 (Sedanau), NTNM06 (Sedanau) dan NTNM09 (Pulau Tiga).

Stasiun NTNM01 (Cemaga) memiliki nilai kerapatan jenis yang paling tinggi, sedangkan

terendah ditemukan pada stasiun NTMN02 (Ranai). Kelompok Rhizophora dan Bruguerra

tumbuh dengan baik dan bervariasi di kawasan KKPD Kabupaten Natuna.

4. Megabenthos dominan yang ditemukan pada stasiun monitoring Kabupaten Natuna 2015

berturut-turut adalah bulu babi, kima, Linckia laevigata, siput drupella, lola, teripang dan

Acanthaster plancii.

5. Secara umum kategori tutupan lamun di Kabupaten Natuna tahun 2015 mempunyai

kategori Padat dengan tingkat tutupan 65%. Dominasi jenis lamun pada lokasi monitoring

Kabupaten Natuna didominasi oleh jenis Cs (Cymodocea serrulata) dengan total rataan

nilai dominasi sebesar 34%, diikuti oleh jenis Hu (Halodule uninervis) dengan rataan total

dominasi sebesar 22%.

Page 15: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

xii

Page 16: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

xiii

DAFTAR ISI

hal

Prakata i

Abstrak iii

Ringkasan Eksekutif iv

Daftar Isi xiii

Daftar Gambar xiv

Daftar Tabel xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian 3

1.4 Metodologi 3

1.4.1 Metode 3

1.4.2 Sistem Informasi Geografis 4

1.4.3 Karang 4

1.4.4 Ikan Karang 5

1.4.5 Megabenthos 6

1.4.6 Lamun 7

1.4.7 Mangrove 8

1.5 Pelaksanaan Kegiatan 9

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 10

2.1 Deskripsi Umum Kabupaten Natuna 10

2.1.1 Lokasi Monitoring dan Titik Pengambilan Data Kabupaten

Natuna

11

2.1.2 Kondisi Umum Perairan KKPD Kabupaten Natuna 11

2.2 Kondisi Ekosistem Terumbu Karang 18

2.2.1 Ekosistem Terumbu Karang 18

2.2.2 Ikan Karang 29

2.2.3 Megabenthos 47

2.3 Mangrove 54

2.4 Lamun 58

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 62

3.1 Kesimpulan 62

3.2 Saran 63

Daftar Pustaka 64

Page 17: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1 Peta Lokasi Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang

dan Ekosistem Terkait Lainnya di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2015

12

Gambar 2 Status Bleching Alert Area Terumbu Karang Indonesia Terkait

Suhu (dalam 0C)

13

Gambar 3 Peta Sebaran Kedalaman Kabupaten Natuna (Sumber Peta :

NAVIONICS)

13

Gambar 4 Sebaran Nilai POC dan Klorofil a Kabupaten Natuna Bulan Agustus

2015 (mg/m3)

14

Gambar 5 Sebaran Nilai POC Kabupaten Natuna Bulan Agustus 2015

(mg/m3)

15

Gambar 6 Peta Arah dan Kecepatan Arus Pada Kabupaten Natuna Agustus-

September 2015 (Sumber Data : OSCAR NOAA)

16

Gambar 7 Sebaran Habitat Dangkal KKPD I Kecamatan Pulau Tiga

Kabupaten Natuna

17

Gambar 8 Sebaran Habitat Dangkal KKPD II Kelarik Kabupaten Natuna 17

Gambar 9 Sebaran Habitat Dangkal KKPD III Ranai Kabupaten Natuna 18

Gambar 10a Tutupan Kumulatif (%) pada Masing-masing Stasiun di Kabupaten

Natuna Tahun 2015

26

Gambar 10b Tutupan Kumulatif (%) pada Masing-masing Stasiun di Kabupaten

Natuna Tahun 2015

26

Gambar 11 Tutupan Kumulatif Total (%) Stasiun Pengamatan di Perairan

Kabupaten Natuna Tahun 2015

27

Gambar 12 Proporsi dan Sebaran Benthic Life Form di Perairan Kabupaten

Natuna Tahun 2015

27

Gambar 13 Tutupan Kumulatif (%) Karang di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2014

29

Gambar 14 Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Setiap Stasiun

Pengamatan di Perairan Pulau Natuna Tahun 2015

31

Gambar 15 Peta Keanekaragaman Jenis Ikan di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2015

31

Gambar 16 Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2015

33

Gambar 17 Sebaran Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten

Natuna Tahun 2015

33

Gambar 18 Biomassa Ikan Herbivora dan Ikan Ekonomis Penting di Perairan

Kabupaten Natuna Tahun 2015

35

Gambar 19 Beberapa Jenis Ikan Indikator di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2015

36

Page 18: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

xv

Gambar 20 Beberapa Jenis Ikan Herbivora : Scaridae, Acanthuridae dan

Siganidae di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

42

Gambar 21 Beberapa Jenis Ikan Ekonomis Penting: Lutjanidae, Lethrinidae

dan Haemulidae di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

44

Gambar 22 Diagram Komposisi Persentase Masing-masing Spesies

Megabenthos Target di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

48

Gambar 23 Jenis Bulu Babi yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna 50

Gambar 24 Jenis Siput Drupella yang Ditemukan di Perairan Kabupaten

Natuna

50

Gambar 25 Jenis Lola yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna 51

Gambar 26 Jenis Kima yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna 51

Gambar 27 Jenis Teripang yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna 52

Gambar 28 Jenis Bintang Laut Biru (Linckia laevigata) yang Ditemukan di

Perairan Kabupaten Natuna

53

Gambar 29 Jenis Bintang Laut Berduri (Acanthaster planci) yang Ditemukan di

Perairan Kabupaten Natuna

53

Gambar 30 Sebaran Megabenthos pada Stasiun Monitoring di Perairan

Kabupaten Natuna Tahun 2015

54

Gambar 31 Dominansi dan Status Tutupan pada Stasiun Pengamatan

Mangrove Kabupaten Natuna Tahun 2015

56

Gambar 32 Dominansi dan Status Tutupan pada Stasiun Pengamatan

Mangrove Kabupaten Natuna Tahun 2015

56

Gambar 33 Analisis Multivariate Data Lamun Monitoring Kabupaten Natuna

Tahun 2015

59

Gambar 34 Uji Asumsi Normalitas dan Homogenitas Data 60

Gambar 35 Grafik Anova (Granova) 61

Gambar 36 Uji Lanjut Tukey 61

Page 19: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

xvi

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1 Megabenthos Target yang Menjadi Objek Monitoring 7

Tabel 2 Kriteria Status Padang Lamun 8

Tabel 3 Posisi Koordinat Stasiun Pengamatan Ekosistem Terumbu Karang 19

Tabel 4 Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2015

30

Tabel 5 Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun

2015

32

Tabel 6 Biomassa Ikan Herbivora dan Ikan Ekonomis Penting di Perairan

Kabupaten Natuna Tahun 2015

34

Tabel 7 Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Indikator (Corallivour) di

Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

37

Tabel 8 Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Herbivora (Scaride,

Acanthuridae dan Siganidae) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

39

Tabel 9a Kelimpahan Ikan Herbivora (Herbivorous) di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2015

41

Tabel 9b Kelimpahan Ikan Herbivora (Herbivorous) di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2015

41

Tabel 10 Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Target atau Ikan Ekonomis

Penting (Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae) di

Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

45

Tabel 11 Kelimpahan Ikan Ekonomis Penting (Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae

dan Haemulidae) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

46

Tabel 12a Pola Kehadiran Spesies Megabenthos pada Setiap Stasiun di Perairan

Kabupaten Natuna Tahun 2015

47

Tabel 12b Pola Kehadiran Spesies Megabenthos pada Setiap Stasiun di Perairan

Kabupaten Natuna Tahun 2015

48

Tabel 13a Kepadatan (individu/ha) Megabenthos Target pada Stasiun Monitoring

di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

49

Tabel 13b Kepadatan (individu/ha) Megabenthos Target pada Stasiun Monitoring

di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

49

Tabel 14 Persentase Tutupan Mangrove, Kerapatan dan INP Jenis pada Stasiun

Monitoring di KKPD Natuna Tahun 2015

55

Tabel 15 Status Tutupan Mangrove pada Stasiun Monitoring di KKPD Natuna

Tahun 2015

55

Tabel 16 Rekapitulasi dan Hasil Analisis Data Lamun Monitoring di Perairan

Kabupaten Natuna Tahun 2015

58

Page 20: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem terpenting dari ekologi

perairan pesisir dan laut yang juga memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat pesisir

dan nelayan terutama bagi keberlanjutan usaha perikanan. Oleh karena itu, perlu pengelolaan

yang baik dan bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan daya dukung

dari ekosistem tersebut.

Berbagai aktivitas manusia di perairan sangat berpengaruh serta mengancam

keberadaan dan kelestarian ekosistem terumbu karang itu sendiri, diantaranya kegiatan

perikanan yang tidak ramah lingkungan (destructive), seperti penambangan terumbu karang

untuk bahan bangunan dan aktivitas pelayaran serta labuh jangkar kapal. Faktor manusia

lainnya yang berpengaruh adalah buangan limbah rumah industri dan rumah tangga serta

aktivitas perkebunan. Selain faktor manusia terdapat juga faktor alam yang dapat

mempercepat degradasi terumbu karang seperti gelombang dan arus serta hewan predator

terumbu karang.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka pemerintah membuat suatu program Coremap

CTI (Coral Reef Rehabilitation and Management Program - Coral Triangle Initiative), dimana

Kabupaten Natuna merupakan salah satu lokasi yang dipilih untuk pelaksanaan program

COREMAP CTI terlebih lagi Kabupaten Natuna telah memiliki Kawasan Konservasi Laut

Kabupaten Natuna/KKLD (sekarang berganti nama menjadi Kawasan Konservasi Perairan

Daerah/KKPD) berdasarkan SK Bupati Nomor 378 Tahun 2008. KKPD ini diantaranya

mencakup ekosistem terumbu karang yang tersebar dalam zona-zona daerah perlindungan

laut (DPL). Konservasi kawasan terumbu karang tercakup dalam sasaran program ini.

Salah satu bagian kegiatan konservasi terumbu karang dan biota yang berasosiasi

dengannya adalah dengan melakukan kegiatan monitoring kawasan terumbu karang melalui

penghitungan persen tutupan, dimana kegiatan monitoring dapat menyediakan informasi

Page 21: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

2

mengenai kelimpahan biota, keragaman lokasi, kondisi habitat atau biota tertentu dan

perubahan dalam suatu lingkungan serta dapat diketahui tekanan lingkungan yang terjadi

terhadap terumbu karang, terutama akibat faktor antropogenik. Sehingga melalui kegiatan

monitoring ini data yang terkumpul dapat dijadikan rujukan untuk membuat prediksi pengaruh

kegiatan manusia sekitarnya dan proses-proses ekologi yang terjadi di kawasan tersebut

serta rekomendasi program pengelolaan lanjutan dan pencarian bentuk pengelolaan yang

kontekstual.

1.2 Rumusan Masalah

Kabupaten Natuna yang merupakan gerbang utara Indonesia di wilayah barat yang

memiliki perairan yang luas dan kekayaan sumberdaya laut, dengan letaknya di perbatasan

memiliki potensi perikanan yang melimpah Laut Natuna sering dicuri oleh kapal-kapal asing

ilegal. Kapal-kapal ini biasanya berasal dari negara Malaysia, Kamboja, dan tentunya akan

memberikan perubahan berupa dampak yang signifikan terhadap keberadaan ekosistem

pesisir seperti terjadinya pencemaran perairan dan kerusakan terumbu karang yang

diakibatkan destructive fishing sehingga keberadaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah

di perairan Natuna yang menjadi pelindung sumberdaya perikanan dan kelautan dalam

mewujudkan perikanan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak

dapat terwujud dikarenakan kurangnya kemauan masyarakat terhadap kelestarian

sumberdaya ikan dan terjadinya pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumberdaya

perikanan dan kelautan, hal ini dapat mengakibatkan kesehatan terumbu karang dan

ekosisten terkait lainnya menurun bahkan punah.

Coral Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiantive

(COREMAP – CTI) di Kabupaten Natuna adalah program jangka panjang yang bertujuan

untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang

serta ekosistem terkait di Indonesia, ditujukan mengetahui kondisi ekosistem terkait lainnya

yaitu padang lamun dan mangrove. Program COREMAP – CTI ini telah berlangsung cukup

Page 22: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

3

lama, tentunya diperlukan pemantauan kesehatan ekosistem terumbu karang dan ekosisten

terkait lainnya.

Kegiatan monitoring yang merupakan salah satu komponen di dalam COREMAP,

diharapkan data-data yang dikumpulkan akan disusun dalam bentuk laporan ilmiah yang akan

dipakai sebagai “data base” dan melihat perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun maka

perlu dilakukan pemantauan kondisi terumbu karang secara berkala ataupun akan disebarkan

sebagai masukan ke pemerintah daerah setempat, untuk digunakan sebagai bahan acuan

pengambil kebijakan untuk pengelolaan dan pemeliharaan ekosistem pesisir.

1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terkini dan perubahan yang

terjadi pada tahun kedua (monitoring) pada ekosistem terumbu karang (coral reef) beserta

ekosistem lamun (seagrass) dan mangrove, di lokasi KKPD (Kawasan Konservasi Perairan

Daerah) Kabupaten Natuna, yang hasil penelitiannya dipakai sebagai data dasar untuk

kegiatan COREMAP-CTI.

Sasaran penelitian ini adalah sebagai berikut:

Mengetahui persentase tutupan terumbu karang,

Mengetahui kepadatan rata-rata ikan karang,

Mengetahui kepadatan rata-rata megabentos yang bernilai ekonomis penting ataupun

yang dapat dijadikan indikator kesehatan terumbu karang,

Mengetahui kerapatan lamun,

Mengetahui kerapatan mangrove,

Menghasilkan peta sebaran terumbu karang, lamun, dan mangrove.

1.4 Metodologi

1.4.1 Metode

Lokasi yang diamati termasuk dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD)

Page 23: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

4

Kabupaten Natuna, yang terletak di perairan Pulau Bunguran (Natuna Besar). Posisi stasiun

ditentukan dengan menggunakan GPS.

1.4.2 Sistem Informasi Geografis

Metode survei pada kegiatan penelitian ini menggunakan kombinasi antara metode

Penginderaan Jauh dan metode survei lapangan untuk identifikasi habitat dasar perairan laut

dangkal. Pengumpulan data lapangan dilakukan untuk validasi data hasil interpretasi habitat

dari citra Landsat 8.

Penentuan titik sampel menggunakan GPS receiver Garmin 78s dalam format derajad,

desimal berdasar datum WGS 84. Penentuan titik sampel dengan mempertimbangkan aspek

kondisi alamiah seperti kedalaman perairan, aspek keruangan (asosiasi terhadap objek lain,

misalnya permukiman, muara sungai). Untuk melakukan interpretasi menggunakan metode

supervised classi cation, piksel pada citra Landsat yang mewakili masing-masing habitat

perairan laut dangkal di kelompokan dan digunakan sebagai acuan (training sample) pada

proses klasifikasi. Data lapangan sangat dibutuhkan sebagai data acuan (kalibrasi) dan juga

akan digunakan dalam proses penghitungan akurasi (validasi). Algoritma pada proses

klasifikasi citra kali ini menggunakan maximum likelihood, dimana algoritma ini

mengelompokkan piksel citra ke dalam kategori tertentu apabila memenuhi threshold yang

ditentukan untuk masing-masing kategori.

1.4.3 Karang

Pengamatan visual secara bebas dilakukan mulai dari bagian pinggir pantai hingga ke

bagian terumbu tempat dilakukannya transek di masing-masing stasiun penelitian, untuk

mendapatkan gambaran umum tentang stasiun penelitian. Pada masing-masing stasiun

penelitian, pita meteran (roll meter) sepanjang 50 meter sebagai garis transek diletakkan

sejajar garis pantai pada kedalaman dimana karang umum dijumpai, yaitu pada kedalaman

sekitar 4 – 7 meter. Saat melakukan peletakan pita meteran, posisi daratan pulau berada di

bagian kiri.

Page 24: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

5

Metode yang digunakan ialah dengan UPT (Underwater Photo Transect), dilakukan

pemotretan sepanjang garis transek dengan bantuan frame ukuran 44 x 58 cm. Pemotretan

dimulai dari meter ke-1 hingga meter ke-50 dengan jarak antar pemotretan sepanjang 1 meter.

Pemotretan pada meter ke-1 (Frame 1), meter ke-3 (Frame 3) dan frame-frame berikutnya

dengan nomor ganjil dilakukan disebelah kiri garis transek (bagian yang lebih dekat dengan

daratan), sedangkan untuk frame-frame dengan nomor genap (Frame 2, Frame 4, dan

seterusnya) dilakukan di sebelah kanan garis transek (bagian yang lebih jauh dengan

daratan). Untuk setiap pemotretan dilakukan pada jarak sekitar 60 cm dari dasar substrat

dengan luas bidang pemotretan minimal 1200 cm2 untuk setiap framenya. Kegiatan ini

dilakukan dengan penyelaman dengan menggunakan peralatan selam SCUBA.

Pengambilan data pada setiap titik dilakukan dengan menggunakan kamera G15 atau

Canon G1X. Luas bidang 1200 cm2 per frame dapat dihasilkan dari pemotretan

menggunakan kamera underwater dengan jarak pemotretan 60 cm dari dasar dan tanpa

menggunakan pembesaran (zoom). Analisis foto menggunakan perangkat lunak CPCe versi

4.1. (Coral Point Count with Excel extension). Teknik analisis foto menggunakan 30 sampel

titik acak dari masing-masing frame. Untuk mengetahui persentase tutupan kelompok karang,

biota dan substrat sekaligus, dimana biota dan substrat dikelompokkan kedalam lima

kelompok yaitu Karang keras (HC), Karang mati (DC), Alga (ALG), Fauna lain (OT) dan Abiotik

(ABI).

1.4.4 Ikan Karang

Metode sensus visual bawah air (Underwater Visual Census) yang dikembangkan

English et al. (1997) merupakan metode yang cepat, akurat, efektif dan ramah lingkungan.

Data yang dihasilkan relevan dengan tujuan pengelolaan perikanan karang secara khusus

dan pengelolaan ekosistem terumbu karang secara umum. Ikan karang sebagian besar

bersifat diurnal (aktif pada siang hari) dan hanya sebagian kecil yang bersifat nokturnal (aktif

malam hari). Pemantauan dilakukan di garis transek yang sama dengan kegiatan penelitian

karang, agar sekaligus mendapatkan data bentik yang menggambarkan habitatnya.

Page 25: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

6

Pengamatan dilakukan disepanjang garis transek dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5

m di sebelah kiri dan kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jenisnya beserta jumlah

individunya. Luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 m x 70 m ) = 350 m2.

Pengamatan ikan karang dibagi dalam 2 kategori yakni ikan indikator dan ikan target.

Jenis ikan indikator (suku Chaetodontidae), dan ikan-ikan target (6 suku), dari suku:

Haemulidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Scaridae, Serranidae, dan Siganidae. Hal ini lebih untuk

melihat dampak antara kedua kelompok ikan ini terhadap kondisi terumbu karang, mengingat

kelompok ikan indikator sebagian besar merupakan ikan pemakan polip karang. Sedangkan

ikan target adalah kelompok ikan pangan yang memiliki nilai ekonomis, baik itu untuk

dikonsumsi masyarakat maupun diperjual belikan. Jadi kedua kelompok ikan ini secara

langsung bisa memberi gambaran mengenai kondisi terumbu karang itu sendiri.

Pengolahan dan analisa data yang di dapat dari pengamatan meliputi:

Keanekaragaman jenis; adalah total dari spesies ikan karang yang diamati selama

monitoring di suatu lokasi ekosistem terumbu karang.

Densitas (D); merupakan jumlah individu seluruh spesies ikan karang per luas area

pengamatan.

Hubungan panjang-berat; adalah berat individu ikan target (W-gram) sama dengan indeks

spesifik spesies (a) dikalikan dengan estimasi panjang total dipangkat indeks spesifik

spesies (b).

Biomassa(B); adalah berat individu ikan target (W) per luas area pengamatan

1.4.5 Megabenthos

Pengamatan megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan

berperan langsung di dalam ekosistem dapat dijadikan indikator dari kesehatan terumbu

karang. Pengamatan dilakukan menggunakan metode Reef Check. Semua fauna yang

berada 1 meter di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 meter tadi dihitung jumlahnya,

sehingga luas bidang yang teramati per-transeknya yaitu (2 x 70 m2) = 140 m2.

Page 26: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

7

Semua jenis megabenthos target dalam transek dicatat jumlah jenis dan jumlah

individunya, identifikasi merujuk pada Abbott & Dance (1990), Matsuura et al. (2000), Clark &

Rowe (1971), Neira & Cantera (2005) dan Colin & Arneson (1995). Adapun fauna megabentos

yang dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang garis transek dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Megabenthos Target yang Menjadi Objek Monitoring

No Nama Indonesia Nama Spesies

1 Teripang / Sea Cucumbers / Holothurians

2 Kima / Giants clams Tridacna spp. dan Hippopus spp.

3 Lobster Panulirus spp.

4 Lola Trochus spp.

5 Bintang laut berduri / Crown-of-throns starfish Acanthaster planci

6 Siput Drupella / Coral eating snails Drupella cornus dan D. rugose

7 Bulu babi / Sea urchin Diadema spp.

8 Bintang laut biru / Blue starfish Linckia laevigata

Data kelimpahan individu dari beberapa megabentos yang ditemukan disajikan dalam

bentuk tabel.

1.4.6 Lamun

Pengamatan komonitas lamun dengan menggunakan metode ttransek kuadrat (tegak

lurus garis pantai) yang dimodifikasi dari metode Seagrass Watch, dimana pengambilan data

dilakukan pada tiga transek dengan panjang masing-masing 100 m dan jarak antara satu

transek dengan yang lain adalah 50 m sehingga total luasannya 100 x 100 m. Frame kuadrat

diletakkan di sisi kanan transek dengan jarak antara kuadrat satu dengan yang lainnya adalah

10 m sehingga total kuadrat pada setiap transek adalah 11. Titik awal transek diletakkan pada

jarak 5 – 10 m dari kali pertama lamun dijumpai (dari arah pantai).

Komposisi jenis lamun di dalam kuadrat diamati dan dicatat, begitu juga dengan jenis

lain di sekitar transek sebagai catatan tambahan. Lalu, penutupan lamun total (%) pada

kuadrat tersebut diestimasi dan dicatat, juga penutupan lamun per jenis. Apabila penutupan

Page 27: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

8

per jenis sulit dilakukan, presensi jenis dapat dicatat dengan urutan dominansi tutupannya.

Setelah itu, foto kuadrat diambil dan nomor foto dicatat. Sebagai data tambahan, karakteistik

substrat juga diamati secara kualitatif. Pengolahan data dilakukan untuk menghasilkan rata-

rata tutupan lamun per stasiun dan per lokasi. Hasil rata-rata lamun pada setiap stasiun dan

setiap lokasi dikategorikan berdasarkan Tabel 2. untuk menentukan kriteria kondisi lamun

pada suatu lokasi.

Tabel 2. Kriteria Status Padang Lamun

1.4.7 Mangrove

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode transek garis dibentangkan

tegak lurus garis pantai dan dibuat plot berukuran 10x10 m2 dengan jarak antar satu kelompok

plot dengan kelompok plot lainnya sekitar 50 – 100 m. Dalam setiap plot dilakukan pengukuran

kondisi vegetasi dan pengambilan foto hemisphere. Jenis mangrove diidentifikasi

berdasarkan Identifikasi jenis dilakukan berdasarkan acuan Tomlinson (1986), Noor et al.

(1999), Giesen et al. (2006), dan Kitamura et al. (1999). Kemudian dicatat ukuran lingkar

batang pohon dan dihitung jumlah jenisnya. Kerapatan pohon mangrove dihitung sebagai ratio

dari jumlah pohon dalam plot dibagi satuan luas plot serta karakter substrat untuk setiap plot.

Foto hemisphere diambil dengan menggunakan kamera dengan lensa fisheye (1800)

(Jenning et al., 1999).

Dalam setiap plot dilakukan perekaman foto sebanyak empat atau lima foto yang

tersebar di dalam setiap plot. Foto dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ,

untuk menghitung persentase tutupan mangrove (Jenning et al., 1999). Nilai persentasi

Persentase Penutupan (%) Kategori

0 – 25 Jarang

26 – 50 Sedang

51 – 75 Padat

76 – 100 Sangat Padat

Page 28: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

9

tutupan dan kerapatan mangrove digunakan untuk mendeterminasikan kondisi kesehatan

hutan mangrove.

Data kerapatan dan persentase tutupan dianalisis dengan menggunakan analisis sidik

ragam ANOVA yang dilanjutkan dengan uji beda nyata, Duncan dengan selang kepercayaan

95%. Kondisi kesehatan mangrove dilihat berdasarkan acuan standar nasional melalui Surat

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201 tahun 2004.

1.5 Pelaksanaan Kegiatan

Penelitian ini melibatkan dosen peneliti dan teknisi dari Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan UMRAH serta dibantu oleh staf Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Natuna,

sesuai dengan bidang kajiannya masing-masing antara lain :

- Bidang Karang

- Bidang Ikan Karang

- Bidang Megabentos

- Bidang Lamun

- Bidang Mangrove

- Bidang Penginderaan Jauh dan GIS

- Data Entry

Page 29: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

10

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Deskripsi Umum Kabupaten Natuna

Kabupaten Natuna merupakan salah-satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau yang

secara geografis terletak pada titik koordinat 1016’-7019’ LU dan 105000’-110000’ BT. Batas-

batas wilayah Kabupaten Natuna sebagai berikut :

a. Sebelah utara dengan Laut Cina Selatan,

b. Sebelah selatan dengan Kabupaten Bintan,

c. Sebelah barat dengan Semenanjung Malaysia,

d. Sebelah timur dengan Laut Cina Selatan.

Berdasarkan Data BPS (2016) Kabupaten Natuna memiliki luas wilayah 264.198,37

km2 dengan luas daratan sebesar 2.001,30 km2 (0.76%) dan luas lautan sebesar 262.197,07

km2 (99.24%), dengan Ranai sebagai ibukota kabupaten. Di kabupaten ini terdapat 154 pulau,

dengan 27 pulau (17,53%) yang berpenghuni dan sebagian besar pulau (127 pulau) tidak

berpenghuni. Dua pulau terbesar diantaranya adalah Pulau Bunguran dan Pulau Serasan.

Luas laut Kabupaten Natuna yang mencapai 99.24% dari luas keseluruhannya,

tentunya menyimpan potensi dan keanekaragaman ekosistem serta biota laut yang sangat

besar. Salah-satu ekosistem penting yang banyak dijumpai di Kabupaten Natuna adalah

terumbu karang. Pada Coremap Fase II di Kabupaten Natuna telah terbentuk Kawasan

Konservasi Laut Kabupaten Natuna berdasarkan Surat Keputusan Bupati Natuna Nomor 378

Tahun 2008 dengan luas sebesar 142.977 ha yang tersebar di tiga kawasan dengan rincian :

1. Kawasan I dengan Luas 54.572 ha terdiri dari Kawasan Pulau Tiga, Sedanau dan Laut di

sekitarnya diprioritaskan untuk mendukung kegiatan Perikanan Berkelanjutan;

2. Kawasan II dengan Luas 52.415 ha terdiri dari Kawasan Bunguran Utara dan Laut

Sekitarnya diprioritaskan untuk Suaka Perikanan;

3. Kawasan III dengan Luas 35.990 ha terdiri dari Kawasan Pesisir Timur Bunguran dan Laut

Sekitarnya diprioritaskan untuk mendukung Kegiatan Pariwisata Bahari.

Page 30: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

11

KKLD (sekarang berganti nama menjadi KKPD/Kawasan Konservasi Perairan

Daerah) Kabupaten Natuna seluruhnya berada di pulau utama Kabupaten Natuna yaitu Pulau

Bunguran (Natuna Besar). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 dijelaskan

bahwa Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi,

dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan

lingkungannya secara berkelanjutan.

KKP terdiri atas Taman Nasional Perairan, Taman Wisata Perairan, Suaka Alam

Perairan, dan Suaka Perikanan. Sedangkan Definisi Kawasan Konservasi Perairan menurut

IUCN (1994) adalah perairan pasang surut dan wilayah sekitarnya, termasuk flora dan fauna

di dalamnya dan penampakan sejarah serta budaya, yang dilindungi secara hukum atau cara

lain yang efektif, untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan di sekitarnya.

2.1.1. Lokasi Monitoring dan Titik Pengambilan Data Kabupaten Natuna

Monitoring kondisi terumbu karang, ikan karang dan megabenthos Kabupaten Lingga

tahun 2015 meliputi dua puluh (20) titik pengambilan data, sembilan (9) titik pengamatan untuk

mangrove dan satu (1) titik pengamatan untuk lamun yang tersebar di lokasi KKPD Kabupaten

Natuna dari Wilayah Ranai, Pulau Tiga dan Kelarik (Gambar 1.).

2.1.2. Kondisi Umum Perairan KKPD Kabupaten Natuna

Berdasarkan data NOAA, terkait sebaran nilai suhu (data sampai tanggal 12 Oktober

2015) kondisi terumbu karang Indonesia berada dalam level watch, dengan kisaran nilai suhu

perairan antara 28 – 30 0C, tetapi pada area KKPD I Kecamatan Pulau Tiga sudah berada

dalam level Warning (Gambar 2). Suhu di kawasan KKPD Kabupaten Natuna ini berkisar

antara 29,54 – 30,02 0C, salinitas berkisar antara 30 – 32 ppt, pH 7,76 – 8,26, dengan

kecerahan (transparansi) antara 5-10 m. Nybakken (2005) menyatakan suhu optimum untuk

pertumbuhan hewan karang adalah berkisar antara 25 – 29 0C sedangkan suhu minimal

20 0C dan suhu maksimum 36 0C. Kisaran suhu yang relatif sempit ini (stenothermal),

menyebabkan penyebaran karang hanya pada daerah tropik. Faktor-faktor ini juga

berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis karang yang dapat hidup.

Page 31: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

12

Gambar 1. Peta Lokasi Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Ekosistem

Terkait Lainnya di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

Page 32: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

13

Gambar 2. Status Bleching Alert Area Terumbu Karang Indonesia Terkait Suhu (dalam 0C)

Rataan kedalaman di Perairan Kabupaten Natuna dan sekitarnya adalah 67.5 meter,

kedalaman tertinggi sekitar 112 m (Gambar 3). Kedalaman pada lokasi pengamatan terumbu

karang, ikan dan megabenthos umumnya kurang dari 20 m.

Gambar 3. Peta Sebaran Kedalaman Kabupaten Natuna (Sumber Peta : NAVIONICS)

Page 33: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

14

Faktor kedalaman berpengaruh terhadap daya jangkau cahaya matahari. Karang

diketahui hidup bersimbiosis dengan alga (zooxanthellae) yang mampu berfotosintesis,

sehingga membutuhkan cahaya matahari. Oleh karena itu, karang biasanya terbatas hidup

dengan baik dengan kedalaman kurang dari 30 m. Kawasan KKPD Kabupaten Natuna rata-

rata terletak pada perairan dangkal dengan karakter kejernihan air yang tinggi, yang

merupakan lokasi ideal pertumbuhan karang. Faktor kedalaman juga berpengaruh terhadap

keanekaragaman jenis karang yang dapat hidup. Kedalaman di wilayah pengambilan data

(titik sampling) berkisar antara 2-20 m. Kedalaman ini masih dalam kisaran kedalaman ideal

untuk pertumbuhan terumbu karang.

Produktivitas perairan Kabupaten Natuna (Gambar 4 dan 5) berdasarkan nilai klorofil

a (mg/m3) dan POC (particle Organic Carbon, dalam mg/m3) pada Bulan Agustus saat

dilakukannya monitoring, menunjukkan nilai yang rendah (klorofil a berkisar 0.5-1 mg/m3

sedangkan POC <200 mg/m3).

Gambar 4. Sebaran Nilai Klorofil a Kabupaten Natuna Bulan Agustus 2015 (mg/m3)

Page 34: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

15

Gambar 5. Sebaran Nilai POC Kabupaten Natuna Bulan Agustus 2015 (mg/m3)

Produktivitas perairan sangat ditentukan oleh keberadaan fitoplankton. Keberadaan

fitoplankton dapat diduga dari nilai klorofil a yang dihasilkan melalui proses fotosintesis.

Melalui fotosintesis fitoplankton mengkonsumsi karbon inorganik (dalam bentuk total inorganic

carbon) dan menghasilkan particulate organic carbon (POC) serta oksigen (O2). Total karbon

inorganik terlarut di lautan berada dalam salah-satu bentuk carbon dioxide (CO2), bicarbonate

(HCO3-) dan carbonate (CO3

2-), dimana ketiganya merupakan molekul kimia penting dalam

sistem penyangga pH lautan (buffer system) (Johnson, 1982).

Pola arus Kabupaten Natuna sangat dipengaruhi oleh angin musim, rataan kecepatan

arus selama bulan Agustus dan September 2015 saat pengambilan data tercatat antara 0,5-

1 m/detik (Gambar 6).

Page 35: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

16

Gambar 6. Peta Arah dan Kecepatan Arus Pada Kabupaten Natuna Agustus-September 2015

(Sumber Data : OSCAR NOAA)

Ekosistem mangrove pada KKPD Kabupaten Natuna berkembang relatif tipis ke arah

dalam pulau menuju daratan hanya sampai 500 m mengikuti alur setempat, terutama pada

selat dan pada daerah-daerah yang memiliki aliran sungai. Adapun jenis mangrove yang

dominan adalah jenis Rhizopora sp. Kondisi terumbu karang secara umum di Pulau Bunguran

berada pada kondisi buruk hingga sedang, dimana terumbu karang yang hidup hanya sekitar

24% berupa polip-polip karang, seperti jenis karang massive, Acropora submassive, foliose,

dan sedikit soft coral (KKP, 2015). Sebaran habitat dangkal KKPD Kabupaten Natuna

berdasarkan interpretasi Citra Landsat 8 selengkapnya disajkan pada Gambar 7, 8 dan 9.

Page 36: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

17

Gambar 7. Sebaran Habitat Dangkal KKPD I Kecamatan Pulau Tiga Kabupaten Natuna

Gambar 8. Sebaran Habitat Dangkal KKPD II Kelarik Kabupaten Natuna

Page 37: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

18

Gambar 9. Sebaran Habitat Dangkal KKPD III Ranai Kabupaten Natuna

2.2. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang

2.2.1. Ekosistem Terumbu Karang

A. Kondisi Umum Terumbu Karang Kabupaten Natuna

Pengamatan ekologi terumbu karang oleh COREMAP di Perairan Kabupaten Natuna,

telah dilakukan sejak tahun 2004 (Fase I), dan diikuti tahun 2007 hingga 2011 (Fase II).

Pengamatan pada tahun 2014 dijadikan sebagai baseline studi (T0) untuk Fase III dengan

menggunakan metode Under Photograph Transect (UPT). Lokasi pengamatannya mengacu

di lokasi terdahulu dan disesuaikan dengan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD)

setempat (Manuputty et al., 2014).

Khusus di Kabupaten Natuna, waktu pengamatan bersamaan dengan mulainya Musim

Pancaroba (September). Lokasi pengamatan terumbu karang dilakukan di sepanjang pesisir

pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Natuna.Total titik stasiun lokasi yang diamati adalah 20

stasiun monitoring dari 24 stasiun rencana dimana 1 stasiun (NTNL G) tidak dapat mungkin

Page 38: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

19

diamati karena perairan sangat keruh, dan stasiun NTNL C, NTNL 04, dan NTNL H sengaja

tidak diamati karena menjadi stasiun pengamatan daerah. Stasiun pengamatan selengkapnya

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Posisi Koordinat Stasiun Pengamatan Ekosistem Terumbu Karang

No Kode

Stasiun Bujur Lintang Lokasi

1 NTNL 02 108.00321 3.78984 Pulau Sedanau

2 NTNL 03 108.07323 3.6876 Tanjung Legung, Pulau Komang

3 NTNL 04 108.04523 3.66167 Tidak diamati karena sangat keruh

4 NTNL 05 108.07261 3.63147 Selat Depeh

5 NTNL 06 108.07939 3.57879 Pulau Seluar, Desa Seluar

6 NTNL 07 108.1063 3.67291 Pulau Tiga

7 NTNL 144 108.4332 3.87179 Pulau Bungin

8 NTNL 145 108.3756 3.99171 Pulau Natuna

9 NTNL 146 108.35718 4.00281 Pulau Natuna

10 NTNL 148 108.30705 4.0599 Pulau Natuna

11 NTNL 152A 108.22983 4.22471 Tanjung Datu dan Teluk Buton

12 NTNL 154 108.21209 4.26837 Pulau Panjang dan Pulau Pendek

13 NTNL 155 108.1832 4.23807 Pulau Panjang

14 NTNL 157 108.15382 4.16541 Pulau Natuna

15 NTNL 159 108.08387 4.11754 Pulau Bunga, Buton, dan P. Maguk

16 NTNL 161 108.0258 4.06018 Tanjung Katung, Pulau Buton

17 NTNL A 108.3367 4.04131 Pulau Natuna

18 NTNL B 108.4243 3.90435 Tanjung Karang

19 NTNL C 108.4172 3.79984 Pulau Kemudi, Stasiun Daerah

20 NTNL D 108.0441 3.79323 Pulau Sedanau

21 NTNL E 108.0884 3.73033 Pulau Natuna

22 NTNL F 108.1154 4.13889 Pulau Bunga

23 NTNL G 108.1841 4.20926 Pulau Natuna, Stasiun Daerah

24 NTNL H 108.3957 3.76933 Pulau Jantai, Stasiun Daerah

B. Kondisi Stasiun dan Terumbu Karang Pada Stasiun Monitoring

Kondisi masing-masing stasiun dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut berikut:

- Stasiun NTNL 02 (Pulau Sedanau)

Lokasi stasiun terletak dekat di Pulau Sedanau dimana pulau ini memiliki rataan

terumbu sepanjang 500 m. Substrat pantai tersusun dari batuan cadas, karang mati dan pasir

yang ditumbuhi oleh tumbuhan pantai. Umumnya pertumbuhan karang yang ditemukan,

Page 39: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

20

memiliki bentuk pertumbuhan seperti bolder dan didominasi oleh jenis Porites sp.

Pertumbuhan karang hidup masih ditemukan hingga kedalaman 10 m. Tutupan karang hidup

sebesar 34.13 % atau menurun sebesar -5.60 % dibandingkan dengan tahun 2014. Karang

mati beralga (DCA) juga mendominasi dengan tutupan sebesar 53.53 %, relatif sama

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kategori lain seperti karang lunak soft coral, biota

lain other biota, patahan karang rubble memiliki nilai tutupan secara berurutan sebesar,

0.60%, 0.07% dan 10.73%. Kondisi karang termasuk dalam kategori ”cukup baik/ sedang”

terdiri dari karang Acropora dan karang Non-Acropora.

- Stasiun NTNL 03 (Tanjung Legung, Pulau Komang)

Pengamatan karang dilakukan di Perairan Pulau Komang dimana berjarak kurang

lebih 10 m dari garis pantai, yang berupa dinding batuan vulkanis. Pengamatan karang

dilakukan pada kedalaman 3-5 m dengan lereng terumbu yang tergolong landai. Saat

pengamatan, cuaca cerah namun berangin kencang. Kondisi perairan berarus dan

bergelombang kuat. Karang tumbuh secara bergerombol (patches) dan didominasi oleh

Porites lutea. Kondisi karang termasuk dalam kategori ”sedang” dengan tutupan karang hidup

sebesar 20.73%. Kategori yang mendominasi adalah karang mati beralga (DCA) sebesar

47.00 %, karang lunak ”soft coral” 6.73%, kemudian patahan karang ”rubble” sebesar 16.07%.

Kondisi karang termasuk dalam kategori ” kurang baik / jelek”.

- Stasiun NTNL 05 (Selat Depeh)

Lokasi pengamatan berada di Perairan Selat Depeh dimana terlihat adanya Pabrik

Pembekuan Ikan dan karamba ikan apung. Kondisi cuaca saat pengamtan cerah sedikit

berkabut asap disertai angin kuat. Kondisi perairan bergelombang cukup tinggi. Pengamatan

karang dilakukan pada kedalaman 5 meter dengan substrat tersusun dari pasir dan patahan

karang mati. Karang tumbuh secara bergerombol dengan keragaman yang rendah.

Pertumbuhan karang didominasi oleh Porites lobata, dan Pavona cactus. Dari hasil transek

diperoleh persentase tutupan karang 8.00 %. Kategori bentik lain seperti ”DCA” dicatat

sebesar 28.60 %. Kategori abiotik, diwakili oleh pecahan karang (rubble) tampak

Page 40: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

21

mendominasi dengan tutupan sebesar 51.07 % sedang pasir (Sand) 2.53 %. Kondisi karang

di lokasi ini masuk dalam kategori ”kurang baik/ jelek”.

- Stasiun NTNL 06 (Pulau Seluar, Desa Seluar)

Pengamatan karang dilakukan di Pulau Seluar, Desa Seluar dimana lokasi

pengamatan berada di kedalaman 4-6 m, dengan lereng terumbu tergolong landai.

Kemiringannya sekitar 10-15º, substrat tersusun dari pasir dan pecahan karang mati. Perairan

bergelombang dengan jarak pandang ± 10 m. Pertumbuhan karang dengan bentuk bercabang

didominasi oleh jenis Porites cylindrica, sedangkan bentuk pertumbuhan submasive

didominasi oleh Porites rus. Karang tumbuh secara bergerombol dengan keragaman yang

rendah. Dari hasil transek diperoleh persentase tutupan karang hidup sebesar 18.00 %,

sedangkan komponen ”DCA” dicatat sebesar 4.73 %, dan nilai patahan karang (rubble)

mendominasi dengan tutupan sebesar 75.27 %. Kondisi karang di stasiun ini tergolong dalam

kategori “kurang baik/ jelek”.

- Stasiun NTNL 07 (Pulau Tiga)

Kondisi sekitar stasiun pengamatan banyak dikelilingi pulau-pulau batu. Stasiun ini

berada di Pulau Tiga dimana bagian lokasi pengamatan karangnya memiliki rataan terumbu

sepanjang 200 meter. Substrat tersusun dari batuan, patahan karang mati dan pasir yang

ditumbuhi oleh tumbuhan pantai. Pengamatan karang dilakukan pada kedalaman 6 meter

dengan lereng terumbu yang tergolong curam. Pertumbuhan karang dengan bentuk

bercabang didominasi oleh jenis Porites cylindrica, sedangkan bentuk pertumbuhan

submasive didominasi oleh Porites rus. Tutupan karang hidup dicatat sebesar 7.73 %.

Persentase tutupan ”DCA” dicatat sebesar 50.93 %, sedangkan patahan karang (rubble)

sebesar 38.73%. Kondisi karang dikategorikan dalam kondisi ” kurang baik/ jelek”.

- Stasiun NTNL 144 (Pulau Bungin)

Posisi stasiun berdekatan dengan Pulau Bungin dimana dapat dijumpai beberapa

tancap di sekitarnya. Kondisi cuaca saat pengamatan cerah namun agak berkabut dengan

Page 41: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

22

angina cukup kencang. Kondisi perairan saat pengamatan berarus kencang disertai

gelombang laut tinggi. Lokasi pengamatan karang berada pada kedalaman sekitar 2 m

dengan visibility kurang baik. Tanda-tanda monitoring lama tidak ditemukan lagi. Bagian

dasar berupa substrat pasir.

- Stasiun NTNL 145 (Pulau Natuna)

Kondisi cuaca saat pengamatan berawan dengan angin bertiup sedang. Kondisi

perairan saat pengamatan tenang disertai gelombang laut yang sedang. Lokasi pengamatan

karang berada pada kedalaman sekitar 3 - 5 m dengan visibility dapat mencapai dasar

perairan. Bentuk karang berupa tubir curam dengan bagian dasar sebagian besar berupa

karang berpasir.

- Stasiun NTNL 146 (Pulau Natuna)

Kondisi cuaca saat pengamatan berawan dengan angin bertiup sedang. Kondisi

perairan saat pengamatan tenang disertai gelombang laut yang sedang. Kondisi perairan saat

pengamatan berarus kencang disertai gelombang laut tinggi. Lokasi pengamatan karang

berada pada kedalaman sekitar 3-4 m dengan visibility horizontal sekitar 3 m dan dapat

mencapai dasar perairan. Bentuk karang berupa tubir curam dengan bagian dasar sebagian

besar berupa karang berpasir.

- Stasiun NTNL 148 (Pulau Natuna)

Kondisi cuaca saat pengamatan berawan dengan angin bertiup sedang. Kondisi

perairan saat pengamatan tenang disertai gelombang laut yang sedang. Kondisi perairan saat

pengamatan berarus kencang disertai gelombang laut tinggi. Lokasi pengamatan karang

berada pada kedalaman sekitar 3-4 m dengan visibility horizontal sekitar 2 m dan dapat

mencapai dasar perairan. Bentuk karang berupa tubir curam dengan bagian dasar sebagian

besar berupa karang berpasir.

Page 42: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

23

- Stasiun NTNL 152A (Tanjung Datu dan Teluk Buton)

Posisi stasiun bersebelahan dengan Tanjung Datu dan Teluk Buton. Kondisi pantai

terdekat dapat dijumpai batu besar dan banyak pohon kelapa. Kondisi cuaca saat

pengamatan cerah dengan kondisi perairan bergelombang kecil. Visibiliti perairan dapat

mencapai dasar perairan bagian dasar perairan umumnya berupa berupa substrat pasir.

- Stasiun NTNL 154 (Pulau Panjang dan Pulau Pendek)

Posisi stasiun bersebelahan dengan Pulau Panjang dan Pulau Pendek. Kondisi pantai

umum berupa bebatuan. Kondisi cuaca saat pengamatan cerah dengan kondisi perairan

bergelombang kecil. Visibility perairan dapat mencapai dasar perairan bagian dasar perairan

umumnya berupa berupa substrat pasir.

- Stasiun NTNL 155 (Pulau Panjang)

Posisi stasiun berdekatan dengan Pulau Panjang dimana di pulau tersebut banyak

dijumpai pohon kelapa. Kondisi cuaca saat pengamatan cerah namun kondisi perairan disertai

gelombang laut besarl. Visibility perairan dapat mencapai dasar perairan bagian dasar

perairan umumnya berupa berupa substrat pasir.

- Stasiun NTNL 157 (Pulau Natuna)

Posisi stasiun dekat dengan Pulau Natuna. Kondisi cuaca saat pengamatan berawan

dengan kondisi perairan berarus kuat dan bergelombang besar. Kondisi karang saat

pengamatan menunjukkan tanda-tanda bekas dilalui kapal.

- Stasiun NTNL 159 (Pulau Bunga, Buton, dan P. Maguk)

Posisi stasiun dekat dengan Pulau Bunga, Buton, dan Pulau Maguk. Kondisi cuaca

saat pengamatan sangat mendukung walaupun kondisi perairan ditandai dengan arus kuat

dan gelombang laut tinggi. Lokasi pengamatan karang berada pada kedalaman sekitar 3-4 m

dengan visibility horizontal cukup bagus yaitu sekitar 7 m dan dapat mencapai dasar perairan.

dimana sebagian besar dasarnya berupa substrat berpasir.

Page 43: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

24

- Stasiun NTNL 161 (Tanjung Katung, Pulau Buton)

Posisi stasiun berdekatan dengan Tanjung Katung dan Pulau Buton tepatnya berada

di Desa Klarik tengah, Kecamatan Bunguran Utara, Ranai dan dekat dengan Desa Klarik

Utara. Kondisi cuaca saat pengamatan berawan dan berangin sedang dimana kondisi

perairan saat itu sedang menjelang pasang yang disertai arus kuat dan gelombang laut tinggi.

Lokasi pengamatan karang berada pada kedalaman sekitar 2,5 m dengan visibility yang

buruk. Hal ini dikarenakan kondisi dasar perairan yang berupa pasir berlumpur.

- Stasiun NTNL A (Pulau Natuna)

Kondisi cuaca saat pengamatan berawan dengan angin bertiup sedang. Kondisi

perairan saat pengamatan tenang disertai gelombang laut yang sedang. Lokasi pengamatan

karang berada pada kedalaman sekitar 3 - 5 m dengan visibility horizontal hanya mencapai 2

m. Kemiringan karang sebagian besar landai dengan bagian dasar sebagian besar berupa

karang berpasir.

- Stasiun NTNL B (Tanjung Karang)

Posisi stasiun berdekatan dengan Tanjung Karang. Kondisi cuaca saat pengamatan

berawan di senja hari dan berkabut dengan angin bertiup kencang. Kondisi perairan saat

pengamatan berarus kencang disertai gelombang laut tinggi. Visibiliti lokasi pengamatan

mampu mencapai dasar perairan dimana bagian dasarnya sebagian besar berupa pasir.

- Stasiun NTNL D (Pulau Sedanau)

Posisi stasiun berdekatan dengan Pulau Sedanau. Kondisi sekitar stasiun banyak

terdapat pemukiman pendudukrdapat pula bagan tancap disekitar pantai dan kapal nelayan

yang berlabuh setelah menangkap ikan. Kondisi cuaca saat pengamatan cerah namun

berkabut dengan tiupan angin yang kencang. Kondisi perairan saat pengamatan berarus

kencang disertai gelombang laut sedang. Visibility lokasi pengamatan mencapai sekitar 4 m

dasar perairan dimana bagian dasarnya sebagian besar berupa pasir.

Page 44: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

25

- Stasiun NTNL E (Pulau Natuna)

Posisi stasiun di laut lepas yang berdekatan dengan Pulau Natuna namun dalam

kondisi tertutup kabut. Kondisi cuaca saat pengamatan cerah dengan kondisi perairan saat

pengamatan berarus kencang disertai gelombang laut tinggi. Visibiliti lokasi pengamatan

mencapai sekitar 5 m. Kedalaman dasar perairan dapat mencapat 10 m namun kedalaman

pengamatan berada disekitar 6 m dimana bagian dasarnya sebagian besar berupa pasir.

- Stasiun NTNL F (Pulau Bunga)

Posisi stasiun berdekatan dengan Pulau Bunga. Kondisi sekitar stasiun banyak

terdapat jaring tancap dan bekas kapal asing yang telah diledakkan. Kondisi cuaca saat

pengamatan cerah namun berkabut dengan tiupan angin yang kencang. Kondisi perairan saat

pengamatan sedang surut, berarus kecil disertai gelombang laut yang kecil pula. Visibility

lokasi pengamatan mencapai dasar perairan dimana bagian dasarnya sebagian besar berupa

pasir.

C. Kondisi Kesehatan Terumbu Karang

Monitoring kesehatan terumbu karang Kabupaten Natuna tahun 2015 adalah tahun

ke-1 (T1) pengukuran tutupan karang hidup setelah dilakukan penilaian awal (baseline) tahun

ke-0 (T0) pada tahun 2014. Hasil penilaian pada setiap stasiun disajikan pada hasil penilaian

pada setiap stasiun disajikan pada Gambar 10a dan 10b serta Gambar 11. Peta sebaran

benthic life form disajikan pada Gambar 12.

Sebagian besar kondisi kesehatan karang di Perairan Kabupaten Natuna termasuk

kategori “kurang baik/ jelek” dimana total tingkat tutupan karang diseluruh stasiun

pengamatan Natuna adalah 18.85%. Tutupan karang hidup yang masih dikatakan kategori

“sedang” hanya didapati pada tiga stasiun saja dimana dua stasiun berada di Perairan Pulau

Natuna di bagian Barat Daya yaitu karang dekat Pulau Sedanau (NTNL 02) yaitu sebesar

34.13% dan Stasiun NTNL E sebesar 26.33% sedang lainnya di bagian Timur Laut Pulau

Natuna yaitu NTNL 148 sebesar 33.93 %.

Page 45: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

26

Gambar 10a. Tutupan Kumulatif (%) pada Masing-masing Stasiun di Kabupaten Natuna

Tahun 2015

Gambar 10b. Tutupan Kumulatif (%) pada Masing-masing Stasiun di Kabupaten Natuna

Tahun 2015

Page 46: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

27

Gambar 11. Tutupan Kumulatif Total (%) Stasiun Pengamatan di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2015

Gambar 12. Proporsi dan Sebaran Benthic Life Form di Perairan Kabupaten Natuna Tahun

2015

Page 47: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

28

Dominansi tutupan substrat perairan, secara umum didominasi oleh karang mati yang

telah ditutupi alga (DCA) dan pecahan karang (rubble). Karang mati yang telah ditutupi alga

(DCA) teramati dengan kisaran nilai antara 4.73 % – 72.40% atau total 46.58% yang

umumnya berada di bagian Utara Pulau Natuna dimana tutupan DCA tertinggi terdapat di

stasiun NTNL154 yang dapat mencapai 72.40%, sedangkan bagian tutupan patahan karang

mati (R) menutupi dengan kisaran nilai antara 0.20% – 75.27% dimana tutupan tertinggi

terdapat di stasiun NTNL 06.

D. Tutupan Karang Hidup Secara Temporal (2014 – 2015)

Kesehatan terumbu karang secara temporal didefinisikan sebagai perubahan tutupan

karang hidup pada lokasi yang sama menurut waktu. Hasil monitoring tahun 2015 atau tahun

ke-1 (T1) dibandingkan dengan tutupan karang hidup tahun 2014 (Gambar 13). Bila

diperhatikan terlihat adanya perubahan tutupan karang hidup terlihat bervariasi antara setiap

stasiun, ada yang meningkat dan ada pula yang menurun. Walaupun demikian,

kecenderungan perubahan tutupan karang hidup yang terjadi antara tahun 2014 (T0) – 2015

(T1) menunjukkan penurunan tingkat tutupan karang hidup di Perairan Kabupaten Natuna.

Sebagai contoh pada stasiun NTNL 02, NTNL 148, dan NTNL 155 masing-masing telah

mengalami penurunan tutupan sebesar -5.60%, -6.80%, dan -3.35%.

Perubahan lain yang terlihat jelas adalah peningkatan pecahan karang pada tahun

2015 dibanding tahun sebelumnya setidaknya pada stasiun NTNL 05, NTNL 06, NTNL 07,

NTNL 144 dan NTNL 155. Tingginya nilai persentase tutupan karang mati dapat saja

disebabkan oleh faktor alam maupun akibat aktivitas manusia. Akibat dari faktor alam adalah

berupa ombak besar atau badai sedangkan kerusakan yang disebabkan oleh ulah manusia

berupa penggunaan bom dalam menangkap ikan.

Page 48: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

29

Gambar 13. Tutupan Kumulatif (%) Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2014

2.2.2. Ikan Karang

A. Lokasi Pengamatan

Monitoring dilakukan di 20 lokasi pengamatan ekosistem terumbu karang yang

tersebar di perairan Pulau Natuna pada Bulan September 2015. Metode yang digunakan

dalam pengamatan ikan karang adalah belt transect mengikuti cara English et al. (1997).

Pengambilan data dilakukan dengan metode UVC (Underwater Visual Census) dengan

mencatat keragaman jenis, kelimpahan dan estimasi panjang ikan karang.

B. Keanekaragaman Jenis

Hasil visual census ikan karang di perairan Natuna dan sekitarnya yang terdiri dari

ikan indikator, ikan herbivora dan ikan ekonomis penting (ikan target) pada 20 stasiun

pengamatan tercatat sebanyak 73 jenis yang terdiri dari 17 jenis dari family Chaetodontidae,

22 jenis dari family Scaridae, 5 jenis dari family Acanthuridae, 8 jenis dari family Siganidae, 7

Page 49: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

30

jenis dari family Serranidae, 11 Jenis dari family Lutjanidae, 5 jenis dari family Haemulidae

dan 3 jenis dari family Lethrinidae.

Dari 73 jenis ikan karang yang terdapat pada 20 stasiun pengamatan diperairan pulau

Natuna dan sekitarnya, keanekaragaman jenis yang paling tinggi ditemukan pada NTNL 02

yang terdapat 37 jenis ikan karang yang menjadi target monitoring, NTNL 157 dan NTNL 159

dimana terdapat 32 dan 31 jenis ikan karang yang menjadi target monitoring, sedangkan pada

NTNL 161 hanya ditemukan 10 jenis ikan karang. Berikut keanekaragaman jenis ikan karang

yang terdapat di Perairan Pulau Natuna dan sekitarnya. Data keanekaragaman jenis ikan

karang Kabupaten Natuna pada masing-masing stasiun pengamatan selengkapnya disajikan

pada Tabel 4 dan Gambar14. Peta keanekaragaman jenis ikan karang dapat dilihat pada

Gambar 15.

Tabel 4. Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

Stasiun Tempat Keanekaragaman

(spesies)

NTNL 02 Pulau Sedanau 37

NTNL 03 Tanjung Legung, Pulau Komang 21

NTNL 05 Selat Depeh 17

NTNL 06 Pulau Seluar, Desa Seluar 23

NTNL 07 Pulau Tiga 26

NTNL 144 Pulau Bungin 22

NTNL 145 Pulau Natuna 20

NTNL 146 Pulau Natuna 18

NTNL 148 Pulau Natuna 14

NTNL 152 A Tanjung Datu dan Teluk Buton 27

NTNL 154 Pulau Panjang dan Pulau Pendek 18

NTNL 155 Pulau Panjang 26

NTNL 157 Pulau Natuna 32

NTNL 159 Pulau Bunga, Buton, dan P. Maguk 31

NTNL.161 Tanjung Katung, Pulau Buton 10

NTNL A Pulau Natuna 23

NTNL B Tanjung Karang 17

NTNL D Pulau Sedanau 11

NTNL E Pulau Natuna 27

NTNL F Pulau Bunga 24

Page 50: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

31

Gambar 14. Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Setiap Stasiun Pengamatan di Perairan

Pulau Natuna Tahun 2015

4

Gambar 15. Peta Keanekaragaman Jenis Ikan di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

37

21

17

23

26

2220

18

14

27

18

26

3231

10

23

17

11

27

24

0

5

10

15

20

25

30

35

40

JUM

LAH

KEA

NEK

AR

AG

AM

AN

JEN

IS

STASIUN

Page 51: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

32

C. Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Ikan karang yang paling banyak pada 20 stasiun pengamatan di Pulau

Natuna dan sekitarnya terdapat pada NTNL 155 dengan kelimpahan ikan karang sebesar

7257 ind/ha sedangkan kelimpahan yang paling sedikit terdapat pada NTNL 161 dengan

kelimpahan ikan karang hanya sebesar 486 ind/ha. Kelimpahan ikan indikator (Corralivorous)

yang terbesar terdapat pada NTNL 157 dan NTNL 159 yaitu sebesar 1629 ind/ha.

Sedangkan kelimpahan ikan herbivora (Herbivorous) yang terbesar terdapat pada

NTNL 155 yaitu sebesar 6400 ind/ha sedangkan kelimpahan ikan ekonomis penting

(Carnivorous) yang terbesar terdapat pada NTNL 02 yaitu sebesar 600 ind/ha. Kelimpahan

jenis ikan karang disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 16. Peta sebaran kelimpahan jenis ikan

karang dapat dilihat pada Gambar 17.

Tabel 5. Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

Stasiun Tempat

Ikan

Indikator

(ind/ha)

Ikan

Herbivora

(ind/ha)

Ikan Ekonomis

Penting

(ind/ha)

NTNL 02 Pulau Sedanau 486 2971 600

NTNL 03 Tanjung Legung 629 1657 143

NTNL 05 Selat Depeh 314 1486 543

NTNL 06 Pulau Seluar 429 2400 200

NTNL 07 Pulau Tiga 514 1857 114

NTNL 144 Pulau Bungin 229 2571 143

NTNL 145 Pulau Natuna 343 4086 200

NTNL 146 Pulau Natuna 543 1629 29

NTNL 148 Pulau Natuna 57 1057 114

NTNL 152 A Tanjung Datu 743 3486 57

NTNL 154 Pulau Panjang 400 2143 343

NTNL 155 Pulau Panjang 514 6400 343

NTNL 157 Pulau Natuna 1629 1971 429

NTNL 159 Pulau Bunga, Buton 1629 3543 257

NTNL.161 Tanjung Katung 229 114 143

NTNL A Pulau Natuna 286 2314 143

NTNL B Tanjung Karang 286 971 171

NTNL D Pulau Sedanau 1600 371 57

NTNL E Pulau Natuna 743 2257 86

NTNL F Pulau Bunga 1371 1057 371

Page 52: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

33

Gambar 16. Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

Gambar 17. Sebaran Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Kabupaten Natuna Tahun

2015

2971

16571486

2400

1857

2571

4086

1629

1057

3486

2143

6400

1971

3543

114

2314

971

371

2257

1057

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

KE

LIM

PA

HA

N (i

nd

/ha

)

STASIUN

Corralivorous (ind/ha)

Herbivorous (ind/ha)

carnivorous/target (ind/ha)

Page 53: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

34

D. Biomassa

Analisa biomassa ikan karang yang terdapat di perairan Pulau Natuna dan sekitarnya

hanya dilakukan untuk ikan herbivora (Herbivorous) dan ikan ekonomis penting (Carnivorous).

Biomassa yang paling besar dari 20 stasiun pengamatan di perairan Pulau Natuna dan

sekitarnya terdapat pada NTNL 02 dengan jumlah total biomassa ikan karang pada stasiun

ini adalah sebesar 462,669 kg/ha. Sedangkan yang paling sedikit terdapat pada NTNL 161

dengan total biomassa hanya sebesar 4,620 kg/ha. Biomassa ikan herbivora yang terbesar

terdapat pada stasiun NTNL 145 dengan jumlah biomassa ikan herbivora sebesar 414,318

kg/ha sedangkan untuk ikan ekonomis penting, biomassa yang terbesar terdapat pada

NTNL 05 dengan jumlah biomassa sebesar 122,980 kg/ha. Biomassa ikan karang di

selengkapnya disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 18.

Tabel 6. Biomassa Ikan Herbivora dan Ikan Ekonomis Penting di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2015

Stasiun Tempat Biomassa Ikan

Herbivora (kg/ha)

Biomassa Ikan Ekonomis

Penting (kg/ha)

NTNL 02 Pulau Sedanau 350.063 112.636

NTNL 03 Tanjung Legung 119.288 10.458

NTNL 05 Selat Depeh 34.084 122.980

NTNL 06 Pulau Seluar 105.279 27.979

NTNL 07 Pulau Tiga 86.909 14.722

NTNL 144 Pulau Bungin 126.393 4.737

NTNL 145 Pulau Natuna 414.318 27.714

NTNL 146 Pulau Natuna 116.132 5.294

NTNL 148 Pulau Natuna 72.921 28.067

NTNL 152 A Tanjung Datu 152.072 1.410

NTNL 154 Pulau Panjang 160.009 83.824

NTNL 155 Pulau Panjang 250.523 54.951

NTNL 157 Pulau Natuna 77.787 55.412

NTNL 159 Pulau Bunga, Buton 152.554 70.990

NTNL.161 Tanjung Katung 1.013 3.608

NTNL A Pulau Natuna 237.011 21.445

NTNL B Tanjung Karang 66.345 22.678

NTNL D Pulau Sedanau 3.761 1.689

NTNL E Pulau Natuna 102.435 18.793

NTNL F Pulau Bunga 29.547 19.080

Page 54: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

35

Gambar 18. Biomassa Ikan Herbivora dan Ikan Ekonomis Penting di Perairan Kabupaten

Natuna Tahun 2015

E. Analisa Jenis-jenis Ikan

1. Ikan Indikator (Corallivour)

Hasil monitoring ikan karang corallivor untuk Natuna tahun 2015 yang merupakan ikan

indikator tercatat ada 3 genus, yaitu Chaeodontidae, Chelmon dan Heniochus. Untuk

Genus Chaetodontidae terdapat 13 spesies yaitu Chaetodon adiargatos, Chaetodon auriga,

Chaetodon baronnesa, Chaetodon collare, Chaetodon lineolatus, Chaetodon lunula,

Chaetodon lunulatus, Chaetodon melanotus, Chaetodon octofasciatus, Chaetodon speculum,

Chaetodon trifascialis, Chaetodon tringulum dan Chaetodon vagabundus sebanyak. Dimana

komposisi spesies yang paling dominan adalah Chaetodon octofasciatus dengan jumlah

ditemukannya sebanyak 80 ekor. Genus Chelmon hanya ditemukan satu species yaitu

Chelmon rostratus. Genus Heniochus ditemukan 3 spesies yaitu Heniochus acuminatus,

Heniochus singularis dan Heniochus varius. Dimana komposisi spesies yang paling dominan

adalah Heniochus varius ditemukannya 18 ekor. Beberapa jenis ikan indikator yang

ditemukan pada stasiun monitoring disajikan pada Gambar 19.

Page 55: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

36

Gambar 19. Beberapa Jenis Ikan Indikator di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

Rata-rata keragaman jenis ikan indikator pada perairan Natuna pada tahun 2015 pada

20 stasiun pengamatan adalah sebesar 5 (jenis/ha) dan didominasi oleh ikan Chaetodon

octofasciatus, sedangkan untuk rata-rata kelimpahan ikan indikator pada perairan Natuna

adalah 581 (ind/ha) yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Page 56: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

37

Tabel 7. Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Indikator (Corallivour) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

NO SPESIES

NT

NL

02

NT

NL

03

NT

NL

05

NT

NL

06

NT

NL

07

NT

NL

144

NT

NL

145

NT

NL

146

NT

NL

148

NT

NL

152

A

NT

NL

154

NT

NL

155

NT

NL

157

NT

NL

159

NT

NL

.161

NT

NL

A

NT

NL

B

NT

NL

D

NT

NL

E

NT

NL

F

1 Chaetodon adiargatos 2 7 2 7 6 12 1 1 3 10

2 Chaetodon auriga 1 1 2 1 9 4 4

3 Chaetodon baronnesa 2 3 2 8 3 3 3

4 Chaetodon collare 2 6 5 2

5 Chaetodon lineolatus 4

6 Chaetodon lunula 4 3

7 Chaetodon lunulatus 3 4 7 6 1 4 8 7 3 6 7

8 Chaetodon melanotus 2 7 6 3 2 3 12 4 2 3 3 6 5 5

9 Chaetodon octofasciatus 8 4 6 5 2 2 2 2 5 4 3 2 14 7 14

10 Chaetodon speculum 6 5

11 Chaetodon trifascialis 7 9

12 Chaetodon tringulum 2

13 Chaetodon vagabundus 6 1 2

14 Chelmon rostratus 1 2 8 5

15 Heniochus acuminatus 3 2 6

16 Heniochus singularis 2

17 Heniochus varius 7 5 2 4

Kelimpahan (ind/350m2) 17 22 11 15 18 8 12 19 2 26 14 18 57 10 8 10 10 56 26 48

Kelimpahan rata-rata (ind/350m2) 20

Kelimpahan (ind/ha) 486 629 314 429 514 229 343 543 57 743 400 514 1629 286 229 286 286 1600 743 1371

Kelimpahan rata-rata (ind/ha) 581

Keanekaragaman jenis 5 4 2 3 3 4 4 8 1 4 4 5 10 3 4 4 3 8 5 7

Page 57: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

38

2. Ikan Herbivora (Herbivorous)

Pencatatan data ikan karang untuk ikan herbivora yang dilakukan pada famili

Scaridae, Acanthuridae dan Siganidae, tercatat 22 jenis dari family Scaridae, 5 jenis dari

family Acanthuridae, 8 jenis dari family Siganidae untuk perairan Natuna tahun 2015. Spesies

Scaridae yang tercatat pada Perairan Natuna terdiri dari Cetoscarus bicolor, Chlorurus

capistratoides, Chlororus blekerri, Chlororus bowersi, Chlororus sordidus, Chlororus

michrohinos, Scarus chameleon, Scarus dimidiatus, Scarus ferrugineus, Scarus forsteni

Scarus frenatus, Scarus fuscocaudalis, Scarus fuscopurpureus, Scarus ghobban, Scarus

globiceps, Scarus hypeselopterus, Scarus niger, Scarus oviceps, Scarus quoyi, Scarus

rivulatus, Scarus rubroviolaceus dan Scarus spinus. Dimana komposisi spesies yang paling

dominan adalah Scarus spinus dengan jumlah ditemukannya sebanyak 240 ekor. Family

Achanthuridae terdiri dari 5 species yaitu Acanthurus lineatus, Achanturus triostegus,

Chetochaetus binotatus, Chetochaetus striatus dan Naso lituratus dengan spesies yang

paling dominan adalah Acanthurus lineatus yang ditemukan sebanyak 41 ekor.

Family Siganidae terdiri dari 8 spesies yang ditemukan di perairan Pulau Natuna yaitu

Siganus corallines, Siganus doliatus, Siganus pulloides, Siganus punctassiumus, Siganus

spinus, Siganus tetrazonous, Siganus virgatus dan Siganus vulpinus dengan spesies yang

paling dominan ditemukan adalah Siganus virgatus sebanyak 124 ekor.

Secara ekologi ikan herbivora yang tergabung didalam ketiga suku ini mempunyai

peran mengendalikan populasi algae yang bersifat competitor terhadap pertumbuhan karang

dan menyediakan substrat sebagai tempat penempelan koral (Green & Bellwood, 2009).

Secara umum keragaman jenis dan kelimpahan ikan herbivora dapat dilihat pada Tabel 8.

Page 58: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

39

Tabel 8. Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Herbivora (Scaride, Acanthuridae dan Siganidae) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

STASIUN

NT

NL

02

NT

NL

03

NT

NL

05

NT

NL

06

NT

NL

07

NT

NL

144

NT

NL

145

NT

NL

146

NT

NL

148

NT

NL

152

A

NT

NL

154

NT

NL

155

NT

NL

157

NT

NL

159

NT

NL

.161

NT

NL

A

NT

NL

B

NT

NL

D

NT

NL

E

NT

NL

F

∑ INDIVIDU

SCARIDAE

Cetoscarus_bicolor 1 1

Chlorurus_capistratoides 9 1 3 1 17 2 19 19 4 8 9 92

Chlororus_blekerri 2 4 9 7 1 4 9 1 4 2 2 8 3 2 58

Chlororus_bleekeri_juvenile 3 3 9 3 4 21 16 12 3 13 20 3 10 4 2 126

Chlororus_bowersi 3 6 2 10 1 2 2 3 1 2 32

Chlororus_sordidus 7 6 1 3 22 4 4 2 7 2 1 6 4 1 70

Chlororus_sordidus_juvenile 1 8 1 3 5 3 3 24

Chlororus_sordidus_IP 9 4 7 2 24 9 1 20 7 18 4 105

Chlororus_michrohinos 8 4 7 1 20

Scarus_chameleon 5 2 5 5 1 18

Scarus_dimidiatus 2 3 1 6

Scarus_dimidiatus_IP 1 2 3 2 8

Scarus_ferrugineus 1 1 2

Scarus_forsteni 1 1 3 5

Scarus_frenatus 2 2 5 1 10

Scarus_fuscocaudalis 3 1 2 2 8

Scarus_fuscopurpureus 1 1

Scarus_ghobban 1 1 8 4 2 1 17

Scarus_globiceps 1 1

Scarus_hypeselopterus 14 1 1 1 14 4 5 10 4 1 18 73

Scarus_niger 10 1 1 2 1 15

Scarus_oviceps 3 5 1 1 2 6 1 1 5 25

Scarus_oviceps_IP 2 1 1 2 7 1 1 15

Page 59: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

40

Scarus_quoyi 5 3 3 1 1 2 6 6 8 2 2 1 11 51

Scarus_rivulatus 5 18 2 2 11 19 15 5 21 4 1 72 1 6 11 22 215

Scarus_rubroviolaceus 1 2 1 3 2 9

Scarus_spinus 2 2 1 5

Scarus_spinus_IP 5 6 12 16 1 6 15 10 122 17 18 4 2 6 240

ACANTHURIDAE

Acanthurus_lineatus 3 11 1 20 4 2 41

Achanturus_triostegus 1 3 4

Chetochaetus_binotatus 1 1

Chetochaetus_striatus 2 4 6 2 2 3 5 1 2 27

Naso_lituratus 2 4 11 1 18

SIGANIDAE

Siganus_corallinus 5 2 7

Siganus_doliatus 2 2

Siganus_pulloides 2 2 4

Siganus_punctassiumus 1 1 1 3

Siganus_spinus 2 8 16 26

Siganus_tetrazonous 2 3 1 2 8

Siganus_virgatus 5 4 4 4 2 7 34 3 5 10 5 16 7 2 8 2 2 2 2 124

Siganus_vulpinus 19 1 3 1 1 3 10 2 3 2 3 2 50

∑ JENIS 22 15 9 17 20 15 15 9 11 21 11 17 15 14 2 16 11 2 19 10

∑ INDIVIDU 105 62 52 85 65 90 150 57 37 122 75 224 70 124 4 81 34 13 80 37

Page 60: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

41

Kelimpahan untuk ikan herbivora (Tabel 9a dan 9b) tertinggi ditemukan berturut-turut

di stasiun NTNL 155, NTNL 145 dan NTNL 159 dimana Scaridae tercatat memiliki kelimpahan

tertinggi hampir di setiap stasiun. Secara keseluruhan dalam kawasan terumbu karang

kelimpahan ikan herbivora adalah 78 ind/350 m2 atau setara dengan 2217 ind/ha ini

menunjukan bahwa kelimpahan ikan herbivora relatif tinggi di perairan Kabupaten Natuna

pada tahun 2015.

Tabel 9a. Kelimpahan Ikan Herbivora (Herbivorous) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun

2015

NO FAMILY NTNL

02 03 05 06 07 144 145 146 148 152A

1 ACANTHURIDAE 3 6 0 10 2 5 23 0 0 7

2 SCARIDAE 72 47 48 70 54 75 86 51 30 97

3 SIGANIDAE 29 5 4 4 9 10 34 6 7 18

Kelimpahan

(ind/350m2) 104 58 52 84 65 90 143 57 37 122

Kelimpahan

rata-rata (ind/350m2) 78

Kelimpahan

(ind/ha) 2971 1657 1486 2400 1857 2571 4086 1629 1057 3486

Kelimpahan rata-rata

(ind/ha) 2217

Tabel 9b. Kelimpahan Ikan Herbivora (Herbivorous) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun

2015

NO FAMILY NTNL

154 155 157 159 161 A B D E F

1 ACANTHURIDAE 20 0 5 0 0 4 3 0 3 0

2 SCARIDAE 50 205 44 119 4 48 27 11 67 32

3 SIGANIDAE 5 19 20 5 0 29 4 2 9 5

Kelimpahan (ind/350m2)

75 224 69 124 4 81 34 13 79 37

Kelimpahan rata-rata (ind/350m2)

78

Kelimpahan (ind/ha)

2143 6400 1971 3543 114 2314

971 371 2257 1057

Kelimpahan rata-rata (ind/ha)

2217

Page 61: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

42

Biomassa untuk ikan herbivora terbanyak ditemukan berturut-turut di stasiun NTNL 02,

NTNL 155 dan NTNL A dimana family dari ikan Scaridae tercatat memiliki biomassa tertinggi

hampir di setiap stasiun. Secara keseluruhan dalam kawasan terumbu karang biomass untuk

ikan herbivora adalah 4,65 kg/350 m2 atau setara dengan 132,92 kg/ha, ini menunjukan

bahwa biomassa ikan herbivora relative besar di periran Natuna pada tahun 2015. Beberapa

jenis Herbivora : Scaridae, Acanthuridae, Siganidae yang ditemukan pada Stasiun Monitoring

disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20. Beberapa Jenis Ikan Herbivora : Scaridae, Acanthuridae dan Siganidae di

Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

3. Ikan Ekonomis Penting (Carnivorous)

Pencatatan data ikan karang untuk ikan ekonomis penting yang dilakukan pada family

Serranidae, Lutanidae, Lethrinidae dan Siganidae, tercatat 26 jenis ikan ekonomis penting

(target) yang terdiri dari 7 jenis Serranidae, 11 jenis Lutjanidae, 3 jenis Lethrinidae sedangkan

Page 62: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

43

dan 5 jenis Haemulidae pada perairan Natuna tahun 2015. Spesies Serranidae yang tercatat

pada Perairan Natuna terdiri dari Epinephelus ongus, Chepalopolis boenak, Chepalopolis

micropion, Plectopormus aerolatus, Plectopormus leopardus, Plectopormus maculatus dan

Plectopormus truncates dimana spesies yang paling dominan adalah Chepalopolis boenak

yang ditemukan di Perairan Natuna sebanyak 14 ekor.

Family Lutjanidae yang tercatat di perairan Natuna sebanyak 11 spesies yang terdiri

dari Lutjanus corponotatus, Lutjanus decussatus, Lutjanus ehrenbergii, Lutjanus fulvifallma,

Lutjanus lemnicastus, Lutjanus lutjanus, Lutjanus monostigma, Lutjanus quinquelineatus,

Lutjanus semicinctus, Lutjanus vitta dan Symphorichthys spilurus dengan spesies yang paling

dominan ditemukan adalah Lutjanus decussatus sebanyak 54 ekor.

Haemulidae ditemukan sebanyak 5 jenis yang terdiri dari Diagramma Pictum,

Plectorhincus lessoni, Plectorhincus vittatus, Plectrohincus chaetodonnoides dan

Plectrohincus lineatus dengan spesies yang paling dominan adalah Plectorhincus lessoni yan

ditemukan sebanyak 19 ekor. Sedangkan untuk family Lethrinidae ditemukan sebanyak 3

spesies yaitu Gnathodentex aureolineatus, Lethrinus harax dan Lethrinus ornatus dengan

spesies yang paling dominan adalah Lethrinus harax yang ditemukan sebanyak 3 ekor di

perairan Pulau Natuna.

Ikan target merupakan ikan ekonomis penting yang merupakan sasaran tangkap

nelayan di sekitar perairan Natuna. Secara umum keragaman jenis dan kelimpahan ikan

herbivore dapat dilihat pada Tabel 10. Kelimpahan untuk ikan target yang merupakan ikan

ekonomis penting (Tabel 11) tertinggi ditemukan berturut-turut di stasiun NTNL 02, NTNL 05

dan NTNL 157 dimana Lutjanidae tercatat memiliki kelimpahan tertinggi hampir di setiap

stasiun. Secara keseluruhan dalam kawasan terumbu karang kelimpahan ikan target adalah

8 ind/350 m2 atau setara dengan 226 ind/ha ini menunjukkan bahwa kelimpahan ikan target

yang merupakan ikan ekonomis penting relatif juga tidak banyak di perairan Natuna 2015.

Biomass untuk ikan target atau ikan ekonomis penting (Tabel 13) terbanyak ditemukan

berturut-turut di stasiun NTNL 02, NTNL 05 dan NTNL 157 dimana family dari ikan Lutjanidae

tercatat memiliki biomassa tertinggi hampir di setiap stasiun. Secara keseluruhan dalam

Page 63: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

44

kawasan terumbu karang biomass untuk ikan target yang merupakan ikan ekonomis penting

adalah adalah 8 kg/350 m2 atau setara dengan 226 kg/ha, ini menunjukan bahwa biomassa

ikan target sedang di perairan Natuna 2015.

Berdasarkan survei yang dilakukan dengan nelayan setempat, ikan karang ekonomis

penting merupakan target utama tangkap bagi nelayan di perairan Natuna, dimana

permintaan pasar untuk ikan-ikan ini relatif tinggi sehingga harga jualnya juga tinggi. Beberapa

ikan karang ekonomis penting yang sering dijual oleh nelayan adalah Cephalopholis boenak

yang biasa disebut dengan kerapu hitam harganya di jual sekitar Rp 100.000, sampai dengan

Rp 150.000 ribu/kg sedangkan ikan target yang menjadi incaran utama nelayan adalah kerapu

sunu (Plectropomus maculates) dimana ikan ini dijual seharga Rp 270.000 sampai dengan

Rp. 400.000/kg, walaupun pada saat pencatatan data, observer tidak menemukan ikan target

ini. Beberapa jenis Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae yang ditemukan pada Stasiun

Monitoring disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21. Beberapa Jenis Ikan Ekonomis Penting: Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae

di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

Page 64: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

45

Tabel 10. Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Target atau Ikan Ekonomis Penting (Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

SPESIES

NT

NL

02

NT

NL

03

NT

NL

05

NT

NL

06

NT

NL

07

NT

NL

144

NT

NL

145

NT

NL

146

NT

NL

148

NT

NL

152

A

NT

NL

154

NT

NL

155

NT

NL

157

NT

NL

159

NT

NL

.161

NT

NL

A

NT

NL

B

NT

NL

D

NT

NL

E

NT

NL

F

∑ INDIVIDU

SERRANIDAE

Epinephelus_ongus 1 1

Chepalopolis _boenak 5 2 2 5 14

Chepalopolis_micropion 2 1 2 5

Plectopormus_aerolatus 1 2 3

Plectopormus_leopardus 2 2

Plectopormus_maculatus 1 1

Plectopormus_truncates 3 1 1 2 1 1 1 1 11

LUTJANIDAE

Lutjanus_corponotatus 3 2 1 6

Lutjanus_decussatus 6 4 2 3 7 3 8 6 2 2 3 3 2 1 2 54

Lutjanus_ehrenbergii 1 1 2

Lutjanus_fulvifallma 1 1

Lutjanus_lemnicastus 1 1

Lutjanus_lutjanus 1 1

Lutjanus_monostigma 1 1

Lutjanus_quinquelineatus 1 1

Lutjanus_semicinctus 1 1 1 3

Lutjanus_vitta 2 2

Symphorichthys_spilurus 1 1

HAEMULIDAE

Page 65: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

46

Diagramma_pictum 2 2

Plectorhincus_lessoni 5 1 1 4 7 1 19

Plectorhincus_vittatus 1 1 2

Plectrohincus_chaetodonnoides 3 6 1 1 1 2 1 15

Plectrohincus_chaetodonnoides_juvenile 1 2 3

Plectrohincus_lineatus 2 1 3

LETHRINIDAE

Gnathodentex_aureolineatus 1 1

Lethrinus_harax 1 1 1 3

Lethrinus_ornatus 1 1

∑ JENIS 10 2 6 3 3 3 1 1 2 2 3 4 7 7 4 3 3 1 3 7

∑ INDIVIDU 21 5 19 7 4 5 7 1 4 2 12 12 15 9 5 6 6 2 3 14

Tabel 11. Kelimpahan Ikan Ekonomis Penting (Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae) di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

NO FAMILY

NT

NL

02

NT

NL

03

NT

NL

05

NT

NL

06

NT

NL

07

NT

NL

144

NT

NL

145

NT

NL

146

NT

NL

148

NT

NL

152

A

NT

NL

154

NT

NL

155

NT

NL

157

NT

NL

159

NT

NL

.161

NT

NL

A

NT

NL

B

NT

NL

D

NT

NL

E

NT

NL

F

1 HAEMULIDAE 3 0 11 0 0 1 0 0 1 1 4 5 9 2 0 0 3 0 1 2

2 LETHRINIDAE 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 1

3 LUTJANIDAE 12 2 2 4 4 3 7 1 3 1 8 6 3 2 4 3 3 2 1 2

4 SERRANIDAE 5 3 6 3 0 1 0 0 0 0 0 1 2 3 1 3 0 0 1 8

Kelimpahan (ind/350m2) 21 5 19 7 4 5 7 1 4 2 12 12 15 9 5 6 6 2 3 13

Kelimpahan rata-rata (ind/350m2) 8

Kelimpahan (ind/ha) 600 143 543 200 114 143 200 29 114 57 343 343 429 257 143 171 171 57 86 371

Kelimpahan rata-rata (ind/ha) 226

Page 66: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

47

2.2.3. Megabenthos

A. Deskripsi Lokasi Pengamatan

Pengamatan ekosistem megabenthos dilakukan di ekosistem terumbu karang pulau-

pulau dan pesisir daratan kepulauan Kabupaten Natuna. Stasiun pengamatan yang terdapat

di Kabupaten Natuna secara umum merupakan tempat yang ramai penduduk, namun

diantaranya ada beberapa tempat yang tidak berpenghuni.

B. Jenis dan Kepadatan Megabenthos

Dari dua puluh (20) lokasi yang diamati, tidak semua spesies atau kelompok

megabenthos yang menjadi terget monitoring berhasil ditemukan di wilayah perairan

Kabupaten Natuna. Berikut ini adalah pola kehadiran spesies atau kelompok target

megabenthos yang berhasil diamati di perairan Kabupaten Natuna (Tabel 12a dan 12b).

Berdasarkan Tabel 12a dan Tabel 12b dapat dilihat bahwa tidak semua kelompok

megabenthos target dapat ditemukan di lokasi pengamatan, terlihat bahwa ada satu spesies

yang tidak dijumpai selama pengamatan yaitu lobster. Sedangkan spesies megabenthos

target yang paling mendominasi adalah bulu babi, diikuti oleh spesies siput drupella, kima,

lola dan teripang.

Tabel 12a. Pola Kehadiran Spesies Megabenthos pada Setiap Stasiun di Perairan Kabupaten

Natuna Tahun 2015

No Megabenthos NTNL

2 3 5 6 7 144 145 146 148 152A

1 Bulu babi + + + + + + + + - +

2 Siput Drupella + - - + - - + + - -

3 Kima + + + + + - + + - +

4 Lola + - - + + - - + + +

5 Teripang - - - - + + - - - -

6 Lobster - - - - - - - - - -

7 Linckia laevigata + + + + + - + - - +

8 Acanthaster planci + - - - - - + + - -

Page 67: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

48

Tabel 12b. Pola Kehadiran Spesies Megabenthos pada Setiap Stasiun di Perairan Kabupaten

Natuna Tahun 2015

Komposisi persentase spesies megabentos target (Gambar 22) di perairan Natuna

terlihat bahwa bulu babi sangat mendominasi dengan jumlah persentase yaitu sebesar 39.81

%, kima 26.38 %, Linckia laevigata 16,31 %, siput drupella 10.55 %, lola 4.56%, teripang 1.2

%, Acanthaster planci 1,2 % serta lobster 0%. Untuk kepadatan megabentos target dapat

dilihat pada Tabel 13a dan Tabel 13b.

Gambar 22. Diagram Komposisi Persentase Masing-masing Spesies Megabenthos Target di

Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

39.81

10.55

26.38

4.56

1.200.00

16.31

1.20

Bulu babi

Siput Drupella

Kima

Lola

Teripang

Lobster

Linckia laevigata

Acanthaster planci

No Megabenthos NTNL

154 155 157 159 161 A B D E F

1 Bulu babi + - + + - - + + + +

2 Siput Drupella - + - + - + - - - +

3 Kima + - - - - - - - + -

4 Lola + - + + - - + - - -

5 Teripang - - - - - - - - - -

6 Lobster - - - - - - - - - -

7 Linckia laevigata - - + + - - + - + +

8 Acanthaster planci - - - - - + - - - -

Page 68: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

49

Tabel 13a. Kepadatan (individu/ha) Megabenthos Target pada Stasiun Monitoring di Perairan

Kabupaten Natuna Tahun 2015

Tabel 13b. Kepadatan (individu/ha) Megabenthos Target pada Stasiun Monitoring di Perairan Kabupaten Natuna Tahun 2015

Bulu babi ditemukan pada 16 stasiun di Perairan Kabupaten Natuna (Gambar 23),

ditemukan pada dasar perairan yang terdapat alga, pecahan karang, karang hidup dan

bebatuan karang. Jenis Bulu babi pada semua stasiun di Perairan Kabupaten Natuna pada

kisaran 0,0071/m2 hingga 0,42/m2 merupakan biota yang paling banyak ditemukan tetapi

belum dapat dikatakan memberikan pengaruh pada tutupan karang. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Tyrrell 2014, di lima lokasi ditemukan jumlah kepadatan bulu babi yang

berbeda yaitu: di Uyombo sebanyak 16,50 ind/20m2, di Kanani sebanyak 9,42 ind/20m2, di

No Megabenthos NTNL

2 3 5 6 7 144 145 146 148 152A

1 Bulu babi 1214 286 2286 429 357 71 143 643 0 71

2 Siput Drupella 214 0 0 71 0 0 1429 357 0 0

3 Kima 500 286 1714 2643 1071 0 143 286 0 214

4 Lola 71 0 0 71 71 0 0 214 71 71

5 Teripang 0 0 0 0 286 71 0 0 0 0

6 Lobster 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Linckia laevigata 143 214 500 143 1857 0 71 0 0 71

8 Acanthaster planci 143 0 0 0 0 0 71 71 0 0

No Megabenthos NTNL

154 155 157 159 161 A B D E F

1 Bulu babi 786 0 357 143 0 0 429 4214 286 143

2 Siput Drupella 0 286 0 214 0 500 0 0 0 71

3 Kima 357 0 0 0 0 0 0 0 643 0

4 Lola 71 0 429 143 0 0 143 0 0 0

5 Teripang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Lobster 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Linckia laevigata 0 0 857 143 0 0 286 0 429 143

8 Acanthaster planci 0 0 0 0 0 71 0 0 0 0

Page 69: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

50

Lambis sebanyak 4,25 ind/20m2, di Coral Gardens sebanyak 1,38 ind/20m2 dan di Bennets

sebanyak 1,57 ind/20m2 tidak memiliki perbedaan yang nyata secara statistik tetapi memiliki

pengaruh yang kecil terhadap tutupan karang. Diduga 30% perubahan pada tutupan

makroalga dapat disebabkan oleh bulu babi (Tyrrell, 2014).

Gambar 23. Jenis Bulu Babi yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna

Siput Drupella ditemukan pada karang di Pulau Mapur, Pulau Gin dan Pulau Murbai

pada karang bertanduk maupun karang meja. Kepadatan jenis Siput Drupella yang di temukan

pada 8 stasiun monitoring dari total 20 Stasiun di Perairan Kabupaten Natuna (Gambar 24),

berkisar antara 0,0071/m2 hingga 0,142/m2 dimana pada kepadatan ini belum membahayakan

bagi karang. Menurut Cumming 2009, kepadatan siput Drupella dibawah 1,4 /m2 hingga

6,4/m2 dianggap belum mewabah.

Gambar 24. Jenis Siput Drupella yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna

Page 70: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

51

Kepadatan lola yang ditemukan pada 10 stasiun monitoring di Perairan Kabupaten

Natuna berkisar antara 0,0071/m2 hingga 0,042/m2. Untuk melihat jenis lola yang ditemukan

dapat dilihat pada Gambar 25 di bawah ini.

Gambar 25. Jenis Lola yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna

Jenis kima yang ditemukan berada di atas permukaan substrat dan ada juga jenis

yang meliang di dalam substrat (Gambar 26). Jenis kima hanya ditemukan pada 10 stasiun di

Perairan Kabupaten Natuna dengan kepadatan pada kisaran 0,0142/m2 hingga 0,264/m2.

Gambar 26. Jenis Kima yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna

Page 71: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

52

Teripang ditemukan pada 2 stasiun di Perairan Kabupaten Natuna pada kisaran

0,0071/m2 hingga 0,028/m2. Adapun jenis teripang yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar

27 di bawah ini.

Gambar 27. Jenis Teripang yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna

Bintang Laut Biru Linckia laevigata (Gambar 28) ditemukan pada 12 stasiun di

Perairan Kabupaten Natuna pada kisaran 0,0071 ind/m2 hingga 0,185 ind/m2.

Bintang Laut Berduri (Acanthaster planci) (Gambar 29) ditemukan pada 4 stasiun di

Perairan Kabupaten Natuna pada kisaran 0,0071 ind/m2 hingga 0,0142 ind/m2, dimana

dengan tingkat kepadatan seperti ini sudah membahayakan bagi karang. Menurut Sweatman,

Cheal, Coleman, Emslie, Johns, Jonker, Miller, dan Osborne 2008, kepadatan Acanthaster

planci akan mewabah di atas 15 ind/km2 (0,000015 ind/m2) hingga 68 ind/km2 (0,000068/m2)

dianggap mewabah. Sebaran megabentos pada stasiun monitoring Kabupaten Natuna

disajikan pada Gambar 30.

Page 72: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

53

Gambar 28. Jenis Bintang Laut Biru (Linckia laevigata) yang Ditemukan di Perairan Kabupaten Natuna

Gambar 29. Jenis Bintang Laut Berduri (Acanthaster planci) yang Ditemukan di Perairan

Kabupaten Natuna

Page 73: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

54

Gambar 30. Sebaran Megabenthos pada Stasiun Monitoring di Perairan Kabupaten Natuna

Tahun 2015

2.3. Mangrove

A. Hasil Monitoring Kondisi Mangrove di Kabupaten Natuna

Hasil monitoring dan pengukuran ekosistem mangrove di Kawasan Konservasi

Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Natuna dapat digambarkan dengan kondisi persentase

tutupan mangrove, kerapatan dan nilai INP di kawasan mangrove. Lebih lanjut tentang

persentase tutupan mangrove, kerapatan dan nilai INP serta jumlah jenis setiap stasiun

ditunjukkan pada Tabel 14 dan Tabel 15 di bawah ini.

Page 74: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

55

Tabel 14. Persentase Tutupan Mangrove, Kerapatan dan INP Jenis pada Stasiun Monitoring

di KKPD Natuna Tahun 2015

NO LOKASI STASIUN JUMLAH

JENIS %COVER

KERAPATAN

(pohon/ha)

INP

MIN MAX

1 Cemaga NTNM01 7 76.34± 1.63 4,833.33 ±1,686.22 XG: 10.42 RA: 108.08

2 Ranai NTNM02 5 72.09 ± 6.15 1,766.67 ± 650.64 LR: 13.20 BG: 92.78

3 Ranai NTNM03 3 75.47 ± 1.53 3,433.33 ± 450.92 RM: 64.22 RA: 149.49

4 Kelarik NTNM04 4 71.80 ± 6.11 2,333.33 ± 378.59 BS: 18.83 RM: 122.19

5 Sedanau NTNM05 5 75.80 ± 5.07 2,933.33 ± 642.91 RS: 23.51 BG: 98.67

6 Sedanau NTNM06 3 76.73 ± 0.92 3,800 ± 173.20 RM: 46.21 RL: 201.42

7 Pulau Tiga NTNM07 3 65.41 ± 12.45 3,833 ± 1,616.58 RM: 28.13 RL: 240.30

8 Pulau Tiga NTNM08 4 69.20 ± 11.01 2,766.67 ± 288.67 RM: 15.89 BG: 167.25

9 Pulau Tiga NTNM09 3 77.39 ± 2.82 3,833.33 ± 208.16 RA: 73.26 RM: 146.05

*Indeks nilai penting tertinggi dan terendah dalam setiap stasiun penelitian. Keterangan: RA: Rhizophora apiculata; RS: R. stylosa; RM: R. mucronata; RL: R. lamarckii; BG: Bruguierra gymnorrhiza; BS: B. sexangula;LR: Lumnitzera racemosa.

Tabel 15. Status Tutupan Mangrove pada Stasiun Monitoring di KKPD Natuna Tahun 2015

No Stasiun Jenis Dominan Rata-rata

%cover Status %cover

1 NTNM01 Rhizophora apiculata 76,34±1,63 PADAT

2 NTNM02 Bruguiera gymnorrhiza 72,09 ± 6,15 SEDANG

3 NTNM03 Rhizophora apiculata 75,47 ± 1,53 PADAT

4 NTNM04 Rhizophora mucronata 71,80 ± 6,11 SEDANG

5 NTNM05 Bruguiera gymnorrhiza 75,80 ± 5,07 PADAT

6 NTNM06 Rhizophorala marckii 76,73 ± 0,92 PADAT

7 NTNM07 Rhizophorala marckii 65,41 ± 12,45 SEDANG

8 NTNM08 Bruguiera gymnorrhiza 69,20 ± 11,01 SEDANG

9 NTNM09 Rhizophora mucronata 77,39 ± 2,82 PADAT

Peta status, tutupan dan jumlah jenis mangrove hasil Kegiatan Monitoring Kabupaten

Natuna Tahun 2015 disajikan pada Gambar 31 dan Gambar 32.

Page 75: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

56

Gambar 31. Dominansi dan Status Tutupan pada Stasiun Pengamatan Mangrove Kabupaten Natuna Tahun 2015

Gambar 32. Jumlah Jenis Mangrove pada Stasiun Pengamatan Kabupaten Natuna Tahun

2015

Page 76: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

57

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil monitoring terlihat pada Tabel 14 bahwa persentase tutupan

mangrove di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Natuna (KKPD) Natuna berkisar antara

65.41 ± 12.45% di temukan pada stasiun NTNM07 Pulau Tiga dan paling tinggi sebesar 77.39

± 2.82% ditemukan pada stasiun NTMN09 Pulau Tiga. Berdasarkan klasifikasi standar

kualitas degradasi hutan mangrove melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201

Tahun 2004, maka kondisi kesehatan hutan mangrove di KKPD Natuna secara umum

tergolong dalam kategori baik dengan kategori padat dan sedang. Kategori padat ditemukan

pada stasiun NTNM01 Cemaga Selatan (76,34%), stasiun NTNM03 Ranai (75,47%), stasiun

NTNM05 Sedanau (75,80%), stasiun NTNM06 Sedanau (76,73%) dan NTNM09 Pulau Tiga

(77,39%). Sedangkan yang termasuk kategori sedang yang terdapat pada kawasan KKPD

Natuna ditemukan pada stasiun NTNM02 Ranai (72,09%), NTNM04 Kelarik (71.80%),

NTNM07 Desa Pulau Tiga (65,41%) dan NTNM08 Desa Pulau Tiga (69,20%). Pada stasiun

NTNM08 ini juga ditemukan adanya penebangan hutan mangrove di sekitar lokasi

pengamatan.

Kerapatan pohon mangrove di kawasan KKPD Kabupaten Natuna terendah sampai

tertinggi berkisar antara 1.766,67 pohon/ha di stasiun NTNM02 lokasi Ranai sampai 4.833,33

pohon/ha di stasiun NTNM01 lokasi Cemaga Selatan. Berdasarkan nilai kerapatan tersebut,

menurut keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 204 dapat diketahui tingkat

kesehatan ekosistem mangrove di seluruh kawasan KKPD Kabupaten Natuna yang

mencakup 9 stasiun pengamatan dapat digolongkan dalam kriteria Baik dengan kategori

padat.

Sebagai wilayah perairan pulau-pulau kecil, tipe substrat yang ditemukan pada

ekosistem mangrove di kawasan KKPD Kabupaten Natuna didominasi oleh pasir dan pasir

berlumpur. Ke dua tipe substrat tersebut, mempengaruhi jenis-jenis mangrove yang tumbuh

dan berkembang di kawasan KKPD Natuna. Dalam hal ini didominasi oleh kelompok

Rhizophora dan Bruguierra. Sebagaimana ditemukan jenis Rhizophora apiculata memegang

peranan penting pada stasiun NTNM01 dan NTNM03 dengan nilai INP masing-masing

Page 77: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

58

sebesar 108,08 dan 149,49. Selanjutnya jenis Bruguierra gymnorrhiza memegang peranan

penting untuk stasiun NTNM02, NTNM05 dan NTNM08 dengan nilai INP berturut-turut adalah

92,78, 98,67 dan 167,25. Jenis Rhizophora mucronata memegang peran penting pada stasiun

NTNM04 dan NTNM09 dengan nilai INP sebesar 122,19 dan 146,05, sedangkan stasiun

NTNM06 dan NTNM07 yang memiliki peranan penting adalah jenis Rhizophora lamarckii

dengan nilai INP masing-masing sebesar 201,42 dan 240,30.

2.4. Lamun

A. Kondisi Umum Lamun dan Stasiun Pengambilan Data di Kabupaten Natuna

Hasil analisis data lamun di lokasi Monitoring Kabupaten Natuna selengkapnya

disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Rekapitulasi dan Hasil Analisis Data Lamun Monitoring di Perairan Kabupaten

Natuna Tahun 2015

Lokasi Stasiun Rat_Tutupan Kategori T_Ea_(Ind/m2) Ea Th Cs Cr Hu Hp Ho Si Tc

NATUNA NTM01 65% Padat 0.00 0% 17% 34% 0% 22% 0% 18% 0% 0%

Keterangan : Ea (Enhalus acoroides), Th (Thalassia hemprichii), Cs (Cymodocea serrulata), Cr (Cymodocea rotundata), Hu (Halodule uninervis), Ho (Halopila ovalis), Si (Syringodium isoetifolium), Tc (Thalassodendron ciliatum); td (Tidak ditemukan); Tr (Transek); Sub (Substrat); T_Ea (Tegakan Ea /m2).

Lokasi monitoring lamun di Kabupaten Natuna hanya satu stasiun dengan jumlah total

transek pengamatan sebanyak 3 transek. Lokasi stasiun pengamatan berada di Ibukota

Kabupaten Natuna (Ranai) dekat lokasi Batu Kapal yang merupakan area wisata pantai

masyarakat lokal.

Karakter lamun di Kabupaten Natuna berdasarkan koresponden analisis didapatkan

bahwa rataan kategori tutupan yang mendominasi adalah kategori sedang yang terdeteksi

pada kuadrat pengamatan dengan jarak 10m, 20m, 30m, 70m, 80m dan 90m. Pada kuadrat

dengan jarak 60m dari titik 0m banyak ditemukan kuadrat kosong. Kuadrat pengamatan

dengan kategori sangat padat banyak ditemukan pada Transek 3. Secara umum kategori

tutupan lamun di Kabupaten Natuna tahun 2015 mempunyai kategori Padat dengan tingkat

tutupan 65%. Tidak seperti pada Lokasi lainnya (Bintan, Batam dan Lingga) jenis Ea dan Th

Page 78: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

59

tidak ditemukan pada Stasiun ini pada kuadrat pengamatan. Hasil analisis disajikan pada

Gambar 33.

Gambar 33. Analisis Multivariate Data Lamun Monitoring Kabupaten Natuna Tahun 2015

B. Dominasi Jenis Lamun

Dominasi jenis lamun pada lokasi monitoring Kabupaten Natuna didominasi oleh jenis

Cs (Cymodocea serrulata) dengan total rataan nilai dominansi sebesar 34%, diikuti oleh jenis

Hu (Halodule uninervis) dengan rataan total dominansi sebesar 22%.

C. Analisis Keragaman Lamun (One Way Anova)

Analisis keragaman dengan menggunakan transek sebagai kelompok/variabel bebas

dan rataan tutupan sebagai variabel terikat. Hasil uji asumsi normalitas dan homogenitas data

disajikan pada Gambar 34 dan menunjukkan masih terpenuhinya asumsi yang disyaratkan uji

anova dan grafik anova divisualisasikan pada Gambar 35. Berdasarkan analisis keragaman

terdapat perbedaan rataan tutupan lamun sangat nyata antar transek (pada α 0,05) pada

lokasi monitoring Kabupaten Natuna Tahun 2015. Hasil Uji ANOVA disajikan sebagai berikut:

Page 79: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

60

Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)

Tr 2 1.193 0.5965 9.39 0.000681 ***

Residuals 30 1.906 0.0635

---Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Transek

Kategori Tr1 Tr2 Tr3

Jarang 0 1 0

Padat 1 3 1

Sangat_Padat 6 0 9

Sedang 3 6 1

Tidak ditemukan 1 1 0

Gambar 34. Uji Asumsi Normalitas dan Homogenitas Data

Page 80: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

61

Gambar 35. Grafik Anova (Granova)

Uji lanjut Tukey (Gambar 36) menunjukkan rataan tutupan lamun pada transek di

lokasi pengamatan Kabupaten Natuna menujukkan bahwa transek 3 berbeda sangat nyata

rataan tutupannya dengan transek 2 tetapi tidak berbeda nyata dengan transek 1, sedangkan

antara transek 1 dan 2 tidak menunjukkan perbedaan (pada α 0,05).

Gambar 36. Uji Lanjut Tukey

Page 81: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

62

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

1. Ditinjau dari setiap stasiun maka kesehatan terumbu karang di Kabupaten Natuna

berada dalam kondisi kurang baik sampai cukup baik, namun secara total keseluruhan

kondisi tutupan karang berada dalam kondisi kurang baik yaitu sebesar 18.85%.

Terjadi penurunan tingkat tutupan karang hidup di Kabupaten Natuna pada tahun 2015

dibanding pada tutupan karang hidup pada tahun 2014. Terjadi peningkatan tutupan

pecahan karang di Kabupaten Natuna pada tahun 2015 dibanding pada tutupan

karang hidup pada tahun 2014.

2. Keanekaragaman ikan karang pada monitoring perairan Natuna 2015 cukup beragam

dimana ditemukan ikan indikator sebanyak 17 jenis, ikan herbivora sebanyak 35 jenis

dan ikan ekonomis penting sebanyak 26 jenis. Kelimpahan ikan herbivora adalah

2217 individu/ha dengan biomassa 132,92 kg/ha. Kelimpahan ikan target yang

merupakan ikan ekonomis penting adalah 226 individu/ha dengan biomassanya

adalah 226 kg/ha.

3. Status kesehatan mangrove yang ditemukan di kawasan KKPD Kabupaten Natuna

berdasarkan persentase tutupan dan kerapatan dapat digolongkan dalam kriteria Baik

dengan kategori padat dan sedang. Kategori sedang ditemukan pada stasiun

NTNM02(Ranai), NTNM04 (Kelarik), NTNM07 (Pulau Tiga) dan NTNM08 (Pulau Tiga),

sedangkan yang termasuk kategori padat ditemukan di stasiun NTNM01 (Cemaga),

NTNM03 (Ranai), NTNM05 (Sedanau), NTNM06 (Sedanau) dan NTNM09 (Pulau

Tiga). Stasiun NTNM01 (Cemaga) memiliki nilai kerapatan jenis yang paling tinggi,

sedangkan terendah ditemukan pada stasiun NTMN02 (Ranai). Kelompok Rhizophora

dan Bruguerra tumbuh dengan baik dan bervariasi di kawasan KKPD Kabupaten

Natuna.

Page 82: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

63

4. Megabentos dominan yang ditemukan pada Stasiun monitoring Kabupaten Natuna

2015 berturut-turut adalah bulu babi, kima, Linckia laevigata, siput drupella, lola,

teripang dan Acanthaster planci.

5. Secara umum kategori tutupan lamun di Kabupaten Natuna tahun 2015 mempunyai

kategori Padat dengan tingkat tutupan 65%. Dominasi jenis lamun pada lokasi

monitoring Kabupaten Natuna didominasi oleh jenis Cs (Cymodocea serrulata)

dengan total rataan nilai dominasi sebesar 34%, diikuti oleh jenis Hu (Halodule

uninervis) dengan rataan total dominasi sebesar 22%.

3.2. Saran

1. Perlu diupayakan pemulihan dan mempertahankan kondisi kesehatan terumbu

karang saat ini melalui pengendalian dan pengawasan terhadap semua kegiatan

pemanfaatan yang dapat memberi dampak kerusakan terhadap kondisi kesehatan

karang terutama pada kawasan yang telah diberi status kawasan perlindungan

daerah.

2. Rehabilitasi dan restorasi terumbu karang perlukan dilakukan bagi daerah karang

yang telah hancur dan mengalami penurunan tutupan karang hidup.

3. Perlu adanya pengawasan terhadap cara penangkapan alat tangkap yang digunakan

nelayan setempat maupun yang diginakan oleh nelayan-nelayan asing yang datang

ke perairan Natuna.

4. Harus adanya kebijakan pemerintah terhadap banyaknya nelayan asing yang datang

ke perairan Natuna yang dapat menyebabkan terganggunya ekonomi masyarakat

diperairan Natuna khususnya yang ber-profesi sebagai nelayan.

Page 83: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

64

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G. R. and M. Adrim 2003. Review article; “Coral reef fishes of Indonesia”. Zoological

Studies. 42 (1); 1-72.

Allen, G.R., R. Steene, P. Humann, and N. Deloach 2009. “Reef Fish Identification,

Tropical Pacific”. New World Publications, Inc. El Cajon CA. 480

Arbi, U.Y., Cappenberg, H.A.W., dan Sihaloho.H.F,. 2014. MonitoringMegabenthos. Panduan

Kesehatan Terumbu Karang. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta.

Cumming, R.L. 2009. Population outbreaks and large aggregations of Drupella on the Great

Barrier Reef. Great Barrier Reef Marine Park Authority.

English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1997. “Survey Manual for Tropical Marine

Resources”. AIMS. Townsville. 368 pp.

FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980-2005. FAO Publisher. Rome. Italy

Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zieren & L. Scholten. 2006. Mangrove Guidebook for Southeast

Asia. FAO and Wetlands International. Bangkok.

Giyanto; B.H. Iskandar; D. Soedharma & Suharsono. 2010. Effisiensi dan akurasi pada proses

analisis foto bawah air untuk menilai kondisi terumbu karang. Oseanologi dan

Limnologi di Indonesia 36 (1): 111-130.

Giyanto. 2012a. Kajian tentang panjang transek dan jarak antar pemotretan pada penggunaan

metode transek foto bawah air. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 38 (1): 1-18.

Giyanto. 2012b. Penilaian kondisi terumbu karang dengan metode transek foto bawah air.

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 38 (3):377-389.

Giyanto, Winardi, Edi. K., Edward, K., Soeroyo, Anna, E.W.M., Sasanti, R.S., Raden, S. 2006.

Studi Baseline Ekologi Nias.Coral Reef Information and Training Center (CRITC)

Coral Rehabilitation and Management Programe (COREMAP) LIPI. Jakarta. 92 hal.

Ishida, M. 2004. Automatic thresholding for digital hemispherical photography. Canadian

Journal of Forest Research 34: 2208–2216.

Jenning, S.B., N.D. Brown & D. Sheil. 1999. Assessing forest canopies and understorey

illumination: canopy closure, canopy cover and other measures. Forestry 72(1): 59–

74.

Kathiresan, L and B.L. Bingham. 2001. Biology of Mangroves and Mangrove Ecosystems.

Advances in Marine Biology, 40: 81-251.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan

Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.

Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago & S. Baba. 1999. Handbook of Mangroves in Indonesia.

Saritaksu. Denpasar, Indonesia.

Kohler, K.E; M. Gill. 2006. Coral Point Count with Excel extensions (CPCe): a visual basic

program for the determination of coral and substrate coverage using random point

count methodology. Comput Geosci 32(9):1259-1269.

Page 84: Monitoring Kesehatan Kesehatan Ekosistem

Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan Kesehatan Ekosistem Terkait di Kabupaten Natuna Tahun 2015

65

Kunto W. 2015. “Laporan Monitoring Ikan Karang di Perairan Nias Utara 2015.. Pusat

Penelitian Oseanografi LIPI.

Loya, Y. 1978. Plotless and Transect Methods, in: Stoddard, D.R., and R.E. Johannes, Coral

Reef Research Methods, Paris (UNESCO): 22–32.

Manuputty, Anna EW., Souhoka.,J., Sihaloho.,H. F. 2010a. Monitoring Kesehatan Terumbu

Karang Kota Batam (Pulau Abang). CRITC COREMAP II – LIPI. Jakarta. 41 hal.

Manuputty, Anna E. W.,Djuwariah., Siringoringo., R. M.. 2010b. Monitoring Kesehatan

Terumbu Karang Kota Batam (Pulau Karas). CRITC COREMAP II – LIPI. Jakarta. 39

hal.

Mumby, P.J., A.J. Edwards, J.E. Arias-Gonzalez, K.C. Lindeman, P.G. Blackwell, A. Gall, M.I.

Gorczynska, A.R.Harborne, C.L. Pescod, H. Renken, C.C.C. Wabnitz & G. Llewellyn.

2004. Mangroves enhance the biomass of coral reef fish communities in the

Caribbean. Nature, 427(6974): 533-536.

Noor, Y.R., M. Khazali & I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di

Indonesia. Bogor: PHKA/Wi-IP.

Obura, D.O. and Grimsdith, G. (2009). “Resilience Assessment of coral reefs –

Assessment protocol for coral reefs, focusing on coral bleaching and thermal

stress”. IUCN working group on Climate Change and Coral Reefs. IUCN, Gland,

Switzerland. 70 pp.

Polidoro BA, Carpenter KE, Collins L, Duke NC, Ellison AM, et al. 2010. The Loss of Species:

Mangrove Extinction Risk and Geographic Areas of Global Concern. PLoS ONE 5(4):

e10095.

Stephanie A. Belliveau &Valerie J. Paul. 2002. Effects of herbivory and nutrients on the early

colonization of crustose coralline and fleshy algae. Mar Ecology Program Serries. Vol.

232: 105–114.

Suharsono, et al. 2014. Panduan Monitoring: Kesehatan Terumbu Karang: Coremap – CTI,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Tomlinson, P.B. 1986. The Botany of mangroves. Cambridge University Press, Cambridge,

U.K. 413 pp.

Tyrrell, S. 2014. The Distribution and impact of Sea urchins on Coral reefs in Watamu,

Kenya.http://www.arocha.org/kemen/15347DSY/version/default/part/AttachmentDat

a/data/The%20Distribution%20and%20impact%20of%20Sea%20urchins%20on%20

Coral%20reefs%20Sarah%20Tyrrell.pdf.