Upload
muhammad-yusuf
View
284
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
modul bintang
Citation preview
BINTANG
2.1 SPEKTRUM BINTANG
Bila sinar matahari kita lewatkan melalui sebuah prisma, maka akan dihasilkan cahaya
warna-warni yang disebut pelangi atau dinamakan juga spektrum sinar. Ini menandakan bahwa
sinar putih itu adalah gabungan dari berbagai macam warna.
Umumnya spektrum sinar matahari susunannya adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru,
nila, dan ungu. Selain itu masih ada bagian spektrum yang tidak kasat mata yaitu inframerah
(IM) dan ultraviolet (UV). Bagian cahaya yang tampak dinamakan cahaya kasat mata.
Sebenarnya spektrum sinar matahari itu mengandung banyak sekali warna atau panjang
gelombang sehingga tampak sebaran warna yang kontinu.
Gambar 5.6 Spektrum sinar matahari
Bila kita amati spektrum dari berbagai sumber cahaya seperti nyala lilin, lampu pijar,
lampu TL, dan yang lainnya, ternyata jenis spektrumnya berbeda-beda. Cahaya lilin misalnya,
banyak mengandung warna merah, orange, dan kuning namun hampir tidak mengandung warna
biru dan ungu. Sedangkan lampu TL spektrumnya hampir selengkap spektrum matahari.
Jika spektrum suatu cahaya bergantung dari bahan dan keadaan fisis sumber tersebut,
sehingga hasil analisis spektrum suatu sumber cahaya dapat digunakan sebagai informasi
mengenai keadaan fisis sumber tersebut. Dengan demikian spektrum benda angkasa yang
bercahaya seperti halnya spektrum bintang dapat dipakai sebagai bahan informasi keadaan fisis
benda tersebut.
2.2 Jenis Spektrum
Spektrum merupakan suatu bukti adanya tingkat-tingkat energi dalam suatu atom.
Spektrum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu spektrum emisi dan spektrum absorpsi yang
dapat diamati menggunakan spektroskop (Supiyanto, 2006).
Spektrum emisi dihasilkan oleh suatu zat yang memancarkan gelombang elektromagnetik dan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu spektrum garis, spektrum pita, dan spektrum kontinu. Spektrum garis dihasilkan oleh gas-gas
bertekanan rendah yang dipanaskan. Spektrum ini terdiri dari cahaya monokromatik dengan panjang gelombang tertentu yang merupakan karakteristik dari unsur yang menghasilkan spektrum tersebut. Spektrum pita dihasilkan oleh gas dalam keadaan molekuler, misalnya gas H2, O2, N2, dan CO. Spektrum yang dihasilkan berupa kelompok-kelompok garis yang sangat rapat sehingga membentuk pita-pita. Spektrum kontinu adalah spektrum yang terdiri atas cahaya
dengan semua panjang gelombang, walaupun dengan intensitas berbeda-beda. Spektrum ini dihasilkan oleh zat padat, cair, dan gas berpijar.
Spektrum absorpsi adalah spektrum yang terjadi karena penyerapan panjang gelombang
tertentu oleh suatu zat terhadap radiasi gelombang elektromagnetik yang memiliki spektrum
kontinu. Spektrum ini terdiri dari sederetan garis-garis hitam pada sederetan spektrum kontinu.
Contoh spektrum absorpsi adalah spektrum matahari. Secara sepintas spektrum matahari tampak
seperti spektrum kontinu. Akan tetapi, jika dicermati akan tampak garis-garis gelap terang yang
disebut dengan garis-garis Fraunhofer (Supiyanto, 2006).
Gejala emisi dan absorpsi pertama kali dijelaskan oleh Kirchoff pada tahun 1869 dengan
mengajukan tiga hukum analisis spektrum, yaitu:
1). Zat padat ataupun zat cair yang memijar akan memancarkan cahaya dengan spektrum pada
seluruh panjang gelombang, sehingga menghasilkan spektrum kontinu.
2). Gas renggang yang memijar akan memancarkan cahaya dengan spektrum berupa garis-garis
terang yang dinamakan spektrum garis; dan
3). Cahaya putih dari sumber cahaya bila dilewatkan dari gas renggang yang dingin, maka gas itu
akan menyerap panjang gelombang tertentu sehingga pada spektrum kontinu terdapat garis-garis
gelap yang dinamakan garis serat atau garis absorbsi. Panjang garis serat ini tepat sama dengan
panjang gelombang garis emisi ini bila gas itu memijar.
Ternyata unsur-unsur kimia tertentu bila dalam keadaan gas akan menghasilkan
pola garis atau garis terang yang memiliki ciri khas tertentu. Ini berarti tiap gas tertentu hanya
menyerap atau memancarkan panjang gelombang cahaya tertentu saja. Pola-pola garis spektrum
unsur-unsur ini dapat digunakan untuk manganalisis unsur yang dikandung oleh sumber cahaya.
Adanya pola karakteristik spektrum garis unsur tertentu ini dapat digunakan sebagai indikator
adanya unsur tersebut pada sumber yang memancarkan cahaya itu.
Adanya garis-garis gelap pada spektrum kontinu sinar matahari pertama kali diamati oleh
Wallaston tahun 1802. Selanjutnya pada tahun 1814 dan 1815, Fraunhofer melakukan penelitian
yang seksama dan menggunakan sekitar 600 garis gelap dalam spektrum kontinu sinar matahari,
sehingga garis-garis gelap ini dinamakan garis-garis Fraunhofer. Adanya garis-garis Fraunhofer
dalam spektrum sinar matahari, memberikan indikasi adanya unsur-unsur kimia tertentu yang
ada pada bagian luar matahari yang menyerap panjang gelombang tersebut.
Garis-garis gelap seperti ini juga terdapat pada spektrum bintang, sehingga dengan begitu
kita dapat mempelajari unsur-unsur kimia yang ada pada bintang tersebut berdasarkan pada pola
garis gelap yang ada pada spektrum bintang tersebut.
Penelitian yang lebih jauh terhadap spektrum bintang juga bisa memberi petunjuk
mengenai keadaan suhu, tekanan, turbulensi, keadaan medan magnetik dan medan listriknya, dan
beberapa keadaan fisis bintang lainnya. Misalnya analisis pergeseran spektrum bisa memberikan
informasi gerak bintang apakah menjauhi atau mendekati kita, juga informasi mengenai massa
bintang dengan menggunakan hukum relativitas umum Einstein. Studi mengenai spektrum
benda-benda langit ini merupakan cara yang sangat berguna bagi Astronom untuk mendapatkan
data tentang jagat raya ini.
2.3 Klasifikasi Spektrum
Penelitian foto spektrum bintang-bintang menghasilkan berbagai jenis spektrum. Tiap
jenis spektrum memiliki pola garis spektrum yang berbeda, karena banyaknya pola spektrum
yang dihasilkan ini maka orang mengelompokkan spektrum radiasi bintang yang disebut dengan
klasifikasi spektrum. Pada tahun 1863, Angelo Secci mengklasifikasikan spektrum bintang
menjadi 4 kelompok menurut garis-garis spektrumnya. Tetapi dewasa ini para Astronom
membagi spektrum bintang menjadi tujuh kelompok atau klas. Tidak lama kemudian ditemukan
bahwa klasifikasi ini ternyata bergantung pada suhu permukaan bintang, bukan pada komposisi
bahan kimia penyusunnya. Klas spektrum ini disusun menurut penurunan suhunya dan diberi
kode dengan huruf yaitu: klas O, B, A, F, G, K, M. Tiap klas dibagi lagi menjadi sepuluh bagian
yang diberi tanda dari 0 sampai 9. Misalnya bintang yang klas spektrumnya G5 berarti berada
antara G0 dan K0.
0 B B1 A F G0 G5 K0 M M2
Urutan spektrum ini mulai dari bintang terpanas sampai bintang yang paling rendah suhu
permukaannya. Tabel di bawah ini memperlihatkan deret klas spektrum bintang dengan rentang
suhu pada klas masing-masing.
DERET KLAS SPEKTRUM BINTANG
Klas spektrum Warna Suhu Contoh Di rasi bintang
O Biru > 25000 Lacertae Lacerta
B Biru 11. 103 – 25. 103 Rigel
Spica
Orion
Virgo
A Biru 7,5. 103 – 11. 103 Sirius
Vega
Canis mayor
Lyra
F Biru-putih 6. 103 – 7,5. 103 Canopus
Procyon
Carina
Canis minor
G Putih-kuning 5. 103 – 6. 103 Matahari
Capella Auriga
K Orange-
merah
3,5. 103 – 5000 Acturus
Aldebaran
Bootes
Taurus
M Merah <3500 Antares
Betelgeuse
Scorpio
Orion
Ciri-ciri utama dari ketujuh klas spektrum bintang tersebut adalah sebagai berikut:
Klas O : Garis ion helium, nitrogen, oksigen, karbon dan silikon tampak bersama dengan garis hidrogen.
Klas B : Garis helium netral, ion silikon, oksigen dan magnesium. Garis hidrogen muncul lebih kuat
pada seluruh bagian dari spektrum.
Klas A : Garis hidrogen kuat, dan juga garis ion magnesium, silikon, besi, titanium, dan beberapa logam
netral yang lemah.
Klas F : Garis hidrogen masih menonjol tetapi lemah dibandingkan dengan yang tipe A. terdapat garis
ionisasi tunggal kalsium besi, dan chromium. Juga garis besi dan chromium netral.
Klas G : Garis kalsium terionisasi paling menonjol. Juga terdapat garis logam netral yang terionisasi dan
garis hidrogen lemah.
Klas K : Garis logam netral mendominasi. Masih terdapat pita CH.
Klas M : Garis logam netral dan bersama dengan pita molekul titanium oksida dominan.
Bintang-bintang O, B, A disebut bintang panas sedangkan bintang G, K, M dinamakan
bintang dingin. Sebagian besar bintang-bintang ada dalam ketujuh kelompok deret tadi. Tetapi
masih ada lagi sedikit bintang yang memerlukan klasifikasi khusus. Ada empat jenis kelompok
tambahan yang melengkapi deret sebelumnya yaitu tipe W, R, N, dan S.
Ciri keempat klas spektrum khusus ini adalah sebagai berikut.
a. Tipe W (Wolf-Rayer). Bintang ini termasuk dalam jenis bintang klas O yang
spektrumnya memiliki garis emisi yang sangat luas yang dipancarkan oleh bintang yang
berkecepatan tinggi.
b. Tipe R, adalah bintang dengan ciri spektrum klas K terkecuali adanya pita molekul C2
dan CN.
c. Tipe N, adalah bintang yang karakteristiknya seperti klas M kecuali pita C2, CN, dan CH
yang kuat.
d. Tipe S, adalah bintang seperti klas M, kecuali dengan adanya tambahan pita molekuler
zirconium oksida dan lanthanum oksida.
Klasifikasi spektrum ini sangat berguna untuk mempelajari suhu, tekanan, komposisi
kimia, kelimpahan unsur, kecepatan radial, rotasi, turbulensi, dan magnetik bintang.
2.4 Diagram Hertzsprung-Russel
Dalam mempelajari objek langit, seperti bintang, yang pertama dilakukan Astronom
adalah mengumpulkan data, menganalisa, dan terakhir menyimpulkan sifat-sifat bintang dengan
menerapkan hukum-hukum fisika.
Dalam menganalisis data, cara yang paling sering digunakan adalah diagram
Hertzsprung-Russel (diagram HR). Diagram ini menunjukkan hubungan luminositas (atau
besaran lain yang identik, seperti magnitudo mutlak) dan temperatur efektif (atau besaran lain,
seperti indeks warna (B-V), atau kelas spektrum). Dengan memetakan bintang berdasarkan kelas
spektrum dan amplitudo mutlaknya dan menempatkan posisinya pada diagram ini ternyata
sebaran bintang ini tidak merata tetapi mengelompok pada bagian-bagian tertentu dari diagram
tersebut (Wiramihardja, 2006).
Pada diagram HR, sebagian besar menempati suatu jalur dari kiri atas (bintang-bintang
yang panas dengan luminositas tinggi) ke kanan bawah (bintang-bintang yang dingin dengan
luminositas rendah). Deretan bintang ini disebut deret utama (main sequence) dan disingkat DU.
Matahari berada di deret ini.
Selain deret utama, ada pula pengelompokkan lain yaitu maharaksasa (supergiant),
raksasa (giant), dan katai putih (white dwarf). Distribusi bintang pada diagram HR diperkirakan
hampir 90% bintang ada dalam deret utama, 10% katai putih dan hanya kurang dari 1%
tergolong dalam raksasa atau maha raksasa
Gambar: Distribusi bintang pada diagram H-R
Ada pun ciri-ciri dari kelompok bintang di atas adalah sebagai berikut.
a. Bintang maharaksasa dan raksasa
1) Jumlah bintangnya tidak sebanyak di DU
2) Luminositasnya sangat besar
3) Kebanyakan bintang-bintang yang temperaturnya rendah
4) Ukurannya (jari-jari) sangat besar
b. Bintang katai putih
1) Terletak di bagian kiri bawah diagram HR
2) Luminositasnya kecil
3) Temperaturnya tinggi
4) Ukurannya (jari-jari) kecil, beberapa puluh kali lebih kecil dari matahari.
Diagram H-R ternyata dapat juga digunakan untuk menaksir jarak bintang. Misalnya
suatu bintang dengan kelas spektrum G2 pada deret utama. Dari diagram H-R dapat diketahui
magnitudo mutlak bintang tersebut misalnya M = +5.
Pandanglah sekarang bintang-bintang yang ada di sudut kanan atas diagram H-R.
Misalnya suatu bintang dengan magnitudo mutlak -8 atau kurang. Bintang seperti ini
luminositasnya hampir 104 kali luminositas matahari, tetapi kelas spektrumnya M yang
menandakan suhu permukaannya rendah atau dingin misalkan dengan suhu 3000 K yang berarti
setengah dari suhu permukaan matahari. Ini berarti luas permukaan bintamg itu sekitar 160.000
kali permukaan matahari atau jejarinya 400 kali jejari matahari dan volume sekitar 64.104 kali
volume matahari. Dapat disimpulkan bahwa bintang seperti ini adalah bintang yang sangat besar
dengan klas spektrum merah sehingga dinamakan raksasa merah (red giant). Di lain pihak massa
bintang ini adalah sekitar 50 kali massa matahari. Jadi, bintang ini kerapatannya sangat rendah
sepersepuluh juta kali kerapatan matahari dan bagian luarnya terdiri dari gas yang sangat
renggang.
Sebaliknya ujung kanan bawah deret utama terdiri dari bintang yang merah, dingin, dan
luminositasnya rendah. Bintang ini jauh lebih kecil dari matahari, jejarinya sekitar sepersepuluh
jejari matahari dan lebih mampat. Bintang seperti ini dinamakan bintang katai merah (red
dwarf). Suhu bintang ini sekitar 2700 K dan mutlaknya +13.
Bila diteliti lebih jauh ternyata bintang-bintang yang ada di deret utama memiliki
hubungan langsung antara terang bintang dengan suhunya. Makin tinggi terang bintang itu,
makin tinggi suhunya sehingga warnanya putih kebiruan. Demikian pula makin lemah cahaya
bintang, suhunya makin rendah dan warnanya makin merah. Matahari kita yang berada pada klas
G2 didominasi oleh warna kuning dan berada pada bagian tengah deret utama tersebut.
2.5 Jejari Bintang
Dari analisis diagram Hertzspung–Russel kita telah memperkirakan ada bintang yang
sangat besar seperti raksasa merah dan adapula yang sangat kecil seperti katai putih. Untuk
menentukan jejari bintang, kebanyakan kita harus menggunakan cara yang tidak langsung yaitu
dengan menggunakan teori dan hukum-hukum Fisika antara lain interferometer bintang, sistem
bintang ganda gerhana, dan hukum-hukum radiasi energi seperti hukum radiasi Stefan-
Boltzmann.
Dengan menggunakan hukum Stefan-Boltzmann kita dapat menghitung jejari radiator
sempurna yang berbentuk bola dengan menggunakan distribusi pancaran energinya seragam di
seluruh permukaan, dengan menggunakan data luminositas dan suhu efektif benda (bintang)
tersebut. Luminositas bintang dapat dicari dengan menggunakan magnitudo dan jarak bintang,
sedangkan suhu bintang dapat dicari dengan beberapa cara seperti dengan indeks warna ataupun
klas spektrumnya.
Dari hukum Stefan-Boltzmann rapat radiasi atau energi yang dipancarkan persatuan luas
adalah:
Di mana S adalah rapat radiasi dan T adalah suhu mutlaknya.
Jadi energi total yang dipancarkan itu sama dengan luminositas bintang (L) atau luas kali rapat
radiasi.
Di mana R adalah jejari bintang dan Te adalah suhu efektifnya. Dengan persamaan ini dapat
dibandingkan luminositas bintang (L) dengan luminositas matahari (LΘ)
………………………………………………………..(1)
Dengan menyelesaikan persamaan (1) di atas maka didapatkan
……………………………………………………….…(2)
Berdasarkan persamaan L = 4πR4W ternyata luminositas bintang tergantung pada suhu dan
jejarinya. Mungkin saja sebuah bintang luminositasnya (L) besar tetapi suhunya rendah. Hal ini
akan terjadi bila jejari R sangat besar. Dari diagram HR kita bisa mengetahui suhu efektif
bintang, magnitudo mutlaknya, dan luminositas relatifnya terhadap matahari. Selanjutnya dengan
menggunakan persamaan (2) kita dapat menentukan jejari bintang.
Dengan mengeksplisitkan R dari persamaan (1) maka didapatkan
atau
………………………………………………………..(3)
Dari diagram H-R kita bisa mendapatkan suhu bintang T dan luminositas relatifnya L/LΘ
sehingga dengan menggunakan data ini dan persamaan (3) kita bisa menghitung jejari bintang.
Raksasa merah. Misalkan sebuah bintang luminositasnya 400 kali luminositas matahari
atau L=400 LΘ dan suhunya 3000 K. Jadi bintang ini termasuk bintang merah dengan klas
spektrum M. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan di atas, kita dapat menghitung jejari
bintang tersebut.
Katai Putih (White Dwarf)
Di lain pihak ada juga bintang biru yang luminositasnya 1/100 kali luminositas matahari.
Bintang berwarna biru menunjukkan suhunya sekitar 12.000 K. Perhitungan dengan persamaan
(3) didapat jejarinya hanya 1/40 kali jejari matahari atau sekitar 2,5 kali bumi. Jadi bintang ini
adalah bintang yang sangat kecil dengan klas spektrum biru-putih. Oleh karena itu bintang jenis
ini disebut katai putih. Contoh bintang katai putih adalah bintang Sirius B. Bintang ini adalah
pasangan dari bintang Sirius A yang keduanya adalah merupakan suatu bintang ganda (binary
star). Pada sistem bintang ganda, keduanya bergerak saling mengitari dalam orbit yang mengitari
pusat massa bersama. Dengan mengamati gerak pasangan bintang ganda ini maka dapat
ditentukan massa kedua benda tersebut. Tampaknya gerak pasangan bintang ini berkelok-kelok
seperti pada gambar 3.10. Namun, bila diamati secara cermat ternyata penampakan ini
disebabkan dari hasil gerak masing-masing bintang yang mengitari pusat massa bersama serta
gerak lurus pusat massa sistem bintang ganda tersebut.(Gambar 5.10b)
Penelitian terhadap orbit bintang ganda ini sangat penting terutama untuk menentukan
massa bintang. Pada dasarnya penentuan massa bintang ganda ini dilakukan dengan
menggunakan hukum Kepler.
……………………………………………………..(4)
Bila periode orbit bintang diketahui yang biasanya dalam puluhan tahun, maka massa bintang
dapat diketahui dengan menggunakan mekanika Newton dengan rumus.
M1a1 = M2a2 ……………………………………………………………....(5)
Gambar di bawah ini memberikan bagan sistem bintang ganda M1 dan M2 dengan pusat massa
bersama cm, dan jarak masing-masing ke pusat massa adalah a1 dan a2.
Gambar 5.11 Pusat massa sistem dua benda
Dari perhitungan dengan persamaan (4) didapatkan massa bintang Sirius A sekitar 2,28 kali
massa matahari dan Sirius B massanya sekitar 0,98 massa matahari. Dari penelitian
spektrumnya, klas spektrum Sirius B termasuk klas A5, jadi termasuk bintang panas dengan suhu
8700 K. Tetapi cahaya bintang ini sangat lemah dengan luminositas 1/580 kali luminositas
matahari. Dengan persamaan (3) dapat dicari jejari bintang Sirius B dan didapat sekitar 1/55
jejari matahari (R/RΘ=1/55). Oleh karena itu bintang Sirius B adalah bintang kecil atau katai
putih.
Dengan massa yang hampir sama denga massa matahari, sedangkan jejarinya hanya 1/55
kalinya atau volumenya sekitar 2,5 kali volume bumi, maka dapat disimpulkan bahwa bintang
katai putih ini adalah bintang yang memilki kerapatan massa sangat besar, berdasarkan
perhitungan ternyata didapat kerapatannya sekitar ρ = 2,3 x 105 gr/cm3. Ini berarti, kerapatan
massanya hampir sekitar 250 kg/cm3 atau kira-kira satu kotak korek api, bintang ini massanya 5
ton. Jadi katai putih adalah bintang yang sangat mampat dan ini menyebabkan medan gravitasi di
permukaan bintang ini sangat besar.
Di samping pengukuran jejari secara tidak langsung dengan menggunakan hukum radiasi,
ada beberapa cara lain untuk mengukur jejari secara geometris yaitu pengukuran diameter
anguler,
1). Secara langsung untuk mengukur diameter anguler matahari,
2). Dengan alat interferometer bintang untuk bintang raksasa yang dekat,
3). Dengan inferometer analog elektronik
4). Dengan inferometri bintik dan
5). Dengan analisis kurva cahaya dan kecepatan radial sistem bintang ganda gerhana.
2.6 GERAK BINTANGBintang yang nampaknya tetap di bola langit ternyata bergerak dalam berbagai arah
relatif satu terhadap yang lainnya. Orang yang pertama kali menunjukkan bahwa bintang itu
tidak tetap adalah Edmund Halley dalam tahun 1718. Gerakannya dalam ruang cukup cepat
dalam beberapa km/s, namun nampaknya sangat lambat karena jarak bintang-bintang yang
sangat jauh. Gerak ini tidak nampak oleh mata telanjang dalam selang waktu usia manusia.
Tetapi untuk selang waktu ribuan tahun penampakannya cukup besar. Misalnya catalog yang
dibuat oleh Hipparchus dua ribu tahun yang lalu perubahan posisinya dewasa ini sangat nampak
sekali bahkan melebihi diameter bulan. Namun tidak banyak bintang yang bisa teramati dengan
cara langsung seperti ini. Hal ini disebabkan jarak bintang yang terlalu jauh atau kecepatannya
tidak besar. Cara lain untuk mengamati gerak bintang adalah dengan meneliti radiasi dan
spektrumnya yang selanjutnya dianalisis secara tidak langsung dengan menggunakan hukum-
hukum Fisika.
2.7 Efek DopplerDari penelitian spektrum bintang-bintang ternyata ditemukan adanya pola garis-garis
spektrum yang bergeser, ada yang bergeser ke daerah merah atau panjang gelomnbang panjang,
dan ada pula yang bergerak ke daerah ungu atau daerah panjang gelombang pendek seperti pada
gambar 5.12.
Adanya perubahan panjang gelombang ini telah kita kenal dalam kehidupan sehari-hari
yaitu pada bunyi. Gejala ini pertama kali dikemukakan oleh fisikawan Austria, Christian Doppler
pada tahun 1842 sehingga gejala ini dinamakan pula efek Doppler. Bila pengamat bergerak
relatif terhadap sumber bunyi maka oleh pengamat akan ditangkap terjadinya perubahan
frekuensi atau panjang gelombang bunyi, yaitu bila pengamat dan sumber bunyi bergerak relatif
menjauhi satu terhadap yang lainnya maka pengamat akan menangkap frekuensi yang lebih
rendah atau panjang gelombang lebih panjang. Demikian pula sebaliknya apabila pengamat dan
sumber bunyi bergerak mendekati satu terhadap yang lainnya maka pengamat akan menangkap
bunyi frekuensi makin tinggi atau panjang gelombang makin pendek.
Cahaya juga merupakan gejala gelombang, maka hukum Doppler juga berlaku untuk
cahaya. Namun karena laju cahaya jauh lebih besar dari pada kecepatan bunyi maka efek
Doppler untuk cahaya dalam kehidupan sehari-hari hampir tidak teramati. Benda-benda
astronomis seperti bintang, kecepatannya jauh lebih besar dari kecepatan bunyi sehingga efek
perubahan frekuensi atau panjang gelombang ini secara nyata. Jadi, untuk sumber cahaya yang
bergerak menjauhi ataukah mendekati pengamat, maka spektrum cahayanya akan mengalami
pergeseran yang dinamakan pergeseran Doppler.
Gambar 5.12a memperlihatkan sebaran spektrum garis suatu sumber cahaya yang diam terhadap
pengamat, sedangkan 5.12b adalah sebaran spektrum garis suatu sumber cahaya yang bergerak
relatif mendekati pengamat, sehingga tampak sebaran garis spektrumnya bergeser ke arah daerah
ungu atau daerah panjang gelombang pendek. Gambar 5.12c memperlihatkan sebaran garis
spektrum bila sumber cahaya itu bergerak relatif menjauhi pengamat sehingga garis-garis
spektrumnya bergeser kearah daerah merah atau daerah panjang gelombang panjang.
Gambar 5.12 Pergerseran merah dan pergeseran ungu spektrum
Berdasarkan teori relativitas khusus, maka untuk cahaya yang sumbernya bergerak relatif
sepanjang garis pandang, perubahan atau pergeseran panjang gelombang atau pergeseran
Doppler perumusannya menjadi:
………………………………………………………………...(6)
Di mana λ adalah panjang gelombang yang dipancarkan oleh sumber, ∆λ adalah perubahan
panjang gelombang yang diukur pengamat, c adalah laju cahaya, dan v adalah kecepatan relatif
sumber.
Bila gerak sumber relatif terhadap pengamat itu menjauh, maka harga v positif dan bila
gerak mendekat maka harga v negative. Bila kecepatan relatif sumber terhadap pengamat sangat
kecil dibandingkan dengan laju cahaya (v<<c), maka persamaan (6) di atas menjadi lebih
sederhana, yaitu:
z=v/c di mana z = ∆λ/λ, sehingga
v= c.z …………………………………………………………………………..….(7)
Dengan persamaan (7) kita bisa menghitung kecepatan sumber relatif terhadap pengamat. Dalam
spektrum kontinu, adanya pergeseran Doppler tidak bisa diukur dengan cermat. Sedangkan pada
spektrum serat, panjang gelombangnya dapat diukur dengan cermat, dan pergeseran Dopplernya
mudah dideteksi.
Adanya pergeseran Doppler pada spektrum bintang dapat disimpulkan bahwa bintang
tersebut tidak diam, tetapi bergerak dalam ruang menjauhi ataukah mendekati kita. Dengan
hukum Doppler kita bukan saja dapat mengetahui gerak bintang kemana tetapi juga bisa
diketahui kecepatan bintang tersebut.
2.8 Gerak dan Kecepatan Bintanga. Gerak Sejati (Proper Motions)
Penampakan bintang di bola langit ternyata tidak betul-betul tetap, tetapi mengalami
perubahan posisi yang biasanya dinyatakan dalam ‘detik busur pertahun’. Kecepatan perubahan
posisi bintang di bola langit dinamakan gerak sejati (proper motions). Umumnya sudut ini terlalu
kecil untuk diukur dalam setahun, maka itu biasanya pengukuran dilakukan dalam selang waktu
20 sampai 50 tahun.
Bintang yang memiliki gerak sejati yang paling besar adalah bintang Bernard dengan
perubahan arah 10”,34 tiap tahun. Mungkin ini disebabkan karena bintang memiliki kecepatan
relatif (terhadap matahari) yang cukup besar, dan terutama sekali disebabkan jarak bintang ini
yang cukup dekat hanya 1,8 pc.
Umumnya kecepatan anguler itu berkurang bila jarak bintang lebih besar. Jadi gerak
sejati (proper motions) suatu bidang bukan hanya menyatakan kecepatan anguler bintang, tetapi
juga arah gerakannya di langit.
Gambar 5.13 AC
= Kecepatan radial
AD= kacepatan tangensial
ω gerak sejati (proper motion)
Kecepatan Radial
Kecepatan bintang dalam ruang tertutup (v) dapat diuraikan menjadi komponen kecepatan
radial (vr) dan kecepatan tangensial (vT). Kecepatan radial (vr) yaitu komponen kecepatan dalam
arah sepanjang garis pengamat.
Gambar 5.14 Komponen Kecepatan Bintang
Besarnya kecepatan bintang v jarang melebihi 100 km/s. Kita dapat mengukur Vr dari
pergeseran Doppler ∆λ, spektrum bintang dengan menggunakan rumus (non relativistik).
Vr = c. ∆λ/λ
Bila Vr menandakan gerak resesi atau bintang menjauh relatif terhadap pengamat, yang
ditandai dengan pergeseran garis spektrum ke arah merah. Bila Vr negatif menandakan gerak
mendekati yang ditandai dengan pergeseran spektrum ke daerah biru atau ungu (violet).
Kecepatan Tangensial
Kecepatan tangensial adalah komponen kecepatan bintang dalam arah tegak lurus dengan
garis pandang pengamat. Kita tidak bisa mengukur kecepatan sebenarnya (kecepatan ruang)
bintang itu secara langsung dari pergeseran Doppler spektrumnya. Tetapi komponen kecepatan
tangensialnya (vT) tidak mungkin bisa diukur secara langsung. Namun untuk bintang yang dekat
kita bisa mengamati kecepatan anguler ω yang disebabkan oleh kecepatan tangensialnya (vT)
dalam hubungan
vT = d ω …………………………………………………………………..(8)
di mana ω gerak sejati bintang dan d adalah jarak bintang. Jadi agar bisa mengetahui kecepatan
tangensial suatu bintang, kita harus tahu gerak sejati bintang (ω) dan jaraknya d. Suatu bintang A
dilihat dari matahari S pada jarak d dan dalam arah SA. Selama satu tahun bintang pindah dari A
ke B dan muncul dalam arah SD, dengan sudut ω (gerak sejati) dari SA. Gerak radial bintang
adalah AC dan gerak tangensialnya adalah AD.
Gerak tangensial AD dapat dipandang sebagai busur lingkaran dengan jejari d yang
berpusat di matahari. Busur AD adalah bagian dari keliling lingkaran 2πd, sehingga bila gerak
sejati itu 3600 maka busur AD = 2πd. Gerak sejati ini dinyatakan dalam detik busur pertahun
(“/tahun), sehingga kita akan dapatkan,
(3600 = 1.296.000”)
(ω dalam detik busur pertahun: ω = “/th)
Bila d dalam parsec (pc) di mana 1 pc = 3,086 x 1013 km, maka
vT = 4,74 dω km/s…………………………………………………………(9)
jarak bintang d dapat dicari dari paralaknya (p) yaitu d = 1/p maka persamaan (9)
menjadi, vT = 4,74 (ω/p) km/s……………………………………………………..(10)
Kecepatan Ruang (V)
Bila kecepatan radial vr dan kecepatan tengensial vT bintang telah diketahui maka
kecepatan ruang V bintang, yaitu kecepatan total bintang terhadap matahari (dalam km/s) dalam
persamaan,
V2 = vr2 + vT
2 …………………………………………………………...(11)
Untuk bintang yang dekat dari matahari umumnya kecepatan ruangnya dalam orde yang
sama dengan kecepatan planet-planet mengitari matahari antara 8 sampai 30 km/s. Diantara
bintang-bintang yang paling terang, bintang Arturus memiliki kecepatan ruang paling besar yaitu
sekitar 135 km/s.
b. Gerak Matahari
Walaupun kecepatan ruang bintang itu diacu terhadap matahari namun matahari itu sendiri
adalah juga sebuah bintang dan juga bergerak di antara bintang-bintang tersebut. Oleh karena itu
perlu diketahui bagaimana gerak matahari itu sendiri agar dapat mengoreksi kecepatan ruang
bintang akibat gerak matahari ini.
William Herscheel adalah astronom yang pertama kali mengamati gerak matahari
berdasarkan gerak sejati bintang. Berdasarkan analisisnya terhadap gerak sejati bintang ini, pada
tahun 1783 dia menyimpulkan bahwa matahari kita bergerak ke arah rasi Hercules. Analisis
modern terhadap gerak sejati dan kecepatan tangensial bintang-bintang di sekitar matahari
menunjukkan bahwa matahari kita ini bergerak menuju ke arah yang sekarang ditempati oleh
bintang Vega di rasi Lyra dengan kecepatan sekitar 20 km/s. Arah di langit ke mana matahari
bergerak menujunya dinamakan apex dari gerak matahari, dan arah yang berlawanan dengan ini
disebut antapex.
Matahari mempunyai dua macam gerakan yaitu sebagai berikut (Wikipedia, 2010).
Rotasi mengelilingi sumbunya, lamanya 25 1/2 hari satu kali putaran. Gerakan rotasi dapat
dibuktikan dengan terlihat noda-noda hitam di bagian inti yang kadang-kadang berada di sebelah
kanan dan kira-kira 2 minggu berada di sebelah kiri.
Bergerak di antara gugusan-gugusan bintang. Selain berotasi, matahari bergerak diantara
gugusan bintang dengan kecepatan 20 km per detik, pergerakan itu mengelilingi pusat galaksi.
2.9 Pergeseran Merah GravitasiSebagai konsekuensi dari teori relativitas umum Einstein, cahaya juga mengalami efek
gravitasi. Bila cahaya (foton) bergerak menuju bumi maka frekuensinya akan bertambah atau
panjang gelombangnya bertambah pendek, dan sebaliknya bila foton bergerak menjauhi bumi
maka frekuensinya akan berkurang atau panjang gelombangnya bertambah panjang. Secara
sederhana hal ini dapat dijelaskan bahwa suatu foton (cahaya) melepaskan diri dari suatu medan
gravitasi maka foton itu harus melepaskan energi sehingga foton menjadi kehilangan energi,
energinya berkurang atau sehingga panjang gelombangnya bertambah.
Seperti halnya matahari, bintang adalah benda yang massanya sangat besar sehingga
cahaya yang lewat di dekatnya atau dipancarkannya akan mengalami efek gravitasi. Misalnya,
sebuah bintang dengan massa M dan jejari R memancarkan foton dengan panjang gelombang
suatu foton juga memiliki massa m = , sehingga dipermukaan bintang juga memiliki energi
potensial V.
Energi foton: hυ = mc2
= mc2
Energi potensial foton di permukaan bintang:
Massa foton m =
V =
=
Energi total foton: E = + V
Gambar 1. Pergeseran merah gravitasi
E =
=
E = ………………………………………………(12) Keterangan:
E = energi total foton
h = konstanta Planck (h = 6,626 x 10-34 J.s)
c = kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x 108 m/s)
λ = panjang gelombang foton
G = konstanta gravitasi universal (6,673 x 10-11 N.m2/kg2)
M = massa bintang
R = jari-jari bintang
Pada jarak yang sangat jauh dari bintang, misalnya di bumi, maka foton berada di luar medan
gravitasi bintang, namun demikian energinya tetap sama. Energi foton sekarang sepenuhnya
merupakan energi elektromagnetik. Bila panjang gelombang yang tiba di bumi itu adalah
maka energi foton,
E’ = h υ’ = …………………….............................................(13)
Keterangan:
E’ = energi yang dipancarkan ke bumi
h = konstanta Planck (h = 6,626 x 10-34 J.s)
υ’ = frekuensi foton yang tiba di bumi
λ = panjang gelombang foton yang dipancarkan bintang
c = kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x 108 m/s)
λ’ = panjang gelombang foton yang tiba di bumi
Dalam hal ini, energi potensial foton dalam medan gravitasi bumi dapat diabaikan dibandingkan
dengan energi potensialnya medan gravitasi bintang. Selanjutnya dari persamaan (5.38) dan
(5.39) didapatkan
atau
………………………………………………………..(14)
Keterangan:
z = pergeseran merah gravitasi
G = konstanta gravitasi universal (6,673 x 10-11 N.m2/kg2)
M = massa bintang
c = kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x 108 m/s)
R = jari-jari bintang
Perubahan panjang gelombang ini dinamakan pergeseran merah gravitasi. Kebanyakan
bintang termasuk matahari, perbandingan M/R harganya terlalu kecil (dalam orde 1021), sehingga
pergeseran merah gravitasinya sangat kecil (z ∞ 10-7) dibandingkan dengan pergeseran galaksi
yang teramati (z ∞ 0,1). Oleh karena itu Einstein menyarankan menggunakan spektrum bintang
katai putih karena bintang ini sangat mampat dan ukurannya yang kecil, sehingga medan
gravitasi di permukaan bintang yang sangat kuat, dengan demikian akan didapat pergeseran
berada dalam batas pengamatan (bisa teramati). Umumnya katai putih besarnya sekitar sebesar
bumi dan massa matahari sehingga didapat z ∞ 10-4.
Dengan menganalisis pergeseran merah gravitasi suatu bintang dan dengan menggunakan
persamaan (14) dan (13) dalam menentukkan jejari bintang, kita dapat mencari massa bintang.
Popper adalah merupakan orang yang pertama mengukur pergeseran merah gravitasi bintang
katai putih dalam tahun 1954 dari pasangan bintang 40 Eridani.
Masalah yang menarik perhatian adalah apa yang akan terjadi apabila suatu bintang yang
kerapatannya begitu besar sehingga GM/c2R ≥ 1 atau z ≥ 1. Dalam hal ini dari persamaan (14)
kita lihat bahwa akan menjadi tak berhingga (λ = ∞). Jadi, pegeseran merah gravitasi ini telah
merentang panjang gelombang foton menjadi tak berhingga. Ini berarti tidak ada radiasi yang
dapat lepas dari bintang ini karena untuk bisa lepas diperlukan energi yang lebih besar dari
energinya semula. Bintang semacam ini tidak dapat memancarkan radiasi sehingga tidak tampak,
dan merupakan lubang hitam dalam ruang. Oleh karena itu, obyek seperti ini dinamakan black
hole atau lubang hitam, namun ada pula yang memberi sebutan bintang hantu.
Suatu bintang akan dapat menjadi lubang hitam harus memenuhi kriteria paling tidak
dari persyaratan ini kita akan dapatkan
………………………………………………….….(15)
Keterangan:
Rs = jejari Schwarzchild
G = konstanta gravitasi universal (6,673 x 10-11 N.m2/kg2)
M = massa bintang
c = kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x 108 m/s)
Rs ini dinamakan jejari Schwarzchild. Suatu benda akan menjadi lubang hitam bila seluruh
massa benda berada di sebelah dalam bola dengan jejari Rs tersebut.
Selanjutnya dari persamaan (15) kita akan dapatkan
…………………………………………………....(16)
Dari persamaan (4.42) kita telah tahu bahwa, adalah merupakan kecepatan lepas
dari benda tersebut. Dari kedua persamaan (4.42) dan (16) ini dapat disimpulkan bahwa
kecepatan lepas dari suatu benda dengan jejari Rs sama dengan laju cahaya. Suatu lubang hitam
jejarinya R < Rs sehingga ini berarti kecepatan lepas dari lubang hitam akan lebih besar dari laju
cahaya atau ve > c. Dengan demikian cahaya sekalipun tidak bisa lepas dari lubang hitam.
Menurut teori relativitas Einstein, tidak ada kecepatan yang melebihi laju cahaya, dan ini
berarti tidak ada sesuatupun yang bisa lepas dari lubang hitam tersebut. Salah satu obyek yang
oleh para astronom diyakini sebagai lubang hitam adalah pasangan yang tak tampak dari Cygnus
X-1 dengan massa sekitar 10 kali massa matahari dan dengan jejari sekitar 10 km.