Upload
badruddin-bustamin
View
122
Download
35
Embed Size (px)
Citation preview
1
MATERI 14
AUDITING SEKTOR PUBLIK
A. PENDAHULUAN
Untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh
lembaga peme-rintah maka diperlukan perluasan sistem pemeriksaan, tidak
sekedar conventional audit, namun perlu juga dilakukan value for money
audit (VFM audit). Dalam pemerik-saan yang konvensional, lingkup
pemeriksaan hanya sebatas audit terhadap keuangan dan kepatuhan
(financial and compliance audit), sedangkan dalam pendekatan baru ini
selain audit keuangan dan kepatuhan juga perlu dilakukan audit kinerja
(performance audit). Performance audit meliputi audit ekonomi, efisiensi,
dan efektivitas. Audit eko-nomi dan efisiensi disebut management audit
atau operational audit, sedangkan audit efektivitas disebut program audit.
Istilah lain untuk performance audit tersebut adalah VFM audit atau
disingkat 3E's audit (economy, eficiency, and effecti-veness audit).
Audit kinerja yang meliputi audit ekonomi, efisiensi, dan efektifitas,
pada dasar-nya merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan
dan prosedurnya. Pada audit keuangan dan audit kinerja, tidak terdapat
perbedaan definisi yang tajam karena definisi audit kinerja sebagai suatu
proses dapat diturunkan dari definisi audit keuangan.
Audit adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai asersi atas tindakan dan kejadian ekonomi, kese-suaiannya dengan kriteria/standar yang telah ditetapkan dan kemudian mengko-munikasikanh asilnya kepada pihak pengguna laporan tersebut (Malan, 1984).
Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan
kejadian kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi
yang diaudit.
Audit kinerja adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan menge-valuasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam pencapaian hasil yang diingin-kan, dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, me-nentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut (Malan, 1984).
Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan
mampu melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah
2
ditetapkan pada stan-dar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Secara
teknis kinerja yang baik bagi suatu organisasi dicapai ketika administrasi
dan penyediaan jasa oleh organisasi yang ber-sangkutan dilakukan pada
tingkat yang ekonomis, efisien, dan efektif. Konsep ekono-mi, efisiensi, dan
efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat
diarti-kan/dimaknai secara terpisah atau sendiri. Konsep ekonomi
memastikan bahwa biaya input yang digunakan dalam operasional
organisasi dapat diminimalkan, konsep efisien memastikan bahwa output
yang maksimal dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia, konsep
efektif berarti bahwa jasa yang disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat
melayani kebutuhan pengguna jasa dengan tepat.
Salah satu hal yang membedakan VFM audit dengan conventional audit
adalah dalam hal laporan audit. Dalam audit yang konvensional, hasil audit
adalah berupa pendapat (opini) auditor secara independen dan obyektif
tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan kriteria standar yang
telah ditetapkan, tanpa pemberian reko-mendasi perbaikan. Sedangkan
dalam VFM audit tidak sekedar menyampaikan kesim-pulan berdasarkan
tahapan audit yang telah dilaksanakan, akan tetapi juga dilengkapi dengan
rekomendasi untuk perbaikan di masa mendatang.
C. AUDIT EKONOMI DAN EFISIENSI
Ekonomi mempunyai arti biaya terendah, sedangkan efisiensi mengacu
pada rasio terbaik antara output dengan biaya (input). Karena output dan
biaya diukur dalam unit yang berbeda maka efisiensi dapat terwujud ketika
dengan sumberdaya yang ada dapat dicapai output yang maksimal atau
output tertentu dapat dicapai dengan sumberdaya yang sekecil-kecilnya.
Audit ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan:
1. Apakah suatu entitas telah memperoleh, melindungi, dan menggunakan sumber dayanya (seperti karyawan, gedung, ruang, dan peralatan kantor) secara ekonomis dan efisien;
2. Penyebab terjadinya praktik-praktik yang tidak ekonomis atau tidak efisien, termasuk ke-tidakmampuan organisasi dalam mengelola sistem informasi, prosedur administrasi, dan struktur organisasi.
Secara lebih spesifik, The General Accounting Office Standards (1994)
menegas-kan bahwa audit ekonomi dan efisiensi dilakukan dengan
mempertimbangkan apakah entitas yang diaudit telah:
a. Mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat;
3
b. Melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu, dan jumlah) sesuai dengan kebutuhan pada biaya terendah;
c. Melindungi dan memelihara semua sumber daya yang ada secara memadai;d. Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan atau kurang
jelas tujuannya;e. Menghindari adanya pengangguran sumberdaya atau jumlah pegawai yang
berlebihan;f. Menggunakan prosedur kerja yang efisien;g. Mengguriakan sumber daya (staf, peralatan dan fasilitas) yang minimum dalam
menghasil- kan atau menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas dan kualitas yang tepat;
h. Mematuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya negara ;
i. Melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kehematan dan efisiensi.
Pada audit ekonomi dan efisiensi, ukuran output idealnya
dispesifikasikan oleh organisasi yang bersangkutan dan ukuran tersebut
digunakan untuk mengukur kinerja manajer. Akan menyimpang bila auditor
mengukur efisiensi berdasarkan kriteria yang tidak digunakan oleh manajer
dalam mencapai tujuan. Bagaimanapun juga, dalam praktek mungkin
output organisasi sektor publik tidak dapat dinyatakan secara eks-plisit.
Berdasarkan pada ukuran input dan output yang telah ditetapkan
sebelumnya, auditor harus mampu menilai apakah output telah dihasilkan
dengan biaya yang lebih rendah atau apakah biaya yang terjadi dapat
menghasilkan output yang lebih besar.
Untuk dapat mengetahui apakah organisasi telah menghasilkan output
yang optimal dengan sumberdaya yang dimilikinya, auditor dapat
membandingkan output yang telah dicapai pada periode yang bersangkutan
dengan:
1) Standar yang telah ditetapkan sebelumnya,2) Kinerja tahun-tahun sebelumnya,3) Unit lain pada organisasi yang sama atau pada organisasi yang berbeda.
Berkaitan dengan standar yang telah ditentukan, harus diakui bahwa
aktivitas sektor publik tidak dapat sepenuhnya dipertanggungjawabkan
dengan sistem biaya standar. Hal ini disebabkan karena output yang
dihasilkan oleh organisasi sektor public seringkali tidak dapat dihubungkan
secara langsung dengan biaya. Prosedur untuk melakukan audit ekonomi
dan efisiensi sama dengan jenis audit yang lainnya. Secara umum, tahapan-
tahapaan audit yang dilakukan meliputi:
4
1. Perencanaan audit,2. Mereview sistem akuntansi dan pengendalian interen,3. Menguji sisterna kuntansdian pengendalian interen4. Melaksanakan audit,5. Menyampaikan laporan.
D. AUDIT EFEKTIVITAS
Efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan. Menurut Audit
Commission (1986), efektivitas berarti menyediakan jasa-jasa yang benar
sehingga memungkinkan pihak yang berwenang untuk
mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya. Audit efektivitas (audit
program) bertujuan untuk menentukan:
1. tingkat pencapaian hasil atau manfaat yang diinginkan2. kesesuaian hasil dengant ujuan yang ditetapkan sebelumnya3. apakah entitas yang diaudit telah mempertimbangkan alternative lain yang
memberikan hasil yang sama dengan biaya yang paling rendah.
Secara rinci, tujuan pelaksanaan audit efektivitas atau audit program adalah
untuk:
a. Menilai tujuan program, baik yang baru rnaupun yang sudah berjalan, apakah sudah mema-dai dan tepat;
b. Menentukan tingkat pencapaian hasil suatu program yang diinginkan;c. Menilai efektivitas program dan atau unsur-unsur program secara terpisah/
sendiri-sendiri;d. Mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan
memuaskan;e. Menentukana pakah manajemen telah mempertimbangkan alternatif untuk
melaksanakan program yang mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik dan dengan biaya yang lebih rendah;
f. Menentukan apakah program tersebut saling melengkapi, tumpang-tindih atau bertentangan dengan program lain yang terkait;
g. Mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut dengan lebih baik;
h. Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk program tersebut;
i. Menilai apakah sistem pengendalian manajemen sudah cukup memadai untuk mengukur, melaporkan, dan memantau tingkat efektivitas program;
j. Menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertang-gungjawabkan mengenai efektivitas program.
Efektivitas berkenaan dengan dampak suatu output bagi pengguna
jasa (konsu-men). Untuk mengukur efektivitas suatu kegiatan harus
didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan (disetujui) sebelumnya. Jika
hal ini belum tersedia, auditor bekerja sama dengan top management dan
badan pembuat keputusan untuk menghasilkan kriteria tersebut dengan
Ekonomi
Efisiensi
Efektifitas
Audit Manajemen
Audit KinerjaValue for Money Audit
3E
AuditProgram
5
berpedoman pada tujuan pelaksanaan suatu program. Meski-pun efektivitas
suatu program tidak dapat diukur secara langsung, ada beberapa alternatif
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu program
yaitu:
1. Proksi untuk mengukur dampak/pengaruh, 2. Evaluasi oleh konsumen,3. Evaluasi yang menitikberatkan pada proses bukan pada hasil.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tingkat komplain dan
tingkat perminta-an dari pengguna jasa (konsumen) dapat dijadikan proksi
pengukuran standar kinerja yang sederhana untuk berbagai jasa. Evaluasi
terhadap pelaksanaan suatu program hendaknya senantiasa
mempertinrbangkan hal-hal berikut:
1. Apakah program tersebut relevan atau realistik, 2. Apakah ada pengaruh dari program tersebut, 3. Apakah program telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, d an 4. Apakah ada cara-cara yang lebih baik dalam mencapai hasil.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa audit kinerja pada
dasarnya merupa-kan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan
prosedurnya. Pada audit kinerja, kegiatan pemeriksaan terhadap
pengelolaan organisasi sektor publik terutama didasarkan pada tiga elemen
utama, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Pene-kanan kegiatan audit
pada ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu organisasi memberi-kan ciri
khusus yang membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya. Bagan
berikut menjelaskan karakteristik audit kinerja yang merupakan gabungan
antara audit manajemen dan audit program:
Gambar 14.1 Karakteristik Audit Kinerja
By-Product’ VFM work. Pekerjaan value for money audit yang merupakan tujuan se-kunder disamping pekerjaan pekerjaan utama yang lebih penting, pekerjaan ini biasanya kurang terstruktur dibandingkan dengan kegiatan/tugas yang lainnya. Tipe pekerjaan ini biasanya berupaya untuk mencari penghematan-penghematan dengan jalan melakukan sedikit perubahan dalam praktik kerja. Perubahan yang dilakukan mungkin hanya sebagian kecil tapi seringkali memiliki manfaat yang substansial.
6
An Arrangement Review. Pekerjaan value for money audit yang dilakukan untuk men-jamin/memastikan bahwa klien telah melakukan tugas administrasi yang diperlukan untuk mencapai value for money. Dalam organisas yang memberikan jasa yang kompleks, operasi yang ekonomis, efisien, dan efektif hanya dapat dilakukan jika terdapat serangkaian per-aturan formal untuk mengontrol penggunaan sumber daya. Auditor dapat mengecek dan menilai keberadaan peraturan formal semacam ini. Arrangement Review akan memberikan gambaran bagi auditor untuk mereview kinerja dan mereview jasa-jasa tertentu/khusus.
Performance Review. Pekerjaan yang dilakukan untuk menilai secara obyektif value for money yang telah dicapai oleh klien dan membandingkannya dengan kriteria (pembanding) yang valid. Penilaian terhadap kinerja klien dapat dilakukan dengan membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kinerja masa lalu, target yang telah ditetapkan sebelumnya atau kinerja organisasi sejenisl ainnya.
Untuk melaksanakan proses audit kinerja pada organisasi
pemerintahan diperlu- kan beberapa prasyarat. Prasyarat-prasyarat yang
audit kinerja yaitu:
1. Auditor (orang/lembaga yang melakukana udit), auditee (pihak (pihak yang menerima hasil audit) sektor publik (pemeharus dipenuhi dalam yang diaudit), recipient (pihak yang mene-rima hasil audit)
2. Hubungan akuntanbilitas antara auditee (subordinate) dan audit recipent (otoritas yang lebih tinggi)
3. Independensi antara auditor dan auditee.4. Pengujian dan evaluasi tertentu atas aktivitas yang menjadi tanggungjawab
auditee oleh auditor untuk audit recipent.Auditor sering disebut sebagai pihak pertama, dan memegang peran
utama dalam pelaksanaan audit kinerja karena auditor dapat mengakses
informasi keuangan dan informasi manajemen dari organisasi yang diaudit,
memiliki kemampuan profe-sional dan bersifat independen. Walaupun pada
kenyataannya prinsip independen ini sulit untuk benar-benar dilaksanakan
secara mutlak, antara auditor dan auditee harus berusaha untuk menjaga
independensi tersebut sehingga tujuan audit dapat tercapai. Pihak auditee
biasanya terdiri dari manajemen atau pekerja suatu organisasi yang
bertanggungjawab kepada recipent dan biasa disebut sebagai pihak kedua.
Recipent merupakan pihak-pihak yang menerima laporan dan biasa disebut
pihak ketiga yang terdiri dari beberapa kelompok antara lain: tingkatan
yang lebih tinggi dalam organisasi yang sama, dewan komisaris,
stockholder, masyarakat, dan investor baik secara indi-vidual maupun
kelompok.
Pihak Pertama:Auditor Pressure
Pihak Kedua:Entitas yang diaudit
Rationalization
Pihak Ketiga:Pihak yang menuntut adanya akuntabilitas
Entitas menuntut akuntabilitas pihak dan menerima laporan hasil penguji-an akuntabilitas dari pihak pertamaEntitas bertanggungjawab pada pihak ketiga dan akuntabilitas tersebut diuji oleh pihak pertama
Orang yang menguji akuntabilitas pihak kedua untuk pihak ketiga dan melaporkan kepada pihak ketiga.
Fungsi Atestasi Fungsi Audit
FungsiAkuntabilitas
7
Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam audit kinerja dan
fungsi yang terjadi diantara pihak-pihak tersebut, dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 14.2. Hubungan Pihak yang terlibat dalam Audit Kinerja
Sebagaimana profesi di bidang lainnya, untuk menjadi seorang auditor
sector publik diperlukan beberapa syarat, yaitu:
Seorang auditor harus telah diakui dapat melakukan pemeriksaan (audit);a. Mempunyai pemahaman tentang akun-akun yang ada, sesuai dengan
peraturan yang berlaku serta mentaati undang-undang yang ada.b. Auditor telah diakui kemampuannya dalam melakukan praktik audit.c. Auditor harus dapat memahami apakah klien telah memanfaat kas number
daya yang dimiliki secara ekonomis, efisien, dan efektif. Seorang auditor harus mematuhi kode etik yang berlaku. Seorang auditor harus dapat melakukan audit denganb ertanggungja
wab, karena terdorong oleh kesadaran bahwa audit yang akan dilaksanakannya pada organisasi organisasi sector publik, terutama untuk memenuhi kepentingan masyarakat.
Secara umum, ada dua prosedur utama untuk melaksanakan praktik
auditing terhadap kinerja organisasi secara komprehensif. Prosedur tersebut
adalah manage-ment and technical review dan special studies.
Management and Technical Review. Telaah fungsi manajemen secara
umum mengenai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengendalian dan metode/ teknik khusus yang digunakan oleh entitas
untuk menentukan apakah:
Rencana yang matang telah dikembangkan untuk mencapai hasil yang diinginkan,
8
Terdapat struktur yang memadai tentang wewenang dan tanggungjawab manajemen,
Manajemen telah secara jelas mengkomunikasikan ekspektasinya kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab atas operasi,
Pelaksanaan diawasi dan dievaluasi secara reguler dengan menggunakan kriteria yang memadai sehingga varian dari rencana dapat dideteksi dan dikoreksi tepat pada waktunya.
Special Studies. Telaah yang diarahkan untuk mencapai kesesuaian
terhadap spe-sifikasi tertentu sesuai dengan permintaan. Contoh, special
studies mungkin dilak-sanakan untuk:
Penelitian mengenai dugaan terjadinya kesalahan atau kecurangan, Menilai kecukupan pengendalian internal dalam sistem informasi manajemen
atau sistem akuntansi yang diterapkan, Konsultasi dengan manajemen berkaitan dengan masalah keuangan khusus
atau berkaitan dengan masalah kinerja, Mengevaluasi penggunaan dana untuk kegiatan investasi yang mungkin
berpengaruh ter-hadap operasi organisasi dimasa mendatang.
E. AUDIT KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM KONTEKS OTONOMI
DAERAH
Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya
kepemerintahan yang baik (Good governance), yaitu pengawasan,
pengendalian, dan pemeriksaan. Ketiga hal tersebut pada dasarnya berbeda
baik konsepsi maupun aplikasinya.
Pengawasan mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar ekse-kutif (yaitu masyarakat dan DPR/DPRD) untuk turut mengawasi kinerja pemerintahan.
Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif (pemerintah) untuk menjamin dilaksanakannya sistem dan kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi tercapai.
Pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki indepen-densi dan memiliki kompetensi profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan.
Pada tataran teknis aplikatif juga berbeda, pengawasan oleh DPR/DPRD
dilaku-kan pada tahap awal. Pengendalian dilakukan terutama pada tahap
menengah (opera-sionalisasi anggaran), yaitu level pengendalian
manajemen (management control) dan pengendalian tugas (task control),
sedangkan pemeriksaan dilakukan pada tahap akhir. Objek yang diperiksa
berupa kinerja anggaran (anggaran policy), dan laporan pertang-
gungjawaban keuangan yang terdiri atas laporan dan nota perhitungan
APBN/ APBD, neraca, dan laporan aliran kas.
9
Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan yang disebabkan
oleh ada-nya penyalahgunaan wewenang oleh eksekutif (abuse of power),
maka pemberian wewenang tersebut harus diikuti dengan pengawasan dan
pengendalian yang kuat.
Penguatan fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui optimalisasi
peran DPR/ DPRD sebagai kekuatan penyeimbang (balance of power) bagi
eksekutif, dan partisi-pasi masyarakat secara langsung maupun tidak
langsung melalui LSM dan organisasi sosial kemasyarakatan sebagai bentuk
sosial control. Penguatan fungsi pengendalian dilakukan melalui pembuatan
sistem pengendalian intern yang memadai dan pember-dayaan auditor
internal pemerintah.
Pengawasan oleh DPR/DPRD dan masyarakat tersebut harus sudah
dilakukan sejak tahap perencanaan, tidak hanya pada tahap pelaksanaan
dan pelaporan saja. Apabila DPR/DPRD lemah dalam tahap perencanaan,
maka sangat mungkin pada tahap pelaksanaan akan mengalami banyak
penyimpangan. Akan tetapi, harus dipa-hami bahwa pengawasan DPR/DPRD
terhadap eksekutif adalah pengawasan terhadap kebijakan (policy) yang
digariskan, bukan pemeriksaan. Fungsi pemeriksaan hendak-nya diserahkan
kepada lembaga pemeriksa yang memiliki otoritas dan keahlian profe-
sional, misalnya BPK, BPKP, atau akuntan publik yang independen. Jika DPR/
DPRD menghendaki, dewan dapat meminta BPK atau auditor independen
lainnya untuk melakukan pemeriksaan terhadap kinerja keuangan eksekutif.
F. PERMASALAHAN AUDIT KINERJA LEMBAGA PEMERINTAH DI
INDONESIA
Pemberian otonomi dan desentralisasi yang luas, nyata, dan
bertanggungjawab kepada daerah kabupaten/kota akan membawa
konsekuensi perubahan pada pola dan sistem pengawasan dan
pemeriksaan. Perubahan-perubahan tersebut juga memberi-kan dampak
pada unit-unit kerja pemerintah daerah, seperti tuntutan kepada pegawai/
aparatur pemerintah daerah untuk lebih terbuka, transparan, dan
bertanggungjawab atas keputusan yang dibuat.
Perubahan pola pengawasan yang mendasar adalah dengan diberinya
keleluasa-an kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sen-diri, maka diperlukan peningkatan peran DPRD dan
10
masyarakat luas dalam pengawas-an penyelenggaraan pemerintahan,
karena nantinya Kepala Daerah bertanggungja-wab kepada DPRD dan
masyarakat. Pemberian kepercayaan kepada auditor dengan memberi
peran yang lebih besar untuk memeriksa lembaga pemerintahan, telah
men-jadi bagian penting dalam proses terciptanya akuntabilitas publik.
Bagi auditor, dengan diberinya peran yang lebih besar tersebut, maka
auditor di-tuntut untuk menjaga dan meningkatkan profesionalisme,
kompetensi, dan indepen-densinya. Sejalan dengan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/ 1998 tentang Pokok-pokok
Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi
Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara, dan Ketetapan No. Xl/MPR/
1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme, maka peran dan fungsi pengawasan dan
pemeriksaan menjadi sangat stra-tegis. Kedua ketetapan MPR tersebut
menggariskan bahwa dipandang perlu untuk "memberdayakan pengawasan
oleh lembaga negara, lembaga politik dan kemasyara-katan" dan
"meningkatkan keterbukaan pemerintah dalarn pengelolaan keuangan
negara untuk menghilangkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)."
Sebagai upaya untuk meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan
dalam rangka memberantas praktik KKN, pemerintah bersama DPR
kemudian mengesahkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme. UU No. 28 Tahun 1999 tersebut kemudian menjadi landasan
hukum dibentuknya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara
(KPKPN). Dengan demikian, untuk mengawasi jalannya pemerintahan saat
ini terdapat lembaga pengawas dan pemeriksa yang sifatnya independen
yang memiliki tugas yang berbeda-beda, diantaranya terdapat badan
ombudsmen, KPKPN, dan BPK.
Reposisi Lembaga Pemeriksa
Otonomi dan desentralisasi memberikan keleluasaan bagi pemerintah
daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah. Salah satu hal
yang harus diantisipasi adalah kemungkinan terjadinya perpindahan
penyelewengan dan KKN dari pemerintah pusat ke daerah. Kasus di
beberapa negara berkembang menunjukkan bahwa pem-berian otonomi
daerah dan desentralisasi yang terlalu cepat tanpa pengawasan yang cukup
11
justru meningkatkan korupsi di daerah. Salah satu cara untuk mengatasi
masa-lah tersebut adalah dengan mengoptimalkan fungsi pengawasan oleh
DPRD.
Harus disadari bahwa saat ini masih terdapat beberapa kelemahan
dalam mela-kukan audit pemerintahan di Indonesia. Kelemahan pertama
bersifat inheren, sedang-kan kelemahan kedua lebih bersifat struktural.
Pertama, adalah tidak tersedianya indikator kinerja (performance
indicator) yang memadai sebagai dasar untuk mengukur kinerja
pemerintah daerah. Hal tersebut umum dialami organisasi sector publik
karena output yang dihasilkan oleh organisasi sektor publik adalah
berupa pelayanan publik yang tidak mudah diukur.
Pengauditan terhadap kinerja pemerintah daerah akan lebih mudah bila telah ditetapkan kriteria kinerja (performance indicator) yang harus dicapai pemerintah daerah.
Selain tidak adanya kriteria kinerja yang memadai, permasalahan lainnya adalah belum adanya Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah yang baku. Pada dasarnya pengauditan terhadap pemerintan daerah adalah membandingkan hasil yang telah dicapai (output result) dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan.
Pemerintah daerah akan menghadapi masalah dalam melakukan pengukuran kinerja apabila DPRD tidak menetapkan kriteria kinerja yang memadai. Hal tersebut tidak hanya menyebabkan kesulitan bagi eksekutif daerah, akan tetapi juga kesulitan bagi auditor yang ditunjuk DPRD untuk mengaudit kinerja pemerintah daerah.
Kedua, terkait dengan masalah struktur lembaga pemeriksa pemerintah
pusat dan daerah di Indonesia. Permasalahan yang ada adalah
banyaknya lembaga pemeriksa fungsional yang overlapping satu dengan
lainnya yang menyebabkan pelaksanaan pengauditan tidak efisien dan
tidak efektif.
Saat ini, pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pemeriksa fungsional terhadap pembi-ayaan desentralisasi dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjenbang), Ins-pektorat Jenderal Dalam Negeri, Inspektorat Wilayah Propinsi, dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota.
Untuk menciptakan lembaga audit yang efisien dan efektif, maka
diperlukan reposisi terhadap lembaga audit yang ada. Reposisi yang
dimaksud berupa pemisahan tugas dan fungsi yang jelas dari lembaga-
lembaga pemeriksa pemerintah tersebut, apakah sebagai auditor intemal
atau auditor eksternal.
Audit internal adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang merupakan bagian dari organisasi yang diawasi. Yang termasuk audit internal adalah audit yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen, Satuan
12
Pengawasan Intern (SPI) di lingkungan lembaga negara dan BUMN/BUMD, Inspektorat Wilayah Propinsi (ltwilprop), Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota (ltwilkab/ltwilko), dan Badan Pengawasan Keuangan dan pembangunan (BPKP).
Audit eksternal adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang berada di luar orga-nisasi yang diperiksa. Lembaga pemeriksa eksternal tersebut merupakan lembaga pemeriksa yang independen. Dalam hal ini yang bertindak sebagai auditor eksternal pemerintah adalah BPK, karena BPK merupakan lembaga yang independen dan merupakan supreme auditor.
G. PROSES AUDIT KINERJA
Untuk mengetahui proses audit kinerja, terlebih dahulu perlu dipahami
mengenai struktur audit kinerja, tahapan audit kinerja, dan kriteria atau
indikator yang menjadi tolok ukur audit kinerja.
1. Struktur Audit Kinerja
Pada dasarnya, struktur audit baik audit keuangan, audit kepatuhan,
audit mana-jemen, audit program, dan audit jenis lainnya secara umum
adalah sama. Hal yang membedakan antara satu macam audit dengan audit
yang lainnya terletak pada tugas-tugas spesifik (specific tasks) pada
masing-masing tahap audit yang menggambarkan ke butuhan dari masing-
masing audit. Secara umum, struktur audit terdiri atas:
1. Tahap-tahap audit;2. Elemen masing-masing tahap audit;3. Tujuan umum masing-masing elemen; dan4. Tugas-tugas tertentu yang diperlukan untuk mencapai setiap tujuan.
Audit kinerja pada dasarnya merupakan perluasan dari audit keuangan
dalam hal tujuan dan prosedumya. Berdasarkan kerangka umum struktur
audit di atas, dapat dikembangkan struktur audit kinerja yang terdiri atas:
1 .Tahap pengenalan dan perencanaan (familiarization and planning phase)2. Tahap pengauditan (audit phase)3. Tahap pelaporan (reporting phase)4. Tahap penindaklanjutan (follow-up phase)
Untuk lebih jelasnya, tahap-tahap audit kinerja dan elemen masing-
masing ta-hapan audit dapat dilihat pada tabel 14.1.
Tabel 14.1. Struktur Audit KinerjaTAHAP ELEMEN
Tahapan Pengenalan Perencanaan
Perencanaan Survei PendahuluanReview Sistem Pengendalian Manajemen
Tahap Audit Review Hasil-hasil ProgramReview EkonomiReview Kepatuhan
Tahap Pelaporan Persiapan LaporanReview dan RevisiPengiriman dan Penyajian Laporan
13
Tahap Follow – up Desain Follow-upInvestigasiPelaporan
Sebelum melakukan audit, auditor terlebih dahulu harus memperoleh
informasi umum organisasi guna mendapatkan pemahaman memadai
tentang lingkungan orga-nisasi, struktur organisasi, misi organisasi, proses
kerja, serta sistem informasi dan pe-laporan. Pemahaman lingkungan
organisasi akan memberikan dasar untuk memper-oleh penjelasan dan
analisis yang lebih mendalam mengenai SPM.
Berdasarkan hasil analisis terhadap kelemahan dan kekuatan sistem
pengendali-an dan pemahaman mengenai keluasan (scope), validitas, dan
reliabilitas informasi kinerja yang dihasilkan oleh entitas organisasi, auditor
kemudian menetapkan kriteria audit dan mengembangkan ukuran-ukuran
kinerja yang tepat. Berdasarkan rencana yang telah dibuat, auditor
kemudian melakukan pengauditan, mengembangkan hasil-hasil temuan
audit dan membandingkan antara kinerja yang dicapai dengan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya. Hasil temuan kemudian dilaporkan kepada
pihak-pihak yang membutuhkan yang disertai dengan rekomendasi yang
diusulkan oleh auditor. Rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan oleh
auditor pada akhirnya akan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang
berwenang.
2. Tahap Pengenalan dan Perencanaan
Tahap pengenalan dan perencanaan terdiri dari dua elemen yaitu
survei pen-dahuluan dan review SPM. Pekerjaan yang dilakukan pada
masing-masing elemen ber-tujuan untuk menghasilkan rencana penelitian
(research plan) yang detail yang dapat membantu auditor dalam mengukur
kinerja dan mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan antara
kinerja dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Survei Pendahuluan (Preliminary Survey), pada tahap survei pendahuluan auditor akan berupaya untuk memperoleh gambaran yang akurat tentang lingkungan organisasi yang diaudit, terutama berkaitan dengan struktur dan operasi organisasi, lingkungan mana-jemen, kebijakan, standar dan prosedur kerja. Deskripsi yang akurat tentang lingkungan organisasi yang diaudit akan membantu auditor untuk menentukan tujuan audit dan rencana audit secara detail, memanfaatkan sumber daya yang ada untuk hal-hal yang sifatnya material, mendisain tugas secara efisien dan menghindari kesalahan.
Review Sistem Pengendalian (Control System Review), Pada audit keuangan, auditor memulai pekerjaan dengan melakukan review dan evaluasi
14
terhadap sistem pengen-dalian intern (SPl) terutama yang berkaitan dengan prosedur akuntansinya; sedangkan pada audit kinerja, auditor harus menelaah sistem pengendalian manajemen atau sistem pengen-dalian administrative dengan tujuan untuk menemukan kelemahan pengendalian yang signi-fikan agar menjadi perhatian manajemen dan untuk menentukan luas, sifat, dan waktu pekerjaan pemeriksaan berikutnya.
Sistem Pengendalian Manajemen memberikan gambaran tentang
metode dan prosedur yang digunakan oleh organisasi untuk mengendalikan
kinerjanya. Pengendali-an manajemen sendiri bertujuan-untuk memastikan
bahwa tujuan organisasi dicapai secara ekonomis, efisien, dan sesuai
dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Prosedur audit yang dilakukan pada tahap review sistem pengendalian
secara garis besar terdiri dari tiga langkah yaitu:
1. Menganalisis sistem manajemen organisasi,2. Membandingkannya dengan model yang ada,3. Mencatat dugaan terhadap setiap ketidakcocokan/ketidaksesuaian.
Dalam mereview sistem pengendalian, auditor dapat mengarahkan
pekerjaannya deng an mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
Apakah organisasi membuat perencanaan yang cukup? Apakah strategi untuk mencapai tujuan telah ditetapkan? Apakah standar pencapaian tujuan juga telah ditetapkan?
Apakah organisasi sudah terstruktur dengan baik untuk menjalankan aktivitasnya? Apakah sumber daya sudah tersedia dan terdistribusi dengan baik?
Apakah rencana sudah dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk melaksanakan?
Apakah kinerja telah dimonitor denganm enggunakan dasar/kriteria yang pasti? Apakah penyimpangan dari rencana semula diidentifikasi dan dianalisis dengan
hati-hati? Apakah tindakan koreksi yang tepat waktu telah dilaksanakan?
Kriteria Pengendalian untuk Hasil Program, Penilaian Ekonomi dan Efisiensi.
Kriteria yang digunakan untuk menilai reliabilitas data dibagi dalam dua
area:
1. Proses Pengumpulan, Perhitungan dan Pelaporan Data Prosedur yang ada didisain untuk memastikan fairness, dependability, dan
reliability data. Terdapat pengendalian dalam proses pengumpulan dan penghitungan data
untuk memas-tikan integritas data. Pengendalian yang telah ditetapkan sudah dijalankan. Terdapat dokumentasi yang memadai untuk menentukan integritas data.
2. Kecukupan Pelaporan Data Data yang dikumpulkan dan dihitung, dibuat dengan dasar yang konsisten
dengan tahun sebelumnya. Kewajaran dan reliabilitas data disajikan dengan kriteria tertentu.
15
Pekerjaan audit pada tahap pengenalan dan perencanaan diharapkan
mampu mempersiapkan dua buah dokumen yaitu:
Memorandum analitis (analitical memorandum), berisi identifikasi kelemahan yang material dalam sistem pengendalian manajemen dan pembuatan rekomendasi untuk perbaikan atas kelemahan tersebut.
Memorandum perencanaan (Planning memorandum), dibuat berdasarkan hasil review sistem pengendalian untuk menentukan sifat, luas dan waktu untuk pekerjaan audit berikutnya.
Analitical memorandum untuk kepatuhan, ekonomi dan efisiensi, serta
hasil prog-ram memiliki format umum yang sama, tetapi berbeda dalam hal
kriteria yang diguna-kan. Pengendalian manajemen fokus evaluasinya
adalah kecukupan, perencanaan, struktur organisasi yang memadai, dan
efektivitas kepemimpinan manajemen. Fokus evaluasi kepatuhan adalah
memastikan apakah entitas sudah mengikuti peraturan, hukum, dan
kebijakan yang telah ditetapkan. Ekonomi dan efisiensi fokus evaluasinya
adalah penentuan apakah entitas menggunakan sumber daya yang
dimilikinya secara ekonomis dan efisien. Hasil-hasil program fokus
evaluasinya adalah apakah hasil yang diinginkan telah tercapai, apakah
tujuan ditetapkan oleh pihak yang berwenang dan apakah entitas telah
mempertimbangkan alternatif yang memberikan hasil yang diinginkan d
engan biaya yang lebih rendah.
3. Tahapan Audit
Tahapan dalam audit kinerja terdiri dari tiga elemen yaitu:
1. Telaah hasil-hasil program (program results review);2. Telaah ekonomi dan efisiensi (economy and fficiency review); dan3. Telaah kepatuhan (compliance review).
Tahapan dalam audit kinerja disusun untuk membantu auditor dalam
mencapai tujuan audit kinerja. Review hasil program akan membantu
auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang
benar (doing the right things). Review ekonomis dan efisiensi akan
mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan
sesuatu yang benar tadi secara ekonomis dan efisien. Review ke-patuhan
akan membantu auditor untuk menentukan apakah entitas telah melakukan
segala sesuatu dengan cara yang benar, sesuai dengan peraturan dan
hukum yang berlaku. Masing-masing elemen tersebut dapat dijalankan
sendiri atau secara bersama-sama tergantung pada sumber daya yang ada
16
dan pertimbangan waktu. Atas dasar pertimbangan tersebut, disarankan
agar elemen-elemen tersebut dijalankan secara terpisah (sendiri-sendiri).
Secara lebih rinci, komponen audit terdiri dari:
Identifikasi Lingkungan Manajemen. Auditor harus familiar dengan lingkungan ma-najemen klien untuk memahami keterbatasan yang dihadapi organisasi. Untuk itu auditor harus mengetahui seksama dan akurat gambaran menyeluruh organisasi dari per-spektif hukum, organisasi, dan karyawan. Auditor mengumpulkan informasi sehubungan dengan:1. persyaratan hukum dan kinerja,2. gambaran organisasi, 3. sistem informasi dan pengendalian, 4. pemahaman karyawan atas kebutuhan dan harapan.
Perencanaan dan Tujuan. Komponen ini berkaitan dengan review atas proses pene-tapan rencana dan tujuan organisasi. Auditor menguji keberadaan tujuan yang ditetapkan secara jelas dan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut, serta keterkaitan antara aktivitas-aktivitas yang dilakukan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.
Struktur Organisasi. Komponen ini berkaitan dengan bagaimana sebuah unit diatur dan sumber daya dialokasikan untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur organisasi menunjuk pada otoritas formal maupun informal dan tanggungjawab yang terkait dengan organisasi.
Kebijakan dan Praktik. Komponen ini mengacu pada kebijakan yang berlaku umum (kebijakan publik) yang merupakan kesepakatan yang dirumuskan oleh masyarakat yang diwakili oleh lembaga legislatif, dan diformalkan dalam peraturan atau petunjuk administratif yang mengacu pada sejumlah aktivitas yang harus dilaksanakan.
Sistem dan Prosedur. Sistem dan prosedur merupakan rangkaian kegiatan atau akti-vitas untuk menelaah struktur pengendalian, efektivitas, ketepatan, logika dan kebutuhan suatu organisasi. Salah satu contoh sistem dan prosedur yang biasa digunakan adalah Standard Operating Procedures yang menjelaskan bagaimana sebuah fungsi atau tanggung-jawab dilaksanakan.
Pengendalian dan Metode Pengendalian. Komponen ini berhubungan dengan pengendalian intern terutama accounting control dan administrative control. Pengendalian akuntansi diperlukan untuk menyusun rencana, metode, dan prosedur organisasi untuk menjaga kekayaan perusahaan dan reliabilitas data keuangan. Pengendalian administratif terdiri dari rencana, metoda, dan prosedur organisasi yang berfokus pada efisiensi opera-sional, efektivitas organisasi, dan kepatuhan terhadap kebijakan manajemen serta ketentuan yang berlaku.
Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Fisik. Komponen sumber daya manusia dan lingkungan fisik berkaitan dengan sikap karyawan, dokumentasi tentang berbagai aktivitas, dan kondisi fisik pekerjaan.
Praktik Penempatan Karyawan (staffing practices). Komponen ini mengacu pada: metode dan prosedur yang digunakan untuk melindungi sumber daya manusia
yang di-gunakan untuk mencapai tujuan organisasi, metode dan prosedur yang digunakan untuk mengatur administrasi penggajian, metode dan prosedur yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan,
17
kebijakan dan prosedur pelatihan karyawan, dan affirmative action plans, yaitu rencana-rencana tindakan yang disetujui oleh
pihak-pihak tertentu. Auditor perlu mengevaluasi affirmative action plans untuk memastikan bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan pelaksanaan rencana ber-jalan secara efektif.
Analisis Fiskal. Analisis fiskal diperlukanu ntuk menganalisisin formasi keuangan yang secara langsung atau tidak langsung dapat digunakan untuk mengindikasikan efisiensi operasi, ekonomis dan efektivitas unit organisasi yang dievaluasi.
Investigasi Khusus. Jika dibandingkan dengan analisis pengendalian manajemen, investigasi khusus sifatnya lebih spesifik. Investigasi ini lebih diarahkan pada usaha untuk mengevaluasi solusi alternative yang didesain untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi atau peningkatan nilai ekonomis sebuah fungsi organisasi.
4. Tahapan Pelaporan
Ada tiga langkah utama yang sangat penting dalam mengembangkan
laporan audit secara tertulis, yaitu:
1. Persiapan (preparation). Pada tahap persiapan, auditor mulai mengembangkan, temuan-te-muan audit, menggabungkan temuan-temuan tersebut menjadi sebuah laporan yang kohe-ren dan logis, serta menyiapkan bukti-bukti pendukung dan dokumentasi yang diperlukan.
2. Penelaahan (review). Merupakan tahap analisis kritis terhadap laporan tertulis yang dilaku-kan oleh staf audit, review dan komentar atas laporan diberikan oleh pihak manajemen atau auditee.
3. Pengiriman (transmission). Meliputi persiapan tertulis sebuah laporan yang permanen agar dapat dikirim ke lembaga yang memberi tugas untuk mengaudit dan kepada auditee.
Hal terpenting dalam sebuah laporan adalah bahwa laporan tersebut
dapat di-pahami oleh pihak-pihak yang menerima dan membutuhkan
laporan. Jika laporan sulit dipahami oleh pengguna, maka laporan tersebut
menjadi kurang efektif. Agar dapat menyampaikan hasil audit dengan baik,
auditor pertama kali harus memastikan siapa yang kompeten untuk menulis
laporan dan siapa para pembaca/pengguna laporan audit tersebut.
Umumnya, pembaca laporan audit adalah orang-orang yang well educated
dibidangnya masing-masing dan mempunyai kemampuan yang bagus untuk
membaca laporan audit. Meskipun sebagian besar pembaca laporan audit
adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan yang cukup tinggi,
pembaca laporan biasa-nya tidak memahami secara teliti kegiatan
manajemen atau program yang dilaporkan auditor. Oleh karena itu, auditor
sebaiknya menerangkan dan menjelaskan lebih detail aktivitas atau
program yang diuji dalam audit kinerja. Penggunaan kata-kata yang tepat,
18
pemakaian kalimat-kalimat dalam paragraf yang koheren, logis, dan
mempunyai penekanan akan membantu pembaca dalam memahami
laporan.
Beberapah al yang perlu diperhatikan dalam penulisan laporan audit
kinerja:
Laporan audit kinerja harus ditulis secara obyektif Auditor tidak boleh terlalu overstate Informasi yang disajikan harus disertai suatu bukti yang kompeten Auditor hendaknya menulis laporan secara konstruktif, memberikan pengakuan
terhadap kinerja yang baik maupun kinerja yang buruk Auditor hendaknyam engakomodasi usaha-usaha yang dilakukan oleh
manajemen untuk memperbaiki kinerjanya.
Selain berpedoman pada hal tersebut, ada beberapa keahlian yang
perlu dimiliki dan dikembangkan oleh auditor agar mampu menghasilkan
laporan yang efektif:
Keahlian teknis (technical skills). Keahlian yang dibutuhkan untuk mengorganisasikan atau menyusun informasi audit menjadi sebuah laporan yang koheren.
Keahlian manajerial (managerials kills). Keahlian yang dibutuhkan untuk merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengendalikan masing-masing tahap audit untuk memastikan hasil akhir yang berkualitas dan tepat waktu.
Keahlian interpersonal (interpersonal skills). Keahlian interpersonal adalah keahlian untuk menjaga hubungan baik dengan auditee, kemampuan untuk menyampaikan temuan-temuan negatif menjadi kesempatan-kesempatan positif sehingga mampu meyakinkan manajemen atas potensi-potensi yang ada.
Laporan audit untuk audit kinerja mempunyai struktur dan format yang
hampir sama dengan laporan audit pada umumnya. Kekhususan laporan
audit untuk audit kinerja terletak pada bagian pemberian rekomendasi
untuk perbaikan. Secara lebih rinci, laporan audit untuk audit kinerja terdiri
atas:
I. Pendahuluana. Umumb. Surat Pengiriman atau Memorandumc. Laporan Ringkasand. Daftar Isi Laporan secara Keseluruhane. Daftar Tabel dan Gambar
II. Teksa. Pendahuluanb. Badan (body), mencakup:
1. Pengantar Masalah( bila perlu)2. Temuan-temuan3. Kesimpulan dan rekomendasi
19
c. Komentar auditee
III. Referensi Masalaha. Footnotesb. Lampiranc. Bibliografid. Komentar auditee (iika tidak dimasukkan ke dalam teks)e. Bahan Referensi