Upload
mimi-handayani
View
109
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS
Pemodelan Matematika
Tentang
“Model Matematika Radang Akut Dengan Menggunakan Persamaan
Differensial”
Oleh:
Mimi Handayani (96830/2009)
Pendidikan Matematika
Dosen Pembimbing:
Dra.Media Rossa, M.Si
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Permasalahan-permasalahan yang semakin kompleks dari waktu kewaktu
menuntut manusia untuk selalu berkembang dan mencari pemecahan dari permasalahan
tersebut. Hal ini mendorong semakin berkembang pula ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dapat membantu manusia dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahannya.
Seringkali dihadapi banyak permasalahan di bidang non-matematika, misalnya di bidang
kedokteran, fisika, teknik, ilmu-ilmu sosial, dan lain sebagainya tidak dapat diselesaikan
secara langsung. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
matematika. Pada bidang matematika, dimana dalam matematika terdapat suatu kajian
tentang pemodelan yang sedikit banyak dapat membantu manusia untuk menyelesaikan
masalahnya. Model matematika adalah model yang menggambarkan suatu permasalahan
dalam persamaan matematika.
Model matematika ini sifatnya abstrak dan menggunakan seperangkat simbol
matematika untuk menunjukkan komponen-kompenen dan korelasinya dalam kehidupan
nyata. Persamaan dalam model matematika merupakan pendekatan terhadap suatu
fenomena fisik. Persamaan diferensial adalah salah satu persamaan yang dapat digunakan
dalam menyelesaikan pemodelan matematika.
Secara umum pengertian model adalah suatu usaha menciptakan suatu replika/tiruan
dari suatu fenomena alam. Model matematika adalah suatu persamaan matematika yang
menggambarkan suatu permasalahan. Pada model Matematika replika/tiruan tersebut
dilaksanakan dengan mendeskripsikan fenomena alam dengan satu set persamaan.
Kecocokan model terhadap fenomena tersebut tergantung dari ketepatan formulasi persamaan
matematis dalam mendeskripsikan fenomena alam yang ditirukan. Salah satu permasalahan
yang dapat dimodelkan ke dalam persamaan matematika adalah radang akut. Dengan
adanya model matematika tersebut, akan dibahas apakah model tersebut sesuai dengan
keadaan yang terjadi pada keadaan biologis radang akut sebagai akibat adanya infeksi
patogen.
Respon jaringan muskuloskeletal terhadap trauma cidera terdiri atas tiga fase, yaitu
fase inflamasi akut, fase proliferatif, serta fase maturasi dan remodelling. Pada fase inflamasi
akut, terjadi iskemia, gangguan metabolik, dan kerusakan membran sel karena proses
peradangan, yang pada gilirannya ditandai dengan infiltrasi sel-sel inflamasi, edema jaringan,
eksudasi fibrin, penebalan dinding kapiler, penututpan kapiler, dan kebocoran plasma. Segera
setelah terjadi cedera, terjadi proses peradangan sebagai mekanisme pertahanan tubuh.
Peradangan ditandai dengan panas, merah, bengkak, nyeri, dan hilangnya fungsi. Panas dan
warna merah di tempat cedera disebabkan karena meningkatnya aliran darah dan
metabolisme di tingkat sel. Pembengkaan akan terjadi di daerah cedera karena kerja agen-
agen inflamasi dan tingginya konsentrasi protein, fibrinogen dan gamma globulin. Cairan
akan mengikuti protein, keluar sel dengan cara osmosis, sehingga timbul bengkak. Rasa nyeri
disebabkan oleh iritan kimiawi yang dilepaskan di tempat cedera. Nyeri juga terjadi akibat
meningkatnya tekanan jaringan karena bengkak yang akan mempengaruhi reseptor saraf, dan
menyebabkan nyeri
Pada fase proliferatif, terjadi pembentukan faktor pembekuan fibrin dan proliferasi
fibroblast, sel sinovial, dan kapiler. Sel-sel inflamasi menghilangkan jaringan yang rusak
dengan fagositosis, dan fibroblast secara ekstensif memproduksi kolagen (pada awalnya
adalah yang paling lemah, yaitu kolagen tipe 3, selanjutnya tipe 1) dan komponen matriks
ekstraselular lainnya. Fase maturasi ditandai dengan berkurangnya kandungan air
proteoglikan pada jaringan penyembuhan dan serabut kolagen tipe 1 akan kembali normal.
Kira-kira 6 sampai 8 minggu sesudah cedera, serabut kolagen baru dapat menahan tekanan
yang mendekati normal, meskipun maturasi tendon dan ligamen mungkin membutuhkan
waktu lebih lama, bisa sampai 6-12 bulan.
Radang adalah reaksi awal dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau
injury (cidera atau jejas). Pengaruh-pengaruh tersebut disebabkan karena adanya patogen,
bakteri atau benda asing lainnya. Pathogenesis adalah kemampuan untuk menyebabkan suatu
penyakit. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit, melainkan sebagai manifestasi adanya
penyakit. Tanpa reaksi ini maka penyebab jejas seperti kuman akan menyebar ke seluruh
tubuh atau suatu luka tidak akan sembuh. Reaksi radang dapat diamati dari gejala-gejala
klinis. Di sekitar jaringan yang terkena radang terjadi peningkatan panas (kalor), timbul
warna kemerah-merahan (rubor), sakit (dolor) dan pembengkakan (tumor). Kemungkinan
disusul perubahan struktur jaringan yang dapat menimbulkan kehilangan fungsi. Tiap organ
atau jaringan dapat mengalami radang. Reaksi radang akan tergantung pada keadaan
kesehatan seseorang, nutrisi, imunitas dan juga derajat beratnya jejas.
Radang dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu; atas radang akut dan radang kronik.
Pada radang akut proses berlangsung singkat beberapa menit hingga beberapa hari, dengan
gambaran utama eksudasi cairan dan protein plasma serta emigrasi sel leukosit terutama
neutrofil. Radang kronik berlangsung lebih lama dan ditandai adanya sel limfosit dan
makrofag serta proliferasi pembuluh darah dan jaringan ikat.
Reaksi radang akan diikuti oleh upaya pemulihan jaringan, yaitu upaya penggantian sel
parenkim yang rusak dengan sel baru melalui regenerasi atau menggantinya dengan jaringan
ikat. Reaksi radang akan berhenti bila penyebab dapat dimusnahkan. Pada model radang akut
ini tidak termasuk dari komponen-komponen respon imun yang adaptif, seperti T-Sel dan
antibodi spesifik. Akan tetapi, model ini menguraikan respon yang umum karena adanya
ancaman pathogen
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas terdapat beberapa masalah yang akan dibahas,
meliputi:
1. Bagaimana model matematika pada radang akut menggunakan sistem persamaan
diferensial?
2. Bagaiman cara menganalisis model matematika pada radang akut yang telah diperoleh?
3. Bagaimana bentuk interpretasi model matematika pada radang akut?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan malah tersebut pembahasan dilakukan dengan tujuan untuk
1. Membetuk model matematika pada radang akut menggunakan sistem
persamaan diferensial
2. Menganalisi model matematika pada radang akut menggunakan sistem
persamaan diferensial
3. Interpretasi model matematika pada radang akut menggunakan sistem
persamaan diferensial
D. Manfaat Pembahasan
Dengan penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan,
antara lain:
Sebagai tambahan untuk pemahaman materi dan pengetahuan dalam mengkaji
permasalahan matematika yang berkaitan dengan keilmuan lain
Membantu dalam pekuliahan, terutama tentang model matematika dan persamaan
diferensial sekaligus mengetahui aplikasinya
Wahana dalam menambah pengetahuan tentang model matematika pada radang
akut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Radang Menurut Beberapa Sumber
Radang adalah reaksi lokal dari suatu jaringan tubuh terhadap jejas (injury). Reaksi ini
dapat diakibatkan oleh berbagai macam infeksi mikrobial, zat kimia, jaringan nekrotik (mati),
dan reaksi imunologi. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit namun merupakan manifestasi
adanya penyakit.
Peradangan adalah tanggapan kekebalan yang mengakibatkan cedera atau infeksi yang
menyebabkan rasa sakit, kemerahan, panas, dan bengkak di daerah yang terkena dampak.
Panas yang dihasilkan dari peradangan karena meningkatnya sirkulasi sebagai sel darah putih
dan bahan kimia yang rushed untuk melindungi kami dari luar invaders, allergens, toxins atau
infeksi. Common allergens yang memproduksi adalah peradangan pollens, perekat dalam
gandum, susu sapi, dan ragi dari barang dipanggang, bir dan anggur. Radang dapat juga
akibat cedera. Hal itu dapat membuat langu sensations seperti sendi yang bengkak terasa
panas, rasa sakit, kaku, demam, panas dingin, kelelahan, sakit kepala dan kekakuan otot.
Selain itu,peradangan juga merupakan respon pertahanan tubuh yang normal karena
suatu luka, iritasi, maupun pembedahan. Proses pertahanan alami ini, meningkatkan arus
darah yang dipompa ke area yang dituju, menghasilkan kumpulan cairan. Sebagai respon
pertahanan tubuh yang terakhir, gejala peradanganpun meningkat, termasuk :
•Pembengkakan
•Rasa sakit
• Peningkatan suhu dan pemerahan kulit
Yang dapat menyebabkan peradangan yaitu karena adanya :
• Luka bakar
• Iritasi kimia
• Radang karena kedinginan
• Racun
• Infeksi disebabkan patogen
• Nekrosis
• Radiasi
• Benda asing
Radangan adalah respon biologic yang komplek dari jaringan vaskular pada
rangsangan, seperti patogen, sel rusak, atau iritasi. Peradangan tidak sama dengan infeksi.
Bahkan di kasus peradangan yang disebabkan infeksi, tidak dibenarkan untuk memakai
istilah ini, perbedaannya adalah kalau infeksi disebabkan pathogen eksogen, sedangkan
peradangan adalah respon organisme terhadap pathogen.
Dalam peradangan, luka dan infeksi, tidak akan pernah disembuhkan dan progres
penghancuran dari jaringan akan menyelesaikan organisme yang bertahan
hidup.Bagaimanapun juga, peradangan yang tak terkontrol, dapat juga menjadi penyakit,
seperti sakit tenggorokan, atherosclerosis, rheumatoid arthritis. Ini merupakan dalih bahwa
normalnya di atur oleh tubuh.
Panas dalam bisa jadi gejala awal peradangan serius. Penyebabnya bisa bakteri ataupun
virus. Peradangan ialah cara paling dasar dan paling alami dilakukan tubuh manusia sebagai
reaksi terhadap infeksi, iritasi dan lika-luka tubuh lain.Tampilan utama dari peradangan
biasanya berupa bagian tubuh yang kemerahan, terasa peningkatan temperature pada
beberapa bagian tubuh, pembengkakan dan munculnya rasa nyeri. Peradangan termasuk juga
jenis respons kekebalan nonspesifik.
Dalam disebutkan, peradagangan merupakan proses saat sel darah putih bersama-sama
dengan bahan-bahan kimiawi dalam tubuh melindungi tubuh dari infeksi dan substansi-
substansi asing, seperti bakteri dan virus. Pada beberapa kasus, system kekebalan tubuh
memancing respons berupa peradangan, padahal tidak ada substansi asing yang harus
dilawan. Pada kasus seperti itu, sistem perlindungan tubuh justru bisa mengakibatkan
kerusakan pada jaringannya sendiri.
Radang adalah Respon atau reaksi protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan tubuh karena suatu rangsangan, yang berfungsi
menghancurkan,mengurangi atau mengurung, baik agen pencedera maupun jaringan yang
cedera.Saat peradangan terjadi, bahan-bahan kimiawi dilepaskan dari sel darah putih menuju
jaringan darah atau jaringan tubuh yang dimasuki substansi asing.
Pelepasan bahan kimiawi tersebut akan mengakibatkan peningkatan volume aliran
darah menuju bagian yang dimasuki sustansi asing itu. Hal itu bisa menyebabkan kemerahan
dan peningkatan temperaturdi darah tersebut.Beberapa zat kimia bahkan bisa bocor hingga
memenuhi jaringan yang dimasuki zat asing, kemudian membengkak. Proses peradangan
juga dapat merangsang syaraf perasa sakit sehingga menimbulkan rasa nyeri.
B. Pengertian Radang Dan Proses Terjadinya Radang
Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama hospes tetap hidup
ada respon yang menyolok pada jaringan hidup disekitarnya. Respon terhadap cedera ini
dinamakan peradangan. Yang lebih khusus peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya
merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis.
Peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya
adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang,penghancuran jaringan nekrosis dan
pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Reaksi peradangan
itu sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu.
Untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan khususnya harus
memiliki mikrosirkulasi fungsional.Jadi yang dimaksud dengan radang adalah rangkaian
reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera.
Berdasarkan penyebabnya, radang terbagi dalam dua golongan, yaitu:
1. Benda mati
a. Rangsang fisis, contohnya trauma, benda asing, rangsang panas atau dingin yang
berlebihan, tekanan, listrik, sinar matahari, sinar rontgen, dan radiasi,
b. Rangsang kimia, contohnya asam dan basa yang kuat, juga keracunan obat.
2. Benda hidup. Contohnya: kuman patogen, bakteri, parasit, dan virus.
Selain itu juga ada reaksi imunologi dan gangguan vaskular serta hormonal yang
dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Pada proses peradangan terjadi pelepasan histamine
dan zat-zat humoral lain kedalam cairan jaringan sekitarnya.
Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa:
1. Peningkatan aliran darah lokal.
2. Peningkatan permeabilitas kapiler.
3. Perembesan ateri dan fibrinogen kedalam jaringan interstitial.
4. Edema ekstraseluler lokal.
5. Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan limfe.
Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari hospes
terhadap infeksi.Adapun kejadiannya sebagai berikut: pada setiap luka pada jaringan akan
timbul reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler.Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan
kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di
daerah sekitar luka, kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan
menutupi saluran limfe sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi.Dalam proses
inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-mula phagosit membungkus mikroorganisme,
kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi
asam. Selanjutnya akan keluar protease selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit.
Setelah itu makrofag mononuclear besar akan tiba di lokasi infeksi untuk
membungkus sisa-sisa leukosit.Dan akhirnya terjadilah pencairan (resolusi) hasil proses
inflamasi lokal.Cairan kaya protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang
ekstravaskular sebagai akibat reaksi radang disebut eksudat.
Peran dan fungsi dari peradangan:
Siapnya tentara untuk memfagosit (makan) seperti leukosit
PoliMorfoNuklear (PMN) dan makrofag.
Terbentuknya berbagai macam antibodi (berhubungan dengan limfosit B)
Menetralisasi dan mencairkan iritan (dengan edema)
Membatasi perluasan inflamasi (dengan pembentukan fibrin, fibrosis, dan
akan membuat jaringan granulamasi
Penyembuhan
Kerugian jika terjadi peradangan :
1. Terjadi reaksi hipersensitivitas
2. Kerusakan organ progresif
3. Adanya jaringan parut (scar)
C. Perbedaan Eksudat dan Transudat
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020)
dan seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan
emigrasi.Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan
protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik
intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit
leukosit yang menyebabkan emigrasinya.
Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat
tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak
disebabkan proses peradangan/inflamasi).Berat jenis transudat pada umumnya kurang dari
1.012 yang mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh transudat terdapat pada
wanita hamil dimana terjadi penekanan dalam cairan tubuh.
Jenis-Jenis Eksudat diantaranya adalah :
1) Eksudat non seluler
a. Eksudat serosaPada beberapa keadaan radang, eksudat hampir terdiri dari cairan dan
zat-zat yang terlarut dengan sangat sedikit leukosit. Jenis eksudat nonseluler yang
paling sederhana adalah eksudat serosa,yang pada dasarnya terdiri dari protein yang
bocor dari pembuluh-pembuluh darah yang permiable dalam daerah radang
bersama-sama dengan cairan yang menyertainya. Contoh eksudat serosa yang
paling dikenal adalah cairan luka melepuh.
b. Eksudat fibrinosa
Jenis eksudat nonseluler yang kedua adalah eksudat fibrinosa yang terbentuk jika
protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan
yang mengandung banyak fibrinogen. Fibrinogen ini diubah menjadi fibrin, yang
berupa jala jala lengket dan elastic (barangkali lebih dikenal sebagai tulang
belakang bekuan darah). Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas permukaan serosa
yang meradang seperti pleura dan pericardium dimana fibrin diendapkan dipadatkan
menjadi lapisan kasar diatas membran yang terserang. Jika lapisan fibrin sudah
berkumpul di permukaan serosa,sering akan timbul rasa sakit jika terjadi pergeseran
atas permukaan yang satu dengan yang lain. Contoh pada penderita pleuritis akan
merasa sakit sewaktu bernafas, karena terjadi pergesekan sewaktu mengambil nafas
c. Eksudat musinosa (Eksudat kataral)
Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membran mukosa, dimana terdapat
sel-sel yang dapat mengsekresi musin. Jenis eksudat ini berbeda dengan eksudat lain
karena eksudat ini merupakan sekresi set bukan dari bahan yang keluar dari aliran
darah. Sekresi musin merupakan sifat normal membran mukosa dan eksudat musin
merupakan percepatan proses dasar fisiologis.Contoh eksudat musin yang paling
dikenal dan sederhana adalah pilek yang menyertai berbagai infeksi pemafasan
bagian atas.
2) Eksudat Seluler
a. Eksudat netrofilik
Eksudat yang mungkin paling sering dijumpai adalah eksudat yang terutama
terdiri dari neutrofil polimorfo nuklear dalam jumlah yang begitu banyak sehingga
bagian cairan dan protein kurang mendapat perhatian. Eksudat neutrofil semacam
ini disebut purulen. Eksudat purulen sangat sering terbentuk akibat infeksi
bakteri.lnfeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi neutrofil yang luar biasa
tingginya di dalam jaringan dan banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan
enzim-enzim hidrolisis yang kuat disekitarnya. Dalam keadaan ini enzim-enzim
hidrolisis neutrofil secara haraf ah mencernakan jaringan dibawahnya dan
mencairkannya. Kombinasi agregasi netrofil dan pencairan jaringan-jaringan di
bawahnya ini disebut suppuratif,atau lebih sering disebut pus/nanah
Jadi pus terdiri dari :
- neutrofil pmn. yang hidup dan yang mati neutrofil pmn. yang hancur
- hasil pencairan jaringan dasar (merupakan hasil pencernaan)
- eksudat cair dari proses radang
- bakteri-bakteri penyebab
- nekrosis liquefactiva.
3) Eksudat Campuran
Sering terjadi campuran eksudat seluler dan nonseluler dan campuran ini dinamakan
sesuai dengan campurannya.Jika terdapat eksudat fibrinopurulen yang terdiri dari fibrin dan
neutrofil polimorfonuklear,eksudat mukopurulen, yang terdiri dari musin dan neutrofil,
eksudat serofibrinosa dan sebagainya.
Luka Bakar Mudah Terjadi Septikhemi. Pada luka bakar saluran-saluran limfe tetap
terbuka yaitu karena jaringan yang terbakar tidak menimbulkan tromboplastin sehingga tidak
terjadi kooagulasi eksudat. Jika aliran cairan limfe tidak tersumbat akan memudahkan
menyebarkan kuman-kuman sehingga masuk dalam sirkulasi darah dan terjadi septikhemi.
D. Reaksi sel pada radang
Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera atau infeksi sehingga pada tempat cedera
atau radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk membendung infeksi atau menahan
microorganisme menyebar keseluruh jaringan.Leukositosis ini disebabkan karena produksi
sumsum tulang meningkat, sehingga jumlahnya dalam darah cukup untuk emigrasi pada
waktu terjadi cedera atau radang. Karena itu banyak leukosit yang masih muda dalam darah,
dalam pemeriksaan laboratorium dikatakan pergeseran ke kiri
E. Jenis-Jenis Leukosit Dan Masing-Masing Fungsinya Dalam Peradangan
Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam eksudat
peradangan berasal dari sumsum tulang, di mana tidak saja leukosit tetapi juga sel-sel darah
merah dan trombosit dihasilkan secara terus memenerus.Dalam keadaan normal, di dalam
sumsum tulang dapat ditemukan banyak sekali leukosit yang belum matang dari berbagai
jenis dan "pool" leukosit matang yang ditahan sebagai cadangan untuk dilepaskan ke dalam
sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi dalam darah perifer dibatasi
dengan ketat tetapi diubah "sesuai kebutuhan" jika timbul proses peradangan. Artinya,
dengan rangsangan respon peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum tulang mengubah
laju produksi dan pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran darah.
1) .Granulosit.
Terdiri dari : neutrofil, eosinofil, dan basofil.
Dua jenis leukosit lain ialah monosit dan limposit, tidak mengandung banyak granula
dalam sitoplasmanya.
a) Neutrofil
Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada
jamjam pertama peradangan adalah neutrofil.Inti dari sel ini berlobus tidak
teratur atau polimorf. Karena itu sel-sel ini disebut neutrofil polimorfonuklear
(pmn) atau "pool". Sel-sel ini memiliki urutan perkembangan di dalam
sumsum tulang, perkembangan ini kira-kira memerlukan 2 minggu. Bila
mereka dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, waktu paruhnya dalam sirkulasi
kira-kira 6 jam. Per millimeter kubik darah terdapat kira-kira 5000 neutrofil,
kira-kira 100 kali dari jumlah ini tertahan dalam sumsum tulang sebagai
bentuk matang yang siap untuk dikeluarkan bila ada sinyal.
Granula yang banyak sekali terlihat dalam sitoplasma neutrofil
sebenarnya merupakan paket-paket enzim yang terikat membran yaitu
lisosom, yang dihasilkan selama pematangan sel. Jadi neutrofil pmn yang
matang adalah kantong yang mengandung banyak enzim dan partikel-partikel
antimicrobial. Neutrofil pmn mampu bergerak aktif dan mampu menelan
berbagai zat dengan proses yang disebut fagositosis.
Proses fagositosis dibantu oleh zat-zat tertentu yang melapisi obyek
untuk dicernakan dan membuatnya lebih mudah dimasukkan oleh leukosit. Zat
ini dinamakan opsonin. Setelah mencernakan partikel dan memasukkannya ke
dalam sitoplasma dalam vakuola fagositosis atau fagosom, tugas berikutnya
dari leukosit adalah mematikan partikel itu jika partikel itu agen microbial
yang hidup, dan mencernakannya. Mematikan agen-agen yang hidup itu
diselesaikan melalui berbagai cara yaitu perubahan pH dalam sel setelah
fagositosis, melepaskan zat-zat anti bakteri. Pencernaan partikel yang terkena
fagositosis itu umumnya diselesaikan di dalam vakuola dengan penyatuan
lisosom dengan fagosom. Enzim-enzim pencernaan yang sebelumnya tidak
aktif sekarang diaktifkan di dalam fagolisosom, mengakibatkan pencernaan
obyek secara enzimatik.
b) Eosinofil,
Merupakan jenis granulosit lain yang dapat ditemukan dalam eksudat
peradangan, walaupun dalam jumlah yang lebih kecil. Eosinofil secara
fungsional akan memberikan respon terhadap rangsang kemotaksis khas
tertentu yang ditimbulkan pada perkembangan allergis dan mereka
mengandung enzim-enzim yang mampu menetralkan efek-efek mediator
peradangan tertentu yang dilepaskan dalam reaksi peradangan semacam itu.
c) Basofil
Berasal dari sumsum tulang yang juga disebut mast sel/basofil
jaringan. Granula dari jenis sel ini mengandung berbagai enzim, heparin, dan
histamin. Basofil akan memberikan respon terhadap sinyal kemotaksis yang
dilepaskan dalam perjalanan reaksi immunologis tertentu. Dan basofil
biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam eksudat.
Basofil darah dan mast sel jaringan dirangsang untuk melepas
granulanya pada berbagai keadaan cedera, termasuk reaksi immunologis
maupun reaksi non spesifik.Dalam kenyataannya mast sel adalah sumber
utama histamin pada reaksi peradangan.
2) Monosit
Adalah bentuk leukosit yang penting. Pada reaksi peradangan monosit akan
bermigrasi, tetapi jumlahnya lebih sedikit dan kecepatannya lebih lambat. Karena itu, pada
jam jam pertama peradangan relative sedikit terdapat monosit dalasn eksudat. Namun makin
lama akan makin bertambah adanya monosit dalam eksudat. Sel yang sama yang dalam aliran
darah disebut monosit, kalau terdapat dalam eksudat disebut makrofag. Ternyata, jenis sel
yang sama ditemukan dalam jumlah kecil melalui jaringan penyambung tubuh walaupun
tanpa peradangan yang jelas.
Makrofag yang terdapat dalam jaringan penyambung ini disebut histiosit. Dengan
banyak hal fungsi makrofag sangat mirip dengan fungsi neutrofil pmn. dimana makrofag
akan bergerak secara aktif yang memberi respon terhadap stimulasi kemotaksis, fagosit aktif
dan mampu mematikan serta mencernakan berbagal agen. Ada perbedaan penting antara
makrofag dan neutrofil, dimana siklus kehidupan makrofag lebih panjang, dapat bertahan
berminggu-minngu atau bahkan berbulan-bulan dalam jaringan dibanding dengan neutrofil
yang berumur pendek. Selain itu waktu monosit memasuki aliran darah dari sumsum tulang
dan waktu memasuki jaringan dari aliran darah, ia belum matang betul seperti halnya
neutrofil. Karena neutrofil dalam jaringan dan aliran darah sudah mengalami pematangan
(sudah matang), sehingga ia tidak mampu melakukan pembelahan sel dan juga tidak mampu
melakukan sintesis enzim-enzim pencenna.
Pada monosit dapat dirangsang untuk membelah dalam jaringan, dan mereka mampu
memberi respon terhadap keadaan lokal dengan mensintesis sejumlah enzim intrasel.
Kemampuan untuk menjalani "on the.job training", ini adalah suatu sifat makrofag yang vital,
khususnya pada reaksireaksi immunologis tertentu. Selain itu makrofag-makrofag dapat
mengalami perubahan bentuk, selama mengalami perubahan itu, mereka menghasilkan seI-
se1 secara tradisional disebut sel epiteloid. Makrofag juga mampu bergabung membentuk sel
raksasa berinti banyak disebut giant cell.
Walaupun makrofag merupakan komponen penting dalam eksudat namun mereka
tersebar secara luas dalam tubuh, dalam keadaan normal dan disebut sebagai system
reticuloendotelial atau RES (Reticulo Endotelial System), yang mempunyai sifat fagositosis,
termasuk juga dalam hati, sel tersebut dikenal sebagai sel kupffer. Fungsi utama makrofag
sebagai pembersih dalam darah ataupun seluruh jaringan tubuh.Fungsi RES yang sehari-hari
penting menyangkut pemrosesan haemoglobin sel darah merah yang sudah mencapai akhir
masa hidupnya. Sel-sel ini mampu memecah Hb menjadi suatu zat yang mengandung besi
dan zat yang tidak mengandung besi. Besinya dipakai kembali dalam tubuh untuk pembuatan
sel-sel darah merah lain dalam sumsum tulang dan zat yang tidak mengandung besi dikenal
sebagai bilirubin, di bawa ke dalam aliran darah ke hati, dimana hepatosit mengekstrak
bilirubin dari aliran darah dan mengeluarkannya sebagai bagian dari empedu.
3) Limposit
Umumnya terdapat dalam eksudat hanya dalam jumlah yang sangat kecil,meskipu
eksudat sudah lama terbentuk yaitu sampai reaksi-reaksi peradangan menjadi kronis.
F. Tanda-Tanda Kardinal Peradangan
Pada peristiwa peradangan akut dapat dilihat tanda-tanda pokok (gejala kardinal)
yaitu sebagai berikut :.
1) Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensupali
daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam
mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia
atau kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya
hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik
maupun secara kimia,melalui pengeluaran zat seperti histamin.
2) Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang
hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari -37 °C
yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih
banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat
pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan
tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
3) Dolor (rasa sakit)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung
saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain
itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang
tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.
4) Tumor (pembengkaan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkaan lokal
(tumor). Pembengkaan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat
adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan.
Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian dari eksudat.
5) Fungsio laesa (perubahan fungsi)
Fungsio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal.
Sepintas lalu, mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi
abnormal dart lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal. Namun
sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang
meradang itu terganggu.
Selain itu beberapa gejala peradangan biasanya ditandai timbulnya kemerahan pada
bagian tubuh tertentu, peningkatan suhu, nyeri persendian atau rasa kaku pada sendi.
Biasanya, peradangan meliputi beberapa gejala yang mirip flu biasa, seperti demam,
kedinginan, rasa lelah, kekurangan tenaga, pusing-pusing, kehilangan selera makan dan otot
kaku. Tampaknya gejala-gejala itu yang kemudian diistilahkan dengan panas dalam oleh
Masyarakat awam di Indonesia.
Para ahli medis mengingatkan gejala panas dalam yang terjadi berulang kali
sebaiknya dicermati. Sebab, peradangan yang mungkin diawali dengan persepsi panas dalam
bisa saja mempengaruhi organ-organ dalam tubuh. Misalnya peradangan hati, ginjal dan
ususyang juga ditandai dengan kram di perut yang disertai diare.Penyebab Radang dapat
ditimbulkan oleh rangsangan : fisik, kimiawi, biologis atau kombinasi ketiga agen tersebut
Ciri-ciri umum bila terserang radang, yaitu :
1. Rubor-- Merah
2. Kalor-- Panas
3. Dolor-- Nyeri
4. Tumor-- Pembengkakan
5. Functio Lesi-- disfungsi organ
Ciri-ciri genesis radang ; Seperti terjadinya cedera jaringan yang menyebabkan
degenerasi/nekrose (terlepasnya hisatamine dan mediator lain menyebabkan nyeri). Dilatasi
kapiler (menyebabkan merah dan panas) terkumpulnya cairan plasma, sel darah, dan sel
jaringan tempat radang disertai poliferasi jaringan makrofag (menyebakan tumor dan
disfungsi organ) terjadi perang (fagositosis) dan terjadi perubahan imunologik
Reaksi radang secara lokal yaitu ; dengan Vaskuler, humoral, seluler, neurologik.
Implementasi gejala klinis tergantung dimana zat iritan menginfeksi, seperti bakteri
menginfeksi GIT bisa terjadi mual dan muntah.
Selain itu radang juga bisa terjadi atau disebabkan karena adanya pengaruh dari mediator
kimia, yaitu seperti:
1. Vasodilatasi: histamine, bradikinin, prostaglandin
2. Permeabilitas Kapiler: bradikinin, C3a, C5a, leukotrine, PAF
3. Kemotaksis: C5a, leukotrine, produk kuman, cytokine
4. Marginasi leukosit: C4a, leukotrine
5. Demam: prostaglandine, pirogen endogen
6. Rasa Sakit: bradikinin, prostaglandin
G. Berbagai bentuk Dan Jenis Radang(Bentuk Radang)
Peradangan dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik. Radang akut adalah
respon tubuh terhadap rangsangan yang merusak dan diselesaikan oleh pergerakan plasma
dan leukosit dari vaskuler ke jaringan yang rusak. Proses ini merupakan perluasan dan
pematangan respon peradangan, termasuk sistem vaskular dan imun sekitar serta berbagai
macam sel di dalam jaringan yang terluka tersebut.
Peradangan yang lama juga disebut dengan peradangan kronik. Radang akut
berlangsung cepat, singkat dan biasanya bersifat berat. Radang kronik bersifat menetap,
berlangsung untuk suatu periode yang panjang. Proses radangnya dapat dimulai agak cepat
atau secara lambat dan pada kasus-kasus tertentu dapat berlangsung beberapa bulan atau
beberapa tahun. Radang kronik juga dapat merupakan kelanjutan bentuk akut atau bentuk
derajat yang berkepanjangan dan biasanya menimbulkan kerusakan jaringan yang menetap.
Perbedaan peradangan akut dan kronik adalah dari segi;
a) Agent penyebab Patogen, jaringan rusak Inflamasi dari patogen,benda asing,
autoimun
b) Sel yang terlibat PMN, monosit,makrofag,mononuclear Mononuclear,
fibroblast
c) Media primer Vasoaktif amine IFN gamma,sitokin
d) Onset Pertengahan Lamban
e) Durasi Singkat Lamban
f) Efek Penyembuhan, radang kronik Perusakan jaringan
Radang dapat dibagi menjadi 3 tiga bagian yaitu :
1. Radang Akut.
Radang akut, proses pendek yang ditandai dengan tanda klasik dari peradangan-
bengkak, kemerahan, nyeri, panas, dan kehilangan fungsi-ketika terjadinya infiltrasi jaringan
oleh leukosit dan plasma. Ini terjadi selama stimulus luka ada dan berhenti ketika stimulus
telah di hilangkan, rusak, ataupun ditutup oleh fibrosis.
Proses peradangan akut ini diinisiasi oleh darah yang menuju tempat terjadinya luka,
yang memindahkan protein plasma dan leukosit-leukosit (eksudat) dalam jaringan.
Peningkatan aliran cairan yang menuju jaringan akan menyebabkan bengkak yang diikuti
inflamasi semasih system limfatik tidak dapat mengkompensasi, dan meningkatnya aliran
darah ke area, menyebabkan merah dan panasnya daerah inflamasi tersebut.
Tanda-tanda klasik pada peradangan akut adalah sebagai berikut :
a) Rubor-Kemerahan
b) Calor-Panas
c) Tumor-Bengkak
d) Dolor-Nyeri
e) Functio laesa-Hilang fungsi
2. Sub Akut Radang
Sub akut mempunyai sifat diantara radang akut dan kronik. Pada radang sub akut
mempunyai tanda-tanda yang khas yaitu: dolor, rubbor, color, tumor, fungsiolesa.
3. Radang Kronik
Non Spesifik & Granulamentosa adalah kondisi patologis yang ditandai dengan
inflamasi yang aktif, penghancuran jaringan, perbaikan. Radang kronik tidak ditandai dengan
tanda klasik yang dimiliki radang akut. Karena, jaringan yang mengalami radang akut
diinfiltrasi oleh mononuclear sel imun (monosit, makrofag, limfosit, dan plasma sel)
penghancuran jaringan, dan mengalami penyembuhan, termasuk juga angiogenesisbdan
fibrosis.
Fakor endogen menyebabkan radang akut. Sedangkan factor eksogen menyebabkan
variasi termasuk infeksi bakteri, khususnya Mycobacterium Tuberculosis. Proses yang lama
juga disebabkan oleh agent kimiawi, seperti silica, asap rokok, maupun respon autoimun
seperti rheumatoid arthtritis.
Dalam radang akut, pembuangan stimulus penghentian penarikan monosit ke dalam
jaringan yang mengalami peradangan dan pengeluaran melalui limfatik. Sedangkan jaringan
yang mengalami peradangan kronik memiliki stimulus tersebut yang menetap, maka dari itu,
perekruitan monosit sangat dipertahankan, makrofag yang sudah ada tetap di tempat, dan
proliferasi dari makrofag tetap di rangsang.
Contoh ketidaknormalan inflamasi, yaitu seperti :
1. Asma
2. Autoimun
3. Radang kronik
4. Prostatitis kronik
5. Glomerulonephritis
6. Hipersensitivitis
7. Radang perut
8. Radang pelvis
9. Rheumatoid Arthtritis
10. Penolakan transplantasi
11. Vaskulitis
Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang terbentuk, organ
atau jaringan tertentu yang terlibat, dan lamanya proses peradangan. Tata nama proses
peradangan memperhitungkan masing-masing variable ini. Berbagai eksudat diberi nama
deskriptif. Lamanya respon peradangan disebut akut;disebut kronik jika ada bukti perbaikan
yang sudah lanjut bersama dengan dumadhsi;dan disebut subakut jika ada bukti awal
perbaikan bersama dengan eksudasi. Lokasi reaksi peradangan disebut dengan akhiran -it is
yang ditambahkan pada nama organ (misalnya; apendisitis, tonsillitis).
H. Jenis Radang
Misalnya: radang kataral, radang pseudomembran, ulkus, abses, flegmon, radang purulen,
suppurativaa dan lain-lain.
a) Radang Kataral , Terbentuk diatas permukaan membran mukosa,dimana terdapat
sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat musin yang paling banyak dikenal
adalah puck yang menyertai banyak infeksi pernafasan bagian atas.
b) Radang Pseudomembran, Istilah ini dipakai untuk reaksi radang pada permukaan
selaput lendir yang ditandai dengan pembentukan eksudat berupa lapisan selaput
superficial, mengandung agen penyebab, endapan fibrin, sel-sel nekrotik aktif dan
sel-sel darah putih radang.Radang membranosa sering dijumpai dalam orofaring,
trachea,bronkus, dan traktus gastrointestinal.
c) Ulkus. Terjadi apabila sebagian permukaan jaringan hilang sedangkan jaringan
sekitarnya meradang
d) Abses, Abses adalah lubang yang terisi nanah dalam jaringan. Abses adalah lesi
yang sulit untuk diatasi oleh tubuh karena kecenderungannya untuk meluas dengan
pencairan, kecenderungannya untuk membentuk lubang dan resistensinya terhadap
penyembuhan. Jika terbentuk abses, maka obat-obatan seperti antibiotik dalam
darah sulit masuk ke dalam abses. Umumnya penanganan abses oleh tubuh sangat
dibantu oleh pengosongannya secara pembedahan, sehingga memungkinkan ruang
yang sebelumnya berisi nanah mengecil dan sembuh. Jika abses tidak dikosongkan
secara pembedahan oleh ahli bedah, maka abses cenderung untuk meluas, merusak
struktur lain yang dilalui oleh abses tersebut.
e) Flegmon, Flegmon: radang purulen yang meluas secara defuse pada jaringan.
f) Radang Purulent, Terjadi akibat infeksi bakteri.terdapat pada cedera aseptik dan
dapat terjadi dimana-mana pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik.
g) Radang supuratif, Gambaran ini adalah nekrosis liqeuvaktifa yang disertal emigrasi
neutrofil dalam jumlah banyak.Infeksi supuratif local disebabkan oleh banyak
macam bakteri yang secara kolektif diberi nama piogen (pembentukan nanah).Yang
termasuk piogen adalah stafilokokkus,banyak basil gram negatif. Perbedaan penting
antara radang supuratif dan radang purulen bahwa pada radang supuratif terjadi
nekrosis liquefaktiva dari jaringan dasar. Nekrosis liquefaktiva adalah jaringan
nekrotik yang sedikit demi sedikit mencair akibat enzim.
I. Aspek/Reaksi Sistemik Pada Peradangan
Reaksi sistemik yang menyertai reaksi local pada peradangan diantaranya adalah
1. Demam.
Yang merupakan akibat dari pelepasan zat pirogen endogen yang berasal dari
neutrofil dan makrofag. Selanjutnya zat tersebut akan memacu pusat pengendali
suhu tubuh yang ada dihypothalamus.
2. Perubahan hematologis
Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan mempengaruhi proses maturasi dan
pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan kenaikan suatu jenis leukosit,
kenaikan ini disebut leukositosis. Perubahan protein darah tertentu juga terjadi bersamaan
dengan perubahan apa yang dinamakan laju endap darah.
3. Gejala konstitusional.
Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan metabolisme dan endokrin yang menyolok.
Akhirnya reaksi peradangan local sering diiringi oleh berbagai gejala konstitusional yang
berupa malaise, anoreksia atau tidak ada nafsu makan dan ketidakmampuan melakukan
sesuatu yang beratnya berbeda-beda bahkan sampai tidak berdaya melakukan
apapun.Perbedaan Radang Dengan Infeksi adalah ; Peradangan dan infeksi itu tidak
sinonim.Pada infeksi ditandai adanya mikroorganisme dalam jaringan, sedang pada
peradangan belum tentu, karena banyak peradangan yang tejadi steril sempurna.Jadi infeksi
hanyalah merupakan sebagian dari peradangan.
I. Nasib Radang Dan Pemulihan Jaringan Pada Radang
Dengan adanya reaksi peradangan, maka hasil perbaikan yang paling
menggembirakan yang dapat diperoleh adalah, jika terjadi hanya sedikit kerusakan atau tidak
ada kerusakan jaringan di bawahnya sama sekali. Pada keadaan semacam itu jika agen
penyerang sudah dinetralkan dan dihilangkan. Pembuluh darah kecil di daerah itu
memperoleh kembali semipermeabilitasnya, aliran cairan berhenti dan emigrasi leukosit
dengan cara yang sama juga berhenti. Cairan yang sebelumnya sudah dieksudasikan sedikit
demi sedikit diserap oleh pembuluh limfe dan sel-sel eksudat mengalami disintegrasi dan
keluar melalui pembuluh limfe atau benar-benar dihilangkan dari tubuh. Hasil akhir dari
proses ini adalah penyembuhan jaringan yang meradang jaringan tersebut pulih seperti
sebelum reaksi. Gejala ini disebut resolusi.
Sebaliknya, bila jumlah jaringan yang rusak cukup bermakna jaringan yang rusak
harus diperbaiki oleh proliferasi sel-sel hospes berdekatan yang masih hidup. Perbaikan
sebenarnya melibatkan dua komponen yang terpisah tetapi terkoordinir. Pertama disebut
regenerasi Hasil akhirnya adalah penggantian unsureunsur yang telah hilang dengan jenis sel
yang sama. Komponen perbaikan kedua melibatkan proliferasi unsur-unsur jaringan
penyambung yang mengakibatkan pembentukan jaringan parut.
J. Penyembuhan luka dan Abses
Koordinasi pembentukan parut dan regenerasi barangkali paling mudah dilukiskan
pada kasus penyembuhan luka kulit. Jenis penyembuhan yang paling sederhana terlihat pada
penanganan luka oleh tubuh seperti pada insisi pembedahan, dimana pinggir luka dapat
didekatkan agar proses penyembuhan dapat terjadi. Penyembuhan semacam ini disebut
penyembuhan primer atau healing by first intention. Setelah teijadi luka maka tepi luka
dihubungkan oleh sedikit bekuan darah yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah itu
terjadilah reaksi peradangan akut pada tepi luka itu dan sel-sel radang, khususnya makrofag,
memasuki bekuan darah dan mulai menghancurkanya.
Dekat reaksi peradangan eksudat ini, terjadi pertumbuhan ke dalam oleh jaringan
granulasi ke dalam daerah yang tadinya ditempati oleh bekuan darah. Dengan demikian maka
dalam jangka waktu beberapa hari luka itu dijembatani oleh jaringan granulasi yang
disiapkan agar matang menjadi jaringan parut. Sementara proses ini berjalan maka epitel
permukaan di bagian tepi mulai melakukan regenerasi dan dalam waktu beberapa hari
bermigrasi lapisan tipis epitel diatas permukaa luka.Waktu jaringan parut di bawahnya
menjadi matang, epitel ini juga menebal dan matang sehingga menyerupai kulit yang
didekatnya.
Hasil akhirnya adalah terbentuknya kembali permukaan kulit dan dasar jaringan parut
yang tidak nyata atau hanya terlihat sebagai satu garis yang menebal. Pada luka lainnya
diperlukan jahitan untuk mendekatkan kedua tepi luka sampai terjadi penyembuhan.
Bentuk penyembuhan kedua terjadi jika luka kulit sedemikian rupa sehingga tepi luka tidak
dapat saling didekatkan selama proses penyembuhan. Keadaan ini disebut healing by second
intention atau kadang kala disebut penyembuhan yang disertai granulasi
Penyembuhan abses akan berlangsung lebih cepat bila isi abses dapat keluar. Abses
kecil akan diorganisasi dan menjadi jaringan ikat. Abses besar hanya sekitarnya akan
diorganisasi dan menjadi jaringan ikat.
J. Pengertian Persamaan Diferensial
Definisi 1 :
Yang dimaksud dengan persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat
hubungan antara x , suatu fungsi y dari x dan turunannya:
y’,y’’,y’’’,…,y(n) dimana , , .=¿ y(n) adalah turunan ke n dari y terhadap x
Definisi 2 :
Persamaan yang menyangkut satu atau lebih fungsi ( peubah tak bebas) beserta
turunannya terhadap satu atau lebih peubah bebas disebut persamaan diferensial
Persamaan diferensial dapat pula dibedakan menurut persamaan diferensial biasa dan
diferensial parsial
Definisi 3 :
Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang menyangkut satu atau
lebih fungsi (peubah tak bebas) beserta turunannya terhadap satu peubah bebas
Untuk selanjutnya yang dimaksud dengan persamaan diferensial adalah persamaan
diferensial biasa
Definisi 4:
Persamaan diferensial yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah tak bebas)
beserta turunannya terhadap lebih dari satu peubah bebas, disebut persamaan
diferensial parsial.
K. Persamaan Diferensial Linier dan Persamaan Diferensial Tak linier
Definisi 5:
Persamaan diferensial linier adalah persamaan diferensial yang berpangkat satu dalam
peubah bebas dan turunan-turunannya, yaitu persamaan diferensial yang berbentuk:
an ( x ) dn yd xn +an−1 ( x ) dn−1 y
d xn−1 +…+a1 ( x ) dydx
+a0 ( x ) y= f (x)
diasumsikan bahwa a0,a1,a2,a3,…an dan fungsi –fungsi f(x) merupakan fungsi – fungsi yang
kontinue pada suatu selang I dan koefisien pertama an(x) ≠ 0 untuk setiap x ∈ I
Definisi 6:
Persamaan diferensial yang bukan persamaan diferensial linier disebut persamaan
diferensial tak linier.
Dengan demikian persamaan diferensial F(x,y’,…y(m))=0 adalah persamaan diferensial tak
linier, jika salah satu dari yang berikut dipenuhi oleh F:
F tidak berbentuk polinom dalam y’,y’’,…y(m)
F tidak berbentuk polinom berpangkat lebih dari 2 dalam y’,y’’,…y(m)
L. Sistem Persamaan Diferensial Linier dan Sistem Persamaan Diferensial Tak linier
Sistem persamaan diferensial linier adalah persamaan yang terdiri dari lebih dari satu
persamaan yang saling terkait. Sistem dari dua persamaan diferensial dengan dua fungsi yang
tak diketahui berbentuk:
x1=a11(t ) x1+a12 (t ) x2+f 1( t)
x2=a21 (t ) x1+a22 (t ) x2+ f 2(t) (2.1)
Dimana koefisien a11,a12 , a21 , a22 dan f 1, f 2 merupakan fungsi t yang kontinu pada selang I
dan x1 , x2 adalah fungsi t yang tidak diketahui. System (2.4) memiliki penyelesaian eksplisit
jika koefisien a11,a12 , a21 , a22 semuanya konstanta
System persamaan diferensial linear dengan n buah fungsi – fungsi yang tak diketahui
berbentuk:
x1=a11(t ) x1+a12 (t ) x2+…+a1n ( t ) xn+ f 1(t)
x2=a21 (t ) x1+a22 (t ) x2+…+a2n ( t ) xn+ f 2(t )
.
.
.
xn=an1 ( t ) x1+an2 ( t ) x2+…+ann ( t ) xn+ f n(t) (2.2)
Atau secara singkat :
xi=∑
j=1
n
aij (t ) x i+ f i(t ) i = 1,2,…,n
Sistem persamaan diferensial tak linier adalah persamaan yang terdiri dari lebih dari satu
persamaan yang saling terkait. Sistem dari dua persamaan diferensial tak linier dengan dua
fungsi yang tak diketahui berbentuk:
x=ax+by+F (x , y)
y=cx+dy+G(x , y ) (2.3)
Dimana ad – bc ≠ 0
Dalam menyelesaikan sistem persamaan diferensial linier dan sistem persamaan
diferensial tak linier dapat juga menggunakan metode eksplisit yang diperluas sesuai dengan
tingkat kesukaran, yaitu dengan metode eliminasi (metode penyelesaian sistem persamaan
diferensial dalam dua fungsi yang tak diketahui dan dengan koefisien konstan) dan metode
matriks (metode penyelesaian sistem persamaan diferensial dalam n buah fungsi yang tak
diketahui dan dengan koefisien konstan). Persamaan diferensial tak linier dan sistem
persamaan diferensial tak linier seringkali muncul dalam penerapan. Tetapi, hanya beberapa
tipe persamaan diferensial linier dan persamaan diferensial tak linier (sebagai contoh:
terpisah, homogen, eksak) yang dapat diselesaikan secara eksplisit.
M. Kestabilan Titik Kritis dari Sistem Otonomous
Suatu sistem persamaan diferensial yang berbentuk:
x = f(x,y) , y = g(x,y) ….(2.4)
di mana fungsi-fungsi f dan g bebas dari waktu disebut Sistem otonomous.
Sebuah titik (x0 ,y0) merupakan titik kritis dari system (2.4) jika f (x0 ,y0)=0 dan g
(x0,y0)=0 Karena turunan suatu konstanta sama dengan nol akibatnya jika titik (x0 ,y0)
merupakan titik kritis (2.4) maka sepanjang fungsi constant
x (t) = (x)0 , y(t) = y0 ……..(2.5)
merupakan penyelesaian dari (2.8) untuk semua t.
Jika setiap penyelesaian dari (2.4) yang memulai cukup dekat dengan penyelesaian
(2.5) pada t = 0 akan tetap dekat dengan (2.5) untuk seluruh waktu t > 0 berikutnya, maka
penyelesaian (2.5) atau titik kritis (x0 ,y0) disebut stabil
Definisi 7 :
Titik kritis (x0 ,y0) atau penyelesaian konstan(2.5) dari system (2.4) disebut stabil jika
untuk setiap bilangan positif e > o terdapat suatu bilangan δ >0 sedemikian hingga
pada setiap (x0 ,y0) yang pada t memenuhi
[x(0) – x0]2 + [y(0) –y0]2 < δ (2.6)
Ujud dan memenuhi
[x(t) – x0]2 + [y(t) –y0]2 < δ (2.7)
untuk semua t ≥ 0
Definisi 8
Sebuah titik kritis (x0 ,y0) atau penyelesaian konstan (2.5) disebut stabil asimtotis jika
titik itu stabil dan jika sebagai tambahan ada δ 0 demikian sehingga setiap
penyelesaian (x(t),y(t)) dari persamaan (2.4) pada saat t memenuhi
[x(0) – x0]2 + [y(0) –y0]2 < δ
Ujud untuk semua t ≥ 0 dan memenuhi
limt →∞
x( t) , limt →∞
y (t )= y0
Definisi 9 :
Sebuah titik yang tidak stabil disebut tak stabil
Stabilitas berarti bahwa perubahan kecil dalam syarat awal hanya menyebabkan
pengaruh kecil pada penyelesaian, kestabilan asimtotis berarti bahwa pengaruh dari suatu
perubahan kecil cenderung menghilang sama sekali, sedang ketakstabilan berarti bahwa suatu
perubahan kecil dalam syarat awal mempunyai pengaruh besar pada penyelesaian.
Sistem otonomous (2.4) linier dengan koefisien konstan, bila:
x=ax+by , y=cx+dy (2.14)
dengan a,b,c,d konstanta – konstanta , kita dapat memperoleh penyelesaian eksplisit.
Dimisalkan bahwa ad – bc ≠ 0 . maka titik (0,0) adalaha satu-satunya titik kritis dari (2.14).
Penyelesaian dari sistem (2.14) berbentuk:
x=A ekt , y=B ekt
dimana merupakan akar dari persamaan karakteristiknya:
λ2 + -(a+d) λ+ad-bc=0 ……..(2.15)
Sifat stabilitas titik kritis (0,0) dari sistem (2.15) hampir seluruhnya tergantung pada akar-
akar dari persamaan (2.15).
Teorema 1:
a) Titik kritis (0,0) dari Sistem (2.14) stabil, jika dan hanya jika, kedua akar dari
persamaan (2.15) adalah riil dan negatif atau mempunyai bagian riil tak positif
b) Titik kritis (0,0) dari sistem (2.14) stabil asimtotis, jika dan hanya jika, kedua akar
dari persamaan (2.15) adalah riil dan negatif atau mempunyai bagian riil yang
negative
c) Titik kritis (0,0) dari sistem (2.14) takstabil, jika salah satu (atau kedua) akar dari
persamaan (2.15) riil dan positif atau jika paling sedikit satu akar mempunyai bagian
riil yang positif
Jika sistem (2.4) berbentuk:
x=ax+by+F (x , y)
y=cx+dy+G(x , y ) (2.16)
dengan ad – bc ≠ 0 dan F(0,0) =G(0,0). Jadi (0,0) merupakan titik kritis dari (2.16)].
Selanjutnya, andaikan bahwa fungsi-fungsi F dan G kontinu dan mempunyai turunan parsial
pertama yang kontinu di dekat titik asal (0,0), dan bahwa:
limx →0y → 0
F (x , y )
√ x2+ y2=lim
x→ 0y →0
G(x , y)
√ x2+ y2=0 (2.17)
syarat (2.17) berarti bahwa sistem linier (2.14) merupakan hampiran yang baik dari sistem
(2.16). Maka berlaku:
Teorema 2:
a) Titik kritis (0,0) dari sistem tak linier (2.16) adalah stabil asimtotis jika titik kritis
(0,0) dari Sistem yang “dilinierkan“ (2.14) adalah stabil asimtotis
b) Titik kritis (0,0) dari sistem tak linier (2.16) adalah tak stabil jika titik kritis (0,0) dari
sistem (2.14) adalah tak stabil.
N. Persamaan Logistik
Model pertumbuhan populasi mengasumsikan bahwa laju pertumbuhan populasi
terhadap waktu berbanding lurus dengan jumlah populasi yang ada .Misalkan n N(t)
menyatakan jumlah populasi pada saat t dan diketahui bahwa jumlah populasi saat t = t0
adalah N0 maka model matematika dapat dituliskan :
dNdt
=R0 N dimana R0 konstan (2.22)
N (t 0 )=N0 (2.23)
Model ini merupakan persamaan diferensial yang mempunyai solusi:
N (t )=N 0 eR0(t−t 0) (2.24)
Dengan asumsi ini didapatkan solusi yang berbentuk fungsi eksponen. Oleh
karenanya, model ini sering disebut sebagai model pertumbuhan eksponensial. Asumsi (2.22)
seringkali dituliskan juga dalam bentuk:
1N
dNdt
=R0 (2.25)
yaitu laju pertumbuhan populasinya konstan.
Jika solusi (2.24) ditampilkan dalam bentuk grafik, maka didapatkan dua grafik berikut
(Gambar 2.1)
Dari grafik di atas jelas bahwa untuk R0> 0 diperoleh limt →∞
N (t)= ∞ Jika hasil ini
dikaitkan dengan jumlah suatu populasi, maka akan menimbulkan pertanyaan: dapatkah suatu
populasi berkembang sampai pada jumlah tak-hingga? Sedangkan, untuk R0<0 akan
didapatkan limt →∞
N ( t )=0 yang mana jika dikaitkan dengan jumlah populasi nampaknya hasil
ini cukup logis. Suatu populasi akan mendekati kepunahan (akan habis) jika laju
pertumbuhannya negatif.
Namun demikian, sebenarnya telah menjawab sebagian keraguan di atas. Model
pertumbuhan eksponensial di atas dapat dipakai secara cukup meyakinkan. Dengan
mengambil logaritma pada kedua ruas persamaan (2.24) didapat:
lnN=ln ( N 0 )−R0 t 0+R0t
yang mana pada sumbu ln N dan t, grafik ini berupa garis lurus. Ternyata, untuk suatu
periode observasi tertentu, fungsi dari jumlah bakteri E. coli dalam suatu medium yang
mengandung glukosa sebagai nutrisinya mendekati persamaan garis lurus ini.
Proses linierisasi (dari fungsi eksponen menjadi fungsi linier) secara matematis masih
perlu dipertanyakan karena secara implisit sebenarnya terjadi manipulasi dengan
memperkecil simpangan dari data sebenarnya.
Model pertumbuhan lain yang lebih valid adalah model pertumbuhan Logistic
Dengan menggunakan kaidah logistik bahwa persediaan logistik ada batasnya, model ini
mengasumsikan: pada masa tertentu jumlah populasi akan an mendekati titik kesetimbangan
(equilibrium). Pada titik ini jumlah kelahiran dan kematian dianggap sama, sehingga
grafiknya akan mendekati konstan.
Model pertumbuhan logistik dapat diturunkan dengan menggunakan asumsi (lihat
Gambar 2):
a. Laju pertumbuhan populasi 1N
dNdt
pada saat N= 0 adaalah k ( bernilai konstan)
b. Laju pertumbuhan ini menurun secara linier dan bernilai 0 saat N = K.
Nilai k dengan istilah laju pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth rate), yaitu nilai yang
menggambarkan daya-tumbuh suatu populasi. Dalam hal ini diasumsikan k > 0, yaitu
mengingat setiap populasi memiliki potensi untuk berkembang biak.
Dari asumsi di atas dapat diturunkan suatu model pertumbuhan populasi
yang disebut sebagai model pertumbuhan logistik, yaitu:
1N
dNdt
=k− kK
N
Atau
dNdt
=kN (1− NK
) (2.26)
O. Metode Numerik untuk Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial biasa mendeskripsikan bagaimana tingkat perubahan variabel
dalam suatu Sistem dipengaruhi oleh variabel-variabel di dalam Sistem itu sendiri dan
juga pengaruh dari luar, yaitu input. Dalam kasus-kasus di mana persamaan sukar
diselesaikan secara analitis, maka lebih mudah untuk menyelesaikannya secara numerik.
Metode penyelesaian numerik tidak ada batasan mengenai bentuk persamaan
diferensial. Penyelesaian berupa tabel nilai-nilai numerik dari fungsi untuk berbagai
variabel bebas. Penyelesaian suatu persamaan diferensial dilakukan pada titik-titik yang
ditentukan secara berurutan. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti maka jarak
(interval) antara titik-titik yang berturutan tersebut dibuat semakin kecil.
Ada beberapa metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan
diferensial, akan tetapi yang digunakan metode Runge-Kutta. Metode ini memberikan
ketelitian hasil yang lebih besar dan tidak memerlukan turunan dari fungsi. Bentuk umum
dari metode Runge-Kutta adalah:
yi+1=yi+Φ (xi,yi, Δx) Δx
dengan Φ (xi,yi, Δx) adalah fungsi pertambahan yang merupakan kemiringan rerata pada
interval. Fungsi pertambahan dapat ditulis dalam bentuk umum:
Φ = a1k1+a2k2+…+ankn
dengan a adalah konstanta dan k adalah:
k1 = f(xi,yi)
k2 = f(xi+p1Δx,yi+ q11kΔix)
k3 = f(xi+p2Δx,yi+ q21k1Δix + q22k2Δix)
.
.
.
kn = f(xi+pn-1Δx,yi+ qn-1k1Δix + qn-1,2k2Δix+…+qn-1,n-1kn-iΔx)
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai k mempunyai hubungan berurutan.
Nilai k1 muncul dalam persamaan untuk menghitung k2 muncul dalam persamaan untuk
menghitung k3 , dan seterusnya. Hubungan yang berurutan ini membuat metode Runge-
Kutta adalah efisien dalam hitungan.
Ada beberapa tipe metode Runge-Kutta yang tergantung pada nilai n yang digunakan.
Untuk n =1 disebut metode Runge-Kutta orde satu, namun digunakan adalah metode
Runge-Kutta orde 4.
Adapun bentuk dari metode Runge-Kutta orde 4 adalah:
k 1=h f (x i , y i)
k 2=h f (x i+h2
, y i+k1
2)
k 3=h f (xi+h2
, y i+k2
2)
k 4=h f (x i+h , y i+k3)
yn+1= y i+16(k1+2 k2+2 k3+k 4)
BAB III
PEMBAHASAN
Radang akut adalah reaksi awal dari tubuh terhadap pengaruh-pengaruh yang
merusak. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa disebabkan karena adanya patogen, bakteri atau
benda asing lainnya. Reaksi ini merupakan upaya pertahanan tubuh baik untuk
menghilangkan penyebab jejas maupun akibat jejas, misalnya sel atau jaringan yang nekrotik.
Tanpa reaksi radang maka penyebab jejas misalnya patogen akan menyebar ke seluruh tubuh
atau suatu luka tidak akan sembuh.
Model yang direduksi dari respon radang akut terdiri dari sistem persamaan
diferensial tak linear yang tergantung pada variabel-variabel yang menggambarkan level-
level dari patogen ( P), fagosit yang diaktifkan (N*) seperti neutrofil yang diaktifkan, dan
kerusakan jaringan ( D). pertama kita membangun model ini dengan mengingat dua variabel
subsistem N*/P dan N*/D, kemudian mengkombinasikan subsistem-subsistem ini ke bentuk
sistem tiga variabel, yaitu:
1. Populasi patogen (P) terhadap waktu
2. Populasi fagosit ketika diaktifkan (N*) karena kehadiran patogen
3. Laju kerusakan jaringan (D) terhadap waktu
Setelah mengetahui variabel-variabel yang akan digunakan untuk membentuk model
matematika, selanjutnya menentukan parameter-parameter untuk memenuhi variabel-variabel
tersebut. Adapun parameter-parameter yang digunakan untuk membentuk model matematika
adalah sebagai berikut
M( t) = populasi respon lokal non-spesifik pada waktu t
P(t) = populasi patogen pada waktu t
N*(t)= populasi fagosit yang diaktifkan pada waktu t
NR = populasi fagosit yang beristirahat
D(t) = kerusakan jaringan pada waktu t
kpg = laju pertumbuhan patogen
P∞ = populasi maksimum pathogen
Kpm = laju respon lokal non-spesifik (M) menghilangkan pathogen
sm = sumber penghasil respon lokal non-spesifik
µm = laju kerusakan respon lokal non-spesifik
kmp = laju respon local non-spesifik dihabiskan pathogen
kpn = laju fagosit yang diaktifkan mengkonsumsi pathogen
snr = sumber penghasil fagosit yang beristirahat
µnr = laju kerusakan fagosit yang beristirahat
µn = laju kerusakan fagosit yang diaktifkan
kdn = laju kerusakan maksimum yang diproduksi oleh fagosit yang
diaktifkan
µd = laju pengurangan kerusakan, kombinasi perbaikan, resolusi dan
regenerasi jaringan
knn = aktifasi fagosit yang beristirahat oleh fagosit yang diaktifkan
sebelumnya
dan sitokin-sitokinnya
knp = aktifasi fagosit yang beristirahat oleh pathogen
knd = aktifasi fagosit yang beristirahat oleh kerusakan jaringan
sdn = menentukan level fagosit yang diaktifkan yang dibutuhkan untuk
menyebabkan kerusakan hingga setengah maksimumnya
A. Pembentukan Model Matematika Pada Radang Akut
Diasumsikan hanya ada satu patgen yang masuk menyerang tubuh. Suatu individu
normal dalam keadaan sehat, mempunyai kemampuan untuk merespon dan memusnahkan
infeksi-infeksi lokal karena patogen. Respon lokal ini efektif dan dengan cepat memusnahkan
patogen-patogen. Untuk menentukan pemusnahan imun lokal non-spesifik terhadap patogen
ini, diasumsikan reaksi-reaksi dalam tabel yaitu respon imun lokal non-spesifik dan patogen
yang digambarkan oleh variabel M dan P.
KPM
M + P M
P dihancurkan ketika bertemu M
dengan laju KPM
KMP
M + P P
M dihabiskan ketika bertemu P
dengan laju KMP
SM
∗ M
sumber penghasil M
µm kematian M
M
dM (t)dt
=sm - µm M(t) – kmpM(t) P(t) (3.1)
dP(t )dt
=¿ - kpmM(t) P(t) (3.2)
Ketika patogen mulai menyerang tubuh, maka sistem kekebalan tubuh yang dalam hal
ini imun lokal non-spesifik akan melakukan reaksi (perlawanan) terhadap patogen dan
berusaha memusahkannya. Reaksi tersebut dinyatakan dengan M(t), dan reaksi dari patogen
ketika menyerang tubuh dinyatakan dengan P(t)
.Dengan sedikit melakukan manipulasi terhadap persamaan (3.1), yaitu dengan
memisalkan dM (t)
dt sama dengan 0, maka diperoleh:
M(t)= sm/ (µm + kmp P(t))
Kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan (3.2). Lebih lanjut, untuk
menggabungkan dinamika dari populasi patogen ke dalam model, digunakan sebuah bagian
pertumbuhan logistic:
KpgP(1-P/P∞)
Maka kita memperoleh persamaan pathogen :
dP(t )dt
=¿ KpgP(t)(1-P(t)/P∞) - kpmM(t) P(t) (3.3)
dP(t )dt
=¿ KpgP(t)(1-P(t)/P∞) - kpm sm P(t)/ (µm + kmp P(t))
Selanjutnya, komponen kunci dari respon imun akut adalah pemusnahan patogen oleh
sel-sel imun fagositik, seperti aktifnya neutrofil dan makrofag. Fagosit yang beristirahat
diaktifkan oleh patogen dan oleh fagosit sebelumnya diaktifkan melalui pengikatan
endotoksin dan sitokin radang. Sekali diaktifkan, fagosit menjadi efisien pada pemusnahan
patogen. Ketika laju pertumbuhan patogen rendah, fagosit yang diaktifkan mampu
membersihkan patogen pada individu normal. Tetapi, jika laju pertumbuhannya tinggi,
patogen akan tetap mempengaruhi infeksi meskipun adanya serangan dari fagosit yang
diaktifkan
KnpP + knmN*
NR N*Aktifasi fagosit yang
beristirahat (NR) diinduksi oleh
kehadiran atogen (P) dan oleh
feedback positif dari fagosit
yang diaktifkan ( N*) melalui
sitokin radang
Snr
∗ NR
Sumber penghasil NR
µnr
NR
kematian NR
µn
N*
kematian N*
Dari reaksi-reaksi sistem yang ditunjukkan diperoleh persamaan-persamaan berikut:
d N R (t )
dt= S
nr - µnr NR(t) – R1 NR(t) (3.4)
d N ¿(t )
dt= R1 NR(t) - µn N*(t) dimana R1 = KnpP + knmN* (3.5)
Ketika fagosit yang beristirahat bertemu dengan suatu perantara yang mampu
mengaktifkannya, bagaimanapun, proses aktifasinya cepat. Dengan melakukan manipulasi
terhadap persamaan (3.4), yaitu dengan memisalkan d N R (t )
dt sama dengan 0 maka diperoleh :
NR(t)= Snr / (µnr + R1)
Kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan (3.5) yang akan menghasilkan persamaan:
d N ¿(t )
dt= S
nr R1/ (µnr + R1) - µn N*(t)
Ketika persamaan tersebut dikombinasikan dengan persamaan (3.3) yang
ditambahkan dengan term tambahan untuk menggambarkan konsumsi langsung patogen oleh
fagosit yang diaktifkan, maka diperoleh sistem (3.6) dan (3.7)
dP(t )
dt=¿ KpgP(t)(1-P(t)/P∞) - kpm sm P(t)/ (µm + kmp P(t))- KnpPN*(t)P(t) (3.6)
d N ¿(t )
dt= S
nr R1/ (µnr + R1) - µn N*(t) (3.7)
Ketika fagosit-fagosit yang diaktifkan bereaksi terhadap suatu infeksi, kehadiran
fagosit-fagosit ini dalam jaringan tidak hanya membunuh patogen, tetapi juga mempunyai
peran penting terhadap kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan membebaskan sitokin-sitokin
radang, yang selanjutnya menyebabkan pengaktifan fagosit. Ini merupakan interaksi timbal
balik positif antara fagosit dan kerusakannya juga ada dalam kehadiran patogen dan dapat
digerakkan oleh stimulus yang lain, seperti trauma jaringan.
Seperti dalam sistem (3.6) dan (3.7), persamaan (3.8) dalam sistem tersebut diperoleh
dengan mengingat sebuah sistem dari persamaan (3.4). Hanya saja perbedaan antara
persamaan N* (3.7) dan (3.8) muncul dalam aktifasi fagosit yang beristirahat, yakni sekarang
menggunakan D dari pada P. bersamaan dengan itu R1 dari persamaan (3.7) diganti dengan
R2= knnN*+ kndD* dalam persamaan (3.8)
knnN*+ kndD*
N* D
yakni : Ketika fagosit mulai diaktifkan karena munculnya patogen, maka
akan mengakibatkan kerusakan jaringan
Dalam jumlah yang sedikit, fagosit yang diaktifkan tidak menyebabkan adanya
kerusakan yang signifikan. Bagaimanapun, ketika mereka mengakumulasi dalam respon
terhadap infeksi, fagosit yang diaktifkan akan menambah kerusakan jaringan.
Model interaksi antara fagosit yang diaktifkan dan kerusakannya, digambarkan melalui
subsistem N*/D yang terdiri dari persamaan berikut :
d N ¿(t )
dt= S
nr R2/ (µnr + R2) - µn N*(t) (3.8)
dD(t)dt
=¿ kdnfs(N*(t))- µdD(t) (3.9)
Dimana R2 = KnnN*+KndD dan fungsi titik jenuh fenomenologi didefinisikan
Sebagai fs(v)= v6/(Sdn6 + v6)
Kerusakan jaringan (D) dimodelkan secara non-linier dengan fagosit yang diaktifkan
dengan Hill function, fs dalam persamaan (3.9) , fs harus dipilih cukup besar untuk
menghasilkan model yang sesuai dengan kesehatan dalam subsistem N*/D
Berdasarkan uraian di atas, maka diperoleh tiga model matematika. Model ini
menunjukkan kombinasi dinamik dari persamaan sebelumnya dan merupakan penggabungan
dari persamaan-persamaan di atas termasuk pengaruh patogen dan kerusakan jaringan pada
tingkat fagosit yang beristirahat diaktifkan.
Model tiga variabel tersebut adalah:
dP(t )dt
=¿ KpgP(t)(1-P(t)/P∞) - kpm sm P(t)/ (µm + kmp P(t))- KpnPN*(t)P(t) (3.10)
d N ¿(t)dt
= Snr R/ (µnr + R) - µn N*(t) (3.11)
dD(t)dt
=¿ kdnfs(N*(t))- µdD(t) (3.12)
Dimana R = knnN* + knp P + kndD dan fs (V) = v6/ ( sdn6 + v6)
B. ANALISI MODEL
Solusi numeric yang diperoleh dari model yaitu dengan memberikan parameter pada
persamaan diferensial taklinear tersebut:
kpg = bervariasi antara 0.021 – 2.44/jam
P∞ = 20 x 106 / cc
Kpm = 0.6/unit M/jam
sm = 0.005 unit M/jam
µm = 0.002/jam
kmp = 0.01/unit P/jam
kpn = 1.8/unit N*/jam
snr = 0.08 unit NR/jam
µnr = 0.05/jam
µn = 0.12/jam
kdn = 0.35 unit D/jam
µd = 0.02/jam
knn = 0.01/unit N*/jam
knp = 0.1/unit P/jam
knd = 0.02/unit D/jam
sdn = 0.06 unit N*
sehingga system menjadi :
dP(t )dt
= 0.6 P(t) (1−P (t )
20 x106 )−0.6 x 0.005 P( t)0.12+0.01P (t)
−1.8 N ¿ ( t ) P(t)
d N ¿(t)dt
0.08 (0.01 N ¿ ( t )+0.1 P ( t )+0.02 D (t ))0.12+0.01 N ¿ (t )+0.1 P ( t )+0.02 D(t )
−0.05N ¿(t )
dD(t)dt
0.35( N ¿ ( t )6
0.066+N ¿ ( t )6 )−0.02 D(t)
Langkah selanjutnya akan ditentukan titik kestabilan dari sistem persamaan di atas dan
dengan menggunakan software Maple diperoleh:
{y=0., z= 0.., x=0}
Titik kritis ini menunjukkan ketiadaan infeksi atau tubuh dalam keadaan sehat.
Hasil Numerik Sistem Persamaan Diferensial
Apabila nilai parameter dari sistem di atas dimasukkan, maka akan
diperoleh titik kestabilan, yaitu: titik kritis yang menunjukkan titik kestabilan saat
ketiadaan infeksi, yaitu:
{y=0., z= 0.., x=0}
Dengan memasukkan nilai parameter pada sistem persamaan akan
diperoleh matrik Jacobian:
jac=[a11 a12 a13
a21 a22 a23
a31 a32 a33]
Dengan :
a11 = 0.6 - 0.610−7 x−¿ 0.003
0.002+0.01 x+ 0.00003 x
(0.002+0.001 x)2−1.8 y
a21 =0.008
0.12+0.01 y+0.1x+0.02 z−
0.008 (0.01 y+0.1x+0.02 z)(0.12+0.01 y+0.1 x+0.02 z )2
a31 = 0
a12 = -1.8x
a22 =0.0008
0.12+0.01 y+0.1 x+0.02 z−
0.0008 (0.01 y+0.1 x+0.02 z)(0.12+0.01 y+0.1 x+0.02 z )2
a32 =2.1 y5
0.46656 10−13+ y6 −2.1 y11
0.46656 10−13+ y6
a13 = 0
a23 =0.0016
0.12+0.01 y+0.1 x+0.02 z−
0.0016 (0.01 y+0.1 x+0.02 z )(0.12+0.01 y+0.1 x+0.02 z )2
a33 = - 0.02
dan nilai matriks Jacobian di sekitar titik kritis yang menunjukkan kestabilan saat ketiadaan
infeksi, yakni:
jac : ⌈−0.90000000 0 00.066666666 −0.04333333333 0.01333333333
0 0 −0.02⌉
Dengan nilai eigen : { -0.04333333333333, -0.9000000000 , -0.02000000000000}
Kemudian dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4 dan dengan bantuan software
MATLAB, akan diperoleh perilaku dinamik dari sistem di atas dan dalam simulasi ini
menggunakan nilai awal: P(t) = 1, N*(t) = 0, D(t) =0
Gambar menunjukkan populasi pathogen terhadap waktu selama 200 jam
Gambar menunjukkan populasi fagosit yang diaktifkan terhadap waktu selama 200 jam
Gambar menunjukkan laju kerusakan jaringan terhadap waktu selama 200jam
C. INTERPRETASI MODEL MATEMATIKA PADA RADANG AKUT
Pada Gambar diatas menunjukkan perilaku dinamik dari Patogen (P), Fagosit yang
diaktifkan (N*), dan Kerusakan jaringan (D) terhadap waktu selama 200 jam. PPopulasi
patogen pada awalnya bergerak naik, hal ini disebabkan karena belum ada fagosit yang
diaktifkan. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya, populasi patogen terus bergerak
turun, karena pada keadaan ini sudah ada fagosit yang diaktifkan. Sesuai dengan fungsinya,
bahwa fagosit akan memakan dan memusnahkan patogen atau benda asing yang masuk ke
dalam tubuh. Selama sistem imun dalam tubuh tetap kuat,maka semakin banyak patogen
yang dimusnahkan, sehingga pada waktu tertentu patogen akan musnah. Hal ini merupakan
kerusakan yang ditimbulkan karena fagosit yang diaktifkan oleh adanya patogen. Karena
selain memusnahkan patogen, fagosit juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Dalam
jumlah yang sedikit, fagosit yang diaktifkan tidak menyebabkan adanya kerusakan yang
signifikan. Akan tetapi, ketika fagosit mengakumulasi dalam respon terhadap infeksi, fagosit
yang diaktifkan akan menambah kerusakan jaringan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Model matematika pada radang akut berbentuk:
dPdt
=¿ KpgP(1-P/P∞) - kpm sm P/ (µm + kmp P)- KpnPN*P
d N ¿
dt=
Snr(k nn N ¿+knP P+knd D)µnr+knn N ¿+knP P+knd D
−¿µn N*
dDdt
= k dn (N ¿ 6
Sdn6+N ¿6 ¿- µdD
Interpretasi dari solusi model Matematika pada radang akut menunjukkan bahwa
dalam waktu tertentu populasi patogen akan bertambah karena belum ada fagosit yang
diaktifkan. Akan tetapi ketika fagosit sudah diaktifkan dan terus bertambah dengan
berjalannya waktu, mengakibatkan populasi patogen terus menurun dan akan musnah.
2. Diperoleh titik kestabilan, yaitu: titik kritis yang menunjukkan titik kestabilan saat ketiadaan
infeksi atau disebut kestabilan tanpa penyakit, yakni:
{ y = 0., z = 0., x = 0.}.
Radang ternyata membawa damfak yang positif dan negatif, mengapa demikian
karena radangan sebenarnya merupakan gejala yang menguntungkan bagi tubuh dan menjadi
pertahanan, ini semua terbukti dengan adanya netralisasi dan pembuangan agen penyerang,
adanya penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk
perbaikan dan pemulihan. Dan reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang
dikoordinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan
maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional.
Selain itu radang juga membawa efek yang negatif yaitu : Terjadi reaksi
hipersensitivitas, Kerusakan organ progresif dan Adanya jaringan parut (scar).Jadi
peradangan adalah rangkaian rea ksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera. Yang pada
proses peradangan tersebut terjadi pelepasan histamine dan zat-zat humoral lain kedalam
cairan jaringan sekitarnya.
Radang sendiri menurut klasifikasi yaitu ; menjadi akut dan kronik. Radang akut
adalah respon tubuh terhadap rangsangan yang merusak dan diselesaikan oleh pergerakan
plasma dan leukosit dari vaskuler ke jaringan yang rusak. Proses ini merupakan perluasan dan
pematangan respon peradangan, termasuk sistem vaskular dan imun sekitar serta berbagai
macam sel di dalam jaringan yang terluka tersebut. Peradangan yang lama juga disebut
dengan peradangan kronik.
Radang akut berlangsung cepat, singkat dan biasanya bersifat berat. Radang kronik
bersifat menetap, berlangsung untuk suatu periode yang panjang. Proses radangnya dapat
dimulai agak cepat atau secara lambat dan pada kasus-kasus tertentu dapat berlangsung
beberapa bulan atau beberapa tahun. Radang kronik juga dapat merupakan kelanjutan bentuk
akut atau bentuk derajat yang berkepanjangan dan biasanya menimbulkan kerusakan jaringan
yangmenetap.
Beberapa gejala peradangan diawali dengan timbulnya kemerahan pada bagian tubuh
tertentu, peningkatan suhu, nyeri persendian atau rasa kaku pada sendi. Biasanya, peradangan
meliputi beberapa gejala yang mirip flu biasa, seperti demam, kedinginan, rasa lelah,
kekurangan tenaga, pusing-pusing, kehilangan selera makan dan otot kaku.
DAFTAR PUSTAKA
Nangsari,nyanyu syamsiar . 1988. Pengantar Fisiologi Manusia . Jakarta : departemen `
pendidikan dan kebudayaan
Taringan ,jeneng. 1988. Pengantar microbiologi. Jakarta : departemen pendidikan dan
kebudayaan.
Utama, hendra. 2008. Parasitologi kedokteran. Jakarta : balai penerbit FKUI
Staf pengajar ilmu kedokteran UI. 2007. . Ilmu kesehatan anak . Jakarta : balai penerbit
FKUI
Stewart, James. 2003. Kalkulus Jilid 2 Edisi 4. Jakarta: Erlangga.
http:/bbs_ii_slide_proses_radang_infeksi_-_pemulihan_jaringan_-_dan_degenerasi
Wikipedia.2010.Inflammation.http://en.wikipedia.org/wiki/
Inflammation#Acute_inflammation
Fathoni, Abdul Halim. 2010. Bahasa Matematika.
http://www.sigmetris.com/artikel_11.html
Mansjoer, Soewarni. 2009. Mekanisme Kerja Obat Antiradang.
http://www.medikaholistik.com/2033/2004/11/28/medika.html?xmodule=
document_detail&xid=174&PHPSESSID=28bc5c3438f2bea319cda6abdf4 7c4cf