Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ii
MODEL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA ANAK PEKERJA PABRIK
(Studi Kasus di Perum Manunggal Sejahtera I
Karang Tengah Kec. Tuntang Kab. Semarang)
Tahun 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
DWI PUTRI RAHMAWATI ZAEN
Nim: 11112084
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
iii
iv
v
vi
MOTTO
Artinya:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagi kamu. Dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal
ia amat buruk bagi kamu. Allah Maha mengetahui sedangkan
kamu tidak mengetahui”
(Q.S. Al-Baqarah: 216)
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT
skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta Alm. Bapak Zaenuddin dan Ibuku tersayang ibu
Hendrati MH yang senantiasa memberikan nasehat dan telah mendidikku dari
kecil sampai akhirnya bisa menyelesaikan kuliah. Serta tidak lelah mendoakan
tanpa henti untuk menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama.
2. Adikku tersayang Muhammad Syifa‟ Maulana Zaen yang selalu memberikan
semangat untuk terus menyelesaikan skripsi.
3. Keluarga besar Hasyim‟s Family, mbahti ku tersayang Ibu Sulasih.
4. Rahma, Kumi, Mbak Umi, Mbak Sita, dan sahabat-sahabatku, yang sampai
tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih selalu membersamai dalam
setiap langkah.
5. Sahabat-sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Salatiga.
6. Sahabat-sahabati ANDALAS PMII Kota Salatiga.
7. Keluarga baruku di TK Islam Tarbiyatul Banin 19 yang terus memberikan
dukungan agar segera menyelesaikan skipsi ini.
8. Teman-teman PAI C, seluruh seperjuangan PAI Angkatan 2012, Keluarga PPL
SMK Putra Bangsa dan Kelompok KKN posko 46, yang telah memberikanku
pengalaman hidup yang luar biasa.
viii
ix
x
ABSTRAK
Zaen, Dwi Putri Rahmawati. 2016. 11112084. MODEL PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM PADA ANAK PEKERJA PABRIK (Studi Kasus di Perum
Manunggal Sejahtera I Kec. Tuntang Kab. Semarang). Skripsi. Jurusan
Pendidkan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Hj. Maryatin, M. Pd.
Kata kunci: Model, Pendidikan Agama Islam, Anak Pekerja Pabrik
Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Model pendidikan agama
Islam yang dilakukan oleh orang tua pekerja pabrik dalam mendidik anaknya
di Perum Manungal Sejahtera I. Adapun pertanyaan yang ingin dijawab
adalah: 1) Bagaimana pola pedidikan agama Islam di Perum Manunggal
Sejahtera I Karang Tengah?. 2) Apakah faktor penghambat dan pendukung
dalam menerapkan pola pendidikan agama Islam pada orang tua yang
menjadi pekerja pabrik di Perum Manunggal Sejahtera I Karang Tengah Kec.
Tuntang Kab. Semarang Tahun 2016?.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
lapangan (field research). Teknik pengumpulan datanya melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Analisis data penelitian ini dengan
menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Model yang diterapkan orang
tua pekerja pabrik adalah bersifat fleksibel. 2) Hambatan para orang tua dalam
mendidik anak-anaknya di dalam keluarga adalah kesibukan orang tua dalam
bekerja, kurangnya waktu berkumpul, dan kemauan dalam diri anak itu sendiri.
Sedangkan pendukungnya, karena kemauan orang tua agar anak menjadi
sholih/sholihah dan keluarga yang selalu berusaha maksimal membantu dalam
mendidik dan memperhatikan anak khususnya dalam bidang agama.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO................................................................... i
HALAMAN JUDUL............................................................................ ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING......................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................. v
MOTTO...................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN...................................................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................ viii
ABSTRAK................................................................................................. x
DAFTAR ISI.............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................... 9
C. Tujuan Penelitian........................................................... 9
D. Manfaat Penelitian......................................................... 10
E. Kajian Pustaka............................................................... 11
F. Penegasan Istilah............................................................ 12
G. Metode Penelitian.......................................................... 14
H. Sistematika Pembahasan................................................ 21
BAB II LANDASAN TEORI............................................................... 23
A. Model Pendidikan Agama Islam.................................... 23
B. Model Pendidikan dalam Keluarga........................ 29
xii
C. Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak....................... 41
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi................................
Perilaku Keagamaan dan Usia Anak
48
E. Model Pendidikan Agama Islam Pada Anak Pekerja
Pabrik.............................................................................
58
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN............... 63
A. Gambaran Umum........................................................... 63
B. Temuan Penelitian......................................................... 68
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................... 76
A. Model Pendidikan Agama Islam di...............................
Perum Manunggal Sejahtera I Karang Tengah
76
B. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung.................... 81
BAB V PENUTUP................................................................................ 84
A. Kesimpulan.................................................................... 84
B. Saran.............................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Usia............................................ 64
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan................................. 65
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan................................... 66
Tabel 3.4 Sarana Pendidikan................................................................. 67
Tabel 3.5 Daftar Informan..................................................................... 67
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
3. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian
4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
5. Lembar Konsultasi
6. Kode Penelitian
7. Riwayat Hidup Penulis
8. Hasil Wawancara
9. Dokumentasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran keluarga sangat besar dalam proses perkembangan jiwa anak,
apabila orang tua salah mendidik maka anak pun akan mudah terbawa arus
kepada hal-hal yang tidak baik. Maka dibutuhkan peran orang tua sehingga
saling melengkapi sehingga dapat membentuk keluarga yang utuh, harmonis,
dan dapat menjalankan perintah agama dengan sebaik-baiknya.
Pendidikan agama Islam berfungsi untuk mengembangkan fitrah setiap
manusia. Pendidikan agama Islam merupakan suatu proses pembelajaran yang
bertujuan untuk mendidik dan memahamkan kepada anak agar mereka paham
dan dapat menjalankan setiap ajaran yang diberikan. Sehingga manusia tidak
hanya terdaftar dalam Islam KTP saja, namun bisa menjalankan setiap ajaran
yang benar. Serta merupakan kebutuhan dalam setiap manusia. Pendidikan
agama Islam ini juga dapat mengembangkan fitrah keberagaman manusia
agar lebih memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
Pendidikan agama Islam disini berfungsi sebagai jalur pengintegrasian
wawasan Islam dengan pendidikan yang lain. Pendidikan ini mengandung
proses belajar yang mengkhususkan dalam memahami dan mengamalkan
ajaran-ajaran Islam yang sudah diajarkan. Pendidikan agama Islam harusnya
diberikan sejak dini, agar manusia lebih bisa tahu dan dapat mengamalkan
ajarannya sedini mungkin.
Pendidikan Islam menurut D Marimba merupakan pendidikan yang
berusaha dalam membimbing jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum
agama Islam menuju terbentuknya kepribadian muslim, yaitu kepribadian
yang memiliki nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab dengan nilai-nilai
Islam (Lestari, 2010:77). Hal ini membuat pendidikan agama Islam sangat
penting bagi kehidupan. Dengan pendidikan agama Islam diharapkan dapat
tercapainya suatu tujuan pendidikan, yaitu untuk memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Adanya pendidikan agama Islam dapat
melatih dan mendidik anak agar dapat lebih tertata tingkah laku, sopan
santun, perilaku dan akhlaknya. Anak juga perlu dibekali dengan berbagai
wawasan pengetahuan yang dapat digunakan untuk menghadapi tantangan
hidup.
Dalam hal ini Islam mengibaratkan anak yang baru lahir dalam keadaan
fitrah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
Artinya: “Telah bersabda Rasulullah SAW : tiada seorang bayi pun
melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah yang bersih, maka
orang tuanyalah yang menjadikan yahudi, nasrani, atau majusi,
sebagaimana binatang melahirkan binatang keseluruhannya,
apakah kalian mengetahui di dalamnya ada binatang yang
rampang hidungnya. (HR. Muslim: 4803)
Hadist di atas menunjukkan bahwa peran keluarga khususnya
orang tua sangat penting dalam membentuk karakter anak. Orang tua
merupakan orang pertama yang paling berperan dalam perkembangan anak.
Karena orang tua adalah pendidik utama dan pertama dalam hal penanaman
keimanan bagi anaknya. Disebut pendidik utama, karena besar sekali
pengaruhnya. Disebut pendidik pertama, karena merekalah yang pertama
mendidik anaknya. Sekolah, pesantren, dan guru agama yang diundang ke
rumah adalah institusi pendidikan dan orang yang sekadar membantu orang
tua (Ahmad, 1996:8).
Anak berinteraksi dengan ibu, ayah, dalam kesehariannya. Apa yang
diberikan dan dilakukan oleh orang tua tersebut menjadi sumber perlakuan
pertama yang akan mempengaruhi pembentukkan karakteristik pribadi
perilaku anak. Para ahli menyatakan bahwa pengalaman hidup pada masa
awal akan menjadi pondasi bagi proses perkembangan anak. Sehingga dapat
dikatakan bahwa orang tua memiliki pengaruh yang besar tehadap
perkembangan seorang anak.
Anak dilahirkan dalam keadaan suci, ia membuka kedua matanya pada
kehidupan dunia ini untuk melihat ibu dan ayahnya yang menjaganya dalam
segala urusannya. Ia melihat benda-benda dengan penglihatan orang tuanya
dan memperhatikan bentuk-bentuk melalui mata mereka (Zuhaili, 2002:34).
Anak merupakan seseorang yang berada dalam suatu tahap
perkembangan menuju dewasa. Adanya tahapan-tahapan tersebut
menunjukkan bahwa anak sebagai sosok manusia akan menjadi dewasa dan
mencapai kematangan hidup setelah melalui beberapa proses seiring dengan
bertambahnya usia. Oleh sebab itu, ia memerlukan adanya bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa terutama kedua orang tua.
Dalam keluarga, orang tua sebaiknya mampu menciptakan hubungan
keluarga yang harmonis dan agamis, karena sebagian waktu anak digunakan
dalam lingkungan keluarga, maka hubungan dengan anggota keluarga
menjadi landasan sikap anak terhadap orang tua, dan kehidupan secara umum.
Serta pergaulan anak dalam keluarga inilah yang akan membentuk sikap
dari kepribadian anak, maka hubungan orang tua yang efektif, penuh
kemesraan dan tanggung jawab yang didasari oleh kasih sayang yang tulus,
menyebabkan anak-anak akan mampu mengembangkan aspek-aspek manusia
pada umumnya yaitu kekuatan yang bersifat individu, sosial, dan keagamaan.
Model pendidikan agama Islam dalam keluarga sangat besar
pengaruhnya dalam perkembangan jiwa anak, apabila orang tua salah
mendidik maka anak pun akan mudah terbawa arus kepada hal-hal yang tidak
baik, maka dengan adanya model, masing-masing orang tua hendaknya saling
melengkapi sehingga dapat membentuk keluarga yang utuh dan harmonis dan
dapat menjalankan perintah agama dengan sebaik-baiknya. Pendidikan agama
Islam membentuk aspek jasmani dan rohani seseorang berdasarkan kepada
nilai-nilai agama Islam yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran dan sunnah
Rasulullah. Kedua aspek tersebut diharapkan tumbuh seimbang, sehingga
tidak menimbulkan kesenjangan antara kebutuhan rohaniah dengan kebutuhan
jasmaniah, dengan hidup yang seimbang inilah seseorang akan terhindar dari
sikap mementingkan diri sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari hendaklah orang tua memberikan contoh
yang baik kepada anak. Misalnya, mengajak anak untuk shalat berjama‟ah,
meminta tolong kepada anak dengan nada tidak mengancam, mau
mendengarkan cerita anak tentang sesuatu hal, memberi nasehat pada
tempatnya dan pada waktu yang tepat, berbicara lembut kepada anak,
memberikan kepercayaan kepada anak untuk melakukan sesuatu dan
sebagainya. Beberapa contoh sikap dan perilaku dari orang tua yang baik
akan berimplikasi positif terhadap perilaku keagamaan anak. Di sinilah, orang
tua harus lebih serius menjadi figur suri tauladan, jangan sampai anak kecewa
pada figur orang tuanya (Gymnastiar, 2006: 110).
Anak pekerja pabrik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak
yang orang tuanya tinggal di Perum Manunggal I yang bekerja di pabrik,
atau orang tua yang bekerja di sebuah bangunan yang di dalamnya terdapat
penglengkapan mesin untuk memproduksi barang tertentu dalam jumlah yang
banyak untuk diperdagangkan. Orang tua pekerja pabrik yang sudah
berkeluarga dan memiliki seorang anak.
Menjadi pekerja pabrik itu sebuah pilihan, orang yang niat untuk
bekerja, tetapi ketika sudah berusaha untuk mencari pekerjaan yang lebih
layak, mereka bertemu dengan pesaing yang kini telah mendapatkan title atau
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dari mereka. Sehingga, mereka lebih
memilih untuk bekerja di pabrik dibandingkan hanya menganggur di rumah.
Karena zaman yang semakin modern, semakin banyak pula berbagai
kebutuhan yang bermacam-macam, ingin mendapat penghasilan banyak
dengan mudah dan tanpa membutuhkan ketrampilan khusus. Hampir semua
orang bisa asalkan dia benar-benar bertekad melakukannya. Untuk menjadi
pekerja pabrik tidak harus bermodal banyak, yang penting mampu untuk
meluangkan waktunya setiap hari dan fisik yang kuat ketika ingin bekerja di
pabrik. Semua itu karena faktor tekanan ekonomi, tekanan psikologis dari
diri sendiri dan lingkungan sekitar. Apalagi setelah mempunyai seorang anak,
harus memikirkan bagaimana sekolahnya, dan kehidupan sehari-harinya.
Kebutuhan sekolah anak yang utama di pikirkan mereka, karena mereka
ingin melihat anak-anak mereka menjadi orang yang sukses, orang yang
berhasil dalam meraih cita-citanya, mempunyai pendidikan yang tinggi.
Jangan sampai mengikuti jejak orang tuanya yang hanya menjadi pekerja
pabrik. Hal yang seperti itu memang yang selalu dinginkan oleh semua orang
tua kepada anaknya. Hanya ingin melihat anak-anaknya lebih dari orang
tuanya.
Sebenarnya gaji mereka tidak terlalu besar, tetapi dibanding dengan
keuangan orang yang memiliki ekonomi rendah, keuangan pekerja pabrik
sudah cukup lumayan. Pendapatan mereka dapat digunakan untuk
mencukupi kebutuhan rumah tangga dan sisanya untuk disimpan menjadi
tabungan.
Di Perumahan Manunggal Sejahtera I penduduknya menjadi pekerja
pabrik. Mereka bekerja di pabrik Damatex dan Timatex. Biasanya mereka
bekerja dari pagi sampai sore, atau siang sampai malam, malam sampai pagi,
mereka bekerja mengikuti shift atau aturan yang sudah ada di perusahaan
tersebut, atau ada juga yang hanya setiap harinya bekerja dari pagi sampai
sore. Dampak negatif pekerjaan ini berimbas pada keluarga, terutama bagi
anaknya. Anak sangat membutuhkan peran orang tua untuk memberikan
kasih sayang, pendidikan dan perhatian dalam setiap waktunya, terutama
untuk anak yang masih kecil. Ketika anak merasa tidak ada yang
memperhatikan, atau kurang kasih sayang, anak akan sering merenung, dan
nakal.
Masyarakat perumahan lekat dengan masyarakat yang minim
sosialisasi. Tidak terkecuali di Perum Manunggal Sejahtera I Karang Tengah.
Bekerja keras di luar rumah dan sedikit memperhatikan bagaimana kondisi
dan pendidikan keagamaan. Hal ini menyebabkan orang tua di Perum
Manunggal Sejahtera I Karang Tengah mengandalkan TPQ (Taman
Pendidikan Al-Qur‟an), di rumah penduduk yang membuka tempat untuk
belajar mengaji dan menyekolahkan anak di sekolah Islam. Karena untuk
menjaga stabilitas religius anak. Itupun tidak menjangkau semua kalangan,
karena pada kenyataannya masih banyak anak-anak yang tidak memanfaatkan
majlis-majlis ilmu agama. Kondisi itu bukan tanpa alasan, waktu orang tua
yang lebih banyak dihabiskan untuk melengkapi ekonomi, anak yang mulai
merasa sudah tidak anak kecil lagi malu untuk mengikuti majlis, lebih
memilih sekolah umum.
Ketika orang tua bekerja, anak dititipkan kepada orang terdekat atau
yang sudah mulai paham akan keadaan orang tuanya mereka mau untuk
tinggal di rumah sendiri dan menunggu orang tuanya pulang kerja. Semua
kebutuhan anak seperti makan dan yang lainnya sudah disiapkan sebelum
orang tua pekerja pabrik berangkat bekerja. Alasan-alasan itu menjadi
masalah kompleks yang terjadi di Perum Manunggal Sejahtera I Karang
Tengah tersebut. Sehingga penanaman pendidikan agama Islam hanya
berjalan ala kadarya tanpa pengawasan ketat.
Globalisasi menurut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Di sini,
bidang ekonomi lah yang berperan penting dalam pemenuhan tersebut. Jalan
yang ditempuh tidak hanya kepada keluarga yang banting tulang memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga, namun bahkan sang istri harus turut andil dalam
proses ini. Fenomena ini dirasa sudah dimaklumi sebagian masyaraat
indonesia, begitu pun di Perum Manunggal Sejahtera I Karang Tengah ini.
Sebab, meski ekonomi bukan hal utama yang di prioritaskan, pada
kenyataannya segala hal tidak mampu kalau tidak ada materiil. Sehingga,
apabila ekonomi dikesampingkan, pada akhirnya kebutuhan yang lain akan
menurun.
Sesuai realita di atas peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pola
Pendidikan Agama Islam yang dilakukan oleh orang tua dengan profesi
sebagai pekerja pabrik di mana waktu mereka banyak. Jadi, penelitian ini
mengangkat kasus tentang pentingnya Pendidikan Agama Islam pada anak-
anak yang ditinggalkan orang tuanya sibuk mencari nafkah setiap hari dengan
bekerja di pabrik yang terikat dengan sistem sehingga tidak bisa semaunya
sendiri bertemu dengan keluarganya sesuai yang di inginkan, karena sudah
terjadwal dari perusahaan tempat dimana orang tua bekerja. Dari latar
belakang di atas peneliti mengambil judul “MODEL PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM PADA ANAK PEKERJA PABRIK (Studi Kasus di Perum
Manunggal Sejahtera I Karang Tengah, Kec. Tuntang, Kab. Semarang).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana pola pedidikan agama Islam di Perum Manunggal Sejahtera I
Karang Tengah?
2. Apakah faktor penghambat dan pendukung dalam menerapkan pola
pendidikan agama Islam pada orang tua yang menjadi pekerja pabrik di
Perum Manunggal Sejahtera I Karang Tengah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan pola agama Islam di Perum Manunggal Sejahtera I
Karang Tengah dengan mengetahui pihak yang terlibat dan strategi
pendidikan agama di wilayah tersebut.
2. Untuk menguraikan kendala-kendala yang dihadapi keluarga dalam
melakukan pendidikan agama Islam di Perum Manunggal Sejahtera I
Karang Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
jelas dan diharapkan dapat memberi manfaat secara praktis maupun teoritis,
antara lain:
1. Manfaat toeritis
Memberikan sumbangan pemikiran terhadap wacana pendidikan
Islam khususnya di bidang pola pendidikan agama Islam di lingkup
keluarga pekerja pabrik di Perum Manunggal Sejahtera I Karang Tengah
Kec. Tuntang, Kab. Semarang.
2. Manfaat praktis
a. Bagi masyarakat: Agar generasi muda dapat bermanfaat dalam
masyarakat dan mengetahui pentingnya pendidikan agama Islam.
b. Bagi anak: Agar anak sadar mengenai pentingnya pendidikan agama
Islam untuk dirinya sendiri dan dapat mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-harinya.
c. Bagi orang tua: Diharapkan orang tua dapat berperan penuh dalam
menanamkan pendidikan agama Islam sejak dini pada anak.
d. Bagi peneliti: menambah pengetahuan serta sebagai bekal untuk
menjadi orang tua atau ibu nantinya.
E. Kajian Pustaka
Dari berbagai penelitian yang penulis ketahui, pembahasan yang
berkaitan dengan penelitian ini antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan Muslikhatun Umami (2015) , yang berjudul
“Pola Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga TKW”. Skripsi ini
menjelaskan bagaimana pendidikan akhlak yang dilakukan oleh pekerja
TKW, bagaimana strategi yang dilakukan dalam pendidikan akhlak dan
nilai akhlak yang ditanamkan kepada anak yang bekerja menjadi TKW.
Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan, dengan penelitian
Muslikhatun Umami yaitu dari lokasi dan subjek penelitian. Penelitian
yang penulis buat lebih membahas tentang bagaimana pola pendidikan
agama Islam yang dilakukan orang tua pekerja pabrik dalam mendidik
anak-anaknya. Sedangkan penelitian Muslikhatun Umami lebih
membahas bagaimana strategi dalam pendidikan akhlak dan nilai akhlak
yang ditanamkan pada anak agar menjadi anak yang berakhlakul
karimah.
2. Penelitian yang dilakukan Ngali Mahfud (2014) yang berjudul “Pola
Pembinaan Agama Islam Bagi Warga Binaan Perempuan di Rumah
Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Salatiga”. Penelitian ini menjelaskan
tentang bagaimana pola pembinaan agama Islam, faktor-faktor yang
menjadi penghambat, dan upaya-upaya mengatasi hambatan-hambatan
yang terjadi yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) kelas
II B Salatiga.
Adapun perbedaan penelitian yang penulis lakukan dengan
penelitian milik Ngali Mahfud yaitu pada tempat dan pokok
pembahasannya. penelitian yang penulis buat lebih membahas bagaimana
pola pendidikan agama Islam yang dilakukan orang tua pekerja pabrik
dalam mendidik anak-anaknya. Sedangkan skripsi milik Ngali Mahfud
lebih membahas tentang faktor penghambat dan upaya mengatasi dalam
melakukan pola pendidikan agama Islam di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) kelas II B Salatiga.
F. Penegasan Istilah
1. Model
Istilah pola dan model sama-sama merupakan kerangka atau
bentuk awal yang bersifat umum kemudian diberi sentuhan personal
menuju bentuk yang sempurna yang bersifat unik, pola lebih bersifat
umum, dasar, dan kaku, sedangkan model lebih bersifat subjektif
(Lestari, 2010:1). Pola artinya bentuk (struktur) yang tetap (Qodratilah,
2011:419).
2. Pendidikan agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah mengasuh, membimbing,
mendorong, mengusahakan, menumbuhkembangkan manusia takwa
(Lisnawati, 2012:1).
Menurut Nasir dalam Syafaat (2008:15-16) pendidikan agama
Islam adalah usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan
terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami,
menghayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya
sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat.
Jadi, pendidikan agama Islam adalah usaha yang dilakukan
berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar dapat
memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam menuju jalan
yang benar.
3. Anak Pekerja pabrik
Anak yang dimaksud dipenelitian ini adalah anak yang orang
tuanya bekerja di pabrik, yang tinggal di Perum Manunggal Sejahtera I.
Pekerja adalah orang yang bekerja di pabrik.
Sedangkan Pabrik adalah bangunan dengan perlengkapan mesin
tempat membuat atau memproduksi barang tertentu dalam jumlah yang
besar untuk diperdangangkan. Seperti pabrik roti, pabrik semen, pabrik
sepatu (Poerwadarminta, 2006:857).
Jadi yang dimaksud anak pekerja pabrik dalam tulisan ini adalah
anak yang orang tuanya berada di Perum Manunggal Sejahtera I yang
bekerja di pabrik atau sebuah bangunan yang di dalamnya terdapat
penglengkapan mesin untuk memproduksi barang tertentu dalam jumlah
yang banyak untuk diperdagangkan.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan judul Model Pendidikan Agama Islam Pada Anak
Pekerja Pabrik adalah sebuah model yang dilakukan oleh pekerja pabrik
dalam membimbing dan mengasuh anak-anaknya agar dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan agama Islam menuju jalan yang benar.
Sehingga dapat menjadi bekal untuk tetap memperhatikan ajaran agama
Islam dan dapat diterapkan dalam kehidupan anak-anaknya kelak.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yaitu dengan menyajikan
gambaran tentang peran bakat diri dalam peningkatan indeks prestasi
mahasiswa disertai faktor pendorong dan penghambat serta solusi
permasalahan tersebut.
Menurut Moleong (2011:6) penelitian kulitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan,dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dalam buku berjudul
Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa
(Maslikhah, 2013:67) juga disebutkan bahwa penelitian berjenis kualitatif
biasanya memuat tentang jenis pendekatan penelitian, data dan sumber
data, teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik analisis data.
Penelitian ini adalah field research yang bermaksud untuk
mengetahui data responden secara langsung dari lapangan, yakni suatu
penelitian yang bertujuan mengetahui situasi atau keadaan sebenarnya
tentang bagaimana model pendidikan agama Islam pada anak yang orang
tuanya bekerja di pabrik.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai pencari informasi
dan pengamat, dimana peneliti mencari informasi kepada orang tua
pekerja pabrik tentang bagaimana melakukan model pendidikan agama
Islam pada anaknya dan apa yang menjadi penghambat dan pendukung
dalam proses mendidik anak tentang pendidikan agama Islam. Sehingga
peneliti harus berusaha untuk menggali atau mencari informasi yang
berkaitan dengan Model Pendidikan Agama Islam Pada Anak Pekerja
Pabrik di Perum Manunggal Sejahtera I tersebut.
3. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Perum Manunggal Sejahtera I
Karang Tengah, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Karena di
perumahan ini menarik untuk diteliti tentang bagaimana model
pendidikan agama Islam yang sebagian besar warganya bekerja di luar
rumah sebagai pekerja pabrik. Penelitian dilaksanakan sejak penyusunan
proposal yaitu dari April 2016 sampai penulisan laporan penelitian ini
selesai.
4. Sumber Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat
penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang
diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai.
Kami menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara
langsung tentang bagaimana pola yang dilakukan oleh orang tua
yang bekerja di pabrik dalam memberi pendidikan agama Islam
kepada anak-anaknya di Perum Manunggal Sejahtera I Kec. Tuntang
Kab. Semarang. Adapun sumber data langsung peneliti dapatkan dari
hasil wawancara dengan orang tua, perangkat desa, serta narasumber
terkait lain.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai
macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi dan
dokumen resmi dari instansi. Peneliti menggunakan data sekunder ini
untuk memperkuat hasil temuan dan melengkapi informasi yang
telah dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan.
5. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi
Metode ini digunakan peneliti dengan mengamati langsung di
lapangan untuk mengetahui model pendidikan agama Islam yang
dialami pada orang tua yang bekerja dalam membina anak-anaknya
disertai faktor pendorong dan penghambatnya. Observasi ini
digunakan untuk mencari data-data yang diperlukan serta
mengetahui langsung keadaan yang terjadi di lapangan.
b. Wawancara
Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011:186).
Sutrisno Hadi (1986) yang dikutip oleh Sugiyono (2013: 138)
mengungkapkan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti
dalam menggunakan metode interview atau wawancara adalah
sebagai berikut:
1) Bahwa informan adalah yang paling tahu tentang dirinya sendiri,
2) Bahwa apa yang dinyatakan oleh informan kepada peneliti
adalah benar dan dapat dipercaya, dan
3) Bahwa interpretasi informan tentang pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang
dimaksudkan oleh peneliti.
Adapun jenis interview yang digunakan peneliti dalam
meneliti orang tua yang bekerja di pabrik, perangkat desa, dan
narasumber terkait di Perum Manunggal Sejahtera I Karang Tengah
adalah model wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak
terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2013: 140), dan
dalam hal ini adalah masalah tentang bagaimana model orang tua
pekerja pabrik memberikan pendidikan agama Islam pada anaknya
yang dilakukan di Perum Manunggal Sejahtera I Karang Tengah,
serta faktor pendukung dan penghambat dalam melakukan model
pendidikan agama Islam tersebut.
Sedangkan narasumber dalam penelitian ini adalah dengan
orang tua yang bekerja di pabrik, perangkat desa, dan narasumber
terkait dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal
atau variabel-variabel, baik itu berupa catatan, transkip, buku, surat
kabar, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006:30).
Metode ini digunakan untuk mendapatkan bukti data berupa foto
orang tua pekerja pabrik.
6. Analisis Data
Menurut Moleong (2008:280) analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Pada tahapan ini, peneliti menganalisis data yang terkumpul yang
terdiri dari hasil wawancara dan dokumentasi. Pekerjaan analisis data
dalam hal ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,
memberikan kode, dan mengkategorisasikannya.
a. Langkah-langkah analisis data yaitu:
Menurut Miles dan huberman yang dikutip Sugiono
(2011:337) aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.
1) Mereduksi atau merangkum data, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya serta membuang yang tidak perlu.
2) Penyajian data dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, dan sejenisnya secara naratif.
3) Penarikan kesimpulan berupa penemuan baru yang belum
pernah ada.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Menurut Moleong (2008:324) ada empat kriteria yang digunakan
yaitu: kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
Pada penelitian ini, peneliti memakai kriteria kepercayaan
(credibility). Kriteria kepercayaan ini berfungsi untuk melakukan
penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat
dicapai. Peneliti memperpanjang penelitian dengan melakukan observasi
secara terus menerus sampai data yang dibutuhkan cukup. Kemudian
peneliti menggunakan teknik triangulasi data yaitu teknik pemerikasaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong,
2008:330). Pada teknik ini peneliti melakukan triangulasi dengan teknik
yaitu dengan jalan membandingkan data hasil pengamatan dengan data
hasil wawancara dan triangulasi dengan sumber yaitu dengan cara
membandingkan data hasil wawancara antar narasumber terkait serta
membandingkan data hasil dokumentasi antar dokumen.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap
sebelum ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan
tahap penulisan laporan yang ditempuh sebagai berikut:
a. Tahap sebelum ke lapangan
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian
paradigma teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin kepada
subyek yang diteliti, dan konsultasi fokus penelitian.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan
dengan pola pendidikan agama Islam dalam keluarga pekerja pabrik.
Data ini diperoleh dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
c. Tahap Penulisan Laporan
Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari
semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian
makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan
dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan, saran-saran demi
kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindaklanjuti hasil
bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna.
H. Sistematika Pembahasan
1. Bagian awal yang meliputi: sampul, lembar berlogo, judul,
persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian
tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar
tabel, halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, daftar
isi, dan daftar pengesahan.
2. Bagian inti memuat:
Bab I, bagian ini merupakan pendahuluan, yang dikemukakan
dalam bab ini merupakan pengantar dari keseluruhan isi pembahasan.
Pada bagian pertama ini akan dibahas beberapa sub bahasan, yaitu: latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, penelitian terdahulu, ruang lingkup peneltian dan keterbatasan
penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab II, berisi landasan pijak teoritis dari penelitian. Pada bagian
ini dikemukakan teori-teori yang telah diuji kebenarannya yang berkaitan
dengan obyek formal penelitian. Sesuai dengan judul skripsi maka
pembasahan pada bab ini berisi pembahasan tentang pengertian Model,
Pengertian Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Agama Islam dalam
Keluarga, Anak Pekerja Pabrik.
Bab III, penulis menyajikan hasil penelitian tentang lokasi
penelitian, pendekatan dan jenis penelitian, metode pembahasan, sumber
data, metode pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan
keabsahan temuan, dan tahap-tahap penelitian.
Bab IV, berisikan analisis data, hasil penelitian, pembasahan, dan
hasil pembahasan.
Bab V, merupakan kajian paling akhir dari skripsi ini, yang mana
pada bagian ini berisi kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi dan
saran penulis.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Model Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Model
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1088) bahwa
model adalah pola (contoh, acuan, ragam, sistem, atau cara kerja) dari
sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.
Model adalah bentuk representatif akurat sebagai proses aktual
yang memungkinkan seseorang atau sekolompok orang mencoba
bertindak berdasarkan model itu (http://neza-khoirutunnisa.blogspot.com
diakses tanggal 19-09-2016 jam 16.06 WIB). Jadi dapat disimpulkan
bahwa model adalah kegiatan yang dipilih yang dapat memberikan
fasilitas atau bantuan, contoh, acuan, dan sebagainya yang
memungkinkan kelompok atau seseorang bertindak sesuai dengan model
tersebut.
2. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan mempunyai arti yang sangat luas, dan setiap orang
mempunyai pengertian yang berbeda-beda tentang pendidikan. Nata
mengartikan pendidikan sebagai usaha memperbaiki mental seseorang
yang tidak sejalan dengan ajaran atau norma kehidupan menjadi sejalan
dengan ajaran norma, memperbaiki perilakunya agar menjadi baik dan
terhormat serta memperbaiki akhlak dan budi pekertinya agar menjadi
berakhlak mulia (2010:16).
Menurut Brubacer dalam Yasin (2008:17) Pendidikan sebagai
suatu proses penyesuaian secara timbal balik dari seseorang dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan alam
sekitar sehingga terjadi perubahan pada potensi manusia tersebut.
Sedangkan menurut Tafsir dalam Yasin (2008:18) Usaha yang
dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap sesorang atau anak didik,
agar tercapai perkembangan yang maksimal dan positif.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola
pendidikan adalah suatu model atau sistem yang digunakan untuk
memperbaiki mental, timbal balik antara seseorang dengan lingkungan
dan alam sekitarnya. Sehingga dapat mengembangkan potensi positif
yang telah dimiliki secara maksimal. Serta memunculkan perubahan
yang baik, dapat memperbaiki akhlak dan budi pekertinya. Sehingga
menjadi seseorang yang berakhlak mulia.
Menurut Yasin (2008:16) Pendidikan merupakan kegiatan yang di
dalamnya terdapat:
a. Proses pemberian pelayanan untuk menuntun perkembangan peserta
didik.
b. Proses untuk mengeluarkan atau menumbuhkan potensi yang
terpendam dalam diri peserta didik.
c. Proses memberikan sesuatu kepada peserta didik sehingga tumbuh
menjadi besar, baik fisik maupun non fisiknya,
d. Proses penanaman moral atau pembentukan sikap, perilaku, dan
melatih kecerdasan intelektual peserta didik.
3. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan pandangan hidup manusia baik
secara perorangan ataupun secara kelompok (bangsa dan negara).
Membicarakan soal pendidikan akan menyangkut mengenai nilai-nilai
dan norma-norma. Tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda
dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, karena sesuai dengan dasar
negara, falsafah hidup bangsa, dan ideologi negara tersebut.
Menurut Noeng Muhadjir dalam Yasin (2008:18-19). Terdapat
tiga jenis tujuan baik dalam pendidikan:
a. Tujuan baik yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan lain,
seperti agar menjadi anak pandai membaca hal ini berfungsi hanya
sebagai alat untuk mencapai pengetahuan yang lebih luas.
b. Tujuan yang berada dalam diri manusia dan tujuan ini tidak lain
adalah perkembangan dan pertumbuhan subyek didik itu sendiri,
seperti agar anak menjadi lebih cerdas dan ini sangat intrinsik dalam
diri anak.
Tujuan baik dalam arti ideal, yaitu sesuatu yang berada di luar subyek,
yang berupa nilai-nilai hidup (value of life). Oleh karena itu tujuan yang
baik dalam pendidikan haruslah diprogram dan dilaksanakan dengan
aktivitas atau cara dan tempat yang baik pula.
Adapun pengertian para ahli tentang pendidikan agama Islam,
yaitu:
a. Pendidikan agama Islam adalah mengasuh, membimbing,
mendorong, mengusahakan, menumbuhkembangkan manusia takwa
(Lisnawati, 2012:1).
b. Menurut Nasir dalam Syafaat (2008:15-16) pendidikan agama Islam
adalah usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan
terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami,
menghayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya
sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan
masyarakat.
c. Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-
ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap
anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama
Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan
ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi
keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat
kelak (Daradjat, 2011:86).
d. Pendidikan agama Islam merupakan salah satu dari tiga subyek
pelajaran yang harus dimasukkan dalam kurikulum setiap
lembaga pendidikan formal di Indonesia. Hal ini karena
kehidupan beragama merupkan salah satu dimensi kehidupan yang
diharapkan dapat terwujud secara terpadu (Thoha, 1999:1).
e. Sedangkan menurut Ahmad D Marimba dalam Mansur (2005:328),
pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada
terbentuknya kepada kepribadian utama menurut aturan-aturan
Islam.
Jadi pendidikan agama Islam adalah mengasuh, membimbing
terhadap anak, agar dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran-ajaran agama Islam secara menyeluruh. Ajaran agama Islam yang
sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku itu dijadikan sebagai
pandangan hidup demi kesejahteraan di dunia dan di akhirat kelak.
4. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Menurut Abdul Majid dalam bukunya yang berjudul Pendidikan
Agama Islam yang Berbasis Kompetensi, fungsi pendidikan agama Islam
adalah antara lain:
a. Pengembangan.
Yang dimaksud dengan pengembangan adalah meningkatkan
keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah
ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-
tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan
oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk
menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui
bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan
tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Perbaikan.
Perbaikan yang dimaksud untuk memperbaiki kesalahan-
kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan
peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran
dalam kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan,
Pencegahan yang dimaksud untuk menangkal hal-hal negative
dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan
dirinya dan menghambat oerkembangannya menuju manusia
Indonesia yang seutuhnya.
f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum,
sistem dan fungsionalnya.
g. Penyaluran.
Penyaluran yang dimaksud untuk menyalurkan anak-anak yang
memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut
dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan
untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain (Majid, 2005:134-135).
Dilihat secara makro adalah memelihara dan mengembangkan
fitrah manusia dan sumber daya insani yang ada pada subyek didik
menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan
norma Islam, atau dengan istilah lain yang lazim digunakan yaitu menuju
terbentuknya kepribadian muslim (Mansur, 2005:333).
B. Model Pendidikan dalam Keluarga
1. Pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga termasuk pendidikan informal karena
pendidikan informal merupakan proses pendidikan yang diperoleh
seseorang dari pengalaman sehari-hari.
Dalam kajian Antropologis disebutkan bahwa manusia
mengenal pendidikan sejak manusia ada. Pendidikan yang dimaksud
adalah pendidikan keluarga yang berlangsung pada masyarakat masih
tradisional. Dalam masyarakat demikian struktur masyarakat masih
sangat sederhana. Sehingga anak sebagian besar masih terbatas pada
keluarga. Fungsi keluarga pada masyarakat demikian meliputi fungsi
produksi dan fungsi konsumsi sekaligus secara absolut. Kedua fungsi
ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak selanjutnya (Munib,
2011:77).
Sebagai orang tua, orang tua bertanggung jawab penuh akan
pendidikan anaknya. Porsi pendidikan keluarga pada masyarakat
modern sekarang ini cenderung berkurang, karena sebagian besar sudah
diambil alih oleh sekolah dan pendidikan dalam masyarakat lainnya
seperti teman sebaya, organisasi sosial, kursus-kursus, dan lain-lain.
Padahal pendidikan dirumah berpengaruh terhadap perilaku anak
sehari-hari. Pendidikan anak tidak hanya dapat diperoleh secara formal
saja akan tetapi juga bisa secara non formal, seperti pendidikan madrasah
atau TPQ. Pendidikan semacam ini akan membentuk perilaku dan
karakter anak.
Noor Syam (dalam Munib, 2011:80) menyebutkan dasar tanggung
jawab keluarga terhadap pendidikan anaknya meliputi hal-hal berikut ini.
a) Memotivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan
anak. Cinta kasih ini mendorong sikap dan tindakan untuk menerima
tanggung jawab dan mengabdikan hidupnya untuk sang anak.
b) Memotivasi kewajiban moral, sebagai konsekuensi kedudukan orang
tua terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-
nilai religius spiritual untuk memelihara martabat dan kehormatan
keluarga.
c) Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang pada
gilirannya juga menjadi bagian dari masyarakat. Tanggung jawab
kekeluargaan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab
keluarga terhadap pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua
karena ini menyangkut tentang martabat keluarga itu sendiri.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan
utama. Disebut sebagai ligkungan atau lembaga pendidikan pertama
karena sebelum manusia mengenal lembaga pendidikan yang lain,
lembaga pendidikan inilah yang pertama ada. Selain itu manusia
mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak berada di dalam
kandungan.
Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam
pembentukan perilaku dan perkembangan emosi anak, oleh karena itu
keluarga harus mampu menjalankan fungsinya dengan baik yaitu
dengan cara memenuhi kebutuhan anak baik yang bersifat fisiologis
maupun psikologis. Adapun fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa
memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang
baik di antara anggota keluarga (Yusuf, 2009:38).
Ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan amat
berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir,
ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru
perangai ibunya dan biasanya, seorang anak lebih cinta kepada ibunya,
apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik. Ibu merupakan orang
yang mula-mula dikenal anak, yang mula-mula menjadi temannya dan
yang mula-mula dipercayainya. Apapun yang dilakukan ibu dapat
dimaafkannya, kecuali apabila ia ditinggalkan. Dengan memahami segala
sesuatu yang terkandung di dalam hati anaknya, juga jika anak telah
mulai agak besar, disertai kasih sayang, dapatlah ibu mengambil hati
anaknya untuk selama-lamanya. Serta orang tua mempunyai kewajiban
dan tanggung jawab yang besar atas pendidikan anak, maka anak berhak
memperoleh pendidikan yang baik, yang harus dipenuhi serta orang tua
wajib menjaga keselamatan keluarganya.
Sebagaimana Allah Ta‟ala berfirman dalam surat
At-Tahrim ayat 6:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(Q.S. At
Tahriim:6)”. (Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1986:951).
Berdasarkan penjelasan ayat tersebut di atas maka kewajiban orang
tua dapat dibedakan 2 macam tugas sebagai berikut:
a. Orang tua berfungsi sebagai pendidik keluarga
b. Orang tua berfungsi sebagai pemelihara serta pelindung keluarga
(Arifin, 1975: 75).
Bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anaknya terwujud
dalam bentuk yang bermacam-macam. Secara garis besar bila dibutiri,
maka tanggung jawab orang tua terhadap anaknya adalah bergembira
menyambut kelahiran anaknya, memberi nama yang baik,
memperlakukannya dengan lembut dan kasih sayang, menanamkan rasa
cinta sesama anak, memberikan pendidikan akhlak, menanamkan akidah,
melatih dan mengajarkan shalat, bersikap adil, memperhatikan teman
anak, menghormati anak, memberikan hiburan, mencegah perbuatan
bebas, menjauhkan anak dari hal-hal yang berbau porno,
menempatkannya dalam lingkungan yang baik, memperkenalkan kerabat
kepada anak, serta mendidiknya bertetangga dan bermasyarakat yang
baik (Djamarah, 2004: 28).
Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al Isra‟ ayat 36 :
Artinya:
”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
(Q.S. Al Isra’: 36)(Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1986:429).
Penjelasan dari ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
Allah SWT melarang mengatakan sesuatu tanpa pengetahuan, bahkan
melarang pula mengatakan sesuatu berdasarkan zan (dugaan) yang
bersumber dari sangkaan dan ilusi.
2. Model Pendidikan dalam Keluarga
Model pendidikan keluarga adalah suatu bentuk atau wujud
yang akan diterapkan kepada anak oleh orang tua dalam rangka
mendidik, membimbing, mengarahkan, serta melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
masyarakat.
Sebagai seorang pemimpin orang tua dituntut mempunyai dua
keterampilan, yaitu keterampilan manajemen maupun keterampilan
teknis. Kriteria kepemimpinan yang baik memiliki beberapa kriteria,
yaitu kemampuan memikat hati anak, kemampuan membina hubungan
yang serasi dengan anak, penguasaan keahlian teknis mendidik anak,
memberikan contoh yang baik terhadap anak, memperbaiki jika
merasakan ada kesalahan dan kekeliruan dalam mendidik, membimbing
dan melatih anak.
Pola asuh orang tua dalam keluarga tampil dalam berbagai
tipe, diantaranya:
a) Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan
orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk
tidak selalu tergantung kepada orang tua. Orang tua sedikit memberi
kebebasan kepada anak untuk memilih apa yag terbaik bagi dirinya,
anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan
terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak
diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya
sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab
kepada anak itu sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan
untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya (Thoha, 1999:111).
Selain hal yang disebutkan diatas, mendidik anak dengan cara
demokratis yaitu orang tua memberikan pengakuan terhadap
kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak tergantung
kepada orang tua. Orang tua memberi kebebasan kepada anak untuk
memilih apa yang terbaik baginya, mendengarkan pendapat anak,
dilibatkan dalam pembicaraan, terutama yang menyangkut
kehidupan anak sendiri.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali-Imron/03:159) (Al-Qur‟an dan
Terjemahannya, 1986:103).
Orang tua yang mendidik anaknya dengan sikap demokrasi
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Komunikasi orang tua dan anak
Sikap demokrasi itu berkembang dari kebiasaan komunikasi
di dalam rumah tangga, komunikasi berperan sebagai sarana
pembentukan moral anak. Melalui interaksi dengan orang tuanya,
anak mengetahui tentang apa yang baik dan apa yang buruk, apa
yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan (Najib,
1993:104).
Dalam membangun komunikasi dengan anak harus
memperhatikan prinsip-prinsip di bawah ini:
(a) Menyediakan Waktu
Dewasa ini orang tua yang bekerja di luar rumah banyak
waktunya untuk menjalankan pekerjaannya, sehingga waktu
untuk anak-anaknya berkurang dan minim sekali bisa
komunikasi dengan anaknya. Dalam hal ini orang tua yang rela
mengorbankan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak-
anaknya berarti orang tua tersebut sudah mengasihi dan
memperhatikan anaknya.
(b) Berkomunikasi secara pribadi
Berkomunikasi secra pribadi berarti komunikasi
diadakan secara khusus dengan anak, shingga akan dapat
mengetahui perasaan yang sedang dialami oleh anaknya, baik
perasaan ketika anak senang, marah, dan gembira
(c) Menghargai anak
Orang tua sering mermehkan anak, baik dalam keadaan
sadar atau tidak sadar. Padahal seiring dengan kemajuan IPTEK
besar kemungkinan kemampuan seorang anak dapat melebihi
orang dewasa, maka usahakanlah orang tua untuk menghargai
anak dan menerima pendapat anak.
(d) Mengerti anak
Dalam berkomunikasi dengan anak, usahakan untuk
mengenal dunia anak memandang dari posisi mereka untuk
mendengarkan ceritanya dan apa dalihnya sera mengenai apa
yang menjadi suka duka, kegembiraan, kesulitan, kelebihan serta
kekurangan anak, orang tua yang sering berkomunikasi dengan
anak, hubungannya akan menjadi lebih erat dengan anak dan
apabila anaknya mempunyai masalah akan mudah diselesaikan.
(e) Mempertahankan Hubungan
Komunikasi yang baik selalu didasarkan pada hubungan
yang baik, orang tua yang selalu menjaga hubungan yang baik
dengan anak dan menganggap anaknya sebagai teman, sehingga
berkait kedekatan mereka, anaknya dapat mengutarakan isi
hatinya dengan terbuka (Setiawan, 2000:69-71).
(2) Menerima Kritik
Sikap demokrasi juga ditandai dengan adanya sikap terbuka
antara orang tua dan anaknya, teknik disiplin demokrasi
menggunakan penjelasan, penalaran dan diskusi, untuk membantu
anak mengapa perilaku tertentu itu diharapkan (Hurloch, 1978:93).
Pendidikan keluarga dikatakan berhasil manakala terjalin
hubungan yang harmonis anatara orang tua dengan anak, baik atau
buruk sikap anak dipengaruhi oleh bagaimana orang tua
menanamkan sikap.
b) Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter meruakan cara mendidik anak dengan
menggunakan kepemimpinan otoriter yaitu pemimpin menentukan
semua kebijakan, langkah dan tugas yang harus dijalankan.
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara
mengasuh anak-anak dengan aturan yang ketat, sering kali memaksa
anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk
bertindak atas nama diri sendiri dibatasi, anak jarang diajak
berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan
orang tua. Orang tua malah menganggap bahwa semua sikap yang
dilakukan itu sudah benar sehingga tidak perlu minta pertimbangan
anak atas semua keputusan yang mengangkat permasalahan anak-
anaknya (Hurloch, 1978:93).
Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan
hukuman-hukuman yang dilakukan dengan keras, anak juga diataur
dengan berbagaii macam aturan yang membatasi perlakuannya.
Perlakuan seperti ini sangat ketat dan bahkan masih tetap
diperlakukan sampai anak tersebut menginjak dewasa.
Ciri-ciri pola asuh otoriter diantarannya:
(1) Hukuman yang keras
(2) Suka menghukum secara fisik
(3) Bersikap mengomando
(4) Bersikap kaku(keras)
(5) Cenderung emosional dalam bersikap menolak
(6) Harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh
membantah.
Akibatnya anak cenderung memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Mudah tersinggung
(2) Penakut
(3) Pemurung tidak bahagia
(4) Mudah terpengaruh dan mudah stress
(5) Tidak mempunyai masa depan yang jelas
(6) Tidak bersahabat
(7) Gagap (rendah diri) (Yusuf LN, 2008:51).
Orang tua hendaknya tidak memperlakukan anak secara
otoriter atau perlakuan yang keras karena akan mengakibatkan
perkembangan pribadi atau akhlak anak yang tidak baik.
c) Pola Asuh Permitif
Pola asuh permitif adalah membiarkan anak bertindak dengan
keinginannya, orang tua tidak memberikan hukuman dan
pengendalian (Subroto,1997:59). Pola asuh ini ditandai dengan
adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai
dengan keinginannya sendiri, orang tua tidak pernah memberikan
aturan dan pengarahan kepada anak, sehingga anak akan berperilaku
sesuai dengan keinginannya sendiri walaupun terkadang
bertentangan dengan norma sosial.
Ciri-ciri pola asuh permisif yaitu:
(1) Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah.
(2) Memberikan kebebasan kepada anak untuk dorongan atau
keinginannya.
(3) Anak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dianggap benar
oleh anak.
(4) Hukuman tidak diberikan karena tidak ada aturan yang
mengikat.
(5) Kurang membimbing.
(6) Anak lebih berperan dari pada orang tua.
(7) Kurang tegas dan kurang komunikasi.
Sebagai akibat dari pola asuh ini terhadap kepribadian anak
kemungkinannya adalah:
(1) Agresif
(2) Menentang atau tidak dapat bekerja sama dengan orang lain.
(3) Emosi kurang stabil
(4) Selalu brekspresi bebas.
(5) Selalu mengalami kegagalan karena tidak ada bimbingan (Yusuf
LN, 2008:52).
Pola asuh ini sebaiknya diterapkan oleh orang tua ketika anak
telah dewasa, dimana anak dapat memikirkan untuk dirinya sendiri,
mampu bertanggung jawab atas perbuatan dan tindakannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh
sebagai cara mendidik anak yang baik adalah yang menggunakan
pola demokratis, tetapi tetap mempertahankan prinsip-prinsip nilai
yang universal dan absolute terutama yang berkaitan dengan
pendidikan agama Islam karena berpengaruh terhadap perilaku
keagamaan anak.
C. Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak
1. Peran Orang tua
Beberapa peran orang tua dalam mendidik anak di antaranya yaitu
(Musanef, 199: 11):
a. Menyayangi anak bukan memanjakannya
Agama Islam sangat menekankan sikap kasih sayang
terhadap anak, maka dari itu sangatlah penting mendidik anak
dengan penuh kasih sayang. Dalam hal ini kasih sayang memang
sudah seharusnya diberikan kepada anak, itu juga sudah naluri orang
tua kepada anaknya. Tetapi, sekarang banyak orang tua yang
mengartikan menyayangi dengan memanjakannya. Padahal kalau
memanjakan bisa berdampak buruk pada saat anak mulai dewasa.
Contohnya ketika anak sering nangis meminta sesuatu, orang tuanya
selalu memberikan, anak tidak mau melakukan suatu hal kalau tidak
dibelikan yang dia mau. Jika itu berlangsung sampai dewasa maka
orang tuanya yang akan kewalahan. Sebaiknya orang tua dapat
membedakan menyayangi bukan memanjakan.
b. Sikap bijak dalam mendidik anak
Sebagai orang tua kita harus bersungguh-sungguh dalam hal
mendidik dan membimbing anak. Berhasil atau tidaknya proses
pendidikan anak juga bergantung pada sikap bijak orang tua dalam
mendidik anak. Sikap bijak contohnya ketika anak salah sebaiknya
memberikan saran atau masukan kepada anak agar tidak
mengulanginya lagi, sebaliknya jika anak itu membanggakan maka
diberi penghargaan, yang terpenting anak mendapatkan haknya dan
melakukan kewajiban sebagai anak.
c. Membangun komunikasi yang baik dan efektif dengan anak
Situasi dan kondisi yang efektif untuk membangun
komunikasi yang baik antara lain, seperti saat makan bersama,
berlibur bersama dan berkumpul di rumah.
d. Menjaga kesehatan jasmani dan rohani anak sejak dini
Agar seorang anak tumbuh menjadi generasi yang kuat dan
sehat, maka orang tua harus memperhatikan kesehatan jasmani
maksudnya orang tua memperhatikan asupan gizi yang dimakan oleh
anak, kegiatan yang dilakukan sehari-hari agar tubuh anak menjadi
sehat dan rohani anak-anaknya, membuat pikiran anak atau jiwa
anak itu merasa nyaman. Serta menjaga mereka dari penyimpangan
moral sejak kecil.
e. Memberikan pembinaan moral anak
Pembinaan adalah suatu proses penggunaan manusia, alat
peralatan, uang, waktu, metode dan sistem yang didasarkan pada
prinsip tertentu untuk pencapaian tujuan yang telah ditentukan
dengan daya dan hasil yang sebesar-besarnya.
Moral anak adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan
kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya yang terdapat dan
ditanamkan pada diri anak (Sunarto, 2002: 69).
Sebagai orang tua, sebaiknya mengetahui bagaimana cara untuk
mendidik anak agar menjadi orang yang dapat menjadi kebanggaan orang
tua, agama, nusa dan bangsa. Dalam mendidik anak harus mengetahui
sifat-sifat anak sesuai dengan ciri yang mereka miliki, maka sifat anak
akan tumbuh mengikuti pola ideas concept on outhory. Maksudnya
konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri
mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan
dan diajarkan oleh orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu
yang berhubungan dengan kemashlahatan agama.
2. Bentuk dan Sifat Agama pada Anak
Bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi menjadi:
a. Unreflective
Mereka mempunyai anggapan atau menerima terhadap ajaran
dengan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu
mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa
puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal.
b. Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun
pertama usia perkembangannya dan akan berkembangan sejalan
dengan pertambahan pengalamannya. Semakin bertumbuh semakin
meningkat pula egoisnya.
c. Anthropomorphis
Konsep ketuhanan pada diri ana menggambarkan aspek-
aspek kemanusiaan. Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran,
mereka menganggap bahwa perikeadaan Tuhan itu sma dengan
manusia. Pekerjaan tuhan mencari dan menghukum orang yang
berbuat jahat di saat orang itu berada dalam tempat yang gelap.anak
menganggap bahwa tuhan dapat melihat segala perbuatanya
langsung ke rumah-rumah mereka sebagaimana layaknya orang
mengintai. Pada anak usia 6 tahun, pandangan anak tentang tuhan
adlah sebagai berikut: tuhan punya wajah seperti manusia, telinganya
lebar dan besar, tuhan tidak makan tetapi hanya minum embun.
Konsep ketuhanan yang demikian itu mereka bentuk sendiri
berdasarkan fantasi masing-masing.
d. Verbalis dan ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh mula-
mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal
kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang
mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntutan yang
diajarkan keoada mereka. Perkembangan agama pada anak sangat
besar pengaruhnya terhadap kehiduoan agama anak itu di usia
dewasanya.
e. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada
dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan sholat, misalnya, mereka
laksanakan karena hasil melihat realitas di lingkungan, baik berupa
pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Dalam segala hal anak
merupakan peniru yang ulung, dan sifat peniru ini merupakan modal
yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak.
f. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan
yang terakhir pada anak. Rasa kagum yang ada pada anak sagat
berbeda dengan rasa kagum pada orang dewasa. Rasa kagum pada
anak-anak ini belum bersifat kritis dan kreatif, sehingga mereka
hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan
langkah pertama daripernyataan kebutuhan anak akan mendorong
untuk mengenal suatu pengalama yang baru (new experience). Rasa
kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang
menimbulkan rasa takjub pada anak-anak. Dengan demikian
kompetensi dan hasil belajar yang perlu dicapai pada aspek
pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah kemampuan
melakukan ibadah, mengenal dan percyaa akan ciptaan tuhan dan
mencintai sesama manusia (Mansur, 2005:52-55).
Secara terminologi pola asuh orang tua adalah cara yang ditempuh
oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari tanggung
jawab kepada anak (Toha, 1996:109).
Menurut Singgih dalam bukunya Psikologi Remaja, pola asuh
orang tua adalah sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota
keluarga yang lebih muda termasuk anak supaya dapa mengambil
keputusan sendiri dan bertindak sendiri sehingga mengalami perubahan
dari keadaan bergantung kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan
bertanggung jawab sendiri (2007:109).
Menurut Broumrind yang dikutip oleh Yusuf mengemukakan
perlakuan orang tua terhadap anak dapat dilihat dari:
a. Cara orang tua mengontrol anak.
b. Cara orang tua memberi hukuman.
c. Cara orang tua memberi hadiah.
d. Cara orang tua memerintah anak.
e. Cara orang tua memberikan penjelasan kepada anak (Yusuf,
2008:52).
Jadi yag dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah pola yang
diberikan orang tua dalam mendidik atau mengasuh anak baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Cara mendidik secara langsung artinya bentuk asuhan orang tua
yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian kecerdasan dan
keterampilan yang dilakukan secara sengaja, baik berupa perintah,
larangan, hukuman, penciptaan situasi maupun pemberian hadiah sebagai
alat pendidikan. Sedangkan mendidik secara tidak langsung adalah
merupakan contoh kehidupan sehari-hari mulai dari tutur kata sampai
kepada adat kebiasaan dan pola hidup, hubungan orang tua, keluarga,
masyarakat.
Setiap orang tua mempunyai cara yang berdeda dalam
memberikan pendidikan terhadap anaknya. Orang tua yang sering di
rumah akan lebih maksimal untuk mengurus dan mendidik anak-anaknya
di rumah. Berbeda dengan orang tua yang mempunyai peran ganda,
terutama ibu. Selain menjadi ibu rumah tangga ia juga disibukkan dengan
mencari kebutuhan ekonomi untuk mencari rezeki. Waktu untuk
keluargapun berkurang dengan kesibukan yang ada di luar rumah, orang
tua yang mempunyai pekerjaan ganda salah satunya orang tua pekerja
pabrik.
Bagi orang tua pekerja pabrik pola asuh kepada anak mereka
dengan cara mengasuh dan mendidik anak-anaknya sebagai pembinaan,
pembentukan, perbuatan, dan mengarahkan aktivitas anak-anaknya,
secara langsung maupun tidak langsung. Mereka orang tua pekerja pabrik
mendidik anak dengan menggunakan waktu yang fleksibel, maksudnya
orang tua pekerja pabrik mencari celah kosong ketika tidak bekerja
mereka memberikan pendidikan agama Islam pada anaknya dan dengan
melalui fasilitas yang ada di sekitar perumahan. Misalnya seperti
mengikutkan anak-anaknya ke TPQ terdekat, menitipkan anaknya ke
tetangga yang membuka tempat untuk belajar mengaji.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keagamaan dan Usia Anak
1. Faktor Internal dan Eksternal
a. Faktor Internal (pembawaan)
Setiap manusia yang lahir kedunia ini menurut fitrah
kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keimanan Tuhan
atau percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup
dan kehidupan alam semesta.
b. Faktor eksternal
Faktor fitrah beragama merupakan potensi yang mempunyai
kecenderungan untuk berkembang. Namun, perkembangan itu tidak
akan terjadi manakala tidak ada faktor luar (eksternal) yang
memberikan pendidikan (bimbingan, pengajaran, dan latihan) yang
memungkinkan fitrah itu berkembang dengan sebaik-baiknya.
Termasuk dalam faktor eksternal yaitu:
1) Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi
anak, oleh karena itu peranan keluarga (orang tua) dalam
pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan.
Seorang ahli psikologi, yaitu harlock berpendapat bahwa
keluarga merupakan “training centre” bagi penanaman nilai-
nilai (termasuk juga nilai-nilai agama). Pendapat ini
menunjukkan bahwa keluarga mempunyai peran sebagai pusat
pendidikan bagi anak untuk memperoleh pemahaman tentang
nilai-nilai (tata krama, sopan santun, ajaran agama) dan
kemampuan untuk mengamalkan atau menerapkannya dalam
khidupan sehari-hari, baik secara personal maupun sosial
kemasyarakatan.
2) Lingkungan masyarakat
Yang dimaksud dengan lingkungan masyarakat adalah
situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosio kultural yang
secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah
keberagamaan pada anak.
Dalam masyarakat anak melakukan interaksi sosial
dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya.
Apabila teman sepergaulan itu menampilkan perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai agama atau berakhlak mulia, maka anak
cenderung akan berakhlak mulia. Namun, apabila sebaliknya,
yaitu teman sebayanya menunjukkan kebobrokan moral maka
anak akan cenderung terpengaruh untuk berperilaku seperti
temannya tersebut. Hal ini terjadi apabila anak kurang mendapat
bimbingan agama dari orang tuanya.
Kualitas pribadi, perilaku atau akhlak orang dewasa yang
menunjang bagi perkembangan kesadaran beragama anak adalah
mereka yang taat melaksanakan ajaran agama seperti ibadah
ritual, menjalin persaudaraan, saling menolong dan bersikap
jujur (Yusuf LN, 2008:141).
3) Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
mempunyai program sestemik dalam melaksanakan bimbingan
pengajaran dan latihan kepada anak, agar mereka berkembang
sesuai dengan potensinya secara optimal, baik menyangkut
aspek fisik, psikis (intelektual dan emosional), sosial maupun
moral spiritual. Seperti firman Allah:
Artinya: “Telah bersabda Rasulullah SAW : tiada seorang bayi pun
melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah yang bersih, maka
orang tuanyalah yang menjadikan yahudi, nasrani, atau majusi,
sebagaimana binatang melahirkan binatang keseluruhannya,
apakah kalian mengetahui di dalamnya ada binatang yang
rampang hidungnya. (HR. Muslim: 4803)
Dari beberapa penjelasan di atas baik dari lingkungan
keluarga, masyarakat, sekolah sangatlah berpengaruh pada perilaku
keagamaan anak, ketiganya sama-sama memberikan pengajaran,
bimbingan, pembiasaan, keteladanan, dalam beribadah dan
berakhlakul karimah. Serta menciptakan situasi kehidupan yang
memperlibatkan ajaran agama. Namun lingkungan keluargalah yang
sangat di utamakan karena keluarga menjadi pusat pendidikan yang
utama, pertama dan mendasar.
2. Usia Anak dalam Pendidikan Agama Islam
a. Ketika dalam Kandungan
Sang ibu hendaklah berdo‟a untuk bayinya dan memohon
kepada Allah agar dijadikan anak yang sholeh dan baik. Bermanfaat
bagi kedua orang tua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk
do‟a yang dikabulkan adalah do‟a orang tua untuk anaknya.
b. Anak Setelah Lahir
Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orang tua
memperkenalkan anak pada pendidikan agama Islam dengan
melakukan hal-hal seperti berikut:
1) Mengucapkan rasa syukur kepada Allah.
2) Menyerukan adzan di telinga bayi.
3) Tahnik ( mengolesi langit-langit mulut)
4) Memberi nama yang baik pada anak.
5) Aqiqah, yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari
ketujuh dari kelahirannya.
6) Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat
timbangannya.
7) Melakukan khitan pada anak laki-laki.
c. Usia Anak pada Enam Tahun Pertama
Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun
pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting.
Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam
pembentukan pribadinya. Adapun yang terekam dalam benak anak
pada periode ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengan
nyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa.
Karena itu perlu memberikan banyak perhatian pada
pendidikan anak dalam periode ini.
1) Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak
kedua orang tuanya ketemu ibu.
2) Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama
dari awal kehidupannya.
3) Hendaklah kedua orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak
dari permulaan kehidupannya.
4) Anak dibiasakan dengan etika umum yang meti dilakukan dalam
pergaulannya.
d. Usia Anak Setelah Enam Tahun Pertama
1) Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana
Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah
„Azza Wajalla dengan cara yang sesuai dengan pengertian dan
tingkat pemikirannya.
2) Pengajaran sebagian hukum yang jelas tentang haral-haram.
Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu,
hukum-hukum thaharah (bersuci) dan pelaksanaan sholat. Juga
dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri
dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Menetapi syariat
Allah sebagimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh
demikian dan menjadi terbiasa. Karena bila semenjak kecil anak
dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa akan
menjadi kebiasaannya.
3) Pengajaran Membaca Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah jalan yang lurus yang tak mengandung
suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan
membaca Al-Qur‟an dengan benar, dan diupayakan dengan
semaksimalnya agar menghafal Al-Qur‟an atau sebagian besar
darinya dengan diberi dorongan melalui dengan berbagai cara.
Karena itu, orang tua hendaklah berusaha agar putra-putrinya
agar mau untuk belajar menghafal Al-Qur‟an dan diperkenalkan
dengan sekolah tahfidz.
4) Pengajaran Hak-hak Kedua Orang tua
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat, dan
berbuat baik kepada kedua orang tua, sehingga terdidik dan
terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar
hak-hak orang tua disebabkan karena kurangnya perhatian orang
tua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat
kebaikan sejak usia dini.
5) Pengenalan Tokoh-tokoh Teladan yang Agung dalam Islam
Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah saw,
kemudian para sahabat yang mulia ra dan pengikut mereka
dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek
kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka,
diajarkan kisah dan sejarah mereka supaya meneladani
perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka
seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran,
kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
6) Pengajaran Etika Umum
Seperti etiket menggunakan salam dan meminta izin,
etiket berpakaian, makan dan minum, etiket berbicara dan
bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul
dengan kedua orang tua, sanak famili yang tua, kolega orang tua,
guru-gurunya, kwan-kawannya, dan teman sepermainannya.
7) Pengembangan Rasa Percaya Diri dan Tanggungjawab pada Diri
Anak.
Hal itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui
pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan
diberikan kepada anak kesempatan untuk meyampaikan
pendapatnya dan apa yang terbesit dalam pikirannya, serta
diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya
sendiri, bahkan ditugasi dengan pekerjaan rumah tangga yang
sesuai untuknya. Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa
keperluan rumah dari warung terdekat. Anak perempuan diberi
tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian
tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga
meeka terbiasa mengemban tanggung jawab dan melaksanakan
tugas yang sesuai bagi mereka.
8) Anak pada Masa Remaja
Pada masa ini, pertumbuhan jasmani anak menjadi cepat,
wawasan akalnya bertambah luas, emosinya menjadi kuat dan
semakin keras, serta naluri seksualnya pun membangkit.
Masa ini merupakan pendahuluan masa baligh. Karena
itu, perlu memberikan perhatian terhadap masalah-masalah
berikut dalam menghadapi remaja:
a) Hendaknya anak, putra maupun putri, merasa bahwa dirinya
sudah dewasa karena ia sendiri menuntut supaya
diperlakukan sebagai orang dewasa, bukan sebagai anak
kecil lagi.
b) Diajarkan kepada anak hukum-hukum akil baligh dan
diceritakan kepadanya kisah-kisah yang dapat
mengembangkan dalam dirinya sikap takwa dan
menjauhkan diri dari hal yang haram.
c) Diberi dorongan untuk ikut serta melaksanakan tugas-tugas
rumah tangga, seperti melakukan pekerjaan yang
membuatnya merasa bahwa dia sudah besar.
d) Berupaya mengawasi anak dan menyibukkan waktunya
dengan kegiatan yang bermanfaat serta mencarikan teman
yang baik. (http://aqliyamah.wordpress.com diunduh pada
tanggal 20 Juni 2016 pukul 16.00 WIB).
9) Masa Dewasa
Sebagai akhir dari masa remaja adalah masa adolesen,
walaupun ada juga yang merusmuskan masa adolesen ini kepada
masa dewasa, namun demikian dapat disebut bahwa masa
adolesen adalah menginjak dewasa yang mereka mempunyai
sikap pada umumnya yaitu:
a) Dapat menentukan pribadinya.
b) Dapat menggariskan jalan hidupnya.
c) Bertanggung jawab.
d) Menghimpun norma-norma sendiri.
Pada tahap kedewasaan awal terlibat krisis psikologi
yang dialami oleh karena adanya pertentangan antara
kecenderungan untuk mengetatkan hubungan dengan
kecenderungan untuk mengisolasi diri. Sejalan dengan tingkat
perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang
dewasa antara lain memiliki ciri sebagai berikut:
a) Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan
pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
b) Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama
lebih banyak diaplikasikan dalm sikap dan tingkah laku.
c) Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama,
dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam
pemahaman keagamaan.
d) Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan
dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan
merupakan realisasi dari sikap hidup.
e) Bersikap lebih terbuka dan wawasan lebih luas.
f) Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga
kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan
pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
g) Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe
kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya
pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
h) Terlihat adanya hubungan antar sikap kebeagamaan dengan
kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan
organisasi sosial keagamaan sudah berkembang (Hurlock,
1980:380).
E. Model Pendidikan Agama Islam Pada Anak Pekerja Pabrik
Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak.
Kepribadian orang tua, sikap, dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur
pendidikan yang tidak langsung, dengan sendirinya akan masuk ke dalam
pribadi anak yang sedang bertumbu itu. Sikap anak terhadap guru agama dan
pendidikan agama di sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orang tuanya
terhadap agama (Daradjat, 1996:56).
Terutama pendidikan dalam keluarga sangat dibutuhkan, karena anak
pertama kali mengenal dunia adalah di lingkungan keluarga. Keluarga
memiliki peran dalam membentuk generasi muda yang lebih baik,
berkualitas, serta dapat menjunjung tinggi nilai-nilai bangsa. Memang dalam
memberikan pendidikan, keluarga dibantu lembaga sekolah bersama-sama
membentuk anak sebagai generasi muda yang dapat aktif mengembangkan
potensi dirinya, memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Di dalam kehidupan bermasyarakat, keluarga memiliki peranan yang
sangat besar. Peranan yang sangat besar itu disebabkan oleh keluarga yang
mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam kelangsungan kehidupan
masyarakat. Fungsi itu adalah untuk melakukan sosialisasi, yang bertujuan
mendidik anak agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang dianut
untuk pertama kalinya diperoleh dari dalam keluarga. Manusia mengalami
proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan pertama kali
adalah dalam keluarga.
Kesibukan kerja orang tua dan kehidupan masyarakat modern saat ini
sering kali memaksakan orang tua meninggalkan kewajibannya sebagai
pendidik anak di rumah. Hal ini terjadi karena orang tua sibuk dengan
pekerjaanya sehingga intensitas perjumpaan dengan anak berkurang. Ini
dapat dilihat dari para orang tua yang bekerja hingga sore atau pagi hari.
Sehingga orang tua dalam memberikan keletadanan untuk anak mereka
berkurang. Anak sekarang cenderung mendapatkan pengalaman dari dunia
luar seperti dari teknologi dan lingkungan sekitar.
Pendidikan adalah faktor utama yang memberikan pengaruh penting
bagi perkembangan generasi penerus bangsa, serta untuk menyiapkan anak
yang dapat berperan dalam masyarakat sebagai individu maupun sebagai
warga masyarakat. Hal tersebut bisa dilakukan melalui pemberian bimbingan,
pelatihan dan pengajaran di dalam pendidikan formal maupun informal.
Pendidikan merupakan dasar pembangunan manusia. Pentingnya
pendidikan harus dilihat dalam konteks hak-hak asasi manusia, artinya
setiap manusia berhak untuk memperoleh pendidikan. Pada sisi lain
pendidikan merupakan kebutuhan dasar dari keberhasilan dan
kesinambungan pembangunan, karena pembangunan memerlukan sumber
daya manusia yang berkualitas serta mampu memanfaatkan,
mengembangkan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam buku keluarga muslim dalam masyarakat modern, dijelaskan
bahwa berdasarkan pendekatan budaya, keluarga sekurang-kurangnya
mempunyai fungsi, yaitu: fungsi biologis, fungsi edukatif, fungsi religius,
proyektif, sosialisasi, rekreatif, dan ekonomi (Jalaludin, 1994:21-22).
Di Perum Manunggal I sebagian besar orang tua menjadi pekerja
pabrik, dan rata-rata masih dalam usia produktif. Masa kerja orang tua
pekerja pabrik ini adalah 5 hari kerja.
Orang tua pada dasarnya menghendaki anak-anak mereka
tumbuh menjadi anak-anak yang baik, cerdas, patuh, dan terampil. Upaya
membesarkan, mendidik anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
rangkaian kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang tua. Kewajiban ini
harus dilaksanakan secara selaras dan seimbang agar terjadi keseimbangan
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Namun, dalam kenyataannya,
tidak semua keluarga dalam hal ini orang tua dapat melaksanakan perannya
dengan baik, karena latar belakang beberapa faktor salah satu faktornya
adalah pekerjaan. Orang tua lebih sering berada di luar rumah karena
kesibukannya bekerja, sehingga kasih sayang serta perhatian pada anak
berkurang. Kurangnya komunikasi antara anak dengan orang tua juga dapat
berpengaruh dalam membentuk perilaku dan karakter anak.
Salah satu kesalahpahaman orang tua dalam dunia pendidikan
adalah menganggap bahwa pendidikan adalah tanggung jawab sekolah,
menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak pada gurunya, padahal waktu yang
dihabiskan anak pada jam sekolah tidaklah sebanyak anak berinteraksi di
rumah, di lingkungan keluarga dan masyarakat. Anggapan seperti itu keliru,
karena orang tua adalah pendidik yang utama. Pendidikan di lingkungan
keluarga akan mempengaruhi perilaku dan karakter anak.
Menurut Yoesoep dalam (Sutarto, 2007:5). Keluarga merupakan
lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Disebut sebagai lingkungan
atau lembaga pertama karena sebelum manusia mengenal lembaga pendidikan
lain, keluarga inilah yang pertama ada. Selain itu Lingkungan pendidikan
dalam keluarga atau lingkungan pendidikan informal ini dengan demikian
merupakan bentuk yang sebenarnya dari konsep pendidikan seumur hidup,
karena disinilah seseorang secara sadar atau tidak, dengan sengaja atau tidak,
dengan direncanakan atau tidak, memperoleh sejumlah pengalaman yang
sangat berharga dari lingkungannya, sejak dari lahir sampai mati, seperti
ditegaskan dalam penyataan ini: pendidikan yang diperoleh seseorang dari
pengalaman sehari-hari, dengan sadar atau tidak sadar, sejak lahir sampai
mati.
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum
1. Letak Geografis
Perum Manunggal Sejahtera I adalah salah satu daerah di Desa
Karang Tengah dan merupakan salah satu desa yang berada di wilayah
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Adapun batasan-batasan
Perumahan Manunggal Sejahtera I sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Persawahan dan Desa Macanan,
b. Sebelah Timur : Persawahan dan Desa Glawan,
c. Sebelah Selatan : Perumahan Permata Hijau,
d. Sebelah Barat : Persawahan dan Perumahan Pabelan Makmur.
Keadaan Perum Manunggal Sejahtera I dapat dibilang daerah
yang gersang. Karena posisi rumah yang saling berdampingan bahkan
hampir tidak ada celah dari satu rumah ke rumah yang lain. Di depan
rumah juga tidak ada halaman yang luas, sehingga tidak bisa untuk
menanam pohon yang besar dengan jumlah yang banyak.
2. Keadaan Penduduk Menurut Umur
Jumlah penduduk di Perum Manunggal Sejahtera I pada tahun
2016 sebanyak 668 jiwa, yang terbagi menjadi jumlah penduduk laki-
laki sebanyak 316 orang dan penduduk berjenis perempuan 352 orang.
Dari keseluruhan penduduk mayoritas beragama Islam. Data terakhir
Perum Manunggal Sejahtera I tahun 2016 menyebutkan:
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Menurut Usia
NO. KELOMPOK
UMUR(TAHUN)
L P JUMLAH
1. 0-4 7 7 14
2. 5-9 15 17 32
3. 10-14 19 27 46
4. 15-19 45 51 96
5. 20-24 47 51 98
6. 25-29 14 16 30
7. 30-34 8 13 21
8. 35-39 12 14 26
9. 40-44 15 36 51
10. 45-49 54 56 110
11. 50-54 44 31 75
12. 55-59 18 14 32
13. 60-64 9 6 15
14. 65-69 2 5 7
15. 70-74 5 7 12
16. >75 2 1 3
JUMLAH 316 352 668
(Dokumentasi Kelurahan Karang Tengah, 2016)
3. Data Penduduk Menurut Pendidikan
Adapun data penduduk menurut pendidikan di Perum Manunggal
Sejahtera I dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.2
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
NO JENIS PENDIDIKAN L P JUMLAH
1. Tidak/Belum Sekolah 26 36 62
2. Belum Tamat SD/Sederajat 24 36 60
3. Tamat SD/Sederajat 17 16 33
4. SLTP/Sederajat 38 56 94
5. SLTA/ Sederajat 178 167 345
6. Diploma III 1 2 3
7. Akademi/Diploma III/S.Muda 3 9 12
8. Diploma IV/Strata I 31 26 57
9. Strata II 0 2 2
10. Strata III 0 0 0
JUMLAH 318 350 668
(Dokumentasi Kelurahan Karang Tengah, 2016)
Rata-rata pendidikan orang tua pekerja pabrik sampai tamat SMA
sederajat. Mereka memutuskan untuk tidak meneruskan sekolah lagi
karena biaya dan rasa malas yang menjadi penghalang untuk meneruskan
sekolah. Sehingga mereka memutuskan untuk mencari pekerjaan
kemudian menikah. Dalam hal pengetahuan dan pengalaman mereka
sudah bisa dikatakan baik. Kesadaran mereka untuk menyekolahkan
anaknya juga sudah tinggi, dan mereka menginginkan agar anaknya
sekolah lebih tinggi dari orang tuanya.
4. Data Penduduk Menurut Pekerjaan
Adapun data penduduk menurut pekerjaan di Perum Manunggal
Sejahtera I dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan
NO. JENIS PEKERJAAN L P JUMLAH
1. Belum/Tidak Bekerja 35 53 88
2. Mengurus Rumah Tangga 0 47 47
3. Pelajar/Mahasiswa 92 104 196
4. Pensiunan 5 6 11
5. Pedagang 0 0 0
6. Petani 0 0 0
7. Pegawai Negeri Sipil 12 8 20
8. Tentara Nasional Indonesia 3 0 3
9. Kepolisian RI 3 0 3
10. Karyawan Swasta 117 86 203
11. Karyawan BUMN 2 0 2
12. Karyawan Honorer 1 0 1
13. Buruh Harian Lepas 9 9 18
14. Tukang Jahit 0 1 1
(Dokumentasi Kelurahan Karang Tengah, 2016)
Mata pencaharian penduduk Perum Manunggal Sejahtera I
kebanyakan adalah karyawan swasta. Pekerjaan yang begitu banyak
menghabiskan waktu di luar rumah daripada di rumah berkumpul
bersama keluarganya. Maka dari itu tidak sedikit anak-anak yang kurang
kasih sayang dari orang tuanya. Terutama dalam hal Pendidikan agama
Islam pada anak. Mereka cenderung menitipkan anak ke orang lain untuk
memantau anak mereka.
5. Sarana Pendidikan Formal dan Non Formal
Sarana pendidikan yang ada di Perum Manunggal Sejahtera I antara lain:
Tabel 3.4
Sarana Pendidikan
No. Nama Pendidik
1. Pendidikan agama Islam yang
di rumah warga
Rumah Bapak Shodiq,
Rumah Ibu Ali
2. TPQ di masjid Ibu Susan, Ibu Sulis
(Hasil Wawancara. Warga Perum Manunggal Sejahtera I. 2016)
4. Data Informan
Karakteristik informan yang diteliti adalah orang tua pekerja
pabrik. Informan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah tujuh
keluarga. Adapun daftar nama mereka adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4
Daftar Informan
No. Nama Usia L/P Pendidikan Terakhir
1. Munjaroah 49 P SMP
2. Purwanto 49 L SMA
3. Suratno 52 L SLTA
4. Sri Mulyanto 52 L SMA
5. Pemilu Eko Widyanto 45 L SMK
6. Mukhsin 43 L SLTA
7. Sri Rahayu 46 P SMP
B. Temuan Penelitian
1. Pola Pendidikan Agama Islam Pada Anak Pekerja Pabrik
Data hasil wawancara tentang pola pendidikan agama Islam pada
anak pekerja pabrik di Perum Manunggal Sejahtera I adalah sebagai
berikut:
Pola pendidikan agama Islam yang diterapkan oleh orang tua
pekerja pabrik di Perum Manunggal Sejahtera I adalah sebagai berikut:
Sebagaimana yang dituturkan oleh Bapak ST sebagai berikut:
“Saya selalu memberi pengawasan waktu ibadah kepada anak saya, dan
ketika saya di rumah/ tidak sedang bekerja, saya suruh terus sampai
anak saya melakukan shalat. Ketika saya bekerja saya titipkan anak ke
rumah orang tua saya atau neneknya. Disana juga tidak jauh berbeda
kalau sudah waktunya sholat selalu diingatkan. Soalnya sudah sejak
awal saya titip pesan kepada orang tua saya untuk mengingatkan anak
saya solat. Dahulu sejak anak saya TK, saya ikutkan TPQ yang ada di
perum, anak saya belajar baca tulis Al-Qur’an, menghafal do’a-do’a
sehari-hari disana. Kemudian ketika saya pulang bekerja ketika anak
mau makan saya tuntun untuk berdoa sebelum makan dulu, sebelum tidur
juga membaca doa sebelum tidur. Tapi setelah dia SMP dia malu untuk
mengikuti TPQ kemudian dia membaca Al-Qur’an sendiri di rumah dan
belajar buku-buku yang dulu pernah diajarkan di TPQ dan ia dapatkan
di sekolah. Anak itu butuh teladan yang baik mbak, ketika orang tuanya
memberi contoh yang baik juga anaknya insyaAllah mengikuti hal yang
baik” (W/ST/OR/1/20.00/27-06-2016).
Pertanyaan yang sama kami ajukan ke Bapak PM jawabannya
sebagai berikut:
“Saya selalu berusaha mengontrol anak ketika waktu sholat, belajar,
saya selalu ingatkan kepada anak-anak jangan sampai meninggalkan
sholat. Walaupun keduanya berbeda cara agar mau melakukannya,
karena saya sebagai orang tua harus memahami anak. Anak tidak bisa
dipaksa dengan kemauan orang tuanya. Jadi, ketika saya mau
mengingatkan anak saya solat, saya melihat anak saya sedang
bagaimana perasaannya dan perilakunya. Dirayu tapi tetap ditegaskan.
Kalau soal belajar membaca Al-Qur’an dan belajar do’a-do’a seharian,
anak saya sebenarnya mau saya ikutkan ke TPQ juga sama teman-
temannya di daerah sini, tetapi anaknya tidak mau, entah karena malu
atau bagaimana saya kurang tahu mbak, karena kalau orang mau
belajar itu kan harus mencari kenyamanan dahulu mbak. Anak saya lebih
nyaman belajar membaca Al-Qur’an di tempat salah satu rumah warga
yaitu Bapak Shodiq, kedua anak saya akhirnya belajar di situ semua
mbak. Doa-doa seharian juga diterapkan ketika anak-anak akan
melakukannya, seperti sebelum makan, mau tidur, masuk masjid”
(W/PM/OR/2/20.15/27-06-2016).
Sedangkan Bapak MK memberikan paparan sebagai berikut:
“Dari kecil saya perkenalkan kepada anak saya untuk solat lima waktu,
ketika saya sedang tidak bekerja saya ajak anak saya untuk solat di
masjid. Kebetulan ibunya juga di rumah, jadi kalau saya bekerja ibunya
yang selalu mengontrol untuk solat. Belajar membaca al-qur’an saya
ikutkan di TPQ sini mbk. Saya juga sekolahkan anak di sekolah islam.
Dari TK Islam sampai yang besar saya masukkan ke MTs agar tetap
mendapatkan ajaran agama Islam. di rumah juga terkadang saya ulang
mbk untuk mengaji Al-Qur’an” (W/MK/OR/3/20.30/27-06-2016).
Alasan yang hampir sama juga di paparkan oleh ibu SR adalah
sebagai berikut:
“Saya selalu mengontrol mbak tentang solat lima waktu anak saya, dari
kecil saya selalu menekankan kepada anak saya. Ketika saya di rumah
anak saya main juga saya cari untuk melakukan solat dulu kemudian
boleh main lagi. Ya kalau belajar baca Al-Qur’an saya daftarkan anak di
TPQ mbk, jadi sekalian belajar doa-doa seharianya itu. Kalau di rumah
saya juga sering mengulang ketika ada waktu. Karena saya selalu
tekankan dalam keluarga kalau akhlak itu penting, sepintar-pintarnya
anak di sekolah, tapi kalau akhlaknya enggak ada sama aja”
(W/SR/OR/4/20.45/27-06-2016).
Yang dipaparkan oleh Bapak SM juga hampir sama:
“Anak saya tetap ajarkan tentang solat 5 waktu mbak, kalau saya
bekerja saya titipkan ke neneknya, neneknya juga selalu mengingatkan
untuk solat kalau sudah waktunya. Kalau membaca Al-Qur’an dan doa-
doa seharian diajarkan sendiri dari keluarga mbak, karena anak saya
dulu tidak mau untuk bareng sama teman-teman sebayanya. Saya selalu
memberikan buku-buku tentang agama, cerita nabi, musik-musik Islam
yang selalu saya berikan kepada anak saya” (W/SM/OR/5/21.00/27-06-
2016).
Sedangkan Bapak PW memaparkan hal yang sedikit berbeda:
“Saya dulu juga daftarkan anak saya di TPQ mbak, maksudnya biar tau
sendiri bagaimana membaca Al-Qur’an, mengenal doa-doa. Tapi anak
saya mengikuti TPQ tidak begitu lama, mungkin karena malu dan merasa
sudah besar, alhamdulillahnya sudah bisa baca Al-Qur’an dan
mengetahui doa-doa keseharian. Kalau doa-doa saya sering ajarkan
juga ketika di rumah dan akan melakukan sesuatu, seperti doa sebelum
makan. Soal solatnya, dulu saya sering ingatkan mbak, tapi sekarang
tidak pernah saya ingatkan (W/PW/OR/6/21.15/27-06-2016).
Hal yang hampir sama juga dipaparkan oleh Ibu MJ adalah
sebagai berikut:
“Anak saya ya diberikan pengetahuan tentang agama dari TPQ itu, sejak
TK saya ikutkan. Belajar doa-doa juga di sana mbak. Sampai sekarang
juga tidak pernah ngopyak-ngopyak soal solat mbak. Anak saya juga
mendapatkan pelajaran agama di sekolahnya. Buku-buku pelajaran
agama juga di dapat dari TPQ dan sekolahnya mbk. Dulu pas ditinggal
kerja kan sama mbah buyutnya jadi ya tidak terlalu di perhatikan soal
solatnya” (W/MJ/OR/16.00/27-06-2016).
Ketika penulis menanyakan tentang fasilitas pendidikan apa saja
yang tersedia di Perum Manunggal Sejahtera I. Maka jawabannya
sebagai berikut:
1. Menurut Bapak ST adalah sebagai berikut:
“Kalau saya, dari anak yang pertama saya daftarkan di TPQ dan
dapat pelajaran dari sekolah aja, tapi setahu saya juga ada
beberapa rumah yang bersedia mengajari anak-anak di rumahnya”
(W/ST/OR/1/20.00/27-06-2016).
2. Menurut Bapak PM adalah sebagai berikut:
“Kalau fasilitias yang tersedia di perumahan ini TPQ sama warga
yang mau mengajarkan ilmu agama di rumah mbak, seperti saya
yang anaknya maunya di rumah seorang warga, tidak mau di TPQ”
(W/PM/OR/2/20.15/27-06-2016).
3. Menurut Bapak MK sebagai berikut:
“Sama aja sama yang lain mbak, karena baru itu, TPQ sama rumah
warga yang bersedia mengajari baca tulis Al-Qur’an di rumahnya”
(W/MK/OR/3/20.30/27-06-2016).
4. Hal yang sama dari ibu SR adalah sebagai berikut:
“Di perumahan ini fasilitas pendidikan agama Islam ada TPQ sama
warga yang mau bersedia ngajari agama di rumahnya”
(W/SR/OR/4/20.45/27-06-2016).
5. Bapak SM juga mengungkapkan hal yang sama:
“Kalau di perumahan ini ya ada TPQ itu mbak, sama kayaknya ada
kok beberapa warga yang ngajari anak-anak sini di rumahnya”
(W/SM/OR/5/21.00/27-06-2016).
6. Menurut Bapak PW adalah sebagai berikut:
“Fasilitas pendidikan agama Islam di sini ya TPQ sore sama rumah
warga itu mbak. Baru itu sepertinya mbak”(W/PW/OR/6/21.15/27-
06-2016).
7. Hal yang sama juga dipaparkan Ibu MJ adalah sebagai berikut:
“Setau saya juga TPQ sore itu, soalnya saya juga daftarkan anak
saya biar bisa baca tulis Al-Qur’an di sana mbak”
(W/MJ/OR/21.30/27-06-2016).
Ketika penulis mengajukan pertanyaan selanjutnya tentang latar
belakang Pendidikan Orang Tua dan Pola Mendidik Anak pada orang tua
pekerja pabrik jawabannya sebagai berikut:
1. Sebagaimana yang dituturkan oleh Bapak ST sebagai berikut:
“Pendidikan saya terakhir SLTA, tetapi saya selalu utamakan
pendidikan anak saya. Karena saya menginginkan anak saya lebih
tinggi pendidikannya dan kesuksesan melebihi orang tuanya. Jadi
saya selalu memantau waktu belajar dan nonton tv anak saya, selalu
saya ingatkan kalau sukses juga untuk siapa, siapa yang nantinya
senang, begitu mbak” (W/SR/OR/1/20.00/27-06-2016).
2. Penuturan Bapak PM juga hampir sama adalah sebagai berikut:
“Saya itu pendidikan terakhirnya SMK mbak, saya mendidik anak
saya dengan mengikuti anak saya, maksudnya saya tidak pernah
memaksa anak untuk harus saat itu juga belajar, saya memberi
pengetahuan dulu apa pentingnya dan lainnya. Saya mendengarkan
keinginan anak saya mau belajar seperti apa saya juga
mengutarakan apa yang saya inginkan. Kemudian saya ambil jalan
tengah harus seperti apa agar anak saya mau untuk menerapkan
belajar pada waktunya” (W/PM/OR/2/20.15/27-06-2016).
3. Bapak MK juga memberikan paparannya:
“SLTA mbak pendidikan terakhir saya, dalam mendidik anak saya
juga dibiasakan setiap solat maghrib tv harus mati, apalagi kalau
besoknya tes. Dalam pendidikan agama Islam, selain saya
percayakan di TPQ saya kalau ada waktu kosong juga selalu
mengulang ajaran-ajaran agama Islam. agar anak saya juga
mempunyai akhlak yang bagus” (W/MK/OR/3/20.30/27-06-2016).
4. Hal yang sama juga di paparkan oleh ibu SR adalah sebagai berikut:
“Kalau saya pendidikan terakhirnya SMP mbak. Tapi saya itu dalam
mendidik anak, yang saya lebih tekankan adalah pendidikan akhlak.
Anak saya harus pintar tetapi akhlaknya lebih penting. Jadi saya
juga memantau waktu belajar, waktu solat anak saya mbak. Tapi
saya tetap ajarkan akhlak itu utama. Kepribadian dan tingkah laku
seorang anak harus bagus” (W/SR/OR/4/20.45/27-06-2016).
5. Yang dipaparkan oleh Bapak SM juga hampir sama, sebagai berikut:
“Pendidikan terakhir saya SMA. Anak saya dulu ketika masih
belajar di bangku sekolah selalu saya jadwalkan waktu belajarnya
dan neneknya juga selalu mendukungnya. Kalau sekarang sudah
kuliah jadi sudah tau kapan harus belajarnya, sudah bisa
menentukan waktunya sendiri , tetapi kepatuhan kepada orang tua
tidak ada bedanya. Tetap mematuhi ketika saya minta tolong untuk
mengerjakan kegiatan” (W/SM/OR/5/21.00/27-06-2016).
6. Sedangkan Bapak PW memaparkan hal yang sedikit berbeda:
“Terakhir saya sekolah itu SMA mbak, pola mendidik saya kepada
anak saya tentang agama Islam saya titipkan di TPQ yang diadakan
sore hari. Saya terkadang kalau sempat juga mengajarkan di rumah.
Kalau sekarang sudah besar sudah tidak semudah dulu saya
mengajarkan itu mbak, terkadang merasa kuwalahan. Yang penting
tidak melebihi batas dalam pergaulannya mbak, selalu dalam
pantauan saya mbak” (W/PW/OR/6/21.15/27-06-2016).
7. Hal yang hampir sama juga dipaparkan oleh Ibu MJ adalah sebagai
berikut:
“Pendidikanku terakhir SMP, dalam mendidik anak saya itu
memberikan pengarahan-pengarahan agar tidak terlewat batas
dalam pergaulannya. Pada saat dia kecil juga saya ikutkan TPQ
yang berlangsung sore itu, dapat pendidikan agama Islam juga di
sekolah. Saya tidak pernah mengontrol waktu belajar anak dan
waktu solat anak saya mbak. Dia belajar kalau ada PR, kalau tidak
pas dia ada ujian akhir semester yang dia merasa tidak bisa”
(W/MJ/OR/7/16.00/27-06-2016).
Kemudian ketika penulis menanyakan tentang faktor penghambat
dalam menerapkan pola pendidikan agama Islam pada orang tua pekerja
pabrik jawabannya sebagai berikut:
1. Sebagaimana yang dituturkan oleh Bapak ST sebagai berikut:
“Kalau hambatan ya karena kesibukan orang tua, disuruh ngaji di
rumah nanti-nanti, kalah sama tvnya kalo pas libur itu mbak, di
sekolah pelajaran agama juga mendapatkan bagus kok”
(W/SR/OR/1/20.00/27-06-2016).
2. Sedangkan Bapak PM menuturkan sebagai berikut:
“Mengenai penghambat dalam mengajarkan pendidikan agama
Islam pada anak saya kurangnya waktu berkumpul mbak, saya itu
kalau mau mengajarkan kepada anak lebih mengikuti alurnya.
Tetapi tetap tak kasih waktu, misalmya lagi pada mainan, terus saya
suruh mengaji, jawabanya nanti dulu trus saya kasih waktu 5 menit
lagi. Setelah itu ya nanti jalan sendiri” (W/PM/OR/2/20.15/27-06-
2016).
3. Bapak MK juga memberikan paparan sebagai berikut:
“Hambatan saya dalam mendidik anak itu paling ya anak saya itu
susah mbak kalau disuruh, karena jarang berkumpul juga”
(W/MK/OR/3/20.30/27-06-2016).
4. Paparkan dari ibu SR sebagai berikut:
“Alhamdulillahnya saya tidak ada hambatan mbak dengan anak,
sampai sekarang anak saya ke masjid juga tidak pernah di suruh,
meskipun saya lagi tidak ke masjid. Hanya karena orang tuanya
sibuk mencari uang jadi sedikit waktu berkumpulnya”
(W/SR/OR/4/20.45/27-06-2016).
5. Yang dipaparkan oleh Bapak SM juga hampir sama, sebagai berikut:
“Hambatannya karena anak saya jarang mau keluar dan kumpul
dengan teman-temannya, dan jarang berkumpul dengan orang
tuanya. Jadi kalau pas ibunya pulang bekerja ibunya berusaha
selalu mendekatkan diri. Kemudian mengajarkan sendiri kepada
anak saya. Anak saya lebih dekat ke ibunya mbak”
(W/SM/OR/5/21.00/27-06-2016).
6. Sedangkan Bapak PW memaparkan:
“Anak saya susah kalau disuruh mbak, tetapi kalau teman-teman
bermainnya kalau mau mengaji pasti dia kalau disuruh mengaji juga
terkadang ikut” (W/PW/OR/6/21.15/27-06-2016).
7. Hal yang hampir sama juga dipaparkan oleh Ibu MJ:
“Susah anak saya mbak, maunya seperti itu ya harus begitu, dalam
mengajarkan pendidikan agama Islam yang penting di sekolah dia
memperhatikan. Karena saya juga sibuk cari uang to mbak,
ketemunya juga kalau pas saya pulang bekerja”
(W/MJ/OR/7/16.00/27-06-2016).
Pertanyaan selanjutnya yang diajukan penulis tentang faktor
pendukung dalam menerapkan pola pendidikan agama Islam pada orang
tua pekerja pabrik, sebagai berikut:
1. Sebagaimana yang dituturkan oleh Bapak ST sebagai berikut:
“Kalau pendukungnya ya dari orang tuanya dulu mbak. Di biasakan
aja mbak kalau saya, dengan cara pembiasaan dan diberi contoh
lebih mudah dalam mengajarkannya” (W/SR/OR/1/20.00/27-06-
2016).
2. Sedangkan Bapak PM menuturkan:
“Pendukungnya kalau saya yang penting lingkungan rumah dulu”
(W/PM/OR/2/20.15/27-06-2016).
3. Paparan yang diberikan Bapak MK adalah sebagai berikut:
“saya selalu berusaha mengusahakan pendidikan itu dari
peneladanan di dalam keluarga mbak” (W/MK/OR/3/20.30/27-06-
2016).
4. Paparkan dari ibu SR sebagai berikut:
“pendukungnya pendidikan agama Islam ya dari pendekatan antar
keluarga itu” (W/SR/OR/4/20.45/27-06-2016).
5. Yang dipaparkan oleh Bapak SM:
“Melalui pendekatan keluarga mbak, meskipun waktu bertemu tidak
setiap waktu. Tapi ketika ada waktu kosong dan libur saya
mendekati anak saya” (W/SM/OR/5/21.00/27-06-2016).
6. Pemaparan dari Bapak PW adalah sebagai berikut:
“Kalau anak saya itu lingkungan rumah dan luarnya mbak yang
dapat dibuat pendukungnya” (W/PW/OR/6/21.15/27-06-2016).
7. Hal yang hampir sama juga dipaparkan oleh Ibu MJ:
“Lingkungan mbak, karena saya juga sadar kalau kurang
memperhatikan tentang pedidikan agama Islamnya”
(W/MJ/OR/7/16.00/27-06-2016).
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah data diolah dan disajikan baik dalam bentuk tabel maupun
penjelasan dan uraian, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data.
Penganalisaan dilakukan agar dapat diperoleh hasil yang sesuai dari setiap
data yang disajikan dalam penelitian ini. Untuk lebih terarahnya proses
analisis ini, penulis mengemukakan berdasarkan penyajian sebelumnya secara
sistematis dan berurutan.
1. Model Pedidikan Agama Islam di Perum Manunggal Sejahtera I
Karang Tengah
Berdasarkan temuan di lapangan, model pendidikan agama Islam
di Perum Manunggal Sejahtera I yang diterapkan orang tua terhadap anak
dalam hal pendidikan aqidah dan akhlak adalah bersifat fleksibel.
Terbukti dengan orang tua yang selalu menyempatkan waktu ketika tidak
bekerja, untuk memantau waktu sholat anak dan selalu memberi contoh
yang baik dalam pendidikan dan perkembangan anak. Hal ini
menunjukkan bahwa orang tua memperhatikan penanaman pendidikan
aqidah kepada anak-anaknya. Karena model seperti ini tepat untuk
menanamkan aqidah pada saat anak masih kecil. Apabila penanaman
aqidah dilakukan dengan sembarangan atau sama sekali tidak dilakukan,
maka dikhawatirkan anak kecil tersebut dapat melenceng dari aqidah
Islamiyah.
a. Faktor Yang Mempengaruhi Orang Tua dalam Menerapkan Model
Pendidikan Agama Islam Pada Anak di Perum Manunggal Sejahtera
I Karang Tengah
1) Lama bekerja orang tua setiap hari
Orang tua bekerja selama 8 jam dalam sehari. Hal ini
menunjukkan bahwa orang tua lebih banyak berada diluar
rumah. Dalam hal ini orang tua memiliki keterbatasan waktu
untuk memberikan pendidikan kepada anak mereka.
2) Kesempatan orang tua mengajarkan pendidikan agama pada
anak
Berdasarkan perolehan data yang dijabarkan sebelumya,
maka dapat dianalisa bahwa walaupun orang tua bekerja dalam 8
jam sehari dengan sistem shift, mereka masih dapat
menyempatkan waktu untuk mengajarkan pendidikan agama.
Seperti mengajak sholat berjamaah ketika pulang bekerja,
membaca Al-Qur‟an bersama, ketika anak mau tidur diajarkan
membaca do‟a sebelum tidur. Sehingga dengan waktu yang
mereka punya untuk berkumpul dengan keluarga dapat
dimanfaatkan dengan maksimal. Hal ini dapat berpegaruh positif
terhadap pendidikan agama kepada anak, namun sebaliknya
apabila mereka tidak menggunakan dengan sebaik-baiknya
maka dapat berpengaruh negatif terhadap pendidikan anak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pendidikan
agama Islam pada orang tua pekerja pabrik untuk mendidik
anaknya menggunakan keteladanan. Karena keteladanan lebih
mudah diterima dibandingkan hanya dengan lisan saja.
2. Faktor-Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Model
Pendidikan Agama Islam Pada Orang Tua Pekerja Pabrik
Faktor penghambat orang tua dalam memberikan pendidikan
kepada anak adalah kurangnya waktu orang tua berkumpul dengan anak
dan lingkungan pergaulan. Akan tetapi, dalam keseharian tidak
berpengaruh, walaupun sering bermain, berkumpul bersama teman-
temannya, kebanyakan dari mereka tetap mengaji di TPQ.
Faktor pendukung yang dapat mempengaruhi adalah kemauan
orang tua agar anaknya menjadi sholeh dan sholehah, orang tua yang
selalu berusaha memberikan teladan yang baik. Karena keluarga
merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak, tetapi
orang tua juga berusaha mencarikan fasilitas pendidikan agama Islam
agar anaknya tetap mendapatkan pendidikan yang baik meskipun harus
mengeluarkan biaya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai model pendidikan
agama Islam pada anak pekerja pabrik di Perum Manunggal Sejahtera I
kesimpulannya adalah sebagai berikut:
1. Model yang diterapkan orang tua bersifat fleksibel dan keteladanan dari
orang tua terkadang menggunakan cara yang sedikit tegas sesuai dengan
situasi dan kondisi.
2. Hambatan para orang tua dalam mendidik anak-anaknya di dalam keluarga
adalah kesibukan orang tua dalam bekerja, kurangnya waktu berkumpul,
dan kemauan dalam diri anak itu sendiri. Sedangkan pendukungnya,
karena kemauan orang tua agar anaknya menjadi anak yang sholih dan
sholihah. Keluarga yang selalu berusaha maksimal membantu dalam
mendidik dan memperhatikan anak.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu kami sampaikan saran-saran
sebagai berikut:
1. Sebaiknya orang tua dapat memanfaatkan waktu secara efektif dalam
menanamkan dan mengajarkan pendidikan agama Islam pada anak-
anaknya.
2. Orang tua sebaiknya bisa memberi teladan yang baik terhadap anaknya
dimana pun dia berada. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Mansyur dan Muhammad Najib. 1993. Agama, Demokrasi Dan Informasi
Sosial. Yogyakarta: LPKSMNV DIY bekerjasama dengan The Asia
Fondation Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik
(Edisi Revisi VI). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
_______. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. 1971. Jakarta.
Djamarah, Bahri Syaiful. 2004. Pola Komunikasi Orang tua dan Anak dalam
keluarga. Jakarta: PT Raneka Cipta.
Gunarsa, Singgih D. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Gymnastiar, Abdullah. 2006. Sakinah : Manajemen Qolbu untuk Keluarga,
Bandung: Khas MQ
Hurloch, Elizabeth B. 1978. Child Developmen, Terj Oleh Meitasari Tjandrasa,
Perkembangan Anak, Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Lestari & Ngatini. 2010. Pendidikan Islam Kontekstual. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran dan Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Maktabah Syamilah. H.R Muslim. 4803.
Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR.
Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.
Yogyakarta: TrustMedia.
Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. edisi revisi. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya.
______________. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Munib, Ahmad. 2011. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Najib, Muhammad dan Mansyur Amin. 1993. Agama, Demokrasi dan Informasi
Sosial. Yogyakarta: LPKSMNV DIY bekerjasama dengan The Asia
Fondation Jakarta.
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Putra, Nusa dan Santi Lisnawati. 2012. Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama
Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Qodratillah, Meiti Taqdir. 2011. Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar. Jakarta:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Rahmat, Jalaludin. 1994. Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern. Bandung:
Rosda Karya.
Setiawan, Mary Go. 2000. Menerobos dunia anak. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup.
Subroto, 1997. Pengembangan Sosial. Bandung: LAB PLS.
Sugiyono. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
_______. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D cetakan ke-
18. Bandung: Alfabeta.
Sunarto dan B. Agung Hartono. 2002.Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sutarto, Joko. 2007. Pendidikan Nonformal, Konsep Dasar, Proses Pembelajaran
dan Pemberdayaan Masyarakat. Semarang: Unnes Press
Syafaat, Aat dkk. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah
Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Tafsir, Ahmad. 1996. Pendidikan Agama Dalam Keluarga. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
____________. 1999. Metodologi Pengajaran Agama. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Yasin, A.Fatah. 2008. Dmensi-dimensi pendidikan islam. Yogyakarta:SUKSES
offset.
Yusuf LN, Syamsu. 2008. Psikologi Perkemangan Anak dan Remaja. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
_______________. 2009. Psikologi Perkemangan Anak dan Remaja. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Zuhaili, Muhammad. , 2002. Pentingnya pendidikan Islam Sejak Dini.
Jakarta:A.HBa‟adillahpres.
http://aqliyamah.wordpress.com
http://neza-khoirutunnisa.blogspot.com
LAMPIRAN
-
LAMPIRAN