26
MAKALAH AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM Dosen Pengampu : Disusun oleh: KELOMPOK 8 Ikhsan Wisnuaji Gamarendra 21010112140261 Catur Ayu Wahyuningrum 21010112140262 Ahmad N.Z 21010112140265 Rizka Estiana 21010112140268 Mona Dwi Anggraeni 21010112140269 Hanzalah Nauval 21010112140272 Rizki Amalia Putri 21010112140274 Ari Yanti 21010112140275

Makalah Agama Islam - Kebudayaan Islam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kebudayaan Islam

Citation preview

MAKALAH AGAMA ISLAMKEBUDAYAAN ISLAM

Dosen Pengampu :

Disusun oleh:KELOMPOK 8Ikhsan Wisnuaji Gamarendra21010112140261Catur Ayu Wahyuningrum21010112140262Ahmad N.Z21010112140265Rizka Estiana21010112140268Mona Dwi Anggraeni21010112140269Hanzalah Nauval21010112140272Rizki Amalia Putri21010112140274Ari Yanti21010112140275

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS DIPONEGORO20138

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSebagai agama yang memiliki materi ajaran yang padu dan komprehensif, Islam memotivasi umatnya untuk mengembangkan kebudayaan Islam. Kebudayaan memperoleh perhatian yang serius dalam Islam, karena mempunyai peran yang sangat penting untuk membumikan ajaran utama sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat manusia.Manusia dan kebudayaan tidak bisa dipisahkan, karena keduanya merupakan suatu jalinan yang saling erat berkait. Kebudayaan tidak akan ada tanpa adanya manusia, dan tidak ada satu manusia pun, betapa pun terasingnya dia, yang tidak mempunyai kebudayaan. Dengan menggunakan akal budinya manusia dapat menghasilkan kebudayaan yang spektakuler. Akal budi mampu melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta dapat mengelolanya menjadi suatu produk budaya yang maju.Umumnya masyarakat awam memandang kebudayaan identik dengan kesenian. Pandangan tersebut tidaklah salah, karena kesenian merupakan salah satu produk kebudayaan. Yang menjadi problem utama adalah mulai bergesernya nilai-nilai kebudayaan Islam khusunya di Indonesia akibat pengaruh budaya barat.1.2 TujuanTujuan yang ingin dicapai melalui makalah ini adalah untuk:1. Memahami konsep kebudayaan dalam Islam.2. Mengetahui sejarah intelektual Islam.3. Memberi penjelasan tentang masjid sebagai pusat peradaban Islam.4. Memahami niali-nilai Islam dalam budaya Indonesia.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Konsep Kebudayaan Islam1. Kebudayaan dalam IslamAl-Quran memandang kebudayaan sebagai suatu proses. Kebudayaan merupakan totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal, hati, dan tubuh yang menyatu menjadi perbuatan. Secara umum kebudayaan dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya manusia yang tidak mungkin lepas dari nilai kemanusiaan tetapi dapat terlepas dari nilai ketuhanan.Kebudayaan Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia yang berlandaskan nilai-nilai Tauhid. Kebudayaan yang terseleksi oleh nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi suatu peradaban. Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak merugikan diri manusia itu sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban Islam.Kebudayaan akan terus berkembang dan tidak akan pernah berhenti selama masih ada kehidupan manusia. Segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas dan kreativitas manusia, baik dengan sesama maupun dengan alam lingkungannya, akan selalu terkait dengan kebudayaan orang lain. Dalam hal ini menunjukan bahwa manusia merupakan makhluk budaya dan sosial yang tidak akan berhenti dari aktivitasnya dan hidup tanpa orang lain. Kebudayaan akan berhenti ketika manusia tidak lagi menggunakan akal budinya.Allah mengutus para rasul dari jenis manusia dan dari kaumnya sendiri karena yang akan menjadi sasaran dakwahnya adalah umat manusia. Firman Allah SWT:Kami tidak mengutus seorang rasulpun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya dia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka... (Ibrahim:4).Oleh sebab itu, misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk memberikan bimbingan pada umat manusia agar dalam mengembangkan kebudayaanya tidak melepaskan diri dari nilai-nilai ketuhanan, sebagaimana sabdanyaSesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (H.R. Ahmad).Artinya Nabi Muhammad SAW, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia agar mengembangkan kebudayaan sesuai dengan petunjuk Allah. Jauh sebelum Allah mengutus Nabi Muhammad bangsa Arab sudah memiliki kebudayaan tetapi dalam perkembangannya terlepas dari nilai- nilai ketauhidan.Islam mengajarkan umatnya untuk berkarya dengan menggunakan akal pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia. Islam beroeran sebagai pendrong manusia untuk berbudaya. Dalam satu waktu Islamlah yang meletakan kaidah, norma, dan pedoman, sehingga bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu juga berasal dari agama.2. Prinsip-prinsip Kebudayaan IslamKebudayaan islam bukan kebudayaan yang diciptakan oleh masyarakat islam, tetapi kebudayaan yang bersumber dari ajaran-ajaran islam/Kebudayaan yang bersifat islami. Islam datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia .Berikut ini prinsip kebudayaan dalam islam :1. Menghormati akal. Manusia dengan akalnya bisa membangun kebudayaan baru. Oleh karena itu kebudayaan islam menempatkan akal pada posisi yang terhormat. Kebudayaan islam tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat merusak akal manusia. Prinsip ini diambil dari Q.S. Ali Imran : 190-191.2. Motivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu. Karena dengan semakin meningkatnya ilmu seseorang, maka dengan sendirinya kebudayaan islam akan semakin maju. Prinsip ini diambil dari Q.S. Al-Mujadalah : 11.3. Menghindari taklid buta. Kebudayaan Islam hendaknya mengantarkan umat manusia untuk tidak menerima sesuatu sebelum diteliti, tidak asal mengikuti orang lain tanpa tahu alasannya, walaupun dari ibu bapak maupun nenek moyangnya sekalipun. Prinsip ini diambil dari Q.S. Al-Isra : 36.4. Tidak membuat kerusakan. Kebudayaan Islam boleh dikembangkan seluas-luasnya oleh manusia, namun tetap harus memperhatikan keseimbangan alam agar tidak terjadi kerusakan di muka bumi ini. Prinsip ini diambil dari Q.S. Al-Qashash :77.Berdasarkan hal tersebut, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :1. Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.Contohnya adalah kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.2. Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam.Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti lafadh talbiyah yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Kabah dengan telanjang.3. Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.Seperti, budaya ngaben yang dilakukan oleh masyarakat Bali.Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk mengolah, mengelola, dan memakmurkan bumi tempat dia tinggal. Manusia merupakan konsekuensi dirinya sebagai hamba dan khalifah Allah, asal sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma Islam.2.2 Sejarah Intelektual Islam1. Masa Klasik (650-1250 M)Menurut Harun Nasution, kemajuan umat islam pada masa klasik dimulai sejak dilakukannya ekspansi oleh Dinasti Umayyah. Ekspansi ini menimbulkan adanya pertemuan dan persatuan berbagai bangsa, suku, dan bahasa, yang menimbulkan kebudayaan dan peradaban baru.Pada masa klasik lahir ulama-ulama besar dalam bidang fiqih, seperti Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam SyafiI, dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula filosof muslim, seperti al-Kindi, seorang filosof muslim pertama berkebangsaan Arab, pada tahun 801 M. Di antara pemikirannya, ia berpendapat bahwa kaum muslimin hendaknya menerima filsafat sebagai bagian dari kebudayaan islam. Selain al-Kindi, pada abad itu lahir pula filosuf besar seperti al-Razi yang lahir pada tahun 865 M dan al-Farabi lahir tahun 870 M. Dia dikenal sebagai pembangun sistem filsafat. Pada abad berikutnya lahir filosof agung Ibnu Miskawaih pada tahun 930 M. Pemikirannya yang terkenal adalah tentang pendidikan Allah. Kemudian lahir Ibnu Sina pada tahun 1037 M, ibnu Bajjah tahun 1138 M, Ibnu Thufail tahun 1147 M, dan Ibnu Rusyd pada tahun 1126 M.Pada masa klasik, seorang raja dinasti Abbasiah, yaitu al-Mamun (813-833) terkenal sebagai raja yang cendikiawan, karena perhatiannya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan sangat besar. Ketika itu banyak dilakukan penerjemahan-penerjemahan ilmu pengetahuan berbahasa Yunani kedalam bahasa Arab.Disamping itu, dinasti Umayyah di Spanyol, yang didirikan Abdurrahman, yang lolos dari kejaran bani Abbasiyah pada tahun 750 M. mendirikan pusat pemerintahan di Cordova, masjid, universitas, dan perpustakaan yang berisi ribuan buku sebagai pusat pengembangan kebudayaan islam. Dari perpustakaan inilah lahir seorang intelek muslim bernama Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, dan lain-lain.Sedangkan di Mesir, seorang jendral kekhalifahan Fathimiyyah yang bernama Jasuhar al-Saqili, mendirikan masjid al-Azhar di Cairo pada tahun 972 M. , kemudian menjadi Universitas Al-Azhar yang masih eksis sampai sekarang. Disamping itu, berdiri Darul Hikamah sebagai pusat kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan.2. Masa PertengahanMasa pertengahan (1250-1800) dicatat dalam sejarah pemikiran islam sebagai masa kemunduran. Terjadinya kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat islam, sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu, dan dunia dengan akhirat, yang pengaruhnya masih terasa hingga saat ini.Sebagian pemikir islam kontemporer sering melontarkan tuduhan kepada Al-Ghazali yang pertama menjauhkan filsafat dari agama. Al-Ghazali menyerang filsafat dalam karyanya berjudul Tahufutul Falasifah (kerancuan filsafat). Tulisan al-Ghazali dijawab oleh Ibnu Rusyd dengan tulisan Tahafutu Tahafut (kerancuan diatas kerancuan). Ada persoalan mendasar yang sering dilontarkan oleh sebagian umat islam, yaitu mengapa umat islam tidak dapat menguasai ilmu dan teknologi modern? Jawabannya sangat sederhana, yaitu karena orang islam tidak mau melanjutkan tradisi keilmuan yang diwariskan para ulama besar pada masa klasik. Pada masa kejayaan banyak terbuai dengan kemegahan yang bersifat material. Kembali ke tradisi klasik, akan dapat membangkitkan umat islam. Kemunduran sejarah intelektual umat islam pada masa pertengahan, banyak disebabkan oleh konflik-konflik internal di kalangan para actor dalam kerajaan-kerajaan islam, sementara Barat mulai bangkit.3. Masa Modern (1800 M sampai sekarang)Periode ini merupakan masa kebangkitan umat islam. Mereka menyadari ketertinggalannya dengan Barat. Hal itu disebabkan karena umat islam meninggalkan tradisi klasik, yang kemudian diadopsi dan dikembangkan barat. Para penguasa, ulama, dan intelektual muslim mulai mencari jalan untuk mengembalikan umat islam ke zaman kejayaan.Untuk mengembalikan kajayaan umat islam ada beberapa alternatif diantaranya adalah pertama memurnikan ajaran islam dari unsur-unsur yang menjadi penyebab kemunduran umat islam, sebagaimana yang di motori oleh Muhammad Ibn Abdulwahab di Arab Saudi yang bekerjasama dengan raja Saud. Kedua, menyerap pengetahuan barat untuk mengimbangi pengetahuan mereka seperti yang dilaksanakan oleh Turki dengan mengirim pelajar-palajarnya ke Eropa. Ketiga, melepaskan diri dari penjajahan bangsa Barat.Dalam praktiknya, semua alternatif tersebut tidak diterima umat islam. Misal, pengiriman anak-anak islam untuk studi ke Barat adalah sebuah langkah yang keliru, karena ilmu pengetahuan barat adalah sekuler. Oleh karena itu, yang paling tepat adalah belajar ke Timur Tengah, sebagai sumber keislaman. Sementara itu, melepaskan diri dari penjajahan barat memang telah dilakukan oleh umat islam atau karena baratsendiri yang melepaskannya, namun hal itu hanya lepas secara fisik. Namun dari segi alam pikiran dan kenyataan masyarakat islam cenderung menjadi imitator, bahkan aplikator model Barat. Disamping itu dalam konteks pembangunan sosial politik dan ekonomi yang dilakukan oleh Negara-negara mayoritas islam, tidak bisa lepas dari konteks makro, yaitu barat sebagai decision maker-nya dan Yahudi sebagai pengendalinya. Hal itu dibenarkan oleh Mc. I. Dimont bahwa tidak ada sejengkal tanah pun didunia ini yang lepas dari cengkraman Yahudi. Oleh karena itu, orang islam sulit sekali menandingi Barat.Namun upaya untuk maju harus dilakukan, lepas dari penjajahan secara hakiki harus diperjuangkan, yaitu merevolusi pandangan yang tidak Quraini menjadi pandangan dengan al-Quran menurut sunnah Rasul, pasti umat islam akan meraih kemajuan, yaitu hidup sejahtera, sebagaimana masyarakat Madinah al-Munawwarah pada masa Nabi Muhammad saw.2.3 Masjid Sebagai Pusat Peradaban IslamSecara etimologi, masjid diartikan sebagai tempet sujud. Secara terminologi, masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas (muhaimin dan Abd. Mujid 1993). Masjid adalah institusi pertama yang dibangun Rasulullah SAW pada periode Madinah. Pendirian Masjid pertama pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun pertama Hijriah, yaitu Masjid Quba di Madinah. Kemudian dilanjutkan dengan membangun Masjid Nabawi (Didin Hafidhuddin, 1988).Di zaman Nabi masjid sudah berfungsi sebagai pusat peradaban. Nabi Muhammad mensucikan jiwa kaum muslimin, mengajarkan Al-Quran dan Al-Hikmah, bermusyawarah untuk menyelesaikan berbagai persoalan kaum muslimin, membina sikap dasar kaum muslimin terhadap orang yang berbeda agama dan ras, hingga upaya-upaya meningkatkan kesejahterakan umat di dalam masjid.Masjid dijadikan simbol persatuan umat Islam. Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi mendirikan masjid pertama, fungsi masjid masih kokoh dan orsinil sebagai pusat peribadatan dan peradaban. Sekolah-sekolah dan Perguruan Tinggi pun kemudian bermunculan justru dari masjid. Masjid Al-Azhar di Mesir merupakan salah satu contoh yang sangat terkenal di kalangan kaum muslim di dunia termasuk Indonesia. Masjid ini mampu memberikan beasiswa bagi para pelajar dan mahasiswa. Bahkan pengentasan kemiskinan pun merupakan program nyata masjid tersebut.Namun sangat disesalkan ketika masjid mulai mnegalami penyempitan fungsi, terlebih adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu yang menjadikan masjid sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan. Ruh peradaban yang sarat dengan misi ketuhanan telah hilang. Aktivitas pendidikan mulai menjauh dari masjid. Masjid hanya sebagai tempat untuk mengajari umat tentang belajar membaca Al-Quran tanpa pengembangan wawasan dan pemikiran Islami dan tempat belajar tentang ilmu fiqih ibadah, bahkan masjid hanya digunakan sebagai tempat ibadah praktis dari salah satu mahzab. Dengan semakin menyempitnya masjid, bagaimana akan tumbuh sikap toleran terhadap penganut agama lain, bila dengan sesama umat seagama ditanamkan sikap permusuhan.Di Indonesia kondisi seperti itu terjadi sejak masa penjajahan Belanda. Pada saat itu akan sangat sulit menemukan masjid yang memiliki program nyata di bidang pencerahan keberagaman umat Islam. Tidak mungkin akan dijumpai masjid yang memiliki kegiatan yang terprogram dengan baik dalam pembinaan keberagaman umat.Namun dalam perkembangannya muncul kelompok dari kalangan para intelektual muda dan para aktivis masjid yang sadar untuk mengembalikan fungsi masjid. Dimulai dengan gerakan pesantren kilat di masjid pada awal tahun 1978 dan pengentasan buta huruf Al-Quran di awal tahun 1990-an. Kini mulai tumbuh kesadaran umat akan pentingnya peranan masjid untuk mencerdaskan dan mensejahterakan jamaahnya. Fungsi dan peran masjid semakin meluas dari waktu ke waktu. Paradigma tentang masjid digali dari Al-Quran. Masjid yang didirikan berdasarkan takwa tidak akan berubah misi dan tujuannya jika Al-Quran digunakan sebagai paradigma. Dari segi tujuan pendirian masjid, misalnya, jika paradigma yang disepakati adalah Al-Quran maka tujuan yang sag mendirikan masjid adalah berdasarkan takwa kepada Allah, bukan karena hal-hal lain, sebagaimana firman Allah SWT:Dan (diantara orang-orang yang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin) dan karena kekafirannya dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: Kami tidak menghendaki selain kebaikan. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (At-Taubah:107).Dewasa ini, orang banyak menggunakan masjid untuk ibadah-ibadah ritual saja. Pengefektifan masjid dapat dilakukan dengan penyedian fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti:a. Perpustakaan, yang menyediakan buku bacaan dengan berbagai disiplin ilmu.b. Ruang diskusi, yang digunkan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah shalat.c. Ruang kuliah, digunakan untuk pendidikan maupun pelatihan ramaja masjid.Dilihat dari pertumbuhannya, masjid di Indonesia sangat menggembirakan karena dari tahun ke tahun jumlah mesjid kian bertambah. Namun funsionalisasi masjid belum bisa optimal. Oleh karena itu, memaksimalkan fungsi masjid harus dilakukan dengan cara menyusun program kegiatan. Untuk mengisi kegiatan masjid, menurut Didin Hafidhuddin (1988), dapat dilakukan dengan berbagai hal:a. Menyelenggarakan kajian-kajian keislaman yang teratur dan terarah menuju pembentukan pribadi muslim, keluarga muslim, dan masyarakat muslim.b. Melaksanakan diskusi, seminar, atau lokakarya tentang masalah aktual.c. Membuat data jamaah, dilihat dari segi usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan lain-lain.d. Mengefektifkan zakat, infaq, dan shadaqah, baik mengumpulan maupun membagikannya.e. Menyelenggarkan training-training keislaman terutama untuk kegiatan pemuda.f. Disamping dakwah bil-lisan, dakwah bil-hal juga perlu mendapat perhatian, seperti memberikan santunan bagi jamaah yang membutuhkan, misalnya karena sakit, kena musibah, dan lain-lain.g. Demikian pula berdakwah melalui buku, brosur, buletin atau majalah dengan mendirikan taman bacaan atau perpustakaan masjid.Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, masjid diharapkan dapat kembali seperti pada masa Rasulullah yang berfungsi sebagai pusat peradaban umat Islam. Dengan demikian, masjid tidak berfungsi sebagai tempat melakukan ibadah ritual semata, tetapi juga sebagai tempat melakukan ibadah-ibadah sosial lainnya.2.4 Nilai-nilai Islam dalam Kebudayaan IndonesiaIndonesia yang terisiri atas berbagai suku bangsa, agama dan kebudayaan lokal, perlu menumbuhkan dua macam sistem kebudayaan yang sama-sama dikembangkan. Kedua sistem budaya itu adalah sistem budaya nasional (sura-etnik) dan sistem budaya daerah/etnik (Wardiman Djojonegoro, 1996).Sistem budaya nasional adalah sesuatu yang relatif baru dan sedang berada dalam proses pembentukan. Nilai-nilai yang terbentuk dalam sisitem budaya nasional bersifat menyongsong masa depan. Nilai-nilai budaya nasional berkaitan dengan faktor: kepercayaan dan nilai-nilai agama, ilmu pengetahuan, penghargaan terhadap kedaulatan rakyat, serta toleransi dan empati terhadap suku bangsa yang bukan suku bangsanya sendiri.Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan sistem budaya etnik-lokal masing-masing yang ditandai melalui pewarisan nilai-nilai melalui tradisi. Nilai-nilai tersebut telah berakar kuat dalam masyarakat. Dalam rangka perkembangan budaya nasional, kebudayaan etnik-lokal seringkali berfungsi sebagai sumber atau sebagai acuan dalam penciptaan-penciptaan baru (baik bahasa, seni, tata masyarakat, teknologi, dan sebagainya), yang kemudian ditampilkan dalam perikehidupan lintas budaya.Islam yang merupakan agama bagi mayoritas penduduk Indonesia memiliki peran besar dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan kebudayaan daerah terlihat betapa menyatunya nilai-nilai Isalam dengan nilai-nilai budaya di sebagian daerah di Indonesia, baik dalam wujud seni, budaya, tradisi, maupun peninggalan fisik. Sementara itu dalam pengembangan budaya nasional, peran Islam dalam terbentuknya wawasan persatuan dan kesatuan bangsa yang telah dibuktikan dalam sejarah. Islam dapat menjadi penghubung kebudayaan daerah yang sebagian masyarakatnya adalah muslim.Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena Islam berasal dari Arab, otomatis Islam yang masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya. Pada awal masuknya dakwah Islam ke Indonesia dirasakan sangat sulit untuk membedakan mana ajran Islam dan mana budaya Arab. Masyarakat awam menyamakan antara perilaku yang ditampilkan oleh orang Arab dengan perilaku ajaran Islam. Seolah-olah apa yang dilaukukan oleh orang Arab masih melekat pada tradisi masyarakat Indonesia.Nabi Muhammad SAW, adalah seorang rasul Allah dan beliau adalah orang Arab. Dalam kajian budaya sudah tentu apa yang ditampilakn dalam perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal. Sedangkan niali-nilai Islam bersifat universal. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan apa yang dicontohkan oleh Nabi dalam hal muamalah dan nuansa-nuansa budaya dapat kita aktualisasikan dalam kehidupan modern dan disesuaikan dengan muatan budaya lokal. Dalam Islam meniru budaya satu kaum diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar Islam, apalagi yang ditiru adalah panutan suci Nabi Muhammad SAW, yang tidak diperbolehkan adalah menggap bahwa nilai-nilai budaya Arab dipandang sebagai ajaran Islam.Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, para penyiar agama mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali di tanah Jawa. Kehebatan para wali mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat membuat masyarakat tidak sadar bahwa nilai-niali Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Lebih jauh lagi, niali-nilai Islam tidak bida dijauhkan dari kebudayaan mereka. Sebagai contoh dalam upacara-upacara adat. Contoh lainnya adalah istilah-istilah Arab yang masuk dalam budaya Jawa, misal dalam wayang, aktor janoko tidak lain adalah bahasa Arab jannaka. Empat sekawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong merupakan produk personifikasi dari ucapan Ali bin Abi Thalib Itsmar Khairan, fatruk ma bagha (berbuatlah kebaikan,vtinggalkan perbuatan sia-sia). Istilah Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Permusyawaratan Rakyat, semuanya berbahasa Arab. Masih banyak lagi istilah-istilah bahasa Arab lainnya, yang diadopsi menjadi bahasa Indonesia. Tanpa disadari bahwa apa yang dilakukan itu merupakan ajaran Islam.Rugas berikutnya para intelektual uslim adalah menjelaskan secara sistematis dan melanjutkan upaya penetrasi yang sudah dilakukan oleh para pendahulu. Dengan begitu perilaku yang hanya sekedar melaksanakan suatu tradisi akan berubah menjadi bentuk ibadah dan akan bertambah nilai manfaatnya yang dicatat menjadi amal saleh karena disadari bahwa semua adalah pelaksanaan dari sebagian ajaran Islam.

BAB IIIPENUTUP

Dalam Islam pada dasarnya mengatur dua hubungan, yaitu hubungan antar manusia dengan Allah dan hubungan antara manusia dengan manusia serta dengan makhluk lain disekitarnya. Islam mengatur dan membicarakan keseluruhan hubungan itu. Hubungan manusia dengan Allah umumnya bersifat ritual atau ibadah, sedangkan hubungan manusia dengan manusia dan makhluk lain terbentuk di dalam masyarakat dan menghasilkan kebudayaan.Islam mengajarkan bahwa setiap bentuk kegiatan manusia harus dimulai dengan kesadaran manusia itu sendiri atas perintah Allah. Hubungan manusia dengan Sang Khaliq harus dilakukan di setiap awal kegiatan guna mencari ridha Allah. Hubungan manusia dengan sesama manusia maupun dengan makhluk yang lainnya harus dilakukan untuk mencari ridha Allah. Kebudayaan yang dibentuk pun juga karena mencari ridha Allah untuk menciptakan kebahagian umat manusia.Dapat dikatakan bahwa kebudayaan Islam adalah hasil interaksi diantara makhluk Allah yang bersumber dan bercorak pada tingkah laku yang dilakukan karena Allah dan untuk mencari ridah Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Luth, Tohir , dkk.2010. Pendidikan Agama Islam. Malang: Pusat Pembinaan Agama.http://materikuliahqu.blogspot.com/2010/01/keudayaan-islam.htmloleh Materi kuliah QU Selasa, 26 Januari 2010 pukul 12:06http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PAI%20Kebudayaan%20Islam%20-%20Diskusi%20Mahasiswa.pdf