Upload
vuongdien
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
MODAL SOSIAL DALAM USAHA PENGELOLAAN LIMBAH
INDUSTRI DI CIGONDEWAH KALER
MUHAMMAD AJRON ABDULLAH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI
DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Modal Sosial dalam Usaha
Pengelolaan Limbah Industri di Cigondewah Kaler adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Muhammad Ajron Abdullah
NIM. I34200152
3
ABSTRAK
MUHAMMAD AJRON ABDULLAH. Modal Sosial dalam Usaha Pengelolaan
Limbah Industri di Cigondewah Kaler. IVANOVICH AGUSTA
Masyarakat merespons industri dengan melakukan kegiatan pengelolaan limbah
industri. Perkembangan kegiatan pengelolaan limbah industri yang menjadi
kegiatan usaha telah mengubah sebagian besar mata pencaharian masyarakat di
Cigondewah Kaler. Karakteristik dari usaha pengelolaan limbah industri dapat
dilihat dari sangat berperannya hubungan kekerabatan dalam melaksanakan
kegiatan usaha. Penelitian ini akan menganalisis bagaimana modal sosial berperan
dalam usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif melalui metode survei dan dilengkapi oleh
pendekatan kualitatif melalui metode wawancara mendalam kepada responden
terpilih yang telah diacak secara random. Analisis kuantitatif dilakukan untuk
melihat adanya hubungan antara tingkat pemanfaatan modal sosial dengan skala
usaha dan tingkat kesejahteraan pengusaha. Hasil penelitian menunjukan bahwa
terdapat hubungan antara pemanfaatan modal sosial dengan skala usaha dan
tingkat kesejahteraan pengusaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah
Kaler.
Kata kunci : skala usaha, tingkat kesejahteraan
ABSTRACT
MUHAMMAD AJRON ABDULLAH. Social Capital in a Waste Management
Business Industry in Cigondewah Kaler. Supervised by IVANOVICH AGUSTA
Community responds to industry by industrial waste management activities. The
development of industrial waste management activities into business activities
have changed most of the people's livelihood in Cigondewah Kaler.
Characteristics of industrial waste management efforts can be seen from the very
strong involvement of relatives in conducting business. This study will analyze
how social capital plays a role in industrial waste management businesses in the
Cigondewah Kaler. This study uses a quantitative approach through survey
methods and complemented by a qualitative approach through in-depth interviews
to selected respondents who had been randomized at random. Quantitative
analysis was done to see the relationship between the level of utilization of social
capital to scale the business and the welfare of entrepreneurs. The results showed
that there is a relationship between the use of social capital to scale the business
and the welfare of industrial waste management businesses in Cigondewah Kaler.
Key words : economic of scale, status of welfare
4
MODAL SOSIAL DALAM USAHA PENGELOLAAN LIMBAH
INDUSTRI DI CIGONDEWAH KALER
MUHAMMAD AJRON ABDULLAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI
DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
5
Judul Skripsi : Modal Sosial dalam Usaha Pengelolaan Limbah Industri di
Cigondewah Kaler
Nama : Muhammad Ajron Abdullah
NIM : I34100152
Disetujui oleh
Dr Ivanovich Agusta, SP, M.Si
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus : ________________
6
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhaanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah modal
sosial dalam kegiatan usaha, dengan judul Modal Sosial dalam Usaha Pengelolaan
Limbah Industri di Cigondewah Kaler.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ivanovich Agusta, SP, M.Si
selaku pembimbing yang telah mecurahkan perhatian dan memberikan masukan
terhadap penyusunan skripsi ini. Terimakasih dan do’a saya haturkan kepada
kedua Orang Tua, terutama Almarhum Ayahanda tercinta H. Dudun Abdulah dan
Ibunda tercinta Hj.Yanti Setiawati yang telah menyayangi dan memberikan doa
serta membiayai pendidikan penulis sampai jejang perguruan tinggi. Terimakasih
kepada rekan-rekan seperjuangan di Departeman SKPM IPB angkatan 47,
Deslaknyo, Mona, Azizah, Annisa, Randy, Saefihim, Ipa Sada Hanami, Adi
Chandra Berampu, dan Ritma yang selama ini menjadi teman diskusi dalam
penelitian. Semua mahasiswa-mahasiswi SKPM angkatan 45, 46, 47, 48, dan 49
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk semua Dosen yang
telah mencurahkan ilmu dan pengelamannya kepada saya selama berkuliah di
Institut Pertanian Bogor. Kepada Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian
Perdagangan Kota Bandung, Kelurahan Cigondewah Kaler, dan seluruh
masyarakat di Cigondewah Kaler, saya mengucapkan terimakasih dan
penghargaan setinggi-tingginya karena telah membantu dalam proses pencarian
data dan informasi mengenai topik penelitian skripsi yang saya kaji.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2014
Muhammad Ajron Abdullah
7
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 2
Tujuan Penelitian 3
Kegunaan Penelitian 3
PENDEKATAN TEORETIS 4
Tinjauan Pustaka 4
Pengelolaan Limbah Industri 4
Usaha Mikro Kecil dan Menengah 6
Modal Sosial 7
Tingkat Kesejahteraan 8
Kerangka Pemikiran 10
Hipotesis Penelitian 12
Definisi Operasional 13
PENDEKATAN LAPANGAN 16
Metode Penelitian 16
Lokasi dan Waktu 16
Teknik Pengumpulan Data 16
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 17
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 19
Kondisi Geografis 19
Kondisi Demografi 19
Kondisi Pendidikan 20
Kondisi Ekonomi 21
Kondisi Sarana dan Prasarana 22
Kondisi Usaha Pengelolaan Limbah Industri 22
RESPONS MASYARAKAT TERHADAP LIMBAH INDUSTRI 25
Pengelolaan Limbah Industri yang Berkembang Menjadi
Kegiatan Usaha
25
Jenis Limbah Industri yang Dikelola oleh Masyarakat
Cigondewah Kaler
27
Karakteristik Usaha Pengelolaan Limbah Industri di Cigondewah
Kaler
29
8
Ikhtisar 33
MODAL SOSIAL DALAM USAHA PENGELOLAAN LIMBAH
INDUSTRI
34
Modal Sosial dalam Aktivitas Jual-Beli Limbah Industri 34
Kepercayaan 34
Jaringan 36
Norma 38
Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Usaha
Pengelolaan Limbah Industri
39
Hubungan antara Pemanfaatan Modal Sosial dengan Skala
Usaha
42
Ikhtisar 43
TINGKAT KESEJAHTERAAN PELAKU USAHA
PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI DI CIGONDEWAH
KALER
44
Kesejahteraan Ekonomi Pengusaha Limbah Industri 44
Hubungan Skala Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan
Pengusaha Limbah Industri di Cigondewah Kaler
46
Ikhtisar 48
PENUTUP 49
Simpulan 49
Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 51
LAMPIRAN 53
RIWAYAT HIDUP 54
9
DAFTAR TABEL
1 Beberapa sumber dan jenis limbah padat 5
2 Pengelompokan kegiatan usaha ditinjau dari jumlah 7
3 Definisi operasional 13
4 Kelompok usia penduduk Cigondewah Kaler 20
5 Tingkat pendidikan formal penduduk Cigondewah Kaler 21
6 Mata pencaharian masyarakat Cigondewah Kaler 21
7 Sebaran Pelaku Usaha pengelola limbah industri di
Cigondewah Kaler
23
8 Pemasok bagi kegiatan usaha pengelolaan limbah industri 26
9 Bentuk pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler 28
10 Hasil kegiatan pengelolaan limbah industri 29
11 Usia pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah
Kaler pada tahun 2014
29
12 Tingkat pendidikan pelaku usaha pengelolaan limbah industri
di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
30
13 Omzet usaha pengelolaan limbah industri dalam satu tahun di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
31
14 Upah buruh setiap bulan pada usaha pengelolaan limbah
industri di Cigondeewah Kaler pada tahun 2014
31
15 Kepemilikan gudang pelaku usaha pengelolaan limbah
industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
32
16 Tenaga kerja dalam usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
32
17 Jangkauan pemasaran hasil pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
32
18 Bentuk transaksi dalam jual beli limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
34
19 Kegiatan meminjam uang pelaku usaha pengelolaan limbah
industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
35
20 Pengetahuan pelaku usaha terhadap harga beli dan harga jual
limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
37
21 Aktivitas di luar bisnis dari pelaku usaha pengelolaan limbah
industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
38
22 Akses pelaku usaha terhadap limbah industri setiap bulan di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
38
23 Aktivitas retur pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
39
24 Uji Korelasi Rank Spearmen modal sosial dengan skala usaha
pengelola limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun
2014
42
10
25 Jumlah dan persentase pemanfaatan modal sosial dan skala
usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler pada
tahun 2014
42
26 Pendapatan rumah tangga pelaku usaha pengelolaan limbah
industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
44
27 Kepemilikan aset rumah tangga pelaku usaha di Cigondewah
Kaler pada tahun 2014
45
28 Ukuran keluarga pengelola limbah industri di Cigondewah
Kaler pada tahun 2014
46
29 Keikutsertaan pengusaha dalam kegiatan masyarakat di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
46
30 Uji Korelasi Rank Spearmen skala usaha dengan tingkat
kesejahteraan pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
47
31 Jumlah dan persentase skala usaha dan tingkat kesejahteraan
pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah
Kaler pada tahun 2014
47
11
DAFTAR GAMBAR
1 Skema sistem output-input dalam proses industri (Kristanto
2002)
4
2 Mekanisme pengolahan limbah (Kristanto 2002) 5
3 Kerangka pemikiran 12
4 Penggunaan lahan di Cigondewah Kaler 19
5 Sketsa lokasi penelitian di Cigondewah Kaler 24
6 Alur distribusi komoditas limbah industri di Cigondewah Kaler 26
7 Jumlah limbah industri yang dikelola dalam satu bulan 27
8 Jaringan dalam proses mendapatkan limbah industri
41
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Waktu Penelitian 53
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian
masyarakat terutama masyarakat yang berada di sekitar industri. Undang-Undang
No.3 Tahun 2014 menyatakan dalam pasal 3 bahwa salah satu tujuan
penyelenggaraan perindustrian adalah meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan. Akan tetapi fakta di lapangan
memperlihatkan bahwa kehadiran industri tidak selamannya memberikan dampak
positif bagi masyarakat. Industri-industri yang sangat tergantung pada sumber
daya lingkungan dan banyak menimbulkan pencemaran tumbuh dengan pesat di
negara-negara sedang berkembang dimana pertumbuhan di negara tersebut
memang sangat dibutuhkan (Kristanto 2002). Di Indonesia pada tahun 2007
tercatat ada sekitar 13 ribu industri besar dan menengah yang berpotensi
mencemari air permukaan dan air tanah (KLH 2010).
Pengelolaan dilakukan sebagai upaya mengurangi dampak negatif dari
limbah yang dihasilkan dari proses produksi. Pengelolaan dapat dilakukan
langsung oleh perusahaan maupun oleh masyarakat. Masyarakat sekitar industri
merespons kehadiran industri dengan melakukan pengelolaan limbah. Limbah
yang bernilai ekonomis akan dikelola sebagai komoditas usaha yang menjadi
sumber pendapatan. Kegiatan pengelolaan yang berorientasi keuntungan
berkembang dan akhirnya membentuk kelompok-kelompok usaha pengelolaan
limbah industri.
Kasus yang terjadi di Cigondewah Kaler, Kecamatan Bandung Kulon, Kota
Bandung menunjukan usaha pengelolaan limbah industri yang dilakukan oleh
masyarakat sekitar industri. Usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah
Kaler termasuk kegiatan usaha skala mikro kecil dan menengah (UMKM). Potensi
UMKM mengacu pada jumlah populasi UMKM pada tahun 2007 mencapai 49,8
juta unit usaha atau 99,99 persen terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara
jumlah tenaga kerjanya mencapati 91, 8 juta orang atau 97,3 persen terhadap
seluruh tenaga kerja Indonesia (BPS 2008).
Ciri khas kegiatan dari usaha mikro seperti usaha pengelolaan limbah
industri di Cigondewah Kaler adalah pemanfaatan modal sosial dalam aktivitas
usaha. Fukuyama (1992) dalam Supriono dan Haris (2009) mengemukakan
bahwa tatanan ekonomi dunia baru tidak boleh meninggalkan kontrak sosial yang
tidak lain adalah karakteristik jaringan sosial, pola-pola timbal balik, dan
kewajiban-kewajiban bersama, dimana unsur-unsur penting ini disebut dengan
modal sosial.
Penelitian mengenai modal sosial dalam kegiatan usaha telah dilakukan oleh
Nurami (2013) yang meneliti peran modal sosial dalam pemberdayaan ekonomi
masyarakat pada usaha daur ulang di Desa Kedungwonokerto, Kecamatan
Prambon, Sidoarjo. Pemanfaatan modal sosial secara optimal dalam usaha daur
ulang mampu memberdayakan masyarakat Desa Kedungwonokerto yang dapat
dilihat dari munculnya peluang-peluang usaha baru seperti jasa pengangkutan,
penyerapan tenaga kerja, dan meningkatnya potensi ekonomi masyarakat (Nurami
2013).
2
Kegiatan usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler masih
berlangsung sampai hari ini. Pertambahan jumlah pengusaha menunjukan terdapat
pola-pola hubungan khas di antara masyarakat Cigondewah Kaler dalam usaha
pengelolaan limbah industri. Melalui proses tersebut terbuka peluang bagi setiap
masyarakat di Cigondewah Kaler untuk berbisnis usaha pengelolaan limbah
industri. Proses pemanfaatan modal sosial memiliki peran penting menciptakan
peluang-peluang tersebut.
Pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan semakin banyaknya pelaku
usaha ternyata belum memberikan dampak positif terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat Cigondewah Kaler. Limbah industri pada dasarnya
adalah sisa dan merupakan buangan dari proses produksi karena itu
pengelolaannya pun beresiko memunculkan permasalahan lingkungan jika tidak
dilakukan dengan baik. Hal tersebut terbukti dengan rendahnya kualitas
lingkungan di Cigondewah Kaler sebagai akibat langsung limbah industri yang
menjadi komoditas usaha. Modal sosial dan peningkatan kesejahteraan merupakan
dua hal yang menarik untuk dikaji dari usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler.
Masalah Penelitian
Usaha pengolahan limbah industri menjadi salah satu mata pencaharian
alternatif di tengah kondisi sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Nilai ekonomi
yang didapatkan oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri dapat menjadi
salah satu faktor pemercepat pertumbuhan ekonomi dan peningkatan status
kesejahteraan. Oleh karena itu akan dikaji sejauhmana skala usaha pengelolaan
limbah industri berhubungan dengan tingkat kesejahteraan pengusaha.
Hubungan yang dijalin oleh industri dengan masyarakat sekitar industri
berpengaruh terhadap akses limbah-limbah yang dihasilkan oleh industri. Tidak
semua masyarakat memiliki akses terhadap limbah-limbah yang dihasilkan oleh
perusahaan. Disamping modal fisik dan modal finansial terdapat modal sosial
yang harus dimiliki. Oleh karena itu perlu dianalisis bagaimana pemanfaatan
modal sosial oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri. Dinamika persaingan usaha mendorong pelaku usaha pengelolaan limbah
industri untuk bersaing dengan para pelaku usaha yang sama dari wilayah lain.
Tidak sedikit para pelaku usaha yang mengalami pailit. Keadaan tersebut tidak
menguntungkan bagi kegiatan usaha tersebut. Karena itu menarik untuk dikaji
sejauhmana pemanfaatan modal sosial berhubungan dengan skala usaha
pengelolaan limbah industri.
Kegiatan pengelolaan limbah industri diharapkan dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat. Nilai jual limbah industri yang bertambah setelah
dilakukan pengolahan akan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat.
Pendapatan tesebut diperoleh dari proses produksi, penjualan, sampai
pendistribusian limbah industri yang telah diolah. Oleh karena itu perlu dianailisis
bagaimana bentuk-bentuk pengelolaan limbah industri yang dilakukan oleh
pelaku usaha pengelolaan limbah industri.
3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan umum pada
penelitian ini adalah mengukur hubungan modal sosial dalam usaha pengelolaan
limbah industri dengan tingkat kesejahteraan pengusaha. Adapun tujuan-tujuan
khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis hubungan skala usaha dengan tingkat kesejahteraan pelaku
usaha pengelolaan limbah industri
2. Menganalisis pemanfaatan modal sosial oleh pelaku usaha pengelolaan
limbah industri
3. Menganalisis hubungan pemanfaatan modal sosial dengan skala usaha
pengelolaan limbah industri
4. Menganalisis bentuk-bentuk pengelolaan yang dilakukan oleh pelaku
usaha pengelolaan limbah industri.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan kepada berbagai
pihak, antara lain:
1. Bagi kalangan akademisi penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
atau literatur untuk meneliti lebih jauh modal sosial dalam kegiatan usaha
pengelolaan limbah industri dan hubungannya dengan tingkat
kesejahteraan pengusaha.
2. Bagi pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat, melalui kementrian dan dinas terkait, berusaha
memberikan gambaran utuh kepada mereka mengenai kondisi real
masyarakat di sekitar industri serta peluang pengembangan kegiatan
usaha kecil menengah yang berbasis pengelolaan limbah industri.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai modal sosial dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri
dan hubungannya dengan tingkat kesejahteraan.
4
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pengelolaan Limbah Industri
Karakteristik komunitas yang tinggal di sekitar industri sangat dipengaruhi
oleh jenis industri yang didirikan. Sampai tingkat tertentu industri pasti
mencerminkan karakter komunitas di mana industri itu bertempat: sarana
transportasinya, lokasinya di tepi sungai atau jalan kereta api atau danau, sikapnya
terhadap kerja, terhadap manajemen, terhadap buruh (Schneider 1986). Limbah
adalah salah satu produk sampingan yang dihasilkan oleh industri. Limbah
industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses langsung maupun
proses secara tidak langsung (Ginting 2007).
Komunitas sekitar industri dihadapkan pada permasalahan lingkungan yang
timbul akibat penimbunan limbah industri, terutama yang bersifat merugikan.
Padahal di dalam pasal 7 Undang-Undang No 44 Tahun 1982 menyatakan bahwa
setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara kelestarian
kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan. Limbah baik dalam jumlah besar maupun
kecil, dalam jangka panjang ataupun pendek akan mengakibatkan terjadinya
perubahan pada lingkungan (Kristanto 2002).
Skema input-output dan kemungkinan limbah pada proses industri :
Gambar 1 Skema output-input dalam proses industri (Kristanto 2002)
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi
(Kristanto 2002). Limbah dalam berbagai bentuk (padat, cair,dan gas) jika tidak
dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan.
Kristanto (2002) mengklasifikasikan limbah menjadi limbah yang bernilai
ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki
nilai ekonomis yaitu limbah yang dapat memberikan nilai tambah jika dikelola
dengan baik. Limbah non-ekonomis adalah suatu limbah walaupun telah
Input Proses Proses Limbah
- Bahan
Baku
- Tenaga
Kerja
- Mesin dan
Peralatan
- Limbah
- Industri
Primer
- Industri
Sekunder
- Industri
tersier
- Produk
utama
- Produk
Sampingan
- Limbah
- Bernilai
ekonomis
- Tak
bernilai
ekonomis
5
dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah
kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan .
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur,
dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan (Kristanto 2002). Mulia
(2005) mendefinisikan limbah padat sebagai segala sesuatu yang tidak terpakai
dan berbentuk padatan atau semi padatan. Lebih lanjut lagi Mulia (2005)
menegaskan bahwa limbah padat merupakan campuran dari berbagai bahan baik
yang tidak berbahaya seperti sisa makanan maupun yang berbahaya seperti limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berasal dari industri.
Tabel 1 Beberapa sumber dan jenis limbah padat
Sumber Fasilitas Jenis
Domestik Rumah tangga, apartemen Sisa makanan, pembungkus
makanan, dan lain-lain
Komersial Pertokoan, restoran, hotel,
institusi,
dan lain-lain
Kertas, kardus, abu, dan lain-
lain
Industri Kilang minyak, pabrik,
pertambangan, dan lain-lain
Limbah industri, Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3),
dan lain-lain
Konstruksi Tanah, Semen, baja, dan lain-
lain
Sumber: Wageningen University (1999) dalam (Mulia 2005)
Mekanisme pengolahan limbah dikemukakan oleh Kristanto (2002) sebagai
berikut :
Gambar 2 Mekanisme pengolahan limbah (Kristanto 2002)
Bahan Baku
Sumber Daya
Lingkungan
Industri Produk Limbah
Beracun dan
Berbahaya
Pengolahan
Pembuangan Produk
Daur
Ulang
Konsumen Limbah
Pengolahan
Pembangunan
memenuhi
syarat
Limbah
Konsumen
6
Industri berkewajiban dan bertanggungjawab untuk mengendalikan dan
menanggulangi pencemaran yang diakibatkan industrinya (Ginting 2007).
Perusahaan mengembangkan berbagai teknologi dalam melakukan pengelolaan
limbah yang dihasilkan oleh proses produksi mereka. Ginting (2007) menjelaskan
tujuh prinsip dasar dalam penggunaan teknologi bersih (clean technology) yang
menjadi rujukan perusahaan untuk memenuhi kriteria baku mutu limbah. Tujuh
prinsip dasar tersebut adalah :
1. Penghematan bahan baku dan energi
2. Minimalisasi Limbah
3. Pencegahan
4. Daur ulang
5. Reuse
6. Recovery
7. Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL)
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Pengelolaan limbah industri banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar
industri khususnya limbah yang masih bernilai ekonomis seperti potongan kain,
limbah plastik, dan limbah kertas. Kegiatan tersebut mendatangkan banyak
manfaat secara ekonomis. Sampai pada tingkat jual beli dengan konsumen dalam
jumlah besar, akhirnya kegiatan pengolahan limbah berubah menjadi kegiatan
usaha meskipun cakupannya masih dalam skala mikro.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah menjelaskan beberapa hal pokok mengenai UMKM :
1. Pengertian Usaha ikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini (aset maksimal 50 juta
dan omzet maksimal 300 juta)
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. (aset >50
juta – 500 uta dan omzet >300 juta - 2,5 M)
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil dan usaha besar dengan jumlah kekauaan bersih atau
hasil penjualan diatur dalam Undang-Undang ini. (Aset > 500 juta - 10 M
dan omzet > 2,5 M – 50 M.
Pengelompokan kegiatan usaha dapat didasarkan kepada jumlah pekerja.
Pengelompokan berdasarkan tenaga kerja tersebut dikategorikan ke dalam usaha
kecil, usaha menengah dan usaha besar. Jumlah tenaga kerja memperlihatkan
kemampuan untuk membiayai operasional usaha yang salah satunya ditopang oleh
tenaga kerja. tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang tidak bisa
7
dipisahkan dalam kegiatan usaha. Tabel 2 memperlihatkan pengelompokan usaha
berdasarkan jumlah tenaga kerja.
Tabel 2 Pengelompokan kegiatan usaha ditinjau dari jumlah pekerja
Usaha
Kecil
- Kecil I - kecil
- Kecil II - kecil
1 - 9 pekerja
10 -19 pekerja
Usaha
Menengah
Besar - kecil
Kecil - menengah
Menengah - menengah
Besar - menengah
100 - 199 pekerja
201 - 499 pekerja
500 - 999 pekerja
1000 - 1999 pekerja
Usaha Besar
...................................
>2000 pekerja
Sumber: Anderson (1987) dalam (Sartika dan Rahman 2002)
Kriteria umum UMKM menurut Sartika dan Rahman (2002) :
1. Struktur organisasi yang sangat sederhana
2. Tanpa staf yang berlebihan
3. Pembagian kerja yang kendur
4. Memiliki hierarki manajerial yang pendek
5. Aktivitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses
perencanaan
6. Kurang membedakan aset pribadi dari aset perusahaan
Lembaga Manajemen FE UI (1987) dalam (Sartika dan Rahman 2002)
mengemukakan profil usaha kecil di Indonesia meliputi :
1. Hampir setengahnya dari perusahaan kecil hanya mempergunakan
kapasitas 60 persen atau kurang.
2. Lebih dari setengah perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan
dari usaha kecil – kecilan.
3. Masalah utama yang dihadapi :
a. Sebelum investasi, masalah : permodalan, kemudahan usaha (lokasi,
izin);
b. Pengenalan usaha : pemasaran, permodalan, hubungan usaha;
c. Peningkatan usaha : pengadaan bahan/barang.
4. Usaha menurun karena : kurang modal, kurang mampu memasarkan,
kurang keterampilan teknis, dan administrasi.
5. Mengharapkan bantuan pemerintah berupa modal, pemasaran, dan
pengadaan barang.
6. Enam puluh persen menggunakan teknologi tradisional
7. Tujuh puluh persen melakukan lansung pemasaran kepada konsumen
8. Untuk memperoleh bantuan perbangkan, dokumen – dokumen yang
harus disiapkan dipandang terlalu rumit
Modal Sosial
Respons masyarakat terhadap industri digambarkan melalui kegiatan
pemanfaatan limbah industri. Selain membantu industri dalam penanganan
dampak negatif limbah, karakteristik masyarakat pun terbentuk oleh aktivitas
tersebut. Masyarakat memiliki modal sosial (social capital) untuk menjalin
8
hubungan kerja sama dengan industri, baik sebagai hubungan industrial maupun
sebagai sesama pemangku kepentingan.
Putnam (1995) dalam Sumardjo (2010) mendefinisikan modal sosial
sebagai bagian dari organisasi sosial berupa hubungan sosial dan rasa saling
percaya yang memfasilitasi koordinasi dan kerja sama untuk kepentingan
bersama. Modal Sosial dapat menjadi kekuatan yang menggerakan masyarakat,
yang terbentuk melalui berbagai interaksi sosial dan institusi sosial (Sumardjo
2010). Bank Dunia (1999) dalam Supriono dan Rais (2009) meyakini modal
sosial adalah sebagai suatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan-
hubungan yang tercipta, dan norma-norma yang membentuk kualitas serta
kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat
Definisi lain modal sosial seperti Colleta dalam Nasdian (2005) adalah
sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan
ekonomi, seperti pandangan umum (world view), kepercayaan (trust), pertukaran
timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and
economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and
informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya
(fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif,
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Lawang (2004) membagi kapital sosial ke dalam kepercayaan, norma, dan
jaringan. Sedangkan konsep-konsep tambahan terdiri dari tindakan sosial,
interaksi sosial, dan sikap. Beberapa konsep tersebut adalah:
1. Kepercayaan (trust)
Hubungan antar dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang
menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi
sosial.
2. Jaringan (network)
Sumber pengetahuan yang menjadi dasar utama dalam pembentukan
kepercayaan strategik. Salah satu karekteristiknya adalah ada ikatan antar
simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media
(hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan, boleh
dalam bentuk strategik, boleh pula dalam bentuk moralistik. Terdapat
jaringan antar personal, jaringan antar individu dan institusi, serta
jaringan antar institusi.
3. Norma
Norma itu muncul dari pertukaran saling menguntungkan (Blau 1963,
Fukuyama 1999) dalam Lawang (2004) , artinya kalau dalam
pertukaran itu keuntungan dinikmati oleh salah satu pihak saja,
pertukaran selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu norma yang
muncul di sini bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja. Norma
bersifat reosiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan kewajiban
suatu kegiatan tertentu. Yang melanggar prinsip keadilan akan
dikenakan sanksi yang keras juga (Blau 1963) dalam (Lawang 2004).
Tingkat Kesejahteraan
Kesejahteraan dapat diposisikan sebagai output/hasil dari sebuah proses
pengelolaan input (sumberdaya) yang tersedia, dimana kesejahteraan sebagai
ouput pada suatu titik dapat menjadi sumberdaya atau input untuk diproses
9
menghasilkan tingkat kesejahteraan keluarga pada tahap berikutnya (Sunarti
2006). Sunarti (2006) menggolongkan kesejahteraan keluarga ke dalam
kesejahteraan ekonomi (family well-being) yang diukur dari pemenuhan input
keluarga (misalnya diukur dari pendapatan, upah, aset, dan pengeluaran keluarga)
dan kesejahteraan material (family material well-being) yang diukur dari berbagai
bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga.
(Ferguson 1981) dalam Sunarti (2006) mendefinisikan kesejahteraan
ekonomi sebagai tingkat terpenuhinya input secara finansial oleh keluarga. Input
yang dimaksud berupa pendapatan, nilai aset keluarga, maupun pengeluaran,
sementara indikator output memberikan gambaran manfaat langsung dari investasi
tersebut pada tingkat individu, keluarga, dan penduduk. Kesejahteraan ekonomi
merupakan sebuah variabel yang bisa diukur baik secara kuantitaif maupun
kualitatif.
Pengukuran kesejahteraan sering menggunakan pembagian kesejahteraan ke
dalam dua bagian yaitu kesejahteraan subyektif dan obyektif (Sunarti 2006).
Mengacu pada UU No.10 Tahun 1992 yang memuat didalamnya konsep
kesejahteraan keluarga, BKKBN mengembangkan indikator Keluarga Sejahtera
yang memuat 23 indikator turunan (Sunarti 2006). Martin (2006) dalam Sunarti
(2006) menyebutkan terminologi yang sering digunakan dalam penelitian yang
membahas kesejahteraan adalah “living standar, will being, welfare, quality life”.
BKKBN merumuskan konsep keluarga sejahtera yang dikelompokan secara
bertahap menjadi keluarga sejahtera tahap 1, keluarga sejahtera tahap II, keluarga
sejahtera tahap III, serta keluarga sejahtera tahap III plus. Batasan operasional
keluarga sejahtera adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan
dasar, kebutuhan sosial, kebutuhan psikologis, kebutuhan pengembangan, dan
kepedulian sosial (Sunarti 2006). Rambe (2004) dalam Sunarti (2006)
menunjukan indikator kesejahteraan BKKBN dianggap paling baik karena selain
mudah dalam pengoperasiannya hingga ke level administrasi terendah dan dengan
cepat dapat mengklarifikasikan keluarga miskin.
BKKBN dalam Iskandar (2012) mengukur pengelompokan konsep keluarga
sejahtera dengan 23 indikator. Dua puluh tiga indikator tersebut adalah :
1. Melaksanakan Ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota
keluarga;
2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau
lebih;
3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di
rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian;
4. Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah;
5. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB, dibawa ke
sarana kesehatan;
6. Anggota keluarga memperoleh melaksanakan ibadah secara teratur;
7. Paling kurang seminggu sekali keluarga menyediakan
daging/telur/ikan;
8. Seluruh anggota keluarga paling tidak memperoleh paling kurang satu
setel pakaian baru per-tahun;
9. Luas lantai paling kurang 8 meter persegi untuk tiap penghuni rumah;
10. Seluruh anggota keluarga untuk tiga bulan terakhir dalam keadaan
sehat;
10
11. Paling kurang satu anggota keluarga usia 15 tahun ke atas
berpenghasilan tetap;
12. Seluruh anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun bisa baca tulis
huruf latin;
13. Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini;
14. Bila anak yang masih hidup dua atau lebih, keluarga pasangan usia
subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil);
15. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama
16. Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan
keluarganya;
17. Biasanya makan bersama paling sedikit sekali sehari dan kesempatan
itu dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar keluarga;
18. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya;
19. Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali
dalam 6 bulan;
20. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/TV/majalah;
21. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana tranportasi sesuai
kondisi daerah;;
22. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan
sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk material;
23. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
perkumpulan, yayasan, instansi, dan masyarakat.
Dua puluh tiga indikator tersebut diklasifikasikan ke dalam empat kategori
keluarga sejahtera. Kategori pertama adalah Keluarga Pra-Sejahtera, yaitu
keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal.
Kebutuhan dasar itu mencakup indikator (1 s.d 5). Kategori kedua adalah
Keluarga Sejahtera I, yaitu keluarga yang telah terpenuhi kebutuhan dasar (1 s.d
5) tetapi kebutuhan sosial psikologi belum terpenuhi. Kebutuhan sosial psikologi
tersebut mencakup indikator (6 s.d 14). Kategori ketiga adalah Keluarga Sejahtera
II, yaitu keluarga yang telah mampu memenuhi kebutuhan nomor 1 s.d 14 tetapi
kebutuhan pengembangannya belum sepenuhnya terpenuhi. Kebutuhan
pengembangan tersebut mencakup indikator (15 s.d 21). Kategori keempat adalah
Keluarga Sejahtera III, yaitu keluarga yang telah memenuhi kebutuhan fisik,
sosial, psikologi dan pengembangannya ( memenuhi indikator 1. Sd 21) tetapi
kepedulian sosial belum terpenuhi. Kepedulian sosial tersbut mencakup indikator
(22 s.d 23). Kategori kelima adalah Keluarga Sejahtera III Plus, yaitu keluarga
yang telah memenuhi kebutuhan fisik, sosial, psikologis, dan pengembangannya,
serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi (memenuhi indikator 1 s.d 23).
Kerangka Pemikiran
Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah mengetahui sejauhmana
modal sosial berperan dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri.
Kegiatan Usaha pengelolaan limbah industri melibatkan modal fisik, modal
finansial, dan modal sosial. Modal sosial terdiri dari tingkat kekuatan norma,
tingkat kepercayaan, dan tingkat jaringan. Hasil penelitian Santoso (2012)
menunjukan bahwa modal sosial telah berperan di antara para pedagang warung
angkringan di Kota Ponorogo. Modal sosial tersebut yakni saling memberikan
informasi dan bantuan, baik terkait dengan informasi peluang usaha, lokasi usaha
11
yang strategis, modal usaha, kelompok usaha maupun tempat tinggal (Santoso
2012).
Modal sosial yang pertama adalah tingkat kekuatan norma. Tingkat
kekuatan norma ini diukur oleh tingkat mengikat norma yang terdiri dari cara
(usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores) dan adat istiadat (customs)
(Soekanto 1982). Nurami (2013) menjelaskan bahwa pemilihan pelanggan baik
yang memilih dengan sistem bayar tunai, tepat waktu maupun melalui proses
hutang piutang, semua itu tidak terlepas dari peran norma yang melekat pada pola
kerja sama yang terjalin
Modal sosial yang kedua adalah tingkat kepercayaan. Lawang (2004)
menjelaskan bahwa inti dari kepercayaan antar manusia ada tiga hal yang saling
terkait: (i) hubungan sosial antara dua orang atau lebih, termasuk dalam hubungan
ini adalah institusi yang dalam pengertian ini diwakili orang; (ii) harapan yang
terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan
salah satu atau kedua belah pihak; dan (iii) interaksi sosial yang memungkinkan
hubungan dan harapan itu terwujud. Dengan ketiga dasar itu pula, kepercayaan
yang dimaksudkan di sini menunjuk pada hubungan antara dua pihak atau lebih
yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah
pihak melalui interaksi sosial (Lawang 2004).
Tingkat kepercayaan pada penelitian ini diukur oleh: (i) intensitas transaksi
jual beli dan (ii) intensitas melakukan kegiatan pinjaman / kredit usaha. Hasil
penelitian Nurami (2013) berkaitan dengan modal sosial dalam usaha daur ulang
di Desa Kedungwonokerto, Sidoarjo menunjukan dengan pemilihan rekanan
penyedia bahan yang amanah dan dapat dipercaya bahkan dapat menjanjikan
keuntungan karena dapat mengurangi biaya survei bahan baku dalam hal ini akan
mengurangi ongkos produksi yang harus dikeluarkan dan juga menghemat waktu.
Siregar (2011) dalam Nurami (2013) menyebutkan bahwa eksistensi kepercayaan
dalam transaksi ini menjadi faktor kunci sebagai modal sosial, yang
menyebabkan biaya transaksi dan biaya kontrol menjadi rendah.
Modal sosial yang ketiga adalah tingkat jaringan. Lawang (2004)
menjelaskan masih dalam fungsinya untuk memperlancar (pelumas) kegiatan
ekonomi, jaringan sosial harus memiliki sifat keterbukaan pada semua orang
untuk memberikan kesempatan kepada publik menilai fungsinya yang mendukung
kepentingan umum. Lebih lanjut lagi Lawang (2004) menyebutkan fungsi akses
menunjuk pada kesempatan yang dapat diberikan oleh adanya jaringan dengan
orang lain dalam penyediaan suatu barang atau jasa yang tidak dapat dipenuhi
secara internal oleh organisasi. Tingkat jaringan pada penelitian ini diukur oleh:
(i) tingkat akses pelaku usaha terhadap barang dan jasa; (ii) tingkat keterbukaan
jaringan usaha; dan (iii) intensitas interaksi antar pelaku usaha pengelolaan limbah
industri.
Penelitian ini ingin mengetahui juga sejauhmana hubungan antara modal
sosial dan skala usaha pengelolaan limbah industri dengan status kesejahteraan
pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Tingkat
kesejahteraan tersebut diukur oleh beberapa indikator kualitas hidup. Indikator
tersebut adalah: tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat partisipasi
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan (Sunarti 2006).
12
Gambar 3 Kerangka pemikiran
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:
1. Semakin tinggi modal sosial yang dimiliki oleh kelompok usaha pengelolaan
limbah industri maka semakin tinggi skala usaha pengelolaan limbah industri.
2. Semakin tinggi skala usaha pengelolaan limbah industri maka semakin tinggi
tingkat kesejahteraan pengusaha.
Modal Sosial (X)
1. Tingkat kekuatan norma
Tingkat kekuatan norma Usaha Pengelolaan
Limbah
2. Tingkat kepercayaan
Intensitas transaksi jual beli
Intensitas pinjaman/ kredit usaha
3. Tingkat jaringan
Tingkat akses barang dan jasa
Tingkat keterbukaan jaringan
Intensitas interaksi pelaku usaha
Skala Usaha Pengelolaan limbah
Industri (Y)
1. Tingkat pendapatan usaha (omzet)
2. Jumlah tenaga kerja
3. Jumlah aset
4. Kepemilikan gudang
Tingkat Kesejahteraan Pengusaha (Z)
1. Tingkat pendapatan
2. Tingkat partisipasi dalam kegiatan publik
3. Tingkat kepemilikan aset
4. Ukuran keluarga
Berhubungan
13
Definisi Operasional
Tabel 3 Definisi operasional
A. Modal Sosial adalah kekuatan (nilai) yang dimiliki masyarakat untuk
melakukan interaksi sosial dalam kegiatan ekonomi, khususnya aktivitas
berdagang. Kekuatan nilai tersebut diukur oleh: tingkat kepercayaan, tingkat
kekuatan norma, dan tingkat jaringan. Masing-masing variabel tersebut akan
menjadi ukuran tinggi rendahnya Modal Sosial.
I. Tingkat Kepercayaan adalah tingkat hubungan antar dua pihak atau lebih
yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah
pihak melalui interaksi sosial. Indikator untuk mengukur tingkat kepercayaan
pelaku usaha pengelolaan limbah industri masyarakat diukur sebagai berikut :
Indikator Definisi Operasional Skala
Pengukuran
Jenis Data
Intensitas
Transaksi
Jual Beli
Intensitas aktivitas
transaksi jual beli
barang barang
komoditi pengelolaan
limbah industri yang
dilakukan oleh pelaku
usaha pengelolaan
limbah industri
- Rendah
- Sedang
- Tinggi
Ordinal
Intensitas
Pinjaman
Kredit Usaha
Intensitas aktivitas
meminjam dana kridit
usaha dari Lembaga
peminjaman Uang
(Bank)
- Rendah
- Sedang
- Tinggi
Ordinal
II. Tingkat Kekuatan Norma : Tingkat pemenuhan hak dan kewajiban kegiatan
usaha pengelolaan limbah industri, di mana yang melanggar prinsip keadilan
akan dikenakan sanksi. Indikator untuk mengukur tingkat kekuatan norma
pelaku usaha pengelolaan limbah industri masyarakat diukur sebagai berikut :
Indikator Definisi Operasional Skala
Pengukuran
Jenis Data
Tingkat
kekuatan
norma
Tingkatan sanksi yang
akan diberikan oleh
masyarakat pelaku usaha
pengelolan limbah
industri jika ada anggota
komunitasnya yang
melanggar norma
Sanksi dalam
tingkatan
norma:
- Usage
- Folkways
- Norm
- Custom
Ordinal
III. Tingkat Jaringan : Tingkat kekuatan ikatan antar simpul (orang atau
kelompok) dalam usaha pengelolaan limbah industri. Indikator untuk
mengukur tingkat jaringan pelaku usaha pengelolaan limbah industri
masyarakat diukur sebagai berikut :
Indikator Definisi Operasional Skala
Pengukuran
Jenis Data
Tingkat
akses barang
Tingkat kesempatan
seseorang untuk
- Sangat sulit
- Sulit
Ordinal
14
dan jasa memperoleh barang dan
mendapatkan jasa dalam
usaha pengelolaan
limbah industri dari
jaringan bisnis yang
sudah terbentuk
- Mudah
Tingkat
keterbukaan
jaringan
Tingkat pengetahuan
masyarakat di luar
kelompok usaha terhadap
usaha pengelolaan
limbah industri dalam
satu.
- Sangat
terbuka
- Terbuka
- Tertutup
Ordinal
Intensitas
interaksi
antar
kelompok
usaha
pertukaran informasi, dan
banyaknya kehadiran
dalam kegiatan sesama
pelaku usaha pengelolaan
limbah industri.
- Rendah
- Sedang
- Tinggi
Ordinal
B. Usaha Pengelolaan Limbah Industri adalah kegiatan mengolah limbah
industri yang terdiri dari limbah kain, sampah kain (plastik, dan potongan-
potongan kecil yang lainnnya), dan sampah bekas barang-barang elektronik
menjadi barang yang lebih bernilai ekonomis. Kegiatan mengolah tersebut
terdiri dari yang paling sederhana (memilah) sampai membuat barang baru
(jaket, kaos dll).
Skala Usaha Pengelolaan Limbah Industri adalah Pengukuran skala usaha
pengelolaan limbah industri berdasarkan tingkat pendapatan, jumlah tenag
kerja, jumlah aset, dan kepemilikan gudang. Indikator untuk mengukur tingkat
usaha pengelolaan limbah industri masyarakat diukur sebagai berikut :
Indikator Definisi Operasional Skala
Pengukuran
Jenis Data
Tingkat
Pendapatan/
omzet
akumulasi keuntungan
yang diperoleh usaha
selama satu tahun
terakhir
- Rendah
- Sedang
- Tinggi
Ordinal
Jumlah
tenaga kerja
banyaknya tenaga kerja
yang dipekerjakan dalam
proses usaha selama satu
tahun terakhir.
- Sedikit
- Banyak
Nominal
Jumlah aset kepemilikan terhadap
aset berupa :
bangunan/gudang, alat
timbang kain, sistem
pengolahan data
(kalkulator/komputer),
alat transportasi (mobil
pickup, truk) selama satu
tahun terakhir
- Sedikit
- Banyak
Nominal
Kepemilikan
Gudang
Kepemilikan terhadap
tempat penyimpanan stok
- Milik
pribadi
Ordinal
15
limbah. - Menyewa
- Menumpang
C. Kesejahteraan adalah terpenuhinya input pendapatan, nilai aset keluarga,
maupun pengeluaran, serta terpenuhinya manfaat langsung dari investasi aset
–aset tersebut pada tingkat individu dan keluarga.
Tingkat Kesejahteraan adalah tingkat ketercukupan kebutuhan, baik
kebutuhan dasar, kebutuhan psikologis, kebutuhan pengembangan, dan
kebutuhan kepedulian sosial. Indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan
pelaku usaha pengelolaan limbah industri masyarakat diukur sebagai berikut :
Indikator Definisi Operasional Skala
Pengukuran
Jenis Data
Tingkat
pendidikan
tinggi rendahnya tingkat
pendidikan yang
didapatkan oleh
kelompok masyarakat
yang terlibat langsung
dalam kegiatan usaha
pengelolaan limbah
industri dalam satu tahun
terakhir.
- Rendah
- Sedang
- Tinggi
Ordinal
Tingkat
Pendapatan
Rata-rata pengeluaran
dkurangi rata-rata
pendapatan perbulan
setiap anggota keluarga
dalam rumah tangga.
- Rendah
- Sedang
- Tinggi
Ordinal
Tingkat
partisipasi
dalam
kegiatan
publik
Tingkat keterlibatan
dalam kegiatan
kemasyarakatan selama
satu tahun terakhir.
- Rendah
- Sedang
- Tinggi
Ordinal
16
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yang
didukung oleh pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan dalam pendekatan
kuantitatif adalah metode penelitian survei. Penelitian survei merupakan
penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendi 1989).
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesa atau penelitian
penjelasan (explanatory research) yang tergolong dalam metode penelitian survei.
Penelitian pengujian hipotesa merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan
kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan
Effendi 1989).
Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menganalisis sejauhmana modal
sosial berperan dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri dan sejauhmana
hubungannya dengan kesejahteraan pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler. Data sekunder didapatkan melalui kajian sumber literatur-
literatur terkait limbah industri, pengelolaan limbah industri, tingkat kesejahteraan
masyarakat Cigondewah kaler, dan semua data yang berkaitan dengan
perkembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Bandung.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cigondewah Kaler, Kecamatan
Bandung Kulon, Kota Bandung. Cigondewah Kaler merupakan bagian dari
wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Bandung sebagai kawasan
strategis melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-
2031 kategori sentra tekstil (sentra kain Cigondewah). Selain itu di Cigondewah
Kaler banyak berdiri kegiatan usaha pengelolaan limbah industri, baik limbah
langsung dari kegiatan industri maupun limbah-limbah dari bahan plastik dan
kertas. Akibat usaha pengelolaan limbah tersebut Cigondewah Kaler menjadi
wilayah yang kumuh dan tidak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang
didapatkan dari usaha pengelolaan limbah industri.
Pengambilan data sekunder dilakukan pada awal bulan Maret 2014.
Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Maret 2014 sampai dengan April
2014, pengolahan data dilakukan pada bulan Mei 2014. Analisis data dan
penulisan dilakukan pada bulan Mei 2014. Kegiatan penelitian meliputi
penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan kolokium, pengambilan data
lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang
skripsi, dan perbaikan laporan penelitian (Lampiran 1).
Teknik Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Cigondewah Kaler.
Responden adalah kelompok masyarakat di Cigondewah Kaler yang terlibat
dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri. Sehingga populasi sampel
dalam penelitian ini adalah kelompok masyarakat yang memiliki kegiatan usaha
dan/terlibat dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah
17
Kaler, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung. Data populasi sampel
didapatkan dari Ketua RW di seluruh wilayah Cigondewah Kaler. Terdapat 160
Pelaku Usaha pengelolaan limbah industri yang menjadi populasi sampel Unit
analisis penelitian adalah rumah tangga pelaku usaha pengelolaan limbah industri
di Cigondewah Kaler. Hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu
mengetahui sejauhmana modal sosial dalam usaha pengelolaan limbah industri
berhubungan dengan peningkatan status kesejahteraan.
Metode sampling adalah pembicaraan bagaimana menata berbagai teknik
dalam penarikan atau pengambilan sampel penelitian, bagaimana kita merancang
tata cara pengambilan sampel agar menjadi sampel yang refresentatif (Bungin
2005). Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple
random sampling dimana data pelaku usaha akan diacak kemudian diambil
sebanyak 70 responden yang mewakili rumah tangga pelaku usaha pengelolaan
limbah industri. Setelah dilakukan pengambilan data di lapangan terdapat
beberapa pelaku usaha yang sudah mengganti kegiatan usahanya. Karena itu
jumlah responden dikurangi menjadi 50 Responden.
Kuesioner yang diberikan kepada responden mengenai kondisi sosial
ekonomi responden yang berupa skala usaha, tingkat pendapatan keluarga, tingkat
pendidikan, dan tingkat partisipasi dalam kegiatan masyarakat. Selain itu,
kuesioner tersebut diberikan kepada responden untuk mengetahui modal sosial
yang terdiri dari tingkat kepercayaan, kekuatan norma, dan kekuatan jaringan.
Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara
mendalam terhadap informan dan narasumber dengan menggunakan panduan
pertanyaan mendalam. Informan dan narasumber tersebut terdiri dari pemilik
usaha pengelolaan limbah industri, tokoh masyarakat Cigondewah Kaler, pejabat
di Kelurahan Cigondewah Kaler dan Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian
Perdagangan Kota Bandung.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Kuesioner yang diberikan kepada responden terdiri dari tiga bagian. Ketiga
bagian tersebut adalah (i) modal sosial berupa tingkat kepercayaan (data ordinal),
tingkat kekuatan jaringan (data ordinal), dan tingkat kekuatan norma (data
ordinal); (ii) skala usaha pengelolaan limbah industri berupa tingkat pendapatan
usaha/omzet (ordinal), jumlah tenaga kerja (data ordinal), jumlah aset (data
ordinal), dan kepemilikan gudang (data ordinal) yang digunakan dalam
pengelolaan limbah industri; (iii) tingkat kesejahteraan yang diukur oleh tingkat
pendapatan (data ordinal), tingkat pendidikan (data ordinal), tingkat pendapatan
(data ordinal), dan tingkat partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan (data
ordinal). Wawancara mendalam dilakukan kepada responden dan informan
berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan dan diikuti dengan
pemikiran responden yang berhubungan dengan pertanyaan.
Data akan diolah secara kuantitatif dengan menggunakan Microsoft Excel
2007 dan SPSS for Windows versi 20.0. Uji korelasi Rank Spearman digunakan
untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala
ordinal. Rank Spearman digunakan untuk uji korelasi yang menghubungkan
variabel modal sosial dengan variabel skala usaha pengelolaan limbah industri dan
menguji variabel skala usaha pengelolaan limbah industri dengan variabel
kesejahteraan.
18
Data karakteristik skala usaha akan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.
Hal tersebut dilakukan untuk melihat sebaran data dan mempermudah analisis.
Analisis modal sosial disajikan dalam bentuk analisis tabulasi silang, dilakukan
dengan melihat keterhubungan antara proses usaha pengelolaan limbah industri
dengan aktivitas pengusaha yang berkaitan dengan modal sosial. Hal yang sama
dilakukan untuk melihat keterhubungan antara proses pengelolaan limbah industri
dengan tingkat kesejahteraan pengusaha.
19
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis
Cigondewah Kaler memiliki wilayah dengan luas lahan 140 hektar, terbagi
menjadi 13 wilayah Rukun Warga (RW) dan terdiri dari 43 wilayah Rukun
Tetangga (RT). Areal tanah di Cigondewah Kaler terdiri dari tanah kering
(daratan) seluas ± 115, 388 Ha (80 persen), tanah sawah seluas ± 15,342 Ha (11
persen ) dan sisanya digunakan fasilitas umum (jalan raya dan jembatan) seluas ±
9,27 Ha (7 persen ). Cigondewah Kaler berada pada ketinggian 500 m dpl. Curah
hujan berkisar pada 2400 mm/tahun dan jumlah hari dengan curah hujan
terbanyak sebesar 45 hari. Penggunaan lahan di Cigondewah Kaler dapat dilihat
dalam Gambar 4.
Sumber: Profil Kelurahan Cigondewah Kaler 2013
Gambar 4 Penggunaan lahan di Cigondewah Kaler
Orbitasi waktu tempuh dan letak Cigondewah Kaler ke ibu kota propinsi
sejauh 4 Km dengan waktu tempuh ± 30 menit. Cigondewah Kaler sebelah utara
berbatasan dengan Kelurahan Caringin dan Kelurahan Melong, sebelah selatan
berbatasan dengan Kelurahan Cigondewah Kidul dan Desa Cigondewah Hilir,
sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Cigondewah Kidul dan Kelurahan
Caringin, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Gempolsari.
Kondisi Demografi
Cigondewah Kaler memiliki penduduk dengan jumlah 21.014 jiwa terdiri
dari 10.561 laki-laki dan 10.453 perempuan. Jumlah keluarga di Cigondewah
Kaler pada tahun 2013 mencapai 7.130 Kepala Keluarga (KK). Kepadatan
penduduk di Cigondewah Kaler adalah sebesar 0,0067 jiwa per Ha. Penduduk asli
Cigondewah Kaler adalah suku sunda. Komposisi penduduk yang sekarang
berdomisili di Cigondewah Kaler terdiri dari suku sunda, suku jawa, suku batak,
dan etnis china. Penduduk musiman banyak tinggal di Cigondewah Kaler. Mereka
adalah buruh yang bekerja pada beberapa perusahaan yang beroperasi di
Cigondewah Kaler. Selain itu penduduk tersebut adalah buruh yang bekerja pada
beberapa usaha pengelolaan limbah industri.
Pemukiman KPR-
BTN
1% (0,638 Ha)
Pemukiman
Umum
54%
Perkantoran
1% (0,20 Ha)
Sekolah
1% (0,45 Ha)
Pertokoan/
Perdagangan
20% (28 Ha)
Tempat Ibadah
2% (3,42 Ha)
Pemakaman
4% (5,20 Ha)
Jalan Raya
6% (9,40 Ha)
Persawahan
11% (15,342 Ha)
20
Penduduk menyebar di seluruh Cigondewah Kaler terutama yang
berdekatan dengan aliran sungai dan jalan raya. Komposisi penduduk
Cigondewah Kaler berdasarkan kelompok usia pada tahun 2013 dapat dilihat
dalam Tabel 4.
Tabel 4 Kelompok usia penduduk Cigondewah Kaler
Sumber : Profil Kelurahan Cigondewah Kaler 2013
Kondisi Pendidikan
Penduduk Cigondewah Kaler sebagian besar memiliki pendidikan setingkat
SD (23,44 persen) dan hanya 0,9 persen saja dari total penduduk Cigondewah
Kaler yang memiliki pendidikan setingkat perguruan tinggi. Kegiatan pendidikan
dilaksanakan dalam bentuk formal dan non formal. Pendidikan formal
dilaksanakan di beberapa sekolah negeri dan swasta yang terdapat di wilayah
Cigondewah Kaler dan beberapa di antaranya harus ditempuh setidaknya dalam
waktu setengah jam berjalan kaki.
Pendidikan non formal dilaksanakan dalam bentuk pengajian. Pengajian
digelar setiap hari untuk anak-anak usia 7-20 tahun. Setiap hari setidaknya
terdapat 3 kali kegiatan belajar mengajar dalam pengajian. Selain itu pengajian
dalam bentuk Majelis Ta’lim diadakan untuk kalangan Orang Tua tiga kali dalam
setiap pekan. Di Cigondewah Kaler kegiatan pengajian dapat ditemui di setiap
RW. Kegiatan pengajian dipimpin oleh tokoh agama setempat. Terdapat
setidaknya lima pondok pesantren di wilayah Cigondewah Kaler.
No. Kelompok Usia
(tahun)
Jumlah
(jiwa)
Persentase
(%)
1 0 – 4 2354 11,20
2 5 – 8 2153 10,24
3 10 – 14 2928 13,93
4 15 – 19 2550 12,13
5 20 – 24 2921 13,90
6 25 – 29 821 3,90
7 30 – 34 540 2,56
8 35 – 39 704 3,35
9 40 – 44 763 3,63
10 45 – 49 1719 8,18
11 50 – 54 1047 4,98
12 55 – 59 1624 7,72
13 60 -- 64 433 2,06
14 65 ke atas 457 2,17
J u m l a h 21014 100
21
Masyarakat Cigondewah Kaler tergolong rendah tingkat pendidikannya.
Meski fasilitas pendidikan banyak terhadapat di Cigondewah Kaler tetapi belum
bisa meningkatkan angka melek pendidikan di sana. Tingkat pendidikan formal
penduduk Cigondewah Kaler dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Tingkat pendidikan formal penduduk Cigondewah Kaler
No. Kelompok Usia
(tahun)
Jumlah
(jiwa)
Persentase
(%)
1 Tidak/Belum Sekolah 4926 23,44
2 Tidak Tamat SD 4422 21,04
3 Belum Tamat SD 3375 16,06
4 Tamat SD 3346 15,92
5 SLTP 2262 10,76
6 SLTA 2492 11,85
7 Akademi / Sarjana D3 138 0,65
8 Sarjana 53 0,25
J u m l a h 21014 100
Sumber : Profil Kelurahan Cigondewah Kaler 2013
Kondisi Ekonomi
Sebagian besar masyarakat Cigondewah Kaler memiliki mata pencaharian
sebagai pedagang (18,85 persen) disusul oleh pegawai swasta sebesar (17,6
persen). Sedangkan sisanya memiliki mata pencaharian sebagai PNS, TNI, Tani,
dan pensiunan. Pedagang dan wiraswasta didominasi oleh pelaku usaha
pengelolaan limbah industri.
Tabel 6 Mata pencaharian masyarakat Cigondewah Kaler
No. Kelompok Usia
(tahun)
Jumlah
(jiwa)
Persentase
(%)
1 Pegawai Negeri dan TNI 200 0,947
2 Pegawai Swasta 3709 17,65
3 Wiraswasta 2587 12,31
4 Tani 352 1,67
5 Dagang 3962 18,85
6 Pelajar dan Mahasiswa 8734 41,56
7 Pensiunan 94 0,47
8 Lain-lain 1376 6,54
J u m l a h 21014 100
Sumber : Profil Kelurahan Cigondewah Kaler 2013
22
Mata pencaharian petani masih bisa ditemukan di beberapa RW yang masih
memiliki lahan pertanian. Di antaranya di wilayah RW 01 dan RW 02. Pertanian
bukan menjadi mata pencaharian utama sebab tanah yang mereka garap statusnya
sudah milik pemerintah dan merupakan wilayah terdampak pembangungan jalan
Tol Soreang Pasir Koja (Seroja) yang sedang dalam proses persiapan
pembangunan. Dengan kata lain mereka yang masih bertani statusnya adalah
penggarap dan suatu saat ketika lahan tersebut sudah menjadi jalan Tol maka
mereka harus meninggalkan profesinya tersebut.
Kondisi Sarana dan Prasarana
Cigondewah Kaler didominasi oleh bangunan rumah beton yang tersebar
mengikuti alur jalan raya Cigondewah Kaler. Jalan raya Cigondewah yang
menghubungkan Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung telah mengalami
beberapa kali renovasi hingga akhirnya pada tahun 2008 dilakukan pengecoran
jalan. Di sepanjang jalan tersebut berdiri gudang-gudang tempat penampungan
limbah industri berupa plastik, potongan kain, rongsokan dan karung.
Cigondewah Kaler termasuk wilayah terdampak atas pembangungan Jalan
Tol Padalarang - Cileunyi pada tahun 1987. Pembangunan industri berbahan baku
plastik dan tekstil meningkat pesat sejak selesainya pembangungan jalan tol.
Tercatat sedikitnya beberapa titik kawasan industri yakni di wilayah RW 01, RW
08, RW 12, RW 07, dan RW 02. Wilayah RW 01 kemudian berkembang menjadi
sentra pengelolaan limbah tekstil dan limbah plastik di Cigondewah Kaler.
Terdapat empat jembatan beton yang menghubungkan wilayah
Cigondewah Kaler yang terpisahkan oleh Jalan Tol Padaleunyi. Pada tahun 2014
diresmikan Gedung Unit Pelayanan Teknis Tekstil dan Produk Tekstil (UPT TPT)
Cigondewah di wilayah Cigondewah Kaler. Infrastruktur tersebut akan
menunjang segala kebutuhan teknis dan informasi mengenai kegiatan ekonomi
khususnya bidang tekstil di Cigondewah, Kota Bandung.
Kondisi Usaha Pengelolaan Limbah Industri
Limbah industri dalam bentuk apapun berpotensi mencemari lingkungan
dan mengganggu aktivitas kehidupan. Di Cigondewah Kaler limbah industri
menjadi komoditi usaha. Limbah industri yang dikelola adalah limbah yang
bernilai ekonomis. Pelaku usaha pengelolaan limbah industri tersebar di seluruh
wilayah Cigondewah Kaler.
Pelaku usaha paling banyak terdapat di wilayah RW 01. Wilayah RW 01
adalah wilayah strategis yang dilalui langsung oleh jalan raya Cigondewah yang
menghubungkan Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Di wilayah RW 01
terdapat beberapa industri yang memproduksi karung dan industri makanan.
Selain di wilayah RW 01 pelaku usaha tersebar merata di wilayah RW yang
memiliki akses langsung terhadap jalan raya Cigondewah seperti RW 03, RW 06,
RW 09, dan RW 10.
Pelaku usaha mengelola berbagai jenis limbah seperti kain, plastik, logam,
karung dan makanan sebagai komoditi usaha mereka. Kegiatan pengelolaan
limbah industri yang berpusat pada beberapa wilayah RW saja berdampak
terhadap terkonsentrasinya wilayah yang tergolong kumuh di Cigondewah Kaler.
Wilayah RW 01, wilayah RW 10, dan wilayah RW 11 merupakan beberapa
23
wilayah yang sangat terdampak dengan hadirnya kegiatan usaha pengelolaan
limbah industri di sana. Aktivitas usaha pengelolaan limbah industri juga telah
mengubah lanskap wilayah Cigondewah Kaler. Pemukiman menjadi wilayah yang
bercampur baur dengan industri, gudang, tempat pembuangan sampah, dan area
tercemar polusi akibat kegiatan industri dan pengelolaan limbah industri. Data
yang disajikan dalam Tabel 7 merupakan hasil pemetaan beberapa pengusaha
yang tersebar di seluruh wilayah Cigondewah Kaler.
Tabel 7 Sebaran Pelaku Usaha pengelola limbah industri di Cigondewah Kaler
Wilayah
RW
Jumlah Pengusaha (Orang)
Total
(Orang) Kain Plastik Logam Karung/Kardus Makanan
1 35 9 3 1 1 49
2 10 0 0 1 0 11
3 9 2 0 0 0 11
4 2 1 0 1 0 4
5 7 2 1 0 0 10
6 3 7 0 0 0 10
7 2 3 1 1 1 8
8 9 0 1 0 0 10
9 9 1 0 0 0 10
10 7 8 1 4 0 20
11 2 0 5 1 0 8
12 8 0 0 0 0 8
13 0 0 1 0 0 1
Total (Orang) 160
Limbah menimbulkan permasalahan baru meskipun telah dikelola oleh
masyarakat Cigondewah Kaler. Kawasan usaha pengelolaan limbah industri
termasuk wilayah kumuh yang dicirikan dari kualitas air selokan dan air sungai
yang melewati wilayah tersebut. Kualitas air yang rendah, berbau, hitam pekat,
dan membawa banyak limbah plastik merupakan sisa dari proses pencucian
limbah industri pada industri dan usaha pengelolaan limbah industri. Selain
kualitas air yang buruk, aspek lingkungan lain pun mengalami hal yang sama
mengalami penurunan kualitas seperti area bermain, halaman di antara
pemukiman penduduk, jalan raya, saluran air di pinggir jalan, dan kualitas udara.
Hal tersebut tidak lain merupakan dampak langsung dari kegiatan pengelolaan
limbah industri di beberapa tempat di Cigondewah Kaler.
Dibalik keterbatasan usaha pengelolaan limbah industri, pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya merasakan manfaat yang tidak sedikit. Gambaran lebih jelas
mengenai Cigondewah Kaler dan penyebaran industri serta usaha pengelolaan
limbah industri dapat dilihat dalam gambar sketsa lokasi penelitian (Gambar 5).
24
Gambar 5 Sketsa lokasi penelitian
25
RESPONS MASYARAKAT TERHADAP LIMBAH INDUSTRI
Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana respons masyarakat di
Cigondewah Kaler terhadap kehadiran beberapa industri di wilayah mereka.
Respons tersebut dalam bentuk usaha pengelolaan limbah industri. Termasuk
sejarah pertama kalinya pengelolaan limbah industri, perkembangan usaha,
sampai pada karakteristik usaha pada saat penelitian ini dilakukan. Analisis ini
dimaksudkan untuk melihat usaha pengeloaan limbah industri secara utuh agar
penlilaian skala usaha menjadi lebih obyektif sesuai dengan dinamika di lapangan.
Pengelolaan limbah industri yang berkembang menjadi kegiatan usaha
Pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler sudah dilakukan sejak
tahun 1982. Kegiatan tersebut dimulai oleh beberapa pelaku usaha. Berawal dari
hubungan penduduk asli Cigondewah kaler dengan sebuah perusahaan tekstil
(sekarang PT. Kahatex). Hubungan tersebut terkait jaminan keamanan
perusahaan tekstil yang berproduksi di wilayah Cigondewah pada beberapa tahun
pertama didirikan. Perusahaan tersebut akan mengalokasikan limbah industri yang
bernilai ekonomis untuk dijual kepada Tn. H. MSD. Perjanjian tersebut dilakukan
tidak tertulis. Dinamika sosial dan ekonomi di masyarakat Cigondewah Kaler
menyebabkan bertambahnya pelaku usaha yang mendapatkan jatah limbah
industri dari Perusahaan tekstil tersebut. Pada tahun 2014 pelaku usaha yang
mendapatkan jatah limbah industri dari PT. Kahatex sebanyak lima belas pelaku
usaha. Dengan jumlah limbah industri yang dikelola tidak kurang dari 180 Ton
setiap bulan.
Pola yang sama berlaku bagi semua pelaku usaha yang mengakses langsung
limbah industri dari PT. Kahatex. Setiap bulan mereka mendapatkan jatah untuk
membeli limbah industri sebanyak dua minggu berturut-turut. Artinya pada dua
pekan pertama pelaku usaha mendapatkan jatah limbah industri sedangkan dua
pekan setelahnya tidak. Begitu seterusnya memiliki jadwal yang sudah ditetapkan
bersama di antara lima belas pelaku usaha. Setiap dua kali dalam setahun
diadakan pertemuan untuk saling bertukar informasi. Bahkan pada beberapa
kesempatan diadakan pertemuan insidental untuk membahas harga limbah industri
yang akan mengalami kenaikan. Lima belas pengusaha tersebut menjadi
penyuplai limbah industri juga bagi para pelaku usaha pengelola limbah industri
yang relatif lebih kecil skala usahanya.
Peningkatan jumlah industri tekstil skala menengah di Kota Bandung dan
Kabupaten Bandung menyebabkan penambahan suplai limbah industri. Limbah
industri tidak hanya didapatkan dari PT. Kahatex. Limbah kain, plastik, karung,
dan logam didapatkan dari kegiatan industri semi garmen, usaha konveksi, pasar
swalayan, departemen store, dan pasar yang ada di wilayah Bandung, Cimahi, dan
Kabupaten Bandung.
Memasuki era reformasi pelaku usaha pengelolaan limbah industri semakin
banyak bermunculan di Cigondewah Kaler, bahkan julukan kawasan “kuya”
(kumuh tapi kaya) sampai hari ini masih identik dengan kawasan Cigondewah
Kaler karena wilayahnya kotor dan kumuh karena sampah (limbah) berserakan
26
tetapi masyarakatnya mampu secara ekonomi. Pola pengelolaan limbah industri
dan siklus distribusi limbah industri dapat dilihat dalam pada Gambar 6.
Gambar 6 Alur distribusi komoditas limbah industri di Cigondewah Kaler
Pada tahun 2014 sedikitnya terdapat 5 wilayah RW yang memiliki kawasan
industri di Cigondewah Kaler. Kelima wilayah RW tersebut adalah RW 1
(kategori industri: rajut karung, makanan, dan logam); RW 4 (kategori industri:
tekstil dan paralon); RW 7 dan RW 8 (kategori industri: alat elektronik dan
tekstil); serta RW 12 (kategori industri tekstil).
Pelaku usaha pengelolaan limbah industri mencari langsung sumber limbah
hingga ke luar kota. Beberapa di antaranya didapatkan dari kawasan industri
Tangerang, Bekasi, dan Jakarta. Perbandingan pemasok limbah industri bagi lima
puluh responden pelaku usaha pengelolaan limbah di Cigondewah Kaler dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Pemasok limbah bagi kegiatan usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Sumber Limbah Jumlah Pelaku Usaha Persentase(%)
Kawasan industri konveksi 5 10
Industri makanan 2 4
Industri semi garmen 9 18
Industri tekstil besar 9 18
Konveksi 5 10
Limbah pasar dan rumah
tangga
7 14
Pemulung 2 4
Pengelola limbah kecil 1 2
Pengepul 7 14
Sesama pengelola limbah 3 6
Jumlah 50 100
IND
US
TR
I
LIMBAH :
1. Potongan
kain
2. Plastik
3. Rongsokan
4. Karung
5. Busa
6. Sterofom
7. Makanan
kadaluarsa
MA
SY
AR
AK
AT
PENGELOLAAN
LIMBAH INDUSTRI
Produk
Bahan Baku
Industri
Usaha Pengelolaan
Limbah Industri
Cigondewah Kaler
27
Tabel 8 memberikan informasi bahwa industri tekstil besar dan industri
semi garmen adalah pemasok limbah industri terbanyak bagi para pelaku usaha
pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Contoh industri tekstil besar
dalam penelitian ini adalah PT. Kahatex. Perusahaan tersebut memiliki dua lokasi
yang berbeda, di Cigondewah Kaler dan di Rancaekek Kabupaten Bandung.
Industri semi garmen skalanya lebih kecil dibandingkan dengan industri tekstil
besar, industri kategori tersebut banyak ditemui di kawasan Majalaya, Kopo, dan
Cimahi.
Pemasok limbah industri terbanyak kedua adalah para pengepul dan pasar.
Pengepul mendapatkan limbah langsung dari para pemulung sedangkan limbah
pasar didapatkan dari aktivitas pasar yang rata-rata menghasilkan sampah plastik
berton-ton setiap bulan. Sumber limbah industri terbanyak ketiga adalah industri
konveksi. Yang dimaksud dengan industri konveksi dalam penelitian ini adalah
usaha konveksi yang membentuk komunitas di wilayah tertentu. Contoh industri
konveksi dalam penelitian ini terdapat di wilayah Kopo, Rancamalang, dan
Taman Holis.
Pasokan limbah industri paling sedikit dihasilkan oleh industri makanan,
pemulung, dan sesama pengelola limbah industri. Industri makanan tersebut
adalah perusahaan yang membuat makanan jenis roti dan kue. Makanan yang
telah kadaluarsa akan dikelola oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler untuk dijadikan pakan ternak dan ikan. Pelaku usaha
pengelolaaan limbah industri pun menghasilkan limbah dari kegiatan pengelolaan.
Limbah akan dikelola oleh pelaku usaha yang lain yang memiliki skala usaha
lebih kecil.
Jenis Limbah yang Dikelola oleh Masyarakat Cigondewah Kaler
Limbah yang dikelola oleh masyarakat Cigondewah Kaler adalah limbah
yang bernilai ekonomis. Kristanto (2002) mendefinisikan limbah yang bernilai
ekonomis yaitu limbah yang dapat memberikan nilai tambah jika dikelola dengan
baik. Limbah yang dikelola oleh masyarakat Cigondewah Kaler meliputi sisa
potongan kain, karung bekas, kain sisa ekspor, makanan, kaleng, dan sampah
plastik. Dari lima puluh responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini,
pelaku usaha pengelolaan limbah kain paling banyak menyerap limbah yakni ±
200 ton/bulan. Limbah karung, kain sisa eksport, benang sisa eksport, makanan
kadaluarsa, dan kaleng bekas dikelola dalam jumlah kurang dari ± 50 ton/bulan.
Sedangkan sampah plastik yang dikelola mencapai ± 100 ton/bulan.
Jumlah (Ton )
Gambar 7 Jumlah limbah yang dikelola dalam satu bulan
207,3
2
36
10,8 2 0,4
104,4
0
50
100
150
200
250
Potongan
Kain
Plastik Karung Kain sisa Makanan
Kadaluarsa
Benang Logam
28
Gambar 7 memperlihatkan komposisi jenis limbah industri yang dikelola
setiap bulan oleh lima puluh responden pelaku usaha pengelolaan limbah industri
di Cigondewah Kaler. Mayoritas masyarakat Cigondewah Kaler mengetahui dan
melakukan pengelolaan limbah industri sebagai mata pencaharian. Majun adalah
sebuah istilah yang diberikan terhadap potongan-potongan kain sisa produksi
sebuah perusahaan tekstil.
Bentuk pengelolaan limbah industri yang dilakukan masyarakat
Cigondewah kaler adalah memilah (menyortir), mencacah, mencuci, sampai
membuat barang baru. Ciri khas dari kegiatan pengelolaan limbah ini adalah
dilibatkannya beberapa sumber daya alam seperti sungai dan cahaya/panas
matahari dalam proses pengerjaan. Sehingga tidak sedikit beberapa areal lahan
menjadi tercemar akibat adanya kegiatan pengelolaan limbah ini.
Perbandingan bentuk pengelolaan limbah yang dilakukan oleh lima puluh
responden pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Bentuk pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler
Bentuk Pengeloalaan Jumlah Pengusaha (n) Persentase (%)
Hanya memilah 30 60
Memilah dan mencacah 9 18
Memilah dan menjemur 1 2
Mengolah limbah 10 20
Jumlah 50 100
Kegiatan pengelolaan limbah industri oleh masyarakat Cigondewah Kaler
didominasi oleh pengelolaan limbah berbahan dasar tekstil. Memilah adalah
kegiatan memilih dan mengelompokan potongan-potongan kain sesuai dengan
ukuran, warna, dan jenis kain. Mencacah adalah kegiatan menghancurkan limbah
yang berukuran besar menjadi limbah yang berukuran kecil agar lebih mudah
diolah kembali. Pencacahan dilakukan terhadap limbah jenis plastik keras.
Kegiatan pengelolaan lain adalah menjemur, menenun, menjahit, dan menyulam.
Masyarakat Cigondewah Kaler menggunakan teknik tersebut sesuai dengan
limbah yang dikelola dan keterampilan serta sumber daya yang dimiliki.
Mayoritas pelaku usaha memilah limbah. Memilah merupakan bentuk yang
paling sederhana dalam mengelola limbah. Selain itu terdapat kegiatan mencuci
dan menjemur yang merupakan tahap selanjutnya setelah kegiatan memilah. Hal
ini bisa dimaklumi karena teknologi yang belum tersedia dan tingkat keterampilan
tenaga kerja yang masih terbatas.
Limbah yang dikelola masyarakat Cigondewah kaler mayoritas menjadi
bahan baku untuk kegiatan usaha yang lain. Hal ini disebabkan masih sedikitnya
pelaku usaha yang memiliki keterampilan dalam mengolah limbah. Hal ini juga
yang menyebabkan rendahnya daya saing produk-produk pengelolaan limbah
industri di Cigondewah Kaler. Permasalahan tersebut yang menjadi salah satu
penyebab sulitnya mendistribusikan keuntungan secara merata dari usaha
pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler.
Semua hasil pengelolaan masih dalam bentuk bahan mentah, belum menjadi
produk yang siap pakai kecuali untuk produk pakaian bayi dan terpal.
Kemampuan untuk mengolah limbah menjadi produk yang bernilai tinggi belum
29
dimiliki oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler.
Tabel 10 memperlihatkan perbandingan hasil pengelolaan pelaku usaha limbah di
Cigondewah Kaler.
Tabel 10 Hasil kegiatan pengelolaan limbah industri
Hasil Pengelolaan Jumlah Pengelola
Limbah (n)
Persentase
(%)
Bahan usaha konveksi 1 2
Bekuan plastik 1 2
Busa terpilah 1 2
Kain terpilah 7 14
Bahan sprey sarung bantal 3 6
Karung terpilih 1 2
Pakaian bayi 2 4
Plastik bersih terpilah 13 26
Plastik bersih terpilah suplai ke industri
makanan
2 4
Bahan baku kerajinan dan industri tekstil 16 32
Roti kering sebagai Pakan Ternak dan Ikan 1 2
Terpal 2 4
Jumlah 50 100
Karakteristik Usaha Pengelolaan Limbah Industri di Cigondewah Kaler
Karakterisitik usaha pengelolaan limbah industri yang dianalisis adalah usia
pelaku usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, omzet usaha dalam satu tahun,
upah buruh yang bekerja pada kegiatan usaha pengelolaan limbah industri,
kepemilikan gudang, jenis kelamin buruh, dan jaringan bisnis kegiatan usaha
pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler.
Usia Pelaku Usaha
Lima puluh responden merupakan pelaku usaha yang sebelumnya pernah
bekerja / merupakan anggota keluarga pengelola limbah industri. Perbandingan
usia responden pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Usia pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler
pada tahun 2014
Interval Usia (Tahun) Jumlah Responden (n) Persentase (%)
15-25 3 6
26-35 13 26
36-45 22 44
46-55 8 16
56-65 3 6
66-75 1 2
Total 50 100
30
Responden yang memiliki usaha di atas 60 tahun hanya empat orang atau
sekitar delapan persen saja dari seluruh responden. Sedangkan lebih dari empat
puluh orang atau sekitar 90 persen pelaku usaha berusia antara 15-55 tahun.
Semua pelaku usaha yang menjadi responden dalam penelitian ini telah berumah
tangga dan memiliki tempat tinggal.
Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha
Tingkat pendidikan responden pelaku usaha pengelolaan limbah industri
menyebar dari jenjang SD hingga Perguruan Tinggi. Kesadaran terhadap tingkat
pendidikan yang diwariskan oleh Orang Tua merupakan faktor yang dominan
terhadap tingkat pencapaian pendidikan di Cigondewah Kaler. Data profil
Kelurahan Cigondewah Kaler Tahun 2013 memperlihatkan sedikit masyarakat di
sana yang mengenyam pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Begitu juga
dengan tingkat pendidikan pelaku usaha. Tingkat pendidikan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 12.
Tabel 12 Tingkat pendidikan pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (n) Persentase (%)
Tidak tamat SD 1 2
SD 27 54
SMP 9 18
SMA 12 24
Perguruan tinggi 1 2
Total 50 100
Pelaku usaha pengelola limbah yang didominasi oleh usia 36-45 tahun
merupakan kelompok masyarakat yang mendapatkan pengaruh langsung dari
rendahnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pendidikan bagi masa
depan. Bagi masyarakat Cigondewah Kaler berinvestasi untuk pendidikan belum
menjadi sebuah kewajiban. Meskipun memiliki kemampuan secara ekonomi,
menyekolahkan anak dirasa memberatkan beban ekonomi. Terlebih untuk anak
perempuan, mereka memilih menikahkan anak mereka di usia dini atau
memasukan mereka ke perusahaan untuk bekerja sebagai buruh pabrik.
Omzet usaha
Faktor yang membuat masyarakat Cigondewah Kaler tertarik untuk
mendirikan usaha pengelolaan limbah adalah pendapatan yang realitf tinggi dari
usaha tersebut. Selain itu tidak ada standar keahlian khusus yang harus diperoleh
dari bangku pendidikan formal. Kemampuan berwirausaha masyarakat
Cigondewah Kaler didapatkan melalui pengalaman berinteraksi dengan pelaku
usaha sebelumnya. Pengalaman itu didapat melalui aktivitas sebagai buruh atau
diturunkan langsung melalui soliasisasi dalam ikatan keluarga atau kekerabatan
lainnya. Omzet usaha pengelolaan limbah industri dilihat dari pendapatan kotor
usaha selama satu tahun.
Mayoritas pelaku usaha memiliki omzet antara 30-55 Juta dalam satu tahun.
Pendapatan tersebut dihitung dari pemasukan rata-rata usaha selama satu tahun.
Meskipun demikian pemasukan tersebut fluktuatif. Ketika pasar sedang
31
membutuhkan banyak pasokan limbah, maka intensitas pemasukan menjadi lebih
tinggi sehingga omzet pun menanjak drastis. Hal yang berbeda terjadi ketika pasar
sedang tidak membutuhkan banyak pasokan limbah, intensitas pemasukan
menjadi lebih rendah dan omzet pun menurun. Perbandingan omzet responden
pelaku usaha pengelolaan limbah industri selama satu tahun dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13 Omzet usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler dalam
satu tahun pada tahun 2014
Interval Omzet pertahun
(juta rupiah)
Jumlah Responden (n) Persentase (%)
5-55 29 58
56-105 10 20
106-155 4 8
156-205 3 6
206-255 1 2
256-305 1 2
>500 2 4
Total 50 100
Upah Buruh
Berbeda dengan pelaku sekaligus pemilik usaha, buruh yang bekerja dalam
kegiatan usaha pengelolaan limbah mendapatkan upah setiap untuk setiap hari
bekerja. Rata-rata buruh mendapatkan upah satu kali dalam satu minggu. Upah
diberikan dalam bentuk uang. Selain upah, buruh mendapatkan jatah makan dan
rokok setiap hari ia bekerja. Jam kerja buruh limbah dimulai sejak jam 8 pagi
sampai jam 4 sore. Perbandingan upah kerja buruh limbah dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14 Upah buruh setiap bulan pada usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondeewah Kaler pada tahun 2014
Interval Upah (juta) Jumlah Pelaku Usaha (n) Persentase (%)
0,5-1 19 38
1-1,5 23 46
1,5-2 3 6
2-2,5 3 6
2,5-3 1 2
3-5 1 2
Total 50 100
Kepemilikan Gudang
Ciri yang paling terlihat dari kegiatan pengelolaan limbah adalah
kepemilikan terhadap gudang. Gudang adalah tempat pengelolaan limbah industri.
Kegiatan pengelolaan, penyimpanan, sampai persiapan pendistribusian dilakukan
di dalam gudang. Oleh karena itu kepemilikan terhadap gudang secara tidak
langsung memberikan informasi bahwa pemilik gudang adalah pelaku usaha
32
limbah yang sudah mapan dalam berwirausaha. Ada dua jenis kepemilikan
terhadap gudang, kepemilikan permanen (milik pribadi) dan kepemilikan
sementara (menyewa/ menumpang). Ciri khas gudang-gudang tempat pengelolaan
limbah industri di Cigondewah adalah letaknya di pinggir jalan raya dan terbuka
terhadap sinar matahari. Letaknya di jalan raya difungsikan sebagai strategi
pemasaran agar para konsumen limbah dapat dengan mudah menemukan para
penjual limbah yang telah dikelola. Gudang berfungsi juga sebagai tempat
transaksi jual beli. Peralatan jual beli seperti nota, kalkulator, dan timbangan dapat
dijumpai di setiap gudang pelaku usaha pengelolaan limbah industri.
Perbandingan kepemilikan gudang dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Kepemilikan gudang pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Jenis Kepemilikan Jumlah Responden (n) Persentase (%)
Milik pribadi 41 82
Menyewa 6 12
Menumpang 3 6
Jumlah 50 100
Tenaga Kerja Usaha Pengelolaan Limbah Industri
Pelaku usaha pengelolaan limbah industri menggunakan jasa tenaga kerja
sesuai dengan kategori limbah yang dikelola dan proses pengelolaan. Lima puluh
responden dalam penelitian ini mempekerjakan 190 orang tenaga kerja laki-laki
dan 29 tenaga kerja perempuan. Perbandingan tenaga kerja laki-laki dan tenaga
kerja perempuan dalam usaha pengelolaan limbah industri dapat dilihat pada
Tabel 16.
Tabel 16 Tenaga kerja dalam usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah
Kaler pada tahun 2014
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Perempuan 29 13,24
Laki-laki 190 86,76
Jumlah 219 100
Jaringan Bisnis Pengelolaan Limbah Industri Jaringan bisnis dibentuk melalui interaksi jual beli yang berpola. Jaringan
bisnis usaha pengelolaan limbah industri melibatkan pemasok, pembeli limbah
industri, pengelola limbah, dan konsumen produk hasil pengelolaan limbah
industri.
Usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler telah memiliki
jaringan usaha sampai ke luar pulau Jawa, bahkan telah dijadikan percontohan
beberapa wilayah di Tasikmalaya untuk pengelolaan limbah industri tekstil.
Konsumen dari luar Kota Bandung mendatangi langsung penjual limbah di
Cigondewah Kaler. Ketika hubungan sudah terjalin dengan baik, transaksi jual
beli dilakukan melalui alat komunikasi sehingga konsumen dari luar kota tidak
harus datang langsung ke Cigondewah Kaler.
33
Jaringan dibentuk juga berdasarkan ikatan kekeluargaan. Pemasok hasil
pengelolaan limbah di Cigondewah Kaler mendapatkan informasi konsumen dari
keluarga. Sebaran wilayah tempat pelaku usaha memasarkan hasil pengelolaan
limbah dapat dilihat pada Tabel 17. Sebaran tersebut dianalisis berdasarkan
wilayah pemasaran hasil pengelolaan limbah industri dan wilayah dimana
konsumen hasil pengelolaan limbah industri berasal.
Tabel 17 Jangkauan pemasaran hasil pengelolaan limbah industri di Cigondewah
Kaler pada tahun 2014
Daerah Pemasaran Hasil Pengelolaan
Limbah
Jumlah Pelaku
Usaha (n)
Persentase
(%)
Bandung dan Kab Bandung 20 40
Bandung dan Kab Bandung 4 8
Jawa Barat 12 24
Jawa barat , Jawa Tengah 2 4
Jawa barat , Jawa Tengah, Jawa Timur 10 20
Kalimantan, Jabar, Jateng, Jatim 1 2
Kalimantan, NTB, Jabar,Jateng, Jatim 1 2
Jumlah 50 100
Ikhtisar
Kegiatan pengelolaan limbah industri erat kaitannya dengan kehidupan
masyarakat Cigondewah Kaler. Pada awalanya kegiatan yang dimulai dalam skala
kecil kemudian berkembang menjadi kegiatan yang melibatkan banyak
masyarakat. Karakteristik usaha pengelolaan limbah industri memperlihatkan
fakta yang menarik dalam skala usaha pengelolaan limbah industri. Dinamika
usaha terbentuk melalui proses interaksi dan hubungan sosial yang sudah terjalin
lama di antara pelaku usaha limbah industri. Pola-pola hubungan tersebut
menciptakan peluang-peluang baru sumber nafkah dalam usaha pengelolaan
limbah industri, baik dalam proses pembelian, pengelolaan sampai pendistribusian
limbah. Pada pembahasan selanjutnya akan diuraikan bagaimana modal sosial
berperan dalam kegiatan pengelolaan limbah industri.
34
MODAL SOSIAL DALAM USAHA PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI
Pada bagian ini akan dijelaskan pemanfaatan modal sosial dalam usaha
pengelolaan limbah industri. Pemanfaatan modal sosial tersebut dilakukan dalam
aktivitas jual beli limbah industri dan pengembangan kegiatan usaha pengelolaan
limbah industri. Selain itu akan dianalisis sejauhmana hubungan antara
pemanfaatan modal sosial dengan skala usaha pengelolaan limbah industri.
Pendeskripsian pemanfaatan modal sosial pada aktivitas sehari-hari usaha
pengelolaan limbah industri digunakan untuk melihat peran modal sosial dalam
skala usaha dan pengembangan usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah
Kaler.
Modal Sosial dalam Aktivitas Jual-Beli Limbah
Kegiatan transaksi jual beli lazim dilaksanakan dengan tatap muka antara
pembeli dan penjual. Informasi mengenai komoditi usaha tersebar melalui obrolan
dalam jaringan bisnis. Tidak ada aturan khusus dalam pengelolaan limbah industri
yang menyangkut regulasi kepemilikan limbah industri. Aturan lebih kepada
sistem pembayaran dan pertukaran limbah antara penjual dan pembeli. Pada
penelitian ini dikaji modal sosial pelaku usaha limbah industri di Cigondewah
Kaler. Modal sosial tersebut meliputi kepercayaan, jaringan, dan norma.
Kepercayaan
Lawang (2004) menuliskan salah satu perilaku kewirausahaan yang paling
banyak disebut adalah keberanian untuk mengambil resiko. Transaksi jual beli
limbah dalam jumlah besar tentu mengandung resiko yang besar. Selain kerugian
materi yang akan didapat, kemungkinan terburuk dari resiko tersebut adalah
jatuhnya mental dalam berwirausaha. Perilaku pelaku usaha pengelola limbah
industri ketika menghadapi pilihan-pilihan yang beresiko sangat dipengaruhi oleh
pengalaman dan kematangan dalam menghadapi permasalahan. Tingkat
kepercayaan menjadi modal sosial dominan yang berpengaruh terhadap tinggi
atau rendahnya keberanian untuk mengambil resiko dalam berwirausaha limbah
industri di Cigondewah Kaler.
Kegiatan peminjaman uang, pembayaran dengan sistem hutang, dan
investasi adalah beberapa indikator tingkat kepercayaan yang sangat dekat dengan
kegiatan berwirausaha. Aktivitas jual beli limbah tidak lepas dari kegiatan-
kegiatan tersebut. Bentuk transaksi dalam jual beli limbah responden dapat dilihat
pada Tabel 18.
Tabel 18 Bentuk transaksi dalam jual beli limbah industri di Cigondewah Kaler
pada tahun 2014
Bentuk Transaksi Jual Beli Jumlah Pelaku
Usaha (n)
Persentase
(%)
Sistem hutang dibayar tepat waktu 12 24
Sistem hutang tidak dibayar tepat waktu 7 14
Sistem tunai 31 62
Jumlah 50 100
35
Transaksi jual beli limbah dengan sistem bayar mundur (hutang) dilakukan
terhadap rekan bisnis yang sudah lama dikenal dan dipercaya. Perjanjian jatuh
tempo pembayaran dilaksanakan saat transaksi dilakukan. Bapak AMN misalnya,
salah seorang pengusaha pengelola limbah plastik dalam skala besar. Omzet per
hari nya bisa mencapai jutaan rupiah. Ia memiliki banyak konsumen dan rekan
bisnis baik di dalam kota maupun di luar Kota Bandung. Dalam satu kali
transaksi, ia bisa menjual limbah yang telah ia kelola sedikitnya 1 ton/ hari.
”Kalau saya mah karena sudah percaya, biasanya pagi
transaksi dan ijab akan dibayar sore, saya percaya pada
pelanggan itu karena sudah menjadi langgan. Dan kadang
tepat waktu kadang ia suka bilang lagi kalau sore tidak bisa
bayar dan bisa bayar nya besok lagi. Saya pun
menghendakinya karena sudah lama berbisnis dengannya”.
– Bapak AMN.
Kegiatan meminjam uang dalam dunia usaha adalah sesuatu yang lazim
dilakukan. Terlebih dilakukan untuk menutupi kebutuhan modal uang dalam
berwirausaha. Tidak terkecuali dalam dunia usaha pengelolaan limbah industri.
Aktivitas tersebut setidaknya dilakukan ketika memulai usaha akibat terkendala
faktor modal yang masih minim. Terdapat dua tipe kegiatan meminjam uang
dalam usaha jual beli limbah. Pinjaman yang berhubungan dengan lembaga
formal (seperti Bank atau rentenir) dan yang berhubungan dengan non formal
(saudara atau atasan).
Sedikit pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler
yang menggantungkan kebutuhan modal bisnisnya dari pinjaman Bank. Tabel 19
memperlihatkan perbandingan antara pengusaha pengelola limbah industri di
Cigondewah Kaler yang meminjam uang dengan yang tidak meminjam uang dari
Bank sebagai modal awal dalam usahanya.
Tabel 19 Kegiatan meminjam uang pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Kategori pangusaha Jumlah (n) Persentase (%)
Sedang meminjam uang dari Bank 6 12
Pernah meminjam uang dari Bank 11 22
Tidak meminjam uang dari Bank 33 66
Jumlah 50 100
Pengusaha limbah industri lebih memilih jalan aman dengan tidak
melakukan kredit kepada Bank. Seperti yang dialami oleh Tn. H.DD, beliau
pernah suatu saat melakukan pinjaman uang senilai 100 juta pada awal tahun
2002. Tetapi kegiatan usaha limbah makanan yang dimilikinya tersendat dan
akhirnya mengalami pailit. Ia tidak bisa membayar cicilan kredit kepada Bank
sampai tenggat waktu yang telah disepakati. Akhirnya Tn. H.DD harus
merelakan aset berupa rumah disita oleh pihak Bank. Ketakutan inilah yang
dirasakan setidaknya oleh 66 persen pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
36
Cigondewah Kaler ketika harus melakukan peminjaman uang dari Bank/
lembaga keuangan lainnya yang mensyaratkan adanya jaminan.
Pengusaha yang pernah melakukan kegiatan peminjaman uang dari Bank
menuturkan hal yang sama. Jika harus melakukan peminjaman lagi mereka lebih
memilih untuk tidak meminjam dari lembaga keuangan/Bank yang mensyaratkan
jaminan dalam proses pembayarannya. Selain menimbulkan perasaan cemas dan
rasa takut, mereka sangat khawatir menjadi korban dari bunga Bank yang sangat
tinggi.
“Selama saya melakoni usaha limbah ini kurang lebih 30 tahun
lamanya, selama itu saya baru satu kali melakukan kredit uang
sebagai modal, sisanya modal yang didapat merupakan uang
pinjaman dari saudara bahkan tetangga dekat. Melakukan
pinjaman dari Bank rasanya sangat memberatkan. Terlebih yang
namanya usaha seperti ini tidak tau kapan akan dapat untung
kapan akan dapat rugi”- Bapak ADS.
Pelaku usaha lebih memilih meminjam uang dari saudara atau rekan bisnis
yang sudah dikenal dekat. Orang yang memberi pinjaman biasanya berasal dari
komunitas yang sama. Jika pelaku usaha itu mengelola limbah plastik maka ia
terbiasa meminjam uang dari bandar. Mekanisme peminjaman uang tidak sulit
seperti pada lembaga peminjaman uang yang lain. Seperti yang dilakukan oleh
Ny.ST, pelaku usaha pengelolaan limbah plastik. Ia mendapatkan limbah dari
beberapa pasar di wilayah Bandung. Setiap bulan jumlah yang dikelolanya tidak
lebih dari satu ton.
Suatu ketika Ny.ST tidak memiliki modal untuk membeli stok limbah.
Ny.ST kemudian berinisiatif meminjam uang kepada Ny.EM selaku bandar.
Ny.Em meberikan pinjaman uang kepada Ny.ST untuk membeli limbah yang
akan dikelola tetapi dengan syarat menjual limbah tersebut kepada Ny.Em.
Perjanjian kedua pihak tersebut dilakukan tidak tertulis. Hal yang sama berlaku
pada pelaku usaha pengelola limbah lain yang memiliki skala usaha setingkat
dengan Ny.ST. Hubungan tersebut selain strategi dari para bandar untuk
mengamankan stok limbahnya melainkan sebagai bentuk pemanfaatan modal
sosial masyarakat di Cigondewah Kaler dalam kegiatan usaha.
Buruh yang sudah bekerja lebih dari sepuluh tahun biasanya memiliki
kedekatan lebih dengan dunungan (pemilik usaha). Rasa saling percaya yang
sudah terjalin membuat buruh tidak sungkan untuk melakukan pinjaman uang
kepada dunungan. Kegiatan meminjam uang tersebut sama halnya dengan Ny.ST
dibayar melalui sistem balas jasa.
Jaringan
Media yang paling ampuh untuk membuka jaringan adalah pergaulan dalam
pengertian umum dengan membuka diri lewat media cetak atau elektronik atau
dalam pengertian terbatas seperti pergaulan (Lawang 2004). Jaringan merupakan
bagian dari modal sosial yang sangat penting dalam melaksanakan kegiatan
wirausaha. Usaha pengelolaan limbah industri melibatkan sedikitnya pemasok
limbah, pengelola limbah, dan pengguna limbah. Mereka sangat bergantung
terhadap jaringan yang sudah terbentuk. Melalui jaringan orang saling tahu, saling
37
menginformasikan, saling mengingatkan, saling bantu dan melaksanakan atau
mengatasi suatu masalah (Lawang 2004).
Pemanfaatan jaringan dalam kegiatan jual-beli limbah diukur dari: (i) tingkat
pengetahuan pelaku usaha terhadap harga beli limbah dan harga jual limbah, (ii)
ada atau tidak aktivitas di luar bisnis, dan (iii) jumlah limbah yang dikelola setiap
bulan. Tabel 20 memperlihatkan tingkat pengetahuan pelaku usaha pengelola
limbah industri terhadap harga beli limbah dari pemasok limbah.
Tabel 20 Pengetahuan pelaku usaha terhadap harga beli dan harga jual limbah
industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Informasi harga limbah Jumlah Pengusaha (n)
Beli
(n)
Persentase
%
Jual
(n)
Persentase
%
Tidak mengetahui 15 30 5 10
Mengetahui 35 70 45 90
Jumlah 50 100 50 100
Terdapat perbedaan pengetahuan pelaku usaha terhadap harga jual maupun
harga beli limbah. Pelaku usaha yang mendapatkan langsung limbah dari
perusahaan memiliki tingkat pengetahuan harga beli lebih tinggi daripada pelaku
usaha yang mendapatkan limbah dari sesama pelaku usaha. Karena itu dikenal
istilah drop order (do) dan nyolek. Pemilik drop order merupakan pelaku usaha
limbah yang mendapatkan jatah limbah dari perusahaan penyuplai limbah. Untuk
mendapatkan do, seorang pengusaha limbah harus membayar uang jaminan
kepada perusahaan berupa “uang investasi” yang jumlahnya tidak sedikit. Nyolek
tidak berbeda dengan tengkulak pada usaha pertanian.
Nyolek secara harfiah berarti mengambil sedikit dari yang banyak. Nyolek
dalam dunia usaha pengelolaan limbah adalah istilah bagi pelaku usaha yang tidak
mendapatkan limbah dari perusahaan, melainkan mengelola limbah dari beberapa
pengusaha yang mendapatkan do. Setiap bulan pelaku usaha dengan sistem nyolek
bisa mengelola limbah lebih dari satu ton.
“Kalau sistem nyolek tidak banyak untung yang didapat, karena
itu saya jujur-jujuran aja kepada pemilik DO yang nyuplai limbah
buat saya agar harga jual kepada saya tidak terlalu mahal. Saya
bilang kalau barang yang saya beli itu buat dijual lagi, ya mereka
pun mengerti, saya menyebutkan harga jual yang saya patok
untuk konsumen yang membeli kepada saya. Karena sudah
terjalin kepercayaan, pemilik DO pun menurunkan harga jual
kepada saya, dan saya pun dapat untung dari situ”.-Bapak DDA
Tingkat pengetahuan yang tinggi membuat pelaku usaha memiliki posisi
tawar kuat ketika melakukan transaksi dengan pelaku usaha yang lain. Salah satu
instrumen untuk mendapatkan informasi tersebut adalah jaringan. Semakin luas
jaringan yang dimiliki semakin tinggi pula tingkat pengetahuan terhadap harga
pasar. Aktivitas pelaku usaha di luar bisnis menunjukan peran aktif dalam mencari
peluang-peluang baru mendapatkan keuntungan dalam berbisnis.
38
Aktivitas yang rutin dilakukan berupa pelaksanaan atas jabatan yang
diemban atau hanya merupakan aktivitas hobi semata. Dari 26 persen pelaku usaha
yang memiliki aktivitas di luar bisnis, beberapa di antaranya memiliki jabatan
publik setingkat RT dan RW. Selain itu ada juga yang memiliki jabatan khusus
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bahkan partai politik. Di luar itu, aktivitas
hobi menjadi alternatif kegiatan di luar bisnis yang membuka jaringan-jaringan
baru dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri ini. Hobi yang digeluti di
antaranya bermain bola dan memancing. Tabel 21 menunjukan perbandingan ada
atau tidaknya aktivitas di luar bisnis yang teratur dilaksanakan oleh pelaku usaha
pengelolaan limbah industri.
Tabel 21 Aktivitas di luar bisnis dari pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Ada / Tidak aktivitas Jumlah Pengusaha (n) Persentase (%)
Ada 13 26
Tidak Ada 37 74
Jumlah 50 100
Pelaku usaha yang tidak memiliki aktivitas di luar bisnis cenderung
memanfaatkan waktu luangnya bersama keluarga atau kerabat terdekat. Berlibur
atau hanya sekedar menonton televisi bersama anak dan istri.
“Saya tidak memiliki aktivitas khusus di luar, sudah tidak ada lagi
pangaresep (hobi), sudah bukan anak-anak lagi, setelah capek
seharian usaha saya mah lebih baik ngumpul sama anak istri di
rumah, di hari libur pun lebih senang ngajak anak istri berlibur
atau ke pasar”–Bapak AMN.
Kemampuan untuk mengakses limbah bergantung pada jaringan dan
kemampuan finansial pelaku usaha. Pelaku usaha limbah yang sudah memiliki
jaringan bisnis yang kuat rata-rata mengkases limbah di atas rata-rata pengusaha
yang lain. Tabel 22 memperlihatkan perbandingan akses pelaku usaha terhadap
limbah. Akses tersebut diukur dari jumlah limbah (dalam ton) yang didapatkan
pelaku usaha selama satu bulan.
Tabel 22 Akses pelaku usaha setiap bulan terhadap limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Interval Limbah (Ton) Jumlah Pengusaha (n) Persentase (%)
1-5 34 68
6-10 4 8
11-15 8 16
> 16 4 8
Jumlah 50 100
Norma
Aktivitas jual beli yang melibatkan konsumen dan pengelola limbah
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Blau (1963) dan Fukuyama
39
(1999) dalam Lawang (2004) menuliskan bahwa norma itu muncul dari
pertukaran yang saling menguntungkan. Artinya, kalau dalam pertukaran itu
keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran sosial
selanjutnya pasti tidak akan terjadi (Lawang 2004). Usaha pengelolaan limbah
industri berlangsung sejak tahun 1980-an, artinya telah terjadi proses internalisasi
aktivitas jual beli yang khas dalam usaha tersebut. Penelitian ini mengansumsikan
norma yang berlaku di masyarakat berlaku juga pada kegiatan usaha pengelolaan
limbah industri di Cigondewah Kaler.
Aturan khas dalam aktivitas jual beli limbah industri di Cigondewah Kaler
dikenal dengan istilah retur. Retur berarti menukar kembali. Dikenal istilah
returan yakni barang-barang yang diretur. Retur adalah aktivitas
menukar/mengembalikan barang yang sudah dibeli karena kualitasnnya tidak
sesuai dengan akad jual beli. Limbah yang telah dikelola oleh pengelola limbah
akan dimasukan ke dalam karung sesuai dengan ukuran. Hal tersebut membuat
para konsumen hanya bisa melihat limbah dari luar karung saja. Kepercayaan
yang membuat konsumen yakin terhadap kualitas barang yang akan dibeli.
Kelalaian buruh dalam proses packaging menyebabkan kualitas sortiran
tidak sesuai dengan yang diharapkan pembeli. Karena itu pengelola limbah harus
siap ketika pembeli mengembalikan kembali barang-barang yang sudah dibeli dan
meminta ditukar / kembali disortir. Proses tersebut disebut dengan retur. Tabel 23
memperlihatkan perbandingan aktivitas retur limbah hasil pengelolaan pelaku
usaha limbah di Cigondewah Kaler.
Tabel 23 Aktivitas retur pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Retur Jumlah pengusaha (n) Persentase (%)
Pernah mengalami 17 34
Tidak pernah mengalami 33 66
Jumlah 50 100
Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Usaha Pengelolaan
Limbah Industri
Keberlangsungan kegiatan usaha sangat bergantung terhadap iklim usaha.
Iklim usaha tersebut dapat terbentuk dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Pengembangan usaha pengelolaan limbah industri menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan. Modal sosial berperan penting dalam proses penyediaan bahan baku
limbah dan penyediaan tenaga kerja. Kedua faktor tersebut erat kaitannya dengan
pengembangan usaha pengelolaan limbah industri di masa yang akan datang.
Usaha pengelolaan limbah industri diharapkan dapat menyerap lebih banyak
tenaga kerja dengan kualitas pengelolaan yang semakin ramah lingkungan.
Proses mendapatkan limbah industri
Tidak sembarang orang dapat memperoleh limbah dari pemasok. Terbentuk
pola yang khas pada setiap proses mendapatkan limbah. Pada dasarnya limbah
tersebut tidak diberikan secara cuma-cuma melainkan melalui mekanisme jual
beli. Akan tetapi beberapa pelaku usaha memperoleh kemudahan-kemudahan
ketika mengakses limbah tanpa harus membayar lunas pembelian limbah di awal
40
transaksi jual beli. Menguraikan kembali pembahasan mengenai pengusaha yang
memiliki drop order (do) dan nyolek akan terbentuk jaringan-jaringan usaha yang
masing-masing simpul memunculkan pelaku usaha dengan tingkatan yang
berbeda.
Setiap industri yang menyuplai limbah ke Cigondewah Kaler memiliki
mekanisme yang berbeda-beda. Meskipun berbeda secara mekanisme tetapi pada
dasarnya terdapat sistem drop order. Mekanisme yang berbeda tersebut dilihat
dari proses pengambilan limbah ke perusahaan. Kecenderungan sekarang
menunjukan bahwa peran organisasi kepemudaan Karang Taruna di wilayah
industri itu didirikan sangat dominan terhadap pengambilan stok limbah.
Organisasi Karang Taruna memiliki hak atas limbah dari perusahaan yang
mendirikan usaha di wilayah mereka. Karena sistem ini lah beberapa pengusaha
mengeluhkan harga limbah yang menjadi tinggi setelah jatuh ke tangan organisasi
Karang Taruna.
Kondisi ini sedikit merubah pola distribusi limbah bagi pelaku usaha
pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Gambar 8 menunjukan
jaringan dalam proses distribusi limbah dari industri ke pengelola-pengelola
limbah di Cigondewah Kaler.
Gambar 8 Jaringan dalam proses mendapatkan limbah industri
Pelaku usaha mengambil langsung stok limbah dari perusahaan dengan
menggunakan mobil pick up atau truk. Pelaku usaha mengambil langsung limbah
atau mewakilkan kepada orang kepercayaannya. Pemilik drop order (do)
menanamkan investasi berupa uang pangjejeg (investasi) agar bisa mendapatkan
jatah limbah setiap bulannya. Besarnya investasi tersebut merupakan kesepakatan
antara perusahaan dengan pelaku usaha.
Kecenderungan yang berkembang adalah suplai limbah industri berasal dari
luar Cigondewah Kaler. Pelaku usaha pendatang banyak bermunculan di
Cigondewah Kaler. Rata-rata mereka berasal dari luar Jawa Barat seperti Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Pelaku usaha memulai usaha sebagai pekerja pada
PEMASOK
LIMBAH
Pemilik DO
(Drop Order)
Pelaku usaha
Nyolek Pelaku usaha
Nyolek
Pelaku usaha
Nyolek
Pemilik DO
(Drop Order)
Pemilik DO
(Drop Order)
Pemilik DO
(Drop Order)
41
kegiatan usaha pengelolaan limbah atau memulai langsung dengan jumlah limbah
yang relatif sedikit.
Berbeda dengan pelaku usaha setempat, pelaku usaha yang berasal dari
daerah luar memiliki etos kerja yang lebih tinggi. Hal tersebut dikemukakan
langsung oleh salah satu responden H.IDD. Menurutnya perbedaan mendasar dari
perilaku usaha pengusaha setempat adalah kesetiakawanan dan kemampuan dalam
menjalin kerja sama.
“Sekarang sudah didominasi oleh pelaku usaha baru, rata-rata
bukan dari putra daerah, mereka berasal dari luar daerah seperti
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pengusaha skala besar banyak
didominasi orang luar, mereka sangat ulet dan setia pada orang
yang sedaerah atau keluarga mereka sendiri”
Tn. H. IID, pengusaha limbah kain
Hadirnya pelaku usaha dari luar daerah membuat perubahan yang signifikan
terhadap limpahan limbah yang masuk ke Cigondewah Kaler. Tn.ZN salah
seorang pelaku usaha dari Jawa Tengah menuturkan bahwa Ia mendapatkan suplai
limbah dari daerah asalnya. Perlu diketahui bahwa Tn. ZN sembilan tahun yang
lalu adalah seorang pendatang dari luar Jawa Barat yang mengadu nasib di Kota
Bandung. Mengawali peruntungan sebagai tukang ojeg dan sempat beberapa kali
mencoba mengelola limbah. Akhirnya nasib berbicara lain, kegigihan usaha dan
kepiawayan dalam berbisnis membawa ia pada kondisi sekarang, memiliki usaha
yang relatif besar, mengelola limbah dalam jumlah besar, memiliki mobil pribadi
dan beberapa pekerja. Pengusaha seperti Tn. ZN lah yang banyak membuka
keran-keran penyuplai limbah dari luar Kota Bandung.
Tenaga kerja dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri
Tenaga kerja yang bekerja rata-rata berasal dari daerah setempat. Bekerja
setelah tamat dari SD, mereka menjadi penyortir limbah, mengepak limbah, dan
mendistribusikan limbah. Tidak ada sistem rekruitmen pada pencarian tenaga
kerja. Faktor kedaerahan, keluarga, atau bahkan tetangga menjadi pertimbangan
dalam pemilihan tenaga kerja. Ketika seorang tenaga kerja memiliki tenaga,
kondisi badan memungkinkan, cekatan, dan bertanggung jawab dengan pekerjaan,
maka dia sudah bisa menjadi salah satu tenaga kerja dalam usaha pengelolaan
limbah industri.
Permasalahan klasik yang sering muncul dari tenaga kerja pada kegiatan
informal adalah tidak ada sistem yang mengikat. Tidak terkcuali pada kegiatan
usaha pengelolaan limbah industri. Pelaku usaha mengeluhkan seringnya gonta-
ganti tenaga kerja. Dalam satu bulan saja bisa beberapa kali ganti tenaga kerja.
Tidak adanya perjanjian di awal bekerja terhadap komitmen menyebabkan tenaga
kerja bisa kapan pun keluar dari pekerjaan tersebut. Hanya sanksi sosial sajalah
yang bisa mencegah hal tersebut terjadi. Tenaga kerja yang mudah mengkhianati
kepercayaan bos nya tentu memiliki image tersendiri di mata pelaku usaha yang
lain. Tetapi meskipun demikian pelaku usaha di Cigondewah Kaler akan lebih
mempertimbangakan faktor kedekatan secara keluarga, tetangga, atau hubungan
sesama masyarakat Cigondewah dalam proses mendapatkan tenaga kerja dalam
kegiatan usahanya.
42
Hubungan Pemanfaatan Modal Sosial dengan Skala Usaha
Industri memiliki peran dalam penyediaan limbah. Pelaku usaha yang
memiliki jaringan luas dan pengalaman yang cukup lama dalam usaha limbah
memiliki hubungan bisnis dengan banyak industri. Jaringan tersebut didasarkan
kepada dua modal sosial yang lain yakni norma dan kepercayaan. Setelah menjadi
pelanggan tetap industri pemasok limbah, pengusaha limbah akan mendapatkan
kepercayaan untuk mengelola limbah dalam jumlah besar.
Uji statistik digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara
tingkat pemanfaatan modal sosial dengan skala usaha pengelolaan limbah industri
di Cigondewah Kaler. Uji statistik menggunakan uji korelasi non-parametrik Rank
Spearmen.
Tabel 24 Uji korelasi Rank Spearmen modal sosial dengan skala usaha pengelola
limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Modal
Sosial
Skala
Usaha
Spearman's rho Modal
Sosial
Correlation
Coefficient
1,000 ,416**
Sig. (1-tailed) . ,001
N 50 50
Skala
Usaha
Correlation
Coefficient
,416**
1,000
Sig. (1-tailed) ,001 .
N 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Berdasarkan uji korelasi Rank Spearmen diperoleh nilai sig (1-tailed) hitung
sebesar 0,01> alpha (0,05). Selain itu didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar
0,416. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel modal sosial
dan variabel skala usaha memiliki korelasi cukup dengan taraf kepercayaan 90
persen. Hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pemanfaatan modal sosial dengan skala usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Jumlah dan persentase pemanfaatan modal sosial dan skala usaha
pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Modal Sosial
Skala Usaha
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
f % f % f % f (%)
Rendah
Sedang
Tinggi
7 63,63 4 36,36 0 0 11 100
9 28,12 20 62,5 3 0,93 32 100
0 0 6 85, 71 1 14,28 7 100
Tabel 25 menunjukan bahwa pada tingkat pemanfaatan modal sosial rendah
mayoritas responden memiliki skala usaha rendah yakni sebanyak 63,63 persen.
Pada tingkat pemanfaatan modal sosial sedang mayoritas responden memiliki
43
skala usaha sedang yakni sebanyak 62,5 persen. Sedangkan pada tingkat
pemanfaatan modal sosial tinggi mayoritas responden memiliki skala usaha
sedang yakni sebanyak 85,71 persen.
Kegiatan berwirausaha pada umumnya tidak akan lepas dari penggunaan
modal sosial. Sebagaimana dikemukakan Fukuyama (1992) dalam Supriono et al
bahwa tatanan ekonomi dunia baru tidak boleh meninggalkan kontrak sosial yang
tidak lain adalah karakteristik jaringan sosial, pola-pola timbal balik; dan
kewajiban-kewajiban bersama, dimana unsur-unsur penting ini disebut dengan
modal sosial. Modal sosial bisa menjadi alternatif ketika aktivitas ekonomi
mengalami masa-masa yang sulit.
Tinggi dan rendahnya skala usaha pengelola limbah industri tidak selalu
dikaitkan dengan penggunaan modal sosial yang efektif. Terdapat kecenderungan
untuk menggunakan salah satu dari ketiga modal sosial yang ada. Kepercayaan
dan jaringan menjadi modal sosial paling dominan yang digunakan oleh pelaku
usaha pengelola limbah industri.
Terdapat pergeseran nilai di masyarakat yang menyebabkan menurunnya
kesadaran terhadap pengamalan norma-norma yang berlaku. Akibatnya perilaku
usaha yang tidak sehat tetap saja ditemukan dalam kegiatan pengelolaan limbah
industri. Beberapa di antaranya berkaitan dengan kesadaran terhadap lingkungan.
Karena itu norma menjadi modal sosial paling sedikit yang digunakan pelaku
usaha pengelola limbah industri di Cigondewah Kaler.
Ikhtisar
Modal sosial yang meliputi kepercayaan, jaringan, dan norma menjadi
elemen penting dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah
Kaler. Modal sosial tersebut dilibatkan dalam aktivitas sehari-hari para pelaku
usaha pengelolaan limbah industri. Selain itu pemanfaatan modal sosial berperan
dalam pengembangan usaha pengelolaan limbah industri. Pengembangan tersebut
menyangkut proses mendapatkan limbah dan mendapatkan buruh yang bekerja
pada usaha pengelolaan limbah. Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa variabel
modal sosial memiliki hubungan cukup terhadap variabel skala usaha. Selain itu
hasil uji statistik menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pemanfaatan modal
sosial maka semakin tinggi skala usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler. Meskipun demikian hanya dua kategori modal sosial yakni
kepercayaan dan jaringan yang paling dominan digunakan dalam aktivitas
pengelolaan limbah industri. Keuntungan ekonomi dari aktivitas usaha
pengelolaan limbah industri berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
rumah tangga pengusaha. Sampai pada tingkat tertentu, kegiatan usaha
pengelolaan limbah industri pasti mencerminkan tingkat kesejahteraan pelaku
usaha. Karena itu pada bahasan selanjutnya akan dianalisis bagaimana hubungan
antara skala usaha dengan tingkat kesejahteraan pengusaha.
44
TINGKAT KESEJAHTERAAN PELAKU USAHA PENGELOLAAN
LIMBAH INDUSTRI DI CIGONDEWAH KALER
Pada bagian ini akan dianalisis kesejahteraan pelaku usaha pengelola limbah
industri. Dikaji melalui analisis keadaan rumah tangga pelaku usaha pengelolaan
limbah industri. Kesejahteraan yang diukur adalah kesejahteraan ekonomi. Selain
mengukur kesejahteraan akan dianalisis juga bagaimana hubungan antara skala
usaha dengan tingkat kesejahteraan pengusaha pengelolaan limbah industri.
Kesejahteraan Ekonomi Pengusaha Limbah Industri
Ferguson et al (1981) dalam Sunarti (2006) mendefinisikan kesejahteraan
ekonomi sebagai tingkat terpenuhinya input secara finansial oleh keluarga. Input
yang dimaksud berupa pendapatan, nilai aset keluarga, maupun pengeluaran,
sementara indikator output memberikan gambaran manfaat langsung dari investasi
tersebut pada tingkat individu, keluarga, dan penduduk. Kesejahteraan ekonomi
merupakan sebuah variabel yang bisa diukur baik secara kuantitaif maupun
kualitatif.
Aktivitas perekonomian warga Cigondewah Kaler sebagian besar
bergantung terhadap jual beli limbah industri. Kegiatan usaha pengelolaan limbah
industri merupakan mata pencaharian yang menopang perekonomian keluarga.
Pada penelitian ini kesejahteraan ekonomi keluarga pengusaha limbah dilihat dari:
(i) pendapatan rumah tangga/bulan; (ii) kepemilikan aset; (iii) ukuran keluarga;
dan (iv) tingkat partisipasi dalam kegiatan masyarakat.
Pendapatan finansial keluarga dilihat dari pendapatan bersih usaha
pengelolaan limbah industri setelah dikurangi biaya produksi termasuk upah
buruh di dalamnya. Tabel 26 menunjukan perbandingan pendapatan pelaku usaha
pengelola limbah industri dalam satu bulan.
Tabel 26 Pendapatan rumah tangga pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Interval pendapatan rumah tangga
(juta rupiah)
Jumlah Pengusaha
(n)
Persentase
(%)
1-5 34 68
6-10 8 16
10-15 2 4
>15 6 12
Jumlah 50 100
Tabel 26 menunjukan bahwa pendapatan 1-5 juta per bulan paling banyak
dimiliki oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri. Pendapatan di atas 6 juta
dimiliki oleh 16 persen pelaku usaha. Rumah tangga pelaku usaha pengelolaan
limbah industri yang memiliki pendapatan di atas 6 juta rata-rata merupakan
pelaku usaha yang sudah lebih dari 10 tahun melakukan kegiatan usaha. Meskipun
demikian terdapat beberapa pelaku usaha yang melaksanakan usaha di bawah
sepuluh tahun sudah memiliki pendapatan rumah tangga yang tinggi. Faktor-
faktor di luar analisis modal sosial dapat berpengaruh terhadap pendapatan.
45
Nafkah rumah tangga pelaku usaha pengelola limbah industri mayoritas
berasal dari usaha limbah saja. Mayoritas istri pelaku usaha limbah berprofesi
sebagai ibu rumah tangga. Seperti pelaku usaha yang lain pelaku usaha
pengelolaan limbah sebenarnya memiliki pendapatan yang tidak menentu.
Kadang-kadang mereka mendapatkan untung yang sangat besar, di saat yang
sama pelaku usaha yang lain mendapapat keuntungan yang tidak terlalu besar.
“Tidak menentu Dek, jika dibandingkan dengan karyawan atau PNS
pendapatan dari usaha sampah ini mah tidak menentu, ketika rame
saya dapat untung lumayan, ketika sepi, ya seperti ini, banyak
barang yang tidak terjualm, menumpuk” – Bapak AMN.
Kepemilikan terhadap aset menjadi tolak ukur kesejahteraan ekonomi.
Penelitian ini membatasi aset terbatas hanya pada aset yang berada di alam rumah.
Aset tersebut meliputi mobil, sepeda motor, komputer, emas, lemari es, TV dan
radio/tape. Tabel 27 memperlihatkan perbandingan kepemlikan aset rumah tangga
keluarga pengusaha limbah industri di Cigondewah Kaler.
Tabel 27 Kepemilikan aset rumah tangga pelaku usaha limbah industri di
Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Kepemilikan Aset Jumlah
Pengusaha (n)
Persentase
(%)
< 3 2 4
3 - 5 27 54
6 - 8 21 42
Jumlah 50 100
Setengah dari pelaku usaha pengelolaan limbah di Cigondewah kaler
memiliki setidaknya lima aset di rumah. Hanya empat persen yang memiliki aset
di bawah dua unit. Bahkan sekitar 42 persen pelaku usaha memiliki hampir
seluruh aset meliputi mobil, sepeda motor, komputer, emas, lemari es, TV dan
radio/tape.
Kecenderungan untuk menginventariskan kekayaan dalam bentuk barang
lebih dominan dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan terhadap fungsi
barang itu sendiri. Sebagai contoh adalah komputer. Komputer bagi sebagian
besar masyarakat Cigondewah Kaler adalah barang yang langka. Selain karena
tidak menjadi kebutuhan, komputer memerlukan keahlian untuk menjalankannya.
Hal tersebut bertolak belakang dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah di
Cigondewah Kaler. Walaupun demikian komputer tetap menjadi salah satu aset
yang dimiliki oleh beberapa pelaku usaha pengelolaan limbah industri.
Kecenderungan keluarga pelaku usaha pengelolaan limbah industri adalah
mewariskan kegiatan usaha kepada anak dan cucu mereka. Bahkan beberapa di
antara mereka sudah mempersiapkan anak laki-laki mereka sebagai penerus usaha
sejak mereka lulus dari SD.
Ukuran keluarga menjadi tolak ukur kesejahteraan ekonomi keluarga.
Ukuran keluarga dilihat dari jumlah anggota keluarga yang menjadi beban nafkah
kepala keluarga. Keikutsertaan dalam kegiatan masyarakat merupakan bentuk
aktualisasi keluarga dalam memenuhi kebutuhan sosialnya. Tabel 28
46
memperlihatkan sebaran persentase ukuran keluarga pengelola limbah industri di
Cigondewah Kaler.
Tabel 28 Ukuran keluarga pengelola limbah industri di Cigondewah Kaler pada
tahun 2014
Interval jumlah anggota keluarga
(Orang)
Jumlah pengusaha
(n)
Persentase
(%)
1-2 3 6
3-4 18 36
5-6 22 44
7-8 7 14
Jumlah 50 100
Setelah kesejahteraan ekonomi keluarga didapatkan, selanjutnya
kecenderungan manusia akan berbagi dan memberikan sesuatu yang bermanfaat
bagi lingkungan di mana ia tinggal. Keikutsertaan pengusaha dilihat dari aktivitas
kepala keluarga/ pemilik usaha pengelola limbah industri terhadap berbagai
kegiatan rutin yang dilaksanakan di Cigondewah Kaler. Kegiatan tersebut
meliputi: kegiatan kerja bakti, kegiatan peringatan hari besar umat beragama, dan
kegiatan ronda malam. Keikutsertaan yang diukur adalah keterlibatan langsung di
lapangan terhadap sebuah kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat
Cigondewah Kaler. Tabel 29 memperlihatkan keikutsertaan pelaku usaha dalam
kegiatan masyarakat.
Tabel 29 Keikutsertaan pengusaha dalam kegiatan masyarakat di Cigondewah
Kaler pada tahun 2014
Keikutsertaan dalam kegiatan
masyarakat
Jumlah Pengusaha
(n)
Persentase (%)
Jarang ikut kegiatan 21 42
Kadang ikut kegiatan 9 18
Sering ikut kegiatan 20 40
Jumlah 50 100
Persentase pelaku usaha yang aktif mengikuti kegiatan masyarakat relatif
sedikit. Hanya sekitar 18 persen dari total responden menjawab sering mengikuti
kegiatan masyarakat. sisanya sekitar 82 persen jarang ikut (hanya ikut satu kali)
dan kadang ikut (ikut beberapa kali) dalam kegiatan. Hal ini membuktikan bahwa
tingkat kesejahteraan ekonomi pelaku usaha pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler belum sampai tingkat pemenuhan kesejahteraan sosial.
Hubungan Skala Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan Pengusaha Limbah
Industri Di Cigondewah Kaler
Cigondewah Kaler memiliki beberapa area kumuh yang tidak layak untuk
dijadikan pemukiman. Aliran sungai yang tercemar limbah pabrik, tanah yang
bercampur dengan plastik, dan beberapa pemandangan yang lain yang tidak
mencerminkan kawasan pemukiman. Selintas orang akan berfikir bahwa
47
tumpukan sampah yang berserakan di sepanjang jalan di Wilayah RW 01 adalah
sampah yang sengaja dibuang sembarangan. Bahkan dengan melihat hal tersebut
wajar jika banyak orang yang bukan penduduk asli Cigondewah menyimpulkan
orang Cigondewah itu “jorok-jorok”, buang sampah sembarangan. Sampah
tersebut tidak lain adalah limbah yang dikelola oleh masyarakat Cigondewah
kaler. Tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari interaksi masyarakat dengan
lingkungan tempat mereka tinggal.
Uji statistik digunakan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara
skala usaha dengan tingkat kesejahteraan pengusaha limbah di Cigondewah Kaler.
Berdasarkan uji korelasi Rank Spearmen diperolah nilai sig ( 1- tailed) hitung
sebesar 0,01 > alpha (0,05). Selain itu didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar
0,634. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel skala usaha
dan variabel tingkat kesejahteraan memiliki korelasi yang kuat dengan taraf
kepercayaan 90 persen. Hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan
antara skala usaha dengan tingkat kesejahteraan pengusaha pengelola limbah
industri di Cigondewah Kaler. Tabel 9 meperlihatkan perhitungan uji statistik uji
korelasi Rank Spearmen.
Tabel 30 Uji korelasi Rank Spearmen skala usaha dengan tingkat kesejahteraan
pengelola limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Skala Usaha Tingkat
Kesejahteraan
Spearman's
rho
Skala Usaha
Correlation
Coefficient 1,000 ,634
**
Sig. (1-tailed) . ,000
N 50 50
Tingkat
Kesejahteraan
Correlation
Coefficient ,634
** 1,000
Sig. (1-tailed) ,000 .
N 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Peningkatan status kesejahteraan pengusaha belum diikuti oleh peningkatan
tingkat kesejahteraan masyarakat Cigondewah Kaler secara kesuluruhan.
Meskipun demikian kehadiran usaha pengelolaan limbah industri mampu
menaikan status kesejahteraan pengusaha pengelola limbah industri. Penjelasan
lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31 Jumlah dan persentase skala usaha dan tingkat kesejahteraan pengusaha
pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014
Skala Usaha
Tingkat Kesejahteraan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
f % f % f % f (%)
Rendah
Sedang
Tinggi
16 100% 0 0 0 0 16 100
14 46,67 15 50 1 3,33 30 100
0 0 2 50 2 50 4 100
48
Tabel 31 menunjukan bahwa pada skala usaha rendah mayoritas responden
memiliki tingkat kesejahteraan rendah yakni sebanyak 100 persen. Pada skala
usaha sedang mayoritas responden memiliki tingkat kesejahteraan sedang yakni
sebanyak 50 persen. Sedangkan pada skala usaha tinggi mayoritas responden
memiliki tingkat kesejahteraan tinggi yakni sebanyak 50 persen.
Kontribusi pendapatan usaha pengelolaan limbah industri terhadap
pemenuhan kebutuhan keluarga sangat tinggi. Kesejahteraan pengusaha tersebut
belum memicu meningkatnya kesejahteraan masyarakat Cigondewah Kaler.
Termasuk perhatian terhadap lingkungan dan pendidikan. Lingkungan merupakan
masalah yang mengancam kesehatan masyarakat Cigondewah Kaler pada
umumnya. Salah satu indikator sejahtera adalah tingkat kesehatan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri. Kesehatan lingkungan tempat tinggal di Cigondewah
Kaler menunjukan tahap yang memprihatinkan karena banyak yang tercemar oleh
aktivitas pengelolaan limbah industri.
Ikhtisar
Kesejahteraan ekonomi pelaku usaha pengelolaan limbah industri diukur
dari pendapatan rumah tangga, aset yang dimiliki, dan tingkat partisipasi keluarga
dalam kegiatan masyarakat. Sumber nafkah utama pelaku usaha limbah berasal
dari usaha itu sendiri. Uji statistik memperlihatkan bahwa variabel skala usaha
memiliki hubungan yang kuat terhadap variabel tingkat kesejahteraan pengusaha.
Selain itu dibuktikan bahwa semakin tinggi skala usaha maka semakn tinggi
tingkat kesejahteraan pelaku usaha Dari semua indikator kesejahteraan indikator
tingkat partisipasi dalam kegiatan masyarakat adalah indikator yang memiliki
nilai rendah. Hal ini disebabkan belum adanya kesadaran pemenuhan kebutuhan
kesejahteraan sosial, khususunya kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Akibatnya meskipun menjadi ikon Cigondewah Kaler, usaha pengelolaan limbah
belum bisa memberikan nilai tambah bagi peningkatan taraf ekonomi masyarakat
Cigondewah Kaler. Kerusakan lingkungan dan hilangnya keindahan lanskap
Cigondewah banyak bermunculan akibat perilaku usaha yang tidak ramah
lingkungan.
49
PENUTUP
Simpulan
Pengelolaan limbah industri dilakukan sebagai salah satu respons
masyarakat atas keberadaan beberapa industri tekstil di wilayah Cigondewah
Kaler. Pengelolaan tersebut dilakukan dengan memilah, mencacah, mencuci
ulang, menjemur, dan membuat produk baru dari limbah yang dikelola. Kegiatan
pengelolaan limbah telah menjadi mata pencaharian yang banyak dilakukan oleh
masyarakat Cigondewah kaler.
Modal sosial menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam aktivitas usaha,
tidak terkecuali dalam usaha pengelolaan limbah industri. Pemanfaatan modal
sosial pada usaha pengelolaan limbah industri dilakukan pada proses jual beli dan
pengembangan usaha. Modal sosial terdiri dari kepercayaan, jaringan, dan norma.
Kepercayaan menjadi instrumen penting pelaku usaha untuk menjalin kerja sama
bisnis maupun kerja sama yang lainnya. Kepercayaan dibangun melalui proses
yang panjang. Interaksi dan sosialisasi adalah sarana yang digunakan untuk
menjalin kepercayaan sesama pelaku usaha. Berkaitan dengan usaha pengelolaan
limbah industri, kepercayaan diimplementasikan dengan melakukan aktivitas jual
beli limbah, pengelolaan keuangan, dan pengelolaan kepercayaan yang diberikan
oleh rekan bisnis. Modal kepercayaan dalam jenis usaha apapun menjadi pembuka
bagi bentuk kerjasama lain yang lebih mendalam.
Pemanfaatan jaringan dalam kegiatan usaha sangat berpengaruh terhadap
proses penjualan. Pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler sangat
bergantung pada jaringan pemasaran hasil limbah. Pengelolaan limbah industri
melibatkan pengusaha limbah, pemasok limbah (industri), penampung limbah,
dan konsumen produk hasil pengelolaan limbah. Pengusaha limbah di
Cigondewah Kaler telah memiliki jaringan usaha limbah hampir di semua sentra
industri baik di Jawa Barat maupun luar Jawa Barat. Bahkan jika dilihat dari
pemasaran hasil pengelolaan limbah, produk hasil pengelolaan limbah industri di
Cigondewah Kaler telah menembus pasar di luar Pulau Jawa. Jaringan merupakan
modal sosial yang paling tinggi pemanfaatannya oleh pelaku usaha pengelolaan
limbah industri.
Norma yang berlaku pada masyarakat Cigondewah Kaler secara umum
berlaku juga dalam aktivitas pengelolaan limbah indusrti. Norma yang khusus
dan hanya bisa dijumpai dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri adalah
retur. Meskipun konsep yang sama sudah diimplementasikan dalam kegiatan
bisnis yang lain, istilah retur begitu akrab dengan usaha pengelolaan limbah
industri. Retur berarti perjanjian mengembalikan/mengganti limbah yang sudah
dikelola jika limbah tersebut tidak sesuai dengan perjanjian saat transaksi jual
beli. Pada tingkatan norma tersebut, mayoritas pelaku usaha tidak pernah
melanggar aturan tersebut.
Pemanfaatan modal sosial dalam kegiatan usaha berpengaruh terhadap skala
usaha. Akumulasi dari pendapatan usaha menghasilkan beberapa karakteristik
usaha dalam pengelolaan limbah industri. Aset, jumlah limbah yang dikelola,
jaringan bisnis, omzet per tahun, upah dan jumlah tenaga kerja adalah
karakteristik usaha yang menjadi indikator tinggi dan rendahnya skala usaha
pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler.
50
Tingkat kesejahteraan pengusaha dilihat dari indikator pendapatan keluarga,
jumlah anggota keluarga, dan partisipasi dalam kegiatan masyarakat. Tingginya
modal sosial dan skala usaha tidak langsung memberikan dampak terhadap
tingginya keikutsertaan pelaku usaha dalam kegiatan masyarakat. Pelaku usaha
dengan skala usaha yang tinggi ternyata memiliki kecenderungan tidak partisipatif
terhadap berbagai aktivitas kemasyarakatan. Sebaliknya terhadap indikator
pendapatan dan ukuran keluarga, pelaku limbah industri dengan modal sosial dan
skala usaha yang tinggi cenderung memiliki indikator sejahtera yang tinggi. Hasil
uji statistik membuktikan bahwa modal sosial berhubungan dengan skala usaha
dan tingkat kesejahteraan pengusaha.
Saran
Perputaran uang dari kegiatan pengelolaan limbah industri dalam satu bulan
dapat mencapai milyaran rupiah. Potensi tersebut belum termanfaatkan dengan
baik. Terlebih dari usaha pengelolaan limbah tersebut muncul permasalahan yang
lain yakni pencemaran air, udara, dan tanah di Cigondewah Kaler. Selain karena
ketidaktahuan pengusaha terhadap pentingnya lingkungan bagi kelestarian
kehidupan, sikap tidak peduli terhadap lingkungan tersebut akibat belum
dimanfaatkannya secara maksimal salah satu modal sosial yakni norma. Tingkat
kesadaran belum muncul karena tidak adanya ketegasan untuk menegakan
peraturan.
Kombinasi perbaikan pada sistem dan peningkatan pemanfaatan modal
sosial diharapkan dapat meningkatkan dampak positif dari adanya usaha
pengelolaan limbah industri di Cigondewah kaler. Perbaikan pada sistem dapat
dilakukan dengan (i) melakukan sosialisasi peraturan daerah mengenai lingkungan
hidup terhadap pelaku usaha pengelolaan limbah industri. (ii) melakukan
pembinaan berupa pendataan usaha, pencatatan izin usaha yang baik, dan
pemberian bantuan modal secara berkala. Sedangkan peningkatan pemanfaatan
modal sosial dapat dilakukan dengan cara : (i) Memberikan pelatihan untuk
mengelola limbah industri agar memiliki nilai tambah yang tinggi. Selama ini
pengelola limbah hanya membersihkan dan menyortir, belum pada tingkat
mengolah menjadi barang baru. Jika pun ada yang sudah mengolah jumlahnya
relatif sedikit dan sekarang sudah gulung tikar. (ii) Meningkatan citra
Cigondewah Kaler dengan melakukan perbaikan pada beberapa area yang menjadi
kawasan kumuh. Secara bertahap Cigondewah Kaler akan menjadi kawasan yang
tidak lagi dikenal sebagai kawasan kumuh yang kaya melainkan menjadi kawasan
yang nyaman untuk dihuni dan dijadikan tempat investasi bisnis.
51
DAFTAR PUSTAKA
[BPPM] Badan Pengawasan Pasar Modal (ID). 2002. Pedoman Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri
Manufaktur. Jakarta
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Perkembangan Industri Manufaktur.
[KLHRI] Kementrian Lingkungan Hidup RI.(ID). 2010. Status Lingkungan Hidup
2010. [Internet][diunduh tanggal 27 Februari 2014] Dapat diunduh dari
http://www.menlh.go.id/DATA/SLHI_2010.pdf
[UU] Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 Tentang Industri.
[UU] Undang-undang No.44 Tahun 1982 Tentang Mendirikan Usaha.
[UU] Undang-undang No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.
Bungin B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta [ID] : Kencana
Prenada M Group
Ginting P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung
[ID]: Yrama Widya
Iskandar A. 2012. Paradigma Baru Benchmarking Kemiskinan Suatu Studi ke
Arah Penggunaan Indikator Tunggal. [ID] Bogor : IPB Press.
Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta [ID]: ANDI.
Lawang RMZ. 2004. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik, Suatu
Pengantar. Jakarta [ID] : FISIP UI Press.
Mulia RM.2005. Kesehatan Lingkungan. [ID] Yogyakarta : Graha Ilmu dan
UIEU-University Press
Nasdian FT. 2005. Modul Kuliah Pengembangan Masyarakat. Tidak Diterbitkan.
Institut Pertanian Bogor [ID].
Nurami M. 2013. Peran Modal Sosial pada Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
(Studi pada Usaha Daur Ulang di Desa Kedungwonokerto, Kecamatan
Prambon, Sidoarjo).[Internet][diunduh tanggal 27 Februari 2014]Dapat
diunduh dari http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/327
Santoso S. 2012. Peran Modal Sosial terhadap Perkembangan Pedagang Kaki
Lima di Ponorogo (Role of Social to Growth of Merchant Cloister in
Ponorogo) [Internet] [diunduh 06 Maret 2014]. Dapat diunduh dari
:http://ssantoso.umpo.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Artikel-Peran-
Modal-Sosial.pdf
Sartika PT, Rachman SA. 2002. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi.
Bogor [ID] : Ghalia Indonesia
Scheneider EV. 1986. Sosiologi Industri. Jakarta [ID]: AKSARA PERSADA.
Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: Pustaka
LP3ES
Soekanto S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID] : PT. RajaGrafindo
Persada
Sumardjo.2010.Pembangunan Perdesaan dalam Rangka Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat. Bogor[ID]: IPB Press
Sunarti E. 2006. Indikator Keluarga Sejahtera : Sejarah Pengembangan, Evaluasi,
dan Keberlanjutannya. [Internet][diunduh tanggal 27 Februari 2014 ]Dapat
52
diunduh dari http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/files/2012/04/Dr.-Euis-Sunarti-
Indikator-Keluarga-Sejahtera.pdf
Supriono AF, Rais S. 2009. Modal Sosial : Definisi, Dimensi , dan Tipologi.
[Inernet][diunduh tanggal 27 Februari 2014 ] Dapat diunduh dari
:http://www.scribd.com/doc/62161204/Modal-Sosial-Definisi-Dimensi-
Dan-Tipologi
Susilo, RKD. 2012. Sosiologi Lingkungan. Jakarta : Rajawali Press.
53
Lampiran 1 Waktu Penelitian
Kegiatan Februari Maret April Mei Juni
Penyusunan
proposal
skripsi
Kolokium
Perbaikan
proposal
penelitian
Pengambilan
data lapangan
Pengolahan
data dan
analisis data
Penulisan
draft skripsi
Sidang skripsi
Perbaikan
skripsi
54
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung 27 April 1992 dari pasangan H. Dudun
Abdulah (alm) dan Hj. Yanti Setiawati. Penulis adalah putra pertama dari lima
bersaudara . Penulis lulus dari SMA Negeri 9 Bandung pada tahun 2010 dan pada
tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Pengalaman mengajar penulis adalah sebagai Asisten Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam (PAI) Tingkat Persiapan Bersama tahun 2012, sebagai
pengajar sekaligus kepala sekolah di Rumah Belajar HORE Bogor tahun
2012/2013. Aktif sebagai santri pada Pesantren Mahasiswa Al-Ihya Dramaga
Bogor. Selain itu penulis aktif mengikuti berbagai organisasi, yaitu sebagai
anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM-TPB)
2010/2011, anggota Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyah 2010/2011, wakil
ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA)
2011/2012, Ketua Divisi Syiar Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia
(FORSIA) 2012/2013, dan Koordinator Forum Indonesia Muda (FIM) Regional
Bogor 2013/2014.
Pada tahun 2012 penulis berkesempatan mengikuti kegiatan training
leadership Forum Indonesia Muda (FIM) angkatan ke 13 di Jakarta. Pada tahun
2013 penulis juga berkesempatan menimba ilmu melalui kegiatan Kuliah Kerja
Bersama Masyarakat (KKBM) selama dua bulan di Kabupaten Kotabaru Provinsi
Kalimantan Selatan.