Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    1/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Draft : Subangan Pikiran untuk Kompilasi ABSSBK, oleh BuyaHMA;-.[]

    MINANGKABAU DAN SISTIMKEKERABATAN

    Hubungan Kekeluargaan Minangkabau,bersuku ke ibu, bersako ke mamak, dan

    bernasab ke ayah

    Oleh : H Masoed Abidin

    MINANGKABAU DALAM SEJARAH DAN TAMBO

    1. Asal usul manusia Minangkabau

    Kata Minangkabau mengandung banyak pengertian. Minangkabau

    dipahamkan sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan

    masyarakatnya menganut budaya Minangkabau. Kawasan budaya

    Minangkabau mempunyai daerah yang luas. Batasan untuk kawasan budaya

    tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi. Berarti kawasan budaya

    Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif Sumatera Barat.

    Minangkabau dipahamkan pula sebagai sebuah nama dari sebuah suku

    bangsa, suku Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa sendiri dan

    penduduk sendiri.

    Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa

    lalu, Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung. Sering disebut

    juga kerajaan Pagaruyung, yang mempunyai masa pemerintahan yang

    cukup lama, dan bahkan telah mengirim utusan-utusannya sampai ke negeri

    Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung kata Minangkabau, maka tidak

    mungkin melihat Minangkabau dari satu pemahaman saja.

    Membicarakan Minangkabau secara umum mendalami sebuah sukubangsa dengan latar belakang sejarah, adat, budaya, agama, dan segala

    aspek kehidupan masyarakatnya. Mengingat hal seperti itu, ada dua sumber

    yang dapat dijadikan rujukan dalam mengkaji Minangkabau, yaitu sumber

    dari sejarah dan sumber dari tambo. Kedua sumber ini sama penting,

    1 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    2/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    walaupun di sana sini, pada keduanya ditemui kelebihan dan kekurangan,

    namun dapat pula saling melengkapi.

    Menelusuri sejarah tentang Minangkabau, sebagai satu cabang dari

    ilmu pengetahuan, maka mesti didasarkan bukti-bukti yang jelas dan

    otentik. Dapat berupa peninggalan-peninggalan masa lalu, prasasti-prasasti,

    batu tagak (menhir), batu bersurat, naskah-naskah dan catatan tertulis

    lainnya. Dalam hal ini, ternyata bukti sejarah lokal Minangkabau termasuk

    sedikit.

    Banyak catatan dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda

    (Nederlandsche Indie), tentang Minaangkabau atau Sumatera West Kunde,

    yang amat memerlukan kejelian di dalam meneliti. Hal ini disebabkan,

    catatan-catatan dimaksud dibuat untuk kepentingan pemerintahan Belanda,

    atau keperluan dagang oleh Maatschappij Koningkliyke VOC.Tambo atau uraian mengenai asal usul orang Minangkabau dan

    menerakan hukum-hukum adatnya, termasuk sumber yang mulai langka di

    wilayah Minangkabau sekarang. Sungguhpun, penelusuran tambo sulit untuk

    dicarikan rujukan seperti sejarah, namun apa yang disebut dalam tambo

    masih dapat dibuktikan ada dan bertemu di dalam kehidupan masyarakat

    Minangkabau.

    Tambo diyakini oleh orang Minangkabau sebagai peninggalan orang-

    orang tua. Bagi orang Minangkabau, tambo dianggap sebagai sejarah kaum.Walaupun, di dalam catatan dan penulisan sejarah sangat diperhatikan

    penanggalan atau tarikh dari sebuah peristiwa, serta di mana kejadian,

    bagaimana terjadinya, bila masanya, dan siapa pelakunya, menjadikan

    penulisan sejarah otentik. Sementara tambo tidak terlalu mengutamakan

    penanggalan, akan tetapi menilik kepadaperistiwanya. Tambo lebih bersifat

    sebuah kisah, sesuatu yang pernah terjadi dan berlaku.

    Tentu saja, bila kita mempelajari tambo kemudian mencoba mencari

    rujukannya sebagaimana sejarah, kita akan mengalami kesulitan dan

    bahkan dapat membingungkan. Sebagai contoh; dalam tambo Minangkabau

    tidak ditemukan secara jelas nama Adhytiawarman, tetapi dalam sejarah

    nama itu adalah nama raja Minangkabau yang pertama berdasarkan bukti-

    bukti prasasti.

    Dalam hal ini sebaiknya sikap kita tidak memihak, artinya kita tidak

    menyalahkan tambo atau sejarah. Sejarah adalah sesuatu yang dipercaya

    2 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    3/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    berdasarkan bukti-bukti yang ada, sedangkan tambo adalah sesuatu yang

    diyakini berdasarkan ajaran-ajaran yang terus diturunkan kepada anak

    kemenakan.

    Minangkabau menurut sejarahBanyak ahli telah meniliti dan menulis tentang sejarah Minangkabau,

    dengan pendapat, analisa dan pandangan yang berbeda. Tetapi pada

    umumnya mereka membagi beberapa periode kesejarahan; Minangkabau

    zaman sebelum Masehi, zaman Minangkabau Timur dan zaman kerajaan

    Pagaruyung. Seperti yang ditulis MD Mansur dkk dalam Sejarah

    Minangkabau, bahwa zaman sejarah Minangkabau pada zaman sebelum

    Masehi dan pada zaman Minangkabau Timur hanya dua persen saja yang

    punya nilai sejarah, selebihnya adalah mitologi, cerita-cerita yang diyakinisebagai tambo.

    Prof Slamet Mulyana dalam Kuntala, Swarnabhumi dan Sriwijaya

    mengatakan bahwa kerajaan Minangkabau itu sudah ada sejak abad

    pertama Masehi.

    Kerajaan itu muncul silih berganti dengan nama yang berbeda-beda.

    Pada mulanya muncul kerjaan Kuntala dengan lokasi sekitar daerah Jambi

    pedalaman. Kerajaan ini hidup sampai abad ke empat. Kerajaan ini

    kemudian berganti dengan kerajaan Swarnabhumi pada abad ke limasampai ke tujuh sebagai kelanjutan kerajaan sebelumnya. Setelah itu

    berganti dengan kerajaan Sriwijaya abad ke tujuh sampai 14.

    Mengenai lokasi kerajaan ini belum terdapat kesamaan pendapat para

    ahli. Ada yang mengatakan sekitar Palembang sekarang, tetapi ada juga

    yang mengatakan antara Batang Batang Hari dan Batang Kampar. Candi

    Muara Takus merupakan peninggalan kerajaan Kuntala yang kemudian

    diperbaiki dan diperluas sampai masa kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncul

    kerajaan Malayapura (kerajaan Melayu) di daerah yang bernama

    Darmasyraya (daerah Sitiung dan sekitarnya sekarang). Kerajaan ini

    merupakan kelanjutan dari kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini kemudian

    dipindahkan oleh Adhytiawarman ke Pagaruyung. Sejak itulah kerajaan itu

    dikenal dengan kerajaan Pagaruyung.

    Menurut Jean Drakar dari Monash University Australia mengatakan

    bahwa kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan yang besar, setaraf dengan

    3 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    4/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    kerajaan Mataram dan kerajaan Melaka. Itu dibuktikannya dengan

    banyaknya negeri-negeri di Nusantara ini yang meminta raja ke Pagaruyung,

    seperti Deli, Siak, Negeri Sembilan dan negeri-negeri lainnya.

    Minangkabau menurut tamboDalam bentuk lain, tambo menjelaskan pula tentang asal muasal orang

    Minangkabau. Tambo adalah satu-satunya keterangan mengenai sejarah

    Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau, tambo mempunyai arti

    penting, karena di dalamtambo terdapat dua hal; (1) Tambo alam, suatu

    kisah yang menerangkan asal usul orang Minangkabau semenjak raja

    pertama datang sampai kepada masa kejayaan kerajaan Pagaruyung. (2)

    Tambo adat, uraian tentang hukum-hukum adat Minangkabau. Dari sumber

    inilah hukum-hukum, aturan-aturan adat, dan juga berawalnya sistemmatrilineal dikembangkan.

    Di dalam Tambo alam diterangkan bahwa raja pertama yang datang ke

    Minangkabau bernama Suri Maharajo Dirajo. Anak bungsu dari Iskandar

    Zulkarnain. Sedangkan dua saudaranya, Sultan Maharaja Alif menjadi raja di

    benua Rum dan Sultan Maharajo Dipang menjadi raja di benua Cina. Secara

    tersirat tambo telah menempatkan kerajaan Minangkabau setaraf dengan

    kerajaan di benua Eropa dan Cina. Suri Maharajo Dirajo datang ke

    Minangkabau ini, di dalam Tambo disebut pulau paco lengkap dengan

    pengiring yang yang disebut; Kucing Siam, Harimau Campo, Anjiang

    Mualim, Kambiang Hutan.

    Masing-masing nama itu kemudian dijadikan lambang dari setiap

    luhak di Minangkabau. Kucing Siam untuk lambang luhak Tanah Data,

    Harimau Campo untuk lambang luhak Agam dan Kambiang hutan untuk

    lambang luhak Limo Puluah. Suri Maharajo Dirajo mempunya seorang

    penasehat ahli yang bernama Cati Bilang Pandai.

    Suri Maharajo Dirajo meninggalkan seorang putra bernama Sutan

    Maharajo Basa yang kemudian dikenal dengan Datuk Katumanggungan

    pendiri sistem kelarasan Koto Piliang. Puti Indo Jalito, isteri Suri Maharajo

    Dirajo sepeninggalnya kawin dengan Cati Bilang Pandai dan melahirkan tiga

    orang anak, Sutan Balun, Sutan Bakilap Alam dan Puti Jamilan. Sutan Balun

    kemudian dikenal dengan gelar Datuk Perpatih Nan Sabatang pendiri

    kelarasan Bodi Caniago.

    4 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    5/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Datuk Katumanggungan meneruskan pemerintahannya berpusat di

    Pariangan Padang Panjang kemudian mengalihkannya ke Bungo Sitangkai di

    Sungai Tarab sekarang, dan menguasai daerah sampai ke Bukit Batu Patah

    dan terus ke Pagaruyung.

    Maka urutan kerajaan di dalam Tambo Alam Minangkabau adalah;

    (1)Kerajaan Pasumayan Koto Batu,

    (2)Kerajaan Pariangan Padang Panjang

    (3)Kerajaan Dusun Tuo yang dibangun oleh Datuk Perpatih NanSabatang

    (4)Kerajaan Bungo Sitangkai

    (5)Kerajaan Bukit Batu Patah dan terakhir

    (6)Kerajaan Pagaruyung.

    Menurut Tambo Minangkabau, kerajaan yang satu adalah kelanjutan

    dari kerajaan sebelumnya. Karena itu, setelah adanya kerajaan Pagaruyung,

    semuanya melebur diri menjadi kawasan kerajaan Pagaruyung.

    Kerajaan Dusun Tuo yang didirikan oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang,

    karena terjadi perselisihan paham antara Datuk Ketumanggungan dengan

    Datuk Perpatih nan Sabatang, maka kerajaan itu tidak diteruskan, sehingga

    hanya ada satu kerajaan saja yaitu kerajaan Pagaruyung. Perbedaan paham

    antara kedua kakak beradik satu ibu ini yang menjadikan sistem

    pemerintahan dan kemasyarakatan Minangkabau dibagi atas dua kelarasan,Koto Piliang dan Bodi Caniago.

    Dari uraian tambo dapat dilihat, bahwa awal dari sistem matrilineal

    telah dimulai sejak awal, yaitu dari induknya Puti Indo Jalito. Dari Puti Indo

    Jalito inilah yang melahirkan Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih

    Nan Sabatang. Namun, apa yang diuraikan setiap tambo punya berbagai

    variasi, karena setiap nagari punya tambo.

    Dr. Edward Jamaris yang membuat disertasinya tentang tambo, sangat

    sulit menenyukan pilihan. Untuyk keperluan itu, dia harus memilih salahsatu tambo dari 64 buah tambo yang diselidikinya. Namun pada umumnya

    tambo menguraikan tentang asal usul orang Minangkabau sampai

    terbentuknya kerajaan Pagaruyung.

    ASALKATA MINANGKABAU

    5 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    6/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Kata Minangkabau mempunyai banyak arti. Merujuk kepada penelitian

    kesejarahan, beberapa ilmuan telah mengemukakan pendapatnya tentang

    asal kata Minangkabau.

    a. Purbacaraka (dalam buku Riwayat Indonesia I) Minangkabau berasal dari

    kata Minanga Kabawa atau Minanga Tamwan yang maksudnya adalah

    daerah-daerah disekitar pertemuan dua sungai; Kampar Kiri dan Kampar

    Kanan. Hal ini dikaitkannya dengan adanya candi Muara Takus yang

    didirikan abad ke 12.

    b. Van der Tuuk mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Phinang

    Khabu yang artinya tanah asal.

    c. Sutan Mhd Zain mengatakan kata Minangkabau berasal dari Binanga

    Kamvarmaksudnya muara Batang Kampar.

    d. M.Hussein Naimar mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata

    Menon Khabu yang artinya tanah pangkal, tanah yang mulya.

    e. Slamet Mulyana mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Minang

    Kabau. Artinya, daerah-daerah yang berada disekitar pinggiran sungai-

    sungai yang ditumbuhi batang kabau (jengkol).

    Dari berbagai pendapat itu dapat disimpulkan bahwa Minangkabau itu

    adalah suatu wilayah yang berada di sekitar muara sungai yang didiami oleh

    orang Minangkabau.

    Namun dari Tambo, kata Minangkabau berasal dari kata Manang Kabau.

    Menang dalam adu kerbau antara kerbau yang dibawa oleh tentara

    Majapahit dari Jawa dengan kerbau orang Minang.

    WILAYAHASAL MINANGKABAU

    6 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    7/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Membicarakan tentang wilayah Minangkabau, seperti yang dijelaskan di

    atas, harus dilihat dalam dua pengertian yang masing-masingnya berbeda;

    1. Pengertian budaya

    2. Pengertian geografis

    Dalam pengertian budaya, wilayah Minangkabau itu itu adalah suatu wilayah

    yang didukung oleh suatu masyarakat yang kompleks, yang bersatu

    bersamaan persamaan asal usul, adat, dan falsafah hidup.

    Menurut tambo, wilayah Minangkabau disebutkan saedaran gunuang

    Marapi, salareh batang Bangkaweh, sajak Sikilang Aie Bangih, lalu ka

    gunuang Mahalintang, sampai ka Rokan Pandalian, sajak di Pintu Rayo Hilie,

    sampai Si Alang Balantak Basi, sajak Durian Ditakuak Rajo, lalu ka Taratak

    Aie Hitam, sampai ka Ombak Nan Badabua.

    Mengenai batas-batas yang disebutkan di atas, berbagai penafsiran terjadi.

    Ada yang mengatakan bahwa batas-batas itu adalah simbol-simbol saja

    tetapi wilayah itu tidak ada yang jelas dan tepat, tetapi ada juga yang

    berpendapat bahwa batas-batas itu adalah benar dan nagari-nagari yang

    disebutkan itu ada sampai sekarang. Dalam hal ini tentu kita tidak perlu

    melihat perbedaan-perbedaan pendapat tersebut, karena kedua-dua

    pendapat itu ada benarnya.

    Dalam pengertian geografis, wilayah Minangkabau terbagi atas wilayah inti

    yang disebut darek dan wilayah perkembangannya yang disebut rantau dan

    pesisir.

    a. Darek

    Daerah dataran tinggi di antara pegunungan Bukit Barisan; di sekitar

    gunung Singgalan, sekitar gunung Tandikek, sekitar gunung Merapi dan

    sekitar gunung Sago. Daerah darek ini dibagi dalam tiga luhak; (1) Luhak

    Tanah Data sebagai luhak nan tuo, buminyo nyaman, aienyo janiah ikannyo

    banyak, (2) Luhak Agam sebagai luhak nan tangah, buminyo anegk, aienyo

    karuah, ikannyo lia, (3) dan Luhak Limo Puluah Koto sebagai luhak nan

    bongsu, buminyo sajuak, aienyo janiah, ikannyo jinak.

    Nagari-nagari yang termasuk ke dalam luhak Tanah Data adalah;

    Pagaruyung, Sungai tarab, Limo Kaum, Sungayang, Saruaso, Sumanik,

    Padang Gantiang, Batusangka, Batipuh 10 koto, Lintau Buo, Sumpur Kuduih,

    7 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    8/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Duo puluah koto, Koto Nan Sambilan, Kubuang Tigobaleh, Koto Tujuah,

    Supayang, Alahan Panjang, Ranah Sungai Pagu.

    Nagari-nagari yang termasuk ke dalam luhak Agam adalah; Agam tuo,

    Tujuah lurah salapan koto, Maninjau, Lawang, Matua, Ampek Koto, Anam

    Koto, Bonjol, Kumpulan, Suliki.

    Nagari-nagari yang termasuk ke dalam luhak Limo Puluah Koto adalah;

    luhak terdiri dari Buaiyan Sungai Balantik, Sarik Jambu Ijuak, Koto Tangah,

    Batuhampa, Durian gadang, Limbukan, Padang Karambie, Sicincin, Aur

    Kuniang, Tiakar, Payobasuang, Bukik Limbuku, Batu Balang Payokumbuah,

    Koto Nan Gadang (dari Simalanggang sampai Taram); ranah terdiri dari

    Gantiang, Koto Laweh, Sungai Rimbang, Tiakar, Balai Mansiro, Taeh

    Simalanggang, Piobang, Sungai Baringin, Gurun, Lubuk Batingkok,

    Tarantang, Selo Padang Laweh (Sajak dari Simalanggang sampai tebingTinggi, Mungkar); lareh terdiri dari Gaduik, Tebing Tinggi, Sitanang, Muaro

    Lakin, Halaban, Ampalu, Surau, Labuah Gurun ( dari taram taruih ka Pauh

    Tinggi, Luhak 50, taruih ka Kuok, Bangkinang, Salo, Aie Tirih dan Rumbio)

    b. Rantau.

    Daerah pantai timur Sumatera. Ke utara luhak Agam; Pasaman, Lubuk

    Sikaping dan Rao. Ke selatan dan tenggara luhak Tanah Data; Solok Silayo,

    Muaro Paneh, Alahan Panjang, Muaro Labuah, Alam Surambi Sungai Pagu,

    Sawah lunto Sijunjung, sampai perbatasan Riau dan Jambi. Daerah inidisebut sebagai ikue rantau.

    Kemudian rantau sepanjang iliran sungai sungai besar; Rokan, Siak,

    Tapung, Kampar, Kuantan/Indragiri dan Batang Hari. Daerah ini disebut

    Minangkabau Timur yang terdiri dari;

    a) Rantau 12 koto (sepanjang Batang Sangir); Nagari Cati nan Batigo

    (sepanjang Batang Hari sampai ke Batas Jambi), Siguntue (Sungai

    Dareh), Sitiuang, Koto Basa.

    b) Rantau Nan Kurang Aso Duopuluah (rantau Kuantan)

    c) Rantau Bandaro nan 44 (sekitar Sungai Tapuang dengan Batang

    Kampar)

    d) Rantau Juduhan (rantau Y.D.Rajo Bungsu anak Rajo Pagaruyung; Koto

    Ubi, Koto Ilalang, Batu Tabaka)

    8 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    9/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    e) NegeriSembilan

    c. Pesisir

    Daerah sepanjang pantai barat Sumatera. Dari utara ke selatan;

    Meulaboh, Tapak Tuan, Singkil, Sibolga, Sikilang, Aie Bangih, Tiku, Pariaman,

    Padang, Bandar Sapuluah, terdiri dari; Air Haji, Balai Salasa, Sungai Tunu,

    Punggasan, Lakitan, Kambang, Ampiang Parak, Surantiah, Batang kapeh,

    Painan (Bungo Pasang), seterusnya Bayang nan Tujuah,

    Indrapura,Kerinci,Muko-muko,Bengkulu.

    SISTIM KEMASAYARAKATAN/KELARASAN

    Sistim kemasyarakatan atau yang dikenal sebagai sistem kelarasanmerupakan dua instisusi adat yang dibentuk semenjak zaman kerajaan

    Minangkabau/Pagaruyung dalam mengatur pemerintahannya. Bahkan ada

    juga pendapat yang mengatakan, penyusunan itu dilakukan sebelum

    berdirinya kerajaan Pagaruyung.

    Kedua institusi tersebut masih tetap dijalankan oleh masyarakat adat

    Minangkabau sampai sekarang. Keberadaan dan peranannya sudah menjadi

    bakuan sosial atau semacam tatanan budaya yang diakui dan menjadi

    rujukan dalam menjalankan dan membicarakan tatanan adat alam

    Minangkabau.

    Kedua institusi itu tidak berdiri keduanya begitu saja. Dalam sebuah

    tatanan pemerintahan, kedua institusi tersebut berjalan searah dengan

    instisuti lainnya atau lembaga-lembaga lainnya. Lembaga-lembaga tersebut

    terdiri dari:Rajo Tigo Selo; yang terdiri dari Raja Alam, Raja Adat dan Raja

    Ibadat.

    Rajo Tigo Selo berasal dari keturunan yang sama. Hanya penempatan,

    tugas serta kedudukannya yang berbeda.

    KEDUDUKAN/TEMPATTINGGAL

    Raja Alam di Pagaruyung, Raja Adat di Buo dan Raja Ibadat di SumpurKudus.

    9 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    10/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Daerah-daerah rantau barat dan timur merupakan daerah yang berada

    langsung di bawah raja, dengan mengangkat urang gadang atau rajo

    kaciak pada setiap daerah. Mereka setiap tahun menyerahkan ameh

    manah kepada raja.

    Daerah-daerah yang langsung berada di bawah pengawasan raja

    Daerah-daerah rantau tersebut adalah:

    Rantau pantai timur

    1. Rantau nan kurang aso duo puluah (di sepanjang Batang Kuantan)

    disebut juga Rantau Tuan Gadih.

    2. Rantau duo baleh koto (sepanjang batang Sangir) disebut juga Nagari

    Cati Nan Batigo.

    3. Rantau Juduhan (kawasan Lubuk Gadang dan sekitarnya) disebut juga

    Rantau Yang Dipertuan Rajo Bungsu4. Rantau Bandaro nan 44 (sekitar Sei.Tapung dan Kampar)

    5. Negeri Sembilan

    Rantau pantai barat:

    1. Bayang nan 7, Tiku Pariaman, Singkil Tapak Tuan disebut juga Rantau

    Rajo

    2. Bandar X disebut juga Rantau Rajo Alam Surambi Sungai Pagu.

    PERANGKAT RAJA

    Basa Ampek Balai

    Dalam menjalankan pemerintahan, raja dibantu oleh 4 orang menterinya

    yang disebut Basa Ampek Balai dan seorang Panglima Perang, Tuan Gadang

    Batipuh.

    Datuk Nan Batujuh

    Di daerah kedudukan (tempat raja menetap/tinggal), setiap raja mempunyaiperangkat penghulu tersendiri untuk mengurus masalah masalah daerah

    kedudukan dan kerumah tangga. Datuk Nan Batujuh, yang mengurus segala

    hal tentang wilayah raja (Pagaruyung). Datuk Nan Barampek di Balai Janggo

    yang mengurus segala hal tentang kerumahtanggaan.

    10 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    11/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Pada mulanya, datuk-datuk ini diangkat oleh raja. Jadi, datuk-datuk ini

    berbeda dengan datuk-datuk di nagari-nagari lainnya. Datuk di nagari

    lainnya merupakan pimpinan kaum, sedangkan datuk-datuk ini perangkat

    raja.

    Datuk-datuk tepatan raja pada wilayah atau nagari-nagari tertentu ada

    datuk-datuk yang ditunjuk untuk perpanjangan tangan raja, tempat tepatan

    raja.

    SSISTEMISTEM KKELARASANELARASAN

    1. Kelarasan Koto Piliang (yang menjalankan pemerintahan) yang dipimpin

    oleh Datuk bandaro Putih Pamuncak Koto Piliang berkedudukan di Sungai

    Tarab. Hirarki dalam kelarasan Koto Piliang mempunyai susunan seperti di

    atas yang disebut; bajanjang naiak batanggo turun, dengan prinsip

    pengangkatan penghulu-penghulunya; patah tumbuah.

    2. Kelarasan Bodi Caniago (yang menjalankan persidangan) yang dipimpin

    oleh Datuk Badaro Kuniang, Gajah Gadang Patah Gadiang berkedudukan di

    Limo Kaum.

    Hirarki dalam kelarasan Bodi Caniago mempunyai susunan yang disebut;

    duduak samo randah tagak samo tinggi.

    Kedudukan raja terhadap kedua kelarasan

    Kedudukan raja berada di atas dua kelarasan; Koto Piliang dan Bodi Caniago.Bagi kelarasan Koto Piliang, kedudukan raja di atas segalanya. Sedangkanbagi Kelarasan Bodi Caniago kedudukan raja adalah symbolik sebagai

    pemersatu.

    TTEMPATEMPAT PPERSIDANGANERSIDANGAN

    1. Balai Panjang.

    Tempat persidangan untuk semua lembaga; Raja, Koto Piliang, Bodi

    Caniago, Rajo-rajo

    di rantau berada di Balai Panjang, Tabek Sawah Tangah.

    11 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    12/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    2. Balairung

    Tempat persidangan raja dengan basa-basa disebut Balairung

    3. Medan nan bapaneh

    Tempat persidangan kelarasan koto piliang disebut Medan Nan Bapaneh

    dipimpinPamuncak Koto Piliang, Datuk Bandaro Putih

    4. Medan nan Balinduang

    Tempat persidangan kelarasan bodi caniago disebut Medan Nan

    Balinduang dipimpin

    oleh Pucuak Bulek Bodi Caniago, Datuk Bandaro Kuniang.

    5. Balai Nan Saruang

    Tempat persidangan Datuk Badaro Kayo di Pariangan disebut Balai Nan

    Saruang

    LLAREHAREHNANNAN DDUOUO

    Lareh atau sistem, di dalam adat dikenal dengan dua; Lareh Nan Bunta dan

    Lareh nan Panjang. Lareh nan Bunta lazim juga disebut Lareh Nan Duo, yang

    dimaksudkan adalah Kelarasan Koto Piliang yang disusun oleh Datuk

    Ketumanggungan dan Kelarasan Bodi Caniago oleh Datuk Perpatih Nan

    Sabatang.

    Sedangkan Lareh nan Panjang di sebut; Bodi Caniago inyo bukan, Koto

    Piliang inyo antah disusun oleh Datuk Suri Nan Banego-nego.(disebut juga

    Datuk Sikalab Dunia Nan Banego-nego) Namun yang lazim dikenal hanyalah

    dua saja, Koto Piliang dan Bodi Caniago.

    Kedua sistem (kelarasan) Koto Piliang dan Bodi Caniago adalah dua sistem

    yang saling melengkapi dan memperkuat. Hal ini sesuai dengan sejarah

    berdirinya kedua kelarasan itu. Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih

    Nan Sabatang kakak adik lain ayah, sedangkan Datuk Suri Nan Banego-nego

    adalah adik dari Datuk Perpatih Nan Sabatang.

    Di dalam tambo disebutkan;

    Malu urang koto piliang, malu urang bodi caniago.

    Di dalam mamangan lain dikatakan:

    Tanah sabingah lah bapunyo, rumpuik sahalai lah bauntuak

    Malu nan alun kababagi.

    A. KELARASAN KOTO PILIANG

    12 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    13/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Dipimpin oleh Datuk Bandaro Putiah

    Roda pemerintahan dijalankan dalam sistem Koto Piliang, yang dalam hal ini

    dijalankan oleh Basa Ampek Balai:

    1. Panitiahan berkedudukan di Sungai Tarab Pamuncak Koto Piliang

    2. Makhudum berkedudukan di Sumanik Aluang bunian Koto Piliang

    3. Indomo berkedudukan di Saruaso Payung Panji Koto Piliang

    4. Tuan Khadi berkedudukan di Padang Ganting Suluah Bendang

    Koto Piliang

    (Ditambah seorang lagi yang kedudukannya sama dengan Basa Ampek

    Balai)

    5. Tuan Gadang berkedudukan di Batipuh Harimau Campo Koto

    Piliang

    Setiap Basa, mempunyai perangkat sendiri untuk mengurus masalah-

    masalahdaerah kedudukannya.

    Setiap basa membawahi beberapa orang datuk di daerah

    tempat kedudukannya, tergantung kawasannya masing-masing. (Ada yang 9

    datuk seperti Sungai Tarab, 7 datuk seperti di Saruaso dll).

    Setiap Basa diberi wewenang oleh raja untuk mengurus wilayah-wilayah

    tertentu, untuk memungut ameh manah, cukai, pengaturan wilayah dan

    sebagainya. Misalnya;

    a) Datuk Bandaro untuk daerah pesisir sampai ke Bengkulu

    b) Makhudum untuk daerah pesisir timur sampai ke Negeri Sembilan

    c) Indomo untuk daerah pesisir barat utara.

    d) Tuan Kadi untuk daerah Minangkabau bagian selatan.

    Pada setiap nagari, ada beberapa penghulu yang berada di bawah setiap

    basa yang mengepalai nagari-nagari tersebut.1

    LANGGAM NAN TUJUAHLANGGAM NAN TUJUAH (7 daerah istimewa)

    1 Masing-masing unsur (elemen) dari perangkat adat ini banyak diubah dan berubahakibat ekspansi pemerintahan Belanda dalam mencampuri urusan hukum adat. Namunbatang dari sistem ini tetap diikuti sampai sekarang.

    13 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    14/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Di dalam sistem pemerintahan itu, ada daerah-daerah istimewa yang

    dipimpin oleh seorang penghulu yang langsung berada di bawah kuasa raja.

    Dia tidak berada di bawah Basa 4 Balai.

    Daerah-daerah istimewa ini mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri

    dan sampai sekarang masih dijalankan.Langgam nan tujuh itu terdiri dari tujuh daerah/wilayah dengan gelar

    kebesarannya masing-masing:

    1. Pamuncak Koto Piliang

    Daerahnya Sungai Tarab salapan batu

    2. Gajah Tongga Koto Piliang

    Daerahnya Silingkang & Padang Sibusuak

    3. Camin Taruih Koto Piliang

    Daerahnya Singkarak & Saningbaka

    4. Cumati Koto PiliangDaerahnya Sulik Aie & Tanjuang Balik

    5. Perdamaian Koto Piliang

    Daerahnya Simawang & Bukik Kanduang

    6. Harimau Campo Koto Piliang

    Daerahnya Batipuh 10 Koto

    7. Pasak kungkuang Koto Piliang

    Daerahnya Sungai Jambu & Labu Atan

    SSISTEMISTEMYANGYANGDIPAKAIDIPAKAIDALAMDALAMKELARASANKELARASAN KKOTOOTO PPILIANGILIANG

    Memakai sistem cucua nan datang dari langik, kaputusan indak

    buliah dibandiang. Maksudnya; segala keputusan datang dari raja. Raja

    yang menentukan.

    Bila persoalan timbul pada suatu kaum, kaum itu membawa persoalan

    kepada Basa Ampek Balai. Jika persoalan tidak putus oleh Basa Ampek Balai,

    diteruskan kepada Rajo Duo Selo. Urusan adat kepada Rajo Adat, dan urusan

    keagamaan kepada Rajo Ibadat.

    Bila kedua rajo tidak dapat memutuskan, diteruskan kepada Rajo Alam.

    Rajo Alamlah yang memutuskan.Karena itu dalam kelarasan ini hirarkinya adalag sebagai berikut;

    kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka

    Basa Ampek Balai, Basa Ampek Balai ka Rajo Duo Selo.

    14 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    15/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    KELARASAN BODI CANIAGOKELARASAN BODI CANIAGO

    Dipimpin oleh Datuk Bandaro Kuniang, Gajah Gadang Patah Gadiang di

    Limo Kaum.

    Di bawahnya disebut Datuak Nan Batigo; Datuk nan di Dusun Tuo, Datuk

    nan di Paliang, Datuk nan Kubu Rajo. (Nama-nama Datuk tak disebutkan,karena mereka memakai sistem gadang balega, pimpinan dipilih

    berdasarkan kemufakatan (Hilang Baganti).

    Kelarasan Bodi Caniago, juga mempunyai daerah setaraf Langgam Nan

    Tujuh dalam kelarasan Koto Piliang, yang disebut Tanjuang nan ampek,

    lubuak nan tigo (juga tujuh daerah khusus dengan tujuh penghulu/pucuak

    buleknyo)

    a. Tanjuang Bingkuang (Limo kaum dan sekitarnya)

    b. Tanjung Sungayang

    c. Tanjuang Alam

    d. Tanjuang Barulak

    e. Lubuk Sikarah

    f. Lubuk Sipunai

    g. Lubuk Simawang

    SSISTEMISTEMYANGYANGDIPAKAIDIPAKAIDALAMDALAMKELARASANKELARASAN BBODIODI CCANIAGOANIAGO

    Memakai sistem nan bambusek dari tanah, nan tumbuah dari

    bawah.

    Kaputusan buliah dibandiang. Nan luruih buliah ditenok, nan bungkuakbuliah dikadang. Maksudnya; segala keputusan ditentukan oleh sidang

    kerapatan para penghulu. Keputusan boleh dibanding, dipertanyakan dan

    diuji kebenarannya.

    Bila persoalan timbul pada suatu kaum, kaum itu membawa persoalan

    kepada Datuak nan Batigo di Limo Kaum. Karena itu dalam kelarasan ini

    hirarkinya adalah sebagai berikut; kamanakan barajo ka mamak,

    mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka mupakaik, nan bana

    badiri sandirinyo.

    LAREH NAN PANJANGLAREH NAN PANJANG

    Dipimpin oleh Datuk Bandaro Kayo. Selain itu pula, ada satu lembaga

    lain yang dipimpin oleh Datuk Badaro Kayo yang berkedudukan di Pariangan

    Padang Panjang. Tugasnya menjadi juru damai sekiranya terjadi pertikaan

    antara Datuk Badaro Putiah di Sungai Tarab (Koto Piliang) dengan Datuk

    Bandaro Kuniang (Bodi Caniago). Dia bukan dari kelarasan Koto Piliang atau

    15 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    16/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Bodi Caniago, tetapi berada antara keduanya. Di dalam pepatah adat

    disebutkan:

    Pisang sikalek-kalek utanPisang simbatu nan bagatahBodi Caniago inyo bukan

    Koto piliang inyo antah

    Daerah kawasannya disebut : 8 Koto Di ateh, 7 Koto Di bawah,

    batasan wilayahnya disebutkan Sajak dari guguak Sikaladi Hilie, sampai ka

    Bukik Tumasu Mudiak, Salilik Batang Bangkaweh.

    8 Koto Di ateh terdiri dari; Guguak, Sikaladi, Pariangan, Pd.Panjang,

    Koto Baru, Sialahan, Koto Tuo, Batu Taba.

    7 Koto Di bawah terdiri dari; Galogandang, Padang Lua, Turawan,

    Balimbiang, Kinawai, Sawah Laweh, Bukik Tumasu.

    Dengan demikian, ada tiga Datuk Bandaro di dalam daerah kerajaan itu.Kemudian disusul dengan adanya Datuk Bandaro Hitam yang juga punya

    fungsi sama seperti Datuk Bandaro Putiah, dengan kedudukan di wilayah

    Minangkabau bagian selatan (Jambu Limpo dllnya).

    PPENGHULUENGHULU

    Penghulu pada setiap kaum yang ada naari-nagari masing-masingnya

    punya perangkat tersendiri pula dalam mengatur kaumnya. Perangkat itu

    terdiri dari: Manti, Malin, Dubalang. Mereka berempat disebut pula Urang

    nan ampek jinih.

    Setiap rumah gadang, punya seorang mamak yang mengatur. Mamak

    yang mengatur rumah gadang tersebut Tungganai, atau mamak rumah. Dia

    juga bergelar datuk.

    Nama Gelar Penghulu.

    Nama gelar penghulu yang mula-mula hanya terdiri satu kata; Bandaro

    misalnya. Datuk Bandaro.

    Pada lapis kedua, atau sibaran baju, nama datuk menjadi dua kata,untuk memisahkan sibaran yang satu dengan sibaran yang lain; Datuk

    Bandaro Putih, Datuk Badaro Kuniang, Datuk Bandaro Kayo dan Datuk

    Bandaro Hitam.

    Apabila kemenakan datuk Bandaro ini sudah semakin banyak, dan

    memerlukan seorang penghulu untuk mengatur mereka, maka mereka

    16 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    17/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    memecah lagi gelaran itu; Datuk Bandaro Lubuak Bonta misalnya, adalah

    sibaran pada peringkat ke empat dari gelar asalnya. Begitu seterusnya.

    Semakin panjang gelar Datuk itu, itu pertanda bahwa gelar itu adalah

    sibaran dalam tingkat ke sekian.

    SISTIM KEKELUARGAAN MATRILINEAL

    Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan danketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan

    dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan klen

    dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam klen-

    nya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu,

    waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula.

    Menurut Muhammad Radjab (1969) sistem matrilineal mempunyai ciri-

    cirinya sebagai berikut;

    1. Keturunan dihitung menurut garis ibu.

    2. Suku terbentuk menurut garis ibu

    3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya (exogami)

    4. Pembalasan dendam merupakan satu kewajiban bagi seluruh suku

    5. Kekuasaan di dalam suku, menurut teori, terletak di tangan ibu,

    tetapi jarang sekali dipergunakan, sedangkan

    6. Yang sebenarnya berkuasa adalah saudara laki-lakinya

    7. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi rumah

    istrinya

    8. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya

    dan dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.

    17 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    18/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Sistem kekerabatan ini tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau

    sampai sekarang. Bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan usaha

    menyempurnakan sistem adatnya. Terutama dalam mekanisme

    penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peranan

    seorang penghulu ataupun ninik mamak dalam kaitan bermamakberkemanakan sangatlah penting.

    Bahkan peranan penghulu dan ninik mamak itu boleh dikatakan sebagai

    faktor penentu dan juga sebagai indikator, apakah mekanisme sistem

    matrilineal itu berjalan dengan semestinya atau tidak.

    Jadi keberadaan sistem ini tidak hanya terletak pada kedudukan dan

    peranan kaum perempuan saja, tetapi punya hubungkait yang sangat kuat

    dengan institusi ninik mamaknya di dalam sebuah kaum, suku atau klen.

    Sebagai sebuah sistem, matrilineal dijalankan berdasarkan kemampuandan berbagai penafsiran oleh pelakunya; ninik-mamak, kaum perempuan

    dan anak kemenakan. Akan tetapi sebuah uraian atau perincian yang jelas

    dari pelaksanaan dari sistem ini, misalnya ketentuan-ketentuan yang pasti

    dan jelas tentang peranan seorang perempuan dan sanksi hukumnya kalau

    terjadi pelanggaran, ternyata sampai sekarang belum ada. Artinya tidak

    dijelaskan secara tegas tentang hukuman jika seorang Minang tidak

    menjalankan sistem matrilineal tersebut.

    Sistem itu hanya diajarkan secara turun temurun kemudian disepakatidan dipatuhi, tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya. Namun

    begitu, sejauh manapun sebuah penafsiran dilakukan atasnya, pada

    hakekatnya tetap dan tidak beranjak dari fungsi dan peranan perempuan itu

    sendiri. Hal seperti dapat dianggap sebagai sebuah kekuatan sistem

    tersebut yang tetap terjaga sampai sekarang.

    Pada dasarnya sistem matrilineal bukanlah untuk mengangkat atau

    memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu dikukuhkan untuk

    menjaga, melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah

    gadang, tanah pusaka dan sawah ladang.

    Bahkan dengan adanya hukum faraidh dalam pembagian harta

    menurut Islam, harta pusaka kaum tetap dilindungi dengan istilah pusako

    tinggi, sedangkan harta yang boleh dibagi dimasukkan sebagai pusako

    randah.

    18 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    19/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Dalam sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat,

    pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya

    amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah sebabnya dalam

    penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak

    diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban didalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak.

    Perempuan menerima hak dan kewajibannya tanpa harus melalui

    sebuah prosedur apalagi bantahan. Hal ini disebabkan hak dan kewajiban

    perempuan itu begitu dapat menjamin keselamatan hidup mereka dalam

    kondisi bagaimanapun juga. Semua harta pusaka menjadi milik perempuan,

    sedangkan laki-laki diberi hak untuk mengatur dan mempertahankannya.

    Perempuan tidak perlu berperan aktif seperti ninik mamak. Perempuan

    Minangkabau yang memahami konstelasi seperti ini tidak memerlukan lagiatau menuntut lagi suatu prosedur lain atas hak-haknya. Mereka tidak

    memerlukan emansipasi lagi, mereka tidak perlu dengan perjuangan

    gender, karena sistem matrilineal telah menyediakan apa yang

    sesungguhnya diperlukan perempuan.

    Para ninik-mamak telah membuatkan suatu aturan permainan antara

    laki-laki dan perempuan dengan hak dan kewajiban yang berimbang antar

    sesamanya.

    Oleh karena itulah institusi ninik-mamak menjadi penting dan bahkansakral bagi kemenakan dan sangat penting dalam menjaga hak dan

    kewajiban perempuan. Keadaan seperti ini sudah berlangsung lama, dengan

    segala kelebihan dan kekurangannya, dengan segala plus minusnya.

    Keunggulan dari sistem ini adalah, dia tetap bertahan walau sistem

    patrilineal juga diperkenalkan oleh Islam sebagai sebuah sistem kekerabatan

    yang lain pula. Sistim matrilieal tidak hanya jadi sebuah aturan saja, tetapi

    telah menjadi semakin kuat menjadi suatu budaya, way of live,

    kecenderungan yang paling dalam diri dari setiap orang Minangkabau.

    Sampai sekarang, pada setiap individu laki-laki Minang misalnya,

    kecenderungan mereka menyerahkan harta pusaka, warisan dari hasil

    pencahariannya sendiri, yang seharusnya dibagi menurut hukum faraidh

    kepada anak-anaknya, mereka lebih condong untuk menyerahkannya

    kepada anak perempuannya.

    19 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    20/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula kepada anak

    perempuannya pula. Begitu seterusnya. Sehingga Tsuyoshi Kato dalam

    disertasinya menyebutkan bahwa sistem matrilineal akan semakin menguat

    dalam diri orang-orang Minang walaupun mereka telah menetap di kota-kota

    di luar Minang sekalipun. Sistem matrilineal tampaknya belum akanmeluntur sama sekali, walau kondisi-kondisi sosial lainnya sudah banyak

    yang berubah.

    Untuk dapat menjalankan sistem itu dengan baik, maka mereka yang

    akan menjalankan sistem itu haruslah orang Minangkakabu itu sendiri.

    Untuk dapat menentukan seseorang itu orang Minangkabau atau tidak, ada

    beberapa ketentuannya, atau syarat-syarat seseorang dapat dikatakan

    sebagai orang Minangkabau.

    Syarat-syarat seseorang dapat dikatakan orang Minangkabau;1. Basuku (bamamak bakamanakan)

    2. Barumah gadang

    3. Basasok bajarami

    4. Basawah baladang

    5. Bapandan pakuburan

    6. Batapian tampek mandi

    Seseorang yang tidak memenuhi ketentuan tersebut di dalam berkaum

    bernagari, dianggap orang kurang atau tidak sempurna. Bagi seseorang

    yang ingin menjadi orang Minang juga dibuka pintunya dengan memenuhi

    berbagai persyaratan pula.

    Dalam istilah inggok mancangkam tabang basitumpu. Artinya

    orang itu harus masuk ke dalam sebuah kaum atau suku, mengikuti seluruh

    aturan-aturannya.

    Ada empat aspek penting yang diatur dalam sistem matrilienal;

    A. PENGATURANHARTAPUSAKA

    Harta pusaka yang dalam terminologi Minangkabau disebut harato jo

    pusako. Harato adalah sesuatu milik kaum yang tampak dan ujud secara

    material seperti sawah, ladang, rumah gadang, ternak dan sebagainya.

    Pusako adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi turun temurun baik

    yang tampak maupun yang tidak tampak. Oleh karena itu di Minangkabau

    20 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    21/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    dikenal pula dua kata kembar yang artinya sangat jauh berbeda; sako dan

    pusako.

    1. Sako

    Sako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem

    matrilineal yang tidak berbentuk material, seperti gelar penghulu, kebesaran

    kaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat kepadanya.

    Sako merupakan hak bagi laki-laki di dalam kaumnya. Gelar demikian

    tidak dapat diberikan kepada perempuan walau dalam keadaan apapun

    juga. Pengaturan pewarisan gelar itu tertakluk kepada sistem kelarasan

    yang dianut suku atau kaum itu.

    Jika menganut sistim kelarasan Koto Piliang, maka sistem

    pewarisan sakonya berdasarkan; patah tumbuah. Artinya, gelar berikutnya

    harus diberikan kepada kemenakan langsung dari si penghulu yang

    memegang gelar itu. Gelar demikian tidak dapat diwariskan kepada orang

    lain dengan alasan papun juga.

    Jika tidak ada laki-laki yang akan mewarisi, gelar itu digantuang atau

    dilipekatau disimpan sampai nanti kaum itu mempunyai laki-laki pewaris.

    Jika menganut sistem kelarasan Bodi Caniago, maka sistem

    pewarisan sakonya berdasarkan hilang baganti. Artinya, jika seorang

    penghulu pemegang gelar kebesaran itu meninggal, dia dapat diwariskan

    kepada lelaki di dalam kaum berdasarkan kesepakatan bersama anggota

    kaum itu. Pergantian demikian disebut secara adatnya gadang balega.

    Di dalam halnya gelar kehormatan atau gelar kepenghuluan (datuk)

    dapat diberikan dalam tiga tingkatan:

    a. Gelar yang diwariskan dari mamak ke kemenakan. Gelar ini

    merupakan gelar pusaka kaum sebagaimana yang diterangkan di

    atas. Gelar ini disebut sebagai gelar yang mengikuti kepada

    perkauman yang batali darah.

    b. Gelar yang diberikan oleh pihak keluarga ayah (bako) kepada anak

    pisangnya, karena anak pisang tersebut memerlukan gelar itu untuk

    menaikkan status sosialnya atau untuk keperluan lainnya. Gelar ini

    hanya gelar panggilan, tetapi tidak mempengaruhi konstelasi dan

    mekanisme kepenghuluan yang telah ada di dalam kaum. Gelar ini

    hanya boleh dipakai untuk dirinya sendiri, seumur hidup dan tidak

    21 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    22/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    boleh diwariskan kepada yang lain; anak apalagi kemenakan. Bila si

    penerima gelar meninggal, gelar itu akan dijemput kembali oleh

    bako dalam sebuah upacara adat. Gelar ini disebut sebagai gelar

    yang berdasarkan batali adat.

    c. Gelar yang diberikan oleh raja Pagaruyung kepada seseorang yang

    dianggap telah berjasa menurut ukuran-ukuran tertentu. Gelar ini

    bukan gelar untuk mengfungsinya sebagai penghulu di dalam

    kaumnya sendiri, karena gelar penghulu sudah dipakai oleh

    pengulu kaum itu, tetapi gelaran itu adalah merupakan balasan

    terhadap jasa-jasanya. Gelaran ini disebut secara adat disebabkan

    karena batali suto. Gelar ini hanya boleh dipakai seumur hidupnya

    dan tidak boleh diwariskan. Bila terjadi sesuatu yang luar biasa,

    yang dapat merusakkan nama raja, kaum, dan nagari, maka

    gelaran itu dapat dicabut kembali.

    2. Pusako

    Pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem

    matrilineal yang berbentuk material, seperti sawah, ladang, rumah gadang

    dan lainnya.

    Pusako dimanfaatkan oleh perempuan di dalam kaumnya.

    Hasil sawah, ladang menjadi bekal hidup perempuan dengan anak-

    anaknya. Rumah gadang menjadi tempat tinggalnya.

    Laki-laki berhak mengatur tetapi tidak berhak untuk memiliki.

    Karena itu di Minangkabau kata hak milik bukanlah merupakan kata

    kembar, tetapi dua kata yang satu sama lain artinya tetapi berada dalam

    konteks yang sama. Hak dan milik.

    Laki-laki punya hak terhadap pusako kaum, tetapi dia bukan pemilik

    pusako kaumnya.

    Dalam pengaturan pewarisan pusako, semua harta yang akandiwariskan harus ditentukan dulu kedudukannya.

    Kedudukan harta pusaka itu terbagi dalam;

    a. Pusako tinggi.

    Harta pusaka kaum yang diwariskan secara turun temurun berdasarkan

    garis ibu. Pusaka tinggi hanya boleh digadaikan bila keadaan sangat

    22 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    23/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    mendesak sekali hanya untuk tiga hal saja; pertama, gadih gadang indak

    balaki, kedua, maik tabujua tangah rumah, ketiga, rumah gadang katirisan.

    Selain dari ketiga hal di atas harta pusaka tidak boleh digadaikan apalagi

    dijual.

    b. Pusako randah.

    Harta pusaka yang didapat selama perkawinan antara suami dan istri.

    Pusaka ini disebut juga harta bawaan, artinya modal dasarnya berasal dari

    masing-masing kaum. Pusako randah diwariskan kepada anak, istri dan

    saudara laki-laki berdasarkan hukum faraidh, atau hukum Islam.

    Namun dalam berbagai kasus di Minangkabau, umumnya, pusako

    randah ini juga diserahkan oleh laki-laki pewaris kepada adik

    perempuannya. Tidak dibaginya menurut hukum faraidh tersebut. Inilah

    mungkin yang dimaksudkan Tsuyoshi Kato bahwa sistem matrilineal akanmenguat dengan adanya keluarga batih. Karena setiap laki-laki pewaris

    pusako randah akan selalu menyerahkan harta itu kepada saudara

    perempuannya. Selanjutanya saudara perempuan itu mewariskan pula

    kepada anak perempuannya. Begitu seterusnya. Akibatnya, pusako randah

    pada mulanya, dalam dua atau tiga generasi berikutnya menjadi pusako

    tinggi pula.

    PERANAN LAKI-LAKI

    Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada

    dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang

    ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian, pembagian harta

    pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu

    untuk keperluannya anak beranak.

    Peranan laki-laki di dalam dan di luar kaumnya menjadi sesuatu yang

    harus dijalankannya dengan seimbang dan sejalan.

    1. SEBAGAIKEMENAKAN

    Di dalam kaumnya, seorang laki-laki bermula sebagai kemenakan (atau

    dalam hubungan kekerabatan disebutkan; ketek anak urang, lah gadang

    kamanakan awak). Sebagai kemenakan dia harus mematuhi segala aturan

    yang ada di dalam kaum. Belajar untuk mengetahui semua aset kaumnya

    dan semua anggota keluarga kaumnya.

    23 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    24/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Oleh karena itu, ketika seseorang berstatus menjadi kemenakan, dia

    selalu disuruh ke sana ke mari untuk mengetahui segala hal tentang adat

    dan perkaumannya.

    Dalam kaitan ini, peranan Surau menjadi penting, karena Surau adalah

    sarana tempat mempelajari semua hal itu baik dari mamaknya sendiri

    maupun dari orang lain yang berada di surau tersebut.

    Dalam menentukan status kemenakan sebagai pewaris sako dan

    pusako, anak kemenakan dikelompokan menjadi tiga kelompok:

    a. Kemenakan di bawah daguak

    b. Kemenakan di bawah pusek

    c. Kemenakan di bawah lutuik

    Kemenakan di bawah daguakadalah penerima langsung waris sako

    dan pusako dari mamaknya.

    Kemenakan di bawah pusek adalah penerima waris apabila

    kemenakan di bawah daguak tidak ada (punah).

    Kemenakan di bawah lutuik, umumnya tidak diikutkan dalam

    pewarisan sako dan pusako kaum.

    2. SEBAGAIMAMAK

    Pada giliran berikutnya, setelah dia dewasa, dia akan menjadi mamak

    dan bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak

    suka, tugas itu harus dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk

    saudara perempuannya anak-beranak yang sekaligus itulah pula

    kemenakannya. Dia mulai ikut mengatur, walau tanggung jawab

    sepenuhnya berada di tangan mamaknya yang lebih tinggi, yaitu penghulu

    kaum.

    3. SEBAGAIPENGHULU

    Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu.

    Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorangpenghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian

    harta pusaka. Dia juga bertindak terhadap hal-hal yang berada di luar

    kaumnya untuk kepentingan kaumnya.

    24 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    25/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat

    menambah (maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi

    (maksudnya, menjual, menggadai atau menjadikan milik sendiri).

    Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan seorang laki-laki di

    dalam kaum disimpulkan dalam ajaran adatnya;

    Tagak badunsanak mamaga dunsanakTagak basuku mamaga sukuTagak ba kampuang mamaga kampuangTagak ba nagari mamaga nagari

    4. PERANANDILUARKAUM

    Selain berperan di dalam kaum sebagai kemanakan, mamak atau

    penghulu, seorang anak lelaki setelah dia kawin dan berumah tangga, dia

    mempunyai peranan lain sebagai tamu atau pendatang di dalam kaum

    isterinya. Artinya di sini, dia sebagai duta pihak kaumnya di dalam kaum

    istrinya, dan istri sebagai duta kaumnya pula di dalam kaum suaminya. Satu

    sama lain harus menjaga kesimbangan dalam berbagai hal, termasuk

    perlakuan-perlakuan terhadap anggota kaum kedua belah pihak.

    Di dalam kaum istrinya, seorang laki-laki adalah sumando (semenda).

    Sumando ini di dalam masyarakat Minangkabau dibuatkan pula beberapa

    kategori;

    a. Sumando ninik mamak. Artinya, semenda yang dapat ikut

    memberikan ketenteraman pada kedua kaum; kaum istrinya dan

    kaumnya sendiri. Mencarikan jalan keluar terhadap sesuatu

    persoalan dengan sebijaksana mungkin. Dia lebih berperan sebagai

    seorang yang arif dan bijaksana.

    b. Sumando kacang miang. Artinya, sumando yang membuat kaum

    istrinya menjadi gelisah karena dia memunculkan atau

    mempertajam persoalan-persoalan yang seharusnya tidak

    dimunculkan. Sikap seperti ini tidak boleh dipakai.

    c. Sumando lapik buruk. Artinya, sumando yang hanya

    memikirkan anak istrinya semata tanpa peduli dengan persoalan-

    persoalan lainnya. Dikatakan juga sumando seperti seperti sumando

    apak paja, yang hanya berfungsi sebagai tampang atau bibit

    25 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    26/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    semata. Sikap seperti ini juga tidak boleh dipakai dan harus

    dijauhi.

    Sumando tidak punya kekuasan apapun di rumah istrinya, sebagaimana

    yang selalu diungkapkan dalam pepatah petitih;

    Sadalam-dalam payoHinggo dado itiakSakuaso-kuaso urang sumandoHinggo pintu biliak

    Sebaliknya, peranan sumando yang baik dikatakan;

    Rancak rumah dek sumandoElok hukum dek mamaknyo

    KAUMDAN PESUKUAN

    Orang Minangkabau yang berasal dari satu keturunan dalam garis

    matrilineal merupakan anggota kaum dari keturunan tersebut.

    Di dalam sebuah kaum, unit terkecil disebut samande. Yang berasal dari

    satu ibu (mande). Unit yang lebih luas dari samande disebut saparuik.

    Maksudnya berasal dari nenek yang sama.

    Kemudian saniniak maksudnya adalah keturunan nenek dari nenek.

    Yang lebih luas dari itu lagi disebut sakaum.

    Kemudian dalam bentuknya yang lebih luas, disebut sasuku.Maksudnya, berasal dari keturunan yang sama sejak dari nenek moyangnya.

    Suku artinya seperempat atau kaki. Jadi, pengertian sasuku dalam

    sebuah nagari adalah seperempat dari penduduk nagari tersebut. Karena,

    dalam sebuah nagari harus ada empat suku besar.

    Padamulanya suku-suku itu terdiri dari Koto, Piliang, Bodi dan Caniago.

    Dalam perkembangannya, karena bertambahnya populasi masyarakat

    setiap suku, suku-suku itupun dimekarkan.

    Koto dan Piliang berkembang menjadi beberapa suku; Tanjuang,Sikumbang, Kutianyir, Guci, Payobada, Jambak, Salo, Banuhampu, Damo,

    Tobo, Galumpang, Dalimo, Pisang, Pagacancang, Patapang, Melayu,

    Bendang, Kampai, Panai, Sikujo, Mandahiliang, Bijo dll.

    Bodi dan Caniago berkembang menjadi beberapa suku; Sungai Napa,

    Singkuang, Supayang, Lubuk Batang, Panyalai, Mandaliko, Sumagekdll.

    26 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    27/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Dalam majlis peradatan keempat pimpinan dari suku-suku ini disebut

    urang nan ampek suku.

    Dalam sebuah nagari ada yang tetap dengan memakai ampek suku tapi

    ada juga memakai limo suku, maksudnya ada nama suku lain; Malayu yang

    dimasukkan ke sana.

    Sebuah suku dengan suku yang lain, mungkin berdasarkan sejarah,

    keturunan atau kepercayaan yang mereka yakini tentang asal sulu mereka,

    boleh jadi berasal dari perempuan yang sama.

    Suku-suku yang merasa punya kaitan keturunan ini disebut dengan

    sapayuang. Dari beberapapayuang yang juga berasal sejarah yang sama,

    disebut sahindu. Namun, yang lazim dikenal dalam berbagai aktivitas sosial

    masyarakat Minangkabau adalah; sasuku dan sapayuang saja.

    Sebuah kaum mempunyai keterkaitan dengan suku-suku lainnya,

    terutama disebabkan oleh perkawinan. Oleh karena itu kaum punya struktur

    yang umumnya dipakai oleh setiap suku;

    (1) STRUKTURDIDALAMKAUM

    Di dalam sebuah kaum, strukturnya sebagai berikut;

    a. Mamak yang dipercaya sebagai pimpinan kaum yang disebut

    Penghulu bergelar datuk.

    b. Mamak-mamak di bawah penghulu yang dipercayai memimpinsetiap rumah gadang, karena di dalam satu kaum

    kemungkinan rumah gadangnya banyak. Mamak-mamak yang

    mempimpin setiap rumah gadang itu disebut; tungganai.

    Seorang laki-laki yang memikul tugas sebagai tungganai rumah pada

    beberapa suku tertentu mereka juga diberi gelar datuk.

    Di bawah tungganai ada laki-laki dewasa yang telah kawin juga,

    berstatus sebagai mamak biasa.

    Di bawah mamak itulah baru ada kemenakan.

    (2) STRUKTURDALAMKAITANNYADENGANSUKULAIN.

    Akibat dari sistem matrilienal yang mengharuskan setiap anggota suku

    harus kawin dengan anggota suku lain, maka keterkaitan akibat perkawinan

    27 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    28/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    melahirkan suatu struktur yang lain, struktur yang mengatur hubungan

    anggota sebuah suku dengan suku lain yang terikat dalam tali perkawinan

    tersebut.

    a. Induk bako anak pisang

    Induak bako anak pisang merupakan dua kata yang berbeda; induak

    bako dan anak pisang. Induak bako adalah semua ibu dari keluarga pihak

    ayah.

    Bako adalah semua anggota suku dari kaum pihak ayah.

    Induak bako punya peranan dan posisi tersendiri di dalam sebuah

    kaum pihak si anak.

    b. Andan pasumandan

    Andan pasumandan juga merupakan dua kata yang berbeda; andandanpasumandan.

    Pasumandan adalah pihak keluarga dari suami atau istri. Suami dari

    rumah gadang A yang kawin dengan isteri dari rumah gadang B, maka

    pasumandan bagi isteri adalah perempuan yang berada dalam kaum suami.

    Sedangkan andan bagi kaum rumah gadang A adalah anggota kaum

    rumah gadang C yang juga terikat perkawinan dengan salah seorang

    anggota rumah gadang B.

    c. Bundo Kanduang

    Dalam masyarakat Minangkabau dewasa ini kata Bundo Kanduang

    mempunyai banyak pengertian pula, antara lain;

    a) Bundo kanduang sebagai perempuan utama di dalam kaum,

    sebagaimana yang dijelaskan di atas.

    b) Bundo Kanduang yang ada di dalam cerita rakyat atau kaba

    Cindua Mato. Bundo Kanduang sebagai raja Minangkabau atau

    raja Pagaruyung.

    c) Bundo kanduang sebagai ibu kanduang sendiri.

    d) Bundo kanduang sebagai sebuah nama organisasi perempuan

    Minangkabau yang berdampingan dengan LKAAM.

    28 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    29/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Bundo kanduang yang dimaksudkan di sini adalah, Bundo Kanduang

    sebagai perempuan utama.

    Bundo kanduang sebagai perempuan utama

    Apabila ibu atau tingkatan ibu dari mamak yang jadi penghulu masih

    hidup, maka dialah yang disebut Bundo Kanduang, atau mandeh atau

    niniek. Dialah perempuan utama di dalam kaum itu.

    Perempuan yang disebut bundo anduang dalam kaumnya, mempunyai

    kekuasaan lebih tinggi dari seorang penghulu karena dia setingkat ibu, atau

    ibu penghulu itu betul.

    Dia dapat menegur penghulu itu apabila si penghulu melakukan suatu

    kekeliruan. Perempuan-perempuan setingkat mande di bawahnya, apabila

    dia dianggap lebih pandai, bijak dan baik, diapun sering dijadikan

    perempuan utama di dalam kaum. Secara implisit tampaknya, perempuan

    utama di dalam suatu kaum, adalah semacam badan pengawasan atau

    lembaga kontrol dari apa yang dilakukan seorang penghulu.

    PEREMPUAN MINANGKABAUDIMASADEPAN

    Perempuan Minangkabau di masa depan, dapat dilihat dengan

    menjadikan 3 kurun yang ditempuh dalam perjalanan masyarakat

    Minangkabau sebagai titik-titik untuk membangun sebuah perspektif ke

    depan. Kurun waktu yang dimaksudkan adalah; masa kehidupan masyarakat

    tradisional, masa transisi terutama dalam masa penjajahan dan

    kemerdekaan dan pada zaman modern seperti saat ini.

    Dalam kehidupan masyarakat tradisional, keberadaan perempuan

    Minangkabau dapat dilihat dari dua sumber; teks kaba dan karya sastra.

    Sedikit sekali didapatkan informasi lain selain kedua sumber tersebut.

    Dalam masa transisi dan masa modern dalam dilihat dalam novel-

    novel modern, kajian-kajian sejarah dan sosiologi. Dengan demikian, dari

    ketiga masa itu akan dapat dibangun suatu ramalan atau perspektif

    perempuan Minangkabau di masa depan.

    29 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    30/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Dalam masyarakat Minangkabau tradisional, pada hakekatnya peranan

    perempuan itu sudah melebihi apa yang diperlukan perempuan itu sendiri

    sebagaimana yang mereka perlukan dalam kehidupan masyarakat modern.

    Ketika itu tidak dipakai kata emansipasi, persamaan hak, jender

    sebagaimana yang sering digembar-gemborkan oleh kaum wanita barat.

    Dalam berbagai kaba atau cerita rakyat, perempuan Minangkabau telah

    menduduki tempat dari pucuk tertinggi sampai terbawah.

    Dari menjadi seorang raja sampai menjadi seorang inang.

    Dari perempuan perkasa yang berani membunuh laki-laki lawan

    ayahnya untuk menegakkan suatu marwah, kehormatan kaumnya sampai

    kepada perempuan yang hanya bersedia menjadi tempat tidur laki-laki saja.

    Dari seorang pengayom, pengasuh dan penentu dalam kaumnya,

    sampai kepada perempuan yang kecewa tak beriman dan bunuh diri.

    Dari seorang perempuan yang lemah lembut, yang turun hanya sakali

    sajumaaik dan setelah ditinggalkan suami merantau atau meninggal,

    langsung membanting tulang untuk meneruskan kehidupan dan pendidikan

    anak-anaknya. Semua aspek yang digembar-gemborkan oleh perempuan

    modern, telah tertulis jelas dan gamblang dalam kaba.

    Hal sedemikian itu, memberikan arti bahwa masyarakat Minangkabau,

    terutama pada keberadaan dan posisi perempuannya sudah menjadi

    modern sebelum kata modern itu ada.

    Dalam masyarakat Minangkabau yang transisi, melalui rujukan sejarah,

    kita juga dapat melihat keberadaan kaum perempuan yang telah dapat

    meraih berbagai tingkat dalam kegiatan sosial masyarakatnya. Mulai dari

    kesuksesan mereka menjadi tokoh pendidik, tokoh politik, sampai kepada

    perempuan yang nekad, terutama dalam masa penjajahan Belanda dan

    Jepang.

    Dalam masa modern, apa yang dicapai perempuan Minangkabau tidak

    ada bedanya lagi dengan apa yang dicapai perempuan suku lainnya. Mereka

    dapat menjadi apa saja, siapa saja. Mereka dapat hidup di mana saja dan

    dalam kondisi apa saja. Mereka berani untuk berpikir terbalik dari pikiran-

    pikiran lama dan berbagai kemungkinan lain. Di dalam masyarakat modern,

    perempuan Minang sudah tidak ada bedanya lagi dengan perempuan suku

    lain. Kita tidak dapat membedakan lagi, itu perempuan Minang, atau itu

    30 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    31/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    perempuan bukan Minang. Tidak ada lagi faktor yang membedakan mereka

    secara fisik dengan perempuan lain. Namun, perbedaan yang mungkin akan

    terasa adalah pada; sikap hidup dan jalan pikiran. Sedangkan yang lain-

    lainnya sudah sama dengan yang lain.

    Sikap hidup perempuan Minangkabau, bersikap terbuka dan selalu

    berusaha untuk menjadi basis dari kaumnya. Perempuan Minang

    memerlukan dan diperlukan oleh suatu perkauman. Perempuan Minang

    memerlukan pengakuan atas keberadaannya tidak pada orang luar

    kaumnya, tetapi di dalam kaumnya sendiri. Di luar kaum dia dapat saja

    menjadi orang modern sebagaimana perempuan lain, tetapi di dalam kaum,

    dia harus menjalankan fungsinya dengan baik. Ini berarti, bahwa perempuan

    Minangkabau harus kembali kepada asal, fitrah, dan kodrat nya agar

    tidak menjadi sesuatu yang tidak sumbang, sesuatu yang seharusnya

    diwadahi oleh adat dan budaya Minangkabai itu sendiri.

    Dapat dikatakan bahwa perempuan Minang pada hakekatnya tidak

    pernah peduli apakah dia berada di dalam alam tradisional atau di dalam

    alam modern. Di dalam alam tradisinya dia sudah hidup dalam sikap dan

    pandangan sebagaimana sikap dan padangan perempuan yang dikatakan

    modern itu. Yang membedakan antara kedua alam itu hanyalah tatacara dan

    citarasa. Sedangkan sikap hidup, pandangan hidup, dan cara berpikir tetap

    akan berbeda dengan perempuan lain. Perempuan Minang akan tetap

    memakai cara berpikir dan pandangan hidup yang berbeda denganperempuan lainnya. Banyak sekali contoh-contoh dapat disajikan terhadap

    hal ini.

    Yang membedakan seseorang berasal dari suatu budaya tidak lagi dari

    segi bahasa, tatacara dan cita rasa, tetapi adalah dari sikap hidup, cara

    berpikir dan tinggi rendahnya kadar kepercayaan kepada agama yang

    dianutnya.

    Cara berpikir dan sikap hidup perempuan Minang dengan perempuan

    lain pada hakekatnya merupakan naluri yang universal. Karena posisibudaya dan bahkan agama dalam pembentukan cara berfikir dan sikap

    hidup menjadi sangat penting. Semodern-modernnya perempuan Minang,

    dia belum akan mau melebur dirinya menjadi perempuan Jawa, perempuan

    Belanda, perempuan Jepang misalnya. Bahasa boleh sama, makanan boleh

    31 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    32/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    serupa, citarasa boleh disesuaikan, tetapi sikap hidup dan cara berpikir

    tetap akan berbeda.

    KARAKTERISTIKPEREMPUAN MINANGKABAU

    Karakteristik perempuan Minangkabau dapat ditelusuri melalui

    beberapa aktifitas masyarakat Minangkabau dalam berbagai aspeknya; (a)

    tingkah laku, bahasa dan sastra, nilai-nilai yang dianut dan (b) dalam

    berbagai kurun waktu; masa lalu dan masa kini dan untuk dapat

    memproyeksikannya ke masa depan. Kajian sosilogis historis ini mempunyai

    risiko kesalahan yang tinggi terutama karena kurangnya data pendukung.

    Namun dalam pembicaraan ini saya bertolak dari tiga aspek saja;

    1. Bahasa dan sastra

    2. Kesejarahan

    3. Sistim nilai.

    Dari aspek bahasa dan sastra; bahasa dan sastra telah melahirkan

    legenda, mitologi dan cerita rakyat (kaba). Kemudian dalam bentuk-bentuk

    tertulis berupa novel, cerita pendek dan puisi. Dalam cerita rakyat (kaba)

    pola pikir perempuan Minangkabau dapat dilihat pada perilaku tokoh-tokoh

    perempuan yang bermain di dalam cerita itu. Mulai dari Bundo Kanduang

    dalam kaba Cindua Mato, Gondan Gandoriah dalam kaba Anggun Nan

    Tongga, Sabai Nan Aluih dalam kaba Sabai Nan Aluih, kaba Lareh Simawang

    dan banyak lagi. Dari apa yang disampaikan di dalam kaba, karakteristik

    perempuan Minangkabau dapat disimpulkan;

    a. Mempertahankan warisan, kedudukan dan keturunan. Untuk semua

    itu, perangpun akan ditempuhnya. (dalam kaba Cindua Mato)

    b. Kesetiaan yang tidak dapat ditawar-tawar dan bila dimungkiri akan

    terjadi sesuatu yang fatal (dalam kaba Anggun Nan Tongga dan Lareh

    Simawang)

    c. Bila laki-laki tidak mampu berperan dan bertindak, perempuan akansegera mengambil alih posisi itu (dalam kaba Sabai Nan Aluih)

    Dalam sastra modern, atau kaba yang telah dituliskan seperti; Siti

    Nurbaya, Salah Asuhan, Di Bawah Lindungan Kabah dan banyak lagi, pola

    pikir perempuan Minangkabau tampak menjadi semakin maju, bahkan

    menjadi lebih agresif;

    32 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    33/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    1. Menjaga kehormatan keluarga.

    2. Menempatkan posisinya lebih kukuh lagi dalam keluarga kaum.

    3. Terbuka menerima pikiran-pikiran baru dan modern

    Dari aspek kesejarahan; karakteristik perempuan Minangkabau yangdapat ditelususi dari tingkah laku tokoh-tokoh seperti; Yang Dipertuan Gadis

    Puti Reno Sumpu pewaris kerajaan Pagaruyung setelah Sultan Alam Bagagar

    Syah ditangkap Belanda, yang memberikan jaminan nyawanya pada

    Belanda agar beberapa beberapa penghulu Tanah Datar terhindar dari

    hukuman gantung, Siti Manggopoh dengan gagah beraninya membunuh

    tentara Belanda, Rahmah El-Yunusiah memilih bidang pendidikan bagi kaum

    perempuan, Rasuna Said dalam dunia jurnalistik dan politik dan banyak lagi.

    Apa yang telah dilakukan tokoh-tokoh sejarah itu dapat dilihat bahwa pola

    pikir perempuan Minangkabau;

    a. Bersedia berkorban apa saja untuk menjaga keturunan, kaum dan

    martabat negerinya.

    b. Melihat ke masa depan dengan segera mengambil posisi sebagai

    tokoh pendidikan dan tokoh politik.

    c. Menjadi pusat informasi (dengan terbitnya suratkabar perempuan

    Soenting Melayoe)

    Dari aspek sistim nilai: karakteristik perempuan Minangkabau telahterpola dalam suatu pembagian kerja yang seimbang antara laki-laki dan

    perempuan. Di dalam adat Minangkabau, perempuan adalah owner(pemilik)

    sedangkan laki-laki manager (pengurusan) terhadap semua aset kaumnya.

    Oleh karena itu sistem matrilineal telah menempatkan perempuan pada

    suatu posisi yang mengharuskannya berpikir lebih luas, bijaksana dan tegas

    terhadap putusan-putusan yang akan diambil.

    Tantangan ke depan

    Berdasarkan kepada apa yang telah dicatat baik dalam bentuk bahasadan sastra, maupun dalam bentuk kesejarahan, pola pikir perempuan

    Minangkabau pada hakekatnya, tidak mengandung unsur-unsur egoisme,

    rendah diri ataupenghambaan.

    Perempuan Minangkabau selalu berpikir bahwa dirinya adalah seorang

    mande, pusat dari segala kelahiran dan keturunan, kepemilikan aset kaum

    33 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    34/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    (sako dan pusako) yang harus dipertahankannya dengan cara apapun dan

    sampai kapanpun. Laki-laki atau suami baginya bukan penjajah, tetapi

    partner, kawan berkongsi (dalam kehidupan perkawinan).

    Oleh karenanya perempuan Minang tidak mengenal kata gender, dan

    tidak memerlukan perjuangan gender. Dia punya posisi yang sama dengan

    laki-laki. Perempuan Minang tidak rendah diri terhadap lakli-laki, suaminya

    atau hal-hal yang berada di luar dirinya. Dia sedia untuk menjadi pedagang

    bakulan di pasar, sedia menjadi raja, sedia menjadi tokoh pendidik, tokoh

    politik, bahkan sedia untuk nekad dan kalau perlu bunuh diri dalam

    mempertahankan haknya atau sesuatu yang diyakininya, seperti dalam

    kaba Lareh Simawang itu misalnya.

    Jika bertolak dari karakteristik yang telah disebutkan di atas, tantangan

    ke depan bagi perempuan Minangkabau pada hakekatnya tidak ada. Sudahsejak dulu mereka terbuka menerima pikiran-pikiran ke depan. Mereka

    sangat selektif dan arif terhadap pemikiran-pemikiran baru.

    Jika ada suatu pemikiran muncul untuk mengubah sistem matrilineal

    dengan alasan apapun, perempuan Minang akan bangkit

    mempertahankannya. Sistem kekerabatan itu sangat menentukan dan

    prinsipil; bagi eksistensi dirinya, kaumnya, sukunya dan seterusnya harta

    pusaka.

    Bila laki-laki tidak mampu berperan lagi dalam konteks persoalanapapun, perempuan Minang akan segera menggantikannya. Seorang suami,

    boleh pergi atau mati, tapi dia dan anak-anaknya akan tetap menjaga diri

    dan kehormatannya untuk melangsungkan kehidupan.

    Namun bila disakiti, dianiaya, diterlantarkan, disia-siakan, dia akan

    segera bereaksi; lunak ataupun keras, kalau perlu bunuh diri, sesuatu yang

    tidak mungkin dilakukan laki-laki. Tindakan keras demikian mungkin mereka

    dapat dituduh sebagai seorang fatalis, tetapi pada hakekatnya mereka tidak

    mau menerima perlakuan yang tidak adil, dari siapapun juga.

    Untuk menjelaskan lagi perbedaan karakteristik perempuan Minang

    adalah sebagai berikut; Seorang perempuan Minang selalu bertanya kepada

    suaminya yang baru pulang; Baa kaba? Bagaimana keadaan, apa yang

    telah terjadi di luar rumah? Dia ingin berbagi sakit dan berbagi senang

    terhadap apa yang dialami suaminya. Soal suaminya mau makan atau mau

    34 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    35/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    tidur adalah otomatis dan mutlak menjadi kewajiban seorang istri,

    perempuan Minang tak perlu menanyakannya lagi.

    SUMBANGBAGI PEREMPUAN MINANGKABAU

    Sesuatu perbuatan dapat dikatakan sumbang apabila tidak sesuai, tidaksejalan atau bertentangan dengan etika, norma, tata nilai yang telah berlaku

    dalam masyarakat. Sesuatu perbuatan atau perilaku perempuan

    Minangkabau dapat dikatakan sumbang apabila ada hal-hal yang tidak

    bersesuaian dengan apa yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sumbang itu

    dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan persoalan, terutama dalam

    masalah kecantikan, penampilan diri, peranan dan tingkah lakunya dalam

    kehidupan sosial dalam bermasyarakat atau bernagari dan hal lainnya.

    Tentang kecantikan.

    Dalam kosa kata Minangkabau tidak ada kata cantik. Karena tidak ada

    kosa kata demikian, secara hukum kebahasaan ataupun mengikut pada

    sosio-linguistik dapat dikatakan bahwa orang Minang tidak kenal dengan

    cantik, atau tidak mempermasalahkan benar akan hal kecantikan itu jika

    dibandingkan dengan masyarakat suku lainnya di Indonesia. Di dalam

    masyarkat Jawa misalnya, ada pakem atau bakuan untuk seseorang dapat

    dikatakan cantik. Dalam bahasa Minangkabau yang ada kata cantiak, atau

    contiak, yang artinya jauh berbeda dengan kata cantikyang dimaksudkandalam bahasa Indonesia. Juga ada kata rancak, yang hampir mirip artinya

    dengan cantik. Tapi dalam kalimat mati karancak an, arti kata rancak

    menjadi lain pula.

    Di dalam pepatah-petitih, maupun mamangan adat Minang, tidak ada

    disebut kata cantik, atau sebuah kata lain yang bermakna cantik. Kalaulah

    kata cantik dapat dipadankan dengan kata rancak, maka ungkapan yang

    ada dalam mamangannya adalah; condong mato ka nan rancak, condong

    salero ka nan lamakatau tampakrancakmusajik urang, buruak tampaknyosurau awak. Jadi, jika merujuk kepada aspek kebahasaan; mamangan atau

    pepatah petitih adatnya, kecantikan bagi orang Minang bukan sesuatu yang

    dipermasalahkan, bukan sesuatu yang penting benar, bukan sesuatu yang

    menentukan apalagi peranannya dalam terbentuk suatu nagari.

    35 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    36/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Kecantikan, jelas ditujukan kepada kaum wanita. Ukurannya subjektif

    sekali. Ukuran kecantikan juga mengikuti selera zaman, bangsa atau kaum

    tertentu.

    Mungkin karena sifatnya yang temporer itu, maka adat Minangkabau

    tidak membuat bakuan tentang sesuatu yang disebut cantik. Dia menjadi

    sesuatu yang sumbang bila seorang perempuan lebih menampilkan

    kecantikannya dari tugas dan fungsinya sebagai perempuan, terutama

    dalam konteks berkeluarga dan dalam perkauman.

    Tentang Penampilan Diri

    Penampilan diri, atau keberadaan seseorang perempuan di tengah-

    tengah orang lain adalah sesuatu yang selalu diperkatakan. Penampilan

    yang tidak sempurna akan dapat merusak citra seseorang. Terutama bagi

    ibu-ibu atau perempuan Minang yang melakukan aktivitas luar rumah.

    Untuk kesempurnaan penampilan diri, berbagai cara dilakukan. Mulai

    dari nama yang dipakai, jenis aktifitas yang dilakukan, posisinya dalam

    aktifitas tersebut, sampai kepada pakaian. Nama misalnya, seseorang

    memerlukan legimitasi berupa nama, pangkat dan gelar suami, gelar

    kesarjanaannya yang telah diraihnya sendiri, gelar hajjah dan lainnya, agar

    dirinya terasa berpenampilan di antara yang lain.

    Sumbang kiranya bagi perempuan Minang meletakkan nama suaminya

    di belakang namanya sendiri, karena menurut ajaran adat dan agama

    selama ini tidak demikian. Penampilan diri seorang perempuan Minang

    umumnya sangat menentukan dalam aktivitasnya. Semua aktivitas tersebut

    tidak ada kaitannya dengan kecantikan.

    Sumbang bagi perempuan Minang ikut dalam acara yang hanya untuk

    tampil begitu saja tanpa ada keperluan, fungsi, tugas yang berkaitan dengan

    aktivitas tersebut. Penampilan diri diperlukan oleh setiap orang yang akan

    menampilkan diri, di manapun, dan dalam konteks apapun juga.

    Di dalam adat Minang, masalah penampilan diri bagi perempuan tidak

    pula pernah dijadikan suatu mamangan atau pepatah petitih. Sebab,

    perempuan tak dilazimkan untuk menampilkan dirinya dalam acara-acara

    yang umum sifatnya.

    36 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    37/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Penampilan diri bagi perempuan terbatas pada acara-acara tertentu

    saja. Jadi, kalau dibuat ukuran sumbang dalam hal ini, sulit dicarikan

    rujukannya, penampilan diri yang bagaimana yang tidak sumbang, yang

    sesuai dengan adat Minangkabau.

    Kalaupun ada yang mengatakan bahwa penampilan perempuan Minang

    itu seperti mamangan; unduang-unduang ka sarugo, atau acang-acang

    dalam nagari atau langkahnyo bak siganjua lalai, pado pai suruik nan labiah

    dan sebagainya, itu merupakan ungkapan simbolik, bukan sebuah patron

    atau bakuan dalam adat.

    Penampilan yang tidak sumbang itulah yang mungkin perlu dicari.

    Jadi, suatu penampilan yang baik bagi seorang perempuan, tentulah

    memenuhi kaidah-kaidah kesusilaan, kepantasan dan keindahan.

    Hal-hal yang ideal

    Sungguhpun masalah cantik dan penampilan diri masih dilihat dalam

    kerangka kepentingan laki-laki, namun bagi kaum perempuan yang tidak

    cantik tidak perlu pula berkecil hati. Kecantikan fisik takkan bertahan lama.

    Ada hal-hal ideal yang perlu dipahami oleh seluruh perempuan Minang

    lebih utama terletak jiwa atau pribadi.

    Seorang perempuan Minangkabau bagaimanapun cantiknya tetapi tidak

    dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat lingkungannya, tidak dapat

    mengimplementasikan kecantikannya dengan baik, cantik fisiknya akan

    tertimbun oleh ketidakcantikan dalam hubungan sosial.

    Kecantikan fisikal jika tidak disertai oleh pribadi yang terpuji, kecantikan

    itu akan menjadi kerabang saja, sama seperti orang memakai topeng.

    Sumbang.

    Begitupun dengan penampilan diri. Penampilan diri seorang perempuan

    akan kukuh bila didukung keyakinan akan kepercayaan pada kemampuan

    diri sendiri. Penampilan diri datangnya dari dalam, dari pribadi diri

    seseorang.

    Wibawa, kharisma, ditentukan oleh keyakinan dirinya terhadap

    kemampuannya, bukan oleh faktor-faktor luar lainnya.

    37 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    38/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Oleh karena itu, agar tidak dikatakan sumbang, seorang perempuan

    Minangkabau harus mengetahui dan menyadari betul bagaimana

    keberadaannya di tengah-tengah masyarakatnya, apalagi kalau dia berada

    dalam sebuah nagari.

    KEKERABATAN

    ekerabatan; sebutan yang berakar pada kata karib; tepatnya qaf, ra

    dan ba; qaruba, qurbaan - wa qurbaanan, dari bahasa Arab dengan

    makna dekat, hampir atau sesuatu yang mendekatkan sesuatu pada lainnya.

    Dan telah jadi salah satu kosa-kata dalam bahasa Minangkabau. Dalam

    pengucapan sehari-hari bisa juga jadi karik, misalnya nan ba karik (kaum

    kerabat dekat). Atau dalam sebutan karik-ba 'ik2 (jauah - dakek; jauh dekat)

    ataupun karib kirabat sebutan untuk kerabat campuran berbagai kelompok .

    K

    Pada masyarakat hukum adat Minangkabau, sebutan karib-ba 'id dipakai

    dalam himpunan semua keluarga besar, Bukan saja se suku tetapi termasuk

    ipar besan (andan sumandan dan ando sumando), anakpisang (anak pusako,anak mamak) atau induak bako (kaum ayah) - bako-baki. Bila orang Minang

    berada di rantau jauh atau dekat-, kadangkala sebutan karib-ba'id diperluas

    2 karik - ba'ik; dua-duanya dari kata Arab; karib - ba'id (dekat dan jauh), dalam hubungankerabat dekat dan kerabat jauh dalam banyak sisi dan arah..

    38 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    39/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    menjadi orang yang seasal nagari, sekecamatan, sekabupaten, sesama

    Minang atau malah asal ada bau-bau Minangnya.

    Kekerabatan pada struktur masyarakat hukum adat Minangkabau akan

    terlihat berlapis-lapis dan berbidang-bidang, yaitu: la bisa di ungkap dalam

    hubungan nasab (turunan) menurut struktur budaya-adat Minangkabau yang

    matrilinel dengan sebutan nan batali darah dan dalam lingkungan yang

    terbatas antara orang-orang yang sekaum atau sesuku (gambar B). Akan

    terungkap dalam sebutan nan sajari, satampok, sajangka, sa eto dan

    seterusnya. Dan bias meliputi wilayah yang luas di beberapa nagari

    malah antar beberapa kabupaten kini dengan sebutan nan ba sapiah

    ba balahan, nan ba kuduang bakaratan; Pepatah menyebut, dakok

    mancari indu, jauah mancari suku.

    Ia bisa diungkap dalam kekerabatan yang terjadi karena sebabperkawinan anggota kaum yang lelaki sebagai biang kelahiran disebut

    induak bako atau yang pihak yang dilahirkan, disebutanak pisang.

    Sebagai contoh tiga keluarga A, B dan C adalah berkerabatkarena

    sebab perkawinan dan masing-masing kelompok berkerabat karena turunan

    matrilineal.

    Anak-anak kelompok keluarga B adalah anak pisang dari kelompok

    keluarga A disebabkan terjadinya garis perkawinan antara perempuan

    keluarga B dengan lelaki dari kelompok keluarga A.Perempuandalamkelompok keluarga A dari sisi pandang kelompok B

    akan disebutpasumandan, kedua kelompok itu akandihimbaukan sebagai

    andan sumandan, karena anak lelaki mereka bersemenda ke kaum itu.

    Pada saat yang sama seluruh warga dari kelompok B akan disebutinduak

    bako oleh anak-anak dari perempuan kelompok A dan juga akan disebut

    sebagai anak pisang oleh seluruh anak-anak dari perempuan warga

    kelompok B.

    Perkawinan antara lelaki ke perempuan dari kedua kelompok A dan B inisatu ketika akan disebut pulang ka bako, karena masing-masing mereka

    menikah dengan kemenakan-kemenakan ayahnya sendiri. Dari sisi pihak

    perempuan A dan B yang sudah terikat pernikahan timbal balik ini akan

    disebut ma ambiak (pulang) anak pisang. Demikian juga sebutan bagi

    hubungan lelaki kelompok A yang menikah dengan perempuan kelompok B

    39 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    40/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    akan disebut pulang ka anak pisang, sedangkan dari isi perempuan B akan

    disebut ma ambiak induak bako.

    Dapat juga diungkap bentuk kekerabatan yang terjadi karena sebab

    perkawinan antar etnis, dengan basaluak budi, ma angkek induak dan

    sebagainya.

    Dari perkawinan antar etnis, budaya Minangkabau punya solusi

    penyelesaian. Yaitu dengan memasukkan calon menantu (lelaki atau

    perempuan) ke kaum induak bako sebagai kemanakan nan mancari induak. Bila

    lelaki akan juga diberi gelar secara Minangkabau.

    Bila tidak demikian, menantu lelaki dari etnis lain akan berdiri sendiri dalam

    lingkungan kerabat isterinya atau menantu perempuan akan dianggap orang

    tak berkerabat. Pergaulan mereka hanya sebatas di dalam rumah tangga dan

    keluarga mertuanya.

    Di masa sebelum 50-an sangat banyak ditemukan perantau lelaki etnis

    lain bahkan etnis Cina yang diterima sebagai kemenakan dan diberi suku

    sepanjang yang bersangkutan beragama agama Islam.

    Hubungan baik dalam pergaulan bagi perantau etnis lain di Ranah Minang,

    secara bertahap akan menumbuhkan hubungan yang akrab dan membaur dan

    diakui menjadi masyarakat Minangkabau.3 Demikian, bila Minangkabau dilihat

    dari sudut kebudayaan, bukan genealogis.

    Hubungan kekerabatan yang seluas dan sekompleks itu dalam budaya

    (adat) Minangkabau, sangat dipelihara dan saling memelihara.

    Terungkap dalam pepatah siang ba liek-liek -malam danga-dangakan

    atau dakek, janguak bajanguak -jauah jalang manjalang.

    Pepatah yang sifatnya membimbing semua anggota kaum, bukan saja agar

    tetap berhubungan dalam suka dan duka, tapi juga menumbuhkan kewajiban dan

    rasa tanggung jawab individu untuk saling menjaga atau mengontrol supaya

    jangan terjadi sesuatu yang dapat membuat malu, bukan saja anggota kaum

    kerabat lainnya, tapi juga suku, kampung halaman bahkan teman

    sepergaulan pun.

    Dalam hal ini, kita melihat ada garis lurus dengan ajaran dan

    anjuran memelihara silaturrahmi dalam Islam.

    3 Ini terlihat dari kedudukan Bustanil Arifin, SH, mantan Ka Bulog dan Menkop serta A.A. Navisdi mata masyarakat Minangkabau sebagai sudah membaur.

    40 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    41/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Selain itu, terungkap juga dalam pepatah pola memelihara silaturrahmi

    antara kerabat (jauh dan atau dekat) salah basapo, sasek batunjuak-an;

    lupo bakanakan (ba ingek-an), takalok bajagokan.

    Sekaligus dapat disebut sebagai Kewajiban Azasi seperti yang diajarkan

    dalam Islam,

    kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehatmenasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya

    menetapi kesabaran.( Q.S. 103-al'Ashr : 3)

    Untuk selalu saling menasehati dalam menegakkan kebenaran dan saling

    tegur sapa dengan dan dalam kesabaran.

    Lalu dalam pergaulan terwujud pula nan mudo dikasihi - nan tuodipamulia, samo gadang lawan baiyo, dan selalu bersekadu berbuat

    kebaikan, mencegah hal-hal yang tak baik.

    Sseperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw. "Bukanlah dari golongan kami,mereka yang tidak menyayangi yang muda, menghormati yang tua, menyuruh

    berbuat baik, melarang berbuat kemungkaran ". (HR Turmudzi dan Ahmad).4

    NILAI KEKERABATAN

    4 DR Sayyid M. Nuh; terjemahan jilid 2, halaman 267.

    41 H Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    42/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    ilai kekerabatan dalam budaya-adat Minangkabau dapat dan akan

    tumbuh menjadi budaya (adat) Minangkabau yang kuat, karena

    adanya rasa malu dan kebersamaan yang dituntun dengan ajaran

    Islam dan ditanamkan sejak dini oleh orang tua-tua di lingkungan si

    anak bertumbuh. Sehingga seseorang akan merasa dirinya ada karenadiperlukan dan sebagai bagian dari serta dapat dibanggakan oleh kerabatnya.

    Bila seorang lelaki (mamak) merasa gagal menjadi sosok yang diperlukan

    dalam kaumnya, bukan tak ada yang dengan sukarela meninggalkan kampung

    halaman dalam sebutan ma itaman korong jo kampuang sebagai tindakan

    baralah.

    Dengan demikian paham individualistis (nafsi-nafsi) pada setiap orang

    Minangkabau akan terdesak kebelakang bila orang sudah merasa bagian yang

    tak terpisahkan dari kelompoknya dan iapun memerlukan kelompok tersebut,baik sebagai tempat berlindung atau tempat uji coba kemampuan.

    Ungkapan baralah atau mengalah dalam budaya Minangkabau bukanlah kata

    tanpa makna sekaligus indikasinya. Setiap orang tua (termasuk mamak) akan

    menanamkan sifat baralah atau mengalah pada anak-anak/kemenakannya bila

    masalahnya berhadapan dengan saudara-saudaranya yang lebih muda atau

    yang belum memahami bagaimana mempergunakan hak-hak individu dalam

    kelompoknya. Dan sering terjadi antara saudara lelaki menghadapi saudara

    perempuannya.

    Namun pada saat yang sama menanamkan juga pentingnya rasa

    kebersamaan di antara mereka yang sekaum, sepusaka, sepandam

    sepekuburan tersebut. Bahwa seseorang adalah bagian dari lainnya. Baik di

    dalam nan saparinduan, (yang sekaum sepusaka - sepandam sepekuburan)

    atau yang sepesukuan (yang sepayung sepenghulu), yang se surau, se sasaran

    maupun yang se korong se kampung se tepian tempat mandi, yang se nagari

    dan seterusnya bisa meluas ke yang ba kuduang - nan bakaratan,

    basapiah nan babalahan dalam kadar yang wajar.

    Antara mereka yang berkerabat seperti itu, sudah ditanamkan juga sejak

    kecil apa itu nan sa raso jo pareso, sa ino sa main.

    Bahwa hanya saudara-saudaranya itulah sebagai kerabat, yang akan

    membela kepentingannya bila berhadapan dengan pihak luar. Seperti terungkap

    tagak di korong mamaga korong, tagak di suku ma maga suku, tagak di

    nagari mamaga nagari.

    42 H Masoed Abidin

    N

  • 8/14/2019 Minangkabau dan Sistem Kekerabatan

    43/64

    Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

    Pepatah yang sering juga di salah artikan, seolah memberikan pembelaan

    kepada saudara atau kaum kerabat, meskipun yang bersangkutan ternyata salah

    menurut ukuran umum.

    Sehingga masa kini pun masih kita saksikan terjadinya cakak ba

    kampuang atau cakak banyak ba nagari hanya karena soal kecil. Rebutansarang burung atau buah jengkol, pesepadan dan sebagainya. Padahal untuk

    memahami adagium itu perlulah merujuk pada kaidah induknya yaitu: syarak

    mangato - adat mamakai. Sesuai patron Adat Basandi Syarak - Syarak Basandi

    Kitabullah.

    Dan itu akan ditemukan dalam hadits Rasulullah saw.: "Bantulah saudaramuyang menganiaya maupun yang teraniaya"; Ditanyakan: "Wahai Rasulullah, aku-bisa- menolong yang teraniaya, lalu bagaimana aku -akan- menolong yangmenganiaya ? ". Rasul menjelaskan: "Kamu mencegahnya dari perbuatan menganiaya,

    demikianlah bentukpertolongan kepadanya ".5

    Hadits di atas dapat dibandingkan dengan lafaz berbeda karena langsung

    menyangkut masalah. Sabda Nabi saw. "Tidak mengapa (saling bersorak, tapi)

    seseorang hendaklah menolong saudaranya yang menganiaya maupun yang

    dianiaya". Dengan uraian penjelasan "Jika dia menganiaya, cegahlah dia; jika dia

    dianiaya bantulah dia".6

    Dengan demikian, pengertian tagak di korong mamaga korong, tagak disuku

    mamaga suku dstnya tersebut bukanlah dengan ikut masuk (terjun) dalam

    masalah yang sedang terjadi. Akan tetapi dila