Upload
fadli-hmi
View
213
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
LAJU PERTUMBUHAN MIKROALGA PENGHASIL BIOFUEL JENIS Chlorella sp. DAN Nannochloropsis sp.
YANG DIKULTIVASI MENGGUNAKAN AIR LIMBAH HASIL PENAMBANGAN TIMAH DI PULAU BANGKA
MUHAMMAD REZZA FACHRULLAH
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
MUHAMMAD REZZA FACHRULLAH. Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi Menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan Timah di Pulau Bangka. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan ADRIANI SUNUDDIN.
Penelitian dengan topik kultivasi mikroalga penghasil biofuel jenis Chlorella dan Nannochloropsis dengan menggunakan air limbah tailing timah ini dilakukan pada bulan Februari - April 2011 di Laboratorium PT. TIMAH Tbk. Bangka. Penghitungan kepadatan sel mikroalga menggunakan haemacytometer dan mikroskop. Parameter fisika dan kimia yang diukur meliputi suhu ruangan, salinitas, derajat keasaman (pH), dan kadar logam berat (Pb, Cu, Cd, dan Cr). Analisis yang digunakan meliputi penghitungan kepadatan, laju pertumbuhan spesifik, kapasitas biosorpsi, dan uji validitas Pearson terhadap kualitas air media.
Kultivasi sel Chlorella dan Nannochloropsis dilakukan dengan tiga perlakuan, yaitu kontrol, menggunakan pupuk, dan tanpa pupuk. Perlakuan kontrol menggunakan media kultur non-limbah yang disesuaikan dengan keadaaan optimum pertumbuhan mikroalga dengan kualitas air pH 8 dan salinitas 27‰. Kualitas air media perlakuan limbah logam berat dengan menggunakan pupuk dan tanpa pupuk disesuaikan dengan keadaaan kualitas air di lokasi pengambilan sampel, yaitu dengan pH 6 dan salinitas 37‰.
Kultivasi dengan menggunakan Chlorella memperlihatkan bahwa pada perlakuan kontrol sel memiliki kepadatan maksimum tertinggi sebesar 31×106 sel/ml. Media dengan perlakuan memperlihatkan bahwa Chlorella memiliki kepadatan sel maksimum sebesar 16,72×106 sel/ml, sedangkan media tanpa perlakuan pupuk memiliki kepadatan sel maksimum terendah yaitu sebesar 1,71×106 sel/ml.
Kultivasi dengan menggunakan sel Nannochloropsis memperlihatkan bahwa dengan perlakuan kontrol sel memiliki kepadatan sel maksimum tertinggi sebesar 42,50×106 sel/ml. Media perlakuan pupuk memperlihatkan bahwa sel Nannochloropsis memiliki kepadatan sel maksimum sebesar 9,30×106 sel/ml, sedangkan media tanpa perlakuan pupuk memiliki kepadatan sel maksimum terendah sebesar 1,26×106 sel/ml.
Logam berat Pb, Cu, dan Cd mampu diserap oleh sel Chlorella maupun Nannochloropsis mencapai lebih dari 80%. Nannochloropsis memiliki kapasitas penyerapan logam berat lebih besar dibandingkan Chlorella untuk semua jenis logam, yaitu Pb 99%, Cu 99%, Cd 98,73%, dan Cr 52,63%. Kapasitas serapan terendah sel mikroalga terdapat pada logam berat Cr.
Kultivasi menggunakan media limbah logam berat memperlihatkan bahwa sel Chlorella memiliki daya kemampuan tumbuh yang lebih baik dibandingkan sel Nannochloropsis. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah kepadatan sel maksimum sel Chlorella yang lebih besar mencapai 16,72×106 sel/ml dan 1,71×106 sel/ml untuk media perlakuan pupuk dan tanpa pupuk dibandingkan dengan sel Nannochloropsis. Sebaliknya, sel Nannochloropsis memiliki kapasitas serapan logam berat lebih tinggi dibandingkan sel Chlorella untuk semua jenis logam berat.
LAJU PERTUMBUHAN MIKROALGA PENGHASIL BIOFUEL JENIS Chlorella sp. DAN Nannochloropsis sp.
YANG DIKULTIVASI MENGGUNAKAN AIR LIMBAH HASIL PENAMBANGAN TIMAH DI PULAU BANGKA
MUHAMMAD REZZA FACHRULLAH
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini Saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: LAJU PERTUMBUHAN MIKROALGA PENGHASIL BIOFUEL JENIS Chlorella sp. DAN Nannochloropsis sp. YANG DIKULTIVASI MENGGUNAKAN AIR LIMBAH HASIL PENAMBANGAN TIMAH DI PULAU BANGKA adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, September 2011
MUHAMMAD REZZA FACHRULLAH C54070074
© Hak Cipta milik IPB. Tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SKRIPSI
Judul Skripsi: Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi
Menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan
Timah di Pulau Bangka
Nama Mahasiswa: Muhammad Rezza Fachrullah
Nomor Pokok: C54070074
Departemen: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. Adriani Sunuddin, S.Pi., M.Si. NIP. 19551213199403 2 002 NIP. 19790206 200604 2 013
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc. NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal Sidang: 18 Agustus 2011
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang
berjudul “Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis Chlorella sp.
dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi Menggunakan Air Limbah Hasil
Penambangan Timah di Pulau Bangka” diajukan sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua dan
keluarga. Tidak lupa ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu
Mujizat Kawaroe selaku dosen pembimbing utama, Ibu Adriani Sunuddin selaku
pembimbing anggota, Bapak Adrianis dan Ibu Henny Kristin selaku pembimbing
lapang dan juga yang telah memberikan izin tempat untuk melakukan kegiatan
penelitian, Rama, Barok, Ari, Adit, Maemar, Dori, Alvi, Dina, Agus, Ryan, Ikbal,
Ayu, Hera, Mbak Dwi, Bang Yoga, keluarga besar ITK khususnya angkatan 44,
staf karyawan PT. TIMAH Tbk. Bangka, serta semua pihak yang telah membantu
dalam pelaksanaan kegiatan dan penyusunan skripsi penelitian ini.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran
dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis
berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun orang lain dan
dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.
Bogor, September 2011
M. Rezza Fachrullah
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xii
1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1 1.2. Tujuan ....................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3 2.1. Biologi, Morfologi, dan Habitat Chlorella sp. ............................ 3 2.2. Biologi, Morfologi, dan Habitat Nannochloropsis sp. .............. 5 2.3. Kultivasi Mikroalga .................................................................. 7 2.3.1. Syarat Kultivasi Mikroalga ............................................. 7 2.3.2. Fase Pertumbuhan Mikroalga ......................................... 10 2.3.3. Biofuel dari Mikroalga .................................................... 11 2.3.4. Teknik Kultivasi Mikroalga ............................................ 11 2.4. Logam Berat .............................................................................. 12 2.4.1. Deskripsi Logam Berat ................................................... 12 2.4.2. Pencemaran Logam Berat Aktivitas Penambangan di Pulau Bangka .............................................................. 13 2.4.3. Beberapa Karakteristik Logam Berat, Sumber, dan Dampaknya ............................................................... 14 2.4.3.1. Timbal (Pb) ........................................................ 14 2.4.3.2. Kadmium (Cd) ................................................... 15
2.4.3.3. Kromium (Cr) .................................................... 15 2.4.3.4. Tembaga (Cu) .................................................... 16 2.5.Adsorpsi Logam Berat oleh Mikroorganisme ............................ 17 2.5.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Biosorpsi .... 17 2.5.2. Mekanisme Proses Adsorpsi ................................................ 19
3. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 21
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 21 3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 22 3.3. Prosedur Penelitian ................................................................... 23 3.3.1. Pengambilan Air Limbah di Daerah Penambangan Timah ......................................................... 23 3.3.2. Filterisasi ......................................................................... 23 3.3.3. Sterilisasi ......................................................................... 24 3.3.4. Proses Kultur Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. .... 25 3.3.5. Perhitungan Kepadatan Sel Mikroalga ........................... 26 3.3.6. Pengukuran Parameter Kimia dan Fisika Media Kultivasi Mikroalga ............................................. 27 3.3.7. Pemanenan Populasi Mikroalga ...................................... 27 3.3.8. Pemindahan Populasi Kultur ke Media yang
ix
Tercemar Logam Berat ................................................... 28 3.3.9. Perhitungan Laju Serapan Sel Mikroalga terhadap Logam Berat .................................................................... 30 3.4. Analisis Data ............................................................................. 32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 33
4.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dalam Media .............................................................................. 33 4.1.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Kontrol ............................................... 34 4.1.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Menggunakan Pupuk dalam Media Logam Berat .............................................. 35 4.1.3. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Tanpa Menggunakan Pupuk dalam Media Logam Berat .............................................. 38 4.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dalam Media .............................................................................. 39 4.2.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp.
dengan Perlakuan Kontrol ............................................... 40 4.2.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan menggunakan Pupuk dalam Media Logam Berat ........... 41 4.2.3. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Tanpa Menggunakan Pupuk dalam Media Logam Berat ......... 42
4.3. Perbandingan Kepadatan Sel Mikroalga (Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.) .......................................................... 43 4.3.1. Kultivasi Chlorella sp. dengan Nannochloropsis sp. pada Media Kontrol ......................................................... 44 4.3.2. Kultivasi Chlorella sp. dengan Nannochloropsis sp. Menggunakan Pupuk dalam Media Limbah Logam Berat .. 46 4.3.3. Kultivasi Chlorella sp. dengan Nannochloropsis sp. Tanpa Pupuk dalam Media Limbah Logam Berat .......... 48
4.4. Kapasitas Biosorpsi Mikroalga (Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.) Media Limbah Logam Berat ................. 50
4.5. Kualitas Air Media Kultur ........................................................ 55 4.5.1. Salinitas ........................................................................... 55 4.5.2. Derajat Keasaman ........................................................... 58
5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 61 5.1. Kesimpulan ............................................................................... 61 5.2. Saran .......................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 63 LAMPIRAN .......................................................................................... 66
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Alat dan bahan yang digunakan ....................................................... 22
2. Konsentrasi logam Timbal (Pb), Kadmium (Cd), Tembaga
(Cu), dan Kromium (Cr ) pada media limbah logam berat .............. 50
3. Indeks Korelasi Pearson pengaruh salinitas dan pH
pada Chlorella sp. ............................................................................ 60
4. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp.
perlakuan kontrol ............................................................................. 71
5. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp.
perlakuan pupuk pada media limbah logam berat ........................... 72
6. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp.
perlakuan tanpa pupuk pada media limbah logam berat .................. 73
7. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp.
perlakuan kontrol ............................................................................. 74
8. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp.
perlakuan pupuk pada media limbah logam berat ........................... 75
9. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp.
perlakuan tanpa pupuk pada media limbah logam berat ................. 76
10. Salinitas pada media limbah logam berat ........................................ 77
11. Derajat keasaman (pH) pada media limbah logam berat ................. 78
12. Komposisi kimiawi pupuk analis (Walne) ....................................... 79
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bentuk sel Chlorella sp. ................................................................... 3
2. Bentuk sel Nannochloropsis sp. ....................................................... 5
3. Fase pertumbuhan mikroalga ........................................................... 10
4. Peta lokasi pengambilan sampel air limbah logam brerat di pulau
bangka .............................................................................................. 21
5. Alat penyaring sampel air laut ......................................................... 23
6. Autoclave ........................................................................................... 25
7. Haemacytometer .............................................................................. 26
8. Pemindahan bibit sel mikroalga ke dalam
media limbah .................................................................................... 29
9. Diagram alir proses pelarutan biomassa mikroalga hingga
analisis logam berat .......................................................................... 31
10. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. ..................................................... 33
11. Grafik kepadatan sel Nannochloropsis sp. ....................................... 39
12. Kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan
perlakuan kontrol, menggunakan pupuk, dan tanpa pupuk ............. 43
13. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan
perlakuan kontrol ............................................................................. 44
14. Grafik Kepadatan Sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan
perlakuan pupuk ............................................................................... 46
15. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan
perlakuan tanpa pupuk ..................................................................... 49
16. Salinitas pada medium Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.
perlakuan kontrol, menggunakan pupuk, dan tanpa pupuk ............. 55
17. Derajat keasaman (pH) pada medium Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. dengan perlakuan kontrol, menggunakan pupuk,
dan tanpa pupuk ............................................................................... 58
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Penghitungan kepadatan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. .... 66
2. Penghitungan laju pertumbuhan spesifik mikroalga ........................ 67
3. Penghitungan kapasitas bioabsorpsi logam berat .............................. 68
4. Uji validitas Pearson dan uji lanjut regresi ...................................... 69
5. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. ......................................................................... 71
6. Kualitas air media kultivasi ............................................................... 77
7. Komposisi kimiawi pupuk analis (Walne Media) ........................ 79
8. Dokumentasi foto alat dan bahan, serta kegiatan penelitian ............ 80
9. Dokumentasi kegiatan kultivasi ....................................................... 86
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pulau Bangka dikenal sebagai pulau yang kaya dengan sumber daya alam
mineral, khususnya timah, sehingga menjadikan penambangan sebagai roda
penggerak ekonomi masyarakat dan pemerintah pulau ini. Sisa dari aktivitas
penambangan ini berupa tailing (buangan pasir yang tidak digunakan) yang
mengandung logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan
kromium (Cr), yang berdampak mencemari biota dan lingkungan laut. Adanya
Perda No. 6 Tahun 2001 yang mengizinkan kegiatan penambangan timah rakyat,
menjadikan aktivitas penambangan timah berkembang pesat dan tidak terkendali.
Hal ini dilihat dari adanya sejumlah penambang liar yang tidak memiliki izin dan
kurangnya kapasitas dalam menangani buangan sisa hasil penambangan, sehingga
menumpuknya tailing dan mayoritas tidak melalui proses pengelolaan yang layak.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam pengendalian lingkungan
adalah melakukan analisis mineral atau unsur (logam berat) terutama yang
terdapat di wilayah sekitar penambangan. Selanjutnya, upaya analisis mineral
tersebut dapat dikembangkan menjadi upaya pemulihan bahan pencemar logam-
logam berat, sehingga antisipasi adanya akumulasi logam berat di dalam tubuh
mahluk hidup menjadi lebih kecil. Pemulihan kondisi lingkungan dari
pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan memanfaatkan makhluk hidup
atau dikenal dengan istilah bioremediasi. Upaya bioremediasi terbagi menjadi
dua sistem, yaitu bioaugmentasi dan biostimulasi. Penelitian ini dikembangkan
melalui sistem biostimulasi (menggunakan pupuk) dengan melakukan kultivasi,
2
sehingga organisme yang digunakan untuk rekoveri dapat bertahan hidup di dalam
media kultur limbah logam berat.
Sistem kultivasi umumnya telah dikembangkan menggunakan mikroalga.
Beberapa jenis mikroalga seperti Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. memiliki
toleransi yang baik terhadap lingkungan ekstrim. Kemudahan dalam mengkultur
mikroalga ini memungkinkan untuk dilakukan penelitian terhadap kedua jenis
mikroalga tersebut. Selanjutnya, dengan kandungan lemaknya yang tinggi,
mikroalga berpotensi untuk menghasilkan biofuel sebagai salah satu solusi dalam
mengatasi krisis sumber daya minyak (Kawaroe et al., 2010).
Sistem kultivasi mikroalga memiliki peran penting dalam upaya perbaikan
lingkungan perairan yang tercemar logam berat. Namun sebelum pengembangan
ini dilakukan, kajian biologi mikroalga seperti kemampuan penyerapan logam
berat dan adaptasi terhadap media tumbuh yang tercemar logam berat sangat perlu
dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kemampuan tumbuh dan bioabsorben mikroalga Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. yang ditumbuhkan di media kultivasi tercemar logam berat.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Membandingkan laju pertumbuhan dua jenis mikroalga (Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp.) yang dikultivasi menggunakan limbah tailing timah;
2. Membandingkan kapasitas penyerapan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Cr oleh
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.;
3. Menentukan pengaruh parameter fisika dan kimia media kultivasi terhadap
laju pertumbuhan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi, Morfologi, dan Habitat Chlorella sp.
Menurut Vashista (1979) dalam Rostini (2007), Chlorella sp. termasuk
dalam:
Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Famili : Chlorellaceae
Genus : Chlorella sp.
Sel Chlorella sp. berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 µm. Sel
Chlorella sp. di dalamnya mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D,
E dan K, di samping banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi
sebagai katalisator dalam proses fotosintesis (Sachlan, 1982 dalam Rostini, 2007).
Setiap berat kering yang sama, Chlorella sp. mengandung vitamin A, B, D, E, dan K,
yaitu 30 kali lebih banyak dibandingkan yang terdapat dalam hati anak sapi, serta
empat kali vitamin yang terkandung dalam sayur bayam (Watanabe, 1978 dalam
Rostini, 2007).
Gambar 1. Bentuk sel Chlorella sp.
4
Mikroalga Chlorella sp. memiliki potensi sebagai pakan alami, pakan
ternak, suplemen, penghasil komponen bioaktif, bahan farmasi dan kedokteran.
Hal tersebut disebabkan Chlorella sp. mengandung berbagai nutrien seperti
protein, karbohidrat, asam lemak tak jenuh, vitamin, klorofil, enzim, dan serat
yang tinggi (Kawaroe, 2010). Chlorella sp. juga menghasilkan suatu antibiotik
yang disebut Chlorellin, yaitu suatu zat yang dapat melawan penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh bakteri (Vashista, 1979 dalam Rostini, 2007). Protoplas sel
dikelilingi oleh membran yang selektif, sedangkan di luar membran sel terdapat
dinding yang tebal terdiri dari selulosa dan pektin. Di dalam sel terdapat suatu
protoplas yang tipis berbentuk seperti cawan atau lonceng dengan posisi
menghadap ke atas. Pineroid-pineroid stigma dan vakuola kontraktil tidak ada
(Vashista, 1979 dalam Rostini, 2007).
Chlorella sp. dapat tumbuh pada salinitas 25 ‰. Alga tumbuh lambat pada
salinitas 15 ‰, dan hampir tidak tumbuh pada salinitas 0 ‰ dan 60 ‰. Chlorella
sp. tumbuh baik pada suhu 20 oC, tetapi tumbuh lambat pada suhu 32 oC.
Tumbuh sangat baik sekitar 20-23 oC (Hirata, 1981 dalam Rostini, 2007).
Pemanfaatan Chlorella sp. dilakukan menggunakan teknik kultur. Keberhasilan
teknik kultur bergantung pada kesesuaian antara jenis mikroalga yang
dibudidayakan dan beberapa faktor lingkungan. Salah satu hal yang perlu
diperhatikan adalah faktor derajat keasaman (pH) agar metabolisme sel mikroalga
tidak terganggu. Derajat keasaman (pH) media menentukan kelarutan dan
ketersediaan ion mineral sehingga mempengaruhi penyerapan nutrien oleh sel.
Perubahan nilai pH yang drastis dapat mempengaruhi kerja enzim serta dapat
menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan beberapa mikroalga.
5
2.2. Biologi, Morfologi, dan Habitat Nannochloropsis sp.
Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Adehoog dan Simon (2001)
dalam Anon et al. (2009) adalah sebagai berikut:
Filum : Chromophyta
Kelas : Eustigmatophyceae
Ordo : Eustigmatales
Famili : Eustigmataceae
Genus : Nannochloropsis sp.
Nannochloropsis sp. memiliki sejumlah kandungan pigmen dan nutrisi
seperti protein (52,11%), karbohidrat (16%), lemak (27,64%), vitamin C (0,85%),
dan klorofil A (0,89%). Nannochloropsis sp. merupakan sel berwarna kehijauan,
tidak motil, dan tidak berflagel. Selnya berbentuk bola dan berukuran kecil.
Organisme ini merupakan divisi yang terpisah dari Nannochloris karena tidak
adanya klorofil b. Nannochloropsis sp. merupakan pakan yang populer untuk
rotifer, artemia, dan pada umumnya merupakan organisme filter feeder
(penyaring) (Anon et al., 2009).
Gambar 2. Bentuk sel Nannochloropsis sp.
6
Nannochloropsis sp. memiliki ukuran sel 2-4 mikron, berwarna hijau dan
memilki dua flagella (Heterokontous) yang salah satu flagella berambut tipis.
Nannochloropsis sp. memiliki kloroplas dan nukleus yang dilapisi membran.
Kloroplas memiliki stigma (bintik mata) yang bersifat sensitif terhadap cahaya.
Nannochloropsis sp. dapat berfotosintesis karena memiliki klorofil. Ciri khas dari
Nannochloropsis sp. adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari komponen
selulosa.
Nannochloropsis sp. bersifat kosmopolit dapat tumbuh pada salinitas 0-35
‰. Salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ‰, dan suhu 25-30
oC merupakan kisaran suhu yang optimal. Mikroalga ini dapat tumbuh baik pada
kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya 100-10000 lux. Nannochloropsis sp. lebih
dikenal dengan nama Chlorella sp. laut dikultur untuk pakan Barchionus plicatilis
atau Rotifer karena mengandung Vitamin B12. Kepadatan optimum yang dapat
dicapai untuk skala laboratrium 50-60 juta sel/mL, skala semi massal 20-25 juta
sel/mL dan massal 15-20 juta sel/mL dengan masa kultur 4-7 hari (Anon, 2009).
Nannochloropsis sp. memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi yaitu
antara 31-68% berat kering (Campbell, 2008; Kawaroe, 2007; Rao, 2008).
Persentase PUFA (Poly Unsaturated Fattc Acid) utama pada Nannochloropsis sp.
tetap stabil pada kondisi dengan keterbatasan cahaya, tetapi pada kondisi dengan
intensitas cahaya jenuh kandungan PUFA menurun yang diikuti dengan kenaikan
proporsi SFA dan MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid). Nannochloropsis sp.
mengandung Vitamin B12 dan Eicosapentaenoic acid (EPA) sebesar 30,5 % dan
total kandungan omega 3 HUFAs sebesar 42,7%, serta mengandung protein
57,02% .
7
2.3. Kultivasi Mikroalga
2.3.1. Syarat Kultivasi Mikroalga
Kultivasi mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor umum seperti faktor
eksternal (lingkungan) yang biasa dikenal. Faktor-faktor lingkungan tersebut
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan metabolisme dari makhluk hidup
mikro ini. Faktor-faktor tersebut antara lain:
(1) Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen.
Variasi pH dalam media kultur dapat mempengaruhi metabolisme dan
pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon
anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel.
Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga
laut berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum kisaran pH yang optimum untuk kultur
mikroalga adalah antara 7–9.
(2) Salinitas Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga. Beberapa mikroalga dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi
tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah. Namun,
hampir semua jenis mikroalga dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit
dibawah habitat asal. Pengaturan salinitas pada media yang diperkaya dapat
dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar. Kisaran salinitas
yang paling optimum untuk pertumbuhan mikroalga adalah 25-35 ‰ (Sylvester et
al., 2002).
8
(3) Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroalga. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia,
biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan
dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi mikroalga
di perairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur mikroalga berkisar antara
20-24 oC.
Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada media yang
digunakan. Suhu di bawah 16 oC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan
turun, sedangkan suhu diatas 36 oC dapat menyebabkan kematian (Taw, 1990).
(4) Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna
untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat
menentukan pertumbuhan mikroalga yaitu dilihat dari lama penyinaran dan
panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting
dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan
dengan kedalaman kultur dan kepadatannya.
(5) Karbondioksida
Karbondioksida diperlukan oleh mikroalga untuk memenbantu proses
fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup digunakan
dalam kultur mikroalga dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar
karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum
sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga (Taw, 1990).
9
(6) Nutrien
Mikroalga memperoleh nutrien dari air laut yang sudah mengandung
nutrien yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat
mencapai optimum dengan mencampurkan air laut dengan nutrien yang tidak
terkandung dalam air laut tersebut.
Nutrien tersebut dibagi menjadi makro nutrien dan mikro nutrien. Unsur
makro nutrien terdiri atas N (meliputi nitrat), P (Posfat), K (Kalium), C (Karbon),
Si (silikat), S (Sulfat) dan Ca (Kalsium). Unsur mikro nutrien terdiri atas Fe
(Besi), Zn (Seng), Cu (Tembaga), Mg (Magnesium), Mo (Molybdate), Co
(Kobalt), B (Boron), dan lainnya (Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003;
Cahyaningsih, 2009).
(7) Aerasi
Aerasi dalam kultivasi mikroalga digunakan dalam proses pengadukan
media kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan bertujuan untuk mencegah
terjadinya pengendapan sel, nutrien tersebar dengan baik sehingga mikroalga
dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan
meningkatkan pertukaran gas dari udara ke media (Taw, 1990).
Pertumbuhan mikroalga dalam media kultur dapat ditandai dengan
bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Kepadatan
sel dalam kultur Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. digunakan untuk
mengetahui pertumbuhan jenis mikroalga hijau tersebut. Kecepatan tumbuh
dalam kultur ditentukan dari media yang digunakan dan dapat dilihat dari hasil
pengamatan kepadatan Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. yang dilakukan
setiap 24 jam.
10
2.3.2. Fase Pertumbuhan Mikroalga
Pertumbuhan mikroalga secara umum dapat dibagi menjadi lima fase yang
meliputi fase lag (adaptasi atau istirahat), fase eksponensial, fase penurunan
kecepatan pertumbuhan (deklinasi), fase stasioner dan fase kematian.
Gambar 3. Fase pertumbuhan mikroalga
Pada fase lag penambahan jumlah densitas mikroalga sangat rendah atau
bahkan dapat dikatakan belum ada penambahan densitas. Hal tersebut disebabkan
karena sel-sel mikroalga masih dalam proses adaptasi secara fisiologis terhadap
media tumbuh sehingga metabolisme untuk tumbuh manjadi lamban. Pada fase
eksponensial terjadi penambahan kepadatan sel mikroalga (N) dalam waktu (t)
dengan kecepatan tumbuh (µ) sesuai dengan rumus eksponensial.
Pada fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai melambat
karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan. Pada fase
stasioner, faktor pembatas dan kecepatan pertumbuhan bersifat setimbang karena
jumlah sel yang membelah dan yang mati sama. Pada fase kematian, kualitas
fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami
pembelahan.
Sumber: Fogg dan Thake, 1987 dalam Edhy et al., 2003
1
2
3 4
5 1. Lag or Induction phase
2. Exponential phase
3. Phase of declining relative growth
4. Stationary phase
5. Death phase
Age of culture
Log of cell
numbers
11
2.3.3. Biofuel dari mikroalga
Mikroalga berpotensi menghasilkan biofuel dalam jumlah yang sangat
besar. Biofuel yang dapat terbarukan dapat menggantikan minyak yang dijadikan
bahan bakar yang berkontribusi pada pemanasan global dan ketersediannya yang
terbatas. Biodiesel dan Bioethanol merupakan bahan bakar yang berpotensi dapat
diperbaharui yang menarik perhatian dunia. Biodiesel dan bioethanol diproduksi
oleh tanaman pertanian menggunakan metode yang ada dan keberadaannya tidak
dapat menggantikan minyak fosil yang dijadikan bahan bakar.
Tingginya potensi bahan dari mikroalga ini telah dikemukakan oleh Umdu
et al. (2008) bahwa minyak mikroalga mengandung lipid yang cocok untuk
esterifikasi atau transesterifikasi.
Mikroalga merupakan biota yang menjanjikan hasil lebih baik karena:
1. Memiliki laju pertumbuhan tinggi (Umdu et al., 2008).
2. Kandungan lipid dapat disesuaikan dengan mengubah komposisi media untk tumbuh (Umdu et al., 2008).
3. Dapat dipanen lebih dari satu kali dalam satu tahun (Umdu et al., 2008).
4. Dapat menggunakan air laut atau air limbah (Umdu et al., 2008).
2.3.4. Teknik Kultivasi Mikroalga
Kultivasi (kegiatan kultur) mikroalga dalam skala laboratorium
membutuhkan kondisi lingkungan yang stabil, sehingga diperlukan pendingin
ruangan (AC) agar suhu ruangan selalu terkendali dan ruangan terisolasi dari
lingkungan luar. Selain itu, ada beberapa mikroalga yang dapat tumbuh baik pada
suhu rendah.
12
Pupuk yang digunakan pada skala laboratorium terbuat dari bahan kimia
PA (Pro Analis) dengan dosis pemakaian 1ml/L volume kutur. Jenis dan formula
pupuk adalah yang telah distandarkan dan umum digunakan yaitu Conwy
(Walne’s Media), Guilard, dan Rhyter modifikasi F. Penggunaan pupuk pada
skala laboratorium dimanfaatkan agar pertumbuhan mikroalga optimal sehingga
didapatkan bibit (starter) yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya.
2.4. Logam Berat
2.4.1. Deskripsi Logam Berat
Keberadaan logam berat dalam lingkungan dapat berasal dari dua sumber,
yaitu berasal dari proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi dan kegiatan
geokimiawi serta dari tumbuhan dan hewan yang membusuk, dan berikutnya
berasal dari hasil aktivitas manusia terutama hasil limbah industri. Berdasarkan
sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis
pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang
berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu,
Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak
esensial atau beracun, dimana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui
manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain.
Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami
pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang
hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi
karena adanya anion karbonat hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1995). Logam
berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di
13
dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam
sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1995).
2.4.2. Pencemaran Logam Berat Aktivitas Penambangan di Pulau Bangka
Pulau Bangka dikenal sebagai daerah penghasil timah sejak 3 abad silam
yang dimulai pada pemerintahan Kolonial Belanda. Seiring bergulirnya roda
pemerintahan, yang pada awalnya penambangan timah tidak diperbolehkan untuk
skala rakyat. Berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2001, Pemprov Bangka
membolehkan penambangan timah rakyat untuk tujuan kemakmuran, sehingga
aktivitas penambangan tumbuh pesat, khususnya oleh penambang skala kecil.
Keadaan ini terlihat dengan semakin maraknya kegiatan penambangan
rakyat yang sifatnya ilegal, dan cenderung mengabaikan pengelolaan hasil
samping penambanganyang dapat mencemari lingkungan. Eksplorasi timah di
daerah laut secara besar-besaran telah menghasilkan limbah tailing yang besar
pula dan dibuang langsung ke laut tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya sedimentasi pada sebagian Laut Bangka. Di samping
limbah tailing, tumpahan oli dan solar dari aktivitas penambangan juga turut
memperparah pencemaran terutama berkaitan dengan pencemaran logam berat di
perairan Pulau Bangka.
Kegiatan penambangan timah di pulau Bangka ini telah berlangsung sejak
zaman kolonial Belanda hingga sekarang. Pulau Bangka merupakan pulau
penghasil timah terbesar di Indonesia. Dari luas Pulau Bangka sebesar 1.294.050
ha, sekitar 27,56 % daratan pulau ini merupakan areal Kuasa Penambangan (KP)
timah PT. Tambang Timah menguasai lahan seluas 321.577 ha dan PT. Kobatin
seluas 35.063 ha.
14
Selain kedua perusahan tersebut, izin kuasa penambangan (KP) timah juga
diberikan kepada perusahaan swasta. Sampai dengan pertengahan tahun 2007,
jumlah KP timah mencapai 101 izin dengan luas pencadangan 320.219 ha, dan
yang telah ditambang 6.084 ha.
2.4.3. Beberapa Karakteristik Logam Berat, Sumber, dan Dampaknya
2.4.3.1. Timbal (Pb)
Timbal merupakan logam berat beracun yang dapat dideteksi secara praktis
pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Logam ini
merupakan racun yang mudah terakumulasi dan akan mengalami peningkatan
jumlah dalam tubuh, hingga akhirnya mencapai suatu titik dimana telah terjadi
kerusakan sistem tubuh. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung
lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5 – 3,0 ppm
(Suhendrayatna, 2001). Sumber utama timbal adalah dari makanan dan minuman
yang terkontaminasi timbal (Suhendrayatna, 2001).
Selain itu menurut Vinithkumar (2004), timbal juga terdapat di udara bebas
sebagai akibat dari penggunaan bahan bakar kendaraan dan industri yang tidak
bebas timbal. Timbal menimbulkan efek beracun pada sistem syaraf,
hemetologik, hemetotoksik, dan mempengaruhi kerja ginjal serta paru-paru,
bahkan gangguan pertumbuhan pada anak-anak dan bayi (Vinithkumar, 2004).
Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cendrung lambat dengan kadar
normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5 – 3,0 ppm.
15
2.4.3.2 Kadmium (Cd)
Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan
timbal dan lebih banyak dijumpai pada permukaan sampel tanah yang diambil
dekat penambangan bijih seng (Suhendrayatna, 2001). Sumber dari logam ini
antara lain berasal dari industri baterai, pewarnaan, plastik, dan pengolahan
logam. Logam kadmium tergolong berbahaya karena memiliki resiko tinggi pada
pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap tubuh manusia dalam jangka
waktu panjang dan dapat terakumulasi dalam tubuh, khususnya di hati dan ginjal.
Logam berat ini bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy
metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Kadmium
adalah logam beracun yang merupakan polutan yang berbahaya bagi lingkungan
karena bersifat toksik selain dapat membahayakan makhluk hidup dan ekosistem
perairan. Kadmium dapat meleleh pada 320 oC dan bersifat sangat elektropositif.
Logam-logam kadmium cenderung membentuk kompleks dengan NH3, ion halida
dan CN-. Kadmium dapat melarut lambat dalam asam encer dengan melepaskan
hidrogen.
2.4.3.3 Kromium (Cr)
Logam kromium di alam ditemukan dalam bentuk chromite (FeO.Cr2O3).
Kromium adalah logam yang berwarna putih, tak begitu liat (keras tapi rapuh),
dan tak dapat ditempa. Logam ini memiliki titik leleh di atas 1800 oC. Logam
kromium larut dalam asam klorida encer atau pekat. Jika tidak terkena udara,
akan terbentuk ion-ion kromium.
Logam kromium tidak dapat teroksidasi oleh udara yang lembab dan
bahkan pada proses pemanasan cairan, logam kromium teroksidasi dalam jumlah
16
yang sangat sedikit. Logam kromium mudah larut dalam HCl, sulfat, dan
perklorat. Sesuai dengan tingkat oksidasinya, logam atau ion kromium yang telah
membentuk senyawa, mempunyai sifat-sifat yang berbeda sesuai dengan tingkat
oksidasinya.
Sebagai logam berat, kromium termasuk logam yang mempunyai daya
racun tinggi. Umumnya dijumpai di alam dalam bentuk bervalensi tiga yang sifat
racunnya lebih rendah daripada 6 valensi. Meskipun demikian, kromium terutama
yang bervalensi 6 dapat mengakibatkan kanker saluran pencernaan, penyakit kulit,
dan bisul serta radang pada membran mukus nasal (Vinithkumar, 2004).
2.4.3.4 Tembaga (Cu)
Tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi
lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat
dalam bentuk mineral. Secara global, sumber masuknya logam Cu ke dalam
lingkungan dapat terjadi secara alamiah (akibat berbagai peristiwa alam) seperti:
erosi batuan, mineral, debu atau partikulat Cu yang ada di udara. Sumber Cu di
alam kini lebih banyak dipengaruhi aktifitas manusia, khususnya buangan industri
yang memakai Cu dalam proses produksinya, seperti industri galangan kapal,
industri pengolaan kayu, buangan rumah tangga, pertambangan, dan lainnya.
Cu digolongkan sebagai logam berat esensial, yang berarti walaupun
termasuk logam berat yang berbahaya tetapi unsur ini dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah sedikit. Manusia memerlukan Cu sebagai metalloenzim dalam
sistem metabolismenya atau sistem enzim oksidatif. Selain itu, Cu juga sebagai
kompleks Cu protein yang mempunyai fungsi tertentu dalam pembentukan
hemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan mielin otak. Walaupun demikian,
17
logam Cu dalam metabolismenya akan berbalik menjadi bahan racun untuk
manusia bila masuk dalam jumlah berlebihan (Palar, 1994 dalam Yefrida, 2008).
Tembaga bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas
0,1 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah berkisar 20 ppm, sedangkan
konsentrasi yang aman bagi air minum manusia adalah < 1 ppm.
2.5. Adsorpsi Logam Berat Oleh Mikroorganisme
2.5.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Bioabsorpsi
Adsorpsi secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut
yang terdapat dalam larutan antara dua fase, yaitu fase padat (adsorben) dan fase
cair (pelarut, biasanya air) yang mengandung spesies terlarut yang akan diserap
(adsorbat, ion logam). Dalam penelitian ini, adsorbatnya adalah ion logam Pb
(Timbal), Cd (Cadmium), Cr (Chromium), dan Cu (Tembaga / Cuprum) dan
mikroalga sebagai adsorbennya. Jenis interaksi yang terjadi antara logam dengan
permukaan sel adalah interaksi ionik, interaksi pengomplekan, interaksi
pertukaran ion dan pengendapan.
Secara umum ada dua jenis adsorpsi logam berat oleh mikroorganisme
yaitu yang tidak bergantung pada mikroorganisme (metabolism-independent)
yang terjadi pada permukaan sel dan adsorpsi yang bergantung pada metabolisme
(metabolism-dependent) yang menyebabkan logam terakumulasi di dalam sel
(Lestari et al., 2002 dalam Triani, 2006). Proses tersebut terjadi pada dinding sel
dan permukaan eksternal lainnya melalui mekanisme kimia dan fisika misalnya
pertukaran ion (kation exchangeable), pembentukan kompleks (dengan bahan-
bahan organik / gugus funngsional sel) dan adsorpsi itu sendiri.
18
Proses adsorpsi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
(1) pH (Derajat Keasaman)
Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh besar dalam proses adsorpsi
karena pH mampu mempengaruhi terjadinya interaksi ion logam dengan gugus
aktif adsorben. pH optimum untuk adsorpsi tembaga oleh Chlorella sp. yang
diimobilisasi pada silika gel dicapai pada pH 5 (Triyatno, 2004).
(2) Konsentrasi Logam
Konsentrasi logam sangat berpengaruh terhadap penyerapan logam oleh
adsorben. Pada permukaan penyerap (biomassa mikroalga) terdapat sejumlah sisi
aktif yang proporsional dengan luas permukaan penyerap. Jadi dengan
memperbesar konsentrasi larutan serapan logam akan meningkat secara linier
hingga konsentrasi tertentu.
(3) Waktu Kontak
Waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben selama proses adsorpsi
berlangsung dipertahankan konstan. Triyatno (2004) melaporkan bahwa adsorpsi
maksimum Cu2+
dalam Chlorella sp. yang terimobilisasi silika gel dicapai setelah
20 menit.
(4) Tumbukan Antar Partikel
Proses adsorpsi tergantung pada banyaknya tumbukan yang terjadi antara
partikel-partikel adsorbat dan adsorben. Tumbukan antar partikel ini dapat
dipercepat dengan adanya kenaikan suhu.
19
(5) Karakteristik dari Adsorben
Ukuran partikel dan luas permukaan adsorben akan mempengaruhi proses
adsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel akan semakin cepat proses adsorpsi yang
terjadi dan semakin besar luas permukaan adsorben maka penyerapan yang terjadi
semakin merata.
2.5.2. Mekanisme Proses Adsorpsi
Mekanisme adsorpsi logam berat menggunakan biomassa mikroalga telah
banyak dikembangkan, namun masih memiliki kelemahan dan resiko terkait
akumulasi logam berat terhadap sel mikroalga. Metode yang digunakan adalah
absorbsi kation logam berat oleh dinding sel media bio (mikroalga) yang
bermuatan negatif dari gugus karboksil, hidroksil, sulfidril, amina dan fosfat.
Hal demikian dapat terjadi pada mikroorganisme dari golongan alga
(fitoplankton). Dalam tulisannya, Oswald (1988) menyebutkan bahwa alga atau
ganggang memiliki permukaan yang bermuatan negatif tinggi sehingga dapat
menarik logam berat yang memiliki muatan positif yang kuat. Melalui tingginya
tingkat resirkulasi di perairan, logam berat terserap oleh alga dan mendiami
tempat yang bersifat fakultatif atau di bawah kondisi lingkungan normal.
Mekanisme active uptake atau proses bioremoval terjadi pada berbagai sel
hidup dan secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk
pertumbuhan mikroorganisme dan/atau akumulasi intraselular ion logam tersebut.
Proses ini tergantung pada energi yang terkandung dan sensitifitasnya terhadap
parameter-parameter yang berbeda seperti suhu, pH, kekuatan ikatan ionik,
cahaya, dan lain-lain.
20
Proses bioabsorpsi dapat dihambat dengan suhu rendah, tidak tersedianya
sumber energi, dan penghambat-penghambat metabolisme sel. Di sisi lain,
bioabsorpsi logam berat dengan sel hidup ini terbatas dikarenakan oleh akumulasi
ion yang menyebabkan racun terhadap mikroorganisme, sehingga dapat
menghalangi pertumbuhan mikroorganisme disaat keracunan terhadap ion logam
tercapai. Mikroorganisme yang tahan terhadap efek racun ion logam akan
dihasilkan berdasarkan prosedur seleksi yang ketat terhadap pemilihan jenis
mikroorganisme yang tahan terhadap kehadiran ion logam berat.
21
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2011 di
Laboratorium Air PT. TIMAH, Tbk. Pangkalpinang, Bangka. Penelitian ini
menggunakan air laut sampel yang berasal dari aktivitas hasil penambangan timah
di Pantai Rebo, Kabupaten Bangka Induk, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Secara rinci, referensi geografis tempat pengambilan sampel air laut adalah
01°55′22,2″ LS dan 106°10′30,9″ BT. Tempat pengambilan sampel air limbah
logam berat hasil aktifitas penambangan timah di Pulau Bangka dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Peta lokasi pengambilan sampel air limbah logam berat di pulau Bangka
22
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Alat dan Bahan Spesifikasi Jumlah Unit
Aerator Air Pump AC-9902 4 Autoklaf - 1 Batu dan selang Aerasi - 9 Pipet Tetes - 12 Botol Gelas 1.5 L 12 Bulb Assistant 1 Bunsen - 1 Erlenmeyer Iwaki 100, 250, 750, dan 2800 mL 1 Gelas Beker Iwaki 1000 dan 2000 mL 1 Gelas Ukur Iwaki 50, 100, dan 500 mL 1 Haemacytometer Assistant (Neubauer) 25x10-4 mm2 1 Handcounter - 1 Hotplate Labinco L-32 1 Lampu Neon Philips 40 watt 3 Mikroskop Olympus (4×, 10×, 40×, 100×) 1 Kertas pH Indikator Merck (pH 1-14) 1 Pipet Mohr Iwaki 1, 2, 10, dan 25 mL 1 Refraktometer Hand Refraktometer Atago 1 Thermometer Air Raksa (Hg) 1 Sprayer - 1 Tabung Durham Iwaki 15 mL 18 Timbangan Analitik AND EK-3000i 1 Air laut - 60 L Akuabides - 5 L Akuades - 100 L Alkohol 70% 1000 L Aluminium Foil - 1 Bibit Nannochloropsis sp. - 250 mL Bibit Chlorella sp. - 250 mL KNO3 Pekat - 100 mL NaOH Pekat - 100 mL Tisu - 5 gulung Kertas Saring Millipore Wheatman 150 Filtering Apparatus - 1 Ember 100 L - 2 Corong kaca - 1 Labu Ukur 100 mL 18 Inkubator Memmert 1 Jerigen 35 L 1 Botol Duran 500 mL 9
23
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pengambilan Air Limbah di Daerah Penambangan Timah
Pengambilan sampel air laut dilakukan tanggal 6 Februari 2011, pukul
14:30 WIB dengan menggunakan perahu nelayan. Sampel air laut diambil
menggunakan wadah polietilen berukuran 35 Liter.
3.3.2. Filterisasi
Filterisasi merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menyaring air
laut dengan tujuan menghilangkan partikel-partikel sedimentasi yang ada di dalam
sampel tersebut. Metode ini menggunakan prinsip penyaringan dengan kertas
Millipore. Penggunaan kertas saring dimaksudkan agar partikel-partikel suspensi
dapat tersaring, sehingga yang terlarut akan menjadi media bagi kultivasi
mikroalga.
Alat yang digunakan dalam proses filterisasi ini adalah penyaring air laut.
Bagian-bagiannya terdiri atas pompa vakum, gelas media tampungan (sebagai
wadah filtrat), selang silikon (penghubung pompa vakum dengan gelas filtrat),
dan kertas saring Millipore.
Gambar 5. Alat penyaring sampel air laut
24
Metode filterisasi tidak bertujuan untuk membunuh bakteri, karena hal
tersebut bertujuan agar partikel yang berukuran lebih dari 0,45 µm akan tersaring,
dan kurang dari 0,45 µm akan menjadi bagian partikel terlarut, termasuk ion atau
logam-logam berat di dalamnya. Proses filterisasi dimulai dengan mengalirkan
air limbah yang mengandung suspensi ke filtering apparatus, selanjutnya air
filtrat (yang tersaring) akan digunakan sebagai media kultur yang sebelumnya
akan melalui tahap sterilisasi (autoclave) agar air sampel limbah bebas dari
patogen dan sel plankton lainnya yang memiliki ukuran sel kurang dari 0,45 µm.
3.3.3. Sterilisasi
Sterilisasi bertujuan untuk menyucihamakan alat serta bahan yang akan
digunakan untuk isolasi maupun kultur mikroalga dari mikroorganisme serta
bahan kimia yang dapat menjadi kontaminan (Kawaroe, 2008). Metode sterilisasi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui pemanasan sederhana (air tawar
untuk sterilisasi alat dan wadah) dan menggunakan autoclave (panas bertekanan)
untuk media air laut dan peralatan yang tahan panas lainnya.
Pemanasan air tawar atau akuades digunakan untuk sterilisasi alat dan
wadah kultur, terdiri atas: selang dan batu aerasi, pipet mohr 1 mL; 2 mL; 5 mL;
10 mL; dan 25 mL, tabung reaksi, penutup tabung reaksi, dan erlenmeyer volume
2800 mL. Sterilisasi dimulai dengan pemanasan air tawar dengan menggunakan
hot plate hingga mendidih. Wadah dan alat yang sebelumnya telah dicuci dan
dibilas dengan air tawar, selanjutnya dialirkan air panas dari hot plate (membunuh
bakteri yang ada di wadah) dan ditiriskan. Sterilisasi menggunakan autoclave
merupakan suatu metode yang memanfaatkan uap panas bertekanan, dengan suhu
hingga 126 oC, dan tekanan mencapai 1,5 atm.
25
Metode ini digunakan untuk peralatan kultivasi dan air media, yang
bertujuan untuk menghilangkan kontaminasi dari patogen yang ada di dalam
media. Media autoclave dapat digunakan setiap pemakaian selama kurang-lebih
30 menit. Dengan luas penampang kira-kira 2 liter media.
3.3.4. Proses Kultur Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp.
(1) Persiapan Wadah Kultur
Wadah kultur (250 mL, 750 mL, 1500 mL, dan 2800 mL) yang telah
disterilkan, baik menggunakan autoclave maupun pemanas disusun sesuai dengan
kebutuhan pengkulturan. Wadah kultur terbagi menjadi dua, yaitu wadah bagi
media Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Wadah yang telah disiapkan diberi
air laut sesuai dengan kapasitas masing-masing wadah. Tahap awal kultur dimulai
dari media 250 mL, atau dari gelas erlenmeyer 250 mL. Selanjutnya, media 250
mL diberi pupuk Pro Analis. Dalam penelitian ini, wadah yang digunakan berisi
pupuk dari media Conwy (Walne’s media) sebanyak 1 mL untuk 1000 mL air
sampel. Setelah mencapai masa puncak populasi, media 250 mL dapat dikultur
kembali dengan menggunakan media 2000 mL, dan selanjutnya media dapat
digunakan untuk keperluan penelitian.
Gambar 6. Autoclave
26
(2) Persiapan Pupuk (Conwy atau Walne) Untuk Kultivasi Mikroalga
Pupuk yang digunakan mengandung campuran dari beberapa bahan-bahan
kimia yang berfungsi untuk memberikan nutrisi dalam mendukung pertumbuhan
mikroalga. Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia biasanya disediakan khusus
agar tidak menimbulkan kontaminasi dengan benda-benda sekitarnya. Larutan
media ini dicampurkan ke dalam wadah kultur sesuai dengan volume media
kultur. Selanjutnya media tersebut dapat dihitung jumlah kepadatan sel secara
rutin dengan menggunakan haemacytometer.
3.3.5. Perhitungan Kepadatan Sel Mikroalga
Perhitungan kepadatan bertujuan untuk menentukan kondisi mikroalga
setiap harinya (sel yang bertambah besar dan bertambah banyak). Perhitungan sel
mikroalga menggunakan haemacytometer dan alat bantu handcounter untuk
mencatat jumlah perhitungan. Haemacytometer terbuat dari gelas yang dibagi
menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang untuk menghitung jumlah
kepadatan sel.
Gambar 7. Haemacytometer
Sumber: Isnansetyo (1995)
27
Kotak tersebut berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 mm dan tinggi 0,1
mm, sehingga bila ditutup dengan cover glass, akan menghasilkan volume
ruangan 0,1 mm3 atau 10-4 ml. Kotak tersebut dibagi lagi menjadi dua puluh lima
kotak bujur sangkar, yang masing-masing dibagi lagi menjadi enam belas kotak
bujur sangkar yang lebih kecil (Isnansetyo, 1995). Contoh penghitungan
kepadatan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dapat dilihat pada Lampiran 1.
Estimasi kepadatan sel mikroalga dapat digambarkan dalam perhitungan pada persamaan (1) sebagai berikut:
1. Dalam 400 kotak (bila kepadatan rendah) Jumlah sel x 104/ml = N sel/mL …………………… (1)
2. Dalam beberapa (80) kotak (bila kepadatan terlalu tinggi) Rata-rata jumlah sel (dari 80 kotak) x 400 x 104/ml = N sel/mL
3.3.6. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Media Kultivasi Mikroalga
Pengukuran parameter ini bertujuan untuk menentukan pengaruh dari
masing-masing parameter terhadap pertumbuhan dari mikroalga (Chlorella sp.
dan Nannochloropsis sp.). Selain itu, pengukuran ini juga berperan penting dalam
membandingkan pengaruh keadaan yang terkontrol dan fluktuatif terhadap
kehidupan mikroalga. Pengukuran parameter dilakukan setiap hari dengan
menggunakan thermometer untuk parameter suhu (oC), Refraktometer untuk
salinitas (‰), dan pH meter untuk parameter keasaman air sampel limbah dalam
media kultivasi.
3.3.7. Pemanenan Populasi Mikroalga
Pemanenan dilakukan apabila hasil kultivasi telah mencapai tahap
maksimum. Hal tersebut dikarenakan, masa pertumbuhan mikroalga Chlorella sp.
dan Nannochloropsis sp. akan mengalami penurunan jumlah kepadatan (fase drop
28
atau kematian). Apabila pemanenan mikroalga terlalu cepat atau belum mencapai
puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat membahayakan
organisme yang memanfaatkannya sebagai pakan alami. Pemanenan dilakukan
agar diperoleh bibit awal yang sesuai dengan kualitas yang baik, dan selanjutnya
dapat digunakan sebagai bibit kultur untuk perlakuan penelitian dengan media
yang tecemar logam berat.
3.3.8. Pemindahan Populasi Kultur ke Dalam Media Limbah Logam Berat
Populasi mikroalga akan mencapai masa puncak populasi. Hal ini
dimaksudkan kepadatan sel akan mencapai maksimum dan dapat digunakan untuk
keperluan penelitian menggunakan media limbah logam berat dari air laut sampel.
Selanjutnya populasi dari masing-masing jenis mikroalga (Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp.) dikontakkan ke dalam media khusus yang tercemar logam.
Jumlah sel (ml sampel mikroalga) yang dimasukkan ke dalam media sesuai
dengan kepadatan sel yang diperoleh ketika mencapai puncak populasi.
Ketepatan pemindahan jumlah sel dapat menggunakan formula pengenceran air
media dengan sampel bibit mikroalga. Semakin tinggi kepadatan sel mikroalga,
maka semakin sedikit inokulan (sel) yang ditambahkan.
Pemindahan bibit (inokulasi bibit sel) Chlorella sp. dan Nannochloropsis
sp. ke dalam wadah 1500 mL (perlakuan pupuk) dan 750 mL (tanpa pupuk)
dihitung berdasarkan kepadatan Chlorella sp. dan Nannochoropsis dalam wadah
inokulum. Dengan demikian, perhitungan dapat dimulai dengan menggunakan
rumus pengenceran (N1×V1 = N2×V2). Volume awal Chlorella sp. yang diperoleh
dari rumus pengenceran adalah sebesar 51 mL dalam media 1500 mL dan 25,575
mL dalam media 750 mL air sampel limbah (untuk memperoleh kepadatan
29
1.000.000 sel/mL dalam media kultur dari limbah). Volume ini diperoleh dari
jumlah sel Chlorella sp. sebesar 29.325.000 sel/mL. Berbeda hal nya sel
Nannochloropsis sp. bervolume 35 ml untuk wadah media 1500 mL, dan 18,570
mL untuk media 750 mL, dengan jumlah kepadatan sel Nannochloropsis sp.
sebesar 40.325.000 sel/mL.
Volume air media (air laut sampel) yang dibutuhkan dalam proses
pengkulturan diperoleh dari jumlah volume kultur media dikurangi volume bibit
sel mikroalga yang dimasukkan ke dalam media. Dengan demikian, jumlah
volume antara air laut sampel dengan bibit sel adalah 1500 mL untuk perlakuan
menggunakan pupuk dan 750 mL tanpa menggunakan pupuk. Pada tahap akhir,
dengan menggunakan rumus pengenceran, akan diperoleh jumlah kepadatan sel
yang diharapkan untuk kultur awal, yaitu 1.000.000 sel/mL. Metode pemindahan
bibit sel mikroalga ke dalam media limbah pada penelitian ini disajikan pada
Gambar 8.
Gambar 8. Pemindahan bibit sel mikroalga ke dalam media limbah
2000 ml Chlorella sp.
29.325.000
sel/mL
1450 ml air limbah.
1465 ml air limbah.
Bibit sel mikroalga dalam media kultur non-limbah
2000 ml Nannochloropsis sp.
40.375.000 sel/mL
50 ml 35 ml
Media limbah logam berat yang digunakan untuk kultur
1500 ml air limbah + sel
Chlorella sp.
1500 ml air limbah + sel Nannochloropsis sp.
Media Perlakuan
30
Dengan demikian, kepadatan sel awal yang diperoleh dalam media air laut
limbah 1500 mL dan 750 mL adalah 1.000.000 sel/mL. Selanjutnya akan
dilakukan perhitungan harian, dimana jumlah sel diduga akan terus bertambah
hingga mencapai masa puncak populasi sel dan dilakukan pemanenan serta
perhitungan kapasitas ion logam berat yang diserap oleh mikroalga.
3.3.9. Perhitungan Laju Serapan Sel Mikroalga terhadap Logam Berat
Perhitungan laju serapan (kapasitas bioabsorpsi) ini dilakukan setelah
populasi dari Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. mencapai masa puncaknya.
Sehingga ion logam berat yang terserap dapat dihitung menggunakan AAS
(Spektrofotometer Serapan Atom) yang diperoleh dari biomassa sampel air
(mikroalga) yang sebelumnya telah dilakukan penyaringan dan pengasaman
sampai proses pelarutan bahan organik, sehingga yang tersisa adalah bahan-bahan
anorganik termasuk logam berat.
Langkah awal yang dilakukan adalah menyiapkan sampel mikroalga
Chlorella sp. dan Nannchloropsis sp. Selanjutnya sampel tersebut disaring
menggunakan alat penyaring sampel air dan kertas saring Whatman bebas abu.
Setelah disaring, hitung berat biomassa yang telah dikeringkan dengan
menggunakan oven pada suhu 60 - 80 oC. Setelah kering biomassa ditimbang
menggunakan neraca analitik (sebelumnya, kertas saring ditimbang terlebih
dahulu untuk mengetahui berat kering dari kertas saring).
Proses pelarutan (melepaskan) logam yang menempel pada mikroalga
memerlukan asam kuat, yakni asam sulfat (H2SO4) 98% dan asam nitrat pekat
(HNO3) masing-masing sebanyak 5 ml. Proses berikutnya dilanjutkan di ruang
pemanasan agar air sampel benar-benar bebas dari abu atau bahan-bahan organik
31
lainnya. Proses pemanasan dilakukan selama kurang-lebih 3 jam hingga yang
tersisa dari sampel hanya berupa bahan-bahan anorganik, termasuk logam-logam
berat. Setelah dipanaskan, sampel diencerkan dengan menambahkan HCl ke
dalam labu ukur ukuran 50 ml. Tahap akhir dari proses ini adalah analisis logam
berat menggunakan AAS. Ion-ion logam berat yang diukur adalah logam Pb, Cu,
Cd, dan Cr. Proses pelarutan biomassa mikroalga dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram alir proses pelarutan biomassa mikroalga hingga analisis logam berat
100 mL air sampel sel Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp.
Penyaringan biomassa
Dikeringkan menggunakan oven pada
suhu 60 s.d. 800 C
Hitung bobot kering biomassa
Kertas saring bebas abu (Wheatman)
Melarutkan biomassa
dengan pelarut asam kuat
Gelas beker 100 mL ditambahkan masing-masing
5 ml H2SO4 dan HNO3
Dipanaskan (digest)
Sehingga bahan-bahan organik dalam media larut
(+ 2-3 jam)
Pengenceran Menggunakan HCl
dalam labu ukur 50 mL
Analisis logam berat yang terserap
Menggunakan Spektrofotometer Serapan
Atom (tipe AA 7000)
Lab. Produktifitas
dan Lingkungan Perairan,
MSP, FPIK. IPB.
Lab. Kimia, FMIPA
IPB.
32
3.4. Analisis Data
Analisis dilakukan dengan cara membandingkan laju pertumbuhan spesifik
(µ), serta serapan logam berat dari spesies Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.
Perbandingan tersebut digambarkan dengan menggunakan grafik, laju
pertumbuhan spesifik (µ), dan kapasitas bioabsorpsi (mg logam berat/g biomassa
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.). Kualitas air dianalisis menggunakan uji
validitas Pearson untuk melihat korelasi yang terjadi dan uji lanjut regresi untuk
melihat pengaruh parameter kualitas air terhadap kelimpahan dengan nilai p=0,05.
Laju pertumbuhan spesifik (µ) mikroalga dihitung dengan formula menurut
Krichnavaruk et al. (2004), pada persamaan (2). Contoh penghitungan dapat
dilihat pada lampiran 2.
µ = �� �������
�����
………………………………. (2)
keterangan : Nt = Kepadatan populasi pada waktu ke-t,
No = Kepadatan populasi sel pada waktu ke-0; To = Waktu awal; Tt = Waktu pengamatan.
Kapasitas bioabsorpsi mikroalga (qe) dihitung menurut model adsorpsi
isothermal dengan rumus menurut Vijayaraghavan, et al. (2004) pada persamaan
(3). Contoh penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 3.
W
VCCq ei
e
)( −= .................................... (3)
Keterangan : qe = Kapasitas bioabsorpsi (mg Pb, Cd, Cr, Cu) /g biomassa
mikroalga (mg/g); V = Volume larutan dalam wadah gelas atau erlenmeyer dengan kontak
batch (ml); Ci = Konsentrasi ion (Pb, Cd, Cr, Cu) dalam larutan (mg/l); Ce = Konsentrasi akhir atau keseimbangan ion (Pb, Cd, Cr, Cu) dalam
larutan (mg/l), W adalah massa sel (g).
33
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp.
Penelitian ini mendapati bahwa mikroalga Chlorella sp. memiliki laju
pertumbuhan spesifik dan kepadatan yang cukup baik untuk setiap perlakuan.
Laju pertumbuhan spesifik dan kepadatan sel Chlorella sp. dapat dilihat pada
Lampiran 5 dan grafik kepadatan sel Chlorella sp. dapat dilihat pada Gambar 10.
Jumlah kepadatan sel Chlorella sp. dengan perlakuan limbah logam berat pada
awal kultivasi adalah 1,00×106 sel/mL. Pertumbuhan masa puncak populasi
Chlorella sp. terjadi pada hari ke-10 dengan jumlah sel mencapai 16,72×106
sel/mL.
Gambar 10. Grafik kepadatan sel Chlorella sp.
Sel Chlorella sp. memiliki jumlah kepadatan sel dan laju pertumbuhan
spesifik yang berbeda tiap perlakuan. Kepadatan Chlorella sp. tertinggi terdapat
pada perlakuan kontrol, sedangkan kepadatan sel terendah terdapat pada
perlakuan tanpa pupuk. Puncak kepadatan populasi sel Chlorella sp. dengan
0
5
10
15
20
25
30
35
1 3 5 7 9 11 13 15
Kep
adat
an s
el (×
106
sel/m
l)
Hari ke-
Kontrol Pupuk Tanpa Pupuk
34
perlakuan kontrol terjadi pada hari ke-10, sedangkan untuk perlakuan pupuk dan
tanpa pupuk pada hari ke-13 dan hari ke-9. Sel mengalami penurunan jumlah
secara signifikan pada hari ke-15 untuk perlakuan kontrol. Perlakuan
menggunakan pupuk dan tanpa pupuk tidak mengalami penurunan jumlah
kepadatan sel secara signifikan hingga akhir pengamatan.
Jumlah sel media perlakuan kontrol dan perlakuan menggunakan pupuk
menunjukkan adanya peningkatan setiap harinya. Hal ini berbeda dengan
perlakuan tanpa pupuk dengan jumlah kepadatan sel cenderung stagnan atau tetap.
Hal tersebut dapat diduga karena pengaruh nutrisi, serta kualitas air pada media
kultur, sehingga mempengaruhi pertumbuhan Chlorella sp. pada media tumbuh.
4.1.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Kontrol Kepadatan puncak mikroalga Chlorella sp. untuk perlakuan kontrol tercatat
mencapai 30×106 sel/mL, yang merupakan nilai tertinggi dibandingkan dengan
kultivasi pada perlakuan lain. Hal tersebut diduga karena keadaan lingkungan
yang terkontrol meliputi suhu, salinitas, dan pH yang optimum untuk
pertumbuhan mikroalga. Sesuai dengan penelititan yang dilakukan Sylvester et
al. (2002) bahwa keadaan mikroalga laut yang dapat hidup normal pada salinitas
optimum 25-35 ‰, suhu optimum 25-32 oC, dan pH optimum berkisar 7-8.
Chlorella sp. dengan perlakuan kontrol memiliki adaptasi yang sangat baik
terhadap media kultur, dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan spesifik pada hari
ke-1 sebesar 2,751. Hal tersebut menggambarkan bahwa dalam waktu yang
kurang dari satu hari, Chlorella sp. memiliki adaptasi yang sangat baik terhadap
lingkungan kultur. Fase lag pada pertumbuhan Chlorella sp. ini berlangsung
35
selama kurang dari 24 jam. Hal tersebut dibuktikan pada hari ke-2, jumlah
populasi mikroalga terus meningkat hingga memasuki fase pertumbuhan
eksponensial. Salah satu faktor yang menentukan lamanya fase adaptasi adalah
umur kultur yang digunakan sebagai inokulum. Fase adaptasi akan menjadi lebih
singkat atau bahkan tidak terlihat apabila sel-sel yang diinokulasikan berasal dari
kultur yang berada dalam fase eksponensial (Fogg dan Thake, 1987 dalam
Prihantini et al., 2005).
Fase adaptasi tidak terlihat secara jelas pada media perlakuan kontrol yang
mungkin disebabkan oleh cepatnya kemampuan sel mikroalga menyesuaikan
dirinya terhadap media kultur yang baru, sehingga mampu tumbuh dan
berkembang dengan cepat. Pertumbuhan sel terus bertambah hingga hari ke-10,
dan diikuti Chlorella sp. fase stasioner pada hari ke-11 dan ke-12, karena jumlah
sel yang bertambah seimbang dengan jumlah sel yang mati. Chlorella sp. mulai
memasuki fase kematian pada hari ke-13, ditandai dengan jumlah sel yang
menurun secara drastis, karena ketersediaan nutrien yang telah jauh berkurang di
dalam media kultur. Turunnya laju pertumbuhan Chlorella sp. juga dapat
disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya toksik yang dihasilkan oleh
mikroalga sebagai hasil dari metabolisme yang meracuni mikroalga itu sendiri dan
berkurangnya proses fotosintesis akibat bertambahnya jumlah sel sehingga hanya
bagian tertentu saja yang memperoleh cahaya.
4.1.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Pupuk dalam Media Logam Berat
Jumlah kepadatan sel mikroalga Chlorella sp. pada perlakuan logam berat
yang ditambahkan pupuk pada media nya mencapai 16,72×106 sel/mL. Laju
36
pertumbuhan ini berlangsung relatif lambat, dengan jumlah kepadatan awal sel
1,00×106 sel/mL dari hari pertama kultur. Laju pertumbuhan yang lambat ini
diduga karena faktor lingkungan pada media kultur. Media kultur Chlorella sp.
menggunakan air sampel limbah pada lokasi penelitian dengan salinitas sebesar
37 ‰, dan pH 6. Hal tersebut dapat menghambat laju pertumbuhan mikroalga
dan didukung kontaminasi logam berat dari hasil penambangan yang cenderung
dapat mempengaruhi jumlah kepadatan sel. Menurut Connel (1990) dalam
Haryoto (2004), pada konsentrasi logam yang tinggi, akumulasi dapat menganggu
pertumbuhan sel, karena sistem perlindungan organisme tidak mampu
mengimbangi efek toksisitas logam.
Selanjutnya laju pertumbuhan meningkat relatif lambat di hari ke-2 sampai
hari ke-5. Hal tersebut menunjukkan sel mengalami fase adaptasi terhadap
lingkungan kultur, sehingga pertambahan jumlah kepadatan sel relatif lebih
lambat. Hari ke-6, sel memasuki fase eksponensial, dengan laju pertumbuhan
spesifik mencapai 0,468 dan terus meningkat hingga hari ke-10 dengan jumlah sel
mencapai 15,16×106 sel/mL. Pada hari ke-11, jumlah sel mengalami penurunan.
Penurunan jumlah sel ini diduga karena adanya pemanfaatan nutrien yang
berlebih dari hari-hari sebelumnya, sehingga ketersediaan nutrien berkurang dari
kebutuhan sel mikroalga untuk hari berikutnnya.
Pada hari ke-12 hingga ke-15, jumlah sel relatif bertambah tidak signifikan
dari sebelumnnya dan selanjutnya berkurang memasuki fase stasioner, yang
diduga karena sel memasuki periode kriptik dimana sel-sel Chlorella sp. yang
masih hidup memanfaatkan tambahan nutrisi dari sel Chlorella sp. yang lisis
untuk pertumbuhannya sehingga dapat meningkatkan populasinya kembali
37
(Annisa, 2005). Fase deklinasi (penurunan kecepatan petumbuhan) dapat terjadi
karena nutrisi pada media kultur berkurang dan telah terbentuk senyawa NH4+
dalam konsentrasi tinggi dan adanya produk esktraseluler dari mikroalga yang
meracuni diri sendiri sehingga dapat meningkatkan mortalitas Chlorella sp.
(Fogg, 1965 dalam Panggabean, 2000 dan Suantika, 2009), sehingga dalam waktu
kurang dari tiga hari sel mengalami penurunan jumlah manjadi 15,26×106 sel/mL.
Pertumbuhan sel kultur di dalam media logam berat sangat dipengaruhi
oleh nilai pH. Hal tersebut dapat dilihat melalui perbandingan antara grafik media
kontrol dengan perlakuan limbah logam berat pada Gambar 10. Grafik perlakuan
kontrol menunjukkan jumlah kepadatan sel jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan logam berat. Rendahnya kepadatan sel dapat disebabkan adanya nilai
pH yang rendah (asam), sehingga laju pertumbuhan sel semakin lambat.
Penelitian Wong dan Lay (1980) dalam Prihantini et al. (2005) menunjukkan
bahwa Chlorella pyrenoidosa yang ditumbuhkan dalam media Bristol dengan pH
7 memiliki kerapatan sel yang lebih tinggi dibandingkan dengan media dengan pH
6,4.
Hal demikian disebabkan pada lingkungan netral (pH internal sel netral
adalah 7,15), CO2 berada dalam bentuk bebas sehingga dapat berdifusi dengan
mudah ke dalam sel mikroalga (Reynolds, 1984 dalam Prihantini et al., 2005).
Hal tersebut menyebabkan CO2 sebagai sumber karbon utama bagi proses
fotosintesis mikroalga cukup tersedia sehingga proses metabolisme dapat
berlangsung cepat dan kerapatan sel meningkat. Selain itu, jenis karbon
anorganik yang paling banyak terdapat pada media asam (pH 4-6) adalah asam
karbonat (H2CO3) (Goldman et al., 1983 dalam Prihantini et al., 2005). Asam
38
karbonat pada kisaran pH tersebut umumnya berada dalam bentuk senyawa yang
sangat mudah masuk ke dalam sel sehingga membuat pH internal sel menjadi
asam. Kondisi pH asam mengakibatkan proses biokimia sel terganggu sehingga
mempengaruhi pertumbuhan sel (Lane, 1981 dalam Prihantini et al., 2005). Hal
tersebut diduga merupakan penyebab rendahnya kerapatan sel pada media
perlakuan limbah logam berat dengan pH awal 6.
Secara umum sejak pengamatan hari ke-7 hingga hari ke-15 seluruh media
logam berat dengan perlakuan pupuk mengalami peningkatan pH. Meningkatnya
pH kemungkinan disebabkan adanya aktivitas fotosintesis Chlorella sp. Pada saat
fotosintesis, CO2 bebas merupakan jenis karbon anorganik utama yang digunakan
mikroalga. Mikroalga juga dapat menggunakan ion karbonat (CO32-) dan ion
bikarbonat (HCO3-). Penyerapan CO2 bebas dan bikarbonat oleh mikroalga
menyebabkan penurunan konsentrasi CO2 terlarut dan mengakibatkan
peningkatan nilai pH (Sze, 1993 dalam Prihantini et al., 2005).
4.1.3. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Tanpa Pupuk dalam Media Logam Berat
Jumlah sel Chlorella sp. dengan perlakuan tanpa pupuk relatif lebih rendah
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Media perlakuan tanpa pupuk memiliki
batasan ketersedian nutrien yang bermanfaat untuk memacu pertumbuhan
mikroalga. Air laut yang tercemar logam berat juga turut mempengaruhi
kepadatan sel dari media kultur. Media limbah logam berat pada perlakuan tanpa
pupuk ini memiliki salinitas 37 ‰ dan pH 6-7. Dengan demikian, hal tersebut
membuktikan bahwa selain kurangnya ketersediaan nutrien, faktor lingkungan
juga mempengaruhi proses pertambahan kepadatan sel dari mikroalga. Faktor
39
lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan mikroalga adalah salinitas berkisar
25-35 ‰, suhu optimum 25-32 oC, dan pH optimum berkisar 7-8 (Sylvester et al.,
2002).
Laju pertumbuhan mikroalga relatif konstan dan bahkan menurun setiap
hari waktu pengamatan, yang dapat ditunjukkan dari laju pertumbuhan spesifik
mikroalga (negatif) dari setiap pertambahan sel nya. Kepadatan sel maksimum
terjadi pada hari ke-9 dengan jumlah sel 1,72×106 sel/mL dan kepadatan sel
menurun hingga hari ke-15 dengan jumlah 1,12×106 sel/mL.
4.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp.
Penelitian ini mendapati bahwa mikroalga Nannochloropsis sp. memiliki
laju pertumbuhan spesifik dan kepadatan yang cukup baik untuk setiap perlakuan.
Laju pertumbuhan spesifik dan kepadatan sel Nannochloropsis sp. dapat dilihat
pada Lampiran 5. Grafik kepadatan sel Nannochloropsis sp. dapat dilihat pada
Gambar 11.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1 6 11
Kep
adat
an s
el (×
106
sel/m
l)
Hari
Kontrol Pupuk Tanpa Pupuk
Gambar 11. Grafik kepadatan sel Nannochloropsis sp.
40
Sel Nannochloropsis sp. juga memiliki jumlah kepadatan dan laju
pertumbuhan spesifik yang berbeda tiap perlakuan. Jumlah kepadatan sel
Nannochloropsis sp. dengan perlakuan limbah logam berat pada awal kultivasi
adalah 1,00×106 sel/mL. Masa puncak populasi sel Nannochloropsis sp. terjadi
pada hari ke-8 dengan jumlah sel mencapai 9,28×106 sel/mL. Jumlah kepadatan
sel tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, sedangkan jumlah kepadatan sel
terendah pada perlakuan tanpa pupuk. Puncak kepadatan populasi
Nannochloropsis sp. untuk perlakuan kontrol teramati pada hari ke-10 dan hari
ke-14, sedangkan untuk perlakuan pupuk pada hari ke-13 dan perlakuan tanpa
pupuk pada hari ke-10.
4.2.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Kontrol
Jenis mikroalga ini memiliki laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah kepadatan sel yang sangat dominan pada hari ke-10 dan
hari ke-14. Jumlah kepadatan sel maksimum pada puncak pertama sebesar
42,50×106 sel/mL, dan diikuti puncak populasi kedua sebesar 41,15×106 sel/mL.
Kepadatan optimum kultur Nannochloropsis sp. yang dapat dicapai untuk skala
laboratrium adalah 50 - 60×106 sel/mL, skala semi massal 20 - 25×106 sel/mL dan
massal 15 - 20×106 sel/mL dengan masa kultur 4-7 hari (Anon et al., 2009).
Gambar 11 juga menggambarkan adanya adaptasi yang baik oleh
Nannochloropsis sp., yang dibuktikan dengan laju pertumbuhan spesifik pada hari
ke-2 yang meningkat signifikan sebesar 2,092. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dalam waktu kurang dari 24 jam, sel Nannochloropsis sp. mampu menambah
jumlah kepadatan selnya sebanyak 2,13×106 sel/mL.
41
Dengan demikian, proses ini membuktikan bahwa fase lag berlangsung
sangat cepat (kurang dari 24 jam), dan dilanjutkan dengan fase stasioner, yang
ditandai pertambahan kepadatan sel kultur secara eksponensial sampai puncak
populasi pada hari ke-10. Selanjutnya sel mengalami penurunan jumlah pada hari
ke-11 dan dilanjutkan kembali adanya peningkatan jumlah sel pada hari ke-12
sampai hari ke-14. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya tambahan nutrisi untuk
pertumbuhan Nannochloropsis sp. yang diperoleh dari lisis sel-sel yang telah mati
(Annisa, 2005).
Laju pertumbuhan spesifik menurun menjadi -1,160 setelah masa puncak
populasi, dengan kepadatan sel kultur 12,90×106 sel/mL. Hal ini diduga nutrisi di
dalam media kultur telah banyak dimanfaatkan oleh sel Nannochloropsis sp.
sehingga terjadi akumulasi senyawa amonia dalam konsentrasi tinggi dan
menyebabkan kematian pada sel kultur (Fogg, 1965 dalam Panggabean, 2000 dan
Suantika, 2009).
4.2.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Pupuk dalam Media Logam Berat
Pertumbuhan Nannochloropsis sp. relatif rendah dan stabil dari hari ke-1
sampai hari ke-4. Hal tersebut diduga karena adanya faktor-faktor lingkungan
yang mempengaruhi pertumbuhan dari sel Nannochloropsis sp. Faktor-faktor
lingkungan tersebut adalah perlakuan parameter media yang disesuaikan dengan
keadaan lingkungan penambangan, dimana besarnya salinitas adalah 37 ‰ dan
dengan pH relatif asam yaitu 6-7.
Kualitas air tersebut dapat menghambat pertumbuhan sel Nannochloropsis
sp., karena mikroalga dapat hidup normal pada salinitas optimum 25-35 ‰, suhu
42
optimum 25-32 oC, dan pH optimum berkisar 7-8 (Sylvester et al., 2002). Selain
itu, hal ini didukung dengan kondisi media yang relatif asam, sehingga tingkat
kelarutan ion-ion logam berat lebih tinggi di dalam media kultur. Dengan
demikian, terdapat banyak akumulasi logam berat di dalam tubuh mikroalga yang
menyebabkan pertumbuhan sel terhambat.
Pertumbuhan Nannochloropsis sp. memasuki fase eksponensial pada hari
ke-5 sampai hari ke-8, fase tersebut dapat dilihat dari laju pertumbuhan spesifik
sel Nannochloropsis sp. dimana pada hari ke-9, nilai laju pertumbuhan spesifik sel
menurun menjadi -0,044. Hari berikutnya kepadatan sel relatif konstan, yang
diduga karena nutrisi di dalam media mulai berkurang. Selain itu faktor-faktor
lingkungan masih sangat rentan terjadi di dalam media kultur, sehingga jumlah
kepadatan sel cenderung meningkat walaupun hanya sedikit. Selanjutnya
kepadatan sel Nannochloropsis sp. menurun dari hari ke-14 sampai hari ke-15,
ditandai dengan jumlah kepadatan sel yang menurun menjadi 8,90×106 dan
8,00×106 sel/mL dan laju pertumbuhan spesifik (negatif), yaitu -0,094 dan -0,494.
4.2.3. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Tanpa Pupuk dalam Media Logam Berat
Laju pertumbuhan dan kepadatan sel Nannochloropsis sp. cenderung lebih
kecil dibandingkan perlakuan yang lain. Kepadatan sel maksimum sel
Nannochloropsis sp. hanya mencapai 1,26×106 sel/mL pada hari ke-10. Jumlah
kepadatan sel dari hari pertama kultur relatif menurun. Penurunan jumlah sel
dapat disebabkan oleh kurang tersedianya makro dan mikronutrien yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroalga. Laju pertumbuhan mulai menurun
pada hari ke-11 dengan kepadatan sel 0,76×106 sel/mL dan laju pertumbuhan
43
spesifik -0,507. Selanjutnya kepadatan sel relatif menurun sampai hari ke-15,
dengan kepadatan sel 0,43×106 sel/mL.
Keadaan ini juga dihambat oleh adanya faktor lingkungan di media kultur.
Salinitas di media kultur mencapai 37 ‰, dan kisaran pH antara 6-7. Hal tersebut
juga dapat digambarkan dengan warna media yang relatif tidak berubah dari hari
pertama hingga hari terakhir kultur, sehingga jumlah kepadatan sel cenderung
menurun.
4.3. Perbandingan Kepadatan sel Mikroalga (Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.)
Perbandingan jumlah kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.
memperlihatkan pola pertumbuhan yang berbeda tiap perlakuan. Gambar 12.
menunjukkan jumlah kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.
Keterangan: PP = menggunakan pupuk; TP= tanpa menggunakan pupuk
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1 3 5 7 9 11 13 15
Kep
adat
an (×
106
sel/m
l)
Hari ke-
Chlor (Kontrol) Chlor (PP) Chlor (TP)
Nanno (Kontrol) Nanno (PP) Nanno (TP)
Gambar 12. Kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan perlakuan kontrol, menggunakan pupuk, dan tanpa pupuk
44
Chlorella sp. memiliki jumlah kepadatan sel lebih tinggi dibandingkan
Nannochloropsis sp. dengan perlakuan menggunakan pupuk dan tanpa pupuk.
Sebaliknnya, Kepadatan sel Nannochloropsis sp. jauh lebih tinggi dibandingkan
Chlorella sp. dengan perlakuan kontrol.
4.3.1. Kultivasi Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. pada media Kontrol
Kepadatan sel Chlorella sp. relatif lebih stabil dibandingkan
Nannochloropsis sp. Keadaan tersebut dibuktikan dengan jumlah sel yang
cenderung meningkat dari hari ke-1 kultur sampai hari ke-10, dan dilanjutkan
dengan penurunan sel yang tidak signifikan. Kapadatan sel Nannochloropsis sp.
maksimum terjadi dua kali, yaitu pada hari ke-10 dan ke-14. Jumlah sel
maksimum pada hari ke-10 adalah 42,50×106 sel/mL dan 41,15×106 sel/mL pada
hari ke-14. Sel Chlorella sp. mengalami satu kali puncak pertumbuhan populasi,
yaitu pada hari ke-10, dan dilanjutkan penurunan jumlah sel sampai hari ke-15,
dengan jumlah sel 9,30×106 sel/mL.
Gambar 13. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. perlakuan kontrol
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1 3 5 7 9 11 13 15
Chlorella Nannochloropsis
45
Masa fase lag dari Nannochloropsis sp. terjadi kurang dari empat hari,
ditandai dengan jumlah sel yang meningkat relatif lebih lambat, dan menunjukkan
sel masih mengalami adaptasi terhadap lingkungan kultur media. Sel Chlorella sp.
memiliki sifat adaptasi yang sangat baik terhadap lingkungan media kultur. Hal
tersebut ditandai dengan penambahan jumlah sel kultur yang meningkat drastis
pada hari ke-2, dan ditunjukkan dengan laju pertumbuhan spesifik sebesar 2,751.
Kepadatan sel Chlorella sp. meningkat hingga 15 kali lipat dari hari pertama
kultur, dengan kepadatan sel mencapai 4,70×106 sel/ ml.
Periode eksponensial untuk sel Nannochloropsis sp. terjadi pada hari ke-4
sampai hari ke-10, ditandai dengan penambahan jumlah sel yang meningkat
secara eksponensial dan warna media yang semakin pekat menjadi hijau cerah
hingga hari ke-10. Sel Chlorella sp. memasuki tahap eksponensial dari hari ke-2
sampai hari ke-10, yang ditandai dengan pertambahan kepadatan sel dan warna
media yang berubah menjadi hijau gelap.
Masa pertumbuhan eksponensial sel Nannochloropsis sp. lebih besar
dibandingkan dengan Chlorella sp. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah
kepadatan sel Nannochloropsis sp. cenderung lebih besar daripada Chlorella sp.
Kepadatan maksimum Nannochloropsis sp. mencapai 42,50×106 sel/mL
sedangkan Chlorella sp. 31,00×106 sel/mL. Peningkatan jumlah sel dalam media
diduga karena luas permukaan sel Chlorella sp. yang terlihat melalui mikroskop
lebih besar dibandingkan dengan Nannochloropsis sp. Semakin besar luas
permukaan sel, maka ruang untuk tumbuh dan berkembang akan semakin kecil,
sehingga penambahan kepadatan maksimum sel Nannochloropsis sp. lebih besar
dibandingkan Chlorella sp.
46
4.3.2. Kultivasi Chlorella sp. dengan Nannochloropsis sp. Menggunakan Pupuk dalam Media Limbah Logam Berat Kepadatan sel Chlorella sp. cenderung lebih besar dibanding
Nannochloropsis sp. Hal tersebut ditunjukkan dengan kepadatan sel maksimum
sel Chlorella sp. mencapai 16,72×106 sel/mL, sedangkan sel Nannochloropsis sp.
9,30×106 sel/mL. Laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. juga lebih tinggi
dibandingkan Nannochloropsis sp., yang dibuktikan dari hari ke-6 memasuki fase
eksponensial, laju pertumbuhan Chlorella sp. masih menunjukkan peningkatan
dibandingkan sel Nannochloropsis sp.
Fase lag Chlorella sp. dimulai dari hari ke-1 hingga hari ke-5. Kultivasi
mulai memasuki fase eksponensial pada hari ke-6 yang ditandai dengan
perubahan laju pertumbuhan spesifik dari 0,189 menjadi 0,468.
Gambar 14. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan menggunakan pupuk
Berbeda dengan Nannochloropsis sp. yang memiliki adaptasi lebih cepat
terhadap lingkungannya. Adaptasi yang baik ini ditandai pada hari ke-5 kultur,
sel Nannochloropsis sp. mulai memasuki fase eksponensial, dengan perubahan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
1 3 5 7 9 11 13 15
Chlorella Nannochloropsis
47
laju pertumbuhan spesifik menjadi 0,531 dari hari ke-4 yaitu 0,431. Dengan
demikian, proses tersebut menegaskan bahwa Nannochloropsis sp. memiliki sifat
adaptasi terhadap lingkungan kultur lebih baik daripada Chlorella sp.
Masa eksponensial dapat terjadi apabila ditandai dengan penambahan
jumlah sel yang dimulai secara signifikan. Pertambahan jumlah kepadatan sel
Chlorella sp. memasuki periode eksponensial berlangsung dari hari ke-6 sampai
hari ke-10, dengan kepadatan sel meningkat hingga 15,17×106 sel/mL.
Pertumbuhan ini berbeda dengan sel Nannochloropsis sp. yang memasuki periode
fase eksponensial dari hari ke-5 hingga hari ke-8, dengan kepadatan sel mencapai
9,28×106 sel/mL.
Fase deklinasi terjadi pada hari ke-11 dari sel Chlorella sp. dan hari ke-9
untuk sel Nannochloropsis sp. Perbedaan pada fase deklinasi dapat disebabkan
oleh pemanfaatan nutrisi di dalam media kultur. Sel Nannochloropsis sp. telah
memaksimalkan pemanfaatan nutrisi dari pertama kultur hingga hari ke-5, dengan
kepadatan sel lebih besar daripada Chlorella sp., sehingga kepadatan sel
cenderung sedikit untuk meningkat pada hari-hari berikutnya.
Sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. mulai mengalami pertumbuhan
kembali pada hari ke-12, dengan pemanfaatan lisis sel-sel dari sisa metabolisme
yang telah mati. Selanjutnya sel memasuki fase kematian yang ditandai dengan
jumlah kepadatan sel menurun dari hari ke-14 sampai ke-15, dengan jumlah
kepadatan sel Chlorella sp. turun hingga 15,27×106 sel/mL, dan 8,00×106 sel/mL
untuk Nannochloropsis sp.
Pertumbuhan sel di dalam media kultur logam berat sangat dipengaruhi
oleh nilai pH. Dapat dilihat perbandingan antara grafik media kontrol dengan
48
perlakuan media logam berat pada Gambar 12. Grafik perlakuan kontrol
menunjukkan jumlah kepadatan sel jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan logam berat. Hal tersebut dapat disebabkan karena rendahnya nilai
derajat keasaman (pH asam) yang menyebabkan laju pertumbuhan menjadi
lambat serta jumlah kepadatan sel akan semakin kecil. Penelitian Wong dan Lay
(1980) dalam Prihantini et al. (2005) menunjukkan bahwa Chlorella pyrenoidosa
yang ditumbuhkan dalam media Bristol dengan pH 7 memiliki kerapatan sel yang
lebih tinggi daripada media dengan pH 6,4.
Selain hal tersebut, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kepadatan sel
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp., yaitu kadar salinitas. Salinitas dapat
mempengaruhi kinerja proses fotosintesis dan pembentukan sel individu baru.
Menurut Sutomo (1991), pertumbuhan Chlorella sp. menurun sejalan dengan
meningkatnya salinitas, yaitu dari 40–60 ‰, maupun dengan menurunnya
salinitas dari 20-5 ‰. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa naik atau
turunnya salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmosis dalam tubuh dan
mekanisme osmoregulasi yang secara langsung dapat mempengaruhi sistem
metabolisme yang berakibat terhadap penurunan jumlah populasi sel mikroalga.
4.3.3. Kultivasi Chlorella sp. dengan Nannochloropsis sp. Tanpa Pupuk dalam Media Limbah Logam berat
Jumlah kepadatan sel Chlorella sp. lebih stabil dibandingkan dengan sel
Nannochloropsis sp. Sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. mengalami laju
pertumbuhan yang relatif lebih lambat daripada perlakuan lainnya. Namun, sel
Chlorella sp. masih mampu tumbuh dengan kepadatan sel mencapai 1,72×106
49
sel/mL pada hari ke-9, dibandingkan sel Nannochloropsis sp. mencapai 1,26×106
sel/mL pada hari ke-10.
Gambar 15. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan perlakuan tanpa pupuk
Pola adaptasi Chlorella sp. pada sistem kultur ini lebih baik daripada sel
Nannochloropsis sp. yang ditandai dengan adanya penambahan jumla kepadatan
sel dari hari ke-1 sampai hari ke-5, dibandingkan dengan kepadatan sel
Nannochloropsis sp. yang cenderung menurun sampai hari ke-5. Pola adaptasi ini
menggambarkan pertumbuhan sel Chlorella sp. lebih dominan dbandingkan
dengan sel Nannochloropsis sp.
Pada hari ke-6 kapadatan sel Chlorella sp. mengalami penurunan, dan
sebaliknya dengan sel Nannochloropsis sp. yang mulai mengalami pertambahan
kepadatan sel. Hari berikutnya sampai hari ke-13, jumlah sel Chlorella sp. masih
menunjukkan adanya pertumbuhan, selanjutnya penurunan sel terjadi pada hari
ke-14 sampai hari ke-15, sedangkan sel Nannochloropsis sp. cenderung
mengalami penurunan jumlah sel dari hari ke-11 sampai hari ke-15.
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
1 3 5 7 9 11 13 15
Chlorella Nannochloropsis
50
Hal tersebut menggambarkan bahwa sel Chlorella sp. memiliki sifat
adaptasi yang lebih baik dibandingkan Nannochloropsis sp., dan mampu bertahan
hidup walaupun di lingkungan yang ekstrim miskin nutrisi, salinitas tinggi, dan
pH yang berfluktuatif, disertai dengan adanya ion-ion logam berat dengan
konsentrasi tinggi yang terdapat di dalam media kultur.
4.4. Kapasitas Bioabsorpsi Mikroalga (Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp.) dalam Media Limbah
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. memiliki kapasitas serapan
(bioabsorpsi) yang berbeda terhadap perlakuan ion logam berat. Sel
Nannochloropsis sp. memiliki daya serap yang lebih tinggi dibandingkan
Chlorella sp. Nilai konsentrasi logam berat awal dan akhir setelah kultivasi
disajikan melalui Tabel 5.
Tabel 5. Konsentrasi logam Timbal (Pb), Tembaga (Cu), Kadmium (Cd), dan Kromium (Cr ) pada media limbah logam berat
No. Keterangan Konsentrasi Logam Berat (mg/L)
Pb Cu Cd Cr
1. Kontrol (Hari ke-0) 0,700 0,115 0,110 0,210
2. Kontrol (Hari ke-15) 1,182 0,127 0,180 0,212
3. Sisa Konsentrasi Logam Berat dalam Media (mg/L)
Chlorella sp. <0,001 <0,001 0,029 0,111 Nannochloropsis sp. <0,001 <0,001 0,002 0,100
4. Persentase Serapan Logam Berat (%)
Chlorella sp. 99,999 99,999 84,083 47,669 Nannochloropsis sp. 99,999 99,999 98.733 52,626
5. Konsentrasi Logam Berat pada Biomassa (mg/g)
Chlorella sp. 18,260 1,950 2,314 1,543 Nannochloropsis sp. 23,158 2,959 3,285 2,059
51
Berdasarkan nilai yang disajikan oleh Tabel 5 di atas, ion logam berat
mengalami perubahan, dari kontrol yaitu meningkat hampir 40%. Peningkatan
konsentrasi ini diduga karena adanya penguapan dari media kultur yang
disebabkan oleh intensitas cahaya yang berasal dari lampu neon 40 watt saat
kultur. Ion logam Pb meningkat hingga 40% dari konsentrasi logam Pb awal, ion
logam Cu meningkat hingga 36% dari konsentrasi awal, ion logam Cd meningkat
11% dari konsentrasi awal, dan logam berat Cr meningkat 1% dari konsentrasi
logam berat awal. Contoh penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Intensitas cahaya (lampu neon) yang diberikan pada media kultur
mempengaruhi konsentrasi akhir logam berat. Hal tersebut berpengaruh pada
pemekatan konsentrasi logam yang ada pada media. Selain itu, aerasi atau
pengadukan juga ikut membantu proses penguapan dari media, karena intensitas
aerasi yang tinggi dapat mempengaruhi kualitas air media, yang ditandai dengan
adanya kerak berwarna kehijauan yang menempel pada toples media kultur.
Secara khusus, dalam penelitian ini dilakukan kajian adsorpsi (penyerapan)
logam berat oleh mikroalga Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dari
lingkungan yang tercemar logam berat di perairan laut. Dalam penelitian ini
dipilih logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr karena ion logam-logam tersebut memiliki
tingkat konsentrasi melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yang telah ditetapkan
oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KMNLH, 2004) mengenai
pedoman penetapan baku mutu lingkungan. Logam berat tersebut juga
merupakan pencemar lingkungan laut karena memiliki sifat racun yang tinggi
serta terakumulasi dalam hati dan ginjal melalui ikatan yang kuat dengan residu-
residu dari metalotionin (Faust dan Aly, 1981 dalam Haryoto, 2004).
52
Penelitian ini menggunakan dua spesies mikroalga, yaitu Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. Pemilihan jenis mikroalga ini dikarenakan spesies tersebut
merupakan salah satu dari spesies mikroalga yang memenuhi persyaratan sebagai
bioindikator pencemaran perairan dan mudah untuk dibudidayakan (Arifin, 1997
dalam Haryoto, 2004). Selain itu, setiap sel dengan luas permukaan yang berbeda
juga mempengaruhi kapasitas serapan dari ion-ion logam berat.
Mikroalga, seperti halnya organisme lain memiliki mekanisme
perlindungan untuk mempertahankan kehidupannya. Menurut Connel (1990)
dalam Haryoto (2004), mekanisme perlindungan ini melibatkan penbentukan
kompleks-kompleks logam dengan protein dalam sel, sehingga logam dapat
terakumulasi dalam sel tanpa menganggu aktivitasnya. Pada konsentrasi logam
yang tinggi, akumulasi dapat menganggu pertumbuhan sel, karena sistem
perlindungan organisme tidak mampu mengimbangi efek toksisitas logam. Pada
dasarnya alga atau ganggang memiliki permukaan yang bermuatan negatif tinggi
sehingga dapat menarik logam berat yang memiliki muatan positif yang kuat
(Oswald, 1988). Dengan demikian, konsentrasi logam berat dalam media
kultivasi menggunakan limbah logam berat tidak berpotensi menghambat laju
pertumbuhan dari kedua spesies mikroalga tersebut.
Konsentrasi awal logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr berturut-turut adalah
0,700; 0,110; 0,115; dan 0,210 ppm. Menurut KMNLH No. 51 Tahun 2004 NAB
(Nilai Ambang Batas) dari logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr berturut-turut adalah
0,008; 0,001; 0,008; dan 0,008 ppm untuk kepentingan biota-biota di lingkungan
perairan laut dan juga berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
82 tahun 2001, konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr sebaiknya kurang dari
53
0,03; 0,01; 0,01; dan 0,01 ppm. Penelitian ini telah memperlihatkan bahwa
perbedaaan jenis mikroalga sebagai adsorben (Chlorella sp. dan Nannochloropsis
sp.) dan jenis logam berat sebagai adsorbat (Pb, Cu, Cd, dan Cr) dapat
mempengaruhi kapasitas serapan dari masing-masing ion logam berat. Perbedaan
diduga karena tiap sel mikroalga memiliki daya serap yang berbeda-beda,
tergantung dari kandungan gugus fungsional dari dinding sel dan pertukaran ion
yang terjadi pada permukaan selnya. Selain itu, luas permukaan sel dari masing-
masing jenis mikroalga juga memperngaruhi laju serapan logam berat oleh
mikroalga tersebut.
Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa biomassa sel Nannochloropsis
sp. memiliki kapasitas serapan lebih baik dibandingkan Chlorella sp. Hal tersebut
diduga terjadi karena dalam suatu wadah dengan kapasitas volume yang sama,
luas permukaan sel dari Nannochloropsis sp. lebih kecil (2-4 µm) dibandingkan
Chlorella sp. (2-8 µm), sehingga kepadatan sel Nannochloropsis sp. yang diamati
lebih tinggi dibandingkan Chlorella sp. Dengan demikian, hal tersebut
mempengaruhi kapasitas serapan logam berat dari masing-masing sel mikrolaga.
Sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. memiliki daya serap yang tinggi
terhadap ion logam berat. Kapasitas serapan ini dapat terlihat dari persentase
serapan ion logam berat yang mencapai hampir 100%. Kapasitas serapan yang
tinggi dapat disebabkan oleh adanya faktor lingkungan yang mendukung
pertumbuhan mikroalga dan tingkat kelarutan logam berat di dalam media kultur.
Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Suh et al. (1999) dalam
Triyatno (2004) mengenai pengaruh pH terhadap akumulasi Pb2+ dari limbah
industri oleh mikroorganisme, menunjukkan bahwa pH optimum akumulasi Pb2+
54
pada Saccharomyces cerevisiae adalah pH 4-5, sedangkan Aureobasidium
pullulans pada pH 6-7. Proses akumulasi kedua mikroorganisme tersebut jelas
berbeda, karena pada S. cerevisiae, ion Pb2+ dapat menembus ke dalam bagian
dalam sel, sedangkan pada A. pullulans akumulasi hanya terjadi pada bahan
polimerik ekstraselular di sekitar permukaan sel. Dengan demikian, pH
memegang peranan penting dalam kapasitas serapan logam berat oleh Chlorella
sp. dan Nannochloropsis sp.
Berbeda dengan hasil serapan logam berat Pb, Cd, dan Cu. Logam berat Cr
memiliki kapasitas serapan sebesar 50% dibandingkan dari rata-rata serapan
logam keseluruhan (Pb, Cu, dan Cd) >80%. Hal tersebut diduga karena kelarutan
ion logam Cr lebih tinggi dalam kondisi media basa. Ion logam yang memiliki
valensi lebih dari 2 biasanya memiliki kelarutan ion pada kondisi basa.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Kimbrough, et al. (1999) dalam
Slamet et al. (2005) bahwa logam Cr(III) mudah diendapkan atau diabsorpsi oleh
senyawa-senyawa organik dan anorganik pada pH netral atau alkalin (basa).
Secara keseluruhan, mekanisme serapan logam berat hampir mencapai
optimum, dengan kapasitas penyerapan hingga 90%. Konsentrasi akhir logam-
logam berat tersebut secara keseluruhan diduga telah berada di bawah NAB (Nilai
Ambang Batas) dari ion logam berat yang berbahaya bagi makhluk hidup yang
diputuskan oleh KMNLH No. 51 Tahun 2004 khususnya di perairan laut.
55
4.5. Kualitas Air Media Kultur
4.5.1. Salinitas
Salinitas air media kontrol relatif meningkat setiap harinya. Hal tersebut
dapat diduga karena adanya penguapan dari media kultivasi. Salinitas yang
digunakan hari ke-1 kultur adalah 27 ‰. Salinitas media ini merupakan salinitas
optimum dengan kisaran 25-32 ‰ (Sylvester et al., 2002). Salinitas media
meningkat karena terjadi penguapan akibat pengaruh dari panas lampu yang
digunakan saat kultivasi.
Perubahan salinitas pada media kultur dapat dilihat dari Gambar 16.
Salinitas awal pada kultivasi Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. adalah 27 ‰,
dan salinitas akhir adalah 40 ‰. Kenaikan salinitas pada media kultur berkorelasi
positif terhadap waktu. Chlorella sp. memiliki salinitas maksimum pada hari ke-
15 sebesar 39 ‰, dan Nannochloropsis sp. memiliki salinitas maksimum pada
hari ke-15 sebesar 40 ‰.
Keterangan: PP = menggunakan pupuk; TP= tanpa menggunakan pupuk
Gambar 16. Salinitas media limbah logam berat Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp.
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
55.00
1 3 5 7 9 11 13 15
Chlor (PP) Chlor (TP) Nanno (PP) Nanno (TP)
56
Selain itu, kenaikan salinitas juga diduga berasal dari pengadukan media
kultur dari aerator sehingga mengakibatkan terjadinya penguapan. Berdasarkan
analisis validitas Pearson, salinitas memiliki korelasi positif terhadap jumlah
kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Uji lanjut regresi (lampiran
4) memperlihatkan bahwa perubahan salinitas mempengaruhi kepadatan sel
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. (p<0,05). Keadaan ini dapat diduga
salinitas optimum Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. terjadi pada hari ke-1
hingga hari ke-6 dan ke-7. Hal tersebut dikarenakan salinitas optimum untuk
pertambahan kepadatan sel mikroalga adalah kisaran 25-32 ‰.
Salinitas air pada media perlakuan pupuk relatif meningkat dan berkorelasi
positif terhadap waktu yang diduga karena adanya penguapan yang terjadi di
dalam media kultur. Penguapan ini berasal dari lampu neon 40 watt serta aerasi
dari media kultur. Panas dari lampu neon menguapkan air dalam media dan
meninggalkan garam di dalam media kultur, sehingga salinitas terus meningkat
dengan bertambahnya waktu. Selain itu, faktor yang cukup berpengaruh lainnya
adalah pengadukan media kultur yang membantu terjadinya penguapan air media,
sehingga mengakibatkan perubahan pada salinitas.
Salinitas awal media kultur Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. adalah
37 ‰, sedangkan salinitas akhir media Chlorella sp. 51 ‰ dan Nannochloropsis
sp. adalah 50 ‰ (Lampiran 6). Salinitas maksimum kultur Chlorella sp. dengan
perlakuan pupuk ini adalah pada hari ke-15 sebesar 51 ‰ dan 50 ‰ untuk kultur
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Bertambahnya salinitas dapat
mempengaruhi secara nyata pertambahan jumlah kepadatan sel kultur dari kedua
media. Pengaruh tersebut dibuktikan melalui uji validitas Pearson yang
57
menyatakan bahwa salinitas dapat mempengaruhi kepadatan sel Chlorella sp.
(p<0,05), dan tidak mempengaruhi kepadatan sel Nannochloropsis sp. secara
nyata.
Hal ini dapat diduga kepadatan sel Chlorella sp. melalui media dengan
kadar garam lebih besar dari 50 ‰ seharusnya masih memiliki kesetimbangan
biologis terhadap metabolisme tubuh dan kesetimbangan ekologis terhadap media
kultur. Kepadatan sel Chlorella sp. dapat mencapai 60,00 ×106 sel/mL dengan
perlakuan salinitas 50 ‰ (Sutomo, 1991). Mikroalga hampir tidak dapat bertahan
hidup dengan kadar salinitas 0 ‰ dan 60 ‰ (Hirata, 1981 dalam Rostini, 2007).
Salinitas media tanpa perlakuan pupuk fluktuatif dengan bertambahnya
waktu. Salinitas pada hari pertama kultur Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.
adalah 37‰. Selanjutnya, salinitas meningkat drastis menjadi 45 ‰ dalam waktu
24 jam. Peningkatan konsentrasi salinitas dapat diduga karena adanya penguapan
dari media kultur yang berasal dari lampu neon 40 watt. Aerasi yang tidak
diberikan dalam media kultur juga merupakan faktor utama salinitas meningkat,
karena tanpa adanya pengadukan menyebabkan panas dari media menyebar di
dalam media kultur.
Salinitas maksimum kultur Chlorella sp. terjadi pada hari ke-9 dan hari ke-
13 sebesar 46 ‰. Selanjutnya salinitas pada akhir kultur Chlorella sp. adalah 45
‰. Salinitas maksimum kultur Nannochloropsis sp. terjadi pada hari ke-12
sebesar 45 ‰, dan salinitas akhir media kultur adalah 43 ‰. Berdasarkan uji
validitas Pearson, salinitas pada perlakuan tanpa menggunakan pupuk
berpengaruh terhadap jumlah kepadatan sel Chlorella sp., dan tidak berpengaruh
terhadap kepadatan sel Nannochloropsis sp. pengaruh salinitas ini didukung
58
dengan uji regresi linear yang menunjukkan bahwa perubahan salinitas
mempengaruhi kepadatan sel Chlorella sp. (p<0,05).
4.5.2. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman pada media kultur berfluktuatif. Perubahan derajat
keasaman dalam media kultur Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dapat diduga
karena adanya perubahan kelarutan CO2 dan mineral di dalam media pertumbuhan
(Suantika, 2009). Kisaran perubahan pH media kultur Chlorella sp. adalah 6-8,
dan Nannochloropsis sp. dengan kisaran 6-7,67. pH awal kultur Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. adalah 6, dan pada akhir kultur untuk Chlorella sp. adalah 8,
dan 7,67 untuk Nannochloropsis sp.
Keterangan: PP = menggunakan pupuk; TP= tanpa menggunakan pupuk
Gambar 17. pH media limbah logam Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.
Secara umum sejak pengamatan hari ke-7 hingga hari ke-15 seluruh media
logam berat dengan perlakuan pupuk mengalami peningkatan pH (Lampiran 6).
Hal tersebut kemungkinan disebabkan adanya aktivitas fotosintesis Chlorella sp.
4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
7.5
8
8.5
1 3 5 7 9 11 13 15
pH
Hari
Chlorella (PP) Nannochloropsis (PP)
Chlorella (TP) Nannochloropsis (TP)
59
dan Nannochloropsis sp.. Pada saat fotosintesis, CO2 bebas merupakan jenis
karbon anorganik utama yang digunakan mikroalga. Mikroalga juga dapat
menggunakan ion karbonat (CO32-) dan ion bikarbonat (HCO3
-) (Goldman et al.,
1983 dalam Prihantini et al., 2005). Penyerapan CO2 bebas dan bikarbonat oleh
mikroalga menyebabkan penurunan konsentrasi CO2 terlarut dan mengakibatkan
peningkatan nilai pH (Sze, 1993 dalam Prihantini et al., 2005).
Peningkatan nilai pH pada media perlakuan logam berat Chlorella sp. juga
disebabkan oleh terjadinya penguraian protein dan persenyawaan nitrogen lain.
Amonium (NH4+), nitrat (NO3
-), dan nitrit (NO2-) merupakan bentuk senyawa
nitrogen anorganik yang telah mengalami penguraian (Darley, W.M., 1982 dalam
Prihantini, 2005). Pada umumnya, senyawa nitrogen yang digunakan dalam
metabolisme sel mikroalga (Chlorella sp.) berupa amonium. Amonium
dihasilkan melalui proses disosiasi amonium hidroksida. Amonium hidroksida
merupakan amonia yang terlarut dalam air. Menurut Goldman dan Horne (1983)
dalam Prihantini et al. (2005), reaksi pembentukan amonium adalah sebagai
berikut:
NH3 + H2O NH4OH NH4+ + OH-
Bila reaksi di atas bergerak ke kanan maka konsentrasi amonium di dalam media
akan meningkat dan pH media kultur menjadi basa.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa pH mempengaruhi konsentrasi
dan tingkat kelarutan logam berat dalam sel Chlorella sp. Kandungan logam
berat dapat terlarut dalam keadaan pH yang lebih asam dibandingkan lingkungan
sekitarnya, sehingga perlakuan yang diberikan terhadap media menggunakan pH
berkisar 6. Hal ini digambarkan oleh Pawlik et al. (1998), bahwa mikroalga jenis
60
Chlorella kessleri mampu menyerap dengan baik logam berat Cu dengan pH
optimum antara 6 dan 7. Vuceta dan Morgan (1978) dalam Pawlik et al. (1998)
juga mengatakan, logam berat Pb sebagai ion bebas berada pada pH di bawah 7,1.
Menurut uji validitas Pearson, pH mempengaruhi kepadatan sel Chlorella
sp. dan tidak mempengaruhi kepadatan sel Nannochloropsis sp. yang dapat
dibuktikan dengan uji regresi linear yang menunjukkan bahwa pH mempengaruhi
kepadatan sel Chlorella sp. (p<0,05), dan tidak mempengaruhi Nannochloropsis
sp. Uji korelasi validitas Pearson ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Indeks Korelasi Pearson pengaruh salinitas dan pH pada Chlorella sp. Uji
Korelasi Pearson kepadatan salinitas pH
Kepadatan 1 0,942** 0,755** Salinitas 0,942** 1 0,884** pH 0,755** 0,884** 1
** = Korelasi signifikan pada level 0,05
Hal tersebut ditegaskan dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Wong
dan Lay (1980) dalam Prihantini et al. (2005) mendapati kultivasi Chlorella
pyrenoidosa yang ditumbuhkan dalam media Bristol pH 7 memiliki kerapatan sel
yang lebih tinggi daripada media pH 6,4. Hal ini menunjukkan bahwa sel
Chlorella sp. telah dipengaruhi kondisi keasaman media dengan kondisi pH 6.
Perubahan derajat keasaman pada media kultur tanpa perlakuan pupuk
adalah 6-8 untuk Chlorella sp. dan 6-7 untuk Nannochloropsis sp. pH awal dari
media kultur Chlorella sp. adalah 6, dan 8 pada saat akhir kultur, serta
Nannochloropsis sp. memiliki nilai pH awal 6 dan pH akhir 6. Uji validitas
Pearson memperlihatkan bahwa pH tidak mempengaruhi jumlah kepadatan sel
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp., yang ditunjukkan menggunakan regresi
linear, dengan p>0,05.
61
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kultivasi dengan menggunakan sel Chlorella sp. memperlihatkan bahwa,
perlakuan kontrol memiliki tingkat pertumbuhan teringgi dan laju pertumbuhan
spesifik teringgi dibandingkan perlakuan menggunakan pupuk dan tanpa pupuk.
Begitu pula dengan sel Nannochloropsis sp., yang memperlihatkan bahwa µmaks
dan kepadatan maksimum tertinggi ditemukan pada perlakuan kontrol.
Perbandingan laju pertumbuhan spesifik maksimum dan kepadatan sel
maksimum sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. memperlihatkan bahwa sel
Chlorella sp. perlakuan kontrol memiliki laju pertumbuhan spesifik dan kepadatan
maksimum lebih rendah dibandingkan sel Nannochloropsis sp. Sebaliknya, pada
perlakuan media menggunakan limbah logam berat Chlorella sp. memiliki nilai
µmaks dan kepadatan maksimum lebih tinggi dibandingkan sel Nannochloropsis sp.
pada perlakuan menggunakan pupuk dan tanpa pupuk.
Berdasarkan nilai kapasitas bioabsorpsi, Chlorella sp. memiliki laju
serapan logam berat lebih rendah dibandingkan sel Nannochloropsis sp. yang
diperlihatkan dari nilai kapasitas bioabsorpsi dari kedua spesies tersebut.
Intensitas penyerapan logam berat tertinggi pada kedua sel mikroalga adalah
terdapat pada logam berat Pb dan Cu, sedangkan intensitas penyerapan paling
rendah adalah pada logam berat Cr.
Kualitas air media kultivasi (pH dan salinitas) mempengaruhi laju
pertumbuhan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Perlakuan menggunakan
pupuk memperlihatkan bahwa pH dan salinitas mempengaruhi pertumbuhan
Chlorella sp.
62
5.2. Saran
Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian kandungan lipid (fatty
acid) yang terdapat di dalam sel mikroalga dan pengujian terhadap waktu untuk
mencapai kesetimbangan mikroalga dalam menyerap logam berat.
63
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, 2005, Respon Chlorella pyrenoidosa terhadap Senyawa Klorporifos,
Tesis. Departemen Biologi, Institut Teknologi Bandung. Bandung. Anon, Sen M.A.T., Kocer M.T. Alp, dan H. Erbas. 2009. Studies on Growth
Marine Microalgae in Batch Cultures: III. Nannochloropsis oculata (Eustigmatophyta). Departement of Basic Aquatic Sciences, Faculty of Aquaculture, Firat University, Elazig, Turkey. Asian Journal of Plant Sciences 4(6) : 642-644.
Cahyaningsih, S. 2009. Standar Nasional Indonesia Pembenian Perikanan (Pakan
Alami). Pelatihan MPM-CPIB Pembenihan Udang, 16-20 Juni 2009, Situbondo. Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Situbondo.
Edhy, W.A., Januar, dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. Central
Pertiwi Bahari. Laboratorium Central Department, Aquaculture Division PT. Central Pertwi Bahari. Tulang Bawang.
Haryoto dan Wibowo. 2004. Kinetika Bioakumulasi Logam Berat Kadmium oleh
Fitoplankton Chlorella sp. Lingkungan Perairan Laut. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyyah, Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Vol. 5(2): 89-103.
Hutagalung, H. 1995. Heavy Metals Content in Sediment in Jakarta Bay,
Indonesia. Dalam : Asean Criteria and Monitoring. Advance in Marine Environmental Management and Human Health Protection (Watson D, KS Wong and Vigers Eds) Asean Canada CPMS II. Proceeding of Asean Canada Midterm Technical Review Conference on Marine Science, Singapore 24-28 Oktober 1994. Hal: 273-275
Kawaroe, M. 2008. Mikroalga sebagai Bahan Baku Biofuel. Surfactant and
Bioenergy Research Centre, Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kawaroe, M., T. Prartono, Wulan Sari, Augustine. 2010. Fatty Acid Content of Indonesian Aquatic Microalgae. HAYATI Journal of Biosciences. Vol. 17(4): 196-200.
KMNLH, 2004. Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Kantor Menteri Negara Kependudukan Lingkungan Hidup 2004. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Kep-51/MENEGLH/ 2004. Sekretariat Negara, Jakarta.
64
Krichnavaruk, S., Worapanne, Sorawit, dan Prasert. 2004. Optimal Growth Conditions and the Cultivation of Chaetoceros calcitrans in Airlift Photobioreactor. Chemical Engineering. 105: 91-98.
Oswald, W.J. 1988. Micro-algae and Wastewater Treatment. Microalgal
Biotechnology. Edited by Borowtzka, M.A and Borrow L.J. cambridge University Press. Cambridge.
Panggabean, L.M.G. dan Sutomo. 2000. Karakteristik Pertumbuhan Beberapa
Jenis Diatomae dalam Kultur Laboratoris. Seminar Lustrum IX Fakultas Biologi dan Kongres I Kabiogama, 22-24 September 2000, Yogyakarta. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta. Indonesia.
Pawlik, B., Skowronska, Pirszel, dan Skowronski. 1998. The Sorption and
Removal of Heavy Metals by Algal Biomasses. Institute of Technology, Polish Academy of Science, Experimental Station. Lublin, Poland. XVIth Symposium. p: 101-102
Prihantini, N.B., Putri, dan Yuniati. 2005. Pertumbuhan Chlorella spp. dalam
Medium Ekstrak Tauge (Met) Dengan Variasi pH Awal. Departemen Biologi Fakultas MIPA, Universitas Indonesia. Depok.
Rostini, I. 2007. Karya Ilmiah. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis sp.) pada Skala Laboratorium di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Bojonegara. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran. Bandung.
Slamet, R., Arbianti, dan Daryanto. 2005. Pengolahan Limbah Organik (Fenol)
dan Logam Berat (Cr6+ atau Pt4+) Secara Simultan dengan Fotokatalis TiO2, ZnO-TiO2, dan CdS-TiO2. Departemen Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok. Makara, Teknologi, 9(2): 66-71.
Suantika, G., Pingkan, dan Yusuf. 2009. Tesis. Pengaruh Kepadatan Awal
Inokulum terhadap Kualitas Kultur Chaetoceros gracilis (Schuut) pada Sistem Batch. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan
Mikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan (Heavy Metal Bioremoval by Microorganisme: A Literature Study). Makalah. Disampaikan pada Seminar On-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21. 1-14 Februari 2001. Sinergy Forum – PPI Tokyo Institute of Technology.
Sutomo, 1991. Pengaruh Salinitas dan pH Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp..
Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI Jakarta. Diseminarkan pada Lustrum VII Fakultas Bioologi UGM. Jurnal Biologi, 1(1): 39-47.
65
Sylvester, B., Nelvy, dan Sudjiharno. 2002. Biologi Fitoplankton, Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung. Makara, Teknologi. 9: 3-23.
Triani, L. 2006. Desorpsi Ion Logam Tembaga (II) dari Biomassa Chlorella sp
yang Terimobilisasi Dalam Silika Gel. Jurusan Kimia Universitas Negeri
Semarang. Semarang. Taw, N. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.
Proyek Pengembangan Udang, United nations development Programme, Food and Agriculture Organizations of the United Nations.
Triyatno. 2004. Kapasitas Adsorpsi Alga Chlorella sp. yang Diimobilisasi dalam
Silika Gel Terhadap Ion Logam Cu dalam Limbah Kuningan, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Umdu, E.S., Mert, dan Erol. 2009. Transesterification of Nannochloropsis oculata
microalga’s lipid to biodiesel on Al2O3 supported CaO and MgO catalyst. Bioresource Technology. 100: 2828-2831.
Vijayaraghavan, K., Jegan, Palanivelu and Velan. 2004. Copper Removal from
Aqueous Solution by Marine Green Algae Ulva reticulata, Electronic Journal of Biotechnology, 7(1): 61-71.
Vinithkumar, N.V. 2004. Marine Pollutions: A Perspective, Monitoring and
Control in India. http://www.chem-is try.org/artikel_kimia/biokimia/ alga_sebagai_bioindikator _dan_biosorben_logam_berat_bagian_2 _biosorben/. [Diunduh tanggal 15 Maret 2011]
Yefrida, R. Kamila, Refilda. 2008. Regeneration and reuse sawdust powder from
Kayu Meranti (Shorea sp.) as a sorbent for cadmium ion in water. Jurnal of Biotechnology, 8(1): 24-28.
LAMPIRAN
66
LAMPIRAN
Lampiran 1 Penghitungan kelimpahan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.
Kepadatan (ind/ml) = ��
� � 104 ……………… (1)
Pengamatan dilakukan dengan 3 kali pengulangan.
Contoh: Pengamatan pada Chlorella sp. pada hari ke-1 pada ulangan 1 diperoleh
N = 20.
Penyelesaian : N = Kelimpahan (sel/ml) = 20 × (25/5) × 104 = 100×104
Jadi jumlah sel pada ulangan 1 didapat 100×104 sel/ml.
Bidang Pengamatan
67
Lampiran 2 Penghitungan laju pertumbuhan spesifik mikroalga
Laju pertumbuhan spesifik (µ) mikroalga dihitung dengan rumus berikut
menurut Krichnavaruk et al. (2004).
µ = �� ���� �
��� …………………………. (2)
dimana :
Nt = Kepadatan populasi pada waktu ke-t,
No = Kepadatan populasi sel pada waktu ke-0;
To = Waktu awal;
Tt = Waktu pengamatan
Laju pertumbuhan spesifik maksimum dihitung dari kelimpahan pada saat awal
kultur hingga puncak kelimpahan maksimum.
Contoh: Nannochloropsis sp.dengan perlakuan pupuk pada media limbah
logam berat, yang memiliki kepadatan pada hari ke-1 = 1,00×106 sel/ml,
kepadatan hari ke-2 = 2,063×106 sel/ml, dan kepadatan hari ke-3 = 2,717×106
sel/ml.
Laju pertumbuhan spesifik (µ) hari ke-2 adalah
µ = � ��,����� ��,���
�� = 0,72
Laju pertumbuhan spesifik (µ) hari ke-3 adalah
µ = � ��,����� ��,����
�� = 0,28
Laju pertumbuhan spesifik maksimum (µmaks) adalah
µ = � ���,����� ��,���
�� = 0,19
68
Lampiran 3 Penghitungan kapasitas bioabsorpsi logam berat
gmgW
VCCq ei
e /,1000
)( −= .................................... (3)
Dimana :
qe = Kapasitas bioabsorpsi (mg Pb, Cd, Cr, Cu) /g biomassa
Mikroalga);
V = Volume larutan dalam wadah gelas atau erlenmeyer dengan kontak
batch (ml),
Ci = Konsentrasi ion (Pb, Cd, Cr, Cu) dalam larutan (mg/l),
Ce = Konsentrasi akhir atau keseimbangan ion (Pb, Cd, Cr, Cu) dalam
larutan (mg/l), W adalah massa sel (g)
Contoh: Diketahui berat kering biomassa sel Chlorella sp.. Pada ulangan
pertama (U1) adalah 0,0713 gram, U2 = 0,0569, dan U3 = 0,0681. Biomassa sel
dilarutkan ke dalam media cair 50 ml, dan siap diukur menggunakan AAS.
Besarnya nilai konsentrasi logam Cd yang terbaca di AAS adalah 0,003 mg/L.
Penyelesaian:
U1 U2 U3
0713,0
50)003,0(=eq = 2,104 0569,0
50)003,0(=eq =2,636 0569,0
50)003,0(=eq =2,203
qe (Urata-rata)
{(2,104 + 2,636 + 2,203) / 3} = 2,314 mg/g
69
Lampiran 4 Uji validitas Pearson dan uji lanjut regresi
Uji validitas Pearson dilakukan dengan menggunakan SPSS. Uji validitas
Pearson digunakan untuk melihat korelasi dua variabel pada penelitian yang
dilakukan dengan derajat signifikan 0,05. Variabel yang digunakan pada
penelitian ini adalah kepadatan mikroalga dan kualitas air (pH dan salinitas).
Penggunaan uji Pearson pada penelitian ini dengan membuat tabel yang
memiliki empat kolom, pertama adalah kepadatan mikroalga dan kolom lainnya
adalah kualitas air.
Contoh: Kepadatan Chlorella sp. dan kualitas air perlakuan menggunakan
pupuk.
Menu yang dipilih adalah Analyze, Correlate, Bivariate, dan Pearson.
Apabila terlihat ada hubungan maka dilanjutkan dengan uji lanjut
menggunakan analisis regresi. Contoh: Salinitas dan pH memiliki korelasi dengan
kepadatan sel.
70
Uji lanjut regresi menggunakan software minitab. Hal yang pertama kali
dilakukan adalah membuat dua kolom, untuk variabel x dan y. kemudian melihat
bentuk grafik dengan memilih menu Graph, Scatterplot, dan masukkan variabel x
dan y. Kemudian menentukan pola grafik yang terbentuk, linear, kuadratik, atau
kubik.
Pola yang terbentuk dari kelimpahan Chlorella sp. dan salinitas adalah
linear. Kemudian dilanjutkan dengan melihat pengaruh salinitas terhadap
kepadatan dengan cara masuk ke menu Stat, Regression, Fitted line plot,
masukkan variabel x dan y dan pilih linear.
Hasil yang didapat adalah salinitas mempengaruhi kepadatan sel Chlorella
sp. Hal ini dapat dilihat dari nilai P linear yang kurang dari 0,05.
Lanjutan Lampiran 4.
71
Lampiran 5 Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Tabel 7. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. dengan
perlakuan kontrol
No. Hari Tanggal Kepadatan sel (×106 sel/ml)
µ µmaks
1 Senin 14-03-11 0,30 - - 2 Selasa 15-03-11 4,70 2.752 - 3 Rabu 16-03-11 9,10 0.661 - 4 Kamis 17-03-11 10,35 0.129 - 5 Jum'at 18-03-11 15,35 0.394 - 6 Sabtu 19-03-11 20,45 0.287 - 7 Minggu 20-03-11 22,60 0.100 - 8 Senin 21-03-11 24,40 0.077 - 9 Selasa 22-03-11 27,70 0.127 - 10 Rabu 23-03-11 31,00 0.113 0,515 11 Kamis 24-03-11 28,65 -0.079 - 12 Jum'at 25-03-11 28,70 0.002 - 13 Sabtu 26-03-11 25,40 -0.122 - 14 Minggu 27-03-11 19,15 -0.282 - 15 Senin 28-03-11 9,30 -0.722 -
72
Tabel 8. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. dengan perlakuan menggunakan pupuk pada media limbah logam berat
No. Hari Tanggal Pengulangan (×106 sel/ml) Rata-rata
(×106 sel/ml) µ µmaks 1 2 3
1 Senin 14-03-11 1,00 1,00 1,00 1,00 - - 2 Selasa 15-03-11 1,84 2,47 3,14 2,48 0,908 - 3 Rabu 16-03-11 3,38 4,21 3,16 3,58 0,368 - 4 Kamis 17-03-11 3,78 5,90 4,95 4,88 0,309 - 5 Jum'at 18-03-11 6,08 6,28 5,33 5,89 0,189 - 6 Sabtu 19-03-11 8,68 9,00 10,55 9,41 0,468 - 7 Minggu 20-03-11 9,60 13,45 8,20 10,42 0,102 - 8 Senin 21-03-11 11,70 12,80 10,73 11,74 0,120 - 9 Selasa 22-03-11 10,40 13,35 14,33 12,69 0,078 - 10 Rabu 23-03-11 15,45 13,55 16,50 15,17 0,178 - 11 Kamis 24-03-11 18,55 12,90 12,85 14,77 -0,027 - 12 Jum'at 25-03-11 18,75 12,95 16,75 16,15 0,090 - 13 Sabtu 26-03-11 18,85 15,45 15,85 16,72 0,034 0,235 14 Minggu 27-03-11 17,00 17,45 14,55 16,33 -0,023 - 15 Senin 28-03-11 21,10 13,05 11,65 15,27 -0,068 -
Lanjutan Lampiran 5.
73
Tabel 9. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. dengan perlakuan tanpa menggunakan pupuk pada media limbah logam berat
No. Hari Tanggal Pengulangan (x106 sel/ml)
Rata-rata (×106 sel/ml) µ µmaks 1 2 3
1 Senin 14-03-11 1,00 1,00 1,00 1,00 - - 2 Selasa 15-03-11 0,80 1,16 1,56 1,17 0,160 - 3 Rabu 16-03-11 1,26 1,23 1,90 1,46 0,221 - 4 Kamis 17-03-11 1,32 1,28 2,07 1,56 0,062 - 5 Jum'at 18-03-11 1,56 1,62 1,43 1,54 -0,013 - 6 Sabtu 19-03-11 1,20 1,38 1,44 1,34 -0,137 - 7 Minggu 20-03-11 1,23 1,23 1,77 1,41 0,051 - 8 Senin 21-03-11 1,19 1,27 1,99 1,48 0,051 - 9 Selasa 22-03-11 1,56 1,40 2,21 1,72 0,150 0,068 10 Rabu 23-03-11 1,35 1,68 2,03 1,69 -0,022 - 11 Kamis 24-03-11 1,34 1,47 1,74 1,52 -0,106 - 12 Jum'at 25-03-11 1,30 1,77 2,09 1,72 0,126 - 13 Sabtu 26-03-11 1,37 1,50 2,16 1,68 -0,026 - 14 Minggu 27-03-11 0,99 1,35 1,17 1,17 -0,360 - 15 Senin 28-03-11 0,90 1,34 1,12 1,12 -0,044 -
Lanjutan Lampiran 5.
74
Tabel 10. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. dengan perlakuan kontrol
No. Hari Tanggal Kepadatan sel (×106 sel/ml)
µ µmaks
1 Senin 14-03-11 0,30 - - 2 Selasa 15-03-11 2,43 2,092 - 3 Rabu 16-03-11 4,55 0,627 - 4 Kamis 17-03-11 9,65 0,752 - 5 Jum'at 18-03-11 14,20 0,386 - 6 Sabtu 19-03-11 16,60 0,156 - 7 Minggu 20-03-11 23,20 0,335 - 8 Senin 21-03-11 27,60 0,174 - 9 Selasa 22-03-11 35,05 0,239 - 10 Rabu 23-03-11 42,50 0,193 0,550 11 Kamis 24-03-11 18,05 -0,856 - 12 Jum'at 25-03-11 31,30 0,550 - 13 Sabtu 26-03-11 28,40 -0,097 - 14 Minggu 27-03-11 41,15 0,371 - 15 Senin 28-03-11 12,90 -1,160 -
Lanjutan Lampiran 5.
75
Tabel 11. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. dengan perlakuan menggunakan pupuk pada media limbah logam berat
No. Hari Tanggal Pengulangan (x106 sel/ml)
Rata-rata (×106 sel/ml) µ µmaks 1 2 3
1 Senin 14-03-11 1,00 1,00 1,00 1,00 - - 2 Selasa 15-03-11 2,05 2,29 1,85 2,06 0,724 - 3 Rabu 16-03-11 2,82 2,83 2,51 2,72 0,275 - 4 Kamis 17-03-11 4,32 4,63 3,64 4,20 0,434 - 5 Jum'at 18-03-11 6,73 7,30 7,38 7,13 0,531 - 6 Sabtu 19-03-11 6,75 9,58 7,68 8,00 0,115 - 7 Minggu 20-03-11 7,00 12,50 7,75 9,08 0,127 - 8 Senin 21-03-11 7,25 11,40 9,20 9,28 0,022 - 9 Selasa 22-03-11 7,80 11,88 7,13 8,93 -0,038 - 10 Rabu 23-03-11 8,00 10,45 7,65 8,70 -0,026 - 11 Kamis 24-03-11 5,00 8,70 7,40 7,03 -0,213 - 12 Jum'at 25-03-11 2,60 9,40 11,45 7,82 0,106 - 13 Sabtu 26-03-11 5,45 11,15 11,30 9,30 0,174 0,186 14 Minggu 27-03-11 4,60 11,10 11,00 8,90 -0,044 - 15 Senin 28-03-11 3,95 10,70 9,35 8,00 -0,107 -
Lanjutan Lampiran 5.
76
Tabel 12. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. dengan perlakuan tanpa menggunakan pupuk pada media limbah logam berat
No. Hari Tanggal Pengulangan (x106 sel/ml)
Rata-rata (×106 sel/ml) µ
µmaks
1 2 3
1 Senin 14-03-11 1,00 1,00 1,00 1,00 - - 2 Selasa 15-03-11 0,52 0,86 0,98 0,79 -0,240 - 3 Rabu 16-03-11 0,63 0,74 1,01 0,79 0,008 - 4 Kamis 17-03-11 0,76 0,88 1,12 0,92 0,148 - 5 Jum'at 18-03-11 0,50 0,75 1,07 0,77 -0,176 - 6 Sabtu 19-03-11 0,81 0,70 0,90 0,80 0,038 - 7 Minggu 20-03-11 0,65 0,65 0,80 0,70 -0,136 - 8 Senin 21-03-11 0,87 0,99 0,99 0,95 0,305 - 9 Selasa 22-03-11 1,04 1,05 1,30 1,13 0,174 - 10 Rabu 23-03-11 1,21 1,05 1,51 1,26 0,106 0,025 11 Kamis 24-03-11 0,59 0,78 0,90 0,76 -0,507 - 12 Jum'at 25-03-11 0,68 0,80 1,17 0,88 0,155 - 13 Sabtu 26-03-11 0,57 0,89 0,88 0,78 -0,124 - 14 Minggu 27-03-11 0,73 0,70 0,70 0,71 -0,094 - 15 Senin 28-03-11 0,50 0,40 0,40 0,43 -0,494 -
Lanjutan Lampiran 5.
77
Lampiran 6 Kualitas air pada media Kultivasi Tabel 13. Salinitas pada media limbah logam berat
No Tanggal
Salinitas (‰)
Chlorella sp. (PP) Nannochloropsis (PP) Chlorella sp. (TP) Nannochloropsis (TP) Ulangan
Rata-rata Ulangan
Rata-rata Ulangan
Rata-rata Ulangan
Rata-rata 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 14-03-11 37 37 37 37.00 37 37 37 37.00 37 37 37 37.00 37 37 37 37.00 2 15-03-11 39 39 39 39.00 38 38 39 38.33 44 47 44 45.00 44 43 44 43.67 3 16-03-11 39 39 39 39.00 39 39 40 39.33 44 47 44 45.00 44 43 44 43.67 4 17-03-11 40 40 41 40.33 40 41 41 40.67 44 47 44 45.00 45 44 44 44.33 5 18-03-11 41 41 41 41.00 40 41 41 40.67 44 47 44 45.00 45 45 44 44.67 6 19-03-11 42 41 41 41.33 40 42 42 41.33 45 47 44 45.33 45 45 44 44.67 7 20-03-11 42 42 43 42.33 41 44 44 43.00 45 47 44 45.33 45 44 45 44.67 8 21-03-11 44 42 44 43.33 42 45 44 43.67 45 47 44 45.33 45 44 44 44.33 9 22-03-11 45 44 45 44.67 42 46 45 44.33 45 48 44 45.67 45 44 47 45.33 10 23-03-11 46 44 46 45.33 43 47 46 45.33 44 48 44 45.33 44 44 44 44.00 11 24-03-11 47 45 47 46.33 43 49 47 46.33 44 47 44 45.00 45 44 44 44.33 12 25-03-11 49 45 49 47.67 43 51 48 47.33 45 47 44 45.33 45 45 44 44.67 13 26-03-11 50 46 49 48.33 43 52 48 47.67 45 48 44 45.67 45 44 44 44.33 14 27-03-11 52 47 51 50.00 43 57 50 50.00 43 47 44 44.67 45 44 44 44.33 15 28-03-11 54 47 51 50.67 43 57 50 50.00 43 47 44 44.67 43 43 44 43.33
78
Tabel 14. Derajat keasaman (pH) media limbah logam berat
No Tanggal
pH Chlorella sp. (PP) Nannochloropsis sp. (PP) Chlorella sp. (TP) Nannochloropsis sp. (TP)
Ulangan Rata-rata
Ulangan Rata-rata
ULangan Rata-rata
Ulangan Rata-rata
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 14-03-11 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 2 15-03-11 7 7 7 7.00 6 6 6 6.00 8 8 8 8.00 7 7 7 7.00 3 16-03-11 6 6 6 6.00 7 6 6 6.33 8 8 8 8.00 7 7 7 7.00 4 17-03-11 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 8 8 8 8.00 6 7 7 6.67 5 18-03-11 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 8 8 8 8.00 7 7 7 7.00 6 19-03-11 6 6 6 6.00 6 6 7 6.33 7 8 8 7.67 6 7 7 6.67 7 20-03-11 7 6 6 6.33 6 6 6 6.00 7 8 8 7.67 6 7 7 6.67 8 21-03-11 7 6 7 6.67 6 6 6 6.00 7 7 8 7.33 6 7 7 6.67 9 22-03-11 7 7 7 7.00 6 6 6 6.00 7 8 8 7.67 6 7 7 6.67 10 23-03-11 6 7 7 6.67 6 6 6 6.00 7 8 8 7.67 7 7 6 6.67 11 24-03-11 7 7 7 7.00 6 7 6 6.33 8 8 8 8.00 6 7 7 6.67 12 25-03-11 8 8 7 7.67 6 7 6 6.33 8 8 8 8.00 7 7 7 7.00 13 26-03-11 8 7 8 7.67 7 8 7 7.33 7 8 8 7.67 6 6 6 6.17 14 27-03-11 8 8 8 8.00 7 8 8 7.67 8 8 8 8.00 7 8 6 7.00 15 28-03-11 8 8 8 8.00 7 8 8 7.67 8 8 8 8.00 6 6 6 6.00
Lanjutan Lampiran 6.
79
Lampiran 7 Komposisi kimiawi pupuk analis (Walne’s media) Tabel 15. Komposisi kimiawi pupuk analis Walne
No. Nama bahan penyusun
Medium Walne Jumlah
1 Na2EDTA 45 gram 2 NaH2PO4.2H2O 5,4177 gram 3 FeCl3.6H2O 1,5 gram 4 H3BO3 33,6 gram 5 MnCl2.4H2O 0,36 gram 6 NaNO3 100 gram 7 Akuabides 1000 ml
80
Lampiran 8 Dokumentasi foto alat dan bahan, serta kegiatan penelitian
1. Keadaaan wilayah penelitian 2. Tailing atau buangan pasir yang tidak dipakai
3. Kapal Sedot Pasir Ilegal 4. Pengambilan sampel
6. Sampel air limbah 35 Liter 5. Bibit Mikroalga dari SBRC, Bogor
81
7. Haemacytometer 8. Refraktometer
10. pH Meter 9. Aerator
12. Mikroskop Olympus 11. Alat penyaring sampel air (filtering apparatus)
Lanjutan Lampiran 8.
82
14. Autoklaf 13. Kertas pH Indikator
16. Thermometer 15. Pipet Tetes
18. Inkubator 17. Alat Pemanas (Digest)
Lanjutan Lampiran 8.
83
20. Kertas Saring Wheatman 19. Proses Penyaringan Biomassa Mikroalga
22. Timbangan Analitik 21. Kertas Saring dan Biomassa Mikroalga
24. Kegiatan Pelarutan Biomassa 23. Biomassa yang telah larut
Lanjutan Lampiran 8.
84
]
26. Kertas Saring Fiber Glass 25. Asam Sulfat dan Nitrat Pekat
29. Gelas Ukur 28. Oven 27. Tabung Durham
31. Gelas Scott 30. Akuades
Lanjutan Lampiran 8.
85
32. Sel Chlorella sp. (perbesaran 10×)
33. Sel Chlorella sp. (perbesaran 40×)
0,05 mm
Lanjutan Lampiran 8.
86
Lampiran 9 Dokumentasi kegiatan kultivasi
2. Kultur Pendahuluan (4-9 Januari 2011)
1. Kultur Percobaan (25 Januari - 8 Februari 2011)
4. Kultur Awal di lab. PT. TIMAH (8 - 14 Februari 2011)
3. Kultur Pra Penelitian (3 - 9 Maret 2011)
5. Persiapan wadah 750 ml dan 1500 ml 6. Wadah kultur 750 ml
87
8. Bibit Awal Penelitian kiri: Nannochloropsis sp. kanan: Chlorella sp.
7. Media yang telah disterilisasi autoklaf
9. Kultur hari ke-1 media 1500 ml (menggunakan Pupuk 3× ulangan) kiri: Nannochloropsis sp. tengah: Chlorella sp. kanan: Kontrol logam berat
10. Kultur hari ke-1 media 750 ml (Tanpa Pupuk 3× ulangan) kiri: Nannochloropsis sp. tengah: Chlorella sp. kanan: Kontrol logam berat
12. Kultur hari ke-3 media 1500 ml 11. Kultur hari ke- 3 media 750 ml
14. Kultur hari ke- 6 media 1500 ml 13. Kultur hari ke- 6 media 750 ml
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Lanjutan Lampiran 9.
88
16. Kultur hari ke- 10 media 1500 ml 15. Kultur hari ke- 10 media 750 ml
18. Kultur hari ke- 13 media 1500 ml 17. Kultur hari ke- 14 media 750 ml
Lanjutan Lampiran 9.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pangkalpinang, Bangka
Belitung, 9 Juni 1989 dari Ayah Muhammad Amrullah dan
Ibu Ulyati. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2004 – 2007 Penulis menyelesaikan pendidikan di
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Pangkalpinang,
Bangka Belitung. Tahun 2007 Penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru).
Selama mengikuti perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, Penulis pernah
aktif menjadi Asisten Luar Biasa mata kuliah Iktiologi tahun 2009, Asisten Luar
Biasa mata kuliah Biologi Laut tahun 2010, Asisten Luar Biasa mata kuliah
Oseanografi Kimia tahun 2010, dan Asisten Lapangan mata kuliah Ekologi
Perairan. Selain itu, Penulis juga turut aktif mengikuti beberapa aktivitas dan
kompetisi ilmiah, seperti organisasi internal dan eksternal kampus sebagai Wakil
Ketua ISBA (Ikatan Mahasiswa Bangka) tahun 2008 - 2009, anggota Divisi
Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa Himiteka (Himpunan Mahasiswa Ilmu
dan Teknologi Kelautan) tahun 2008 - 2009, dan Ketua Umum Himiteka tahun
2010 – 2011.
Dalam menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Laju Pertumbuhan Mikroalga
Penghasil Biofuel Jenis Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi
Menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan Timah di Pulau Bangka”.